Aswaja Fundamentalis dan Liberalis

advertisement
Daftar Isi
Daftar Isi…………………………………………………………………. 1
A. Pendahuluan…………………………………………………………… 2
B. Pembahasan …………………………………………………………… 3
Fundamentalis…………………………………………………….. 3
Liberalis ………………………………………………………….. 5
Aswaja di Tengah Ideologi Fundamentalis dan Liberalis ………... 6
Jihad Konteamporer………………………………………………. 7
C. Kesimpulan …………………………………………………………….. 9
Daftar Pustaka …………………………………………………………….. 10
1
Tantangan Aswaja :
Fundamentalis dan Liberalis
A. Pendahuluan
Dewasa saat ini telah banyak lahir ideologi modern yang telah masuk
kedalam dunia agama khususnya agama islam. Ideologi ini mungkin sudah tidak
asing lagi ditelinga yaitu ideologi kiri mewakili pengaruh liberalis barat sedangkan
ideologi kanan mewakili pengaruh fundamentalis pengaruh dari timur yang
merambah kepada gerakan yang radikalis.
Pada dasarnya kedua ideologi ini saling bertolak belakang namun bila
diterapkan di Indonesia ideologi ini sama sama mengganggu dan merusak tatanan
agama islam. Kita sebagai penganut faham aswaja harus mengetahui ideologiideologi tersebut agar kita dapat menetralisirnya sehingga kita tidak terjerumun ke
arus yang salah dan negatif yang dapat mengantarkan kita kepada gerakan
radikalisme. Kita juga harus dapat menempatkan diri kita dengan benar dengan
menerapkan ajaran ajaran aswaaja khususnya di dalam Nahdlatul Ulama yang
memiliki prinsip moderatis.
2
B. Pembahasan
Fundamentalis
Istilah fundamentalisme pada mulanya digunakan untuk menyebut
penganut Katholik yang menolak modernitas dan mempertahankan ajaran ortodoksi
agamanya, saat ini juga digunakan oleh penganut agama-agama lainnya yang
memiliki kemiripan, sehingga ada juga fundamentalisme Islam, Hindu, dan juga
Buddha.
Sejalan dengan itu, pada perkembangan selanjutnya penggunaan istilah
fundamentalisme menimbulkan suatu citra tertentu, misalnya ekstrimisme,
fanatisme, atau bahkan terorisme dalam mewujudkan atau mempertahankan
keyakinan agamanya. Mereka yang disebut kaum fundamentalis sering disebut
tidak rasional, tidak moderat, dan cenderung melakukan tindakan kekerasan jika
perlu.
Secara historis, istilah fundamentalisme muncul pertama dan populer di
kalangan tradisi Barat-Kristen. Namun demikian, bukan berarti dalam Islam tidak
dijumpai istilah atau tindakan yang mirip dengan fundamentalisme yang ada di
barat.
Pelacakan historis gerakan fundamentalisme awal dalam Islam bisa
dirujukkan kepada gerakan Khawarij. Secara makro, faktor yang melatarbelakangi
lahirnya gerakan fundamentalis adalah situasi politik baik tingkat domestik maupun
di tingkat internasional. Ini dapat dibuktikan dengan munculnya gerakan
fundamentalis pada masa akhir khalifah Ali bin Abi Thalib, di mana situasi dan
kondisi sosial politik tidak kondusif. Pada masa khalifah Ali, perang saudara
berkecamuk hebat antara kelompok Ali dan Muawiyah karena masalah
pembunuhan Utsman.
Dalam keadaan runyam, Khawarij yang awalnya masuk golongan Ali
membelot dan muncul secara independen ke permukaan sejarah klasik Islam.
Dengan latar belakang kekecewaan mendalam atas roman ganas dua kelompok
yang berseteru, mereka berpendapat bahwa Ali dan Muawiyah kafir. Kemudian Ali
mereka bunuh, sedangkan Muawiyah masih tetap hidup
Ciri-ciri kelompok aliran ini yaitu:
-
3
Tekstual,
-
Menyerukan keutamaan Islam pada periode Nabi dan al-Khulafa. alRashidin
Kembali ke sumber pokok Islam (al-Qur’an dan al-Sunnah),
Menolak unsur-unsur asing dari Barat.
Dalam beberapa kelompok Islam, di dalamnya terdapat karakteristik
gerakan Islam fundamentalis, diantaranya :
Pertama, mereka cenderung melakukan interpretasi literal terhadap teksteks suci agama dan menolak pemahaman kontekstual atas teks. Kaum
fundamentalis mengklaim kebenaran tunggal. Menurut mereka, kebenaran hanya
ada di dalam teks dan tidak ada kebenaran di luar teks bahkan kebenaran hanya ada
pada pemahaman mereka terhadap apa yang dianggap sebagai prinsip-prinsip
agama. Mereka tidak memberi ruang kepada pemahaman dan penafsiran selain
mereka. Sikap yang demikian ini adalah sikap otoriter.
Kedua, mereka menolak pluralisme dan relativisme. Bagi kaum
fundamentalis, pluralism merupakan produk yang keliru dari pemahaman terhadap
teks suci. Pemahaman dan sikap yang tidak selaras dengan pandangan kaum
fundamentalis merupakan bentuk dari relativisme keagamaan, yang terutama
muncul tidak hanya karena intervensi nalar terhadap teks kitab suci, tetapi juga
karena perkembangan sosial kemasyarakatan.
Ketiga, mereka memonopoli kebenaran atas tafsir agama. Kaum
fundamentalis cenderung menganggap dirinya sebagai penafsir yang paling benar
sehingga memandang sesat aliran yang tidak sepaham dengan mereka. Di dalam
khasanah Islam perbedaan tafsir merupakan suatu yang biasa. Sikap keagamaan
yang seperti ini berpotensi untuk melahirkan kekerasan. Dengan dalih atas nama
agama, atas nama membela Islam, atas nama Tuhan mereka melakukan tindakan
kekerasan, pengrusakan, penganiayaan, dan bahkan sampai pembunuhan.
Keempat, setiap gerakan fundamentalisme hampir selalu dapat
dihubungkan dengan fanatisme, eksklusifisme, intoleran, radikalisme, dan
militanisme. Kaum fundamentalisme selalu mengambil bentuk perlawanan yang
sering bersifat radikal teradap ancaman yang dipandang membahayakan eksistensi
agama.
Beberapa karakteristik lain dari gerakan fundamentalisme Islam, yaitu :
1. Mempunyai prinsip interpretasi ajaran agama yang berbeda atau
berseberangan dengan tradisi yang berlaku. Kemudian secara aktif,
kelompok ini akan bergerak untuk memperjuangkan hasil penafsirannya
tersebut dengan berbagai cara, dari kritik persuasif hingga tindakan tegas
4
yang menjurus anarkhisme. Pada titik inilah fundamentalisme kerap
dipersepsikan sebagai gerakan negatif.
2. Lazimnya kelompok ini memiliki perilaku yang eksklusif, tertutup, dan
mencurigai kelompok lain. Kendati dalam sebuah kesempatan bisa sangat
terbuka untuk berdialog dengan kelompok lain tetapi tujuannya sekadar
membantah argumentasi mereka.
3. Berkat keyakinan akan kebenaran pemahamannya tentang ajaran agama,
kelompok fundamentalis selalu aktif menyebarkan pahamnya, agresif dalam
merekrut pengikut baru, dan sebagainya.
4. Keyakinan akan perlunya upaya yang sungguh-sungguh (jihad) dalam
mencapai keselamatan hidup baik di dunia ataupun di akhirat menjadikan
kelompok fundamentalis senantiasa giat dan militan melakukan segala
aktifitasnya.
Secara umum landasan ideologis yang dijumpai dalam gerakan-gerakan tersebut
antara lain,
Pertama, konsep Din wa Daulah (agama dan negara). Pemisahan antara
agama dan negara tidak dapat diterima oleh kelompok fundamentalis, sehingga
agama dan negara dipahami secara integralistik.
Kedua, kembali pada al-Quran dan sunnah. Dalam konsep ini umat Islam
diperintahkan untuk kembali kepada akar-akar Islam awal dan praktik nabi yang
puritan dalam mencari keaslian (otentitas) dan pembaruan. Jika umat Islam tidak
kembali ke ‘jalan yang benar’ dari para pendahulu mereka maka mereka niscaya
tidak akan selamat. Kembali kepada al-Quran dan Sunnah dipahami secara skriptual
dan totalistik.
Ketiga, puritanisme dan keadilan sosial. Nilai-nilai budaya barat ditolak
karena dianggap sesuatu yang asing bagi Islam
Keempat, berpegang teguh pada kedaulatan syariat Islam. Tujuan utama
umat Islam adalah menegakkan kedaulatan Tuhan di muka bumi ini. Tujuan ini bias
dicapai dengan membangun tatanan Islam yang memposisikan syariat sebagai
undang-undang tertinggi. Dari pemahaman ini maka agenda formalisasi syariat
Islam menjadi entry point bagi terbentuknya negara Islam sehingga syariat Islam
benar-benar dapat diperlakukan dalam hukum positif.
Kelima, menempatkan jihad sebagai instrumen gerakan. Umat Islam
diperintahkan untuk membangun masyarakat ideal sebagaimana telah digariskan
dan sesuai dengan syariat Islam. Oleh sebab itu diperlukan adanya upaya
menghancurkan kehidupan jahiliyah dan menaklukkan kekuasaan-kekuasaan
duniawi melalui jihad atau perang suci.
5
Keenam, perlawanan terhadap Barat yang hagemonik dan menentang
keterlibatan mendalam dari pihak Barat untuk urusan dalam negeri negara-negara
Islam. Mereka merasa harus mendeklarasikan perlawanan terhadap Barat karena
umat Islam sudah diperlakukan dengan tidak adil, baik secara politik, ekonomi,
maupun budaya.
Liberalis
Secara umum asas liberalisme ada tiga. Yaitu kebebasan, individualisme,
rasionalis. Definisi Islam Liberal merupakan sebuah faham penafsiran tentang
ajaran Islam yang berlandaskan pada nilai-nilai Liberalisme. penafsiran tentang
"Islam Baru" yang modern, bebas, plural dan ilmiah. Kemunculan Islam Liberal ini,
merupakan suatu bentuk counter atau antitesis dari ajaran Islam konservatif seperti
faham Wahabi/Salafi, yang selama ini mencitrakan kekolotan. Kehadiran para
Muslim Liberalis ini, seperti ingin membawa "wajah baru" tentang Islam yang
modern dan cerdas. Atau mungkin bisa kita sebut; tidak ketinggalan zaman.
Dalam sepak terjangnya, para Islam Liberalis berkutat pada ide-ide dan
pemikiran-pemikiran baru. Mereka tidak pernah melakukan sabotase, penyerangan
secara fisik kepada pihak yang berlawanan dengan mereka atau bahkan aksi bom.
Para tokoh Islam Liberal ini malah mengutamakan diskusi untuk mempertaruhkan
pemikiran mereka.
liberalisme merupakan sisi lain dari sekulerisme, yaitu memisahkan dari
agama dan membolehkan lepas dari ketentuan agama. Sehingga asas ini
memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbuat, berkata, berkeyakinan, dan
berhukum sesukanya tanpa dibatasi oleh syari’at Allah. Manusia menjadi tuhan
untuk dirinya dan penyembah hawa nafsunya. Manusia terbebas dari hukum, dan
tidak diperintahkan mengikuti ajaran Ilahi
Pemikiran mereka ini tidaklah satu. Namun mereka menggabungkan ajaran
Islam dengan modernisasi Barat dan merekonstruksi ajaran agama agar sesuai
dengan modernisasi Barat. Oleh karena itu, pemikiran mereka berbeda-beda sesuai
dengan pengetahuan mereka terhadap modernisasi di Barat dan kemajuannya yang
terus berkembang. Demikian juga, mereka sepakat menjadikan akal sebagai sumber
hukum sebagaimana akal juga menjadi sumber hukum dalam ajaran Liberal. Dari
sini jelaslah kaum reformis dan modernis ini ternyata memiliki prinsip dan latar
belakang serta orientasi pemikiran yang berbeda-beda. Meskipun mereka sepakat
untuk mengedepankan logika akal daripada al-Qur‘ân dan Sunnah dan pengaruh
kuat pemikiran Barat.
Ada di antara mereka yang secara terus terang mengungkapkan niat mereka
menghancurkan Islam karena terpengaruh pemikiran nasionalisme sekuler atau
sayap kiri. Ada yang berusaha memunculkan keraguan ke dalam tubuh kaum
6
muslimin dengan berbagai istilah bid’ah yang sulit dicerna pengertiannya. Atau
dengan cara membolakbalikkan fakta dan realitas ajaran Islam sejati dengan
pemikiran dan gerakannya.
Sebenarnya hakekat usaha mereka ini adalah mengajak kaum muslimin
untuk mengikuti ajaran dan pola pemikiran Barat dan menghilangkan aqidah Islam
dari tubuh kaum muslimin serta memberikan jalan kemudahan kepada musuhmusuh Islam dalam menghancurkan kaum muslimin. Sehingga mereka
menganggap aturan liberal dan demokrasi adalah perkara mendesak dan sangat
cocok dengan hakekat Islam dan ajarannya serta tidak mengingkarinya kecuali
fondamentalis garis keras.
Aswaja di Tengah Ideologi Fundamentalis dan Liberalis
Diantara ideologi diatas yaitu ideologi kiri(Liberalis) dan
kanan(Fundamentalis/radikal) aswaja merupakan pemikiran Islam moderat
(mainstream). Moderatisme (wasathiyah) adalah paham yang selalu mencari jalan
tengah dari dua kecenderungan, tidak condong (ekstrem) kanan dan kiri.
Faham Aswaja menganut pola pikir jalan tengah, antara faham ekstrem ‘aql
(rasional) dan ekstrem naql (skripturalis). Diwujudkan dengan pilihan sumber
pemikiran bagi warga NU tidak hanya mengacu atas al-Qur’an dan Hadis saja, tapi
ditambah kemampuan akal untuk mencerna permasalahan serta realitas yang terjadi
secara empirik. Pandangan tersebut merujuk dari para pemikir terdahulu
sebagaimana yang dikembangkan Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur alMaturidi sebagai landasan teologis. Untuk bidang fikih, menganut mazhab empat,
yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin
Hambal.
Aswaja yang dilaksanakan NU lebih akomodatif terhadap budaya dan
tradisi lokal sesuai prinsip Al-muhaafadzatu ‘ala al-qadim ash-shaalih wal akhdzu
bi al-jadiid al-ashlah (meneruskan pola lama yang baik dan melaksanakan pola
baru yang lebih baik). Hal ini juga dapat ditafsirkan sebagai pengakuan paham ini
terhadap kebhinekaan (pluralisme). Aswaja ala NU juga dicirikan dengan empat
karakter yakni; 1) tawassuth (moderat) tidak ekstrem kanan maupun ekstrem kiri,
2) tawazun, seimbang antara pendekatan dalil akal (‘aqli) dengan dalil dari AlQuran (naqli), 3) I’tidal (lurus), dan 4) tasamuh (toleran).
Jihad Kontemporer
Jihad secara etimologi berasak dari kata jahada yang berarti kesungguhan,
kemampuan, kemampuan, kekuatan, dan keteguhan. Secara terminologi berarti
memerangi orang-orang yang tidak dijamin keselamatannya oleh Islam dan orang-
7
orang yang memerangi umat Islam. Kata jihad menurut Ibnu Faris diambil dari kata
jahd yang berarti letih atau sukar. Jihad memang sulit dan menyebabkan keletihan.
Ada juga yang berpendapat bahwa jihad berasal dari kata jihd yang berarti
kemamampuan.
Pemahaman akan jihad dalam era kontemporer ini jelas sangat keliru
dalam pemakaiannya. Pemahaman tentang jihad secara terminologis seringkali
disalah pahami oleh pemakai istilah tersebut. Istilah jihad secara semantik
mempunyai makna yang luas, mencakup semua usaha yang dilakukan dengan
kesungguhan yang sangat untuk mendapatkan sesuatu atau menghindarkan diri dari
sesuatu yang tidak diinginkan. Sehingga jihad sebagai salah satu ajarn Islam dapat
dipahami dengan benar, dan tidak hanya dimaknai dalam cakupan yang sempit atau
dalam arti perang.
Jihad juga dimaknai dengan aksi peperangan dan aksi bom bunuh diri.
Mereka menganggap semua ini sebagai
bentuk pelabelan mati syahid. Jelas
perbuatan tidak pernah diajarkan oleh agama Islam.
Gerakan jihad berubah
menjadi aksi terorisme.
Makna jihad yang diartikan hanya pada tataran perang jelas bertentangan
dengan salah satu sabda Rosulullah yang secara eksplisit menyatakan bahwa jihad
dimulai semenjak nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rosul. Hal ini jelas
kontradiktif jika jihad hanya bermakna perang, karena waktu awal pengangkatan
Rosulullah jelas makna jihad bukan berarti makna perang, melainkan lebih kepada
pengendalian hawa nafsu.
Para ulama berpendapat bahwa jihad tidak selamanya menggunakan senjata
tetapi ia bisa menggunakan hati, lisan atau harta dengan tetap berniat meninggikan
kalimat Allah swt.
Jihad adalah sesuatu yang harus dilakukan karena jihad memiliki tujuan
utama yaitu mengembalikan manusia kepada pokok pangkalnya, fitrah yang hanif
yaitu yang mengharuskan mereka tunduk dan patuh kepada Allah swt.
8
C. Kesimpulan
Yang menjadi antangan aswaja kali ini adalah melawan ideologi yang
berasal dari luar nasional yaitu ideologi kiri(Liberal) yang mengusung nilai
kebebasan dari aturan, batasan yang mengikat termasuk bab agama khususnya
islam mereka ini lebih mengutamakan pemikiran mereka daripada sumber hukum
islam yang ada sehingga, lewat berebagai pendapat inilah mereka mengintimidasi
orang lain untuk mengikuti jalur mereka.
Dan kanan(Fudamental) yang mengusung nilai agamis secara pokok,
tekstual serta menolak modernisme dengan fanatisme yang tinggi terhadap
keyakinanya. Fanatisme ini yang dapat mengakibatkan gerakan radikal terhadap
ideologi lain yang bertentangan dengan mereka.
Aswaja disisni berperan sebagai ideologi yang moderat yaitu faham yang selalu
mengembil jalan tengah dari kedua ekstrimitas di atas.
9
Daftar Pustaka
Montgomery W., William. 1997. Fundamentalisme Islam dan Modernitas
(terjemahan
Taufik Adnan Amal). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sudrajat, Ajat, dkk. 2008. Din al-Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan
Tinggi Negeri Umum. Yogyakarta: UNY Press
Nata, Abuddin. 2001. Peta Keberagaman Pemikiran Islam di Indonesia. Jakarta :
Raja Grafindo Persada.
Singh, Bilvee dan Abdul Munir Mulkhan. 2012.Jejaring Radikalisme Islam di
Indonesia, Jogjakarta: Jogja Bangkit Pubhliser.
Misrawi, Zuhairi. 2010. PANDANGAN ISLAM MODERAT: Toleransi, Terorisme,
dan OASE Perdamaian. Jakarta: Buku Kompas.
10
Download