BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Mengenai Siswa Hiperaktif 1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Mengenai Siswa Hiperaktif
1.
Pengertian Siswa Hiperaktif
Tin Suharmini (2005: 7) mengunggkapkan bahwa istilah hiperaktivitas
berasal dari dua kata, yaitu hyper berarti banyak, di atas, tinggi dan activity berarti
keadaan yang selalu bergerak, mengadakan eksplorasi serta respon terhadap
rangsangan dari luar. Dengan demikian istilah dari hiperaktivitas berarti aktifitas
yang dimiliki sangat tinggi tidak bertujuan dan cenderung bersifat negatif.
Arga Paternotte dan Jan Buitelaar (2010: 4) mengemukakan bahwa
hiperaktif
atau yang sering disebut dengan Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD) anak yang selalu bergerak sepanjang hari, dan tidak dapat
duduk diam dikursi, merasa tidak tenang, mudah terganggu dan cepat frustrasi.
senada dengan Arga, Fardimand Zaviera (2007: 11) mengungkapkan bahwa anak
hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan pemusatan perhatian
dengan hiperaktivitas (GPPH) atau
Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD). Mudzakkir Hafidz (2010) hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang
tidak normal yang disebabkan disfungsi neurologia dengan gejala utama tidak
mampu memusatkan perhatian. Dari beberapa istilah di atas penulis memilih
menggunakan istilah hiperaktif dalam penelitian ini.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditegaskan bahwa hiperaktif adalah
gangguan pada tingkah laku yang ditandai dengan tingginya aktifitas yang tidak
bertujuan dan bersifat negatif yang disebabkan oleh disfungsi neurologia.
Hiperaktif ini ditandai dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian.
10
2.
Faktor Penyebab Siswa Hiperaktif
Betty B. Osman (2002: 26- 32) menyatakan bahwa penyebab anak
hiperaktif
ada 4 yaitu faktor kelemahan saraf sensor, faktor genetik, faktor
pranatal, dan faktor lingkungan. Lebih lanjut dapat dikaji sebagia berikut:
a.
Faktor Kelemahan Saraf Sensor
Faktor kelemahan saraf sensor yaitu lemahnya saraf sensor yang ada di
otak dapat mengacu pada sistem kerja mata dan telinga anak, atau pada
hubungan saraf pusat sehingga sering terjadi kesalahan dalam menyampaikan
pesan-pesan ke saraf pusat. Hal ini merupakan salah satu penyebab anak
mengalami gangguan hiperaktif.
b.
Faktor Genetik
Salah satu penyebab faktor hiperaktif adalah faktor genetik. Faktor
Genetik merupakan faktor internal yang diwariskan dari keluarganya.
c.
Faktor Prenatal
Salah satu faktor hiperaktif adalah faktor pranatal. Faktor pranatal yaitu
kondisi yang dialami ibu saat kehamilan seperti kelahiran prematur, berat
badan turun pada masa kehamilan, atau luka fisik serius dapat mempengaruhi
kondisi anak yang dilahirkan mengalami hiperaktif. Namun hal ini masih
dalam penelitian lebih lanjut.
d.
Faktor Lingkungan
Lingkungan dapat menyebabkan perilaku anak menjadi hiperaktif. Hal
ini dikarenakan lingkungan yang negatif meliputi pengabaian, penyiksaan,
11
kurang gizi dan deprivasi budaya dapat menyebabkan anak mengalami
gangguan hiperaktif.
Ada beberapa faktor penyebab utama anak mengalami hiperaktif. Tin
Suharmini (2005: 37) mengemukakan bahwa ada 6 faktor yang dapat
mempengaruhi anak hiperaktif yaitu faktor neurologi, toxic reactious, kondisi
pranatal, faktor genetik, faktor biologis dan faktor lingkungan. Lebih lanjut dapat
dikaji sebagai berikut:
a.
Faktor Neurologik
Banyak ahli yang mengemukakan bahwa penyebab dari hiperaktif
adalah kerusakan yang terdapat pada neurologis. Kerusakan pada neurologis
yang ada dalam otak ini akan menyebabkan gangguan pada susunan saraf
menjadi kacau atau tidak teratur. Dengan kata lain bahwa faktor lemahnya
susunan syaraf pada seorang anak akan menyebabkan hiperaktivitas.
b.
Toxic Reaction
Hiperaktif juga dapat disebabkan karena reaksi toxic (keracunan).
Banyak para ahli menyatakan dengan istilah timbal. Timbal ini diperoleh
manusia melalui udara yang sudah tercemar dihirup manusia, makanan dalam
kemasan kaleng, asap dari cerobong pabrik dan proses industri. Jika
kandungan timbal dalam tubuh sudah banyak maka akan menyebabkan
infeksi. Infeksi anak masuk pada otak dan mempengaruhi fungsi intelektual,
persepsi, sensasi dan memori. Dengan demikian orientasi dan memori tidak
dapat bekerja dengan baik sehingga anak menjadi berperilaku hiperaktif.
12
c.
Kondisi Parental
Kondisi pranatal dapat mempengaruhi tingkah laku anak setelah lahir
menjadi anak hiperaktif, seperti:
1) Toxaemia adalah suatu kondisi dimana ibu hamil pada tahap akhir
mengalami tekanan darah meningkat, kaki membengkak, dan protein
terbuang melalui urine. Hal ini ada kemungkinan anak yang dilahirkan
anak mengalami gangguan hiperaktif. Namun tidak semua ibu hamil
yang mengalami hal tersebut melahirkan anak dengan gangguan
hiperaktif.
2) Kebiasaan merokok pan minum minuman keras pada saat kehamilan
dapat digolongkan sebaai penyebab dari hiperaktif
3) Kerusakan otak pada saat lahir. Kerusakan ini bisa terjadi karena proses
melahirkan yang mengalami kesulitan sehingga membutuhkan alat untuk
membantu proses persalinan. Penggunaan alat oleh tenaga yang belum
ahli dapat menyebabkan cedera pada otak atau luka pada otak sehingga
mengganggu perkembangan.
d.
Faktor Genetik
Beberapa ahli mengemukakan bahwa hiperaktif disebabkan oleh
faktor genetik. Ada sejumlah kromoson yang ada dalam diri manusia yang
dapat menurunkan sifat pada genenrasi berikutnya.
e.
Faktor Biologis
Faktor biologik merupakan salah satu penyebab terjadinya perilaku
hiperaktif, faktor ini akan mempengaruhi perkembangan anak hiperaktif.
13
Anak yang hiperaktif memiliki gangguan susunan saraf yang terdapat pada
otak.
f.
Faktor lingkungan
Lingkungan rumah termasuk sikap orang tua juga dapat menyebabkan
anak menjadi hiperaktif. Sikap orang tua yang otoriter kadang tidak
menyebabkan anak menjadi takut namun justru kadang menentang dengan
melakukan aktifitas yang tidak disukai oleh orang tuanya. Kurangnya
perhatian dari orang tua terkadang membuat anak ingin mencari perhatian
dengan berperilaku yang sangat aktif. Jika hal ini tidak ditindak lanjuti maka
lama kelamaan anak akan mengalami gangguan hiperaktif.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab anak
hiperaktif dibedakan menjadi 2, yaitu faktor dari dalam diri anak dan faktor dari
luar diri anak. Faktor dari dalam diantaranya, neorologik, genenik dan biologis.
Sedangkan faktor dari luar adalah masa parental, toxic dan lingkungan.
3.
Klasifikasi Siswa Hiperaktif
Tin Suharmini (2005: 29) menjelaskan anak hiperaktif dapat digplongkan
menjadi 4 tipe yaitu penggolongan berdasarkan gejala-gejala perilaku, jenis
kelainan perilaku, penyebab, dan berat ringannnya penyimpangan perilaku.
a. Penggolongan Berdasarkan Gejala-gejala Perilaku
Klasifikasi dari American Psychiatric Association dikemukakan dalam
Diagnostic and Statistical-III / DSM III(dalam Quay & Werry, 1986: 165)
membagi tipe hiperaktif menjadi 2 tipe, yaitu:
14
1) Attention Deficit Disorder dengan hiperaktif, yang lebih sering kita sebut
ADD-H. Pada tipe ini anak mengalami gangguan perkembangan pada
aktifitas memperhatikan, kontrol perilaku (impluisif dan hiperaktif).
2) Attention Deficit Disorder, yang sering disebut dengan ADD. Pada tipe ini
anak hanya mengalami gangguan pada aktifitas memperhatikan dan
impulsif tetapi tidak ada gejala otoritas pada gerak motoriknya. Anak
mengalami gangguan pada kemampuan untuk memusatkan perhatian.
Anak juga sukar dalam mengorganisasi perilaku, kesulitan dalam
menunggu giliran, berbuat sebelum berfikir, dansering berpindah-pindah
dari aktifitas satu ke aktifitas yang lainnya.
b. Penggolongan Berdasarkan Jenis Kelainan Perilaku
Mardiati Busono (Tin Suharmini, 2005: 32) mengemukakan ada tiga tipe
hiperaktif, yaitu hiperaktif sensoris, hiperaktif motoris dan hiperaktif campuran.
1) Hiperaktif Sensoris
Heperaktif sensoris disebabkan adanya kelainan pada otak.
Kelainan ini menyebabkan penderitanya tidak sanggup untuk merespon
segala sesuatu yang tidak ada hubungannya. Anank yang mengalami
gangguan ini setiap mendapatkan rangsangan baik berupa gerak, bau
warna atau bunyi akan teranggsang dan mengalihkan perhatiannya. Karena
lemahnya neorologis membuat mereka tidak sanggup menahan diri
terhadap terhadap rangsangan. Hal ini sangat berpengaruh pada prestasi di
sekolah.
15
2) Hiperaktif Motoris
Hiperaktif motoris juga terjadi akibat adanya gangguan pada
neorologis.Kelainan ini menyebabkan ketidakmampuan anak untuk
bertahan pada rangsangan yang menimbulkan respon motorik. Hiperaktif
motoris ini kebalikan dengan hiperaktif sensoris, mereka mengalami
“katastoris” yaitu keseluruhan tubuh yang mungkin mereaksi dengan cara
yang tidak dikendalikan.
3) Hiperaktif Campuran
Hiperakatif campuran merupakan tipe hiperaktif motoris diikuti
dengan gejala hiperaktif sensoris.Anak yang mengalami hiperaktif
vampuran dapat memiliki ciri-ciri yang ada pada hiperaktif motoris dan
hiperaktif sensoris.
c. Penggolongan Berdasarkan Penyebab
Tin Suharmini (2005: 35) penyebabnya maka hiperaktif dapat digolongkan
menjadi 3 tipe, yaitu:
1) Tipe hiperaktif yang disebabkan oleh gangguan neurologis. Penyebab
gangguan neurologis itu dapat digolongkan menjadi dua tipe hiperaktif
yang disebabkan karena kerusakan otak dan ketidakmasakan.
Tipe hiperaktif yang disebabkan karena kerusakan otak ini apabila
gejala hiperaktifnya telah hilang oleh pengobatan, tetapi tidak bisa
sepenuhnya hilang. Hal ini terjadi karena pada tipe ini terdapat gangguan
pada neurologis.
2) Tipe hiperaktif yang disebabkan karena faktor perkembangan. Termasuk
faktor perkembangan yaitu faktor genetik dan faktor biologis.
16
3) Tipe hiperaktif yang disebabkan oleh psikogen. Tipe ini disebabkan oleh
faktor lingkungan misalnya pola asuh orang tua.
d. Penggolongan Berdasarkan Berat Ringannya Penyimpangan
Berdasarkan berat ringannya penyimpangan perilaku hiperraktif dapat
digolongkan menjadi 2 tipe, yaitu:
1) Tipe Hiperaktif yang berat. Tipe ini ditandai dengan perhatian rendah,
perilaku kacau, dan aktifitas gerak yang sangat tinggi.
2) Tipe hiperaktif ringan. Penyimpangan pada perilaku ini termasuk ringan
dan masih bisa dikontrol.
Ferdinand Zaviera (2007: 12) mengemukakan beberapa tipe hiperaktif atau
GPPH/ ADHD adalah:
a. Tipe sulit konsentrasi
Hiperaktif dengan tipe sulit berkonsentrasi mempunyai kriteria seperti:
1) sering melakukan kecerobohan atau gagal menyimak hal-hal yang
terperinci dan sering membuat kesalahan,
2) sulit memusatkan perhatian,
3) tidak mendengarkan saat diajak bicara,
4) sering tidak mengikuti intruksi dan gagal melaksanakan tugas,
5) mudah beralih perhatian, dan
6) sering lupa dan kesulitan saat mengerjakan tugas sehari-hari.
17
b. Tipe hiperaktif-implusif
Hiperaktif dengan tipe hiperaktif-implusif mempunyai kriteria sebagai
berikut:
1) sering menggerak-gerakkan tangan dan kaki ketikaduduk,
2) sering berlari-lari, memanjat yang berlebihan,
3) selalu bergerak seolah-olah tidak pernah merasa lelah,
4) banyak bicara,
5) sulit menunggu giliran, dan
6) sering memotong pembicaraan orang lain.
c. Tipe kombinasi
Hiperaktif tipe ini mempunyai kriteria gabungan antara tipe sulit
berkonsentrasi dan tipe hiperaktif dan implusif.
Dari beberapa pendapat di atas hiperaktif dapat diklasifikasikan menjadi 4
yaitu, berdasarkan gejala-gejala perilaku, berdasarkan jenis kelainan perilaku,
berdasarkan penyebab, dan berdasarkan berat ringannya perilaku. Berdasarkan
gejala-gejala perilaku dibedakan menjadi 2 yaitu, ADD-H dan ADD. Berdasarkan
jenis kelainan perilaku hiperaktif dibedakan menjadi 3 yaitu, hiperaktif sensoris
(sulit berkonsentrasi), hiperaktif motoris (implusif), dan hiperaktif campuran
(kombinasi). Berdasarkan jenis penyebab perilaku hiperaktif dibedakan menjadi 3
yaitu, neorologis, perkembangan dan psikogen. Sedangkan berdasarkan berat
ringannya perilaku hiperaktif dibedakan menjadi 2 yaitu, berat dan ringan. Tipetipe hiperaktif ini perlu dipahami oleh setiap orang yang menangani anak
18
hiperaktif. Setiap tipe membutuhkan penanganan yang berbeda dengan tipe
lainnya.
4.
Karakteristik Siswa Hiperaktif
Ferdinand Zaviera (2007: 11-12) mengungkapkan bahwa karakteristik
anak hiperaktif adalah:
“1) kemampuan akademik tidak optimal, 2) kecerobohan dalam hubungan
sosial, 3) kesembronoaan dalam menanggapi situasi yang berbahaya, 4)
sikap melanggar tata tertib secara implusif, 5) mengalami kesulitan
berkonsentrasi dalam belajar, mendengarkan guru, dan permainan, 6)
hiperaktivitas, selalu bergerak dan tidak bisa tenang, dan 7) implulsivitas,
melakukan sesuatu tanpa berpikir terlebih dahulu”.
Karakteristik siswa hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak setiap
harinya. Dengan mengetahui karakteristik siswa hiperaktif sejak dini maka akan
mudah dalam memberikan penanganan yang tepat.
Tin Suharmini (2005: 17) mengemukakan karakteristik anak hiperaktif
adalah sebagai berikut:
“1) daya konsentrasi rendah, 2) mudah beralih perhatian, 3) sering gagal
dalam pemusatan perhatian, 4) kesulitan dalam memperhatikan tugas, 5)
sering tidak mendengarkan ketika oranglain bicara, 6) tidak menyukai
pekerjaan rumah maupun sekolah, 7) sering memukuli benda-benda
disekitarnya dengan tangan dan kaki, 8) tidak sabar menunggu giliran, dan
9) terjadi ketika anak berusia sebelum 7 tahun”.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik
yang dimiliki siswa hiperaktif diantaranya adalah daya konsentrasi rendah, mudah
beralih perhatian, tidak memperhatikan saat orang lain bicara, tidak sabar
menunggu giliran, suka memukuli barang disekitarnya dengan tangan dan kaki,
19
dan terjadi ketika anak berusia kurang dari 7 tahun. Saat pembelajaran siswa
mengalami masalah seperti di atas maka siswa tersebut dapat diduga hiperaktif.
5.
Perlakuan Guru terhadap Siswa Hiperaktif
Kebanyakan guru merasa kesulitan dalam menangani siswa hiperaktif.
Guru sering memarahi, mencaci, memberi hukuman, mengeluh, dan terkadang
guru cenderung memberi hukuman badan.
Tin Suharmini (2005: 218) memberikan contoh penanganan yang
dilakukan guru dimana di dalamnya mengandung bagaimana guru harus bersikap
terhadap siswa hiperaktif. Berikut akan dipaparkan mengenai usaha-usaha yang
dilakukan guru dalam menangani siswa hiperaktif adalah:
“ a) anak dipilihkan tempat duduk yang sulit untuk keluar masuk ruangan, b)
rangsangan yang berpengaruh meningkatkan perilaku anak dikurangi atau
dihilangkan, c) ruangan jangan menggunakan warna yang mencolok, d) guru
menciptakan lingkungan yang tersetruktur, yaitu tersedianya aturan beserta
konsekuensinya, e) dalam usaha melakukan perbaikan perilaku ini guru harus
bekerjasama dengan orang tua, f) diajak belajar disiplin, dan g) memberikan
penguatan disetiap kegiatan positif yang dilakukan siswa hiperaktif”.
Perlakuan guru di dalam kelas sangat penting dilakukan, apalagi perlakuanperlakuan khusus untuk siswa hiperaktif. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
kekacauatan yang ada di dalam kelas yang disebabkan oleh perilaku siswa
hiperaktif . Guru di sekolah inklusi atau sekolah reguler yang di dalamnya
terdapat siswa berkebutuhan khusus termasuk siswa hiperaktif diharapkan dapat
memberikan penanganan yang tepat berdasarkan karakteristik siswa hiperaktif .
20
B. Tinjauan tentang Pembelajaran
1.
Pengertian Pembelajaran Siswa Hiperaktif
Winataputra (2008 : 40) pengertian pembelajaran adalah serangkaian
kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada
siswa. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Warsita (2008: 85) “Pembelajaran adalah suatu usaha untuk
membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta
didik”.
Siswa hiperaktif tergolong siswa yang memiliki kebutuhan khusus. Siswa
yang memiliki kebutuhan khusus ini dapat menempuh pendidikan di sekolah
inklusi dimana sekolah tersebut menerima anak yang memiliki kebutuhan khusus
belajar bersama anak normal lainnya. Akhmad Sudrajad (2008), mengatakan
bahwa “penerapan inklusi di sekolah Dasar didasari dari kebijakan Kurikulum
Satuan Pendidikan (KTSP) yang menggunakan program elektik yaitu program
yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang berpusat pada mata
pelajaran dan peserta didik”.
Pelaksanaan pembelajaran untuk anak ABK termasuk di dalamnya anak
hiperaktif berbeda dengan anak normal lainnya. Perbedaan ini terlihat dari ciri
khas penyelenggaraan pembelajaran bagi anak ABK. Endang Rochyadi dan
Zaenal Alimin (2005: 61) ciri khas dari penyelenggaraan pendidikan untuk ABK
selalu berorientasi pada kebutuhan anak. Sehingga pembelajaran yang tercipta
21
tidak terpaku dengan kurikulum, sedangkan pembelajaran bagi anak normal
berorientasi pada kurikulum.
Endang Rochyadi dan Zaenal Alimin (2005: 61) mengungkapkan bahwa
untuk dapat menggali data dan informasi tentang kebutuhan dari masalah yang
dihadapi anak, guru dapat melakukannya melalui asesmen. Hal ini sejalan dengan
yang diungkapkan oleh Tarmansyah (2007: 183) menyatakan bahwa assesmen
merupakan suatu proses dalam upaya mendapatkan informasi tentang hambatanhambatan belajar dan kemampuan yang sudah dimiliki serta kebutuhan yang harus
dipenuhi agar dijadikan dasar dalam membuat program pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik siswa.
Tujuan utama dari asesmen pada prinsipnya adalah untuk menentukan
bagaimana keadaan anak saat ini. Gambaran mengenai kondisi anak saat ini dapat
diperoleh dengan cara melakukan modifikasi asesmen, sehingga program
pembelajaran yang disusun cocok dengan keadaan dan kebutuhan setiap anak.
Asesmen sebagai dasar dalam menentukan program pembelajaran yang
relevan dan fungsional bagi anak sebaiknya dilakukan secara terus menerus.
Untuk melihat bagaimana perilaku anak, asesmen hendaknya dilakukan dalam
situasi ilmiah, misalnya: di rumah, di dalam kelas, di kantin dan sebagainya.
Terkait dengan hal-hal yang diperlukan dalam asesmen Endang Rochyadi dan
Zaenal Alimin (2005: 66) menyatakan bahwa terdapat empat bidang yang
memerlukan tindakan asesmen yaitu bidang akademik, bidang sensori motor,
bidang monolog diri dan bidang perilaku. Data akurat dari anak dapat diperoleh
dari asesmen dengan instrumen yang memadai. Prosedur pengembangan
22
instrumen asesmen tersebut dapat ditempuh guru dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1.
Memahami konsep secara komprehensif setiap bidang yang akan diasesmen.
2.
Memahami aspek dan ruang lingkup dari bidang yang akan diasesmen.
3.
Menyusun butir-butir instrumen asesmen dari setiap aspek dalam bidang yang
akan diasesmen.
Untuk selanjudnya melakukan kegiatan asesmen dalam situasi yang alami,
sehingga ditemukan data-data yang akurat mampu menjawab kebutuhan anak
untuk kepentingan penyusunan program pembelajaran individual (PPI).
Dalam proses penyusunan program pembelajaran individual, hasil
asesmen akan berkaitan erat dengan kurikulum yang menjadi rujukan utama para
guru dalam menyelenggarakan pembelajaran, sekalipun isi kurikulum sangat
berkaitan jauh, bahkan bertentangan dengan kebutuhan belajar siswa ABK
termasuk siswa hiperaktif. Hasil dari asesmen tadi perlu diselaraskan dengan
materi kurikulum, sehingga rentang kebutuhan dengan tuntutan kurikulum
menjadi selaras. Proses penyelarasan hasil asesmen dengan materi kurikulum
dapat dilakukan dengan jalan:
1.
Menganalisis hasil asesmen.
2.
Menganalisis materi kurikulum. Analisis ini dapat dilihat dari susunan materi
kurikulum maupun kesinambungan materi antara jenjang yang satu dengan
jenjang yang lainnya. Setelah itu menetapkan dimana hasil asesmen dapat
diselaraskan dengan urutan materi kurikulum.
23
3.
Menyusun seluruh materi berdasarkan asesmen dengan materi kurikulum
yang digunakan saat ini.
PPI yang diselaraskan antara hasil asesmen dengan kurikulum dapat
menjadi solusi bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran bagi siswa ABK
termasuk hiperaktif. PPI tidak hanya dilakukan di sekolah luar biasa saja, namun
dapat digunakan pula di sekolah inklusi maupun sekolah reguler yang di
dalamnya terdapat siswa ABK termasuk siswa hiperaktif dengan cara
memodifikasi sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.
2.
Komponen-Komponen Pembelajaran Siswa Hiperaktif
Pendidikan merupakan usaha secara sadar dan terencana untuk
mewujudkan suatu pembelajaran agar siswa mampu mengembangkan potensi
yang dimiliki. Pembelajaran dapat berhasil jika didukung oleh komponenkomponen yang mendasari berjalannya pembelajaran tersebut. Komponenkomponen pembelajaran yang ada di sekolah inklusi tidak berbeda jauh dengan
pembelajaran di yang ada di sekolah reguler hanya lebih memperhatikan
kemampuan yang dimiliki siswa yang memiliki kebutuhan khusus termasuk siswa
hiperaktif. Saat ini pendidikan menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), namun kurikulum siswa yang memiliki kebutuhan khusus
kurikulum disesuaikan dengan hasil assesmen. Tarmansyah (2007: 154)
mengemukakan bahwa kurikulum hendahnya disesuaikan dengan kebutuhan anak,
selama ini anak dipaksakan mengikuti kurikulum. Oleh sebab itu sekolah
24
hendaknya memberikan kesempatan untuk menyesuaikan kurikulum dengan anak
yang memiliki berbagai kemampuan, bakat dan minat.
Komponen-komponen pembelajaran di sekolah inklusi yaitu: a) tujuan
pembelajaran; b) materi; c) strategi pembelajaran; d) siswa; e) evaluasi. (Akhmad
Sudrajat, 2008: 32). Sedangkan Depdiknas (2007) menambahkan komponenkomponen lain yaitu guru, media dan sarana prasarana.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komponen pembelajaran yang
ada dalam sekolah inklusi ataupun sekolah reguler yang di dalamnya terdapat
siswa berkebutuhan khusus antara lain: a) tujuan pembelajaran; b) materi; c) siswa
atau peserta didik; d) pendekatan pembelajaran; e) metode; f) guru; g) media dan
h) evaluasi.
a. Tujuan Pembelajaran
Oemar Hamalik (2008: 76) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran
merupakan rumusan mengenai hasil-hasil pendidikan yang akan dicapai.
Perumusan tujuan pembelajaran harus mengambil suatu rumusan tujuan dan
menentukan tingkah laku siswa yang spesifik yang mengacu pada tujuan
pembelajaran. Suatu pembelajaran seyogyanya memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya:
dalam situasi bermain peran
2) Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat diukur
dan diamati
25
3) Tujuan menyatakan tingkat minimal perilaku yang dikehendaki, misalnya
pada peta pulau jawa, siswa dapat mewarnai dan memberi label pada
sekurang-kurangnya 3 gunung utama.
Cepi Ryana ( 2010: 7) mengatakan bahwa tujuan pembelajaran merupakan
suatu target yang ingin dicapai, oleh kegiatan pembelajatan. Sedangkan tujuan
praktis yang ingin dicapai dalam penyelenggaraan pembelajaran inklusi yaitu
membuat pembelajaran fungsional dapat dirasakan manfaatnya langsung baik
siswa, guru, orang tua maupun masyarakat. Tarmansyaah (2007: 111-114) tujuan
umum yang ingin dicapai dalam pembelajaran inklusi, yaitu: 1) tujuan untuk
siswa, 2) tujuan untuk guru, 3) tujuan untuk orang tua siswa, 4) tujuan untuk
masyarakat. Tujuan-tujuan pembelajaran dalam penelitian ini dijelaskan sebagai
berikut ini:
1) Tujuan untuk siswa secara umum.
a) Berkembangnya kepercayaan diri anak, merasa bangga pada diri
sendiri atas prestasi yang diperolehnya.
b) Anak dapat belajar secara mandiri
c) Anak mampu berinteraksi secara aktif bersama teman-temannya,
dan lingkungan
d) Anak dapat belajar untuk menerima adanya perbedaan dan mampu
beradaptasi
Dengan demikian secara keseluruhan tujuan pembelajaran untuk
siswa
berkebutuhan
khusus
hendaknya
dapat
mencakup
aspek
pengembangan kepercayaan diri, kemandirian, sosialisasi dengan
lingkungan sekitar. Selain itu tujuan pembelajaran yang disusun
hendaknya dapat melatih siswa untuk dapat menghargai perbedaan.
26
2) Tujuan untuk guru
a) Guru memiliki kesempatan untuk mengajar dengan setting kelas
inklusi.
b) Guru dilatih dalam melakukan pembelajaran untuk siswa yang
memiliki beragam karakteristik.
c) Guru dilatih dalam mengatasi berbagai permasalahan dengan
bermacam-macam karakteristik yang dimiliki siswa.
d) Guru dilatih bersikap positif terhadap siswa, orang tua, dan
masyarakat dalam kondisi apapun.
e) Guru diberikan peluang agar mengenali dan mengembangkan serta
mengaplikasikan berbagai gagasan baru melalui komunikasi
dengan anak dilingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Dengan demikian tujuan pembelajaran yang disusun oleh guru
hendaknya dapat memberikan kesempatan mengajar dengan seting kelas
inklusi, melakukan pembelajaran terhadap siswa hiperaktif, dapat
mengatasi permasalahan yang ada di dalam kelas. Selain itu tujuan
pembelajaran yang disusun oleh guru hendaknya sesuai dengan kurikulum
dan karakteristik siswa hiperaktif.
3) Tujuan bagi orang tua siswa
a) Memberikan pengalaman belajar pada orang tua tentang bagaimana
cara mendidik dan membimbing anaknya di rumah.
b) Membantu anak dalam belajar
c) Orang tua sebagai mitra sejajar dalam memberikan kesempatan
belajar kepada anaknya.
d) Orang tua akan lebih memahami kemampuan anaknya.
Tujuan pembelajaran yang disusun oleh guru disekolah inklusi
hendaknya tidak meninggalkan peran orang tua. Guru di sekolah inklusi
harus membina komunikasi yang baik dengan orang tua. Sehingga di
rumah orang tua dapat membantu guru dalam pencapaian tujuan
pembelajaran yang ditetapkan.
27
4) Tujuan untuk masyarakat
a) Masyarakat mengetahui adanya layanan pendidikan untuk semua.
b) Semua anak di masyarakat dapat mengenyam pendidikan sehingga
dapat menjadi sumber daya yang potensial.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran
adalah suatu rumusan target yang ingin dicapai setelah kegiatan pembelajaran
dilaksanakan. Tujuan pembelajaran dapat dibedakan menjadi 4, yaitu: 1) tujuan
untuk siswa, 2) tujuan untuk guru, 3) tujuan untuk orang tua siswa, dan 4) tujuan
untuk masyarakat.
b. Materi
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab Pasal 36 ayat 2 (halaman 20), mengenai kurikulum
dinyatakan bahwa “kurikulum pada semua jenjang pendidikan dan semua bentuk
atau jenis penyelenggaraan pendidikan divareasikan sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah dan potensi peserta didik. Materi dikembangkan sesuai
dengan relevansi oleh setiap satuan pendidikan”. Materi umumnya memuat
tentang peningkatan iman dan takwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan
potensi, peningkatan kecerdasan dan peningkatan minat bakat peserta didik.
Dalam pembelajaran untuk anak yang mengalami kebutuhan khusus
termasuk siswa hiperaktif penentuan atau pemilihan materi pembelajaran
disesuaikan berdasarkan hasil asesmen. Hal ini diungkapkan oleh Endang
Rochyadidan Zaenal Alimin (2005: 148) mengemukakan bahwa materi pelajaran
merupakan ruang lingkup dari pokok bahasan/ sub pokok bahasan.
28
Dalam mengembangkan materi pembelajaran, hal yang harus dilakukan
guru adalah melihat kembali hasil asesmen dan menganalisis kurikulum. Selain
itu dalam penyusunan materi, guru harus menganalisis urutan prerequisit materi
pembelajaran. Prerequisit adalah pengembangan materi secara runtut dan relevan
sesuai dengan perkembangan kognitif dan karakteristik siswa yang mengalami
hiperaktif.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat ditegaskan bahwa materi
adalah isi pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa sesuai dengan
kurikulum dan tujuan yang telah ditepakkan. Dalam penentuan atau pemilihan
materi pembelajaran untuk siswa yang memiliki kebutuhan khusus disesuaikan
berdasarkan hasil asesmen.
c. Siswa
Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak, tidak terkecuali
bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Siswa atau peserta didik merupakan
pengguna utama layanan pendidikan. Undang- Undang Republik Indonesia No.
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 4 (halaman 3),
yang dimaksud dengan “peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri memali proses pembelajaran yang tersedia pada
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang mengabungkan pendidikan
untuk anak yang berkebutuhan khusus belajar bersama anak normal. Oleh karena
itu, siswa menjadi fokus utama dalam pembelajaran inklusi. Pembelajaran inklusi
29
merupakan solusi yang baik bagi perkembangan pendidikan untuk semua,
khususnya bagi sekolah yang menerima siswa dengan beragam karakteristik.
Pada pembelajaran inklusi guru dituntut memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang luas tentang karakteristik siswanya, sehingga diharapkan
nantinya guru dapat memberikan penanganan yang tepat sesuai dengan
karakteristik yang dimiliki siswa. Kenyataan yang ada dilapangan, tidak hanya
sekolah yang berlabel inklusi yang menerima siswa berkebutuhan khusus, namun
ada sekolah reguler juga menerima siswa berkebutuhan khusus. Siswa normal
(tidak memiliki kebutuhan khusus) dan siswa berkebutuhan khusus menempuh
pendidikan dalam satu kelas. Walaupun jumlah siswa normal lebih banyak dari
pada siswa yang memiliki kebutuhan khusus. Berdasarkan hasil observasi peneliti
dalam satu kelas biasanya terdapat 3-5 siswa berkebutuhan khusus.
Berdasarkan pendapat di atas dapat ditegaskan bahwa siswa adalah peserta
didik yang merupakan anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri memali proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan tertentu. Guru hendaknya mampu mengatasi masalah yang
ditimbulkan oleh siswa sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.
d. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran merupakan cara yang dipilih guru dalam
melakukan pendekatan saat pembelajaran. pendekatan pembelajaran berfungsi
sebagai perantara keberhasilan penyambaian materi yang dilakukan oleh guru.
pendekatan pembelajaran yang biasanya digunakan untuk sekolah inklusi ataupun
30
sekolah yang didalamnya terdapat siswa yang memiliki kebutuhan khusus
termasuk siswa hiperaktif idealnya menggunakan pendekatan indiviual.
Guru diharapkan dapat mengajar menggunakan gaya konvensional
klasikal, mengingat guru menghadapi siswa yang tidak sedikit dalam satu kelas.
Maksudnya guru kelas tetap berperan sebagai pengajar dan fasilitator yang
mengampu satu kelas dengan berbagai karakteristik siswa. Namun selain
menggunakan gaya konvensional klasikal guru juga menggunakan pendekatan
individual pada siswa yang memiliki kebutuhan khusus termasuk siswa hiperaktif.
Pendekatan secara individual dapat guru lakukan di langkah awal sebelum
merancang pembelajaran. Langkah awal guru adalah melakukan asesmen.
Tarmansyah (2007: 183) menyatakan bahwa assesmen merupakan suatu proses
dalam upaya mendapatkan informasi tentang hambatan-hambatan belajar dan
kemampuan yang sudah dimiliki serta kebutuhan yang harus dipenuhi. Hal ini
dilakukan agar dijadikan dasar daam membuat program pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik siswa. Program pembelajaran individual dimaksudkan agar
pembelajaran yang diberikan sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa.
Diharapkan dengan menggunakan pendekatan individual dan pendekatan
konvensional klasikal dapat menciptakan pembelajaran yang ramah dan
fungsional untuk semua siswa. Dengan demikian semua siswa diharapkan mampu
mengembangkan potensi yang mereka miliki.
e. Metode Pembelajaran
Dwi Siswoyo, dkk (2007: 142) mengemukakan bahwa metode adalah
cara yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pada dasarnya metode
31
dalam pembelajaran inklusi ataupun sekolah reguler yang di dalamnya terdapat
siswa berkebutuhan khusus dapat diaplikasikan dengan metode pembelajaran pada
pembelajaran yang ada di sekolah reguler. Namun pada pembelajaran inklusi
wajib menggunakan metode konvensional dan metode khusus untuk memberikan
layanan pendidikan dalam pelaksanaan pembelajaran.
Metode pembelajaran yang digunakan pada kelas inklusi menggunakan
dua prinsip, yaitu prinsip utama dan prinsip khusus. Tarmansyah (2007: 191-194)
mengungkapkan prinsip-prinsip umum pembelajaran di kelas inklusi:
“1) metode yang digunakan diharapkan mampu meningkatkan motivasi
belajar siswa; 2) metode kontekstual yang memanfaatkan sumberdaya
yang ada dilingkungan sekitar; 3) strategi belajar terarah, yang
mengemukakan tujuan pembelajaran secara jelas; 4) dinamika sosial
yang mampu mengoptimalkaan interaksi sosial; 5) belajar sambil bekerja,
diaplikasikan dengan percobaan; 6) pendekatan individual dengan tujuan
mengenali karakteristik siswa secara mendalam; 7) metode inkuiri yang
mendorong siswa melibatkan diri dalam pemecahan masalah yang
dihadapi; 8) metode pemecahan masalah, dengan metode ini diharapkan
anak mampu memecahkan masalah yang dihadapi sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode adalah
cara yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pemilihan metode
pembelajaran dalam sekolah inklusi atau sekolah yang di dalamnya terdapat siswa
yang memiliki kebutuhan khusus termasuk siswa hiperaktif harus disesuaikan
dengan karakteristiknya. Pnggunaan metode dengan prinsip khusus pada kelas
inklusi bergantung pada karakteristik siswa yang ada didalam kelas tersebut.
Prinsip khusus mengarah pada metode pembelajaran khusus yang digunakan guru
dalam membantu proses kegiatan belajar mengajar untuk siswa berkebutuhan
khusus.
32
f. Guru
Kata Guru berasal dari bahasa Sansekerta “guru”yang juga berarti guru,
tetapi arti harfiahnya adalah “berat” yaitu seorang pengajar suatu ilmu. Dalam
bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik.
Undang- Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen
menyebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Dwi Siswoyo, dkk
(2007: 126) mengungkapkan bahwa pendidik adalah setiap orang yang dengan
sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang
lebih tinggi. Guru bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan terhadap
siswa yang bertujuan untuk mencapai jenjang kedewasaan.
Di dalam masyarakat, dari yang paling terbelakang sampai yang paling
maju, guru memegang peranan penting. Guru merupakan satu diantara
pembentuk-pembentuk utama calon warga masyarakat. Peranan guru tidak hanya
terbatas sebagai pengajar (penyampai ilmu pengetahuan), tetapi juga sebagai
pembimbing, pengembang, dan pengelola kegiatan pembelajaran yang dapat
memfasilitasi kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Daoed Yoesoef (1999: 15) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai
tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas
kemasyarakatan. Tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau
33
transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang
belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak.
Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat
memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugastugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan
pengertian tentang diri sendiri. Tugas kemasyarakatanmerupakan konsekuensi
guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apaapa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN.
Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam
kesatuan organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di
dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu menjadi katalisator, motivator
dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia bertempat tinggal.
Dalam sekolah inklusi terdapat dua guru di dalam kelas, yaitu guru kelas
dan guru pendamping khusus. Guru dituntut untuk mengembangkan kemampuan
dan keterampilanya dalam mengelola kelas, memilih strategi belajar, metode,
media dengan baik sehingga mampu mengembangkan posensi yang dimiliki
masing-masing siswa. Guru kelas dan guru pendamping dalam sekolah inklusi
mempunyai peran yang saling berkaitan, yang dijelaskan berikut ini:
1) Peran Guru Kelas
Wahyu Sri Ambar Arum (2005: 198) guru kelas merupakan “guru
yang mampu mengemban tanggung jawab umum program-program dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusi”. Peran guru kelas antara lain: a)
menetapkan tujuan pembelajaran secara jelas dalam RPP; b) dapat
34
memilih pendekatan yang tepat dengan disesuaikan karakteristik siswa; c)
mengelola materi yang akan diajarkan; d) terampil dalam memilih dan
menggunakan metode yang dapat meningkatkan motivasi siswa; dan e)
melakukan evaluasi belajar.
2) Peran Guru Pendamping
John W Santrick (2007: 246) “guru pendamping khusus adalah guru
sumber daya berfungsi memberikan pelayanan yang bermanfaat bagi anakanak yang memiliki kebutuhan khusus”. Guru pendamping khusus ini
tentu
harus memiliki kompetensi khusus untuk menangani siswa
berkebutuhan khusus. Guru pendamping harus mampu bekerja sama
dengan guru kelas mulai dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran, dan evaluasi.
Pada sekolah reguler yang memiliki siswa berkebutuhan tidak ada guru
pendamping, sehingga guru kelas harus merangkap tugas dari guru khusus. Guru
kelas di sekolah seguler yang memiliki siswa berkebutuhan dituntut untuk
menguasai semuanya
g. Alat Pembelajaran (Media)
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari
“medium” yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Jadi media adalah
perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Arif S.
Sudirman (2003: 7), “menyetakan bahwa media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan
kemajuan pembelajaran sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada
35
diri pembelajarnya”. Wina Sanjaya (2008: 205) mengemukakan bahwa “media
pengajaran meliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software).
Hardware berupa alat-alat yang dapat mengantarkan pesan. Sedangkan software
adalah isi program yang mengandung pesan.”
Dalam memilih media guru hendaknya memperhatikan kemampuan
kognitif yang dimiliki siswakhususnya siswa hiperaktif, dan materi pembelajaran.
Guru harus memilih media yang dapat membantu meningkatkan aktifitas belajar
siswa, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Selain itu, guru di
sekolah inklusi atau sekolah yang di dalamnya terdapat siswa yang memiliki
kebutuhan khusus termasuk siswa hiperaktif harus menggunakan media yang
bervareasi. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik siswa hiperaktif yang mudah
beralih perhatian. Akibatnya mereka mengalami kemampuan akademik yang
rendah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran merupakan wahana dan alat penyampaian informasi atau pesan
pembelajaran pada siswa. Pemilihan media pembelajaran bagi sekolah inklusi atau
sekolah yang di dalamnya terdapat siswa yang memiliki kebutuhan khusus
termasuk siswa hiperaktif harus bervareasi, sesuai materi dan sesuai dengan
karakteristik siswa. Media pada hakekatnya merupakan salah satu komponen
sistem pembelajaran. Sebagai komponen, media hendaknya merupakan bagian
integral dan harus sesuai dengan proses pembelajaran secara menyeluruh. Dilihat
dari jenisnya, media dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
36
1) Media auditif, yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan
suara saja, seperti radio, cassette recorder.
2) Media visual, yaitu media yang hanya mengandalkan indera
penglihatan, seperti foto, gambar atau lukisan, slide dll.
3) Media audiovisual, yaitu media yang mempunyai unsure suara dan
unsure gambar,seperti film, video-cassete, dll.
Dengan demikian hendahnya guru yang memiliki siswa ABK termasuk
siswa hiperaktif dapat membuat media sesuai dengan karakteristik siswa tersebut,
baik dari bentuk, warna maupun tektur. Sehingga diharapkan dengan adanya
media tersebut dapat menarik perhadian semua siswa, tidak terkecuali siswa
hiperaktif. Dengan demikian siswa hiperaktif tidak lagi membuat gaduh suasana
kelas, dan pembelajaranpun dapat terlaksana denagn baik.
h. Evaluasi
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “evaluation”. Tarmansyah
(2007: 200), “evaluasi merupakan kegiatan tindak lanjut dari perencanaan dan
pelaksanaan pendidikan inklusi”. Guba dan Licoln (Wina Sanjaya, 2008: 241), “
evaluasi merupakan suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dan
arti suatu yang dipertimbangkan (evaluation). Ada pendapat lain yang
mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya,
sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa, guna mengetahui
sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan
kemampuan belajar.
37
Evaluasi di sekolah inklusi pada dasarnya sama dengan evaluasi di sekolah
reguler hanya saja bentuk evaluasi disesuaikan dengan karakteristik siswa.
Evaluasi berfungsi untuk mengetahui dan mengukur ketercapaian kompetensi
(daya serap sesuai indikator) dan kemajuan belajar. Rando Harsanto (2007: 167),
memaparkan tujuan evaluasi yaitu:
“1) mendiaknosis kekuatan dan kelemahan siswa; 2) memonitoring
kemajuan belajar siswa; 3) mengualisasikan nilai prestassi siswa; 4)
mengukur efektifitas proses pembelajaran; 5) menentukan standar sekolah
dalam masyarakat; 6) membantu mengevaluasi guru; 7) mengklarifikasi
tujuan pembelajaran”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah
kegiatan tindak lanjut dari perencanaan dan pelaksanaan pendidikan berupa
pengumpulan data seluas- luasnya mengenai nilai berdasarkan kemampuan setiap
individu. Pemilihan bentuk evaluasi pada sekolah inklusi atau sekolah yang di
dalamnya terdapat siswa berkebutuhan khusus termasuk siswa hiperaktif
disesuaikan berdasarkan kemampuan dan karakteristik siswa tersebut. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan guru mengukur pencapaian kompetensi oleh
siswa tersebut.
Evaluasi yang efektif harus mempunyai dasar yang kuat dan tujuan yang
jelas. Disekolah guru menggunakan beberapa jenis evaluasi diantaranya adalah
sebagai berikut:
1) Tes tertulis adalah tes yang diikuti secara serempak oleh pengikut tes
yang harus menjawab sejumlah pertanyaan/soal secara tertulis dalam
waktu yang telah ditentukan. Jenis tes berupa pilihan ganda dan essay.
38
2) Tes lisan adalah bila sejumlah pengikut tes, satu demi satu diuji secara
lisan oleh seorang penguji atau lebih.
3) Tes praktek adalah tes yang dinilai berdasarkan praktek dalam
melakukan sesuatu, seperti mata pelajaran olahraga.
3.
Rencana Pembelajaran Siswa Hiperaktif
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pada
pasal
20
menjelaskan
bahwa
guru
berkewajiban
untuk
merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai
dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Dengan demikian guru diwajibkan
membuat RPP sebelum melaksanakan pembelajaran.
Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005 pasal 20 menerangkan bahwa
“perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar,
metode pengajaran, sumber belajar dan penilaian hasil belajar”. Wina Sanjaya
(2008: 23) mengatakan bahwa “ perencanaan berasal dari kata rencana yaitu
pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai
tujuan”. Dengan demikiaan, proses perencanaan dimulai dari perencanaan tujuan
sampai dengan perencanaan evaluasi.
Sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang standar
Proses dijelaskan bahwa RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan
belajar peserta didik dalam mencapai KD. Setiap guru berkewajiban menyusun
RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung interaktif.
39
Suhaidah (2012) mengatakan bahwa RPP adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai
satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam
silabus. RPP merupakan persiapan wajib yang harus dibuat oleh guru sebelum
mengajar. Selain itu guru harus mempersiapkan mental, situasi emosional yang
ingin dibangun, lingkungan belajar yang produktif termasuk meyakinkan siswa
agar ikut serta secara penuh dalam proses pembelajaran.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang dibuat oleh guru sebelum
mengajar berupa gambaran langkah-langkah pembelajaran dijabarkan dari Standar
Kompetensi dan Kompetensi dasar yang telah di tetapkan. Pembuatan RPP
disesuaikan dengan karakteristik siswa di kelas tersebut.
Tujuan
pembuatan
RPP
adalah
mempermudah
pembelajaraan,
meningkatkan hasil proses pembelajaran, pembelajaran yang sistematis dan
mempermudah guru dalam penggunaan waktu yang efisien. Oleh karena itu, RPP
hendaknya bersifat fleksibel dan memberi kemungkinan bagi guru untuk
menyesuaikan dengan kondisi siswa dalam pembelajaran.
Siswa yang memiliki kebutuhan khusus mempunyai perbedaan dengan
siswa normal lainnya. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimiliki.
Dengan demikian, hendaknya RPP yang dibuat oleh guru di sekolah inklusi atau
sekolah reguler yang di dalamnya terdapat anak berkebutuhan khusus termasuk
siswa hiperaktif disesuaikan dengan kebutuhan, karakteristik siswa tersebut dan
berdasarkan hasil asesmen yang telah dilakukan guru sebelum membuat RPP.
40
Untuk itu Program Pembelajaran Individu (PPI) merupakan cara yang tepat di
dalam proses belajar mengajar di sekolah inklusi atau di sekolah reguler yang di
dalamnya terdapat siswa berkebutuhan khusus termasuk hiperaktif.
Endang Rochyadi dan Zaenal Alimin (2005: 103) mengemukakan bahwa
proses penyusunan RPP dengan pengembangan PPI atau sering disebut dengan
RPI berbeda dengan RPP klasikal biasa dilakukan di sekolah reguler.
Perbedaannya terdapat pada RPP klasikal biasanya dikembangkan hanya dari
kurikulum yang telah ditetapkan secara nasional, tanpa memperhatikan kebutuhan
anak secara individu. Sedangkan dalam RPI dikembangkan berdasarkan dua sisi.
Pertama, berdasarkan data hasil asesmen yang menggambarkan kebutuhan belajar
siswa secara individual. Kedua, berdasarkan kepada materi kurikulum dari bidang
studi yang disampaikan. Oleh karena itu rencana program pembelajaran individual
merupakan penyesuaian antara kebutuhan anak yang materinya diambil dari
kurikulum.
Endang Rochyadi dan Zaenal Alimin (2005: 151) komponen RPP dengan
pengembangan Program Pembelajaran Individu (RPI) adalah: 1) identifikasi, 2)
materi, 3) rumusan tujuan, 4) metode, material (media), kegiatan pembelajaran,
dan 5) evaluasi. Komponen-komponen dalam RPPI dijelaskan sebagai berikut.
a. Identifikasi
Identifikasi mata pelajaran meliputi satuan pendidikan, kelas, semester,
mata pelajaran, materi dan jumlah pertemuan. Identifikasi harus dituliskan
secara jelas.
41
b. Materi
Materi ajar merupakan ruang lingkup dari pokok bahasan. Materi dapat
dikembangkan oleh guru sesuai dengan asesmen dan fakta di lingkungan
sekolah.
c. Rumusan tujuan
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan materi yang akan
diajarkan.tujuan disini meliputi tujuan jangka panjang dan jangka pendek.
Setiap
tujuan
harus
dirumuskan
secara
jelas,
spesifik
dan
dapat
diukur.Rumusan tujuan yang baik sekurang-kurangnya harus memuat tentang
empat komponen yitu, pelaku, tingkah laku, kondisi dan kriteria.
d. Metode, Material (Media) dan Kegiatan
1) Metode pembelajaran tidak hanya menggambarkan bagaimana bahan
ajar (materi) disampaikan, akan tetapi secara aktif harus memilih
metode pembelajaran yang dapat memberikan kemudahan dalam
belajar sehingga menjadi efisien dalam proses belajar, misalnya
metode games (permainan), bermain peran, karya wisata, dan
sebagainya.
2) Material (Media) sangat diperlukan dalam pembelajaran sebagai alat
untuk membantu meningkatkan aktivitas siswa agar tujuan yang
ditetapkan dapat dicapai dengan baik. Media pembelajaran dapat
berupa audio, visual, maupun audio visual. Dalam pemilihan media
hendaknya disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan siswa,
42
baik warna bentuk maupun tekturnya. Dihaparkan dengan adanya
media siswa yang memiliki kebutuhan khusus termasuk siswa
hiperaktif dapat tertarik dengan keberadaan media tersebut, sehingga
mereka tidak mengganggu jalannya pembelajarn bagi siswa lainnya.
3) Aktivitas (KBM) dalam kontek pembelajaran individual dapat
dilakukan dengan 3 setting. Pertama pembelajaran dilakukan secara
individual, yaitu satu guru dengan satu siswa. Kedua pembelajaran
dilakukan dalam kelompok kecil, yaitu satu guru dengan dua sampai
enam anak. Ketiga pembelajaran dilakukan dalam kelompok besar,
yaitu satu guru satu kelas dengan catatan guru harus membimbing
siswa yang mengalami kebutuhan khusus. Kegiatan pembelajaran
hendaknya dilakukan secara vareatif dengan melibatkan gerak, suara,
bermain peran, simulasi dan lain-lain. Kegiatan pembelajaran harus
dilakukan secara runtut dari pendahuluan, isi, dan penutup.
a) Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan
pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan
memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran. Dalam kegiatan pendahuluan, guru : (1)
menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti
proses pembelajaran; (2) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan
dipelajari; (3) menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar
43
yang akan dicapai; dan (4) menyampaikan cakupan materi dan
penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
b) Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai
KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan,
menantang,
memotivasi
peserta
didik
untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini
dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi,
elaborasi dan konfirmasi.
c) Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri
aktifitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman
atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak
lanjut.
e. Penilaian (evaluasi)
Penilaian (evaluasi) hasil belajar berfungsi untuk mengukur kemajuan
siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Selain itu
evaluasi dapat berfungsi untuk mengambil keputusan dalam merencanakan
program pembelajaran selanjutnya. Evaluasi dalam PPI dapat dilakukan
dengan cara kualitatif dan kuantitatif.
44
Mulyani Sumantri dan Johar Permana (1999: 232-237) menambahkan
bahwa dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran meliputi: a) merumuskan
tujuan; b) mengembangkan alat evaluasi; c) pemilihan dan penetapan metode
mengajar; c) penentuan media; dan d) penetapan alokasi waktu. Komponenkomponen tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Menentukan bahan atau materi
Menentukan bahan dan materi dimaksudkan sebagai kegiatan guru
menetapkan buku atau sumber yang digunakan dalam pembelajaran. Sumber
pokok berupa buku paket dari pemerintah. Selain itu guru dalam memilih
materi harus memperhatikan tujuan yang telah dirumuskan, karakteristik
siswa, ketentuan kurikulum, dan berurutan dari yang mudah ke tingkat yang
sulit.
b. Pemilihan dan penetapan metode
Dalam pemilihan dan penetapan metode mengajar yang akan
digunakan , guru hendaknya memperhatikan tujuan yang telah dirumuskan.
Metode mengajar sesungguhnya adalah cara atau alat untuk pencapaian
tujuan. Karena itu, penggunaan suatu metode berarti menunjukan bagaimana
seorang guru melakukan penyajian materi dengan metode yang dipilih.
Metode dalam suatu pembelajaran diperbolehkan lebih dari satu, hal ini
dimaksudkan untuk menarik perhatian siswa dan efektifitas pencapaian tujuan.
Pemilihan metode pembelajaran di sekolah inklusi atau sekolah yang di
dalamnya terdapat siswa berkebutuhan khusus termasuk siswa hiperaktif harus
disesuaikan dengan materi dan karakteristik siswa.
45
c. Penentuan media
Media yang perlu ditetapkan adalah media atau alat-alat yang
mendukung pencapaian tujuan. Oleh karena itu media yang dicantumkan
hendaknya media yang dapat menunjang keberhasilan pengajaran. Media
diharapkan dapat membantu menjelaskan dan memudahkan siswa dalam
memahami materi yang diajarkan. Pemilihan media pembelajaran di sekolah
inklusi atau sekolah yang di dalamnya terdapat siswa berkebutuhan khusus
termasuk siswa hiperaktif harus disesuaikan dengan materi dan karakteristik
siswa.
d. Penetapan alokasi waktu
Alokasi waktu sebenarnya telah ditetapkan dalam GBPP, tetapi hal itu
baru dalam bentuk alokasi waktu satu tahun. Selanjutnya guru dituntut untuk
mengalokasikan waktu bagi pelaksanaan program pengajarannya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen
RPP klasikal adalah; a) topik; b) Standar Kompetensi; c) Kompetensi Dasar;
d)indikator; e) tujuan; f) materi; g) metode; h) kegiatan pembelajaran; i) sumber
belajar; dan j) penilaian. Sedangkan komponen RPP dengan penggembangan PPI
adalah; a) identifikasi (nama siswa, mata pelajaran, kelas, dan waktu), b) materi,
c) tujuan, d) metode, material, dan aktivitas, dan e) evaluasi.
Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) klasikal dan RPP dengan pengembangan PPI
mempunyai perbedaan. Hal ini dikarenakan dalam RPP dengan pengembangan
PPI lebih menekankan pada pendekatan individual siswa yang memiliki
kebutuhan khusus. Di sekolah reguler yang terdapat siswa berkebutuhan khusus
46
termasik siswa hiperaktif diharapkan guru membuat RPP yang mampu
menggabungkan antara RPP klasikal dan RPP dengan pengembangan PPI
sehingga tujuan pelaksanaan pembelajaran dapat dicapai oleh anak normal
maupun anak yang memiliki kebutuhan khusus.
4.
Pelaksanaan Pembelajaran Siswa Hiperaktif
Kemampuan siswa hiperaktif berbeda dengan kemampuan yang dimiliki
oleh siswa normal lainnya. Dengan demikian dalam proses pelaksanaan
pembelajaran siswa hiperaktif mendapatkan penanganan yang berbeda dari siswa
normal lainnya. Salah satu penanganan terhadap siswa hiperaktif dalam
pelaksanaan pembelajaran menggunakan Program Pembelajaran Individual (PPI).
Pelaksanaan PPI berlandaskan pada aliran psikologi yang disebut dengan
behaviorisme. Aliran ini pertama kali dikembangkan oleh John. B Waston (1914),
kemudian dikembangkan oleh BF. Skinner (1974). Aliran behaviosisme
menyatakan bahwa tingkah laku manusia dapat dibentuk, diubah dan dihilangkan.
Aliran behaviorisme ini berkeyakinan bahwa tingkah laku itu merupakan hasil
belajar. Oleh karenanya tingkah laku dapat diubah dengan jalan mengubah
lingkungan dimana individu itu berada.
Proses pelaksanaan pembelajaran bagi siswa hiperaktif hendaknya sejalan
dengan yang telah direncanakan dalam RRP dengan pengembangan PPI. Hal ini
sejalan dengan yang diungkapkan oleh Mulyani Sumantri dan Johar Permana
(1999: 237) menyatakan bahwa dalam melaksanakan program pengajaran guru
hendaknya mengikuti langkah yang konsisten dengan rumusan- rumusan yang
47
telah disusun dalam RPP. Namun tidak menutup kemungkinan pelaksanaan
pembelajaran berbeda dengan RPP yang telah disususn. Hal ini dikarenakan guru
menyesuaikan keadaan siswa khususnya siswa hiperaktif. Dalam penyampaian
materi untuk siswa hiperahtif diperlukan bimbingan secara individual. Selain itu
dalam pengerjaan tugas, siswa hiperaktif berbeda dengan siswa normal lainnya.
Misalnya: siswa normal diberikan tugas dengan tata aturan 1-5. Jika siswa normal
akan mengerjakan dari aturan 1 menuju aturan 5. Sedangkan untuk siswa
hiperaktif dilakukan secara terbalik dimulai dari urutan ke 5 menuju urutan ke 1.
Dengan demikian bimbingan individual dari guru sangat dibutuhkan dalam
pembelajaran.
Komponen dalam RPP meliputi mata pelajaran, tema tujuan, metode
sampai pada evaluasi pembelajaran disesuaikan dengan karakterteristik anak
hiperaktif. Disamping itu, guru harus mempersiapkan segala sesuatu yang
berkaitan dengan komponen-komponen behaviorisme yang harus ada dalam
pembelajaran, khususnya siswa hiperaktif.
Pelaksanaan proses pembelajaran dimulai dari kegiatan pembelajaran yang
di dalamnya terdapat tahap pendahuluan, isi dan penutup. Kegiatan pendahuluaan
dapat
meliputi
membuka
pembelajaran.
Ngatman
Soewito
(2013:
19)
menytatakan bahwa kegiatan membuka pelajaran kegiatan yang berisi usaha
mengkoordinasikan siswa agar siap secara mental dan fisik untuk mengikuti
pembelajaran. Tahap selanjudnya adalah isi atau sering disebut dengan inti
pembelajaran. dimana materi akan disampaikan oleh guru sesuai dengan RPP
yang telah disusun sebelumnya. Materi akan tersampaikan dengan baik jika guru
48
sudah menguasai semua ketempilan yang dibutuhkan dalam tahap isi/inti
pembelajaran. Ngatman Soewito (2013: 20-22) pada tahap isi guru harus
menguasai beberapa keterampilan diantaranya a) keterampilan membuka
pelajaran, b) keterampilan menyampaikan materi, c) keterampilan interaksi
pembelajaran, dan d) keterampilan berbahasa, gerak dan penggunaan waktu
selang. Lebih lanjud dapat dikaji sebagai berikut :
a. Keterampilan membuka pelajaran
Dalam keterampilan membuka pelajaran meliputi mempersiapkan siswa,
melakukan apersepsi, menjelaskan pokok bahasan yang akan dibahas, dan
menyampaikan KD. Kegiatan membuka pelajaran bertujuan untuk menarik
perhatian
dan
motivasi
pembelajaran
khususnya
siswa
hiperaktif,
menginformasikan cakupan materi yang akan dipelajari.
Guru diharapkan di dalam keterampilan membuka pelajaran ini dapat
mengkondisikan semua siswa termasuk siswa hiperaktif sebelum pembelajaran
dimulai. Selain itu dalam keterampilan membuka pelajaran guru diharapkan
mampu memberikan motivasi dan menyampaikan KD kepada semua siswanya
termasuk siswa hiperaktif, sehingga dalam pembelajaran siswa lebih semangat.
b. Keterampilan penyampaian materi
Keterampilan menyampaikan materi meliputi kesesuaian urutan materi
dengan KD, penguasaan materi pembelajaran, dan penyampaian materi secara
logis dan sistematis. Indikator keberhasilan dari keterampilan penyampaian materi
adalah 1) membantu siswa memahami dengan jelas semua permasalahan dalam
kegiatan pembelajaran, 2) siswa (khususnya siswa hiperaktif) mampu memahami
49
suatu konsep dengan benar, dan 3) siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Di
dalam
keterampilan
penyampaian
materi
ini
diharapkan
guru
mampu
melaksanakan indikator keberhasilan penyampaian materi. Sehingga semua siswa
termasuk siswa hiperaktif mampu menerima materi pembelajaran dengan baik.
Untuk penyampaian materi pada siswa hiperaktif dapat menggunakan bimbingan
secara individual.
c. Keterampilan interaksi pembelajaran
Keterampilan interaksi
pembelajaran meliputi kesesuaian langkah
pembelajaran, keaktifan mengelola kelas, kesesuaian metode dan media dengan
KD, kecakupan penggunaan waktu selang, dan kecakupan menggunakan media
dan sumber belajar. Ketercapaian dalam keterampilan ini meliputi 1)
pembelajaran berjalan secara lancar semua siswa dapat dikendalikan tidak
terkecuali siswa hiperaktif, 2) ketepatan penggunaan metode dan media
khususnya untuk siswa hiperaktif, dan 3) ketepatan penggunaan waktu. Dalam
pembelajaran diharapkan penggunaan waktu dapat efektif dan tepat. Metode dan
media yang digunakan guru diharapkan mampu menarik perhatian dan motivasi
siswa khususnya siswa hiperaktif. Guru harus mampu memmilih media dan
metode yang sesuai dengan karakteristik siswa khususnya siswa hiperaktif.
d. Keterampilan berbahasa, gerak dan penggunaan waktu selang
Keterampilan berbahasa, gerak dan penggunaan waktu selang meliputi
volume suara, kejelasan, ketetapan penggunaan bahasa, keaktifan dan keluesan
gerak, kepercayaan diri dan kecakupan proporsi waktu. Indikator keberhasilan
dari keterampilan berbahasa, gerak dan penggunaan waktu selang adalah 1)
50
volume suara yang memadai artinya suara guru dapat terdengar jelas di semua
sudut ruangan. 2) intonasi bervareasi sesuai dengan materi yang disampaikan,
dengan demikian dapat menarik perhatian siswa selain itu penyampaian materi
juga tidak terlihat membosankan, 3) vokal dan bahasa baik dan benar, 4)
penggunaan waktu selang efektif, dan 4) pandangan mata menyeluruh. Dihapakan
guru mampu menguasai keterampilan ini sehigga pembelajaran dapat berjalan
optimal.
Setelah pelaksanaan pembelajaran, tahap selanjudnya dalam pembelajaran
adalah evaluasi. Evaluasi merupakan cara yang digunakan guru untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan yang didapat siswa melalui pembelajaran. Selain itu
evaluasi juga dapat digunakan sebagai tolak ukur pemilihan metode dan media
pembelajaran bagi guru. Untuk itu guru harus mempunyai keterampilan evaluasi.
Ngatman Soewito (2013: 21) keterampilan ini meliputi pelaksanaan evaluasi
proses dan hasil. Indikator pelaksanaan evaluasi yang baik adalah sebagai berikut.
a. Jenis evaluasi sesuai dengan kompetensi pembelajaran
b. Jenis evaluasi mampu mengukur kemampuan siswa secara kognitif,
afektif, maupun psikomotor
c. Bentuk evaluasi sesuai dengan ranah yang akan dicapai dan karakteristik
siswa.
Proses evaluasi dapat dilakukan tidak hanya terletak pada akhir
pembelajaran, namun dapat dilaksanakan sepanjang proses pembelajaran. Proses
evaluasi seperti ini diharapkan dapat membantu pemahaman pembelajaran
khususnya pada siswa hiperaktif. Selain itu, bentuk evaluasi dapat mempengaruhi
51
pencapaian tujuan pembelajaran. Diharapkan guru mampu memberikan evaluasi
yang tepat bagi siswa hiperaktif sehingga bener-benar dapat mengukur kemajuan
siswa tersebut.
Tahapan pembelajaran yang terakhir adalah penutup. dalam kegiatan
penutup guru harus memiliki keterampilan menutup. Ngatman Soewito (2013: 19)
menyatakan bahwa keterampilan menutup pelajaran adalah keterampilan guru
mengakhiri pembelajaran. Indikator kegiatan penutup yang baik sebagai berikut.
a. Membuat kesimpulan materi pembelajaran
b. Membuat ringkasan materi pembelajaran
c. Menyampaikan materi berikutnya
d. Memberi tugas
Guru diharapkan sudah menguasai seluruh keterampilan dalam mengajar.
Sehingga diharapkan mampu melaksanakan pembelajaran dengan maksimal, baik
untuk siswa hiperaktif maupun siswa normal.
C. Kerangka Pikir
Pendidikan yang cocok ditempuh bagi anak yang mengalami gangguan
diantaranya hiperaktif adalah pendidikan inklusi. Dimana pendidikan inklusi
memberikan layanan khusus bagi anak berkebutuhan khusus. Namun dalam
penelitian ini anak yang hiperaktif mengikuti pembelajaran di sekolah dasar
reguler. Secara kasat mata tidak ada perbedaan fisik yang mencolok antara anak
yang normal dengan anak yang hiperaktif.
52
Sering terjadi siswa yang menalami hiperaktif mendapat nilai buruk
karena terlalu banyak bergerak, kurang dapat berkonsentrasi sehingga tidak dapat
mencapai Kriteria Kemampuan Minimal (KKM) yang diharapkan oleh guru.
Dalam hal ini ada indikasi bahwa guru belum dapat mengerti bahwa hiperaktif
merupakan salah satu bentuk ketunalarasan dan merupakan hambatan belajar,
bukan anak malas belajar. Banyak sekolah reguler yang menerima anak yang
menalami kebutuhan khusus. Namun pada prakteknya sekolah tersebut belum siap
dalam pelaksanaan pembelajarannya.
Anak hiperaktif sering mengalami hambatan di pembelajaran keterampilan
dasar seperti membaca, menulis dan berhitung, namun guru kelas hanya
membimbing semampunya, tidak memberikan layanan khusus bagi mereka. Hal
ini dikarenakan lemahnya pengetahuan guru tentang karakteristik anak hiperaktif
dan cara penanganannya. Seringkali guru membiarkan ketertinggalan mereka.
Guru mempunyai pendapat bahwa jika mereka mengulangi pelajaran maka waktu
dalam pembelajaran tidak efektif.
Berdasarkan
permasalahan-permasalahan
hasil
pengamatan
singkat
tersebut dapat ditegaskan bahwa ada indikasi pelaksanaan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru pada umumnya di kelas yang ada anak hiperaktif belum
optimal. Sejauh ini diduga layanan pembelajaran di kelas yang ada anak
hiperaktifnya dirasa belum cukup memadai, baik dari segi tujuan, perencanaan,
pengelolaan, maupun penggunaan media dan penggunaan metode serta
pendekatan yang tepat dari guru. Hal tersebut menyebabkan pelaksanaan
pembelajaran di sekolah belum optimal.
53
Penelitian ini dilakukan dengan observasi untuk mendapatkan gambaran
atau deskripsi mengenai pelaksanaan pembelajaran sekolah dasar reguler yang
terdapat anak hiperaktif di dalam kelas, kesulitan (hambatan) yang dialami guru
dan siswa dalam melaksanakan pembelajarann, peran guru kelas dalam
pembelajaran anak hiperaktif.
D. Pertanyaan Penelitian
Dari kerangka pikir yang telah disusun, kemudian timbul pertanyaanpertanyaan penelitian berikut ini:
1. Bagaimana bentuk RPP bagi siswa hiperaktif di Kelas 1 SD Negeri
Tirtomulyo Kretek Bantul Yogyakarta?
2. Adakah perbedaan perlakukan antara siswa hiperaktif dengan siswa
normal lainnya?
3. Bagaimana penyusunan dan ketercapaiantujuan pembelajaran bagi siswa
hiperaktif di Kelas 1 SD Negeri Tirtomulyo Kretek Bantul Yogyakarta?
4. Bagaimana pengemasan dan ketuntasan materi yang ada di dalam RPPbagi
siswa hiperaktif di Kelas 1 SD Negeri Tirtomulyo Kretek Bantul
Yogyakarta?
5. Bagaimana keefektifan pemilihan dan penggunaan startegi, metode dan
media pembelajaran bagi siswa hiperaktif di Kelas 1 SD Negeri
Tirtomulyo Kretek Bantul Yogyakarta?
6. Bagaimana pemilihan jenis dan hasilevaluasi yang dirancang guru bagi
siswa hiperaktif di Kelas 1 SD Negeri Tirtomulyo Kretek Bantul?
54
Download