pemanfaatan batuan ultrabasa di kecamatan kapuntori

advertisement
JURNAL APLIKASI FISIKA
VOLUME 10 NOMOR 2
OKTOBER 2014
PEMANFAATAN BATUAN ULTRABASA DI KECAMATAN KAPUNTORI
KABUPATEN BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEBAGAI
PERANGKAP EMISI GAS KARBONDIOKSIDA
Jahidin 1, Erzam S. Hasan 1, LO. Ngkoimani1, LOAN. Ramadhan2
1
Jurusan Fisika, FMIPA UHO; 2Jurusan Kimia, FMIPA UHO
E-mail : [email protected]
Abstrak
Telah dilakukan penelitian tentang pemanfaatan batuan ultrabasa di Kecamatan Kapuntori
Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai perangkap emisi gas karbondioksida. Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan kandungan mineral MgO dan CaO batuan ultrabasa dan membuat serta
menguji perangkap mineral gas CO2. Analisis kandungan mineral batuan ultrabasa menggunakan alat XRF.
Perangkap mineral gas CO2 yang dibuat dalam skala laboratorium terdiri dari batuan ultrabasa, tabung gas
CO2, dan botol reaktor gas CO2 dengan batuan ultrabasa. Batuan ultrabasa dibuat dalam bentuk butiran
dengan ukuran bervariasi yaitu 60 mesh, 100 mesh, dan 200 mesh. Uji perangkap gas CO2 berupa penentuan
daya serap batuan ultrabasa terhadap gas CO2 untuk setiap ukuran butir batuan ultrabasa. Hasil penelitian
yang diperoleh adalah bahwa batuan ultrabasa di lokasi sampel KBBV, KBBIX, dan KBBX memenuhi
persyaratan untuk dapat digunakan sebagai perangkap gas CO2 karena memiliki kandungan MgO lebih dari
35 %. Pembuatan dan uji perangkap gas CO2 yang telah dilakukan menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran
butir batuan ultrabasa (60 mesh - butir kasar, 100 mesh - butir sedang, dan 100 mesh - butir halus) semakin
kecil daya serapnya terhadap gas CO2. Ini bisa terjadi karena kemungkinan ketika reaksi berlangsung, pada
saat tertentu mineral CaCO3 dan MgCO3 yang dihasilkan berbentuk partikular (ukuran butir lebih besar)
yang menutupi dan memperkecil luasan permukaan butiran asal sehingga serapan batuan ultrabasa terhadap
gas CO2 semakin kecil. Daya serap optimum batuan ultrabasa terhadap gas CO 2 diperoleh pada ukuran butir
batuan ultrabasa 60 mesh dengan nilai sebesar 0,600 %. Semakin lama durasi mengalirkan gas CO2 ke dalam
batuan ultrabasa (ukuran butir 200 mesh, 100 mesh, dan 60 mesh), maka daya serap cenderung lebih besar.
Ini disebabkan karena kinetika adsorpsi oleh adsorben (batuan ultrabasa untuk semua ukuran butir) terhadap
gas CO2 semakin besar dengan bertambahnya waktu durasi.
Kata kunci : batuan ultrabasa, kandungan mineral, perangkap mineral gas CO2, Kecamatan Kapuntori.
Abstract
The research of the utramafic rock utilization at Kapuntori District of Buton Regency in Southeast Sulawesi
as trap of carbon diokside gas emission has been done. This research purposes are to determine mineral
content MgO and CaO of ultramafic rock, manufacture and test a trap of carbon diokside gas emission.
Analysis of mineral content of ultramafic rock samples has been done by X-Ray Fluorensence Method. Trap
of carbon diokside gas maked in laboratory scale consist of ultramafic rock, CO2 gas box, and reaktor bottle.
Ultramafic rock shaped in grain has variation of grain size, i.e., 60 mesh, 100 mesh, and 200 mesh. Testing
of CO2 gas trap is determination of the absorbance of ultramafic rock to CO2 gas for every grain size. The
results of research have shown that samples of ultramafic rock obtained at location KBBV, KBBIX, and
KBBX have fulfilled the requirement to used as CO2 gas trap because they have mineral content MgO more
than 35 %. Manufacture and testing of CO2 traps have shown that smaller of the grain size ultramafic rocks
(60 mesh - coarse grains, 100 mesh - medium grain, and 100 mesh - fine grain), smaller of the absorbance to
the CO2 gas. This could happen because of the possibility when the reaction takes place, at a certain moment
of CaCO3 and MgCO3 minerals produced in the particular form (larger grain size) that cover and minimize
the surface area of origin grain so that the ultramafic rocks uptake of CO2 gas is getting smaller. Optimum
absorbency ultramafic rocks of the CO2 gas is obtained on the grain size of 60 mesh ultramafic rocks with a
value of 0.600%. The longer duration of the flow of CO2 into the ultramafic rocks (grain size of 200 mesh,
100 mesh, and 60 mesh), the absorption tends to be greater. This is becaused the kinetics of adsorption by
the adsorbent (ultramafic rocks for all grain size) of the CO2 gas greater with increasing duration of time.
Keywords: ultramafic rocks, minerals, mineral trapping of CO2, District Kapuntori.
54
55
JAF, Vol. 10 No. 2 (2014), 54-59
I. PENDAHULUAN
Setiap negara yang meratifikasi perjanjian
Kyoto Protocol tentang perubahan iklim berusaha
meminimalkan emisi gas karbondioksida (CO2) ke
atmosfer dengan berbagai cara. Emisi gas CO2 dapat
dihasilkan oleh sumber-sumber tidak tetap
(bergerak) dan tetap (tidak bergerak) seperti
kegiatan industri, transportasi, rumah tangga, serta
pusat listrik tenaga uap, gas, dan disel. Dari tahun ke
tahun emisi karbon dioksida berasal dari minyak
bumi, gas alam, dan batubara merupakan
penyumbang terbanyak emisi gas CO2 di muka bumi
ini. Seiring berjalannya waktu, emisi CO2 terus
meningkat baik pada tingkat global, regional,
nasional pada suatu negara maupun lokal untuk
suatu kawasan. Hal ini terjadi karena semakin
besarnya penggunaan energi dari bahan organik
(fosil), perubahan tataguna lahan dan kebakaran
hutan, serta peningkatan kegiatan antropogenik.
Walaupun emisi CO dikatakan besar, tetapi sampai
2
saat ini belum terdapat alat untuk mengcounter
emisi CO2 ini [1]. Keberadaan gas karbon dioksida
terlalu banyak di dalam atmosfer, efek rumah kaca
diintensifkan, sehingga hal tersebut akan
menimbulkan masalah bagi lingkungan. Akibat
yang timbul dapat berupa pemanasan global,
perubahan cuaca global dan lokal, perubahan
ekosistem, dan punahnya spesies tertentu [2]
Untuk mengatasi masalah emisi gas
karbondioksida yang berlebihan di atmosfer
tersebut, salah satu cara yang dapat digunakan
adalah perangkap mineral dengan menggunakan
batuan ultrabasa. Perangkap mineral menggunakan
batuan ultrabasa memanfaatkan mineral berupa
magnesium ataupun kalsium yang terdapat dalam
batuan untuk mengikat gas CO2. Gas CO2 yang
dapat diperangkap berasal dari sumber-sumber yang
tidak bergerak [3].
Di daerah Sulawesi Tenggara potensi
sebaran batuan ultrabasa dapat ditemukan di
Kecamatan Kapuntori Kabupaten Buton. Selama ini
batuan ultrabasa tersebut hanya dimanfaatkan
sebagai bahan galian bangunan. Penggunaaan lain
sebagai perangkap gas CO2 belum dimanfaatkan
karena kurangnya informasi mengenai kuantitas dan
kualitas kandungan mineral batuan ultrabasa.
Makalah ini akan memaparkan hasil penelitian
tentang kandungan mineral MgO dan CaO batuan
ultrabasa di daerah tersebut dan uji perangkap
mineral gas CO2 skala laboratorium menggunakan
batuan ultrabasa yang divariasi ukuran butirnya
(ukuran 60 mesh, 100 mesh, dan 200 mesh). Uji
perangkap gas CO2 berupa penentuan daya serap
batuan ultrabasa terhadap gas CO2 untuk setiap
ukuran butir batuan ultrabasa.
II. BAHAN DAN METODA
Bahan utama yang digunakan dalam
penelitian ini adalah batuan ultrabasa di Kecamatan
Kapuntori Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara
dan tabung gas CO2. Penelitian ini diawali dengan
analisis kandungan mineral batuan, desain
perangkap, dan penentuan daya serap batuan
ultrabasa terhadap gas CO2.
Analisis kandungan mineral dilakukan dengan
menggunakan metode XRF (X-Ray Fluoresence).
Analisa ini dimaksudkan untuk mengetahui
kelayakan batuan ultrabasa sebagai perangkap gas
CO2.
Dalam mendesain perangkap (gambar 1),
dilakukan variasi ukuran butir batuan ultrabasa
(digunakan ukuran 60 mesh, 100 mesh, dan 200
mesh) untuk mengetahui ukuran butir yang baik
dalam menghasilkan daya serap yang optimum
pada gas CO2. Sebagai sumber gas CO2 digunakan
tabung gas CO2 dan sebagai tempat reaktor
digunakan botol plastik.
Gambar 1. Desain perangkap mineral gas CO2 skala
laboratorium
Untuk keperluan penentuan daya serap batuan
ultrabasa terhadap gas CO2, dilakukan penambahan
massa untuk setiap ukuran butir dan mengalirkan
gas CO2 ke dalam ultrabasa dengan durasi 30 s dan
60 s dengan laju aliran gas tetap sebesar 1
liter/menit. Adanya serapan gas CO2 oleh batuan
ultrabasa dapat ketahui melalui pengukuran massa
Pemanfaatan Batuan Ultrabasa …………………….………….………………………..….(Jahidin, dkk)
sampel bubuk setelah dicampurkan dengan gas CO2.
Jika massa sampel bubuk setelah bercampur dengan
gas CO2 (massa akhir) meningkat dibandingkan
dengan massa sampel bubuk sebelum bercampur gas
CO2 (massa awal) maka berarti ada serapan gas CO2
oleh batuan ultrabasa. Daya serap batuan ultrabasa
terhadap gas CO2 ditentukan dengan menggunakan
persamaan matematis yaitu :
III. HASIL DAN DISKUSI
1. Kandungan Mineral Batuan Ultrabasa
Hasil analisis dengan menggunakan metode
XFR (X-Ray Fluoresence) memberikan informasi
bahwa dalam ketiga sampel batuan ultrabasa (lokasi
yang berbeda) di Kecamatan Kapuntori Kabupaten
Buton mengandung mineral magnesium oksida
(MgO), kalsium oksida (CaO), dan silikat dioksida
(SiO2). Adapun presentase kandungan mineral yang
terdapat
dalam
sampel
batuan
ultrabasa
diperlihatkan dalam tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis XRF Kandungan Mineral
Sampel Batuan Ultrabasa
Kandungan Mineral (%)
Nama
Sampel
CaO
MgO
SiO2
KBB V
43.86
0.02
51
47
KBB IX
36.07
0.02
47
KBB X
42.14
0.02
Keterangan : KBB = Kabupaten Buton, Barangka
Berdasarkan teori bahwa untuk dapat
digunakan sebagai perangkap gas CO2 dan
menghasilkan perangkap gas CO2 yang maksimal,
batuan ultrabasa memiliki minimal kandungan MgO
35 %. Di bawah nilai itu batuan ultrabasa masih bisa
digunakan sebagai perangkap akan tetapi
penyerapan gas karbon dioksida yang dihasilkannya
kurang memadai [4]. Batuan ultrabasa di lokasi
sampel KBBV, KBBIX, dan KBBX memenuhi
persyaratan untuk dapat digunakan sebagai
perangkap gas CO2 (kandungan MgO lebih dari
35%).
2. Daya Serap Berbagai Ukuran Butir Batuan
Ultrabasa Terhadap Gas CO2
Data daya serap berbagai ukuran butir
batuan ultrabasa terhadap gas CO2 diperlihatkan
dalam tabel 2.
56
Tabel 2. Daya serap berbagai ukuran butir batuan
ultrabasa terhadap gas CO2
Massa Perubahan Massa (gr) Daya Serap (%)
Awal
Durasi
Durasi
Durasi Durasi
(gr)
30 s
60 s
30 s
60 s
a. Ukuran 200 Mesh (butir halus)
5
0,0290
0,0282
0,580
0,564
10
0,0268
0,0285
0,268
0,285
15
0,0264
0,0276
0,176
0,184
20
0,0256
0,0272
0,128
0,136
25
0,0245
0,0257
0,098
0,102
30
0,0205
0,0265
0,068
0,088
b. Ukuran 100 Mesh (butir sedang)
5
0,0294
0,0270
0,588
0,540
10
0,0277
0,0272
0,277
0,272
15
0,0274
0,0280
0,182
0,186
20
0,0251
0,0270
0,125
0,135
25
0,0200
0,0260
0,080
0,104
30
0,0194
0,0230
0,064
0,076
c. Ukuran 60 Mesh (butir kasar)
5
0,0300
0,0288
0,600
0,576
10
0,0292
0,0281
0,292
0,281
15
0,0289
0,0278
0,192
0,185
20
0,0265
0,0269
0,132
0,134
25
0,0223
0,0246
0,089
0,098
30
0,0205
0,0224
0,068
0,074
Berdasarkan tabel 2 di atas, terlihat bahwa
penambahan massa untuk setiap ukuran butir batuan
ultrabasa menunjukkan penurunan besar perubahan
massa. Ini dapat terjadi karena dengan penambahan
massa, kemungkinan reaksi kimia yang terjadi tidak
merata pada seluruh permukaan butiran batuan
ultrabasa. Butiran batuan ultrabasa yang dialiri gas
CO2 dengan durasi 30 s cenderung memiliki
perubahan massa yang lebih kecil dibanding dengan
durasi 60 s. Perubahan massa yang lebih kecil
memberikan efek kepada persentase daya serap
batuan ultrabasa terhadap gas CO2 yang lebih kecil,
sebaliknya.
Dalam grafik 2 menunjukkan bahwa batuan
ultrabasa dengan ukuran butir 200 mesh (butir
halus) memiliki daya serap yang cenderung lebih
kecil dibanding dengan daya serap ukuran butir 100
mesh (butir sedang) dan 60 mesh (butir kasar) baik
durasi mengalirkan gas CO2 dalam batuan ultrabasa
selama 30 s maupun 60 s. Daya serap optimum
diperoleh pada ukuran butir batuan ultrabasa 60
mesh dengan nilai sebesar 0,600 %. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa adsorpsi secara kimia terjadi
karena adanya reaksi kimia antara molekul-molekul
adsorbat dengan permukaan adsorben. Pada reaksi
yang berlangsung lebih dari satu fasa, tumbukan
antar partikel atau reaksi terjadi pada permukaan
57
JAF, Vol. 10 No. 2 (2014), 54-59
bidang sentuh. Jika luas permukaan ini diperbanyak,
dengan jalan memperkecil ukuran partikel, maka
laju reaksi menjadi lebih cepat. Ukuran butir yang
semakin halus memiliki luas permukaan yang
banyak sehingga laju laju reaksi menjadi lebih
cepat. Semakin bertambahnya luas permukaan
adsorben, semakin besar pula daya adsorpsinya
(daya serapan) karena proses adsorpsi terjadi pada
permukaan adsorben [5]. Pada reaksi antara batuan
ultrabasa yang di dalamnya mengandung mineral
CaO dan MgO (adsorben) dengan gas CO2
(adsorbat) menghasilkan mineral CaCO3 dan
MgCO3. Ukuran butir batuan ultrabasa yang
semakin halus (60 mesh, 100 mesh, dan 200 mesh)
memiliki daya serap yang semakin kecil.
Kemungkinan ketika reaksi berlangsung, pada saat
tertentu mineral CaCO3 dan MgCO3 yang dihasilkan
berbentuk partikular (ukuran butir lebih besar) yang
menutupi dan memperkecil luasan permukaan
butiran asal sehingga serapan batuan ultrabasa
terhadap gas CO2 semakin kecil.
a
Selanjutnya, dalam grafik 3 terlihat bahwa
persentase daya serap ukuran butir 200 mesh, 100
mesh, dan 60 mesh batuan ultrabasa terhadap gas
CO2 dengan durasi mengalirkan gas selama 60 s
cenderung lebih besar dibanding dengan durasi 30 s.
Ini disebabkan karena kinetika adsorpsi oleh
adsorben (batuan ultrabasa untuk semua ukuran
butir) terhadap gas CO2 pada durasi 60 s lebih besar
dibanding dengan durasi 30 s. Dalam hal ini
perubahan konsentrasi zat teradsorpsi
atau
banyaknya zat teradsorpsi (gas CO2) lebih besar
dalam jangka waktu 60 s. Kinetika adsorpsi adalah
laju penyerapan suatu fluida oleh adsorben dalam
suatu jangka waktu tertentu [5].
b
Gambar 2. Grafik hubungan massa awal dengan daya serap ukuran butir 200 mesh, 100 mesh, dan 60 mesh
batuan ultrabasa terhadap gas CO2 pada : (a) Durasi 30 s dan (b) Durasi 60 s
Pemanfaatan Batuan Ultrabasa ………………………….……………………………..….(Jahidin, dkk)
58
Gambar 3. Grafik hubungan massa awal dengan daya serap batuan ultrabasa terhadap gas CO 2
dengan durasi 30 s dan 60 s untuk ukuran butir 200 mesh, 100 mesh, dan 60 mesh
cenderung lebih besar. Ini disebabkan karena
kinetika adsorpsi oleh adsorben (batuan
ultrabasa untuk semua ukuran butir) terhadap
gas CO2 semakin besar dengan bertambahnya
waktu durasi.
IV. KESIMPULAN
1. Batuan ultrabasa di lokasi sampel KBBV,
KBBIX, dan KBBX memenuhi persyaratan
untuk dapat digunakan sebagai perangkap gas
CO2 karena memiliki kandungan MgO lebih
dari 35 %.
2. Semakin kecil ukuran butir batuan ultrabasa (60
mesh - butir kasar, 100 mesh - butir sedang, dan
100 mesh - butir halus) semakin kecil daya
serapnya terhadap gas CO2. Ini bisa terjadi
karena kemungkinan ketika reaksi berlangsung,
pada saat tertentu mineral CaCO3 dan MgCO3
yang dihasilkan berbentuk partikular (ukuran
butir lebih besar) yang menutupi dan
memperkecil luasan permukaan butiran asal
sehingga serapan batuan ultrabasa terhadap gas
CO2 semakin kecil.
3. Daya serap optimum batuan ultrabasa terhadap
gas CO2 diperoleh pada ukuran
butir batuan ultrabasa 60 mesh dengan nilai
sebesar 0,600 %
4. Semakin lama durasi mengalirkan gas CO2 ke
dalam batuan ultrabasa (ukuran butir 200 mesh,
100 mesh, dan 60 mesh), maka daya serap
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini memperoleh dukungan dari
Dana Penelitian UHO melalui Biaya Operasional
Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) Tahun 2014
yang direalisasikan melalui DIPA-BLU Universitas
Haluoleo Tahun 2014.
REFERENSI
1.
2.
Salim, Emil, 2007. Perubahan Iklim. Dalam
Seminar Nasional Pemanasan Global dan
Perubahan Global.15 Nopember 2007.
LAPAN, Bandung.
Houghton, J.T., Ding, Y., Griggs, D.J.,
Noguer, M., van der Linder, P.J., Dai, X.,
59
3.
4.
JAF, Vol. 10 No. 2 (2014), 54-59
Maskell, K., and Johnson, C.A., 2001.
Climate Change 2001: Scientific Basic,
Cambridge University Press.
Fatah, Abdul Y., dkk., 2006. Kajian Potensi
Batuan Ultrabasa Di Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Untuk Menanggulangi Emisi Karbon
Dioksida. Proceeding
Pemaparan Hasil
Kegiatan Lapangan dan non lapangan, Pusat
Sumber Daya Geologi.
5.
6.
Fatah, Abdul Y., dkk., 2007, Penelitian
Batuan Ultrabasa di Kabupate Barru dan
Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi
Selatan. Proceeding Pemaparan Hasil
Kegiatan Lapangan dan Non Lapangan, Pusat
Sumber
Daya
Geologi.
http://psdg.bgl.esdm.go.id/kolokium%202007/
NONLOGAM/NLUltrabasaSulawesi%20Selat
an.pdf, Diakses : 22 Oktober 2012.
http://id.wikipedia.org/wiki/Adsorpsi, Diakses
: 14 November 2014
Download