BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seni adalah hasil dari peniruan alam yang bentuk pengungkapan dan penampilannya hampir sama dengan kenyataan (Aristoteles via M udji, 1993: 8). Seni merupakan hasil kebudayaan yang diciptakan manusia untuk memenuhi kebutuhan manusia akan keindahan. Seni tumbuh dan berkembang seiring dengan peradaban manusia (Nurhadiat, 2004: 3). Untuk memenuhi hasrat seni manusia, seni dibuat dengan menghadirkan estetika. Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang tetapi keindahan tersebut baru akan dirasakan apabila terjalin perpaduan yang harmonis dari elemen elemen keindahan yang terkandung pada suatu objek (K usmianto, 2004: 5). Jepang merupakan suatu negara dengan budaya yang mempunyai pandangan estetika yang menyatu antara seni, kehidupan, serta alam. M asyarakat Jepang hidup dekat dengan alam agar seni mereka tetap menyatu dengan alam (Sutrisno, 1993 : 111). Jepang juga merupakan suatu negara yang dikenal dengan beragam seni dan budaya. Diantara seni yang ada di Jepang, seni yang berhubungan dengan alam sangat digemari oleh masyarakat Jepang. Bagi mereka, alam merupakan sesuatu hal yang penting dan harus dihargai. Sikap menghargai alam ini merupakan karakteristik yang khas dari kebudayaan masyarakat Jepang (Hasegawa, 1966: 123). 1 2 Seni merangkai bunga (Ikebana) dan seni mengkerdilkan tanaman di dalam pot (bonsai) merupakan seni yang berhubungan dengan alam. Dari beberapa seni yang berhubungan dengan alam, bonsai merupakan salah satu seni yang berkaitan dengan alam yang banyak digemari oleh kaum lansia di Jepang. M eskipun banyak seni dan budaya yang terkenal di Jepang, bukan berarti Jepang merupakan tempat seni dan budaya itu berasal. Bonsai adalah salah satu seni yang terkenal di Jepang. Namun, seni bonsai sebenarnya berasal dari Cina. Pada awalnya, bonsai berasal dari seni miniatur tanaman yang disebut penjing yang terkenal di Cina pada periode Dinasti Tang (618907). Penjing mulai dikenal oleh para bangsawan di Jepang pada zaman Kamakura (1185-1333). Huruf kanji untuk penjing (盆景) dilafalkan bonkei oleh orang Jepang. Di Jepang bonkei juga merupakan miniatur dari tanaman. Awalnya, seni bonkei hanya digemari oleh kalangan atas terutama kalangan pejabat istana dan samurai. Pelafalan bonkei berubah menjadi bonsai pada zaman Edo (1603-1808). Pada zaman Edo, bonsai mencapai puncak kepopulerannya, dan m enanam bonsai pada zaman Edo menjadi pekerjaan sambilan samurai. Kemudian pada zaman M eiji (1868-1912) bonsai dikenal sebagai hobi yang bergaya, tetapi terdapat kesulitan dalam pemeliharaan dan penyiramannya. M enurut Richie (1982: 7), bonsai berasal dari kata bon(盆 )dan sai ( 栽 ). Bon ( 盆 ) yang berarti „pot‟ , dan sai( 栽 ) merupakan kata 3 kerja dari „tumbuh‟. Bonsai merupakan miniatur dari tanaman yang dikerdilkan di dalam pot. Jenis pohon dan tanaman yang biasa dibuat bonsai adalah cemara, apel, mawar, sakura, kaktus, dan bambu. Sanada (2004: 10), mengemukakan bahwa di Jepang bonsai umumnya digambarkan sebagai pohon kerdil yang ditanam oleh beberapa orang tua atau orang yang sudah pensiun. Para orang tua atau orang yang sudah pensiun ini akan menghabiskan waktunya bertahun – tahun untuk mengembangkan bonsai menjadi sesuatu yang bernilai kekal. Di Jepang Apresiasi masyarakat terhadap seni bonsai dapat terlihat dari adanya asosiasi-asosiasi pembudidaya bonsai di seluruh Jepang. Di antaranya Nippon Bonsai Association, Nippon Suiseki Association dan AJSBA (All Japan Shohin Bonsai Association). Wujud apresiasi yang juga ditampilkan dari para pembudidaya bonsai yaitu menyelenggarakan pameran bonsai di setiap bulan (www.geocities.com ). M enurut Koide (1989: 14), bonsai pada dasarnya adalah seni dalam memilih tanaman yang berpotensial menjadi bonsai yang bagus, kemudian merawatnya dengan sempurna dan merawatnya dengan penuh kasih sayang sehingga dapat berpadu dengan pot dan mendapatkan ekspresi keindahannya. Dalam perawatannya, bonsai juga memerlukan sinar matahari yang cukup, air, pupuk dan tanah yang cocok yang diperlukan untuk pertumbuhan yang sehat dan baik. Pemindahan pot, pemasangan kawat dan teknik-teknik lainnya juga diperlukan untuk membentuk pohon menjadi bentuk bonsai yang indah. 4 Berdasarkan bentuk dasarnya, ada 13 macam bentuk bonsai yang biasa dibuat oleh orang Jepang, yaitu : 1. Tegak Lurus ( Chokkan ) : batang pohon tegak lurus meruncing ke atas. 2. Tegak Berkelok – kelok ( Moyoubi ) : batang pohon tegak berkelokkelok ke kiri dan ke kanan. 3. M iring ( Shakan ) : Batang pohon miring ke satu sisi bagaikan terus menerus ditiup angin ke arah tersebut. 4. Sarung Angin ( Fukiganashi ) : Batang dan dahan pohon hanya condong ke satu arah. 5. M enggantung/Setengah M enggantung ( Kengai/Hankengai ) : batang pohon seperti panah dan miring ke samping atau kebawah pot. 6. Batang Bergelung ( Bankan ) : batang pohon terlihat seperti tubuh ular yang sedang bergelung. 7. Sapu Tegak ( Houkidachi ) : batang tegak lurus hingga di tengah sebelum dahan dan ranting tumbuh menyebar ke segala arah. 8. M enonjolkan Akar ( Neagari ) : bagian pangkal akar bercabangcabang di ke luar di atas tanah bagaikan akibat diterpa angin dan hujan. 9. Berbatang banyak ( Takan ) : bari satu pangkal akar tumbuh tegak lebih dari satu batang pohon. 10. Akar Terjalin ( Netsuranari ) : akar dari sejumlah batang pohon dari satu jenis (tiga batang pohon atau berhubungan satu satu sama lainnya. lebih) saling melekat dan 5 11. Kelompok ( Yoseue ) : lebih dari satu pohon ditanam bersama dalam satu pot dangkal. 12. Pohon Sastrawan/Bebas ( Bunjingi ) : berdasarkan karakter kesukaan, batang pohon lurus, miring, atau berbelok. Para sastrawan zaman M eiji sangat menggemari bonsai bentuk ini. 13. Pohon Tak Lazim ( Kawariki ) : bentuk ini dipakai untuk menyebut bonsai yang tidak dapat digolongkan ke dalam bentuk-bentuk bonsai yang lazim. Pembuatan bonsai memakan waktu yang lama dan memerlukan berbagai macam pemeliharaan dan perawatan yang baik pada pohon agar terbentuk menjadi bonsai yang indah. Untuk m embentuk pohon agar menjadi bonsai yang indah, tidak hanya menekankan kepada kreasi keindahan bentuk-bentuk luarnya saja, tetapi ada beberapa unsur-unsur yang terkandung di dalam pembentukannya (Sulistyo, 1997: 11). Bonsai yang indah adalah bonsai yang dibentuk dan mengandung unsur kepribadian, kesederhanaan, keharmonisan, keanggunan, alamiah, wibawa, dan keantikan. Selain unsur-unsur yang terkandung di dalam pembentukannya, menurut Fujii (1998: 8), seni bonsai pada dasarnya mencerminkan apresiasi dan pemahaman tentang kehidupan dan kematian seperti y ang terdapat dalam ajaran Buddha. Seperti ajaran Buddha, seni bonsai akan memperluas wawasan manusia dalam banyak cara dan mengubah perilaku manusia terhadap alam kehidupan. Orang yang membudidayakan bonsai tidak hanya menciptakan duplikat tanamannya saja, tetapi lebih kepada 6 mengekspresikan nilai estetika pribadi. M elalui bonsai, manusia dapat belajar mengapresiasikan cinta dan kasih kepada sesama dan alam semesta. Dengan menerapkan cinta dan kasih kepada sesama dan alam semesta, berarti manusia mewujudkan dunia yang damai. Sebaliknya, jika manusia saling membenci dan menyerang, dunia yang damai dan harmonis tidak akan terw ujud. M anusia hidup di dunia untuk belajar menjalankan proses menjadi manusia yang lebih dari kehidupan sebelumnya. Untuk itulah dalam ajaran Buddha, manusia diharapkan untuk mengamalkan kebajikan dan menghindari karma yang buruk (www.singnet.com ). Selain sisi keindahan dan ukurannya yang kecil, dalam seni bonsai terkandung unsur-unsur yang mendasari pembentukan bonsai yang indah. Selain itu, dalam seni bonsai juga terkandung ajaran Buddha mengenai kehidupan dan kematian. Ajaran Buddha mengenai kehidupan dan kematian tergambar dalam segitiga yang terdapat pada bentuk dasar bonsai. Segitiga memiliki peran penting dalam konsep pemahaman manusia, surga, dan bumi yang terdapat dalam ajaran Buddha. Pada penelitian ini, penulis akan meneliti konsep segitiga pada bentuk bonsai dari sisi simetris yang ditinjau secara visual. M enurut Kamus Umum Bahasa Indonesia simetris adalah dikatakan kepada letak benda yang seimbang berpasangan sama kiri dan kanan, atas dan bawah (2001: 1324). Sedangkan visual berarti dapat dilihat dengan mata; berdasarkan penglihatan (2001: 1612). Ketika melihat bonsai, konsep segitiga dapat terlihat dari keseluruhan siluet tanpa memperhatikan pemantauan semua cabang. M anusia hidup di dunia dan 7 akan meninggal hingga akan mencapai alam kematian, kemudian dilahirkan kembali ke dunia atau alam lain. M anusia juga dapat masuk ke surga. Seni bonsai adalah seni yang mencerminkan apresiasi dan pemahaman mengenai kehidupan dan kematian yang terdapat dalam ajaran Budha (Fujii, 1998: 8). Hal itu pulalah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai bonsai Jepang sebagai visualisasi konsep kehidupan dan kematian dalam ajaran Buddha. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis menetapkan rumusan masalah, yaitu: B agaimanakah simetri visual pada bentuk bonsai yang mengandung konsep kehidupan dan kematian dalam ajaran Buddha ? 1.3 Ruang lingkup Permasalah an Dalam penelitian ini, Penulis akan meneliti seni bonsai yang ada di Jepang dengan menghubungkan konsep ajaran Buddha tentang kehidupan dan kematian yang ditinjau dari simetri visual yang terdapat pada bentuk dasar bonsai. Bentuk dasar bonsai yang akan diteliti adalah 4 bentuk bonsai yaitu bonsai chokkan (formal atas), bonsai moyoubi, bonsai yose ue (kelompok atau hutan), dan bonsai kengai ( air terjun). 4 bentuk bonsai ini dipilih penulis untuk penelitian, karena berdasarkan tinjauan dari beberapa pustaka yang telah dilakukan , keempat bentuk bonsai ini merupakan bentuk 8 yang paling dasar dan yang paling umum dibuat oleh orang Jepang. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk menjelaskan simetri visual pada bentuk bonsai Jepang yang mengandung konsep kehidupan dan kematian dalam ajaran Buddha . 1.5 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu hasil penelitian beserta analisanya diuraikan dalam suatu tulisan ilmiah yang berbentuk narasi, kemudian dari analisis yang telah dilakukan diambil suatu kesimpulan, data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Data sekunder adalah data yang sudah dikumpulkan dan diolah oleh orang lain atau suatu lembaga (Adi, 2004 : 61). Bodgan dan Taylor via M oleong (1989: 5-10) menyebutkan bahwa dalam metodologi kualitatif, penelitian akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. M aka, metode penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan metode pengumpulan data melalui studi pustaka.Sedangkan untuk pengumpulan data, penulis menggunakan metode studi pustaka. Langkah-langkah penelitian adalah dengan mencari berbagai data melalui buku-buku, jurnal, karya ilmiah, dan literatur-literatur yang 9 berhubungan dengan tema penelitian. Buku yang menjadi data utama adalah buku karya Takada (1997) yang berjudul Eigo de Hanasu “Bukkyou”. Selain itu, laman-laman internet juga digunakan sebagai wacana untuk mendukung data. Setelah terkumpul, data akan dipilah sesuai kategorinya, kemudian dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan. 1.6 Landasan Teori Teori ditempatkan sebagai langkah untuk menyusun deskripsi dan pemahaman terhadap kelompok masyarakat yang hendak diteliti (Salim, 2001:71). M enurut Kaplan dan M anners via Rianto (2003), teori itu bersifat substantif, memiliki implikasi yang jelas dan tertentu, dan mempermasalahkan hubungan di antara entitas yang satu dengan entitas yang lainnya. Dalam penelitian ini, entitas-entitas tersebut adalah bonsai dan ajaran Buddha. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori yang berkaitan dengan bonsai dan ajaran Buddha. Teori yang berkaitan dengan bonsai terdiri dari konsep bonsai dan unsur-unsur pembentukan bonsai. Sedangkan teori yang berkaitan dengan ajaran Buddha terdiri dari konsep ajaran Buddha, konsep kehidupan dan kematian, dan konsep segitiga potensial. Teori-teori yang berkaitan pada dijelaskan lebih lanjut pada Bab II. penelitian tersebut akan 10 1.7 Tinjauan Pustaka Pertama, skripsi dari Elita Fitri Azhar seorang mahasisw i jurusan Sastra Jepang Universitas Indonesia yang berjudul “ Nilai-nilai Estetika Jepang pada Tam an Karesansui”. Dalam skrispi tersebut, dijelaskan nilai estetika yang terdapat dalam taman Jepang, khususnya pada taman jenis karesansui. Kedua, buku yang ditulis oleh Budi Sulistyo seorang pakar bonsai di Indonesia yang berjudul “Estetika Bonsai, Makna dan Pembentukannya”. Dalam buku tersebut, dijelaskan nilai hakiki yang terkandung dalam pembentukan bonsai, dan unsur-unsur yang terkandung dalam pembentukan bonsai dilihat dari teori wabi dan sabi yang merupakan akar dari ajaran Buddha. Dari tinjauan pustaka yang juga membahas tentang ajaran Buddha di atas, tetapi berbeda dengan penelitian yang ada dalam skripsi ini yang berjudul “Bentuk Bonsai sebagai V isualisasi K onsep Kehidupan dan Kematian dalam Ajaran Buddha”. Skripsi ini meneliti tentang simetri visual pada bentuk bonsai Jepang yang mengandung konsep kehidupan dan kematian dalam ajaran Buddha. 11 1.8 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan - adalah agar dapat memberikan gambaran mengenai isi dari penelitian ini.Bab I Pendahuluan, penulis memberikan penjelasan secara umum mengenai penelitian ini secara garis besar. Dalam bab ini, akan diuraikan mengenai latar bela kang penelitian mengenai bonsai, rumusan permasalahan, ruang lingkup permasalahan, tujuan penelitian, landasan teori, metode penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan. Pendahuluan ditulis agar pembaca dapat mengerti secara umum dan merasa tertarik untuk mengetahui apa yang akan dibahas dalam skripsi ini. Bab II Kerangka Teori, dalam bab ini penulis akan menjelaskan mengenai pengertian bonsai, asal seni bonsai, konsep bonsai, dan konsep Buddha secara keseluruhan. Setelah itu, penulis juga memap arkan konsep kehidupan dan kematian dalam ajaran Buddha yang dibagi menjadi 3 bagian, yaitu konsep kehidupan, konsep kematian, dan konsep tiga potensial (surga, manusia dan bum i). Bab III Analisis, bab ini berisi hasil analisis dari teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis selama melakukan penelitian. Penulis mengolah data untuk mengungkapkan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan dalam rumusan permasalahan sebagai fokus utama penelitian ini. Bab IV Kesimpulan, bab ini merupakan bagian terakhir yang berisi kesimpulan terhadap analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya. Penulis 12 merasa penelitian ini merupakan penelitian rintisan yang nantinya dapat dianalisis dengan lebih dalam oleh peneliti selanjutnya yang tertarik membahas tentang seni bonsai.