BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Transformator Transformator atau transformer atau trafo adalah suatu peralatan listrik elektromagnetik statis yang berfungsi untuk memindah dan mengubah energi listrik dari satu rangkaian listrik ke rangkaian listrik lainnya, dengan frekuensi yang sama dan perbandingan transformasi tertentu melalui suatu gandengan magnet dan bekerja berdasarkan prinsip induksi elektromagnetis. Simbol transformator yaitu pada Gambar 2.1 berikut : Gambar 2.1 Simbol transformator 2.2 Prinsip Kerja Transformator Transformator terdiri atas dua buah kumparan (primer dan sekunder) yang bersifat induktif. Apabila kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik maka fluks bolak-balik akan muncul di dalam inti, karena kumparan tersebut membentuk jaringan tertutup maka mengalirlah arus primer. Akibat adanya fluks di kumparan primer, maka di kumparan primer terjadi induksi (self induction) dan terjadi pula induksi di kumparan sekunder karena pengaruh induksi dari kumparan primer atau disebut sebagai induksi bersama (mutual induction) 5 yang menyebabkan timbulnya fluks magnet di kumparan sekunder, maka mengalirlah arus sekunder jika rangkaian sekunder di bebani, sehingga energi listrik dapat ditransfer keseluruhan (secara magnetisasi). 2.3 Hukum Dasar Prinsip Kerja Transformator Kumparan yang dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik disebut kumparan primer (input) dan kumparan yang lainnya disebut kumparan sekunder (output). Apabila kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan bolakbalik, maka akan mengalir arus dalam kumparan primer menimbulkan perubahan fluks magnetik dalam inti besi. Perubahan fluks magnetik dalam inti besi membangkitkan GGL (Gaya Gerak Listrik) induksi pada kumparan sekunder. Gambar 2.2 Prinsip timbulnya induksi magnet Gambar 2.3 Prinsip kerja transformator 6 Untuk mengetahui besarnya GGL yang dibangkitkan pada kumparan primer ataupun sekunder menggunakan rumus yang mengacu pada hukum Induksi Faraday pada rumus (2.1), sebagai berikut : Ep = Es = Ф Ф Np (2.1) Ns (2.2) Sebagaimana pada rumus 2.1 dan 2.2 bahwasanya nilai GGL pada kumparan primer maupun kumparan sekunder berbanding lurus dengan banyaknya lilitan pada kumparan tersebut, sehingga dapat dituliskan : Ep : Ep = Np : Ns = ɑ (2.3) Es = (Ns/Np) × Ep (2.4) Ep = (Np/Ns) × Es (2.5) Keterangan : ɑ = Perbandingan transformasi/rasio transformator Ep = GGL induksi pada kumparan primer (volt) Es = GGL induksi pada kumparan sekunder (volt) Np = jumlah kumparan primer Ns = jumlah kumparan sekunder Ip = arus di kumparan primer (ampere) Is = arus dikumparan sekunder (ampere) Jadi jika jumlah lilitan kumparan sekunder lebih banyak daripada jumlah lilitan kumparan primer, tegangan sekunder lebih besar dari tegangan primer (step-up transformer), begitupun apabila jumlah lilitan kumparan primer lebih banyak daripada jumlah lilitan kumparan sekunder, maka tegangan primer lebih besar dari tegangan sekunder (step-down transformator). 7 Dengan anggapan tidak adanya energi listrik yang hilang pada perpindahannya dari kumparan primer ke kumparan sekunder maka : Wp = Ws (2.6) Es .Is . t = Ep . Ip . t (2.7) Is = (Ep / Es) × Ip (2.8) Is = (Np / Ns) × Ip (2.9) Ip : Is = Ns : Np = ɑ (2.10) Dari hubungan itu dapat dilihat bahwa apabila jumlah lilitan pada kumparan sekunder lebih banyak, maka kuat arus pada kumparan sekunder lebih kecil daripada kuat arus dalam kumparan primer. 2.4 Jenis Transformator 2.4.1 Berdasarkan Fungsi 1. Transformator sebagai penurun tegangan (Step Down) Digunakan untuk menurunkan tegangan sesuai dengan kebutuhan 2. Transformator sebagai penaik tegangan (Step Up) Digunakan untuk menaikkan tegangan sesuai dengan kebutuhan 2.4.2 Berdasarkan Jumlah Fasa 1. Transformator satu fasa Transformator yang digunakan untuk mengubah energi listrik pada suplai satu fasa. 2. Transformator tiga fasa Transformator ini digunakan untuk mengubah energi listrik pada suplai tiga fasa. Untuk penyaluaran daya yang sama, penggunaan satu unit 8 transformator tiga fasa akan lebih ringan, lebih murah dan lebih efisien dibandingkan dengan tiga unit transformator satu fasa. 2.4.3 Berdasarkan Pemakaian 1. Transformator daya (Power Transformer) Transformator dengan daya yang besar dan dengan class tegangan > 36 kV, biasanya dipasang dari system pembangkit ke jaringan transmisi. 2. Transformator distribusi (Distribution Transformer) Transformator dengan class tegangan < 36 kV, umumnya digunakan pada sistem jaringan distribusi. 3. Transformator pengukuran (Instrument Transformer) Transformator ini digunakan untuk pengukuran. Jenis trafo pengukuran, yaitu: a) Transformator arus (Current transformer (CT)) Transformator yang dipakai untuk menurunkan arus agar dapat masuk ke meter pengukuran. b) Ttransformator tegangan (Potential Transformer(PT)) Transformator yang dipakai untuk menurunkan tegangan agar dapat masuk ke meter pengukuran. 2.4.4 Berdasarkan Medium Isolasi 1. Oil Immersed Transformer Transformator yang menggunakan media isolasi minyak yang mana bagian aktif dari transformator tersebut dalam mengubah energi yaitu inti (core) dan belitan (coil) terendam minyak. 9 2. Dry Type Transformer Transformator yang menggunakan media isolasi udara atau biasa disebut transformator kering. 2.5 Bagian-bagian Transformator Setiap bagian pada transformator mempunyai fungsi yang penting. Bagian yang satu dengan bagian yang lainnya harus saling melengkapi, sehingga menjadi suatu transformator yang layak untuk digunakan. Transformator dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian utama dan bagian bantu. Bagian-bagian tersebut yaitu : 2.5.1 Bagian Utama 2.5.1.1 Inti Besi Inti besi (core) berfungsi untuk mempermudah jalan fluks, yang ditimbulkan oleh arus listrik yang melalui kumparan. Dibuat dari lempengan-lempengan besi tipis yang diisolasi oleh silicon, untuk mengurangi panas (sebagai rugi-rugi besi) yang ditimbulkan oleh arus pusar atau eddy current. Gambar 2.4 Inti besi (core) transformator 10 2.5.1.2 Belitan (Coil) Belitan (coil) adalah sejumlah lilitan kawat berisolasi yang membentuk suatu kumparan. Kumparan tersebut terdiri dari belitan primer (high voltage) dan belitan sekunder (low voltage) yang diisolasi baik terhadap inti besi maupun antar kumparan dengan isolasi padat seperti karton, pertinak dan lain-lain. Bahan yang digunakan sebagai belitan transformator adalah kawat tembaga yang dilapisi dengan enamel, namun ada juga yang menggunakan kawat dari bahan alumunium, sehingga terdapat beberapa jenis kombinasi penggunaan kawat pada belitan high voltage dengan low voltage seperti pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Kombinasi penggunaan bahan belitan No Kumparan HV(high voltage) Kumparan LV(lowvoltage) 1 Tembaga (Cu) Tembaga (Cu) 2 Tembaga (Cu) Alumunium (Al) 3 Alumunium (Al) Alumunium (Al) 4 Alumunium (Al) Tembaga (Cu) Jika kumparan primer dihubungkan dengan tegangan/arus bolak-balik maka pada kumparan tersebut timbul fluks yang menimbulkan tegangan induksi, bila pada rangkaian sekunder ditutup (rangkaian diberi beban) maka mengalir arus pada kumparan tersebut, sehingga kumparan ini berfungsi sebagai alat transformasi tegangan dan arus. 11 Gambar 2.5 Susunan belitan transformator tiga fasa 2.5.1.3 Minyak Transformator Minyak transformator berfungsi sebagai media pendingin akibat transformator beroperasi. Minyak tersebut memindahkan panas (disirkulasi) dan bersifat pula sebagai isolasi, yang berhubungan dengan daya tegangan tembus tinggi. 2.5.1.4 Terminal Hubungan antara kumparan transformator ke jaringan luar melalui terminal yaitu bushing, yaitu sebuah konduktor yang diselubungi oleh isolator, yang sekaligus berfungsi sebagai penyekat antara konduktor tersebut dengan tangki transformator. Gambar 2.6 Bushing transformator 12 2.5.1.5 Tangki dan Radiator Tangki transformator berfungsi sebagai tempat diletakkannya belitan dan tempat minyak transformator, tangki transformator terhubung dengan radiator. Gambar 2.7 Tangki transformator Radiator merupakan sirip-sirip yang berada mengelilingi transformator, pada beberapa transformator berdaya kecil hanya berada di beberapa sisi saja. Radiator berfungsi sebagai media pendingin pada trafo, dengan konstruksi yang berupa sirip – sirip dapat meradiasikan panas yang terdapat pada minyak trafo dan untuk menyalurkan panas dari minyak trafo ke udara. Berdasarkan konstruksinya radiator terbagi menjadi dua jenis yaitu radiator tipe panel dan radiator tipe corrugated. a. Radiator tipe panel Radiator tipe panel merupakan radiator yang memiliki konstruksi terhubung dengan body transformator melalui pipa besi. Tipe panel terdiri dari dua jenis, yaitu tipe valve dan non valve. Tipe valve merupakan tipe radiator yang dapat di lepas dan dipasang kembali, sedangkan tipe non valve tidak dapat di lepas. Berikut ini merupakan gambar dari masing-masing jenis tipe radiator: 13 Gambar 2.8 Radiator tipe panel valve Gambar 2.9 Radiator tipe panel non valve b. Radiator tipe corrugated Radiator tipe corrugated merupakan tipe radiator yang terhubung langsung dengan body trafo, berikut pada gambar 2.10 merupakan gambar radiator tipe corrugated. 14 Gambar 2.10 Radiator tipe corrugated 2.5.2 Peralatan Bantu Peralatan bantu sangat berpengaruh terhadap kinerja transformator. Disebut peralatan bantu karena keberadaannya membuat kinerja transformator menjadi lebih optimal. 2.5.2.1 Pendingin Media yang digunakan pada sistem pendingin pada transformator dapat berupa udara dan minyak. Sistem pengaliran sirkulasi dibagi menjadi : a. Udara alamiah (Air Natural – AN) Menggunakan sirkulasi udara sekitar tanpa bantuan alat khusus. b. Minyak dan udara alamiah ( Oil Natural Air Natural – ONAN ) Sirkulasi perpindahan panas minyak dari dalam transformator menyesuaikan udara pada bagian luar transformator dan berlangsung secara alamiah tanpa adanya bantuan tekanan/paksaan. Metode ini bisa juga dilengkapi dengan radiator. 15 c. Minyak alamiah dan udara tekanan/paksaan (Oil Natural Air Forced – ONAF ) Untuk membantu mempercepat proses perpindahan panas, media pendingin didorong oleh tekanan. Sirkulasi perpindahan panas minyak berlangsung alami sedangkan sirkulasi udaranya menggunakan alatyang dapat menekan yaitu kipass angin ( fan) khusus transformator. d. Minyak dan udara tekanan/paksaan (Oil Forced Air Forced – OFAF ) Pada metode sirkulasi paksaan penyaluran panas dapat lebih cepat lagi karena media pendingin didorong oleh tekanan. Sirkulasi perpindahan panas minyak dan udaranya menggunakan alat yaitu pompa untuk sirkulasi minyak dan kipas angin (fan) khusus transformator untuk sirkulasi udaranya. Metode seperti ini jarang sekali digunakan karena membutuhkan biayayang lebih besar dibandingkan metode lainnya. e. Kombinasi alamiah dan tekanan/paksaan ( ONAN/OFAF ) Merupakan gabungan dari metode alamiah dengan metode tekanan/paksaan. 2.5.2.2 Pengubah Tap (Tap Changer) Berfungsi untuk mengubah tegangan sadapan (sisi tegangan tinggi) untuk mendapatkan tegangan rendah yang diinginkan dari tegangan jaringan (tegangan sumber pada sisi tegangan tinggi) yang berubah-ubah. Gambar 2.11 Tap changer 16 Klasifikasi tegangan penyadapan tanpa beban pada transformator berdasarkan standar SPLN D3.002-1;2007 dengan langkah sadapan 2,5% bisaa dilihat pada table 2.2 dibawah ini yaitu pada transformator tiga fasa atau tunggal dengan sadapan tipe 1 (5 langkah) dan tipe 2 (7 langkah). Tabel 2.2 Klasifikasi tengan penyadapan Sistem JTM 3 kawat Sistem JTM 3 kawat No. Fasa Tiga Fasa Tunggal Fasa Tiga Fasa Tunggal Sadapan Tipe 1 Tipe 2 Tipe 1 Tipe 2 Tipe 1 Tipe 2 1 21 kV 21 kV 21 kV 21 kV 21/√3 kV 21/√3 kV 2 20,5 kV 20,5 kV 20,5 kV 20,5 kV 20,5/√3 kV 20,5/√3 kV 3 20 kV 20 kV 20 kV 20 kV 20/√3 kV 20/√3 kV 4 19,5 kV 19,5 kV 19,5 kV 19,5 kV 19,5/√3 kV 19,5/√3 kV 5 19 kV 19 kV 19 kV 19 kV 19/√3 kV 19/√3 kV 6 - 18,5 kV - 18,5 kV - 18,5/√3 kV 7 - 18 kV - 18 kV - 18/√3 kV 2.5.2.3 Indikator Untuk mengawasi selama transformator beroperasi, maka perlu adanya indikator yang dipasang pada transformator. Indikator tersebut adalah sebagai berikut : a) Indikator suhu minyak Gambar 2.12 Indikator suhu minyak 17 b) Indikator suhu belitan Gambar 2.13 Indikator suhu belitan c) Indikator permukaan minyak Gambar 2.14 Indikator permukaan minyak d) DGPT, Pressure relief valve, dan lainnya. 2.5.2.4 Valve Pada body transformator terdapat katup (valve) yang terpasang pada beberapa sisi, fungsi dari valve ini adalah berkaitan dengan minyak transformator. Berdasarkan letaknya terdapat beberapa jenis valve, yaitu sebagai berikut : a) Drain Valve Drain valve merupakan katup yang digunakan untuk mengeluarkan minyak dari body transformator, drain valve terletak di bagian bawah body transformator. 18 Gambar 2.15 Drain valve transformator b) Oil filter valve Oil Filter valve merupakan katup yang digunakan ketika akan dilakukan proses penyaringan minyak transformator, filter valve terletak di bagian atas body transformator, penggunaannya harus disertai dengan drain valve, maka ketika dilakukan penyaringan minyak transformator, minyak dimasukkan melalui oil filter valve dan dikeluarkan melalui drain valve, sehingga terjadi sirkulasi minyak masuk dan keluar body transformator, sedangkan penyaringan minyak dilakukan diluar transformator dengan menggunakan alat tersendiri. Gambar oil filter valve ditunjukkan pada Gambar 2.16. Gambar 2.16 Oil filter valve transformator 19 c) Sampling valve Sampling valve merupakan katup yang digunakan untuk mengambil contoh minyak transformator, contoh minyak diambil untuk mengetahui kualitas atau kondisi minyak transformator setelah sekian lama pemakaian, Sampling valve terletak di tangki konservator. Berikut adalah gambar sampling valve yang ditunjukan pada Gambar 2.17. Gambar 2.17 Sampling valve transformator 2.6 Hubungan Belitan Tiga Fasa Belitan transformator tiga fasa terdiri dari belitan tegangan tinggi dan belitan tegangan rendah. Secara umum terdapat tiga belitan primer dan tiga belitan sekunder, satu belitan untuk satu fasa. Untuk menghubungkan ketiga fasa tersebut terdapat tiga jenis hubungan belitan, dengan penjelasan sebagai berikut : 2.6.1 Hubungan bintang (Y) Hubungan bintang merupakan hubungan belitan transformator tiga fasa dimana salah satu ujung belitan pada masing-masing fasa disatukan, titik penyatuan hubungan belitan tersebut menjadi titik netral. Arus yang mengalir pada masing-masing fasa, yaitu IA, IB, dan IC memiliki perbedaan 120° listrik. 20 Pada hubung bintang arus yang mengalir pada masing – masing fasa sama dengan arus line to line fasa tersebut, sedangkan untuk nilai dari tegangan line to line (VL-L) sama dengan √3 x tegangan fasa (Vph). Gambar hubungan bintang ditunjukkan pada Gambar 2.18. Gambar 2.18 Hubungan bintang (Y) Berdasarkan gambar 2.18 didapat rumusan : IA = IB = IC = IL-L (2.11) IL-L = Iph (2.12) VAB = VBC = VAC = VL-L dan VAN = VBN = VAN = Vph (2.13) VL-L = √3 Vph (2.14) Keterangan : VL-L = tegangan line to line (Volt) Vph = tegangan fasa (Volt) IL-L = arus line (Ampere) Iph = arus fasa (Ampere) 2.6.2 Hubungan Delta (∆) Hubungan segitiga (delta) merupakan suatu hubungan transformator tiga fasa, dimana cara penyambungannya adalah ujung akhir lilitan fasa pertama disambung 21 dengan ujung mula lilitan fasa kedua, akhir fasa kedua dengan ujung mula fasa ketiga dan akhir fasa ketiga dengan ujung mula fasa pertama. Tegangan transformator tiga fasa dengan belitan yang dihubungkan segitiga yaitu VA, VB, VC masing-masing berbeda 120° listrik. Pada hubungan delta (∆) tidak terdapat titik netral, besarnya nilai tegangan line to line (VL-L) sama dengan nilai tegangan fasa (Vph), sedangkan nilai arus line to line (IL-L) sama dengan √3 x nilai arus fasa (Iph). Gambar hubungan delta (∆) ditunjukan pada Gambar 2.19. Gambar 2.19 Hubungan delta (∆) Berdasarkan gambar 2.19 didapat rumusan : IA = IB = IC = IL-L (2.15) IL-L = √3 Iph (2.16) VAB = VBC = VAC = VL-L = VA = VB = VA = Vph (2.17) Keterangan : VL-L = Tegangan line to line (Volt) Vph = Tegangan fasa (Volt) IL-L = Arus line (Ampere) Iph = Arus fasa (Ampere) 22 2.6.3 Hubungan Zigzag (Z) Hubungan belitan zigzag digunakan untuk transformator dengan tujuan khusus, aplikasi dari transformator hubung zigzag adalah dapat menyediakan titik netral bagi sistem yang tidak memiliki titik netral, selain itu transformator hubung zigzag dapat digunakan untuk beban yang tidak seimbang, hubungan zigzag dibentuk dari masing–masing lilitan tiga fasa yang dibagi menjadi dua bagian dan masing–masing dihubungkan pada kaki yang berlainan. Besarnya nilai tegangan line to line (VL-L) adalah 3/2 kali tegangan fasa (Vph), dan nilai arus line (IL-L) sama dengan nilai arus fasa (Iph). Gambar hubungan zigzag ditunjukkan pada gambar 2.20 Gambar 2.20 Hubungan zigzag (z) Berdasarkan gambar 2.20 maka didapat rumusan sebagai berikut : IA = IB = IC = IL (2.18) IL = Iph (2.19) VA4 B4 = VB4 C4 = VA4 C4 (2.20) VL = x Vph (2.21) 23 Keterangan : VL-L = Tegangan line to line (Volt) Vph = Tegangan fasa (Volt) IL = Arus line (Ampere) Iph = Arus fasa (Ampere) 2.7 Jenis Hubungan Belitan Transformator Tiga fasa Belitan transformator 3 fasa pada sisi high voltage dan low voltage dapat dihubungkan dengan bermacam jenis kombinasi belitan, diantaranya adalah hubungan Y-Y, ∆-∆, ∆-Y, dan Y-∆. Untuk tujuan tertentu pada lilitan sekunder dapat dihubung berliku (zigzag). Hubungan zig zag merupakan hubungan bintang secara istimewa, digunakan pada kondisi diperlukannya titik netral namun dengan beban yang tidak seimbang. Berikut ini merupakan penjelasan dari masing-masing jenis hubungan belitan transformator tiga fasa : 2.7.1 Hubungan Wye – wye (Y-Y) Hubungan Y-Y menandakan pada belitan high voltage terhubung wye (Y) dan begitu pula pada bagian low voltage terhubung secara wye (Y). Jenis hubungan Y-Y akan sangat baik hanya jika digunakan dengan beban yang seimbang, karena pada beban yang seimbang akan menyebabkan nilai arus netral (IN) sama dengan nol. Dan apabila terjadi beban yang tidak seimbang maka aka nada arus netral (IN) yang dapat menyebabkan timbulnya rugi – rugi. Pada hubungan Y-Y tegangan primer fasa adalah : Vph HV = √ (2.22) 24 Rasio perbandingan transformator (a) untuk hubungan Y- Y didapat dengan membandingkan tegangan saluran (line) antara belitan primer dengan belitan sekunder, seperti pada rumus berikut : = =a (2.23) Keterangan : VL HV = Tegangan saluran (line) belitan high voltage (volt]) VL LV = Tegangan saluran (line) belitan low voltage (volt) Vph HV = Tegangan fasa belitan high voltage (volt) Vph LV = Tegangan fasa belitan low voltage (volt) Gambar belitan transformator hubung Y-Y ditunjukkan pada Gambar 2.21 Gambar 2.21 Transformator tiga fasa hubung Y-Y 2.7.2 Hubung Wye – Delta (Y - ∆) Hubungan Y-∆ menandakan pada belitan high voltage terhubung wye (Y) dan pada bagian low voltage terhubung secara delta (∆). Transformator dengan hubungan wye-delta biasa digunakan sebagai transformator penaik tegangan untuk jalur transmisi listrik, pada hubungan ini high voltage saluran (line) 25 sebanding dengan high voltage fasa (VL HV = √3 Vph HV ) dan nilai low voltage saluran (line) sama dengan low voltage fasa (VL LV = Vph LV ), sehingga diperoleh rasio perbandingan transformator hubung Y - ∆ sebagai berikut : √ =a (2.24) Gambar hubungan belitan transformator tiga fasa hubung Y - ∆ ditunjukan pada Gambar 2.22 Gambar 2.22 Transformator tiga fasa hubung Y – ∆ 2.7.3 Hubungan Wye – Zigzag (Y-Z) Hubungan Y-Z menandakan bahwa belitan high voltage terhubung secara wye (Y) dan pada bagian low voltage terhubung secara zigzag (Z). Pada bagian high voltage VL HV = √3 x Vph HV, dan pada bagian low voltage dengan hubungan zigzag VL LV =32x Vph LV sehingga diperoleh rasio perbandingan transformator hubung Y-Z adalah sebagai berikut : √ = a (2.25) 26 Gambar hubungan belitan transformator tiga fasa hubung Y-Z ditunjukkan pada Gambar 2.23 Gambar 2.23 Transformator tiga fasa hubung Y-Z 2.7.4 Hubungan Delta – Wye (∆ -Y) Hubungan ∆ -Y menandakan pada belitan high voltage terhubung delta (∆) dan pada bagian low voltage terhubung secara wye (Y). Hubungan delta – wye biasa digunakan pada trafo penurun tegangan, yaitu dari saluran transmisi menuju saluran distribusi. Besarnya tegangan saluran (line) pada sisi high voltage sama dengan tegangan fasanya (VL HV = Vph HV) sedangkan besarnya tegangan saluran (line) pada sisi low voltage sebanding dengan besarnya tegangan fasa (VL LV = √3 Vph LV ). Rasio perbandingan transformator hubung ∆ -Y adalah sebagai berikut : √ = (2.26) Gambar hubungan ∆ -Y ditunjukan pada Gambar 2.24. 27 Gambar 2.24 Transformator tiga fasa hubung ∆-Y 2.7.5 Hubung Delta Delta (∆ - ∆) Pada transformator tiga fasa dengan hubungan ∆-∆, tegangan saluran (line) dan tegangan fasa sama untuk sisi high voltage dan low voltage transformator (VRS = VST = VTR = VLN). sehingga diperoleh rasio perbandingan transformator untuk hubung ∆ - ∆ sebagai berikut : = =a (2.27) Gambar transformator hubung ∆ - ∆ ditunjukan pada Gambar 2.25. 28 Gambar 2.25 Transformator tiga fasa hubung ∆ – ∆ 2.7.6 Hubungan Delta – Zigzag (∆ - Z) Transformator dengan hubungan (∆-Z) menandakan bagian high voltage terhubung delta dan bagian low voltage terhubung zigzag. Besarnya tegangan line to line pada bagian high voltage sama dengan tegangan fasa (VL HV = Vph), dan pada bagian low voltage dengan hubungan zigzag (VL LV= 32 x Vph LV), sehingga diperoleh rasio perbandingan transformator hubung ∆ - Z adalah sebagai berikut : = a (2.28) Gambar rangkaian hubungan ∆ - Z dapat dilihat pada Gambar 2.26 29 Gambar 2.26 Transformator tiga fasa hubung ∆ – Z 2.8 Vector Group Transformator Pada transformator, vector group merupakan salah satu identitas yang dapat ditemukan pada nameplate transformator, vector group transformator menyatakan bagaimana jenis konfigurasi belitan transformator pada bagian tegangan tinggi dan pada bagian tegangan rendah. Jenis vector grup transformator sangat penting sebelum mengkoneksikan dua atau lebih transformator secara paralel, apabila terjadi hubungan paralel antara dua atau lebih transformator dengan vector group yang berbeda maka akan terjadi perbedaan fasa pada bagian sekunder transformator, sehingga mengakibatkan perbedaan potensial dan akan mengalirkan arus pada bagaian sekunder antar transformator tersebut, efek yang terjadi arus akan sangat merusak transformator yang dioperasikan. Mengacu pada standart IEC (Interational Electrotechnical Commision), penulisan notasi vector group transformator terdiri dari dua huruf atau lebih yang diikuti dengan satu atau dua digit, berikut adalah penjelasannya : 30 1. Huruf pertama menggunakan huruf kapital D, Y, Z untuk bagian tegangan tinggi transformator. D untuk hubungan delta (∆), Y untuk hubungan wye (Y), dan Z untuk hubungan zig zag (interconnected star), 2. Huruf kedua merupakan huruf kapital dengan ukuran lebih kecil berupa huruf N, huruf tersebut menandakan adanya titik netral pada bagian tegangan tinggi transformator, 3. Huruf ketiga merupakan huruf non kapital d, y, z untuk bagian tegangan rendah transformator, d memiliki arti hubung delta (∆), y untuk hubungan wye (Y), dan z untuk hubungan zig zag (interconnected star), 4. Huruf keempat menggunakan huruf non kapital n yang menyatakan adanya titik netral pada bagian tegangan rendah, 5. Simbol kelima berupa angka yang terdiri dari satu atau dua digit, angka ini mengacu pada bilangan jam 1-12 yang menunjukkan besarnya perbedaan fasa antara bagian primer dengan bagian sekunder transformator. Contoh : Vector group Dyn-1. Memiliki arti bahwa bagian primer terhubung secara delta (∆), bagain sekunder terhubung secara wye (Y), pada bagain sekunder terdapat titik netral, dan perbedaan fasa antara primer dengan sekunder menunjuk angka jam 1, yaitu 30o. Ynd-5. Memiliki arti bagian primer terhubung secara wye (Y), terdapat titik netral pada bagian primer, bagian sekunder terhubung secara delta (∆), dan perbedaan fasa antara primer dengan sekunder menunjuk angka 5, yaitu sebesar 150o. 31 Untuk menentukan jenis vector group transformator mengacu pada hal-hal berikut : 1. Bagian primer ditetapkan sebagai sisi tegangan tinggi (HV), dan bagian sekunder ditetapkan sebagai sisi tegangan rendah (LV), 2. Angka jam pada notasi transformator yaitu dari jam 1 – 12, satu putaran jam adalah 360o dan terdiri dari 12 angka, sehingga sudut antara angka jam yang berurutan besarnya adalah 30o, 3. Bagian tegangan tinggi (primer) dianggap sebagai jarum panjang, dan ditetapkan pada posisi jam 12. Bagian tegangan rendah (sekunder) dianggap sebagai jarum pendek dan bebas untuk bergerak, 4. Sudut antara jarum panjang dan jarum pendek menunjukan perbedaan sudut fasa antara bagian primer dengan sekunder. 2.9 Konfigurasi Belitan Transformator Pada transformator tiga fasa, konfigurasi hubungan belitan merupakan hal yang perlu diperhatikan pada saat proses pembuatan transformator, karena bagaimana konfigurasi belitan tersebut tersusun merupakan dasar terjadinya perbedaan fasa antara belitan tegangan tinggi dengan belita tegangan rendah. Umumnya belitan transformator terhubung secara wye-delta, delta-wye, deltadelta, wye-wye, dan untuk keperluan khusus juga terdapat hubungan delta-zigzag, dan wye-zigzag, namun disamping jenis hubungan tersebut terdapat variasi hubungan dengan adanya perbedaan angka jam vector group transformator. Mengacu pada standar IEC 76-1 : 1993 simbol terminal tegangan tinggi transformator menggunakan 1U, 1V, 1W, dan untuk tegangan rendah 32 menggunakan 2U, 2V, 2W sedangkan untuk titik netral menggunakan simbol 1N pada sisi tegangan tinggi dan 2N untuk sisi tegangan rendah. Untuk mempermudah dalam penulisan dan penjelasan, penulis menggunakan simbol A, B, C untuk menunjukan belitan tegangan tinggi dan a, b, c untuk belitan tegangan rendah. Terdapat dua buah belitan pada masing – masing fasa yaitu belitan tegangan tinggi dan tegangan rendah, belitan tegangan tinggi dan tegangan rendah terletak pada batang core yang sama, satu belitan memiliki dua buah ujung terminal utama, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.27 Gambar 2.27 Konstruksi belitan transformator tiga fasa Pada bagian tegangan tinggi terminal A1-A2 dikoneksikan dengan terminal B1-B2 dan C1-C2, pada bagian tegangan rendah terminal a1-a2 dikoneksikan dengan terminal b1-b2 dan c1-c2 . Jenis hubungan yang terjadi dapat berupa hubungan Yd#, Yy#, Dy#, Dd#, dan juga terdapat jenis Dz# dan Yz# untuk transformator jenis hubungan khusus, notasi # menunjukan besarnya perbedaan sudut fasa yang mengacu pada angka jam vector group. Berikutnya akan dijelaskan jenis-jenis hubungan vector group transformator, dengan format penulisan mengacu pada point – point berikut : 33 1. Warna pada gambar belitan diberikan untuk mendukung penjelasan secara visual. 2. Gambar belitan yang berwarna merah untuk belitan A, kuning untuk belitan B dan hitam untuk belitan C. 3. Belitan dengan warna yang sama terletak pada batang core yang sama dan mendapatkan tegangan dengan fasa yang sama, oleh karena itu fasor dengan warna yang sama harus digambarkan sedemikian mungkin sejajar antara fasor pada bagian tegangan tinggi dengan fasor pada bagian tegangan rendah 4. Pada batang core yang sama, belitan yang memiliki tanda terminal sejenis menyatakan polaritas yang sama, seperti pada belitan A1A2 dan a1a2, maka terminal A1 dan a1 memiliki polaritas yang sama, begitu pula dengan terminal lainnya. 2.9.1 Konfigurasi Jenis Hubungan Yd# (Wye – Delta) Jenis hubungan Yd# pada bagian tegangan tinggi terhubung wye dan pada bagian tegangan rendah terhubung delta, pada umumnya terdapat titik netral pada bagian tegangan tinggi sehingga jenis hubungannya menjadi YNd#. Berikut ini merupakan contoh jenis konfigurasi YNd-1 : 2.9.1.1 Hubungan YNd-1 Untuk membuat hubungan YNd-1 diagram fasor bagian tegangan tinggi wye ditetapkan pada jam 12, lalu diagram fasor tegangan rendah delta ditempatkan pada jam 1, yaitu bergeser 30o tertinggal dari jam 12. Maka pada diagram jam terlihat fasor 1N – A1 mendahului 30o dari fasor 2N – a1, pada fasor delta terdapat titik netral secara virtual yang tidak terhubung dengan bushing, namun dapat ditemukan secara geometris. Seperti pada Gambar 2.28 34 (a) Tegangan tinggi (b) Tegangan rendah (c) Gambar 2.28 Hubungan YNd-1 (a) Diagram fasor vector group YNd-1 (b)Hubungan belitan tegangan tinggi dan tegangan rendah (c) Diagram fasor YNd-1 berdasarkan angka jam 35 2.9.2 Konfigurasi Jenis Hubungan Yy# (Wye – Wye) Jenis hubungan Yy# menandakan pada bagian tegangan tinggi dan tegangan rendah sama-sama menggunakan hubungan wye (Y), pada umumnya hubungan Y memiliki titik netral yang terhubung dengan bushing sehingga menjadi jenis hubungan YNyn#, dengan # merupakan notasi angka jam vector group. Berikut ini akan dijelaskan mengenai konfigurasi hubungan Ynyn-6 : 2.9.2.1 Hubungan Ynyn-6 Hubungan Ynyn-6 bagian tegangan tinggi dan bagian tegangan rendah memiliki perbedaan sudut fasa 180o. diagram fasor bagian tegangan rendah mengarah pada angka jam 6, untuk membuatnya cukup dengan membalik terminal pada bagian tegangan rendah yang semula dijadikan titik netral pada bagian tegangan tinggi kini menjadi terhubung dengan bushing, apabila pada bagian tegangan tinggi terminal A1, B1, C1 terhubung dengan bushing dan terminal A2, B2, C2 yang digabungkan menjadi titik netral, maka pada bagian tegangan rendah merupakan kebalikannya, yaitu terminal a1, b1, c1 digabungkan menjadi titik netral dan terminal a2, b2, c2 dihubungkan dengan bushing, dengan konfigurasi seperti ini maka akan didapatkan hubungan vector group Ynyn-6 seperti ditunjukkan pada Gambar 2.29 36 (a) Tegangan tinggi (b) Tegangan rendah (c) Gambar 2.29 Hubungan YNyn-6 (a) Diagram fasor vector group YNyn-6 (b) Hubungan belitan tegangan tinggi dan tegangan rendah (c) Diagram fasor YNyn-6 berdasarkan angka jam 37 2.9.3 Konfigurasi Jenis Hubungan Dy# (Delta – Wye) Jenis hubungan Dy# pada bagian tegangan tinggi belitan terhubung secara delta (∆) dan pada bagian tegangan rendah belitan terhubung secara wye (Y), pada umumnya hubungan Dy# memiliki titik netral pada bagian tegangan rendah sehingga notasi jenis hubungannya menjadi Dyn#, dengan # menunjukan notasi angka jam vector group. Berikut akan dijelaskan konfigurasi belitan untuk hubungan Dyn-5. 2.9.3.1 Hubungan Dyn-5 Untuk membentuk hubungan Dyn-5 yang disesuaikan adalah konfigurasi pada bagian tegangan rendah, kini akan dibuat agar fasor bagian tegangan rendah tertinggal dari fasor tegangan tinggi sebesar 150o dikarenakan angka jam vector group mengarah pada angka jam 5, Untuk itu pada bagian tegangan tinggi terminal A1 disambungkan dengan C2, terminal A2 dihubungkan dengan B1, dan terminal B2 dihubungkan dengan C1. Sedangkan pada bagian tegangan rendah belitan dikonfigurasikan dengan membalik polaritas dari umumnya bentuk hubungan wye, yaitu terminal a2, b2, c2 terhubung dengan bushing dan terminal a1, b1, c1 saling terhubung menjadi titik netral, dengan konfigurasi seperti ini maka akan terbentuk hubungan dengan vector group Dyn-5, dapat dilihat pada diagram angka jam bahwa fasor 1N – A1 mengarah pada angka jam 12, sedangkan fasor 2N – a2 mengarah pada angka jam 5, hal tersebut ditunjukan pada Gambar 2.30 38 (a) Tegangan tinggi (b) Tegangan rendah (c) Gambar 2.30 Hubungan Dyn-5 (a) Diagram fasor vector group Dyn-5 (b) Hubungan belitan tegangan tinggi dan tegangan rendah (c) Diagram fasor Dyn-5 berdasarkan angka jam 39 2.9.4 Konfigurasi Jenis Hubungan Dd# (Delta – Delta) Transformator dengan hubungan Dd# menandakan bahwa pada bagian tegangan tinggi dan tegangan rendah sama-sama menggunakan hubungan belitan delta (∆), transformator dengan hubungan Dd# biasa digunakan untuk sistem yang tidak memeiliki titik netral. 2.9.4.1 Hubungan Dd-0 Untuk membuat hubungan Dd-0 bagian tegangan tinggi dan tegangan rendah transormator dihubung secara delta (∆) dan diagram fasor keduanya yaitu 1N-A1 dan 2N-a1 ditempatkan pada angka jam 12, hal ini dikarenakan angka jam vector group adalah 0 yang berarti tidak terdapat perbedaan fasa antara bagian tegangan tinggi dan bagian tegangan rendah, pada bagian tegangan tinggi maupun tegangan rendah terminal A1 dihubungkan dengan terminal B2, terminal B1 dihubungkan dengan terminal C2, dan terminal C1 dihubungkan dengan terminal A2, dengan konfigurasi seperti ini maka akan didapatkan hubungan beitan dengan vector group Dd-0. (a) 40 Tegangan tinggi (b) Tegangan rendah (c) Gambar 2.31 Hubungan Dd-0 (a) Diagram fasor vector group Dd-0 (b) Hubungan belitan tegangan tinggi dan tegangan rendah (c) Diagram fasor Dd-0 berdasarkan angka jam 2.9.5 Konfigurasi Hubungan Yz# dan Dz# Untuk membuat transformator dengan hubungan zig-zag pada bagian sekunder, terdapat beberapa point tambahan yang perlu untuk diperhatikan, yaitu sebagai berikut : 1. Pada hubungan zigzag, terdapat tiga buah belitan di masing – masing batang core, satu belitan untuk tegangan tinggi dan dua belitan untuk tegangan 41 rendah, kedua belitan yang terdapat pada bagian tegangan rendah memiliki jumlah turn belitan yang sama. 2. Pada masing-masing batang core, belitan dengan polaritas sejenis memiliki polaritas yang sama. Pada terminal A1A2, a1a2, dan a3a4 maka terminal A1, a1, dan a3 memiliki polaritas yang sama, begitupun dengan terminal lainnya. 3. Diagram vector dengan warna yang sama menandakan belitan terletak pada batang core yang sama, dan sedemikian mungkin harus digambar dengan arah yang sejajar. 2.9.5.1 Hubungan Dz-6 (Delta-Zigzag) Untuk membuat hubungan Dz-6 pada bagian tegangan tinggi dibentuk hubungan delta (∆) dengan fasor 1N-A1 ditetapkan pada angka jam 12, pada bagian sekunder dibentuk hubungan zig –zag dengan fasor 2N-a1 di angka jam 6. Terminal A1, B1, dan C1 terhubung dengan bushing, pada bagian sekunder terminal a2, b2, dan c2 terhubung dengan bushing, sedangkan terminal lainnya terkoneksi internal. Untuk mendapatkan perbedaan fasa 180o, pada hubungan Z belitan a2a1 terhubung dengan belitan b3b4, sehingga akan didapatkan fasor 2Na2 dimana 2Na2 = b4b3 + a1a2. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.32 42 Tegangan tinggi (b) Tegangan rendah (c) Gambar 2.32 Hubungan Dzn-6 (a) Diagram fasor vector group Dzn-6 (b) Hubungan belitan tegangan tinggi dan tegangan rendah (c) Diagram fasor Dzn-6 berdasarkan angka jam 2.9.5.2 Hubungan YNzn5 (Wye-Zigzag) Untuk membuat hubungan YNzn-5 pada bagian tegangan tinggi dihubung wye (Y) dan diagram fasor 1N-A1 ditempatkan pada angka jam 12, pada bagian tegangan rendah dihubung Z dengan diagram fasor 2N-a1 mengarah pada angka jam 5. Pada bagian tegangan tinggi terminal A1, B1, C1 menuju bushing, dan pada bagian tegangan rendah terminal a4, b4, c4 menuju bushing, sedangkan terminal lainnya terkoneksi secara internal, untuk mendapatkan perbedaan fasa sebesar 43 150o, belitan b2b1 dihubungkan dengan belitan a3a4, sehingga didapatkan fasor 2Na4 yang berselisih 150o tertinggal dengan fasor 1NA1, dimana 2Na4 = b2b1 + a3a4. Untuk menentukan hubungan terminal lainnya pada bagian tegangan rendah dapat diketahui dengan mencari fasor yang sejajar, fasor yang sejajar menandakan bahwa fasor tersebut terletak pada batang core yang sama, dan memilik fasa yang sama, dan untuk menentukan tanda terminalnya adalah dengan menyamakan tanda terminal pada bagian tegangan tinggi dengan tegangan rendah, dari Gambar 3.7(a) terminal A1-A2 dengan terminal a1-a2 dan a3-a4 memiliki fasor yang sejajar , dalam menandai terminalnya, terminal A1, a1, dan a3 memiliki polaritas yang sama, maka harus terletak pada ujung fasor yang sama. Penjelasan mengenai gambar fasor, hubungan belitan dan fasor menurut angka jam dapat dilihat pada Gambar 2.33 (a) 44 Tegangan tinggi (b) Tegangan rendah (c) Gambar 2.33 Hubungan YNzn-5 (a) Diagram fasor vector group YNzn-5 (b) Hubungan belitan tegangan tinggi dan tegangan rendah (c) Diagram fasor YNzn-5 berdasarkan angka jam Mengacu pada SPLN 50 tahun 1997, terdapat empat macam jenis transformator berdasarkan kelompok vector group dan titik netralnya, yaitu : 1. Kelompok vector group Yzn-5 Transformator dengan vector group Yzn-5 digunakan untuk transformator dengan kapasitas ≤ 160 kVA. 45 2. Kelompok vector group Dyn-5 Transformator dengan vector group Dyn-5 digunakan untuk transformator dengan kapasitas > 200 kVA. 3. YNyn-0 Transformator dengan vector group Ynyn-0 digunakan pada sistem jaringan empat kawat tiga fasa. 4. YNd-5 Transformator dengan vector group YNd-5 digunakan pada pembangkit listrik, semisal PLTU, PLTA. Telah diketahui bahwa konfigurasi belitan transformator akan mempengaruhi keadaan lagging atau leading antara belitan tegangan tinggi terhadap tegangan rendah. Pada standard IEC 60076-1 telah dikelompokan jenis vector group yang memungkinkan untuk dibentuk seperti ditunjukan pada tabel 2.3. 46 Tabel 2.3 Kelompok vector group transformator berdasarkan standar IEC 60076 2.10 Polaritas Transformator Polaritas transformator merupakan notasi yang menunjukkan arah sesaat dari aliran arus pada bagian tegangan tinggi dan tegangan rendah. Polaritas transformator perlu diketahui ketika akan melakukan operasi paralel pada transformator. Polaritas transformator terdiri dari dua jenis, yaitu : 1. Polaritas penjumlahan (Additive polarity) 47 2. Polaritas pengurangan (Subsractive polarity) Mengacu pada standar ANSI (American National Standard Institute), pada sisi tegangan tinggi transformator, terminalnya diberi tanda H1, H2, H3, sedangkan pada sisi tegangan rendahnya diberi tanda X1, X2, X3, jenis polaritas transformator dapat dillihat pada Gambar 2.34 dan Gambar 2.35 Gambar 2.34 Polaritas penjumlahan (Additive polarity) Gambar 2.35 Polaritas pengurangan (substractive polarity) 2.11 Kerja Paralel Transformator Tiga Fasa Ketika transformator digunakan untuk melayani beban yang besar maka membutuhkan kapasitas daya yang besar pula, agar tidak mengganti transformator dengan daya yang lebih besar, maka dapat dilakukan kerja paralel pada suatu ransformator dengan mengoperasikan kerja paralel pada dua transformator atau lebih. Transformator dikatakan beroperasi paralel bilamana transformator tersebut dikoneksikan pada sistem primer dan sekunder yang sama dan letaknya cukup 48 berdekatan (dalam satu busbar) sehingga impedansi eksternal akibat pemakaian busbar untuk koneksi paralel dapat diabaikan dibandingkan dengan impedansi pada internal transformator. 2.11.1 Fungsi Kerja Paralel dan Keuntungannya Operasi paralel berfungsi untuk menggabungkan dua atau lebih transformator yang mempunyai karakteristik listrik sama untuk memikul beban secara bersamasama. Keuntungan operasi paralel adalah sebagai berikut : a. Pada saat pemeliharaan (maintenance) trafo, penyaluran listrik dapat dibebankan pada transformator yang lain, sehingga proses pemeliharaan (maintenance) dapat dilakukan secara bergantian. b. Kontinuitas penyaluran listrik terjamin, karena ketika ada trafo yang mengalami gangguan, trafo yang lainnya masih bisa menyalurkan listrik. 2.11.2 Syarat Kerja Paralel Transformator Tiga Fasa Tidak semua transformator dapat diopersaikan secara paralel, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi agar transformator dapat dioperasikan secara paralel, yaitu sebagai berikut : 1. Tegangan kerja transformator pada sisi tegangan tinggi dan tegangan rendah harus sama. Apabila tidak sama maka tegangan induksi pada kumparan sekunder masing-masing transformator tidak sama. Perbedaan ini akan menyebabkan terjadinya arus pusar pada kumparan tegangan rendah ketika transformator dibebani. Arus ini akan menimbulkan panas pada kumparan tersebut, besarnya arus pusar tersebut adalah : 49 Ips = (2.30) Gambar 2.36 Arus pusar transformator berbeban 2. Polaritas masing – masing transformator harus sama. 3. Tegangan impedansi pada keadaan beban penuh harus sama, kedua transformator membagi beban sesuai dengan kemampuan kVA-nya, sehingga tegangan impedansi pada keadaan beban penuh kedua transformator tersebut sama. Apabila nilai impedansi sistem dari transformator yang akan diparalel berbeda, maka distribusi beban tidak maksimal. Berikut ini merupakan rumus perhitungan mengenai pengaruh impedansi terhadap distribusi pada masingmasing transformator yang diparalel : Supply = kapasitas trafo × !"#$%&'($) !&$ #!)!*#!%+%&!,-.!"/ $!&!)) !"#$%&!,- (2.31) Contoh : Dua buah trafo akan dioperasikan paralel dengan masing- masing spesifikasi sebagai berikut : Trafo I : 3Ø ; 50 Hz ; 1000 kVA ; 20 kV – 400/231 V ; Dyn-5 ; impedansi 5% 50 Trafo II : 3 ; 50 Hz ; 800 kVA ; 20 kV – 400/231 V ; Dyn-5 ; impedansi 4,5% Untuk mementukan suplai masing-masing trafo dan total suplai kedua transformator tersebut sebagai berikut : 0,2% Trafo 1 = 1000 kVA × Trafo 2 = 800 kVA × 0,2% = 800 kVA 2% = 900 kVA 0,2% Total kapasitas paralel = 900 kVA + 800 kVA = 1700 kVA Apabila disuplai sesuai kapasitas transformator, maka : Suplai = kapasitas trafo × 4-%!)#+)!$'!!#$%!#"-$"!) 4-%!)#+)!$'!!#$%!#%-%!) (2.32) Mengacu pada perhitungan di atas, apabila masing-masing transformator suplai sesuai kapasitas nominalnya, untuk menentukan suplai masingmasing transformator adalah sebagai berikut : Total kapasitas nominal = 1000 kVA + 800 kVA = 1800 kVA 5677'8 Suplai trafo 1 = 900 kVA × 5977'8 = 953 kVA Suplai trafo 2 = 800 kVA × 5977'8 = 847 kVA 5677'8 Total suplai = 953 kVA + 847 kVA = 1800 kVA Berdasarkan perhitungan diatas, distribusi masing-masing transformator tidak maksimal, yaitu trafo 1 dibebani lebih rendah sebesar 47 kVA dan trafo 2 over load sebesar 47 kVA. 4. Frekuensi transformator harus sama 5. Jumlah fasa harus sama 51 6. Kelompok vector group harus sama, jika vector groupnya tidak sama, maka selisih antara vector group transformator pertama dan transformator kedua sebesar 120o. Berdasarkan IEC 60076, apabila ada dua buah transformator atau lebih yang akan diparalel, namun vector group kedua trafo tersebut berbeda, maka masih dimungkinkan untuk dioperasikan parallel asalkan masih termasuk kedalam satu kelompok bilangan jam. Kelompok bilangan jam yang dapat diparalel : a. Group I Bilangan Jam 0, 4 dan 8 b. Group II Bilangan Jam 6, 10 dan 2 c. Group III Bilangan Jam 1 dan 5 d. Group IV Bilangan Jam 7 dan 11 Contoh : hubungan paralel antara vector group Dyn-1 dengan vector group Dyn-5 52 Gambar 2.37 Hubungan paralel Dyn-1 dengan Dyn-5 7. Perbandingan reaktansi dengan tahanan sebaiknya sama, apabila perbandingan reaktansi dengan tahanan sama, maka transformator tersebut bekerja pada faktor daya yang sama. 53