EKAYANA Warta MEMBANGUN KOMUNITAS BERKESADARAN MEI-AGUSTUS 2012 KONDISI-KONDISI YANG MEMBAHAGIAKAN Berbahagialah mempunyai kawan di saat kita membutuhkannya; berbahagialah bila merasa puas dengan apa yang diperoleh; berbahagialah bila dapat berbuat kebajikan sebelum mati; berbahagialah bila dapat mengakhiri penderitaan. Berbahagialah bila dapat melayani ibu, begitu pula bila dapat melayani ayah. Berbahagialah bila dapat melayani para petapa, begitu pula bila dapat melayani para orang suci. Berbahagialah bila dapat berbuat kebajikan hingga hari tua, berbahagialah bila dapat berpegang teguh pada keyakinan, berbahagialah bila dapat memiliki kebijaksanaan, berbahagialah bila dapat terbebas dari kejahatan. (Dhammapada 331-333) Foto : Pondok Sadhana Suddhi Bhavana, Desa Jambudipa, Bandung Barat Dari Redaksi Namo Sanghyang Adi Buddhaya Namo Buddhaya Bodhisattwaya Mahasattwaya EKAYANA Warta Selamat bertemu dengan Warta Ekayana (WE). Dalam bahasa Inggris, we selain berarti kami juga bisa berarti kita. Kami tentu memilih arti kita. Kata kita mencerminkan kebersamaan antara aku dan kau, kami dan kalian. Di zaman yang banyak membangkitkan semangat keakuan – egoisme yang tidak peduli pada yang lain, bahkan tak jarang mengorbankan pihak lain (makhluk hidup maupun lingkungan hidup) – saat kita bisa pulang kembali ke kebersamaan tentu akan sangat menyejukkan. Kami menerbitkan WE sebagai media komunitas, jadi sasaran pembaca utamanya adalah insan dan simpatisan Ekayana Buddhist Centre (EBC), dengan tujuan untuk meningkatkan semangat kebersamaan. Kami membayangkan, jika lebih banyak insan dan simpatisan EBC yang mengetahui aneka kegiatan yang telah dan akan diselenggarakan oleh saudara/saudari mereka yang menjadi sukarelawan/sukarelawati penggerak EBC, maka tentunya akan lebih banyak lagi insan EBC yang tergerak untuk mengabdi di Jalan Buddha. WE juga berkehendak agar dalam mewartakan kegiatan dapat sekaligus juga menjelaskan makna kegiatan tersebut, sehingga akan bisa dipahami dengan tepat dan benar-benar bermanfaat. Berbagai kegiatan keagamaan maupun sosial yang dilakukan atas nama agama Buddha seharusnya selalu terkait dengan praktik hidup berkesadaran yang membawa ke pembebasan dari penderitaan. Akhir kata, selamat membaca. MEI - AGUSTUS 2012 WARTA EKAYANA Dewan Redaksi Bachtiar Ismail, Budi Hartono Susilo, Febrian Themansjah, Hendra B. Sjarifuddin, Moki Komala, Kshantica, Liana Chia, Tio Cai Fung Fotografer Nur Kadri, William Santoso Kontributor Fadly Lie, Rahkasiwi Dimas Susanto Artistik & Desain Harris Budiyanto Wijaya DAFTAR ISI MEI - AGUSTUS 2012 Pesan Dharma Oleh Y.A. Aryamaitri Mahastavira 04 21 22 Kegiatan Wawancara Orangtua Memberikan yang Terbaik yang Mereka Miliki Mengenal Lebih Dekat Karunaduta 06 Menyambut Tahun Naga Air Talk Show Andrew Ho Retret Komunitas Chan EBC Kunjungan PMV & GAB Buddhasena Bogor 06 08 09 Aksi Donor Darah Massal Pelantikan PMVEG 10 Meneladani Bodhisattwa Awalokiteswara 11 12 13 14 Info Buku Baru 24 26 Kamus Istilah Buddhis Rangkaian Acara 15 28 Info Waisak Sajian Utama 16 Vegetarian Food Fair Retret Pembina GABVEG Mengisi Liburan di Prasadha Mandala Dharma 2556/2012 Bakti kepada Orangtua Merawat Tubuh dan Pikiran 16 19 Pesan PESAN DHARMA Dharma Namo Sanghyang Adi Buddhaya Namo Buddhaya Bodhisattwaya Mahasattwaya Ketika hadir dalam pendarasan Sutra dan upacara Ksamayati (pertobatan) berarti umat Buddha sedang melatih diri dan menjadi pelindung Dharma. MEI-AGUSTUS 2012 4 Melalui penyebaran yang melewati dan bersentuhan dengan ruang dan waktu yang berbeda, agama Buddha kini memiliki banyak tradisi. Namun dari kacamata gerakan Buddhayana, agama Buddha tetap satu, ibarat melihat pohon secara utuh dengan batang utamanya yang memiliki banyak cabang. Jika kita hanya melihat pada cabang-cabang yang berbeda arah, yang terjadi adalah pandangan diskriminasi. Sudah tentu sangat penting untuk mengenal batang utama yang mengakar ke bumi, yaitu ajaran yang membebaskan keterpisahan diri kita dari yang lain. Dengan praktik sadar-penuh dan melihat secara mendalam, akan tumbuh pemahaman bijak yang dipenuhi cinta kasih dan membawa kita pada pembebasan dari duka. Duka di sini tentunya adalah duka kolektif, bukan hanya duka individual. Dari ajaran batang utama yang benar maka ajaran cabang-cabang dari pohon tersebut akan dapat dipahami sebagai suatu keterampilan dalam cara (upaya kausalya). Bisa jadi pada awalnya ada pintu Dharma yang tampak mengajarkan untuk melekat dan bukan melepas, tetapi ujung-ujungnya ternyata kita dibawa untuk berada di jalan pembebasan. Ketika seorang pemuda bernama Sigala memuja keenam arah tanpa pemahaman yang benar, hanya sebagai wujud bakti kepada orangtua yang memintanya untuk melakukan itu, maka Buddha mendapat kesempatan untuk PESAN DHARMA mengajarkan praktik Dharma. Enam arah pemujaan diberi makna yang membawa pada ajaran keharmonisan sosial dan kini kita mengenalnya sebagai Sutta Sigalowada, yang di dalamnya terdapat ajaran bakti kepada orangtua. Orang yang berbakti kepada orangtua, juga akan memiliki perhatian kepada masyarakat di sekitarnya, dan jika menjadi pemimpin negara ia akan peduli pada penderitaan rakyatnya. Sayangnya tata kehidupan pada masa sekarang ini sudah berubah menjadi sangat individualistik. Masyarakat Timur sedikit banyak juga terpengaruh oleh nilai-nilai yang menghancurkan kehidupan berkeluarga ini sehingga kehidupan bermasyarakat yang penuh kebersamaan, gotong royong, dan harmonis pun memudar. Ada banyak mahasiswa Indonesia yang belajar di Barat yang kabarnya tidak mau pulang, meski telah dibiayai begitu banyak oleh orangtuanya yang bekerja keras demi kesuksesan anaknya. Mereka berpandangan bahwa merawat dan membesarkan anak adalah tanggung jawab orangtua, tetapi yang sebaliknya, yaitu kewajiban anak untuk merawat orangtua, terhapus dalam benak mereka. Karena telah tumbuh menjadi orangorang yang egois, mereka bahkan menganggap sikap bakti anak kepada orangtua itu adalah pandangan yang kolot dan usang. Mereka sudah mengabaikan ajaran luhur bahwa jika kita minum air maka kita harus menyadari dari mana sumber mata airnya. Beruntunglah mereka yang telah mengetahui bahwa Buddha mengajarkan kita untuk berbakti dan membalas jasa kepada orangtua. Berbakti dan membalas jasa kepada orangtua juga merupakan tradisi yang kuat dalam masyarakat Tionghoa, termasuk keturunan Tionghoa yang telah menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Orang Tionghoa memiliki perhatian yang sangat besar terhadap upacara mengenang leluhur, bahkan menetapkan upacara peringatan itu sebanyak tiga kali dalam satu tahun, yakni hari Chengbeng, hari Cioko, dan hari raya Imlek. Saat agama Buddha yang berasal dari India menyebar masuk ke Tiongkok, sebagai bentuk adaptasi terhadap budaya setempat, umat Buddha pun melakukan kegiatan upacara mengenang leluhur. Agama Buddha melengkapi tradisi mengenang para leluhur yang hanya bersifat seremonial menjadi memiliki makna balas jasa yang sesungguhnya. Cara terbaik membalas jasa adalah memanfaatkan tubuh ini yang diberikan dari orangtua untuk mempraktikkan ajaran Buddha, yaitu melakukan perbuatan, perkataan, dan pemikiran yang bermanfaat bagi diri sendiri dan makhluk hidup. Ketika hadir dalam pendarasan Sutra dan upacara Ksamayati (pertobatan) berarti umat Buddha sedang melatih diri dan menjadi pelindung Dharma. Pahala dari kebajikan latih diri tersebut kemudian dilimpahkan untuk membalas jasa orangtua dan para leluhur. Dengan memurnikan pikiran, umat Buddha akan dapat membalas budi leluhur. Mereka yang memasang pelita untuk leluhur dan sanak keluarga yang telah meninggal tentu memiliki pikiran murni yaitu semoga para mendiang dapat memperoleh jasa kebajikan dari pendarasan Sutra dan upacara Ksamayati yang mereka lakukan. Leluhur dan sanak keluarga yang belum terlahir di alam yang lebih baik, kesadaran halusnya bisa datang untuk mendengar dan ikut melatih diri. Mereka pasti sangat gembira melihat kita mendaras Sutra, memuja Buddha, dan memberi persembahan kepada Buddha. Ketika melakukan itu semua, kita tentunya berhenti bertindak jahat, kita tidak sempat untuk berpikir, berbicara, dan berbuat hal yang buruk. Keadaan baik ini akan memberikan ketenteraman bagi mereka yang melihat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal, dengan demikian akan menyeberangkan mereka dari kondisi buruk ke kondisi baik. Pahala kebajikan dapat dilimpahkan untuk membalas jasa orang yang telah meninggal dan orang yang masih hidup, baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Mereka semua pada masa lampau yang tak berawal pernah berjasa kepada kita, oleh karena itu gunakanlah pahala kebajikan dari praktik latih diri kita untuk dilimpahkan kepada mereka. Dengan kekuatan Triratna, tuntunlah mereka untuk berlatih bersama. Jika mereka ikut berlatih bersama, maka mereka akan dapat membersihkan kotoran batin mereka. Makhluk-makhluk yang terlantar akan dapat terbebas dari alam hantu dan segera terlahir di alam yang baik. Inilah ritual agama Buddha yang digunakan untuk melakukan chaodu, upaya melepaskan penderitaan makhluk lain. Akhir kata, marilah kita bertekad untuk menjadi orang yang tahu balas jasa. Senantiasa berlatih hidup berkesadaran, tubuh dan pikiran bersatu dalam kekinian. Berikanlah perhatian yang lebih banyak kepada keluarga. Lakukanlah persembahan kepada Triratna dengan mempraktikkan baik dana, sila, maupun samadhi, sehingga akan semakin banyak orang yang terbantu untuk juga menerima dan mempraktikkan ajaran Buddha. Selain meluangkan sebagian waktu yang ada untuk mereka yang secara materi masih kekurangan melalui bakti sosial, bantulah orang-orang di sekitar Anda untuk belajar Dharma yang telah Anda rasakan manfaatnya. Dengan ikut menyebarluaskan Buddha Dharma, akan banyak orang yang terlepas dari penderitaan dan memperoleh kebahagiaan. Inilah balas jasa yang dapat kita berikan kepada orangtua dan juga kepada para guru yang telah membimbing kita mengenal Dharma. Jasa mereka sungguh dalam melampaui samudra, kebajikan mereka sungguh luas melebihi angkasa. 5 MEI-AGUSTUS 2012 KEGIATAN Menyambut Tahun Naga Air MEI-AGUSTUS 2012 6 KEGIATAN Menyambut Tahun Baru Imlek 4710 telah diadakan serangkaian upacara, yaitu Penyalaan Pelita Imlek pada hari Minggu 22 Januari 2012 pk. 23.00, Puja Bakti Tahun Baru Imlek 4710 pada hari Senin 23 Januari 2012, Yao She Pao Chan pada hari Selasa, 24 Januari 2012, dan Kong Fo Cai Thien pada hari Sabtu 28 Januari 2012. 7 MEI-AGUSTUS 2012 KEGIATAN TALK SHOW ANDREW HO Ekayana Buddhist Centre mengadakan Perayaan Imlek Bersama pada hari Minggu tanggal 5 Februari 2012 pk. 10.00 - 13.30 dengan acara utama talkshow bertopik “Naga Menjulang Berkah Melimpah, Menggapai Hoki di Tahun Naga” yang dibawakan oleh motivator kondang Asia “MR THE BEST” Dato DR Andrew Ho. DR. Andrew Ho mengatakan bahwa hoki merupakan pertemuan antara kesempatan dan kesiapan. Cara untuk menambah hoki adalah dengan berdoa, bersyukur, dan beramal (3B). Lebih banyak beramal akan lebih banyak hoki, dan hoki itu ada jika anda pandai bersyukur. Tentang kesiapan, menurut Andrew Ho bisa dicapai jika memiliki community/networking (komunitas atau teman teman yang positif ), clarity of mind, dan connectivity (3C). Untuk bisa membaca kesempatan, kita harus tenang dan jangan pernah berhenti belajar. (Talkshow secara lengkap telah tersedia dalam bentuk DVD dan dapat diperoleh secara gratis di Galeri Penerbit Dian Dharma) Acara yang dihadiri lebih dari 2500 umat ini kemudian dilanjutkan dengan Pesan Dharma dari Bhante Dharmavimala yang mengatakan bahwa naga adalah lambang kebijaksanaan, jadi naga menjulang berarti kebijaksanaan menjulang. Dengan memiliki kebijaksanaan yang menjulang, berkah kita memang akan melimpah. Perayaan Imlek Bersama diakhiri dengan ramah tamah dan santap siang bersama. MEI-AGUSTUS 2012 8 KEGIATAN Retret Komunitas Chan EBC Pada tanggal 11-12 Februari 2012 Komunitas Chan Ekayana Buddhist Centre mengadakan retret di Pondok Sadhana Amitayus dibimbing oleh Bhante Nyanagupta dan Samanera Bhadrasuddhi. Adapun jadwal rutin latihan Chan adalah setiap hari Kamis pk. 19.00 - 21.00. Latihan Chan (Zen) untuk umat awam ini bermula dari diadakannya retret sehari “Merdeka dengan Zen” pada tanggal 17 Agustus 2006 oleh Komisi Pemuda PMVEG dengan pembimbing Bapak Agus Santoso (murid dari Mendiang Chan Master Sheng-yen) dari Jogja. Kunjungan PMV dan GAB Buddhasena Bogor Pada hari Minggu tanggal 19 Februari 2012 GAB dan PMV Buddhasena Bogor berkunjung ke Ekayana Buddhist Centre untuk mempererat persaudaraan dan saling bertukar pengalaman dengan GAB dan PMV Ekayana Grha. Dalam kesempatan tersebut mereka juga mendapat kesempatan untuk mendengarkan ceramah Dharma dari Biksuni Xian Yi. Secara rutin sebulan sekali pada hari Minggu setiap minggu kedua, anggota Sagin dari Ekayana Buddhist Centre akan berkunjung ke Wihara Buddhasena Bogor untuk memberikan ceramah Dharma. 9 MEI-AGUSTUS 2012 KEGIATAN Aksi Donor Darah Massal Mahatidana adalah bentuk praktik dana yang memberikan tubuh atau bagian tubuh kita sendiri untuk menyelamatkan kehidupan makhluk lain. Pada masa sekarang kita dapat melakukan mahatidana, yaitu dengan mendonorkan darah kita secara tulus setiap tiga bulan. Aksi Donor Darah Massal telah menjadi agenda rutin Ekayana Buddhist Centre dan untuk tanggal 26 Februari 2012 PMI menerima darah sebanyak 250 kantong. Untuk tahun ini jadwal Aksi Donor Darah Massal berikutnya adalah pada tanggal 6 Mei 2012 (Hari Waisak), 26 Agustus 2012, dan 25 November 2012. Pelantikan PMVEG PMVEG yang terdiri dari tiga komisi, yaitu Komisi Anak, Komisi Remaja, dan Komisi Pemuda/Mahasiswa, pada hari Minggu tanggal 4 Maret 2012 berganti kepengurusan. Pelantikan dilakukan oleh Bhante Aryamaitri selaku Pimpinan Ekayana Buddhist Centre dan disaksikan pula oleh para aktivis dari berbagai unit organisasi di bawah Ekayana Buddhist Centre serta pengurus Sekber PMVBI. Masing-masing ketua komisi adalah Tirtawati (Komisi Anak), Maya Liusady (Komisi Remaja), dan Hendra Budi Setiawan (Komisi Pemuda/Mahasiswa). Sebagai pembina PMVEG adalah Bhante Nyanagupta, Bhante Bhadraguna, dan Biksuni Xian Yi. MEI-AGUSTUS 2012 10 KEGIATAN Meneladani Bodhisattwa Awalokiteswara Memuja Bodhisattwa Awalokiteswara (Guan Yin Phu Sa) adalah untuk meneladani sifat-sifat luhur yaitu cinta kasih dan welas asih yang tanpa diskriminasi serta kemampuan mendengar secara mendalam. Melalui upacara hari besar Bodhisattwa Awalokiteswara yang diadakan pada hari Minggu tanggal 11 Maret 2012 kita kembali diingatkan untuk terus melatih diri dan berbagi hasil praktik Dharma kita untuk sesama. Semoga semua makhluk hidup berbahagia. 11 MEI-AGUSTUS 2012 KEGIATAN Vegetarian Food Fair “Meneladani Welas Asih Bodhisattwa Awalokiteswara dengan bervegetarian untuk melindungi planet ini demi kehidupan semua makhluk” adalah tema Vegetarian Food Fair yang digelar di Ekayana Buddhist Centre pada hari Minggu 11 Maret 2012, dari pk. 08.00 sampai dengan pk. 20.00. Lebih dari 5000 pengunjung membanjiri 35 stand yang tersedia. Acara ini terbuka untuk umum dan masyakarat sekitar wihara juga tampak ikut menikmati makanan vegetarian yang tersedia. Menurut Ketua Panitia, Ibu Berinah, selain mengajak umat Buddha berpraktik cinta kasih melalui vegetarian, ada tujuan mulia lainnya dari acara ini, yaitu dana bersih yang terkumpul akan digunakan untuk merenovasi fasilitas kelas sekolah minggu yang saat ini sudah kurang memadai, agar pembinaan anak-anak dapat berlangsung dengan lebih baik. Dalam sambutannya, Bhante Aryamaitri mengatakan, “Vegetarian juga memiliki nilai-nilai spiritual, namun bagi umat Buddha sendiri vegetarian bukan hal yang wajib. Praktik hidup vegetarian ini disosialisasikan ke masyarakat karena merupakan praktik yang baik dan bermanfaat, apalagi dapat membantu mengurangi kerusakan bumi. Melalui Vegetarian Food Fair ini kami harapkan banyak orang yang tertarik untuk mencoba mempraktikkannya, paling tidak untuk waktu-waktu tertentu.” Berbagai lomba menarik juga diadakan, seperti menghias cupcake dan sandwich serta berkreasi dengan waffle bagi anak-anak, dan memasak makanan vegetarian bagi yang dewasa. Panitia juga memberikan kesempatan kepada para pengunjung untuk melakukan konsultasi gizi gratis dengan pakar gizi vegetarian, untuk mengetahui nilai gizi dalam pola hidup vegetarian. Selain itu muda mudi Ekayana Buddhist Centre juga menghibur para pengunjung dengan melantunkan lagu-lagu pujian serta alunan musik yang menambah meriah suasana Vegetarian Food Fair. MEI-AGUSTUS 2012 12 KEGIATAN Retret Pembina GABVEG Seringkali, guru meminta para siswanya “perhatikan, perhatikan!”, tetapi tidak mengajarkan cara untuk memperhatikan. Praktik hidup berkesadaran mengajarkan kepada para siswa cara untuk memberi perhatian. Cara memperhatikan di dalam praktik hidup berkesadaran ini akan meningkatkan kemampuan belajar akademik maupun sosial-emosional. Dalam rangka meningkatkan kemampuan para pembina GABVEG, telah diadakan retret hidup berkesadaran khusus untuk pembina sekolah minggu buddhis pada tanggal 3-5 Maret 2012 bertempat di Pondok Sadhana Amitayus. 13 MEI-AGUSTUS 2012 KEGIATAN Mengisi Liburan di Prasadha Mandala Dharma Sebanyak 50 umat Ekayana Buddhist Centre pada tanggal 3-5 Maret 2012 mengisi liburan di Prasadha Mandala Dharma, Parakan, Temanggung. Ditemani oleh Biksuni Xian Yi yang telah tiba lebih awal, semua peserta merasakan kedamaian dan kebahagiaan bisa hadir di tempat ini. Manakala ada kedamaian dalam hati, maka keharmonisan sebagai satu komunitas pun menjadi nyata. Para peserta juga tergerak untuk mengadakan bakti sosial guna membantu warga sekitar yang kurang mampu. Prasadha Mandala Dharma adalah bangunan tua yang dirapikan kembali oleh Ekayana Buddhist Centre, sehingga secara fungsional dapat digunakan sebagai rumah retret. Diawali retret Chan yang dibimbing oleh Guo Jun Fashi, telah beberapa kali diadakan retret di tempat hening yang berhawa sejuk ini. Zen Master Thich Nhat Hanh beserta para monastik Plum Village ketika berkunjung ke Candi Borobudur pada tahun 2010 juga bermalam di sini. Pada tanggal 11-13 Mei 2012 Prasadha Mandala Dharma akan digunakan untuk retret yang dibimbing oleh Biksuni Thubten Chodron. MEI-AGUSTUS 2012 14 SAJIAN UTAMA Bakti kepada Orangtua Salah satu penyebab kemerosotan adalah orang yang memiliki kemampuan namun tidak menyokong kehidupan ayah dan ibunya yang sudah tua dan lemah (Sn. 98) Pengguna internet bisa melihat foto dan video Ding Zhu Ji yang menggendong ibunya untuk berobat. Mantan perwira Biro Investigasi Kementerian Kehakiman di Taiwan yang berusia 62 tahun ini harus menunggu sampai tiga tahun sesudah pensiun agar boleh pergi ke Tiongkok. Mulanya ia ingin membawa ibunya ke sana untuk mengunjungi sanak keluarga. Sayang kondisi ibunya tidak bisa menunggu, perempuan tua itu keburu kehilangan ingatan. Ding Zhu Ji mengatakan, pada tanggal 2 Maret 2012 ia menggendong ibunya dengan sehelai kain kembang pergi ke rumah sakit. Ibunya mengalami patah tulang dan tidak leluasa bergerak. Pikirnya, itulah cara yang termudah dan cepat, menggendong sebentar tidak akan membuatnya cape. Tidak terduga kalau apa yang dilakukannya akan menarik perhatian orang banyak. Di kemudian hari ia akan menggunakan ambulans dan meminjam ranjang dorong dari rumah sakit. Bukankah kisah Ding Zhu Ji ini sangat menyentuh hati kita, luar biasa: teladan perilaku bakti. Kita sangat sering melihat bagaimana bakti kepada orangtua terabaikan walau seorang anak hidup berkecukupan. Sepertinya wajar saja, orangtua pantas dititipkan di Panti Jompo. MEI-AGUSTUS 2012 16 Dalam Takkala-Jataka bisa kita ikuti kisah Vasitthaka yang lebih menyayangi istri ketimbang ayahnya yang sudah tua renta. Untuk menyenangkan istri, ia harus menyingkirkan sang ayah dari rumahnya. Mengikuti saran si istri, laki-laki ini membawa ayahnya dengan sebuah gerobak ke kuburan. Mereka merencanakan untuk membunuh dan mengubur orangtua itu di sana. Anak mereka yang masih kecil ikut masuk ke gerobak. Di kuburan ia terperangah ketika anak itu berkata, bahwa sang ayah sudah memberi contoh. Kelak jika ayahnya sudah jompo, ia pun akan meniru perbuatan sang ayah yang akan membunuh kakeknya. Segera Vasitthaka menyadari kesalahannya. Mereka pulang kembali ke rumah bersama-sama. Anak yang bijaksana ini juga berhasil membuat ibunya insaf dan memperbaiki kesalahannya (Ja. IV, 44-50/no. 446) Contoh anak yang tidak berbakti adalah Pangeran Ajatasattu. Pangeran ini anak Raja Bimbisara. Raja Bimbisara telah mendengar ramalan para petapa, bahwa anak yang dikandung permaisuri akan menjadi musuhnya kelak. Permaisuri berniat menggugurkan kandungannya. Namun raja, calon ayah yang penuh kasih mencegah usaha itu. Sang anak yang lahir dengan selamat, dinamakan Ajatasattu, artinya musuh yang belum lahir. Di kemudian hari, sejarah mencatat Pangeran Ajatasattu melakukan makar dan berupaya membunuh ayahnya sendiri. Pemberontakan itu dapat digagalkan. Tetapi Ajatasattu dibebaskan dari hukuman, bahkan sang ayah tetap menyerahkan takhta kepadanya. Anak yang tak kenal budi itu setelah menjadi raja malah memenjarakan ayahnya. Ibunya yang prihatin dengan tekun SAJIAN UTAMA menengok dan mengantar makanan ke penjara. Ajatasattu pun melarang sang ibu, karena semula ia menghendaki ayahnya meninggal kelaparan. Lalu ia mengirim pembunuh yang mengakhiri hidup Bimbisara. Ajatasattu memang tersadarkan mengenai cinta seorang ayah ketika mendengar berita istrinya melahirkan, namun terlambat sudah, ayahnya telah tiada. Buddha Gotama mengingatkan, bahwa ayah dan ibu dapat dipandang sebagai Dewa Brahma, yang dipuja dan dijunjung tinggi. Juga disamakan dengan leluhur, guru-guru bijaksana di zaman lampau. Mereka berbuat banyak untuk anak-anaknya: membesarkan, memelihara, memperkenalkan anakanaknya dengan dunia (A. II, 69). Kasih yang mendalam dari orangtua dan kesulitan membalasnya diungkapkan oleh Buddha dalam Sutra Bakti Seorang Anak. Sutra ini menjelaskan bagaimana Buddha menghormati seonggok tulang. Onggokan tulang itu mungkin adalah milik para leluhur pada kehidupan masa lampau. Bisa jadi mereka adalah ayah atau ibu kita dalam banyak kehidupan yang telah lalu. Selanjutnya Buddha menjelaskan pertumbuhan janin dalam kandungan dan bagaimana seorang ibu menderita sewaktu mengandung, melahirkan dan membesarkan anaknya. Seorang ibu memberi dari dirinya apa saja demi anaknya. Banyak kebaikan yang dilakukan oleh orangtua, cinta orangtua tidak pernah berkurang hingga akhir hidupnya. Namun seringkali si anak tidak menghargai orangtuanya, mereka tidak berbakti. Buddha mengingatkan bahwa kita berutang budi kepada orangtua, dan Ia mengajarkan bagaimana caranya membalas budi orangtua. Menyokong ayah dan ibu, seperti juga melindungi anak dan istri merupakan Berkah Utama (Manggala-sutta/ Sn. 262) Ada dua orang yang tidak terbalas jasa-jasanya. Mereka adalah ayah dan ibu. Menurut Buddha, seorang anak walau menggendong orangtuanya selama hidup seratus tahun, menyokong dan merawat secara fisik, atau memberinya kekuasaan, semua hal itu belum cukup untuk membalas budi orangtua. Tetapi barangsiapa dapat mendorong orangtuanya yang tidak beriman agar memiliki keyakinan, membuat orangtuanya yang tidak bermoral menjadi orang yang melaksanakan sila, orangtuanya yang kikir menjadi murah hati, orangtuanya yang bodoh menjadi bijaksana, dengan itu ia telah membalas, bahkan berbuat lebih daripada sekadar membalas budi orangtuanya (A. I, 61). Bukan kebetulan seorang anak lahir di tengah keluarga tertentu. Apa artinya jika dilahirkan dalam keluarga Buddhis? Banyak orang yang tergantung pada kesempatan untuk bertemu dengan Buddha, atau mendengar ajaran Buddha, ia memasuki jalan yang lebih baik, dan hidup menuju penyempurnaan. Orangtua menunjukkan cinta kepada anaknya dengan mencegahnya dari hal-hal yang buruk, mendorongnya berbuat baik, mendidiknya agar memiliki kemampuan, lalu pada waktunya kelak mengusahakan perkawinan dan menyerahkan warisan. Apa arti seorang anak bagi kebanyakan orang? Menurut Buddha, suatu keluarga menghendaki anak karena lima hal, yaitu: Ia akan berbakti dengan menunjang orangtuanya. Ia akan membantu melakukan apa yang harus dikerjakan demi orangtuanya. Ia akan memelihara kehormatan dan tradisi keluarga. Ia akan berlaku pantas sehingga layak menerima warisan. Ia akan mendedikasikan jasa kebajikan demi orangtuanya yang telah meninggal dunia (D. III, 189). Kita tidak boleh mengartikan warisan itu sebatas benda-benda materiil. Dalam Dhammadayada-sutta Buddha mengatakan, “Jadilah ahli-warisKu dalam hal yang berkenaan dengan Dharma, bukan ahli waris benda-benda . materiil yang fana.” (M. I, 12). Warisan dari orangtua atau leluhur bukan hanya harta duniawi, melainkan yang penting adalah nilai-nilai moral dan spiritual. Anak tidak harus menjadi apa atau siapa sebagaimana yang dituntut oleh orangtuanya. Mereka yang sukses adalah orang yang menjalani hidup sesuai dengan pilihan hatinya sendiri. Terdapat tiga jenis anak dibanding terhadap orangtuanya. Pertama, anak yang tidak sebaik orangtuanya. Kedua, yang menyerupai orangtuanya. Ketiga, anak yang lebih baik dibanding orangtuanya Anak superior ini melaksanakan sila; mengikuti Buddha, Dharma, dan Sanggha, walau orangtuanya tidak demikian (It. 63). Ada dua orang bersaudara yang dibesarkan oleh ayah mereka yang pemabuk. Setelah dewasa, yang seorang juga menjadi pemabuk seperti ayahnya. Yang lain menjadi orang yang menjauhi minuman keras. Seorang peneliti bertanya kepada pemuda yang telah menjadi pemabuk itu, “Mengapa Anda menjadi seorang pemabuk?” Dan bertanya pula kepada pemuda yang lain, “Mengapa Anda menjadi seorang yang anti alkohol?” Jawaban dari kedua orang itu sama. “Apa yang akan terjadi pada Anda, bila Anda memiliki seorang ayah seperti ayah saya?” (Frank Mihalic 2, 1998: 7). Pulang Ke Rumah Kisah-kisah Zen selalu menawarkan pencerahan. Ada sebuah kisah mengenai Buddha di rumah. Ceritanya demikian: Seorang pemuda meninggalkan rumah, pergi ke provinsi lain untuk mengunjungi begawan yang terkenal sebagai Bodhisattwa. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang biksu yang kelihatannya bisa dipercaya. Petunjuk sang biksu sungguh luar biasa, “Daripada mencari Bodhisattwa, lebih baik mencari Buddha.” Si pemuda mengakui kebenaran dari pernyataan itu. Ia bertanya, “Mencari 17 MEI-AGUSTUS 2012 SAJIAN UTAMA Buddha? Oke sekali . . . tetapi di mana?” Jawab sang biksu, “Kalau engkau tiba di rumah, engkau akan disambut oleh seseorang yang memakai handuk dan sandalnya terbalik. Nah itulah Buddha.” Si pemuda mengikuti petunjuk itu. Ia pulang ke rumah. Ketika tiba di rumah hari telah gelap. Ibunya sangat gembira mendengar suaranya di depan pintu. Perempuan itu segera menyambar sebuah handuk karena tidak sempat merapikan pakaiannya, dan sandal yang dipakainya terbalik. Ia melesat keluar menyambut anak yang dicintainya. Pemuda itu melihat ibunya . . . sungguh ia terpana. Nyaman rasanya kembali ke rumah tempat kita dibesarkan. Rumah merupakan sebuah kebutuhan dasar bagi siapa saja. Rumah itu memberi perlindungan, tempat bernaung, yang membuat seseorang aman dan damai. Rumah berkonotasi kerukunan dan kekeluargaan. Anak dibesarkan dalam rumah yang menyenangkan, yang membuatnya betah karena kebutuhannya terpenuhi. Ia mendapatkan cinta di situ. Bayangkan ketika seseorang kehilangan rumah. Musibah namanya, entah berupa bencana atau karena penggusuran. Bayangkan juga orang yang terpaksa meninggalkan rumah. Orang atau anak hilang mungkin diculik MEI-AGUSTUS 2012 18 penjahat, mungkin juga kabur tak betah di rumah. Anak yang memberontak, tak tahu budi dan lupa pada asal usul , dinamakan anak yang hilang. Beruntunglah anak yang hilang, yang dicari dan bisa pulang diterima kembali oleh orangtuanya (Sdmp. IV) Tentu saja orangtua harus cukup meluangkan waktu untuk menemani anak-anaknya. Jika setiap orang dekat dengan anak-anaknya sedikit dari mereka yang mencari hiburan di luar rumah, dan akan lebih sedikit ayah ibu menghadapi masalah penyimpangan perilaku anak-anaknya akibat pergaulan yang buruk. Ketika orang mengabaikan rumah dan sering berkeliaran di luar rumah tanpa tujuan yang baik pada waktu yang tidak pantas, dia memberi kesempatan pada munculnya bebagai masalah. Menurut Buddha, ada enam bahaya bagi orang-orang seperti itu. Ia tidak terjaga, tidak terlindung. Keluarga, anak, istrinya juga tidak terjaga. Hartanya tidak terjaga. Ia seringkali disangka melakukan perbuatan yang tidak baik. Ia juga menjadi sasaran segala macam gosip. Dan lainnya, mudah mengalami banyak kesulitan, yang seharusnya tak terjadi jika ia tetap tinggal di rumah (D. III, 183). Menurut Thich Nhat Hanh, seseorang pulang ke kampung halaman berarti kembali ke akar kehidupannya. Pulang ke rumah menemui orangtua. Kita merasa tidak pernah kehilangan orangtua dan orangtua tidak kehilangan diri kita. Kita punya rumah, mestinya sering pulang ke rumah. Orang bisa bepergian, sebentar atau lama hingga bertahun-tahun sekalipun, tetapi pada akhirnya akan pulang ke rumah. Pulang berarti bersentuhan dengan orangtua dan leluhur kita. Praktik menghormati leluhur dihubungkan dengan kesadaran bahwa kehadiran kita harus ada asal-usulnya. Orang yang tidak berbakti, tidak menghormati leluhurnya, berarti tidak bisa menghargai dirinya sendiri. Orang yang sudah mati diyakini tetap dekat dengan yang hidup. Bahkan kita seharusnya bisa menyadari bahwa leluhur kita tidak pernah mati. Ada unsur leluhur yang tinggal di dalam diri kita. Kita hanya perlu menyadarinya saja. Leluhur kita hidup dalam diri kita dalam bentuk segala hal yang diwariskan kepada kita. Di antaranya, pengetahuan modern telah mengungkapkan tentang gen atau DNA kita yang diturunkan oleh leluhur. Menurut Buddha, seorang anak walau menggendong orangtuanya selama hidup seratus tahun, menyokong dan merawat secara fisik, atau memberinya kekuasaan, semua hal itu belum cukup untuk membalas budi orangtua. M.U.P. Krishnanda Wijaya-mukti Ketua Korps Pandita dan Upacarika EBC SAJIAN UTAMA Merawat Tubuh dan Pikiran Orangtua melakukan banyak hal untuk anak-anaknya, kebaikan hatinya begitu besar dan begitu luas sehingga kadang-kadang dibandingkan dengan besarnya bumi atau gunung Semeru, atau luasnya langit dan asmofer. Orang pertama yang kontak dengan kita ketika kita baru lahir adalah ayah dan ibu kita. Kita berutang banyak sekali pada mereka. Oleh karena itu, kita harus selalu berpikir mengenai cara-cara bagaimana kita bisa 'membayar' utang kita pada mereka. Menurut Dharma, kalau mereka mengurus kita, kita juga harus mengurus mereka. Kita harus menolong mereka mengerjakan tugas-tugasnya. Menjadi orang yang baik, agar mereka tidak usah mengkhawatirkan kita. Penuh tanggung jawab, sehingga mereka merasa tenang untuk meninggalkan warisannya pada kita. Sediakan dokter dan perawat ketika mereka sakit. Berbuat baiklah juga ketika mereka meninggal dunia. Hormati nama mereka. Ada beberapa cara untuk 'membayar kembali' mereka. Ada dua cara untuk merawat orangtua kita. Pertama adalah merawat tubuhnya. Yang kedua adalah merawat pikirannya. Merawat tubuh dilakukan dengan menyediakan makanan, tempat tinggal, dan pakaian. Biarkan mereka hidup yang terbaik yang dapat kita sediakan, dan berikan perawatan yang cocok ketika mereka sakit. Merawat pikirannya dilakukan dengan menolong mereka menemukan kedamaian dengan menjadi orang baik. Ke mana pun kita pergi, apa pun yang kita lakukan, selalu pikirkan akibat yang akan timbul sebelum kita bertindak dan usahakan agar yang kita perbuat tidak akan menyakiti perasaan mereka. Pikirkan apa yang mereka inginkan. Apa yang tidak mereka inginkan? Apa yang tidak mau mereka lihat? Apa yang tidak ingin mereka temukan? Lalu, kita harus menghindari hal-hal yang bertentangan dengan kemauan mereka. Usahakan untuk melakukan hal-hal yang mereka ingin kita lakukan. Dengan cara ini, mereka tidak akan merasa sulit dengan tingkah laku kita. Merawat pikiran lebih penting daripada merawat tubuh, karena kalau pikiran bahagia, tubuh juga akan bahagia. Kalau pikiran tidak bahagia, lalu bagaimana bisa tubuh bahagia? Oleh karena itu, kita harus merawat pikiran mereka dengan bertingkah laku baik. Ketika orangtua kita menjadi lebih tua, kita harus lebih hati-hati, karena orangtua membutuhkan perhatian dan perawatan ekstra. Makanan apa pun yang mereka inginkan, usahakan agar tersedia. Ketika mereka sakit, kunjungi mereka lebih sering. Sekarang, anda dapat mempekerjakan perawat, tetapi perawat bukan pengganti putraputrinya. Seorang perawat tidak dapat memberi kebahagiaan lebih dari putra-putrinya. Mereka ingin melihat wajah anakanaknya. Mereka menginginkan orang yang mereka cintai memijat tangan dan kakinya, atau sekedar duduk dekat dengan mereka. Ketika putra atau putrinya duduk dekat, mereka merasa bahagia. . Mengapa? Karena mereka mengetahui bahwa anak-anaknya masih sayang dan memperhatikan mereka. Kalau anak-anaknya tidak memperhatikan harapannya, orangtua merasa kecewa dan tidak bahagia. Ada suatu kisah, ketika seorang anak tidak pernah menulis surat pada ibunya yang sedang sakit. Dia seringkali meminta istrinya untuk menulis surat pada ibunya. Ibunya membaca surat-surat itu, tetapi tidak mendapatkan kebahagiaan 19 MEI-AGUSTUS 2012 SAJIAN UTAMA karena surat itu tidak ditulis langsung oleh anaknya. Anaknya mungkin sudah meminta dokter dan perawat untuk memperhatikan ibunya. Teman-teman berkunjung, tetapi tidak memberi kebahagiaan seperti menerima perhatian anaknya. Semua hal ini, tidak membuat ibunya bahagia. Anak dalam contoh ini, tidak merawat pikiran ibunya. Dia tidak 'berpikir' ketika berurusan dengan orangtuanya yang sudah tua. Apa yang dibutuhkan orangtua yang sudah semakin tua? Orang-orang dalam masa emas ini, akan menjadi seperti anak-anak lagi. Mereka membutuhkan 'pengasuh'. Mereka membutuhkan orang-orang yang mereka cintai berada dekat dengan mereka dan memperhatikan kebutuhan mereka. Siapa yang harus melakukan hal ini? Anak-anaknya sendiri. Setiap anak laki-laki dan perempuan perlu dekat dengan orangtuanya dan menjalin komunikasi yang hangat. Kalau mereka mendengar orangtua sakit, mereka harus segera datang. Mereka harus bertanggung jawab atas kesejahteraan orangtua mereka. Mereka mungkin dapat meminta tolong teman-teman untuk menolong tetapi mereka sendiri haruslah yang pertama. Orangtuanya akan sangat puas dan berbahagia. MEI-AGUSTUS 2012 20 Dalam contoh yang tadi saya sebutkan. Ibunya sakit untuk beberapa tahun, tapi putrinya jarang sekali mengunjungi ibunya. Ketika ibunya meninggal, saya tanyakan pada suaminya, ”Apa penyebab beliau meninggal?” Suaminya menjawab, ”Dia meninggal karena merana, putrinya tidak memperhatikannya.” Ini adalah hal yang buruk. Kita harus memperhatikan masalah ini dengan khusus. Pikirkan ayah dan ibu kita. Ketika mereka mengetahui bahwa kita sakit, wajah mereka menjadi pucat; mereka segera mengurus kita. Kalau orangtua kita sakit, kita harus melakukan hal yang sama. Kita harus memperhatikan mereka, agar mereka berbahagia. Ketika kita melakukan hal-hal baik terhadap orangtua, kita mendapatkan banyak keuntungan. Ini akan membantu kita lebih dekat pada keselamatan kita sendiri. Mereka yang hidup penuh syukur akan hidup beruntung. Mereka akan sukses dalam melakukan pekerjaan apa pun. Lihatlah ke sekeliling anda dan anda akan melihat bahwa orang-orang yang paling sukses itu mencintai, menghormati, dan mengurus orangtua mereka dengan baik. Siapa pun yang tidak melakukannya tidak akan hidup beruntung. Bahkan kepercayaan temanteman tidak akan kita peroleh, kalau kita tidak hidup penuh syukur. Para leluhur kita menekankan bahwa kita harus bersyukur dengan apa yang telah dilakukan orangtua untuk kita. Sebagai putra/putrinya kita bertugas untuk melakukan yang terbaik untuk orangtua kita. Kita harus merawat tubuh dan pikiran orangtua kita. Apa pun yang kita lakukan sebagai bayaran untuk kasih sayangnya, harus kita lakukan cepat dan rela selagi mereka masih hidup. “Lihatlah ke sekeliling anda dan anda akan melihat bahwa orangorang yang paling sukses itu mencintai, menghormati, dan mengurus orangtua mereka dengan baik. Siapa pun yang tidak melakukannya tidak akan hidup beruntung.” Luang Poh Panyananda WAWANCARA Orangtua Memberikan yang Terbaik yang Mereka Miliki Wawancara dengan Ravi Dharmakumala Siapa warga Jakarta yang tak mengenal nama Asinan Gedung Dalam? Ini adalah nama outlet penjual asinan tersohor di kota Bogor, yang ternyata dimiliki oleh seorang umat Buddha. Ravi Dharmakumala, atau yang lebih dikenal dengan nama Avi merupakan penerus usaha orangtuanya dalam bisnis asinan di tengah 400 penjual asinan di kota hujan tersebut. Menjalani bisnis warisan keluarga menciptakan sosok Avi yang sangat meneladani sosok orangtuanya. Terkait dengan topik bakti kepada orangtua, redaksi memiliki kesempatan untuk bercengkrama dan mengenal lebih dekat sosok pria berusia 59 tahun tersebut. Berikut wawancara singkat redaksi bersama pemilik usaha asinan dengan dua outlet besar di kota yang pada zaman kolonial bernama Buitenzorg. saya berjualan buah, baru kemudian merintis bisnis asinan. Saya masih ingat dulu ketika akan membuat rasa asinan yang ‘pas’, orangtua saya beberapa kali melakukan sampling di Wihara Buddhasena Bogor sampai akhirnya bisa mendapatkan rasa asinan seperti sekarang. Jadi saya hanya penerus usaha saja. Bisa sedikit Bapak ceritakan bagaimana sejarah singkat tentang Asinan Gedung Dalam dan keterkaitannya dengan orangtua Bapak? Bisnis ini sebenarnya warisan dari orangtua, dan semua berasal dari bimbingan orangtua. Berawal pada zaman penjajahan, saat itu orangtua Seberapa besar makna berbakti pada orangtua dalam diri Bapak? Justru berbakti pada orangtua menjadi sangat perlu, banyak ajaran orangtua yang dapat dijadikan teladan dalam kehidupan kita sehari-hari. Lihat saja dalam legenda atau cerita rakyat seperti Malin Kundang. Jika kita tidak melakukan bakti kepada orangtua, nihil rasanya kita bisa memperoleh sebuah kebaikan dalam hidup. Lalu apa saja nilai-nilai yang bisa Bapak ambil dan rasakan dari rasa bakti kepada orangtua? Menurut saya orangtua pasti mengajar- kan kita nilai-nilai yang baik, sesuai dengan pandangan dan pengalaman mereka. Mereka akan memberikan yang terbaik yang mereka miliki. Tentunya membalas budi orangtua akan menjadi ladang untuk menanam karma baik yang besar. Saya percaya bahwa kemajuan dalam kehidupan kita tidak terlepas dari bagaimana sikap bakti kita kepada orangtua. Seperti saat melakukan sembahyang Cheng Beng, meski terkesan sebuah tradisi, tapi ada sebuah makna di sana. Kita ingat akan leluhur kita. Mereka yang berjasa besar kepada kita. Tanpa leluhur kita, tanpa orangtua kita, tidak mungkin kita bisa ada seperti sekarang. Kalau tidak ada orangtua, pastinya tidak ada hari ini. Kami mendapatkan informasi, bahwa Bapak ternyata juga seorang aktivis Buddhis. Bisa diceritakan bagaimana perjalanan hidup Bapak terkait dengan ajaran Buddha? Saya sudah ke wihara dan aktif sejak usia 15 tahun, waktu itu saya pergi ke Wihara 21 MEI-AGUSTUS 2012 MENGENAL LEBIH DEKAT Dhanagun. Setelah itu saya banyak berkecimpung di Wihara Buddhasena dan sempat aktif dalam kegiatan BSSB (muda-mudi wihara). Sering juga ke Wihara Sakyawanaram di Pacet, Cianjur. Banyak hal yang bisa dipraktikkan dari ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya ajaran tentang bermata-pencaharian benar dan juga daya upaya benar. Ketika kita menjalani atau mempraktikkan ajaran tersebut, itu pasti membuat usaha apa saja yang kita lakukan lancar. Contohnya saat kita berlaku baik kepada supplier, tidak membuat susah orang, tidak merugikan orang, pasti membuat usaha kita menjadi lancar. Jadi besar sekali manfaat mempraktikkan ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari. Kami juga mendengar bahwa Bapak sempat mengikuti kegiatan Pabbajja Samanera, bagaimana pengalaman selama mengikuti Pabbajja Samanera? Saya mengikuti Pabbajja Samanera selama tiga minggu di Ampel, Boyolali, pada tahun 1993 di bawah bimbingan Bhante Aryamaitri dan Bhante Dharmavimala. Salah satu pengalaman adalah mengubah kebiasaan buruk. Sebelum mengikuti Pabbajja Samanera, saya menghabiskan tiga bungkus rokok dalam sehari. Saya tahu bahwa itu adalah hal yang kurang baik. Setelah menyadari itu, saya berkomitmen untuk membuang kebiasaan buruk tersebut. Hal lainnya, selama Pabbajja Samanera itu saya memiliki banyak waktu untuk introspeksi diri. Kita dapat melihat dan menyadari apa saja hal yang sudah kita lakukan dan jalani, lalu berusaha meninggalkan kebiasaan yang kurang baik. Menurut saya, Pabbajja Samanera itu bagus sebagai sebuah latihan untuk melihat ke dalam diri kita sendiri. MEI-AGUSTUS 2012 22 Mengenal Lebih Dekat Himpunan Karunaduta Barangsiapa ingin melayani Aku, layanilah orang sakit. (Buddha) Komunitas yang satu ini layak dijuluki penghadir tanah suci Bhaisajyaguru di tengah hiruk pikuk Jakarta. Ya, inilah Himpunan Karunaduta di Ekayana Buddhist Centre. Berangkat dari pemikiran Bhante Aryamaitri tentang perlunya melakukan kunjungan kasih dan memberikan pelayanan doa kepada umat yang sakit, dibentuklah Himpunan Karunaduta. Karuna berarti welas asih atau belas kasih, duta berarti utusan, jadi karunaduta adalah utusan welas asih. Himpunan Karunaduta mengawali pelayanannya di Rumah Sakit Honoris (sekarang: Mayapada), kemudian juga Rumah Sakit Sumber Waras, dan selanjutnya berkembang ke Rumah Sakit Pluit. Setahun sekali, dalam rangka hari Waisak, terbuka kesempatan bagi himpunan ini untuk melakukan kunjungan kasih ke lebih banyak rumah sakit. Selain mengunjungi mereka yang sedang dirawat di rumah sakit, Himpun- an Karunaduta juga mengunjungi umat yang dirawat di rumah, termasuk para umat yang sudah sepuh dan tidak dapat lagi pergi ke wihara. Beranggotakan sekitar 60 orang ini, himpunan yang sudah melakukan kegiatan sejak awal tahun 2002 ini hingga kini masih tetap giat melakukan kunjungan kasih ke beberapa rumah sakit di Jakarta dan tempat tinggal umat yang membutuhkan pelayanan doa. Atas ketulusan dan semangat pengabdian mereka, setiap kali Himpunan Karunaduta memperingati hari berkelanjutannya (ulang tahun), ucapan terima kasih dan juga penghargaan yang tinggi disampaikan baik oleh pimpinan Ekayana Buddhist Centre maupun mereka yang telah menerima pelayanan doa selama sakit. Dikoordinatori oleh Ibu Cai Fung, setiap hari Sabtu pk. 09.30 seluruh anggota berkumpul di Ekayana Buddhist MENGENAL LEBIH DEKAT Centre. Tepat pukul 10.00 mereka yang sudah terbagi menjadi beberapa tim berangkat ke rumah sakit untuk melakukan pelayanan. Dengan mengenakan pakaian seragam yang bersih dan sopan, setiap anggota biasanya bertanya dulu pada pasien apakah bersedia menerima pelayanan doa yang akan diberikan cuma-cuma. Kegiatan kunjungan kasih yang dilakukan Himpunan Karunaduta adalah salah satu bentuk implementasi dari visi dan misi yang ingin dicapai oleh Ekayana Buddhis Centre dalam menumbuhkembangkan semangat pelayanan. Semangat cinta kasih dan pengertian tentang interdependensi menjadi nyata. Demikian pula semangat dan tekad dalam mempraktikkan hidup berkesadaran dengan menumbuhkembangkan semangat berbagi, sikap peduli dan mau melayani serta membawa praktik Dharma ke kehidupan sehari-hari dan ke tengah-tengah masyarakat. “Ini sangat membantu kami (sukarelawan) dalam mengembangkan pengertian dan cinta kasih. Aktivitas semacam ini membuat kami semakin sadar untuk menjaga diri sendiri. Saya pribadi dari tahun 2002 hingga sekarang belum pernah lagi berkunjung ke dokter,” tutur Ibu Cai Fung saat ditanya tentang pengalaman dan manfaat dari melakukan pelayanan. Kegiatan semacam ini, yang dimulai dengan motivasi mulia yaitu berbagi cinta kasih dengan sesama, agar dapat melayani lebih banyak orang yang sakit, tentunya memerlukan tambahan sukarelawan. Dalam melayani banyaknya permintaan umat yang membutuhkan doa, ternyata kurangnya sukarelawan juga dirasakan oleh Himpunan Karunaduta. Oleh karena itu bagi pembaca yang tertarik untuk mengikuti kegiatan kunjungan kasih yang dilakukan Himpunan Karunaduta dapat menghubungi Ibu Cai Fung – 08128336964. 23 MEI-AGUSTUS 2012 INFO BUKU BARU Sarang Macan Inti-Pokok Pohon Bodhi Praktik Nyata Zen dalam Wujud Pertarungan Dharma (Percakapan Dharma) Ajaran Buddha tentang Sunyata Penulis : John Daido Loori Penerbit : Karaniya Pertarungan Dharma adalah suatu wujud yang khas dalam tradisi Zen, sebuah cara mentransmisikan ajaran di mana siswa dan guru saling berhadapan dengan disaksikan pendengar secara langsung. Guru Zen duduk di paling depan pada aula meditasi, dan didatangi oleh para siswa satu per satu, yang menantang sang guru dengan pertanyaan-pertanyaan. Dan dalam pertarungan inilah percakapan mendalam serta penuh semangat menghadirkan pemahaman bagi semua yang menyaksikan. Buku Sarang Macan dapat menjadi bukti bahwa praktik klasik berupa pertarungan Dharma ini bisa hidup dan berlangsung dengan lancar di komunitas Zen Amerika. Pertarungan ini berisikan sebuah sesi diskusi mengenai filsafat Buddhis, praktik meditasi, praktik spiritual harian dengan jawaban yang cerdas dari John Daido Loori, sebagai seorang master Zen yang mampu mengadaptasi ajaran Buddha di tengah kehidupan masyarakat Amerika. Penulis : Buddhadasa Bhikkhu Penerbit : Karaniya Buku karya Ajahn Buddhadasa ini bukan sedang membahas aspek biologi dari pohon Bodhi (ficus religiosa). Lebih menarik dari hal itu, dalam buku yang luar biasa ini, beliau mengajarkan secara indah, mendalam, dan sederhana, tentang makna dari sunyata atau kehampaan, yang merupakan benang penghubung dari semua sekte besar dalam agama Buddha. Ajahn Buddhadasa menunjukkan bagaimana ajaran yang menjadi dasar bagi Mahayana dan Wajrayana, juga diungkapkan secara mendalam di masa awal pembabaran ajaran Buddha. Sebuah pembabaran sederhana tentang inti ajaran Buddha sebagai jalan untuk memahami segala fenomena kehidupan. Menembus jauh ke dalam akar ajaran Buddha – lepasnya kemelekatan – menjadikan buku ini sebagai obat ampuh yang membantu para praktisi memasuki jalur pembebasan. Panduan bagi mereka yang rindu bagaimana menjadi damai dalam arus fenomena yang begitu rapuh. Jawaban Dari Hati Jawaban Praktis terhadap Pertanyaan-pertanyaan Mendesak dalam Kehidupan Penulis : Thich Nhat Hanh Penerbit : Karaniya “Putraku selalu bertikai pendapat denganku setiap waktu. Bagaimana cara menghentikan pertikaian-pertikaian ini?” Mungkin ini menjadi pertanyaan sejuta umat, atau bahkan pertanyaan ini juga ada dalam kehidupan kita. Satu yang dapat dipastikan, ini adalah kutipan pertanyaan dalam buku “Jawaban dari Hati” karya Zen Master Thich Nhat Hanh (Thay). Bagai sebuah oase di tengah kalutnya kesibukan harian, buku setebal 184 halaman ini menghadirkan kesegaran dari 2500 tahun kebijaksanaan Buddhis. Buku yang berisi lima puluh pertanyaan-pertanyaan para murid serta peserta retret kepada Thay ini, terbagi menjadi enam tema pembahasan. Kehidupan Sehari-hari; Keluarga, Mengasuh Anak, dan Pergaulan; Latihan Spiritual; Ajaran Buddha yang Berpartisipasi Aktif; Kondisi Sakit dan Kesehatan; Kematian dan Menjelang Kematian; Pertanyaan Anak-anak; dan Latihan-latihan Perhatian Penuh Keseharian Sehari-hari. Pertanyaan-pertanyaan yang ada di buku ini berasal dari segala usia dan kalangan, membuat buku ini mudah diakses oleh siapa saja. Terkenal dengan bahasanya yang sederhana namun mendalam dan aplikatif, jawaban dari Thay dalam buku ini menjadi obat konkret untuk sebuah kehausan manusia atas perkembangan pribadinya. Sebuah panduan tepat untuk mereka yang hidup di tengah hutan beton serta kesibukannya. MEI-AGUSTUS 2012 24 INFO BUKU BARU Mari Memunculkan Bodhicitta Penulis : Ribur Rinpoche Penerbit : Dian Dharma Bodhicitta sebagai tekad agung dalam tradisi Mahayana, merupakan rumusan utama dalam menapaki jalur Kebuddhaan. Sebuah metode pengembangan cinta kasih yang menarik sekaligus memperkaya khazanah kita mengenai langkah pengembangan batin di jalur spiritual agama Buddha. Bagian pertama buku ini menguraikan tentang instruksi tujuh pokok sebab-akibat yang terdiri dari: 1. Mengenali semua makhluk sebagai ibu kita sendiri; 2. Mengenali kebaikan ibu-ibu itu; 3. Membalas kebaikan mereka; 4. Kasih sayang; 5. Welas asih agung; 6. Tekad luhur; dan 7. Bodhicitta. Sedang bagian kedua menguraikan tentang menukar diri sendiri dengan orang lain yang terdiri dari lima pokok utama: 1. Menganggap diri sendiri sama dengan orang lain; 2. Kelemahan menyenangkan diri sendiri; 3. Kekuatan membahagiakan orang lain; 4. Niat sebenarnya menukar diri sendiri dengan orang lain; dan 5. Meditasi tentang memberi dan menerima (tong-len) Menggunakan analogi kasih sayang ibu sebagai praktik pengembangan nilai-nilai cinta kasih, Ribur Rinpoche menghidangkan sebuah ajaran praktis yang patut dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Buku setebal 67 halaman ini menghadirkan sebuah panduan hidup di tengah arus egoisme kaum urban. Pendarasan Nama Amitabha Penulis : Dr. Yutang Lin Penerbit : Dian Dharma Sebelum masuk ke pembahasan Mengapa Kita Memilih Pendarasan “Amitabha”, dalam buku ini Dr. Yutang Lin menguraikan lebih dulu dua topik: Mengapa Kita Memilih Agama Buddha dan Jalan Menuju Pencerahan. Terdapat analogi delapan tahap pencerahan: 1. Gunakan uang ketidakkekalan; 2. Belilah tanah pelepasan keduniawian; 3. Bangunlah pagar-pagar sila di sekelilingnya; 4. Tanamlah benih Bodhicitta; 5. Irigasilah dengan air Welas Asih Agung; 6. Berilah pupuk Samatha; 7. Bunga Kebijaksanaan akan berkembang; dan 8. Buah Kebuddhaan akan matang. Menawarkan sebuah alternatif meditasi melalui media pendarasan nama “Amitabha”, buku karya Dr. Yutang Lin ini berisi ringkasan menarik yang membahas korelasi antara pemusatan pikiran dengan nama Amitabha itu sendiri. Dilengkapi dengan tanya-jawab, buku ini menjadi bahan bacaan yang cerdas namun tetap mudah dipahami serta cocok bagi mereka yang terlalu sibuk di tengah arus modernisasi. Menyelamatkan Kehidupan Sebuah Praktik Buddhis Kuno di Dunia Modern Penulis : Shenpen Zangpo Penerbit : Dian Dharma Melepaskan makhluk hidup atau lebih populer dengan nama fang sheng merupakan tradisi agama Buddha yang berkembang di Asia Timur hingga Semenanjung Melayu. Meski menjadi sebuah kegiatan yang sudah mengakar, namun tidak banyak dari kita memahami maknanya yang mendalam. Dalam buku ini, Shenpen Zangpo (Stephen Powell) menyajikan sebuah pemaparan mendalam tentang menyelamatkan kehidupan dan kaitannya dengan pemikiran Buddhis terhadap makna sebuah kehidupan. Dimulai dengan Penyebab yang membahas tentang Karma, bab selanjutnya adalah Motivasi yang membahas tentang Welas Asih dan Bodhicitta. Tiga bab berikutnya adalah Pembebasan (Menyelamatkan Kehidupan), Perdebatan (Vegetarianisme), dan Metode (Cara Penyelamatan Kehidupan). Buku ini – yang mengutip ajaran dari ketiga aliran besar: Therawada, Mahayana, dan Wajrayana – menawarkan sebuah pemahaman baru bagaimana tradisi fang sheng mampu membawa kita ada pada pintu transformasi menuju jalan spiritual. Dengan mengangkat tema pengembangan cinta kasih, buku ini memiliki banyak alasan yang sayang untuk dilewatkan. Galeri Buku Dian Dharma dan Toko Buku Karaniya (The Middle Way Bookstore) terdapat di Wisma Jayawardhana, Jl. Mangga I No. F-15, Duri Kepa, Jakarta Barat. 25 MEI-AGUSTUS 2012 KAMUS ISTILAH BUDDHIS A (Sk. dan P.) Prefiks yang berarti ‘tidak’, bentuk negatif. Sebelum vokal yang lain ia dapat diikuti oleh sebuah konsonan suplemental untuk sifat bunyi yang enak, misal: a(n)-attà = bukan Attà. âcàrya (Sk.) Sufiks yang berarti tuan atau guru. Biasanya diterapkan bagi seorang guru besar yang memandu para siswa dalam perilaku dan suri tauladan. misal: Sankaràcàrya. Abhaya (Sk.) Tidak takut (bebas dari ketakutan). Seperti sebuah gerak isyarat pada sebuah arca Buddha yang merupakan gerak isyarat perlindungan. Acintya (Sk.) Tidak dapat dipikirkan. Di luar kemampuan untuk memahami. Abhidhamma (P.) Harafiah: Dhamma yang lebih tinggi. Bagian ketiga dari Kanon aliran Theravàda. Sebagian besar merupakan sebuah komentar terhadap Sutta Pitaka, khotbah-khotbah, dan subjek-subjek mereka yang perlu dianalisis. Secara filosofis dan psikologis, ia mengandung seluruh sistem latihan pikiran. Sangha Myanmar mengkhususkan diri dalam pelajaran Abhidhamma. Lihat Nyanatiloka, A Guide through the Abhidhamma Pitaka (1957). Abhij¤à (Sk.) Abhi¤¤à (P.) Pengetahuan luar biasa. Mode-mode Pengetahuan yang dicapai dengan mempraktikkan Dhyàna. Suatu tingkat kesadaran tinggi yang tercapai ketika enam kekuatan spiritual telah berkembang. Mereka adalah (1) Kemampuan untuk melihat apa yang orang lain tidak dapat lihat; (2) Kemampuan untuk mendengar dan mengerti semua bahasa; (3) Kemampuan untuk membaca pikiran orang lain; (4)Pengetahuan tentang kehidupankehidupan lampaunya sendiri; (5) Pengetahuan tentang kehidupan-kehidupan lampau makhlukmakhluk lain; (6) Kemampuan untuk menghindarkan pikiran dari berbagai nafsu keinginan duniawi. Abhishekha (Sk.) Harafiah: pencurahan, pemercikan. Penahbisan atau inisiasi. Sebuah istilah dalam agama Buddha Tantra Tibet. Lihat Snellgrove. The Hevajra Tantra, Vol I, pp.131-3 (1960). Acala (Sk). Yang tidak akan berubah. Suatu tingkat dalam karier Bodhisattva. ‘Suatu Nirvàna yang bukan Pemadaman’ (Suzuki). âdi-Buddha (Sk.) Istilah yang digunakan dalam Agama Buddha Mahayana, terutama di Nepal, Tibet, dan Jawa; untuk merujuk pada Buddha primordial yang ada dengan sendirinya, sumber yang tak berawal dari Pikiran Universal. Kekuatan kreatifnya dilambangkan dalam bentuk lima Dhyàni Buddha, yang aspek-aspek aktifnya dipersonifikasikan dalam bentuk para Dhyàni Bodhisattva; para Dhyàni Bodhisattwa tersebut pada gilirannya diwakili di bumi oleh para Manushi-Buddha atau Buddha manusia. Ada tujuh Dhyàni Buddha, tetapi hanya lima nama yang biasa diberikan. Avalokitesvara adalah Dhyàni Bodhisattva pada zaman sekarang dan Buddha Gautama merupakan refleksinya di bumi. Advaita (Sk.) Istilah Hindu yang berarti tidak mendua. Doktrin India yang diajarkan oleh Sankara tentang Non-dualitas yang di luar Pasangan-pasangan beserta Lawan-lawannya yang lebih dari Satu. Satu hanyalah Lawan dari Banyak. Bandingkan dengan Zen yang berjuang untuk mencapai pengalaman batiniah seketika dalam Non-dualitas yang sama. Sebagian penulis Buddhis menggunakan bentuk Advaita. âgama (Sk.) Tradisi. âgama merupakan terjemahan Mandarin untuk Såtra-såtra atau khotbah-khotbah seperti yang dihimpun oleh aliran Sarvàstivàda dari Hinayàna. Såtra-såtra itu sedikit berbeda dari Sutta Pitaka dalam Kanon Theravàda yang digunakan sekarang ini. Agati (P.) Jalan yang salah sebagai yang berbeda dari jalan yang benar (menuju Pencerahan). MEI-AGUSTUS 2012 26 KAMUS ISTILAH BUDDHIS Ahamkàra (Sk.) Kepercayaan salah tentang individualitas, bahwa diri mengandung kemampuan untuk tetap abadi dan tidak berubah atau sebagai jiwa. Ahimsà (P./Sk.) Tidak menyakiti; belas kasih, khususnya kepada binatang. Kaum Buddhis dan Jain meletakkan tekanan kuat pada kebajikan ahimsà. Peraturan Buddhis yang mengemukakan belas kasih dalam aspek negatif dengan tidak membunuh; dan yang kedua dari Empat Suasana Batin yang Mulia (Brahma Vihàra) menekankan belas kasih yang positif kepada semua bentuk kehidupan (karunà). Peraturan untuk vegetarian dalam komunitas monastik dalam tradisi Buddhis mengacu pada prinsip ahimsà. âjãva (P.) Mata pencaharian. Mata pencaharian yang benar merupakan unsur kelima dari Jalan Mulia Berunsur Delapan. Âkàsha (Sk.) Ruang, sebagai hakikat spiritual dari Ruang. Substansi yang paling awal. Tanpa atributatribut yang dapat dimengerti ia adalah bidang manifestasi yang mana di dalamnya terletak Ideasi Alam Semesta yang inheren. Ia terletak di luar perbedaan dan karenanya di luar deskripsi. Dalam agama Buddha esoterik, catatan-catatan Akasik memegang ‘ingatan alam’. Akshobhya (Sk.) Yang Maha Tenang. Salah satu dari para Dhyàni Buddha bersama dengan Amitàbha, Amogasiddhi, dan Ratnasambhava, beserta Vairocana yang berada di tengah. Akusala (P.) Tidak bermanfaat, digunakan untuk tujuan-tujuan yang disertai dengan Keserakahan, Kebencian, atau Delusi, dan karenanya menyebabkan akibat-akibat Karma yang tidak menyenangkan. âlambana (Sk.) ârammana (P.) Objek kesadaran. Amitàbha (Sk.) Buddha dengan Cahaya Tanpa Batas. Sebagai Amitayus, Dia adalah Buddha dengan Kehidupan Tanpa Batas. Yang keempat dari Lima Dhyàni Buddha. Personifikasi Belas Kasih. Menurut sekte Tanah Suci di Tiongkok dan Jepang, Amitàbha adalah perantara antara Realitas Tertinggi dan umat manusia, dan keyakinan kepadaNya menjamin kelahiran kembali di surgaNya (Sukhàvatã). Secara esoterik Amitàbha adalah Diri yang Lebih Tinggi, dan kelahiran kembali di surgaNya merupakan kebangkitan Bodhicitta di hati manusia. Amoghasiddhi (Sk.) Dia yang pencapaiannya tidak sia-sia! Satu dari lima Dhyàni Buddha dalam agama Buddha Tibet. Amrita (Sk.) Amata (P.) Abadi, bebas dari kematian, sebuah sebutan untuk Nirvàna. Harafiah, dan menurut mitologi, makanan (suguhan) untuk para Dewa. Anàbhoga (Sk.) Tanpa pamrih. Tidak menginginkan sesuatu (untuk diri sendiri) dalam perjuangan yang gigih. Anàgàmin (P.) ‘Orang yang tidak akan pernah kembali’; istilah populer dalam tradisi Theravàda merujuk pada tahapan ketiga dari empat tahapan pada sang Jalan. Anàgàmin tidak kembali ke bumi setelah kematiannya, tetapi dilahirkan di surga tanpa bentuk yang tertinggi dan di sana mencapai tingkat Arahat. Anàgàrika Harafiah: seorang yang tanpa rumah. Orang yang memasuki kehidupan petapa tanpa memasuki Sangha (kehidupan monastik) secara resmi. Sebuah istilah yang pertama kali diangkat pada zaman modern oleh Anàgàrika Dharmapàla. Alamkàra (Sk.) Hiasan (bunga-bunga bahasa), sebagai suatu figur dari ucapan yang retoris. âlaya-vij¤àna (Sk.) Kesadaran universal atau sentral yang merupakan rahim atau ‘gudang’ (àlaya) kesadaran. Sebuah istilah yang diperkenalkan oleh aliran Yogacara dari agama Buddha India. Untuk perbanding an dengan Bawah Sadar dalam psikologi Barat, lihat Suzuki, Zen Buddhism and Psychoanalysis (1960). Sumber : Christmas Humphreys, A Popular Dictionary of Buddhism (1997) Minh Thanh, The Seeker’s Glossary of Buddhism (1998) 27 MEI-AGUSTUS 2012 INFO Sangha Samaya IX Sagin Pada tanggal 4-6 Januari 2012 bertempat di Prasadha Jinarakkhita Jakarta telah diadakan Sangha Samaya IX Sangha Agung Indonesia (Sagin) yang dihadiri 98 biksu dan biksuni. Sebagai pimpinan bina monastik terpilih Bhante Saddhanyano (Maha Nayaka), Bhante Bhadraruci (Maha Lekhanadikari), dan Bhante Nyanaprabhasa (Maha Bhandagarika). Sebagai pimpinan bina umat terpilih Bhante Nyanasuryanadi (Ketua Umum), Bhante Dharmavimala (Sekretaris Umum), dan Bhante Nyanamaitri (Bendahara Umum). Bhante Nyanamaitri juga menjadi Maha Adhikari yang menangani bina sarana. Bhante Cattapunno dalam Perawatan Saat sedang menyampaikan pandangannya dalam Sangha Samaya IX Sagin, Bhante Cattapunno (84 tahun) terkena serangan stroke dan segera dilarikan ke rumah sakit. Keluar dari rumah sakit, Bhante Cattapunno dirawat di Ekayana Buddhist Centre. Meski baru menjadi biksu pada tahun 2008, beliau sudah aktif membantu Bhante Ashin Jinarakkhita sejak masa awal kebangkitan agama Buddha Indonesia dan ditahbiskan sebagai upasaka di Wihara Vimaladharma Bandung pada tahun 1959 oleh Y.A. Mahasi Sayadaw saat guru dari Bhante Ashin Jinarakkhita itu diundang ke Indonesia. Gedung Baru Wihara Kong Hoa Sie Jakarta Wihara Kong Hoa Sie Jakarta telah menyelesaikan pembangunan tahap pertama gedungnya yang baru. Wihara bersejarah yang dibangun oleh Mahabiksu Pen Ching dan diresmikan pada tahun 1950 ini adalah wihara leluhur para biksu dan biksuni Sagin, karena di wihara ini pada tahun 1953 Anagarika Tee Boan An (Mahabiksu Ashin Jinarakkhita) ditahbiskan menjadi samanera. Untuk melanjutkan pembangunan tahap kedua, dengan dipimpin oleh Biksu Aryamaitri telah dilakukan upacara pemindahan rupang (27 Maret 2012) dihadiri oleh 33 anggota Sagin dan upacara pemindahan guci abu serta papan leluhur (11 April 2012) dihadiri 25 anggota Sagin. MEI-AGUSTUS 2012 28 INFO Pondok Sadhana Amitayus Pondok Sadhana Amitayus yang terletak di Desa Kopo, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor merupakan tempat retret yang kehadirannya telah berjasa besar dalam mencerahkan banyak orang, sehingga mereka dapat mengalami perubahan ke arah yang positif. Tempat ini juga menjadi pilihan sebagian biksu untuk menjalankan masa wassa selama tiga bulan. Saat ini pembangunan Sasana Vudhikari Sima yang akan digunakan untuk melakukan karma sanggha, seperti penahbisan biksu dan pengulangan patimokkha, masih sedang berjalan. Retret Hidup Berkesadaran tanggal 6-8 April 2012 yang diikuti para mahasiswa/pemuda dari 5 kota (Jakarta, Depok, Bogor, Bandung, dan Jogja). 29 MEI-AGUSTUS 2012 INFO Tusuk Jarum hadir di Balai Pengobatan Jivaka Buddha menyatakan bahwa kesehatan adalah harta kita yang paling berharga. Oleh karena itu sejak tahun 1997 Ekayana Buddhist Centre telah mendirikan Balai Pengobatan Jivaka untuk kepentingan umat maupun masyarakat sekitar. Selain pengobatan umum dan pengobatan gigi dan mulut, Balai Pengobatan Jivaka juga menangani keluarga berencana, kesehatan ibu dan anak, imunisasi, laboratorium sederhana dan TBC, serta sunat dan operasi kecil. Di samping pelayanan rutin yang dilakukan setiap hari (Senin s.d. Sabtu pk. 15.00 - 18.00, Minggu pk. 10.00 – 13.00), Balai Pengobatan Jivaka kini juga melayani pengobatan tusuk jarum, yaitu pada hari Minggu pk. 13.00 – 15.00. Renovasi ruangan-ruangan GABVEG Setiap hari minggu sekitar 200 anak-anak datang ke Ekayana Buddhist Centre untuk belajar dan bermain bersama dalam Gelanggang Anak-anak Buddhis Vihara Ekayana Grha (GABVEG). Mereka terbagi atas lima kelas berdasarkan kelompok usianya. Menyadari perlunya sarana yang lebih memadai, maka saat ini sedang dilakukan renovasi terhadap ruangan-ruangan yang digunakan oleh GABVEG. Biaya renovasi antara lain diperoleh dari hasil Vegetarian Food Fair yang diadakan pada tanggal 11 Maret 2012. Semoga dengan fasilitas yang lebih baik, kualitas pembinaan anak-anak di Ekayana Buddhist Centre juga dapat terus meningkat. Kantin Vegetarian Sujata Kantin Vegetarian Sujata hadir di Ekayana Buddhist Centre untuk memberi kemudahan bagi mereka yang berlatih hidup vegetarian maupun mereka yang mencari masakan vegetarian untuk dipersembahkan ke altar mendiang sanak keluarga. Kelebihan pemasukan dari Kantin Vegetarian Sujata ini disalurkan untuk mensubsidi jalannya Balai Pengobatan Jivaka yang bersifat sosial. Untuk meningkatkan pelayanan dari Kantin Vegetarian Sujata, saat ini tengah dibangun ruang makan dan ruang dapur yang baru. MEI-AGUSTUS 2012 30 Bursa Prapanca pindah lokasi Dengan ada perluasan lahan yang dimiliki Ekayana Buddhist Centre, Bursa Prapanca kini mendapatkan lokasi baru yang lebih memberi kenyamanan bagi umat yang ingin mendapatkan buku-buku Dharma, CD/DVD, rupang Buddha/Bodhisattwa, dan aksesoris Buddhis lainnya. Selain Bursa Prapanca, Ekayana Buddhist Centre juga memiliki The Middle Way Bookstore yang berlokasi di Wisma Jayawardhana. INFO Ajakan Peduli MBPP Kehidupan di dunia ini memang tidak memuaskan. Setiap orang pernah mengalami penderitaan sebagai akibat dari perbuatan-perbuatan buruknya sendiri di masa lalu. Perbuatanperbuatan buruk itu sendiri bersumber dari kotoran batin, dan kotoran batin berasal dari keakuan. Kebencian muncul karena sang aku tidak suka pada materi tertentu atau kondisi tertentu. Sebaliknya, keserakahan muncul karena sang aku suka pada materi tertentu atau kondisi tertentu. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain untuk menghentikan penderitaan selain dari membuang keakuan kita. Namun untuk mengikis habis keakuan tentunya dibutuhkan proses bertahap. Keterikatan pada aku pertama-tama dapat kita kurangi dengan rajin berdana di samping berusaha melaksanakan lima peraturan moral dengan sesempurna mungkin. Dengan berdana dan melaksanakan lima peraturan moral, kita sekaligus berbuat kebajikan bagi orang lain. Kebajikan tersebut akan memberikan pahala yang bermanfaat bagi kita dalam menjalankan kehidupan. Oleh karena kehidupan di dunia ini tidak memuaskan dan setiap orang mengalami penderitaan, maka kesempat an kita untuk menanam kebajikan sesungguhnya terbuka luas. Tetapi karena keakuan kita, maka kita tidak menyadari adanya penderitaan orang lain tersebut. Akibatnya kita tidak terdorong untuk membantu sesama. Kita tidak peduli pada orang-orang yang membutuhkan nasihat dan petunjuk kita, padahal kita mampu membantu untuk mengurangi kecemasan dan rasa takut mereka. Kita tidak peduli dan tidak mau berbagi pada orang-orang yang membutuhkan pengetahuan yang kita miliki. Kita tidak peduli pada anak-anak yang tidak punya biaya untuk mendapat kan pendidikan di sekolah, padahal kita mampu memberikan santunan untuk membantu mereka untuk bersekolah. Dalam kelahiran-kelahiran kita sebelumnya, mereka yang dalam kehidupan ini menderita karena kekurangan materi dan kasih sayang bisa jadi adalah orangtua kita ataupun orang-orang yang telah berjasa pada kita. Merenungkan kemungkinan tersebut akan membuka hati kita untuk menyatakan bahwa sekarang inilah kesempatan bagi kita untuk ganti mengulurkan tangan kepada mereka. Lebih jauh dari itu, semestinyalah kita merasa satu dengan semua orang. Janganlah kita menganggap diri kita sebagai yang paling utama sedangkan orang lain, dan juga makhluk lain, tidak usah dipentingkan. Sebab, di saat keakuan kita pudar, di saat itulah kasih sayang sejati akan bersinar dengan terang. Sesungguhnya damai itu datang bersama kepedulian kita kepada sesama. Kalau kita mau mengamati, dunia ini memang benar-benar penuh dengan kisah tentang penderitaan. Sebagian dari kisah itu adalah kisah penderitaan anak-anak yang tak mampu mengenyam bangku sekolah. Ada anak-anak yang terlantar karena sang ayah seorang penjudi sekaligus pemabuk. Ada anak-anak yang ibunya sudah tak berdaya karena sang ayah lari dengan membawa uang hasil kerja keras sang ibu. Anak-anak yang tidak punya biaya untuk sekolah itu memang membawa buah karmanya masing-masing, tetapi mereka juga merupakan lapangan untuk berbuat kebajikan bagi kita. Anak-anak itu berada dekat kita untuk mengajak kita mengurangi keakuan kita. Janganlah kita hanya dapat mengasihani mereka, karena itu berarti kita masih menganggap diri kita lebih utama dari mereka. Yang seharusnya kita tumbuhkan adalah kasih sayang sejati, yang tumbuh bersamaan dengan pudarnya keakuan kita. Anak-anak adalah tunas-tunas muda yang akan ikut menentukan kesejukan taman tempat kita berdiam. Dunia ini akan damai di tangan generasi penerus yang memiliki kebajikan dan kearifan. Untuk itu, marilah kita terus membangun kepedulian bagi mereka, dengan antara lain memberikan pendidikan melalui jalur sekolah maupun jalur wihara. Mitra Buddhis Peduli Pendidikan (MBPP) adalah wadah di bawah naungan Yayasan Triyanavardhana Indonesia (Ekayana Buddhist Centre) yang bergerak di bidang pemberian beasiswa kepada anak-anak yang tidak mampu dibiayai orangtuanya. MBPP bermaksud meningkatkan pelayanannya dalam melahirkan kader-kader Buddhis yang berkualitas guna menunjang perkembangan agama Buddha. Sehubungan dengan itu, MBPP mengajak seluruh umat Buddha untuk memberikan dukungannya. Dalam kelahiran-kelahiran kita sebelumnya, mereka yang dalam kehidupan ini menderita karena kekurangan materi dan kasih sayang bisa jadi adalah orangtua kita ataupun orang-orang yang telah berjasa pada kita. Sekiranya Anda tergerak untuk membantu, silakan hubungi Ibu Feronica Laksana di 0811164432. 31 MEI-AGUSTUS 2012 Jl. Mangga 1 Jl. Mangga 2 INFO Wisma Jayawardhana Jl. Asem Raya Wisma Asokawardhana Ekayana Buddhist Centre Jl. Mangga II No. 8, Duri Kepa, Jakarta Barat 11510 Lapangan parkir Ekayana Buddhist Centre - Galeri Penerbit Dian Dharma dan Penerbit Karaniya - Balai Pengobatan Jivaka Wisma Asokawardhana Ekayana Centre Buddhist MEI-AGUSTUS 2012 Gedung Utama Wihara Ekayana Grha Wisma Jayawardhana Ekayana Buddhist Centre Jl. Mangga I No. 15, Duri Kepa, Jakarta Barat 11510 32 Gedung Utama Ekayana Buddhist Centre Jl. Mangga II No. 8, Duri Kepa, Jakarta Barat 11510 T: 021-5687921/ 5687922 F: 021-5687923 E: [email protected] Di sini kita bersatu dan bersaudara Di sini kita belajar dan berlatih Di sini kita berkarya dan berbakti Di sini kita mengabdi