bab ii tinjauan pustaka

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengambilan Keputusan
Seringkali kita sulit untuk menentukan sasaran apa saja yang sebenarnya
lebih penting bila dibandingkan dengan sasaran yang lain. Adakalanya sasaran yang
ingin kita capai dikemudian hari ternyata berbeda hasilnya atau sasaran yang telah
ditetapkan malah tidak sebaik bila dibandingkan dengan alternatif lainnya. Hal ini
disebabkan oleh permasalahan yang cukup kompleks, pertimbangan-pertimbangan
yang sulit, informasi yang beraneka ragam, serta kondisi kita pada saat mengambil
keputusan (Suryaningrat, 2007, h. 51).
Pengambilan keputusan merupakan hasil suatu proses komunikasi dan
partisipasi yang terus menerus dari keseluruhan organisasi. Hasil keputusan tersebut
dapat merupakan pernyataan yang disetuji antaralternatif atau antarprosedur untuk
mencapai tujuan tertentu. Pendekatannya dapat dilakukan, baik melalui pendekatan
yang bersifat individual/ kelompok, sentralisasi/ desentralisasi, partisipasi/ tidak
berpartisipasi, maupun demokratis/ consensus (Ramadhani, 2013, h. 26).
2.2
Proyek
Menurut Dimyati & Nurjaman (2014), proyek adalah tugas yang perlu
dirumuskan untuk mencapai sasaran yang dinyatakan secara konkret dan diselesaikan
dalam periode tertentu dengan menggunakan tenaga manusia dan alat-alat yang
terbatas.
2.2.1
Definisi Proyek Menurut Ahli
Menurut Cleland dan King dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h.2), proyek
merupakan gabungan dari berbagai sumber daya yang dihimpun dalam organisasi
sementara untuk mencapai suatu tujuan teretentu.
8
repository.unisba.ac.id
Santosa dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h.2) menyebutkan beberapa
aspek yang perlu untuk memahami arti proyek, yaitu sebagai berikut:

Tujuan: proyek adalah aktivitas yang berlangsung dalam kurun waktu teretentu
dengan hasil akhir tertentu.

Kompleksitas: proyek biasanya melibatkan beberapa fungsi organisasi, karena
diperlukan bermacam-macam keterampilan dan bakat dari berbagai disiplin
dalam menyelesaikan pekerjaan dalam proyek.

Keunikan: suatu proyek adalah pekerjaan yang sekali terjadi, tidak pernah
terulang dengan persis sama.

Tidak permanen: proyek merupakan aktivitas temporer. Organisasi sementara
dibentuk untuk mengelola personalia, material dan fasilitas untuk mencapai
tujuan tertentu, biasanya dalam jadwal tertentu, dan sekali tujuan tercapai,
organisasi akan dibubarkan dan dibentuk organisasi baru untuk mencapai tujuan
lain lagi.

Ketidakbiasaan: proyek biasanya menggunakan teknologi baru dan memiliki
elemen yang tidaj pasti dan berisiko.

Siklus hidup: proyek adalah proses bekerja untuk mencapai tujuan, selama
proses proyek akan melewati beberapa fase yang disebut siklus hidup proyek.
Schwalbe dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h.3) mengungkapkan pada
hakikatnya proyek adalah serangkaian aktivitas temporer dalam usaha melakukan
dan mencapai tujuan unik. Adapun manajemen proyek adalah sekelompok alat,
proses, dan sumber daya manusia yang berkompeten untuk mengerjakan aktivitasaktivitas yang berkaitan dan berusaha untuk menggunakan sumber daya secara
efektif untuk menyelesaikan proyek secara efisien dan tepat waktu.
2.2.2
Tujuan Proyek
Menurut Larson dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h.3), tujuan utama
proyek adalah memuaskan kebutuhan pelanggan. Disamping kemiripan, karakteristik
dari sebuah proyek membantu membedakan proyek tersebut dari yang lainnya dalam
organisasi.
Menurut Larson dalam Husen (2009, h.3), karakteristik utama proyek adalah :
9
repository.unisba.ac.id

Penetapan tujuan

Masa hidup yang terdefinisi mulai dari awal hingga akhir

Melibatkan beberapa departemen dan profesional

Melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya

Waktu, biaya dan kebutuhan yang spesifik
2.2.3
Atribut dan Standar Kinerja Proyek
Untuk memahami lebih jauh tentang konsep proyek, kita harus mengetahui
atribut-atribut dari proyek. Menurut Schwalbe dalam Dimyati & Nurjaman (2014,
h.4), atribut proyek adalah sebagai berikut:
1.
Proyek memiliki tujuan unik. Proyek merupakan pekerjaan yang tidak sederhana
dan memiliki tujuan spesifik. Output yang dihasilkan dari proyek harus
didefinisikan secara jelas.
2.
Proyek bersifat sementara. Dalam proyek harus ditentukan waktu awal dan akhir
proyek. Proyek bukanlah sebuah proses berkelanjutan.
3.
Proyek memerlukan alat bantu kontrol. Alat bantu seperti gantt charts atau
PERT charts diperlukan dalam sebuah proyek untuk mengukur dan
pengendalian.
4.
Proyek memerlukan sumber daya yang bersifat ad-hoc dan lintas disiplin ilmu.
Proyek membutuhkan sumber daya dari berbagai area atau bidang, yang meliputi
manusia, hardware, software dan aset lainnya yang bersifat sementara.
5.
Proyek memiliki sponsor utama. Suatu proyek melibatkan pihak-pihak yang
berkepentingan (stakeholder), salah satunya menjadi sponsorship yang
menyediakan arahan dan mendanai dari proyek.
6.
Proyek mengandung ketidakpastian. Karena proyek memiliki karakteristik
khusus, sulit didefinisikan tujuan secara jelas, mengestimasi waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan proyek, dan biaya yang diperlukan. Faktorfaktor tersebut sering menjadi penyebab munculnya kendala atau tantangan,
apalagi jika proyek melibatkan teknologi yang relatif baru.
Schwalbe dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h.5) mengungkapkan bahwa
seluruh urutan kegiatan proyek harus memiliki standar kinerja biaya proyek yang
dibuat dengan akurat, yaitu dengan cara membuat format perencanaan berikut:
10
repository.unisba.ac.id
1.
Kurva S. Selain dapat mengetahui progres waktu proyek, kurva S berguna juga
untuk mengendalikan kinerja biaya. Hal ini ditunjukkan dari bobot pengeluaran
kumulatif setiap kegiatan yang dapat dikontrol dengan membandingkannya
dengan baseline periode tertentu sesuai dengan kemajuan aktual proyek.
2.
Diagram cash flow, menunjukkan rencana aliran pengeluaran dan pemasukan
biaya selama proyek berlangsung. Diagram ini diharapkan dapat mengendalikan
keseluruhan
biaya
proyek
secara
detail
sehingga
tidak
mengganggu
keseimbangan kas proyek.
3.
Kurva earned value, menyatakan nilai uang yang telah dikeluarkan pada
baseline tertentu sesuai dengan kemajuan aktual proyek. Apabila ada indikasi
biaya yang dikeluarkan melebihi rencana, biaya tersebut dikoreksi dengan
melakukan penjadwalan ulang dan meramalkan seberapa besar biaya yang harus
dikeluarkan hingga akhir proyek karena penyimpangan tersebut.
4.
Balance sheet, menyatakan besarnya aktiva dan pasiva keuangan perusahaan
selama periode satu tahun dengan keseluruhan proyek yang telah dikerjakan
beserta aset yang dimiliki perusahaan.
2.2.4
Ruang Lingkup Proyek
Menurut Schwalbe dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h.6), setiap proyek
dibatasi oleh ruang lingkup (scope), waktu (time), dan biaya (cost). Batasan ini
sering digunakan ke dalam manajemen proyek sebagai tiga batasan utama.
Selanjutnya Schwalbe dalam (Dimyati & Nurjaman, 2014, h.6) menyarankan agar
proyeknya berhasil, manajer proyek harus mempertimbangkan hal berikut; 1) Ruang
lingkup pekerjaan apa yang akan dilakukan sebagai bagaian dari proyek tersebut,
serta produk dan layanan atau hasil apa yang diinginkan oleh pelanggan (sponsor)
yang dapat dihasilkan dalam suatu proyek, 2) Waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu proyek, 3) Biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu
proyek.
Schwalbe dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h.6) mengungkapkan setiap
proyek memiliki tujuan khusus, dan dalam proses pencapaian tujuan tersebut ada tiga
konstrain yang harus dipenuhi, yang dikenal dengan Trade-off Triangle atau Triple
11
repository.unisba.ac.id
Constraint. Triple Constraint adalah usaha pencapaian tujuan yang berdasarkan tiga
batasan berikut :
 Tepat Biaya
Proyek harus dikerjakan dengan biaya yang tidak melebihi anggaran, baik biaya
setiap item pekerjaan, periode pelaksanaan maupun biaya total sampai akhir
proyek.
 Tepat Waktu
Proyek harus dikerjakan dengan waktu sesuai dengan jadwal pelaksanaan proyek
(schedule) yang telah direncankan, yang ditunjukkan dalam bentuk prestasi
pekerjaan (work progress).
 Tepat Mutu
Mutu produk atau disebut sebagai kinerja (performance), harus memenuhi
spesifikasi dan kriteria dalam taraf yang disyaratkan oleh pemilik.
Ketiga hal tersebut merupakan parameter penting bagi penyelenggaran
proyek yang sering diasosiasikan sebagai sasaran proyek. Manajemen proyek
dikatakan baik jika sasaran tersebut tercapai.
2.2.5
Karakteristik Proyek
Proyek biasanya dibatasi oleh kebutuhan yang sifatnya mendesak, karena
tuntutan pengembangan dan tingkat pertumbuhan sosial dan ekonomi dari suatu
lokasi atau daerah tertentu. Setiap proyek memiliki karakteristik tersendiri dalam hal
kegiatan yang dilakukan, tujuan dan sasaran, serta akhir produk (Dimyati &
Nurjaman, 2014, h.7).
1.
Proyek Konstruksi
Kegiatan utamanya adalah studi kelayakan, design engineering, pengadaan, dan
konstruksi.
2.
Proyek Industri Manufaktur
Kegiatan utamanya adalah design engineering, pengembangan produk.
Pengadaan, manufaktur, perakitan, uji coba terhadap produk serta pemasaran.
12
repository.unisba.ac.id
3.
Proyek Penelitian dan Pengembangan
Kegiatan utama proyek ini adalah melakukan penelitian dan pengembangan
produk tertentu.
4.
Proyek Padat Modal
Jenis proyek ini tidak diartikan berdasarkan komponen kegiatannya saja, teteapi
lebih pada jumlah dana kapital yang digunakan dalam jumlah cukup besar.
5.
Proyek Pembangunan Produk Baru
Proyek ini merupakan gabungan antara proyek penelitian dan pengembangan
dengan proyek padat modal, lalu dilanjutkan dengan mendirikan unit percobaan
dalam bentuk pilot plan.
6.
Proyek Pelayanan Manajemen
Proyek ini berkenaan dengan kegiatan spesifik suatu perusahaan yang produk
akhirnya berupa jasa atau dalam bentuk nonfisik.
7.
Proyek Infrastruktur
Proyek ini berkaitan dengan penyediaan kebutuhan masyarakat secara luas dalam
hal prasarana transportasi, pembanguanan waduk pembangkit tenaga listrik,
pengairan sawah, sarana instalasi, telekomunikasi dan penyediaan sumber air
minum.
2.3
Manajemen Proyek
Kerzner dan Thanhain dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h.23) menyebutkan
manajemen proyek adalah merencanakan, menyusun organisasi, memimpin, dan
mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang
telah ditentukan. Manajemen proyek menggunakan pendekatan hierarki vertikal dan
horizontal.
Menurut Schwable dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h.23), manajemen
proyek merupakan aplikasi dari ilmu pengetahuan, skill, tools dan teknik untuk
aktivitas suatu proyek dengan maksud memenuhi atau melampaui kebutuhan
stakeholder dan harapan dari sebuah proyek.
13
repository.unisba.ac.id
Selanjutnya, menurut Soeharto dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h.23),
manajemen
proyek
merupakan
kegiatan
merencanakan,
mengorganisasikan,
memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran
jangka pendek yang telah ditentukan.
2.3.1
Perencanaan Proyek
Perencanaan adalah tahapan dalam manajemen proyek yang mencoba
meletakkan dasar tujuan dan sasaran, sekaligus menyiapkan segala program teknis
dan administratif untuk diimplementasikan (Dimyati & Nurjaman, 2014).
2.3.1.1 Definisi Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai
beserta cara untuk mencapai tujuan tersebut. Boone dan Kurtz dalam Dimyati &
Nurjaman (2014, h.78) menyatakan bahwa ”planning may be defined as the process
by which manager set objective, asses the future, and develop course of action
designed to accomplish these objective”.
Koontz dan O'Donnel dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h.78) menyebutkan
perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan pemilihan
dari berbagai alternatif dari tujuan, kebijaksanaan, prosedur dan program. Menurut
Terry dalam dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h.78), perencanaan adalah
menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kelompok untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan.
Handoko dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h.78) mengemukakan
perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan
penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem,
anggaran, dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Pembuatan
keputusan banyak terlibat dalam fungsi ini.
14
repository.unisba.ac.id
2.3.1.2 Unsur-unsur Perencanaan
Menurut Handoko dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h.78) unsur-unsur
perencanaan adalah proses dasar manajemen untuk memutuskan tujuan dan cara
mencapainya. Memutuskan dalam konteks perencanaan, yaitu memberikan jawaban
atas pernyataan 5W+1H, yaitu apa (what), siapa (who), kapan (when), dimana
(where), mengapa (why) dan bagaimana (how).
1. What = tindakan apa yang harus dikerjakan?
2. Why = apa sebabnya tindakan tersebut harus dilakukan?
3. Where = dimana tindakan tersebut harus dilakukan?
4. When = kapan tindakan tersebut dilakukan?
5. Who = siapa yang akan melakukan tindakan tersebut?
6. How = bagaimana cara melaksanakan tindakan tersebut?
1.
Kegiatan Perencanaan
Menurut Allen dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h.79) kegiatan perencanaan,
meliputi:
1. Meramalkan (forecasting)
2. Menetapkan maksud dan tujuan (establishing objective)
3. Mengacarakan (programming)
4. Menyusun tata waktu (scheduling)
5. Menyusun anggaran (budgeting)
6. Mengembangkan prosedur (developing procedure)
7. Menetapkan dan menafsirkan kebijakan (establishing and interpreting policy)
2.
Ruang Lingkup Proses Perencanaan Proyek
Menurut Dimyati & Nurjaman (2014: 81) ruang lingkup proses perencanaan
proyek meliputi :
 Menentukan tujuan
Tujuan dapat diartikan sebagai pedoman yang memberikan arah gerak segala
kegiatan yang hendak dilakukan. Misalnya, tujuan perusahaan adalah
meningkatkan nilai saham perusahaan di pasaran.
15
repository.unisba.ac.id
 Menentukan sasaran
Sasaran adalah titik-titik tertentu yang perlu dicapai untuk mencapai
tujuannya. Dalam koneksi di atas, kegiatan proyek dapat digolongkan sebagai
kegiatan dengan sasaran tang telah ditentukan dalam rangka mencapai tujuan
perusahaan. Misalnya, tujuan perusahaan adalah menaikkan permasukan neto
per tahun. Tujuan tersebut diusahakan dengan membangun proyek fasilitas
produksi terbaru. Agar perusahaan dapat mencapai tujuannya, terlebih dahulu
dicapai sasaran proyek yang terdiri atas biaya, jadwal dan mutu.
 Mengkaji posisi awal terhadap tujuan
Mengkaji posisi dan situasi awal terhadap tujuan atau sasaran dimaksudkan
untuk mengetahui sejauh mana kesiapan dan posisi organisasi pada saat awal
terhadap sasaran yang telah ada. Misalnya, beberapa sumber daya yang
tersedia dalam bentuk dana, peralatan, dan tenaga yang telah ada.
 Memilih alternatif
Memilih tujuan dan sasaran yang mempunyai dampak positif yang lebih
besar pada perusahaan.
2.3.2
Pengorganisasian Proyek
Menurut Husen (2009: 3) pada kegiatan ini dilakukan identifikasi dan
pengelompokan jenis-jenis pekerjaan, menentukan pendelegasian wewenang dan
tanggung jawab personel serta meletakan dasar bagi hubungan masing-masing unsur
organisasi. Untuk menggerakkan organisasi, pimpinan harus mampu mengarahkan
organisasi. Semua itu dibangkitkan melalui tanggung jawab dan partisipasi semua
pihak.
Struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan
proyek dan kerangka
penjabaran tugas personel penanggung jawab yang jelas, serta kemampuan personel
yang sesuai keahliannya, akan diperoleh hasil positif bagi organisasi.
16
repository.unisba.ac.id
2.3.2.1 Pengertian dan Hakikat Organisasi
Dalam buku Manajemen Proyek (2014: 54) menjelaskan organiasasi adalah
birokrasi yang memiliki fitur-fitur “structural” tertentu. Birokrasi, yaitu organisasi
formal yang memiliki pembagian yang jelas mengenai tenaga kerja, prosedur, dan
aturan abstrak, serta pengambilan keputusan yang bersifat netralyang menggunakan
kualifikasi teknis dan profesionalisme sebagai dasar kenaikan pangkat karyawan.
Karakteristik struktural semua organisasi:
a. Pembagian tenaga kerja secara jelas;
b. Hierarki;
c. Prosedur dan aturan ekspilisit;
d. Keputusan-keputusan yang bersifat netral;
e. Dasar kualifikasi teknis untuk posisi jabatan;
f. Efisiensi organisasi maksimum;
g. Rutinitas dan proses bisnis.
Selanjutnya Dimyati & Nurjaman (2014: 54) menjelaskan bahwa organisasi
memiliki kegiatan menyerap sumber daya, mengolah serta memproduksi. Rutinitas
merupakan standard operating procedures (SOP) yang terdiri atas aturan, prosedur,
serta praktik yang telah dikembangkan untuk memenuhi keadaan yang diharapkan.
Prosedur standar pengoprasian, aturan-aturan, prosedur dan praktik-praktik yang
seksama, yang dikembangkan oleh organisasi mencakup semua situasi yang mungkin
dihadapi.
Organisasi dan lingkungan memiliki hubungan timbal balik. Pada satu sisi,
organiasasi terbuka dan bergantung pada lingkungan social dan fisik sekitarnya. Pada
sisi lain, organisasi dapat memengaruhi lingkungannya. Perbedaan lain diantara
organisasi antara lain sebagai berikut (Dimyati & Nurjaman, 2014, h. 54):
a. Sasaran utama yang hendak dicapai dan tipe kekuatan yang digunakan untuk
mencapai nya. Ada yang menggunakan sasaran koersif (penjara) dan sasaran
praktis (bisnis). Ada juga yang menggunakan sasaran normative (universitas).
b. Organisasi melayani kelompok dan memiliki wilayah yang beragam. Sebagian
memberikan keuntungan
bagi anggotanya, sebagian lagi memberikan
keuntungan kepada klien, pemegang saham, atau publiknya.
17
repository.unisba.ac.id
c. Sifat kepemimpinan dari tiap-tiap organisasi sangat berbeda satu sama lain. Satu
organisasi mungkin cenderung demokratis atau otoriter daripada lain nya.
d. Tugas-tugas yang dijalankan dan teknologi yang digunakan. Sebagian organisasi
menjalankan tugas-tugas rutin utama yang dapat dikurangi menjadi aturanaturan formal yang memerluka sedikit keputusan, sementara yang lainnya
memiliki tugas utama nonrutin.
2.3.2.2 Struktur Organisasi Pelaksanaan Proyek
Proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung
dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan
untuk menghasilkan sebuah produk atau deliverable yang kriteria mutunya telah
digariskan dengan jelas Soeharto dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h. 55). Lingkup
kegiatan tersebut dapat berupa pembangunan pabrik, pembuatan produk baru atau
pelaksanaan penelitian dan pengembangan. Dari pengertian tersebut, ciri pokok
proyek adalah (Dimyati & Nurjaman, 2014, h.55):
a.
Bertujuan menghasilkan lingkup tertentu beberap produk akhir atau hasil kerja
akhir;
b.
Dalam proses mewujudkan lingkup diatas, ditentukan jumlah biaya, jadwal serta
kriteria mutu;
c.
Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas. Titik awal
dan akhir ditentukan dengan jelas;
d.
Nonrutin, tidak berulang-ulang. Jenis dan identitas kegiatan berubah sepanjang
proyek berlangsung.
Dimyati & Nurjaman (2014: 56) menjelaskan bahwa salah satu jenis proyek
dilihat dari kegiatan utamanya adalah proyek Engineering Konstruksi. Komponen
kegiatan utama proyek jenis ini atas pengkajian kelayakan, designe engineering,
pengadaan dan konstruksi.
Selanjutnya, Dimyati & Nurjaman (2014: 56) menjelaskan bahwa proyek
konstruksi dewasa ini semakin kompleks dan canggih dan melibatkan penggunaan
suberdaya dalam bentuk tenaga manusia, material, peralatan, dan dana jumlahnya
18
repository.unisba.ac.id
bertambah besar. Dalam mewujudkan sebuah gagasan dari suatu proyek konstruksi
terdapat beberapa pihak yang terlibat didalam nya.
Pihak-pihak yang terlibat tersebut secara garis besar dapat dikatagorikan atas
(Dimyati & Nurjaman, 2014, h. 56) :
a.
Pemilik proyek (owner)
b.
Konsultasn proyek
c.
Pelaksana (kontraktor)
2.3.2.3 Pengelolaan Proyek
Menurut Wardoyo dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h. 56), pengeolaan
adalah rangkaian kegiatan yang berintikan perencanaan, pengorganiasasian,
penggerakan, dan pengawasan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Selanjutnya, Harsoyo dalam Dimyati & Nurjaman (2014, h. 57) menjelaskan
bahwa pengelolaan berasal dari kata kelola mengandung arti serangkaian usaha
yang bertujuan menggali dan memanfaatkan segala potensi yag dimiliki secara
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dilaksanakan
sebelumnya.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengeloaan adalah suatu
rangkain kegiatan yang berintikan perencanaan, pengorganiasasian, penggerakan dan
pengawasan yang bertujuan menggali dan memanfaatkan sumber daya alam yang
dimiliki secara efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan
(Dimyati & Nurjaman, 2014, h.57)
Dimyati & Nurjaman menjelaskan dalam Manajemen Proyek (2014: 57)
bahwa manajemen dalam pengelolaan proyek lebih berkaitan dengan peran pimpinan
proyek, baik secara prinsip maupu fungsi menejemen yang ada. Artinya, manajemen
proyek maupun pimpinan proyek dapat memberikan arahan dan kontribusi dalam
mencapai tujuan yang telah direncanakan secara tepat, efektif, dan efisien. Dalam
menjalankan pengeloalaan proyek, pimpinan proyek diharapkan dapat memahami
tiga kriteria, yaitu:
a.
Prinsip dasar dalam manajemen pengelolaan proyek;
b.
Fungsi manajemen (proses manajemen) pengelolaan proyek;
c.
Kegiatan manajerial untuk pengelolaan proyek.
19
repository.unisba.ac.id
2.3.2.4 Prinsip Dasar Manajemen Pengelolaan Proyek
Prinsip dasar manajemen pengelolaan proyek bagi pimpinan proyek, yaitu
(Dimyati & Nurjaman, 2014, h.57) :
a. Memahami sifat khas dan karakteristik proyek;
b. Memahami rencana dan tujuan proyek yang spesifik, rawan atupun kritis, agar
dapat mengantisipasi permasalahan dini dan tepat;
c. Membuat perencanaan pelaksanaan proyek;
d. Menentukan penggunaan peralatan bedasarkan kebutuhan dalam pelaksanaan
proyek;
e. Melaksanakan tindakan kendali serta perbaikan selama dibuthkan;
f. Memahami dan mengembangkan kualitas pribadi seutuhnya;
g. Memahami dan melaksanakan peran pimpinan proyek sepenuhnya.
2.3.2.5 Fungsi Manajemen Pengelolaan Proyek
Menurut Dimyati & Nurjaman (2014: 58), fungsi manajemen (proses
manajemen) pengelolaan proyek bagi pimpinan proyek adalah:
a. Menyusun perencanaan (planning) proyek dari awal hingga akhir;
b. Melaksanakan pekerjaan proyekyang meliputi pengorganisasian (organizing)dan
pengoordinasian (coordinating)
c. Melakukan pengendalian (controlling) dari setiap pelaksanaan proyek;
d. Menjalankan kepemimpinan (leading) dalam mengelola proyek.
2.3.3
Pelaksanaan Proyek
Menurut Husen (2009: 3), kegiatan ini adalah implementasi dari perencanaan
yang telah ditetapkan, dengan melakukan tahapan peerjaan yang sesungguhnya
secara fisik atau nonfisik sehingga produk akhir sesuai dengan sasaran dan tujuan
yang telah ditetapkan. Karena kondisi perencanaan sifatnya masih ramalan dan
subyektif serta masih perlu penyempurnaan, dalam tahapan ini sering terjadi
perubahan-perubahan dari rencana yang telah ditetapkan.
Biasanya pada tahapan pelaksanaan, pihak-pihak yang terlibat lebih beragam.
Oleh karena itu dibutuhkan koordinasi terpadu untuk mencapai keserasian dan
20
repository.unisba.ac.id
keseimbangan kerja. Pada tahapan ini juga telah ditetapkan konsep pelaksanaan serta
personel yang terlibat pada organiasasinya, kemudian secara detail menetapkan
jadwal, program, alokasi biaya, serta alokasi sumber daya yang digunakan (Husen,
2009, h. 4).
2.3.4
Pengawasan Proyek
Menurut Husen (2009: 4), kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini
dimaksudkan untuk memastikan bahwa program dan aturan kerja yang telah
ditetapkan dapat dicapai dengan penyimpangan paling minimal dan hasil paling
memmuaskan. Untuk itu dilakukan bentuk-bentuk kegiatan seperti berikut:
a. Suvervisi: melakukan serangkaian tindakan koordinasi pengawasan dalam batas
wewenang
dan tanggung jawab menurut prosedur organisasi yang telah
diteteapkan, agar dalam operasional dapat dilakukan secara bersama-sama oleh
semua personel dengan kendali pengawas.
b. Inspeksi: melakukan pemeriksaan terhadap hasil pekerjaan dengan tujuan
menjamin spesifikasi mutu dan produk sesuai dengan yang direncanakan.
c. Tidakan Koreksi: melakukan perubahan dan perbaikan terhadap rencana yang
telah ditetapkan untuk menyesuaikan dengan kondisi pelaksanaan.
Dalam buku Manajemen Proyek (Dimyati & Nurjaman,
2014, h. 162)
dijelaskan bahwa pelaksanaan yang dimaksud disini adalah melakukan analisis
kebutuhan sumber daya dan waktu pelasksanaan yang diperlukan untuk pelaksanaan
proyek. Analisis ini akan dipergunakan dalam pelaksanaan pekerjaan dan diatur
sedemikian rupa sehingga hasil pelaksanaan tidak melebihi biaya dan waktu
pelaskanaan yang ditentukan pada saat tender.
Pelaksanaan proyek merupakan bagian terpenting, karena dengan kegiatan
inilah diciptakan bangunan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan
mencapai tujuan akhir. Jelas bahwa jauh sebelum pelaksanaan proyek, sudah
dilakukan kegiatan-kegiatan “pra-konstruksi” yang meliputi kegiatan survey
lapangan untuk mengetahui hal-hal yang berhungan dengan lokasi proyek fasilitas
administratif, pemukiman, penggunaan alat berat, serta telekomunikasi, tanah dan
survey teknis. Pelaksanaan suatu pekerjaan (proyek) pada dasar nya ditentukan oleh
21
repository.unisba.ac.id
komponen-komponen dari system kerja yang baik, yang didalam nya disusun
organisasi dan personalia (tenaga ahli) melaksanakan sesuai dengan bidang-bidang
yang ditangani (Dimyati & Nurjaman, 2014).
2.4
Sumber Air Baku
Puspitorini dan Masduqi (?2000) mengungkapkan sumber air baku untuk
perencanaan sistem penyediaan air bersih berasal dari air hujan, air tanah (mata air,
air tanah dangkal, dan air tanah dalam), dan air permukaan (sungai, danau, dan
waduk). Air baku atau raw water merupakan awal dari suatu proses dalam
penyediaan dan pengolahan air bersih (Novita, 2013, h. 8).
Berdasarkan SNI 6773:2008 tentang Spesifikasi unit paket Instalasi
Pengolahan Air dan SNI 6774:2008 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket
Instalasi Pengolahan Air pada bagian Istilah dan Definisi yang disebut dengan Air
Baku adalah : “Air yang berasal dari sumber air pemukaan, cekungan air tanah dan
atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku untuk
air minum dan belum mengalami proses pengolahan.” Instalasi Pengolahan Air (IPA)
adalah suatu kesatuan bangunan yang berfungsi mengolah air baku menjadi air bersih
atau air minum.
Standar mutu air minum atau air untuk kebutuhan rumah tangga ditetapkan
berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Standar baku air
minum tersebut disesuaikan dengan Standar Internasional yang dikeluarkan oleh
WHO.
Standardisasi kualitas air tersebut bertujuan untuk memelihara, melindungi,
dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat, terutama dalam pengelolaan air
atau kegiatan usaha mengolah dan mendistribusikan air minum untuk masyarakat
umum. Menurut Kusnaedi dalam Nasution (2015), dengan adanya standardisasi
tersebut, dapat dinilai kelayakan pendistribusian sumber air untuk keperluan rumah
tangga.
22
repository.unisba.ac.id
Menurut Abdilanov (2015) untuk menjamin agar air minum yang dikonsumsi
masyarakat tidak menimbulkan gangguan kesehatan, pengaturan mengenai air
minum telah diatur dalam Permenkes RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
persyaratan kualitas air minum. Air minum akan memenuhi kriteria aman bagi
kesehatan apabila memenuhi syarat fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif
yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan.
1. Parameter Wajib
Parameter wajib merupakan persyaratan kualitas air minum yang wajib diikuti
dan ditaati oleh seluruh penyelenggara air minum. (Abdilanov, 2015)
Parameter wajib meliputi :
A. Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan
Tabel 2. 5 Parameter Wajib Kualitas Air Minum yang Berhubungan Langsung
dengan Kesehatan
NO
1
Jenis Parameter
Satuan
Kadar Maksimum Yang
Diperbolehkan
Jumlah per 100
ml sampel
0
Parameter yang berhubungan langsung
dengan kesehatan
A. Parameter Mikrobiologi
1) E. Coli
2) Total Bakteri Coliform
B. Kimia An-organik
1) Arsen
2) Flourida
3) Total Kromium
4) Kadmium
5) Nitrit, (Sebagai NO2-)
6) Nitrat, (Sebagai NO3-)
7) Sianida
8) Selenium
0
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
0,01
1,5
0,05
0,003
3
50
0,07
0,01
Sumber : Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010
B. Parameter wajib yang tidak berhubungan langsung dengan kesehatan
23
repository.unisba.ac.id
Tabel 2. 6 Parameter Wajib Kualitas Air Minum yang Tidak Berhubungan
Langsung dengan Kesehatan
NO
1
Jenis Parameter
Satuan
Parameter yang tidak berhubungan
langsung dengan kesehatan
A. Parameter Fisik
1) Bau
2) Warna
3) Total zat padat terlarut (TDS)
4) Kekeruhan
5) Rasa
6) Suhu
B. Parameter Kimiawi
1) Alumunium
2) Besi
3) Kesadahan
4) Khlorida
5) Mangan
6) pH
7) Seng
8) Sulfat
9) Tembaga
10) Amonia
TCU
mg/l
NTU
0
C
Kadar Maksimum Yang
Diperbolehkan
Tidak berbau
15
500
5
Tidak berasa
Suhu udara ± 3
0,2
0,3
500
250
0,4
6,5 – 8,5
3
250
2
1,5
Sumber : Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010
2. Parameter Tambahan
Parameter tambahan merupakan peryaratan kualitas air minum yang dapat
ditetapkan oleh pemerintah daerah masing-masing yang yang sesuai dengan kondisi
lingkungan daerah masing-masing (Abdilanov, 2015). Diantaranya :
1. Persyaratan Kimiawi, yang terdiri dari ;
a) Bahan Kimia Anorganik
b) Bahan Kimia Organik
c) Pestisida
d) Desinfektan dan hasil simpanganya
Abdilanov (2015) mengungkapkan air minum yang akan dikonsumsi tidak
mengandung bahan – bahan kimia (organik, anorganik, pestisida dan desinfektan)
melebihi ambang batas yang telah ditetapkan, sebab akan menimbulkan efek
kesehatan bagi tubuh konsumen.
2. Radioaktifitas
24
repository.unisba.ac.id
Abdilanov (2015) mengungkapkan kadar maksimum cemaran radioaktifitas
dalam air minum tidak boleh melebihi batas maksimum yang diperbolehkan.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Kualitas Air Minum selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran A.
2.5
Metode Rating Factor
2.5.1
Pengertian Metode Rating Factor
Metode rating factor adalah suatu pendekatan umum yang berguna untuk
mengevaluasi dan membandingkan berbagai alternatif diantaranya penentuan lokasi
dengan cara memberikan bobot terhadap faktor yang perlu dipertimbangkan
(Nu’man, 2013). Rachmanda (2015) mengungkapkan metode rating factor
merupakan metode paling popular sebab melibatkan banyak faktor dalam analisis.
Metode ini memberikan suatu landasan rasional dalam menganalisis dengan
memberikan bobot terhadap faktor yang dipertimabangkan, selain faktor kuantitatif
juga faktor kualitatif (Rachman, 2013). Menurut Heyzer dan Render dalam Rachman
(2013) menyatakan metode pemeringkatan faktor adalah sebuah metode penentuan
nilai bobot yang mengikutsertakan beragam faktor secara objektif, mulai dari
pendidikan hingga keterampilan tenaga kerja.
2.5.2
Kelebihan dan Kekurangan Metode Rating Factor
Kelebihan metode ini adalah tidak mahal dalam penyusunan dan
administrasinya, tidak memakan waktu dan dapat mudah diterapkan. Namun, metode
ini juga mempunyai kelemahan seperti sulit menentukan kriteria yang relevan
dengan pelaksanaaan kerja. Dan bila kriteria sulit diidentifikasikan, variabel-variabel
akan menjadi tidak relevan dan mengurangi arti penilaian. (Anonymous, 2008).
25
repository.unisba.ac.id
2.5.3
Tahapan Metode Rating Factor
Terdapat 6 (enam) tahapan dalam metode rating factor atau pemeringkatan
faktor (Hendra, 2003) :
1. Mengembangkan daftar faktor-faktor terkait.
2. Menetapkan bobot pada setiap faktor untuk mencerminkan seberapa jauh faktor
itu penting bagi pencapaian tujuan masalah.
3. Mengembangkan suatu skala untuk setiap faktor (misalnya, 1-10 atau 1-100
point).
4. Menentukan skor setiap lokasi untuk setiap faktor, dengan menggunakan skala
yang telah dikembangkan pada tahap 3.
5. Mengalikan skor itu dengan bobot dari setiap faktor, dan menentukan jumlah total
untuk setiap lokasi.
6. Membuat
rekomendasi
yang
didasar
pada
laba
maksimal,
dengan
mempertimbangkan hasil dari pendekatan kuantitatif.
2.6
Metode Delphi
Marimin dan Maghfiroh (2010) mengungkapkan bahwa, metode Delphi
dikembangkan oleh Derlkey dan asosiasinya di Rand Corporation. California pada
tahun 1960-an. Metode Delphi merupakan metode yang menyelaraskan proses
komunikasi suatu grup, sehingga dicapai proses yang efektif dalam mendapatkan
solusi masalah yang kompleks.
2.6.1
Pengertian Metode Delphi
Metode Delphi adalah modifikasi dari teknik brainwritting dan survey.
Dalam metode ini, panel digunakan dalam pergerakkan komunikasi melalui beberapa
kuesioner yang tertuang dalam tulisan. Teknik Delphi dikembangkan pada awal 1950
untuk memperoleh opini ahli. Objek dari metode ini adalah untuk memperoleh
konsesus yang paling reliable dari sebuah grup ahli. Teknik ini diterapkan di
berbagai bidang, misalnya untuk teknologi peramalan, analisa kebijakaan publik,
inovasi pendidikan, program perencanaan dan lain-lain (Marimin dan Maghfiroh,
2010, h. 81).
26
repository.unisba.ac.id
Pendekatan Delphi memiliki tiga grup yang berbeda yaitu: pembuat
keputusan, staf dan responden. Pembuat keputusan akan bertanggungjawab terhadap
keluaran dari kajian Delphi. Sebuah grup kerja yang terdiri dari lima sampai
Sembilan anggota yang tersusun atas staf dan pembuat keputusan, bertugas
mengembangkan dan menganalisa semua kuesioner, evaluasi pengumpulan data dan
merevisi kuesioner yang diperlukan. Grup staf dipimpin oleh kordinator yang
memiliki pengalaman dalam desain dan mengerti metode Delphi, serta mengenal
problem area (Marimin dan Maghfiroh, 2010, h. 81).
Prosedur Delphi mempunyai ciri-ciri yaitu (1) mengabaikan nama, (2) iterasi
dan feedback yang terkontrol, (3) respons kelompok secara statistic (Chang et al.
1993). Jumlah dari iterasi kuesioner Delphi bisa tiga sampai lima tergantung derajat
kesesuaian dan jumlah penambahan informasi selama berlaku. Umumnya, kuesioner
pertama menanyakan pada individu untuk merespon pertanyaan dalam garis besar.
Setiap subsequent kuesioner dibangun berdasarkan respon kuesioner pendahuluan.
Proses akan berhenti ketika konsesus mendekati partisipan, atau ketika penggantian
informasi cukup berlaku (Marimin dan Maghfiroh, 2010, h. 81).
2.6.2
Kelebihan dan Kekurangan Metode Delphi
Garrod dalam Febriantaro (2011) mengungkapkan terdapat beberapa
kelebihan Metode Delphi, yaitu :
1) Teknik ini sangat fleksibel untuk diaplikasikan dalam berbagai situasi dan
berbagai permasalahan yang rumit, dimana seringkali tidak ada metode analisis
yang cocok untuk diterapkan.
2) Prosedur iterasinya memungkinkan para ahli untuk memikirkan kembali penilaian
mereka berdasarkan feedback dari rekan ahli yang lain.
3) Proses ini juga memberikan lebih banyak waktu kepada partisipan untuk
memikirkan kembali ide-ide mereka sebelum memberikan penilaian, hal ini
tentunya akan memberikan respon yang lebih berkualitas.
4) Pendekatan anonimitas memungkinkan para ahli untuk lebih bebas berpendapat,
tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.
5) Adanya kemungkinan pengaruh individual juga otomatis dihilangkan.
27
repository.unisba.ac.id
6) Adanya ‘pengalihan isu’ yang keluar dari fokus utama diskusi dapat dikendalikan
oleh project manager.
7) Proses ini akan menghasilkan catatan dari pemikiran grup dapat direview saat
diperlukan.
8) Metode ini dapat digunakan untuk mengevaluasi sebaran pendapat dari para ahli
ataupun poin-poin konsesensus (hal-hal yang telah disepakati).
Sedangkan menurut Garrord dalam Febriantaro (2011) kelemahan Metode
Delphi adalah sebagai berikut :
a. Delphi bisa sangat sensitive terhadap hal-hal berikut :
1) Level keahlian dari para panelis
2) Komposisi panelis
3) Kejelasan pertanyaan
4) Cara project manager melaporkan outlier
5) Administrasi kuesioner
b. Teknik ini mengasusmsikan para ahli memperbolehkan penilaian mereka di-revisi
oleh pendapat dari orang lain.
c. Panel ahli rentan terhadap atrisi (proses pelemahan) disebabkan karena :
1)
Kejenuhan dengan subjek/topik penelitian.
2)
Ketidakpuasan dengan proses
3)
Kekurangan waktu untuk melengkapi kuesioner
d. Beberapa praktisi/pengguna Delphi menggunakan pengaruh uang/persuasi secara
moral untuk meyakinkan panelis supaya ‘keep on truck’ dalam kasus ini, akan
tetapi hal ini dapat menyebabkan bias terkait hasil studi.
e. Ada kemungkinkan terbentuk ‘konsensus semu’, dimana panelis menyetujui dan
menyesuaikan penilaian dari grup.
f. Teknik ini seringkali memerlukan sejumlah waktu yang berkualitas untuk
melengkapi kuesioner dan seringkali menyita banyak waktu dari periset.
2.6.3
Tahapan Metode Delphi
Menurut Fowles dalam Hasegawa (2013), terdapat beberapa langkah dalam
metode Delphi :
28
repository.unisba.ac.id
1.
Membentuk sebuah tim kerja yang mengambil keputusan dan meminitor analisa
Delphi pada partisipan.
2.
Pemilihan satu atau lebih panel untuk berpartisipasi. Biasanya secara teratur
kepada partisipan pada suatu daerah investigasi, seperti penelitian dan proyek.
3.
Melaksanakan ronde pertama questionnaire I Delphi.
4.
Menguji
pengejaan
(mengenai
ambiguitas,
kejanggalan,
dlsb.)
pada
lembarquestionnaire untuk penulisan lebih baik seperlunya.
5.
Menyerahlan lembar questionnaire pertama pada panelis.
6.
Analisa respon-respon dari ronde pertama.
7.
Persiapan terhadap ronde dua lembar pertanyaan Delphi (dengan pengujian yang
memungkinkan).
8.
Menyerahkan lembar questionnaire II pada panelis.
9.
Analisa respon-respon dari ronde kedua (iterasi atau pengulangan proses langkah
7 hingga 9 dapat dilakukan menurut keperluan hingga tercapai stabilitas hasil
yang didapatkan).
10. Persiapan mengenai laporan oleh tim analisa untuk menyimpulkan hasil dari
analisa.
2.7
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L.
Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 70-an untuk mengorganisir
informasi dalam memilih alternatif yang paling disukai. Dengan menggunakan AHP,
kita dapat memandang suatu masalah yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka
berfikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan untuk mengambil keputusan
yang efektif atas masalah tersebut.
2.7.1
Pengertian Metode AHP
Metode AHP ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan
efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat
proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam
bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel dalam suatu susunan hirerarki,
29
repository.unisba.ac.id
memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel
dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana
yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada
situasi tersebut.
Menurut Saaty dalam Ranius (2014), metode AHP membantu memecahkan
persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang
berkepentingan, hasil dan didasari dari berbagai pertimbangan guna mengembangkan
bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kriteria yang ditentukan dan
logika sesuai aturan dari berbagai persoalan, selanjutnya dengan menyeimbangkan
dari berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok untuk
diterapkan.
Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilh suatu alternatif
terbaik (Suryaningrat, 2007, h.53). Peralatan utama Analytical Process Hierarchy
(AHP) adalah sebuah Hierarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia.
Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompokkelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga
permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis (Ramadhani, 2013, h. 29)
2.7.2
Kelebihan dan Kelemahan AHP
Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), AHP memiliki banyak keunggulan
dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan karena dapat digambarkan secara
grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan
keputusan. Dengan AHP, proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi
keputusan-keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah. Selain itu,
AHP juga menguji konsistensi penilaian bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh
dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan penilaian perlu diperbaiki
atau hierarki harus distruktur ulang.
Beberapa keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan
mengambil keputusan dengan menggunakan AHP adalah (Marimin dan Maghfiroh,
2010, h. 92) :
 Kesatuan : AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes
untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur.
30
repository.unisba.ac.id
 Kompleksitas : AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan
sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.
 Saling ketergantungan : AHP dapat menangani saling ketergantungan elemenelemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.
 Penyusunan hierarki : AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk
memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan
mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.
 Pengukuran : AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan terwujud
suatu metode untuk menetapkan prioritas.
 Konsistensi : AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan
yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas.
 Sintesis : AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap
alternatif.
 Tawar-menawar : AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai
faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik
berdasarkan tujuan-tujuan mereka.
 Penilaian dan konsesus : AHP tidak memaksakan konsesus, tetapi mensistesikan
suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda.
 Pengulangan proses : AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi
mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian
mereka melalui pengulangan.
Selain itu, AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang
multi objektif dan multi-kriteria yang berdasar pada perbandingan preferensi dari
setiap elemen dalam hirerarki. Suryadi dan Ramadhani dalam (Ramadhani, 2013)
mengatakan model ini merupakan suatu model pengambilan keputusan yang
impherensif.
Sedangkan kelemahan metode AHP adalah sebagai berikut (Ramadhani, 2013,
h. 30) :
 Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi
seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli, selain itu
31
repository.unisba.ac.id
juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang
keliru.
 Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik
sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.
2.7.3
Tahapan Metode AHP
Menurut Saaty dalam Ramadhani (2013), dalam metode AHP dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Definisikan persoalan dan rinci pemecahan yang diinginkan.
2.
Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajerial menyeluruh (dari
tingkat puncak sampai ke tingkat dimana dimungkinkan campur tangan untuk
memecahkan persoalan tersebut).
3.
Membuat sebuah matriks perbandingan berpasangan untuk kontribusi atau
pengaruh setiap elemen yang relevan atas setiap kriteria yang berpengaruh yang
berada setingkat diatasnya. Dalam matriks ini, pasangan-pasangan elemen
dibandingkan berkenaan dengan suatu kriteria di tingkat yang lebih tinggi.
Dalam membandingkan kedua elemen, kebanyakan orang lebih suka
memberikan suatu pertimbangan yang menunjukkan dominasi sebagai suatu
bilangan bulat. Matriks ini memiliki satu tempat untuk memasukkan bilangan itu
dan satu tempat lain untuk memasukkan nilai resiprokalnya. Jadi jika satu
elemen tak berkontribusi lebih dari elemen itu. Bilangan ini dimasukkan dalam
tempat yang semestinya dalam matriks itu dan nilai kebalikannya dalam tempat
yang lainnya. Menurut perjanjian, suatu elemen yang disebelah kiri diperiksa
perihal dominasinya atas suatu elemen di puncak matriks.
4.
Dapatkan semua pertimbangan yang diperlukan untuk mengembangkan
perangkat matriks pada tiga langkah tiga. Jika terdapat banyak orang yang ikut
serta, tugas setiap orang dapat dibuat sederhana dengan mengalokasikan upaya
secara tepat. Pertimbangan ganda dapat disintesis dengan memakai rata-rata
geometriknya.
5.
Setelah mengumpulkan semua data perbandingan berpasangan dan memasukkan
nilai-nilai kebalikannya beserta entri bilangan 1 sepanjang diagonal utama,
prioritas dicari dan konsistensi diuji.
32
repository.unisba.ac.id
6.
Lakukan langkah 3, 4 dan 5 untuk semua tingkat dan gugusan dalam hirerarki.
7.
Gunakan komposisi secara hierarkis (sintesis) untuk membobotkan vektorvektor prioritas dengan bobot-bobot kriteria, dan jumlahkan semua entri prioritas
terbobot yang bersangkutan dengan entri prioritas dari tingkat bawah berikutnya,
dan seterusnya. Hasilnya adalah vektor prioritas menyeluruh untuk tingkat
hierarki paling bawah. Jika hasilnya ada beberapa buah, boleh diambil nilai ratarata aritmetiknya.
8.
Evaluasi konsistensi untuk seluruh hirerarki dengan mengalikan setiap indeks
konsistensi dengan prioritas kriteria bersangkutan dan menjumlahkan hasil
kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks
konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan
cara yang sama setiap indeks konsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas
kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Rasio konsistensi hirerarki
harus 10% atau kurang. Jika tidak, mutu informasi tersebut harus diperbaiki,
misalnya dengan memperbaiki cara menggunakan pertanyaan ketika membuat
perbandingan berpasangan. Jika tindakan tersebut tetap gagal memperbaiki
konsistensi, ada kemungkinan persoalan ini tak terstruktur secara tepat, yaitu
elemen-elemen sejenis tidak dikelompokkan di bawah suatu kriteria yang
bermakna. Jika demikian, maka perlu kembali ke langkah 2 meskipun hanya
bagian-bagian persoalan dari hirerarki yang perlu diperbaiki.
2.7.4
Tahap Pengolahan Data dengan Metode AHP
Adapun tahap pengolahan data dengan metode Analytical Hierarchy Process
yaitu:
1. Penyusunan Struktur Hierarki Masalah
Penyusunan hierarki dilakukan dengan cara mengidentifikasi pengetahuan
atau informasi yang sedang diamati. Penyusunan tersebut dimulai dari permasalahan
yang kompleks yang diuraikan menjadi elemen pokoknya, elemen pokok ini
diuraikan lagi ke dalam bagian-bagiannya lagi, dan seterusmya secara hierarkis.
Jumlah bagian ini berkisar antara lima sampai sembilan.
Menurut Ramadhani (2013), dalam penerapan AHP seringkali digunakan
jenis hierarki fungsional, karena dengan hierarki ini suatu system dapat disusun
33
repository.unisba.ac.id
berdasarkan tujuan/sasaran daris system yang akan dicari solusi masalahnya. Tingkat
berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Hirarki seperti itu dapat
diilustrasikan pada Gambar 2.1.
TUJUAN
SUB TUJUAN/
KRITERIA
SUB KRITERIA
SUB TUJUAN/
KRITERIA
SUB KRITERIA
Gambar 2. 2 Menyusun Struktur Hierarki Masalah
Sumber: Saaty dalam Ramadhani (2013)
2. Membuat Matrik Berpasangan Antar Kriteria dan Antar Alternatif
Penilaian setiap level hierarki dinilai melalui perbandingan berpasangan.
Menurut Saaty dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), untuk berbagai persoalan,
skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Skala 1-9
ditetapkan sebagai pertimbangan dalam membandingkan pasangan elemen di setiap
level hierarki terhadap suatu elemen yang berada di level atasnya. Skala dengan
sembilan satuan dapat menggambarkan derajat sampai mana kita mampu
membedakan intensitas tata hubungan antarelemen.
Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat
dilihat pada Tabel 2.3.
34
repository.unisba.ac.id
Tabel 2. 7 Penilaian Setiap Level Hierarki
Nilai
1
3
5
7
9
2, 4, 6, 8
1/(2-9)
Keterangan
Faktor Vertikal sama penting dengan Faktor Horizontal
Faktor Vertikal lebih penting dengan Faktor Horizontal
Faktor Vertikal jelas lebih penting dengan Faktor Horizontal
Faktor Vertikal sangat jelas lebih penting dengan Faktor Horizontal
Faktor Vertikal mutlak lebih penting dengan Faktor Horizontal
Apabila ragu-ragu antara dua nilai elemen yang berdekatan
Kebalikan dari keterangan nilai 2-9
Sumber: Marimin dan Maghfiroh, 2010
3. Penyelesaian dengan persamaan Matematik
Tahap ini mempunyai beberapa perhitungan untuk menentukan besarnya
bobot yang dimulai dari kasus yang sederhana sampai dengan kasus umum.
a. Menghitung Rata-rata Geometrik
Menurut Sukandar (2008), AHP dapat digunakan dalam penilaian secara
berkeompok. Bobot penilaian dari beberapa orang dalam suatu kelompok
dirata-ratakan dengan rata-rata geometrik (geometric mean). Rumus untuk
mencari rata-rata geometrik adalah sebagai berikut (Sukandar, 2008, h. 16):
G=
Dimana:
…………………………………………………….(II-1)
G = bobot rata-rata geometrik
= bobot perbandingan berdasarkan rata-rata geometrik
n = jumlah data
b. Menjumlahkan Seluruh Rata-rata Geometrik
Sukandar (2008) mengungkapkan, proses sintesis digunakan untuk
menghasilkan suatu bilangan tunggal yang menunjukkan prioritas tiap elemen
dengan membobotkan faktor-faktor prioritas dengan bobot kriterianya dan
menjumlahkan semua entri prioritas dari tingkat bawah berikutnya.
Menjumlahkan seluruh rata-rata geometrik merupakan tahap pertama
dalam proses sintesis yaitu dengan menjumlahkan bobot setiap kolom
menjadi total kolom (Sukandar, 2008, h. 17) :
35
repository.unisba.ac.id
………………………………………………..........(II-2)
Sij =
Dimana :
Sij = bobot total penjumlahan bobot perkolom
= bobot subfaktor ke-i kolom ke-j.
c. Menghitung Vektor Prioritas
Sukandar (2008) menyebutkan bahwa tahap kedua dalam proses sintesis
adalah membagi setiap elemen dengan jumlah kolom Sij. Hasil pembagian
tersebut dilambangkan dengan Vij.
Vij =
…………………………………………..………………..(II-3)
Dimana :
Vij = hasil pembagian bobot (baris ke-i, kolom ke-j) dengan
jumlah tiap kolom ke-j.
Langkah
ini
dikenal
dengan
normalisasi
matriks
perbandingan
berpasangan (Sukandar, 2008, h. 17).
Ramadhani (2013) mengungkapkan matrik perbandingan berpasangan
antar kriteria yang telah dibuat kemudian dihitung vektor prioritas yang
merupakan bobot prioritas dari elemen-elemen matrik. Menentukan prioritas
relative dari setiap faktor dengan merata-ratakan bobot yang sudah
dinormalisasi dari setiap baris dan dilambangkan dengan Pi (Sukandar, 2008,
h. 17). Perhitungan untuk menghitung vektor prioritas dapat menggunakan
rumus II-4 (Sukandar, 2008):
Pi =
……………………………………………………..(II-4)
Dimana : Pi = nilai prioritas relatif
n = jumlah sub faktor
Dengan rumus II-4 diatas, dilakukan perhitungan hingga untuk setiap
kriteria. Setelah dihitung semua maka direkapitulasi.
36
repository.unisba.ac.id
d. Menghitung Nilai Va
Menghitung nilai Va dilakukan dengan cara mengalikan setiap baris
elemen matriks dengan nilai prioritasnya (Ramadhani, 2013). Rumus yang
digunakan dalam perhitungan ini adalah sebagai berikut (Marimin dan
Maghfiroh, 2010) :
x VP dengan VA = (Vai) ……………………………….(II-5)
VA =
Dimana :
= bobot subfaktor ke-i kolom ke-j
Vai = vektor prioritas dari kriteria a
e. Menghitung Nilai Eigen
Menghitung nilai eigen (EV) setiap baris dengan cara membagi antara
nilai Va dengan nilai prioritas. Rumus yang digunakan untuk perhitungan EV
yaitu (Ramadhani, 2013) :
EV = VA/VP …..…………………………………………………….(II-6)
Dimana :
EV = nilai eigen
VP = vektor prioritas
Setelah semua dihitung maka dibuat rekapitulasi nilai eigen.
f. Menghitung Nilai Eigen Maksimum (λmaks)
Nilai eigen maksimum (λmaks) diperoleh dari rata-rata nilai eigen seluruh
komponen dengan perhitungan sebagai berikut (Sukandar, 2008) :
λmaks =
Dimana :
…………………………………………………….. (II-7)
λmaks = nilai eigen maksimum
Bi = jumlah setiap baris ke-1 dari nilai matriks perbandingan
berpasangan yang telah dikalikan dengan EV.
g. Menghitung Indeks Konsistensi
Nilai indeks konsistensi (CI) dapat dihitung dengan cara berikut ini
(Sukandar, 2008) :
37
repository.unisba.ac.id
CI =
…………………………………………………………….……………...(II-8)
Dimana :
CI = nilai konsistensi indeks
maks = nilai eigen maksimum
n = jumlah data
h. Menghitung Rasio Konsistensi (CR)
Nilai konsistensi rasio (CR) dapat dihitung dengan cara berikut ini
(Sukandar, 2008) :
CR = CI/RI ……………………………………………………….(II-9)
Dimana : CR = rasio konsistensi
RI = random index
Menurut Ramadhani (2013), dari 500 buah sampel matriks acak dengan
skala perbandingan 1-9, untuk beberapa orde matriks Saaty (1991)
mendapatkan nilai rata-rata RI seperti Tabel 2.4.
Tabel 2. 8 Orde Matriks Saaty
Orde Matrik
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
RI
0
0
0.58
0.90
1.12
1.24
1.32
1.41
1.45
1.49
Ramadhani (2013) mengungkapkan bahwa matriks perbandingaan
Saaty (1991) adalah konsisten bila nilai CR tidak lebih dari 0.10.
38
repository.unisba.ac.id
Download