BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar belakang Mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang ada pada setiap jenjang pendidikan dan tidak sedikit yang merasa kesulitan dalam mempelajari matematika. Hal ini ditunjukkan dengan hasil studi PISA (Program for International Student Assessment) tahun 2015 yang menunjukkan Indonesia baru bisa menduduki peringkat 69 dari 76 negara. Sedangkan dari hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study), menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking 36 dari 49 negara dalam hal melakukan prosedur ilmiah. Dalam 10 tahun terakhir ini hasil PISA dan TIMSS selalu beriringan dan berjalan di tempat. Mata pelajaran matematika sering dianggap sebagai ‘momok’ oleh kebanyakan siswa. Sejalan dengan pendapat para siswa SMP Taruna Surabaya yang mengatakan hal serupa dari hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika rendah yaitu sebesar 23,80% dari 21 orang siswa diatas KKM 70, karena mereka menganggap matematika adalah mata pelajaran sulit dibanding mata pelajaran lainnya, sehingga hasil belajar matematika siswa cenderung lebih rendah dibanding dengan mata pelajaran lain. Pemahaman tentang konsep matematika harus didukung dengan aktifitas belajar dan penalaran siswa jika siswa cenderung pasif dalam proses belajar mengajar maka siswa akan merasa bosan dan tidak tertarik untuk belajar lebih mendalam tentang matematika. Dari hasil pengamatan dikelas IX SMP Taruna Surabaya. Hampir 70% siswa di kelas tersebut pasif. Hanya menerima materi dari guru dan cenderung bosan saat proses belajar mengajar, Selain itu, kebanyakan siswa hanya menghafal rumus untuk menyelesaikan soal. Dalam menganalisis dan menyelesaikan soal-soal yang menggunakan banyak rumus pun sebagian besar siswa belum bisa menyelesaikan dengan baik. Siswa juga cenderung tidak menyukai pelajaran matematika. Hal ini terjadi karena siswa menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit. Siswa juga menganggap bahwa matematika hanya pelajaran yang menghafal rumus. Dari hal itu, mengindikasikan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa masih rendah. Peneliti melakukan pengamatan dan pendekatan secara khusus didapatkan faktor yang menjadi salah satu penyebab kurangnya kemampuan penalaran siswa dalam 1 menangkap materi yang disampaikan. Matematika itu sendiri memiliki objek yang bersifat abstrak sehingga pemahamannya membutuhkan daya berpikir yang tinggi, motivasi dalam diri siswa, lingkungan belajar yang kurang kondusif, Media pembelajaran yang kurang dan model pembelajaran yang digunakan guru kurang efektif dalam menyampaikan pelajaran. Model pembelajaran yang cenderung menjadikan siswa pasif,hanya melihat dan mendengarkan guru menyampaikan pelajaran dapat membuat siswa menjadi bosan dan tidak bias memahami materi yang disampaikan. Sehingga peniliti ingin menggunakan model pembelajaran yang mampu membuat siswa menjadi aktif dan penalaran siswa menjadi lebih baik. Pembelajaran matematika di sekolah memiliki tujuan mengajarkan kepada siswa tentang berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta mempunyai kemampuan kerjasama. Dari hal tersebut pembelajaran matematika harus bisa meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa. Dari hal tersebut dibutuhkan suatu model pembelajaran yang dapat mempermudah dalam penguasaan konsep matematika sekaligus mampu meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa. Model pembelajaran yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa adalah Model pembelajaran realistic mathematic education. Salah satu upaya dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa SMP Taruna Surabaya melalui penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) . 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan diatas, rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah : 1. Bagaimanakah pelaksanaaan pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) di kelas IX SMP Taruna Surabaya ? 2. Bagaimana peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa kelas IX SMP Taruna Surabaya dalam pembelajaran matematika melalui model Realistic Mathematic Education (RME) ? 3. Bagaimana respon siswa kelas IX SMP Taruna Surabaya terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) kaitannya dengan kemampuan penalaran matematis ? 1.3 Tujuan Penelitian 2 Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa di kelas IX SMP Taruna Surabaya 1.4 Manfaat Penelitian Manfaaat penelitian ini antara lain : 1. Bagi siswa a. Memberikan suasana baru dalam pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan aktifitas belajar siswa yang berdampak juga pada hasil belajar siswa. b. Mendapat pengalaman belajar yang lebih memudahkan siswa dalam penalaran materi. 2. Bagi guru Mendapatkan pengalaman mengajar yang lebih memudahkan siswa dalam memahami materi yaitu dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengeluarkan penalaran siswa dalam pembahasan materi yang disampaikan dan aktifitas belajar lebih menarik. 3. Bagi sekolah a. Dengan meningkatkan kemampuan penalaran dan aktifitas belajar siswa maka akan berdampak pula pada hasil belajar yang lebih baik, pencapaian prestasi belajar meningkat. b. Dapat meningkatkan mutu pendidikan sekolah. 3 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pengertian Belajar Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan (Hamalik, 2008:27). Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dua konsep ini menjadi terpadu dalam satu kegiaatan dimana terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta siswa dengan siswa pada saat pembelajaran berlangsung. (Ahmad susanto 2013:1). Pengertian belajar menurut W.S. Winkel (2002) adalah: suatu aktivitas mental yang berlansung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan , dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan. (Ahmad susanto 2013:1). Hal senada dikemukakan oleh Sugihartono (2007: 81), pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh guru untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisir, dan menciptakan system lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal. Dari beberapa pengertian belajar diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu aktifitas yang dilakukan seseorang degnan sengja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahan, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak. 2.2. Pembelajaran Matematika Schoenfeld berpendapat bahwa pengertian istilah mateamtika sebagai ilmu tentang pola perlu dikembangkan lebih lanjut (Hendriana, 2014:3). Matematika memuat pengamatan dan pengkodean melalui representasi yang abstrak, dan peraturan dalam 4 dunia simbol dan objek. Matematika dalam pengertian sebagai ilmu memuat arti membuat sesuatu yang masuk akal, memuat serangkaian simbol dan jenis penalaran yang sesuai antara satu dengan yang lainnya. Uraian diatas melukiskan bahwa pegertian matematika sebagai ilmu tentang pola memuat kegiatan membuat sesuatu menjadi masuk akal dan memerlukan kemampuan mengkomunikasikan idenya kepada orang lain. Matematika sebagai ilmu memiliki karakteristik-karakteristik tertentu. Karakteristik umum matematika : a. Memiliki objek kajian yang abstrak, berupa fakta, operasi (atau relasi), konsep dan prinsip b. Bertumpu pada kesepakatan atau konvensi, baik berupa simbol-simbol dan istilah maupun aturan-aturan dasar (aksioma) c. Berpola pikir deduktif d. Konsisten dalam sistemnya e. Memiliki simbol yang kosong dari arti f. Memperhatikan semesta pembicaraan, Smith, Sanderson, 2003 (dalam Hendriana, 2014:12) Beberapa hal yang dapat dialkukan untuk pembelajaran matematika saat ini, agar proses pembelajaran matematika dapat bermakna dan dapat berdampak pada peserta didik adalah : a. Kreativitas guru untuk menyiasati kurikulum yang sedang berlaku Guru tidak hanya mengajar sesuai petunjuk teknis kurikulum, tetapi dapat menyiasatikurikulum dengan memilih dan memilah materi yang penting bagi siswa dan memberikan materi secara berkelanjutan, bahkan bila perlu membuang materi yang tidak penting b. Inovasi guru dalam pembelajaran Variasi metode pembelajaran merupakan peran penting untuk menarik minat siswa dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran dengan berbagai variasi sesuai materi ajar akan membuat siswa tidak jenuh untuk mengikuti pembelajaran c. Mengaitkan materi ajar dengan peristiwa atau kejadian dalam kehidupan nyata Dengan menunujukkan keterkaitan matematika dengan realitas kehidupan, akan menjadikan pembelajaran matematika lebih bermakna bagi siswa. Siswa dapat menerapkan konsep dan teori yang dipelajarinya untuk memecahkan persoalan riil yang dihadapi dalam keseharian. 5 2.3. Kemampuan Penalaran Matematika Istilah penalaran matematis dalam beberapa literatur disebut dengan mathematical reasoning. Brodie (2010:7) menyatakan bahwa, “Mathematical reasoning is reasoning about and with the object of mathematics.” Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penalaran matematis adalah penalaran mengenai dan dengan objek matematika. Selain itu, Shadiq (2004:2) menjelaskan penalaran (jalan pikiran atau reasoning) sebagai: “Proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensievidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan”. Penalaran sering pula diartikan cara berfikir yang merupakan penjelasan dalam upaya memperlihatkan hubungan antara dua hal atau lebih yang diakui kebenarannya dengan langkah-langkah tertentu yang berakhir dengan suatu kesimpulan hasil (Kurniawati,2006). Penalaran merupakan tahapan berpikir matematik tingkat tinggi, mencakup kapasitas untuk memungkinkan berpikir peserta secara didik logis untuk dan dapat sistematis.“Kemampuan memecahkan permasalahan bernalar dalam kehidupannya, di dalam dan di luar sekolah” (Yaniawati, 2010). Selain itu, Menurut Sukirwan (2008) istilah penalaran merupakan proses berfikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju suatu kesimpulan. Penalaran matematika adalah salah satu proses berpikir yang dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan (Nurahman, 2011). Penalaran matematika merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui dan mengerjakan permasalahan matematika. Secara umum, terdapat dua model penalaran matematika, yakni penalaran induktif dan penalaran deduktif. Menurut Suherman (2001), matematika dikenal sebagai ilmu deduktif. Ini berarti proses pengerjaan matematik harus bersifat deduktif. Matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan (induktif), tetapi harus berdasarkan pembuktian deduktif.Menurut Matlin (2009), penalaran deduktif berarti membuat beberapa kesimpulan logis berdasarkan informasi yang diberikan. Penalaran matematika yang mencakup kemampuan untuk berpikir secara logis dan sistematis merupakan ranah kognitif matematik yang paling tinggi. Wardani (Nailil, 6 2011:12) menyatakan bahwa indikator-indikator kemampuan penalaran matematika siswa adalah: 1) Mengajukan dugaan 2) Melakukan manipulasi matematika 3) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan terhadap kebenaran solusi 4) Menarik kesimpulan dari suatu pernyataan 5) Memeriksa kesahihan suatu argumen 6) Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Sedangkan menurut Romadhina (2007:29), indikator penalaran matematis adalah: 1. Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram. 2. Mengajukan dugaan 3. Melakukan manipulasi matematika 4. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau buktiterhadap beberapa solusi 5. Menarik kesimpulan dari pernyataan 6. Memeriksa kesahihan suatu argumen 7. Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Jadi, kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan untuk berpikir atau pemahaman mengenai permasalahan-permasalahan matematis secara logis untuk memperoleh penyelesaian, memilah apa yang penting dan tidak penting dalam menyelesaikan sebuah permasalahan tersebut, dan menjelaskan atau memberikan alasan atas penyelesaian dari suatu permasalahan. Berdasarkan uraian di atas indikator (aspek) kemampuan penalaran matematis yang di gunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kemampuan menyajikan pernyataan matematika melalui lisan, tulisan, gambar, sketsa atau diagram 2. Kemampuan mengajukan dugaan 3. Kemampuan melakukan manipulasi matematika 4. Kemampuan memberikan alasan terhadap beberapa solusi 5. Kemampuan memeriksa kesahihan suatu argumen 6. Kemampuan menarik kesimpulan atau melakukan generalisasi 7 2.4. Model Pembelajaran Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang di sajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajran merupakan buku atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.(Ahmadi 2011). Mills, berpedapat bahwa “ model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu,”. Model merupakan interprestasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Model pembelajaran dapat diartikan pola yang digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru dikelas. (Kokom 2010:57). Menurut Sokamato, dkk (Nurulwati,2000:10) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah “ kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistemtis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktifitas belajar mengajar”. Degan demikian, aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dn arah bagi guru untuk mengajar. 2.5. Model Pembelajaran Realistic Mathematic Education 2.5.1 Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah Realistic Mathematics Education diterjemahkan sebagai pendidikan matematika realistik yaitu pendekatan belajar matematika yang dikembangkan atas dasar gagasan Frudenthal. Menurut Frudenthal (Wijaya, 2012: 20) matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia. Gagasan ini menunjukkan bahwa RME tidak menempatkan matematika sebagai produk jadi, melainkan suatu proses yang sering disebut dengan guided reinvention. Oleh sebab itu, RME menjadi suatu alternatif dalam pembelajaran matematika dalam penelitian ini. Selain itu, alasan pemilihan tersebut didasarkan pada fakta dan konsep ontologi bidang kajian dalam penelitian ini. Salah satunya adalah substansi materi pelajaran matematika bersifat abstrak, sehingga pembelajaran matematika hendaknya dimulai dari 8 konkret menuju abstrak. Penjelasan tersebut mendukung RME sebagai pendekatan pembelajaran khusus untuk matematika yang mendasarkan pembelajaran berawal dari hal yang konkret. Penjelasan lebih lanjut dikemukakan oleh Van den Heuvel (Wijaya, 2012: 20) bahwa penggunaan kata ”realistik” sebenarnya berasal dari bahasa Belanda ”zich realiseren” yang berarti untuk dibayangkan. Jadi, RME tidak hanya menunjukkan adanya keterkaitan dengan dunia nyata tetapi lebih mengacu pada fokus pendidikan matematika realistik yaitu penekanan pada penggunaan situasi yang dapat dibayangkan oleh siswa. Hadi (2005: 19) menjelaskan bahwa dalam matematika realistik dunia nyata digunakan sebagai titik awal untuk pengembangan ide dan konsep matematika. Penjelasan lebih lanjut bahwa pembelajaran matematika realistik ini berangkat dari kehidupan anak, yang dapat dengan mudah dipahami oleh anak, nyata, dan terjangkau oleh imajinasinya, dan dapat dibayangkan sehingga mudah baginya untuk mencari kemungkinan penyelesaiannya dengan menggunakan kemampuan matematis yang telah dimiliki. Tarigan (2006: 3) menambahkan bahwa pembelajaran matematika realistik menekankan akan pentingnya konteks nyata yang dikenal siswa dan proses konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa sendiri. Rahayu (2010) mengemukakan bahwa pendidikan matematika realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang lebih menekankan realitas dan lingkungan sebagai titik awal dari pembelajaran. Selain itu, RME menekankan pada keterampilan proses matematika, berdiskusi dan berkolaborasi, beragumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan akhirnya menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Namun, perlu diketahui bahwa dalam RME tidak hanya berhenti pada penggunaan masalah realistik. Masalah realistik hanyalah pengantar siswa untuk menuju proses matematisasi. Matematisasi adalah suatu proses untuk mematematikakan suatu fenomena. Dalam penerapan RME terdapat dua jenis matematisasi yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal berkaitan dengan proses generalisasi (generalizing) yang diawali dengan pengidentifikasian konsep matematika berdasarkan keteraturan (regularities) dan hubungan (relation) yang ditemukan melalui visualisasi 9 dan skematisasi masalah. Jadi, pada matematisasi horizontal ini siswa mencoba menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata, dengan menggunakan bahasa dan simbol mereka sendiri, dan masih bergantung pada model. Berbeda dengan matematisasi vertikal yang merupakan bentuk proses formalisasi (formalizing) dimana model matematika yang diperoleh pada matematisasi horizontal menjadi landasan dalam pengembangan konsep matematika yang lebih formal melalui proses matematisasi vertikal. Dengan kata lain, kedua jenis matematisasi ini tidak dapat dipisahkan secara berurutan, tetapi keduanya terjadi secara bergantian dan bertahap (Wijaya, 2012: 41 – 43). Jadi, dalam RME masalah realistik digunakan sebagai stimulator utama dalam upaya rekonstruksi pengetahuan peserta didik. Selain itu, penerapan RME diiringi oleh penggunaan model agar pembelajaran yang dilakukan benar-benar dapat dibayangkan oleh siswa (imaginable), sehingga mengacu pada penyelesaian masalah dengan berbagai alternatif melalui proses matematisasi yang dilakukan oleh siswa sendiri. 2.5.2 Karakteristik Realistic Mathematics Education Salah satu karakteristik mendasar dalam RME yang diperkenalkan oleh Frudenthal adalah guided reinvention sebagai suatu proses yang dilakukan siswa secara aktif untuk menemukan kembali suatu konsep matematika dengan bimbingan guru (Wijaya, 2012: 20). Sejalan dengan pendapat Frudenthal, Gravemeijer (Tarigan, 2006: 4) mengemukakan empat tahap dalam proses guided reinvention, yaitu; (a) tahap situasional, (b) tahap referensial, (c) tahap umum, (d) tahap formal. Namun, konsep guided reinvention dianggap masih terlalu global untuk menjadi karakteristik dari RME. Oleh sebab itu, perlu adanya karakteristik yang lebih khusus untuk membedakan antara RME dengan pendekatan lain. Dengan dasar itulah dirumuskan lima karakteristik RME sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran matematika, yaitu: a) Pembelajaran harus dimulai dari masalah yang diambil dari dunia nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman mereka. Sebab pembelajaran yang langsung diawali dengan matematika formal cenderung menimbulkan kecemasan matematika (mathematics anxiety). 10 b) Dunia abstrak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai dengan abstraksi yang harus dipelajari siswa. Model dapat berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa. Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada di sekitar siswa. c) Siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan guru. Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi penyelesaian masalah sehingga diharapkan akan diperoleh berbagai varian dari pemecahan masalah tersebut. d) Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antar guru dan siswa maupun siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam pembelajaran matematika. Siswa dapat berdiskusi dan bekerja sama dengan siswa lain, bertanya, dan menanggapi pertanyaan serta mengevaluasi pekerjaan mereka. e) Hubungan diantara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah lain dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling terkait dalam menyelesaiakan masalah (Aisyah, 2007: 7.18 – 7.19). Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa RME memiliki karakteristik khusus yang membedakan RME dengan pendekatan lain. Ciri khusus ini yaitu adanya konteks permasalahan realistik yang menjadi titik awal pembelajaran matematika, serta penggunaan model untuk menjembatani dunia matematika yang abstrak menuju dunia nyata. 2.5.3 Langkah-langkah Penerapan Realistic Mathematics Education Setiap model, pendekatan, atau teknik pembelajaran memiliki prosedur pelaksanaan yang terstruktur sesuai dengan karakteristiknya. Begitupun dengan RME, berikut ini langkah-langkah penerapan RME dalam pembelajaran yang dikemukakan oleh Zulkardi (Aisyah, 2007: 7.20), yaitu: a. Hal yang dilakukan diawal adalah menyiapkan masalah realistik. Guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya. b. Siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah realistik. c. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara 11 mereka sendiri. d. Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. e. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas, siswa atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hal kerja penyaji. f. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi taggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum. g. Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal. Lain halnya dengan Wijaya (2012: 45) memaparkan proses matematisasi untuk menyelesaikan masalah realistik dalam penerapan RME sebagai berikut. a) Diawali dengan masalah dunia nyata (Real World Problem). b) Mengidentifikasi konsep matematika yang relevan dengan masalah, lalu mengorganisir masalah sesuai dengan konsep matematika. c) Secara bertahap meninggalkan situasi dunia nyata melalui proses perumusan asumsi, generalisasi, dan formalisasi. Proses ini bertujuan untuk menerjemahkan masalah dunia nyata ke dalam masalah matematika yang representatif. d) Menyelesaikan masalah matematika (terjadi dalam dunia matematika). e) Menerjemahkan kembali solusi matematis ke dalam solusi nyata, termasuk mengidentifikasi keterbatasan dari solusi. Berdasarkan uraian pendapat di atas, diketahui bahwa penerapan RME diawali dengan pemunculan masalah realistik. Dilanjutkan dengan proses penyelesaian masalah yang terjadi dalam dunia matematika dan diterjemahkan kembali ke dalam solusi nyata. Hasil dari proses ini, kemudian dipublikasikan melalui diskusi kelas dan diakhiri dengan penyimpulan atas penyelesaian masalah tersebut. 2.6. Penelitian Tindakan Kelas Basrowi dan Suwandi.2008:26, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu upaya guru atau praktisi dalam bentuk berbagai kegaiatan yang dilakukan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan kegiatan yang langsung berhubungan dengan tugas guru di lapangan. 12 Dapat disimpulkan bahwa pengertian penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan dalam bidang pendidikan yang dilaksanakan dalam kelas dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatakan kualitas pembelajaran. Gambar 1.1 Siklus Penelitian Tindakan (Arikunto:2015:42) Dari gambar 1.1 terlihat bahwa PTK dimulai dari refleksi awal permasalahan ini ditemukan guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Selanjutnya direncanakan tindakan apa yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam memilih tindakan perlu memperhatikan kemampuan guru itu sendiri, apakah mampu menggunakan tindakan tersebut atau belum, selain kemampuan guru juga diperhatikan kemampuan siswa sarana prasarana dan lain sebagainya. 13 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjamya sehingga hasil belajar peserta didik meningkat. Bagi peserta didik, PTK bermanfaat untuk meningkatkan proses/ hasil belajar dan bersifat kritis terhadap hasil belajarnya. Bagi sekolah, PTK membantu sekolah untuk berkembang karena adanya peningkatan/kemajuan pada diri guru dan pendidikan di sekolah tersebut. Suharsimi, Suhardjono dan Supardi (2006) menjelaskan PTK dengan memisahkan kata-kata yang tergabung di dalamnya, yaitu Penelitian + Tindakan + Kelas, dengan paparan sebagai berikut. 1. Penelitian, menunjuk pada kegiatan mencermati suatu objek, dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti 2. Tindakan, menunjuk pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan. 3. Kelas dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik. Seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Yang dimaksud dengan istilah kelas adalah sekelompok peserta didik dalam waktu sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula. Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata tersebut segera dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan yang disengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas. 3 PTK juga diartikan penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki/meningkatkan mutu praktik pendidikan. Jadi penelitian tindakan kelas adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok 14 tertentu dengan memberikan suatu tindakan untuk meningkatkan kualitas dan hasil belajar peserta didik. Penulis menggunakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas dan hasil belajar matematika pada sekelompok peserta didik (kelas IX SMP Taruna Surabaya) dengan memberikan tindakan yaitu menerapkan model pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME). B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di kelas IX SMP Taruna Surabaya yang beralamat di Jalan Mejoyo 1/ 2 Surabaya 2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2018/2019. C. Subjek Penelitian Subyek penelitian yang akan diteliti adalah peserta didik kelas IX SMP Taruna Surabaya, yang berjumlah 21 peserta didik, yang terdiri dari 12 peserta didik perempuan dan 9 peserta didik laki- laki. D. Prosedur Penelitian Kegiatan dirancang dengan penelitian tindakan kelas, penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktek pembelajaran di kelasnya. Kegiatan ini diterapkan dalam upaya menumbuhkan jiwa peserta didik yang mempunyai semangat kepemimpinan yang mampu memecahkan masalah yang dihadapi maupun yang dibebankan padanya. Tahapan langkah penelitian ini disusun dalam siklus. Penelitian ini dirancang dalam dua siklus. Sebagaimana langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Pra Siklus Dalam pelaksanaan pembelajaran pada pra siklus ini diukur dengan indikator penelitian yaitu dilihat dari hasil belajar para peserta didik pada tahun sebelumnya yang diperoleh dengan cara dokumentasi dan wawancara guru pengampu kelas IX SMP Taruna Surabaya. Hal ini dilakukan sebagai dasar untuk membandingkan 15 keberhasilan pembelajaran menggunakan model pembelajaran RME (Realistic Mathematic Education) pada siklus1 dan siklus2. 2. Siklus 1 a. Perencanaan Hal-hal yang akan dilakukan antara lain: 1). Pada tahap perencanaan, dilakukan penentuan materi pelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik yaitu materi pokok perbandingan, dengan mengambil kompetensi dasar (KD) menggunakan perbandingan untuk pemecahan masalah. Selanjutnya permasalahan diidentifikasi dan masalah dirumuskan. 2). Menyusun RPP dengan materi ajar skala sebagai suatu perbandingan dan faktor perbesaran serta faktor pengecilan. 3). Membuat lembar kerja kelompok dengan materi skala sebagai suatu perbandingan dan faktor perbesaran serta pengecilan beserta kunci jawabannya. 4). Membuat PR beserta kunci jawabannya. 5). Membuat soal tes evaluasi siklus 1 beserta kunci jawabannya. 6). Menyiapkan prasarana yang diperlukan dalam penyampaian materi pelajaran. Prasarana tersebut antara lain meteran, penggaris, kertas gambar dan sebagainya. 7). Membuat lembar pengamatan aktivitas peserta didik siklus I. 8). Membuat lembar pengamatan untuk guru siklus I 9). Membuat daftar pembagian kelompok untuk melakukan praktek dan diskusi. b. Pelaksanaan Tindakan(Action) 1) Guru mengkondisikan kelas agar peserta didik siap menerima pelajaran 2) Guru memberikan motivasi kepada peserta didik tentang pembelajaran materi perbandingan. 3) Guru menginformasikan model pembelajaran dan tujuan dari pembelajaran serta menyiapkan sarana pembelajaran. 4) Guru membagi peserta didik menjadi beberapa keompok dengan masingmasing kelompok 6-7 peserta didik. 5) Guru menghimbau tiap kelompok untuk melakukan praktek langsung di 16 kelas dan di luar kelas dengan bantuan lembar kerja kelompok. 6) Guru memberitahukan agar peserta didik saling bekerja sama dan saling membantu sesuai kelompoknya masing-masing serta membuat kesimpulan dari kegiatan yang telah dilakukan. 7) Guru mengamati dan menilai hasil pekerjaan peserta didik dalam kelompok. Guru perlu menghargai keberagaman jawaban peserta didik. 8) Guru meminta 1 dan 2 peserta didik untuk mempersentasikan hasil diskusi kelompok dari kegiatan yang telah selesai dilakukan di depan kelas. 9) Dengan tanya jawab, Guru dapat mengulangi jawaban peserta didik agar peserta didik yang lainnya memiliki gambaran yang jelas tentang penyelesaian yang benar dari masalah yang muncul pada kegiatan praktek tadi. Guru bertindak sebagai narasumber atau fasilitator. 10) Guru membubarkan kelompok yang di bentuk dan peserta didik kembali ke tempat duduknya masing-masing. 11) Peserta didik bersama-sama guru membuat kesimpulan dari kegiatan praktek yang telah dilakukan. 12) Guru membantu peserta didik dalam mengkaji ulang proses atau hasil pemecahan masalah dan memberi penguatan terhadap hasil pemecahan masalah peserta didik. 13) Guru memberikan tugas secukupnya kepada peserta didik sebagai tugas rumah. 14) Guru menutup pelajaran dengan salam. c. Pengamatan Selama kegiatan pembelajaran observer mengamati dan mencatat hasil pembelajaran yang akan digunakan sebagai dasar refleksi siklus I dipadukan dengan hasil evaluasi d. Refleksi Refleksi dilakukan dengan menganalisis hasil kerja peserta didik. Analisis dilakukan untuk mengukur kekurangan dan kelebihan yang terdapat pada siklus I. Hasil analisis siklus I merupakan acuan penyusunan perencanaan siklus 2. Kelebihan yang ada dipertahankan dan kekurangan yang terjadi diperbaiki. 17 3. Siklus 2 Siklus 2 merupakan tahapan perbaikan dari siklus 1. Kekurangan- kekurangan yang terdapat dalam siklus 1, diperbaiki dan ditutup pada siklus 2. Tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Perencanaan Peneliti meninjau kembali rancangan pembelajaran yang disiapkan untuk siklus II dengan melakukan revisi sesuai hasil refleksi pada siklus I. a) Menyiapkan RPP dengan materi perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai. b) Membuat lembar kerja kelompok. c) Membuat soal tugas rumah beserta kunci jawabannya. d) Membuat soal tes evaluasi akhir siklus 2 beserta kunci jawabannya. e) Menyiapkan absensi sebagai acuan dalam pembentukan kelompok. f) Menyiapkan sarana-sarana yang diperlukan selama proses pembelajaran berlangsung diantaranya kertas Koran, gunting, penggaris dan sebagainya. 2) Pelaksanaan a) Guru melakukan presensi dan menyampaikan tujuan pembelajaran. b) Guru memberikan apersepsi dengan tanya jawab untuk mengingatkan kembali pelajaran yang lalu tentang skala sebagai suatu perbandingan. c) Guru meminta peserta didik untuk berkumpul dengan kelompoknya masing- masing (kelompok telah dibagi sesuai dengan nomor undian yang didapat pada akhir pertemuan sebelumnya). d) Guru menghimbau tiap kelompok untuk menyiapkan alat-alat yang akan dipakai dalam praktek (kertas Koran, gunting, penggaris). e) Guru membagikan lembar kerja kelompok. f) Peserta didik diminta untuk melakukan serangkaian kegiatan yang ada dalam lembar kerja kelompok dalam waktu yang ditentukan. g) Guru mengamati dan menilai kinerja masing-masing kelompok. h) Guru menghimbau peserta didik untuk mengumpulkan hail diskusinya karena waktunya telah habis. i) Guru meminta 1-3 kelompok untuk mempresentasikan hail diskusinya di 18 depan kelas. Dan kelompok yang lain diminta untuk memberikan masukan atau sanggahan dari hail diskusi kelompok yang ada di depan. j) Guru bertindak sebagai narasumber mengoreksi pekerjaan peserta didik serta memberikan penjelasan tentang penyelesaian yang benar dari kartu masalah yang telah diberikan, sehingga peserta didik memiliki kesamaan dalam pola pikirnya. k) Peserta didik bersama-sama guru membuat kesimpulan dari kegiatan praktek yang telah dilakukan. l) Guru memberikan tugas rumah. 3) Pengamatan Selama kegiatan pembelajaran observer mengamati dan mencatat hasil pembelajaran yang akan digunakan sebagai dasar refleksi siklus 2 dipadukan dengan hasil evaluasi. 4) Refleksi Refleksi pada siklus II ini dilakukan untuk membuat simpulan akhir dan melakukan penyempurnaan prototype/modul pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran RME yang diharapkan mampu meningkatkan pemahaman peserta didik. E. Sumber Data dan Jenis Data 1. Sumber Data Sumber data adalah dari subjek penelitian itu sendiri, yakni peserta didik Kelas IX SMP Taruna Surabaya, melalui hasil pengamatan, hasil refleksi dari peneliti dan dari hasil tes. 2. Jenis Data a. Kuantitatif: berupa hasil tes untuk melihat kemampuan kognitif peserta didik dalam memecahkan masalah. b. Kualitatif: berupa hasil observasi terhadap proses berlangsungnya pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran RME. 19 F. Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data a. Metode Pengumpulan Data 1) Observasi Terbuka Observasi terbuka ialah apabila sang pengamat atau observer melakukan pengamatannya dengan mengambil kertas pensil, kemudian mencatat segala sesuatu yang terjadi di kelas.6 Tujuan pencatatan ini adalah untuk menggambarkan situasi kelas selengkapnya sehingga urutan kejadian tercatat semuanya. Pada penelitian ini observasi terbuka digunakan untuk pengamati proses berlangsungnya pembelajaran matematika dengan model pembelajaran RME (Realistic Mathematic Education) dalam materi pokok perbandingan yang terjadi pada siklus 1 dan siklus2. 2) Metode Tes (test) Tes adalah seperangkat rangsangan (stimulus) yang diberikan pada seseorang dengan maksud untuk mendapat jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka. Tes ini digunakan untuk mendapatkan hasil belajar peserta didik setelah melakukan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran RME (Realistic Mathematic Education) dalam materi pokok perbandingan baik pada siklus 1 dan siklus 2. Tes yang dilakukan berupa tes essay dalam bentuk uraian. 3) Metode Dokumentasi Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang yang tertulis. Metode dokumentasi berarti cara pengumpulan data-data yang sudah ada. Metode dokumentasi ini digunakan untuk mendapatkan daftar nama peserta didik dari kelas IX SMP Taruna Surabaya, nilai formatif peserta didik pada tahun sebelumnya. Selain itu juga digunakan untuk pengambilan gambar peserta didik dalam melaksanakan model pembelajaran RME (Realistic Mathematic Education). 4) Metode wawancara Metode wawancara yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan diwawancarai (interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Metode ini dilakukan untuk memperoleh data-data tentang permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran sebelum pemberian tindakan, 20 diantaranya strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran matematika, aktivitas dan hasil belajar peserta didik sebelum pemberian tindakan. b. Metode Analisis Data Metode analisis data merupakan upaya mencari dan menata sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi, untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang peneliti menggunakan metode deskriptif analitik yaitu memberikan predikat kepada variabel diteliti sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Predikat yang sebanding dengan atau atas dasar kondisi yang diinginkan. Data hasil pengamatan penelitian ini diolah dengan analisis deskriptif untuk menggambarkan keadaan peningkatan indikator keberhasilan tiap siklus dan untuk menggambarkan keberhasilan pembelajaran melalui model pembelajaran matematika cooperative learning tipe RME (Realistic Mathematic Education) dalam materi pokok Perbandingan. Analisis deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sample atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku umum. Jadi dalam statistik diskriptif ini, peneliti menyajikan data-data hasil observasi melalui tabel-tabel. Untuk mengetahui kemampuan kognitif peserta didik dalam menyelesaikan soal tes evaluasi, analisisnya dengan cara menghitung rata- rata nilai dan ketuntasan belajar. Rumus yang digunakan adalah: 1. Menghitung rata-rata. Untuk menghitung nilai rata-rata digunakan rumus: Keterangan: X = rata-rata nilai. x = jumlah seluruh nilai. n = jumlah peserta didik. 21 2. Menghitung ketuntasan belajar klasikal. Data yang diperoleh dari hasil belajar dapat ditentukan ketuntasan belajar klasikal menggunakan analisis deskriptif persentase dengan perhitungan: peserta didik yang tuntas belajar x100% seluruh peserta didik Ketuntasan belajar klasikal: Keberhasilan kelas dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimum 60 sekurang-kurangnya 75% dari jumlah peserta didik yang ada di kelas tersebut. G. Indikator Keberhasilan. 1. Tercapainya peningkatan hasil belajar peserta didik dengan rata-rata nilai yang dicapai diatas hasil ketuntasan belajar yang telah ditentukan yaitu 60. 2. Tercapainya ketuntasan klasikal hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik dengan ketuntasan klasikal ≥ 75%. 22