BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gempabumi Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya gempabumi dihasilkan dari pergerakan lempenglempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan kesegala arah berupa gelombang gempabumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi (BMKG). Gempabumi juga dapat diakibatkan aktifitas gunung berapi, tanah longsor dan meteor yang menumbuk bumi. Menurut teori lempeng tektonik, kerak bumi terpecah-pecah menjadi beberapa bagian yang disebut lempeng. Lempeng-lempeng tersebut bergerak dengan arah dan kecepatan berbeda. Pergerakan lempeng ini disebabkan oleh arus konveksi. Lapisan atas bumi terdiri dari lithosfer dan asthenosfer. Lithosfer mempunyai densitas yang lebih besar, mudah patah, dan bersifat kaku. Asthenosfer mempunyai densitas yang lebih kecil dibandingkan lithosfer, bersuhu tinggi dan kental. Akibat gerakan perputaran bumi yang terus-menerus menimbulkan arus pada asthenosfer yang bersuhu tinggi. Arus ini disebut arus konveksi, yang bergerak dari tekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah. Gerakan asthenosfer akan menggerakkan lithosfer yang mengapung di atasnya, akibatnya lithosfer yang berupa lempeng-lempeng akan bergerak. Struktur lapisan bumi dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Struktur lapisan bumi(www.bmkg.go.id, 2015) 5 6 Ada tiga kemungkinan pergerakan satu lempeng tektonik relatif terhadap lempeng lainnya, yaitu apabila kedua lempeng saling menjauhi (spreading), saling mendekati(collision) dan saling geser (transform). Gambar 2.2 Ilustrasi yang menggambarkan beberapa jenis batas lempeng (USGS 2001) Gambar 2.3 Posisi perbatasan lempeng pada peta dunia (BMKG,2015) Apabila dua buah lempeng bertumbukan maka daerah batas antara dua lempeng akan terjadi tegangan (stress). Tegangan tersebut terjadi secara terus-menerus dan sedemikian besar sehingga melampaui kekuatan kulit bumi. Hal itu mengakibatkan terjadinya patahan pada kulit bumi di daerah terlemah. Kulit bumi yang patah tersebut akan melepaskan energi untuk kembali ke keadaan semula. Peristiwa pelepasan energi ini disebut gempabumi. 7 Gambar 2.4. Peta lempeng tektonik dunia (Ibrahim, 2005) 2.2 Jenis Gempabumi Gempabumi yang merupakan fenomena alam yang bersifat merusak dan menimbulkan bencana dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu: a. Gempabumi Vulkanik ( Gunung Api ) Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempabumi. Gempabumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut. b. Gempabumi Tektonik Gempabumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempabumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi. c. Gempabumi Runtuhan Gempabumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal. 8 d. Gempabumi Buatan Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke permukaan bumi. Berdasarkan kekuatannya atau magnitude (M), gempabumi dapat dibedakan atas : a. Gempabumi sangat besar dengan magnitude lebih besar dari 8 SR. b. Gempabumi besar magnitude antara 7 hingga 8 SR. c. Gempabumi merusak magnitude antara 5 hingga 6 SR. d. Gempabumi sedang magnitude antara 4 hingga 5 SR. e. Gempabumi kecil dengan magnitude antara 3 hingga 4 SR . f. Gempabumi mikro magnitude antara 1 hingga 3 SR . g. Gempabumi ultra mikro dengan magnitude lebih kecil dari 1 SR . Berdasarkan kedalaman sumber (h), gempabumi digolongkan atas : a. Gempabumi dalam h > 300 Km . b. Gempabumi menengah 60 < h < 300 Km . c. Gempabumi dangkal h < 60 Km . 2.3 Sumber Gempabumi Akibat pergerakan lempeng maka di sekitar perbatasan lempeng akan terakumulasi energi, dan jika lapisan batuan telah tidak mampu manahannya maka energi akan terlepas yang menyebabkan terjadinya patahan ataupun deformasi pada lapisan kerak bumi dan terjadilah gempabumi tektonik. Disamping itu akibat adanya pergerakan lempeng tadi terjadi patahan (sesar) pada lapisan bagian atas kerak bumi yang merupakan pembangkit kedua terjadinya gempabumi tektonik. Jadi sumber-sumber gempabumi keberadaannya ada pada perbatasan lempeng lempeng tektonik dan patahan- patahan aktif. 9 Gambar 2.5. Batas lempeng tektonik dan sebaran gempa di Indonesia (Ibrahim, 2005) Indonesia merupakan salah satu wilayah yang sangat aktif terhadap gempabumi, karena terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dan satu lempeng tektonik kecil. Ketiga lempeng tektonik itu adalah lempeng tektonik Indo-Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik serta lempeng kecil Filipina. Lempeng Indo-Australia bergerak menyusup dibawah lempeng Eurasia, demikian pula lempeng Pasifik bergerak kearah barat. Pertemuan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia berada di laut merupakan sumber gempa dangkal dan menyusup kearah utara sehingga di bagian darat berturut-turut ke utara di sekitar Jawa – Nusa tenggara merupakan sumber gempa menengah dan dalam. Gempa-gempa dangkal di bagian timur Indonesia selain berasosiasi dengan pertemuan lempeng (trench) juga disebabkan oleh patahan- patahan aktif, seperti patahan Palu Koro, patahan Sorong, patahan Seram, dan lain-lain. Beberapa tempat di Sumatra, Jawa, Nusa tenggara, Maluku, Sulawesi dan Irian rentan terhadap bencana gempabumi baik yang bersifat langsung maupun tak langsung seperti tsunami dan longsor. 10 Gambar 2.6. Sketsa patahan aktif di Indonesia (Ibrahim, 2005). Gambar 2.7. Sketsa patahan aktif di sebelah utara wilayah Nusa Tenggara Barat. 2.4 Magnitudo Gempabumi Skala magnitudo berdasarkan pada beberapa asumsi sederhana (Afnimar, 2009), yaitu: a. Magnitudo adalah ukuran energi yang dilepaskan oleh batuan yang sebanding dengan kecepatan gerakan tanah, yaitu perbandingan amplitudo (A) dengan periode (T). b. Dua gempa dengan kekuatan yang berbeda dan direkam dengan geometri sumberpenerima yang sama maka kejadian yang lebih besar adalah yang akan menghasilkan amplitudo yang lebih besar. 11 c. Penurunan amplitudo karena efek geometri dan atenuasi dapat diselesaikan secara statistik dengan fungsi kalibrasi F(β, β). d. Efek sumber seperti directivity dapat dikoreksi secara regional (Cr), dan pengaruh lokal seperti struktur batuan lokal, topografi dan lain-lain dikoreksi dengan stasiun (Cs). Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, maka bentuk umum dari skala magnitudo dapat dituliskan pada Persamaan 2.1 (Ibrahim, 2005). π΄ π = πππ π + πΉ(β, β)πΆπ + πΆπ ………………………………………………...………(2.1) di mana: A : amplitudo (μm) T : periode (detik) F : koreksi jarak episenter dan kedalaman h : kedalaman (focal depth) β : jarak episenter Cs : koreksi tempat stasiun Cr : koreksi daerah sumber 2.4.1 Magnitude lokal (ML) Magnitude lokal (ML) pertama kali diperkenalkan oleh Richter di awal tahun 1930-an dengan menggunakan data kejadian gempabumi di daerah California yang direkam oleh Seismograf Woods-Anderson. Dengan mengetahui jarak episenter ke seismograf dan mengukur amplitude maksimum dari sinyal yang tercatat di seismograf maka dapat dilakukan pendekatan untuk mengetahui besarnya gempabumi yang terjadi. Magnitude lokal mempunyai rumus empiris sebagai berikut (Ibrahim, 2005). : ππΏ = πππ π΄ + 3 πππ ο − 2.92..................................................................... (2.2) Saat ini penggunaan Magnitude Lokal sangat jarang karena pemakaian seismograf Woods-Anderson yang tidak umum. Selain itu penggunaan kejadian gempabumi yang terbatas pada wilayah California dalam menurunkan persamaan empiris membuat jenis magnitude ini paling tepat digunakan untuk daerah tersebut saja. Karena itu dikembangkan jenis magnitude yang lebih tepat untuk penggunaan yang lebih luas dan umum. 12 2.4.2 Magnitude bodi (mB) Terbatasnya penggunaan magnitude lokal untuk jarak tertentu membuat dikembangkannya tipe magnitude yang bisa digunakan secara luas. Salah satunya adalah mb atau magnitude bodi (Body-Wave Magnitude). Magnitude ini didefinisikan berdasarkan catatan amplitude dari gelombang P yang menjalar melalui bagian dalam bumi (Lay. T and Wallace.T.C. 1995). Secara umum dirumuskan dengan persamaan : mb = log ( A / T ) + πΉ(β, β) ........................................................................... (2.3) 2.4.3 Magnitude permukaan (Ms) Magnitude tipe ini didapatkan sebagai hasil pengukuran terhadap gelombang permukaan (surface waves). Untuk jarak οοΎ 600 km seismogram periode panjang (longperiod seismogram) dari gempabumi dangkal didominasi oleh gelombang permukaan. Gelombang ini biasanya mempunyai periode sekitar 20 detik. Amplitude gelombang permukaan sangat tergantung pada jarak ο dan kedalaman sumber gempa h. Gempabumi dalam tidak menghasilkan gelombang permukaan, karena itu persamaan Ms tidak memerlukan koreksi kedalaman. Magnitude permukaan mempunyai bentuk rumus sbb (Ibrahim, 2005).: Ms = log A + ο‘ log ο + ο’ .............................................................................. (2.4) dengan ο‘ dan ο’ = koefisien dan konstanta yang didapatkan dengan pendekatan empiris. Persamaan ini digunakan hanya untuk gempa dengan kedalaman sekitar 60 km. Dalam penelitian yang dilakukan dengan data historis, konversi Ms dan mB dapat dinyatakan dalam persamaan (Ibrahim, 2005): mb = 2.5 + 0.63 Ms .......................................................................................(2.5) atau Ms = 1.59 mb – 3.97 ......................................................................................(2.6) 13 2.4.4 Magnitude momen (Mw) Kekuatan gempabumi sangat berkaitan dengan energi yang dilepaskan oleh sumbernya. Pelepasan energi ini berbentuk gelombang yang menjalar ke permukaan dan bagian dalam bumi. Dalam penjalarannya energi ini mengalami pelemahan karena absorbsi dari batuan yang dilaluinya, sehingga energi yang sampai ke stasiun pencatat kurang dapat menggambarkan energi gempabumi di hiposenter. Berdasarkan Teori Elastik Rebound diperkenalkan istilah momen seismik (seismic moment). Momen seismik dapat diestimasi dari dimensi pergeseran bidang sesar atau dari analisis karakteristik gelombang gempabumi yang direkam di stasiun pencatat khususnya dengan seismograf periode bebas (broadband seismograph) (Ibrahim, 2005). Mo = µ D a ……………………………………………………….(2.7) dimana: Mo = moment seismik, µ = rigiditas, D = pergeseran rata-rata bidang sesar, a = area sesar. Secara empiris hubungan antara momen seismik dan magnitude permukaan dapat dirumuskan sebagai berikut (Ibrahim, 2005). log Mo = 1.5 Ms + 16………………………………………………………. (2.8) Kanamori (1997) dan Lay. T and Wallace. T. C, (1995) memperkenalkan Magnitude momen (moment magnitude) yaitu suatu tipe magnitude yang berkaitan dengan momen seismik namun tidak bergantung dari besarnya magnitude permukaan : Mw = ( log Mo / 1.5 ) – 10.73 ……………………………………………...(2.9) dimana: Mw = magnitude momen, Meskipun dapat menyatakan jumlah energi yang dilepaskan di sumber gempabumi dengan lebih akurat, namun pengukuran magnitude momen lebih komplek dibandingkan pengukuran magnitude ML, Ms dan mb. Karena itu penggunaannya juga 14 lebih sedikit dibandingkan penggunaan ketiga magnitude lainnya (Lay. T and Wallace. T. C, 1995). 2.5 Konsep Risiko Bencana 2.5.1 Bahaya (hazards) Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan. Bencana alam geologi merupakan kejadian alam ekstrim yang diakibatkan oleh berbagai fenomena geologi dan geofisika. Aktivitas tektonik di permukaan bumi dapat menjadi salah satu penyebabnya, demikian halnya dengan aktivitas vulkanik di bawah permukaan bumi yang juga mungkin sampai di permukaan. Pemahaman mengenai mitigasi bencana alam geologi dan mitigasi hazard menjadi menarik dan mendesak untuk diteliti mengingat dampak yang ditimbulkan bencana tersebut dewasa ini. Kerugian jiwa, material, dan budaya merupakan aspek utama yang berisiko menanggung dampak bencana. Kesadaran tentang potensi bencana di Indonesia dan fakta ilmiah di sekitar bencana yang menimpa negara ini menjadi alasan utama perlunya dilakukan usaha-usaha ilmiah untuk mengatasinya. Peran aktif semua pihak yang terkait merupakan sikap terbaik yang diperlukan untuk menanggulangi masalah bencana. Gempa bumi adalah salah satu dari banyak bahaya alam yang paling merusak, gempa-gempa tersebut bisa terjadi setiap saat di sepanjang tahun, dengan dampak yang tiba-tiba dan hanya memberikan peringatan sedikit waktu saja. Gempa dapat menghancurkan bangunan-bangunan dalam waktu yang sebentar saja. Gempa tidak hanya merusak kota-kota secara menyeluruh tetapi juga bisa mengacaukan pemerintahan, ekonomi dan struktur sosial dari satu negara. 2.5.2 Kerentanan (vulnerability) Kerentanan (vulnerability) merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya. Tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk diketahui sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana, karena bencana baru akan terjadi bila ‘bahaya’ terjadi pada ‘kondisi yang rentan’. Tingkat kerentanan dapat ditinjau dari kerentanan fisik ekonomi.(BAKORNAS PB, 2007) (infrastruktur), sosial kependudukan, dan 15 2.5.3 Kemampuan (capacity) Kemampuan (capacity) atau kapasitas adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana. (BAKORNAS PB, 2007). 2.5.4 Risiko bencana Risiko bencana adalah interaksi antara tingkat kerentanan daerah dengan ancaman bahaya (hazards) yang ada. Ancaman bahaya, khususnya bahaya alam bersifat tetap karena bagian dari dinamika proses alami pembangunan atau pembentukan roman muka bumi baik dari tenaga internal maupun eksternal, sedangkan tingkat kerentanan daerah dapat dikurangi, sehingga kemampuan dalam menghadapi ancaman tersebut semakin meningkat. Secara umum risiko dapat dirumuskan dengan Persamaan 2.10 dan Persamaan 2.11. Risiko = BahayaxKerentan Kemampuan …………………………………………..………..(2.10) Atau dapat ditulis dengan: Risiko = Bahaya x Kerentanan x ketidakmampuan……………………….. (2.11) Gambar 2.12. Hubungan antara faktor bahaya, kerentanan, kemampuan dan risiko bencana. 2.6 Percepatan Getaran Tanah Maksimum Perpindahan materi dalam penjalaran gelombang seismik disebut displacement. Jika melihat waktu yang diperlukan untuk perpindahan tersebut, maka bisa ditentukan 16 kecepatan materi tersebut. Sedangkan percepatan adalah parameter yang menyatakan perubahan kecepatan mulai dari keadaan diam sampai pada kecepatan tertentu. Pada bangunan yang berdiri di atas tanah memerlukan kestabilan tanah tersebut agar bangunan tetap stabil. Percepatan gelombang gempa yang sampai di permukaan bumi disebut juga percepatan tanah, merupakan gangguan yang perlu dikaji untuk setiap gempa bumi, kemudian dipilih percepatan tanah maksimum atau Peak Ground Acceleration (PGA) untuk dipetakan agar bisa memberikan pengertian tentang efek paling parah yang pernah dialami suatu lokasi. Efek primer gempabumi adalah kerusakan struktur bangunan baik yang berupa bangunan perumahan rakyat, gedung bertingkat, fasilitas umum, monumen, jembatan dan infrastruktur lainnya, yang diakibatkan oleh getaran yang ditimbulkannya. Secara garis besar, tingkat kerusakan yang mungkin terjadi tergantung dari kekuatan dan kualitas bangunan, kondisi geologi dan geotektonik lokasi bangunan, dan percepatan tanah di lokasi bangunan akibat dari getaran suatu gempa bumi (Ibrahim, 2005). Faktor yang merupakan sumber kerusakan dinyatakan dalam parameter percepatan tanah. Dalam peristiwa gempabumi merusak bangunan dapat dianalogikan sebuah bangunan sebagai seseorang yang tengah berdiri diatas mobil bak terbuka. Kondisi awal adalah mobil sedang dalam keadaan diam dan orang itu pun dalam keadaan diam (stabil), tidak bergerak dan berat badannya ditopang langsung oleh bagian dasar mobil searah gravitasi. Berat orang tersebut merupakan sebuah gaya (force) searah gravitasi yang besarnya : π€ = π . g………………………………………………………………… (2.12) dimana: w : Gaya berat (Newton) m : Massa (kg) g : Percepatan gravitasi bumi (m/s2) Dari hal ini, gravitasi merupakan sebuah satuan percepatan yang arahnya menuju pusat bumi. Dengan kondisi mobil yang diam, tidak ada percepatan lain kecuali percepatan gravitasi tersebut. Ketika mobil mulai bergerak untuk mencapai kecepatan 100 km/jam. Adanya perubahan kecepatan dari 0 hingga 100 km/jam membuat mobil mengalami percepatan sesuai arah mobil bergerak. Adanya percepatan ini membuat orang 17 yang berada diatas mobil terdorong ke arah belakang (Gambar 2.13.). Besarnya gaya dorong sesuai dengan persamaan : πΉ = π . a………………………………………………………………. (2.13) dimana: F : Gaya dorong (Newton) a : Percepatan mobil (m/s2) Semakin besar massa seseorang atau semakin besar percepatan mobil tersebut, semakin besar pula gaya dorong ke belakang yang timbul. Gambar 2.13. Arah gaya inersia pada mobil dan bangunan terhadap percepatanya. Selanjutnya, ketika mobil dengan kecepatan 100 km/jam hendak menghentikan lajunya sehingga kecepatannya menjadi 0 km/jam, terjadi perlambatan yang juga adalah percepatan dengan besaran negatif. Dengan demikian, orang diatas mobil akan terhempas kearah depan (Gambar 2.14). Sama dengan kejadian sebelumnya, Besarnya gaya dorong sesuai dengan persamaan Gambar 2.14. Arah gaya inersia terhadap percepatan dalam arah sebaliknya. 18 Ketika gempa bumi bumi terjadi, permukaan tanah akan bergerak dengan percepatan tertentu. Dengan demikian, bangunan yang mengalami gempa bumi dapat dianalogikan sebagai seseorang yang sedang berdiri diatas mobil yang mengalami perubahan kecepatan. Selanjutnya, gaya dorong yang berpotensi merusakan bangunan akan timbul karena perubahan kecepatan itu. Gambar 2.15. Pengaruh gaya yang timbul akibat gempabumi terhadap bangunan. Dampak dari gaya yang timbul akibat gempabumi pada bangunan yang tidak cukup kuat menahan gayanya seperti pada gambar 2.16 dan 2.17 ( BNPB, 2013). Gambar 2.16. Dampak gempabumi terhadap bangunan. 19 Gambar 2.17. Dampak gempabumi terhadap bangunan. Sehingga data PGA akibat getaran gempabumi pada suatu lokasi menjadi penting untuk menggambarkan tingkat risiko gempabumi di suatu lokasi tertentu. Semakin besar nilai PGA yang pernah terjadi di suatu tempat, semakin besar risiko gempabumi yang mungkin terjadi. Parameter percepatan getaran tanah merupakan salah satu parameter yang penting dalam seismologi teknik. Besar kecilnya percepatan getaran tanah tersebut menunjukkan risiko gempabumi yang perlu diperhitungkan sebagai salah satu bagian dalam perencanaan bangunan tahan gempa. Percepatan getaran tanah dinyatakan dalam satuan gal atau cm/dt2. Pengukuran percepatan tanah dilakukan dengan accelerograf yang dipasang di lokasi penelitian. Namun jaringan accelerograf di Indonesia belum sebaik di negara lain seperti Jepang, Amerika, Cina, maka pengukuran percepatan tanah dilakukan dengan cara empiris, yaitu dengan pendekatan dari rumus yang diturunkan dari magnitude gempa atau / dan data intensitas.. Nilai percepatan getaran tanah maksimum dihitung berdasarkan magnitude dan jarak sumber gempa yang pernah terjadi terhadap titik perhitungan, serta nilai periode dominan tanah daerah tersebut (ibrahim, 2005). 20 Gambar 2.18 lokasi penempatan sensor di wilayah NTB. Fungsi atenuasi merupakan suatu fungsi yang menggambarkan korelasi antara intensitas gerakan tanah, dan magnitude, serta jarak dari suatu titik dalam daerah radius sumber gempa. Fungsi atenuasi telah dikemukakan oleh sejumlah ahli dan peneliti dengan menggunakan data rekaman gempa untuk suatu daerah. Fungsi ini memberikan hubungan antara parameter gempa dengan faktor-faktor yang mempengaruhi parameter tersebut seperti sumber gempa, jalur gempa, dan kondisi daerah setempat. Rumus empiris atenuasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumus Fukushima dan Tanaka (1990) dengan bentuk rumusanya adalah: log 10 ( PGA) ο½ 0.41Ms ο log 10 ( R ο« 0.032 οͺ100.41Ms ) ο 0.0034 R ο« 1.30 ……… (2.14) dimana: PGA = Percepatan Tanah, R = Jarak dari hiposenter ke titik pengukuran . 2.7 Kepadatan Penduduk Kependudukan adalah salah satu elemen yang mempengaruhi bencana selain infrastruktur. Data infrastruktur pada setiap kecamatan masih sangat sulit diperoleh, sehingga hanya elemen kepadatan penduduk saja yang digunakan dalam pengembangan peta risiko gempa. Dengan asumsi bahwa di tiap kecamatan dengan kepadatan penduduk tinggi akan mempunyai infrastruktur yang banyak (Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, 2008). Semakin padat penduduk di suatu daerah maka akan semakin rentan daerah tersebut terhadap bencana. Tingginya kepadatan penduduk mampu mengurangi tingkat pelayanan sosial wilayahnya misalnya akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan pun berkuran, sehingga 21 hal ini mampu mengurangi kesiapan fisik dan pemahaman penduduk dalam menghadapi kejadian bencana. Kepadatan penduduk juga dapat mempersulit proses evakuasi. Cara menghitung kepadatan penduduk adalah membagi jumlah penduduk dengan luas wilayah dengan satuan jiwa/km2. Tingkat kepadatan penduduk ini digunakan sebagai parameter tingkat kerentanan (vulnerability) dalam pengembangan peta risiko bencana gempabumi. 2.8 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) IPM adalah suatu indeks sosial ekonomi yang bergantung pada 3 (tiga) faktor yaitu faktor kesehatan, pendidikan dan penghasilan. IPM memberikan suatu ukuran gabungan tiga komponen utama pembangunan manusia, yaitu: 1. Indeks panjang umur (longevity), diukur dari usia harapan hidup. 2. Indeks pendidikan yang dicapai (educational attainment): diukur berdasarkan tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan waktu rata-rata bersekolah. 3. Indeks standar kehidupan, diukur berdasarkan penyesuaian pengeluaran per kapita (daya beli). IPM digunakan secara internasional untuk menilai tingkat sosial ekonomi dari suatu negara, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa, yang dipakai sebagai parameter faktor kemampuan yang sangat berguna dalam pengembangan Peta Risiko Bencana. Semakin tinggi nilai IPM semakin tinggi kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi bencana. (Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, 2008)