BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri Kontrol diri perlu dimiliki

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kontrol Diri
Kontrol diri perlu dimiliki oleh setiap orang yang akan mengarahkan
perilakunya sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungannya
dengan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Setiap lingkungan memiliki
norma-norma yang perlu dipatuhi oleh setiap individu, dan pelanggaran
terhadap norma-norma tersebut dapat diberikan sanksi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang kontrol diri,
maka akan dijelaskan pengertian,
fakror-faktor yang mempengaruhi dan
aspek-aspek kontrol diri.
1. Pengertian Kontrol Diri
Kontrol diri menurut Lazarus (1976) menggambarkan keputusan
individu yang muncul melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan
perilaku yang disusun guna meningkatkan hasil dan tujuan tertentu yang
diinginkan. Kontrol diri juga berarti proses yang menjadikan individu
sebagai agen utama dalam membimbing, mengatur, dan mengarahkan
bentuk-bentuk perilaku yang dapat
membawa individu ke arah
konsekuensi positif.
Menurut Goldfiled dan Merbaum (Muharsih, 2008), kontrol diri
diartikan sebagai kemampuan individu untuk menyusun, membimbing,
mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa
9
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
10
individu kearah konsekuensi positif. Kontrol diri juga dapat diartikan
sebagai perasaan bahwa seseorang dapat membuat keputusan dan
mengambil tindakan yang efektif untuk menghasilkan akibat yang
diinginkan dan menghindari akibat yang tidak diinginkan. Chaplin (2002)
menyatakan bahwa kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing
tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impulsimpuls atlau tingkah laku impulsif.
Menurut Harter (dalam Muharsih, 2008), bahwa dalam diri
seseorang terdapat suatu sistem pengaturan diri (self regulation) yang
memusatkan diri
pada
pengontrolan
diri
(self
control).
Proses
pengontrolan diri ini menjelaskan bagaimana diri (self) mengatur dan
mengendalikan perilaku dalam menjalankan kehidupan sesuai kemampuan
individa
dalam
mengendalikan
perilaku.
Jika
individu
mampu
mengendalikan perilakunya dengan baik maka ia dapat menjalankan
kehidupannya dengan baik.
Terdapat
dua
alasan
yang
mengharuskan
individu
untuk
mengontrol diri secara kontinyu. Pertama, Individu hidup bersama
kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus
mengontrol perilakunya agar tidak mengganggu kenyamanan orang lain.
Kedua, Masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun
standar yang lebih baik bagi dirinya, sehingga dalam rangka memenuhi
tuntutan tersebut dibuatkan pengontrolan diri agar dalam proses
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
11
pencapaian standar tersebut individu tidak melakukan hal-hal yang
menyimpang (Calhoun dan Acocella, 1990).
Individu dalam mengontrol perilaku melibatkan tiga hal yaitu:
a. Memilih dengan sengaja.
b. Pilihan antara dua perilaku yang bertentangan, dalam artian satu pihak
perilaku menawarkan kepuasan dengan segera, sedangkan perilaku
yang lain menawarkan ganjaran jangka panjang.
c. Memanipulasi stimulus, agar satu perilaku yang kurang mungkin
dilakukan dapat dilakukan dengan perilaku lain yang lebih mungkin
dilakukan (Calhoun dan Acocella, 1990).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kontrol diri
adalah kemampuan individu untuk menyusun, membimbing, mengatur
dan mengarahkan bentuk perilaku yang membawa individu ke arah
konsekuensi positif sehingga tingkah lakunya sesuai dengan aturan atau
norma sosial. Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu
mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam dirinya dengan
menggunakan sikap yang rasional sehingga mampu membuat keputusan
dan mengambil tindakan yang efektif.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri
Menurut Daradjat (1978), Hurlock (1980), Elkind&Weiner (1978) :
ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan mengontrol diri
yaitu orientasi religius, pola asuh orang tua, dan faktor kognitif, sebagai
penjelasannya adalah sebagai berikut :
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
12
a. Orientasi religius
Bergin (1987) berpendapat bahwa orientasi religius dapat memilahkan
beberapa konsekuensi positif termasuk variabel kepribadian seperti
kecemasan, kontrol diri, keyakinan irasional, depresi dan sifat
kepribadian lain. Hasil penelitian Mc Clain (dalam Bergin, 1987)
menunjukkan bahwa orientasi religius berkorelasi positif dengan kontrol
diri, disamping adanya hubungan antara orientasi religius dan
kepribadian positif. Menurut Daradjat (1978) agama yang ditanamkan
sejak kecil kepada anak-anak akan mempengaruhi kepribadiannya, akan
bertindak sebagai pengontrol dalam menghadapi segala keinginan dan
dorongan yang timbul. Keyakinan terhadap agama tersebut akan
mengatur sikap dan tingkah laku secara otomatis dari dalam diri
seseorang.
b. Pengaruh pola asuh orang tua
Banyak ahli mengatakan bahwa terdapat hubungan antara orang tua
terhadap kontrol diri anak. Kecuali itu Hurlock (1980) menyatakan
bahwa disiplin yang diterapkan orang tua merupakan hal yang penting
dalam kehidupan karena dapat mengembangkan self control dan self
direction sehingga seseorang dapat menunjukkan dengan baik segala
tindakan yang dilakukannya.
c. Faktor kognitif
Elkind&Weiner (1978) mengemukakan bahwa individu tidak dilahirkan
dalam konsep benar dan salah atau dalam suatu pemahaman tentang
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
13
diperbolehkan atau dilarang. Kemasakan kognitif terjadi selama masa
prasekolah dan masa kanak-kanak, secara bertahap dapat meningkatkan
kapasitas
individu
untuk
membuat
pertimbangan-pertimbangan
sosial:dan mengontrol perilakunya. Cara berpikir individu terhadap
stimulus dapat membedakan kemampuan mereka dalam mengontrol
diri. Individu yang mempunyai kemampuan berpikir positif dalam
menghadapi suatu situasi dan stimulus tertentu, akan lebih mampu
mengendalikan dirinya dan dapat meneruskan kegiatannya dalam situasi
tersebut. Melalui berpikir positif muncul ide-ide dan kreativitas
termasuk ide individu dalam membuat perencanaan ketika bertindak.
Inteligensi adalah salah satu kemampuan yang sangat penting
dan akan muncul dalam bentuk tingkah laku. Steinberg (dalam
Hetherington & Parke, 1999) dengan thriartic theory of intelligence
lebih menekankan proses berpikir yang biasa dilakukan oleh orang.
Inteligensi merupakan kemampuan orang untuk mengetahui bagaimana
menerapkan informasi baru dan lama pada lingkungan dan suasana baru
termasuk mengkombinasikan informasi untuk mencari pemecahan
masalah dengan segera. Menurut Husaini dan Nor (1978) kognisi
merupakan fungsi intelek, berarti kognisi berkaitan dengan inteligensi
seseorang. Pandangan ini sesuai dengan pendapat David Perkins (dalam
Hetherington & Parke, 1999) dengan teori learnable intelligence yang
menyatakan bahwa inteligensi merupakan mindware yang membuat
orang dapat belajar memecahkan masalah membuat keputusan,
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
14
memahami konsep sulit dan mampu melaksanakan tugas-tugasnya
dengan baik.
3. Aspek-aspek Kontrol Diri
Berdasarkan konsep Averill (Gufron, 2010) terdapat tiga jenis
kontrol diri, yaitu:
a. Kemampuan mengontrol perilaku (Behavioral Control)
Kemampuan mengontrol perilaku didefinisikan sebagai kesiapan
atau
tersedianya
mempengaruhi
suatu
atau
respon
yang
memodifikasi
dapat
suatu
secara
keadaan
langsung
yang
tidak
menyenangkan. Kemampuan ini diperinci lebih lanjut ke dalam dua
komponen:
1) Kemampuan mengontrol pelaksanaan (regulated administration),
yaitu
kemampuan
individu
untuk
menentukan
siapa
yang
mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu
diluar dirinya. Anggota intelkam dapat mengendalikan emosinya
pada saat bekerja dan tidak mudah terpengaruh dengan rekan sekerja
yang mengajak berbuat tidak baik.
2) Kemampuan
mengontrol
stimulus
(stimulus
modifiability),
merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan
suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Anggota berusaha
untuk menghindari persoalan dengan rekan sekerja.
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
15
b. Kontrol Kognitif (Cognitive Control)
Kontrol kognitif yaitu kemampuan individu dalam mengolah
informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai,
atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif
sebagai
adaptasi
psikologis
atau
untuk
mengurangi
tekanan.
Kemampuan ini diperinci lebih lanjut ke dalam dua komponen:
1) Kemampuan memperoleh informasi (information gain), dengan
informasi yang dimiliki, individu dapat mengantisipasi keadaan
tersebut dengan berbagai pertimbangan secara relatif objektif.
Anggota menghargai sikap dan pendapat rekan sekerja yang
berbeda-beda dan berusaha bersikap profesional tanpa emosi.
2) Kemampuan melakukan penilaian (appraisal), yaitu melakukan
penilaian berarti individu berusaha menilai dan dan menafsirkan
suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi
positif secara objektif.
Anggota dapat melihat persoalan secara
obyektif dan memahami setiap kelebihan dan kelemahan diri
maupun orang lain.
c. Kemampuan Mengontrol Keputusan (Decisional Control).
Kemampuan mengontrol keputusan merupakan kemampuan
seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada
sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Anggota berusaha untuk
menjalankan tugasnya dengan baik, tidak menolak tugas yang diberikan
oleh atasan dan memikirkan setiap akibat dari sikap dan perbuatannya.
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
16
B. Religiusitas
Salah satu kenyataan yang terjadi dalam sepanjang sejarah perjalanan
umat manusia adalah fenomena keberagamaan. Sepanjang itu pula,
bermunculan beberapa konsep religiusitas. Agama memberikan pengaruh
yang kuat terhadap perilaku seseorang. Untuk mengetahui lebih jauh tentang
religiusitas, akan dijelaskan tentang pengertian, dimensi, fungsi dan faktorfaktor yang mempengaruhi religiusitas.
1. Pengertian Religiusitas
Hawari menyatakan bahwa religiusitas merupakan penghayatan
keagamaan atau kedalaman kepercayaan yang diekspresikan dengan
melakukan ibadah sehari-hari, berdoa dan membaca kitab suci.
Religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan berupa aktivitas
yang tampak dan dapat dilihat oleh mata, serta aktivitas yang tidak tampak
yang terjadi dalam hati seseorang (Ancok dan Suroso, 2005).
Menurut Glock dan Stark religiusitas merupakan sistem timbul,
nilai, keyakinan dan sistem perilaku yang terlembaga yang semuanya
terpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling
maknawi (Ancok dan Suroso, 2005).
Istilah religion (agama) berasal dari dua kata dalam bahasa latin,
yaitu legare dan religio. Legare berarti proses pengikatan kembali atau
penghubungan kembali. Religiusitas adalah sikap batin pribadi (personal)
setiap manusia di hadapan Tuhan yang sedikit banyak merupakan misteri
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
17
bagi orang lain, yang mencakup totalitas ke dalam pribadi manusia
(Dister, 1988).
Seseorang yang memiliki tingkat religiusitas yang rendah tidak
menghayati agamanya dengan baik sehingga dapat saja perilakunya tidak
sesuai dengan ajaran agamanya. Mereka memiliki religiusitas yang rapuh
sehingga dengan mudah dapat ditembus oleh daya atau kekuatan yang ada
pada wilayah seksual. Maka dengan demikian, seseorang akan dengan
mudah melanggar ajaran agamanya misalnya dengan melakukan perilaku
seks bebas sebelum menikah (Kapinus dan Gorman, 2004).
Sebaliknya, jika seseorang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi
akan memandang agamanya sebagai tujuan utama hidupnya, sehingga ia
berusaha menginternalisasikan ajaran agamanya dalam perilakunya seharihari. Berarti religiusitas yang ada dalam dirinya memiliki batas yang kuat
sehingga dorongan seksual berupa penyaluran hasrat seksual tidak dapat
menembus wilayah religiusitas yang ada dalam dirinya (Maria, 2001).
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
religiusitas adalah ketaatan, kesolehan perilaku dan keyakinan seseorang
di dalam menjalankan ajaran-ajaran agamanya, yang diwujudkan dalam
kehidupan manusia sehari-hari yang berkaitan dengan ibadah.
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
18
2. Dimensi-dimensi Religiusitas
Religiusitas menurut Glock dan Stark memiliki lima dimensi,
yaitu:
a. Ideologis atau keyakinan (Religious Belief)
Dimensi ideologis menunjuk pada tingkat keyakinan atau
keimanan seseorang terhadap kebenaran ajaran agama, terutama
terhadap ajaran-ajaran agama yang bersifat fundamental dan dogmatik.
Indikatornya antara lain: yakin dengan adanya Tuhan, mengakui
kebesaran Tuhan, pasrah pada Tuhan, melakukan sesuatu dengan ikhlas,
selalu ingat pada Tuhan, percaya akan takdir Tuhan, terkesan atas
ciptaan Tuhan dan mengagungkan nama Tuhan.
Keimanan terhadap Tuhan akan mempengaruhi terhadap
keseluruhan hidup individu secara batin maupun fisik yang berupa
tingkah laku dan perbuatannya. Individu
memiliki iman dan
kemantapan hati yang dapat dirasakannya sehingga akan menciptakan
keseimbangan emosional, sentimen dan akal, serta selalu memelihara
hubungan dengan Tuhan karena akan terwujud kedamaian dan
ketenangan sehingga ketika mendapat tekanan, individu dapat berpikir
logis dan positif dalam memecahkan permasalahan yang sedang
dihadapinya. Anggota intelkam memiliki keyakinan yang tinggi tentang
adanya Allah yang menguasai alam seisinya. Setiap perbuatan diyakini
akan mendapatkan balasan, yaitu perbuatan baik mendapatkan pahala
dan perbuatan tidak baik akan mendapatkan dosa.
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
19
b. Ritualistik atau peribadatan (Religious Practice)
Dimensi ritualistik atau peribadatan ini menunjuk pada seberapa
tingkat kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan
ritual yang diperintahkan oleh agamanya. Kepatuhan ini ditunjukkan
dengan meyakini dan melaksanakan kewajiban-kewajiban secara
konsisten. Apabila jarang dilakukan maka dengan sendirinya keimanan
seseorang akan luntur.
Praktek-praktek keagamaan yang dilakukan individu meliputi
dua hal, yaitu:
1) Ritual yaitu dimana seseorang yang religius akan melakukan
kegiatan-kegiatan keagamaan yang diperintahkan oleh agama yang
diyakininya dengan melaksanakannya sesuai ajaran yang telah
ditetapkan.
Indikatornya antara lain: selalu melakukan sembahyang dengan
rutin, melakukan kegiatan keagamaan seperti mendengarkan
ceramah agama, melakukan dakwah agama, melakukan kegiatan
amal, bersedekah, dan berperan serta dalam kegiatan keagamaan
seperti ikut berpartisipasi dan bergabung dalam suatu perkumpulan
keagamaan.
2) Ketaatan yaitu dimana seseorang yang secara batiniah mempunyai
ketetapan untuk selalu menjalankan aturan yang telah ditentukan
dalam ajaran agama dengan cara meningkatkan frekuensi dan
intensitas dalam beribadah.
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
20
Indikatornya antara lain: khusuk ketika mengerjakan sembahyang
atau kegiatan keagamaan, membaca doa ketika akan melakukan
pekerjaan dan selalu mengucapkan syukur pada Tuhan. Individu
yang menghayati dan mengerti serta selalu ingat pada Tuhan akan
memperoleh manfaat, antara lain: ketenangan hati, perasaan yang
tenang,
aman
dan
merasa
memperoleh
bimbingan
serta
perlindungan-Nya. Kondisi seperti itu menyebabkan individu selalu
melihat sisi positif dari setiap permasalahan yang dihadapi dan
berusaha mencari solusi yang tepat dalam memecahkan masalah
yang membuat dirinya tertekan. Anggota intelkam tekun dalam
menjalankan shalat lima waktu, bekerja sesuai dengan tugas dan
tanggungjawabnya sebagai bagian dari ibadah dan menjalankan
puasa terutama puasa wajib.
c. Eksperiensial atau pengalaman (Religious Feeling).
Dimensi pengalaman menunjukkan seberapa jauh tingkat
kepekaan seseorang dalam merasakan dan mengalami perasaanperasaan atau pengalaman-pengalaman religiusnya. Dimensi ini
berkaitan dengan pengalaman yang diperoleh dan dirasakan individu
selama menjalankan ajaran agama yang diyakini.
Pengalaman spiritual akan memperkaya batin seseorang
sehingga mampu menguatkan diri ketika menghadapi berbagai macam
cobaan dalam kehidupan. Sehingga individu akan lebih berhati-hati
dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang membuat dirinya
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
21
merasa tertekan sehingga dalam pengambilan keputusan, individu akan
memikirkan dan mempertimbangkan dengan matang.
Indikatornya antara lain: sabar dalam menghadapi cobaan,
menganggap kegagalan yang dialami sebagai musibah yang pasti ada
hikmahnya, merasa bahwa doa-doanya dikabulkan, takut ketika
melanggar aturan, dan merasakan tentang kehadiran Tuhan.
Anggota berusaha untuk bersikap profesional dengan tidak
membawa persoalan pribadi ke kantor, tidak mudah terpancing
emosinya pada saat bekerja, termasuk selalu berusaha bekerja dengan
sebaik mungkin sesuai dengan tugasnya.
d. Intelektual atau pengetahuan (Religious Knowledge)
Dimensi ini menunjukkan tingkat pengetahuan dan pemahaman
seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama yang termuat
dalam kitab suci atau pedoman ajaran agamanya. Bagi individu yang
mengerti,
menghayati
dan
mengamalkan
kitab
sucinya
akan
memperoleh manfaat serta kesejahteraaan lahir dan batin. Untuk
menambah pemahaman tentang agama yang diyakini, maka seseorang
perlu menambah pengetahuan dengan mengikuti ceramah keagamaan
atau membaca buku agama sehingga wawasan tentang agama yang
diyakini akan semakin luas dan mendalam.
Pemahaman seseorang yang baik tentang ajaran agama yang
diyakininya, maka individu cenderung menghadapi tekanan dengan
berusaha
menyelesaikan
masalahnya
langsung
pada
penyebab
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
22
permasalahan dengan membuat suatu rencana dan membuat keputusan.
Indikatornya antara lain: mendalami agama dengan membaca kitab suci,
membaca buku-buku agama, perasaan yang tergetar ketika mendengar
suara bacaan kitab suci, dan memperhatikan halal dan haramnya
makanan.
Anggota intelkam menyisihkan waktunya untuk memperdalam
agamanya
dengan membaca
Al Qur’an,
membaca
buku-buku
keagamaan dan menghindari mendapatkan uang dari sumber yang tidak
jelas.
e. Konsekuensial atau penerapan (Religious Effect)
Dimensi konsekuensial menunjuk pada tingkatan seseorang
dalam berperilaku yang dimotivasi oleh ajaran agamanya atau seberapa
jauh seseorang mampu menerapkan ajaran agamanya dalam perilaku
hidupnya sehari-hari. Dimensi ini merupakan efek seberapa jauh
kebermaknaan spiritual seseorang. Jika keimanan dan ketaqwaan
seseorang tinggi, maka akan semakin positif penghayatan keagamaan
seseorang dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan mempengaruhi
seseorang dalam menghadapi persoalan dirinya dengan lingkungan
masyarakat
di sekitarnya.
Hal tersebut
dilakukan berdasarkan
pertimbangan aktualisasi potensi batinnya. Indikatornya antara lain:
perilaku suka menolong, memaafkan, saling menyayangi, saling
mengasihi, selalu optimis dalam menghadapi persoalan, tidak mudah
putus asa, fleksibel dalam mengahadapi berbagai masalah, bertanggung
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
23
jawab atas segala perbuatan yang dilakukan dan menjaga kebersihan
lingkungan (Ancok dan Suroso, 2005).
Berdasarkan pada teori-teori yang telah dikemukakan di atas
maka skala regiliusitas mencakup lima dimensi yang mendasari
individu dalam religiusitas. Dimensi tersebut meliputi: ideologis atau
keyakinan (religious belief), ritualistik atau peribadatan (religious
practice), eksperiensial atau pengalaman (religious feeling), intelektual
atau pengetahuan
(religious knowledge), dan konsekuensial atau
penerapan (religious effect).
Anggota Intelkam berusaha untuk selalu siap dalam membantu
kesulitan rekan sekerja, selalu mengingat kebaikan orang lain, tidak
membesar-besarkan masalah yang dihadapi dan menyelesaikan setiap
persoalan dengan bijaksana.
3. Fungsi Religiusitas
Fungsi religiusitas bagi manusia erat kaitannya dengan fungsi
agama. Agama merupakan kebutuhan emosional manusia dan merupakan
kebutuhan alamiah. Adapun fungsi agama bagi manusia meliputi:
a. Agama sebagai sumber ilmu dan sumber etika ilmu.
Manusia mempercayakan fungsi edukatif pada agama yang
mencakup tugas mengajar dan membimbing. Pengendali utama
kehidupan manusia adalah kepribadiannya yang mencakup unsur-unsur
pengalaman, pendidikan dan keyakinan yang didapat sejak kecil.
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
24
Keberhasilan pendidikan terletak pada pendayagunaan nilai-nilai rohani
yang merupakan pokok-pokok kepercayaan agama.
b. Agama sebagai alat justifikasi dan hipotesis
Ajaran-ajaran agama dapat dipakai sebagai hipotesis untuk
dibuktikan kebenarannya. Salah satu hipotesis ajaran agama Islam
adalah dengan mengingat Allah (dzikir), maka hati akan tenang. Maka
ajaran agama dipandang sebagai hipotesis yang akan dibuktikan
kebenarannya
secara
empirik,
artinya
tidaklah
salah
untuk
membuktikan kebenaran ajaran agama dengan metode ilmiah.
Pembuktian ajaran agama secara empirik dapat menyebabkan pemeluk
agama lebih meyakini ajaran agamanya.
c. Agama sebagai motivator
Agama mendorong pemeluknya untuk berpikir, merenung,
meneliti segala yang terdapat di bumi, di antara langit dan bumi juga
dalam diri manusia sendiri. Agama juga mengajarkan manusia untuk
mencari kebenaran suatu berita dan tidak mudah mempercayai suatu
berita yang belum terdapat kejelasannya.
d. Fungsi pengawasan sosial
Agama ikut bertanggungjawab terhadap norma-norma sosial
sehingga agama mampu menyeleksi kaidah-kaidah sosial yang ada,
mengukuhkan kaidah yang baik dan menolak kaidah yang buruk agar
ditinggalkan dan dianggap sebagai larangan. Agama memberi sanksi
bagi yang melanggar larangan agama dan memberikan imbalan pada
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
25
individu yang mentaati perintah agama. Hal tersebut membuat individu
termotivasi dalam bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang
berlaku di masyarakat, sehingga individu akan melakukan perbuatan
yang dapat dipertanggungjawabkan (Ancok dan Nashori, 2005).
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas
Thouless membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
keagamaan menjadi empat macam, yaitu:
a. Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial
(faktor
sosial)
ini
mencakup
semua
pengaruh
sosial
dalam
perkembangan sikap keagamaan itu, termasuk pendidikan dari orang
tua, tradisi-tradisi sosial, tekanan-tekanan lingkungan sosial untuk
menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati
oleh lingkungan itu.
b. Berbagai pengalaman yang dialami oleh seseorang dalam membentuk
sikap keagamaan terutama pengalaman-pengalaman seperti: keindahan,
keselarasan dan kebaikan di dunia lain (faktor alamiah) seperti menjalin
hubungan yang baik pada sesama dengan saling tolong menolong,
adanya konflik moral (faktor moral) seperti mendapatkan tekanantekanan dari lingkungan, dan pengalaman emosional keagamaan (faktor
afektif) seperti perasaan mendapat peringatan atau pertolongan dari
Tuhan.
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
26
c. Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhankebutuhan yang tidak terpenuhi terutama terhadap kebutuhan terhadap
keagamaan, cinta kasih, harga diri, dan ancaman kematian.
d. Berbagai proses pemikiran verbal atau proses intelektual dimana faktor
ini juga dapat mempengaruhi religiusitas individu. Manusia adalah
makhluk yang dapat berpikir, sehingga manusia akan memikirkan
tentang keyakinan-keyakinan dan agama yang dianutnya (Yunitasari,
2006).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada dua
faktor yang mempengaruhi tingkat religiusitas seseorang yaitu faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi: pendidikan formal,
pendidikan agama dalam keluarga, tradisi sosial yang berlandaskan nilainilai keagamaan, tekanan-tekanan lingkungan sosial dalam kehidupan
seseorang. Faktor internal sendiri meliputi: pengalaman-pengalaman
emosional keagamaan, kebutuhan seseorang yang mendesak untuk
dipenuhi seperti kebutuhan akan rasa aman, harga diri dan cinta kasih.
C. Kerangka Berpikir
Seseorang yang memiliki tingkat religiusitas yang rendah tidak
menghayati agamanya dengan baik sehingga dapat saja perilakunya tidak
sesuai dengan ajaran agamanya. Orang yang seperti ini memiliki religiusitas
yang rapuh sehingga dengan mudah dapat ditembus oleh daya atau kekuatan
yang ada pada wilayah seksual. Maka dengan demikian, seseorang akan
dengan mudah melanggar ajaran agamanya (Kapinus dan Gorman, 2004).
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
27
Melemahnya religiusitas anggota Intelkam dapat menyebabkan
kontrol diri anggota menjadi kurang baik. Berbagai perilaku indisipliner yang
dilakukan oleh anggota Intelkam tidak terlepas dari menurunnya religiusitas
anggota. Anggota yang religiusitasnya rendah akan berani melanggar normanorma agamanya. Anggota yang religiusitasnya tinggi ditandai dengan
kemauan yang tinggi dari anggota untuk menjalankan ajaran agamanya. Sikap
dan perilaku yang dilarang oleh agama akan dihindari.
Kontrol diri merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan
dan digunakan individu selama proses-proses dalam kehidupan, termasuk
dalam menghadapi kondisi yang terdapat di lingkungan tempat tinggalnya.
Kemampuan mengontrol diri memungkinkan seseorang berperilaku yang
lebib terarah dan dapat menyalurkan dorongan-dorongan dalam diri secara
benar, tidak menyimpang dari norma-norma agama. Pengetahuan dan
perilaku beragama yang tertanam sejak kecil dapat menjadi pengendali
otomatis bagi seseorang dalam berperilaku, karena adanya keyakinan bahwa
setiap bentuk perilaku manusia baik maupun buruk senantiasa diawasi oleh
Tuhan. Adanya keyakinan tersebut dapat menimbulkan kesadaran dalam diri
seseorang untuk dapat mengontrol perilakunya dengan baik. Menurut
Daradjat (1978), bahwa agama yang ditanamkan sejak kecil akan
mempengaruhi kepribadiannya, akan bertindak sebagai pengontrol dalam
menghadapi segala keinginan dan dorongan yang timbul. Keyakinan terhadap
agama tersebut akan mengatur sikap dan tingkah laku secara otomatis dari
dalam diri seseorang.
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
28
Bergin
(1980)
berpendapat
bahwa
orientasi
religius
dapat
memilahkan beberapa konsekuensi positif termasuk variabel kepribadian
seperti kecemasan, kontrol diri, keyakinan irasional, depresi dan sifat
kepribadian lain.
Kerangka pikir dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Anggota Intelkam Polres
Cilacap
Kontrol Diri
1. Kemampuan mengontrol
perilaku
2. Kontrol kognitif
3. Kemampuan mengontrol
keputusan
1.
2.
3.
4.
5.
Religiusitas
Ideologis atau keyakinan
Ritualistik atau peribadatan
Eksperiensial atau pengalaman
Intelektual atau pengetahuan
Konsekuensial atau penerapan
Gambar 1. Kerangka Penelitian
D. Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata hypo yang berarti kurang dari dan thesa
yang berarti pendapat atau teori, sehingga hipotesis diberi pengertian
pendapat yang belum final dan masih harus dibuktikan kebenarannya
(Nawawi, 2001).
Hubungan Religiusitas Dengan..., Fajar Kurniawan, Psikologi UMP, 2012
Download