strenna 2007

advertisement
STRENNA 2007
BIARKANLAH DIRI KITA DIBIMBING
OLEH CINTA KASIH ALLAH UNTUK
KEHIDUPAN
Dikomentari oleh Rektor Mayor
Saudara dan saudariku terkasih, semua anggota Keluarga Salesian,
Pada penghujung tahun 2006, yang sudah merupakan tahun rahmat bagi Keluarga
Salesian, dengan karunia mengagumkan yaitu pengumuman atas penghayatan heroik
kebajikan-kebajikan oleh Mama Margareta, yang dengannya dia telah dinyatakan
Venerable, dan pada permulaan tahun 2007 yang membuka di hadapan kita kekayaan
dalam pengharapan, saya berbicara dengan kalian seperti yang dilakukan Don Bosco,
mengharapkan kalian kepenuhan hidup dalam Kristus, sambil memberikan kalian
program spiritual dan pastoral untuk tahun ini yang memiliki tema tentang kehidupan.
1. Pendahuluan
Strenna tahun lalu diterima dengan antusias yang besar dalam Keluarga Salesian dan
menuntun untuk dilakukan banyak sekali inisiatif. Dengan strenna tahun ini saya ingin
melihat inisiatif-inisiatif ini berlanjut dan pada saat yang sama terbuka untuk
cakrawala-carkrawala yang baru.
Selama tahun 2006, yang kita persembahkan untuk suatu komitmen terhadap
keluarga, kita mengalami peristiwa besar dalam Gereja dengan diadakan Pertemuan
Keluarga Internasional V, yang dengannya menegaskan kembali nilai cinta kasih dan
hidup manusia, yang karenanya keluarga menjadi tempat yang istimewa. Kata-kata
Paus yang dialamatkan kepada peserta yang berjumlah ratusan ribu orang, termasuk
banyak anggota Keluarga Salesian, merupakan suatu sumber pengharapan dan
menantang kita untuk meneruskan perjalanan kita dalam mempertahankan hidup dan
untuk membaharui keluarga tempat hidup bagi kehidupan dan cinta kasih.
Pada saat yang sama, bagaimanapun, telah terjadi juga peristiwa-peristiwa dramatis
yang sekali lagi kita saksikan hidup manusia itu diperlakukan dengan keji: perangperang di Irak dan Timur Tengah, kekerasan teroris, pertambahan emigrasi yang
begitu besar, penyalagunaan dan pengeksploitasian anak-anak dan perempuan, hukum
yang mengizinkan eksperimen sel-sel embrio dan lain-lain. Semua hal ini membantu
kita untuk melihat bahwa sekarang ini anugerah besar kehidupan itu berada dalam
ancaman, seperti Yohanes Paulus II dalam kenangan terhormat ketika berkata kepada
orang muda pada Hari Orang Muda VIII: “Sejalan dengan berlalunya waktu ancamanancaman terhadap kehidupan tidak berakhir. Sebaliknya ancaman-ancaman itu
berwujud dalam dimensi-diemensi yang besar. Adalah bukan hanya pertanyaan atas
ancaman-ancaman yang datang dari luar, dari kekuatan-kekuatan alam atau mereka
yang berwujud “Kain” yang membunuh “Abel”; bukan, ini merupakan pertanyaan
atas ancaman-ancaman yang direncanakan dalam cara yang ilmiah dan sistematis.
Abad XX akan dikenang sebagai satu masa penyerangan besar-besaran terhadap
kehidupan, tak hentinya serangkaian perang dan penghancuran dilakukan terhadap
hidup manusia yang tidak bersalah. Nabi-nabi dan guru-guru palsu telah mencapai
kemungkinan keberhasilan yang besar.”1
Berhadapan dengan situasi ini, kita tidak bisa tetap saja tidak peka, khususnya sebagai
anggota-anggota Keluarga Salesian, yang dijiwai oleh semangat humanisme Santo
Fransiskus dari Sales, yang dihidupi dan diwarisi oleh Don Bosco sebagai suatu
peninggalan pendidikan yang istimewa. Ini merupakan suatu humanisme yang
memimpin kita untuk menghargai semua yang positif dalam hidup setiap individu,
benda-benda dan dalam sejarah, dan untuk mempertahankan dan memeliharanya;
untuk percaya akan kekuatan kebaikan dan membaktikan diri kita untuk
memajukannya daripada menangisi kejahatan, mencintai kehidupan dan semua nilai
kemanusiaan yang ada di dalamnya.2
Kita perlu merasa diri kita tertantang oleh Allah pencinta kehidupan. Jika hidup
manusia itu berasal dari Roh Allah sendiri, jika itu merupakan roh ilahi, jika kita
telah diciptakan dalam gambar dan rupaNya, maka sangatlah perlu cinta kasih Allah
itu memelihara dengan penuh kasih hidup kita. Allah mencintai semua benda yang
hidup. Dia tidak dapat membenci apa yang telah Dia ciptakan dengan cintaNya yang
begitu besar.
Bertentangan dengan mereka yang dapat berpikir bahwa mereka hidup dalam
keyakinan yang samar-samar bahwa Allah menetapkan suatu ancaman bagi umat
manusia dan merupakan suatu kehadiran yang mengancam yang harus dihilangkan
supaya dapat hidup dan menikmatinya dengan lebih penuh, kita ingin menyatakan
iman kita kepada Allah sebagai sahabat terbaik manusia dan pembela kehidupan yang
paling dipercaya. Ini merupakan apa yang telah Dia tunjukkan tentang diriNya dalam
seluruh sejarah Israel, dan penulis Kitab Kebijaksanaan mengungkapkannya
demikian.
“Ya, Engkau mengasihi segala sesuatu yang ada, dan Engkau tidak benci kepada
barang apapun yang telah Kaubuat, karena jika Engkau membenci sesuatu Engkau
tidak menciptakanya. Dan bagaimana sesuatu dapat bertahan, jika tidak
Kaukehendaki?Atau bagaimana dapat tetap terpelihara, kalau tidak Kaupanggil?
Tidak, Engkau mencintai semuanya, karena semua adalah milikMu. Tuhan, pencinta
kehidupan! Karena rohMu yang tak pernah musnah ada di dalam segala sesuatu!
Dan karena itu berdikit-dikit, Engkau menghukum mereka yang melawan; Engkau
meenegur dan memperingatkan mereka bagaimana mereka telah berdosa, supaya
mereka dapat menghindar dari kejahatan dan percaya kepadaMu, Tuhan”
(Kebijaksanaan 11, 24 – 12, 2).
Allah memberi hidup melalui cinta, memeliharanya dalam cinta dan membawanya
kepada cinta. Ini merupakan cinta kasih Allah yang mengharuskan kita untuk
1
Yohanes Paualus II, Sambutan yang diberikan selama Doa Malam menjelang Pertemuan Orang Muda
Sedunia VIII di Denver, tanggal 14 Agustus 1993, dalam L’Osservatore Romano, hl. 17/ 18 Agustus
1993.
2
Bdk. Mission Statement of the Salesian Family, no. 9, 10, 16.
mencintai kehidupan, memeliharanya melalui pelayanan yang bertanggung jawab,
mempertahankannya dengan pengharapan, mewartakan nilai dan maknanya,
khususnya kepada orang muda yang paling lemah dan tak berdaya, mereka yang
terhimpit antara kehampaan dan kekerasan.
Untuk hal ini saya mengusulkan kepada seluruh Keluarga Salesian supaya mereka
membiarkan diri mereka untuk dibimbing oleh Allah ini yang adalah pencinta
kehidupan dan oleh cintaNya akan kehidupan, dan dengan kepastian membaktikan
diri mereka bagi pembelaan dan pemajuan kehidupan itu.
Pada saat tertentu ketika kehidupan itu ada dalam ancaman, sebagai Keluarga Salesian
kita sepantansnya bersikap:
- menerima kehidupan dengan syukur dan kegembiraan sebagai suatu anugerah
yang tak dapat diganggu-gugat,
- memelihara kehidupan dengan penuh semangat sebagai seorang pelayan yang
bertanggung jawab,
- membelanya dengan pengharapan akan martabat dan kualitas setiap
kehidupan, terutama mereka yang paling lemah, miskin dan tak berdaya.
Strenna ini dimaksudkan untuk menjadi “suatu penegasan kembali yang tepat dan
meyakinkan atas hidup manusia dan martabatnya yang tak dapat diganggu-gugat, dan
pada saat yang sama, dalam nama Allah, sebagai suatu himbauan yang tegas
dialamatkan kepada setiap dan masing-masing orang: penghargaan, perlindungan,
cinta dan pelayanan hidup, untuk setiap hidup manusia! Hanya dalam arah ini kalian
akan menemukan keadilan, perkembangan, kebebasan yang benar, damai dan
kebahagiaan !”3
2. Ambiguitas Budaya Kehidupan Sekarang
Paus Benediktus XVI berkata kepada para imam di Dioses Roma: “Bagi saya ini juga
sepertinya dalam arti tertentu merupakan inti pelayanan pastoral kita: membantu
orang-orang untuk membuat pilihan yang benar terhadap hidupnya, untuk
membaharui hubungan mereka dengan Allah, sebagai hubungan yang memberi kita
kehidupan dan menunjukkan kita jalan kepada kehidupan.”4
Karena itu upaya-upaya kita yang pertama harus diarahkan untuk berusaha
merenungkan beberapa pertentangan yang serius dalam budaya kita saat ini, untuk
menemukan pertanyaan-pertanyaan yang diangkat berdasarkan kehidupan manusia
modern, untuk menghargai apa yang positif dalam kehidupan modern supaya
memperkuatkannya dan mengutuk “budaya kematian” yang mengancam hidup umat
manusia sendiri dan dunianya.

3
Nilai hidup manusia diwartakan dan dipertahankan tetapi juga diserang dan
diancam.
Yohanes Paulus II, Ensiklik Evangelium Vitae (EV), 5
Kepada Klerus Dioses Roma. Prapaska 2006, dalam L’Osservatore Romano, (Edisi Inggris) 15 Maret
2006, hl. 5
4
Tak diragukan manusia modern telah mencapai suatu kesadaran yang lebih besar akan
martabat setiap manusia dan hak-haknya untuk tidak diganggu-gugat. Saat ini ada
suatu rekasi keras melawan hukuman mati, penyiksaan, perlakukan sewenang-wenang
atau apa pun bentuk hukuman yang merendahkan individu-individu. Pemberlakuan
hukum modern dan pengaturan sosial dalam banyak cara merefleksikan tuntutan
bahwa setiap individu harus dihargai dan kehidupan manusia dipertahankan.
Tetapi hal itu dapat menjadi kesalahan untuk menutup mata terhadap penyalagunaanpenyalagunaan kekuasaan yang terus saja dilakukan bertentangan dengan apa yang
masyarakat kehendaki dan apa yang termaktub di dalam hukum. Hidup manusia
dihancurkan sebelum kelahirannya dengan jalan aborsi; dan hal yang sama terjadi
dalam situasi-situasi yang kurang lebih mematikan atas nama suatu “belas kasih”
yang tidak dipahami terhadap orang sakit atau atas apa yang dinamakan “suatu
kematian bermartabat” atau eutanasia.
Pada kenyataannya banyak anak laki-laki dan perempuan diperlakukan sewenangwenang atau mengalami pelecehan seksual merupakan suatu skandal yang sangat
mengerikan, seperti juga wanita-wanita yang terpaksa masuk prostitusi, dieksploitasi
dan diperbudak oleh kelompok-kelompok terorganisir untuk melayani perdangangan
seks.Yang sangat menyakitkan adalah gambaran akan begitu banyak orang,
khususnya orang muda, yang terjerat dalam kekelaman penggunaan narkoba,
pemakaian alkohol, atau yang mengorbankan diri mereka untuk suatu pola hidup yang
semaunya saja, tidak teratur dan tidak bertanggung jawab
Dalam suatu masyarakat dan dunia yang semakin berkembang dalam kemungkinankemungkinan untuk suatu kehidupan bermartabat yang menyebar luas, tentu saja
selalu ada suatu penambahan jumlah mereka yang tersingkirkan, yang terpaksa hidup
di pinggiran sekedar untuk bertahan hidup, dengan negara-negara dan segenap benua
yang tereksploitasi dan terlupakan, seakan-akan hal itu merupakan masalah umat
manusia kelas dua.

Kualitas hidup: suatu tujuan yang ambigu.
Sepanjang waktu yang lama keprihatinan-keprihatinan orang telah dipusatkan pada
pemantapan kondisi-kondisi dasar dan tak terbantahkan yang diperlukan untuk
bertahan hidup. Hal itu merupakan satu-satunya yang mereka dambakan ketika
mereka tidak mempunyai lagi sumber-sumber yang diharapkan. Selama beberapa
tahun sekarang kualitas hidup telah menjadi tujuan baru bagi masyarakat dan
individu-individu.
Keprihatinan tentang kualitas hidup ini dapat menuntun kepada bermacam-macam
konsekwensi yang berbeda-beda berdasarkan maksud dibaliknya: jika hal itu diilhami
oleh suatu kehendak kemanusiaan untuk menghasilkan kondisi-kondisi yang paling
menguntungkan bagi perluasan dan pengembangan suatu kehidupan yang layak bagi
segenap umat manusia, atau juga kalau hal itu menjadi suatu tujuan mutlak pada
dirinya sendiri, didasarkan pada paham-paham utilitarian atau hedonistis atas dasar itu
seseorang mengukur, menilai dan bahkan sampai pada menyingkirkan diri dari
kehidupan mereka yang tidak mencapai tingkat sewajarnya. Dengan cara ini suatu
pembedaan dibuat misalnya antara orang sakit yang pantas diperlakukan dengan
segala sarana yang tersedia, dan orang sakit yang dengan suatu kualitas terbatas
(dengan kecacatan tertentu, orang lanjut usia yang tidak punya sanak saudara, orang
sakit kronis dll) yang dapat dilupakan, dan kepadanya, dalam analisa akhir,
perlakukan yang paling efektif dapat ditiadakan. Ada kehidupan sementara orang
yang dianggap kurang penting atau kurang berguna, kehidupan yang terlalu lama, dan
yang sampai pada tingkat yang dinilai sebagai suatu ancaman bagi kesejahteraan
orang lain dan karena itu dihentikan. Dengan demikian hanya sedikit orang dapat
menikmati suatu mutu kehidupan yang tinggi dengan mentalitas hedonistis dan
konsumeristis, ada semacam kesewenangan dan pengrusakan ekosistem bumi (polusi
dalam berbagai bentuk, iklim berubah, krisis sumber-sumber air, pengurangan sumber
daya alam dll), sambil mementingkan suatu model pembangunan yang tidak mandiri
yang juga sesungguhnya mengaburkan masa depan segenap umat manusia.

Bertambahnya kekerasan yang menghancurkan
Bersamaan dengan banyaknya tanda pertumbuhan dalam penghargaan atas hidup
manusia, keprihatinan bagi setiap makluk hidup dan penghormatan atas lingkungan
hidup, ada juga ketidakwajaran dalam banyak contoh kekerasan yang senantiasa
serius dan menghancurkan. Kita dapat berpikir tentang perang dan penjualan senjatasenjata yang mendukung perang yang membawa akibat pada ribuan korban tidak
bersalah; juga pertikaian mengerikan antara bangsa dan ras yang memaksakan seluruh
penduduk meninggalkan rumah mereka sendiri dan mencari pengungsian di luar
negeri mereka; dan bertambahnya kekerasan yang membawa mimpi buruk bagi para
imigran, yang dianggap berbahaya dan menjadi ancaman, dan dieksploitasi serta hakhak asasi mereka disangkal.
Ada bentuk-bentuk kekerasan lain juga timbul dari sikap-sikap anti kehidupan, datang
dari pengalaman penghapusan aspirasi-aspirasi terdalam seorang pribadi; kemudian
tindak kekejaman, penolakan, benci akan kehidupan dan kekerasan lain bertumbuh;
barang-barang dihancurkan, manusia diperlakukan sewenang-wenang, penghancuran
menyeluruh terjadi … Jenis kekerasan ini sangatlah sering ditemukan dalam
kelompok-kelompok pengacau orang muda atau dalam kelompok-kelompok yang
melancarkan kekerasan di jalan-jalan, dll.

Suatu budaya anti-kehidupan
Hal yang menyebabkan keprhatinan yang paling serius ialah menyebarnya pola pikir
tertentu, menilai dan bersikap yang tampaknya normal, dan kadang-kadang bahkan
dihadirkan sebagai suatu jenis pembelaan atas kebebasan, yang daripada
memepertahankan dan memelihara kehidupan, pola itu menuju ke arah yang
bertentangan dengan hidup itu sendiri, menghapuskan maknanya dan akhirnya
pemusnahannya. Ini yang oleh Yohanes Paulus II biasa disebut “budaya kematian”.
“Kita dihadapkan”, beliau menulis, “dengan suatu kenyataan yang bahkan lebih besar,
yang dapat dilukiskan sebagai suatu struktur dosa yang sesungguhnya. Kenyataan ini
dicirikan dengan munculnya suatu budaya yang menolak solidaritas dan dalam
banyak kasus mengambil bentuk suatu “budaya kematian” yang sesungguhnya”
…Dalam cara ini satu jenis “konspirasi melawan kehidupan” memang tak
terbendung. Konspirasi ini melibatkan tidak hanya individu-individu dalam
kepribadian mereka, keluarga atau kelompok-kelompok pertalian, tetapi jauh
melampauinya, pada tingkat menghancurkan dan mematikan, pada cakupan
internasional, pertalian antara warga masyarakat dan negara-negara.”5
Di hadapan situasi ini kita sungguh-sungguh tertantang sebagai para pendidik yang
ingin membantu orang muda untuk menemukan nilai mutlak dari setiap kehidupan,
khususnya setiap kehidupan manusia. Di sini ada beberapa dari tantangan-tantangan
ini:
- Dasar utama nilai yang mutlak dari kehidupan setiap manusia.
Mengapa hidup setiap manusia berhak untuk dipertahankan dan selalu dihargai
dalam setiap situasi dan keadaan? Apakah hidup sebagian orang lebih berharga
dibandingkan dengan yang lain? Dimanakah ditemukan kriteria bagi suatu
kualitas hidup yang layak bagi kemanusiaan?
- Tantangan untuk pemajuan setiap kehidupan khususnya mereka yang paling
lemah dan tak berdaya.
Apakah benar-benar menjadi manusia ketika kepekaan besar yang manusia
kontemporer miliki bagi sebuah kehidupan yang lebih penuh dan baik sangat
sering diubah menjadi suatu ancaman yang lebih besar terhadap mereka yang
lemah dan tak berdaya?
- Tantangan evangelisasi dalam konteks dan budaya ini.
Bagaimana kita berhadapan dengan budaya ini yang melawan kehidupan dan
mewartakan di dalamnya “Injil kehidupan” sebagai sesuatu yang menyembuhkan
dan memberi hidup bagi semua? Bagaimana kita memelihara di dalam komunitas
kita, di antara orang muda dan dalam Keluarga Salesian suatu gaya hidup yang
mengikuti rencana Don Bosco, yang membawa setiap orang kepada cinta,
penghargaan, perlindungan dan pemajuan kehidupan sebagai suatu anugerah dan
pelayanan?
3. Keterlibatan Keluarga Salesian dalam Membela Kehidupan
Gambaran akan situasi ini tidak akan merefleksikan kenyataan kalau dia tidak
mencatat banyak upaya, komitmen dan prestasi oleh berbagai kelompok dari Keluarga
Salesian di dalam seluruh belahan dunia. Sebagai satu contoh saya ingin
menghadirkan kepada kalian beberapa inisiatif yang lebih umum dan penting dari
Keluarga kita, sementara pada saat yang sama mengundang kalian untuk menyadari,
menghargai dan mengembangkan sumber-sumber, inisiatif dan kesempatan yang
sudah ada dalam setiap negara atau regio. Di sini adalah satu daftar, tentu saja tidak
sempurna, inisiatif-inisiatif itu yang dapat menampakkan komitmen Keluarga
Salesian terhadap kehidupan:
- Ungkapan-ungkapan solidaritas digerakkan dalam menanggapi terjadinya
bencana-bencana besar yang telah terjadi tahun-tahun belakangan (“tsunami”,
gempa bumi, banjir, kebakaran, penyerangan, perang … ), yang menunjukkan
kesiagaan dan belas kasih begitu banyak orang, khususnya orang-orang pada
umumnya untuk menanggapi dengan kemurahan hati kebutuhan-kebutuhan
orang lain dan dalam melindungi hidup mereka yang paling miskin, dalam
memberi mereka pengharapan dan masa depan.
- Penyambutan setiap hari diberikan kepada begitu banyak orang muda yang
ada dalam bahaya, kepada anak-anak jalanan dan orang muda pengangguran
5
EV 12
dll oleh ribuan pendidik yang dengan belas kasih yang besar dan pendekatan
Salesian yang membaktikan hidupnya untuk membantu mereka dalam
mengatasi kesulitan-kesulitan mereka dalam bentuk marginalisasi dan bahaya,
dan menjadi mampu menghadapi masa depannya sendiri dengan lebih siap.
- Berbagai program bantuan bagi para pengungsi dan imigran yang ditangani
Keluarga Salesian di berbagai negara, membaktikan dirinya sendiri untuk
menyambut dan mendidik mereka dan membantu mereka untuk dapat
menyesuaikan diri dalam budaya baru dengan cara yang positif.
- Inisiatif-inisiatif yang berkembang maju di Afrika, seperti program-program
”Stop AIDS” dan “Love matters”, untuk menangani tragedi yang disebabkan
oleh penyakit AIDS yang merenggut benua yang menderita ini, mematikan
jutaan orang dan sekaligus meninggalkan jutaan orang yatim piatu. Keluarga
Salesian melaksanakan strategi-strategi preventif yang dimaksudkan untuk
memberi tahu orang muda dengan cara yang profesional tentang pokok
persoalan dan membentuk nurani dan pengetahuan mereka bahwa penyakit
yang mewabah ini tidak akan dimatikan dengan kondom tetapi dengan
pendidikan yang efektif.
- Ribuan pendidik yang dalam berbagai karya dan pusat Salesian dilibatkan di
dalam pendidikan orang muda, menyiapkan mereka untuk nantinya dapat
memasuki dunia kerja mereka.
- Karya kemanusiaan, pendidikan dan evangelisasi yang besar yang dijalankan
di daerah-daerah misi dan yang sangat sering menjadi satu dari sejumlah cara
untuk membela kehidupan dan memajukan pembangunan manusia yang
integral bagi ribuan orang dan segenap penduduk.
- Komitmen yang sangat besar di daerah-daaerah misi atas upaya yang sangat
menentukan dimaksudkan tidak hanya pada mempertahankan keberadaan
orang-orang pribumi tetapi terutama perkembangan mereka, pengakuan secara
umum dan sosial atas hak-hak mereka sendiri akan bahasa, budaya, pandangan
hidup, organisasi sosial dan perwakilan politik mereka.
- Karya dari begitu banyak keluarga yang dengan kesulitan tetapi berdedikasi
dan dengan kemurahan hati terlibat dalam usaha setiap hari untuk pendidikan
dan pembelaan kehidupan.
- Pelayanan suka rela dalam berbagai bentuknya: sosial, misioner, ketrampilan.
Dan banyak sekali inisiatif kegiatan lain yang, hari demi hari, tengah membangun
jaringan kerja yang menyediakan bantuan bagi sejumlah besar orang yang ada
dalam ancaman dan bahaya, dan dengan kepastian dan kebaikan hati memajukan
komitmen untuk membentuk satu pola hidup yang lebih manusiawi, suportif dan
injili dan dengan cara ini menciptakan “budaya kehidupan”. Saya percaya bahwa
dengan jumlah besar kelompok orang yang sangat berkualitas ini, kita dapat dan
kita harus menghadapi tantangan-tantangan besar yang dihadirkan oleh karya
membela kehidupan. Strenna ini merupakan suatu dorongan untuk menguji
panggilan hidup seseorang, suatu undangan untuk menyatukan tenaga dan
meneruskan usaha-usaha kita agar kita dapat menanggapi dengan cara yang kreatif
dan dinamis tantangan-tantangan yang maha besar itu.
4. Allah yang Mencintai Kehidupan
Dari halaman-halaman pertama Kitab Kejadian sampai halaman terakhir Kitab
Wahyu, Kitab Suci menunjukkan kepercayaan dan keyakinan terdalam Umat Allah
bahwa hidup itu berasal dari Allah dan perlu untuk dihidupi di hadapan Dia yang
menjaga dan melindunginya. Adalah suatu berkat dari Allah yang cinta dan
kemurahan hatiNya bersinar dalam anugerah kehidupan ini. Ini merupakan anugerah
terbesar yang dapat Allah berikan.
Oleh karena itu, hal pertama yang harus dilakukan ialah menikmati hidup. Perintah
pertama yang kita terima dari Allah ialah hidup; ini merupakan suatu perintah yang
tidak tertulis di dalam loh-loh batu tetapi sebenarnya terukir dalam keberadaan kita
yang terdalam. Tindakan ketaatan kita yang pertama kepada Allah ialah mencintai
kehidupan, menerimanya dengan hati penuh syukur, memeliharanya dengan penuh
semangat dalam mengembangkan semua kemungkinan yang dimilikinya. Kitab Suci
senantiasa menekankan hubungan langsung antara kehidupan dan Allah. Hidup
manusia berasal dari Allah; hidup itu, sebagaimana Yohanes Paulus II katakan,
“merupakan suatu anugerah yang denganya Allah berbagi sesuatu dari diriNya dengan
ciptaanNya.”6 Allah adalah satu-satunya Tuhan atas hidup; manusia tidak dapat
menghilangkannya. Hidup dan mati ada di tangan Allah: “Di dalam tanganNya ada
kehidupan setiap makluk dan nafas segenap umat manusia” (Ayub 12, 10). Setiap
kehidupan berasal dari Allah dan Allah melindunginya. Dia tidak menciptakan
manusia untuk membiarkannya mati tetapi menjadi abadi. (bdk. Kebijaksanaan 2, 23).
Tepat sekali oleh karena itu Allah kehidupan adalah “Allah orang miskin,” mereka
yang dengan susah payah berusaha untuk bertahan hidup; Dia adalah “Allah
keadilan”, yang membela mereka yang diperlakukan dengan tidak adil dan
ketidakwajaran oleh orang yang berpengaruh dan kuat (bdk. Hukum Perjanjian, dalam
Keluaran 21, 1-23, 9). Hanya Tuhanlah yang setia kepada kehidupan yang dapat
menampakkan diriNya sepanjang sejarah sebagai pembela hidup orang miskin, lemah,
janda, terasing, terlupakan. Mengetahui Allah macam ini berarti berlatih diri dalam
keadilan yang memberi hidup, dan berperang melawan ketidakadilan yang
mematikan. Percaya kepadaNya berarti memajukan solidaritas dengan mereka yang
menderita dan mati karena ditelantarkan. Mendengarkan suaraNya berarti membuka
telinga dan hati seseorang kepada tuntutanNya yang tanpa henti: “Apa yang telah
engkau perlakukan terhadap saudaramu?” (Kej 4, 9-10).
Allah yang dalam Perjanjian Lama yang telah menampakkan diriNya sebagai
“sahabat kehidupan” telah menjadi manusia dalam Yesus Kristus. Di dalam Yesus itu
para murid telah dapat melihat dengan mata mereka sendiri dan menyentuh dengan
tangan mereka Dia yang adalah “Sabda Kehidupan” (bdk. 1 Yoh 1, 1). Sabda dan
tindakanNya diarahkan dari awal mula untuk membawa kehidupan dan penyembuhan
kepada manusia. Sesungguhnya ini merupakan kenangan akan Yesus yang
dipertahankan oleh jemaat perdana: “Allah mengurapi Yesus dari Nazaret dengan Roh
Kudus dan dengan kekuasaan; Dia berkeliling melakukan kebaikan dan menyembuh
semua yang terbelenggu oleh setan, karena Allah ada di dalam Dia.” (Kis 10, 38).
Bagi Yesus hidup itu merupakan suatu anugerah istimewa, “lebih daripada makanan”
(Mt 6, 25). Menyelamatkan satu kehidupan adalah lebih penting daripada hari Sabat
(bdk. Mk 3, 4), karena “Karena Dia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang
hidup” (Mk 12, 27). Pembelaan atas hidup manusia merupakan gagasan sentral di
dalam rencana Kerajaan Allah. Dua aspek – pewartaan Kerajaan Allah dan
pemeliharaan hidup manusia – membentuk isi dari karya mesianisNya, sebagaimana
6
EV 34
yang dapat selalu dilihat dari penuturan di dalam Injil: “Yesus mengelilingi seluruh
wilayah Galilea … mewartakan Injil akan Kerajaan Allah, dan menyembuhkan setiap
orang sakit dan setiap orang cacat di antara orang-orang di situ (Mt 4, 23; 9, 35; Lk 6,
18). Sesungguhnya, hal ini merupakan pelayanan penyembuhan yang benar-benar
mencirikan Mesias. Karena di sinilah karya-karya dari Dia yang diutus Allah segera
menjadi begitu nyata: “Orang buta melihat dan orang lumpuh berjalan; orang yang
sakit kusta menjadi tahir dan yang tuli mendengar; dan orang mati dibangkitkan dan
orang miskin memiliki kabar gembira yang diwartakan kepada mereka.” (Mt 11, 5).
Di dalam Injil Yohanes juga kehidupan menjadi nilai sentral. Yesus adalah pembawa
dan penjamin suatu kehidupan yang adalah “kekal”dan definitif, yang berarti,
kehidupan yang Allah wartakan kepada anak-anakNya dan yang akan mencapai
kepenuhannya melampaui dunia ini. Jadi penginjil menghadirkan Kristus kepada kita
sebagai “roti kehidupan” (Yoh 6, 35. 48); “terang kehidupan” (Yoh 8, 12); “jalan,
kebenaran dan kehidupan” (Yoh 14, 6); “kebangkitan dan kehidupan” (Yoh 11, 25),
sampai sedemikian sehingga setiap orang “yang percaya kepadaNya meskipun dia
mati, namun dia akan hidup” (Yoh 11, 25). Kehidupan kekal ini dapat dialami
sekarang juga oleh orang beriman: “barang siapa yang percaya memiliki kehidupan
kekal” (Yoh 6, 47); barang siapa yang mendengarkan sabdaNya “memiliki kehidupan
kekal … dan telah beralih dari kematian kepada kehidupan” (Yoh 5, 24); “barang
siapa yang makan tubuhKu dan minum darahKu mempunyai hidup kekal, dan Aku
akan membangkitkan dia pada akhir jaman” (Yoh 6, 54). Tetapi pengalaman mendasar
yang menjamin terbukanya kehidupan kita sekarang ini dan tujuannya kepada
keselamatan kekal ialah pengalaman akan cinta: “Kita tahu bahwa kita sudah
berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara
seiman kita. Siapa yang tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut” (1 Yoh 3, 14)
Yesus tidak hanya menghargai dan membela hidup tetapi juga memberikan hidupNya
sendiri sebagai pelayanan cinta kasih yang tertinggi sehingga umat manusia tidak
dapat berhenti pada kematian dan penghancuran akhirat. “Aku memberikan hidupKu
… Tidak seorang pun mengambilnya dari padaKu. Aku memberikannya menurut
kehendakKu sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya
kembali” (Yoh 10, 17-18). Jikalau Yesus memberikan diriNya sendiri bahkan sampai
mati, itu tentu saja bukan karena Dia membenci kehidupan, tetapi karena Dia amat
mencintai kehidupan dan menghendaki semua orang memilikinya, bahkan mereka
yang paling sedih dan menderita sekali pun, dan Dia menghendaki hidup itu menjadi
final, penuh dan kekal. “Hidup tersalibkan” demi cinta kasih ini merupakan suatu
“skandal dan kebodohan” menurut model-model kehidupan sekarang yang tidak asing
lagi di masyarakat. Tetapi dari sudut pandang iman Kristiani, hidup tersalibkan itu
membentuk syarat tertinggi bagi setiap kehidupan yang dimaksudkan menjadi penuh
manusiawi dan tidak dirusak atau diubah oleh kepentingan diri, tiadanya solidaritas,
ketidakadilan. Sesungguhnya, bagi orang beriman “hidup tersalibkan” ini merupakan
perwujudan tertinggi cinta kasih Allah bagi manusia dan penghargaan serta
pembelaanNya atas kehidupan manusia: ini adalah “Injil kehidupan.”
Injil ini memuncak pada kebangkitan. Allah yang membangkitkan Yesus adalah Allah
yang membuat hidup ketika manusia membuat mati. Inilah yang diwartakan oleh para
rasul: “Kalian membunuh Dia … tetapi Allah telah membangkitkan Dia” (Kis 2, 2324). Barangsiapa yang percaya akan Allah ini yang membangkitkan, “Allah orang
hidup,”mulai mencintai hidup dengan cara baru yang radikal dan dengan cinta yang
total. Iman Paska menuntut orang beriman untuk memilih di pihak kehidupan
manakala hidup itu terlihat dirusaki, disakiti atau dihancurkan. Perjuangannya
melawan kematian tidak hanya sebagai hasil dari sejumlah tuntutan etis, tetapi dari
iman kepada Allah ini yang membangkitkan, yang menghendaki manusia untuk ambil
bagian senantiasa di dalam hidup ilahiNya sendiri. Kebenaran Kristiani tentang
kehidupan di sini mencapai puncaknya: “Martabat kehidupan ini dikaitkan tidak
hanya dengan permulaannya, kepada kenyataan bahwa hidup itu berasa dari Allah,
tetapi juga tujuan akhirnya, kepada nasibnya dalam persekutuan dengan Allah dalam
pengetahuan dan cinta kepadaNya. Dalam terang kebenaran ini Santo Ireneus
membenarkan dan melengkapi pujiannya atas manusia: “Manusia, manusia yang
hidup” sesungguhnya adalah “kemuliaan Allah,” tetapi “hidup manusia terwujud
karena pengelihatan akan Allah.”7
5. Biarkanlah Diri Kita Dibimbing Oleh Cinta Kasih Allah Untuk Kehidupan
Cinta Allah akan kehidupan mendorong kita dalam komitmen kita: untuk bersaksi,
mewartakan dan mencintai nilai kehidupan manusia. Yohanes Paulus II telah menulis:
“Kita harus membawa Injil kehidupan kepada hati setiap pria dan wanita dan
memasuki setiap lapisan masyarakat.”8 Pewartaan seperti ini meliputi penawaran yang
jelas dan pasti bahwa kodrat hidup itu tidak dapat diganggu-gugat.
Hidup seorang manusia itu rapuh, rumit dan cepat berlalu, tetapi merupakan sesuatu
yang suci dan tak dapat diganggu-gugat. Allah menghembuskan rohNya sendiri ke
dalam manusia, Dia menciptakanNya “dalam gambar dan rupaNya” (Kej 1, 27). Tidak
seorang pun dapat menghilangkan hidup dengan tindakannya sendiri, baik terhadap
dirinya sendiri maupun terhadap diri orang lain. Hidup yang diterima dari Allah
merupakan unsur pokok dan martabat yang tak dapat dihancurkan atas setiap manusia,
nilai pertama di mana semua nilai dan hak yang lain didasarkan dan dikembangkan.
Hukum Allah jelas dan tak diragukan: “Jangan membunuh” (Kel 20, 13). Meskipun
dirumuskan secara negatif, hukum itu mengungkapkan pemikiran fundamental atas
nilai hidup dan terus-menerus menuntut kita menegaskannya kembali saat ini.
Di hadapan berbagai serangan terhadap kehidupan, sekarang ini tugas pemajuan suatu
pendidikan mesti lebih menekankan nilai kehidupan, untuk menghargainya, dan untuk
pembelaannya merupakan hal yang sangat penting; suatu pendidikan yang dapat
mengajarkan suatu pandangan menyeluruh atas kehidupan dan kesehatan serta
memberikan manusia suatu pemahaman etis. Generasi-generasi baru membutuhkan
orangtua-orangtua dan guru-guru yang benar-benar adalah “guru-guru kehidupan.”
Mereka memerlukan seseorang untuk mengajarkan mereka menjadi begitu bersyukur
karena hidup mereka, hidup dengan suatu pola hidup sehat dan seimbang dan
menerima tanggung jawab demi kehidupan mereka sendiri, membangunnya dengan
mengintegrasikannya dalam kegagalannya, pengorbanannya yang sulit, penderitaan,
merayakan kehidupan dan Allah yang memberikannya kepada kita, dan
menghidupinya dengan cinta dan bakti. Untuk menjalankan tugas ini perlulah untuk
mengingat panggilan dan perutusan keluarga. Tanggung jawab pendidikannya
7
8
EV 38
EV 80
bertumbuh dari hakikatnya sendiri dan dari perutusannya yang khusus, pada
kenyataannya, yaitu suatu kehidupan komunitas dan cinta dan ditetapkan untuk
“menjaga, menampakkan dan menyampaikan cinta”.9 Keluarga mewartakan Injil
kehidupan khususnya dengan mendidik anak-anak kepada penghargaan mendalam
akan hidup dan menjadi orang yang bersyukur atas karunia Allah.
Hal ini merupakan persoalan mengenai karya pembinaan yang sungguh-sungguh
dalam suatu nurani moral. Di dalam ucapan dan kesaksiannya, di dalam relasi dan
keputusannya setiap hari, keluarga dapat mengajarkan, mendidik dan membantu
setiap anggotanya untuk dapat menghayati nilai-nilai luhur seperti kebebasan,
penghargaan terhadap orang lain, penerimaan, dialog, rasa keadilan, rasa solider,
pembaktian diri. Oleh karena itu, dengan percaya diri dan keberanian, para orang tua
akan mendidik anak-anak kepada nilai-nilai esensial hidup manusia.
6. Don Bosco Mencintai dan Memajukan Kehidupan Bagi Orang Muda
Teristimewa yang Paling Miskin
Bagi kita anggota Keluarga Salesian, cinta akan dan komitmen kepada kehidupan
menemukan di dalam Don Bosco satu model dan guru. Dari waktu sebagai seorang
anak Don Bosco penuh dengan semangat hidup; dia belajar dari ibunya, Mamma
Margareta, untuk menemukan keindahan alam dan kehidupan; dia tahu bagaimana
menikmati pesona alam pedesaan, bukit-bukit dan bunga-bunga bermekar di
sekeliling Bechi dan menatap bintang-bintang dengan kagum. Dia punya binatang
kesayangan berupa seekor burung kecil dan memeliharanya dengan kasih sayang.
Dalam semua hal ini ibunya mengajarkan dia untuk menemukan karya Allah pencipta
yang memelihara anak-anakNya, kebijaksanaan dan kekuasaanNya yang tidak
terbatas dan di atas semuanya adalah cinta kasihNya. Dengan demikian Yohanes
terbuka kepada pandangan hidup yang positif dan penuh kemurahan, dia tahu
bagaimana menikmati hal-hal sederhana dalam kehidupan desa dan tanpa putus asa
berhadapan dengan kesulitan-kesulitan yang datang di dalam rumahnya sendiri.
Dalam semangat ini dia berusaha untuk mengungapkan rasa gembira dengan temantemannya, menghibur mereka pada hari-hari pesta dengan berbagai permainan; tetapi
semua itu selalu dengan suatu dorongan edukasi: untuk menjadikan mereka lebih baik
dan membantu mereka melakukan tugas-tugas mereka sebagai orang Kristiani yang
baik. Ketika masih sebagai seorang siswa di Chieri, bersama dengan teman-temannya
dia membentuk “Serikat Suka Ria” dengan aturan pertamanya ialah selalu riang
gembira dan berusaha untuk tidak melawan Allah.
Sebagai seorang imam yang berkeliling di jalan-jalan Turin dan mengunjungi penjarapenjara, Don Bosco mengerti bahwa orang muda sedang mencari kebahagiaan, bahwa
mereka ingin menikmati hidup, merasa diterima dan dihargai; dan jika kadang-kadang
mereka meninggalkan kebiasaan baik mereka untuk memilih jalan yang salah yang
akan mengantar mereka ke penjara, ini bukan karena mereka orang jelek tetapi karena
mereka tidak menemukan orang yang percaya pada mereka dan membantu mereka
mengembangkan energi dan bakat-bakatnya kepada jalan yang benar. Oleh karena itu
Don Bosco membaktikan dirinya bagi mereka, dan bersama mereka dia menciptakan
suatu lingkungan yang positif yang menguntungkan suatu kehidupan di mana mereka
9
Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Familiaris consortio, 17
dapat mengalami kegembiraan hidup, dengan cukup kesempatan untuk bermain dan
menikmati kehadiran satu sama lain, melatih mereka untuk dapat memperoleh
pekerjaan, untuk merasa dicintai, diterima dan dihargai di dalam sebuah suasana
keluarga. Bagi Don Bosco, permainan, musik, drama, bepergian dan piknik
merupakan sarana pendidikan yang penting dan cara untuk mengarahkan hati, dan
dengan demikian membantu orang muda ini untuk mengembangkan kemampuan
terbaik mereka sendiri, untuk merasa bahwa mereka mampu melakukan kebaikan dan
membuat diri mereka sendiri berguna bagi orang lain dan masyarakat. Dengan
demikian Don Bosco membimbing mereka untuk tahu dan hidup dalam persahabatan
dengan Yesus Kristus.
Dapat kita katakan bahwa dengan anak-anaknya di Valdocco Don Bosco menghidupi
suatu pedagogi hidup yang nyata, di mana ada kegembiraan dan perayaan; tentu saja
dia mengundang mereka untuk membaktikan dirinya dalam mengembangkan suasana
ini di antara teman-temannya. Dia menulis dalam biografi Fransiskus Besucco: “Jika
engkau ingin menjadi baik lakukanlah tiga hal saja, yaitu Bergembira, Belajar, Hidup
Saleh. Ini merupakan program yang besar. Dengan melakukannya engkau akan dapat
hidup dengan bahagia dan mendatangkan banyak sekali kebaikan untuk jiwamu.”
Kegembiraan merupakan suatu ciri utama dari suasana keluarga dan tanda dari cintakebaikan, suatu akibat natural dari pendekatan yang didasarkan pada akal budi, dan
pada agama yang bersifat interior dan spontan dan akhirnya bertumbuh dari damai
dengan Allah, dari suatu hidup dalam rahmat.10 Oleh karena itu, dalam pikiran Don
Bosco kegembiraan tidak hanya satu sarana untuk membuat persoalan serius di dalam
pendidikan dapat diterima tetapi juga merupakan sebuah pola hidup yang
memperhatikan keberadaan anak-anak dan harapan mereka akan hidup. Don Bosco
memahami ini dan ingin membuat hal itu sepenuhnya menjadi kenyataan. Dia
menghargai bahwa di dalam hatinya seorang muda perlu mengalami kegembiraan
akan hidup, kebebasan, permainan dan persahabatan. Tetapi di atas semuanya, sebagai
seorang imam, Don Bosco sungguh percaya bahwa Kristianitas bukanlah suatu agama
yang penuh dengan larangan, tetapi sebaliknya, adalah suatu agama kehidupan,
kebahagiaan, cinta kasih; sehingga melalui suatu sistem pendidikan dengan perayaan
dan kegembiraan dia membantu orang muda untuk membuka diri mereka kepada
Kristus, mengantar mereka pada hubungan pribadi yang bersahabat denganNya.
Berhadapan dengan suatu kesan hidup Kristiani yang orang muda peroleh dari
masyarakat pada waktu itu sebagai sesuatu yang menyedihkan, yang penuh dengan
penolakan dan larangan, suatu kehidupan yang disempitkan bagi orang muda, Don
Bosco menyediakan bagi mereka suatu bentuk hidup Kristiani yang bahagia dan
penuh suka cita.
Don Bosco menguduskan kerja dan kegembiraan. Dia adalah seorang kudus Kristiani
dengan humor yang menyenangkan, dengan hidup Kristiani yang aktif dan gembira…
Didalamnya terdapat pendekatannya yang sangat inovatif. “Dengan pandangan intuisi
yang brilian akan kasih yang penuh dengan pemahaman manusiawi, dan didorong
oleh kebutuhan orang muda dan kepenuhan hidup yang natural dan wajar, bersama
dengan kerja, Don Bosco menguduskan kegembiraan, kegembiraan hidup, kerja dan
doa.”11 Don Bosco sendiri hidup dan tahu bagaimana menyampaikan kepada semua
10
11
Bdk. P. Braido, Prevenire non reprimere. LAS, Rome 1999, hl. 324-325, RSS 3 (1984) 385.
F. Orestano, dikutip oleh P. Braido. Op. cit. hl. 236
anak-anaknya, kolaborator dan sahabat-sahabatnya suatu pandangan hidup yang
positif dan integral; dia percaya akan kebaikan dan martabat setiap manusia,
khususnya setiap orang muda, dan teristimewa mereka yang miskin dan dalam
bahaya; dia menulis: “Pendidik harus meyakinkan dirinya sendiri bahwa hampir
semua orang muda punya inteligensi natural untuk mengakui kebaikan yang sedang
dilakukan bagi mereka, dan suatu hati yang peka dengan muda tergerak untuk
bersyukur.”12 Karena itu dia percaya bahwa setiap orang muda dapat dilindungi; dia
percaya akan efektifnya karya pendidikan kalau hal itu dijalankan dengan pembaktian
diri yang murah hati dan mengikuti metode akal budi dan cinta kasih-kebaikan hati.
Orang muda yang telantar dan menyimpang perlu dibantu untuk menemukan makna
hidup yang paling mendasar; ini berarti membangkitkan dalam diri mereka hasrat
untuk hidup, dan melalui kerja dan keringat mereka sendiri mereka dapat menciptakan
kehidupan yang layak bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Bagi mereka yang tidak
mendapatkan perhatian dan cinta Don Bosco membentuk suatu tempat dan jaringan
kerja berwujud hubungan dan persahabtan model keluarga, yang dapat membangun
hidup afektif di mana kebutuhan emosional dan ungkapannya dapat diwujudkan.
Lagipula Don Bosco yakin bahwa iman Kristiani dan persahabatan dengan Yesus
Kristus memberikan sumber energi yang terkuat dan paling efektif untuk menopang
usaha-usaha dalam pendidikan dan mengarahkan suatu pola hidup yang gembira dan
bahagia di dunia ini dan menjamin kebahagiaan abadi di dalam kehidupan kekal. Oleh
karena itu dia menetapkan – dan dia menjelaskan masksudnya dengan sangat jelas –
sebagai tujuan tertinggi pendidikan, yaitu kekudusan; bukan sebagai tujuan bagi
sebagian orang yang istimewa, tetapi yang ideal untuk setiap orang, seperti yang
dikatakannya di dalam “Selamat Malam” yang menggerakkan Dominikus Savio untuk
mengambil jalan kekudusan: “Adalah kehendak Tuhan bahwa kita harus menjadi
kudus; sangat mudah untuk menjadi seorang kudus dan pahala besar dijanjikan bagi
para kudus di surga.”13
Sebagai seorang imam dan pendidik dia selalu ingin menghargai dan mendorong apa
saja yang positif dalam hidup, dan dalam hati setiap individu, untuk mengembangkan
hidup Kristiani yang dapat menikmati dan menghargai apa pun yang dapat ditemukan
dalam hidup setiap hari dan dalam hati setiap manusia bahkan mereka yang paling
susah hidupnya meskipun itu sangat manusiawi, positif dan mulia, sekaligus
mengusahakan sedemikian untuk menyediakan pendidikan dan budaya kepada Yesus
Kristus, dengan keyakinan bahwa hanya di dalam Dia keselamatan hidup itu
sangatlah mungkin.14 Demikianlah dengan mengikuti Don Bosco, kita sebagai
Keluarga Salesian terpanggil untuk bersaksi dan mewartakan bahwa hidup manusia
adalah suci dan tak dapat diganggu-gugat, dan karena itu tidak hanya tidak boleh
dihilangkan tetapi harus secara positif dilindungi dan dibela. Nilai hidup merupakan
bagian esensial dari Injil Yesus. Dalam suatu budaya dan peradaban yang
memperlakukan hidup sampai ke akar-akarnya, Keluarga Salesian Don Bosco harus
secara istimewa peka dalam menyediakan suatu pelayanan pendidikan yang
memelihara dan menyambut semua kehidupan dan kehidupan setiap orang;15
A. da Silva Ferreira, Il dialogo tra don Bosco e il maestro Francesco Bodrato – 1864. RSS 3 (1984)
385.
13
J. Bosco, The Life of Dominic Savio … hl. 50, OE XI hl. 200
14
Bdk. P. Braido, op. cit. hl. 233
15
Bdk. EV 87
12
khususnya disiapkan untuk mendampingi dan melindungi, ditambah dengan hidup
dan kelahirannya, hidup begitu banyak orang muda yang ada dalam ancaman,
sebagaimana mereka berjuang dalam kemiskinan, marginalisasi, penderitaan, tiadanya
harapan dan makna hidupnya. Khususnya demi kehidupan orang-orang muda inilah
kita terpanggil untuk menjadi “tanda dan pembawa kasih Allah.”16
7. Komitmen Keluarga Salesian Atas Nama Kehidupan
Gereja telah menerima Injil Kehidupan dan ditugaskan untuk mewartakannya dan
membuatnya menjadi kenyataan. Panggilan dan perutusan ini menuntut sumbangan
yang murah hati dari semua anggotanya termasuk Keluarga Salesian. Bersama kita
perlu mengakui “tugas kita untuk mewartakan Injil Kehidupan, merayakannya dalam
Liturgi dan di dalam segenap keberadaan kita, dan melayaninya dengan berbagai
program dan sturktur yang mendukung dan memajukan kehidupan.”17 Dihadapkan
pada pernyataan suci demikian atas nama kehidupan yang ditemukan berdampingan
dengan sikap-sikap anti kehidupan yang begitu mendalam, pelayanan pastoral edukasi
kita perlu bersaksi dan mewartakan nilai-nilainya bersama dengan kemauan dan niat
kita untuk membela dan memajukan suatu budaya kehidupan yang sejati.
7.1. Mempertahankan nilai setiap hidup manusia
Hidup manusia senantiasa dikelilingi oleh bahaya, ancaman kekerasan dan kematian.
Kini tidak hanya ancaman terhadap hidup itu tidak dikurangi, tingkat ancamannya
tambah mengejutkan, bahkan direncanakan dalam cara yang sistematik dan ilmiah.
Kadang-kadang bahaya itu mencapai targetnya ketika kematian yang mengerikan
dianggap sebagai suatu tanda kemajuan dan peradaban. Ancaman-ancaman lama tetap
ada, yang berasal dari kebencian, kekerasan yang berasal dari pertentangan
kepentingan (pembunuhan, perang, penganiayaan), dibuat menjadi lebih buruk oleh
sikap tidak acuh dan tiadanya rasa solidaritas. Berdampingan dengan ini ada
kekerasan yang dilancarkan terhadap jutaan umat manusia yang berjuang
mempertahankan diri dan yang mati kelaparan, perdagangan senjata api yang
memalukan yang dilakukan terus-menerus meskipun sudah banyak pernyataan
penghentian, pengrusakan keseimbangan lingkungan hidup, menyebarnya narkoba,
kecelakaan lalulintas, penyerangan teroris yang semuanya menyebabkan pembunuhan
sesungguhnya yang besar-besaran. Dari awal mula hingga saat-saat terakhirnya hidup
manusia itu ada di dalam kepungan kekerasan yang tak terbayangkan dari sesama
manusia sendiri. Di hadapan awan gelap yang menyelubunginya sekarang ini,
sangatlah perlu dan mendesak untuk mempertahankan nilai hidup manusia yang suci
dan tak dapat diganggu-gugat itu. Oleh karena itu kita harus memajukan di antara kita
sendiri dan di antara orang muda suatu sikap positif akan kehidupan. Hal ini
mengandaikan beberapa hal:
 Mengakui bahwa hidup itu sebagai satu anugerah
Sering hidup itu dianggap sebagai suatu hasil dari kemampuan dan kekuasaan
manusia sendiri daripada suatu anugerah Allah. Mentalitas ini terbatas pada
menghasilkan sesuatu yang dengan muda mengarah pada suatu diskriminasi yang
tampaknya wajar atas mereka yang hidupnya memang tidak direncanakan, tidak
menyenangkan atau “tidak produktif”: bayi yang tidak dilahirkan, orang lanjut usia,
16
17
Konstitusi SDB, 2
EV 79
orang cacat fisik dan mental, orang yang fisiknya rusak. Namun menganggap bahwa
hidup itu suatu anugerah justeru mengarah pada menghidupinya dengan sikap penuh
syukur dan terima kasih, pujian dan kegembiraan mendalam, dan membaktikan diri
sendiri untuk memelihara dan mencintainya, berusaha untuk membangun semua
potensi positifnya.
 Memajukan suatu pandangan menyeluruh tentang hidup
Bagi semua manusia hidup itu jauh melebihi dari sekedar kesejahteraan materi atau
kemajuan ekonomi; hidup merupakan suatu jalan menuju kepenuhan pribadi, suatu
kepenuhan yang meliputi tidak hanya materi, ekonomi atau kegiatan sosial, tetapi juga
kemajuan dalam hidup spiritual. Pembelaan atas hidup berarti bahwa kita siap
mengambil tanggung jawab untuk saling memelihara, mencintai dan mengembangkan
semua potensi dalam hidup dan dalam alam supaya mengarahkan mereka kepada
kepenuhannya dan memberikan mereka suatu kualitas manusiawi yang sejati. Hidup
dengan pandangan yang integral akan kehidupan juga meminta bahwa kita perlu
mengatasi kesibukan yang dilebih-lebihkan, yang mencegah kita dari memberikan
perhatian yang semestinya kepada aspek-aspekl lain dari hidup yang juga penting
seperti kontak pribadi dan persahabatan, ketenangan dan kontemplasi, kegembiraan
dan keindahan, kemurahan hati dalam pelayanan tanpa mementingkan diri saja.
7.2. Melindungi hidup orang miskin
Setiap hidup manusia adalah istimewa dan pantas untuk dihargai. Ini berarti bahwa
tidak hanya orang sehat, bermanfaat, hidup bahagia menjadi sangat berguna, tetapi
juga yang kurang diperhitungkan, seperti orang sakit dan menderita, anak yang belum
lahir, dan orang lanjut usia. Adalah tidak hanya hidup orang hebat atau berkuasa yang
bernilai; melainkan juga hidup orang miskin dan terlantar. Sebagai putera dan puteri
Don Bosco kita secara istimewa terpanggil untuk melindungi dan memerlihara hidup
banyak orang muda yang harus bertumbuh dalam kemiskinan, pinggiran masyarakat
umumnya dan kekayaan. Kita harus dapat merintis dan menciptakan di dalam dunia
marginalisasi dan keterasingan kehadiran-kehadiran misioner dalam bentuk-bentuk
yang baru. Di sini ada beberapa usulan praktis:
 Perhatian bagi orang muda yang ada dalam bahaya.
Setiap pusat Salesian harus membaktikan diri dalam menanggapi tumbuhnya
tantangan-tantangan yang dihadirkan oleh orang muda yang hidup dalam situasisituasi peminggiran dan dalam bahaya: anak-anak jalanan yang tak punya keluarga
atau yang jauh dari rumahnya, orang muda yang tidak terampil dan menganggur;
imigran, khususnya orang muda yang datang sendiri tanpa dengan keluarganya; orang
muda yang terbawa ke dalam kejahatan atau yang mengalami pelecehan seksual, dan
banyak orang muda lain dalam situasi-situasi yang memprihatinkan, di mana hidup
manusia dibawa ke ambang bahaya dan penghinaan. Ini menjadi tugas kita untuk
menyambut orang-rang muda ini, untuk membantu mereka menemukan suatu cinta
akan kehidupan dan nilai-nilai sejati, untuk mendidik dan melatih mereka sedemikian
rupa supaya mereka dapat memperoleh tempat yang layak di dalam masyarakat, untuk
menemami mereka dalam menemukan suatu tempat dalam dunia kerja, membangun
keterbukaan mereka kepada Allah sebagai satu unsur utama dalam menjadi manusia
sepenuhnya; mengenalkan mereka akan Yesus Kristus dan membimbing mereka
menuju hubungan yang pribadi denganNya dalam gaya hidup Kristiani yang
sederhana, suka cita, positif dan disesuaikan dengan keadaan mereka.
 Pendampingan dan pertolongan bagi keluarga yang mengalami kesulitan
Perhatian khusus harus diberikan kepada keluarga-keluarga yang hidup di bawah
tekanan mengerikan atau yang sudah berantakan dan tercerai-berai, keluarga yang
mengalami kesulitan serius dalam mendidik anak-anak mereka, dan keluarga-keluarga
lain yang ada dalam situasi memprihatinkan. Dalam menanggapi Strenna tahun lalu
banyak inisiatif dijalankan untuk mendukung dan membantu orang tua dalam tugas
pendidikan mereka, untuk mendukung dan membimbing pasangan-pasangan yang ada
dalam kesulitan, dalam pembentukan kelompok-kelompok keluarga dan komunitas
dll. Saya mengundang kalian untuk meneruskannya. Dalam penjelasan Strenna 2006
saya mengusulkan serangkaian sikap dan kegiatan, dan saya mengundang kalian
untuk mengkonsolidasikannya. Keluarga adalah tempat pertama bagi pembelaan dan
pemajuan kehidupan, dan dengan demikian harus terus menjadi sasaran terpenting
dari pelayanan pastoral kita.
7.3.Mendidik kepada nilai kehidupan
Supaya dapat mempertahankan dan memelihara hidup perlulah mendidik kepada nilai
kehidupan: “Untuk menjadi suatu masyarakat yang sungguh-sungguh dalam
pelayanan kehidupan kita harus menawarkan kebenaran-kebenaran ini secara terusmenerus dan berani dari pertama kali pewartaan Injil, kemudian menyusul dalam
katekese, dalam berbagai bentuk pewartaan, dalam dialog personal dan dalam semua
kegiatan pendidikan.”18 Inilah tugas yang melibatkan kita semua: orang tua, pendidik,
guru, katekis, teolog. Seperti yang telah dikatakan, generasi-generasi baru perlu
menemukan di dalam diri orang tua, pendidik dan katekis “guru-guru kehidupan”
yang sesungguhnya. Mereka melihat kita tidak hanya untuk pengetahuan, informasi
atau doktrin, tetapi sebagai orang-orang yang dapat menunjukkan mereka suatu pola
hidup positif dan mendorong serta menemani mereka dalam pengembangan
kemungkinan dan kualitas mereka yang terbaik. Dengan hidup dan kata-kata kita
harus dapat menekankan nilai hidup yang absolut, sambil membuat diri kita mencapai
kualitas yang tertinggi, dan selalu memajukan sikap penghargaan yang tanpa syarat
atas pribadi-pribadi, memiliki suatu pandangan yang positif dan penuh harapan
terhadap mereka dan masa depannya, berjuang melawan apa saja yang menghambat
mereka untuk hidup dengan martabat dan solidaritas. Sikap dan tindakan kita dalam
situasi setiap hari yang biasa harus menjadi bagi orang muda suatu sekolah kehidupan
yang sesungguhnya.
Sebagai pendidik kita juga perlu mengetahui bagaimana membangunkan kembali
dalam orang muda kegembiraan akan hidup, suatu penghormatan atas semua nilai
manusiawi yang terdalam, bernilainya pelayanan tanpa pamrih kepada orang lain dan
atas nama alam yang mengelilingi kita; kita perlu menumbuhkan di dalam mereka
rasa akan kehidupan sebagai panggilan dan pelayanan serta mendidik mereka untuk
menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan aktif dalam pembangunan suatu
masyarakat yang lebih manusiawi, lebih bebas dan bersatu padu. Satu aspek lain dari
komitmen untuk mendidik kepada nilai kehidupan adalah “membantu orang muda
untuk menerima dan mengalami seksualitas dan cinta serta seluruh hidupnya menurut
maknanya yang sebenarnya dan dalam hubungan dekat antar-pribadi …Hanya cinta
18
EV 82
yang benar yang dapat melindungi kehidupan.”19 Berdasarkan hal ini ada kepentingan
untuk membangun suatu pendidikan yang sebenarnya untuk mencintai, sesuai dengan
pengalaman khas Don Bosco dan ciri khas sistem pendidikannya. Dalam usulan
rencana pastoral menyertai Strenna tahun lalu beberapa langkah yang diikuti dalam
petunjuk ini juga ditampilkan; adalah penting untuk sungguh-sungguh memakai
langkah-langkah tersebut dalam seluruh proses pendidikan.
Hanya dengan kesulitan orang dapat sampai pada suatu penghargaan atas hidup
manusia jika tidak dihargai dalam keluarga, kalau di sana ada suasana kekerasan,
kalau penghentian suatu hidup yang tidak menyenangkan atau diinginkan dianggap
sebagai suatu tanda kemajuan, kalau kompetisi, kesuksesan atau kekuasaan dilihat
sebagai tujuan-tujuan dalam hidup. Cara berpikir dan bersikap yang positif atau
negatif diteruskan dalam hidup setiap hari dalam hidup keluarga. Keluarga mendidik
dengan baik atau buruk melalui kata-kata dan teladan, melalui pilihan-pilihan dan
keputusan-keputusan, melalui hubungan-hubungan, melalui apa dia lakukan dan
tanda-tanda konkret dia berikan. Dalam hubungan dengan tugas ini untuk mendidik
kepada nilai kehidupan saya sebutkan beberapa tempat dan kegiatan pendidikan yang
bagi saya sepertinya menyediakan kemungkinan-kemungkinan khusus, dengan syarat
bahwa mereka memiliki suasana keluarga yang sesungguhnya. Saya bermaksud
menyebutkan secara khusus dua tempat ini. Oratorium-Pusat Orang Muda dan
Pelayanan Sukarela.
a. Oratorium-Pusat Orang Muda, sebagai suatu tempat khas Salesian dengan suasana
yang hidup dan menyambut serta tersedia dengan bebas bagi semua orang muda,
sebuah tempat di mana mereka dapat mengatur diri dan belajar untuk memperoleh
semangat akan hidup dan menjadi terlibat secara penuh di dalamnya, di mana ada
hubungan satu sama lain yang terbuka dan murah hati antara pendidik dan orang
muda, dan di mana mereka semua terlibat serta menunjang satu sama lain dalam
proses pendidikan dan dalam pertumbuhan serta perkembangan manusiawi dan
Kristiani. Oratorium Salesian dan Pusat Orang Muda bagi orang muda harus menjadi
suatu “latihan bagi kehidupan dan hidup Kristiani” yang sesungguhnya; tempat di
mana mereka dapat menghidupi diri mereka sendiri, mengungkapkan dan membangun
nilai mereka sendiri, kemampuan-kemampuan kepemimpinan mereka, hubungan
mereka antar-pribadi; suatu tempat juga di mana mereka dapat menemukan programprogram pendidikan yang positif dan signifikan dan orang-orang yang akan
menyambut dan menemani mereka.
Agar Oratorium Salesian dapat secara efektif menjalankan peran ini bagi kehidupan
diperlukan beberapa syarat penting yang dipenuhi:
- Dia harus merupakan suatu tempat terbuka di mana perhatian diberikan pada
relasi menusiawi, sehingga mereka gembira karena bersama-sama dan dapat
berbicara serta mengungkapkan diri mereka secara bebas;
- Dia harus mendorong berbagai kegiatan yang berguna bagi orang muda yang
berkaitan dengan harapan-harapan dan kebutuhan-kebutuhan mereka;
- Dia harus menyediakan kesempatan-kesempatan bagi mereka untuk bertindak
sebagai pemimpin;
19
EV 97
-
Dia harus mengembangkan kehadiran aktif orang-orang dewasa, dewasa muda
dan para pemimpin yang orang muda jadikan teladan dan yang menguatkan
mereka;
- Dia harus menyediakan pendidikan dan program budaya dengan kualitas
tinggi;
- Dia harus mempunyai suatu program penginjilan dan pendidikan iman yang
berakar di dalam hidup orang muda.
Dengan cara ini Oratorium akan menjadi tempat di mana orang muda dapat
membawa bersama dan mengatur diri mereka sendiri akan apa yang mereka dengar
dan alami, dan nilai-nilai yang mereka temukan di mana pun (dalam keluarga,
sekolah, paroki, dalam pergaulan dengan teman-teman mereka, dll) dan membangun
suatu pola hidup yang berarti bagi masa depan mereka.
b. Pelayanan Sukarela merupakan suatu pengalaman penting bagi orang muda,
khususnya ketika mereka sedang memikirkan masa depan mereka; dapat lebih
daripada sekedar pergantian pengalaman hidup seseorang, dan menjadi suatu sekolah
kehidupan sejati yang dimengerti sebagai pelayanan tanpa pamrih dan efektif dalam
situasi-situasi persiapan yang membantu mencapai kedewasaan dan ketika hal itu
melibatkan bimbingan pribadi dan kelompok, membantu untuk mengembangkan
pilihan hidup pribadi dan membantu menumbuhkannya. Dalam menjalankan
pelayanan sukarela orang muda dewasa belajar untuk menjadi warga negara yang
bertanggung dan orang Kristiani yang baik.
7.4. Mewartakan Yesus Kristus sebagai makna dan sumber kehidupan
Pewartaan Injil Kehidupan harus mengarahkan orang muda pada pertemuan dan
hubungan pribadi dengan Yesus Kristus, yang di dalam Dia mereka dapat
menemukan model, jalan dan kekuatan untuk hidup manusia yang utuh. Mungkin
evangelisasi tak pernah menjadi begitu mendesak seperti sekarang ini; pewartaan akan
Yesus, di hadapan sebuah dunia yang mengagungkan model-model yang
memperdayakan dan menggairahkan, yang dapat memberi makna hidup yang
sebenarnya. Sangat sering orang muda menderita karena kehampaan jiwa yang begitu
besar yang mereka lampiaskan dengan kenikmatan, penghiburan, seks dan narkoba,
atau bahkan masuk dalam cara-cara yang bobrok seperti kekerasan dan kriminal.
Tetapi bukan kenikmatan, bukan juga pemanfaatan atau memasukkan diri ke dalam
berbagai cara pada saat ini untuk pemuasan aspirasi dan kebutuhan mereka. Ada juga
banyak orang muda yang hidup dalam situasi sosial dan ekonomi yang terasingkan
atau kerapuhan pribadi yang serius di dalam dunia kehidupan yang begitu keras.
Sangatlah tepat bahwa di dalam situasi-situasi inilah Injil Allah yang merupakan
sahabat kehidupan perlu diwartakan sebagai “kabar gembira”, bahwa Yesus Kristus
dan rencanaNya bagi kebahagiaan sangat perlu dihadirkan.
Evangelisasi adalah perwujudan yang paling baik hidup manusia yang penuh dan
bahagia. Oleh karena itu kita perlu bertindak untuk menjalankannya dalam cara yang
benar dan dengan dedikasi di semua tempat di mana orang muda berada. Berdasarkan
berbagai hal ini, evangelisasi membutuhkan pengungkapannya dalam berbagai bentuk
sesuai dengan situasi orang muda yang dengannya kita bekerja. Saya akan
menyebutkan tiga bentuk yang penting:
- Di dalam situasi-situasi di mana orang muda hidup dalam pola hidup
materialis atau kehampaan karena cara hidup yang tidak peduli dan dangkal,
-
-
kita akan menyediakan bagi mereka suatu proses yang bertahap, yang
membantu mereka untuk menemukan dan menghargai nilai-nilai yang lebih
positif dan mendalam dan untuk mengalami kegembiraan rohani dan
ketenangan, untuk membangun kembali di dalam mereka hasrat untuk
menemukan makna, untuk membuka diri mereka kepada Allah,
mengembangkan dimensi hidup rohani mereka.
Berkenaan dengan orang muda yang penghayatan agamanya sekedar sebagai
kebiasaan, dangkal atau hanya untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan
sendiri, kita akan membantu mereka untuk menemukan pribadi Yesus, untuk
menjadi antusias tentang Dia dan mengembangkan di dalam diri mereka
sendiri pilihan pribadi yang pasti untuk mengikuti Dia, bertindak sungguhsungguh dalam proses pendidikan kepada iman.
Sebaliknya, bagi mereka yang sudah ambil bagian dalam kelompok-kelompok
atau gerakan pembinaan Kristiani kita menyediakan suatu program sistematis
yang membantu mereka untuk membuat iman mereka sesuatu yang sungguhsungguh pribadi, untuk dapat merayakannya dan menghayatinya dalam hidup
sampai menjadi suatu pilihan panggilan hidup Kristiani yang dewasa.
Mengembangkan program-program pendidikan ini kepada iman merupakan
sumbangan terpenting dan istimewa yang dapat kita buat dalam komitmen kita
pada kehidupan.
7.5.Bersyukur atas hidup dan merayakannya
Buah dari pewartaan injil kehidupan ialah kegembiraan, kekaguman, pujian dan
syukur kepada Allah pencinta kehidupan karena anugerahNya. Pewartaan itu
membangkitkan suatu sikap mendasar untuk merayakan injil kehidupan. Setiap
kehidupan merupakan anugerah Allah tidak hanya dengan dimensi komitmen dan
tugas untuk pemenuhannya, tetapi juga dimensi penyembahan. Sudah di dalam hidup
itu sendiri ada suatu ungkapan pujian sebab setiap hidup manusia merupakan suatu
keajaiban cinta. Menerima hidup itu sudah berarti pujian dan suykur.
Merayakan kehidupan menuntun dan menuntut kita untuk menanamkan suatu cara
kontemplatif dalam melihat benda-benda: alam, dunia, ciptaan, kehidupan, yang
terhadapnya kita sering bersikap utilitarian atau memanfaatkan semata; terhadap
pribadi-pribadi, yang dengannya kita sering bertahan dengan relasi yang superfisial
atau fungsional belaka; terhadap masyarakat dan sejarah yang banyak kali kita hanya
memandang dari sudut pandang kepentingan diri kita sendiri …Kita perlu mengatasi
sikap mementingkan diri untuk sampai kepada sesuatu yang kontemplatif, yang
berarti melihat secara mendalam agar dapat menemukan dan mengagumi keindahan
dan kebesaran dunia pribadi-pribadi manusia dan sejarahnya. Kita perlu belajar untuk
menyambut, menghargai dan mencintai benda-benda, orang, hidup dalam semua
bentuknya. Sangatlah perlu untuk mengetahui bagaimana menghargai keheningan,
belajar bagaimana mendengar dengan sabar, kagum dan heran terhadap yang tidak
diharapkan dan tak terbayangkan. Sangatlah perlu untuk mengetahui bagaimana
menyediakan ruang bagi orang lain, mampu membangun suatu hubungan baru yang
dekat dan yang ada kepercayaan dengannya.
Dari sikap konteplatif ini mengalir pujian dan doa. Merayakan kehidupan adalah
memuji, mencintai dan berdoa kepada Allah kehidupan, yang menyatukan kembali
kita bersama dalam rahim bunda kita. Ini berarti memuji dan berterima kasih
kepadaNya: “Aku bersyukur kepadaMu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib;
ajaib semua yang Engkau buat” (Mz 139, 14). Hidup manusia adalah salah satu
keajaiban terbesar dari ciptaan.
7.6.Pemeliharaan ciptaan dengan cinta
Allah biòfilo (philopsychos merupakan istilah yang dipakai dalam Kitab
Kebijaksanaan 11, 26) tidak hanya mencintai hidup manusia, Dia mencintai semua
kehidupan, sebab semua ciptaan merupakan karya cintaNya. Sama seperti nilai dan
martabat hidup manusia, Kitab Suci dari halaman-halaman permulaan juga
mengungkapkan secara terang-terangan suatu pengakuan akan kebaikan alam: “Allah
melihat segala sesuatu yang telah dibuatNya dan semua itu baik adanya” (Kej 1, 31).
Binatang, tumbuhan, cakrawala, matahari, lautan …segala sesuatu baik, segala
sesuatu memiliki nilai dalam dirinya.
Tetapi pengakuan ini menjadi sesungguhnya hanya kalau manusia mengakui martabat
bumi, menunjukkan penghargaan terhadap alam, menyambut dan menerima kekayaan
yang menjadi bagian dari ciptaan. Dan hanya dengan pengakuan sejati ini kita dibawa
kepada sikap untuk mengamini kelayakan dan hak-haknya, dan dengan demikian kita
menolak pengrusakan dan penyalahgunaannya, dan pengembangan lingkungan
dengan penuh hormat serta hidup harmonis dengan alam. Masyarakat industri telah
mengembangkan produksi dan efisiensi, tetapi sudah sering merendahkan manusia,
menggantikannya menjadi penghasil dan pemakai belaka. Budaya kehidupan
menuntun kepada suatu sikap ekologis yang sesungguhnya: cinta akan manusia,
binatang dan tetumbuhan, cinta terhadap segenap ciptaan, komitmen untuk membela
dan mengembangkan semua tanda kehidupan yang melawan mekanisme pengrusakan
dan kematian. Di hadapan ancaman pengeksploitasian yang tak terbendung,
pengrusakan alam, pembangunan yang mandeg, baiklah kita mengingat kata-kata
Pemimpin Besar Seattle: yang melukai Bumi, melukai putera dan puteri Bumi.
Ekologi adalah ungkapan sejati solidaritas manusia yang tentu saya mencakup
konservasi dan penggunaan sumber-sumber dari Bumi – sebagaimana Tahta Suci
tegaskan dalam satu dokumen yang dihasilkan dalam persiapan untuk Pertemuan
Pucak Dunia tentang Pembangunan Berkesinambungan pada 2002. Pembangunan
dalam hal ini perlu didasarkan pada “nilai-nilai etis yang kuat, yang tanpa denganya
kemajuan berkesinambungan tidak bertahan.” Oleh karena itu “hal mengenai
pembangunan berkesinambungan hanya dapat dipahami dari perspektif manusia dan
pembangunan yang utuh.” Dalam hal ini pembangunan itu menghendaki agar istilah
“ekologi manusia” dipakai supaya “menjamin dan menjaga prasyarat-prasyarat moral
penting dalam kegiatan-kegiatan manusia dengan lingkungan.” Pemeliharaan
keluarga, pemajuan dan perlindungan kerja, perjuangan melawan kemiskinan,
pengembangan pendidikan dan pelayanan kesehatan, solidaritas antar negara untuk
pelayanan-pelayanan bagi pembangunan manusia yang utuh …merupakan beberapa
elemen yang disampaikan oleh Tahta Suci demi suatu ekologi yang layak bagi
manusia.20
20
Bdk. Dokumen Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian pada waktu Pertemuan Puncak
Dunia tentang Pembangunan berkesinambingan di Johanesburg (26 Agustus – 4 September 2002).
Pemeliharaan dan cinta terhadap ciptaan, suatu komitmen dan perhatian kepada
ekologi, perlu dikembangkan dalam hidup setiap hari, mendidik diri kita sendiri dan
orang muda untuk menghargai alam dan memeliharanya, dengan menggunakan
benda-benda yang baik yang disediakan olehnya (air, tumbuhan, binatang, bendabenda lain …) dengan bijaksana dan selalu menyadari kebaikan setiap orang, dengan
mendorong suatu komitmen positif akan perlindungan dan pembangunan bumi yang
berkesinambungan dan sumber-sumber alam … Saat ini, membentuk dan membangun
suatu mentalitas ekologi serta sikap merupakan suatu aspek penting dari pendidikan
yang menyeluruh. Bagaimana kita bersikap acuh saja akan hal ini tanpa mengingat
Santu Fransiskus dari Asisi dan Nyanyiannya tentang penciptaan?
“Tuhan yang maha baik, maha tinggi, maha kuasa,
milikmulah segala pujian, kemuliaan dan penghormatan dan segala berkat.
Hanya kepadaMulah, yang maha tinggi, mereka milikMu,
dan tak seorang pun pantas menyebut namaMu.
Terpujilah, Tuhanku, dalam segala ciptaanMu,
khususnya melalui tuanku Saudara Matahari,
yang membawa siang; dan Engkau memberikan terang melalui dia.
Dan dia tampak indah dan bercahaya dalam semua keperkasaannya!
Dari padaMu, yang maha tinggi, dia membawa rupaMu.
Terpujilah Engkau, Tuhanku, melalui Saudari Bulan
dan bintang-bintang, di cakrawala Engkau mengatur mereka
menjadi terang dan istimewa serta indah.
Terpujilah Engaku, Tuhanku, melalui Saudara Angin,
dan melalui udara, berawan dan cerah,
dan setiap jenis cuaca yang melaluinya Engkau memberikan
pemeliharaan bagi ciptaanMu.
Terpujilah Engkau, Tuhanku, melalui Saudari Ibu Bumi,
yang menopang kami dan memerintah kami serta menghasilkan
berbagai buahan dengan bunga berwarna-warni serta tetanaman.
Terpujilah Engkau, Tuhanku,
melalui mereka yang memberi pengampunan demi kasihMu,
dan menanggung kelemahan dan kesengsaraan.
Berbahagialah mereka yang hidup dalam damai
karena olehMu, yang maha tinggi, mereka akan dimahkotai.
Terpujilah Engkau, Tuhanku,
melalui Saudari kami Kematian Badan,
bahwa tidak seorang manusia hidup pun bebas darinya.
Terkutuklah mereka yang mati dalam dosa berat.
Berbahagialah mereka yang kematiannya akan berjumpa
dengan kehendakMu yang maha suci,
karena kematian kedua tidak akan membahayakan mereka.
Terpujilah dan terberkatilah Tuhanku,
dan syukur kepadaNya
dan melayaniNya dengan kerendahan hati yang besar.”
8. Kesimpulan: Dua Teks untuk Dibagikan
Sebagai kesimpulan atas apa yang telah dikatakan, pertama-tama saya persembahkan
kepada kalian sebuah teks yang ditulis oleh orang-orang dari tradisi agama yang
berbeda-beda yang bertemu pada Pertemuan IV Perwakilan Agama-agama Dunia di
Barcelona pada tahun 2004:
PERSEMBAHAN KEPADA DUNIA
Kita warga dunia,
orang-orang yang sedang berlangkah, orang-orang yang sedang mencari,
pewaris tradisi-tradisi purbakala yang diteruskan,
ingin menyatakan:
- bahwa hidup manusia pada dirinya sendiri adalah sesuatu yang
mengagumkan;
bahwa alam adalah ibu dan hati kita,
dan harus dicintai dan dilestarikan;
- bahwa damai harus dibangun dengan kepastian,
dengan keadilan, dengan pengampunan dan kemurahan hati;
- bahwa perbedaan budaya merupakan
suatu aset besar dan bukan suatu halangan;
- bahwa dunia ini tampak sebagai suatu harta
jika kita menghidupinya dalam kualitas yang sesungguhnya,
dan bahwa agama-agama hendak menjadi jalan-jalan menuju kualitas itu;
- bahwa dalam pencariannya, agama-agama menemukan kekuatan dan makna
dengan terbuka kepada Misteri yang tak dapat dipahami;
- bahwa membuat komunitas membantu kita dalam pengalaman ini;
- bahwa agama-agama dapat menjadi titik awal bagi damai dalam hati, bagi
harmoni dengan diri sendiri dan dengan dunia, yang dapat menjadi suatu
ketakjuban, kegembiraan, pandangan penuh syukur;
- bahwa kita yang berasal dari tradisi-tradisi agama yang berbeda ingin
berbicara kepada satu sama lain;
- bahwa kita ingin menunjukkan peran kita dengan setiap orang dalam
perjuangan untuk membuat suatu dunia yang lebih baik, untuk mengatasi
masalah-masalah kemanusiaan yang serius: kelaparan dan kemiskinan,
perang dan kekerasan, pengrusakan lingkungan alam, tiadanya keterbukaan
untuk suatu pengalaman hidup yang mendalam, tiadanya penghargaan karena
kebebasan dan perbedaan;
- dan bahwa kita ingin berbagi dengan setiap orang buah pencarian kita demi
aspirasi-aspirasi tertinggi umat manusia, dengan penghargaan yang paling
radikal atas keberadaan setiap pribadi dan dengan tujuan supaya semuanya
dapat menikmati suatu kehidupan bersama yang layak.
Teks kedua yang saya persembahkan kepada kalian sebagai kesimpulan ialah, seperti
dalam tahun-tahun lalu, satu dongeng yang menunjukkan pentingnya suatu sikap
positif terhadap kehidupan. Teks ini menandakan perbedaan antara budaya kematian
yang kita hidupi tanpa sungguh menyadarinya, dan budaya kehidupan yang mengisi
hidup kita sendiri dan orang lain dengan kegembiraan, dengan warna dan dengan
kemurahan hati.
Ketika mengunjungi Belarusia, saya amat senang terkesan dengan sekelompok orang
muda yang saya temui di Minsk dan dengan satu penampilan panggung mereka
menyuguhkan suatu cerita. Saya sangat suka cerita itu dan sepertinya bagi saya sangat
mencerahkan sehingga saya berkata pada diri saya: inilah yang ingin saya bagikan
kepada seluruh Keluarga Salesian, inilah yang ingin saya lakukan dengan setiap orang
anggota-anggotanya: memberikan mereka payung kuningku, payung yang saya juga
terima dari Don Bosco.
PAYUNG KUNING
Pada suatu ketika ada sebuah negeri yang kelabu dan sedih, di mana ketika datang
hujan semua orang pergi di sekitar jalan-jalan dengan memakai payung-payung
berwarna hitam. Semuanya hitam. Setiap orang menampakkan wajah sedih yang
tidak menyenangkan …Tetapi tidak mungkin berubah menjadi baik karena berada di
bawah payung hitam! Suatu hari ketika hujan turun lebih lebat dari pada biasanya,
tiba-tiba seorang laki-laki yang agak aneh muncul dengan berani berjalan dalam
banjir …di bawah payung kuning. Dan sepertinya penampakan itu belum cukup, dia
tersenyum. Sungguh, tersenyum! Beberapa orang yang lewat melihatnya dari bawah
payung hitam yang mereka bawa, merasa bahwa tampak lelaki itu memalukan. Maka
mereka berkomat-kamit mengeluh: “Lihat itu, sangat memalukan! Dia benar-benar
menggelikan dengan payung kuning itu. Hujan merupakan satu urusan serius maka
payung hanya bisa berwarna hitam!” Mereka yang lain justeru marah lalu berkata
satu kepada yang lain dengan sangat marah: “Sudah gilakah dia, berjalan dalam
hujan dengan memakai payung kuning?Dasar sombong!” Mereka yang lain lagi
pergi melapor pihak penguasa: “Dia sebenarnya seseorang yang amat sombong yang
ingin supaya semua orang memperhatikannya. Apakah dia mungkin berpikir hal itu
lucu?” Yang jelas tidak ada sesuatu yang lucu dalam negeri itu, ketika setiap kali
hujan semua payung berwarna hitam. Hanya Natasha yang sungguh tidak dapat
mengerti tanggapan-tanggapan negatif tersebut. Dia terus saja berpikir mengenai
satu hal:
“Kalau datang hujan, sebuah payung adalah sebuah payung. Kuning atau hitam,
persoalannya ialah bahwa dia menahan hujan, di atas dan keluar!”
Terlebih lagi, dia melihat bahwa lelaki itu sepertinya begitu lega dan sungguh
gembira di bawah payung kuning. Maka dia berkeinginan sekali untuk lebih
mengetahhui tentang itu.
Suatu hari waktu pulang sekolah, Natasha sadar bahwa dia telah meninggalkan
payung hitamnya di rumah. Dia tidak menghiraukannya dan mulai berjalan tanpa
penutup kepala sehingga rambutnya basah. Kebetulan sekali …Oh! Itu dia lelaki
dengan payung kuning! …
“Maukah engkau ikut berlindung?”
Natasha merasa ragu. Kalau dia menerima orang-orang akan mempermainkan dia.
Tetapi kemudian dia berpikiran lain:
“Kalau hujan datang payung adalah payung. Apakah itu warnanya kuning atau hitam
apa masalahnya? Lebih baik mempunyai sebuah payung dari pada menjadi basahkuyup dalam hujan!”
Dia menerima dan berlindung di bawah payung kuning dan berjalan di samping lakilaki itu. Lalu dia mengerti mengapa lelaki itu merasa bahagia: di bawah payung
kuning tidak ada lagi satu pun cuaca buruk! Ada kehangatan besar dari matahari dan
langit biru dan burung-burung sedang beterbangan sambil berkicau.
Natasha terheran, dan laki-laki itu meledak tertawa: “Saya mengerti! Engkau
terheran! Dengar saja pada saya dan saya akan menjelaskan semuanya.
Pada suatu ketika saya juga merasa sedih dalam negeri ini ketika selalu turun hujan.
Saya juga punya sebuah payung hitam. Suatu hari ketika kembali dari kantor, saya
lupa dan meninggalkannya di gantungan payung. Tetapi saya tidak pulang untuk
mengambilnya, maka saya mulai berjalan pulang ke rumah tanpa sesuatu untuk
berlindung. Di perjalanan saya bertemu seorang laki-laki yang menawarkan saya
perlindungan di bawah payungnya berwarna kuning. Saya merasa ragu. Seperti
engkau. Saya takut menjadi berbeda, membuat diri saya menggelikan. Tetapi saya
lalu menerimanya sebab saya justeru lebih takut jatuh sakit pilek.
Dan saya melihat, seperti engkau, bahwa di bawah payung kuning cuaca buruk
lenyap. Orang itu mengajarkan saya bahwa orang yang ada di bawah payung hitam
merasa sedih dan tidak ingin berbicara. Derai hujan dan hitamnya payung membuat
mereka bersedih hati. Ketika tiba-tiba saya tidak melihatnya lagi, saya sadar bahwa
saya sedang memegang payungnya yang berwarna kuning. Apakah dia lupa? Saya
melihat sekekeliling tetapi tidak menemukannya. Maka saya menyimpannya dan
cuaca yang baik tidak pernah meninggalkan saya.”
Natasha berseru:
“Alangkah menariknya cerita itu! Apakah anda tidak malu menyimpan payung milik
orang lain?”
“Tidak, sebab saya benar-benar tahu bahwa payung ini milik setiap orang. Tidak
meragukan bahwa orang itu juga menerimanya dari seorang yang lain.”
Pada saat mereka sampai ke luar rumah Natasha mereka berpamitan. Begitu laki-laki
itu segera menghilang, gadis itu menyadari bahwa dia sedang memegang payung
kuning itu. Tetapi siapa tahu ke mana laki-laki itu telah pergi! Maka Natasha
menyimpan payung kuning itu tetapi dia tahu bahwa cepat atau lambat, payung itu
punya pemilik lain, akan berpindah ke tangan yang lain untuk membawa kebahagiaan
kepada orang lain.
Saya hendak mengakhiri ini dengan menyampaikan Bahagia Tahun Baru 2007,
dengan harapan untuk menjadi orang-orang beriman sesungguhnya yang mencintai
kehidupan, sambil bersama Dia, sebagai Keluarga Salesian, kita membangun suatu
budaya kehidupan.
Pastor Pascual Chavez Villanueva
Rektor Mayor.
Download