BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah. Matematika dipelajari dari jenjang pendidikan sekolah dasar sampai dengan jenjang perguruan tinggi. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar yang memiliki ciri obyek yang abstrak, pola pikir deduktif dan konsisten. Matematika memiliki peranan penting dalam pendidikan. Hal itu dapat dilihat dari jumlah jam mata pelajaran yang lebih banyak dibandingkan dengan jam mata pelajaran yang lainnya. Tanpa kita sadari dalam kehidupan sehari-hari juga banyak menggunakan matematika, mulai dari kegiatan jual beli, mengukur panjang dan berat, serta membaca jam, sehingga matematika sangat penting untuk dipelajari. Matematika penting dipelajari karena mempunyai tujuan untuk membentuk kemampuan berpikir siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, memiliki sikap yang objektif, jujur dan disiplin untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pada kenyataannya siswa beranggapan matematika merupakan mata pelajaran yang paling sulit dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya sehingga kurang diminati oleh siswa. Siswa yang tidak suka dengan pelajaran matematika menganggap matematika sebagai momok yang menakutkan. Hal itu sesuai dengan pendapat Abdurahman (2010: 252) bahwa, “Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar”. Anggapan mengenai mata pelajaran matematika yang sulit membuat siswa kurang minat untuk belajar matematika. Pembelajaran matematika yang ideal dapat dilakukan dengan cara proses pembelajaran yang aktif. Semakin bertambah aktif anak dalam belajar matematika membuat anak semakin ingat materi pelajaran matematika itu. Menurut pendapat Mulyasa (2006: 101) “Suatu pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagaian besar (75%) peserta didik 1 2 terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran”. Saat pembelajaran berlangsung hendaknya siswa turut aktif misalnya dengan cara guru memberikan tugas kepada siswa untuk memecahkan masalah, berdiskusi menganalisis, mengambil keputusan dan sebagainya. Saat belajar matematika siswa dituntut untuk memahami apa yang sudah dipelajari. Pemahaman dalam pembelajaran sangatlah penting, karena ketika pemahaman siswa dalam materi pelajaran rendah maka hasil pembelajaran yang diperoleh juga rendah begitu pula sebaliknya ketika pemahaman siswa dalam materi pelajaran tinggi maka hasil pembelajaran yang diperoleh juga tinggi. Pendidikan matematika dalam tujuan pembelajarannya harus praktis dengan tidak mengabaikan keharusan pemahaman konsep yang merupakan pola struktur matematika. Oleh karena itu, pemahaman konsep dalam matematika sangatlah penting untuk membantu siswa dalam memecahkan persoalan yang berkaitan dengan matematika. Di sekolah dasar pada mata pelajaran matematika terdapat Standar Kompetensi yang harus diberikan kepada siswa. Salah satu dari Standar Kompetensi tersebut yaitu tentang konsep bilangan Romawi. Konsep bilangan Romawi hanya diajarkan sekali di sekolah dasar yaitu di kelas IV semester II. Bukan berarti hanya diajarkan sekali maka konsep bilangan Romawi dianggap tidak penting, tetapi sebaliknya konsep bilangan Romawi diajarkan di sekolah dasar itu sangat penting. Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai bilangan Romawi antara lain penomoran alamat rumah, penomoran kelas, penomoran sekolah dan lain-lain. Tidak sedikit pula guru yang beranggapan bahwa konsep bilangan Romawi itu mudah dan tidak perlu dipelajari siswa dengan sungguhsungguh. Pada kenyataan yang peneliti temui di lapangan berdasarkan hasil pretest 64,70% siswa masih memperoleh nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=70). Hal ini membuktikan rendahnya pemahaman siswa terhadap pelajaran matematika materi bilangan Romawi. Rendahnya pemahaman konsep bilangan Romawi terjadi di SD Negeri Karangasem IV Surakarta. Berdasarkan hasil pretest (lampiran 4 halaman 124) diperoleh nilai rata-rata kelas sebesar 56,61. Dari 34 siswa, sebanyak 22 siswa 3 atau 64,70% masih memperoleh nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), sedangkan jumlah siswa yang lulus atau nilainya yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebanyak 12 siswa atau 35,30%. Kriteria penilaian rata-rata kelas menurut Depdiknas (Harfiandi, 2015: 10) menyatakan bahwa, kriteria dikatakan baik sekali apabila rata-rata kelas 85-100, baik apabila rata-rata kelas 70-84, cukup apabila rata-rata kelas 60-69, kurang apabila rata-rata kelas 5059, dan kurang sekali apabila rata-rata kelas di bawah 50. Berdasarkan kriteria penilaian rata-rata kelas menurut Depdiknas menunjukan bahwa pembelajaran pemahaman konsep bilangan Romawi di SD Negeri Karangasem IV Surakarta tahun ajaran 2015/2016 masih kurang. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan siswa kelas IV (lampiran 8 dan 9 halaman 132, 134) menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan mengenai konsep bilangan Romawi. Dalam konsep bilangan Romawi mencakup 3 hal yang harus dipelajari, yaitu sistem pengurangan, penjumlahan, dan gabungan (penjumlahan dan pengurangan). Siswa masih bingung dengan aturan penempatan di depan atau dibelakang, terkait dengan penjumlahan dan pengurangan pada konsep bilangan Romawi. Kurangnya pemahaman konsep lambang bilangan Romawi terlihat saat siswa membaca lambang bilangan Romawi LVII kebanyakan siswa membaca 507. Hal itu menunjukkan siswa belum memahami tentang sistem gabungan (penjumlahan dan pengurangan) pada penulisan lambang bilangan Romawi Rendahnya pemahaman konsep bilangan Romawi disebabkan karena proses pembelajaran di kelas kurang maksimal. Hasil observasi di kelas IV SD Negeri Karangasem IV Surakarta tahun ajaran 2015/2016 selama Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) dari tanggal 18 Agustus 2015 sampai November 2015 mengenai kegiatan pembelajaran matematika ditemukan beberapa fakta. Fakta yang ditemukan antara lain: 1) penerapan model pembelajaran inovatif yang diterapkan dalam pembelajaran masih kurang; 2) pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered); 3) siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran; 4) kurangnya motivasi belajar matematika pada siswa; 5) kualitas pembelajaran 4 dan hasil belajar yang dicapai siswa kurang optimal; 6) tidak adanya penghargaan bagi siswa yang bisa menjawab soal dengan benar. Hasil observasi di atas dikuatkan dengan wawancara dengan guru kelas kelas IV SD Negeri Karangasem IV Surakarta tahun ajaran 2015/2016 (lampiran 6 halaman 128) mengenai pembelajaran matematika tentang konsep bilangan Romawi. Saat pembelajaran guru masih cenderung menggunakan metode ceramah dan penugasan sehingga membuat siswa kurang aktif. Proses pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai objek tanpa melibatkannya secara aktif dalam pembelajaran akan menciptakan suasana yang membosankan bagi siswa. Guru cenderung lebih banyak menjelaskan materi kemudian siswa mendengarkan, mencatat materi, dan mengerjakan soal. Interaksi yang terjadi hanya satu arah, yaitu guru dengan siswa. Sehingga keterlibatan siswa tehadap pembelajaran kurang maksimal. Selain itu, guru lebih mementingkan tercapainya materi pelajaran bukan pada pemahaman siswa yang mengakibatkan siswa kurang aktif dan sulit untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tidak adanya penghargaan dari guru membuat siswa kurang termotivasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika di sekolah dasar merupakan pelajaran yang mendasar bagi siswa. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan pada proses pembelajaran matematika agar siswa lebih mudah untuk memahami materi pelajaran dan hasil pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal. Untuk mengatasi kurangnya pemahaman konsep bilangan Romawi pada siswa kelas IV di SD Negeri Karangasem IV Surakarta tahun ajaran 2015/2016 peneliti memilih sebuah model pembelajaran inovatif yang membuat siswa mampu untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan kemampuan bekerjasama. Dengan adanya model pembelajaran yang tepat dapat mengaktifkan siswa dengan mengandalkan interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Model pembelajaran yang peneliti pilih adalah model pembelajaran pair checks. Model pembelajaran pair checks menerapkan pembelajaran kooperatif yang menuntut kemandirian dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan. Menurut Huda (2013: 212) keunggulan dari model pembelajaran pair 5 checks yaitu siswa dapat melakukan tutor teman sebaya (peer tutoring) yang dapat membuat siswa untuk saling berkomunikasi dalam pemecahan masalah bilangan Romawi. Model ini juga melatih tanggung jawab sosial siswa, kerja sama, dan kemampuan memberi penilaian. Dalam model pembelajaran ini siswa tidak hanya dituntut untuk memahami, tetapi juga dituntut untuk memberikan penilaian apakah soal yang dikerjakan dijawab dengan benar atau salah. Model pembelajaran pair checks memungkinkan siswa untuk meningkatkan keaktifan dan pemahaman konsep bilangan Romawi. Selain itu, menggunakan model pembelajaran pair checks dapat meningkatakan motivasi belajar karena setiap siswa yang menjawab dengan benar akan diberikan reward berupa kupon. Dari pemberian reward kepada siswa yang menjawab soal dengan benar maka akan memunculkan kompetisi diantara siswa. Penelitian yang serupa juga pernah dilakukan oleh Niken Puspita Ambarsari dalam jurnalnya yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Soal Cerita Bilangan Desimal Matematika melalui Penerapan Model Pembelajaran Pair Checks pada Siswa Kelas IV SDN Ngadirejan Tahun 2014/2015”. Pada kondisi awal sebelum tindakan dengan persentase ketuntasan 37,8%. Setelah diterapkan tindakan siklus I persentase ketuntasan meningkat sebesar 62,2%, siklus II persentase ketuntasan meningkat menjadi 78,38%, dan pada siklus III persentase ketuntasan meningkat menjadi 94,59%. Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu untuk meningkatkan hasil belajar pada siswa, guru perlu menerapkan sebuah model pembelajaran yang menarik dan menumbuhkan minat belajar siswa menjadi meningkat serta suasana belajar yang aktif. Model pembelajaran yang dimaksud dalam hal ini adalah model pembelajaran pair checks. Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, mengenai rendahnya pemahaman konsep bilangan Romawi. Peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Pair Checks untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Bilangan Romawi pada Siswa Kelas IV SD Negeri Karangasem IV Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016”. 6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan model pembelajaran pair checks dapat meningkatkan pemahaman konsep bilangan Romawi pada siswa kelas IV SD Negeri Karangasem IV Surakarta tahun ajaran 2015/2016?”. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep bilangan Romawi dengan menerapkan model pembelajaran pair checks pada siswa kelas IV SD Negeri Karangasem IV Surakarta tahun ajaran 2015/2016. D. Manfaat Penelitian Setiap penelitian yang telah dilakukan harus bermanfaat terhadap pembaca maupun peneliti sendiri. Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian dapat menambah wawasan dan pengetahuan baru tentang pembelajaran pemahaman konsep melalui model pembelajaran pair checks. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap peningkatan mutu pendidikan melalui proses belajar mengajar secara tepat di sekolah guna untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi penelitian sejenis. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa 1) Siswa akan merasakan pembelajaran yang inovatif dengan model pembelajaran pair checks. 7 2) Model pembelajaran pair checks dapat membuat siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran matematika. 3) Penerapan model pembelajaran pair checks dapat meningkatkan pemahaman konsep bilangan Romawi. b. Bagi Guru 1) Dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dalam memperoleh pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran matematika. 2) Menambah pengalaman baru bagi guru tentang model pembelajaran pair checks yang dapat meningkatkan pemahaman konsep dalam pembelajaran matematika khususnya konsep bilangan Romawi. 3) Memberi salah satu alternatif sebagai solusi untuk mengatasi kesulitan pelaksanaan pembelajaran matematika khususnya konsep bilangan Romawi. c. Bagi Sekolah 1) Memberikan masukan positif bagi peningkatan mutu kegiatan belajar melalui proses pembelajaran pair checks. 2) Hasil penelitian dapat mewujudkan pembelajaran yang efektif dan inovatif di sekolah melalui model pembelajaran pair checks. 3) Hasil penelitin dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah dengan menggunakan model pembelajaran pair checks. d. Bagi peneliti Menambah wawasan dan pengalaman mengenai penggunaan model pembelajaran pair checks untuk meningkatkan pemahaman konsep bilangan Romawi.