PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN IMPLIKASINYA PADA PENINGKATAN EFEKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PENDAHULUAN Pendidikan merupakan kebutuhan utama bagi manusia. Dunia pendidikanpun dituntut untuk lebih memberikan kontribusi yang nyata dalam upaya meningkatkan kemajuan bangsa. Pendidikan memegang peranan penting dalam setiap dimensi kehidupan, baik dalam menentukan kedudukan, taraf ekonomi dan status sosial seseorang. Pendidikan merupakan suatu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia, karena manusia sangat membutuhkan pendidikan melalui proses penyadaran yang berusaha menggali dan mengembangkan potensi dirinya. a. b. c. d. Menurut UNESCO ada empat pilar / tujuan pendidikan yaitu: Learning to know, sesuai dengan hakikat penerapan ilmu pengetahuan ( transper of learning ) Learning to do, membahas, belajar aktif, penugasan, meringkas buku dsb untuk mengembangkan manusia seutuhnya ( aktive learning ) Learning to be, menciptakan manusia terdidik yang mandiri. Belajar untuk menemukan kebahagiaan dan menemukan dirinya ( Joy of Learning ) Lerning to live together, perlunya pendidikan nilai kemanusiaan, moral, agama yang melandasi hubungan antar manusia. ( culture of peace ). ( Yahya, 2003:53 ) Sementara itu tujuan pendidikan nasional berdasarkan pasal 3 Undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003, adalah : Penidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa keapada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dalam usaha mewujudkan tujuan tersebut, maka harus terus diupayakan peningkatan mutu pendidikan nasional mulai dari pendidikan dasar dan menengah maupun pendidikan tinggi, baik dilingkungan pendidikan formal, informal maupun non formal. Pendidikan nasional adalah menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat. Pendidik sebagai salah satu komponen sekolah yang paling penting dan menentukan, memiliki peranan yang cukup strategis untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional dan secara khusus adalah mutu pendidikan di sekolah, dan lebih sempit lagi adalah mutu pembelajaran setiap satuan pelajaran. Pendidik adalah ujung tombak yang langsung melaksanakan proses pembelajaran. Oleh karena itu Pendidik harus selalu ditingkatkan kemampuannya sesuai dengan kebutuhan pembelajaran yang semakin bervariasi, materi yang semakin berkembang, dan sumber belajar yang semakin luas. Ini bisa memberikan dorongan kepada Pendidik untuk terus kreatif dan inovatif. Pembelajaran yang hanya berlangsung dikelas dan dalam tempo yang begitu singkat, agaknya menyulitkan bagi Pendidik untuk memenuhi sasaran tersebut dalam menentukan pola pembelajaran yang akan dilaksanakannya. Disinilah terasa penting nilai guna metoda dan model pembelajaran yang mampu memberikan pengalaman psikologis kepada peserta didik, sehingga pengalamannya di kelas dapat merangsang jauh di luar kelas. Secara faktual rendahnya mutu pendidikan terkait erat dengan kegiatan proses pembelajaran ( kegiatan belajar-mengajar ) yang dilaksanakan oleh para pendidik di sekolah, sekalipun sesungguhnya banyak faktor yang saling berpengaruh. Pupuh Fathurrohman dan M.Sobry Sutikno ( 2007) mengatakan bahwa keberhasilan belajar bukanlah yang berdiri sendiri, melainkan banyak yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Berbagai faktor dimaksud di antaranya adalah tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, dan evaluasi Faktor pendidik adalah faktor yang paling menentukan karena pendidik adalah ujung tombak keberhasilan proses pembelajaran di sekolah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh pendidik dengan beberapa peserta didik dan dialog terbuka secara klasikal, diperoleh informasi bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh pendidik seringkali dilakukan dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional, seperti ceramah dan tanya jawab. Pendidik kurang kreatif dalam mengemas proses pembelajaran di kelas, akibatnya peserta didik kurang tertarik dan kurang berminat mengikuti kegiatan pembeljaran. Akibat dari proses pembelajaran yang kurang berkualitas inilah yang menyebabkan hasil belajar peserta didik rendah. Dalam upaya meningkatkan prestasi hasil belajar peserta didik, maka mutlak diperlukan perbaikan dalam mengelola proses pembelajaran dikelas, mulai dari merancang perangkat persiapan yang baik, pelaksanaan proses pembelajaran yang bermutu, dan pelaksanaan evaluasi yang komprehensip dan berkualitas. Untuk itu pendidik dituntut untuk terus meningkatkan kompetensinya agar menjadi guru yang profesional. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) ditegaskan, bahwa proses kegiatan pembelajaran hendaknya diterapkan cara belajar yang mendorong peserta didik lebih aktif dan kreatif ( cara belajar peserta didik aktif ) yang karakteristiknya keterlibatan intelektual emosional peserta didik dalam kegiatan pembelajaran yang bersangkutan dengan memanfaatkan waktu dan sumber belajar secara berdaya guna dan hasil guna agar terbina kemandirian dalam cara-cara belajar. Penegasan ini mengisyaratkan adanya metode-metode yang dalam prakteknya memberikan otonomi kepada peserta didik untuk belajar dan menemukan sendiri hasil belajarnya. Metode yang seyogyanya diterapkan dalam mengembangkan pembelajaran peserta didik aktif banyak sekali, diantaranya : Metode diskusi, ceramah bervariasi, tanya jawab, bermain peran, problem solving, teknik pembinaan nilai ( VCT ), inquiri, karyawisata, dan metode lainnya. Selain metode pembelajaran, pendidik juga dituntut mengembangkan dan menerapkan model-model pembelajaran yang mampu mendorong keterlibatan aktif peserta didik dalam kegiatan proses pembelajaran. Ada beberapa model pembelajaran yang dianjurkan digunakan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006, seperti Pengajaran Contextual Teaching And Learning (CTL), Pengajaran Berbasis Masalah, Pengajaran Berbasis Inkuiri, Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas, Pengajaran Berbasis Kerja, Quantum Teaching, Quantum Learning, Cara Belajar Peserta didik Aktif (CBSA), Pengajaran Berbasis Melayani dan Pembelajaran Kooperatif seperti :Numbered -Head-Together (NHT), Roundrobin, Round Tabel, Think-Pair-Square, Jigsaw, Make- a Match, Two Stay-Two Stray, Student Teams-Achievement Divisions (STAD), Team-Game-Tournament, Group-Investigation dan Inside-Outside Circle. Penggunaan model pembelajaran kooperatif adalah salah satu alternatif atau cara yang dapat mendorong peserta didik menjadi aktif dalam belajar. Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait ( Nurhadi, 2005:61). Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya : 1) saling ketergantungan positif ; 2) interaksi tatap muka; 3) akuntabilitas individual, dan 4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja di ajarkan. Cooperative Learning adalah teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5 orang. Belajar cooperative adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerjasama untuk memaksimalkan belajar mmereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut ( Johnson dalam Hasan, 1966 ) dalam Rusman ( 2011:204). Menurut Ibrahim (2000:2) pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial. Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. PEMBELAJARAN KOOPERATIF ( COOPERATIVE LEARNING )DAN IMPLIKASINYA TERHADAP EFEKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK Pengertian Model Pembelajaran Sebelum dilakukan pembahasan tentang apa dan bagaimana pembelajaran kooeratif, terlibih dahulu ada baiknya kita fahami konsep atau pengertian model pembelajaran. Untuk itu berikut ini dikutipkan beberapa pengertian menurut pendapat para akhli. Dalam pembelajaran Juknis KTSP ( 2010: 44, Buku IV, Seri Pengembangan model ). Model pembelajaran dapat diartikan sebagai rencana yang memperlihatkan pola pembelajaran tertentu ( terlihat kegiatan guru – Peserta didik ), dan sumber belajar yang digunakan kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya belajar pada peserta didik. Joyce & weil ( 1980:1) dalam Rusman ( 2011: 133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum ( rencana pembelajaran jangka panjang ), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Selanjutnya, Joyce, Will dan Showers ( 1992 ) dalam Indrawati ( 2000 ) dalam buku Juknis KTSP ( 2010: 44 ,buku IV ) mengolongkan model-model pembelajaran kedalam empat rumpun, yaitu ; 1. Rumpun model-model pembelajaran informasi, misalnya model latihan induktif, latihan Inquari, Synectics, dan lainnya. 2. Rumpun model-model pribadi/individual, misal model pengajaran non direktif, sistem konseptual, dan lainnya. 3. Rumpun model-model sosial, misalnya Role Playing, Pasangan dalam belajar ( partner in learning ). 4. Model-model perilaku, misalnya mastery learning, self control. Ciri-ciri Model pembelajaran Rusman ( 2011: 133 ) Model Pembelajaran memiliki ciri sebagai berikut: 1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para akhli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbet Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis. 2. Mempunyai misi atau tujuan tertentu, misalnya model berfikir induktif, dirancang untuk mengembangkan proses berfikir induktif 3. Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di keklas, misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang 4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan : (1) urutan langkah-langkah pembelajaran ( syntax ); (2) danya prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial; (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan elaksanakan suatu model pembelajaran 5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (1) Dmpak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang. 6. Membuat persiapan mengajar ( desain instruksional ) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran Sebelum menentukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru dalam memilihnya, yaitu: 1. Pertimbangan terhadap tujuan yang hhendak dicapai. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan adalah : a) Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan kompetensi akademik, kepribadian, sosial dan kompetensi vokasional atau yang dulu diistilahkan dengan domain kognitif, afektif dan psikomotorik. b) Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai ? c) Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademik ? 2. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran : a) Apakah materi itu berupa fakta, konsep, hukum atau teori tertentu ? b) Apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan pprasyarat atau tidak ? c) Apakah tersedia bahan atau sumber-sumber yang relevan untuk mempelajari materi itu ? 3. Pertimbangan dari sudut peserta didik atau siswa a) Apakah model pembelajaran tersebut sesuai dengan tingkat kematangan peserta didik ? b) Apakah model pembelajaran sesuai dengan minat, bakat, dan kondisi peserta didik ? c) Apakah model pembelajaran itu sesuai dengan gaya belajar peserta didik ? 4. Pertimbangan lainnya yang bersifat non teknis a) Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu model saja ? b) Apakah model pembelajaran yang kita tetapkan dianggap satu-satunya model yang dapat digunakan ? c) Apakah model pembelajaran itu memiliki nilai efektivitas atau efesiensi ? Muhamad Ali, dalam buku Juknis KTSP ( 2010: 45, Buku IV) mengatakan tidak ada model pembelajaran yang paling efektif untuk semua mata pelajaran atau untuk semua materi. Ciri-ciri model pembelajaran yang baik dalam pengembangannya harus memperhatikan: a. Acuan dasar pengembangan adalah RPP yang dibuat guru dengan fokus: 1) Tujuan pembelajaran 2) Kompleksitas materi ajar 3) Metode pembelajaran, dan alokasi waktu; b. Tujuan pembelajaran tertuang secara eksplisit dalam model; c. Kegiatan yang akan dilakukan peserta didik dalam desain model pembelajaran harus merefleksikan metode pembelajaran yang dituliskan dalam RPP d. Persentasi kegiatan Peserta didik ( belajar ) lebih dominan daripada kegiatan guru e. Eksplorasi,elaborasi, dan konfirmasi terakomodasi secara terpadu dan tersirat dalam rangkaian tahapan model pembelajaran yang dibuat f. Model pembelajaran yang ditata hendaknya sistematis dan mampu menjawab keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran g. Adanya keterlibatan intelektual dan atau emosional peserta didik melalui kegiatan mengalami, menganalisis, berbuat, dan pembentukan sikap. h. Adanya keikutsertaaan peserta didiksecara aktif dan kreatif selama pelaksanaan model pembelajaran i. Guru bertindak sebagai fasilitator, koordinator, mediator, dan motivator kegiatan belajar peserta didik j. Pemilihan alat, media, dan bahan pelajaran harus tepat guna k. Apabila model pembelajaran yang akan diterapkan oleh guru dalam PBM bukan produk sendiri melainkan adopsi atau adaptasi, maka pemilihan model yang akan digunakan harus mempertimbangkan acuan dasar dalam RPP ditambah dengan kesesuaian kondisi peserta didik. Konsep Dasar Model Pembelajaran Kooperatif Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori belajar konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan dimana siswa harus secara individual menemukan dan mmentranspormasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu ( Soejadi dalam Teti Sobari, 2006:15) dalam Rusman ( 2011: 201). Menurut Slavin ( 2007), pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme. Dengan demikian pendidikan hendaknya mampu mengondisikan, dan memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan potensi siswa, menumbukan aktivitas dan daya cipta ( kreativitas ), sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pembelajaran. Pembelajaran kooperatif ( cooperative leaarning ) merupakan bentuk pembelajaran dngan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat hetrogen. Pada hakikatnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam cooperative learning karena mereka beranggapan telah biasa melakukan pembelajaran cooperatve learning dalam bentuk belajar kelompok. Walaupun sebenarnya tidak semua belajar kelompok dikataan cooperative learning, seperti dijelaskan Abdul hak ( 2001: 19-20 ) dalam Rusman ( 2011: 203) bahwa ” pembelajaran koopeartif ” dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemhaman brsama diantara peserta belajar itu sendiri. Pembelajaran kooperatif adalah strategi pebelajaran yang melibatkan partisifasi siswa dalam suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi ( Nurhayati, 2002: 25 ) dalam Rusman ( 2011: 2013). Dalam model ini siswa memiliki dua tanggungjawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan ereka dapat melakukannya seorang diri. Cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelmpok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan ( Sanjaya 2006: 239 ) dalam rusman ( 2011). Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam pembelajaran koooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya ( peerteaching) lebih efektif dadripada oleh guru. Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Terdapat empat hal penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yakni: 1) adanya peserta didik dalam kelompok, 2) adanya aturan main ( role ) dalam kelompok, 3) adanya upaya belajar dalam kelompok, 4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok. Berkenaan dengan pengelompokan siswa dapat ditentukn berdasarkan atas: 1) minat dan bakat siswa, 2) latar belakang kemampuan siswa, 3) perpaduan antara minat dan bakatdan latar kemampuan siswa. Nurhayati ( 2002:25-28) dalam Rusman, mengemukakan lima unsur dasar dalam mmodel coopeerative learning, yaitu: 1) ketergantungan yang positif, 2)pertanggungjawaban individual, 3) kemampuan bersosialisasi, 4) tatap muka, 5) evaluasi proses kelompok. Ketergantungan yang positif adalah suatu bentuk kerjasama yang sangat erat kaitan antara anggota kelompok. Kerjasama ini dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Siswa benar-benar mengerti bahwa kesuksesan kelompok tergantung pada kesuksesan anggotanya. Maksud dari pertanggungjawaban individual adalah kelompok tergantung pada cara belajar perorangan seluruh anggota kelompok. Pertanggungjawaban memfokuskan aktivitas kelompok dalam menjelaskan konsep pada satu orang dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok siap menghadapi aktivitas lain di mana siswa harus menerima tanpa pertolongan anggota kelompok. Kemampuan bersosialisasi adalah sebuah kemampuan bekerjasama yang bisa digunakan dalam aktivitas kelompok. Kelompok tidak berfungsi secara efektif jika siswa tidak memiliki kemampuan bersosialisasi yang dibutuhkan. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberi siswa bentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Guru menjadwalkan waktu bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama lebih efektif. Ada dua komponen pembelajaran kooperatif, yakni: 1) cooperative tesk atau tugas kerjasama dan 2) cooperative incentive structure atau struktur insentif kerjasama. Tugas kerjasama berkenaan dengan suatu hal yang mmenyebabkan anggota kelompok kerja sama dlam menyelesaikan tugas yang telah diberikan. Sedang struktur insentif kerjasana merupakan sesuatu hal yang membangkitkan motivasi siswa untuk melakukan kerjasama dalam rangka mencapai tujuan kelompok tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif adanya upaya peningkatan prestasi belajar siswa ( student achievement ) dampak penyerta, yaitu sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain. Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila : (1) guru menenkankan pentingnya usaha bersama di samping usaha secara individual, (2) guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar, (3) guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri, (4 guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa, (5) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahan berbagai permasalahan. ( Sanjaya, 2006 ) Karakteristik dan Prosedur Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pebelajaran yang lebih menekankan pada proses kerjasama dalam kelompok.. Tujuan yang ingin di capai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi pelajaran, tetapi juga adanuya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas dari cooperative learning. Pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam beberapa perspektif, yaitu: 1) Perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok, 2) Perspektif sosial artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelomok memperoleh keberhasilan, 3) Perspektif perkembangan kognitif artinya denga adanya interaksi antar anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi ( Sanjaya: 2006:242). Adapun karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah : (1) pembelajaran secara tim, (2) Didasrkan pada manajemen kooperatif, (3) Kemauan untuk bekerjasaa, (4) keterampilan bekerjasama. ( Rusman, 2011: 207) Prinsip dan Prosedur Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Roger dan David Johnson ( Lie,2008) dalam Rusman ( 2011: 212) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif ( cooperative learning ), yaitu : 1. Prinsip keterrgantungan positif ( positive interdependensi ) 2. Tanggungjawab perseorangan ( individual accountability) 3. Interaksi tatap muka ( face to face fromotion interaction ) 4. Partisipasi dalam komunikasi ( participation communication ) 5. Evaluasi proses kelompok. Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap: 1. Pennjelasan materi 2. Belajar keklompok 3. Penilain 4. Pengakuan tim ( Rusman, 2011) Model-Model Pembelajaran Cooperatif Learning Saminanto ( 2010 ) menyebutkan beberapa contoh model cooperatif learning, antara lain: 1. Model Pembelajaran Jigsaw 2. Model Pebelajaran STAD ( Student Teams Achievement Devesions ) 3. Model Pembelajaran Mind Maping 4. Model Pembelajaran mencari Pasangan ( Make a Match ) 5. Model Pembelajaran Cooperative Script 6. Model Pembelajaran Kepala Bernomor ( Numbered Heads Togheter ) 7. Model Pembelajaran Pikir Bareng dan Berbagi ( Think Pair and Share ) 8. Model Pembelajaran Kepala Bernomor struktur (Modifikasi Numbered Heads) 9. Model pembelajaran gelundungan Bola Salju (Snow ball Throwing ) 10. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Instruction ) 11. Model Pembelajaran Artikulasi 12. Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) 13. Model Pembelajaran Grup Peneliti ( Group Investigation) 14. Model Pembelajaran Debat ( Debat ) 15. Model Pembelajaran Picture and Picture 16. Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and composition ( CIRC ) 17. Model Pembelajaran TAI ( Team Assisted Individualization/ Team Accelerated Instruction ) 18. Model Pembelajaran Team Group Turnament ( TGT ) 19. Model Pembelajaran Pengajuan Soal (Problem Posing ) 20. Model Pembelajaran dengan pendekatan Konstektual ( Contextual Teaching and Learning ) 21. Model Pembelajaran Berbalik ( Reciprocal Teaching ) 22. Model Pembelajaran Tutor Sebaya Dalam Kelompok kecil 23. Model Pembelajaran Pemecahan Masalah ( Problem Solving ) 24. Model Pembelajaran Quantum ( Quantum Teaching ) 25. Model Pembelajaran dengan Formasi Regu Tembak 26. Model Pembelajaran Telaah Yurisprudensi ( jurisprudential Inquiry) PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN HASIL BELAJAR Wina Sanjaya ( 2009 ) menyatakan bahwa, hasil belajar merupakan salah satu yang dapat menentukan proses belajar. Dengan kata lain, bagaimana seharusnya proses pembelajaran berlangsung, akan sangat ditentukan oleh apa yang hendak dihasilkan. Manakala kriteria keberhasilan belajar siswa diukur dari berapa banyak materi pelajaran yang dapat dikuasai oleh siswa, akan sangat berbeda proses belajar yang dilakukan bila kriteria keberhasilan ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat memanfaatkan segala kemampuan otaknya untuk dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi. Sebenarnya sangat sulit untuk membedakan pengertian hasil belajar dengan prestasi belajar. Akan tetapi ada pula yang mengatakan bahwa hasil belajar berbeda secara prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih panjang, misalnya satu cawu, satu semester dan sebagainya. Sedangkan prestasi belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu pokok bahasan, satu kali ulangan harian dan sebagainya. Howard L.Kingsley ( dalam Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991) menyatakan sebagai berikut” Learning is the process by which behavior ( in the broader sense ) is originated or changed through practice or training “ ( belajar adalah proses dimana tingkah laku ( dalam arti luas ) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno ( dalam buku Strategi Belajar Mengajar, 2007), mengatakan keberhasilan belajar bukanlah yang berdiri sendiri, melainkan banyak yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Berbagai faktor dimaksud diantaranya adalah tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, dan evaluasi. 1) Tujuan Tujuan merupakan muara dan pangkal dari proses belajar mengajar. Oleh karena itu, tujuan menjadi pedoman arah dan sekaligus sebagai suasana yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Kepastian proses belajar mengajar berpangkal tolak dari jelas tidaknya perumusan tujuan pengajaran. Semakin jelas dan operasional tujuan yang akan dicapai, maka semakin mudah menentukan alat dan cara mencapainya, dan sebaliknya. 2) Guru Performance guru dalam mengajar banyak dipengaruhi berbagai faktor seperti tipe kepribadian, latar belakang pendidik, pengalaman dan yang tak kalah pentingnya berkaitan dengan pandangan filosofis guru terhadap murid. Pandangan guru terhadap murid mempengaruhi kegiatan mengajar guru di kelas. Guru yang memandang anak sebagai makhluk individual yang tidak memiliki kemampuan atau laksana kertas kososng akan banyak menggunakan pendekatan metode yang teacher-centered, bukan pendekatan yang student- centered. Pendekatan ini sering disebut sebagai pouring-in, penuangan terhadap sesuatu dengan segala sesuatu. 3) Peserta Didik Peserta didik dengan segala perbedaannya seperti motivasi, minat, bakat, perhatian, harapan, latar belakang sosio-kultural, tradisi keluarga, menyatu dalam sebuah sistem belajar di kelas. Perbedaan-perbedaan inilah yang wajib dikelola, diorganisir guru, untuk mencapai proses pembelajaran yang optimal. Apabila guru tidak memiliki kecermatan dan keterampilan dalam mengelola perbedaan-perbedaan potensi peserta didik maka proses pembelajaran sulit mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. 4) Kegiatan Pengajaran Pola umum kegiatan pengajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dengan peserta didik dengan bahan sebagai perantaranya. Guru yang menciptakana lingkungan belajar yang baik maka kepentingan belajar anak didik terpenuhi. Peserta didik merupakan subyek belajar yang memasuki atmosfir suasana belajar yang diciptakan guru. Oleh karena itu guru dengan gaya mengajarnya berusaha memmpengaruhi gaya dan cara belajar anak didik. 5) Evaluasi Evaluasi mempunyai cakupan bukan saja pada bahan ajar, tetapi pada keseluruhan proses belajar mengajar, bahkan pada alat dan bentuk evaluasi itu sendiri. Artinya evaluasi yang dilakukan sudah benar-benar mengevaluasi tujaun yang telah ditetapkan, bahkan yang telah diajarkan dan proses yang dilakukan. Evaluasi yang valid ( sahih ) bukan saja memberikan informasi prestasi siswa dalam mencapai tujuan twtapi memberikan umpan balik terhadap proses pembelajaran secara keseluruhan. Pengertian hasil belajar ialah perubahan perilaku individu. Individu akan memperoleh perilaku yang baru, menetap, fungsional, positif, disadari dan sebagainya. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran ialah perilaku secara keseluruhan yang mencakup aspek kognitif, afektif, konatif dan motorik. Benyamin Bloom menyebutkan ada tiga kawasan perilaku sebagai hasil pembelajaran yaitu : Kognitif, Afektif dan Psikomotor. Bloom, dalam Arikunto,(1992: 112). Menurut Gagne ( dalam Saminanto, 2010), perubahan perilaku yang merupakan hasil beljar dapat berbentuk: 1) Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya. 2) Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya deengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: Penggunaaan simbol matematika.Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan ( discrimination ), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Keterampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah. 3) Strategi Kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam kontes proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada proses pemikiran. 4) Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, di dalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak. 5) Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik. Hasil belajar adalah segala kemampuan yang dapat dicapai Peserta didik melalui proses belajar yang berupa pemahaman dan penerapan pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi Peserta didik dalam kehidupannya sehari-hari serta sikap dan cara berpikir kritis dan kreatif dalam rangka mewujudkan manusia yang berkualitas, bertanggung jawab bagi diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara serta bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk meningkatkan hasil belajar, dalam pembelajarannya harus menarik sehingga Peserta didik termotivasi untuk belajar. Diperlukan model pembelajara interaktif dimana Pendidik lebih banyak memberikan peran kepada Peserta didik sebagai subjek belajar, Pendidik mengutamakan proses daripada hasil. Pendidik merancang proses belajar mengajar yang melibatkan Peserta didik secara integratif dan komprehensif pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga tercapai hasil belajar. Agar hasil belajar meningkat diperlukan situasi, cara dan strategi pembelajaran yang tepat untuk melibatkan Peserta didik secara aktif baik pikiran, pendengaran, penglihatan, dan psikomotor dalam proses belajar mengajar. Adapun pembelajaran yang tepat untuk melibatkan Peserta didik secara totalitas adalah pembelajaran dengan pendekatan Cooperative learning. Siahaan ( 2005:2 ) dalam Rusman ( 2011:205) mengutarakan lima unsur esensial yang ditekankan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) saling ketergantungan yang positif, (2) Interaksi berhadapan, (3) tanggungjawab indiviu, (4) keterampilan sosial, (5) Terjadinya proses dalam kelompok. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak diguanakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para akhli pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh Slavin ( 1995 ) dinyatakan bahwa : 1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, 2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berfikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dengan alasan tersebut strategi pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. Pembelajaran yang baik dan berkualitas niscaya akan mampu secara efektiv meningkatkan prestasi dan hasil belajar peserta didik. KESIMPULAN Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran, seperti faktor internal dan faktor eksternal peserta didik. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik itu sendiri sedang faktor eksternal adalah faktor diluar peserta didik, seperti : faktor tujuan, guru, kegiatan pengajaran, dan evaluasi. Pembelajaran yang mengutamakan penguasaan kompetensi harus berpusat pada peserta didik (Focus on Learners), memberikan pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual dalam kehidupan nyata (provide relevant and contextualized subject matter) dan mengembangkan mental yang kaya dan kuat pada peserta didik. Disinilah pendidik dituntut untuk merancang kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan kompetensi, baik dalam ranah kognitif, ranah afektif maupun psikomotorik peserta didik. Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan penciptaan suasana yang menyenangkan sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. Pembelajaran kooperatif adalah satu alternatif untuk mendorong partisipasi aktif peserta didik dalam belajar. Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa keunggulan seperti: mampu meningkatan prestasi hasil belajar, sikap kerjasama dan toleransi, mempererat hubungan sosial dan rasa tanggungjawab peserta didk. Karena itu disarankan kepada para pendidik untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif dalam kegiatan belajar-mengajar, karena model ini mampu meningkatkan aktifitas dan efektivitas hasil belajar peserta didik. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono, 1991, Psikologi Belajar, Jakarta, penerbit Rineka Cipta, Arikunto, Suharsimi, 1992, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara Fathurrohman, Pupuh dan M.Sobry Sutikno, 2007, Strategi Belajar Mengajar, Bandung, PT.Refika Aditama Ibrahim, H. Muslimin. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press Kemendiknas, 2010, Petunjuk teknis KTSP, Buku IV, Jakarta, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan SMA Nurhadi, 2005, Pembelajaran Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning / CTL ) dan Penerapannya dalam KBK, Malang, Universitas Negeri Malang Rusman, 2011, Model-model Pembelajaran, Mengembangkan Profesionalisme Guru, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada Saminanto, 2010, Ayo Praktek PTK, Semarang, Rasail Media Group Sanjaya, Wina, 2009, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta, Kencana Perdana Media Group UURI N0. 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional Yahya, Yudrik, 2003. Wawasan Kependidikan, Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional, direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Tenaga Kependidikan KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA PROGRAM PASCA SARJANA Jl. Raya Jakarta Km. 04 Pakupatan Serang Telp.( 0254)280330 Fax.281254 MAKALAH PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN IMPLIKASINYA PADA PENINGKATAN EFEKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR Disusun Oleh: Kelompok 6 Kelas D 1. Toto Purwanto 2. Sutarno 3. Euis Yunia Nurbania NIM: 2321120142 NIM: 2321120134 NIM: 2321120126 Disampaikan Sebagai Tugas Kelompok Mata Kuliah ORIENTASI BARU DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN Program Pasca Sarjana UNTIRTA 2012