1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DKI Jakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk cukup tinggi di Indonesia, hampir semua kegiatan dan aktivitas berlangsung sepanjang hari, sehingga keadaan tersebut mengakibatkan timbulnya banyak masalah. Salah satu masalahnya adalah kualitas lingkungan yang semakin menurun. Masalah lingkungan yang sangat penting adalah masalah kualitas udara yang menurun dari tahun ke tahun. Pencemar NO2 dan SO2 merupakan salah satu jenis gas yang mempengaruhi keadaan kualitas udara tersebut, adapun sumber terbesar untuk kota Jakarta berasal dari aktivitas kegiatan manusia/ antropogen made yaitu dalam penggunaan kendaraan bermotor di DKI Jakarta, hal ini berdasarkan seringnya terjadi kemacetan ruas-ruas jalan di Jakarta akibat banyaknya kendaraan yang beroperasi setiap harinya. Menurut Dephub (2003) kendaraan bermotor yang beroperasi di DKI Jakarta mengalami peningkatan 8 % per tahunnya. Salah satu jenis gas pencemar yang di emisikan oleh kendaraan bermotor adalah NO2 dan SO2 . Bila keadaan SO2 dan NO2 tinggi menyebabkan hujan asam, dimana zat yang terdapat pada hujan asam tersebut yaitu sulfat dan nitrat merupakan asam kuat bila konsentrasinya tinggi dapat membahayakan kesehatan penduduk pada saluran pernafasan Jakarta. 1.2 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui kondisi pencemaran udara berdasarkan konsentrasi SO2 dan NO2 pada bulan-bulan pengukuran. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Atmosfer Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udara adalah atmosfer yang berada disekeliling bumi yang fungsinya sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup. Dalam udara terdapat oksigen (O2 ) untuk bernafas, karbondioksida (CO2 ) untuk proses fotosintesis oleh klorofil daun dan ozon (O3 ) untuk menahan sinar ultraviolet (Winarso, 1991). Komposisi untuk udara tersusun dari : Nitrogen : 78,09 % Oksigen : 21,49 % Argon : 0,93 % Karbodioksida : 0,032 % Beberapa di antara gas-gas di atas permukaan bumi tersebut mempunyai konsentrasi yang sama (Permanen Gases) sedangkan sebagian lagi konsentrasinya berbeda menurut waktu dan tempat berada (Variabel Gases) perubahan konsentrasi gas -gas ini terjadi karena penggunaannya oleh makhluk hidup atau karena perubahan kondisi alam ( Hamonangan, 2004). Meningkatnya kegiatan disuatu tempat akan mengakibatkan perubahan kandungan udara dalam jumlah yang besar sehingga ada zat-zat yang tidak sempat dinetralkan oleh alam. Bila hal ini berlangsung terus maka jumlah zat-zat yang tidak ternetralisasikan ini bertambah dan akibatnya komposisi udara akan berubah (Winarso, 1991). 2.2 Polusi Udara Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 ayat (12) disebut : “Pencemaran Lingkungan adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya”. Sutamihardja (1981) mengelompokkan sumber pencemar udara ke dalam tiga golongan yaitu : sumber titik, sumber area dan sumber bergerak. Sumber titik dan sumber area dapat dikelompokkan ke dalam satu kelompok bersama yaitu sumber tak bergerak (stasioner) seperti yang berasal dari rumah tangga, industri, letusan gunung berapi dan pembakaran sampah. Sedangkan sumber emisi bergerak berasal dari kendaraan bermotor dan alat transportasi lainnya. Sumber pencemar tidak bergerak (stasioner) seperti industri dan pemukiman dapat menghasilkan unsur-unsur polutan ke atmosfer sebagai berikut : kabut asam, oksida nitrogen, karbon monoksida, partikel-partikel padat, hidrogen sulfida (H2 S), metil merkaptan (CH3 SH), amonia, gas klorin, hidrogen klorida, flour, timah hitam, gas-gas asam, seng, kadmium, arsen, dan asap. Sedangkan sumber emisi bergerak, seperti halnya kendaraan bermotor dapat menghasilkan unsur-unsur sebagai berikut : karbon monoksida, 2 sulfur oksida, oksida nitrogen, hidrokarbon dan partikel-partikel padat (Anonimous, 1987). Menurut Santosa (2005) proses pemanasan meliputi loncatan listrik, pembakaran bahan bakar minyak dapat menghasilkan gas pencemar SO2 dan NO2. Pemanasan berupa loncatan listrik dengan suhu tinggi dapat menghasilkan gas NO2 , sedangkan pembakaran bahan bakar minyak (BBM) terutama menghasilkan gas SO2 dan hanya sedikit sebagai SO3 . Sulfur dioksida (SO2 ) yang berasal dari proses pembakaran bahan bakar fosil (batu bara dan minyak bumi) dan oksida nitrogen (NOx) hasil buangan kendaraan bermotor dapat menimbulkan gangguan bau, gangguan dalam sistem pernafasan manusia dan menghambat pertumbuhan tanaman. Pada keadaan kelembaban tinggi SO2 dapat membentuk asam sulfat yang sifatnya sangat korosif pada berbagai benda –benda logam. Gas-gas polutan ini dapat bereaksi dengan uap air maupun air hujan dan menghasilkan asam sulfat dan asam nitrat (Sutamihardja, 1986). 2.3 Hujan Asam dan Proses Pembentukannya. Environmental Resources Limited (1983) mengatakan hujan asam adalah bentuk presipitasi yang mengandung pencemar SO2 , SO3 , NO2 , dan HNO3 , yang larut dalam awan dan butirbutir air sehingga membentuk asam sulfat dan asam nitrat dalam air hujan sehingga menjadikan pH air hujan lebih kecil dari 5,6. Sedangkan pH air hujan pada kondisi alami memiliki nilai 5,6 atau lebih tetapi tidak lebih besar dari 7.00 (Lier, 1980 dalam Harmantyo, 1988). Proses pembentukan hujan asam ini dapat dijelaskan pada gambar 1. Hujan asam merupakan fenomena pencemaran udara yang banyak dikaitkan dengan aktivitas energi yang mengemisikan unsur-unsur prekursor utamanya yaitu SO2 dan NOx. Aktivitas ini adalah aktivitas antropogenik yang paling utama, terutama dalam konversi dan penggunaan akhir energi. Hujan asam adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan apa yang akan terjadi apabila pencemar-pencemar yang bersifat asam di atmosfer turun kepermukaan bumi kita. Deposisi asam dapat terjadi dalam dua cara yaitu: Sebagai hujan asam apabila bahan-bahan yang bersifat asam di atmosfer terbawa dan larut dalam air hujan atau dan sebagai deposit kering apabila bahan-bahan yang bersifat asam dalam bentuk butiran padat yang halus turun kepermu kaan bumi sebagai akibat gaya tarik bumi. Anonimous (1983) menjelaskan bahwa pencemaran udara memberi dampak long term effect dan long term poisioning kepada kesehatan manusia maupun kelestarian lingkungan, acid deposition merupakan salah satunya yang terbentuk melalui proses yang panjang serta memakan waktu yang lama dan akan turun ke bumi sebagai dry acid deposition ( dalam bentuk aerosol) dan wet acid deposition (hujan asam) . Deposit kering adalah peristiwa terkenanya permukaan suatu benda atau makhluk hidup oleh asam yang berada di udara atau dengan kata lain deposit kering adalah transfer secara langsung dari gas-gas asam yang ada di udara. Keadaan ini biasanya terjadi dekat sumber pencemar misalnya daerah industri yang dekat dengan permukiman dan daerah padat lalu lintas yang dekat dengan pejalan kaki dan tumbuhan yang dekat dengan jalan karena pengaruh angin (Naibaho dan Kumalawati, 1998). Jenis gas sulfur yang diendapkan adalah SO2 dan dari nitrogen adalah NO2 hiperoksiasetil nitrat (PAN). Karena NOx lebih cepat dioksidasi nitrat daripada SO2 menjadi sulfit, maka SO2 lebih penting sebagai komponen deposit kering yang diendapkan dalam jumlah besar (Anonimous, 1983). Sedangkan menurut Naibaho dan Kumalawati (1998) deposit basah adalah turunnya hujan disertai dengan turunnya asam yang mengenai benda atau makhluk hidup di sekitarnya. Ada dua proses yang disebut dengan deposit basah menurut Winarso (1991) yaitu: • Rain out, yaitu reaksi kimia yang berlangsung saat proses pembentukan butiran air dan partikel udara hasil limbah industri pada awan (proses kondensasi). Dalam hal ini, aerosol sulfat dan nitrat berlaku sebagai sebagai inti kondensasi. Gas SO2 diabsorbsi air di dalam awan kemudian dioksidasi menjadi sulfat sebelum dipindahkan oleh hujan. Mekanisme ini terjadi untuk wilayah yang jauh dari sumber pencemar. • Wash out yaitu reaksi kimia yang berlangsung saat air hujan turun dari awan yang dalam perjalanannya turun ke bumi bereaksi dengan partikel hasil limbah industri dan transportasi. Proses ini dipacu oleh ukuran tetesan air hujan, pH air hujan dan luas bagian yang terisi oleh SO2 . Sebagai contoh, butiran air hujan yang besar sedikit kurang efektif pada penangkapan dan pelarutan SO2 di atmosfer dari pada butiran air hujan yang kecil. Hujan lebat, yang 3 dicirikan dengan butiran air hujan yang besar cenderung memiliki konsentrasi SO2 yang lebih rendah dari pada hujan rintik-rintik pada atmosfer yang sama. Mekanisme ini lebih sering terjadi di wilayah dekat dengan sumber pencemar. Kedua proses tersebut untuk penambahan butiran sulfat dan nitrat yang terjadi melalui proses tumbukan, intersepsi, dan difusi Brownian. 2.3.1 Produksi Asam Nitrat di Atmosfer Turk (1980) dalam Nababan, B (1989) mengatakan nitrogen biasanya terdapat dalam jaringan kehidupan, minyak bumi dan batu bara. Sumber nitrogen lainnya adalah dari proses denitrifikasi heterotropik, penguapan amonia ke atmosfer dan senyawa nitrogen plutonik dari litosfer (Kennedy, 1986). Pada suhu tinggi, gas nitrogen di atmosfer akan bereaksi dengan gas oksigen dan menghasilkan gas nitrogen oksida (Sutamihardja, 1981 dalam Nababan, B 1989). N2 + O2 2 NO Sumber lain yang paling banyak sebagai penghasil gas polutan nitrogen oksida (NO) adalah pembakaran minyak bumi dalam ruang pembakaran kendaraan bermotor (Santosa 2005). Di udara terbuka, gas nitrogen oksida oleh gas oksigen akan dioksidasi menjadi gas nitrogen dioksida (NO2 ) dalam waktu sekitar tiga hari (Sutamihardja, 1981). 2NO + O2 2 NO2 Kennedy (1986) menambahkan reaksi nitrogen oksida dalam atmosfer yang kompleks dengan menggunakan katalis dan kehadiran ozon akan menghasilkan gas nitrogen dioksida (NO2 ). NO + O3 NO + O + x NO2 + O2 NO2 + x x adalah permukaan katalis. Kadar gas nitrogen dioksida di atmosfer akan semakin meningkat dengan meningkatnya pembakaran minyak bumi terutama hasil buangan gas kendaraan bermotor. Adanya unsur oksigen hasil dissosiasi dari ozon akan bereaksi dengan gas NO2 dengan bantuan katalis dan menghasilkan gas nitrogen trioksida (NO3 ). Kemudian nitrogen trioksida ini akan bereaksi dengan gas NO2 dan menghasilkan gas nitrogen pentoksida (N2 O5 ). O3 hv O2 + O NO2 + O + x NO3 + x NO2 + NO3 N2 O5 x adalah permukaan katalis. Gas NO2 dan N2 O5 akan bereaksi dengan uap air yang kemudian bersatu menjadi inti kondensasi dalam awan atau bereaksi langsung dengan air hujan membentuk asam nitrat. 3 NO2 + H2 O 2 HNO3 + NO 2 NO2 + H2 O HNO3 + HNO2 N2 O5 + H2 O 2HNO3 (McEwan dan Phillips, 1975; Kennedy, 1986). Nababan, B (1989) perbedaan musim memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kandungan sulfat air hujan pada musim kemarau relatif lebih tinggi dibandingkan dengan musim penghujan. Hal ini disebabkan pada musim kemarau frekuensi kejadian hujan relatif kecil sehingga udara relatif lebih kotor dibandingkan dengan musim penghujan dan sifat dari polutan SO2 dan SO3 yang cepat bereaksi dengan uap air. Sedangkan kandungan nitrat air hujan secara umum pada musim penghujan lebih tinggi dibandingkan dengan musim kemarau. Sebagian besar nitrogen dalam ekosistem adalah dalam bentuk bio -organik, bahan organik tanah, dan organisme hidup. Sedangkan sebagian kecil dalam bentuk inorganik yang dapat digunakan oleh bakteri dan tanaman. Nitrogen inorganik sebagai polutan dari pembakaran minyak bumi juga penting dalam siklus N, yang menyebabkan terjadinya hujan asam (lihat Gambar 2). Tahapan dari siklus N di atas adalah: 1. Fiksasi nitrogen secara biologik 2. Amonifikasi dari nitrogen organik 3. Nitrifikasi autotropik amonia menjadi nitrat 4. Absorbsi nitrogen oleh tanaman dan mikro-organisme 5. Denitrifikasi heterotropik nitrat menjadi N2 6. Penguapan amonia ke atmosfer 7. NO dari pembakaran minyak bumi 8. Fiksasi nitrogen secara industri 9. NO sebagai produk dari badai guntur 10. Senyawa nitrogen plutonik dari litosfer 11. Pelepasan N ke sungai, danau dan laut 12. Buangan dari kendaraan bermotor (Kennedy, 1986) 4 Fiksasi adalah pengikatan senyawa kimia yang berbeda dan digunakan oleh tanaman atau hewan. Nitrogen dibentuk melalui mikroorganisme tanah dan laut kemudian dipergunakan oleh tanaman dalam proses asimilasi sehingga menjadi protein. Pada proses kebalikannya (ammonifikasi) yang terjadi selama proses selama proses dekomposisi secara biologi dari penguraian tanaman dan hewan, nitrogen yang terbentuk dilepaskan dalam bentuk ammonium. Ion NH4 + dioksidasi oleh mikroorganisme menjadi nitrit kemudian menjadi nitrat. Proses ini disebut “nitrifikasi”. Nitrat yang ditahan di dalam tanah selanjutnya dicuci di bawah oleh air tanah (Hafsari, A. 2000). 2.3.2 Produksi Asam Sulfat di Atmosfer Belerang masuk ke atmosfer sebagai hasil dari aktivitas manusia dan pembusukan bahanbahan organik. Belerang di atmosfer akan teroksidasi menjadi SO2 . kemudian melalui proses biologik pembusukan bahan organik menghasilkan hidrogen sulfida (H2 S) yang mempunyai kandungan racun pada manusia. Gas hidrogen sulfida ini sangat cepat teroksidasi menjadi SO2 (Kennedy, 1986). S + O2 SO2 2H2 S + O2 2 SO2 + 2 H2 O Tolgyessy, (1993) menyatakan polutan SO2 di atmosfer berasal dari pembakaran batu-bara, pembakaran batu arang dan pembakaran minyak bumi. Kemudian Kennedy (1986) menambahkan, sumb er lain gas SO2 di atmosfer adalah letusan gunung berapi, pembuangan sisa industri, pembakaran hutan dan buangan gas bermotor. Belerang yang terdapat dalam pyrite (FeS2 ) akan teroksidasi dengan cepat dan menghasilkan gas SO2 . 4 FeS2 + 11 O2 2 Fe2 O3 + 8SO2 Sutamihardja (1981) mengatakan dengan bantuan energi surya gas SO2 di atmosfer akan cepat teroksidasi membentuk gas SO3 . Pada kelembaban yang tinggi gas SO3 ini dapat membentuk asam sulfat (H2 SO4 ). Ali dan Faust (1981) menyatakan gas SO2 akan bereaksi dengan uap air atau butir-butir hujan dan menghasilkan asam sulfit (H2 SO3 ) yang kemudian teroksidasi menjadi asam sulfat. 2SO2 + O2 katalis 2 SO3 SO3 + H2 O H2 SO4 SO2 + H2 O 2 H2 SO3 + O2 H2 SO3 katalis 2H2 SO4 Selanjutnya Kennedy (1986) menambahkan, adanya asam nitrat dan SO2 bersama-sama dengan NO2 akan menghasilkan asam sulfat. 2HNO3 +H2 O+2SO2 H2 SO4 +NO +NO2 SO2 + H2 O + NO2 H2 SO4 + NO Sulfur merupakan unsur utama dari zat bioorganik yang merupakan suatu siklus oksidasi dari siklus sulfur. Oksidasi sulfur dari minyak bumi selama proses pembakaran dapat menyebabkan terjadinya hujan asam (lihat Gambar 3). Tahapan dari siklus sulfur ini adalah: 1. Siklus autotropik 2. Oksidasi heterotropik menghasilkan sulfat 3. Absorbsi oleh tanaman dan mikroorganisme 4. Penguapan hidrogen sulfida dari bahan organik 5. Sulfur dari letusan gunung berapi (Kennedy, 1986) Nababan, B (1989) perbedaan musim memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kandungan sulfat air hujan pada musim kemarau yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan musim penghujan. Hal ini disebabkan pada musim kemarau frekuensi kejadian hujan relatif kecil sehingga udara relatif lebih kotor dibandingkan dengan musim penghujan dan sifat dari polutan SO2 dan SO3 yang cepat bereaksi dengan uap air. Menurut Santosa (2005) gas SO2 yang dihasilkan dari pembakaran BBM, tergantung pada kandungan sulfur dalam tiap jenis BBM. Kandungan sulfur umum dalam tiap jenis BBM yang disajikan dalam tabel 1. Solar lebih tinggi kandungan sulfurnya dibandingkan premium, sehingga pada kendaraan berbahan bakar solar lebih tinggi mengemisikan SO2 dibandingkan kendaraan berbahan bakar premium. Tabel 1. Kandungan sulfur dalam bahan bakar minyak (BBM). Kandungan No Jenis Bahan Bakar Sulfur (%) 1. Avtur 0.11 2. Premium 0.01 3. Minyak tanah 0.03 4. Solar 0.14 5. Industrial Diesel Fuel (IDF) 0.07 6. Industrial Fuel Oil (IFO) 1.65 Sumber : Pertamina U.P.IV Cilacap (2003) 5 Strauss dan Mainwaring (1984) untuk rata-rata emisi gas (g/km) yaitu NO2 pada bensin 2.20 g/km dan solar 0.68 – 1.02 g/km, sedangkan pada SO2 pada bensin 0.22 g/km dan solar 1.28 g/km. 2.3.3 Pengaruh yang ditimbulkan oleh Pencemar SO2 dan NO2 Anonimous (1983) kemampuan indera penciuman manusia dalam mendeteksi NOx adalah pada konsentrasi 0.12 ppm, toksitas NO2 adalah kira -kira empat kali lebih tinggi daripada NO. Senyawa ini dapat melukai daun-daunan (akut) serta menurunkan produksinya. Pada konsentrasi di bawah 0.05 ppm, oksida nitrogen tidak menimbulkan efek yang berbahaya bagi kesehatan. Paparan konsentrasi di atas ambang ini akan menyebabkan kejadian gangguan pernafasan akut pada tingkat konsentrasi yang melampaui konsentrasi yang umum terdapat di atmosfer (0.05 ppm) nitrogen dioksida akan menjadi toksik. Penentuan dampak lingkungan NOx, diukur dengan melihat perubahan pada konsentrasi NOx yang akan terjadi akibat kegiatan yang berjalan. Bila perubahan tersebut kecil dan tidak merubah derajat tingkat konsentrasi yang ada (misalnya masih tetap berada dalam rentang lingkungan berkualitas tinggi), dampaknya tidak berarti (insignificant). Bila kualitasnya turun menjadi sedang (moderate), dampaknya dianggap sedang pula. Namun bila perubahan yang timbul merubah kualitas kualitas lingkungan yang tinggi menjadi rendah, dampaknya dianggap penting (significant). Sedangkan untuk pengaruh pencemaran akibat oksida-oksida sulfur adalah meningkatnya tingkat morbiditas, insedensi penyakit pernafasan, seperti bronchitis, emphyesma dan penurunan kesehatan umum. Oksida-oksida sulfur juga akan menimbulkan kerugian material, akibat pengaratan logam, penurunan panen, dsbnya. Efek sinergistik partikulat, ozon dan oksidaoksida nitrogen menimbulkan kerugian kesehatan dan material yang lebih besar. Sedangkan hal yang lain menimbulkan peningkatan yang tinggi dalam ke matian akibat bronchitis dan kanker paru-paru. Miller (1992) pada konsentrasi minimum SOx dapat menimbulkan kerugian terhadap tanaman adalah 0.03 ppm. Pada konsentrasi kurang dari 0.03 ppm, lingkungan udara masih dianggap aman. Kerugian akan meningkatnya konsentrasi ambien adalah visibilitas akan terpengaruh. 2.3 Keadaan Umum Provinsi DKI Jakarta 2.3.1 Luas dan Letak Geografis Daerah Khusus Ibukota Jakarta mempunyai luas wilayah 661.52 km2 termasuk wilayah daratan Kepulauan Seribu yang tersebar di teluk Jakarta. Secara geografis wilayah DKI Jakarta terletak antara 106 22’ 42" BT sampai 106 58’ 18" BT dan -5 19’ 12" LS sampai -6 23’ 54" LS. Batas-batas wilayah DKI Jakarta adalah : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bekasi 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang Berdasarkan Pasal 6 UU No. 5/1974 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun 1978 wilayah DKI Jakarta dibagi habis dalam 5 wilayah kota yang setingkat dengan Kota Madya Daerah Tingkat II dan berada langsung di bawah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang terdiri dari 30 kecamatan dan 236 Kelurahan (http://www.bkkbn.go.id). 2.3.2 Keadaan Penduduk DKI Jakarta Menurut Kompas (2005), dengan jumlah penduduk 8.743.110 jiwa dan luas wilayah 661.52 km2 . Keadaan penduduk ini ditambah dengan penduduk Bogor, Tangerang, dan Bekasi yang beraktivitas di Jakarta pada siang hari, maka jumlah penduduk pada siang hari lebih tinggi. Berdasarkan Study on Integrated Transportation Master Plan (2000), jumlah perjalanan di Jabotabek sebanyak 29,2 juta perjalanan/hari. Adapun persentase angkutan yang digunakan : sepeda motor 14,2 persen, mobil pribadi 30,8 persen, bus 52,7 persen, dan kereta api 2 persen maka wajar untuk persentase tersebut daerah-daerah disekitar pengukuran juga tinggi untuk konsentrasi NO2 . Selama kurun waktu tersebut kepadatan penduduk DKI Jakarta diperkirakan naik menjadi lebih dari tiga kali lipat. Dari lima kotamadya di DKI Jakarta, Jakarta Pusat merupakan wilayah kotamadya yang paling padat penduduknya, kemudian diikuti oleh Jakarta Barat, dan Jakarta selatan. Dengan padatnya penduduk DKI Jakarta, penggunaan jasa angkutan bis umum untuk aktivitas harian penduduk tidak dapat dihindari. 6 2.3.3 Keadaan Topografi Dilihat keadaan topografinya wilayah DKI Jakarta dikatagorikan sebagai daerah datar dan landai, ketinggian tanah dari pantai sampai ke banjir kanal berkisar antara 0 m sampai 10 m di atas permukaan laut diukur dari titik nol Tanjung Priok. Sedangkan dari banjir kanal sampai batas paling Selatan dari wilayah DKI antara 5 m samp ai 50 m di atas permukaan laut Daerah pantai merupakan daerah rawa atau daerah yang selalu tergenang air pada musim hujan. Di daerah bagian Selatan banjir kanal terdapat perbukitan rendah dengan ketinggian antara 50 m sampai 75 m. Sungai-sungai yang ada di wilayah DKI Jakarta antara lain : S. Grogol, S. Krukut, S. Angke, S. Pasanggrahan dan S. Sunter. (http://www.bkkbn.go.id). 2.3.4 Formasi Geologis dan Tanah Seluruh dataran wilayah DKI Jakarta terdiri dari endapan aluvial pada jaman Pleistocent setebal ± 50 m. Bagian Selatan terdiri dari lapisan aluvial yang memanjang dari Timur ke Barat pada jarak 10 km sebelah Selatan pantai. Di bawahnya terdapat lapisan endapan yang lebih tua. Kekuatan tanah di wilayah DKI Jakarta mengikuti pola yang sama dengan pencapaian lapisan keras di wilayah bagian utara pada kedalaman 10 m - 25 m. Makin ke Selatan permukaan keras semakin dangkal yaitu antara 8 m - 15 m (http://www.bkkbn.go.id ). 2.3.5 Transportasi Sektor transportasi merupakan aktivitas yang sangat penting menggerakkan roda perekonomian/aktivitas manusia di kota-kota seluruh dunia. Walaupun bukan satu-satunya penyumbang polusi pada pencemaran udara di kota-kota besar, seharusnya dikendalikan sedini mungkin. Sektor transportasi merupakan penyumbang utama polusi pada pencemaran kualitas udara untuk kota Jakarta. Transportasi darat yang paling tinggi menyumbang polusi adalah kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengemisikan gas buang yang terdiri dari CO2 , CO, NO2 , H2 , hidrokarbon, dan SO2. makin tinggi kecepatan kendaraan, emisi NO2 makin meningkat, sementara emisi CO makin rendah ( Santosa, I 2005 ). Hubungan antara kecepatan dan emisi NO2 dapat dilihat pada Gambar 4. Banyaknya kendaraan di perkotaan menyebabkan gas SO2 , NO2 , CO merupakan gas diantara pencemar udara yang sering dijumpai di daerah perkotaan. Pencemar udara tersebut merupakan pencemar primer yang berasal dari kendaraan bermotor (Budirahardjo, 1991). 7 Gambar 1. Proses, Kandungan Kimia dari Sumber Emisi dan Hujan Asam (Environmental Resources Limited, 1983) Gambar 2. Proses Umum Siklus Nitrogen Gambar 3. Proses Umum Siklus Sulfur. 8 Jakarta, sudah mencapai sekitar 3.500.000 kendaraan. dimana kendaraan bermotor di Indonesia adalah 90 % buatan Jepang yang 70 % beroperasi di Jakarta.Dengan jalan sepanjang 8.487 km pada tahun 1998 dan jumlah kendaraan sebanyak 3.021.138 kendaraan, menyebabkan tingkat kemacetan di jalan-jalan negara/protokol semakin parah. Kemacetan yang semakin parah ini tidak hanya menyebabkan kerugian sosial ekonomi secara umum, tetapi juga menyebabkan pemborosan bahan bakar yang pada gilirannya meningkatkan polusi udara. Gambar 4. Hubungan antara kecepatan kendaraan dan emisi NO2. (Sumber : Dit LLAJR Ditjen Hubdar, 1998 dalam Santosa, I 2005). Menurut Adel (1995) dalam Santosa, I (2005) jumlah pencemar udara yang diemisikan di Jakarta dari sektor transportasi per tahun sebanyak 373.662 ton CO, 15.388 ton NO2 dan 7.476 ton SO2 . Ternyata NO2 per tahun tersebut telah melewati baku mutu udara ambien. Pada pencemar SO2 keberadaan konsentrasinya masih berada pada batas yang belum mengkhawatirkan karena keadaan untuk kota Jakarta yang lebih mempengaruhi adalah kendaraan bermotor. Menurut penelitian LPM ITB dan Bapedal Jakarta sumber terbesar untuk NO2 berasal dari sektor transportasi sedangkan untuk SO2 lebih besar dari sektor industri. Tabel 2. Kontribusi Sektoral Emisi Pencemaran Udara di DKI Jakarta Tahun 1991/1992 Polutan Industri Transportasi Sampah CO 0.1% 98.8% 1% HC 1.2% 88.9% 7.7% NO2 15.9% 73.4% 1.1% TSP 14.6% 47.9% 8.4% SO2 62.7% 26.5% 0.2% Sumber : Bapedal dan LPM ITB (1991/1992). Menurut Hadi (1998), pencemar udara di kota sebagian besar bersumber dari emisi kendaraan bermotor yaitu 60 % sampai 70 %. Hal tersebut terutama terjadi di kota-kota besar seperti kota Jakarta. Hasil pemantauan kualitas udara pada tahun1994/1995 menurut Rax (1995/1996) kandungan SO2 di tepi jalan raya berkisar dari 0.046 sampai 0.083 ppm, sementara NO2 berkisar dari 0.046 sampai 0.083 ppm. Untuk SO2 masih di bawah baku mutu sedangkan NO2 telah berada di atas baku mutu (lihat lampiran 2). Menurut laporan dari Dephub (2003), pada tahun 2003 total jumlah kendaraan di DKI III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Bulan April sampai dengan Juni 2005. Adapun tempat penelitian adalah di kantor BPLHD (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup) Laboratorium Kualitas Udara DKI Jakarta. 3.2 Bahan dan Alat 1. Data Kualitas Udara Ambien (SO2 dan NO2 ) DKI Jakarta tahun 2003 pada empat belas titik pengamatan di Jakarta (sumber : BPLHD Jakarta) 2. Peta Lokasi Pemantauan Kualitas Udara DKI Jakarta (sumber : BPLHD Jakarta) 3. Data Meteorologi (curah hujan) DKI Jakarta tahun 2003 (sumber : BMG Kemayoran) 4. Peta Jalan dan Peta Dasar Propinsi DKI Jakarta (sumber : Departemen Perhubungan Jakarta) Sedangkan untuk analisis data menggunakan alat berupa : • Microsoft Office dan Excel • Software Arc View 3.1 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Studi Pustaka Studi ini dilakukan untuk mencari bahanbahan yang berhubungan dengan kegiatan penelitian, baik studi lapang langsung ke instansi maupun studi pustaka buku. 3.3.2 Metode Analisis Data 3.3.2.1 Distribusi Spasial dan Temporal Konsentrasi SO2 dan NO2 . Model ini menganalisis titik pengamatan dalam suatu ruang ketetanggaan yang menggambarkan kemiripan diantara titik-titik tersebut. Model pembobotan ini adalah model ruang lokal, maka teknik pencarian yang umum digunakan adalah dengan menetapkan jumlah titik yang ada yaitu 15 titik yang digunakan