klik di sini

advertisement
KONSEP PENINGKATAN KUALITAS
PELAYANAN PUBLIK
Tjahjanulin Domai
[email protected]
A. Latar Belakang
Saat ini, upaya untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada
masyarakat menjadi perhatian utama dari berbagai Negara di seluruh dunia.
Quality wave (gelombang mutu) telah melanda dunia termasuk Indonesia.
Di Inggris, Edvardsson et al (1994) dalam Islamy (2007, hal 4)
meningkatkan
mutu
pelayanan
sangat
tergantung
pada
upaya
menyeimbangkan antara teknik dan metode peningkatan proses dan sistem
pelayanan dengan sikap, perilaku dan budaya layanan, teknik peningkatan
mutu pelayanan tidak berjalan dalam kondisi vakum, tetapi ia dikreasi dan
dilakukan oleh orang-orang dalam organisasi, oleh karenanya tekanan harus
diberikan pada orang, proses, motivasi dan sistem.
Di Amerika Serikat, Mor, (1994) dalam Islamy (2007, hal 4) pemerintah
Clinton
dan Gore, meluncurkan inisiatif
untuk
memperbaiki
mutu
pemerintahan Federal dengan mengganti filosofi administrasi negara lama
dengan administrasi Negara yang disemangati oleh Spirit Kewirausahaan.
Di Malaysia, Taufik (1996) dalam Islamy (2007, hal 5) telah dibuat
berbagai program untuk membangun suatu pemerintahan yang bersih, efisien
dan dipercaya. Program ini sesuai dengan apa yang dinamakan Strategi 2020
yang mendasari Negara Malaysia menjadi Negara maju pada tahun 2020.
1
2
Di Singapura, Haat (1996) dalam Islamy (2007, hal 5) telah dikenal suatu
kampanye komprehensif yang disebut pelayanan publik di abad 21. Tujuan
utama dari kampanye ini adalah untuk: (1) Memelihara adanya sikap
pelayanan prima guna memenuhi kebutuhan publik akan standar mutu
pelayanan yang tinggi dan memberi ruang bagi usaha perubahan terusmenerus bagi terwujudnya pelayanan yang lebih efektif dan efisien dengan
menerapkan sarana dan teknik manajemen modern serta memberikan
perhatian yang tinggi terhadap moral dan kesejahteraan pegawai.
Quality wave telah menyadarkan kita untuk juga berupaya meningkatkan
mutu pelayanan publik di semua level pemerintahan, dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang
pelayanan publik, dan peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2010,
tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik.
B. Problem Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Indonesia
Penyelenggaraan Pelayanan publik merupakan salah satu fungsi penting
pemerintah. Fungsi tersebut merupakan aktualisasi riil kontrak sosial yang
diberikan masyarakat kepada pemerintah dalam kontek hubungan Principalagent (Rawls, 1971) dalam Tarigan (2003).
Fenomena mal praktek pelayanan publik sudah menjadi bagian integral
dari penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia. Hal tersebut dapat
ditelusuri dari banyaknya keluhan yang disampaikan masyarakat berkaitan
dengan buruknya kinerja pelayanan publik. Pelayanan yang tertele-tele, dan
cenderung birokratis, biaya yang tinggi, pungutan-pungutan tambahan,
3
perilaku aparat yang lebih bersikap sebagai pejabat ketimbang abdi
masyarakat dan pelayanan yang diskriminatif (Tarigan, 2003). Sejalan dengan
pemikiran tersebut diatas Islamy (2007) mengatakan 59% masyarakat
pengguna layanan menilai kinerja pelayanan publik adalah buruk. Ini akibat
dari kompleksitas permasalahan yang ada di tubuh birokrasi pelayanan yaitu
(1) tidak adanya insentif untuk melakukan perbaikan, (2) buruknya tingkat
diskresi atau pengambilan inisiatif dalam pelayanan publik yang ditandai
dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada aturan formal dan petunjuk
pimpinan dalam melakukan tugas pelayanan dan (3) adanya budaya
paternalisme yang tinggi dimana aparat pelayanan menempatkan pimpinan
sebagai prioritas utama bukan kepentingan masyarakat. Demikian halnya
penelitian yang dilakukan oleh Center of Population and Policy Studies
Universitas Gajah Mada (2001) mengidentifikasikan sejumlah budaya
negative di dalam lingkungan organisasi pemerintah yang merugikan
kepentingan publik seperti mendahulukan kepentingan pribadi, golongan atau
kelompok, termasuk kepentingan atasannya ketimbang kepentingan publik,
adanya perilaku malas dalam mengambil inisiatif diluar peraturan, masih
kuatnya kecenderungan untuk menunggu petunjuk atasan, sikap
acuh
terhadap keluhan masyarakat, lamban dalam memberikan pelayanan, kurang
berminat dalam mensosialisasikan berbagai peraturan kepada masyarakat
(Tarigan, 2003).
Realitas tersebut semakin melemahkan harapan dan kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah sebagai pelaksana kontrak yang bermuara
pada munculnya krisis legitimasi pemerintah. Harapan, kepercayaan dan
4
legitimasi itu semakin melemah mengingat terbatasnya kapasitas pemerintah
dalam merespon aspirasi masyarakat yang justru semakin kompleks dan
variatif. Keterbatasan kapasitas itu antara lain keterbatasan dalam penyediaan
input sumberdaya terutama keuangan serta kemampuan manajerial.
C. Konsep Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Layanan publik yang berkualitas tidak dapat diwujudkan hanya dengan
membuat produk perundang-undangan dan berbagai peraturan yang berkaitan
dengan pelayanan publik. Hal lain yang jauh lebih penting adalah bagaimana
produk hukum itu dapat diimplementasikan dengan baik dan benar.
Tantangan terbesar untuk menghadirkan layanan publik yang berkualitas
adalah apakah ada kepemimpinan yang kuat dalam organisasi pemerintahan
yang ditunjukkan oleh adanya sosok pemimpin yang memiliki visi tentang
layanan publik yang berkualitas. Hasil penelitian Prianto (2006) jelas
menunjukkan bahwa peningkatan kualitas layanan publik, dapat dimulai dari
bagaimana pemimpin lembaga publik mampu mengemban visi dan model
kepemimpinan yang mendukung terwujudnya layanan yang berkualitas.
Pemimpin lembaga pemerintahan memiliki andil besar untuk terkreasinya
budaya kerja baru yang lebih sesuai dengan tuntutan masyarakat. Budaya kerja
baru tersebut dimaksudkan untuk tujuan pemberdayaan staf, mengkreasikan
jarak kekuasaan yang lebih pendek sehingga visi pimpinan dapat lebih mudah
diterjemahkan oleh para staf. Pemberdayaan staf merupakan langkah awal dari
upaya untuk mewujudkan layanan publik yang berkualitas.
Upaya untuk mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas yang dapat
dilakukan dengan membudayakan konsep akuntabilitas publik pada dasarnya
5
lembaga pemerintahan sesungguhnya dibuat dan diadakan oleh publik (Huges,
1994) dalam Prianto, 2006 hal 122), oleh karena itu para pegawai dalam
lembaga pemerintahan juga harus mempertanggungjawabkan kinerjanya
kepada publik, adapun yang dipertanggungjawabkan adalah mencakup semua
perilaku, sikap, tindakan kerja dan berbagai keputusan yang dibuat dalam
rangka menjalankan tugas dan kewajibannya.
Konsep untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dapat melalui
“Citizen Charter”. Pada hakikatnya adalah merupakan sebuah piagam
kesepakatan antara pemerintah sebagai penyedia layanan dan masyarakat
sebagai pengguna layanan; yang berisi pernyataan dan komitmen bersama
dengan tujuan agar proses produk dan mutu pelayanan dapat dicapai secara
efektif, efisien dan memuaskan.
Kontrak pelayanan dibuat guna menyalurkan hak masyarakat untuk
terlibat dalam mengendalikan aspirasi dan kepentingannya atas barang dan
jasa publik. Dengan adanya kontrak pelayanan diharapkan pemerintah dapat
memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa proses, produk, dan mutu
pelayanan telah dijalankan dengan baik dan sesuai dengan prinsip dan standar
pelayanan yang telah disepakati. Kontrak pelayanan bermanfaat untuk: (1)
memberikan informasi yang lebih baik kepada publik bahwa pelayanan akan
ditingkatkan mutunya; (2) memberdayakan masyarakat untuk ikut terlibat
dalam mendesain dan mengendalikan proses, produk dan mutu pelayanan; (3)
meningkatkan konsistensi, kecepatan dan mutu pelayanan; (4) menyediakan
ruang bagi pengendalian pengukuran dan pengaturan pelayanan yang lebih
baik; (5) meningkatkan motivasi, rasa percaya diri dan insentif bagi aparat
6
pelayanan dan masyarakat bahwa proses, produk dan mutu pelayanan dapat
diwujudkan lewat kemitraan (islamy, 2007)
Konsep untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dapat pula
melalui komplain adalah merupakan ekspresi perasaan ketidakpuasan atas
standar pelayanan, tindakan atau tiadanya tindakan aparat pelayanan yang
berpengaruh kepada para pengguna jasa layanan.
Adapun manfaat komplain bagi birokrasi pelayanan adalah (1) birokrasi
pelayanan semakin tahu akan kelemahannya dalam memberikan pelayanan
kepada pengguna jasa layanan; (2) sebagai alat instrospeksi diri, untuk
senantiasa responsive dan mau memperhatikan suara dan pilihan pengguna
jasa layanan; (3) mempermudah birokrasi mencari jalan keluar untuk
meningkatkan mutu pelayanannya; (4) bila komplain bisa segera ditangani,
pengguna jasa layanan akan merasa kepentingan dan harapannya diperhatikan;
(5) dapat mempertebal rasa percaya dan kesetiaan pengguna jasa layanan
kepada birokrasi pelayanan; (6) manajemen komplain yang benar akan
berhasil bisa meningkatkan kepuasan pengguna jasa layanan dan dapat
meningkatkan kualitas pelayanan.
7
D. Model Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Model Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Manajemen pengetahuan
& organisasi
pembelajaran
Managerial
skill
Citizen charter
& akuntabilitas
IKM, SPP
Visi-misi
core value
Pimpinan
Peningkatan
kualitas
Pelayanan
Publik
Staff
Core Belief
komitmen
Nilai tambah
dari peran
Persepsi
tentang peran
Manajemen
komplain
Note
1. Core value meliputi
Honesty
: Kejujuran
Trust
: kepercayaan
Fairness
: keadilan
Respect
: menghormati
Responsibility : manjunjung tinggi tanggung jawab
2. IKM
: Indeks kepuasan masyarakat
SPP
: Standar Pelayanan Publik
3.
Nilai inti
(5 nilai)
Pelayanan publik
yang berkualitas
Modal dasar
pelayanan publik
SPP + IKM
8
DAFTAR PUSTAKA
Islamy M. Irfan (2007). Menggapai Pelayanan yang Bermutu. Program Doktor
Ilmu Administrasi FIA-UB
Prianto Agus (2006) Menakar Kualitas Pelayanan Publik. In- Trans. Dau Malang
Tarigan Antonius (2003) Transformasi Model New Governance sebagai Kunci
Menuju Optimalisasi Pelayanan Publik di Indonesia. Manajemen Usahawan
Indonesia. No. 02/ Th XXX II Februari 2003
Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan
Publik Penerbit ASA Mandiri Jakarta
Per Menpan dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 7 Tahun2010
tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik
Central of Population and Policy Studies Universitas Gajah Mada (2001)
Download