BAB II PENGADILAN MILITER BANDUNG 2.1 Tinjauan Pengadilan Militer 2.1.1 Sistem Hukum Internasional Ada berbagai jenis sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh negara-negara di dunia pada saat ini, antara lain sistem hukum Eropa Kontinental, sistem hukum Anglo-Saxon, sistem hukum adat, sistem hukum agama. 1. Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law) Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. 2. Sistem Hukum Anglo-Saxon (Common Law) Sistem Anglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Dalam sistem hukum Anglo-Saxon menggunakan sistem penjurian artinya sebelum masuk ke persidangan perkara tindak pidana dinyatakan bersalah atau tidak terlebih dahulu oleh juri yang jumlahnya 9 orang, jika dinyatakan bersalah barulah perkara tindak pidana tersebut dilanjutkan ke persidangan dan jika dinyatakan tidak bersalah maka dibebaskan dari segala tuntutan. Inilah yang menjadi perbedaan dengan sistem hukum Eropa Kontinental 3. Sistem Hukum Adat/Kebiasaan Hukum adalah adalah seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah. 4. Sistem Hukum Agama Sistem hukum agama adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu. Sistem hukum agama biasanya terdapat dalam Kitab Suci. 4 Hukum Indonesia Indonesia adalah negara yang menganut sistem hukum campuran dengan sistem hukum utama yaitu sistem hukum Eropa Kontinental. 2.1.2 Kekuasaan Kehakiman di Indonesia SISTEM PERADILAN DI INDONESIA MAHKAMAH AGUNG (UU NO.5 TAHUN 2004 JO. UU NO. 14 TAHUN 1985) LINGKUNGAN PERADILAN UMUM (UU NO.8 TAHUN 2004 JO. UU NO. 2 TAHUN 1986) LINGKUNGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA (UU NO.9 TAHUN 2004 JO. UU NO. 5 TAHUN 1986) LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA (UU NO.7 TAHUN 1989) LINGKUNGAN PERADILAN MILITER (UU NO.31 TAHUN 1997) Mahkamah Agung | Mahkamah Konstitusi Peradilan Umum : Pengadilan Negeri | Pengadilan Tinggi Peradilan Tata Usaha Negara : Pengadilan Tata Usaha Negara | Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Peradilan Agama : Pengadilan Agama | Pengadilan Tinggi Agama Peradilan Militer : Pengadilan Militer | Pengadilan Militer Tinggi | Pengadilan Militer Utama | Pengadilan Militer Pertempuran 2.1.3 Pengertian Pengadilan Militer Kata Pengadilan adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman (UndangUndang Republik Indonesia Tahun 1997). Peradilan adalah segala sesuatu mengenai perkara pengadilan (kamus besar bahasa Indonesia). Peradilan adalah segala sesuatu yang bertalian dengan tugas hakim memutus perkara, baik perdata maupun pidana, untuk menjamin ditaatinya hukum materil (Sudikno Mertokusumo). 5 Militer adalah yang mereka yang berikatan dinas secara sukarela pada angkatan perang, yang wajib berada dalam dinas secara terus menerus dalam tenggang waktu ikatan dinas.(pasal 46 KUHPM). Yang disebut militer adalah 1). TNI Angkatan Darat (TNI-AD) terdiri dari 3 Kelompok Besar : 1. Satuan Tempur (SATPUR) contohnya Infanteri, Kavaleri, Arteleri, Zeni 2. Bantuan Tempur (BANPUR) contohnya Perbekalan, Angkutan, Peralatan 3. Bantuan Administrasi (BANMIL) contohnya Ajudan Jenderal, Hukum, Kesehatan, Polisi Militer dll.2). TNI Angkatan Laut (TNI-AL) terdiri dari Pasukan Inti yaitu Pelaut dan Pasukan Penunjang yaitu Marinir, Elektronik,dll. 3). TNI Angkatan Udara (TNI-AU) terdiri dari Pasukan Inti yaitu Penerbang dan Pasukan Penunjang yaitu Pasukan Khas TNI-AU (PASKHAS TNI-AU) dll. Pengertian Pengadilan Militer di sini merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggara pertahanan keamanan Negara 2.1.4 Studi Banding 1. Pengadilan Negeri, Jl. RE Martadinata 74 – 80 Bandung Gambar 1. Ruang Sidang Pengadilan Negeri - Bandung Peradilan Umum merupakan Peradilan bagi masyarakat atau rakyat pada umumnya yang meliputi perkara Perdata dan Pidana (VIDE PASAL 50 UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986). 6 Jika dilihat dari susunan tata letak furniture ruang sidang, hampir sama dengan Pengadilan Militer (dapat dilihat pada tata tertib ruang sidang), hanya ada sedikit perbedaan yaitu tentang jumlah hakim dalam persidangan, jika Pengadilan Militer hanya ada tiga hakim sedangkan pada Pengadilan Negeri bisa tiga atau juga bisa berjumlah lima orang hakim dengan satu Hakim Ketua dan empat Hakim Anggota. 2. Pengadilan Agama, Jl. Pelajar Pejuang - Bandung Gambar 2. Ruang Sidang Pengadilan Agama - Bandung Dalam susunan tata letak furniture ruang sidang pada Pengadilan Agama, terdapat beberapa perbedaan diantaranya tidak ada kursi untuk saksi dan diganti dengan kursi untuk penggugat dan tergugat yang berjumlah dua kursi, kemudian tidak ada meja untuk jaksa penuntut dan penasihat hukum melainkan diganti dengan kursi dari pengacara pihak tergugat dan penggugat yang terletak di belakang kursi kliennya masing – masing, selebihnya sama. 3. Pengadilan Tata Usaha Negara, Jl. Diponegoro No. 34 - Bandung Gambar 3. Eksterior Pengadilan Tata Usaha Negara - Bandung 7 Pada eksterior bangunan gedung Pengadilan Tata Usaha Negara – Bandung, terlihat ada empat pilar pada bagian depan bangunan, hal ini dimaksudkan bahwa ada empat Peradilan yang ada di Indonesia termasuk Pengadilan Tata Usaha Negara. Dan setiap bangunan Pengadilan harus ditempatkan lambang Mahkamah Agung pada dinding eksteriornya yang berbentuk oval terbuat dari kuningan dan juga bertuliskan nama Pengadilan tersebut. Seperti pada eksterior Pengadilan Tata Usaha Negara – Bandung, lambing Mahkamah Agung terletak ditengah – tengah pilar. Gambar 4. Ruang Sidang Pengadilan Tata Usaha Negara - Bandung Dengan lahirnya Peradilan Tata Usaha Negara yang secara formal berlaku efektif diseluruh wilayah Indonesia pada tanggal 14 Januari 1991 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1991. Bahwa untuk mewujudkan dan menumbuh-kembangkan keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara lebih lanjut adalah bukan merupakan hal yang mudah, karena Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung disamping melalui penerapan manajemen manual melalui Kepaniteraan dalam hal ini pula mencoba untuk melakukan pembenahan lebih lanjut terhadap kinerja Badan Peradilan dimaksud, yang salah satunya adalah dengan melalui komputerisasi yang berbasis Local Area Network melalui System Informasi Management, informasi mana lebih lanjut diusahakan untuk dapat diakses melalui program internet, meskipun tidak secara keseluruhan data kedinasan yang pada khususnya menyangkut perkara dapat di-entry namun dalam hal ini melalui filter terorganisir kebutuhan informasi data bagi kepentingan internet dimaksud dapat diberikan secara selektif melalui web master / operator. 8 Untuk susunan tata letak furniture ruang sidang, hampir sama dengan Pengadilan Agama, hanya ada sedikit perbedaan yaitu terdapat meja pengacara dari Penggugat dan Tergugat yang diletakkan miring/tidak berhadapan tetapi tetap menghadap meja Majelis Hakim. 2.1.5 Sejarah Peradilan Militer di Indonesia Masa Pendudukan Belanda dan Jepang Sebelum PD II peradilan militer Belanda di kenal dengan nama ‘ Krijgsraad’ dan ‘Hoog Militair Gerechtshof’. Krijsraad memeriksa dan mengadili perkara pidana pada tingkat pertama terhadap anggota militer dengan pangkat Kapten ke bawah dan orang-orang sipil yang bekerja di militer. Sedangkan Hoog Militair Gerecht shoof merupakan pengadilan militer instansi kedua (banding) serta mengadili pada tingkat pertama untuk Kapten ke atas dan yang tertinggi di Hindia Belanda serta berkedudukan di Jakarta. [1] Pada masa pendudukan Balatentara Jepang pada tanggal 2 maret 1942, membentuk Gunritukaigi (peradilan militer) untuk mengadili perkara-perkara pelanggaran undangundang militer Jepang. Gunritukaigi dikepalai oleh Sirei Kan (pembesar Balatentara Jepang), yang beranggotakan: Sinbankan; hakim yang memberikan putusan Yosinkan; hakim yang memeriksa perkara sebelum persidangan Kensatakun; Jaksa Rokusi; Panitera Keiza; Penjaga terdakwa Masa Awal Kemerdekaan (1945-1950) Pada tanggal 5 Oktober 1945 Angkatan Perang RI dibentuk tanpa diikuti pembentukan Peradilan Militer. Peradilan Militer baru dibentuk setelah dikeluarkannya UU. No. 7 tahun 1946 tentang Peraturan mengadakan Pengadilan Tentara disamping pengadilan biasa, pada tanggal 8 Juni 1946, kurang lebih 8 bulan setelah lahirnya Angkatan [1] Soegiri dkk, 30 Tahun Perkembangan Peradilan Militer di Negara Indonesia (Jakarta: Indra Jaya, 1976), hlm. 48. 9 Bersenjata RI. [2] . Dalam UU No. 7 Tahun 1946 Peradilan tentara di bagi menjadi 2 Tingkat, yaitu: 1. Mahkamah Tentara 2. Mahkamah Tentara Agung. Pada tanggal 19 Desember 1948 tentara Belanda Melakukan Agresinya yang kedua terhadap negara RI. Agresi tersebut dimaksudkan untuk menghancurkan tentara nasional Indonesia dan selanjutnya pemerintah RI. Aksi tersebut mengakibatkan jatuhnya kota tempat kedudukan badan-badan peradilan ke tangan Belanda. Mengingat kondisi ini, maka dikeluarkanlah peraturan darurat tahun 1949 No. 46/MBKD/49 yang mengatur Peradilan Pemerintahan Militer untuk seluruh pulau Jawa Madura. Peraturan tersebut memuat tentang: 1. Pengadilan Tentara Pemerintahan Militer 2. Pengadilan Sipil Pemerintah Militer 3. Mahkamah Luar Biasa 4. Cara menjalankan Hukuman Penjara. Berdasarkan Undang-undang darurat No. 16 tahun 1950, mengatur peradilan tentara kedalam tiga tingkatan yaitu: 1. Mahkamah Tentara, 2. Mahkamah Tentara Tinggi, 3. Mahkamah Tentara Agung Sementara untuk Kejaksaan dibagi atas: 1. Kejaksaan Tentara, 2. Kejaksaan Tentara Tinggi, 3. Kejaksaan Tentara Agung Masa Berlakunya UUDS 1950 (1950-1959) Daerah hukum Mahkamah Tentara mengalami perubahan (penambahan dan pengurangan) seperti: Jawa-Madura; 1. Jakarta, tambah Kab. Kep. Riau (Tanjung Pinang) 2. Surabaya, tambah Kediri Sumatera; [2] Soepomo, Sistem Hukum di Indonesia sebelum Perang Dunia II (Jakarta:Pradnya Paramita, 1991), hlm. 67. 10 1. Medan, dikurangi Kab. Kep. Riau tapi ditambah dengan Tapanuli 2. Padang, dikurangi Tapanuli dan ditambah Kampar (Pekanbaru) Kalimantan; Pengadilan Tinggi Tentara dipindah dari Jakarta ke Surabaya. Pada periode 1950-1959 di negara kita terjadi keadaan darurat, sebagai dampak dari politik federalisme kontra unitarisme. Seperti pemberontakan Andi azis di Makassar, Peristiwa APPRA di Bandung, RMS di Maluku, peristiwa DI/TII di Jabar, Jateng, Aceh dan Sulawesi Selatan Berangkat dari kondisi diatas, dan demi untuk tetap menegakkan hukum di lingkungan militer, maka di bentuklah Peradilan Militer Khusus seperti; a. Mahkamah Tentara Luar Biasa; Putusan mahkamah ini tidak dapat di mintakan banding b. Mahkamah Angkatan Darat/Udara pertempuran Putusan mahkamah ini merupakan tingkat pertama dan terakhir. Masa Juli 1959-11 Maret 1966 UU No. 5 tahun 1950 sejak dikeluarkannya dekrit tetap berlaku, tetapi perkembangan selanjutnya menyebabkan penerapannya berbeda dengan periode sebelum dekrit 5 Juli 1959. Hal ini karena makin disadari bahwa kehidupan militer memiliki corak kehidupan khusus, disiplin tentara yang hanya dapat dimengerti oleh anggota tentara itu sendiri. Karena itu dirasakan perlunya fungsi peradilan diselenggarakan oleh anggota militer. Perkembangan selanjutnya adalah lahirnya UU. No. 23 PNPS 1965 pada tanggal 30 Oktober 1965 peradilan dalam lingkungan Peradilan Militer dalam pelaksanaannya terdiri dari: a. Peradilan Militer untuk Lingkungan Angkatan Darat b. Peradilan Militer untuk Lingkungan Angkatan Laut c. Peradilan Militer untuk Lingkungan Angkatan Udara d. Peradilan Militer untuk Lingkungan Angkatan Kepolisian. 11 Peradilan ini terus berlangsung hingga setelah 11 maret 1966, bahkan peradilan di lingkungan angkatan kepolisian baru di mulai pada tahun 1966. Masa 11 Maret 1966-1997 Tahun 1970 lahirlah UU No. 14 tahun 1970 menggantikan UU No. 19 tahun 1964 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang ini mendorong proses integrasi peradilan di lingkungan militer. Pengadilan militer tidak lagi berada di masing-masing angkatan tetapi peradilan dilakukan oleh badan peradilan militer yang berada di bawah departemen pertahanan dan keamanan. Kemudian berdasar dari SK bersama tersebut, maka nama peradilan ketentaraan di adakan perubahan. Dengan demikian, maka kekuasaan kehakiman dalam peradilan militer dilakukan oleh: 1. Mahkamah Militer (MAHMIL) 2. Mahkamah Militer Tinggi (MAHMILTI) 3. Mahkamah Militer Agung (MAHMILGUNG). Undang-undang No 1 tahun 1988 makin memperkuat dasar hukum keberadaan peradilan militer. Pada salah satu point pasalnya dikatakan bahwa angkatan bersenjata mempunyai peradilan tersendiri dan komandan-komandan mempunyai wewenang penyerahan perkara. Hingga tahun 1997 hampir tidak ada perubahan yang signifikan dalam pelaksaanan peradilan militer di Indonesia. Peradilan Militer 1997-Sekarang Pada tahun 1997 diundangkan UU No. 31 tahun 1997 tentang peradilan militer. Undangundang ini lahir sebagai jawaban atas perlunya pembaruan aturan peradilan militer, mengingat aturan sebelumnya dipandang tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat 12 undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman. Undang-undang ini kemudian mengatur susunan peradilan militer yang terdiri dari: a. Pengadilan Militer b. Pengadilan Militer Tinggi c. Pengadilan Militer Utama d. Pengadilan Militer Pertempuran. Pengadilan Militer merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di bawah Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya adalah prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah Pengadilan Militer Tinggi bertugas untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya adalah prajurit yang berpangkat Mayor ke atas. Selain itu, Pengadilan Militer Tinggi juga memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana yang telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding. Pengadilan Militer Utama bertugas untuk memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana dan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang telah diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi yang dimintakan banding. Pengadilan Militer Pertempuran bertugas untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit di medan pertempuran. Karena berkedudukan di suatu medan pertempuran sebagai daerah hukumnya, Pengadilan Militer Pertempuran bersifat mobil atau selalu mengikuti kemana gerak pasukan pada saat pertempuran tersebut berlangsung. Sedangkan Pengadilan Koneksitas bertugas untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana yang dilakukan oleh campuran antara prajurit dan warga sipil. 13 2.2 Tinjauan Pengadilan Militer di Bandung 2.2.1 Deskripsi Proyek Judul Proyek : Pengadilan Militer Bandung Lokasi : JL. Jawa No. 60, Bandung. Status Proyek : Proyek Tugas Akhir Pemilik Proyek : Pemerintah Lingkup Proyek : Perancangan 2.2.2 Jenis – Jenis Persidangan Militer b) Sidang Terbuka Sidang yang dapat dilihat / diikuti oleh umum, baik bagi peninjau, pers dan sebagainya. Contohnya : sidang pembunuhan, pencurian dll. c) Sidang Tertutup Sidang yang tidak dapat dilihat dan didengar oleh umum atau dinyatakan tertutup, sidang ini hanya dihadiri oleh Majelis Hakim, Oditur Militer, Penasihat Hukum, terdakwa dan korban. Contohnya : sidang asusila 2.2.3 Struktur Organisasi Pengadilan Militer KA DILMIL ( Kepala Pengadilan Militer ) KA TAUD ( Kepala Tata Usaha dan Urusan Dalam ) KA TERA ( Kepala Panitera ) POK KIMMIL ( Kelompok Hakim Militer ) Gambar 5. Struktur Organisasi Pengadilan Militer 14 2.2.4 Tata Tertib di Ruang Sidang a. Sebelum Majelis Hakim dan Panitera memasuki ruang sidang, Oditur, Penasihat Hukum, Rohaniwan dan pengunjung sudah duduk di tempatnya masing-masing di ruang sidang. b. Pada saat Majelis Hakim memasuki ruang sidang atau meninggalkan ruang sidang, semua yang hadir berdiri sebagai penghormatan kepada Majelis Hakim. c. Selama sidang berlangsung setiap orang yang keluar masuk ruang sidang diwajibkan memberi hormat kepada Hakim Ketua. d. Kecuali petugas keamanan siapapun dilarang mambawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak serta alat atau benda yang dapat membahayakan keamanan sidang. Benda-benda tersebut harus dititipkan di tempat yang khusus disediakan untuk itu. e. Petugas keamanan Mahkamah karena tugas jabatannya dapat mengadakan penggeledahan badan untuk menjamin bahwa kehadiran seseorang di ruang sidang tidak membawa senjata serta alat atau benda sebagaimana dimaksudkan di atas, dan apabila terdapat, maka petugas mempersilahkan yang bersangkutan untuk menitipkannya. f. Setelah Majelis Hakim, Oditur dan Penasihat Hukum (kalau ada) siap di tempat duduknya masing-masing dan sebelum sidang dibawa oleh Hakim Ketua, Panitera melaporkan kepada Hakim Ketua bahwa sidang siap dimulai. g. Setelah sidang dibuka oleh Hakim Ketua dengan mengetuk palu tiga kali, maka Hakim Ketua memerintahkan Oditur untuk menghadapkan terdakwa ke depan Majelis Hakim. Oditur meneruskan perintah tersebut kepada petugas. h. Petugas membawa terdakwa ke depan Majelis Hakim dan melaporkan kepada Hakim Ketua bahwa telah siap menghadapkan terdakwa. Kemudian petugas segera kembali ketempat semula (hal ini berlaku pula dalam menghadapkan saksi). 15 i. Hal tersebut berlaku pula apabila pemeriksaan terhadap terdakwa/saksi telah selesai dilakukan, dan petugas akan membawa terdakwa/saksi keluar ruang sidang. j. Apabila sidang ditunda/dischors, maka Hakim Ketua memerintahkan Oditur agar terdakwa dan para saksi dibawa keluar sidang, kemudian menyatakan sidang ditunda dan dilanjutkan pada hari dan tanggal yang ditentukan dengan diakhiri ketukan palu satu kali. k. Pakaian untuk Majelis Hakim, Oditur dan Panitera manggunakan pakain Dinas Upacara (PDU) IV. (Berdasarkan SKEP KABABINKUM ABRI NO : SKEP/186/X/1990) Berdasarkan point D, maka didekat ruang sidang disediakan tempat khusus / lemari untuk menyimpan barang bawaan pengunjung. Berdasarkan point E, pemeriksaan pengunjung ke ruang sidang tidak bisa dilakukan secara otomatis dengan metal detector melainkan dengan penggeledahan. 2.2.5 Aktivitas Dan Kegiatan Pada Pengadilan Militer Ada beberapa kegiatan di lingkungan Pengadilan Militer antara lain: 1. Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit 2. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata. 3. Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan Ada beberapa pihak yang terlibat dalam Pengadilan Militer yang melaksanakan kegiatankegiatan peradilan di antaranya adalah: Hakim Ketua : Hakim yang mengetuai majelis hakim dalam persidangan pengadilan Hakim Anggota : Hakim yang menjadi anggota majelis hakim di persidangan pengadilan 16 Oditur Militer : Pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai penuntut umum, sebagai pelaksana putusan atau penetapan pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Penasihat Hukum : Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, memenuhi persyaratan untuk memberikan bantuan hukum menurut cara yang diatur dalam Undang-undang. Panitera : Adalah seorang yang mengamati kegiatan persidangan dan mencatat inti persidangan. Panitera bertugas mencatat hasil keputusan hakim Terdakwa : Seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan. Saksi : Orang yang dapat memberikan keterangan atas suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Pengunjung : Orang yang mengunjungi pengadilan bertujuan untuk melihat jalannya pengadilan dan dengan berbagai kepentingan lainnya. 2.2.6 Susunan Persidangan di Pengadilan Dalam persidangan, komposisi di pengadilan militer dengan pengadilan lainnya hampir sama seperti : terdapat pengunjung, Hakim Anggota, Hakim Ketua, Panitera, Saksi dan Terdakwa. Yang membedakan adalah aktivitasnya, sehingga kebutuhan fasilitasnya dan tata letak furniture juga berbeda seperti tidak terdapat meja Jaksa Penuntut dan Penasihat Hukum pada pengadilan agama dan Pengadilan Tata Usaha Negara ( PTUN ) seperti yang terdapat di pengadilan militer dan pengadilan negeri. 17 Gambar 6. Perbandingan Tata Letak Furniture Ruang Sidang 18 Dalam Pengadilan Militer, persidangan dipimpin oleh 1 orang Hakim Ketua dengan pangkat paling rendah Mayor, 2 orang Hakim Anggota dan 1 orang Oditur Militer dengan pangkat paling rendah adalah Kapten yang dibantu 1 orang Panitera (paling rendah berpangkat Letnan Dua dan paling tinggi berpangkat Kapten). Gambar 7. Tata Letak Furnitur Ruang Sidang Pengadilan Militer 19 Berdasarkan gambar 3, maka diperoleh sirkulasi pintu keluar/masuk di ruang sidang Pengadilan Militer yang terbagi dalam 4 alur sirkulasi. 1. Sirkulasi untuk Majelis Hakim dan Panitera yang terletak di sisi area Majelis Hakim, 2. Sirkulasi Oditur Militer dan saksi terletak di belakang sisi kanan tempat duduk Oditur Militer, 3. Sirkulasi Penasihat Hukum dan tersangka/terdakwa terletak di belakang sisi kiri tempat duduk Penasihat Hukum, 4. Sirkulasi pengunjung terletak di belakang tempat duduk pengunjung. Gambar 8. Sirkulasi Ruang Sidang Pengadilan Militer 20 2.2.7 Program Ruang Yang Ada di Pengadilan Militer Bandung Ruang yang ada di Pengadilan Militer antara lain adalah: 1. Sidang 2. Ruang Hakim Militer ( KA DILMIL ) 29. Ruang Keamanan 3. Ruang Kelompok Hakim Militer 30. Gudang Alat Tulis dan Alat Kantor 4. Ruang Oditur Militer 31. Gudang Peralatan Persidangan 5. Ruang Penasehat Hukum 32. Gudang Barang Bukti 6. Ruang Musyawarah Hakim 33. Gudang Makanan 7. Ruang Tersangka 34. Ruang Olah Raga 8. Ruang Saksi 35. Perpustakaan 9. Ruang Sekretariat 36. Fasilitas Penunjang Dan Servis 10. Ruang Ajudan 11. Ruang Urusan Administrasi Perkara ( URMIN KARA ) 12. Ruang Kepala Urusan Administrasi Perkara ( KA URMIN KARA ) 13. Ruang Urusan Administrasi Perkara Persidangan ( URMIN RADANG ) 14. Ruang Kepala Urusan Administrasi Perkara Persidangan ( KA URMIN RADANG ) 15. Ruang Tata Usaha Dan Urusan Dalam ( TAUD ) 16. Ruang Kepala Tata Usaha Dan Urusan Dalam ( KA TAUD ) 17. Ruang Panitera ( TERA ) 18. Ruang Kepala Panitera ( KA TERA ) 19. Ruang Komputer 20. Ruang Arsip 21. Ruang Penanggung Jawab 22. Ruang Piket & CCTV 23. Ruang Jaga 24. Ruang Senjata 25. Ruang Tahanan 26. Ruang Juru Bayar 27. Ruang IKKT 28. Ruang Rapat/Serba Guna 21