BAB I Latar Belakang Masalah Tradisi sebagai Pembimbing Manusia Tradisi merupakan kebiasaan turun-temurun dalam suatu masyarakat1, hal ini berarti dalam tradisi terdapat informasi yang diwariskan dari generasi ke generasi baik itu tertulis ataupun secara lisan agar tradisi tidak punah. Tradisi dalam perkembangan jaman memberi pengaruh yang besar karena melalui tradisi seorang anak dibimbing kepada kedewasaan. Selain itu, tradisi juga penting sebagai pembimbing pergaulan dalam masyarakat.2 Hal ini berarti tradisi dapat diartikan sebagai W D K U pembimbing, dan hal ini dapat terlaksana asalkan tradisi dapat berdampingan dengan kehidupan manusia yang plural dan tidak memutlakkan tradisi. Mengenai tradisi, warga Tiong Hoa sudah mengenal tradisi sejak lama, bahkan sebelum masehi, dan warga Tiong Hoa mulai membangun tradisi leluhurnya ketika mereka berada di Indonesia. Masyarakat Tiong Hoa merupakan masyarakat yang berasal dari Tiongkok3 dan menetap di Indonesia sebagai bagian dari keberagaman warga negara. Kedatangan mereka disebutkan untuk melakukan penyelidikan, persahabatan dan perdagangan.4 Namun pada kelanjutannya @ warga Tiong Hoa menetap di nusantara untuk mencari nafkah. Mereka mulai berbaur dengan masyarakat lokal dan mendapatkan tempat karena keterbukaan dan mudah berbaur. Setelah lama berada di Indonesia, warga Tiong Hoa pun mulai menjalankan tradisi yang telah diwariskan secara turun temurun. Salah satu tradisi yang menjadi kewajiban bagi mereka (warga Tiong Hoa) adalah upacara pemujaan kepada leluhur. Hal ini tentu terkait erat dengan bakti seorang anak kepada orang tua atau leluhur. Tradisi Orang Tiong Hoa Warga Tiong Hoa yang melakukan tradisi warisan leluhur biasanya membawa agamanya dari Tiongkok yaitu agama Khonghucu. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa Konfusius yang memberikan corak pada kesusilaan. Dalam pengajaraannya menekankan pada kemanusiaan, 1 Johanes Mardimin, JANGAN TANGISI TRADISI, (Yogyakarta: Kanisius 1994) hal. 12. Johanes Mardimin, JANGAN TANGISI TRADISI, hal. 13. 3 Charles A. Coppel, TIONGHOA INDONESIA Dalam Krisis, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 1994) hal. 21. 4 Chris Hartono, Orang Tionghoa dan Pekabaran Injil, (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen 1995) hal. 1. 2 1 di mana individu sebagai bagian integral dari keluarga.5 Hal ini dimaksudkan bahwa pengajaran Khonghucu menitikberatkan pada kemanusiaan dan penghormatan kepada nenek moyang atau leluhur dan menjadi satu hal yang penting. Kecenderungan penghormatan didasarkan pada pengaruh masa lampau di mana kematian seorang raja harus dihormati oleh keluarga dan orang biasa sebagai bentuk balas jasa karena telah mensejahterakan keluarga dan rakyatnya. Tradisi Tiong Hoa menurut ajaran Khonghucu menekankan pada ketaatan kepada leluhur. Tindakan pemujaan kepada leluhur didasari kepercayaan bahwa leluhur adalah sosok yang mengawasi nasib manusia, menghukum menurut jasa dan kekurangan mereka, dan menuntut ketaatan mereka.6 Ketaatan terhadap leluhur dilakukan tidak hanya bagi keluarga tetapi juga W D K U dilakukan oleh anak. Anak dituntut ketaatannya kepada leluhur karena anak adalah pewaris generasi berikutnya dan anak memiliki tanggungjawab untuk meneruskan tradisi leluhur. Tradisi Menurut Orang Kristen Tiong Hoa Tradisi sebagai warisan dari leluhur dimaknai oleh orang Kristen Tiong Hoa sebagai sebuah gambaran mengenai kehidupan yang terdiri dari masa lalu. Dengan adanya tradisi, setiap orang dapat melihat bagaimana perkembangan kehidupan dan juga agama. Penghormatan terhadap leluhur sebagai sebuah tradisi Tiong Hoa dimaknai oleh orang Kristen Tiong Hoa sebagai sebuah tradisi yang menduakan Tuhan, karena banyak anggapan bahwa dengan @ menyembah leluhur berarti hati dan pikiran tidak tertuju pada Tuhan, hal ini dianggap sebagai penduaan kepada TUHAN Allah, karena dalam sepuluh perintah Allah disebutkan pada perintah pertama: “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku” (Keluaran 20:3). Hal lain yang dilarang dalam kekristenan adalah menyembah, konotasi ini sering diartikan sebagai bentuk meminta sesuatu dengan memberikan sesuatu sebagai imbalannya (sesaji) kepada dewa atau roh-roh. Macam-Macam Upacara Tiong Hoa Dalam Ajaran Konghucu, terdapat tradisi yang mengikat yaitu hubungan leluhur. Maka, dibuatlah upacara yang menunjukkan hubungan yang mengikat tersebut, diantaranya: 5 6 Imlek (Tahun baru warga Tiong Hoa) Lasiyo, Studi Tentang Agama KhongHucu Di Indonesia, (Tangerang: MATAKIN, 1992) hal. 31. Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1995) hal. 81. 2 Pada malam tahun baru, setiap keluarga akan mengadakan jamuan keluarga dimana setiap anggota keluarga akan hadir untuk bersantap bersama. Setelah makan, biasanya mereka akan duduk bersama ngobrol, main game, atau hanya nonton TV. Semua lampu dibiarkan menyala sepanjang malam. Tepat tengah malam, langit akan bergemuruh dan gemerlap karena petasan. Semua bergembira. Keesokan harinya, anak-anak akan bangun pagi-pagi untuk memberi hormat dan menyalami orang tua maupun sanak keluarga dan mereka biasanya akan mendapat Ang Pao. Dilanjutkan juga dengan saling mengunjungi saudara yang lebih tua atau kerabat dekat agar mempererat kebersamaan W D K U Ching Bing (sembahyang ke makam leluhur) Pada prosesi Cing Bing ini, upacara penyembahan dilakukan di depan Bongpay (nisan) makam leluhur. Penyembahan dilakukan oleh keluarga dari anak yang paling besar sampai kepada cucu atau cicit dari leluhur itu dengan sujud dan memegang hio (dupa). Pada saat ini pun diadakan upacara pembakaran uang kertas, peletakan buah atau daging dengan harapan nenek moyang dapat menikmati dan bahagia berada di alam sana. Cap Go Meh (15 hari, dimana perayaan ini awalnya dirayakan sebagai hari penghormatan kepada Dewa Thai-yi yang dilakukan setiap awal tahun pada tanggal @ 15, bulan pertama ). Pada Cap Go Meh, kesan penghormatan ditandai dengan upacara lampion. Karena ini lanjutan dari Imlek, maka banyak keluarga yang memaknai hari besar ini dengan berkumpul bersama sanak saudara dan mengadakan festival.7 Perayaan Ching Bing biasanya dilakukan untuk mengenang kembali leluhur yang telah berjasa hingga keturunan yang sekarang memperoleh kehidupan yang layak. Penyembahan yang dilakukan oleh anak adalah dengan sujud kepada leluhur pada saat sembahyang Ching Bing dan berbuat bakti kepada leluhur. 7 Tionghoa Seputar Info dan Tradisi Tionghoa, 2012, dalam http://www.tionghoa.info/ diakses pada tanggal 6 Juni 2014. 3 Konsep Ajaran Konghucu mengenai Bakti Konghucu merupakan ajaran turun temurun dari “guru besar” yaitu Konfusius. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa ajaran Konghucu berisikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kekeluargaan, kemasyarakatan dan ketatanegaraan yang dialaskan pada ajaran Hau. Pada hakikatnya Hau inilah yang menjadi hakikat bagi kehidupan berkeluarga baik itu dalam keluarga dalam arti sempit yaitu sanak saudara ataupun dalam arti luas yaitu masyarakat dan Negara. 8 Lalu berkembanglah ajaran mengenai Hau ini, perkembangannya tidak hanya bagi keluarga yang masih hidup tetapi juga bagi nenek moyang. Hal ini tentu saja menjadi penting karena W D K U orang Tiong Hoa memahami bahwa pengabdian anak kepada orang tua menjadi yang utama. Unsur yang dimaksud adalah hasrat anak untuk melakukan tsunse (cunce), yaitu sikap penghormatan dan penghargaan serta memuja dan menyembah kepada nenek moyang, karena sikapnya itu maka mereka dianggap bahagia dan selamat.9 Penghormatan Leluhur Bagi Orang Kristen Tiong Hoa Hormat sebagai bentuk dari balas budi dan rasa kagum menjadi bagian yang harus ditunjukkan seorang anak kepada orang tuanya. Hormat kepada orang tua dalam kekristenan dilakukan dengan pedoman dari sepuluh perintah Allah yaitu perintah ke lima: “Hormatilah @ ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu” (Keluaran 20: 12). - Apa itu Bakti ? Pengertian bakti dalam kamus umum Bahasa Indonesia (W.J.S. Poerwadarminta) adalah pernyataan tunduk dan hormat atau perbuatan yang menyatakan setia.10 Sedangkan pengertian bakti dalam kitab suci She Su berbunyi : "Adapun yang dinamai berbakti ialah baik-baik meneruskan pekerjaan mulia manusia/orang tuanya". (Tengah Sempurna XVIII : 2).11 Kedua pengertian tersebut memang ada sedikit berbeda, tetapi maknanya sama, perbedaannya terletak pada bunyi bahasa, karena bahasa kitab suci adalah dalam perspektif teologi dan bersifat sakral sedangkan dalam pemahaman umum berarti terdapat warisan yang 8 Chris Hartono, Orang Tionghoa dan Pekabaran Injil, (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen 1995) h.13 Chris Hartono, Orang Tionghoa dan Pekabaran Injil, h. 13-15. 10 https://www.facebook.com/MatakinKalbar/posts/631513133607042 diakses Senin, 22 September 2014. 11 Matakin, SU SI KITAB SUCI AGAMA KHONGHUCU, (1970) hal. 56. 9 4 diturunkan kepada keturunan sebagai pemahaman yang baku dan merupakan kebajikan. Sesungguhnya laku bakti itu adalah pokok kebajikan dari pada ajaran agama. Tubuh, anggota badan, rambut dan kulit diterima dari ayah bunda, maka jangan sampai membiarkannya rusak dan luka. Itulah permulaan laku bakti. Sedangkan akhir laku bakti adalah menegakkan diri hidup menempuh jalan suci, meninggalkan nama baik, sehingga dapat memuliakan ayah bunda. - Bakti penting dalam Ajaran Konghucu Bagaimana cara seharusnya kita berbakti kepada orang tua? Nabi bersabda, "Seorang muda, di rumah hendaklah berlaku bakti, di luar rumah hendaklah bersikap rendah hati, hati-hati sehingga dapat dipercaya, menaruh cinta kepada masyarakat dan berhubungan erat dengan orang yang memiliki cinta kasih. Bila telah melakukan hal ini dan masih mempunyai kelebihan tenaga, gunakanlah untuk mempelajari kitab-kitab" (Sabda Suci I:6).12 W D K U Disamping itu, penerapan pengamalan kasih kepada orang tua bukan saja saat mereka hidup, tetapi hingga meninggal dunia pun wajib diberlakukan seperti semasa hidup. Hal ini dapat di lihat dari (Sabda Suci II:5,3) yang berbunyi: "Pada saat hidup, layanilah sesuai dengan kesusilaan, ketika meninggal dunia, makamkanlah sesuai dengan kesusilaan, dan sembahyangilah sesuai dengan kesusilaan".13 Semua pemaparan di atas menunjukkan sikap seorang anak terhadap orang tuanya, tetapi @ apabila ada orang tua yang mempunyai kebiasaan jelek (yang tidak terpuji), sebagai anak, bagaimana harus bersikap ? Dalam hal ini Nabi mengajarkan, "Di dalam melayani ayah bunda, boleh mem-peringatkan (tetapi hendaklah lemah lembut). Bila tidak dituruti, bersikaplah lebih hormat dan janganlah melanggar. Meskipun harus bercapai lelah, janganlah mengerutu". (Sabda Suci IV:18).14 Dengan demikian maka terdapat kewajiban secara jasmani dan rohani terhadap orang yang dituakan. Hal yang pertama terkait dengan memenuhi kebutuhan jasmani orang tua, merawat tubuh sebagai warisan nenek moyang dan membesarkan anak-anak untuk melanjutkan garis keturunan. Kemudian, ketaatan terhadap orang tua. Mengenang leluhur yang telah meninggal dengan menberikan persembahan tahunan dan menggapai sukses serta kehormatan demi 12 Matakin, SU SI KITAB SUCI AGAMA KHONGHUCU, hal. 97. Matakin, SU SI KITAB SUCI AGAMA KHONGHUCU, hal. 105. 14 Matakin, SU SI KITAB SUCI AGAMA KHONGHUCU, hal. 130. 13 5 keaguangan nama keluarga. Hal tersebut berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan tugas-tugas di dunia dan hal keagamaan yang menyangkut kehidupan setelah kematian.15 Bakti menurut orang Kristen Tiong Hoa masih tetap dilakukan dengan cara berbakti kepada orang tua yang masih hidup. Hal ini secara tidak langsung menyetujui bakti dalam ajaran Khonghucu mengenai Ching Bing namun bagi orang Kristen Tiong Hoa, bakti hanya ditunjukkan kepada orang tua yang masih hidup sedangkan leluhur tidak perlu mendapatkan bakti karena leluhur atau nenek moyang telah bersama dengan Allah di Surga. Hal mengenai Bakti ini masih relevan bagi orang Kristen Tiong Hoa selama tidak menunjukkan bakti kepada leluhur atau nenek moyang. W D K U Rumusan Masalah: -) Dengan melihat ajaran kekristenan mengenai perintah Tuhan (Keluaran 20:3), apakah Tradisi Ching Bing yang mengutamakan penyembahan kepada leluhur harus ditinggalkan setelah menjadi Kristen? -) Apakah penghormatan dalam tradisi Ching Bing merupakan bentuk dari penyembahan yang dilakukan oleh warga Tiong Hoa? -) Apakah konsep bakti dalam tradisi Ching Bing masih relevan bagi orang Kristen Tiong Hoa? @ Tujuan Penelitian: -)Untuk mengetahui respon warga Kristen Tiong Hoa terkait dengan konsep bakti dan penyembahan dalam tradisi Ching Bing di Jatiwangi. Tradisi Ching Bing merupakan tradisi turun temurun yang dihidupi oleh warga Tiong Hoa. Sebenarnya baik itu agama Khonghucu maupun kekristenan tidak menolak adanya tradisi, mungkin dengan perbedaan pemahaman mengenai makna penyembahan dalam Ching Bing yang di tolak oleh kekristenan. 15 Daniel Tong, Pendekatan Alkitabiah Pada Tradisi dan Kepercayaan Cina, (Jakarta: Pustaka Sorgawi 2010) hal.75 6 Metode Penelitian: Penulis memilih penelitian secara deskriptif analitis di mana penulis mengumpulkan datadata yang akurat kemudian dideskripsikan dan di analisa. Dalam deskriptif analitis, penulis memakai studi kepustakaan sebagai acuan teori, dengan mengumpulkan data dan informasi melalui literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, artikel dan makalah yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti, dan ditunjang dengan proses analisa. Penulis menggunakan metode kualitatif sebagai pendekatan penelitian, di mana pengalaman empiris yang dimiliki subyek penelitian akan menjadi hal yang penting dalam pengembangan penelitian dan analisa skripsi ini. Wawancara merupakan tindakan langsung yang dipilih oleh W D K U peneliti. Wawancara ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan terbuka16 kepada informan atau pihak yang berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian. Dalam wawancara ini, penulis memilih responden yang diwawancarai yaitu tiga orang Tiong Hoa beragama Khonghucu dan tiga orang Tiong Hoa yang sudah Kristen. Hal ini dilakukan Karena penulis menyadari bahwa gereja asal (GKI Pamanukan) memiliki jemaat yang beragam dan warga keturunan sudah tidak melakukan tradisi Ching Bing lagi. Selain metode wawancara, untuk memperkuat penelitian, peneliti menggunakan metode observasi, di mana metode ini dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung terhadap @ fenomena-fenomena yang berkaitan dengan fokus penelitian. Pemilihan Judul “Sembahyang ke Makam Leluhur bagi Orang Kristen Tiong Hoa dan Kaitannya dengan Konsep Bakti dalam Ajaran Konghucu17” Alasan pemilihan judul 16 John Mansford Prior, Meneliti Jemaat Pedoman Riset Partisipatoris, (Jakarta: PT. Gramendia Widiasarana Indonesia 1997) hal. 96 17 Judul ini serupa dengan skripsi yang terdapat di website sinta, dengan judul “”Pengaruh Ajaran Hau Confusius Terhadap Pelaksanaan Tradisi Sembahyang Tsing Bing (Tinjauan Teologis Terhadap Pelaksanaan Sembahyang Tsing Bing di GKI Darmo Satelit)” yang menitikberatkan pada Bakti (Hau) yang menjadi pedoman dalam kehidupan keluarga dan implikasinya bagi kehidupan Kristen Tiong Hoa di Jatiwangi. Sedangkan Skripsi yang saya buat akan menitikberatkan bagaimana orang Kristen Tiong Hoa menyingkapi pro dan kontra tradisi Cing Bing ditengah masyarakat yang memiliki pola pemikiran animistis terhadap makna tradisi Cing Bing yaitu konsep ‘pemujaan’ dan implikasinya bagi kehidupan Kristen Tiong Hoa. 7 Tradisi Ching Bing bagi orang Tiong Hoa merupakan tradisi yang masih relevan dan masih dihidupi dan kaitannya dengan konsep bakti terhadap leluhur. Sistematika Penulisan Bab 1 Pendahuluan: Berisi mengenai pendahuluan tradisi Ching Bing, hal ini terkait dengan tradisi yang dibawa oleh orang Tiongkok (yang kemudian disebut oleh warga pribumi sebagai orang Tiong Hoa) ke Indonesia dan perkembangan tradisi Tiong Hoa setelah berada di Indonesia. W D K U Bab 2 Kerangka Teori Tradisi Ching Bing Orang Tiong Hoa Hal ini terkait erat dengan kehidupan tradisi Tiong Hoa di tengah masyarakat. Terdapat ajaran-ajaran yang dipegang teguh oleh warga Tiong Hoa terkait dengan tradisi tersebut yaitu ajaran mengenai penyembahan leluhur dan sikap bakti yang diwariskan oleh leluhur. Bab 3 @ Penghayatan warga Tiong Hoa terhadap tradisi Ching Bing. Penelitian: Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan pendekatan wawancara dan observasi kepada subyek penelitian dan juga terhadap pengalaman empiris terkait dengan tradisi Ching Bing. Tradisi Ching Bing mengalami Penolakan karena konsep “Pemujaan” bertolak belakang dengan kekristenan. Dalam penelitiannya, responden yang dipilih adalah warga Tiong Hoa yang masih melakukan ajaran Khonghucu dan yang sudah Kristen. Keluarga yang menjadi responden merupakan keluarga keturunan asli sehingga fokus penelitian adalah warga Tiong Hoa bukan warga awam. 8 Bab 4 Analisis Sembahyang Ching Bing menurut para ahli. Hasil Penelitian dan Refleksi Teologis: secara garis besar, terdapat tiga hal penting sesuai dengan penelitian mengenai tradisi Ching Bing, yaitu: -) korelasi ajaran bakti terhadap budaya Ching Bing yang telah mengakar dalam pengikut Kristen Tiong Hoa. -) Kristen Tionghoa dapat tetap menjalani budaya dan respon gereja terhadap tradisi tersebut. W D K U -) Terdapat unsur penerimaan dan penolakan dari pihak orang Kristen mengenai tradisi Ching Bing ini. Refleksi Teologis berisi bentuk bakti yang dapat dilakukan oleh anak seperti kisah Ruth dan Naomi, serta konsep Allah dan manusia yang digambarkan sebagai ayah dan anak di mana penyembahan sebagai penghormatan itu dilakukan. Bab 5 Penutup: @ Berisi kesimpulan dan saran dari pengaruh Ching Bing bagi orang Kristen Tiong Hoa dan konsep bakti yang menjadi tindakan seorang anak kepada orang tua dan leluhur. 9