AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128

advertisement
1
ANALISIS PERTUMBUHAN SELADA (Lactuca sativa)
DIBUDIDAYAKAN SECARA HIDROPONIK PADA
MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN
Oleh: Candra Ginting 1)
ABSTRACT
Growth mean an increase in dry mass or dry mass of plant as a measure of its growth. The relationship
between dry mass gains and time used as basic parameters in growth analysis concept. Relative growth, the increase
in weight per unit of original weight over a time interval. Leaf area ratio, ratio of leaf area to plant dry weight. Net
assimilation rate, the rate of increase in dry weight per unit leaf area. Temperature and light affected the dynamic of
growth. The experiment was conducted using hydroponic system to growth analysis of lettuce in dry and rainy
planting seasons. More chlorophyll content and magnesium up taken were found in rainy than dry season. Light
intensity influence growth analysis. More grade of relative growth rate, leaf area ratio and net assimilation rate were
found in rainy than dry season. Dry mass productivity of lettuce leaf in rainy more effective and efficient than dry
season.
Key words: growth, lettuce, seasons
PENDAHULUAN
Pertumbuhan
tanaman
merupakan
peristiwa berlangsungnya pertambahan jumlah
sel atau peningkatan berat kering tanaman.
Secara fisik pertumbuhan tanaman dapat dilihat
dari bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun
atau diameter batang. Suatu proses pertumbuhan
tanaman dapat diamati mulai dari biji, lalu biji
berkecambah, selanjutnya tumbuh menjadi bibit
atau tanaman muda, kemudian tanaman menjadi
dewasa.
Berbagai
definisi
mengenai
pertumbuhan telah dikemukakan, diantaranya
oleh Gardner dkk. (1991) mendefinisikan
pertumbuhan sebagai proses pembelahan sel atau
meningkatnya jumlah sel yang bersifat tidak
dapat balik (irreversible). Definisi pertumbuhan
lain yang dikemukakan oleh Salisbury dan Ross
(1992) adalah proses bertambahnya biomassa.
Oleh karena pertumbuhan berkaitan
dengan peningkatan jumlah sel, maka prosesnya
mulai dari terjadinya pembelahan sel yang
senantiasa memerlukan adanya sintesis protein.
Protein merupakan komponen penyususun sel
yang baru dan selanjutnya sekelompok sel
membentuk jaringan tanaman kemudian
menjadikan satu organ yang melaksanakan peran
tertentu dalam suatu tanaman.
Proses
pertumbuhan
tanaman
dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar tanaman,
daun merupakan faktor dalam yang berperan
sebagai organ fotosintesis. Bentuk dan ukuran
daun suatu tanaman sangat menentukan dalam
hal efisiensi penangkapan sinar matahari sebagai
sumber energi utama bagi tanaman. Di dalam
daun, tepatnya pada suatu organella yang disebut
sebagai
kloroplas
merupakan
tempat
berlangsungnya penangkapan energi sinar
matahari dan fiksasi CO2 dan membentuk
karbohidrat serta membebaskan O2 ke
lingkungan. Secara kimia reaksi fotosintesis
dapat digambarkan sebagai berikut:
CO2 + H2O  Karbohidrat + O2
(Sinar matahari/kloroplas)
Kloroplas terdiri atas klorofil dan sistem enzim
yang berperan dalam seluruh reaksi kimia yang
berlangsung di organella tersebut. Faktor
lingkungan yang berpengaruh dalam proses
fotosintesis adalah sinar matahari dan suhu.
Kondisi sinar matahari berpengaruh langsung
terhadap kinerja klorofil, sedangkan keadaan
) Staf Pengajar Pada
Jurusan Agroteknologi
Pertanian
Kendari.
AGRIPLUS,
Volume Fakultas
20 Nomor
: 01Universitas
Januari Haluoleo,
2010, ISSN
0854-0128
1
01
2
suhu mempengaruhi kinerja sistem enzim.
Fiksasi CO2 dikendalikan sepenuhnya oleh
sistem enzim, kinerja enzim meningkat sejalan
dengan meningkatnya suhu dan pada batas
tertentu enzim tersebut akan mengalami
denaturasi.
Berat
kering
merupakan
hasil
pertumbuhan secara keseluruhan, namun dalam
proses pencapaiannya berlangsung melalui suatu
dinamika pertumbuhan dari waktu ke waktu.
Penimbunan hasil bersih atau berat kering
fotosintesis secara terintegrasi dengan waktu
disebut sebagai analisis pertumbuhan (Gardner
dkk., 1991). Untuk melakukan analisis
pertumbuhan
tanaman
dibutuhkan
dua
pengukuran dalam interval waktu, yaitu luas
daun dan berat kering total tanaman.
Berdasarkan dua data tersebut kuantitas lain
dalam analisis dapat dilakukan melalui
perhitungan, seperti nisbah luas daun, laju
pertumbuhan relatif dan laju asimilasi bersih.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini telah dilaksanakan di
Yogyakarta pada ketinggian sekitar 100 m dari
permukaan laut. Kegiatan berlangsung di dalam
rumah kaca dengan kondisi suhu udara ruangan
berkisar antara 28 sampai 36 oC dan kelembaban
udara relatif berkisar antara 45 sampai 85%
berlangsung pada musim kemarau dan
penghujan. Intensitas sinar matahari rata-rata
45.000 lux (4200 footcandle) pada musim
kemarau, 10.400 lux (970 footcandle) pada
musim penghujan.
Bahan yang digunakan adalah benih
selada dan formula racikan dengan komposisi N
= 53; P = 80; K = 300; Ca = 160; Mg = 80; Fe =
1,00; Mn = 0,51 = Cu = 0,51; B = 0,26; Zn =
0,18 dan Mo = 0,01, masing-masing dalam
satuan part per million (ppm). Alat yang
digunakan adalah ember 40 liter digunakan untuk
tangki nutrisi, styrofoam dan talang pvc
digunakan untuk tempat penanaman, pipa pvc
dan pompa akuarium untuk sirkulasi larutan
nutrisi dari dan kembali ke ember. Lux meter
digital DX 100 untuk mengukur intensitas sinar
matahari, termohigrometer
digital untuk
mengukur suhu dan kelembaban udara.
Penelitian berlangsung selama 28 hari
untuk masing-masing musim, pengukuran luas
daun dan berat kering dilakukan setiap interval
waktu
satu
minggu.
Analisis
klorofil
menggunakan
metode
spektrofotometri
dilaksanakan pada umur 2 dan 4 minggu setelah
tanam. Analisis kandungan Mg menggunakan
metode spektrometer dilakukan pada umur 4
minggu setelah tanam. Analisis pertumbuhan
tanaman menggunakan data luas dan berat kering
tanaman mengikuti metode yang terdapat dalam
Gardner dkk. (1991).
Nisbah
luas
daun
merupakan
perbandingan antara luas daun dengan berat
kering total tanaman, satuan dm2.g-1. Laju
pertumbuhan relatif merupakan peningkatan
berat kering dalam interval waktu yang
berhubungan dengan berat asal yang dihitung
dengan rumus (lnW2-lnW1)/(t2-t1), satuan g.g1
.minggu-1. Laju asimilasi bersih merupakan hasil
bersih dari asimilasi per satuan luas daun dan
waktu dihitung dengan rumus (W2-W1)/(t2-t1) x
(lnL2-lnL1)/L2-L1), satuan g.(dm2)-1.minggu-1. W1
adalah berat kering pada waktu t1 dan W2 adalah
berat kering pada waktu t2, L1 adalah luas daun
pada waktu t1 dan L2 adalah luas daun pada
waktu t2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan lingkungan
Secara umum keadaan suhu, kelembaban
udara relatif dan intensitas sinar matahari
mempengaruhi proses metabolisme yang
berlangsung dalam tubuh tanaman. Keadaan
lingkungan tanaman di dalam rumah kaca yang
diamati meliputi ketiga unsur tersebut diamati
baik pada musim kemarau maupun penghujan
yang disajikan dalam Gambar 1, 2 dan 3.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
70
31
30
29
28
27
26
55
65
60
50
Suhu
45
Kelembaban
40
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
kemarau
penghujan
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Hari pengamatan
2
3
4
5
6
Hari pengamatan
7
8
9
Gambar 1. Suhu dan kelembaban udara di dalam
rumah kaca pada musim kemarau
Gambar 3. Intensitas cahaya di dalam rumah
kaca pada musim kemarau dan penghujan
Keadaan
lingkungan
menunjukkan
bahwa
selama
pertumbuhan
tanaman
berlangsung pada musim kemarau dan penghujan
suhu berkisar antara 28 sampai 36oC.
Kelembaban udara relatif berkisar antara 45
sampai 70% pada musim kemarau, 45 sampai
85% pada musim penghujan. Intensitas sinar
matahari berkisar antara 20.000 sampai 90.000
lux pada musim kemarau, 2000 sampai 30.000
lux pada musim penghujan. Gambar 1 dan 2
menunjukkan bahwa keadaan suhu dan
kelembaban udara relatif mengikuti pola saling
berlawanan, yaitu ketika suhu tinggi diikuti
dengan kelembaban rendah dan sebaliknya.
Namun demikian dari waktu ke waktu terjadi
pola fluktuasi yang berbeda antara musim
kemarau dan penghujan.
Nampak pada Gambar 2 terjadi dinamika
goyangan suhu dengan frekwensi yang lebih
sering khususnya pada kurun waktu minggu ke
empat.
Kondisi
tersebut
tentu
saja
mempengaruhi proses metabolisme terutama
fotosintesis yang berlangsung dalam tubuh
tanaman karena berhubungan dengan kinerja
sistem enzim yang terlibat dalam proses tersebut.
Suhu udara lingkungan tentu saja mempengaruhi
suhu larutan nutrisi dalam hal ini sebagai media
tanaman sehingga menentukan kinerja akar yang
selanjutnya menentukan hasil selada (Ginting,
2006a).
Jika kisaran suhu dan kelembaban udara
antara musim kemarau dan penghujan hampir
sama (Gambar 1 dan 2), lain halnya dengan
intensitas cahaya matahari (Gambar 3). Intensitas
cahaya matahari pada musim kemarau rata-rata
sekitar 45.000 lux, sedangkan pada musim
penghujan hanya sekitar 10.500 lux. Dalam hal
ini intensitas cahaya pada musim penghujan
hanya ¼ kali intensitas cahaya pada musim
kemarau. Kondisi ini tenu saja mempengaruhi
perilaku klorofil yang terdapat pada organella
kloroplas dan pada gilirannya akan menentukan
produk akhir fotosintesis.
36
35
34
33
32
85
80
75
70
65
31
30
29
28
27
26
60
Suhu
Kelembaban
55
50
45
Kelembaban udara (%)
Suhu udara ( C)
o
Intensitas cahaya x 1000
(lux)
36
35
34
33
32
Kelembaban udara (%)
o
Suhu udara ( C)
3
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Hari pengamatan
Gambar 2. Suhu dan kelembaban udara di dalam
rumah kaca pada musim penghujan
Luas daun
Daun merupakan organ yang paling
penting dalam proses fotosintesis karena di
dalamnya
terdapat
kloroplas
tempat
berlangsungnya proses tersebut. Keadaan luas
daun selada pada musim kemarau dan penghujan
dari waktu ke waktu disajikan dalam Gambar 4.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
4
Luas daun menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan antara musim kemarau dan penghujan,
artinya perbedaan intensitas cahaya matahari
yang cukup besar tidak mengakibatkan ukuran
luas daun secara keseluruhan dalam individu
tanaman selada.
16
14
Luas (dm2)
12
Kemarau
Penghujan
10
8
6
4
2
0
1
2
3
4
Umur (minggu setelah tanam)
Gambar 4. Luas daun selada pada musim
kemarau dan penghujan
Serapan Mg dan kandungan klorofil
Magnesium
merupakan
konstituen
klorofil atau berperan sebagai inti klorofil.
Kandungan klorofil dan serapan magnesium
selada pada musim kemarau dan penghujan
disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan klorofil daun dan serapan
Mg selada pada musim kemarau dan penghujan
Uraian
Satuan
Musim
Kema- Pengrau hujan
1,17a
7,48b
Kandungan klorofil,
μg/berat
(2 minggu setelah tanam) kering daun
Kandungan klorofil,
μg/berat 7,64a
8,55b
(4 minggu setelah tanam) kering daun
Serapan Mg
mg
10,8a
14,4b
(4 minggu setelah tanam)
Keterangan: Dalam satu baris, angka diikuti huruf sama
menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji t pada tingkat
kepercayaan 95%, n = 30.
berbeda antara musim kemarau dan penghujan,
namun untuk memanfaatkan keadaan intensitas
sinar matahari yang berbeda cukup besar
kloroplas memiliki pola adaptasi yang khas.
Leopold dan Kriededemann (1975) menyatakan
bahwa kloroplas mengatur dirinya terhadap
kondisi intensitas sinar matahari, yaitu ketika
intensitas tinggi kloroplas menghindar dari sinar
sebaliknya ketika intensitas rendah kloroplas
mengatur diri untuk dapat menangkap sinar
secara
optimal
untuk
mendukung
pertumbuhannya. Dengan demikian untuk
meproduksi berat kering dalam jumlah yang
cukup, tanaman mensintesis klorofil dalam
jumlah lebih banyak ketika intensitas sinar
matahari jauh lebih rendah pada musim
penghujan. Untuk mendukung pembentukan
klorofil tentu saja harus sejalan dengan
peningkatan serapan unsur magnesium yang
sangat berhubungan dengan ketersediaan hara
tersebut di lingkungan akar tanaman. Serapan
hara dan kandungan klorofil dalam berbagai suhu
daerah perakaran selada telah dilaporkan oleh
Ginting (2006b) dan Ginting (2008).
Berat kering
Berat kering merupakan produk akhir
dalam bentuk biomassa dari proses fotosintesis
dalam tanaman, hasil ini bersifat tetap atau tidak
dapat balik. Berat kering selada pada musim
kearau dan penghujan dari waktu ke waktu
disajikan dalam Gambar 5. Berat kering yang
ditunjukkan dalam Gambar 5. tidak berbeda
antara masa pertumbuhan pada musim kemarau
dan penghujan ketika umur tanaman 3 minggu
setelah tanam, yakni sekitar 1300 mg. Berat
kering ketika umur 2 minggu setelah tanam
adalah 120 mg pada musim kemarau, 440 mg
pada musim penghujan, ketika umur 4 minggu
setelah tanam sekitar 3300 mg pada musim
kemarau, 3900 mg pada musim penghujan.
Tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan
klorofil dan serapan magnesium pada musim
penghujan lebih tinggi dibanding musim
kemarau. Hubungan antara keduanya sangat
berkaitan karena unsur magnesium merupakan
konstituen klorofil yaitu sebagai inti klorofil
(Marschner, 1986). Sekalipun luas daun tidak
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
Berat kering (mg)
5
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
Kemarau
Penghujan
1
2
3
4
Umur (minggu setelah tanam)
Gambar 5. Berat kering selada pada musim
kemarau dan musim penghujan
kemarau dengan penghujan hampir sama
(Gambar 4). Dengan demikian hal yang
membuat nilai nisbah akar tajuk berbeda adalah
proporsi akar selada yang tidak sama antara
musim kemarau dengan penghujan. Proporsi
akar selada 2 minggu setelah tanam meningkat
secara tajam pada musim kemarau, hal ini diduga
akar mengalami pertumbuahan lebih dominan
dibanding tajuk atau daun pada kondisi intensitas
sinar matahari yang tinggi (Gambar 3). Dengan
kata lain pertumbuhan tajuk mengalami tekanan
akibat intensitas sinar tinggi pada musim
kemarau.
Rendahnya berat kering selada ketika
umur 3 minggu setelah tanam pada musim
penghujan dapat disebabkan oleh pola dinamika
suhu udara yang ditunjukkan dalam Gambar 2.
Keadaan suhu antara umur 14 hingga 21 hari
menghambat aktivitas sistem enzim dalam
kloroplas sehingga produksi berat kering hampir
sama dengan yang terjadi pada musim kemarau.
Nisbah akar/tajuk
Akar merupakan bagian penting untuk
pengambilan air dan mineral dari dalam tanah,
sedangkan tajuk bagian penting untuk
menangkap sinar matahari dan fiksasi CO2
keduanya berperan penting dalam mendukung
pertumbuhan tanaman. Perbandingan atau nisbah
antar keduanya dapat menunjukkan efektifitas
masing-masing dalam melakukan fungsinya,
keadaan lingkungan sangat mempengaruhi
kinerja setiap bagian tersebut. Nisbah akar tajuk
selada pada musim kemarau dan penghujan
disajikan dalam Gambar 6. Nisbah akar tajuk
antar musim menunjukkan pola yang berbeda
selama pertumbuhan selada. Pada musim
kemarau, nisbah akar relatif tinggi ketika selada
berumur 2 minggu setelah tanam selanjutnya
nisbah menurun ketika berumur 3 sampai 4
minggu setelah tanam nilainya hampir sama
dengan pada musim penghujan. Lain halnya
penanaman pada musim penghujan, nisbah akar
tajuk memiliki pola yang hampir sama waktu
atau lama pertumbuhan yang sama. Jika luas
daun selada diasumsikan mewakili keadaan tajuk
maka sebenarnya keadaan tajuk antara musim
Nisbah akar tajuk (g/g)
0.6
Kemarau
0.5
Penghujan
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1
2
3
4
Umur (minggu setelah tanam)
Gambar 6. Nisbah akar/tajuk pada musim
kemarau dan musim penghujan
Nisbah luas daun
Nisbah luas daun dapat diartikan sebagai
kemampuan daun dalam luasan tertentu untuk
memproduksi biomassa atau bahan kering atau
efektifitas daun dalam menghasilkan bahan
kering. Nisbah luas daun selada pada musim
kemarau dan penghujan disajikan dalam Gambar
7. Kemampuan daun dalam memproduksi bahan
kering melalui proses fotosintesis berbeda antara
musim kemarau dengan penghujan terutama
ketika selada berumur 2 minggu setelah tanam.
Dalam hal ini, daun dibutuhkan seluas sekitar 8
dm2 untuk menghasilkan 1 g berat kering. Pada
hal ketika selada berumur 1, 3 dan 4 minggu
setelah tanam, untuk memproduksi 1 g bahan
kering hanya dibutuhkan daun rata-rata seluas 4
dm2. Tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan
klorofil daun selada umur 2 minggu setelah
tanam pada musim penghujan jauh lebih tinggi
dibanding musim kemarau. Kenyataan ini
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
6
Nisbah luas daun (dm2/g)
semakin memperkuat pemahaman bahwa
kualitas kloroplas atau jumlah klorofil sangat
menentukan jumlah bahan kering yang
dihasilkan tanaman melalui proses fotosintesis.
Secara umum Gambar 7. menunjukkan bahwa
efektifitas daun dalam memproduksi bahan
kering pada musim penghujan lebih tinggi
dibanding kemarau karena kandungan klorofil
lebih tinggi pada musim penghujan seperti yang
ditunjukkan dalam Tabel 1.
10
Kemarau
8
Penghujan
6
4
2
0
1
2
3
Umur (minggu setelah tanam)
4
Gambar 7. Nisbah luas daun pada musim
kemarau dan musim penghujan
Laju pertumbuhan relatif
(g/g/minggu)
Laju pertumbuhan relatif
Perbandingan berat kering tanaman
secara individual terhadap berat sebelumnya
dalam interval waktu tertentu disebut sebagai
laju pertumbuhan relatif. Keadaan laju
pertumbuhan relatif selada pada musim kemarau
dan penghujan disajikan dalam Gambar 8.
2
1.5
1
Kemarau
0.5
Penghujan
0
1
2
3
4
Umur (minggu setelah tanam)
Gambar 8. Laju pertumbuhan relatif pada musim
kemarau dan penghujan
Secara
keseluruhan
pola
laju
pertumbuhan relatif berbeda antara yang terjadi
pada musim kemarau dan penghujan. Umur 1
sampai 2 minggu setelah tanam, laju
pertumbuhan relatif memiliki pola yang hampir
sama. Selanjutnya umur 3 sampai 4 minggu
setelah tanam, laju pertumbuhan relatif berbeda
antara musim kemarau dengan penghujan. Pada
musim kemarau, laju pertumbuhan relatif selada
cukup stabil. Lain halnya pada musim
penghujan, laju pertumbuhan relatif menurun
ketika umur selada 3 minggu setelah tanam
selanjutnya kembali meningkat ketika umur
selada 4 minggu setelah tanam. Fluktuasi suhu
lingkungan sebagaimana yang ditampilkan
dalam Gambar 1 dan 2 nampaknya turut
mempengaruhi laju pertumbuhan relatif. Suhu
lingkungan yang berubah-ubah dalam waktu
relatif singkat dapat memacu peningkatan laju
pertumbuhan relatif ketika selada berumur 4
minggu setelah tanam pada musim penghujan.
Selada yang ditanam pada musim penghujan
nampaknya masih dapat meningkatkan berat
kering apabila tanaman tersebut dipelihara lebih
dari 4 minggu. Hal ini beralasan karena laju
pertumbuhan relatif justru terus meningkat ketika
umur selada 4 minggu setelah tanam, sedangkan
pada musim kemarau laju pertumbuhan relatif
mengalami penurunan.
Laju asimilasi bersih
Kemampuan tiap unit luas daun dalam
menghasilkan bahan kering dalam kurun waktu
tertentu suatu tanaman disebut sebagai laju
asimilasi bersih. Dengan perkataan lain, laju
asimilasi bersih merupakan tingkat efisiensi daun
memproduksi bahan kering melalui proses
fotosintesis dalam periode waktu tertentu
(Gardner dkk., 1991). Laju asimilasi bersih
selada pada musim kemarau dan musim
penghujan disajikan dalam Gambar 9. Ketika
masih muda, tanaman mempunyai nilai laju
asimilasi bersih tertinggi karena daun berusaha
memanfaatkan sinar matahari secara maksimal.
Keadaan tersebut nampak dalam Gambar 9
bahwa ketika tanaman berumur 1 minggu setelah
tanam laju asimilasi bersih rata-rata relatif lebih
tinggi selanjutnya mengalami penurunan baik
pada musim kemarau maupun penghujan. Laju
asimilasi bersih selada pada musim kemarau
memiliki pola yang berbeda dengan yang terjadi
pada musim penghujan.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
7
Laju asimilasi bersih
(g/dm2/minggu)
Ketika berumur 1 minggu setelah tanam,
daun selada yang ditanam pada musim kemarau
lebih efisien meproduksi bahan kering dibanding
pada musim penghujan, yaitu bahan kering
dihasilkan lebih dari 0,5 g pada musim kemarau
sedangkan pada musim penghujan kurang dari
0,4 g masing-masing per dm2 luas daun. Dua
minggu setelah tanam, hasil bahan kering pada
musim kemarau turun menjadi kurang dari 0,2 g,
sedangkan pada musim penghujan produksi
bahan kering naik mendekati angka 0,5 g per
dm2 luas daun. Jika dihubungkan dengan
kandungan klorofil daun yang terdapat dalam
Tabel 1 maka perbedaan tersebut terjadi
disebabkan karena perbedaan kandungan klorofil
yang terdapat dalam masing-masing daun.
Pada musim penghujan, kandungan
klorofil daun selada jauh lebih tinggi dibanding
pada musim kemarau sekalipun intensitas sinar
matahari pada musim penghujan hanya ¼ dari
intensitas sinar pada musim kemarau seperti
yang disajikan dalam Gambar 3. Dengan
demikian dapat dimengerti bahwa efisiensi daun
dalam memproduksi bahan kering melalui proses
fotosintesis lebih ditentukan oleh kandungan
klorofil per unit luas daun bukan luas daun atau
intensitas sinar matahari. Ketika selada berumur
3 minggu setelah tanam, daun pada musim
kemarau lebih efisien memproduksi bahan kering
dibanding
musim
penghujan,
hal
ini
kemungkinan disebabkan oleh karena adanya
perbedaan goyangan atau fluktuasi suhu di atara
dua musim sehingga proses fiksasi CO2 berbeda
karena suhu mempengaruhi kinerja sistem enzim
yang terdapat dalam kloroplas.
0.6
Kemarau
0.5
Penghujan
0.4
Berdasarkan uraian beberapa unsur yang
menggunakan data luas daun dan berat kering
dalam analisis pertumbuhan selada dapat
dikemukakan suatu hubungan antara unsurunsur, yaitu nisbah luas daun, laju pertumbuhan
relatif dan laju asimilasi bersih. Nilai laju
pertumbuhan relatif, (g.g-1.minggu-1) adalah laju
asimilasi bersih {g.(dm2)-1. minggu-1} dibagi
dengan nisbah luas daun (dm2.g-1).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Nilai rata-rata suhu dan kelembaban
udara di dalam rumah kaca tidak jauh berbeda
antara musim kemarau dan penghujan, namun
intensitas sinar matahari pada musim kemarau 4
kali dibanding musim penghujan. Kandungan
klorofil daun dan serapan hara magnesium pada
musim penghujan lebih tinggi dibanding musim
kemarau. Daun selada pada musim penghujan
lebih efektif dan efisien dibanding pada musim
kemarau yang ditandai dengan nilai nisbah luas
daun lebih kecil dan nilai laju asimilasi bersih
lebih besar. Laju pertumbuhan relatif pada
musim penghujan lebih besar dibanding pada
musim kemarau.
Saran
Untuk mendapatkan kandungan klorofil
daun selada yang lebih tinggi dapat dilakukan
dengan penanaman pada musim penghujan atau
melakukan modifikasi intensitas sinar matahari
rendah dan mendorong serapan hara magnesium
yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell,
1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI
Press, Jakarta.
0.3
0.2
0.1
0
1
2
3
Umur (minggu setelah tanam)
4
Gambar 9. Laju asimilasi bersih pada musim
kemarau dan penghujan
Ginting, C., Tohari, Shiddieq, D. dan Indradewa,
D., 2006a. Pengaruh Suhu Medium
terhadap Hasil Selada yang Ditanam
Secara Hidroponik, Agrosain. volume 8
no 2 : 75-81.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
8
Ginting, C., Tohari, Shiddieq, D. dan Indradewa,
D., 2006b. Pengaruh Suhu Medium
terhadap Serapan Hara Makro pada
Pertanaman Selada Secara Hidroponik,
Prosiding. Seminar Nasional Peragi,
500 – 509.
Ginting, C. 2007. Pengendalian Suhu Zona
Perakaran pada Pertanaman Selada
(Lactuca sativa, L.) Sistem Hidroponik,
Disertasi. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Ginting, C. 2008. Pengaruh Suhu Zona
Perakaran Terhadap Pertumbuhan dan
Kadar Klorofil Tanaman Selada Sistem
Hidroponik, Agriplus. volume 18 nomor
03 September 2008 : 169 – 178.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
Download