bahasa indonesia - SCeLE

advertisement
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 1: LARAS ILMIAH DAN RAGAM BAHASA
1. PENDAHULUAN
Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk
dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya.
Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan
fungsi pemakaiannya. Dalam hal itu, kita mengenal berbagai
laras, seperti laras iklan, laras lagu, laras ilmiah, laras ilmiah
populer, laras feature, laras komik, laras sastra. Setiap laras
masih dapat dibagi lagi atas sublaras, misalnya laras sastra
dapat dibagi lagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel,
dan sebagainya.
LARAS BAHASA
adalah
kesesuaian antara bahasa
dan
fungsi pemakaiannya.
Setiap laras memiliki format dan gaya tersendiri. Setiap laras
dapat disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam bentuk
formal, semiformal, atau nonformal. Oleh karena itu, dalam
menulis, kita harus menguasai berbagai laras yang berbeda
itu agar dapat memilih laras yang tepat untuk khalayak
sasaran. Laras bahasa yang menjadi perhatian kita dalam
kelas ini adalah laras ilmiah.
2. LARAS ILMIAH
Karya tulis ilmiah bukan sepenuhnya karya ekspresi diri.
Sebuah karya tulis fiksi, atau sering disebut karya sastra,
merupakan ekspresi diri penulisnya yang dihasilkan dari
imajinasi penulis. Hasil karya penulis merupakan hasil
rekaannya sendiri berdasarkan realitas di sekelilingnya. Oleh
karena itu, hasil karyanya disebut karangan dan penciptanya
disebut pengarang (Soeseno, 1993: 1).
Sebaliknya, sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil
rangkaian fakta yang berupa hasil pemikiran, gagasan,
peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya
ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi
sebuah karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penulis karya
ilmiah tidak disebut pengarang melainkan disebut penulis
(Soeseno, 1993: 1).
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
KARYA TULIS ILMIAH
bukan
karya ekspresi diri.
KARYA TULIS ILMIAH
merupakan
hasil rangkaian fakta yang
berupa hasil pemikiran,
gagasan, peristiwa, gejala,
dan pendapat.
1
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Laras ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang
jelas. Meskipun demikian, dalam laras ilmiah, aspek
komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh
karenanya, berbagai kemungkinan untuk penyampaian yang
komunikatif tetap harus diperhatikan. Penulisan laras ilmiah
tidak hanya untuk mengekspresikan pikiran, tetapi untuk
menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat
meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil yang kita
temukan di lapangan. Dapat pula, kita menumbangkan
sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah
karya tulis ilmiah tetap harus dapat secara jelas
menyampaikan pesan kepada pembacanya.
Persyaratan lain bagi sebuah tulisan untuk dikategorikan
sebagai karya ilmiah adalah sebagai berikut (Brotowidjojo,
2002).
a. Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara
sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada
situasi spesifik.
b. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur,
dan tidak bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur
terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni
pencantuman rujukan dan kutipan yang jelas.
c. Karya ilmiah harus disusun secara sistematis, setiap
langkah direncanakan secara terkendali, konseptual,
dan prosedural.
d. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat
dengan pemahaman dan alasan yang indusif yang
mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.
PERSYARATAN
KARYA TULIS ILMIAH
A. Menyajikan fakta
objektif secara
sistematis atau
menyajikan aplikasi
hukum alam pada
situasi spesifik.
B. Ditulis secara cermat,
tepat, benar, jujur, dan
tidak bersifat terkaan..
C. Harus disusun secara
sistematis.
D. Menyajikan rangkaian
sebab-akibat yang
mendorong pembaca
untuk menarik
kesimpulan.
E. Mengandung
pandangan yang
disertai dukungan dan
pembuktian
berdasarkan suatu
hipotesis.
F. Ditulis secara tulus.
G. Pada dasarnya bersifat
ekspositoris.
e. Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai
dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu
hipotesis.
f. Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa
karya ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual
sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang
bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh
2
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
memanipulasi fakta, serta tidak bersifat ambisius dan
berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat
emotif.
g. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika
pada akhirnya timbul kesan argumentatif dan
persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan
kerangka karangan yang cermat. Dengan demikian,
fakta dan hukum alam yang diterapkan pada situasi
spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca
dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa
pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya
ilmiah tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan
bahwa karya tulis ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu
(1) harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau
mendua makna;
(2) harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan
pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan
kerancuan atau keraguan; dan
CIRI BAHASA
KARYA TULIS ILMIAH
1. Harus tepat dan tunggal
makna, tidak remang
nalar atau mendua
makna.
2. Harus secara tepat
mendefinisikan setiap
istilah, sifat, dan
pengertian yang
digunakan, agar tidak
menimbulkan
kerancuan atau
keraguan.
3. Harus singkat,
berlandaskan ekonomi
bahasa.
(3) harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
3. RAGAM BAHASA DALAM LARAS ILMIAH
Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang terjadi karena
pemakaian bahasa. Ragam bahasa terbagi atas dua kelompok,
yaitu ragam bahasa berdasarkan media pengantarnya dan
ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya.
A. Ragam Bahasa berdasarkan Media Pengantarnya
Penggunaan bahasa berdasarkan media pengantarnya atau
sarananya terbagi atas ragam lisan dan ragam tulis.
Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai
bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang formal dan
ragam lisan yang nonformal.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
RAGAM BAHASA
adalah
variasi bahasa yang terjadi
karena pemakaian bahasa.
RAGAM BAHASA
dilihat dari
(A) media pengantarnya:
tulis, lisan;
(B) situasi pemakaiannya:
formal, semiformal, dan
nonformal.
3
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak.
Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang formal
maupun nonformal. Ada pula ragam tulis dan lisan yang
semiformal. Artinya, tidak terlalu formal, namun tidak pula
terlalu nonformal. Laras ilmiah dapat ditemukan dalam
ragam tulis maupun ragam lisan.
B. Ragam Bahasa berdasarkan Situasi Pemakaiannya
Dalam uraian di atas, disebutkan ragam lain, yakni ragam
formal, ragam nonformal, dan ragam semiformal. Ragam
tersebut merupakan pengelompokan bahasa dari sudut
situasi pemakaian. Bahasa ragam formal memiliki sifat
kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi,
kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam formal tetap
luwes sehingga memungkinkan perubahan di bidang
kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan
berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan
modern (Alwi dkk., 1998: 14). Pembedaan antara ragam
formal, nonformal, dan semiformal dilakukan berdasarkan hal
berikut ini.
a. Topik yang sedang dibahas
b. Hubungan antarpembicara
c. Medium yang digunakan
d. Lingkungan
e. Situasi saat pembicaraan terjadi
Ada lima ciri yang dapat dengan mudah digunakan untuk
membedakan ragam formal dari ragam nonformal. Setiap ciri
adalah sebagai berikut.
a. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti
b. Penggunaan kata tertentu
c. Penggunaan imbuhan
d. Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata
depan (preposisi)
e. Penggunaan fungsi yang lengkap
4
KRITERIA
PEMBEDA RAGAM
BAHASA
a. Topik yang sedang
dibahas;
b. Hubungan
antarpembicara;
c. Medium yang
digunakan;
d. Lingkungan; atau
e. Situasi saat
pembicaraan terjadi
CIRI PEMBEDA
RAGAM BAHASA
A. Penggunaan kata sapaan
dan kata ganti
B. Penggunaan kata
tertentu
C. Penggunaan imbuhan
D. Penggunaan kata
sambung (konjungsi)
dan kata depan
(preposisi)
E. Penggunaan fungsi yang
lengkap.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri
pembeda ragam formal dari ragam nonformal yang sangat
menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan
cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu,
Saudara, Anda, atau kita akan menyertakan penyebutan
jabatan, gelar, atau pangkat. Sementara, untuk menyapa
teman atau rekan sejawat, kita cukup menyebut namanya
atau kita menggunakan bahasa daerah. Jika kita menyebut
diri kita, dalam ragam formal kita akan menggunakan kata
saya, sedangkan aku digunakan dalam ragam semiformal.
Dalam ragam nonformal, kita akan menggunakan kata gue,
ogut.
PENGGUNAAN KATA
SAPAAN DAN KATA
GANTI
Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat
menandai perbedaan ragam formal dari ragam nonformal.
Dalam ragam nonformal akan sering muncul kata nggak,
bakal, gede, udahan, kegedean, cewek, bokap, ortu. Di
samping itu, dalam ragam nonformal sering muncul bentuk
penekan, seperti sih, kok, deh, lho. Dalam ragam formal,
bentuk-bentuk itu tidak akan digunakan.
PENGGUNAAN KATA
TERTENTU
Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam formal
kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.
Hanya pada kalimat perintah kita dapat menghilangkan
imbuhan dalam kata kerjanya (verba). Dalam ragam
nonformal, imbuhan sering kali ditanggalkan. Misalnya, pake
untuk memakai, nurunin untuk menurunkan.
PENGGUNAAN
IMBUHAN
Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan
(preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam
nonformal, sering kali kata sambung dan kata depan
dihilangkan. Kadang kala, kenyataan itu mengganggu
kejelasan kalimat. Dalam laras jurnalistik kedua kelompok
kata tersebut sering dihilangkan. Hal itu menunjukkan bahwa
laras jurnalistik termasuk ragam semiformal.
KATA SAMBUNG
(KONJUNGSI) DAN
KATA DEPAN
(PREPOSISI)
Kelengkapan fungsi berkaitan dengan adanya bagian dalam
kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap
cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang
nonformal, predikat kalimat sering dihilangkan. Sering kali
pelesapan fungsi terjadi ketika kita menjawab pertanyaan
orang.
PENGGUNAAN FUNGSI
YANG LENGKAP
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
5
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Sebenarnya, pembedaan lain yang juga muncul, tetapi tidak
disebutkan di atas adalah intonasi. Masalahnya, pembeda
intonasi hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak
terwujud dalam ragam tulis.
Setiap laras dapat disampaikan dalam ragam formal,
semiformal, atau nonformal. Akan tetapi, tidak demikian
halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu
menggunakan ragam formal sekalipun disampaikan secara
lisan. Persyaratan itulah yang membedakan laras ilmiah dari
laras lainnya. Oleh karena itu, kita harus mempelajari unsurunsur yang membedakan laras ilmiah dari laras-laras lain.
LARAS ILMIAH
Harus selalu menggunakan
RAGAM BAHASA
FORMAL
sekalipun disampaikan
secara lisan.
4. DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.
Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:
Akademika Pressindo.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.
Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
6
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 2: BORANG DISKUSI-1 DAN TUGAS MANDIRI
1. PENDAHULUAN
Salah satu tugas yang harus dipenuhi, baik dalam sistem
pemelajaran
berdasarkan
masalah
(Problem-based
Learning/ PBL) maupun sistem pemelajaran berkolaborasi
(Collaborative Learning/CL), adalah penyusunan tugas
mandiri. Tugas mandiri disusun oleh setiap anggota
kelompok mahasiswa CL dan PBL dalam rangka
menyumbangkan pemikiran bagi kelompoknya pada saat
mengerjakan pemicu. Ada tiga bentuk tugas mandiri:
(1) ringkasan
TUGAS MANDIRI
(2) ikhtisar atau abstrak
(3) laporan bacaan jika mahasiswa
melaporkan isi sebuah buku.
diminta
untuk
1. Ringkasan
2. Ikhtisar atau Abstrak
3. Laporan bacaan
Penyusunan tugas mandiri merupakan kesempatan
mahasiswa
untuk
secara
individual
menunjukkan
kemampuannya, baik dalam hal kemahiran bahasa maupun
dalam hal pemahaman materi. Kesempatan itu mengemuka
karena laporan tugas mandiri merupakan tugas yang
dikerjakan dan dihasilkan oleh individu dan bukan hasil
kelompok. Penyusunan tugas mandiri dibahas pada saat
diskusi kelompok atau diskusi home-group. Cara membuat
dan menyusun ringkasan, ikhtisar atau abstrak, akan dibahas
dalam Modul 11 (Ringkasan dan Ikhtisar). Dalam modul ini
akan dibahas Borang (form) Diskusi-1 dan format laporan
bacaan.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
7
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
2. BORANG (FORM) DISKUSI-1
Form Diskusi-1 (Latihan 4) mempunyai empat ruang yang
harus diisi. Ruang pertama adalah “Definisi Masalah”. Ruang
kedua adalah “Hal Baru yang Harus Diketahui”. Ruang ketiga
adalah “Hal yang Sudah Diketahui”. Ruang keempat adalah
“Pembagian Tugas Bahasan yang Harus Dipelajari”.
Ruang Definisi Masalah adalah tempat untuk mencatat
permasalahan yang timbul dari pemicu yang diberikan oleh
fasilitator. Definisi Masalah menyerupai kalimat tesis. Cara
merumuskan Definisi Masalah ada dalam Modul 5 (Topik dan
Tesis). Definisi Masalah akan menjadi arahan bagi kelompok
dalam mengumpulkan bahan.
DEFINISI MASALAH
sama dengan
kalimat tesis
Ruang-ruang lain (“Hal Baru yang harus Diketahui” dan “Hal
yang Sudah Diketahui”) diisi dengan cara mencatat gagasangagasan (ide-ide) yang muncul. Gagasan itu dapat berupa
sebuah kata, sebuah frase (kumpulan kata), atau sebuah
kalimat. Selain itu, mahasiswa harus mencatat dari mana
gagasan itu dapat diambil. Misalnya, untuk topik
PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI, ada ide untuk membahas
kasus foto para selebriti yang dimuat dalam majalah pria.
Mahasiswa harus mencatat dari mana kasus itu dapat
diambil: dari tabloid, internet, atau televisi. Mahasiswa dapat
melihat Modul 4 untuk mengetahui tata cara menulis
rujukan.
3. FORMAT LAPORAN BACAAN
Laporan tugas mandiri bertujuan untuk mendorong
mahasiswa membaca buku-buku atau teks yang diwajibkan
serta meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam
memahami isi buku atau teks. Selain itu, mahasiswa dilatih
untuk membaca secara kritis dan mampu memilih bagian
yang dibutuhkan untuk menjawab keingintahuan mereka.
Terakhir, mahasiswa dilatih untuk mampu menyampaikan
hasil bacaannya kepada teman-teman sekelompok, secara
tulis maupun lisan.
8
ROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Laporan Bacaan cukup diuraikan dalam satu sampai dua
halaman saja yang terdiri atas tiga paragraf dan berspasi 1,5.
Format laporan bacaan adalah sebagai berikut.



JUDUL (bukan judul teks atau buku yang dilaporkan)
NAMA PENULIS/MAHASISWA pembuat laporan dan
nomor mahasiswa
DATA PUBLIKASI
- judul teks/buku
- nama pengarang
- kota dan nama penerbit
- tebal buku

PENDAHULUAN
- hal yang menjadi masalah
- kaitan teks atau buku dengan permasalahan

ISI
- ikhtisar atau kutipan yang akan disumbangkan pada
makalah kelompok

PENUTUP
- pendapat penulis mengenai bacaan yang
disampaikannya.
Langkah-langkah pembuatan laporan bacaan sama dengan
langkah-langkah pembuatan ringkasan dan ikhtisar.
LANGKAH-LANGKAH
MEMBUAT
LAPORAN BACAAN
(1) Membaca teks yang dibutuhkan. Teks dapat diambil dari
buku, artikel, atau internet.
1.
(2) Menandai atau mencatat bagian-bagian yang dianggap
penting.
2.
3.
Membaca teks yang
dibutuhkan
Menandai atau
mencatat bagianbagian yang dianggap
penting
Menyusun laporan
(3) Menyusun laporan tugas mandiri. Usahakan untuk
menggunakan kata-kata sendiri. Beri tekanan pada
kepentingan kutipan atau ikhtisar itu dengan
permasalahan yang dihadapi.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
9
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Laporan tugas mandiri akan lebih lengkap jika tidak hanya
merupakan kutipan atau ringkasan dari sebuah teks atau
buku. Sebaiknya, laporan itu merupakan sebuah sintesis dari
beberapa teks atau buku yang telah dibaca. Pada laporan
tugas mandiri seperti itu, ketentuan cara pengutipan berlaku
pula.
Contoh laporan tugas mandiri yang dibuat berdasarkan teks
“Abortus Dua Sisi” oleh Tb. Ronny Nitibaskara (Lampiran M21).
Dua Muka Abortus
JUDUL
NAMA MAHASISWA
oleh Miranti, 0702xxx
Judul: “Abortus Dua Sisi”
Pengarang: Tb. Ronny Nitibaskara, kriminolog, FISIPUI
DATA PUBLIKASI
Data Publikasi: Majalah Forum, VI: 18, 15 Desember 1997, 99
Apakah jika terpaksa, kita boleh melakukan aborsi atau
tidak? Pertanyaan itu selalu muncul dan muncul lagi. Akan
tetapi, tidak pernah ada jawaban. Pertanyaan itu pula yang
muncul sebagai pemicu kali ini. Ronny Nitibaskara, seorang
pengamat sosial, menulis mengenai aborsi dari kedua sisinya.
Menurut Nitibaskara, ada beberapa faktor yang dianggap
menjadi penyebab timbulnya praktik aborsi. (1)
meningkatnya perilaku permisif dan seks bebas di kalangan
remaja; (2) mudahnya melakukan aborsi sendiri dengan
berbagai cara; (3) lemahnya kontrol dan sanksi sosial.
Akibatnya, meskipun praktik aborsi dilarang di Indonesia
dan dikenai hukuman pidana, tetap saja tingkat aborsi di
Indonesia cukup tinggi. Aborsi itu dilakukan karena
kehamilan yang tidak dikehendaki dan bukan karena alasan
medis. Di kalangan remaja, sering kali kehamilan terjadi
karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman remaja
mengenai akibat hubungan seksual dan juga cara mencegah
kehamilan. Oleh karenanya, jika hamil di luar pernikahan,
remaja putri cenderung memilih melakukan aborsi.
10
PENDAHULUAN
ISI
ROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Melihat pembahasan di atas, terlihat bahwa masalah aborsi
masih merupakan dilema di Indonesia. Di satu pihak, aborsi
dilarang; di pihak lain, masih banyak orang melakukannya.
Uraian Nitibaskara itu dapat dikutip untuk menunjukkan
bahwa masalah aborsi saat ini di Indonesia masih merupakan
masalah yang bermuka dua.
PENUTUP
4. DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.
Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:
Akademika Pressindo.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.
Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Ramlan, M. 1993. Paragraf: Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Penerbit Andi Offset Yogyakarta.
Wishon, George E. dan Burks, Julia M. 1968. Let’s Write English. New York: American
Book Company.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
11
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
5. LAMPIRAN M2-1: TEKS ASLI
Baru-baru ini, ditemukan dua belas bayi
bercampur sampah di bawah jalan tol sekitar
Tb. Ronny Nitibaskara, kriminolog,
Tanjung Priok, Jakarta. Laporan dari bagian
FISIP UI
forensik RS Ciptomangunkusumo menye-butkan
bahwa sebagian besar bayi tersebut belum cukup
bulan. Ada kemungkinan bahwa hal itu berkaitan dengan kasus aborsi.
Abortus Dua Sisi
Aborsi dalam pengertian medis berarti kelahiran janin yang belum dapat mempertahankan
hidup. Aborsi dapat terjadi pada setiap wanita hamil karena berbagai sebab. Ada dua cara aborsi:
tidak sengaja alias keguguran (abortus apontaneous) dan sengaja (abortus provocatus). Aborsi
dengan sengaja masih terbagi dua: abortus provocatus medicinalis dan abortus provocatus
criminalis. Abortus provocatus medicinalis dilakukan dokter untuk keselamatan si ibu. Tindakan
itu dilindungi oleh pasal 48 KUHP sebagai alasan pemaaf. Sementara itu, aborsi yang dianggap
sebagai kejahatan adalah aborsi dengan cara yang kedua, yakni aborsi yang sengaja dilakukan
dengan alasan nonmedis terhadap janin yang sedang dikandung.
Keberadaan aborsi senantiasa menimbulkan pendapat pro dan kontra dalam masyarakat. Di
beberapa negara, aborsi dilarang keras. Pelakunya diancam hukuman yang relatif berat.
Sebaliknya, di sejumlah negara lain abortus diperbolehkan. Di Amerika Serikat, Jerman, dan RRC
yang sudah memiliki undang-undang yang mengizinkan aborsi, ternyata pengguguran
kandungan masih terus diperdebatkan. Di Amerika Serikat, sekitar 70.000 aktivis wanita
antiaborsi, akhir-akhir ini, melakukan unjuk rasa agar Mahkamah Agung di negara superkuat itu
mengkaji kembali UU Aborsi.
Di Indonesia, pengguguran kandungan secara tegas dilarang dan diancam hukuman pidana.
Hal itu tercermin dalam pasal 299, 346, 348, dan 349 KUHP. Pasal-pasal itu tidak hanya berlaku
bagi wanita yang melakukan tindakan aborsi, tetapi, juga bagi orang yang menyuruh melakukan
maupun pelaku aborsi, seperti dokter, bidan, atau dukun. Pasal-pasal tersebut menetapkan
sanksi yang relatif berat bagi pelanggar.
Meskipun demikian, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat aborsi di
Indonesia cukup tinggi. Menurut data resmi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Denpasar, dalam
periode Oktober 1988 sampai Maret 1989, tercatat 25 kasus pengguguran kandungan oleh
dokter swasta dan 80 kasus di RS pemerintah di Bali. Khusus di Jakarta, disinyalir bahwa ada
banyak klinik yang sanggup melakukan aborsi dengan tarif tertentu. Dokter Asrul Aswar
(Jakarta-Jakarta No. 154) selaku ketua IDI Pusat mengakui bahwa, di Jakarta, ada klinik-klinik
yang melakukan aborsi, bahkan, sampai 50 kasus perhari.
12
ROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Djayadilaga (1992) menyatakan bahwa kegagalan KB berkisar 8 sampai 10 persen dari
seluruh penggunaan alat dan obat pencegah kehamilan. Jika dibandingkan keluarga yang ingin
mempunyai dua anak saja dengan tingkat kegagalan itu dan usia menikah rata-rata 18 tahun di
Indonesia, diperkirakan ada sekitar 2 sampai 3 persen kehamilan yang tidak diinginkan.
Sementara, dalam hasil penelitian Prof. Dr. Tjitrarasa (1994) dari perkumpulan KB di Bali,
ditemukan bahwa satu juta wanita Indonesia melakukan aborsi setiap tahun. Dari jumlah
tersebut, kira-kira 50 persen dilakukan oleh wanita yang belum menikah dan 10 sampai 25
persen di antaranya dilakukan oleh remaja. Harian Republika (1994) dalam laporannya
menyebutkan bahwa 328 pelajar dan mahasiswa di Yogyakarta melakukan aborsi dalam kurun
Januari—Oktober 1993. Jumlah itu menunjukkan peningkatan 300 persen dari jumlah aborsi
tahun sebelumnya. Semuanya karena kehamilan yang tidak dikendaki, bukan karena alasan
medis.
Mencari faktor penyebab terjadinya praktik aborsi di Indonesia tidaklah mudah. Ada
beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab meluasnya praktik aborsi.
Pertama, meningkatnya perilaku permisif dan seks bebas di kalangan remaja, baik di
perkotaan maupun di pedesaan. Hal itu dibarengi dengan kurangnya pengetahuan dan
pemahaman remaja mengenai akibat hubungan seksual dan cara pencegahan kehamilan.
Akibatnya, jika terjadi kehamilan di luar pernikahan, mereka cenderung memilih abortus sebagai
alternatif utama.
Kedua, mudahnya melakukan aborsi sendiri, seperti dengan melakukan gerakan tertentu
(loncat, berlari kencang) atau minum ramuan tertentu yang mudah diperoleh di pasar bebas.
Apabila cara itu gagal, barulah wanita meminta pertolongan orang lain untuk menggugurkan
kandungannya, baik secara tradisional (tenaga nonmedis) maupun secara modern (tenaga
medis). Praktik aborsi yang dilakukan dukun beranak, bidan, atau perawat banyak terjadi di kota
maupun di desa. Sementara itu, praktik aborsi terselubung yang dilakukan di klinik-klinik
bersalin dan rumah sakit, baik negeri maupun swasta, juga ada di kota-kota besar.
Gejala itu diperparah oleh faktor ketiga, yaitu lemahnya kontrol dan sanksi sosial. Hal itu
tercermin dari sikap acuh tak acuh dan tertutupnya mata anggota masyarakat terhadap praktik
aborsi di sekitar mereka. Padahal, sebenarnya, mereka memahami bahwa praktik aborsi
bertentangan dengan norma agama, sosial, dan hukum.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bahwa, di satu sisi, aborsi yang sebenarnya dibenci;
di sisi lain, seolah dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam kaitan itu, perlu disimak ucapan Emile
Durkheim, sosiolog kenamaan dari Prancis: “kejahatan adalah normal dan kehadirannya
fungsional di dalam masyarakat.”
Dikutip dengan suntingan dari Forum Keadilan, VI: 18, 15 Desember 1997, hlm.99.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
13
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
14
ROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 3: PERSIAPAN PENYAJIAN LISAN
1. PENDAHULUAN
Sebaiknya,
selain
memiliki
kemampuan
untuk
mengungkapkan pikiran secara tertulis, seseorang memiliki
pula kemampuan untuk mengungkapkan pikiran secara lisan.
Tidak semua orang merasa mampu untuk mengungkapkan
pikiran secara lisan. Padahal, masalahnya lebih pada
kemampuan seseorang untuk menata pikirannya dengan
baik. Setiap orang, sebenarnya, mampu mengungkapkan
pikirannya secara lisan.
2. PERSIAPAN PENYAJIAN LISAN
Persiapan sebuah penyajian lisan, sebenarnya, sama dengan
persiapan menulis karya tulis ilmiah. Hal yang membedakan
keduanya adalah bahwa pada penyajian lisan, pembicara
berhadapan langsung dengan khalayak sasarannya. Oleh
karenanya, dibutuhkan persiapan yang matang. Jangan
sampai, bahan yang dibawakan tidak menarik atau cara
pembicara menyajikan bahannya tidak menarik. Selain itu,
jangan sampai pembicara tidak dapat secara tepat menjawab
pertanyaan pendengar.
Ada tiga langkah yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan
sebuah penyajian lisan.
(1) Meneliti masalah:
a. menentukan maksud
MENELITI
MASALAH
b. menganalisis pendengar dan situasi
c. memilih dan menyempitkan topik
d. memastikan tujuan pembicaraan
(2) Menyusun uraian:
MENYUSUN
URAIAN
a. mengumpulkan bahan
b. membuat kerangka uraian
c. menyiapkan alat peraga
d. menguraikan secara mendetail
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
15
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
(3) Mengadakan latihan:
a. melatih dengan suara nyaring
MENGADAKAN
LATIHAN
b. menghitung waktu penyajian
Menjadi seorang pembicara yang baik tidak mudah. Seorang
pembicara yang baik membutuhkan latihan dan pengalaman.
Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi
pembicara yang baik.
SYARAT
PEMBICARA YANG
BAIK
(1) Memiliki gagasan yang menarik.
(2) Menata pikiran dengan baik.
(3) Memilih kata yang tepat
mengungkapkan gagasan.
dan
sesuai
untuk
(4) Menyampaikan pikiran, pesan atau informasi dengan
baik.
(5) Mengumpulkan fakta dan melakukan penelitian secara
profesional.
(6) Mempertahankan tata cara dan kesopanan dalam
berbicara.
3. PERSIAPAN ALAT PERAGA
Pada saat berbicara, pembicara sebaiknya menggunakan alat
peraga agar pendengar tidak bosan dan dapat secara lebih
cermat mengikuti pokok pembicaraan. Untuk itu, ada
beberapa langkah yang harus dilaksanakan.
(1) Membaca ulang naskah utuh dan menandai kerangka
tulisannya.
PERSIAPAN ALAT
PERAGA
(2) Menempelkan atau menuliskan bagian utama tersebut
pada sebuah kartu atau beningan.
(3) Menyiapkan gambar dan benda-benda peraga yang akan
memudahkan pemahaman pendengar.
16
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Alat peraga yang lazim digunakan sekarang ini adalah
beningan dan komputer yang menggunakan program
PowerPoint. Alat peraga dibutuhkan karena
(1) alat peraga memudahkan pemahaman,
MANFAAT
ALAT PERAGA
(2) alat peraga mempermudah pendengar mengingat materi
yang disampaikan,
(3) alat peraga memperlihatkan garis besar pembicaraan,
(4) alat peraga memerikan alur peristiwa atau prosedur yang
disampaikan pembicara, dan
(5) alat peraga akan mempertahankan minat dan perhatian
pendengar.
Hal yang harus diperhatikan dalam mempersiapkan dan
membawakan alat peraga adalah
(1) apakah alat peraga mudah dilihat atau dibaca?
TAMPILAN
ALAT PERAGA
(2) apakah alat peraga yang digunakan sudah tepat untuk
materi yang disajikan?
(3) apakah alat peraga dipersiapkan dengan baik?
4. DAFTAR PUSTAKA
Beebe, Steven A dan Beebe, Susan J. 1991. Public Speaking: An Audience-Centered
Approach. Englewood-Cliffs: Prentice Hall.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Wiyanto, Asul. 2000. Diskusi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widisarana Indonesia
(Grasindo).
Wiyanto, Asul. 2001. Terampil Pidato. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widisarana
Indonesia (Grasindo).
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
17
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
18
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 4: DAFTAR PUSTAKA
1. PENDAHULUAN
Jika sudah mengetahui buku-buku dan teks apa saja yang
akan digunakan sebagai sumber data atau rujukan, penulis
sudah dapat menyusun sebuah daftar pustaka. Daftar
pustaka diletakkan pada bagian akhir sebuah tulisan ilmiah.
Daftar pustaka merupakan rujukan penulis selama ia
melakukan dan menyusun penelitian atau laporannya. Semua
bahan rujukan yang digunakan penulis, baik sebagai bahan
penunjang maupun sebagai data, disusun dalam daftar
pustaka tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
merupakan
rujukan penulis
selama ia
melakukan dan menyusun
penelitian atau laporannya
2. FUNGSI DAFTAR PUSTAKA
Fungsi daftar pustaka adalah
(1) membantu pembaca mengenal ruang lingkup studi
penulis,
FUNGSI
DAFTAR PUSTAKA
(2) memberi informasi kepada pembaca untuk memperoleh
pengetahuan yang lebih lengkap dan mendalam daripada
kutipan yang digunakan oleh penulis, dan
(3) membantu pembaca memilih referensi dan materi dasar
untuk studinya.
Daftar pustaka dapat disusun dengan berbagai format. Ada
dua format yang akan diuraikan dalam modul ini, yakni
format MLA (The Modern Language Association) dan format
APA (American Psychological Association). Kedua format itu
adalah format yang umum ditemukan dalam bidang ilmu
humaniora. Akan tetapi, sebenarnya, ada berbagai format
daftar pustaka yang berlaku di selingkung bidang ilmu.
Misalnya, format daftar pustaka untuk bidang ilmu biologi,
kedokteran, hukum, dan lain-lain.
3. TEKNIK PENULISAN DAFTAR PUSTAKA
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
19
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Teknik penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut.
(1) Baris pertama dimulai pada pias (margin) sebelah kiri,
baris kedua dan selanjutnya dimulai dengan 3 ketukan ke
dalam.
TEKNIK PENULISAN
DAFTAR PUSTAKA
(2) Jarak antarbaris adalah 1,5 spasi.
(3) Daftar pustaka diurut berdasarkan abjad huruf pertama
nama keluarga penulis. (Akan tetapi, cara mengurut
daftar pustaka amat bergantung pada bidang ilmu. Setiap
bidang ilmu memiliki gaya selingkung.)
(4) Jika penulis yang sama menulis beberapa karya ilmiah
yang dikutip, nama penulis itu harus dicantumkan ulang.
Unsur yang harus dicantumkan dalam daftar pustaka adalah
(1) nama penulis yang diawali dengan penulisan nama
keluarga,
UNSUR-UNSUR
DAFTAR PUSTAKA
(2) tahun terbitan karya ilmiah yang bersangkutan,
(3) judul karya ilmiah dengan menggunakan huruf besar
untuk huruf pertama tiap kata kecuali untuk kata
sambung dan kata depan, dan
(4) data publikasi berisi nama tempat (kota) dan nama
penerbit karya yang dikutip.
Meskipun setiap bidang ilmu mempunyai format daftar
pustakanya masing-masing, keempat unsur daftar pustaka
wajib dicantumkan dalam daftar pustaka. Tata letaknya saja
yang akan mengikuti format selingkung. Oleh karena itu,
pelajarilah format dari bidang ilmu yang sedang ditekuni.
Format Daftar Pustaka dalam buku ini mengikuti sistem yang
lazim digunakan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia.
20
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Berikut adalah cara penulisan daftar pustaka dengan format MLA dan APA.
JENIS
RUJUKAN
SATU
PENULIS
FORMAT
MLA
FORMAT
APA
Sukadji, Soetarlinah. Menyusun dan Mengevaluasi
Laporan Penelitian. Jakarta: UI Press, 2000.
Sukadji, S. (2000). Menyusun dan Mengevaluasi
Laporan Penelitian. Jakarta: UI Press.
DUA PENULIS
Widyamartaya, Al., dan Veronica Sudiati. Dasardasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Penerbit
PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997.
Widyamartaya, Al., dan Sudiati , V. (1997).
Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
TIGA PENULIS
Akhadiah, Sabarti, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H.
Ridwan. Pembinaan Kemampuan Menulis
Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga,
1989.
Akhadiah, S., Arsyad, M.G., dan Ridwan, S. H.
(1989). Pembinaan Kemampuan Menulis
Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
LEBIH DARI
TIGA PENULIS
Alwi, Hasan, et al. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1993.
Alwi, H., et al. (1993). Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
ATAU
ATAU
Alwi, Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1993.
Alwi, H., dkk. (1993). Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Gibaldi, Joseph. MLA Handbook for Writers of
Research Papers. Ed. ke-5. New York: The
Modern Language Association of America,
1999.
Gibaldi, J. (1999). MLA Handbook for Writers of
Research Papers. (Ed. ke-5). New York: The
Modern Language Association of America.
LEBIH DARI
SATU EDISI
Sugono, Dendy. Berbahasa Indonesia dengan
Benar. Ed. Rev. Jakarta: Puspa Swara, 2002.
PENULIS
DENGAN
BEBERAPA
BUKU
MLA:
pencantuman
buku
didasarkan
urutan tahun
terbit.
APA:
pencantuman
buku
didasarkan
abjad judul
buku.
JENIS
RUJUKAN
Keraf, Gorys. Komposisi: Sebuah Pengantar
Kemahiran Bahasa. Ende, Flores: Penerbit
Nusa Indah, 1997.
- - -. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Penerbit
Gramedia Pustaka Utama, 1982.
Sugono, D. (2002). Berbahasa Indonesia
dengan Benar. (Ed. Rev.) Jakarta: Puspa
Swara.
Keraf, G. (1982). Argumentasi dan Narasi.
Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
Keraf, G. (1997). Komposisi: Sebuah Pengantar
Kemahiran Bahasa. Ende, Flores: Penerbit
Nusa Indah.
ATAU
Keraf, Gorys. Argumentasi dan Narasi. Jakarta:
Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 1982.
- - -. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran
Bahasa. Ende, Flores: Penerbit Nusa Indah,
1997.
FORMAT
FORMAT
MLA
APA
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
21
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
PENULIS
TIDAK
DIKETAHUI/
LEMBAGA
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia. Panduan Teknis
Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: UI
Press, 2002.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia. (2002). Panduan Teknis
Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: UI
Press.
BUKU
TERJEMAHAN
Creswell, John W. Research Design: Qualitative
and Quantitative Approaches. Terj. Angkatan
III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur
Khabibah. Eds. Chryshnanda DL dan Bambang
Hastobroto. Jakarta: KIK Press, 2002.
Creswell, J. W. (2002). Research Design: Qualitative
and Quantitative Approaches. (Terj. Angkatan
III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur
Khabibah). Eds. Chryshnanda DL dan Bambang
Hastobroto. Jakarta: KIK Press.
ATAU
ATAU
DL, Chryshnanda dan Bambang Hastobroto. Eds.
Desain Penelitian: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif terj. dr. John Creswell. Jakarta: KIK
Press, 2002.
Creswell, J. W. (2002). Research Design: Qualitative
and Quantitative Approaches. (Terj. Angkatan
III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur
Khabibah). Jakarta: KIK Press.
Ihromi, T.O., peny. Pokok-pokok Antropologi
Budaya. Jakarta: PT Gramedia, 1981.
Ihromi, T.O. (peny.). (1981). Pokok-pokok
Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia.
ATAU
ATAU
Ihromi, T.O., ed. Pokok-pokok Antropologi Budaya.
Jakarta: PT Gramedia, 1981.
Ihromi, T.O. (ed.). (1981). Pokok-pokok
Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia.
Sadie, Stanley, ed. The New Grove Dictionary of
Music and Musicians.Vol. 15. London:
Macmillan, 1980.
Sadie, S. (ed.). (1980) The New Grove Dictionary of
Music and Musicians. Vol. 15. London:
Macmillan.
ATAU
ATAU
Sadie, Stanley, ed. The New Grove Dictionary of
Music and Musicians. Vol. 15. London:
Macmillan, 1980.
Sadie, S. (ed.). (1980) The New Grove Dictionary of
Music and Musicians (Vol. 15, hlm. 3—66).
London: Macmillan.
Molnar, Andrea. “Kemajemukan Budaya Flores:
Suatu Pendahuluan.” Antropologi Indonesia 56
(1998): 13—19.
Molnar, A. (1998). Kemajemukan Budaya Flores:
Suatu Pendahuluan. Antropologi Indonesia 56,
13—19.
Asa, Syu’bah. “PKS: ‘Sayap Ulama’ dan ‘Sayap
Idealis’.” Tempo, 5—11 Juli 2004, 38—39.
Asa, S. (2004, 5—11 Juli). PKS: ‘Sayap Ulama’ dan
‘Sayap Idealis’. Tempo, 38—39.
Syifaa, Ika Nurul. “Klub Profesi, Perlukah
Dimasuki?” Femina, No. 30, 22—28 Juli 2004,
54—55.
Syifaa, I. N. (2004, 22—28 Juli). Klub Profesi,
Perlukah Dimasuki? Femina, No. 30, 54—55.
Suwantono, Antonius. “Keanekaan Hayati Mikroorganisme: Menghargai Mikroba Bangsa.”
Kompas, 24 Des. 1995, 11.
Suwantono, A. Keanekaan Hayati Mikroorganisme: Menghargai Mikroba Bangsa.
(1995, 24 Desember). Kompas, 11.
“Potret Industri Nasional: Tak Berdaya Dihantam
Impor Komponen dan Disortasi Pasar.”
Kompas, 23 Des. 1995, 13.
Potret Industri Nasional: Tak Berdaya Dihantam
Impor Komponen dan Disortasi Pasar. (1995,
Desember 23). Kompas, 13.
“Menyambut Terbentuknya Badan Pengurus
Kemitraan Deklarasi Bali.” Tajuk Rencana
(editorial). Kompas, 22 Des. 1995, 4.
Menyambut Terbentuknya Badan Pengurus
Kemitraan Deklarasi Bali. Tajuk Rencana
(editorial). (1995, 22 Desember). Kompas, 4.
BUKU DENGAN
PENYUNTING/
EDITOR
SERIAL/
BERJILID
JURNAL
MAJALAH
SURAT KABAR
JENIS
RUJUKAN
22
FORMAT
FORMAT
MLA
APA
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
DOKUMEN
PEMERINTAH
Biro Pusat Statistik. Struktur Ongkos Usaha Tani
Padi dan Palawija 1990. Jakarta: BPS, 1993.
Biro Pusat Statistik. (1993). Struktur Ongkos
Usaha Tani Padi dan Palawija 1990. Jakarta:
BPS.
NASKAH YANG
BELUM
DITERBITKAN
Ibrahim, M.D., P. Tjitropranoto, dan Y. Slameka.
“National Network of Information Services in
Indonesia: A Design Study.” Makalah tidak
diterbitkan, 1993.
Ibrahim, M.D., Tjitropranoto, P., dan Slameka, Y.
(1993). National Network of Information
Services in Indonesia: A Design Study.
Makalah tidak diterbitkan.
Budiman, Meilani. “The Relevance of
Multiculturalism to Indonesia”. Makalah pada
Seminar Sehari tentang Multikulturalisme di
Inggris, Amerika, dan Australia, Universitas
Indonesia, Depok, Maret 1996.
Budiman, M. (1996, Maret). The Relevance of
Multiculturalism to Indonesia. Makalah pada
Seminar Sehari tentang Multikulturalisme di
Inggris, Amerika, dan Australia, Universitas
Indonesia, Depok.
Selain mengutip sumber-sumber tercetak, sekarang ini,
penulis juga dapat mengumpulkan data dan referensi dari
Internet atau WWW (World Wide Web, Jaringan Jagad
Jembar). Aturan penulisan referensi sama saja dengan
rujukan buku, hanya tempat, nama, dan tanggal terbitan
ditulis berbeda. Artinya, unsur-unsur itu mengikuti tata cara
penulisan di Internet. Unsur-unsur yang dicantumkan dalam
referensi Internet adalah
(1) nama penulis yang diawali dengan penulisan nama
keluarga,
UNSUR-UNSUR
REFERENSI INTERNET
(2) judul tulisan diletakkan di antara tanda kutip,
(3) judul karya tulis keseluruhan (jika ada) dengan huruf
miring (italics), dan
(4) data publikasi berisi protokol dan alamat, path, tanggal
pesan, atau waktu akses dilakukan.
Contoh pengutipan rujukan dari internet.
1. Dari WWW
Walker, Janice R. “MLA-Style Citations of Electronic Sources.”
Style Sheet. http://www.cas.usf.edu/english/walker/mla.html
(10 Feb. 1996)
2. Dari File Transfer Protocol (kutipan yang dipunggah
[download] melalui FTP)
Johnson-Eilola, Jordan, “Little Machines: Rearticulating Hypertext
Users.” ftp daedalus.com/pub/CCCC95/johnson-eilola (10
Feb.1996)
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
23
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
3. Dari ratron (surat elektron, e-mail)
Bruckman, Amy S. “MOOSE Crossing Proposal.”
[email protected] (20 Des. 1994)
4. Dari komunikasi lisan sinkronis (chatting), nama teman
chatting menggantikan nama penulis, jenis komunikasi
(misalnya, wawancara pribadi, alamat ratron (jika ada),
tanggal komunikasi dalam tanda kurung.
Marsha s_Guest. Personal interview. Telnet daedalus.com 7777
(10 Feb 1996)
4. FORMAT LAIN DAFTAR PUSTAKA
Format penyusunan daftar pustaka bukan hanya format MLA
dan APA, masih ada format lain, misalnya format Turabian,
format Chicago (The Chicago Manual Style), format Dugdale.
Setiap format harus dipelajari. Sebaiknya, dipilih salah satu
format dan digunakan secara konsisten dalam daftar pustaka.
Berikut akan diperkenalkan format yang dianut oleh UI Press
(Swasono, 1990). Perhatikan perbedaan penggunaan tanda
baca dengan teliti.
JENIS RUJUKAN
FORMAT UI PRESS
SATU PENULIS
Sukadji, Soetarlinah, Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian (Jakarta: UI
Press, 2000).
DUA PENULIS
Widyamartaya, Al., dan V. Sudiati, Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah (Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997).
TIGA PENULIS
Akhadiah, Sabarti, M. G. Arsjad, dan S. H. Ridwan, Pembinaan Kemampuan Menulis
Bahasa Indonesia (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1989).
LEBIH DARI TIGA PENULIS
Alwi, Hasan, et al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1993).
ATAU
Alwi, Hasan, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1993).
PENULIS TIDAK DIKETAHUI/
LEMBAGA
JENIS RUJUKAN
BUKU TERJEMAHAN
24
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Panduan
Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains (Jakarta: UI Press, 2002).
FORMAT UI PRESS
Creswell, John W., Research Design: Qualitative and Quantitative Approches, diterj.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Oleh Angkatan III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur Khabibah. Eds.
Chryshnanda DL dan Bambang Hastobroto (Jakarta: KIK Press, 2002).
BUKU DENGAN PENYUNTING/
EDITOR
Ihromi, T.O. (peny.), Pokok-pokok Antropologi Budaya (Jakarta: PT Gramedia, 1981).
ATAU
Ihromi, T.O. (ed.), Pokok-pokok Antropologi Budaya (Jakarta: PT Gramedia, 1981).
SERIAL/ BERJILID
Sadie, Stanley (ed.), The New Grove Dictionary of Music and Musicians, Vol. 15, hlm.
3—66 (London: Macmillan, 1980).
JURNAL
Molnar, Andrea, “Kemajemukan Budaya Flores: Suatu Pendahuluan”, Antropologi
Indonesia, No. 56, hlm. 13—19 , 1998.
MAJALAH
Asa, Syu’bah, “PKS: ‘Sayap Ulama’ dan ‘Sayap Idealis’”, Tempo, hlm. 38—39,
5—11 Juli 2004.
Syifaa, Ika Nurul, “Klub Profesi, Perlukah Dimasuki?” Femina, No. 30, hlm.
54—55, 22—28 Juli 2004.
DOKUMEN PEMERINTAH
Biro Pusat Statistik, Struktur Ongkos Usaha Tani Padi dan Palawija 1990 (Jakarta:
BPS, 1993).
SURAT KABAR
Suwantono, Antonius, “Keanekaan Hayati Mikro-organisme: Menghargai Mikroba
Bangsa”, Kompas, hlm. 11, 24 Des. 1995.
“Potret Industri Nasional : Tak Berdaya Dihantam Impor Komponen dan Disortasi
Pasar”, Kompas (23 Des. 1995) hlm. 13.
“Menyambut Terbentuknya Badan Pengurus Kemitraan Deklarasi Bali”, Tajuk
Rencana (editorial), Kompas (22 Des. 1995) hlm. 4.
NASKAH YANG BELUM
DITERBITKAN
Ibrahim, M.D., P. Tjitropranoto, dan Y.Slameka, “National Network of Information
Services in Indonesia: A Design Study”, mimeo, makalah tidak diterbitkan
(Jakarta: 1993).
Budiman, Meilani, “The Relevance of Multiculturalism to Indonesia”, mimeo,
makalah pada Seminar Sehari tentang Multikulturalisme di Inggris, Amerika,
dan Australia, Universitas Indonesia (Depok: Maret 1996).
Swasono, Meutia Farida Hatta, Generasi Minangkabau di Jakarta: Masalah Identitas
Sukubangsa, skripsi sarjana (Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia,
1974).
Dalam Lampiran M4-1, disajikan format daftar pustaka yang berlaku di selingkung
FMIPA-UI. Selain itu, dalam Lampiran M4-2, disajikan permintaan kriteria yang diminta
oleh berbagai jurnal ilmiah di lingkungan Universitas Indonesia.
5. DAFTAR PUSTAKA
Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
25
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
College Publishers.
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
American Psychological Association. 2001. Publication Manual of The American
Psychological Association. Ed. ke-5. Washington, D.C.
Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.
Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. Ed. ke-2. Jakarta: Akademika
Pressindo.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.
Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. 2002. Panduan
Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: UI Press.
Gibaldi, Joseph. 1999. MLA Handbook for Writers of Research Papers. Ed. ke-5. New York:
The Modern Language Association of America.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. Ed. ke-3. New York:
Syracuse University Press.
Swasono, Sri-Edi. 1990. Pedoman Menulis Daftar Pustaka, Catatan Kaki untuk Karya
Ilmiah dan Terbitan Ilmiah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Turabian, Kate L. 1996. A Manual for Writers of Term Papers, Theses, and Dissertation. Ed.
ke-6. Chicago: The University of Chicago Press.
Winarto, Yunita T., Suhardiyanto, Totok, dan Choesin, Ezra M. 2004. Karya Tulis Ilmiah
Sosial: Menyiapkan, Menulis, dan Mencermatinya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Winkler, Anthony C. dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers.
26
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
LAMPIRAN M4-1
Perhatikan format daftar pustaka yang berlaku di Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam UI untuk Skripsi S1
Sistem H (= Harvard)
Kaufman-Bühler W., Peters A. & Peters K. (1981) Mathematicians love books. Dalam: Steen, L.A.
ed. (1981) Mathematics tomorrow, hlm. 121–126. Springer-Verlag, New York.
Nybakken J.W. (1988) Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An
ecological approach, oleh Eidman M., Koesoebiono, Bengen D.G., Hutomo M. & Sukardjo S.,
xv + 459 hlm. PT Gramedia, Jakarta.
Soemardi T.P., Budiarso, Sumarsono D.A., Fauzan M., Djatmiko H. & Huwae R. (1997) Light and
low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B, 42–
50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]
Varga, R.S. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam:
OrtegaJ.M.& Rheinholdt W.C., eds. (1970) Studies in numerical analysis 2: Numerical
solutions of nonlinearproblems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems,
Philadelphia, October 21–23, 1968, hlm. 99–113. SIAM, Philadelphia.
Sistem Hm (= Harvard, modified)
Kaufman-Bühler, W., A. Peters & K. Peters. 1981. Mathematicians love books. Dalam: Steen, L.A.
(ed.). 1981. Mathematics tomorrow. Springer-Verlag, New York: 121–126.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An
ecological approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo & S.Sukardjo.
PT Gramedia, Jakarta: xv + 459 hlm.
Soemardi, T.P., Budiarso, D.A. Sumarsono, M. Fauzan, H. Djatmiko & R. Huwae. 1997. Light and
low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B: 42–
50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]
Varga, R.S. 1970. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam:
Ortega, J.M. & W.C. Rheinholdt (eds.). 1970. Studies in numerical analysis 2: Numerical
solutions of nonlinear problems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems,
Philadelphia, October 21–23, 1968. SIAM, Philadelphia: 99–113.
Sistem V (= Vancouver)
Kaufman-Bühler W, Peters A & Peters K. Mathematicians love books. Dalam: Steen LA, ed.
Mathematics tomorrow. New York: Springer-Verlag, 1981: 121–126.
Nybakken JW. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: an ecological
approach, oleh Eidman, Koesoebiono M, Bengen DG, Hutomo M & Sukardjo S. Jakarta: PT
Gramedia, 1988: xv + 459 hlm.
Soemardi, TP, Budiarso, Sumarsono DA, Fauzan M, Djatmiko H & Huwae R. Light and low cost
crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B, 1997: 42–50.
[Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
27
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Varga RS. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam: Ortega JM
& Rheinholdt WC, eds. Studies in numerical analysis 2: numerical solutions of nonlinear
problems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems, Philadelphia, October
21–23, 1968. Philadelphia: SIAM, 1970: 99–113.
Sistem A (= Abjad, bernomor urut)
Nomor urut mengawali tiap aran yang disusun berdasarkan abjad Sistem H, Hm, atau V.
Contoh yang diberikan adalah Sistem A dengan penulisan aran Sistem Hm.
1. Kaufman-Bühler, W., A. Peters & K. Peters. 1981. Mathematicians love books. Dalam: Steen,
L.A. (ed.). 1981. Mathematics tomorrow. Springer-Verlag, New York: 121–126.
2. Nybakken, J.W. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An
ecological approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo &
S.Sukardjo. PT Gramedia, Jakarta: xv + 459 hlm.
3. Soemardi, T.P., Budiarso, D.A. Sumarsono, M. Fauzan, H. Djatmiko & R. Huwae. 1997. Light
and low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara
*2B: 42–50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]
4. Varga, R.S. 1970. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems.
Dalam: Ortega, J.M. & W.C. Rheinholdt (eds.). 1970. Studies in numerical analysis 2:
Numerical solutions of nonlinear problems. Symposium in Numerical Solution of
Nonlinear Problems, Philadelphia, October 21–23, 1968. SIAM, Philadelphia: 99–113.
Sistem N (= Nomor urut)
Aran disusun berdasarkan nomor urut pengacuan buku dalam skripsi, bukan abjad nama
penulis. Contoh yang diberikan adalah Sistem N dengan penulisan aran Sistem Hm.
1. Soemardi T.P., Budiarso, Sumarsono D.A., Fauzan M., Djatmiko H. & Huwae R. 1997. Light
and low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara
*2B: 42–50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]
2. Kaufman-Bühler W., Peters A. & Peters K. 1981. Mathematicians love books. Dalam: Steen,
L.A. (ed.). 1981. Mathematics tomorrow. Springer-Verlag, New York: 121–126.
3. Varga, R.S. 1970. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems.
Dalam: Ortega, J.M. & W.C. Rheinholdt (eds.). 1970. Studies in numerical analysis 2:
Numerical solutions of nonlinear problems. Symposium in Numerical Solution of
Nonlinear Problems, Philadelphia, October 21–23, 1968. SIAM, Philadelphia: 99–113.
4. Nybakken J.W. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An
ecological approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo & S.
Sukardjo. PT Gramedia, Jakarta: xv + 459 hlm.
28
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
LAMPIRAN M4-2
Format daftar pustaka sebagaimana disyaratkan berbagai jurnal ilmiah di
lingkungan Universitas Indonesia
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
29
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Jurnal Studi Wanita
30
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Wacana
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
31
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
LAMPIRAN M4-3
DATA SUMBER ACUAN ELEKTRONIK
1. Jika sumber informasi berupa buku atau majalah, data yang harus dicantumkan
sesuai dengan cara yang berlaku untuk media cetak.
2. Jika berupa artikel yang khusus dibuat untuk informasi tertentu, data yang dicatat
adalah sebagai berikut.
(a) nama penulis artikel;
(b) tahun penulisan artikel;
(c) judul artikel;
(d) tanggal penulisan artikel itu atau pemutakhirannya;
(e) tebal artikel;
(f) nama laman (digarisbawahi);
(g) tanggal dan waktu penulisan laporan atau skripsi mengkases informasi;
Informasi jenis no.2 harus dibuat printout-nya, karena informasi yang terkandung
sering diganti dengan versi yang lebih baru atau mutakhir oleh penyusunnya.
3. Sejumlah pangkalan data (data base) menetapkan format pengacuan ke data
pangkalannya sehingga pengguna informasi harus menaati cara tersebut.
Contoh penulisan data sumber elektronik:
Gulf of Maine Aquarium*. 2000. Creating plankton. 31 Mei:
2 hlm. http://octopus.gma.org/space1/plankton.html,
23 Agustus 2001, pk. 10.12.
Catatan:
(*) Artikel yang diakses tidak mencantumkan nama penulis sehingga yang
dicatat adalah nama lembaga yang menerbitkan artikel itu.
32
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Creating Plankton
Page 1 of 2
Creating Plankton
•
•
•
•
All these conditions help plant and animal plankton to thrive in the Gulf of Maine:
nutrients carded in by river runoff
cold water from Nova Scotia shelf (cold water holds more dissolved gases like
oxygen and carbon dioxide)
circulation of nutrients by the gyre, other currents, winds, strong tidal mixing, and
seasonal overturn of deep and surface waters (called upwelling)
shallow continental shelf and banks ideal for photosynthesis
Design an ocean “wanderer.”
1. Show students the variety of plants and animals that make up plankton and
explain that they are the basis of the food chain in the sea, on which all other life
depends.
2. Although plankton are not strong swimmers, many do have adaptations for
• keeping afloat
• catching the wind
• wriggling toward prey
• capturing prey
• and other survival strategies.
Explain that plants use the energy of the sun, and zooplankton eat phytoplankton
and other zooplankton.
3. Ask students to invent their own plankton.
They will have to make decisions about its adaptations and life style.
They can then make a picture of it and describe bow it survives.
This activity is based on Create Your Own Plankton by B ette Low
4. Have students make a list of organisms that live in the Gulf of Maine.
5. Then draw pictures of the organisms, cut them out, and attach the pictures to
strings to make “food chain” mobiles. Put the phyt.oplankton at the bottom and the
carnivores, such as sharks and seals, at the top. (There should be many more
phytoplankton than seals.)
Be sure students include phytoplankton (plant plankton) and zooplankton (animal
plankton).
What will I look like when I grow up?
http://octopus.gma.org/spacel/plankton.html
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
33
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Creating Plankton
Page 2 of 2
Many zooplankton are larval stages of familiar animals. Yet they look little like
their adult stages. Try to see how these youxwsters evolve into adults by doing
the Plankton Match-Up.
Materials
illustrations of plankton, Create Your Own Plankton worksheet, paper, colored
pencils, crayons
Coping with the cold | Blubber Glove | Salt Concentration
Penguin Adaptation | Chick die-off | Changes in Antarctic Ice
Space_Available
Gulf of Maine Aquarium Home Page
Updated May 31, 2000.
Copyright © 2000. Gulf of Maine Aquarium.
All rights reserved.
Please email comments to [email protected]
http://octopus.gma.org/space1/plankton.html
34
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
OMAPv3.0
http://www.gen.emory.edu/MITOPMAP/citation.html
MITOMAP v3.O
A human mitochondrial genome database
A. M. Kogelnik, M.T. Loft, M.D. Brown, S.B. Navatbe, D.C. Wallace
Department of Genetics and Molecular Medicine, Emory University, Atlanta, Georgia
Bioengineering Program, College of Computing, Georgia Institute of Technoloy, Atlanta, Georgia
Please use one of the following citation formats when citing the MITOMAP:
□ We use the same citation format as GDB and OMIM
□ All documents generated by the database server have a date and timestamp at the bottom.
Literature Citation:
Wallace DC, Lott MT, Brown MD, Huoponen K, Torroni A 1995 Report of the committee on
human mitochondrial DNA. In Cuticchia AJ (ed) Human gene mapping 1995: a compendium.
Johns Hopkins University Press, Baltimore, pp 910-954 (also available at
___________________________)
Database Citation:
Human Mitochondrial Genome Database. The Human Genome Data Base Project,
Department of Genetics and Molecular Medicine Emory University, Atlanta, GA, USA
World Wide Web _________________________), 1995.
For tables and figures:
Mitochondrial genome data obtained from the mtDNA database at Emory University in
Atlanta, GA by direct searching on the mtDNA database computer can he cited as follows:
“Data used in preparing this ___________[figure, table, paper, etc.] were derived from the
Mitochondrial Human Genome Database at Emory University in Atlanta (_____________________)
on [month] [date][year] at [time] [AM, PM] EST.”
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
35
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
36
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 5: TOPIK DAN TESIS
1. PENDAHULUAN
Persiapan untuk menulis sebuah karya ilmiah berbeda
dengan persiapan untuk menulis sebuah berita. Jika kita akan
menulis berita, topik sudah tersedia, yakni hal yang harus
diliput. Tujuan juga jelas, yakni menyajikan informasi yang
hangat dan aktual ke hadapan pembaca. Siapa yang menjadi
pembaca berita atau artikel itu juga sudah jelas.
Tidak demikian halnya dengan karya tulis ilmiah. Sering kali,
sebagai mahasiswa yang mendapat tugas dari pengajar, topik
sudah ditentukan oleh pengajarnya. Akan tetapi, tidak jarang
pula, topik harus ditentukan oleh penulis, dalam hal ini
mahasiswa sendiri, terutama dalam penulisan skripsi atau
tugas akhir. Biasanya, topik yang dipilih berkaitan dengan hal
yang sedang diteliti. Tujuan juga harus jelas karena tujuan
penulis akan berkaitan dengan jenis tulisan yang dihasilkan.
Karya ilmiah harus disusun secara sistematis, setiap langkah
direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural.
Berdasarkan syarat itu, dilakukan pemilihan topik disertai
penetapan tujuan. Kemudian, topik dan tujuan itu
dirumuskan menjadi sebuah tesis yang utuh. Tesis tersebut
menjadi awal dari rangkaian penulisan sebuah karya ilmiah
yang sistematis dan yang direncanakan secara terkendali,
konseptual, dan prosedural. Dengan demikian, akan
dihasilkan sebuah tulisan yang mengandung pandangan dan
pembuktian yang tersusun secara sistematis.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
KARYA TULIS ILMIAH
 Tersusun secara
sistematis
 Setiap langkah terencana
secara terkendali,
konseptual, prosedural.
37
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
2. TOPIK
Topik sering kali sulit dibedakan dari judul. Sebuah topik
atau, bahkan, sebuah tesis, dapat saja, pada akhirnya,
dijadikan judul tulisan. Akan tetapi, topik tidak sama dengan
judul. Tidak selalu sebuah judul merupakan topik tulisan.
Mungkin saja terjadi bahwa sebuah judul mengandung topik.
Mengenai judul akan diuraikan lebih lanjut dalam
pembahasan mengenai tema atau tesis.
Dalam Keraf (1997), dikatakan bahwa topik berasal dari kata
Yunani, topoi. Topoi berarti ‘tempat’. Jadi, kita menempatkan
pokok persoalan atau pembahasan. Oleh karena itu, dalam
tulis-menulis, topik adalah ‘pokok pembicaraan’. Ada empat
syarat pemilihan topik, yaitu
TOPIK tidak sama
dengan JUDUL
Topik berasal dari kata
Yunani, topoi, yang berarti
‗tempat‘.
(1) menarik minat penulis,
(2) diketahui dan dikuasai oleh penulis,
(3) harus cukup sempit dan terbatas, dan
(4) sebaiknya, tidak terlalu baru, teknis, atau kontroversial
(khusus untuk penulis pemula)
Topik menarik minat penulis merupakan sebuah
persyaratan yang penting. Tanpa ada minat pribadi penulis,
pembahasan dalam sebuah karya tulis ilmiah tidak akan
mendalam dan tuntas. Penulis dapat kehilangan kemampuan
dan kegairahan mengembangkan gagasan. Oleh karena itu,
persyaratan penting dalam penulisan ilmiah adalah
kegairahan dan minat penulis untuk menguraikan fakta yang
ditemukannya dan, kemudian, menghimpunnya dalam
sebuah karya ilmiah. Oleh karenanya, persyaratan berikutnya
juga penting.
Topik diketahui dan dikuasai penulis merupakan
penunjang bagi persyaratan pertama. Tanpa penguasaan dari
penulis, usaha untuk menyusun karya ilmiah akan
merupakan beban yang berat bagi penulis. Penulis masih
harus mempelajari teori atau penelitian lain. Dengan
demikian, penulis akan kehilangan banyak waktu hanya
dalam hal mempersiapkan diri untuk penguasaan materi.
Akibatnya, penulis akan mengalami kesulitan dalam
38
TOPIK MENARIK
MINAT PENULIS
TOPIK DIKETAHUI
DAN DIKUASAI
PENULIS
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
menetapkan luas cakupan penelitian, sebagaimana diminta
dalam persyaratan berikutnya.
Topik harus cukup sempit dan terbatas merupakan
sebuah persyaratan yang sangat relatif dan bergantung pada
pengetahuan dan kemampuan penulis. Sebuah topik yang
sangat sempit dapat menghasilkan sebuah karya tulis ilmiah
yang menghabiskan beratus-ratus halaman. Sebaliknya, topik
yang luas tidak menjamin ketebalan sebuah tulisan jika tidak
disertai dengan pemahaman dan penguasaan yang
mendalam mengenai pokok pembicaraan. Sering kali, topik
yang luas juga tidak menjamin ketuntasan pembahasan. Jadi,
topik yang sempit dan terbatas berkaitan erat dengan
penguasaan penulis atas topik yang dipilihnya.
Topik jangan terlalu baru, teknis, atau kontroversial
merupakan persyaratan mutlak bagi penulis pemula. Topik
yang terlalu baru akan menyulitkan seorang penulis pemula
karena kelangkaan pustaka penunjang atau kekurangan data
lapangan. Jika tidak melakukan penelitian yang
komprehensif, penulis akan menghadapi masalah dalam
mempertanggung- jawabkan keilmiahan tulisannya. Untuk
penulis pemula, diharapkan bahwa tulisannya tidak bersifat
terlalu teknis. Maksudnya, jangan sampai penulis tidak
menguasai istilah-istilah dan konsep-konsep yang digunakan
dalam tulisannya. Terakhir, topik jangan terlalu
kontroversial. Maksudnya, jangan sampai seorang penulis
pemula memilih sebuah topik yang kontroversial yang akan
menjebaknya dalam polemik yang berkepanjangan, tanpa
adanya
kemampuan
dalam
diri
penulis
untuk
mempertahankan diri atau membuktikan kebenaran
pendapatnya.
TOPIK HARUS CUKUP
SEMPIT DAN
TERBATAS
TOPIK SEBAIKNYA
TIDAK TERLALU
BARU, TEKNIS, ATAU
KONTROVERSIAL
Meskipun hanya ada empat syarat pemilihan topik, dalam
kenyataannya, proses penemuan topik bukan pekerjaan yang
mudah dan singkat. Jika penulis belum siap dan belum
banyak membaca, proses itu akan memerlukan waktu
beberapa bulan, bahkan beberapa tahun. Ada cara bagi
seorang penulis untuk menguji topiknya.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
39
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Minat
pribadi
peneliti
Luas cakupan
topik
Kapasitas
dan
pendidikan
peneliti
Posisi topik
dalam bidang
pengetahuan
PENELITI
TOPIK
Posisi sosial
peneliti
Makna sosial
topik
Sumber
materiil
penulis
Tingkat
kesulitan
topik
3. TUJUAN
Jika selesai memilih topik, langkah berikutnya bagi penulis
adalah menetapkan tujuan penulisan. Menurut Keraf (1997),
tujuan penulisan ada dua, yaitu
(1) sesuatu yang ingin disampaikan
berlandaskan topik yang telah dipilih
oleh
penulis
(2) maksud penulis dalam menguraikan topik bahasan
TUJUAN
(a) sesuatu yang ingin
disampaikan penulis
(b) maksud penulis dalam
menguraikan topik
Jadi, tujuan yang dimaksudkan bukan tujuan topik melainkan
tujuan pribadi penulis. Oleh karenanya, dalam merumuskan
tujuan penulisan, penulis juga harus mempertimbangkan
kepada siapakah tulisan tersebut ditujukan, siapakah
pembacanya. Penetapan pembaca berkaitan dengan moto
“bahasa Indonesia yang baik”. Jika kelompok pembaca
dipertimbangkan, hal itu akan berpengaruh kepada pilihan
kata dalam karya tulis ilmiah itu. Biasanya, sebuah karya
ilmiah telah memiliki kelompok pembaca khusus, sedangkan
dalam penulisan ilmiah populer, pemilihan kata akan lebih
bersifat umum. Berdasarkan penetapan tujuan yang baik,
penulis dengan mudah menetapkan jenis tulisan yang
dihasilkannya.
40
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
JENIS TULISAN
TUJUAN PENULIS
EKSPOSISI (PAPARAN)
Memberikan informasi, penjelasan, keterangan,
atau pemahaman.
DESKRIPSI (PERIAN)
Menggambarkan
sifatnya,
bentuk
rasanya,
mengandalkan
objek
atau
pancaindra
pengamatan,
coraknya
dengan
dalam
proses
penguraiannya.
NARASI (KISAHAN)
Bercerita baik berdasarkan observasi maupun
kumpulan fakta.
ARGUMENTASI (BAHASAN)
Meyakinkan orang, membuktikan pendapat atau
pendirian pribadi, membujuk pembaca agar
menerima pendapat pribadi penulis berdasarkan
pembuktian.
4. TESIS
Langkah berikutnya adalah merumuskan tesis, yakni
menggabungkan topik dan tujuan kita. Tesis sebenarnya
sama dengan tema. Istilah tema digunakan untuk laras
karangan pada umumnya, sedangkan tema bagi tulisan
ilmiah disebut tesis. Dalam laras ilmiah, sebagaimana
diuraikan dalam Keraf (1997), tesis adalah tema bagi laras
ilmiah yang berbentuk satu kalimat dengan topik dan tujuan
yang berfungsi sebagai gagasan sentral kalimat tersebut.
Kata tema berasal dari bahasa Yunani, tithenai, yang berarti
‘menempatkan’ atau ‘meletakkan’. Jadi, tema berarti bahwa
ada ‘sesuatu yang telah diuraikan’ atau ‘sesuatu yang telah
ditempatkan’. Dalam proses penulisan sebuah karya, tema
berarti ‘sebuah perumusan dari topik yang telah dipilih
sebagai landasan pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai
melalui pilihan topik tadi.
Sebuah tesis merupakan perumusan singkat yang
mengandung tema dasar sebuah tulisan dengan satu gagasan
sentral yang menonjol. Jika kita memandangnya dari sudut
analisis kalimat, gagasan sentral dari tesis adalah subjek,
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
TESIS = TEMA*
 penggabungan topik
dan tujuan penulis
 berbentuk satu kalimat
dengan topik dan tujuan
yang bertindak sebagai
gagasan sentral kalimat
tersebut.
(*) Tema untuk laras
umum; Topik untuk
laras ilmiah
Tema berasal dari bahasa
Yunani, tithenai, yang
berarti ‗menempatkan‘ atau
‗meletakkan‘.
TEMA adalah sebuah
perumusan dari topik yang
telah dipilih sebagai
landasan pembicaraan dan
tujuan yang akan dicapai
melalui pilihan topik tadi.
41
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
predikat, dan objek (jika ada) atau gagasan sentral adalah
gagasan utama kalimat (dalam hal ini, kalimat tesis). Tesis
berbentuk satu kalimat, dapat berupa kalimat tunggal
ataupun kalimat majemuk bertingkat, tetapi tidak boleh
berbentuk kalimat majemuk setara.
Jadi, dalam merumuskan sebuah tesis, selain persyaratan
tema, harus diperhatikan pula bentuk kalimat tesis itu
dengan memperhatikan lima hal berikut ini.
(1) Harus berupa sebuah kalimat hasil perumusan topik dan
tujuan.
(2) Dapat berupa kalimat tunggal atau kalimat majemuk
bertingkat.
(3) Tidak boleh berupa kalimat majemuk setara.
(4) Harus bergagasan sentral, dalam hal ini gagasan utama
kalimat tesis.
(5) tidak mengandung kata negasi dan kata relatif, seperti
beberapa, hanya, agak.
TESIS
(1) harus berupa sebuah
kalimat
(2) dapat berupa kalimat
tunggal atau kalimat
majemuk bertingkat
(3) tidak boleh berupa
kalimat majemuk
setara
(4) harus bergagasan
sentral
(5) tidak mengandung kata
negasi dan kata relatif
Kalimat tesis merupakan payung dari keseluruhan jenis
tulisan. Pembagian bab atau pembagian paragraf dalam
sebuah karya tulis merupakan gagasan-gagasan bawahan yang
akan menunjang kalimat tesis tersebut. Kerangka tulisan yang
baik selalu dapat menunjukkan kepada pembaca topik dan
tujuan si penulis.
Sebuah tesis yang baik harus memiliki:
(1) kejelasan yang diwujudkan melalui sebuah gagasan
sentral yang dapat diikuti oleh perincian dan
subordinasinya;
(2) kesatuan melalui gagasan sentral yang berada dalam
tema yang akan memayungi seluruh karya tulis dan
menjaga agar fokus pembicaraan tidak bergeser;
SYARAT
TESIS YANG BAIK
(1) kejelasan
(2) kesatuan
(3) perkembangan yang
jelas
(4) keaslian
(5) kecocokan judul
(3) perkembangan yang jelas merupakan penyusunan uraian
perincian secara logis dan teratur sehingga pembaca akan
dengan mudah mengikuti alur berpikir penulis;
42
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
(4) keaslian dalam hal pemilihan pokok persoalan, sudut
pandang, dan pendekatannya sehingga rangkaian kalimat
dan pilihan katanya pun akan terlihat keasliannya; dan
(5) kecocokan judul menggambarkan tema karangan, tetapi
tidak mengungkapkan seluruh isi karangan.
Tesis dan topik bukan judul. Jika topik dan tesis dirumuskan di
awal proses penulisan, sebaliknya, perumusan judul dilakukan
setelah seluruh karangan selesai. Boleh saja, pada akhirnya,
sebuah topik atau tesis menjadi judul, tetapi tidak selalu sebuah
topik itu sama dengan judul. Sebuah judul harus memiliki
persyaratan:
SYARAT JUDUL
1) ringkas,
2) provokatif, dan
3) relevan dengan isi
(1) ringkas,
(2) provokatif, dan
(3) relevan dengan isi.
Langkah-langkah penyusunan karya tulis ilmiah:
TOPIK + TUJUAN
KERANGKA
= TESIS
TULISAN
(1)
RAGANGAN
OUTLINE
(2)
PENYAJIAN
KARYA ILMIAH
(3)
LISAN (4a)
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
TULISAN(4b)
43
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Dengan demikian, terlihat bahwa fungsi sebuah tesis bagi
sebuah tulisan sama dengan fungsi sebuah kalimat topik
dalam sebuah paragraf, yakni memayungi satuan yang lebih
luas. Ada syarat lain yang merupakan syarat khas untuk tesis
berkaitan dengan sifat ilmiahnya, yaitu
(1) bersifat terbatas, jika sudah ditetapkan jenis pendekatan
yang akan digunakan dalam penulisan
(2) mengandung kesatuan dengan hanya satu gagasan
sentral;
(3) mengandung ketepatan, yaitu tesis mengandung kata
atau istilah yang mengandung satu pengertian yang dapat
dipertanggungjawabkan pengertiannya dalam tulisan
ilmiahnya kelak.
Jika kalimat topik sudah dapat dirumuskan, kerangka tulisan
dengan mudah disusun dengan kalimat tesis sebagai payung
keseluruhan karangan.
44
SIFAT TESIS
1) bersifat terbatas, jika
sudah ditetapkan jenis
pendekatan yang akan
digunakan dalam
penulisan
2) mengandung kesatuan
dengan hanya satu
gagasan sentral
3) mengandung ketepatan,
yaitu tesis mengandung
kata atau istilah yang
mengandung satu
pengertian yang dapat
dipertanggungjawabkan
pengertiannya dalam
tulisan ilmiahnya kelak
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
Kalimat
pendahuluan
Subbab
pendahuluan
Kalimat
isi
Paragraf
pendahuluan
Kalimat
Penutup
Paragraf
Isi
Subbab
Isi
Bab
Pendahuluan
Paragraf
penutup
Subbab
penutup
Kalimat
pendahuluan
Paragraf
pendahuluan
Subbab
pendahuluan
Kalimat
isi
Paragraf
isi
Subbab
isi
Bab-bab
isi
Kerangka
Karangan
Topik
dan
tujuan
=
TESIS
Kalimat
penutup
Paragraf
penutup
Subbab
penutup
Kalimat
pendahuluan
Paragraf
pendahuluan
Subbab
pendahuluan
Kalimat
isi
Paragraf
isi
Subbab
isi
Bab
penutup
Kalimat
penutup
Paragraf
penutup
subbab
penutup
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
45
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
5. DAFTAR PUSTAKA
Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins College
Publishers.
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan
Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.
Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The
University of Chicago Press.
Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta: Akademika
Pressindo.
Gibaldi, Joseph. 1999. MLA Handbook for Writers of Research Papers. Ed. ke-5. New York:
The Modern Language Association of America.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York:
Syracuse University Press.
Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB.
Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka.
Winkler, Anthony C. dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers.
Wishon, George E. dan Burks, Julia M. 1968. Let’s Write English. New York: American Book
Company.
46
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 6: PENYAJIAN LISAN
1. PENDAHULUAN
Untuk dapat mengungkapkan pikiran dengan baik, ada
beberapa hal yang perlu diketahui. Penyajian lisan tidak hanya
merupakan masalah keberanian untuk menghadapi orang
banyak sebagai pendengar. Di samping itu, pembicara harus
bersikap tenang, sanggup bereaksi secara cepat dan tepat,
sanggup menyampai-kan pikirannya secara lancar dan teratur,
dan mengatur gerak-gerik dan sikap yang luwes.
PENYAJIAN LISAN
1. Pembicara harus tenang
2. Sanggup bereaksi secara
cepat dan tepat
3. Sanggup menyampaikan
pikiran secara lancar
dan teratur
4. Mengatur sikap yang
luwes
2. METODE PENYAJIAN LISAN
Ada beberapa cara untuk menyampaikan penyajian lisan,
bergantung pada kemampuan dan penguasaan pembicara atas
materi yang dibawakannya.
(1) Metode impromptu (serta-merta), yaitu metode penyajian
berdasarkan kebutuhan sesaat, tidak ada persiapan sama
sekali. Pembicara harus serta-merta berbicara berdasarkan
pengetahuannya dan kemahirannya. Biasanya, penyajian
lisan secara impromptu demikian terjadi di lingkungan
yang nonformal dan akrab.
PENYAJIAN LISAN
1.
2.
3.
4.
Metode Impromptu
Metode Menghafal
Metode Naskah
Metode Ekstemporan
(2) Metode menghafal, yaitu metode yang bertolak belakang
dengan metode pertama. Pembicara memiliki waktu untuk
mempersiapkan naskah dan naskah itu dihafalkan.
Biasanya, metode itu kurang menarik karena pembicara
cenderung membawakan penyajiannya secara cepat dan
sangat takut disela. Akibatnya, pembicara tidak sempat
menyesuaikan diri dengan situasi dan reaksi pendengar
selagi berbicara.
(3) Metode naskah, yaitu metode membaca naskah yang sudah
dipersiapkan. Metode tersebut menyebabkan pembicara
menjadi kaku dan cenderung membaca. Sebaiknya,
pembicara berlatih dan membaca naskah sebelum
membawakannya di depan umum. Dengan demikian,
pembicara dapat membawakannya secara menarik dengan
intonasi yang baik dan tepat. Tanpa latihan, mata
pembicara akan terus membaca naskah dan melafalkannya
secara monoton.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
47
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
(4) Metode ekstemporan (tanpa persiapan naskah), yakni
metode yang merupakan jalan tengah. Uraian direncanakan
dengan cermat dan dibuat catatan atau butir-butir catatan
yang penting dan diurutkan dengan baik. Pembicara bebas
berbicara dan menyesuaikan pembicaraannya dengan
situasi dan kondisi setempat.
Dalam menyampaikan materi, pembicara harus memperhatikan
hal-hal berikut.
(1) Gerak tubuh. Gerak tubuh harus santai, tegas—bukan
gerakan yang terjadi karena tegang—alamiah, penuh
variasi, tidak mengganggu perhatian pendengar, diatur
dengan baik, disesuaikan dengan pendengar.
(2) Kontak mata. Pada saat berbicara, pembicara harus berani
menatap mata pendengarnya. Dengan demikian, pembicara
dapat berinteraksi dengan pendengarnya. Pembicara dapat
mengetahui situasi pendengar dan pemahaman pendengar.
Pendengar akan lebih percaya kepada pembicara.
Pendengar akan merasa diperhatikan oleh pembicara.
HAL YANG HARUS
DIPERHATIKAN:
1.
2.
3.
4.
5.
Gerak tubuh
Kontak mata
Ekspresi wajah
Suara pembicara
Penampilan pribadi
(3) Ekspresi wajah. Wajah akan memperlihatkan pikiran,
emosi, dan sikap pembicara. Dengan demikian, pendengar
akan lebih mudah berempati kepada hal atau
permasalahan yang disampaikan pembicara.
(4) Suara pembicara. Pembicara harus berlatih agar suara
menguasai ruangan, baik dengan pengeras suara maupun
tidak. Artikulasi harus jelas agar pendengar tidak
mengalami kesulitan dalam memahami pembicara.
Lafalkan kata-kata dengan jelas. Beri tekanan yang berbeda
pada setiap kalimat yang diujarkan. Jangan berbicara
terlalu cepat. Gunakanlah jeda yang agak panjang agar
pendengar memperoleh kesempatan untuk mencerna hal
yang disampaikan pembicara.
(5) Penampilan pribadi. Pembicara harus memperhatikan agar
penampilannya rapi dan bersih. Berpakaian yang rapi,
menarik, dan cerah. Jangan menggunakan terlalu banyak
perhiasan yang akan mengalihkan perhatian pendengar dari
masalah yang dibawakan. Sesuaikan pakaian dengan situasi
dan jenis pendengar.
48
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
3. PENGGUNAAN ALAT PERAGA
Pada saat berbicara, cara pembicara menggunakan alat peraga
yang telah dipersiapkannya memegang peranan penting.
Dalam membawakan penyajian lisan, hal yang harus
diperhatikan berkaitan dengan penggunaan alat peraga adalah
(1) apakah pembicara sudah berlatih menggunakan alat
peraga?
(2) apakah pembicara lebih banyak menatap pendengar
daripada melihat alat peraga?
(3) apakah pembicara menyampaikan isi alat peraga atau
hanya memperlihatkan alat peraga?
4. DAFTAR PUSTAKA
Beebe, Steven A dan Beebe, Susan J. 1991. Public Speaking: An Audience-Centered Approach.
Englewood-Cliffs: Prentice Hall.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Wiyanto, Asul. 2000. Diskusi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widisarana Indonesia
(Grasindo).
Wiyanto, Asul. 2001. Terampil Pidato. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widisarana Indonesia
(Grasindo).
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
49
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
50
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 7: KERANGKA TULISAN
1. PENDAHULUAN
Dalam menyusun makalah, seorang mahasiswa harus
merencanakan kerangka tulisannya terlebih dahulu. Dalam
uraian mengenai penyusunan tesis (Modul 5) sudah dijelaskan
mengenai keterkaitan tesis dengan kerangka tulisan. Dengan
demikian terlihat bahwa fungsi sebuah tesis bagi sebuah
tulisan sama dengan fungsi sebuah kalimat topik dalam sebuah
paragraf, yakni memayungi satuan yang lebih besar. Jika kita
sudah dapat merumuskan sebuah kalimat topik, kita dengan
mudah dapat menyusun sebuah kerangka tulisan.
Untuk dapat dipublikasikan sebagai karya ilmiah ada
ketentuan struktur atau format tulisan yang kurang lebih
bersifat baku. Ketentuan itu merupakan kesepakatan
sebagaimana tertuang dalam International Standardization
Organization (ISO). Publikasi yang tidak mengindahkan
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ISO memberikan
kesan bahwa publikasi itu kurang absah sebagai terbitan
ilmiah ISO 5966 (1982) menetapkan bahwa karya tulis ilmiah
(Soehardjan, 1997: 38) terdiri atas

judul,

nama penulis,

abstrak,

kata kunci,

PENDAHULUAN,

inti tulisan (teori, metode, hasil, dan pembahasan),

KESIMPULAN dan USULAN,

ucapan terima kasih, dan

daftar pustaka
Karya tulis ilmiah
memiliki ketentuan struktur
atau format karangan yang
bersifat baku.
ISI
Jadi, pada dasarnya, kerangka tulisan ilmiah agak mudah
disusun karena hanya terdiri atas tiga bagian besar. Masingmasing adalah PENDAHULUAN, ISI, dan PENUTUP atau
KESIMPULAN. Dapat saja terjadi variasi dalam perinciannya,
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
51
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
karena tidak terlepas kemungkinan bahwa setiap bidang ilmu
memiliki peraturan mereka masing-masing.
Penulis harus memperhatikan agar setiap bagian atau bab
berkaitan satu sama lain dan berada di bawah satu payung
besar, yakni TESIS. Setiap bagian tulisan, pada dasarnya,
merupakan bagian yang lebih kecil atau subbawahan bagi
satuan tulisan yang lebih besar. Isi setiap bagian kurang lebih
adalah sebagai berikut.
52
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAGIAN
PENUTUP
BAGIAN-BAGIAN
ISI
BAGIAN
PENDAHULUAN












Bagian akhir atau penutup dari
tulisan
Kesimpulan yang dirumuskan
secara tegas
Dapat dalam bentuk dalil-dalil
(terbuka atau tertutup)
Dapat merupakan sari dari tujuan
Latar belakang topik
Alasan pemilihan topik
Pembatasan topik
Kerangka metode penelitian
Kerangka teori
Sistematik penulisan
Penyusunan gagasan bawahan ke
dalam beberapa bab
Pembahasan secara sistematis
BENTUK TULISAN
dibangun oleh BAB/SUBBAB







Paragraf-paragraf penghubung
yang dinyatakan secara teratur
dan logis.
Setiap paragraf harus
mempertahankan perhatian
pembaca.
Bagian akhir suatu bagian tulisan
yang berfungsi menurunkan dan
menghentikan perhatian pembaca.
Bagian yang mempersiapkan
pembaca untuk mengalihkan
perhatian mereka ke topik baru.
Mengantar gagasan utama
Menarik perhatian
Menyiapkan pembaca
BENTUK BAB
dibangun oleh PARAGRAF







Kalimat-kalimat yang mendukung
KALIMAT TOPIK
Kalimat-kalimat yang
mempertahankan kepaduan paragraf
dengan: REPETISI, KATA GANTI,
dan KATA-KATA PERALIHAN
Kesimpulan
Pengulangan atau penekanan
kembali (KALIMAT TOPIK)
Pengalihan perhatian pembaca pada
paragraf berikutnya.
Kalimat topik
Gagasan utama paragraf
BENTUK PARAGRAF
dibangun oleh KALIMAT
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
53
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
2. FUNGSI KERANGKA TULISAN
Kerangka tulisan sebenarnya adalah suatu rencana kerja
yang memuat garis besar suatu tulisan yang akan digarap.
Oleh karena itu, selama menulis, kita dapat saja mengubah
susunan kerangka tulisan kita dan menggunakan tesis
sebagai tolok ukur perkembangan pemikiran kita selama
menulis. Kerangka tulisan bermanfaat bagi penulis sebagai
alat kontrol dalam menulis. Sering kali, penulis yang sedang
berhadapan dengan berbagai fakta tidak dapat memilih fakta
mana yang sebaiknya digunakan dan fakta mana yang
sebaiknya dibuang atau disimpan. Rasanya, sayang untuk
membuang fakta yang diperoleh secara susah payah dan
dianggap sangat berharga. Itulah salah satu manfaat
kerangka tulisan, yaitu mengarahkan penulis untuk memilih
data yang sesuai dengan tujuan penulisan.
KERANGKA TULISAN
adalah
suatu rencana kerja yang
memuat garis besar suatu
tulisan yang akan digarap
Ada empat manfaat kerangka tulisan dalam proses menulis.
(1) Tulisan dapat disusun secara teratur. Penyajian menjadi
terarah dengan alur yang jelas dan rapi. Gagasan yang
penting diletakkan di awal, diikuti oleh gagasan bawahan.
MANFAAT
KERANGKA TULISAN
1.
(2) Tulisan tidak mengalami pengulangan. Dengan adanya
kerangka tulisan penulis akan mengetahui hal-hal apa
yang sudah dituangkan dan hal-hal apa saja yang belum
dituangkan dalam tulisannya.
2.
(3) Data, kasus, atau rujukan dengan mudah dapat dicari
sesuai dengan kepentingan penulisan. Penulis dengan
mudah dapat mencari materi pembantu.
4.
3.
Tulisan dapat disusun
secara teratur
Tulisan tidak
mengalami
pengulangan
Data, kasus, atau
rujukan dengan mudah
dapat dicari
Kerangka tulisan
berfungsi sebagai
miniatur
(4) Kerangka tulisan berfungsi sebagai miniatur atau
prototipe tulisan yang akan memudahkan pembaca
melihat wujud, gagasan, struktur, serta nilai umum
tulisan itu. Kelak, pada akhir penulisan, kerangka tulisan
itu akan menjadi daftar isi karya ilmiah kita.
Ada empat syarat yang harus dipenuhi agar penulis dapat
menghasilkan kerangka tulisan yang baik.
(1) Tesis harus jelas. Langkah yang paling sulit dalam
penulisan karya ilmiah adalah perumusan tesis. Akan
tetapi, jika tesis sudah jelas, penulisan karya ilmiah akan
54
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
sangat mudah dan lancar karena semua telah terpikirkan
secara matang.
(2) Tiap unit dalam kerangka hanya mengandung satu
gagasan yang akan diuraikan secara tuntas. Rangkaian
antara gagasan sentral dan gagasan bawahan tersusun
dengan baik. Gagasan bawahan harus mengandung
dukungan dan alasan bagi gagasan sentralnya. Dengan
demikian, fakta yang terhimpun akan berbicara dengan
sendirinya dalam pembahasan sebuah gejala yang diteliti.
(3) Pokok-pokok dalam kerangka tulisan harus disusun
secara logis. Hanya dengan penyusunan yang logis, kita
dapat mencapai tujuan dengan baik. Rangkaian sebabakibat harus tersusun dengan baik agar pembaca mudah
menarik kesimpulan.
SYARAT
KERANGKA TULISAN
1.
2.
3.
4.
Tesis harus jelas
Tiap unit hanya
mengandung satu
gagasan
Pokok-pokok harus
disusun secara logis
Setiap unit utama dan
subunit menggunakan
pasangan simbol yang
konsisten
(4) Setiap unit, baik unit utama dan subunit, harus
menggunakan pasangan simbol yang konsisten (I, A, 1, a,
dst.). Akan tetapi, yang lebih penting lagi adalah bahwa
penamaan setiap unit dan subunit dalam kerangka tulisan
harus bersifat sejajar atau paralel.
Oleh karena kerangka tulisan sangat penting dan bermanfaat
dalam rangkaian penulisan karya ilmiah, langkah-langkah
pembuatan kerangka tulisan harus diawali dari tesis yang
baik dan dilanjutkan dengan empat langkah lainnya. Hal yang
perlu diingat adalah bahwa perumusan tesis dan penyusunan
kerangka tulisan tidak bersifat kaku. Artinya, proses itu
terjadi berulang kali dengan penyempurnaan dan perubahan,
baik pada tesis maupun kerangka tulisan. Berikut ini
langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menyusun
sebuah kerangka tulisan.
(1) Merumuskan tesis dengan baik. Hal tersebut telah
ditekankan berkali-kali dalam pembahasan di atas.
(2) Menginventarisasi gagasan-gagasan bawahan untuk
diletakkan sebagai subunit dalam kerangka tulisan.
(3) Mengevaluasi semua gagasan yang tercatat dengan
mengajukan pertanyaan berikut.

Apakah gagasan tersebut
langsung dengan tesis?
memiliki
relevansi
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
LANGKAH
PENYUSUNAN
KERANGKA TULISAN
1. Merumuskan tesis
2. Menginventarisasi
gagasan bawahan
3. Mengevaluasi semua
gagagsan
4. Melakukan langkah ke2 dan ke-3 berulang kali
5. Menentukan pola
susunan yang paling
cocok.
55
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Apakah ada dua topik atau lebih yang sebenarnya
merupakan hal yang sama atau pengulangan?

Apakah semua topik sama derajatnya?
(4) Melakukan langkah kedua dan ketiga secara berulangulang dan menyesuaikan kembali tesis berdasarkan
perbaikan kerangka tulisan.
(5) Menentukan pola susunan yang paling cocok dan tepat
untuk mengurutkan semua gagasan, baik sentral
maupun bawahan, secara logis sesuai dengan perincian
tesis.
Jadi, sebenarnya proses tersebut di atas tidak bersifat linear,
melainkan bersifat spiral yang berputar terus selama
penulisan karya ilmiah.
3. JENIS KERANGKA TULISAN
Ada berbagai jenis dan pengembangan kerangka tulisan dan
sifatnya tidak terlalu baku, bergantung pada setiap disiplin
ilmunya. Berikut ini, akan dikutip berbagai jenis dan
pengembangan kerangka tulisan sebagaimana diuraikan oleh
Keraf dalam bukunya Komposisi (1997). Kerangka tulisan
yang diuraikan oleh Keraf adalah jenis dan pengembangan
kerangka tulisan yang paling sering ditemui dalam berbagai
karya ilmiah.
Jenis kerangka tulisan dapat dikelompokkan berdasarkan dua
hal, yakni berdasarkan perincian dan berdasarkan
perumusannya. Kerangka tulisan yang disusun berdasarkan
perincian terbagi dua.
(1) Kerangka tulisan sementara atau nonformal, yaitu
kerangka tulisan yang masih berubah sesuai dengan
proses, baik pada saat dirujuk kembali pada tesis maupun
pada saat proses menulis sedang berlangsung.
JENIS BERDASARKAN
PERINCIAN:
 Kerangka sementara
 Kerangka mantap
(2) Kerangka tulisan formal adalah kerangka tulisan yang
sudah mantap, tidak akan berubah lagi. Dengan demikian,
biasanya, kerangka tulisan formal itulah yang akan
menjadi bagian dari daftar isi karya ilmiah.
56
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Jenis kerangka tulisan berdasarkan perumusannya dapat
digolongkan lagi ke dalam dua jenis kerangka tulisan sebagai
berikut.
(1) Kerangka tulisan kalimat. Kerangka jenis itu adalah
kerangka tulisan yang unit-unitnya ditulis dalam
perumusan kalimat. Kerangka seperti itu sangat berguna
jika penulis tidak akan langsung menuangkan gagasannya
ke dalam karyanya. Oleh karena disusun dalam kalimat
lengkap, penulis tidak akan kehilangan arah dan tujuan
pada saat penulisan tertunda agak lama. Jenis kerangka
tulisan demikian, dilihat dari segi perinciannya,
dikategorikan sebagai kerangka tulisan sementara.
Biasanya, topik subunit terangkum dalam kerangka
tulisan kalimat.
JENIS BERDASARKAN
PERUMUSANNYA:
 Kerangka kalimat
 Kerangka topik
(2) Kerangka tulisan topik. Kerangka tulisan jenis itu adalah
kerangka tulisan yang unit-unitnya ditulis dalam
perumusan kata atau frase. Kerangka jenis itu berguna
jika penulis akan langsung menulis karyanya atau penulis
sudah mendekati penyelesaian. Oleh karena sifatnya yang
pendek dan lugas, jika penulisan ditunda agak lama,
biasanya, penulis akan mengalami kesulitan dalam
mengingat kembali tujuan dari pokok persoalan yang
tercantum dalam kerangka tulisan. Akibatnya penulis
akan sulit mengarahkan pikirannya dalam proses
menulis. Kerangka tulisan topik adalah kerangka yang
tersusun sebagai kerangka tulisan formal. Pada saat
penulis sudah merampungkan karyanya, ia akan harus
merumuskan kembali kerangka tulisan dan penamaan
unit-unit dalam kerangka tulisan.
Pengembangan kerangka tulisan adalah penyusunan
kerangka tulisan selama proses menulis. Masalah yang
penting dalam pengembangan kerangka tulisan adalah
kemantapan dalam tujuan penulisan. Sebenarnya, harus
diketahui berdasarkan tujuan apakah penulis menyusun
tulisannya? Dengan demikian, jika telah diketahui benar
tujuan penulisan akan lebih mudah bagi penulis memilih
jenis pengembangan kerangka tulisan yang dikehendakinya.
Pengelompokan
kerangka
tulisan
berdasarkan
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGEMBANGAN
KERANGKA TULISAN
adalah penyusunan
kerangka karangan selama
proses menulis.
57
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
pengembangannya terbagi atas dua kelompok utama dengan
beberapa subkelompoknya.
Pengembangan kerangka tulisan secara alamiah adalah
pengurutan pokok pikiran sesuai dengan kenyataan yang
sesuai dengan dimensi kehidupan manusia. Kerangka
alamiah terdiri atas tiga jenis kerangka tulisan.
(1) Pengembangan
spasial
atau
ruang
adalah
pengembangan kerangka tulisan yang bertalian dengan
lokasi kejadian. Sifat uraiannya lebih deskriptif. Biasanya,
pengembangan harus dilakukan dengan menempatkan
penulis dalam posisi pengamat dari suatu sudut tertentu
dalam ruang.
KELOMPOK UTAMA
PENGEMBANGAN
KERANGKA TULISAN:
 alamiah
 logis
PENGEMBANGAN
KERANGKA TULISAN
ALAMIAH:
 spasial
 kronologis, dan
 topik yang ada
(2) Pengembangan kronologis atau waktu adalah pengembangan kerangka tulisan berdasarkan urutan kejadian
suatu peristiwa atau tahap kejadian.
(3) Pengembangan berdasarkan topik yang ada adalah
pengembangan kerangka tulisan berdasarkan hal, barang,
atau peristiwa yang telah diketahui bagian-bagiannya.
Untuk menggambarkan atau menguraikan suatu hal,
barang, atau peristiwa mau tidak mau bagian-bagiannya
harus dijelaskan secara berturut-turut dan logis.
Pengembangan kerangka tulisan secara logis adalah
pengurutan pokok pikiran yang sesuai dengan penalaran
manusia dalam usaha mereka untuk menemukan landasan
bagi setiap pokok persoalan. Sebenarnya, pengembangan
secara logis tersebit mirip dengan pengembangan kerangka
tulisan berdasarkan topik yang tersedia. Perbedaannya
adalah dalam pengembangan kerangka tulisan yang logis,
urutan topik dilakukan berdasarkan kepentingan tujuan
penulisan. Pengembangan kerangka tulisan logis dapat
dikelompokkan atas tujuh jenis kerangka tulisan.
(1) Pengembangan klimaks-antiklimaks
(2) Pengembangan umum-khusus atau khusus-umum
(3) Pengembangan perbandingan dan pertentangan
(4) Pengembangan sebab-akibat
(5) Pengembangan pemecahan masalah
(6) Pengembangan familiaritas
58
PENGEMBANGAN
KERANGKA TULISAN
LOGIS:
 Klimaks-antiklimaks
 Umum-khusus
 Perbandinganpertentangan
 Sebab-akibat
 Pemecahan masalah
 Familiaritas
 Akseptabilitas
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
(7) Pengembangan akseptabilitas
Sebaiknya, berbagai jenis pengembangan kerangka tulisan
itu kita kuasai. Dengan demikian, kita akan mudah menyusun
pikiran kita dengan baik, tidak sampai terjadi kesalahan
urutan berpikir.
4. DAFTAR PUSTAKA
Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins
College Publishers.
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.
Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The
University of Chicago Press.
Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:
Akademika Pressindo.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York:
Syracuse University Press.
Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB.
Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka.
Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
59
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
60
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 8: JENIS TULISAN
1. PENDAHULUAN
Pada Modul 1 (Laras Ilmiah dan Ragam Bahasa) telah
diuraikan dua kategori karya tulis, yaitu karya tulis fiksi dan
nonfiksi. Sebuah karya tulis fiksi, atau sering disebut karya
sastra, merupakan ekspresi diri penulisnya yang dihasilkan
dari imajinasi penulis. Hasil karya penulis merupakan hasil
rekaannya sendiri berdasarkan realitas di sekelilingnya.
Sebaliknya, sebuah karya tulis nonfiksi merupakan hasil
rangkaian fakta yang merupakan hasil pemikiran, gagasan,
peristiwa, gejala, dan pendapat penulis.
DUA KATEGORI
KARYA TULIS
1. Fiksi
Hasil rekaan penulis berdasarkan realitas.
2. Nonfiksi
Hasil rangkaian fakta
berdasarkan pemikiran,
gagasan, peristiwa, dan
pendapat penulis.
Sebuah karya tulis ilmiah adalah karya tulis nonfiksi. Seorang
penulis karya ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan
informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Akan tetapi,
sebuah karya tulis pasti dibangun oleh bagian-bagian atau
paragraf-paragraf. Setiap paragraf merupakan rangkaian
fakta yang dialami penulis dan dapat dikembangkan dalam
jenis tulisan yang berbeda bergantung tujuan penulis
membahas topiknya (lihat kembali Modul 5, Topik dan
Tesis).
2. REALITAS DAN FAKTA
Dalam uraian di atas dibedakan antara pengertian realitas dan
fakta. Seorang pengarang akan merangkai realitas kehidupan
dalam sebuah cerita, sedangkan seorang penulis akan
merangkai berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Realitas
berarti bahwa peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang
benar dan dapat dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara
langsung dialami oleh penulis. Data realitas dapat berasal dari
dokumen, surat keterangan, press release, surat kabar atau
sumber bacaan lain, bahkan juga dari suatu peristiwa faktual.
Fakta berarti bahwa rangkaian peristiwa atau percobaan yang
diceritakan benar-benar dilihat, dirasakan, dan dialami oleh
penulis (Marahimin, 1994: 37–38).
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
REALITAS
Peristiwa yang
digambarkan merupakan
hal yang benar dan dapat
dibuktikan kebenarannya,
tetapi tidak secara langsung
dialami penulis.
FAKTA
Rangkaian peristiwa atau
percobaan yang
disampaikan benar-benar
dilihat, dirasakan, dan
dialami penulis
61
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
3. JENIS TULISAN DALAM LARAS ILMIAH
Setiap tulisan pasti dibangun oleh beberapa bagian. Bagianbagian pembangun sebuah karya tulis akan mengandung
beberapa jenis tulisan. Sebuah karya tulis berlaras ilmiah pun
akan dibangun oleh beberapa jenis tulisan.
Pada dasarnya, sebuah karya ilmiah merupakan sebuah
tulisan
nonfiksi
yang
bertujuan
memberitahukan,
menjelaskan, atau membuktikan suatu fakta kepada khalayak
sasaran.
Tekanan
pada
fungsi
memberitahukan,
menjelaskan, atau membuktikan menyebabkan jenis
tulisan pada karya ilmiah merupakan eksposisi
(memberitahukan,
menjelaskan)
dan
argumentasi
(membuktikan). Dalam usaha untuk menyampaikan karya
ilmiah secara lebih akurat, karya ilmiah sering kali juga
menampilkan jenis tulisan deskripsi (memerikan suatu
keadaan atau seseorang) dan narasi (menceritakan).
JENIS TULISAN
DALAM LARAS
ILMIAH
1.
2.
3.
4.
EKSPOSISI
ARGUMENTASI
NARASI
DESKRIPSI
Argumentasi dalam karya ilmiah ditimbulkan oleh
penyusunan fakta secara cermat dalam sistematik tulisan.
Dengan demikian, fakta tersebut dibiarkan berbicara sendiri.
Pembaca diyakinkan akan kebenaran yang disampaikan
karya ilmiah tersebut.
Dalam Modul 5 (Topik dan Tesis) sudah diterangkan mengenai
kaitan antara tujuan penulis dan jenis tulisan yang akan
dihasilkannya. Berdasarkan perumusan tujuan secara baik,
penulis dengan mudah menetapkan jenis tulisan yang tepat
untuk mencapai tujuan tersebut.
62
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
BENTUK KARANGAN
TUJUAN PENULIS
EKSPOSISI (PAPARAN)
Memberikan informasi, penjelasan,
keterangan, atau pemahaman.
ARGUMENTASI (BAHASAN)
NARASI (KISAHAN)
DESKRIPSI (PERIAN)
Membuktikan pendapat atau pendirian
penulis, meyakinkan pembaca agar
menerima pendapat penulis yang
berdasarkan pembuktian.
Menceritakan baik berdasarkan
observasi maupun kumpulan fakta.
Menggambarkan bentuk objek
pengamatan, sifatnya, rasanya, atau
coraknya dengan mengandalkan
pancaindra dalam proses
penguraiannya.
Berikut ini, akan diuraikan empat jenis karangan yang lazim
ditemukan dalam karya ilmiah.
A. Eksposisi (Paparan)
Pada saat karya ilmiah berfungsi untuk memberitahukan dan
menjelaskan sesuatu, jenis tulisan yang digunakan adalah
eksposisi atau paparan. Eksposisi adalah tulisan yang
berusaha memberi penjelasan atau informasi. Tulisan yang
ekspositoris akan menguraikan sebuah proses, melukiskan
proses pembuatan sesuatu yang belum diketahui pembaca,
atau proses kerja suatu benda (Keraf, 1997: 110).
EKSPOSISI
Jenis tulisan yang
memaparkan, menjelaskan,
atau menguraikan suatu
topik, menyingkapkan buah
pikiran, perasaan, atau
pendapat penulisnya.
Definisi lain dari eksposisi adalah tulisan yang berusaha
menyingkapkan buah pikiran, perasaan, atau pendapat
penulis untuk diketahui pembaca (Marahimin, 1994: 208).
Ada beberapa jenis tulisan ekspositoris, di antaranya
eksposisi yang menjelaskan suatu prosedur atau proses,
memberikan dan menguraikan sebuah definisi atau
pandangan,
menerangkan
arah,
menjelaskan
dan
menafsirkan gagasan, menerangkan bagan atau tabel,
mengulas suatu hal atau peristiwa (Biagi, 1981: 53).
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
63
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Pada dasarnya, dalam sebuah karya ilmiah, eksposisi
menghimpun dua hal, yakni pencerapan alat indra
(deskripsi) dan penggalian referensi. Pada saat eksposisi
melukiskan sesuatu, jenis tulisan deskripsi akan muncul juga.
Dalam usaha lainnya, seperti menguraikan, menafsirkan,
menjelaskan, eksposisi berusaha untuk merangkaikan atau
merangkum sebuah hasil riset berdasarkan percobaan,
akumulasi data, perluasan pemikiran, atau pengamatan.
Dalam tulisan ekspositoris ada suatu bagian simpulan atau
saran yang akan mengakhiri tulisan tersebut (Marahimin,
1994: 210).
B. Argumentasi (Bahasan)
Argumentasi adalah penulisan yang bertujuan untuk
meyakinkan orang, membuktikan pendapat atau pendirian
pribadi, atau mengubah pendapat pembacanya. Dalam karya
tulis ilmiah, bentuk argumentasi dianjurkan karena karya
ilmiah juga harus dapat meyakinkan pembaca akan pendapat
penulis. Oleh karena itu, argumentasi harus dibangun dengan
menyusun alasan secara logis. Alasan disusun berdasarkan
penjelasan atau kutipan dan fakta-fakta yang tepat.
ARGUMENTASI
Jenis tulisan yang
menekankan pembuktian
berdasarkan penalaran yang
logis dan kritis.
C. Narasi (Kisahan)
Narasi adalah penulisan yang sifatnya bercerita, baik
berdasarkan
pengamatan
atau
observasi
maupun
berdasarkan pengalaman. Jenis tulisan itu digunakan pada
saat penulis harus menyampaikan hasil observasinya. Dalam
menyampaikan perilaku dari objek penelitiannya, misalnya,
seorang penulis akan menyampaikan laporan yang berisi
himpunan informasi faktual mengenai suatu peristiwa dan
situasi. Jenis tulisan yang digunakan dalam laporan itu adalah
narasi, kisahan, atau penceritaan. Narasi dalam hal demikian
bukan narasi rekaan atau imajinatif, melainkan narasi yang
merupakan himpunan peristiwa yang diuraikan secara
berurutan dan logis. Narasi berusaha untuk mengisahkan
suatu peristiwa atau kejadian secara kronologis (Keraf, 1997:
109).
NARASI
Jenis tulisan yang bercerita,
baik berdasarkan
pengamatan atau observasi
maupun pengalaman, yang
biasanya tersusun secara
kronologis.
Narasi bersifat menghimpun informasi berdasarkan
pengamatan, wawancara, dan bacaan. Oleh karena itu, narasi
64
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
dalam karya ilmiah merupakan himpunan peristiwa yang
faktual, bukan realistis (Marahimin, 1994:37–38). Dalam
karya ilmiah, narasi bertujuan menyampaikan sebuah
peristiwa secara kronologis. Peristiwa itu digunakan sebagai
ilustrasi untuk menguatkan uraian yang sedang disampaikan
oleh penulis.
Penulisan narasi yang baik membutuhkan tiga hal, yaitu
a. kalimat pertama dalam paragraf harus menggugah
minat pembaca,
SYARAT KEBAHASAAN
NARASI
b. kejadian disusun secara kronologis, dan
c. berfokus pada tujuan akhir yang jelas.
Narasi yang tersusun dengan baik akan menggunakan hal
berikut ini.
(1) keterangan waktu
(2) keterangan yang berkaitan dengan pekerjaan atau
peristiwa
(3) kata-kata peralihan yang mengungkapkan

kaitan pikiran

kaitan waktu

kaitan hasil

pertentangan
D. Deskripsi (Perian)
Terkait dengan narasi adalah jenis tulisan deskripsi.
Deskripsi
adalah
tulisan
yang
berusaha
untuk
menggambarkan bentuk objek pengamatan: rupanya,
sifatnya, rasanya, atau coraknya sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya. Deskripsi juga merupakan penulisan yang
menggambarkan perasaan, seperti bahagia, takut, sepi, sedih,
atau gembira. Tujuan dari deskripsi adalah membantu
pembaca untuk membayangkan seseorang, merasakan suatu
suasana, atau memahami suatu sensasi atau emosi. Ungkapan
bahasa penulis diharapkan akan menggugah imajinasi
pembaca.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
DESKRIPSI
Jenis tulisan yang
memerikan atau memerinci
dengan cermat suatu objek
pengamatan ataupun perasaan sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.
65
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Deskripsi bertalian dengan pelukisan kesan yang tertangkap
oleh pancaindra penulis berkaitan dengan sebuah objek atau
peristiwa (Keraf, 1997: 109–110). Menurut Marahimin
(1994: 38), dalam penulisan deskripsi, yang ditulis adalah
fakta, bukan realitas. Deskripsi adalah hasil observasi dengan
menggunakan pengindra penulis.
Ada dua jenis deskripsi, yaitu deskripsi ekspositoris dan
deskripsi impresionistis (Marahimin, 1994: 46). Deskripsi
ekspositoris adalah deskripsi yang sangat logis yang isinya
merupakan daftar perincian yang disusun menurut sistem
atau urutan logis dari objek yang diamati. Deskripsi
impresionistis adalah deskripsi yang menggambarkan
impresi penulis atau untuk menstimulir pembaca dengan
lebih menekankan kesan yang timbul pada saat penulis
melakukan observasi. Urutan pemerian dilakukan
berdasarkan kuat atau lemahnya kesan penulis terhadap
objek yang ditulis.
Dalam menulis sebuah deskripsi ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, yaitu
JENIS DESKRIPSI
1. Deskripsi ekspositoris
Jenis deskripsi yang
sangat logis dan disusun
mengikuti urutan logis
objek yang di-amati.
2. Deskripsi
impresionistis
Jenis deskripsi yang
memeri-kan kesan yang
diperoleh penulis dari
objek pengamatan-nya.
SYARAT KEBAHASAAN
DESKRIPSI
(1) Fokus penggambaran harus tercantum dalam kalimat
topik paragraf.
(2) Suasana peristiwa dapat dirasakan melalui pilihan kata
yang baik.
(3) Pengembangan paragraf harus dilakukan secara

efektif,

masuk akal atau logis, dan

dipikirkan dan dirancang dengan cermat dan
teliti.
Deskripsi orang, sebaiknya, menggambarkan
66

Penampilan seseorang,

Moral atau etika yang dianut seseorang

Perilaku seseorang, terutama dalam saat tertentu

Sifat seseorang

Suara dan cara seseorang berbicara

Sikap seseorang terhadap orang lain.
SYARAT
KELENGKAPAN
DESKRIPSI
BERDASARKAN
OBJEK PENGAMATAN
PENULIS
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Deskripsi tempat menggambarkan suatu lokasi dan,
sebaiknya, dapat menjawab pertanyaan berikut

Apakah gambaran diberikan atas dasar pencerapan
seluruh pancaindra atau hanya berdasarkan
penglihatan?

Apakah penggambaran dilakukan pada satu saat
tertentu?

Apakah perincian ditata dalam urutan yang logis?

Apakah sudut pandang yang konsisten dipertahankan
selama deskripsi dilakukan?

Apakah penggunaan kata sifat dalam deskripsi
tersebut jelas dan tepat?

Apakah kata kerja yang digunakan memberikan
gambaran yang tepat?

Apakah kata benda yang digunakan betul-betul
khusus?
Deskripsi waktu harus mencakup

Keterangan waktu yang tepat

Pengurutan yang kronologis dan logis

Unsur perian orang dan tempat.
Setiap jenis tulisan yang telah diuraikan itu secara bersamasama membangun keutuhan karya tulis ilmiah. Karya tulis
ilmiah yang bersifat argumentatif dapat saja membangun
alasan pembahasannya melalui paragraf yang berisi jenis
tulisan yang bersifat deskriptif dan ekpositoris.
Pada saat penyusunan sebuah laporan ilmiah, sebaiknya,
diperhatikan penggunaan berbagai jenis tulisan itu. Dengan
demikian, karya ilmiah tidak akan menjadi sebuah laporan
ilmiah yang kering dan menjemukan. Alasan argumentasi
dibangun atas berbagai paragraf yang mengandung narasi,
deskripsi, dan eksposisi. Dengan proses itu, diharapkan
bahwa pembaca akan dengan mudah memahami jalan
pikiran penulis.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
67
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
4. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Biagi, Shirley.1981. How to Write and Sell Magazine Articles. Englewood Cliffs, New
Jersey: Prentice-Hall.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Marahimin, Ismail. 1994. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
Wishon, George E. dan Burks, Julia M. 1968. Let’s Write English. New York: American
Book Company.
68
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 9: PARAGRAF
1. PENDAHULUAN
Sebuah paragraf atau alinea adalah sebuah satuan pikiran yang
membahas satu gagasan melalui sebuah rangkaian kalimat
yang saling berhubungan. Gagasan yang terdapat dalam
paragraf diuraikan pula oleh uraian-uraian tambahan untuk
memperjelas gagasan utama.
PARAGRAF
adalah
satuan pikiran yang
membahas satu gagasan
melalui serangkaian
kalimat.
Panjang sebuah paragraf tidak pasti karena panjang
pendeknya sebuah paragraf ditentukan oleh kejelasan dan
ketuntasan uraian yang berhubungan dengan gagasan utama
paragraf. Contoh (1)
Lukisan yang menggambarkan keindahan pemandangan yang
digantungkan di dinding berwarna putih atau warna terang,
bisa memberikan suasana yang amat teduh. Suasana seperti itu
ditemui di lobi hotel atau restoran. Banyak dinding hotel dihiasi
lukisan yang menggambarkan seni dan budaya Indonesia.
Manfaat sebuah paragraf pertama-tama adalah untuk memudahkan orang mengerti dan memahami sebuah tema. Selain
itu, sebuah paragraf bermanfaat untuk memisahkan sebuah
tema dari tema yang lain dan untuk memberikan penekanan
pada satu tema.
Dalam sebuah karya tulis dapat kita bedakan tiga jenis
paragraf, yakni paragraf pembuka, paragraf isi, dan paragraf
penutup. Paragraf pembuka adalah paragraf yang terdapat di
awal karya tulis dan merupakan bagian yang mengantar
pokok pikiran yang terdapat dalam karya tulis tersebut.
Paragraf isi merupakan paragraf yang menguraikan inti
permasalahan dalam sebuah karya tulis; paragraf penutup
merupakan
bagian dari sebuah karya tulis yang
menyimpulkan atau mengakhiri sebuah karya tulis.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
FUNGSI PARAGRAF
1. Memudahkan orang
mengerti dan memahami
tema.
2. Memisahkan sebuah
tema dari tema lain dan
memberi penekanan pada
satu tema.
JENIS PARAGRAF
1. Paragraf pembuka,
2. Paragraf isi,
3. Paragraf penutup
69
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
2. Syarat Pembentukan Paragraf
Sebuah paragraf yang baik dan efektif memenuhi syarat-syarat
berikut.
a. Setiap paragraf hanya mengandung satu pokok pikiran
atau gagasan utama. Pikiran-pikiran lainnya dalam
sebuah paragraf hanya melengkapi pokok pikiran utama
tadi.
SYARAT
PEMBENTUKAN
PARAGRAF
1. Hanya ada satu
gagasan
2. Ada kesatuan
3. Ada koherensi
b. Setiap paragaraf harus memiliki kesatuan. Maksudnya
dalam sebuah paragraf tidak boleh terdapat penjelasanpenjelasan yang saling bertentangan.
c. Setiap paragaraf harus memiliki koherensi dan
kesinambungan. Agar ada pengembangan yang baik
dalam sebuah paragraf harus dipelihara keeratan
hubungan antarkalimat serta tidak terdapat loncatanloncatan pikiran yang dapat membingungkan pembaca
atau penyimpangan dari pokok pikiran utama.
3. Kalimat Topik
Gagasan utama diuraikan dalam sebuah kalimat yang disebut
kalimat topik. Kalimat topik mengungkapkan maksud pokok
uraian paragaraf. Kalimat-kalimat lainnya berfungsi sebagai
kalimat penjelas.
KALIMAT TOPIK
adalah
kalimat yang mengandung
gagasan utama.
4. Peletakan Kalimat Topik
Ada tiga macam cara penempatan kalimat topik.
a. Kalimat topik di awal paragraf, contoh:
Landasan yang dapat didarati pesawat jet Fokker F28 dan
sejenisnya akan ditambah tiga buah lagi pada tahun 2004. Dari
55 landasan yang dibina oleh Direktorat Jendral Perhubungan
Udara, dewasa ini hanya 23 saja yang sanggup menampung
pesawat Fokker F28. Di antaranya ialah Lapangan Udara
Panasan di Solo, Ahmad Yani di Semarang, dan Supadio di
Pontianak, yang semua diresmikan awal tahun ini. Sekarang
landasan Blang Bintang di Banda Aceh, Sentani di Jayapura,
dan Penfui di Kupang sedang diperpanjang dan diperluas. Pada
akhir tahun ini, perbaikan ketiga landasan itu diharapkan
70
LETAK
KALIMAT TOPIK
1. Di awal paragraf
2. Di awal dan di akhir
paragraf
3. Di akhir paragraf
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
sudah selesai, dan pesawat jet jenis Fokker F28 dapat mendarat
di sana dan memperluas jaringan lalu-lintas udara di tanah air
kita.
b. Kalimat topik di akhir paragraf, contoh:
Setiap malam berpuluh ribu tikus menyerbu desa-desa di
Kecamatan Pracimantoro. Segala macam tanaman, hingga
pohon petai cina yang sudah tua, habis digerogoti tikus.
Binatang peliharaan seperti ayam, kambing, dan sapi tidak luput
dari serangan yang ganas itu. Apalagi bahan makanan. Memang
itu dicari. Habis tandas ditelan tikus. Bahkan, penduduk
beberapa desa terpaksa diungsikan karena ketakutan. Sampai
sekarang masih ada orang yang tidak mau pulang ke kampung
halamannya. Memang dahsyat sekali serangan hama tikus yang
melanda Wonogiri pada tahun 1961-1963.
c. Kalimat topik di awal dan di akhir paragraf, contoh:
Pemerintah bukannya tidak tahu bahwa rakyat Indonesia haus
akan rumah yang sehat dan kuat. Departemen PUTL sudah
lama menyelidiki hal itu. Dicarinya bahan rumah yang kuat
dan murah. Agaknya bahan perlit yang diperoleh dari batubatuan gunung berapi menarik perhatian. Bahan itu tahan api,
tahan air, dan tahan suara. Karena berlimpah-limpah di Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur, harganya
dapat ditekan menjadi murah. Lagi pula, perlit dapat dicetak
menurut kemauan kita. Itulah sebabnya mengapa pemerintah
berusaha membayar ratusan ribu rumah murah yang kuat dan
sehat untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
5. Unsur-unsur Kebahasaan Pembangun Paragraf
a. Penunjukan, yakni penggunaan kata(-kata) untuk
menun-jukkan atau mengacu kata(-kata) atau suatu acuan
yang sudah disebutkan, misalnya kata itu, ini, tersebut,
demikian.
b. Penggantian, yakni penanda hubungan kalimat yang
berupa kata(-kata) yang menggantikan kata(-kata) yang
lain yang sudah disebutkan sebelumnya, misalnya
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
71
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
dengan kata ganti orang (dia, mereka, dan lain-lain), hal
itu, itulah, itu, ini, sana, sini, situ, begitu, begini.
c. Pelesapan, yakni ada unsur kalimat yang tidak dinyatakan
secara tersurat pada kalimat berikutnya dan kehadiran
unsur itu dapat diperkirakan atau dipulihkan.
d. Perangkaian, yakni ada kata(-kata) yang merangkaikan
kalimat satu dengan yang lainnya dengan: seperti
sebaliknya, sesudah itu, dengan demikian, oleh karena itu,
walaupun demikian, namun.
e. Pengulangan, yakni ada kata(-kata) yang diulang dengan
tujuan mendapat penekanan atau pementingan, atau
pengulangan bentuk atau imbuhan.
UNSUR KEBAHASAAN
PEMBANGUN
PARAGRAF
1. Penunjukan: ini, itu,
tersebut, demikian.
2. Penggantian: hal itu,
itulah, itu, ini, sana,
sini, situ, begitu,
begini
3. Pelesapan
4. Perangkaian: seperti,
sebaliknya, sesudah
itu, dengan demikian,
oleh karena itu,
walaupun demikian,
namun
5. Pengulangan kata atau
imbuhan
6. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Gunawan, dkk. 1994. Kiat Membuat Alinea. Jakarta: PT Aries Lima.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Marahimin, Ismail. 1994. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.
Radikun, Tulus Budi S. 2002. Kiat Penulisan Efektif Laporan Pemeriksaan Psikologis.
Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi,
Fakultas Psikologi UI.
Ramlan, M. 1993. Paragraf: Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.
Sakri, Adjat. 1988. Belajar Menulis Lewat Paragraf. Bandung: Penerbit ITB.
Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka.
Soeseno, Slamet. 1980. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Subiyakto, Markus G. 1996. Kiat Menulis Artikel Iptek Populer di Media Cetak. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
72
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 10: PENGEMBANGAN PARAGRAF
1. PENDAHULUAN
Dalam bagian terdahulu telah dibahas mengenai paragraf.
Selanjutnya akan diuraikan bagaimana cara mengembangkan
sebuah paragraf. Ada beberapa cara yang ditempuh seorang
penulis untuk mengembangkan gagasan utamanya.
2. Pola Pengembangan paragraf
Pola pengembangan yang dipakai seorang penulis untuk
mengem-bangkan tema tulisannya adalah dengan cara-cara
sebagai berikut.
a. Penambahan
PENAMBAHAN
Pola pengembangan paragraf dengan cara penambahan
dilakukan seperti dalam contoh berikut.
Persoalannya mereka khawatir setelah renovasi mereka tidak
dapat berdagang di lokasi itu. Di samping itu, mereka juga
mengharapkan dapat menjadi pelaksana renovasi pasar
tersebut.
b. Urutan peristiwa dan waktu
URUTAN PERISTIWA
DAN WAKTU
Pola pengembangan paragraf dengan cara urutan peristiwa
dan waktu tampak dalam contoh berikut.
Baru-baru ini Dr.Osofsky mengatakan, “Bayi-bayi yang cerdik
itu lebih banyak memandang kepada ibunya untuk mengatakan
sesuatu. Kemudian, sang ibu akan tersenyum pada bayinya,
mengusap pipinya, dan dengan cepat mendekapnya.
c. Perlawanan atau pertentangan
Pola pengembangan paragraf dapat juga dilakukan dengan
cara perlawanan atau pertentangan seperti dalam contoh
berikut.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
PERLAWANAN ATAU
PERTENTANGAN
73
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Dr. Kinichi menekankan, mereka menghadapi krisis energi,
kekurangan tenaga kerja, miskinnya sumber daya alam, dan
pasar dalam negeri yang terbatas. Walaupun demikian,
pengusaha Jepang tidak menyerah dan mengupayakan semua
potensi untuk bisa bertahan.
d. Peningkatan
PENINGKATAN
Paragraf berikut dikembangkan dengan cara peningkatan
menjadi lebih dari pernyataan sebelumnya.
Jadi jelas, jika data yang diberikan oleh South ini sahih,
penduduk Jakarta sebenarnya sedang mengalami krisis air
minum. Bahkan, majalah itu juga menyebutkan bahwa hanya
sepuluh persen saja penduduk Jakarta yang bisa menikmati air
bersih. Selebihnya bisa jadi menikmati air yang sarat dengan
bakteri coli itu.
e. Sebab-akibat
SEBAB - AKIBAT
Cara pengembangan paragraf yang paling sering dilakukan
adalah pengembangan dengan menyusun peristiwa dalam
urutan sebab-akibat. Contoh berikut memperlihatkan
hubungan itu.
Menurut Harsya, dalam keadaan sekarang jika sekolah hanya
boleh dipakai pada pagi hari, akan banyak anak usia sekolah
yang tidak tertampung. Karena itu, katanya, masalah ini harus
dilihat sebagai masa transisi.
f. Syarat
SYARAT
Paragraf dapat pula dikembangkan dengan mengemukakan
syarat, seperti dalam contoh berikut.
Dengan kekuatan ekonominya saat ini, masyarakat Amerika
menganggap Jepang berusaha menghancurkan ekonomi
mereka. Jika demikian halnya, benarkah peringatan 55 tahun
serangan terhadap Pearl Harbor dilakukan untuk
menggaungkan kembali kesan bahwa Jepang tetap musuh
Amerika yang berbahaya?
74
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
g. Cara
CARA
Contoh berikut memperlihatkan pengembangan paragraf yang
mengemukakan cara.
Kebanyakan penduduk yakin, Moskow yang berjarak delapan ribu
kilometer dari wilayah itu (Kepulauan Kuril) telah menyerahkan
kepulauan itu kepada Jepang. Dengan itu, mereka berharap,
Jepang akan membayar beberapa juta yen yang akan sangat
berguna untuk membantu perekonomian Rusia yang lumpuh
ketika itu.
KESIMPULAN
h. Kesimpulan
Pengembangan
paragraf
dapat
dilakukan
mengemukakan sebuah kesimpulan. Contoh
dengan
Hakim dengan menggunakan hukum acara perdata sebagai
“aturan permainan” melalui putusan-putusannya menciptakan
hukum. Dengan demikian, hakim seperti halnya pembentuk
undang-undang adalah pembentuk hukum juga.
i. Kegunaan
KEGUNAAN
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan
paragraf ialah dengan penyebutan kegunaan, seperti dalam
contoh berikut ini.
Menurut Syahrir, program pemerataan pembangunan memang
sulit dipacu karena pemerintah menghadapi persoalan yang
cukup berat, yakni menipisnya anggaran dana pembangunan.
Untuk itu, katanya, sebaiknya kebijakan pemberian saham 1-5
persen dari BUMN dan swasta kepada koperasi dialihkan untuk
membantu program-program inpres.
j. Contoh
CONTOH
Untuk mengembangkan sebuah pokok pikiran yang sulit
sebaiknya dipakai cara pengembangan melalui contoh, seperti
terlihat dalam contoh berikut ini.
Saat ini pelbagai upaya pemerataan itu sudah dilakukan.
Misalnya, program-program inpres, kemitraan usaha antara
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
75
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
bapak angkat dan anak angkat, serta penyebaran proyek
pembangunan di semua daerah. Hal yang lebih baru dan
mendasar adalah pengalihan saham dari perusahaan besar dan
sehat kepada koperasi serta penyediaan kredit usaha kecil oleh
perbankan.
PERBANDINGAN
k. Perbandingan
Pengembangan paragraf melalui perbandingan sering dipakai
dalam sebuah karya tulis, contoh
Walaupun jelas berbeda dalam hal panjang, dari segi
bangunnya paragraf dan esai itu sama. Misalnya, paragraf
diawali dengan kalimat topik. Dalam esai, paragraf pertama
merupakan pendahuluan yang memperkenalkan bahan bahasan
dan menetapkan fokus topik. Begitu pula tubuh esai terdiri atas
rangkaian paragraf yang memperluas dan menunjang gagasan
yang dikemukakan dalam paragraf pendahuluan. Akhirnya
penyudah, baik berisi penegasan kembali, kesimpulan, ataupun
pengamatan mengakhiri sebuah paragraf. Esai juga mempunyai
sarana yang membawa gagasannya kepada ketuntasan.
Walaupun dalam tulisan modern yang tercipta terdapat
kekecualian atas rampatan di muka, kebanyakan paragraf dan
esai paparan memiliki bangun yang serupa.
l. Ibarat
IBARAT
Paragraf dapat pula dikembangkan dengan sebuah ibarat,
seperti dalam contoh berikut.
Lelaki tua itu menerangkan sedikit, menurut agama, setengah
permulaan hidup seseorang berupa pendakian, dan setengah
sisanya penurunan. Pada penurunan, hidup orang tidak lagi
menjadi miliknya karena dapat diambil sewaktu-waktu.
m. Daftar
DAFTAR
Yang dimaksud dengan pengembangan paragraf melalui daftar
adalah pengembangan seperti dalam contoh berikut.
Pola susunan sebab-akibat dipakai dalam tulisan ilmiah atau
keteknikan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk (1)
mengemukakan alasan dengan logis, (2) memerikan suatu
76
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
proses, (3) menerangkan mengapa sesuatu terjadi demikian,
dan (4) meramalkan runtunan peristiwa yang akan datang.
n. Definisi
DEFINISI
Dalam sebuah karya ilmiah seringkali dipakai pengembangan
paragraf dengan definisi seperti dalam contoh berikut ini.
Pembangunan tidak pernah, dan tidak akan dapat, didefinisikan
dengan memuaskan bagi semua orang. Secara umum,
pembangunan menunjuk kepada kemajuan yang diinginkan di
bidang sosial dan ekonomi, tetapi manusia selalu berbeda-beda
pendapatnya tentang apa yang diinginkannya. Sudah tentu
pembangunan harus berarti perbaikan hidup, dan untuk itu
pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi sangat menentukan.
o. Pertanyaan
PERTANYAAN
Paragraf dapat dikembangkan pula melalui sebuah pertanyaan
seperti dalam contoh berikut.
Tahun 1961 David McClelland, seorang psikolog Universitas
Harvard, menerbitkan The Achieving Society, sebuah upaya
dengan ambisi yang luar biasa untuk mengetahui mengapa
kebudayaan tertentu lebih berhasil dari yang lain. Mengapa di
kalangan suku Afrika Barat, kaum Asyani dan Ibo begitu
dominan dalam segi ekonomi? Mengapa bagitu banyak
perdagangan di Asia Tenggara dikuasai oleh orang Cina
perantau? Mengapa imigran Yahudi di Amerika Serikat maju
lebih pesat dari kelompok yang lain?
p. Gambaran
GAMBARAN
Variasi pengembangan paragraf dapat dilakukan dengan
sebuah gambaran seperti dalam contoh berikut.
Perikanan menduduki tempat penting dalam ekosistem dunia,
baik dalam bidang ekonomi dunia maupun makanan manusia,
dengan menyumbangkan 23 persen dari seluruh komsumsi
protein hewani. Di beberapa negara berkembang, seperti juga di
beberapa negara industri, ikan merupakan sumber protein
hewani. Industri perikanan dilihat dari segi ekonomi juga
penting. Bank Dunia memperkirakan bahwa dua belas juta
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
77
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
buruh di seluruh dunia hidup dengan menangkap ikan atau
bertani ikan; jutaan lebih terlibat dalam pengangkutan,
pengolahan, dan pemasaran tangkapan mereka.
q. Perincian
PERINCIAN
Dalam tulisan ilmiah sering kali dipakai paragraf dengan
perincian seperti terlihat dalam contoh berikut.
Di hutan Kalimantan hidup kera tak berekor, yang jika berdiri
tingginya mencapai 1,14 meter dan disebut orang utan. Hanya
anaknya yang mirip manusia. Dahi orang utan dewasa miring ke
belakang. Di atas matanya yang jeluk terdapat pinggiran tulang
yang menganjur. Hidung pesek, sementara sekat rongga
hidungnya menganjur ke luar cuping hidung. Mulutnya
menganjur monyong, dan bibirnya tipis dan pendek. Dagu tidak
ada; leher pendek dan memiliki kantung leher. Si jantan biasanya
berjanggut merah.
PENGGOLONGAN
r. Penggolongan
Jika dalam sebuah tulisan ada beberapa fenomen yang harus
dikelompokkan maka cara pengembangan paragraf dengan
penggolongan banyak dipakai. Contoh:
Dunia tumbuhan terbagi atas empat divisi yang besar, yakni
tumbuhan daun (talofita), lumut (briofita), paku-pakuan
(pteridofita), dan tumbuhan bunga (spermatofita). Setiap divisi
itu terbagi lagi atas kelas, kelas atas bangsa, bangsa atas
marga, dan marga atas jenis. Setiap jenis mempunyai satu
varietas atau lebih.
KLIMAKS
s. Klimaks
Pengembangan paragraf melalui cara klimaks dilakukan
melalui peningkatan kepentingan atau perhatian terhadap
gagasan-gagasan. Gagasan bawahan diurutkan sedemikian
rupa sehingga gagasan yang berikutnya lebih tinggi daripada
gagasan sebelumnya, seperti dalam contoh berikut.
Segala kungkungan kini tak terasa lagi. Beban telah terlepas.
Keterikatan tak lagi menyiksa. Kita bebas berbicara. Merdekalah
kita sebenar-benarnya merdeka.
78
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
3. HUBUNGAN LOGIS ANTARKALIMAT
Hubungan logis dalam paragraf adalah hubungan dalam
rangkaian kalimat-kalimat yang ditata dengan baik dan masuk
akal sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Dalam
hubungan logis antarkalimat, pada dasarnya, kata sambung
yang digunakan harus mengacu ke kalimat terdahulu. Perlu
dicatat bahwa tidak semua kata sambung dalam kalimat dapat
digunakan untuk menghubungkan kalimat-kalimat dalam
paragraf. Kata sambung antarkalimat dapat juga digunakan
untuk menghubungkan paragraf yang satu dengan yang lain. Di
dalam penulisannya, kata sambung antarkalimat harus disertai
koma.
HUBUNGAN LOGIS
adalah
rangkaian kalimat-kalimat
yang ditata dengan baik dan
masuk akal sehingga
mudah dipahami oleh
pembaca.
Hubungan antarkalimat yang sering didapati dalam tulisan
adalah sebagai berikut.
(1) Hubungan akibat menyatakan akibat. Hubungan tersebut
dimarkahi oleh: akibatnya, walhasil, alhasil, karena itu, oleh
karena itu, oleh sebab itu, maka dari itu, sebagai akibatnya.
(2) Hubungan konsekuensi. Hubungan yang menyatakan
konse-kuensi ditandai oleh kata sambung dengan
demikian, maka.
(3) Hubungan sebab ditandai oleh kata sambung alasannya,
sebabnya.
(4) Hubungan tujuan ditandai oleh kata sambung untuk itu,
untuk keperluan itu, untuk tujuan itu.
(5) Hubungan perlawanan/konsesif ditandai oleh kata
sambung
meskipun
demikian/begitu,
walaupun
demikian/begitu, kendati demikian/begitu, bagaimanapun,
akan tetapi, dan namun.
Perhatikan: Jangan gunakan namun demikian karena
ungkapan itu tidak ada artinya (bandingkan dengan
tetapi demikian).
(6) Hubungan pertentangan/kebalikan ditandai oleh kata
sambung sebaliknya, sementara itu.
(7) Hubungan waktu dapat dibedakan atas:
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
79
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
o hubungan keserempakan yang ditandai oleh kata
sambung sementara itu, dalam pada itu, pada saat
itu, pada saat yang bersamaan, ketika itu.
o hubungan anterioritas yang ditandai oleh kata
sambung sebelumnya, sebelum itu.
o hubungan posteroritas yang ditandai oleh kata
sambung sesudahnya, sesudah itu, setelah itu,
kemudian.
(8) Hubungan syarat ditandai oleh kata sambung jika demikian
halnya, kalau begitu.
(9) Hubungan urutan ditandai oleh kata sambung selanjutnya,
demikian pula, Pertama ... Kedua, ... Ketiga, ... Terakhir, ...
atau Pertama-tama, ... Kemudian, ... Akhirnya, ... .
(10) Hubungan penambahan ditunjukkan oleh kata sambung
selain itu, tambah lagi, lagi pula, di samping itu.
(11) Hubungan keinklusifan dan keeksklusifan dinyatakan
oleh kata sambung kecuali itu, tanpa itu, di satu pihak, ...; di
pihak lain, ... .
(12) Hubungan penegasan ditandai oleh kata sambung
malahan, bahkan, memang, apalagi, terlebih lagi, dengan
kata lain, singkatnya, singkat kata.
(13) Hubungan penyimpulan ditandai oleh kata sambung
jadi, kesimpulannya, demikianlah maka.
(14) Hubungan pembenaran dinyatakan oleh kata sambung
sesungguhnya, bahwasannya, sebenarnya.
4. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Gunawan, dkk. 1994. Kiat Membuat Alinea. Jakarta: PT Aries Lima.
80
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa
Indah.
Marahimin, Ismail. 1994. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.
Radikun, Tulus Budi S. 2002. Kiat Penulisan Efektif Laporan Pemeriksaan Psikologis. Depok:
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, Fakultas Psikologi UI.
Ramlan, M. 1993. Paragraf: Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia.. Yogyakarta:
Penerbit Andi Offset.
Sakri, Adjat. 1988. Belajar Menulis Lewat Paragraf. Bandung: Penerbit ITB.
Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka.
Soeseno, Slamet. 1980. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk Majalah.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Subiyakto, Markus G. 1996. Kiat Menulis Artikel Iptek Populer di Media Cetak. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
81
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
82
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 11: RINGKASAN, IKHTISAR, ABSTRAK
1. PENDAHULUAN
Pada saat menulis bab mengenai Kerangka Teori, berbagai
teori dan konsep yang diajukan oleh para ahli harus
dikumpulkan. Teori dan konsep itu menjadi landasan teoretis
untuk menelaah data yang sudah dikumpulkan. Teori-teori
itu dikumpulkan dari berbagai buku teori yang sudah dibaca
dan dipahami. Pendapat-pendapat yang mendukung sudut
pandang atau yang mendukung alasan penulis akan dikutip.
Untuk dapat memperoleh inti sari mengenai sudut pandang
ahli yang pendapatnya digunakan untuk menunjang sebuah
karya tulis ilmiah, ada tiga langkah yang harus dilakukan.
Pertama, penulis membuat ringkasan. Kedua, penulis
membuat ikhtisar atau abstrak dari ringkasan yang telah
dibuatnya. Ketiga, menyusun segala pengetahuan yang
diperoleh dari bacaan dalam sebuah sintesis. Semua kegiatan
itu disebut sebagai kegiatan mereproduksi sebuah karya
ilmiah. Jadi, reproduksi meliputi kegiatan membuat kutipan,
membuat ringkasan, membuat ikhtisar atau abstrak, dan
menyusun sintesis. Modul ini hanya akan membahas masalah
ringkasan, ikhtisar, dan abstrak. Masalah sintesis akan
dibahas dalam Modul 14.
2. RINGKASAN
Salah cara untuk memahami sebuah teori adalah dengan
membuat ringkasan. Ringkasan adalah penyajian kembali
(reproduksi) suatu karya tulis atau peristiwa yang panjang
dalam bentuk yang singkat. Ringkasan adalah sari tulisan
tanpa hiasan. Ringkasan itu dapat merupakan ringkasan
sebuah buku, ringkasan sebuah bab, ataupun ringkasan
sebuah artikel.
Fungsi ringkasan adalah memahami dan mengetahui isi
sebuah buku atau tulisan. Dengan membuat ringkasan, kita
mempelajari cara seseorang menyusun pikirannya dalam
gagasan-gagasan yang diatur dari gagasan yang besar
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
LANGKAH
MEMPEROLEH INTI
SARI BACAAN
1. Membuat ringkasan
2. Membuat ikhtisar atau
abstrak
3. Menyusun sintesis
RINGKASAN
adalah
1. Reproduksi tulisan atau
peristiwa yang panjang
dalam bentuk yang
singkat
2. Sari tulisan tanpa
hiasan.
FUNGSI RINGKASAN
1. Memahami dan
mengetahui isi sebuah
tulisan
2. Mempelajari cara
penulis menyusun
pikirannya
3. Menangkap pokok
pikiran dan tujuan
penulis
83
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
menuju ke gagasan-gagasan penunjang. Melalui ringkasan,
kita dapat menangkap pokok pikiran dan tujuan penulis.
Untuk memperoleh ringkasan yang baik, bagian-bagian yang
dapat dihilangkan adalah

keindahan gaya bahasa,

ilustrasi atau contoh, dan

penjelasan yang terperinci.
BAGIAN-BAGIAN
YANG DIHILANGKAN
1. Keindahan gaya bahasa.
2. Bagian ilustrasi atau
contoh.
3. Penjelasan yang
terperinci.
Meskipun memiliki bentuk yang ringkas, sebuah ringkasan
tetap mempertahankan pola pikiran dan cara pendekatan
penulis asli. Jadi, ringkasan tetap disusun dengan suara asli
penulis. Ringkasan harus langsung diawali bagian-bagian
tulisan asli. Ringkasan tidak perlu diawali dengan dengan
kalimat pembuka, seperti “Dalam tulisannya, penulis
berpendapat bahwa...”
Syarat ringkasan yang baik adalah
(1) Ringkasan tetap mempertahankan urutan pikiran dan
cara pendekatan penulis asli.
(2) Ringkasan tidak boleh mengandung hal baru, pikiran,
atau opini dari pembuat ringkasan, baik yang dimasukkan
secara sadar maupun tidak sadar.
(3) Ringkasan harus disampaikan dengan suara asli penulis,
bukan dengan suara pembuat ringkasan.
SYARAT RINGKASAN
YANG BAIK
1.
2.
3.
Tetap mempertahankan
urutan pikiran dan cara
pendekatan penulis asli
Tidak mengandung
hal, pikiran, atau opini
dari peringkas
Disampaikan dengan
suara asli penulis
Untuk dapat membuat sebuah ringkasan yang baik,
dibutuhkan langkah-langkah sebagai berikut.
(1) Membaca naskah atau teks asli beberapa kali.
(2) Mencatat gagasan utama penulis. Dalam artikel, harus
dicatat kalimat topik pada setiap paragraf.
(3) Membuang paragraf yang berisi contoh, deskripsi, atau
kutipan.
LANGKAH MEMBUAT
RINGKASAN
(4) Membuang berbagai keterangan tambahan yang tidak
penting dalam sebuah kalimat.
(5) Mengubah dialog langsung ke dalam bentuk tidak
langsung.
84
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
(6) Sedapat mungkin, menggunakan kalimat tunggal.
(7) Menyusun ringkasan dengan mempertahankan susunan
gagasan penulis asli.
3. IKHTISAR DAN ABSTRAK
Istilah ringkasan seringkali dikacaukan dengan istilah
ikhtisar atau abstrak. Memang, keduanya merupakan inti sari
dari sebuah teks asli. Akan tetapi, ada perbedaan besar dalam
teknik pembuatannya. Sebuah ikhtisar atau abstrak dibuat,
jika penyusunnya sudah mampu membuat ringkasan dari
sebuah teks. Jadi, penyusunan ikhtisar atau abstrak adalah
langkah berikut setelah disusun sebuah ringkasan.
A. IKHTISAR
Ikhtisar adalah rangkuman gagasan yang dianggap penting
oleh penyusun ikhtisar yang digali dari sebuah teks yang
dibacanya.
Penyusun
ikhtisar
dapat
langsung
mengemukakan inti atau pokok permasalahan yang
berkaitan dengan kepentingan atau perhatiannya. Dalam
penyusunan ikhtisar, urutan dari teks asli tidak perlu
dipertahankan. Ikhtisar tidak akan memberikan isi
keseluruhan dari tulisan asli secara proposional. Bab-bab
atau bagian dari teks asli yang dianggap kurang penting oleh
penyusun ikhtisar dapat diabaikan.
Sebuah IKHTISAR dibuat
setelah penyusun ikhtisar
mampu membuat
RINGKASAN.
IKHTISAR
adalah
rangkuman gagasan yang
dianggap penting oleh
penyusun ikhtisar yang
digali dari teks yang
dibacanya.
Dalam penyusunan ikhtisar,
urutan dari teks asli tidak
perlu dipertahankan.
Ciri sebuah ikhtisar adalah

Merupakan tulisan baru yang mengandung sebagian gagasan
dari teks asli yang dianggap penting oleh penyusun ikhtisar,

Tidak mengandung hal baru, pikiran, atau opini penyusun
ikhtisar, baik yang dimasukkan secara sadar maupun tidak
sadar, dan

Menggunakan kata-kata dari penyusun ikhtisar sendiri.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
CIRI IKHTISAR
85
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Sebuah ikhtisar yang baik disusun berdasarkan tujuh langkah
berikut ini.
(1) Menetapkan tujuan membaca: gagasan apa yang saya
butuhkan?
(2) Membaca dengan cermat: apa relevansi gagasan yang
saya perlukan itu dalam konteks tulisan saya ini?
LANGKAH MEMBUAT
IKHTISAR
(3) Mencatat gagasan yang penting dari sudut pandang
penyusun ikhtisar dengan kata-katanya sendiri.
(4) Menyusun kerangka tulisan.
(5) Menulis ikhtisar.
(6) Memeriksa kembali tulisan asli untuk meyakinkan bahwa
semua gagasan yang penting telah tergali.
(7) Mengoreksi kesalahan bahasa dan kesalahan cetak.
Contoh-contoh penggunaan ikhtisar dapat ditemukan dalam
penulisan teras berita (lead) di surat kabar, sampul belakang
buku, kilasan berita, dan ulasan buku, film, atau sandiwara.
B. ABSTRAK
Sebenarnya, abstrak dan ikhtisar merupakan dua kata yang
bermakna kurang lebih sama. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia tercantum bahwa kata abstrak berarti ‘ringkasan;
inti; ikhtisar (tulisan, laporan, dsb.)’, sedangkan kata ikhtisar
berarti ‘pandangan secara ringkas (yang penting-penting
saja); ringkasan’. Istilah Abstrak berasal dari bahasa Inggris,
sedangkan istilah ikhtisar berasal dari bahasa Arab. Jadi,
sebenarnya, abstrak berpadanan dengan ikhtisar.
Akan tetapi, di Indonesia, istilah ikhtisar dibedakan dari
istilah abstrak. Ikhtisar merupakan rangkuman gagasan yang
berlaku dalam laras umum, sedangkan abstrak merupakan
rangkuman atau ikhtisar yang berlaku dalam laras ilmiah.
Oleh karenanya, berlaku format tertentu bagi abstrak, baik
untuk jurnal maupun untuk karya tulis ilmiah, yang secara
umum meliputi aspek
(1) Latar belakang dan tujuan penelitian,
ABSTRAK dan
IKHTISAR
memiliki arti yang sama.
ABSTRAK dari bahasa
Inggris.
IKHTISAR dari bahasa
Arab.
IKHTISAR merupakan
rangkuman gagasan yang
berlaku dalam laras umum.
ABSTRAK merupakan
rangkuman atau ikhtisar
yang berlaku dalam laras
ilmiah.
FORMAT ABSTRAK
(2) Bahan dan metode penelitian,
86
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
(3) Hasil dan kesimpulan.
Perbedaan dalam penyusunan kedua abstrak adalah pada
jumlah kata.
A. Untuk skripsi atau laporan tugas akhir, panjang abstrak
200—250 kata.
B. Untuk jurnal ilmiah, panjang abstrak 75—100 kata dan
diletakkan di awal sebuah artikel serta berlaku sebagai
teras artikel (beranalogi dengan teras berita).
ABSTRAK SKRIPSI
ABSTRAK JURNAL
ILMIAH
Contoh abstrak dapat dilihat di Lampiran M11-1 modul ini.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
87
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
4. DAFTAR PUSTAKA
Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins
College Publishers.
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.
Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The
University of Chicago Press.
Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:
Akademika Pressindo.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.
Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York:
Syracuse University Press.
Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB.
Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka.
Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers.
88
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
5. LAMPIRAN M11-1
Contoh Abstrak dari Berbagai Bidang Ilmu
ABSTRAK 1
Identitas adalah isu sentral dalam perjalanan sebuah bangsa, tidak terkecuali bangsa Inggris.
Dengan melihat perjalanan konsentrasi identitas bangsa Inggris dari abad ke-18, tulisan ini
berusaha untuk memahami proses budaya yang membentuk identitas. Berbagai faktor internal dan
eksternal mempengaruhi proses ini dan meyakinkan bahwa identitas bangsa Inggris sedang
diperdebatkan. Berbagai makna seputar identitas Inggris juga dibahas untuk menunjukkan adanya
negosiasi dalam proses pembentukan identitas. Pada akhir pembahasan, terlihat bahwa identitas
lebih bersifat majemuk. Akan tetapi, masa depan Inggris, sebagai sebuah komunitas imajiner,
ketika semua elemen masyarakat merasa dihargai, memiliki kesempatan yang sama dalam
mengaktualisasi diri dan menikmati persahabatan dalam semangat keberagaman, masih perlu
dilihat kemudian. (Junaidi, Wacana 4, 1, April, 2002: 54)
ABSTRAK 2
Konflik antara warga komunitas setempat dan pihak pengusaha Hak Pengusahaan Hutan (HPH)
dilaporkan telah terjadi dan berlangsung di berbagai kawasan hutan konsesi di luar Jawa. Temuan
penelitian lapangan pada dua komunitas yang berada di dalam satu kawasan konsesi hutan di
daerah Kabupaten Jayapura, Irian Jaya, yang dibahas dalam makalah ini, menguatkan laporan
tersebut, dan menunjukkan bahwa konflik juga terjadi di antara warga komunitas berkenaan
dengan masalah pelanggaran batas wilayah penguasaan dan perebutan akses pada kesempatan
kerja di perusahaan HPH. Secara khusus, makalah ini membahas bentuk-bentuk nyata dari konflik
tersebut dan proses serta mekanisme-mekanisme penanganan konflik tersebut. (Iwan Tjitradjaja,
Ekonesia 1, 1, Mei, 1993: 58)
ABSTRAK 3
Pengalaman dengan alley farming dan bentuk-bentuk lain dalam pelestarian lahan di Nusa
Tenggara berawal setidak-tidaknya sejak permulaan abad ini. Sejak itu, petani maupun organisasi
pembangunan telah mengadaptasi dan mengembangkan teknologi tersebut ke dalam sistem
pertanian dataran tinggi untuk memenuhi kebutuhan penduduk setempat. Alley farming menjadi
landasan dari sejumlah kegiatan yang semuanya bertujuan menghasilkan keanekaragaman
tanaman dan memperbaiki sistem pertanian dataran tinggi. Tulisan ini menguraikan pengalaman
dan evolusi teknologi alley farming di Nusa Tenggara, serta menunjukkan upaya dan pendekatan
yang menjadi kunci keberhasilan pengelolaan lahan di kawasan ini. (Larry A. Fisher dan Julia
DiPietro, Ekonesia 1, 1, Mei, 1993: 70)
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
89
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
ABSTRAK 4
Spektrometer massa Quadrupole digunakan untuk menganalisis berkas ion dengan perbandingan
massa spesifik terhadap muatan. Untuk menganalisis spektrum massa ion metal cair, dipersiapkan
sumber ion metal cair yaitu CuP, dan kestabilannya dianalisis untuk pengamatan terhadap
kemungkinan terjadinya pergeseran arus ion fosfor selama penelitian berlangsung. Pengukuran
arus ion fosfor satu jam dan sembilan jam menunjukkan bahwa sumber ion metal cair tetap stabil
tanpa adanya indikasi terjadinya pergeseran arus ion fosfor. Pengukuran selanjutnya dilakukan
selama 21 jam secara kontinu setelah dilakukan pembakaran pertama. Hasilnya menunjukkan
adanya stabilitas yang konsisten tanpa terjadi pergeseran. Setelah berjalan 21 jam arus fosfor
dihentikan karena sumber reservoir metal cair telah habis terpakai. (R.H.Rusli, Makara* 7B, Mei,
2000: 71) [*7 = nomor seri; B = seri majalah)
90
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 12: MEMBACA KRITIS
1. PENDAHULUAN
Dalam kegiatan penulisan ilmiah, ada sebuah tahap penting
yang tidak dapat dihindari. Tahap itu adalah tahap membaca
karya ilmiah lain, baik yang berupa bacaan tentang teori
maupun yang berupa laporan hasil penelitian. Dalam
kegiatan itu, isi buku atau laporan dibaca dengan baik dan
teliti. Tidak jarang, akan ditemukan beberapa buku yang
membahas topik yang sama. Pada saat membaca, kita harus
dapat membandingkan buku-buku itu dan mencari letak
persamaan dan perbedaan dari buku-buku tersebut. Kegiatan
itulah yang disebut sebagai membaca kritis dan hasil dari
membaca kritis adalah sebuah sintesis.
Menulis karya ilmiah
selalu dimulai oleh
kegiatan MEMBACA
karya ilmiah.
2. BACAAN DAN SINTESIS
Pada saat penulis membaca, mencerna, dan menata informasi
yang diperoleh dari sumber rujukan, ia sekaligus
mengembangkan dan mempertajam gagasannya. Penulis
tidak boleh tenggelam dalam bacaan dan membiarkan
bacaan menguasainya sehingga penulis bingung. Agar tidak
tenggelam
dalam
bacaan,
penulis
harus
selalu
mempertanyakan apakah sumber yang dibacanya dapat
menjelaskan dan menunjang pokok pikirannya.
Kegiatan membaca
sebagai bagian tak
terpisahkan dari
penyusunan sintesis.
Pada saat mencatat bagian teks dari sumber rujukannya,
penulis harus mencantumkan bagian dari kerangka tulisan
yang akan ditunjang oleh kutipan itu. Pada saat menyusun
makalahnya, penulis harus memastikan bahwa setiap
paragraf berfokus pada sebuah kesimpulan sementara yang
diperolehnya pada saat ia membaca sumber rujukan. Dengan
demikian, makalah penulis akan merupakan hasil sintesis
yang mencerminkan proses berpikir penulis dan tidak
sekadar hasil “suntingan” penulis. Karya “SUNTING”-an
adalah karya “suSUN” dan “gunTING” dari berbagai teori
tanpa ada suatu benang merah pemikiran yang mengikat
berbagai kutipan tersebut. Sintesis berkembang dan menjadi
KEGIATAN
MEMBACA MENUJU
PENYUSUNAN
SINTESIS
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
91
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
matang sepanjang proses penulisan dengan langkah-langkah
berikut.
(1) Membaca sumber secara cepat dan kritis.
(2) Menyarikan gambaran umum dan ancangan yang dipilih
oleh sumber rujukan berkaitan dengan topik yang sedang
digarap.
(3) Mencatat pokok pikiran yang mengaitkan gagasan dasar
penulis dengan sumber rujukan yang dibacanya.
(4) Mencatat pula reaksi atau kritik penulis terhadap teori
yang diajukan dalam sumber rujukan.
Langkah keempat itu penting agar penulis tidak lupa pada
alasannya mengutip sebuah sumber. Selain itu, langkah itu
akan memudahkan penulis dalam menyusun argumentasinya.
3. TEKNIK MEMBACA
Seorang penulis dianggap sebagai penulis yang baik jika ia
berhasil mengumpulkan berbagai informasi dan menyampaikannya secara jelas dan logis. Untuk itu, penulis harus
dapat menganalisis sumber rujukan dengan membaca secara
cermat dan kritis. Penulis juga akan dianggap ahli dalam
bidangnya jika mampu
(1) Menarik kesimpulan
bertentangan,
dari
berbagai
opini
yang
(2) Mempertimbangkan berbagai data yang berbeda dan
berasal dari sumber yang berbeda,
HASILKEGIATAN
MEMBACA
(3) Menengahi pendapat yang bertentangan, dan
(4) Menampilkan sebuah pendapat baru berdasarkan bahan
bandingan dari berbagai sumber rujukan tersebut.
Sebelum membaca secara kritis, ada dua langkah yang perlu
dilakukan dalam menyeleksi sumber rujukan. Langkah
pertama adalah mengevaluasi sumber rujukan yang akan
digunakan. Pada tahap tersebut, penulis harus mampu
membaca secara selintas (skimming) berbagai buku dan
artikel untuk dapat memilah sumber rujukan yang tepat bagi
topiknya (lihat Modul 9). Dengan membaca selintas, penulis
92
DUA LANGKAH
MENYELEKSI
SUMBER RUJUKAN
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
dapat memilih sumber rujukan yang tepat dan, kemudian,
membaca ulang sumber tersebut secara lebih baik.
Langkah kedua adalah membaca ulang sumber rujukan yang
terpilih secara lengkap. Dalam membaca secara lebih cermat
ini, penulis harus dapat menangkap inti permasalahan yang
diajukan oleh penulis sumber rujukan yang bersangkutan.
Jika berniat untuk mengutip sebuah pendapat, penulis harus
membaca sumber rujukan lain yang berkaitan dengan bagian
yang akan dikutip dan memahami secara mantap maksud
dan sudut pandang penulis dari bagian yang akan dikutip.
Modul ini akan membahas langkah-langkah yang diperlukan
untuk membaca dengan kritis, sebagian besar informasi diambil
dari Soedarso (1999) dan Widyamartaya (1992). Untuk
membaca dengan kritis, sebaiknya penulis menandai bagianbagian dalam sumber rujukan yang penting baginya. Ada
berbagai macam cara yang dapat digunakan untuk menandai
bacaan, yaitu menggarisbawahi bagian yang penting, memberi
tanda dengan stabilo, memberi garis vertikal pada bagian yang
penting, memberi catatan pada pias (margin) luar. Dengan
menandai bacaan, ada beberapa manfaat yang penulis peroleh
(Widyamartaya 1992), yaitu:
(1) Penulis akan membaca dengan minat dan perhatian yang
tinggi. Selain itu, penulis sangat berhati-hati dan waspada
agar dapat menangkap gagasan pokok dalam sumber
rujukan yang dibacanya.
MANFAAT
PENANDAAN PADA
BACAAN
(2) Penulis akan membaca dengan aktif. Artinya, penulis akan
mencerna dan mengolah informasi yang diperolehnya.
Paling tidak, penulis akan menghubungkan sumber
rujukannya dengan kepentingan penelitian atau
tulisannya sendiri.
(3) Tanda dan catatan pada sumber rujukan akan
mengingatkan penulis pada gagasannya sendiri dan
kaitannya dengan sumber rujukan. Selain itu, penulis
dapat mempertajam pandangannya atas gagasan yang
dipilihnya.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
93
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
4. METODE SQ3R
Salah satu cara membaca secara kritis yang sering
dibicarakan dan dipraktikkan adalah SQ3R (Survey, Question,
Read, Recite/Recall, Review). Singkatan itu menunjukkan
proses membaca yang terdiri atas lima langkah, yaitu
Mempersiapkan diri (survey), Bertanya (question), Membaca
(read), Menjawab pertanyaan atau Mendaras ulang isi teks
(recite/recall), Mengkaji ulang hasil bacaan (review). Dengan
melakukan kelima langkah tersebut, diharapkan bahwa kita
dapat menemukan pokok-pokok pikiran dalam buku yang
dibutuhkan untuk menyusun makalah.
TEKNIK MEMBACA
KRITIS
1. Mempersiapkan diri
(survey),
2. Bertanya (question),
3. Membaca (read),
4. Menjawab
pertanyaan atau
Mendaras ulang isi
teks (recite/recall),
5. Mengkaji ulang
hasil bacaan
(review).
A. MEMPERSIAPKAN DIRI (SURVEY)
Pada saat mempersiapkan diri, penulis berusaha mengenal
bahan secara lengkap sebelum membacanya secara
terperinci. Hal itu dilakukan agar penulis dapat mengenal
organisasi dan ikhtisar umum dari sumber rujukan yang
akan dibaca. Cara itu dilakukan dengan membaca selintas
atau teknik skimming. Hal yang dilakukan dalam membaca
selintas adalah
(1) Menelusuri daftar isi
(2) Membaca bagian pengantar
TEKNIK
MEMBACA SELINTAS
(3) Melihat tabel, grafik, dan lain-lain.
(4) Menelusuri lampiran dan indeks.
B. BERTANYA (QUESTION)
Pada langkah ini penulis mengajukan pertanyaan sebanyakbanyaknya berkaitan dengan sumber rujukan. Salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah mengubah semua judul dan
subjudul ke dalam bentuk kalimat tanya. Setiap pertanyaan
yang dibuat dapat saja menjadi pemicu bagi munculnya
berbagai pertanyaan lainnya. Dengan adanya pertanyaan itu,
penulis akan membaca secara aktif dan akan menangkap
dengan mudah gagasan yang ada dalam sumber rujukan itu.
94
TEKNIK BERTANYA
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
C. MEMBACA (READ)
Berikutnya, penulis akan membaca secara kritis. Sumber
rujukan dibaca bagian demi bagian. Sambil membaca, penulis
berusaha mencari bagian yang merupakan jawaban atas
pertanyaan yang diajukan pada tahap Bertanya. Pada tahap
ini, penulis mengusahakan agar bagian dari sumber rujukan
yang merupakan jawaban atas pertanyaan penulis berkaitan
pula dengan topik yang akan ditulis. Penulis mengusahakan
untuk menangkap gagasan pokok dari sumber rujukan.
TEKNIK
MEMBACA KRITIS
D. MENDARAS (RECITE)
Setelah selesai membaca, penulis harus menjawab
pertanyaan yang diajukan sebelumnya dan menyebutkan
unsur-unsur penting dari bagian yang dibaca. Ada
kemungkinan bahwa tahap ini perlu diulang beberapa kali.
Penulis harus sabar meluangkan waktu untuk menangkap
masalah yang sedang dibacanya. Mendaras merupakan
langkah yang penting karena dengan membaca ulang, penulis
dapat memantapkan pikirannya berkaitan dengan topik
pembahasannya maupun topik yang ada dalam sumber
rujukan.
TEKNIK MENDARAS
E. MENGKAJI ULANG (REVIEW)
Setelah selesai mendaras dan membaca ulang, sebaiknya,
penulis mengkaji ulang segala sesuatu yang berkaitan dengan
topiknya dan topik dalam sumber rujukan. Penulis harus
menelusuri kembali judul-judul dan subjudul Bab yang telah
dibacanya.
TEKNIK
MENGKAJI ULANG
Jika penulis telah membaca semua sumber rujukan yang
diperlukan dengan metode SQ3R tersebut, langkah terakhir
adalah membandingkan sumber-sumber rujukan. Mencari
persamaan dan perbedaan dari berbagai sumber tersebut
dan kemudian merangkaikannya dalam sebuah sintesis
(Modul 13).
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
95
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
5. DAFTAR PUSTAKA
Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins
College Publishers.
Allen, Matthew. 1997. Smart Thinking: Skills for Critical Understanding and Writing.
Oxford: Oxford University Press.
Joffe, Irwin L. 1997. Oppotunities for Skillful Readings. USA: Heinie & Heinie Publishers.
Keraf, Gorys, Prof. Dr. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—
Flores: Penerbit Nusa Indah.
Soedarso. 1999. Speed Reading: Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Widyamartaya, A. 1992. Seni Membaca untuk Studi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Browne, M. Neil dan Keeley, Stuart. 2000. Asking The Right Questions: Aguide to Critical
Thinking. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Burton, Lorelle J. 2002. An Interactive Approach to Writing Essays & Research Reports in
Psychology. Australia: John Wiley & Sons Australia, Ltd.
96
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 13: SINTESIS
1. PENDAHULUAN
Langkah terakhir yang wajib dilakukan dalam penulisan
ilmiah adalah sintesis. Penyusunan sintesis adalah
merangkum berbagai pengertian atau pendapat dari sumber
rujukan sehingga menjadi suatu tulisan baru yang
mengandung kesatuan yang selaras dengan kebutuhan
penulis. Khusus dalam penulisan karya ilmiah, sintesis
merupakan rangkuman berbagai sumber rujukan yang
disesuaikan dengan kebutuhan penelitian si penulis.
Sintesis dilakukan setelah penulis karya ilmiah membaca
beberapa sumber. Kegiatan menyusun sintesis merupakan
langkah terakhir dalam suatu proses penulisan yang
mencakup kegiatan membaca kritis (Modul 12), meringkas
(Modul 11), menyusun ikhtisar (Modul 11). Dalam menyusun
sebuah sintesis, penulis harus menguasai teknik membuat
kutipan dan sistem perujukannya (Modul 14). Langkah yang
tidak boleh dilupakan dalam penulisan ilmiah adalah
menyusun daftar pustaka (Modul 4) yang mencantumkan
semua buku yang digunakan sebagai bahan sumber.
SINTESIS
merupakan
rangkuman berbagai
rujukan yang disesuaikan
dengan kebutuhan
penelitian si penulis.
SINTESIS
dibangun berdasarkan
kutipan-kutipan yang
dikumpulkan oleh penulis
dan pemahamannya atas
kutipan tersebut
2. SYARAT SINTESIS
Dalam menyusun sebuah sintesis, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan oleh penulis.
(1) Penulis harus tetap objektif dalam membaca pendapat
ahli yang akan dikutipnya.
SYARAT SINTESIS
(2) Penulis tetap bersikap kritis terhadap sumber rujukan
yang dibacanya.
(3) Penulis harus membentuk dan mempertajam sudut
pandangnya.
(4) Penulis harus mencari kaitan mendasar antara satu
bacaan dan bacaan lain.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
97
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
(5) Penulis harus mencari bagian bacaan yang akan
menekankan kepentingan karya ilmiahnya.
Dalam menulis buram, penulis harus memfokuskan setiap
paragraf yang ditulisnya dalam simpulan yang terbentuk dari
bahan bacaannya.
3. PROSES PENYUSUNAN SINTESIS
Sintesis merupakan tahap terakhir dan langkah yang paling
penting dalam proses membaca kritis. Melalui sintesis,
penulis karya ilmiah menghasilkan sudut pandang baru
dengan memadukan berbagai bahan bacaan dari berbagai
sumber. Sintesis dibangun berdasarkan kutipan-kutipan
yang dikumpulkan oleh penulis dan pemahamannya atas
kutipan tersebut. Jadi, sintesis merupakan kesimpulan
penulis berdasarkan pemahamannya atas beberapa sumber.
Sintesis hanya dapat dilakukan jika penulis sudah membaca
sumber rujukan secara kritis dan terus-menerus melakukan
perbaikan atas naskah buram yang disusunnya. Penulis harus
dapat menghu-bungkan sudut pandangnya dengan sudut
pandang yang terkandung dalam sumber rujukannya dan
menyajikannya dengan cara yang meyakinkan pembaca.
Dengan demikian penulis menuangkan sesuatu yang baru.
Penulis menciptakan sudut pandangnya sendiri, berdasarkan
hasil kesimpulannya atas berbagai sumber bacaannya. Jika
tidak, hasilnya akan merupakan karya “suntingan”, yaitu
“suSUN” dan “gunTING” dari berbagai teori tanpa ada suatu
benang merah pemikiran yang mengikat berbagai kutipan
tersebut (lihat Modul 12 dan 14). Bahaya “suntingan” seperti itu
adalah dapat terjadi pengulangan, kesalahan eja, bahkan
pencampuran gaya penulisan dari berbagai sumber yang
digunakan.
98
PROSES PENYUSUNAN
SINTESIS
1. Penulis sudah membaca
sumber rujukan secara
kritis dan terus-menerus
melakukan perbaikan
atas naskah buram yang
disusunnya
2. Penulis harus dapat
menghubungkan sudut
pandangnya dengan
sudut pandang yang
terkandung dalam
sumber rujukannya dan
3. Penulis menyajikan
sintesisnya dengan cara
yang meyakinkan
pembaca
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
4. DAFTAR PUSTAKA
Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins
College Publishers.
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.
Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The
University of Chicago Press.
Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Edi. k-2). Jakarta:
Akademika Pressindo.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.
Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York:
Syracuse University Press.
Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB.
Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka.
Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Swasono, Sri-Edi. 1990. Pedoman Menulis Daftar Pustaka, Catatan Kaki untuk Karya
Ilmiah dan Terbitan Ilmiah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. Ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
99
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
100
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 14: KUTIPAN DAN SISTEM RUJUKAN
1. PENDAHULUAN
Dalam Bab Kerangka Teori, seorang penulis akan melakukan
sintesis, langkah terakhir dalam penyusunan bab tersebut.
Dalam penulisan karya ilmiah, sintesis merupakan
rangkuman berbagai rujukan yang disesuaikan dengan
kebutuhan penelitian si penulis. Sintesis dibangun
berdasarkan kutipan-kutipan yang dikumpulkan oleh penulis
dan pemahamannya atas kutipan tersebut. Cara penulis
mengutip dan membuat rujukannya berkaitan erat dengan
penyusunan daftar bacaan (bibliografi). Ada berbagai cara
mengutip dan merujuk. Akan tetapi, format yang dibahas
dalam modul ini, hanya sistem perujukan MLA dan APA.
SINTESIS
merupakan
rangkuman berbagai
rujukan yang disesuaikan
dengan kebutuhan
penelitian si penulis.
SINTESIS
dibangun berdasarkan
kutipan-kutipan yang
dikumpulkan oleh penulis
dan pemahamannya atas
kutipan tersebut
2. KUTIPAN
Kutipan adalah bagian dari pernyataan, pendapat, buah
pikiran, definisi, rumusan, atau hasil penelitian dari penulis
lain atau penulis sendiri yang telah terdokumentasi. Kutipan
akan dibahas dan ditelaah berkaitan dengan materi
penulisan. Kutipan dari pendapat berbagai tokoh merupakan
esensi dalam penulisan sintesis.
KUTIPAN
adalah
bagian dari pernyataan,
pendapat, buah pikiran,
definisi, rumusan, atau
hasil penelitian dari penulis
lain atau dari penulis
sendiri yang telah
terdokumentasi.
Kutipan dilakukan apabila penulis sudah memperoleh
sebuah kerangka berpikir yang mantap. Jika belum, hasilnya
akan merupakan karya “suntingan”, yaitu “suSUN” dan
“gunTING” (lihat Modul 12). Menurut Keraf (1997),
walaupun kutipan atas pendapat seorang ahli itu
diperkenankan, tidaklah berarti bahwa keseluruhan sebuah
tulisan dapat terdiri dari kutipan-kutipan. Garis besar
kerangka karangan serta kesimpulan yang dibuat harus
merupakan pendapat penulis sendiri. Kutipan-kutipan hanya
berfungsi sebagai bahan bukti untuk menunjang pendapat
penulis.
Penggunaan kutipan memiliki beberapa manfaat, yaitu
(1) untuk menegaskan isi uraian,
(2) untuk membuktikan kebenaran dari sebuah pernyataan
yang dibuat oleh penulis,
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
101
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
(3) untuk memperlihatkan kepada pembaca materi dan teori
yang digunakan penulis,
MANFAAT KUTIPAN
(4) untuk mengkaji interpretasi penulis terhadap bahan
kutipan yang digunakan,
(5) untuk menunjukkan bagian atau aspek topik yang akan
dibahas, dan
(6) untuk mencegah penggunaan dan pengakuan bahan
tulisan orang lain sebagai milik sendiri (plagiat).
Ada beberapa cara mengutip yang dapat diterapkan secara
bervariasi dalam tulisan. Jenis kutipan itu adalah sebagai
berikut.
A. Kutipan Langsung
Kutipan langsung adalah cuplikan tulisan orang lain tanpa
perubahan ke dalam karya tulis kita. Prinsip yang harus
diperhatikan pada saat mengutip langsung adalah
KUTIPAN LANGSUNG
adalah
cuplikan tulisan orang lain
tanpa perubahan ke dalam
karya tulis kita.
1. Tidak boleh mengadakan perubahan terhadap teks asli
yang dikutip.
2. Harus menggunakan tanda [sic!], jika ada kesalahan
dalam teks asli.
PRINSIP MENGUTIP
LANGSUNG
3. Menggunakan tiga titik berspasi [. . .] jika ada bagian
dari kutipan yang dihilangkan.
4. Mencantumkan sumber kutipan dengan sistem MLA,
APA, atau sistem yang berlaku sesuai dengan
selingkung bidang.
Ada dua cara melakukan kutipan langsung, yaitu kutipan
langsung pendek dan kutipan langsung panjang.
1. Kutipan Langsung Pendek (tidak lebih dari empat
baris) dilakukan dengan cara
 diintegrasikan langsung dengan teks,
KUTIPAN LANGSUNG
PENDEK
 diberi berjarak antarbaris yang sama dengan teks,
 diapit oleh tanda kutip, dan
 disebut sumber kutipan.
102
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
2. Kutipan Langsung Panjang (lebih dari empat baris)
dilakukan dengan cara
 dipisahkan dari teks dengan spasi (jarak antarbaris)
lebih dari teks,
KUTIPAN LANGSUNG
PANJANG
 diberi berjarak rapat antarbaris dalam kutipan,
 disebut sumber kutipan, dan
 boleh diapit tanda kutip, boleh juga tidak.
B. Kutipan Tak Langsung (Inti Sari Pendapat)
Kutipan tak langsung adalah kutipan yang diuraikan kembali
dengan kata-kata sendiri. Untuk dapat melakukan kutipan
jenis itu, pengutip harus memahami inti sari dari bagian yang
dikutip secara tidak langsung itu. Kutipan tidak langsung
dapat dibuat secara panjang maupun pendek dengan cara
 diintegrasikan dengan teks,
 diberi jarak antarbaris yang sama dengan teks
KUTIPAN TAK LANGSUNG
adalah
kutipan yang diuraikan kembali
dengan kata-kata sendiri
PRINSIP MENGUTIP
LANGSUNG
 tidak diapit tanda kutip, dan
 dicantumkan sumber kutipan dengan sistem MLA, APA,
atau selingkung bidang.
C. Kutipan pada Catatan Kaki
Kutipan pada catatan kaki, biasanya, merupakan kutipan
langsung dan dapat dicantumkan secara panjang maupun
pendek dengan cara
 selalu diberi jarak spasi rapat,
PRINSIP MENGUTIP PADA
CATATAN KAKI
 diapit oleh tanda kutip, dan
 dikutip tepat sebagaimana teks aslinya.
D. Kutipan Ucapan Lisan
sinkronik via internet)
dan
Chatting
(pembicaraan
Kutipan ucapan lisan atau chatting, sebenarnya, tidak
terlalu dianjurkan dalam karya ilmiah. Akan tetapi, jika
akan digunakan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
103
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
 meminta persetujuan dari sumber, sedapat mungkin
berupa transkrip yang ditandatangani nara sumber;
 mencatat tanggal dan peristiwa tempat ujaran itu
diucapkan;
PRINSIP MENGUTIP
UCAPAN LISAN
 menyebutkan dengan jelas sumbernya;
 menuliskan kutipan secara langsung atau tidak langsung
pada badan teks atau pada catatan kaki.
3. PLAGIARISME
Penyebutan sumber kutipan dalam mengutip sangat penting.
Bahkan, penyebutan sumber merupakan sebuah tindakan
legal untuk tidak dianggap sebagai plagiator. Sumber tidak
perlu disebut jika pengetahuan yang dikutip telah bersifat
umum atau jika pendapat atau fakta yang dikutip mudah
diperiksa dan diteliti kebenarannya. Fungsi penyebutan
sumber adalah
1) penghargaan terhadap penulis yang dikutip karya atau
pendapatnya,
2) aspek legalitas untuk izin penggunaan karya penulis yang
dikutip, dan
3) etika dalam masyarakat ilmiah dan akademis.
Dalam uraian di atas, muncul istilah plagiat dan plagiator.
Plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan,
pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya
seolah karangan dan pendapat sendiri (KBBI, 1997: 775)
Plagiat merupakan pelanggaran etika akademis. Plagiarisme
merupakan tindak pidana karena mencuri hak cipta orang
lain (Hak atas Kekayaan Intelektual-HAKI). Plagiator adalah
orang yang melakukan tindakan plagiat.
Ada delapan hal yang dianggap sebagai tindakan plagiat,
sebagaimana diambil dari Booth (1995) dan Gibaldi (1999).
104
FUNGSI KUTIPAN
PLAGIAT
adalah
penjiplakan atau
pengambilan karangan,
pendapat, dan sebagainya
dari orang lain dan
menjadikannya seolah
karangan dan pendapat
sendiri.
PLAGIARISME
merupakan
tindak pidana karena
mencuri hak cipta orang
lain (Hak atas Kekayaan
Intelektual-HAKI).
PLAGIATOR
adalah
orang yang melakukan
tindakan plagiat.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
1) mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri,
2) mengakui gagasan orang lain sebagai pemikiran
sendiri,
3) mengakui temuan orang lain sebagai kepunyaan
sendiri,
4) mengakui karya kelompok sebgai kepunyaan atau
hasil sendiri,
5) menyajikan tulisan yang sama dalam kesempatan yang
berbeda tanpa menyebutkan asal-usulnya,
CIRI PLAGIARISME
6) menyalin (mengutip langsung) bagian tertentu dari
tulisan orang lain tanpa menyebutkan sumbernya dan
tanpa membubuhkan tanda petik, meringkas dengan
cara memotong teks tanpa menyebutkan sumbernya
dan tanpa membubuhkan tanda petik,
7) meringkas dan memparafrasekan (mengutip tak
langsung) tanpa menyebutkan sumbernya, dan
8) meringkas dan memparafrasekan dengan menyebut
sumbernya, tetapi rangkaian kalimat dan pilihan
katanya masih terlalu sama dengan sumbernya.
3. SISTEM PERUJUKAN
Sistem rujukan digunakan sebagai sumber referensi, jika
penulis
1) menggunakan kutipan dengan berbagai cara yang
disebutkan di atas,
2) menjelaskan dengan kata-kata sendiri pendapat
penulis atau sumber lain,
FUNGSI SISTEM RUJUKAN
3) meminjam tabel, peta, atau diagram dari suatu sumber,
4) menyusun diagram berdasarkan data penulis atau
sumber lain,
5) menyajikan suatu pembuktian khusus yang bukan
suatu pengetahuan umum, dan
6) merujuk pada bagian lain pada teks.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
105
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Sebenarnya, setiap bidang ilmu memiliki sistem
perujukannya masing-masing. Sistem perujukan di
kedokteran berbeda dari sistem perujukan ekonomi atau
teknik. Akan tetapi, ada dua sistem perujukan sumber bacaan
yang sering digunakan sebagai dasar kutipan kita, yaitu
Sistem Catatan dan Sistem Langsung.
a. Sistem catatan (note-bibliography) menyajikan informasi
mengenai sumber dalam bentuk catatan kaki (footnotes)
atau catatan belakang (endnotes) atau langsung dalam
daftar pustaka (bibliography). Beberapa bidang ilmu sudah
tidak lagi menggunakan sistem catatan, tetapi
menggunakan sistem langsung.
b. Sistem
langsung
(parenthetical-reference)
yang
menempatkan informasi mengenai sumber dalam tanda
kurung dan diletakkan (a) langsung pada bagian yang
dikutip, (b) pada daftar kutipan (list of work cited), atau (c)
pada daftar pustaka. Cara kedua ini adalah cara yang
direkomendasikan oleh MLA (The Modern Language
Association) dan APA (The American Psychological
Association).
A. SISTEM CATATAN
SISTEM CATATAN
SISTEM LANGSUNG
.
SISTEM CATATAN
Pencantuman
pemarkah angka arab
di akhir setiap kutipan.
 Angka mengacu
kepada catatan yang
berisi informasi dari
sumber kutipan.
 Angka diletakkan
langsung di akhir
kutipan dan terletak
setengah spasi ke atas.

Sistem catatan dilakukan dengan mencantumkan pemarkah
angka arab di akhir setiap kutipan. Angka arab tersebut
mengacu kepada catatan yang berisi informasi dari sumber
kutipan. Angka itu diletakkan langsung di akhir kutipan dan
terletak setengah spasi ke atas.
Ada dua cara penempatan catatan. (1) Catatan dapat
ditempatkan di bawah halaman yang sama dengan nomor
pemarkah dan disebut catatan kaki (footnotes). (2) Catatan
dapat pula ditempatkan pada akhir setiap bab atau sebuah
tulisan dan disebut catatan belakang (endnotes). Biasanya,
untuk catatan belakang, penomoran kutipan dilakukan
secara berurutan dalam satu bab dan dimulai lagi dengan
angka satu pada bab berikutnya. Untuk catatan kaki, urutan
angka dapat berlaku sepanjang tulisan atau karya ilmiah.
106
DUA SISTEM
RUJUKAN
 Sistem Catatan
 Sistem Langsung
PENEMPATAN
CATATAN
1) Footnotes: catatan
ditempatkan di bawah
halaman yang sama
dengan nomor
pemarkah.
2) Endnotes: catatan
ditempatkan pada akhir
setiap bab atau sebuah
tulisan.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Fungsi catatan kaki dan catatan belakang ini tidak hanya
untuk menunjukkan sumber kutipan, tetapi ada beberapa
fungsi lain. Jadi, ada empat fungsi catatan kaki dan belakang.
1. Untuk menyusun pembuktian,
berkaitan dengan pembuktian
dilakukan oleh penulis lain;
khususnya
kebenaran
yang
yang
2. Untuk referensi atau untuk menyatakan utang budi
kepada penulis yang teksnya digunakan sebagai bahan
kutipan;
FUNGSI
SISTEM CATATAN
3. Untuk menyampaikan keterangan tambahan yang
dibutuhkan, namun tidak berkaitan langsung dengan
karya ilmiah yang ditulis; dan
4. Untuk merujuk pada bagian lain dari karya ilmiah.
Jika sistem catatan digunakan untuk menyusun pembuktian
atau referensi, ada unsur-unsur dan aturan yang perlu
diketahui oleh penulis karya ilmiah. Unsur-unsur yang
digunakan sama dengan unsur-unsur yang digunakan dalam
daftar pustaka. Akan tetapi, ada tiga perbedaan yang cukup
penting.
Perbedaan antara sistem catatan dan sistem daftar pustaka.
SISTEM CATATAN
SISTEM DAFTAR PUSTAKA
Nomor halaman dari sumber rujukan Nomor halaman tidak selalu harus
harus dicantumkan.
dicantumkan.
Nama sumber rujukan dicantumkan Nama sumber ditulis dengan nama
dengan urutan: nama diri diikuti oleh keluarga terlebih dahulu, baru nama diri
nama keluarga.
Ada penyebutan referensi pertama dan Tidak ada penyebutan referensi lanjutan.
penyebutan referensi lanjutan.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
107
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Unsur-unsur yang harus dicantumkan dalam menyusun
referensi pertama adalah
1) nama penulis yang diawali dengan penulisan nama diri
diikuti nama keluarga,
2) judul karya tulis yang dicetak miring dengan
menggunakan huruf besar untuk huruf pertama kecuali
kata sambung dan kata depan, dan
UNSUR-UNSUR
REFERENSI
3) data publikasi berisi nama tempat (kota), koma, dan tahun
terbitan yang diletakkan di antara tanda kurung, dan
nomor halaman yang diletakkan di luar tanda kurung,
contoh: (Jakarta: Djambatan, 1967), 49—51.
4) untuk kutipan dari buku berjilid atau dari jurnal/majalah
ilmiah, nomor jilid menggunakan angka romawi atau
angka arab, diikuti dengan data publikasi dalam kurung,
koma, dan diakhiri nomor halaman yang menggunakan
angka arab, contoh: MISI, I (April, 1963): 27—30.
Contoh sistem catatan diambil dari Azril Azahari (1998):
1A.
Parasuraman, Marketing Research, ed. ke-2 (Reading:
Addison-Wesley, 1991), 63-69.
2William
Giles Campbell, Stephen Vaughn Ballou, dan
Carole Slade, Form and Style: Theses, Report, Term Papers, ed.
ke-8 (Boston: Houghton Mifflin, 1991), 35.
3“Focus-Group
Interviewing: New Strategies for Business
and Industry,” Evaluation. Okt. 1990, 233.
4Carrick
Martin et al., Introduction to Accounting ed.ke-3
(Singapore: Mc.Graw-Hill, 1991), 123.
Jika dalam sistem catatan terjadi perujukan lanjutan yang
merujuk pada sumber yang sama, digunakan singkatan yang
berasal dari bahasa Latin untuk merujuk pada sumber
pertama. Ketiga jenis singkatan itu adalah sebagai berikut.
108
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
a. Ibid. : singkatan ini berasal dari kata lengkap ibidem yang
berarti ‘pada tempat yang sama’. Singkatan ini digunakan
jika perujukan lanjutan mengacu langsung pada karya
yang disebut dalam perujukan nomor sebelumnya. Jika
nomor halaman pengacuan sama, tidak perlu dicantumkan
nomor halaman. Jika nomor halamannya berbeda, setelah
Ibid. dicantumkan nomor halamannya. Ibid. harus diikuti
oleh titik dan dicetak miring. Contoh: Ibid., 87
SINGKATAN DALAM
REFERENSI
PADA
SISTEM CATATAN
b. Op.cit. : singkatan ini berasal dari gabungan kata opere
citato yang berarti ‘pada karya yang telah dikutip’.
Singkatan ini digunakan jika perujukan lanjutan mengacu
pada perujukan pertama yang berasal dari buku, namun
diselingi oleh perujukan lain. Teknik penulisannya adalah
menggunakan nama keluarga penulis, diikuti oleh Op. Cit. ,
diikuti oleh nomor halaman, jika halaman perujukannya
berbeda dari perujukan pertama. Contoh: Keraf, op. cit., 37
c. Loc. Cit. : singkatan ini berasal dari gabungan kata loco
citato yang berarti ‘pada tempat yang telah dikutip’.
Singkatan ini digunakan jika perujukan lanjutan mengacu
pada perujukan pertama yang berasal dari artikel dalam
bunga rampai/antologi, majalah, ensiklopedia, surat
kabar, namun diselingi oleh perujukan lain. Oleh karena
hanya merupakan bagian dari suatu buku, majalah, surat
kabar (atau opus, ‘karya’), artikel dirujuk dengan locus
yang berarti ‘tempat’. Teknik penulisannya adalah
menggunakan nama keluarga penulis, diikuti oleh Loc. Cit.
, diikuti oleh nomor halaman, jika halaman perujukannya
berbeda dari perujukan pertama. Contoh: Anjuang, loc. cit.,
40
Contoh diambil dari Keraf (1997):
1Edgar
Sturtevant, An Introduction to Linguistics Science (New Haven,
1947), 20
2Ibid.
3Ibid.,
30
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
109
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
4Richard
Pittman, “Nauhatl Honorifics,” International Journal of
American Linguistics,XI April,1950), 374
5H.A.
Gleason, An Introduction to Descriptive Linguistics, (Rev. Ed.; New
York: Holt, Rinehart and Winston, 1961), 51 – 52.
6Ibid.
7Ibid.
56.
8Sturtevant,
9M.
op. cit., 42
Ramlan, “Partikel-partikel Bahasa Indonesia,” Seminar Bahasa
Indonesia 1986 (Ende: Nusa Indah, 1971), 122, mengutip Charles F.
Hockett, A Course in Modern Linguistics (New York: The MacMillan
Company, 1959), 222.
10Robert
Ralph Bolgar, “Rhetoric,” Encyclopaedia Britannica (1970),
XIX, 2757–260.
11Sturtevant,
op. cit. 50.
12Ibid.
13Bolgar,
loc. cit., 260.
14Pittman,
loc. cit., 376.
15Ramlan,
loc. cit., 122.
16Gleason,
op. cit., 54
Kedua sistem catatan di atas, harus disertai dengan daftar
yang memperlihatkan semua sumber kutipan dan bahan
acuan yang digunakan dalam sebuah karya ilmiah atau
tulisan. Oleh karenanya, kedua cara ini sering disebut juga
catatan daftar pustaka (note-bibliography system). Sistem
penulisan daftar pustaka akan diuraikan setelah ini.
B. SISTEM LANGSUNG (FORMAT MLA dan APA)
Sistem pencantuman sumber kutipan dengan format MLA
dan APA disebut juga format Author-Date (AD) atau AuthorDate-Page (ADP). Format ini mencantumkan sumber kutipan
110
FORMAT
SISTEM LANGSUNG
 Author-Date (AD): nama
keluarga, tahun terbitan.
 Author-Date-Page
(ADP): nama keluarga,
tahun terbitan, halaman.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
langsung pada teks. Sumber kutipan tersebut terdiri atas
nama keluarga penulis, tahun terbitan buku, dan halaman
tempat kutipan itu berasal.
Pernyataan sumber kutipan dapat diletakkan sesudah
kutipan atau sebelum kutipan. Misalnya, contoh di ambil dari
Azahari (1998: 54)
Parasuraman (1991) mengungkapkan bahwa, “marketing research is an
essential link between marketing decision makers and the market they operate
in” (hlm. 15).
“Marketing research is an essential link between marketing decision makers and
the market they operate in” (Parasuraman, 1991: 15)
Dalam bukunya, Parasuraman (1991: 15) mengungkapkan bahwa, “marketing
research is an essential link between marketing decision makers and the market
they operate in”
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
111
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
4. DAFTAR PUSTAKA
Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins
College Publishers.
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.
Biagi, Shirley.1981. How to Write and Sell Magazine Articles. Englewood Cliffs, New
Jersey: Prentice-Hall.
Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The
University of Chicago Press.
Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:
Akademika Pressindo.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.
Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Gibaldi, Joseph. 1999. MLA Handbook for Writers of Research Papers. Ed. ke-5. New York:
The Modern Language Association of America.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York:
Syracuse University Press.
Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB.
Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka.
Swasono, Sri-Edi. 1990. Pedoman Menulis Daftar Pustaka, Catatan Kaki untuk Karya
Ilmiah dan Terbitan Ilmiah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Turabian, Kate L. 1996. A Manual for Writers of Term Papers, Theses, and Dissertation.
(Ed. ke-6). Chicago: The University of Chicago Press.
Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers.
112
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 15: FORMAT MAKALAH ILMIAH
1. PENDAHULUAN
Langkah terakhir dalam kegiatan sistem pemelajaran
berdasarkan masalah (Problem-based Learning/PBL)
maupun sistem pemelajaran berkolaborasi (Collaborative
Learning/CL) adalah menyusun sebuah makalah. Makalah ini
merupakan hasil himpunan dari berbagai tugas mandiri yang
sudah disajikan dalam diskusi kelompok. Agar layak disebut
sebagai makalah ilmiah, makalah yang disusun harus
memenuhi persyaratan ilmiah.
MAKALAH ILMIAH
merupakan
hasil himpunan dari
berbagai tugas mandiri
yang sudah disajikan dalam
diskusi kelompok.
Ciri laras ilmiah sudah dibahas dalam Modul 1. Kerangka
tulisan ilmiah dibahas dalam Modul 7. Cara mengembangkan
paragraf dengan baik ada dalam Modul 9 dan 10. Cara
membuat abstrak untuk sebuah makalah ilmiah dapat dilihat
dalam Modul 11. Cara menghimpun berbagai kutipan dari
berbagai sumber sudah diuraikan dalam Modul 13 dan
sistem perujukannya diuraikan dalam Modul 14.
Modul 15, 16, 17, 18 ini akan menelusuri kembali berbagai
hal yang berkaitan dengan penulisan karya ilmiah. Akan
tetapi, perhatian akan lebih ditekankan pada aspek
teknisnya.
2. MAKALAH KELOMPOK
Dalam Modul 7 sudah diuraikan bentuk kerangka makalah
ilmiah. Sekadar untuk mengingatkan, berikut ini, disajikan
kembali kerangka tulisan ilmiah sebagaimana dicantumkan
dalam Modul 7.

judul,
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
113
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

nama penulis,

abstrak,

kata kunci,

PENDAHULUAN,

inti tulisan (teori, metode, hasil, dan pembahasan),

KESIMPULAN dan USULAN,

ucapan terima kasih, dan

daftar pustaka
FORMAT
MAKALAH ILMIAH
Untuk makalah kelompok, ketentuan agak berbeda. Unsur
judul dan nama penulis dialihkan ke halaman judul. Jadi,
makalah akan didahului oleh lembar judul, diikuti oleh
lembar halaman berisi abstrak dan kata kunci (lihat
Lampiran M15-2). Pada halaman berikutnya, barulah bagian
pendahuluan dimulai.
Halaman judul (lihat Lampiran M15-1) yang mengandung
unsur:

judul/topik,

nomor kelompok,

nama dan nomor mahasiswa setiap kelompok,

kelas, dan

fakultas.
HALAMAN JUDUL
Makalah kelompok harus diserahkan pada pertemuan keempat
dengan kriteria berikut.
1. Maksimum 12 halaman; minimum 7 halaman (tidak
termasuk halaman judul, halaman abstrak, dan daftar
pustaka)
KRITERIA
MAKALAH
AKHIR
Jenis huruf yang digunakan adalah times new roman, dengan
ukuran huruf 12, berspasi 1,5.
Pergantian paragraf ditandai oleh spasi ganda (dua kali
ketukan enter atau pemberian 6 pt untuk before dan 6 pt
untuk after pada format paragraf, spacing pada komputer).
114
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
2. Format untuk pias kiri dan kanan dan uraian mengenai
format makalah dapat dilihat pada Lampiran M15-2.
3. ASPEK PENILAIAN
Komponen penilaian untuk makalah akhir terdiri atas tiga
aspek pokok, yakni teknik penulisan, bahasa, dan logika.
Ketiga aspek akan diuraikan di bawah ini.
TEKNIK PENULISAN adalah aspek yang dapat dinilai secara
kasat mata. Selain itu, aspek ini dianggap sebagai bagian
penunjang yang lebih berkaitan dengan format penyampaian.
Oleh karenanya, aspek ini dinilai paling awal dengan bobot
penilaian 2.
TEKNIK
PENULISAN
Aspek ini berkaitan tata cara penilaian makalah ilmiah pada
seminar-seminar international. Penilaian diawali dengan
meneliti daftar pustaka. Penulisan daftar pustaka yang baik,
rapi, dan konsisten dengan bidang ilmu akan memperoleh
nilai yang baik. Setelah itu, penilaian diikuti oleh penilaian
terhadap abstrak. Abstrak yang sesuai dengan tata cara
penulisan abstrak memperoleh bobot tertinggi.
Penilaian berikutnya berkaitan dengan kemampuan penulis
mempertahankan kepaduan antara pendahuluan, unsurunsur dalam pendahuluan, pengembangan isi makalah, dan
kesimpulan atau penutup. Harus dilihat bagaimana cara,
melalui judul-judul bab dan subbabnya, penulis
mempertanggungjawabkan kesimpulannya melalui isi
makalah.
Pengembangan isi makalah akan berkaitan dengan kutipan
atau catatan kaki yang disusunnya. Kemampuan penulis
menyusun kutipan agar tidak terkesan makalah yang
“SUNTING” memperlihatkan kemampuan mahasiswa
merangkaikan pikirannya dalam alur berpikir yang logis.
BAHASA merupakan bagian yang penting dalam komunikasi
dan merupakan inti penilaian bahasa Indonesia dalam
sebuah makalah. Oleh karena itu, bobot bagi aspek ini adalah
4.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA
115
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Aspek ini menilai bagaimana penulis menata kalimat mereka
dan menyusun kalimat yang efektif. Fokus penilaian
diberikan pada kesatuan dan kepaduan kalimat. Kemudian,
penilai perlu memperhatikan kemampuan penulis dalam
menggabungkan kalimat-kalimat mereka ke dalam sebuah
paragraf. Fokus juga diberikan kepada kesatuan dan
kepaduan dalam paragraf. Dalam memperhatikan kesatuan
dan kepaduan dalam kalimat dan paragraf, pungtuasi dan
ejaan menjadi salah satu aspek yang perlu dinilai karena
mempengaruhi pemahaman pembaca atas tulisan yang
dibaca.
LOGIKA berkaitan erat dengan bahasa dan komunikasi.
Tanpa logika yang baik, tentunya, tidak akan dihasilkan
makalah yang baik. Sebenarnya, melalui penilaian aspek
bahasa dan logika ini, sekaligus penilaian atas isi (content)
makalah akan tercapai. Oleh karena itu, seperti juga aspek
bahasa, aspek ini diberi bobot 4.
LOGIKA
.
116
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
LAMPIRAN M15-1
FORMAT HALAMAN SAMPUL
3cm
JUDUL MAKALAH DIKETIK TEBAL: SEMUA HURUF KAPITAL
TANPA TANDA BACA DI AKHIR JUDUL
JIKA LEBIH DARI DUA BARIS,
SPASI DIJADIKAN SATU SETENGAH
KELAS 1
KELOMPOK XX
4cm
nama mahasiswa, 0704xxxxxxxxx
3cm
nama mahasiswa, 0704xxxxxxxxx
nama mahasiswa, 0704xxxxxxxxx
nama mahasiswa, 0704xxxxxxxxx
Makalah Akhir bagi
Pemicu Pemilu
untuk Mata Kuliah
Pendidikan Dasar Perguruan Tinggi
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
3cm
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
117
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
LAMPIRAN M15-2
FORMAT HALAMAN ABSTRAK
3cm
ABSTRAK
4cm
Judul ABSTRAK diketik 3 spasi dari baris terakhir alamat penulis,
diletakkan di tengah (center). Baris pertama teks Abstrak diketik 3 spasi dari
judul ABSTRAK. Teks diketik dengan spasi tunggal, menggunakan huruf
Times New Roman 10 point seperti contoh di sini. Teks Abstrak dan seluruh
naskah makalah diketik rata kiri. Panjang Abstrak 75—100 kata, hanya satu
paragraf.
3cm
Kata Kunci: Diurutkan sesuai abjad, tiap kata kunci diakhiri tanda baca titik
koma (;), kecuali yang terakhir (ditutup dengan tanda baca
titik). Jarak baris satu spasi.
3cm
118
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
LAMPIRAN M15-3
FORMAT MAKALAH
Kertas HVS-putih, 60–80 gram, ukuran kuarto (21,5 x 28 cm).
3 cm
Nomor halaman
BAB I
PENDAHULUAN
4 x 1 spasi
4 cm
Xxxxxx xxxxx xxxxxx xxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx xxxxxx
Batas bidang pengetikan.
Huruf Times New Roman 12, jarak
baris 2 spasi. Teks tidak rata kanan.
Xxxxxxxx xxxx. Xxxxxx xxxxxxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxx xxxxx xxxx.
Xxxxxxx xxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxx xxxx
Baris pertama paragraf baru
diketik masuk 1 tab (1,27 cm)
xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxx.
3 x 1 spasi
Tanda baca (.),(,),(:),(;),(?),(!)
diketik rapat dengan huruf
mendahuluinya.
3yang
x 1 spasi
A. LATAR BELAKANG
Xxxxxxxxx xxxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx
xxxxxxxx xxxxxxxxx xxxxxxxxxx.
Awal kalimat baru berjarak dua
ketukan kosong dari akhir kalimat
sebelumnya.
1. Nilai ekonomis
Xxxxxxxxxx xxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxxx xxxxxxxx
Xxxxxxxx xxxx xxxx xxxxxxxx xxxxxxx. Xxxxxx xxxxxx xxxxxxx xxxxxxxx
xxxxxxxxxx xxxxxxxxxxx. Xxxxxxxxxxxxx
3 cm
3 cm
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
119
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
120
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 16: BAGIAN PENDAHULUAN
1. PENDAHULUAN
Pada Modul 7, sudah dibahas masalah kerangka tulisan.
Dalam pembahasan dikatakan bahwa, pada dasarnya,
kerangka tulisan ilmiah agak mudah disusun karena hanya
terdiri atas tiga bagian besar. Setiap bagian itu adalah
PENDAHULUAN, ISI, dan PENUTUP atau KESIMPULAN. Dapat
saja terjadi variasi dalam perinciannya karena tidak terlepas
kemungkinan bahwa setiap bidang ilmu memiliki peraturan
mereka masing-masing. Dalam Modul 16 ini, secara khusus
akan dibahas isi dari bagian Pendahuluan sebuah makalah
ilmiah.
2. BAGIAN PENDAHULUAN
Fungsi dari bagian Pendahuluan adalah mengantar atau menarik
perhatian pembaca kepada masalah yang dibahas dalam
makalah. Sebuah pendahuluan yang baik memberikan gambaran
permasalahan dengan jelas, sebelum pembaca membaca
keseluruhan makalah. Bagian pendahuluan menggambarkan
kerangka berpikir penulisnya. Unsur-unsur yang sebaiknya ada
dalam sebuah bagian pendahuluan adalah sebagai berikut.

Latar belakang masalah yang akan dibahas.

Perumusan masalah dan ruang lingkupnya.

Tujuan penulisan.

Jenis penelitian dan metode analisis yang digunakan.

Sistematik penulisan yang dihubungkan dengan tesis
yang dibuat.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
UNSUR-UNSUR
DALAM
PENDAHULUAN
121
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Unsur-unsur tersebut dapat disajikan dalam subbab yang
terpisah. Akan tetapi, unsur-unsur itu dapat pula dsajikan dalam
bentuk paragraf-paragraf saja. Dengan demikian, penulis
minimal akan mempunyai lima paragraf dalam pendahuluan.
Untuk sebuah makalah pendek, ada kemungkinan bahwa unsurunsur tersebut disajikan dalam lima kalimat. Masing-masing
diisi dengan latar belakang masala, perumusan masalah dan
ruang lingkup, tujuan penulisan, jenis penelitian, dan
sistematika penulisan. Panjang sebuah pendahuluan amat
bergantung dari panjang makalah. Makin panjang isi makalah,
makin panjang pula sebuah pendahuluan.
3. DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.
Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:
Akademika Pressindo.
Burton, Lorelle J. 2002. An Interactive Approach to Writing Essays & Research Reports in
Psychology. Sydney: John Wiley & Sons Australia, Ltd.
FMIPA-UI. 2002. Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: Penerbit UI
Press.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. Ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers.
122
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 17: BAGIAN ISI
1. PENDAHULUAN
Bagian isi sangat berkaitan dengan tesis tulisan sebagaimana
diuraikan dalam Modul 5. Tesis itu kemudian diuraikan dalam
sebuah kerangka tulisan (Modul 7). Kerangka Tulisan
dikembangkan dengan merujuk pada Modul 9 dan 10 (mengenai
paragraf). Jangan lupa untuk menyusun variasi tulisan dengan
merujuk pada Modul 8 (Jenis Tulisan).
Dalam menyusun bagian yang berkaitan dengan kerangka
pemikiran, penulis dapat merujuk pada Modul 13 yang
berkaitan dengan Sintesis, Modul 14 yang berkaitan dengan
Kutipan dan Rujukan.
2. BAGIAN ISI
Bagian isi atau tubuh karangan merupakan bagian utama dari
sebuah makalah. Dalam Modul 7 dikatakan bahwa bagian isi
atau tubuh tulisan berisi teori, metode, dan hasil penelitian,
serta pembahasan. Akan tetapi, tidak ada format baku dari
kerangka bagian isi karena bagian ini amat bergantung pada
tesis dan tujuan penulis.
Pada umumnya, dalam makalah ilmiah, isi atau tubuh karangan
berisi unsur-unsur berikut.

Landasan teori, yang terdiri atas kerangka teori dan
tinjauan pustaka.

Metode penelitian, yang menjelaskan langkah-langkah
yang dilakukan dalam pengumpulan dan pengolahan
data.

Hasil penelitian, yang menguraikan hasil yang diperoleh
dari setiap langkah penelitian.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
UNSUR-UNSUR ISI
123
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
3. DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.
Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:
Akademika Pressindo.
Burton, Lorelle J. 2002. An Interactive Approach to Writing Essays & Research Reports in
Psychology. Sydney: John Wiley & Sons Australia, Ltd.
FMIPA-UI. 2002. Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: Penerbit UI
Press.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Widyamartaya, Al. 1997. Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT Grasindo.
Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. Ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers.
124
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
MODUL 18: BAGIAN PENUTUP
1. PENDAHULUAN
Bagian terakhir makalah berisi unsur kesimpulan dan usulan
atau saran, serta ucapan terima kasih. Unsur lain yang tidak
boleh dilupakan adalah daftar pustaka. Jika dianggap perlu,
penulis dapat pula menyertakan lampiran di bagian penutup.
Unsur bagian penutup adalah
(1) kesimpulan
(2) saran
UNSUR-UNSUR
BAGIAN PENUTUP
(3) ucapan terima kasih
(4) daftar pustaka
(5) lampiran (jika diperlukan)
2. KESIMPULAN
Unsur kesimpulan dan saran baru dapat dilakukan jika
penulis sudah melakukan analisis data. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menulis kesimpulan adalah
(1) jangan mengulang uraian yang terdapat di bagian hasil
penelitian;
(2) jangan memasukkan hal-hal baru yang memerlukan
ulasan lebih lanjut;
HAL YANG HARUS
DIHINDARI DALAM
MENULIS
KESIMPULAN
(3) jangan memasukkan bagian dari kerangka teori.
3. SARAN
Saran harus bersifat operasional dan bermuara pada hasil
analisis dan pembahasan yang dilakukan penulis sendiri.
Menurut Azahari (1998) saran juga dapat berisi sumbangan
pemikiran penulis untuk mengembangkan penelitian lebih
lanjut. Hal yang harus diperhatikan pada saat menyusun
saran adalah
(1) jangan mencatumkan harapan penulis;
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
HAL YANG HARUS
DIHINDARI DALAM
MENULIS SARAN
125
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
(2) jangan mencantumkan kendala-kendala penelitian;
(3) jangan memanfaatkan bagian saran ini sebagai media
untuk menutupi kelemahan atau ketidaklengpakan
penelitian.
4. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih ditujukan kepada orang-orang atau
lembaga yang secara substansial turut membantu kelancaran
penelitian. Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat
menulis ucapan terima kasih adalah
(1) jangan menggunakan bahasa Indonesia ragam nonformal
karena ucapa terima kasih tetap merupakan bagian dalam
karya tulis ilmiah;
(2) jangan membuat daftar panjang lebar dari nama temanteman (seangkatan) dan perkariban lainnya yang tidak
secara substansial membantu kelancaran penelitian.
HAL YANG HARUS
DIHINDARI DALAM
MENULIS UCAPAN
TERIMA KASIH
5. DAFTAR PUSTAKA
Penyusunan daftar pustaka dapat dilihat pada Modul 4. Pada
saat menyusun daftar pustaka, penulis harus memperhatikan
masalah konsistensi yang berkaitan dengan penggunaan
tanda baca.
6. LAMPIRAN
Lampiran merupakan bagian akhir dari sebuah makalah.
Oleh karena itu, bagian ini sering juga disebut apendiks.
Bagian ini tidak selalu ada dalam setiap makalah, bergantung
pada kebutuhan penulis. Lampiran dapat berupa kuesioner
yang digunakan dalam penelitian, data lapangan, pengolahan
data secara statistik, atau dokumen-dokumen yang berkaitan
dengan data atau kelancaran penelitian.
126
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
7. DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.
Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:
Akademika Pressindo.
Burton, Lorelle J. 2002. An Interactive Approach to Writing Essays & Research Reports in
Psychology. Sydney: John Wiley & Sons Australia, Ltd.
FMIPA-UI. 2002. Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: Penerbit UI
Press.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Widyamartaya, Al. 1997. Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT Grasindo.
Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. Ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
127
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
128
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
LAMPIRAN A: TANDA BACA DAN EJAAN
A. PENDAHULUAN
Pungtuasi dan ejaan sering tidak diperhatikan dan tidak
dianggap penting, padahal dalam pemeriksaan makalah,
misalnya, pungtuasi dan ejaan sangatlah penting.
Aturan yang berkaitan dengan ejaan dan pungtuasi terdapat
dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (1999). Jadi, untuk mengetahui fungsi
pungtuasi dan penggunaan yang benar dalam kalimat, kita
dapat merujuk pada pedoman tersebut. Selain itu, untuk
penulisan ejaan yang benar, kita juga dapat merujuk pada
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001).
B. TANDA BACA (PUNGTUASI)
Ragam tulis berkaitan erat dengan tanda baca (pungtuasi).
Tanda baca merupakan pengganti intonasi, nada, dan tekanan
yang muncul dalam ragam lisan. Tanda baca dapat membantu
pembaca untuk memahami jalan pikiran penulisnya. Alangkah
sulitnya kita memahami suatu tulisan yang tidak dilengkapi
dengan tanda baca.
Dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, semua tanda baca sudah diatur, namun penggunaan tanda baca di kalangan penulis masih belum tertib.
Kita masih sering menjumpai pemakaian tanda baca yang tidak
sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Kaidah pemakaian tanda baca dalam sistem ejaan kita meliputi
kaidah pemakaian (1) tanda titik, (2) tanda koma, (3) tanda
titik koma, (4) tanda titik dua, (5) tanda hubung, (6) tanda
pisah, (7) tanda elipsis, (8) tanda tanya, (9) tanda seru, (10)
tanda kurung, (11) tanda kurung siku, (12) tanda petik, (13)
tanda petik tunggal, (14) tanda garis miring, dan (15) tanda
apostrof (penyingkat).
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
 Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (1999)
 Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2001)
TANDA BACA
merupakan pengganti
intonasi, nada, dan tekanan
yang muncul dalam ragam
lisan. dapat membantu
pembaca untuk memahami
jalan pikiran penulisnya.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
.
,
;
:
—
...
?
!
(...)
[...]
―...‖
‗...‘
/

129
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Dalam tulisan ini hanya akan dibahas tanda baca yang sering
menimbulkan persoalan. Tanda baca yang jarang digunakan
secara salah—seperti tanda seru, tanda tanya, tanda kurung,
tanda garis miring, dan tanda apostrof—tidak diuraikan secara
khusus.
a)
Tanda Titik (.)
a. Singkatan umum yang menggunakan huruf kapital tidak
diberi titik, sedangkan singkatan nama orang dan
singkatan gelar akademik harus menggunakan tanda
titik.
b. Singkatan berhuruf kecil yang terdiri atas dua huruf
meng-gunakan dua buah titik, sedangkan singkatan
yang terdiri atas tiga huruf atau lebih hanya
menggunakan satu titik.
c. Angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan
ribuan, jutaan, dan seterusnya menggunakan tanda
titik.
d. Angka yang menunjukkan waktu atau jangka waktu
meng-gunakan tanda titik untuk memisahkan angka
jam, menit, dan detik.
e. Angka atau huruf dalam bagan, ikhtisar atau daftar
menggunakan tanda titik.
Tanda titik tidak digunakan
(1) di belakang singkatan lambang kimia, satuan, ukuran,
takaran, timbangan, dan mata uang.
(2) di belakang judul yang merupakan kepala karangan,
judul bab dan subbab, kepala ilustrasi, dan tabel.
(3) di belakang alamat pengirim dan tanggal surat, dan di
belakang nama dan alamat penerima surat.
(4) di belakang angka atau huruf yang merupakan unsur
terakhir dalam deretan angka atau huruf itu.
(5) di belakang kalimat yang berakhir dengan tanda tanya
atau tanda seru.
PT
UI
A.S. Sumadi.
Rusdi, S.H.
a.l.
a.n.
dll.
tsb.
Rp3.250.000,00
14.750 orang
pukul 14.25.10
1.20.15 jam
II. Fakultas eksakta
A. kedokteran
B. teknik
C. . . .
1) H2O
cm
kg
Rp
2) Ada Apa dengan Cinta
3) 6 Juli 2004
Dr.Ir. Soekarno
Jln. Setiabudi 6
4) 1. Pendahuluan
1.1 Permasalahan
5) Di mana kampus UI?
Wah, indah sekali!
6) NIP: 130353838
tel.: 78881018
tahun 1998
(6) di belakang angka yang tidak menyatakan jumlah.
130
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
b)
Tanda Koma (,)
Tanda koma wajib digunakan
a. di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan yang terdiri atas tiga unsur atau lebih. Tiap
unsur dibatasi tanda koma termasuk sebelum kata dan. Jika
rincian itu hanya dua unsur, sebelum kata dan tidak
dibubuhkan tanda koma.
b. untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi,
melainkan, atau sedangkan.
c. untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk
kalimatnya. Biasanya, anak kalimat didahului oleh kata
penghubung karena, sehingga, meskipun, agar, bahwa,
apabila, jika, dan sebagainya.
d. di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat.
Ungkapan penghubung antarkalimat adalah ungkapan
penghubung yang terletak setelah tanda baca akhir (tanda
titik, tanda tanya, atau tanda seru) dan dimulai dengan
huruf awal kapital.
e. di belakang kata seru seperti wah, ah, o, aduh, kasihan, dan
ya.
Departemen Pariwisata,
Pos, dan Telekomunikasi
Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan
Penghasilan utama Maluku
adalah rempah-rempah,
sedangkan penghasilan
Jawa Barat adalah padi.
Agar dapat lulus, ia harus
belajar dengan tekun.
Jika cuaca cerah, saya akan
ke museum besok.
Oleh karena itu,
Jadi,
Kemudian,
Akan tetapi,
Walaupun demikian,
Wah, sulit benar meyakinkannya.
Aduh, sakit sekali.
f. di antara nama dan alamat, tempat dan tanggal, serta nama
tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis ber-urutan.
Jalan Hang Lekir III/10,
Kebayoran Baru, Jakarta
Jakarta, Indonesia
Surabaya, 21 Juni 1990
g. di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama keluarga atau marga; juga di antara gelar yang satu dengan
gelar lainnya yang ditempatkan di belakang nama orang.
M. Samiaji, S.Sos.
Ade Yusuf, S.H., M.Hum.
h. untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan
aposisi. Keterangan tambahan adalah keterangan yang
diselipkan dalam kalimat yang sudah lengkap. Bagian itu
terletak di luar bangun kalimat karena dibuang pun tidak
akan mengganggu makna yang dikandung di dalam kalimat
tersebut. Keterangan aposisi adalah keterangan yang
sifatnya saling menggantikan.
i.
untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam
kalimat.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
Gubernur Jawa Barat, Yogi
S.M., melantik Kepala Kantor Wilayah Departemen
Perdagangan.
Pada tahun yang lalu, kalau
saya tidak salah, dia
memperoleh penghargaan
dari
pemerintah setempat.
Kata Ibu, ―Saya gembira
sekali.‖
―Saya gembira sekali,‖
kata Ibu, ―karena kamu
lulus.‖
131
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Tanda koma tidak digunakan
1) jika anak kalimat mengiringi induk kalimat.
2) jika kutipan langsung berakhir dengan tanda tanya atau
tanda seru.
3) jika rangkaian gelar ditempatkan di depan nama orang.
3. Tanda Titik Koma (;)
Tanda titik koma digunakan
a. untuk memisahkan kalimat yang setara dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung. Hal yang
perlu diperhatikan adalah jika digunakan tanda titik koma,
sebelum perincian terakhir tidak perlu digunakan kata dan.
b. pada perincian ke bawah yang unsur-unsurnya berupa kelompok kata yang panjang atau berupa kalimat. Dalam hal
ini pun sebelum perincian akhir tidak dibubuhkan kata dan.
1) Ia harus belajar dengan
tekun agar dapat lulus.
Saya akan ke museum
jika cuaca cerah.
2) ―Kapan Bapak akan pulang, Bu?‖ tanya Adi.
―Ujian sudah dekat,
belajarlah dengan
tekun!‖ nasihat Bu Guru.
3) Prof.Dr.Ir. Roosseno
ada lah seorang tokoh
nasional.
Kegunaan kelapa banyak
sekali, yaitu daging buah
kelapa dapat dibuat minyak
goreng; sabut kelapa dapat
dibuat tali, sikat, keset, dan
permadani kasar; tempurung
kelapa dapat dijadikan arang
atau gayung; batangnya sendiri dapat dijadikan tiang
rumah atau jembatan.
Victor Paneira kena hukum
kurungan 75 hari karena
a. menghindari tugas militer;
b. terlambat 21 hari
melaporkan wajib dinas
militernya selama 16 bulan
pada bulan September
1988;
c. terbukti bersalah
melakukan disersi.
Berikut ini adalah sifat-sifat
air:
a. mengalir dari tempat yang
tinggi;
b. selalu rata/mendatar;
c. sesuai dengan bentuk
wadahnya;
d. memberikan tekanan ke
se-mua arah;
e. melarutkan zat lain.
4. Titik Dua (:)
a. Tanda titik dua digunakan pada kalimat lengkap, yang
diikuti perincian berupa kata atau frase.
132
Air mempunyai sifat-sifat sebagai berikut.
a. Air mengalir dari tempat
yang tinggi.
b. Permukaannya selalu
rata/mendatar.
c. Bentuknya sesuai dengan
bentuk wadahnya.
d. Air memberikan tekanan
ke semua arah.
e. Air dapat melarutkan zat
lain.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
b. Titik dua harus diganti menjadi titik satu pada kalimat
lengkap, yang diikuti suatu perincian berupa kalimat
lengkap pula, dan perincian diakhiri tanda titik.
c. Titik dua tidak digunakan sebelum perincian yang
merupakan pelengkap kalimat. Atau, karena kalimat
pengantarnya belum lengkap, titik dua tidak perlu
dicantumkan.
Sifat-sifat air adalah
(a) mengalir dari tempat
yang tinggi;
(b) selalu rata/mendatar;
(c) sesuai dengan bentuk
wadahnya;
(d) memberikan tekanan
ke semua arah;
(e) melarutkan zat lain.
Kami harap kehadiran Anda
pada hari: Senin
tanggal : 12 Juli 2004
waktu : pukul 12.00–14.00
tempat : Ruang Serbaguna 2
d. Titik titik dua digunakan sesudah kata atau ungkapan yang
memerlukan pemerian.
e. Tanda titik dua digunakan dalam teks drama sesudah kata
yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
f. Tanda titik dua digunakan (1) di antara jilid atau nomor
majalah dan halaman majalah, (2) antara bab dan ayat dalam kitab suci, (3) antara judul dan anak judul suatu
karangan, (4) antara tahun terbit dan nomor halaman
dalam rujukan langsung, dan (5) antara tempat terbit dan
penerbit suatu karangan dalam Daftar Pustaka.
Ibu : ―Di, tolong kirim surat
ini kepada Pak Yusuf.‖
Andi: ―Baik, Bu, akan segera
kulaksanakan.‖
Ibu : ―Terima kasih, ya.‖
1) MIISI 1: 27 – 30.
2) Surah Albaqarah 5: 12.
3) Komposisi: Suatu Pengantar kepada Kemahiran
Bahasa
4) (Poerwadi, 2001: 54)
5) Jakarta: UI Press, 2003.
5. Tanda Hubung (-)
a. Tanda hubung digunakan untuk menyambung (1) sukusuku kata dasar, (2) awalan dengan bagian di belakangnya,
atau akhiran dengan bagian di depannya yang terpisah oleh
pergantian baris. (3) Akan tetapi, apabila yang tersisa hanya
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
1) Kata dasar dapat kita penggal pada akhir baris.
2) Kata berimbuhan pun diperlakukan seperti itu.
3) Jangan meninggalkan satu
vokal saja terpisah pada akhir baris seperti ini 
vokal a itu dipindahkan ke
awal baris berikut seperti ini.
133
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
satu vokal, vokal itu tidak boleh ditempatkan sebagai vokal
tunggal pada ujung atau pangkal baris; seluruhnya harus
dipindahkan ke baris berikutnya.
b. Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur
kata ulang. Angka 2 tidak boleh digunakan dalam karya
tulis.
c. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan
bagian-bagian ungkapan.
d. Tanda hubung digunakan untuk merangkaikan unsur
terikat atau kata dengan kata sebelum/berikutnya yang
dimulai/ diakhiri dengan huruf kapital, dengan angka, atau
dengan kata daerah/asing.
1) singkatan yang berupa huruf kapital dengan huruf kecil;
2) ke- dengan angka;
3) angka dengan akhiran –an;
berjalan-jalan (ber-jalan2)
terus-menerus
berlari-larian (ber-lari2-an)
dua-puluh tiga-perempat (20¾)
dua-puluh-tiga perempat (23/4)
1) ber-KTP
se-Jakarta
Hamba-Mu
di-BHMN-kan
SIM-nya
2) anak ke-5
abad ke-21
3) 20-an
uang 5000-an
4) truk tronton meng-glondor
di-rebond
4) unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing atau
bahasa daerah.
6. Tanda Pisah (—)
Tanda pisah digunakan untuk
a. membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi
penjelasan khusus di luar bangun kalimat.
Demokrasi—yang saya yakin
akan tercapai—sedang mengalami ujian.
b. menegaskan aposisi atau keterangan lain sehingga kalimat
menjadi lebih jelas.
Gubernur Jawa Barat—Yogi
S.M.—melantik Kepala
Kantor Wilayah Departemen Perdagangan.
c. memisahkan dua bilangan, tanggal, kota, atau negara yang
berarti ‘sampai ke’.
Pelatihan Bahasa Indonesia
diselenggarakan tanggal
12—22 Maret 2003
Bus jurusan Jakarta—Medan.
Catatan: Tanda pisah dapat juga dilambangkan dengan dua
buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
134
Chaniago (1982: 12--16) mengatakan bahwa . . .
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
C. EJAAN
Berbeda dengan pungtuasi, peraturan ejaan bersifat jauh lebih
ketat. Perubahan ejaan harus berlandaskan kesepakatan
(konvensi) yang dianut dan dikuasai oleh selingkung bidang,
khususnya jika berkaitan dengan masalah peristilahan
selingkung. Ada baiknya, jika setiap bidang ilmu menetapkan
sikap untuk membentuk kesepakatan berkaitan dengan ejaan.
1) EJAAN
 bersifat lebih ketat.
 harus merupakan
konvensi yang dianut
dan dikuasai oleh
selingkung bidang.
1. PEMAKAIAN HURUF KAPITAL
Dalam penulisan nama atau penyapaan atau pengacuan secara
tertulis, kita sering tidak yakin nama atau pengacuan seperti
apa sajakah yang dapat diawali dengan huruf kapital (huruf
besar). Berikut ini adalah uraian mengenai nama dan pengacuan apa saja yang harus menggunakan huruf kapital. Semua
informasi ini dapat ditemukan dalam Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, Jakarta: Balai Pustaka,
1999.
Hal-hal yang harus diawali dengan huruf kapital adalah sebagai
berikut.
a. Nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata ganti untuk
Tuhan.
Alquran
Weda
Tuhan Yang Mahakuasa
ampunilah hamba-Mu
b. Unsur nama orang.
Husein Djajadiningrat
 Tuanku Imam Bonjol
Sutjipto Wirjosoeparto
Sunan
Kalijaga
Taruno
Widagdo
Kamil
Romo Mangun
c. Gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti
nama orang.
Jenderal Sudirman
Ratu Elizabeth
Haji Agus Salim
d. Nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau
yang digunakan sebagai pengganti nama orang tertentu,
nama instansi, atau nama tempat.
Rektor Universitas Indonesia
Menteri Hari Sabarno
Gubernur Jawa Barat
e. Nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
bangsa Indonesia
suku Ambon
bahasa Arab
135
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
f. Nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa bersejarah.
g. Nama geografi.
tahun Hijriah
bulan Desember
hari Pahlawan
Perang Padri
Gunung Bromo
Selat Sunda
Danau Toba
h. Semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, nama dokumen resmi.
Dewan Perwakilan Rakyat
Kongres Wanita Indonesia
i.
Setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat dalam
nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,
serta dokumen resmi.
Undang-Undang Dasar 1945
Garis-Garis Besar Haluan
Negara
j.
Semua kata dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan
judul karangan kecuali kata depan dan kata hubung yang
tidak terletak di awal kalimat.
Majalah Horison
majalah Bahasa dan Kesusastraan
Penyedar Sastra
k. Unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Antargelar menggunakan ketukan kosong.
Prof. Dr. Ir.
S.S., M.Si.
Laksamana Madya Laut
Bpk.
Sdr.
l.
Mereka ke rumah Pak Lurah.
Kami menjenguk Ibu Darsih.
Kapan Paman ke Eropa?
Kata penunjuk hubungan kekerabatan yang digunakan
dalam penyapaan dan pengacuan.
m. Kata ganti Anda.
Huruf kapital tidak digunakan
1) jika gelar, jabatan, dan pangkat tidak diikuti nama orang,
nama instansi, atau nama tempat.
2) jika nama orang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
3) jika huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan, seperti kata sifat.
136
1) Siapa yang akan menjadi
presiden?
Tahun ini kami sekeluarga
akan naik haji.
2) Lampu 20 watt, 220 volt
3) Logatnya kebelanda-belandaan.
Topeng betawi.
Pisang ambon.
Jeruk bali.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
2. PENULISAN ANGKA DAN BILANGAN
a. Angka digunakan untuk menyatakan lambang bilangan atau
nomor. Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau
angka Romawi.
b. Angka digunakan untuk menyatakan
1) ukuran panjang, berat, luas, dan isi;
2) satuan waktu, jangka waktu, atau tanggal;
3) nilai uang;
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0
I, II, III, IV, i, ii, iii, iv
X, L, C, D, M
1) 2,5 cm
1.000 ha
100 kg
100 cc
2) pukul 19.00 12 Juli 2004
1 jam 20 menit
3) Rp5.000,00 atau 5.000 rupiah
US$3.50
4) 10% (persen)
20 tahun
4) kuantitas.
c. Angka lazim digunakan untuk melambangkan nomor jalan,
rumah, apartemen, atau kamar pada suatu alamat.
d. Angka digunakan untuk menomori bagian karangan dan
ayat kitab suci
e. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan
dengan memisahkan tiap nama bilangan.
Jalan Sado VII No. 6
Gedung 2, Ruang 2412
Hotel Indonesia # 614
Bab 5
Subbab 5.2
Surah Albaqarah 5: 12
22 = dua puluh dua
111 = seratus sebelas
1070= seribu tujuh puluh
f. Penulisan lambang bilangan pecahan ditulis sebagai
berikut.
½ = setengah
¾ = tiga perempat
1/12 = seperdua belas
3¾ = tiga tiga perempat
1,2 = satu dua persepuluh
g. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat ditulis dengan
tiga cara: dengan huruf, angka Romawi, dan ke- yang diikuti
angka.
a. Paku Buwono kesepuluh
b. Paku Buwono X
c. Paku Buwono ke-10
h. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an
ada dua cara: dengan angka dan dengan huruf.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
tahun ‘60-an
tahun enam puluhan
137
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
i.
Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau Amir menonton drama itu
sampai tiga kali.
dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa
Ayah memesan tiga ratus ekor
lambang bilangan digunakan secara berurutan, seperti
ayam.
Di
antara 84 anggota yang hadir,
dalam perincian dan pemaparan.
54 orang menyatakan setuju,
25 orang tidak setuju, dan 5
orang abstain.
Dalam pesta tersebut ditampilkan 40 pasang penerima tamu,
35 orang pagar ayu, dan
35 orang pagar bagus.
j.
Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat
dieja sebagian supaya mudah dibaca.
Perusahaan itu baru saja
mendapat pinjaman sebesar
Rp760.000.000.000,00 menjadi
760 miliar rupiah atau
Rp760 miliar
k. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf
sekaligus dalam teks kecuali dalam dokumen resmi seperti Saya lampirkan tanda terima
uang sebesar Rp199.992,75 (seformulir bank, akta, atau kuitansi.
ratus sembilan puluh sembilan
l.
Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf,
penulisannya harus tepat.
ribu sembilan ratus sembilan
puluh dua dan tujuh puluh lima
perseratus rupiah).
m. Lambang bilangan pada awal kalimat tidak boleh ditulis Lima belas orang tewas dalam
kecelakaan itu atau
dengan angka. Jika perlu, susunan kalimat-kalimat diubah Dalam kecelakaan itu 15 orang
sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu
tewas.
atau dua kata tidak terdapat di awal kalimat.
138
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
D. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Mustakim. 1992. Tanya Jawab Ejaan Bahasa Indonesia untuk Umum. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
1989. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Balai Pustaka.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
1999. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Balai
Pustaka.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Diknas RI. 2002. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka.
Sakri, Adjat. 1992. Ejaan Bahasa Indonesia. Bandung: Penerbit ITB.
Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
139
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
140
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
LAMPIRAN B: KALIMAT EFEKTIF
A. PENDAHULUAN
Sebuah makalah, baik makalah ilmiah maupun populer,
merupakan upaya penulis untuk mengomunikasikan
pemikirannya kepada khalayak luas. Pada saat sebuah tulisan,
dalam hal ini, sebuah makalah dibaca, antara isi makalah dan
pembacanya hanya ada bahasa. Bahasalah yang merupakan
perantara atau media penyampai gagasan penulis kepada
pembaca. Jika karya tulis yang disusun oleh penulis tidak jelas,
tidak akan ada pesan yang dipahami oleh pembaca. Dalam
upaya menyusun sebuah karya tulis kemampuan dan
keterampilan penulis dalam merangkai kalimat memegang
peranan penting.
Kalimat yang efektif
adalah kalimat yang secara
jitu atau tepat mewakili
gagasan atau perasaan
penulis
Untuk itu, penulis harus menguasai persyaratan yang tercakup
dalam kalimat yang efektif. Kalimat yang efektif adalah
kalimat yang secara jitu atau tepat mewakili gagasan atau
perasaan penulis. Untuk dapat membuat kalimat yang efektif,
ada tujuh hal yang harus diperhatikan, yaitu kesatuan gagasan,
kepaduan, penalaran, kehematan atau ekonomi bahasa,
penekanan, kesejajaran, dan variasi. Di samping ketujuh aspek
tersebut ada pula tiga hal lain yang perlu mendapat perhatian
pada saat kita menulis, yakni pilihan kata, ejaan, dan tanda
baca (pungtuasi).
Syarat
kalimat efektif adalah
a. kesatuan gagasan,
b. kepaduan,
c. penalaran,
d. kehematan atau
ekonomi bahasa,
e. penekanan,
f. kesejajaran, dan
g. variasi
B. KESATUAN GAGASAN
Seperti halnya paragraf, gagasan sebuah kalimat harus jelas.
Jika gagasan utama sebuah paragraf terletak dalam kalimat
pokok atau utama, gagasan utama kalimat terletak pada subjek
dan predikat kalimat. Sebuah kalimat, terutama kalimat dalam
laras ilmiah, harus mengandung sebuah subjek dan predikat.
Ketentuan tersebut dapat dilanggar dalam laras komik, laras
dongeng, atau tulisan berjenis narasi dan deskripsi.
Dalam tata bahasa Indonesia dikenal lima fungsi dalam
kalimat, masing-masing adalah subjek, predikat, objek,
pelengkap, dan keterangan. Subjek dan predikat merupakan
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
Sebuah kalimat dalam laras
ilmiah harus mengandung
sebuah subjek dan predikat.
Lima fungsi dalam
kalimat
a. subjek,
b. predikat,
c. objek,
d. pelengkap, dan
e. keterangan
141
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
inti kalimat. Inti kalimat yang memiliki predikat berupa kata
kerja yang transitif dapat dilengkapi oleh objek. Kalimat yang
memiliki predikat berupa kata kerja yang intrasitif dapat
diikuti oleh pelengkap.
Subjek adalah bagian kalimat yang menandai apa yang
dinyatakan oleh penulis. Subjek dapat berupa kata benda, kata
kerja, frase yang dibendakan, atau klausa terikat.
Subjek
adalah
bagian kalimat
yang menandai apa
yang dinyatakan
oleh penulis.
Predikat adalah bagian kalimat yang menandai apa yang
dinyatakan oleh penulis tentang subjek. Dalam bahasa
Indonesia, predikat dapat berupa kata kerja, kata benda, kata
sifat, kata bilangan, frase berkata depan. Perilaku predikat
dalam bahasa Indonesia berbeda dari bahasa-bahasa barat,
seperti Inggris, Prancis, atau Jerman.
Predikat
adalah
bagian kalimat
yang menandai apa
yang dinyatakan
oleh pembicara
tentang subjek.
Objek adalah bagian kalimat yang melengkapi kata kerja
sebagai hasil perbuatan, yang dikenai perbuatan, yang
menerima, atau yang diuntungkan oleh perbuatan. Untuk itu,
dibedakan antara objek langsung dan objek tak langsung.
Objek berupa kata benda, frase yang dibendakan, atau klausa
terikat. Predikat yang membutuhkan objek adalah kata kerja
transitif yang ditandai oleh kata berawalan me-, me-i, atau mekan.
Objek
adalah
bagian kalimat yang
melengkapi kata kerja
sebagai hasil
perbuatan,
yang dikenai
perbuatan, yang
menerima, atau
yang diuntungkan oleh
perbuatan.
Pelengkap adalah bagian klausa yang merupakan bagian dari
predikat kata kerja yang menjadikannya predikat lengkap.
Beda pelengkap dari objek adalah bahwa objek dalam kalimat
transitif aktif dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif.
Predikat yang diikuti oleh pelengkap adalah kata berawalan
ber-, ter-, ke-an, ber-an, ber-kan, atau kata-kata menjadi,
merupakan. Ada berbagai jenis pelengkap. Sementara ini, yang
didaftarkan dalam pengajaran bahasa adalah sebagai berikut.
Pelengkap subjek
Pelengkap pengkhususan
Pelengkap objek
Pelengkap resiprokal
Pelengkap pelaku
Pelengkap pemeri
Pelengkap
adalah
bagian klausa yang
merupakan bagian dari
predikat kata kerja
yang menjadikannya
predikat lengkap.
Pelengkap musabab
142
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Keterangan adalah bagian kalimat yang tidak merupakan inti
kalimat. Keterangan berfungsi meluaskan atau membatasi
makna subjek atau predikat. Jika keterangan dalam kalimat
dihilangkan, informasi yang terkandung dalam kalimat tidak
akan berubah. Keterangan dalam kalimat dapat ditandai oleh
kata depan (preposisi) yang mendahuluinya. Daftar kata depan
ada di akhir makalah ini. Berbagai keterangan yang sementara
ini digunakan dalam pengajaran bahasa adalah sebagai
berikut.
Keterangan akibat
Keterangan perwatasan
Keterangan alasan
Keterangan alat
Keterangan modalitas
Keterangan asal
Keterangan kualitas
Keterangan waktu
Keterangan perlawanan
Keterangan
adalah
bagian kalimat yang
tidak merupakan inti
kalimat.
Keterangan kuantitas
Keterangan tempat
Keterangan objek
Keterangan sebab
Keterangan tujuan
Keterangan subjek
Keterangan syarat
Keterangan peserta
Ada dua jenis kesatuan dalam sebuah kalimat, yaitu kesatuan
tunggal dan kesatuan gabungan atau majemuk. Kalimat yang
mengandung kesatuan tunggal adalah kalimat yang
mengandung hanya sebuah subjek dan sebuah predikat.
Kalimat demikian dapat memiliki objek atau pelengkap dan
dapat pula diperluas oleh keterangan.
Dua jenis kesatuan:
a. kesatuan tunggal dan
b. kesatuan gabungan
atau majemuk.
Kalimat Tunggal
adalah
kalimat yang
mengandung hanya satu
subjek dan satu predikat.
S1 + P1 (+ O/Pel) (+ Ket)
Kalimat yang mengandung kesatuan majemuk atau gabungan
adalah kalimat yang mengandung lebih dari satu subjek dan
predikat. Kesatuan itu dapat bersifat setara (koordinatif) atau
bertingkat (subordinatif). Kesatuan setara adalah penggabungan dua kalimat menjadi sebuah kalimat dengan sebuah kata
hubung atau konjungsi.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
Kalimat majemuk
adalah
kalimat yang
mengandung lebih dari
satu subjek dan predikat
serta dapat bersifat setara
dan bertingkat.
143
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
S1 + P1 + konjungsi + S2 + P2
Kesatuan bertingkat adalah penggabungan dua kalimat atau
lebih dengan cara menyisipkan salah satu kalimat ke dalam
kalimat lainnya diawali oleh sebuah kata hubung. Kalimat yang
menyisip disebut anak kalimat, sedangkan kalimat yang
disisipi disebut induk kalimat.
Kalimat majemuk
bertingkat
mengandung
induk kalimat dan
anak kalimat.
S1
+ P1
Konjungsi + S2 + P2
Bahwa ujian akan diundur sudah diketahui semua orang
Konj + S2 + P2 = S1
P1
Pelengkap
S1 + P1 +
O1
Konjungsi + S2 + P2
Ia mengatakan bahwa Pemilu akan berlangsung
damai.
S1
P1
Konj + S2
+
P2
S1 + P1 +
Keterangan
Konjungsi + S2 + P2
Peraturan itu berlaku setelah dekan baru dilantik.
S1
P1 Konj + S2 + P2
C. KEPADUAN
Kepaduan dalam kalimat berkaitan dengan hubungan timbal balik
yang baik dan jelas di antara unsur-unsur (kata atau kelompok
kata) yang membentuk kalimat itu. Hubungan itu harus logis dan
jelas bagi pembaca. Sering kali, ada kalimat yang terlalu panjang
sehingga sulit bagi pembaca untuk mengetahui maksud penulis.
Perlu diingat bahwa keterangan yang baik adalah keterangan yang
dekat pada hal yang diterangkannya. Jika terlalu banyak
keterangan yang disisipkan ke dalam sebuah kalimat, pembaca
akan kehilangan fokus.
144
Kepaduan
adalah
hubungan timbal balik
yang baik dan jelas
di antara unsur-unsur
yang membentuk kalimat
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
D. PENALARAN
Kesatuan dan kepaduan dalam kalimat tidak akan tercapai jika
tidak disertai oleh penalaran. Penalaran adalah suatu alur
berpikir yang berusaha agar kalimat dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dipahami dengan mudah, cepat, tepat,
serta tidak menimbulkan kesalahpahaman. Unsur-unsur dalam
kalimat dihubung-hubungkan sehingga membentuk kesatuan
pikiran yang masuk akal.
Kalimat majemuk, kalimat yang panjang dan luas merupakan
kalimat yang mengandung gabungan gagasan. Gagasangagasan itu dihubungkan secara logis oleh kata hubung atau
konjungsi. Berikut ini, didaftarkan berbagai hubungan yang
terbentuk di antara unit-unit bahasa dengan penggunaan kata
hubung tertentu. Di dalam tulisan karya tulis, hubungan logis
harus diungkapkan secara eksplisit agar pembaca mudah
memahami maksud penulis. Bahasa Indonesia mengenal tiga
macam hubungan logis.
1. Hubungan koordinatif adalah hubungan setara di antara
bagian-bagian kalimat (proposisi). Contoh: Museum itu
kecil, tetapi memiliki koleksi yang sangat berharga.
Hubungan koordinatif dengan makna tertentu ditandai oleh
kata hubung tertentu, sebagai berikut.
1) Hubungan penambahan: dan
Penalaran
adalah
suatu alur berpikir
agar kalimat dapat
dipertanggungjawabkan,
dapat dipahami dengan
mudah, cepat, tepat, serta
tidak menimbulkan
kesalahpahaman
Tiga macam hubungan
logis
a. hubungan koordinatif
(setara)
b. hubungan korelatif
(saling kait)
c. hubungan subordinatif
(kebergantungan)
Hubungan koordinatif
adalah hubungan setara
yang ditandai oleh
1) hubungan penambahan
2) hubungan pendampingan
3) hubungan pemilihan
4) hubungan perlawanan
5) hubungan pertentangan
2) Hubungan pendampingan: serta
3) Hubungan pemilihan: atau
4) Hubungan perlawanan: tetapi, melainkan
5) Hubungan pertentangan: padahal, sedangkan
2. Hubungan korelatif adalah hubungan saling kait di
antara bagian-bagian kalimat. Contoh: Istana itu tidak
hanya menarik, tetapi juga merupakan warisan sejarah.
Hubungan korelatif ditandai oleh kata sambung yang
menunjuk hubungan logis tertentu.
1) Hubungan penambahan: baik ... maupun ...; tidak hanya
..., tetapi juga ...; bukan hanya ..., melainkan juga ...
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
Hubungan korelatif
adalah hubungan saling
kait yang ditandai oleh
1) hubungan penambahan
2) hubungan perlawanan
3) hubungan pemilihan
4) hubungan akibat
5) hubungan penegasan
145
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
2) Hubungan perlawanan: tidak ..., tetapi ...; bukan ...,
melainkan ...
3) Hubungan pemilihan: apakah ... atau ...; entah ... entah ...
4) Hubungan akibat: demikian ... sehingga ...; sedemikian
rupa ... sehingga ...
5) Hubungan penegasan: jangankan ..., ... pun ...
3. Hubungan subordinat adalah hubungan kebergantungan
di antara induk kalimat dan anak kalimat. Contoh:
Pertunjukan harus tetap berlangsung meskipun hanya
sedikit penontonnya.
Ada tiga belas macam hubungan subordinatif yang
masing-masing ditandai oleh kata sambung yang
berbeda.
1) Hubungan waktu:
a) awal: sejak, semenjak, sedari.
b) serempak: sewaktu, ketika, tatkala, sementara,
begitu, seraya, selagi, selama, senyampang, sambil,
demi.
Hubungan subordinat
adalah hubungan
ketergantungan yang ditandai
oleh
1) hubungan waktu
2) hubungan syarat
3) hubungan pengandaian
4) hubungan tujuan
5) hubungan perlawanan
6) hubungan pembandingan
7) hubungan sebab
8) hubungan akibat
9) hubungan alat
10) hubungan cara
11) hubungan pelengkap
12) hubungan keterangan
13) hubungan perbandingan
c) posterioritas: setelah, sesudah, sehabis, selesai,
seusai.
d) anterioritas: sebelum.
e) akhir: hingga, sampai.
2) Hubungan syarat: kalau, jikalau (lisan), jika, asal(kan), bila,
manakala, dengan syarat.
3) Hubungan
pengandaian:
umpamanya, sekiranya.
andaikata,
seandainya,
4) Hubungan tujuan: untuk, supaya, agar, biar (lisan).
5) Hubungan perlawanan atau konsesif: biarpun, meski(pun),
walau(pun), sekalipun, sungguhpun, kendati(pun).
6) Hubungan pembandingan: seakan-akan, seolah-olah,
sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, ibarat, daripada,
alih-alih.
7) Hubungan sebab: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab.
146
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
8) Hubungan hasil atau akibat: sehingga, maka(nya), sampai(sampai),
9) Hubungan alat: dengan, tanpa.
10) Hubungan cara: dengan, tanpa.
11) Hubungan pelengkap: bahwa, agar, untuk, apakah (dan
kata tanya lain).
12) Hubungan keterangan: yang.
13) Hubungan perbandingan: sama ... dengan, lebih ...
daripada, berbeda ... dari.
E. KEHEMATAN ATAU EKONOMI BAHASA
Kehematan adalah penggunaan kalimat yang tidak berbelitbelit dan tidak boros kata. Kalimat yang berbelit-belit dapat
memancing kesan bahwa penulis tidak menguasai persoalan
dan hanya menghabiskan waktu pembaca. Kehematan
menyangkut kemahiran dalam soal kaidah bahasa dan
pengetahuan makna kata. Kehematan tidak berarti bahwa kata
yang dibutuhkan atau kata yang menambah nilai arstistik
boleh dihilangkan.
Panjang sebuah kalimat yang mudah dicerna oleh pembaca
umum atau anak-anak adalah 15—20 kata. Untuk pembaca
dengan tingkat pendidikan universitas, dengan kemampuan
sintesis yang lebih tinggi, kalimat dapat dibangun oleh lebih
dari 25 kata. Akan tetapi, tidak dianjurkan kalimat yang
mengandung lebih dari 30 kata.
Kehematan dapat diperoleh dengan lima cara sebagai berikut.
a. Menggunakan kata yang lugas dan imbuhan yang jelas.
b. Menghindari penggunaan subjek yang sama dalam sebuah
kalimat.
c. Menghindari penggunaan hiponimi.
d. Menghindari penggunaan kata depan (preposisi) di depan
kalimat.
Kehematan
adalah
penggunaan kalimat yang
tidak berbelit-belit dan
tidak boros kata
Cara memperoleh
kehematan
a. menggunakan kata yang
lugas;
b. menghindari penggunaan
subjek yang sama;
c. menghindari penggunaan
hiponimi;
d. menghindari penggunaan
kata depan di awal
kalimat;
e. menghindari penggunaan
kata ulang jika sudah ada
kata bilangan.
e. Menghindari penggunaan kata ulang jika sudah ada kata
bilangan di depan kata benda.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
147
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
F. PENEKANAN DALAM KALIMAT
Gagasan utama dalam sebuah kalimat tidak sama dengan
penekanan atas sebuah kata dalam kalimat. Penekanan dalam
sebuah kalimat adalah usaha penulis untuk menampilkan
fokus dalam kalimat. Penekanan dalam kalimat dapat bergeser
dari satu kata ke kata lain dalam sebuah kalimat, sedangkan
gagasan utama dalam kalimat tidak dapat dipindah-pindah.
Penekanan diberikan untuk menjaga minat pembaca. Dalam
ragam lisan, penekanan dapat diperoleh dengan memberi
tekanan pada kalimat dengan intonasi tertentu disertai dengan
mimik dan gerak tubuh.
Dalam ragam tulis, ada berbagai cara untuk memberi tekanan
kepada kata dalam sebuah kalimat.
a. Mengubah posisi dalam kalimat, yaitu dengan meletakkan
kata atau kelompok kata yang penting di awal kalimat.
b. Mengulang kata yang dianggap penting dalam kalimat.
Penekanan
adalah
usaha penulis untuk
menampilkan fokus
dalam kalimat
2)
Cara Memberi
Tekanan
a. Mengubah posisi dalam
kalimat.
b. Mengulang kata yang
dianggap penting dalam
kalimat.
c. Mempertentangkan kata
atau gagasan dengan
kata atau gagasan lain
dalam kalimat.
d. Memberi partikel penekan
pada kata yang akan
ditonjolkan dalam kalimat.
c. Mempertentangkan sebuah kata atau gagasan dengan kata
atau gagasan lain dalam kalimat sehingga muncullah
gagasan yang dipentingkan.
d. Memberi partikel penekan
ditonjolkan dalam kalimat.
pada
kata
yang
akan
G. KESEJAJARAN
Kesejajaran adalah perincian beberapa unsur yang sama
penting dan sama fungsinya secara berurutan dalam kalimat.
Dalam penyusunan itu, harus diperhatikan bahwa digunakan
bentuk bahasa yang sama atau konstruksi yang sama.
Kesamaan itu penting untuk menjaga pemahaman dan fokus
pembaca. Kesejajaran atau paralelisme itu terwujud dalam
bentuk sebagi berikut.
a. Jika urutan dinyatakan dalam kelompok kata (frase),
urutan berikutnya harus dinyatakan dalam kelompok kata
(frase) juga.
b. Jika urutan dinyatakan dalam kelas kata tertentu, urutan
berikutnya harus dinyatakan dalam kelas kata yang sama.
148
Kesejajaran
adalah
perincian beberapa unsur
yang sama penting dan sama
fungsinya secara berurutan
dalam kalimat.
Syarat Kesejajaran
a.Jika urutan dinyatakan
dalam kelompok kata
(frase), urutan berikutnya
harus dinyatakan dalam
kelompok kata (frase) juga
b.Jika urutan dinyatakan
dalam kelas kata tertentu,
urutan berikutnya harus
dinyatakan dalam kelas
kata yang sama.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
H. VARIASI
Variasi dalam kalimat adalah penggunaan berbagai pola
kalimat untuk mencegah kebosanan pembaca dan untuk
menjaga agar minat dan perhatian pembaca tetap terpelihara.
Ada berbagai variasi dalam kalimat, yakni
a. Cara mengawali sebuah kalimat:
Variasi
adalah
penggunaan berbagai pola
kalimat untuk mencegah
kebosanan pembaca dan
untuk menjaga agar minat
dan perhatian pembaca tetap
terpelihara.
1) Subjek pada awal kalimat,
2) Predikat pada awal kalimat, atau
3) Keterangan pada awal kalimat.
b. Panjang pendek kalimat.
c. Jenis kalimat, seperti kalimat berita, kalimat perintah.
d. Kalimat aktif dan pasif.
a) Jenis Variasi
dalam Kalimat
a. cara mengawali kalimat.
b. panjang pendek kalimat.
c. jenis kalimat.
d. kalimat aktif dan pasif.
e. kalimat langsung dan
tidak langsung.
e. Kalimat langsung dan tidak langsung.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
149
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
I. DAFTAR KONJUNGSI
adapun
agar
agar supaya
akan tetapi
alih-alih
alkisah
andaikata
apabila
apalagi
arkian
asal
asalkan
atau
bahkan
bahwa
bahwasanya
baik… ataupun ...
baik… baik ...
baik… maupun ...
begitu
begitu… begitu ...
berhubung
bertambah… bertambah ...
biar
biar…asal ...
biarpun
biarpun begitu
bilamana
bukan ... melainkan ...
bukan hanya ... melainkan ...
boro-boro (nonbaku)
dalam pada itu
dan
dan lagi
daripada
demi
di mana
di mana … di situ ...
di samping
di samping itu
entah…entah…
gara-gara (nonbaku)
hanya
hatta
hingga
hubaya-hubaya
itu pun
jangan-jangan
jangankan
jangankan …selang
jika
jika kiranya
jikalau
kalau (nonbaku)
kalau-kalau (nonbaku)
kalaupun
karena
kecuali
kemudian
kendati
kendatipun
ketika
kian… kian
lagi
lagi pula
lalu
lamun
lantaran
lantas (nonbaku)
lebih-lebih
lebih-lebih lagi
maka
maka itu
makin… makin…
malah
malahan
mana pula
manakala
manalagi
melainkan
mengenai
mentang-mentang
meski
meskipun
meskipun begitu
meskipun demikian
misalnya
namun
nan
oleh karena
oleh karena itu
omong-omong (nonbaku)
padahal
sambil
sampai
sampai-sampai
seakan-akan
seandainya
sebab
sebaliknya
sebelumnya
sebermula
sedang
sedangkan
sehingga
sekalipun
sekalipun begitu
sekalipun demikian
sekiranya
selain
selain itu
selanjutnya
sembari (nonbaku)
sementara
sementara itu
seolah-olah
seraya
serta
sesudah itu
sesungguhnya
setelah itu
setelah sudah… maka
sungguhpun begitu
sungguhpun demikian
supaya
syahdan
tambahan lagi
tambahan pula
tapi (nonbaku)
tatkala
tempat
tengah
teringatnya
tetapi
tiap kali
umpamanya
waktu
walapun demikian
walau
walaupun
ya… ya ...
yaitu
yakni
yang
150
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
J. DAFTAR PREPOSISI
akan
akibat
antar
antara
antara… dan …
bagai
bagaikan
bagi
bak
berbeda dengan
berhadapan
berhadapan dengan
berhubung
berhubungan dengan
berkat
berkenaan dengan
berlainan dengan
berlawanan dengan
bersamaan dengan
bersangkutan dengan
bertentangan dengan
bertolak dari
buat
dalam
dari
dari antara
daripada
dari … ke
dari…sampai …
dari … hingga …
demi
dengan
di
guna
hingga
karena
ke
kecuali
kepada
ketimbang (nonbaku)
kurang
laksana
lantaran
lewat
melalui
mengenai
mengingat
mengingat akan
menimbang
menjelang
menuju
menuju ke
menurut
menyangkut
oleh
oleh karena
oleh sebab
pada
pasal
per
peri
perihal
perkara
sama (nonbaku)
sampai
sampai dengan
sebagai
sebagaimana
secara
sedari
seingat
seiring
sejajar
sejak
sejak dari
sejak … hingga …
sejak … sampai …
sejalan
sekeliling
sekitar
selain
selain dari
selain daripada
selama
selaras
semacam
semenjak
seperti
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
sepanjang
sesuai dengan
tanpa
tentang
terhadap
tinimbang (nonbaku)
untuk
waktu
151
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
K. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed.
ke-2. Jakarta: Balai Pustaka.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.
Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka
Jaya.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdiknas. 1999. Pedoman Ejaan yang
Disempurnakan. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka.
Sakri, Adjat. 1995. Bangun Kalimat Bahasa Indonesia. (Ed. ke-2) Bandung: Penerbit ITB
Bandung.
Soedjito. 1986. Kalimat Efektif. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
Widiastuti, Udiati. 1995. Panduan Pustaka: Kalimat Efektif Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
152
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
LAMPIRAN C: CARA MENGACU
Dalam kegiatan penulisan ilmiah, tidak seorang penulis
pun berhak menambahkan pendapatnya pada apa yang
ditulisnya, apalagi menyatakan bahwa pendapat tersebut
adalah pendapat pribadinya. Dalam dunia ilmiah, setiap
komentar, setiap pendapat, bahkan setiap kata harus
dipertanggungjawabkan penulis. Bentuk pertanggungjawaban
tertulis yang lazim dalam kegiatan penulisan ilmiah adalah
rujukan atau acuan.
Rujukan atau acuan dapat berupa (1) daftar pustaka, (2)
daftar acuan, (3) pengacuan di awal kalimat, (4) pengacuan di
akhir kalimat, (5) pengacuan di akhir paragraf, dan (6) catatan
kaki. Setiap macam rujukan mematuhi aturan tertentu, yang
ditetapkan lembaga, media, atau bidang selingkung masingmasing. Misalnya, aturan pengacuan yang diberlakukan untuk
skripsi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Unversitas Indonesia tidak sama dan tidak berlaku untuk
skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Demikian
pula, cara mengacu di majalah Sari Pediatri (Ikatan Dokter
Anak Indonesia) tidak sama dengan cara yang dianut majalah
Makara Universitas Indonesia.
Majalah Makara bahkan
membedakan cara mengacu untuk majalah Makara, Sosial
Humaniora; Makara, Sains; Makara, Teknologi; Makara,
Kesehatan.
RUJUKAN
bentuk tertulis
pertanggungjawaban
penulis karya ilmiah
mengenai apa yang
ditulisnya.
RAGAM RUJUKAN
1. Daftar Pustaka
2. Daftar Acuan
3. Pengacuan di awal
kalimat
4. Pengacuan di akhr
kalimat
5. Pengacuan di akhir
paragraf
6. Catatan Kaki
1. Daftar Pustaka
Frasa Daftar Pustaka bersinonim dengan Bibliografi dan
Kepustakaan, yaitu “semua buku, karangan, dan tulisan
mengenai suatu bidang ilmu, topik, gejala, atau kejadian” (KBBI
Ed. ketiga 2002: 912). Sumber yang didaftarkan mencakup
sumber-sumber yang diacu dan yang tidak diacu. Sumber yang
diacu adalah sumber yang digunakan penulis sebagai sumber
informasi untuk tulisannya. Sumber yang tidak diacu adalah
sekalian buku dan sumber pustaka lain yang pernah dibaca
penulis, tetapi, mungkin, tidak digunakan untuk penyusunan
tulisannya. Ada arti lain yang dikandung istilah kepustakaan,
yaitu “sumber acuan” (KBBI Ed. ketiga 2002: 912), Akan
tetapi, arti tersebut lebih tepat digunakan untuk ragam
rujukan yang kedua, yaitu Daftar Acuan.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR PUSTAKA
bersinonim dengan
Bibliografi dan
Kepustakaan,
yaitu semua buku,
karangan, dan tulisan
mengenai suatu bidang
ilmu, topik, gejala, atau
kejadian (KBBI Ed. ketiga
2002: 912).
153
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
2. Daftar Acuan
Acu berarti “menunjuk (kepada); merujuk” dan acuan
berarti “rujukan; referensi” (KBBI Ed. ketiga 2002: 4–5).
Dengan demikian, arti kedua kepustakaan, yaitu “daftar kitab
yang dipakai sebagai sumber acuan untuk mengarang dan
sebagainya” (KBBI Ed. ketiga 2002: 912) sangat tepat
menggambarkan pengertian yang dikandung Daftar Acuan,
yang bersinonim dengan Daftar Rujukan dan Daftar Referensi.
Dengan kata lain, dalam Daftar Acuan hanya didaftarkan
sumber-sumber pustaka yang memang dan benar diacu
penulis untuk menyusun tulisannya. Daftar Acuan memuat
sekalian pustaka yang menjadi sumber sintesis kerangka
pemikiran penulis serta melandasi alasan pemilihan topik,
metode penelitian, dan proses analisisnya.
DAFTAR ACUAN
bersinonim dengan
Daftar Rujukan dan
Daftar Referensi,
yaitu daftar kitab yang
dipakai sebagai sumber
acuan untuk mengarang
dan sebagainya
(KBBI Ed. ketiga 2002:
912)
Baik Daftar Pustaka, maupun Daftar Acuan memiliki
beragam sistem penyusunan. Dalam Modul 4 Daftar Pustaka,
telah diuraikan beberapa sistem yang ada serta contoh
masing-masing.
3. Pengacuan di awal kalimat
Kolom terakhir Tabel Ragam Rujukan (halaman 11)
mencantumkan contoh cara mengacu di awal kalimat pada butir (a).
4. Pengacuan di akhir kalimat
Kolom terakhir Tabel Ragam Rujukan (halaman 161)
mencantumkan contoh cara mengacu di akhir kalimat pada
butir (b).
5. Pengacuan di akhir paragraf
Cara menuliskan pengacuan di akhir paragraf sama
dengan di akhir kalimat. Jika sumber yang diacu—baik di awal
atau akhir kalimat maupun akhir paragraf—lebih dari satu,
urutan pencantumannya diawali sumber yang tahun
penerbitannya tertua ke tahun yang paling muda. Dengan kata
lain, urutannya tidak berdasarkan abjad penulis sumber yang
diacu. Misalnya, urutan pencantuman bukan Abubakar 1995;
Darwis 1985; Mintuno 2001, melainkan Darwis 1985;
Abubakar 1995; Mintuno 2001.
154
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
6. Catatan Kaki
Catatan kaki adalah “keterangan yang dicantumkan pada
margin bawah pada halaman buku (biasanya dicetak dengan
huruf yang lebih kecil daripada huruf di teks guna
menambahkan rujukan uraian di dalam naskah pokok)” (KBBI
Ed. ketiga 2002: 196).
Jika keterangan semacam itu
ditempatkan di akhir bab atau, bahkan, di akhir karangan,
catatan itu disebut sebagai Keterangan atau Catatan Belakang.
Hubungan antara catatan kaki dan teks yang diberi
penjelasan, biasanya, dinyatakan dengan nomor penunjukan
yang sama untuk teks dan catatan kakinya. Baik di dalam teks,
maupun pada catatan kakinya, nomor tersebut dicetak sebagai
superskrip, yaitu huruf yang berukuran lebih kecil daripada
teks dan berada sekitar setengah spasi lebih tinggi daripada
teks. Dengan peranti lunak MS-Word, misalnya, pembuatan
catatan kaki dapat dilakukan secara otomatis1. Pilihan untuk
menandai hubungan juga tersedia beragam, misalnya dapat
berupa nomor urut angka arab (1,2,3…), angka romawi kecil (i,
ii, iii, …), huruf kecil (a, b, c, …), tanda asterisk (*), atau tanda
salib (†).
CATATAN KAKI
keterangan yang
dicantumkan pada margin
bawah pada halaman buku
(biasanya dicetak dengan
huruf yang lebih kecil
daripada huruf di teks guna
menambahkan rujukan
uraian di dalam naskah
pokok
(KBBI Ed. ketiga
2002: 196)
Unsur-unsur catatan kaki
Unsur-unsur catatan kaki, umumnya, sama dengan data
pustaka suatu Daftar Acuan, yaitu (1) penulis, (2) judul, (3)
data pustaka berupa tempat dan tahun penerbitan, serta (4)
jilid dan nomor halaman.
Saat pertama kali merujuk suatu sumber, nama penulis
sumber tidak dibalik dan data pustaka dituliskan lengkap.
Contoh: 1Joseph Gibaldi, MLA Handbook for Writers of Research
Papers. 5th ed. (New York: MLA, 1999), hlm. 35.
a. Nama penulis sumber ditulis lengkap, tidak dibalik
karena referensi pertama;
1
Ini contoh pembuatan catatan kaki secara otomatis yang menggunakan nomor urut.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
155
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
b. Antara nama
penulis sumber dan judul buku
digunakan tanda koma, bukan titik. Sebaliknya, antara
judul buku dan data pustaka tidak ada titik ataupun
koma (pada contoh, tanda titik digunakan karena
menandai singkatan kata edition);
c. Tempat, penerbit, dan tahun penerbitan sumber
pustaka diapit tanda kurung. Nama tempat dibubuhi
tanda titik dua, kemudian diikuti nama penerbit yang
diakhiri tanda koma, dan diikuti angka tahun
penerbitan.
Jika catatan kaki yang berikut menunjuk kepada karya
yang telah dirujuk dalam catatan nomor sebelumnya,
digunakan singkatan ibid. (= ibidem), yang berarti di tempat
yang sama. Jika halaman yang dirujuk berbeda, sesudah
singkatan ibid. dicantumkan pula nomor halamannya. Jika
nomor halamannya sama, cukup ibid.
Contoh: 2Ibid. hlm. 40.
Jika catatan kaki menunjuk kembali kepada sumber yang telah
disebut lebih dahulu, tetapi sudah diselingi sumber lain, digunakan
singkatan op. cit. atau loc. cit., tergantung pada jenis sumber yang
diacu.
Singkatan op.cit. (= opere citato), yang berarti karya yang
telah dikutip, digunakan jika catatan itu menunjuk kembali
kepada sumber buku yang telah disebut lebih dahulu, tetapi
sudah diselingi sumber lain.
SINGKATAN
ibid. = ibidem (di tempat
yang sama)
loc. cit. = loco citato
(bagian
karangan yang
dikutip)
op. cit. = opere citato
(karya yang
telah dikutip)
Contoh: 6Gibaldi op. cit. hlm. 45.
Singkatan loc. cit. (= loco citato), yang berarti bagian
(suatu) karangan yang dikutip, digunakan jika catatan kaki
menunjuk kepada sebuah artikel dalam buku himpunan
karangan, majalah, harian, atau ensiklopedia yang telah
disebut sebelumnya, tetapi diselingi oleh catatan bersumber
lain. Karena artikel merupakan bagian dari buku himpunan
karangan, majalah, harian, atau ensiklopedia, ia tidak
merupakan karya atau opus sehingga digunakan locus, yang
berarti tempat.
156
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Contoh: 8Robert Ralph Bolgar, “Rhetoric,” Encyclopaedia Brittanica
(1970), XIX, 257–260. ( Nomor jilid dinyatakan dengan
angka romawi.)
9Keraf, Komposisi, hlm. 125.
10Bolgar, loc. cit., hlm. 260.
Jika ada lebih dari satu buku ditulis orang yang sama dan
buku-buku itu dirujuk, nama penulis diikuti satu bentuk
singkat dari judul yang dimaksud agar tidak menimbulkan
keraguan.
Contoh:
3Gorys
Keraf, Argumentasi dan Narasi (Jakarta: Gramedia,
1982), hlm. 25.
4Gorys
Keraf, Komposisi. Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa
(Ende: Nusa Indah, 1994), hlm. 50.
5Keraf,
Argumentasi, hlm. 60.
Nama penulis kedua, ketiga, dan seterusnya dari satu sumber
pustaka ditulis semua.
Contoh:
7Sabarti
Akhadiah, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan,
Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia (Jakarta:
Erlangga, 1988), hlm. 35.
Jika tidak ada nama penulis, catatan kaki dimulai dengan judul
buku atau judul artikel.
Contoh:
14”Vaccination,”
Encyclopaedia Brittanica (4th ed.), XXII, 921–
923.
Jika karangan diambil dari suatu himpunan artikel, nama
pengarang didahulukan, sedangkan editor atau penyunting buku
himpunan mengikutinya.
Contoh:
15Harimurti
Kridalaksana, “Pembentukan Istilah Ilmiah dalam
Bahasa Indonesia,” Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai
Tjermin Manusia Indonesia Baru, ed. Lukman Ali (Djakarta,
1967), hlm. 84–85.
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
157
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Contoh penerapan pengacuan dengan sistem catatan kaki.
1Joseph
Gibaldi, MLA Handbook for Writers of Research Papers. 5th ed.
(New York: MLA, 1999), hlm. 35.
2Ibid. hlm. 40.
3Gorys
Keraf, Argumentasi dan Narasi (Jakarta: Gramedia, 1982), hlm.
25.
4Gorys
Keraf, Komposisi. Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa (Ende:
Nusa Indah, 1994), hlm. 50.
5Keraf,
Argumentasi, hlm. 60.
6Gibaldi
op. cit. hlm. 45.
7Sabarti
Akhadiah, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan, Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia (Jakarta: Erlangga, 1988), hlm.
35.
8Robert
Ralph Bolgar, “Rhetoric,” Encyclopaedia Brittanica (1970), XIX,
257–260.
9Keraf, Komposisi, hlm. 125.
10Bolgar, loc. cit., hlm. 260.
11Akhadiah et al., op. cit., hlm. 65.
12Ibid. hlm. 40.
13H. Soebadio, “Penggunaan Sansekerta dalam Pembentukan Istilah
Baru,” Madjalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, I(April, 1963), hlm. 47–58.
14”Vaccination,”
Encyclopaedia Brittanica (4th ed.), XXII, 921–923.
15Harimurti Kridalaksana, “Pembentukan Istilah Ilmiah dalam Bahasa
Indonesia,” Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai Tjermin Manusia
Indonesia Baru, ed. Lukman Ali (Djakarta, 1967), hlm. 84–85
158
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
159
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
160
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
161
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
162
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
163
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
LAMPIRAN D: CONTOH PETUNJUK UNTUK PENULIS
MAJALAH MAKARA
164
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
165
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
166
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
167
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
168
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
169
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
170
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
171
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
172
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
173
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
174
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
175
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
176
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
LAMPIRAN E: TANDA-TANDA KOREKSI
= Tanda-tanda yang menunjuk pada unsur-unsur yang harus diperbaiki.
Biasanya, jika terdapat banyak kesalahan pada baris yang sama, atau pada
halaman tertentu. Di pias (margin) kertas, tanda tersebut dilengkapi perbaikan
yang dimaksud.
= Tanda pembalikan urutan huruf atau kata. Urutan huruf yang salah
sering kali didapati pada naskah.
= Tanda pemisahan atau penambahan jarak antarhuruf atau antarkata.
= Tanda penyambungan atau pengrapatan jarak antarhuruf atau antarkata.
= Tanda penyisipan huruf atau kata.
= Tanda penggabungan larik atau baris.
= Tanda pengrapatan jarak antarhuruf sebuah kata.
= Tanda pemberian jarak antarhuruf sebuah kata.
Contoh:
Teks setelah dikoreksi:
Huru-hara di dunia mahasiswa Perancis didahului gejala serupa itu di Jerman
dan Polandia. Semua itu menunjukkan suatu pola umum dalam gejolak remaja di dunia.
Dalam hubungan ini, patut diingat peranan aksi-aksi mahasiswa bulan Februari-Maret
1966 dan seterusnya. Ragi apakah yang memicu gerakan itu?
Sumber: Keraf, G. 1989. Komposisi. Sebuah pengantar kemahiran bahasa. Nusa Indah, Ende: 258–259. (cf.
Rifai, M.A. 1995. Pegangan gaya penulisan, penyuntingan, dan penerbitan karya ilmiah Indonesia. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta: 112.)
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
177
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
CARA CEPAT MENGOREKSI NASKAH
Tulisan di bawah ini merupakan bagian dari Latar Belakang sebuah buram Usulan
Penelitian. Kesatuan dan kepaduan paragraf tidak efektif
Sumber: Keraf, G. 1989. Komposisi. Sebuah pengantar kemahiran bahasa. Nusa Indah, Ende: 258–259. (cf.
Rifai, M.A. 1995. Pegangan gaya penulisan, penyuntingan, dan penerbitan karya ilmiah Indonesia. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta: 112.
178
PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
Download