membangun komunitas berkesadaran mei-agustus 2012

advertisement
EKAYANA
Warta
MEMBANGUN KOMUNITAS BERKESADARAN
MEI-AGUSTUS 2012
KONDISI-KONDISI YANG MEMBAHAGIAKAN
Berbahagialah mempunyai kawan di saat kita membutuhkannya;
berbahagialah bila merasa puas dengan apa yang diperoleh;
berbahagialah bila dapat berbuat kebajikan sebelum mati;
berbahagialah bila dapat mengakhiri penderitaan.
Berbahagialah bila dapat melayani ibu,
begitu pula bila dapat melayani ayah.
Berbahagialah bila dapat melayani para petapa,
begitu pula bila dapat melayani para orang suci.
Berbahagialah bila dapat berbuat kebajikan hingga hari tua,
berbahagialah bila dapat berpegang teguh pada keyakinan,
berbahagialah bila dapat memiliki kebijaksanaan,
berbahagialah bila dapat terbebas dari kejahatan.
(Dhammapada 331-333)
Foto : Pondok Sadhana Suddhi Bhavana, Desa Jambudipa, Bandung Barat
Dari
Redaksi
Namo Sanghyang Adi Buddhaya
Namo Buddhaya Bodhisattwaya Mahasattwaya
EKAYANA
Warta
Selamat bertemu dengan Warta Ekayana (WE).
Dalam bahasa Inggris, we selain berarti kami juga
bisa berarti kita. Kami tentu memilih arti kita. Kata
kita mencerminkan kebersamaan antara aku dan
kau, kami dan kalian. Di zaman yang banyak membangkitkan semangat keakuan – egoisme yang
tidak peduli pada yang lain, bahkan tak jarang
mengorbankan pihak lain (makhluk hidup maupun
lingkungan hidup) – saat kita bisa pulang kembali
ke kebersamaan tentu akan sangat menyejukkan.
Kami menerbitkan WE sebagai media komunitas,
jadi sasaran pembaca utamanya adalah insan dan
simpatisan Ekayana Buddhist Centre (EBC),
dengan tujuan untuk meningkatkan semangat
kebersamaan. Kami membayangkan, jika lebih
banyak insan dan simpatisan EBC yang mengetahui aneka kegiatan yang telah dan akan diselenggarakan oleh saudara/saudari mereka yang menjadi sukarelawan/sukarelawati penggerak EBC,
maka tentunya akan lebih banyak lagi insan EBC
yang tergerak untuk mengabdi di Jalan Buddha.
WE juga berkehendak agar dalam mewartakan
kegiatan dapat sekaligus juga menjelaskan makna
kegiatan tersebut, sehingga akan bisa dipahami
dengan tepat dan benar-benar bermanfaat. Berbagai kegiatan keagamaan maupun sosial yang
dilakukan atas nama agama Buddha seharusnya
selalu terkait dengan praktik hidup berkesadaran
yang membawa ke pembebasan dari penderitaan.
Akhir kata, selamat membaca.
MEI - AGUSTUS 2012
WARTA EKAYANA
Dewan Redaksi
Bachtiar Ismail, Budi Hartono Susilo,
Febrian Themansjah, Hendra B. Sjarifuddin,
Moki Komala, Kshantica,
Liana Chia, Tio Cai Fung
Fotografer
Nur Kadri, William Santoso
Kontributor
Fadly Lie, Rahkasiwi Dimas Susanto
Artistik & Desain
Harris Budiyanto Wijaya
DAFTAR ISI
MEI - AGUSTUS 2012
Pesan Dharma
Oleh Y.A. Aryamaitri Mahastavira
04 21
22
Kegiatan
Wawancara
Orangtua Memberikan yang Terbaik
yang Mereka Miliki
Mengenal Lebih Dekat
Karunaduta
06
Menyambut Tahun Naga Air
Talk Show Andrew Ho
Retret Komunitas Chan EBC
Kunjungan PMV & GAB Buddhasena Bogor
06
08
09
Aksi Donor Darah Massal
Pelantikan PMVEG
10
Meneladani Bodhisattwa Awalokiteswara
11
12
13
14
Info Buku Baru
24
26 Kamus Istilah Buddhis
Rangkaian Acara
15 28 Info
Waisak
Sajian Utama
16
Vegetarian Food Fair
Retret Pembina GABVEG
Mengisi Liburan di Prasadha Mandala Dharma
2556/2012
Bakti kepada Orangtua
Merawat Tubuh dan Pikiran
16
19
Pesan
PESAN DHARMA
Dharma
Namo Sanghyang Adi Buddhaya
Namo Buddhaya Bodhisattwaya Mahasattwaya
Ketika hadir dalam pendarasan Sutra dan upacara
Ksamayati (pertobatan) berarti umat Buddha sedang
melatih diri dan menjadi pelindung Dharma.
MEI-AGUSTUS 2012
4
Melalui penyebaran yang melewati
dan bersentuhan dengan ruang dan
waktu yang berbeda, agama Buddha kini
memiliki banyak tradisi. Namun dari
kacamata gerakan Buddhayana, agama
Buddha tetap satu, ibarat melihat pohon
secara utuh dengan batang utamanya
yang memiliki banyak cabang. Jika kita
hanya melihat pada cabang-cabang
yang berbeda arah, yang terjadi adalah
pandangan diskriminasi.
Sudah tentu sangat penting untuk
mengenal batang utama yang mengakar
ke bumi, yaitu ajaran yang membebaskan keterpisahan diri kita dari yang lain.
Dengan praktik sadar-penuh dan
melihat secara mendalam, akan tumbuh
pemahaman bijak yang dipenuhi cinta
kasih dan membawa kita pada pembebasan dari duka. Duka di sini tentunya
adalah duka kolektif, bukan hanya duka
individual.
Dari ajaran batang utama yang
benar maka ajaran cabang-cabang dari
pohon tersebut akan dapat dipahami
sebagai suatu keterampilan dalam cara
(upaya kausalya). Bisa jadi pada awalnya
ada pintu Dharma yang tampak mengajarkan untuk melekat dan bukan
melepas, tetapi ujung-ujungnya ternyata
kita dibawa untuk berada di jalan
pembebasan.
Ketika seorang pemuda bernama
Sigala memuja keenam arah tanpa
pemahaman yang benar, hanya sebagai
wujud bakti kepada orangtua yang
memintanya untuk melakukan itu, maka
Buddha mendapat kesempatan untuk
PESAN DHARMA
mengajarkan praktik Dharma. Enam arah
pemujaan diberi makna yang membawa
pada ajaran keharmonisan sosial dan kini
kita mengenalnya sebagai Sutta
Sigalowada, yang di dalamnya terdapat
ajaran bakti kepada orangtua.
Orang yang berbakti kepada
orangtua, juga akan memiliki perhatian
kepada masyarakat di sekitarnya, dan
jika menjadi pemimpin negara ia akan
peduli pada penderitaan rakyatnya.
Sayangnya tata kehidupan pada masa
sekarang ini sudah berubah menjadi
sangat individualistik. Masyarakat Timur
sedikit banyak juga terpengaruh oleh
nilai-nilai yang menghancurkan
kehidupan berkeluarga ini sehingga
kehidupan bermasyarakat yang penuh
kebersamaan, gotong royong, dan
harmonis pun memudar. Ada banyak
mahasiswa Indonesia yang belajar di
Barat yang kabarnya tidak mau pulang,
meski telah dibiayai begitu banyak oleh
orangtuanya yang bekerja keras demi
kesuksesan anaknya. Mereka berpandangan bahwa merawat dan
membesarkan anak adalah tanggung
jawab orangtua, tetapi yang sebaliknya,
yaitu kewajiban anak untuk merawat
orangtua, terhapus dalam benak mereka.
Karena telah tumbuh menjadi orangorang yang egois, mereka bahkan
menganggap sikap bakti anak kepada
orangtua itu adalah pandangan yang
kolot dan usang. Mereka sudah mengabaikan ajaran luhur bahwa jika kita
minum air maka kita harus menyadari
dari mana sumber mata airnya.
Beruntunglah mereka yang telah
mengetahui bahwa Buddha mengajarkan kita untuk berbakti dan membalas
jasa kepada orangtua. Berbakti dan
membalas jasa kepada orangtua juga
merupakan tradisi yang kuat dalam
masyarakat Tionghoa, termasuk
keturunan Tionghoa yang telah menjadi
bagian dari bangsa Indonesia. Orang
Tionghoa memiliki perhatian yang
sangat besar terhadap upacara
mengenang leluhur, bahkan menetapkan upacara peringatan itu sebanyak
tiga kali dalam satu tahun, yakni hari
Chengbeng, hari Cioko, dan hari raya
Imlek. Saat agama Buddha yang berasal
dari India menyebar masuk ke Tiongkok,
sebagai bentuk adaptasi terhadap
budaya setempat, umat Buddha pun
melakukan kegiatan upacara
mengenang leluhur.
Agama Buddha melengkapi tradisi
mengenang para leluhur yang hanya
bersifat seremonial menjadi memiliki
makna balas jasa yang sesungguhnya.
Cara terbaik membalas jasa adalah
memanfaatkan tubuh ini yang diberikan
dari orangtua untuk mempraktikkan
ajaran Buddha, yaitu melakukan perbuatan, perkataan, dan pemikiran yang
bermanfaat bagi diri sendiri dan
makhluk hidup. Ketika hadir dalam
pendarasan Sutra dan upacara
Ksamayati (pertobatan) berarti umat
Buddha sedang melatih diri dan menjadi
pelindung Dharma. Pahala dari kebajikan latih diri tersebut kemudian dilimpahkan untuk membalas jasa orangtua dan
para leluhur.
Dengan memurnikan pikiran, umat
Buddha akan dapat membalas budi
leluhur. Mereka yang memasang pelita
untuk leluhur dan sanak keluarga yang
telah meninggal tentu memiliki pikiran
murni yaitu semoga para mendiang
dapat memperoleh jasa kebajikan dari
pendarasan Sutra dan upacara
Ksamayati yang mereka lakukan. Leluhur
dan sanak keluarga yang belum terlahir
di alam yang lebih baik, kesadaran
halusnya bisa datang untuk mendengar
dan ikut melatih diri. Mereka pasti
sangat gembira melihat kita mendaras
Sutra, memuja Buddha, dan memberi
persembahan kepada Buddha. Ketika
melakukan itu semua, kita tentunya
berhenti bertindak jahat, kita tidak
sempat untuk berpikir, berbicara, dan
berbuat hal yang buruk. Keadaan baik ini
akan memberikan ketenteraman bagi
mereka yang melihat, baik yang masih
hidup maupun yang telah meninggal,
dengan demikian akan menyeberangkan
mereka dari kondisi buruk ke kondisi
baik.
Pahala kebajikan dapat dilimpahkan
untuk membalas jasa orang yang telah
meninggal dan orang yang masih hidup,
baik yang tampak maupun yang tidak
tampak. Mereka semua pada masa
lampau yang tak berawal pernah berjasa
kepada kita, oleh karena itu gunakanlah
pahala kebajikan dari praktik latih diri
kita untuk dilimpahkan kepada mereka.
Dengan kekuatan Triratna, tuntunlah
mereka untuk berlatih bersama. Jika
mereka ikut berlatih bersama, maka
mereka akan dapat membersihkan
kotoran batin mereka. Makhluk-makhluk
yang terlantar akan dapat terbebas dari
alam hantu dan segera terlahir di alam
yang baik. Inilah ritual agama Buddha
yang digunakan untuk melakukan
chaodu, upaya melepaskan penderitaan
makhluk lain.
Akhir kata, marilah kita bertekad
untuk menjadi orang yang tahu balas
jasa. Senantiasa berlatih hidup berkesadaran, tubuh dan pikiran bersatu
dalam kekinian. Berikanlah perhatian
yang lebih banyak kepada keluarga.
Lakukanlah persembahan kepada
Triratna dengan mempraktikkan baik
dana, sila, maupun samadhi, sehingga
akan semakin banyak orang yang
terbantu untuk juga menerima dan
mempraktikkan ajaran Buddha. Selain
meluangkan sebagian waktu yang ada
untuk mereka yang secara materi masih
kekurangan melalui bakti sosial, bantulah orang-orang di sekitar Anda untuk
belajar Dharma yang telah Anda rasakan
manfaatnya. Dengan ikut menyebarluaskan Buddha Dharma, akan banyak orang
yang terlepas dari penderitaan dan
memperoleh kebahagiaan. Inilah balas
jasa yang dapat kita berikan kepada
orangtua dan juga kepada para guru
yang telah membimbing kita mengenal
Dharma. Jasa mereka sungguh dalam
melampaui samudra, kebajikan mereka
sungguh luas melebihi angkasa.
5
MEI-AGUSTUS 2012
KEGIATAN
Menyambut Tahun
Naga Air
MEI-AGUSTUS 2012
6
KEGIATAN
Menyambut Tahun Baru Imlek 4710 telah diadakan serangkaian upacara, yaitu
Penyalaan Pelita Imlek pada hari Minggu 22 Januari 2012 pk. 23.00, Puja
Bakti Tahun Baru Imlek 4710 pada hari Senin 23 Januari 2012, Yao She Pao
Chan pada hari Selasa, 24 Januari 2012, dan Kong Fo Cai Thien pada hari
Sabtu 28 Januari 2012.
7
MEI-AGUSTUS 2012
KEGIATAN
TALK SHOW ANDREW HO
Ekayana Buddhist Centre mengadakan Perayaan Imlek Bersama
pada hari Minggu tanggal 5 Februari 2012 pk. 10.00 - 13.30 dengan
acara utama talkshow bertopik “Naga Menjulang Berkah Melimpah,
Menggapai Hoki di Tahun Naga” yang dibawakan oleh motivator
kondang Asia “MR THE BEST” Dato DR Andrew Ho.
DR. Andrew Ho mengatakan bahwa hoki merupakan pertemuan
antara kesempatan dan kesiapan. Cara untuk menambah hoki adalah
dengan berdoa, bersyukur, dan beramal (3B). Lebih banyak beramal
akan lebih banyak hoki, dan hoki itu ada jika anda pandai bersyukur.
Tentang kesiapan, menurut Andrew Ho bisa dicapai jika memiliki
community/networking (komunitas atau teman teman yang positif ),
clarity of mind, dan connectivity (3C). Untuk bisa membaca kesempatan,
kita harus tenang dan jangan pernah berhenti belajar. (Talkshow secara
lengkap telah tersedia dalam bentuk DVD dan dapat diperoleh secara
gratis di Galeri Penerbit Dian Dharma)
Acara yang dihadiri lebih dari 2500 umat ini kemudian dilanjutkan
dengan Pesan Dharma dari Bhante Dharmavimala yang mengatakan
bahwa naga adalah lambang kebijaksanaan, jadi naga menjulang
berarti kebijaksanaan menjulang. Dengan memiliki kebijaksanaan yang
menjulang, berkah kita memang akan melimpah. Perayaan Imlek
Bersama diakhiri dengan ramah tamah dan santap siang bersama.
MEI-AGUSTUS 2012
8
KEGIATAN
Retret Komunitas
Chan EBC
Pada tanggal 11-12 Februari 2012
Komunitas Chan Ekayana
Buddhist Centre mengadakan
retret di Pondok Sadhana
Amitayus dibimbing oleh Bhante
Nyanagupta dan Samanera
Bhadrasuddhi. Adapun jadwal
rutin latihan Chan adalah setiap
hari Kamis pk. 19.00 - 21.00.
Latihan Chan (Zen) untuk umat
awam ini bermula dari diadakannya retret sehari “Merdeka
dengan Zen” pada tanggal 17
Agustus 2006 oleh Komisi
Pemuda PMVEG dengan
pembimbing Bapak Agus Santoso
(murid dari Mendiang Chan
Master Sheng-yen) dari Jogja.
Kunjungan PMV dan GAB
Buddhasena Bogor
Pada hari Minggu tanggal 19 Februari 2012 GAB
dan PMV Buddhasena Bogor berkunjung ke
Ekayana Buddhist Centre untuk mempererat
persaudaraan dan saling bertukar pengalaman
dengan GAB dan PMV Ekayana Grha. Dalam
kesempatan tersebut mereka juga mendapat
kesempatan untuk mendengarkan ceramah
Dharma dari Biksuni Xian Yi. Secara rutin sebulan
sekali pada hari Minggu setiap minggu kedua,
anggota Sagin dari Ekayana Buddhist Centre akan
berkunjung ke Wihara Buddhasena Bogor untuk
memberikan ceramah Dharma.
9
MEI-AGUSTUS 2012
KEGIATAN
Aksi Donor Darah
Massal
Mahatidana adalah bentuk praktik
dana yang memberikan tubuh atau
bagian tubuh kita sendiri untuk
menyelamatkan kehidupan makhluk
lain. Pada masa sekarang kita dapat
melakukan mahatidana, yaitu
dengan mendonorkan darah kita
secara tulus setiap tiga bulan. Aksi
Donor Darah Massal telah menjadi
agenda rutin Ekayana Buddhist
Centre dan untuk tanggal 26 Februari 2012 PMI menerima darah
sebanyak 250 kantong. Untuk tahun
ini jadwal Aksi Donor Darah Massal
berikutnya adalah pada tanggal 6
Mei 2012 (Hari Waisak), 26 Agustus
2012, dan 25 November 2012.
Pelantikan PMVEG
PMVEG yang terdiri dari tiga komisi, yaitu Komisi
Anak, Komisi Remaja, dan Komisi
Pemuda/Mahasiswa, pada hari Minggu tanggal 4
Maret 2012 berganti kepengurusan. Pelantikan
dilakukan oleh Bhante Aryamaitri selaku Pimpinan Ekayana Buddhist Centre dan disaksikan pula
oleh para aktivis dari berbagai unit organisasi di
bawah Ekayana Buddhist Centre serta pengurus
Sekber PMVBI. Masing-masing ketua komisi
adalah Tirtawati (Komisi Anak), Maya Liusady
(Komisi Remaja), dan Hendra Budi Setiawan
(Komisi Pemuda/Mahasiswa). Sebagai pembina
PMVEG adalah Bhante Nyanagupta, Bhante
Bhadraguna, dan Biksuni Xian Yi.
MEI-AGUSTUS 2012
10
KEGIATAN
Meneladani Bodhisattwa Awalokiteswara
Memuja Bodhisattwa Awalokiteswara
(Guan Yin Phu Sa) adalah untuk
meneladani sifat-sifat luhur yaitu cinta
kasih dan welas asih yang tanpa
diskriminasi serta kemampuan
mendengar secara mendalam. Melalui
upacara hari besar Bodhisattwa
Awalokiteswara yang diadakan pada
hari Minggu tanggal 11 Maret 2012
kita kembali diingatkan untuk terus
melatih diri dan berbagi hasil praktik
Dharma kita untuk sesama. Semoga
semua makhluk hidup berbahagia.
11
MEI-AGUSTUS 2012
KEGIATAN
Vegetarian Food Fair
“Meneladani Welas Asih Bodhisattwa Awalokiteswara dengan bervegetarian untuk melindungi planet ini demi kehidupan
semua makhluk” adalah tema Vegetarian Food Fair yang digelar di Ekayana Buddhist Centre pada hari Minggu 11 Maret 2012,
dari pk. 08.00 sampai dengan pk. 20.00. Lebih dari 5000 pengunjung membanjiri 35 stand yang tersedia. Acara ini terbuka untuk
umum dan masyakarat sekitar wihara juga tampak ikut menikmati makanan vegetarian yang tersedia.
Menurut Ketua Panitia, Ibu Berinah, selain mengajak
umat Buddha berpraktik cinta kasih melalui vegetarian, ada
tujuan mulia lainnya dari acara ini, yaitu dana bersih yang
terkumpul akan digunakan untuk merenovasi fasilitas kelas
sekolah minggu yang saat ini sudah kurang memadai, agar
pembinaan anak-anak dapat berlangsung dengan lebih baik.
Dalam sambutannya, Bhante Aryamaitri mengatakan,
“Vegetarian juga memiliki nilai-nilai spiritual, namun bagi
umat Buddha sendiri vegetarian bukan hal yang wajib.
Praktik hidup vegetarian ini disosialisasikan ke masyarakat
karena merupakan praktik yang baik dan bermanfaat,
apalagi dapat membantu mengurangi kerusakan bumi.
Melalui Vegetarian Food Fair ini kami harapkan banyak orang
yang tertarik untuk mencoba mempraktikkannya, paling
tidak untuk waktu-waktu tertentu.”
Berbagai lomba menarik juga diadakan,
seperti menghias cupcake dan sandwich serta
berkreasi dengan waffle bagi anak-anak, dan
memasak makanan vegetarian bagi yang
dewasa. Panitia juga memberikan kesempatan
kepada para pengunjung untuk melakukan
konsultasi gizi gratis dengan pakar gizi
vegetarian, untuk mengetahui nilai gizi dalam
pola hidup vegetarian. Selain itu muda mudi
Ekayana Buddhist Centre juga menghibur para
pengunjung dengan melantunkan lagu-lagu
pujian serta alunan musik yang menambah
meriah suasana Vegetarian Food Fair.
MEI-AGUSTUS 2012
12
KEGIATAN
Retret Pembina GABVEG
Seringkali, guru meminta para siswanya “perhatikan, perhatikan!”, tetapi tidak mengajarkan cara untuk memperhatikan.
Praktik hidup berkesadaran mengajarkan kepada para siswa cara untuk memberi perhatian. Cara memperhatikan di dalam
praktik hidup berkesadaran ini akan meningkatkan kemampuan belajar akademik maupun sosial-emosional.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan para
pembina GABVEG, telah diadakan retret hidup berkesadaran khusus untuk pembina sekolah minggu buddhis
pada tanggal 3-5 Maret 2012 bertempat di Pondok
Sadhana Amitayus.
13
MEI-AGUSTUS 2012
KEGIATAN
Mengisi Liburan di Prasadha Mandala Dharma
Sebanyak 50 umat Ekayana Buddhist Centre pada tanggal 3-5 Maret 2012 mengisi liburan di Prasadha Mandala Dharma,
Parakan, Temanggung. Ditemani oleh Biksuni Xian Yi yang telah tiba lebih awal, semua peserta merasakan kedamaian dan
kebahagiaan bisa hadir di tempat ini. Manakala ada kedamaian dalam hati, maka keharmonisan sebagai satu komunitas pun
menjadi nyata. Para peserta juga tergerak untuk mengadakan bakti sosial guna membantu warga sekitar yang kurang mampu.
Prasadha Mandala Dharma adalah bangunan tua
yang dirapikan kembali oleh Ekayana Buddhist Centre,
sehingga secara fungsional dapat digunakan sebagai
rumah retret. Diawali retret Chan yang dibimbing oleh
Guo Jun Fashi, telah beberapa kali diadakan retret di
tempat hening yang berhawa sejuk ini. Zen Master Thich
Nhat Hanh beserta para monastik Plum Village ketika
berkunjung ke Candi Borobudur pada tahun 2010 juga
bermalam di sini. Pada tanggal 11-13 Mei 2012 Prasadha
Mandala Dharma akan digunakan untuk retret yang
dibimbing oleh Biksuni Thubten Chodron.
MEI-AGUSTUS 2012
14
SAJIAN UTAMA
Bakti kepada Orangtua
Salah satu penyebab kemerosotan adalah orang yang memiliki kemampuan namun tidak menyokong
kehidupan ayah dan ibunya yang sudah tua dan lemah (Sn. 98)
Pengguna internet bisa melihat foto dan video Ding Zhu Ji yang
menggendong ibunya untuk berobat. Mantan perwira Biro Investigasi Kementerian Kehakiman di Taiwan yang berusia 62 tahun ini
harus menunggu sampai tiga tahun sesudah pensiun agar boleh pergi
ke Tiongkok. Mulanya ia ingin membawa ibunya ke sana untuk
mengunjungi sanak keluarga. Sayang kondisi ibunya tidak bisa
menunggu, perempuan tua itu keburu kehilangan ingatan.
Ding Zhu Ji mengatakan, pada tanggal 2 Maret 2012 ia
menggendong ibunya dengan sehelai kain kembang pergi ke rumah
sakit. Ibunya mengalami patah tulang dan tidak leluasa bergerak.
Pikirnya, itulah cara yang termudah dan cepat, menggendong
sebentar tidak akan membuatnya cape. Tidak terduga kalau apa
yang dilakukannya akan menarik perhatian orang banyak. Di kemudian hari ia akan menggunakan ambulans dan meminjam ranjang
dorong dari rumah sakit.
Bukankah kisah Ding Zhu Ji ini sangat menyentuh hati kita,
luar biasa: teladan perilaku bakti. Kita sangat sering melihat
bagaimana bakti kepada orangtua terabaikan walau seorang anak
hidup berkecukupan. Sepertinya wajar saja, orangtua pantas dititipkan di Panti Jompo.
MEI-AGUSTUS 2012
16
Dalam Takkala-Jataka bisa kita ikuti
kisah Vasitthaka yang lebih menyayangi
istri ketimbang ayahnya yang sudah tua
renta. Untuk menyenangkan istri, ia
harus menyingkirkan sang ayah dari
rumahnya. Mengikuti saran si istri,
laki-laki ini membawa ayahnya dengan
sebuah gerobak ke kuburan. Mereka
merencanakan untuk membunuh dan
mengubur orangtua itu di sana. Anak
mereka yang masih kecil ikut masuk ke
gerobak. Di kuburan ia terperangah
ketika anak itu berkata, bahwa sang ayah
sudah memberi contoh. Kelak jika
ayahnya sudah jompo, ia pun akan
meniru perbuatan sang ayah yang akan
membunuh kakeknya. Segera Vasitthaka
menyadari kesalahannya. Mereka pulang
kembali ke rumah bersama-sama. Anak
yang bijaksana ini juga berhasil membuat ibunya insaf dan memperbaiki
kesalahannya (Ja. IV, 44-50/no. 446)
Contoh anak yang tidak berbakti
adalah Pangeran Ajatasattu. Pangeran ini
anak Raja Bimbisara. Raja Bimbisara telah
mendengar ramalan para petapa, bahwa
anak yang dikandung permaisuri akan
menjadi musuhnya kelak. Permaisuri
berniat menggugurkan kandungannya.
Namun raja, calon ayah yang penuh
kasih mencegah usaha itu. Sang anak
yang lahir dengan selamat, dinamakan
Ajatasattu, artinya musuh yang belum
lahir. Di kemudian hari, sejarah mencatat
Pangeran Ajatasattu melakukan makar
dan berupaya membunuh ayahnya
sendiri. Pemberontakan itu dapat
digagalkan. Tetapi Ajatasattu dibebaskan
dari hukuman, bahkan sang ayah tetap
menyerahkan takhta kepadanya. Anak
yang tak kenal budi itu setelah menjadi
raja malah memenjarakan ayahnya.
Ibunya yang prihatin dengan tekun
SAJIAN UTAMA
menengok dan mengantar makanan ke
penjara. Ajatasattu pun melarang sang
ibu, karena semula ia menghendaki
ayahnya meninggal kelaparan. Lalu ia
mengirim pembunuh yang mengakhiri
hidup Bimbisara. Ajatasattu memang
tersadarkan mengenai cinta seorang
ayah ketika mendengar berita istrinya
melahirkan, namun terlambat sudah,
ayahnya telah tiada.
Buddha Gotama mengingatkan,
bahwa ayah dan ibu dapat dipandang
sebagai Dewa Brahma, yang dipuja dan
dijunjung tinggi. Juga disamakan
dengan leluhur, guru-guru bijaksana di
zaman lampau. Mereka berbuat banyak
untuk anak-anaknya: membesarkan,
memelihara, memperkenalkan anakanaknya dengan dunia (A. II, 69).
Kasih yang mendalam dari orangtua
dan kesulitan membalasnya diungkapkan oleh Buddha dalam Sutra Bakti
Seorang Anak. Sutra ini menjelaskan
bagaimana Buddha menghormati
seonggok tulang. Onggokan tulang itu
mungkin adalah milik para leluhur pada
kehidupan masa lampau. Bisa jadi
mereka adalah ayah atau ibu kita dalam
banyak kehidupan yang telah lalu.
Selanjutnya Buddha menjelaskan
pertumbuhan janin dalam kandungan
dan bagaimana seorang ibu menderita
sewaktu mengandung, melahirkan dan
membesarkan anaknya. Seorang ibu
memberi dari dirinya apa saja demi
anaknya. Banyak kebaikan yang dilakukan oleh orangtua, cinta orangtua tidak
pernah berkurang hingga akhir hidupnya. Namun seringkali si anak tidak
menghargai orangtuanya, mereka tidak
berbakti. Buddha mengingatkan bahwa
kita berutang budi kepada orangtua, dan
Ia mengajarkan bagaimana caranya
membalas budi orangtua.
Menyokong ayah dan ibu, seperti juga
melindungi anak dan istri merupakan
Berkah Utama
(Manggala-sutta/ Sn. 262)
Ada dua orang yang tidak terbalas
jasa-jasanya. Mereka adalah ayah dan
ibu. Menurut Buddha, seorang anak
walau menggendong orangtuanya
selama hidup seratus tahun, menyokong
dan merawat secara fisik, atau memberinya kekuasaan, semua hal itu belum
cukup untuk membalas budi orangtua.
Tetapi barangsiapa dapat mendorong orangtuanya yang tidak beriman
agar memiliki keyakinan, membuat
orangtuanya yang tidak bermoral
menjadi orang yang melaksanakan sila,
orangtuanya yang kikir menjadi murah
hati, orangtuanya yang bodoh menjadi
bijaksana, dengan itu ia telah membalas,
bahkan berbuat lebih daripada sekadar
membalas budi orangtuanya (A. I, 61).
Bukan kebetulan seorang anak lahir
di tengah keluarga tertentu. Apa artinya
jika dilahirkan dalam keluarga Buddhis?
Banyak orang yang tergantung pada
kesempatan untuk bertemu dengan
Buddha, atau mendengar ajaran Buddha,
ia memasuki jalan yang lebih baik, dan
hidup menuju penyempurnaan. Orangtua menunjukkan cinta kepada anaknya
dengan mencegahnya dari hal-hal yang
buruk, mendorongnya berbuat baik,
mendidiknya agar memiliki kemampuan,
lalu pada waktunya kelak mengusahakan perkawinan dan menyerahkan
warisan.
Apa arti seorang anak bagi kebanyakan orang? Menurut Buddha, suatu
keluarga menghendaki anak karena lima
hal, yaitu: Ia akan berbakti dengan
menunjang orangtuanya. Ia akan
membantu melakukan apa yang harus
dikerjakan demi orangtuanya. Ia akan
memelihara kehormatan dan tradisi
keluarga. Ia akan berlaku pantas
sehingga layak menerima warisan. Ia
akan mendedikasikan jasa kebajikan
demi orangtuanya yang telah meninggal
dunia (D. III, 189).
Kita tidak boleh mengartikan
warisan itu sebatas benda-benda
materiil. Dalam Dhammadayada-sutta
Buddha mengatakan, “Jadilah ahli-warisKu dalam hal yang berkenaan dengan
Dharma, bukan ahli waris benda-benda .
materiil yang fana.” (M. I, 12). Warisan dari
orangtua atau leluhur bukan hanya harta
duniawi, melainkan yang penting adalah
nilai-nilai moral dan spiritual.
Anak tidak harus menjadi apa atau
siapa sebagaimana yang dituntut oleh
orangtuanya. Mereka yang sukses adalah
orang yang menjalani hidup sesuai
dengan pilihan hatinya sendiri. Terdapat
tiga jenis anak dibanding terhadap
orangtuanya. Pertama, anak yang tidak
sebaik orangtuanya. Kedua, yang
menyerupai orangtuanya. Ketiga, anak
yang lebih baik dibanding orangtuanya
Anak superior ini melaksanakan sila;
mengikuti Buddha, Dharma, dan
Sanggha, walau orangtuanya tidak
demikian (It. 63).
Ada dua orang bersaudara yang
dibesarkan oleh ayah mereka yang
pemabuk. Setelah dewasa, yang seorang
juga menjadi pemabuk seperti ayahnya.
Yang lain menjadi orang yang menjauhi
minuman keras. Seorang peneliti
bertanya kepada pemuda yang telah
menjadi pemabuk itu, “Mengapa Anda
menjadi seorang pemabuk?” Dan
bertanya pula kepada pemuda yang lain,
“Mengapa Anda menjadi seorang yang
anti alkohol?” Jawaban dari kedua orang
itu sama. “Apa yang akan terjadi pada
Anda, bila Anda memiliki seorang ayah
seperti ayah saya?” (Frank Mihalic 2,
1998: 7).
Pulang Ke Rumah
Kisah-kisah Zen selalu menawarkan
pencerahan. Ada sebuah kisah mengenai
Buddha di rumah. Ceritanya demikian:
Seorang pemuda meninggalkan rumah,
pergi ke provinsi lain untuk mengunjungi begawan yang terkenal sebagai
Bodhisattwa. Di tengah perjalanan ia
bertemu dengan seorang biksu yang
kelihatannya bisa dipercaya. Petunjuk
sang biksu sungguh luar biasa, “Daripada
mencari Bodhisattwa, lebih baik mencari
Buddha.”
Si pemuda mengakui kebenaran dari
pernyataan itu. Ia bertanya, “Mencari
17
MEI-AGUSTUS 2012
SAJIAN UTAMA
Buddha? Oke sekali . . . tetapi di mana?”
Jawab sang biksu, “Kalau engkau tiba di
rumah, engkau akan disambut oleh
seseorang yang memakai handuk dan
sandalnya terbalik. Nah itulah Buddha.”
Si pemuda mengikuti petunjuk itu. Ia
pulang ke rumah. Ketika tiba di rumah
hari telah gelap. Ibunya sangat gembira
mendengar suaranya di depan pintu.
Perempuan itu segera menyambar
sebuah handuk karena tidak sempat
merapikan pakaiannya, dan sandal yang
dipakainya terbalik. Ia melesat keluar
menyambut anak yang dicintainya.
Pemuda itu melihat ibunya . . . sungguh
ia terpana.
Nyaman rasanya kembali ke rumah
tempat kita dibesarkan. Rumah merupakan sebuah kebutuhan dasar bagi siapa
saja. Rumah itu memberi perlindungan,
tempat bernaung, yang membuat
seseorang aman dan damai. Rumah
berkonotasi kerukunan dan kekeluargaan. Anak dibesarkan dalam rumah yang
menyenangkan, yang membuatnya
betah karena kebutuhannya terpenuhi.
Ia mendapatkan cinta di situ.
Bayangkan ketika seseorang kehilangan rumah. Musibah namanya,
entah berupa bencana atau karena
penggusuran. Bayangkan juga orang
yang terpaksa meninggalkan rumah.
Orang atau anak hilang mungkin diculik
MEI-AGUSTUS 2012
18
penjahat, mungkin juga kabur tak betah
di rumah. Anak yang memberontak, tak
tahu budi dan lupa pada asal usul ,
dinamakan anak yang hilang. Beruntunglah anak yang hilang, yang dicari
dan bisa pulang diterima kembali oleh
orangtuanya (Sdmp. IV)
Tentu saja orangtua harus cukup
meluangkan waktu untuk menemani
anak-anaknya. Jika setiap orang dekat
dengan anak-anaknya sedikit dari
mereka yang mencari hiburan di luar
rumah, dan akan lebih sedikit ayah ibu
menghadapi masalah penyimpangan
perilaku anak-anaknya akibat pergaulan
yang buruk.
Ketika orang mengabaikan rumah
dan sering berkeliaran di luar rumah
tanpa tujuan yang baik pada waktu yang
tidak pantas, dia memberi kesempatan
pada munculnya bebagai masalah.
Menurut Buddha, ada enam bahaya bagi
orang-orang seperti itu. Ia tidak terjaga,
tidak terlindung. Keluarga, anak, istrinya
juga tidak terjaga. Hartanya tidak
terjaga. Ia seringkali disangka melakukan
perbuatan yang tidak baik. Ia juga
menjadi sasaran segala macam gosip.
Dan lainnya, mudah mengalami banyak
kesulitan, yang seharusnya tak terjadi
jika ia tetap tinggal di rumah (D. III, 183).
Menurut Thich Nhat Hanh,
seseorang pulang ke kampung halaman
berarti kembali ke akar kehidupannya.
Pulang ke rumah menemui orangtua.
Kita merasa tidak pernah kehilangan
orangtua dan orangtua tidak kehilangan
diri kita. Kita punya rumah, mestinya
sering pulang ke rumah. Orang bisa
bepergian, sebentar atau lama hingga
bertahun-tahun sekalipun, tetapi pada
akhirnya akan pulang ke rumah.
Pulang berarti bersentuhan dengan
orangtua dan leluhur kita. Praktik
menghormati leluhur dihubungkan
dengan kesadaran bahwa kehadiran kita
harus ada asal-usulnya. Orang yang tidak
berbakti, tidak menghormati leluhurnya,
berarti tidak bisa menghargai dirinya
sendiri.
Orang yang sudah mati diyakini
tetap dekat dengan yang hidup. Bahkan
kita seharusnya bisa menyadari bahwa
leluhur kita tidak pernah mati. Ada unsur
leluhur yang tinggal di dalam diri kita.
Kita hanya perlu menyadarinya saja.
Leluhur kita hidup dalam diri kita dalam
bentuk segala hal yang diwariskan
kepada kita. Di antaranya, pengetahuan
modern telah mengungkapkan tentang
gen atau DNA kita yang diturunkan oleh
leluhur.
Menurut Buddha, seorang
anak walau menggendong
orangtuanya selama hidup
seratus tahun, menyokong
dan merawat secara fisik,
atau memberinya kekuasaan,
semua hal itu belum cukup
untuk membalas budi
orangtua.
M.U.P. Krishnanda Wijaya-mukti
Ketua Korps Pandita dan Upacarika EBC
SAJIAN UTAMA
Merawat Tubuh dan Pikiran
Orangtua melakukan banyak hal
untuk anak-anaknya, kebaikan hatinya
begitu besar dan begitu luas sehingga
kadang-kadang dibandingkan dengan
besarnya bumi atau gunung Semeru,
atau luasnya langit dan asmofer.
Orang pertama yang kontak dengan
kita ketika kita baru lahir adalah ayah
dan ibu kita. Kita berutang banyak sekali
pada mereka. Oleh karena itu, kita harus
selalu berpikir mengenai cara-cara
bagaimana kita bisa 'membayar' utang
kita pada mereka.
Menurut Dharma, kalau mereka
mengurus kita, kita juga harus mengurus
mereka. Kita harus menolong mereka
mengerjakan tugas-tugasnya. Menjadi
orang yang baik, agar mereka tidak usah
mengkhawatirkan kita. Penuh tanggung
jawab, sehingga mereka merasa tenang
untuk meninggalkan warisannya pada
kita. Sediakan dokter dan perawat ketika
mereka sakit.
Berbuat baiklah juga ketika mereka
meninggal dunia. Hormati nama mereka.
Ada beberapa cara untuk 'membayar
kembali' mereka.
Ada dua cara untuk merawat
orangtua kita. Pertama adalah merawat
tubuhnya. Yang kedua adalah merawat
pikirannya.
Merawat tubuh dilakukan dengan
menyediakan makanan, tempat tinggal,
dan pakaian. Biarkan mereka hidup yang
terbaik yang dapat kita sediakan, dan
berikan perawatan yang cocok ketika
mereka sakit.
Merawat pikirannya dilakukan
dengan menolong mereka menemukan
kedamaian dengan menjadi orang baik.
Ke mana pun kita pergi, apa pun yang
kita lakukan, selalu pikirkan akibat yang
akan timbul sebelum kita bertindak dan
usahakan agar yang kita perbuat tidak
akan menyakiti perasaan mereka.
Pikirkan apa yang mereka inginkan.
Apa yang tidak mereka inginkan? Apa
yang tidak mau mereka lihat? Apa yang
tidak ingin mereka temukan? Lalu, kita
harus menghindari hal-hal yang bertentangan dengan kemauan mereka.
Usahakan untuk melakukan hal-hal yang
mereka ingin kita lakukan. Dengan cara
ini, mereka tidak akan merasa sulit
dengan tingkah laku kita.
Merawat pikiran lebih penting
daripada merawat tubuh, karena kalau
pikiran bahagia, tubuh juga akan
bahagia. Kalau pikiran tidak bahagia, lalu
bagaimana bisa tubuh bahagia? Oleh
karena itu, kita harus merawat pikiran
mereka dengan bertingkah laku baik.
Ketika orangtua kita menjadi lebih
tua, kita harus lebih hati-hati, karena
orangtua membutuhkan perhatian dan
perawatan ekstra. Makanan apa pun
yang mereka inginkan, usahakan agar
tersedia. Ketika mereka sakit, kunjungi
mereka lebih sering. Sekarang, anda
dapat mempekerjakan perawat, tetapi
perawat bukan pengganti putraputrinya. Seorang perawat tidak dapat
memberi kebahagiaan lebih dari
putra-putrinya.
Mereka ingin melihat wajah anakanaknya. Mereka menginginkan orang
yang mereka cintai memijat tangan dan
kakinya, atau sekedar duduk dekat
dengan mereka. Ketika putra atau
putrinya duduk dekat, mereka merasa
bahagia. . Mengapa? Karena mereka
mengetahui bahwa anak-anaknya masih
sayang dan memperhatikan mereka.
Kalau anak-anaknya tidak memperhatikan harapannya, orangtua merasa
kecewa dan tidak bahagia.
Ada suatu kisah, ketika seorang anak
tidak pernah menulis surat pada ibunya
yang sedang sakit. Dia seringkali meminta istrinya untuk menulis surat pada
ibunya. Ibunya membaca surat-surat itu,
tetapi tidak mendapatkan kebahagiaan
19
MEI-AGUSTUS 2012
SAJIAN UTAMA
karena surat itu tidak ditulis langsung
oleh anaknya. Anaknya mungkin sudah
meminta dokter dan perawat untuk
memperhatikan ibunya. Teman-teman
berkunjung, tetapi tidak memberi
kebahagiaan seperti menerima perhatian anaknya. Semua hal ini, tidak
membuat ibunya bahagia. Anak dalam
contoh ini, tidak merawat pikiran ibunya.
Dia tidak 'berpikir' ketika berurusan
dengan orangtuanya yang sudah tua.
Apa yang dibutuhkan orangtua yang
sudah semakin tua? Orang-orang dalam
masa emas ini, akan menjadi seperti
anak-anak lagi. Mereka membutuhkan
'pengasuh'. Mereka membutuhkan
orang-orang yang mereka cintai berada
dekat dengan mereka dan memperhatikan kebutuhan mereka.
Siapa yang harus melakukan hal ini?
Anak-anaknya sendiri. Setiap anak
laki-laki dan perempuan perlu dekat
dengan orangtuanya dan menjalin
komunikasi yang hangat. Kalau mereka
mendengar orangtua sakit, mereka
harus segera datang. Mereka harus
bertanggung jawab atas kesejahteraan
orangtua mereka. Mereka mungkin
dapat meminta tolong teman-teman
untuk menolong tetapi mereka sendiri
haruslah yang pertama. Orangtuanya
akan sangat puas dan berbahagia.
MEI-AGUSTUS 2012
20
Dalam contoh yang tadi saya
sebutkan. Ibunya sakit untuk beberapa
tahun, tapi putrinya jarang sekali
mengunjungi ibunya. Ketika ibunya
meninggal, saya tanyakan pada
suaminya, ”Apa penyebab beliau
meninggal?” Suaminya menjawab, ”Dia
meninggal karena merana, putrinya
tidak memperhatikannya.” Ini adalah hal
yang buruk. Kita harus memperhatikan
masalah ini dengan khusus.
Pikirkan ayah dan ibu kita. Ketika
mereka mengetahui bahwa kita sakit,
wajah mereka menjadi pucat; mereka
segera mengurus kita. Kalau orangtua
kita sakit, kita harus melakukan hal yang
sama. Kita harus memperhatikan
mereka, agar mereka berbahagia. Ketika
kita melakukan hal-hal baik terhadap
orangtua, kita mendapatkan banyak
keuntungan. Ini akan membantu kita
lebih dekat pada keselamatan kita
sendiri.
Mereka yang hidup penuh syukur
akan hidup beruntung. Mereka akan
sukses dalam melakukan pekerjaan apa
pun.
Lihatlah ke sekeliling anda dan anda
akan melihat bahwa orang-orang yang
paling sukses itu mencintai, menghormati, dan mengurus orangtua
mereka dengan baik. Siapa pun yang
tidak melakukannya tidak akan hidup
beruntung. Bahkan kepercayaan temanteman tidak akan kita peroleh, kalau kita
tidak hidup penuh syukur.
Para leluhur kita menekankan bahwa
kita harus bersyukur dengan apa yang
telah dilakukan orangtua untuk kita.
Sebagai putra/putrinya kita bertugas
untuk melakukan yang terbaik untuk
orangtua kita.
Kita harus merawat tubuh dan
pikiran orangtua kita. Apa pun yang kita
lakukan sebagai bayaran untuk kasih
sayangnya, harus kita lakukan cepat dan
rela selagi mereka masih hidup.
“Lihatlah ke sekeliling anda dan
anda akan melihat bahwa orangorang yang paling sukses itu
mencintai, menghormati, dan
mengurus orangtua mereka
dengan baik. Siapa pun yang
tidak melakukannya tidak akan
hidup beruntung.”
Luang Poh Panyananda
WAWANCARA
Orangtua Memberikan yang Terbaik
yang Mereka Miliki
Wawancara dengan Ravi Dharmakumala
Siapa warga Jakarta yang tak mengenal nama
Asinan Gedung Dalam? Ini adalah nama outlet
penjual asinan tersohor di kota Bogor, yang
ternyata dimiliki oleh seorang umat Buddha. Ravi
Dharmakumala, atau yang lebih dikenal dengan
nama Avi merupakan penerus usaha orangtuanya
dalam bisnis asinan di tengah 400 penjual asinan
di kota hujan tersebut.
Menjalani bisnis warisan keluarga menciptakan sosok Avi yang sangat meneladani sosok
orangtuanya. Terkait dengan topik bakti kepada
orangtua, redaksi memiliki kesempatan untuk
bercengkrama dan mengenal lebih dekat sosok
pria berusia 59 tahun tersebut. Berikut wawancara
singkat redaksi bersama pemilik usaha asinan
dengan dua outlet besar di kota yang pada zaman
kolonial bernama Buitenzorg.
saya berjualan buah, baru kemudian
merintis bisnis asinan. Saya masih ingat
dulu ketika akan membuat rasa asinan
yang ‘pas’, orangtua saya beberapa kali
melakukan sampling di Wihara Buddhasena Bogor sampai akhirnya bisa
mendapatkan rasa asinan seperti
sekarang. Jadi saya hanya penerus usaha
saja.
Bisa sedikit Bapak ceritakan
bagaimana sejarah singkat tentang
Asinan Gedung Dalam dan
keterkaitannya dengan orangtua
Bapak?
Bisnis ini sebenarnya warisan dari
orangtua, dan semua berasal dari
bimbingan orangtua. Berawal pada
zaman penjajahan, saat itu orangtua
Seberapa besar makna berbakti pada
orangtua dalam diri Bapak?
Justru berbakti pada orangtua menjadi
sangat perlu, banyak ajaran orangtua
yang dapat dijadikan teladan dalam
kehidupan kita sehari-hari. Lihat saja
dalam legenda atau cerita rakyat seperti
Malin Kundang. Jika kita tidak melakukan bakti kepada orangtua, nihil rasanya
kita bisa memperoleh sebuah kebaikan
dalam hidup.
Lalu apa saja nilai-nilai yang bisa
Bapak ambil dan rasakan dari rasa
bakti kepada orangtua?
Menurut saya orangtua pasti mengajar-
kan kita nilai-nilai yang baik, sesuai
dengan pandangan dan pengalaman
mereka. Mereka akan memberikan yang
terbaik yang mereka miliki. Tentunya
membalas budi orangtua akan menjadi
ladang untuk menanam karma baik yang
besar. Saya percaya bahwa kemajuan
dalam kehidupan kita tidak terlepas dari
bagaimana sikap bakti kita kepada
orangtua. Seperti saat melakukan
sembahyang Cheng Beng, meski
terkesan sebuah tradisi, tapi ada sebuah
makna di sana. Kita ingat akan leluhur
kita. Mereka yang berjasa besar kepada
kita. Tanpa leluhur kita, tanpa orangtua
kita, tidak mungkin kita bisa ada seperti
sekarang. Kalau tidak ada orangtua,
pastinya tidak ada hari ini.
Kami mendapatkan informasi, bahwa
Bapak ternyata juga seorang aktivis
Buddhis. Bisa diceritakan bagaimana
perjalanan hidup Bapak terkait
dengan ajaran Buddha?
Saya sudah ke wihara dan aktif sejak usia
15 tahun, waktu itu saya pergi ke Wihara
21
MEI-AGUSTUS 2012
MENGENAL LEBIH DEKAT
Dhanagun. Setelah itu saya banyak
berkecimpung di Wihara Buddhasena
dan sempat aktif dalam kegiatan BSSB
(muda-mudi wihara). Sering juga ke
Wihara Sakyawanaram di Pacet, Cianjur.
Banyak hal yang bisa dipraktikkan dari
ajaran Buddha dalam kehidupan
sehari-hari, salah satunya ajaran tentang
bermata-pencaharian benar dan juga
daya upaya benar. Ketika kita menjalani
atau mempraktikkan ajaran tersebut, itu
pasti membuat usaha apa saja yang kita
lakukan lancar. Contohnya saat kita
berlaku baik kepada supplier, tidak
membuat susah orang, tidak merugikan
orang, pasti membuat usaha kita
menjadi lancar. Jadi besar sekali manfaat
mempraktikkan ajaran Buddha dalam
kehidupan sehari-hari.
Kami juga mendengar bahwa Bapak
sempat mengikuti kegiatan Pabbajja
Samanera, bagaimana pengalaman
selama mengikuti Pabbajja
Samanera?
Saya mengikuti Pabbajja Samanera
selama tiga minggu di Ampel, Boyolali,
pada tahun 1993 di bawah bimbingan
Bhante Aryamaitri dan Bhante Dharmavimala. Salah satu pengalaman adalah
mengubah kebiasaan buruk. Sebelum
mengikuti Pabbajja Samanera, saya
menghabiskan tiga bungkus rokok
dalam sehari. Saya tahu bahwa itu
adalah hal yang kurang baik. Setelah
menyadari itu, saya berkomitmen untuk
membuang kebiasaan buruk tersebut.
Hal lainnya, selama Pabbajja Samanera
itu saya memiliki banyak waktu untuk
introspeksi diri. Kita dapat melihat dan
menyadari apa saja hal yang sudah kita
lakukan dan jalani, lalu berusaha
meninggalkan kebiasaan yang kurang
baik. Menurut saya, Pabbajja Samanera
itu bagus sebagai sebuah latihan untuk
melihat ke dalam diri kita sendiri.
MEI-AGUSTUS 2012
22
Mengenal Lebih Dekat
Himpunan Karunaduta
Barangsiapa ingin melayani Aku, layanilah orang sakit.
(Buddha)
Komunitas yang satu ini layak
dijuluki penghadir tanah suci Bhaisajyaguru di tengah hiruk pikuk Jakarta. Ya,
inilah Himpunan Karunaduta di Ekayana
Buddhist Centre. Berangkat dari
pemikiran Bhante Aryamaitri tentang
perlunya melakukan kunjungan kasih
dan memberikan pelayanan doa kepada
umat yang sakit, dibentuklah Himpunan
Karunaduta. Karuna berarti welas asih
atau belas kasih, duta berarti utusan, jadi
karunaduta adalah utusan welas asih.
Himpunan Karunaduta mengawali
pelayanannya di Rumah Sakit Honoris
(sekarang: Mayapada), kemudian juga
Rumah Sakit Sumber Waras, dan
selanjutnya berkembang ke Rumah Sakit
Pluit. Setahun sekali, dalam rangka hari
Waisak, terbuka kesempatan bagi
himpunan ini untuk melakukan kunjungan kasih ke lebih banyak rumah sakit.
Selain mengunjungi mereka yang
sedang dirawat di rumah sakit, Himpun-
an Karunaduta juga mengunjungi umat
yang dirawat di rumah, termasuk para
umat yang sudah sepuh dan tidak dapat
lagi pergi ke wihara.
Beranggotakan sekitar 60 orang ini,
himpunan yang sudah melakukan
kegiatan sejak awal tahun 2002 ini
hingga kini masih tetap giat melakukan
kunjungan kasih ke beberapa rumah
sakit di Jakarta dan tempat tinggal umat
yang membutuhkan pelayanan doa. Atas
ketulusan dan semangat pengabdian
mereka, setiap kali Himpunan Karunaduta memperingati hari berkelanjutannya (ulang tahun), ucapan terima kasih
dan juga penghargaan yang tinggi
disampaikan baik oleh pimpinan
Ekayana Buddhist Centre maupun
mereka yang telah menerima pelayanan
doa selama sakit.
Dikoordinatori oleh Ibu Cai Fung,
setiap hari Sabtu pk. 09.30 seluruh
anggota berkumpul di Ekayana Buddhist
MENGENAL LEBIH DEKAT
Centre. Tepat pukul 10.00 mereka yang
sudah terbagi menjadi beberapa tim
berangkat ke rumah sakit untuk melakukan pelayanan. Dengan mengenakan
pakaian seragam yang bersih dan sopan,
setiap anggota biasanya bertanya dulu
pada pasien apakah bersedia menerima
pelayanan doa yang akan diberikan
cuma-cuma.
Kegiatan kunjungan kasih yang
dilakukan Himpunan Karunaduta adalah
salah satu bentuk implementasi dari visi
dan misi yang ingin dicapai oleh Ekayana
Buddhis Centre dalam menumbuhkembangkan semangat pelayanan.
Semangat cinta kasih dan pengertian
tentang interdependensi menjadi nyata.
Demikian pula semangat dan tekad
dalam mempraktikkan hidup berkesadaran dengan menumbuhkembangkan semangat berbagi, sikap peduli dan
mau melayani serta membawa praktik
Dharma ke kehidupan sehari-hari dan ke
tengah-tengah masyarakat. “Ini sangat
membantu kami (sukarelawan) dalam
mengembangkan pengertian dan cinta
kasih. Aktivitas semacam ini membuat
kami semakin sadar untuk menjaga diri
sendiri. Saya pribadi dari tahun 2002
hingga sekarang belum pernah lagi
berkunjung ke dokter,” tutur Ibu Cai Fung
saat ditanya tentang pengalaman dan
manfaat dari melakukan pelayanan.
Kegiatan semacam ini, yang dimulai
dengan motivasi mulia yaitu berbagi
cinta kasih dengan sesama, agar dapat
melayani lebih banyak orang yang sakit,
tentunya memerlukan tambahan
sukarelawan. Dalam melayani banyaknya
permintaan umat yang membutuhkan
doa, ternyata kurangnya sukarelawan
juga dirasakan oleh Himpunan
Karunaduta. Oleh karena itu bagi
pembaca yang tertarik untuk mengikuti
kegiatan kunjungan kasih yang dilakukan Himpunan Karunaduta dapat
menghubungi Ibu Cai Fung –
08128336964.
23
MEI-AGUSTUS 2012
INFO BUKU BARU
Sarang Macan
Inti-Pokok Pohon Bodhi
Praktik Nyata Zen dalam Wujud Pertarungan
Dharma (Percakapan Dharma)
Ajaran Buddha tentang Sunyata
Penulis : John Daido Loori
Penerbit : Karaniya
Pertarungan Dharma adalah
suatu wujud yang khas dalam
tradisi Zen, sebuah cara mentransmisikan ajaran di mana siswa
dan guru saling berhadapan
dengan disaksikan pendengar
secara langsung. Guru Zen duduk
di paling depan pada aula
meditasi, dan didatangi oleh para siswa satu per satu, yang
menantang sang guru dengan pertanyaan-pertanyaan. Dan
dalam pertarungan inilah percakapan mendalam serta
penuh semangat menghadirkan pemahaman bagi semua
yang menyaksikan.
Buku Sarang Macan dapat menjadi bukti bahwa praktik
klasik berupa pertarungan Dharma ini bisa hidup dan
berlangsung dengan lancar di komunitas Zen Amerika.
Pertarungan ini berisikan sebuah sesi diskusi mengenai
filsafat Buddhis, praktik meditasi, praktik spiritual harian
dengan jawaban yang cerdas dari John Daido Loori, sebagai
seorang master Zen yang mampu mengadaptasi ajaran
Buddha di tengah kehidupan masyarakat Amerika.
Penulis : Buddhadasa Bhikkhu
Penerbit : Karaniya
Buku karya Ajahn Buddhadasa
ini bukan sedang membahas
aspek biologi dari pohon Bodhi
(ficus religiosa). Lebih menarik
dari hal itu, dalam buku yang luar
biasa ini, beliau mengajarkan
secara indah, mendalam, dan
sederhana, tentang makna dari
sunyata atau kehampaan, yang merupakan benang
penghubung dari semua sekte besar dalam agama Buddha.
Ajahn Buddhadasa menunjukkan bagaimana ajaran yang
menjadi dasar bagi Mahayana dan Wajrayana, juga diungkapkan secara mendalam di masa awal pembabaran
ajaran Buddha.
Sebuah pembabaran sederhana tentang inti ajaran
Buddha sebagai jalan untuk memahami segala fenomena
kehidupan. Menembus jauh ke dalam akar ajaran Buddha –
lepasnya kemelekatan – menjadikan buku ini sebagai obat
ampuh yang membantu para praktisi memasuki jalur
pembebasan. Panduan bagi mereka yang rindu bagaimana
menjadi damai dalam arus fenomena yang begitu rapuh.
Jawaban Dari Hati
Jawaban Praktis terhadap Pertanyaan-pertanyaan
Mendesak dalam Kehidupan
Penulis : Thich Nhat Hanh
Penerbit : Karaniya
“Putraku selalu bertikai pendapat denganku setiap waktu. Bagaimana cara menghentikan
pertikaian-pertikaian ini?” Mungkin ini menjadi pertanyaan sejuta umat, atau bahkan pertanyaan
ini juga ada dalam kehidupan kita. Satu yang dapat dipastikan, ini adalah kutipan pertanyaan
dalam buku “Jawaban dari Hati” karya Zen Master Thich Nhat Hanh (Thay).
Bagai sebuah oase di tengah kalutnya kesibukan harian, buku setebal 184 halaman ini menghadirkan kesegaran dari
2500 tahun kebijaksanaan Buddhis. Buku yang berisi lima puluh pertanyaan-pertanyaan para murid serta peserta retret
kepada Thay ini, terbagi menjadi enam tema pembahasan. Kehidupan Sehari-hari; Keluarga, Mengasuh Anak, dan Pergaulan;
Latihan Spiritual; Ajaran Buddha yang Berpartisipasi Aktif; Kondisi Sakit dan Kesehatan; Kematian dan Menjelang Kematian;
Pertanyaan Anak-anak; dan Latihan-latihan Perhatian Penuh Keseharian Sehari-hari.
Pertanyaan-pertanyaan yang ada di buku ini berasal dari segala usia dan kalangan, membuat buku ini mudah diakses
oleh siapa saja. Terkenal dengan bahasanya yang sederhana namun mendalam dan aplikatif, jawaban dari Thay dalam buku
ini menjadi obat konkret untuk sebuah kehausan manusia atas perkembangan pribadinya. Sebuah panduan tepat untuk
mereka yang hidup di tengah hutan beton serta kesibukannya.
MEI-AGUSTUS 2012
24
INFO BUKU BARU
Mari Memunculkan Bodhicitta
Penulis : Ribur Rinpoche
Penerbit : Dian Dharma
Bodhicitta sebagai tekad
agung dalam tradisi Mahayana,
merupakan rumusan utama
dalam menapaki jalur Kebuddhaan. Sebuah metode pengembangan cinta kasih yang menarik
sekaligus memperkaya khazanah
kita mengenai langkah pengembangan batin di jalur spiritual agama Buddha.
Bagian pertama buku ini menguraikan tentang instruksi
tujuh pokok sebab-akibat yang terdiri dari: 1. Mengenali
semua makhluk sebagai ibu kita sendiri; 2. Mengenali
kebaikan ibu-ibu itu; 3. Membalas kebaikan mereka; 4. Kasih
sayang; 5. Welas asih agung; 6. Tekad luhur; dan 7. Bodhicitta.
Sedang bagian kedua menguraikan tentang menukar diri
sendiri dengan orang lain yang terdiri dari lima pokok
utama: 1. Menganggap diri sendiri sama dengan orang lain;
2. Kelemahan menyenangkan diri sendiri; 3. Kekuatan
membahagiakan orang lain; 4. Niat sebenarnya menukar diri
sendiri dengan orang lain; dan 5. Meditasi tentang memberi
dan menerima (tong-len)
Menggunakan analogi kasih sayang ibu sebagai praktik
pengembangan nilai-nilai cinta kasih, Ribur Rinpoche
menghidangkan sebuah ajaran praktis yang patut dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Buku setebal 67
halaman ini menghadirkan sebuah panduan hidup di tengah
arus egoisme kaum urban.
Pendarasan Nama Amitabha
Penulis : Dr. Yutang Lin
Penerbit : Dian Dharma
Sebelum masuk ke pembahasan Mengapa Kita Memilih
Pendarasan “Amitabha”, dalam
buku ini Dr. Yutang Lin menguraikan lebih dulu dua topik:
Mengapa Kita Memilih Agama
Buddha dan Jalan Menuju
Pencerahan. Terdapat analogi
delapan tahap pencerahan: 1. Gunakan uang ketidakkekalan;
2. Belilah tanah pelepasan keduniawian; 3. Bangunlah
pagar-pagar sila di sekelilingnya; 4. Tanamlah benih
Bodhicitta; 5. Irigasilah dengan air Welas Asih Agung; 6.
Berilah pupuk Samatha; 7. Bunga Kebijaksanaan akan
berkembang; dan 8. Buah Kebuddhaan akan matang.
Menawarkan sebuah alternatif meditasi melalui media
pendarasan nama “Amitabha”, buku karya Dr. Yutang Lin ini
berisi ringkasan menarik yang membahas korelasi antara
pemusatan pikiran dengan nama Amitabha itu sendiri.
Dilengkapi dengan tanya-jawab, buku ini menjadi bahan
bacaan yang cerdas namun tetap mudah dipahami serta
cocok bagi mereka yang terlalu sibuk di tengah arus
modernisasi.
Menyelamatkan Kehidupan
Sebuah Praktik Buddhis Kuno di Dunia Modern
Penulis : Shenpen Zangpo
Penerbit : Dian Dharma
Melepaskan makhluk hidup
atau lebih populer dengan nama
fang sheng merupakan tradisi
agama Buddha yang berkembang
di Asia Timur hingga Semenanjung Melayu. Meski menjadi
sebuah kegiatan yang sudah
mengakar, namun tidak banyak
dari kita memahami maknanya yang mendalam.
Dalam buku ini, Shenpen Zangpo (Stephen Powell)
menyajikan sebuah pemaparan mendalam tentang menyelamatkan kehidupan dan kaitannya dengan pemikiran
Buddhis terhadap makna sebuah kehidupan. Dimulai
dengan Penyebab yang membahas tentang Karma, bab
selanjutnya adalah Motivasi yang membahas tentang Welas
Asih dan Bodhicitta. Tiga bab berikutnya adalah Pembebasan (Menyelamatkan Kehidupan), Perdebatan
(Vegetarianisme), dan Metode (Cara Penyelamatan
Kehidupan).
Buku ini – yang mengutip ajaran dari ketiga aliran besar:
Therawada, Mahayana, dan Wajrayana – menawarkan
sebuah pemahaman baru bagaimana tradisi fang sheng
mampu membawa kita ada pada pintu transformasi menuju
jalan spiritual. Dengan mengangkat tema pengembangan
cinta kasih, buku ini memiliki banyak alasan yang sayang
untuk dilewatkan.
Galeri Buku Dian Dharma dan Toko Buku Karaniya
(The Middle Way Bookstore) terdapat di Wisma
Jayawardhana, Jl. Mangga I No. F-15, Duri Kepa,
Jakarta Barat.
25
MEI-AGUSTUS 2012
KAMUS ISTILAH BUDDHIS
A (Sk. dan P.) Prefiks yang berarti ‘tidak’, bentuk
negatif. Sebelum vokal yang lain ia dapat diikuti oleh
sebuah konsonan suplemental untuk sifat bunyi yang
enak, misal: a(n)-attà = bukan Attà.
âcàrya (Sk.) Sufiks yang berarti tuan atau guru.
Biasanya diterapkan bagi seorang guru besar yang
memandu para siswa dalam perilaku dan suri tauladan. misal: Sankaràcàrya.
Abhaya (Sk.) Tidak takut (bebas dari ketakutan).
Seperti sebuah gerak isyarat pada sebuah arca Buddha
yang merupakan gerak isyarat perlindungan.
Acintya (Sk.) Tidak dapat dipikirkan. Di luar
kemampuan untuk memahami.
Abhidhamma (P.) Harafiah: Dhamma yang lebih
tinggi. Bagian ketiga dari Kanon aliran Theravàda.
Sebagian besar merupakan sebuah komentar terhadap
Sutta Pitaka, khotbah-khotbah, dan subjek-subjek
mereka yang perlu dianalisis. Secara filosofis dan
psikologis, ia mengandung seluruh sistem latihan
pikiran. Sangha Myanmar mengkhususkan diri dalam
pelajaran Abhidhamma. Lihat Nyanatiloka, A Guide
through the Abhidhamma Pitaka (1957).
Abhij¤à (Sk.) Abhi¤¤à (P.) Pengetahuan luar biasa.
Mode-mode Pengetahuan yang dicapai dengan mempraktikkan Dhyàna. Suatu tingkat kesadaran tinggi
yang tercapai ketika enam kekuatan spiritual telah
berkembang. Mereka adalah (1) Kemampuan untuk
melihat apa yang orang lain tidak dapat lihat; (2)
Kemampuan untuk mendengar dan mengerti semua
bahasa; (3) Kemampuan untuk membaca pikiran
orang lain; (4)Pengetahuan tentang kehidupankehidupan lampaunya sendiri; (5) Pengetahuan
tentang kehidupan-kehidupan lampau makhlukmakhluk lain; (6) Kemampuan untuk menghindarkan
pikiran dari berbagai nafsu keinginan duniawi.
Abhishekha (Sk.) Harafiah: pencurahan, pemercikan. Penahbisan atau inisiasi. Sebuah istilah dalam
agama Buddha Tantra Tibet. Lihat Snellgrove. The
Hevajra Tantra, Vol I, pp.131-3 (1960).
Acala (Sk). Yang tidak akan berubah. Suatu tingkat
dalam karier Bodhisattva. ‘Suatu Nirvàna yang bukan
Pemadaman’ (Suzuki).
âdi-Buddha (Sk.) Istilah yang digunakan dalam
Agama Buddha Mahayana, terutama di Nepal, Tibet,
dan Jawa; untuk merujuk pada Buddha primordial
yang ada dengan sendirinya, sumber yang tak berawal
dari Pikiran Universal. Kekuatan kreatifnya dilambangkan dalam bentuk lima Dhyàni Buddha, yang
aspek-aspek aktifnya dipersonifikasikan dalam bentuk
para Dhyàni Bodhisattva; para Dhyàni Bodhisattwa
tersebut pada gilirannya diwakili di bumi oleh para
Manushi-Buddha atau Buddha manusia. Ada tujuh
Dhyàni Buddha, tetapi hanya lima nama yang biasa
diberikan. Avalokitesvara adalah Dhyàni Bodhisattva
pada zaman sekarang dan Buddha Gautama merupakan refleksinya di bumi.
Advaita (Sk.) Istilah Hindu yang berarti tidak
mendua. Doktrin India yang diajarkan oleh Sankara
tentang Non-dualitas yang di luar Pasangan-pasangan
beserta Lawan-lawannya yang lebih dari Satu. Satu
hanyalah Lawan dari Banyak. Bandingkan dengan Zen
yang berjuang untuk mencapai pengalaman batiniah
seketika dalam Non-dualitas yang sama. Sebagian
penulis Buddhis menggunakan bentuk Advaita.
âgama (Sk.) Tradisi. âgama merupakan terjemahan
Mandarin untuk Såtra-såtra atau khotbah-khotbah
seperti yang dihimpun oleh aliran Sarvàstivàda dari
Hinayàna. Såtra-såtra itu sedikit berbeda dari Sutta
Pitaka dalam Kanon Theravàda yang digunakan
sekarang ini.
Agati (P.) Jalan yang salah sebagai yang berbeda dari
jalan yang benar (menuju Pencerahan).
MEI-AGUSTUS 2012
26
KAMUS ISTILAH BUDDHIS
Ahamkàra (Sk.) Kepercayaan salah tentang individualitas, bahwa diri mengandung kemampuan
untuk tetap abadi dan tidak berubah atau sebagai
jiwa.
Ahimsà (P./Sk.) Tidak menyakiti; belas kasih,
khususnya kepada binatang. Kaum Buddhis dan Jain
meletakkan tekanan kuat pada kebajikan ahimsà.
Peraturan Buddhis yang mengemukakan belas kasih
dalam aspek negatif dengan tidak membunuh; dan
yang kedua dari Empat Suasana Batin yang Mulia
(Brahma Vihàra) menekankan belas kasih yang positif
kepada semua bentuk kehidupan (karunà). Peraturan
untuk vegetarian dalam komunitas monastik dalam
tradisi Buddhis mengacu pada prinsip ahimsà.
âjãva (P.) Mata pencaharian. Mata pencaharian yang
benar merupakan unsur kelima dari Jalan Mulia
Berunsur Delapan.
Âkàsha (Sk.) Ruang, sebagai hakikat spiritual dari
Ruang. Substansi yang paling awal. Tanpa atributatribut yang dapat dimengerti ia adalah bidang manifestasi yang mana di dalamnya terletak Ideasi Alam
Semesta yang inheren. Ia terletak di luar perbedaan
dan karenanya di luar deskripsi. Dalam agama
Buddha esoterik, catatan-catatan Akasik memegang
‘ingatan alam’.
Akshobhya (Sk.) Yang Maha Tenang. Salah satu dari
para Dhyàni Buddha bersama dengan Amitàbha,
Amogasiddhi, dan Ratnasambhava, beserta Vairocana
yang berada di tengah.
Akusala (P.) Tidak bermanfaat, digunakan untuk
tujuan-tujuan yang disertai dengan Keserakahan,
Kebencian, atau Delusi, dan karenanya menyebabkan
akibat-akibat Karma yang tidak menyenangkan.
âlambana (Sk.) ârammana (P.) Objek kesadaran.
Amitàbha (Sk.) Buddha dengan Cahaya Tanpa
Batas. Sebagai Amitayus, Dia adalah Buddha dengan
Kehidupan Tanpa Batas. Yang keempat dari Lima
Dhyàni Buddha. Personifikasi Belas Kasih. Menurut
sekte Tanah Suci di Tiongkok dan Jepang, Amitàbha
adalah perantara antara Realitas Tertinggi dan umat
manusia, dan keyakinan kepadaNya menjamin kelahiran kembali di surgaNya (Sukhàvatã). Secara
esoterik Amitàbha adalah Diri yang Lebih Tinggi, dan
kelahiran kembali di surgaNya merupakan kebangkitan Bodhicitta di hati manusia.
Amoghasiddhi (Sk.) Dia yang pencapaiannya tidak
sia-sia! Satu dari lima Dhyàni Buddha dalam agama
Buddha Tibet.
Amrita (Sk.) Amata (P.) Abadi, bebas dari kematian,
sebuah sebutan untuk Nirvàna. Harafiah, dan menurut mitologi, makanan (suguhan) untuk para Dewa.
Anàbhoga (Sk.) Tanpa pamrih. Tidak menginginkan
sesuatu (untuk diri sendiri) dalam perjuangan yang
gigih.
Anàgàmin (P.) ‘Orang yang tidak akan pernah
kembali’; istilah populer dalam tradisi Theravàda
merujuk pada tahapan ketiga dari empat tahapan
pada sang Jalan. Anàgàmin tidak kembali ke bumi
setelah kematiannya, tetapi dilahirkan di surga tanpa
bentuk yang tertinggi dan di sana mencapai tingkat
Arahat.
Anàgàrika Harafiah: seorang yang tanpa rumah.
Orang yang memasuki kehidupan petapa tanpa
memasuki Sangha (kehidupan monastik) secara
resmi. Sebuah istilah yang pertama kali diangkat pada
zaman modern oleh Anàgàrika Dharmapàla.
Alamkàra (Sk.) Hiasan (bunga-bunga bahasa),
sebagai suatu figur dari ucapan yang retoris.
âlaya-vij¤àna (Sk.) Kesadaran universal atau sentral
yang merupakan rahim atau ‘gudang’ (àlaya) kesadaran. Sebuah istilah yang diperkenalkan oleh aliran
Yogacara dari agama Buddha India. Untuk perbanding
an dengan Bawah Sadar dalam psikologi Barat, lihat
Suzuki, Zen Buddhism and Psychoanalysis (1960).
Sumber :
Christmas Humphreys, A Popular Dictionary of
Buddhism (1997)
Minh Thanh, The Seeker’s Glossary of Buddhism
(1998)
27
MEI-AGUSTUS 2012
INFO
Sangha Samaya IX Sagin
Pada tanggal 4-6 Januari 2012 bertempat di Prasadha Jinarakkhita Jakarta
telah diadakan Sangha Samaya IX
Sangha Agung Indonesia (Sagin) yang
dihadiri 98 biksu dan biksuni. Sebagai
pimpinan bina monastik terpilih Bhante
Saddhanyano (Maha Nayaka), Bhante
Bhadraruci (Maha Lekhanadikari), dan
Bhante Nyanaprabhasa (Maha Bhandagarika). Sebagai pimpinan bina umat
terpilih Bhante Nyanasuryanadi (Ketua
Umum), Bhante Dharmavimala
(Sekretaris Umum), dan Bhante Nyanamaitri (Bendahara Umum). Bhante
Nyanamaitri juga menjadi Maha Adhikari
yang menangani bina sarana.
Bhante Cattapunno dalam Perawatan
Saat sedang menyampaikan pandangannya dalam Sangha Samaya IX Sagin,
Bhante Cattapunno (84 tahun) terkena
serangan stroke dan segera dilarikan ke
rumah sakit. Keluar dari rumah sakit,
Bhante Cattapunno dirawat di Ekayana
Buddhist Centre. Meski baru menjadi
biksu pada tahun 2008, beliau sudah
aktif membantu Bhante Ashin
Jinarakkhita sejak masa awal kebangkitan agama Buddha Indonesia dan
ditahbiskan sebagai upasaka di Wihara
Vimaladharma Bandung pada tahun
1959 oleh Y.A. Mahasi Sayadaw saat guru
dari Bhante Ashin Jinarakkhita itu
diundang ke Indonesia.
Gedung Baru Wihara Kong Hoa Sie Jakarta
Wihara Kong Hoa Sie Jakarta telah
menyelesaikan pembangunan tahap
pertama gedungnya yang baru. Wihara
bersejarah yang dibangun oleh
Mahabiksu Pen Ching dan diresmikan
pada tahun 1950 ini adalah wihara
leluhur para biksu dan biksuni Sagin,
karena di wihara ini pada tahun 1953
Anagarika Tee Boan An (Mahabiksu
Ashin Jinarakkhita) ditahbiskan menjadi
samanera. Untuk melanjutkan pembangunan tahap kedua, dengan
dipimpin oleh Biksu Aryamaitri telah
dilakukan upacara pemindahan rupang
(27 Maret 2012) dihadiri oleh 33 anggota
Sagin dan upacara pemindahan guci abu
serta papan leluhur (11 April 2012)
dihadiri 25 anggota Sagin.
MEI-AGUSTUS 2012
28
INFO
Pondok Sadhana Amitayus
Pondok Sadhana Amitayus yang terletak di Desa Kopo,
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor merupakan tempat retret
yang kehadirannya telah berjasa besar dalam mencerahkan
banyak orang, sehingga mereka dapat mengalami perubahan ke
arah yang positif. Tempat ini juga menjadi pilihan sebagian biksu
untuk menjalankan masa wassa selama tiga bulan. Saat ini
pembangunan Sasana Vudhikari Sima yang akan digunakan untuk
melakukan karma sanggha, seperti penahbisan biksu dan pengulangan patimokkha, masih sedang berjalan.
Retret Hidup Berkesadaran tanggal 6-8 April 2012 yang diikuti para
mahasiswa/pemuda dari 5 kota (Jakarta, Depok, Bogor, Bandung, dan Jogja).
29
MEI-AGUSTUS 2012
INFO
Tusuk Jarum hadir di
Balai Pengobatan Jivaka
Buddha menyatakan bahwa kesehatan adalah harta kita yang
paling berharga. Oleh karena itu sejak tahun 1997 Ekayana
Buddhist Centre telah mendirikan Balai Pengobatan Jivaka
untuk kepentingan umat maupun masyarakat sekitar. Selain
pengobatan umum dan pengobatan gigi dan mulut, Balai
Pengobatan Jivaka juga menangani keluarga berencana,
kesehatan ibu dan anak, imunisasi, laboratorium sederhana
dan TBC, serta sunat dan operasi kecil.
Di samping pelayanan rutin yang dilakukan setiap hari (Senin
s.d. Sabtu pk. 15.00 - 18.00, Minggu pk. 10.00 – 13.00), Balai
Pengobatan Jivaka kini juga melayani pengobatan tusuk
jarum, yaitu pada hari Minggu pk. 13.00 – 15.00.
Renovasi ruangan-ruangan
GABVEG
Setiap hari minggu sekitar 200 anak-anak datang ke Ekayana
Buddhist Centre untuk belajar dan bermain bersama dalam
Gelanggang Anak-anak Buddhis Vihara Ekayana Grha
(GABVEG). Mereka terbagi atas lima kelas berdasarkan
kelompok usianya. Menyadari perlunya sarana yang lebih
memadai, maka saat ini sedang dilakukan renovasi terhadap
ruangan-ruangan yang digunakan oleh GABVEG. Biaya
renovasi antara lain diperoleh dari hasil Vegetarian Food Fair
yang diadakan pada tanggal 11 Maret 2012. Semoga dengan
fasilitas yang lebih baik, kualitas pembinaan anak-anak di
Ekayana Buddhist Centre juga dapat terus meningkat.
Kantin Vegetarian Sujata
Kantin Vegetarian Sujata hadir di Ekayana Buddhist Centre
untuk memberi kemudahan bagi mereka yang berlatih hidup
vegetarian maupun mereka yang mencari masakan
vegetarian untuk dipersembahkan ke altar mendiang sanak
keluarga. Kelebihan pemasukan dari Kantin Vegetarian Sujata
ini disalurkan untuk mensubsidi jalannya Balai Pengobatan
Jivaka yang bersifat sosial.
Untuk meningkatkan pelayanan dari Kantin Vegetarian
Sujata, saat ini tengah dibangun ruang makan dan ruang
dapur yang baru.
MEI-AGUSTUS 2012
30
Bursa Prapanca pindah lokasi
Dengan ada perluasan lahan yang dimiliki Ekayana Buddhist
Centre, Bursa Prapanca kini mendapatkan lokasi baru yang
lebih memberi kenyamanan bagi umat yang ingin mendapatkan buku-buku Dharma, CD/DVD, rupang
Buddha/Bodhisattwa, dan aksesoris Buddhis lainnya.
Selain Bursa Prapanca, Ekayana Buddhist Centre juga memiliki The Middle Way Bookstore yang berlokasi di Wisma
Jayawardhana.
INFO
Ajakan Peduli MBPP
Kehidupan di dunia ini memang
tidak memuaskan. Setiap orang pernah
mengalami penderitaan sebagai akibat
dari perbuatan-perbuatan buruknya
sendiri di masa lalu. Perbuatanperbuatan buruk itu sendiri bersumber
dari kotoran batin, dan kotoran batin
berasal dari keakuan. Kebencian muncul
karena sang aku tidak suka pada materi
tertentu atau kondisi tertentu. Sebaliknya, keserakahan muncul karena sang
aku suka pada materi tertentu atau
kondisi tertentu.
Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain
untuk menghentikan penderitaan selain
dari membuang keakuan kita. Namun
untuk mengikis habis keakuan tentunya
dibutuhkan proses bertahap. Keterikatan
pada aku pertama-tama dapat kita
kurangi dengan rajin berdana di
samping berusaha melaksanakan lima
peraturan moral dengan sesempurna
mungkin. Dengan berdana dan melaksanakan lima peraturan moral, kita
sekaligus berbuat kebajikan bagi orang
lain. Kebajikan tersebut akan memberikan pahala yang bermanfaat bagi kita
dalam menjalankan kehidupan.
Oleh karena kehidupan di dunia ini
tidak memuaskan dan setiap orang
mengalami penderitaan, maka kesempat
an kita untuk menanam kebajikan
sesungguhnya terbuka luas. Tetapi
karena keakuan kita, maka kita tidak
menyadari adanya penderitaan orang
lain tersebut. Akibatnya kita tidak
terdorong untuk membantu sesama. Kita
tidak peduli pada orang-orang yang
membutuhkan nasihat dan petunjuk
kita, padahal kita mampu membantu
untuk mengurangi kecemasan dan rasa
takut mereka. Kita tidak peduli dan tidak
mau berbagi pada orang-orang yang
membutuhkan pengetahuan yang kita
miliki. Kita tidak peduli pada anak-anak
yang tidak punya biaya untuk mendapat
kan pendidikan di sekolah, padahal kita
mampu memberikan santunan untuk
membantu mereka untuk bersekolah.
Dalam kelahiran-kelahiran kita
sebelumnya, mereka yang dalam
kehidupan ini menderita karena
kekurangan materi dan kasih sayang bisa
jadi adalah orangtua kita ataupun
orang-orang yang telah berjasa pada
kita. Merenungkan kemungkinan
tersebut akan membuka hati kita untuk
menyatakan bahwa sekarang inilah
kesempatan bagi kita untuk ganti
mengulurkan tangan kepada mereka.
Lebih jauh dari itu, semestinyalah kita
merasa satu dengan semua orang.
Janganlah kita menganggap diri kita
sebagai yang paling utama sedangkan
orang lain, dan juga makhluk lain, tidak
usah dipentingkan. Sebab, di saat
keakuan kita pudar, di saat itulah kasih
sayang sejati akan bersinar dengan
terang. Sesungguhnya damai itu datang
bersama kepedulian kita kepada sesama.
Kalau kita mau mengamati, dunia ini
memang benar-benar penuh dengan
kisah tentang penderitaan. Sebagian
dari kisah itu adalah kisah penderitaan
anak-anak yang tak mampu mengenyam
bangku sekolah. Ada anak-anak yang
terlantar karena sang ayah seorang
penjudi sekaligus pemabuk. Ada
anak-anak yang ibunya sudah tak
berdaya karena sang ayah lari dengan
membawa uang hasil kerja keras sang
ibu. Anak-anak yang tidak punya biaya
untuk sekolah itu memang membawa
buah karmanya masing-masing, tetapi
mereka juga merupakan lapangan untuk
berbuat kebajikan bagi kita. Anak-anak
itu berada dekat kita untuk mengajak
kita mengurangi keakuan kita. Janganlah
kita hanya dapat mengasihani mereka,
karena itu berarti kita masih menganggap diri kita lebih utama dari mereka.
Yang seharusnya kita tumbuhkan adalah
kasih sayang sejati, yang tumbuh
bersamaan dengan pudarnya keakuan
kita.
Anak-anak adalah tunas-tunas muda
yang akan ikut menentukan kesejukan
taman tempat kita berdiam. Dunia ini
akan damai di tangan generasi penerus
yang memiliki kebajikan dan kearifan.
Untuk itu, marilah kita terus membangun kepedulian bagi mereka,
dengan antara lain memberikan pendidikan melalui jalur sekolah maupun
jalur wihara.
Mitra Buddhis Peduli Pendidikan
(MBPP) adalah wadah di bawah naungan
Yayasan Triyanavardhana Indonesia
(Ekayana Buddhist Centre) yang
bergerak di bidang pemberian beasiswa
kepada anak-anak yang tidak mampu
dibiayai orangtuanya. MBPP bermaksud
meningkatkan pelayanannya dalam
melahirkan kader-kader Buddhis yang
berkualitas guna menunjang perkembangan agama Buddha. Sehubungan
dengan itu, MBPP mengajak seluruh
umat Buddha untuk memberikan
dukungannya.
Dalam kelahiran-kelahiran kita
sebelumnya, mereka yang dalam
kehidupan ini menderita karena
kekurangan materi dan kasih
sayang bisa jadi adalah orangtua
kita ataupun orang-orang yang
telah berjasa pada kita.
Sekiranya Anda
tergerak untuk
membantu, silakan hubungi Ibu
Feronica Laksana di 0811164432.
31
MEI-AGUSTUS 2012
Jl. Mangga 1
Jl. Mangga 2
INFO
Wisma
Jayawardhana
Jl. Asem Raya
Wisma Asokawardhana
Ekayana Buddhist Centre
Jl. Mangga II No. 8, Duri Kepa,
Jakarta Barat 11510
Lapangan parkir
Ekayana Buddhist Centre
- Galeri Penerbit Dian Dharma
dan Penerbit Karaniya
- Balai Pengobatan Jivaka
Wisma
Asokawardhana
Ekayana
Centre
Buddhist
MEI-AGUSTUS 2012
Gedung Utama
Wihara
Ekayana Grha
Wisma Jayawardhana
Ekayana Buddhist Centre
Jl. Mangga I No. 15, Duri Kepa,
Jakarta Barat 11510
32
Gedung Utama
Ekayana Buddhist Centre
Jl. Mangga II No. 8, Duri Kepa,
Jakarta Barat 11510
T: 021-5687921/ 5687922
F: 021-5687923
E: [email protected]
Di sini kita bersatu dan bersaudara
Di sini kita belajar dan berlatih
Di sini kita berkarya dan berbakti
Di sini kita mengabdi
Download