BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 1: LARAS ILMIAH DAN RAGAM BAHASA 1. PENDAHULUAN Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya. Dalam hal itu, kita mengenal berbagai laras, seperti laras iklan, laras lagu, laras ilmiah, laras ilmiah populer, laras feature, laras komik, laras sastra. Setiap laras masih dapat dibagi lagi atas sublaras, misalnya laras sastra dapat dibagi lagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan sebagainya. LARAS BAHASA adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya. Setiap laras memiliki format dan gaya tersendiri. Setiap laras dapat disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam bentuk formal, semiformal, atau nonformal. Oleh karena itu, dalam menulis, kita harus menguasai berbagai laras yang berbeda itu agar dapat memilih laras yang tepat untuk khalayak sasaran. Laras bahasa yang menjadi perhatian kita dalam kelas ini adalah laras ilmiah. 2. LARAS ILMIAH Karya tulis ilmiah bukan sepenuhnya karya ekspresi diri. Sebuah karya tulis fiksi, atau sering disebut karya sastra, merupakan ekspresi diri penulisnya yang dihasilkan dari imajinasi penulis. Hasil karya penulis merupakan hasil rekaannya sendiri berdasarkan realitas di sekelilingnya. Oleh karena itu, hasil karyanya disebut karangan dan penciptanya disebut pengarang (Soeseno, 1993: 1). Sebaliknya, sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian fakta yang berupa hasil pemikiran, gagasan, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penulis karya ilmiah tidak disebut pengarang melainkan disebut penulis (Soeseno, 1993: 1). PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA KARYA TULIS ILMIAH bukan karya ekspresi diri. KARYA TULIS ILMIAH merupakan hasil rangkaian fakta yang berupa hasil pemikiran, gagasan, peristiwa, gejala, dan pendapat. 1 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Laras ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas. Meskipun demikian, dalam laras ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus diperhatikan. Penulisan laras ilmiah tidak hanya untuk mengekspresikan pikiran, tetapi untuk menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula, kita menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya tulis ilmiah tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan kepada pembacanya. Persyaratan lain bagi sebuah tulisan untuk dikategorikan sebagai karya ilmiah adalah sebagai berikut (Brotowidjojo, 2002). a. Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik. b. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni pencantuman rujukan dan kutipan yang jelas. c. Karya ilmiah harus disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural. d. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan. PERSYARATAN KARYA TULIS ILMIAH A. Menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik. B. Ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan.. C. Harus disusun secara sistematis. D. Menyajikan rangkaian sebab-akibat yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan. E. Mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu hipotesis. F. Ditulis secara tulus. G. Pada dasarnya bersifat ekspositoris. e. Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu hipotesis. f. Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh 2 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah memanipulasi fakta, serta tidak bersifat ambisius dan berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif. g. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan yang cermat. Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan pada situasi spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya ilmiah tersebut. Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya tulis ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu (1) harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna; (2) harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan; dan CIRI BAHASA KARYA TULIS ILMIAH 1. Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna. 2. Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan. 3. Harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa. (3) harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa. 3. RAGAM BAHASA DALAM LARAS ILMIAH Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang terjadi karena pemakaian bahasa. Ragam bahasa terbagi atas dua kelompok, yaitu ragam bahasa berdasarkan media pengantarnya dan ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya. A. Ragam Bahasa berdasarkan Media Pengantarnya Penggunaan bahasa berdasarkan media pengantarnya atau sarananya terbagi atas ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang formal dan ragam lisan yang nonformal. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA RAGAM BAHASA adalah variasi bahasa yang terjadi karena pemakaian bahasa. RAGAM BAHASA dilihat dari (A) media pengantarnya: tulis, lisan; (B) situasi pemakaiannya: formal, semiformal, dan nonformal. 3 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang formal maupun nonformal. Ada pula ragam tulis dan lisan yang semiformal. Artinya, tidak terlalu formal, namun tidak pula terlalu nonformal. Laras ilmiah dapat ditemukan dalam ragam tulis maupun ragam lisan. B. Ragam Bahasa berdasarkan Situasi Pemakaiannya Dalam uraian di atas, disebutkan ragam lain, yakni ragam formal, ragam nonformal, dan ragam semiformal. Ragam tersebut merupakan pengelompokan bahasa dari sudut situasi pemakaian. Bahasa ragam formal memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam formal tetap luwes sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modern (Alwi dkk., 1998: 14). Pembedaan antara ragam formal, nonformal, dan semiformal dilakukan berdasarkan hal berikut ini. a. Topik yang sedang dibahas b. Hubungan antarpembicara c. Medium yang digunakan d. Lingkungan e. Situasi saat pembicaraan terjadi Ada lima ciri yang dapat dengan mudah digunakan untuk membedakan ragam formal dari ragam nonformal. Setiap ciri adalah sebagai berikut. a. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti b. Penggunaan kata tertentu c. Penggunaan imbuhan d. Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi) e. Penggunaan fungsi yang lengkap 4 KRITERIA PEMBEDA RAGAM BAHASA a. Topik yang sedang dibahas; b. Hubungan antarpembicara; c. Medium yang digunakan; d. Lingkungan; atau e. Situasi saat pembicaraan terjadi CIRI PEMBEDA RAGAM BAHASA A. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti B. Penggunaan kata tertentu C. Penggunaan imbuhan D. Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi) E. Penggunaan fungsi yang lengkap. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam formal dari ragam nonformal yang sangat menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda, atau kita akan menyertakan penyebutan jabatan, gelar, atau pangkat. Sementara, untuk menyapa teman atau rekan sejawat, kita cukup menyebut namanya atau kita menggunakan bahasa daerah. Jika kita menyebut diri kita, dalam ragam formal kita akan menggunakan kata saya, sedangkan aku digunakan dalam ragam semiformal. Dalam ragam nonformal, kita akan menggunakan kata gue, ogut. PENGGUNAAN KATA SAPAAN DAN KATA GANTI Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam formal dari ragam nonformal. Dalam ragam nonformal akan sering muncul kata nggak, bakal, gede, udahan, kegedean, cewek, bokap, ortu. Di samping itu, dalam ragam nonformal sering muncul bentuk penekan, seperti sih, kok, deh, lho. Dalam ragam formal, bentuk-bentuk itu tidak akan digunakan. PENGGUNAAN KATA TERTENTU Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam formal kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti. Hanya pada kalimat perintah kita dapat menghilangkan imbuhan dalam kata kerjanya (verba). Dalam ragam nonformal, imbuhan sering kali ditanggalkan. Misalnya, pake untuk memakai, nurunin untuk menurunkan. PENGGUNAAN IMBUHAN Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonformal, sering kali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan itu mengganggu kejelasan kalimat. Dalam laras jurnalistik kedua kelompok kata tersebut sering dihilangkan. Hal itu menunjukkan bahwa laras jurnalistik termasuk ragam semiformal. KATA SAMBUNG (KONJUNGSI) DAN KATA DEPAN (PREPOSISI) Kelengkapan fungsi berkaitan dengan adanya bagian dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonformal, predikat kalimat sering dihilangkan. Sering kali pelesapan fungsi terjadi ketika kita menjawab pertanyaan orang. PENGGUNAAN FUNGSI YANG LENGKAP PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 5 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Sebenarnya, pembedaan lain yang juga muncul, tetapi tidak disebutkan di atas adalah intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis. Setiap laras dapat disampaikan dalam ragam formal, semiformal, atau nonformal. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan ragam formal sekalipun disampaikan secara lisan. Persyaratan itulah yang membedakan laras ilmiah dari laras lainnya. Oleh karena itu, kita harus mempelajari unsurunsur yang membedakan laras ilmiah dari laras-laras lain. LARAS ILMIAH Harus selalu menggunakan RAGAM BAHASA FORMAL sekalipun disampaikan secara lisan. 4. DAFTAR PUSTAKA Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka. Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit Univertas Trisakti. Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta: Akademika Pressindo. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa Indah. Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. 6 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 2: BORANG DISKUSI-1 DAN TUGAS MANDIRI 1. PENDAHULUAN Salah satu tugas yang harus dipenuhi, baik dalam sistem pemelajaran berdasarkan masalah (Problem-based Learning/ PBL) maupun sistem pemelajaran berkolaborasi (Collaborative Learning/CL), adalah penyusunan tugas mandiri. Tugas mandiri disusun oleh setiap anggota kelompok mahasiswa CL dan PBL dalam rangka menyumbangkan pemikiran bagi kelompoknya pada saat mengerjakan pemicu. Ada tiga bentuk tugas mandiri: (1) ringkasan TUGAS MANDIRI (2) ikhtisar atau abstrak (3) laporan bacaan jika mahasiswa melaporkan isi sebuah buku. diminta untuk 1. Ringkasan 2. Ikhtisar atau Abstrak 3. Laporan bacaan Penyusunan tugas mandiri merupakan kesempatan mahasiswa untuk secara individual menunjukkan kemampuannya, baik dalam hal kemahiran bahasa maupun dalam hal pemahaman materi. Kesempatan itu mengemuka karena laporan tugas mandiri merupakan tugas yang dikerjakan dan dihasilkan oleh individu dan bukan hasil kelompok. Penyusunan tugas mandiri dibahas pada saat diskusi kelompok atau diskusi home-group. Cara membuat dan menyusun ringkasan, ikhtisar atau abstrak, akan dibahas dalam Modul 11 (Ringkasan dan Ikhtisar). Dalam modul ini akan dibahas Borang (form) Diskusi-1 dan format laporan bacaan. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 7 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 2. BORANG (FORM) DISKUSI-1 Form Diskusi-1 (Latihan 4) mempunyai empat ruang yang harus diisi. Ruang pertama adalah “Definisi Masalah”. Ruang kedua adalah “Hal Baru yang Harus Diketahui”. Ruang ketiga adalah “Hal yang Sudah Diketahui”. Ruang keempat adalah “Pembagian Tugas Bahasan yang Harus Dipelajari”. Ruang Definisi Masalah adalah tempat untuk mencatat permasalahan yang timbul dari pemicu yang diberikan oleh fasilitator. Definisi Masalah menyerupai kalimat tesis. Cara merumuskan Definisi Masalah ada dalam Modul 5 (Topik dan Tesis). Definisi Masalah akan menjadi arahan bagi kelompok dalam mengumpulkan bahan. DEFINISI MASALAH sama dengan kalimat tesis Ruang-ruang lain (“Hal Baru yang harus Diketahui” dan “Hal yang Sudah Diketahui”) diisi dengan cara mencatat gagasangagasan (ide-ide) yang muncul. Gagasan itu dapat berupa sebuah kata, sebuah frase (kumpulan kata), atau sebuah kalimat. Selain itu, mahasiswa harus mencatat dari mana gagasan itu dapat diambil. Misalnya, untuk topik PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI, ada ide untuk membahas kasus foto para selebriti yang dimuat dalam majalah pria. Mahasiswa harus mencatat dari mana kasus itu dapat diambil: dari tabloid, internet, atau televisi. Mahasiswa dapat melihat Modul 4 untuk mengetahui tata cara menulis rujukan. 3. FORMAT LAPORAN BACAAN Laporan tugas mandiri bertujuan untuk mendorong mahasiswa membaca buku-buku atau teks yang diwajibkan serta meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami isi buku atau teks. Selain itu, mahasiswa dilatih untuk membaca secara kritis dan mampu memilih bagian yang dibutuhkan untuk menjawab keingintahuan mereka. Terakhir, mahasiswa dilatih untuk mampu menyampaikan hasil bacaannya kepada teman-teman sekelompok, secara tulis maupun lisan. 8 ROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Laporan Bacaan cukup diuraikan dalam satu sampai dua halaman saja yang terdiri atas tiga paragraf dan berspasi 1,5. Format laporan bacaan adalah sebagai berikut. JUDUL (bukan judul teks atau buku yang dilaporkan) NAMA PENULIS/MAHASISWA pembuat laporan dan nomor mahasiswa DATA PUBLIKASI - judul teks/buku - nama pengarang - kota dan nama penerbit - tebal buku PENDAHULUAN - hal yang menjadi masalah - kaitan teks atau buku dengan permasalahan ISI - ikhtisar atau kutipan yang akan disumbangkan pada makalah kelompok PENUTUP - pendapat penulis mengenai bacaan yang disampaikannya. Langkah-langkah pembuatan laporan bacaan sama dengan langkah-langkah pembuatan ringkasan dan ikhtisar. LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT LAPORAN BACAAN (1) Membaca teks yang dibutuhkan. Teks dapat diambil dari buku, artikel, atau internet. 1. (2) Menandai atau mencatat bagian-bagian yang dianggap penting. 2. 3. Membaca teks yang dibutuhkan Menandai atau mencatat bagianbagian yang dianggap penting Menyusun laporan (3) Menyusun laporan tugas mandiri. Usahakan untuk menggunakan kata-kata sendiri. Beri tekanan pada kepentingan kutipan atau ikhtisar itu dengan permasalahan yang dihadapi. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 9 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Laporan tugas mandiri akan lebih lengkap jika tidak hanya merupakan kutipan atau ringkasan dari sebuah teks atau buku. Sebaiknya, laporan itu merupakan sebuah sintesis dari beberapa teks atau buku yang telah dibaca. Pada laporan tugas mandiri seperti itu, ketentuan cara pengutipan berlaku pula. Contoh laporan tugas mandiri yang dibuat berdasarkan teks “Abortus Dua Sisi” oleh Tb. Ronny Nitibaskara (Lampiran M21). Dua Muka Abortus JUDUL NAMA MAHASISWA oleh Miranti, 0702xxx Judul: “Abortus Dua Sisi” Pengarang: Tb. Ronny Nitibaskara, kriminolog, FISIPUI DATA PUBLIKASI Data Publikasi: Majalah Forum, VI: 18, 15 Desember 1997, 99 Apakah jika terpaksa, kita boleh melakukan aborsi atau tidak? Pertanyaan itu selalu muncul dan muncul lagi. Akan tetapi, tidak pernah ada jawaban. Pertanyaan itu pula yang muncul sebagai pemicu kali ini. Ronny Nitibaskara, seorang pengamat sosial, menulis mengenai aborsi dari kedua sisinya. Menurut Nitibaskara, ada beberapa faktor yang dianggap menjadi penyebab timbulnya praktik aborsi. (1) meningkatnya perilaku permisif dan seks bebas di kalangan remaja; (2) mudahnya melakukan aborsi sendiri dengan berbagai cara; (3) lemahnya kontrol dan sanksi sosial. Akibatnya, meskipun praktik aborsi dilarang di Indonesia dan dikenai hukuman pidana, tetap saja tingkat aborsi di Indonesia cukup tinggi. Aborsi itu dilakukan karena kehamilan yang tidak dikehendaki dan bukan karena alasan medis. Di kalangan remaja, sering kali kehamilan terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman remaja mengenai akibat hubungan seksual dan juga cara mencegah kehamilan. Oleh karenanya, jika hamil di luar pernikahan, remaja putri cenderung memilih melakukan aborsi. 10 PENDAHULUAN ISI ROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Melihat pembahasan di atas, terlihat bahwa masalah aborsi masih merupakan dilema di Indonesia. Di satu pihak, aborsi dilarang; di pihak lain, masih banyak orang melakukannya. Uraian Nitibaskara itu dapat dikutip untuk menunjukkan bahwa masalah aborsi saat ini di Indonesia masih merupakan masalah yang bermuka dua. PENUTUP 4. DAFTAR PUSTAKA Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit Univertas Trisakti. Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta: Akademika Pressindo. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa Indah. Ramlan, M. 1993. Paragraf: Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset Yogyakarta. Wishon, George E. dan Burks, Julia M. 1968. Let’s Write English. New York: American Book Company. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 11 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 5. LAMPIRAN M2-1: TEKS ASLI Baru-baru ini, ditemukan dua belas bayi bercampur sampah di bawah jalan tol sekitar Tb. Ronny Nitibaskara, kriminolog, Tanjung Priok, Jakarta. Laporan dari bagian FISIP UI forensik RS Ciptomangunkusumo menye-butkan bahwa sebagian besar bayi tersebut belum cukup bulan. Ada kemungkinan bahwa hal itu berkaitan dengan kasus aborsi. Abortus Dua Sisi Aborsi dalam pengertian medis berarti kelahiran janin yang belum dapat mempertahankan hidup. Aborsi dapat terjadi pada setiap wanita hamil karena berbagai sebab. Ada dua cara aborsi: tidak sengaja alias keguguran (abortus apontaneous) dan sengaja (abortus provocatus). Aborsi dengan sengaja masih terbagi dua: abortus provocatus medicinalis dan abortus provocatus criminalis. Abortus provocatus medicinalis dilakukan dokter untuk keselamatan si ibu. Tindakan itu dilindungi oleh pasal 48 KUHP sebagai alasan pemaaf. Sementara itu, aborsi yang dianggap sebagai kejahatan adalah aborsi dengan cara yang kedua, yakni aborsi yang sengaja dilakukan dengan alasan nonmedis terhadap janin yang sedang dikandung. Keberadaan aborsi senantiasa menimbulkan pendapat pro dan kontra dalam masyarakat. Di beberapa negara, aborsi dilarang keras. Pelakunya diancam hukuman yang relatif berat. Sebaliknya, di sejumlah negara lain abortus diperbolehkan. Di Amerika Serikat, Jerman, dan RRC yang sudah memiliki undang-undang yang mengizinkan aborsi, ternyata pengguguran kandungan masih terus diperdebatkan. Di Amerika Serikat, sekitar 70.000 aktivis wanita antiaborsi, akhir-akhir ini, melakukan unjuk rasa agar Mahkamah Agung di negara superkuat itu mengkaji kembali UU Aborsi. Di Indonesia, pengguguran kandungan secara tegas dilarang dan diancam hukuman pidana. Hal itu tercermin dalam pasal 299, 346, 348, dan 349 KUHP. Pasal-pasal itu tidak hanya berlaku bagi wanita yang melakukan tindakan aborsi, tetapi, juga bagi orang yang menyuruh melakukan maupun pelaku aborsi, seperti dokter, bidan, atau dukun. Pasal-pasal tersebut menetapkan sanksi yang relatif berat bagi pelanggar. Meskipun demikian, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat aborsi di Indonesia cukup tinggi. Menurut data resmi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Denpasar, dalam periode Oktober 1988 sampai Maret 1989, tercatat 25 kasus pengguguran kandungan oleh dokter swasta dan 80 kasus di RS pemerintah di Bali. Khusus di Jakarta, disinyalir bahwa ada banyak klinik yang sanggup melakukan aborsi dengan tarif tertentu. Dokter Asrul Aswar (Jakarta-Jakarta No. 154) selaku ketua IDI Pusat mengakui bahwa, di Jakarta, ada klinik-klinik yang melakukan aborsi, bahkan, sampai 50 kasus perhari. 12 ROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Djayadilaga (1992) menyatakan bahwa kegagalan KB berkisar 8 sampai 10 persen dari seluruh penggunaan alat dan obat pencegah kehamilan. Jika dibandingkan keluarga yang ingin mempunyai dua anak saja dengan tingkat kegagalan itu dan usia menikah rata-rata 18 tahun di Indonesia, diperkirakan ada sekitar 2 sampai 3 persen kehamilan yang tidak diinginkan. Sementara, dalam hasil penelitian Prof. Dr. Tjitrarasa (1994) dari perkumpulan KB di Bali, ditemukan bahwa satu juta wanita Indonesia melakukan aborsi setiap tahun. Dari jumlah tersebut, kira-kira 50 persen dilakukan oleh wanita yang belum menikah dan 10 sampai 25 persen di antaranya dilakukan oleh remaja. Harian Republika (1994) dalam laporannya menyebutkan bahwa 328 pelajar dan mahasiswa di Yogyakarta melakukan aborsi dalam kurun Januari—Oktober 1993. Jumlah itu menunjukkan peningkatan 300 persen dari jumlah aborsi tahun sebelumnya. Semuanya karena kehamilan yang tidak dikendaki, bukan karena alasan medis. Mencari faktor penyebab terjadinya praktik aborsi di Indonesia tidaklah mudah. Ada beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab meluasnya praktik aborsi. Pertama, meningkatnya perilaku permisif dan seks bebas di kalangan remaja, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Hal itu dibarengi dengan kurangnya pengetahuan dan pemahaman remaja mengenai akibat hubungan seksual dan cara pencegahan kehamilan. Akibatnya, jika terjadi kehamilan di luar pernikahan, mereka cenderung memilih abortus sebagai alternatif utama. Kedua, mudahnya melakukan aborsi sendiri, seperti dengan melakukan gerakan tertentu (loncat, berlari kencang) atau minum ramuan tertentu yang mudah diperoleh di pasar bebas. Apabila cara itu gagal, barulah wanita meminta pertolongan orang lain untuk menggugurkan kandungannya, baik secara tradisional (tenaga nonmedis) maupun secara modern (tenaga medis). Praktik aborsi yang dilakukan dukun beranak, bidan, atau perawat banyak terjadi di kota maupun di desa. Sementara itu, praktik aborsi terselubung yang dilakukan di klinik-klinik bersalin dan rumah sakit, baik negeri maupun swasta, juga ada di kota-kota besar. Gejala itu diperparah oleh faktor ketiga, yaitu lemahnya kontrol dan sanksi sosial. Hal itu tercermin dari sikap acuh tak acuh dan tertutupnya mata anggota masyarakat terhadap praktik aborsi di sekitar mereka. Padahal, sebenarnya, mereka memahami bahwa praktik aborsi bertentangan dengan norma agama, sosial, dan hukum. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bahwa, di satu sisi, aborsi yang sebenarnya dibenci; di sisi lain, seolah dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam kaitan itu, perlu disimak ucapan Emile Durkheim, sosiolog kenamaan dari Prancis: “kejahatan adalah normal dan kehadirannya fungsional di dalam masyarakat.” Dikutip dengan suntingan dari Forum Keadilan, VI: 18, 15 Desember 1997, hlm.99. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 13 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 14 ROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 3: PERSIAPAN PENYAJIAN LISAN 1. PENDAHULUAN Sebaiknya, selain memiliki kemampuan untuk mengungkapkan pikiran secara tertulis, seseorang memiliki pula kemampuan untuk mengungkapkan pikiran secara lisan. Tidak semua orang merasa mampu untuk mengungkapkan pikiran secara lisan. Padahal, masalahnya lebih pada kemampuan seseorang untuk menata pikirannya dengan baik. Setiap orang, sebenarnya, mampu mengungkapkan pikirannya secara lisan. 2. PERSIAPAN PENYAJIAN LISAN Persiapan sebuah penyajian lisan, sebenarnya, sama dengan persiapan menulis karya tulis ilmiah. Hal yang membedakan keduanya adalah bahwa pada penyajian lisan, pembicara berhadapan langsung dengan khalayak sasarannya. Oleh karenanya, dibutuhkan persiapan yang matang. Jangan sampai, bahan yang dibawakan tidak menarik atau cara pembicara menyajikan bahannya tidak menarik. Selain itu, jangan sampai pembicara tidak dapat secara tepat menjawab pertanyaan pendengar. Ada tiga langkah yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan sebuah penyajian lisan. (1) Meneliti masalah: a. menentukan maksud MENELITI MASALAH b. menganalisis pendengar dan situasi c. memilih dan menyempitkan topik d. memastikan tujuan pembicaraan (2) Menyusun uraian: MENYUSUN URAIAN a. mengumpulkan bahan b. membuat kerangka uraian c. menyiapkan alat peraga d. menguraikan secara mendetail PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 15 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah (3) Mengadakan latihan: a. melatih dengan suara nyaring MENGADAKAN LATIHAN b. menghitung waktu penyajian Menjadi seorang pembicara yang baik tidak mudah. Seorang pembicara yang baik membutuhkan latihan dan pengalaman. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi pembicara yang baik. SYARAT PEMBICARA YANG BAIK (1) Memiliki gagasan yang menarik. (2) Menata pikiran dengan baik. (3) Memilih kata yang tepat mengungkapkan gagasan. dan sesuai untuk (4) Menyampaikan pikiran, pesan atau informasi dengan baik. (5) Mengumpulkan fakta dan melakukan penelitian secara profesional. (6) Mempertahankan tata cara dan kesopanan dalam berbicara. 3. PERSIAPAN ALAT PERAGA Pada saat berbicara, pembicara sebaiknya menggunakan alat peraga agar pendengar tidak bosan dan dapat secara lebih cermat mengikuti pokok pembicaraan. Untuk itu, ada beberapa langkah yang harus dilaksanakan. (1) Membaca ulang naskah utuh dan menandai kerangka tulisannya. PERSIAPAN ALAT PERAGA (2) Menempelkan atau menuliskan bagian utama tersebut pada sebuah kartu atau beningan. (3) Menyiapkan gambar dan benda-benda peraga yang akan memudahkan pemahaman pendengar. 16 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Alat peraga yang lazim digunakan sekarang ini adalah beningan dan komputer yang menggunakan program PowerPoint. Alat peraga dibutuhkan karena (1) alat peraga memudahkan pemahaman, MANFAAT ALAT PERAGA (2) alat peraga mempermudah pendengar mengingat materi yang disampaikan, (3) alat peraga memperlihatkan garis besar pembicaraan, (4) alat peraga memerikan alur peristiwa atau prosedur yang disampaikan pembicara, dan (5) alat peraga akan mempertahankan minat dan perhatian pendengar. Hal yang harus diperhatikan dalam mempersiapkan dan membawakan alat peraga adalah (1) apakah alat peraga mudah dilihat atau dibaca? TAMPILAN ALAT PERAGA (2) apakah alat peraga yang digunakan sudah tepat untuk materi yang disajikan? (3) apakah alat peraga dipersiapkan dengan baik? 4. DAFTAR PUSTAKA Beebe, Steven A dan Beebe, Susan J. 1991. Public Speaking: An Audience-Centered Approach. Englewood-Cliffs: Prentice Hall. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa Indah. Wiyanto, Asul. 2000. Diskusi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widisarana Indonesia (Grasindo). Wiyanto, Asul. 2001. Terampil Pidato. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widisarana Indonesia (Grasindo). PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 17 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 18 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 4: DAFTAR PUSTAKA 1. PENDAHULUAN Jika sudah mengetahui buku-buku dan teks apa saja yang akan digunakan sebagai sumber data atau rujukan, penulis sudah dapat menyusun sebuah daftar pustaka. Daftar pustaka diletakkan pada bagian akhir sebuah tulisan ilmiah. Daftar pustaka merupakan rujukan penulis selama ia melakukan dan menyusun penelitian atau laporannya. Semua bahan rujukan yang digunakan penulis, baik sebagai bahan penunjang maupun sebagai data, disusun dalam daftar pustaka tersebut. DAFTAR PUSTAKA merupakan rujukan penulis selama ia melakukan dan menyusun penelitian atau laporannya 2. FUNGSI DAFTAR PUSTAKA Fungsi daftar pustaka adalah (1) membantu pembaca mengenal ruang lingkup studi penulis, FUNGSI DAFTAR PUSTAKA (2) memberi informasi kepada pembaca untuk memperoleh pengetahuan yang lebih lengkap dan mendalam daripada kutipan yang digunakan oleh penulis, dan (3) membantu pembaca memilih referensi dan materi dasar untuk studinya. Daftar pustaka dapat disusun dengan berbagai format. Ada dua format yang akan diuraikan dalam modul ini, yakni format MLA (The Modern Language Association) dan format APA (American Psychological Association). Kedua format itu adalah format yang umum ditemukan dalam bidang ilmu humaniora. Akan tetapi, sebenarnya, ada berbagai format daftar pustaka yang berlaku di selingkung bidang ilmu. Misalnya, format daftar pustaka untuk bidang ilmu biologi, kedokteran, hukum, dan lain-lain. 3. TEKNIK PENULISAN DAFTAR PUSTAKA PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 19 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Teknik penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut. (1) Baris pertama dimulai pada pias (margin) sebelah kiri, baris kedua dan selanjutnya dimulai dengan 3 ketukan ke dalam. TEKNIK PENULISAN DAFTAR PUSTAKA (2) Jarak antarbaris adalah 1,5 spasi. (3) Daftar pustaka diurut berdasarkan abjad huruf pertama nama keluarga penulis. (Akan tetapi, cara mengurut daftar pustaka amat bergantung pada bidang ilmu. Setiap bidang ilmu memiliki gaya selingkung.) (4) Jika penulis yang sama menulis beberapa karya ilmiah yang dikutip, nama penulis itu harus dicantumkan ulang. Unsur yang harus dicantumkan dalam daftar pustaka adalah (1) nama penulis yang diawali dengan penulisan nama keluarga, UNSUR-UNSUR DAFTAR PUSTAKA (2) tahun terbitan karya ilmiah yang bersangkutan, (3) judul karya ilmiah dengan menggunakan huruf besar untuk huruf pertama tiap kata kecuali untuk kata sambung dan kata depan, dan (4) data publikasi berisi nama tempat (kota) dan nama penerbit karya yang dikutip. Meskipun setiap bidang ilmu mempunyai format daftar pustakanya masing-masing, keempat unsur daftar pustaka wajib dicantumkan dalam daftar pustaka. Tata letaknya saja yang akan mengikuti format selingkung. Oleh karena itu, pelajarilah format dari bidang ilmu yang sedang ditekuni. Format Daftar Pustaka dalam buku ini mengikuti sistem yang lazim digunakan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. 20 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Berikut adalah cara penulisan daftar pustaka dengan format MLA dan APA. JENIS RUJUKAN SATU PENULIS FORMAT MLA FORMAT APA Sukadji, Soetarlinah. Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian. Jakarta: UI Press, 2000. Sukadji, S. (2000). Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian. Jakarta: UI Press. DUA PENULIS Widyamartaya, Al., dan Veronica Sudiati. Dasardasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997. Widyamartaya, Al., dan Sudiati , V. (1997). Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia. TIGA PENULIS Akhadiah, Sabarti, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1989. Akhadiah, S., Arsyad, M.G., dan Ridwan, S. H. (1989). Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. LEBIH DARI TIGA PENULIS Alwi, Hasan, et al. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993. Alwi, H., et al. (1993). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ATAU ATAU Alwi, Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993. Alwi, H., dkk. (1993). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Gibaldi, Joseph. MLA Handbook for Writers of Research Papers. Ed. ke-5. New York: The Modern Language Association of America, 1999. Gibaldi, J. (1999). MLA Handbook for Writers of Research Papers. (Ed. ke-5). New York: The Modern Language Association of America. LEBIH DARI SATU EDISI Sugono, Dendy. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Ed. Rev. Jakarta: Puspa Swara, 2002. PENULIS DENGAN BEBERAPA BUKU MLA: pencantuman buku didasarkan urutan tahun terbit. APA: pencantuman buku didasarkan abjad judul buku. JENIS RUJUKAN Keraf, Gorys. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende, Flores: Penerbit Nusa Indah, 1997. - - -. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 1982. Sugono, D. (2002). Berbahasa Indonesia dengan Benar. (Ed. Rev.) Jakarta: Puspa Swara. Keraf, G. (1982). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Keraf, G. (1997). Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende, Flores: Penerbit Nusa Indah. ATAU Keraf, Gorys. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 1982. - - -. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende, Flores: Penerbit Nusa Indah, 1997. FORMAT FORMAT MLA APA PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 21 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah PENULIS TIDAK DIKETAHUI/ LEMBAGA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: UI Press, 2002. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. (2002). Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: UI Press. BUKU TERJEMAHAN Creswell, John W. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. Terj. Angkatan III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur Khabibah. Eds. Chryshnanda DL dan Bambang Hastobroto. Jakarta: KIK Press, 2002. Creswell, J. W. (2002). Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. (Terj. Angkatan III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur Khabibah). Eds. Chryshnanda DL dan Bambang Hastobroto. Jakarta: KIK Press. ATAU ATAU DL, Chryshnanda dan Bambang Hastobroto. Eds. Desain Penelitian: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif terj. dr. John Creswell. Jakarta: KIK Press, 2002. Creswell, J. W. (2002). Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. (Terj. Angkatan III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur Khabibah). Jakarta: KIK Press. Ihromi, T.O., peny. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia, 1981. Ihromi, T.O. (peny.). (1981). Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia. ATAU ATAU Ihromi, T.O., ed. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia, 1981. Ihromi, T.O. (ed.). (1981). Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia. Sadie, Stanley, ed. The New Grove Dictionary of Music and Musicians.Vol. 15. London: Macmillan, 1980. Sadie, S. (ed.). (1980) The New Grove Dictionary of Music and Musicians. Vol. 15. London: Macmillan. ATAU ATAU Sadie, Stanley, ed. The New Grove Dictionary of Music and Musicians. Vol. 15. London: Macmillan, 1980. Sadie, S. (ed.). (1980) The New Grove Dictionary of Music and Musicians (Vol. 15, hlm. 3—66). London: Macmillan. Molnar, Andrea. “Kemajemukan Budaya Flores: Suatu Pendahuluan.” Antropologi Indonesia 56 (1998): 13—19. Molnar, A. (1998). Kemajemukan Budaya Flores: Suatu Pendahuluan. Antropologi Indonesia 56, 13—19. Asa, Syu’bah. “PKS: ‘Sayap Ulama’ dan ‘Sayap Idealis’.” Tempo, 5—11 Juli 2004, 38—39. Asa, S. (2004, 5—11 Juli). PKS: ‘Sayap Ulama’ dan ‘Sayap Idealis’. Tempo, 38—39. Syifaa, Ika Nurul. “Klub Profesi, Perlukah Dimasuki?” Femina, No. 30, 22—28 Juli 2004, 54—55. Syifaa, I. N. (2004, 22—28 Juli). Klub Profesi, Perlukah Dimasuki? Femina, No. 30, 54—55. Suwantono, Antonius. “Keanekaan Hayati Mikroorganisme: Menghargai Mikroba Bangsa.” Kompas, 24 Des. 1995, 11. Suwantono, A. Keanekaan Hayati Mikroorganisme: Menghargai Mikroba Bangsa. (1995, 24 Desember). Kompas, 11. “Potret Industri Nasional: Tak Berdaya Dihantam Impor Komponen dan Disortasi Pasar.” Kompas, 23 Des. 1995, 13. Potret Industri Nasional: Tak Berdaya Dihantam Impor Komponen dan Disortasi Pasar. (1995, Desember 23). Kompas, 13. “Menyambut Terbentuknya Badan Pengurus Kemitraan Deklarasi Bali.” Tajuk Rencana (editorial). Kompas, 22 Des. 1995, 4. Menyambut Terbentuknya Badan Pengurus Kemitraan Deklarasi Bali. Tajuk Rencana (editorial). (1995, 22 Desember). Kompas, 4. BUKU DENGAN PENYUNTING/ EDITOR SERIAL/ BERJILID JURNAL MAJALAH SURAT KABAR JENIS RUJUKAN 22 FORMAT FORMAT MLA APA PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah DOKUMEN PEMERINTAH Biro Pusat Statistik. Struktur Ongkos Usaha Tani Padi dan Palawija 1990. Jakarta: BPS, 1993. Biro Pusat Statistik. (1993). Struktur Ongkos Usaha Tani Padi dan Palawija 1990. Jakarta: BPS. NASKAH YANG BELUM DITERBITKAN Ibrahim, M.D., P. Tjitropranoto, dan Y. Slameka. “National Network of Information Services in Indonesia: A Design Study.” Makalah tidak diterbitkan, 1993. Ibrahim, M.D., Tjitropranoto, P., dan Slameka, Y. (1993). National Network of Information Services in Indonesia: A Design Study. Makalah tidak diterbitkan. Budiman, Meilani. “The Relevance of Multiculturalism to Indonesia”. Makalah pada Seminar Sehari tentang Multikulturalisme di Inggris, Amerika, dan Australia, Universitas Indonesia, Depok, Maret 1996. Budiman, M. (1996, Maret). The Relevance of Multiculturalism to Indonesia. Makalah pada Seminar Sehari tentang Multikulturalisme di Inggris, Amerika, dan Australia, Universitas Indonesia, Depok. Selain mengutip sumber-sumber tercetak, sekarang ini, penulis juga dapat mengumpulkan data dan referensi dari Internet atau WWW (World Wide Web, Jaringan Jagad Jembar). Aturan penulisan referensi sama saja dengan rujukan buku, hanya tempat, nama, dan tanggal terbitan ditulis berbeda. Artinya, unsur-unsur itu mengikuti tata cara penulisan di Internet. Unsur-unsur yang dicantumkan dalam referensi Internet adalah (1) nama penulis yang diawali dengan penulisan nama keluarga, UNSUR-UNSUR REFERENSI INTERNET (2) judul tulisan diletakkan di antara tanda kutip, (3) judul karya tulis keseluruhan (jika ada) dengan huruf miring (italics), dan (4) data publikasi berisi protokol dan alamat, path, tanggal pesan, atau waktu akses dilakukan. Contoh pengutipan rujukan dari internet. 1. Dari WWW Walker, Janice R. “MLA-Style Citations of Electronic Sources.” Style Sheet. http://www.cas.usf.edu/english/walker/mla.html (10 Feb. 1996) 2. Dari File Transfer Protocol (kutipan yang dipunggah [download] melalui FTP) Johnson-Eilola, Jordan, “Little Machines: Rearticulating Hypertext Users.” ftp daedalus.com/pub/CCCC95/johnson-eilola (10 Feb.1996) PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 23 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 3. Dari ratron (surat elektron, e-mail) Bruckman, Amy S. “MOOSE Crossing Proposal.” [email protected] (20 Des. 1994) 4. Dari komunikasi lisan sinkronis (chatting), nama teman chatting menggantikan nama penulis, jenis komunikasi (misalnya, wawancara pribadi, alamat ratron (jika ada), tanggal komunikasi dalam tanda kurung. Marsha s_Guest. Personal interview. Telnet daedalus.com 7777 (10 Feb 1996) 4. FORMAT LAIN DAFTAR PUSTAKA Format penyusunan daftar pustaka bukan hanya format MLA dan APA, masih ada format lain, misalnya format Turabian, format Chicago (The Chicago Manual Style), format Dugdale. Setiap format harus dipelajari. Sebaiknya, dipilih salah satu format dan digunakan secara konsisten dalam daftar pustaka. Berikut akan diperkenalkan format yang dianut oleh UI Press (Swasono, 1990). Perhatikan perbedaan penggunaan tanda baca dengan teliti. JENIS RUJUKAN FORMAT UI PRESS SATU PENULIS Sukadji, Soetarlinah, Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian (Jakarta: UI Press, 2000). DUA PENULIS Widyamartaya, Al., dan V. Sudiati, Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997). TIGA PENULIS Akhadiah, Sabarti, M. G. Arsjad, dan S. H. Ridwan, Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1989). LEBIH DARI TIGA PENULIS Alwi, Hasan, et al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993). ATAU Alwi, Hasan, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993). PENULIS TIDAK DIKETAHUI/ LEMBAGA JENIS RUJUKAN BUKU TERJEMAHAN 24 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains (Jakarta: UI Press, 2002). FORMAT UI PRESS Creswell, John W., Research Design: Qualitative and Quantitative Approches, diterj. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Oleh Angkatan III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur Khabibah. Eds. Chryshnanda DL dan Bambang Hastobroto (Jakarta: KIK Press, 2002). BUKU DENGAN PENYUNTING/ EDITOR Ihromi, T.O. (peny.), Pokok-pokok Antropologi Budaya (Jakarta: PT Gramedia, 1981). ATAU Ihromi, T.O. (ed.), Pokok-pokok Antropologi Budaya (Jakarta: PT Gramedia, 1981). SERIAL/ BERJILID Sadie, Stanley (ed.), The New Grove Dictionary of Music and Musicians, Vol. 15, hlm. 3—66 (London: Macmillan, 1980). JURNAL Molnar, Andrea, “Kemajemukan Budaya Flores: Suatu Pendahuluan”, Antropologi Indonesia, No. 56, hlm. 13—19 , 1998. MAJALAH Asa, Syu’bah, “PKS: ‘Sayap Ulama’ dan ‘Sayap Idealis’”, Tempo, hlm. 38—39, 5—11 Juli 2004. Syifaa, Ika Nurul, “Klub Profesi, Perlukah Dimasuki?” Femina, No. 30, hlm. 54—55, 22—28 Juli 2004. DOKUMEN PEMERINTAH Biro Pusat Statistik, Struktur Ongkos Usaha Tani Padi dan Palawija 1990 (Jakarta: BPS, 1993). SURAT KABAR Suwantono, Antonius, “Keanekaan Hayati Mikro-organisme: Menghargai Mikroba Bangsa”, Kompas, hlm. 11, 24 Des. 1995. “Potret Industri Nasional : Tak Berdaya Dihantam Impor Komponen dan Disortasi Pasar”, Kompas (23 Des. 1995) hlm. 13. “Menyambut Terbentuknya Badan Pengurus Kemitraan Deklarasi Bali”, Tajuk Rencana (editorial), Kompas (22 Des. 1995) hlm. 4. NASKAH YANG BELUM DITERBITKAN Ibrahim, M.D., P. Tjitropranoto, dan Y.Slameka, “National Network of Information Services in Indonesia: A Design Study”, mimeo, makalah tidak diterbitkan (Jakarta: 1993). Budiman, Meilani, “The Relevance of Multiculturalism to Indonesia”, mimeo, makalah pada Seminar Sehari tentang Multikulturalisme di Inggris, Amerika, dan Australia, Universitas Indonesia (Depok: Maret 1996). Swasono, Meutia Farida Hatta, Generasi Minangkabau di Jakarta: Masalah Identitas Sukubangsa, skripsi sarjana (Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1974). Dalam Lampiran M4-1, disajikan format daftar pustaka yang berlaku di selingkung FMIPA-UI. Selain itu, dalam Lampiran M4-2, disajikan permintaan kriteria yang diminta oleh berbagai jurnal ilmiah di lingkungan Universitas Indonesia. 5. DAFTAR PUSTAKA Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 25 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah College Publishers. Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. American Psychological Association. 2001. Publication Manual of The American Psychological Association. Ed. ke-5. Washington, D.C. Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit Univertas Trisakti. Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. Ed. ke-2. Jakarta: Akademika Pressindo. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. 2002. Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: UI Press. Gibaldi, Joseph. 1999. MLA Handbook for Writers of Research Papers. Ed. ke-5. New York: The Modern Language Association of America. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa Indah. Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. Ed. ke-3. New York: Syracuse University Press. Swasono, Sri-Edi. 1990. Pedoman Menulis Daftar Pustaka, Catatan Kaki untuk Karya Ilmiah dan Terbitan Ilmiah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Turabian, Kate L. 1996. A Manual for Writers of Term Papers, Theses, and Dissertation. Ed. ke-6. Chicago: The University of Chicago Press. Winarto, Yunita T., Suhardiyanto, Totok, dan Choesin, Ezra M. 2004. Karya Tulis Ilmiah Sosial: Menyiapkan, Menulis, dan Mencermatinya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Winkler, Anthony C. dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook. Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers. 26 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah LAMPIRAN M4-1 Perhatikan format daftar pustaka yang berlaku di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UI untuk Skripsi S1 Sistem H (= Harvard) Kaufman-Bühler W., Peters A. & Peters K. (1981) Mathematicians love books. Dalam: Steen, L.A. ed. (1981) Mathematics tomorrow, hlm. 121–126. Springer-Verlag, New York. Nybakken J.W. (1988) Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An ecological approach, oleh Eidman M., Koesoebiono, Bengen D.G., Hutomo M. & Sukardjo S., xv + 459 hlm. PT Gramedia, Jakarta. Soemardi T.P., Budiarso, Sumarsono D.A., Fauzan M., Djatmiko H. & Huwae R. (1997) Light and low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B, 42– 50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.] Varga, R.S. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam: OrtegaJ.M.& Rheinholdt W.C., eds. (1970) Studies in numerical analysis 2: Numerical solutions of nonlinearproblems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems, Philadelphia, October 21–23, 1968, hlm. 99–113. SIAM, Philadelphia. Sistem Hm (= Harvard, modified) Kaufman-Bühler, W., A. Peters & K. Peters. 1981. Mathematicians love books. Dalam: Steen, L.A. (ed.). 1981. Mathematics tomorrow. Springer-Verlag, New York: 121–126. Nybakken, J.W. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An ecological approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo & S.Sukardjo. PT Gramedia, Jakarta: xv + 459 hlm. Soemardi, T.P., Budiarso, D.A. Sumarsono, M. Fauzan, H. Djatmiko & R. Huwae. 1997. Light and low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B: 42– 50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.] Varga, R.S. 1970. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam: Ortega, J.M. & W.C. Rheinholdt (eds.). 1970. Studies in numerical analysis 2: Numerical solutions of nonlinear problems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems, Philadelphia, October 21–23, 1968. SIAM, Philadelphia: 99–113. Sistem V (= Vancouver) Kaufman-Bühler W, Peters A & Peters K. Mathematicians love books. Dalam: Steen LA, ed. Mathematics tomorrow. New York: Springer-Verlag, 1981: 121–126. Nybakken JW. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: an ecological approach, oleh Eidman, Koesoebiono M, Bengen DG, Hutomo M & Sukardjo S. Jakarta: PT Gramedia, 1988: xv + 459 hlm. Soemardi, TP, Budiarso, Sumarsono DA, Fauzan M, Djatmiko H & Huwae R. Light and low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B, 1997: 42–50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.] PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 27 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Varga RS. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam: Ortega JM & Rheinholdt WC, eds. Studies in numerical analysis 2: numerical solutions of nonlinear problems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems, Philadelphia, October 21–23, 1968. Philadelphia: SIAM, 1970: 99–113. Sistem A (= Abjad, bernomor urut) Nomor urut mengawali tiap aran yang disusun berdasarkan abjad Sistem H, Hm, atau V. Contoh yang diberikan adalah Sistem A dengan penulisan aran Sistem Hm. 1. Kaufman-Bühler, W., A. Peters & K. Peters. 1981. Mathematicians love books. Dalam: Steen, L.A. (ed.). 1981. Mathematics tomorrow. Springer-Verlag, New York: 121–126. 2. Nybakken, J.W. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An ecological approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo & S.Sukardjo. PT Gramedia, Jakarta: xv + 459 hlm. 3. Soemardi, T.P., Budiarso, D.A. Sumarsono, M. Fauzan, H. Djatmiko & R. Huwae. 1997. Light and low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B: 42–50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.] 4. Varga, R.S. 1970. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam: Ortega, J.M. & W.C. Rheinholdt (eds.). 1970. Studies in numerical analysis 2: Numerical solutions of nonlinear problems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems, Philadelphia, October 21–23, 1968. SIAM, Philadelphia: 99–113. Sistem N (= Nomor urut) Aran disusun berdasarkan nomor urut pengacuan buku dalam skripsi, bukan abjad nama penulis. Contoh yang diberikan adalah Sistem N dengan penulisan aran Sistem Hm. 1. Soemardi T.P., Budiarso, Sumarsono D.A., Fauzan M., Djatmiko H. & Huwae R. 1997. Light and low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B: 42–50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.] 2. Kaufman-Bühler W., Peters A. & Peters K. 1981. Mathematicians love books. Dalam: Steen, L.A. (ed.). 1981. Mathematics tomorrow. Springer-Verlag, New York: 121–126. 3. Varga, R.S. 1970. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam: Ortega, J.M. & W.C. Rheinholdt (eds.). 1970. Studies in numerical analysis 2: Numerical solutions of nonlinear problems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems, Philadelphia, October 21–23, 1968. SIAM, Philadelphia: 99–113. 4. Nybakken J.W. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An ecological approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo & S. Sukardjo. PT Gramedia, Jakarta: xv + 459 hlm. 28 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah LAMPIRAN M4-2 Format daftar pustaka sebagaimana disyaratkan berbagai jurnal ilmiah di lingkungan Universitas Indonesia PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 29 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Jurnal Studi Wanita 30 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Wacana PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 31 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah LAMPIRAN M4-3 DATA SUMBER ACUAN ELEKTRONIK 1. Jika sumber informasi berupa buku atau majalah, data yang harus dicantumkan sesuai dengan cara yang berlaku untuk media cetak. 2. Jika berupa artikel yang khusus dibuat untuk informasi tertentu, data yang dicatat adalah sebagai berikut. (a) nama penulis artikel; (b) tahun penulisan artikel; (c) judul artikel; (d) tanggal penulisan artikel itu atau pemutakhirannya; (e) tebal artikel; (f) nama laman (digarisbawahi); (g) tanggal dan waktu penulisan laporan atau skripsi mengkases informasi; Informasi jenis no.2 harus dibuat printout-nya, karena informasi yang terkandung sering diganti dengan versi yang lebih baru atau mutakhir oleh penyusunnya. 3. Sejumlah pangkalan data (data base) menetapkan format pengacuan ke data pangkalannya sehingga pengguna informasi harus menaati cara tersebut. Contoh penulisan data sumber elektronik: Gulf of Maine Aquarium*. 2000. Creating plankton. 31 Mei: 2 hlm. http://octopus.gma.org/space1/plankton.html, 23 Agustus 2001, pk. 10.12. Catatan: (*) Artikel yang diakses tidak mencantumkan nama penulis sehingga yang dicatat adalah nama lembaga yang menerbitkan artikel itu. 32 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Creating Plankton Page 1 of 2 Creating Plankton • • • • All these conditions help plant and animal plankton to thrive in the Gulf of Maine: nutrients carded in by river runoff cold water from Nova Scotia shelf (cold water holds more dissolved gases like oxygen and carbon dioxide) circulation of nutrients by the gyre, other currents, winds, strong tidal mixing, and seasonal overturn of deep and surface waters (called upwelling) shallow continental shelf and banks ideal for photosynthesis Design an ocean “wanderer.” 1. Show students the variety of plants and animals that make up plankton and explain that they are the basis of the food chain in the sea, on which all other life depends. 2. Although plankton are not strong swimmers, many do have adaptations for • keeping afloat • catching the wind • wriggling toward prey • capturing prey • and other survival strategies. Explain that plants use the energy of the sun, and zooplankton eat phytoplankton and other zooplankton. 3. Ask students to invent their own plankton. They will have to make decisions about its adaptations and life style. They can then make a picture of it and describe bow it survives. This activity is based on Create Your Own Plankton by B ette Low 4. Have students make a list of organisms that live in the Gulf of Maine. 5. Then draw pictures of the organisms, cut them out, and attach the pictures to strings to make “food chain” mobiles. Put the phyt.oplankton at the bottom and the carnivores, such as sharks and seals, at the top. (There should be many more phytoplankton than seals.) Be sure students include phytoplankton (plant plankton) and zooplankton (animal plankton). What will I look like when I grow up? http://octopus.gma.org/spacel/plankton.html PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 33 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Creating Plankton Page 2 of 2 Many zooplankton are larval stages of familiar animals. Yet they look little like their adult stages. Try to see how these youxwsters evolve into adults by doing the Plankton Match-Up. Materials illustrations of plankton, Create Your Own Plankton worksheet, paper, colored pencils, crayons Coping with the cold | Blubber Glove | Salt Concentration Penguin Adaptation | Chick die-off | Changes in Antarctic Ice Space_Available Gulf of Maine Aquarium Home Page Updated May 31, 2000. Copyright © 2000. Gulf of Maine Aquarium. All rights reserved. Please email comments to [email protected] http://octopus.gma.org/space1/plankton.html 34 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah OMAPv3.0 http://www.gen.emory.edu/MITOPMAP/citation.html MITOMAP v3.O A human mitochondrial genome database A. M. Kogelnik, M.T. Loft, M.D. Brown, S.B. Navatbe, D.C. Wallace Department of Genetics and Molecular Medicine, Emory University, Atlanta, Georgia Bioengineering Program, College of Computing, Georgia Institute of Technoloy, Atlanta, Georgia Please use one of the following citation formats when citing the MITOMAP: □ We use the same citation format as GDB and OMIM □ All documents generated by the database server have a date and timestamp at the bottom. Literature Citation: Wallace DC, Lott MT, Brown MD, Huoponen K, Torroni A 1995 Report of the committee on human mitochondrial DNA. In Cuticchia AJ (ed) Human gene mapping 1995: a compendium. Johns Hopkins University Press, Baltimore, pp 910-954 (also available at ___________________________) Database Citation: Human Mitochondrial Genome Database. The Human Genome Data Base Project, Department of Genetics and Molecular Medicine Emory University, Atlanta, GA, USA World Wide Web _________________________), 1995. For tables and figures: Mitochondrial genome data obtained from the mtDNA database at Emory University in Atlanta, GA by direct searching on the mtDNA database computer can he cited as follows: “Data used in preparing this ___________[figure, table, paper, etc.] were derived from the Mitochondrial Human Genome Database at Emory University in Atlanta (_____________________) on [month] [date][year] at [time] [AM, PM] EST.” PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 35 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 36 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 5: TOPIK DAN TESIS 1. PENDAHULUAN Persiapan untuk menulis sebuah karya ilmiah berbeda dengan persiapan untuk menulis sebuah berita. Jika kita akan menulis berita, topik sudah tersedia, yakni hal yang harus diliput. Tujuan juga jelas, yakni menyajikan informasi yang hangat dan aktual ke hadapan pembaca. Siapa yang menjadi pembaca berita atau artikel itu juga sudah jelas. Tidak demikian halnya dengan karya tulis ilmiah. Sering kali, sebagai mahasiswa yang mendapat tugas dari pengajar, topik sudah ditentukan oleh pengajarnya. Akan tetapi, tidak jarang pula, topik harus ditentukan oleh penulis, dalam hal ini mahasiswa sendiri, terutama dalam penulisan skripsi atau tugas akhir. Biasanya, topik yang dipilih berkaitan dengan hal yang sedang diteliti. Tujuan juga harus jelas karena tujuan penulis akan berkaitan dengan jenis tulisan yang dihasilkan. Karya ilmiah harus disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural. Berdasarkan syarat itu, dilakukan pemilihan topik disertai penetapan tujuan. Kemudian, topik dan tujuan itu dirumuskan menjadi sebuah tesis yang utuh. Tesis tersebut menjadi awal dari rangkaian penulisan sebuah karya ilmiah yang sistematis dan yang direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural. Dengan demikian, akan dihasilkan sebuah tulisan yang mengandung pandangan dan pembuktian yang tersusun secara sistematis. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA KARYA TULIS ILMIAH Tersusun secara sistematis Setiap langkah terencana secara terkendali, konseptual, prosedural. 37 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 2. TOPIK Topik sering kali sulit dibedakan dari judul. Sebuah topik atau, bahkan, sebuah tesis, dapat saja, pada akhirnya, dijadikan judul tulisan. Akan tetapi, topik tidak sama dengan judul. Tidak selalu sebuah judul merupakan topik tulisan. Mungkin saja terjadi bahwa sebuah judul mengandung topik. Mengenai judul akan diuraikan lebih lanjut dalam pembahasan mengenai tema atau tesis. Dalam Keraf (1997), dikatakan bahwa topik berasal dari kata Yunani, topoi. Topoi berarti ‘tempat’. Jadi, kita menempatkan pokok persoalan atau pembahasan. Oleh karena itu, dalam tulis-menulis, topik adalah ‘pokok pembicaraan’. Ada empat syarat pemilihan topik, yaitu TOPIK tidak sama dengan JUDUL Topik berasal dari kata Yunani, topoi, yang berarti ‗tempat‘. (1) menarik minat penulis, (2) diketahui dan dikuasai oleh penulis, (3) harus cukup sempit dan terbatas, dan (4) sebaiknya, tidak terlalu baru, teknis, atau kontroversial (khusus untuk penulis pemula) Topik menarik minat penulis merupakan sebuah persyaratan yang penting. Tanpa ada minat pribadi penulis, pembahasan dalam sebuah karya tulis ilmiah tidak akan mendalam dan tuntas. Penulis dapat kehilangan kemampuan dan kegairahan mengembangkan gagasan. Oleh karena itu, persyaratan penting dalam penulisan ilmiah adalah kegairahan dan minat penulis untuk menguraikan fakta yang ditemukannya dan, kemudian, menghimpunnya dalam sebuah karya ilmiah. Oleh karenanya, persyaratan berikutnya juga penting. Topik diketahui dan dikuasai penulis merupakan penunjang bagi persyaratan pertama. Tanpa penguasaan dari penulis, usaha untuk menyusun karya ilmiah akan merupakan beban yang berat bagi penulis. Penulis masih harus mempelajari teori atau penelitian lain. Dengan demikian, penulis akan kehilangan banyak waktu hanya dalam hal mempersiapkan diri untuk penguasaan materi. Akibatnya, penulis akan mengalami kesulitan dalam 38 TOPIK MENARIK MINAT PENULIS TOPIK DIKETAHUI DAN DIKUASAI PENULIS PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah menetapkan luas cakupan penelitian, sebagaimana diminta dalam persyaratan berikutnya. Topik harus cukup sempit dan terbatas merupakan sebuah persyaratan yang sangat relatif dan bergantung pada pengetahuan dan kemampuan penulis. Sebuah topik yang sangat sempit dapat menghasilkan sebuah karya tulis ilmiah yang menghabiskan beratus-ratus halaman. Sebaliknya, topik yang luas tidak menjamin ketebalan sebuah tulisan jika tidak disertai dengan pemahaman dan penguasaan yang mendalam mengenai pokok pembicaraan. Sering kali, topik yang luas juga tidak menjamin ketuntasan pembahasan. Jadi, topik yang sempit dan terbatas berkaitan erat dengan penguasaan penulis atas topik yang dipilihnya. Topik jangan terlalu baru, teknis, atau kontroversial merupakan persyaratan mutlak bagi penulis pemula. Topik yang terlalu baru akan menyulitkan seorang penulis pemula karena kelangkaan pustaka penunjang atau kekurangan data lapangan. Jika tidak melakukan penelitian yang komprehensif, penulis akan menghadapi masalah dalam mempertanggung- jawabkan keilmiahan tulisannya. Untuk penulis pemula, diharapkan bahwa tulisannya tidak bersifat terlalu teknis. Maksudnya, jangan sampai penulis tidak menguasai istilah-istilah dan konsep-konsep yang digunakan dalam tulisannya. Terakhir, topik jangan terlalu kontroversial. Maksudnya, jangan sampai seorang penulis pemula memilih sebuah topik yang kontroversial yang akan menjebaknya dalam polemik yang berkepanjangan, tanpa adanya kemampuan dalam diri penulis untuk mempertahankan diri atau membuktikan kebenaran pendapatnya. TOPIK HARUS CUKUP SEMPIT DAN TERBATAS TOPIK SEBAIKNYA TIDAK TERLALU BARU, TEKNIS, ATAU KONTROVERSIAL Meskipun hanya ada empat syarat pemilihan topik, dalam kenyataannya, proses penemuan topik bukan pekerjaan yang mudah dan singkat. Jika penulis belum siap dan belum banyak membaca, proses itu akan memerlukan waktu beberapa bulan, bahkan beberapa tahun. Ada cara bagi seorang penulis untuk menguji topiknya. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 39 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Minat pribadi peneliti Luas cakupan topik Kapasitas dan pendidikan peneliti Posisi topik dalam bidang pengetahuan PENELITI TOPIK Posisi sosial peneliti Makna sosial topik Sumber materiil penulis Tingkat kesulitan topik 3. TUJUAN Jika selesai memilih topik, langkah berikutnya bagi penulis adalah menetapkan tujuan penulisan. Menurut Keraf (1997), tujuan penulisan ada dua, yaitu (1) sesuatu yang ingin disampaikan berlandaskan topik yang telah dipilih oleh penulis (2) maksud penulis dalam menguraikan topik bahasan TUJUAN (a) sesuatu yang ingin disampaikan penulis (b) maksud penulis dalam menguraikan topik Jadi, tujuan yang dimaksudkan bukan tujuan topik melainkan tujuan pribadi penulis. Oleh karenanya, dalam merumuskan tujuan penulisan, penulis juga harus mempertimbangkan kepada siapakah tulisan tersebut ditujukan, siapakah pembacanya. Penetapan pembaca berkaitan dengan moto “bahasa Indonesia yang baik”. Jika kelompok pembaca dipertimbangkan, hal itu akan berpengaruh kepada pilihan kata dalam karya tulis ilmiah itu. Biasanya, sebuah karya ilmiah telah memiliki kelompok pembaca khusus, sedangkan dalam penulisan ilmiah populer, pemilihan kata akan lebih bersifat umum. Berdasarkan penetapan tujuan yang baik, penulis dengan mudah menetapkan jenis tulisan yang dihasilkannya. 40 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah JENIS TULISAN TUJUAN PENULIS EKSPOSISI (PAPARAN) Memberikan informasi, penjelasan, keterangan, atau pemahaman. DESKRIPSI (PERIAN) Menggambarkan sifatnya, bentuk rasanya, mengandalkan objek atau pancaindra pengamatan, coraknya dengan dalam proses penguraiannya. NARASI (KISAHAN) Bercerita baik berdasarkan observasi maupun kumpulan fakta. ARGUMENTASI (BAHASAN) Meyakinkan orang, membuktikan pendapat atau pendirian pribadi, membujuk pembaca agar menerima pendapat pribadi penulis berdasarkan pembuktian. 4. TESIS Langkah berikutnya adalah merumuskan tesis, yakni menggabungkan topik dan tujuan kita. Tesis sebenarnya sama dengan tema. Istilah tema digunakan untuk laras karangan pada umumnya, sedangkan tema bagi tulisan ilmiah disebut tesis. Dalam laras ilmiah, sebagaimana diuraikan dalam Keraf (1997), tesis adalah tema bagi laras ilmiah yang berbentuk satu kalimat dengan topik dan tujuan yang berfungsi sebagai gagasan sentral kalimat tersebut. Kata tema berasal dari bahasa Yunani, tithenai, yang berarti ‘menempatkan’ atau ‘meletakkan’. Jadi, tema berarti bahwa ada ‘sesuatu yang telah diuraikan’ atau ‘sesuatu yang telah ditempatkan’. Dalam proses penulisan sebuah karya, tema berarti ‘sebuah perumusan dari topik yang telah dipilih sebagai landasan pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai melalui pilihan topik tadi. Sebuah tesis merupakan perumusan singkat yang mengandung tema dasar sebuah tulisan dengan satu gagasan sentral yang menonjol. Jika kita memandangnya dari sudut analisis kalimat, gagasan sentral dari tesis adalah subjek, PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA TESIS = TEMA* penggabungan topik dan tujuan penulis berbentuk satu kalimat dengan topik dan tujuan yang bertindak sebagai gagasan sentral kalimat tersebut. (*) Tema untuk laras umum; Topik untuk laras ilmiah Tema berasal dari bahasa Yunani, tithenai, yang berarti ‗menempatkan‘ atau ‗meletakkan‘. TEMA adalah sebuah perumusan dari topik yang telah dipilih sebagai landasan pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai melalui pilihan topik tadi. 41 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah predikat, dan objek (jika ada) atau gagasan sentral adalah gagasan utama kalimat (dalam hal ini, kalimat tesis). Tesis berbentuk satu kalimat, dapat berupa kalimat tunggal ataupun kalimat majemuk bertingkat, tetapi tidak boleh berbentuk kalimat majemuk setara. Jadi, dalam merumuskan sebuah tesis, selain persyaratan tema, harus diperhatikan pula bentuk kalimat tesis itu dengan memperhatikan lima hal berikut ini. (1) Harus berupa sebuah kalimat hasil perumusan topik dan tujuan. (2) Dapat berupa kalimat tunggal atau kalimat majemuk bertingkat. (3) Tidak boleh berupa kalimat majemuk setara. (4) Harus bergagasan sentral, dalam hal ini gagasan utama kalimat tesis. (5) tidak mengandung kata negasi dan kata relatif, seperti beberapa, hanya, agak. TESIS (1) harus berupa sebuah kalimat (2) dapat berupa kalimat tunggal atau kalimat majemuk bertingkat (3) tidak boleh berupa kalimat majemuk setara (4) harus bergagasan sentral (5) tidak mengandung kata negasi dan kata relatif Kalimat tesis merupakan payung dari keseluruhan jenis tulisan. Pembagian bab atau pembagian paragraf dalam sebuah karya tulis merupakan gagasan-gagasan bawahan yang akan menunjang kalimat tesis tersebut. Kerangka tulisan yang baik selalu dapat menunjukkan kepada pembaca topik dan tujuan si penulis. Sebuah tesis yang baik harus memiliki: (1) kejelasan yang diwujudkan melalui sebuah gagasan sentral yang dapat diikuti oleh perincian dan subordinasinya; (2) kesatuan melalui gagasan sentral yang berada dalam tema yang akan memayungi seluruh karya tulis dan menjaga agar fokus pembicaraan tidak bergeser; SYARAT TESIS YANG BAIK (1) kejelasan (2) kesatuan (3) perkembangan yang jelas (4) keaslian (5) kecocokan judul (3) perkembangan yang jelas merupakan penyusunan uraian perincian secara logis dan teratur sehingga pembaca akan dengan mudah mengikuti alur berpikir penulis; 42 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah (4) keaslian dalam hal pemilihan pokok persoalan, sudut pandang, dan pendekatannya sehingga rangkaian kalimat dan pilihan katanya pun akan terlihat keasliannya; dan (5) kecocokan judul menggambarkan tema karangan, tetapi tidak mengungkapkan seluruh isi karangan. Tesis dan topik bukan judul. Jika topik dan tesis dirumuskan di awal proses penulisan, sebaliknya, perumusan judul dilakukan setelah seluruh karangan selesai. Boleh saja, pada akhirnya, sebuah topik atau tesis menjadi judul, tetapi tidak selalu sebuah topik itu sama dengan judul. Sebuah judul harus memiliki persyaratan: SYARAT JUDUL 1) ringkas, 2) provokatif, dan 3) relevan dengan isi (1) ringkas, (2) provokatif, dan (3) relevan dengan isi. Langkah-langkah penyusunan karya tulis ilmiah: TOPIK + TUJUAN KERANGKA = TESIS TULISAN (1) RAGANGAN OUTLINE (2) PENYAJIAN KARYA ILMIAH (3) LISAN (4a) PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA TULISAN(4b) 43 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Dengan demikian, terlihat bahwa fungsi sebuah tesis bagi sebuah tulisan sama dengan fungsi sebuah kalimat topik dalam sebuah paragraf, yakni memayungi satuan yang lebih luas. Ada syarat lain yang merupakan syarat khas untuk tesis berkaitan dengan sifat ilmiahnya, yaitu (1) bersifat terbatas, jika sudah ditetapkan jenis pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan (2) mengandung kesatuan dengan hanya satu gagasan sentral; (3) mengandung ketepatan, yaitu tesis mengandung kata atau istilah yang mengandung satu pengertian yang dapat dipertanggungjawabkan pengertiannya dalam tulisan ilmiahnya kelak. Jika kalimat topik sudah dapat dirumuskan, kerangka tulisan dengan mudah disusun dengan kalimat tesis sebagai payung keseluruhan karangan. 44 SIFAT TESIS 1) bersifat terbatas, jika sudah ditetapkan jenis pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan 2) mengandung kesatuan dengan hanya satu gagasan sentral 3) mengandung ketepatan, yaitu tesis mengandung kata atau istilah yang mengandung satu pengertian yang dapat dipertanggungjawabkan pengertiannya dalam tulisan ilmiahnya kelak PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA Kalimat pendahuluan Subbab pendahuluan Kalimat isi Paragraf pendahuluan Kalimat Penutup Paragraf Isi Subbab Isi Bab Pendahuluan Paragraf penutup Subbab penutup Kalimat pendahuluan Paragraf pendahuluan Subbab pendahuluan Kalimat isi Paragraf isi Subbab isi Bab-bab isi Kerangka Karangan Topik dan tujuan = TESIS Kalimat penutup Paragraf penutup Subbab penutup Kalimat pendahuluan Paragraf pendahuluan Subbab pendahuluan Kalimat isi Paragraf isi Subbab isi Bab penutup Kalimat penutup Paragraf penutup subbab penutup BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 45 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 5. DAFTAR PUSTAKA Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins College Publishers. Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit Univertas Trisakti. Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The University of Chicago Press. Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta: Akademika Pressindo. Gibaldi, Joseph. 1999. MLA Handbook for Writers of Research Papers. Ed. ke-5. New York: The Modern Language Association of America. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa Indah. Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York: Syracuse University Press. Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB. Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Winkler, Anthony C. dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook. Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers. Wishon, George E. dan Burks, Julia M. 1968. Let’s Write English. New York: American Book Company. 46 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 6: PENYAJIAN LISAN 1. PENDAHULUAN Untuk dapat mengungkapkan pikiran dengan baik, ada beberapa hal yang perlu diketahui. Penyajian lisan tidak hanya merupakan masalah keberanian untuk menghadapi orang banyak sebagai pendengar. Di samping itu, pembicara harus bersikap tenang, sanggup bereaksi secara cepat dan tepat, sanggup menyampai-kan pikirannya secara lancar dan teratur, dan mengatur gerak-gerik dan sikap yang luwes. PENYAJIAN LISAN 1. Pembicara harus tenang 2. Sanggup bereaksi secara cepat dan tepat 3. Sanggup menyampaikan pikiran secara lancar dan teratur 4. Mengatur sikap yang luwes 2. METODE PENYAJIAN LISAN Ada beberapa cara untuk menyampaikan penyajian lisan, bergantung pada kemampuan dan penguasaan pembicara atas materi yang dibawakannya. (1) Metode impromptu (serta-merta), yaitu metode penyajian berdasarkan kebutuhan sesaat, tidak ada persiapan sama sekali. Pembicara harus serta-merta berbicara berdasarkan pengetahuannya dan kemahirannya. Biasanya, penyajian lisan secara impromptu demikian terjadi di lingkungan yang nonformal dan akrab. PENYAJIAN LISAN 1. 2. 3. 4. Metode Impromptu Metode Menghafal Metode Naskah Metode Ekstemporan (2) Metode menghafal, yaitu metode yang bertolak belakang dengan metode pertama. Pembicara memiliki waktu untuk mempersiapkan naskah dan naskah itu dihafalkan. Biasanya, metode itu kurang menarik karena pembicara cenderung membawakan penyajiannya secara cepat dan sangat takut disela. Akibatnya, pembicara tidak sempat menyesuaikan diri dengan situasi dan reaksi pendengar selagi berbicara. (3) Metode naskah, yaitu metode membaca naskah yang sudah dipersiapkan. Metode tersebut menyebabkan pembicara menjadi kaku dan cenderung membaca. Sebaiknya, pembicara berlatih dan membaca naskah sebelum membawakannya di depan umum. Dengan demikian, pembicara dapat membawakannya secara menarik dengan intonasi yang baik dan tepat. Tanpa latihan, mata pembicara akan terus membaca naskah dan melafalkannya secara monoton. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 47 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah (4) Metode ekstemporan (tanpa persiapan naskah), yakni metode yang merupakan jalan tengah. Uraian direncanakan dengan cermat dan dibuat catatan atau butir-butir catatan yang penting dan diurutkan dengan baik. Pembicara bebas berbicara dan menyesuaikan pembicaraannya dengan situasi dan kondisi setempat. Dalam menyampaikan materi, pembicara harus memperhatikan hal-hal berikut. (1) Gerak tubuh. Gerak tubuh harus santai, tegas—bukan gerakan yang terjadi karena tegang—alamiah, penuh variasi, tidak mengganggu perhatian pendengar, diatur dengan baik, disesuaikan dengan pendengar. (2) Kontak mata. Pada saat berbicara, pembicara harus berani menatap mata pendengarnya. Dengan demikian, pembicara dapat berinteraksi dengan pendengarnya. Pembicara dapat mengetahui situasi pendengar dan pemahaman pendengar. Pendengar akan lebih percaya kepada pembicara. Pendengar akan merasa diperhatikan oleh pembicara. HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN: 1. 2. 3. 4. 5. Gerak tubuh Kontak mata Ekspresi wajah Suara pembicara Penampilan pribadi (3) Ekspresi wajah. Wajah akan memperlihatkan pikiran, emosi, dan sikap pembicara. Dengan demikian, pendengar akan lebih mudah berempati kepada hal atau permasalahan yang disampaikan pembicara. (4) Suara pembicara. Pembicara harus berlatih agar suara menguasai ruangan, baik dengan pengeras suara maupun tidak. Artikulasi harus jelas agar pendengar tidak mengalami kesulitan dalam memahami pembicara. Lafalkan kata-kata dengan jelas. Beri tekanan yang berbeda pada setiap kalimat yang diujarkan. Jangan berbicara terlalu cepat. Gunakanlah jeda yang agak panjang agar pendengar memperoleh kesempatan untuk mencerna hal yang disampaikan pembicara. (5) Penampilan pribadi. Pembicara harus memperhatikan agar penampilannya rapi dan bersih. Berpakaian yang rapi, menarik, dan cerah. Jangan menggunakan terlalu banyak perhiasan yang akan mengalihkan perhatian pendengar dari masalah yang dibawakan. Sesuaikan pakaian dengan situasi dan jenis pendengar. 48 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 3. PENGGUNAAN ALAT PERAGA Pada saat berbicara, cara pembicara menggunakan alat peraga yang telah dipersiapkannya memegang peranan penting. Dalam membawakan penyajian lisan, hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan penggunaan alat peraga adalah (1) apakah pembicara sudah berlatih menggunakan alat peraga? (2) apakah pembicara lebih banyak menatap pendengar daripada melihat alat peraga? (3) apakah pembicara menyampaikan isi alat peraga atau hanya memperlihatkan alat peraga? 4. DAFTAR PUSTAKA Beebe, Steven A dan Beebe, Susan J. 1991. Public Speaking: An Audience-Centered Approach. Englewood-Cliffs: Prentice Hall. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa Indah. Wiyanto, Asul. 2000. Diskusi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widisarana Indonesia (Grasindo). Wiyanto, Asul. 2001. Terampil Pidato. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widisarana Indonesia (Grasindo). PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 49 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 50 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 7: KERANGKA TULISAN 1. PENDAHULUAN Dalam menyusun makalah, seorang mahasiswa harus merencanakan kerangka tulisannya terlebih dahulu. Dalam uraian mengenai penyusunan tesis (Modul 5) sudah dijelaskan mengenai keterkaitan tesis dengan kerangka tulisan. Dengan demikian terlihat bahwa fungsi sebuah tesis bagi sebuah tulisan sama dengan fungsi sebuah kalimat topik dalam sebuah paragraf, yakni memayungi satuan yang lebih besar. Jika kita sudah dapat merumuskan sebuah kalimat topik, kita dengan mudah dapat menyusun sebuah kerangka tulisan. Untuk dapat dipublikasikan sebagai karya ilmiah ada ketentuan struktur atau format tulisan yang kurang lebih bersifat baku. Ketentuan itu merupakan kesepakatan sebagaimana tertuang dalam International Standardization Organization (ISO). Publikasi yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ISO memberikan kesan bahwa publikasi itu kurang absah sebagai terbitan ilmiah ISO 5966 (1982) menetapkan bahwa karya tulis ilmiah (Soehardjan, 1997: 38) terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, kata kunci, PENDAHULUAN, inti tulisan (teori, metode, hasil, dan pembahasan), KESIMPULAN dan USULAN, ucapan terima kasih, dan daftar pustaka Karya tulis ilmiah memiliki ketentuan struktur atau format karangan yang bersifat baku. ISI Jadi, pada dasarnya, kerangka tulisan ilmiah agak mudah disusun karena hanya terdiri atas tiga bagian besar. Masingmasing adalah PENDAHULUAN, ISI, dan PENUTUP atau KESIMPULAN. Dapat saja terjadi variasi dalam perinciannya, PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 51 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah karena tidak terlepas kemungkinan bahwa setiap bidang ilmu memiliki peraturan mereka masing-masing. Penulis harus memperhatikan agar setiap bagian atau bab berkaitan satu sama lain dan berada di bawah satu payung besar, yakni TESIS. Setiap bagian tulisan, pada dasarnya, merupakan bagian yang lebih kecil atau subbawahan bagi satuan tulisan yang lebih besar. Isi setiap bagian kurang lebih adalah sebagai berikut. 52 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAGIAN PENUTUP BAGIAN-BAGIAN ISI BAGIAN PENDAHULUAN Bagian akhir atau penutup dari tulisan Kesimpulan yang dirumuskan secara tegas Dapat dalam bentuk dalil-dalil (terbuka atau tertutup) Dapat merupakan sari dari tujuan Latar belakang topik Alasan pemilihan topik Pembatasan topik Kerangka metode penelitian Kerangka teori Sistematik penulisan Penyusunan gagasan bawahan ke dalam beberapa bab Pembahasan secara sistematis BENTUK TULISAN dibangun oleh BAB/SUBBAB Paragraf-paragraf penghubung yang dinyatakan secara teratur dan logis. Setiap paragraf harus mempertahankan perhatian pembaca. Bagian akhir suatu bagian tulisan yang berfungsi menurunkan dan menghentikan perhatian pembaca. Bagian yang mempersiapkan pembaca untuk mengalihkan perhatian mereka ke topik baru. Mengantar gagasan utama Menarik perhatian Menyiapkan pembaca BENTUK BAB dibangun oleh PARAGRAF Kalimat-kalimat yang mendukung KALIMAT TOPIK Kalimat-kalimat yang mempertahankan kepaduan paragraf dengan: REPETISI, KATA GANTI, dan KATA-KATA PERALIHAN Kesimpulan Pengulangan atau penekanan kembali (KALIMAT TOPIK) Pengalihan perhatian pembaca pada paragraf berikutnya. Kalimat topik Gagasan utama paragraf BENTUK PARAGRAF dibangun oleh KALIMAT BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 53 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 2. FUNGSI KERANGKA TULISAN Kerangka tulisan sebenarnya adalah suatu rencana kerja yang memuat garis besar suatu tulisan yang akan digarap. Oleh karena itu, selama menulis, kita dapat saja mengubah susunan kerangka tulisan kita dan menggunakan tesis sebagai tolok ukur perkembangan pemikiran kita selama menulis. Kerangka tulisan bermanfaat bagi penulis sebagai alat kontrol dalam menulis. Sering kali, penulis yang sedang berhadapan dengan berbagai fakta tidak dapat memilih fakta mana yang sebaiknya digunakan dan fakta mana yang sebaiknya dibuang atau disimpan. Rasanya, sayang untuk membuang fakta yang diperoleh secara susah payah dan dianggap sangat berharga. Itulah salah satu manfaat kerangka tulisan, yaitu mengarahkan penulis untuk memilih data yang sesuai dengan tujuan penulisan. KERANGKA TULISAN adalah suatu rencana kerja yang memuat garis besar suatu tulisan yang akan digarap Ada empat manfaat kerangka tulisan dalam proses menulis. (1) Tulisan dapat disusun secara teratur. Penyajian menjadi terarah dengan alur yang jelas dan rapi. Gagasan yang penting diletakkan di awal, diikuti oleh gagasan bawahan. MANFAAT KERANGKA TULISAN 1. (2) Tulisan tidak mengalami pengulangan. Dengan adanya kerangka tulisan penulis akan mengetahui hal-hal apa yang sudah dituangkan dan hal-hal apa saja yang belum dituangkan dalam tulisannya. 2. (3) Data, kasus, atau rujukan dengan mudah dapat dicari sesuai dengan kepentingan penulisan. Penulis dengan mudah dapat mencari materi pembantu. 4. 3. Tulisan dapat disusun secara teratur Tulisan tidak mengalami pengulangan Data, kasus, atau rujukan dengan mudah dapat dicari Kerangka tulisan berfungsi sebagai miniatur (4) Kerangka tulisan berfungsi sebagai miniatur atau prototipe tulisan yang akan memudahkan pembaca melihat wujud, gagasan, struktur, serta nilai umum tulisan itu. Kelak, pada akhir penulisan, kerangka tulisan itu akan menjadi daftar isi karya ilmiah kita. Ada empat syarat yang harus dipenuhi agar penulis dapat menghasilkan kerangka tulisan yang baik. (1) Tesis harus jelas. Langkah yang paling sulit dalam penulisan karya ilmiah adalah perumusan tesis. Akan tetapi, jika tesis sudah jelas, penulisan karya ilmiah akan 54 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah sangat mudah dan lancar karena semua telah terpikirkan secara matang. (2) Tiap unit dalam kerangka hanya mengandung satu gagasan yang akan diuraikan secara tuntas. Rangkaian antara gagasan sentral dan gagasan bawahan tersusun dengan baik. Gagasan bawahan harus mengandung dukungan dan alasan bagi gagasan sentralnya. Dengan demikian, fakta yang terhimpun akan berbicara dengan sendirinya dalam pembahasan sebuah gejala yang diteliti. (3) Pokok-pokok dalam kerangka tulisan harus disusun secara logis. Hanya dengan penyusunan yang logis, kita dapat mencapai tujuan dengan baik. Rangkaian sebabakibat harus tersusun dengan baik agar pembaca mudah menarik kesimpulan. SYARAT KERANGKA TULISAN 1. 2. 3. 4. Tesis harus jelas Tiap unit hanya mengandung satu gagasan Pokok-pokok harus disusun secara logis Setiap unit utama dan subunit menggunakan pasangan simbol yang konsisten (4) Setiap unit, baik unit utama dan subunit, harus menggunakan pasangan simbol yang konsisten (I, A, 1, a, dst.). Akan tetapi, yang lebih penting lagi adalah bahwa penamaan setiap unit dan subunit dalam kerangka tulisan harus bersifat sejajar atau paralel. Oleh karena kerangka tulisan sangat penting dan bermanfaat dalam rangkaian penulisan karya ilmiah, langkah-langkah pembuatan kerangka tulisan harus diawali dari tesis yang baik dan dilanjutkan dengan empat langkah lainnya. Hal yang perlu diingat adalah bahwa perumusan tesis dan penyusunan kerangka tulisan tidak bersifat kaku. Artinya, proses itu terjadi berulang kali dengan penyempurnaan dan perubahan, baik pada tesis maupun kerangka tulisan. Berikut ini langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menyusun sebuah kerangka tulisan. (1) Merumuskan tesis dengan baik. Hal tersebut telah ditekankan berkali-kali dalam pembahasan di atas. (2) Menginventarisasi gagasan-gagasan bawahan untuk diletakkan sebagai subunit dalam kerangka tulisan. (3) Mengevaluasi semua gagasan yang tercatat dengan mengajukan pertanyaan berikut. Apakah gagasan tersebut langsung dengan tesis? memiliki relevansi PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA LANGKAH PENYUSUNAN KERANGKA TULISAN 1. Merumuskan tesis 2. Menginventarisasi gagasan bawahan 3. Mengevaluasi semua gagagsan 4. Melakukan langkah ke2 dan ke-3 berulang kali 5. Menentukan pola susunan yang paling cocok. 55 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Apakah ada dua topik atau lebih yang sebenarnya merupakan hal yang sama atau pengulangan? Apakah semua topik sama derajatnya? (4) Melakukan langkah kedua dan ketiga secara berulangulang dan menyesuaikan kembali tesis berdasarkan perbaikan kerangka tulisan. (5) Menentukan pola susunan yang paling cocok dan tepat untuk mengurutkan semua gagasan, baik sentral maupun bawahan, secara logis sesuai dengan perincian tesis. Jadi, sebenarnya proses tersebut di atas tidak bersifat linear, melainkan bersifat spiral yang berputar terus selama penulisan karya ilmiah. 3. JENIS KERANGKA TULISAN Ada berbagai jenis dan pengembangan kerangka tulisan dan sifatnya tidak terlalu baku, bergantung pada setiap disiplin ilmunya. Berikut ini, akan dikutip berbagai jenis dan pengembangan kerangka tulisan sebagaimana diuraikan oleh Keraf dalam bukunya Komposisi (1997). Kerangka tulisan yang diuraikan oleh Keraf adalah jenis dan pengembangan kerangka tulisan yang paling sering ditemui dalam berbagai karya ilmiah. Jenis kerangka tulisan dapat dikelompokkan berdasarkan dua hal, yakni berdasarkan perincian dan berdasarkan perumusannya. Kerangka tulisan yang disusun berdasarkan perincian terbagi dua. (1) Kerangka tulisan sementara atau nonformal, yaitu kerangka tulisan yang masih berubah sesuai dengan proses, baik pada saat dirujuk kembali pada tesis maupun pada saat proses menulis sedang berlangsung. JENIS BERDASARKAN PERINCIAN: Kerangka sementara Kerangka mantap (2) Kerangka tulisan formal adalah kerangka tulisan yang sudah mantap, tidak akan berubah lagi. Dengan demikian, biasanya, kerangka tulisan formal itulah yang akan menjadi bagian dari daftar isi karya ilmiah. 56 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Jenis kerangka tulisan berdasarkan perumusannya dapat digolongkan lagi ke dalam dua jenis kerangka tulisan sebagai berikut. (1) Kerangka tulisan kalimat. Kerangka jenis itu adalah kerangka tulisan yang unit-unitnya ditulis dalam perumusan kalimat. Kerangka seperti itu sangat berguna jika penulis tidak akan langsung menuangkan gagasannya ke dalam karyanya. Oleh karena disusun dalam kalimat lengkap, penulis tidak akan kehilangan arah dan tujuan pada saat penulisan tertunda agak lama. Jenis kerangka tulisan demikian, dilihat dari segi perinciannya, dikategorikan sebagai kerangka tulisan sementara. Biasanya, topik subunit terangkum dalam kerangka tulisan kalimat. JENIS BERDASARKAN PERUMUSANNYA: Kerangka kalimat Kerangka topik (2) Kerangka tulisan topik. Kerangka tulisan jenis itu adalah kerangka tulisan yang unit-unitnya ditulis dalam perumusan kata atau frase. Kerangka jenis itu berguna jika penulis akan langsung menulis karyanya atau penulis sudah mendekati penyelesaian. Oleh karena sifatnya yang pendek dan lugas, jika penulisan ditunda agak lama, biasanya, penulis akan mengalami kesulitan dalam mengingat kembali tujuan dari pokok persoalan yang tercantum dalam kerangka tulisan. Akibatnya penulis akan sulit mengarahkan pikirannya dalam proses menulis. Kerangka tulisan topik adalah kerangka yang tersusun sebagai kerangka tulisan formal. Pada saat penulis sudah merampungkan karyanya, ia akan harus merumuskan kembali kerangka tulisan dan penamaan unit-unit dalam kerangka tulisan. Pengembangan kerangka tulisan adalah penyusunan kerangka tulisan selama proses menulis. Masalah yang penting dalam pengembangan kerangka tulisan adalah kemantapan dalam tujuan penulisan. Sebenarnya, harus diketahui berdasarkan tujuan apakah penulis menyusun tulisannya? Dengan demikian, jika telah diketahui benar tujuan penulisan akan lebih mudah bagi penulis memilih jenis pengembangan kerangka tulisan yang dikehendakinya. Pengelompokan kerangka tulisan berdasarkan PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA PENGEMBANGAN KERANGKA TULISAN adalah penyusunan kerangka karangan selama proses menulis. 57 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah pengembangannya terbagi atas dua kelompok utama dengan beberapa subkelompoknya. Pengembangan kerangka tulisan secara alamiah adalah pengurutan pokok pikiran sesuai dengan kenyataan yang sesuai dengan dimensi kehidupan manusia. Kerangka alamiah terdiri atas tiga jenis kerangka tulisan. (1) Pengembangan spasial atau ruang adalah pengembangan kerangka tulisan yang bertalian dengan lokasi kejadian. Sifat uraiannya lebih deskriptif. Biasanya, pengembangan harus dilakukan dengan menempatkan penulis dalam posisi pengamat dari suatu sudut tertentu dalam ruang. KELOMPOK UTAMA PENGEMBANGAN KERANGKA TULISAN: alamiah logis PENGEMBANGAN KERANGKA TULISAN ALAMIAH: spasial kronologis, dan topik yang ada (2) Pengembangan kronologis atau waktu adalah pengembangan kerangka tulisan berdasarkan urutan kejadian suatu peristiwa atau tahap kejadian. (3) Pengembangan berdasarkan topik yang ada adalah pengembangan kerangka tulisan berdasarkan hal, barang, atau peristiwa yang telah diketahui bagian-bagiannya. Untuk menggambarkan atau menguraikan suatu hal, barang, atau peristiwa mau tidak mau bagian-bagiannya harus dijelaskan secara berturut-turut dan logis. Pengembangan kerangka tulisan secara logis adalah pengurutan pokok pikiran yang sesuai dengan penalaran manusia dalam usaha mereka untuk menemukan landasan bagi setiap pokok persoalan. Sebenarnya, pengembangan secara logis tersebit mirip dengan pengembangan kerangka tulisan berdasarkan topik yang tersedia. Perbedaannya adalah dalam pengembangan kerangka tulisan yang logis, urutan topik dilakukan berdasarkan kepentingan tujuan penulisan. Pengembangan kerangka tulisan logis dapat dikelompokkan atas tujuh jenis kerangka tulisan. (1) Pengembangan klimaks-antiklimaks (2) Pengembangan umum-khusus atau khusus-umum (3) Pengembangan perbandingan dan pertentangan (4) Pengembangan sebab-akibat (5) Pengembangan pemecahan masalah (6) Pengembangan familiaritas 58 PENGEMBANGAN KERANGKA TULISAN LOGIS: Klimaks-antiklimaks Umum-khusus Perbandinganpertentangan Sebab-akibat Pemecahan masalah Familiaritas Akseptabilitas PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah (7) Pengembangan akseptabilitas Sebaiknya, berbagai jenis pengembangan kerangka tulisan itu kita kuasai. Dengan demikian, kita akan mudah menyusun pikiran kita dengan baik, tidak sampai terjadi kesalahan urutan berpikir. 4. DAFTAR PUSTAKA Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins College Publishers. Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit Univertas Trisakti. Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The University of Chicago Press. Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta: Akademika Pressindo. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa Indah. Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York: Syracuse University Press. Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB. Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook. Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 59 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 60 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 8: JENIS TULISAN 1. PENDAHULUAN Pada Modul 1 (Laras Ilmiah dan Ragam Bahasa) telah diuraikan dua kategori karya tulis, yaitu karya tulis fiksi dan nonfiksi. Sebuah karya tulis fiksi, atau sering disebut karya sastra, merupakan ekspresi diri penulisnya yang dihasilkan dari imajinasi penulis. Hasil karya penulis merupakan hasil rekaannya sendiri berdasarkan realitas di sekelilingnya. Sebaliknya, sebuah karya tulis nonfiksi merupakan hasil rangkaian fakta yang merupakan hasil pemikiran, gagasan, peristiwa, gejala, dan pendapat penulis. DUA KATEGORI KARYA TULIS 1. Fiksi Hasil rekaan penulis berdasarkan realitas. 2. Nonfiksi Hasil rangkaian fakta berdasarkan pemikiran, gagasan, peristiwa, dan pendapat penulis. Sebuah karya tulis ilmiah adalah karya tulis nonfiksi. Seorang penulis karya ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Akan tetapi, sebuah karya tulis pasti dibangun oleh bagian-bagian atau paragraf-paragraf. Setiap paragraf merupakan rangkaian fakta yang dialami penulis dan dapat dikembangkan dalam jenis tulisan yang berbeda bergantung tujuan penulis membahas topiknya (lihat kembali Modul 5, Topik dan Tesis). 2. REALITAS DAN FAKTA Dalam uraian di atas dibedakan antara pengertian realitas dan fakta. Seorang pengarang akan merangkai realitas kehidupan dalam sebuah cerita, sedangkan seorang penulis akan merangkai berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Realitas berarti bahwa peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara langsung dialami oleh penulis. Data realitas dapat berasal dari dokumen, surat keterangan, press release, surat kabar atau sumber bacaan lain, bahkan juga dari suatu peristiwa faktual. Fakta berarti bahwa rangkaian peristiwa atau percobaan yang diceritakan benar-benar dilihat, dirasakan, dan dialami oleh penulis (Marahimin, 1994: 37–38). PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA REALITAS Peristiwa yang digambarkan merupakan hal yang benar dan dapat dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara langsung dialami penulis. FAKTA Rangkaian peristiwa atau percobaan yang disampaikan benar-benar dilihat, dirasakan, dan dialami penulis 61 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 3. JENIS TULISAN DALAM LARAS ILMIAH Setiap tulisan pasti dibangun oleh beberapa bagian. Bagianbagian pembangun sebuah karya tulis akan mengandung beberapa jenis tulisan. Sebuah karya tulis berlaras ilmiah pun akan dibangun oleh beberapa jenis tulisan. Pada dasarnya, sebuah karya ilmiah merupakan sebuah tulisan nonfiksi yang bertujuan memberitahukan, menjelaskan, atau membuktikan suatu fakta kepada khalayak sasaran. Tekanan pada fungsi memberitahukan, menjelaskan, atau membuktikan menyebabkan jenis tulisan pada karya ilmiah merupakan eksposisi (memberitahukan, menjelaskan) dan argumentasi (membuktikan). Dalam usaha untuk menyampaikan karya ilmiah secara lebih akurat, karya ilmiah sering kali juga menampilkan jenis tulisan deskripsi (memerikan suatu keadaan atau seseorang) dan narasi (menceritakan). JENIS TULISAN DALAM LARAS ILMIAH 1. 2. 3. 4. EKSPOSISI ARGUMENTASI NARASI DESKRIPSI Argumentasi dalam karya ilmiah ditimbulkan oleh penyusunan fakta secara cermat dalam sistematik tulisan. Dengan demikian, fakta tersebut dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca diyakinkan akan kebenaran yang disampaikan karya ilmiah tersebut. Dalam Modul 5 (Topik dan Tesis) sudah diterangkan mengenai kaitan antara tujuan penulis dan jenis tulisan yang akan dihasilkannya. Berdasarkan perumusan tujuan secara baik, penulis dengan mudah menetapkan jenis tulisan yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. 62 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah BENTUK KARANGAN TUJUAN PENULIS EKSPOSISI (PAPARAN) Memberikan informasi, penjelasan, keterangan, atau pemahaman. ARGUMENTASI (BAHASAN) NARASI (KISAHAN) DESKRIPSI (PERIAN) Membuktikan pendapat atau pendirian penulis, meyakinkan pembaca agar menerima pendapat penulis yang berdasarkan pembuktian. Menceritakan baik berdasarkan observasi maupun kumpulan fakta. Menggambarkan bentuk objek pengamatan, sifatnya, rasanya, atau coraknya dengan mengandalkan pancaindra dalam proses penguraiannya. Berikut ini, akan diuraikan empat jenis karangan yang lazim ditemukan dalam karya ilmiah. A. Eksposisi (Paparan) Pada saat karya ilmiah berfungsi untuk memberitahukan dan menjelaskan sesuatu, jenis tulisan yang digunakan adalah eksposisi atau paparan. Eksposisi adalah tulisan yang berusaha memberi penjelasan atau informasi. Tulisan yang ekspositoris akan menguraikan sebuah proses, melukiskan proses pembuatan sesuatu yang belum diketahui pembaca, atau proses kerja suatu benda (Keraf, 1997: 110). EKSPOSISI Jenis tulisan yang memaparkan, menjelaskan, atau menguraikan suatu topik, menyingkapkan buah pikiran, perasaan, atau pendapat penulisnya. Definisi lain dari eksposisi adalah tulisan yang berusaha menyingkapkan buah pikiran, perasaan, atau pendapat penulis untuk diketahui pembaca (Marahimin, 1994: 208). Ada beberapa jenis tulisan ekspositoris, di antaranya eksposisi yang menjelaskan suatu prosedur atau proses, memberikan dan menguraikan sebuah definisi atau pandangan, menerangkan arah, menjelaskan dan menafsirkan gagasan, menerangkan bagan atau tabel, mengulas suatu hal atau peristiwa (Biagi, 1981: 53). PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 63 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Pada dasarnya, dalam sebuah karya ilmiah, eksposisi menghimpun dua hal, yakni pencerapan alat indra (deskripsi) dan penggalian referensi. Pada saat eksposisi melukiskan sesuatu, jenis tulisan deskripsi akan muncul juga. Dalam usaha lainnya, seperti menguraikan, menafsirkan, menjelaskan, eksposisi berusaha untuk merangkaikan atau merangkum sebuah hasil riset berdasarkan percobaan, akumulasi data, perluasan pemikiran, atau pengamatan. Dalam tulisan ekspositoris ada suatu bagian simpulan atau saran yang akan mengakhiri tulisan tersebut (Marahimin, 1994: 210). B. Argumentasi (Bahasan) Argumentasi adalah penulisan yang bertujuan untuk meyakinkan orang, membuktikan pendapat atau pendirian pribadi, atau mengubah pendapat pembacanya. Dalam karya tulis ilmiah, bentuk argumentasi dianjurkan karena karya ilmiah juga harus dapat meyakinkan pembaca akan pendapat penulis. Oleh karena itu, argumentasi harus dibangun dengan menyusun alasan secara logis. Alasan disusun berdasarkan penjelasan atau kutipan dan fakta-fakta yang tepat. ARGUMENTASI Jenis tulisan yang menekankan pembuktian berdasarkan penalaran yang logis dan kritis. C. Narasi (Kisahan) Narasi adalah penulisan yang sifatnya bercerita, baik berdasarkan pengamatan atau observasi maupun berdasarkan pengalaman. Jenis tulisan itu digunakan pada saat penulis harus menyampaikan hasil observasinya. Dalam menyampaikan perilaku dari objek penelitiannya, misalnya, seorang penulis akan menyampaikan laporan yang berisi himpunan informasi faktual mengenai suatu peristiwa dan situasi. Jenis tulisan yang digunakan dalam laporan itu adalah narasi, kisahan, atau penceritaan. Narasi dalam hal demikian bukan narasi rekaan atau imajinatif, melainkan narasi yang merupakan himpunan peristiwa yang diuraikan secara berurutan dan logis. Narasi berusaha untuk mengisahkan suatu peristiwa atau kejadian secara kronologis (Keraf, 1997: 109). NARASI Jenis tulisan yang bercerita, baik berdasarkan pengamatan atau observasi maupun pengalaman, yang biasanya tersusun secara kronologis. Narasi bersifat menghimpun informasi berdasarkan pengamatan, wawancara, dan bacaan. Oleh karena itu, narasi 64 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah dalam karya ilmiah merupakan himpunan peristiwa yang faktual, bukan realistis (Marahimin, 1994:37–38). Dalam karya ilmiah, narasi bertujuan menyampaikan sebuah peristiwa secara kronologis. Peristiwa itu digunakan sebagai ilustrasi untuk menguatkan uraian yang sedang disampaikan oleh penulis. Penulisan narasi yang baik membutuhkan tiga hal, yaitu a. kalimat pertama dalam paragraf harus menggugah minat pembaca, SYARAT KEBAHASAAN NARASI b. kejadian disusun secara kronologis, dan c. berfokus pada tujuan akhir yang jelas. Narasi yang tersusun dengan baik akan menggunakan hal berikut ini. (1) keterangan waktu (2) keterangan yang berkaitan dengan pekerjaan atau peristiwa (3) kata-kata peralihan yang mengungkapkan kaitan pikiran kaitan waktu kaitan hasil pertentangan D. Deskripsi (Perian) Terkait dengan narasi adalah jenis tulisan deskripsi. Deskripsi adalah tulisan yang berusaha untuk menggambarkan bentuk objek pengamatan: rupanya, sifatnya, rasanya, atau coraknya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Deskripsi juga merupakan penulisan yang menggambarkan perasaan, seperti bahagia, takut, sepi, sedih, atau gembira. Tujuan dari deskripsi adalah membantu pembaca untuk membayangkan seseorang, merasakan suatu suasana, atau memahami suatu sensasi atau emosi. Ungkapan bahasa penulis diharapkan akan menggugah imajinasi pembaca. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA DESKRIPSI Jenis tulisan yang memerikan atau memerinci dengan cermat suatu objek pengamatan ataupun perasaan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 65 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Deskripsi bertalian dengan pelukisan kesan yang tertangkap oleh pancaindra penulis berkaitan dengan sebuah objek atau peristiwa (Keraf, 1997: 109–110). Menurut Marahimin (1994: 38), dalam penulisan deskripsi, yang ditulis adalah fakta, bukan realitas. Deskripsi adalah hasil observasi dengan menggunakan pengindra penulis. Ada dua jenis deskripsi, yaitu deskripsi ekspositoris dan deskripsi impresionistis (Marahimin, 1994: 46). Deskripsi ekspositoris adalah deskripsi yang sangat logis yang isinya merupakan daftar perincian yang disusun menurut sistem atau urutan logis dari objek yang diamati. Deskripsi impresionistis adalah deskripsi yang menggambarkan impresi penulis atau untuk menstimulir pembaca dengan lebih menekankan kesan yang timbul pada saat penulis melakukan observasi. Urutan pemerian dilakukan berdasarkan kuat atau lemahnya kesan penulis terhadap objek yang ditulis. Dalam menulis sebuah deskripsi ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu JENIS DESKRIPSI 1. Deskripsi ekspositoris Jenis deskripsi yang sangat logis dan disusun mengikuti urutan logis objek yang di-amati. 2. Deskripsi impresionistis Jenis deskripsi yang memeri-kan kesan yang diperoleh penulis dari objek pengamatan-nya. SYARAT KEBAHASAAN DESKRIPSI (1) Fokus penggambaran harus tercantum dalam kalimat topik paragraf. (2) Suasana peristiwa dapat dirasakan melalui pilihan kata yang baik. (3) Pengembangan paragraf harus dilakukan secara efektif, masuk akal atau logis, dan dipikirkan dan dirancang dengan cermat dan teliti. Deskripsi orang, sebaiknya, menggambarkan 66 Penampilan seseorang, Moral atau etika yang dianut seseorang Perilaku seseorang, terutama dalam saat tertentu Sifat seseorang Suara dan cara seseorang berbicara Sikap seseorang terhadap orang lain. SYARAT KELENGKAPAN DESKRIPSI BERDASARKAN OBJEK PENGAMATAN PENULIS PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Deskripsi tempat menggambarkan suatu lokasi dan, sebaiknya, dapat menjawab pertanyaan berikut Apakah gambaran diberikan atas dasar pencerapan seluruh pancaindra atau hanya berdasarkan penglihatan? Apakah penggambaran dilakukan pada satu saat tertentu? Apakah perincian ditata dalam urutan yang logis? Apakah sudut pandang yang konsisten dipertahankan selama deskripsi dilakukan? Apakah penggunaan kata sifat dalam deskripsi tersebut jelas dan tepat? Apakah kata kerja yang digunakan memberikan gambaran yang tepat? Apakah kata benda yang digunakan betul-betul khusus? Deskripsi waktu harus mencakup Keterangan waktu yang tepat Pengurutan yang kronologis dan logis Unsur perian orang dan tempat. Setiap jenis tulisan yang telah diuraikan itu secara bersamasama membangun keutuhan karya tulis ilmiah. Karya tulis ilmiah yang bersifat argumentatif dapat saja membangun alasan pembahasannya melalui paragraf yang berisi jenis tulisan yang bersifat deskriptif dan ekpositoris. Pada saat penyusunan sebuah laporan ilmiah, sebaiknya, diperhatikan penggunaan berbagai jenis tulisan itu. Dengan demikian, karya ilmiah tidak akan menjadi sebuah laporan ilmiah yang kering dan menjemukan. Alasan argumentasi dibangun atas berbagai paragraf yang mengandung narasi, deskripsi, dan eksposisi. Dengan proses itu, diharapkan bahwa pembaca akan dengan mudah memahami jalan pikiran penulis. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 67 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 4. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka. Biagi, Shirley.1981. How to Write and Sell Magazine Articles. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa Indah. Marahimin, Ismail. 1994. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya. Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara. Wishon, George E. dan Burks, Julia M. 1968. Let’s Write English. New York: American Book Company. 68 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 9: PARAGRAF 1. PENDAHULUAN Sebuah paragraf atau alinea adalah sebuah satuan pikiran yang membahas satu gagasan melalui sebuah rangkaian kalimat yang saling berhubungan. Gagasan yang terdapat dalam paragraf diuraikan pula oleh uraian-uraian tambahan untuk memperjelas gagasan utama. PARAGRAF adalah satuan pikiran yang membahas satu gagasan melalui serangkaian kalimat. Panjang sebuah paragraf tidak pasti karena panjang pendeknya sebuah paragraf ditentukan oleh kejelasan dan ketuntasan uraian yang berhubungan dengan gagasan utama paragraf. Contoh (1) Lukisan yang menggambarkan keindahan pemandangan yang digantungkan di dinding berwarna putih atau warna terang, bisa memberikan suasana yang amat teduh. Suasana seperti itu ditemui di lobi hotel atau restoran. Banyak dinding hotel dihiasi lukisan yang menggambarkan seni dan budaya Indonesia. Manfaat sebuah paragraf pertama-tama adalah untuk memudahkan orang mengerti dan memahami sebuah tema. Selain itu, sebuah paragraf bermanfaat untuk memisahkan sebuah tema dari tema yang lain dan untuk memberikan penekanan pada satu tema. Dalam sebuah karya tulis dapat kita bedakan tiga jenis paragraf, yakni paragraf pembuka, paragraf isi, dan paragraf penutup. Paragraf pembuka adalah paragraf yang terdapat di awal karya tulis dan merupakan bagian yang mengantar pokok pikiran yang terdapat dalam karya tulis tersebut. Paragraf isi merupakan paragraf yang menguraikan inti permasalahan dalam sebuah karya tulis; paragraf penutup merupakan bagian dari sebuah karya tulis yang menyimpulkan atau mengakhiri sebuah karya tulis. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA FUNGSI PARAGRAF 1. Memudahkan orang mengerti dan memahami tema. 2. Memisahkan sebuah tema dari tema lain dan memberi penekanan pada satu tema. JENIS PARAGRAF 1. Paragraf pembuka, 2. Paragraf isi, 3. Paragraf penutup 69 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 2. Syarat Pembentukan Paragraf Sebuah paragraf yang baik dan efektif memenuhi syarat-syarat berikut. a. Setiap paragraf hanya mengandung satu pokok pikiran atau gagasan utama. Pikiran-pikiran lainnya dalam sebuah paragraf hanya melengkapi pokok pikiran utama tadi. SYARAT PEMBENTUKAN PARAGRAF 1. Hanya ada satu gagasan 2. Ada kesatuan 3. Ada koherensi b. Setiap paragaraf harus memiliki kesatuan. Maksudnya dalam sebuah paragraf tidak boleh terdapat penjelasanpenjelasan yang saling bertentangan. c. Setiap paragaraf harus memiliki koherensi dan kesinambungan. Agar ada pengembangan yang baik dalam sebuah paragraf harus dipelihara keeratan hubungan antarkalimat serta tidak terdapat loncatanloncatan pikiran yang dapat membingungkan pembaca atau penyimpangan dari pokok pikiran utama. 3. Kalimat Topik Gagasan utama diuraikan dalam sebuah kalimat yang disebut kalimat topik. Kalimat topik mengungkapkan maksud pokok uraian paragaraf. Kalimat-kalimat lainnya berfungsi sebagai kalimat penjelas. KALIMAT TOPIK adalah kalimat yang mengandung gagasan utama. 4. Peletakan Kalimat Topik Ada tiga macam cara penempatan kalimat topik. a. Kalimat topik di awal paragraf, contoh: Landasan yang dapat didarati pesawat jet Fokker F28 dan sejenisnya akan ditambah tiga buah lagi pada tahun 2004. Dari 55 landasan yang dibina oleh Direktorat Jendral Perhubungan Udara, dewasa ini hanya 23 saja yang sanggup menampung pesawat Fokker F28. Di antaranya ialah Lapangan Udara Panasan di Solo, Ahmad Yani di Semarang, dan Supadio di Pontianak, yang semua diresmikan awal tahun ini. Sekarang landasan Blang Bintang di Banda Aceh, Sentani di Jayapura, dan Penfui di Kupang sedang diperpanjang dan diperluas. Pada akhir tahun ini, perbaikan ketiga landasan itu diharapkan 70 LETAK KALIMAT TOPIK 1. Di awal paragraf 2. Di awal dan di akhir paragraf 3. Di akhir paragraf PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah sudah selesai, dan pesawat jet jenis Fokker F28 dapat mendarat di sana dan memperluas jaringan lalu-lintas udara di tanah air kita. b. Kalimat topik di akhir paragraf, contoh: Setiap malam berpuluh ribu tikus menyerbu desa-desa di Kecamatan Pracimantoro. Segala macam tanaman, hingga pohon petai cina yang sudah tua, habis digerogoti tikus. Binatang peliharaan seperti ayam, kambing, dan sapi tidak luput dari serangan yang ganas itu. Apalagi bahan makanan. Memang itu dicari. Habis tandas ditelan tikus. Bahkan, penduduk beberapa desa terpaksa diungsikan karena ketakutan. Sampai sekarang masih ada orang yang tidak mau pulang ke kampung halamannya. Memang dahsyat sekali serangan hama tikus yang melanda Wonogiri pada tahun 1961-1963. c. Kalimat topik di awal dan di akhir paragraf, contoh: Pemerintah bukannya tidak tahu bahwa rakyat Indonesia haus akan rumah yang sehat dan kuat. Departemen PUTL sudah lama menyelidiki hal itu. Dicarinya bahan rumah yang kuat dan murah. Agaknya bahan perlit yang diperoleh dari batubatuan gunung berapi menarik perhatian. Bahan itu tahan api, tahan air, dan tahan suara. Karena berlimpah-limpah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur, harganya dapat ditekan menjadi murah. Lagi pula, perlit dapat dicetak menurut kemauan kita. Itulah sebabnya mengapa pemerintah berusaha membayar ratusan ribu rumah murah yang kuat dan sehat untuk memenuhi kebutuhan rakyat. 5. Unsur-unsur Kebahasaan Pembangun Paragraf a. Penunjukan, yakni penggunaan kata(-kata) untuk menun-jukkan atau mengacu kata(-kata) atau suatu acuan yang sudah disebutkan, misalnya kata itu, ini, tersebut, demikian. b. Penggantian, yakni penanda hubungan kalimat yang berupa kata(-kata) yang menggantikan kata(-kata) yang lain yang sudah disebutkan sebelumnya, misalnya PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 71 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah dengan kata ganti orang (dia, mereka, dan lain-lain), hal itu, itulah, itu, ini, sana, sini, situ, begitu, begini. c. Pelesapan, yakni ada unsur kalimat yang tidak dinyatakan secara tersurat pada kalimat berikutnya dan kehadiran unsur itu dapat diperkirakan atau dipulihkan. d. Perangkaian, yakni ada kata(-kata) yang merangkaikan kalimat satu dengan yang lainnya dengan: seperti sebaliknya, sesudah itu, dengan demikian, oleh karena itu, walaupun demikian, namun. e. Pengulangan, yakni ada kata(-kata) yang diulang dengan tujuan mendapat penekanan atau pementingan, atau pengulangan bentuk atau imbuhan. UNSUR KEBAHASAAN PEMBANGUN PARAGRAF 1. Penunjukan: ini, itu, tersebut, demikian. 2. Penggantian: hal itu, itulah, itu, ini, sana, sini, situ, begitu, begini 3. Pelesapan 4. Perangkaian: seperti, sebaliknya, sesudah itu, dengan demikian, oleh karena itu, walaupun demikian, namun 5. Pengulangan kata atau imbuhan 6. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka. Gunawan, dkk. 1994. Kiat Membuat Alinea. Jakarta: PT Aries Lima. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa Indah. Marahimin, Ismail. 1994. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya. Radikun, Tulus Budi S. 2002. Kiat Penulisan Efektif Laporan Pemeriksaan Psikologis. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, Fakultas Psikologi UI. Ramlan, M. 1993. Paragraf: Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Sakri, Adjat. 1988. Belajar Menulis Lewat Paragraf. Bandung: Penerbit ITB. Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Soeseno, Slamet. 1980. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Subiyakto, Markus G. 1996. Kiat Menulis Artikel Iptek Populer di Media Cetak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara. 72 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 10: PENGEMBANGAN PARAGRAF 1. PENDAHULUAN Dalam bagian terdahulu telah dibahas mengenai paragraf. Selanjutnya akan diuraikan bagaimana cara mengembangkan sebuah paragraf. Ada beberapa cara yang ditempuh seorang penulis untuk mengembangkan gagasan utamanya. 2. Pola Pengembangan paragraf Pola pengembangan yang dipakai seorang penulis untuk mengem-bangkan tema tulisannya adalah dengan cara-cara sebagai berikut. a. Penambahan PENAMBAHAN Pola pengembangan paragraf dengan cara penambahan dilakukan seperti dalam contoh berikut. Persoalannya mereka khawatir setelah renovasi mereka tidak dapat berdagang di lokasi itu. Di samping itu, mereka juga mengharapkan dapat menjadi pelaksana renovasi pasar tersebut. b. Urutan peristiwa dan waktu URUTAN PERISTIWA DAN WAKTU Pola pengembangan paragraf dengan cara urutan peristiwa dan waktu tampak dalam contoh berikut. Baru-baru ini Dr.Osofsky mengatakan, “Bayi-bayi yang cerdik itu lebih banyak memandang kepada ibunya untuk mengatakan sesuatu. Kemudian, sang ibu akan tersenyum pada bayinya, mengusap pipinya, dan dengan cepat mendekapnya. c. Perlawanan atau pertentangan Pola pengembangan paragraf dapat juga dilakukan dengan cara perlawanan atau pertentangan seperti dalam contoh berikut. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA PERLAWANAN ATAU PERTENTANGAN 73 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Dr. Kinichi menekankan, mereka menghadapi krisis energi, kekurangan tenaga kerja, miskinnya sumber daya alam, dan pasar dalam negeri yang terbatas. Walaupun demikian, pengusaha Jepang tidak menyerah dan mengupayakan semua potensi untuk bisa bertahan. d. Peningkatan PENINGKATAN Paragraf berikut dikembangkan dengan cara peningkatan menjadi lebih dari pernyataan sebelumnya. Jadi jelas, jika data yang diberikan oleh South ini sahih, penduduk Jakarta sebenarnya sedang mengalami krisis air minum. Bahkan, majalah itu juga menyebutkan bahwa hanya sepuluh persen saja penduduk Jakarta yang bisa menikmati air bersih. Selebihnya bisa jadi menikmati air yang sarat dengan bakteri coli itu. e. Sebab-akibat SEBAB - AKIBAT Cara pengembangan paragraf yang paling sering dilakukan adalah pengembangan dengan menyusun peristiwa dalam urutan sebab-akibat. Contoh berikut memperlihatkan hubungan itu. Menurut Harsya, dalam keadaan sekarang jika sekolah hanya boleh dipakai pada pagi hari, akan banyak anak usia sekolah yang tidak tertampung. Karena itu, katanya, masalah ini harus dilihat sebagai masa transisi. f. Syarat SYARAT Paragraf dapat pula dikembangkan dengan mengemukakan syarat, seperti dalam contoh berikut. Dengan kekuatan ekonominya saat ini, masyarakat Amerika menganggap Jepang berusaha menghancurkan ekonomi mereka. Jika demikian halnya, benarkah peringatan 55 tahun serangan terhadap Pearl Harbor dilakukan untuk menggaungkan kembali kesan bahwa Jepang tetap musuh Amerika yang berbahaya? 74 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah g. Cara CARA Contoh berikut memperlihatkan pengembangan paragraf yang mengemukakan cara. Kebanyakan penduduk yakin, Moskow yang berjarak delapan ribu kilometer dari wilayah itu (Kepulauan Kuril) telah menyerahkan kepulauan itu kepada Jepang. Dengan itu, mereka berharap, Jepang akan membayar beberapa juta yen yang akan sangat berguna untuk membantu perekonomian Rusia yang lumpuh ketika itu. KESIMPULAN h. Kesimpulan Pengembangan paragraf dapat dilakukan mengemukakan sebuah kesimpulan. Contoh dengan Hakim dengan menggunakan hukum acara perdata sebagai “aturan permainan” melalui putusan-putusannya menciptakan hukum. Dengan demikian, hakim seperti halnya pembentuk undang-undang adalah pembentuk hukum juga. i. Kegunaan KEGUNAAN Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan paragraf ialah dengan penyebutan kegunaan, seperti dalam contoh berikut ini. Menurut Syahrir, program pemerataan pembangunan memang sulit dipacu karena pemerintah menghadapi persoalan yang cukup berat, yakni menipisnya anggaran dana pembangunan. Untuk itu, katanya, sebaiknya kebijakan pemberian saham 1-5 persen dari BUMN dan swasta kepada koperasi dialihkan untuk membantu program-program inpres. j. Contoh CONTOH Untuk mengembangkan sebuah pokok pikiran yang sulit sebaiknya dipakai cara pengembangan melalui contoh, seperti terlihat dalam contoh berikut ini. Saat ini pelbagai upaya pemerataan itu sudah dilakukan. Misalnya, program-program inpres, kemitraan usaha antara PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 75 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah bapak angkat dan anak angkat, serta penyebaran proyek pembangunan di semua daerah. Hal yang lebih baru dan mendasar adalah pengalihan saham dari perusahaan besar dan sehat kepada koperasi serta penyediaan kredit usaha kecil oleh perbankan. PERBANDINGAN k. Perbandingan Pengembangan paragraf melalui perbandingan sering dipakai dalam sebuah karya tulis, contoh Walaupun jelas berbeda dalam hal panjang, dari segi bangunnya paragraf dan esai itu sama. Misalnya, paragraf diawali dengan kalimat topik. Dalam esai, paragraf pertama merupakan pendahuluan yang memperkenalkan bahan bahasan dan menetapkan fokus topik. Begitu pula tubuh esai terdiri atas rangkaian paragraf yang memperluas dan menunjang gagasan yang dikemukakan dalam paragraf pendahuluan. Akhirnya penyudah, baik berisi penegasan kembali, kesimpulan, ataupun pengamatan mengakhiri sebuah paragraf. Esai juga mempunyai sarana yang membawa gagasannya kepada ketuntasan. Walaupun dalam tulisan modern yang tercipta terdapat kekecualian atas rampatan di muka, kebanyakan paragraf dan esai paparan memiliki bangun yang serupa. l. Ibarat IBARAT Paragraf dapat pula dikembangkan dengan sebuah ibarat, seperti dalam contoh berikut. Lelaki tua itu menerangkan sedikit, menurut agama, setengah permulaan hidup seseorang berupa pendakian, dan setengah sisanya penurunan. Pada penurunan, hidup orang tidak lagi menjadi miliknya karena dapat diambil sewaktu-waktu. m. Daftar DAFTAR Yang dimaksud dengan pengembangan paragraf melalui daftar adalah pengembangan seperti dalam contoh berikut. Pola susunan sebab-akibat dipakai dalam tulisan ilmiah atau keteknikan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk (1) mengemukakan alasan dengan logis, (2) memerikan suatu 76 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah proses, (3) menerangkan mengapa sesuatu terjadi demikian, dan (4) meramalkan runtunan peristiwa yang akan datang. n. Definisi DEFINISI Dalam sebuah karya ilmiah seringkali dipakai pengembangan paragraf dengan definisi seperti dalam contoh berikut ini. Pembangunan tidak pernah, dan tidak akan dapat, didefinisikan dengan memuaskan bagi semua orang. Secara umum, pembangunan menunjuk kepada kemajuan yang diinginkan di bidang sosial dan ekonomi, tetapi manusia selalu berbeda-beda pendapatnya tentang apa yang diinginkannya. Sudah tentu pembangunan harus berarti perbaikan hidup, dan untuk itu pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi sangat menentukan. o. Pertanyaan PERTANYAAN Paragraf dapat dikembangkan pula melalui sebuah pertanyaan seperti dalam contoh berikut. Tahun 1961 David McClelland, seorang psikolog Universitas Harvard, menerbitkan The Achieving Society, sebuah upaya dengan ambisi yang luar biasa untuk mengetahui mengapa kebudayaan tertentu lebih berhasil dari yang lain. Mengapa di kalangan suku Afrika Barat, kaum Asyani dan Ibo begitu dominan dalam segi ekonomi? Mengapa bagitu banyak perdagangan di Asia Tenggara dikuasai oleh orang Cina perantau? Mengapa imigran Yahudi di Amerika Serikat maju lebih pesat dari kelompok yang lain? p. Gambaran GAMBARAN Variasi pengembangan paragraf dapat dilakukan dengan sebuah gambaran seperti dalam contoh berikut. Perikanan menduduki tempat penting dalam ekosistem dunia, baik dalam bidang ekonomi dunia maupun makanan manusia, dengan menyumbangkan 23 persen dari seluruh komsumsi protein hewani. Di beberapa negara berkembang, seperti juga di beberapa negara industri, ikan merupakan sumber protein hewani. Industri perikanan dilihat dari segi ekonomi juga penting. Bank Dunia memperkirakan bahwa dua belas juta PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 77 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah buruh di seluruh dunia hidup dengan menangkap ikan atau bertani ikan; jutaan lebih terlibat dalam pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran tangkapan mereka. q. Perincian PERINCIAN Dalam tulisan ilmiah sering kali dipakai paragraf dengan perincian seperti terlihat dalam contoh berikut. Di hutan Kalimantan hidup kera tak berekor, yang jika berdiri tingginya mencapai 1,14 meter dan disebut orang utan. Hanya anaknya yang mirip manusia. Dahi orang utan dewasa miring ke belakang. Di atas matanya yang jeluk terdapat pinggiran tulang yang menganjur. Hidung pesek, sementara sekat rongga hidungnya menganjur ke luar cuping hidung. Mulutnya menganjur monyong, dan bibirnya tipis dan pendek. Dagu tidak ada; leher pendek dan memiliki kantung leher. Si jantan biasanya berjanggut merah. PENGGOLONGAN r. Penggolongan Jika dalam sebuah tulisan ada beberapa fenomen yang harus dikelompokkan maka cara pengembangan paragraf dengan penggolongan banyak dipakai. Contoh: Dunia tumbuhan terbagi atas empat divisi yang besar, yakni tumbuhan daun (talofita), lumut (briofita), paku-pakuan (pteridofita), dan tumbuhan bunga (spermatofita). Setiap divisi itu terbagi lagi atas kelas, kelas atas bangsa, bangsa atas marga, dan marga atas jenis. Setiap jenis mempunyai satu varietas atau lebih. KLIMAKS s. Klimaks Pengembangan paragraf melalui cara klimaks dilakukan melalui peningkatan kepentingan atau perhatian terhadap gagasan-gagasan. Gagasan bawahan diurutkan sedemikian rupa sehingga gagasan yang berikutnya lebih tinggi daripada gagasan sebelumnya, seperti dalam contoh berikut. Segala kungkungan kini tak terasa lagi. Beban telah terlepas. Keterikatan tak lagi menyiksa. Kita bebas berbicara. Merdekalah kita sebenar-benarnya merdeka. 78 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 3. HUBUNGAN LOGIS ANTARKALIMAT Hubungan logis dalam paragraf adalah hubungan dalam rangkaian kalimat-kalimat yang ditata dengan baik dan masuk akal sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Dalam hubungan logis antarkalimat, pada dasarnya, kata sambung yang digunakan harus mengacu ke kalimat terdahulu. Perlu dicatat bahwa tidak semua kata sambung dalam kalimat dapat digunakan untuk menghubungkan kalimat-kalimat dalam paragraf. Kata sambung antarkalimat dapat juga digunakan untuk menghubungkan paragraf yang satu dengan yang lain. Di dalam penulisannya, kata sambung antarkalimat harus disertai koma. HUBUNGAN LOGIS adalah rangkaian kalimat-kalimat yang ditata dengan baik dan masuk akal sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Hubungan antarkalimat yang sering didapati dalam tulisan adalah sebagai berikut. (1) Hubungan akibat menyatakan akibat. Hubungan tersebut dimarkahi oleh: akibatnya, walhasil, alhasil, karena itu, oleh karena itu, oleh sebab itu, maka dari itu, sebagai akibatnya. (2) Hubungan konsekuensi. Hubungan yang menyatakan konse-kuensi ditandai oleh kata sambung dengan demikian, maka. (3) Hubungan sebab ditandai oleh kata sambung alasannya, sebabnya. (4) Hubungan tujuan ditandai oleh kata sambung untuk itu, untuk keperluan itu, untuk tujuan itu. (5) Hubungan perlawanan/konsesif ditandai oleh kata sambung meskipun demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, kendati demikian/begitu, bagaimanapun, akan tetapi, dan namun. Perhatikan: Jangan gunakan namun demikian karena ungkapan itu tidak ada artinya (bandingkan dengan tetapi demikian). (6) Hubungan pertentangan/kebalikan ditandai oleh kata sambung sebaliknya, sementara itu. (7) Hubungan waktu dapat dibedakan atas: PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 79 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah o hubungan keserempakan yang ditandai oleh kata sambung sementara itu, dalam pada itu, pada saat itu, pada saat yang bersamaan, ketika itu. o hubungan anterioritas yang ditandai oleh kata sambung sebelumnya, sebelum itu. o hubungan posteroritas yang ditandai oleh kata sambung sesudahnya, sesudah itu, setelah itu, kemudian. (8) Hubungan syarat ditandai oleh kata sambung jika demikian halnya, kalau begitu. (9) Hubungan urutan ditandai oleh kata sambung selanjutnya, demikian pula, Pertama ... Kedua, ... Ketiga, ... Terakhir, ... atau Pertama-tama, ... Kemudian, ... Akhirnya, ... . (10) Hubungan penambahan ditunjukkan oleh kata sambung selain itu, tambah lagi, lagi pula, di samping itu. (11) Hubungan keinklusifan dan keeksklusifan dinyatakan oleh kata sambung kecuali itu, tanpa itu, di satu pihak, ...; di pihak lain, ... . (12) Hubungan penegasan ditandai oleh kata sambung malahan, bahkan, memang, apalagi, terlebih lagi, dengan kata lain, singkatnya, singkat kata. (13) Hubungan penyimpulan ditandai oleh kata sambung jadi, kesimpulannya, demikianlah maka. (14) Hubungan pembenaran dinyatakan oleh kata sambung sesungguhnya, bahwasannya, sebenarnya. 4. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka. Gunawan, dkk. 1994. Kiat Membuat Alinea. Jakarta: PT Aries Lima. 80 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa Indah. Marahimin, Ismail. 1994. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya. Radikun, Tulus Budi S. 2002. Kiat Penulisan Efektif Laporan Pemeriksaan Psikologis. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, Fakultas Psikologi UI. Ramlan, M. 1993. Paragraf: Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia.. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Sakri, Adjat. 1988. Belajar Menulis Lewat Paragraf. Bandung: Penerbit ITB. Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Soeseno, Slamet. 1980. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Subiyakto, Markus G. 1996. Kiat Menulis Artikel Iptek Populer di Media Cetak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 81 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 82 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 11: RINGKASAN, IKHTISAR, ABSTRAK 1. PENDAHULUAN Pada saat menulis bab mengenai Kerangka Teori, berbagai teori dan konsep yang diajukan oleh para ahli harus dikumpulkan. Teori dan konsep itu menjadi landasan teoretis untuk menelaah data yang sudah dikumpulkan. Teori-teori itu dikumpulkan dari berbagai buku teori yang sudah dibaca dan dipahami. Pendapat-pendapat yang mendukung sudut pandang atau yang mendukung alasan penulis akan dikutip. Untuk dapat memperoleh inti sari mengenai sudut pandang ahli yang pendapatnya digunakan untuk menunjang sebuah karya tulis ilmiah, ada tiga langkah yang harus dilakukan. Pertama, penulis membuat ringkasan. Kedua, penulis membuat ikhtisar atau abstrak dari ringkasan yang telah dibuatnya. Ketiga, menyusun segala pengetahuan yang diperoleh dari bacaan dalam sebuah sintesis. Semua kegiatan itu disebut sebagai kegiatan mereproduksi sebuah karya ilmiah. Jadi, reproduksi meliputi kegiatan membuat kutipan, membuat ringkasan, membuat ikhtisar atau abstrak, dan menyusun sintesis. Modul ini hanya akan membahas masalah ringkasan, ikhtisar, dan abstrak. Masalah sintesis akan dibahas dalam Modul 14. 2. RINGKASAN Salah cara untuk memahami sebuah teori adalah dengan membuat ringkasan. Ringkasan adalah penyajian kembali (reproduksi) suatu karya tulis atau peristiwa yang panjang dalam bentuk yang singkat. Ringkasan adalah sari tulisan tanpa hiasan. Ringkasan itu dapat merupakan ringkasan sebuah buku, ringkasan sebuah bab, ataupun ringkasan sebuah artikel. Fungsi ringkasan adalah memahami dan mengetahui isi sebuah buku atau tulisan. Dengan membuat ringkasan, kita mempelajari cara seseorang menyusun pikirannya dalam gagasan-gagasan yang diatur dari gagasan yang besar PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA LANGKAH MEMPEROLEH INTI SARI BACAAN 1. Membuat ringkasan 2. Membuat ikhtisar atau abstrak 3. Menyusun sintesis RINGKASAN adalah 1. Reproduksi tulisan atau peristiwa yang panjang dalam bentuk yang singkat 2. Sari tulisan tanpa hiasan. FUNGSI RINGKASAN 1. Memahami dan mengetahui isi sebuah tulisan 2. Mempelajari cara penulis menyusun pikirannya 3. Menangkap pokok pikiran dan tujuan penulis 83 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah menuju ke gagasan-gagasan penunjang. Melalui ringkasan, kita dapat menangkap pokok pikiran dan tujuan penulis. Untuk memperoleh ringkasan yang baik, bagian-bagian yang dapat dihilangkan adalah keindahan gaya bahasa, ilustrasi atau contoh, dan penjelasan yang terperinci. BAGIAN-BAGIAN YANG DIHILANGKAN 1. Keindahan gaya bahasa. 2. Bagian ilustrasi atau contoh. 3. Penjelasan yang terperinci. Meskipun memiliki bentuk yang ringkas, sebuah ringkasan tetap mempertahankan pola pikiran dan cara pendekatan penulis asli. Jadi, ringkasan tetap disusun dengan suara asli penulis. Ringkasan harus langsung diawali bagian-bagian tulisan asli. Ringkasan tidak perlu diawali dengan dengan kalimat pembuka, seperti “Dalam tulisannya, penulis berpendapat bahwa...” Syarat ringkasan yang baik adalah (1) Ringkasan tetap mempertahankan urutan pikiran dan cara pendekatan penulis asli. (2) Ringkasan tidak boleh mengandung hal baru, pikiran, atau opini dari pembuat ringkasan, baik yang dimasukkan secara sadar maupun tidak sadar. (3) Ringkasan harus disampaikan dengan suara asli penulis, bukan dengan suara pembuat ringkasan. SYARAT RINGKASAN YANG BAIK 1. 2. 3. Tetap mempertahankan urutan pikiran dan cara pendekatan penulis asli Tidak mengandung hal, pikiran, atau opini dari peringkas Disampaikan dengan suara asli penulis Untuk dapat membuat sebuah ringkasan yang baik, dibutuhkan langkah-langkah sebagai berikut. (1) Membaca naskah atau teks asli beberapa kali. (2) Mencatat gagasan utama penulis. Dalam artikel, harus dicatat kalimat topik pada setiap paragraf. (3) Membuang paragraf yang berisi contoh, deskripsi, atau kutipan. LANGKAH MEMBUAT RINGKASAN (4) Membuang berbagai keterangan tambahan yang tidak penting dalam sebuah kalimat. (5) Mengubah dialog langsung ke dalam bentuk tidak langsung. 84 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah (6) Sedapat mungkin, menggunakan kalimat tunggal. (7) Menyusun ringkasan dengan mempertahankan susunan gagasan penulis asli. 3. IKHTISAR DAN ABSTRAK Istilah ringkasan seringkali dikacaukan dengan istilah ikhtisar atau abstrak. Memang, keduanya merupakan inti sari dari sebuah teks asli. Akan tetapi, ada perbedaan besar dalam teknik pembuatannya. Sebuah ikhtisar atau abstrak dibuat, jika penyusunnya sudah mampu membuat ringkasan dari sebuah teks. Jadi, penyusunan ikhtisar atau abstrak adalah langkah berikut setelah disusun sebuah ringkasan. A. IKHTISAR Ikhtisar adalah rangkuman gagasan yang dianggap penting oleh penyusun ikhtisar yang digali dari sebuah teks yang dibacanya. Penyusun ikhtisar dapat langsung mengemukakan inti atau pokok permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan atau perhatiannya. Dalam penyusunan ikhtisar, urutan dari teks asli tidak perlu dipertahankan. Ikhtisar tidak akan memberikan isi keseluruhan dari tulisan asli secara proposional. Bab-bab atau bagian dari teks asli yang dianggap kurang penting oleh penyusun ikhtisar dapat diabaikan. Sebuah IKHTISAR dibuat setelah penyusun ikhtisar mampu membuat RINGKASAN. IKHTISAR adalah rangkuman gagasan yang dianggap penting oleh penyusun ikhtisar yang digali dari teks yang dibacanya. Dalam penyusunan ikhtisar, urutan dari teks asli tidak perlu dipertahankan. Ciri sebuah ikhtisar adalah Merupakan tulisan baru yang mengandung sebagian gagasan dari teks asli yang dianggap penting oleh penyusun ikhtisar, Tidak mengandung hal baru, pikiran, atau opini penyusun ikhtisar, baik yang dimasukkan secara sadar maupun tidak sadar, dan Menggunakan kata-kata dari penyusun ikhtisar sendiri. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA CIRI IKHTISAR 85 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Sebuah ikhtisar yang baik disusun berdasarkan tujuh langkah berikut ini. (1) Menetapkan tujuan membaca: gagasan apa yang saya butuhkan? (2) Membaca dengan cermat: apa relevansi gagasan yang saya perlukan itu dalam konteks tulisan saya ini? LANGKAH MEMBUAT IKHTISAR (3) Mencatat gagasan yang penting dari sudut pandang penyusun ikhtisar dengan kata-katanya sendiri. (4) Menyusun kerangka tulisan. (5) Menulis ikhtisar. (6) Memeriksa kembali tulisan asli untuk meyakinkan bahwa semua gagasan yang penting telah tergali. (7) Mengoreksi kesalahan bahasa dan kesalahan cetak. Contoh-contoh penggunaan ikhtisar dapat ditemukan dalam penulisan teras berita (lead) di surat kabar, sampul belakang buku, kilasan berita, dan ulasan buku, film, atau sandiwara. B. ABSTRAK Sebenarnya, abstrak dan ikhtisar merupakan dua kata yang bermakna kurang lebih sama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tercantum bahwa kata abstrak berarti ‘ringkasan; inti; ikhtisar (tulisan, laporan, dsb.)’, sedangkan kata ikhtisar berarti ‘pandangan secara ringkas (yang penting-penting saja); ringkasan’. Istilah Abstrak berasal dari bahasa Inggris, sedangkan istilah ikhtisar berasal dari bahasa Arab. Jadi, sebenarnya, abstrak berpadanan dengan ikhtisar. Akan tetapi, di Indonesia, istilah ikhtisar dibedakan dari istilah abstrak. Ikhtisar merupakan rangkuman gagasan yang berlaku dalam laras umum, sedangkan abstrak merupakan rangkuman atau ikhtisar yang berlaku dalam laras ilmiah. Oleh karenanya, berlaku format tertentu bagi abstrak, baik untuk jurnal maupun untuk karya tulis ilmiah, yang secara umum meliputi aspek (1) Latar belakang dan tujuan penelitian, ABSTRAK dan IKHTISAR memiliki arti yang sama. ABSTRAK dari bahasa Inggris. IKHTISAR dari bahasa Arab. IKHTISAR merupakan rangkuman gagasan yang berlaku dalam laras umum. ABSTRAK merupakan rangkuman atau ikhtisar yang berlaku dalam laras ilmiah. FORMAT ABSTRAK (2) Bahan dan metode penelitian, 86 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah (3) Hasil dan kesimpulan. Perbedaan dalam penyusunan kedua abstrak adalah pada jumlah kata. A. Untuk skripsi atau laporan tugas akhir, panjang abstrak 200—250 kata. B. Untuk jurnal ilmiah, panjang abstrak 75—100 kata dan diletakkan di awal sebuah artikel serta berlaku sebagai teras artikel (beranalogi dengan teras berita). ABSTRAK SKRIPSI ABSTRAK JURNAL ILMIAH Contoh abstrak dapat dilihat di Lampiran M11-1 modul ini. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 87 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 4. DAFTAR PUSTAKA Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins College Publishers. Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit Univertas Trisakti. Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The University of Chicago Press. Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta: Akademika Pressindo. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa Indah. Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York: Syracuse University Press. Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB. Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook. Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers. 88 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 5. LAMPIRAN M11-1 Contoh Abstrak dari Berbagai Bidang Ilmu ABSTRAK 1 Identitas adalah isu sentral dalam perjalanan sebuah bangsa, tidak terkecuali bangsa Inggris. Dengan melihat perjalanan konsentrasi identitas bangsa Inggris dari abad ke-18, tulisan ini berusaha untuk memahami proses budaya yang membentuk identitas. Berbagai faktor internal dan eksternal mempengaruhi proses ini dan meyakinkan bahwa identitas bangsa Inggris sedang diperdebatkan. Berbagai makna seputar identitas Inggris juga dibahas untuk menunjukkan adanya negosiasi dalam proses pembentukan identitas. Pada akhir pembahasan, terlihat bahwa identitas lebih bersifat majemuk. Akan tetapi, masa depan Inggris, sebagai sebuah komunitas imajiner, ketika semua elemen masyarakat merasa dihargai, memiliki kesempatan yang sama dalam mengaktualisasi diri dan menikmati persahabatan dalam semangat keberagaman, masih perlu dilihat kemudian. (Junaidi, Wacana 4, 1, April, 2002: 54) ABSTRAK 2 Konflik antara warga komunitas setempat dan pihak pengusaha Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dilaporkan telah terjadi dan berlangsung di berbagai kawasan hutan konsesi di luar Jawa. Temuan penelitian lapangan pada dua komunitas yang berada di dalam satu kawasan konsesi hutan di daerah Kabupaten Jayapura, Irian Jaya, yang dibahas dalam makalah ini, menguatkan laporan tersebut, dan menunjukkan bahwa konflik juga terjadi di antara warga komunitas berkenaan dengan masalah pelanggaran batas wilayah penguasaan dan perebutan akses pada kesempatan kerja di perusahaan HPH. Secara khusus, makalah ini membahas bentuk-bentuk nyata dari konflik tersebut dan proses serta mekanisme-mekanisme penanganan konflik tersebut. (Iwan Tjitradjaja, Ekonesia 1, 1, Mei, 1993: 58) ABSTRAK 3 Pengalaman dengan alley farming dan bentuk-bentuk lain dalam pelestarian lahan di Nusa Tenggara berawal setidak-tidaknya sejak permulaan abad ini. Sejak itu, petani maupun organisasi pembangunan telah mengadaptasi dan mengembangkan teknologi tersebut ke dalam sistem pertanian dataran tinggi untuk memenuhi kebutuhan penduduk setempat. Alley farming menjadi landasan dari sejumlah kegiatan yang semuanya bertujuan menghasilkan keanekaragaman tanaman dan memperbaiki sistem pertanian dataran tinggi. Tulisan ini menguraikan pengalaman dan evolusi teknologi alley farming di Nusa Tenggara, serta menunjukkan upaya dan pendekatan yang menjadi kunci keberhasilan pengelolaan lahan di kawasan ini. (Larry A. Fisher dan Julia DiPietro, Ekonesia 1, 1, Mei, 1993: 70) PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 89 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah ABSTRAK 4 Spektrometer massa Quadrupole digunakan untuk menganalisis berkas ion dengan perbandingan massa spesifik terhadap muatan. Untuk menganalisis spektrum massa ion metal cair, dipersiapkan sumber ion metal cair yaitu CuP, dan kestabilannya dianalisis untuk pengamatan terhadap kemungkinan terjadinya pergeseran arus ion fosfor selama penelitian berlangsung. Pengukuran arus ion fosfor satu jam dan sembilan jam menunjukkan bahwa sumber ion metal cair tetap stabil tanpa adanya indikasi terjadinya pergeseran arus ion fosfor. Pengukuran selanjutnya dilakukan selama 21 jam secara kontinu setelah dilakukan pembakaran pertama. Hasilnya menunjukkan adanya stabilitas yang konsisten tanpa terjadi pergeseran. Setelah berjalan 21 jam arus fosfor dihentikan karena sumber reservoir metal cair telah habis terpakai. (R.H.Rusli, Makara* 7B, Mei, 2000: 71) [*7 = nomor seri; B = seri majalah) 90 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 12: MEMBACA KRITIS 1. PENDAHULUAN Dalam kegiatan penulisan ilmiah, ada sebuah tahap penting yang tidak dapat dihindari. Tahap itu adalah tahap membaca karya ilmiah lain, baik yang berupa bacaan tentang teori maupun yang berupa laporan hasil penelitian. Dalam kegiatan itu, isi buku atau laporan dibaca dengan baik dan teliti. Tidak jarang, akan ditemukan beberapa buku yang membahas topik yang sama. Pada saat membaca, kita harus dapat membandingkan buku-buku itu dan mencari letak persamaan dan perbedaan dari buku-buku tersebut. Kegiatan itulah yang disebut sebagai membaca kritis dan hasil dari membaca kritis adalah sebuah sintesis. Menulis karya ilmiah selalu dimulai oleh kegiatan MEMBACA karya ilmiah. 2. BACAAN DAN SINTESIS Pada saat penulis membaca, mencerna, dan menata informasi yang diperoleh dari sumber rujukan, ia sekaligus mengembangkan dan mempertajam gagasannya. Penulis tidak boleh tenggelam dalam bacaan dan membiarkan bacaan menguasainya sehingga penulis bingung. Agar tidak tenggelam dalam bacaan, penulis harus selalu mempertanyakan apakah sumber yang dibacanya dapat menjelaskan dan menunjang pokok pikirannya. Kegiatan membaca sebagai bagian tak terpisahkan dari penyusunan sintesis. Pada saat mencatat bagian teks dari sumber rujukannya, penulis harus mencantumkan bagian dari kerangka tulisan yang akan ditunjang oleh kutipan itu. Pada saat menyusun makalahnya, penulis harus memastikan bahwa setiap paragraf berfokus pada sebuah kesimpulan sementara yang diperolehnya pada saat ia membaca sumber rujukan. Dengan demikian, makalah penulis akan merupakan hasil sintesis yang mencerminkan proses berpikir penulis dan tidak sekadar hasil “suntingan” penulis. Karya “SUNTING”-an adalah karya “suSUN” dan “gunTING” dari berbagai teori tanpa ada suatu benang merah pemikiran yang mengikat berbagai kutipan tersebut. Sintesis berkembang dan menjadi KEGIATAN MEMBACA MENUJU PENYUSUNAN SINTESIS PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 91 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah matang sepanjang proses penulisan dengan langkah-langkah berikut. (1) Membaca sumber secara cepat dan kritis. (2) Menyarikan gambaran umum dan ancangan yang dipilih oleh sumber rujukan berkaitan dengan topik yang sedang digarap. (3) Mencatat pokok pikiran yang mengaitkan gagasan dasar penulis dengan sumber rujukan yang dibacanya. (4) Mencatat pula reaksi atau kritik penulis terhadap teori yang diajukan dalam sumber rujukan. Langkah keempat itu penting agar penulis tidak lupa pada alasannya mengutip sebuah sumber. Selain itu, langkah itu akan memudahkan penulis dalam menyusun argumentasinya. 3. TEKNIK MEMBACA Seorang penulis dianggap sebagai penulis yang baik jika ia berhasil mengumpulkan berbagai informasi dan menyampaikannya secara jelas dan logis. Untuk itu, penulis harus dapat menganalisis sumber rujukan dengan membaca secara cermat dan kritis. Penulis juga akan dianggap ahli dalam bidangnya jika mampu (1) Menarik kesimpulan bertentangan, dari berbagai opini yang (2) Mempertimbangkan berbagai data yang berbeda dan berasal dari sumber yang berbeda, HASILKEGIATAN MEMBACA (3) Menengahi pendapat yang bertentangan, dan (4) Menampilkan sebuah pendapat baru berdasarkan bahan bandingan dari berbagai sumber rujukan tersebut. Sebelum membaca secara kritis, ada dua langkah yang perlu dilakukan dalam menyeleksi sumber rujukan. Langkah pertama adalah mengevaluasi sumber rujukan yang akan digunakan. Pada tahap tersebut, penulis harus mampu membaca secara selintas (skimming) berbagai buku dan artikel untuk dapat memilah sumber rujukan yang tepat bagi topiknya (lihat Modul 9). Dengan membaca selintas, penulis 92 DUA LANGKAH MENYELEKSI SUMBER RUJUKAN PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah dapat memilih sumber rujukan yang tepat dan, kemudian, membaca ulang sumber tersebut secara lebih baik. Langkah kedua adalah membaca ulang sumber rujukan yang terpilih secara lengkap. Dalam membaca secara lebih cermat ini, penulis harus dapat menangkap inti permasalahan yang diajukan oleh penulis sumber rujukan yang bersangkutan. Jika berniat untuk mengutip sebuah pendapat, penulis harus membaca sumber rujukan lain yang berkaitan dengan bagian yang akan dikutip dan memahami secara mantap maksud dan sudut pandang penulis dari bagian yang akan dikutip. Modul ini akan membahas langkah-langkah yang diperlukan untuk membaca dengan kritis, sebagian besar informasi diambil dari Soedarso (1999) dan Widyamartaya (1992). Untuk membaca dengan kritis, sebaiknya penulis menandai bagianbagian dalam sumber rujukan yang penting baginya. Ada berbagai macam cara yang dapat digunakan untuk menandai bacaan, yaitu menggarisbawahi bagian yang penting, memberi tanda dengan stabilo, memberi garis vertikal pada bagian yang penting, memberi catatan pada pias (margin) luar. Dengan menandai bacaan, ada beberapa manfaat yang penulis peroleh (Widyamartaya 1992), yaitu: (1) Penulis akan membaca dengan minat dan perhatian yang tinggi. Selain itu, penulis sangat berhati-hati dan waspada agar dapat menangkap gagasan pokok dalam sumber rujukan yang dibacanya. MANFAAT PENANDAAN PADA BACAAN (2) Penulis akan membaca dengan aktif. Artinya, penulis akan mencerna dan mengolah informasi yang diperolehnya. Paling tidak, penulis akan menghubungkan sumber rujukannya dengan kepentingan penelitian atau tulisannya sendiri. (3) Tanda dan catatan pada sumber rujukan akan mengingatkan penulis pada gagasannya sendiri dan kaitannya dengan sumber rujukan. Selain itu, penulis dapat mempertajam pandangannya atas gagasan yang dipilihnya. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 93 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 4. METODE SQ3R Salah satu cara membaca secara kritis yang sering dibicarakan dan dipraktikkan adalah SQ3R (Survey, Question, Read, Recite/Recall, Review). Singkatan itu menunjukkan proses membaca yang terdiri atas lima langkah, yaitu Mempersiapkan diri (survey), Bertanya (question), Membaca (read), Menjawab pertanyaan atau Mendaras ulang isi teks (recite/recall), Mengkaji ulang hasil bacaan (review). Dengan melakukan kelima langkah tersebut, diharapkan bahwa kita dapat menemukan pokok-pokok pikiran dalam buku yang dibutuhkan untuk menyusun makalah. TEKNIK MEMBACA KRITIS 1. Mempersiapkan diri (survey), 2. Bertanya (question), 3. Membaca (read), 4. Menjawab pertanyaan atau Mendaras ulang isi teks (recite/recall), 5. Mengkaji ulang hasil bacaan (review). A. MEMPERSIAPKAN DIRI (SURVEY) Pada saat mempersiapkan diri, penulis berusaha mengenal bahan secara lengkap sebelum membacanya secara terperinci. Hal itu dilakukan agar penulis dapat mengenal organisasi dan ikhtisar umum dari sumber rujukan yang akan dibaca. Cara itu dilakukan dengan membaca selintas atau teknik skimming. Hal yang dilakukan dalam membaca selintas adalah (1) Menelusuri daftar isi (2) Membaca bagian pengantar TEKNIK MEMBACA SELINTAS (3) Melihat tabel, grafik, dan lain-lain. (4) Menelusuri lampiran dan indeks. B. BERTANYA (QUESTION) Pada langkah ini penulis mengajukan pertanyaan sebanyakbanyaknya berkaitan dengan sumber rujukan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengubah semua judul dan subjudul ke dalam bentuk kalimat tanya. Setiap pertanyaan yang dibuat dapat saja menjadi pemicu bagi munculnya berbagai pertanyaan lainnya. Dengan adanya pertanyaan itu, penulis akan membaca secara aktif dan akan menangkap dengan mudah gagasan yang ada dalam sumber rujukan itu. 94 TEKNIK BERTANYA PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah C. MEMBACA (READ) Berikutnya, penulis akan membaca secara kritis. Sumber rujukan dibaca bagian demi bagian. Sambil membaca, penulis berusaha mencari bagian yang merupakan jawaban atas pertanyaan yang diajukan pada tahap Bertanya. Pada tahap ini, penulis mengusahakan agar bagian dari sumber rujukan yang merupakan jawaban atas pertanyaan penulis berkaitan pula dengan topik yang akan ditulis. Penulis mengusahakan untuk menangkap gagasan pokok dari sumber rujukan. TEKNIK MEMBACA KRITIS D. MENDARAS (RECITE) Setelah selesai membaca, penulis harus menjawab pertanyaan yang diajukan sebelumnya dan menyebutkan unsur-unsur penting dari bagian yang dibaca. Ada kemungkinan bahwa tahap ini perlu diulang beberapa kali. Penulis harus sabar meluangkan waktu untuk menangkap masalah yang sedang dibacanya. Mendaras merupakan langkah yang penting karena dengan membaca ulang, penulis dapat memantapkan pikirannya berkaitan dengan topik pembahasannya maupun topik yang ada dalam sumber rujukan. TEKNIK MENDARAS E. MENGKAJI ULANG (REVIEW) Setelah selesai mendaras dan membaca ulang, sebaiknya, penulis mengkaji ulang segala sesuatu yang berkaitan dengan topiknya dan topik dalam sumber rujukan. Penulis harus menelusuri kembali judul-judul dan subjudul Bab yang telah dibacanya. TEKNIK MENGKAJI ULANG Jika penulis telah membaca semua sumber rujukan yang diperlukan dengan metode SQ3R tersebut, langkah terakhir adalah membandingkan sumber-sumber rujukan. Mencari persamaan dan perbedaan dari berbagai sumber tersebut dan kemudian merangkaikannya dalam sebuah sintesis (Modul 13). PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 95 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 5. DAFTAR PUSTAKA Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins College Publishers. Allen, Matthew. 1997. Smart Thinking: Skills for Critical Understanding and Writing. Oxford: Oxford University Press. Joffe, Irwin L. 1997. Oppotunities for Skillful Readings. USA: Heinie & Heinie Publishers. Keraf, Gorys, Prof. Dr. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende— Flores: Penerbit Nusa Indah. Soedarso. 1999. Speed Reading: Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Widyamartaya, A. 1992. Seni Membaca untuk Studi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Browne, M. Neil dan Keeley, Stuart. 2000. Asking The Right Questions: Aguide to Critical Thinking. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Burton, Lorelle J. 2002. An Interactive Approach to Writing Essays & Research Reports in Psychology. Australia: John Wiley & Sons Australia, Ltd. 96 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 13: SINTESIS 1. PENDAHULUAN Langkah terakhir yang wajib dilakukan dalam penulisan ilmiah adalah sintesis. Penyusunan sintesis adalah merangkum berbagai pengertian atau pendapat dari sumber rujukan sehingga menjadi suatu tulisan baru yang mengandung kesatuan yang selaras dengan kebutuhan penulis. Khusus dalam penulisan karya ilmiah, sintesis merupakan rangkuman berbagai sumber rujukan yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian si penulis. Sintesis dilakukan setelah penulis karya ilmiah membaca beberapa sumber. Kegiatan menyusun sintesis merupakan langkah terakhir dalam suatu proses penulisan yang mencakup kegiatan membaca kritis (Modul 12), meringkas (Modul 11), menyusun ikhtisar (Modul 11). Dalam menyusun sebuah sintesis, penulis harus menguasai teknik membuat kutipan dan sistem perujukannya (Modul 14). Langkah yang tidak boleh dilupakan dalam penulisan ilmiah adalah menyusun daftar pustaka (Modul 4) yang mencantumkan semua buku yang digunakan sebagai bahan sumber. SINTESIS merupakan rangkuman berbagai rujukan yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian si penulis. SINTESIS dibangun berdasarkan kutipan-kutipan yang dikumpulkan oleh penulis dan pemahamannya atas kutipan tersebut 2. SYARAT SINTESIS Dalam menyusun sebuah sintesis, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh penulis. (1) Penulis harus tetap objektif dalam membaca pendapat ahli yang akan dikutipnya. SYARAT SINTESIS (2) Penulis tetap bersikap kritis terhadap sumber rujukan yang dibacanya. (3) Penulis harus membentuk dan mempertajam sudut pandangnya. (4) Penulis harus mencari kaitan mendasar antara satu bacaan dan bacaan lain. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 97 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah (5) Penulis harus mencari bagian bacaan yang akan menekankan kepentingan karya ilmiahnya. Dalam menulis buram, penulis harus memfokuskan setiap paragraf yang ditulisnya dalam simpulan yang terbentuk dari bahan bacaannya. 3. PROSES PENYUSUNAN SINTESIS Sintesis merupakan tahap terakhir dan langkah yang paling penting dalam proses membaca kritis. Melalui sintesis, penulis karya ilmiah menghasilkan sudut pandang baru dengan memadukan berbagai bahan bacaan dari berbagai sumber. Sintesis dibangun berdasarkan kutipan-kutipan yang dikumpulkan oleh penulis dan pemahamannya atas kutipan tersebut. Jadi, sintesis merupakan kesimpulan penulis berdasarkan pemahamannya atas beberapa sumber. Sintesis hanya dapat dilakukan jika penulis sudah membaca sumber rujukan secara kritis dan terus-menerus melakukan perbaikan atas naskah buram yang disusunnya. Penulis harus dapat menghu-bungkan sudut pandangnya dengan sudut pandang yang terkandung dalam sumber rujukannya dan menyajikannya dengan cara yang meyakinkan pembaca. Dengan demikian penulis menuangkan sesuatu yang baru. Penulis menciptakan sudut pandangnya sendiri, berdasarkan hasil kesimpulannya atas berbagai sumber bacaannya. Jika tidak, hasilnya akan merupakan karya “suntingan”, yaitu “suSUN” dan “gunTING” dari berbagai teori tanpa ada suatu benang merah pemikiran yang mengikat berbagai kutipan tersebut (lihat Modul 12 dan 14). Bahaya “suntingan” seperti itu adalah dapat terjadi pengulangan, kesalahan eja, bahkan pencampuran gaya penulisan dari berbagai sumber yang digunakan. 98 PROSES PENYUSUNAN SINTESIS 1. Penulis sudah membaca sumber rujukan secara kritis dan terus-menerus melakukan perbaikan atas naskah buram yang disusunnya 2. Penulis harus dapat menghubungkan sudut pandangnya dengan sudut pandang yang terkandung dalam sumber rujukannya dan 3. Penulis menyajikan sintesisnya dengan cara yang meyakinkan pembaca PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 4. DAFTAR PUSTAKA Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins College Publishers. Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit Univertas Trisakti. Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The University of Chicago Press. Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Edi. k-2). Jakarta: Akademika Pressindo. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores: Penerbit Nusa Indah. Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York: Syracuse University Press. Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB. Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Swasono, Sri-Edi. 1990. Pedoman Menulis Daftar Pustaka, Catatan Kaki untuk Karya Ilmiah dan Terbitan Ilmiah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook. Ed. Ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 99 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 100 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 14: KUTIPAN DAN SISTEM RUJUKAN 1. PENDAHULUAN Dalam Bab Kerangka Teori, seorang penulis akan melakukan sintesis, langkah terakhir dalam penyusunan bab tersebut. Dalam penulisan karya ilmiah, sintesis merupakan rangkuman berbagai rujukan yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian si penulis. Sintesis dibangun berdasarkan kutipan-kutipan yang dikumpulkan oleh penulis dan pemahamannya atas kutipan tersebut. Cara penulis mengutip dan membuat rujukannya berkaitan erat dengan penyusunan daftar bacaan (bibliografi). Ada berbagai cara mengutip dan merujuk. Akan tetapi, format yang dibahas dalam modul ini, hanya sistem perujukan MLA dan APA. SINTESIS merupakan rangkuman berbagai rujukan yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian si penulis. SINTESIS dibangun berdasarkan kutipan-kutipan yang dikumpulkan oleh penulis dan pemahamannya atas kutipan tersebut 2. KUTIPAN Kutipan adalah bagian dari pernyataan, pendapat, buah pikiran, definisi, rumusan, atau hasil penelitian dari penulis lain atau penulis sendiri yang telah terdokumentasi. Kutipan akan dibahas dan ditelaah berkaitan dengan materi penulisan. Kutipan dari pendapat berbagai tokoh merupakan esensi dalam penulisan sintesis. KUTIPAN adalah bagian dari pernyataan, pendapat, buah pikiran, definisi, rumusan, atau hasil penelitian dari penulis lain atau dari penulis sendiri yang telah terdokumentasi. Kutipan dilakukan apabila penulis sudah memperoleh sebuah kerangka berpikir yang mantap. Jika belum, hasilnya akan merupakan karya “suntingan”, yaitu “suSUN” dan “gunTING” (lihat Modul 12). Menurut Keraf (1997), walaupun kutipan atas pendapat seorang ahli itu diperkenankan, tidaklah berarti bahwa keseluruhan sebuah tulisan dapat terdiri dari kutipan-kutipan. Garis besar kerangka karangan serta kesimpulan yang dibuat harus merupakan pendapat penulis sendiri. Kutipan-kutipan hanya berfungsi sebagai bahan bukti untuk menunjang pendapat penulis. Penggunaan kutipan memiliki beberapa manfaat, yaitu (1) untuk menegaskan isi uraian, (2) untuk membuktikan kebenaran dari sebuah pernyataan yang dibuat oleh penulis, PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 101 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah (3) untuk memperlihatkan kepada pembaca materi dan teori yang digunakan penulis, MANFAAT KUTIPAN (4) untuk mengkaji interpretasi penulis terhadap bahan kutipan yang digunakan, (5) untuk menunjukkan bagian atau aspek topik yang akan dibahas, dan (6) untuk mencegah penggunaan dan pengakuan bahan tulisan orang lain sebagai milik sendiri (plagiat). Ada beberapa cara mengutip yang dapat diterapkan secara bervariasi dalam tulisan. Jenis kutipan itu adalah sebagai berikut. A. Kutipan Langsung Kutipan langsung adalah cuplikan tulisan orang lain tanpa perubahan ke dalam karya tulis kita. Prinsip yang harus diperhatikan pada saat mengutip langsung adalah KUTIPAN LANGSUNG adalah cuplikan tulisan orang lain tanpa perubahan ke dalam karya tulis kita. 1. Tidak boleh mengadakan perubahan terhadap teks asli yang dikutip. 2. Harus menggunakan tanda [sic!], jika ada kesalahan dalam teks asli. PRINSIP MENGUTIP LANGSUNG 3. Menggunakan tiga titik berspasi [. . .] jika ada bagian dari kutipan yang dihilangkan. 4. Mencantumkan sumber kutipan dengan sistem MLA, APA, atau sistem yang berlaku sesuai dengan selingkung bidang. Ada dua cara melakukan kutipan langsung, yaitu kutipan langsung pendek dan kutipan langsung panjang. 1. Kutipan Langsung Pendek (tidak lebih dari empat baris) dilakukan dengan cara diintegrasikan langsung dengan teks, KUTIPAN LANGSUNG PENDEK diberi berjarak antarbaris yang sama dengan teks, diapit oleh tanda kutip, dan disebut sumber kutipan. 102 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 2. Kutipan Langsung Panjang (lebih dari empat baris) dilakukan dengan cara dipisahkan dari teks dengan spasi (jarak antarbaris) lebih dari teks, KUTIPAN LANGSUNG PANJANG diberi berjarak rapat antarbaris dalam kutipan, disebut sumber kutipan, dan boleh diapit tanda kutip, boleh juga tidak. B. Kutipan Tak Langsung (Inti Sari Pendapat) Kutipan tak langsung adalah kutipan yang diuraikan kembali dengan kata-kata sendiri. Untuk dapat melakukan kutipan jenis itu, pengutip harus memahami inti sari dari bagian yang dikutip secara tidak langsung itu. Kutipan tidak langsung dapat dibuat secara panjang maupun pendek dengan cara diintegrasikan dengan teks, diberi jarak antarbaris yang sama dengan teks KUTIPAN TAK LANGSUNG adalah kutipan yang diuraikan kembali dengan kata-kata sendiri PRINSIP MENGUTIP LANGSUNG tidak diapit tanda kutip, dan dicantumkan sumber kutipan dengan sistem MLA, APA, atau selingkung bidang. C. Kutipan pada Catatan Kaki Kutipan pada catatan kaki, biasanya, merupakan kutipan langsung dan dapat dicantumkan secara panjang maupun pendek dengan cara selalu diberi jarak spasi rapat, PRINSIP MENGUTIP PADA CATATAN KAKI diapit oleh tanda kutip, dan dikutip tepat sebagaimana teks aslinya. D. Kutipan Ucapan Lisan sinkronik via internet) dan Chatting (pembicaraan Kutipan ucapan lisan atau chatting, sebenarnya, tidak terlalu dianjurkan dalam karya ilmiah. Akan tetapi, jika akan digunakan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 103 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah meminta persetujuan dari sumber, sedapat mungkin berupa transkrip yang ditandatangani nara sumber; mencatat tanggal dan peristiwa tempat ujaran itu diucapkan; PRINSIP MENGUTIP UCAPAN LISAN menyebutkan dengan jelas sumbernya; menuliskan kutipan secara langsung atau tidak langsung pada badan teks atau pada catatan kaki. 3. PLAGIARISME Penyebutan sumber kutipan dalam mengutip sangat penting. Bahkan, penyebutan sumber merupakan sebuah tindakan legal untuk tidak dianggap sebagai plagiator. Sumber tidak perlu disebut jika pengetahuan yang dikutip telah bersifat umum atau jika pendapat atau fakta yang dikutip mudah diperiksa dan diteliti kebenarannya. Fungsi penyebutan sumber adalah 1) penghargaan terhadap penulis yang dikutip karya atau pendapatnya, 2) aspek legalitas untuk izin penggunaan karya penulis yang dikutip, dan 3) etika dalam masyarakat ilmiah dan akademis. Dalam uraian di atas, muncul istilah plagiat dan plagiator. Plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri (KBBI, 1997: 775) Plagiat merupakan pelanggaran etika akademis. Plagiarisme merupakan tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain (Hak atas Kekayaan Intelektual-HAKI). Plagiator adalah orang yang melakukan tindakan plagiat. Ada delapan hal yang dianggap sebagai tindakan plagiat, sebagaimana diambil dari Booth (1995) dan Gibaldi (1999). 104 FUNGSI KUTIPAN PLAGIAT adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. PLAGIARISME merupakan tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain (Hak atas Kekayaan Intelektual-HAKI). PLAGIATOR adalah orang yang melakukan tindakan plagiat. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 1) mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri, 2) mengakui gagasan orang lain sebagai pemikiran sendiri, 3) mengakui temuan orang lain sebagai kepunyaan sendiri, 4) mengakui karya kelompok sebgai kepunyaan atau hasil sendiri, 5) menyajikan tulisan yang sama dalam kesempatan yang berbeda tanpa menyebutkan asal-usulnya, CIRI PLAGIARISME 6) menyalin (mengutip langsung) bagian tertentu dari tulisan orang lain tanpa menyebutkan sumbernya dan tanpa membubuhkan tanda petik, meringkas dengan cara memotong teks tanpa menyebutkan sumbernya dan tanpa membubuhkan tanda petik, 7) meringkas dan memparafrasekan (mengutip tak langsung) tanpa menyebutkan sumbernya, dan 8) meringkas dan memparafrasekan dengan menyebut sumbernya, tetapi rangkaian kalimat dan pilihan katanya masih terlalu sama dengan sumbernya. 3. SISTEM PERUJUKAN Sistem rujukan digunakan sebagai sumber referensi, jika penulis 1) menggunakan kutipan dengan berbagai cara yang disebutkan di atas, 2) menjelaskan dengan kata-kata sendiri pendapat penulis atau sumber lain, FUNGSI SISTEM RUJUKAN 3) meminjam tabel, peta, atau diagram dari suatu sumber, 4) menyusun diagram berdasarkan data penulis atau sumber lain, 5) menyajikan suatu pembuktian khusus yang bukan suatu pengetahuan umum, dan 6) merujuk pada bagian lain pada teks. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 105 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Sebenarnya, setiap bidang ilmu memiliki sistem perujukannya masing-masing. Sistem perujukan di kedokteran berbeda dari sistem perujukan ekonomi atau teknik. Akan tetapi, ada dua sistem perujukan sumber bacaan yang sering digunakan sebagai dasar kutipan kita, yaitu Sistem Catatan dan Sistem Langsung. a. Sistem catatan (note-bibliography) menyajikan informasi mengenai sumber dalam bentuk catatan kaki (footnotes) atau catatan belakang (endnotes) atau langsung dalam daftar pustaka (bibliography). Beberapa bidang ilmu sudah tidak lagi menggunakan sistem catatan, tetapi menggunakan sistem langsung. b. Sistem langsung (parenthetical-reference) yang menempatkan informasi mengenai sumber dalam tanda kurung dan diletakkan (a) langsung pada bagian yang dikutip, (b) pada daftar kutipan (list of work cited), atau (c) pada daftar pustaka. Cara kedua ini adalah cara yang direkomendasikan oleh MLA (The Modern Language Association) dan APA (The American Psychological Association). A. SISTEM CATATAN SISTEM CATATAN SISTEM LANGSUNG . SISTEM CATATAN Pencantuman pemarkah angka arab di akhir setiap kutipan. Angka mengacu kepada catatan yang berisi informasi dari sumber kutipan. Angka diletakkan langsung di akhir kutipan dan terletak setengah spasi ke atas. Sistem catatan dilakukan dengan mencantumkan pemarkah angka arab di akhir setiap kutipan. Angka arab tersebut mengacu kepada catatan yang berisi informasi dari sumber kutipan. Angka itu diletakkan langsung di akhir kutipan dan terletak setengah spasi ke atas. Ada dua cara penempatan catatan. (1) Catatan dapat ditempatkan di bawah halaman yang sama dengan nomor pemarkah dan disebut catatan kaki (footnotes). (2) Catatan dapat pula ditempatkan pada akhir setiap bab atau sebuah tulisan dan disebut catatan belakang (endnotes). Biasanya, untuk catatan belakang, penomoran kutipan dilakukan secara berurutan dalam satu bab dan dimulai lagi dengan angka satu pada bab berikutnya. Untuk catatan kaki, urutan angka dapat berlaku sepanjang tulisan atau karya ilmiah. 106 DUA SISTEM RUJUKAN Sistem Catatan Sistem Langsung PENEMPATAN CATATAN 1) Footnotes: catatan ditempatkan di bawah halaman yang sama dengan nomor pemarkah. 2) Endnotes: catatan ditempatkan pada akhir setiap bab atau sebuah tulisan. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Fungsi catatan kaki dan catatan belakang ini tidak hanya untuk menunjukkan sumber kutipan, tetapi ada beberapa fungsi lain. Jadi, ada empat fungsi catatan kaki dan belakang. 1. Untuk menyusun pembuktian, berkaitan dengan pembuktian dilakukan oleh penulis lain; khususnya kebenaran yang yang 2. Untuk referensi atau untuk menyatakan utang budi kepada penulis yang teksnya digunakan sebagai bahan kutipan; FUNGSI SISTEM CATATAN 3. Untuk menyampaikan keterangan tambahan yang dibutuhkan, namun tidak berkaitan langsung dengan karya ilmiah yang ditulis; dan 4. Untuk merujuk pada bagian lain dari karya ilmiah. Jika sistem catatan digunakan untuk menyusun pembuktian atau referensi, ada unsur-unsur dan aturan yang perlu diketahui oleh penulis karya ilmiah. Unsur-unsur yang digunakan sama dengan unsur-unsur yang digunakan dalam daftar pustaka. Akan tetapi, ada tiga perbedaan yang cukup penting. Perbedaan antara sistem catatan dan sistem daftar pustaka. SISTEM CATATAN SISTEM DAFTAR PUSTAKA Nomor halaman dari sumber rujukan Nomor halaman tidak selalu harus harus dicantumkan. dicantumkan. Nama sumber rujukan dicantumkan Nama sumber ditulis dengan nama dengan urutan: nama diri diikuti oleh keluarga terlebih dahulu, baru nama diri nama keluarga. Ada penyebutan referensi pertama dan Tidak ada penyebutan referensi lanjutan. penyebutan referensi lanjutan. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 107 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Unsur-unsur yang harus dicantumkan dalam menyusun referensi pertama adalah 1) nama penulis yang diawali dengan penulisan nama diri diikuti nama keluarga, 2) judul karya tulis yang dicetak miring dengan menggunakan huruf besar untuk huruf pertama kecuali kata sambung dan kata depan, dan UNSUR-UNSUR REFERENSI 3) data publikasi berisi nama tempat (kota), koma, dan tahun terbitan yang diletakkan di antara tanda kurung, dan nomor halaman yang diletakkan di luar tanda kurung, contoh: (Jakarta: Djambatan, 1967), 49—51. 4) untuk kutipan dari buku berjilid atau dari jurnal/majalah ilmiah, nomor jilid menggunakan angka romawi atau angka arab, diikuti dengan data publikasi dalam kurung, koma, dan diakhiri nomor halaman yang menggunakan angka arab, contoh: MISI, I (April, 1963): 27—30. Contoh sistem catatan diambil dari Azril Azahari (1998): 1A. Parasuraman, Marketing Research, ed. ke-2 (Reading: Addison-Wesley, 1991), 63-69. 2William Giles Campbell, Stephen Vaughn Ballou, dan Carole Slade, Form and Style: Theses, Report, Term Papers, ed. ke-8 (Boston: Houghton Mifflin, 1991), 35. 3“Focus-Group Interviewing: New Strategies for Business and Industry,” Evaluation. Okt. 1990, 233. 4Carrick Martin et al., Introduction to Accounting ed.ke-3 (Singapore: Mc.Graw-Hill, 1991), 123. Jika dalam sistem catatan terjadi perujukan lanjutan yang merujuk pada sumber yang sama, digunakan singkatan yang berasal dari bahasa Latin untuk merujuk pada sumber pertama. Ketiga jenis singkatan itu adalah sebagai berikut. 108 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah a. Ibid. : singkatan ini berasal dari kata lengkap ibidem yang berarti ‘pada tempat yang sama’. Singkatan ini digunakan jika perujukan lanjutan mengacu langsung pada karya yang disebut dalam perujukan nomor sebelumnya. Jika nomor halaman pengacuan sama, tidak perlu dicantumkan nomor halaman. Jika nomor halamannya berbeda, setelah Ibid. dicantumkan nomor halamannya. Ibid. harus diikuti oleh titik dan dicetak miring. Contoh: Ibid., 87 SINGKATAN DALAM REFERENSI PADA SISTEM CATATAN b. Op.cit. : singkatan ini berasal dari gabungan kata opere citato yang berarti ‘pada karya yang telah dikutip’. Singkatan ini digunakan jika perujukan lanjutan mengacu pada perujukan pertama yang berasal dari buku, namun diselingi oleh perujukan lain. Teknik penulisannya adalah menggunakan nama keluarga penulis, diikuti oleh Op. Cit. , diikuti oleh nomor halaman, jika halaman perujukannya berbeda dari perujukan pertama. Contoh: Keraf, op. cit., 37 c. Loc. Cit. : singkatan ini berasal dari gabungan kata loco citato yang berarti ‘pada tempat yang telah dikutip’. Singkatan ini digunakan jika perujukan lanjutan mengacu pada perujukan pertama yang berasal dari artikel dalam bunga rampai/antologi, majalah, ensiklopedia, surat kabar, namun diselingi oleh perujukan lain. Oleh karena hanya merupakan bagian dari suatu buku, majalah, surat kabar (atau opus, ‘karya’), artikel dirujuk dengan locus yang berarti ‘tempat’. Teknik penulisannya adalah menggunakan nama keluarga penulis, diikuti oleh Loc. Cit. , diikuti oleh nomor halaman, jika halaman perujukannya berbeda dari perujukan pertama. Contoh: Anjuang, loc. cit., 40 Contoh diambil dari Keraf (1997): 1Edgar Sturtevant, An Introduction to Linguistics Science (New Haven, 1947), 20 2Ibid. 3Ibid., 30 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 109 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 4Richard Pittman, “Nauhatl Honorifics,” International Journal of American Linguistics,XI April,1950), 374 5H.A. Gleason, An Introduction to Descriptive Linguistics, (Rev. Ed.; New York: Holt, Rinehart and Winston, 1961), 51 – 52. 6Ibid. 7Ibid. 56. 8Sturtevant, 9M. op. cit., 42 Ramlan, “Partikel-partikel Bahasa Indonesia,” Seminar Bahasa Indonesia 1986 (Ende: Nusa Indah, 1971), 122, mengutip Charles F. Hockett, A Course in Modern Linguistics (New York: The MacMillan Company, 1959), 222. 10Robert Ralph Bolgar, “Rhetoric,” Encyclopaedia Britannica (1970), XIX, 2757–260. 11Sturtevant, op. cit. 50. 12Ibid. 13Bolgar, loc. cit., 260. 14Pittman, loc. cit., 376. 15Ramlan, loc. cit., 122. 16Gleason, op. cit., 54 Kedua sistem catatan di atas, harus disertai dengan daftar yang memperlihatkan semua sumber kutipan dan bahan acuan yang digunakan dalam sebuah karya ilmiah atau tulisan. Oleh karenanya, kedua cara ini sering disebut juga catatan daftar pustaka (note-bibliography system). Sistem penulisan daftar pustaka akan diuraikan setelah ini. B. SISTEM LANGSUNG (FORMAT MLA dan APA) Sistem pencantuman sumber kutipan dengan format MLA dan APA disebut juga format Author-Date (AD) atau AuthorDate-Page (ADP). Format ini mencantumkan sumber kutipan 110 FORMAT SISTEM LANGSUNG Author-Date (AD): nama keluarga, tahun terbitan. Author-Date-Page (ADP): nama keluarga, tahun terbitan, halaman. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah langsung pada teks. Sumber kutipan tersebut terdiri atas nama keluarga penulis, tahun terbitan buku, dan halaman tempat kutipan itu berasal. Pernyataan sumber kutipan dapat diletakkan sesudah kutipan atau sebelum kutipan. Misalnya, contoh di ambil dari Azahari (1998: 54) Parasuraman (1991) mengungkapkan bahwa, “marketing research is an essential link between marketing decision makers and the market they operate in” (hlm. 15). “Marketing research is an essential link between marketing decision makers and the market they operate in” (Parasuraman, 1991: 15) Dalam bukunya, Parasuraman (1991: 15) mengungkapkan bahwa, “marketing research is an essential link between marketing decision makers and the market they operate in” PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 111 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 4. DAFTAR PUSTAKA Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins College Publishers. Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit Univertas Trisakti. Biagi, Shirley.1981. How to Write and Sell Magazine Articles. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall. Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The University of Chicago Press. Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta: Akademika Pressindo. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Gibaldi, Joseph. 1999. MLA Handbook for Writers of Research Papers. Ed. ke-5. New York: The Modern Language Association of America. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores: Penerbit Nusa Indah. Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York: Syracuse University Press. Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB. Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Swasono, Sri-Edi. 1990. Pedoman Menulis Daftar Pustaka, Catatan Kaki untuk Karya Ilmiah dan Terbitan Ilmiah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Turabian, Kate L. 1996. A Manual for Writers of Term Papers, Theses, and Dissertation. (Ed. ke-6). Chicago: The University of Chicago Press. Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook. Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers. 112 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 15: FORMAT MAKALAH ILMIAH 1. PENDAHULUAN Langkah terakhir dalam kegiatan sistem pemelajaran berdasarkan masalah (Problem-based Learning/PBL) maupun sistem pemelajaran berkolaborasi (Collaborative Learning/CL) adalah menyusun sebuah makalah. Makalah ini merupakan hasil himpunan dari berbagai tugas mandiri yang sudah disajikan dalam diskusi kelompok. Agar layak disebut sebagai makalah ilmiah, makalah yang disusun harus memenuhi persyaratan ilmiah. MAKALAH ILMIAH merupakan hasil himpunan dari berbagai tugas mandiri yang sudah disajikan dalam diskusi kelompok. Ciri laras ilmiah sudah dibahas dalam Modul 1. Kerangka tulisan ilmiah dibahas dalam Modul 7. Cara mengembangkan paragraf dengan baik ada dalam Modul 9 dan 10. Cara membuat abstrak untuk sebuah makalah ilmiah dapat dilihat dalam Modul 11. Cara menghimpun berbagai kutipan dari berbagai sumber sudah diuraikan dalam Modul 13 dan sistem perujukannya diuraikan dalam Modul 14. Modul 15, 16, 17, 18 ini akan menelusuri kembali berbagai hal yang berkaitan dengan penulisan karya ilmiah. Akan tetapi, perhatian akan lebih ditekankan pada aspek teknisnya. 2. MAKALAH KELOMPOK Dalam Modul 7 sudah diuraikan bentuk kerangka makalah ilmiah. Sekadar untuk mengingatkan, berikut ini, disajikan kembali kerangka tulisan ilmiah sebagaimana dicantumkan dalam Modul 7. judul, PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 113 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah nama penulis, abstrak, kata kunci, PENDAHULUAN, inti tulisan (teori, metode, hasil, dan pembahasan), KESIMPULAN dan USULAN, ucapan terima kasih, dan daftar pustaka FORMAT MAKALAH ILMIAH Untuk makalah kelompok, ketentuan agak berbeda. Unsur judul dan nama penulis dialihkan ke halaman judul. Jadi, makalah akan didahului oleh lembar judul, diikuti oleh lembar halaman berisi abstrak dan kata kunci (lihat Lampiran M15-2). Pada halaman berikutnya, barulah bagian pendahuluan dimulai. Halaman judul (lihat Lampiran M15-1) yang mengandung unsur: judul/topik, nomor kelompok, nama dan nomor mahasiswa setiap kelompok, kelas, dan fakultas. HALAMAN JUDUL Makalah kelompok harus diserahkan pada pertemuan keempat dengan kriteria berikut. 1. Maksimum 12 halaman; minimum 7 halaman (tidak termasuk halaman judul, halaman abstrak, dan daftar pustaka) KRITERIA MAKALAH AKHIR Jenis huruf yang digunakan adalah times new roman, dengan ukuran huruf 12, berspasi 1,5. Pergantian paragraf ditandai oleh spasi ganda (dua kali ketukan enter atau pemberian 6 pt untuk before dan 6 pt untuk after pada format paragraf, spacing pada komputer). 114 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 2. Format untuk pias kiri dan kanan dan uraian mengenai format makalah dapat dilihat pada Lampiran M15-2. 3. ASPEK PENILAIAN Komponen penilaian untuk makalah akhir terdiri atas tiga aspek pokok, yakni teknik penulisan, bahasa, dan logika. Ketiga aspek akan diuraikan di bawah ini. TEKNIK PENULISAN adalah aspek yang dapat dinilai secara kasat mata. Selain itu, aspek ini dianggap sebagai bagian penunjang yang lebih berkaitan dengan format penyampaian. Oleh karenanya, aspek ini dinilai paling awal dengan bobot penilaian 2. TEKNIK PENULISAN Aspek ini berkaitan tata cara penilaian makalah ilmiah pada seminar-seminar international. Penilaian diawali dengan meneliti daftar pustaka. Penulisan daftar pustaka yang baik, rapi, dan konsisten dengan bidang ilmu akan memperoleh nilai yang baik. Setelah itu, penilaian diikuti oleh penilaian terhadap abstrak. Abstrak yang sesuai dengan tata cara penulisan abstrak memperoleh bobot tertinggi. Penilaian berikutnya berkaitan dengan kemampuan penulis mempertahankan kepaduan antara pendahuluan, unsurunsur dalam pendahuluan, pengembangan isi makalah, dan kesimpulan atau penutup. Harus dilihat bagaimana cara, melalui judul-judul bab dan subbabnya, penulis mempertanggungjawabkan kesimpulannya melalui isi makalah. Pengembangan isi makalah akan berkaitan dengan kutipan atau catatan kaki yang disusunnya. Kemampuan penulis menyusun kutipan agar tidak terkesan makalah yang “SUNTING” memperlihatkan kemampuan mahasiswa merangkaikan pikirannya dalam alur berpikir yang logis. BAHASA merupakan bagian yang penting dalam komunikasi dan merupakan inti penilaian bahasa Indonesia dalam sebuah makalah. Oleh karena itu, bobot bagi aspek ini adalah 4. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA 115 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Aspek ini menilai bagaimana penulis menata kalimat mereka dan menyusun kalimat yang efektif. Fokus penilaian diberikan pada kesatuan dan kepaduan kalimat. Kemudian, penilai perlu memperhatikan kemampuan penulis dalam menggabungkan kalimat-kalimat mereka ke dalam sebuah paragraf. Fokus juga diberikan kepada kesatuan dan kepaduan dalam paragraf. Dalam memperhatikan kesatuan dan kepaduan dalam kalimat dan paragraf, pungtuasi dan ejaan menjadi salah satu aspek yang perlu dinilai karena mempengaruhi pemahaman pembaca atas tulisan yang dibaca. LOGIKA berkaitan erat dengan bahasa dan komunikasi. Tanpa logika yang baik, tentunya, tidak akan dihasilkan makalah yang baik. Sebenarnya, melalui penilaian aspek bahasa dan logika ini, sekaligus penilaian atas isi (content) makalah akan tercapai. Oleh karena itu, seperti juga aspek bahasa, aspek ini diberi bobot 4. LOGIKA . 116 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah LAMPIRAN M15-1 FORMAT HALAMAN SAMPUL 3cm JUDUL MAKALAH DIKETIK TEBAL: SEMUA HURUF KAPITAL TANPA TANDA BACA DI AKHIR JUDUL JIKA LEBIH DARI DUA BARIS, SPASI DIJADIKAN SATU SETENGAH KELAS 1 KELOMPOK XX 4cm nama mahasiswa, 0704xxxxxxxxx 3cm nama mahasiswa, 0704xxxxxxxxx nama mahasiswa, 0704xxxxxxxxx nama mahasiswa, 0704xxxxxxxxx Makalah Akhir bagi Pemicu Pemilu untuk Mata Kuliah Pendidikan Dasar Perguruan Tinggi FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 3cm PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 117 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah LAMPIRAN M15-2 FORMAT HALAMAN ABSTRAK 3cm ABSTRAK 4cm Judul ABSTRAK diketik 3 spasi dari baris terakhir alamat penulis, diletakkan di tengah (center). Baris pertama teks Abstrak diketik 3 spasi dari judul ABSTRAK. Teks diketik dengan spasi tunggal, menggunakan huruf Times New Roman 10 point seperti contoh di sini. Teks Abstrak dan seluruh naskah makalah diketik rata kiri. Panjang Abstrak 75—100 kata, hanya satu paragraf. 3cm Kata Kunci: Diurutkan sesuai abjad, tiap kata kunci diakhiri tanda baca titik koma (;), kecuali yang terakhir (ditutup dengan tanda baca titik). Jarak baris satu spasi. 3cm 118 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah LAMPIRAN M15-3 FORMAT MAKALAH Kertas HVS-putih, 60–80 gram, ukuran kuarto (21,5 x 28 cm). 3 cm Nomor halaman BAB I PENDAHULUAN 4 x 1 spasi 4 cm Xxxxxx xxxxx xxxxxx xxxxxxx xxxxxxxxxxxxx xxxxxx Batas bidang pengetikan. Huruf Times New Roman 12, jarak baris 2 spasi. Teks tidak rata kanan. Xxxxxxxx xxxx. Xxxxxx xxxxxxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxx xxxxx xxxx. Xxxxxxx xxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxx xxxx Baris pertama paragraf baru diketik masuk 1 tab (1,27 cm) xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxx. 3 x 1 spasi Tanda baca (.),(,),(:),(;),(?),(!) diketik rapat dengan huruf mendahuluinya. 3yang x 1 spasi A. LATAR BELAKANG Xxxxxxxxx xxxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxxx xxxxxxxxxx. Awal kalimat baru berjarak dua ketukan kosong dari akhir kalimat sebelumnya. 1. Nilai ekonomis Xxxxxxxxxx xxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxxx xxxxxxxx Xxxxxxxx xxxx xxxx xxxxxxxx xxxxxxx. Xxxxxx xxxxxx xxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxxx. Xxxxxxxxxxxxx 3 cm 3 cm PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 119 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 120 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 16: BAGIAN PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN Pada Modul 7, sudah dibahas masalah kerangka tulisan. Dalam pembahasan dikatakan bahwa, pada dasarnya, kerangka tulisan ilmiah agak mudah disusun karena hanya terdiri atas tiga bagian besar. Setiap bagian itu adalah PENDAHULUAN, ISI, dan PENUTUP atau KESIMPULAN. Dapat saja terjadi variasi dalam perinciannya karena tidak terlepas kemungkinan bahwa setiap bidang ilmu memiliki peraturan mereka masing-masing. Dalam Modul 16 ini, secara khusus akan dibahas isi dari bagian Pendahuluan sebuah makalah ilmiah. 2. BAGIAN PENDAHULUAN Fungsi dari bagian Pendahuluan adalah mengantar atau menarik perhatian pembaca kepada masalah yang dibahas dalam makalah. Sebuah pendahuluan yang baik memberikan gambaran permasalahan dengan jelas, sebelum pembaca membaca keseluruhan makalah. Bagian pendahuluan menggambarkan kerangka berpikir penulisnya. Unsur-unsur yang sebaiknya ada dalam sebuah bagian pendahuluan adalah sebagai berikut. Latar belakang masalah yang akan dibahas. Perumusan masalah dan ruang lingkupnya. Tujuan penulisan. Jenis penelitian dan metode analisis yang digunakan. Sistematik penulisan yang dihubungkan dengan tesis yang dibuat. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA UNSUR-UNSUR DALAM PENDAHULUAN 121 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Unsur-unsur tersebut dapat disajikan dalam subbab yang terpisah. Akan tetapi, unsur-unsur itu dapat pula dsajikan dalam bentuk paragraf-paragraf saja. Dengan demikian, penulis minimal akan mempunyai lima paragraf dalam pendahuluan. Untuk sebuah makalah pendek, ada kemungkinan bahwa unsurunsur tersebut disajikan dalam lima kalimat. Masing-masing diisi dengan latar belakang masala, perumusan masalah dan ruang lingkup, tujuan penulisan, jenis penelitian, dan sistematika penulisan. Panjang sebuah pendahuluan amat bergantung dari panjang makalah. Makin panjang isi makalah, makin panjang pula sebuah pendahuluan. 3. DAFTAR PUSTAKA Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit Univertas Trisakti. Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta: Akademika Pressindo. Burton, Lorelle J. 2002. An Interactive Approach to Writing Essays & Research Reports in Psychology. Sydney: John Wiley & Sons Australia, Ltd. FMIPA-UI. 2002. Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: Penerbit UI Press. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—Flores: Penerbit Nusa Indah. Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook. Ed. Ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers. 122 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 17: BAGIAN ISI 1. PENDAHULUAN Bagian isi sangat berkaitan dengan tesis tulisan sebagaimana diuraikan dalam Modul 5. Tesis itu kemudian diuraikan dalam sebuah kerangka tulisan (Modul 7). Kerangka Tulisan dikembangkan dengan merujuk pada Modul 9 dan 10 (mengenai paragraf). Jangan lupa untuk menyusun variasi tulisan dengan merujuk pada Modul 8 (Jenis Tulisan). Dalam menyusun bagian yang berkaitan dengan kerangka pemikiran, penulis dapat merujuk pada Modul 13 yang berkaitan dengan Sintesis, Modul 14 yang berkaitan dengan Kutipan dan Rujukan. 2. BAGIAN ISI Bagian isi atau tubuh karangan merupakan bagian utama dari sebuah makalah. Dalam Modul 7 dikatakan bahwa bagian isi atau tubuh tulisan berisi teori, metode, dan hasil penelitian, serta pembahasan. Akan tetapi, tidak ada format baku dari kerangka bagian isi karena bagian ini amat bergantung pada tesis dan tujuan penulis. Pada umumnya, dalam makalah ilmiah, isi atau tubuh karangan berisi unsur-unsur berikut. Landasan teori, yang terdiri atas kerangka teori dan tinjauan pustaka. Metode penelitian, yang menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan dan pengolahan data. Hasil penelitian, yang menguraikan hasil yang diperoleh dari setiap langkah penelitian. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA UNSUR-UNSUR ISI 123 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 3. DAFTAR PUSTAKA Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit Univertas Trisakti. Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta: Akademika Pressindo. Burton, Lorelle J. 2002. An Interactive Approach to Writing Essays & Research Reports in Psychology. Sydney: John Wiley & Sons Australia, Ltd. FMIPA-UI. 2002. Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: Penerbit UI Press. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—Flores: Penerbit Nusa Indah. Widyamartaya, Al. 1997. Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT Grasindo. Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook. Ed. Ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers. 124 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah MODUL 18: BAGIAN PENUTUP 1. PENDAHULUAN Bagian terakhir makalah berisi unsur kesimpulan dan usulan atau saran, serta ucapan terima kasih. Unsur lain yang tidak boleh dilupakan adalah daftar pustaka. Jika dianggap perlu, penulis dapat pula menyertakan lampiran di bagian penutup. Unsur bagian penutup adalah (1) kesimpulan (2) saran UNSUR-UNSUR BAGIAN PENUTUP (3) ucapan terima kasih (4) daftar pustaka (5) lampiran (jika diperlukan) 2. KESIMPULAN Unsur kesimpulan dan saran baru dapat dilakukan jika penulis sudah melakukan analisis data. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menulis kesimpulan adalah (1) jangan mengulang uraian yang terdapat di bagian hasil penelitian; (2) jangan memasukkan hal-hal baru yang memerlukan ulasan lebih lanjut; HAL YANG HARUS DIHINDARI DALAM MENULIS KESIMPULAN (3) jangan memasukkan bagian dari kerangka teori. 3. SARAN Saran harus bersifat operasional dan bermuara pada hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan penulis sendiri. Menurut Azahari (1998) saran juga dapat berisi sumbangan pemikiran penulis untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut. Hal yang harus diperhatikan pada saat menyusun saran adalah (1) jangan mencatumkan harapan penulis; PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA HAL YANG HARUS DIHINDARI DALAM MENULIS SARAN 125 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah (2) jangan mencantumkan kendala-kendala penelitian; (3) jangan memanfaatkan bagian saran ini sebagai media untuk menutupi kelemahan atau ketidaklengpakan penelitian. 4. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih ditujukan kepada orang-orang atau lembaga yang secara substansial turut membantu kelancaran penelitian. Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat menulis ucapan terima kasih adalah (1) jangan menggunakan bahasa Indonesia ragam nonformal karena ucapa terima kasih tetap merupakan bagian dalam karya tulis ilmiah; (2) jangan membuat daftar panjang lebar dari nama temanteman (seangkatan) dan perkariban lainnya yang tidak secara substansial membantu kelancaran penelitian. HAL YANG HARUS DIHINDARI DALAM MENULIS UCAPAN TERIMA KASIH 5. DAFTAR PUSTAKA Penyusunan daftar pustaka dapat dilihat pada Modul 4. Pada saat menyusun daftar pustaka, penulis harus memperhatikan masalah konsistensi yang berkaitan dengan penggunaan tanda baca. 6. LAMPIRAN Lampiran merupakan bagian akhir dari sebuah makalah. Oleh karena itu, bagian ini sering juga disebut apendiks. Bagian ini tidak selalu ada dalam setiap makalah, bergantung pada kebutuhan penulis. Lampiran dapat berupa kuesioner yang digunakan dalam penelitian, data lapangan, pengolahan data secara statistik, atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan data atau kelancaran penelitian. 126 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 7. DAFTAR PUSTAKA Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit Univertas Trisakti. Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta: Akademika Pressindo. Burton, Lorelle J. 2002. An Interactive Approach to Writing Essays & Research Reports in Psychology. Sydney: John Wiley & Sons Australia, Ltd. FMIPA-UI. 2002. Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: Penerbit UI Press. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—Flores: Penerbit Nusa Indah. Widyamartaya, Al. 1997. Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT Grasindo. Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook. Ed. Ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 127 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 128 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah LAMPIRAN A: TANDA BACA DAN EJAAN A. PENDAHULUAN Pungtuasi dan ejaan sering tidak diperhatikan dan tidak dianggap penting, padahal dalam pemeriksaan makalah, misalnya, pungtuasi dan ejaan sangatlah penting. Aturan yang berkaitan dengan ejaan dan pungtuasi terdapat dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1999). Jadi, untuk mengetahui fungsi pungtuasi dan penggunaan yang benar dalam kalimat, kita dapat merujuk pada pedoman tersebut. Selain itu, untuk penulisan ejaan yang benar, kita juga dapat merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001). B. TANDA BACA (PUNGTUASI) Ragam tulis berkaitan erat dengan tanda baca (pungtuasi). Tanda baca merupakan pengganti intonasi, nada, dan tekanan yang muncul dalam ragam lisan. Tanda baca dapat membantu pembaca untuk memahami jalan pikiran penulisnya. Alangkah sulitnya kita memahami suatu tulisan yang tidak dilengkapi dengan tanda baca. Dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, semua tanda baca sudah diatur, namun penggunaan tanda baca di kalangan penulis masih belum tertib. Kita masih sering menjumpai pemakaian tanda baca yang tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku. Kaidah pemakaian tanda baca dalam sistem ejaan kita meliputi kaidah pemakaian (1) tanda titik, (2) tanda koma, (3) tanda titik koma, (4) tanda titik dua, (5) tanda hubung, (6) tanda pisah, (7) tanda elipsis, (8) tanda tanya, (9) tanda seru, (10) tanda kurung, (11) tanda kurung siku, (12) tanda petik, (13) tanda petik tunggal, (14) tanda garis miring, dan (15) tanda apostrof (penyingkat). PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1999) Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) TANDA BACA merupakan pengganti intonasi, nada, dan tekanan yang muncul dalam ragam lisan. dapat membantu pembaca untuk memahami jalan pikiran penulisnya. 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) . , ; : — ... ? ! (...) [...] ―...‖ ‗...‘ / 129 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Dalam tulisan ini hanya akan dibahas tanda baca yang sering menimbulkan persoalan. Tanda baca yang jarang digunakan secara salah—seperti tanda seru, tanda tanya, tanda kurung, tanda garis miring, dan tanda apostrof—tidak diuraikan secara khusus. a) Tanda Titik (.) a. Singkatan umum yang menggunakan huruf kapital tidak diberi titik, sedangkan singkatan nama orang dan singkatan gelar akademik harus menggunakan tanda titik. b. Singkatan berhuruf kecil yang terdiri atas dua huruf meng-gunakan dua buah titik, sedangkan singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih hanya menggunakan satu titik. c. Angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan ribuan, jutaan, dan seterusnya menggunakan tanda titik. d. Angka yang menunjukkan waktu atau jangka waktu meng-gunakan tanda titik untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik. e. Angka atau huruf dalam bagan, ikhtisar atau daftar menggunakan tanda titik. Tanda titik tidak digunakan (1) di belakang singkatan lambang kimia, satuan, ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang. (2) di belakang judul yang merupakan kepala karangan, judul bab dan subbab, kepala ilustrasi, dan tabel. (3) di belakang alamat pengirim dan tanggal surat, dan di belakang nama dan alamat penerima surat. (4) di belakang angka atau huruf yang merupakan unsur terakhir dalam deretan angka atau huruf itu. (5) di belakang kalimat yang berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. PT UI A.S. Sumadi. Rusdi, S.H. a.l. a.n. dll. tsb. Rp3.250.000,00 14.750 orang pukul 14.25.10 1.20.15 jam II. Fakultas eksakta A. kedokteran B. teknik C. . . . 1) H2O cm kg Rp 2) Ada Apa dengan Cinta 3) 6 Juli 2004 Dr.Ir. Soekarno Jln. Setiabudi 6 4) 1. Pendahuluan 1.1 Permasalahan 5) Di mana kampus UI? Wah, indah sekali! 6) NIP: 130353838 tel.: 78881018 tahun 1998 (6) di belakang angka yang tidak menyatakan jumlah. 130 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah b) Tanda Koma (,) Tanda koma wajib digunakan a. di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan yang terdiri atas tiga unsur atau lebih. Tiap unsur dibatasi tanda koma termasuk sebelum kata dan. Jika rincian itu hanya dua unsur, sebelum kata dan tidak dibubuhkan tanda koma. b. untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, melainkan, atau sedangkan. c. untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk kalimatnya. Biasanya, anak kalimat didahului oleh kata penghubung karena, sehingga, meskipun, agar, bahwa, apabila, jika, dan sebagainya. d. di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat. Ungkapan penghubung antarkalimat adalah ungkapan penghubung yang terletak setelah tanda baca akhir (tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru) dan dimulai dengan huruf awal kapital. e. di belakang kata seru seperti wah, ah, o, aduh, kasihan, dan ya. Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Penghasilan utama Maluku adalah rempah-rempah, sedangkan penghasilan Jawa Barat adalah padi. Agar dapat lulus, ia harus belajar dengan tekun. Jika cuaca cerah, saya akan ke museum besok. Oleh karena itu, Jadi, Kemudian, Akan tetapi, Walaupun demikian, Wah, sulit benar meyakinkannya. Aduh, sakit sekali. f. di antara nama dan alamat, tempat dan tanggal, serta nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis ber-urutan. Jalan Hang Lekir III/10, Kebayoran Baru, Jakarta Jakarta, Indonesia Surabaya, 21 Juni 1990 g. di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama keluarga atau marga; juga di antara gelar yang satu dengan gelar lainnya yang ditempatkan di belakang nama orang. M. Samiaji, S.Sos. Ade Yusuf, S.H., M.Hum. h. untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan aposisi. Keterangan tambahan adalah keterangan yang diselipkan dalam kalimat yang sudah lengkap. Bagian itu terletak di luar bangun kalimat karena dibuang pun tidak akan mengganggu makna yang dikandung di dalam kalimat tersebut. Keterangan aposisi adalah keterangan yang sifatnya saling menggantikan. i. untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA Gubernur Jawa Barat, Yogi S.M., melantik Kepala Kantor Wilayah Departemen Perdagangan. Pada tahun yang lalu, kalau saya tidak salah, dia memperoleh penghargaan dari pemerintah setempat. Kata Ibu, ―Saya gembira sekali.‖ ―Saya gembira sekali,‖ kata Ibu, ―karena kamu lulus.‖ 131 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Tanda koma tidak digunakan 1) jika anak kalimat mengiringi induk kalimat. 2) jika kutipan langsung berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. 3) jika rangkaian gelar ditempatkan di depan nama orang. 3. Tanda Titik Koma (;) Tanda titik koma digunakan a. untuk memisahkan kalimat yang setara dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung. Hal yang perlu diperhatikan adalah jika digunakan tanda titik koma, sebelum perincian terakhir tidak perlu digunakan kata dan. b. pada perincian ke bawah yang unsur-unsurnya berupa kelompok kata yang panjang atau berupa kalimat. Dalam hal ini pun sebelum perincian akhir tidak dibubuhkan kata dan. 1) Ia harus belajar dengan tekun agar dapat lulus. Saya akan ke museum jika cuaca cerah. 2) ―Kapan Bapak akan pulang, Bu?‖ tanya Adi. ―Ujian sudah dekat, belajarlah dengan tekun!‖ nasihat Bu Guru. 3) Prof.Dr.Ir. Roosseno ada lah seorang tokoh nasional. Kegunaan kelapa banyak sekali, yaitu daging buah kelapa dapat dibuat minyak goreng; sabut kelapa dapat dibuat tali, sikat, keset, dan permadani kasar; tempurung kelapa dapat dijadikan arang atau gayung; batangnya sendiri dapat dijadikan tiang rumah atau jembatan. Victor Paneira kena hukum kurungan 75 hari karena a. menghindari tugas militer; b. terlambat 21 hari melaporkan wajib dinas militernya selama 16 bulan pada bulan September 1988; c. terbukti bersalah melakukan disersi. Berikut ini adalah sifat-sifat air: a. mengalir dari tempat yang tinggi; b. selalu rata/mendatar; c. sesuai dengan bentuk wadahnya; d. memberikan tekanan ke se-mua arah; e. melarutkan zat lain. 4. Titik Dua (:) a. Tanda titik dua digunakan pada kalimat lengkap, yang diikuti perincian berupa kata atau frase. 132 Air mempunyai sifat-sifat sebagai berikut. a. Air mengalir dari tempat yang tinggi. b. Permukaannya selalu rata/mendatar. c. Bentuknya sesuai dengan bentuk wadahnya. d. Air memberikan tekanan ke semua arah. e. Air dapat melarutkan zat lain. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah b. Titik dua harus diganti menjadi titik satu pada kalimat lengkap, yang diikuti suatu perincian berupa kalimat lengkap pula, dan perincian diakhiri tanda titik. c. Titik dua tidak digunakan sebelum perincian yang merupakan pelengkap kalimat. Atau, karena kalimat pengantarnya belum lengkap, titik dua tidak perlu dicantumkan. Sifat-sifat air adalah (a) mengalir dari tempat yang tinggi; (b) selalu rata/mendatar; (c) sesuai dengan bentuk wadahnya; (d) memberikan tekanan ke semua arah; (e) melarutkan zat lain. Kami harap kehadiran Anda pada hari: Senin tanggal : 12 Juli 2004 waktu : pukul 12.00–14.00 tempat : Ruang Serbaguna 2 d. Titik titik dua digunakan sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. e. Tanda titik dua digunakan dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. f. Tanda titik dua digunakan (1) di antara jilid atau nomor majalah dan halaman majalah, (2) antara bab dan ayat dalam kitab suci, (3) antara judul dan anak judul suatu karangan, (4) antara tahun terbit dan nomor halaman dalam rujukan langsung, dan (5) antara tempat terbit dan penerbit suatu karangan dalam Daftar Pustaka. Ibu : ―Di, tolong kirim surat ini kepada Pak Yusuf.‖ Andi: ―Baik, Bu, akan segera kulaksanakan.‖ Ibu : ―Terima kasih, ya.‖ 1) MIISI 1: 27 – 30. 2) Surah Albaqarah 5: 12. 3) Komposisi: Suatu Pengantar kepada Kemahiran Bahasa 4) (Poerwadi, 2001: 54) 5) Jakarta: UI Press, 2003. 5. Tanda Hubung (-) a. Tanda hubung digunakan untuk menyambung (1) sukusuku kata dasar, (2) awalan dengan bagian di belakangnya, atau akhiran dengan bagian di depannya yang terpisah oleh pergantian baris. (3) Akan tetapi, apabila yang tersisa hanya PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 1) Kata dasar dapat kita penggal pada akhir baris. 2) Kata berimbuhan pun diperlakukan seperti itu. 3) Jangan meninggalkan satu vokal saja terpisah pada akhir baris seperti ini vokal a itu dipindahkan ke awal baris berikut seperti ini. 133 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah satu vokal, vokal itu tidak boleh ditempatkan sebagai vokal tunggal pada ujung atau pangkal baris; seluruhnya harus dipindahkan ke baris berikutnya. b. Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang. Angka 2 tidak boleh digunakan dalam karya tulis. c. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian ungkapan. d. Tanda hubung digunakan untuk merangkaikan unsur terikat atau kata dengan kata sebelum/berikutnya yang dimulai/ diakhiri dengan huruf kapital, dengan angka, atau dengan kata daerah/asing. 1) singkatan yang berupa huruf kapital dengan huruf kecil; 2) ke- dengan angka; 3) angka dengan akhiran –an; berjalan-jalan (ber-jalan2) terus-menerus berlari-larian (ber-lari2-an) dua-puluh tiga-perempat (20¾) dua-puluh-tiga perempat (23/4) 1) ber-KTP se-Jakarta Hamba-Mu di-BHMN-kan SIM-nya 2) anak ke-5 abad ke-21 3) 20-an uang 5000-an 4) truk tronton meng-glondor di-rebond 4) unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing atau bahasa daerah. 6. Tanda Pisah (—) Tanda pisah digunakan untuk a. membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan khusus di luar bangun kalimat. Demokrasi—yang saya yakin akan tercapai—sedang mengalami ujian. b. menegaskan aposisi atau keterangan lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Gubernur Jawa Barat—Yogi S.M.—melantik Kepala Kantor Wilayah Departemen Perdagangan. c. memisahkan dua bilangan, tanggal, kota, atau negara yang berarti ‘sampai ke’. Pelatihan Bahasa Indonesia diselenggarakan tanggal 12—22 Maret 2003 Bus jurusan Jakarta—Medan. Catatan: Tanda pisah dapat juga dilambangkan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya. 134 Chaniago (1982: 12--16) mengatakan bahwa . . . PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah C. EJAAN Berbeda dengan pungtuasi, peraturan ejaan bersifat jauh lebih ketat. Perubahan ejaan harus berlandaskan kesepakatan (konvensi) yang dianut dan dikuasai oleh selingkung bidang, khususnya jika berkaitan dengan masalah peristilahan selingkung. Ada baiknya, jika setiap bidang ilmu menetapkan sikap untuk membentuk kesepakatan berkaitan dengan ejaan. 1) EJAAN bersifat lebih ketat. harus merupakan konvensi yang dianut dan dikuasai oleh selingkung bidang. 1. PEMAKAIAN HURUF KAPITAL Dalam penulisan nama atau penyapaan atau pengacuan secara tertulis, kita sering tidak yakin nama atau pengacuan seperti apa sajakah yang dapat diawali dengan huruf kapital (huruf besar). Berikut ini adalah uraian mengenai nama dan pengacuan apa saja yang harus menggunakan huruf kapital. Semua informasi ini dapat ditemukan dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, Jakarta: Balai Pustaka, 1999. Hal-hal yang harus diawali dengan huruf kapital adalah sebagai berikut. a. Nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan. Alquran Weda Tuhan Yang Mahakuasa ampunilah hamba-Mu b. Unsur nama orang. Husein Djajadiningrat Tuanku Imam Bonjol Sutjipto Wirjosoeparto Sunan Kalijaga Taruno Widagdo Kamil Romo Mangun c. Gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Jenderal Sudirman Ratu Elizabeth Haji Agus Salim d. Nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang digunakan sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Rektor Universitas Indonesia Menteri Hari Sabarno Gubernur Jawa Barat e. Nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA bangsa Indonesia suku Ambon bahasa Arab 135 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah f. Nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa bersejarah. g. Nama geografi. tahun Hijriah bulan Desember hari Pahlawan Perang Padri Gunung Bromo Selat Sunda Danau Toba h. Semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, nama dokumen resmi. Dewan Perwakilan Rakyat Kongres Wanita Indonesia i. Setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat dalam nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Undang-Undang Dasar 1945 Garis-Garis Besar Haluan Negara j. Semua kata dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata depan dan kata hubung yang tidak terletak di awal kalimat. Majalah Horison majalah Bahasa dan Kesusastraan Penyedar Sastra k. Unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. Antargelar menggunakan ketukan kosong. Prof. Dr. Ir. S.S., M.Si. Laksamana Madya Laut Bpk. Sdr. l. Mereka ke rumah Pak Lurah. Kami menjenguk Ibu Darsih. Kapan Paman ke Eropa? Kata penunjuk hubungan kekerabatan yang digunakan dalam penyapaan dan pengacuan. m. Kata ganti Anda. Huruf kapital tidak digunakan 1) jika gelar, jabatan, dan pangkat tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat. 2) jika nama orang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran. 3) jika huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan, seperti kata sifat. 136 1) Siapa yang akan menjadi presiden? Tahun ini kami sekeluarga akan naik haji. 2) Lampu 20 watt, 220 volt 3) Logatnya kebelanda-belandaan. Topeng betawi. Pisang ambon. Jeruk bali. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 2. PENULISAN ANGKA DAN BILANGAN a. Angka digunakan untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi. b. Angka digunakan untuk menyatakan 1) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; 2) satuan waktu, jangka waktu, atau tanggal; 3) nilai uang; 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0 I, II, III, IV, i, ii, iii, iv X, L, C, D, M 1) 2,5 cm 1.000 ha 100 kg 100 cc 2) pukul 19.00 12 Juli 2004 1 jam 20 menit 3) Rp5.000,00 atau 5.000 rupiah US$3.50 4) 10% (persen) 20 tahun 4) kuantitas. c. Angka lazim digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada suatu alamat. d. Angka digunakan untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci e. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan dengan memisahkan tiap nama bilangan. Jalan Sado VII No. 6 Gedung 2, Ruang 2412 Hotel Indonesia # 614 Bab 5 Subbab 5.2 Surah Albaqarah 5: 12 22 = dua puluh dua 111 = seratus sebelas 1070= seribu tujuh puluh f. Penulisan lambang bilangan pecahan ditulis sebagai berikut. ½ = setengah ¾ = tiga perempat 1/12 = seperdua belas 3¾ = tiga tiga perempat 1,2 = satu dua persepuluh g. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat ditulis dengan tiga cara: dengan huruf, angka Romawi, dan ke- yang diikuti angka. a. Paku Buwono kesepuluh b. Paku Buwono X c. Paku Buwono ke-10 h. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an ada dua cara: dengan angka dan dengan huruf. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA tahun ‘60-an tahun enam puluhan 137 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah i. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau Amir menonton drama itu sampai tiga kali. dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa Ayah memesan tiga ratus ekor lambang bilangan digunakan secara berurutan, seperti ayam. Di antara 84 anggota yang hadir, dalam perincian dan pemaparan. 54 orang menyatakan setuju, 25 orang tidak setuju, dan 5 orang abstain. Dalam pesta tersebut ditampilkan 40 pasang penerima tamu, 35 orang pagar ayu, dan 35 orang pagar bagus. j. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya mudah dibaca. Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman sebesar Rp760.000.000.000,00 menjadi 760 miliar rupiah atau Rp760 miliar k. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali dalam dokumen resmi seperti Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp199.992,75 (seformulir bank, akta, atau kuitansi. ratus sembilan puluh sembilan l. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat. ribu sembilan ratus sembilan puluh dua dan tujuh puluh lima perseratus rupiah). m. Lambang bilangan pada awal kalimat tidak boleh ditulis Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu atau dengan angka. Jika perlu, susunan kalimat-kalimat diubah Dalam kecelakaan itu 15 orang sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu tewas. atau dua kata tidak terdapat di awal kalimat. 138 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah D. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka. Mustakim. 1992. Tanya Jawab Ejaan Bahasa Indonesia untuk Umum. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Balai Pustaka. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Diknas RI. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Sakri, Adjat. 1992. Ejaan Bahasa Indonesia. Bandung: Penerbit ITB. Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 139 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 140 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah LAMPIRAN B: KALIMAT EFEKTIF A. PENDAHULUAN Sebuah makalah, baik makalah ilmiah maupun populer, merupakan upaya penulis untuk mengomunikasikan pemikirannya kepada khalayak luas. Pada saat sebuah tulisan, dalam hal ini, sebuah makalah dibaca, antara isi makalah dan pembacanya hanya ada bahasa. Bahasalah yang merupakan perantara atau media penyampai gagasan penulis kepada pembaca. Jika karya tulis yang disusun oleh penulis tidak jelas, tidak akan ada pesan yang dipahami oleh pembaca. Dalam upaya menyusun sebuah karya tulis kemampuan dan keterampilan penulis dalam merangkai kalimat memegang peranan penting. Kalimat yang efektif adalah kalimat yang secara jitu atau tepat mewakili gagasan atau perasaan penulis Untuk itu, penulis harus menguasai persyaratan yang tercakup dalam kalimat yang efektif. Kalimat yang efektif adalah kalimat yang secara jitu atau tepat mewakili gagasan atau perasaan penulis. Untuk dapat membuat kalimat yang efektif, ada tujuh hal yang harus diperhatikan, yaitu kesatuan gagasan, kepaduan, penalaran, kehematan atau ekonomi bahasa, penekanan, kesejajaran, dan variasi. Di samping ketujuh aspek tersebut ada pula tiga hal lain yang perlu mendapat perhatian pada saat kita menulis, yakni pilihan kata, ejaan, dan tanda baca (pungtuasi). Syarat kalimat efektif adalah a. kesatuan gagasan, b. kepaduan, c. penalaran, d. kehematan atau ekonomi bahasa, e. penekanan, f. kesejajaran, dan g. variasi B. KESATUAN GAGASAN Seperti halnya paragraf, gagasan sebuah kalimat harus jelas. Jika gagasan utama sebuah paragraf terletak dalam kalimat pokok atau utama, gagasan utama kalimat terletak pada subjek dan predikat kalimat. Sebuah kalimat, terutama kalimat dalam laras ilmiah, harus mengandung sebuah subjek dan predikat. Ketentuan tersebut dapat dilanggar dalam laras komik, laras dongeng, atau tulisan berjenis narasi dan deskripsi. Dalam tata bahasa Indonesia dikenal lima fungsi dalam kalimat, masing-masing adalah subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Subjek dan predikat merupakan PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA Sebuah kalimat dalam laras ilmiah harus mengandung sebuah subjek dan predikat. Lima fungsi dalam kalimat a. subjek, b. predikat, c. objek, d. pelengkap, dan e. keterangan 141 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah inti kalimat. Inti kalimat yang memiliki predikat berupa kata kerja yang transitif dapat dilengkapi oleh objek. Kalimat yang memiliki predikat berupa kata kerja yang intrasitif dapat diikuti oleh pelengkap. Subjek adalah bagian kalimat yang menandai apa yang dinyatakan oleh penulis. Subjek dapat berupa kata benda, kata kerja, frase yang dibendakan, atau klausa terikat. Subjek adalah bagian kalimat yang menandai apa yang dinyatakan oleh penulis. Predikat adalah bagian kalimat yang menandai apa yang dinyatakan oleh penulis tentang subjek. Dalam bahasa Indonesia, predikat dapat berupa kata kerja, kata benda, kata sifat, kata bilangan, frase berkata depan. Perilaku predikat dalam bahasa Indonesia berbeda dari bahasa-bahasa barat, seperti Inggris, Prancis, atau Jerman. Predikat adalah bagian kalimat yang menandai apa yang dinyatakan oleh pembicara tentang subjek. Objek adalah bagian kalimat yang melengkapi kata kerja sebagai hasil perbuatan, yang dikenai perbuatan, yang menerima, atau yang diuntungkan oleh perbuatan. Untuk itu, dibedakan antara objek langsung dan objek tak langsung. Objek berupa kata benda, frase yang dibendakan, atau klausa terikat. Predikat yang membutuhkan objek adalah kata kerja transitif yang ditandai oleh kata berawalan me-, me-i, atau mekan. Objek adalah bagian kalimat yang melengkapi kata kerja sebagai hasil perbuatan, yang dikenai perbuatan, yang menerima, atau yang diuntungkan oleh perbuatan. Pelengkap adalah bagian klausa yang merupakan bagian dari predikat kata kerja yang menjadikannya predikat lengkap. Beda pelengkap dari objek adalah bahwa objek dalam kalimat transitif aktif dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Predikat yang diikuti oleh pelengkap adalah kata berawalan ber-, ter-, ke-an, ber-an, ber-kan, atau kata-kata menjadi, merupakan. Ada berbagai jenis pelengkap. Sementara ini, yang didaftarkan dalam pengajaran bahasa adalah sebagai berikut. Pelengkap subjek Pelengkap pengkhususan Pelengkap objek Pelengkap resiprokal Pelengkap pelaku Pelengkap pemeri Pelengkap adalah bagian klausa yang merupakan bagian dari predikat kata kerja yang menjadikannya predikat lengkap. Pelengkap musabab 142 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Keterangan adalah bagian kalimat yang tidak merupakan inti kalimat. Keterangan berfungsi meluaskan atau membatasi makna subjek atau predikat. Jika keterangan dalam kalimat dihilangkan, informasi yang terkandung dalam kalimat tidak akan berubah. Keterangan dalam kalimat dapat ditandai oleh kata depan (preposisi) yang mendahuluinya. Daftar kata depan ada di akhir makalah ini. Berbagai keterangan yang sementara ini digunakan dalam pengajaran bahasa adalah sebagai berikut. Keterangan akibat Keterangan perwatasan Keterangan alasan Keterangan alat Keterangan modalitas Keterangan asal Keterangan kualitas Keterangan waktu Keterangan perlawanan Keterangan adalah bagian kalimat yang tidak merupakan inti kalimat. Keterangan kuantitas Keterangan tempat Keterangan objek Keterangan sebab Keterangan tujuan Keterangan subjek Keterangan syarat Keterangan peserta Ada dua jenis kesatuan dalam sebuah kalimat, yaitu kesatuan tunggal dan kesatuan gabungan atau majemuk. Kalimat yang mengandung kesatuan tunggal adalah kalimat yang mengandung hanya sebuah subjek dan sebuah predikat. Kalimat demikian dapat memiliki objek atau pelengkap dan dapat pula diperluas oleh keterangan. Dua jenis kesatuan: a. kesatuan tunggal dan b. kesatuan gabungan atau majemuk. Kalimat Tunggal adalah kalimat yang mengandung hanya satu subjek dan satu predikat. S1 + P1 (+ O/Pel) (+ Ket) Kalimat yang mengandung kesatuan majemuk atau gabungan adalah kalimat yang mengandung lebih dari satu subjek dan predikat. Kesatuan itu dapat bersifat setara (koordinatif) atau bertingkat (subordinatif). Kesatuan setara adalah penggabungan dua kalimat menjadi sebuah kalimat dengan sebuah kata hubung atau konjungsi. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA Kalimat majemuk adalah kalimat yang mengandung lebih dari satu subjek dan predikat serta dapat bersifat setara dan bertingkat. 143 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah S1 + P1 + konjungsi + S2 + P2 Kesatuan bertingkat adalah penggabungan dua kalimat atau lebih dengan cara menyisipkan salah satu kalimat ke dalam kalimat lainnya diawali oleh sebuah kata hubung. Kalimat yang menyisip disebut anak kalimat, sedangkan kalimat yang disisipi disebut induk kalimat. Kalimat majemuk bertingkat mengandung induk kalimat dan anak kalimat. S1 + P1 Konjungsi + S2 + P2 Bahwa ujian akan diundur sudah diketahui semua orang Konj + S2 + P2 = S1 P1 Pelengkap S1 + P1 + O1 Konjungsi + S2 + P2 Ia mengatakan bahwa Pemilu akan berlangsung damai. S1 P1 Konj + S2 + P2 S1 + P1 + Keterangan Konjungsi + S2 + P2 Peraturan itu berlaku setelah dekan baru dilantik. S1 P1 Konj + S2 + P2 C. KEPADUAN Kepaduan dalam kalimat berkaitan dengan hubungan timbal balik yang baik dan jelas di antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata) yang membentuk kalimat itu. Hubungan itu harus logis dan jelas bagi pembaca. Sering kali, ada kalimat yang terlalu panjang sehingga sulit bagi pembaca untuk mengetahui maksud penulis. Perlu diingat bahwa keterangan yang baik adalah keterangan yang dekat pada hal yang diterangkannya. Jika terlalu banyak keterangan yang disisipkan ke dalam sebuah kalimat, pembaca akan kehilangan fokus. 144 Kepaduan adalah hubungan timbal balik yang baik dan jelas di antara unsur-unsur yang membentuk kalimat PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah D. PENALARAN Kesatuan dan kepaduan dalam kalimat tidak akan tercapai jika tidak disertai oleh penalaran. Penalaran adalah suatu alur berpikir yang berusaha agar kalimat dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dipahami dengan mudah, cepat, tepat, serta tidak menimbulkan kesalahpahaman. Unsur-unsur dalam kalimat dihubung-hubungkan sehingga membentuk kesatuan pikiran yang masuk akal. Kalimat majemuk, kalimat yang panjang dan luas merupakan kalimat yang mengandung gabungan gagasan. Gagasangagasan itu dihubungkan secara logis oleh kata hubung atau konjungsi. Berikut ini, didaftarkan berbagai hubungan yang terbentuk di antara unit-unit bahasa dengan penggunaan kata hubung tertentu. Di dalam tulisan karya tulis, hubungan logis harus diungkapkan secara eksplisit agar pembaca mudah memahami maksud penulis. Bahasa Indonesia mengenal tiga macam hubungan logis. 1. Hubungan koordinatif adalah hubungan setara di antara bagian-bagian kalimat (proposisi). Contoh: Museum itu kecil, tetapi memiliki koleksi yang sangat berharga. Hubungan koordinatif dengan makna tertentu ditandai oleh kata hubung tertentu, sebagai berikut. 1) Hubungan penambahan: dan Penalaran adalah suatu alur berpikir agar kalimat dapat dipertanggungjawabkan, dapat dipahami dengan mudah, cepat, tepat, serta tidak menimbulkan kesalahpahaman Tiga macam hubungan logis a. hubungan koordinatif (setara) b. hubungan korelatif (saling kait) c. hubungan subordinatif (kebergantungan) Hubungan koordinatif adalah hubungan setara yang ditandai oleh 1) hubungan penambahan 2) hubungan pendampingan 3) hubungan pemilihan 4) hubungan perlawanan 5) hubungan pertentangan 2) Hubungan pendampingan: serta 3) Hubungan pemilihan: atau 4) Hubungan perlawanan: tetapi, melainkan 5) Hubungan pertentangan: padahal, sedangkan 2. Hubungan korelatif adalah hubungan saling kait di antara bagian-bagian kalimat. Contoh: Istana itu tidak hanya menarik, tetapi juga merupakan warisan sejarah. Hubungan korelatif ditandai oleh kata sambung yang menunjuk hubungan logis tertentu. 1) Hubungan penambahan: baik ... maupun ...; tidak hanya ..., tetapi juga ...; bukan hanya ..., melainkan juga ... PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA Hubungan korelatif adalah hubungan saling kait yang ditandai oleh 1) hubungan penambahan 2) hubungan perlawanan 3) hubungan pemilihan 4) hubungan akibat 5) hubungan penegasan 145 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 2) Hubungan perlawanan: tidak ..., tetapi ...; bukan ..., melainkan ... 3) Hubungan pemilihan: apakah ... atau ...; entah ... entah ... 4) Hubungan akibat: demikian ... sehingga ...; sedemikian rupa ... sehingga ... 5) Hubungan penegasan: jangankan ..., ... pun ... 3. Hubungan subordinat adalah hubungan kebergantungan di antara induk kalimat dan anak kalimat. Contoh: Pertunjukan harus tetap berlangsung meskipun hanya sedikit penontonnya. Ada tiga belas macam hubungan subordinatif yang masing-masing ditandai oleh kata sambung yang berbeda. 1) Hubungan waktu: a) awal: sejak, semenjak, sedari. b) serempak: sewaktu, ketika, tatkala, sementara, begitu, seraya, selagi, selama, senyampang, sambil, demi. Hubungan subordinat adalah hubungan ketergantungan yang ditandai oleh 1) hubungan waktu 2) hubungan syarat 3) hubungan pengandaian 4) hubungan tujuan 5) hubungan perlawanan 6) hubungan pembandingan 7) hubungan sebab 8) hubungan akibat 9) hubungan alat 10) hubungan cara 11) hubungan pelengkap 12) hubungan keterangan 13) hubungan perbandingan c) posterioritas: setelah, sesudah, sehabis, selesai, seusai. d) anterioritas: sebelum. e) akhir: hingga, sampai. 2) Hubungan syarat: kalau, jikalau (lisan), jika, asal(kan), bila, manakala, dengan syarat. 3) Hubungan pengandaian: umpamanya, sekiranya. andaikata, seandainya, 4) Hubungan tujuan: untuk, supaya, agar, biar (lisan). 5) Hubungan perlawanan atau konsesif: biarpun, meski(pun), walau(pun), sekalipun, sungguhpun, kendati(pun). 6) Hubungan pembandingan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, ibarat, daripada, alih-alih. 7) Hubungan sebab: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab. 146 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 8) Hubungan hasil atau akibat: sehingga, maka(nya), sampai(sampai), 9) Hubungan alat: dengan, tanpa. 10) Hubungan cara: dengan, tanpa. 11) Hubungan pelengkap: bahwa, agar, untuk, apakah (dan kata tanya lain). 12) Hubungan keterangan: yang. 13) Hubungan perbandingan: sama ... dengan, lebih ... daripada, berbeda ... dari. E. KEHEMATAN ATAU EKONOMI BAHASA Kehematan adalah penggunaan kalimat yang tidak berbelitbelit dan tidak boros kata. Kalimat yang berbelit-belit dapat memancing kesan bahwa penulis tidak menguasai persoalan dan hanya menghabiskan waktu pembaca. Kehematan menyangkut kemahiran dalam soal kaidah bahasa dan pengetahuan makna kata. Kehematan tidak berarti bahwa kata yang dibutuhkan atau kata yang menambah nilai arstistik boleh dihilangkan. Panjang sebuah kalimat yang mudah dicerna oleh pembaca umum atau anak-anak adalah 15—20 kata. Untuk pembaca dengan tingkat pendidikan universitas, dengan kemampuan sintesis yang lebih tinggi, kalimat dapat dibangun oleh lebih dari 25 kata. Akan tetapi, tidak dianjurkan kalimat yang mengandung lebih dari 30 kata. Kehematan dapat diperoleh dengan lima cara sebagai berikut. a. Menggunakan kata yang lugas dan imbuhan yang jelas. b. Menghindari penggunaan subjek yang sama dalam sebuah kalimat. c. Menghindari penggunaan hiponimi. d. Menghindari penggunaan kata depan (preposisi) di depan kalimat. Kehematan adalah penggunaan kalimat yang tidak berbelit-belit dan tidak boros kata Cara memperoleh kehematan a. menggunakan kata yang lugas; b. menghindari penggunaan subjek yang sama; c. menghindari penggunaan hiponimi; d. menghindari penggunaan kata depan di awal kalimat; e. menghindari penggunaan kata ulang jika sudah ada kata bilangan. e. Menghindari penggunaan kata ulang jika sudah ada kata bilangan di depan kata benda. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 147 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah F. PENEKANAN DALAM KALIMAT Gagasan utama dalam sebuah kalimat tidak sama dengan penekanan atas sebuah kata dalam kalimat. Penekanan dalam sebuah kalimat adalah usaha penulis untuk menampilkan fokus dalam kalimat. Penekanan dalam kalimat dapat bergeser dari satu kata ke kata lain dalam sebuah kalimat, sedangkan gagasan utama dalam kalimat tidak dapat dipindah-pindah. Penekanan diberikan untuk menjaga minat pembaca. Dalam ragam lisan, penekanan dapat diperoleh dengan memberi tekanan pada kalimat dengan intonasi tertentu disertai dengan mimik dan gerak tubuh. Dalam ragam tulis, ada berbagai cara untuk memberi tekanan kepada kata dalam sebuah kalimat. a. Mengubah posisi dalam kalimat, yaitu dengan meletakkan kata atau kelompok kata yang penting di awal kalimat. b. Mengulang kata yang dianggap penting dalam kalimat. Penekanan adalah usaha penulis untuk menampilkan fokus dalam kalimat 2) Cara Memberi Tekanan a. Mengubah posisi dalam kalimat. b. Mengulang kata yang dianggap penting dalam kalimat. c. Mempertentangkan kata atau gagasan dengan kata atau gagasan lain dalam kalimat. d. Memberi partikel penekan pada kata yang akan ditonjolkan dalam kalimat. c. Mempertentangkan sebuah kata atau gagasan dengan kata atau gagasan lain dalam kalimat sehingga muncullah gagasan yang dipentingkan. d. Memberi partikel penekan ditonjolkan dalam kalimat. pada kata yang akan G. KESEJAJARAN Kesejajaran adalah perincian beberapa unsur yang sama penting dan sama fungsinya secara berurutan dalam kalimat. Dalam penyusunan itu, harus diperhatikan bahwa digunakan bentuk bahasa yang sama atau konstruksi yang sama. Kesamaan itu penting untuk menjaga pemahaman dan fokus pembaca. Kesejajaran atau paralelisme itu terwujud dalam bentuk sebagi berikut. a. Jika urutan dinyatakan dalam kelompok kata (frase), urutan berikutnya harus dinyatakan dalam kelompok kata (frase) juga. b. Jika urutan dinyatakan dalam kelas kata tertentu, urutan berikutnya harus dinyatakan dalam kelas kata yang sama. 148 Kesejajaran adalah perincian beberapa unsur yang sama penting dan sama fungsinya secara berurutan dalam kalimat. Syarat Kesejajaran a.Jika urutan dinyatakan dalam kelompok kata (frase), urutan berikutnya harus dinyatakan dalam kelompok kata (frase) juga b.Jika urutan dinyatakan dalam kelas kata tertentu, urutan berikutnya harus dinyatakan dalam kelas kata yang sama. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah H. VARIASI Variasi dalam kalimat adalah penggunaan berbagai pola kalimat untuk mencegah kebosanan pembaca dan untuk menjaga agar minat dan perhatian pembaca tetap terpelihara. Ada berbagai variasi dalam kalimat, yakni a. Cara mengawali sebuah kalimat: Variasi adalah penggunaan berbagai pola kalimat untuk mencegah kebosanan pembaca dan untuk menjaga agar minat dan perhatian pembaca tetap terpelihara. 1) Subjek pada awal kalimat, 2) Predikat pada awal kalimat, atau 3) Keterangan pada awal kalimat. b. Panjang pendek kalimat. c. Jenis kalimat, seperti kalimat berita, kalimat perintah. d. Kalimat aktif dan pasif. a) Jenis Variasi dalam Kalimat a. cara mengawali kalimat. b. panjang pendek kalimat. c. jenis kalimat. d. kalimat aktif dan pasif. e. kalimat langsung dan tidak langsung. e. Kalimat langsung dan tidak langsung. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 149 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah I. DAFTAR KONJUNGSI adapun agar agar supaya akan tetapi alih-alih alkisah andaikata apabila apalagi arkian asal asalkan atau bahkan bahwa bahwasanya baik… ataupun ... baik… baik ... baik… maupun ... begitu begitu… begitu ... berhubung bertambah… bertambah ... biar biar…asal ... biarpun biarpun begitu bilamana bukan ... melainkan ... bukan hanya ... melainkan ... boro-boro (nonbaku) dalam pada itu dan dan lagi daripada demi di mana di mana … di situ ... di samping di samping itu entah…entah… gara-gara (nonbaku) hanya hatta hingga hubaya-hubaya itu pun jangan-jangan jangankan jangankan …selang jika jika kiranya jikalau kalau (nonbaku) kalau-kalau (nonbaku) kalaupun karena kecuali kemudian kendati kendatipun ketika kian… kian lagi lagi pula lalu lamun lantaran lantas (nonbaku) lebih-lebih lebih-lebih lagi maka maka itu makin… makin… malah malahan mana pula manakala manalagi melainkan mengenai mentang-mentang meski meskipun meskipun begitu meskipun demikian misalnya namun nan oleh karena oleh karena itu omong-omong (nonbaku) padahal sambil sampai sampai-sampai seakan-akan seandainya sebab sebaliknya sebelumnya sebermula sedang sedangkan sehingga sekalipun sekalipun begitu sekalipun demikian sekiranya selain selain itu selanjutnya sembari (nonbaku) sementara sementara itu seolah-olah seraya serta sesudah itu sesungguhnya setelah itu setelah sudah… maka sungguhpun begitu sungguhpun demikian supaya syahdan tambahan lagi tambahan pula tapi (nonbaku) tatkala tempat tengah teringatnya tetapi tiap kali umpamanya waktu walapun demikian walau walaupun ya… ya ... yaitu yakni yang 150 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah J. DAFTAR PREPOSISI akan akibat antar antara antara… dan … bagai bagaikan bagi bak berbeda dengan berhadapan berhadapan dengan berhubung berhubungan dengan berkat berkenaan dengan berlainan dengan berlawanan dengan bersamaan dengan bersangkutan dengan bertentangan dengan bertolak dari buat dalam dari dari antara daripada dari … ke dari…sampai … dari … hingga … demi dengan di guna hingga karena ke kecuali kepada ketimbang (nonbaku) kurang laksana lantaran lewat melalui mengenai mengingat mengingat akan menimbang menjelang menuju menuju ke menurut menyangkut oleh oleh karena oleh sebab pada pasal per peri perihal perkara sama (nonbaku) sampai sampai dengan sebagai sebagaimana secara sedari seingat seiring sejajar sejak sejak dari sejak … hingga … sejak … sampai … sejalan sekeliling sekitar selain selain dari selain daripada selama selaras semacam semenjak seperti PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA sepanjang sesuai dengan tanpa tentang terhadap tinimbang (nonbaku) untuk waktu 151 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah K. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed. ke-2. Jakarta: Balai Pustaka. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa Indah. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdiknas. 1999. Pedoman Ejaan yang Disempurnakan. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Sakri, Adjat. 1995. Bangun Kalimat Bahasa Indonesia. (Ed. ke-2) Bandung: Penerbit ITB Bandung. Soedjito. 1986. Kalimat Efektif. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara. Widiastuti, Udiati. 1995. Panduan Pustaka: Kalimat Efektif Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 152 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah LAMPIRAN C: CARA MENGACU Dalam kegiatan penulisan ilmiah, tidak seorang penulis pun berhak menambahkan pendapatnya pada apa yang ditulisnya, apalagi menyatakan bahwa pendapat tersebut adalah pendapat pribadinya. Dalam dunia ilmiah, setiap komentar, setiap pendapat, bahkan setiap kata harus dipertanggungjawabkan penulis. Bentuk pertanggungjawaban tertulis yang lazim dalam kegiatan penulisan ilmiah adalah rujukan atau acuan. Rujukan atau acuan dapat berupa (1) daftar pustaka, (2) daftar acuan, (3) pengacuan di awal kalimat, (4) pengacuan di akhir kalimat, (5) pengacuan di akhir paragraf, dan (6) catatan kaki. Setiap macam rujukan mematuhi aturan tertentu, yang ditetapkan lembaga, media, atau bidang selingkung masingmasing. Misalnya, aturan pengacuan yang diberlakukan untuk skripsi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Unversitas Indonesia tidak sama dan tidak berlaku untuk skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Demikian pula, cara mengacu di majalah Sari Pediatri (Ikatan Dokter Anak Indonesia) tidak sama dengan cara yang dianut majalah Makara Universitas Indonesia. Majalah Makara bahkan membedakan cara mengacu untuk majalah Makara, Sosial Humaniora; Makara, Sains; Makara, Teknologi; Makara, Kesehatan. RUJUKAN bentuk tertulis pertanggungjawaban penulis karya ilmiah mengenai apa yang ditulisnya. RAGAM RUJUKAN 1. Daftar Pustaka 2. Daftar Acuan 3. Pengacuan di awal kalimat 4. Pengacuan di akhr kalimat 5. Pengacuan di akhir paragraf 6. Catatan Kaki 1. Daftar Pustaka Frasa Daftar Pustaka bersinonim dengan Bibliografi dan Kepustakaan, yaitu “semua buku, karangan, dan tulisan mengenai suatu bidang ilmu, topik, gejala, atau kejadian” (KBBI Ed. ketiga 2002: 912). Sumber yang didaftarkan mencakup sumber-sumber yang diacu dan yang tidak diacu. Sumber yang diacu adalah sumber yang digunakan penulis sebagai sumber informasi untuk tulisannya. Sumber yang tidak diacu adalah sekalian buku dan sumber pustaka lain yang pernah dibaca penulis, tetapi, mungkin, tidak digunakan untuk penyusunan tulisannya. Ada arti lain yang dikandung istilah kepustakaan, yaitu “sumber acuan” (KBBI Ed. ketiga 2002: 912), Akan tetapi, arti tersebut lebih tepat digunakan untuk ragam rujukan yang kedua, yaitu Daftar Acuan. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA DAFTAR PUSTAKA bersinonim dengan Bibliografi dan Kepustakaan, yaitu semua buku, karangan, dan tulisan mengenai suatu bidang ilmu, topik, gejala, atau kejadian (KBBI Ed. ketiga 2002: 912). 153 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 2. Daftar Acuan Acu berarti “menunjuk (kepada); merujuk” dan acuan berarti “rujukan; referensi” (KBBI Ed. ketiga 2002: 4–5). Dengan demikian, arti kedua kepustakaan, yaitu “daftar kitab yang dipakai sebagai sumber acuan untuk mengarang dan sebagainya” (KBBI Ed. ketiga 2002: 912) sangat tepat menggambarkan pengertian yang dikandung Daftar Acuan, yang bersinonim dengan Daftar Rujukan dan Daftar Referensi. Dengan kata lain, dalam Daftar Acuan hanya didaftarkan sumber-sumber pustaka yang memang dan benar diacu penulis untuk menyusun tulisannya. Daftar Acuan memuat sekalian pustaka yang menjadi sumber sintesis kerangka pemikiran penulis serta melandasi alasan pemilihan topik, metode penelitian, dan proses analisisnya. DAFTAR ACUAN bersinonim dengan Daftar Rujukan dan Daftar Referensi, yaitu daftar kitab yang dipakai sebagai sumber acuan untuk mengarang dan sebagainya (KBBI Ed. ketiga 2002: 912) Baik Daftar Pustaka, maupun Daftar Acuan memiliki beragam sistem penyusunan. Dalam Modul 4 Daftar Pustaka, telah diuraikan beberapa sistem yang ada serta contoh masing-masing. 3. Pengacuan di awal kalimat Kolom terakhir Tabel Ragam Rujukan (halaman 11) mencantumkan contoh cara mengacu di awal kalimat pada butir (a). 4. Pengacuan di akhir kalimat Kolom terakhir Tabel Ragam Rujukan (halaman 161) mencantumkan contoh cara mengacu di akhir kalimat pada butir (b). 5. Pengacuan di akhir paragraf Cara menuliskan pengacuan di akhir paragraf sama dengan di akhir kalimat. Jika sumber yang diacu—baik di awal atau akhir kalimat maupun akhir paragraf—lebih dari satu, urutan pencantumannya diawali sumber yang tahun penerbitannya tertua ke tahun yang paling muda. Dengan kata lain, urutannya tidak berdasarkan abjad penulis sumber yang diacu. Misalnya, urutan pencantuman bukan Abubakar 1995; Darwis 1985; Mintuno 2001, melainkan Darwis 1985; Abubakar 1995; Mintuno 2001. 154 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 6. Catatan Kaki Catatan kaki adalah “keterangan yang dicantumkan pada margin bawah pada halaman buku (biasanya dicetak dengan huruf yang lebih kecil daripada huruf di teks guna menambahkan rujukan uraian di dalam naskah pokok)” (KBBI Ed. ketiga 2002: 196). Jika keterangan semacam itu ditempatkan di akhir bab atau, bahkan, di akhir karangan, catatan itu disebut sebagai Keterangan atau Catatan Belakang. Hubungan antara catatan kaki dan teks yang diberi penjelasan, biasanya, dinyatakan dengan nomor penunjukan yang sama untuk teks dan catatan kakinya. Baik di dalam teks, maupun pada catatan kakinya, nomor tersebut dicetak sebagai superskrip, yaitu huruf yang berukuran lebih kecil daripada teks dan berada sekitar setengah spasi lebih tinggi daripada teks. Dengan peranti lunak MS-Word, misalnya, pembuatan catatan kaki dapat dilakukan secara otomatis1. Pilihan untuk menandai hubungan juga tersedia beragam, misalnya dapat berupa nomor urut angka arab (1,2,3…), angka romawi kecil (i, ii, iii, …), huruf kecil (a, b, c, …), tanda asterisk (*), atau tanda salib (†). CATATAN KAKI keterangan yang dicantumkan pada margin bawah pada halaman buku (biasanya dicetak dengan huruf yang lebih kecil daripada huruf di teks guna menambahkan rujukan uraian di dalam naskah pokok (KBBI Ed. ketiga 2002: 196) Unsur-unsur catatan kaki Unsur-unsur catatan kaki, umumnya, sama dengan data pustaka suatu Daftar Acuan, yaitu (1) penulis, (2) judul, (3) data pustaka berupa tempat dan tahun penerbitan, serta (4) jilid dan nomor halaman. Saat pertama kali merujuk suatu sumber, nama penulis sumber tidak dibalik dan data pustaka dituliskan lengkap. Contoh: 1Joseph Gibaldi, MLA Handbook for Writers of Research Papers. 5th ed. (New York: MLA, 1999), hlm. 35. a. Nama penulis sumber ditulis lengkap, tidak dibalik karena referensi pertama; 1 Ini contoh pembuatan catatan kaki secara otomatis yang menggunakan nomor urut. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 155 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah b. Antara nama penulis sumber dan judul buku digunakan tanda koma, bukan titik. Sebaliknya, antara judul buku dan data pustaka tidak ada titik ataupun koma (pada contoh, tanda titik digunakan karena menandai singkatan kata edition); c. Tempat, penerbit, dan tahun penerbitan sumber pustaka diapit tanda kurung. Nama tempat dibubuhi tanda titik dua, kemudian diikuti nama penerbit yang diakhiri tanda koma, dan diikuti angka tahun penerbitan. Jika catatan kaki yang berikut menunjuk kepada karya yang telah dirujuk dalam catatan nomor sebelumnya, digunakan singkatan ibid. (= ibidem), yang berarti di tempat yang sama. Jika halaman yang dirujuk berbeda, sesudah singkatan ibid. dicantumkan pula nomor halamannya. Jika nomor halamannya sama, cukup ibid. Contoh: 2Ibid. hlm. 40. Jika catatan kaki menunjuk kembali kepada sumber yang telah disebut lebih dahulu, tetapi sudah diselingi sumber lain, digunakan singkatan op. cit. atau loc. cit., tergantung pada jenis sumber yang diacu. Singkatan op.cit. (= opere citato), yang berarti karya yang telah dikutip, digunakan jika catatan itu menunjuk kembali kepada sumber buku yang telah disebut lebih dahulu, tetapi sudah diselingi sumber lain. SINGKATAN ibid. = ibidem (di tempat yang sama) loc. cit. = loco citato (bagian karangan yang dikutip) op. cit. = opere citato (karya yang telah dikutip) Contoh: 6Gibaldi op. cit. hlm. 45. Singkatan loc. cit. (= loco citato), yang berarti bagian (suatu) karangan yang dikutip, digunakan jika catatan kaki menunjuk kepada sebuah artikel dalam buku himpunan karangan, majalah, harian, atau ensiklopedia yang telah disebut sebelumnya, tetapi diselingi oleh catatan bersumber lain. Karena artikel merupakan bagian dari buku himpunan karangan, majalah, harian, atau ensiklopedia, ia tidak merupakan karya atau opus sehingga digunakan locus, yang berarti tempat. 156 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Contoh: 8Robert Ralph Bolgar, “Rhetoric,” Encyclopaedia Brittanica (1970), XIX, 257–260. ( Nomor jilid dinyatakan dengan angka romawi.) 9Keraf, Komposisi, hlm. 125. 10Bolgar, loc. cit., hlm. 260. Jika ada lebih dari satu buku ditulis orang yang sama dan buku-buku itu dirujuk, nama penulis diikuti satu bentuk singkat dari judul yang dimaksud agar tidak menimbulkan keraguan. Contoh: 3Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi (Jakarta: Gramedia, 1982), hlm. 25. 4Gorys Keraf, Komposisi. Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa (Ende: Nusa Indah, 1994), hlm. 50. 5Keraf, Argumentasi, hlm. 60. Nama penulis kedua, ketiga, dan seterusnya dari satu sumber pustaka ditulis semua. Contoh: 7Sabarti Akhadiah, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan, Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia (Jakarta: Erlangga, 1988), hlm. 35. Jika tidak ada nama penulis, catatan kaki dimulai dengan judul buku atau judul artikel. Contoh: 14”Vaccination,” Encyclopaedia Brittanica (4th ed.), XXII, 921– 923. Jika karangan diambil dari suatu himpunan artikel, nama pengarang didahulukan, sedangkan editor atau penyunting buku himpunan mengikutinya. Contoh: 15Harimurti Kridalaksana, “Pembentukan Istilah Ilmiah dalam Bahasa Indonesia,” Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai Tjermin Manusia Indonesia Baru, ed. Lukman Ali (Djakarta, 1967), hlm. 84–85. PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 157 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah Contoh penerapan pengacuan dengan sistem catatan kaki. 1Joseph Gibaldi, MLA Handbook for Writers of Research Papers. 5th ed. (New York: MLA, 1999), hlm. 35. 2Ibid. hlm. 40. 3Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi (Jakarta: Gramedia, 1982), hlm. 25. 4Gorys Keraf, Komposisi. Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa (Ende: Nusa Indah, 1994), hlm. 50. 5Keraf, Argumentasi, hlm. 60. 6Gibaldi op. cit. hlm. 45. 7Sabarti Akhadiah, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan, Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia (Jakarta: Erlangga, 1988), hlm. 35. 8Robert Ralph Bolgar, “Rhetoric,” Encyclopaedia Brittanica (1970), XIX, 257–260. 9Keraf, Komposisi, hlm. 125. 10Bolgar, loc. cit., hlm. 260. 11Akhadiah et al., op. cit., hlm. 65. 12Ibid. hlm. 40. 13H. Soebadio, “Penggunaan Sansekerta dalam Pembentukan Istilah Baru,” Madjalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, I(April, 1963), hlm. 47–58. 14”Vaccination,” Encyclopaedia Brittanica (4th ed.), XXII, 921–923. 15Harimurti Kridalaksana, “Pembentukan Istilah Ilmiah dalam Bahasa Indonesia,” Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai Tjermin Manusia Indonesia Baru, ed. Lukman Ali (Djakarta, 1967), hlm. 84–85 158 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 159 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 160 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 161 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 162 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 163 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah LAMPIRAN D: CONTOH PETUNJUK UNTUK PENULIS MAJALAH MAKARA 164 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 165 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 166 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 167 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 168 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 169 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 170 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 171 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 172 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 173 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 174 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 175 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah 176 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah LAMPIRAN E: TANDA-TANDA KOREKSI = Tanda-tanda yang menunjuk pada unsur-unsur yang harus diperbaiki. Biasanya, jika terdapat banyak kesalahan pada baris yang sama, atau pada halaman tertentu. Di pias (margin) kertas, tanda tersebut dilengkapi perbaikan yang dimaksud. = Tanda pembalikan urutan huruf atau kata. Urutan huruf yang salah sering kali didapati pada naskah. = Tanda pemisahan atau penambahan jarak antarhuruf atau antarkata. = Tanda penyambungan atau pengrapatan jarak antarhuruf atau antarkata. = Tanda penyisipan huruf atau kata. = Tanda penggabungan larik atau baris. = Tanda pengrapatan jarak antarhuruf sebuah kata. = Tanda pemberian jarak antarhuruf sebuah kata. Contoh: Teks setelah dikoreksi: Huru-hara di dunia mahasiswa Perancis didahului gejala serupa itu di Jerman dan Polandia. Semua itu menunjukkan suatu pola umum dalam gejolak remaja di dunia. Dalam hubungan ini, patut diingat peranan aksi-aksi mahasiswa bulan Februari-Maret 1966 dan seterusnya. Ragi apakah yang memicu gerakan itu? Sumber: Keraf, G. 1989. Komposisi. Sebuah pengantar kemahiran bahasa. Nusa Indah, Ende: 258–259. (cf. Rifai, M.A. 1995. Pegangan gaya penulisan, penyuntingan, dan penerbitan karya ilmiah Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta: 112.) PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 177 BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah CARA CEPAT MENGOREKSI NASKAH Tulisan di bawah ini merupakan bagian dari Latar Belakang sebuah buram Usulan Penelitian. Kesatuan dan kepaduan paragraf tidak efektif Sumber: Keraf, G. 1989. Komposisi. Sebuah pengantar kemahiran bahasa. Nusa Indah, Ende: 258–259. (cf. Rifai, M.A. 1995. Pegangan gaya penulisan, penyuntingan, dan penerbitan karya ilmiah Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta: 112. 178 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah