perbedaan pengaruh pendekatan pembelajaran bermain dan

advertisement
PERBEDAAN PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN
BERMAIN DAN KELOMPOK UMUR TERHADAP PENINGKATAN
KEMAMPUAN GERAK DASAR
Agus Supriyoko, S.Pd., M.Or
Dosen Pendidikan Kepelatihan Olahraga UTP surakarta
ABSTRACT
This research aims to find out : (1) The difference of play learning approach
between individual and groups games effect in 6,01-7,00 and 7,01-8,00 years groups
on the improvement of Basic Motor Ability. (2) The difference of Basic Motor
Ability effect between the 6,01-7,00 years students and 7,01-8,00 years student. (3) In
addition, it also aims to find out the interaction between play learning approach type
and age group on the improvement of basic movement.
The research design used was a 2x2 factorial design. The population of
research was the male students of Special Program SD Muhammadiyah Surakarta in
the school year of 2010/2011 in 6-8 year age. The sample taken in this research
consisted of 40 students. Technique of analyzing data used in this research was a twoway Variance Analysis (ANAVA) followed by Newman Keuls’ Range test at
significance level α = 0.05.
The research concludes that: (1) there is a difference of play learning
approach between individual and group games effect on the Basic Motor Ability. (2)
there is a significant difference of Basic Motor Ability effect between the 6,01-7,00
years students and 7,01-8,00 years students. (3) there is a significant interaction effect
between the game type and the age on the Basic Motor Ability. a) The 6,01-7,00
years students are more appropriate to be given play learning approach with
individual game type. b) The 7,01-8,00 years students are more appropriate to be
given play learning approach with group games type.
Key word : play learning approach, age group, basic motor ability
PENDAHULUAN
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang
memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas
individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani
memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya
menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.
Untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani, ada beberapa faktor pendukung
yang diperlukan antara lain faktor guru sebagai penyampai informasi, siswa sebagai
penerima informasi, sarana prasarana, dan juga metode atau cara untuk
menyampaikan informasi. Metode yang dipilih dan diperkirakan harus cocok
digunakan dalam proses pembelajaran teori dan praktek keterampilan, semata-mata
untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses. Proses pembelajaran dapat
dikatakan efektif bila perubahan perilaku yang terjadi pada siswa setidak-tidaknya
mencapai tingkat optimal. Efisiensinya terletak pada kecepatan dikuasainya materi
1
pelajaran yang disajikan, sekalipun dalam waktu yang relatif pendek. Dengan kata
lain hendaknya guru dalam mengajar menggunakan pendekatan yang diharapkan
mampu memberikan pengalaman yang berarti kepada siswa, baik secara fisik maupun
psikis sehingga akan meningkatkan partisipasi minat gerak seluruh siswa sehingga
tingkat kualitas gerak maksimal.
Permainan merupakan salah satu jenis olahraga yang sangat digemari oleh
anak-anak. Permainan memberikan kesenangan yang lebih besar bagi siswa. Menurut
A.M.Patty : (1999: 1-175) jenis permainan ada enam macam yaitu : (1) permainan
perkenalan, (2) permainan perorangan, (3) permainan beregu, (4) permainan pada
upacara pesta, (5) permainan dalam air, (6) permainan pramuka.
Dalam penerapan pembelajaran pendidikan jasmani disekolah guru jarang
sekali memperbaharui pendekatan pembelajaran melalui jenis-jenis permainan yang
dapat meningkatkan kemampuan gerak dasar siswa. Untuk meningkatkan
kemampuan gerak dasar siswa dibutuhkan pendekatan pembelajaran bermain yang
sesuai dengan kondisi para siswa. Ada beberapa bentuk pendekatan pembelajaran
bermain yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan gerak dasar. Bentuk
pendekatan pembelajaran bermain yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan gerak dasar siswa diantaranya adalah pendekatan pembelajaran bermain
individual games dan groups game, namun efektifitas dari kedua bentuk pendekatan
pembelajaran bermain tersebut belum diketahui sehingga diperlukan suatu penelitian
yang bertujuan untuk mengkaji tentang perbedaan pengaruh pendekatan pembelajaran
bermain individual games dan groups game terhadap peningkatan kemampuan gerak
dasar. Selain olahraga permainan yang tepat, faktor-faktor lain yang mempengaruhi
keberhasilan dalam proses pembelajaran untuk peningkatan kemampuan gerak dasar
adalah umur.
Bertolak dari permasalahan di atas, penelitian ini akan membandingkan
pengaruh kedua pendekatan pembelajaran bermain tersebut yaitu individual games
dan groups games serta membedakan kriteria sampel atas kelompok umur.
Sehubungan dengan permasalahan di atas, sebagai orang coba dalam penelitian ini
adalah siswa putra usia 6,01 – 7,00 tahun dan 7,01 – 8,00 tahun SD Muhammadiyah
Program Khusus Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.
PEMBAHASAN
1. Permainan
Permainan adalah bagian dari bermain yang mempunyai metode atau cara
tertentu sesuai situasi, dan memiliki peraturan-peraturan yang tidak boleh dilanggar.
Dalam permainan terdapat semangat keberanian, ketangguhan dan kejujuran pemain.
Permainan memiliki makna penting dalam program pendidikan jasmani. Hal ini
bukan hanya popularitasnya bagi anak sepanjang usia, namun juga memiliki potensi
2
nilai yang menyeluruh. Sebagai bagian integral dari program pendidikan jasmani,
permainan memerlukan kajian dan pengembangan yang cermat, terutama kaitannya
dengan upaya mendidik anak.
Permainan merupakan alat yang sangat baik untuk mengembangkan aspek
sosial dan moral anak, karena ada aturan-aturan tertentu yang harus diikuti oleh
semua anak. Jika permainan menjadi lebih terorganisasi dan aturan-aturan dapat
diterapkan, maka anak belajar memodifikasi perilakunya untuk menghormati yang
lain dan mematuhi batas-batas sosial. Jika anak matang, ia makin sadar mengenai
kebutuhan kerja tim. Beberapa permainan yang lebih kompleks memerlukan kerja
secara kognitif untuk mengembangkan strategi yang sederhana.
Bermain adalah kegiatan yang tidak berpretensi apa-apa, kecuali sebagai
luapan ekspresi, pelampiasan ketegangan, atau menirukan peran. Dengan kata lain
aktifitas bermain dalam nuansa keriangan itu memiliki tujuan yang melekat di
dalamnya. Menurut Rusli Lutan (2001: 31) Memaparkan karakteristik “ bermain
sebagai aktivitas yang dilakukan secara bebas dan sukarela ”. Bermain itu sendiri
hakikatnya bukanlah suatu kesungguhan tetapi bersamaan dengan itu pula, kita
melihat kesanggupan yang menyerap konsentrasi dan tenaga mereka ketika sedang
bermain. Menurut Sukintaka (1992: 2) “ Apabila bermain bertujuan untuk
memperoleh uang atau perbaikan rekor maka bukan merupakan bermain lagi ”.
Sedangkan M. Furqon H. (2008: 4) berpendapat, “ Bermain merupakan cara untuk
bereksplorasi dan bereksperimen dengan dunia sekitar sehingga menemukan sesuatu
dari pengalaman bermain ”.
a. Permainan perorangan
Permainan perorangan adalah permainan yang lebih menonjolkan kegiatan
individu atau perorangan. Individu berasal dari kata latin individuum yang artinya
tidak terbagi. Permainan perorangan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu permainan
perorangan sendirian dan permainan perorangan yang berhubungan. Permainan
perorangan sendirian, seorang pemain hanya bermain seorang diri saja (sendirian) ia
aktif, ia bergerak sendiri, ia tidak membutuhkan pemain lain, ia tidak mempunyai
kaitan apa-apa dengannya.
Sebaliknya permainan perorangan yang berhubungan, pemain satu dengan
pemain lain saling berhubungan, dan saling berkaitan. Para pemain diikat oleh jenis
permaianan yang memaksa mereka bersaing, berkompetisi, dalam permainan ini
pemain saling membutuhkan. Akan tetapi bukan untuk kerjasama melainkan untuk
menjadi lawan yang harus dikalahkan atau ditaklukkan. Oleh karena itu jenis
permainan ini membutuhkan pemain lebih dari satu orang. Permainan perorangan
dapat dilakukan dalam ruangan maupun luar ruangan.
1) Karakteristik perorangan
3
Setiap individu memiliki kualitas diri dan sifat-sifat yang berbeda satu sama
lain. Kenyataan ini membawa konsekuensi bahwa setiap individu memiliki potensi
yang berbeda untuk berhasil dalam mempelajari keterampilan gerak tertentu. Namun
sebenarnya bahwa pencapaian hasil prestasi belajar bukan karena dipengaruhi oleh
sifat bawaan seperti di atas, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Perbedaan kemampuan terjadi terutama karena kualitas fisik yang berbeda-beda.
Perbedaan kualitas fisik terjadi karena pengalaman setiap orang berbeda-beda.
2) Kelebihan dan kekurangan permainan perorangan
Pada dasarnya permainan perorangan merupakan jenis permainan yang
menonjolkan kegiatan individu. Siswa diberi kebebasan untuk melakukan gerakan
tanpa bantuan dari teman atau orang lain. Berdasarkan hal tersebut maka permainan
perorangan memiliki kelebihan diantaranya :
(a) Dapat meningkatkan kemampuan gerak dasar berasal dari diri sendiri bukan
bantuan yang lain.
(b) Meningkatkan kemandirian siswa.
(c) Kondisi fisik anak lebih baik, karena kesempatan mengulang aktivitas lebih
banyak.
(d) Terjadinya kompetisi yang lebih ketat dan seimbang, karena pemain satu
melawan satu pemain yang lain.
Disamping kelebihan di atas permainan perorangan juga memiliki
kelemahan yaitu :
(a) Siswa kurang memiliki semangat dalam melakukan permainan.
(b) Beban tugas yang harus ditanggung sendiri setiap individu terkadang dirasa
memberatkan.
(c) Peningkatan hasil permainan perorangan terhadap tingkat kemampuan gerak
dasar dirasa tidak merata tergantung daripada individu sendiri.
b. Permainan beregu
Permainan beregu adalah permainan yang dimana setiap pesertanya harus
menjadi bagian sebuah regu. Jumlah anggota regu tergantung dari jenis permainan
yang hendak dimainkan. Permainan beregu sangat mengutamakan kekompakan dan
kerja sama antara anggota regu atau kelompok. Oleh karena itu tujuan utama
permainan beregu selain untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan kemampuan
gerak dasar tetapi juga untuk memupuk rasa kebersamaan dan keakraban itu akan
menjadi bagian hidup yang dapat diterapkan sehari-hari. Tujuan lain dari permainan
ini yaitu untuk mengakrabkan suasana, menumbuhkan persaingan yang sehat dan
memupuk semangat perjuangan. Khusus yang bagian terakhir ini sangat penting,
karena bagi setiap orang khususnya anak-anak dan pemuda kegembiraan hidup dan
kedewasaan diperoleh justru melalui perjuangan.
1) Karakteristik kelompok
4
Manusia di dunia tidak ada satupun yang dalam melaksanakan tugas seharihari tanpa bantuan orang lain. Tidak hanya itu saja bahwa manusia dalam memenuhi
kebutuhannya sehari-hari pun perlu mengadakan hubungan dengan orang lain. Oleh
karena itu manusia harus berkelompok yang pada akhirnya berorganisasi dalam usaha
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Karena pada hakekatnya menusia mempunyai
kemampuan yang terbatas. Suatu kelompok didefinisikan sebagai dua orang atau
lebih yang saling berinteraksi sedemikian rupa dimana setiap orang mempengaruhi
dan terpengaruh oleh lainnya.
2.) Kelebihan dan kekurangan permainan beregu.
Perlu disadari, bahwa setiap permainan itu memiliki kelebihan dan
kelemahan. Berdasarkan pengertian permainan beregu dan karakteristik kelompok,
maka dapat diidentifikasikan kelebihan dan kelemahan permainan beregu. Permainan
beregu memiliki kelebihan antara lain :
(a) Untuk membangkitkan kepekaan diri seorang anggota kelompok terhadap
anggota lainnya dalam kelompok, sehingga timbul rasa saling menghargai, saling
keterbukaan dan saling toleransi.
(b) Untuk menimbulkan rasa solidaritas dari seluruh anggota kelompok sehingga
timbul partisipasi yang spontan dalam rangka mencapai tujuan bersama.
(c) Untuk memberi motivasi kepada siswa untuk melakukan gerakan yang benar dan
sungguh-sungguh.
(d) Peningkatan hasil belajar dapat dirasakan serempak, sehingga siswa dapat
merasakan bersama dampak permainan beregu terhadap peningkatan kemampuan
gerak dasar.
Disamping kelebihan di atas, permainan beregu juga memiliki beberapa
kelemahan diantaranya :
(a) Apabila siswa masuk kelompok yang kurang disukainya maka akan timbul
perpecahan, sehingga tidak terjadi kekompakan.
(b) Beban kekuatan tergantung kekompakan dari kelompoknya.
(c) Apabila ada salah satu siswa melakukan kesalahan maka semua anggota
kelompoknya juga akan mendapatkan hukuman.
2. Perkembangan dan belajar gerak
Brophy (1990 : 129), mengemukakan bahwa “ Hirarki belajar adalah dimana
belajar disusun berurutan dari yang paling sederhana ke yang paling kompleks “.
Sebagai contoh hirarki mengandung tiga kategori yaitu : (1) Belajar signal adalah
belajar suatu respon umum ke dalam bentuk isyarat, misalnya menyiapkan kelas
dengan bunyi bel. (2) Belajar respon stimulus yaitu belajar suatu respon stimulus
yang tepat ke suatu rangsangan yang dibedakan, misalnya memanggil orang dengan
nama-nama yang dibedakan (3) Belajar diskriminasi yaitu belajar membedakan antara
5
anggota dalam kumpulan stimulus yang sama supaya mempunyai respon pada
perbedaan ciri individu, misalnya mengindentifikasi perbedaan jenis-jenis anjing
yang berbeda, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwasannya metode mengajar
adalah merupakan salah satu cara untuk menciptakan suatu bentuk pengajaran dengan
kondisi yang diinginkan guna membantu tercapainya tujuan proses belajar mengajar
secara efektif.
Piaget dalam Brophy (1990:134) menyatakan dalam pembelajaran gerak
disebut “ Skema Sensor Motorik ” yaitu suatu pembelajaran lebih efisien bila
diberikan contoh sehingga dapat meniru dan dengan instruksi verbal dan gambaran
visual dapat menggunakannya sebagai penuntun terhadap penampilan dan menjadi
tambahan kesempatan dalam praktek dengan umpan balik yang korektif. Hal yang
sama juga diungkapkan oleh Adams (1991:134) bahwa “ Umpan balik dalam belajar
keterampilan gerak bersifat internal selain umpan balik internal ini keterampilan
gerak juga menghasilkan umpan balik external melalui kejadian di lingkungannya “.
Pada pembelajaran keterampilan gerak penting untuk mencegah berkembangnya
kebiasaan buruk. Belajar mempunyai makna sebagai proses perubahan tingkah laku
akibat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar gerak menurut
Magill (1980:8) adalah “ Perubahan dari individu yang didasarkan dari
perkembangan permanen dari individu yang dicapai oleh individu sebagai hasil
praktek ”. Di dalam belajar gerak, materi yang dipelajari adalah pola-pola gerak
keterampilan tubuh, misalnya gerakan-gerakan olahraga. Proses belajarnya meliputi
pengamatan gerakan untuk bisa mengerti prinsip bentuk gerakannya, kemudian
menirukan dan mencoba melakukannya berulang kali.
Menurut Pate, Rotella dan McClenaghan (1993:201), bahwa “ Pembelajaran
bertahap keterampilan gerakan yang rumit adalah fenomena yang kompleks dimulai
secara periodik dalam kandungan dan berlangsung sampai usia dewasa “.
Kemampuan untuk bergerak dengan baik dalam lingkungan seseorang tergantung
pada perpaduan aspek sensorik dan aspek sistem syaraf secara efisien”. Sebelum
memulai dengan pembahasan tentang perbaikan keterampilan olahraga tingkat lanjut,
perlu terlebih dahulu dibahas bagaimana seseorang memperoleh kemampuan untuk
dapat bergerak dengan kompleks. Tanpa informasi dasar ini akan sulit bagi guru
untuk memahami mengapa beberapa penampilan mempunyai kesulitan yang lebih
besar dalam menguasai gerakan yang menuntut keterampilan siswa. Pembelajaran
bertahap keterampilan gerak dapat benar-benar dipahami apabila menggunakau
model “tingkatan”. Ketika seorang anak menjadi dewasa sistem syaraf otot mulai
mampu melakukan gerakan yang makin lama makin sulit.
6
Gambar 1. Tingkatan Perkembangan Ketrampilan gerak
Sumber. Pate, Rotclla dan McClenaghan. 1993. Scientific Foundation
of Coaching (Terjemahan : Kasiyo Dwijoyowinoto). Semarang : IKIP Semarang
Press, hal. 202.
3. Kelompok umur
Pengelompokan siswa menurut Clarke dalam Drowatzky (1975:61) yaitu: “
Ada dua prosedur utama yang dapat digunakan untuk mengadakan pengelompokkan
siswa secara homogen, yakni dengan cara pengelompokkan berdasarkan macam
kegiatan khusus yang mereka
ikuti dan berdasarkan kemampuan umur yang
mereka miliki ”. Kegiatan khusus adalah mencari kemampuan setiap siswa yang
dinilai dari setiap kegiatan olahraga pendidikan di sekolah dan kategori siswa dalam
kegiatan tersebut. Pengelompokkan siswa berdasarkan kegiatan khusus ini dapat
berubah dari satu kegiatan-kegiatan yang lain. Sedangkan pengelompokkan siswa
berdasarkan kemampuan umum dapat dilakukan dengan mengadakan tes ketangkasan
olahraga secara menyeluruh atau kemampuan gerak. Untuk lebih memperjelas
batasan periodisasi perkembangan berdasarkan usia maka dapat kita lihat dari tabel
berikut ini :
Tabel 1. Periodesasi Perkembangan Berdasarkan Usia (Sugiyanto, 1993:8)
Fase Perkembangan
Batasan Usia
Fase Sebelum Lahir
Selama 9 bulan 10 hari
1. Awal
Saat pembuahan sampai dua minggu.
2. Embrio
2 sampai 8 minggu
3. Janin
8 minggu sampai saat lahir
Bayi
Saat lahir 1-2 tahun
Neonatal
Saat lahir sampai 4 minggu
7
Anak-anak
1 atau 2 sampai 10 atau 12 tahun
1. Anak Kecil
1 atau 2 sampai 6 tahun
2. Anak Besar Perempuan
6 sampai 10 tahun.
3. Anak besar Laki-laki
6 sampai 12 tahun
Adolesensi
1. Perempuan
10 sampai 18 tahun
2. Laki-laki
12 sampai 20 tahun
Dewasa
1. Dewasa Muda
18 atau 20 sampai 40 tahun
2. Dewasa Madya
40 sampai 60 tahun
3. Dewasa Tua
60 tahun keatas
Pada anak-anak sudah terjadi perkembangan, perkembangan dapat diartikan
sebagai peningkatan kapasitas fungsi atau kemampuan kerja organ-organ tubuh,
peningkatan bisa berbentuk daya fisik, koordinasi dan kontrol tubuh. Misalnya
peningkatan fungsi-fungsi otot, otak syaraf, jantung, paru-paru dan lain sebagainya
(Sugiyanto, 1993:2). Dari segi perkembangan fisik, pada masa ini sudah terjadi
perkembangan komponen biomotorik diantaranya: kekuatan, fleksibilitas, daya tahan,
power dan kemampuan biomotorik lainnya (Gallahue dan Ozmun 1998:267-292).
a. Pertumbuhan pada masa kanak-kanak awal
Selama masa kanak-kanak awal, pertumbuhan tinggi dan berat tidak secepat
pada masa kecil. Tingkat pertumbuhan melambat secara perlahan. Pada usia 4 tahun,
anak-anak memiliki ukuran panjang tubuh 2 kali panjang tubuh sewaktu
kelahirannya. Peningkatan jumlah total berat tubuh pada usia 2 sampai 5 tahun lebih
rendah dari peningkatan pada tahun pertama. Proses pertumbuhan melambat setelah 2
tahun pertama, tapi tetap konstan sampai usia remaja. Peningkatan tinggi tahunan dari
periode masa kanak-kanak awal sampai usia remaja adalah sekitar 2 inchi (5,1 cm)
per tahun. Peningkatan berat rata-rata 5 pound (2,3 kg) per tahun. Masa kanak-kanak
awal, oleh karena itu, menggambarkan masa ideal anak-anak untuk mengembangkan
dan memperbaiki berbagai macam gerakan mulai dari gerakan dasar pada masa
kanak-kanak awal sampai pada kemampuan olahraga pada pertengahan masa kanakkanak.
b. Pertumbuhan Pada Masa Kanak-Kanak Akhir
Periode dari usia 6 sampai 10 tahun dari masa kanak-kanak termasuk dalam
peningkatan yang lambat tetapi konstan, baik itu dalam hal tinggi badan, berat dan
kemajuan system motorik dan sensorik. Perubahan dalam pembangunan tubuh hanya
terjadi sedikit saja dalam tahun-tahun ini. Masa kanak-kanak adalah lebih pada
perpanjangan dan pengisian sebelum pertumbuhan pra-pubertal yang terjadi secara
tiba-tiba pada usia sekitar 11 tahun (untuk anak perempuan) dan 13 tahun (untuk anak
8
laki-laki). Walaupun tahun-tahun ini
ditandai dengan pertumbuhan fisik yang
bertahap, anak kecil tetap melakukan peningkatan yang cepat dalam mempelajari dan
fungsinya pada tingkat kematangan yang lebih dalam kemampuannya berolahraga
dan bermain.
Masa pertumbuhan yang relatif lambat ini memberi anak-anak tersebut untuk
membiasakan diri terhadap pertumbuhan yag dialaminya, dan merupakan faktor
penting juga pada perbaikan dramatik tertentu yang terlihat dalam koordinasi dan
control motorik selama masa kanak-kanak. Perubahan secara gradual dalam ukuran
dan terjalinnya hubungan tertutup antara perkembangan tulang dan jaringan dapat
dijadikan faktor penting dalam meningkatnya tingkat fungsi.
4. Kemampuan gerak dasar
a. Perkembangan kemampuan gerak dasar
Hurlock ( 1991 : 156 ), menyatakan bahwa : “ Masa kecil sering disebut
sebagai masa ideal untuk mempelajari keterampilan gerak “. Hal ini ada sejumlah
alasan yang mendasarinya, yaitu : (1) karena tubuh anak lebih lentur ketimbang tubuh
orang dewasa, sehingga anak lebih mudah menerima semua pelajaran,
belum banyak memiliki keterampilan yang akan berbenturan
(2) anak
dengan
keterampilan yang baru dipelajarinya, maka bagi anak mempelajari keterampilan baru
lebih mudah, (3) secara keseluruhan anak lebih berani pada waktu kecil ketimbang
ketika anak besar. Oleh karena itu, mereka lebih berani mencoba sesuatu yang baru.
Hal yang demikian menimbulkan motivasi yang diperlukan untuk belajar. (4) orang
dewasa merasa bosan melakukan pengulangan, tetapi sebaliknya anak-anak justru
menyenangi yang demikian. Oleh karena itu, anak-anak bersedia mengulangi suatu
tindakan hingga pola otot terlatih untuk melakukannya secara efektif. (5) karena anak
memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang lebih kecil ketimbang yang akan
mereka miliki pada waktu mereka bertambah besar, maka mereka memiliki waktu
yang lebih banyak untuk belajar menguasai keterampilan ketimbang yang dimiliki
remaja atau orang dewasa.
Keterampilan gerak tidak akan berkembang melalui kematangan saja,
melainkan keterampilan itu harus dipelajari. Di dalam mempelajari keterampilan
gerak menurut Hurlock (1991 : 157), yaitu : “ Hal terpenting di dalam mempelajari
keterampilan gerak meliputi : kesiapan belajar, kesempatan belajar, kesempatan
berpraktek, model yang baik, bimbingan, motivasi, individu dan sistematis. Apabila
pembelajaran dikaitkan dengan kesiapan belajar, maka keterampilan yang dipelajari
dengan waktu dan usaha yang sama oleh orang yang sudah siap hasilnya akan lebih
unggul dibandingkan dengan orang yang belum siap untuk belajar.
Fitts dan Postner dalam Gagne (1977: 222), mengemukakan bahwa : “ Proses
belajar gerak keterampilan digambarkan memiliki 3 fase belajar, yaitu : Fase awal
9
(kognitif), Fase
ase penghubung (asosiatif), dan Fase akhir (otonom) “. Fase kognitif
merupakan fase awal dalam belajar gerak
gerak keterampilan. Fase kognitif merupakan
perkembangan yang menonjol terjadi pada diri siswa, di mana siswa mengerti tentang
gerakan yang dipelajari. Sedangkan penguasaan geraknya sendiri masih belum baik
karena masih dalam taraf mencoba – coba gerakan. Pada fase kognitif proses belajar
di awali dengan aktif berfikir tentang gerakan yang dipelajari. Siswa berusaha
mengetahui dan memahami gerakan dari informasi yang diberikan kepadanya.
Informasi dapat bersifat verbal atau bersifat visual. Informasi verbal ada
adalah informasi
yang berbentuk penjelasan dengan menggunakan kata
kata-kata. Di sini indera
pendengaran aktif berfungsi. Informasi visual adalah informasi yang dapat dilihat.
Informasi ini dapat berbentuk contoh gerakan atau gambar gerakan, di sini indera
penglihatan
hatan aktif berfungsi.
b. Gerakan yang terampil dan efisien pada anak
anak-anak.
Gerakan yang terampil pada dasarnya merupakan gerakan yang efisien.
Keterkaitan antara berbagai faktor akan dapat menimbulkan gerakan yang efisien. Hal
ini sesuai pendapat Drowatzky (1975: 34), yaitu: “ Tiga komponen utama yang
mendukung gerakan yang efisien, yaitu: kesegaran jasmani dan kemampuan gerak,
kemampuan penginderaan atau sensori serta proses
proses-proses perseptual “. Gambaran
mengenai komponen-komponen
komponen komponen pendukung gerakan yang efisien dan unsur –
unsurnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.. Komponen gerakan efisien (Drowaz
(Drowaztky, 1975:34)
Unsur--unsur
unsur pendukung gerakan yang terampil dan efisien menurut Broer dan
Zernicke (1979: 35),
35) menyatakan bahwa: “ tiga prasarat untuk gerakan yang efisien,
yaitu unsur fisik, mental, dan emosional “. Ketiga unsur tersebut tidak dapat
berfungsi sendiri – sendiri secara terpisah dalam mewujudkan gerakan yang terampil
10
dan efisien. Ketiganya harus berfungsi dalam suatu mekanisme yang serasi atau
terorganisasi dengan baik.
Unsur fisik merupakan fungsi dari sistem muskular, skeletal, sirkulatori,
respiratori, dan indera. Sistem ini secara bersama- sama dengan komponen mental
dan emosional mempengaruhi sistem syaraf. Sistem syaraf melalui kontrol
keseimbangan, kontrol muskular dan kontrol ketepatan waktu mempengaruhi
kelincahan dan koordinasi tubuh. Kelincahan dan koordinasi tubuh inilah yang
mencerminkan gerakan yang efisien.
Di dalam berbagai gerakan, semua sistem tubuh difungsikan melalui sistem
syaraf untuk meghasilkan kontrol keseimbangan tubuh pada saat melakukan gerakan.
Kontrol tubuh ini meliputi : kontrol keseimbangan, kontrol ketepatan, waktu berbuat,
dan kontrol muskular. Kelima macam kontrol tersebut tergantung pada unsur fisik,
mental dan emosional.
Gerakan dikatakan efisien apabila gerakan-gerakan yang terkoordinasi dengan
baik dikombinasikan untuk menghasilkan gerakan yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas tertentu, dan memanfaatkannya dengan perolehan nilai yang
tinggi, dengan arah yang baik, dan menggunakan tenaga sekecil mungkin. Seseorang
yang mampu melakukan gerakan-gerakan secara efisien, orang tersebut dapat
dikatakan terampil.
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Gerak Dasar
Perkembangan kemampuan gerak dasar masing-masing siswa akan berlainan.
Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari dalam yaitu pembawaan maupun
dari luar yaitu lingkungan dan sarana belajar. Dengan demikian akan terdapat
kemampuan gerak dasar tinggi dan rendah. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan gerak dasar
Kemampuan gerak dasar tinggi
Kemampuan gerak dasar rendah
1. aktivitas pada masa sebelumnya 1. aktivitas pada masa anak kurang
diberikan kebebasan
atau dikekang
2. lingkungan, orang tua dan pra 2. lingkungan, orang tua dan pra
sarana pendukung
3. memiliki
koordinasi
sarana kurang mendukung
tubuh
dan 3. koordinasi tubuh dan kondisi fisik
kekuatan otot yang baik
4. motivasi melakukan kegiatan tinggi
lemah
4. kurang
bermotivasi
terhadap
kegiatan olahraga.
Tingkat potensi ketangkasan siswa dapat pula digunakan sebagai salah satu
faktor dalam pengembangan kurikulum olahraga pendidikan. Tingkat kemampuan
siswa yang sama dapat pula digunakan sebagai usaha untuk mengadakan
11
pengelompokkan siswa secara homogen agar diperoleh keuntungan yang lebih baik
dari program kegiatan olahraga. Dalam pengelompokkan yang homogen para siswa
dapat melakukan kegiatan dan bersaing dalam kemampuan yang sama.
Pengembangan kemampuan gerak dasar juga banyak tergantung dari pada
dasar fisiologis, peranan belajar dan lingkungan kebudayaan serta kemampuan
seseorang. Faktor-faktor biologi dan fisiologi memainkan peranan penting dalam
menentukan kemampuan gerak dasar seseorang. Sebagai contoh adalah seseorang
yang mempunyai indera mata kurang berfungsi, maka hasil tersebut akan
mempengaruhi dan membatasi penglihatannya sehingga menyebabkan perbedaan
dalam melakukan kegiatannya. Kemampuan gerak dasar seseorang berbeda,
tergantung dari sensitif tidaknya otot-otot dan kelompok otot, komposisi jaringan otot
atau perbedaan susunan dari sistem saraf pusat.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi hasil analisis data hasil tes kemampuan gerak dasar yang
dilakukan sesuai dengan kelompok yang dibandingkan disajikan sebagai berikut:
Tabel 3. Deskripsi data hasil tes kemampuan gerak dasar tiap kelompok berdasarkan
pendekatan pembelajaran bermain dan usia siswa
Perlakuan
Kelompok
Statistik
Hasil
Hasil
Tes Awal
Tes Akhir
Jumlah
1460,1
1484,87
24,75
Rerata
146,01
148,48
2,25
SD
4,29
5,39
4,50
Jumlah
1602
1583,62
18,37
Rerata
160,87
158,36
1,89
3,05
4,22
1,83
Jumlah
1608,12
1625
16,87
Rerata
160.8
162,50
2,10
SD
12,80
14,15
2,28
Jumlah
1567,87
1595,5
27,62
Rerata
156,78
159,55
3,15
4,50
5,61
3,45
umur
Pendekatan
pembelajaran
bermain
6,01 – 7,00
tahun
Individual
games
7,01 – 8,00
tahun
Pendekatan
pembelajaran
bermain
6,01 – 7,00
tahun
groups
games
7,01 – 8,00
tahun
SD
SD
Peningkatan
Pembahasan hasil penelitian ini memberikan penafsiran yang lebih lanjut
mengenai hasil-hasil analisis data yang telah dikemukakan. Berdasarkan pengujian
hipotesis telah menghasilkan dua kelompok kesimpulan analisis yaitu : (a) ada
perbedaan pengaruh yang bermakna antara faktor-faktor utama penelitian (b) ada
interaksi yang bermakna antara faktor-faktor utama dalam bentuk interaksi dua
12
faktor. Kelompok kesimpulan analisis tersebut dapat dipaparkan lebih lanjut sebagai
berikut:
1. Perbedaan Pengaruh antara Pendekatan Pembelajaran Bermain individual
games dan groups games Terhadap Kemampuan Gerak Dasar
Berdasarkan pengujian hipotesis pertama ternyata ada perbedaan pengaruh
yang nyata antara kelompok siswa yang mendapatkan pendekatan pembelajaran
bermain individual games dan groups games terhadap peningkatan kemampuan gerak
dasar. Pada kelompok siswa yang mendapat pendekatan pembelajaran bermain
groups games mempunyai peningkatan kemampuan gerak dasar yang lebih baik
dibandingkan dengan kelompok siswa yang mendapat pendekatan pembelajaran
bermain individual games.
Pendekatan pembelajaran bermain groups games memiliki kelebihan dalam
hal semangat kompetisi dan kerjasama siswa dalam melakukan gerakan, yaitu siswa
lebih semangat melakukan gerakan karena kompetisi dan kerjasama antar kelompok
siswa sehingga akan memungkinkan siswa meningkat kemampuan geraknya
dikarenakan melakukan gerak dasar dengan sempurna.
Dari angka-angka yang dihasilkan dalam analisis data menunjukkan bahwa
perbandingan rata-rata peningkatan persentase kemampuan gerak dasar yang
dihasilkan dengan pendekatan pembelajaran bermain groups games lebih tinggi
daripada dengan pendekatan pembelajaran bermain Individual games.
2. Perbedaan Kemampuan Gerak Dasar siswa usia 6,01 – 7,00 tahun dan siswa
usia 7,01 – 8,00 tahun
Berdasarkan pengujian hipotesis ke dua ternyata ada perbedaan pengaruh
yang nyata antara kelompok siswa usia 6.01 – 7,00 tahun siswa usia 7,01 – 8,00 tahun
terhadap kemampuan gerak dasar. Pada kelompok siswa usia 7,01 – 8,00 tahun
mempunyai peningkatan kemampuan gerak dasar lebih tinggi dibanding kelompok
siswa usia 6,01 – 7,00 tahun. Dari angka-angka yang dihasilkan dalam analisis data
menunjukkan bahwa perbandingan rata-rata peningkatan kemampuan gerak dasar
pada siswa usia 7,01 – 8,00 tahun lebih tinggi dari pada kelompok siswa usia 6,01 –
7,00 tahun.
3. Pengaruh Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran Bermain dan Usia
Siswa terhadap Kemampuan gerak Dasar
Interaksi antara dua faktor penelitian dapat dilihat pada gambar berikut:
13
165
160
155
150
Series1
145
Series2
140
135
A1
A2
Gambar 3. Bentuk
entuk Interaksi Perubahan Besarnya Peningkatan Kemampuan
Gerak
Dasar
Keterangan :
: A1 = Pendekatan pembelajaran bermain individual
ndividual games
: A2 = Pendekatan pembelajaran bermain groups games
: B1 = Usia siswa 6,01 – 7,00 tahun
: B2 = Usia siswa 7,01 – 8,00 tahun
Atas dasar gambar
g
5 di atas, bahwa bentuk garis perubahan besarnya nilai
kemampuan gerak dasar adalah persimpangan.. Garis tersebut memiliki suatu titik
pertemuan antara penggunaan pendekatan pembelajaran bermain dan usia siswa.
Berarti terdapat interaksi yang signifikan diantara keduanya. Gambar tersebut
menunjukkan bahwa usia siswa memiliki pengaruh yang bermakna terhadap
kemampuan gerak dasar.
dasar
Keefektifan
fektifan
penggunaan
pendekatan
pembelajaran
bermain
untuk
meningkatkan kemampuan gerak dasar dipengaruhi oleh usia siswa. Berdasarkan
hasil penelitian yang dicapai, ternyata siswa usia 77,01 – 8,00 tahun memiliki
peningkatan kemampuan gerak dasar yang besar jika menggunakan pendekatan
pembelajaran bermain groups games. Siswa usia 66,01 – 7,00 tahun lebih baik jika
dilatih dengan pendekatan pembelajaran bermain Individual games
games.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, William C. 1991. Foundation of Physical Education, Exercise, and Sport
Sciences USA: Malvern, Pensylvania.
Sciences.
A. M. Patty. 1999.
1999 Permainan Untuk Segala Usia. Bandung : Gunung Mulia.
14
Broer, Marion R. and Ronald, F. Zernicde. 1979. Efficiency of Human Movement.
Philadelphia : W.B. Sounders Company
Brophy, Jere E., Good, Thomas L. 1990. Educational Psychology a Realistic
Approach. London: Longman Group Ltd.
Drowatzky, John N. 1975. Motor Learning : Principles and Practices. Minncapolis.
Minnesota : Burgess Publishing Company.
Espenchade, Anna S. And Heler M. Eckert. 1980. Motor Development. Toronto :
Charles E. Merill Publishing Company.
Fleishman, Edwin A. 1965. The Structure and Measurement of Physical Fitnes.
Washington, DC : Prentice Hall Inc.
Gagne, Robert M. 1977. The Conditions of Learning. 3rd Edition. New York : Holt,
Rinchart and Winston.
Gallahue, David L. and Ozmun, John C. 1998. Understanding Motor Development.
Fourth Edition, Indiana State University. The McGraw-Hill Companies, Inc.
Harrow, Anita J. 1977. A. Taxonomy of The Psychomotor Domain. Second Edition.
New York : David Mc. Kay Company Inc.
Hurlock, Elizabeth B. 1991. Perkembangan Anak. (Terjemahan olah Meitasari
Tjandrasa dan Mushichah Zarkasih). Edisi ke 6 Jakarta : PT. Gelora Aksara
Pratama.
Husdarta & Yudha M. Saputra. 2000. Perkembangan Peserta Didik. Depdiknas.
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek
Penataran Guru SLTP Setara D-III.
Johnson, Barry L., Nelson, Jack K., 1969. Practical Measurement For Evaluation In
Physical Education. Burgess Publishing Company Minneapolis Minnesota.
Magill, Richard A. 1980. Motor Learning : Concepts and Applications. IOWA :
Wm.C. Brown Company Publishers.
Mathews, Donald K. 1963.Measurement in Physical Education. Philadclphia : W.B.
Saunders Company.
M. Furqon H. 2008. Mendidik Anak Dengan Bermain. Buku Panduan Guru SD
Bidang Jasmani. Surakarta : UNS Press.
Mulyono. 2010. Tes dan Pengukuran dalam Pendidikan Jasmani. Surakarta LPP
UNS dan UNS Press.
Romizowsky, A.J 1981.Desihning Intuctional System. New York : Kogan Page,
Random/Nichols Publishing.
Rusli Lutan dan Adang Suherman. 2000. Perencanaan Pembelajaran Penjaskes.
Jakarta : Depdikbud. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.
Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III
Rusli Lutan 1998. Belajar Ketrampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Jakarta
: Depdikbud. Dirjendikti.
15
2001. Olahraga dan Etika Fair Play. Jakarta : Depdiknas. Direktorat
Pemberdayaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Olahraga. Direktorat
Jenderal Olahraga.
Russel, R. Pate, Rottela, and McClenaghan. 1993. Scientific Foundation of Coaching
(Terjemahan: Kasiyo Dwijoyonoto). Semarang: IKIP Semarang Press.
Singer, Robert N. 1980. Motor Learning and Human Performance. New York : Mac.
Millan Publishing Co. Inc.
Siregar, M.F. 1975. Ilmu Pengetahuan Melatih. Jakarta : Proyek Pembinaan Prestasi
Olahraga KONI.
Siswandari. 2008. Statistika Terapan Bagi Para Peneliti. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.
Sugiyanto. 1995. Metodologi penelitian. Surakarta : UNS Press.
________. 1998. Perkembangan dan Belajar Gerak. Jakarta: Universitas Terbuka
Sudjana. 1992. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi III. Bandung : Penerbit Tarsito
______. 2002. Metoda Statistika. Edisi Ke-6 Bandung : Penerbit Tarsito.
Sukintaka. 1992. Teori Bermain Untuk D-II PGSD Penjaskes. Jakarta : Depdikbud.
Dirjendikti. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.
_________ 2001. Teori Pendidikan Jasmani. Bandung : Penerbit Nuansa
Toeti Soekamto. 1997. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. Jakarta:
Depdikbud
Winarno Surachmad. 1992. Pengantar Interaksi Mengajar Belajar. Bandung :
Penerbit Tarsito.
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Beda Strategi, Model,
Pendekatan,
Metode,
dan
Teknik
Pembelajaran
http://smacepiring.wordpress.com/, Diakses Selasa, 27 Januari 2011
Yudha M Saputra. 2001. Dasar-dasar Keterampilan Atletik Pendekatan Bermain
Untuk Sekolah Lanjutan Tingat Pertama (SLTP). Departemen Pendidikan
Nasioanal, Dirjen Dikdasmen dan Dirjen Olahraga
16
Download