hubungan antara tingkat kecemasan dengan peningkatan tekanan

advertisement
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN PENINGKATAN
TEKANAN DARAH PADA PASIEN PRE OPERASI
FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH
DI RSUD SIDOARJO
Rizka Indrawati, Ns. Christina Yuliastuti, M.Kep., Ns. Dwi Ernawati, M.Kep., Ns. Ida
Dwiningsih, M.Kep
Mahasiswi Prodi S1 Keperawatan
Tahun ajaran 2015
Title : Relations Between The Level of Anxiety with increased Blood Pressure on Pre Lower
Extremity Fractures Operation Patients atSidoarjo Hospital
ABSTRACT
Patient preoperative lower limb fractures generally experience psychological problems
of anxiety, anxiety can cause increased blood pressure and thwart the operations management.
This study aims to identify the relationship between the level of anxiety with increased blood
pressure in patients with preoperative lower extremity fractures.
Analytical study design using the design correlation with cross sectional approach.
Samples obtained a total of 33 patients with preoperative lower extremity fractures are taken
with concecutive sampling techniques. The independent variable is the level of anxiety and the
dependent variable is the increase in blood pressure. The research instrument used
questionnaire (DASS 42) and Sphygnomanometer and Stetoscop. Data were analyzed with
statistical test Pearson correlation (ρ = 0.005).
The results showed there is a relationship between the level of anxiety with increased
blood pressure patient preoperative lower extremity fractures at the Hospital Sidoarjo (ρ =
0.004). respondents who experienced severe anxiety obtained 13 respondents (39.4%)
experienced an increase in blood pressure.
The implications of this study patient preoperative lower extremity fractures can control
the anxiety to get closer to God in order to avoid an increase in blood pressure, because of
increased blood pressure affects the operation process.
Keywords: anxiety, blood pressure, Pre Lower Extremity Fractures Operations
Page | 1
Pendahuluan
Cedera
ekstremitas
bawah
merupakan suatu cidera yang terjadi pada
bagian bawah oleh karena berbagai keadaan
trauma dengan manifestasi cidera fraktur
(Helmi, 2012). Persiapan mental pre operasi
juga harus dipersiapkan untuk menghadapi
pembedahan karena selalu ada kecemasan
pasien terhadap penyuntikan, nyeri luka,
anastesi, bahkan terhadap kemungkinan
cacat atau mati (Sjamsuhidayat dkk, 2010).
Pasien yang akan menjalani pembedahan
fraktur umumnya akan mengalami masalah
psikososial yaitu perasaan cemas dan takut
(Merdekawati, 2013). Pasien pre operasi
fraktur ekstremitas bawah yang peneliti lihat
pada saat praktek di Ruang Rawat Inap
Paviliun G-2 Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya, 70% mengalami kecemasan dan
peningkatan tekanan darah sebelum tindakan
operasi. Ketakutan akan kematian yang ada
di depan mata saat dioperasi membayangi
pasien dan hal ini menyebabkan jantung
bekerja menjadi lebih cepat kemudian
menyebabkan
timbulnya
peningkatan
tekanan darah pada pasien (Ikhsan, 2012).
Namun sejauh ini hubungan tingkat
kecemasan dengan peningkatan tekanan
darah pada pasien pre operasi fraktur
ekstremitas bawah ditempat penelitian
secara terperinci belum dapat dijelaskan.
Badan kesehatan dunia (WHO)
mencatat tahun 2009, terdapat lebih dari 7
juta orang meninggal dikarenakan insiden
kecelakaan dan sekitar 2 juta orang
mengalami kecacatan fisik. Salah satu
insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi
cukup tinggi yakni insiden fraktur
ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari
insiden kecelakaan yang terjadi (WHO,
2009). Berdasarkan data dari Departemen
Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar
8 juta orang mengalami kejadian fraktur
dengan jenis fraktur yang berbeda dan
penyebab yang berbeda. Hasil survey tim
depkes RI didapatkan 25% penderita fraktur
yang mengalami kematian, 45% mengalami
cacat fisik, 15% mengalami stress psikologis
karena cemas dan bahkan depresi, dan 10%
mengalami kesembuhan dengan baik
(Depkes RI, 2009). Pada hasil studi
pendahuluan di RSUD Sidoarjo pada
tanggal 12 Maret 2015 data dari Instalasi
Rekam
Medik
pada
bulan
Januari−Desember 2014 didapatkan pasien
fraktur ekstremitas bawah sebanyak 345
pasien. fraktur femur 40%, fraktur bagian
kaki bawah 40%, dan fraktur tidak spesifik
lainya 20% dan diperoleh rata-rata 28 pasien
per bulan. Pada survey yang dilakukan
peneliti tanggal 27 Maret 2015 di Ruang
Rawat Inap Teratai RSUD Sidoarjo
didapatkan data sebanyak 5 pasien pre
operasi fraktur ekstremitas bawah 100%
mengalami
kecemasan
dan
100%
mengalami peningkatan tekanan darah ratarata 20mmHg. Data dari Ruang Bedah
Sentral RSUD Sidoarjo pada bulan februari
2015 didapatkan pasien kembali ke ruangan
karena terjadi peningkatan tekanan darah
sebanyak 20% dari total pasien yang akan
dilakukan tindakan pembedahan.
Faktor
yang
mempengaruhi
kecemasan salah satunya adalah faktor
presipitasi kecemasan yaitu ancaman
terhadap
integritas
diri,
terjadinya
ketidakmampuan fisiologis yang akan
datang atau menurunkan kapasitas untuk
melakukan aktifitas hidup sehari-hari,
misalnya tindakan pembedahan yang akan
dijalani (Jaya, 2015). Kecemasan yang
dialami pasien pre operasi fraktur
ekstremitas bawah akan menimbulkan suatu
stressor berupa kekhawatiran dalam
penatalaksaan operasi kemudian merespon
sistem saraf otonom. Peningkatan kelenjar
adrenal
melepas
adrenalin,
yang
menyebabkan
tubuh
meningkatkan
frekwensi jantung. Ansietas menyebabkan
respon kognitif, psikomotor, dan fisiologi
salah satunya adalah peningkatan tekanan
darah. Meningkatnya tekanan darah akan
mengganggu operasi fraktur karena bisa
menyebabkan
pendarahan
dan
bisa
menggagalkan penatalaksanaan operasi
(Videbeck, 2008). Penelitian Merdekawati
(2013) mengemukakan bahwa ketakutan dan
kecemasan yang sangat berlebihan, akan
membuat klien menjadi tidak siap secara
emosional untuk menghadapi pembedahan,
dan akan menghadapi masalah praoperatif
seperti
tertundanya
operasi
karena
tingginyadenyut
nadi
perifern
dan
Page | 2
mempengaruhi palpasi jantung. Pasien akan
mengalami tanda-tanda fisiologis seperti
peningkatan tekanan darah.
Ansietas
menyebabkan
respon
kognitif, psikomotor dan fisiologis yang
tidak nyaman, misalnya kesulitan berfikir
logis, peningkatan aktivitas motorik agitasi,
dan peningkatan tanda-tanda vital. Individu
dalam respons fisiologis untuk mengurangi
perasaan tidak nyamannya, individu
mencoba
mengurangi
tingkat
ketidaknyamanan
tersebut
dengan
melakukan perilaku adaptif dapat menjadi
hal yang positif dan membantu individu
beradaptasi dan belajar (Videbeck, 2008).
Peran perawat disini sangatlah diperlukan
untuk mempersiapkan pasien baik secara
fisik maupun psikis untuk setiap tindakan
pembedahan baik sebelum, selama maupun
setelah operasi. Perawat juga harus
memperhatikan
lingkungan
dan
mengidentifikasi penyebab kecemasan yang
terjadi pada pasien dengan cara pendekatan
atau strategi koping. Upaya yang dapat
dilakukan peneliti untuk membantu pasien
yang mengalami kecemasan saat akan
menghadapi
operasi
bisa
dengan
memberikan
penyuluhan
pendidikan
kesehatan pada pasien, misal pendidikan
preoperatif adalah memberikan informasi
kepada pasien dan keluarga tentang prosedur
preoperatif, intraoperatif dan post operatif
melalui percakapan, diskusi, audiovisual dan
demonstrasi.
Variabel Independen pada penelitian
ini adalah tingkat kecemasan pasien pre
operasi fraktur ekstremitas bawah di RSUD
Sidoarjo. Variabel Dependenpenelitian ini
adalah peningkatan tekanan darah pasien pre
operasi fraktur ekstremitas bawah di RSUD
Sidoarjo.
Instrumen pada penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan :
a.
KuesionerDepression Anxiety Stres
Scale (DASS) 42 menurut Lovibond
(1995), berisi 42 item yang termasuk
tiga skala laporan diri yang
dirancang untuk mengukur keadaan
emosional
negatif
depresi,
kecemasan dan stres. Kuesioner
tingkat kecemasan menggunakan
DASS 42 yang berfokus pada 14
pertanyaan
tentang
kecemasan,
pertanyaan kuesioner DASS 42 yang
terdiri dari nomor 2, 4, 7, 9, 15, 19,
20, 23, 25, 28, 30, 36, 40, 41.
Instrumen
penelitian
ini
menggunakan skala data ratio dan
setiap jawaban dari pertanyaan
memiliki nilai 0 hingga 3 dimana :
nilai 0 berarti responden tidak pernah
mengalami hal tersebut, nilai 1
berarti sesuai yang dialami, nilai 2
berarti sering mengalami, nilai 3
berarti hampir setiap hari mengalami
hal tersebut
b.
Sphygnomanometer merk ABN serta
stetoskop merk ABN.
Bahan dan Metode Penelitian
Data Umum
Penelitian ini menggunakan metode
desain penelitian analitik korelasi dengan
pendekatan cross sectional. Penelitian
dilaksanakan pada tanggal 21 Mei 2015
sampai 21 Juni 2015 di RSUD Sidoarjo.
Populasi pada penelitian ini adalah semua
pasien pre operasi fraktur ekstremitas bawah
di RSUD Sidoarjo dengan rata-rata perbulan
33 pasien. Besar sampel 33 responden.
Teknik sampling pada penelitian ini
menggunakannonprobabiliti
sampling
dengan pendekatan consecutive sampling.
Dimana jumlah sampling ditentukan oleh
lamanya waktu penelitian.
1. Karakteristik Responden Menurut Jenis
Kelamin.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel
5.1 menunjukan bahwa dari 33 responden
didapatkan 18 responden (54,5%) berjenis
kelamin laki-lakidan 15 responden (45,5%)
berjenis kelamin perempuan.
2. Karakteristik
Responden
Berdasrkan
Usia.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel
5.2 menunjukan bahwa dari 33 responden
didapatkan rata-rata berusia 17th-30th
Page | 3
sebanyak 15 responden (45,5%), 13
responden (39,4%) berusia 31th- 40thdan 5
responden (15,2)% berusia 41th- 50th
berpendidikan terakhir diploma dan 1
responden (3,0%) tidak sekolah.
7. Karakteristik
3. Karakteristik
Responden
Menurut
Pekerjaan.
Responden
Menurut
Penyakit Penyerta.
Bagian Yang di Operasi di Rumah
5. Karakteristik Responden Berdasarkan
Pendamping.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel
5.5 menunjukan bahwa dari 33 responden
didapatkan rata-rata saat dirumah sakit 19
responden (57,6%) didampingi suami atau
istri, 7 responden (21,2%) didampingi oleh
orang tua, 5 responden (15,2%) didampingi
anak dan 2 responden (6,1%) didampingi
saudaranya.
Responden
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel
5.7 menunjukan bahwa dari 33 responden
didapatkan
17
responden
(51,5%)
mengalami fraktur femur, 10 responden
(30,3%) mengalami fraktur kruris, 4
responden (12,1%) mengalami fraktur tibia
dan 2 responden (6,1%) mengalami fraktur
patella.
8. Karakteristik Responden Menurut Jenis
Operasi.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel
5.4 menunjukan bahwa dari 33 responden
didapatkan rata-rata 17 responden (51,1%)
tidak memiliki penyakit penyerta, 7
responden (21,2%) memiliki penyakit
penyerta asam urat, 6 responden (18,2%)
memiliki penyakit penyerta diabetes melitus
dan 3 responden (9,1%) memiliki penyakit
penyerta lainya.
6. Karakteristik
Menurut
Sakit.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel
5.3 menunjukan bahwa dari 33 responden
didapatkan rata-rata sebagai pekerja
wiraswasta sebanyak 17 responden (51,5%),
6 responden (18,2%) memiliki pekerja lain,
5 responden (15,2%) bekerja sebagai PNS
dan 5 responden (15,2%) sebagai ibu rumah
tangga.
4. Karakteristik
Responden
Menurut
Pendidikan Terakhir
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel
5.6 menunjukan bahwa dari 33 responden
didapatkan rata-rata 11 responden (33,3%)
berpendidikan terakir SMA, 7 responden
(21,1%) berpendidikan terakir SMP, 5
responden (15,2%) berpendidikan terakir
sarjana, 5 responden (15,2%) berpendidikan
terakir SD,
4
responden
(12,1%)
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel
5.8 menunjukan bahwa semua responden
akan menghadapi tindakan operasi ORIF.
Data Khusus
1. Karakteristik
Responden
Berdasarkan Tingkat Kecemasan
Tabel 5.9 Karakteristik Responden
Bersarkan Tingkat Kecemasan di RSUD
Sidoarjo pada tanggal 21 Mei – 21 Juni
2015.
Tingkat
Frekuensi
Persen
Kecemasan
Ringan
2
6,1%
Sedang
9
27,3%
Berat
13
39,4%
Sangat berat
9
27,3%
Total
33
100%
Tabel 5.9 menunjukan bahwa dari 33
responden didapatkan rata-rata 13 responden
(39,4%) mengalami kecemasan berat, 9
responden (27,3%) mengalami kecemasan
sangat berat, 9 responden (27,3%)
mengalami kecemasan sedang dan 2
responden (6,1%) mengalami kecemasan
ringan.
Page | 4
2. Karakteristik Responden Berdasarkan
Selisih Peningkatan Tekanan Darah H-1
dan H-2jam Pre Operasi.
Tabel 5.11 Karakteristik Responden
Berdasarkan Selisih Peningkatan Tekanan
Darah H-1 dan H-2jam Pre Operasi di
RSUD Sidoarjo pada tanggal 21 Mei – 21
Juni 2015.
Selisih H-1 dan
H-2 jam Pre
Operasi
Tidak meningkat
<10 mmHg
11-20 mmHg
21-30 mmHg
>31 mmHg
Total
Frekuensi
Persen
4
13
14
1
1
33
12,1%
39,4%
42,4%
3%
3%
100%
Tabel 5.11 menunjukan bahwa dari 33
responden didapatkan rata-rata 14 responden
(42,4%) mengalami peningkatan 11-20
mmHg, 13 responden (39,4%) mengalami
peningkatan <10 mmHg, 4 responden
(12,1%) tidak mengalami peningkatan
tekanan darah, 1 responden (3%) mengalami
peningkatan 21-30 mmHg dan 1 responden
(3%) mengalami peningkatan tekanan darah
>30 mmHg.
Tabel 5.12 Menunjukan bahwa 1
responden (50%) mengalami kecemasan
ringan dan tidak mengalami peningkatan
tekanan darah, 1 responden (50%)
mengalami
kecemasan
ringan
dan
mengalami peningkatan tekanan darah
<10mmHg, sedangkan dari 9 responden
yang mengalami kecemasan sedang
sebanyak 3 responden (33,3%) tidak
mengalami peningkatan, 4 responden
(44,4%) mengalami peningkatan tekanan
darah <10mmHg, 2 responden (22,2%)
mengalami peningkatan tekanan darah 1120mmHg, sedangkan 13 responden yang
mengalami kecemasan berat sebanyak 4
responden (30,8%) mengalami peningkatan
tekanan darah <10 mmHg, 9 responden
(69,2%) mengalami peningkatan tekanan
darah 11-20mmHg, sedangkan 9 responden
yang mengalami kecemasan sangat berat
sebanyak 5 responden (55,6%) mengalami
peningkatan tekanan darah <10mmHg, 2
responden (22,2%) mengalami peningkatan
tekanan darah 11-20mmHg, 1 responden
(11,1%) mengalami peningkatan tekanan
darah 21-30mmHg dan 1 responden (11,1%)
mengalami penigkatan. >31 mmHg.
Pembahasan
3. Hubungan Antara Tingkat Kecemasan
Dengan Peningkatan Tekanan Darah
Pada Pasien Pre Operasi Fraktur
Ekstremitas Bawah di RSUD Sidoarjo.
Tabel 5.12 Tabulasi silang Hubungan Antara
Tingkat Kecemasan Dengan Peningkatan
Tekanan darah Pada Pasien Pre Operasi
Fraktur Ekstremitas Bawah di RSUD
Sidoarjopada tanggal 21 Mei – 21 Juni 2015.
Skor
Kecemas
an
Menurut
DASS
8-9
(ringan)
10-14
(Sedang)
Peningkatan Tekanan Darah
Tidak
meningk
at
F
1
5
0
3
3
3,
3
%
F
0
0
4
44,
4
15-19
(Berat)
0
0
4
30,
8
>20
(Sangat
Berat)
0
0
5
55,
6
Total
4
11-20
mmHg
<10 mmHg
>31
mmHg
21-30
mmHg
Total
%
F
%
F
%
f
1
50
0
0
0
0
2
2
22,
2
0
0
0
0
9
9
69,
2
0
0
0
0
1
3
2
22,
2
1
1
1,
1
1
1
1,
1
9
1
0
0
3
3
1
0
0
1
3,
1
39,
1
42,
3,
2,
1
3
4
4
4
0
0
1
1
Nilai uji statistik Korelasi Pearson ρ = 0,004 ( α ≤ 0,05) r = 0,492
%
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1. Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi
Fraktur Ekstremitas Bawah di RSUD
Sidoarjo.
Gangguan ansietas atau kecemasan
adalah sekelompok kondisi yang memberi
gambaran penting tentang ansietas yang
berlebihan, disertai respons perilaku,
emosional, dan fisiologis (Videbeck, 2008).
Kejadian fraktur merupakan suatu kejadian
yang tidak dikehendaki oleh setiap orang,
selain
dapat
mengganggu
stabilitas
kesehatan
juga
dapat
menimbulkan
kecacatan yang berdampak pada respon
psikologis seperti cemas pada tahap awal
(Badar dkk, 2012).
Hasil penelitian menunjukan bahwa ratarata pasien pre operasi fraktur ekstremitas
bawah di RSUD Sidoarjo mengalami
kecemasan berat. Hal ini dibuktikan pada
Tabel 5.9 didapatkan bahwa 13 responden
Page | 5
(39,4%) mengalami kecemasan berat, 9
responden (27,3%) mengalami kecemasan
sangat berat, 9 responden (27,3%)
mengalami kecemasan sedang dan 2
responden (6,1%) mengalami kecemasan
ringan. Kecemasan juga merupakan suatu
kondisi
emosional
yang
tidak
menyenangkan yang datang dari dalam,
bersifat meningkatkan, menggelisahkan, dan
menakutkan yang dihubungkan dengan
suatu ancaman bahaya yang tidak diketahui
asalnya oleh individu (Jaya, 2015). Respons
fisiologis dan psikologis pasien yang
mengalami kecemasan yaitu respons saraf
otonom terhadap rasa takut dan ansietas
menimbulkan aktivitas involunter pada
tubuh yang termasuk dalam pertahanan diri.
Ansietas menyebabkan respons kognitif,
psikomotor dan fisiologis yang tidak
nyaman, misalnya respons fisiologis
peningkatan
ketegangan
motorik,
hiperaktifitas
otonomik,
peningkatan
kewaspadaan kognitif (Videbeck, 2008).
Dalam penelitian ini didapatkan bahwa 18
responden laki-laki rata-rata 10 responden
(55,6%) mengalami kecemasan berat,
sedangkan dari 15 responden perempuan
didapatkan rata-rata 6 responden (40%)
mengalami kecemasan sedang. Hawari
(2013) menjelaskan jumlah orang yang
menderita kecemasan baik akut maupun
kronik
dengan
perbandingan
antara
perempuan dan laki-laki 2 banding 1.
Peneliti berasumsi kecemasan laki-laki pada
penelitian ini lebih besar karena mereka
dalam keluarga mempunyai kedudukan
sebagai kepala rumah tangga dibuktikan
dalam penelitian ini 10 responden (55,6%)
pekerja wiraswasta, 2 responden (11,1%)
bekerja PNS, 6 responden (33,3%) bekerja
lainya, mereka menjadi tulang punggung
keluarga, sehingga mereka mempunyai
tanggung jawab besar atas kelangsungan
hidup keluarganya, anak yang masih
sekolah, istri yang tidak bekerja, proses
penyembuhan post operasi fraktur yang
cukup lama dan biaya operasi juga dapat
menjadi salah satu pemicu timbulnya
kecemasan.
Usia juga merupakan salah satu
penyebab kecemasan seperti yang dijelaskan
oleh Haryanto (2002) dikutip dalam
Kuraesin (2009) umur berkorelasi dengan
pengalaman, pengetahuan, pemahaman dan
pandangan terhadap suatu penyakit atau
kejadian sehingga akan membentuk persepsi
dan sikap. Hal ini dibuktikan dalam
penelitian didapatkan kategori usia 17th30th rata-rata 6 responden (66,7%)
mengalami kecemasan sangat berat,
sedangkan kategori usia 31th-40th rata-rata
3 responden (33,3%) mengalami kecemasan
sangat berat dan 41th-50th tidak ada yang
mengalami kecemasan snagat berat. Lukman
(2009) dikutip dalam Kuraesin (2009)
menjelaskan kematangan dalam proses
berpikir pada individu yang berumur dewasa
lebih
memungkinkannya
untuk
menggunakan mekanisme koping yang baik
dibandingkan
kelompok
usia muda,
ditemukan sebagian besar kelompok usia
muda cenderung lebih mengalami respon
cemas yang berat dibandingkan kelompok
umur dewasa. Peneliti berpendapat bahwa
usia semakin muda akan semakin meningkat
kecemasanya dibanding usia yang sudah
dewasa akhir, hal ini dikarenakan
pengalaman hidup yang dimiliki responden
dewasa akhir mempengaruhi respon tubuh
terhadap tingkat kecemasan yang dimiliki,
semakin
besar
tingkat
kecemasan,
pengalaman yang dialami dan mampu
menhadapinya, maka kemampuan adaptif
akan semakin baik, dan pemahan dan
strategi koping dalam menghadapi suatu
masalah lebih baik dibanding responden
dengan usia muda.
Berdasarkan Tabel 5.3 didapatkan 6
responden
(46,2%)
bekerja
sebagai
wiraswasta mengalami kecemasan berat,
sedangkan 4 responden (30,8%) bekerja
sebagai PNS rata-rata mengalami kecemasan
berat dan pekerja lainya (23,1%). Stuart
(2006) menjelaskan tingkat pendidikan dan
status ekonomi yang rendah pada seseorang
akan menyebabkan orang tersebut mudah
mengalami kecemasan. Peneliti berasumsi
pekerjaan seseorang mempengaruhi status
ekonomi seseorang, seorang pekerja yang
belum
tetap
cenderung
kecemasan
meningkat dibanding seseorang yang sudah
bekerja tetap, hal ini disebabkan pekerja
Page | 6
tidak tetap keadaan ekonomi yang rendah
akan menyebabkan kecemasan meningkat
karena dalam proses penyembuhan pasien
tidak dapat bekerja dan pemasukan
berkurang.
Tingkat pendidikan seseorang atau
individu akan berpengaruh terhadap
kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat
pendidikan akan semakin mudah berfikir
rasional dan menangkap informasi baru
termasuk dalam menguraikan masalah yang
baru,tingkat pengetahuan yang kurang
kemudian menimbulkan kecemasan pada
seseorang (Stuart, 2006). Hal ini dibuktikan
pada penelitian didapatkan bahwa 1
responden yang tidak sekolah 1 responden
(100%) mengalami kecemasan sangat berat,
sedangkan 11 responden dengan pendidikan
terakhir SMA rata-rata 5 responden (45,5%)
mengalami kecemasan sedang dan 5
responden berpendidikan terakhir sarjana
sebagian besar 4 responden (80%)
mengalami kecemasan berat. Peneliti
berasumsi tingkat pendidikan seseorang
tidak menjamin seseorang untuk tidak
mengalami kecemasan, ditemukan dalam
penelitian ini pasien yang lulusan terakhir
SMA lebih baik dalam menerima masukan
dan mereka lebih memiliki koping individu
yang baik, pasien yang berpendidikan
terakhir sarjana sulit untuk menerima
masukan karena merasa mampu memahami
dan mencari tau mengenai kondisi yang
dialami, hal itu menjadikan mereka sulit
untuk menerima informasi dari orang lain.
Sebagian besar pasien beranggapan
bahwa operasi merupakan pengalaman yang
menakutkan. Reaksi cemas ini akan
berlanjut bila pasien tidak pernah atau
kurang
mendapat
informasi
yang
berhubungan dengan penyakit dan tindakan
yang dilakukan terhadap dirinya (Ikhsan
dkk, 2012). Hasil penelitian menunjukan
bahwa 19 responden yang didampingi suami
atau istri hanya 3 pasien (15,8%) yang
mengalami kecemasan sangat berat dan
responden yang didampingi orang tua ratarata 4 responden (57,1%) mengalami
kecemasan sangat berat, sedangkan 17
responden yang mengalami fraktur femur
rata-rata 6 responden (35,3%) mengalami
kecemasan sangat berat dan 33 responden
operasi jenis ORIF 9 responden (27,3%)
mengalami kecemasan sangat berat.
Dukungan yang diberikan keluarga dapat
membantu pasien menurunkan tingkat
kecemasannya,
karena
pasien
dapat
mengekspresikan
ketakutan
dan
kecemasanya pada keluarga, ketakutan yang
berlebihan dan tidak beralasan, dan akan
mempersiapkan pasien secara emosional
(Badar dkk, 2012). Peneliti berasumsi
pendidikan orang tua mempengaruhi tingkat
kecemasan pasien karena jika orang tua
cemas karena susah menerima informasi
terkait kondisi pasien yang berkedudukan
sebagai anaknya maka pasien akan merasa
cemas juga, pasien juga perlu mendapatkan
informasi
terkait
dengan
tindakan
pembedahan yang akan dijalaninya karena
setiap pasien pernah mengalami periode
cemas apalagi pasien yang akan menjalani
operasi.
2. Peningkatan Tekanan Darah Pasien Pre
Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di
RSUD Sidoarjo.
Tekanan darah adalah tekanan dari aliran
darah dalam pembuluh nadi (arteri). Ketika
jantung kita berdetak, lazimnya 60 hingga
70 kali dalam 1 menit pada kondisi istirahat
(duduk atau berbaring), darah dipompa
memuju dan melalui arteri. Tekanan darah
paling tinggi terjadi ketika jantung berdetak
memompa darah, ini disebut tekanan sistolik
dan tekanan darah menurun saat jantung
rileks diantara dua denyut nadi, ini disebut
tekanan diastolik. Tekanan darah ditulis
sebagai tekanan sistolik per tekanan
diastolik
(sebagai
contoh,
120/80)
(Kowalski, 2010).Salah satu penyebab
terhalangnya kegiatan operasi adalah
terjadinya peningkatan tekanan darah
mendadak pada pasien yang akan memasuki
kamar operasi (Ikhsan, 2012).
Tabel
5.11
menunjukan
bahwa
didapatkan hasil penelitian psien pre operasi
fraktur ekstremitas bawah mengalami
peningkatan tekanan darah rata-rata
meningkat 11-20 mmhg. Hal ini dibuktikan
Page | 7
dalam penelitian didapatkan 14 responden
mengalami peningkatan 11-20 mmHg. Jenis
kelamin
seseorang
juga
dapat
mempengaruhi
terjadinya
peningkatan
tekanan darah (Ikhsan dkk, 2012). Hal ini
dibuktikan bahwa pasien laki-laki berjumlah
18 pasien mengalami rata-rata peningkatan
tekanan darah 11-20 mmHg sebanyak 10
pasien (55,6%), sedangkan pada pasien
perempuan didapatkan 15 pasien rata-rata
meningkat <10 mmHg sebanyak 8 pasien
(53,3%). Peneliti berasumsi pasien laki-laki
lebih besar peningkatan tekanan darahnya
dikarenakan rasa takut akan kematian,
kegagalan operasi dan tekanan psikologis
karena mereka mempunyai kedudukan
kepala rumah tangga dan punya tanggung
jawab penuh atas kelangsungan hidup
keluarganya.
Ikhsan,
dkk
(2012)
menjelaskan bahwa pada dasarnya tekanan
psikologis
memberikan
efek
pada
peningkatan tekanan darah. Pada orang yang
mengalami tekanan psikologis maka
pemompaan darah ke jantung menjadi lebih
cepat, paru-paru bekerja lebih cepat dan ini
juga menyebabkan timbulnya simptonsimpton pada aliran darah dan akhirnya
tekanan darah mengalami peningkatan.
Faktor lain yang mempengaruhi tekanan
darah adalah tahanan perifer dan cairan
intravaskular, keduanya ini dipengaruhi oleh
faktor neural, hormonal dan renal (Bevers,
2008), jadi pada usia 41-50th terdapat 5
pasien yang 4 pasien (80%) mengalami
peningkatan tekanan darah 11-20 mmHg.
Akan tetapi hal ini akan memburuk jika
tidak segera ditangani, karena jika tekanan
darah pasien lebih dari 150/90mmHg maka
tindakan operasi akan dibatalkan kecuali
pasien tidak memiliki riwayat hipertensi
mereka masih bisa menjalani operasi (Rofi’i,
2009).
Peneliti berasumsi faktor lain yang
mempengaruhi tekanan darah adalah
pendamping pasien saat dirumah sakit,
pasien akan lebih merasa aman dan tenang
saat ada pendamping. Hal ini dibuktikan
dalam hasil penelitian 19 responden yang
didampingi oleh suami atau istri 4 responden
(21,1%) tidak mengalami peningkatan
teakanan darah dan 6 responden (31,6%)
mengalami peningkatan tekanan darah
<10mmHg. Resiko untuk mengalami
peningkatan tekanan darah semakin
meningkat, jika kondisi tersebut tidak diikuti
dengan dukungan dari keluarga saat masih
berada di ruang perawatan (Ikhsan dkk,
2012). Peneliti berasumsi dukungan
keluarga
berperan
besar
dalam
meningkatkan rasa nyaman pasien, ketika
pasien mengalami kecemasan keluarga
ataupun pasangan dapat memberikan
ketenangan hati berupa verbal maupun non
verbal, semangat,dan dorongan untuk cepat
sembuh.
3. Hubungan Antara Tingkat Kecemasan
Dengan Peningkatan Tekanan Darah
Pada Pasien Pre Operasi Fraktur
Ekstremitas Bawah Di RSUD Sidoarjo.
Keterkaitan hubungan antara Tingkat
Kecemasan Dengan Peningkatan Tekanan
Darah Pada Pasien Pre Operasi Fraktur
Ekstremitas Bawah Di RSUD Sidoarjo
seperti yang tampak pada tabel 5.12
menunjukan bahwa dari 33 responden
didapatkan 13 responden yang mengalami
kecemasan berat sebanyak 4 responden
(30,8%) mengalami peningkatan tekanan
darah <10 mmHg, 9 responden (69,2%)
mengalami peningkatan tekanan darah 1120mmHg, 9 responden yang mengalami
kecemasan sangat berat 5 responden
(55,6%) mengalami peningkatan tekanan
darah <10mmHg, 2 responden (22,2%)
mengalami peningkatan tekanan darah 1120mmHg, 1 responden (11,1%) mengalami
peningkatan tekanan darah 21-30mmHg dan
1 responden (11,1%) mengalami penigkatan.
>30mmHg, 9 responden yang mengalami
kecemasan sedang 3 responden (33,3%)
tidak mengalami peningkatan, 4 responden
(44,4%) mengalami peningkatan tekanan
darah <10mmHg, 2 responden (22,2%)
mengalami peningkatan tekanan darah 1120mmHg dan 2 responden yang mengalami
kecemasan ringan 2 responden 1 responden
(50%) tidak mengalami peningkatan tekanan
dan 1 responden mengalami peningkatan
tekanan darah 11-20 mmHg.
Page | 8
Kejadian fraktur dapat disebabkan oleh
trauma langsung, trauma tidak langsung dan
kejadian kronologis atau patologis. Akibat
benturan hebat yang terjadi akan
menyebabkan perubahan jaringan sekitar
dan perubahan bentuk pada area sekitar
fraktur sehingga pasien yang mengalami
fraktur
mendapatkan
penatalaksanaan
operasi
fraktur
untuk
memperbaiki
perubahan bentuk tulangnya, akan tetapi
tidak menutup kemungkinan bahwa
penatalaksanaan operasi tersebut dapat
menyebabkan kecacatan fisik bahkan sampai
kematian,
sehingga
menimbulkan
kecemasan pada pasien yang akan
mengalami penatalaksanaan operasi fraktur
(Sjamsuhidayat,
2010).
Kecemasan
merupakan perasaan takut yang tidak jelas
dan tidak didukung oleh situasi hal ini dapat
menimbulkan berbagai respon fisiologi salah
satunya adalah peningkatan tekanan darah.
Meningkatnya
tekanan
darah
akan
mengganggu
operasi
karena
bisa
menyebabkan
pendarahan
dan
bisa
menggagalkan penatalaksanaan operasi
(Videbeck, 2008).
sangat berlebihan, akan membuat klien
menjadi tidak siap secara emosional untuk
menghadapi pembedahan,
dan
akan
menghadapi masalah praoperatif seperti
tertundanya operasi karena tingginya denyut
nadi perifer dan mempengaruhi palpasi
jantung. Pasien akan mengalami tanda-tanda
fisiologis seperti peningkatan tekanan darah.
Jika tekanan darah yang meningkat tidak
segera diatasi, itu bisa menjadi salah satu
penyebab terhalangnya kegiatan operasi,
tekanan darah standart yang bisa menjadi
pedoman untuk pelaksanaan kegiatan di
ruang premedikasi dan sebelum pasien
diputuskan untuk dianastesi adalah dengan
standart 150 hingga dengan 160 mmHg
untuk sistolik dan 90-100 mmHg untuk
diastolik (Ikhsan, 2012). Sesuai hasil uji
Korelasi Pearson didapatkan nilai ρ = 0,004
(α < 0,05), artinya secara statistik terdapat
hubungan antara Tingkat Kecemasan
Dengan Peningkatan Tekanan Darah Pada
Pasien Pre Operasi Fraktur Ekstremitas
Bawah Di RSUD Sidoarjo.
Berbagai kemungkinan buruk bisa saja
terjadi dan akan membahayakan bagi diri
pasien, sehingga tidak heran jika sering kali
pasien menunjukan sikapyang sedikit
berlebihan dengan kecemasan yang dialami.
Kecemasan yang mereka alami biasanya
terkait dengan segala macam prosedur asing
yang akan dijalani dan juga ancaman
terhadap keselamatan jiwa akibat segala
macam prosedur pembedahan. Kecemasan
merupakan respon yang wajar terjadi apabila
kita berhadapan dengan masalah atau
sesuatu yang baru dan bersifat mengancam
keamanan atau keselamatan diri. Beberapa
orang kadang tidak mampu mengontrol
kecemasan yang dihadapi, sehingga terjadi
disharmoni dalam tubuh, hal ini akan
beralkibat buruk, karena apabila tidak segera
ditangani akan meningkatkan tekanan darah
yang dapat menyebabkan perdarahan baik
pada saat pembedahan atau pasca
pembedahan (Sadock, 2010).
Keterbatasan
Merdekawati (2013) mengemukakan
bahwa ketakutan dan kecemasan yang
Keterbatasan merupakan kelemahan
dan hambatan dalam penelitian. Pada
penelitian ini keterbatasan yang dihadapi
oleh peneliti adalah beberapa pertanyaan
kuesioner yang sulit dikendalikan, seperti
pertanyaan no satu menyatakan “mulut saya
terasa kering” dan pertanyaan no delapan
menyatakan “saya kesulitan dalam menelan”
karena keadaan pasien yang dipuasakn
sebelum menjelang tindakan pembedahan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan analisa data dalam
penelitian yang dilakukan, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Pasien
pre
operasi
fraktur
ekstremitas bawah di RSUD Sidoarjo
rata-rata mengalami kecemasan
berat.
2.
Pasien
pre
operasi
fraktur
ekstremitas bawah di RSUD Sidoarjo
Page | 9
3.
rata-rata mengalami peningkatan
tekanan darah 11-20mmHg.
Terdapat hubungan antara tingkat
kecemasan dengan peningkatan
tekanan darah pada pasien pre
operasi fraktur ekstremitas bawah di
RSUD Sidoarjo.
Saran
Berdasarkanhasilpenelitian
yang
telahdilakukan,
makapenelitidapatmemberikanbeberapa
saran yang dapatdisanpaikankepadapihak
yang terkaitadalahsebagaiberikut :
1.
Pasien
sebaiknya
dapat
menimimalisir kecemasan yang
dialami dengan lebih mendekatkan
diri kepada Tuhan YME dan lebih
meningkatkan ibadahnya.
2.
Dapatmenjadimasukanbagiparapera
watdalamrangkameningkatkan
pemberian
intervensi
Health
Education kepada pasien untuk
meminimalisir kecemasan dengan
menyarankan lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan YME dan menjaga
tekanan darahnya agar tetap normal
dengan menenangkan diri lebih
meningkatkan ibadahnya.
3.
Penelitian selanjutnya diharapkan
dapat meneruskan dan melanjutkan
penelitian hubungan antara tingkat
kecemasan dengan peningkatan
tekanan darah pada pasien yang akan
diberikan tindakan invasif.
4. Daftar Pustaka
5. Amri, Khaerul dan Saefudin,
Mukhammad.
(2012).
Strategi
Koping Pasien Dalam Menghadapi
Kecemasan Pre Operasi Di Ruang
Rawat
Inap
Rsud
Kraton
Kabupaten
Pekalongan.
Pekalongan: Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan
Muhammadiyah
Pekajangan
6. Ardiansyah,
Muhammad.
(2012).Medikal
Bedah
Untuk
Mahasiswa.Jogjakarta: Diva Press
7. Badar AR, Murtiani, dan Haskas
Yasir.
(2012).
Hubungan
Dukungan
Keluarga
Dengan
Tingkat Kecemasan Pada Pasien
Fraktur Di Ruang Rawat Inap
Lontara Ii Rsup Dr.Wahidin
Sudirohusodo Makassar. Makasar:
STIKES Nani Hasanuddin Makassar
8. Beevers, D.G. (2002). Bimbingan
Dokter Pada Tekanan Darah.
Jakarta: PT. Dias Rakyat
9. Hawari,
Dadang
H.
(2013).
Manajemen Stres Cemas dan
Depresi.
Jakarta:
Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
10. Helmi, Zairin N. (2012). Buku Saku
Kedaruratan Di Bidang Bedah
Ortopedi. Jakarta Selatan: Salemba
Medika
11. Ikhsan, M dan Asdar, F dkk. (2012).
Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Terjadinya Peningkatan
Tekanan Darah Pada Pasien Pre
Operasi Laparatomi Di Rumah
Sakit
Umum
Islam
Faisal
Makassar. Makassar: STIKES Nani
Hasanuddin Makassar
12. Jaya, Kusnadi. (2015). Keperawatan
Jiwa. Tangerang: Binarupa Aksara
Publisher
13. Kuraesin, Nyai D. (2009). FaktorFaktor
Yang
Mempengaruhi
Tingkat Kecemasan Pasien Yang
Akan Menghadapi Operasi Di
RSUP Fatmawati. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
14. Kneale,
Julia
D.
(2011).
Keperawatan Ortopedi dan Trauma.
Jakarta: EGC
15. Kowalski, Robert, E. (2010). Terapi
Hipertensi: Program 8 Minggu
menurunkan tekanan darah tinggi
dan mengurangi resiko serangan
jantung dan stroke alami. Bandung:
16. Merdekawati, Diah dan Aguspairi
dkk. (2013). Efektivitas Terapi
Page | 10
Psikoedukasi Dan Terapi Murattal
Terhadap
Kecemasan
Pasien
Preoperasi Fraktur Di Ruang
Perawatan Bedah Rsud Raden
Mattaher Jambi. Jambi: Universitas
Batanghari
17. Nursalam.
(2013).
Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi
3. Jakarta: Salemba Medika
18. Palmer, Anna dan Wiliams Bryan.
(2007). Tekanan Darah Tinggi.
Jakarta: ERLANGGA
19. Perry, Anne, G dan Potter Patricia,
A. (2005). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Edisi 4.Jakarta; EGC
20. Rofi’i, Moch Chafit. (2012).
Hubungan
Antara
Tingkat
Kecemasan Dengan Peningkatan
Tekanan Darah Pada Pasien Pre
Operasi Katarak. Surabaya: STIKES
Hang Tuah Surabaya
21. Sadock, Benjamin S dan Sadock
Virgina A. (2010). Kaplan &
Sadock; Buku Ajar Psikiatri Klinis
edisi ke-2. Jakarta: EGC
22. Sjamsuhidayat, R dan Karnadiharja,
W dkk. (2010). Buku Ajar Ilmu
Bedah.Jakarta: EGC
23. Stuart, Gail W. (2006). Buku Saku
Keperawatan Jiwa edisi 5. Jakarta:
EGC
24. Udjianti,
Wajan,
J.
(2010).
Keperawatan
Kardiovaskuler.
Jakarta: Salemba Medika
25. Videbeck, Sheila L. (2008). Buku
Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
EGC
Page | 11
Download