BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Analgesik merupakan obat yang berfungsi untuk meningkatkan ambang nyeri penderita sehingga memungkinkan penderita untuk tidak merasakan nyeri (Nugroho, 2013). Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul, analgesik dibagi menjadi dua golongan yaitu analgesik narkotik dan non narkotik. Analgesik narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang sedang sampai berat dan analgesik non narkotik digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Asam salisilat lebih dikenal sebagai asam 2-hidroksi benzoat merupakan obat analgesik-antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar untuk menilai efek obat sejenis (Ganiswarna, 1995). Asam salisilat merupakan salah satu obat yang mempunyai aktivitas sebagai analgesik, tetapi obat ini tidak digunakan secara oral karena terlalu toksik, sehingga dalam sehari-hari yang banyak digunakan sebagai analgesik adalah senyawa turunannya (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Salah satu turunan asam salisilat adalah asam asetilsalisilat atau yang sering disebut dengan asetosal. Asam asetilsalisilat diperoleh dengan mereaksikan asam 2-hidroksi benzoat dengan anhidrida asetat yang menghasilkan asam asetilsalisilat dan asam asetat yang disebut dengan reaksi anhidrida asam. Obat ini dapat digunakan secara peroral pada pengobatan analgetik-antipiretik. Asam asetilsalisilat bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin (PG) dari asam arakhidonat. Prostaglandin jika berada dalam kadar melebihi batas normal dalam aliran 1 darah dapat menyebabkan nyeri, demam dan inflamasi (Forsythe, 1991). Asam asetilsalisilat mempunyai nilai LD50 oral sebesar 250 mg/KgBB pada hewan tikus (Godoy, 2013). Asam asetilsalisilat merupakan golongan obat Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAIDs), dimana obat ini memiliki stabilitas yang rendah sehingga mudah terurai menjadi asam salisilat dan asam asetat. Stabilitas suatu obat sangat berpengaruh karena untuk mengetahui kualitas suatu obat serta ketahanannya terhadap faktor-faktor tertentu seperti suhu dan cahaya. Untuk meningkatkan aktivitas analgesik dan menurunkan efek samping, maka perlu dilakukan modifikasi struktur turunan asam salisilat dengan cara mengubah gugus karboksil melalui pembentukan garam, ester atau amida; substitusi pada gugus hidroksil; modifikasi pada gugus karboksil dan hidroksil; memasukkan gugus hidroksil atau gugus yang lain pada cincin aromatik atau mengubah gugus-gugus fungsional (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Tabel 1.1. Hasil penentuan ED50 senyawa dengan gugus R serta data sifat lipofilik (π), elektronik (σm, σp, σmp) dan sterik (Es) dari atom atau gugus R (Soekardjo dkk., 2009) No Gugus (R ) π σ Es ED50 Log 1/ED50 σm σp σmp 1 3-CH2Cl 0.17 0.11 0 0.11 -0.24 -1.1967 15.73 2 4-CH2Cl 0.17 0 0.20 0.20 -0.24 -1.2789 19 3 4-OCF3 1.04 0 0.35 0.35 0 22.62 -1.3545 4 2-Cl 0.71 0 0 0 0.27 40.31 -1.6054 5 4-C(CH3)3 1.98 0 -0.20 -0.20 -1.54 26.65 -1.4257 6 3,5-Cl2 1.42 1.5 0 1.5 0.54 25.32 -1.4035 7 4-C4H9 2.24 -0.16 0 -0.16 -0.39 58 -1.7634 8 H 0 0 0 0 1.24 32 -1.5051 9 4-NO2 -0.28 0 0.78 0.78 -1.28 43 -1.6335 10 4-OCH3 -0.02 0 -0.27 -0.27 0.69 23 -1.3617 11 4-CH3 0.56 0 -0.17 -0.17 0 22 -1.3424 12 3-Cl 0.71 0.37 0 0.37 0.27 -1.3030 20.09 13 4-F 0.14 0 0.06 0.06 0.78 21.09 -1.3241 14 4-CF3 0.88 0 0.54 0.54 -1.16 21 -1.3222 2 Sifat-sifat lipofilik (π), elektronik (σ) dan sterik (Es) dari gugus terhadap sifat senyawa induk dapat mempengaruhi aktivitas biologis. Dosis efektif 50% (ED50) adalah dosis suatu obat yang dapat berpengaruh terhadap 50% dari jumlah hewan yang diuji. Beberapa penelitian telah dilakukan sebelumnya untuk menghasilkan turunan benzoilsalisilat yang cukup potensial apabila digunakan sebagai obat analgetik. Soekardjo dkk. (2009), telah melakukan penelitian dan penentuan hubungan kuantitatif struktur turunan benzoilsalisilat dengan aktivitas analgesik pada mencit. Hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan senyawa pemandu asam benzoilsalisilat dapat ditunjukkan pada Gambar 1.1. O R O C COOH Gambar 1.1. Struktur yang menggambarkan turunan asam benzoilsalisilat, dimana R adalah gugus yang dimodifikasi (Soekardjo dkk., 2009) Dari hasil penelitian Soekardjo dkk. (2009), diketahui bahwa asam 2(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat adalah salah satu turunan senyawa benzoiloksi benzoat yang memiliki aktivitas analgesik yang lebih besar dibandingkan dengan turunan yang lain yaitu dengan dosis yaitu 19 mg/KgBB sudah dapat menunjukkan aktivitas analgesik yang besar. Asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat merupakan hasil dari senyawa asam salisilat yang direaksikan dengan asam 4-klorometilbenzoil klorida melalui reaksi asilasi. Untuk mengetahui toksisitas senyawa tersebut, Soekardjo 3 dkk. (2011) melakukan uji toksisitas akut terhadap mencit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat memiliki nilai LD50 2000 mg/KgBB (Soekardjo dkk., 2011) serta hasil harga ED50 senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat sebesar 11,31 mg/KgBB, sedangkan harga ED50 senyawa asam asetilsalisilat sebesar 20,83 mg/KgBB (Raniya, 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa aktivitas analgesik senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat lebih tinggi daripada aktivitas analgesik senyawa asam asetilsalisilat. Untuk dapat mengarah pada obat analgetik yang baru dan aman digunakan namun tidak toksik, maka dilakukan penelitian ke tahap selanjutnya yaitu uji toksisitas subkronis. Penelitian sebelumnya, Widharna dkk. (2014) telah melakukan uji toksisitas akut pada turunan asam benzoilsalisilat yang menunjukan adanya kematian seekor mencit betina pada hari ke 2 setelah pemberian senyawa asam O-(3-klorobenzoil)salisilat dengan dosis 2000 mg/KgBB. Hal ini terjadi karena adanya kerusakan pada organ lambung. Selanjutnya dilakukan penelitian uji toksisitas subkronis pada mencit jantan dan betina menggunakan parameter analisis hematologi. Untuk melanjutkan penelitian uji toksisitas akut sebelumnya, akan dilakukan uji toksisitas subkronis terhadap organ hati, lambung, dan ginjal mencit yang sudah diambil sebelumnya untuk melihat apakah terjadi toksisitas pada organ-organ tersebut. 4 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apakah pemberian senyawa asam 2-(4- (klorometil)benzoiloksi)benzoat dapat menimbulkan efek toksik terhadap hepar dan ginjal mencit serta bagaimana perbandingannya dengan asam asetilsalisilat? 1.2.2 Apakah pemberian senyawa asam 2-(4- (klorometil)benzoiloksi)benzoat dapat menimbulkan efek iritasi terhadap lambung mencit serta bagaimana perbandingannya dengan asam asetilsalisilat? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Mengetahui dan menentukan efek toksik senyawa asam 2(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat terhadap hepar dan ginjal pada mencit serta perbandingannya dengan asam salisilat. 1.3.2 Mengetahui dan menentukan efek iritasi senyawa asam 2(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat terhadap lambung mencit serta perbandingannya dengan asam asetilsalisilat. 1.4. Hipotesis Penelitian 1.4.1 Senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat dapat memberikan efek toksik pada hepar dan ginjal mencit. Bila dibandingkan dengan asam asetilsalisilat, asam 2-(4(klorometil)benzoiloksi)benzoat menimbulkan efek toksisitas yang lebih rendah. 1.4.2 Senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat dapat memberikan efek iritasi pada lambung mencit. Bila dibandingkan dengan asam asetilsalisilat, asam 2-(45 (klorometil)benzoiloksi)benzoat menimbulkan efek iritasi yang lebih rendah. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui toksisitas yang terjadi pada lambung, hepar dan ginjal mencit serta menambah wawasan dan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mendapatkan senyawa dengan aktivitas analgesik yang lebih tinggi dan memiliki efek toksisitas yang lebih rendah dibandingkan terhadap asam salisilat. 6