BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Pajak
2.1.1. Pengertian Pajak
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terusmenerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut
perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha
untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau Negara dalam pembiayaan
pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negri berupa
pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi
kepentingan bersama.
Pengertian pajak yang dikemukakan oleh P. J. A Andriani yang telah
diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo.
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarrnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas-tugas Negara yang
menyelenggarakan pemerintahan.”
9
2.1.2. Fungsi Pajak
Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari
berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi Penerimaan (Budgeter)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang di peruntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
2. Fungsi Mengatur (Reguler)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di
bidang sosial dan ekonomi.
2.1.3. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi sebagai berikut.
a. Sistem Official Assessment
Pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang.
b. Sistem Self Assessment
Pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab
kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
c. Sistem Withholding
Pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk
memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
10
2.2.
Pajak Daerah
2.2.1. Pengertian Pajak Daerah
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU Tahun 2008 Tentang Otonomi Daerah (Bab VIII pasal 157), dan
mengalami perubahan yang sekarang menjadi Undang-undang Nomor 28 Tahun
2009, Pajak Daerah merupakan sumber pendapatan daerah agar daerah dapat
melaksanakan otonominya yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri, disamping penerimaan yang berasal dari pemerintah berupa subsidi/ bantuan,
bagi hasil pajak dan bukan pajak.
Pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
adalah sebagai berikut:
a. Jenis Pajak provinsi terdiri atas:
1)
Pajak Kendaraan Bermotor
2)
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
3)
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
4)
Pajak Air Permukaan
5)
Pajak Rokok
b. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
1)
Pajak Hotel
2)
Pajak Restoran
3)
Pajak Hiburan
4)
Pajak Reklame
5)
Pajak Penerangan Jalan
6)
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
11
7)
Pajak Parkir
8)
Pajak Air Tanah
9)
Pajak Sarang Burung Walet
10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Daerah dilarang memungut pajak selain jenis pajak daerah diatas. Jenis pajak
provinsi, kabupaten, dan kota diatas dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang
memadai dan atau disesuaikan dengan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan
peraturan daerah. Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi
tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, jenis pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk
daerah provinsi dan pajak untuk daerah kabupaten/kota.
2.2.2. Perubahan Jenis Pajak Daerah Dengan Berlakunya Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009
Mulai tahun 2010 berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 terdapat beberapa perubahan
mendasar dalam pemberlakuan pajak daerah di Indonesia, khususnya terkait dengan
jenis pajak daerah. Perbedaan jenis pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1997 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 adalah
sebagai berikut:
a. Terminologi Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air serta Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air sebagai jenis pajak
12
provinsi diubah menjadi Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor. Perubahan ini hanya menyangkut terminology saja karena
sebenarnya walaupun kata “Kendaraan di Atas Air” dihilangkan, tetapi yang
menjadi objek dari kedua jenis pajak ini adalah kendaraan bermotor, termasuk
kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.
b. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan yang
semula merupakan pajak provinsi dipecah menjadi dua, yaitu Pajak Air
Permukaan ditetapkan menjadi pajak provinsi
sedangkan Pajak Air Tanah
ditetapkan menjadi pajak kabupaten/kota.
c. Menambah satu jenis pajak provinsi, yaitu Pajak Rokok.
d. Kabupaten/kota diubah namanya menjadi Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan.
e. Menambah satu jenis pajak kabupaten/kota, yaitu Pajak Sarang Burung Walet.
f. Dua jenis pajak yang semula merupakan pajak pusat ditetapkan menjadi pajak
kabupaten/kota, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
g. Daerah dilarang memungut pajak selain jenis pajak daerah yang ditetapkan dalam
pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
h. Jenis pajak daerah yang telah ditetapkan dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 dapat tidak dipungut oleh suatu daerah apabila potensinya
kurang memadai dan atau disesuaikan dengan kebijakan daerah yang
bersangkutan, yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
i. Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi tetapi tidak terbagi
dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
13
jenis pajak daerah yang dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk
daerah provinsi dan pajak untuk daerah kabupaten/kota.
2.3.
Kontribusi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
2.3.1. Pengertian Kontribusi
Kontribusi berasal dari bahasa inggris yaitu contribute, contribution,
maknanya adalah keikutsertaan, keterlibatan, melibatkan diri maupun sumbangan.
Berarti dalam hal ini kontribusi dapat berupa materi atau tindakan. Hal yang bersifat
materi misalnya seorang individu memberikan pinjaman terhadap pihak lain demi
kebaikan bersama.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kontribusi berarti uang iuran atau
sumbangan. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, kontribusi merupakan
sumbangan terhadap suatu kegiatan. Kontribusi dapat diberikan dalam berbagai
bidang yaitu pemikiran, kepemimpinan, profesionalisme, finansial, dan lain-lain.
Dari rumusan pengertian kontribusi yang dikemukakan di atas maka dapat diartikan
bahwa kontribusi adalah suatu sumbangan (iuran) yang diberikan oleh salah satu
pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga memberikan dampak
yang kemudian dapat dirasakan oleh berbagai aspek, seperti pertumbuhan ekonomi
daerah, pengembangan kota atau daerah, dan kemajuan masyarakat daerah.
2.3.2. Pengertian Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 29 dan
30, pajak mineral bukan logam dan batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan
mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan atau
permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Sedangkan yang dimaksud mineral bukan
14
logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di
bidang mineral dan batu bara. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan merupakan
pengganti dari Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yang semula diatur
dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2000.
2.3.3. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Indonesia saat ini
didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh
masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana berikut ini.
1.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
2.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
4.
Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajak Pengambilan
Bahan Galian Golongan C.
5.
Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang Pajak Pengambilan Bahan
Galian Golongan C sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Pajak
Pengambilan Bahan Galian Golongan C pada kabupaten/kota dimaksud.
15
2.3.4. Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Objek pajak mineral bukan logam dan batuan adalah kegiatan pengambilan
mineral bukan logam dan batuan. Mineral bukan logam dan batuan yang menjadi
objek pajak tersebut pada dasarnya sama saja dengan bahan galian golongan C.
Kegiatan pengambilan bahan mineral bukan logam dan batuan meliputi pengambilan
bahan galian dibawah ini:
a. Asbes, yaitu serat mineral yang dapat digunakan untuk berbagai ragam industri,
misalnya untuk pembuatan panel asbes (eternit), bersifat tahan panas dan tidak
mudah menjadi abu apabila terbakar.
b. Batu tulis (batu sabak), yaitu batuan malihan yang berasal dari lempung atau
serpih yang mengalami metamorfose kontak tingkat rendah. Umumnya
digunakan untuk menulis, untuk atap rumah, dan batu tempel dinding.
c. Batu setengah permata, antara lain korundum yang dapat dibentuk dan dipoles
menjadi batu permata dan rijang yang termasuk sebagai bahan batu setengah
permata, terbentuk dari proses replacement terhadap batu gamping oleh silika
organik atau anorganik, kebanyakan dibentuk dan digunakan sebagai hiasan
(ornamen).
d. Batu kapur atau batu gamping, yaitu batu endapan yang bagian terbesar terdiri
dari kalsium karbonat. Dapat digunakan sebagai bahan keramik, glasair, industri
pembuatan kaca, pembuatan batu silika, bahan tahan api, dan penjernihan air.
e. Batu apung, yaitu batu dari gunung berapi yang tidak tenggelam di dalam air,
sering disebut sebagai batu timbul. Batu apung umumnya terdapat sebagai
lelehan atau aliran permukaan, bahan lepas atau fragmen yang terlemparkan pada
saat letusan gunung api dengan ukuran kerikil sampai bongkah. Batu apung
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai bahan bangunan,
16
bahan tahan api, bahan isolasi panas dan suara, untuk isolasi kamar atau peredam
lemari es, serta sebagai bahan penyaring.
f. Batu permata, antara lain intan. Digunakan sebagai perhiasan yang mempunyai
nilai tinggi.
g. Bentonit, yaitu tanah liat yang berasal dari sisa-sisa vulkanis dan sifatnya dapat
menyerap benda cair. Bentonit sangat diperlukan untuk pengapuran dan
penyulingan minyak. Selain itu bentonit juga dapat digunkan pada industri
penyaringan lilin dan minyak kelapa.
h. Dolomit, yaitu batu kapur yang dimasuki ion magnesium sehingga unsur
kalsiumnya diganti oleh magnesium, biasa ditemukan dibawah suatu bukit kapur.
Dolomit dapat dimanfaatkan antara lain sebagai bahan bangunan sebagai kapur
tohor (kering).
i. Feldspar, yaitu kelompok mineral dengan komposisi alumunium silikat,
postasium (kalium), sodium (natrium), terkadang kalsium. Feldspar merupakan
mineral pembentuk batuan beku terutama pada batuan beku dalam (Pluto
nicrock) yang bersifat umum tapi terdapat pula pada batuan erupsi ataupun
metamorf. Biasanya digunakan dalam industri keramik, gelas, dan kaca
lembaran.
j. Grafit, yaitu barang tambang yang rupanya seperti arang batu. Merupakan
dimorphisme dari intan, tetapi mempunyai tingkat kekerasan rendah, teksturnya
berminyak, tidak terbakar dan tidak mudah larut dalam air. Grafit dimanfaatkan
antara lain sebagai bahan pensil, bahan cat, bahan imbuhan pada dapur pemanas,
ketel uap, dan alat penghantar listrik.
k. Granit atau andesit, yaitu batuan yang terjadi dari proses pembekuan magma
bersifat asam dan terbentuk jauh dari dalam kulit bumi sehingga disebut sebagai
17
batuan dalam. Lembaran granit yang sudah dioles dapat digunakan sebagai lantai
atau ornamen dinding dan sebagai meja. Apabila terkena sinar matahari atau
hujan batuan ini relatif lebih resisten dibandingkan dengan marmer.
l. Gips atau gipsum, yaitu kapur batu yang dapat dipakai untuk membuat bagian
tubuh yang tulangnya retak atau patah agar tidak berubah posisinya. Selain itu,
gipsum dapat digunakan untuk berbagai keperluan, antara lain bahan tambahan
semen, bahan plester, pembuat cetakan, dan kapur tulis.
m. Kalsit, yaitu mineral kalsium karbonat yang murni. Banyak terdapat di alam
seperti di dalam batu gampling. Kalsit ini digunakan untuk berbagai keperluan,
yaitu prisma polarisasi pada mikroskop, sebagai bahan pemutih dan pengisi cat,
gelas, plastik, penetral asam, pengecoran logam, sebagai penetral tanah asam, dan
keperluan optik.
n. Kaolin, yaitu tanah liat yang lunak, halus, dan putih, terjadi dari pelapukan
batuan granit. Merupakan batuan yang tersusun dari mineral lempung dengan
kandungan besi yang rendah. Kaolin disebut juga tanah liat China, dapat
dijadikan bahan untuk porselen atau bahan campuran untuk membuat kain tenun,
kertas, karpet, obat-obatan, dan sebagainya.
o. Magnesit, yaitu mineral magnesium karbonat, ditemukan dalam bentuk kompak
dan mikrokristalin, bentuk rhombohedral jarang didapatkan, berwarna putih,
kuning atau abu-abu. Ababila disinari ultraviolet akan memancarkan warna biru
atau hijau. Magnesit banyak digunakan dalam industri farmasi, kosmetik,
refraktori, plastik, kertas (terutama kertas rokok), cat, dan sebagainya.
p. Mika, yaitu mineral yang menyerupai kaca yang (secara kimiawi) kompleks,
terdiri dari muskovit, phlogopite, biotite, dan lepidolite. Mika merupakan
18
penghantar listrik yang lemah, sehingga mika dimanfaatkan pada industri mesin,
industri listrik untuk isolasi listrik, dan batu cermin.
q. Marmer, yaitu batuan gamping yang telah mengalami metamorfosis. Marmer
sering juga disebut sebagai marbel atau batu pualam, memiliki warna asli putih,
tetapi terdapat warna pengotor yang justru membuat marmer menjadi menarik.
Marmer digunakan sebagai bahan bangunan penutup lantai atau dinding,
dibentuk menjadi patung, hiasan atau meja. Pecahan marmer dapat dimanfaatkan
untuk campuran semen.
r. Nitrat, yaitu garam dari asam nitrat HNO₃, umumnya digunakan sebagai
campuran pupuk.
s. Obsidian, yaitu batu kaca berwarna hitam atau hitam keabu-abuan yang berasal
dari lahar cair yang terlalu cepat membeku dan merupakan hasil pembekuan
magma yang kaya silika. Obsidian dapat diolah dan dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan, antara lain sebagai pondasi bangunan, bahan batu mulia, bahan beton
ringan, dinding peredam, dan isolasi panas.
t. Oker, yaitu tanah yang lunak terdiri dari campuran oksidasi besi dan bahan yang
liat kadang terdapat juga karbonat dan pasir kuarsa halus. Oker banyak
digunakan pada industri keramik, refraktori, kosmetik, kertas, cat, plastik, karet,
dan industri kimia atau sabun.
u. Pasir dan kerikil, pasir merupakan butir-butir yang halus dan merupakan lapisan
tanah atau timbunan kersik halus. Sedangkan kerikil adalah butiran batu yang
lebih besar daripada pasir tetapi lebih kecil daripada kerikil, berukuran kira-kira
sebesar biji nangka. Pasir dan kerikil banyak dimanfaatkan sebagai bahan
bangunan.
19
v. Pasir kuarsa, yaitu mineral penyusun utama dalam pasir, batuan, dan berbagai
mineral, lebih tembus cahaya ultraungu dibandingkan dengan kaca biasa
sehingga banyak digunakan pada alat optik. Pasir kuarsa dapat dimanfaatkan
dalam berbagai bidang, antara lain pada industri karet, sebagai bahan pengeras,
industri gerenda sebagai ampelas, industri logam sebagai bahan penghilang karat,
industri penjernih air sebagai bahan penyaring (filter), pembuatan fero silikon
dan silikon karbid, industri semen portland sebagai pengontrol kandungan silika,
dan pada industri gelas atau kaca sebagai bahan baku utama.
w. Perlit, yaitu mineral terbentuk karena pembekuan magma asam yang tiba-tiba
dengan tekanan yang tinggi dalam suasana basah. Komposisi utama adalah
mineral silikat berbutir sangat halus, terbangun oleh steroida-steroida kecil dan
ringan. Berwarna abu-abu muda hingga abu-abu kehitaman. Perlit dimanfaatkan
sebagai bahan bangunan pada beton, atau bata cetak yang sangat ringan, dalam
bentuk ukuran pasir dipergunakan untuk penyaring air, dan dapat pula digunakan
untuk meninggikan daya isolasi terhadap panas dan suara atau peredam, tetapi
mempunyai daya tekan rendah.
x. Fospat atau phospat, yaitu mineral senyawa antara fosfor, oksigen, dan unsur
lainnya. Fosfat banyak dimanfaatkan pada bidang pertanian sebagai pupuk, pada
industri untuk pembuatan detergen asam fosfat, dan industri kimia lainnya.
y. Talk, yaitu mineral hydrous magnesium silicate berbentuk serbuk kristal yang
halus, berwarna putih, putih kehijauan, abu-abu atau kecoklatan. Talk digunakan
dalam berbagai industri cat, farmasi, keramik, kosmetik, kertas, karet, isolator,
tekstil, dan sebagai pembawa dalam insektisida.
z. Tanah diatome, yaitu sejenis ganggang, bersifat plankton, dimana selnya
dikelilingi oleh suatu cangkang yang menyerupai kotak dan mengandung silika.
20
Selain itu, tanah diatome dimanfaatkan sebagai bahan bangunan (dinding
peredam), bahan isolator, bahan penyaring minyak kelapa, bahan pemutih kertas
dan cat tembok, bahan keramik, dan sebagainya.
aa. Tanah liat atau lempung, yaitu batuan berwarna yang terdiri dari butir-butir halus
silikat alumunia berair sebagai hasil pelapukan bahan feldspar dan batuan
alumunia lain. Lempung sebetulnya merupakan istilah ukuran butir yang lebih
kecil dari 1/256 mm (menurut ukuran Wentworth), apabila butir-butir tersebut
sudah kompak kemudian disebut batu lempung. Tanah liat banyak dipakai
sebagai bahan bangunan, yaitu untuk membuat batu bara merah, genteng dan
keramik.
bb. Tawas (alum), yaitu garam rangkap sulfat yang terjadi dari proses pelapukan dari
batuan yang mengandung mineral sulfida di daerah vulkanis atau terjadi di
daerah batu lempung. Tawas dimanfaatkan untuk menjernihkan air atau sumur
yang keruh, sebagai sumber bahan pembuatan natrium dan kalium, untuk bahan
antiseptik, bahan industri farmasi, untuk bahan cat, bahan penyamak kulit, dan
campuran bahan celup.
cc. Tras, disebut pula sebagai pozolan, yaitu tanah yang berasal dari letusan gunung
berapi dan merupakan bahan galian yang cukup banyak mengandung silika amorf
yang dapat larut di air atau dalam larutan asam. Tras dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan, antara lain untuk luluhan, plesteran, lantai, batako, dan
semen rakyat dengan cara mencampur tras dengan kapur.
dd. Zeolit, yaitu senyawa alumunio silikat hidrat terhidrasi dari logam alkali dan
alkali tanah, merupakan kristal yang agak lunak berwujud dalam struktur tiga
dimensi yang tak terbatas dan mempunyai rongga-rongga yang berhubungan
dengan yang lain membentuk saluran ke segala arah. Pemanfaatan zeolit cukup
21
bervariasi, antara lain sebagai bahan bangunan fisik pada tanah pertanian dapat
meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman, bidang perikanan zeolit dalam
bentuk serbuk dipakai sebagai penyerap atau pengontrol ammonium yang biasa
dikeluarkan oleh ikan atau akibat pembusukan sisa makanan, bidang industri
zeolit dapat digunakan untuk penjernih minyak kelapa sawit, penyerap zat warna
yang terdapat dalam minyak hati ikan hiu, karbondioksida dan belerang dari gas
alam, dan lain sebaginya.
ee. Basal, yaitu batuan beku luar berwarna gelap, berbutir halus, dan merupakan
hasil pembekuan lava dari gunung berapi. Basal dapat dimanfaatkan untuk
pembangunan rumah, untuk bahan adukan beton, pelapis jalan dan fondasi.
ff. Trakkit, yaitu batuan beku luar, kristalnya relatif kecil dan mempunyai komposisi
mineral seperti granit, tetapi tanpa mineral kuarsa. Batuan ini terdapat sebagai
retas, aliran permukaan bongkah, debu ataupun breksi gunung api. Traktit
digunakan untuk pembuatan ornamen, bahan keramik, dan pupuk.
gg. Mineral bukan logam dan batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Tidak semua pengambilan mineral bukan logam dan batuan dikenakan pajak.
Kegiatan berikut adalah dikecualikan dari objek pajak mineral bukan logam dan
batuan, yaitu:
1.
Kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang nyata-nyata
tidak dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah untuk
keperluan rumah tangga, pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel
listrik/telepon, penanaman pipa air/gas.
22
2.
Kegiatan pengambilan bahan mineral bukan logam dan batuan yang
merupakan bagian dari kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan
secara komersial.
3.
Pengambilan bahan mineral bukan logam dan batuan lainnya yang ditetapkan
dengan peraturan daerah.
2.3.5. Sifat dan Karakteristik Industri Pertambangan
1. Eksplorasi bahan galian tambang merupakan kegiatan yang tidak mempunyai
ketidakpastian yang tinggi, karena meskipun telah dipersiapkan secara cermat,
dengan biaya yang besar, tidak ada jaminan bahwa kegiatan tersebut akan
berakhir dengan penemuan cadangan bahan galian yang secara komersial layak
untuk ditambang.
2. Bahan galian bersifat deplesi dan tidak dapat diperbaharui (non-renewable) serta
untuk melaksanakan kegiatan pertambangan ini, mulai tahap eksplorasi sampai
dengan tahap pengolahannya, dibutuhkan biaya investasi yang relatif sangat
besar, padat modal, berjangka panjang, sarat risiko, dan membutuhkan teknologi
yang tinggi.
3. Pada umumnya operasi perusahaan pertambangan berlokasi di daerah terpencil
dan kegiatan-kegiatannya
menimbulkan kerusakan dan/atau pencemaran
lingkungan hidup, sehingga setiap perusahaan pertambangan wajib memenuhi
ketentuan perundangan yang berlaku mengenai lingkungan hidup, disamping
mempunyai konsep pasca penambangan yang jelas.
4. Pemerintah Indonesia tidak memberi konsesi (izin untuk membuka tambang)
penambangan karena menurut peraturan perundangan yang berlaku, segala bahan
galian yang berada di wilayah hukum Indonesia adalah kekayaan nasional bangsa
23
Indonesia yang dikuasai dan digunakan oleh Negara untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Untuk dapat berusaha dalam industri pertambangan umum,
pemerintah mengeluarkan peraturan yang memberi wewenang kepada badan
usaha/perseorangan untuk melaksanakan pertambangan umum.
2.3.6. Subjek, Wajib, dan Masa Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pada pajak mineral bukan logam dan batuan, subjek pajak adalah orang
pribadi atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan. Sementara
wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengambil mineral bukan logam
dan batuan. Dengan demikian, pada pajak mineral bukan logam dan batuan subjek
pajak sama dengan wajib pajak, yaitu orang pribadi atau badan yang mengambil
mineral bukan logam dan batuan.
Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, wajib pajak dapat diwakili
oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan peraturan daerah
tentang pajak mineral bukan logam dan batuan. Wajib pajak bertanggung jawab
secara pribadi atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat
menunjuk seorang kuasa dengan surat khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya.
Pada pajak mineral bukan logam dan batuan masa pajak merupakan jangka
waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim atau jangka waktu lain yang
ditetapkan keputusan gubernur. Dalam pengertian masa pajak bagian dari bulan
dihitung satu bulan penuh. Sementara di Kabupaten Lebak sendiri mengatur masa
pajak mineral bukan logam dan batuan adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalendar,
seperti yang tertuang dalam Perda Kabupaten Lebak Tahun 2010 Nomor 6 Pasal 38.
24
2.3.7. Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan
Berdasar pada Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 6 Tahun 2010
Pasal 35, dasar pengenaan pajak mineral bukan logam dan batuan adalah nilai jual
hasil pengambilan mineral bukan logam dan batuan. Hasil pengambilan mineral
bukan logam dan batuan dihitung dengan mengalikan volume hasil pengambilan
dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis mineral bukan logam dan
batuan. Nilai pasar mineral bukan logam dan batuan adalah harga rata-rata yang
berlaku di lokasi setempat wilayah daerah yang bersangkutan. Dalam hal ini, nilai
pasar dari hasil produksi mineral bukan logam dan batuan sulit diperoleh, maka
digunakan harga standar yang ditetapkan instansi yang berwenang dalam bidang
pertambangan mineral bukan logam dan batuan.
Nilai pasar masing-masing jenis mineral bukan logam dan batuan ditetapkan
secara periodik oleh bupati/walikota sesuai dengan harga rata-rata yang berlaku di
lokasi setempat. Umumnya, apabila yang digunakan adalah harga standar masingmasing jenis mineral bukan logam dan batuan maka harga standar tersebut ditetapkan
oleh instansi yang berwenang dalam bidang penambangan mineral bukan logam dan
batuan yang ditunjuk oleh bupati/walikota.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 60, besaran tarif
pajak mineral bukan logam dan batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% dan
ditetapkan dengan peraturan daerah. Sedangkan untuk tarif pajak mineral bukan
logam dan batuan di wilayah Kabupaten lebak sendiri ditetapkan sebesar 15% (lima
belas persen) sesuai dengan Perda Bupati Tahun 2010 Nomor 6 Pasal 36.
Besaran pokok pajak mineral bukan logam dan batuan yang terutang dihitung
dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum
25
perhitungan pajak mineral bukan logam dan batuan adalah sesuai dengan rumus
berikut:
Pajak Terutang
= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x Nilai Jual Hasil Pengambilan Mineral Bukan
Surat Jalan Angkutan Pertambangan (SJAP) terdiri dari tiga potongan karcis
yang masing-masing diperuntukan bagi pengusaha satu potong dan dua potongan
lainnya untuk supir yang mengangkut angkutan pertambangan, dimana salah satu
potongannya itu akan diberikan pada petugas pos pemeriksaan SJAP di lapangan
sebagai bukti bahwa angkutan yang mereka bawa adalah bersifat legal dan sesuai
dengan peraturan pemerintah yang berlaku. Dan sisa potongan karcisnya akan
dibawa supir selama perjalanan keluar daerah untuk berjaga-jaga, bilamana di
perjalanan ada pemeriksaan lanjutan oleh pihak berwajib.
2.4.
Pendapatan Asli Daerah
2.4.1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Pengertian pendapatan asli daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka
18 bahwa “Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan”.
Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli
daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh
daerah dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan
kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dan
pemerintah tingkat atas (subsidi).
26
Dengan demikian usaha peningkatan pendapatan asli daerah seharusnya
dilihat dari perspektif yang Iebih luas tidak hanya ditinjau dari segi daerah masingmasing tetapi dalam kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia.
Pendapatan asli daerah itu sendiri dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh
tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang
ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh karena itu
peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap daerah.
Sebagaimana telah diuraikan terlebih dahulu bahwa dalam hal ini pendapatan
asli daerah adalah salah satu sumber dana pembiayaan pembangunan daerah pada
kenyataannya belum cukup memberikan sumbangan bagi pertumbuhan daerah, hal
ini mengharuskan pemerintah daerah menggali dan meningkatkan pendapatan daerah
terutama sumber pendapatan asli daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang
bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang
bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan
dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudan asas desentralisasi.
(Penjelasan UU No.33 Tahun 2004)
2.4.2. Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah
Menurut Halim (2004:67), “PAD dipisahkan menjadi empat jenis
pendapatan, yaitu: pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan
hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah”.
Klasifikasi PAD yang dinyatakan oleh Halim (2004:67) adalah sesuai dengan
klasifikasi PAD berdasarkan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002.
27
Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 157, yaitu:
1.
Hasil Pajak Daerah
2.
Hasil Retribusi Daerah
3.
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
4.
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
2.4.3. Hubungan Antara Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Terhadap
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah merupakan tonggak penentu suatu keberhasilan
daerah dalam pengembangan dan pertumbuhan daerahnya. Masuk didalamnya
berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, dan lain sebagainya.
Pendapatan daerah dalam hal ini dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai
penyelenggaraan
pemerintahannya
guna
tercapainya
pengembangan
dan
pembangunan daerah. Pendapatan asli daerah adalah salah satu sumber dana
pembiayaan pembangunan daerah pada kenyataannya belum cukup memberikan
sumbangan bagi pertumbuhan daerah, hal ini mengharuskan pemerintah daerah
untuk lebih menggali dan meningkatkan pendapatan daerah terutama sumber
pendapatan asli daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang
bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, bagi hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah,
yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali
pendanaan
dalam
pelaksanaan
otonomi
daerah
sebagai
pewujudan
asas
desentralisasi. Pajak dan retribusi daerah sebagai bagian dari pendapatan asli daerah,
28
mempunyai peran penting dalam meningkatkan pendapatan daerah karena terdapat
banyak potensi-potensi yang ada dalam daerah yang bisa menghasilkan keuntungan
(profit) bila pemerintah mampu mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin.
Kekayaan sumber daya alam bahan tambang seperti mineral bukan logam dan batuan
adalah salah satu contoh dari potensi daerah yang mempunyai nilai tinggi untuk
memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah sehingga memungkinkan untuk
dapat membantu terlaksananya pertumbuhan daerah. Untuk itu, pemerintah daerah
diharapkan dan diupayakan lebih efektif dan optimal lagi dalam mengelola sumbersumber pendapatan asli daerah, seperti pajak mineral bukan logam dan batuan.
Semakin besar kontribusi pajak mineral bukan logam dan batuan terhadap
penerimaan pendapatan asli daerah, maka semakin besar pula nilai yang diperoleh
pendapatan asli daerah. Begitupun sebaliknya, semakin kecil kontribusi pajak
mineral bukan logam dan batuan terhadap pendapatan asli daerah, maka semakin
mengecil pula penerimaan pendapatan asli daerah.
29
Download