1 ANALISIS PERTUMBUHAN SELADA (Lactuca sativa) DIBUDIDAYAKAN SECARA HIDROPONIK PADA MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN Oleh: Candra Ginting 1) ABSTRACT Growth mean an increase in dry mass or dry mass of plant as a measure of its growth. The relationship between dry mass gains and time used as basic parameters in growth analysis concept. Relative growth, the increase in weight per unit of original weight over a time interval. Leaf area ratio, ratio of leaf area to plant dry weight. Net assimilation rate, the rate of increase in dry weight per unit leaf area. Temperature and light affected the dynamic of growth. The experiment was conducted using hydroponic system to growth analysis of lettuce in dry and rainy planting seasons. More chlorophyll content and magnesium up taken were found in rainy than dry season. Light intensity influence growth analysis. More grade of relative growth rate, leaf area ratio and net assimilation rate were found in rainy than dry season. Dry mass productivity of lettuce leaf in rainy more effective and efficient than dry season. Key words: growth, lettuce, seasons PENDAHULUAN Pertumbuhan tanaman merupakan peristiwa berlangsungnya pertambahan jumlah sel atau peningkatan berat kering tanaman. Secara fisik pertumbuhan tanaman dapat dilihat dari bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun atau diameter batang. Suatu proses pertumbuhan tanaman dapat diamati mulai dari biji, lalu biji berkecambah, selanjutnya tumbuh menjadi bibit atau tanaman muda, kemudian tanaman menjadi dewasa. Berbagai definisi mengenai pertumbuhan telah dikemukakan, diantaranya oleh Gardner dkk. (1991) mendefinisikan pertumbuhan sebagai proses pembelahan sel atau meningkatnya jumlah sel yang bersifat tidak dapat balik (irreversible). Definisi pertumbuhan lain yang dikemukakan oleh Salisbury dan Ross (1992) adalah proses bertambahnya biomassa. Oleh karena pertumbuhan berkaitan dengan peningkatan jumlah sel, maka prosesnya mulai dari terjadinya pembelahan sel yang senantiasa memerlukan adanya sintesis protein. Protein merupakan komponen penyususun sel yang baru dan selanjutnya sekelompok sel membentuk jaringan tanaman kemudian menjadikan satu organ yang melaksanakan peran tertentu dalam suatu tanaman. Proses pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar tanaman, daun merupakan faktor dalam yang berperan sebagai organ fotosintesis. Bentuk dan ukuran daun suatu tanaman sangat menentukan dalam hal efisiensi penangkapan sinar matahari sebagai sumber energi utama bagi tanaman. Di dalam daun, tepatnya pada suatu organella yang disebut sebagai kloroplas merupakan tempat berlangsungnya penangkapan energi sinar matahari dan fiksasi CO2 dan membentuk karbohidrat serta membebaskan O2 ke lingkungan. Secara kimia reaksi fotosintesis dapat digambarkan sebagai berikut: CO2 + H2O Karbohidrat + O2 (Sinar matahari/kloroplas) Kloroplas terdiri atas klorofil dan sistem enzim yang berperan dalam seluruh reaksi kimia yang berlangsung di organella tersebut. Faktor lingkungan yang berpengaruh dalam proses fotosintesis adalah sinar matahari dan suhu. Kondisi sinar matahari berpengaruh langsung terhadap kinerja klorofil, sedangkan keadaan ) Staf Pengajar Pada Jurusan Agroteknologi Pertanian Kendari. AGRIPLUS, Volume Fakultas 20 Nomor : 01Universitas Januari Haluoleo, 2010, ISSN 0854-0128 1 01 2 suhu mempengaruhi kinerja sistem enzim. Fiksasi CO2 dikendalikan sepenuhnya oleh sistem enzim, kinerja enzim meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu dan pada batas tertentu enzim tersebut akan mengalami denaturasi. Berat kering merupakan hasil pertumbuhan secara keseluruhan, namun dalam proses pencapaiannya berlangsung melalui suatu dinamika pertumbuhan dari waktu ke waktu. Penimbunan hasil bersih atau berat kering fotosintesis secara terintegrasi dengan waktu disebut sebagai analisis pertumbuhan (Gardner dkk., 1991). Untuk melakukan analisis pertumbuhan tanaman dibutuhkan dua pengukuran dalam interval waktu, yaitu luas daun dan berat kering total tanaman. Berdasarkan dua data tersebut kuantitas lain dalam analisis dapat dilakukan melalui perhitungan, seperti nisbah luas daun, laju pertumbuhan relatif dan laju asimilasi bersih. BAHAN DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan di Yogyakarta pada ketinggian sekitar 100 m dari permukaan laut. Kegiatan berlangsung di dalam rumah kaca dengan kondisi suhu udara ruangan berkisar antara 28 sampai 36 oC dan kelembaban udara relatif berkisar antara 45 sampai 85% berlangsung pada musim kemarau dan penghujan. Intensitas sinar matahari rata-rata 45.000 lux (4200 footcandle) pada musim kemarau, 10.400 lux (970 footcandle) pada musim penghujan. Bahan yang digunakan adalah benih selada dan formula racikan dengan komposisi N = 53; P = 80; K = 300; Ca = 160; Mg = 80; Fe = 1,00; Mn = 0,51 = Cu = 0,51; B = 0,26; Zn = 0,18 dan Mo = 0,01, masing-masing dalam satuan part per million (ppm). Alat yang digunakan adalah ember 40 liter digunakan untuk tangki nutrisi, styrofoam dan talang pvc digunakan untuk tempat penanaman, pipa pvc dan pompa akuarium untuk sirkulasi larutan nutrisi dari dan kembali ke ember. Lux meter digital DX 100 untuk mengukur intensitas sinar matahari, termohigrometer digital untuk mengukur suhu dan kelembaban udara. Penelitian berlangsung selama 28 hari untuk masing-masing musim, pengukuran luas daun dan berat kering dilakukan setiap interval waktu satu minggu. Analisis klorofil menggunakan metode spektrofotometri dilaksanakan pada umur 2 dan 4 minggu setelah tanam. Analisis kandungan Mg menggunakan metode spektrometer dilakukan pada umur 4 minggu setelah tanam. Analisis pertumbuhan tanaman menggunakan data luas dan berat kering tanaman mengikuti metode yang terdapat dalam Gardner dkk. (1991). Nisbah luas daun merupakan perbandingan antara luas daun dengan berat kering total tanaman, satuan dm2.g-1. Laju pertumbuhan relatif merupakan peningkatan berat kering dalam interval waktu yang berhubungan dengan berat asal yang dihitung dengan rumus (lnW2-lnW1)/(t2-t1), satuan g.g1 .minggu-1. Laju asimilasi bersih merupakan hasil bersih dari asimilasi per satuan luas daun dan waktu dihitung dengan rumus (W2-W1)/(t2-t1) x (lnL2-lnL1)/L2-L1), satuan g.(dm2)-1.minggu-1. W1 adalah berat kering pada waktu t1 dan W2 adalah berat kering pada waktu t2, L1 adalah luas daun pada waktu t1 dan L2 adalah luas daun pada waktu t2. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan lingkungan Secara umum keadaan suhu, kelembaban udara relatif dan intensitas sinar matahari mempengaruhi proses metabolisme yang berlangsung dalam tubuh tanaman. Keadaan lingkungan tanaman di dalam rumah kaca yang diamati meliputi ketiga unsur tersebut diamati baik pada musim kemarau maupun penghujan yang disajikan dalam Gambar 1, 2 dan 3. AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128 70 31 30 29 28 27 26 55 65 60 50 Suhu 45 Kelembaban 40 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 kemarau penghujan 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Hari pengamatan 2 3 4 5 6 Hari pengamatan 7 8 9 Gambar 1. Suhu dan kelembaban udara di dalam rumah kaca pada musim kemarau Gambar 3. Intensitas cahaya di dalam rumah kaca pada musim kemarau dan penghujan Keadaan lingkungan menunjukkan bahwa selama pertumbuhan tanaman berlangsung pada musim kemarau dan penghujan suhu berkisar antara 28 sampai 36oC. Kelembaban udara relatif berkisar antara 45 sampai 70% pada musim kemarau, 45 sampai 85% pada musim penghujan. Intensitas sinar matahari berkisar antara 20.000 sampai 90.000 lux pada musim kemarau, 2000 sampai 30.000 lux pada musim penghujan. Gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa keadaan suhu dan kelembaban udara relatif mengikuti pola saling berlawanan, yaitu ketika suhu tinggi diikuti dengan kelembaban rendah dan sebaliknya. Namun demikian dari waktu ke waktu terjadi pola fluktuasi yang berbeda antara musim kemarau dan penghujan. Nampak pada Gambar 2 terjadi dinamika goyangan suhu dengan frekwensi yang lebih sering khususnya pada kurun waktu minggu ke empat. Kondisi tersebut tentu saja mempengaruhi proses metabolisme terutama fotosintesis yang berlangsung dalam tubuh tanaman karena berhubungan dengan kinerja sistem enzim yang terlibat dalam proses tersebut. Suhu udara lingkungan tentu saja mempengaruhi suhu larutan nutrisi dalam hal ini sebagai media tanaman sehingga menentukan kinerja akar yang selanjutnya menentukan hasil selada (Ginting, 2006a). Jika kisaran suhu dan kelembaban udara antara musim kemarau dan penghujan hampir sama (Gambar 1 dan 2), lain halnya dengan intensitas cahaya matahari (Gambar 3). Intensitas cahaya matahari pada musim kemarau rata-rata sekitar 45.000 lux, sedangkan pada musim penghujan hanya sekitar 10.500 lux. Dalam hal ini intensitas cahaya pada musim penghujan hanya ¼ kali intensitas cahaya pada musim kemarau. Kondisi ini tenu saja mempengaruhi perilaku klorofil yang terdapat pada organella kloroplas dan pada gilirannya akan menentukan produk akhir fotosintesis. 36 35 34 33 32 85 80 75 70 65 31 30 29 28 27 26 60 Suhu Kelembaban 55 50 45 Kelembaban udara (%) Suhu udara ( C) o Intensitas cahaya x 1000 (lux) 36 35 34 33 32 Kelembaban udara (%) o Suhu udara ( C) 3 40 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Hari pengamatan Gambar 2. Suhu dan kelembaban udara di dalam rumah kaca pada musim penghujan Luas daun Daun merupakan organ yang paling penting dalam proses fotosintesis karena di dalamnya terdapat kloroplas tempat berlangsungnya proses tersebut. Keadaan luas daun selada pada musim kemarau dan penghujan dari waktu ke waktu disajikan dalam Gambar 4. AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128 4 Luas daun menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara musim kemarau dan penghujan, artinya perbedaan intensitas cahaya matahari yang cukup besar tidak mengakibatkan ukuran luas daun secara keseluruhan dalam individu tanaman selada. 16 14 Luas (dm2) 12 Kemarau Penghujan 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 Umur (minggu setelah tanam) Gambar 4. Luas daun selada pada musim kemarau dan penghujan Serapan Mg dan kandungan klorofil Magnesium merupakan konstituen klorofil atau berperan sebagai inti klorofil. Kandungan klorofil dan serapan magnesium selada pada musim kemarau dan penghujan disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Kandungan klorofil daun dan serapan Mg selada pada musim kemarau dan penghujan Uraian Satuan Musim Kema- Pengrau hujan 1,17a 7,48b Kandungan klorofil, μg/berat (2 minggu setelah tanam) kering daun Kandungan klorofil, μg/berat 7,64a 8,55b (4 minggu setelah tanam) kering daun Serapan Mg mg 10,8a 14,4b (4 minggu setelah tanam) Keterangan: Dalam satu baris, angka diikuti huruf sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji t pada tingkat kepercayaan 95%, n = 30. berbeda antara musim kemarau dan penghujan, namun untuk memanfaatkan keadaan intensitas sinar matahari yang berbeda cukup besar kloroplas memiliki pola adaptasi yang khas. Leopold dan Kriededemann (1975) menyatakan bahwa kloroplas mengatur dirinya terhadap kondisi intensitas sinar matahari, yaitu ketika intensitas tinggi kloroplas menghindar dari sinar sebaliknya ketika intensitas rendah kloroplas mengatur diri untuk dapat menangkap sinar secara optimal untuk mendukung pertumbuhannya. Dengan demikian untuk meproduksi berat kering dalam jumlah yang cukup, tanaman mensintesis klorofil dalam jumlah lebih banyak ketika intensitas sinar matahari jauh lebih rendah pada musim penghujan. Untuk mendukung pembentukan klorofil tentu saja harus sejalan dengan peningkatan serapan unsur magnesium yang sangat berhubungan dengan ketersediaan hara tersebut di lingkungan akar tanaman. Serapan hara dan kandungan klorofil dalam berbagai suhu daerah perakaran selada telah dilaporkan oleh Ginting (2006b) dan Ginting (2008). Berat kering Berat kering merupakan produk akhir dalam bentuk biomassa dari proses fotosintesis dalam tanaman, hasil ini bersifat tetap atau tidak dapat balik. Berat kering selada pada musim kearau dan penghujan dari waktu ke waktu disajikan dalam Gambar 5. Berat kering yang ditunjukkan dalam Gambar 5. tidak berbeda antara masa pertumbuhan pada musim kemarau dan penghujan ketika umur tanaman 3 minggu setelah tanam, yakni sekitar 1300 mg. Berat kering ketika umur 2 minggu setelah tanam adalah 120 mg pada musim kemarau, 440 mg pada musim penghujan, ketika umur 4 minggu setelah tanam sekitar 3300 mg pada musim kemarau, 3900 mg pada musim penghujan. Tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan klorofil dan serapan magnesium pada musim penghujan lebih tinggi dibanding musim kemarau. Hubungan antara keduanya sangat berkaitan karena unsur magnesium merupakan konstituen klorofil yaitu sebagai inti klorofil (Marschner, 1986). Sekalipun luas daun tidak AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128 Berat kering (mg) 5 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Kemarau Penghujan 1 2 3 4 Umur (minggu setelah tanam) Gambar 5. Berat kering selada pada musim kemarau dan musim penghujan kemarau dengan penghujan hampir sama (Gambar 4). Dengan demikian hal yang membuat nilai nisbah akar tajuk berbeda adalah proporsi akar selada yang tidak sama antara musim kemarau dengan penghujan. Proporsi akar selada 2 minggu setelah tanam meningkat secara tajam pada musim kemarau, hal ini diduga akar mengalami pertumbuahan lebih dominan dibanding tajuk atau daun pada kondisi intensitas sinar matahari yang tinggi (Gambar 3). Dengan kata lain pertumbuhan tajuk mengalami tekanan akibat intensitas sinar tinggi pada musim kemarau. Rendahnya berat kering selada ketika umur 3 minggu setelah tanam pada musim penghujan dapat disebabkan oleh pola dinamika suhu udara yang ditunjukkan dalam Gambar 2. Keadaan suhu antara umur 14 hingga 21 hari menghambat aktivitas sistem enzim dalam kloroplas sehingga produksi berat kering hampir sama dengan yang terjadi pada musim kemarau. Nisbah akar/tajuk Akar merupakan bagian penting untuk pengambilan air dan mineral dari dalam tanah, sedangkan tajuk bagian penting untuk menangkap sinar matahari dan fiksasi CO2 keduanya berperan penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Perbandingan atau nisbah antar keduanya dapat menunjukkan efektifitas masing-masing dalam melakukan fungsinya, keadaan lingkungan sangat mempengaruhi kinerja setiap bagian tersebut. Nisbah akar tajuk selada pada musim kemarau dan penghujan disajikan dalam Gambar 6. Nisbah akar tajuk antar musim menunjukkan pola yang berbeda selama pertumbuhan selada. Pada musim kemarau, nisbah akar relatif tinggi ketika selada berumur 2 minggu setelah tanam selanjutnya nisbah menurun ketika berumur 3 sampai 4 minggu setelah tanam nilainya hampir sama dengan pada musim penghujan. Lain halnya penanaman pada musim penghujan, nisbah akar tajuk memiliki pola yang hampir sama waktu atau lama pertumbuhan yang sama. Jika luas daun selada diasumsikan mewakili keadaan tajuk maka sebenarnya keadaan tajuk antara musim Nisbah akar tajuk (g/g) 0.6 Kemarau 0.5 Penghujan 0.4 0.3 0.2 0.1 0 1 2 3 4 Umur (minggu setelah tanam) Gambar 6. Nisbah akar/tajuk pada musim kemarau dan musim penghujan Nisbah luas daun Nisbah luas daun dapat diartikan sebagai kemampuan daun dalam luasan tertentu untuk memproduksi biomassa atau bahan kering atau efektifitas daun dalam menghasilkan bahan kering. Nisbah luas daun selada pada musim kemarau dan penghujan disajikan dalam Gambar 7. Kemampuan daun dalam memproduksi bahan kering melalui proses fotosintesis berbeda antara musim kemarau dengan penghujan terutama ketika selada berumur 2 minggu setelah tanam. Dalam hal ini, daun dibutuhkan seluas sekitar 8 dm2 untuk menghasilkan 1 g berat kering. Pada hal ketika selada berumur 1, 3 dan 4 minggu setelah tanam, untuk memproduksi 1 g bahan kering hanya dibutuhkan daun rata-rata seluas 4 dm2. Tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan klorofil daun selada umur 2 minggu setelah tanam pada musim penghujan jauh lebih tinggi dibanding musim kemarau. Kenyataan ini AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128 6 Nisbah luas daun (dm2/g) semakin memperkuat pemahaman bahwa kualitas kloroplas atau jumlah klorofil sangat menentukan jumlah bahan kering yang dihasilkan tanaman melalui proses fotosintesis. Secara umum Gambar 7. menunjukkan bahwa efektifitas daun dalam memproduksi bahan kering pada musim penghujan lebih tinggi dibanding kemarau karena kandungan klorofil lebih tinggi pada musim penghujan seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1. 10 Kemarau 8 Penghujan 6 4 2 0 1 2 3 Umur (minggu setelah tanam) 4 Gambar 7. Nisbah luas daun pada musim kemarau dan musim penghujan Laju pertumbuhan relatif (g/g/minggu) Laju pertumbuhan relatif Perbandingan berat kering tanaman secara individual terhadap berat sebelumnya dalam interval waktu tertentu disebut sebagai laju pertumbuhan relatif. Keadaan laju pertumbuhan relatif selada pada musim kemarau dan penghujan disajikan dalam Gambar 8. 2 1.5 1 Kemarau 0.5 Penghujan 0 1 2 3 4 Umur (minggu setelah tanam) Gambar 8. Laju pertumbuhan relatif pada musim kemarau dan penghujan Secara keseluruhan pola laju pertumbuhan relatif berbeda antara yang terjadi pada musim kemarau dan penghujan. Umur 1 sampai 2 minggu setelah tanam, laju pertumbuhan relatif memiliki pola yang hampir sama. Selanjutnya umur 3 sampai 4 minggu setelah tanam, laju pertumbuhan relatif berbeda antara musim kemarau dengan penghujan. Pada musim kemarau, laju pertumbuhan relatif selada cukup stabil. Lain halnya pada musim penghujan, laju pertumbuhan relatif menurun ketika umur selada 3 minggu setelah tanam selanjutnya kembali meningkat ketika umur selada 4 minggu setelah tanam. Fluktuasi suhu lingkungan sebagaimana yang ditampilkan dalam Gambar 1 dan 2 nampaknya turut mempengaruhi laju pertumbuhan relatif. Suhu lingkungan yang berubah-ubah dalam waktu relatif singkat dapat memacu peningkatan laju pertumbuhan relatif ketika selada berumur 4 minggu setelah tanam pada musim penghujan. Selada yang ditanam pada musim penghujan nampaknya masih dapat meningkatkan berat kering apabila tanaman tersebut dipelihara lebih dari 4 minggu. Hal ini beralasan karena laju pertumbuhan relatif justru terus meningkat ketika umur selada 4 minggu setelah tanam, sedangkan pada musim kemarau laju pertumbuhan relatif mengalami penurunan. Laju asimilasi bersih Kemampuan tiap unit luas daun dalam menghasilkan bahan kering dalam kurun waktu tertentu suatu tanaman disebut sebagai laju asimilasi bersih. Dengan perkataan lain, laju asimilasi bersih merupakan tingkat efisiensi daun memproduksi bahan kering melalui proses fotosintesis dalam periode waktu tertentu (Gardner dkk., 1991). Laju asimilasi bersih selada pada musim kemarau dan musim penghujan disajikan dalam Gambar 9. Ketika masih muda, tanaman mempunyai nilai laju asimilasi bersih tertinggi karena daun berusaha memanfaatkan sinar matahari secara maksimal. Keadaan tersebut nampak dalam Gambar 9 bahwa ketika tanaman berumur 1 minggu setelah tanam laju asimilasi bersih rata-rata relatif lebih tinggi selanjutnya mengalami penurunan baik pada musim kemarau maupun penghujan. Laju asimilasi bersih selada pada musim kemarau memiliki pola yang berbeda dengan yang terjadi pada musim penghujan. AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128 7 Laju asimilasi bersih (g/dm2/minggu) Ketika berumur 1 minggu setelah tanam, daun selada yang ditanam pada musim kemarau lebih efisien meproduksi bahan kering dibanding pada musim penghujan, yaitu bahan kering dihasilkan lebih dari 0,5 g pada musim kemarau sedangkan pada musim penghujan kurang dari 0,4 g masing-masing per dm2 luas daun. Dua minggu setelah tanam, hasil bahan kering pada musim kemarau turun menjadi kurang dari 0,2 g, sedangkan pada musim penghujan produksi bahan kering naik mendekati angka 0,5 g per dm2 luas daun. Jika dihubungkan dengan kandungan klorofil daun yang terdapat dalam Tabel 1 maka perbedaan tersebut terjadi disebabkan karena perbedaan kandungan klorofil yang terdapat dalam masing-masing daun. Pada musim penghujan, kandungan klorofil daun selada jauh lebih tinggi dibanding pada musim kemarau sekalipun intensitas sinar matahari pada musim penghujan hanya ¼ dari intensitas sinar pada musim kemarau seperti yang disajikan dalam Gambar 3. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa efisiensi daun dalam memproduksi bahan kering melalui proses fotosintesis lebih ditentukan oleh kandungan klorofil per unit luas daun bukan luas daun atau intensitas sinar matahari. Ketika selada berumur 3 minggu setelah tanam, daun pada musim kemarau lebih efisien memproduksi bahan kering dibanding musim penghujan, hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena adanya perbedaan goyangan atau fluktuasi suhu di atara dua musim sehingga proses fiksasi CO2 berbeda karena suhu mempengaruhi kinerja sistem enzim yang terdapat dalam kloroplas. 0.6 Kemarau 0.5 Penghujan 0.4 Berdasarkan uraian beberapa unsur yang menggunakan data luas daun dan berat kering dalam analisis pertumbuhan selada dapat dikemukakan suatu hubungan antara unsurunsur, yaitu nisbah luas daun, laju pertumbuhan relatif dan laju asimilasi bersih. Nilai laju pertumbuhan relatif, (g.g-1.minggu-1) adalah laju asimilasi bersih {g.(dm2)-1. minggu-1} dibagi dengan nisbah luas daun (dm2.g-1). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Nilai rata-rata suhu dan kelembaban udara di dalam rumah kaca tidak jauh berbeda antara musim kemarau dan penghujan, namun intensitas sinar matahari pada musim kemarau 4 kali dibanding musim penghujan. Kandungan klorofil daun dan serapan hara magnesium pada musim penghujan lebih tinggi dibanding musim kemarau. Daun selada pada musim penghujan lebih efektif dan efisien dibanding pada musim kemarau yang ditandai dengan nilai nisbah luas daun lebih kecil dan nilai laju asimilasi bersih lebih besar. Laju pertumbuhan relatif pada musim penghujan lebih besar dibanding pada musim kemarau. Saran Untuk mendapatkan kandungan klorofil daun selada yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan penanaman pada musim penghujan atau melakukan modifikasi intensitas sinar matahari rendah dan mendorong serapan hara magnesium yang lebih tinggi. DAFTAR PUSTAKA Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press, Jakarta. 0.3 0.2 0.1 0 1 2 3 Umur (minggu setelah tanam) 4 Gambar 9. Laju asimilasi bersih pada musim kemarau dan penghujan Ginting, C., Tohari, Shiddieq, D. dan Indradewa, D., 2006a. Pengaruh Suhu Medium terhadap Hasil Selada yang Ditanam Secara Hidroponik, Agrosain. volume 8 no 2 : 75-81. AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128 8 Ginting, C., Tohari, Shiddieq, D. dan Indradewa, D., 2006b. Pengaruh Suhu Medium terhadap Serapan Hara Makro pada Pertanaman Selada Secara Hidroponik, Prosiding. Seminar Nasional Peragi, 500 – 509. Ginting, C. 2007. Pengendalian Suhu Zona Perakaran pada Pertanaman Selada (Lactuca sativa, L.) Sistem Hidroponik, Disertasi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Ginting, C. 2008. Pengaruh Suhu Zona Perakaran Terhadap Pertumbuhan dan Kadar Klorofil Tanaman Selada Sistem Hidroponik, Agriplus. volume 18 nomor 03 September 2008 : 169 – 178. AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128