BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil Belajar diperoleh pada akhir proses pembelajaran dan berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang telah diajarkan. Menurut Sujana (2008:22) proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Winkel dalam Lina (2009: 5), mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang terlah dicapai oleh seseorang. Sedangkan menurut Gunarso dalam Lina (2009: 5), hasil belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajarnya. Menurut Oemar Hamalik (2008:36) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Menurut Darmansyah (2006:13), mendefinisikan hasil belajar adalah hasil penilaian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka. Soedijanto dalam Supartini (2008) mendefinisikan hasil belajar sebagai tingkat penugasan yang dicapai dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Menurut Ani (2006) hasil belajar merupakan perilaku yang diperoleh pembelanjar setelah mengalami proses belajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari 6 7 sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Sedangkan menurut Arikunto (2001:132) hasil belajar adalah hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dan merupakan penilaian yang dicapai seorang siswa untuk mengetahui sejauh mana bahan pelajaran atau materi yang diajarkan sudah diterima siswa. Menurut Bloom dalam Suprijono (2009) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dominan kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), membentuk application hubungan), synthesis (menerapkan), analysis (mengorganisasikan, (menguraikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Dominan afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Dominan psikomotorik meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotorik juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, menajerial, dan intelektual. Uraian di atas disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil akhir dari proses kegiatan belajar seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas, menerima pelajaran untuk mencapai hasil belajar dengan menggunakan penilaian yaitu tes evaluasi yang dinyatakan dalam bentuk nilai. 2.1.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 1. Faktor internal adalah faktor yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar. Faktof internal meliputi faktor jasmaniah (kesehatan,cacat tubuh) dan faktor psikologis (perhatian, miant, bakat, motif, kematangan, kesiapan). 2. Faktor eksternal adalah faktor yang ada diluar individu. Faktor eksternal yang berpengaruh dalam belajar meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktof masyarakat. Faktor keluarga dapat meliputi cara orang tua mendidik, relasi 8 antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua dan latar belakang kebudayaan. 3. Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi antar siswa, disipin sekolah pembelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajardan tugas rumah. Faktor masyarakat dapat berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat, dan media massa. Berdasarkan Uraian di atas disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu dan faktor yang berasal dari luar individu. Kedua faktor ini akan saling mendukung dan saling berinteraksi sehingga menumbuhkan prestasi belajar. 2.1.2 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Pembelajaran merupakan tahapan suatu proses belajar yang sistematis dalam pelaksanaannya supaya peserta didik memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan menerapkan suatu konsep yang diperoleh dalam belajar menurut pendapat Gagne, R.M. dalam Winataputra, (2007) bahwa pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. IPS merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu sosial. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2006), IPS adalah merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu sosial merupakan gerakan yang cukup luas, karena mencakup gejala-gejala dan masalah-masalah kehidupan manusia di tengah-tengah masyarakat. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2007), Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, memiliki 9 komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, serta memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global. Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek- aspek: manusia, tempat dan lingkungan, waktu, keberlanjutan, dan perubahan sistem sosial dan budaya, dan perilaku ekonomi dan kesejahteraan. Pembelajaran IPS SD diandalkan untuk membina generasi penerus usia dini agar memahami potensi dan peran dirinya dalam berbagai tata kehidupannya, menghayati tuntutan keharusan dan pentingnya bermasyarakat dengan penuh rasa kebersamaan dan kekeluargaan serta mahir berperan erat di lingkungannya sebagai insan sosial dan warga negara yang baik ( BSNP, 2007). 2.1.2.1 Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar IPS merupakan perpaduan antara konsep-konsep ilmu sosial dengan konsep-konsep ilmu pendidikan yang dikaji secara sistematis, psikologi dan fungsional sesuai dengan tingkat perkembangan siswa (Somantri,1996). Berkenaan IPS merupakan perpaduan antara konsep-konsep ilmu sosial dengan konsep-konsep pendidikan yang dikaji secara sistematis Nursid Sumaatmadja (1980) mengemukakan bahwa secara mendasar pengajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. Kamarga (1994) mengatakan berdasarkan fungsi pengajaranya disekolah, IPS terdiri dari ilmu sosial dan pendidikan sosial. Pendidikan ilmu-ilmu sosial biasanya dikembangkan dalam kurikulum akademik atau kurikulum disiplin ilmu pada tingkat sekolah menengah. Sedangkan pendidikan ilmu sosial dikembangkan untuk tingkat pendidikan dasar. Fokus utama IPS adalah kajian hubungan antar manusia. Untuk mencapai keserasian dan keselarasan kehidupan masyarakat diperlukan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang terbentuk melalui pendidikan pengetahuan sosial. 10 Standar isi (PERMEN No.22,2006), merupakan salah satu mata pelajaran yang diberika mulai SD/MI/SDLB sampai SMP/Mts/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga negara indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Menurut (PERMEN No.22,2006) IPS bertujuan agar peserta didik berkemampuan sebagai berikut: a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial. c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global. 2.1.3 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Kooperatif merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antar siswa. Menurut Davidson dan Warsham dalam Isjoni (2011: 28), Pembelajaran Kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berefektifitas yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademik. Lebih khusus, Slavin dalam Sanjaya (2006: 240) menyatakan bahwa Pembelajaran Kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Jadi dalam model pembelajaran kooperatif ini, siswa bekerja sama dengan kelompoknya untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Oleh karena itu, siswa akan bertanggung 11 jawab atas belajarnya sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pada mereka. Dalam Model Pembelajaran Kooperatif, siswa dikondisikan untuk belajar secara berkelompok. Pembentukan kelompok disini diupayakan terbentuk kelompok yang heterogen. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibrahim (2000) dalam Yusiriza (2011) yang menyatakan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Model Pembelajaran Kooperatif ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut 1) siswa belajar dalam kelompok secara kooperatid untuk menuntaskan materi belajarnya; 2) kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah; 3) jika di dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda maka diupayakan dalam setiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya dan jenis kelamin yang berbeda pula; dan 4) penghargaan lebih diutamakan pada kerjasama kelompok daripada perorangan. Anita Lie (2004:12) menyatakan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif atau disebut juga dengan Pembelajaran Gotong - Royong merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur. Lebih Dampak dari penerapan model pembelajaran ini sesuai dengan Pendapat Trianto (2007) yang menyatakan bahwa Pembelajaran Kooperatif memiliki dampak positif bagi siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Pembelajaran Kooperatif bertujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Selain itu, Stahl (2009) dalam Isjoni (2011) menyatakan dengan melaksanakan Model Pembelajaran Kooperatif, siswa memungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar dan juga dapat melatih siswa untuk memiliki ketrampilan baik ketrampilan berpikir (thinking skill) 12 maupun ketrampilan sosial (social skill) seperti ketrampilan untuk mengemukakan pendapat, aktif bertanya, menerima saran dan masukan dari orang lain, bekerja sama, rasa setia kawan, dan mengurangi perilaku yang menyimpang di kelas. Akibatnya, Anita Lie (2008) dalam Isjoni (2011) menyatakan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, interaksi promotif, komunikasi antar anggota dan pemrosesan kelompok. Berdasarkan uraian di atas, dari beberapa pendapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan pembentukan kelompok yang bertujuan untuk menciptakan pendekatan pembelajaran yang lebih efektif dalam proses pembelajaran. 2.1.3.1 Tujuan Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin dalam Sanjaya (2006 : 240) memgemukakan dua alasan tujuan Pembelajaran Kooperatif yaitu 1) beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri dan 2) Pembelajaran Kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berfikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Dua alasan tersebut, maka Pembelajaran Kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan. Menurut Widyantini (2006: 4) tujuan Pembelajaran Kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta pengembangan keterampilan sosial. Johnson & Johnson dalam Trianto (2010: 57), menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Louisell dan Descamps dalam Trianto (2010: 57) juga menambahkan, karena siswa bekerja 13 dalam suatu tim, maka dengan sendirinya dapat dapat memperbaiki hubungan diantara para siswa dari latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses dan pemecahan masalah. Menurut Ibrahim (2000), Pembelajaran Kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap individu, pengembangan keterampilan sosial. Menurut Barba (1995) dalam Susanto (2011), belajar kooperatif adalah strategi pembelajaran kelompok kecil yang digunakan untuk 1) meningkatkan kemampuan akademik melalui kolaborasi kelompok; 2) memperbaiki hubungan antar siswa yang berbeda latar belakang etnik dan kemampuannya; 3) mengembangkan ketrampilannya untuk memecahkan masalah melalui kelompok dan 4) mendorong proses demokrasi di kelas. Uraian diatas dapat disimpulkan bahawa tujuan Pembelajaran Pooperatif adalah untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa, dan memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa lainnya. Akibatnya hasil akademik siswa dapat meningkat dan menanamkan ketrampilan sosial. Selain itu, siswa dikondisikan untuk dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah baik individu maupun kelompok dimana masalah yang diberikan seperti permasalahan yang dihadapi sehari-hari. 2.1.3.2 Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Kooperatiif berbeda dengan strategi pembelajaran lainnya. Perbedaan tersebut dilihat dari proses kerja sama kelompok, kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif Slavin dalam Sanjaya (2006, 242). Memiliki karakteristik antara lain : 1. Pembelajaran Secara Tim Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim (anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Artinya, anggota kelompok bersifat heterogen yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, dan latar belakang yang berbeda. 14 2. Didasarkan pada Menajemen Kooperatif Mempunyai empat pokok yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Fungsi perencanaan menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif memerlikan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan efektif, misalnya tujuan apa yang akan dicapai, bagaimana mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mencapainya tujuan itu. Fungsi pelaksanaan menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah dan ketentuan pembelajaran yang sudah disepakati. Fungsi organisasi menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok, sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab kelompok. Fungsi kontrol menunjukan pembelajaran kooperatif perlu di tentukan kriteria keberhasilan melalui tes maupun non tes. 3. Kemampuan untuk Bekerja Sama Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan kelompok. Prinsip kerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. 4. Keterampilan Bekerja Sama Kemampuan bekerja sama dipratikan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Siswa perlu di dorong untuk mau dan sanggup berkomunikasi dan berkomunikasi, sehingga siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan kontribusi atas keberhasilan kelompok. 2.1.3.3 Prinsip Dasar dalam Pembelajaran Kooperatif Menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam Pembelajaran Kooperatif adalah 1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya 2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama 15 3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya 4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi 5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan ketrampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya 6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif 2.1.3.4 Ciri - Ciri Pembelajaran Kooperatif Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Nur dan Widyantini (2006) dalam Nico (2011) adalah sebagai berikut 1. Siswa dalam kelompok bekerja sama menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai 2. Kelompok dibentuk secara heterogen 3. Penghargaan lebih diberikan kepada kelompok dan bukan kepada individu Menurut Arend (2004) dan Risnawati (2005) dalam Santoso (2011) menyatakan bahwa pembelajaran yang menggunakan metode kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 1. Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya 2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 3. Bila mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, suku, budaya dan jenis kelamin yang berbeda-beda. 4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu Menurut Ibrahim, dkk (2000) menyatakan pembelajaran kooperatif ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 1. Siswa belajar dalam kelompok, secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya 2. Kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah 16 3. Dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda maka dalam setiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, dan jenis kelamin yang berbeda pula. 4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerjasama kelompok darip[ada perorangan. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan ciri - ciri dari Pembelajaran Kooperatif adalah lebih mengutamakan siswa belajar dan berkerja sama dalam kelompok untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk berpendapat berinteraksi dan memecahkan masalah bersama dengan siswa lain dalam melakukan pembelajaran di kelas. 2.1.3.5 Unsur – Unsur Pembelajaran Kooperatif Menurut Roger dan David Johnson dalam Santoso (2011) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok dapat dianggap Cooperative Learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus ditetapkan. 1. Saling ketergantungan positif Dalam berkelompok, setiap orangnya pasti saling ketergantungan karena untuk menciptakan kelompok kerja kelompok yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. 2. Tanggung jawab perseorangan Unsur ini merupakan akibat unsur langsung dari yang pertama, jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur Model Pembelajaran Kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. 3. Tatap muka Setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan kepada pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. 17 4. Komunikasi antar anggota Unsur ini juga agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan untuk berkelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. 5. Evaluasi proses kelompok Dalam pembelajaran kooperatif, siswa belajar secara berkelompok dan bekerjasama menyelesaiakan permasalahan yang dihadapi baik secara berkelompok maupun individu. Unsur ini sangat diperlukan untuk mengevaluasi proses bekerja antar siswa dalam kelompok. 2.1.3.6 Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Menurut Santoso (2011), Model Pembelajaran Kooperatif mempunyai kelebihan - kelebihan sebagai berikut : 1) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa; 2) siswa dapat berkomunikasi dengan temannya; 3) dapat meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran; dan 4) dapat meningkatkan pemahaman dalam prestasi belajar. 2.1.3.7 Tipe – Tipe Pembelajaran Kooperatif Menurut Suyatno (2009) dalam Yusiriza (2011), Model Pembelajaran Kooperatif meliputi banyak tipe seperti Student Teams Achievement Division (STAD), Numbered Heads Together (NHT), Jigsaw, Think Pairs Share (TPS), Teams Games Tournament (TGT), Group Investigation (GI), Teams Assisted Individual (TAI), dan Two Stay Two Stray (TSTS). Menurut Anita Lee (2004) dalam Santoso (2011), mengemukakan beberapa Tipe Model Pembelajara Kooperatif, antara lain: Mencari Pasangan, Bertukar Pasangan, Berpikir-Berpasangan-Berempat (Think Pair-Share and Think-PairSquare), Berkirim Salam dan Soal, Kepala Bernomor, Kepala Bernomor Terstruktur, Two Stay Two Stray (TSTS), Keliling Kelompok, Kancing Gemerincing, Keliling Kelas, Lingkaran Kecil Lingkaran Besar, Tari Bambu, Jigsaw, dan Cerita Berpasangan. 18 2.1.3.8 Langkah - Langkah Pembelajaran Kooperatif Menurut Suprijono (2009) dalam Yusiriza (2011) langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ada 6 fase yaitu 1. Fase 1 : menyampaikan tujuan dan mempersiapkan anak didik Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa siap belajar, 2. Fase 2 : menyajikan informasi Guru mempresentasikan informasi kepada siswa secara verbal. 3. Fase 3 : mengoeganisir peserta didik ke dalam tim – tim belajar Guru memberikan penjelasan kepada siswa tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien. 4. Fase 4 : membantu kerja tim dan belajar Guru membantu tim – tim belajar selama siswa mengerjakan tugasnya. 5. Fase 5 : mengevaluasi Guru menguji pengetahuan siswa mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok – kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. 6. Fase 6 : memberikan pengakuan atau penghargaan Guru mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok. 2.1.3.9 Tahapan Ketrampilan Kooperatif Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif yaitu: 1. Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma. 2. Functioniong (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama diantara anggota kelompok. 19 3. Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan- bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan. 4. Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan. 2.1.3.10 Menilai Hasil dalam Belajar Kooperatif Menurut Van der Kley dan Sunaryanto (1998:165) dalam Santoso (2011) ada beberapa cara menilai hasil belajar siswa dalam belajar kooperatif yaitu: 1. Setiap anggota kelompok mendapatkan nilai yang sama dengan nilai kelompok. 2. Setiap siswa diberi tugas atau tes perorangan setelah kegiatan belajar kooperatif berakhir. 3. Seorang siswa atas nama kelompoknya bisa dipilih secara acak untuk menjelaskan pemecahan materi tugas. 4. Nilai setiap anggota kelompok ditulis dan dibagi untuk mendapatkan nilai rata-rata kelompok. 2.1.4 Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya dari universitas John Hopkins, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Tipe ini baik diterapkan oleh guru yang baru mengenal model pembelajaran kooperatif. Tipe ini menggunakan tim yang terdiri dari 4-5 orang anggota. Guru menyampaikan suatu materi, siswa yang tergabung dalam tim-tim tersebut menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Anggota lain menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pembelajarannya yang kemudian saling membantu satu sama lain atau melakukan 20 diskusi setelah menyelesaikan soal-soal, mereka menyerahkan pekerjaan secara tunggal untuk setiap kelompok kepada guru. Secara individu setiap minggu atau dua minggu siswa diberi kuis. Hasil penyelesaian diberi skor, dan setiap individu diberi skor pengembangan. Skor pengembangan ini tidak didasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi didasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor siswa yang lalu. Setiap minggu diumumkan hasil pencapaian skor semua siswa. Termasuk skor pengembangan tertinggi atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kasuskasus itu. Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri tujuh komponen utama, yaitu : a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai. b. Persiapan pembelajaran termasuk didalamnya pembentukan kelompok, presentasi tugas siswa. c. Kepastian bahwa siswa telah memahami isi materi pelajaran. d. Pembentukan kelompok pada STAD terdiri dari siswa yang heterogen e. Kuis individual yang dilakukan dalam rangka meyakinkan siswa dalam belajar dan sebagai indikator tanggung jawab siswa. f. Kemajuan nilai secara individual g. Pengakuan dan hadiah terhadap kelompok. Tahapan-tahapan yang dilalui dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD meliputi : 1. Penyajian kelas Guru menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan penyajian kelas. Penyajian kelas tersebut mencakup pembukaan, pengembangan dan latihan terbimbing. 2. Kegiatan kelompok Siswa mendiskusikan lembar kerja yang diberikan dan diharapkan saling membantu sesama anggota kelompok untuk memahami bahan pelajaran dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan. 21 Kuis (Quizzes) 3. Kuis adalah tes yang dikerjakan secara mandiri dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan siswa setelah belajar kelompok. Hasil tes digunakan sebagai hasil perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan dan keberhasilan kelompok. 4. Skor Kemajuan (perkembangan) Individu Skor kemajuan individu ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada beberapa jauh skor kuis terkini yang melampui rata-rata skor siswa yang lalu. 5. Penghargaan Kelompok Penghargaan keompok adalah pemberian predikat kepada masingmasing kelompok. Predikat ini diperoleh dengan melihat skor kemajuan kelompok. Skor kemajuan kelompok diperoleh dengan mengumpulkan skor kemajuan masing-masing kelompok sehingga diperoleh skor rata-rata kelompok. No 1 Tabel 2.1 Langkah-langkah proses pembelajaran kooperatif tipe STAD Tahap Tingkah Laku Guru Tahap Pendahuluan a. Guru memberikan informasi kepada siswa tentang materi yang akan mereka pelajari, tujuan pembelajaran dan pemberian motivasi agar siswa tertarik pada materi. b. Guru membentuk siswa kedalam kelompok yang sudah direncanakan. c. Mensosialiasakan kepada siswa tentang modell pembelajaran yang digunakan dengan tujuan agar siswa mengenal dan memahamimya. d. Guru memberikan apersepsi yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. 2 Tahap a. Guru mendemonstrasikan konsep atau 22 pengembangan keterampilan secara aktif dengan menggunakan alat bantu atau manipulatif lain. b. Guru membagikan lembar kerja siswa sss(LKS) sebagai bahan diskusi kepada masing-masing kelompok. c. Siswa diberikan kesempatan untuk mendiskusikan LKS bersama kelompoknya. d. Guru memantau kerja dari tiap kelompok dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan. 3 Tahap a. Guru memberikan kesempatan kepada siswa Penerapan untuk mengerjakan soal-soal yang ada dalam LKS dengan waktu yang ditentukan, siswa diharapkan bekerja secara individu tetapi tidak menutup kemungkinan mereka saling bertukar pikiran dengan anggota yang lainnya. b. Setelah siswa selesai mengerjakan soal lembar jawaban, kemudian dikumpulkan untuk dinilai. 2.1.4.1 Kelebihan Dan Kelemahan Model Pembelajaran STAD Menurut Yurisa (2010), kelebihan dan kelemahan model pembelajaran STAD adalah sebagai berikut: 1. Kelebihan model pembelajaran kooperatif STAD a. Meningkatkan kecakapan individu. b. Meningkatkan kecakapan kelompok. c. Meningkatkan komitmen. d. Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya. e. Tidak bersifat kompetitif. f. Tidak memiliki rasa dendam. 23 2. Kelemahan model pembelajaran kooperatif STAD a. Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang. b. Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan. 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan 1. Hasil penelitian Sewini (2009), yang berjudul Upaya meningkatkan keterampilan belajar siswa tentang penjumlahan bilangan bulat melalui metode STAD (Student Teams Achievement Division) di SD Karangsari 03 kelas 4 semester II. Peneliti membandingkan strategi belajar biasa dan memberikan hasil bahwa kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD skor rata-rata post testnya 32,24% lebih baik jika dibandingkan dengan kelas yang menggunakan pelajaran biasa. 2. Skripsi Tri (2007), berjudul Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII A SMPN Negeri Mejobo Kudus Tahun Pelajaran 2006/2007 pada Materi Pokok Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel Melalui Implementasi Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD (Student Teams Achievement Division). Hasil penelitian pada siklus 1 dan siklus 2 diperoleh jumlah siswa yang mendapat nilai minimal 60 pada aspek pemahaman konsep 87,5% pada siklus 1 dan 92% pada siklus 2, aspek penalaran konsep 82,5% pada siklus 1 dan 87% pada siklus 2, aspek pemecahan masalah 80% pada siklus 1 87% pada siklus 2. Sedangkan hasil observasi keaktifan siswa dengan rata-rata skor pada siklus 1 diperoleh 2,29 dan pada siklus 2 diperleh 2,98. Hasil pengamatan kooperatif untuk guru pada siklus 1 skor rata-rata 2,5 dan 3,0 pada siklus 2. 24 2.3 Kerangka Berfikir Pembelajaran dilaksanakan untuk mencapai hasil belajar sebagai tujuan. Proses pembelajaran, guru dituntut kreativitasnya untuk meningkatkan kemandirian dan keaktifan siswa dalam belajar dan memberi kesempatan pada siswa untuk mencari, mengusahakan dan menemukan sendiri ilmu pengetahuan. Usaha peningkatan hasil belajar siswa bagi guru merupakan suatu kewajiban dan wujud keprofesionalan seorang guru. Guru menurut kodratnya sebagai agen perubahan haruslah selalu tanggap dan peka terhadap apa yang terjadi baik dilingkungannya maupun diluar lingkungannya. Pembelajaran kooperatif model STAD diharapkan siswa secara aktif membangun pengetahuan baik secara individu maupun dengan bantuan teman sebaya (peer teaching). Pembelajaran kooperatif model STAD yang mungkin dapat memecahkan masalah rendahnya hasil belajar IPS pada siswa kelas 4 SD Negeri 04 Monggot Kecamatan Geyar Kabupaten Grobogan. Pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki karakteristik-karakteristik yang berhubungan erat dengan permasalahan yang ada. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, selain melatih membiasakan siswa melaksanakan tanggung jawabnya secara kelompok maupun pribadi juga melatih siswa mau menerima saran, kritik, koreksi dari semua orang. Sistem pengelolaan kelas dan lingkungan belajar yang mendukung berlangsung dan berhasilnya pembelajaran. Hasil belajar yang mengakomodasikan kemampuan kognitif, kemampuan afektif dan psikomotorik direncanakan pencapaiannya dengan pengukuran lewat instrument penilaian yang tepat. Siswa diusahakan dapat membangun pengetahuannya secara runtut melalui demostrasi keterampilan dan penyajian informasi tahap demi tahap dengan bimbingan dan pelatihan guru. Proses belajar diusahakan sedapat mungkin dihubungkan dengan lingkungan sehingga siswa dapat menerapkan konsep yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. 25 Kondisi Awal Tindakan Guru: Pembelajaran Konvensional Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran koperatif tipe STAD Siswa: Hasil belajar IPS dibawah KKM Pembelajaran siklus I menggunakan model STAD Pembelajaran siklus II menggunakan model STAD Kondisi Akhir 2.4 Hasil belajar siswa diatas KKM dengan menggunakan model STAD pada mata pelajaran IPS Hipotesis Tindakan Bertolak dari latar belakang, identifikasi masalah, maka dapat diputuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar IPS tentang perkembangan komunikasi dan transportasi siswa kelas 4 Negeri 4 Monggot Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan Tahun 2012/2013.