1 PERUBAHAN PERILAKU BERGOTONG ROYONG MASYARAKAT SEKITAR PERUSAHAAN TAMBANG BATUBARA DI DESA MULAWARMAN KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata I Oleh: IRA SUPRIHATIN NIM. 1002035010 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MULAWARMAN 2014 2 HALAMAN PENGESAHAN Judul Skripsi : Perubahan Perilaku Bergotong Royong Masyarakat Sekitar Perusahaan Tambang Batubara di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang Nama : Ira Suprihatin NIM : 1002035010 Jurusan : Sosiologi Program Studi : Ilmu Sosiatri Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. H. Sutadji, MM NIP. 19510510 198003 1 000 Drs. Sugandi, M.Si NIP. 19580520198503 1 005 Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman Prof. Dr. H. Adam Idris, M.Si NIP. 19600114 198803 1 003 PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI 3 Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah di ajukan oleh orang lain untuk memperoleh Gelar Akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah di tulis atau di terbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat di buktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia skripsi ini di gugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (sarjana) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Samarinda, 22 Maret 2014 Mahasiswa, Ira Suprihatin 1002035010 ABSTRAK 4 Tujuan penulisan skripsi ini adalah pertama, untuk menganalisa dan mendapatkan gambaran tentang perubahan perilaku bergotong royong masyarakat di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang sebelum dan sesudah kehadiran pertambangan batubara. Kedua, untuk mengetahui bentuk-bentuk perilaku bergotong royong serta partisipasi masyarakat dalam kegiatan sosial di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam menganalisa data yang diperoleh dari lapangan. Digunakan teori evolusi sosial Emile Durkheim tentang perubahan solidaritas mekanis menjadi solidaritas organis pada masyarakat industri yang telah mengenal adanya pembagian kerja. Latar belakang penulisan ini melihat dari kian maraknya industri pertambangan batubara di Kutai Kartanegara Khususnya di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang yang saat ini lokasinya telah dikelilingi oleh aktifitas pertambangan batubara. Hal ini mempengaruhi perilaku sosial masyarakat khususnya pada perilaku bergotong royong. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BPPD), membuktikan bahwa semenjak hadirnya pertambangan batubara, frekuensi masyarakat dalam berpartisipasi mengikuti gotong royong menurun yang dibarengi dengan perubahan pada nilai-nilai gotong royong. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kehadiran pertambangan batubara di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang berimplikasi pada perubahan perilaku bergotong royong masyarakat. Sebelum hadirnya pertambangan batubara perilaku bergotong masyarakat lebih intensif, sangat antusias dan dilakukan secara tradisional dengan peralatan yang sederhana. Setelah hadirnya pertambangan batubara masyarakat lebih berorientasi pada sistem upah. Dan bantuan yang diberikan oleh masyarakat lebih dominan pada bantuan finansial. Selain itu, intensitas partisipasi masyarakat dalam bergotong royong pun mengalami penurunan. Kata kunci: perubahan, perilaku bergotong royong dan pertambangan batubara 5 RIWAYAT HIDUP Ira Suprihatin, lahir pada tanggal 16 Januari 1991 di Tenggarong, sebuah kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Merupakan anak bungsu dari empat bersaudara pasangan Bapak Tamsir dan Ibu Marsini. Pada tahun 1997 memulai pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 016 dan lulus pada tahun 2003. Kemudian pada tahun 2003 melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) YPM Diponegoro dan lulus tahun 2006. Pada tahun 2006 melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) YPM Diponegoro dan di nyatakan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2010 mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Universitas Mulawarman dan diterima di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi Program Studi Ilmu Sosiatri. Dan pada tahun 2013 mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kelurahan Api-Api Kecamatan Bontang Utara Kota Bontang dengan nilai A (sangat baik). 6 KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Robbil ‘alamin, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. karena dengan segala limpahan rahmat, taufik, hidayah serta inayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perubahan Perilaku Bergotong Royong Masyarakat Sekitar Perusahaan Tambang Batubara di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang”. Keberhasilan penulis juga berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada: 1. Prof. Dr. H. Zamruddin Hasid, SE. SU selaku Rektor Universitas Mulawarman atas kepercayaan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Universitas Mulawarman. 2. Prof. Dr. H. Adam Idris, M.Si selaku Dekan fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman. 3. Drs. H. Massad Hatuwe, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Sosiologi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Jurusan Sosiologi. 4. Dra. Purwaningsih, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Sosiatri yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Program Studi Ilmu Sosiatri. 7 5. Prof. Dr. H. Sutadji, MM dan Drs. Sugandi, M.Si selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan serta saran-saran mulai dari persiapan hingga selesainya penyusunan dan penulisan skripsi ini. 6. Prof. DR. Hj. Nur Fitriyah, MS dan Dra. Rita Kalalinggi, M.Si selaku penguji yang telah memberikan saran-saran perbaikan dalam seminar hingga ujian pendadaran untuk kesempurnaan skripsi ini. 7. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik khususnya dosendosen Program Studi Ilmu Sosiatri terimakasi atas semua ilmu yang telah diberikan selama dalam perkuliahan dan kapada seluruh staf administrasi yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk belajar hingga dapat menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. 8. Kepala Desa Mulawarman beserta jajarannya. Terimakasih atas kerjasama dan bantuannya selama proses penelitian. 9. Kepada semua informan, terimakasih banyak atas bantuan dan kerjasamanya. 10. Kedua orangtuaku yang sangat aku cintai Bapak Tamsir dan Ibu Marsini. Terimakasih atas kesabaran dan do’a yang tidak henti-hentinya serta motivasi baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Universitas Mulawarman. 11. Kakak-kakakku tersayang, suprapto, suprapti, supriyanto. Terima kasih atas do’a dan motivasi. 12. Agus Santoso, yang telah mencurahkan do’a, perhatian, kasih sayang dan semangat hingga penulis termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 8 13. Sahabat-sahabatku prodi ilmu sosiatri angkatan 2010. Dita, Ratna, Nugrayni, Shinta, Sari, Jelita, Yuni, Putri, Aris, Handoko, Hasrul, Rizki, Daniel, David Terimakasih atas motivasinya, senang bisa mengenal dan belajar bersama dengan kalian semua. 14. Terimakasih atas bantuannya kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Dengan kesadaran yang tinggi bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kritik dan saran diharapkan dari pembaca guna penyempurnaan lebih lanjut. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan insan akademis lainnya. Samarinda, Maret 2014 Penulis, Ira Suprihatin 1002035010 9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii ABSTRAK .................................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... iv KATA PENGANTAR .................................................................................. v DAFTAR ISI ................................................................................................. ........................................................................................................................ viii DAFTAR TABEL ......................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 7 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 7 1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 7 BAB II KERANGKA DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu ............................................................ 9 2.1.2 Diskusi ................................................................................. 11 2.2 Teori dan Konsep 2.2.1 Teori Evolusi Sosial Emile Durkheim ................................. 13 2.2.2 Perubahan Perilaku .............................................................. 16 2.2.2 Gotong Royong ................................................................... 17 2.2.3 Pertambangan Batubara ....................................................... 21 2.2.4 Masyarakat .......................................................................... 24 2.3 Definisi Konsepsional .................................................................... 29 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ............................................................................... 31 3.2 Fokus Penelitian.............................................................................. 31 3.3 Lokasi Penelitian ........................................................................... 32 3.4 Sumber Data .................................................................................. 32 3.5 Teknik Pengumpulan ..................................................................... 33 3.6 Teknis Analisis Data ...................................................................... 34 3.7 Jadwal Penelitian ........................................................................... 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang 4.1.1 Letak geografis Desa Mulawarman ...................................... 37 4.1.2 Sejarah Desa Mulawarman .................................................. 39 4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.2.1 Perilaku bergotong royong masyarakat Desa Mulawarman sebelum hadirnya pertambangan batubara ........................... 42 4.2.2 Perilaku bergotong royong masyarakat Desa Mulawarman setelah hadirnya pertambangan batubara ............................... 51 4.3 Analisis dan Pembahasan .............................................................. 61 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .................................................................................... 78 5.2 Saran .............................................................................................. 80 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 82 LAMPIRAN .................................................................................................. 85 11 DAFTAR TABEL 1.1 Klasifikasi sifat-sifat pokok solidaritas mekanis dan solidaritas organis .................................................................................. 15 1.2 Jadwal kegiatan penelitian ..................................................................... 33 1.3 Batas-batas wilayah Desa Mulawarman ................................................ 35 1.4 Jumlah penduduk Desa Mulawarman tahun 2012 .................................. 36 1.5 Klasifikasi perubahan perilaku bergotong royong sebelum dan sesudah hadirnya pertambangan batubara .............................................. 58 12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1: Pedoman wawancara penelitian ............................................... 84 Lampiran 2: Pedoman observasi ................................................................... 87 Lampiran 3: Surat penelitian dan observasi dari fakultas ............................. 88 Lampiran 4: Surat penelitian dan observasi dari kantor desa ....................... 89 Lampiran 5: Dokumentasi penelitian ........................................................... 90 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modernisasi senantiasa beriringan dengan globalisasi yang salah satunya di tandai dengan adanya pasar/perdagangan bebas yang telah di sahkan sejak tahun 2003. Perdagangan bebas ini juga berlangsung di Indonesia. Hal ini karena Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat potensial, seperti minyak bumi, batu bara, emas, perak, tembaga,gas dll. Kekayaan alam yang melimpah tersebut membuat investor asing melirik untuk menanamkan sahamnya di Indonesia (Tarmizi, 2012). Kalimantan timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) melimpah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah komoditas yang ada di Kalimantan Timur seperti emas, minyak bumi, gas, batu bara serta komoditas lainnya seperti kelapa sawit, kopi, karet, kakao, dan lada. Salah satu sumber daya mineral yang cukup penting di Kalimantan Timur adalah batubara. Berdasarkan penelitian Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Kalimantan Timur merupakan produsen batubara terbesar di Indonesia serta tercatat sebagai daerah nomor dua terbesar dalam hal cadangan batubara. Selain itu, batubara juga merupakan komoditas yang sedang marak diminati saat ini. Hal ini nampak dari permintaan batubara global dalam beberapa tahun terakhir meningkat pesat yang disebabkan semakin banyaknya pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan bahan bakar batu bara. Dari dalam negeri, kebutuhan batubara 14 akan semakin meningkat seiring dengan selesainya proyek pembangkit listrik 10 ribu megawatt tahap I dan II. PT PLN (Persero), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor ketenagalistrikan, mengestimasikan konsumsi batu bara nasional pada 2014 akan mencapai 95,3 juta ton, meningkat 60% dari konsumsi 2011 sebesar 59,4 juta ton. Selain itu, pilihan masuknya investor asing ke sektor batubara adalah mengingat modal investasi yang relatif lebih rendah daripada investasi pada sektor minyak dan gas (Wikipedia). Aktivitas pertambangan batubara terbanyak di Kalimantan Timur adalah Kutai kartanegara. Produksi batu bara di Kukar pada 2007 sampai dengan 2010 terus mengalami peningkatan. Pada 2008 produksi batu bara di Kukar hanya 13.487.541 metrik ton (MT), tetapi pada 2009 produksinya menjadi 20.883.783 MT atau mengalami peningkatan sebesar 54,84%. Lalu pada 2010 produksi batu bara di wilayah ini mencapai 29.014.588 MT dari 90 perusahaan tambang yang memasukkan data ke Dinas Pertambangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara. Rata-rata pertumbuhan produksi batubara tiap tahun di Kukar mencapai 33,84% (sumber: Dinas Pertambangan Kukar, 2011). Tenggarong Seberang adalah salah satu kecamatan di Kukar yang juga melakukan produksi tambang batubara. Di wilayah ini 60% perusahaan tambang telah beroperasi. Berkenaan dengan hal ini, Desa Mulawarman merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Tenggarong Seberang yang dihuni oleh masyarakat trans sebagai hasil penempatan dari Transmigrasi tahun 1980 -1981 dan saat ini lokasinya telah dikelilingi oleh aktivitas 15 pertambangan batubara. Adapun sejumlah perusahaan tambang batubara yang beroperasi dikawasan tersebut antaralain : PT. Jembayan (JMB) , PT. Kayan Putra Utama Coal (KPUC), PT. Pama Persada Nusantara, PT. Santan BatuBara dan PT. Kimco Armindo yang mulai beroperasi sejak tahun 2003 (sumber: Kantor Desa Mulawarma, 2012 ). Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Desa Mulawarman sebelum hadirnya pertambangan batubara adalah selayaknya masyarakat desa pada umumnya seperti yang di katakan oleh Koentjaraningrat (Herment, 2012), yaitu mayoritas bermata pencaharia sebagai petani atau berkebunan, para warganya saling mengenal dan bergaul secara intensif, karena kecil, maka setiap bagian dan kelompok khusus yang ada di dalamnya tidak terlalu berbeda antara satu dan lainnya, para warganya dapat menghayati lapangan kehidupan mereka dengan baik. Selain itu, masyarakat pedesaan memiliki sifat solidaritas yang tinggi, kebersamaan dan gotong royong yang muncul dari prinsip timbal balik. Artinya sikap tolong menolong yang muncul pada masyarakat desa lebih dikarenakan hutang jasa atau kebaikan. Kemudian setelah masuk dan beroperasinya pertambangan batubara dengan sejumlah aktivitasnya itu, seperti ganti rugi lahan, proses penambangan, perekrutan pegawai, penempatan mess karyawan, dan lain-lain berdampak pada lingkungan di sekitarnya, baik itu lingkungan fisik maupun non-fisik. Dampak terhadap lingkungan fisik seperti polusi udara/debu, pencemaran air (sumur, sungai, kali), dan rusaknya fasilitas jalan raya (Amirullah, 2012). Selain itu, berdampak pula pada berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan 16 pertanian/sawah dan ladang warga menjadi lahan galian tambang batubara. Sarana pertanian di Desa Mulawarman dengan luas lahan sawah sekitar 450 ha.sangat memadai untuk kehidupan masyarakat setempat, kini persawahan hanya tersisa sekitar 40 ha saja.Untuk menghidupi jumlah penduduk 2.486 jiwa. Begitu juga untuk lahan perkebunan P2WK dulunya 100 ha, sekarang seluruhnya ditambang oleh pihak perusahaan. Saat ini petani sawah maupun ladang sangatlah minim untuk hidup karena lahan yang dulunya menjadi lahan pertanian kini berubah fungsi menjadi lahan pertambangan batubara (sumber: profil Desa Mulawarman, 2012). Sedangkan dampak pada lingkungan nonfisik salah satunya adalah pertambahan penduduk. Dengan adanya pendatang baru perubahan struktur dalam lapisan masyarakat, sumber mata pencaharian baru dan terbukanya lapangan pekerjaan baru sehingga dapat menekan angka pengangguran dan kemiskinan, peningkatan kualitas ekonomi/pendapatan masyarakat, serta sosial kemasyarakatan (Amirullah,2012). Kondisi lingkungan yang demikian potensial merubah perilaku masyarakat. Mess karyawan tambang batubara yang letaknya berdampingan dengan rumah masyarakat lokal menimbulkan pola interaksi baru yang mampu mendorong dan menggerakkan sendi-sendi ekonomi masyarakat dengan membuka usaha kecil-kecilan seperti warung makan, warung kopi, mini market, kios pulsa, bengkel, travel dan lain-lain. Masyarakat pendatang yang menjadi karyawan di perusahaan tambang batubara maupun yang berwirausaha di sekitar perusahaan tambang batubara akan mempengaruhi 17 aktivitas keseharian masyarakat dalam berkomunikasi dan interaksi (BPPD,2010:2). Kegiatan gotong royong merupakan salah satu aktivitas masyarakat yang terpengaruhi oleh kehadiran pertambangan batubara. Masyarakat desa dengan latar belakang sebagai petani serta kehidupan yang penuh dengan kesederhaan aktivitas gotong royong menjadi alternatif untuk saling meringankan beban pekerjaan yang berlaku secara turun temurun sehingga membentuk perilaku sosial yang nyata dalam tata kehidupan sosial. Namun seiring dengan masuknya sistem budaya baru yakni masuknya pertambangan batubara, perilaku tersebut mengalami perubahan. Jika dulu masyarakat melaksanakan kegiatan gotong royong secara suka rela (tanpa upah) dan mudah untuk dikerahkan, namun kondisi sekarang sulit untuk mengerahkan warga atau tenaga orang untuk bekerja tanpa upah /gotong royong (Jatman, 1983:15-16). Tidak hanya itu, berdasarkan hasil wawancara kepada salah satu tokoh masyarakat Desa Mulawarman menyatakan bahwa frekuensi kegiatan gotong royong juga mengalami penurunan sebagai akibat dari variasi pekerjaan masyarakat yang tidak lagi hanya berpangku pada sektor pertanian (Amirullah,2012). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BPPD), membuktikan bahwa kehadiran tambang batubara mempengaruhi perilaku sosial terutama dalam kegiatan gotong royong yaitu partisipasi masyarakat dalam mengikuti kerja bakti mengalami penurunan paling besar, yaitu 31,34% dan kegiatan keagamaan 22,38%, 18 kondisi tersebut berbanding terbalik dengan sumbangan masyarakat untuk kegiatan sosial semakin lebih baik. Waktu kerja atau jam kerja di perusahaan batubara sejak pagi sampai sore hari bahkan adanya kerja lembur adalah sebagai pemicu terjadinya dampak keikutsertaan masyarakat untuk kegiatan kerja bakti semakin menurun. Disisi lain, meningkatnya jumlah penghasilan perbulan semakin mendorong masyarakat untuk ikut serta memberikan sumbangan finansial untuk membiayai kegiatan sosial seperti kematian, kerja bakti, sumbangan sosial masyarakat, dan siskamling (BPPD,2010:38). Dengan demikian, keberadaan tambang batubara di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang merupakan faktor yang menjembatani masuknya budaya masyarakat lain ke lingkungan perdesaan yang akan menyebabkan perubahan sosial pada perilaku sosial masyarakat dalam aktivitas sosial kemasyarakatan salah satunya adalah gotong royong. Sejatinya gotong royong merupakan ciri budaya bangsa Indonesia yang selalu dipegang teguh dan dijunjung tinggi terutama di pedesaan yang mayoritas dihuni oleh masyarakat tradisional. Namun kondisi tersebut berubah seiring dengan masuknya industri pertambangan batubara beserta perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya. Berdasarkan uraian diatas, peneliti bermaksud untuk menganalisis mengenai “Perubahan perilaku bergotong royong masyarakat yang berada disekitar perusahaan tambang batubara di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang”. 19 1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang diatas dan untuk memudahkan proses penelitian guna menghindari pembahasan yang meluas, maka penulis merumuskan masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini, yaitu: - Bagaimanakah perubahan perilaku bergotong royong masyarakat di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang sebelum dan sesudah hadirnya pertambangan batubara? 1.3 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: - Untuk menganalisa dan mendapatkan gambaran tentang perubahan perilaku bergotong royong masyarakat di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang sebelum dan sesudah kehadiran pertambangan batubara. - Untuk mengetahui bentuk-bentuk perilaku bergotong royong dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan sosial di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang. 1.4 Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan berguna bagi pihak yang membutuhkanya. 1.4.1. Manfaat Teoritis - Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan kajian ilmu Sosiologi yaitu sosiologi pedesaan khususnya yang berkaitan ciri 20 atau karakteristik masyarakat perdesaan, ilmu perubahan sosial , ilmu sosiologi industri yang berkaitan dengan masyarakat industri dan pekerjaaan sosial. - Sebagai bahan bacaan, referensi, dan rujukan akademis bagi peneliti yang akan melakukan penelitian sejenis. 1.4.2. Manfaat Praktis - Memberikan informasi kepada masyarakat tentang adanya perubahan perilaku bergotong royong masyarakat pedesaan yang tinggal di sekitar perusahaan tambang batubara. - Sebagai bahan kajian dan pertimbangan Pemerintah Daerah terkait dalam merencanakan pembangunan dan kebijakan sosial khususnya masalah pertambangan. - Sebagai bahan referensi dan pertimbangan dalam melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan tambang batu bara. 21 BAB II KERANGKA DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Penulis mengambil beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tujuan penelitian untuk menjadi inspirasi dan gambaran dalam melaksanakan penelitian. Dalam hal ini, penulis mengambil penelitian terdahulu tentang dampak pertambangan batubara dan kegiatan gotong royong. Ari Satrio Basuki (2007), meneliti tentang dampak yang diakibatkan oleh pertambangan batubara PT. Viktor Dua Tiga Mega terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya di Kecamatan Lahei Kabupaten Barito Utara Kalteng. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kehadiran PT. Victor Dua Tiga Mega membawa dampak pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Terhadap kondisi sosial masyarakat Kecamatan Lahei adalah negatif yang rentan terjadi konflik sewaktu-waktu sehingga diperkirakan akan merubah perilaku sosial masyarakat setempat. Sedangkan dampak yang diakibatkan oleh PT. Viktor Dua Tiga Mega terhadap kondisi ekonomi adalah positif dengan adanya lahan pekerjaan baru dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ari Satrio Basuki menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Adapun kelebihan penelitian ini adalah mengkaji dampak kehadiran pertambangan batubara tidak hanya dari 22 satu sudut pandang dalam artian tidak hanya melihat dari sisi negatif tapi juga sisi positifnya. Dedek Apriyanto & Rika Harini (2012), mencoba mengungkap dampak kegiatan pertambangan batu bara terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat dan persepsi masyarakat dengan keberadaan kegiatan pertambangan batubara terhadap kondisi sosial, ekonomi dan fisik melalui penelitiannya yang berjudul “Dampak Kegiatan Pertambangan Batubara Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi di Kelurahan Loa Ipuh Darat, Tenggarong, KUKAR”. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dampak kegiatan pertambangan di Kelurahan Loa Ipuh Darat pada kondisi sosial adalah memicu timbulnya migrasi, konflik dan merenggangkan kekerabatan. Sedangkan pada kondisi ekonomi menimbulkan peluang usaha bagi masyarakat. Berdasarkan hasil uji dengan Kendall Tau-b di dapat bahwa variable pendapatan dengan Correlation Coeffecient 0,313 dan tingkat pendidikan terakhir dengan Correlation Coeffecient 0,225 memiliki hubungan signifikan dalam pembentukkan persepsi terhadap dampak fisik yang terjadi di Kelurahan Loa Ipuh Darat, sedangkan variabel pendapatan dengan Correlation Coeffecient 0,226 memiliki hubungan signifikan dalam pembentukkan persepsi terhadap dampak sosial ekonomi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan menggunakan metode skoring. Adapun kelebihan penelitian ini adalah menambahkan kajian tentang persepsi masyarakat melalui metode skoring terhadap keberadaan pertambangan 23 batubara sehingga lebih mengurai permasalahan serta dampak-dampak pertambangan batubara terhadap masyarakat sekitarnya. Ayi Budi Santosa (2010), meneliti tentang gotong royong menggunakan metode kualitatif dengan judul “Sikap Gotong Royong pada Masyarakat Pedesaan (studi kasus Kampung Batu Reog, Lembang). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan gotong royong di Kampung Batu Reog Lembang masih ada dan terpelihara kelestariannya dengan adanya kegiatan gotong royong seperti jum’at bersih, pembersihan makam, gotong royong dalam menggalang dana untuk memeriahkan hari kemerdekaan Indonesia, gotong royong dalam hajatan dsb. 2.1.2 Diskusi Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang terurai diatas, penulis menarik kesimpulan untuk dijadikan inspirasi serta gambaran dalam melaksanakan penelitian tentang perubahan perilaku bergotong royong masyarakat disekitar perusahaan tambang batubara. Pertama, kehadiran pertambangan batubara mempengaruhi kondisi masyarakat yang tinggal di sekitarnya baik dari segi sosial maupun ekonomi dan masing-masing memiliki nilai positif serta negatif. Kedua, masyarakat pedesaan memiliki sikap gotong royong yang terpelihara sebagai bentuk solidaritas mekanis. Dari tulisannya Ari Satrio Basuki (2007), tidak menjelaskan secara detail dampak kehadiran pertambangan terhadap perubahan sosial yang berkaitan dengan perilaku sosial dalam kegiatan gotong royong. Namun, dari hasil penelitian Ari Satrio Basuki memberikan gambaran bahwa 24 kehadiran pertambangan batubara mempengaruhi perilaku. Begitu pula dengan penelitian terdahulu yang di tulis oleh Dedek Apriyanto & Rika Harini (2012), pada penelitiannya mereka menambahkan aspek persepsi masyarakat untuk melengkapi kajiannya. Berbeda dengan yang ditulis oleh Ayi Budi Santosa, yang hanya mengkaji gotong royong pada masyarakat perdesaan saja tanpa mengaitkan dengan variabel-variabel lain. Pada tulisan Ari Satrio Basuki (2007), persamaan dengan penelitian yang sedang dilakukan penulis yaitu pengaruh atau dampak kehadiran pertambangan batubara terhadap masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Sedangkan perbedaan dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis adalah penelitian Ari Satrio Basuki berorientasi pada permasalahan makro yaitu mengkaji dampak kehadiran pertambangan batubara terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Pada tulisan Dedek Apriyanto & Rika Harini (2012), persamaan dengan penelitian yang sedang dilakukan penulis adalah mengkaji pengaruh atau dampak pertambangan batubara terhadap masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Sedangkan perbedaan dengan penelitian yang sedang dilakukan penulis adalah penelitian ini mengkaji dampak kegiatan pertambangan batubara terhadap kondisi sosial ekonomi dan melihat persepsi masyarakat terhadap keberadaan kegiatan pertambangan batubara tersebut. Pada tulisan Ayi Budi Santosa (2010), persamaan dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis adalah mengkaji tentang gotong royong. 25 Dan perbedaannya, penelitian ini hanya mengungkap kegiatan gotong royong yang ada di dalam masyarakat pedesaan saja. Sedangkan penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis berkaitan dengan perubahan perilaku dalam kegiatan gotong royong masyarakat pedesaan akibat kehadiran pertambangan batubara. 2.2 Teori dan Konsep Pada penelitian ini, untuk mendapatkan jawaban teoritik dan memahami fenomena perubahan perilaku bergotong royong masyarakat sekitar perusahaan tambang batubara di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang menggunakan landasan teori perubahan sosial yaitu teori evolusi sosial yang dikemukakan oleh Emile Durkheim tentang perubahan solidaritas mekanis menjadi solidaritas organis atau perubahan perilaku masyarakat dari tradisional menjadi masyarakat moderen yang telah mengenal adanya pembagian kerja serta konsep gotong royong yang dikemukakan oleh Koentjoroningrat. 2.2.1 Teori Evolusi Sosial Emile Durkheim Evolusi sosial adalah perubahan sosial yang berlangsung secara bertahap. Pada evolusi, perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu. Masyarakat hanya berusaha menyesuaikan dengan keperluan, keadaan, dan kondisi yang baru. Dalam teori evolusi sosial ini, Emile Durkheim memberikan sumbangan pemikirannya yang berkaitan dengan solidaritas sosial yaitu perubahan solidaritas mekanis menjadi solidaritas organis. 26 “The Division of Labour In Society” merupakan tulisan Emile Durkheim yang membahas tentang perubahan masyarakat tradisional menjadi masyarakat moderen yang telah mengenal adanya pembagian kerja yang nampak pada perilakunya melalui bentuk-bentuk solidaritas sosial. Dalam karyanya tersebut, Durkheim mengklasifikasikan bentuk-bentuk solidaritas kedalam dua tipe, yaitu solidaritas mekanis dan solidaritas organis. Solidaritas mekanis adalah bentuk solidaritas yang didasarkan pada masyarakat yang memiliki kesamaan dalam kepercayaan, pandangan, nilai dan memiliki gaya hidup yang kurang lebih sama. Homogenitas ini juga terlihat pada pembagian kerja dalam masyarakat yang rendah yang mana hanya terspesialisasi menurut usia dan jenis kelamin. Dalam hal ini, orang yang lebih tua diharapkan menjadi pemimpin dan penasihat yang bijaksana sedangkan kaum hawa terspesialisasi dalam urusan rumah tangga seperti mengurus rumah,anak dan memasak. Pada tipe solidaritas ini masyarakat didasari oleh kesadaran kolektif yang kuat dan terdapat pada masyarakat primitif yang sederhana. Sedangkan solidaritas organis adalah bentuk solidaritas yang terdapat pada masyarakat yang telah mengenal pembagian kerja secara lebih luas. Karena pembagian kerja mulai meluas, maka kesadaran kolektif pelan-pelan mulai menghilang. Orang yang aktivitas pekerjaannya menjadi lebih terspesialisasi dan tidak sama lagi akan merasa bahwa dirinya berbeda antara yang satu dengan yang lain dalam kepercayaan, pandangan, nilai, juga gaya hidupnya. Dalam hal ini, pekerjaan berpengaruh pada pengalaman hidup seseorang. Beraneka 27 ragamnya corak atau jenis pekerjaan maka akan berpengaruh pula pada kepercayaan, pandangan, nilai dan gaya hidup seseorang pada umumnya. Heterogenitas yang demikian bertambah tersebut tidak pula menghancurkan solidaritas sosial masyarakat. justru sebaliknya, karena pembagian kerja semakin tinggi, individu dan kelompok dalam masyarakat merasa menjadi semakin tergantung antara yang satu dengan yang lain daripada hanya mencukupi kebutuhannya sendiri saja. Pada masyarakat ini lebih membutuhkan spesialis pekerjaan lain untuk memenuhi berbagai kebutuhan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dengan meningkatnya secara bertahap saling ketergantungan fungsional antara berbagai bagian masyarakat heterogen ini memberikan suatu alternatif baru untuk sebuah kesadaran kolektif sebagai dasar solidaritas sosial yang dinamakan solidaritas organis dan yang berkembang pada masyarakat moderen (Johnson, 1988: 187). Berikut ini adalah klasifikasi sifat-sifat pokok dari masyarakat yang di dasarkan pada solidaritas mekanis dan masyarakat yang didasarkan pada solidaritas organis. TABEL 1.1: Klasifikasi sifat-sifat pokok solidaritas mekanis dan solidaritas organis Solidaritas Mekanis Solidaritas Organis Pembagian kerja rendah Pembagian kerja tinggi Kesadaran kolektif kuat Kesadaran kolektif lemah Hukum representatif dominan Hukum restitutif dominan 28 Individualitas rendah Konsensus terhadap Individualitas tinggi consensus pola-pola umum itu penting normative itu penting Keterlibatan komunitas dalam orang yang menghukum pada nilai-nilai abstrak dan menyimpang Secara relatif ketergantungan itu rendah Badan-badan kontrol sosial yang menghukum orang yang menyimpang Saling ketergantungan tinggi Bersifat industrial perkotaan Bersifat primitif atau pedesaan. ( Sumber : Ranjabar, 2008:31) 2.2.2 Perubahan Perilaku Secara garis besar, perilaku adalah tindakan atau pola respon yang dilakukan oleh seseorang pada situasi tertentu. Perilaku seseorang menyangkut tindakan atas respon hubungan timbal balik antara individu dengan lingkungan sekitarnya yang dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi atau genetika. Perilaku sosial merupakan perilaku yang terjadi dalam situasi sosial melalui cara orang berfikir, merasakan dan bertindak. Perilaku sosial meliputi segala perilaku yang ada dalam kehidupan bermasyarakat, seperti perilaku prososial dan perilaku asosial. Perilaku prososial adalah segala perilaku yang menguntungkan dan bermanfaat bagi orang atau kelompok lain, mempunyai konsekuensi sosial positif yang diwujudkan dalam bentuk pemberian bantuan fisik maupun psikis tanpa mengharapkan imbalan apapun, tanpa memperdulikan motif- 29 motif si penolong. Perilaku asosial merupakan kebalikan dari perilaku prososial (Ramadhani, 2013:13). Perubahan adalah berubah dari satu bentuk ke bentuk lain yang berbeda dari sebelumnya. Perubahan-perubahan dalam kehidupan tidak selalu menunjukkan kemajuan (progress) namun dapat pula berarti kemunduran dari bidang-bidang kehidupan tertentu. Perubahan sebagai suatu kemajuan adalah perubahan yang memberi dan membawa kemajuan pada masyarakat. Hal ini tentu sangat diharapkan karena kemajuan itu bisa memberikan Sedangkan keuntungan kemunduran dan ini berbagai terjadi kemudahan apabila pada perubahan manusia. itu tidak menguntungkan bagi masyarakat, seperti ketika perubahan yang bertujuan ke arah kemajuan berjalan tidak sesuai dengan rencana atau malah dampak negatif yang tidak direncanakan muncul dan menimbulkan masalah baru ( Soerjono Soekanto 1982:497 ). Dengan demikian, perubahan perilaku adalah perubahan tindakan, sikap atau pola respon seseorang dari satu bentuk ke bentuk yang lain sesuai dengan situasi dan kondisi pada lingkungan sekitarnya. 2.2.3 Gotong Royong 2.2.2.1 Pengertian Gotong Royong Gotong royong merupakan kegiatan yang dilakukan secara bersamasama dan bersifat suka rela dengan tujuan agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan dengan lancar, mudah dan ringan. Menurut Koentjoroningrat (Rary, 2012), gotong royong atau tolong menolong dalam komunitas kecil 30 bukan saja terdorong oleh keinginan spontan untuk berbakti kepada sesama, tetapi dasar tolong menolong adalah perasaan saling membutuhkan yang ada dalam jiwa masyarakat. Perilaku masyarakat dalam kegiatan gotong royong menunjukkan bentuk solidaritas dalam kelompok masyarakat tersebut. Gotong royong merupakan ciri budaya bangsa Indonesia yang berlaku secara turun-temurun sehingga membentuk perilaku sosial yang nyata dalam tata nilai kehidupan sosial. Nilai tersebut menjadikan kegiatan gotong royong selalu terbina dalam kehidupan komunitas sebagai suatu warisan budaya yang patut untuk dilestarikan. Berkenaan dengan hal ini, Bintarto (Pasya, 2000), mengemukakan bahwa: “ Nilai itu dalam sistem budaya orang Indonesia mengandung empat konsep, ialah: (1) Manusia itu tidak sendiri di dunia ini tetapi dilingkungi oleh komunitinya, masyarakatnya, dan alam semesta sekitarnya. Didalam sistem makrokosmos tersebut ia merasakan dirinya hanya sebagai unsur kecil saja, yang ikut terbawa oleh proses peredaran alam semesta yang maha besar itu. (2) Dengan demikian manusia pada hakikatnya tergantung dalam segala aspek kehidupannya kepada sesamanya. (3) Karena itu, ia harus selalu berusaha untuk sedapat mungkin memelihara hubungan baik dengan sesamanya terdorong oleh jiwa sama rata sama rasa, dan (4) selalu berusaha untuk sedapat mungkin bersifat conform, berbuat sama dengan sesamanya dalam komuniti, terdorong oleh jiwa sama tinggi sama rendah”. Pada kutipan tersebut, Bintarto menjelaskan kaitannya gotong royong sebagai nilai budaya. Dengan adanya nilai tersebut menjadikan gotong royong senantiasa dipertahankan dan diperlukan dalam berbagai aspek kehidupan dengan bentuk yang disesuaikan dengan kondisi budaya 31 komunitas yang bersangkutan tinggal. Aktifitas gotong royong dilakukan oleh warga komunitas baik yang tinggal di pedesaan maupun di perkotaan. Meski demikian masing-masing mempunyai nilai yang berbeda. Aktivitas gotong royong di perkotaan sudah banyak di pengaruhi oleh materi dan sistem upah. Sedangkan di perdesaan gotong royong sebagai suatu solidaritas antar sesama masyarakat dalam satu kesatuan wilayah atau kekerabatan. 2.2.2.2 Bentuk-Bentuk Gotong Royong Gotong royong sebagai solidaritas sosial mengandung dua pengertian, yaitu gotong royong dalam bentuk tolong menolong dan gotong royong dalam bentuk kerjabakti. Keduanya merupakan sama-sama bertujuan untuk saling meringankan beban namun berbeda dalam hal kepentingan. Tolong menolong dilakukan untuk kepentingan perseorangan pada saat kesusahan atau memerlukan bantuan dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga pihak yang bersangkutan mendapat keuntungan dengan adanya bantuan tersebut. sedangkan kerja bakti dilakukan untuk kepentingan bersama sehingga keuntungannya pun dirasakan bersama baik bagi warga yang bersangkutan maupun orang lain walaupun tidak turut serta dalam kerjabakti. Koentjaraningrat (Pasya, 2000), mengemukakan konsep atau bentukbentuk kegiatan gotong royong di pedesaan sebagai berikut: - Dalam hal pertanian, yaitu bantuan berupa curahan tenaga pada saat membuka lahan dan mengerjakan lahan pertanian, serta di akhiri pada 32 saat panen. Bantuan dari orang lain seperti ini harus dikembalikan sesuai dengan tenaga yang telah orang lain berikan, hal ini terus-menerus berlangsung hingga menjadi ciri masyarakat terutama yang bermata pencaharian agraris/pertanian hingga membentuk sistem pertanian. Seperti sistem pertanian huma sangat jelas sekali pola gotong royong yang mereka lakukan yaitu berdasarkan azas timbal balik. - Dalam hal kematian, sakit, atau kecelakaan, dimana keluarga yang sedang tertimpa musibah tersebut mendapat pertolongan berupa tenaga dan benda dari tetangga-tetangga dan orang lain yang tingga di desa tersebut. - Dalam hal pekerjaan rumah tangga, misalnya memperbaiki atap rumah, mengganti dinding rumah, membersihkan rumah dari hama tikus, menggali sumur dsb. Untuk itu pemilik rumah dapat meminta bantuan tetangga-tetangganya dengan memberi bantuan makanan/jamuan. - Dalam hal pesta-pesta atau hajatan, misalnya pesta pernikahan dan khitanan, Aqikahan, bantuan tidak hanya dapat diminta dari kaum kerabat saja tetapi juga tetangga-tetangga untuk mempersiapkan dan penyelenggaraan pestanya. - Dalam mengerjakan pekerjaan yang berguna untuk kepentingan umum dalam masyarakat desa, seperti siskamling,memperbaiki jalan, jembatan, bendungan irigasi, bangunan umum dsb. Dalam hal ini penduduk desa dapat bergerak untuk kerja bakti atas perintah dari kepala desa. 33 2.2.4 Pertambangan Batubara 2.2.4.1 Dampak Industri Pertambangan Batubara Pertambangaan batubara adalah aktivitas eksploitasi mineral bumi yang berupa batubara. Salah satu program pembangunan pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkatkan kesejahteraan masyarakat adalah kebijakan yang berkaitan dengan pertambangan batubara di sejumlah wilayah Indonesia, dan salah satunya adalah di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang. Berdasarkan pengamatan penulis, sejumlah berita baik melalui suratkabar, artikel dan penelitian tidak sedikit yang memberikan informasi tentang sejumlah dampak pertambangan batubara terhadap lingkungan dan masyarakat sekitarnya baik dari sisi positif maupun negatif (meskipun banyak yang memuat berita dampak negatif). Rahmatullah (2010:1), mengklasifikasikan dampak pertambangan batubara menjadi dua yaitu dilihat dari sisi positif dan negatif. Dampak positif hadirnya pertambangan batubara menurut Rahmatullah (2010:1) antara lain : - Peningkatan kualitas ekonomi masyarakat. - Terbukanya lapangan pekerjaan. - Perbaikan akses maupun pembangunan infrastruktur jalan raya, jembatan, tempat ibadah dll. - Dan bantuan sosial perusahaan. 34 Sedangkan dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat sekitarnya adalah : - Pencemaran lingkungan - Rusaknya sumber-sumber ekonomi masyarakat seperti sawah, kebun/ladang dsb. - Munculnya konflik akibat disparitas ekonomi dan sosial yang mencolok antara karyawan perusahaan dengan masyarakat setempat (penduduk lokal). Enoz Trapfosi (2009:1-2), mengatakan bahwa tambang batubara di kawasan perdesaan menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan. Hal ini terjadi sebagai akibat lahan pertanian yang dikonversi menjadi kawasan pertambangan batubara, sehingga kuantitas hasil panen para petani menurun. Selain itu, Asis Djajadiningrat (2003:221-223), juga menyebutkan bahwa dampak positif dari industri pertambangan batubara di Indonesia adalah: - Membuka daerah terisolasi dengan dibangunnya jalan pertambangan dan pelabuhan. - Sumber devisa Negara. - Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) - Sumber energi alternatif untuk masyarakat lokal. - Menampung tenaga kerja. 35 Sedangkan dampak negatif pertambangan batubara di Indonesia menurut Asis Djajadiningrat (2003:221-223) antara lain: - Sebagian perusahaan pertambangan yang dituding tidak memerhatikan kelestarian lingkungan. - Penebangan hutan untuk kegiatan pertambangan. - Limbah kegiatan pertambangan yang mencemari lingkungan dan menjadi masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh proses penambangan dan penggunaannya. Batubara dan produk buangannya, berupa abu ringan, abu berat, dan kerak sisa pembakaran, mengandung berbagai logam berat, seperti arsenik, timbal, merkuri, nikel, vanadium, berilium, kadmium, barium, cromium, tembaga, molibdenum, seng, selenium, dan radium, yang sangat berbahaya jika dibuang di lingkungan. - Areal bekas penambangan yang dibiarkan menganga membahayakan masyarakat sekitar. - Sengketa lahan pertambangan dengan masyarakat sekitar. - Kontribusi bagi masyarakat sekitar yang dirasakan masih kurang. - Hubungan dan keterlibatan Pemerintah Daerah dalam kegaiatan pertambangan masih kurang. - Terganggunya arus jalan umum akibat banyaknya lalu lalang kendaraan yang digunakan untuk angkutan karyawan tambang batubara yang berdampak pula pada aktivitas pengguna jalan lain. Hal ini menyebabkan meningkatnya biaya pemeliharaan jembatan dan jalan serta angka kecelakaan. 36 - Konflik lahan hingga pergeseran sosial-budaya masyarakat Tidak dapat di pungkiri bahwa batubara adalah salah satu bahan tambang yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Indonesia adalah salah satu negara penghasil batubara terbesar nomor dua setelah Australia hingga tahun 2008. Total sumber daya batubara yang dimiliki Indonesia mencapai 104.940 Milyar Ton dengan total cadangan sebesar 21.13 Milyar Ton. Namun hal ini tetap memberikan efek positif dan negatif bagi masyarakat sekitarnya. Diantara dampak positif yang di rasakan adalah bertambahnya devisa negara dari hasil kegiatan penambanganya. Secara teoritis usaha pertambangan ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Para pekerja tambang selayaknya bekerja sama dengan masyarakat sekitar. Salah satu bentuknya dengan cara memperkerjakan masyarakat sekitar dalam usaha tambang sekitar, sehingga membantu kehidupan ekonomi masyarakat sekitar (Vodcastinger, 2012). 2.2.5 Masyarakat 2.2.5.1 Masyarakat Sekitar Pertambangan Batubara Masyarakat adalah kesatuan hidup atau sekumpulan manusia yang saling berinteraksi menurut sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh identitas bersama (Koentjaraningrat, 2002:143144). Masyarakat sekitar perusahaan tambang adalah mereka yang tinggal berdekatan dengan lokasi/area aktivitas pertambangan batubara. Kondisi ekologi yang demikian serta masuknya komunitas, teknologi, pengetahuan 37 serta kebudayaan baru menjadikan respon tersendiri bagi masyarakat desa yang masih tradisional. Pada masyarakat perdesaan atau agraris tradisional gotong royong sangat dijunjung tinggi sebagai warisan para leluhur. Namun seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi serta program pembangunan pemerintah terutama dalam pembangunan di pedesaan yang salah satunya adalah kehadiran pertambangan batubara membuat nilai budaya masyarakat mengalami perubahan yang salah satunya pada perilaku masyarakat dalam kegiatan gotong royong yang merupakan wujud solidaritas sosial dalam masyarakat. Salah satu konsekuensi kehadiran pertambangan batubara pada suatu daerah adalah pertambahan volume penduduk. Hal ini seperti yang di yakini oleh Durkheim bahwa perubahan solidaritas mekanis menjadi solidaritas organis disebabkan oleh dinamika penduduk yang merujuk pada jumlah orang dalam masyarakat dan banyaknya interaksi yang terjadi di antara mereka. Semakin banyak jumlah penduduk berarti kompetisi dalam memperebutkan sumber-sumber kehidupan yang terbatas semakin meningkat, sementara makin meningkatnya jumlah interaksi berarti perjuangan untuk bertahan hidup juga semakin meningkat. Bersamaan dengan pertambahan penduduk tersebut, maka kegiatan tolong menolong mulai muncul adanya pamrih secara langsung dalam bentuk imbalan nyata atau berupa imbalan yang sama seperti yang telah diberikan (Ranjabar, 2008:30). 38 Pada masyarakat sekitar pertambangan batubara ini, perilaku dalam kegiatan gotong royong mengalami perubahan dalam hal praktis/pragmatis sedangkan secara substansial gotong royong tetap ada karena manusia itu pada hakikatnya adalah makhluk sosial (zoon polition) yang selalu membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. 2.2.5.2 Masyarakat Pra-Industri dan Masyarakat Industri Untuk menambah penjelasan tentang masyarakat pertambangan secara lebih dalam, penulis mencoba mengambil referensi dari masyarakat industri dengan alasan terbatasnya referensi yang menjelaskan tentang masyarakat pertambangan. Selain itu, industri dan pertambangan merupakan aktifitas yang sama-sama berorientasi pada produksi yang berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat sekitarnya. Meskipun ada perbedaan di antara keduanya. Menurut Haryanta (2012:90), industri adalah bagian dari proses produksi yang tidak mengambil bahan yang langsung dari alam, tetapi barang itu di olah dahulu hingga akhirnya menjadi barang yang bernilai bagi masyarakat, sedangkan pertambangan merupakan usaha yang sifatnya ekstraktif. Masyarakat Pra-Industri adalah masyarakat yang hidup pada masa sebelum munculnya revolusi industri. Beberapa ciri masyarakat Pra-Industri (Wikipedia) di antaranya adalah: Produksi terbatas. Ekonomi bertumpu pada sektor pertanian. 39 Pembagian kerja yang terbatas. Dalam masyarakat pra-industri, proses produksi relatif sederhana dan jumlah spesialisasi kerja terbatas. Variasi kelas sosial yang terbatas. Komunikasi antar komunitas terbatas, hanya sedikit yang melihat atau mengetahui keadaan di luar desanya sendiri. Masyarakat banyak berkembang di daerah pedesaan. Setelah adanya revolusi industri, industri memberikan input kepada masyarakat sehingga membentuk sikap dan tingkah laku yang mencerminkan cara bersikap dalam bekerja. Dengan berkembangnya aspek ekonomi yaitu industrialisasi jelas akan membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat walaupun secara perlahan. Masyarakat secara bertahap menerima adanya zaman baru, yaitu modernisasi. Durkheim (Setabasri, 2012), menjelaskan karakteristik masyarakat industri, yaitu: Dalam masyarakat industri, kepadatan moral (moral density) meningkat. Peningkatan tersebut berakibat pada melemahnya solidaritas mekanik yang membuat individu tidak lagi terikat oleh tradisi. Sebagai penggantinya muncullah solidaritas organis yaitu ikatan sosial berdasarkan spesialisasi dan saling ketergantungan okupasi antar anggota masyarakat. Perbedaan spesialisasi kerja (okupasi) pada masyarakat modern membuat para anggotanya saling bergantung satu sama lain. Ketergantungan bukan karena punya nilai, norma, atau budaya serupa melainkan kepentingan okupasi. Transaksi antar kepentingan okupasi direkat oleh uang. 40 2.2.5.3 Nilai-nilai Industri Pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi akan memunculkan konflik sosial karena nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti disebutkan oleh Rian (2010), yaitu: Nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis. Dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Dalam sosiologi industri (Parker,1990), secara implisit menjelaskan nilai-nilai industri yaitu: Nilai efisiensi Nilai efisiensi adalah kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat atau ketepatan dalam menjalankan sesuatu. Nilai spesialisasi Nilai spesialisasi adalah spesialisasi pekerjaan yang disebabkan oleh semakin kompleks dan rumitnya bidang-bidang pekerjaan dalam 41 masyarakat industri, sehingga muncullah spesialisasi pekerjaan yang saling menunjang satu sama lain. Berkenaan dengan hal ini, Durkheim juga mempunyai pandangan yang serupa yaitu masyarakat moderen di pertahankan bersama oleh spesialisai orang dan kebutuhan mereka akan jasa dari orang lain. Spesialisasi ini tidak hanya pada tingkat individu saja, tetapi juga kelompok, struktur dan institusi. Nilai rasionalisasi Nilai rasionalisasi adalah nilai yang mengarah pada tindakan sosial yang dilakukan secara sadar dan mengarah pada tujuan-tujuan tertentu sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. 2.3 Definisi konsepsional Definisi konseptual merupakan batasan konsep yang dipakai oleh peneliti dengan maksud untuk memperjelas pengertian-pengertian variabel penelitian berdasarkan tinjauan secara teoritis. Dengan demikian, batasan konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: - Perubahan Perilaku Perubahan tindakan, sikap atau pola respon seseorang dari satu bentuk ke bentuk yang lain sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan sekitarnya. - Gotong Royong Gotong royong merupakan kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan bersifat suka rela dengan tujuan agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan dengan lancar, mudah dan ringan. 42 - Tambang batubara Tambang batubara adalah aktivitas eksploitasi mineral bumi berupa batubara yang berdampak pada lingkunga fisik dan non-fisik hingga mempengaruhi perilaku masyarakat dalam kegiatan gotong gorong (sosial kemasyarakatan). - Masyarakat Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh identitas bersama dan merupakan masyarakat asli yang tinggal di sekitar pertambangan batubara. 43 BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang mengungkapkan situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang diperoleh dari situasi yang alamiah. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara jelas, lengkap, rinci, dan mendalam terkait dengan fenomena yang diteliti yaitu perubahan perilaku bergotong royong masyarakat sekitar perusahaan tambang batubara. 1.2 Fokus Penelitian Adapun fokus pada penelitian ini adalah : - Mengidentifikasi perilaku bergotong royong masyarakat di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang sebelum hadirnya pertambangan batu bara. - Mengidentifikasi perilaku bergotong royong masyarakat di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang setelah hadirnya pertambangan batubara. - Mengetahui adanya perubahan perilaku bergotong royong pada masyarakat Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang sebelum dan sesudah hadirnya pertambangan batubara. 44 1.3 Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi penelitian di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah : - Desa Mulawarman merupakan salah satu desa di Kabupaten Kutai Kartanegara yang lokasinya telah dikelilingi oleh aktivitas pertambangan batubara. - Berdasarkan pengamatan atau observasi awal yang dilakukan penulis, masyarakat mengalami perubahan pada perilaku sosial yang salah satunya diperlihatkan dalam kegiatan gotong royong. - Lokasi penelitian mudah dijangkau karena merupakan tempat tinggal peneliti sehingga dapat menghemat biaya, waktu dan tenaga. 3.4 Sumber Data Dalam penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling . Teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel sumber data dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu (orang yang paling tahu tentang informasi yang dibutuhkan). Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: - Data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil survey langsung di lapangan dan hasil wawancara mendalam. Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berdomisili di Desa Mulawarman Kecamatan Ternggarong Seberang yaitu kepala desa, ketua Rt, tokoh masyarakat (sesepuh di Desa Mulawarman), tokoh pemuda. 45 - Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari buku-buku kajian sosiologi, suratkabar, blog, artikel dan jurnal penelitian yang berkaitan dengan kajian penelitian ini. 3.5 Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Studi kepustakaan (Library Research) Studi kepustakaan adalah mengumpulkan teori dan konsep dari kepustakaan berupa literatur atau buku-buku ilmiah yang berkaitan dengan displin ilmu sosiologi dan kajian penelitian, blog, artikel, media cetak/suratkabar, serta jurnal penelitian. b. Studi lapangan (Field Work Research) Studi lapangan yang dilakukan meliputi : 1. Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dan informasi yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung ke lokasi penelitian dan pencatatan secara sistematis terhadap perilaku dalam bergotong royong masyarakat sekitar perusahaan tambang barubara. 2. Wawancara mendalam, yaitu mengumpulkan data dan informasi dengan melakukan wawancara secara langsung dan mendalam berdasarkan pedoman yang telah disusun dan dipersiapkan sebelumnya. Untuk memudahkan saat melakukan wawancara, peneliti menggunakan alat-alat bantu berupa buku, tape recorder, dan camera. 46 3.6 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Data Model Interaktif seperti yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1996:20), sebagai berikut: 1. Pengumpulan data (Data collection), merupakan proses awal yaitu berusaha mengumpulkan data mentah yang berkaitan dengan bentukbentuk praktis perilaku bergotong royong masyarakat sebelum dan sesudah kehadiran pertambangan batubara yang diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam kepada informan yang telah ditentukan. 2. Reduksi data (Data reduction), yaitu proses pemilihan atau menyederhanakan data mentah yang telah dikumpulkan dengan membuat abstraksi mengenai bentuk-bentuk praktis perilaku bergotong royong masyarakat sebelum dan sesudah kehadiran pertambangan batubara. 3. Penyajian data (Data display), yaitu proses penyajian data yang telah direduksi ke dalam bentuk uraian atau teks naratif terkait bentuk-bentuk praktis perilaku masyarakat bergotong royong sebelum dan sesudah kehadiran pertambangan batubara. 4. Penarikan kesimpulan atau verifikasi (Conclusions:drawing/verying), merupakan proses terakhir yaitu menyimpulkan data-data yang telah di sederhanakan mengenai bentuk-bentuk praktis perilaku masyarakat dalam kegiatan gotong royong sebelum dan sesudah kehadiran pertambangan batubara. 47 Gambar 1. Komponen-komponen dalam analisis data (interactive Model) (Sumber: Miles & Huberman, 1996:20) 3.7 Jadwal Penelitian Adapun jadwal kegiatan selama proses penelitian dilapangan tertuang dalam tebel berikut ini: Tabel 1.2: Jadwal Kegiatan Penelitian No. Waktu Penelitian Informan Proses Penelitian yang Dilakukan Melakukan 1 kelapangan Minggu observasi untuk langsung mengidentifikasi kondisi lapangan serta mengumpulkan pertama data-data desa yang berkaitan dengan tujuan penelitian 2 Minggu Kepala Desa dan Kedua ketua RT. Melakukan wawancara mendalam sesuai dengan pedoman wawancara yang telah disiapkan guna mendapat 48 informasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Melakukan wawancara lanjutan secara 3 Minggu Ketiga Tokoh mendalam untuk menambah informasi masyarakat dan yang lebih jelas sesuai dengan pedoman Tokoh pemuda wawancara yang telah di persiapkan sebelumnya. Mengidentifikasi perilaku sosial masyarakat khususnya yang berkaitan 4 Minggu dengan bentuk-bentuk Keempat perilaku bergotong royong masyarakat berdasarkan informasi perubahan dari hasil observasi dan wawancara. 5 6 Minggu Kelima Minggu Keenam Menganalisis data yang telah di idenfikasi sesuai dengan prosedur dan fokus penelitian. Menyimpulkan data-data penelitian dan menyelesaikan proses penelitian dengan informasi yang telah didapat 49 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umun Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang 4.1.1 Letak Geografis Desa Mulawarman Desa Mulawarman berada pada ketinggian 100 Meter dari Permukaan air laut dengan topografi dataran rendah sekitar 3 .560 Ha dan 7.744 Ha perbukitan. Desa Mulawarman berbatasan dengan 4 (empat) desa yang terdiri dari: - Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Prangat Kec. Marang Kayu - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bukit Pariaman - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bhuana Jaya - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Suka Maju Tabel 1.3: Batas-batas Wilayah Desa Mulawarman No Batas Wilayah Batas Keterangan 1 Desa Prangat Utara Kec. Marang Kayu 2 Desa Bukit Pariaman Timur Kec. Tgr Seberang 3 Desa Buana Jaya Selatan Kec. Tgr Seberang 4 Desa Suka Maju barat Kec. Tgr Seberang Sumber : kantor Desa Mulawarman tahun 2012 Desa Mulawarman terbagi dalam 3 (tiga) Dusun dan 19 (Sembilan belas) Rukun Tetangga (RT) dan pada tahun 2011 dengan jumlah penduduk 50 2.486 Jiwa /31 Desember 2012. Berikut adalah pembagian RT pada tingkat dusun. 1. Dusun Karya Jaya meliputi Rt. 1,2,3,4, 17,18 dan 19 yang diketuai oleh Bapak Yaman. 2. Dusun Karya Bhakti meliputi Rt. 5,6,7,8 dan 9 yang diketuai oleh bapak Sumardi. 3. Dusun Karya Harapan meliputi Rt. 10,11,12 ,13,14,15 dan 16 yang diketuai oleh Bapak Suwandi. Desa Mulawarman mengalami pertumbuhan penduduk yang kian meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data tahun 2011 Jumlah Penduduk 2.446 Jiwa. Sedangkan tahun 2012 meningkat mencapai 2.486 Jiwa dengan klasifikasi sebagai berikut: Tabel 1.4: Jumlah Penduduk Desa Mulawarman Tahun 2012 NO RT KK Laki – laki Perempuan Balita Jumlah 1 I 56 89 89 23 102 2 II 42 75 61 18 154 3 III 32 50 35 12 97 4 IV 30 46 56 16 118 5 V 31 45 37 12 94 6 VI 32 42 44 7 VII 34 46 43 13 102 8 VIII 51 70 64 19 153 10 96 51 9 IX 53 86 73 35 195 10 X 37 48 47 17 112 11 XI 21 34 24 10 68 12 XII 27 38 35 12 85 13 XIII 32 53 45 18 116 14 XIV 34 44 47 23 114 15 XV 53 79 66 29 174 16 XVI 47 76 66 26 171 17 XVII 70 94 87 32 213 18 XVIII 21 40 37 12 89 19 XIX 37 56 54 26 133 740 1111 1010 365 2486 Jumlah Sumber: Kantor Desa Mulawarman Tahun 2012 4.1.2 Sejarah Desa Mulawarman Desa Mulawarman adalah hasil penempatan dari transmigrasi tahun 1980 -1981 yang diberi nama Separi IV atau lebih familiar dengan nama Km. 16. Nama tersebut diberikan karena jarak tempuh Desa Mulawarna dari simpang tiga Desa Bukit Pariaman adalah 16 Km. Desa Mulawarman menjadi desa difinitif pada tanggal 10 Oktober 1986 yang disahkan oleh pemerintah kabupaten Kutai Kartanegara serta merupakan bagian integral dari Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah 10 KM 2 . Pada awalnya Desa Mulawarman adalah desa yang terisolir, sehingga belum tersentuh oleh infrastuktur jalan maupun penerangan. Jalan raya baru 52 mulai diperbaiki dan diaspal pada tahun 1991-1992 sedangkan sarana penerangan atau PLN baru masuk pada tahun 1996 (sumber: kantor Desa Mulawarman tahun 2012). A. Kondisi Sosial Sebelum Hadirnya Pertambangan Batubara Desa Mulawarman pada tahun 1981 mempunyai lahan pertanian seluas 450 Ha dari wilayahnya yang dipergunakan dalam pengembangan pertanian dengan berbagai komoditas pertanian yang mempunyai prospek cukup baik. Mata pencaharian utama pada saat itu adalah bertani. Bertani yang merupakan aktifitas keseharian yang senantiasa dijumpai di Desa Mulawarman. Disamping bertani masyarakat juga mempunyai pekerjaan sampingan seperti berkebun, beternak, berdagang kecil-kecilan dan perintis. Meski kondisi lokasinya terpencil dan jauh dari perkotaan, namun masyarakat dapat hidup mandiri secara rukun, aman dan damai. Sebagian besar penduduk Desa Mulawarman adalah suku jawa karena mayoritas berasal dari pulau jawa yaitu jawa timur, jawa tengah dan jawa barat, sehingga masih memegang teguh tradisi dan budaya Jawa hingga dibawa dan dikembangkan di Desa Mulawarman. Adapun bahasa yang seringan digunakan untuk berkomunikasi dalam keseharinnya adalah bahasa jawa, yakni bahasa dari asal kampungnya masing-masing B. Kondisi Sosial Setelah Hadirnya Pertambangan Batubara Setelah hadirnya pertambangan batubara, Desa Mulawarman menjadi desa binaan dari perusahaan tambang batubara yang ada disekitarnya. Adapun perusahaan tambang batubara yang beroperasi disekeliling desa 53 tersebut adalah PT. Jembayan Muarabara, PT. Pama Persada Nusantara, PT. Kayan Putra Utama Coal, PT. Santan Bara dan PT. Kimco Armindo. Sektor pertanian kini bukan lagi menjadi pekerjaan utama masyarakat meskipun masih ada sejumlah warga yang tetap menekuni bidang pertanian. Kini sebagian warga telah beralih ke sektor wirausaha, swasta atau memilih menjadi buruh srabutan. Hal ini bukan semata-mata tanpa alasan. Banyaknya lahan pertanian yang telah dijual kepada pihak perusaaan tambang batubara membuat ruang untuk bertani berkurang. Biaya pembebasan lahan yang berjumlah ratusan juta hingga milyaran rupiah membuat sikap dan perilaku warga yang bersangkutan menjadi enggan untuk kembali bertani dan lebih tertarik untuk menjajal usaha atau bidang pekerjaan lain dan salah satunya adalah dengan berwirausaha. Seiring dengan terus beroperasinya pertambangan maka populasi penduduk pun mengalami peningkatan. Hal ini juga dirasa menjadi sebuah peluang untuk berwirausaha. Berdasakan sumber data Desa Mulawarman tahun 2012, adapun sektor wirausaha yang dilakoni oleh masyarakat Desa Mulawarman, seperti usaha toko sembako, toko bangunan, toko pakaian, warung makan atau ketering, bengkel, kios handphone dan pulsa, rental bus/minibus, sewa kost, rental bus, jasa pelayanan air bersih, jasa angkutan truk dan berbagai usaha lainnya. Kini aktifitas masyarakat telah bervariasi sesuai dengan rutinitas dalam pekerjaannya masing-masing. Partisipasi dan antusias masyarakat dalam kegiatan gotong royong pun mengalami penurunan yang disebabkan 54 oleh faktor-faktor kesibukan kerja masing-masing orang atau warga. Tidak hanya itu, suku masyarakat Desa Mulawarman juga makin bervariasi. Berdasarkan sumber data desa tahun 2012, diketahui ada beberapa suku yaitu jawa, bugis, banjar, dayak dan lain sebagainya. Mereka semua merupakan kaum pendatang dari dalam maupun luar daerah yang bekerja di perusahaan tambang batubara sehingga menciptakan interaksi baru dan munculah budaya baru. 4.2 Hasil Penelitian Berikut ini adalah hasil penelitian tentang perubahan perilaku bergotong royong masyarakat pada beberapa bidang kegiatan gotong royong sebelum dan sesudah hadirnya pertambangan batubara di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang. 4.2.1 Perilaku bergotong royong masyarakat Desa Mulawarman sebelum hadirnya pertambangan batubara. a) Gotong royong dalam bidang pertanian Perilaku yang nampak dalam bergotong royong pada bidang pertanian adalah sikap untuk saling kerjasama pada saat membuka lahan, dan penggarapan lahan sawah hingga panen. Sebelum hadirnya pertambangan batubara, pertanian merupakan mata pencaharian utama masyarakat Desa Mulawarman. Dalam kehidupan seharihari aktifitas pertanian menjadi pemandangan yang tak terlewatkan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh ketua RT. 05 Dusun Karya Harapan yang berinisial L (47 tahun): 55 “Sebelum tambang batubara beroperasi di kampung sini mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani, dan aktifitas kesehariannya pun kental dengan rutinitas kesawah, keladang atau kehutan untuk mencari kayu…..”. (wawancara tanggal 8 Desember 2013) Pendapat yang serupa juga disampaikan oleh tokoh masyarakat setempat yang tinggal di RT.03 dan berinisial T (57 tahun): “Sebelum hadirnya pertambangan batubara, pekerjaan utama masyarakat mulawarman adalah sebagai petani tulen, baik itu petani padi atau petani sayuran….”. (wawancara tanggal 6 Desember 2013) Selain itu, tokoh masyarakat T (57 tahun) juga menambahkan bahwa dulu sebelum hadirnya pertambangan batubara masyarakat mengerjakan pertanian secara berkelompok dengan sistem bergantian. “Mekanisme dalam sistem pertanian yang dipakai pada saat itu adalah sistem kelompok atau group-groupan, yang mana dalam satu kelompoknya itu terdiri dari 5-10 orang..”. (wawancara tanggal 6 desember 2013) Berkaitan dengan kelompok tani, informan T (57 tahun) kembali menjelakan bahwa kelompok atau group tani itu dibentuk secara kondisional bukan kelompok formal dan terstruktur tetapi kelompok yang mana penentuan anggota sesuai dengan kesepakan siapa saja yang ingin bergabung saja. “… kelompoknya itu bukan kelompok formal yang ada strukturnya gitu tapi kelompok biasa, yang mau ikutan ya silahkan asalkan konsisten mau gantian. Pekerjaan dilakukan secara bergilir, misalnya hari ini ngerjakan tempat si A besok ketempat si B, C, D dan seterusnya”. (wawancara tanggal 6 Desember 2013) 56 Tidak jauh beda dengan yang disampaikan oleh S (50 tahun), ketua RT. 01 yang berinisial S (50 tahun) yang masih bekerja sebagai petani, mengatakan bahwa: “mekanisme pertanian sebelum hadirnya pertambangan batubara adalah menggunakan sistem gotong royong berupa sistem gantian, saat proses buka lahan seperti babat rumput, bikin galeng, bajak sawah mengerjakan orang secara gantian dengan tetangga sambil membayar upah Rp. 1500/ hari, yah itung-itung buat ongkos rokok, begitu juga pada saat penggarapan sawah seperti nanam padi dan matun dilakukan secara bergantian. Pada saat panen tiba, cara pembagian hasil derepan 5:1..”. (wawancara tanggal 7 Desember 2013) Informan SP (56 tahun), merupakan tokoh masyarakat yang dulunya bekerja sebagai petani dan tinggal di RT. 15 Dusun Karya Harapan menuturkan bahwa: “ …..dulu memang mayoritas masyarakat Mulawarman adalah petani, pertanian yang dikerjakan yaitu petani sawah, petani sayur dan lain-lain. Pada saat itu penggarapan lahan sawah dikerjakan dengan manual dan sistemnya itu gantian. Kemudian pada sistem bagi hasil dalam memanen padi yaitu 5:1, artinya bagi pemilik garapan sawah 5 rantang dan 1 rantang untuk buruh panen. Satu rantang itu kurang lebih sama dengan satu kg padi..”. (wawancara tanggal 9 Desember 2013) Dikatakan oleh R (43 tahun), ketua RT. 09 yang dulunya bekerja sebagai petani di sawah bahwa bibit padi diperoleh dari lembaga pembinaan pertanian yang ada di Desa Mulawarman. “… dulu mah enak, bibit padi dikasih ama lembaga pembinaan pertanian desa Mulawarman..”. (wawancara tanggal 7 Desember 2013) 57 Disampaikan oleh mantan kepala Desa Mulawarman JS (64 tahun), bahwa masyarakat menggunakan sistem gotong royong dalam menggarap sawah karena keterbatasan ekonomi dan teknologi yang digunakan oleh masyarakat, sehingga sistem gantian dapat menjadi alternatif untuk saling meringankan beban masyarakat petani. “salah satu alasan mengapa menggunakan sistem gantian adalah karena uang pas-pasan dan masih dikerjakan secara manual menggunakan peralatan yang sederhana. Dengan menggunakan sisten gantian ini, maka dapat mengurangi beban masyarakat petani karena cukup hanya dengan menjamu minuman, makanan dan juga rokok aja..”. (wawancara tanggal 4 Desember 2013) b) Gotong royong dalam bidang penanganan musibah Perilaku dalam kegiatan gotong royong saat ada kerabat atau tetangga yang sedang dalam menangani musibah merupakan sikap kepedulian masyarakat untuk saling membantu sesamanya seperti pada musibah kematian, sakit atau kecelakaan. Menurut ketua RT. 05 yang berinisial L (47 tahun), sebelum hadirnya pertambangan batubara masyarakat memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kerabat atau tetangga yang tertimpa musibah baik berupa musibah kematian, sakit atau kecelakaan. Warga saling membantu untuk mengatasi segala keperluan yang dibutuhkan oleh keluarga yang terkena musibah. Bantuan yang diberikan berupa uang, tenaga atau juga sembako seikhlasnya. “ Kalau warga sini ada yang terkena musibah, seperti kematian, sakit, kecelakaan dan sebagainya, warga yang lain saling membantu, biasanya tanpa disuruh warga akan berdatangan untuk membantu. Secara bergotong royong warga mencoba untuk menanggulangi. Bantuan yang di berikan bermacam-macam ada 58 yang dalam bentuk uang, tenaga atau keduanya,….emmm kadang juga sembako….” (wawancara tanggal 8 Desember 2013) Pada musibah kematian, warga berdatangan untuk membantu selama prosesi pemakaman hingga selesai, bantuan yang di berikan secara suka rela karena merupakan kesadaran moral masing-masing individu. Bantuan yang diberikan berupa uang santunan, tenaga atau juga keduanya. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh tokoh masyarakat yang berinisial T (57 tahun) : “… ketika ada salah satu warga yang meninggal dunia, masyarakat berdatangan untuk membantu mempersiapkan segala sesuatunya, ada yang ngurusin jenazah, gali kuburan, buat kayu nisan, ada yang masak dan lain sebagainya. Menurut saya membantu dalam prosesi pemakaman orang itu menjadi kesadaran moral masing-masing. Kalau menurut agama sih fardlu kifayah. Yang jelas masyarakat tetap antusias membantu dalam musibah kematian, sebelum adanya tambang pemerintah desa belum memiliki mobil ambulance sendiri jadi jenazah yang rumahnya jauh dari kuburan di antar dengan jalan kaki…….. ”. (wawancara tanggal 6 Desember 2013) Perilaku masyarakat ketika menjumpai tetangga atau kerabat dekat yang sakit atau kecelakaan, warga menunjukkan sikap pedulinya dengan saling menjenguk atau jika pada kondisi yang parah, membantu selama proses evakuasi dan pengobatan dengan suka rela. Informan G (56 tahun) adalah ketua RT. 3, menjelaskan bahwa : “kalau ada yang sakit karena kecelakaan pasti tetangga-tetangga dekat serta kerabat yang mengetahui datang menjenguk, dan membantu selama proses evakuasi juga membantu pendanaan dalam pengobatan, apalagi kalau warga tersebut kurang mampu atau lagi gak punya uang”. (wawancara tanggal 8 Desember 2013) 59 Hal yang serupa juga disampaikan oleh ketua RT. 15 yang berinisial R (43 tahun), yaitu ketika ada warga yang mengalami sakit atau sakit karena kecelakaan tetangga dekat dan kerabat-kerabat akan berdatangan untuk menjenguk. “ Ketika mengetahui ada tetangga yang tertimpa musibah, warga bersikap saling membantu. Dulu belum ada ambulance jadi kalau ada yang sakit dipinjamkan ke warga yang punya mobil untuk di bawa ke puskesmas terdekat atau kerumah sakit”. (wawancara tanggal 7 Desember 2013) c) Gotong royong pada bidang pekerjaan rumah tangga Aktivitas gotong royong dalam bidang pekerjaan rumah tangga salah satunya adalah ketika mendirikan rumah atau yang dikenal dengan istilah jawa sambatan. Disini warga akan saling membantu dengan suka rela untuk pasang tongkat atau tiang rumah dan menaikkan bagian kuda-kuda rumah serta atapnya. Sebelum hadirnya pertambangan batubara, umumnya bangunan rumah adalah rumah kayu sehingga ketika ada warga atau tetangga yang hendak membangun rumah, tanpa didatangi kerumah untuk dimintai bantuan satu persatu, warga yang mengetahui langsung berdatangan untuk membantu, terutama pada saat pasang tongkat, menaikkan bagian kuda-kuda rumah dan pasang atap oleh kaum laki-laki. Hal ini sebagaimana yang dituturkan oleh ketua RT. 01 yang berinisial S (50 tahun): “ kalau dulu ndok, orang bangun rumah dari kayu. Tanpa dimintai bantuan masyarakat sekitar yang tau ya langsung datang aja untuk melaksanakan sambatan, warga beramai-ramai membantu dalam proses pasang tongkat, pasang kuda-kuda dan pasang atap”. (wawancara tanggal 7 Desember 2013) 60 Berkaitan dengan hal tersebut, tokoh masyarakat SP (56 tahun) juga menuturkan hal yang sama yaitu : “ dulu rame banget,… kalau ada yang mendirikan rumah, warga lansung berdatangan untuk membantu…..”.(wawancara tanggal 9 Desember 2013) Sedangkan bagi kaum perempuan atau ibu-ibu, turut berpartisipasi membantu dalam menyediakan jamuan makanan kepada kaum laki-laki yang melakukan sambatan. Hal ini disampaikan oleh ibu M (47 tahun): “Ibu-ibu ya bantu-bantu juga, bantu masak-masak dibelakang, nyiapain makanan ama minumannya buat yang sambatan..” (wawancara tanggal 15 Desember 2013) d) Gotong royong pada bidang pesta atau hajatan Pesta atau hajatan yang biasa dilakukan oleh masyarkat perdesaan adalah seperti pada nikahan, khitanan da aqikahan. Acara-acara tersebut dilakukan secara bergotong royong. Perilaku bergotong royong pada kegiatan ini dapat dilihat dari bagaimana cara pelaksanaan atau mekanisme penyelenggaraannya. Mekanisme pelaksanaan pesta atau hajatan ini yaitu warga yang mempunyai hajat meminta bantuan kepada kerabat atau tetangga dekat saat dua pekan sebelum acara akan dilaksanakan. Ketika ada warga akan menyelenggarakan pesta atau hajatan tersebut, sikap masyarakat dalam bergotong royong untuk membantu segala prosesi kegiatan nampak antusias dan ramai. Hal ini sebagaimana yang di sampaikan oleh tokoh masyarakat SP 61 (56 tahun), yang sering diminta untuk hadir dan membantu kerabat atau tetangga sekitarnya dalam pesta atau hajatan: “ dalam penyelenggaraan pesta-pesta hajatan, warga yang bersangkutan meminta bantuan dan mengundang untuk datang membantu hingga selesai acara secara suka rela. Biasanya keluarga yang akan menyelenggarakan hajatan tersebut mendatangi rumah kerabat atau tetangga untuk meminta bantuan tenaga,….kalau waktunya itu kurang lebih dua minggu sebelum acara berlangsung baru kita datangnya lima hari sebelum hari H. Pada saat itu warga sangat berantusias sehingga suasana hajatan terasa sederhana namun ramai”. (wawancara tanggal 9 Desember 2013) Dijelaskan oleh informan S (50 tahun), selaku ketua RT 01, bahwa dalam penyelenggaraan acara hajatan tuan rumah mempercayakan pelaksanaan pembagian dan pengaturan kerja kepada Bas (yaitu orang yang ditunjuk oleh tuan rumah untuk mengatur segala proses dan keperluan dalam pelaksanaan hajatan). “… tuan rumah memilih seseorang untuk menjadi bas. Bas itu sebagai wakil tuan rumah sekaligus menjadi ketua buat memimpin dan mengarahkan pekerjaan teman-teman yang lain “. (Wawancara tanggal 7 Desember 2013) Berkaitan dengan upah atau imbalan, dikatakan oleh M (47 tahun), merupakan informan yang sering diminta bantuan memasak setiap ada pesta atau hajatan oleh rekan-rekannya yaitu: “..tidak ada bayaran untuk semua yang telah ikut membantu kecuali bagi yang khusus masak nasi. Kalau tukang masak nasi dapat bayaran dari tuan rumah soalnya kan pekerjaannya cukup melelahkan. Baru kalau acara sudah selesai, seluruh kaum perempuan yang telah membantu diberi makanan dan sabun sebagai ungkapan terima kasih oleh tuan rumah”. (wawancara tanggal 15 Desember 2013) 62 e) Gotong royong dalam bidang kepentingan umum Kegiatan gotong royong yang menyangkut pada kepentingan umum (orang banyak) adalah seperti pada pembutan jalan atau jembatan, perbaikan jalan atau jembatan, mebersihkan parit, renovasi tempat-tempat ibadah (gereja,mushola dan masjid). Sebelum tambang batubara ramai beroperasi di Desa Mulawarman, masyarakat sangat tertib dan antusias dalam mengikuti aktivitas kerja bakti pada pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama. Hal ini dirasakan oleh ketua RT. 05 yang berinisial L (47 tahun) dan berkata: “ dulu masyarakat sangat tertib dan rapi mengikuti kegiatan kerja bakti, seperti bersih lingkungan, dan memperbarui parit-parit jalanan itu…..”. (wawancara 8 Desember 2013) Dalam melaksanakan kegiatan gotong royong untuk pekerjaan yang menyangkut kepentingan umum seperti dalam membuat/memperbaiki jalan, jembatan, parit, dikerjakan oleh warga secara kerja bakti yang digerakkan langsung oleh RT setempat. Rasa kebersaman dan persaudaraan sangat nampak disini. Dengan suka rela warga mengerjakannya hingga selesai, baik dalam menyediakan material maupun proses pelaksanaan, sebagaimana yang dikatakana oleh informan T (57 tahun) yaitu: “… membangun jalan, memperbaiki jembatan, parit, dulunya dikerjakan oleh masyarakat dengan kerja bakti yang digerakkan oleh pak Rt. Dengan suka rela masyarakat turut berpartisipasi hingga pekerjaan selesai. Jadi kebersamaan antar warga sangat kelihatan pada saat itu”. (wawancara tanggal 6 Desember 2013) Pada kegiatan ini kaum perempuan turut berpartisipasi dalam menyajikan makan dan minuman. Biasanya mereka berkumpul disatu rumah 63 yang lokasinya dekat dengan kerjabakti. Hal ini dijelaskan oleh R (43 tahun), ketua RT. 09 bahwa: “Ibu-ibu juga ikut bantu-bantu, mereka masak-masak nyediain makanan dan minuman…. Masaknya dirumah salah satu warga aja yang rumahnya dekat dengan kerja bakti”. (wawancara tanggal 7 desember 2013) Pada kegiatan renovasi tempat ibadah seperti mushola, secara serentak warga yang tinggal didekat lokasi bergotong royong yang dipimpin oleh ketua mushola dan ketua RT setempat dalam menyiapkan seluruh material hingga proses pengerjaan selesai dan tidak hanya pada mushola, renovasi masjid atau gereja juga dilakukan secara kerja bakti, sebagaimana yang dikatakan oleh ketua RT. 03 yang berinisial G (56 tahun) yaitu: “Kalau dulu renovasi mushola itu ya dikerjakan dengan kerja bakti, iuaran beli material kemudian dikerjakan bersama-sama sampai selesai. Biasanya dipimpin penguruh mushola sama Rt. Kalau ada.. kalau gereja sama masjid yang besar juga begitu”. (wawancara tanggal 8 Desember 2013) 4.2.2 Perilaku bergotong royong masyarakat Desa Mulawarman sesudah hadirnya pertambangan batubara. a) Gotong royong dalam bidang pertanian Kondisi pertanian setelah hadir dan beroperasinya pertambangan batubara saat ini masih tetap ada, namun hanya sebagian kecil orang saja yang terus menggarap sawah. Salah satu penyebabnya adalah lahan pertanian berkurang karena dijual kepada perusahaan tambang dan masyarakat yang bersangkutan mendapat uang ganti rugi lahan atau uang hasil penjualan tanah yang nilainya ratusan juta hingga milyaran rupiah, hal ini membuat 64 masyarakat mulai enggan untuk bertani dan memilih bekerja dibidang wirausaha atau sebagai karyawan di perusahaan tambang batubara dan sebagian lagi menjadi buruh srabutan. Adapun sektor wirausaha yang dilakoni oleh masyarakat Desa Mulawarman, seperti usaha toko sembako, toko bangunan, toko pakaian, warung makan atau ketering, bengkel, kios handphone dan pulsa, rental bus/minibus, sewa kost, rental bus, jasa pelayanan air bersih, jasa angkutan truk, rental minibus dan berbagai usaha lainnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh tokoh masyarakat sekaligus sekretaris Desa Mulawarman yang menjabat sejak tahun 2000 dan berinisial SH (56 tahun), bahwa: “Setelah pertambangan hadir di kampung sini, masyarakat beralih pekerjaan yaitu ada yang menjadi karyawan tambang, jualan dan usaha-usaha lainnya. Hal ini juga karena lahan pertanian yang dulunya menjadi sumber kehidupan telah dibeli oleh pihak perusahaan tambang untuk diambil batubaranya. Sehingga kini lahan pertanian yang masih tersisa sekitar 15 hektar…”. (wawancara tanggal 18 November 2013) Jumlah pertanian yang sedikit itu mempengaruhi perilaku masyarakat dalam mengerjakan atau cara penggarapan sawah. Dijelaskan oleh T (57 tahun), tokoh masyarakat yang tinggal di RT. 03 dan sampai saat ini masih menekuni pertanian, bahwa pertanian saat ini dilakukan menggunakan sistem borongan. “Untuk saat ini setelah hadirnya pertambangan membuat lahan sawah berkurang dan sedikit orang yang masih menekuni pertanian sehingga sistem yang digunakan pun berubah. Kalau untuk bajak sawah menggunakan mesin traktor dengan membayar upah yang lumayan mahal,… kemudian saat nggarap seperti 65 tandur itu juga menggunakan jasa borongan oleh kelompok tani dari desa lain atau meminta bantuan kepada tetangga dengan upah Rp. 60 ribu/hari. Saat memanen padi dilakukan dengan ketentuan 6:1 (artinya yang punya garapan padi 6 rantang dan 1 rantang untuk buruh panen) …”. (wawancara tanggal 6 Desember 2013) Berkaitan dengan sistem pertanian yang digunakan pada saat ini, Informan S (46 tahun), yang juga masih menekuni dunia pertanian menjelaskan bahwa: “…..sedangkan saat ini, sistem yang digunakan adalah sistem borongan dalam artian mengerjakan orang secara borongan untuk mengerjakan sawah biasanya adalah orang yang berasal dari group tani dari separi tiga. Untuk buka lahan si pemborong di bayar dengan upah Rp. 1.250.000/ hektar, sedangkan untuk ongkos nanam padi Rp. 1.200.000/ hektar. Sekarang ini untuk memanen padi banyak yang sudah mulai menggunakan alat/mesin pemotong padi jadi, pembagian hasil panen yaitu dengan sistem 7:1 ( 7 rantang bagi pemilik garapan sawah dan 1 rantang bagi buruh panen)….”. (wawancara tanggal 20 november 2013) Informan G (56 tahun), menambahkan bahwa: “…kalau sekarang pertanian itu sistemnya borongan biar lebih gampang, gak ribet, nah kalau panen pembagiannya 6:1…”. (wawancara tanggal 8 Desember 2013) Berkaitan dengan bibit padi, informan L (47 tahun), mengatakan bahwa petani memperolehnya dari bibit sendiri atau beli kepada rekan yang memang menyediakan bibit padi lebih untuk dijual. “…… kalau sekarang bibit padi ya mbibit sendiri kalau enggak beli sama teman yang nanam bibit lebih”. (wawancara tanggal 8 Desember 2013) 66 b) Gotong royong dalam bidang penanganan musibah Perilaku bergotong royong pada saat ada kerabat atau tetangga yang sedang dalam musibah merupakan sikap kepedulian masyarakat untuk saling membantu sesamanya (khususnya sesama warga Desa Mulawarman) seperti pada musibah kematian, sakit atau kecelakaan. Setelah hadir dan beroperasinya pertambangan batubara di Desa Mulawarman, perilaku bergotong royong dalam mengatasi musibah dapat terlihat dari sikap masyarakat dan bentuk bantuan atau pertolongan yang diberikan. Pada musibah kematian, sikap kepedulian itu ditunjukkan dengan hadir untuk berbela sungkawa dan memberi bantuan berupa uang atau tenaga hingga proses pemakaman selesai. Statemen tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh tokoh masyarakat SP (56 tahun), merupakan warga yang telah tinggal di Desa Mulawarman sejak 28 tahun silam: “…yang namanya musibah gak ada orang yang mau to..! yang pasti dari dulu hingga sekarang warga saling membantu. Hadir kerumah duka untuk berbela sungkawa dan memberi bantuan, bisa berupa tenaga, uang, sembako, pokok’e sebisa dan semampunya…”. (wawancara tanggal 8 Desember 2013) Selanjutnya, ketika ada kerabat atau tetangga yang sakit atau sakit karena kecelakaan, perilaku masyarakat Desa Mulawarman terlihat dari sikap kepeduliannya untuk menjenguk dan memberi bantuan uang (terutama pada kerabat yang kurang mampu), jika pada kondisi yang darurat, memberikan bantuan tenaga untuk proses evakuasi dan pengobatan kerumah sakit dengan upah seikhlasnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh informan-informan berikut ini. 67 Tokoh masyarakat T (57 tahun), mengatakan bahwa: “….ya saling njenguk, apalagi kalau tetangga dekat atau teman dekat. Kalau sakitnya dirumah dijenguk dirumah, kalau dirumah sakit ya dijenguk dirumah sakit….” (wawancara tanggal 21 november 2013) Kemudian, informan T (57 tahun) kembali menambahkan bahwa: “ nah kalau ada kejadian kecelakaan dikampung sini, biasanya juga orang-orang sini juga, kita cepat evakuasi ndok, kampung ini kan jauh dari rumah sakit to, jadi ya langsung dipanggilkan ambulance yang ada dibalai desa. Supaya si korban cepat dapat penanganan medis, kalau soal pembiayaan rumah sakit, kalau keluarganya belum ada uang, biasanya teman-teman iuran dulu seikhlasnya….”. (wawancara tanggal 21 Desember 2013) Informan S (35 tahun), merupakan tokoh pemuda yang tinggal di RT. 03 menuturkan bahwa: “biasanya kalau ada yang sakit parah saya dimintai untuk mengantar kerumah sakit,…. Upahnya sich gak diminta, ya seikhlasnya aja, kan kitanya juga niatnya bantu bukan minta bayaran…tapi biasanya selalu dikasih sebagai uang bensin ama rokok juga sich ”. (wawancara 15 Desember 2013) Berbeda dengan yang disampaikan oleh ketua RT. 09 saat ditemui dirumahnya di Dusun Karya Bakti, yang berinisial R (43 tahun), mengatakan bahwa: “Tanggapan dan sikap warga ketika ada tetangga yang sedang tertimpa musibah yaitu mau membantu lah mbak, bantuan yang diberikan bisa berupa uang atau tenaga. Biasanya juga sich yang lebih banyak membantu adalah saudara atau kerabat dekatnya saja, sedangkan yang lain membantu dalam artian menemani atau sekedar menjenguk saja”. (wawancara tanggal 7 Desember 2013) 68 Hal ini disampaikan juga oleh G (56 tahun), ketua RT. 04 Dusun Karya Jaya yaitu: “kalau sekarang ini membantu warga yang tertimpa musibah lebih banyak menggunakan uang saja karena sibuk kerja, kalau ada waktu ya diusahakan njenguk tapi biasanya itu kalau yang bersangkutan adalah keluarga atau kerabat dekat saja”. (wawancara tanggal 8 Desember 2013). c) Gotong royong pada bidang pekerjaan rumah tangga Aktivitas gotong royong dalam bidang pekerjaan rumah tangga salah satunya adalah ketika mendirikan rumah atau yang dikenal dengan istilah jawa sambatan. Perilaku untuk turut membantu dalam sambatan, saat ini tidak banyak dijumpai lagi. Hanya sebagian kecil saja yang dapat hadir dan berpatisipasi karena faktor kesibukan/pekerjaan masing-masing khususnya bagi warga yang bekerja sebagai karyawan tambang batubara yang kerjanya part time. Dikatakana oleh S (35 tahun), merupakan tokoh pemuda yang saat ini bekerja disalah satu perusahaan tambang batubara bahwa: “…kalau lagi kerja malam siangnya bisa ikut sambatan sebentar, nah kalau pas kerja siang ini, ya gak bisa…” (wawancara tanggal 15 Desember 2013) Kemudian informan SP (56 tahun), mengatakan bahwa: “ …… sekarang mana ada dijumpai sambatan, palingan jarang. Kalaupun ada hanya bantu naikkan kuda” rumah, nah kalau rumahnya semen malah blas gak pake sambatan”. (wawancara tanggal 9 Desember 2013) Menurut informan T (57 tahun), ketika ada salah satu warga yang akan membangun rumah, maka tetangga atau kerabat yang mengetahui akan 69 berdatangan untuk membantu pada proses pasang tongkat, menaikkan kudakuda rumah dan pasang atap/genting. Namun sambatan ini hanya dilakukan jika rumah yang akan dibangun semi permanen atau berupa rumah kayu saja. Jika rumahnya permanen maka tidak ada sambatan. “Sambatan sekarang ini dilakukan kalau ada warga yang mau dirikan rumah kayu, yang bisa datang ya datang buat bantu-bantu pasang tongkat, naikkan kuda-kuda dan pasang atap. Tapi sekarang jarang orang ngadakan sambatan karena banyak yang bangun rumah tembok”. Wawancara tanggal 15 Desember 2013) Ditambahkan pula oleh isteri dari informan T (57 tahun), yaitu M (47 tahun) yang berkaitan dengan peran dan partisipasi wanita dalam sambatan dijelaskan bahwa : “…iya, sekarang kalau sambatan yang bantu masak-masak saudaranya aja kalau gak tetangga sebelahnya”. (wawancara tanggal 15 Desember 2013) d) Gotong royong pada bidang pesta atau hajatan Pesta atau hajatan yang dimaksud adalah seperti pada acara pernikahan, khitanan, dan aqikahan. Acara-acara tersebut dilakukan secara bergotong royong dengan mengundang kerabat atau tetangga dekat untuk membantu. Untuk mengetahui perilaku sosial masyarakat setelah hadirnya pertambangan batubara dalam kegiatan gotong royong pada acara hajatan ini dapat dilihat dari mekanisme pelaksanaannya yaitu dengan cara warga yang mempunyai hajat meminta bantuan kepada kerabat atau tetangga dekat dari rumah kerumah saat dua pekan sebelum acara akan dilaksanakan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh ketua RT. 03 G (56 tahun), bahwa: 70 “….yang rewang didatangi satu persatu kerumahnya untuk dimintai bantuan tenaganya…..”. (wawancara tanggal 8 Desember 2013) Berkaitan dengan antusias warga, informan R (43 tahun), menjelaskan bahwa: “Ketika dimintai bantuan oleh salah satu warga yang akan melaksanakan hajatan, antusias warga untuk hadir dan membantu tetap ada sebab suatu saat giliran kita sendiri yang punya hajat akan butuh bantuan dari kerabat atau tetangga juga. Tapi sekarang ini pekerjaan yang dikerjakan udah tidak begitu ribet soalnya telah menggunakan jasa penyewaan, baik tenda maupun perabotan dapur dan yang lainnya. Kurang lebih 4 hari sebelum acara puncak berlangsung, warga yang dipercaya oleh tuan rumah untuk membantu secara bersama-sama mulai mengerjakan sebagai persiapan dan berlanjut hingga acara selesai”. (wawancara tanggal Desember 2013) Informan S (48tahun), merupakan tokoh yang biasa ditunjuk untuk mewakili tuan rumah pada saat pelaksanaan pesta/hajatan,menjelaskan bahwa: “……tidak bayaran untuk semua yang telah ikut membantu kecuali bagi yang ujubkan dan khusus khusus bagi yang masak nasi, masak sayur dan cuci piring. Bayaran tersebut diberikan karena karena pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang dirasa pailing melelahkan. Untuk kaum perempuan secara keseluruhan diberi makanan dan sabun sebagai apresiasi ungkapan terima kasih oleh tuan rumah”. (wawancara tanggal 7 Desember 2013) e) Gotong royong pada bidang kepentingan umum Gotong royong pada bidang kepentingan umum yaitu aktivitas kerja bakti pada kegiatan yang menyangkut kepentingan bersama seperti memperbaiki jalan, jembatan, parit dan renovasi tempat ibadah. Setelah 71 beroperasinya pertambangan batubara di Desa Mulawarman, antusias warga untuk gotong royong pada bidang kepentingan umum tersebut mengalami penurunan bahkan nyaris tidak ada lagi. Informan SP (56 tahun), merupakan tokoh masyarakat di RT.15 Desa Mulawarman menuturkan bahwa saat ini masyarakat cenderung berorientasi pada kegiatan yang lebih menghasilkan uang sehingga tidak berminat untuk kerja bakti. “ wallah,, sekarang sudah gak ada lagi mbak kerja bakti baiki parit, jembatan apalagi jalan. Masyarakatnya sibuk sendiri pada pekerjaaan yang lebih mendatangkan materi, ya istilahnya materialistis lah, mana mau diajak kerja bakti he he he …. Kalau memang diperlukan mungkin lebih baik mempekerjakan orang saja untuk memperbaikinya”. (wawancara tanggal 9 Desember 2013) JS (64 tahun), merupakan mantan kepala desa sekaligus sebagai kepala desa pertama yang menjabat di Desa Mulawarman dan telah menjabat selama 20 tahun mengatakan bahwa: “ hemmm kalau berkenaan dengan kerja bakti untuk yang sifatnya pekerjaan umum kaya gitu, masyarakat sekarang ni cuek mbak…” (wawancara tanggal 4 Desember 2013) Pernyataan tersebut ditambahkan pula oleh JS (47 tahun), merupakan PJ Kepala Desa Mulawarman yang dipilih untuk sementara waktu menggantikan pekerjaan Kades hingga pemilihan kepala desa selesai karena Kades yang harusnya menjabat saat ini telah mengundurkan diri, mengatakan bahwa: “…..sekarang sudah tidak ada lagi kerja bakti yang seperti itu karena warga merasa hal tersebut merupakan wewenang atau tanggup jawab pihak pemerintah desa”. (wawancara tanggal 8 Desember 2013) 72 Sementara SH (48 tahun), selaku Sekretaris Desa Mulawarman mengatakan bahwa: “Saat ini perbaikan infrastruktur jalan, jembatan didanai oleh bantuan CD (community development) atau dari ADD (anggaran dasar desa) dengan mengerjakan tenaga kontraktor , sebab bagaimana mau dikerjakan oleh warga sedangkan faktor kesibukan dalam pekerjaan, dan rasa enggan (malas), sifat materialistis masyarakat menjadi alasan utama untuk tidak turut berpartisipasi melaksanakan kegiatan gotong royong tersebut. dan karena faktor ini pula antusias warga jadi menurun”. (wawancara tanggal 18 November 2013) Begitu juga dalam kegiatan renovasi tempat ibadah, biasanya kerja bakti tetap dilakukan dengan instruksi dari ketua RT atau ketua mushola/masjid/gereja namun hanya dihadiri oleh sebagian warga yang bisa saja. Berikut ini disampaikan oleh pengurus mushola Nurul Huda T (57 tahun), yaitu: “….biasanya diumumkan dulu sama pak Rt atau ketua mushola kalau akan mengadakan kerja bakti buat mengerjakan,.. misalnya bikin tempat wudhu. Tapi ya begitulah karena banyak yang sibuk kerja yang datang ya gak banyak…”. (wawancara tanggal 15 Desember 2013) 73 4.3 Analisis dan Pembahasan Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara kepada informan dilapangan maka dapat diketahui bagaimana perubahan perilaku bergotong royong masyarakat Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang sebelum dan sesudah hadirnya pertambangan batubara yang semuanya telah terangkum ke dalam tabel berikut ini: Tabel 1.5: Klasifikasi Perilaku Bergotong Royong Sebelum dan Sesudah Hadirnya Pertambangan Batubara Sebelum hadirnya pertambangan batubara 1. Bidang pertanian Setelah hadirnya pertambangan batubara 1. Bidang pertanian - Pertanian - Setelah merupakan mata hadirnya pertambangan pencaharian utama dan menjadi batubara lahan pertanian berkurang aktivitas keseharian karena masyarakat Desa bagi Mulawarman pada umumnya. - Mekanisme sebagian dijual kepada perusahaan tambang dan masyarakat penggarapan besar yang bersangkutan lahan mendapat uang ganti rugi lahan seperti saat buka lahan yang berupa atau uang penjualan tanah yang babat nilainya rumput, bikin galengan, ratusan juta hingga bajak sawah kemudian nanam padi milyaran rupiah, hal ini membuat dan masyarakat mulai enggan untuk matun disela-sela (bersihkan tanaman rumput padi) bertani kembali dan memilih dilakukan dengan menggunakan bekerja dibidang wirausaha atau sistem kelompok secara bergantian. sebagai karyawan di perusahaan - Kelompok tersebut dibentuk secara tambang batubara dan sebagian 74 kondisional dalam artian penentuan anggota kelompok disesuaikan lagi menjadi buruh srabutan. - Mekanisme penggarapan lahan dengan kondisi saat itu, siapa yang seperti saat buka lahan yang berupa ingin bergabung dipersilahkan saja babat rumput, bikin galengan, (bukan kelompok formal yang bajak dikerjakan terstruktur). menggunakan sawah sistem borongan, - Bibit padi diperoleh dari lembaga yaitu semua proses buka lahan pembinaan pertanian yang ada di tersebut dikerjakan oleh tenaga Desa Mulawarman. pemborong yang berjumlah 10 s/d - Pada saat panen, masyarakat Desa 15 orang dan biasanya berasal dari Mulawarman masih menggunakan desa tetangga. Dalam hal ini peralatan sederhana/manual, sistem pemilik sawah terima beres dengan bagi memberi hasil yang diberlakukan adalah 5:1, artinya bagi pemilik upah sebesar Rp. 1.250.000/hektar. garapan sawah 5 rantang dan 1 - Pada saat menanam padi atau rantang untuk buruh panen (1 penggarapan dilakukan dengan dua rantang = 1 kg padi) cara - Alasan masyarakat yaitu bisa menggunakan Desa tenaga borongan yang berjumlah Mulawarman menggunakan sistem 10-15 orang dengan membayar gotong royong dalam menggarap upah sebesar Rp. 1.200.000/hektar sawah adalah karena keterbatasan bebas tanpa member makan siang ekonomi yang atau dengan menggunakan jasa masyarakat, tetangga atau kerabat yang ingin dan digunakan sehingga teknologi oleh sistem gantian dapat menjadi alternative untuk saling meringankan petani. beban masyarakat menanamkan padinya dengan membayar Rp. 60 000/orang/hari - Pada saat panen, sistem bagi hasil yang diberlakukan adalah bagi yang masih menggunakan peralatan manual yaitu 6:1, artinya pemilik garapan sawah 6 rantang dan 1 rantang untuk buruh panen (1 75 rantang = 1 kg padi). Bagi yang telah menggunakan mesin perontok padi moderen adalah 7:1, yaitu pemilik garapan sawah 7 rantang dan buruh panen 1 rantang. Hal ini karena dengan menggunakan mesin perontok padi moderen hasil yang di di dapat lebih banyak, cepat dan ringan kerjanya sehingga sistem bagi hasil yang disepakati adalah 7:1. - Bibit padi diperoleh dari nanam bibit sendiri atau beli kepada petani lain. 2. Bidang penanganan musibah 2. Bidang penanganan musibah - Tolong - Tolong menolong dalam menolong dalam penanganan musibah merupakan penanganan musibah merupakan sikap kepedulian masyarakat untuk sikap kepedulian masyarakat untuk saling saling membantu sesamanya membantu sesamanya seperti pada musibah kematian, seperti pada musibah kematian, sakit atau kecelakaan. sakit atau kecelakaan. - Masyarakat memiliki kepedulian - Masyarakat masih memiliki yang tinggi terhadap kerabat atau kepedulian serta antusias yang tetangga yang tertimpa musibah, tinggi untuk saling membantu. baik berupa musibah kematian, - Hal ini terlihat seperti kematian. pada sakit atau kecelakaan. Warga saling musibah membantu untuk mengatasi segala kepedulian itu ditunjukkan dengan keperluan yang dibutuhkan oleh menyempatkan hadir untuk berbela keluarga yang terkena musibah. sungkawa dan memberi bantuan Bantuan yang diberikan berupa berupa uang santunan, sembako uang, tenaga atau juga sembako atau tenaga hingga Sikap proses 76 seikhlasnya. pemakaman selesai. - Ketika salah satu warga ada yang meninggal dunia, saling membantu mempersiapkan maka warga segala - Namun bantuan yang lebih dominan diberikan adalah bantuan dalam finansial. Seperti ketika ada kerabat sesuatu atau tetangga yang sedang sakit yang dibutuhkan untuk prosesi atau pemakaman hingga selesai secara perilaku sukarela. membantu memberikan bantuan yaitu dengan dalam bentuk tenaga, warga juga menjenguk dan memberi bantuan memberikan bantuan berupa uang uang (terutama pada kerabat yang santunan kurang Disamping atau sembako untuk keluarga yang ditinggalkannya. - Ketika ada yang sakit sakit karena kecelakaan, masyarakat mampu dalam atau yang bersangkutan sedang tidak sempat atau untuk hadir dan menjenguk kecelakaan, warga menunjukkan langsung), jika pada kondisi yang sikap pedulinya dengan saling darurat, maka membantu dengan menjenguk atau jika pada kondisi tenaga untuk proses evakuasi dan yang pengobatan kerumah sakit. parah membantu selama proses evakuasi dan pengobatan dengan suka rela. 3. Bidang pekerjaan rumah tangga 3. Bidang pekerjaan rumah tangga - Aktivitas gotong royong dalam - Aktivitas gotong royong dalam bidang pekerjaan rumah tangga bidang pekerjaan rumah tangga salah yang dilakukan oleh masyarakat satunya mendirikan dikenal adalah rumah dengan ketika atau yang Desa istilah jawa mendirikan rumah yang dikenal sambatan. Mulawarman seperti dengan istilah jawa sambatan saat - Sebelum pertambangan batubara ini tidak banyak dijumpai. Hanya hadir dan beroperasi, umumnya sebagian kecil saja yang dapat bangunan rumah adalah rumah hadir kayu sehingga ketika ada warga kesibukan/pekerjaan, apalagi bagi atau warga tetangga yang hendak karena yang bekerja faktor sebagai 77 membangun rumah, tanpa karyawan tambang batubara. didatangi kerumah untuk dimintai - Ketika ada salah satu warga yang bantuan satu persatu, warga yang akan membangun rumah, maka mengetahui langsung berdatangan tetangga untuk membantu, terutama pada mengetahui saat pasang tongkat, menaikkan untuk bagian pasang tongkat, naikkan kuda-kuda kuda-kuda rumah dan atau kerabat akan yang berdatangan membantu pada proses pasang atap oleh kaum laki-laki. dan pasang atap. Namun sambatan - Dalam hal ini, kaum perempuan ini hanya dilakukan jika rumah turut membantu dalam yang akan di bangun semi menyediakan jamuan makanan dan permanen atau rumah kayu saja. minuman. Jika rumahnya permanen maka tidak ada sambatan. - Bagi kaum perempuan yang hadir untuk berpartisipasi masak-masak membantu membuat jamuan makanan dan minuman hanyalah kerabat dekat saja. 4. Bidang pesta atau hajatan 4. Bidang pesta atau hajatan - Pesta atau hajatan yang biasa - Pesta atau hajatan yang biasa dilakukan oleh perdesaan adalah masyarkat seperti pada nikahan, khitanan dan aqikahan. - Acara-acara tersebut dilakukan dilakukan seperti pernikahan, pada khitanan, acara dan aqikahan. - Acara-acara tersebut dilakukan secara bergotong royong. Perilaku masih secara bergotong royong. bergotong royong ini dapat dilihat Perilaku dari bagaimana cara pelaksanaan dapat dilihat dari bagaimana cara atau pelaksanaan mekanisme pada saat penyelenggaraannya. - Dalam hal ini bergotong atau royong ini mekanisme penyelenggaraannya. warga yang mempunyai hajat meminta bantuan - Dalam hal ini warga yang mempunyai hajat meminta bantuan 78 kepada kerabat atau tetangga dekat kepada kerabat atau tetangga dekat saat dua pekan sebelum acara akan saat dua pekan sebelum acara akan dilaksanakan. dilaksanakan. - Antusias dan sikap masyarakat - Antusias masyarakat dalam dalam bergotong royong untuk bergotong royong atau membantu membantu segala prosesi kegiatan rangkaian prosesi acara masih tetap nampak ramai. ada. Namun tidak banyak lagi - Penyelenggaraan acara hajatan ini tuan rumah pelaksanaan mempercayakan pembagian masyarakat yang turut dilibatkan. Hal ini karena telah banyak yang dan memilih untuk menggunakan jasa pengaturan kerja kepada Bas (yaitu penyewaan, baik tenda maupun orang yang ditunjuk oleh tuan perabotan dapur. rumah untuk mengatur segala proses dan keperluan dalam pelaksanaan hajatan). - Selama kurang - Selama kurang lebih 4 hari sebelum acara puncak berlangsung, warga yang dipercaya oleh tuan lebih 5 hari rumah untuk membantu telah hadir sebelum acara puncak berlangsung, dan membantu secara bersama- warga yang dipercaya oleh tuan sama dan suka rela hingga acara rumah untuk membantu telah hadir selesai. dan membantu secara bersama- - Tidak ada bayaran untuk seluruh sama dan suka rela hingga acara orang yang telah ikut membantu selesai. kecuali bagi yang ujubkan dan - Tidak ada bayaran atau upah untuk khusus untuk tukang masak nasi, semua yang telah ikut membantu masak sayur dan cuci piring. kecuali bagi yang khusus masak Bayaran tersebut diberikan karena nasi. Dalam hal ini tukang masak saat nasi mendapat upah dari tuan merupakan pekerjaan yang dirasa rumah karena pekerjaannya cukup paling melelahkan. Sedangkan bagi melelahkan. Dan ketika acara kaum perempuan terutama ibu-ibu sudah selesai, kaum perempuan secara keseluruhan diberi makanan, atau ibu-ibu yang telah membantu sabun dan sebagian juga diberi ini pekerjaan tersebut 79 diberi makanan dan sabun sebagai sedikit sembako sebagai apresiasi apresiasi ungkapan terima kasih ungkapan terima kasih oleh tuan oleh tuan rumah. rumah. 5. Bidang kepentingan umum - Gotong 5. Bidang kepentingan umum royong pada bidang - Gotong royong yang menyangkut kepentingan umum yaitu aktivitas pada kepentingan umum adalah kerja bakti pada kegiatan yang seperti pada kegiatan pembutan menyangkut kepentingan bersama jalan atau jembatan, perbaikan seperti jalan atau jembatan, mebersihkan jembatan, parit dan renovasi tempat parit, ibadah. renovasi ibadah tempat-tempat (gereja,mushola dan masjid). - Masyarakat memperbaiki - Setelah hadirnya jalan, pertambangan batubara di Desa Mulawarman, sangat tertib dan antusias warga untuk turut antusias dalam berpartisipasi kerja bergotong royong mengalami bakti penurunan dan cenderung - Pada kegiatan gotong royong berorientasi pada kegiatan yang jalan, lebih menghasilkan uang sehingga jembatan, parit, dikerjakan oleh tidak berminat untuk kerja bakti. warga secara kerja bakti yang Selain itu faktor kesibukan dalam digerakkan Rt pekerjaan, dan rasa enggan (malas) setempat. Rasa kebersaman dan masyarakat menjadi alasan utama persaudaraan sangat nampak disini. untuk tidak turut berpartisipasi Dengan melaksanakan membuat/memperbaiki langsung suka mengerjakannya oleh rela hingga warga selesai, baik dalam menyediakan material maupun proses pelaksanaan. kegiatan gotong royong dalam bentuk ini. - Aktivitas kerja bakti pada kegiatan yang menyangkut kepentingan - Dalam hal ini kaum perempuan bersama seperti membangun atau juga turut berpartisipasi dalam memperbaiki jalan, jembatan atau menjamu makanan dan minuman. parit saat ini sudah jarang bahkan - Dalam kegiatan renovasi tempat hampir tidak dijumpai lagi. 80 ibadah seperti serentak mushola secara yang tinggal warga - Saat ini untuk mengerjakan pekerjaan tersebut telah dikerjakan didekat lokasi bergotong royong oleh dengan dipimpin oleh pengurus menggunakan dana dari ADD dan mushola dan ketua Rt setempat CD dengan mengerjakan tenaga dalam menyiapkan material hingga kontraktor yang berasal dari luar proses pengerjaan selesai. Hal yang kampung. sama juga pada renovasi gereja atau masjid. pemerintah - Begitu juga desa dalam dengan kegiatan renovasi tempat ibadah, biasanya kerja bakti tetap dilakukan dengan instruksi dari mushola/masjid/gereja ketua namun hanya dihadiri oleh sebagian warga yang bisa saja. Sumber : Penulis (2013) Berdasarkan tabel diatas, maka dapat kita lihat bagaimana perubahan perilaku masyarakat dalam kegiatan gotong royong pada bidang pertanian, bidang penanganan musibah, bidang pesta/hajatan, bidang rumah tangga dan bidang kepentingan umum sebelum dan sesudah hadirnya pertambangan batubara di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang. 1. Gotong royong pada bidang pertanian Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa sebelum hadirnya pertambangan batubara, pertanian menjadi pekerjaan utama sekaligus aktivitas sehari-hari masyarakat. Mekanisme penggarapan lahan seperti pada saat buka lahan yang berupa babat rumput, bikin galengan, bajak sawah kemudian tanam padi dan matun (bersihkan rumput disela-sela tanaman padi) 81 dikerjakan oleh masyarakat dengan menggunakan sistem kelompok secara bergantian. Kelompok tersebut dibentuk secara kondisional berdasarkan kesepakatan dan bukan kelompok formal yang terstruktur. Adapun bibit padi, pada saat itu diperoleh dari lembaga pembinaan pertanian yang ada di Desa mulawarman. Kemudian pada saat panen, sistem bagi hasil yang diterapkan adalah 5:1, yaitu 5 rantang bagi pemilik garapan sawah dan 1 rantang untuk buruh panen. Pada saat panen, masyarakat Desa Mulawarman masih menggunakan peralatan tradisional. Sedangkan setelah hadirnya pertambangan batubara, pekerjaan masyarakat lebih bervariasi dan hanya sebagian kecil orang saja yang masih menekuni pertanian. Selain itu, mekanisme penggarapan lahan juga mengalami perubahan yaitu saat buka lahan yang berupa babat rumput, bikin galengan, bajak sawah dikerjakan menggunakan sistem borongan, yaitu semua proses buka lahan tersebut dikerjakan oleh tenaga pemborong yang berjumlah 10 s/d 15 orang dan biasanya berasal dari desa tetangga. Dalam hal ini pemilik sawah terima beres dengan memberi upah sebesar Rp. 1.250.000/hektar. Pada saat menanam padi atau penggarapan dilakukan dengan dua cara yaitu bisa menggunakan tenaga borongan yang berjumlah 10-15 orang dengan membayar upah sebesar Rp. 1.200.000/hektar bebas tanpa memberi makan siang atau dengan menggunakan jasa tetangga atau kerabat yang ingin menanamkan padinya dengan membayar Rp. 60 000/orang/hari. Sedangkan bibit padi diperoleh dari bibit sendiri atau beli kepada rekan sesama petani yang menyediakan bibit lebih. Pada saat panen, 82 sistem bagi hasil yang diberlakukan adalah bagi yang masih menggunakan peralatan manual yaitu 6:1, artinya pemilik garapan sawah 6 rantang dan 1 rantang untuk buruh panen (1 rantang = 1 kg padi). Sedangkan bagi buruh panen yang telah menggunakan mesin perontok padi moderen adalah 7:1, yaitu pemilik garapan sawah 7 rantang dan buruh panen 1 rantang. Hal ini karena dengan menggunakan mesin perontok padi (peralatan moderen), hasil yang didapat lebih banyak, cepat dan ringan kerjanya sehingga sistem bagi hasil yang disepakati adalah 7:1. Artinya perilaku masyarakat dalam bergotong royong pada bidang pertanian mengalami perubahan, yaitu dari yang sebelumnya mengerjakan dengan menggunakan sistem kerjasama atau gantian berubah menjadi sistem borongan dan sistem bagi hasil 6:1 hingga 7:1. Diperlukan modal besar bagi masyarakat Desa Mulawarman untuk dapat tetap bertani. Kondisi yang demikian, maka sesuai dengan teori Emile Durkheim bahwa industri membuat pekerjaan masyarakat menjadi lebih bevariasi dan tidak hanya bertumpu pada sektor agraris (pertanian) saja, masyarakat mengalami perubahan menjadi masyarakat dengan solidaritas organis Diana pembagian kerja tinggi dan dalam transaksi antar kepentingan direkat oleh uang. Selain itu, sebagai masyarakat yang beranjak moderen, masyarakat mulai menggunakan peralatan moderen pula guna memudahkan dalam bekerja. 83 2. Gotong royong pada bidang penanganan musibah Gotong royong dalam menagani musibah merupakan sikap kepedulian masyarakat untuk saling membantu sesamanya yang sedang dalam musibah, seperti pada musibah kematian, sakit atau kecelakaan. Sebelum hadirnya pertambangan batubara, perilaku masyarakat ketika ada kerabat atau tetangga dekat yang terkena musibah ditunjukkan dengan sikap kepedulian yang tinggi dan sikap warga untuk saling membantu dalam hal memberi solusi atau santunan untuk mencukupi kebutuhan keluarga yang terteka musibah tersebut. Ketika salah satu warga ada yang meninggal dunia, maka warga saling membantu dalam mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk prosesi pemakaman hingga selesai secara sukarela. Disamping membantu dalam bentuk tenaga, warga juga memberikan bantuan berupa uang santunan atau sembako untuk keluarga yang ditinggalkannya. Dan ketika ada yang sakit atau kecelakaan, warga menunjukkan sikap pedulinya dengan saling menjenguk atau jika pada kondisi yang parah membantu selama proses evakuasi dan pengobatan dengan suka rela. Tidak jauh berbeda dengan kondisi sebelum hadirnya pertambangan batubara, setelah hadirnya pertambangan batubara masyarakat juga masih memiliki kepedulian serta antusias yang tinggi untuk saling membantu. Namun bantuan yang diberikan lebih dominan pada bantuan dalam bentuk finansial. Pada musibah kematian, sikap kepedulian itu ditunjukkan dengan menyempatkan hadir untuk berbela sungkawa dan memberi bantuan berupa uang santunan, sembako atau tenaga hingga proses pemakaman selesai. 84 Ketika ada kerabat atau tetangga yang sedang sakit atau sakit karena kecelakaan, perilaku masyarakat Desa Mulawarman terlihat dari sikap kepeduliannya untuk menjenguk dan memberi bantuan uang (terutama pada kerabat yang kurang mampu atau yang bersangkutan tidak sempat untuk hadir dan menjenguk langsung), jika pada kondisi yang darurat, maka membantu dengan tenaga untuk proses evakuasi dan pengobatan kerumah sakit. Artinya, masyarakat mengalami perubahan perilaku bergotong royong dalam penanganan musibah. Perubahan tersebut yaitu ditandai dengan lebih banyaknya memberikan pertolongan dalam bentuk bantuan uang. Ketika bantuan finansial lebih dominan berarti partisipasi langsung masyarakat mengalami penurunan. 3. Gotong royong pada bidang pekerjaan rumah tangga Aktivitas gotong royong pada bidang pekerjaan rumah tangga salah satunya adalah ketika mendirikan rumah atau yang dikenal oleh masyarakat dengan istilah jawa sambatan. Sebelum pertambangan batubara hadir dan beroperasi, umumnya bangunan rumah yang ada di Desa Mulawarman adalah rumah kayu sehingga ketika ada warga atau tetangga yang hendak membangun rumah, tanpa didatangi kerumah untuk dimintai bantuan satu persatu, warga yang mengetahui langsung berdatangan untuk membantu, terutama pada saat pasang tongkat, menaikkan bagian kuda-kuda rumah dan pasang atap oleh kaum laki-laki. Dalam hal ini, kaum perempuan turut membantu dalam menyediakan jamuan makanan dan minuman. 85 Sedangkan pada masa setelah hadirnya pertambangan batubara, mendirikan rumah dengan sambatan sudah tidak banyak dijumpai lagi. Kalaupun ada hanya sebagian kecil saja orang yang dapat hadir karena faktor kesibukan/pekerjaan masing-masing, apalagi bagi warga yang bekerja sebagai karyawan tambang batubara. Ketika ada salah satu warga yang akan membangun rumah, maka tetangga atau kerabat yang mengetahui akan berdatangan untuk membantu pada proses pasang tongkat, naikkan kuda-kuda dan pasang atap. Namun sambatan ini hanya dilakukan jika rumah yang akan dibangun semi permanen atau rumah kayu saja. Jika rumahnya permanen maka tidak ada sambatan. Bagi kaum perempuan yang hadir untuk berpartisipasi membantu masak-masak membuat jamuan makanan dan minuman hanyalah kerabat dekat saja. Artinya perilaku bergotong royong masyarakat pada bidang pekerjaan rumah tangga seperti saat mendirikan rumah ini mengalami perubahan yaitu pada mekanisme kerja pembuatan rumah tersebut. Jika sebelum hadirnya tambang dilakukan secara beramai-ramai dengan sistem sambatan, maka setelah adanya pertambangan batubara dilakukan oleh tukang/kuli bangunan dengan bayaran yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan teori Durkheim bahwa pada masyarakat industri lebih membutuhkan spesialis pekerjaan lain untuk memenuhi berbagai kebutuhan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dengan peningkatan secara bertahap saling ketergantungan fungsional antara berbagai bagian masyarakat heterogen ini, maka memberi suatu alternatif baru untuk 86 sebuah kesadaran kolektif sebagai dasar solidaritas sosial masyarakat yang dinamakan solidaritas organis. 4. Gotong royong pada bidang pesta atau hajatan Pesta-pesta atau hajatan yang biasa dilakukan oleh masyarakat perdesaan adalah seperti pada acara pernikahan, khitanan, dan aqikahan. Sebelum hadirnya pertambangan batubara, mekanisme yang dipakai pada acara hajatan adalah warga yang mempunyai hajat meminta bantuan kepada kerabat atau tetangga dekat saat dua pekan sebelum acara akan dilaksanakan. Antusias dan sikap masyarakat dalam bergotong royong untuk membantu pada seluruh rangkaian prosesi kegiatan hajatan nampak ramai. Penyelenggaraan acara hajatan ini, tuan rumah mempercayakan pelaksanaan pembagian dan pengaturan kerja kepada Bas (yaitu orang yang ditunjuk oleh tuan rumah untuk mengatur segala proses dan keperluan dalam pelaksanaan hajatan). Selama kurang lebih lima hari sebelum acara puncak berlangsung, warga yang dipercaya oleh tuan rumah untuk membantu telah hadir dan membantu secara bersama-sama dan suka rela hingga acara selesai. Tidak ada bayaran atau upah untuk semua yang telah ikut membantu kecuali bagi yang khusus masak nasi. Dalam hal ini tukang masak nasi mendapat upah dari tuan rumah karena pekerjaannya cukup melelahkan. Ketika acara sudah selesai, kaum perempuan atau ibu-ibu yang telah membantu diberi makanan dan sabun sebagai apresiasi ungkapan terima kasih oleh tuan rumah. Setelah hadirnya pertambangan batubara, mekanisme yang digunakan yaitu warga yang mempunyai hajat meminta bantuan kepada kerabat atau 87 tetangga dekat saat dua pekan sebelum acara akan dilaksanakan. Antusias masyarakat dalam bergotong royong atau membantu segala rangkaian prosesi acara masih tetap ada. Meski demikian pekerjaan yang dilakukan tidak lagi sebanyak masa sebelum hadirnya pertambangan batubara. Hal tersebut karena pada saat ini masyarakat banyak yang memilih untuk menggunakan jasa penyewaan, baik tenda maupun perabotan dapur. Selama kurang lebih 4 hari sebelum acara puncak berlangsung, warga yang dipercaya oleh tuan rumah untuk membantu telah hadir dan membantu secara bersama-sama dan suka rela hingga acara selesai. Sebagian orang yang turut membantu mendapat bayaran. Mereka yang mendapat upah tersebut adalah yang bertugas mengujubkan dan khusus untuk tukang masak nasi, masak sayur dan cuci piring. Bayaran tersebut diberikan karena saat ini pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang dirasa paling melelahkan. Sedangkan bagi kaum perempuan terutama ibu-ibu secara keseluruhan diberi makanan, sabun dan sebagian juga diberi sedikit sembako sebagai apresiasi ungkapan terima kasih oleh tuan rumah. Artinya, perilaku masyarakat dalam bergotong royong pada bidang ini mengalami perubahan. Perubahan tersebut nampak pada teknis bergotong royong yang dilakukan oleh masyarakat yaitu menjadi tidak sebanyak sebelum masa hadirnya pertambangan batubara karena saat ini telah menggunakan jasa-jasa penyewaan dan peralatan rumah tangga yang lebih moderen sehingga lebih efektif, mudah dan cepat. 88 Hal ini juga sesuai dengan teori Emile Durkheim bahwa pada masyarakat industri solidaritas mekanis masyarakat berubah menjadi solidaritas organis dan didalamnya mulai memberlakukan sistem bayaran sebagai imbalan nyata atas bantuan yang diberikan dan imbalan tersebut diberikan dalam bentuk finansial (uang). 5. Gotong royong pada bidang kepentingan umum Gotong royong pada bidang kepentingan umum yaitu aktivitas kerja bakti pada kegiatan yang menyangkut kepentingan bersama seperti memperbaiki jalan, jembatan, parit dan renovasi tempat ibadah. Sebelum hadirnya pertambangan batubara, masyarakat sangat tertib dan antusias berpartisipasi mengikuti kegiatan kerja bakti. Pada kegiatan gotong royong atau kerja bakti membuat/memperbaiki jalan, jembatan, parit, dikerjakan oleh warga secara kerja bakti yang digerakkan langsung oleh Rt setempat. Rasa kebersaman dan persaudaraan sangat nampak disini. Dengan suka rela warga mengerjakannya hingga selesai, baik dalam menyediakan material maupun proses pelaksanaan. Dalam hal ini kaum perempuan juga turut berpartisipasi dalam menjamu makanan dan minuman. Kemudian pada kegiatan renovasi tempat ibadah seperti mushola secara serentak warga yang tinggal didekat lokasi bergotong royong dengan dipimpin oleh pengurus mushola dan ketua Rt setempat dalam menyiapkan material hingga proses pengerjaan hingga selesai. Hal yang sama juga pada renovasi gereja atau masjid. Setelah hadirnya pertambangan batubara di Desa Mulawarman, antusias warga untuk turut bergotong royong mengalami penurunan yang cukup 89 drastis dan cenderung berorientasi pada kegiatan yang lebih menghasilkan uang sehingga tidak berminat untuk kerja bakti. Selain itu faktor kesibukan dalam pekerjaan, dan rasa enggan (malas) masyarakat menjadi alasan utama untuk tidak turut berpartisipasi melaksanakan kegiatan gotong royong dalam bentuk ini. Aktivitas kerja bakti pada kegiatan yang menyangkut kepentingan bersama seperti membangun atau memperbaiki jalan, jembatan atau parit saat ini sudah jarang bahkan hampir tidak dijumpai lagi. Untuk saat ini, mengerjakan pekerjaan seperti disebut diatas tersebut telah dikerjakan oleh pemerintah desa dengan menggunakan dana dari ADD (anggaran dasar daerah) dan CD (community development) dengan mengerjakan tenaga kontraktor yang berasal dari luar kampung. Begitu juga dalam kegiatan renovasi tempat ibadah, biasanya kerja bakti tetap dilakukan dengan instruksi dari ketua mushola/masjid/gereja namun hanya dihadiri oleh sebagian warga yang bisa saja dengan jumlah yang tidak banyak dan untuk selanjutnya di serahkan kepada tukang atau kuli bangunan. Artinya, perilaku bergotong royong masyarakat pada kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan umum mengalami perubahan. Perubahan tersebut ditandai dengan penurunan antusias dan minat dalam berpartisipasi serta lebih berorientasi pada kegiatan yang dapat menghasilkan rupiah. Kegiatan-kegiatan tersebut saat ini cenderung dikerjakan oleh kontraktor atau mempekerjakan orang dengan sistem upah atau bayaran. Kondisi demikian, sesuai dengan teori Emile Durkheim bahwa revolusi industri berimplikasi pada perubahan solidaritas masyarakat dari mekanis 90 menjadi masyarakat dengan solidaritas organis yang mengenal adanya pembagian kerja dengan imbalan berupa uang. Untuk memudahkan pembaca dalam memahami fenomena perubahan perilaku bergotong royong, berikut ini adalah rangkuman atau pola perubahan perilaku bergotong royong masyarakat sekitar perusahaan tambang batubara di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang. Pola Perubahan Perilaku Bergotong Royong Masyarakat Sekitar Perusahaan Tambang Batubara Pertambangan batubara Bidang kegiatan gotong royong Pertanian Perilaku bergotong royong Sebelum Sesudah Kerjasama bergiliran dari satu sawah ke sawah yang lain Dikerjakan secara borongan atau dengan mempekerjakan orang (sistem upah) Menyempatkan untuk hadir menjenguk atau berbela sungkawa dengan memberi bantuan berupa uang, sembako atau tenaga. Namun lebih banyak pada bantuan finansial. Mempekerjakan buruh atau kuli bangunan dengan bayaran Menggunakan jasa penyewaan dan peralatan yang moderen sehingga tidak membutuhkan banyak orang untuk turut membantu. Penanganan Musibah Datang dan membantu dengan tenaga, bantuan finansial atau sembako Pekerjaan rumah tangga Pesta atau hajatan Dilakukan secara sambatan (kerja bakti warga dengan sukarela) Menggunakan sistem rewang yaitu bergotong royong mempersiapkan segala kebutuhan bersama tetangga dekat dan kerabat dengan peralatan sederhana. Rutin, tertib dan berantusias tinggi untuk mengadakan kerja bakti Kepentingan umum Enggan dan lebih berorientasi pada kegiatan yang dapat menghasilkan uang sehingga dilakukan dengan sistem upah Perubahan 91 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan oleh penulis yang bersumber dari hasil observasi dan wawancara mengenai perubahan perilaku bergotong royong masyarakat sekitar perusahaan tambanga batubara di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Keberadaan tambang batubara di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang berimplikasi pada adanya perubahan perilaku bergotong royong masyarakat. Perilaku bergotong royong mencakup pada lima bidang kegiatan yaitu bidang pertanian, penanganan musibah, pekerjaan rumah tangga, pesta atau hajatan, dan bidang kepentingan umum. 2. Sebelum hadirnya pertambangan batubara di Desa Mulawarman, warga sangat antusias dalam mengikuti segala kegiatan gotong royong. Frekuensi kegiatan gotong royong masyarakat pun lebih intensif dan terkoordinir dengan baik serta masih dilakukan secara tradisional dengan peralatan serta kondisi yang sederhana. Setelah pertambangan batubara hadir dan beroperasi di Desa Mulawarman, perilaku masyarakat dalam bergotong royong lebih berorientasi pada materi atau sistem bayaran (upah). Serta lebih dominan memberi bantuan dalam bentuk finansial ketimbang bantuan tenaga. Selain itu, intensitas partisipasi masyarakat 92 dalam kegiatan gotong royong pun mengalami penurunan karena faktor kesibukan kerja masing-masing warga yang saat ini kian bervariasi. 3. Semua bidang kegiatan gotong royong mengalami perubahan pada perilaku masyarakat. Adapun bidang kegiatan gotong royong yang mengalami perubahan perilaku adalah pada bidang pertanian, bidang penanganan musibah, pekerjaan rumah tangga, pesta atau hajatan, dan pada bidang kepentingan umum. 5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan beberapa saran sebagaimana berikut: 1. Masyarakat Desa Mulawarman hendaknya menyadari pentingnya nilainilai gotong royong sebagai wujud kebersamaan dalam hidup bertetangga untuk saling meringankan beban pekerjaan sehingga dapat mengefisiensi waktu guna mencapai output atau hasil yang lebih optimal. Selain itu, masyarakat Desa Mulawarman juga harus mempertahankan nilai-nilai gotong royong sebagai bentuk solidaritas dan kerukunan serta keharmonisan dalam lingkungan bertetangga dan bermasyarakat yang kondisinya semakin kompleks. 2. Perangkat Rt dan Kepala Dusun Desa Mulawarman seyogyanya lebih aktif dan berinisiatif tinggi dalam menggerakkan masyarakat untuk saling peduli serta mau berpartisipasi langsung untuk membantu kepada warga atau tengga yang sedang membutuhkan pertolongan baik berupa bantuan tenaga, materi maupun pikiran. 93 3. Pemerintah Desa Mulawarman sebaiknya memberikan himbauan serta tauladan yang baik kepada masyarakat Desa Mulawarman terutama dalam perilaku bergotong royong yang menyangkut kepentingan bersama seperti membangun serta memperbaiki jalan atau jembatan, merenovasi tempat ibadah, membersihkan selokan atau got dan lain sebagainya. Selain itu, Pemerintah Desa Mulawarman juga perlu tanggap dalam menghadapi perubahan sosial dan ekonomi masyarakat terutama yang disebabkan oleh kehadiran pertambangan batubara di Desa Mulawarman. Sehingga perlu meningkatkan kualitas pelayanan dan kinerja pegawai yang memadai dan mampu bekerja lebih baik serta lebih tanggap terhadap masyarakat yang kurang mampu. 4. Pihak CSR (corporate social responsibility) perusahaan tambang batubara yang beroperasi di area Desa Mulawarman hendaknya dapat menyesuaikan serta memberi kontribusi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial masyarakat Desa Mulawarman pada saat ini agar tidak terjadi ketimpangan serta salah sasaran dalam memberdayakan masyarakat. Disamping itu, perlu juga adanya kerja sama yang konsisten dari seluruh elemen masyarakat Desa Mulawarman untuk tetap memenjunjung tinggi nilai-nilai dalam bergotong royong yang merupakan budaya pemersatu bangsa dan warisan para leluhur sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang damai dan sejahtera meskipun tinggal di sekitar perusahaan tambang batubara. 94 DAFTAR PUSTAKA Amirullah. 2012. ”Desa Mulawarman Nyaris “Punah” Akibat Penambangan”. Antara News Kaltim, 3 Maret 2012, hlm. 1-2 Samarinda. Apriyanto, Dedek dan Rika Harini. 2012. Dampak Kegiatan Pertambangan Batubara Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi di Kelurahan Loa Ipuh Darat, Tenggarong, KUKAR. Jurnal. Kukar. Basuki, Ari Satrio. 2007. Dampak Keberadaan Tambang Batubara PT. Viktor Dua Tiga Mega Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat disekitarnya. Malang: universitas Muhammadiyah Malang. Haryanta, Agung Tri dan Eko Sujatmiko. 2012. Kamus Sosiologi. Surakarta: Sinergi Media. Hekmatyar, Gulbudin. 2011. Perilaku sosial. Blogspot. Diakses tanggal 06 Desember 2011 melalui file://localhost/C:/Users/USER/Documents /perilku %20sosial/._%20Perilaku%20 Sosial.mht. Herment, Harol. 2012. Karakteristik Masyarakat Di Pedesaan. Makalah umum. Diakses pada 21 juni 2012 melalui http://bimcibedug.bandungbaratkab. go.id/karakteristik-masyarakat-di-pedesaan/ Johnson, Doyle Paul. 1988. Teori Sosiologi Klasik dan Moderen: Jilid 1. PT. Gramedia:Jakarta Jatman, Darmanto. 1983. Perubahan Nilai-Nilai Di Indonesia. Penerbit Alumni: Bandung. Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu antropologi. PT. Rineka Cipta: Jakarta. Miles, Matthew B dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. UI-Press:Jakarta. Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi;Teks Pengantar dan Terapan. Kencana Prenada Media Group:Jakarta. Parker, Brown dan J. Child dan M. A. Smith. 1990. Sosiologi Industri. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Prasetyo, Melano. 2009. Kajian Durkheim Tentang Solidaritas Sosial. BlogSpot: 18 April 2009. Jakarta. Pasya, Gurniwan Kamil. 2000. Gotong Royong dalam Kehidupan Masyarakat. PDF. Universitas Pendidikan Indonesia. 95 Ranjabar, Jacobus. 2008. Perubahan Sosial dalam Teori Makro Pendekatan Realitas Sosial. Bandung: Alfabeta. Ritzer,George dan Douglas J. Goodman. 2011. Teori Sosiologi: dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul:Kreasi Wacana. Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2012. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Rahmatullah. 2010. Studi Atas Pelaksanaan Program Corporate Social Responsibility (CSR) Di Desa Mangkalapi, Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Blogspot. Diakses tanggal 1 Desember 2010 melalui http://www.Rahmatullah. net/2010_12_01_ archive.html. Rian. 2010. Perubahan Nilai yang Cepat dan Mendadak dalam Masyarakat. wordpress. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2010 melalui http://riantipsikokelompok.wordpress.com/2010/10/27/perubahanperubahan-nilai-yang-cepat-dan-mendadak-dalam-masyarakat/. Ramadhani, Ayunda. 2013. Psikologi Sosial. Diktat. Samarinda. Rary, 2012. Bentuk-Bentuk Gotong Royong Masyarakat Desa. Blogspot. Diakses tanggal 11 juni 2012 melalui http://rarysblog.blogspot.com. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Soekanto. Soerjono, 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers. Soekanto. Soerjono, 1982. Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial. Balai Aksara: Jakarta. Sajogyo dan Pudjiwati Sajogyo. 1988. Sosiologi Pedesaan Jilid: 1.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Setiadi, Elly M, kama A. Hakam dan Ridwan Effendi. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta:Kencana. Santori, Djam’an dan Aan Komariah. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta. 96 Santosa, Ayi Budi. 2010. Sikap Gotong Royong Pada Masyarakat Perdesaan ( Studi Kasus Kampung Batu Reog, Lembang). Lembang. Setabasri. 2012. Proses Pembentukan Masyarakat dan Perubahan Masyarakat Menurut Lenski Marx Weber dan Durkheim. Blogspot. Diakses melalui http://setabasri01.blogspot.com/2012/04/proses-pembentukan-masyarakatdan.html Trapfosi, Enoz. 2010. 2.600 Haktare Lahan Pertanian di Kukar Jadi Tambang. Tribun kaltim. Di akses melalui http://www.alqoimkaltim.com/?p=1633. Taufik, Rahmad. 2012. Komisi I DPRD Kukar dan DRD Kunjungi Desa Mulawarman. Diakses tanggal 2 Desember 2012 melalui http://Kaltim.tribunnews.com. Tarmizi, Ahmad. 2012. Investor asing berminat tinggi investasi batu bara di Indonesia. Diakses tanggal 10 Desember 2012 melalui http:// blogspot.com. Walgito,Bimo, 2003. Psikologi Sosial (Sosiologi Pengantar). Yogyakarta: Penerbit Andi.