strategi penguatan modal sosial kelompok

advertisement
STRATEGI PENGUATAN MODAL SOSIAL KELOMPOK
SWADAYA MASYARAKAT (KSM) PADA PROGRAM
COMMUNITY DEVELOPMENT
PT. NEWMONT NUSA TENGGARA
IWAN IRAWAN MARHALIM
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Penguatan
Modal Sosial Kelompok Swadaya Masyarakat pada Program Community
Development PT. Newmont Nusa Tenggara adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Taliwang, September 2015
Iwan Irawan Marhalim
RINGKASAN
IWAN IRAWAN. Strategi Penguatan Modal Sosial Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) pada Program Community Development PT. Newmont Nusa
Tenggara. Dibimbing oleh SATYAWAN SUNITO dan SOFYAN SJAF.
PT. Newmont Nusa Tenggara telah melaksanakan program Community
Social Responsibility (CSR) di Kabupaten Sumbawa Barat sebagai wujud
komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan masyarakat yang
lebih baik. Salah satu bentuk program CSR perusahaan adalah membentuk empat
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang di fokuskan di Desa Benete.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk merancang strategi penguatan
modal sosial KSM pada program community development (comdev) PT NNT.
Secara khusus penelitian ini memiliki tiga tujuan spesifik: (1) mendeskripsikan
implementasi program comdev yang dilaksanakan oleh PT. NNT; (2)
mendeskripsikanimplementasi program KSM; (3) menganalisa bentuk modal
sosial KSM; dan (4) menyusun strategi penguatan modal sosial KSM pada
program comdev PT. NNT.
Hasil studi menunjukkan bahwa (1) implementasi program comdev PT.
NNT merupakan bagian dariCSR .Bentuk komitmen perusahaan dimaksudkan
untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik dan mendapatkan lisensi
sosial dari masyarakat; (2) program KSM di Desa Benete telah berlangsung sejak
tahun 2009. Empat KSM yang terbentuk belum memenuhi prinsip pemberdayaan.
Proses perencanaan dilakukan oleh pendamping dan perusahaan, sumberdaya
modal financial bersumber dari perusahaan, sehingga ada ketergantungan
kelompok terhadap perusahaan; (3) realisasi program CSR secara langsung
memberikan sumbangan terhadap modal social masyarakat. Pengaruh tersebut
membentuk modal sosial yang berbeda untuk empat KSM, yaitu: KSM Dermaga
Biru memiliki modal social rendah, KSM Harmoni dan Ai Panan memiliki tren
modal sosial yang menurun dan KSM Maris Gama memiliki modal sosial yang
relatif baik; (4) strategi penguatan modal sosial diarahkan dari modal sosial yang
lemah menuju modal sosial yang tinggi. Kondisi modal sosial yang tinggi
diindikasikan dengan KSM memiliki norma dan kepercayaan yang tinggi dan
jaringan yang baik.
Penguatan modal sosial dilakukan dengan memperhatikan stok modal sosial
komunitas, mendorong KSM memenuhi prinsip-prinsip pemberdayaan, menyusun
aturan yang jelas secara partisipatif, melakukan evaluasi program secara
partisipatif, penguatan kapasitas, penegakan prosedur, advokasidan membangun
kerjasama antara KSM dan mitra lainnya.
Kata kunci: CSR, implementasi program KSM, modal sosial
SUMMARY
IWAN IRAWAN. Strategy of Strengthening Social Capital Kelompok
Swadaya Masyarakat on Community Development PT. Newmont Nusa Tenggara.
Supervised by SATYAWAN SUNITO and SOFYAN SJAF.
PT. Newmont Nusa Tenggara has implemented a program Community
Social Responsibility (CSR) in West Sumbawa regency, as the company
commitment to improving the quality of people lives better. One formis the
company CSR program, forming four Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM),
which are centeredin the Benete village.
Generally, this research aimed todevise a strategy to formulate strategies
KSM strengthening social capital incommunity development (Comdev) PTNNT.
This study has three specific objectives: (1) describes the implementation of
comdev program implemented by PT. NNT; (2) describes the program
implementation KSM; (3) analyze forms of social capital KSM; and (4) develop
strategies to strengthen social capital KSM in comdev PT. NNT.
The study shows that (1) implementation of comdev program of PT. NNT is
a part of CSR. The form of the company's commitment is intended to improve the
quality of life better, and gain a social license from the community; (2) KSM
program in the Benete village has been on going since 2009. Four KSM formed
not meet the principles of empowerment. The planning process conducted by field
assistantand the company, the financial capital resources sourced from the
company, so there is the group a dependence on the company; (3) realization of
CSR programs, directly contribute to the social capital of society. The effect, form
a distinct social capital in four KSM, that is: KSM Dermaga Biru has a low social
capital, KSM Harmoni and Ai Panan has a trend of declining social capital, KSM
Maris Gama has a good social capital; (4) strategy of strengthening social capital,
directed from a weak social capital towards the high. Conditions of high social
capital, indicated by the norm that a good, high confidence and network a lot.
Strengthening social capital carried out with due regard to community social
capital stock, encourage KSM meet the principles of empowerment, set rules in a
participatory manner, participatory evaluation program, capacity building,
enforcement procedures, advocacy dan establishing cooperation between KSM
and other partners.
Keywords: CSR, KSM program implementation, social capital
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik, atau tinjauan suatumasalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
STRATEGI PENGUATAN MODAL SOSIAL KELOMPOK
SWADAYA MASYARAKAT (KSM) PADA PROGRAM
COMMUNITY DEVELOPMENT
PT. NEWMONT NUSA TENGGARA
IWAN IRAWAN MARHALIM
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
pada
Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji luar pada saat Ujian Tesis: Dr Rilus A. Kinseng, MA
Judul Thesis
Nama
NIM
Strategi
:
Penguatan Modal Sosial Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) Pada Program Community Development PT.
Newmont Nusa Tenggara
Iwan
: Irawan Marhalim
I354120125
:
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Satyawan Sunito
Ketua
Dr. Sofyan Sjaf, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr Ir Lala M. Kolopaking,MS
Dr Ir Dahrul Syah MSc Agr
Tanggal Ujian :
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala nikmat-Nya sehingga proposal tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini adalah
Strategi Penguatan Modal Sosial Masyarakat Melalui Program Community
Development PT. Newmont Nusa Tenggara.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan
kepada:
1. Bapak Dr. Satyawan Sunito dan Bapak Dr. Sofyan Sjaf, MSi selaku
pembimbing, serta Bapak Dr Djuara Lubis dan Dr Rilus A. Kinseng, MA
selaku penguji luar komisi.
2. Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Ketua Program Studi Pengembangan
Masyarakat, Bapak Fredian Tonny Nasdian yang telah banyak memberi saran
dan masukan, para staf sekretariat (ibu Susi) yang telah mendukung penulis
selama mengikuti pendidikan.
3. Bapak Dr H. Amri Rahman selaku Kepala Bappeda Kabupaten Sumbawa
Barat dan Bapak Ir, Syarafuddin Jarot selaku Manajer Social Responsibility
PT. NNT.
4. Istri tercinta Yayu Mindartin dan anak-anakku tersayang (Nazhwa, Nayla dan
Rachelia) atas dukungan dan doa yang diberikan selama ini.
5. Kedua oran tua tercinta Bapak H Sudarli dan Ibu Andriani, atas doa tulus yang
tiada henti. Kedua adik Andi dan Lia atas dukungan hingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan.
6. Rekan-rekan mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Pengembangan Masyarakat atas
dukungan dan diskusi-diskusinya.
Demikian, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Taliwang, September 2015
Iwan Irawan Marhalim
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Kajian
Manfaat Kajian
Ruang Lingkup Kajian
3
6
7
7
7
2 PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kerangka Pemikiran
26
3 METODE KAJIAN
Lokasi dan Waktu Kajian
Pendekatan Kajian
Perancangan Strategi
29
29
32
4 PROFIL KOMUNITAS
Lokasi Komunitas
Kependudukan
Kepadatan Geografis dan Agraris
Pertumbuhan Penduduk
Struktur Sosial
Kelembagaan Sosial
Jejaring Sosial
Kelembagaan Ekonomi
Aksessibilitas Terhadap Kebijakan dan Sumberdaya
Tokoh Bisnis
Jaringan Bisnis
Pola-Pola Kebudayaan
Orientasi Nilai Budaya
Pola Bersikap, Bertindak dan Sarana
Pola-Pola Adaptasi Ekologi
Mata Pencaharian Utama
Strategi Penghidupan
Masalah-Masalah Sosial
Solusi yang Pernah Dilakukan
5
EVALUASI KEBIJAKAN TANGGUNGJAWAB SOSIAL
PERUSAHAAN
Evaluasi Program
Evaluasi Kebijakan
Analisis Hasil Evaluasi Program dan Kebijakan
9
33
35
36
38
38
39
40
41
42
43
43
44
44
45
46
48
49
50
51
53
56
59
CSR PT NNT, PROFIL KSM, PEMBANGUNAN MODAL
6 SOSIAL, MODAL FINANSIAL dan BENTUK MODAL SOSIAL
KSM
CSR PT. NNT
Profil KSM di Desa Benete
Pembangunan Modal Sosial KSM
Modal Finansial
Bentuk Modal Sosial KSM
61
62
69
73
75
STRATEGI PENGUATAN MODAL SOSIAL PROGRAM KSM
7 PADA COMDEV PT. NNT (PROGRAM AKSI)
8 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
87
88
95
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Jenis dan teknik pengumpulan data
Rincian data
Penduduk Desa Benete berdasarkan umur dan jenis kelamin.
Luas wilayah, kepadatan penduduk per km2 dan jumlah penduduk di
Kecamatan Maluk tahun 2011
Lembaga ekonomi yang ada di Desa Benete tahun 2012
Profil empat KSM di Desa Benete
Input modal finansial untuk 4 KSM dalam tahun
Kinerja program simpan pinjam KSM
Bentuk modal sosial KSM
30
31
36
37
42
63
73
74
76
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Aksi pengembangan masyarakat
Kerangka pemikiran penelitian
Peta administrasi Kecamatan Maluk
Grafik penduduk Desa Benete berdasarkan jenis kelamin dan jumlah
kepala keluarga (KK) per dusun
Grafik luas lahan menurut penggunaan lahan di Desa Benete tahun
2011
Grafik pertumbuhan penduduk Desa Benete tahun 2006 – 2012
Grafik pekerjaan utama kepala keluarga di Desa Benete tahun 2012.
Proses program pengelolaan dana KSM
Kondisi modal sosial (norma dan kepercayaan) KSM
Kondisi modal sosial (norma dan jejaring) KSM
Strategi modal sosial
11
27
34
35
37
38
49
66
77
78
79
DAFTAR LAMPIRAN
1. Log Frame Program
2. Riwayat Hidup
95
97
1 PENDAHULUAN
Gagasan Corporate Social Responsibility (CSR) bukanlah hal baru bagi
masyarakat Indonesia. CSR perusahaan dipahami seperti kontrak sosial (social
contract) antara komunitas dan perusahaan. Sebagai tuan rumah, warga komunitas
mengharapkan perusahaan, yang telah mengambil sumberdaya yang mereka
miliki, menunjukkan tanggung jawab terhadap dampak operasinya. CSR menjadi
menarik, karena saat ini telah mewajibkan perusahaan turut serta dalam
pembangunan sosial, padahal sebelumnya hanya taraf partisipasi sukarela
perusahaan. Kepentingan komunitas kini diakomodasi oleh Undang-Undang No.
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang No. 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal, sehingga memiliki daya tawar yang tidak bisa
diremehkan. Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) pun telah
memperkuat kewajiban tanggung jawab sektor swasta yang berkaitan dengan
dampak sosial dan lingkungan melalui pengesahan Perda No 34 Tahun 2011
tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Menurut The World Business Council for Sustainable Development, CSR
merupakan komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan, bekerja dengan dengan para karyawan perusahaan, keluarga
karyawan, berikut komunitas-komunitas setempat (lokal), masyarakat secara
keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan (Rahmatullah dan
Kurniati 2011). Konsep CSR melibatkan tanggung jawab kemitraan bersama
antara pemerintah, lembaga sumber daya masyarakat, serta komunitas setempat
menurut Cowen et al seperti yang dikutip Yintayani (2011).
Difinisi CSR yang diajukan dalam draft ketiga ISO 26000 seperti yang
dikutip dalam Sarosa dan Amri, (2008), menyebutkan:
“responsibility of an organization for the impacts of its decisions
and activities on society and the environtment thriught transparet and
ethical behaviour that is consistent with sustainable development and
welfare of society; takes into account the expectation of stake holder;
is ini complience with applicable law and consistent international
norms of behaviour; and is integrated throughout the organization”
Draft ketiga ISO 26000 tersebut, penekanan CSR tidak hanya sekedar pada
tanggung jawab perusahaan saja, tetapi sudah mengarah kepada pembangunan
yang berkelanjutan. Di bagian lain, Branco and Rodigues (2006) menemukan
bahwa CSR mencakup banyak aspek, seperti manajemen sumber daya manusia,
kondisi kerja yang sehat dan aman, dan membangun hubungan dengan masyarakat
lokal, pemasok, dan konsumen.
Berdasarkan pengertian-pengertian CSR di atas tampak belum adanya
keseragaman ataupun persamaan pandangan mengenai CSR. Undang-Undang
Penanaman Modal dan Perda Kabupaten Sumbawa Barat lebih menekankan CSR
sebagai upaya perusahaan untuk menciptakan harmonisasi dengan lingkungan
tempat perusahan beroperasi. Sementara Undang-Undang Perusahaan Terbatas
justru mencoba memisahkan antara tanggung jawab sosial dengan tanggung jawab
lingkungan. Undang-Undang Perusahaan Terbatas bertolak dari konsep tanggung
jawab perusahaan pada aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Selain itu, Milton
Friedman seperti yang dikutip Classon and Dahlström (2006), menyatakan bahwa
2
“that companies’ sole purpose is to maximize profit for their
stockholders. Furthermore, he claims that CSR is a waste of the
stockholders’ money”.
Friedman mengklaim bahwa satu-satunya tujuan perusahaan adalah untuk
memaksimalkan keuntungan bagi pemegang saham. CSR dinilainya sebagai
kegiatan yang membuang-buang uang pemegang saham. Namun demikian
ketiganya mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengarahkan CSR sebagai sebuah
komitmen perusahaan terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan dalam
upaya meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan.
Pengembangan masyarakat memiliki focus terhadap upaya menolong
anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerjasama,
mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pengembangan masyarakat seringkali
diimplementasikan dalam bentuk, (a) proyek-proyek pembangunan yang
memungkinkan anggota masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi
kebutuhannya atau melalui, (b) kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan
kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang
bertanggungjawab (Payne 1995)
Menurut Twelvetrees (1991), pengembangan masyarakat adalah “the
process of assisting ordinary people to improve their own communities by under
taking collective actions.”Secara khusus pengembangan masyarakat berkenaan
dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang tidak beruntung atau
tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun oleh diskriminasi
berdasarkan kelas sosial, suku, jender, jenis kelamin, usia, dan kecacatan atau
bekas para pengguna pelayanan kesehatan mental.
Pelaksanaan pengembangan masyarakat dapat dilakukan melalui penetapan
sebuah program atau proyek pembangunan. Program merupakan usaha bersama
dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang
pendekatannya dapat dilakukan melalui wilayah geografi yang sama dan
kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas. Berdasarkan hal
tersebut, pelibatan masyarakat dari setiap proses dari perencanaan, pelaksanaan,
pemanfaatan dan juga evaluasi sangat penting. Program yang mungkin dilakukan
adalah dengan adanya pembangunan organisasi swadaya dalam suatu kelompok
masyarakat. Organisasi yang berciri swadaya dan sosial ini dibangun dan
dibubarkan atas dasar kesepakatan warga daerah setempat, organisasi tersebut
sering disebut kelompok swadaya masyarakat (KSM).
Sesuai dengan namanya dan prinsip pemberdayaan, kelompok masyarakat
yang paling baik adalah kelompok yang memang lahir dari kebutuhan dan
kesadaran masyarakat sendiri, dikelola dan dikembangkan dengan menggunakan
terutama sumber daya yang ada di masyarakat tersebut. Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) adalah kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela
dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya Visi ,
kepentingan dan kebutuhan yang sama, sehingga kelompok tersebut memiliki
kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama (PNPM Mandiri-Perkotaan 2012).
Program-program CSR yang dilaksanakan seringkali kurang menyentuh akar
permasalahan komunitas yang sesungguhnya. Perusahan masih mengangap bahwa
3
perusahaan yang paling memahami kebutuhan komunitas, sehingga komunitas selalu
memerlukan bantuan perusahaan.
Pengembangan masyarakat (community development) sebagai salah satu
model pendekatan pembangunan (bottoming up approach) merupakan upaya
melibatkan peran aktif masyarakat beserta sumberdaya lokal yang ada.
Selanjutnya pengembangan masyarakat hendaknya memperhatikan bahwa
masyarakat punya tradisi, dan punya adat-istiadat, yang kemungkinan sebagai
potensi yang dapat dikembangkan sebagai modal sosial.
Modal sosial sangat dibutuhkan dalam pembangunan, baik itu pembangunan
manusia dan sosial, pembangunan ekonomi dan pembangunan politik. Putnam dalam
Hasbullah (2006) menyatakan bahwa bangsa yang memiliki modal sosial tinggi
cenderung lebih efisien dan efektif dalam menjalankan berbagai kebijakan untuk
mensejahterakan dan memajukan kehidupan rakyatnya. Modal sosial dapat
meningkatkan kesadaran individu tentang banyaknya peluang yang dapat
dikembangkan untuk kepentingan masyarakat. Dalam konteks pembangunan
manusia, modal sosial mempunyai pengaruh yang besar sebab beberapa dimensi
pembangunan manusia sangat dipengaruhi oleh modal sosial antara lain,
kemampuan untuk menyelesaikan kompleksitas berbagai permasalahan bersama,
mendorong perubahan yang cepat di dalam masyarakat menumbuhkan kesadaran
kolektif untuk memperbaiki kualitas hidup dan mencari peluang yang dapat
dimanfaatkan untuk kesejahteraan. Hal ini terbangun oleh adanya rasa saling
mempercayai, kohesifitas, tindakan proaktif, dan hubungan internal-ekstemal
dalam membangun jaringan sosial didukung oleh semangat kebajikan untuk saling
menguntungkan sebagai refleksi kekuatan masyarakat. Situasi ini akan
memperbesar kemungkinan percepatan perkembangan individu dan kelompok
dalam masyarakat tersebut. Bagaimanapun juga kualitas individu akan mendorong
peningkatan kualitas hidup masyarakat itu berarti pembangunan manusia paralel
dengan pembangunan sosial.
Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi akan membuka
kemungkinan menyelesaikan kompleksitas persoalan dengan lebih mudah.
Dengan saling percaya toleransi, dan kerjasama mereka dapat membangun
jaringan baik di dalam kelompok masyarakatnya maupun dengan kelompok
masyarakat lainnya. Pada masyarakat tradisional, diketahui memiliki asosiasiasosiasi informal yang umumnya kuat dan memiliki nilai-nilai, norma, dan etika
kolektif sebagai sebuah komunitas yang saling berhubungan. Hal ini merupakan
modal sosial yang dapat mendorong munculnya organisasi-organisasi modern
dengan prinsip keterbukaan, dan jaringan-jaringan informal dalam masyarakat
yang secara mandiri dapat mengembangkan pengetahuan dan wawasan dengan
tujuan peningkatan kesejahteraan dan.kualitas hidup bersama dalam kerangka
pembangunan masyarakat
Latar Belakang
Pembangunan disuatu daerah bukan hanya menjadi tangungjawab
pemerintah daerah semata, tetapi juga sektor swasta berperan untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas hidup masyarakat. Keberadaan PT.
NNT di Kabupaten Sumbawa Barat sebagai salah satu perusahaan tambang
4
terbesar di dunia mau tidak mau telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan
masyarakat setempat.
Awal Tahun 2000 sejak dimulainya masa produksi, PT. NNT telah
melaksanakan upaya pengembangan masyarakat di Kabupaten Sumbawa Barat
melalui program community development (comdev). Lima Pilar yang menjadi
fokus dalam pelaksanaan comdev PT. NNT diantaranya dalam bidang pendidikan;
kesehatan; pertanian dan pariwisata; sosial budaya dan agama serta infrastruktur.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, PT. NNT tidak hanya melakukan
pendekatan teknis tetapi juga pendekatan sosial budaya (socio-cultural) yang
dapat merangsang perubahan sikap, perilaku dan pola kerja.
Pada tahun-tahun awal, program pemberdayaan perusahaan bersifat charity,
namun kini berubah menjadi pola partisipatif. Mendasarkan pada kondisi,
kebutuhan dan kemungkinan perubahan ke depan, visi pengembangan masyarakat
PT. Newmont adalah “Masyarakat yang Sehat, Cerdas, Mandiri, Sejahtera, dan
Religius” (Comdev 2009). Sesuai dengan visi yang telah ditetapkan, untuk
medukung tercapainya visi telah dirumuskan misi sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang sehat;
2. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang cerdas dan produktif;
3. Mendorong dan memfasilitasi terciptanya peluang usaha dan kegiatan
ekonomi masyarakat;
4. Mengembangkan potensi sumberdaya alam secara optimal, berdaya
saing dan berkelanjutan; dan
5. Menumbuhkembangkan nilai-nilai budaya dan agama dalam
mewujudkan harmonisasi bermasyarakat yang madani.
Dalam konteks global, manajemen PT NNT menyadari bahwa keberhasilan
tambang ditentukan juga oleh penerimaan masyarakat setempat akan operasi
perusahaan. Manajemen PT NNT memahami pentingnya partisipasi komunitas
dalam menunjang keberhasilan kemitraan perusahaan dan komunitas. Dengan
demikian tidak hanya lapangan pekerjaan yang mempengaruhi struktur komunitas
desa di sekitar tambang, tetapi juga dana CSR yang berjumlah miliaran rupiah per
tahun.
Program CSR diarahkan dalam dua bentuk program yaitu infrastruktur dan
capacity building. Program infrastruktur, lebih banyak untuk membantu
masyarakat dalam mendapatkan akses pendidikan, kesehatan dan pertanian.
Infrastruktur yang dibangun diantaranya sekolah, puskesmas, bendungan dan lainlain. Sedangkan capacity building, diarahkan untuk memperkuat komunitas
dengan program pendidikan dan pelatihan, membentuk organisasi atau
kelembagaan komunitas, memfasilitasi kelompok dengan pemerintah dan mitra
bisnis.
Bentuk program capacity building diantaranya program pendidikan dan
pelatihan pertanian terpadu dengan fokus pengembangan budidaya padi sistem
SRI (System rice intensification) dengan sasaran petani di 16 desa. Program ini
sempat berjalan empat tahun sejak tahun 2010, namun setelah pendampingan
tidak dilakukan, tidak ada lagi petani yang melakukan pola sistem SRI, petani
kembali ke pola lama, padahal hasil panen dengan sistem SRI tiga kali lipat dari
hasil sistem pola lama.
Program lainnya, memfasilitasi pembentukan badan usaha milik desa
(BUMDes). Program BUMDes difokuskan di dua desa yaitu Desa Benete dan
5
Desa Maluk, dengan usaha pengelolaan sampah dan air bersih. Sampai dengan
saat ini, kelembagaan BUMDes masih ada, namun usaha yang dilakukan tidak
bisa berkembang, padahal fasilitas telah disediakan oleh perusahaan seperti truk
sampah dengan biaya operasionalnya, TPA (tempat pembuangan akhir), dan
sambungan air bersih yang operasionalnya juga disubsidi perusahaan. Namun
BUMDes tidak bisa berkembang karena kelembagaan dan kepercayaan
masyarakat rendah terhadap pengurus. Kelembagaan BUMDes dikelola oleh
sumberdaya yang terbatas dan standar operasional yang mengatur peran pengurus
belum ada. Disisi lain, kepercayaan masyarakat rendah karena ada dugaan
pengurus kurang transparan, hal ini dibuktikan dengan tidak seluruh pelanggan
membayar restribusi.
Pengelolaan sampah plastik juga menjadi program CSR perusahaan melalui
Koperasi Lang Lebo. Program sempat berjalan selama dua tahun, namun setelah
perusahaan tidak mendukung operasional koperasi, program pengelolaan sampah
plastik tidak berjalan. Kelembagaan koperasi tidak menjadi fokus untuk dibangun,
sehingga ketergantungan koperasi pada perusahaan sangat tinggi.
Alokasi dana CSR bidang pertanian, diarahkan ke beberapa kelompok
masyarakat yang berkaitan dengan pertanian, seperti Kelompok P3A, Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM). Perusahaan mengharapkan program KSM pada
akhirnya dapat mengarah ke positif, namun pada faktanya justru menimbulkan
konflik pada komunitas penerima manfaat. Perselisihan aparatur desa dengan
masyarakat, perselisihan anggota KSM penerima program dengan pengurus, telah
menyebabkan terjadinya krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan
desa dan pengurus KSM. Konsekuensi lebih lanjut ialah KSM tidak memiliki
dana yang terkelola sehingga pada akhirnya kelompok tidak berkembang.
Kerekatan dan keikutsertaan sosial mengurangi resiko konflik antar individu
maupun antar kelompok, dan mempromosikan akses yang adil terhadap hasil-hasil
pembangunan dengan cara meningkatkan partisipasi orang-orang yang
terpinggirkan atau minoritas. Kerekatan sosial mewujudkan diri dalam individuindividu yang bersedia dan mampu bekerjasama untuk menyelesaikan masalah
bersama, memenuhi kebutuhan bersama, dengan cara yang beradab, tidak
konfrontatif, dan dengan menghargai berbagai perbedaan kepentingan yang ada.
keikutsertaan sosial mempromosikan akses yang adil terhadap berbagai
kesempatan, dan menghilangkan hambatan-hambatan formal dan informal untuk
berpartisipasi. Robert Putnam dalam Sarosa dan Amri (2008), menjabarkan
sedikitnya tiga alasan mengapa modal sosial merupakan hal penting bagi
kemajuan masyarakat: Pertama, modal sosial memungkinkan masyarakat untuk
menyelesaikan masalah-masalah bersamanya secara lebih mudah. Seringkali
masyarakat akan lebih baik kalau mereka bekerja sama, masing-masing
melaksanakan peran sebagaimana diharapkan.
Tokoh masyarakat Desa Benete, mengungkapkan bahwa gotong royong dan
tolong menolong sebagai suatu pranata lokal yang telah mengalami transformasi
sehingga praktik dan sifat gotong royong tidak lagi sebagaimana kondisi pada
masa sebelum adanya tambang. Sebagai komunitas yang memiliki karakter
agraris, pada masa lalu (sebelum tambang) tatanan sosial budaya yang
berkembang adalah gotong royong dan tolong menolong. Kegiatan gotong royong
tersebut berlangsung untuk berbagai aspek kehidupan, seperti: bercocok tanam
(basiru), membangun rumah (basenata), melaksanakan upacara adat dan ritual
6
(perkawinan, sunatan, dan upacara selamatan lainnya), membersihkan kampung,
membangun fasilitas umum (masyarakat) dan sebagainya. Aktivitas gotong
royong dan tolong-menolong saat ini telah mengalami perubahan yang sangat
besar. Saat ini bentuk gotong royong dalam arti sumbangan tenaga secara sukarela
banyak diganti dengan bantuan berupa materi atau uang. Sebagian besar penduduk
bekerjadi PT NNT dan perusahaan lainnya menyebabkan sebagian besar
waktudigunakan untuk bekerja sehingga tidak banyak waktu untuk kegiatan yang
kurang produktif.
Perubahan perilaku masyarakat sebagai gambaran realitas yang terjadi
akibat program CSR PT. NNT masih perlu dianalisis lebih lanjut untuk
mengetahui perubahan perilaku yang terjadi di masyarakat. Menurut Putnam
dalam Lawang (2005) “kapital sosial menunjuk pada bagian-bagian dari
organisasi sosial seperti kepercayaan, norma dan jaringan, yang dapat
meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan yang
terkoordinasi. Oleh karena itu pertanyannya: bagaimana strategi penguatan
modal sosial kelompok swadaya masyarakat pada program comdev PT NNT
Perumusan Masalah
The world Business Counsil for Sustainable Development mendifinisikan
CSR sebagai sebuah komitemen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan
ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan
tersebut, berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan
dalam rangka meningkatkan kualitas hidup. CSR sendiri telah dilakukan oleh
perusahaan PT NNT sejak mulai tahun 1997 hingga saat ini dengan berbagai bentuk
program. Oleh karena itu, untuk mengetahui dan menganalisis pertanyaan utama
yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik beberapa pertanyaan spesifik
dalam penelitian ini. Pertama, bagaimana implementasi program comdev yang
dilaksanakan oleh PT NNT ? Implementasi dari program comdev perusahaan
dilakukan dalam dua bentuk yaitu infrastruktur dan capacity building. Dari
berbagai program capacity building yang dilaksanakan perusahaan, KSM
merupakan salahsatu dari program yang dilaksanakan di Desa Benete. KSM
digambarkan sebagai program yang sangat penting untuk mensejahterakan
masyarakat. Untuk itu, berdasarkan uraian diatas, maka pertanyaan spesifik kedua
yaitu bagaimana implementasi program KSM dilaksanakan?
Pelaksanaan program CSR perusahaan secara tidak langsung mempengaruhi
modal sosial secara keseluruhan yang dimiliki masyarakat. Berbeda halnya dengan
modal finansial yang dapat dihitung nilai kuantitatifnya, maka modal sosial tidak
dapat dihitung secara pasti. Dapat dikatakan, bahwa pengeluaran biaya perusahaan
untuk program KSM merupakan investasi perusahaan untuk memupuk modal sosial
sehingga pada akhirnya program dapat berkelanjutan. Oleh karena itu, maka
pertanyaan spesifik ketiga adalah Bagaimana bentuk modal sosial KSM di Desa
Benete ?
7
Tujuan Kajian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, tujuan
utama kajian ini adalah untuk merumuskan strategi penguatan modal sosial KSM
pada program community development PT NNT. Adapun tujuan penelitian secara
lebih rinci dirumuskan sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan implementasi program comdev yang dilaksanakan oleh
PT. NNT.
2. Mendeskrisikan implementasi program KSM.
3. Menganalisis bentuk modal sosial KSM.
4. Menyusun strategi penguatan modal sosial KSM pada program comdev
PT. NNT.
Manfaat Kajian
Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap upaya pemberdayaan masyarakat secara umum. Secara khusus studi ini
diharapkan dapat memberikan sumbangsih referensi bagi PT. Newmont Nusa
Tenggara dalam merumuskan kebijakan dan mengimplementasikan program CSR,
sehingga lebih memperkuat modal sosial masyarakat.
Ruang Lingkup Kajian
Sesuai dengan tujuan penelitian maka ruang lingkup dari penelitian ini
difokuskan pada desain pengembangan program CSR PT NNT dalam
meningkatkan modal sosial komunitas di Desa Benete khususnya masyarakat
penerima manfaat program KSM. Adapun sesuai dengan tujuan spesifik dari
kajian adalah bentuk program KSM dan pengaruh program terhadap modal sosial
kelompok masyarakat.
8
2 PENDEKATAN TEORITIS
Bagian ini akan dibahas tentang tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran.
Tinjauan pustaka menjelaskan beberapa hal yaitu, Corporate Social Responsibility
(CSR), Implementasi CSR di Indonesia, manfaat CSR bagi perusahaan, modal
sosial dan manfaat modal sosial. Kerangka pemikiran konseptual akan dibahas
tentang kerangka yang akan menjadi alur fikir. Dari kerangka pemikiran
konseptual akan dihasilkan suatu bagan alir dari penelitian.
Tinjauan Pustaka
Corporate Social Responsibility (CSR)
Revolusi industri pada dekade 19-an, telah mengakibatkan adanya ledakan
industri. Di era itu, korporat memandang dirinya sebagai organisasi yang
bertujuan mengeruk keuntungan semata. Kontribusinya terhadap komunitas hanya
berupa penyediaan lapangan kerja dan mekanisme pajak yang dipungur
pemerintah. Padahal komunitas membutuhkan lebih dari itu. Kegiatan ekonomi
yang dilakukan korporat telah membawa kerusakan pada lingkungan, yang
acapkali biaya pemulihannya dibebankan pada komunitas/pemerintah. Seiring
perkembangan teori manajemen, periode 1970-an korporat pun mulai menyadari
pentingnya peran lingkungan internal dan eksternal terhadap keberadaannya.
Komunitas tidak lagi dianggap sebagai konsumen semata, melainkan juga sebagai
mitra (partnership). Maka lahirlah istilah CSR atau tanggung jawab sosial
perusahaan (Rahman 2009)
Konsep CSR sendiri sebenarnya bukanlah baru sama sekali. Ketentuan
mengenai kegiatan CSR di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang menyatakan bahwa setiap perseroan atau
penanam modal berkewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan
perusahaan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan
budaya masyarakat setempat. Pengaturan CSR juga bertujuan untuk mewujudkan
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan
dan lingkungannya. Dengan demikian CSR merupakan suatu kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh perusahaan, bukan kegiatan yang bersifat sukarela menurut
Wahyudi dan Azheri, seperti yang dikutip Yintayani (2011).
Sebenarnya definisi CSR sangatlah beragam, bergantung pada visi dan misi
korporat yang disesuaikan dengan needs, desire, wants, dan interest komunitas.
Beberapa definisi CSR seperti yang dikemukakan oleh Rahman (2009)
diantaranya, Chambers mendifinisikan melakukan tindakan sosial (termasuk
kepedulian terhadap lingkungan hidup, lebih dari batas-batas yang dituntut
peraturan undang-undang. Trinidad and Tobacco Bureau of Standards
mendifinisikan Komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara
legal, dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan
peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal, dan
masyarakat yang lebih luas. The world Business Counsil for Sustainable
Development mendifinisikan komitemen bisnis untuk berkontribusi dalam
10
pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan,
keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat
secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup.
Menurut John Elkington seperti dikutip Tonny (2013), dari sudut
perusahaan, CSR merupakan proses internalisasi faktor-faktor eksternal (the
internalization of externalities) yang merujuk kepada tripel bottom line (3P),
yakni People, Planet, dan Profit. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu
keuntungan ekonomi belaka (profit) melainkan pula memiliki kepedulian terhadap
kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).
Konteks pembangunan CSR tidak hanya berorientasi pada produksi, tetapi
seperti telah dinyatakan diatas bahwa CSR harus berorientasi pada pemberdayaan
masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas. Oleh karena itu,
tanggung jawab sosial perusahaan perlu dikonstruksikan dalam suatu kerangka
pergeseran paradigma dari “production center development” ke “people center
development”. Dengan demikian aksi CSR dicirikan dengan implementasi
prisnsip-prinsip desentralisasi, partisipasi, pemberdayaan, pelestarian, jejaring,
teritorial, dan ekonomi lokal.
Merujuk pada pemikiran Lubis seperti dikutip Tonny (2013), maka prosesproses pemberdayaan dalam tanggung jawab sosial perusahaan dimplementasikan
dalam aksi-aksi (Gambar 1)
1. Advokasi (advocacy): upaya untuk mengubah atau mempengaruhi perilaku
penentu kebijakan: pemerintah, perusahaan, dan stakeholders lainnya agar
berpihak pada kepentingan masyarakat pedesaan dan komunitas pertanian
melalui penyampaian pesan-pesan yang didasarkan pada argumentasi yang
bisa dipertangung jawabkan secara ilmiah, legal, dan moral. Melalui
kegiatan ini dilakukan identifikasi dan pelibatan semua stakeholders dan
sektor yang relevan dengan aksi CSR di berbagai ara untuk mendukung
program CSR Perusahaan;
2. Pengorganisasian Komunitas (Community Organizing): agar masyarakat
pedesaan dan pertanian mempunyai arena untuk mendiskusikan dan
mengambil keputusan atas masalah disekitarnya. Bila terorganisir,
masyarakat juga akan mampu menemukan sumberdaya yang dapat mereka
manfaatkan dalam CSR. Biasanya, dalam pengembangan masyarakat,
dibentuk kelompok-kelompok petani sebagai wadah refleksi dan aksi
bersama anggota komunitas pedesaan dan pertanian. Pengorganisasian ini
bisa dibentuk berjenjang: ditingkat komunitas, antar komunitas di tingkat
desa ditingkat kecamatan dan seterusnya sampai ketingkat nasional bahkan
regiaonal;
3. Pengembangan Jejaring(Networking and Alliance Building) tanggung
jawab sosial perusahaan: menjalin kerjasama dengan pihak lain agar
bersama-sama saling mendukung untuk mencapai tujuan tanggung jawab
sosial perusahaan, misalnya dengan kelembagaan keuangan, agribisnis,
dan agroindustri. Jejaring dan saling percaya merupakan salah satu unsur
penting dari modal sosial, sehingga menjadi komponen penting dalam
pengembangan tanggung jawab sosial perusahaan;
4. Pengembangan Kapasitas (Capacity-Building): meningkatkan kemampuan
warga masyarakat desa dan pertanian di segala bidang (termasuk untuk
advokasi,mengorganisir diri sendiri, dan mengembangkan jejaring) dalam
11
tanggung jawab sosial perusahaan. Pengembangan kapasitas sebagai
peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi, dan sistem
masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif
dan efisien. Peningkatan kemampuan individu mencakup perubahan dalam
pengetahuan, sikap, dan keterampilan; peningkatan kemampuan
kelembagaan meliputi perbaikan organisasi dan manajemen keuangan, dan
budaya organisasi; peningkatan kemampuan masyarakat pedesaan dan
pertanian, mencakup kemandirian, keswadayaan, dan kemampuan
mengantisipasi perubahan; dan
5. Komunikasi, informasi dan edukasi tanggung jawab sosial perusahaan:
proses pengelolaan informasi, pendidikan masyarakat, dan penyebaran
informasi untuk mendukung keempat komponen di atas dalam tanggung
jawab sosial perusahaan. Pengelolaan informasi juga menyangkut mencari
dan mendokumentasikan informasi agar informasi selalu tersedia bagi
masyarakat yang memelukannya, seperti informasi. Kegiatan edukasi
diperlukan agar kemampuan masyarakat dalam segala hal meningkat,
sehingga masyarakat mampu mengatasi masalahnya sendiri setiap saat.
Untuk mendukung proses komunikasi, berbagai media komunikasi
(modern-tradisional;massa-individu-kelompok)
perlu
dimanfaatkan
dengan kreatif.
PENGORGANISASIAN
KOMUNITAS
ADVOKASI
KOMUNIKASI,
INFORMASI, EDUKASI
PENGEMBANGAN KAPASITAS
PENGEMBANGAN JARINGAN
Gambar 1. Aksi pengembangan masyarakat
CSR Dalam Perspektif Community Depelovment (CD)
M Badri seperti yang dikutip Sumardiyono (2007), Saat ini banyak
perusahaan swasta mengembangkan apa yang disebut Corporate Social
Responsibility (CSR), dan Corporate Citizenship (CC). Berdasarkan sifatnya,
pelaksanaan program CSR dapat dibagi dua, yaitu :
1. Program Pengembangan Masyarakat (Community Development/CD);
2. Program Pengembangan Hubungan / Relasi dengan publik
(RelationsDevelopment/RD).
Sedangkan Corporate Citizenship (CC) adalah cara perusahaan bersikap
atau memperlihatkan perilaku ketika berhadapan dengan para pihak lain sebagai
salah satu cara untuk memperbaiki reputasi dan meningkatkan keunggulan
kompetitif. Corporate Citizenship juga menyangkut pada masalah pembangunan
sosial (social development) dan dilakukan pada konteks partnership dan tata
12
kelola (governance). Prinsip ini memperhatikan pembangunan masyarakat,
perlindungan dan pelestarian lingkungan untuk keberlanjutan lingkungan dan
membantu memperbaiki kualitas hidup manusia. Corporate citizenship ini
dilakukan melalui manajemen internal yang lebih baik, membantu memberikan
bantuan sumberdaya untuk pembangunan sosial dan kemitraan dengan masyarakat
bukan bisnis dan masyarakat luas.
Praktik paling terkenal dari CSR adalah Community Development (comdev),
walau keduanya tidaklah dapat disamakan. Comdev didefinisikan sebagai upaya
sistematik meningkatkan kemampuan masyarakat, terutama kelompok-kelompok
paling tidak beruntung, dalam pemenuhan kebutuhan berdasarkan potensi seluruh
sumberdaya yang dapat diaksesnya.
Alyson Warhurst seperti yang dikutip Sumardiyono (2007), berpendapat,
hubungan CSR dan masyarakat terwujud dalam empat hal utama, yaitu :
1. kontribusi pada pengembangan masyarakat (comdev);
2. pengikutsertaan (pemrioritasan) kesempatan kerja dan usaha;
3. pembiayaan sesuai kerangka legal; dan
4. tanggapan atas harapan kelompok kepentingan.
Pengkategorian Warhust memperjelas bahwa comdev merupakan salah
satu komponen sangat penting CSR
Budimanta dalam Rudito dan Famiola (2013) menyebutkan bahwa,
Community development adalah kegiatan pembangunan masyarakat yang
dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses
masyarakat guna mencapai kondisi sosial ekonomi dan kualitas kehidupan yang
lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya.
Secara hakekat, Community development merupakan suatu proses adaptasi sosial
budaya yang dilakukan oleh industri, pemerintah pusat dan daerah terhadap
kehidupan komunitas lokal menurut Rudi dalam Rudito dan Fabiola (2013)
Implementasi CSR di NNT
Menurut Sarosa dan Amri (2008), Penghujung 2005 dicatat sebagai salah
satu puncak momentum CSR di Indonesia lewat kehadiran CSR Award. Terlepas
dari banyaknya kelemahan disana-sini, terutama dari sudut pandang konsep dan
praktiknya sebagai strategi publikasi tidak berlebihan jika CSR Awards disebut
sebagai momentum penting dalam meningkatkan kesadaran perusahaan akan
keharusan memasukkan CSR sebagai bagian integral strategi bisnis. Sebelumnya,
Asian institute of Management juga menggelar Asian Forum on Corporate Social
Responsibility bertema Exploring CSR Strategi for Business. Gabungan kedua
momen itu tak pelak menghasilkan peningkatan perhatian yang signifikan
terhadap isu CSR di negeri ini.
Perkembangan konsep dan praktek CSR di Indonesia tentu tak lepas dari
perubahan geopolitik ekonomi internasional. Globalisasi yang mengusung isu
demokratisasi membawa implikasi dimasukkannya agenda HAM serta penguatan
masyarakat sipil, sekaligus kesempatan penting bagi perluasan sayap bisnis.
Tetapi kesempatan ini tidak boleh dibaca sebagai peluang memperluas eksploitasi
SDA dan SDM semata. Dengan kata lain proses perluasan bisnis (khususnya yang
dilakukan perusahaan multinasional) harus diiringi kesadaran adanya kesempatan
memeratakan kesejahteraan. Komitmen ini selayaknya diterjemahkan dengan
13
menempatkan perusahaan sebagai tetangga yang baik, dengan komitmen penuh
pada upaya peningkatan kesejahteraan komunitas lokal dan pelestarian
lingkungan.
Ikhtisar eksekutif persepsi komunitas dan pemangku kepentingan lainnya
terhadap pengembangan masyarakat dalam kerangka tanggungjawab sosial PT.
Holcim Indonesia Tbk (HIL) Pabrik Narogong, disebutkan bahwa HIL
mendefinisikan CSR-nya sebagai komitmen HIL untuk bekerja sebagai mitra bagi
para pemangku kepentingannya dan memelihara hubungan yang dilandasi saling
menghargai dan saling percaya. Hal ini dituangkan dalam slogan HIL yaitu
“membangun bersama”. Sebagai mitra masyarakat desa, CSR HIL ingin berperan
sebagai motivator yang menumbuhkan inisiatif, partisipasi dan keswadayaan dari
masyarakat dan stakeholders lainnya agar berlangsung pembangunan yang
berkelanjutan. Dalam kebijakannya HIL memiliki struktur tatakelola yang
memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingan, mengelola resiko bisnis,
menjaga nama baik dan memiliki tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
masyarakat termasuk kesejahteraan warga sekitar dan lingkungan.
Program CSR HIL dalam Periode 2006-2010 meliputi: (1) Infrastruktur,
yang meliputi pembuatan jalan, drainase, pembangunan kantor desa, gedung
sekolah, fasilitas olahraga dan tempat ibadah; (2) Pemberdayaan Ekonomi, yakni
dana bergulir (revolving fund) untuk peternakan (ayam, kambing), pertanian,
persewaan traktor, paving block, usaha, jasa, warung, perdagangan, bengkel
motor, dan lain-lain; (3) Pendidikan, berupa beasiswa yang diberikan kepada
anak-anak yang tergolong kurang mampu dari tingkat SD, SMP dan SMA.
Program EVE yang bekerjasama dengan Politeknik Negeri Jakarta (PNJ); dan (4)
Aspek Sosial, yang terdiri dari posyandu, penyuluhan kesehatan, penyuluhan
hukum, khitanan masal, pelatihan las, pemberian paket lebaran, dana santunan
untuk anak yatim piatu, hewan kurban, dan pembinaan pemuda.
Pola pelaksanaan CSR yang dilakukan HIL diawali dengan pelaksanaan
Forum Komunikasi Masyarakat (FKM) baik di aras desa dan aras kecamatan
setiap tahunnya. Tujuan pelaksanaan Forum Komunikasi Masyarakat (FKM) ini
yaitu untuk berdialog secara langsung dengan aparat dan perwakilan warga desa
seperti kepala desa, kepala dusun, ketua RW/RT, tokoh agama, tokoh masyarakat,
pemuda dan masyarakat umum mengenai program kemitraan HIL. Kegiatan yang
dilakukan selama FKM ini diantaranya pemaparan semua program kemitraan HIL
yang telah dan sedang dilakukan pada tahun tersebut di seluruh desa mitra. Selain
itu dilakukan juga diskusi kendala yang dihadapi selama implementasi program
kemitraan pada tahun tersebut berikut rencana program kemitraan di tahun
selanjutnya.
PT. Chevron Pasifik Indonesia (CPI) dalam melaksanakan CSR-nya,
langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang Public Relations (PR) atau
pihak yang menjalankan fiingsi PR dalam sebuah perusahaan dalam rangka
mensosialisasikan atau mengkomunikasikan sebuah program kerja adalah
menentukan sasaran, yaitu mengidentifikasi pihak-pihak mana saja yang menjadi
target sasaran dari program CSR CPI atau yang mempunyai hubungan, serta
kepentingan dengan program tersebut.
Pihak-pihak yang menjadi sasaran dalam mengkomunikasikan dan
meiaksanakan program CSR CPI terdiri dari: masyarakat secara luas, media
(wartawan atau jumalis), Internal PT CPI (karyawan/shareholder), LSM, pihak
14
akademisi, pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan masih ada lagi
sasaran lain yang mempunyai kepentingan dalam program CSR CPI ini. Karena
intinya semua khalayak tersebut memiliki peranan masing-masing dalam
menyukseskan pelaksanaan program CSR CPI. Program-program CSR CPI itu
dibuat tergantung dari adanya masukan-masukan atau ide-ide dari divisi-divisi
lain dan tidak menutup kemungkinan divisi CSR sendiri yang menyusun program
tersebut. Namun, tetap saja setelah adanya rencana program CSR apa yang akan
dilakukan, maka divisi CSR yang akan tetap mengelola pelaksanaan dari aktivitas
CSR tersebut.
Ketika proses kegiatan CSR dilaksanakan, maka yang bertanggung jawab
secara penuh adalah pihak Community Depelopment (CD), Corporate
Communication CPI. Namun, pelaksanaannya pun harus berlandaskan rencana
yang telah ditetapkan oleh divisi CSR dan disepakati bersama sebelumnya.
PT. Newmont Nusa Tenggara menyatakan dalam visi korporasi tambang
Newmont (NMC) yaitu menjadi perusahaan tambang yang paling dihargai dan
dihormati melalui pencapaian kinerja terdepan dalam industri tambang. Guna
mencapai visi tersebut, salah satu nilai utama NMC adalah mewujudkan
kepemimpinan di bidang keselamatan kerja, pengelolaan lingkungan dan
tanggungjawab sosial.
Newmont berkeyakinan bahwa melaksanakan tanggung jawab sosial
merupakan hal penting bagi bisnis, dan hal itu diwujudkan dengan membangun
hubungan berdasarkan atas kepercayaan serta nilai tambah bagi masyarakat
dimana Newmont beroperasi. Hal ini dapat dicapai dalam kepemimpinan, dan
penerapan sistem manajemen formal yang andal, yang mendukung pengambilan
keputusan secara efektif, mengelola resiko perusahaan dan mendorong
peningkatan yang berkelanjutan.
Pelaksanaan perencanaan program CSR, PT. NNT menerapkan strategi
perencanaan secara partisipatif. Beberapa metode yang digunakan diantaranya
Participatory Rural Appraisal (PRA), Participatory Wealth Ranking (PWR),
Future Search Dialog (FSD) dan Ziel-Orientierte Projekt Planung (ZOPP). Untuk
implementasi program CSR, pelaksanaan program melalui kemitraan dengan
pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, konsultan dan kontraktor lokal,
perguruan tinggi dan kelompok masyarakat.
Untuk monitoring evaluasi program CSR, PT. NNT menggunakan dua
pendekatan, yaitu:
1. Secara Internal dengan melakukanPemantauan dan Evaluasi secara
Partisipatif
2. Secara Eksternal dengan melibatkan lembaga mitra seperti, LP3ES,
Dampak Sosial Ekonomi dan Perikanan oleh PPLH, P3L (Universitas
Mataram) dan LPEM-FEUI, Implementasi Program oleh Gemilang dan
Transform NTB, INDEF Jakarta, Mitra Samya Mataram, Five Star Team,
ISO14001
Terdapat lima bidang pokok yang menjadi program utama PT. NNT, yaitu:
(1) Kesehatan; (2) Pendidikan: (3) Usaha Ekonomi Masyarakat; (4) Pertanian dan
Pariwisata; dan (5) Sosial budaya dan keagamaan.
15
Beberapa kegiatan CSR bidang pertanian di Desa Benete, diantaranya:
peningkatan produktivitas hasil panen lahan pertanian, peningkatkan akses
permodalan kegiatan usaha produktif bagi perempuan petani, pembangunan
infrastruktur (embung) dan penguatan kapasitas kelompok
Manfaat CSR
Menurut Sarosa dan Amri (2008), Aktivitas CSR masih relatif baru di
Indonesia, saat ini masih sulit menemukan bukti kongkrit manfaat aktivitas CSR
tersebut dalam jangka panjang. Selain itu masih sedikit alat-alat evaluasi yang
dapat digunakan untuk menilai dampak dari aktivitas CSR. Meskipun demikian,
berikut ini akan ditampilkan hal-hal yang diperkirakan menjadi manfaat CSR
dalam hal penguatan modal sosial dan kerekatan sosial, baik dalam jangka
pendek, menegah dan panjang bagi perusahaan.
Dalam jangka pendek, aktivitas yang bertujuan memperkuat kerekatan
sosial memberi manfaat (output) bagi perusahaan dalam beberapa bentuk.
Manfaat yang pertama tentunya adalah citra positif bagi perusahaan yang peduli
dan bertanggungjawab terhadap kondisi masyarakat yang ada disekitarnya.
Dengan masyarakat dan investor yang semakin kritis terhadap kinerja perusahaan,
citra positif tentunya menjadi hal penting bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Masyarakat cenderung ingin membeli produk dari perusahaan yang memiliki
reputasi baik, demikian juga investor ingin menanamkan uangnya pada
perusahaan yang bertanggungjawab.
Manfaat jangka pendek lainnya adalah terciptanya interaksi yang dinamis
antar pegawai perusahaan. Aktivitas CSR (walaupun tidak semua) seringkali
membutuhkan terjadinya interaksi antar pegawai dari lintas divisi dan lintas
tingkat manajemen, yang konteksnya yang berbeda dari interaksi yang terjadi
sehari-hari di perusahaan.
Dalam jangka menengah, aktivitas CSR memberi manfaat (outcome) secara
internal berupa kepuasan batin pegawai terhadap perusahaan. Manfaat CSR
jangka menengah lainnya adalah jejaring strategis yang dapat dibangun
perusahaan untuk kelancaran dan pengembangan usahanya di masa depan. Dalam
konteks CSR sebuah perusahaan mendapat kesempatan untuk bekerjasama dengan
lembaga-lembaga yang biasanya tidak ada hubungannya dengan perusahaan
tersebut, misalnya lembaga pemerintah, lembaga PBB, Bank Dunia, dan lembaga
Swadaya Masyarakat. Lembaga-lembaga semacam ini dapat memberi masukan
strategis bagi perusahaan tentang topik-topik pembangunan yang perlu
diperhatikan oleh perusahaan. Selain itu, bekerjasama dengan lembaga-lembaga
ini dapat pula meningkatkan profil perusahaan yang bersangkutan pada tingkat
nasional dan internasional. Manfaat jangka menengah lain adalah terciptanya
kondisi yang mendukung perusahaan untuk melangsungkan aktivitas.
Dalam jangka panjang, modal sosial dan kerekatan sosial yang baik
memberi manfaat (impact) dalam hal mendukung terciptanya kondisi ekonomi
yang lebih baik. Dalam sebuah masyarakat yang saling percaya, aktivitas ekonomi
akan tumbuh lebih tinggi, dan hal ini akan berdampak baik pada kinerja keuangan
perusahaan dan juga kelangsungan hidup perusahaan secara jangka panjang
(sustainable).
16
Manfaat bagi masyarakat, dalam jangka pendek, aktivitas CSR bertujuan
memperkuat kerekatan sosial memberi manfaat (output) kepada masyarakat dalam
beberapa bentuk aktivitas itu sendiri. Untuk aktivitas CSR yang memang
dirancang untuk secara langsung mengurangi kesenjangan sosial atau
meningkatkan kerekatan sosial, dampak langsung yang tercipta adalah
meningkatnya interaksi antar kelompok-kelompok masyarakat yang biasanya
mungkin jarang beriteraksi. Manfaat jangka pendek lain yang biasa terbangun dari
aktivitas CSR adalah tersedianya layanan-layanan sosial/publik yang selama ini
sulit diperoleh kelompok masyarakat tertentu. Layanan-layanan ini dapat berupa
layanan kesehatan dan pendidikan bagi penduduk miskin, terpencil, atau yang
terkena dampak langsung dari aktivitas perusahaan.
Untuk jangka menengah, manfaat (outcome) yang tercipta adalah
meningkatnya kemampuan atau kapasitas masyarakat untuk bekerjasama. Hal ini
dapat terbangun dari aktivitas-aktivitas CSR yang mengharuskan terjadinya
kerjasama antar anggota masyarakat, misalnya penguatan ekonomi yang
dilakukan per kelompok, pengembangan koeperasi, penyediaan dana bergulir,
penyediaan Block grant yang penggunaannya harus ditentukan, dilaksanakan, dan
diawasi sendiri oleh masyarakat secara partisipatif.
Manfaat jangka menengah lainnya adalah terciptanya jejaring yang
dibutuhkan oleh kelompok-kelompok masyarakat untuk mengembangkan
aktivitas ekonominya maupun untuk meningkatkan kondisi kehidupannya. Dalam
aktivitas CSR yang bertujuan mengembangkan aktivitas ekonomi atau usaha kecil
dan mikro, salh satu faktor yang biasanya dibangun adalah jejaring antara
produsen (masyarakat) dengan pembeli, lembaga pengembangan kapasitas usaha,
dan lembaga penjamin mutu. Dalam kondisi normal, mungkin agak sulit bagi
masyarakat kecil untuk mengakses mereka secara langsung.
Untuk jangka panjang, aktivitas CSR tentu dapat memberi manfaat (impact)
berupa meningkatnya modal sosial dan kerekatan sosial pada masyarakat.
Misalnya, interaksi antar kelompok yang tercipta dengan katalis aktivitas CSR
dapat meningkatkan rasa keakraban, kekompakan , saling percaya, dan saling
mendukung antar kelompok-kelompok masyarakat. Selain itu kesenjangan antar
kelompok juga dapat berkurang sehingga tumbuhlah suasana yang lebih bermoral,
beretika, saling menghargai, berbagi, dan berkompetisi secara sehat.
Manfaat bagi hubungan antara perusahaan dan masyarakat, dalam jangka
pendek adalah didapatnya “ijin sosial” untuk beroperasinya sebuah perusahaan
(social license to operate). Manfaat jangka menengah adalah tumbuhnya modal
sosial dan kerekatan sosial antara perusahaan dan masyarakat itu sendiri. Manfaat
jangka panjang (impact) dari kondisi hubungan perusahaan-masyarakat yang baik
adalah keberlanjutan usaha (sustainability) yang lebih tinggi. Dengan hubungan
sosial yang baik dengan masyarakat yang ada disekelilingnya, kemungkinan
sebuah sebuah perusahaan untuk mejalankan usahanya dalam jangka panjang akan
lebih tinggi.
Bagi PT NNT, program CSR ,diantaranya bertujuan untuk mendapatkan
dukungan masyarakat terhadap operasional perusahaan “lisensi sosial”,
meningkatkan ekonomi masyarakat, peningkatan akses layananan pendidikan,
kesehatan, dan pertanian dengan terbangunnya fasilitas; peningkatan produktivitas
hasil pertanian serta kegiatan social dan keagamaan semakin kuat.
17
Modal Sosial
Dalam menjalankan usahanya, sebuah perusahaan memerlukan modal dalam
bentuk yang beraneka ragam. Bentuk modal yang paling banyak dibicarakan dan
diajarkan dalam bidang ekonomi dan bisnis adalah modal fisik (physical capital)
dan modal manusia (human capital). Modal fisik contohnya adalah bahan baku,
mesin, peralatan kerja dan lokasi atau tempat usaha. Dengan modal fisik, sebuah
perusahaan manufaktur dapat mengubah bahan baku menjadi bahan olahan yang
memiliki nilai tambahn. Sedangkan modal manusia berupa keahlian dan tenaga
yang dihitung dengan satuan waktu. Tanpa adanya modal manusia, sebuah
perusahaan tidak dapat beroperasi karena tidak ada yang merancang sistem
produksi perusahaan tersebut, juga tidak ada yang membeli bahan baku,
mengoperasikan mesin, memasarkan produk, dan seterusnya.
Selain modal fisik dan modal manusia, ada bentuk modal lain yang tak
kalah penting dalam menjalankan usaha. Sayangnya, bentuk modal ini baru
mendapat perhatian dari dunia usaha sejak tahun 1970-an, dan baru mulai populer
sejak tahun 1990-an. Yang dimaksud adalah modal sosial (social capital) (Sarosa
dan Amri 2008).
Putnam (2000) menyatakan bahwa modal sosial mengacu pada esensi dari
organisasi sosial, seperti trust, norma dan jaringan sosial yang memungkinkan
pelaksanaan kegiatan lebih terkoordinasi, dan anggota masyarakat dapat
berpartisipasi dan bekerjasama secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan
bersama, dan mempengaruhi produktifitas secara individual maupun
berkelompok.
Fukuyama (1995) mendefinisikan modal sosial sebagai serangkaian
nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para
anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara
mereka. Modal sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta dan
norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam
masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial (social glue)
yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama. Modal sosial
sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam
perilaku yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk
bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap
keberlanjutan produktivitas.
Untuk mempermudah memahami modal sosial pada tataran praktis, Bank
Dunia membagi modal sosial dalam lima dimensi; kelompok dan jejaring,
kepercayaan dan solidaritas, kemampuan kerjasama dan bertindak bersama,
informasi dan komunikasi, serta kerekatan dan keikutsertaan sosial.
Kelompok dan jejaring merupakan kumpulan individu yang menganggap
penting hubungan antar pribadi yang terbagi di antara masing-masing individu
tersebut. Mereka meyakini hubungan dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
Dukungan kelompok dan berbagai aktivitas dengan sesama anggota jejaring
sangat penting untuk membangun modal sosial. Keterlibatan anggota kelompok
untuk mengorganisasi diri dan menggalang sumberdaya untuk menyelesaikan
masalah-masalah bersama merupakan sebagian manfaat dari kelompok dan
jejaring yang memperkuat modal sosial.
18
Kepercayaan (trust) dan solidaritas mencerminkan perilaku antar individu
yang mendukung terciptanya kerekatan sosial dan tindakan bersama yang lebih
kuat. Kepercayaan dan solidaritas membentuk pemikiran dan sikap masingmasing anggota kelompok mengenai bagaimana berinteraksi dengan anggota lain.
Ketika individu-individu dalam suatu komunitas saling mempercayai dan
menghargai, mereka dapat mencapai kesepakatan dan mengadakan transaksi
secara lebih mudah.
Kemampuan kerjasama dan bertindak bersama merupakan kemampuan
kelompok dalam menyelesaikan masalah-masalah dan mencapai tujuan-tujuan
bersama. Tujuan tindakan bersama mungkin saja berbeda-beda tergantung
komunitasnya. Sebagai contoh, tindakan bersama dapat terdiri dari berbagai
aktivitas yang diorganisasi oleh komunitas untuk membangun dan memelihara
infrastruktur desa. Tindakan bersama juga penting untuk mewujudkan tatapemerintahan dan akuntabilitas publik yang baik.
Informasi dan komunikasi merupakan simpul dari berbagai interaksi sosial,
dan berperan penting untuk membangun modal sosial yang positif. Aliran
informasi dua arah (vertikal) antara masyarakat lokal dan penentu kebijakan
merupakan hal penting dari proses pembangunan. Aliran informasi dua arah
(horizontal) memperkuat kapasitas masyarakat dengan cara menyediakan
mediauntuk berbagi dan bertukar pengetahuan dan ide. Dialog yang terbuka akan
membengun perasaan sebagai satu komunitas, sedangkan kerahasiaan hanya akan
menghasilkan kecurigaan dan ketidakpercayaan.
Kerekatan dan keikutsertaan sosial mengurangi resiko konflik antar individu
maupun antar kelompok, dan mempromosikan akses yang adil terhadap hasil-hasil
pembangunan dengan cara meningkatkan partisipasi orang-orang yang
terpinggirkan atau minoritas. Kerekatan sosial mewujudkan diri dalam individuindividu yang bersedia dan mampu bekerjasama untuk menyelesaikan masalah
bersama, memenuhi kebutuhan bersama, dengan cara yang beradab, tidak
konfrontatif, dan dengan menghargai berbagai perbedaan kepentingan yang ada.
keikutsertaan sosial mempromosikan akses yang adil terhadap berbagai
kesempatan, dan menghilangkan hambatan-hambatan formal dan informal untuk
berpartisipasi.
Josairi Hasbullah dalam Sarosa dan Amri (2008), mengutip adanya dua jenis
modal sosial yang tercipta di suatu komunitas: Modal Sosial yang Mengikat
(bonding social capital) adalah ikatan-ikatan (biasanya ikatan yang kuat) antara
orang-orang dalam situasi yang sama, misalnya anggota keluarga, teman dekat,
dan tetangga. Modal sosial yang menjembatani (bridging social capital) adalah
ikatan-ikatan (biasanya ikatan yang lemah) antara orang-orang yang situasinya
tidak persis sama, misalnya teman jauh atau rekan kerja.
Dalam Ibrahim (2002), disebutkan bahwa para ahli sosial membedakan
konsep modal sosial dengan konsep modal budaya (cultural capital), modal
manusia (human capital) dan tentunya modal keuangan, serta modal fisik. Pierre
Boudieu menggunakan istilah modal sosial bersamaan dengan modal budaya
sebagai:
“...stoks of knowledge an individual acquires based on
informal social networks...basically where the person grew up
and who their parents and friens were”
19
Penekanan batasan modal budaya adalah pada kemampuan yang dimiliki
individu diperoleh dari lingkungan keluarga atau lingkungan sosialnya. Definisi
modal manusia lebih menekankan pada pengetahuan, pengamalan, kualitas yang
dimiliki seseorang (individu). Tegasnya dikatakan sebagai “inside your brain”.
Atau Jamaes coleman mengatakannya sebagai “inside people’s heads”. Didalam
suatu organisasi atau perusahaan, modal manusia dianalogikan sebagai pekerja
(workers). Dalam bukunya berjudul: Structural Holes, Ronald S. Burt menuliskan
modal sosial sebagai,
“...natural qualities – charm, healt, intellegence and looks
– combined with the skills you have acquired in formal
education and job experience give you abilities to excel at
certain task”
Kemudian Burt membedakannya dengan modal keuangan (financial capital)
sebagai uang tunai yang dimiliki, simpanan di bank, investasi, fasilitas kredit.
Batasan modal keuangan lebih jelas, tetapi ada yang memasukkan modal
keuangan sebagai bagian dari modal fisik secara material. Modal fisik dikaitkan
dengan benda, alat, mesin, gedung, infrastruktur fisik, jaringan transportasi,
buatan manusia atau bentuk material lain, yang memfasilitasi kegiatan manusia.
Pieree Boudieu dan James Coleman (1970) mengatakan bahwa modal sosial
adalah:
“the resources, asset and advantages individuals acquire
as participant in a social or community setting”
Jelas, bila dibandingkan dengan modal budaya, modal manusia yang
dimiliki oleh individu, maka modal sosial bukan milik individual, tetapi sebagai
hasil dari hubungan sosial antar individu. Coleman melakukan pengukuran modal
sosial melalui survey dengan mengkobinasikan tingkat kepercayaan di tingkat
individu dengan mengukur keanggotaan yang tercermin dalam proses sosial.
Baginya penting untuk mengukur keanggotaan (organisasi sukarela, organisasi
civic, waktu yang dihabiskan untuk kegiatan sukarela) sebagai deskripsi modal
sosial, karena merefleksikan derajat civic engagement dan hubungan horisontal
yang alami.
Selanjutnya, rumusan modal sosial menurut Portes sebagai berikut:
“social capital” as the capacity of individuals to
command scarce resources by vitue of their membership in
networks, or broader social structures The ability to obtain
(social capital) does not inhere in the individual... but instead is
property of the individual’s set of relationships with others.
Social capital is a product of embeddedness”
Didalam uraiannya, Portes melihat modal sosial lebih realistis sebagai
perangkat hubungan dan produk yang tertanam dalam struktur sosial, dapat
ditemukan pada komunitas yang integrasinya buruk. Dalam arti, modal sosial dan
kepercayaan yang rendah, serta tingginya kekeluargaan yang amoral.
20
Bagi Putnam, modal sosial adalah “public good” bukan milik pribadi untuk
mendapatkan keuntungan dari modal tersebut. Putnam (1993) dan Fukuyama
(1995) memperjelas dengan memperluas batasan bahwa modal sosial tidak pada
individu, tetapi pada kelompok, komunitas, bahkan ditingkat negara (“state”).
Dikatakan bahwa komunitas berbeda dengan individu yang memiliki jumlah
modal sosial tertentu. Komunitas mampu membangun modal sosial melalui
pengembangan hubungan aktif, partisipasi demokrasi dan penguatan kepemilikan
dan kepercayaan komunitas. Putnam mengatakan bahwa modal sosial sebagai,
“..futures of social organization, such as networks, norms, and trust, that
facilitate coordination and cooperation for mutual benefit. Social capital
enchances the benefits of investment in phsical and human capital”
Modal sosial mirip dengan bentuk-bentuk modal lainnya, dalam arti modal
sosial juga bersifat produktif. Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi
manusia satu sama lain, khususnya relasi intim dan konsisten. Modal sosial
menunjukkan pada jaringan, norma, dan kepercayaan yang berpotensi untuk
produktivitas masyarakat. Namun demikian, modal sosial berbeda dengan modal
finansial, karena modal sosial bersifat kumulatif dan bertambah dengan sendirinya
(self-reinforcing) (Putnam 2002) yang dikutip Mariana, et al., (2008). Karenanya,
modal sosial tidak akan habis jika dipergunakan, melainkan semakin meningkat.
Rusaknya modal sosial lebih sering disebabkan bukan karena dipakai, melainkan
karena ia tidak dipergunakan. Berbeda dengan modal manusia, modal sosial juga
menunjuk pada kemampuan orang untuk berasosiasi dengan orang lain.
Bersandar pada norma-norma dan nilai bersama, asosiasi antar manusia tersebut
menghasilkan kepercayaan yang pada gilirannya memiliki nilai ekonomi yang
besar dan terukur. Terkait ini ada tiga parameter modal sosial, yaitu rasa percaya
(trust), norma-norma (norms), dan jaringan-jaringan (networks).
Woolcock (1998) yang dikutip Mariana, et al., (2008) mengajukan tiga
dimensi dari modal sosial, yaitu: bonding, bridging dan linking:
1. Modal sosial yang bersifat mengikat (bonding social capital) merujuk pada
hubungan antarindividu yang berada dalam kelompok primer atau lingkungan
ketetanggaan yang saling berdekatan. Komunitas-komunitas yang
menunjukkan kohesi internal yang kuat akan lebih mudah dan lancar dalam
berbagi pengetahuan;
2. Modal sosial yang bersifat menjembatani (bridging social capital) adalah
hubungan yang terjalin di antara orang-orang yang berbeda, termasuk pula
orang-orang dari komunitas, budaya, atau latar belakang sosial ekonomi yang
berbeda. Individu-individu dalam komunitas yang mencerminkan dimensi
modal sosial yang bersifat menjembatani akan mudah mengumpulkan
informasi dan pengetahuan dari lingkungan luar komunitasnya dan tetap
memperoleh informasi yang aktual dari luar kelompoknya. Tipe modal sosial
ini menunjuk pada hubungan antarindividu yang memiliki kekuasaan atau
akses pada bisnis dan hubungan sosial melalui kelompok-kelompok sekunder;
3. Modal sosial yang bersifat mengaitkan (linking social capital) memungkinkan
individu-individu untuk menggali dan mengelola sumber-sumberdaya, ide,
informasi, dan pengetahuan dalam suatu komunitas atau kelompok pada level
pembentukan dan partisipasi dalam organisasi formal.
21
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, modal sosial berperan dalam
peningkatan pertumbuhan dan pembangunan wilayah melalui peningkatan
penyediaan akses masyarakat terhadap ketersediaan modal, pendidikan, kesehatan
dan keamanan. Selain itu, tersediannya stok modal sosial yang besar akan
memfasilitasi terjadinya transaksi antar individu, rumah tangga dan kelompok
yang efisien melalui (1) tersediannya informasi dengan biaya rendah; (2) terdapat
kemudahan bagi semua pihak untuk mencapai keputusan kolektif; (3)
berkurangnya perilaku oportunistik dari anggota masyarakat. Teori terkini juga
menunjukkan bahwa sedikit perubahan pada modal sosial dapat memberi efek
yang signifikan dalam perekonomian (Iyer et al. 2005) dikutip (Vipriyanti 2011).
Selanjutnya Turner dalam Dasgupta (2000) yang dikutip Lawang (2004) modal
sosial menunjuk pada kekuatan-kekuatan yang meningkatkan potensi untuk
perkembangan ekonomi dalam suatu masyarakat dengan menciptakan dan
mempertahankan hubungan sosial dan pola organisasi sosial.
Vipriyanti (2011) mengembangkan konsep modal sosial dengan
memberikan penekanan khusus pada hubungan kausal antara modal sosial dan
kesejahteraan ekonomi masyarakat serta kinerja ekonomi wilayah. Modal sosial
adalah rasa percaya dan kemampuan seseorang dalam membangun jaringan kerja
serta kepatuhannya terhadap norma yang berlaku dalam kelompok maupun
masyarakat di sekitarnya yang mana modal tersebut memberi keuntungan untuk
mengakses modal lainnya serta memfasilitasi kerjasama inter dan antar kelompok
masyarakat. Lebih lanjut Vipriyanti menjelaskan bahwa modal sosial merupakan
komplemen penting dari konsep modal alamiah, fisik dan manusia. Berbeda
dengan modal fisik, modal sosial memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh
modal lainnya yakni (1) tidak habis karena digunakan, sebaliknya akan habis
karena tidak digunakan; (2) tidak mudah untuk diamati dan diukur; (3) sulit
dibangun melalui intervensi luar; (4) level dan tipe modal sosial yang tersedia
untuk individu sangat dipengaruhi oleh pemerintahan nasional maupun
pemerintahan daerah. Modal sosial terbangun dari adanya rasa saling percaya,
jaringan kerja dan norma yang kondusif. Rasa saling percaya akan mengurangi
biaya kontak, kontrak dan kontrol sehingga dapat meniadakan biaya transaksi
yang tinggi. Rasa saling percaya juga akan memudahkan adanya jaringan kerja
yang efisien dimana jaringan kerja sosial memberi manfaat pada proses produktif
dalam pembangunan ekonomi wilayah.
Hasil penelitian Suandi (2007) yang menyoroti hubungan modal sosial dan
kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah pedesaan, modal sosial baik secara
langsung maupun tidak langsung berpengaruh positif terhadap tingkat
kesejahteraan keluarga. Semakin tinggi tingkat modal sosial yang dimiliki oleh
keluarga maka tingkat kesejahteraannya semakin baik. Modal sosial berperan
dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga baik dilihat dari aspek peningkatan
kesejahteraan dalam penyediaan akan produksi pangan, non pangan maupun
aspek investasi sumberdaya manusia melalui jaringan kelompok sosial dan
kelompok ekonomi. Besarnya peran modal sosial ini dilihat dari tingkat
keterlibatan anggota keluarga dalam kelompok produktif, sosial dan kelompok
lainnya yang berkembang di masyarakat.
Masyarakat yang memiliki stok modal sosial tinggi dicirikan oleh adanya
rasa percaya, kerjasama, ikatan masyarakat, pertukaran informasi yang kuat serta
norma yang mengikat terhadap seluruh anggotanya untuk mewujudkan harapan
22
bersama dan menghindari sifat oportunistik individu. Selain itu, adanya stok
modal sosial juga akan terlihat dari tingginya partisipasi masyarakat terhadap
setiap kegiatan yang bertujuan untuk kebaikan bersama. Kondisi tersebut
mendorong terjadinya suatu proses pembangunan yang beretika dan bermoral
yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan melalui distribusi hasil-hasil
pembangunan yang merata dan berkelanjutan (Vipriyanti 2011).
Beberapa ahli telah memberi batasan dan ruang lingkup tentang modal
sosial, bahkan diantaranya ada yang mengistilahkan tipe, bentuk dan elemenelemen modal sosial. Hasil identifikasi dan penelusuran tentang konsep modal
sosial, untuk dapat memahami secara utuh maka perlu dijelaskan dan diuraikan
elemen-elemen yang melekat sebagai penjelmaan dari konsep modal sosial.
Adapun elemen-elemen modal sosial tersebut adalah :
a. Kepercayaan (Trust)
Rasa percaya adalah dasar dari perilaku moral dimana modal sosial dibangun.
Moralitas menyediakan arahan bagi kerjasama dan koordinasi sosial dari
semua aktivitas sehingga manusia dapat hidup bersama dan berinteraksi satu
dengan lainnya. Membangun rasa percaya adalah bagian dari proses kasih
sayang yang dibangun sejak awal dalam suatu keluarga. Sepanjang adanya
rasa percaya dalam perilaku dan hubungan kekeluargaan, maka akan
terbangun prinsip-prinsip resiprositas dan pertukaran (Fukuyama, 1995).
Lawang (2004) menyebutkan bahwa inti kepercayaan antar manusia terdapat
tiga hal yang saling terkait yaitu (a) Hubungan sosial antara dua orang atau
lebih, termasuk dalam hubungan ini adalah institusi yang dalam pengertian ini
diwakili orang. Sebagai contoh Si A percaya pada institusi tertentu untuk
kepentingannya, karena orang-orang dalam institusi itu bertindak; (b)
Harapan yang akan terkandung dalam hubungan itu, yang kalau direalisasikan
tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak; (c) Interaksi sosial
yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud.
Ketiga dasar kepercayaan tersebut dimaksud adalah menunjuk pada hubungan
antara dua pihak atau lebih yang mengandung harapan menguntungkan salah
satu atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial. Kepercayaan yang sudah
terbangun dalam suatu komunitas merupakan modal sosial utama bagi
komunitas untuk saling bekerjasama, bahu-membahu dalam mengatasi
berbagai permasalahan.
b. Jaringan Sosial
Konsep jaringan dalam modal sosial lebih memfokuskan pada aspek ikatan
antar simpul yang bisa berupa orang atau kelompok (organisasi). Dalam hal
ini terdapat pengertian adanya hubungan sosial yang diikat oleh adanya
kepercayaan yang mana kepercayaan itu dipertahankan dan dijaga oleh
norma-norma yang ada. Pada konsep jaringan ini, terdapat unsur kerja, yang
melalui media hubungan sosial menjadi kerja sama. Pada dasarnya jaringan
sosial terbentuk karena adanya rasa saling tahu, saling menginformasikan,
saling mengingatkan, dan saling membantu dalam melaksanakan ataupun
mengatasi sesuatu. Intinya, konsep jaringan dalam modal sosial menunjuk
pada semua hubungan dengan orang atau kelompok lain yang memungkinkan
kegiatan dapat berjalan secara efisien dan efektif (Lawang, 2004).
Selanjutnya, jaringan itu sendiri dapat terbentuk dari hubungan antar
23
personal, antar individu dengan institusi, serta jaringan antar institusi.
Sementara jaringan sosial (networks) merupakan dimensi yang bisa saja
memerlukan dukungan dua dimensi lainnya karena kerjasama atau jaringan
sosial tidak akan terwujud tanpa dilandasi norma dan rasa saling percaya.
c. Norma
Norma adalah nilai bersama yag mengatur perilaku individu dalam suatu
masyarakat atau kelompok. Fukuyama (1995), menyatakan modal sosial
sebagai norma informal yang bersifat instan yang dapat mengembangkan
kerjasama antar dua atau lebih individu. Norma yang merupakan modal sosial
dapat disusun dari norma resiprositas antar teman. Norma sosial yang
menentukan perilaku bersama dalam suatu kelompok individu juga dipahami
sebagai prinsip keadilan yang mengarahkan pelaku untuk berperilaku yang
tidak mementingkan diri sendiri.
Norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan kalau struktur
jaringan itu terbentuk karena pertukaran sosial yang terjadi antar dua orang.
Sifat norma adalah muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan,
artinya kalau dalam pertukaran itu keuntungan hanya dinikmati oleh salah
satu pihak saja, pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena
itu norma yang muncul bukan hanya satu pertukaran saja. Kalau dari
beberapa kali pertukaran prinsip saling menguntungkan dipegang teguh, maka
dari situlah muncul norma dalam bentuk kewajiban sosial, yang intinya
membuat kedua belah pihak merasa diuntungkan dari pertukaran (Blau dalam
Lawang, 2004).
Dimensi modal sosial menggambarkan segala sesuatu yang membuat
masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar
kebersamaan, serta didalamnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang
tumbuh dan dipatuhi (Dasgupta dan Serageldin, 1999).
Dari berbagai konsep diatas, kajian ini lebih difokuskan pada penguatan
kelembagaan, kepercayaan dan jaringan KSM di Desa Benete yang menerima
program KSM dari CSR PT. NNT. Kelembagaan kepercayaan dan jaringan
merupakan modal sosial komunitas di Desa Benete. Bagaimana kehidupan
berorganisasi antar masyarakat dapat menyelesaikan masalah di komunitasnya
dan pada akhirnya diharapkan program KSM yang diimplementasikan melalui
kelompok/organisasi
masyarakat
dapat
memperkuat
modal
sosial
kelompok/organisasi yang dampak akhirnya mensejahterakan masyarakat
penerima manfaat program.
Manfaat Modal Sosial
Robert Putnam dalam Sarosa dan Amri (2008), menjabarkan sedikitnya tiga
alasan mengapa modal sosial merupakan hal penting bagi kemajuan masyarakat:
Pertama, modal sosial memungkinkan masyarakat untuk menyelesaikan masalahmasalah bersamanya secara lebih mudah. Seringkali masyarakat akan lebih baik
kalau mereka bekerja sama, masing-masing melaksanakan peran sebagaimana
diharapkan. Hanya saja, [terdapat peluang] seseorang mengambil manfaat dengan
cara menghindar dari kewajibannya dan mengharapkan orang lain yang
24
melakukan kewajiban tersebut. [Dalam pembahasan ekonomi, orang yang
berperilaku ini disebut sebagai “free-rider” atau “pendompleng”-catatan penulis].
Masalah ini perlu diselesaikan dengan mekanisme kelembagaan yang memiliki
kekuatan untuk memastikan tiap orang berperilaku sesuai dengan yang harapan
kolektif. Norma dan jejaring, dapat menyediakan mekanisme ini.
Kedua, modal sosial merupakan “oli pelicin roda” yang memungkinkan
masyarakat bergerak maju dengan lancar. Ketika masing-masing individu dalam
masyarakat dapat dipercaya dan bersikap saling mempercayai, maka biaya
transaksi sosial dan transaksi ekonomi menjadi lebih murah. Ketiga, modal sosial
meningkatkan kualitas hidup. Orang-orang yang memiliki hubungan aktif dan
saling mempercayai-apakah itu anggota keluarga, teman, atau rekan main
bowling-mengembangkan karakter pribadi yang baik untuk anggota masyarakat
lainnya. Masyarakat menjadi lebih toleran, tidak sinis, dan berempati terhadap
kesulitan yang dihadapi orang lain.
Bank Dunia juga mengakui bahwa modal sosial merupakan hal penting bagi
masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan ekonomi dan bagi upaya-upaya
pembangunan agar dapat berlangsung terus-menerus (berkelanjutan). Ada bukti
bahwa volume perdagangan pada skala makro dipengaruhi oleh modal sosial di
masyarakat. Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa kepercayaan dan
jejaring sosial membantu individu, organisasi, perusahaan, dan bangsa mencapai
kesejahteraan ekonomi.
Cohen dan Prusak Sarosa dan Amri (2008), menjabarkan manfaat-manfaat
modal sosial bagi pertumbuhan ekonomi. Pertama, modal sosial mempermudah
berbagai informasi dan pengetahuan yang terkait dengan usaha. Hal ini terjadi
karena adanya hubungan-hubungan yang dilandasi kepercayaan dan tujuan
bersama. Kemudahan berbagi pengetahuan antar orang-orang yang bekerja di
perusahaan teknologi informasi diakui oleh Anna Lee Saxenian, Profesor dari UC
Berkeley, sebagai modal sosial yang memungkinkan daerah “Silicon Valley” di
Amerika Serikat begitu mudah dan begitu bergairah melakukan inovasi yang
akhirnya membawa daerah itu menjadi pusat perkembangan teknologi informasi
dunia.
Kedua, modal sosial mengurangi biaya transaksi karena adanya tingkat
kepercayaan dan kerjasama yang tinggi. Hal ini terjadi baik di dalam perusahaan
maupun antara perusahaan dengan pelanggan dan mitra-mitranya. Bayangkan bila
perusahaan sulit mempercayai atau harus selalu curiga terhadap mitranya.
Tentunya perusahaan harus menanggung biaya tinggi untuk melakukan berbagai
verifikasi. Ketiga, bagi internal perusahaan, modal sosial yang tinggi membangun
rasa kebanggan dan kepemilikan pegawai yang tinggi terhadap perusahaan,
sehingga mengurangi tingkat pergantian pegawai (turnover). Bila pegawai tidak
sering-sering berganti, maka perusahaan dapat mengurangi biaya merekrut dan
melatih pegawai, juga menghindari diskontinuitas usaha dan menjaga
pengetahuan lembaga (institusional knowledge) yang terakumulai dalam pegawaipegawainya.
Keempat, modal sosial membangun kekompakan dan kestabilan pada
perusahaan. Dengan adanya modal sosial, pegawai akan lebih kompak, saling
membantu, dan pada akhirnya akan lebih mudah mendukung misi perusahaan.
25
Kelompok Swadaya Masyarakat
Sesuai dengan namanya dan prinsip pemberdayaan, kelompok masyarakat
yang paling baik adalah kelompok yang memang lahir dari kebutuhan dan
kesadaran masyarakat sendiri, dikelola dan dikembangkan dengan menggunakan
terutama sumber daya yang ada di masyarakat tersebut. Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) adalah kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela
dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya Visi ,
kepentingan dan kebutuhan yang sama, sehingga kelompok tersebut memiliki
kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama (PNPM Mandiri-Perkotaan 2012).
Nes (2008) yang dikutip Hajaroh L (2014), organisasi yang berciri swadaya
dan sosial dibangun dan dibubarkan atas dasar kesepakatan warga daerah
setempat, sehingga pada umumnya bersifat nonpartisan dan otonom di tengah
berbagai lembaga di sekitarnya. Lembaga tersebut sering disebut Badan
Keswadayaan Masyarakat (BKM). Dalam pelaksanaan program, dibentuk suatu
kelompok yang nantinya akan bertanggung jawab atas program yang akan
dilaksanakan, kelompok tersebut sering disebut Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM). KSM adalah kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela
dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu yaitu adanya visi,
kepentingan dan kebutuhan yang sama, sehingga kelompok tersebut memiliki
kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama.
Agar KSM menjadi wadah bagi pemberdayaan anggota-anggotanya, maka
ada beberapa prinsip yang perlu sepakati, yang bisa dijadikan pedoman di internal
KSM, antara lain: (PNPM Mandiri-Perkotaan 2012).
a. Karakter saling mempercayai dan saling mendukung. Melalui
pengembangan karakter tersebut, bisa mendorong para anggota untuk
mengekspresikan gagasan, perasaan dan kekhawatirannya dengan nyaman.
Dengan demikian, setiap anggota KSM memiliki keleluasaan
mengungkapkan pemikiran dan pendapat, serta mampu mengajukan usul
dan saran yang perlu dijadikan pembahasan dalam rapat kelompok tanpa
adanya rasa segan atau adanya hambatan psikologis lainnya.
b. Mandiri dalam membuat keputusan. Melalui kebersamaan kelompok,
maka secara mandiri dimungkinkan adanya proses pengambilan keputusan
melalui kesepakatan yang diambil oleh kelompok itu sendiri. Keputusan
kelompok lazimnya merupakan hasil dari permusyawaratan bersama dan
tidak diperkenankan adanya dominasi dari perorangan atau beberapa orang
yang bersifat pemaksaan kehendak atau intervensi dari pihak manapun.
Kelompok juga berwenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri
sesuai dengan keputusan bersama.
c. Mandiri dalam menetapkan kebutuhan. Melalui basis kelompok,
dimungkinkan terjadinya proses belajar bersama yang lebih efisien dan
efektif, sehingga peningkatan dan penguatan kapasitas KSM terkait
dengan pengembangan kemampuan/kapasitas para anggotanya sesuai
dengan kebutuhan-kebutuhannya dapat berjalan, misalnya dalam hal :
peningkatan kesejahteraan, peningkatan wawasan dan pengetahuan, serta
ketrampilan, baik secara individual maupun kelompok.
d. Partisipasi yang nyata. Melalui basis kelompok, peluang setiap anggota
untuk memberikan kontribusi kepada kelompok atau anggota kelompok
26
yang lainnya, sebagai wujud komitmen kebersamaan dapat berjalan.
Dengan demikian, potensi untuk menumbuhkan keswadayaannya dalam
wujud partisipasi nyata terbuka luas.
Kerangka Pemikiran
Pada tahun-tahun awal, bentuk program pemberdayaan PT. NNT bersifat
charity, yaitu perusahaan lebih berorientasi memenuhi seluruh daftar permintaan
masyarakat. Bentuk ini dilakukan karena perusahaan baru memulai operasional,
sehingga “dukungan” masyarakat sangat dibutuhkan. Setelah beberapa tahun,
perusahaan merubah pola program lebih partisipatif. Kemudian perusahaan
menyusun renstra kerja untuk kurun waktu 5 tahun dan juga renstra jangka
panjang.
Program CSR diarahkan dalam dua bentuk program yaitu infrastruktur dan
capacity building. Program infrastruktur, lebih banyak untuk membantu
masyarakat dalam mendapatkan akses pendidikan, kesehatan dan pertanian.
Sedangkan capacity building, diarahkan untuk memperkuat komunitas dengan
program pendidikan dan pelatihan, membentuk organisasi komunitas,
memfasilitasi kelompok dengan pemerintah dan mitra bisnis.
Bentuk program infrastruktur yang dibangun diantaranya sekolah,
puskesmas, bendungan, sarana irigasi dan lain-lain. Infrastruktur yang dibangun
perusahaan sangat diapresiasi oleh masyarakat, karena kwalitas hasil bangunan
sangat baik. Kondisi ini menyebabkan, masyarakat lebih mempercayai
infrastruktur yang dikerjakan oleh perusahaan dibandingkan pemerintah.
Bentuk program capacity building diantaranya program pendidikan dan
pelatihan pertanian terpadu dengan fokus pengembangan budidaya padi sistem
SRI (System rice intensification) dengan sasaran petani di 16 desa, program
pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), pengembangan Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM), pengembangan kelompok P3A, kelompok tani,
pengembangan kelompok pengelola sampah plastik, pengembangan produk
“Alova” dengan bahan baku lidah buaya, pengembangan beras merah dan lainlain. Program capacity building yang dilaksanakan, sebagian besar tidak
berkelanjutan lagi. Beberapa faktor yang menyebabkan ketidakberlanjutannya
diantaranya; pendampingan berakhir, ketergantungan dengan perusahaan,
kelembagaan dan kepercayaan masyarakat rendah terhadap pengurus.
Program KSM dilaksanakan di dua desa yaitu Sekongkang dan Benete.
Perusahaan mengharapkan program KSM pada akhirnya dapat mengarah ke
positif, namun pada faktanya menimbulkan persoalan pada komunitas penerim a
manfaat yang pada akhirnya menyebabkan program tidak berkelanjutan.
Berdasarkan kondisi tersebut, peneliti melakukan kajian yang difokuskan di desa
Benete yang memiliki empat KSM. (lihat Gambar 2).
27
PT. NNT
CSR
PROGRAM
KSM
Pembangunan
Modal Sosial
- Norma
- Kepercayaan
- Jejaring
Modal Finansial
- Simpanan
- Pinjaman
- SHU
-
Bentuk Modal Sosial
KSM
STRATEGI PENGUATAN MODAL
SOSIAL PROGRAM KSM PADA COMMUNITY
DEVELOPMENT PT NNT
Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian.
Penelitian dimulai dari menggambarkan program CSR Newmont secara
umum. Selanjutnya, dari berbagai program CSR yang telah diimplementasikan
perusahaan, penelitian akan difokuskan pada program KSM yang dilaksanakan di
Desa Benete Kecamatan Maluk. Terdapat empat KSM yang akan menjadi objek
penelitian. Penelitian akan dimulai dari evaluasi terhadap program KSM, yang
difokuskan pada kebijakan perusahaan, perencanaan, pelaksanaan dan capaian
tujuan program KSM.
Selanjutnya setelah diketahui gambaran kondisi KSM, dilakukan analisis
terhadap pembangunan modal social dan implementasi modal finansial KSM.
Pada faktor pembangunan modal sosial, ada tiga indikator yang akan dianalisa,
yaitu terkait norma, kepercayaan (trust) dan jejaring. Pada unsur norma, akan
dianalisa terkait sistem nilai dan norma dalam kelompok dan tata perilaku dalam
kelompok. Unsur kepercayaan, akan dianalisa terkait hubungan interaksi antar
anggota KSM dengan pendamping lapangan, KSM dengan BRI dan KSM dengan
perusahaan. Untuk unsur jejaring, akan dianalisa hubungan antar anggota KSM,
antar KSM dan dengan pihak lain yang memungkinkan kegiatan dapat berjalan
secara efisien dan efektif.
Selain modal sosial KSM, modal finansial juga merupakan hal yang menjadi
topik kajian peneliti. Hal ini dikarenakan, KSM memiliki unit usaha yang
memungkinkan memiliki pengaruh terhadap modal sosial kelompok. Pada modal
28
finansial ini, ada tiga unsur yang akan dianalisa, yaitu proses pengelolaan
simpanan, proses pinjaman dan pembagian sisa hasil usaha.
Selanjutnya setelah mendapat gambaran dari pembangunan modal sosial dan
implementasi modal finansial KSM akan diketahui bentuk modal sosial KSM.
Pada bentuk ini, akan dianalisa norma, kepercaan dan jejaring. Kemudian akan
digambarkan bentuk modal sosial masing-masing KSM. Setelah mengetahui
posisi bentuk modal sosial KSM, maka akan disusun strategi untuk memperkuat
modal sosial agar program dapat berkelanjutan.
3 METODE KAJIAN
Mengingat kajian ini dilakukan untuk mengetahui respon komunitas
terhadap evaluasi implementasi CSR terhadap modal sosial program KSM, maka
kajian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif digunakan untuk
mengevaluasi program KSM di Desa Benete mulai dari perencanaan, pelaksanaan
dan capaian program
Akhirnya dari pendekatan ini akan berujung kepada penguatan modal sosial
KSM pada program comdev PT. NNT.
Lokasi dan Waktu
Kajian desain pengembangan program CSR PT NNT dalam meningkatkan
modal sosial KSM disekitar pertambangan difokuskan di Desa Benete yang
menjadi tempat pelaksanaan program community development. Pemilihan lokasi
kajian di Desa Benete dilakukan secara sengaja, dengan tiga alasan, yaitu:
1. Penduduk merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di Desa
Benete, sehingga pada saat ini sudah bisa dilihat perubahan modal sosial
sejak perusahaan tambang beroperasi;
2. Terdapat implementasi program KSM kepada penduduk tersebut; dan
3. Terdapat program KSM untuk tahun-tahun sebelumnya maupun yang
sedang berlangsung, yang secara keseluruhan bisa dikaji perubahannya.
Waktu pelaksanaan kajian dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai
Desember 2014. Dalam periode tersebut terdapat program yang telah dan sedang
berlangsung sehingga dapat diketahui proses perencanaan dan pelaksanaan,
hingga manfaat program dalam menguatkan modal sosial komunitas.
Pendekatan Kajian
Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditunjukkan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap,
kepercayaan, persepsi, pemikiran, orang secara individual atau kelompok.
Sebagaimana diungkapkan oleh John W. Creswell (2009):
“Qualitative research is a means for exploring and understanding
the meaning individual or ascribe to a social or human problem. The
process of research involves emerging question and procedures,
data typically collected in the participant’s setting, data analysis
inductively building from particular to general theme, and the
researcher making interpretations of the meaning of data”
Sementara menurut Herdiansah (2011) penelitian kualitatif adalah suatu
penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks
sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang
mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.
Selanjutnya penelitian kualitatif digunakan untuk menggali informasi lebih
dalam yang tertuang dalam bentuk instrumen pertanyaan terstruktur. Kemudian
30
data yang terkumpul digunakan untuk menunjang dalam menginterpretasi data
hasil pendekatan kuantitatif.
Pemilihan Informan
Subyek atau informan dalam pendekatan kualitatif dipilih secara sengaja
(purposive). Subjek-subjeknya meliputi, (1) manajer social responsibility, (2)
manajer community depelovment, (3) LSM pendamping, (4) pengurus dan anggota
KSM. Keempat subyek tersebut dipilih secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan sebagai berikut: (1) bisa menjelaskan kebijakan CSR untuk program
KSM, (2) terlibat atau terkait dalam implementasi program KSM
Pengumpulan Data
Kajian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer melalui
pendekatan kualitatif digambarkan dengan metode triangulasi berupa wawancara
mendalam, pengamatan berpartisipasi serta dan focus group discusion (FGD).
Data sekunder didapatkan dari analisis dokumen-dokumen dan pustaka yang
berasal dari berbagai sumber yang berhubungan dengan tujuan kajian. Jenis data
dan teknik pengumpulannya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan teknik pengumpulan data
No
Jenis Data
1.
Data
Primer
2.
Data
Sekunder
Tehnik
Pengumpulan
Data
Evaluasi
wawancara
a. Perencanaan program mendalam,
Implementasi
program
KSM b. Pelaksanaan program
pengamatan
CSR PT. NNT
berpartisipasi,
c. Capaian program
FGD
Kebijakan CSR Perencanaan dan laporan Observasi
PT. NNT
kegiatan CSR
dokumen
Aplikasi
Keperluan Data
Variabel yang diamati
Pengolahan dan Analisa Data
Untuk data yang didapatkan dari pendekatan kualitatif akan diolah melalui
analisis data kualitatif yaitu reduksi data evaluasi implementasi program KSM,
penyajian data dan penarikan kesimpulan. Rincian data dapat dilihat pada Tabel 2.
31
Tabel 2. Rincian data
No
1.
2.
3.
Tujuan
Mempelaj
ari
Program
CSR PT.
NNT
Mempelaj
ari Modal
sosial
kaitannya
dengan
KSM
Mempelaj
ari
Implemen
tasi
program
KSM
Aplikasi
Keperluan Data
Identifikasi
program CSR PT.
NNT
Sumber Data
Tehnik
Pengumpulan
Data
Deskriptif
a. Manajer SR
PT. NNT
b. Manajer
comdev PT.
NNT
Identifikasi modal
sosial masyarakat
sebelum program
dan sesudah ada
program
a. LSM
Identifikasi
program-program
KSM
a. LSM
Pendamping
b. Pengurus dan
Anggota KSM
Pendamping
b. Pengurus dan
Anggota KSM
c. Manajer
comdev
wawancara
dan observasi
Deskriptif
wawancara
dan observasi
Deskriptif
wawancara
dan
observasi
Deskriptif/
Tabulasi
a. Terbentuknya
b.
4.
Mempelaj
ari
kelembag
aan KSM c.
5.
Merumus a.
kan
strategi
pengemba
ngan
masyarak
at
berdasark b.
an
kelembag
aan KSM
kelembagaan
KSM
Kinerja
kelembagaan
KSM
Mengetahui
faktor-faktor
yang berkaitan
dengan kinerja
KSM
Identifikasi,
potensi:
masalah,
tujuan
dan
alternatif
pemecahan
masalah
Rancangan
Program
Metode
Analisis
LSM
Pendamping,
Pegurus dan
Anggota KSM
Pengurus dan
anggota KSM
wawancara
FGD
Logical
Framework
Analisys
(LFA)
Untuk memperjelas bagian jenis data yang menjadi topik utama, maka
pengkaji merinci lagi pada bagian-bagian tersebut sehingga dapat mencerminkan
data yang terukur dan mempermudah dalam proses menganalisisnya.
Peneliti melakukan observasi kepada empat KSM yang ada di Desa
Benete. Data hasil observasi tersebut, akan diperoleh sistem KSM. Selanjutnya
dari hasil analisis terhadap pembangunan modal sosial dan modal finansial KSM,
dibuat keragaan bentuk modal sodial KSM berdasarkan ukuran obyektif maupun
32
penilaian subyektif dari komunitas setempat, yang diolah oleh peneliti sesuai
dengan tujuan kajian ini.
Tahap akhir dari analisis data adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan
data, yaitu peneliti melakukan triangulasi dan mendiskusikan data dengan
komunitas. Hasil kajian tersebut selanjutnya digunakan oleh peneliti bersama
komunitas untuk menyusun strategi program pengembangan masyarakat.
Perancangan Strategi
Perancangan kebijakan atau program yang dilakukan PT. NNT, ada yang
bersifat top down dan ada yang bersifat partisipatif berdasarkan hasil perencanaan
melalui proses LFA. Untuk membuat kebijakan yang memperkuat modal sosial
masyarakat diperlukan upaya yang berbeda dari yang telah dilaksanakan selama
ini. Penyesuaian kebijakan dengan kondisi serta kebutuhan masyarakat sangat
diperlukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
Metode Perancangan
Metode perancangan kebijakan yang digunakan untuk menyusun strategi
penguatan modal sosial masyarakat melalui program comdev PT. NNT, dapat
menggunakan beberapa pendekatan, diantaranya:
1. Pemetaan isu-isu strategis
Pemetaan ini dilakukan untuk mengetahui isu-isu yang terjadi di
masyarakat yang memiliki keterkaitan dengan program comdev PT. NNT
dalam penguatan modal sosial masyarakat, baik itu partisipasi maupun
ekonomi.
2. Pemetaan fakta-fakta empirik
Pemetaan ini dilakukan untuk melihat fakta-fakta apa saja yang terjadi di
Desa Benete terkait implementasi program comdev PT. NNT sehingga
mempengaruhi peningkatan modal sosial komunitas.
Partisipan Perancangan
Partisipan perancangan akan
diantaranya:
1. Masyarakat penerima manfaat;
2. PT. Newmont Nusa Tenggara;
3. Pemerintah Desa Benete; dan
4. LSM pendamping
melibatkan
beberapa
pihak
terkait,
Proses Perancangan
Proses perancangan kebijakan, dimulai dengan identifikasi terhadap
persoalan yang ada dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Hasil identifikasi
selanjutnya di analisis untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
program CSR dalam peningkatan modal sosial. Selanjutnya, dirumuskan strategi
kebijakan untuk memperkuat modal sosial masyarakat melalui program
community depelovment.
4 PROFIL KOMUNITAS DESA BENETE
Sebagai daerah yang terdekat dengan kawasan tambang, masyarakat Desa
Benete mendapat prioritas dalam beberapa hal seperti kesempatan kerja dan
bantuan pengembangan masyarakat dari perusahaan. Kesempatan ini
dimanfaatkan oleh warga terutama yang berpendidikan untuk menjadi karyawan,
sedangkan yang memiliki modal menjadi pengusaha jasa barang yang tergabung
dalam lembaga yang disebut dengan Local Bussiness Initiatif (LBI) bentukan
PTNNT. Kiprah mereka ikut mempengaruhi perubahan fisik pembangunan di
Desa Benete terutama dalam hal pembangunan rumah, sarana transportasi,
perputaran uang dan keberadaan fasilitas lainnya. Namun demikian perubahan
tersebut juga mempengaruhi pola relasi antar warga dalam kehidupan
bermasyarakat.
Guna menggambarkan potensi yang dimiliki, bab ini akan difokuskan pada
profil desa Benete yang akan memberikan pemahaman tentang realitas sosial yang
terjadi di Desa Benete.
Lokasi Komunitas
Secara administratif Desa Benete berada di Kecamatan Maluk Kabupaten
Sumbawa Barat. Jarak ke Kota Taliwang (ibu kota Kabupaten Sumbawa Barat)
sekitar 34 km. Akses jalan menuju ibu kota kabupaten dapat ditempuh melalui
jalan hotmix dengan jarak tempuh kurang lebih 40 menit dengan kendaraan
bermotor. Desa Benete menjadi pusat Kecamatan Maluk. Saat ini teradapat 5
(lima) desa yang menjadi bagian dari Kecamatan Maluk, yaitu Desa Benete, Desa
Bukit Damai, Desa Maluk, Desa Mantun dan Desa Pasir Putih.
Menurut informasi dari Kepala Desa bahwa Desa Benete sebelum tahun
2005, merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Jereweh. Sejarah terbentuknya
Desa Benete ada hubungannya dengan kejadian tsunami pada tahun 1977 dan
wabah penyakit malaria. Penduduk Benete saat ini berasal dari warga Jereweh
yang menetap karena membuka ladang, berkebun dan beternak di wilayah Benete.
Selanjutnya pertambahan penduduk karena adanya perpindahan penduduk
Dusun Singa dan Dusun Nangkalanung (wilayah Desa Belo) dan Dusun Tatar
(bagian wilayah Desa Sekongkang Bawah) masing-masing dusun itu berada di
pedalaman hutan yang saat ini menjadi bagian dari kawasan konsesi PTNNT.
Perpindahan penduduk saat itu disebut dengan transmigrasi spontan dilakukan
atas inisiatif pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa dengan alasan kejadian
bencana Tsunami yang menimpa sebagian besar pantai selatan pulau Sumbawa
termasuk wilayah Tatar. Wabah penyakit malaria dan kesulitan transportasi ke
lokasi pemukiman.Warga yang pindah ke wilayah Benete saat itu masing-masing
20 KK dari Nangkalanung, 32 KK dari Singa dan 19 KK dari Tatar. Untuk lebih
jelas mengenai lokasi komunitas dapat dilihat pada peta (gambar 3).
34
Gambar 3. Peta administratif Kecamatan Maluk.
Peta menunjukkan batas adminstratif Desa Benete meliputi: sebelah Utara
dan Timur berbatasan dengan Desa Belo dan Desa Beru Kecamatan Jereweh;
sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bukit Damai dan Desa Mantun; sebelah
Barat dengan Selat Alas. Luas wilayah desa mencapai 60,87 Km2 mencakup 4
dusun, yaitu; Dusun Nangkalanung, Dusun Tatar, Dusun Jereweh dan Dusun
Singa. Topografi wilayah didominasi oleh perbukitan dengan ketinggian dari
permukaan laut sekitar 5 meter dengan panjang wilayah pesisir 6 km. Secara
umum wilayah Kecamatan Maluk, curah hujan rata-rata pada tahun 2011 adalah
150 mm dengan hari hujan sebanyak 91 hari. Bulan basah (>100 mm) biasanya
berlangsung selama 2 bulan (Desember-Januari); bulan lembab (60-100 mm)
berlangsung selama 4 bulan (Februari-Mei) dan bulan kering berlangsung selama
6 bulan (Juni-November). Suhu maksimum biasanya mencapai 38oC dan suhu
minimum 25oC.
35
Kependudukan
Jumlah dan Komposisi Penduduk
Jumlah penduduk Desa Benete pada tahun 2011 adalah 2.095 jiwa atau
17,33% dari total penduduk Kecamatan Maluk, dengan rincian masing-masing
1002 jiwa (47,8%) orang laki dan 1.095 jiwa (52,2%) perempuan dengan sex ratio
91,7 atau jumlah penduduk perempuan masih lebih banyak dibandingkan
penduduk laki-laki. Rumah tangga di Desa Benete berjumlah 504 KK dengan
anggota rata-rata 4 orang setiap KK. Jumlah KK terbanyak terdapat di Dusun
Nangkalanung yaitu 200 KK, Dusun Singa 130 KK, Dusun Tatar 91 KK dan
Dusun Jereweh 88 KK. Bila dilihat secara keseluruhan dari jumlah KK di Desa
Benete pada tahun 2011 terjadi peningkatan 13% dari tahun 2009. Agama dan
kepercayaan penduduk Desa Benete lebih homogen dengan mayoritas beragama
Islam. Untuk lebih jelas gambaran distribusi penduduk di Desa Benete
berdasarkan tempat menetap dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.
Gambar 4. Grafik penduduk Desa Benete berdasarkan jenis kelamin dan jumlah
Kepala Keluarga (KK) per Dusun.
Berdasarkan asal usul penduduk dapat digolongkan 3 kelompok yaitu;
penduduk asli yaitu warga Jereweh yang menetap di Benete karena membuka
ladang, berkebun dan beternak saat ini sebagian besar mereka tinggal di Dusun
Jereweh. Kelompok kedua yaitu warga transmigrasi spontan yaitu penduduk yang
pindah dari Dusun Singa, Dusun Nangkalanung dan Dusun Tatar, dan kelompok
ketiga yaitu warga pendatang dari wilayah Sumbawa Besar, Lombok, Bima, Jawa,
Bali, Kalimantan dan Sulawesi, yang menetap karena hubungan perkawainan,
bekerja atau membuka usaha di Benete.
Komposisi penduduk Desa Benete tahun 2012 menurut umur dan jenis
kelamin dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
36
Tabel 3. Penduduk Desa Benete berdasarkan umur dan jenis kelamin.
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Golongan Umur
0–4
5–9
10–14
15–19
20–24
25–29
30–34
35–39
40–44
45–49
50–54
55–59
60 – 64
65–69
70–74
75+
TOTAL
Laki
15
120
124
75
78
100
93
97
101
49
46
39
24
12
14
15
1002
Perempuan
22
118
90
79
87
114
117
118
119
60
53
27
24
32
20
13
1093
Jumlah
37
238
214
154
165
214
210
215
220
109
99
66
48
44
34
28
2095
%
1,77
11,36
10,21
7,35
7,88
10,21
10,02
10,26
10,50
5,20
4,73
3,15
2,29
2,10
1,62
1,34
100
Sumber : Data yang diolah dari buku induk penduduk Desa Benete tahun 2012.
Menurut Badan Pusat Statistik, komposisi penduduk menurut kelompok
umur terdiri dari penduduk berusia muda (0-14 tahun), usia produktif (15-64
tahun) dan usia tua ( > 65 tahun). Berdasarkan data kependudukan Desa Benete
pada tahun 2012, diketahui bahwa penduduk tergolong berusia muda sebanyak
489 jiwa (23%), usia produktif sebanyak 1500 jiwa (72%) dan usia tua 106 jiwa
(5%).
Dilihat menurut jenis kelamin, komposisi penduduk produktif ternyata lebih
banyak penduduk perempuannya dibandingkan laki-laki, yaitu 42% berbanding
39%. Pola yang sama terjadi pada penduduk yang tergolong tidak produktif lagi.
Sedangkan pada golongan penduduk belum produktif, jumlah penduduk laki-laki
lebih banyak daripada perempuan yaitu 12% berbanding 11%.
Angka ketergantungan (dependency ratio) merupakan salah satu indikator
demografi yang penting. Angka dependency ratio adalah perbandingan jumlah
penduduk berumur 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas dengan penduduk berumur
15-64 tahun. Semakin tinggi angka dependency ratio menunjukkan semakin
tingginya beban yang harus ditanggung penduduk produktif untuk membiayai
hidup penduduk belum produktif dan tidak produktif lagi. Berdasarkan data
penduduk Benete pada tabel 1 diatas maka rasio ketergantungan (dependency
ratio) penduduk Desa Benete adalah sebesar 40%. Artinya bahwa setiap 100
orang berusia produktif menanggung penduduk yang berusia belum dan tidak
produktif sebanyak 40 orang.
Kepadatan Geografis dan Agraris
Distribusi atau persebaran penduduk berkaitan dengan daya dukung
(carrying capacity) suatu wilayah.Indikator yang umum dipakai adalah Rasio
Kepadatan Penduduk (density ratio) yaitu rasio yang menyatakan perbandingan
37
antara banyaknya penduduk terhadap luas wilayah atau berapa banyaknya
penduduk per kilometer persegi pada tahun tertentu.
Luas wilayah Desa Benete pada tahun 2011 adalah 60,87 km2, terjadi
pengurangan 50% dibandingkan luas wilayah sebelum tahun 2006 yaitu 121,20
km2. Pengurangan luas wilayah ini merupakan konsekwensi dari pemekaran desa
yaitu Desa Maluk menjadi Desa Bukit Damai, Mantun, Maluk dan Pasir Putih
untuk memenuhi persyaratan terbentuknya Kecamatan Maluk secara definitif.
Dari data dibawah ini dapat diketahui bahwa Desa Benete merupakan salah satu
desa yang paling luas di Kecamatan Maluk dengan tingkat kepadatan georafis
rendah yaitu 33.14 jiwa/km2 atau kategori berpenduduk jarang.
Perbandingan luas wilayah, kepadatan dan jumlah penduduk per desa di
Kecamatan Maluk pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.
Luas wilayah, kepadatan penduduk per km2 dan jumlah penduduk di
Kecamatan Maluk tahun 2011.
Nama Desa
Maluk
Mantun
Benete
Bukit Damai
Pasir Putih
Jumlah
Luas
Wilayah
(km)
9,64
5,86
60,87
6,72
9,35
92.42
%
10,43
6,34
65,86
7,27
10,12
100
Kepadatan
penduduk per
km2
295,01
370,99
33,14
354,91
268,98
129,07
Jiwa
2.838
2.174
2.095
2.385
2.515
11.957
Jumlah Penduduk
Rumah
%
Tangga
23,74 781
18,18 718
17,52 504
19,95 695
21,03 844
100
3.542
%
22,05
20,27
14,23
19,62
23,83
100
Sumber : Kecamatan dalam angka tahun 2011
Iklim dan curah hujan menentukan pola penggunaan lahan dan sistem usaha
tani yang dikembangkan oleh masyarakat Desa Benete. Luas wilayah Desa
Benete, telah digunakan 200 hektar untuk sawah dengan kategori produktif
(irigasi teknis) 75 hektar dan 125 hektar lainnya irigasi non teknis. Peruntukan
lahan selain sawah masing-masing 378 hektar kebun, 480 hektar ladang, 84 hektar
lahan untuk sementara tidak difungsikan dan 37 hektar lahan untuk fungsi lain.
Sedangkan penggunaan lahan untuk pemukiman dan perkantoran adalah 46
hektar. Perbandingan penggunaan lahan di Desa Benete pada tahun 2012 dapat
dilihat pada Gambar 5.
1000
800
600
Luas Lahan
400
200
0
Sawah (Ha)
Bukan Sawah
(Ha)
Non Pertanian
(Ha)
Gambar 5. Grafik luas lahan menurut penggunaan lahan di Desa Benete tahun
2011.
38
Menurut data BPS tahun 2012, penduduk Desa Benete yang bekerja
dibidang pertanian adalah 562 jiwa terdiri dari pemilik 430 orang, penggarap 89
orang dan buruh tani 43 orang. Jika diasumsikan bahwa luas lahan produktif
(irigasi teknis) adalah 75 hektar dan jumlah penduduk yang bekerja dibidang
pertanian adalah 562 orang, maka tingkat kepemilikan lahan produktif di Desa
Benete pada tahun 2012 adalah 0,13 Ha./orang.
Sedangkan Kepadatan penduduk agraris adalah angka yang menunjukkan
perbandingan jumlah penduduk pada suatu daerah dengan luas lahan pertanian
yang tersedia.
Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data penduduk 5 tahun terakhir bahwa pertumbuhan
penduduk di Desa Benete tergolong masih rendah dengan rata-rata pertambahan
3% per tahun. Pertumbuhan penduduk di Desa Benete lima tahun terakhir
berdasarkan data BPS tahun 2006 – 2012 dapat dilihat pada Gambar 6.
1,200
1,000
800
600
400
200
-
2006
2007
2010
432
2008/20
09
441
Rumah Tangga
645
Laki
957
Perempuan
851
2011
2012
445
504
509
902
959
907
1,016
1,002
955
937
797
971
1,095
Gambar 6. Grafik pertumbuhan penduduk Desa Benete tahun 2006 – 2012.
Pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu tingkat kelahiran,
kematian dan migrasi penduduk. Kelahiran dan imigrasi akan menambah
pertumbuhan penduduk, sedangkan kematian dan emigrasi akan
mengurangi pertumbuhan penduduk.
Struktur Sosial
Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial merupakan penggolongan masyarakat dalam berbagai
lapisan-lapisan tertentu. Pitirim A. Sorokin mendifinisikan stratifikasi sosial
sebagai perbedaan pendudukatau masyarakat ke dalam lapisan kelas-kelas secara
bertingkat (hirarki) dengan perwujudannya adalah kelas tinggi dan kelas yang
lebih rendah. Menurut Max Weber adalah stratifikasi sosial sebagai penggolongan
39
orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisanlapisan hirarkis menurut dimensi status sosial. (Soekanto 1990)
Pelapisan sosial yang umum didasarkan pada lima hal atau kriteria utama,
yaitu: Tingkat penghasilan atau kekayaan (ekonomi); tingkat pendidikan; status
pekerjaan (jabatan tertentu); tokoh agama; serta latar belakang keluarga.
Seseorang yang memiliki satu dari lima kriteria utama tersebut akan di tempatkan
pada lapisan atas. Pada beberapa orang bisa melekat lebih dari satu kriteria,
misalnya seseorang dengan pendidikan tinggi mempunyai pekerjaan yang bagus
sehingga memperoleh penghasilan yang tinggi, maka hal tersebut akan lebih
mengukuhkan strata sosialnya yang tinggi. Ukuran penghargaan yang lebih tinggi
terhadap suatu hal akan menempatkan hal tersebut pada posisi yang lebih tinggi
daripada hal-hal lain. Misalnya warga yang kaya (sisi ekonomi) dibandingkan
warga yang berpendidikan, maka kekayaan akan mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan atau unsur-unsur lain dalam
komunitas tersebut.
Stratifikasi sosial yang terlihat dalam kehidupan warga Desa Benete
merupakan bentuk stratifikasi terbuka, dimana setiap warga memiliki kesempatan
yang sama untuk menempati setiap strata sosial. Pada awalnya warga dengan
status Pegawai Negeri Sipil (PNS) dipandang sebagai lapisan sosial tertinggi
dalam masyarakat. Mereka dianggap tahu segala hal, dimintakan pandangannya,
dan selalu dilibatkan dalam kepanitiaan di setiap kegiatan masyarakat. Mereka
akan selalu diundang dan menempati posisi “VIP” dalam setiap kegiatan
masyarakat. Dalam pandangan masyarakat, menjadi PNS adalah sebuah prestise,
oleh sebab itu mengenakan atribut PNS dalam masyarakat merupakan kebanggaan
tersendiri. Setelah beroperasi PTNNT orientasi terkait status sosial menurut
pandangan masyarakat Benete bahwa warga yang memiliki kekayaan dan jabatan
ditempatkan pada posisi elit. Mereka yang masuk kelompok ini adalah Karyawan
PTNNT, Kepala Desa dan Pengusaha. Sedangkan pada lapisan menengah
ditempati oleh petani pemilik lahan, karyawan sub kontraktor, pedagang, tokoh
adat dan hukum masjid. Sedangkan pada lapisan bawah ditempati oleh warga
dengan profesi buruh tani, buruh bagunan, nelayan dan pengangguran.
Cara pandang masyarakat Benete setalah beroperasi PTNNT mulai bergeser,
dimana karyawan PTNNT masuk menjadi warga elit dibandingkan warga PNS.
Salah satu alasan utama dari pergeseran persepsi ini adalah perbedaan
Penghasilan. Menurut mereka bahwa menjadi karyawan PTNNT dipandang
memiliki penghasilan lebih besar. Kenyataan dimasyarakat bahwa karyawan
PTNNT yang baru beberapa tahun bekerja sudah bisa membangun rumah,
membeli kendaraan, membeli lahan pertanian, hewan ternak dan lain-lain. Oleh
karenanya menggunakan atribut Karywan Newmont adalah sebuah prestise dan
kebanggaan tersendiri bagi keluarga di Desa Benete.
Kelembagaan Sosial
Secara administratif, kelembagaan sosial yang ada dalam masyarakat Desa
Benete dapat dibagi menjadi lembaga yang sifatnya formal dan lembaga nonformal. Lembaga formal yang ada umumnya bersifat struktural, mempunyai
kepengurusan dan AD/ART yang jelas. Sebaliknya lembaga non-formal umumnya
hanya disatukan oleh kesamaan visi atau tujuan tertentu kemudian terbangun
40
sebuah konsensus di dalamnya. Lembaga formal yang eksis dalam masyarakat
yang dimaksud adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK),
Karang Taruna “Sinar Parigi”, Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa), Komite
Sekolah, Hukum masjid, dan kelompok tani (Gapoktan). Sedangkan lembaga nonformal umumnya secara eksplisit tidak menyebutkan nama komunitasnya tapi
eksistensinya ada, misalnya kelompok arisan keluarga dan arisan umum, arisan
karang taruna, kelompok kesenian (grup kasidah rebana dan grup sekeco), dan
komunitas olah raga seperti klub sepak bola.
Jika dikelompokkan berdasarkan bidang atau basis aktivitasnya, maka
kelembagaan tersebut dapat dibagi menjadi: Kelembagaan pemerintahan desa
(BPD, LPM, dan PKK); Kelembagaan ekonomi (BUMDes, kelompok tani,
kelompok bisnis, dan koperasi); Kelembagaan sosial dan keagamaan (kelompok
arisan, hukum masjid, kelompok TPQ dan kelompok pengajian); dan
kelembagaan pemuda dan olah raga (Karang Taruna, komunitas sepak bola,
volley, dan badminton). Banyak diantara anggota satu lembaga atau komunitas
menjadi anggota dari komunitas lainnya.
Eksistensi dan interaksi kelembagaan sosial yang ada berjalan secara
harmoni tanpa ada yang merasa terganggu antara satu dengan lainnya karena
adanya ketergantungan yang saling membutuhkan diatara mereka.
Jejaring Sosial
Saat kajian ini dilakukan di Desa Benete terdapat beberapa lembaga Sosial
yang dibentuk masyarakat untuk memperkuat relasi sosial diantara warga. Adapun
lembaga yang ada yaitu Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) yang diketuai oleh
Bapak Salamuddin. Gapoktan Benete ini membawahi 7 kelompok Tani,
diantaranya 1 kelompok Peternak, Satu Kelompok Nelayan dan 5 Kelompok
Petani. Lembaga ini menjadi wadah dari warga petani, nelayan dan
peternak.Selain itu ada lembaga informal berupa Arisan Karang Taruna yaitu
bertujuan untuk mempererat jalinan sosial dikalangan pemuda dan menghimpun
dana secara bergiliran jika ada anggotanya yang akan melangsungkan pernikahan.
Masing-masing anggota mengeluarkan iuran Rp.100.000,- pada setiap ada
kegiatan arisan. Dengan adanya kegiatan arisan ini cukup membantu bagi warga
tidak mampu dalam menjalankan kegiatan adat.
Sebagian besar masyarakat masih bersandar pada nilai kebersamaan dan
kepedulian sosial. Sejumlah kelembagaan lokal terkait tenaga kerja berkembang
seperti Besiru (saling membantu antar warga dalam kegiatan pertanian) masih
dimanfaatkan warga. Untuk keluarga yang mampu secara finansial cenderung
menyewa buruh tani untuk menggarap sawah atau sistim bagi hasil (baringgu)
karena dianggap lebih efektif. Inggu biasanya adalah buruh tani yang
berkelompok dari berbagai daerah. Inggu terbanyak datang dari pulau Lombok.
Generasi muda yang memiliki hobi sepak bola dari masing-masing dusun
membentuk klub sepak bola diantaranya dari Dusun Tatar membentuk klub sepak
bola yang diberinama FORDETA FC (Organisasi Sepak Bola Dusun Tatar)
sedangkan pemuda dari Dusun Nangkalanung membentuk klub bernama Benete
Pasak Tanata (BPT FC).
41
Sebagai wadah komunikasi antara pemuda, pelajar, mahasiswa dan oran tua
mereka membetuk organisasi yang diberi nama Ikatan Keluarga Pemuda, Pelajar
dan Mahasiswa Benete (IKPMB). Organisasi ini berkembang didaerah tempat
warga Benete melaksanakan studinya. IKPMB terbanyak anggotanya berada di
Mataram, Lombok. Kegiatan utama mereka adalah menjalin silaturrahmi antar
anggota untuk pengembangan kualitas SDM dan solidaritas bila ada anggota yang
mengalami musibah didaerah rantau. Keberadaan IKPMB memberikan kontribusi
pemikiran dan motovasi bagi warga dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia (SDM) masyarakat Benete. Dalam beberapa kasus IKPMB ikut
memberikan sumbangan pemikiran bagi kelompok muda di Desa Benete untuk
membuka akses ke perusahaan.
Warga pendatang juga membetuk lembaga untuk memperkuat eksistensi
mereka di tengah masyarakat lain. Diantaranya warga dari Bima dan Dompu
membentuk paguyuban bernama Ikatan Keluarga Bima-Dompu (IKBD),
sedangkan pendatang dari Sulawesi membentuk Ikatan Keluarga Sulawesi (IKS).
Kedua lembaga ini cukup luas jaringannya di Kabupaten Sumbawa Barat.
Pembentukan lembaga sosial ini dirasakan positif untuk menjalin komunikasi
antar warga dan saling membantu bila ada musibah yang menimpah anggotannya.
Sejauh ini menurut Kepala Desa tidak ada gesekan antar lembaga sosial yang
merusak tatanan bermasyarakat di Benete. Sedangkan lembaga-lembaga lain yang
langsung dibawa koordinasi dengan pemerintah desa yaitu Persatuan Petani
Pemakai Air (P3A), PKK, Bumdes, Posyandu, Jumantara dan Karang Taruna.
Kelembagaan Ekonomi
Menurut data Laporan Profil Desa Benete tahun 2012, kelembagaan
ekonomi dan kelompok usaha produktif yang ada di komunitas Desa Benete pada
tahun 2012, dapat dilihat pada Tabel 5. Selain lembaga ekonomi yang disebutkan
pada Tabel 5, pada tahun 2009 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) pernah
ada di Desa Benete. Lembaga ini dibentuk oleh masyarakat dan didampingi oleh
comdev PT. NNT bekerjasama dengan YPPT. Untuk penguatan permodalan,
maka dilakukan networking dengan lembaga keuangan dan perbankan lokal.
Comdev PT. NNT melakukan networking dengan Bank BRI. Dana PT. NNT
disalurkan lewat BRI dengan mengikuti mekanisme bank, bunga pinjaman sebesar
± 1 % per bulan. Masyarakat yang ingin mengakses dana tersebut harus menjadi
anggota Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) tingkat desa dan mendapatkan
rekomendasinya. Karena alasan kredit macet, maka keberadaan KSM ini punah
pada tahun 2010. Lembaga keuangan yang lain yang pernah ada di Desa Benete
yaitu Koperasi Simpan Pinjam dengan dana awal diambil dari bantuan program
PNPM mandiri tahun 2008. Menurut informasi dari pengurus PNPM (bapak
Salahuddin) walaupun secara lembaga formal sudah tidak ada tetapi program
masih berjalan di masyarakat.
42
Tabel 5. Lembaga ekonomi yang ada di Desa Benete tahun 2012
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
.
Kelembagaan Ekonomi
Koperasi dan Toko/Kios
- Koperasi simpan pinjam
- Toko / Kios
- Tempat Jual Pulsa HP
Industri Kecil dan menengah
- Industri makan / rumah makan
- Industri material bahan bangunan
- Pengilingan Padi
Usaha Jasa Pengangkutan
- Pemilik angkutan desa/perkotaan
- Ojek kendaraan roda dua
Usaha dan Jasa Perdagangan Toko/kios
- Usaha peternakan
- Usaha perikanan
- Usaha perkebunan
- Usaha Jasa Hiburan / Group music
- Tempat penyewaan VCD dan Play station
Usaha Jasa Keterampilan
Tukang kayu
Tukang batu
Tukang Jahit/bordir
Service elektronik
Bengkel / montir
Tukang gali sumur
Tukang pijat/urut
Tukang Cukur
7 Usaha Jasa Penginapan
- Rumah Kontrakan
- Hotel
Jumlah (unit)
1
8
4
9
4
2
7
30
1
2
1
1
3
4
12
14
1
4
3
2
1
5
0
Sumber: Laporan Profil Desa Benete tahun 2012.
Bentuk ekonomi masyarakat Desa Benete tertinggi ada pada usaha jasa
pengangkutan. Usaha ini lebih banyak digeluti oleh masyarakat pendatang,
dengan pertimbangan, mereka tidak memiliki lahan, pekerjaan ojek lebih mudah
dan cepat mendatangkan uang, karena besarnya potensi pengguna jasa ojek karena
besarnya jumlah orang yang bekerja di perusahaan kurang lebih delapan ribu
orang.
Aksessibilitas terhadap Kebijakan dan Sumberdaya
Lembaga keuangan seperti Bank BNI 46, Bank BRI, Bank NTB dan
Pegadaian sudah terdapat di Kecamatan Maluk. Sebagian besar warga yang
berprofesi sebagai pengusaha dan Karyawan sudah memanfaatkan jasa bank untuk
mendapatkan kredit baik sebagai modal, konsumsi dan pembangunan rumah atau
beli kenderaan. Mereka cukup dipercaya oleh pihak bank karena adanya jaminan
pekerjaan atau asset agunan lainnya. Tetapi bagi sebagian besar masyarakat
43
seperti petani, buruh bangunan, nelayan dan ojek cukup sulit mendapat
mendapatkan kredit dari bank karena alasan jaminan yang tidak signifikan..
Keberadaan Yayasan Olat Parigi (YOP) yang sengaja dibentuk oleh PT.
NNT bersama masyarakat cukup mebantu kelompok pedangang kecil dan
kelompok tani untuk mendapatkan pijaman modal walau jumlahnya terbatas.
Walaupun demikian sangat banyak dimanfaatkan oleh mereka karena tidak
menggunakan agunan dan pengembaliannya tidak pungut bunga.
Akses masyarakat untuk sumber daya alam seperti rotan, madu alam dan
kayu bakar tidak menjadi masalah karena belum ada aturan yang mengikat mereka
untuk tidak bisa masuk kawasan hutan. Bahkan ada beberapa keluarga yang masih
memanfaatkan air nira yang diambil langsung dari hutan untuk bahan pembuatan
gula aren (gula merah). Kegiatan ini biasa mereka sebut dengan be-Jalit.
Tokoh Bisnis
Kehadiran proyek PTNNT ikut mempengaruhi orientasi pekerjaan dan
bisnis masyarakat. Sebelum menjadi pengusaha rata-rata mereka adalah petani
atau pedagang skala kecil. Adapun beberapa orang warga Benete yang tergolong
dalam pengusaha suskes diantaranya :
1. AM (CV. Benete Indah Perkasa - Supplier Tenaga Kerja dan material
PTNNT);
2. Sld (CV. Benete Raya Makmur - Kontraktor konstruksi di PTNNT), dan
suplayer tenaga kerja dan sub kontraktor;
3. Hlm (CV. Widya Eka Putri - Suplayer tenaga kerja ke PT NNT);
4. Ags (CV. Benete Pasak Tanata – Supplier);
5. Tr (CV. Cipta Mandiri; Supplier ke PTNNT dan Sub Kontraktor);
6. Jhd (CV. Benete Saling Pariri; kontraktor PT NNT);
7. Hmz (Kontraktor konstrusksi dan suplayer tenaga kerja di PT NNT);
8. Kris (CV. Benete Service – Kontraktor di PTNNT);
9. AN (CV. NASA – Kontraktor / Supplier bidang transportasi);
10. H.B (Saudagar Ikan);
11. Bkr (Pemasok Bahan Bangunan, rumah makan dan Transportasi.
Jaringan Bisnis
Untuk memenuhi kebutuhan mitra, pengusaha lokal dari Benete telah
menjalin bisnis keluar wilayah seperti Lombok, Bali dan Jawa. Mereka juga telah
menjalin kerjasama dengan pengusaha luar untuk mendapatkan modal, material
dan keterampilan dalam menjalankan usahnya, misalnya bila menang tender
proyek dari PTNNT atau dari proyek Pemerintah.
Keberadan PTNNT dan serta pengaruh dari interaksi dengan pendatang
membuka wawasan beberapa orang warga untuk membangun jaringan bisnis.
Mereka mempunyai pemikiran jangka panjang, wawasan yang lebih terbuka serta
jaringan yang lebih luas. Pada umumnya mereka sebagai kontraktor dan suplier
yang menjalin kemitraan dengan PT NNT, dan kontraktor-kontraktor besar yang
bermitra dengan PT NNT. Semua pengusaha tersebut tergabung dalam Local
Business Inisiative (LBI) yaitu sebuah prakarsa bisnis yang memberikan
kesempatan akses atau menjadi mitra bisnis PT NNT dengan tetap mengacu pada
44
etika dan standar bisnis perusahaan. Untuk itu mereka tidak hanya mendapat
kesempatan bermitra dengan PT NNT, tetapi juga mendapat pembinaan berupa
pelatihan-pelatihan, baik menyangkut aspek tehnis maupun aspek managerial,
seperti: pelatihan kewirausahaan; keuangan; perpajakan; managemen usaha; ebisnis, dan jaringan kemitraan.
Dengan kapasitas yang dimiliki karena adanya pembinaan dan pengalaman,
dalam perkembangannya mereka tidak hanya mempunyai relasi bisnis dengan PT
NNT tetapi sudah mulai mengembangkan jaringan kemitraan ke tingkat yang
lebih luas, yaitu regional, nasional bahkan internasional.
Keberadaan dermaga Benete cukup dimanfaatkan oleh Pak Bakri untuk
mendatangkan material bangunan dari pulau Jawa. Dengan adanya akses langsung
antar pulau melalui laut membuat harga barang tidak terlalu tinggi.Disamping itu
memberikan peluang kerja bagi masyarakat setempat menjadi buruh angkut di
pelabuhan.
Pola-pola Kebudayaan
Menurut informasi dari tokoh masyarakat setempat bahwa kegiatan adat
masih dianggap sebagai sistem norma dan budaya yang perlu dipertahankan
dalam kehidupan masyarakat. Adat istiadat Sumbawa merupakan budaya yang
masih melekat kuat di masyarakat Desa Benete. Pelaksanaan kegiatan adat dapat
dilihat pada kehidupan masyarakat sehari-hari seperti; adat dalam perkawinan,
adat dalam kelahiran anak, adat dalam pengelolaan tanah pertanian, adat dalam
pembangunan rumah dan masuk rumah baru dan lain-lain. Adat yang telah turun
temurun dan sampai sekarang tetap hidup ditengah masyarakat diantaranya
Bakelewang (gotong royong dalam kegiatan masak-memasak), Tokal Adat (rapat
keluarga untuk perkawinan), Sorong Serah (kegiatan melamar pengantin wanita)
dan Barodak. Aqiqah / kuris (aqiqah dan potong rambut bayi), Kegiatan Basenata
(gotong royong dalam memperbaiki rumah), Sedekah Lang (syukuran sawah saat
padi berumur 1,5 bulan). Tradisi ini masih diadakan oleh masyarakat dan terjaga
sangat kuat oleh tokoh adat dan pemerintah setempat.
Prosesi adat selalu membutuhkan biaya yang cukup tinggi, oleh karena itu
sebagai bentuk pelestarian adat/tradisi yang ada masyarakat membentuk kegiatan
Tokal Adat. Keluarga yang berhajat akan menyampaikan rencana kegiatan dan
jadwal kepada Ketua RT dan Kepala Dusun untuk menentukan jadwal
pelaksanaan Tokal Adat tersebut. Sedangkan jadwal pelaksanaan acara atau hari H diserahkan kepada pihak keluarga untuk menentukan setelah mendengar saran
dari tokoh adat atau tokoh agama setempat. Dengan aktifnya kegiatan Tokal Adat
ini sangat mebantu pembiayaan prosesi perkawinan, khitanan maupun acara adat
lainnya walaupun diadakan oleh warga tidak mampu sekalipun.
Orientasi Nilai Budaya
Perubahan norma dan nilai sosial merupakan salah satu indikator
perkembangan dan perubahan sosial yang sangat penting. Secara konseptual,
sistem norma merupakan sejumlah tata aturan (norma) yang terangkai dan
berkaitan satu dengan lainnya. Norma norma tersebut mempunyai kekuatan
mengikat yang berbeda-beda, ada yang kuat, sangat kuat, longgar dan lemah. Atas
45
dasar daya ikatnya tersebut maka dikenal istilah : kebiasaan, tata kelakuan dan
adat istiadat. Norma sosial berubah karena terjadinya interaksi masyarakat dengan
masyarakat lainnya dalam jangka waktu tertentu.
Semua informan mengakui bahwa ada terjadi perubahan dalam aspek sosial
budaya masyarakat lokal daerah lingkar tambang PT. NNT. sejak masa konstruksi
tambang PT. NNT sekitar tahun 1997 yang lalu. Aspek sosial budaya, terutama
adat istiadat dan kepercayaan lainnya sesungguhnya tidak mengalami perubahan.
Perubahan yang banyak terjadi lebih banyak menyangkut aspek perilaku, terutama
perilaku ekonomi.dalam hal ini, tingkat daya beli yang berubah telah mendorong
terjadinya perubahan strata sosial di masyarakat. Selain itu, perubahan ini diduga
karena banyak berdatangan tenaga kerja yang berasal dari berbagai daerah bahkan
negara lain dan tinggal berdomisili dalam waktu relatif lama ditengah-tengah
masyarakat. Dengan demikian, daerah lingkar tambang muncul menjadi arena
interaksi sosial yang sangat dinamis. Dinamika interaksi sosial tersebut
berpengaruh langsung terhadap ketahanan sosial budaya masyarakat lokal.
Pola Bersikap, Bertindak, dan Sarana
Menurut penjelasan tokoh masyarakat bahwa kedudukan norma adat istiadat
dalam pergaulan hidup masyarakat Benete masih kuat dipertahankan. Dalam
upacara seputar kelahiran misalnya, tetap ada upacara pemberian nama (peda api)
dan nguris/aqiqahan namun tidak lagi disertai dengan kelengkapan simbol adat
lainnya yang bernuansa ritual dan mistis sebagaimana banyak dilakukan pada
masa lalu.
Pada pelaksanaan upacara perkawinan, yang dalam kebiasaan setempat
selalu ada kesenian tradisional seperti sekeco dan rateb rebana untuk mengiringi
dan menjadi kelengkapan upacara. Untuk keluarga yang mampu secara finansial,
maka mereka menambah hiburan dengan kesenian lain, seperti band dan
sejenisnya yang bernuansa kesenian modern, namun tetap terikat dengan aturan
adat Samawa. Salah satu yang masih mencolok dan tidak berubah misalnya
adalah: kegiatan melamar, mengantar bawaan (sorong serah), barodak (rapancar)
yang disertai dengan berbagai upacara lainnya. Masih kuat kebanggan masyarakat
bila dapat melaksanakan upacara adat secara sempurna. Pada upacara perkawinan
keluarga yang mampu secara finansial menyelenggarakan adat perkawinan
dengan sebaik dan selengkap mungkin dengan maksud mempertunjukkan
kekayaan adat istiadat mereka kepada orang luar. Penjelasan argumentatif atas
fenomena tersebut adalah: faktor kemampuan ekonomi merupakan faktor
dominan yang menentukan corak penyelenggaraan acara adat perkawinan dan
upacara ritual lainnya. Corak adat istiadat dalam perkawinan masyarakat Benete
sesungguhnya tidak mengalami perubahan berarti.
Perubahan yang ada
tampaknya hanya sebatas variasi, yakni yang berkaitan dengan penyelenggaraan
upacara yang biasanya disertai dengan hiburan kesenian.
Pada upacara terkait kematian, tetap dilaksanakan sebagaimana yang
dilakukan sejak masa lalu. Penyesuaian yang dilakukan masyarakat adalah
terletak pada sarana pelengkap upacara. Bila pada masa lalu, wujud kepedulian
masyarakat adalah dengan membawa pernok (bawaan tanda duka cita) umumnya
berupa natura, seperti beras, gula, kelapa dan lainnya, maka pada saat ini banyak
yang menyesuaikannya secara praktis dengan memberikan dalam bentuk uang
46
tunai. Namun demikian, sesungguhnya esensi normatif yang terkandung dalam
upacara tersebut tidak mengalami perubahan mendasar. Esensi normatif yang
tetap tumbuh dan berkembang dalam upacara adat atau ritual adalah nilai
kebersamaan, kepedulian dan kehendak untuk berbagi antar sesama. Meskipun
demikian, banyak diakui bahwa rasa kebersamaan, kepedulian dan kehendak
untuk berbagi antar sesama sudah mulai berkurang sejak masuknya Perusahaan
tambang. Alasan yang mendasari bergesernya kebiasaan tersebut karana faktor
kesibukan dan perubahan cara berfikir warga yang bergeser ke arah yang lebih
rasional dan terbuka.
Kebiasaan terkait dengan pembangunan rumah dan masuk rumah baru,
secara umum masyarakat masih mengembangkan tradisi gotong royong dalam
pembangunan rumah, terutama rumah panggung (tradisional). Sedangkan
masyarakat yang mampu membangun rumah permanen dengan arsitektur
moderen, cenderung tidak membutuhkan bantuan warga lain karena telah
diserahkan kepada tukang. Menurut penjalasan tokoh masyarakat setempat bahwa
pembangunan rumah moderen yang permanen memerlukan pekerja profesional
yang diupah. Memang sistem ini memperkecil peluang gotong royong dan tolong
menolong diantara warga sebagaimana yang lazim berkembang sebelum
diadopsinya sistem perumahan moderen. Namun demikian, sebagai suatu proses
perubahan, perkembangan perumahan yang ada sekarang ini merupakan salah satu
petunjuk meningkatnya kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di Desa Benete.
Secara visual, perumahan dengan arsitektur modern semakin banyak dan
berkembang dari waktu ke waktu. Sejak masa konstruksi tambang, telah banyak
masyarakat yang melakukan renovasi rumah menjadi arsitektur modern dan
permanen. Awalnya, renovasi ditujukan untuk fungsi ekonomi semata, yakni
sebagai rumah kontrakan kepada karyawan PT NNT, kontraktor dan sub
kontraktor lainnya. Tetapi saat ini renovasi berkembang kearah fungsi sosio
psikologis (keamanan, kenyamanan, kesehatan dan prestise sosial).
Perubahan dan perkembangan lain yang cukup mencolok adalah orientasi
kesehatan masyarakat terkait perumahan. Sebelumnya sangat sedikit rumah warga
yang dilengkapi dengan kamar mandi atau MCK yang memadai. Tetapi saat ini
masyarakat sudah mulai menyadari kekurangan ini. Dengan arsitektur modern dan
permanen, maka tidak dijumpai lagi rumah yang tidak dilengkapi dengan kamar
mandi atau MCK didalamnya.
Dalam hal sistem nilai dan kepercayaan sangat ditentukan oleh pola
interaksi sosial dan interaksi masyarakat dengan alam sekitarnya. Secara umum,
sistem nilai dan kepercayaan masyarakat Benete telah banyak mengalami
perkembangan setelah masuknya kegiatan tambang. Nilai-nilai lokal tradisional
yang sebelumnya mengikat solidaritas sosial berangsur-angsur mengalami
pelonggaran dan perapuhan secara fundamental setelah berlangsungnya kegiatan
tambang.
Tokoh masyarakat setempat mengungkapkan bahwa gotong royong dan
tolong menolong sebagai suatu pranata lokal mengalami transformasi sehingga
praktik dan sifat gotong royong tidak lagi sebagaimana kondisi pada masa
sebelum masuknya tambang. Dengan demikian, sebagai ciri komunitas agraris
tradisional, pada masa lalu (sebelum masuknya perusahaan tambang PT. NNT)
tatanan sosial budaya yang cukup berkembang adalah Gotong royong dan tolong
menolong. Gotong royong dipandang sebagai salah satu bentuk interaksi antar
47
warga. Kegiatan gotong royong tersebut berlangsung untuk berbagai aspek
kehidupan, seperti: bercocok tanam, membangun rumah, melaksanakan upacara
adat dan ritual (perkawinan, kematian, dan upacara selamatan lainnya),
membersihkan kampung, membangun fasilitas umum (masyarakat) dan
sebagainya. Aktivitas gotong royong dan tolong-menolong saat ini telah
mengalami transformasi. Berdasarkan penuturan tokoh masyarakat di Desa Benete
bahwa pola interaksi kelompok sebagai basis gotong royong, seperti bawa
penulung (membawa bahan makanan untuk membantu pesta perkawinan), bawa
perenok/ngenong (membawa bahan makanan pada keluarga yang mengalami
musibah kematian) umumnya masih tetap ada namun kadang-kadang divariasikan
dengan mengganti barang bawaan tersebut dengan uang.
Pola-pola Adaptasi Ekologi
Basis Ekologi dan Perubahannya
Kondisi alam Desa Benete sebagian besar lereng dan bukit. Sebagian kecil
merupakan wilayah dataran yang dimanfaatkan warga sebagai tempat pemukiman
dan lahan pertanian. Sebelum beroperasi PTNNT, kegiatan bertani umumnya
dilakukan di lahan sawah dengan sistem irigasi tradisional. Sebagian warga
membuka ladang atau berkebun dengan menanam padi atau palawija (kacang
hijau). Sedangkan tanaman hortikultura semusim, seperti cabe, terong, papaya,
dan tomat hanya dilakukan warga untuk konsumsi keluarga. Kegiatan berternak
yaitu memelihara ternak besar, seperti kerbau, kuda, sapi dan kambing dengan
melepas ternak tersebut di padang rumput yang biasa di sebut Lar. Ternak-ternak
tersebut dipelihara untuk dijual selain untuk alat transportasi seperti kuda. Fungsi
lain oleh petani, ternak kerbau digunakan sebagai tenaga bajak lahan. Memelihara
ayam kampung lebih kepada pemenuhan konsumsi dan sebagian dapat digunakan
sebagai alat barter dengan pakaian atau peralatan pertanian. Biasanya dilakukan
dengan warga pendatang yang sengaja berdagang keliling ke Desa Benete.
Mencari hasil hutan umumnya dilakukan oleh masyarakat yang tidak mempunyai
lahan sawah atau penghasilan tambahan jika mempunyai sawah. Kegiatan mencari
ikan dilaut atau remada biasanya dilakukan sebagai kegiatan sampingan setelah
menyelesaikan kegiatan pertanian. Hasil dari menangkap ikan atau kerang dilaut
cukup untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga.
Setelah beroperasinya PTNNT, kegiatan pertanian dan peternakan tidak
menjadi perhatian utama oleh sebagian besar masyarakat, terutama generasi muda.
Mayoritas ingin menjadi karyawan PTNNT atau Sub Kontraktor. Kodisi ini
dipengaruhi oleh tingkat pendapat dan kesejahteraan yang cukup jauh berbeda.
Selain itu kondisi pertanian di wilayah Benete masih belum maksimal disebabkan
terbatasnya air. Tanaman padi hanya bisa ditanam untuk satu musim saja dan pada
musim tanam sebagian kecil menggunakan lahannya untuk menanam palawija
(kacang hijau, kedelai atau jagung). Menurut mereka harga palawija cenderung
jatuh pada saat panen dan merugikan petani. Setelah pembangunan embung “Batu
Bangkong” oleh PTNNT pada tahun 2006 yang lalu cukup dirasakan manfaat
bagi petani. Menurut ketua Gapoktan, bapak “Slm” bahwa:
48
“sejak adanya Embung Batu bangkong dan penerapan intensifikasi
penenamam padi (SRI), para petani di Desa Benete bisa panen padi
sampai 7.5 ton per hektarnya.”
Mata Pencaharian Utama
Penetrasi dan proses industrialisasi tambang telah membawa dampak ikutan
antara lain terdiferensiasinya mata pencaharian masyarakat dari yang semula
hanya mengandalkan sektor pertanian (alam) semata, bergeser ke sektor lain di
luar pertanian karena peluang mendapatkan penghasilan (income) dari sektor lain
tersebut semakin terbuka dan menjanjikan, yaitu usaha dagang, usaha jasa, dan
menjadi karyawan swasta. Selain itu, sebagai dampak dari otonomi daerah dan
pemekaran wilayah telah memberikan kesempatan yang lebih luas bagi
masyarakat untuk menjadi pegawai pemerintah.
Usaha pertanian. Dari data yang didapatkan dan wawancara mendalam
diketahui bahwa struktur perekonomian masyarakat telah mengalami transformasi
yang demikian cepat dari struktur perekonomian yang berbasis pertanian ke
struktur perekonomian yang berbasiskan industri, jasa, dan perdagangan.
Meskipun peluang usaha di bidang lain terbuka lebar, namun sampai saat ini
usaha pertanian tetap memegang peranan penting sebagai sumber mata
pencaharian utama. Pemerintah daerah maupun pihak ke tiga (misalnya PT NNT)
sangat menyadari bahwa usaha pertanian sangat penting artinya dalam menopang
kehidupan ekonomi masyarakat baik pada masa tambang maupun pasca tambang
nantinya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan peranan usaha pertanian tersebut,
berbagai upaya telah dilakukan oleh PT NNT bersama pemerintah daerah mulai
dari pembangunan prasarana dan sarana irigasi (dam dan saluran irigasinya),
pengadaan peralatan pertanian (hand tractor, mesin air, hand sprayer dan lainlain), pengembangan tehnologi dan kelembagaan petani (kelompok tani dan P3A),
bantuan sarana produksi, pendampingan dan berbagai kegiatan lain yang
mendukung.
Usaha dagang. Usaha dalam bidang perdagangan merupakan kegiatan
ekonomi yang paling pesat perkembangannya dibandingkan jenis usaha lain yang
dilakukan oleh masyarakat. Usaha dagang ini meliputi usaha kios, usaha warung,
usaha pertokoan, serta pedagang kain dan pakaian. Dari hasil pengamatan dan
wawancara mendalam dengan beberapa tokoh masyarakat, beberapa jenis usaha
baru sudah mulai dilakukan oleh masyarakat, seperti toko dan kios alat-alat listrik,
material dan perlatan bangunan, toko penjualan spare part dan minyak pelumas
kendaraan roda dua, kios sarana produksi pertanian (Saprodi), dan kios ATK
(stationary)
Usaha jasa. Usaha yang paling banyak jenis dan ragamnya yang dilakukan
oleh masyarakat adalah usaha jasa. Usaha jasa yang tumbuh dan berkembang
meliputi jasa pada bidang transportasi (ojek), jasa pertukangan, jasa perbengkelan,
jasa jahit, jasa tukang urut, jasa TV kabel, jasa penyewaan hand traktor, jasa foto
copy, jasa penyewaan rumah atau kos-kosan, dan bahkan jasa penangkapan
ternak. Usaha di bidang jasa tidak semata-mata mengandalkan modal material
atau uang semata tapi diperlukan modal keterampilan, pengalaman, dan keahlian.
Karyawan swasta. Karyawan swasta yang dimaksud adalah tenaga yang
bekerja pada perusahaan tambang PT NNT, kontraktor dan sub-kontraktor atau
49
perusahaan lain yang memperoleh gaji tetap secara bulanan. Jumlah rumah tangga
yang memiliki anggota bekerja menjadi karyawan yang dimaksud relatif banyak
dan memiliki kontribusi besar terhadap pendapatan keluarga. Menurut data yang
ada sebanyak 122 orang yang bekerja sebagai karyawan swasta.
Pegawai pemerintah. Setelah berdirinya Kabupaten Sumbawa Barat yang
diikuti oleh pemekaran wilayah kecamatan dan desa, maka jumlah masyarakat
yang menjadi pegawai pemerintah (baik PNS maupun tenaga honorer) semakin
meningkat termasuk di Desa Benete. Ada yang menjadi guru, staf administrasi
sekolah, staf administrasi Kantor Cabang Dinas Dikpora, staf kecamatan, dan staf
desa.
5%
2%
Pertambangan
7%
31%
Pertanian
Anggkutan
14%
Perdagangan
8%
4%
Perikanan
29%
Jasa Pemerintah
Jasa perorangan
Tidak bekerja
Gambar 7. Grafik pekerjaan utama kepala keluarga di Desa Benete tahun 2012.
Berdasarkan Gambar 7, dapat di lihat gambaran pekerjaan utama kepala
keluarga, tumpuan kerja penduduk terbanyak di Desa Benete pada tahun 2012
yaitu sektor pertambangan/penggalian sebanyak 98 (31%), diikuti oleh sektor
pertanian 89 (29%), perikanan 43 (14%), sektor angkutan 26 (8%), jasa
perorangan 21 (7%) dan sektor perdagangan 13 (4,%).
Strategi Penghidupan
Penduduk Desa Benete mayoritas sebagai petani namun pada musim
kemarau mereka menggunakan waktu untuk berburu menjangan, mengambil
madu di hutan, menangkap ikan di Embung ataupun di laut untuk di konsumsi
sendiri dan di jual. Beberapa keluarga masih mengambil air nira untuk diolah
menjadi gula merah.
Menurut informasi yang kami dapatkan dari tetua desa bahwa, sebagian
besar penduduk Benete saat ini pernah tinggal di kawasan hutan produksi sebelah
selatan Sumbawa Barat. Masing-masing mereka berasal dari pemukiman bernama
Tatar, Singa dan Nagkalanung. Pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa saat itu
memindahkan mereka ke wilayah Benete saat ini dengan alasan sulitnya
transportasi dan mempermudah pelayanan Pemerintah serta bencana Tsunami.
Kegiatan membuat gula merah merupakan usaha sampingan selain berladang dan
berburu.
Keterlibatan perempuan dalam pertanian di Desa Benete sangat tinggi.
Simtem pertanian yang masih tradisional, menempatkan perempuan memiliki
keterampilan memilih benih padi yang baik untuk disimpan dan ditanam pada
50
musim berikutnya. Perempuan pula yang mempersiapkan pupuk, obat-obatan dan
proses panen. Kemampuan tersebut menjadikan posisi perempuan dalam posisi
sentral untuk memenuhi kebutuhan bertahan hidup keluarganya. Peran perempuan
dalam pertanian di Benete, tidak hanya penting di sektor budidaya, tetapi
perempuan juga terlibat dalam kegiatan pasca panen dan perdagangan hasil
pertanian.
Masalah-masalah Sosial
Deskripsi Masalah Sosial
Hasil diskusi dengan Kepala Desa dan beberapa tokoh masyarakat Desa
Benete, diketahui dari masyarakat bahwa masalah-masalah sosial terjadi pula di
Desa Benete. Hal ini ditegaskan oleh masyarakat Benete:
“masalah yang ada di desa Benete cukup banyak, misalkan masalah
kemiskinan, kesenjangan pendapatan antara karyawan PTNNTkaryawan sub kontraktor dengan masyarakat cukup tinggi,
pengangguran, pencurian ternak, akses modal sulit dan
pembinaan/pendampingan dari YOP tidak berkelanjutan, banyak
pendatang mencari pekerjaan, kurang pengetahuan petani terhadap
keterampilan pertanian, kesulitan pupuk dan debet air embung kurang
pada musim tanam kedua. Selain itu dalam program CSR yang
dilaksanakan, terjadi pula perselisihan aparatur desa dengan
masyarakat dan perselisihan anggota KSM penerima program dengan
pengurus.”
Dampak Masalah Sosial
Munculnya masalah sosial tersebut berdampak kepada relasi kehidupan
bermasyarakat seperti :
1. Bertambah angka pengangguran
2. Pencurian ternakmenyebabkan berkurangnya ternak dan warga enggan
memelihara ternak sebagai asset.
3. Kesulitan modal menjadi penyebab terbatasnya usaha yang dapat
dikembangkan oleh masyarakat selain usaha tani tradisional atau menjadi
buruh tani.
4. Meningkat jumlah pendatang untuk mencari pekerjaan di Benete
menyebabkan sempitnya peluang bagi penduduk lokal untuk mendapatkan
pekerjaan.
5. Pengetahuan dan keterampilan pertanian kurang menyebabkan lemahnya
inovasi petani dalam pemanfaatan lahan yang berdampak terhadap turunya
produksi pertanian.
6. Terjadinya krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan desa dan
pengurus KSM. Konsekuensi lebih lanjut ialah KSM tidak memiliki dana
yang terkelola dan tidak mampu mengembangkan jaringan kerja.
51
Faktor-faktor Penyebab
Masyarakat penerima BLT di Benete tidak ada, tetapi warga penerima
Raskin pada tahun 2012 berjumlah 222 keluarga. Mereka rata-rata penduduk yang
tinggal di pesisir pantai Benete (Dusun Nangkalanung). Secara umum ada lima
hal penyebab kemiskinan penduduk Desa Benete yaitu; karena keturunan, tingkat
pendidikan rendah sehingga tidak terserap di dunia kerja, malas, nelayan
pendatang dari Lombok dan kompentensi SDM yang terbatas. Nelayan yang ada,
pada umumnya tidak memiliki tempat tinggal yang tetap. Kemiskinan karena
faktor keturunan merupakan rantai yang tidak terputus dari kemiskinan yang
dialami oleh generasi sebelumnya. Secara tidak langsung generasi berikutnya
akan melanjutkan generasi sebelumnya yang miskin karena tidak memiliki
sumberdaya yang bisa dikelola, atau kalaupun ada sumberdaya yang dimiliki
relatif sedikit jumlahnya. Pola konsumsi masyarakat yang tidak terkontrol karena
mengikuti gaya hidup modern dengan tidak mempertimbangkan pendapatan
dengan pengeluarannya. Sebagai contoh masyarakat lebih memprioritas membeli
barang elektronik seperti HP, TV, Kulkas dan DVD daripada menabung atau
membeli barang yang lebih produktif. Kondisi ini menyebabkan munculnya biaya
tinggi setiap bulan untuk membayar listrik atau pulsa HP. Petani lebih
memperioritaskan membeli sepeda motor daripada membeli ternak atau lahan
baru setelah menjual hasil panen. Fenomena masyarakat konsumtif seperti ini
merupakan buadaya baru dalam persaingan hidup diantara warga, walaupun
berdampak kepada keterbatasan memenuhi kebutuhan hidupnya primer lainnya.
Solusi yang Pernah Dilakukan
Sebagaimana telah disebutkan diatas terkait kendala modal, pemerintah
Desa bersama PTNNT melalui program comdev mencoba memfasilitasi melalui
kredit bank dengan bunga rendah dan tanpa agunan. Untuk memperbaiki jalan
lingkungan dan jalan usaha tani pemerintah Desa melakukan perbaikan melalui
program PNPM Mandiri. Untuk meningkatkan keterampilan petani, PTNNT
melalui program comdev membangun comdev center di Benete dengan tujuan
untuk membantu petani dalam memberikan bimbingan tehnis budidaya,
pengolahan hasil dan penyiapan sarana produksi pertanian.
Pemerintah Desa Benete dan pemerintah Kecamatan Maluk melakukan
dialog dengan pihak PTNNT dan Sub Kontraktor sebagai upaya mencari peluang
kerja bagi warga pencari kerja. Selain itu pengusaha lokal dari Desa Benete
memprioritaskan penggunaan tenaga kerja dengan mengambil warga Benete
sebagai karyawan.
Pencurian ternak bisa diminimalisir dengan ditingkatkannya partisipasi
warga untuk menjaga keamanan lingkungannya (siskamling). Selain itu
pemerintah desa melakukan kontrol terhadap keluar masuknya warga ke Benete
melalui penguatan fungsi RT. Ketua RT dan Kepala Dusun pro aktif menghibau
warga agar melaporkan setiap warga yang datang dan keluar dari Benete. Tamu
harus melapor ke RT jika menetap lebih dari 48 jam.
52
5 EVALUASI KEBIJAKAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
PERUSAHAAN
EVALUASI PROGRAM
Deskripsi Program
Permasalahan pertanian di Desa Benete tidak hanya berdiri pada masalah
kekurangan air, ketidaktersediaanya pupuk, hama dan penyakit, tetapi juga ada
faktor lain berupa faktor ekonomi. Kebutuhan dana untuk memenuhi sarana
pertanian, juga merupakan faktor yang membuat ibu-ibu petani golongan
menengah kebawah selama ini harus memutar otak. Kondisi ini terjadi karena ibuibulah yang selama ini lebih dominan dalam keluarga berperan mengupayakan
ketersediaan sarana pertanian.
Program KSM awalnya digagas oleh (alm) bapak “Tn” dan saudara “Ik”.
Kedua orang tersebut terlibat dalam kegiatan CSR PT NNT yaitu Program
Pelatihan dan Pengembangan Pertanian Terpadu, dimana (alm) bapak Tanra
sebagai penerima manfaat dan saudara Ikhsan selaku Community Organizer (CO)
program. Dari assesment yang dilakukan oleh CO dan gagasan masyarakat,
program KSM pun mendapat respon positif dari perusahaan.
Lahirnya program KSM yang digagas oleh perusahaan dilatar belakangi
oleh semangat untuk mengembangkan program yang telah berlangsung beberapa
tahun yaitu Program Pelatihan dan Pengembangan Pertanian Terpadu (P4T) yang
lebih fokus pada produksi hasil pertanian. Kesulitan petani memperoleh saprodi
dan harganya mahal, petani tidak punya modal usaha (tanam 1 kali dalam 1
tahun), petani tidak punya tabungan (pinjam dengan bunga tinggi) dan uang petani
lari ke kios-kios dengan harga tinggi merupakan problematika yang ditemukan
dalam proses assesment.
Secara umum meningkatkan pendapatan petani sebesar Rp. 10.000 / hari.
Sedangkan tujuan khususnya adalah KSM mampu menyediakan kebutuhan petani
dalam melakukan aktifitas bertani di sekitar wilayah, antara lain berupa (Pupuk,
bibit atau benih, herbisida, sarana produksi tani dan modal kerja) dan KSM
mampu mengelolah keuangan mikro petani, dalam bentuk tabungan dan sembako.
Program KSM di Desa Benete telah berlangsung sejak tahun 2009. KSM
yang terbentuk sebanyak empat unit, terdiri dari; (1) KSM Maris Gama (di Dusun
Tatar); (2) KSM Harmoni (di Dusun Singa); (3) KSM Ai Panan (di Dusun
Jereweh); dan (4) KSM Dermaga Biru (di Dusun Nangkalanung Pantai Benete).
Setiap KSM memiliki anggota 20 orang yang keseluruhannya merupakan ibu-ibu
petani. Khusus KSM Dermaga Biru, merupakan KSM yang berlokasi di pantai
Benete memiliki anggota terdiri dari para ibu-ibu nelayan.
Syarat untuk menjadi anggota KSM ada dua, yaitu (1) merupakan
perempuan tani dengan jumlah 20 orang), (2) adanya simpanan pokok, simpanan
wajib dan simpanan sukarela, serta bersedia mengikuti rapat anggota sesuai
dengan kesepakatan.
54
Input
Hasil focus group discussion (FGD), secara umum ada tiga bentuk input
yang diberikan perusahaan terhadap program KSM, yaitu:
1. Input pendanaan; yaitu input berupa bantuan modal usaha sebesar Rp.
15.000.000,- per KSM, namun dalam realisasinya per KSM hanya
menerima sebesar Rp. 13.500.000,-.
2. Input pendamping lapangan; yaitu input berupa penempatan satu orang
pendamping lapangan, yang bertugas memfasilitasi kelompok dalam proses
pelaksanaan kegiatan. Pendamping lapangan berasal dari lembaga lokal
yang dikontrak oleh perusahaan yaitu Yayasan Serikat Petani Nelayan
Sumbawa Barat (SPNSB).
3. Input pelatihan yaitu input berupa penguatan kapasitas bagi kelompok, baik
secara kelembagaan maupun individu.
Proses
Hasil FGD diketahui, bahwa input yang diberikan oleh perusahaan untuk
mendukung modal usaha KSM sebesar Rp. 15.000.000,-, dalam realisasinya KSM
hanya menerima sebesar Rp. 13.500.000,-. Berkurangnya dana yang diterima
KSM, dikarenakan dana yang diberikan oleh perusahaan dijadikan sebagai
jaminan di Bank BRI guna mengantisipasi pinjaman KSM jika gagal bayar. Untuk
memperoleh dana pinjaman, KSM mengajukan proposal pinjaman yang ditujukan
ke Bank BRI.
Terkait besaran jumlah input program sebesar Rp. 15.000.000,- dari
perusahaan, menurut narasumber mereka tidak mengetahui dasar penetapan
kebijakan tersebut. KSM merasa tidak pernah dilibatkan untuk membicarakan
besaran dana yang dibutuhkan. Informasi dana diketahui KSM melalui staf
perusahaan dan pendamping lapangan.
Selama pinjaman berlangsung, KSM hanya membayar bunga pinjaman saja
ke BRI, sedangkan pokok pinjaman tidak pernah dibayarkan. Hal ini dilakukan
KSM karena sudah dua tahun melakukan pinjaman tetapi tidak pernah bisa
meningkat jumlahnya. Disamping alasan tersebut, ada pula KSM yang
menganggap bahwa dana tersebut tidak perlu dikembalikan, karena merasa dana
tersebut merupakan dana yang diberikan perusahaan kepada masyarakat. Pada
akhirnya dana jaminan sebesar Rp. 15.000.000,- diambil oleh bank BRI.
Penguatan kelembagaan KSM, telah ditempatkan seorang pendamping yang
bernama Novianti. Proses pendampingan terhadap KSM dilakukan oleh Novianti
dengan mendatangi satu KSM setiap harinya. Mengenai waktu pendampingan
disesuaikan dengan permintaan anggota KSM, dimana jika diminta datang pada
waktu malam hari, maka Novianti akan datang pada malam hari. Upaya
pendampingan bertujuan untuk mewujudkan KSM menjadi :
a. Wahana dari proses saling belajar-mengajar;
b. Wahana dari upaya mempertajam perumusan masalah;
c. Wahana pengambilan keputusan terhadap masalah;
d. Wahana mobilisasi sumberdaya dari anggota/luar; dan
e. Wahana untuk berinteraksi dengan perusahaan dan masyarakat perkotaan.
55
Beberapa prinsip yang menjadi pegangan dalam melaksanakan
pendampingan, yaitu (1) memulai dari apa yang mereka punya, (2) saling belajarmengajar, (3) masyarakat sebagai pelaku, (4) pendamping sebagai fasilitator, (5)
terbuka, (6) kekeluargaan, dan (7) melebur diri.
Terdapat tiga peran pendamping yaitu sebagai motivator, konsultan dan
penghubung/katalis. Untuk Tahapan Pendampingan, ada tiga tahapan yang
ditetapkan yaitu:
1. Tahap Penumbuhan
a. Pendekatan kepada masyarakat
 Mempersiapkan diri
 Memperkenalkan diri
 Mengumpulkan informasi dasar
b. Metode/Teknik Penumbuhan KSM
 Menumbuhkan kelompok baru
 Mengembangkan kelompok yang telah ada
2. Tahap Perkembangan
a. Pelatihan Peningkatan Keterampilan
b. Bimbingan Teknis Pasca Pelatihan
3. Tahap Mandiri
a. Bantuan/Bimbingan Teknis
b. Peran penghubung
Input pelatihan, dianggap hanya bersifat sesaat, namun anggota KSM tetap
aktif mengikuti kegiatan pelatihan yang diadakan. Anggapan tersebut muncul
dikarenakan KSM sudah mengetahui bahwa pelatihan-pelatihan selama ini yang
difasilitasi perusahaan tidak ada tindaklanjutnya. Salah satu bukti nyata yang jelas
pernah terjadi menurut pelaku adalah pelatihan pembuatan kue yang melibatkan
KSM. Anggota KSM sangat aktif dan senang mengikuti pelatihan, tetapi setelah
pelatihan tidak ada tindaklanjutnya.
Output
Program KSM secara umum ditujukan untuk meningkatkan pendapatan
petani melalui kegiatan usaha tani. Sedangkan secara khusus, program ini
bertujuan meningkatkan akses permodalan kegiatan usaha produktif bagi
perempuan petani.
Diketahu dari hasil FGD, bahwa baik tujuan umum maupun tujuan khusus
dari program hanya dapat dicapai oleh satu KSM yaitu KSM Maris Gama. Hal ini
didasarkan kepada semua indikator kinerja yang ditetapkan mampu dipenuhi oleh
KSM Maris Gama.
Menurut pendamping lapangan, penyebab gagalnya keberlanjutan kegiatan
ketiga KSM tersebut karena:
1. Anggota KSM yang meminjam tidak mengembalikan dana pinjaman,
karena menganggap dana tersebut dana pemberian dari perusahaan;
2. Anggota KSM yang meminjam tidak mengembalikan dana pinjaman,
karena terpengaruh dengan adanya anggota KSM lainnya yang tidak
melakukan pengembalian; dan
56
3.
Adanya krisis kepercayaan antara anggota dengan pengurus KSM,
disebabkan dana yang telah disetorkan oleh anggota ke pengurus telah
digunakan untuk kepentingan pribadi pengurus, sehingga tidak dapat
digulirkan kembali.
Dari empat KSM yang ada di Desa Benete, anggota dari KSM Harmoni
KSM Ai Panan dan KSM Dermaga Biru dapat dikatakan belum dapat
meningkatkan taraf hidup anggotanya. Sedangkan khusus KSM Maris Gama yang
beranggotakan 20 orang ibu-ibu petani, dari hasil FGD mengakui bahwa mereka
merasakan dampak positif dari program, yaitu adanya penghasilan tambahan,
kemudahan mendapatkan pinjaman dengan bunga rendah, memiliki kelembagaan
yang berlanjut, memiliki jaringan dengan perbankan dan ikatan kekerabatan
sesama anggota semakin kuat.
EVALUASI KEBIJAKAN
Deskripsi Kebijakan
Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat telah mengesahkan
Peraturan Daerah No 34 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
(TJSP) pada tanggal 30 Desember 2011.
Perda TJSP ini lahir melalui hak inisiatif DPRD Kabupaten Sumbawa
Barat.
Sedikitnya ada empat alasan mengapa perda ini lahir menggunakan hak inisiatif
DPRD, yaitu: (1) banyaknya perda yang harus disiapkan oleh eksekutif, sehingga
DPRD berinisiatif untuk mengusulkan perda TSP. (2) adanya aspirasi dan juga
keinginan DPRD sebagai lembaga terhormat, yang ingin melahirkan perda yang
memiliki kepedulian langsung terhadap masyarakat. (3) tidak ada pelibatan DPRD
dalam kebijakan dana CSR, selama ini hanya sekedar informasi saja. (4) selama
ini program CSR kebijakannya dibuat dalam bentuk MoU dengan Eksekutif,
sedangkan DPRD tidak dilibatkan.
Dari hasil wawancara, diketahui bahwa lahirnya Perda TJSP
dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Belum adanya aturan yang mengatur secara khusus tentang TJSP. Aturan
yang ada saat ini, baru sebatas Undang-Undang No 40 Tahun 2007, itupun
hanya disebutkan dalam satu pasal;
2. Banyak perusahaan yang beroperasi di Sumbawa Barat yang belum
melaksanakan TJSP. Baru Newmont yang melaksanakan TJSP, sehingga
dibuat aturan yang mengatur tentang TJSP agar bisa mendorong perusahaan
lain untuk segera melaksanakan TJSP;
3. Mendorong agar TJSP bukan lagi sekedar keharusan tetapi sudah menjadi
sebuah kewajiban. Selama ini aturan dari atas tidak dijalankan sepenuhnya
oleh pihak ketiga (perusahaan), karena masih ada aturan yang bisa
menyatakan bahwa perusahaan tidak wajib untuk melaksanakan CSR,
seperti Kontrak Karya;
4. Mengikat perusahaan untuk sadar membantu masyarakat;
5. Adanya keinginan agar DPRD dilibatkan secara langsung dalam
pengembangan dana CSR Newmont; dan
57
6. Program newmont belum sesuai aturan yang ada, antara keinginan
Newmont membangun masyarakat KSB ini lewat CSR-nya dengan kondisi
riil yang terjadi saat ini.
Evaluasi
Secara umum hasil yang diinginkan dari keberadaan peraturan daerah
(perda) Tanggung Jawab Sosial (TJSP) belum tercapai sesuai dengan yang
diinginkan. Peraturan daerah TJSP relatif masih baru terbentuk, dan baru mulai
disosialisasikan. Legislatif telah meminta eksekutif segera mensosialisasikan
perda dengan mengundang semua perusahaan yang wajib mengeluarkan TJSP.
Sampai saat ini, keinginan DPRD untuk dilibatkan dalam pengelolaan CSR belum
terealisasi. Hal ini menurut legislatif, karena Newmont belum menganggap DPRD
sebagai lembaga yang harus dilibatkan dalam hal kebijakan CSR.
Mensikapi kondisi yang terjadi, sejauh ini DPRD belum meminta penjelasan
ke eksekutif, terkait langkah-langkah apa saja yang telah dan akan dilakukan
terkait perda TJSP. Disisi lain, DPRD sendiri belum melakukan pembicaraan
khusus baik dengan eksekutif maupun perusahaan terkait program CSR.
Tidak adanya sinkronisasi antara program yang dilakukan oleh pemda KSB
dengan program yang dilakukan oleh newmont menunjukkan bahwa kerjasama
perusahaan dengan pemerintah dan masyarakat belum terjadi. Walaupun
perusahaan telah mempresentasikan program ke pemda KSB, hal ini kadangkadang sudah terlambat, karena pemda telah selesai menyusun program (APBD).
Kondisi ini pernah membuat terjadinya tumpang tindih program, sehingga
terpaksa program ditunda, padahal jika hal ini diketahui lebih awal, persoalan ini
bisa dihindari dan sumberdaya bisa dialihkan ke kegiatan lain.
Secara umum, pencapaian perda belum dapat dikatakan memecahkan
masalah yang ada. Peran pemerintah sebagai fasilitator antara perusahaan dengan
masyarakat, belum terlaksana dengan maksimal. Pembagian peran antara
perusahaan dengan pemerintah dalam hal ini eksekutif baru sebatas melalui
Memorandum of Understanding. Petunjuk teknis yang mengatur leading sektor
mana yang bisa bekerjasama dan menyerap CSR untuk kepentingan masyarakat
belum diatur lebih lanjut. Hal ini didukung oleh pernyataan narasumber (SA),
yang menyatakan bahwa
“masyarakat KSB saat ini bersikap apatis, kebijakan yang ada
diterima saja, sehingga apa yang berkembang masyarakat tidak
mau tahu. Disisi lain legislatifnya tidak membuat grand skenario
agar masyarakatnya berdaya untuk bicara tentang masyarakatnya.
Masyarakat sendiri termasuk elemen-elemennya seperti LSM tidak
membuat dirinya berdaya, contoh tidak ada protes dan sebagainya
sehingga masyarakat menjadi pasif. Pada akhirnya masyarakat
merasa cukup datang ke “gunung” ambil batu dan menggelondong
mencari emas untuk menjawab kondisi yang ada.”
Program CSR Newmont selama ini belum dapat dianggap transparan.
Sejauh ini, hanya sedikit komponen/elemen dalam masyarakat yang mengetahui
58
kebijakan TJSP. LSM atau komunitas yang berbicara masalah CSR juga masih
sangat minim di Sumbawa Barat, dan hal ini menjadi perhatian DPRD saat ini.
Persoalan yang terjadi ini sudah pernah dibicarakan dengan pihak
perusahaan. DPRD sendiri sudah pernah mengundang perusahaan untuk
membicarakan CSR ini, namun DPRD hanya diberikan informasi bahwa dana
CSR sudah habis untuk kegiatan. Hal ini didukung oleh pernyataan narasumber
(FS dan SA), yang menyataakan:
“bagi masyarakat yang merasakan program mungkin menganggap
sudah transparan, tetapi semenjak duduk sebagai anggota komisi
dua DPRD KSB belum pernah newmont transparan terhadap
programnya. Perusahaan bisa saja berdalih bahwa telah transparan
dengan melakukan pemaparan program-program yang dilakukan,
akan tetapi sampai saat ini perusahaan belum pernah datang ke
DPRD menyampaikan apa saja CSR yang telah, sedang dan akan
dilakukan. Selain itu, DPRD sendiri tidak pernah diajak atau
dilibatkan oleh perusahaan untuk menyusun program bersama,
padahal DPRD merupakan lembaga yang membahas program dan
“mengetok” APBD. Terkadang pemda sudah selesai menyusun
program (APBD), newmont baru mulai akan menyusun”
Institusi DPRD sendiri, belum memaksimalkan perannya agar masyarakat
berdaya membicarakan persoalan CSR. Aspirasi yang masuk ke DPRD secara
kelembagaan sangat sedikit sekali terkait kebijakan CSR, hal ini karena
kelembagaan tidak bisa memperankan instrumen yang ada. Ada harapan CSR bisa
masuk APBD, namun sampai saat ini, APBD sendiri di tengah-tengah masyarakat
masih belum jelas. Hanya segelintir orang yang mengerti tentang APBD.
Program CSR newmont sejauh ini belum dapat dikatakan menciptakan
kemandirian masyarakat, karena program CSR lebih banyak diperuntukkan untuk
infrastruktur. Program CSR dengan dana yang besar belum serius direncanakan
dan dilaksanakan secara berkelanjutan dan bersinergi dengan masyarakat.
ditegaskan FS, bahwa
“terkadang bentuk program di masyarakat, ada yang diberi “kail”nya saja dan ada yang diberi “ikan”-nya saja. Masyarakat diberi
modal tetapi tidak diberdayakan dulu (diberikan pelatihan),
sehingga berapapun besar dana yang dikeluarkan tetap tidak akan
berhasil”
Program yang dilaksanakan newmont, pada dasarnya telah belum sampai
pada meningkatkan kepercayaan masyarakat, khususnya yang telah menerima
manfaat. Kebijakan CSR perusahaan, justru membuat masyarakat menjadi ragu
terhadap institusi DPRD, Eksekutif dan newmont, dimana pada akhirnya
masyarakat bersikap tidak mau tau (apatis) terhadap program CSR.
Sejauh ini, sudah ada upaya dari program CSR newmont untuk
mengembangkan jaringan. Dulu Yayasan Olat Parigi (YOP) sebagai pelaksana
program CSR newmont sudah dikembangkan di beberapa kecamatan, tetapi
sekarang dipersempit (ditarik lagi), sehingga dapat dianggap tidak ada
pengembangan. Yayasan Pengembangan Ekonomi Sumbawa Barat (YPESB)
yang diharapkan bisa mengembangkan ekonomi masyarakat, ternyata hanya
59
mengerjakan hal yang kecil-kecil dan itupun jumlahnya terbatas. YPESB terbatas
dengan keputusan manajemen dan juga terbatas di SDM-nya yang perlu dikaji
ulang. Jika pola manajemen, pola pengembangan dan SDM di internal YPESB
sudah baik, maka bantuan dana yang besar ke masyarakat bisa dirasakan dan
perkembangan ekonomi masyarakat bisa dilihat secara kontinyu. Kondisi saat ini,
program yang dilakukan tidak berkelanjutan.
Dimasa mendatang, dengan keberadaan perda TJSP diharapkan:
1. Perusahaan tidak menutupi program CSR-nya. Program CSR merupakan
program yang diatur oleh undang-undang dan perusahaan harus terbuka.
2. Perusahaan jangan menganggap bahwa program CSR milik perusahaan.
Harus disadari bahwa keberadaan perusahaan karena adanya kekayaan alam
milik masyarakat, sehingga sudah seharusnya CSR bukan sekedar
kewajiban perusahaan tetapi sudah harus menjadi kebutuhan perusahaan.
3. Perusahaan (newmont) harus memahami bahwa perusahaan ini hanya
sebuah perusahaan kontraktor yang kebetulan menambang emas. sehingga
harus disadari bahwa pengaruh dari usaha pertambangan mempengaruhi
masyarakat dan lingkungan sekitarnya, termasuk dengan pemerintah.
Contoh riil yang terjadi, untuk harga barang di kota Taliwang lebih tinggi
dibandingkan daerah lain di NTB. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh
perusahaan.
4. Dana CSR masuk kedalam APBD, tetapi eksekutif dan legislatif perlu tahu
dulu apa kebutuhan riil masyarakatnya dari CSR ini. Bila perlu ada
pengalokasian tersendiri dari CSR sehingga jelas kebijakan CSR menyentuh
kebutuhan riil masyarakat langsung. Tidak perlu membuat program fantastik
seperti ornamen yang mercusuar, tetapi tidak menyentuh basic dasar
kebutuhan masyarakat sandang, pangan dan papan (ukuran kesejahteraan).
5. Ada kordinasi dan penyusunan bersama sehingga tidak terjadi tumpang
tindih, contoh dana Rp. 144 M untuk kegiatan listrik dan air bersih ada di
APBD tetapi dibiayai kembali melalui dana CSR.
ANALISIS HASIL EVALUASI PROGRAM DAN KEBIJAKAN
Pendekatan Government Policies merupakan proses keputusan dasar,
komitmen dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah KSB dalam
rangka mencapai kemandirian warga komunitas, dengan strategi utama eksploitasi
berkelanjutan atas sumber daya lokal yang tersedia. Kebijakan Perda TJSP lahir
dimulai dari tingkat nasional hingga turun ke tingkat kabupaten.
Dalam konteks desentralisasi, pemberdayaan komunitas dalam hal ini
program KSM merupakan hasil dari interaksi yang bersifat bottom-up. Diketahui
program KSM diinisiasi oleh masyarakat, selanjutnya mendapat dukungan
pendanaan dari perusahaan dalam bentuk pemberian input program.
Sedangkan dalam proses pembangunan yang bersifat top-down, yang dalam
kajian ini dipahami sebagai implementasi kebijakan pemerintah daerah melalui
Perda TJSP, dapat dianggap belum memberikan sinergisitas bagi komunitas yang
berdaya. Hal ini diindikasikan dengan proses kemandirian dalam bidang ekonomi
dan modal sosial di dalam kelompok KSM dan komunitas (bonding strategy),
mengembangkan modal sosial KSM keluar komunitas (bridging strategy), serta
60
bersinergi dengan kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah pusat (creating
strategy) belum terjadi.
Kebijakan pembangunan (aras makro) dan pengembangan komunitas (aras
mikro) belum mengalami keseimbangan dinamis. Hal ini terlihat dari hasil
evaluasi program dan kebijakan, dimana kedua pendekatan ini belum
menghasilkan sinergi antara penetrasi Top-Down dengan kekuatan Bottom-up.
Sehingga dapat dikatakan Perspektif pembangunan daerah dalam hal ini Perda
TJSP dan pengembangan masyarakat dalam hal ini program CSR berjalan sendirisendiri.
Efektivitas program CSR dalam meningkatkan kapasitas kelembagaan sosial
masyarakat di sekitar tambang hanya terjadi pada KSM Maris Gama. Tiga KSM
lainnya hanya dapat bertahan dalam satu tahun. Dari hasil penelitian diketahui ada
tiga hal yang menyebabkan KSM tidak dapat meningkatkan kapasitas
kelembagaannya, yaitu: (1) proses pendampingan yang terlalu cepat ditinggalkan;
(2) menganggap ada pelatihan tapi tidak ada tindaklanjut; (3) KSM belum
memiliki usaha ekonomi produktif. Khusus pada KSM Maris Gama, dari FGD
yang dilakukan diketahui ada lima hal yang dapat meningkatkan kelembagaan
KSM tersebut, yaitu: (1) ada pelatihan pembuatan kue dan ada tindaklanjut dari
KSM; (2) Dana dipinjamkan ke anggota diluar kelompok (Rumah Tangga
keluarga karyawan Newmont) untuk mendapatkan tambahan bunga; (3) ada
simpanan wajib yang rutin dilakukan setiap bulan; (4) ada kekompakan ditingkat
kelompok; dan (5) pertemuan rutin minimal sebulan sekali diantara anggota dan
pengurus kelompok untuk membicarakan perkembangan kelompok.
Untuk pengembangan jaringan sosial kelompok penerima manfaat, pada
dasarnya terjadi pada empat KSM di Desa Benete. Namun, setelah berjalan dua
tahun, tiga KSM tidak aktif. Dari hasil penelitian diketahui ada dua hal yang
menyebabkan KSM tidak dapat mengembangkan jaringan, yaitu: (1) kerjasama
dengan BRI tidak berkelanjutan dan (2) pergantian manajemen yang mengelola
program di perusahaan. Untuk KSM Maris Gama, dari hasil FGD diketahui ada
dua hal yang dapat mengembangkan jaringan KSM tersebut, yaitu: (1) kerjasama
dengan BRI berkelanjutan, dimana pinjaman setiap tahunnya meningkat; dan (2)
adanya upaya untuk membangun jaringan dengan pihak perusahaan melalui
pertemuan dengan IKANURA untuk perkenalan masakan khas Sumbawa.
Sedangkan untuk kepercayaan anggota kelompok masyarakat penerima
manfaat, hanya terjadi pada KSM Maris Gama. Dari hasil penelitian diketahui ada
dua hal yang menyebabkan KSM memiliki kepercayaan rendah, yaitu: (1) adanya
krisis kepercayaan antara anggota dengan anggota dan anggota dengan pengurus
KSM. Dana yang dikembalikan anggota, diginakan oleh oknum pengurus untuk
kepentingan pribadi; (2) Anggota KSM menganggap dana tersebut dana
pemberian dari perusahaan. Dari hasil FGD diketahui ada empat hal yang dapat
meningkatkan kepercayaan KSM tersebut, yaitu: (1) kepercayaan anggota kepada
pengurus cukup tinggi, hal ini ditunjukkan dengan tiga tahun lebih KSM terbentuk
pengurus masih tetap dipertahankan; (2) ada komitmen anggota untuk
mengembalikan pinjaman, dengan harapan KSM mereka dapat terus berkembang
menjadi Koperasi; (3) ada kepercayaan dari jaringan dalam hal ini pihak BRI; dan
(4) karakter masyarakat Dusun Tatar yang kompak dan intelektual, hal ini
diketahui dari, hampir seluruh pimpinan desa dan pengusaha berada di dusun
tersebut.
6 CSR PT. NNT, PROFIL KSM, PEMBANGUNAN
MODAL SOSIAL, MODAL FINANSIAL dan BENTUK MODAL
SOSIAL KSM
CSR PT. NNT
Kebijakan tanggung jawab sosial PT. Newmont Nusa Tenggara menyatakan
dalam visi korporasi tambang Newmont (NMC) yaitu menjadi perusahaan
tambang yang paling dihargai dan dihormati melalui pencapaian kinerja terdepan
dalam industri tambang. Guna mencapai visi tersebut, salah satu nilai utama NMC
adalah mewujudkan kepemimpinan di bidang keselamatan kerja, pengelolaan
lingkungan dan tanggungjawab sosial.
Newmont berkeyakinan bahwa melaksanakan tanggung jawab sosial
merupakan hal penting bagi bisnis, dan hal itu diwujudkan dengan membangun
hubungan berdasarkan atas kepercayaan serta nilai tambah bagi masyarakat
dimana Newmont beroperasi.Hal ini dapat dicapai dalam kepemimpinan, dan
penerapan sistem manajemen formal yang andal, yang mendukung pengambilan
keputusan secara efektif, mengelola resiko perusahaan dan mendorong
peningkatan yang berkelanjutan.Hal ini ditegaskan oleh manajer SR PT NNT,
yang menyatakan bahwa:
PT. NNT telah melakukan berbagai program Community
Development (CD) bagi masyarakat sekitar wilayah perusahaan
sebagai wujud pelaksanaan CSR perusahaan. Program CD adalah
bentuk komitmen perusahaan untuk membangun kualitas
kehidupan lebih baik, terutama peningkatan taraf hidup masyarakat
sekitar lokasi perusahaan. Saat ini, program CD tidak hanya dilihat
sebagai bentuk kepedulian sosial terhadap masyarakat, namun juga
sebagai sebuah langkah strategis untuk meningkatkan kinerja
perusahaan dalam menjaga keberlangsungan usaha, terutama bagi
investasi jangka panjang dalam industri pertambangan. Selain itu,
CD bisa menjadi bagian dari perusahaan untuk mendapatkan lisensi
secara sosial.
Pelaksanaan perencanaan program CSR, PT. NNT menerapkan strategi
perencanaan secara partisipatif. Beberapa metode yang digunakan diantaranya
Participatory Rural Appraisal (PRA), Participatory Wealth Ranking (PWR),
Future Search Dialog (FSD) dan Ziel-Orientierte Projekt Planung (ZOPP). Untuk
implementasi program CSR, pelaksanaan program melalui kemitraan dengan
pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, konsultan dan kontraktor lokal,
perguruan tinggi dan kelompok masyarakat.
Berkaitan dengan hal tersebut, PT NNT telah menyusun Rencana Strategis
(Renstra) tahun 2009-2013 sebagai instrumen dan rujukan dalam merumuskan
program CD di sekitar wilayah operasi perusahaan (daerah lingkar tambang),
yakni di Kecamatan Maluk, Jereweh dan Sekongkang serta lima kecamatan lain
yang ada di KSB secara menyeluruh. Dokumen renstra ini memuat rencana
pengembangan masyarakat yang difokuskan pada beberapa bidang, yaitu
pendidikan, kesehatan, pertanian dan pariwisata serta bidang sosial budaya dan
agama.
62
Kelima bidang tersebut, tidak bisa dipungkiri bahwa bidang pertanian
merupakan hal yang sangat krusial karena sektor pertanian menjadi tumpuan
sebagian besar masyarakat yang ada di KSB. Telah tertuang dalam renstra PT
NNT bahwa dalam bidang pertanian akan dilaksanakan beberapa kegiatan yang
bertujuan pada perbaikan sektor pertanian, yang bermuara pada ketahanan pangan
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain:
1) perbaikan infrastrusktur; 2) pembenahan sarana pertanian; 3) peningkatan
teknologi pertanian; dan 4) penguatan kelembagaan.
Untuk monitoring evaluasi program CSR, PT. NNT menggunakan dua
pendekatan, yaitu:
3. Pendekatan internal dengan melakukan Pemantauan dan Evaluasi secara
Partisipatif
4. Pendekatan eksternal dengan melibatkan lembaga mitra seperti, LP3ES,
Dampak Sosial Ekonomi dan Perikanan oleh PPLH, P3L (Universitas
Mataram) dan LPEM-FEUI, Implementasi Program oleh Gemilang dan
Transform NTB, INDEF Jakarta, Mitra Samya Mataram, Five Star Team,
ISO14001
Pelaksanaan CSR PT. NNT di Desa Benete, terdapat beberapa kegiatan
bidang pertanian yang diimplementasikan diantaranya: peningkatan produktivitas
hasil panen lahan pertanian, peningkatkan akses permodalan kegiatan usaha
produktif bagi perempuan petani melalui KSM, pembangunan infrastruktur
(embung) dan penguatan kapasitas kelompok.
Profil KSM di Desa Benete
Desa Benete adalah satu desa yang menjadi sasaran berbagai program KSM
sejak tahun 2009. Lahirnya program KSM yang digagas masyarakat yang
mendapat dukungan perusahaan dilatarbelakangi oleh semangat untuk
mengembangkan program yang telah berlangsung beberapa tahun yaitu Program
Pelatihan dan Pengembangan Pertanian Terpadu (P4T) yang lebih fokus pada
produksi hasil pertanian. Kesulitan petani memperoleh saprodi dan harganya
mahal, petani tidak punya modal usaha (tanam 1 kali dalam 1 tahun), petani tidak
punya tabungan (pinjam dengan bunga tinggi) dan uang petani lari ke kios-kios
dengan harga tinggi merupakan problematika yang ditemukan dalam proses
assesment.
Awal tahun 2010, terbentuk empat KSM di masing-masing dusun, yaitu
KSM Maris Gama, KSM Harmoni, KSM Ai Panan dan KSM Dermaga Biru.
Setiap KSM memiliki anggota 20 orang yang keseluruhannya merupakan ibu-ibu.
Khusus KSM Dermaga Biru, merupakan KSM yang berlokasi di pantai Benete
memiliki anggota terdiri dari para ibu-ibu nelayan. Profil masing-masing KSM,
digambarkan pada Tabel 6.
63
Tabel 6. Profil empat KSM di Desa Benete
No
1.
2.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Profil
Lokasi
Komunitas
Asal
komunitas
Jumlah
penduduk
Mata
pencaharian
Interaksi
sosial
Tatanan
kehidupan
KSM
Ai Panan
Dusun
Jereweh
Masyarakat
Masyarakat
yang
yang pindah
dipindahkan
dari Desa Belo
dari
daerah Kecamatan
pegunungan
Jereweh
Dermaga Biru
Dusun
Nangkalanung
Transmigran
dan pendatang
Harmoni
Dusun Singa
Maris Gama
Dusun Tatar
200 KK
91 KK
Masyarakat
yang
dipindahkan
dari
daerah
pegunungan
(lokasi dibawah
masyarakat
singa)
130 KK
Nelayan
Petani
dan
hasil hutan
Akrab
Kurang aktab
Tidak
mengutamakan
nilai dan adat
istiadat untuk
mengatur tata
kehidupan
Stok modal
Rendah
sosial
Stratifikasi
Status
sosial
pemerintah
desa dan PNS
dipandang
sebagai lapisan
sosial tertinggi
dalam
masyarakat.
Mengutamakan
nilai dan adat
istiadat untuk
mengatur tata
kehidupan
tinggi
Status Pegawai
PT.
NNT,
pengusaha dan
PNS,
dipandang
sebagai lapisan
sosial tertinggi
dalam
masyarakat.
88 KK
Petani
Akrab
Kurang
mengutamakan
nilai dan adat
istiadat untuk
mengatur tata
kehidupan
rendah
Status Pegawai
PT.
NNT,
pengusaha dan
PNS,
dipandang
sebagai lapisan
sosial tertinggi
dalam
masyarakat.
Petani dan hasil
hutan
Akrab
kekeluargaan
Mengutamakan
nilai dan adat
istiadat untuk
mengatur tata
kehidupan
tinggi
Status Pegawai
PT.
NNT,
pengusaha dan
PNS, dipandang
sebagai lapisan
sosial tertinggi
dalam
masyarakat.
Sumber: diolah dari hasil wawancara dan data profil Desa Benete
Tabel 6 menunjukkan, bahwa ada perbedaan lokasi dari masing-masing
KSM. Jumlah penduduk Dusun Nangkalanung lebih banyak dari dusun lainnya,
hal ini dikarenakan asal penduduk di dusun tersebut bertambah dari banyaknya
pendatang dari pulau Lombok dan Jawa. Desa Nangkalanung berbatasan langsung
dengan laut, sehingga sebagian masyarakatnya berdomisili di pantai dengan mata
pencaharian sebagai nelayan. Sedangkan tiga dusun lain, rata-rata sebagai petani.
Masyarakat di Dusun Singa dan Tatar, memiliki tatanan kehidupan yang
mengutamakan nilai dan adat istiadat untuk mengatur tata kehidupan, hal ini
didasarkan asal masyarakat yang sama. Sedangkan dua dusun lainnya memiliki
tatanan kehidupan yang kurang kuat, hal ini dipengaruhi oleh asal masyarakat
yang tidak sama. Stratifikasi sosial di tiga dusun menunjukkan status pegawai
perusahaan menempati lapisan sosial tertinggi di masyarakat, disusul kemudian
oleh pegawai negeri sipil. Sedangkan di Dusun Nangkalanung, stratifikasi sosial
64
tertinggi ada di pemerintahan desa dalam hal ini Kepala Desa, baru kemudian
pegawai negeri. Hal ini dikarenakan, sebagian besar penduduk Dusun
Nangkalanung merupakan pendatang, sehingga hubungan dengan pemerintahan
desa sangat tinggi. Kondisi tatanan kehidupan di empat dusun mempengaruhi stok
modal sosial di masing-masing dusun.
Perencanaan Program KSM
Lahirnya program KSM yang digagas masyarakat yang mendapat dukungan
perusahaan dilatarbelakangi oleh semangat untuk mengembangkan program yang
telah berlangsung beberapa tahun yaitu Program Pelatihan dan Pengembangan
Pertanian Terpadu (P4T) yang lebih fokus pada produksi hasil pertanian.
Kesulitan petani memperoleh saprodi dan harganya mahal, petani tidak punya
modal usaha (tanam 1 kali dalam 1 tahun), petani tidak punya tabungan (pinjam
dengan bunga tinggi) dan uang petani lari ke kios-kios dengan harga tinggi
merupakan problematika yang ditemukan dalam proses assesment.
Secara umum KSM di Desa Benete belum memenuhi beberapa prinsip yang
perlu menjadi pedoman sebuah kelompok swadaya masyarakat. Beberapa prinsip
tersebut, pertama, karakter saling mempercayai dan saling mendukung. Karakter
untuk, bisa mendorong para anggota untuk mengekspresikan gagasan, perasaan
dan kekhawatirannya dengan nyaman hanya terjadi pada KSM Maris Gama,
sedangkan di tiga KSM lain belum terjadi. Dengan demikian, setiap anggota di
tiga KSM belum memiliki keleluasaan mengungkapkan pemikiran dan pendapat,
serta mampu mengajukan usul dan saran yang perlu dijadikan pembahasan dalam
rapat kelompok tanpa adanya rasa segan atau adanya hambatan psikologis lainnya.
Program KSM difokuskan pada ibu-ibu petani dan nelayan. Kondisi ini
dipengaruhi oleh, keterlibatan perempuan dalam pertanian di Desa Benete sangat
tinggi. Sistem pertanian yang masih tradisional, menempatkan perempuan
memiliki keterampilan memilih benih padi yang baik untuk disimpan dan ditanam
pada musim berikutnya. Perempuan pula yang mempersiapkan pupuk, obatobatan dan proses panen. Kemampuan tersebut menjadikan posisi perempuan
dalam posisi sentral untuk memenuhi kebutuhan bertahan hidup keluarganya.
Peran perempuan dalam pertanian di Benete, tidak hanya penting di sektor
budidaya, tetapi perempuan juga terlibat dalam kegiatan pasca panen dan
perdagangan hasil pertanian.
Oleh karena itu, untuk mengatasi terbatasnya perempuan tani dalam
mengakses modal finansial untuk membantu memenuhi kebutuhan, maka program
memposisikan perempuan sebagai subyek dari program KSM.
Secara umum tujuan KSM adalah untuk meningkatkan pendapatan petani
dari kegiatan usaha tani di Desa Benete dengan indikator keberhasilan Pendapatan
petani dampingan dari sektor pertanian meningkat menjadi 1 USD/orang/hari .
Sedangkan tujuan khususnya adalah meningkatkan akses permodalan
kegiatan usaha produktif bagi perempuan petani, dengan indikator keberhasilan
yaitu; (1) 4 KSM mempunyai usaha produktif; (2) standar pembukuan 80%; dan
(3) tingkat kredit macet atau non performing loan/NPL (<10 %). (Lampiran 1.
Log Frame Program)
KSM mampu menyediakan kebutuhan petani dalam melakukan aktifitas
bertani di sekitar wilayah, antara lain berupa; (pupuk, bibit atau benih, herbisida,
65
sarana produksi tani dan modal kerja) dan KSM mampu mengelolah keuangan
mikro petani, dalam bentuk tabungan dan sembako.
Untuk perencanaan atau penyusunan anggaran program, masyarakat atau
kelompok tidak dilibatkan, hanya dilakukan oleh perusahaan. Masyarakat terlibat
dalam perencanaan ketika mulai membentuk kelompok dan menyusun program
kerja di tingkat KSM.
Pelaksanaan Program KSM
Hasil focus group discussion (FGD),secara umum ada tiga bentuk input
yang diberikan perusahaan terhadap program KSM, yaitu:
4. Input pendanaan, yaitu input berupa bantuan modal usaha sebesar Rp.
15.000.000,- per KSM, namun dalam realisasinya per KSM hanya
menerima sebesar Rp. 13.500.000,-. Berkurangnya dana yang diterima
KSM, dikarenakan dana yang diberikan oleh perusahaan dijadikan sebagai
jaminan di Bank BRI guna mengantisipasi pinjaman KSM jika gagal bayar.
Untuk memperoleh dana pinjaman, KSM mengajukan proposal pinjaman
yang ditujukan ke Bank BRI;
5. Input pendamping lapangan, yaitu input berupa penempatan satu orang
pendamping lapangan, yang bertugas memfasilitasi kelompok dalam proses
pelaksanaan kegiatan. Pendamping lapangan berasal dari lembaga lokal
yang dikontrak oleh perusahaan yaitu Yayasan Serikat Petani Nelayan
Sumbawa Barat (SPNSB). Proses pendampingan terhadap KSM dilakukan
dengan mendatangi satu KSM setiap harinya. Mengenai waktu
pendampingan disesuaikan dengan permintaan anggota KSM, dimana jika
diminta datang pada waktu malam hari, maka pendamping akan datang pada
malam hari.
Pelaksanaan pendampingan, ada beberapa prinsip yang menjadi pegangan
dalam melaksanakan pendampingan, yaitu (1) memulai dari apa yang mereka
punya, (2) saling belajar-mengajar, (3) masyarakat sebagai pelaku, (4)
pendamping sebagai fasilitator, (5) terbuka, (6) kekeluargaan, dan (7) melebur
diri.
Ada tiga peran pendamping yaitu sebagai motivator, konsultan dan
penghubung/katalis. Tahapan pendampingan ada tiga yang ditetapkan yaitu:
4. Tahap Penumbuhan
a. Pendekatan kepada masyarakat
 Mempersiapkan diri
 Memperkenalkan diri
 Mengumpulkan informasi dasar
b. Metode/Teknik Penumbuhan KSM
 Menumbuhkan kelompok baru
 Mengembangkan kelompok yang telah ada
5. Tahap Perkembangan
a. Pelatihan Peningkatan Keterampilan
b. Bimbingan Teknis Pasca Pelatihan
6. Tahap Mandiri
a. Bantuan/Bimbingan Teknis
b. Peran penghubung
66
6. Input pelatihan, yaitu input berupa penguatan kapasitas bagi kelompok, baik
secara kelembagaan maupun individu. Pelatihan yang sempat dilakukan
adalah pelatihan pembuatan kue yang diselenggarakan di kantor desa.
Kegiatan difasilitasi oleh fasilitator dengan pembiayaan dari perusahaan.
Prosedur pengelolaan dana menjadi faktor penting dalam pelayanan KSM
karena hal ini menentukan keberlanjutan dari KSM. Alur proses program KSM
dapat digambarkan pada Gambar 8.
KSM
membuat
proposal
Pengembal
ian dana ke
BRI
Proposal di
terima
Bank BRI
Pembagian
SHU
Pencairan
dana
pinjaman
Pengelolaan
- Simpanan
- Bunga
Pinjaman
Gambar 8. Proses program pengelolaan dana KSM
Gambar 8 menunjukkan bahwa tahapan proses pengelolaan dana dimulai
dari kelompok membuat proposal pinjaman didampingi pendamping lapangan,
kemudian proposal diajukan ke Bank BRI. Proses pengajuan dan pencairan dana
ke BRI dilakukan oleh pengurus (ketua, sekretaris dan bendahara). Setelah dana
diterima, maka pengaturan proses simpan pinjam terjadi di internal KSM. Di akhir
tahun, diharapkan pengembalian dana pinjaman anggota dikembalikan bersama
bunga pinjaman, untuk kemudian dibagikan Sisa Hasil Usaha (SHU). Setelah itu,
KSM memiliki kewajiban mengembalikan pinjaman pokok kepada BRI beserta
bunga pinjaman. Setelah dana pinjaman kembali ke BRI diakhir tahun, maka
untuk pinjaman selanjutnya KSM kembali menyusun proposal dengan proses
siklus yang sama.
Pencapaian Program KSM
Secara umum empat KSM menerima input yang diberikan oleh program.
Untuk input pendanaan, yang diberikan di tahun pertama program, ke empat KSM
menerima dalam jumlah yang sama dari BRI. Di tahun kedua, KSM Dermaga
Biru tidak menerima input dana lagi, sedangkan dua KSM (Ai Panan dan
67
Harmoni) masih menerima jumlah dana yang sama, dan satu KSM yaitu Maris
Gama sudah ada peningkatan input pendanaan.
KSM Dermaga Biru hanya satu kali di tahun awal menerima modal bantuan
kredit sebesar Rp. 15.000.000,-. Sedangkan KSM Ai Panan dan KSM Harmoni
dua kali mendapatkan bantuan modal kredit dengan jumlah yang sama setiap
tahunnya. Khusus KSM Maris Gama, bantuan modal kredit diperoleh tiga kali dan
ada penambahan modal usaha di tahun kedua sebesar Rp. 23.000.000,- dan di
tahun ketiga Rp. 27.000.000,-.
Perbedaan penerimaan input dana oleh KSM di tahun berikutnya disebabkan
oleh adanya KSM yang tidak disiplin mengembalikan pinjaman ke BRI, sehingga
tidak mendapatkan pinjaman lagi. Sedangkan perbedaan besaran dana yang
diterima di tahun kedua oleh tiga KSM, disebabkan oleh adanya penilaian bank
BRI terkait dengan keaktifan anggota KSM dalam pengembalian. Waktu
pengembalian yang lebih cepat dan sistem pengaturan pengelolaan pinjaman yang
lebih baik di internal KSM Maris Gama, membuat KSM ini mendapatkan
kepercayaan BRI, sehingga mendapatkan tambahan dana di tahun kedua dan
ketiga.
Ditegaskan oleh pendamping lapangan bahwa, penyebab gagalnya
keberlanjutan kegiatan ketiga KSM tersebut karena:
4. Anggota KSM yang meminjam tidak disiplin dalam mengembalikan dana
pinjaman, karena menganggap dana tersebut dana pemberian dari perusahaan;
5. Anggota KSM lain terpengaruh dengan adanya anggota di KSM lainnya yang
tidak melakukan pengembalian; dan
6. Adanya krisis kepercayaan antara anggota dengan pengurus KSM,
disebabkan dana yang telah disetorkan oleh anggota ke pengurus, digunakan
untuk kepentingan pribadi pengurus, sehingga tidak dapat digulirkan kembali.
Proses pendampingan dilakukan oleh seorang fasilitator lapangan yang
berasal dari lembaga mitra perusahaan. Dalam proses pendampingan prinsipprinsip pendampingan telah diupayakan diterapkan secara maksimal oleh
pendamping lapangan untuk mengembangkan KSM. Untuk tahapan
pendampingan, sudah sampai pada tahap perkembangan, dalam hal ini pelatihan
peningkatan keterampilan. Tahapan perkembangan KSM belum sesuai yang
direncanakan, disebabkan oleh beberapa kendala yang dihadapi fasilitator
diantaranya; (1) waktu pertemuan kelompok yang tidak bisa rutin (pengurus sulit
ditemui, anggota sibuk dengan kegiatan). Kondisi ini terjadi karena anggota
belum memahami peran pendamping secara utuh dan tidak adanya perencanaan
jadwal pendampingan yang disepakati bersama. (2) adanya krisis kepercayaan di
internal anggota KSM, yang tidak diketahui secara jelas oleh pendamping apa
penyebab konflik yang terjadi pada anggota. (3) adanya pergantian personel di
perusahaan, sehingga komunikasi harus mulai dari awal, bahkan program sampai
terhenti, sehingga membuat fasilitator mengalami hambatan dalam proses
pendampingan.
Input pelatihan yang diberikan perusahaan tidak dapat ditindaklanjuti oleh
KSM. Hal ini dikarenakan tidak adanya dukungan dana untuk mengembangkan
hasil pelatihan. Bagi anggota KSM sendiri, hal ini sudah dapat diduga karena
sudah sering pelatihan-pelatihan yang selama ini difasilitasi perusahaan tidak
pernah ada tindaklanjutnya.
68
Berdasarkan pemaparan diatas, secara umum KSM yang ada di Desa Benete
dapat dikatakan belum sesuai dengan namanya dan prinsip pemberdayaan. Hal ini
didasarkan pada proses kelahiran kelompok memang berasal dari kesadaran
masyarakat sendiri, yaitu gagasan kelompok muncul dari masyarakat. Namun
hanya sampai pada gagasan saja, sedangkan perencanaan dilakukan oleh
pendamping dan perusahaan. Sumberdaya yang dikelola KSM, dalam hal ini
sumberdaya finansial bersumber dari perusahaan, sehingga ada ketergantungan
kelompok terhadap perusahaan.
Sebagai wadah bagi pemberdayaan anggota-anggotanya, KSM belum
memenuhi beberapa prinsip yang perlu menjadi pedoman sebuah kelompok
swadaya masyarakat. Beberapa prinsip tersebut, pertama, karakter saling
mempercayai dan saling mendukung. Karakter untuk, bisa mendorong para
anggota untuk mengekspresikan gagasan, perasaan dan kekhawatirannya dengan
nyaman hanya terjadi pada KSM Maris Gama, sedangkan di tiga KSM lain belum
terjadi. Dengan demikian, setiap anggota di tiga KSM belum memiliki
keleluasaan mengungkapkan pemikiran dan pendapat, serta mampu mengajukan
usul dan saran yang perlu dijadikan pembahasan dalam rapat kelompok tanpa
adanya rasa segan atau adanya hambatan psikologis lainnya.
Kedua, mandiri dalam membuat keputusan. Kebersamaan kelompok hanya
trerjadi pada KSM Maris Gama, sedangkan di tiga kelompok belum terjadi. Hal
ini terjadi karena, proses pengambilan keputusan melalui kesepakatan yang
diambil oleh kelompok itu sendiri belum terjadi. Keputusan kelompok lazimnya
merupakan hasil dari permusyawaratan bersama dan tidak diperkenankan adanya
dominasi dari perorangan atau beberapa orang yang bersifat pemaksaan kehendak
atau intervensi dari pihak manapun. Namun yang terjadi, dominasi dari pengurus
sangat dominan dalam mengambil keputusan.
Ketiga, mandiri dalam menetapkan kebutuhan. Penetapan kebutuhan
kelompok, khususnya dalam kegiatan simpan dan pinjam hanya terjadi pada KSM
Maris Gama. Hal ini diketahui dari besaran nilai pinjaman kelompok yang
diajukan dan disetujui pihak BRI. Selain itu, besaran pinjaman yang diberikan ke
anggota, disesuaikan dengan kebutuhan anggota. Melalui basis kelompok,
dimungkinkan terjadinya proses belajar bersama yang lebih efisien dan efektif.
Sedangkan di tiga KSM lain belum terjadi penetapan kebutuhan dana sesuai
kebutuhan, misalnya dalam hal pinjaman dana, dana yang diperoleh kelompok
langsung dibagi rata oleh KSM.
Keempat, Partisipasi yang nyata. Peluang setiap anggota untuk memberikan
kontribusi kepada anggota kelompok yang lainnya, sebagai wujud komitmen
kebersamaan berjalan pada KSM Maris Gama. Hal ini diketahui dari dana
pinjaman yang ada, yaitu anggota hanya meminjam sesuai kebutuhan, jika tidak
butuh maka anggota memberikan peluang bagi anggota lain untuk mendapatkan
pinjaman lebih besar sesuai kebutuhan. Dengan kondisi ini, potensi untuk
menumbuhkan keswadayaan KSM Maris Gama dalam wujud partisipasi nyata
terbuka luas. Sedangkan di tiga KSM lain belum terjadi partisipasi yang nyata,
misalnya dalam rapat-rapa kelompok jarang dilakukan, sehingga kehadiran
anggota, ketika rapat sedikit.
69
Pembangunan Modal Sosial KSM
Francis Fukuyama dalam dalam Sarosa & Amri (2008), seorang ahli sosialekonomi, menjelaskan modal sosial sebagai nilai atau norma yang diakui bersama
oleh anggota-anggota suatu kelompok atau masyarakat, yang memungkinkan
terjadinya kesepahaman dan kerjasama diantara mereka. Menurut Bank Dunia,
modal sosial merujuk pada berbagai norma dan jejaring (network) yang
memungkinkan terjadinya tindakan bersama. Modal sosial terdiri dari berbagai
institusi, hubungan, dan kebiasaan yang menentukan kualitas dan kuantitas dari
interaksi sosial dalam sebuah masyarakat.
Desa Benete memiliki empat dusun yaitu Dusun Singa, Nangkalanung,
Jereweh dan Tatar, yang lokasi asal masyarakat masing-masing dusun sebelum
dipindahkan ke wilayah Benete berbeda. Karakter yang berbeda, misalnya bahasa,
mata pencaharian yang berbeda, menyebabkan pada umumnya memiliki stok
modal sosial yang rendah pada tingkat desa, tetapi memiliki stok modal sosial
yang tinggi pada masing-masing dusun. Stok modal sosial tinggi yang dicirikan
oleh adanya rasa percaya, kerjasama, ikatan masyarakat, pertukaran informasi
yang kuat serta norma yang mengikat terhadap seluruh anggotanya untuk
mewujudkan harapan bersama dan menghindari sifat oportunistik individu terjadi
pada tingkat dusun. Selain itu, adanya stok modal sosial juga akan terlihat dari
tingginya tata perilaku masyarakat terhadap setiap kegiatan yang bertujuan untuk
kebaikan bersama.
Realisasi program CSR melalui KSM, secara tidak langsung memberikan
sumbangan terhadap modal sosial masyarakat di masing-masing dusun. Dalam hal
ini, apabila program CSR dapat secara riel meningkatkan kualitas stok modal
sosial, maka dapat diartikan pula bahwa telah terjadi perbaikan kondisi
perekonomian masyarakat. Namun Kondisi tersebut tidak terjadi pada program
kelompok swadaya masyarakat yang ada pada KSM di masing-masing dusun.
Dalam kajian ini, peneliti memfokuskan modal sosial dalam tiga unsur yaitu
norma, kepercayaan (trust), dan jejaring (network) yang memungkinkan KSM
lebih terkoordinasi, anggota bisa berpartisipasi, bekerjasama dalam mencapai
tujuan. Modal sosial lebih ditekankan pada hubungan sosial dan pola-pola
organisasi sosial yang diciptakan untuk memperoleh kekuatan yang potensial
untuk perkembangan ekonomi.
Norma
Sistim nilai dan norma dalam kelompok
KSM di Desa Benete berbentuk organisasi sosial non formal, dimana
dibentuk tanpa perumusan tertulis atau adanya aturan yang ada. Struktur
organisasi kepengurusan yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara belum
terumuskan dengan baik, yang menerangkan hubungan otoritas dan
tanggungjawab masing-masing pihak. Tugas masing-masing pihak belum
terspesifikasikan. Bentuk komunikasi antar pengurus dengan pengurus, antar
pengurus dengan anggota juga belum ada.
Ada kegiatan simpanan pokok, simpanan wajib, kegiatan pinjaman dan
pembagian keuntungan dalam bentuk SHU. Pembukuan KSM masih terbilang
sederhana, dalam arti buku administrasi yang tersedia hanya buku simpanan dan
70
buku pinjaman. Aturan yang mengatur proses kegiatan simpan, pinjam dan
pembagian SHU belum tersedia secara tertulis pada KSM. Aturan terkait proses
pengisian pembukuan juga belum tersedia. Sehingga secara kelembagaan, dapat
dikatakan bahwa KSM berjalan berdasarkan kondisi yang ada.
Kegiatan simpan dan pinjam terbatasi oleh jumlah dana yang tesedia di
KSM, jika dana ada maka proses pinjaman dapat berjalan, jika tidak ada dana
maka kegiatan di KSM tidak ada. Untuk besaran simapanan, ada kesepakatan
anggota terkait besaran nilainya, yaitu simpanan pokok Rp. 10.000,- per anggota
dan Rp. 5.000,- per anggota untuk simpanan wajib. Sedangkan, besaran pinjaman
dilakukan dengan membagi rata dana yang tersedia, belum berdasarkan
kebutuhan. Kondisi ini terjadi, karena belum ada kesepakatan yang jelas terkait
aturan besaran pinjaman dari yang tersedia. Kesepakatan besaran pinjaman, masih
sebatas kesepakatan lisan. Kesepakatan lisan ini membuat anggota mengalami
kesulitan memahami kesepakatan tersebut, karena bentuknya tidak tertulis dan
pada akhirnya tidak ada yang menjadi acuan untuk ditaati.
Monitoring dan evaluasi (monev) program KSM dilakukan secara
partisipatif di akhir tahun, yang melibatkan anggota, pendamping dan perwakilan
perusahaan. Hasil monev didokumentasikan oleh pendamping dan diserahkan
kepada perusahaan. Dokumentasi hasil monev tidak diberikan kepada kelompok,
sehingga kelompok tidak memiliki dokumen yang menjadi dasar untuk
melakukan perbaikan.
Tata perilaku dalam kelompok
Proses musyawarah mufakat anggota dan pengurus pada dasarnya terjadi
pada tingkat kelompok, misalnya pada proses pemilihan pengurus dan
menentukan besaran nilai simpanan pokok dan wajib. Namun pada beberapa
proses lain yang juga menentukan keberlanjutan kelompok tidak terjadi, misalnya
musyawarah untuk membuat aturan terkait jumlah pinjaman, masa jabatan
pengurus dan pembagian SHU.
Pada awal program, keaktifan anggota dalam menghadiri rapat kelompok
baik, misalnya dalam memilih pengurus. Namun setelah program berjalan,
keaktifan anggota berkurang, karena pertemuan rapat-rapat kelompok jarang
dilakukan oleh pengurus. Keaktifan pengurus untuk mengadakan rapat rendah,
sehingga hal ini mempengaruhi pula keaktifan anggota untuk menghadiri rapat
jika diadakan.
Leadership dari pengurus KSM berbeda-beda, ada yang memimpin secara
otoriter dan ada yang cukup demokratis. Kepemimpinan otoriter, terlihat dari cara
pengelolaan dana, dimana semua kegiatan simpan, pinjam dan SHU ditentukan
sendiri oleh pengurus dalam hal ini ketua. Sedangkan kepemimpinan yang
demokratis, pengurus terlibat aktif bersama anggota menentukan besaran
pinjaman dan pembagian SHU. Posisi ketua bisa dikatakan sebagai fasilitator dan
pada akhirnya memutuskan apa yang disepakati oleh anggota.
Kedisiplinan anggota dan pengurus dalam mengembalikan dana pinjaman,
hanya terjadi pada KSM Maris Gama, sedangkan tiga KSM lain tidak terjadi.
Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh kepercayaan antar anggota dan pengurus
lemah.
71
Kepercayaan
Hubungan interaksi antar anggota KSM diawal program baik. Kondisi ini
dipengaruhi oleh, anggota berasal dari dusun yang sama dan ketika pemilihan
anggota dalam satu KSM, anggota memilih sendiri siapa yang dirasa nyaman
untuk diajak berkelompok. Selain itu kondisi interaksi anggota dengan
pendamping dan perwakilan perusahaan juga baik. Hal ini diketahui dari,
pendamping lapangan yang memfasilitasi pembentukan KSM dan pemilihan
pengurus kelompok disaksikan perwakilan perusahaan.
Setelah KSM terbentuk dan pengurus terpilih, interaksi kelompok dengan
pihak perbankan dalam hal ini BRI mulai terbangun. Interaksi terjadi, karena
adanya dana dukungan program dari perusahaan yang penyalurannya melalui
BRI. Atas dasar itu, kelompok berhubungan dengan BRI.
Namun pada saat program mulai berjalan khususnya pengembalian
pinjaman, kondisi hubungan interaksi anggota mulai bermasalah. Kondisi
interaksi yang terputus pertama terjadi pada KSM Dermaga Biru. Interaksi antar
anggota tidak terjadi lagi pasca dana pinjaman digulirkan. Interaksi kelompok
dengan pendamping juga mengalami kesulitan karena pengurus dan anggota sulit
ditemui. Interaksi dengan BRI dan perusahaan juga tidak terjadi, sehingga pada
akhirnya anggota kelompok tidak ada yang mengembalikan pinjaman. Pada tahap
berikutnya, dua KSM (Ai Panan dan Harmoni) mengalami hal yang tidak jauh
berbeda dengan KSM Dermaga Biru. Anggota kedua KSM terpengaruh dengan
anggota KSM di Dermaga Biru, yaitu anggota tidak mengembalikan pinjaman
tidak ada sangsi apapun, baik dari BRI, perusahaan maupun pendamping. Selain
itu, ada beberapa kasus anggota tidak mengembalikan karena tidak percaya
dengan pengurus. Dana yang dikembalikan anggota dimanfaakan oleh pengurus
untuk kepentingan pribadi. Kondisi ini akhirnya ikut memberikan kontribusi KSM
tidak aktif lagi.
Menurut beberapa anggota kelompok KSM Dermaga Biru, yang tidak
mengembalikan dana;
“dana tersebut dana pemberian dari perusahaan, jadi tidak perlu
dikembalikan karena program-program sebelumnya dari perusahaan
yang penyalurannya melalui lembaga perusahaan tidak ada
pengembalian”
Beberapa anggota kelompok Harmoni dan Ai Panan, menyatakan:
“Krisis kepercayaan yang terjadi di kelompok disebabkan karena
pengurus tidak transparan dalam kelola dana, sehingga anggota
merasa tidak perlu mengembalikan. Jika dikembalikan, akan diambil
oleh pengurus. Selain itu, mereka melihat bahwa tidak ada sangsi
apapun di kelompok yang tidak mengembalikan”
Interaksi antar anggota dan pengurus, pendamping, perwakilan perusahaan
dan pihak BRI cukup baik. Kondisi ini secara tidak langsung memberi kontribusi
pada KSM Maris Gama, sehingga masih bisa bertahan hingga saat ini.
Sebagaimana ditegaskan ketua kelompok:
“Ada empat hal yang menyebabkan KSM Maris Gama tetap terjaga,
yaitu:(1) kepercayaan anggota kepada pengurus cukup tinggi, hal ini
72
ditunjukkan dengan tiga tahun lebih KSM terbentuk pengurus masih
tetap dipertahankan; (2) ada komitmen anggota untuk
mengembalikan pinjaman, dengan harapan KSM mereka dapat terus
berkembang menjadi Koperasi; (3) ada kepercayaan dari jaringan
dalam hal ini pihak BRI, hal ini dibuktikan dengan meningkatnya
jumlah pinjaman yang diberikan kepada kelompok; dan (4) karakter
masyarakat Dusun Tatar yang dapat diaktegorikan cukup kompak
dan intelektual, dimana kekuatan ekonomi berada di dusun Tatar,
misalnya pimpinan desa dan pengusaha.
Kondisi interaksi antar anggota dan juga pengurus, secara langsung
mempengaruhi norma dan jejaring yang ada pada kelompok.
Jejaring
Hubungan antar KSM di desa Benete belum terbangun. Hal ini dikarenakan
KSM masih terfokus pada satu unit usaha simpan dan pinjam dengan mengelola
dana yang terbatas, sehingga tidak memungkinkan ada terjadi kerjasama. Faktor
lain yang juga mempengaruhi adalah karakter sosial masyarakat yang berbeda.
Perbedaan karakter ini, dikarenakan kelompok yang ada di masing-masing dusun
bermukiml di lokasi yang berbeda sebelum dipindahkan ke Desa Benete. Dalam
hal ini terdapat pengertian adanya hubungan sosial yang belum terikaat sehingga
belum membuat adanya kepercayaan.
Hubungan dengan pihak lain, secara langsung telah terbangun dengan
pendamping lapangan, pihak BRI dan prusahaan. Pada dasarnya jaringan sosial
terbentuk karena adanya hubungan saling membantu dalam melaksanakan
program. Hubungan kelompok dengan pendamping, didasarkan pada adanya
program KSM, yaitu kelompok dibantu dalam hal manajemen pengelolaan dan
berhubungan dengan perbankan oleh pendampingan. Hubungan pendamping
sendiri, selain membantu memfasilitasi kegiatan kelompok, juga sebagai
kontraktor perusahaan dalam mensukseskan visi comdev perusahaan.
Hubungan kelompok dengan BRI, pada dasarnya terkait akses dana yang
disalurkan oleh perusahaan, untuk kemudian dikelola oleh kelompok. Sedangkan
hubungan BRI dengan KSM tidak saja didasarkan pada kepentingan BRI sebagai
membantu menyalurkan pinjaman perusahaan, tetapi juga mendapatkan profit dari
kegitan. Hal ini dapat dilihat dari, dana yang disalurkan perusahaan melalui BRI
sebesar Rp. 15.000.000,- tetapi yang diterima per kelompok sebesar Rp.
13.500.000,-. Selisih besaran dana tersebut merupakan keuntungan BRI.
Hubungan perusahaan dengan BRI, diprakarsai oleh perusahaan dengan
maksud agar kelompok memiliki tanggung jawab terhadap dana yang dipinjam di
BRI. Dengan keterlibatan bank, optimisme pengembalian pinjaman dana bisa
berjalan dengan baik dan program bisa berkelanjutan. Kerjasama ini,
dilatarbelakangi juga oleh kegagalan perusahaan dalam program bantuan finansial
kepada masyarakat dan kelompok-kelompok yang disalurkan oleh lembagalembaga perusahaan.
Jaringan yang terbentuk lebih berasal dari hubungan antar kelompok dengan
institusi. Hubungan atau jaringan kerjasama dengan pemerintah daerah belum terjadi
sama sekali, baik itu dalam pembinaan, konsultasi maupun dukungan materi kepada
73
kelompok KSM. Kondisi jaringan yang belum maksimal, dipengaruhi oleh kondisi
norma dan rasa saling kurang percaya di KSM.
Modal Finansial
Ronald S. Burt dalam Ibrahim (2002) menuliskan modal sosial sebagai;
“...natural qualities – charm, healt, intellegence and looks –
combined with the skills you have acquired in formal education
and job experience give you abilities to excel at certain task”
Kemudian Burt membedakannya dengan modal keuangan (financial capital)
sebagai uang tunai yang dimiliki, simpanan di bank, investasi, fasilitas kredit.
Batasan modal keuangan lebih jelas, tetapi ada yang memasukkan modal
keuangan sebagai bagian dari modal fisik secara material. Modal fisik dikaitkan
dengan benda, alat, mesin, gedung, infrastruktur fisik, jaringan transportasi,
buatan manusia atau bentuk material lain, yang memfasilitasi kegiatan manusia.
Bentuk modal finansial yang diberikan perusahaan terhadap KSM, berupa
pendanaan yang penyalurannya melalui BRI. Modal finansial ini diberikan kepada
kelompok melalui pihak BRI. Proses mendapatkan akses modal tersebut, melalui
kelompok dengan membuat proposal. Modal finansial selanjutnya dikelola oleh
kelompok melalui kegiatan pengelolaan simpanan, pinjaman dan pembagian sisa
hasil usaha. Input modal finansial yang diberikan ke masing-masing KSM
ditampilkan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Input modal finansial untuk 4 KSM dalam tahun
Tahun
KSM
Dermaga
Biru
Ai Panan
Harmoni
2010 (Rp)
2011 (Rp)
2012 (Rp)
15.000.000,-
0,-
0,-
15.000.000,-
15.000.000,-
0,-
15.000.000,-
15.000.000,-
0,-
Maris Gama
15.000.000,23.000.000,Sumber: Diolah dari hasil wawancara dan FGD
27.000.000,-
Tabel 7 menunjukkan modal fisik yang dikelola oleh empat KSM yang ada
di Desa Benete. KSM Dermaga Biru hanya satu tahun (2010) di tahun awal
menerima modal, setelah itu tidak mendapatkan bantuan modal pinjaman karena
gagal melakukan pengembalian. Sedangkan KSM Ai Panan dan KSM Harmoni
dua tahun (2010-2011) mendapatkan bantuan modal kredit dengan jumlah yang
sama setiap tahunnya. Namun pada tahun berikutnya tidak mendapatkan lagi
karena gagal melakukan pengembalian. Khusus KSM Maris Gama, bantuan
modal diperoleh tiga tahun dan ada penambahan modal usaha di tahun kedua dan
tahun ketiga.
74
KSM Maris Gama telah berhasil untuk memperjuangkan aspirasi dan
kebutuhan anggota agar benar-benar terlibat secara aktif dalam proses
pengambilan keputusan, khususnya yang berhubungan dengan persoalan
pengelolaan dana pinjaman.
Pemimpin kolektif yang mempunyai kriteria sifat-sifat baik, memunculkan
keputusan yang adil dan transparan, sehingga menumbuhkan kepercayaan anggota
kepada lembaga dan para pengurusnya. Kepercayaan merupakan modal yang
sangat berharga penting bagi KSM Maris Gama. Dengan adanya kepercayaan,
dan keterlibatan anggota menumbuhkan kepercayaan pihak luar dalam hal ini
perusahaan dan BRI, untuk bermitra dan berjaringan dengan KSM Maris Gama.
Hal ini ditunjukkan meningkatnya jumlah modal finansial yang diterima
kelompok.
Kepengurusan yang dipilih secara langsung oleh anggota, juga menunjukan
adanya kepercayaan penuh dari anggotata. Kepercayaan tersebut ditunjukan
dengan tidak adanya prasangka buruk anggota terhadap program yang
dilaksanakan pengurus, tidak adanya pergantian pengurus sejak awal, dan adanya
keaktifan anggota dalam setiap program yang akan, sedang, atau telah
dilaksanakan
Modal finansial kelompok, selain pinjaman juga dikelola melalui kegiatan
simpanan dan pembagian SHU. Kegiatan simpanan di kelompok dilakukan dalam
tiga bentuk, yaitu simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela.
Simpanan pokok dan wajib, terlaksana sesuai dengan kesepakatan, sedangkan
simpanan sukarela tidak pernah dilakukan oleh anggota. Kegiatan modal finansial
Program Simpan Pinjam KSM dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8.Kinerja program simpan pinjam KSM
Kegiatan
simpan
pinjam
Kelompok Swadaya Masyarakat
Maris Gama
Ai Panan
Harmoni
Dermaga Biru
Simpanan
pokok
Rp.10.000,-
Rp.10.000,-
Rp.10.000,-
Rp.10.000,-
Simpanan
wajib
Rp.5000,/bln
Rp.5000,/bln
Rp.5000,/bln
Rp.5000,/bln
Dibagi rata
jumlah anggaran
yang ada
Dibagi rata
jumlah anggaran
yang ada
- SHU dibagikan
- SHU tidak ada
Jumlah
Kredit
SHU
Disesuaikan dengan
Dibagi rata
kebutuhan dan
jumlah anggaran
jumlah anggaran
yang ada
yang ada
SHU dan simpanan - SHU
wajib dibagikan
dibagikan 2
Dibagi dalam
kali
rapat.
- Ditentukan
oleh pengurus
2 kali
- SHU ditentukan
oleh pengurus
yang
dibagikan
Sumber: Diolah dari hasil wawancara dan FGD
Perguliran kredit ke anggota dilakukan dengan menyesuaikan dengan
kebutuhan anggota, jumlah dana yang tersedia setiap bulannya. Hal ini dilakukan
untuk memperkecil resiko kegagalan pengembalian kredit. Dari empat KSM,
75
hanya KSM Maris Gama saja yang pengembalian kreditnya lancar, sedangkan tiga
KSM lain secara umum gagal pengembalian kreditnya.
Hasil wawancara dengan anggota KSM, diketahui modal kepercayaan dan
kepemimpinan kelompok mempengaruhi pengembalian kredit. Hal ini
ditegaskanSH (informan) salah satu anggota dari KSM yang sudah tidak
beroperasi lagi, wajar kalau KSM mereka tidak beroperasi lagi hanya bertahan
satu tahun, sebagaimana pernyataannya:
“Kelompok kami hanya pertemuan dua kali pak, waktu mau terima
dana dan waktu mau mau kembalikan dana. Kita ga pernah diajak
bicara sama pengurus untuk proses ini itu, jadi kita ga tau seperti
apa kelanjutan kelompok”
Bentuk Modal Sosial KSM
Pembangunan modal sosial dan modal finansial KSM telah mempengaruhi
kondisi modal sosial kelompok. Pengaruh tersebut membentuk modal sosial yang
berbeda untuk empat KSM yang ada di Desa Benete. Modal sosial terbangun dari
adanya rasa saling percaya, jaringan kerja dan norma yang kondusif. Rasa saling
percaya akan mengurangi biaya kontak, kontrak dan kontrol sehingga dapat
meniadakan biaya transaksi yang tinggi. Rasa saling percaya juga akan
memudahkan adanya jaringan kerja yang efisien dimana jaringan kerja sosial
memberi manfaat pada proses produktif dalam pembangunan ekonomi wilayah.
Tabel 9, menunjukkan bahwa modal sosial pada tiga KSM trennya relatif
sama pada akhirnya yaitu menunjukkan modal sosialnya menurun, sedangkan satu
KSM yaitu Maris Gama menunjukkan tren yang berbeda, walaupun beberapa
unsur modal sosialnya sama, namun menunjukkan modal sosialnya cenderung
tinggi.
KSM Dermaga Biru memiliki tren modal sosial yang menurun diawal tahun.
Hal ini ditunjukkan dari norma dalam kelompok, yang belum memiliki aturanaturan yang disepakati secara tertulis, juga memiliki sisi tata perilaku kelompok
yang baik di awal tahun pertama berjalan. Hal ini ditunjukkan dengan mulai tidak
disiplinnya anggota dan pengurus mengembalikan pinjaman dan melakukan simpanan,
rendahnya keaktifan anggota dalam rapat-rapat kelompok, frekwensi pertemuan
kelompok bulanan sudah tidak ada. Musyawarah mufakat pada dasarnya sudah ada,
misalnya untuk pemilihan pengurus, penentuan besaran pinjaman dan pembagian SHU,
namun karena unsur kepercayaan yang menurun, akhirnya mempengahruhi interaksi yang
antar anggota, kelompok dengan pendamping, dan kelompok dengan pihak lain.
Kepercayaan kelompok yang menurun, mempengaruhi norma dan jaringan yang dimiliki
KSM, misalnya dari kerjasama antar KSM yang belum terbangun, kepercayaan dari pihak
perbankan dan perusahaan kepada kelompok rendah, hal ini nampak dari tidak ada
pinjaman ditahun kedua.
Dua KSM yaitu Harmoni dan Ai Panan memiliki tren modal sosial yang
cenderung menurun. Hal ini ditunjukkan dari norma dalam kelompok, yang belum
memiliki aturan-aturan yang disepakati secara tertulis, juga memiliki sisi tata
perilaku kelompok yang baik di awal tahun pertama berjalan, namun pada tahun
kedua trennya menurun. Hal ini ditunjukkan dengan mulai tidak disiplinnya
anggota dan pengurus mengembalikan pinjaman dan melakukan simpanan, rendahnya
keaktifan anggota dalam rapat-rapat kelompok, frekwensi pertemuan kelompok bulanan
sudah tidak ada. Musyawarah mufakat pada dasarnya sudah ada, misalnya untuk
76
pemilihan pengurus, penentuan besaran pinjaman dan pembagian SHU, namun karena
unsur kepercayaan yang trennya menurun, akhirnya mempengahruhi interaksi yang antar
anggota, kelompok dengan pendamping, dan kelompok dengan pihak lain. Kepercayaan
kelompok yang terus menurun, mempengaruhi norma dan jaringan yang dimiliki kedua
KSM. Hal ini nampak dari kerjasama antar KSM yang belum terbangun, kepercayaan
dari pihak perbankan dan perusahaan kepada kelompok rendah, hal ini nampak dari tidak
ada pemberian pinjaman ditahun ketiga.
Tabel 9. Bentuk modal sosial KSM
KSM
Modal Sosial
Dermaga Biru
Ai Panan
Harmoni
Maris Gama
Belum ada
aturan tertulis
Disiplin,
keaktifan
anggota,
frekwensi
pertemuan
rendah,
musyawarah
ada.
Belum ada
aturan tertulis
Disiplin
keaktifan
anggota,
frekwensi
pertemuan
tinggi diawal,
di tahun kedua
rendah.
musyawarah
ada.
Belum ada
aturan tertulis
Disiplin
keaktifan
anggota,
frekwensi
pertemuan
tinggi diawal,
di tahun kedua
rendah.
musyawarah
ada..
Belum ada
aturan tertulis
Disiplin,
keaktifan
anggota,
frekwensi
pertemuan
tinggi sejak
awal program.
musyawarah
ada.
rendah
rendah
rendah
tinggi
 Interaksi
rendah
rendah
rendah
tinggi
dengan
pendamping
lapangan,
 KSM dengan
BRI dan
perusahaan
Jaringan
Rendah
Rendah
Rendah
Tinggi
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada 1 tahun
Ada 2 tahun
Ada 2 tahun
Ada 2 tahun
Ada 1 tahun
Ada 2 tahun
Ada 2 tahun
Ada berlanjut
Ada 1 tahun
Ada 2 tahun
Ada 2 tahun
Ada berlanjut
Norma

norma dalam
kelompok

tata perilaku
dalam
kelompok
Kepercayaan
 interaksi antar
anggota KSM
 KSM - KSM
 KSM Pendamping
 KSM - BRI
 KSM Perusahaan
Maris Gama memiliki norma, kepercayaan dan jaringan yang relatif baik.
Hal ini ditunjukkan dari norma dalam kelompok, walaupun belum memiliki
aturan yang disepakati secara tertulis dalam kelompok, tetapi memiliki sisi tata
perilaku kelompok yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan disiplinnya anggota dan
pengurus mengembalikan pinjaman dan melakukan simpanan, keaktifan anggota
77
dalam rapat-rapat kelompok, frekwensi pertemuan kelompok selalu ada setiap
bulan Pada unsur kepercayaan, interaksi yang terjadi relative tinggi, baik itu antar
anggota, kelompok dengan pendamping, dan kelompok dengan pihak lain., dan
musyawarah mufakat sudah ada, misalnya untuk pemilihan pengurus, penentuan
besaran pinjaman, pembagian SHU. Kepercayaan yang dimiki kelompok,
mempengaruhi norma dan jaringan yang dimiliki. Hal ini dibuktikan dari,
kerjasama antar individu mempengaruhi kepercayaan dari pihak perbankan dan
perusahaan kepada kelompok, nampak dari pemberian tambahan nilai pinjaman.
Pentingnya kepercayaan dan norma anggota dalam setiap program yang
dijalankan juga telah disebutkan oleh Putnam (2000), menyatakan bahwa modal
sosial mengacu pada esensi dari organisasi sosial, seperti trust, norma dan
jaringan sosial yang memungkinkan pelaksanaan kegiatan lebih terkoordinasi, dan
anggota masyarakat dapat berpartisipasi dan bekerjasama secara efektif dan
efisien dalam mencapai tujuan bersama, dan mempengaruhi produktifitas secara
individual maupun berkelompok.
Kondisi modal sosial (norma dan kepercayaan) yang terjadi pada empat
KSM dapat digambarkan pada Gambar 9.
Kepercayaan Tinggi
KSM Maris Gama
norma rendah
norma
tinggi
KSM Dermaga Biru
KSM Ai Panan dan
Harmoni
Gama
Kepercayaan Rendah
Gambar 9. Kondisi modal sosial (norma dan kepercayaan) KSM
Gambar 9, menunjukkan kepercayaan (trust) dan solidaritas mencerminkan
perilaku antar individu yang mendukung terciptanya kerekatan sosial dan tindakan
bersama yang lebih kuat terjadi pada KSM Maris Gama. Kepercayaan dan
solidaritas telah membentuk pemikiran dan sikap masing-masing anggota
kelompok mengenai bagaimana berinteraksi dengan anggota lain. Ketika individuindividu dalam suatu komunitas saling mempercayai dan menghargai, kelompok
dapat mencapai kesepakatan dan mengadakan transaksi secara lebih mudah.
Kemampuan kerjasama dan bertindak bersama merupakan kemampuan kelompok
dalam menyelesaikan masalah-masalah dan mencapai tujuan-tujuan bersama.
Kondisi norma mungkin saja berbeda-beda pada masing-masing KSM, namun
interaksi yang tinggi dapat menghasilkan kepercayaan yang tinggi. Sebagai
contoh, frekwensi pertemuan yang rutin akan mewujudkan transparansi kepada
anggota. Fukuyama (1995) menyebutkan bahwa nilai-nilai atau norma-norma
informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang
78
memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Modal sosial
merupakan hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang
membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam
spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga
kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama. Modal sosial sebagai
serangkaian nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam perilaku
yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan
berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan
produktivitas.
Modal sosial juga menunjuk pada kemampuan orang untuk berasosiasi
dengan orang lain. Bersandar pada norma-norma dan nilai bersama, asosiasi antar
manusia tersebut menghasilkan kepercayaan yang pada gilirannya memiliki nilai
ekonomi yang besar dan terukur. Woolcock (1998) yang dikutip Mariana, et al.,
(2008), menyebutkan modal sosial yang bersifat mengikat (bonding social
capital) merujuk pada hubungan antar individu yang berada dalam kelompok
primer atau lingkungan ketetanggaan yang saling berdekatan. Komunitaskomunitas yang menunjukkan kohesi internal yang kuat akan lebih mudah dan
lancar dalam berbagi pengetahuan. Kondisi modal sosial (norma dan jejaring)
yang terjadi pada empat KSM dapat digambarkan pada Gambar 10.
Jejaring Tinggi
KSM Maris Gama
norma
tinggi
norma
rendah
KSM Ai Panan,Harmoni,
Dermaga Biru
Jejaring Rendah
Gambar 10. Kondisi modal sosial (norma dan jejaring) KSM
Gambar 10 menggambarkan bahwa, tiga KSM (KSM Ai Panan, Harmoni,
Dermaga Biru) memiliki norma yang rendah dan jejaring yang rendah. Secara
umum, kondisi tersebut terjadi karena hubungan kerjasama di tiga KSM belum
terbangun secara baik. Kondisi ini tidak lepas dari kondisi norma yang ada pada
ketiga kelompok. Keterlibatan anggota kelompok untuk mengorganisasi diri dan
menggalang sumberdaya untuk menyelesaikan masalah-masalah bersama belum
terjadi, sehingga manfaat kelompok untuk memperkuat jejaring belum terjadi.
Aliran informasi dua arah (horizontal dan vertikal) untuk memperkuat kapasitas
masyarakat dengan cara menyediakan media untuk berbagi dan bertukar
pengetahuan dan ide belum terjadi. Dialog yang terbuka untuk membangun
79
perasaan sebagai satu komunitas tidak terjadi dalam kelompok, sehingga
menghasilkan kecurigaan dan ketidakpercayaan.
Kelompok Maris Gama memiliki norma dan jejaring yang tinggi. Hal ini
didasarkan pada hubungan antar anggota yang baik, adanya dialog yang terbuka
dalam pertemuan rutin bulanan menghasilkan kepercayaan yang tinggi.
Kepercayaan yang tinggi inilah, yang menjadi modal kelompok
dalam
membangun jaringan dengan pihak BRI dan perusahaan. Woolcock (1998) yang
dikutip Mariana, et al., (2008), menyebutkan bahwa, modal sosial yang bersifat
mengaitkan (linking social capital) memungkinkan individu-individu untuk
menggali dan mengelola sumber-sumberdaya, ide, informasi, dan pengetahuan
dalam suatu komunitas atau kelompok pada level pembentukan dan partisipasi
dalam organisasi formal.
Norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan kalau struktur
jaringan itu terbentuk karena pertukaran sosial yang terjadi antar dua orang. Sifat
norma adalah muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan, artinya kalau
dalam pertukaran itu keuntungan hanya dinikmati oleh salah satu pihak saja,
pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena itu norma yang
muncul bukan hanya satu pertukaran saja. Kalau dari beberapa kali pertukaran
prinsip saling menguntungkan dipegang teguh, maka dari situlah muncul norma
dalam bentuk kewajiban sosial, yang intinya membuat kedua belah pihak merasa
diuntungkan dari pertukaran (Blau dalam Lawang, 2004). Sesuai kondisi modal
sosial diatas (Gambar 9 dan 10) maka disusun sebuah bentuk strategi yang
mendorong agar KSM memiliki modal sosial yang tinggi. Strategi modal sosial
dapat digambarkanpada Gambar 11.
Modal SosialTinggi
KSM
Modal
rendah
Modal Sosial
tinggi
Sosial
KSM
KSM
Modal Sosial Rendah
Gambar 11. Strategi modal sosial
Berdasarkan Gambar 11 diatas, strategi penguatan modal sosial diarahkan
dari kondisi modal sosial KSM yang rendah diupayakan menjadi KSM yang
memiliki modal sosial yang tinggi. Kondisi modal sosial yang tinggi diindikasikan
dengan KSM memiliki, kepercayaan dan jaringan yang baik. Robert Putnam
dalam Sarosa dan Amri (2008), menjabarkan sedikitnya tiga alasan mengapa
modal sosial merupakan hal penting bagi kemajuan masyarakat: Pertama, modal
sosial memungkinkan masyarakat untuk menyelesaikan masalah-masalah
80
bersamanya secara lebih mudah. Kedua, modal sosial merupakan “oli pelicin
roda” yang memungkinkan masyarakat bergerak maju dengan lancar. Ketika
masing-masing individu dalam masyarakat dapat dipercaya dan bersikap saling
mempercayai, maka biaya transaksi sosial dan transaksi ekonomi menjadi lebih
murah. Ketiga, modal sosial meningkatkan kualitas hidup. Orang-orang yang
memiliki hubungan aktif dan saling mempercayai-apakah itu anggota keluarga,
teman, atau rekan main bowling-mengembangkan karakter pribadi yang baik
untuk anggota masyarakat lainnya. Masyarakat menjadi lebih toleran, tidak sinis,
dan berempati terhadap kesulitan yang dihadapi orang lain.
Salah satu bentuk tanggung jawab PT. NNT khususnya terhadap masyarakat
Desa Benete, diwujudkan melalui pelaksanaan program KSM yang menyentuh
langsung aspek kehidupan masyarakat petani dan sebagian kecil nelayan. Secara
tidak langsung, realisasi program KSM sebagai bagian dari CSR perusahaan
memberikan sumbangan terhadap modal sosial masyarakat Desa Benete. Secara
tidak langsung pula, dapat ditegaskan bahwa pengeluaran dana oleh perusahaan
untuk program KSM merupakan investasi perusahaan untuk memupuk modal
sosial.
Jangka panjang, program KSM diharapkan memberikan manfaat positif bagi
masyarakat maupun perusahaan. Hubungan perusahaan dengan masyarakat akan
terlihat rukun pada kehidupan sosial di lingkungan sekitar tambang. Selain itu
akan terbangun kohesifitas yang sangat kuat antara perusahaan dengan
masyarakat. Kohesifitas yang kuat akan memunculkan kolaborasi sosial yang erat
antara perusahaan dengan masyarakat. Sehingga, masyarakat akan merasakan
kepentingannya terusik apabila keberadaan perusahaan mendapatkan gangguan
atau masalah.
Realisasi program CSR perusahaan yang secara tidak langsung memberikan
sumbangan terhadap modal sosial masyarakat Desa Benete, juga dapat membantu
mempercepat perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini, apabila
program CSR dapat secara riel meningkatkan kualitas modal sosial, maka dapat
diartikan pula bahwa telah terjadi perbaikan kondisi perekonomian masyarakat.
Bank Dunia juga mengakui bahwa modal sosial merupakan hal penting bagi
masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan ekonomi dan bagi upaya-upaya
pembangunan agar dapat berlangsung terus-menerus (berkelanjutan). Ada bukti
bahwa volume perdagangan pada skala makro dipengaruhi oleh modal sosial di
masyarakat. Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa kepercayaan dan
jejaring sosial membantu individu, organisasi, perusahaan, dan bangsa mencapai
kesejahteraan ekonomi.
Beberapa strategi yang menjadi rekomendasi untuk memperkuat modal
sosial KSM diantaranya disusun melalui rencana aksi.
7 STRATEGI PENGUATAN MODAL SOSIAL
PROGRAM KSM PADA COMDEV PT NNT
(PROGRAM AKSI)
Berdasarkan kajian terhadap analisis dan identifikasi masalah penguatan
modal sosial KSM di Desa Benete, maka disusun suatu perencanaan aksi
penguatan modal sosial dalam rangka mencapai keberlanjutan dari program KSM.
Modal sosial sebagai sebuah nilai atau norma yang diakui bersama oleh
anggota-anggota suatu kelompok atau masyarakat, yang memungkinkan
terjadinya kesepahaman dan kerjasama harus didukung melalui beberapa unsur,
meliputi unsur norma, kepercayaan dan jejaring. Maka proses-proses penguatan
modal sosial KSM dimplementasikan dalam aksi-aksi:
Penguatan norma KSM, melalui program:
1. Program peningkatan kapasitas sumberdaya pengurus
a) Pengembangan kapasitas anggota dan pengurus melalui pelatihanpelatihan, misalnya pembukuan, cara berkomunikasi, membangun
jaringan kerjasama, membuat proposal, sehingga kelembagaan berjalan
secara efektif.
b) Memfasilitasi pendamping lapangan guna membantu kelompok dalam
merancang aturan di tingkat kelompok, membantu mendorong pertemuan
musyawarah kelompok dan kedisiplinan anggota dan pengurus,
memfasilitasi agar prinsip transparan terlaksana serta memfasilitasi
monev secara partisipatif di kelompok.
c) Menyusun aturan yang jelas (standar prosedur) secara partisipatif.
Penyusunan aturan dalam kelompok terkait tugas dan wewenang
pengurus dan anggota, prosedur simpan dan pinjam, aturan imbalan yang
berhak diterima pengurus, pembagian SHU dan mekanisme pemilihan
pengurus. Penyusunan aturan dalam kelompok harus dipastikan tidak
memberatkan dan mudah dipahami oleh anggota dan pengurus.
2. Program Peningkatan Keberdayaan Kelompok berbasis gender
a) Pengorganisasian komunitas perempuan agar masyarakat kelompok
dapat mendiskusikan dan mengambil keputusan atas masalah yang
terjadi. Proses ini akan mendorong masyarakat mampu menemukan
sumberdaya yang dapat mereka manfaatkan.
b) Penegakan prosedur, dengan memberikan penghargaan sangsi, akan membantu
meningkatkan tata perilaku kelompok, misalnya kedisiplinan anggota dan
memberikan semangat melalui penghargaan.
3. Program Monitoring evaluasi partisipatif
a) Monitoring evaluasi partisipatif, diperlukan untuk menilai perkembangan dari
norma yang dimiliki kelompok. Hasil monitoring digunakan untuk memperbaiki
kondisi yang belum sesuai rencana.
82
Penguatan kepercayaan KSM
1. Program Workshop penyusunan program partisipatif (program KSM, standar
prosedur)
a) Kegiatan workshop bersama dalam penyusunan program. Hal ini
diperlukan untuk membangun transparansi sejak awal penyusunan
program dengan keterlibatan semua pihak yang terkait dengan program
KSM.
2. Program fasilitasi komunitas budaya lokal
a) Memperkuat nilai-nilai kebersamaan, melalui fasilitasi kegiatan nilai-nilai
lokal Sumbawa Barat yang ada, seperti basiru (saling tolong menolong)
dalam kegiatan tanam padi atau kegiatan lainnya sehingga memperkuat
rasa saling percaya.
b) Evaluasi program secara partisipatif, diperlukan untuk mendorong anggota
dan pengurus bisa saling terbuka dan merumuskan bersama strategi agar
terbangun rasa saling percaya baik diantara sesama anggota maupun
anggota dengan pengurus.
3. Program pemberian reward and punishment
a) Penegakan prosedur melalui pemberian penghargaan dan memberikan
hukuman bagi anggota dan pengurus kelompok. Selain akan membangun
kepercayaan, juga akan membangun rasa tanggung jawab kelompok.
Penguatan jejaring KSM
1. Program pengembangan komunikasi
b) Pengelolaan informasi diperlukan untuk menyebarkan informasi terkait
keberadaan dan kegiatan kelompok. Pengembangan komunikasi informasi
lewat beragam media dan saluran seni budaya diharapkan dapat
menanamkan nilai-nilai luhur dari kearifan local, kerjasama, saling
percaya, dan tanggung jawab.
c) Pelatihan tehnik berkomunikasi diperlukan untuk membangun kapasitas
pengurius dan masyarakat dalam berkomunikasi dengan pihak manapun.
2. Program membangun kemitraan
a) Membangun interaksi antar anggota agar kepercayaan tinggi. Kondisi
kepercayaan yang tinggi antar anggota, akan mendorong antar anggota
bekerjasama untuk membangun kelompok.
b) Advokasi, upaya ini diperlukan untuk mengubah atau mempengaruhi
penentu kebijakan dalam hal ini pemerintah, perusahaan, dan perbankan
agar mau mendukung program KSM.
c) Membangun kerjasama antar KSM, melalui kolaborasi kegiatan usaha
produktif, misalnya kerjasama dalam aksi bersama antar komunitas.
Kerjasama dimulai berjenjang dari tingkat antar KSM di tingkat desa
ditingkat kecamatan dan seterusnya.
d) Membangun kerjasama dengan perusahaan, melalui kolaborasi KSM
dengan program CSR lain, jalinan hubungan dengan Ikatan keluarga
Newmont Nusa Tenggara (IKANURA). Dengan kondisi ini, jaringan
kelompok semakin meluas dan potensi pengembangan usaha kelompok
semakin berpeluang untuk dikembangkan
83
e) Mendorong peningkatan KSM menjadi koperasi, meningkatkan KSM
sebagai lembaga keuangan komunitas (dalam bentuk koperasi) yang
membantu pengadaan sumberdaya keuangan dan sebagai lembaga usaha
produktif yang mampu menciptakan usaha di tingkat komunitas komunitas
(bonding strategy) dan mendorong peningkatan KSM menjadi koperasi,
sebagai unit usaha kelembagaan di tingkat kawasan sekitar tambang
(bridging strategy).
84
MATRIK PERANCANGAN PROGRAM
PENGUATAN MODAL SOSIAL KSM PADA PROGRAM COMMUNITY DEVELOPMENT
PT. NEWMONT NUSA TENGGARA
No
1.
2.
Nama
Program
Unsur Norma
4. Program
peningkata
n kapasitas
sumberdaya
pengurus
5. Program
Peningkata
n
Keberdayaa
n
Kelompok
berbasis
gender
6. Program
Monitoring
evaluasi
partisipatif
Alasan Rasional Program
1. Belum ada aturan
tertulis terkait KSM
2. Disiplin keaktifan
anggota lemah
3. frekwensi pertemuan
tinggi diawal
4. musyawarah ada di
tingkat kelompok.
Unsur Kepercayaan
4. Program
1.
Workshop
penyusunan
program
2.
interaksi antar anggota
KSM sehingga ada
krisis kepercayaan.
Interaksi dengan
Aktor yang Terlibat
1. LSM Pendamping
2. Pengurus
dan
Anggota KSM
3. Perusahaan
Jangka Waktu
dan prioritas
Mekanisme
Asal Anggaran
Skala
Prioritas 1. Menyusun aturan yang
Comdev PT. NNT
untuk dikerjakan.
jelas (standar prosedur)
Diasumsikan
secara partisipatif.
dalam 3 tahun 2. Pengorganisasian
dapat membangun
komunitas
norma yang kuat, 3. Pengembangan kapasitas
anggota dan pengurus
4. Memfasilitasi
pendamping lapangan
5. Penegakan prosedur,
dengan memberikan
penghargaan sangsi
6. Mempertahankan nilainilai kebersamaan, saling
percaya melalui nilainilai lokal.
7. Monitoring evaluasi
partisipatif
1. Pengurus
dan Skala Prioritas
Anggota
tiga untuk dikerjakan.
KSM
Diasumsikan
2. Staf comdev PT. dalam 2 tahun
1. Evaluasi program secara 1. Comdev
partisipatif
NNT
2. Kegiatan
workshop
bersama
dalam
PT.
85
3.
partisipatif
(program
KSM,
standar
prosedur)
5. Program
fasilitasi
komunitas
budaya
lokal
Unsur Jejaring
3. Program
pengemban
gan
komunikasi
4. Program
membangu
n kemitraan
pendamping lapangan
sehingga kepercayaan
pendampin rendah
3. Interaksi dengan BRI
dan perusahaan rendah
sehingga kepercayaan
pihak luar rendah
NNT
3. Pihak Perbankan
4. LSM Pendamping
dapat membangun
penyusunan program.
interaksi yang
3. Penegakan
prosedur,
baik sehingga
pemberian penghargaan
menimbulkan
dan memberikan hukuman
kepercayaan yang 4. Memperkuat
nilai-nilai
tinggi
kebersamaan
5. Pengembangan Kapasitas
pengurus
6. Pengorganisasian
Komunitas
1. Belum terbangunnya
hubungan kerjasama
antar anggota
2. Adanya hubungan
kerjasama dengan
pendamping
3. Adanya kerjasama
dengan pihak perbankan
(BRI)
4. Sudah terbangunnya
hubungan dengan
perusahaan
1. Pengurus
dan
Anggota
KSM
Staf comdev PT.
NNT
2. Pihak Perbankan
3. Pemda
KSB
(Diskoperindag)
4. LSM Pendamping
Skala
Prioritas 1. Membangun
interaksi 1. Comdev PT.
untuk dikerjakan
antar
anggota
agar
NNT
Diasumsikan
kepercayaan tinggi.
2. Pemda KSB
KSM dalam 3 2. Advokasi
tahun
dapat 3. Membangun kerjasama
terbangun jejaring
antar KSM, melalui
yang kuat.
kolaborasi
kegiatan
usaha produktif.
4. Membangun kerjasama
dengan
perusahaan,
melalui kolaborasi KSM
dengan program CSR
lain, jalinan hubungan
dengan Ikatan keluarga
Newmont
Nusa
Tenggara (IKANURA)
5. Pengelolaan informasi
6. Mendorong peningkatan
KSM menjadi koperasi,
86
8 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Sesuai dengan tujuan dan hasil pembahasan, kajian ini menghasilkan beberapa
kesimpulan, yaitu:
5.
Implementasi program comdev PT. NNT merupakan bagian dari corporate
social responsibility. Komitmen pelaksanaan corporate social responsibility
selain didasarkan pada regulasi perundangan, juga didasarkan pada kontrak
karya antara PT. NNT dengan pemerintah Republik Indonesia yang di
tandatangani tahun 1986. Bentuk komitmen perusahaan dimaksudkan untuk
membangun kualitas kehidupan yang lebih baik, terutama peningkatan taraf
hidup masyarakat sekitar lokasi perusahaan, dan juga sebagai sebuah langkah
strategis untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam menjaga
keberlangsungan usaha, terutama bagi investasi jangka panjang dalam
industri pertambangan, serta menjadi bagian dari perusahaan untuk
mendapatkan lisensi secara sosial. Program corporate social responsibility
perusahaan difokuskan pada beberapa bidang, yaitu pendidikan, kesehatan,
pertanian dan pariwisata serta bidang sosial budaya dan agama
6.
Program KSM di Desa Benete telah berlangsung sejak tahun 2009. KSM
yang terbentuk sebanyak empat unit, yaitu: a) KSM Maris Gama di Dusun
Tatar, b) KSM Harmoni di Dusun Singa, c) KSM Ai Panan di Dusun
Jereweh, dan d) KSM Dermaga Biru di Dusun Nangkalanung. Jumlah
anggota setiap KSM sebanyak 20 orang, yang terdiri dari perempuan tani.
KSM yang ada di Desa Benete belum sesuai dengan namanya dan prinsip
pemberdayaan. Hal ini didasarkan pada proses perencanaan dilakukan oleh
pendamping lapangan dan perusahaan, Sumberdaya modal finansial
bersumber dari perusahaan, sehingga ada ketergantungan kelompok terhadap
perusahaan. Implementasi usaha produktif KSM masih sebatas simpan
pinjam. Secara umum capaian program KSM belum dapat mencapai tujuan
dari program.
7.
Stok modal sosial tinggi terjadi pada tingkat dusun di Desa Benete. Realisasi
program CSR melalui KSM, secara tidak langsung memberikan sumbangan
terhadap modal sosial masyarakat di masing-masing dusun. Pengaruh tersebut
membentuk modal sosial yang berbeda untuk empat KSM yang ada di Desa
Benete. Kondisi modal sosial empat KSM, yaitu:
a) KSM Dermaga Biru memiliki modal sosial rendah. Hal ini ditunjukkan
dari norma dalam kelompok belum ada yang disepakati, dan tata perilaku
kelompok yang kurang baik Hal ini ditunjukkan dengan tidak disiplinnya
anggota dan pengurus mengembalikan pinjaman dan melakukan simpanan,
rendahnya keaktifan anggota dalam rapat-rapat kelompok, frekwensi pertemuan
kelompok bulanan sudah tidak ada. Kepercayaan di tingkat kelompok yang
menurun, mempengaruhi norma dan jaringan yang dimiliki KSM, misalnya dari
kerjasama antar KSM yang belum terbangun, kepercayaan dari pihak perbankan
88
dan perusahaan kepada kelompok rendah, hal ini nampak dari tidak ada pinjaman
ditahun kedua.
b) KSM Harmoni dan Ai Panan diawal tahun memiliki stok modal sosial
yang baik, namun di tahun kedua tren modal sosialnya menurun. Hal ini
ditunjukkan dengan mulai tidak disiplinnya anggota dan pengurus
mengembalikan pinjaman dan melakukan simpanan, rendahnya keaktifan anggota
dalam rapat-rapat kelompok dan frekwensi pertemuan kelompok bulanan sudah
tidak ada. Kepercayaan kelompok yang terus menurun, mempengaruhi norma dan
jaringan yang dimiliki kedua KSM. Hal ini nampak dari kerjasama antar KSM
yang belum terbangun, kepercayaan dari pihak perbankan dan perusahaan kepada
kelompok rendah, hal ini nampak dari tidak ada pemberian pinjaman ditahun
ketiga.
c) Maris Gama memiliki norma, kepercayaan dan jaringan yang relatif baik.
Hal ini ditunjukkan dari norma dalam kelompok, walaupun belum
memiliki aturan yang disepakati secara tertulis dalam kelompok, tetapi
memiliki sisi tata perilaku kelompok yang baik. Hal ini ditunjukkan
dengan disiplinnya anggota dan pengurus mengembalikan pinjaman dan
melakukan simpanan, keaktifan anggota dalam rapat-rapat kelompok, frekwensi
pertemuan kelompok selalu ada setiap bulan, dan musyawarah mufakat sudah
ada. Pada unsur kepercayaan, interaksi yang terjadi relative tinggi, baik itu antar
anggota, kelompok dengan pendamping, dan kelompok dengan pihak lain.
Kepercayaan yang dimiki kelompok, mempengaruhi norma dan jaringan yang
dimiliki. Hal ini dibuktikan dari, kerjasama antar individu mempengaruhi
kepercayaan dari pihak perbankan dan perusahaan kepada kelompok, nampak
dari pemberian tambahan nilai pinjaman.
8. Strategi penguatan modal sosial diarahkan dari modal sosial yang lemah menuju
modal sosial yang tinggi (Gambar 11). Kondisi modal sosial yang tinggi
diindikasikan dengan KSM memiliki norma dan kepercayaan yang tinggi dan
jaringan yang baik (jumlah mitra kerjasama).
Saran
Berdasarkan simpulan yang didapatkan, maka penulis mencoba mengajukan saran
sebagai berikut:
1. Realisasi program CSR perusahaan yang secara tidak langsung memberikan
sumbangan terhadap modal sosial masyarakat Desa Benete. Implementasi
program CSR tidak hanya sebatas menyalurkan modal finansial, tetapi sudah
harus secara riel meningkatkan kualitas modal sosial masyarakat,
memperhatikan stok modal sosial komunitas penerima manfaat program
sehingga program bisa berkelanjutan.
2. Pembentukan KSM harus sesuai dengan nama dan prinsip pemberdayaan.
Mulai dari proses lahir dari kebutuhan dan kesadaran masyarakat sendiri,
dikelola dan dikembangkan dengan menggunakan terutama sumber daya
yang ada di masyarakat tersebut.
89
3. Penyusunan penguatan modal sosial kelompok dalam hal ini, norma,
kepercayaan dan jaringan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan,
diantaranya; menyusun aturan yang jelas secara partisipatif, melakukan
evaluasi program secara partisipatif, penguatan kapasitas, penegakan
prosedur, advokasi dan membangun kerjasama antara KSM dan mitra
lainnya.
90
Daftar Pustaka
Adamson, D & Bromiley, R. 2013. Community empowerment: learning from
practice in community regeneration.
Afandi N. 2013. Manajemen Kinerja tentang Penilaian Kinerja. Makalah. Gresik:
Universitas Muhammadiyah Gresik.
Anonymous. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Institut Pertanian Bogor.
Bogor: Penerbit IPB Press.
Branco, M. C., & Rodrigues, L. L. (2006). Corporate social responsibility and
resourcebased perspectives. Journal of Business Ethics, 69(2), 111-132.
Britha M.
1999.
Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya
Pemberdayaan: Sebuah Buku Pegangan bagi Para Praktisi Lapangan. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Chen, H.T. 1990. Theory-Driven Evaluation. Sage. London. UK
Classon J & Dahlstrom J. 2006. How can CSR affect company performance ?.A
qualitative study of CSR and its effects. Business Administration Master
Thesis. Karlstads Universitet.
Community Development. 2009. PT. Newmont Nusa Tenggara. Rencana Strategis
Pengembangan Masyarakat Kecamatan Maluk, Jereweh dan Sekongkang 20092013
Community Development PT. Newmont Nusa Tenggara.2009. Rencana Strategis
Pengembangan Masyarakat di Wilayah Kecamatan Sekongkang, Maluk dan
Jereweh 2009-2013. Multi Media PT NNT 2009.
Departemen Pengembangan Masyarakat PT. Newmont Nusa Tenggara. 2009.
Rencana Strategis 2009-2013 Pengembangan Masyarakat di KecamatanMaluk,
JerewehdanSekongkang.
Dasgupta dan Serageldin, ,2000, SOCIAL Capital, The World Bank, Washinton
DC.
Djuara PL dan Nelson A. 2007. Praktek Lapangan I (Petunjuk Pelaksanaan):
Pemetaan Sosial Komunitas. Departemen Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat IPB dan STKS Bandung
Fukuyama F. 1995. Trust: The Social Virtues and The Creation of Prosperity.
New York: Free Press.
Hajaroh L, (2014). Partisipasi Anggota Kelompok Swadaya Masyarakat Dalam
Pengembangan Desa Wisata Melalui Badan Keswadayaan Masyarakat Di
Kelurahan Kandri Kota Semarang. Journal Of Non Formal Education And
Community Empowerment. Nfece 3 (2) (2014)
Haris H, Metode Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2011).
Hasbullah J. 2006. Social Capital (menuju keunggulan budaya manusia
Indonesia). MR-United Press: Jakarta.
Hendrastuti. F. 2010. Persepsi Penerimaan Program Terhadap Program Corporate
Social Responsibility (CSR) PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk. Skripsi.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Ibrahim LD. 2002. Kehidupan Berorganisasi sebagai Modal Sosial Komunitas
Jakarta. Jurnal Sosiologi Msyarakat. Edisi No. 11, 2002.
92
Ikhtisar Persepsi Komunitas dan Pemangku Kepentingan Lainnya Terhadap
Pengembangan Masyarakat Dalam Kerangka Tanggungjawab Sosial Pt
Holcim Indonesia Tbk Pabrik Narogong
Jhon W. C, Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches, (USA: SAGE, 2009).
Kecamatan Maluk dalam Angka.2005-2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Sumbawa Barat.BPS Sumbawa Barat 2012.
Lawang, RZ. 2005. Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik. Jakarta: Fisip UI
Press
Mariana D, Atmoko T, Sulastri S, Paskarina C, Devianty T, Buchari A, Sabarudi
D, Permana R, Hidayat S, Amalia S et al. 2008. Pemetaan dan Pemanfaatan
Modal Sosial dalam Penanggulangan Kemiskinan di Jawa Barat. Laporan
Akhir Penelitian Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran bekerjasama
dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Barat.
Melayu S.P Hasibuan, Organisasi Dan Motivasi, DasarPeningakatanProduktivitas,
BumiAksara Putra, Jakarta, 1996
Mikkelson B. 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya
Pemberdayaan (Yayasan Obor Indonesia)
Noor J. 2011. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Desertasi, dan Karya Ilmiah.
Jakarta: Kharisma Putra Utama.
Payne, M. 1995, Social Work and Community Care, London: McMillan.
Perda No. 34 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri-Perkotaan. (2012)
Petunjuk Teknis Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM),
Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya
Prasetyo B dan Lina MJ. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Putnam RD. 2000. Bowling Alone: The Collapse and Revival of American
Cummunity. New York: Simon and Schuster Paperbacks.
Profil Desa Benete. 2009. Pemerintah Desa Benete Kecamatan Maluk Kabupaten
Sumbawa Barat.
Rahman R. 2009. Corporate Social Responsibility: Antara Teori dan Kenyataan.
Yogyakarta: Media Pressindo.
Rahmatullah & Kurniati T. 2011. Panduan Praktis Pengelolaan CSR. Bantul:
SamudraBiru
Rudito & Fabiola. 2013, CSR (Corporate Social Responsibility). Bandung:
Rekayasa Sains
Sarosa & Amri. 2008. CSR Untuk Penguatan Kohesi Sosial. Jakarta. Indonesia
Business Links
Suandi. 2007. Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah
Pedesaan Provinsi Jambi. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Soekanto, S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sumardiyono E. 2007. Evaluasi Pelaksanaan Community Development Dalam
Perolehan Proper Hijau (Studi Kasus di PT. Pupuk Kaltim Bontang). Tesis.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Nasdian.FT. 2013. PengembanganMasyarakat. Bogor: PT Penerbit IPB Press
Twelvetrees, A. (1991), Community Work, London: McMillan
93
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten
Sumbawa Barat di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Vipriyanti NU. 2011. Modal Sosial dan Pembangunan Wilayah: Mengkaji Succes
Story Pembangunan di Bali. Malang: UB Press.
Yintayani, NN. 2011. Faktor-Faktor Yang MemengaruhiCorporate Social
Responsibility (StudiEmpirisPada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2009). Thesis. Denpasar: UniversitasUdayana.
Yustika, AE. 2006. EkonomiKelembagaanDefinisi, Teori, danStrategi. Malang: Bayu
Media Publishing.
.
94
Lampiran 1. Log Frame Program
Strategi Program
Indikator Kinerja
Ba
se Line
Target
Sumber
Asumsi
Bukti
Goal (Tujuan Umum)
Meningkatkan
pendapatan
petani dari kegiatan usaha tani di
Desa Benete
Pendapatan
petani
dampingan dari sektor pertanian
meningkat
menjadi
1
USD/orang/hari
Laporan
lembaga mitra,
data
analisis
usaha tani
Operasional
PTNNT tetap berjalan
dan tidak terjadi bencana
alam
dan
ledakan
serangan hama
Objective (Tujuan Khusus)
Meningkatkan
akses
permodalan
kegiatan
usaha
produktif bagi perempuan petani
a. 4 KSM mempunyai
usaha produktif
b. Standar Pembukuan
80%
c. Tingkat kredit macet
atau non performing
loan/NPL (<10 %)
1
40
%
4
80%
< 10%
25
%
Lap. lembaga
mitra, bank & KSM
Lap. lembaga
mitra, bank & KSM
Laporan
neraca KSM dan
bank
Tergantung lokasi
dan musim
Tergantung lokasi
dan musim
Tergantung lokasi
dan musim
Laporan
Hasil
SDA
Laporan
Hasil
Laporan
Hasil
Activitas (Meningkatkan akses permodalan kegiatan usaha produktif bagi perempuan petani)
1. Audit KSM
1. Jumlah KSM teraudit (unit)
2. Tingkat pasrtisipasi pengurus,
anggota, pendamping (%)
3. Rencana Tindak Lanjut hasil Audit
n.a
n.a
n.a
3
>90%
1
Audit
Audit
Audit
95
96
2. Pelatihan
Pendamping
Pengurus KSM
CO
dan
1. Tingkat kehadiran CO, dan
Petugas (%)
2. Tingkat serapan materi (%)
3. Rencana tindak lanjut
n.a
n.a
n.a
100%
>90%
1
Daftar hadir
Lembar
pretest
dan post test
Laporan pelatihan
SDA
3. Pendampingan
Pembukuan KSM
1. Laporan Neraca Bulanan
2. Update pengisian pembukuan
yang ada (%)
3. Laporan Tahunan
n.a
n.a
n.a
12
>90%
1
Laporan
pendampingan KSM
Laporan
pendampingan KSM
Laporan tahunan
KSM
SDA
4.
Pelatihanpelatihan usaha produktif
skala rumah tangga
1. Jumlah pelatihan (kali)
2. Jumlah petani anggota melakukan
usaha produktif (orang)
3. Tingkat kehadiran CO, dan
Petugas (%)
4. Tingkat serapan materi (%)
5. Rencana tindak lanjut
n.a
n.
3
4
100%
>90%
1
Laporan pelatihan
Laporan
Pelatihan
Daftar hadir
Lembar
pretest
dan post test
Laporan
Pelatihan
SDA
>90%
1
>90%
>80%
3
>80%
Lembaran
back peserta
Laporan
Day
Daftar hadir
Daftar hadir
Laporan
Day KSM
Laporan
Day KSM
SDA
5.
Hari
Temu
Lapangan KSM (Field
Day) tingkat Kecamatan
1. Tingkat serapan materi (%)
2. Frekwensi pelaksanaan Field Day
per tahun tingkat Kecamatan
3. Kehadiran peserta (%)
4. Kehadiran aparat terkait tingkat
Desa dan Kecamatan (orang)
5. Display produk unggulan KSM
(produk)
6. Tingkat kepuasan peserta field Day
kategori (%)
A
n.a
n.a
n.
A
n.a
n.
A
n.a
n.
A
n.a
n.a
feed
Field
Field
Field
97
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Denpasar pada tanggal 30 April 1976 dari ayah H.
Sudarly H. M. Nur dan ibu Andriani. Pendidikan sarjana ditempuh di Program
Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan USNI, lulus pada
tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Pascasarjana IPB pada
program studi Pengembangan Masyarakat diperoleh pada tahun 2012.
Penulis bekerja sebagai Direktur Yayasan Serikat Tani Pembangunan
(YSTP) Sumbawa Barat sejak tahun 2008. Bidang yang menjadi tanggungjawab
peneliti adalah membangun komunikasi dan memastikan program yayasan
berjalan sesuai rencana.
Download