Upaya Hukum

advertisement
UPAYA HUKUM
PUTUSAN PENGADILAN AGAMA
1. Upaya Hukum Banding
Upaya banding didaerah jawa dan madura semula diatur dalam pasal 188194 HIR, sedangkan bagi daerah luar jawa dan madura diatur dalam pasal-pasal
199-205 R.Bg.
Pada hakekatnya, kewenangan Pengadilan Tinggi Agama mengadili perkara
perdata dalam tingkat banding adalah kewenangan “memeriksa ulang” kembali
suatu perkara yang telah diputus oleh Pengadilan Agama sebagai Peradilan Tingkat
Pertama. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Agama adalah
pemeriksaan secara keseluruhan perkara yang dimintakan banding tersebut.
Menurut M.Yahya Harahap, SH., (1990:377), tujuan utama pemeriksaan
tingkat banding adalah untuk mengoreksi dan mengeluarkan segala kesalahan dan
kekeliruan dalam penetapan hukum, tata cara mengadili, meluruskan penilaian
fakta dan pembuktian.
Berpedoman kepada hal-hal yang telah diterapkan dalam UU No 20 Tahun
1947, maka secara ringkas dapat diuraikan hal-hal yang beerkenaan dengan
prosedur dan tata cara permohonan serta pemeriksaan banding sebagai berikut:
a. Prosedur perkara banding
 Permohonan banding dapat diajukan dalam waktu 14 hari setelah putusan
ditetapkan, atau setelah diberitahukan, dalam hal putusan diucapkan diluar
hadir.
 Terhadap [ermohonan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu
tersebut diatas, tetap diterima dan dicatat dengan membuat surat
keterangan panitera bahwa permohonan banding telah lampau waktu
banding.
 Pernyataan banding dapat diterima, apabila panjar biaya banding yang
ditaksir dalam SKUM oleh meja pertama telah dibayar lunas oleh
pemohon banding.
31
 Jika biaya banding telah dibayar lunas, maka Pengadilan Agama wajib
membuat akta pernyataan banding, dan mencatat permohonan banding
tersebut dalam register induk perkara dan register banding.
 Akta permohonan banding dalam waktu 7 (tujuh) hari harus sudah
disampaikan kepada pihak lawan.
 Tanggal penerimaan memori dan atau kontra memori banding harus
dicatat tanggal penerimaannya dan salinannnya disampaikan kepada
masing-masing lawannya, dengan membuat akta pemberitahuan atau
penyerahan memori dan atau kontra memori banding.
 Sebelum berkas perkara banding dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama,
harus diberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk mempelajari
atau memeriksa berkas perkara (inzage) dan dituangkan dalam akta
ceploit.
 Dalam waktu 30 hari sejak permohonan banding diajukan, berkas banding
berupa bundel A dan B harus sudah dikirim kepengadilan Tinggi Agama.
 Biaya pemeriksaan perkara banding untuk Peradilan Tinggi Agama harus
disampaikan melalui Bank Pemerintah atau melalui Kantor Pos,
bersamaan dengan pengiriman berkas yang bersangkutan.
 Dalam menaksir biaya banding, diperhitungkan sesuai dengan besarnya
biaya bending yang ditentukan oleh Ketua Pengadilan Agama dan ongkos
kirim uang ke Pengadilan Tinggi Agama yang ditambah dengan biaya
pemberitahuan berupa:
1) Biaya pernyataan pernyataan banding
2) Biaya pemberittahuan akta banding
3) Biaya pemberitahuan memori banding
4) Biaya pemberitahuan kontra memori banding
5) Biaya pemberitahuan memeriksa berkas bagi pembanding
6) Biaya pemberitahuan memeriksa berkas bagi terbanding
7) Biaya pemberitahuan bunyi Putusan Pengadilan Tinggi Agama bagi
pembanding
8) Biaya pemberitahuan bunyi Putusan Pengadilan Tinggi Agama bagi
terbanding
32
 Satu bulan sejak tanggal permohonan banding, berkas perkara (bundel A
dan B) harus sudah dikrim kepada Pengadilan Tinggi Agama.
b. Administrasi perkara banding
Bundel A adalah himpunan surat-surat yang diawali dengan surat gugat
dan semua kegiatan atau proses penyidangan/pemeriksaan perkara tersebut
yang selalu disimpan diPengadilan Agama dimana perkara itu diputus. Jika
tidak ada banding, bundel A ini dinamakan “berkas Perkara” yang disusun
dengan susunan sebagai berikut:

Surat gugatan

Penetapan penunjukan Majelis Hakim (PHM)

Penetapan hari sidang (PHS)

Relaas-relaas panggilan

Berita acra sidang, termasuk replik, duplik pihak-pihak yang berpekara
yang merupakan satu kesatuan dengan berita acara

Surat kuasa dari kedua belah pihak ( bila memakai kuasa)

Penetapan sita conservatoir atau revindicatoir

Berita acra sita conservatoir/revindicatoir

Lampiran-lampiran surat yang diajukan oleh kedua belah pihak (bila ada)

Surat-surat bukti penggugat

Surat-surat bukti tergugat

Tanggapan bukti-buti tergugat dari penggugat

Tanggapan bukti-buti penggugat dari tergugat

Berita acara pemeriksaan setempat

Gambar situasi (kalau ada)

Surat-surat lainnya
Bundel B adalah himpunan surat-surat perkara yang diawali dengan
permohonan banding, kasasi dan peninjauan kembali (PK) serta semua
kegiatan yang berkenaan dengan adanya permohonan banding, kasasi dan
peninjauan kembali.
Adapun bundel B sehubungan dengan adanya perkara banding yang
diajukan kepada Pengadilan Tinggi Agama, maka hal-hal yang berhubungan
dengan banding itu terdiri dari:
33

Salinan putusan Pengadilan Agama

Akta banding

Pemberitahuan penyerahan memori banding

Pemberitahuan penyerahan kontra memori banding

Pemberitahuan memberi kesempatan kepada pihak-pihak untuk melihat,
membaca dan memeriksa (inzage) berkas perkara.

Surat kuasa khusus (kalau ada kuasa)

Tanda bukti pengiriman ongkos perkara banding.
c. Pemeriksaan pada tingkat banding
Pada dasarnya pemeriksaan pada tingkat banding tidak bersifat
langsung antara hakim dan para saksi-saksi sebagaimana yang dilakukan
Pengadilan Tingkat Pertama. Menurut M.Yahya Harahap, SH.,(1990:380)
pemeriksaan dengan cara memeriksa kembali berkas perkara merupakan hal
yang rasional dan realitas.
Berdasarkan pasal 15 ayat (1) UU No 20 Tahun 1947 dan pasal 15 ayat
(1) UU No 14 Tahun 1970 pemeriksaan perkara dalam tingkat banding harus
dilaksanakan oleh Pengadilan Tinggi dengan tiga orang hakim sebagai hakim
majelis.
2. Upaya Hukum Kasasi
Ketentuan tentang upaya hukum kasasi diatur dalam pasal 10 ayat (3) dan
pasal 20 UU No 14 Tahun 1970 dan pasal 43 UU No 14 Tahun 1985. Dalam pasal
29 dan 30 No 14 Tahun 1985 dikemukakan bahwa kasasi adalah pembatalan
putusan atas penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat
peradilan terakhir.
Mahkamah Agung RI bukan merupakan pengadilan tingkat ketiga atau
badan pengadilan bending tingkat kedua. Melainkan merupakan badan atau
lembaga kekuasaan kehakiman yang bertugas memriksa dalam tingkat kasasi
terhadap putusan pengadilan disemua lingkungan peradilan atas alasan:
1) Bahwa pengadilan tidak berwenang atau melampaui wewenangnya dalam
menjatuhkan putusannya.
2) Bahwa salah menrapkan hukum atau melanggar hukum yang berlaku
dalam memmeriksa dan memutuskan perkara yang dimintakan kasasi
34
3) Bahwa pengadilan lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh UU
yang berlaku, atau tidak memenuhi prosedur yang telah ditentukan oleh
UU.
Hal-hal yang berhubungan dengan kasasi sebagaiman ditentukan oleh
peraturan Per-UU-an tersebut diatas, maka perlu hal-hal sebagai berikut:
a. Prosedur penerimaan perkara kasasi

Permohonan kasasi dapat diajukan dalam waktu 14 (empat belas)
hari dari setelah putusan diucapkan atau diberitahukan dalam hal
putusan tersebut diucapkan diluar hadir tergugat.

Pernyataan kasasi dapat diterima, apabila panjar biaya perkara
kasasi yang ditaksir dalam SKUM oleh meja pertama telah dibayar
lunas.

Apabila biaya kasasi telah dibayar lunas, maka pengadilan wajib
membuat akta pernyataan kasasi dan mencatat permohonan kasasi
tersebuat dalam register induk perkara perdata dan register kasasi
perkara perdata.

Akta menyatakan permohonan kasasi dalam waktu 14 (empat
belas) hari sesudah pernyataan kasasi harus sudah diterima pada
kepaniteraan Pengadilan Agama.

Tanggal penerimaan memori tersebut, harus dicatat dalam suatu
surat keterangan panitera yang ditandatangani oleh panitera.

Jawaban kontra memori kasasi, selambat-lambatnya 14 hari
sesudah disampaikannya memori kasasi, ahrus sudah diterima pada
kepaniteraan Pengadilan Agama untuk disampaikan kepada pihak
lawannya.

Dalam waktu 30 hari sejak permohonan kasasi diajukan, berkas
kasasi berupa bundel A dan B harus sudah dikirim ke Mahkamah
Agung.

Biaya pemeriksaan perkara kasasi untuk Mahkamah Agung RI
harus dikirim melalui Bank BRI Cabang Veteran Raya No.8
Jakarta Pusa, Rekening No. 011238-001-5 bersamaan dengan
berkas yang bersangkutan.
35

Dalam menaksir biaya kasasi supaya diperhitungkan dengan
besarnya biaya kasasi sebagaimana yang ditentukan
oleh
Mahkamah Agung RI tersebut diatas ditambah dengan biaya
pemberitahuan berupa pemberitahuaan pernyataan kasasi, biaya
pemberitahuaan memori kasasi dan sebagainya.

Fotokopi relaas pemberitahuaan putusan Mahkamah Agung RI
suoaya dikirim ke Mahkamah Agung.
b. Administrasi perkara kasasi
Bundel A merupakan himpunan surat-surat yang diawali dengan
surat gugat dan semua kegiatan atau proses penyidangan/pemeriksaan
perkara tersebut yang selalu disimpan di Pengadilan Agama.
Adapun bundel B untuk permohonan perkara kasasi selalu ditinggal
menjadi arsip Mahkamah Agung yang terdiri dari:

Relaas-relas pemberitahuan isi putusan banding kepada kedua
belah pihak yang berpekara.

Akta permohonan kasasi

Surat kuasa khusus dari permohonan kasasi

Memori kasasi (bila ada) atau surat keterangan apabila permohonan
kasasi tidak diterima memori kasasi.

Tanda terima memori kasasi

Relaas pemberitahuan memori kasasi kepada pihak lawan

Relaas pemberitahuan kontra memori kasasi kepada pihak lawan

Kontra memori kasasi (bila ada)

Relaas memberikan kesempatan pihak-pihak untuk melihat,
membaca dan memeriksa berkas perkara/permohonan.

Salinan putusan Pengadilan Agama

Salinan putusan Pengadilan Tinggi Agama

Tanda bukti setoran biaya kasasi yang sah dari bank

Surat-surat lain yang mungkin ada.
c. Pemeriksaan dalam tingkat kasasi
Sebagaimana pemeriksaan dalam tingkat pertama dan banding,
pemeriksaan dalam tingkat kasasi juga harus dilaksanakan dengan
sekurang-kurangnya tiga orang hakim, seorang hakim bertindak sebagai
36
hakim ketua dan lainnya sebagai hakim anggota serta dibantu seorang
panitera atau panitera pengganti.
Jika pemeriksaan dalam tingkat kasasi telah selesai dilaksanakan, maka
putusan kasasi dapat berupa sebagai berikut:
a. Permohonan kasasi tidak dapat diterima
b. Permohonan kasasi ditolak
c. Permohonan kasasi dikabulkan
3. Upaya Hukum Peninjauan Kembali
Peninjauan kembali adalah upaya hukum luar biasa (request civil) yang
merupakan upaya untuk memeriksa atau memerintahkan kembali suatu putusan
pengadilan (baik tingkat pertama, banding dan kasasi) yang telah berkekuatan
hukum tetap, guna membatalkannya.
Disebut upaya hukum luar biasa karena upaya hukum peninjauan kembali
adalah merupakan salah satu tindakan memeriksa lagi perkara yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
Menurut M.Yahya Harahap, SH., (1990:408) dibukanya pintu upaya hukum
peninjauan kembali (PK) terhadap perkara yang telah putus dalam tingkat pertama,
banding dan kasasi adalah karena beberapa pertimbangan antara lain:
1) Meskipun perkara telah diperiksa dalam tingkat pertama,banding dan kasasi
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dikhawatirkan ada kekeliruan
dalam pemeriksaannya sebab sifat manusia walaupun ia sebagai hakim
tidak luput dari khilaf dan lalai serba kekurangan.
2) Biasa terjadi pada saat perkara diputus, ternyata ada unsur-unsur yang tidak
sehat seperti kebohongan dan tipu muslihat sehingga timbul ketidakadilan
pada salah satu pihak yang berpekara
3) Tidak layak mempertahankan putusan yang cacat yuridis dalam kehidupan
masyarakat sehingga lebih layak diberikan kesempatan yang luar biasa
kepada pihak yang dirugikan dengan caraa mengajukan peninjauan kembali
(PK) terhadap perkara yang telah mempunyai hukum tetap.
Alasan hukum yang kuat secara beramai-ramai mengajukan hukum upaya
hukum peninjauan kembali (PK) yaitu:
a. Alasan-alasan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK)
37
Berdasarkan pasal 21 UU No 14 Tahun 1970 jo pasal 67 UU No 14
Tahun 1985, alasan-alasan yang dipernolehkan mengajukan huku
peninjauan kembali terhadap suatu perkara yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap adalah sebagai berikut:

Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan tipu muslihat
pihak lawan atau bukti-bukti palsu.

Apabila setelah perkara diputus ditemukan novum

Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut dan lebih
daripada yang dituntut.

Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya.

Putusan bertentangan satu sama lain

Apabila dalam suatu putusan terdapat kekhilafan atau kekeliruan
hakim yang nyata.
b. Prosedur penerimaan perkara Peninjauan Kembali (PK)
 Dalam waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak putusan
berkekuatan hukum tetap atau sejak ditemukan bukti-bukti baru,
panitera menerima permohonan Peninjauan Kembali (PK) ang
diajukan oleh piahak berperkara.
 Pernyataan Peninjauan Kembali (PK) dapat diterima, apabila panjar
biaya Peninjauan Kembali yang ditaksir dalam SKUM oleh meja
pertama telah dibayar lunas.
 Apabila panjar biaya Peninjauan Kembali telah dibayar lunas, maka
Pengadilan Agama wajib membuat akta Peninjauan Kembali dan
mencatat permohonan Peninjauan Kembali tersebut kedalam
register induk perkara dan register perkara Peninjauan Kembali.
 Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari, peanitera
wajib memberitahukan tentang permohonan peninjauan kembali
kepada pihak lawan, dengan memberikan/mengirimkan salinan
permohonan Peninjauan Kembali beserta alasan-alasannya kepada
pihak lawan.
 Jawaban atau tanggapan atas alasan Peninjauan Kembali, selambatlambatnya 30 hari sejak alasan Peninjauan Kembali tersebut
38
diterima, harus sudah diterima dikepaniteraan Pengadilan Agama
untuk disampaikan kepada pihak lawan.
 Jawaban atau tanggapan atas alasan Peninjauan Kembali yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Agama, harus dibubuhi hari
dan tanggal penerimaan yang dinyatakan diatas surat jawaban
tersebut.
 Dalam waktu 30 hari setelah menrima jawaban tersebut berkas
Peninjauan Kembali berupa bundel A dan B harus sudah dikirim ke
MA RI.
 Dalam menaksir biaya Peninjauan Kembali
 Fotokopi relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung RI
supaya dikirim ke Mahkamah Agung RI.
c. Administrasi perkara Peninjauan kembali
Bandel B yang berkaitan dengan adanya permohonan Peninjauan
Kembali akhirnya akan menjadi arsip berkas perkara di Mahkamah Agung
RI yang terdiri atas:

Relaas pemberitahuan isi putusan Mahkamah Agung RI, terutama
kepada pemohon Peninjauan Kembali atau relaas pemberitahuaan
isi putusan banding bila permohonan Peninjauan Kembali itu
diajukan atas Pengadilan Tinggi Agama.

Surat permohonan Peninjauan Kembali

Surat permohonan Peninjauan Kembali, dilampirkan juga suratsurat bukti

Tanda terima surat permohonan Peninjauan Kembali

Surat kuasa khusus (kalau ada)

Surat
pemberitahuan
dan
penyerahan
salinan
permohonan
Peninjauan Kembali kepada pihak lawan

Jawaban surat permohonan Peninjauan Kembali

Salinan putusan Pengadilan Agama

Salinan putusan Pengadilan Tinggi Agama

Tanda bukti setoran biaya dari bank

Surat-surat lain yang mungkin ada.
39
d. Hal-hal yang berhubungan dengan perkara Peninjauan Kembali
Berdasarkan pada pasal 68 UU No 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung RI ditegaskan bahwa yang berhak mengajukan
Peninjauan Kembali adalah para pihak yang berpekara secara in person,
ahli waris para pihak yang berpekara dan kuasa yang diberi kuasa khusus
untuk keperluan Peninjauan Kembali.
e. Putusan perkara permohonan Peninjauan Kembali
Berdasarkan pasal 40 ayat (1) UU No 14 Tahun 1985 ditegaskan
bahwa pemeriksaan perkara permohonan Peninjauan Kembali dilaksanakan
oleh Mahkamah Agung RI dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim
sebagai hakim majelis.
Putusan
Mahkamah
Agung RI terhadap
perkara
permohonan
Peninjauan Kembali dapat diklasifikasikan kepada 3 (tiga) bentuk yaitu:

Putusan tidak bisa diterima

Putusan tidak dikabulkan atau ditolak

Putusan dikabulkan.
40
Download