1 I. PENDAHULUAN Indonesia mengalami kerugian ekonomi akibat serangan rayap pada kayu bangunan rumah penduduk mencapai 12,5% dari total biaya pembangunan perumahan tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten Banyumas telah diketahui tingkat serangan rayap tanah di daerah pedesaan sekitar 86,25% dan tingkat kerusakan kayu (komponen) bangunan rumah termasuk dalam kategori sedang yaitu berkisar 5-20%. Hal ini menunjukan tingkat persebaran rayap di Wilayah Banyumas dan Purwokerto yang cukup tinggi karena wilayahnya yang sangat mendukung untuk kehidupan rayap. Kota Purwokerto terletak antara 109°17’20” - 109°18’40” Bujur Timur, 7°10’7°30’ Lintang Selatan. Secara geografis Kota Purwokerto terletak di sebelah selatan Gunung Slamet, dengan ketinggian 75 m dpl (meter di atas permukaan laut) (Nova et al., 2011). Berdasarkan Bappeda Kabupaten Banyumas (2000) Karakteristik topografi di kabupaten Banyumas ditunjukan dengan kondisi ketinggian lahan dan kemiringan lahan. Sebagianesar kawasan perkotaan Purwokerto berada pada ketinggian sekitar 100 meter dpl. Wilayah kecamatan pada ketinggian ini mencakup seluruh Kecamatan Patikraja, Sokaraja, Purwokerto Barat dan Purwokerto Selatan. Sedangkan Kecamatan Purwokerto Utara, Purwokerto Timur, Baturraden, Karanglewas, Kedungbanteng, Kembaran, dan Sumbang yang sebagai wilayahnya di ketinggian lebih dari 100-500 meter dpl. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Oldeman (1978), Kabupaten Banyumas termasuk zona agroklimat bervariasi antara C2 hingga B2 yang artinya memiliki tingkat curah hujan yang cukup tinggi. Curah hujan tahunan rata-rata berkisar antara 2456-3895 mm. Curah hujan tertinggi terutama pada wilayah Kabupaten Banyumas yang terletak di 2 lereng gunung slamet. Kawasan perkotaan Purwokerto memiliki curah hujan berkisar antara 2000-4000 mm/tahun, kelembaban udara rata-rata berkisar antara 52-100%. Ratarata suhu udara bulanan 26,3°C, dengan suhu minimum tercatat 24, 4°C dan suhu maksimum 30,9°C. Jenis tanah pada kawasan Purwokerto terdiri atas aluvial coklat kelabu, asosiasi latosol, latosol coklat dan regosol, kompleks podzolik merah kuning, podzolik kuning dan coklat, asosiasi aluvial kelabu dan coklat (Bappeda Kabupaten Banyumas 2004). Faktor abiotik ini sangat cocok bagi perkembangan rayap perusak kayu basah. Amir (2003) menyatakan bahwa sarang rayap terdapat di tempat lembab di dalam tanah dan batang kayu basah, tetapi ada juga yang hidup di dalam kayu kering. Makanan utamanya adalah kayu dan bahan- bahan dari selulosa lain serta jamur. Penyebaran rayap tanah sangat berhubungan dengan faktor curah hujan dan temperatur. Keadaan ini menyebabkan rayap menjadi mudah ditemukan di wilayah dataran rendah. Menurut Nandika et al., (2003), faktor lingkungan seperti curah hujan, suhu, kelembaban, ketersediaan makanan dan musuh alami mempengaruhi perkembangan populasi rayap. Kelembaban dan suhu yang berada dalam batas optimum menyebabkan perkembangan dan penyebaran rayap tanah yang tinggi selain tipe tanah yang cocok. Rayap tanah hidup ditempat yang bertemperatur hangat serta karakteristik tanah o o subur. Kisaran temperatur yang disukai rayap adalah 21,1 C - 26,6 C dengan kelembaban optimal 95% - 98% (Susanta, 2007). Koloni rayap dapat hidup pada kedalaman tanah 5 hingga 6 meter untuk berlindung dari perubahan cuaca yang kurang menguntungkan (Pearce, 1997). 3 Kemampuan rayap melakukan adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan menyebabkan penyebaran rayap menjadi sangat luas. Di daerah tropik, rayap ditemukan mulai dari pantai sampai ketinggian 3000 m dpl (meter diatas permukaan laut). Penyebaran rayap berlangsung hingga mencapai batas 50o LU dan 50o LS (Nandika et al., 2003). Koloni rayap yang merupakan jenis serangga sosial terbagi atas tiga kasta yang memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda. Ketiga kasta tersebut adalah kasta prajurit, kasta reproduktif, dan kasta pekerja. Tidak kurang dari 80-90% populasi koloni rayap merupakan kasta pekerja (Nandika et al., 2003). Secara umum kasta prajurit akan mudah dikenali dari bentuk kepala dan adanya penebalan dibagian kutikula. Kasta prajurit bertugas menjaga koloni dan serangan musuh atau predator. Kasta reproduktif terbagi atas ratu yang tugasnya bertelur untuk menghasilkan rayap baru dan raja yang bertugas membuahi ratu. Kasta ini terdiri dari kasta reproduktif primer dan suplementer (neoten) (Prasetiyo dan Yusuf, 2005). Kasta pekerja biasanya memiliki warna pucat dan sedikit mengalami penebalan di bagian kutikulanya. Kasta ini bertugas membangun sekaligus memperbaiki sarang; memelihara ratu, telur, dan rayap muda; serta mencari makanan untuk semua penghuni koloni. Kasta ini memperlihatkan perilaku kanibal dengan memakan rayap lain yang lemah atau sudah mati demi kelangsungan hidup koloni (Nandika et al., 2003). Secara taksonomi rayap dikelompokkan ke dalam ordo Isoptera (iso = sama dan ptera = sayap). Rayap memiliki tubuh yang lunak dan berwarna terang. Jumlah spesies rayap di dunia ada sekitar 2.648 spesies yang digolongkan ke dalam tujuh famili dan 281 genus. Famili Termitidae merupakan famili dengan jumlah anggota spesies yang tertinggi. Delapan puluh lima persen total spesies rayap yang telah diidentifikasi 4 gmerupakan anggota Famili Termitidae. Famili Mastoter-mitidae dan Famili Serritermitidae hanya memiliki satu anggota spesies rayap. Famili rayap yang lain adalah Famili Kalo- termitidae, Termopsidae, Hodotermitidae dan Rhinotermitidae yang masing-masing famili berturut-turut terdiri dari 411, 20, 15, dan 305 spesies rayap (Kambhampati dan Eggleton, 2000). Penggolongan menurut habitat atau perilaku bersarang berdasarkan lokasi sarang utama atau tempat tinggalnya, rayap perusak kayu dapat digolongkan dalam tipe-tipe berikut (Nandika, 1982).: 1. Rayap pohon, yaitu jenis-jenis rayap yang menyerang pohon yang masih hidup, bersarang dalam pohon dan tak berhubungan dengan tanah. Contoh yang khas dari rayap ini adalah Neotermes tectonae (famili Kalotermitidae), hama pohon jati. 2. Rayap kayu lembab, menyerang kayu mati dan lembab, bersarang dalam kayu, tak berhubungan dengan tanah. Contoh : Jenis-jenis rayap dari genus Glyptotermes (Glyptotermes spp., famili Kalotermitidae). 3. Rayap kayu kering, seperti Cryptotermes spp. (famili Kalotermitidae), hidup dalam kayu mati yang telah kering. Hama ini umum terdapat di rumah-rumah dan perabotperabot seperti meja, kursi dsb. Tanda serangannya adalah terdapatnya butir-butir ekskremen kecil berwarna kecoklatan yang sering berjatuhan di lantai atau di sekitar kayu yang diserang. Rayap ini juga tidak berhubungan dengan tanah, karena habitatnya kering. 4. Rayap subteran, yang umumnya hidup di dalam tanah yang mengandung banyak bahan kayu yang telah mati atau membusuk, tunggak pohon baik yang telah mati maupun masih hidup. Di Indonesia rayap subteran yang paling banyak merusak adalah jenis-jenis dari famili Rhinotermitidae. Terutama dari genus Coptotermes (Coptotermes 5 spp.) dan Schedorhinotermes. Perilaku rayap ini mirip rayap tanah seperti Macrotermes namun perbedaan utama adalah kemampuan Coptotermes untuk bersarang di dalam kayu yang diserangnya, walaupun tidak berhubungan dengan tanah, asal saja sarang tersebut sesekali memperoleh lembab. Coptotermes curvignathus Holmgren sering kali diamati menyerang pohon Pinus merkusii dan banyak menyebabkan kerugian pada bangunan. 5. Rayap tanah. Jenis-jenis rayap tanah di Indonesia adalah dari famili Termitidae. Mereka bersarang dalam tanah terutama dekat pada bahan organik yang mengandung selulosa seperti kayu, serasah dan humus. Contoh-contoh Termitidae yang paling umum menyerang bangunan adalah Macrotermes spp. (terutama M. gilvus), Odontotermes spp. dan Microtermes spp. Jenis-jenis rayap ini sangat ganas, dapat menyerang obyek-obyek berjarak sampai 200 meter dari sarangnya. Untuk mencapai kayu sasarannya mereka bahkan dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa cm, dengan bantuan enzim yang dikeluarkan dari mulutnya. Rayap tanah memerlukan kayu (selulosa ) sebagai makanan pokok dimana rayap mampu melumatkan kayu karena adanya protozoa flagellata dalam usus bagian belakang. Bagi yang tak memiliki protozoa seperti famili Termitidae, bukan protozoa yang berperan tetapi bakteri dan bahkan pada beberapa jenis rayap seperti Macrotermes, Odontotermes dan Microtermes memerlukan bantuan jamur perombak kayu yang dipelihara di "kebun jamur" dalam sarangnya (Tarumingkeng 2001). Golongan rayap tanah paling banyak menimbulkan kerusakan adalah dari famili Rhinotermitidae serta sebagian anggota famili Termitidae (Tambunan dan Nandika, 1989). 6 Rayap tanah mampu menjangkau dan merusak bahan-bahan yang menjadi kepentingan manusia, karena ukuran populasi yang besar dan disertai daya jelajah yang luas, oleh karena itu kayu dan jaringan tanaman merupakan sasaran serangan rayap (Nandika et al., 2003). Rayap tanah termasuk golongan rayap yang bersarang di dalam tanah dan membangun liang kembara (tunel) yang menghubungkan sarangnya dengan benda yang diserangnya (Erningtyas, 2006). Menurut Borror et al., (1996), rayap tanah menyerang dengan tiga cara yaitu menyerang langsung kayu yang berhubungan dengan tanah, menyerang melalui retakan-retakan dan celah sempit serta membangun liang kembara untuk jalan menuju tempat makanannya. Rayap bersarang dan memakan kayu perabotan atau kerangka rumah sehingga menimbulkan banyak kerugian secara ekonomi. Menurut Horwood dan Eldridge dalam (Rismayadi dan Arinana, 2007) sarang rayap tanah dapat ditemukan di atas permukaan tanah, pada tempat-tempat yang tinggi dibatang- batang pohon, di dalam kayu, bahkan di dalam bangunan gedung atau tempat-tempat lain dimana sumber kelembaban selalu tersedia. Cara mengetahui dan mengantisipasi serangan rayap tanah terhadap kayu biasanya dilakukan teknik pengumpanan. Teknik pengumpanan merupakan salah satu teknik pengendalian rayap tanah yang ramah lingkungan (Kadarsah, 2005). Pearce (1997) menyatakan bahwa, teknik pengumpanan lebih menguntungkan karena tanah tidak terkontaminasi oleh bahan kimia. Dalam penelitian ini digunakan 3 jenis kayu untuk mengetahui preferensi rayap terhadap masing-masing jenis kayu sebagai umpan yang memiliki tingkat keawatean sendiri yaitu: 7 Kayu albasia (Albizia falcata) tergolong ringan (berat jenis 0,33), mempunyai kelas awet V dan kelas kuat V (Martawijaya et al., 1989). Kayu albasia (A. falcata) termasuk kayu lunak yang mudah lapuk sehingga mudah terserang rayap tanah dan jamur. Persentase komponen kimia kayu albasia (A. falcata) memiliki selulosa tinggi, lignin rendah yang menunjukan kayu tersebut tidak terlalu kuat dan tidak terlalu kaku, pentosan yang rendah dan memiliki zat ekstraktif tinggi. Kayu jenis ini biasanya di golongkan dalam Kayu gubal karena keawetannya lebih rendah dibandingkan dengan kayu teras (Tobing, 1977). Kayu teras secara fisiologi tidak berfungsi untuk menunjang pohon secara mekanis. Kayu teras lebih gelap warnanya karena mengandung senyawasenyawa ekstraktif dan tahan terhadap cendawan dan serangga terutama rayap (Haygreen dan Baiyer, 1989). Kayu jati (Tectona grandis L.F) merupakan salah satu jenis kayu yang terkenal dan disukai di seluruh dunia. Penggunaan jenis kayu ini sangat beragam karena sifatsifatnya yang baik, antara lain yaitu kekuatan yang cukup tinggi, kembang susut yang kecil, mudah dikerjakan, serta kayu teras seperti kayu seperti jati (T. grandis L.F) memiliki keawetan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis lain dalam proses pelapukan (Falah, 2001). Martawijaya (1965) mengemukakan bahwa salah satu factor terpenting yang menentukan keunggulan kayu jati adalah sifat keawetannya. Telah diketahui bahwa secara umum terdapat hubungan antara sifat keawetan dengan umur kayu jati tersebut, dimana semakin meningkat umur kayu jati, maka semakin meningkat pula keawetannya. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium terhadap rayap Cryptotermes cyanocephalus Light dan percobaan kuburan (grave yard test) terhadap rayap dan jamur, kayu jati termasuk klasifikasi kelas awet II (Martawijaya et al., 1989). Kayu Jati memiliki komposisi utama yaitu terdiri dari 47,5% selulosa, 30% lignin, 8 14,5% pentosan, 1,4% abu, dan 0,4 – 1,5% silika. Kayu Jati mengandung tectuquinon ( 2 – metylanthraquinone), suatu senyawa yang menentukan keawetan kayu (Irwanto, 2006). Selain itu, kayu Jati juga merupakan kayu yang relatif tahan terhadap cendawan, bahan kimia, dan rayap karena mengandung seshui terpena (Gunawan, 2008). Menurut Martawijaya (1979), Kayu Bengkirai (Shorea laevifolia) termasuk kayu kelas awet I-II (III) dan kelas kuat I-II dengan berat jenis 0,91. Menurut Fengel dan Wegener (1985) kayu pada kelas awet tinggi memiliki kadar zat ekstraktif yang tinggi, zat ekstraktif tersebut terkandung didalam kayu diantaranya adalah agolesin dan pterocarpin, sedangkan menurut Syafii et al. (1985) mengandung zat ekstraktif antara lain; eusiderin, catechin, dan β- sitosterol. Zat ekstraktif yang terkandung dalam kayu itu dapat dipisahkan dengan cara ekstraksi. Kayu memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Teknologi yang semakin berkembang memungkinkan kayu dapat digunakan untuk berbagai keperluan baik untuk bahan konstruksi bangunan, mebel, kerajinan kayu hingga peralatan rumah tangga. Sejalan dengan meningkatnya pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk, kebutuhan kayu sebagai bahan konstruksi bangunan juga semakin meningkat (Ratnaningsih, 2001). Perusahaan produsen mebel dan kerajinan kayu juga mengalami peningkatan dalam hal jumlah dan kemampuan berproduksi. Berbagai jenis kayu dengan sifat-sifat yang berbeda sangat diperlukan untuk menghasilkan produk-produk tersebut (Kasmudjo, 2000). Menurut Martawijaya et al. (1989) di Indonesia dikenal lima kelas awet kayu (tabel 1.1). Tiga jenis kayu diatas masuk dalam golongan sebagai berikut : 9 Tabel 1.1. Kelas awet kayu Kelas awet Jenis Kayu Keadaan I Kayu Bengkirai Kayu Jati Kayu Albazia II III IV V - - - - Umur hingga 8 tahun, tidak terserang rayap tanah, keawetan tidak terbatas apabila dipelihara dan dicat dengan teratur - Umur hingga 5 tahun, tidak terserang rayap tanah, keawetan tidak terbatas apabila dipelihara dan dicat dengan teratur - - - - - - - Berumur sangat pendek, sangat cepat terserang rayap tanah, harus dipelihara dan dicat teratur agar keawetan lebih lama ± 5 tahun Berdasarkan tabel diatas digunakan kayu pada tingkat keawetan I,II, dan V untuk mengetahui perbedaaan tingkat keawetan kayu dari mulai keawetan tinggi hingga rendah. Abdurrohim (2000) menyatakan bahwa nilai suatu jenis kayu untuk keperluan industri sangat ditentukan oleh keawetannya karena bagaimanapun kuatnya kayu, penggunaannya tidak akan berarti jika umur pakainya rendah. Nandika (1996) juga melaporkan bahwa kayu di Indonesia 80-85 % merupakan kayu dengan keawetan rendah. Pemanfaatan kayu kelas awet rendah untuk bahan bangunan dan industri lainnya menghadapi banyak kendala antara lain umur pakainya yang relatif singkat karena mudah diserang oleh organism perusak kayu (Suparjana, 2000). Steller dan Labosky (1982) menegaskan bahwa diantara kerusakan kayu yang diakibatkan oleh serangga, rayap tanah merupakan jenis rayap yang menimbulkan kerusakan kayu pada bangunan baik gedung ataupun perumahan paling besar dan luas. 10 Perumahan merupakan sektor yang berkembang di wilayah purwokerto karena adanya peningkatan jumlah penduduk. Terdapat empat lokasi perumahan yaitu perumahan Langen Estate yang terdapat di wilayah Baturaden dan perumahan Purwosari di Baturaden yang memiliki ketinggian lebih dari 100 meter dpl, perumahan Saphire Village di Purwokerto timur dan kompleks wilayah perumahan Ketapang Indah di Sokaraja dengan ketinggian antara 25-100 meter dpl seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Rata-rata pemakaian kayu sebagai konstruksi bangunan di setiap wilayah perumahan yaitu dari jenis kayu kalimantan seperti kayu meranti, kayu bengkirai, selain itu juga terdapat pemakaian kayu albazia dan kayu jati. Dalam hubungannya antara jenis kayu dengan perumahan adalah masing-masing kayu memiliki tingkat keawetan yang berbeda dan rata-rata penggunaan kayu dari tingkat yang lebih baik keawetannya sering digunakan. Menurut Nandika et al, (1999) dalam masa mendatang berbagai jenis rayap perusak kayu dan bangunan masih tetap akan menjadi bagian integral dari ekosistem Indonesia. Bahkan meluasnya pembangunan dan areal pemukiman di berbagai daerah cenderung meningkatkan interaksi antara koloni rayap dengan bangunan gedung. Padahal keawetan alami kayu yang digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan gedung cenderung semakin rendah. Oleh karena itu, ancaman serangan rayap pada bangunan gedung di Indonesia diperkirakan tetap tinggi. Dengan informasi yang sudah dijelaskan diharapkan dapat mengetahui tentang persebaran rayap di setiap lokasi penelitian. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 11 1. Jenis rayap tanah yang menyerang dan bagaimana persebarannya di kompleks perumahan di wilayah purwokerto. 2. Preferensi rayap tanah terhadap jenis-jenis kayu umpan yang dipasang di setiap lokasi penelitian. Terkait dengan hal tersebut, penelitian ini akan dilaksanakan dengan tujuan untuk: 1. Mengetahui jenis rayap tanah yang menyerang dan persebaran rayap tanah di empat kompleks perumahan di wilayah Purwokerto. 2. Mengetahui preferensi rayap tanah yang menyerang jenis-jenis kayu umpan yang di pasang di setiap lokasi penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang persebaran rayap, jenis rayap dan juga preferensi rayap yang menyerang jenis-jenis kayu yang digunakan sebagai umpan, dan diharapkan dari penelitian ini dapat diambil manfaat dalam memilih kayu sebagai bahan konstruksi bangunan maupun perabotan lainnya.