KARYA ILMIAH HUTAN SEBAGAI MASYARAKAT TUMBUHAN HUBUNGANNYA DENGAN LINGKUNGAN Oleh: BUDI UTOMO NIP: 132 305 100 Staf Pengajar Departemen Kehutanan FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2006 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana atas rahmat-Nya penulis masih diberi kesehatan sehingga dapat menyelesaikan tulisan yang sederhana ini. Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohonpohon yang menempati suatu tempat dan memiliki keadaan lingkungan yang khas. Di dalam hutan hubungan antara organisme dan alam lingkungannya sedemikian eratnya, sehingga dengan mempelajari hubungan lingkungan dengan organisme yang hidup di dalamnya akan dapat memberi pemahaman bagaimana proses regenerasi hutan dapat berlangsung secara alami. Pada kesempatan ini penulis berhasrat ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dan berpartisipasi dalam penyediaan literatur yang diperlukan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, karenanya kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan tulisan berikutnya. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amien. Medan, Agustus 2006 Budi Utomo i DAFTAR ISI Halaman i iii KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR I. PENDAHULUAN 1 II. MASYARAKAT HUTAN DAN LINGKUNGANNYA 3 4 A. Faktor Iklim 1. Cahaya matahari 2. Suhu 3. Curah hujan 4. Kelembaban 5. Angin 6. Kesetimbangan energi 4 8 10 10 11 12 13 B. Faktor fisiografi dan Edafis 1. Topografi 2. Tanah 3. Lapis alas geologi 13 14 17 III. PERAN HUTAN TERHADAP LINGKUNGAN 3.1. Peran Hutan 3.2. Kerusakan Hutan, dan Lingkungan 18 18 22 IV. PUSTAKA 25 ii I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohonpohon yang menempati suatu tempat dan memiliki keadaan lingkungan yang berbeda dengan lingkungan di luar hutan. Di dalam hutan hubungan antara tumbuh-tumbuhan, satwa dan alam lingkungannya sedemikian eratnya sehingga hutan dipandang sebagai suatu system ekologi atau ekosistem. Hubungan faktor-faktor ekologi yang mempengaruhi perkembangan masyarakat tumbuhan di hutan dapat digolongkan atas: A. Faktor alam (abiotik) a. Faktor Iklim 1. Cahaya 2. Suhu 3. Curah hujan 4. Kelembaban udara 5. Angin 6. Kesetimbangan energi b. Faktor fisiografi dan edafis 1. Topografi 2. Faktor edafis (tanah) 3. Geologi B. Faktor Biologi (biotik) 1. Tumbuhan 2. Hewan 3. Manusia Di hutan alam, hubungan tersebut berlangsung secara alami, yang dimulai dari perubahan-perubahan seperti: pohon-pohon yang tumbang, mati tua atau oleh penyakit, petir, dll yang diikuti tumbuhnya biji atau permudaan yang selama itu tertekan, yang dikenal dengan istilah suksesi. Sejalan dengan waktu terjadinya suksesi tersebut, keadaan habitat berubah secara perlahan-lahan yang menyebabkan perubahan komposisi dan struktur vegetasi yang tumbuh di daerah tersebut. Dengan demikian akan ada mekanisme yang mengembalikannya kepada keseimbangan. Suksesi merupakan proses yang terjadi secara terus-menerus yang ditandai oleh perubahan vegetasi, tanah dan iklim di mana proses itu terjadi. Perubahanperubahan ini terjadi karena habitat tempat tumbuh masyarakat tumbuhan mengalami modifikasi oleh beberapa daya kekuatan alam dan aktivitas organisme berupa perubahan-perubahan terhadap air, tanah, kimia dan lain-lain. Perubahan masyarakat tumbuhan tersebut dimulai dari tingkat pioneer sederhana sampai ke tingkat klimaks, dalam hal ini tumbuhan pioneer merubah habitatnya sendiri sehingga cocok bagi masuknya spesies baru, keadaan ini berlangsung terus hingga tingkat klimaks tercapai. Komunitas klimaks adalah komunitas yang berada dalam keadaan keseimbangan dinamis dengan lingkungannya, dengan didominasi oleh spesies klimaks yaitu spesies yang telah berhasil beradaptasi terhadap suatu habitat sehingga spesies tersebut menjadi dominant di habitat yang bersangkutan (Kusmana dan Istomo, 1995). II. MASYARAKAT HUTAN DAN LINGKUNGANNYA Di dalam ekologi hutan terdapat dua bidang kajian, yakni: 1. Autekologi: bagian ekologi yang mempelajari suatu jenis organisme yang berinteraksi dengan lingkungannya. 2. Sinekologi: bagian ekologi yang mempelajari hubungan berbagai kelompok organisme sebagai satu kesatuan yang saling berinteraksi antar sesamanya dan dengan lingkungannya pada suatu daerah. Lingkungan hutan termasuk dalam kategori ekologi yang dikenal sebagai ilmu autekologi. Faktor iklim yang berhubungan dengan atmosfir seperti gas-gas yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman mencakup radiasi matahari, suhu udara, kelembaban, angin, cahaya dan kandungan CO2 udara. Curah hujan merupakan salah satu faktor iklim yang tak langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman khususnya melalui pengaruhnya terhadap kelembaban tanah. Faktor tanah mencakup seluruh sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sifat bahan induk, profil tanah dan sifat fisik tanah lainnya, flora dan fauna tanah, siklus hara tanah dan tumbuhan, dan kelembaban tanah dan hubungannya dengan udara tanah merupakan hal penting dalam menentukan kualitas site. Faktor biologi mencakup hubungan tanaman dan hewan, baik yang tampak maupun berukuran mikro, di dalam tanah mempengaruhi kualitas tanah. Organisme besar yang hidup di atas tegakan, serta manusia membuat perubahanperubahan mencolok terhadap kondisi iklim mikro dan tanah. Mikroorganisme dan hewan kecil seperti bakteri, fungi, cacing tanah, rodentisia, dll, juga memberi perubahan yang nyata terhadap tanah. Dalam komunitas hutan, lingkungan sangat kompleks, lebih stabil dan lebih mudah diukur daripada hewan dan tumbuhan. Jadi lingkungan merupakan landasan untuk menerangkan komunitas hutan yang mempengaruhi tumbuhan dan hewan. A. Faktor Iklim 1. Cahaya matahari Sinar matahari yang mencapai atmosfir sebagian akan direfleksikan dan diabsorbsi oleh atmosfir itu sendiri, oleh awan dan partikel padat yang ada diatmosfir, vegetasi serta permukaan bumi. Sepertiga dari total radiasi matahari yang diterima akan direfleksikan kembali ke angkasa. Awan memegang peran penting di sini karena merefleksikan cahaya terbanyak, namun begitu refleksi dan pemencaran sinar matahari oleh permukaan bumi juga penting. Pada saat mendung, banyak dari radiasi ini yang ditahan oleh lapisan atmosfir sehingga bumi tetap hangat. Suhu malam di permukaan bumi juga relatif sejuk karena efek pemanasan radiasi di lapisan awan ini. Total sinar matahari yang mencapai atmosfir adalah: 1.95 g cal cm-2menit-1 yang disebut solar constant. Panjang gelombang sinar matahari yang mempengaruhi kehidupan di bumi terbagi 3 yaitu: ultra violet, sinar tampak, dan near infra red. Sinar matahari dengan panjang gelombang yang lebih pendek (ultra violet) akan dibsorbsi oleh atmosfir. Sedangkan sinar matahari dengan panjang gelombang 0.4 – 0.7 µm disebut sebagai cahaya tampak. Setengah dari total energi matahari yang mencapai permukaan bumi merupakan sinar tampak. Pada saat matahari meredup, sangat sedikit sinar ultraviolet yang mencapai permukaan bumi dibanding sinar tampak. Sinar tampak disebut illuminance dan dinyatakan dengan lumens foot--2 atau lumens m-2. Illuminance biasa dipakai oleh system inggris sebagai foot candle (ftc), setara dengan 10.764 lumens m-2 (lux). Studi lanjut dalam mengukur photosynthetically active radiation (PAR) yakni sinar matahari dengan panjang gelombang 0.4 – 0.7 µm menggunakan kuantum atau photon flux density yang dinyatakan dalam microensteins cm-2 waktu-1 (µe cm-2 s-1). Ukuran ini mengukur jumlah total photon dalam spektrum tampak yang mengenai suatu permukaan. Ini merupakan ukuran terbaik untuk mengukur PAR daripada illuminance. Walaupun illuminance tidak dapat mengindikasikan energi radiasi dalam kisaran sinar tampak untuk proses-proses biologi (fotosintesis), namun ukuran ini banyak digunakan karena ketersediaan alat fotoelektrik light meter yang dapat dikalibrasikan untuk mengukur respon visual. Dengan menggunakan nilai ratarata 1.42 g cm-2 m-1, solar illuminance maksimum pada permukaan laut yang diterima pada saat cerah berkisar memiliki nilai ukuran 9.500 ft-c, sehingga angka 10.000 ft-c atau 108.000 lux biasa digunakan untuk menggambarkan sinar matahari penuh (Spur and Barnes, 1980). Daun-daun tajuk hutan akan mentransmit 10 – 25% sinar tampak yang diterimanya. Namun kualitas radiasi yang mencapai lantai hutan sangat tergantung pada sifat optikal dari daun di tajuk hutan. Hubungan antara pengaruh cahaya dan pertumbuhan tanaman dikontrol oleh system pigmen yang dikenal dengan phytochrome yang tersusun dari chromophore dan protein. Chromophore adalah bagian yang pela terhadap cahaya. Phytocrome merah =============== menghambat perkecambahan Phytocrome infra merah merangsang perkecambahan Phytocrome memiliki dua bentuk dengan sifat yang reversible yakni: phytocrome merah yang mengabsorpsi sinar merah dan phytocrome infra merah yang mengabsorpsi sinar infra merah. Biji yang sedang berimbibisi bila diberi cahaya merah (6.400 A – 6.700 A) akan menyebabkan phytocrome merah berubah menjadi phytocrome infra merah yang menimbulkan reaksi merangsang perkecambahan, sebaliknya bila diberi cahaya infra merah (7.200 A – 7.500 A) akan merubah phytocrome infra merah ke phytocrome merah yang menghambat perkecambahan. Di alam cahaya merah mendominasi cahaya infra merah sehingga pigmen phytocrome diubah ke phytocrome infra merah yang aktif (Sutopo, 1985). Iklim muncul sebagai interaksi radiasi sinar matahari dan atmosfir yang mengelilingi bumi. Datangnya sinar matahari baik langsung atau tidak, cahaya meningkatkan terjadinya fotosintesis dan panas yang menghangatkan air dan tanah untuk berlanjutnya proses-proses kehidupan tumbuhan. Dari atmosfir diperoleh O2, CO2 yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis dan kelembaban yang diperlukan tumbuhan. Fotosintesis merupakan proses biologi yang dilakukan tanaman untuk menunjang proses hidupnya yakni dengan memproduksi gula (karbohidrat) pada tumbuhan hijau dengan bantuan energi sinar matahari, yang melalui sel-sel yang berespirasi energi tersebut akan dikonversi menjadi energi ATP sehingga dapat digunakan bagi pertumbuhannya. Reaksi umum dari proses fotosintesis adalah: 6 H2O + 6 CO2 Cahaya C6H12O6 + 6 O2 + e Proses fotosintesis adalah reaksi yang hanya akan terjadi dengan keberadaan sinar matahari, baik kualitas maupun kuantitasnya. Struktur, pertumbuhan dan ketahanan tegakan hutan sangat dipengaruhi oleh faktor cahaya. Panjang relatif siang dan malam juga turut mempengaruhi bagaimana tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan tersebut. Sinar matahari mempengaruhi suhu udara dan secara tidak langsung mempengaruhi kondisi panas di sekitar dan di dalam tubuh tanaman. CO2 berada dalam konsentrasi yang rendah di atmosfir, namun ia dibutuhkan dalam jumlah besar untuk fotosintesis dan dikeluarkan melalui respirasi hewan dan tumbuhan. Jumlah CO2 udara di sekitar tajuk hutan berkisar 0.03 – 0.04%. curah hujan dan kabut secara substansial meningkatkan kandungan CO2 udara. Selama musim hujan dan kabut, dengan cahaya yang rendah akan menurunkan fotosintesis namun serapan CO2 meningkat. Rendahnya pergerakan udara selama musim hujan dan kabut mencegah hilangnya CO2 dari hutan. CO2 di atmosfir meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan deforestasi, yakni karbon yang dikeluarkan dari serapan bahan organik (tegakan). Pembakaran fosilfosil seperti batubara juga menambah konsentrasinya di atmosfir. Peningkatan ini menstimulir peningkatan suhu udara yang dapat menimbulkan efek-efek negatif yang tidak diharapkan. Fotosintesis membutuhkan sejumlah besar CO2 yang akan diasimilasi oleh tegakan. Diperkirakan lebih dari 27 metric ton gas dibutuhkan untuk memproduksi bahan kering setiap tahunnya di hutan. 2. Suhu Radiasi sinar matahari merupakan sumber panas yang mengendalikan suhu di permukaan tanah. Di dalam hutan, pada waktu pohon-pohon menggugurkan daun celah yang terbentuk akan memungkinkan masuknya sinar matahari. Di bawah kondisi ini rata-rata suhu udara lebih tinggi dibanding sebelumnya. Saat tajuk tertutup daun secara penuh kembali, suhu di dalam hutan akan menurun sehingga lebih rendah daripada di luar hutan. Hal ini dapat dilihat pada table 1. Tabel 1. Rata-rata suhu maksimum, minimum dan suhu rata-rata (oC) di bawah kondisi terbuka dan di bawah tajuk tanaman pinus putih. Secara umum, suhu menurun dengan meningkatnya jarak dari equator (latitude), Juga menurun dengan meningkatnya altitude. Variasi suhu berkisar 0.8oC/derajad latitude, atau 0.7oC/100 km dari equator. Suhu juga bervariasi berdasarkan ketinggian tempat. Penurunan suhu udara berkisar 1.5 - 2oC di pegunungan setiap naik 300 meter dari permukaan laut. Fungsi proses-proses dalam tubuh tanaman secara umum dapat bertahan pada kisaran 0 – 50oC agar sel tetap hidup, protein, aktivitas biologi dapat stabil dan reaksi enzimatis berjalan aktif. Di hutan proses fotosintesis masih dapat berlangsung hingga suhu udara 0oC, ini karena pada suhu tersebut jaringanjaringan tanaman masih memperoleh panas dari sinar matahari oleh radiasi permukaan bumi sehingga fotosintesis masih bisa berlangsung hingga 70%. Begitu suhu meningkat, aktivitas tanaman akan meningkat hingga ke batas optimum, namun kemudian menurun hingga mencapai suhu kematian panas (heat killing temperature). Proses-proses tanaman yang dipengaruhi oleh suhu adalah: 1. Aktivitas enzim yang mengkatalisasi reaksi biokimia khususnya fotosintesis dan respirasi 2. Kelarutan CO2 dan O2 dalam sel tanaman 3. Transpirasi 4. Kemampuan akar mengabsorbsi air dan mineral dari tanah, dan 5. Permeabilitas membran Fotosintesis adalah proses yang bergantung cahaya, berarti kecepatan fotosintetis yakni kecepatan menambat CO2 dan energi matahari sangat tergantung pada intensitas sinar matahari. Dengan pertimbangan kecepatan fotosintesis netto pada tumbuhan meningkat dengan peningkatan intensitas cahaya, maka suatu saat akan dapat terjadi peningkatan fotosintesis yang tidak diikuti oleh peningkatan penambatan CO2 netto. Kondisi ini terjadi kerana kecepatan hilangnya CO2 dalam proses respirasi lebih besar dibanding dengan kecepatan penambatan CO2 dalam proses fotosintesis. Bila intensitas cahaya terus meningkat, maka pada suatu saat akan dapat tercapai keseimbangan antara hilangnya CO2 pada respirasi dan CO2 yang ditambat pada proses fotosintesis. Suhu yang menyebabkan kondisi ini disebut titik kompensasi suhu. Peningkatan kembali intensitas cahaya akan menurunkan kecepatan fotosintesis hingga tercapai titik di mana peningkatan intensitas cahaya tidak menghasilkan peningkatan penambatan CO2 yang disebut dengan titik saturasi suhu. Setiap jenis tumbuhan menunjukkan titik saturasi dan titik kompensasi yang berbeda, tergantung toleransi tumbuhan tersebut terhadap variasi intensitas cahaya yang diterimanya. Peningkatan suhu di atas suhu optimum menurunkan laju fotosintesis. Pada suhu 30oC banyak enzim yang rusak dan pada suhu yang lebih tinggi lagi enzimenzim menjadi tidak berfungsi sehingga pertumbuhan menurun, namun respirasi meningkat terus hingga suhu berkisar 50oC. Jika suhu ditingkatkan lagi akan terjadi kerusakan sel, kondisi ini terjadi pada suhu 55oC. Kematian jaringan tanaman, pada tanaman yang sedang aktif tumbuh dan jaringan sukulen dapat terjadi akibat pembekuan yang cepat dan terbentuknya kristal es dalam protoplasma. Pada saat suhu menurun, air yang sangat vital akan ditarik dari protoplasma yang menyebabkan denaturasi dan akhirnya menyebabkan kematian. Pada tanaman tropis kematian dapat terjadi pada suhu berkisar 0 – 20oC. 3. Curah hujan Seperti halnya suhu udara, curah hujan berbeda-beda menurut latitude dan altitude. Penyebaran curah hujan terhadap permukaan bumi tergantung hubungan interelasi antara udara dan air. Pada gunung yang tinggi, maksimum curah hujan mencapai beberapa tempat sepanjang lereng ketinggian. Udara yang ada menjadi menurun kelembabannya untuk memberi kesempatan terjadinya hujan di elevasi yang lebih tinggi. Pola curah hujan dipengaruhi oleh udara yang ada dan barrier pegunungan. Di pantai pasifik, rata-rata curah hujan pada elevasi yang lebih rendah akan meningkat tajam menurut elevasi yang bervariasi antara 13 hingga 17 mm/100m. maksimum curah hujan terjadi pada ketinggian 900 – 1.500 meter dari permukaan laut di California Utara, di atas elevasi ini curah hujan menurun menurut altitude. 4. Kelembaban Air merupakan substansi anorganik yang paling dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar. Sumber air bagi tanaman berasal dari tanah, dan kelembaban termasuk curah hujan. Curah hujan sangat penting karena ia mempengaruhi kelembaban dalam tanah. Kelembaban udara juga amat mempengaruhi laju kehilangan air dari daun melalui transpirasi. Air di atmosfir berada dalam bentuk uap air. Berat aktual air/unit volume udara disebut kelembaban absolut, sedangkan persentase uap air relative hingga ke jumlah maksimum di mana udara dapat memegangnya disebut kelembaban relatif. Kapasitas memegang uap air oleh udara sangat dipengaruhi oleh suhu udara. Pada suhu 27oC, udara dapat memegang dua kali uap air yang dapat dipegang oleh udara pada suhu 16oC. Dengan kata lain kelembaban absolut pada suhu 27oC dua kali lebih besar daripada 16oC pada saat kelembaban relatif 100% pada ke dua suhu tersebut. Kelembaban absolute dapat diukur oleh: tekanan uap yang dinyatakan dalam mm mercury atau bar. Sebagai contoh: kejenuhan udara pada suhu 16oC akan meningkatkan kolom mercury sebesar 13 mm pada kondisi uap air yang bebas udara, sedangkan pada suhu 27oC dengan dua kali bobot air yang dapat ditahannya pada udara yang jenuh, peningkatan tersebut menjadi 26 mm atau dua kali daripada suhu 16oC. Perbedaan antara tekanan uap aktual dan tekanan uap jenuh pada suhu yang sama disebut: vapor pressure gradient atau vapor pressure deficit. Gradient tekanan uap merupakan mekanisme udara yang mengendalikan pergerakan air dalam tubuh tanaman dan dari tanah ke akar tanaman. Defisit tekanan uap secara meluas lebih dikenal dengan istilah potensial air dengan satuan bar (1 atm = 1 bar). Dengan demikian defisit tekanan air akan bernilai negatif. Menurut Sri dan Sudirman (1988) Dikenal tiga jenis potensial air tanah yang dianggap mempengaruhi pertumbuhan tanaman, yaitu: Ø=ψ+π+z Di mana: Ø = Potensial total air tanah ψ = Potensoal matriks (disebabkan penarikan air kapiler/air yang ditarik oleh matriks tanah π = Potensial osmotik (disebabkan zat terlarut dalam air tanah) z = Potensial gravitasi atau gaya berat 5. Angin Di daerah tropik biasanya kecepatan angin lebih rendah dibanding dengan daerah subtropik. Akan tetapi badai guntur sering terjadi di daerah tropik terutama di musim hujan. Angin kencang yang terjadi hanya beberapa menit sering mendahului badai guntur ini. Sebagai akibatnya pohon-pohon hutan maupun perkebunan sering hancur, kadang kala pengaruhnya mencapai areal berhektarhektar. Dengan demikian angin mampu mempengaruhi struktur dan komposisi hutan. Angin kencang di pantai laut yang terbuka memberi pengaruh mencolok pada fisiognomi pepohonan dan semak. Ini disebabkan pengaruh udara kering mengandung garam atas perkembangan kuncup di sisi atas pohon dan belukar tersebut, sedangkan kuncup di sisi bawah lebih terlindung sehingga mampu tumbuh. Akibatnya ke arah darat berkembang lahan hutan yang khas seperti terpangkas. Pada hutan pedalaman, kecepatan angin bergerak lebih rendah sehingga vegetasi yang tumbuh cukup rapat dan pohon mampu tumbuh hingga ketinggian 50 meter. 6. Kesetimbangan energi Sinar matahari penting bagi tumbuhan kerena merupakan satu-satunya sumber energi untuk proses fotosintesis. Secara tidak langsung sinar matahari juga menyediakan energi untuk segala proses kehidupan dalam biosfer. Permukaan bumi merefleksikan kembali sinar infra merah bergelombang panjang ke atmosfir yang bergerak ke angkasa, sementara atmosfir sendiri juga merefleksikan sinar infra merah ke angkasa dan ke permukaan bumi. Dengan demikian tumbuhan dan hewan juga terkena sinar infra merah dari permukaan bumi dan atmosfir. Sinar matahari diterima bumi hanya pada siang hari. Sinar infra merah bekerja pada siang maupun malam hari, ini memberi arti ekologi yang penting bagi kehidupan. Di atmosfir, oksigen dan nitrogen membentuk lebih dari 99 persen udara yang dengan mudah meneruskan cahaya matahari dari permukaan bumi ke angkasa. Ini karena unsur ini tidak memiliki pita serapan yang berarti untuk panjang gelombang infra merahnya. Dengan demikian jika hanya gas ini saja yang menyusun atmosfir, maka batas suhu di bumi akan jauh lebih luas, dalam arti suhu menjadi jauh lebih panas di siang hari dan jauh lebih dingin di malam hari. Namun keberadaan karbondioksida dan uap air yang memiliki pita serapan panjang gelombang infra merah mampu mengendalikan pertukaran cahaya matahari antara bumi, surya dan angkasa, sehingga mengakibatkan penurunan batas suhu di biosfir. Jumlah CO2 menurut volume tidak berbeda di seluruh biosfir akibat pernafasan, pembakaran dan pembusukan, sehingga flux energi yang disebabkan CO2 juga tidak banyak berbeda. Namun kandungan uap air sangat beragam mulai dari 10% pada udara kering hingga 100% dalam udara yang jenuh air. Ini berarti dalam habitat gurun dengan kondisi udara kering dan langit bebas dari awan, setiap jasad hidup terpaksa mengalami suhu yang ekstrim. Selama siang hari jasad itu memancarkan sinar infra merah, pada saat yang sama ia menerima sinar matahari dan pancaran dari atmosfir, akibatnya suhu jasad tersebut meningkat. Sebaliknya di malam hari sementara jasad tersebut memancarkan sinar infra merah, ia tidak menerima sinar surya atau pancarannya dari atmosfir sehingga menyebabkan suhunya lebih rendah. Bila pada siang hari langit tertutup awan, uap air di awan akan menyerap sebagian sinar surya sehingga mengurangi sinar terhadap jasad tersebut. Pada malam hari, uap air yang bertambah dalam awan akan mengeluarkan pancaran sinar infra merah ke dalam tanah daripada yang dipancarkan oleh jasad tersebut, sehingga menyebabkan perasaan lebih hangat bagi jasad tersebut. B. Faktor fisiografi dan Edafis 1. Topografi Faktor fisiografi merupakan faktor nir-hidup yang khas pada suatu habitat. Salah satu faktor ini adalah topografi yang berhubungan dengan bentuk permukaan daratan dan mencakup ketinggian, kemiringan lereng, serta lapisan geologi tanah. Bentuk permukaan tanah ini mempengaruhi sifat dan sebaran komunitas tumbuhan. Ketinggian yang lebih tinggi menyebabkan perbedaan iklim seperti anginm suhu yang lebih rendah dan kelembaban yang ekstrim,serta curah hujan. Bentuk bentang alam tertentu juga menentukan jumlah energi matahari yang mencapai tanah. Ini menerangkan terdapatnya komunitas yang khas yang hidup di tebing terjal, gua, alur dan lereng bukit yang curam. Keterjalan lereng juga mempengaruhi gerakan air dan tanah, sehingga pengikisan terjadi pada permukaan lereng yang miring dan paling sedikit dibagian lembahnya. Pengikisan yang hebat akan terjadi pada permukaan tanpa vegetasi sehingga menyebabkan terbentuknya alur pada tebing-tebing. 2. Tanah Formasi tanah merupakan hasil pelapukan batuan dari proses geologi yang terbentuk akibat interaksi dari iklim, bahan induk, relief, organisme dan waktu. Tanah dapat dianggap sebagai lapisan tipis alami yang menutupi permukaan bumi yang menunjang kehidupan. Tanah terbentuk dari batuan atau bahan induk lainnya melalui proses pelapukan. Pelapukan awal dimulai melalui pelapukan mekanis batuan induk menjadi bahan induk yang dibantu oleh perubahan suhu dan hujan. Selanjutnya akar tumbuhan yang hidup berkoloni serta organisme lain seperti cacing tanah, semut dan serangga membantu pemecahan dan penghancuran bahan yang keras yang menghasilkan bahan yang lebih halus. Pada kondisi ini hanya sedikit senyawa terlarut dilepaskan, namun beberapa tumbuhan tertentu dapat hidup di bawah kondisi ini, seperti: lumut. Matinya tumbuhan, organisme lainnya, serta pelapukan bahan induk lebih lanjut menghasilkan humus dan lapisan tanah dan tumbuhan yang dapat tumbuh lebih banyak lagi. Akar tumbuhan yang lebih besar dapat menembus batuan dan bahan induk yang lebih dalam sehingga membatu dalam proses pelapukan mekanisnya. Selain proses pelapukan fisikan pelapukan kimia juga penting di mana keduanya saling berkaitan yang membantu kegiatan satu dengan lainnya. Akibat pelapukan fisika mendorong terjadinya pelapukan kimia yang melibatkan reaksi permukaan. CO2 dan asam-asam yang terlarut dalam air hujan dapat mengikis permukaan batuan. Asam-asam karbonat bersama dengan asam lainnya yang terbentuk oleh dekomposisi bahan tumbuhan mati menghasilkan reaksi hidroksida sejumlah unsur. Beberapa sifat tanah yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang tumbuh di atasnya terbagi atas sifat fisik, kima dan biologi tanah. Sifat fisik tanah mencakup warna tanah, tekstur, struktur, bulk density, permeabilitas dan stabilitas agregat. Warna tanah walaupun kegunaannya kecil namun dapat dijadikan petunjuk sifat-sifat tanah. Misalnya warna gelap mencirikan kandungan bahan organic yang tinggi, warna kelabu menunjukkan pengaruh air dominan, sedangkan warna merah menunjukkan tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut. Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif fraksi tanah terdiri dari pasir 2 mm – 50 µ, debu berukuran 50 µ - 2 µ, dan liat berukuran lebih kecil dari 2 µ. Tekstur yang paling baik bagi pertumbuhan tanaman adalah lempung karena ia menyediakan kondisi yang paling disukai bagi pertumbuhan tanaman (gambar 6). Struktur tanah menyatakan penyusunan butir-butir primer (pasir, debu dan liat) menjadi butir-butir majemuk (agregat) yang dibatasi oleh bidang lemah satu sama lainnya. Beberapa tipe struktur tanah terdiri atas tanah berstruktur dan tanpa struktur. Tipe struktur terdiri atas, gumpal, tiang, remah, dll. Sedangkan tanpa struktur terbagi atas lepas dan pejal (massive). Tanah terdiri atas tiga fase yakni padat, cair dan gas. Fase air menempati ruang kosong di antara zarah-zarah padat. Kemampuan tumbuhan untuk menyerap air dan unsur hara sangat tergantung oleh kadar air tanah yang biasanya berada dalam tiga golongan, yakni: air higroskopis (air yang mengisi pori mikro tanah), air kapiler dan air gravitasi. Penahan air menimbulkan tegangan yang dipengaruhi oleh jumlah air yang ada. Makin sedikit air makin besar tegangan dan energi yang dibutuhkan tanaman untuk memperoleh air). Kondisi air tanah yang tersedia bagi pertumbuhan tanaman berada pada kondisi kapasitas lapang (gambar 7). Tanah yang bertekstur dan dianggap baik umumnya memiliki ruang pori total sebesarl 50%, yakni ruang pori diantara pasir, debu, liat dan diantara agregat tanah. Bulk density merupakan berat suatu volume tertentu dari tanah dalam keadaan tidak terganggu. Makin padat suatu tanah maka bulk density makin meningkat. Untuk tanah mineral biasanya bulk density bernilai 1 – 1.3 g cm-3. Sifat kimia mencakup pH tanah, kadar bahan organik, serta kandungan unsur hara yang terkandung dalam tanah. Sedangkan sifat biologi mencakup aktivitas mikroorganisme, cacing tanah, serangga tanah, dll. Kesemua sifat tanah ini sangat mempengaruhi kesuburan tanah serta mencirikan sifat tanah di suatu tempat. 3. Lapis alas geologi Batuan induk memiliki sifat tertentu yang mencirikan kandungan mineralnya yang khas. Hal ini mengakibatkan kandungan unsur-unsur dari pelapukan batuan ini juga berbeda-beda. Sifat kimia batuan induk sangat mempengaruhi sifat tumbuhan yang tumbuh di daerah tersebut, kecuali tumbuhan lain yang tidak dipengaruhi oleh susunan kimia yang khas tersebut. III. PERAN HUTAN TERHADAP LINGKUNGAN 3.1. Peran Hutan Hutan bukanlah warisan nenek moyang, tetapi pinjaman anak cucu kita yang harus dilestarikan. Jika terjadi bencana, maka dipastikan, biaya 'recovery' jauh lebih besar ketimbang melakukan pencegahan secara dini. Begitu pentingnya fungsi hutan sehungga pada 21 Januari 2004 Presiden Megawati merasa perlu mencanangkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) yaitu gerakan moral yang melibatkan semua komponen masyarakat bangsa untuk memperbaiki kondisi hutan dan lahan kritis. Dengan harapan, agar lahan kritis itu dapat berfungsi optimal, yang juga pada gilirannya bermanfaat bagi masyarakat sendiri. Tujuan melibatkan komponen masyarakat, tentu saja, agar mereka menyadari bahwa hutan dan lingkungan itu sangat penting dijaga kelestariannya. Hutan memiliki fungsi yang penting bagi kehidupan manusia diantaranya sebagai berikut: 1. Pelestarian Plasma Nutfah Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri. Penguasaannya merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi Indonesia di masa depan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan dikembangkan bersama untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. 2. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting. Dengan demikian hutan menyaring udara menjadi lebih bersih dan sehat. 3. Penyerap Partikel Timbal dan Debu Semen Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari udara di daerah perkotaan. Diperkirakan sekitar 60-70 % dari partikel timbal di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor. Hutan dengan kanekaragaman tumbuhan yang terkandung di dalamnya mempunyai kemampuan menurunkan kandungan timbal dari udara. Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan, karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen yang terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya. 4. Peredam Kebisingan Pohon dapat meredam suara dan menyerap kebisingan sampai 95% dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang. Berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah. 5. Mengurangi Bahaya Hujan Asam Pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses gutasi akan memberikan beberapa unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K dan bahan organik seperti glumatin dan gula. Bahan an-organik yang diturunkan ke lantai hutan dari tajuk melalui proses troughfall dengan urutan K>Ca> Mg>Na baik untuk tajuk dari tegakan daun lebar maupun dari daun jarum. Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di permukaan daun akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka asam seperti H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun membentuk garam CaSO4 yang bersifat netral. Dengan demikian adanya proses intersepsi dan gutasi oleh permukaan daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH, sehingga air hujan menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. pH air hujan yang telah melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang tidak melewati tajuk pohon. 6. Penyerap Karbon-monoksida Mikro organisme serta tanah pada lantai hutan mempunyai peranan yang baik dalam menyerap gas. Tanah dengan mikroorganismenya dapat menyerap gas ini dari udara yang semula konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8 x 104 ug/m3) menjadi hampir mendekati nol hanya dalam waktu 3 jam saja. 7. Penyerap Karbon-dioksida dan Penghasil Oksigen Hutan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari fitoplankton, ganggang dan rumput laut di samudera. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik di hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen. Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi manusia, karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses ini menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan. 8. Penahan Angin Angin kencang dapat dikurangi 75-80% oleh suatu penahan angin yang berupa hutan kota. 9. Penyerap dan Penapis Bau Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau permanen mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat menyerap bau secara langsung, atau tanaman akan menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber bau. 10. Mengatasi Penggenangan Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis tanaman yang mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Jenis tanaman yang memenuhi kriteria ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata yang banyak pula. 11. Mengatasi Intrusi Air Laut dan Abrasi Kota-kota yang terletak di tepi pantai seperti DKI Jakarta pada beberapa tahun terakhir ini dihantui oleh intrusi air laut. Pemilihan jenis tanaman dalam pembangunan hutan kota pada kota yang mempunyai masalah intrusi air laut harus betul-betul diperhatikan. Upaya untuk mengatasi masalah ini yakni membangun hutan lindung kota pada daerah resapan air dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah. Hutan berupa formasi hutan mangrove dapat bekerja meredam gempuran ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur di pantai. Dengan demikian hutan selain dapat mengurangi bahaya abrasi pantai, juga dapat berperan dalam proses pembentukan daratan. 12. Produksi Terbatas Hutan memiliki fungsi in-tangible juga tangible. Sebagai contoh, pohon mahoni di hutan kota Sukabumi sebanyak 490 pohon telah dilelang dengan harga Rp. 74 juta. Penanaman dengan tanaman yang menghasilkan biji atau buah yang dapat dipergunakan untuk berbagai macam keperluan warga masyarakat dapat meningkatkan taraf gizi dan penghasilan masyarakat. 13. Ameliorasi Iklim Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan adalah berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara di perkotaan. Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung bertingkat, jembatan layang, papan reklame, menara, antene pemancar radio, televisi dan lain-lain. sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi. 14. Pelestarian Air Tanah Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang besar maka kadar air tanah hutan akan meningkat. Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah dan hanya sedikit yang menjadi air limpasan. Dengan demikian pelestarian hutan pada daerah resapan air dari kota yang bersangkutan akan dapat membantu mengatasi masalah air dengan kualitas yang baik. 15. Penapis Cahaya Silau Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat memantulkan cahaya seperti kaca, aluminium, baja, beton dan air. Apabila permukaan yang halus dari benda-benda tersebut memantulkan cahaya akan terasa sangat menyilaukan dari arah depan, akan mengurangi daya pandang pengendara. Keefektifan pohon dalam meredam dan melunakkan cahaya tersebut bergantung pada ukuran dan kerapatannya. 16. Mengurangi Stress, Meningkatkan Pariwisata dan Pencinta Alam Kehidupan masyarakat di lingkungan hidup kota mempunyai kemungkinan yang sangat tinggi untuk tercemar, baik oleh kendaraan bermotor maupun industri. Petugas lalu lintas sering bertindak galak serta pengemudi dan pemakai jalan lainnya sering mempunyai temperamen yang tinggi diakibatkan oleh cemaran timbal dan karbon-monoksida. Oleh sebab itu gejala stress (tekanan psikologis) dan tindakan ugal-ugalan sangat mudah ditemukan pada anggota masyarakat yang tinggal dan berusaha di kota atau mereka yang hanya bekerja untuk memenuhi keperluannya saja di kota. Hutan kota juga dapat mengurangi kekakuan dan monotonitas. 3.2. Kerusakan Hutan, dan Lingkungan Ternyata dengan semakin tidak harmonisnya hubungan manusia dengan alam tumbuhan mengakibatkan keadaan lingkungan di perkotaan menjadi hanya maju secara ekonomi namun mundur secara ekologi. Padahal kestabilan kota secara ekologi sangat penting, sama pentingnya dengan nilai kestabilannya secara ekonomi. Oleh karena terganggunya kestabilan ekosistem perkotaan, maka alam menunjukkan reaksinya berupa: meningkatnya suhu udara, penurunan air tanah, banjir, penurunan permukaan tanah, intrusi air laut, abrasi pantai, pencemaran air berupa air minum berbau, mengandung logam berat, pencemaran udara seperti meningkatnya kadar CO2, ozon, karbon-dioksida, oksida nitrogen dan belerang, debu, suasana yang gersang, monoton, bising dan kotor. Dalam waktu dua tahun terakhir kita merasakan peristiwa alam, seperti bencana banjir dan longsor. Diawali banjir bandang di Pacet, Mojokerto, Jawa Timur, pada 11 Desember 2002. Tak kurang dari 26 orang meninggal dunia dengan tragis. Di awal tahun 2003, banjir badang Jakarta mengakibatkan beberapa penduduk tewas, puluhan ribu masyarakat harus mengungsi di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Akibat ikutan lain, adanya banjir di Jakarta ini melumpuhkan kegiatan sektor swasta, termasuk pengiriman barang-barang ekspor mereka. Di Mandalawangi, Garut, Jawa Barat pada tanggal 28 Januari 2003 telah terjadi tanah longsor dengan jumlah korban meninggal 21 orang. Memasuki akhir musim penghujan tahun 2002/2003 dikejutkan dengan peristiwa hujan lebat dan longsor di Flores, yang kemudian disusul peristiwa alam yang didominasi oleh kekeringan di Pantura Pulau Jawa. Pada akhir 2003 terjadi bencana banjir bandang yang sangat dahsyat di Bukit Lawang; Bahorok, Sumatera Utara pada tanggal 2 November 2003 yang membawa korban tidak kurang dari 134 orang meninggal serta ratusan lainnya hilang. Pada Desember 2003 beberapa wilayah Jambi terendam banjir sampai sekitar seminggu. Yang terakhir adalah peristiwa banjir besar di kota Mojokerto 4-5 Februari 2004. Peristiwa alam dan lingkungan tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa alam sedang bergolak menuju keseimbangan baru. Kondisi ini akan terus bergerak menyesuaikan diri terhadap intervensi manusia yang tidak pernah berhenti mempengaruhinya, serta kemungkinan perubahan alam itu sendiri yang perlu dicermati. Proses alam dalam menuju keseimbangan baru ini sering kurang bisa ditangkap maknanya oleh manusia, sebaliknya manusia seringkali saling menyalahkan bukannya mencari solusi yang arif. Bencana alam, seperti banjir, yang terjadi pada tahun 2003 dan yang berlanjut sampai awal tahun 2004 kalau ditelusuri disebabkan oleh dua kelompok faktor yakni faktor yang tidak dapat dikendalikan manusia dan faktor yang dapat dikendalikan manusia. Curah hujan kecepatan angin, dan geologi merupakan contoh faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia. Penelusuran faktor- faktor yang berpengaruh pada peristiwa alam yang menimbulkan bencana dua tahun terakhir ini menunjukkan bahwa ada faktor alamiah yang tidak bisa dikendalikan manusia, tetapi juga banyak faktor yang sebetulnya berasal dari intervensi manusia, termasuk arah kebijakan yang tidak tepat. Curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi, angin kencang, gempa bumi, dan letusan gunung berapi merupakan contoh-contoh faktor alam yang tidak bisa dikendalikan manusia. Sedangkan masalah invasi spesies eksotik, illegal logging di kawasan hutan, pemukiman, dan budidaya pertanian di lereng gunung merupakan bentuk intervensi yang sebetulnya dapat dikendalikan manusia. Semua itu berpengaruh besar terhadap peristiwa banjir bandang dan tanah longsor. Antara faktor alam dan faktor manusia sangat sulit dipisahkan karena adanya interaksi timbal balik dalam suatu ekosistem . IV. PUSTAKA Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Membicarakan alam tropika Afrika, Asia, Pasifik dan dunia baru. Penerbit ITB Bandung. 369 hlm. Kusmana C. dan Istomo, 1995. Ekologi hutan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Spurr S.H. and B.V. Barnes, 1980. Forest ecology. John Wiley and Sons, Inc.USA. Third edition. 686 hlm. Sri S.H. dan Sudirman Y., 1988. Fisiologi stres lingkungan. PAU Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. 235 hlm. Sutopo, L., 1985. Teknologi benih. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. CV. Rajawali. Jakarta. 247 hlm.