PERBEDAAN PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERMAIN DAN KELOMPOK UMUR TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN GERAK DASAR Agus Supriyoko, S.Pd., M.Or Dosen Pendidikan Kepelatihan Olahraga UTP surakarta ABSTRACT This research aims to find out : (1) The difference of play learning approach between individual and groups games effect in 6,01-7,00 and 7,01-8,00 years groups on the improvement of Basic Motor Ability. (2) The difference of Basic Motor Ability effect between the 6,01-7,00 years students and 7,01-8,00 years student. (3) In addition, it also aims to find out the interaction between play learning approach type and age group on the improvement of basic movement. The research design used was a 2x2 factorial design. The population of research was the male students of Special Program SD Muhammadiyah Surakarta in the school year of 2010/2011 in 6-8 year age. The sample taken in this research consisted of 40 students. Technique of analyzing data used in this research was a twoway Variance Analysis (ANAVA) followed by Newman Keuls’ Range test at significance level α = 0.05. The research concludes that: (1) there is a difference of play learning approach between individual and group games effect on the Basic Motor Ability. (2) there is a significant difference of Basic Motor Ability effect between the 6,01-7,00 years students and 7,01-8,00 years students. (3) there is a significant interaction effect between the game type and the age on the Basic Motor Ability. a) The 6,01-7,00 years students are more appropriate to be given play learning approach with individual game type. b) The 7,01-8,00 years students are more appropriate to be given play learning approach with group games type. Key word : play learning approach, age group, basic motor ability PENDAHULUAN Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani, ada beberapa faktor pendukung yang diperlukan antara lain faktor guru sebagai penyampai informasi, siswa sebagai penerima informasi, sarana prasarana, dan juga metode atau cara untuk menyampaikan informasi. Metode yang dipilih dan diperkirakan harus cocok digunakan dalam proses pembelajaran teori dan praktek keterampilan, semata-mata untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses. Proses pembelajaran dapat dikatakan efektif bila perubahan perilaku yang terjadi pada siswa setidak-tidaknya mencapai tingkat optimal. Efisiensinya terletak pada kecepatan dikuasainya materi 1 pelajaran yang disajikan, sekalipun dalam waktu yang relatif pendek. Dengan kata lain hendaknya guru dalam mengajar menggunakan pendekatan yang diharapkan mampu memberikan pengalaman yang berarti kepada siswa, baik secara fisik maupun psikis sehingga akan meningkatkan partisipasi minat gerak seluruh siswa sehingga tingkat kualitas gerak maksimal. Permainan merupakan salah satu jenis olahraga yang sangat digemari oleh anak-anak. Permainan memberikan kesenangan yang lebih besar bagi siswa. Menurut A.M.Patty : (1999: 1-175) jenis permainan ada enam macam yaitu : (1) permainan perkenalan, (2) permainan perorangan, (3) permainan beregu, (4) permainan pada upacara pesta, (5) permainan dalam air, (6) permainan pramuka. Dalam penerapan pembelajaran pendidikan jasmani disekolah guru jarang sekali memperbaharui pendekatan pembelajaran melalui jenis-jenis permainan yang dapat meningkatkan kemampuan gerak dasar siswa. Untuk meningkatkan kemampuan gerak dasar siswa dibutuhkan pendekatan pembelajaran bermain yang sesuai dengan kondisi para siswa. Ada beberapa bentuk pendekatan pembelajaran bermain yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan gerak dasar. Bentuk pendekatan pembelajaran bermain yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan gerak dasar siswa diantaranya adalah pendekatan pembelajaran bermain individual games dan groups game, namun efektifitas dari kedua bentuk pendekatan pembelajaran bermain tersebut belum diketahui sehingga diperlukan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengkaji tentang perbedaan pengaruh pendekatan pembelajaran bermain individual games dan groups game terhadap peningkatan kemampuan gerak dasar. Selain olahraga permainan yang tepat, faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembelajaran untuk peningkatan kemampuan gerak dasar adalah umur. Bertolak dari permasalahan di atas, penelitian ini akan membandingkan pengaruh kedua pendekatan pembelajaran bermain tersebut yaitu individual games dan groups games serta membedakan kriteria sampel atas kelompok umur. Sehubungan dengan permasalahan di atas, sebagai orang coba dalam penelitian ini adalah siswa putra usia 6,01 – 7,00 tahun dan 7,01 – 8,00 tahun SD Muhammadiyah Program Khusus Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. PEMBAHASAN 1. Permainan Permainan adalah bagian dari bermain yang mempunyai metode atau cara tertentu sesuai situasi, dan memiliki peraturan-peraturan yang tidak boleh dilanggar. Dalam permainan terdapat semangat keberanian, ketangguhan dan kejujuran pemain. Permainan memiliki makna penting dalam program pendidikan jasmani. Hal ini bukan hanya popularitasnya bagi anak sepanjang usia, namun juga memiliki potensi 2 nilai yang menyeluruh. Sebagai bagian integral dari program pendidikan jasmani, permainan memerlukan kajian dan pengembangan yang cermat, terutama kaitannya dengan upaya mendidik anak. Permainan merupakan alat yang sangat baik untuk mengembangkan aspek sosial dan moral anak, karena ada aturan-aturan tertentu yang harus diikuti oleh semua anak. Jika permainan menjadi lebih terorganisasi dan aturan-aturan dapat diterapkan, maka anak belajar memodifikasi perilakunya untuk menghormati yang lain dan mematuhi batas-batas sosial. Jika anak matang, ia makin sadar mengenai kebutuhan kerja tim. Beberapa permainan yang lebih kompleks memerlukan kerja secara kognitif untuk mengembangkan strategi yang sederhana. Bermain adalah kegiatan yang tidak berpretensi apa-apa, kecuali sebagai luapan ekspresi, pelampiasan ketegangan, atau menirukan peran. Dengan kata lain aktifitas bermain dalam nuansa keriangan itu memiliki tujuan yang melekat di dalamnya. Menurut Rusli Lutan (2001: 31) Memaparkan karakteristik “ bermain sebagai aktivitas yang dilakukan secara bebas dan sukarela ”. Bermain itu sendiri hakikatnya bukanlah suatu kesungguhan tetapi bersamaan dengan itu pula, kita melihat kesanggupan yang menyerap konsentrasi dan tenaga mereka ketika sedang bermain. Menurut Sukintaka (1992: 2) “ Apabila bermain bertujuan untuk memperoleh uang atau perbaikan rekor maka bukan merupakan bermain lagi ”. Sedangkan M. Furqon H. (2008: 4) berpendapat, “ Bermain merupakan cara untuk bereksplorasi dan bereksperimen dengan dunia sekitar sehingga menemukan sesuatu dari pengalaman bermain ”. a. Permainan perorangan Permainan perorangan adalah permainan yang lebih menonjolkan kegiatan individu atau perorangan. Individu berasal dari kata latin individuum yang artinya tidak terbagi. Permainan perorangan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu permainan perorangan sendirian dan permainan perorangan yang berhubungan. Permainan perorangan sendirian, seorang pemain hanya bermain seorang diri saja (sendirian) ia aktif, ia bergerak sendiri, ia tidak membutuhkan pemain lain, ia tidak mempunyai kaitan apa-apa dengannya. Sebaliknya permainan perorangan yang berhubungan, pemain satu dengan pemain lain saling berhubungan, dan saling berkaitan. Para pemain diikat oleh jenis permaianan yang memaksa mereka bersaing, berkompetisi, dalam permainan ini pemain saling membutuhkan. Akan tetapi bukan untuk kerjasama melainkan untuk menjadi lawan yang harus dikalahkan atau ditaklukkan. Oleh karena itu jenis permainan ini membutuhkan pemain lebih dari satu orang. Permainan perorangan dapat dilakukan dalam ruangan maupun luar ruangan. 1) Karakteristik perorangan 3 Setiap individu memiliki kualitas diri dan sifat-sifat yang berbeda satu sama lain. Kenyataan ini membawa konsekuensi bahwa setiap individu memiliki potensi yang berbeda untuk berhasil dalam mempelajari keterampilan gerak tertentu. Namun sebenarnya bahwa pencapaian hasil prestasi belajar bukan karena dipengaruhi oleh sifat bawaan seperti di atas, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Perbedaan kemampuan terjadi terutama karena kualitas fisik yang berbeda-beda. Perbedaan kualitas fisik terjadi karena pengalaman setiap orang berbeda-beda. 2) Kelebihan dan kekurangan permainan perorangan Pada dasarnya permainan perorangan merupakan jenis permainan yang menonjolkan kegiatan individu. Siswa diberi kebebasan untuk melakukan gerakan tanpa bantuan dari teman atau orang lain. Berdasarkan hal tersebut maka permainan perorangan memiliki kelebihan diantaranya : (a) Dapat meningkatkan kemampuan gerak dasar berasal dari diri sendiri bukan bantuan yang lain. (b) Meningkatkan kemandirian siswa. (c) Kondisi fisik anak lebih baik, karena kesempatan mengulang aktivitas lebih banyak. (d) Terjadinya kompetisi yang lebih ketat dan seimbang, karena pemain satu melawan satu pemain yang lain. Disamping kelebihan di atas permainan perorangan juga memiliki kelemahan yaitu : (a) Siswa kurang memiliki semangat dalam melakukan permainan. (b) Beban tugas yang harus ditanggung sendiri setiap individu terkadang dirasa memberatkan. (c) Peningkatan hasil permainan perorangan terhadap tingkat kemampuan gerak dasar dirasa tidak merata tergantung daripada individu sendiri. b. Permainan beregu Permainan beregu adalah permainan yang dimana setiap pesertanya harus menjadi bagian sebuah regu. Jumlah anggota regu tergantung dari jenis permainan yang hendak dimainkan. Permainan beregu sangat mengutamakan kekompakan dan kerja sama antara anggota regu atau kelompok. Oleh karena itu tujuan utama permainan beregu selain untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan kemampuan gerak dasar tetapi juga untuk memupuk rasa kebersamaan dan keakraban itu akan menjadi bagian hidup yang dapat diterapkan sehari-hari. Tujuan lain dari permainan ini yaitu untuk mengakrabkan suasana, menumbuhkan persaingan yang sehat dan memupuk semangat perjuangan. Khusus yang bagian terakhir ini sangat penting, karena bagi setiap orang khususnya anak-anak dan pemuda kegembiraan hidup dan kedewasaan diperoleh justru melalui perjuangan. 1) Karakteristik kelompok 4 Manusia di dunia tidak ada satupun yang dalam melaksanakan tugas seharihari tanpa bantuan orang lain. Tidak hanya itu saja bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari pun perlu mengadakan hubungan dengan orang lain. Oleh karena itu manusia harus berkelompok yang pada akhirnya berorganisasi dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Karena pada hakekatnya menusia mempunyai kemampuan yang terbatas. Suatu kelompok didefinisikan sebagai dua orang atau lebih yang saling berinteraksi sedemikian rupa dimana setiap orang mempengaruhi dan terpengaruh oleh lainnya. 2.) Kelebihan dan kekurangan permainan beregu. Perlu disadari, bahwa setiap permainan itu memiliki kelebihan dan kelemahan. Berdasarkan pengertian permainan beregu dan karakteristik kelompok, maka dapat diidentifikasikan kelebihan dan kelemahan permainan beregu. Permainan beregu memiliki kelebihan antara lain : (a) Untuk membangkitkan kepekaan diri seorang anggota kelompok terhadap anggota lainnya dalam kelompok, sehingga timbul rasa saling menghargai, saling keterbukaan dan saling toleransi. (b) Untuk menimbulkan rasa solidaritas dari seluruh anggota kelompok sehingga timbul partisipasi yang spontan dalam rangka mencapai tujuan bersama. (c) Untuk memberi motivasi kepada siswa untuk melakukan gerakan yang benar dan sungguh-sungguh. (d) Peningkatan hasil belajar dapat dirasakan serempak, sehingga siswa dapat merasakan bersama dampak permainan beregu terhadap peningkatan kemampuan gerak dasar. Disamping kelebihan di atas, permainan beregu juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya : (a) Apabila siswa masuk kelompok yang kurang disukainya maka akan timbul perpecahan, sehingga tidak terjadi kekompakan. (b) Beban kekuatan tergantung kekompakan dari kelompoknya. (c) Apabila ada salah satu siswa melakukan kesalahan maka semua anggota kelompoknya juga akan mendapatkan hukuman. 2. Perkembangan dan belajar gerak Brophy (1990 : 129), mengemukakan bahwa “ Hirarki belajar adalah dimana belajar disusun berurutan dari yang paling sederhana ke yang paling kompleks “. Sebagai contoh hirarki mengandung tiga kategori yaitu : (1) Belajar signal adalah belajar suatu respon umum ke dalam bentuk isyarat, misalnya menyiapkan kelas dengan bunyi bel. (2) Belajar respon stimulus yaitu belajar suatu respon stimulus yang tepat ke suatu rangsangan yang dibedakan, misalnya memanggil orang dengan nama-nama yang dibedakan (3) Belajar diskriminasi yaitu belajar membedakan antara 5 anggota dalam kumpulan stimulus yang sama supaya mempunyai respon pada perbedaan ciri individu, misalnya mengindentifikasi perbedaan jenis-jenis anjing yang berbeda, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwasannya metode mengajar adalah merupakan salah satu cara untuk menciptakan suatu bentuk pengajaran dengan kondisi yang diinginkan guna membantu tercapainya tujuan proses belajar mengajar secara efektif. Piaget dalam Brophy (1990:134) menyatakan dalam pembelajaran gerak disebut “ Skema Sensor Motorik ” yaitu suatu pembelajaran lebih efisien bila diberikan contoh sehingga dapat meniru dan dengan instruksi verbal dan gambaran visual dapat menggunakannya sebagai penuntun terhadap penampilan dan menjadi tambahan kesempatan dalam praktek dengan umpan balik yang korektif. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Adams (1991:134) bahwa “ Umpan balik dalam belajar keterampilan gerak bersifat internal selain umpan balik internal ini keterampilan gerak juga menghasilkan umpan balik external melalui kejadian di lingkungannya “. Pada pembelajaran keterampilan gerak penting untuk mencegah berkembangnya kebiasaan buruk. Belajar mempunyai makna sebagai proses perubahan tingkah laku akibat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar gerak menurut Magill (1980:8) adalah “ Perubahan dari individu yang didasarkan dari perkembangan permanen dari individu yang dicapai oleh individu sebagai hasil praktek ”. Di dalam belajar gerak, materi yang dipelajari adalah pola-pola gerak keterampilan tubuh, misalnya gerakan-gerakan olahraga. Proses belajarnya meliputi pengamatan gerakan untuk bisa mengerti prinsip bentuk gerakannya, kemudian menirukan dan mencoba melakukannya berulang kali. Menurut Pate, Rotella dan McClenaghan (1993:201), bahwa “ Pembelajaran bertahap keterampilan gerakan yang rumit adalah fenomena yang kompleks dimulai secara periodik dalam kandungan dan berlangsung sampai usia dewasa “. Kemampuan untuk bergerak dengan baik dalam lingkungan seseorang tergantung pada perpaduan aspek sensorik dan aspek sistem syaraf secara efisien”. Sebelum memulai dengan pembahasan tentang perbaikan keterampilan olahraga tingkat lanjut, perlu terlebih dahulu dibahas bagaimana seseorang memperoleh kemampuan untuk dapat bergerak dengan kompleks. Tanpa informasi dasar ini akan sulit bagi guru untuk memahami mengapa beberapa penampilan mempunyai kesulitan yang lebih besar dalam menguasai gerakan yang menuntut keterampilan siswa. Pembelajaran bertahap keterampilan gerak dapat benar-benar dipahami apabila menggunakau model “tingkatan”. Ketika seorang anak menjadi dewasa sistem syaraf otot mulai mampu melakukan gerakan yang makin lama makin sulit. 6 Gambar 1. Tingkatan Perkembangan Ketrampilan gerak Sumber. Pate, Rotclla dan McClenaghan. 1993. Scientific Foundation of Coaching (Terjemahan : Kasiyo Dwijoyowinoto). Semarang : IKIP Semarang Press, hal. 202. 3. Kelompok umur Pengelompokan siswa menurut Clarke dalam Drowatzky (1975:61) yaitu: “ Ada dua prosedur utama yang dapat digunakan untuk mengadakan pengelompokkan siswa secara homogen, yakni dengan cara pengelompokkan berdasarkan macam kegiatan khusus yang mereka ikuti dan berdasarkan kemampuan umur yang mereka miliki ”. Kegiatan khusus adalah mencari kemampuan setiap siswa yang dinilai dari setiap kegiatan olahraga pendidikan di sekolah dan kategori siswa dalam kegiatan tersebut. Pengelompokkan siswa berdasarkan kegiatan khusus ini dapat berubah dari satu kegiatan-kegiatan yang lain. Sedangkan pengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan umum dapat dilakukan dengan mengadakan tes ketangkasan olahraga secara menyeluruh atau kemampuan gerak. Untuk lebih memperjelas batasan periodisasi perkembangan berdasarkan usia maka dapat kita lihat dari tabel berikut ini : Tabel 1. Periodesasi Perkembangan Berdasarkan Usia (Sugiyanto, 1993:8) Fase Perkembangan Batasan Usia Fase Sebelum Lahir Selama 9 bulan 10 hari 1. Awal Saat pembuahan sampai dua minggu. 2. Embrio 2 sampai 8 minggu 3. Janin 8 minggu sampai saat lahir Bayi Saat lahir 1-2 tahun Neonatal Saat lahir sampai 4 minggu 7 Anak-anak 1 atau 2 sampai 10 atau 12 tahun 1. Anak Kecil 1 atau 2 sampai 6 tahun 2. Anak Besar Perempuan 6 sampai 10 tahun. 3. Anak besar Laki-laki 6 sampai 12 tahun Adolesensi 1. Perempuan 10 sampai 18 tahun 2. Laki-laki 12 sampai 20 tahun Dewasa 1. Dewasa Muda 18 atau 20 sampai 40 tahun 2. Dewasa Madya 40 sampai 60 tahun 3. Dewasa Tua 60 tahun keatas Pada anak-anak sudah terjadi perkembangan, perkembangan dapat diartikan sebagai peningkatan kapasitas fungsi atau kemampuan kerja organ-organ tubuh, peningkatan bisa berbentuk daya fisik, koordinasi dan kontrol tubuh. Misalnya peningkatan fungsi-fungsi otot, otak syaraf, jantung, paru-paru dan lain sebagainya (Sugiyanto, 1993:2). Dari segi perkembangan fisik, pada masa ini sudah terjadi perkembangan komponen biomotorik diantaranya: kekuatan, fleksibilitas, daya tahan, power dan kemampuan biomotorik lainnya (Gallahue dan Ozmun 1998:267-292). a. Pertumbuhan pada masa kanak-kanak awal Selama masa kanak-kanak awal, pertumbuhan tinggi dan berat tidak secepat pada masa kecil. Tingkat pertumbuhan melambat secara perlahan. Pada usia 4 tahun, anak-anak memiliki ukuran panjang tubuh 2 kali panjang tubuh sewaktu kelahirannya. Peningkatan jumlah total berat tubuh pada usia 2 sampai 5 tahun lebih rendah dari peningkatan pada tahun pertama. Proses pertumbuhan melambat setelah 2 tahun pertama, tapi tetap konstan sampai usia remaja. Peningkatan tinggi tahunan dari periode masa kanak-kanak awal sampai usia remaja adalah sekitar 2 inchi (5,1 cm) per tahun. Peningkatan berat rata-rata 5 pound (2,3 kg) per tahun. Masa kanak-kanak awal, oleh karena itu, menggambarkan masa ideal anak-anak untuk mengembangkan dan memperbaiki berbagai macam gerakan mulai dari gerakan dasar pada masa kanak-kanak awal sampai pada kemampuan olahraga pada pertengahan masa kanakkanak. b. Pertumbuhan Pada Masa Kanak-Kanak Akhir Periode dari usia 6 sampai 10 tahun dari masa kanak-kanak termasuk dalam peningkatan yang lambat tetapi konstan, baik itu dalam hal tinggi badan, berat dan kemajuan system motorik dan sensorik. Perubahan dalam pembangunan tubuh hanya terjadi sedikit saja dalam tahun-tahun ini. Masa kanak-kanak adalah lebih pada perpanjangan dan pengisian sebelum pertumbuhan pra-pubertal yang terjadi secara tiba-tiba pada usia sekitar 11 tahun (untuk anak perempuan) dan 13 tahun (untuk anak 8 laki-laki). Walaupun tahun-tahun ini ditandai dengan pertumbuhan fisik yang bertahap, anak kecil tetap melakukan peningkatan yang cepat dalam mempelajari dan fungsinya pada tingkat kematangan yang lebih dalam kemampuannya berolahraga dan bermain. Masa pertumbuhan yang relatif lambat ini memberi anak-anak tersebut untuk membiasakan diri terhadap pertumbuhan yag dialaminya, dan merupakan faktor penting juga pada perbaikan dramatik tertentu yang terlihat dalam koordinasi dan control motorik selama masa kanak-kanak. Perubahan secara gradual dalam ukuran dan terjalinnya hubungan tertutup antara perkembangan tulang dan jaringan dapat dijadikan faktor penting dalam meningkatnya tingkat fungsi. 4. Kemampuan gerak dasar a. Perkembangan kemampuan gerak dasar Hurlock ( 1991 : 156 ), menyatakan bahwa : “ Masa kecil sering disebut sebagai masa ideal untuk mempelajari keterampilan gerak “. Hal ini ada sejumlah alasan yang mendasarinya, yaitu : (1) karena tubuh anak lebih lentur ketimbang tubuh orang dewasa, sehingga anak lebih mudah menerima semua pelajaran, belum banyak memiliki keterampilan yang akan berbenturan (2) anak dengan keterampilan yang baru dipelajarinya, maka bagi anak mempelajari keterampilan baru lebih mudah, (3) secara keseluruhan anak lebih berani pada waktu kecil ketimbang ketika anak besar. Oleh karena itu, mereka lebih berani mencoba sesuatu yang baru. Hal yang demikian menimbulkan motivasi yang diperlukan untuk belajar. (4) orang dewasa merasa bosan melakukan pengulangan, tetapi sebaliknya anak-anak justru menyenangi yang demikian. Oleh karena itu, anak-anak bersedia mengulangi suatu tindakan hingga pola otot terlatih untuk melakukannya secara efektif. (5) karena anak memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang lebih kecil ketimbang yang akan mereka miliki pada waktu mereka bertambah besar, maka mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk belajar menguasai keterampilan ketimbang yang dimiliki remaja atau orang dewasa. Keterampilan gerak tidak akan berkembang melalui kematangan saja, melainkan keterampilan itu harus dipelajari. Di dalam mempelajari keterampilan gerak menurut Hurlock (1991 : 157), yaitu : “ Hal terpenting di dalam mempelajari keterampilan gerak meliputi : kesiapan belajar, kesempatan belajar, kesempatan berpraktek, model yang baik, bimbingan, motivasi, individu dan sistematis. Apabila pembelajaran dikaitkan dengan kesiapan belajar, maka keterampilan yang dipelajari dengan waktu dan usaha yang sama oleh orang yang sudah siap hasilnya akan lebih unggul dibandingkan dengan orang yang belum siap untuk belajar. Fitts dan Postner dalam Gagne (1977: 222), mengemukakan bahwa : “ Proses belajar gerak keterampilan digambarkan memiliki 3 fase belajar, yaitu : Fase awal 9 (kognitif), Fase ase penghubung (asosiatif), dan Fase akhir (otonom) “. Fase kognitif merupakan fase awal dalam belajar gerak gerak keterampilan. Fase kognitif merupakan perkembangan yang menonjol terjadi pada diri siswa, di mana siswa mengerti tentang gerakan yang dipelajari. Sedangkan penguasaan geraknya sendiri masih belum baik karena masih dalam taraf mencoba – coba gerakan. Pada fase kognitif proses belajar di awali dengan aktif berfikir tentang gerakan yang dipelajari. Siswa berusaha mengetahui dan memahami gerakan dari informasi yang diberikan kepadanya. Informasi dapat bersifat verbal atau bersifat visual. Informasi verbal ada adalah informasi yang berbentuk penjelasan dengan menggunakan kata kata-kata. Di sini indera pendengaran aktif berfungsi. Informasi visual adalah informasi yang dapat dilihat. Informasi ini dapat berbentuk contoh gerakan atau gambar gerakan, di sini indera penglihatan hatan aktif berfungsi. b. Gerakan yang terampil dan efisien pada anak anak-anak. Gerakan yang terampil pada dasarnya merupakan gerakan yang efisien. Keterkaitan antara berbagai faktor akan dapat menimbulkan gerakan yang efisien. Hal ini sesuai pendapat Drowatzky (1975: 34), yaitu: “ Tiga komponen utama yang mendukung gerakan yang efisien, yaitu: kesegaran jasmani dan kemampuan gerak, kemampuan penginderaan atau sensori serta proses proses-proses perseptual “. Gambaran mengenai komponen-komponen komponen komponen pendukung gerakan yang efisien dan unsur – unsurnya dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.. Komponen gerakan efisien (Drowaz (Drowaztky, 1975:34) Unsur--unsur unsur pendukung gerakan yang terampil dan efisien menurut Broer dan Zernicke (1979: 35), 35) menyatakan bahwa: “ tiga prasarat untuk gerakan yang efisien, yaitu unsur fisik, mental, dan emosional “. Ketiga unsur tersebut tidak dapat berfungsi sendiri – sendiri secara terpisah dalam mewujudkan gerakan yang terampil 10 dan efisien. Ketiganya harus berfungsi dalam suatu mekanisme yang serasi atau terorganisasi dengan baik. Unsur fisik merupakan fungsi dari sistem muskular, skeletal, sirkulatori, respiratori, dan indera. Sistem ini secara bersama- sama dengan komponen mental dan emosional mempengaruhi sistem syaraf. Sistem syaraf melalui kontrol keseimbangan, kontrol muskular dan kontrol ketepatan waktu mempengaruhi kelincahan dan koordinasi tubuh. Kelincahan dan koordinasi tubuh inilah yang mencerminkan gerakan yang efisien. Di dalam berbagai gerakan, semua sistem tubuh difungsikan melalui sistem syaraf untuk meghasilkan kontrol keseimbangan tubuh pada saat melakukan gerakan. Kontrol tubuh ini meliputi : kontrol keseimbangan, kontrol ketepatan, waktu berbuat, dan kontrol muskular. Kelima macam kontrol tersebut tergantung pada unsur fisik, mental dan emosional. Gerakan dikatakan efisien apabila gerakan-gerakan yang terkoordinasi dengan baik dikombinasikan untuk menghasilkan gerakan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tertentu, dan memanfaatkannya dengan perolehan nilai yang tinggi, dengan arah yang baik, dan menggunakan tenaga sekecil mungkin. Seseorang yang mampu melakukan gerakan-gerakan secara efisien, orang tersebut dapat dikatakan terampil. c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Gerak Dasar Perkembangan kemampuan gerak dasar masing-masing siswa akan berlainan. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari dalam yaitu pembawaan maupun dari luar yaitu lingkungan dan sarana belajar. Dengan demikian akan terdapat kemampuan gerak dasar tinggi dan rendah. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan gerak dasar Kemampuan gerak dasar tinggi Kemampuan gerak dasar rendah 1. aktivitas pada masa sebelumnya 1. aktivitas pada masa anak kurang diberikan kebebasan atau dikekang 2. lingkungan, orang tua dan pra 2. lingkungan, orang tua dan pra sarana pendukung 3. memiliki koordinasi sarana kurang mendukung tubuh dan 3. koordinasi tubuh dan kondisi fisik kekuatan otot yang baik 4. motivasi melakukan kegiatan tinggi lemah 4. kurang bermotivasi terhadap kegiatan olahraga. Tingkat potensi ketangkasan siswa dapat pula digunakan sebagai salah satu faktor dalam pengembangan kurikulum olahraga pendidikan. Tingkat kemampuan siswa yang sama dapat pula digunakan sebagai usaha untuk mengadakan 11 pengelompokkan siswa secara homogen agar diperoleh keuntungan yang lebih baik dari program kegiatan olahraga. Dalam pengelompokkan yang homogen para siswa dapat melakukan kegiatan dan bersaing dalam kemampuan yang sama. Pengembangan kemampuan gerak dasar juga banyak tergantung dari pada dasar fisiologis, peranan belajar dan lingkungan kebudayaan serta kemampuan seseorang. Faktor-faktor biologi dan fisiologi memainkan peranan penting dalam menentukan kemampuan gerak dasar seseorang. Sebagai contoh adalah seseorang yang mempunyai indera mata kurang berfungsi, maka hasil tersebut akan mempengaruhi dan membatasi penglihatannya sehingga menyebabkan perbedaan dalam melakukan kegiatannya. Kemampuan gerak dasar seseorang berbeda, tergantung dari sensitif tidaknya otot-otot dan kelompok otot, komposisi jaringan otot atau perbedaan susunan dari sistem saraf pusat. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi hasil analisis data hasil tes kemampuan gerak dasar yang dilakukan sesuai dengan kelompok yang dibandingkan disajikan sebagai berikut: Tabel 3. Deskripsi data hasil tes kemampuan gerak dasar tiap kelompok berdasarkan pendekatan pembelajaran bermain dan usia siswa Perlakuan Kelompok Statistik Hasil Hasil Tes Awal Tes Akhir Jumlah 1460,1 1484,87 24,75 Rerata 146,01 148,48 2,25 SD 4,29 5,39 4,50 Jumlah 1602 1583,62 18,37 Rerata 160,87 158,36 1,89 3,05 4,22 1,83 Jumlah 1608,12 1625 16,87 Rerata 160.8 162,50 2,10 SD 12,80 14,15 2,28 Jumlah 1567,87 1595,5 27,62 Rerata 156,78 159,55 3,15 4,50 5,61 3,45 umur Pendekatan pembelajaran bermain 6,01 – 7,00 tahun Individual games 7,01 – 8,00 tahun Pendekatan pembelajaran bermain 6,01 – 7,00 tahun groups games 7,01 – 8,00 tahun SD SD Peningkatan Pembahasan hasil penelitian ini memberikan penafsiran yang lebih lanjut mengenai hasil-hasil analisis data yang telah dikemukakan. Berdasarkan pengujian hipotesis telah menghasilkan dua kelompok kesimpulan analisis yaitu : (a) ada perbedaan pengaruh yang bermakna antara faktor-faktor utama penelitian (b) ada interaksi yang bermakna antara faktor-faktor utama dalam bentuk interaksi dua 12 faktor. Kelompok kesimpulan analisis tersebut dapat dipaparkan lebih lanjut sebagai berikut: 1. Perbedaan Pengaruh antara Pendekatan Pembelajaran Bermain individual games dan groups games Terhadap Kemampuan Gerak Dasar Berdasarkan pengujian hipotesis pertama ternyata ada perbedaan pengaruh yang nyata antara kelompok siswa yang mendapatkan pendekatan pembelajaran bermain individual games dan groups games terhadap peningkatan kemampuan gerak dasar. Pada kelompok siswa yang mendapat pendekatan pembelajaran bermain groups games mempunyai peningkatan kemampuan gerak dasar yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang mendapat pendekatan pembelajaran bermain individual games. Pendekatan pembelajaran bermain groups games memiliki kelebihan dalam hal semangat kompetisi dan kerjasama siswa dalam melakukan gerakan, yaitu siswa lebih semangat melakukan gerakan karena kompetisi dan kerjasama antar kelompok siswa sehingga akan memungkinkan siswa meningkat kemampuan geraknya dikarenakan melakukan gerak dasar dengan sempurna. Dari angka-angka yang dihasilkan dalam analisis data menunjukkan bahwa perbandingan rata-rata peningkatan persentase kemampuan gerak dasar yang dihasilkan dengan pendekatan pembelajaran bermain groups games lebih tinggi daripada dengan pendekatan pembelajaran bermain Individual games. 2. Perbedaan Kemampuan Gerak Dasar siswa usia 6,01 – 7,00 tahun dan siswa usia 7,01 – 8,00 tahun Berdasarkan pengujian hipotesis ke dua ternyata ada perbedaan pengaruh yang nyata antara kelompok siswa usia 6.01 – 7,00 tahun siswa usia 7,01 – 8,00 tahun terhadap kemampuan gerak dasar. Pada kelompok siswa usia 7,01 – 8,00 tahun mempunyai peningkatan kemampuan gerak dasar lebih tinggi dibanding kelompok siswa usia 6,01 – 7,00 tahun. Dari angka-angka yang dihasilkan dalam analisis data menunjukkan bahwa perbandingan rata-rata peningkatan kemampuan gerak dasar pada siswa usia 7,01 – 8,00 tahun lebih tinggi dari pada kelompok siswa usia 6,01 – 7,00 tahun. 3. Pengaruh Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran Bermain dan Usia Siswa terhadap Kemampuan gerak Dasar Interaksi antara dua faktor penelitian dapat dilihat pada gambar berikut: 13 165 160 155 150 Series1 145 Series2 140 135 A1 A2 Gambar 3. Bentuk entuk Interaksi Perubahan Besarnya Peningkatan Kemampuan Gerak Dasar Keterangan : : A1 = Pendekatan pembelajaran bermain individual ndividual games : A2 = Pendekatan pembelajaran bermain groups games : B1 = Usia siswa 6,01 – 7,00 tahun : B2 = Usia siswa 7,01 – 8,00 tahun Atas dasar gambar g 5 di atas, bahwa bentuk garis perubahan besarnya nilai kemampuan gerak dasar adalah persimpangan.. Garis tersebut memiliki suatu titik pertemuan antara penggunaan pendekatan pembelajaran bermain dan usia siswa. Berarti terdapat interaksi yang signifikan diantara keduanya. Gambar tersebut menunjukkan bahwa usia siswa memiliki pengaruh yang bermakna terhadap kemampuan gerak dasar. dasar Keefektifan fektifan penggunaan pendekatan pembelajaran bermain untuk meningkatkan kemampuan gerak dasar dipengaruhi oleh usia siswa. Berdasarkan hasil penelitian yang dicapai, ternyata siswa usia 77,01 – 8,00 tahun memiliki peningkatan kemampuan gerak dasar yang besar jika menggunakan pendekatan pembelajaran bermain groups games. Siswa usia 66,01 – 7,00 tahun lebih baik jika dilatih dengan pendekatan pembelajaran bermain Individual games games. DAFTAR PUSTAKA Adams, William C. 1991. Foundation of Physical Education, Exercise, and Sport Sciences USA: Malvern, Pensylvania. Sciences. A. M. Patty. 1999. 1999 Permainan Untuk Segala Usia. Bandung : Gunung Mulia. 14 Broer, Marion R. and Ronald, F. Zernicde. 1979. Efficiency of Human Movement. Philadelphia : W.B. Sounders Company Brophy, Jere E., Good, Thomas L. 1990. Educational Psychology a Realistic Approach. London: Longman Group Ltd. Drowatzky, John N. 1975. Motor Learning : Principles and Practices. Minncapolis. Minnesota : Burgess Publishing Company. Espenchade, Anna S. And Heler M. Eckert. 1980. Motor Development. Toronto : Charles E. Merill Publishing Company. Fleishman, Edwin A. 1965. The Structure and Measurement of Physical Fitnes. Washington, DC : Prentice Hall Inc. Gagne, Robert M. 1977. The Conditions of Learning. 3rd Edition. New York : Holt, Rinchart and Winston. Gallahue, David L. and Ozmun, John C. 1998. Understanding Motor Development. Fourth Edition, Indiana State University. The McGraw-Hill Companies, Inc. Harrow, Anita J. 1977. A. Taxonomy of The Psychomotor Domain. Second Edition. New York : David Mc. Kay Company Inc. Hurlock, Elizabeth B. 1991. Perkembangan Anak. (Terjemahan olah Meitasari Tjandrasa dan Mushichah Zarkasih). Edisi ke 6 Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama. Husdarta & Yudha M. Saputra. 2000. Perkembangan Peserta Didik. Depdiknas. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III. Johnson, Barry L., Nelson, Jack K., 1969. Practical Measurement For Evaluation In Physical Education. Burgess Publishing Company Minneapolis Minnesota. Magill, Richard A. 1980. Motor Learning : Concepts and Applications. IOWA : Wm.C. Brown Company Publishers. Mathews, Donald K. 1963.Measurement in Physical Education. Philadclphia : W.B. Saunders Company. M. Furqon H. 2008. Mendidik Anak Dengan Bermain. Buku Panduan Guru SD Bidang Jasmani. Surakarta : UNS Press. Mulyono. 2010. Tes dan Pengukuran dalam Pendidikan Jasmani. Surakarta LPP UNS dan UNS Press. Romizowsky, A.J 1981.Desihning Intuctional System. New York : Kogan Page, Random/Nichols Publishing. Rusli Lutan dan Adang Suherman. 2000. Perencanaan Pembelajaran Penjaskes. Jakarta : Depdikbud. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III Rusli Lutan 1998. Belajar Ketrampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Jakarta : Depdikbud. Dirjendikti. 15 2001. Olahraga dan Etika Fair Play. Jakarta : Depdiknas. Direktorat Pemberdayaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Olahraga. Direktorat Jenderal Olahraga. Russel, R. Pate, Rottela, and McClenaghan. 1993. Scientific Foundation of Coaching (Terjemahan: Kasiyo Dwijoyonoto). Semarang: IKIP Semarang Press. Singer, Robert N. 1980. Motor Learning and Human Performance. New York : Mac. Millan Publishing Co. Inc. Siregar, M.F. 1975. Ilmu Pengetahuan Melatih. Jakarta : Proyek Pembinaan Prestasi Olahraga KONI. Siswandari. 2008. Statistika Terapan Bagi Para Peneliti. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Sugiyanto. 1995. Metodologi penelitian. Surakarta : UNS Press. ________. 1998. Perkembangan dan Belajar Gerak. Jakarta: Universitas Terbuka Sudjana. 1992. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi III. Bandung : Penerbit Tarsito ______. 2002. Metoda Statistika. Edisi Ke-6 Bandung : Penerbit Tarsito. Sukintaka. 1992. Teori Bermain Untuk D-II PGSD Penjaskes. Jakarta : Depdikbud. Dirjendikti. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. _________ 2001. Teori Pendidikan Jasmani. Bandung : Penerbit Nuansa Toeti Soekamto. 1997. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud Winarno Surachmad. 1992. Pengantar Interaksi Mengajar Belajar. Bandung : Penerbit Tarsito. Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran http://smacepiring.wordpress.com/, Diakses Selasa, 27 Januari 2011 Yudha M Saputra. 2001. Dasar-dasar Keterampilan Atletik Pendekatan Bermain Untuk Sekolah Lanjutan Tingat Pertama (SLTP). Departemen Pendidikan Nasioanal, Dirjen Dikdasmen dan Dirjen Olahraga 16