BAB II

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Transformator
Transformator atau transformer atau trafo adalah suatu peralatan listrik
elektromagnetik statis yang berfungsi untuk memindah dan mengubah energi
listrik dari satu rangkaian listrik ke rangkaian listrik lainnya, dengan frekuensi
yang sama dan perbandingan transformasi tertentu melalui suatu gandengan
magnet dan bekerja berdasarkan prinsip induksi elektromagnetis.
Simbol transformator yaitu pada Gambar 2.1 berikut :
Gambar 2.1 Simbol transformator
2.2 Prinsip Kerja Transformator
Transformator terdiri atas dua buah kumparan (primer dan sekunder) yang
bersifat induktif. Apabila kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan
bolak-balik maka fluks bolak-balik akan muncul di dalam inti, karena kumparan
tersebut membentuk jaringan tertutup maka mengalirlah arus primer. Akibat
adanya fluks di kumparan primer, maka di kumparan primer terjadi induksi (self
induction) dan terjadi pula induksi di kumparan sekunder karena pengaruh induksi
dari kumparan primer atau disebut sebagai induksi bersama (mutual induction)
5
yang menyebabkan timbulnya fluks magnet di kumparan sekunder, maka
mengalirlah arus sekunder jika rangkaian sekunder di bebani, sehingga energi
listrik dapat ditransfer keseluruhan (secara magnetisasi).
2.3 Hukum Dasar Prinsip Kerja Transformator
Kumparan yang dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik disebut
kumparan primer (input) dan kumparan yang lainnya disebut kumparan sekunder
(output). Apabila kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan bolakbalik, maka akan mengalir arus dalam kumparan primer menimbulkan perubahan
fluks magnetik dalam inti besi. Perubahan fluks magnetik dalam inti besi
membangkitkan GGL (Gaya Gerak Listrik) induksi pada kumparan sekunder.
Gambar 2.2 Prinsip timbulnya induksi magnet
Gambar 2.3 Prinsip kerja transformator
6
Untuk mengetahui besarnya GGL yang dibangkitkan pada kumparan primer
ataupun sekunder menggunakan rumus yang mengacu pada hukum Induksi
Faraday pada rumus (2.1), sebagai berikut :
Ep =
Es =
Ф
Ф
Np
(2.1)
Ns
(2.2)
Sebagaimana pada rumus 2.1 dan 2.2 bahwasanya nilai GGL pada kumparan
primer maupun kumparan sekunder berbanding lurus dengan banyaknya lilitan
pada kumparan tersebut, sehingga dapat dituliskan :
Ep : Ep = Np : Ns = ɑ
(2.3)
Es = (Ns/Np) × Ep
(2.4)
Ep = (Np/Ns) × Es
(2.5)
Keterangan :
ɑ
= Perbandingan transformasi/rasio transformator
Ep
= GGL induksi pada kumparan primer (volt)
Es
= GGL induksi pada kumparan sekunder (volt)
Np
= jumlah kumparan primer
Ns
= jumlah kumparan sekunder
Ip
= arus di kumparan primer (ampere)
Is
= arus dikumparan sekunder (ampere)
Jadi jika jumlah lilitan kumparan sekunder lebih banyak daripada jumlah
lilitan kumparan primer, tegangan sekunder lebih besar dari tegangan primer
(step-up transformer), begitupun apabila jumlah lilitan kumparan primer lebih
banyak daripada jumlah lilitan kumparan sekunder, maka tegangan primer lebih
besar dari tegangan sekunder (step-down transformator).
7
Dengan
anggapan
tidak
adanya
energi
listrik
yang
hilang
pada
perpindahannya dari kumparan primer ke kumparan sekunder maka :
Wp = Ws
(2.6)
Es .Is . t = Ep . Ip . t
(2.7)
Is = (Ep / Es) × Ip
(2.8)
Is = (Np / Ns) × Ip
(2.9)
Ip : Is = Ns : Np = ɑ
(2.10)
Dari hubungan itu dapat dilihat bahwa apabila jumlah lilitan pada kumparan
sekunder lebih banyak, maka kuat arus pada kumparan sekunder lebih kecil
daripada kuat arus dalam kumparan primer.
2.4 Jenis Transformator
2.4.1 Berdasarkan Fungsi
1. Transformator sebagai penurun tegangan (Step Down)
Digunakan untuk menurunkan tegangan sesuai dengan kebutuhan
2. Transformator sebagai penaik tegangan (Step Up)
Digunakan untuk menaikkan tegangan sesuai dengan kebutuhan
2.4.2 Berdasarkan Jumlah Fasa
1. Transformator satu fasa
Transformator yang digunakan untuk mengubah energi listrik pada suplai
satu fasa.
2. Transformator tiga fasa
Transformator ini digunakan untuk mengubah energi listrik pada suplai tiga
fasa. Untuk penyaluaran daya yang sama, penggunaan satu unit
8
transformator tiga fasa akan lebih ringan, lebih murah dan lebih efisien
dibandingkan dengan tiga unit transformator satu fasa.
2.4.3 Berdasarkan Pemakaian
1. Transformator daya (Power Transformer)
Transformator dengan daya yang besar dan dengan class tegangan > 36 kV,
biasanya dipasang dari system pembangkit ke jaringan transmisi.
2. Transformator distribusi (Distribution Transformer)
Transformator dengan class tegangan < 36 kV, umumnya digunakan pada
sistem jaringan distribusi.
3. Transformator pengukuran (Instrument Transformer)
Transformator ini digunakan untuk pengukuran. Jenis trafo pengukuran,
yaitu:
a) Transformator arus (Current transformer (CT))
Transformator yang dipakai untuk menurunkan arus agar dapat masuk ke
meter pengukuran.
b) Ttransformator tegangan (Potential Transformer(PT))
Transformator yang dipakai untuk menurunkan tegangan agar dapat
masuk ke meter pengukuran.
2.4.4 Berdasarkan Medium Isolasi
1. Oil Immersed Transformer
Transformator yang menggunakan media isolasi minyak yang mana
bagian aktif dari transformator tersebut dalam mengubah energi yaitu inti
(core) dan belitan (coil) terendam minyak.
9
2. Dry Type Transformer
Transformator yang menggunakan media isolasi udara atau biasa disebut
transformator kering.
2.5 Bagian-bagian Transformator
Setiap bagian pada transformator mempunyai fungsi yang penting. Bagian
yang satu dengan bagian yang lainnya harus saling melengkapi, sehingga menjadi
suatu transformator yang layak untuk digunakan. Transformator dibagi menjadi
dua bagian, yaitu bagian utama dan bagian bantu. Bagian-bagian tersebut yaitu :
2.5.1 Bagian Utama
2.5.1.1 Inti Besi
Inti besi (core) berfungsi untuk mempermudah jalan fluks, yang ditimbulkan
oleh arus listrik yang melalui kumparan. Dibuat dari lempengan-lempengan besi
tipis yang diisolasi oleh silicon, untuk mengurangi panas (sebagai rugi-rugi besi)
yang ditimbulkan oleh arus pusar atau eddy current.
Gambar 2.4 Inti besi (core) transformator
10
2.5.1.2 Belitan (Coil)
Belitan (coil) adalah sejumlah lilitan kawat berisolasi yang membentuk suatu
kumparan. Kumparan tersebut terdiri dari belitan primer (high voltage) dan
belitan sekunder (low voltage) yang diisolasi baik terhadap inti besi maupun antar
kumparan dengan isolasi padat seperti karton, pertinak dan lain-lain.
Bahan yang digunakan sebagai belitan transformator adalah kawat tembaga
yang dilapisi dengan enamel, namun ada juga yang menggunakan kawat dari
bahan alumunium, sehingga terdapat beberapa jenis kombinasi penggunaan kawat
pada belitan high voltage dengan low voltage seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kombinasi penggunaan bahan belitan
No
Kumparan HV(high voltage)
Kumparan LV(lowvoltage)
1
Tembaga (Cu)
Tembaga (Cu)
2
Tembaga (Cu)
Alumunium (Al)
3
Alumunium (Al)
Alumunium (Al)
4
Alumunium (Al)
Tembaga (Cu)
Jika kumparan primer dihubungkan dengan tegangan/arus bolak-balik maka
pada kumparan tersebut timbul fluks yang menimbulkan tegangan induksi, bila
pada rangkaian sekunder ditutup (rangkaian diberi beban) maka mengalir arus
pada kumparan tersebut, sehingga kumparan ini berfungsi sebagai alat
transformasi tegangan dan arus.
11
Gambar 2.5 Susunan belitan transformator tiga fasa
2.5.1.3 Minyak Transformator
Minyak
transformator
berfungsi
sebagai
media
pendingin
akibat
transformator beroperasi. Minyak tersebut memindahkan panas (disirkulasi) dan
bersifat pula sebagai isolasi, yang berhubungan dengan daya tegangan tembus
tinggi.
2.5.1.4 Terminal
Hubungan antara kumparan transformator ke jaringan luar melalui terminal
yaitu bushing, yaitu sebuah konduktor yang diselubungi oleh isolator, yang
sekaligus berfungsi sebagai penyekat antara konduktor tersebut dengan tangki
transformator.
Gambar 2.6 Bushing transformator
12
2.5.1.5 Tangki dan Radiator
Tangki transformator berfungsi sebagai tempat diletakkannya belitan dan
tempat minyak transformator, tangki transformator terhubung dengan radiator.
Gambar 2.7 Tangki transformator
Radiator merupakan sirip-sirip yang berada mengelilingi transformator, pada
beberapa transformator berdaya kecil hanya berada di beberapa sisi saja. Radiator
berfungsi sebagai media pendingin pada trafo, dengan konstruksi yang berupa
sirip – sirip dapat meradiasikan panas yang terdapat pada minyak trafo dan untuk
menyalurkan panas dari minyak trafo ke udara. Berdasarkan konstruksinya
radiator terbagi menjadi dua jenis yaitu radiator tipe panel dan radiator tipe
corrugated.
a. Radiator tipe panel
Radiator tipe panel merupakan radiator yang memiliki konstruksi terhubung
dengan body transformator melalui pipa besi. Tipe panel terdiri dari dua jenis,
yaitu tipe valve dan non valve. Tipe valve merupakan tipe radiator yang dapat di
lepas dan dipasang kembali, sedangkan tipe non valve tidak dapat di lepas.
Berikut ini merupakan gambar dari masing-masing jenis tipe radiator:
13
Gambar 2.8 Radiator tipe panel valve
Gambar 2.9 Radiator tipe panel non valve
b. Radiator tipe corrugated
Radiator tipe corrugated merupakan tipe radiator yang terhubung langsung
dengan body trafo, berikut pada gambar 2.10 merupakan gambar radiator tipe
corrugated.
14
Gambar 2.10 Radiator tipe corrugated
2.5.2 Peralatan Bantu
Peralatan bantu sangat berpengaruh terhadap kinerja transformator. Disebut
peralatan bantu karena keberadaannya membuat kinerja transformator menjadi
lebih optimal.
2.5.2.1 Pendingin
Media yang digunakan pada sistem pendingin pada transformator dapat
berupa udara dan minyak. Sistem pengaliran sirkulasi dibagi menjadi :
a. Udara alamiah (Air Natural – AN)
Menggunakan sirkulasi udara sekitar tanpa bantuan alat khusus.
b. Minyak dan udara alamiah ( Oil Natural Air Natural – ONAN )
Sirkulasi perpindahan panas minyak dari dalam transformator menyesuaikan
udara pada bagian luar transformator dan berlangsung secara alamiah tanpa
adanya bantuan tekanan/paksaan. Metode ini bisa juga dilengkapi dengan
radiator.
15
c. Minyak alamiah dan udara tekanan/paksaan (Oil Natural Air Forced –
ONAF )
Untuk membantu mempercepat proses perpindahan panas, media pendingin
didorong oleh tekanan. Sirkulasi perpindahan panas minyak berlangsung
alami sedangkan sirkulasi udaranya menggunakan alatyang dapat menekan
yaitu kipass angin ( fan) khusus transformator.
d. Minyak dan udara tekanan/paksaan (Oil Forced Air Forced – OFAF )
Pada metode sirkulasi paksaan penyaluran panas dapat lebih cepat lagi
karena media pendingin didorong oleh tekanan. Sirkulasi perpindahan panas
minyak dan udaranya menggunakan alat yaitu pompa untuk sirkulasi
minyak dan kipas angin (fan) khusus transformator untuk sirkulasi
udaranya. Metode seperti ini jarang sekali digunakan karena membutuhkan
biayayang lebih besar dibandingkan metode lainnya.
e. Kombinasi alamiah dan tekanan/paksaan ( ONAN/OFAF )
Merupakan gabungan dari metode alamiah dengan metode tekanan/paksaan.
2.5.2.2 Pengubah Tap (Tap Changer)
Berfungsi untuk mengubah tegangan sadapan (sisi tegangan tinggi) untuk
mendapatkan tegangan rendah yang diinginkan dari tegangan jaringan (tegangan
sumber pada sisi tegangan tinggi) yang berubah-ubah.
Gambar 2.11 Tap changer
16
Klasifikasi tegangan penyadapan tanpa beban pada transformator berdasarkan
standar SPLN D3.002-1;2007 dengan langkah sadapan 2,5% bisaa dilihat pada
table 2.2 dibawah ini yaitu pada transformator tiga fasa atau tunggal dengan
sadapan tipe 1 (5 langkah) dan tipe 2 (7 langkah).
Tabel 2.2 Klasifikasi tengan penyadapan
Sistem JTM 3 kawat
Sistem JTM 3 kawat
No.
Fasa Tiga Fasa Tunggal
Fasa Tiga
Fasa Tunggal
Sadapan
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 1
Tipe 2
1
21 kV
21 kV
21 kV
21 kV
21/√3 kV
21/√3 kV
2
20,5 kV
20,5 kV
20,5 kV
20,5 kV
20,5/√3 kV
20,5/√3 kV
3
20 kV
20 kV
20 kV
20 kV
20/√3 kV
20/√3 kV
4
19,5 kV
19,5 kV
19,5 kV
19,5 kV
19,5/√3 kV
19,5/√3 kV
5
19 kV
19 kV
19 kV
19 kV
19/√3 kV
19/√3 kV
6
-
18,5 kV
-
18,5 kV
-
18,5/√3 kV
7
-
18 kV
-
18 kV
-
18/√3 kV
2.5.2.3 Indikator
Untuk mengawasi selama transformator beroperasi, maka perlu adanya
indikator yang dipasang pada transformator. Indikator tersebut adalah sebagai
berikut :
a) Indikator suhu minyak
Gambar 2.12 Indikator suhu minyak
17
b) Indikator suhu belitan
Gambar 2.13 Indikator suhu belitan
c) Indikator permukaan minyak
Gambar 2.14 Indikator permukaan minyak
d) DGPT, Pressure relief valve, dan lainnya.
2.5.2.4 Valve
Pada body transformator terdapat katup (valve) yang terpasang pada beberapa
sisi, fungsi dari valve ini adalah berkaitan dengan minyak transformator.
Berdasarkan letaknya terdapat beberapa jenis valve, yaitu sebagai berikut :
a) Drain Valve
Drain valve merupakan katup yang digunakan untuk mengeluarkan minyak
dari body transformator, drain valve terletak di bagian bawah body
transformator.
18
Gambar 2.15 Drain valve transformator
b) Oil filter valve
Oil Filter valve merupakan katup yang digunakan ketika akan dilakukan
proses penyaringan minyak transformator, filter valve terletak di bagian atas
body transformator, penggunaannya harus disertai dengan drain valve, maka
ketika dilakukan penyaringan minyak transformator, minyak dimasukkan
melalui oil filter valve dan dikeluarkan melalui drain valve, sehingga terjadi
sirkulasi minyak masuk dan keluar body transformator, sedangkan
penyaringan minyak dilakukan diluar transformator dengan menggunakan
alat tersendiri. Gambar oil filter valve ditunjukkan pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16 Oil filter valve transformator
19
c) Sampling valve
Sampling valve merupakan katup yang digunakan untuk mengambil contoh
minyak transformator, contoh minyak diambil untuk mengetahui kualitas atau
kondisi minyak transformator setelah sekian lama pemakaian, Sampling valve
terletak di tangki konservator. Berikut adalah gambar sampling valve yang
ditunjukan pada Gambar 2.17.
Gambar 2.17 Sampling valve transformator
2.6 Hubungan Belitan Tiga Fasa
Belitan transformator tiga fasa terdiri dari belitan tegangan tinggi dan belitan
tegangan rendah. Secara umum terdapat tiga belitan primer dan tiga belitan
sekunder, satu belitan untuk satu fasa. Untuk menghubungkan ketiga fasa tersebut
terdapat tiga jenis hubungan belitan, dengan penjelasan sebagai berikut :
2.6.1 Hubungan bintang (Y)
Hubungan bintang merupakan hubungan belitan transformator tiga fasa
dimana salah satu ujung belitan pada masing-masing fasa disatukan, titik
penyatuan hubungan belitan tersebut menjadi titik netral. Arus yang mengalir
pada masing-masing fasa, yaitu IA, IB, dan IC memiliki perbedaan 120° listrik.
20
Pada hubung bintang arus yang mengalir pada masing – masing fasa sama
dengan arus line to line fasa tersebut, sedangkan untuk nilai dari tegangan line to
line (VL-L) sama dengan √3 x tegangan fasa (Vph). Gambar hubungan bintang
ditunjukkan pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18 Hubungan bintang (Y)
Berdasarkan gambar 2.18 didapat rumusan :
IA = IB = IC = IL-L
(2.11)
IL-L = Iph
(2.12)
VAB = VBC = VAC = VL-L dan VAN = VBN = VAN = Vph
(2.13)
VL-L = √3 Vph
(2.14)
Keterangan :
VL-L = tegangan line to line (Volt)
Vph = tegangan fasa (Volt)
IL-L = arus line (Ampere)
Iph = arus fasa (Ampere)
2.6.2 Hubungan Delta (∆)
Hubungan segitiga (delta) merupakan suatu hubungan transformator tiga fasa,
dimana cara penyambungannya adalah ujung akhir lilitan fasa pertama disambung
21
dengan ujung mula lilitan fasa kedua, akhir fasa kedua dengan ujung mula fasa
ketiga dan akhir fasa ketiga dengan ujung mula fasa pertama. Tegangan
transformator tiga fasa dengan belitan yang dihubungkan segitiga yaitu VA, VB,
VC masing-masing berbeda 120° listrik. Pada hubungan delta (∆) tidak terdapat
titik netral, besarnya nilai tegangan line to line (VL-L) sama dengan nilai tegangan
fasa (Vph), sedangkan nilai arus line to line (IL-L) sama dengan √3 x nilai arus fasa
(Iph). Gambar hubungan delta (∆) ditunjukan pada Gambar 2.19.
Gambar 2.19 Hubungan delta (∆)
Berdasarkan gambar 2.19 didapat rumusan :
IA = IB = IC = IL-L
(2.15)
IL-L = √3 Iph
(2.16)
VAB = VBC = VAC = VL-L = VA = VB = VA = Vph
(2.17)
Keterangan :
VL-L = Tegangan line to line (Volt)
Vph = Tegangan fasa (Volt)
IL-L = Arus line (Ampere)
Iph = Arus fasa (Ampere)
22
2.6.3 Hubungan Zigzag (Z)
Hubungan belitan zigzag digunakan untuk transformator dengan tujuan
khusus, aplikasi dari transformator hubung zigzag adalah dapat menyediakan titik
netral bagi sistem yang tidak memiliki titik netral, selain itu transformator hubung
zigzag dapat digunakan untuk beban yang tidak seimbang, hubungan zigzag
dibentuk dari masing–masing lilitan tiga fasa yang dibagi menjadi dua bagian dan
masing–masing dihubungkan pada kaki yang berlainan. Besarnya nilai tegangan
line to line (VL-L) adalah 3/2 kali tegangan fasa (Vph), dan nilai arus line (IL-L)
sama dengan nilai arus fasa (Iph). Gambar hubungan zigzag ditunjukkan pada
gambar 2.20
Gambar 2.20 Hubungan zigzag (z)
Berdasarkan gambar 2.20 maka didapat rumusan sebagai berikut :
IA = IB = IC = IL
(2.18)
IL = Iph
(2.19)
VA4 B4 = VB4 C4 = VA4 C4
(2.20)
VL = x Vph
(2.21)
23
Keterangan :
VL-L = Tegangan line to line (Volt)
Vph = Tegangan fasa (Volt)
IL = Arus line (Ampere)
Iph = Arus fasa (Ampere)
2.7 Jenis Hubungan Belitan Transformator Tiga fasa
Belitan transformator 3 fasa pada sisi high voltage dan low voltage dapat
dihubungkan dengan bermacam jenis kombinasi belitan, diantaranya adalah
hubungan Y-Y, ∆-∆, ∆-Y, dan Y-∆. Untuk tujuan tertentu pada lilitan sekunder
dapat dihubung berliku (zigzag). Hubungan zig zag merupakan hubungan bintang
secara istimewa, digunakan pada kondisi diperlukannya titik netral namun dengan
beban yang tidak seimbang. Berikut ini merupakan penjelasan dari masing-masing
jenis hubungan belitan transformator tiga fasa :
2.7.1 Hubungan Wye – wye (Y-Y)
Hubungan Y-Y menandakan pada belitan high voltage terhubung wye (Y)
dan begitu pula pada bagian low voltage terhubung secara wye (Y). Jenis
hubungan Y-Y akan sangat baik hanya jika digunakan dengan beban yang
seimbang, karena pada beban yang seimbang akan menyebabkan nilai arus netral
(IN) sama dengan nol. Dan apabila terjadi beban yang tidak seimbang maka aka
nada arus netral (IN) yang dapat menyebabkan timbulnya rugi – rugi.
Pada hubungan Y-Y tegangan primer fasa adalah :
Vph HV =
√
(2.22)
24
Rasio perbandingan transformator (a) untuk hubungan Y- Y didapat dengan
membandingkan tegangan saluran (line) antara belitan primer dengan belitan
sekunder, seperti pada rumus berikut :
=
=a
(2.23)
Keterangan :
VL HV
= Tegangan saluran (line) belitan high voltage (volt])
VL LV
= Tegangan saluran (line) belitan low voltage (volt)
Vph HV
= Tegangan fasa belitan high voltage (volt)
Vph LV
= Tegangan fasa belitan low voltage (volt)
Gambar belitan transformator hubung Y-Y ditunjukkan pada Gambar 2.21
Gambar 2.21 Transformator tiga fasa hubung Y-Y
2.7.2 Hubung Wye – Delta (Y - ∆)
Hubungan Y-∆ menandakan pada belitan high voltage terhubung wye (Y)
dan pada bagian low voltage terhubung secara delta (∆). Transformator dengan
hubungan wye-delta biasa digunakan sebagai transformator penaik tegangan
untuk jalur transmisi listrik, pada hubungan ini high voltage saluran (line)
25
sebanding dengan high voltage fasa (VL HV = √3 Vph HV ) dan nilai low voltage
saluran (line) sama dengan low voltage fasa (VL LV = Vph LV ), sehingga diperoleh
rasio perbandingan transformator hubung Y - ∆ sebagai berikut :
√ =a
(2.24)
Gambar hubungan belitan transformator tiga fasa hubung Y - ∆ ditunjukan
pada Gambar 2.22
Gambar 2.22 Transformator tiga fasa hubung Y – ∆
2.7.3 Hubungan Wye – Zigzag (Y-Z)
Hubungan Y-Z menandakan bahwa belitan high voltage terhubung secara
wye (Y) dan pada bagian low voltage terhubung secara zigzag (Z). Pada bagian
high voltage VL HV = √3 x
Vph HV,
dan pada bagian low voltage dengan hubungan
zigzag VL LV =32x Vph LV sehingga diperoleh rasio perbandingan transformator
hubung Y-Z adalah sebagai berikut :
√
=
a
(2.25)
26
Gambar hubungan belitan transformator tiga fasa hubung Y-Z ditunjukkan pada
Gambar 2.23
Gambar 2.23 Transformator tiga fasa hubung Y-Z
2.7.4 Hubungan Delta – Wye (∆ -Y)
Hubungan ∆ -Y menandakan pada belitan high voltage terhubung delta (∆)
dan pada bagian low voltage terhubung secara wye (Y). Hubungan delta – wye
biasa digunakan pada trafo penurun tegangan, yaitu dari saluran transmisi menuju
saluran distribusi. Besarnya tegangan saluran (line) pada sisi high voltage sama
dengan tegangan fasanya (VL HV = Vph HV) sedangkan besarnya tegangan saluran
(line) pada sisi low voltage sebanding dengan besarnya tegangan fasa (VL LV = √3
Vph LV ).
Rasio perbandingan transformator hubung ∆ -Y adalah sebagai berikut :
√
=
(2.26)
Gambar hubungan ∆ -Y ditunjukan pada Gambar 2.24.
27
Gambar 2.24 Transformator tiga fasa hubung ∆-Y
2.7.5 Hubung Delta Delta (∆ - ∆)
Pada transformator tiga fasa dengan hubungan ∆-∆, tegangan saluran (line)
dan tegangan fasa sama untuk sisi high voltage dan low voltage transformator
(VRS = VST = VTR = VLN). sehingga diperoleh rasio perbandingan transformator
untuk hubung ∆ - ∆ sebagai berikut :
=
=a
(2.27)
Gambar transformator hubung ∆ - ∆ ditunjukan pada Gambar 2.25.
28
Gambar 2.25 Transformator tiga fasa hubung ∆ – ∆
2.7.6 Hubungan Delta – Zigzag (∆ - Z)
Transformator dengan hubungan (∆-Z) menandakan bagian high voltage
terhubung delta dan bagian low voltage terhubung zigzag. Besarnya tegangan line
to line pada bagian high voltage sama dengan tegangan fasa (VL HV = Vph), dan
pada bagian low voltage dengan hubungan zigzag (VL LV= 32 x Vph LV), sehingga
diperoleh rasio perbandingan transformator hubung ∆ - Z adalah sebagai berikut :
=
a
(2.28)
Gambar rangkaian hubungan ∆ - Z dapat dilihat pada Gambar 2.26
29
Gambar 2.26 Transformator tiga fasa hubung ∆ – Z
2.8 Vector Group Transformator
Pada transformator, vector group merupakan salah satu identitas yang dapat
ditemukan pada nameplate transformator, vector group transformator menyatakan
bagaimana jenis konfigurasi belitan transformator pada bagian tegangan tinggi
dan pada bagian tegangan rendah.
Jenis vector grup transformator sangat penting sebelum mengkoneksikan dua
atau lebih transformator secara paralel, apabila terjadi hubungan paralel antara dua
atau lebih transformator dengan vector group yang berbeda maka akan terjadi
perbedaan fasa pada bagian sekunder transformator, sehingga mengakibatkan
perbedaan potensial dan akan mengalirkan arus pada bagaian sekunder antar
transformator tersebut, efek yang terjadi arus akan sangat merusak transformator
yang dioperasikan.
Mengacu pada standart IEC (Interational Electrotechnical Commision),
penulisan notasi vector group transformator terdiri dari dua huruf atau lebih yang
diikuti dengan satu atau dua digit, berikut adalah penjelasannya :
30
1. Huruf pertama menggunakan huruf kapital D, Y, Z untuk bagian tegangan
tinggi transformator. D untuk hubungan delta (∆), Y untuk hubungan wye
(Y), dan Z untuk hubungan zig zag (interconnected star),
2. Huruf kedua merupakan huruf kapital dengan ukuran lebih kecil berupa huruf
N, huruf tersebut menandakan adanya titik netral pada bagian tegangan tinggi
transformator,
3. Huruf ketiga merupakan huruf non kapital d, y, z untuk bagian tegangan
rendah transformator, d memiliki arti hubung delta (∆), y untuk hubungan
wye (Y), dan z untuk hubungan zig zag (interconnected star),
4. Huruf keempat menggunakan huruf non kapital n yang menyatakan adanya
titik netral pada bagian tegangan rendah,
5. Simbol kelima berupa angka yang terdiri dari satu atau dua digit, angka ini
mengacu pada bilangan jam 1-12 yang menunjukkan besarnya perbedaan fasa
antara bagian primer dengan bagian sekunder transformator.
Contoh :
Vector group Dyn-1. Memiliki arti bahwa bagian primer terhubung secara
delta (∆), bagain sekunder terhubung secara wye (Y), pada bagain sekunder
terdapat titik netral, dan perbedaan fasa antara primer dengan sekunder
menunjuk angka jam 1, yaitu 30o.
Ynd-5. Memiliki arti bagian primer terhubung secara wye (Y), terdapat titik
netral pada bagian primer, bagian sekunder terhubung secara delta (∆), dan
perbedaan fasa antara primer dengan sekunder menunjuk angka 5, yaitu
sebesar 150o.
31
Untuk menentukan jenis vector group transformator mengacu pada hal-hal
berikut :
1. Bagian primer ditetapkan sebagai sisi tegangan tinggi (HV), dan bagian
sekunder ditetapkan sebagai sisi tegangan rendah (LV),
2. Angka jam pada notasi transformator yaitu dari jam 1 – 12, satu putaran jam
adalah 360o dan terdiri dari 12 angka, sehingga sudut antara angka jam yang
berurutan besarnya adalah 30o,
3. Bagian tegangan tinggi (primer) dianggap sebagai jarum panjang, dan
ditetapkan pada posisi jam 12. Bagian tegangan rendah (sekunder) dianggap
sebagai jarum pendek dan bebas untuk bergerak,
4. Sudut antara jarum panjang dan jarum pendek menunjukan perbedaan sudut
fasa antara bagian primer dengan sekunder.
2.9 Konfigurasi Belitan Transformator
Pada transformator tiga fasa, konfigurasi hubungan belitan merupakan hal
yang perlu diperhatikan pada saat proses pembuatan transformator, karena
bagaimana konfigurasi belitan tersebut tersusun merupakan dasar terjadinya
perbedaan fasa antara belitan tegangan tinggi dengan belita tegangan rendah.
Umumnya belitan transformator terhubung secara wye-delta, delta-wye, deltadelta, wye-wye, dan untuk keperluan khusus juga terdapat hubungan delta-zigzag,
dan wye-zigzag, namun disamping jenis hubungan tersebut terdapat variasi
hubungan dengan adanya perbedaan angka jam vector group transformator.
Mengacu pada standar IEC 76-1 : 1993 simbol terminal tegangan tinggi
transformator menggunakan 1U, 1V, 1W, dan untuk tegangan rendah
32
menggunakan 2U, 2V, 2W sedangkan untuk titik netral menggunakan simbol 1N
pada sisi tegangan tinggi dan 2N untuk sisi tegangan rendah. Untuk
mempermudah dalam penulisan dan penjelasan, penulis menggunakan simbol A,
B, C untuk menunjukan belitan tegangan tinggi dan a, b, c untuk belitan tegangan
rendah.
Terdapat dua buah belitan pada masing – masing fasa yaitu belitan tegangan
tinggi dan tegangan rendah, belitan tegangan tinggi dan tegangan rendah terletak
pada batang core yang sama, satu belitan memiliki dua buah ujung terminal
utama, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.27
Gambar 2.27 Konstruksi belitan transformator tiga fasa
Pada bagian tegangan tinggi terminal A1-A2 dikoneksikan dengan terminal
B1-B2 dan C1-C2, pada bagian tegangan rendah terminal a1-a2 dikoneksikan
dengan terminal b1-b2 dan c1-c2 . Jenis hubungan yang terjadi dapat berupa
hubungan Yd#, Yy#, Dy#, Dd#, dan juga terdapat jenis Dz# dan Yz# untuk
transformator jenis hubungan khusus, notasi # menunjukan besarnya perbedaan
sudut fasa yang mengacu pada angka jam vector group.
Berikutnya akan dijelaskan jenis-jenis hubungan vector group transformator,
dengan format penulisan mengacu pada point – point berikut :
33
1. Warna pada gambar belitan diberikan untuk mendukung penjelasan secara
visual.
2. Gambar belitan yang berwarna merah untuk belitan A, kuning untuk belitan B
dan hitam untuk belitan C.
3. Belitan dengan warna yang sama terletak pada batang core yang sama dan
mendapatkan tegangan dengan fasa yang sama, oleh karena itu fasor dengan
warna yang sama harus digambarkan sedemikian mungkin sejajar antara fasor
pada bagian tegangan tinggi dengan fasor pada bagian tegangan rendah
4. Pada batang core yang sama, belitan yang memiliki tanda terminal sejenis
menyatakan polaritas yang sama, seperti pada belitan A1A2 dan a1a2, maka
terminal A1 dan a1 memiliki polaritas yang sama, begitu pula dengan terminal
lainnya.
2.9.1 Konfigurasi Jenis Hubungan Yd# (Wye – Delta)
Jenis hubungan Yd# pada bagian tegangan tinggi terhubung wye dan pada
bagian tegangan rendah terhubung delta, pada umumnya terdapat titik netral pada
bagian tegangan tinggi sehingga jenis hubungannya menjadi YNd#. Berikut ini
merupakan contoh jenis konfigurasi YNd-1 :
2.9.1.1 Hubungan YNd-1
Untuk membuat hubungan YNd-1 diagram fasor bagian tegangan tinggi wye
ditetapkan pada jam 12, lalu diagram fasor tegangan rendah delta ditempatkan
pada jam 1, yaitu bergeser 30o tertinggal dari jam 12. Maka pada diagram jam
terlihat fasor 1N – A1 mendahului 30o dari fasor 2N – a1, pada fasor delta terdapat
titik netral secara virtual yang tidak terhubung dengan bushing, namun dapat
ditemukan secara geometris. Seperti pada Gambar 2.28
34
(a)
Tegangan tinggi
(b)
Tegangan rendah
(c)
Gambar 2.28 Hubungan YNd-1
(a) Diagram fasor vector group YNd-1
(b)Hubungan belitan tegangan tinggi dan tegangan rendah
(c) Diagram fasor YNd-1 berdasarkan angka jam
35
2.9.2 Konfigurasi Jenis Hubungan Yy# (Wye – Wye)
Jenis hubungan Yy# menandakan pada bagian tegangan tinggi dan tegangan
rendah sama-sama menggunakan hubungan wye (Y), pada umumnya hubungan Y
memiliki titik netral yang terhubung dengan bushing sehingga menjadi jenis
hubungan YNyn#, dengan # merupakan notasi angka jam vector group. Berikut
ini akan dijelaskan mengenai konfigurasi hubungan Ynyn-6 :
2.9.2.1 Hubungan Ynyn-6
Hubungan Ynyn-6 bagian tegangan tinggi dan bagian tegangan rendah
memiliki perbedaan sudut fasa 180o. diagram fasor bagian tegangan rendah
mengarah pada angka jam 6, untuk membuatnya cukup dengan membalik
terminal pada bagian tegangan rendah yang semula dijadikan titik netral pada
bagian tegangan tinggi kini menjadi terhubung dengan bushing, apabila pada
bagian tegangan tinggi terminal A1, B1, C1 terhubung dengan bushing dan
terminal A2, B2, C2 yang digabungkan menjadi titik netral, maka pada bagian
tegangan rendah merupakan kebalikannya, yaitu terminal a1, b1, c1 digabungkan
menjadi titik netral dan terminal a2, b2, c2 dihubungkan dengan bushing, dengan
konfigurasi seperti ini maka akan didapatkan hubungan vector group Ynyn-6
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.29
36
(a)
Tegangan tinggi
(b)
Tegangan rendah
(c)
Gambar 2.29 Hubungan YNyn-6
(a) Diagram fasor vector group YNyn-6
(b) Hubungan belitan tegangan tinggi dan tegangan rendah
(c) Diagram fasor YNyn-6 berdasarkan angka jam
37
2.9.3 Konfigurasi Jenis Hubungan Dy# (Delta – Wye)
Jenis hubungan Dy# pada bagian tegangan tinggi belitan terhubung secara
delta (∆) dan pada bagian tegangan rendah belitan terhubung secara wye (Y), pada
umumnya hubungan Dy# memiliki titik netral pada bagian tegangan rendah
sehingga notasi jenis hubungannya menjadi Dyn#, dengan # menunjukan notasi
angka jam vector group. Berikut akan dijelaskan konfigurasi belitan untuk
hubungan Dyn-5.
2.9.3.1 Hubungan Dyn-5
Untuk membentuk hubungan Dyn-5 yang disesuaikan adalah konfigurasi
pada bagian tegangan rendah, kini akan dibuat agar fasor bagian tegangan rendah
tertinggal dari fasor tegangan tinggi sebesar 150o dikarenakan angka jam vector
group mengarah pada angka jam 5, Untuk itu pada bagian tegangan tinggi
terminal A1 disambungkan dengan C2, terminal A2 dihubungkan dengan B1, dan
terminal B2 dihubungkan dengan C1. Sedangkan pada bagian tegangan rendah
belitan dikonfigurasikan dengan membalik polaritas dari umumnya bentuk
hubungan wye, yaitu terminal a2, b2, c2 terhubung dengan bushing dan terminal a1,
b1, c1 saling terhubung menjadi titik netral, dengan konfigurasi seperti ini maka
akan terbentuk hubungan dengan vector group Dyn-5, dapat dilihat pada diagram
angka jam bahwa fasor 1N – A1 mengarah pada angka jam 12, sedangkan fasor
2N – a2 mengarah pada angka jam 5, hal tersebut ditunjukan pada Gambar 2.30
38
(a)
Tegangan tinggi
(b)
Tegangan rendah
(c)
Gambar 2.30 Hubungan Dyn-5
(a) Diagram fasor vector group Dyn-5
(b) Hubungan belitan tegangan tinggi dan tegangan rendah
(c) Diagram fasor Dyn-5 berdasarkan angka jam
39
2.9.4 Konfigurasi Jenis Hubungan Dd# (Delta – Delta)
Transformator dengan hubungan Dd# menandakan bahwa pada bagian
tegangan tinggi dan tegangan rendah sama-sama menggunakan hubungan belitan
delta (∆), transformator dengan hubungan Dd# biasa digunakan untuk sistem yang
tidak memeiliki titik netral.
2.9.4.1 Hubungan Dd-0
Untuk membuat hubungan Dd-0 bagian tegangan tinggi dan tegangan rendah
transormator dihubung secara delta (∆) dan diagram fasor keduanya yaitu 1N-A1
dan 2N-a1 ditempatkan pada angka jam 12, hal ini dikarenakan angka jam vector
group adalah 0 yang berarti tidak terdapat perbedaan fasa antara bagian tegangan
tinggi dan bagian tegangan rendah, pada bagian tegangan tinggi maupun tegangan
rendah terminal A1 dihubungkan dengan terminal B2, terminal B1 dihubungkan
dengan terminal C2, dan terminal C1 dihubungkan dengan terminal A2, dengan
konfigurasi seperti ini maka akan didapatkan hubungan beitan dengan vector
group Dd-0.
(a)
40
Tegangan tinggi
(b)
Tegangan rendah
(c)
Gambar 2.31 Hubungan Dd-0
(a) Diagram fasor vector group Dd-0
(b) Hubungan belitan tegangan tinggi dan tegangan rendah
(c) Diagram fasor Dd-0 berdasarkan angka jam
2.9.5 Konfigurasi Hubungan Yz# dan Dz#
Untuk membuat transformator dengan hubungan zig-zag pada bagian
sekunder, terdapat beberapa point tambahan yang perlu untuk diperhatikan, yaitu
sebagai berikut :
1. Pada hubungan zigzag, terdapat tiga buah belitan di masing – masing batang
core, satu belitan untuk tegangan tinggi dan dua belitan untuk tegangan
41
rendah, kedua belitan yang terdapat pada bagian tegangan rendah memiliki
jumlah turn belitan yang sama.
2. Pada masing-masing batang core, belitan dengan polaritas sejenis memiliki
polaritas yang sama. Pada terminal A1A2, a1a2, dan a3a4 maka terminal A1, a1,
dan a3 memiliki polaritas yang sama, begitupun dengan terminal lainnya.
3. Diagram vector dengan warna yang sama menandakan belitan terletak pada
batang core yang sama, dan sedemikian mungkin harus digambar dengan arah
yang sejajar.
2.9.5.1 Hubungan Dz-6 (Delta-Zigzag)
Untuk membuat hubungan Dz-6 pada bagian tegangan tinggi dibentuk
hubungan delta (∆) dengan fasor 1N-A1 ditetapkan pada angka jam 12, pada
bagian sekunder dibentuk hubungan zig –zag dengan fasor 2N-a1 di angka jam 6.
Terminal A1, B1, dan C1 terhubung dengan bushing, pada bagian sekunder
terminal a2, b2, dan c2 terhubung dengan bushing, sedangkan terminal lainnya
terkoneksi internal. Untuk mendapatkan perbedaan fasa 180o, pada hubungan Z
belitan a2a1 terhubung dengan belitan b3b4, sehingga akan didapatkan fasor 2Na2
dimana 2Na2 = b4b3 + a1a2. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.32
42
Tegangan tinggi
(b)
Tegangan rendah
(c)
Gambar 2.32 Hubungan Dzn-6
(a) Diagram fasor vector group Dzn-6
(b) Hubungan belitan tegangan tinggi dan tegangan rendah
(c) Diagram fasor Dzn-6 berdasarkan angka jam
2.9.5.2 Hubungan YNzn5 (Wye-Zigzag)
Untuk membuat hubungan YNzn-5 pada bagian tegangan tinggi dihubung
wye (Y) dan diagram fasor 1N-A1 ditempatkan pada angka jam 12, pada bagian
tegangan rendah dihubung Z dengan diagram fasor 2N-a1 mengarah pada angka
jam 5. Pada bagian tegangan tinggi terminal A1, B1, C1 menuju bushing, dan pada
bagian tegangan rendah terminal a4, b4, c4 menuju bushing, sedangkan terminal
lainnya terkoneksi secara internal, untuk mendapatkan perbedaan fasa sebesar
43
150o, belitan b2b1 dihubungkan dengan belitan a3a4, sehingga didapatkan fasor
2Na4 yang berselisih 150o tertinggal dengan fasor 1NA1, dimana 2Na4 = b2b1 +
a3a4. Untuk menentukan hubungan terminal lainnya pada bagian tegangan rendah
dapat diketahui dengan mencari fasor yang sejajar, fasor yang sejajar menandakan
bahwa fasor tersebut terletak pada batang core yang sama, dan memilik fasa yang
sama, dan untuk menentukan tanda terminalnya adalah dengan menyamakan
tanda terminal pada bagian tegangan tinggi dengan tegangan rendah, dari Gambar
3.7(a) terminal A1-A2 dengan terminal a1-a2 dan a3-a4 memiliki fasor yang sejajar ,
dalam menandai terminalnya, terminal A1, a1, dan a3 memiliki polaritas yang
sama, maka harus terletak pada ujung fasor yang sama. Penjelasan mengenai
gambar fasor, hubungan belitan dan fasor menurut angka jam dapat dilihat pada
Gambar 2.33
(a)
44
Tegangan tinggi
(b)
Tegangan rendah
(c)
Gambar 2.33 Hubungan YNzn-5
(a) Diagram fasor vector group YNzn-5
(b) Hubungan belitan tegangan tinggi dan tegangan rendah
(c) Diagram fasor YNzn-5 berdasarkan angka jam
Mengacu pada SPLN 50 tahun 1997, terdapat empat macam jenis
transformator berdasarkan kelompok vector group dan titik netralnya, yaitu :
1. Kelompok vector group Yzn-5
Transformator dengan vector group Yzn-5 digunakan untuk transformator
dengan kapasitas ≤ 160 kVA.
45
2. Kelompok vector group Dyn-5
Transformator dengan vector group Dyn-5 digunakan untuk transformator
dengan kapasitas > 200 kVA.
3. YNyn-0
Transformator dengan vector group Ynyn-0 digunakan pada sistem jaringan
empat kawat tiga fasa.
4. YNd-5
Transformator dengan vector group YNd-5 digunakan pada pembangkit
listrik, semisal PLTU, PLTA.
Telah diketahui bahwa konfigurasi belitan transformator akan mempengaruhi
keadaan lagging atau leading antara belitan tegangan tinggi terhadap tegangan
rendah. Pada standard IEC 60076-1 telah dikelompokan jenis vector group yang
memungkinkan untuk dibentuk seperti ditunjukan pada tabel 2.3.
46
Tabel 2.3 Kelompok vector group transformator berdasarkan standar IEC 60076
2.10 Polaritas Transformator
Polaritas transformator merupakan notasi yang menunjukkan arah sesaat dari
aliran arus pada bagian tegangan tinggi dan tegangan rendah. Polaritas
transformator perlu diketahui ketika akan melakukan operasi paralel pada
transformator. Polaritas transformator terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Polaritas penjumlahan (Additive polarity)
47
2. Polaritas pengurangan (Subsractive polarity)
Mengacu pada standar ANSI (American National Standard Institute), pada
sisi tegangan tinggi transformator, terminalnya diberi tanda H1, H2, H3, sedangkan
pada sisi tegangan rendahnya diberi tanda X1, X2, X3, jenis polaritas transformator
dapat dillihat pada Gambar 2.34 dan Gambar 2.35
Gambar 2.34 Polaritas penjumlahan (Additive polarity)
Gambar 2.35 Polaritas pengurangan (substractive polarity)
2.11 Kerja Paralel Transformator Tiga Fasa
Ketika transformator digunakan untuk melayani beban yang besar maka
membutuhkan kapasitas daya yang besar pula, agar tidak mengganti transformator
dengan daya yang lebih besar, maka dapat dilakukan kerja paralel pada suatu
ransformator dengan mengoperasikan kerja paralel pada dua transformator atau
lebih. Transformator dikatakan beroperasi paralel bilamana transformator tersebut
dikoneksikan pada sistem primer dan sekunder yang sama dan letaknya cukup
48
berdekatan (dalam satu busbar) sehingga impedansi eksternal akibat pemakaian
busbar untuk koneksi paralel dapat diabaikan dibandingkan dengan impedansi
pada internal transformator.
2.11.1 Fungsi Kerja Paralel dan Keuntungannya
Operasi paralel berfungsi untuk menggabungkan dua atau lebih transformator
yang mempunyai karakteristik listrik sama untuk memikul beban secara bersamasama.
Keuntungan operasi paralel adalah sebagai berikut :
a. Pada saat pemeliharaan (maintenance) trafo, penyaluran listrik dapat
dibebankan pada transformator yang lain, sehingga proses pemeliharaan
(maintenance) dapat dilakukan secara bergantian.
b. Kontinuitas penyaluran listrik terjamin, karena ketika ada trafo yang
mengalami gangguan, trafo yang lainnya masih bisa menyalurkan listrik.
2.11.2 Syarat Kerja Paralel Transformator Tiga Fasa
Tidak semua transformator dapat diopersaikan secara paralel, ada beberapa
syarat yang harus terpenuhi agar transformator dapat dioperasikan secara paralel,
yaitu sebagai berikut :
1. Tegangan kerja transformator pada sisi tegangan tinggi dan tegangan rendah
harus sama. Apabila tidak sama maka tegangan induksi pada kumparan
sekunder masing-masing transformator tidak sama. Perbedaan ini akan
menyebabkan terjadinya arus pusar pada kumparan tegangan rendah ketika
transformator dibebani.
Arus ini akan menimbulkan panas pada kumparan tersebut, besarnya arus
pusar tersebut adalah :
49
Ips = (2.30)
Gambar 2.36 Arus pusar transformator berbeban
2. Polaritas masing – masing transformator harus sama.
3. Tegangan impedansi pada keadaan beban penuh harus sama, kedua
transformator membagi beban sesuai dengan kemampuan kVA-nya, sehingga
tegangan impedansi pada keadaan beban penuh kedua transformator tersebut
sama. Apabila nilai impedansi sistem dari transformator yang akan diparalel
berbeda, maka distribusi beban tidak maksimal. Berikut ini merupakan rumus
perhitungan mengenai pengaruh impedansi terhadap distribusi pada masingmasing transformator yang diparalel :
Supply = kapasitas trafo ×
!"#$%&'($) !&$
#!)!*#!%+%&!,-.!"/ $!&!))
!"#$%&!,-
(2.31)
Contoh :
Dua buah trafo akan dioperasikan paralel dengan masing- masing spesifikasi
sebagai berikut :
Trafo I : 3Ø ; 50 Hz ; 1000 kVA ; 20 kV – 400/231 V ; Dyn-5 ;
impedansi 5%
50
Trafo II : 3 ; 50 Hz ; 800 kVA ; 20 kV – 400/231 V ; Dyn-5 ;
impedansi 4,5%
Untuk mementukan suplai masing-masing trafo dan total suplai kedua
transformator tersebut sebagai berikut :
0,2%
Trafo 1
= 1000 kVA ×
Trafo 2
= 800 kVA × 0,2% = 800 kVA
2%
= 900 kVA
0,2%
Total kapasitas paralel = 900 kVA + 800 kVA = 1700 kVA
Apabila disuplai sesuai kapasitas transformator, maka :
Suplai = kapasitas trafo ×
4-%!)#+)!$'!!#$%!#"-$"!)
4-%!)#+)!$'!!#$%!#%-%!)
(2.32)
Mengacu pada perhitungan di atas, apabila masing-masing transformator
suplai sesuai kapasitas nominalnya, untuk menentukan suplai masingmasing transformator adalah sebagai berikut :
Total kapasitas nominal = 1000 kVA + 800 kVA = 1800 kVA
5677'8
Suplai trafo 1
= 900 kVA × 5977'8 = 953 kVA
Suplai trafo 2
= 800 kVA × 5977'8 = 847 kVA
5677'8
Total suplai = 953 kVA + 847 kVA = 1800 kVA
Berdasarkan perhitungan diatas, distribusi masing-masing transformator
tidak maksimal, yaitu trafo 1 dibebani lebih rendah sebesar 47 kVA dan
trafo 2 over load sebesar 47 kVA.
4. Frekuensi transformator harus sama
5. Jumlah fasa harus sama
51
6. Kelompok vector group harus sama, jika vector groupnya tidak sama, maka
selisih antara vector group transformator pertama dan transformator kedua
sebesar 120o.
Berdasarkan IEC 60076, apabila ada dua buah transformator atau lebih yang
akan diparalel, namun vector group kedua trafo tersebut berbeda, maka masih
dimungkinkan untuk dioperasikan parallel asalkan masih termasuk kedalam
satu kelompok bilangan jam.
Kelompok bilangan jam yang dapat diparalel :
a. Group I Bilangan Jam 0, 4 dan 8
b. Group II Bilangan Jam 6, 10 dan 2
c. Group III Bilangan Jam 1 dan 5
d. Group IV Bilangan Jam 7 dan 11
Contoh : hubungan paralel antara vector group Dyn-1 dengan vector group
Dyn-5
52
Gambar 2.37 Hubungan paralel Dyn-1 dengan Dyn-5
7. Perbandingan
reaktansi
dengan
tahanan
sebaiknya
sama,
apabila
perbandingan reaktansi dengan tahanan sama, maka transformator tersebut
bekerja pada faktor daya yang sama.
53
Download