Kariono [email protected] Magister Administrasi Publik Universits Medan Area 2014 1 • Tujuan kuliah ini adalah untuk memahami : – TEORI PENGELURAN NEGARA – PRINSIP ANGGARAN – JENIS-JENIS PENGELUARAN NEGARA – ANGGARAN DEFISIT – KEBIJAKAN MENGATASI DESFISIT ANGGARAN 2 TEORI PENGELUARAN NEGARA 3 Musgrave dan Rostow Perkembangan pengeluaran negara sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi dari suatu negara Pada tahap awal perkembangan ekonomi diperlukan pengeluaran negara yang besar untuk investasi pemerintah, utamanya untuk menyediakan infrastruktur seperti sarana jalan, kesehatan, pendidikan, dll Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, namun diharapkan investasi sektor swasta sudah mulai berkembang Pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran pemerintah tetap diperlukan, utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya peningkatan pendidikan, kesehatan, jaminan sosial dsb. TEORI PENGELUARAN NEGARA 4 Wagner Berdasarkan pengamatan dari negara-negara maju, disimpulkan bahwa dalam perekonomian suatu negara, pengeluaran pemerintah akan meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita negara tersebut. Di negara-negara maju, kegagalan pasar bisa saja terjadi, menimpa industri-industri tertentu dari negara tersebut. Kegagalan dari suatu industri dapat saja merembet ke industri lain yang saling terkait. Di sini diperlukan peran pemerintah untuk mengatur hubungan antara masyarakat, industri, hukum, pendidikan, dll TEORI PENGELUARAN NEGARA 5 Peacock dan Wiseman Kebijakan pemerintah untuk menaikkan pengeluaran negara tidak disukai oleh masyarakat, karena hal itu berarti masyarakat harus membayar pajak lebih besar Masyarakat mempunyai sikap toleran untuk membayar pajak sampai pada suatu tingkat tertentu. Apabila pemerintah menetapkan jumlah pajak di atas batas toleransi masyarakat, ada kecenderungan masyarakat untuk menghindar dari kewajiban membayar pajak. Sikap ini mengakibatkan pemerintah tidak bisa semena-mena menaikkan pajak yang harus dibayar masyarakat Dalam kondisi normal, dengan berkembangnya perekonomian suatu negara akan semakin berkembang pula penerimaan negara tersebut, walaupun pemerintah tidak menaikkan tarif pajak. Peningkatan penerimaan negara akan memicu peningkatan pengeluaran dari negara tersebut. TEORI PENGELUARAN NEGARA 6 Peacock dan Wiseman Dalam kondisi tidak normal, misalnya dalam keadaan perang, pemerintah memerlukan pengeluaran negara yang lebih besar. Keadaan ini membuat pemerintah cenderung meningkatkan pungutan pajak kepada masyarakat. Peningkatan pungutan pajak dapat mengakibatkan investasi swasta berkurang, dan perkembangan perekonomian menjadi terkendala. Perang tidak bisa dibiayai dari pajak saja. Pemerintah terpaksa cari pinjaman untuk biaya perang. Setelah perang selesai pemerintah harus membayar angsuran pinjaman dan bunga. Oleh karenanya pajak tidak akan turun ke tingkat semula walaupun perang sudah selesai. Setelah perang selesai, pengeluaran negara akan turun dari tingkat pengeluaran negara saat perang, namun masih lebih tinggi dari tingkat pengeluaran negara sebelum perang. Sementara itu pengeluaran swasta akan meningkat, namun masih masih dibawah tingkat pengeluaran swasta sebelum perang KEWAJIBAN NEGARA DAN KAITANNYA DENGAN PENGELUARAN NEGARA 7 Kewajiban negara dalam rangka menjaga kelangsungan kedaulatan negara (pemerintah) dan meningkatkan kemakmuran masyarakat, mencakup: mempersiapkan, memelihara, dan melaksanakan keamanan negara menyediakan dan memelihara fasilitas untuk kesejahteraan sosial dan perlindungan sosial, termasuk menyediakan dan memelihara fasilitas kesehatan menyediakan dan memelihara fasilitas pendidikan Sebagai konsekuensi pelaksanaan kewajibannya, pemerintah perlu dana yang memadai, dianggarkan melalui APBN/APBD, dan pada saatnya harus dikeluarkan melalui Kas Negara/Kas Daerah fakir miskin jompo yatim piatu masyarakat miskin pengangguran MACAM-MACAM PENGELUARAN NEGARA 8 • Menurut Organisasi – – – • Pemerintah Pusat Pemerintah Propinsi Pemerintah Kabupaten/Kota Menurut Sifat – – – – – Pengeluaran Investasi Pengeluaran Penciptaan Lapangan Kerja Pengeluaran Kesejahteraan Rakyat Pengeluaran Penghematan Masa Depat Pengeluaran Yang Tidak Produktif PENGELUARAN PEMERINTAH PUSAT 9 Dalam APBN, pengeluaran Pemerintah Pusat dibedakan menjadi: Pengeluaran untuk Belanja Belanja Pemerintah Pusat Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Pembayaran Bunga Utang Subsidi Belanja Hibah Bantuan Sosial Belanja Lain-lain Dana yang dialokasikan ke Daerah Dana Perimbangan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian PENGELUARAN PEMERINTAH PUSAT 10 Dalam APBN, pengeluaran Pemerintah Pusat dibedakan menjadi: Pengeluaran untuk Pembiayaan Pengeluaran untuk Obligasi Pemerintah Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri Pembiayaan lain-lain PENGELUARAN PEMERINTAH PROPINSI 11 Dalam APBD Propinsi, pengeluaran negara dibedakan menjadi: Pengeluaran untuk Belanja Belanja Operasi, yang terdiri dari Belanja Pegawai Belanja Barang dan jasa Belanja Pemeliharaan Belanja perjalanan Dinas Belanja Pinjaman Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Operasi Lainnya Belanja Modal, terdiri dari: Belanja Aset Tetap Belanja aset lain-lain Belanja tak tersangka PENGELUARAN PEMERINTAH PROPINSI 12 Dalam APBD Propinsi, pengeluaran negara dibedakan menjadi: Bagi hasil pendapatan ke kabupaten/kota/desa, terdiri dari Bagi hasil pajak ke Kabupaten/Kota Bagi hasil retribusi ke Kabupaten/Kota Bagi hasil pendapatan lainnya ke Kabupaten/Kota Pengeluaran untuk Pembiayaan, terdiri dari Pembayaran Pokok Pinjaman Penyertaan modal pemerintah Belanja investasi Permanen Pemberian pinjaman jangka panjang PENGELUARAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA 13 Dalam APBD Kabupaten/Kota, pengeluaran negara dibedakan menjadi: Pengeluaran untuk Belanja Belanja Operasi, yang terdiri dari Belanja Modal, terdiri dari: Belanja Pegawai Belanja Barang dan jasa Belanja Pemeliharaan Belanja perjalanan Dinas Belanja Pinjaman Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Operasi Lainnya Belanja Aset Tetap Belanja aset lain-lain Belanja tak tersangka PENGELUARAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA 14 Dalam APBD Kabupaten/Kota, pengeluaran negara dibedakan menjadi: Bagi hasil pendapatan ke desa/kelurahan, terdiri dari Bagi hasil pajak ke Desa/Kelurahan Bagi hasil retribusi ke Desa/Kelurahan Bagi hasil pendapatan lainnya ke Desa/Kelurahan Pengeluaran untuk Pembiayaan, terdiri dari Pembayaran Pokok Pinjaman Penyertaan modal pemerintah Pemberian pinjaman kepada BUMD/BUMN/Pemerintah Pusat/Kepala Daerah otonom Lainnya JENIS-JENIS PENGELUARAN NEGARA MENURUT SIFATNYA 15 PENGELUARAN INVESTASI PENGELUARAN PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA Pengeluaran yang ditujukan untuk menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa datang Misalnya, pengeluaran untuk pembangunan jalan tol, pelabuhan, bandara, satelit, peningkatan kapasitas SDM, dll Pengeluaran untuk menciptakan lapangan kerja, serta memicu peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat PENGELUARAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Pengeluaran yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, atau pengeluaran yang dan membuat masyarakat menjadi bergembira Misalnya pengeluaran untuk pembangunan tempat rekreasi, subsidi, bantuan langsung tunai, bantuan korban bencana, dll JENIS-JENIS PENGELUARAN NEGARA MENURUT SIFATNYA 16 PENGELUARAN PENGHEMATAN MASA DEPAN Pengeluaran yang tidak memberikan manfaat langsung bagi negara, namun bila dikeluarkan saat ini akan mengurangi pengeluaran pemerintah yang lebih besar di masa yang akan datang Pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat, pengeluaran untuk anak-anak yatim, dll PENGELUARAN YANG TIDAK PRODUKTIF Pengeluaran yang tidak memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat, namun diperlukan oleh pemerintah Misalnya pengeluaran untuk biaya perang PENGELUARAN NEGARA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEREKONOMIAN 17 Ada beberapa sektor perekonomian yang umumnya terpengaruh oleh besar atau kecilnya pengeluaran negara, antara lain Sektor produksi Sektor distribusi Sektor konsumsi masyarakat Sektor keseimbangan perekonomian PENGARUH PENGELUARAN NEGARA TERHADAP SEKTOR PRODUKSI 18 Pengeluaran negara secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap sektor produksi barang dan jasa Dilihat secara agregat pengeluaran negara merupakan faktor produksi (money), melengkapi faktor-faktor produksi yang lain (man, machine, material, method, management) Pengeluaran pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa akan berpengaruh secara langsung terhadap produksi barang dan jasa yang dibutuhkan pemerintah. Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap perekonomian, karena pendidikan akan menghasilkan SDM yang lebih berkualitas. Dengan SDM yang berkualitas produksi akan meningkat. PENGARUH PENGELUARAN NEGARA TERHADAP SEKTOR DISTRIBUSI 19 Pengeluaran negara secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap sektor distribusi barang dan jasa Misalnya, subsidi yang diberikan oleh masyarakat menyebabkan masyarakat yang kurang mampu dapat menikmati barang/jasa yang dibutuhkan, misalnya subsidi listrik, pupuk, BBM, dll Pengeluaran pemerintah untuk biaya pendidikan SD-SLTA membuat masyarakat kurang mampu dapat menikmati pendidikan yang lebih baik (paling tidak sampai tingkat SLTA). Dengan pendidikan yang lebih baik, diharapkan masyarakat tersebut dapat meningkatkan taraf hidupnya di masa yang akan datang Apabila pemerintah tidak mengeluarkan dana untuk keperluan tersebut, maka distribusi pendapatan, barang, dan jasa akan berbeda. Hanya masyarakat mampu saja yang akan menikmati tingkat kehidupan yang lebih baik, sementara masyarakat kurang mampu tidak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan tara hidupnya. PENGARUH PENGELUARAN NEGARA TERHADAP SEKTOR KONSUMSI MASYARAKAT 20 Pengeluaran negara secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap sektor konsumsi masyarakat atas barang dan jasa Dengan adanya pengeluaran pemerintah untuk subsidi, tidak hanya menyebabkan masyarakat yang kurang mampu dapat menikmati suatu barang/jasa, namun juga menyebabkan masyarakat yang sudah mampu akan mengkonsumsi produk/jasa lebih banyak lagi Kebijakan pengurangan subsidi, misalnya BBM, akan menyebabkan harga BBM naik, dan kenaikan harga BBM akan menyebabkan konsumsi masyarakat terhadap BBM turun PENGARUH PENGELUARAN NEGARA TERHADAP SEKTOR KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN 21 • • • Untuk mencapai target-target peningkatan PDB, pemerintah dapat mengatur alokasi dan tingkat pengeluaran negara. Misalnya dengan mengatur tingkat pengeluaran negara yang tinggi (untuk sektor-sektor tertentu), pemerintah dapat mengatur tingkat employment (menuju full employment) Apabila target penerimaan tidak memadai untuk membiayai pengeluaran tersebut, pemerintah dapat membiayainya dengan pola defisit anggaran ANALISIS KEBIJAKAN PENGELUARAN NEGARA 22 Analisis kebijakan program pengeluaran negara diperlukan untuk mengetahui tingkat efisiensi dan equity dari suatu kebijakan pengeluaran negara. Analisis kebijakan pengeluaran negara dapat dilakukan melalui 10 tahap kegiatan, mencakup: perlunya program pengeluaran negara kegagalan pasar yang terjadi pada program pengeluaran negara alternatif-alternatif intervensi pemerintah melalui program pengeluaran negara rancangan feature khusus dari program pengeluaran negara respon sektor swasta konsekuensi efisiensi trade-off efisiensi-ekuiti sasaran kebijakan publik proses politik ANALISIS KEBIJAKAN PENGELUARAN NEGARA: PERLUNYA PROGRAM PENGELUARAN NEGARA 23 Analisis kebijakan program pengeluaran negara dapat diawali dengan melakukan investigasi terhadap riwayat dari program tersebut, apa yang melatarbelakangi program tersebut lingkungan sekitar atau kondisi yang membentuk dan mempengaruhi program tersebut Siapa yang menjadi target dari program tersebut Kebutuhan apa yang ingin dicapai dari program tersebut ANALISIS KEBIJAKAN PENGELUARAN NEGARA: PERLUNYA PROGRAM PENGELUARAN NEGARA 24 Sebagai contoh, program pengeluaran pemerintah dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT) pada tahun 2005: Program tersebut dipicu kenaikan harga BBM di pasar internasional yang jauh melampaui prakiraan harga BBM yang ditetapkan pemerintah dalam APBN 2005 Kenaikan harga BBM akan mengakibatkan subsidi BBM yang dikeluarkan pemerintah menjadi membengkak, sementara pengguna BBM, terutama premium ke atas, adalah masyarakat kelas menengah ke atas. Hanya sedikit masyarakat kelas bawah yang menikmati subsidi BBM Untuk mengurangi biaya subsidi BBM, pada 1 Oktober 2005 pemerintah menaikkan harga BBM. Kenaikan BBM telah diprediksi akan memicu kenaikan harga barang-barang lain, termasuk barang kebutuhan pokok masyarakat. BLT dirancang untuk membantu masyarakat kelas bawah untuk memperkecil kesulitan hidup, berkaitan dengan kenaikan harga-harga barang ANALISIS KEBIJAKAN PENGELUARAN NEGARA: ANALISIS KEGAGALAN PASAR 25 Pada tahap ini perlu dicari jawaban atas pertanyaan: apakah terjadi kegagalan pasar sehingga pemerintah perlu turun tangan dengan program pengeluaran tersebut? Dalam contoh kasus program BLT, telah terjadi kegagalan pasar di mana pasar tidak dapat mengendalikan harga BBM di pasar internasional. Kenaikan harga BBM di pasar internasional mengakibatkan perbedaan harga BBM dalam negeri dengan harga BBM di pasar internasional semakin besar, yang selanjutnya berdampak subsidi BBM yang harus dikeluarkan pemerintah semakin besar ANALISIS KEBIJAKAN PENGELUARAN NEGARA: ALTERNATIF INTERVENSI PEMERINTAH 26 Pemerintah perlu mencari alternatif-alternatif kebijakan untuk mengatasi kegagalan pasar yang ada, dengan memperhatikan dampak dari masing-masing alternatif: Alternatif intervensi pemerintah dapat berupa: Apabila diproduksi oleh pemerintah, alternatif kebijakan antara lain: distribusi gratis distribusi dengan harga di bawah harga produksi distribusi dengan harga sama dengan harga produksi Apabila Produksi oleh swasta/private, alternatif kebijakan antara lain: Subsidi pemerintah untuk produsen Subsidi pemerintah untuk konsumen Distribusi langsung dari pemerintah Aturan pemerintah ANALISIS KEBIJAKAN PENGELUARAN NEGARA: ALTERNATIF INTERVENSI PEMERINTAH 27 Dalam kasus program BLT, beberapa alternatif dapat ditempuh pemerintah: Pemerintah tidak melakukan kebijakan apa-apa, harga BBM dalam negeri tidak dinaikkan: kenaikan harga BBM di pasar internasional akan menyebabkan pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM membengkak tidak ada kenaikan harga BBM, serta harga barang-barang lainnya Kenaikan subsidi dinikmati masyarakat kelas menengah ke atas, sementara hanya sedikit dari masyarakat kelas bawah yang ikut menikmati subsidi BBM Pemerintah menaikkan harga BBM dalam negeri, tanpa memberikan BLT kepada masyarakat miskin: Pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM dapat ditekan Kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga barang-barang lain Daya beli masyarakat akan berkurang, terutama masyarakat kelas bawah paling menderita dengan adanya kebijakan ini ANALISIS KEBIJAKAN PENGELUARAN NEGARA: ALTERNATIF INTERVENSI PEMERINTAH 28 Dalam kasus program BLT, beberapa alternatif dapat ditempuh pemerintah: Pemerintah menaikkan harga BBM dalam negeri, tanpa memberikan BLT kepada masyarakat miskin: Pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM dapat ditekan Kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga barang-barang lain Daya beli masyarakat akan berkurang, terutama masyarakat kelas bawah. Untuk mengurangi penderitaan masyarakat kelas bawah/miskin, pemerintah memberikan bantuan langsung tunai (BLT) ANALISIS KEBIJAKAN PENGELUARAN NEGARA: RANCANGAN DENGAN FITURE KHUSUS 29 Setelah dipilih satu alternatif intervensi pemerintah melalu program pengeluaran negara, perlu dilihat bagaimana rancangan rinci dari program yang dipilih Perlu ada keterbukaan dan efisiensi dalam rancangan program, tentang: siapa yang menjadi target program? apa bentuk programnya? bagaimana program tersebut akan dilaksanakan? siapa yang bertanggungjawab melaksanakan program tersebut? dimana program tersebut akan dilaksanakan? kapan program tersebut akan dilaksanakan? ANALISIS KEBIJAKAN PENGELUARAN NEGARA: RANCANGAN DENGAN FITURE KHUSUS 30 • Dalam kasus program BLT, – yang menjadi target program adalah masyarakat miskin. Di sini perlu ada kejelasan kriteria-kriteria masyarakat miskin itu seperti apa – bentuk programnya berupa pemberian uang tunai secara langsung – program tersebut akan dilaksanakan dengan membuat kriteria tentang keluarga miskin, mengidentifikasi keluarga miskin, menghitung kebutuhan pengeluaran program, mendistribusikan uang tunai kepada keluarga miskin – yang bertanggungjawab melaksanakan program: • penentuan kriteria keluarga miskin oleh Menko Ekuin, Bapenas, dan BPS • identifikasi keluarga miskin oleh BPS • pendistribusian keluarga miskin oleh kantor pos – pendistribusian bantuan langsung tunai oleh kantor pos – program BLT dilaksanakan segera setelah kenaikan BBM ANALISIS KEBIJAKAN PENGELUARAN NEGARA: RESPON SEKTOR SWASTA 31 Menilai respon sektor swasta terhadap kebijakan program pemerintah merupakan bagian yang sulit untuk dikerjakan Dalam sistem perekonomian campuran, pemerintah tidak dapat sepenuhnya mengatur perilaku masyarakat atas suatu kebijakan pemerintah Pihak swasta dapat saja merespon negatif terhadap kebijakan pemerintah. Dalam kasus BLT, banyak masyarakat yang berpendapat bahwa kebijakan pemerintah tidak mendidik masyarakat. Banyak masyarakat yang mengaku miskin dengan memanipulasi kondisi mereka sehingga sesuai dengan kriteria yang ditetapkan sebagai keluarga miskin Dalam menilai konsekuensi dari suatu program, perlu dilihat konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang. Seberapa jauh BLT dapat membantu masyarakat miskin? Berapa lama BLT harus diberikan? Bagaimana dampak BLT terhadap kondisi keuangan negara? ANALISIS KEBIJAKAN PENGELUARAN NEGARA: KONSEKUENSI EFISIENSI 32 Hal yang perlu dikaji dari suatu kebijakan pengeluaran pemerintah, apakah terjadi peningkatan efisiensi atau inefisiensi setelah kebijakan tersebut diimplementasikan? Efisiensi bisa terjadi pada sektor produksi, bisa pula pada sektor konsumsi Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM dibarengi dengan BLT diharapkan: penggunaan BBM akan menurun, yang berdampak pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM juga akan turun penerimaan masyarakat miskin akan meningkat, pengeluaran masyarakat akan meningkat ANALISIS KEBIJAKAN PENGELUARAN NEGARA: TRADEOFF EFISIENSI-EKUITI 33 Adakalanya, suatu program pengeluaran pemerintah dapat membuat semua pihak bahagia, dalam arti terjadi efisiensi dalam perekonomian, tidak ada pihak yang dirugikan Namun dalam banyak hal, kebijakan pengeluaran pemerintah harus mengorbankan efisiensi untuk membuat semua pihak bahagia, atau mengorbankan pihak-pihak tertentu agar terjadi efisiensi Sebagai contoh, pungutan atas pengguna jalan tol merupakan kebijakan yang mengorbankan efisiensi, karena penggunanya tidak sebanyak kalau pungutan ditiadakan. Namun pungutan tersebut dinilai adil, karena pengguna harus membayar pungutan, yang tidak menggunakan tidak dikenai biaya. Contoh lain, kenaikan TDL membuat pengguna listrik akan berhemat sehingga terjadi efisiensi penggunaan listrik, namun kurang adil, karena ada sebagian masyarakat yang tidak dapat menikmati listrik karena adanya kenaikan tersebut. ANALISIS KEBIJAKAN PENGELUARAN NEGARA: SASARAN KEBIJAKAN PUBLIK 34 Adakalanya, kebijakan publik dibuat bukan hanya didasarkan pertimbangan efisiensi ekonomi dan keadilan/distribusi saja, tetapi ada tujuan-tujuan khusus yang lain, misalnya untuk meningkatkan kesejahteraan pribumi, membantu sektor informal, dsb. Dalam hal demikian, analisis kebijakan pengeluaran pemerintah harus diarahkan untuk mengukur seberapa jauh keberhasilan program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan • Dalam negara yang demokratis, perancangan program kebijakan pengeluaran pemerintah akan melibatkan banyak kelompok, dengan kepentingan yang berbeda • Program yang dibuat (merupakan hasil kompromi) biasanya dipengaruhi oleh pihak-pihak yang terlibat, terutama pihakpihak yang memiliki mayoritas suara • Analisis proses politik dari suatu kebijakan akan memberikan pemahaman yang lebih baik, kenapa program tersebut ada, kenapa program dibuat seperti itu, dsb. 35 KONVERSI BELANJA NEGARA MENURUT JENIS BELANJA DALAM I-ACCOUNT FORMAT LAMA A. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH FORMAT BARU A. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Perpajakan 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Perpajakan 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak II. Penerimaan Hibah II. Penerimaan Hibah B. BELANJA NEGARA I. Belanja Pemerintah Pusat 1. Pengeluaran Rutin a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang c. Pembayaran Bunga Utang d. Subsidi e. Pengeluaran Rutin Lainnya 2. Pengeluaran pembangunan B. BELANJA NEGARA I. Belanja Pemerintah Pusat 1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang 3. Belanja Modal 4. Pembayaran Bunga Utang 5. Subsidi 6. Belanja Hibah 7. Bantuan Sosial 8. Belanja lain-lain II. Belanja Untuk Daerah 1. Dana Perimbangan 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian II. Belanja Untuk Daerah 1. Dana Perimbangan 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian C. Keseimbangan Primer C. Keseimbangan Primer D. Surplus/Defisit Anggaran E. Pembiayaan D. Surplus/Defisit Anggaran E. Pembiayaan ANATOMI URUSAN PEMERINTAHAN (PP. 38/2007) URUSAN PEMERINTAHAN ABSOLUT CONCURRENT ( MUTLAK URUSAN PUSAT) (6) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Politik Luar Negeri, Pertahanan, Keamanan, Yustisi, Moneter dan Fiskal Agama ( Urusan Bersama : Pusat, Provinsi, Kab/Kota ) (31) PILIHAN (8) (SEKTOR UNGGULAN) WAJIB/OBLIGATORY (Pelayanyan Dasar) (26) Misal : Misal : • PERTANIAN • KESEHATAN • INDUSTRI • PENDIDIKAN • PERDAGANGAN • LINGK HIDUP • PARIWISATA • PEKERJAAN UMUM • KELAUTAN, DLL • PERHUBUNGAN 37 Sentralisasi DILAKSANAKAN SENDIRI OLEH PEMERINTAH PUSAT Desentralisasi DISERAHKAN KEPADA DAERAH WEWENANG PEMERINTAH PUSAT Dekonsentrasi DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR SELAKU WAKIL PEMERINTAH PUSAT Tugas Pembantuan DITUGASKAN KEPADA DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA 38 TUJUAN PENGALOKASIAN DANA DEKONSENTRASI DAN DANA TUGAS PEMBANTUAN Umum Khusus Meningkatkan pencapaian efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pembangunan di daerah, serta menciptakan keselarasan dan sinergi secara nasional antara program/kegiatan Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan dan yang didanai dari APBD. Menjamin tersedianya sebagian anggaran kementerian negara/lembaga bagi pelaksanaan program/kegiatan Pemerintah Pusat di daerah, sesuai dengan masing-masing kriteria dan persyaratan yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. 39 DEKONSENTRASI & TG PEMBANTUAN (PP. 7/2008) • Pendekatan top down – bottom up • Penyelesaian dokumen o/ unit teknis pusat dengan dukungan daerah dlm data pendukung & standard pembiayaan • Perumusan pelaksana & penanggung jawab terkait dengan satker • Penyesuaian lingkup kegiatan dengan program • • • • DEKONSENTRASI Kegiatan non physik, dapat physik terbatas Dilimpahkan gubernur Bentuk dokumen : RKA-KL & SRAA (Dipa : Kanwil Perbdhr Prop) SKPD : Dinkes Prop • • • • TG PEMBANTUAN Kegiatan physik, dapat non physik terbatas-terkait Ditugaskan gubernur/bupati/walikota Bentuk dokumen : RKA-KL & DIPA SKPD : Dinkes Kab/Kota, RS & UPT 40 ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA APBN KEMENTERIAN/LEMBAGA 1. KANTOR PUSAT 2. RS / UPT VERTIKAL 3. DEKONSENTRASI 4. TG PEMBANTUAN DANA PERIMBANGAN PUSAT & DAERAH DANA BAGI HASIL APBD DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS 41 PENDAPATAN ASLI DAERAH PENGELUARAN NEGARA SEBELUM TAHUN 2000 PENGELUARAN RUTIN BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG PEMBAYARAN HUTANG PENGELUARAN PEMBANGUNAN SUBSIDI DAERAH OTONOM PEMBIAYAAN PROYEK PEMBIAYAAN RUPIAH 42 PENGELUARAN NEGARA SEJAK TAHUN AANGGARAN 2000 BELANJA PEM. PUSAT PENGELUARAN RUTIN DANA PERIMBANGAN PENGELUARAN PEMBANGUNAN BELANJA PEGAWAI PEMBIAYAAN RUPIAH BELANJA BARANG PEMBIAYAAN PROYEK DANA BAGI HASIL DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS PEMBAYARAN HUTANG SUBSIDI 43 Belanja Pemerintah Pusat 44 Belanja K/L Belanja Non K/L Pembayaran Bunga Utang Utang Dalam Negeri Utang Luar Negeri Subsidi Subsidi Energi Subsidi Non Energi Transfer Ke Daerah 45 Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Dana Otonomi Khusus dan Peny. BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT JENIS 46 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Pembayaran Bunga Utang 1. Utang Dalam Negeri 2. Utang Luar Negeri Subsidi 1. Subsidi Energi 2. Subsidi Non Energi Belanja Hibah Bantuan Sosial 47 RAPBN_ - 2015 (Rp. Milyar) Pembiayaan/Pinja man Luar Negeri 47.037,1 – (66.532,8 + 4.319,4) = - 23.815,0 1.370.827,2 (77,8%) WP 388.037,0 (22,0%) PAJAK PNBP HIBAH 3.431,8 (0,2%) KAS NEGARA / APBN PENERIMAAN PENGELUARAN NEGARA RUTIN 1.762.296,0 1.419.286,6 (80,5%) SURPLUS PUBLIC SAVING DEFISIT (257.572,3) 343.009,4 (19,5%) Pembiayaan Dalam Negeri 281.387,3 48 KETERANGAN A.PENDAPATAN NEGARA I. PENDAPATAN DALAM NEGERI II.PENERIMAAN HIBAH B.BELANJA NEGARA I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT II.TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA DEFISI T ANGGARAN (A - B) JUMLAH (Rp. Miliar) % 1.762.296,0 100 99,8 0,2 100 68,3 31,7 -12,8 1.758.864,2 3.431,8 2.019.868,3 1.379.875,3 639.993,0 (257.572,3) 49 PENDAPATAN DALAM NEGERI - RAPBN 2015 KETERANGAN JUMLAH (Rp. Miliar) % I. PENDAPATAN DALAM NEGERI 1.758.864,2 100,0 1. Penerimaan Perpajakan 1.370.827,2 77,9 1.319.323,4 75,0 a. Pendapatan Pajak Dalam Negeri b. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional 51.503,8 2,9 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 388.037,0 22,1 a. Penerimaan SDA 236.698,8 13,5 b. Pendapatan Bagian Laba BUMN 41.000,0 2,3 c. PNBP Lainnya 88.260,4 5,0 d. Pendapatan BLU 22.077,8 1,3 50 KETERANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT JUMLAH (Rp. Miliar) % 1.379.875,3 68,3 29,7 38,6 7,6 21,5 31,7 31,2 0,4 100,0 1. Belanja Kementerian Negara/Lembaga 600.581,7 2. Belanja Non Kementerian Negara/Lembaga 779.293,6 a. Program Pengelolaan Utang Negara 154.039,4 b. Program Pengelolaan Subsidi 433.512,2 TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA 639.993,0 A. Transfer ke Daerah 630.926,8 B. Dana Desa BELANJA NEGARA 9.066,2 2.019.868,3 51 KETERANGAN JUMLAH (Rp. Miliar) PEMBIAYAAN (I + II) 257.572,3 I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 281.387,3 1. Perbankan Dalam Neger 4.717,5 2. Nonperbankan Dalam Negeri 276.669,8 II.PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto (23.815,0) 1. Penarikan Pinjaman LN (bruto) 47.037,1 2. Penerusan Pinjaman (SLA) (4.319,4) 3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN (66.532,8) % 100,0 109,2 1,8 107,4 -9,2 18,3 -1,7 -25,8 52 KETERANGAN JUMLAH (Rp. Miliar) % Belanja Pegawai 191.742,00 13,5 Pembayaran Bunga Utang 154.039,4 10,9 Subsidi 433.512,2 30,5 Transfer Ke Daerah + Dana Desa 639.993,0 45,1 1.419.286,6 100,0 JUMLAH 53 BIDANG JUMLAH (Rp. Miliar) % 210.063,40 34,98 KESEJAHTERAAN RAKYAT 192.410,00 32,04 POLITIK, HUKUM, KEAMANAN 198.108,30 32,99 600.581,7 100 PEREKONOMIAN JUMLAH 54 PENGELUARAN PENGELUARAN RUTIN PENGELUARAN PEMBANGUNAN JUMLAH JUMLAH (Rp. Miliar) % 1.419.286,6 70,27 600.581,7 29,73 100 55 BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT FUNGSI 56 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. PELAYANAN UMUM PERTAHANAN KETERTIBAN DAN KEAMANAN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM KESEHATAN PARIWISATA DAN BUDAYA AGAMA PENDIDIKAN PERLINDUNGAN SOSIAL BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT FUNGSI 2010 – 2015 (Miliar Rupiah) 57 TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA, 2010–2015 (Miliar Rupiah) 58 PEMBIAYAAN ANGGARAN, 2010–2015 (Miliar Rupiah) 59 PENGELUARAN RUTIN RAPBN_ 2015 (Rp. Milyar) KETERANGAN Rp. Milyar % BELANJA PEGAWAI 191.742,00 13,5 PEMBAYARAN BUNGA UTANG 154.039,4 SUBSIDI 433.512,2 TRANSFER KE DAERAH + DANA DESA 639.993,0 JUMLAH 1.419.286,6 10,9 30,5 45,1 100,0 60 SUBSIDI DALAM RAPBN 2015 JENIS SUBSIDI ENERGI BESAR (Rp. Miliar) % 363.534,5 83,9 NON ENERGI JUMLAH 69.977,7 433.512,2 16,1 100 61 SUBSIDI ENERGI RAPBN 2015 JENIS SUBSIDI BESAR (Rp. Miliar) % BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, dan LGV 291.111,8 80,1 Listrik 72.422,7 19,9 JUMLAH 363.534,5 100 62 Sumber : Nota Keuangan RAPBN 2015 : 103 63 Sumber : Nota Keuangan RAPBN 2015 : 118 64 Sumber : Nota Keuangan RAPBN 2015 : 121 65 PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (Pinjaman Luar Negeri) RAPBN - 2015 (Rp. Milyar) Pembiayaan Luar Negeri (neto) (23.815,0) I. Penarikan Pinjaman Luar Negeri 47.037, 1. Pinjaman Program 7.140,0 2. Pinjaman Proyek 39.897, II. Penerusan Pinjaman 4.319,4 III. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN (66.532,8) 66 DEFISIT ANGGARAN RAPBN 2015 PUBLIC SAVING 343.009,4 BIAYA PEMBANGUNAN 600.581,7 JUMLAH DEFISIT (257.572,3) 67 Tugas 2 PERTANYAAN 68 Bagaimana caranya agar Pemerintah terbebas dari beban hutang (kemandirian dalam pembangunan) ? Kebijakan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan public saving ? Kebijakan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan penerimaan negara ? Kebijakan apa yang harus dilakukan dalam mengurangi beban pengeluaran rutin ? KEBIJAKAN MENGATASI DEFISIT PENINGKATAN PUBLIC SAVING PENURUNAN/PENGURANGAN BELANJA RUTIN PENINGKATAN PENDAPATAN 69 PENURUNAN/PENGURANGAN BELANJA RUTIN Belanja Pegawai ? Belanja Barang ? Pembayaran Bunga Pinjaman ? Belanja Daerah ? SUBSIDI : Subsidi ( RAPBN 2011) = Rp. 237.194,7 Milyar ENERGI :Rp. 161.830,1 Milyar (BBM & Listrik) NON ENERGI :Rp. 65.376,9 Milyar 70 PENINGKATAN PENERIMAAN DALAM NEGERI BUKAN PAJAK SDA Bagian Laba BUMN PAJAK : R APBN 2015: Rp.1.37 0.827,2 Miliar (77,9%) dari Total Pen. Dalam Negeri) Reformasi Sistem Perpajakan Nasional (1983, 1994, 2000, 2007) Self Assessment System 71 PAJAK : Rp. 878.685,20 Miliar PDB : Rp. 7.531.087,5 Miliar TAX RATIO : PAJAK/PDB = 505.877,7/ 3.531.087,5 x 100% = 13,9 % Rata-rata ASEAN = 16 % 16% - 13,9% = 2,1% 2,1% x 3.531.087,5 = Rp. 74.152,8 Triliun Bandingkan : Defisit : Rp. 33.098,3 Triliun 72 TAX RATIO (R-APBN 2009) PAJAK : Rp. 619.922,2 Milyar PDB : Rp. 5.613.441,7 Milyar = (619.922,2 / 5.613.441,7 ) x 100% = 11,0 % Rata-rata ASEAN = 16 % 16% - 11 % = 5 % ------ 2 % 2 % x 5.613.441,7 = Rp. 112.268,83 Milyar Bandingkan : Defisit : Rp. 88.618,8) Milyar 73 TERIMA KASIH 74 74