perilaku serangga (oviposisi, orientasi dan migrasi)

advertisement
TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH ENTOMOLOGI PERTANIAN
“PERILAKU SERANGGA (OVIPOSISI, ORIENTASI DAN MIGRASI)”
Oleh Kelompok 4 :
Septi Mauludina
105040201111113
Maziatul Umi Azizah
105040201111155
Desi Herawati
105040201111069
Awitya Anggara
105040203111007
Erfika Yustianita
105040203111015
Ahmad Muhlisin
105040204111005
Putri Setya Rahmita
105040204111016
Dewi Fajarwati
105040205111001
Kelas : C
Dosen : Dr.Ir. Toto Himawan, SU
JURUSAN HAMA PENYAKIT TUMBUHAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
PENDAHULUAN
Serangga berkembang dari telur-telur yang ditempatkan oleh betina pada tempat-tempat
yang dapat menjamin kelangsungan keturunannya. Oleh karena itu dalam menilai populasi
serangga, potensi yang ada pada telur tidak dapat diabaikan. Jumlah telur yang dihasilkan oleh
suatu serangga betina pada spesies-spesies yang berbeda sangat bervariasi, umumnya rata-rata
jumlah telur kurang lebih dari 100 butir. Semua telur dapat diletakkan dalam waktu yang sama,
atau hanya beberapa butir dalam sehari selama beberapa hari.
Serangga memiliki kemampuan tersendiri untuk menghadapi kondisi lingkungannya.
Aktivitas serangga dipengaruhi juga oleh kebutuhannya untuk makan, kelakuan makan seekor
serangga, apa yang dimakannya dan bagaimana ia makan, biasanya menentukan nilai ekonomi
suatu serangga. Makanan serangga dapat berbagai macam, bisa berupa tumbuhan atau hewan,
dan bisa dalam keadaan mati ataupun dalam keadaan hidup. Banyak serangga yang khas dalam
makanannya, jika mereka tidak memperolehnya mereka akan kelaparan dan akan berpindah ke
tempat lain, dan ada juga serangga yang beralih jenis makanannya jika tidak ditemukannya.
Semua serangga mempunyai organ indera sehingga serangga dapat melihat, mencium,
mencicipi, mendengar, dan menyentuh lingkungannya. Karena hal tersebut sama dengan apa
yang dialami oleh manusia dengan pancainderanya, maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa
serangga melihat apa yang manusia lihat, mendengar apa yang manusia dengar, memcium apa
yang manusia cium, dan lain sebagainya. Tetapi bukti-bukti dari hasil percobaan menunjukkan,
bahwa kemampuan sensori serangga sangat berbeda, baik mutu (kualitas) dan banyaknya
(kuantitasnya), dengan manusia dan vertebrata lain.
OVIPOSISI
Oviposisi adalah menempatkan telur pada posisi dan habitat yang cocok. Tempat
meletakkan telur tiap spesies serangga berbeda-beda. Untuk serangga herbivora kebanyakan
langsung meletakkan telurnya pada tanaman pangan untuk perkembangan keturunannya.
Beberapa parasit ada yg meletakkan telurnya di mana saja dan ada beberapa yg di kehendaki
seperti pada tanah atau air.
Dalam kebanyakan kasus, setidaknya dua cara serangga dalam meletakkan telurnya.
pertama hanya melibatkan diskriminasi umum untuk suatu daerah, bentuk tanaman, atau hewan.
Kedua, memerlukan kondisi sensorik spesifik untuk perilaku yang diperlukan untuk deposisi
telur. Kemoreseptor dan reseptor taktil pada tarsi dan ovipositor, mencicipi substrat dengan
mulut, dan mengguanakan indra lainnya. Setelah menemukan tempat pada tanaman yang cocok
dengan mengigit rasa, maka serangga akan menemukan tanaman yang cocok, dan kemudian
membagi daun dengan ovipositor. Selama oviposisi,betina terus memberi makan. Lalat mencari
kotoran dengan bau, turun, dan rasa kotoran melalui reseptor pada kaki, labellum, dan ovipositor.
jika kotoran memiliki kesesuaian yang tepat seperti kelembaban, konstitusi fisik, dan aroma,
maka telur akan diletakkan.
Beberapa penelitian tentang oviposisi tawon soliter, betina biasanya menggali liang di
dalam tanah, menutup sementara pada galian tersebut, dan kemudian mencari beberapa mangsa
tertentu. orang-orang yang mencari ulat menyengat mereka di setiap segmen untuk mencegah
refleks segmental dan menggigit kepala mangsa untuk mencegah gerakan rahang. lain
menundukkan jangkrik atau laba-laba dalam pola yang sangat tepat. Mangsa kini dilakukan atau
diseret ke pintu masuk liang, sarang dibuka dan dicari, mangsa ditarik dalam, dan telur disimpan
pada mangsa. Urutan diulang sampai sarang cukup lengkap untuk larva. masing-masing. urutan
sebelumnya membutuhkan rangsangan tertentu untuk memulai, dan gangguan sering
menyebabkan baik mengulangi perilaku atau memulai seluruh urutan lagi. Misalnya, pengenalan
buatan mangsa pada waktu yang salah biasanya akan membangkitkan perilaku yang diperlukan
untuk mengusir penjajah bukan memulai pola predator.
ORIENTASI
Sedikit yang diketahui tentang orientasi pada serangga. Serangga memiliki perilaku
(behavior) yang beragam sehingga orientasinya juga berbeda, namun utamanya matahari dan
bulan yang berfungsi sebagai titik referensi penting bagi banyak serangga. Sebagian besar
penelitian masih terbatas dilakukan pada ordo serangga hymenoptera. Banyak tawon mengambil
penerbangan orientasi singkat di sekitar sarangnya sebelum terbang untuk mencari makanan.
Objek seperti pohon, jalan raya, sungai dan batu-batu besar yang digunakan untuk memperbaiki
posisi mereka. Selain itu, matahari juga digunakan sebagai titik acuan oleh banyak lebah dan
semut. Serangga mengkompensasi pergerakan matahari di langit dan mampu kembali ke sarang
dengan menggunakan panduan referensi ini. Dengan cara tarian di mana matahari digunakan
sebagai titik acuan.
Ngengat menggunakan bulan untuk menyesuaikan diri. Normalnya, sudut tertentu yang
digunakan yaitu mata dan bulan yang dipertahankan selama penerbangan. jika ngengat mendekati
cahaya atau api, ia akan mencoba untuk mempertahankan sudut ini ke terang baru "bulan" dan
mulai melakukan gerakan berputar-putar pada cahaya (Wigglesworth, 1972).
Byrne dan timnya membuktikan bahwa kumbang kotoran menggunakan matahari, bulan
dan cahaya terpolarisasi untuk orientasi. Dalam percobaan, mereka memberi kumbang "topi"
yang diblokir cahaya dari mencapai mata mereka. Tim juga menemukan bahwa kumbang naik di
atas bola kotoran mereka untuk melakukan orientasi "tarian" di mana mereka menemukan
sumber cahaya digunakan untuk orientasi.
MIGRASI
Migrasi diartikan sebagai perpindahan, yang pada binatang dapat diperluas artinya
menjadi, perpindahan dari satu habitat ke habitat yang lain yang lebih baik (cocok). Fenomena
perpindahan ini umum terjadi pada binatang, termasuk serangga. Perilaku ini terutama dipicu
oleh kondisi lingkungan abiotik yang tidak mendukung, misalnya karena terjadi perubahan suhu
dan kelembaban yang drastis akibat perubahan musim. Perubahan-perubahan tersebut berdampak
pula terhadap ketersediaan pakan bagi si serangga, sehingga alasan lain perpindahan secara
massal ini juga dalam rangka untuk mendapatkan lokasi yang menyediakan pakan, dan biasanya
sekaligus sebagai tempat berbiak yang lebih memadai.
Johnson (1966) menggunakan waktu perkembangan menuju dewasa pada kriteria
pembagiannya, sehingga dihasilkan tiga jenis migrasi yaitu :
1. Short-lived adults meninggalkan tempat berkembangbiaknya menuju suatu tempat yang
barudan mati dalam satu musim. Contoh : serangga, lebah, dan belalang.
2. Short-lived adults melakukan migrasi untuk mencari makan dan kembali untuk berbiak.
Contoh : Beberapa beetles, nyamuk, dansebagian besar dari capung.
3. Long-lived adults merupakan jenis migrasi dari setelah maupun sebelum hibernasi atau
aestivating dan mau tidak mau akan berbiak mengikuti musim saat itu. Contoh : beetles,
monarch buterflies, dan kebanyakan noctuid moths.
Migrasi dilakukan oleh banyak spesies serangga, meskipun hanya beberapa serangga yang
tercatat melakukan migrasi yang dikategorikan fenomenal, contohnya migrasi musiman Kupukupu Raja (Monarch Butterfly), Danaus plexippus (Lepidoptera: Danaidae). Pada musim dingin
mereka berpindah dari daerah asal di Amerika Utara (termasuk Kanada) ke bagian selatan yang
lebih hangat, misalnya di wilayah selatan-tengah Meksiko (Garland & Davis, 2002), atau Kuba
(Dockx et al., 2004). Setelah musim semi tiba, mereka akan bergerak pulang ke daerah asalnya di
bagian utara Amerika. Jarak yang mampu mereka tempuh tercatat sampai 4000 km. Namun,
migrasi serangga ini masih menarik banyak peneliti untuk meneliti mekanisme dan pola-pola
migrasi yang mereka lakukan. Penelitian Herman dan Tatar (2001) menjelaskan bahwa peranan
hormon pemudaan (juvenile hormon) sangat penting dalam menentukan perilaku migrasi Kupukupu Raja. Serangga-serangga lain yang tercatat melakukan migrasi jarak jauh adalah kutu afid
(Dixon et al, 1993), semut (Folgarait et al., 2008), dan wereng (Otuka et al., 2005).
Sebagai kesimpulan, migrasi merupakan salah satu strategi bertahan pada serangga
terhadap goncangan lingkungan. Namun, di sisi lain, beberapa pengamatan, misalnya oleh Sparks
et al. (2007) tentang peningkatan migrasi serangga, misalnya kupu-kupu dan ngengat di Eropa,
memunculkan kekuatiran bahwa perubahan frekuensi dan pola migrasi serangga juga
menunjukkan terjadinya perubahan lingkungan yang berujung pada ketidakstabilan lingkungan,
seperti yang juga dikuatirkan oleh Brower dan Malcolm (1991), yaitu bahwa perubahan pola
migrasi pada dasarnya dapat dimaknai sebagai perubahan lingkungan hidup yang kemungkinan
berakibat pada kepunahan spesies-spesies binatang, termasuk serangga.
KESIMPULAN

Oviposisi adalah menempatkan telur pada posisi dan habitat yang cocok.

Dua cara serangga dalam meletakkan telurnya, yaitu:
1. Hanya melibatkan diskriminasi umum untuk suatu daerah, bentuk tanaman, atau
hewan.
2. Memerlukan kondisi sensorik spesifik untuk perilaku yang diperlukan untuk deposisi
telur.

Orientasi tiap serangga berbeda-beda karena tingkah laku (behavior) dari tiap serangga
juga berbeda.

Semua serangga melakukan migrasi ketika kondisi lingkungan yang ditempatinya sudah
tidak lagi mendukung dirinya untuk dapat bertahan hidup dan berkembangbiak.

Faktor yang menyebabkan perpindahan, antara lain :
1.
Kondisi lingkungan abiotik yang tidak mendukung. misalnya karena terjadi
perubahan suhu dan kelembaban yang drastis akibat perubahan musim.
2.
Ketersediaan pakan terbatas, sehingga alasan lain perpindahan secara massal ini juga
dalam rangka untuk mendapatkan lokasi yang menyediakan pakan.
3.

Tempat berbiak yang tidak memadai.
Tiga jenis migrasi yaitu :
1.
Short-lived adults meninggalkan tempat berkembang biaknya menuju suatu tempat
yang baru dan mati dalam satu musim. Contoh : lebah, dan belalang.
2.
Short-lived adults melakukan migrasi untuk mencari makan dan kembali untuk
berbiak. Contoh : Beberapa beetles, nyamuk, dan sebagian besar dari capung.
3.
Long-lived adults merupakan jenis migrasi dari setelah maupun sebelum hibernasi
atau aestivating dan mau tidak mau akan berbiak mengikuti musim saat itu. Contoh :
beetles, monarch buterflies, dan kebanyakan noctuid moths.
DAFTAR PUSTAKA
Elzinga, R.J., 1978. Fundamentals of Entomology. Prentice – Hall of India Privated Ltd. New
Delhi. 325 pp.
Himawan, Toto. 2006. Entomologi Umum. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya. Malang
Download