perbedaan kualitas hidup terapi kombinasi gliklazid

advertisement
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
PERBEDAAN KUALITAS HIDUP TERAPI KOMBINASI GLIKLAZIDMETFORMIN DIBANDINGKAN GLIKLAZID-AKARBOSE PADA PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN
Aji Tetuko1), Diesty Anita Nugraheni2)
Program Studi S1 Farmasi, Stikes Muhammadiyah Kudus
Email: [email protected]
2
Program Studi Profesi Apoteker, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Email: [email protected]
1
ABSTRAK
Diabetes melitus merupakan suatu gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang
ditandai dengan tingginya kadar gula darah. Diabetes secara signifikan dapat meningkatkan
risiko seseorang mempunyai komplikasi. Komplikasi tersebut menyebabkan ketidakmampuan
tubuh yang akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui perbedaan kualitas hidup penggunaan kombinasi gliklazid-metformin dibandingkan
gliklazid-akarbose pada pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di RSUD Wirosaban
Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif non-eksperimental dengan
rancangan studi cross sectional. Data merupakan concurent data, dengan pengambilan sampel
menggunakan teknik accidental sampling. Subyek penelitian adalah pasien DM tipe 2 rawat
jalan di RSUD Wirosaban Yogyakarta, yang telah menggunakan kombinasi gliklazid-metformin
atau gliklazid-akarbose minimal tiga bulan terapi sebelum pengukuran kualitas hidup. Sampel
yang digunakan berjumlah 77 pasien, terdiri dari 50 pasien yang menggunakan kombinasi
gliklazid-metformin dan 27 pasien yang menggunakan kombinasi gliklazid-akarbose. Parameter
yang dinilai yaitu pencapaian nilai kualitas hidup pasien yang diukur dengan kuesioner
DQLCTQ meliputi domain fungsi fisik, energi, tekanan kesehatan, kesehatan mental, kepuasan
pribadi, kepuasan pengobatan, efek pengobatan, dan frekuensi gejala. Hasil pengukuran kualitas
hidup menunjukkan kelompok gliklazid-metformin dan gliklazid-akarbose mempunyai
pencapaian nilai kualitas hidup berurutan sebesar 69,17 dan 68,34. Walaupun mempunyai nilai
yang berbeda, namun kualitas hidup kelompok gliklazid-metformin dan gliklazid-akarbose tidak
berbeda bermakna secara statistik pada semua domain (p>0,05).
Kata Kunci
: DM tipe 2, kombinasi gliklazid-metformin, kombinasi gliklazid-akarbose,
kualitas hidup
penduduk. Hasil survei tersebut membuktikan
1. PENDAHULUAN
Diabetes merupakan penyakit kronis yang bahwa penyakit diabetes melitus merupakan
terjadi ketika pankreas tidak dapat masalah kesehatan masyarakat yang sangat
memproduksi insulin dalam jumlah yang serius. Di Indonesia masalah ini sudah
cukup, atau ketika tubuh tidak menggunakan menjadi masalah kesehatan masyarakat,
insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin karena prevalensinya yang meningkat yaitu 2adalah hormon yang mengatur gula darah. 3 kali lebih cepat dari negara maju. Hasil yang
Hiperglikemia, atau peningkatan gula darah, tidak jauh berbeda dengan penelitian WHO
adalah efek umum diabetes tak terkendali dan juga ditemukan pada penelitian yang
dapat menimbulkan kerusakan serius pada dilakukan Departemen Kesehatan, didapatkan
beberapa sistem tubuh khususnya sistem saraf bahwa prevalensi diabetes sebesar 12,7% dari
seluruh penduduk. Selain itu, penyakit ini
dan peredaran darah (Anonim, 2006a).
Menurut survei yang dilakukan oleh hampir selalu disertai dengan komplikasi
WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 akibat adanya disfungsi vaskuler. Data
terbesar dalam jumlah penderita diabetes Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa
melitus dengan prevalensi 8,6% dari total jumlah pasien penyakit DM rawat inap
1392
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
maupun rawat jalan di Rumah Sakit
menempati urutan pertama dari seluruh
penyakit endokrin. Organisasi yang peduli
terhadap permasalahan Diabetes, Diabetic
Federation, mengestimasikan bahwa jumlah
penderita diabetes melitus pada tahun 2001
sebanyak 5,6 juta untuk usia di atas 20 tahun,
dan diperkirakan akan meningkat menjadi 8,2
juta pada tahun 2020 bila tidak dilakukan
upaya perubahan pola hidup sehat para
penderita. Dari semua pasien diabetes, 8595% pasien adalah penderita diabetes melitus
tipe 2 (Anonim, 2005).
Penelitian epidemiologi menunjukkan
adanya kecenderungan peningkatan angka
insiden dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai
penjuru dunia. WHO memprediksi adanya
peningkatan jumlah penyandang diabetes
yang cukup besar untuk tahun-tahun
mendatang.
Untuk
Indonesia,
WHO
memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4
juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta
pada tahun 2030. Laporan dari hasil penelitian
di berbagai daerah di Indonesia pada dekade
1980 menunjukkan sebaran prevalensi DM
tipe-2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai
6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil
penelitian pada era 2000 menunjukkan
peningkatan prevalensi yang sangat tajam.
Penelitian di Jakarta (daerah urban) dari
prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi
5,7% pada tahun 1993 dan kemudian menjadi
12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban
Jakarta. Berdasarkan pola pertambahan
penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti
akan ada 194 juta penduduk yang berusia di
atas 20 tahun, dan dengan asumsi prevalensi
DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%)
maka diperkirakan terdapat 12 juta
penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1
juta di daerah rural. Suatu jumlah yang sangat
besar dan merupakan beban yang sangat berat
untuk dapat ditangani tenaga kesehatan yang
ada. Mengingat bahwa DM akan memberikan
dampak terhadap kualitas sumber daya
manusia dan peningkatan biaya kesehatan
yang cukup besar, semua pihak, baik
masyarakat maupun pemerintah, seharusnya
ikut serta dalam usaha penanggulangan DM,
khususnya dalam upaya pencegahan DM
(Anonim, 2006c).
UAD, Yogyakarta
Sulfonilurea telah digunakan untuk
diabetes tipe 2 selama lebih dari 50 tahun dan
masih menjadi kelas utama antidiabetika oral.
Penyebabnya, selain lebih dikenal dan
kebiasaan, antara lain mudah dalam cara
pemberian (tablet sekali sehari), efektif untuk
pasien yang baru terdiagnosis, sedikit efek
samping selain hipoglikemia, dan harganya
yang murah. Antidiabetika oral yan golongan
sulfonilurea meliputi klorpropamid, glipizid,
gliklazid, glimepirid, dan glibenklamid
(gliburid) (Lee dan Chou, 2003).
Banyak pasien dengan diabetes tipe 2
tidak dapat mencapai target terapi menurut
rekomendasi American Diabetes Association
(ADA), yaitu kadar hemoglobin A1C
(HbA1C) dibawah 7% dengan monoterapi
antidiabetika oral (Garber et al., 2003).
Akarbose atau metformin efektif digunakan
sebagai kombinasi terapi dengan sulfonilurea
pada pasien NIDDM (Non-Insulin-Dependent
Diabetes Mellitus) yang tidak terkendali kadar
gula darahnya dengan monoterapi sulfonilurea
(Bayraktar et al., 1996). Kombinasi yang
umum adalah antara golongan sulfonilurea
dengan
biguanida.
Sulfonilurea
akan
mengawali dengan merangsang sekresi
pankreas yang memberikan kesempatan untuk
senyawa biguanida bekerja efektif. Kedua
golongan obat hipoglikemik oral ini memiliki
efek terhadap sensitivitas reseptor insulin,
sehingga kombinasi keduanya mempunyai
efek
saling
menunjang.
Pengalaman
menunjukkan bahwa kombinasi kedua
golongan ini dapat efektif pada banyak
penderita diabetes yang sebelumnya tidak
bermanfaat bila dipakai sendiri-sendiri
(Anonim, 2006b). Penelitian yang dilakukan
oleh Johnson et al. (2002) menyatakan bahwa
metformin secara monoterapi maupun
penggunaannya
bersama
sulfonilurea
menurunkan
faktor
risiko
penyakit
kardiovaskuler dibandingkan penggunaan
sulfonilurea secara monoterapi.
Kombinasi antidiabetika oral lain
yang umum digunakan yaitu kombinasi
golongan sulfonilurea dengan α-glukosidase
inhibitor (akarbose). Dalam kombinasi dengan
sulfonilurea, efek antihiperglikemia akarbose
lebih intensif dengan adanya aksi independen
dari sulfonilurea di sel β. Kombinasi
1393
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
sulfonilurea dan akarbose lebih efektif
dibandingkan monoterapi, karena aksi
pengobatan yang aditif dari keduanya,
sehingga dosis sulfonilurea dapat dikurangi
(Oktay et al.,1996). Menurut penelitian dari
Wagner et al. (2006) pemberian akarbose dan
peningkatan latihan fisik dapat memperbaiki
kontrol glikemia, terutama kadar gula darah
post prandial. Obat yang efektif dalam
menjaga kadar gula darah dapat mencegah
komplikasi akibat diabetes melitus (Anonim,
2006b).
Diabetes merupakan penyakit kronik
yang
berpotensi
mempengaruhi
baik
morbiditas maupun mortalitas. Diabetes juga
mempunyai pengaruh besar pada aktivitas
seseorang. Pengaruh diabetes pada harapan
hidup ditentukan dengan health-adjusted life
expectancy (HALE) dan health-related quality
of life (HRQOL). Sebuah penelitian yang
dilakukan di Kanada menyebutkan bahwa
harapan hidup pasien diabetes adalah 64,7 dan
70,7 tahun untuk pria dan wanita, lebih kecil
12,8 dan 12,2 tahun dari pria dan wanita tanpa
diabetes. HALE yang diperoleh sebesar 58,3
tahun untuk pria dan 62,7 tahun untuk wanita,
lebih kecil 11,9 and 10,7 tahun dari pria dan
wanita tanpa diabetes. Pengelolaan diabetes
dapat meningkatkan harapan hidup pasien
sebanyak 2,8 tahun untuk pria, dan 2,6 tahun
untuk wanita, sedangkan HALE meningkat
sebesar 2,7 dan 3,2 tahun masing-masing
untuk pria dan wanita (Manuel dan Schultz,
2004).Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian untuk memlihst perbedaan kuslitas
hidup
kombinasi
gliklazid-metformin
dibandingkan gliklazid-akarbose berdasarkan
perspektif rumah sakit. Memandang latar
belakan ysngg ada, permasalahan yang akan
diteliti adalah apakah terdapat perbedaan
kualitas hidup terapi kombinasi gliklazidmetformin dibandingkan gliklazid-akarbose
pada pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan
2. KAJIAN LITERATUR DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Diabetes melitus merupakan penyakit
kronis yang membutuhkan perawatan medis
secara terus menerus untuk mencegah
terjadinya komplikasi akut dan mengurangi
risiko komplikasi jangka panjang. Kriteria
UAD, Yogyakarta
diagnosis DM dapat ditentukan dari gejala
diabetes ditambah gula darah puasa (GDP) ≥
126 mg/dl, dan glukosa plasma 2 jam setelah
makan (GDPP) ≥ 200 mg/dl. (Triplitt et al.,
2005). Perlu dilakukan pengendalian gula
darah dengan tatalaksana terapi yang tepat
untuk mencegah komplikasi akibat penyakit
diabetes melitus, yaitu dengan terapi
nonfarmakologi berupa diet dan latihan fisik,
dan/ atau terapi farmakologi berupa
antidiabetika oral dan/ atau insulin. Akarbose
atau metformin efektif digunakan sebagai
kombinasi terapi dengan sulfonilurea pada
pasien NIDDM (Non-Insulin-Dependent
Diabetes Mellitus) yang tidak terkendali kadar
gula
darahnya
dengan
monoterapi
sulfonilurea. Sesuai algoritme terapi Texas
Diabetes Council, jika kadar gula darah tidak
mencapai target terapi setelah 3 bulan maka
direkomendasikan untuk diberikan kombinasi
sulfonilurea dan biguanid, atau menggunakan
alternatif terapi kombinasi sulfonilurea dan
akarbose. Sulfonilurea akan mengawali
dengan merangsang sekresi pankreas yang
memberikan kesempatan untuk senyawa
biguanida bekerja efektif. Sulfonilurea
maupun biguanida memiliki efek terhadap
sensitivitas reseptor insulin, sehingga
kombinasi keduanya mempunyai efek saling
menunjang. Kombinasi sulfonilurea dan
akarbose
lebih
efektif
dibandingkan
monoterapi, karena aksi pengobatan yang
aditif dari keduanya (Triplitt et al., 2005).
Pascual et al. (1995) menyimpulkan bahwa
kombinasi metformin dan sulfonilurea
memberikan kontrol glikemik lebih baik
dibandingkan kombinasi akarbose dan
sulfonilurea.
Kualitas hidup adalah persepsi individu
terhadap fungsi fisik, mental, dan sosial.
Empat domain kualitas hidup yang utama
yaitu
status
fisik
dan
kemampuan
melaksanakan fungsi; status psikologik dan
kesehatan; interaksi sosial; serta status dan
faktor ekonomi serta pekerjaan (Cramer dan
Spilker, 1998). Setiap domain diukur dalam 2
dimensi. Pertama, pengukuran fungsi atau
status sehat yang bersifat obyektif. Kedua,
persepsi sehat yang bersifat subyektif (Levine
dan Croog, 1993).Pemilihan instrumen
pengukuran kualitas hidup berdasarkan atas
1394
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
jenis penyakit, desain terapi intervensi, dan
pertimbangan praktis metode pengukuran
(Wenger et al., 1984).
Instrumen Quality of Life (QOL)
digunakan pada pasien diabetes sebagai salah
satu cara pengelolaan penyakit yang terkait
dengan outcome humanistik. Banyak literatur
yang membahas QOL spesifik pada pasien
diabetes. Instrumen yang biasa digunakan
untuk mengukur kualitas hidup pada penderita
diabetes diantaranya adalah DQOL (Diabetes
Quality of Life Measure), DQLCTQ-R (Diabetes
Quality of Life Clinical Trial QuestionnaireRevised), DMH (Diabetes Melitus History), DIMS
(Diabetes Impact Measurement Scales), DCP
(Diabetes Care Profile), dan D-39 (Diabetes-39)
(Wildes et al., 2007).
Diabetes melitus merupakan penyakit
kronis yang harus dikendalikan untuk
mencegah
ketidakmampuan
fisik dan
komplikasi akut. Terapi yang diberikan akan
mempengaruhi kualitas hidup dan domaindomainnya. Terapi yang diberikan kepada
pasien DM tipe 2 dapat mengurangi tanda dan
gejala yang muncul sehingga dapat
memberikan keuntungan klinik yang pada
akhirnya meningkatkan kualitas hidup melalui
delapan domain yang diukur dalam penelitian
(Cramer dan Spilker, 1998). Kotsanos et al.
(1997) menyatakan bahwa kualitas hidup
yang rendah dan status psikologis bisa
mempengaruhi kontrol metabolisme. Shen et
al. (1999) mengungkapkan bahwa kualitas
hidup yang rendah akan mengganggu kontrol
metabolisme sistem endokrin manusia.
Berdasarkan
kajian
literatur
tersebut
dirumuskan hipotesis penelitian yaitu terdapat
perbedaan nilai kualitas hidup antara terapi
kombinasi gliklazid-metformin dibandingkan
kombinasi
gliklazid-akarbose.
Hipotesis
statistik yang digunakan yaitu:
Ho : Nilai kualitas hidup gliklazid-metformin
dan gliklazid-akarbose adalah sama
Ha : Nilai kualitas hidup gliklazid-metformin
dan gliklazid-akarbose adalah berbeda
3. METODE PENELITIAN
Penelitian
merupakan
penelitian
observasional deskriptif dengan rancangan
penelitian cross sectional. Subyek penelitian
adalah pasien yang sesuai dengan kriteria
yang telah ditentukan. Pengambilan sampel
UAD, Yogyakarta
dilakukan dengan teknik accidental sampling,
yaitu semua pasien yang bertemu dengan
peneliti dan sesuai kriteria subyek penelitian
dapat diambil menjadi subyek penelitian.
Sampel yang diambil tidak dibatasi jumlahnya
akan tetapi dibatasi waktu pengambilan
sampel yaitu 1 bulan. Kriteria subyek
penelitian yaitu:
1) Pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD
Kota
Yogyakarta,
yang
telah
menggunakan
kombinasi
gliklazidmetformin
atau
gliklazid-akarbose
minimal tiga bulan terapi sebelum
pengukuran kualitas hidup
2) Bersedia mengisi kuesioner DQLCTQ
3) Data Rekam Medik lengkap
Bahan dan sumber data dalam penelitian
ini diperoleh dari rekam medik, dan hasil
kuesioner pada pasien diabetes melitus tipe 2
rawat jalan yang mendapatkan kombinasi
gliklazid-metformin atau gliklazid-akarbose di
RSUD Kota Yogyakarta. Alat penelitian yang
digunakan adalah lembar pengumpul data,
lembar kuesioner Diabetes Quality of Life
Clinical Trial Quessionnaire (DQLCTQ),
lembar skoring DQLCTQ. Tempat penelitian
adalah di RSUD Kota Yogyakarta.
Pengambilan data dilakukan secara
concurent menggunakan kuesioner Diabetes
Quality of Life Clinical Trial Quessionnaire
(DQLCTQ) untuk mengetahui kualitas hidup
pasien. Pasien yang menggunakan kombinasi
gliklazid-metformin atau gliklazid-akarbose
yang periksa di RSUD Kota Yogyakarta pada
saat observasi, diminta kesediannya untuk
mengisi kuesioner.
Definisi operasional variabel penelitian
yang dimaksud adalah sebagai berikut
1) Pasien adalah pasien diabetes melitus tipe
2 rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta
yang menggunakan kombinasi gliklazidmetformin atau gliklazid-akarbose sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan.
2) Diabetes melitus tipe 2 adalah hasil
diagnosis dokter yang tercantum dalam
rekam medik.
3) Kualitas hidup adalah rata-rata nilai
kemampuan seseorang untuk melakukan
fungsi hidupnya secara normal di
masyarakat menurut persepsinya sendiri,
yang diukur dengan kuesioner DQLCTQ
1395
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
meliputi domain fungsi fisik, energi, bulan
sebelum
pengukuran
kualitas
tekanan kesehatan, kesehatan mental, hidup.hasli analisis dapat dilihat pada tabel 1.
kepuasan pribadi, kepuasan pengobatan,
Tabel 1. Baseline Demografi dan Karakteristik
efek pengobatan, dan frekuensi gejala.
Pasien DM tipe 2 Rawat Jalan di RSUD
Teknis analsis yang digunakan yaitu
KotaYogyakarta
dengan analisis perbedaan terhadap kualitas
Gliklazid- Gliklazidhidup pasien diabetes melitus yang
Metformin Akarbose
menggunakan kombinasi gliklazid-metformin Karakteristik
p
Jumlah
Jumlah
atau
gliklazid-akarbose
yaitu
dengan
(%)
(%)
Independent Sample T-Test. SebelumnyaJenis Kelamin
dilakukan
uji
kenormalan
distribusi Laki-laki
13 (26)
10 (37)
0,313
menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan Perempuan
37 (74)
17 (63)
taraf kepercayaan 95%. Data terdistribusiUsia
normal dapat dianalisis dengan menggunakan 20-39 tahun
3 (6,0)
0,104
12 (24)
4 (14,8)
Independent Sample T-Test dan Paired 40-54 tahun
22 (44)
9 (33,33)
Sample T-Test dengan taraf kepercayaan 95%. 55-64 tahun
>65
tahun
13
(26)
14 (51,9)
Apabila data tidak terdistribusi normal dapat
Durasi
DM
dianalisis dengan menggunakan analisis
39 (78)
12 (44,4) 0,003**
nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney ≤ 5 tahun
> 5 tahun
11 (22)
15 (55,6)
dengan taraf kepercayaan 95%. PenilaianKomplikasi
kualitas hidup dilakukan dengan perhitungan Tanpa komplikasi
37 (74)
25 (80,6)
0,493
skor DQLCTQ menurut cara perhitungan skor Dengan komplikasi
13 (26)
6 (19,4)
DQLCTQ dari Health Services DepartmentPendidikan
University of Washington untuk masing- Tidak tamat SD
5 (10)
1 (3,7)
0,340
Tamat SD
5 (10)
3 (11,1)
masing domain (Hartati, 2003)
14 (28)
5 (18,5)
Selain itu dilakuakan analisis deskriptif Tamat SMP
13 (26)
13 (48,1)
untuk mengetahui gambaran subyek penelitian Tamat SMA
9 (18)
2 (7,4)
meliputi persentase jenis kelamin, persentase Diploma
S1/S2
4 (8,0)
3 (11,1)
usia, persentase durasi DM, dan persentase
Pekerjaan
komplikasi DM. Data demografi dan PNS
13 (26)
6 (22,22) 0,852
karakteristik pasien dianalisis menggunakan Pegawai swasta
3 (6,0)
2 (7,4)
crosstabs.
Wiraswasta/dagang
1 (2,0)
1 (3,7)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Buruh
Ibu rumah tangga
Pensiunan
1 (2,0)
24 (48)
8 (16)
11 (40,7)
7 (25,9)
Penelitian ini melibatkan 77 pasien DM
tipe 2 rawat jalan yang menggunakanDiet
36 (72)
16 (59,3)
0,255
antidiabetika oral terdiri dari 50 pasien Ya
Tidak
14 (28)
11 (40,7)
menggunakan kombinasi gliklazid dengan
Olahraga
metformin dan 27 pasien menggunakan Ya
39 (78)
17 (63)
0,157
kombinasi gliklazid dengan akarbose. Subyek Tidak
11 (22)
10 (37)
penelitian, minimal selama 3 bulan sebelumKepatuhan minum obat
pengukuran kualitas hidup pasien. Beberapa Ya
50 (100)
26 (96,3)
0,171
faktor demografi dapat mempengaruhi nilai Tidak
1 (3,7)
kualitas hidup, sehingga seharusnya dapatKadar GDP*)
137,90 ±
164,19 ± 0,018**
dikontrol ketika membandingkan antar Rata-rata±SD
42,36
50,64
kelompok. Beberapa faktor demografi
*)
Kadar
GDPP
tersebut adalah jenis kelamin, umur, durasi
217,16 ±
225,44 ±
0,649
DM, komplikasi DM, pendidikan, pekerjaan, Rata-rata±SD
78,71
70,29
diet, olahraga atau aktivitas fisik, kepatuhan Keterangan: Uji Chi-square p<0,05; *) Uji Independent sample
minum obat, serta kadar GDP dan GDPP t-test
pasien pada saat baseline. Baseline adalah tiga
1396
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Insidensi DM tipe 2 di Amerika Serikat
lebih umum terjadi pada perempuan
dibandingkan laki-laki (Triplitt et al., 2005).
Sedangkan hasil penelitian (tabel I)
menunjukkan jumlah perempuan lebih besar
(70,1%) daripada laki-laki (29,9%) Data
tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Isley dan Oki (2005) bahwa
prevalensi perempuan yang menderita
diabetes melitus tipe 2 sedikit lebih tinggi dari
pada laki-laki. Laki-laki maupun perempuan
memiliki signifikansi atau kesempatan yang
sama untuk menderita penyakit diabetes
melitus tipe 2. American Diabetes Association
menyatakan bahwa jenis kelamin tertentu
bukan merupakan faktor risiko terjadinya
diabetes melitus tipe 2 (Anonim, 2007).
Faktor risiko diabetes melitus tipe 2 antara
lain orang yang berusia lebih dari 40 tahun,
orang yang mengalami kelebihan berat badan
atau obesitas, riwayat keluarga yang
menderita DM, orang yang pernah mengalami
diabetes gestasional, dan pernah melahirkan
bayi dengan berat lebih dari 4 kg (Watkins,
2003).
Tabel I menunjukkan bahwa pada
kelompok usia tua (55-64) mempunyai jumlah
pasien DM tipe 2 yang paling tinggi (40,3%).
Penelitian yang dilakukan Triplitt et al. (2005)
bahwa lansia (>65 tahun) dan orang dewasa
memiliki insidensi DM tipe 2 lebih banyak
dibandingkan remaja. Penuaan mempengaruhi
banyak hormon yang mengatur metabolisme,
reproduksi, dan fungsi tubuh lain. Penuaan
mengurangi sensitivitas sel beta pankreas
terhadap glukosa dan menunda pengambilan
glukosa yang di mediasi oleh insulin.
Resistensi insulin pada penuaan terkait
dengan kerusakan pada post reseptor (Triplitt
et al., 2005).
Durasi
penyakit
diabetes
melitus
menunjukkan berapa lama pasien tersebut
menderita DM tipe 2 sejak ditegakkan
diagnosis penyakit diabetes melitus tipe 2.
Durasi DM dikaitkan dengan risiko terjadinya
komplikasi DM. Faktor utama pencetus
komplikasi pada pasien diabetes adalah durasi
dan tingkat keparahan diabetes (Anonim,
2006b). Subyek penelitian dikelompokkan ke
dalam dua kelompok durasi DM, yaitu ≤5
tahun dan >5 tahun. Tabel I menunjukkan
UAD, Yogyakarta
bahwa persentase durasi DM pada kelompok
gliklazid-metformin lebih banyak pada durasi
≤5 tahun, sedangkan kelompok gliklazidakarbose pada rentang durasi >5 tahun.
Pasien DM tipe 2 dengan durasi
diabetes yang singkat namun gula darah tidak
terkontrol dengan baik akan lebih berbahaya
daripada pasien DM tipe 2 dengan durasi yang
lama namun memiliki kontrol glikemia yang
baik. Hal ini terkait dengan terjadinya
perkembangan ke arah komplikasi akibat
diabetes melitus (Anonim, 2006b). Tabel 2
menunjukkan sebagian besar pasien (77,5%)
tidak mengalami komplikasi atau hanya
terdiagnosis DM tipe 2 saja. Komplikasi yang
paling banyak dialami oleh pasien DM tipe 2
pada penelitian ini yaitu hipertensi sebanyak
12,5%. Sebanyak 40% pasien yang
mengalami komplikasi hipertensi, merupakan
pasien dalam durasi DM ≤5 tahun.
Tabel 2. Karakteristik Pasien Berdasarkan
Komplikasi
Komplikasi
Persentase
Jumlah
(%)
Tanpa komplikasi
62
77,5
Hipertensi
10
12,5
Penyakit jantung
3
3,75
Dislipidemia
3
3,75
Neuropati
1
1,25
Ulkus
1
1,25
Total
80
100,0
Sebanyak 20% hingga 60% pasien dengan
diabetes melitus tipe 2 akan berkembang
menjadi penderita hipertensi, tergantung usia,
etnik, dan obesitas. Komplikasi hipertensi
terjadi karena keadaan hiperglikemia dapat
menyebabkan viskositas darah meningkat.
Oleh karena itu, aliran darah menjadi
terganggu dan dapat menyebabkan hipertensi
(Triplitt et al., 2005).
Kualitas hidup
Kualitas hidup terukur dari fungsi fisik
dan sosial, serta perasaan sehat fisik dan
mental. Beberapa faktor demografi dan
psikososial dapat mempengaruhi kualitas
hidup, sehingga seharusnya dapat dikontrol
ketika membandingkan antar kelompok
(Rubin dan Peyrot, 1999). Penelitian Trief
(2007) menunjukkan bahwa durasi penyakit
DM tipe 2 secara negatif mempengaruhi
kesehatan mental. Domain kesehatan mental
1397
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
dipengaruhi durasi dalam hal depresi dan
berhubungan dengan peningkatan risiko
komplikasi. Kesehatan mental yang menurun
akan mengakibatkan kurangnya manajemen
diri seperti meningkatnya asupan makanan
dan alkohol, kurangnya olahraga, mengurangi
kepatuhan dalam pengobatan, dan tidak
melaksanakan modifikasi gaya hidup untuk
penderita DM. Hal ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rubin dan
Peyrot (1999) bahwa durasi dan tipe diabetes
tidak secara tetap berhubungan dengan
kualitas hidup, demikian pula penelitian yang
dilakukan oleh Hartati (2003) yang
menyatakan bahwa lama menderita DM tidak
berpengaruh terhadap kualitas hidup.
Hasil
penelitian
pada
tabel
3
menunjukkan terdapat perbedaan bermakna
kualitas hidup diantara kedua rentang durasi
DM yaitu pada domain kepuasan pribadi dan
kepuasan pengobatan, dimana nilai tertinggi
pada kelompok durasi ≤5 tahun. Hal ini
berarti durasi DM mempengaruhi kepuasan
pasien dalam kehidupan pribadinya dan
kepuasan pengobatan yang mencakup
pengendalian diabetes, kepuasan pengobatan
selama 4 minggu terakhir, serta harapan
terhadap pengobatan selanjutnya. Durasi DM
tidak mempengaruhi kesehatan mental pada
penelitian ini dengan nilai signifikansi >0,05.
Hal ini berbeda dengan penelitian Trief (2007)
yang menyatakan bahwa durasi penyakit DM
tipe 2 mempengaruhi kesehatan mental.
Tabel 3. Nilai Kualitas Hidup Berdasarkan Durasi
DM Pasien DM tipe 2 Rawat Jalan di RSUD Kota
Yogyakarta
Domain
Nilai Kualitas Hidup
(Rata-rata±SD)
≤5 tahun
>5 tahun
p
Fungsi
83,01±11,78 77,56±16,29 0,097
fisik
Energi
47,06±13,26 44,76±11,70 0,459
Tekanan
91,04±15,39 96,79±5,11 0,069
kesehatan
Kesehatan
78,19±12,24 80,77±4,53 0,305
mental
Kepuasan
68,68±5,06
65,94±5,69 0,035*
pribadi
Kepuasan
66,66±13,88 59,18±13,87 0,028*
pengobatan
Efek
44,07±10,29 43,53±10,06 0,827
pengobatan
Frekuensi
75,79±20,27 75,49±19,59 0,950
gejala
Total
69,31±7,36
UAD, Yogyakarta
68,01±5,61
0,429
Keterangan: uji independent t-test dengan p<0,05; SD =
Standar Deviasi
Sebelum
dilakukan
uji
statistik
Independent Sample T-Test
terhadap
pencapaian nilai kualitas hidup dilakukan uji
statistik Kolmogorov-Smirnov untuk menguji
apakah data terdistribusi normal atau tidak.
Berdasarkan
uji
Kolmogorov-Smirnov
menyatakan bahwa distribusi data adalah
normal. Hal ini diketahui dari nilai signifikan
0,943 > 0,05 yang menandakan distribusi data
tersebut adalah normal. Oleh karena itu, uji
statistik dapat dilanjutkan dengan uji
Independent Sample T-Test.
Hasil pengukuran kualitas hidup pasien
DM tipe 2 menunjukkan kelompok gliklazidmetformin mempunyai pencapaian nilai
kualitas hidup yang lebih besar (69,17)
daripada
kelompok
gliklazid-akarbose
(68,34). Berdasarkan hasil t-test, nilai
signifikansi kualitas hidup 0,613 (> 0,05)
sehingga diambil keputusan yaitu Ho diterima
atau pencapaian nilai kualitas hidup gliklazidmetformin dibandingkan gliklazid-akarbose
tidak berbeda bermakna secara statistik. Tabel
4 menunjukkan nilai kualitas hidup pasien
pada masing-masing domain berdasarkan
antidiabetika yang digunakan. Nilai kualitas
hidup kedua kelompok terapi pada setiap
domain tidak berbeda bermakna dengan nilai
signifikansi >0,05.
Tabel 4. Nilai Kualitas Hidup Kelompok
Gliklazid-Metformin Dibandingkan GliklazidAkarbose Setiap Domain
Nilai Kualitas Hidup
(Rata-rata±SD)
Domain
p
GliklazidGliklazidMetformin
Akarbose
Fungsi
0,109
fisik
83,00±12,37 77,78±15,33
Energi
46,80±13,28 45,33±11,79 0,632
Tekanan
0,773
kesehatan
92,67±14,38 93,58±10,62
Kesehatan
0,736
mental
79,36±11,52 78,52±7,86
Kepuasan
0,282
pribadi
68,24±5,00
66,85±6,08
Kepuasan
0,662
pengobatan 64,67±13,32 63,17±16,02
Efek
0,385
pengobatan 44,64±9,88 42,52±10,69
Frekuensi
73,94±20,91 78,94±17,86 0,296
1398
THE 5TH URECOL PROCEEDING
gejala
Total
69,17±6,76
68,34±7,00
18 February 2017
0,613
Keterangan: Uji Independent Sample T-Test dengan p<0,05 ;
SD= Standar Deviasi
Terapi
yang
diberikan
akan
mempengaruhi kualitas hidup dan domaindomainnya. Terapi yang diberikan kepada
pasien DM tipe 2 dapat mengurangi tanda dan
gejala yang muncul sehingga dapat
memberikan keuntungan klinik yang pada
akhirnya meningkatkan kualitas hidup melalui
delapan domain yang diukur dalam penelitian
(Cramer dan Spilker, 1998). Kotsanos et al.
(1997) menyatakan bahwa kualitas hidup
yang rendah dan status psikologis bisa
mempengaruhi kontrol metabolisme. Shen et
al. (1999) mengungkapkan bahwa kualitas
hidup yang rendah akan mengganggu kontrol
metabolisme sistem endokrin manusia.
Kelompok
gliklazid-metformin
mempunyai kontrol glikemik (GDP maupun
GDPP) lebih baik daripada gliklazidakarbose. Hal ini bisa dilihat dari pencapaian
target terapi (GDP maupun GDPP) pada
kelompok glikazid-metformin lebih besar
daripada
gliklazid-akarbose.
Secara
keseluruhan, nilai kualitas hidup kelompok
glikazid-metformin juga lebih tinggi daripada
gliklazid-akarbose. Hal ini berarti kelompok
yang mempunyai kontrol glikemik yang baik
akan berpengaruh pula terhadap kualitas
hidupnya secara keseluruhan. Hal ini sesuai
dengan penelitian Hartati (2003) yaitu
kelompok yang mempunyai kadar glukosa
terkendali mempunyai nilai total kualitas
hidup lebih tinggi daripada kelompok dengan
kadar glukosa tidak terkendali. Penelitian
yang dilakukan oleh Testa dan Simonson
(1996) juga menyebutkan bahwa kontrol
glikemik sangat bermanfaat pada perubahan
kualitas hidup. Penelitian lain menyebutkan
bahwa kontrol glikemik yang baik
berhubungan dengan kualitas hidup yang
lebih baik (Rubin dan Peyrot, 1999).
Nilai kualitas hidup pada kelompok
gliklazid-metformin dibandingkan kelompok
gliklazid-akarbose mempunyai arti berbeda
pada setiap domain. Pada domain fungsi fisik
rata-rata pasien pada kedua kelompok terapi
sama-sama merasa tidak terbatas dalam
melakukan aktivitas atau pekerjaan sehari-hari
dalam 4 minggu terakhir.
UAD, Yogyakarta
Pada domain energi, kelompok gliklazidmetformin mempunyai nilai kualitas hidup
yang lebih besar dibandingkan gliklazidakarbose. Walaupun terdapat perbedaan nilai
kualitas hidup, namun makna kualitas hidup
tersebut hampir sama, yaitu selama 4 minggu
terakhir pasien sering merasa capek dan lelah;
serta kadang-kadang mempunyai banyak
energi, merasa penuh semangat, dan
mempunyai cukup energi untuk melakukan
apapun yang ingin pasien lakukan. Domain
energi pada DQLCTQ menggambarkan
fatigue (kelelahan). Penurunan domain energi
pada pasien diabetes memiliki konsekuensi
pada berkurangnya kemampuan untuk
mengatur pola hidup dalam mengatasi DM
tipe 2 (Fritschi, 2007).
Berdasarkan domain tekanan kesehatan,
antidiabetika gliklazid-akarbose mempunyai
nilai kualitas hidup yang lebih besar
dibandingkan gliklazid-metformin. Hal ini
berarti rata-rata pasien tidak pernah berkecil
hati karena masalah kesehatannya, merasa
berat badan turun karena masalah kesehatan,
takut karena kesehatan, kesehatan pasien
mengkhawatirkan hidupnya, frustasi dengan
kesehatannya, dan merasa putus asa
menghadapi masalah. Hal ini dikarenakan
rata-rata pasien sudah pasrah terhadap
kesehatannya kepada Tuhan dan merasa
penyakit DM bisa dikendalikan dengan pola
hidup serta pengobatan yang tepat.
Domain kesehatan mental dipengaruhi
oleh terapi yang diberikan (Davis, 2003).
Kesehatan mental yang menurun akan
mengakibatkan kurangnya manajemen diri
seperti meningkatnya asupan makanan dan
alkohol, kurangnya olahraga, mengurangi
kepatuhan dalam pengobatan, dan tidak
melaksanakan modifikasi gaya hidup untuk
penderita DM (Trief, 2007). Pada domain
kesehatan mental, kualitas hidup gliklazidmetformin mempunyai nilai yang lebih besar
dibandingkan
antidiabetika
gliklazidakarbose. Walaupun terdapat perbedaan yang
tidak berbeda bermakna secara statistik,
namun nilai kualitas hidup pada kedua
kelompok terapi sama-sama menunjukkan
bahwa rata-rata pasien selama 4 minggu
terakhir merasa jarang menjadi sangat cemas,
rendah hati dan sedih, serta merasa sangat
1399
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
sedih sehingga tak satupun yang dapat
membuat pasien gembira. Akan tetapi, pasien
merasa sangat sering merasa tenang dan
damai, dan menjadi orang yang bahagia.
Rata-rata pasien pada kedua kelompok
terapi merasa puas dalam domain kepuasan
pribadi, yaitu pasien merasa puas dengan
jumlah waktu yang diperlukan untuk
mengatur diabetes dan untuk pergi periksa,
kadar gula darah, pengobatan sekarang,
variasi menu makanan, dampak/beban
diabetes
pasien
terhadap
keluarga,
pengetahuan tentang diabetes pasien, tidur,
hubungan sosial dan persahabatan, kehidupan
seks, pekerjaan, sekolah, kegiatan rumah
tangga, penampilan tubuh, waktu yang
dihabiskan untuk berolahraga, waktu santai,
serta kehidupan pada umumnya.
Pada domain kepuasan pengobatan, ratarata pasien merasa diabetesnya terkontrol
dalam 4 minggu terakhir, puas dengan
pengobatannya selama 4 minggu terakhir, dan
berharap dengan pengobatan di masa
selanjutnya. Dengan kontrol glikemik yang
lebih baik, gliklazid-metformin memberikan
nilai domain kepuasan pengobatan yang lebih
baik pula dibandingkan gliklazid-akarbose.
Penelitian
klinis
dan
intervensi
menyatakan bahwa perbaikan status kesehatan
dan perasaan untuk mengendalikan penyakit
dapat memperbaiki kualitas hidup (Rubin dan
Peyrot, 1999). Rata-rata pasien kelompok
gliklazid-metformin memiliki nilai domain
efek pengobatan lebih besar dibandingkan
kelompok gliklazid-akarbose.
Hal
ini
bermakna rata-rata pasien merasa kadangkadang menikmati makanan, makan makanan
atau snack sembunyi-sembunyi, jadwal, jenis,
dan jumlah makanan kadang-kadang sesuai
yang dianjurkan, merencanakan kegiatan fisik
(olahraga), sosial, dan harian, mengikuti
kegiatan tidak tetap, serta mengubah rencana
pada kegiatan tidak tetap. Hal ini berkaitan
pula dengan kontrol kadar glukosa darah
pasien. Gliklazid-metformin mempunyai
kontrol glukosa darah dan nilai domain efek
pengobatan yang lebih baik dibandingkan
gliklazid-akarbose.
Rata-rata pasien kelompok gliklazidakarbose memiliki nilai domain frekuensi
gejala lebih besar dibandingkan kelompok
UAD, Yogyakarta
gliklazid-metformin. Nilai tersebut sama-sama
bermakna bahwa rata-rata pasien jarang
mengalami gejala DM seperti pandangan
kabur, mual, lemah, haus, sangat lapar, sering
buang air kecil, dan kesemutan pada kaki dan
tangan selama 4 minggu terakhir.
5. KESIMPULAN
Kombinasi antidiabetika oral yang
digunakan oleh pasien DM tipe 2 di instalasi
rawat jalan RSUP Wirosaban Yogyakarta
adalah kombinasi gliklazid dan metformin
sebanyak 50 pasien (64,9%), serta kombinasi
gliklazid dan akarbose sebanyak 27 pasien
(35,1%). Kelompok gliklazid-metformin lebih
tinggi dalam pencapaian nilai kualitas hidup
dibandingkan kelompok gliklazid-akarbose,
namun secara statistik menunjukkan kedua
kelompok tidak berbeda signifikan.
6. REFERENSI
Anonim, 2005, Diabetes Mellitus Masalah
Kesehatan Masyarakat Yang Serius,
http://www.depkes.go.id, diakses 15
Agustus 2008.
Anonim,2006a,Diabetes,www.who.int/mediace
ntre/factsheets/fs138/en/index.html,
diakses 27 Agustus 2008.
Anonim, 2006b, Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Diabetes Melitus, Direktorat
Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2006c, Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia,
http://www.perkeni.net/,
diakses 1 Agustus 2008.
Anonim, 2007, Standards of Medical Care in
Diabetes-2007, Diabetes Care, 30 (1),
4-41.
Bayraktar, M., Thiel, D.H.V., dan Adalar, N.,
1996, A Comparison of Acarbose
versus Metformin as an Adjuvant
Therapy
in
Sulfonylurea-Treated
NIDDM Patients, Diabetes Care, 19
(3), 252-254.
Cramer, J. A., dan Spilker, B., 1998, Quality
of Life and Pharmacoeconomics: an
Introduction, 1-32, Lippincott-Raven
Publisher, Philadelphia.
1400
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Davis, T., 2003, Effect of Insulin Therapy on
Quality of Life in Type 2 Diabetes
Mellitus: The Fremantle Diabetes
Study, Diabetes Research and Clinical
Practice, 52, 63-71.
Garber, A.J., Daniel S. Donovan, D.S.,
Dandona, P., Bruce, S., dan Park, J,
2003, Efficacy of Glyburide/Metformin
Tablets
Compared
with
Initial
Monotherapy in Type 2 Diabetes, The
Journal of Clinical Endocrinology &
Metabolism, 88 (8), 3598–3604.
Hartati, T., 2003, Kualitas Hidup Penderita
DM Tipe 2: Perbandingan Antara
Penderita Kadar Gula Darah Terkendali
dan Tidak Terkendali, Tesis, program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
Isley, W.L. & Oki, J., 2005, Diabetes Mellitus
Type 2, http://www.emedicine.html,
diakses 8 September 2008.
Johnson, J.A., Majudar, S.R., Simpson, S.H.,
& Toth, E.L., 2002. Decreased
Mortality Associated With the Use of
Metformin
Compared
With
Sulfonylurea Monotherapy in Type 2
Diabetes, Diabetes Care, 25 (12), 22442248.
Kotsanos, J., Vignati, L., Huster, W.,
Andrejasich,
C.,
Boggs,
B.M.,
Jacobson, M., Marrero, D., Susan, D.,
Patrick, D,. Zalani, S., Anderson, J.,
1997, Health Related Quality-of-Life
Result From Multinational Clinical
Trials of Insulin Lisipro, Diabetes
Care, 20 (6), 948-955.
Lee, T.M, dan Chou, T.F., 2003, Impairment
of Myocardial Protection in Type 2
Diabetic Patients, The Journal of
Clinical Endocrinology & Metabolism,
88 (2), 531–537.
Levine, S., dan Croog S., 1993, Whats
constitutes quality of life? A
conreppliralization of the dimensions of
life quality in healthy population and
patiens with cardiovascular disease in
Wenger, N.K., Mattson, M.E., Furberg,
C.D., dan Elinson, Assesment of quality
of life in trials of cardiovascular
Therapies, Le Jacq, 23 (4), 46-49.
UAD, Yogyakarta
Manuel, D.G., dan Schultz, S.E., 2004,
Health-Related Quality of Life and
Health-Adjusted Life Expectancy of
People With Diabetes in Ontario,
Canada, 1996–1997, Diabetes Care, 27
( 2), 407–414.
Oktay, I., Hunuk, A., Colakoglu, Y., dan
Yurteri, H., 1996, Effect of AlphaGlycosides Inhibitor (Acarbose) in NonInsulin Dependent Diabetes Mellitus
Patients Treated with Sulphonylurea,
School of Fundamental Medicine
Journal, 2, 46-52.
Pascual A.L.C., Honduvilla J.G., Alvarez,
P.J.M., Vara, E., Calle, J.R.,
Munguira, M.E., dan Maranes, J.P.,
1995, Comparison Between Acarbose,
Metformin, and Insulin Treatment in
Type 2 Diabetic Patients with
Secondary Failure to Sulfonylurea
Treatment, Diabetes Metab., 21 (4),
60-256.
Rubin, R.R, dan Peyrot, M., 1999, Quality of
Life and Diabetes, Diabetes Metab Res
Rev., 15 (3), 18-205.
Shen, W., Kotsanos, J.G., Huster, W.J.,
Mathias, S.D., Andrejasich C.M., dan
Patrick D.L., 1999, Development and
validation of the Diabetes Quality of
Life Clinical Trial Questionnaire,
Medical Care, 37 (4), 45-66.
Testa, M.A., dan Simonson, D.C., 1996,
Assesment of Quality of Life
Outcomes, N Engl J Med, 334 (13),
835-840.
Triplitt, C.L., Reasner, C.A., dan Isley, W.L.,
2005, Diabetes Melitus, dalam DiPiro,
J.T., Talbert, R.l., Yee, G.C., Matzke
G.R., Wells, B.G., dan Posey, L.M.,
(Eds.),
Pharmacotherapy
:
A
Pathophysiologic Aproach, 6th Ed.,
1333-1364, Appleton & Lange, New
York.
1401
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Wagner, H., Degerblad, M., Thorell, A.,
Nygren, J., 2006, Combined Treatment
With
Exercise
Training
and Acarbose Improves
Metabolic
Control an Cardiovascular Risk Factor
Profile in Subjects With Mild Type 2
Diabetes, Diabetes Care, 29, 14711477.
Wenger, N.K., Mattson, M.E., Furberg, C.D.,
dan Elinson, 1984, Overview In
Assesment of Quality of Life in trials of
UAD, Yogyakarta
cardiovascular Therpies, Le Jacq P, 3
(2), 1.
Wildes, K.F., Greisinger, A., dan O'Malley,
K.J., 2007, Measurement in Practice:
Review of Quality of Life Measures for
Patients
with
Diabetes,
http://www.hsrd.research.va.gov/for_re
searchers/measurement/practice/tfdiabetes.cfm, diakses 7 September
2008.
1402
Download