01 Cover Skripsi

advertisement
PERAN INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AUTHORITY
(IAEA) TERHADAP PELANGGARAN PENGEMBANGAN
TENAGA NUKLIR UNTUK TUJUAN DAMAI MENURUT
HUKUM INTERNASIONAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Islam Bandung
Oleh
NPM
: Ari Haryadi
: 10040004001
Dibawah Bimbingan:
Irawati, S.H.,M.H
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2011
MOTTO
“Jangan sekali-kali merasa kesepian di atas jalan kebenaran hanya karena
sedikit orang yang berada disana”
-Ali Bin Abi Thalib-
Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna
bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan
air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi
itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan
kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
--(QS Al Baqarah : 164)-
“Skripsi ini penulis persembahkan kepada Alm. Ayahanda tercinta semoga amal
ibadahnya di terima di sisi Allah SWT “
ABSTRAK
International Atomic Energy Agency (IAEA) memiliki wewenang dalam
mengawasi negara-negara yang memiliki kekuatan nuklir, ada negara yang terangterangan tidak mau tunduk dan tidak mau terlibat kedalam Nuclear NonProliferation Treaty (NPT), ada pula negara yang secara diam-diam melakukan
pengembangan senjata nuklir. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode yang di
gunakan adalah Deskriftif Analisis dan pendekatan penelitian ini adalah
pendekatan secara Yuridis Normatif.
International Atomic Energy Agency (IAEA) memiliki kewenangan untuk
membuat standar keselamatan penggunaan energi nuklir (Safeguard) untuk tujuan
damai yang akan gunakan oleh negara sebagaimana di atur di dalam Article III
dari Statuta IAEA, serta di atur pula di dalam Nuclear Non-Proliferation Treaty
(NPT) Artikel III Ayat 1-3 yang merupakan perjanjian internasional yang
mencerminkan suatu sifat mengikat antara Negara yang menciptakan hak dan
kewajiban secara hukum diantara para pihak yang mengadakan persetujuan
mengenai masalah-masalah yang di maksudkan di dalam perjanjian tersebut.
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) sebagai perjanjian internasional yang di
buat dalam kerangka organisasi internasional memiliki batas-batas. Batas-Batas
tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 5 konvensi wina 1969 yaitu bahwa
perjanjian internasional merupakan instrumen pokok dari organisasi internasional
tanpa harus mengurangi arti dari setiap aturan yang relevan dari organisasi
tersebut, dengan kata lain bahwa pembentukan Nuclear Non-Proliferation Treaty
(NPT) tidak bertentangan dengan Statuta IAEA.
i
ABSTRACT
International Atomic Energy Agency (IAEA) has the authority in overseeing the
countries that have nuclear power, there are states which openly do not want to
bow and not get involved into the Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT), there
is also a country that is secretly to develop nuclear weapons. The research was
carried out by the method used is descriptive analysis and the approach of this
research is normative juridical approach.
International Atomic Energy Agency (IAEA) has the authority to make the safety
standards of use of nuclear energy (Safeguard) for peaceful purposes to be used by
the state as the set in Article III of the Statute of the IAEA, and the set also in the
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) Article III Section 1-3 which is an
international treaty that reflects the binding properties between the State which
creates legal rights and obligations among the parties who entered into agreements
on matters which are intended in the agreement.
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) as an international treaty that created
within the framework of international organizations have boundaries. The limits
are as provided in article 5 of the 1969 Vienna Convention treaty was the
principal instrument of an international organization without prejudice of any
relevant rules of the organization, in other words that the formation of the Nuclear
Non-Proliferation Treaty (NPT) does not contradict with the IAEA Statute.
ii
KATA PENGANTAR
Bismilahirrahmanirrahim
Alhamdullilahirrabil’alamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT,
karena rahmat dan keridhaan-nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “Peran International Atomic Energy Agency (IAEA) Terhadap
Pelanggaran Pengembangan Tenaga Nuklir Untuk Tujuan Damai Menurut
Hukum Internasional” Tidak lupa penulis panjatkan Shalawat dan salam kepada
Nabi besar Muhammad SAW beserta Ahlul Bait-nya yang suci dalam
memperjuangkan ajaran Allah hingga sampai akhir hidup penulis akan tetap
pegang teguh ajaran yang disampaikan beliau.
Keberhasilan penulis ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai
pihak. Karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. Asyhar Hidayat., S.H.,M.H selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Islam Bandung;
2. Ibu Irawati.,S.H.,M.H, sebagai dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan
skripsi ini;
3. Dr. Oentong Wahyoe, S.H.,M.H, sebagai dosen penelaah yang telah
memberikan saran, kritik dan arahannya kepada penulis;
4. Ahmad S Abdullah, SH.,MH selaku dosen wali selama penulis
menempuh studi di Fakultas Hukum;
iii
5. Drs. Arinto Nurcahyo M.Hum yang telah menyempatkan waktunya
disela-sela kesibukannya untuk berbagi cerita filsafat dengan penulis;
6. Bpk Husni Syam S.H., L.L.M terima kasih sudah mau berbagi
pengalaman hidup selama perkuliahan;
7. Seluruh dosen-dosen Fakultas Hukum Unisba yang telah memberikan
pengetahuan kepada penulis;
8. Terima kasih kepada seluruh Staff Akademik Fakultas Hukum
Unisba;
9. Adikku (Heru Hamdani, Angga Adi Guna Saputra, dan Tia Purnama
Sari) cinta dan kasih sayang untuk kalian bertiga. Abang (Ade)
semoga masih ingat sama kami berempat. Ua Mumu, Ua Yadi, Mang
Mulyani, Bibi Ety, Ua Ocih, Mang Supdi, Bibi Euis, dan Eni atas doa
dan nasehat-nasehatnya kepada penulis;
10. Keluarga
besar
Pandeglang-Banten
di
Pangandaran-Ciamis,
yang
selalu
Bogor,
mendorong
Jakarta
penulis
dan
untuk
menyelesaikan studi di Fakultas Hukum;
11. Sahabat-sahabat di Komunitas Music Hardcore Pandeglang-Bom
Active Crew (Agus, Sakmad, Husein, Fanny, Ozy, dan Desta) yang
selalu mendukung penulis semoga bisa berkumpul kembali;
12. Kawan-kawan seperjuangan di organisasi kemahasiswaan: Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI), Fordismapelar Periode 2005-2007, Asrama
Kumandang-Bandung, BEM-FH Unisba Periode 2004-2006, Studi
Philosophie and Social Science (SPSS), dan International Law Student
iv
Forum (ILSF) Periode 2005-2006 yang banyak memberikan
pengetahuan dan pengalaman kepada penulis;
13. Kawan-kawan seperjuangan Mahasiswa Fakultas Hukum UNISBA
Angkatan 2002, 2003 dan 2004, akhirnya dapat menyelesaikan studi
di fakultas hukum bersama-sama;
14. Kawan-kawan alumni Fakultas Syariah Unisba Rangga, Rantau, Iwan,
Iman, dan Emil terima kasih atas Share wacana keislamnannya;
15. Kawan-kawan di UNPAD: Fuad, Angga De lova, Isni, Nandang,
Adang, Asep, Yunik, Azhar Riyadi dan Satria. Senang bisa kenal
kalian;
16. Kawan-kawan UPI: Ade Chandra Waskita, Heru, Edison dan
Suryanto, sukses selalu;
17. Terima kasih kepada Mas Imam yang sudah mau mengajari penulis
Logika secara intensif;
18. Kawan-kawan senior Himpunan Mahasiswa Islam HMI se-Cabang
Bandung, maaf kalo kalian sering aku lawan dan terima kasih atas
pembelajarannya selama ini;
19. Fakhrozi
Derriyan
S.H
(Kojek),
Yudi
(Jim`s),
Surya
S.H
(superheroes) S.H, Riki Arya Putra S.H dan Mugia Rachman S.H
terima kasih untuk peminjaman komputer dan notebooknya selama
penulis mengerjakan skripsi serta mau nongkrong di kosn penulis
yang sempit berlama-lama (Tuhan bersama kita);
v
20. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terkasih Constantin
Safira S.H yang selama ini membantu penulis baik secara materil
maupun
moril.
Semoga
kesabaran
membuahkan
hasil
yang
membahagiakan.
Terima kasih yang tak terhingga kepada Almarhum Ayahanda (Bapak
Samid) tercinta yang telah lebih dulu meninggalkan kami sekeluarga, semoga
amal ibadah ayahanda di terima di sisi Allah SWT, terima kasih juga yang tak
terhingga dan tak terukur oleh apapun penulis sampaikan kepada ibunda (Tita
Rosita) tercinta yang selalu mencurahkan hati dan hari-harinya untuk mengurus
kami buah hati kalian. Sayang dan bakti ananda untukmu.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis
dan umumnya bagi yang membacanya. Penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang
Wassalamu`alaikum Wr.Wb
Bandung, Agustus 2011
Ari Haryadi
vi
DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PENGESAHAAN
MOTTO
LEMBAR PERSEMBAHAN
ABSTRAK........................................................................................................... i
ABSTRACT................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR......................................................................................... iii
DAFTAR ISI....................................................................................................... vii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah.................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian........................................................................................ 7
D. Kegunaan Penelitian................................................................................... 7
E. Kerangka Pemikiran................................................................................... 7
F. Metode Penelitian...................................................................................... 17
G. Sistematika Penelitian............................................................................... 18
BAB II WEWENANG INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY
(IAEA) DALAM MENGAWASI PENGGUNAAN TENAGA NUKLIR
UNTUK TUJUAN DAMAI OLEH NEGARA-NEGARA MENURUT
HUKUM INTERNASIONAL
A. Sejarah Pembentukan International Atomic Energy Agency (IAEA)
Sebagai Badan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa ............................... 20
B. International Atomic Energy Agency (IAEA) Sebagai Subyek Hukum
Internasional.............................................................................................. 24
C. Pembentukan Perjanjian Internasional Oleh International Atomic Energy
Agency (IAEA).......................................................................................... 39
BAB III PERAN INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY (IAEA)
SEBAGAI SUBYEK HUKUM INTERNASIONAL YANG MENGATUR
vii
PENGEMBANGAN TENAGA NUKLIR UNTUK TUJUAN DAMAI
MENURUT STATUTA IAEA
A. Struktur Organisasi International Atomic Energy Agency (IAEA) Sebagai
Badan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa............................................. 55
B. Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) Sebagai Sumber Hukum
Internasional Yang Mengatur Pengembangan Tenaga Nuklir Untuk Tujuan
Damai........................................................................................................ 70
C. Resolusi Yang Dikeluarkan Oleh Dewan Keamanan Perserikatan BangsaBangsa Terkait Pelanggaran Pengembangan Nuklir Untuk Tujuan
Damai........................................................................................................ 76
BAB IV PERAN INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY (IAEA)
TERHADAP PELANGGARAN PENGEMBANGAN TENAGA NUKLIR
UNTUK TUJUAN DAMAI MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
A. Peran International Atomic Energy Agency (IAEA) Terhadap Pelanggaran
Pengembangan Tenaga Nuklir Untuk Tujuan Damai............................... 84
B. Pengaturan Pengembangan Tenaga Nuklir Menurut Nuclear NonProliferation Treaty (NPT)..................................................................... 101
C. Penerapan Sanksi Terhadap Pelanggaran Pengembangan Tenaga Nuklir
Untuk Tujuan Damai............................................................................... 109
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan................................................................................................. 115
B. Saran........................................................................................................ 116
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Energi nuklir adalah tipe teknologi yang penggunaannya harus secara
terkendali. Kecelakaan yang diakibatkan penggunaan energi nuklir sangat
berbahaya serta berakibat fatal bagi kehidupan1. Menyadari akibat nuklir tersebut
yang sangat berbahaya bagi kehidupan mahluk hidup, Negara-negara sepakat
melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membentuk badan khusus yang
menangani masalah nuklir, badan khusus yang di maksud adalah International
Atomic Energy Agency (IAEA).
International Atomic Energy Agency (IAEA) merupakan badan khusus
yang otonom dibawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),
International Atomic Energy Agency (IAEA) bertujuan untuk mengembangkan
dan memperluas pemanfaatan sumber daya nuklir untuk berbagai tujuan yang
bersifat damai, serta menjadi badan pengawas untuk negara-negara yang ikut
menandatangani atau menyatakan diri terikat kedalam Nuclear Non-Proliferation
Treaty (NPT)2.
International Atomic Energy Agency (IAEA) dalam melaksanakan
perannya harus berhadapan dengan berbagai macam negara. Ada negara yang
1
Akibat penggunaan nuklir dalam jumlah yang begitu besar dapat mengakibatkan reaksi berantai
yang dapat menghancurkan sebuah kota atau wilayah dengan radius yang cukup luas serta dapat
menghasilkan ledakan, panas, api, radiasi, dan cahaya yang intensif. Setengah dari korban yang
tewas dari penggunaan nuklir pada dasarnya meninggal dua hingga lima tahun setelah ledakan
nuklir akibat radiasi. Lihat http://en.wikipedia.org/wiki/teknologi_nuklir, 16 November 2010.
2
Adel El-gorary, Ahmadinnejad: The Nuclear Savior of Teheran, Pustaka Iman, Jakarta,
2008.hlm.278-279.
1
terang-terangan tidak mau tunduk dan tidak mau terlibat kedalam Nuclear NonProliferation Treaty (NPT), ada pula negara yang secara diam-diam melakukan
pengembangan nuklir bukan untuk damai3.
Negara yang memiliki program senjata nuklir merupakan negara-negara
yang tergabung kedalam Group Nuklir. Group Nuklir merupakan anggota dari
International Atomic Energy Agency (IAEA) yang memiliki program senjata
nuklir yang terdiri atas Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Prancis, dan Cina yang
ikut menanda tangani perjanjian pelarangan untuk transfer senjata nuklir. Di
samping itu, ada pula beberapa negara yang memiliki kemampuan untuk
mengembangkan senjata nuklir seperti Iran, Jerman, Kanada, Belanda, Italia,
Belgia, Spanyol, Swedia, Polandia, Korea Selatan, Indonesia dan Jepang yang
memiliki Reaktor Atom untuk Produksi Uranium lebih dari level 3,5%, juga
terdapat sejumlah negara yang lebih dulu mengembangkan program nuklir namun
belum pernah mencapai tahap kesempurnaan, sedangkan untuk mencapai
kesempurnaan memproduksi senjata nuklir dibutuhkan uranium level 92% dari
uranium 2354.
Ketegangan menyangkut program nuklir dimulai semenjak dunia
mengenal uji coba senjata nuklir pada era perang dunia. Selama kurun waktu
perang berlangsung tercatat Amerika Serikat paling banyak menggelar uji coba
nuklir yakni 1.030 kali pengujian. Amerika Serikat meledakkan senjata nuklir
pertama kali dalam sebuah percobaan dengan nama "Trinity", dekat Alamogordo,
New Mexico, pada tanggal 16 Juli 1945. Percobaan ini untuk menguji cara
3
4
Muhamad Awan, Rahasia Nuklir Israel, Navila Idea, Yogyakarta, 2010,hlm.37
Adel El-Gogary, op.cit,hlm.277-278
2
peledakkan nuklir yang kemudian menyusul diledakannya Bom Uranium, “Little
Boy” di kota Hiroshima diikuti dengan peledakkan Bom Plutonium “Fat Man” di
Nagasaki, pada tanggal 6 Agustus 1945, kedua bom nuklir tersebut diledakan di
wilayah negara Jepang. Menyusul uji coba nuklir berikutnya di lakukan oleh Uni
Soviet dengan 1715 kali pengujian dengan meledakkan senjata fisi nuklir
pertamanya, Prancis 210 kali pengujian, Inggris 45 kali pengujian, dan Cina 43
kali pengujian. Serta dalam kurun waktu tahun 1945 sampai tahun 1996, didunia
telah terjadi 2.044 kali uji coba senjata nuklir yang dilakukan di berbagai lokasi di
dunia5. Delapan tahun berselang setelah uji coba bom atom, Presiden Amerika
Serikat pada waktu itu, Dwight D Eisenhower, mengutarakan gagasan pentingnya
penggunaan atom untuk tujuan damai6. Sejak uji coba peledakkan tersebut, tidak
ada senjata nuklir yang dilepaskan secara ofensif. Namun, perlombaan untuk
mengembangkan senjata nuklir terjadi pada tahun-tahun berikutnya7.
Penegaskan urgensi perlucutan senjata nuklir adalah karena negara pemilik
senjata nuklir adalah ancaman sejati perdamaian dan keamanan dunia. Negara
pemilik senjata nuklir bukan hanya tidak menepati komitmen internasional,
bahkan kini sedang bergerak untuk mempercanggih senjata penghancur massal
dan mengancam pihak lain baik yang tidak memiliki teknologi nuklir sama sekali
atau pun negara-negara yang kemampuan teknologi nuklirnya tidak sama dengan
negara pemilik senjata nuklir. Produksi dan kepemilikan senjata nuklir merupakan
tindakan yang senantiasa bertentangan dengan kemanusiaan. Tanpa senjata nuklir
dunia bisa mewujudkan stabilitas, keamanan dan perdamaian permanen. Dengan
5
Lina Nursanty, Uji Coba Senjata Nuklir, Pikiran Rakyat,19 Oktober 2009,hlm.25
http://bataviase.co.id/detailberita, 22 November 2010
7
http://en.wikipedia.org/wiki/teknologi_nuklir, 19 November 2010
6
3
demikian, tuntutan masyarakat internasional hanya bisa diwujudkan dengan
pemahaman yang baik atas kondisi yang ada saat ini dimana negara-negara yang
memiliki program nuklir harus bertujuan untuk damai8.
Perang nuklir dalam skala yang besar akan menjadi bencana bukan hanya
bagi pihak yang terlibat perang tetapi juga pada umat manusia dan tidak akan
menghasilkan apapun bagi manusia. Jika semua senjata nuklir yang ada sudah di
hancurkan dan ada perjanjian untuk tidak membuat yang baru, maka perang
senjata nuklir dapat dihindari9.
Dalam masyarakat internasional dewasa ini, perjanjian internasional
memainkan peranannya yang sangat penting dalam mengatur kehidupan dan
pergaulan antar Negara untuk tercapaianya keamanan dan ketertiban dunia.
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) sebagai suatu instrumen yuridik yang
menampung kehendak dan persetujuan negara atau subyek hukum internasional
pada hakekatnya merupakan sumber hukum internasional yang utama dalam
pengembangan teknologi nuklir untuk tujuan damai.
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) dapat menjadi harapan baru bagi
masyarakat internasional agar terhindar dari bahaya perang nuklir, serta
memanfaatkan pengembangan tersebut secara damai. Perjanjian tersebut
ditandatangani oleh lima Negara bersenjata nuklir atau yang disebut Nuclear
Weapon States (NWS) yang terdiri dari Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Prancis,
dan Cina, serta bersama 189 negara lainnya yang disebut sebagai Non-Nuclear
8
9
http://indonesian.irib.ir/:strategi-iran-lucuti-senjata-nuklir-dunia-nuklir, 22 Novemver 2010
Bertrand Russel, Akal Sehat Dan Ancaman Nuklir, Ikon Teralitera, malang, 2002,hlm.23-24
4
Weapon States (NNWS)10. Semenjak berlakunya Nuclear Non-Proliferation
Treaty (NPT) pada tanggal 5 maret 1970 yang telah diratifikasi oleh Inggris, Uni
Soviet, Amerika Serikat, dan 40 negara lainnya. sampai kurang lebih tiga dekade
perjalanannya, perjanjian tentang pengembangan program tenaga nuklir untuk
damai justru lebih banyak menimbulkan ketimpangan stabilitas keamanan dunia
yang di cita-citakannya11. Sejauh ini telah ada 191 negara yang masih terikat ke
dalam Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) di bawah pengawasan
International Atomic Energy Agency (IAEA) 12.
Meskipun Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) bersifat internasional,
namun masih ada Negara yang tidak ikut menandatangani dan tidak menjalankan
perjanjian tersebut atau tidak mau tunduk terhadap perjanjian. Terdapat tiga
Negara yang melakukan pengembangan nuklir namun tidak termasuk kedalam
Negara penandatangan Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) serta memiliki
instalasi pengembangan senjata nuklir, negara tersebut antara lain India, Pakistan
dan Israel yang memiliki hampir 300 hulu ledak nuklir13.
Pelanggaran terhadap Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) sebagai
perjanjian internasional apabila diselidiki sebabnya sering mempunyai alasan atau
latar belakang yang cukup kuat, pelanggaran yang dilakukan tidak lagi dengan
begitu saja dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran hukum internasional14.
Sebagai mana yang terjadi pada negara anggota Nuclear Non-Proliferation Treaty
10
Ari Nursanty, Masalah Nuklir Tak Kunjung Berakhir, Pikiran Rakyat,29 Desember 2009.
Javad Zarif, Sanksi Atas Iran: Zero-Sum Game, Bulletin SY`IAR, Edisi Muharam 1428H, 23
Desember 2007.
12
http://en.wikipedia.org/wiki/Nuclear_Non-Proliferation_Treaty, 12 oktober 2010.
13
Muhamad Awan, op.cit,hlm,43
14
Mochtar Kusumaatmaadja, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2003,hlm.66
11
5
(NPT) yang di kenakan sanksi berupa resolusi oleh Dewan keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk menghentikan program nuklirnya. Namun masih
tetap melakukan aktifitasnya dalam melakukan pengembangan teknologi nuklir.
Terkait Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) tersebut sebagai
perjanjian yang di buat oleh para pihak atau negara-negara dalam kerangka
organisasi
internasional
merupakan
sumber
hukum
internasional
untuk
pengembangan program nuklir tujuan damai bagi negara-negara yang terikat
kedalam perjanjian, Sehingga pengembangan program nuklir dapat di gunakan
untuk tujuan damai, demi kesejahteraan masyarakat internasional.
Berdasarkan uraian kasus diatas, penulis bermaksud untuk meneliti dan
menganalisisnya kedalam bentuk karya tulis ilmiah dengan judul:
“PERAN
INTERNATIONAL
ATOMIC
ENERGY
AGENCY
(IAEA)
TERHADAP PELANGGARAN PENGEMBANGAN TENAGA NUKLIR
UNTUK TUJUAN DAMAI MENURUT HUKUM INTERNASIONAL”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas dan untuk memudahkan pembahasan maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana Peran International Atomic Energy Agency (IAEA) terhadap
pelanggaran pengembangan tenaga nuklir untuk tujuan damai Menurut
Hukum Internasional?
2. Bagaimana Pengaturan pengembangan tenaga Nuklir Menurut Nuclear
Non-Proliferation Treaty (NPT)?
6
3. Bagaimana penerapan Sanksi terhadap pelanggaran pengembangan tenaga
Nuklir untuk tujuan Damai?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis peran dari International Atomic
Energy Agency (IAEA) dalam mengawasi pengembangan tenaga nuklir
untuk tujuan damai.
2. Untuk
mengetahui
dan
menganalisis
sejauhmana
Nuclear
Non-
Proliferation Treaty (NPT) telah di terapkan oleh negara-negara di dalam
melakukan pengembangan nuklir untuk tujuan damai.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis sanksi terhadap pelanggaran
pengembangan nuklir untuk tujuan damai.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1. Kegunaan Teoritis
Berguna bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya mengenai mata
kuliah hukum perjanjian internasional.
2. Kegunaan Praktis
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan
bagi penulis, instansi-instansi pemerintah, swasta, lembaga swadaya
masyarakat, serta masyarakat yang berminat.
E. Kerangka Pemikiran
7
Organisasi internasional merupakan bentuk kerja sama yang bersifat
internasional yang bertujuan untuk memelihara perdamaian dan keamanan dunia.
Suatu organisasi internasional baru ada bila negara-negara menghendakinya dan
kehendak tersebut di tuangkan di dalam perjanjian internasional, organisasi
internasional di sebut juga sebagai subyek buatan karena keberadaannya adalah
sebagai akibat kehendak bersama negara-negara15.
Subyek hukum dari suatu sistem hukum adalah semua yang menurut
ketentuan hukum diakui mempunyai kemampuan untuk bertindak. Didalam
hukum internasional subyek-subyek tersebut termasuk negara, organisasi
internasional dan kesatuan-kesatuan lainnya16.
Organisasi internasional dapat pula berkedudukan sebagai badan hukum
internasional. Badan hukum internasional adalah badan yang berkedudukan
sebagai subyek internasional publik yang dapat dibebani hak dan kewajiban. Hak
dan kewajiban badan hukum internasional dibatasi oleh tugas organisasi
tersebut17.
Organisasi internasional dalam pengertian yang luas adalah bentuk
kerjasama antar pihak-pihak yang bersifat internasional. organisasi Internasional
disini adalah organisasi internasional publik yang anggota-anggotannya terdiri
Negara-negara, karena itu disebut juga organisasi antar pemerintah (intergovermental organization), namun pada umumnya disebut sebagai organisasi
internasional dan agar organisasi internasional tersebut mempunyai status publik,
15
Boer Mauna, Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2005., hlm.467
Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, Alumni, Bandung,
1997,hlm 45
17
Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Universitas Atmajaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2010,
hlm.172-173
16
8
maka harus di bentuk dengan suatu persetujuan internasional atau lazim disebut
instrument pokok (constituent instrumen)18.
Instrument pokok (constituent instrumen) dapat memuat asas dan tujuan
organisasi internasional, menetapkan landasan kerja dan arah kegiatan organisasi
tersebut. Tujuan organisasi internasional juga menentukan kepentingan yang
dikelola organisasi internasional. Cara kerja organisasi internasional menentukan
cara dalam melakukan bagian pekerjaannya, baik yang berupa pembuat keputusan
maupun yang berupa pelaksanaan keputusan19. Penetapan asas dan tujuan tersebut
merupakan sumber hukum bagi organisasi internasional untuk melakukan
perannya sebagai subyek hukum internasional untuk menjaga perdamaian dan
keamanan dunia.
Sifat heterogen masyarakat internasional telah semakin meningkatkan
perjanjian-perjanjian internasional sebagai sumber hukum utama dari hukum
internasional umum20. Persetujuan bersama yang dirumuskan dalam perjanjian
internasional merupakan sumber hukum untuk mengatur kegiatan Negara-negara
atau subyek hukum internasional lainnya di dunia. Bentuk persetujuan bersama
yang dirumuskan dalam sebuah perjanjian internasional merupakan sumber
hukum untuk mengatur kegiatan Negara-negara atau subyek hukum internasional
lainnya di dunia.
Sumber hukum dipakai sebagai arti dasar berlakunya hukum. sumber
hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan yang mengikat dan
18
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Perjanjian Internasional, PT. Tatanusa, Jakarta, 2008 ,hlm.39
Sugeng Istanto, op.cit, hlm.173
20
G.J.H Van Hoof, Pemikiran Kembali Sumber Hukum Internasional, Alumni, Bandung,2000,
hlm.40
19
9
memaksa sehingga apabila aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang
tegas dan nyata bagi pelanggarnya21. Sedangkan Hans Kelsen dalam buku teori
hukum murni menyatakan bahwa22 :
“istilah sumber hukum digunakan bukan hanya untuk menyebut metodemetode pembentukan hukum, tetapi juga digunakan untuk
mengkarakterisasi landasan bagi validitas hukum”.
Sumber hukum Internasional, sebagaimana mana hukum pada umumnya,
mengenal sumber hukum formil dan sumber hukum materil. Sumber hukum
formil adalah sumber hukum yang memberikan kekuatan hukum pada suatu
peraturan tertentu, sedangkan sumber hukum materil adalah dari mana subtansi
hukum diambil23. Menurut J.G Starke, sumber hukum materil hukum
internasional dapat didefinisikan sebagai berikut 24:
“Bahan-bahan aktual yang digunakan oleh para ahli hukum internasional
untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi
tertentu”.
Sumber
hukum
adakalanya
diartikan
lain,
menurut
Mochtar
Kusumaadmatja, ada sumber hukum dalam arti yang ketiga yaitu 25:
“Sumber hukum yang meneliti faktor kausal atau penyebab yang turut
membantu dalam pembentukan kaidah. sumber hukum dalam artian ketiga
lebih terletak dalam bidang luar hukum (ekstra yuridis), sebagaimana juga
masalah sumber hukum materil merupakan sumber hukum ekstra yuridis
yakni pada hakekatnya merupakan persoalan falsafah”
Doktrin sumber hukum internasional dapat berfungsi juga menyiratkan
suatu
pendekatan Softlaw. Pendekatan Softlaw merupakan sumbangan yang
cukup besar terhadap doktrin hukum internasional. Softlaw sedikit banyak
21
Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, P.T Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm.91
Hans kelsen, Teori Hukum Murni, Rimdi Press, Bandung. 1995,hlm.133
23
G.J.H Van Hoof, op.cit, hlm.418
24
Boer Mauna, op.cit., hlm.8
25
Mochtar Kusumaadmatja, op.cit, hlm 115
22
10
memperkuat persepsi suatu perkembangan kearah keaneka ragaman yang
bertambah besar dalam sumber hukum yang menuntut pandangan yang lebih jauh
akan sangat jauh dalam intensitasnya. Sebagaimana menurut Mcnair bahwa26 :
“Softlaw mencoba menggambarkan implikasi-implikasi hukum dari
instrumen-instrumen yang secara hukum tidak mengikat, terutama juga
mengenai hubungannya dengan peraturan-peraturan hukum yang mapan
(full fledged legal rules”).”
Pendekatan terhadap sumber-sumber hukum internasional dilakukan
untuk memiliki kepastian dan kejelasan hubungan hukum antara hubunganhubungan masyarakat internasional.
Sumber-sumber hukum internasional dapat dilihat di dalam Pasal 38
Statuta Mahkamah Internasional, yaitu terdiri atas 27:
1. International convention, whether general or particular establishing
rules expressly recognized by the constesting states;
2. International custom , as evidence of a general practice accepted as
law;
3. The general principles of law recognized by civilized nations;
4. Subject to the provisions of article 59, judicial decision and the
teaching of the most highly qualified publicist of the various nations,
as subsidiary means for the determinations of rules of law.
Perjanjian internasional yang dibentuk oleh negara-negara di dalam suatu
Organisasi
Internasional
menjadikan
Organisasi
Internasional
memiliki
kedudukan sebagai subyek dalam hukum internasional yaitu sebagai Organisasi
Antar-Pemerintah
(intergoverment
organization)
bukan
non
government
orgsanization28.
26
G.J.H Van Hoof, loc.cit, hlm.384
Sugeng Istanto, loc.cit, hlm. 20
28
Sefriani, Hukum Internasional: Sebuah Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2010,hlm.144
27
11
Perjanjian internasional atau dalam bahasa Inggris-nya disebut dengan
“treaties” dan dalam bahasa Prancis disebut dengan “traiter” yang berarti
”perundingan” dimaksudkan sebagai instrumen internasional yang mempunyai
sifat mengikat. Instrumen hukum semacam itu mencerminkan suatu sifat
kontraktual antara Negara atau antar Negara dengan organisasi internasional yang
menciptakan hak dan kewajiban secara hukum diantara para pihak yang
mengadakan persetujuan mengenai masalah-masalah yang di maksudkan di dalam
perjanjian tersebut29.
Menurut Boer Mauna, Perjanjian Internasional diartikan sebagai berikut30 :
“Semua perjanjian yang dibuat oleh Negara sebagai salah satu subyek
hukum internasional yang diatur oleh sumber hukum internasional dan
berisikan ikatan-ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum”.
Perjanjian internasional sebagai suatu perjanjian antara dua Negara atau
lebih yang dimana untuk mencari hubungan yang di atur oleh hukum
internasional.
Perjanjian Internasional Menurut Oppenheim adalah 31 :
“Perjanjian internasional merupakan persetujuan yang bersifat kontraktual
antar Negara atau organisasi Negara yang menimbulkan hak dan
kewajiban secara hukum bagi para pihak”.
Pasal 2 ayat (1) Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian internasional
menetapkan pengertian perjanjian internasional, yaitu:
““treaty” means an international agreement concluded between States in
written form and governed by international law, whether embodied in a
single instrument or in two or more related instruments and whatever its
particular designation;”
29
Sumaryo Suryokusumo, Hukum ….op.cit, hlm.17
Boer Mauna, loc.cit, hlm.85
31
Sumaryo Suryokusumo, Hukum…..loc.cit,hlm.29
30
12
“Perjanjian” diartikan sebagai suatu persetujuan internasional yang
dibuat antar Negara didalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum
internasional, Apakah itu disusun dalam satu instrumen tunggal, dua atau
lebih instrumen yang terkait dan apapun bentuknya yang dibuat secara
khusus;”
Perjanjian-perjanjian yang dibuat antara Negara dalam organisasi
internasional atau antar organisasi internasional dapat pula kita lihat batasanbatasannya di dalam Pasal 5 Konvensi Wina 1969, yaitu:
“The present Convention applies to any treaty which is the constituent
instrument of an international organization and to any treaty adopted
within an international organization without prejudice to any relevant
rules of the organization.”
“konvensi ini ditetapkan pada setiap perjanjian yang merupakan
instrument pokok dari organisasi internasional dan pada setiap perjanjian
yang disahkan dalam lingkungan suatu organisasi internasional tanpa
mengurangi arti dari setiap aturan yang relevan dari organisasi tersebut”
Kapasitas dalam membuat suatu perjanjian internasional tidaklah asli dan
bersifat parsial dalam artian kapasitas tersebut berasal dari kehendak Negaranegara anggota yang dirumuskan dalam konstitusi suatu organisasi internasional
dan organisasi tersebut hanya dapat melakukan kegiatan dibidang yang termasuk
kedalam wewenangnya32.
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) sebagai salah satu perjanjian
internasional dibuat dan ditandatangani oleh Negara-negara yang mengikatkan
diri kedalam perjanjian tersebut merupakan sumber hukum yang menjadi dasar
bagi Negara peserta dalam melakukan pengembangan tenaga nuklir. Perjanjian
tersebut merupakan dasar dimana pada akhirnya mengkerucut kepada sebuah
badan khusus yang bersifat sebagai pengawas dan penanggung jawab
32
Boer Mauna, loc.cit. hlm.86.
13
dilaksanakannya perjanjian tersebut yaitu Internasional Atomic Energy Agency
(IAEA).
Pengaturan mengenai pelarangan untuk penggunaan dan mengedarkan
senjata nuklir di atur dalam Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) Article I
yang di tujukan untuk negara-negara bersenjata nuklir (NWS) yaitu menyatakan:
“Each nuclear-weapon State Party to the Treaty undertakes not to transfer
to any recipient whatsoever nuclear weapons or other nuclear explosive
devices or control over such weapons or explosive devices directly, or
indirectly; and not in any way to assist, encourage, or induce any nonnuclear-weapon State to manufacture or otherwise acquire nuclear
weapons or other nuclear explosive devices, or control over such weapons
or explosive devices”.
“Setiap Negara bersenjata nuklir (NWS) dilarang untuk mengedarkan
senjata nuklir atau bahan peledak dalam bentuk apapun kepada siapapun.
NWS juga dilarang untuk mengatur peredaran senjata atau bahan peledak
nuklir baik secara langsung maupun tidak langsung. NWS juga dilarang
untuk mendukung, mendorong atau membujuk negara tidak bersenjata
nuklir (NNWS) untuk mengembangkan atau menerima senjata nuklir. NWS
dilarang pula untuk mendukung, mendorong atau membujuk NNWS untuk
mengedarkan senjata nuklir atau bahan peledak nuklir”
Pengaturan untuk pelarangan penggunaan serta peredaran senjata nuklir
yang di tujukan bagi negara yang tidak bersenjata nuklir (NNWS) diatur dalam
Article II Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) yaitu yang menyatakan :
“Each non-nuclear-weapon State Party to the Treaty undertakes not to
receive the transfer from any transferor whatsoever of nuclear weapons or
other nuclear explosive devices or of control over such weapons or
explosive devices directly, or indirectly; not to manufacture or otherwise
acquire nuclear weapons or other nuclear explosive devices; and not to
seek or receive any assistance in the manufacture of nuclear weapons or
other nuclear explosive devices”.
“Setiap negara tidak bersenjata nuklir (NNWS) dibawah kendali traktat
dilarang untuk menerima peredaran nuklir dari pengedar manapun; atau
dari NWS baik secara langsung maupun tidak langsung NNWS dilarang
untuk mengembangkan atau menerima bantuan dalam rangka
mengembangkan senjata nuklir atau bahan peledak nuklir”
14
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) pun tidak mengatur mengenai
sanksi bagi pelanggaran pengembangan teknologi nuklir. Perjanjian hanya
mengatur Negara pemilik teknologi nuklir yang terikat oleh perjanjian untuk
bernegosiasi atas langkah-langkah yang berkaitan dengan penghentian senjata
nuklir dan pelucutan senjata dengan itikad baik sebagaimana tercantum dalam
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) Artickel VI yang menyatakan :
“Each of the Parties to the Treaty undertakes to pursue negotiations in
good faith on effective measures relating to cessation of the nuclear arms
race at an early date and to nuclear disarmament, and on a treaty on
general and complete disarmament under strict and effective international
control”.
“Negara yang terikat dalam traktat ini sanggup bernegosiasi atas langkah
yang berkaitan dengan penghentian senjata nuklir dan pelucutan senjata
nuklir dengan itikad baik. Hal yang sama juga pada perjanjian tentang
pelucutan senjata di bawah kontrol dunia internasional”
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) sebagai sumber hukum dalam
mengawasi pengembangan program tenaga nuklir yang dilakukan oleh suatu
Negara peserta perjanjian memiliki kekuatan mengikat bagi setiap anggota
perjanjian tersebut. Sebagaimana ajaran Anziloti, perjanjian internasional
mengikat Negara-negara anggota perjanjian tersebut berdasarkan prinsip pacta
sunt servanda33. Pengikatan diri dari suatu Negara untuk masuk ke dalam
perjanjian diatur dalam Article IX ayat 1 Nuclear Non-Prolieration Treaty (NPT)
yang menyatakan:
“This Treaty shall be open to all States for signature. Any State which
does not sign theTreaty before its entry into force in accordance with
paragraph 3 of this Article may accede to it”
33
Sugeng Istanto, loc.cit, hlm.91
15
“Perjanjian ini harus terbuka bagi semua Negara untuk tanda tangan.
Setiap negara yang tidak menandatangani perjanjian sebelum berlakunya
sesuai dengan ayat 3 Pasal ini dapat menyatakan keikutsertaannya
kapanpun”
Prinsip mengenai mengikatnya perjanjian bagi Negara peserta diatur di
dalam Pasal 26 Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional yaitu
berbunyi:
“Every treaty in force is binding upon the parties to it and must be
performed by them in good faith.”
“setiap perjanjian yang berlaku adalah mengikat terhadap para pihak
perjanjian tersebut dan harus dilaksanakan oleh mereka dengan itikad
baik”.
Hak dan kewajiban yang ditetapkan oleh suatu perjanjian internasional
pada prinsipnya tidak dialihkan kepada pihak lain oleh Para pihak yang
mengikatkan diri pada perjanjian tersebut. Disini berlaku prinsip Pacta Tertiis
Nee Nocent Nee Prosunt yang berarti bahwa perjanjian tidak dapat menimbulkan
hak-hak dan kewajiban-kewajiban pada Negara ketiga34.
Prinsip Pacta Tertiis Nee Nocent Nee Prosunt merupakan prinsip umum di
dalam konvensi atau perjanjian internasional yang menyatakan hanya pihak dari
konvensi atau perjanjian internasional yang terikat dengan perjanjian tersebut.
Prinsip ini diatur dalam pasal 34 Konvenasi Wina 1969 tentang perjanjian
internasional yang menyatakan sebagai berikut :
“a treaty does not create either obligation or right for a third state without
its consent”
“suatu perjanjian tidak menciptakan baik kewajiban maupun hak bagi
negara ketiga tanpa kesepakatan”
34
Boer Mauna, loc.cit, hlm.143
16
F. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian dalam penulisan ini adalah Deskriftif Analisis35 yaitu
menggambarkan peran dari Internasional Atomic Energy Agency (IAEA)
dan menggambarkan Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) yang
berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan
hukum positif yang menyangkut permasalahan yang dibahas.
2. Metode Pendekatan
Pendekatan penelitian ini adalah penulis melakukan pendekatan secara
Yuridis Normatif. Pendekatan Yuridis Normatif yang disebut juga dengan
penelitian hukum doktrin yaitu melakukan pembahasan terhadap
permasalahan yang dilandasi oleh teori-teori, buku-buku, serta peraturanperaturan yang berlaku.
3. Tahap Penelitian
Penelitian dilakukan dengan penelitian kepustakaan, dalam upaya mencari
data yang bersifat sekunder dengan menggunakan bahan hukum primer.
Bahan hukum primer ini antara lain bahan pustaka yang berisikan ilmu
pengetahuan ilmiah yang baru atau mutakhir, yang mencakupi buku-buku,
karangan
ilmiah,
majalah,
teori-teori
hukum,
peraturan-peraturan
internasional dan sumber-sumber lainnya. Ditambah dengan bahan hukum
tersier yang memberikan petunjuk kepada bahan hukum sekunder dan
35
Rony Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, PT.Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1998,hlm.97
17
bahan hukum primer yang lebih dikenal dengan nama bahan acuan bidang
hukum atau bahan rujukan bidang hukum36.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
penelitian studi dokumen dengan cara mengumpulkan data, bukubuku,literatur, peraturan internasional, peraturan perundang-undangan dan
dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan pokok bahasan skripsi
ini.
5. Metode Analisis Data
Data-data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif artinya data-data yang
diperoleh disusun secara sistematis, untuk mencapai penjelasan masalah
yang akan dibahas dengan tidak menggunakan rumus dan data statistik.
G. Sistematika Penelitian
BAB I Merupakan pendahuluan yang memaparkan tentang latar belakang
penulisan, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka
pemikiran, metode penelitian, sistematika penelitian dan daftar pustaka.
BAB II Terdiri dari materi-materi yang berkaitan dengan permasalahan
yang akan dibahas, diantaranya materi tentang sejarah pembentukan International
Atomic Energy Agency (IAEA), Peran International Atomic Energy Agency
(IAEA) sebagai organisasi yang mengawasi penggunaan tenaga nuklir oleh
negara-negara, International Atomic Energy Agency (IAEA) Sebagai Subyek
36
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
PT.RajaGrasindo Persada,1983,hlm.33
18
Hukum
Internasional,
dan
Pembentukan
Perjanjian
Internasional
Oleh
International Atomic Energy Agency (IAEA).
BAB III menguraikan mengenai struktur organisasi International Atomic
Energy Agency (IAEA), Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) dan resolusiresolusi atas pelanggaran pengembangan tenaga nuklir untuk tujuan damai.
BAB IV penulis melakukan analisis terhadap pandangan hukum perjanjian
internasional mengenai peran International Atomic Energy Agency (IAEA) serta
kekuatan hukum perjanjian internasional Nuclear Non-Proliferation Treaty.
BAB V Merupakan Bab terakhir atau penutup yang terdiri dari kesimpulan
dan saran
19
BAB II
WEWENANG INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY (IAEA)
DALAM MENGAWASI PENGGUNAAN TENAGA NUKLIR UNTUK
TUJUAN DAMAI OLEH NEGARA-NEGARA MENURUT HUKUM
INTERNASIONAL
A.
Sejarah Pembentukan International Atomic Energy Agency (IAEA)
Sebagai Badan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Badan Tenaga Atom Internasional atau International Atomic Energy
Agency (IAEA) didirikan pada tahun 1957 sebagai organisasi otonom antar
pemerintah yang berada dalam lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
International Atomic Energy Agency (IAEA) bertugas mempercepat dan
memperluas peranan program teknologi tenaga atom untuk perdamaian, kesehatan
dan kesejahteraan dunia, serta menjamin bantuan yang diberikan atau yang
disediakan tidak digunakan sedemikian rupa untuk tujuan militer36. International
Atomic Energy Agency (IAEA) diciptakan sebagai tanggapan atas ketakutan dan
harapan yang dihasilkan dari penemuan energi nuklir.
Pada tanggal 8 Desember 1953 Presiden Amerika Serikat Dwight D.
Eisenhower mengusulkan di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
agar membentuk sebuah organisasi untuk memajukan penggunaan energi nuklir
untuk tujuan damai dan untuk memastikan energi nuklir tersebut tidak
36
Lihat Safeguard IAEA dan pengembangan penerapannya dalam pemanfaatan nuklir untuk
damai (bagian 1) http://www.infonuklir.com/keamanan_keselamatan/non_proliferation/, 18
Februari 2011.
20
menjalankan apa saja untuk segala macam tujuan militer. Usulan ini membantu
dalam pembentukan Statuta IAEA yang disetujui oleh 81 negara dengan suara
bulat pada bulan Oktober 1956 yang mana Statuta tersebut menguraikan adanya
tiga pilar kerja dari badan verifikasi nuklir yaitu keamanan, keselamatan dan
transfer teknologi nuklir. Selanjutnya pada tahun 1957 di Sidang Umum PBB,
Eisenhower mencanangkan pemanfaatan nuklir untuk maksud damai yang dikenal
dengan istilah Atom for Peace37.
Tahun 1961 dibukanya Laboratorium International Atomic Energy Agency
(IAEA) di Seibersdorf, Austria dengan tujuan untuk menciptakan saluran
penelitian
nuklir global.
International
Atomic Energy
Agency
(IAEA)
menandatangani perjanjian trilateral dengan Monako dan Lembaga Oseanografi
yang dipimpin oleh Jacques Cousteau untuk penelitian tentang efek radioaktivitas
di laut, suatu tindakan yang akhirnya mengarah pada penciptaan Laboratorium
Lingkungan Laut International Atomic Energy Agency (IAEA). Usulan
Eisenhower memimpin penciptaan dari International Atomic Energy Agency
(IAEA) dan membantu untuk membentuk kerjasama internasional dalam
penggunaan energi nuklir sipil selesai sampai tahun 197838.
Di tahun 1967 dibentuk suatu perjanjian nuklir antara negara-negara di
Amerika Latin yang diberi nama Treaty for the Prohibition of Nuclear Weapons
in Latin America atau lebih dikenal dengan nama Tlatelolco Treaty. Sebagaimana
halnya Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT), Tlatelolco Treaty mengharuskan
37
David Fischer, History of the International Atomic Energy Agency: the First Forty Years, IAEA
Publisher, Vienna, 1997. Hlm. 9
38
http://www.iaea.org/about/history.html, 19 Februari 2011
21
anggota-anggotanya untuk menandatangani Safeguards Agreements dengan
International Atomic Energy Agency (IAEA). Begitu juga dengan Treaty of
Bangkok (untuk kawasan Asia Tenggara). Traktat Zona bebas senjata nuklir di
Pasifik Selatan (Treaty of Rarotonga) dan the Treaty of Pelindaba (untuk
Afrika)39.
Tahun 1970 menunjukkan bahwa Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT)
akan diterima oleh hampir semua negara-negara industri dan oleh sebagian besar
negara-negara berkembang. Pada saat yang sama, prospek tenaga nuklir
meningkat secara dramatis. Teknologi ini telah jatuh tempo dan tersedia secara
komersial, dan krisis minyak tahun 1973 meningkatkan daya tarik opsi energi
nuklir. Fungsi International Atomic Energy Agency (IAEA) menjadi jelas lebih
penting pada proses berlangsungnya program pengembangan tenaga nuklir untuk
tujuan damai dan segera mendapat perhatian utama dan antusias dari seluruh
dunia yang berlangsung hampir selama dua dekade. Pada awal 1980-an,
permintaan baru pembangkit listrik tenaga nuklir telah menurun tajam di
kebanyakan negara Barat, dan menyusut hingga hampir nol di negara-negara
setelah kecelakaan Chernobyl 198640.
Tahun 1988 Organisasi Pangan dan Pertanian PBB serta International
Atomic Energy Agency (IAEA) bergabung dengan instansi lain untuk membasmi
39
40
http://www.infonuklir.com/readmore/keamanan_keselamatan/non_proliferation/,20februari 2011
http://www.iaea.org/About/history.html, 21 februari 2011
22
menyebar penyakit ternak mematikan. Teknologi radiasi yang berbasis untuk
membasmi cacing ini dikembangkan di Laboratorium Badan Seibersdorf41.
Pada awal 1990, akhir Perang Dingin dan akibatnya peningkatan dalam
keamanan internasional hampir menghilangkan bahaya konflik nuklir global.
kepatuhan luas untuk perjanjian regional menekankan status bebas senjata nuklir
di wilayah Amerika Latin, Afrika dan Asia Tenggara, serta Pasifik Selatan.
Hingga pada tahun 1995, Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) yang dibuat
permanen tersebut di tahun berikutnya yaitu pada tahun 1996 perjanjian larangan
uji komprehensif oleh Majelis Umum PBB disetujui dan terbuka untuk
penandatanganan. Sedangkan kegiatan nuklir militer yang berada di luar lingkup
aturan International Atomic Energy Agency (IAEA) itu sekarang yang diterima
akan menangani beberapa masalah yang diwariskan oleh perlombaan senjata
nuklir, verifikasi penggunaan damai atau penyimpanan bahan nuklir dari senjata
dibongkar dan surplus militer stok bahan fisil untuk menentukan risiko yang
ditimbulkan oleh limbah nuklir dari kapal perang nuklir yang dibuang di Kutub
Utara, dan verifikasi keselamatan bekas lokasi pengujian nuklir di Asia Tengah
dan Pasifik.42
Pada Final Dokumen tahun 2000, Negara-negara peserta menegaskan
bahwa perlindungan International Atomic Energy Agency (IAEA) adalah rezim
non-proliferation nuclear yang memainkan pilar fundamental hingga diperlukan
peran dalam pelaksanaan perjanjian dan membantu untuk menciptakan
41
David Fischer, loc.cit. Hlm. 9
42
http://www.iaea.org/About/history.html, 21 februari 2011
23
lingkungan yang kondusif untuk perlucutan senjata nuklir dan kerjasama nuklir
dalam beberapa tahun terakhir, pekerjaan International Atomic Energy Agency
(IAEA) telah difokuskan kepada beberapa dimensi tambahan yang cukup
mendesak diantaranya adalah terhadap ancaman terorisme nuklir, fokus dari
rencana tindakan baru multi-faceted43.
B.
International Atomic Energy Agency (IAEA) Sebagai Subyek Hukum
Internasional
Organisasi yang dalam bahasa Yunani yaitu ὄργανον (organon atau Alat)
adalah suatu kelompok orang yang ada di dalam suatu wadah yang memiliki suatu
tujuan bersama. Sedangkan di dalam kajian mengenai organisasi sering disebut
studi organisasi (organizational studies), perilaku organisasi (organizational
behaviour), atau analisa organisasi (organization analysis). Stephen P. Robbins
menyatakan bahwa44:
“Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara
sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang
bekerja atas dasar yang relative dan terus menerus untuk mencapai suatu
tujuan bersama atau sekelompok tujuan”.
Selain organisasi yang di maksudkan di atas yang terdiri dari kelompok
orang yang ada di dalam suatu wadah yang memiliki tujuan yang sama, terdapat
organisasi yang keanggotaannya terdiri atas negara-negara yang di dalamnya
memiliki tujuan bersama yang di sebut sebagai organisasi internasional45.
43
44
45
http://www.iaea.org/About/history.html, 24 februari 2011
Stephen P.Robbins, Teori Organisasi Struktur, Desain, dan Aplikasi, Arcan, Jakarta, 1994,
hlm.4
http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi, 09 Desember 2010
24
Istilah organisasi internasional menurut J.G Starke di kenal dengan kata
“lembaga internasional”, yang artinya yaitu 46:
“kata “lembaga” digunakan dalam arti yang luas sebagai “Nomen
Generalissimum” (nama umum) bagi timbulnya berbagai asosiasi negara
dalam perusahaan-perusahaan umum”.
Menurut Teuku May Rudy, Organisasi internasional di definisikan sebagai
berikut47 :
“Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara dengan didasari
struktur organisasi yang sejelas dan lengkap serta diharapkan atau di
proyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara
berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya
tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara
pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama kelompok nonpemerintah pada negara yang berbeda”.
Pengertian organisasi internasional diatas merupakan pengertian organisasi
internasional yang didasari oleh struktur yang menunjang fungsi dan tujuan
organisasi internasional dan tidak hanya menyangkut akan organisasi antara
pemerintah dengan pemerintah namun juga organisasi antar sesama kelompok
non-pemerintah antar negara.
Sedangkan pengertian lain tentang organisasi internasional menurut Boer
Mauna adalah48 :
“Himpunan negara-negara yang terikat dalam suatu perjanjian
internasional yang dilengkapi dengan suatu anggaran dasar dan organorgan bersama serta mempunyai suatu personalitas yuridik yang berbeda
dari yang dimiliki oleh negara-negara anggotanya”.
46
47
48
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasionl 2, Aksara Persada Indonesia, Jakarta. 1989. Hlm.289
Teuku May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, PT. Eresco, Bandung,1993.
hlm.3
Boer Mauna, op,cit., hlm.463
25
Pengertian dari Boer Mauna pada dasarnya lebih menekankan kepada adanya
keterikatan negara-negara kedalam organisasi internasional melalui perjanjian
internasional yang dilengkapi dengan anggaran dasar dan organ-organ bersama,
dan yang lebih penting pengertian ini memasukan
personalitas yuridik dan
membedakan personalitas tersebut dengan personalitas negara anggota.
Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian internasional dalam Pasal 2 ayat
(1) huruf (i), mengartikan organisasi internasional sebagai berikut :
“International Organization” means an intergovernmental organization”
“Organisasi Internasional adalah suatu organisasi antar pemerintahan”
Pasal 2 Ayat (1) Huruf (i) Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian internasioal
tersebut memberikan suatu definisi yang cukup sempit karena hanya membatasi
diri pada hubungan antar pemerintah. Definisi ini juga tidak memberikan
penjelasaan mengenai syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh suatu
organisasi untuk dapt dinamakan organisasi internasional dalam arti kata yang
sebenarnya49.
Merujuk Pengertian atas Organisasi internasional tersebut di atas pada
dasarnya tidak dapat ditetapkan unsur-unsur dari suatu organisasi internasional,
hal ini dikarena terlalu luasnya pengertian tersebut sehingga dapat masuk kedalam
segala unsur. Sedangkan unsur-unsur suatu organisasi internasional dapat di lihat
dari beberapa hal, menurut Teuku May Rudy unsur-unsur tersebut antara lain50:
1. Kerjasama yang ruang lingkupnya melintasi batas negara;
2. Mencapai tujuan bersama yang disepakati;
49
Boer Mauna, loc,cit., hlm.462
50
Teuku May Rudy, loc,cit, hlm.3-4
26
3. Dilakukan baik antara pemerintah maupun non-pemerintah;
4. Struktur organisasi yang jelas dan lengkap;
5. Melaksanakan fungsi secara berkesinambungan.
Pentingnya memasukan unsur dari pengertian organisasi yaitu untuk menetapkan
ruang lingkup dari kewenangan organisasi internasional serta menentukan
fungsinya sebagai subyek hukum internasional dan membedakannya dari subyek
hukum internasional yang lain.
Pengertian atas subyek hukum dari suatu sistem hukum dapat diartikan
sebagaimana bahwa semua yang menurut ketentuan hukum diakui mempunyai
kemampuan untuk bertindak. Didalam hukum internasional, subyek-subyek
tersebut termasuk negara, organisasi internasional dan kesatuan-kesatuan
lainnya51.
Benih-benih
Organisasi
Internasional
termasuk
gagasan-gagasan
pemikirannya sudah mulai tumbuh sejak zaman yunani kuno, yaitu ketika mulai
berkembangnya sistem negara-kota di Yunani Kuno (Acient Greece)52. Model
pertama dari organisasi internasional adalah munculnya Liga Amphictyonic
(Amphictyonic League) yang di buat antar negara-negara kota, walaupun tujuan ke
12 negara-kota dan wilayah kesukuan yang menjadi anggotanya bersifat
keagamaan yaitu mempertahankan tempat Suci Delphi53. Namun pada
pertengahan abad ke-17 perkembangan organisasi internasional tidak saja di
wujudkan dalam berbagai konferensi internasional yang kemudian melahirkan
51
Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus………op,cit. hlm 45
52
Teuku May Rudy, loc,cit. hlm.12-13
53
ibid. hlm.14
27
persetujuan-persetujuan, tetapi lebih dari itu telah melembaga dalam berbagai
variasi dari Komisi (Commission), Sarekat (Union), Dewan (Council), Liga
(League), Persekutuan (Association), Perserikatan Bangsa-Bangsa (United
Nations), Persemakmuran (Commonwealth), Masyarakat (Community), Kerjasama
(Coorperation), dan lain-lain54.
Pemikiran-pemikiran kearah pembentukan organisasi kerjasama regional
dan internasional mulai tumbuh setelah perjanjian perdamaian Westphalia (1648)
yang cukup dikenal sebagai awal pengakuan terhadap sistem negara bangsa dan
sistem perimbangan, kemudian sampai kepada Konferensi Den Haag (Hague
Confrence) 1899 dan 1907, perjanjian di Versailles (1919) yang diejawantahkan
kedalam pembentukan Liga Bangsa-Bangsa dan perjanjian San Fransisco (1945)
yang membentuk Perserikatan Bangsa-Bangsa55.
Organisasi internasional yang ruang lingkupnya mendunia (Global) mulai
berkembangan pada abad ke XX56. Organisasi internasional pun sering
diidentikan dengan sudut pandang Government-Oriented karena dalam melakukan
hubungan internasional yang berperan aktif adalah aktor negara yang dalam hal
ini merupakan perwakilan resmi dari sebuah negara. Faktor yang diasosiasikan
dengan kebanyakan organisasi internasional terdiri dari pertemuan paripurna dari
keseluruhan anggota (biasa disebut majelis atau konferensi), sebuah pertemuan
secara teratur oleh segelintir anggota (biasanya berkaitan dengan Power pada
54
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta, 1990. hlm.2
55
Teuku May Rudy, loc,cit. hlm.12-13
56
Ibid.
28
organisasi tersebut), dan sebuah sekretariat permanen untuk mendukung kegiatan
administratif organisasi internasional tersebut57.
Organisasi internasional memiliki arti ganda, yakni dalam arti luas dan
sempit. Organisasi Internasional dalam pengertian yang luas adalah bentuk
kerjasama antar pihak-pihak yang bersifat internasional. organisasi Internasional
disini adalah organisasi internasional publik yang anggota-anggotannya terdiri
Negara-negara, karena itu disebut juga organisasi antar pemerintah (InterGovermental Organization), sedangkan organisasi internasional yang dalam arti
yang sempit maksudnya adalah organisasi yang hubungannya melintasi batas
negara dimana keanggotaannya khusus diwakili oleh komponen tertentu dari suatu
negara58.
Sebagaimana subyek hukum lainya, organisasi internasional pun memiliki
ciri-ciri. Menurut Leroy Bennet ciri-ciri dari organisasi internasional adalah
sebagai sebagai berikut 59:
1)
2)
3)
4)
5)
A permanent organization to carry on a continuing set of function;
Voluntary membership of eligible parties;
Basic instrument stating goals, structure, and methods of operation;
A broadly representative consultative conference organ;
Permanent secretariat to carry on continuous administrative, research,
and information functions.
1) Suatu organisasi permanen untuk melakukan suatu fungsi secara terus
menerus;
2) Keanggotaan Sukarela pihak yang memenuhi syarat;
57
Adita Bella Lastania, Definisi Organisasi Internasional Menurut Clive Archer,
www.google.com/14 November 2010/ Definisi-Organisasi-Internasional-Clive Archer/.
58
http://petikdua.wordpress.com/definisi-dan-analisis-definisi-organisasi-kerjasama-internasional/
11 november 2009/ .
59
A.Leroy Bennet, International Organization, (New Jersey; Prentice-Hall, iNc, 1979), hlm.3
disadur dari buku Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi ….op.cit. hlm.14
29
3) Dasar instrumen yang menyatakan tujuan, struktur, dan metode
operasi;
4) Suatu organ konferensi konsultatif perwakilan secara luas;
5) Sekretariat Tetap untuk melakukan penelitian secara terus menerus,
administratif, dan fungsi informasi.
Legislasi internasional pada hakekatnya merupakan proses perkembangan
organisasi internasional dalam menghimpun peraturan-peraturan internasional
yang terkait dengan bidang dari organisasi tersebut. Fungsi legislatif pun dalam
suatu sistem organisasi internasional terkait masalah pelaksanaan keputusankeputusan yang mengikat secara hukum terhadap keputusan keputusan yang
dikeluarkan oleh organisasi internasional tersebut yang di kaitkan dengan sangsi,
sedangkan organisasi internasional itu sendiri bukan sebagai badan yang
mempunyai wewenang supra-nasional60.
Adapun
menurut
taraf
kewenangannya
(kekuasaan)
organisasi
internasional terdiri atas61 :
1. Organisasi Supra-Nasional (Supra-National Organization).
Kedudukan dan kewenangan organisasi internasional berada diatas
Negara-negara anggota, namun bentuk “Supra-National Organization”
belum pernah terrealisasikan dalam sejarah dunia modern. Hal ini
dikarenakan di dunia saat ini menganut pola banyak negara (MultiState System), masing-masing berdaulat dan sederajat satu sama lain.
2. Organisasi Kerja-Sama (Co-Operative Organization).
Kedudukan dan kewenangan organisasi internasional tidaklah lebih
tinggi dibandingkan negara-negara anggotanya dan organisasi adalah
wadah kerjasama berdasarkan kesepakatan anggota.
Kedudukan dan Kewenangan dari organisasi internasional tersebut diatas harus
dimiliki oleh organisasi internasional, hal ini dikarenakan agar adanya pembedaan
terhadap kedudukan dan kewenangan dari organisasi internasional dengan
60
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi……loc.cit, hlm.4-5
61
Teuku May Rudy, loc,cit. hlm.7
30
Negara-negara anggotanya yang merupakan sebagai suatu wadah kerjasama
dibidang tertentu.
Struktur organisasi internasional menentukan pembagian kerja dalam
kesatuan kerja sama untuk mecapai tujuan organisasi internasional. Pembagian
kerja itu setidak-tidaknya terdiri dari organ-organ yang menetapkan kebijakan dan
organ yang melaksanakan kebijakan. Pembagian yang dimaksud menentukan
tugas dan wewenang organ tersebut62. Dilengkapinya organisasi internasional
dengan organ-organ permanen, wewenang dan sasaran tertentu tidak jarang dapat
menimbulkan
terjadinya
fenomena
Retroaksi
yaitu
organisasi-organisasi
internasional, karena status yuridiknya yang otonom dapat mempengaruhi sikap
negara-negara anggotanya atau dengan kata lain dapat memaksa negara-negara
anggotanya63.
Selain dilengkapi dengan organ-organ permanen, wewenang dan sasaran
tertentu yang dapat mempengaruhi atau memaksa negara-negara anggotanya
terdapat pula fungsi dari organisasi internasional. adapun Fungsi dari organisasi
internasional terbagi menjadi tiga yaitu64 :
1. Organisasi Politikal (Political Organization), yaitu organisasi yang
dalam kegiatannya menyangkut masalah-masalah politik dalam
hubungan internasional dan merupakan organisasi yang bersifat politik
jika ada sangkut paut (sekecil apapun) dengan masalah perdamaian dan
keamanan.
2. Organisasi Administratif (Administrative Organization), yaitu
organisasi yang sepenuhnya hanya melaksanakan kegiatan teknis
secara administratif.
62
Sugeng Istanto, loc.cit, hlm.172-173
63
Boer Mauna, loc,cit., hlm.464
64
Teuku May Rudy, op.cit. hlm.8-9
31
3. Organisasi Peradilan (Judicial Organization), yaitu organisasi yang
menyangkut penyelesaian sengketa pada berbagai bidang atau aspek
(politik, ekonomi, sosial, hukum dan budaya) menurut prosedur hukum
dan melalui proses peradilan (sesuai dengan ketentuan internasional
dan perjanjian-perjanjian internasional).
Hubungan antara negara dalam kerangka organisasi internasional pada
prinsipnya adalah untuk lebih terjaminnya pencapaian kepentingan masingmasing negara ataupun warga negara dari negara-negara yang tergabung dalam
organisasi internasional, agar kepentingan itu tidak terganggu bahkan lebih jauh
lagi demi tercapainya tujuan bersama secara efisien dan efektif dari negaranegara yang tergabung kedalam suatu organisasi internasional65.
Proses administratif dan tata hukum Organisasi internasional tidak sama
dengan masyarakat atau satuan-satuan secara nasional. Organisasi internasional
terdiri dari keanggotaan negara-negara, tetapi secara hukum tidak dibenarkan
untuk mengunakan personalitas hukum negara-negara anggotanya. International
Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai subyek hukum internasional perlu
mempunyai
keabsahan
sebagai
satuan
tersendiri,
bukan
sekedar
mengatasnamakan negara-negara anggotanya66.
Personalitas dari suatu subyek hukum organisasi internasional adalah
tindakan dalam kapasitasnya sebagai organisasi internasional, untuk melakukan
tindakan-tindakan sesuai dengan ketentuan yang termuat didalam instrument
pokok yang dimiliki oleh organisasi internasional tersebut67.
65
Ibid, hlm.48
66
Ibid. hlm.22
67
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi……loc.cit, hlm.12
32
Pembentukan Organisasi Internasional pada waktu merumuskan piagam di
dalam Konferensi Internasional di San Fransisco pada bulan April 1945 tidak
secara khusus di cantumkan masalah personalitas hukum68. Personalitas hukum
secara khusus termuat di dalam Charter Of The United Nation Pasal 10469, yaitu :
“the organization shall enjoy in the territory of each or its members such
legal capacity as may be necessary for exercise of its functions and the
fulfilment of its purpose”.
"Organisasi harus menikmati di wilayah masing-masing kapasitas hukum
anggotanya tersebut yang mungkin diperlukan untuk pelaksanaan fungsi
dan memenuhi tujuannya"
Pada dasarnya tidak semua organisasi internasional memiliki personalitas
hukum atau tidak lebih cenderung di ukur berdasarkan kriteria objektif. Schermers
berpendapat bahwa untuk dapat memiliki personalitas hukum maka suatu
organisasi internasional harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut 70:
1. Dibentuk oleh suatu perjanjian internasional;
2. Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya;
3. Diatur oleh hukum internasional publik.
Personalitas hukum International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai
subyek hukum internasional terpisah dari personalitas hukum masing-masing
68
Ibid, hlm.112
69
Dari pasal 104 Charter Of The United Nation, personalitas hukum organisasi internasional
dibagi menjadi dua pengertian yaitu personalitas hukum dalam kaitannya dengan hukum negara
dimana negara itu menjadi tuan rumah atau markas besar Organisasi Internasional dan
personalitas hukum dalam kaitannya dengan negara-negara atau subyek hukum
internasional….ibid. hlm.113
70
Lihat H.G Schermers, International Institutional Law, Sijthoff, Leyden, 1980, p.12-23. Disadur
dari buku Boer Mauna, loc,cit., hlm.475
33
negara anggotanya, Terdapat syarat-syarat bagi suatu organisasi internasional
untuk memiliki personalitas hukum sendiri, yaitu71:
1. Merupakan himpunan (keanggotaan) negara-negara, yang bersifat tetap
(permanent), serta dilengkapi dengan struktur organisasi yang lengkap.
Dengan kata lain, bukan sekedar komite Ad-Hoc yang biasannya
berfungsi sementara atau jangka-waktu tertentu;
2. Memiliki perbedaan dalam hal kewenangan hukum dan tujuan
organisasi antara organisasi itu dengan negara anggotanya;
Adanya kewenangan hukum organisasi itu yang dapat diterima (oleh
pihak lain) serta diterapkan dalam melaksanakan kegiatan pada ruanglingkup internasional, bukan sekedar kegiatan di dalam ruang lingkup
nasional salah satu atau masing-masing negara anggotanya. Dengan
kata lain, diakui sebagai suatu kesatuan tersendiri (bukan sekedar
pengelompokan beberapa negara) dalam transaksi atau hubungan
dengan pihak lain.
Selain Syarat-syarat personalitas hukum secara umum di atas maka
personalitas hukum yang menyangkut dengan hal-hal yang lebih khusus harus di
lengkapi oleh72:
1. Kemampuan mengadakan perjanjian (The Treaty-Making Power);
2. Adanya hak dan kewenangan secara hukum untuk memiliki asset-asset
berupa barang, modal, bangunan, peralatan (milik organisasi), serta
status khusus bagi personalia yang diberi kepercayaan atau amanat
(diakreditasi) atas nama organisasi;
3. Kemampuan mengajukan tuntutan (claim) terhadap negara anggota dan
juga negara bukan anggota, jika terhadap hal yang merugikan
organisasi internasional;
4. “Locus Standi” untuk mengajukan perkara kepengadilan internasional
dan berdasarkan jurisdiksi internasional;
5. Adanya perlindungan fungsional terhadap staf dan personalia;
6. Hak organisasi yang disertai pengakuan atau penerimaan oleh negara
atau organisasi lain untuk mengirim perwakilan menghadiri berbagai
konferensi internasional yang berkenaan.
71
Teuku May Rudy, loc,cit. hlm.23.
72
Ibid.
34
Batasan personalitas hukum yang tekait dengan Judicial Personality dalam
General Convention On The Privileges And Immunities Of The United Nations
Pasal 1 Ayat 1 yaitu antara lain 73:
“The United Nations shall possess juridical personality. It shall have the
capacity :
a) To contract;
b) To acquire and dispose of immovable property;
c) To institute legal proceedings.
"Perserikatan Bangsa-bangsa akan memiliki kepribadian yuridis. Ini
harus mempunyai kapasitas sebagai berikut:
a) Untuk kontrak;
b) Untuk memperoleh dan memberikan hak milik yang tidak dapat
dipindahkan;
c) Untuk menjalankan proses hukum
Berbeda dari negara, personalitas hukum organisasi internasional sebagai
subyek hukum internasional dibatasi oleh prinsip specialitas, yang artinya bahwa
suatu organisasi internasional hanya dapat melaksanakan kapasitas yuridik yang
dimilikinya dalam batas-batas dan untuk tujuan yang telah ditetapkan oleh piagam
konstitutif organisasi internasional. Untuk itu maka, personalitas hukum yang
dimiliki oleh organisasi internasional adalah bersifat fungsional74.
Walaupun personalitas hukum bagi International Atomic Energy Agency
(IAEA) sebagai organisasi internasional tidak di cantumkan dalam instrument
pokok namun sebagai subyek hukum internasional, International Atomic Energy
Agency (IAEA) tidak perlu akan kehilangan personalitas hukum-nya, karena
73
Resolusi Majelis Umum PBB 22A, (1) tanggal 13 februari 1946. Lihat juga Resolusi Majelis
Umum PBB yang (II) tanggal 12 novemver 1947 mengenai Convention On The Privilage And
Immunities of Specialized Agencies, pasal 2 ayat 3 mengenai Personalitas Yurisdiksi dari badanbadan
khusus
PBB.
Disadur
dari
buku
Sumaryo
Suryokusumo,
Hukum
Organisasi……op.cit.hlm.112
74
Boer Mauna, loc,cit, hlm.480
35
sebagai organisasi internasional, International Atomic Energy Agency (IAEA)
akan mempunyai kapasitas untuk melakukan prestasi hukum sesuai dengan aturan
dan prinsip hukum internasional75. Organisasi internasional yang memiliki
personalitas hukum akan mempunyai kapasitas hukum untuk melakukan prestasi
hukum
sesuai
dengan
prinsip-prinsip
hukum
internasional
dan
dapat
mengembangkan serta memperluas fungsinya dalam rangka mencapai tujuantujuan utamannya76.
Personalitas hukum internasional memungkinkan suatu organisasi
internasional mengajukan gugatan hukum, dan sebaliknya juga diberi tanggung
jawab bagi perbuatan yang menyalahi hukum. Sebagaimana Doctrine Of Implied
Power yang dimana menyatakan bahwa kemampuan yang terkandung dalam
personalitas hukum internasional dalam melakukan perbuatan hukum dinyatakan
secara tegas atau implisit sehingga memungkinkan organisasi itu melaksanakan
fungsi-fungsinya secara efektif77.
Pembahasan mengenai International Atomic Energy Agency (IAEA)
sebagai subyek hukum internasional tidak terlepas pula dari aspek-aspek hukum
organisasi internasional, aspek-aspek tersebut seperti misalnya aspek filosofis,
aspek administratif dan aspek hukum dari organisasi internasional itu sendiri.
aspek filosofis menyangkut nilai-nilai historis, memperbandingkan tema-tema
pokok perdamaian dari organisasi internasional serta tema-tema lainnya yang
75
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi……loc.cit, hlm.112
76
Setyo Widagdo, Masalah-Masalah Hukum Internasional Publik, Bayumedia Publisher, Malang,
2008. Hlm.178
77
Ibid, hlm.181
36
dianut dan falsafah yang mendasari organisasi internasional. aspek administratif
lebih banyak menentukan tingkat personalitas dan kapasitas organisasi
internasional. Sedangkan dilihat dari aspek hukumnya organisasi internasional
lebih menitik beratkan pada masalah-masalah konstitusional dan prosedural
seperti misalnya wewenang dan pembatasan-pembatasan (restrictions) baik
terhadap organisasi internasional itu sendiri maupun anggotanya sebagaimana
termuat di dalam ketentuan-ketentuan instrumen dasar organisasi internasional,
termasuk perkembangan organisasi internasional secara praktis78.
International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai kehendak bersama
negara-negara merupakan subyek hukum internasional buatan. Didalam hukum
internasional subyek-subyek tersebut termasuk negara, organisasi internasional
dan
kesatuan-kesatuan
lainnya79.
Sebagai
subyek
hukum
internasional
International Atomic Energy Agency (IAEA) berkedudukan sebagai badan hukum
internasional. Badan hukum internasional ini dapat di artikan sebagai suatu badan
yang dapat dibebani hak dan kewajiban serta berkedudukan sebagai subyek
internasional publik. Hak dan kewajiban badan hukum internasional dibatasi oleh
tugas dari organisasi tersebut80.
Struktur hukum dari International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai
subyek hukum internasional sangat bervariasi yang kadang sebagian besar
bergantung pada suatu unsur kontinuitas yang diwakili oleh suatu sekretaris atau
78
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi……op.cit,hlm.5-11
79
Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus……,loc.cit, hlm 45
80
Sugeng Istanto, loc.cit, hlm. 173
37
biro sekretariat. Ada tiga hal umum yang penting terkait status hukum menurut
J.G Starke yaitu81 :
1. Fungsi lembaga-lembaga internasional tertentu diarahkan terutama
untuk mengilhami kerjasama antara negara-negara, yakni yang disebut
aktivitas-aktivitas “promosional”, dan hanya pada tingkatan kedua
untuk melaksanakan secara langsung suatu kewajiban penting, yakni
yang disebut aktvitas-aktivitas “operasional”.
2. Dalam segi operasional lembaga internasional berkuasa hanya untuk
mengusut (menginvestigasi) atau merekomendasikan bukan membuat
keputusan-keputusan yang mengikat.
3. Pada umumnya lembaga-lembaga internasional dilepaskan dari suatu
konferensi internasional, dalam arti bahwa suatu keputusan organik
akhirnya bergantung pada keputusan mayoritas negara-negara anggota.
Organisai internasional sebagai subyek hukum dapat mempunyai
hubungan bukan hanya diantara organisai internasional itu sendiri, tetapi juga
dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya, termasuk negara. Terdapat
dua macam hubungan yang dapat menimbulkan pembentukan peraturan hukum
internasional diantara subyek-subyek hukum internasional, yaitu 82:
1. Hubungan antar negara-negara dan organisasi internasional;
2. Hubungan di antara organisasi internasional itu sendiri.
Adapun bubarnya International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai
organisasi internasional dapat dilihat dari beberapa alasan, alasan yang utama
ialah karena tugas yang dilaksanakanya sudah selesai dan karena tugasnya
diambil alih oleh organisasi internasional lain. Pembubaran pun dapat di tetapkan
berdasarkan ketentuan anggaran dasarnya, keputusan rapat anggotanya,
perjanjian internasional dengan organisasi internasional lain atau kemacetan
81
J.G Starke, op.cit, Hlm.290
82
Ibid. hlm.291
38
organisasi internasional tersebut83. Sedangkan menurut J.G Starke Suatu
organisasi internasional dapat bubar di karenakan beberapa hal yaitu antra lain84:
1. Jika diciptakan hanya untuk jangka waktu terbatas, setelah jangka
waktu tersebut habis;
2. Jika bersifat peralihan, setelah situasi tersebut lewat atau setelah tujuan
tercapai, untuk mana organisasi tersebut didirikan;
3. Oleh keputusan para anggota, secara eksplisit atau implisit. Keputusan
tersebut tidak harus berdasarkan suara bulat, tetapi sudah cukup
berdasarkan suara mayoritas termasuk suara negara-negara besar.
Kedudukan International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai subyek
hukum internasional tidak dapat di ragukan lagi untuk saat ini, meskipun pada
awalnya belum ada kepastian mengenai hal ini. Meski struktur dan pekerjaan
International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai organisasi internasional
mencakupi kegiatan-kegitannya secara materil, namun tetap memberikan
sumbangan bagi perkembangan hukum internasional sampai saat ini melalui
kesepakatan-kesepakatan yang di buatnya.
C.
Pembentukan Perjanjian Internasional Oleh International Atomic
Energy Agency (IAEA)
Cepatnya
perkembangan
masyarakat
internasional
telah
semakin
meningkatkan perjanjian-perjanjian internasional sebagai sumber hukum utama
dari hukum internasional umum. Perjanjian-perjanjian yang di sepakati bersama
yang dirumuskan dalam perjanjian internasional merupakan sebagai suatu sumber
hukum untuk mengatur kegiatan negara-negara atau subyek hukum internasional
lainnya di dunia. Bentuk persetujuan bersama yang dirumuskan dalam sebuah
83
Sugeng Istanto, op.cit, hlm.172-173
84
J.G Starke, loc.cit. Hlm.314-315
39
perjanjian internasional tersebut merupakan sumber hukum untuk mengatur
kegiatan Negara-negara atau subyek hukum internasional lainnya di dunia85.
Sumber hukum dapat pula dipakai sebagai arti dasar berlakunya hukum itu
sendiri. sumber hukum merupakan sebagai sesuatu yang menimbulkan aturan
yang mengikat dan memaksa sehingga apabila aturan itu dilanggar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya86. Sedangkan
menurut Hans Kelsen, menyangkut arti dari sumber hukum itu sendiri menyatakan
bahwa87 :
“Istilah sumber hukum digunakan bukan hanya untuk menyebut metodemetode pembentukan hukum, tetapi juga digunakan untuk
mengkarakterisasi landasan bagi validitas hukum”.
Sebagaimana mana hukum pada umumnya, dalam hukum internasional
mengenal sumber hukum formil dan sumber hukum materil. Sumber hukum
formil diartikan sebagai sumber hukum yang memberikan kekuatan hukum pada
suatu peraturan tertentu, sedangkan sumber hukum materil diartikan dalam
pengertian dari mana subtansi hukum diambil88. Sedangkan menurut J.G Starke,
sumber hukum materil dari hukum internasional dapat didefinisikan sebagai
berikut 89:
“Bahan-bahan aktual yang digunakan oleh para ahli hukum internasional
untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi
tertentu”.
85
G.J.H Van Hoof, op.cit, hlm.40
86
Ishaq, op.cit, hlm.91
87
Hans Kelsen, op.cit,hlm.133
88
G.J.H Van Hoof, loc.cit, hlm.418
89
Boer Mauna, loc.cit., hlm.8
40
Sedangkan
menurut
Mochtar
Kusumaadmatja,
Sumber
hukum
internasional adakalanya diartikan lain yaitu sebagai sumber hukum dalam arti
yang ketiga. Sumber hukum internasional dalam arti yang ke tiga ini di pahami
sebagai90:
“Sumber hukum yang meneliti faktor kausal atau penyebab yang turut
membantu dalam pembentukan kaidah. sumber hukum dalam artian ketiga
lebih terletak dalam bidang luar hukum (ekstra yuridis), sebagaimana juga
masalah sumber hukum materil merupakan sumber hukum ekstra yuridis
yakni pada hakekatnya merupakan persoalan falsafah”.
Terhadap adanya sumber hukum internasional tersebut di atas maka
doktrin sumber hukum internasional berfungsi didalam menyiratkan suatu
pendekatan yaitu pendekatan Hardlaw dan Softlaw. Pendekatan Hardlaw adalah
pendekatan yang dapat ditinjau pada penerapan dari subtansi materil perjanjian
internasional itu sendiri. Seperti implementasi dari perjanjian internasional di
bidang pengembangan tenaga nuklir untuk tujuan damai yaitu Nuclear NonProliferation Treaty (NPT) terhadap negara-negara peserta yang terikat dalam
perjanjian tersebut. Sedangkan Pendekatan Softlaw adalah merupakan suatu
sumbangan yang cukup besar terhadap doktrin hukum internasional yang secara
hukum tidak mengikat. Pendekatan Softlaw sebagaimana menurut Mcnair yang
menyatakan bahwa91 :
“Softlaw mencoba menggambarkan implikasi-implikasi hukum dari
instrumen-instrumen yang secara hukum tidak mengikat, terutama juga
mengenai hubungannya dengan peraturan-peraturan hukum yang mapan
(full fledged legal rules).”
90
Mochtar Kusumaadmatja, loc.cit, hlm 115
91
G.J.H Van Hoof, loc.cit, hlm.384
41
Pendekatan Softlaw dapat di lihat dari resolusi-resolusi yang di keluarkan
oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang menyangkut
dengan pelanggaran penggunaan nuklir untuk tujuan damai seperti Resolusi 1747
yang merupakan perluasan dari Resolusi 1737 yang berisi agar dalam 60 hari
Negara yang dinyatakan telah melanggar Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT)
harus dapat menghentikan program nuklirnya92.
Urutan penyebutan sumber hukum tidak menggambarkan urutan
pentingnya masing-masing sumber hukum itu sebagai sumber hukum formal, hal
ini dikarenakan tidak diaturnya urutan di dalam Pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah
Internasional, namun satu-satunya klasifikasi yang dapat di buat menurut Mochtar
Kusumaadmatja bahwa sumber hukum formal di bagi dua golongan yaitu93 :
1. Sumber hukum utama atau primer yang meliputi ketiga golongan
sumber hukum yang tersebut terdahulu;
2. Sumber hukum tambahan atau subsidier yaitu keputusan-keputusan
pengadilan dan ajaran sarjana hukum yang paling terkemuka dari
berbagai negara.
Hukum internasional sebagai sebagai fondasi hubungan antar Negara
mengikuti
perkembangan,
internasional
juga
ikut
lahirnya
faktor-faktor
mempengaruhi
baru
sendi-sendi
dalam
hukum
hubungan
internasional
tradisional, antara lain di tandai dengan94:
92
Resolusi 1737 dan 1747 adalah resolusi yang dikeluarkan bagi negara Iran yang merupakan
anggota dari International Atomic Energy Agency (IAEA) oleh Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (DK PBB) lihat Rumadi, Iran Pasca Resolusi DK PBB, KOMPAS, 30 april
2007.
93
Mochtar Kusumaadmatja, loc.cit, hlm 116
94
Damos Dumoli Agusman, Hukum Perjanjian International: Kajian Teori dan Praktek Indonesia,
Rafika Aditama, Bandung, 2009. Hlm.2
42
1. Subjek hukum yang diakui oleh hukum internasional tidak lagi hanya
Negara, melainkan juga organisasi-organisasi internasional;
2. Hukum internasional tidak lagi mengatur tingkah laku suatu Negara
terhadap Negara lain, melainkan juga mengatur perbuatan Negara
terhadap dirinya sendiri.
3. Negara tidak lagi memiliki kedaulatan hukum karena hukum
internasional telah menempatkan diri sebagai rujukan bagi hukum
nasional dalam pengertian bahwa hukum nasional harus compatible
dengan hukum internasional.
Perubahan tersebut diatas merupakan merupakan perubahan yang
berdasarkan dengan karakter pergaulan internasional yang semakin tidak
mengenal batas-batas wilayah Negara serta berpeluang untuk melahirkan perkaraperkara hukum yang bersifat lintas Negara.
Perjanjian internasional merupakan instrument pokok yang harus dimiliki
oleh organisasi internasional dan memerlukan ratifikasi dari semua anggotanya.
Instrumen pokok ini dapat berupa piagam, covenant, final act, treaty, statute,
deklarasi, constitution dan lain-lain95.
Persetujuan di antara negara-negara, setiap jenis instrument atau dokumen,
atau pembicaraan lisan sekalipun melibatkan perbuatan yang dilakukan oleh
negara-negara dapat merupakan suatu traktat. Istilah traktat “treaty” sudah
merupakan istilah umum (nomen generalissimum) dalam hukum internasional,
dan bisa berarti persetujuan diantara organisasi-organisasi internasional saja
(interse), atau diantara suatu organisasi internasional di satu pihak dan suatu
negara atau beberapa negara di pihak lain96.
95
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi……op.cit.hlm.12
96
J.G Starke, loc.cit. hlm.118
43
Pembentukan Perjanjian internasional (bahasa Inggris-nya disebut dengan
“treaties” dan dalam bahasa Prancis disebut dengan “traiter” yang berarti
”perundingan”) dimaksudkan sebagai instrumen hukum internasional yang
mempunyai sifat mengikat bagi negara-negara yang menjadi peserta perjanjanjian.
Instrumen hukum internasional semacam itu mencerminkan adanya suatu sifat
kontraktual antara Negara atau antar Negara dengan organisasi internasional yang
menciptakan hak dan kewajiban secara hukum diantara para pihak yang
mengadakan persetujuan mengenai masalah-masalah yang di maksudkan di dalam
perjanjian tersebut97.
Perjanjian internasional memiliki beberapa macam nama, beberapa
diantaranya menunjukan perbedaan prosedur atau derajat formalitas. Selain istilah
traktat (treaty) itu sendiri terdapat sejumlah istilah lain seperti : Konvensi
(convention), Protokol (protocol), Persetujuan (agreement), Arrangement, Proses
Verbal (proces verbal), Statuta (statute), Deklarasi (declaration), Modus Vivendi,
Pertukaran Note (exchange of note or of letter), Ketentuan Penutup (final act),dan
Ketentuan Umum (general act)98.
Sementara itu menurut Ian Browlie, Komisi Hukum Internasional telah
memberi konsep definisi “treaty” sebagai berikut99:
“Any international agreement in written form, whether embodied in a
single instrument or in two or more related instruments and whatever its
particular designation (treaty, convention, protocol, covenant, charter,
statute, act, declaration, concordat, exchange of note, agreed minute,
97
Sumaryo Suryokusumo, Hukum ….loc.cit, hlm.17
98
J.G Starke, loc.cit. hlm.123
99
Ian Brownlie, Principle of Public International Law, Oxford University Prees, United States,
Tahun 2008. Hlm.608-609
44
memorandum of agreement, modus Vivendi or any other appellation),
concluded between two or more states or other subject of international law
and governed by international law”.
“perjanjian internasional yang mana saja dalam bentuk tertulis, apakah
mewujudkan dalam satu instrument atau dua atau lebih instrument yang
berhubungan dan apapun khusus penunjukan (treaty, convention,
protocol, covenant, charter, statute, act, declaration, concordat, exchange
of note, agreed minute, memorandum of agreement, modus Vivendi atau
panggilan yang lain) menyimpulkan antara dua atau lebih Negara atau
subjek hukum internasional yang lain dan pengaturannya oleh hukum
internasional.
Definisi tersebut diatas merupakan suatu pendefinisian yang umum bagi arti
“treaty” itu sendiri, hal ini karena Komisi Hukum Internasional telah memasukan
unsur tertulis dalam perjanjian internasional serta dibuat oleh dua Negara atau
lebih atau subjek hukum lainnya yang diatur oleh hukum internasional.
Menurut standar kerjanya suatu perjanjian, Lord Macnair memberikan
definisi “treaty” sebagai berikut100:
“a written agreement by which two or more states or international
organisations create or intend to create a relation between themselves
operating within the sphere of international law”.
“persetujuan tertulis yang dibuat oleh dua atau lebih negara atau
organisasi internasional yang bermaksud untuk menciptakan hubungan
diantara mereka beroperasi di bawah bidang hukum internasional”.
Walaupun menurut definisi yang telah diperoleh cukup luas, namun dengan
menunjuk kepada hal-hal tertentu maka pengertian tersebut perlu di masukan agar
dapat menunjukan kepada hal yang pokok, sangat tepat menganggap bahwa
perjanjian berisikan persetujuan hal yang tidak menjalankan inti yang tidak
berbelit-belit, perjanjian tersebut hanya mengenai kesepakatan antar negara, hal
100
John O`brien, International Law, Cavendish Publishing Limited, London, 2002.hlm.325-326
45
ini karena bertujuan untuk memulai memisahkan perjanjian mengenai organisasi
internasional serta pengertian tersebut harus menunjukan kepada perjanjian yang
di atur oleh hukum internasional.
Perjanjian internasional sebagai suatu perjanjian antara dua Negara atau
lebih yang mana bertujuan untuk mencari hubungan yang di atur oleh hukum
internasional. Sedangkan perjanjian Internasional menurut Boer Mauna, diartikan
sebagai berikut101:
“Semua perjanjian yang dibuat oleh Negara sebagai salah satu subyek
hukum internasional yang diatur oleh sumber hukum internasional dan
berisikan ikatan-ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum”.
Pengaturan atas hubungan yang diatur oleh hukum internasional tersebut terdapat
dalam negara sebagai subyek hukum, dalam pengertian perjanjian internasional
tersebut Boer Mauna tidak memasukan organisasi internasional sebagai subyek
hokum yang memiliki personalitas hukum untuk membentuk perjanjian
internasional.
Sedangkan adanya sifat kontraktual di dalam Perjanjian Internasional
menjadi hal yang perlu di masukan ke dalam perjanjian internasional. Perjanjian
internasional Menurut Oppenheim diartikan sebagai berikut102 :
“Perjanjian internasional merupakan persetujuan yang bersifat kontraktual
antar Negara atau organisasi Negara yang menimbulkan hak dan
kewajiban secara hukum bagi para pihak”.
Perjanjian internasional dalam pengertian ini lebih menunjukan sifat mengikatnya
(kontraktual) suatu perjanjian yang di buat oleh negara-negara yang menimbulkan
101
Boer Mauna, loc.cit, hlm.85
102
Sumaryo Suryokusumo, Hukum perjanjian…..loc.cit,hlm.29
46
hak dan kewajiban bagi negara-negara yang terikat atau mengikatkan diri ke
dalam perjanjian secara hukum.
Perjanjian Internasional menurut Teuku May Rudy diartikan sebagai
berikut103:
“perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota
masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan hukum
tertentu".
Hal yang dapat kita garis bawahi dari pengertian diatas yaitu kata “anggota
masyarakat bangsa-bangsa” yang cakupannya sukup luas dimana pengertian
tersebut juga termasuk di dalamnya perjanjian antar negara dan perjanjian antar
suatu organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya.
Pasal 2 ayat (1) Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian internasional
menetapkan pengertian perjanjian internasional, yaitu:
““treaty” means an international agreement concluded between States in
written form and governed by international law, whether embodied in a
single instrument or in two or more related instruments and whatever its
particular designation;”
“Perjanjian” diartikan sebagai suatu persetujuan internasional yang
dibuat antar Negara didalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum
internasional, Apakah itu disusun dalam satu instrumen tunggal, dua atau
lebih instrumen yang terkait dan apapun bentuknya yang dibuat secara
khusus;”
Secara fungsional dilihat dari segi sumber hukum, maka perngertian
perjanjian internasional dapat di bedakan kedalam dua golongan yaitu “Treaty
Contract” dan “Law Making treaties”. Yang di maksud dengan “Treaty Contract“
adalah perjanjian-perjanjian seperti suatu kontrak atau perjanjian dalam hukum
103
T. May Rudy, Hukum Internasional 1, PT.Rafika Aditama,Bandung, 2006.hlm.4
47
perdata yang mengakibatkan hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian itu saja. Sedangkan “Law Making Treaties” dimaksudkan
sebagai perjanjian yang meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah
hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan104.
Menurut Damos Dumoli Agusman, terdapat beberapa kriteria dasar yang
harus dipenuhi oleh suatu dokumen perjanjian untuk dapat ditetapkan sebagai
perjanjian internasional, yaitu105 :
1. Perjanjian tersebut harus berkarakter internasional (an international
agreement) sehingga tidak termasuk perjanjian-perjanjian yang
berskala nasional seperti perjanjian-perjanjian antarnegara bagian atau
antara pemerintahan daerah dari suatu Negara nasional;
2. Perjanjian tersebut harus dibuat oleh Negara dan/atau organisasi
internasional (by subject of international law), sehingga tidak
mengcakup perjanjian yang sekalipun bersifat internasional namun
oleh Non-subject hukum internasional, seperti perjanjian antara Negara
dengan perusahaan multinasional;
3. Pejanjian tersebut tunduk kepada rezim hukum internasional (governed
by internastional law).
Bentuk
dan
peristilahan
mengenai
perjanjian
internasional
pada
prakteknya tidak sistematis dan mengandung banyak ketidak seragaman, sebab
utama dari ketidak seragaman dan ketidak sistematisan ini karena beberapa faktor,
faktor utamanya adalah perjanjian internasional adalah peninggalan tradisi dan
bentuk-bentuk diplomatik lama yang sulit disesuaikan dengan kehidupan
internasional modern negara-negara untuk dapat menstandarisasikan pemakaian
104
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Hukum Internasional : Bunga Rampai, Alumni, Bandung, 2003.
Hlm.108
105
Damos Dumoli Agusman, op.cit.hlm.20
48
perjanjian
internasional.
Adapun
bentuk-bentuk
utama
dari
perjanjian
internasional adalah sebagai berikut106 :
1. Bentuk yang digunakan oleh kepala negara. Dalam hal ini perjanjian di
rancang sebagai suatu persetujuan diantara kepala-kepala negara dan
kewajiban-kewajibannya dinyatakan mengikat sebagai “pihak agung
yang berjanji”. Bentuk seperti ini hampir tidak pernah lagi digunakan
sekarang dan hanya dipakai untuk konvensi-konvensi khusus dan
bersifat rahasia;
2. Bentuk antar-pemerintah. Perjanjian seperti ini dirancang sebagai suatu
persetujuan diantara para pemerintah. Bentuk ini pada pokoknya tidak
mengandung perbedaan, namun, bentuk ini biasa digunakan untuk
persetujuan-persetujuan yang bersifat teknis dan non-politis;
3. Bentuk antar negara. Perjanjian dirancang secara tegas atau tersirat
sebagai suatu persetujuan diantara negara-negara yang dimana
penandatangannya sering disebut dengan “para pihak”;
4. Perjanjian dapat dirundingkan dan ditandatangani oleh para menteri
dari setiap negara peserta, pada umumnya oleh menteri-menteri luar
negeri;
5. Perjanjian dapat merupakan suatua persetujuan antar-departemen yang
ditandatangani oleh para wakil departemen pemerintah, seperti
misalnya oleh para wakil administrasi dari negara-negara peserta;
6. Perjanjian dapat diadakan di antara para tokoh politik dari negaranegara peserta.
Memandang perjanjian internasional hanya sebagai suatu persetujuan
belaka akan mempersempit fungsi dan arti pentingnya dalam bidang hukum
internasional. Tujuan “Treaty” atau perjanjian internasional adalah untuk
meletakkan kewajiban-kewajiban yang mengikat bagi negara-negara peserta.
Treaty atau perjanjian internasional merupakan instrument utama untuk memulai
atau mengembangkan kerjasama internasional107.
Perjanjian-perjanjian yang dibuat antara Negara dalam organisasi
internasional atau dalam lingkungan organisasi internasional memiliki batasan-
106
J.G Starke, op.cit. hlm.121
107
Ibid. hlm.119
49
batasan tertentu yang dapat kita lihat di dalam Pasal 5 Konvensi Wina 1969
tentang perjanjian internasional, yaitu:
“The present Convention applies to any treaty which is the constituent
instrument of an international organization and to any treaty adopted
within an international organization without prejudice to any relevant
rules of the organization.”
“konvensi ini ditetapkan pada setiap perjanjian yang merupakan
instrument pokok dari organisasi internasional dan pada setiap perjanjian
yang disahkan dalam lingkungan suatu organisasi internasional tanpa
mengurangi arti dari setiap aturan yang relevan dari organisasi tersebut”
Organisasi internasional harus mempunyai kekuasaan membuat traktat
atau perjanjian, karena diperlukan untuk menjalankan fungsi-fungsi dari
organisasi internasional tersebut. Sejumlah besar badan internasional secara De
Facto telah mengadakan traktat-traktat baik diantara mereka sendiri maupun
dengan negara-negara serta kesatuan-kesatuan lainnya108.
Adanya Kapasitas yang di miliki oleh organisasi internasional dalam
membuat suatu perjanjian internasional tidaklah asli dan bersifat parsial, hal ini
dapat diartian bahwa kapasitas tersebut berasal dari adanya kehendak negaranegara anggota dan kehendak-kehendak tersebut dirumuskan dalam konstitusi
organisasi internasional sehingga organisasi tersebut hanya dapat melakukan
kegiatan dibidang yang termasuk kedalam wewenangnya109.
Perjanjian internasional yang di buat oleh negara-negara peserta perjanjian
dapat menimbulkan kewajiban-kewajiban yang dapat mengikat bagi negaranegara peserta tersebut. Mengikatnya perjanjian internasional ini dapat dikaitkan
108
109
J.G Starke, loc.cit. hlm.315
Boer Mauna, loc.cit. hlm.86.
50
terhadap ajaran dari Anzilotti yang mana berpendapat bahwa kekuatan mengikat
dari suatu perjanjian terletak pada adagium latin yaitu Pacta Sunt Servanda yang
berarti bahwa negara-negara harus melaksanakan perjanjian dengan itikad baik
terhadap segala kewajiban mereka yang ada atau di atur didalam perjanjian
tersebut. Apabila suatu negara telah mengikatkan diri terhadap perjanjian maka
negara tersebut tidak boleh menarik diri secara sepihak dari kewajibankewajibannyatanpa persetujuan negara-negara peserta110.
Pembuatan perjanjian internasional dapat kita bagi kedalam tiga tahap
yaitu111:
1. Perundingan (Negotiation), dilakukan berdasarkan pada penunjukan
surat kuasa dari wakil sah dari suatu negara atau pemerintahan untuk
mengadakan perjanjian internasional (letter of credence) diberikan
kepada credencial committee.
2. Penandatanganan (Signature), persetujuan suatu negara untuk
mengikatkan diri kepada suatu perjanjian, dapat diberikan dengan
berbagai cara dan tergantung dari persetujuan antar negara-negara
peserta pada waktu perjanjian itu diadakan. Persetujuan untuk
mengikatkan diri dapat dilakukan dengan suatu penandatanganan
ratifikasi, pernyataan turut serta atau menerima suatu perjanjian.
3. Pengesahan (Ratification), terdapat tiga sistem peratifikasian perjanjian
internasional yaitu:
a. Sistem dimana ratifikasi semata-mata dilakukan oleh badan
eksekutif;
b. Sistem dimana ratifikasi semata-mata dilakukan oleh badan
legislatif;
c. Sistem campuran dimana baik badan eksekutif maupun legislatif
memainkan suatu peranan dalam proses ratifikasi perjanjian.
Pengaturan
menyangkut
Prinsip
mengikatnya
suatu
perjanjian
internasional bagi Negara peserta diatur di dalam Pasal 26 Konvensi Wina 1969
tentang Perjanjian Internasional yaitu berbunyi:
110
J.G Starke, op.cit. 121
111
T. May Rudy, Hukum Internasional 1,….op.cit.hlm.44
51
“Every treaty in force is binding upon the parties to it and must be
performed by them in good faith.”
“setiap perjanjian yang berlaku adalah mengikat terhadap para pihak
perjanjian tersebut dan harus dilaksanakan oleh mereka dengan itikad
baik”.
Peserta perjanjian pada umumnya hanya negara-negara yang memenuhi
persyaratan sebagai negara berdaulat dari sudut hukum internasional atau
organisasi-organisasi internasional. Setiap hak dan kewajiban yang ditetapkan
oleh suatu perjanjian internasional pada prinsipnya tidakdapat dialihkan kepada
pihak lain (negara ketiga) oleh para pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian
tersebut. Disini hal ini maka berlaku prinsip Pacta Tertiis Nee Nocent Nee
Prosunt yang berarti bahwa perjanjian tidak dapat menimbulkan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban pada Negara ketiga112.
Prinsip Pacta Tertiis Nee Nocent Nee Prosunt diatur dalam pasal 34
Konvenasi Wina 1969 tentang perjanjian internasional yang menyatakan sebagai
berikut :
“a treaty does not create either obligation or right for a third state without
its consent”
“suatu perjanjian tidak menciptakan baik kewajiban maupun hak bagi
negara ketiga tanpa kesepakatan”
Prinsip Pacta Tertiis Nee Nocent Nee Prosunt ini merupakan suatu prinsip umum
yang ada di dalam suatu konvensi atau perjanjian internasional yang mana
menyatakan bahwa hanya pihak yanng ikut dalam
konvensi atau perjanjian
internasional tersebut yang terikat untuk melaksanakan hak dan kewajiban sebagai
112
Boer Mauna, loc.cit, hlm.143
52
negara peserta. Pihak lain (negara ketiga) tidak terikat pada konvensi atau
perjanjian internasional.
Adagium Pacta Tertiis Nee Nocent Nee Prosunt mendapat dukungan
dalam praktek negara-negara dan di dalam ketentuan Pasal 34 Konvensi Wina
1969 tentang perjanjian internasional, tetapi ada pengecualian dari aturan umum
ini, yakni113:
1) Perjanjian yang ditujukan untuk memberi hak-hak kepada pihak ketiga
dengan pernyataan atau persetujuan yang diandaikan dari mereka
seperti perjanjian tentang penyelesaian sengketa. Tetapi jika para
peserta bermaksud untuk memberikan hak-hak dari pihak ketiga itu
banyak bergantung pada keadaan setiap kasus. Pasal 34 konvensi wina
1969 tentang perjanjian internasional mengandung suatu prinsip umum
yang meliputi perjanjian-perjanjian yang ditujukan untuk memberikan
hak-hak kepada pihak ketiga;
2) Perjanjian-perjanjian multilateral dan bilateral yang memuat hukum
kebiasaan internasional akan berlaku juga bagi negara-negara yang
bukan peserta, tetapi posisi yang sebenarnya adalah bahwa negaranegara yang bukan peserta tidak diikat oleh perjanjian melainkan oleh
hukum kebiasaan walaupun formulasi akhir dari hukum tersebut dalam
perjanjian mungkin cukup penting;
3) Perjanjian-perjanjian multilateral yang meciptakan praturan hukum
internasional yang baru dapat mnegikat negara-negara yang bukan
peserta dengan cara yang sama dengan semua peraturan hukum
internasional atau de facto dapat ditetapkan oleh mereka dalam
instrumen-instrumen baku;
4) Beberapa Konvensi multilateral yang dimaksudklan untuk berlaku umu
dapat menentukan ketentuan-ketentuan bagi negara-negara yang bukan
peserta;
5) Pasal 34 Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian internasional
menyatakan bahwa dari suatu ketentuan perjanjian lahir kewajiban
bagi pihak ketiga jika para peserta memaksudkan ketentuan tersebut
sebagai sarana utuk menetapkan kewajiban dan pihak ketiga secara
eksplisit menerima kewajiban itu secara tertulis.
Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian internasional memberikan persyaratan
yang berat bagi adanya kewajiban bagi negara ketiga yang lahir atas dasar
113
J.G Starke, loc.cit. hlm.126-128
53
perjanjian internasional dibandingkan dengan syarat pemberian hak kepada negara
ketiga.
Terdapat dua cara yang dapat mengakibatkan negara ketiga menjadi terikat
pada suatu perjanjian internasional, menurut Yudha Bhakti Ardhiwisastra yaitu
antara lain114:
1. Asas doktrin yang mengecualikan prinsip “pacta tertiis” sehingga
negara ketiga dapat menikmati hak dan dibebani kewajiban atas dasar
suatu perjanjian;
2. Adanya hubungan antara perjanjian internaional dengan hukum
kebiasaan internasional yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban
bagi negara ketiga.
Dari kedua cara yang mengakibatkan terikatnya negara ketiga kedalam perjanjian
internasional ini, maka dapat dilihat bahwa setiap kebijakan atas hak
pengembangan tenaga nuklir di negara ketiga tidak harus dilihat dari perjanjian itu
mengikat atau tidak tetapi dapat dilihat dari kebiasaan internasional yang tentu
dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara ketiga dalam pengembangan
tenaga nuklir untuk tujuan damai
114
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, loc.cit. hlm.154
54
BAB III
PERAN INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY (IAEA) SEBAGAI
SUBYEK
HUKUM
INTERNASIONAL
YANG
MENGATUR
PENGEMBANGAN TENAGA NUKLIR UNTUK TUJUAN DAMAI
MENURUT STATUTA IAEA
A.
Struktur Organisasi International Atomic Energy Agency (IAEA)
Sebagai Badan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa
International Atomic Energy Agency (IAEA) dalam menjalankan perannya
untuk mempromosikan kerjasama internasional antara negara anggota serta dalam
kedudukannya yang khusus untuk menjalankan kecenderungan dunia terhadap
persoalan dan tantangan keamanan nuklir serta perlindungan melalui berbagai
macam keseragaman karena aktivitas nuklir, International Atomic Energy Agency
(IAEA) berhubungan dengan penegakkan dari standar keselamatan dan petunjuk
keselamatan yang akan gunakan115.
International Atomic Energy Agency (IAEA) terdiri dari empat Kepala
sekretariat berkedudukan di Vienna International Center, Wina (Austria).
Penghubung kerja dan kantor regionalnya yang berlokasi di New York, Toronto,
Canada dan Jepang, sedangkan pusat penelitian dan labolatorium ilmiah terletak
di Wina dan Seibersdorf (Austia), Monaco dan Trieste (Italy). Sekretariat tersebut
terdiri dari anggota yang berjumlah 2200 orang yang didalamnya terdiri atas
profesional multidisiplin ilmu pengetahuan dan didukung lebih dari 90 negara.
115
Tomihiro Taniguchi, A Global Challenge: Nuclear Activities Are Increasingly Multinational,
No Longer Confined To The Borders Of One Country, IAEA Bulletin, Vol 50-2, May 2009.
55
Perwakilan di pimpin oleh seorang Direktur Jenderal dan enam wakil Direktur
Jenderal pada tiap bagian besar departemen116.
International Atomic Energy Agency (IAEA) yang di pimpin oleh direktur
jenderal yang mana membawahi Office of External Relations and Policy
Coordination, Office of Internal Oversight Services, Office of Legal Affairs,
Secretariat of the Policy-making Organs dan enam departemen yang membantu
direktur jenderal dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Departemen-departemen
tersebut antara lain adalah117:
1. Department Of Technical Cooperation yang memiliki tugas dalam
menjaga kerjasama dan memantau beberapa wilayah tertentu yang
dimana membawahi lima divisi yaitu : Division Of Programme Support
And Coordination yang mana divisi ini membawahi seksi yang bertugas
melakukan pengembangan kemitraan dan jaminan asuransi, seksi
tersebut antara lain Strategy and Partnership Section, Finance and
Information Management Section dan Quality Assurance Section.
Division For Africa yang mana membawahi dua seksi yaitu African
Section 1 dan African Section 2. Division For Asia And The Pacific
membawahi dua seksi yaitu Asia and The Pasific Section 1 dan Asia
and The Pasific Section 2. Division For Latin America membawahi
Latin American Section 1 dan Latin American Section 2 dan Division
For Europe membawahi Europe Section 1 dan Europe Section 2.
116
117
http:// www.iaea.org/home/about us.html, 21 Februari 2011
Organchart of International Atomic Energy Agency, http:// www.iaea.org/home/about us.html,
September 2010
56
2. Department Of Nuclear Energy bertugas memantau standar energi
nuklir dunia yang mana dalam kegiatannya di bantu oleh Planning And
Economic Studies Section, Inis And Nuclear Knowledge Management
Section, dan IAEA Library.
Department Of Nuclear Energy ini membawahi dua divisi utama yaitu:
Division Of Nuclear Fuel Cycleand Waste Technology dibantu oleh tiga
seksi yaitu Nuclear Fuel Cycle And Materials Section, Waste
Technology Section dan Research Reactor Section. Sedangkan
Division Of Nuclear Power membawahi Nuclear Power Engineering
Section dan Nuclear Power Technology Development Section.
3. Department Of Nuclear Safety And Security ini merupakan departemen
yang menetapkan standar kelesamatan nuklir dunia yang dimana dalam
setiap kegiatannya di bantu oleh tiga seksi yaitu Safety And Security
Coordination Section, Office Of Nuclear Security dan Incident And
Emergency Centre. Department Of Nuclear Safety And Security ini
membawahi dua divisi yaitu antara lain: Division Of Radiation,
Transport And Waste Safety di bantu oleh tiga seksi yaitu Regulatory
Infrastructure And Transport Safety Section, Radiation Safety And
Monitoring Section dan Waste And Environmental Safety Section.
Sedangkan untuk Division Of Nuclear Installation Safety dalam
kegiatannya membawahi lima seksi yaitu antara lain: Operational
Safety Section, Safety Assessment Section, Regulatory Activities Section,
57
Research Reactor Safety Section dan International Seismic Safety
Centre.
4. Department Of Management ini bertugas untuk mengatur atau
mengelola perkembangan dan informasi nuklir dunia yang dimana
membawahi enam divisi sekaligus termasuk Office Of Procurement
Services yang merupakan pembantu dalam setiap kegiatan dalam
departemen tersebut. enam divisi tersebut yaitu antara lain: Division Of
Human Resources terdiri dari empat seksi Human Resources Planning
Section,
Staff
Administration
Section,
Recruitment
And
Staff
Development Section, dan Vic Medical Service. Division Of Information
Technology dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh empat seksi
yaitu Customer Services Section, Systems Services Section, Business
Solutions Section, dan Network And Telecommunications Section.
Division Of General Services membawahi empat seksi antara lain
Facilities Management Section, Seibersdorf Facility Management
Section, Archives And Records Management Section dan Travel And
Transportation Section dan satu Vic Commissary. Division Of
Conference And Document Services dalam melaksanakan tugasnya di
bantu oleh sembilan seksi yaitu Conference Services Section, Document
Support Section, English Translation Section, French Translation
Section, Spanish Translation Section, Russian Translation Section,
Arabic Translation Section, Chinese Translation Section dan Publishing
Section.
58
Division Of Budget And Finance dalam melaksanakan fungsinya dalam
hal pembiayaan di bantu oleh lima seksi yaitu Finance And Accounting
Section, Financial Policy And Systems Section, Programme And Budget
Section, General Accounts Payable Section dan Staff Accounts Payable
Section. Divisi terakhir dari Department Of Management adalah
Division Of Public Information yang mana di bantu dua seksi yaitu
Media And Outreach Section dan News And Information Section.
5. Department Of Nuclear Sciences And Applications ini yang melakukan
penelitian dan pengembangan nuklir untuk tujuan damai yang mana
membawahi empat divisi dan di bantu oleh Research Contracts
Administration Section dan Programme Of Action For Cancer Therapy
Office. Sedangkan ke empat divisi tersebut yaitu : Division Of Physical
And Chemical Sciences yang mana dalam tugasnya di bantu oleh
Physics Section, Industrial Applications And Chemistry Section,
Nuclear Data Section dan Isotope Hydrology Section.
Divisiong Of Human Health membawahi empat seksi yang dapat
membantu melaksanakan tugas-tugas divisi yaitu Nuclear Medicine
Section, Applied Radiation Biology And Radiotherapy Section,
Dosimetry And Medical Radiation Physics Section, dan Nutritional And
Health-Related Environmental Studies Section. International Atomic
Energy Agency (IAEA) Environment Laboratories (Nael), Monaco,
penempatan atas tugas di labolatorium International Atomic Energy
Agency (IAEA) terdiri dari Radiometrics Laboratory, Radioecology
59
Laboratory, Marine Environmental Studies Laboratory, dan Terrestrial
Environment Laboratory.
Joint FAO/IAEA Division Of Nuclear Techniques In Food And
Agriculture terdapat lima seksi yaitu antara lain: Soil And Water
Management And Crop Nutrition Section, Plant Breeding And Genetics
Section, Animal Production And Health Sectio, Insect Pest Control
Section dan Food And Environmental Protection Section.
6. Department Of Safeguards ini menetapkan standar keamanan suatu
perencanaan perkembangan nuklir dan penetapan standar operasi
keselamatan yang dimana membawahi enam divisi dan di bantu oleh
Effectiveness Evaluation Section dan Office Of Safeguards Analytical
Services. Sedangkan enam divisi
tersebut antara lain: Division Of
Concepts And Planning yang mana memiliki tugas membuat konsep
dan perencanaan dalam menentukan standar keselamatan bagi
penggunaan tenaga nuklir untuk tujuan damai. Dalam melaksanakan
tugasnya Division Of Concepts And Planning di bantu oleh empat seksi
Concepts Andapproaches Section, Process Design Section, Programme
And Resources Section dan Training Section.
Division Of Technical Support divisi yang mana menentukan
pendukung teknik dalam menentukan standar keselamatan yang mana
terdiri atas empat seksi yaitu Inspection Logistics Section, Technical
Support Coordination Section, Surveillance, Seals And Remote
60
Monitoring Section dan Attended And Unattended Nondestructive Assay
Section.
Division Of Operations B merupakan divisi yang memiliki tugas-tugas
menurut kategorisasi tertentu yang di bantu oleh lima seksi yaitu antara
lain Coordination And Support Section, Section OB1, Section OB2,
Section OB3 dan Section OB4 sebagaimana Division Of Operations B,
Division Of Operations A memiliki kategorisasi operasi khusus namun
dalam divisi ini mencakup Tokyo Regional Office, adapun seksinya
terdiri dari Coordination And Support Section, Section OA1, Section
OA2 dan Section OA3.
Division Of Information Management memberikan informasi terhadap
penataan dari standar keselamatan yang membawahi empat seksi yaitu
Information Architecture And Projects Section, Information Collection
And Analysis Section, Declared And Statistical Information Analysis
Section dan Customer Services And Operations Section. Sedangkan
untuk Division Of Operations C terbagi ke dalam lima seksi yaitu
Coordination And Support Section, Section OC1, Section OC2, Section
OC3, dan Section OC4.
Aktivitas
International
Atomic
Energy
Agency
(IAEA)
dalam
melaksanakan kinerjanya di bidang pengawasan nuklir tidak lepas dari ketentuanketentuan yang ada di dalam Statuta IAEA, yang dimana menjadikanya sebagai
pedoman organisasi untuk menjalankan kewenanganya sebagai organisasi yang
61
melakukan pengamanan terhadap penyelenggaraan pengembangan energi nuklir
di dunia.
Pengamanan yang ditetapkan
dalam
Statuta
IAEA yang dirancang
terutama untuk menutup pabrik nuklir individu atau pasokan bahan bakar,
jelas tidak memadai
untuk
berkembang
pengamanan
komitmen
untuk
dan
mencegah
proliferasi. Ada dukungan yang
internasional, mengikat secara hukum,
komprehensif untuk menghentikan penyebaran lebih lanjut
senjata nuklir. Dengan mengikuti konvensi tanggung jawab nuklir internasional
lainnya pada tingkatan di seluruh dunia (yang dimana terbuka untuk semua
negara) termasuk juga beberapa ketentuan yang terkait tangggung jawab
pengembangan nuklir seperti118:
a. The 1963 Vienna Convention on Civil Liability for Nuclear Damage119,
direvisi pada tahun 1997 (the Vienna Convention): yang terdiri dari 32
peserta perjanjian pada konvensi wina 1963; Protocol 1997120
peninjauan ulangnya belum juga di katakan memaksa;
b. The 1997 Convention on Supplementary Compensation for Nuclear
Damage121 belum juga dikatakan memaksa;
c. The 1988 Joint Protocol Relating to the Application of the Vienna
Convention and the Paris Convention (the Joint Protocol)122: yang
terdiri dari 24 perserta perjanjian.
118
Carlton Stoiber…[et al.], Handbook On Nuclear Law, IAEA Publishing, Vienna, 2009. hlm.110
Vienna Convention on Civil Liability for Nuclear Damage, INFCIRC/500, IAEA,Vienna (1996).
120
Protocol to Amend the Vienna Convention on Civil Liability for Nuclear Damage,
INFCIRC/566, IAEA,Vienna (1998).
121
Convention on Supplementary Compensation for Nuclear Damage, INFCIRC/567, IAEA,Vienna
(1998).
119
62
Statuta IAEA disetujui pada tanggal 23 Oktober 1956 dan mulai berlaku
pada tanggal 29 Juli 1957 oleh Konferensi Statuta Badan Energi Atom
Internasional, yang diselenggarakan di Markas Besar perserikatan bangsa-bangsa
(PBB). Statuta telah diubah tiga kali yaitu Pada 31 Januari 1963, bulan Juni 1973
dan pada 28 Desember 1989 yang mana dilakukannya amandemen di bagian
pengantar dari ayat A.l. Semua perubahan pun telah dimasukkan ke dalam teks
Statuta, yang akibatnya menggantikan semua edisi sebelumnya123.
Mengenai perizinan dan pengawasan tenaga nuklir secara damai pada
prinsipnya, Statuta IAEA mengatur dalam bentuk pengawasan kerjasama
internasional, baik antar satu anggota dengan anggota lainnya atau satu anggota
dengan anggota yang satu kelompok dalam International Atomic Energy Agency
(IAEA). Sesuai dengan tujuan di bentuknya International Atomic Energy Agency
(IAEA) yaitu mencari cara untuk mempercepat dan memperbesar kontribusi
energi atom untuk perdamaian, kesehatan dan kesejahteraan seluruh dunia. Serta
menjamin, sejauh International Atomic Energy Agency (IAEA) mampu
memberikan bantuan kepada negara-negara anggota atau atas permintaan atau di
bawah pengawasan atau kontrol tidak digunakan sedemikian rupa untuk lebih
lanjut tujuan militer124.
Pengaturan perizinan terkait penyebaran energi nuklir meliputi kegiatankegiatan awal dibidang penggunaan tenaga nuklir sampai dengan anggota tersebut
bermaksud mengubah jumlah, bentuk serta komposisi dari bahan-bahan dan
122
Joint Protocol Relating to the Application of the Vienna Convention and the Paris Convention,
INFCIRC/402, IAEA,Vienna (1992).
123
Lihat http://www.iaea.org/publication/historisofstatutaIAEA/english/.html, 21 Februari 2011
124
Lihat Artikel II Statuta IAEA
63
fasilitas-fasilitas yang tersedia dalam proyek-proyek serta apabila anggota tersebut
bermaksud mengakhiri kegiatannya dibidang penggunaan tenaga nuklir. Dalam
rangka melaksanakan fungsi-fungsi lainya dibidang nuklir, didalam Statuta IAEA
mengatur struktur organisasi yang dimana terdiri dari tiga bagian utama yaitu :
Sidang Umum, Dewan Gubernur, dan Direktur Jenderal125.
Sidang umum adalah sidang tahunan yang dihadiri oleh semua negara
anggota, diselenggarakan oleh direktur jenderal atas permintaan dewan gubernur
atau atas permintaan dari mayoritas negara anggota. Adapun tugas-tugas sidang
umum International Atomic Energy Agency (IAEA) antara lain126:
1. Membahas laporan tahunan dari dewan gubernur;
2. Menyetujui
atau
menolak
anggaran
biaya
yang
sudah
direkomendasikan dewan gubernur baik sebagian atau seluruhnya;
3. Menyampaikan
laporan
pertanggungjawaban
kepada
PBB
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian antara PBB dan
International Atomic Energy Agency (IAEA), kecuali pertanggung
jawaban itu oleh PBB dikembalikan kepada dewan gubernur beserta
rekomendasinya;
4. Membuat dan menyetujui perjanjian antara International Atomic
Energy Agency (IAEA) dengan PBB atau dengan organisasi-organisasi
lainnya seperti yang dutetapkan dalam Article XVI Statuta IAEA.
Sidang umum dapat menolak dan mengembalikan persetujuan-
125
Lihat Statuta IAEA, Article IV Membership, Article V General Conference, Article Vl Board
of Governors dan Article VII Staff
126
Lihat Statuta IAEA Article V.
64
persetujuan beserta rekomendasi-rekomendasi itu kepada dewan
gubernur.
Tugas sidang umum lainya yaitu Memilih anggota dewan gubernur,
Membuat persetujuan mengenai penerimaan anggota, Membekukan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban anggota, Membuat peraturan-peraturan yang berkaitan
dengan pembatasan wewenang dewan gubernur, Membuat amandemenamandemen terhadap Statuta IAEA serta Memilih dan menetapkan direktur
jenderal127.
Secara
administratif
direktur
jenderal
adalah
pimpinan
tertinggi
International Atomic Energy Agency (IAEA), yang dimana diangkat oleh dewan
gubernur dengan persetujuan dari sidang umum untuk masa jabatannya selama
empat tahun128. Dalam setiap keputusan oleh dewan gubernur memiliki dua
wewenang utama yaitu wewenang yang ditetapkan secara umum yang dimana
ditetapkan untuk melaksanakan tugas-tugas International Atomic Energy Agency
(IAEA) sesuai dengan tanggung jawab terhadap sidang umum dan wewenang
yang ditetapkan secara khusus dimana ditetapkannya suatu bentuk kepanitiaan
atau mengangkat seorang untuk mewakilinya di dalam organisasi-organisasi lain
yang ada hubungannya dengan International Atomic Energy Agency (IAEA).
Statuta IAEA mengatur fungsi-fungsi yang harus dilaksanakan oleh
lembaga-lembaga International Atomic Energy Agency (IAEA) terutama Dewan
Gubernur dan Direktur Jenderal, antara lain129:
127
Lihat Statuta IAEA Article V S/D XVII Paragraf A
Lihat Statuta IAEA Article VII
129
Lihat Statuta IAEA Article V S/D VI
128
65
1. Mendorong dan membantu penelitian serta pengembangkan dan
mempraktekan pelaksanaan tenaga nuklir untuk maksud damai
diseluruh dunia, untuk itu International Atomic Energy Agency (IAEA)
dapat bertindak sebagai mediator dalam menjamin pelaksanaan
service, suplai bahan, peralatan fasilitas dari salah satu anggota kepada
angota yang lain.
2. Melakukan pengawasan dan pengendalian agar tenaga nuklir yang
dimiliki dan dikelola oleh para anggota baik yang diperoleh dari
perjanjian bilteral maupun multilateral tidak digunakan untuk tujuan
militer.
3. Menetapkan standar keselamatan dan kesehatan serta memperkecil
bahaya sampai ketingkat paling rendah untuk melindungi kehidupan
dan harta benda, bersama-sama dengan lembaga-lembaga atau
organisasi khusus yang ada di PBB.
4. Mengarahkan kegiatan-kegiatan dibidang tenaga nuklir agar sesuai
dengan prinsip-prinsip dan tujuan-tujuan dari PBB dalam memajukan
perdamaian dan kerjasama internasional yang telah diberi wewenang
untuk mengadakan pelucutan senjata dalam usaha melindungi seluruh
masyarakat internasional.
5. Menentukan penggunaan bahan tenaga nuklir secara efisien dan secara
umum dapat memberikan keuntungan yang lebih besar terhadap
wilayah di seluruh dunia dalam peran serta memikul tanggung jawab
66
atas kepentingan-kepentingan khusus bagian-bagaian dunia yang
sedang berkembang.
6. Menyampaikan laporan tahunan kepada majelis umum PBB dan
dewan keamanan, juga kepada dewan ekonomi dan sosial serta bagianbagian dari perserikatan bangsa-bangsa (PBB) atas setiap masalah
yang termasuk wewenang dari lembaga-lembaga yang ada dalam
perserikatan bangsa-bangsa (PBB).
7. Dalam hal International Atomic Energy Agency (IAEA) melaksanakan
bantuan terhadap para anggotannya baik untuk kepentingan politik,
ekonomi ataupun militer tidak boleh bertentangan dengan ketentuanketentuan yang telah ditetapkan oleh statuta.
Konsep ”Safeguards” pada hakekatnya telah diperkenalkan untuk pertama
kali oleh Amerika Serikat dengan meluncurkan skema yang lebih luas yang
dikenal dengan Baruch Plan, yang merupakan nama yang diambil dari salah satu
nama delegasi Amerika Serikat yang mempresentasikan skema tersebut. Skema
tersebut dibuat dalam rangka mencegah penggunaan senjata nuklir, dengan titik
berat pada tanggung jawab negara dalam perkembangan penggunaan energi nuklir
untuk
maksud
damai130.
Skema
Baruch
Plan
bertujuan
untuk
menginternasionalisasi semua penggunaan energi nuklir yang dimana bila
dipergunakan akan mencegah terjadinya perlombaan senjata nuklir131.
130
Safeguard IAEA dan pengembangan penerapannya dalam pemanfaatan nuklir untuk damai
(bagian 1-2) lihat juga http://www.infonuklir.com/keamanan_keselamatan/non_proliferation/,
21 februari 2011.
131
Bertrand Russel, op.cit,hlm.97-98
67
Safeguards memberi tanggung jawab ganda bagi International Atomic
Energy Agency (IAEA), yaitu selain untuk mempromosikan penggunaan energi
nuklir untuk maksud damai dan aman, juga untuk menjamin kepastian bahwa
energi nuklir tidak disalahgunakan untuk tujuan perang (bukan damai). Statuta
IAEA memberikan kuasa kepada International Atomic Energy Agency (IAEA)
untuk membuat dan mengatur usaha perlindungan (Safeguards)132.
Dalam Article III.A.5 dari Statuta IAEA juga memberi kuasa untuk
mempergunakan “Safeguards” atas permohonan negera peserta untuk setiap
penetapan bilateral dan multilateral dan permintaan atau permohonan dari negara
kepada setiap aktivitas negara dibidang energi nuklir133. Didalam skema yang
paling luas, usaha perlindungan (Safeguards) terdiri dari tiga fungsi yaitu:
pembukuan
(Accountancy),
penahanan
(Containment)
dan
pengawasan
(survaillance) dan pemeriksaan (inspection). Langkah pembukuan (Accountancy)
membutuhkan negara untuk melaporkan kepada International Atomic Energy
Agency (IAEA) terhadap tipe dan jumlah materi yang dapat dibelah jadi atom
(Material Fissionable) yang berada dibawah kendali.
Kemampuan suatu negara untuk menyediakan informasi yang akurat dan
tepat pada waktunya yang disebut dengan State System For Accounting and
Control (SSAC) yang mampu melakukan pekerjaan sesuai alur material yang
relevan. penahanan (Containment) dan pengawasan (Survaillance) langkahnya
mengerahkan melalui International Atomic Energy Agency (IAEA) oleh pengguna
untuk menutup tempat material nuklir dan memfilmkan atau menayangkannya di
132
Lihat Statuta IAEA Artikel III.A.5, Artikel XI tentang Agency Project, Dan Artikel XII tentang
Safeguard
133
Carlton Stoiber…[et al.], loc.cit..hlm.121
68
dokumen televisi daerah pusat fasilitas nuklir tersebut berada untuk menetapkan
apakah yang tak diberi kuasa pergerakan bahan-nya telah akurat.
Pemeriksaan (Inspection) diselenggarakan oleh pengawas International
Atomic Energy Agency (IAEA) untuk memeriksa dan menyatakan jumlah bahan
nuklir dimana mereka melaporkan bahwa tidak ada bahan nuklir di negara
tersebut. Aktivitas pemeriksaan termasuk mengecek atau memeriksa kelengkapan
serta meninjau ulang fasilitas arsip dan dengan bebas mengukur bahan atau daftar
bahan yang lain termasuk dokumen pembukuan pokok dengan usaha
perlindungan134.
Pemeriksaan
serta
pengawasan
yang
di
lakukan
oleh
International Atomic Energy Agency (IAEA) secara teknis merujuk kepada
Fundamental Safety Principles yang mana di buat sebagai suatu standar dalam
kategorisasi keselamatan atau perlindungan pengembangan tenaga nuklir untuk
tujuan damai135.
Pemakaian istilah “Safeguard Inspection” yang secara implisit kemudian
diatur dalam Statuta IAEA. Adapun tujuan yang hendak di capai oleh Safeguard
Infection antara lain 136:
1. Eksternal safeguard yaitu pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan
dibidang penggunaan tenaga nuklir yang dilakukan oleh negara-negara
anggota.
2. Internal atau Auto Safeguard yaitu pengawasan terhadap kegiatankegiatan penggunaan tenaga nuklir yang dimiliki International Atomic
Energy Agency (IAEA) sendiri.
134
Ibid.hlm.122.
Strategies And Processes For The Establishment Of Iaea Safety Standards (SPESS) Version 1.1
Lihat http:// www.iaea.org/home/about us.html, 10 Maret 2011
136
Paul Szazs, The law And Practices of The Atomic Energy Authority, IAEA, legal series No.7,
hlm.532-533
135
69
Apabila terjadinya sengketa terhadap pelanggaran pengembangan nuklir
untuk tujuan damai, International Atomic Energy Agency (IAEA) dapat
menggunakan cara negosiasi yang merujuk kepada Mahkamah internasional serta
memperdayakan Konferensi Umum dan Dewan Gubernur tunduk pada
persetujuan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk meminta
Mahkamah Internasional untuk memberikan pendapatnya mengenai setiap
masalah hukum yang timbul dalam ruang lingkup kegiatan pengembangan energi
nuklir137.
Dengan disetujui dan berlakunya Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT)
sebagai usaha perlindungan dalam pengembangan tenaga nuklir untuk tujuan
damai maka kedudukan International Atomic Energy Agency (IAEA) menjadi
semakin kuat dalam penerapannya untuk melakukan pengawasan dibidang
penggunaan tenaga nuklir yang menjadi dasar utama adanya pengawasan nuklir
oleh International Atomic Energy Agency (IAEA).
B.
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) Sebagai Sumber Hukum
Internasional Yang Mengatur Pengembangan Tenaga Nuklir Untuk
Tujuan Damai
Perjanjian
Non-proliferasi
Nuklir
(bahasa
Inggris:
Nuclear
Non-
Proliferation Treaty atau disingkat NPT) adalah suatu perjanjian internasional
yang ditandatangani pada 1 Juli 1968 yang membatasi kepemilikan senjata nuklir.
Sebagian besar negara berdaulat (187 negara) mengikuti perjanjian ini, walaupun
dua di antara tujuh negara yang memiliki senjata nuklir dan satu negara yang
137
Lihat Artikel XVII Statuta IAEA
70
mungkin memiliki senjata nuklir belum meratifikasi perjanjian ini. Perjanjian ini
diusulkan oleh Irlandia dan pertama kali ditandatangani oleh Finlandia138.
Di Berlakukannya Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) pada tanggal
5 maret 1970 dengan cara diratifikasi oleh Inggris, Uni Soviet, Amerika Serikat,
dan 40 negara lainnya hingga tiga dekade perjalanannya, cukup berpengaruh
terhadap pengembangan program tenaga nuklir untuk damai yang telah berjalan
cukup lama dan menciptakan stabilitas keamanan dunia yang aman dan damai
seperti yang di cita-citakan pada wal di bentuknya perjanjian tersebut139. Sejauh
ini telah ada 191 negara yang masih terikat ke dalam Nuclear Non-Proliferation
Treaty (NPT) di bawah pengawasan International Atomic Energy Agency (IAEA).
Instrumen internasional lain yang menjadi acuan untuk melengkapi
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) yang dimana menyediakan tambahan
untuk suatu tindakan mewakili aspirasi politik suatu negara di suatu wilayah atau
regional tertentu untuk mengikuti perjanjian dalam memaksa atau dalam proses
ratifikasi, antara lain140:
a. The Treaty for the Prohibition of Nuclear Weapons in Latin America
(the Tlatelolco Treaty), yang mana telah terbuka untuk tanda tangan
pada tahun 1967141;
b. The South Pacific Nuclear Free Zone Treaty (the Rarotonga Treaty),
yang mana termasuk hal yang memaksa pada tahun 1986142;
138
http://en.wikipedia.org/wiki/Nuclear_Non-Proliferation_Treaty, 14 februari 2011
Javad Zarif, Sanksi Atas Iran: Zero-Sum Game, Bulletin SY`IAR, Edisi Muharam 1428H, 23
Desember 2007.
140
Carlton Stoiber…et al, op.cit.hlm.122
141
Treaty for the Prohibition of Nuclear Weapons in Latin America, United Nations Document
A/6663, United Nations, New York (1967)
139
71
c. The Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone Treaty (the Bangkok
Treaty), yang mana termasuk hal yang memaksa pada tahun 1997143;
d. The African Nuclear-Weapon-Free Zone Treaty (the Pelindaba
Treaty), yang mana telah terbuka untuk tanda tangan pada tahun
1996144.
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) menetapkan atas adanya suatu
penggolongan terhadap negara yang bersenjatakan nuklir yang disebut derngan
Nuclear Weapon States (NWS) dan negara-negara yang tidak memiliki senjata
nuklir yang disebut dengan Non-Nuclear Weapon States (NNWS). Mengenai
pelarangan untuk penggunaan dan mengedarkan senjata nuklir di atur dalam
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) yang di tujukan untuk negara-negara
bersenjata nuklir (NWS) yang dimana dilarang untuk mengedarkan senjata nuklir
atau bahan peledak dalam bentuk apapun juga dilarang untuk mengatur peredaran
senjata atau bahan peledak nuklir baik secara langsung maupun tidak langsung145.
Bagi Setiap negara yang tidak memiliki senjata nuklir Non-Nuclear
Weapon States (NNWS) dibawah kendali traktat dilarang untuk menerima
peredaran nuklir dari pengedar manapun; atau dari Nuclear Weapon States (NWS)
baik secara langsung maupun tidak langsung, Non-Nuclear Weapon States
142
South Pacific Nuclear Free Zone Treaty, INFCIRC/331, IAEA,Vienna (1986).
Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone Treaty, Association of Southeast Asian Nations,
Jakarta (1997).
144
African Nuclear-Weapon-Free Zone Treaty, United Nations Document A/50/426, United
Nations, New York (1995).
145
Lihat Article I-II, Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT)
143
72
(NNWS) pun dilarang untuk mengembangkan atau menerima bantuan dalam
rangka mengembangkan senjata nuklir atau bahan peledak nuklir146.
Setiap Non-Nuclear Weapon States (NNWS) dibawah kendali traktat
dilarang untuk menerima perlindungan (safeguard), sebagaimana kesepakatan
untuk di negosiasikan dan di putuskan oleh International Atomic Energy Agency
(IAEA) berdasarkan anggaran dasar International Atomic Energy Agency (IAEA).
Tujuannya yaitu untuk adanya verifikasi pemenuhan dari kewajiban terhadap
Non-Nuclear Weapon States (NNWS) dengan maksud mencegah pengalihan
energi nuklir atau bahan peledak nuklir lainnya147. Serta pengontrolan terhadap
setiap penyediaan sumber atau fisi khusus dan peralatan atau bahan khusus yang
dirancang
atau di persiapkan untuk memproses, penggunaan atau produksi
material yang di kirim oleh Non-Nuclear Weapon States (NNWS) untuk tujuan
damai148.
Sedangkan tujuannya yang lain dibentuknya perlindungan atau safeguard
yaitu untuk menghindari adanya hambatan perkembangan ekonomi dan teknologi
para penandatangan Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) atau kerjasama
internasional dalam kegiatan pengembangan tenaga nuklir demi perdamaian,
tujuan ini pun sesuai dengan Statuta IAEA Pasal IV (C)149.
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) pun tidak mengatur mengenai
sanksi bagi pelanggaran pengembangan teknologi nuklir. Perjanjian hanya
mengatur Negara pemilik teknologi nuklir yang terikat oleh perjanjian untuk
146
Lihat Article II, Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT)
Lihat Article III Ayat (1), Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT)
148
Lihat Article III Ayat (2), Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT)
149
Lihat Article III Ayat (3), Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT)
147
73
bernegosiasi atas langkah-langkah yang berkaitan dengan penghentian senjata
nuklir dan pelucutan senjata dengan itikad baik150. Hal yang sama pun berlaku
pada perjanjian tentang pelucutan senjata dibawah kontrol dunia internasional.
Mengikatnya Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) sebagai sumber
hukum dalam mengawasi pengembangan program tenaga nuklir yang dilakukan
oleh suatu Negara peserta perjanjian memiliki kekuatan mengikat bagi setiap
anggota perjanjian tersebut. Negara dapat terikat kedalam perjanjian melalui
beberapa cara menurut Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) seperti
misalnya151:
1. Negara tersebut menyatakan keikut sertaanya kedalam perjanjian;
2. Melalui ratifikasi oleh negara penandatangan traktat;
3. Traktat mulai berlaku pada tanggal penyimpanan bukti ratifikasi atau
kesepakatan mereka.
Sejak konferensi Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) Pada Tahun
1995 International Atomic Energy Agency (IAEA) pun menetapkan tiga komisi
yang dapat menjangkau Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT), yaitu152 :
1. Komisi Utama I: Penanganan keamanan dan pelucutan senjata. Komisi
ini bertugas untuk meninjau ulang pasal I dan II Nuclear NonProliferation Treaty (NPT) tentang komitmen non-proliferation negara
pendukung.
150
Lihat Artickel VI, Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT)
Lihat Artickel IX Ayat 1-6, Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT)
152
Lihat http://www.iaea.org/publication/factsheets/html atau lihat juga Muhamad Awan,
loc.cit.hlm,37.
151
74
2. Komisi Utama II: Penanganan zona bebas nuklir, perlindungan, dan
Non-Proliferasi. Komisi ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan
pasal III (verifikasi dan perlindungan International Atomic Energy
Authority (IAEA) atas semua kawasan dunia), pasal I dan II (komitmen
non-proliferasi yang berkaitan dengan verifikasi nuklir demi
perdamaian), dan pasal VII (penciptaan zona bebas nuklir).
3.
Komisi Utama III:
Penggunaan energy nuklir demi perdamaian.
Komisi ini bertugas untuk memeriksa pelaksanaan pasal III
(pencegahan keterhambatan perkembangan teknologi dan ekonomi
negara-negara pendukung Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT)),
pasal IV (promosi penggunaan energy nuklir untuk perdamaian), dan
pasal V (pemakaian nuklir) dan paragraf pembukaan NPT.
Maka untuk dapat menghadapi hal tersebut International Atomic Energy
Agency (IAEA) pun menerapkan empat model pengawasan dalam hal penerapan
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT), yaitu 153:
1. Inspeksi Ad Hoc, infeksi ini berupa verifikasi atas laporan negara yang
menandatangani Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT). Inspeksi ini
juga meliputi pengawasan atas perdagangan bahan-bahan nuklir dunia
internasional;
2. Inspeksi Rutin, inspeksi ini adalah inspeksi yang sering dilakukan.
Inspeksi ini terbatas pada fasilitas nuklir atau tempat yang memiliki
bahan-bahan nuklir;
153
Ibid.
75
3. Inspeksi Khusus, dilakukan apabila International Atomic Energy
Authority
(IAEA)
mendapat
informasi
tambahan
mengenai
penyelewengan nuklir untuk damai di sebuah negara. Inspeksi ini pun
bisa merupakan lanjutan dari inspeksi rutin;
4. Kunjungan Perlindungan, kunjungan ini dilakukan untuk pengawasan
atas kemungkinan pelanggaran Nuclear Non-Prolifertion Treaty
(NPT).
Keempat model pengawasan ini pun menjadikan International Atomic Energy
Agency (IAEA) sebagai organisasi internasional yang cukup konsisten dalam
menjalankan fungsi dan perannya untuk menjaga terjadinya pelanggaran terhadap
penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai.
C.
Resolusi Yang Dikeluarkan Oleh Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa Terkait Pelanggaran Pengembangan Nuklir Untuk
Tujuan Damai
Pelanggaran terhadap pengembangan energi nuklir membuat masyarakat
internasional menjadi lebih waspada terhadap peredaran senjatan nuklir. Hal ini
dapat dilihat dengan dikeluarkannya resolusi-resolusi oleh Dewan keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang terkait dengan pengembangan
tenaga nuklir.
Resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan Perserikatan BangsaBangsa (DK PBB) terkait pelanggaran pengembangan tenaga nuklir yaitu
Resolusi 1696 kemudian lebih lengkapnya dimasukan kedalam Resolusi 1737
76
pada tahun 2006 yang kemudian menyusul dengan dikeluarkannya dua Resolusi
yaitu Resolusi 1747 pada tahun 2007 dan Resolusi 1929 pada tahun 2010 terkait
penghentian pengembangan tenaga nuklir yang di lakukan oleh negara peserta
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT), yaitu Negara Iran.
Sedangkan untuk Korea Utara dalam rincian program nuklirnya,
terungkapan program nuklir Pyongyang yang memiliki ribuan mesin sentrifugal
untuk pengayakan uranium, pembangunan reaktor air ringan tengah dalam
kemajuan aktif dan sebuah pabrik pengayaan uranium dengan beberapa ribu
sentrifugal yang bertujuan untuk mengamankan pasokan bahan bakar, oleh
International Atomic Energy Agency (IAEA) sedang dilakukan tahapan verifikasi
agar tidak terjadi ekspansi senjata nuklir oleh negara korea utara dan penjatuhan
sangsi atau Resolusi jika terbukti melanggar perjanjian Non-Proliferasi nuklir154.
Dalam wawancaranya Direktur Jenderal International Atomic Energy
Agency (IAEA) meminta protokol tambahan, yang memberikan kewenangan lebih
untuk menjalankan kewenangan yang lebih membuat International Atomic Energy
Agency (IAEA) agar bisa berbuat maksimal bagi kenyamanan dunia. Dengan
protokol yang ada, Iran cuma wajib melapor ke Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (DK PBB). Bila Iran menyatakan fasilitas pengolahan nuklirnya
untuk tujuan damai, tak ada masalah buat Timur Tengah. International Atomic
154
Lihat http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip, Selasa, 30 November 2010
77
Energy Agency (IAEA) punya kecurigaan Iran dikarenakan meningkatkan
pengayaan uranium secara terus-menerus155.
Resolusi 1737 berisikan antara lain menegaskan bahwa Iran boleh lebih
jauh menunda menggunakan atau penerimaan atas pengembangan reaktor nuklir
yang diperlukan oleh gubernur jenderal dewan pengurus International Atomic
Energy Agency (IAEA) sebagaimana di cantumkan dalam Resolusi dengan Nomor
Seri GOV/2006/14, Resolusui tersebut secara esensial untuk membangun
kepercayaan didalam maksud damai secara khusus karena program nuklir dan
memutuskan pertanyaan yang terkemuka. Selain itu Resolusi 1737 juga
memutuskan dalam keadaan bahwa Iran boleh tanpa lebih lanjut menunda
menangguhkan mengikuti proliferation aktivitas nuklirnya dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut156:
1. Semua yang berhubungan dengan memperkaya dan aktivitas
memproses ulang, termasuk riset dan pembangunan akan dilakukan
verifikasi oleh International Atomic Energy Agency (IAEA).
2. Dalam Mengerjakan atau menjalankan semua yang berhubungan
dengan proyek air berat (heavy water-related projects), termasuk
pembangunan reaktor riset modern oleh air-berat (heavy water) akan di
verifikasi oleh International Atomic Energy Agency (IAEA).
155
Wawancara Mohammed El-Baradei ketika masih menjabat sebagai Direktur Jenderal IAEA
pada 25 januari 2010 lihat http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip, 22 januari 2011.
156
Lihat Resolusi DK PBB 1737 tahun 2006
78
Selain itu Resolusi 1737 juga memutuskan bahwa semua Negara juga
harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah penyediaan
bagi Iran atas bantuan teknis atau pelatihan, bantuan keuangan, investasi, broker
atau layanan lain, dan transfer sumber daya keuangan atau jasa, terkait dengan
penjualan, persediaan, transfer, pembuatan atau penggunaan dilarang, bahan,
peralatan, barang dan teknologi yang ditetapkan. Serta semua Negara akan
membekukan dana, aset keuangan lainnya dan ekonomi sumber daya yang berada
di wilayah mereka pada tanggal Penerapan resolusi atau pada waktu
sesudahnya157,
Resolusi 1747 yang merupakan perluasan dari Resolusi 1737 yang
dikeluarkan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang
berisi agar dalam 60 hari Negara tersebut harus dapat menghentikan program
nuklirnya. Permintaan dalam waktu 60 hari ini merupakan laporan lebih lanjut
dari Direktur Jenderal International Atomic Energy Agency (IAEA) tentang
apakah Iran telah membentuk suspensi penuh dan berkelanjutan semua kegiatan
disebutkan dalam Resolusi 1737 (2006), serta pada proses Iran kepatuhan dengan
semua langkah yang diperlukan oleh Dewan International Atomic Energy Agency
(IAEA) dan dengan yang lain ketentuan Resolusi 1737 (2006) dan resolusi ini,
kepada Dewan Gubernur International Atomic Energy Agency (IAEA) dan secara
paralel kepada Dewan Keamanan untuk dipertimbangkan;158.
157
158
Lihat Ayat 12 dari Resolusi DK PBB 1737 tahun 2006
Lihat Ayat 12 Resolusi DK PBB 1747
79
Adapun hal yang harus di sampaikan oleh negara tersebut sesuai di dalam
Resolusi 1747 yaitu terdiri antara lain 159:
1. Bahwa negara akan menunda pelaksanaan langkah-langkah jika dan
untuk selama Iran menghentikan semua kegiatan pengayaan dan
pemrosesan kembali terkait, termasuk penelitian dan pengembangan,
sebagaimana yang dijabarkan oleh International Atomic Energy Agency
(IAEA), untuk memungkinkan negosiasi dengan itikad baik dalam
Untuk mencapai hasil awal dan saling dapat diterima;
2. Bahwa negara ini akan menghentikan tindakan yang ditentukan
sebagaimana yang di cantumkan dalam pasal-pasal sebelumnya datri
resolusi DK PBB 1747 bahwa Iran telah sepenuhnya memenuhi
kewajibannya yang relevan berdasarkan resolusi Dewan Keamanan dan
memenuhi persyaratan Dewan Gubernur International Atomic Energy
Agency (IAEA), seperti ditegaskan oleh Dewan International Atomic
Energy Agency (IAEA);
3. Menegaskan bahwa Iran tidak mematuhi Resolusi 1737 (2006) dan
Resolusi 1747.
Resolusi 1747 dan Resolusi 1929 Menegaskan kembali komitmen
International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk Nuclear Non-Proliferation
Treaty (NPT) mengingat bahwa laporan terakhir oleh Direktur Jenderal
International Atomic Energy Agency (IAEA) (GOV/2007/8) dari 22 Februari 2007
159
Lihat Ayat 13 Resolusi DK PBB 1747
80
dan menyesalkan bahwa, seperti yang ditunjukkan di dalamnya, yaitu negara Iran
yang merupakan Negara yang masuk ke dalam Nuclear Non-Proliferation Treaty
(NPT) telah gagal memenuhi Resolusi 1696 (2006) dan Resolusi 1737 (2006)160,
Resolusi Dewan Gubernur International Atomic Energy Agency (IAEA)
(GOV/2006/14), yang menyatakan bahwa solusi untuk masalah nuklir Iran akan
memiliki kontribusi untuk upaya mewujudkan tujuan Timur Tengah bebas dari
senjata pemusnah massal, termasuk sarana pengiriman mereka, International
Atomic Energy Agency (IAEA) bertekad untuk memberikan efek terhadap
keputusan dengan mengadopsi langkah yang tepat untuk membujuk Iran untuk
mematuhi Resolusi 1696 (2006) dan Resolusi 1737 (2006) dan dengan
persyaratan International Atomic Energy Agency (IAEA), dan juga untuk
menghambat perkembangan sensitif teknologi Iran untuk mendukung program
nuklir dan rudal, hingga seperti waktu sebagai Dewan Keamanan menentukan
bahwa tujuan dari Resolusi ini telah dipenuhi, Mengingat persyaratan dari
Amerika untuk bergabung dalam mengusahakan
bantuan timbal balik dalam
melaksanakan langkah-langkah yang diputuskan oleh Dewan Keamanan..
International Atomic Energy Agency (IAEA) melalui Resolusi Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) 1747 Menggarisbawahi bahwa
tidak ada dalam Resolusi tersebut yang mengharuskan Negara untuk menolak
perusahaan memiliki warga negara masuk ke wilayahnya, dan bahwa semua
Negara harus dalam pelaksanaan ayat didalam resolusi, memperhitungkan
pertimbangan kemanusiaan termasuk kewajiban agama, serta kebutuhan untuk
160
Lihat Resolusi DK PBB 1747 dan Resolusi DK PBB 1926
81
memenuhi Tujuan dari resolusi 1737 (2006), termasuk di mana Pasal XV dari
Statuta IAEA161.
Dalam Anex II dari Resolusi 1747 terdapat komitmen dari negara iran dan
International Atomic Energy Agency (IAEA) dalam proses menangani masalah
nuklir iran. Adapun komitmen-komitmen tersebut menyangkut Unsur-unsur
perjanjian jangka panjang yang dimana tujuannya adalah untuk mengembangkan
hubungan dan kerjasama dengan Iran, atas dasar saling menghormati dan
pembentukan kepercayaan dunia internasional terhadap eksklusif sifat damai dari
program nuklir Republik Islam Iran. Mengusulkan agar segera mulai untuk
menegosiasi perjanjian yang komprehensif dengan Iran. Perjanjian akan disimpan
oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) dan disahkan dalam resolusi
Dewan Keamanan. Untuk menciptakan kondisi yang tepat untuk negosiasi, serta
langkah yang ditempuh oleh International Atomic Energy Agency (IAEA)
adalah162:
1. Menegaskan hak Iran untuk mengembangkan energi nuklir untuk tujuan
damai sesuai dengan kewajibannya berdasarkan Nuclear NonProliferation Treaty (NPT), dan dalam konteks ini menegaskan kembali
dukungan International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk
pengembangan program energi nuklir sipil Iran;
2. Berkomitmen untuk mendukung secara aktif membangun reaktor air
ringan baru di Iran melalui proyek-proyek kerjasama internasional,
161
162
Lihat Ayat 3 Resolusi DK PBB 1747.
Lihat ANEX II dari Resolusi DK PBB 1747
82
sesuai dengan Statuta IAEA dan Nuclear Non-Proliferation Treaty
(NPT);
3. Setuju untuk menangguhkan pembahasan program nuklir Iran di
Keamanan Dewan pada pembukaan kembali perundingan.
Adapun komitmen dari Negara iran dalam menindak lanjuti keluarnya resolusi
oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yaitu antara lain
terkait komitmennya untuk menangani semua keprihatinan yang beredar dari
International Atomic Energy Agency (IAEA) melalui penuh kerjasama dengan
International Atomic Energy Agency (IAEA), prasangka terhadap semua kegiatan
pengayaan dan pengolahan ulang terkait harus diverifikasi oleh International
Atomic Energy Agency (IAEA), seperti yang diminta oleh Dewan Gubernur
International Atomic Energy Agency (IAEA) dan Dewan Keamanan, dan
berkomitmen untuk melanjutkan negosiasi ini selama ini, serta melanjutkan
pelaksanaan Protokol Tambahan. Wilayah kerja sama di masa depan yang
tercakup dalam negosiasi pada jangka panjang perjanjian163.
163
Lihat ANEX II dari Resolusi DK PBB 1747
83
BAB IV
PERAN
INTERNATIONAL
ATOMIC
ENERGY
AGENCY
(IAEA)
TERHADAP PELANGGARAN PENGEMBANGAN TENAGA NUKLIR
UNTUK TUJUAN DAMAI MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
A.
Peran International Atomic Energy Agency (IAEA) Terhadap
Pelanggaran Pengembangan Tenaga Nuklir Untuk Tujuan Damai
Gagasan awal dibentuknya International Atomic Energy Agency (IAEA)
yang disampaikan oleh Dwight D. Eisenhower pada tanggal 8 Desember 1953 di
depan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan sebagai tanggapan
atas ketakutan dan harapan dari masyarakat dunia atas ditemukannya energi
nuklir. Reaksi atas ketakutan dan harapan ini kemudian menjadi suatu dasar untuk
memajukan penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai, dan memastikan energi
nuklir tersebut tidak digunakan untuk segala macam dari tujuan militer.
Dibentuknya International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai
organisasi internasional yang Anggota-anggotanya terdiri dari negara-negara,
merupakan organisasi antar pemerintah (Inter-Govermental Organization). InterGovermental
Organization
pada
umumnya
disebut
sebagai
organisasi
internasional yang mempunyai status hukum internasional publik, sebagai
organisasi agar dapat memiliki status hukum internasional publik, International
Atomic Energy Agency (IAEA) harus dibentuk berdasarkan
persetujuan
internasional atau lazim disebut instrument pokok (Constituent Instrumen).
Instrument pokok tersebut adalah Statuta IAEA yang mana menentukan
84
International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai organisasi internasional dan
memiliki status hukum internasional publik.
Pembentukan International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai
organisasi internasional secara umum dapat ditinjau melalui aspek-aspek hukum
organisasi internasional, aspek-aspek tersebut seperti aspek filosofis yang mana
aspek ini menyangkut nilai-nilai filosofis dan nilai-nilai historis yang menjadi
suatu dasar atas dibentuknya organisasi internasional tersebut. Nilai-nilai tersebut
seperti adanya itikad baik dari negara-negara yang berdaulat untuk menjaga
keamanan dan kedamaian dunia dari terjadinya pelanggaran pengembangan
tenaga nuklir dan demi terciptanya nuklir untuk tujuan damai.
Selain aspek filosofis, organisasi internasional juga memiliki aspek
administratif yang lebih banyak menentukan tingkat personalitas dan kapasitas
organisasi internasional itu sendiri dalam upaya memenuhi unsur-unsur dari
dibentuknya organisasi internasional tersebut. Aspek administratif tersebut dapat
dilihat dari adanya instrumen pokok dari International Atomic Energy Agency
(IAEA) itu sendiri yaitu Statuta IAEA yang mengatur mengenai fungsi dan
keanggotaan dari International Atomic Energy Agency (IAEA) serta persetujuan
yang di buat dalam kerangka International Atomic Energy Agency (IAEA) dimana
merupakan persetujuan internasional yang mengikat bagi negara-negara
anggotanya dan pembentukan International Atomic Energy Agency (IAEA)
sebagai organisasi internasional di atur oleh hukum internasional.
85
Sedangkan dilihat dari aspek hukumnya, organisasi internasional lebih
menitik beratkan pada masalah-masalah konstitusional dan prosedural seperti
misalnya wewenang dan pembatasan-pembatasan atau restrictions baik terhadap
organisasi internasional itu sendiri maupun anggotanya sebagaimana termuat di
dalam ketentuan-ketentuan instrumen dasar organisasi internasional. Aspek
hukum dari International Atomic Energy Agency (IAEA) dapat dilihat dalam
Statuta IAEA Artikel I- XXIII serta lampiran atau ANNEX komisi persiapan
pembentukan International Atomic Energy Agency (IAEA) yang mana dilihat dari
aspeknya merupakan aspek hukum dalam menitik beratkan pada masalah-masalah
konstitusional dan prosedural, baik itu penetapan aturan kerjasama di bidang
pengembangan nuklir maupun prosedur standar dari penggunaan tenaga nuklir.
Gagasan dibentuknya International Atomic Energy Agency (IAEA)
sebagai organisasi internasional dapat dilihat pula pada dasar terpenuhinya suatu
unsur organisasi internasional secara umum yang mana International Atomic
Energy Agency (IAEA) layak dikatakan sebagai organisasi internasional. Unsur
dari terbentuknya organisasi internasinonal tersebut antara lain seperti kerjasama
yang ruang lingkupnya melintasi batas negara atau adanya kerjasama antar negara,
kerjasama tersebut dilakukan antar negara anggota International Atomic Energy
Agency (IAEA) maupun yang bukan negara anggota, adanya upaya pencapaian
tujuan bersama yang disepakati antar negara-negara dalam kerangka organisasi
internasional, memiliki struktur organisasi yang jelas dan lengkap, dan organisasi
internasional tersebut melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan. Dari
unsur-unsur tersebut diatas berdasarkan unsur pembentukannya, International
86
Atomic Energy Agency (IAEA) telah memenuhi unsur-unsur sebagai organisasi
internasional publik yang ruang lingkupnya melintasi batas negara serta memiliki
struktur organisasi yang jelas dan keberadaan International Atomic Energy
Agency (IAEA) diakui oleh hukum internasional.
Selain unsur organisasi internasional secara umum tersebut diatas,
International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai organisasi internasional
memiliki ciri-ciri sebagai organisasi internasional. Ciri-ciri yang dimaksud antara
lain seperti International Atomic Energy Agency (IAEA) merupakan sebagai
organisasi internasional yang dibentuk secara permanen untuk melakukan suatu
fungsi secara terus menerus, keanggotaan dari International Atomic Energy
Agency (IAEA) yaitu negara-negara secara sukarela yang memenuhi syarat
sebagai negara anggota, adanya tujuan dari organisasi, struktur organisai serta
metode operasi yang termuat di dalam Statuta IAEA sebagai dasar instrumen
pokok dari organisasi, International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai suatu
organisasi perwakilan negara-negara dalam kerjasama di bidang pengembangan
tenaga nuklir, serta memiliki sekretariat tetap untuk melakukan penelitian secara
terus menerus, kegiatan secara administratif dan sekretariat tersebut berperan
sebagai pusat informasi bagi negara-negara anggotanya.
Pembentukan International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai
organisasi internasional tersebut menjadikan International Atomic Energy Agency
(IAEA) sebagai subyek hukum internasional, subyek hukum dari suatu sistem
hukum adalah semua yang menurut ketentuan hukum diakui mempunyai
kemampuan untuk bertindak, hal ini sebagaimana penulis jelaskan dalam Bab II
87
sebagai subyek hukum internasional, organisasi internasional memiliki beberapa
unsur sebagai subyek hukum internasional seperti adanya kerjasama yang ruang
lingkupnya melintasi batas negara, adanya pencapaian tujuan bersama yang telah
di sepakati oleh negara-negara anggota serta memiliki struktur organisasi yang
jelas dan lengkap sebagai penunjang dalam melaksanakan fungsi-fungsinya secara
berkesinambungan. Hal ini cukup penting bahwa penetapan atas unsur-unsur dari
organisasi internasional tersebut adalah untuk menetapkan ruang lingkup dari
kewenangan organisasi internasional tersebut, serta menentukan fungsinya
sebagai subyek hukum internasional dan membedakannya dari subyek hukum
internasional yang lainnya.
International Atomic Energy Agency (IAEA) dalam melaksanakan
perannya sebagai organisasi internasional, pada dasarnya memiliki kewenangan
sebagai organisasi supra-nasional atau Supra-National Organization, yang mana
kewenangan
organisasi
supra-nasional
tersebut
menjadikan
organisasi
internasional, dalam hal ini International Atomic Energy Agency (IAEA),
memiliki kedudukan yang berada di atas negara-negara anggotanya seperti
misalnya adanya kewenangan dalam membuat ketentuan yang sesuai dengan
instrumen pokok atau Statuta IAEA dalam pembentukan Nuclear NonProliferation Treaty (NPT) yang kemudian di sepakati oleh negara-negara
anggota. Kewenangan lain yang dimiliki oleh organisasi internasional yaitu
kewenangan sebagai organisasi kerjasama atau co-operative organization, yang
mana organisasi internasional tersebut berperan sebagai suatu wadah kerjasama
yang berdasarkan atas kesepakatan negara-negara anggotanya, hal ini didasarkan
88
pada persamaan kedaulatan bagi seluruh anggotanya dan untuk memastikan
bahwa semua anggota menggunakan hak dan kewajibannya dalam melakukan
upaya kerjasama dalam menjaga kedamaian dunia, maka kedudukan dan
kewenangan organisasi internasional, dalam hal ini International Atomic Energy
Agency (IAEA), tidaklah lebih tinggi dibandingkan negara-negara anggotanya.
Dalam pembentukannya, International Atomic Energy Agency (IAEA)
memiliki struktur organisasi sebagai penunjang dalam menjalankan perannya
sebagai organisasi internasional. Struktur tersebut yang mana telah di jelaskan
dalam Bab II berfungsi untuk menentukan pembagian kerja dalam kesatuan kerja
sama demi tercapainya tujuan organisasi internasional. Struktur organisasi sebagai
penunjang bagi organisasi internasional dalam menjalankan perannya memiliki
fungsi lain yaitu fungsi organisasi yang menjalankan kegiatannya menyangkut
masalah politik dalam hubungan internasional terkait kemanan dan perdamaian
dunia merupakan fungsi organisasi internasional yang bersifat politik atau disebut
political organization, fungsi dalam menjalankan kegiatan teknis secara
administratif seperti penetapan keanggotaan negara dalam organisasi internasional
merupakan fungsi administratif organisasi atau disebut administratif organization
dan fungsi yang
menyangkut upaya penyelesaian sengketa yang terjadi di
berbagai bidang menurut proses hukum disebut dengan fungsi hukum organisasi
atau disebut judicial organization, terkait pelaksanaan fungsi
judicial
organization, International Atomic Energy Agency (IAEA) telah menjalankan
fungsi tersebut terhadap adanya dugaan pelanggaran perjanjian non-proliferasi
nuklir yang telah disepakati oleh negara-negara anggota International Atomic
89
Energy Agency (IAEA) untuk diajukan ke Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (DK PBB).
Ketiga fungsi tersebut diatas dapat menentukan suatu proses personalitas
hukum dari subyek hukum internasional. Personalitas hukum tersebut adalah
suatu tindakan di dalam kapasitasnya sebagai organisasi internasional dan untuk
melaksanakan tindakan-tindakan tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang
termuat di dalam instrument pokok yang dimiliki oleh organisasi internasional
tersebut. Keberadaan personalitas hukum dari suatu organisasi internasional tidak
sama dengan personalitas hukum negara-negara anggotanya. agar dapat memiliki
personalitas hukum, organisasi internasional harus memenuhi syarat yang dimana
organisasi tersebut dibentuk oleh suatu perjanjian internasional yang menjadi
instrumen pokok bagi organisasi internasional tersebut, organisasi internasional
tersebut memiliki organ yang tepisah dari negara-negara anggotanya serta
organisasi internasional tersebut dibentuk oleh hukum internasional publik.
International
Atomic Energy
Agency
(IAEA)
sebagai
organisasi
internasional publik tidak dibenarkan untuk menggunakan personalitas hukum
negara-negara anggotanya. Keterpisahan antar pesonalitas hukum International
Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai organisasi internasional dengan negaranegara anggotanya secara umum dikarenakan International Atomic Energy
Agency (IAEA) merupakan himpunan (keangotaanya) negara-negara yang bersifat
tetap serta di lengkapi dengan struktur organisasi yang lengkap, hal ini dapat di
lihat dalam struktur organisasi International Atomic Energy Agency (IAEA) serta
Statuta IAEA yang memiliki perbedaan dengan negara-negara anggotanya dalam
90
hal kewenangannya, dimana adanya kewenangan hukum dan tujuan dari
International Atomic Energy Agency (IAEA) yang dapat diterima serta di terapkan
dalam melaksanakan kegiatan dalam ruang lingkup internasional.
International
Atomic Energy
Agency
(IAEA)
sebagai
organisasi
internasional memiliki personalitas hukum berdasarkan kriteria objektifnya
karena memenuhi syarat-syarat seperti adanya perjanjian internasional yang
mengatur pembentukan organisasi internasional tersebut yaitu sebagaimana
tercantum dalam Statuta IAEA Artikel I terkait pembentukan International Atomic
Energy Agency (IAEA), organ-organ yang ada di dalam International Atomic
Energy Agency (IAEA) tersebut terpisah dari negara-negara anggotanya dalam hal
ini organ tersebut berada di bawah tanggung jawab Direktur Jenderal, dan yang
menjadi hal utama yaitu keberadaan International Atomic Energy Agency (IAEA)
tersebut diatur oleh hukum internasional publik.
Selain personalitas hukum secara umum, sebagai organisasi internasional,
International Atomic Energy Agency (IAEA) memiliki personalitas hukum yang
lebih khusus menyangkut kewenangan dan fungsi organisasi sesuai dengan Statuta
IAEA yaitu Artikel III mengenai fungsi dari International Atomic Energy Agency
(IAEA) itu sendiri seperti memiliki kemampuan mengadakan perjanjian, dalam
hal ini dibentuknya Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) sebagai hasil dari
adanya kewenangan International Atomic Energy Agency (IAEA) dalam
mengadakan perjanjian. Adanya hak dan kewenangan
secara hukum untuk
memiliki aset-aset milik organisasi dan status khusus bagi personalia yang
dilakukan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) kepada negara
91
pemilik nuklir serta mampu mengajukan tuntutan terhadap negara anggota juga
bukan kepada negara anggota, mengajukan perkara kepengadilan internasional
berdasarkan yurisdiksi internasional, perlindungan fungsional personalia dimana
para personalia International Atomic Energy Agency (IAEA) dalam melakukan
pemeriksaan terhadap reaktor nuklir memiliki hak dan kewenangan selama masa
tugasnya sebagaimana yang di atur di dalam Statuta IAEA Artikel XV
menyangkut kapasitas hukum hak istimewa dan kekebalan yang diperlukan untuk
menjalankan fungsinya dan pengiriman perwakilan untuk dapat menghadiri
konferensi yang berkaitan.
International Atomic Energy Agency (IAEA) merupakan organisasi
internasional publik yang berada di bawah pengawasan Perserikatan BangsaBangsa yang di bentuk untuk menciptakan program nuklir untuk tujuan damai
sebagaimana diatur dalam Statuta IAEA Artikel II
yang mana International
Atomic Energy Agency (IAEA) dapat mencari cara untuk mempercepat dan
memperbesar kontribusi energi atom untuk perdamaian, kesehatan dan
kesejahteraan bagi seluruh dunia. Langkah yang dilakukan oleh International
Atomic Energy Agency (IAEA) ini dapat dilihat di dalam Nuclear NonProliferation Treaty (NPT) dan penetapan INES (International Nuclear And
Radiological Event Scale).
Personalitas hukum yang di miliki International Atomic Energy Agency
(IAEA) pada dasarnya bersifat fungsional artinya personalitas hukum tersebut di
batasi oleh prinsip specialitas yang dimana organisasi hanya dapat melaksanakan
kapasitas yuridik yang dimilikinya di dalam batas-batas dan tujuan yang telah di
92
tetapkan oleh piagam konstitutif organisasi internasional. Batas-batas dan tujuan
yang di tetapkan dalam statuta menentukan personalitas hukum International
Atomic Energy Agency (IAEA). Meski pun di dalam Statuta IAEA tidak
dicantumkan personalitas hukum secara pasti, sebagai organisasi internasional
yang merupakan subyek hukum internasional, International Atomic Energy
Agency (IAEA) tidak perlu kehilangan personalitas hukum karena International
Atomic Energy Agency (IAEA) memiliki kapasitas untuk dapat melakukan
prestasi hukum sesuai dengan aturan dan prinsip hukum internasional, demi
terciptanya keamanan, dan ketertiban masyarakat dunia.
International Atomic Energy Agency (IAEA) dalam melaksanakan
fungsinya secara berkesinambungan untuk dapat melakukan pemeriksaan,
pemantauan dan pengembangan memiliki beberapa kewenangan yang dimana
berbeda dengan subyek hukum yang lain. International Atomic Energy Agency
(IAEA) memiliki kewenangan sebagai mana dalam Statuta IAEA Artikel III A.1-7
yang telah menentukan bahwa untuk membuat ketentuan sesuai dengan Statuta
bagi bahan, jasa, peralatan, dan fasilitas serta dapat
memenuhi kebutuhan
penelitian, pengembangan dan aplikasi praktis energi atom untuk tujuan damai
termasuk produksi tenaga listrik, dengan mempertimbangkan kebutuhan di bawah
wilayah di dunia yang sedang berkembang.
Membangun
dan
mengatur
perlindungan
yang
dirancang
untuk
memastikan bahan-bahan fisi, layanan, fasilitas, peralatan, dan informasi yang
disediakan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) dan menerapkan
perlindungan atas permintaan para pihak, untuk setiap pengaturan bilateral atau
93
multilateral maupun permintaan suatu negara untuk semua itu aktivitas negara di
bidang energi atom sebagaimana di atur dalam Artikel III A.5 merupakan suatu
landasan bagi International Atomic Energy Agency (IAEA) dalam menjalankan
kewenangannya untuk menetapkan suatu pengaturan internasional di bidang
pengembangan energi nuklir untuk tujuan damai.
Aktivitas
International
Atomic
Energy
Agency
(IAEA)
dalam
melaksanakan kinerjanya di bidang pengawasan nuklir tidak lepas dari ketentuanketentuan Statuta IAEA, penetapan kewenangan (kuasa) International Atomic
Energy Agency (IAEA) sebagai organisasi internasional berdasarkan kepada
instrument pokok
Artikel III.A.5 dan Artikel XI yang dimana International
Atomic Energy Agency (IAEA) memiliki kewenangan terhadap penerapan
safeguard atas permohoan negara peserta untuk setiap perjanjian atau kesepakatan
bilateral dan multilateral. Sistem safeguards dilaksanakan terhadap reaktor
penelitian dan reaktor eksperimental sesuai dokumen International Atomic Energy
Agency
(IAEA)
INFIRC/26
dan
dokumen
IAEA
INFCIRC/66/Rev.2,
International Atomic Energy Agency (IAEA) kemudian membuat peraturan yang
lebih luas lagi yaitu safeguards yang dapat menjangkau reaktor untuk segala jenis,
termasuk didalamnya pengawasan kepada reprocessing plants dan seluruh fuel
fabrication plants.
Sebagai organisasi internasional yang menjalankan perannya untuk dapat
mempromosikan kerjasama intenasional antara negara-negara anggotanya serta
dalam kedudukannya yang khusus untuk menjalankan kecenderungan dunia
terhadap persoalan dan tantangan keamanan nuklir dan sebagaimana di atur dalam
94
Statuta IAEA Artikel XII yang berhubungan dengan penegakan standar
keselamatan dan petunjuk keselamatan yang akan digunakan oleh International
Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai organisasi internasional sehingga dapat
melaksanakan
fungsinya
secara
berkesinambungan
dalam
pemeriksaan,
pemantauan dan pengembangan energi nuklir serta adanya kewenangan sebagai
organisasi yang kedudukannya berada dia atas negara-negara anggotanya, hal ini
dapat dilihat dalam pelaksanaan terhadap adanya indikasi pelanggaran
pengembangan energi nuklir oleh negara anggota untuk tujuan militer.
Kewenangan supra-nasioal organization dari International Atomic Energy
Agency (IAEA) ini yang belum dapat terealisasi dikarenakan didunia saat ini
menganut pola banyak negara (multi-state system) masing-masing negara
berdaulat dan sederajat satu sama lain. Sedangkan International Atomic Energy
Agency (IAEA) dalam wewenangnya tidaklah lebih tinggi dibandingkan negaranegara anggotanya dan International Atomic Energy Agency (IAEA) hanya
sebagai wadah kejasama internasional berdasarkan kesepakatan negara-negara
anggotanya.
Kewenangan dalam membuat atau menentukan aturan bagi pengembangan
tenaga nuklir, di dalam Statuta IAEA terdapat pengaturan terkait dengan
Safeguards yang dimana memberikan tanggung jawab ganda bagi International
Atomic Energy Agency (IAEA), tanggung jawab ini yaitu selain untuk
mempromosikan penggunaan energi nuklir untuk maksud damai dan aman, juga
untuk menjamin kepastian bahwa energi nuklir tidak disalahgunakan untuk tujuan
perang (bukan damai). Statuta memberikan kuasa kepada International Atomic
95
Energy Agency (IAEA) untuk membuat dan mengatur usaha perlindungan
safeguards tersebut sebagaimana tercantum di dalam Artikel XII. Hal inilah yang
menjadi prioritas dalam kinerja dari International Atomic Energy Agency (IAEA)
itu sendiri.
Sebagai organisasi internasional yang memiliki kewenangan untuk
membuat perjanjian internasional, International Atomic Energy Agency (IAEA)
merujuk kepada Pasal 5 Konvensi Wina 1969 dan sesuai dengan tujuan dari di
bentuknya International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk mencipatakan
“atom for peace”. perjanjian internasional yang ditetapkan merupakan instrument
pokok dari organisasi internasional dan pada setiap perjanjian yang disahkan
dalam lingkungan suatu organisasi internasional tanpa mengurangi arti dari setiap
aturan yang relevan dari organisasi tersebut.
International Atomic Energy Agency (IAEA) selain dilengkapi oleh organorgan permanen, wewenang dan sasaran tertentu juga fungsi-fungsi tertentu
seperti dalam kegiatan yang menyangkut masalah-masalah politik dalam
hubungan internasional apabila ada keterkaitan dengan masalah perdamaian dan
keamanan
maka
International
Atomic
Energy
Agency
(IAEA)
dapat
mengoptimalkan fungsi politik International Atomic Energy Agency (IAEA)
sebagai organisasi internasional yang di atur di dalam Statuta IAEA yaitu Artikel
V, Artikel VIII, Artikel XVI. Dalam melaksanakan fungsi yang sepenuhnya hanya
untuk kegiatan seperti penyusunan laporan kegiatan pengawasan, pemeriksaan
dan penetapan standar tenaga nuklir secara administrasi maka fungsi dari
International Atomic Energy Agency (IAEA) ini disebut dengan fungsi
96
administratif International Atomic Energy Agency (IAEA) yang dimana fungsi ini
di atur dalam Statuta IAEA Artikel IV, Artikel VI, Artikel VII, Artikel IX, Artikel
Xl, Artikel XIV, dan Artikel XXI.
Sedangkan fungsi International Atomic Energy Agency (IAEA) yang
menyangkut masalah penyelesaian sengketa menurut prosedur hukum dan melalui
proses hukum disebut dengan fungsi peradilan organisasi yang dimana fungsi ini
tidak jarang melibatkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB)
dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Hal ini dapat
dilihat dalam menghadapi kasus pelanggaran pengembangan nuklir oleh negara
Iran, Judicial Organization yang di gunakan oleh International Atomic Energy
Agency (IAEA) dalam menyelesaikan masalah pelanggaran pengembangan tenaga
nuklir tersebut sesuai dengan Statuta IAEA Artikel XVII tentang Settlement Of
Disputes atau penyelesaian sengketa yang dimana International Atomic Energy
Agency (IAEA) lebih memperdayakan Konferensi Umum dan Dewan Gubernur
yang tunduk pada persetujuan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengenai setiap masalah hukum yang timbul dalam ruang lingkup kegiatan
International Atomic Energy Agency (IAEA), dan membawa permasalah
pelanggaran kepada dewan keamanan perserikatan bangsa-bangsa (DK PBB).
Terhadap fungsi-fungsi tersebut di atas, terdapat struktur yang menunjang
fungsi dan tujuan organisasi yang tidak hanya menyangkut organisasi antar
pemerintah dengan pemerintah tetapi juga terdapat struktur penunjang yang terdiri
atas direktur jenderal yang membawahi enam departemen yang membantu
direktur jendral di dalam melaksanakan tugas-tugas. Struktur penunjang tersebut
97
diatur dalam Statuta IAEA Artikel IV yang menyangkut keanggotaan, Artikel V
menyangkut General Conference, Artikel VI menyangkut Board Of Governors
dan Artikel VII tentang Staff. Struktur penunjang tersebut merupakan salah satu
syarat untuk diakuinya International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai
organisasi internasional publik.
Dilengkapinya International Atomic Energy Agency (IAEA) dengan
struktur, staff, wewenang dan tujuan tidak jarang dapat menimbulkan terjadinya
Fenomena Retroaksi bagi International Atomic Energy Agency (IAEA) karena
status yuridiknya yang otonom dapat mempengaruhi sikap negara-negara
anggotanya atau dengan kata lain dapat memaksa negara-negara anggotanya untuk
dapat mematuhi segala ketentuan-ketentuan yang di buat oleh International
Atomic Energy Agency (IAEA) itu sendiri sehingga tidak jarang menimbulkan
masalah yang berkepanjangan dan bahkan menimbulkan konflik atau perang.
Seperti halnya dikeluarkanya resolusi oleh dewan perserikatan bangsa-bangsa
bagi negara anggota International Atomic Energy Agency (IAEA).
Sehubungan dengan pengaturan Safeguards, International Atomic Energy
Agency (IAEA) mempunyai hak dan tanggung jawab yang relevan dengan proyek
atau pengaturan tersebut seperti membentuk staf inspektur yang bertujuan
mengambil langkah-langkah yang memadai untuk mencegah sumber dan bahan
fisi khusus yang digunakan atau dihasilkan dalam operasi sendiri dari yang
digunakan sebagai kelanjutan dari setiap tujuan militer. Badan harus mengambil
segera tindakan perbaikan untuk memperbaiki setiap ketidaksesuaian atau
kegagalan untuk mengambil tindakan yang memadai. Staf inspektur juga memiliki
98
tanggung jawab untuk memperoleh dan memverifikasi. Inspektur harus
melaporkan
ketidakpatuhan
kepada
Direktur
Jenderal
yang
kemudian
menyampaikan laporan kepada Dewan Gubernur. Sehingga dewan gubernur dapat
membawa setiap ada masalah ketidak patuhan ke dewan keamanan dan majelis
umum perserikatan bangsa-bangsa sesuai dengan Statuta IAEA Artikel XII
tentang Agency Safeguards atau Badan perlindungan.
Konsep dasar mengenai Safeguards yang lebih baik melalui International
Atomic Energy Agency (IAEA) mulai diformulasikan dan diterapkan. Meskipun
masih berjalan lambat karena masih tergantung pada kemauan masing-masing
negara untuk menerima Safeguards tersebut seperti inspeksi dan tipe atau fasilitas
yang di inspeksi mulai meningkat. Hal ini di karenakan aspek hukumnya
organisasi
internasional
lebih
menitik
beratkan
pada
masalah-masalah
konstitusional dan prosedural seperti misalnya wewenang dan pembatasanpembatasan (Restrictions) baik terhadap organisasi
internasional itu sendiri
maupun anggotanya sebagaimana termuat di dalam ketentuan-ketentuan
instrumen dasar organisasi internasional, termasuk perkembangan organisasi
internasional secara praktis.
Pada tahap awal pelaksanaannya, fungsi pengawasan International Atomic
Energy Agency (IAEA) lebih terkonsentrasi kepada perdagangan nuklir
internasional yang diakui mempunyai peranan penting dalam proliferasi nuklir.
Akan tetapi dengan penerapan Safeguards dalam perdagangan internasional,
komoditi nuklir ternyata menjadi lebih meningkat terutama dalam kaitan dengan
transfer teknologi nuklir. Untuk itu pengaturan terhadap pengawasan perdagangan
99
nuklir internasional diatur dalam Statuta IAEA yaitu Artikel X yang dimana
mengatur tentang pelayanan, peralatan, dan fasilitas anggota sehingga dapat
membuat suatu layanan yang tersedia sehingga di mungkinkan adanya suatu
peralatan dan fasilitas dalam memenuhi tujuan dan fungsi International Atomic
Energy Agency (IAEA). Sedangkan pengaturan terhadap komoditi nuklir
internasional diatur dalam Statuta IAEA Artikel Xl mengenai proyek-proyek
International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk nuklir bertujuan damai, peran
dan fungsi pengaturannya menyangkut pengaturan proses dari proyek-proyek
International Atomic Energy Agency (IAEA) dalam melakukan kepada
perdagangan nuklir internasional.
Menyangkut penyelesaian sengketa menurut prosedur hukum dan melalui
proses hukum bagi negara anggota yang melanggar perjanjian yang di buat,
sebagaimana tercantum dalam Statuta IAEA Artikel XIX menyangkut penundaan
hak negara anggota dalam melakukan proses pengembangan energi nuklir
diwilayahnya yang terus-menerus melanggar ketentuan-ketentuan Statuta IAEA
atau perjanjian apapun yang di buat sesuai dengan apa yang termuat dalam Statuta
IAEA dapat terkendala dari pelaksanaan hak dan kewajiban keanggotaan oleh
Konferensi Umum dengan mayoritas dua pertiga anggota yang hadir dan
pemungutan suara atas rekomendasi oleh Dewan Gubernur. Ketentuan atas
kendala pelaksanaan hak dan kewajiban bagi negara peserta ini oleh konferensi
umum terkadang membuat supra-nasional organization yang dimiliki oleh
International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai organisasi internasional
tidak dapat diterapkan kepada negara-negara anggota dari International Atomic
100
Energy Agency (IAEA) itu sendiri seperti upaya atas pemberlakuan sangsi bagi
negara yang melanggar peraturan atau statuta.
Dalam melaksanakan perannya untuk mengadakan upaya keselamatan
dalam pengembangan energi nuklir, International Atomic Energy Agency (IAEA)
kemudian membentuk suatu perjanjian internasional untuk menjalankan perannya
tersebut demi menjaga keamanan dan kedamaian dunia di bidang penggunaan
energi nuklir untuk tujuan damai. pembentukan perjanjian internasional ini
merupakan salah satu kewenangan dari International Atomic Energy Agency
(IAEA) dalam melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan ketentuan yang
termuat didalam instrumen pokok yang dimiliki oleh organisasi internasional
tersebut seperti pembentukan perjanjian non-proliferasi nuklir yang di buat oleh
negara-negara anggota dari International Atomic Energy Agency (IAEA).
B. Pengaturan Pengembangan Tenaga Nuklir Menurut Nuclear NonProliferation Treaty (NPT)
Perjanjian Non-proliferasi Nuklir (bahasa Inggris: Nuclear NonProliferation Treaty) merupakan suatu perjanjian yang di tandatangani pada 1 Juli
1968 yang kemudian berlaku pada tanggal 5 maret 1970, tujuan di buatnya
perjanjian ini adalah untuk membatasi kepemilikan senjata nuklir oleh negaranegara. Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) merupakan suatu perjanjian yang
dibuat dalam kerangka organisasi internasional khususnya yang dibuat dalam
kerangka International
Atomic Energy Agency (IAEA). Nuclear Non-
101
Proliferation Treaty (NPT) sebagai suatu perjanjian internasional merupakan
salah satu sumber hukum internasional terkait penggunaan energi nuklir.
Pembentukan perjanjian Non-proliferasi Nuklir atau Nuclear NonProliferation Treaty (NPT) ini memenuhi beberapa kriteria dasar sebagai suatu
dokumen perjanjian untuk dapat ditetapkan sebagai perjanjian internasional
seperti Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) memiliki karakter internasional
(an international agreement) dan tidak termasuk dalam perjanjian yang berskala
nasional seperti perjanjian-perjanjian antarnegara bagian atau antara pemerintahan
daerah dari suatu negara nasional, Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) dibuat
oleh Negara dan/atau organisasi internasional (by subject of international law)
bukan perjanjian antara Negara dengan perusahaan multinasional, dan yang lebih
penting adalah Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) tunduk kepada rezim
hukum internasional (governed by internastional law).
Perjanjian internasional yang dibuat oleh negara-negara dalam kerangka
organisasi internasional diatur oleh sumber hukum internasional, berisikan ikatanikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum bagi negara-negara tersebut. Akibatakibat hukum tersebut menunjukan sifat mengikatnya dari suatu perjanjian, serta
menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara-negara yang terikat atau
mengikatkan diri ke dalam perjanjian. Secara hukum Nuclear Non-Proliferation
Treaty (NPT) merupakan sumber hukum internasional yang mengikat bagi negara
dan memiliki kekuatan hukum yang dibentuk oleh organisasi internasional dalam
kerangka International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai organisasi
internasional.
102
Nuclear
Non-Proliferation
Treaty
(NPT)
merupakan
perjanjian
internasional yang mencerminkan suatu sifat mengikat antara Negara yang
menciptakan hak dan kewajiban secara hukum diantara para pihak yang
mengadakan persetujuan mengenai masalah-masalah yang di maksudkan di dalam
perjanjian tersebut. Sifat mengikatnya ini merupakan suatu persetujuan tertulis
yang dibuat oleh dua atau lebih negara atau organisasi internasional yang
bermaksud untuk menciptakan hubungan diantara mereka yang beroperasi di
bawah bidang hukum internasional. Hal ini dilandasi oleh Pasal 2 ayat (1)
Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian internasional yang dimana telah
menetapkan pengertian perjanjian internasional sebagai instrumen hukum.
Sebagaimana penulis jelaskan di dalam Bab III bahwa Instrumen hukum yang
terkait dan menjadi acuan bagi eksistensi Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT)
antara lain seperti The Treaty for the Prohibition of Nuclear Weapons in Latin
America dimana merupakan perjanjian pelarangan senjata nuklir yang di buat
dalam wilayah Amerika, The South Pacific Nuclear Free Zone Treaty (the
Rarotonga Treaty), perjanjian ini merupakan perjanjian zona bebas senjata nuklir
untuk wilayah laut selatan, The Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone Treaty
(the Bangkok Treaty) perjanjian yang di buat untuk pelarangan senjata nuklir di
zona asia tenggara, sedangkan untuk wilayah afrika dalam menetapkan wilatah
bebas senjata nuklir di atur dalam The African Nuclear-Weapon-Free Zone Treaty
(the Pelindaba Treaty). Perjanjian-perjanjian inilah yang kemudian menjadi
langkah awal terbentuknya Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT).
103
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) sebagai perjanjian yang di buat
dalam kerangka organisasi internasional memiliki batas-batas. Batas-batas
tersebut penulis jelaskan di dalam Bab II bahwa perjanjian dalam batas-batasnya
merujuk kepada Pasal 5 konvensi wina 1969 yaitu bahwa Nuclear NonProliferation Treaty (NPT) merupakan instrumen pokok dari organisasi
internasional tanpa harus mengurangi arti dari setiap aturan yang relevan dari
organisasi tersebut, dengan kata lain bahwa pembentukan Nuclear NonProliferation Treaty (NPT) tidak bertentangan dengan Statuta IAEA.
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) yang di buat tidak serta merta
menjadi perjanjian internasional, hal ini mesti dilihat bahwa agar bisa menjadi
perjanjian internasional harus memenuhi beberapa kriteria dasar suatu dokumen
perjanjian untuk dapat ditetapkan sebagai perjanjian internasional. Kriteria
tersebut antara lain perjanjian tersebut harus berkarakter internasional sehingga
tidak termasuk perjanjian-perjanjian yang berskala nasional seperti perjanjianperjanjian antarnegara bagian atau antara pemerintahan daerah dari suatu negara
nasional, Perjanjian tersebut harus dibuat oleh Negara dan/atau organisasi
internasional, sehingga tidak mencakup perjanjian yang sekalipun bersifat
internasional namun oleh bukan subjek hukum internasional, seperti perjanjian
antara Negara dengan perusahaan multinasional, serta pejanjian tersebut tunduk
kepada rezim hukum internasional.
Selain dari ketiga kriteria tersebut di atas, seperti yang penulis jelaskan di
dalam Bab II bahwa Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) sebagai perjanjian
internasional dalam pembentukannya dibagi ke dalam beberapa tahapan yaitu
104
perundingan (negotiation) sebagai langkah awal untuk mengadakan perjanjian
yang dimana di dasarkan kepada penunjukan surat kuasa dari wakil sah suatu
negara, tahap penandatanganan (signature) yaitu dimana merupakan persetujuan
suatu negara untuk mengikatkan diri kepada suatu perjanjian dan dapat diberikan
dengan berbagai cara tergantung dari persetujuan antar negara peserta, dan yang
terakhir adalah pengesahan (ratifikasi) yang merupakan tindakan dimana negara
mengikatkan diri kepada perjanjian. Mengenai kapankah suatu persetujuan terikat
kedalam perjanjian dinyatakan dengan cara ratifikasi sebagaimana diatur dalam
Pasal 14 Konvensi Wina 1969 yang merumuskan syarat-syaratnya dan kemudian
diterapkan di dalam Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT), tindakan tersebut
merupakan tindakan internasional dimana negara mengikatkan diri kepada
perjanjian tersebut.
Dari ke tiga keriteria tersebutlah dapat dilihat bahwa Nuclear NonProliferation Treaty (NPT) merupakan suatu perjanjian internasional yang
tentunya mengikat negara-negara untuk tunduk kepada perjanjian tersebut
sebagaimana yang di cantumkan dalam Pasal 26 Konvensi Wina 1969 tentang
Perjanjian Internasional mengenai prinsip mengikatnya perjanjian bagi Negara
peserta
perjanjian.
Perjanjian
internasional
merupakan
sumber
hukum
internasional yang melalui pendekatan Hardlaw. Hardlaw yaitu merupakan suatu
pendekatan terhadap Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) yang dapat ditinjau
pada penerapan dari subtansi materil perjanjian internasional atau Nuclear NonProliferation Treaty (NPT) itu sendiri.
105
Negara-negara yang telah menandatangani Nuclear Non-Proliferation
Treaty (NPT) sebagai negara non-senjata nuklir dan mempertahankan status
tersebut memiliki catatan baik untuk tidak mengembangkan senjata nuklir. Di
beberapa wilayah, fakta bahwa negara-negara tetangga bebas dari senjata nuklir
mengurangi tekanan bagi negara tersebut untuk mengembangkan senjata nuklir
sendiri, biarpun negara tetangga tersebut diketahui memiliki program tenaga
nuklir damai yang bisa memicu kecurigaan. Dalam hal ini, Nuclear NonProliferation Treaty (NPT) bekerja sebagaimana mestinya. mengikatnya
perjanjian bagi negara-negara peserta tentu merupakan suatu sumber hukum
dalam perangkat Hardlaw. Mengikatnya Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT)
ini dapat dilihat dalam Artikel I dan II yang dimana negara-negara peserta yang
terikat ke dalam perjanjian digolongkan ke dalam negara yang bersenjatakan
nuklir yang disebut derngan Nuclear Weapon States (NWS) dan negara-negara
yang tidak memiliki senjata nuklir yang disebut dengan Non-Nuclear Weapon
States (NNWS).
Pembukaan perjanjian menerangkan bahwa negara-negara pemilik senjata
nuklir berusaha mencapai rencana untuk mengurangi dan membekukan simpanan
mereka, dan Artikel IV dari Perjanjian menyatakan dalam perlucutan umum dan
lengkap di bawah kendali internasional yang tegas dan efektif merupakan upaya
dari International Atomic Energy Agency (IAEA) melalui Nuclear NonProliferation Treaty (NPT) untuk membatasi negara-negara pemilik senjata
nuklir. Doktrin serangan dan bentuk ancaman lainnya bisa dianggap sebagai
106
bujukan atau godaan oleh negara-negara yang tidak memiliki senjata nukllir untuk
membuat dan mengembangkan nuklir untuk tujuan militer.
Mengikatnya Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) sebagai sumber
hukum dalam mengawasi pengembangan program tenaga nuklir yang dilakukan
oleh suatu Negara-negara dapat dilihat dalam Artickel IX Ayat 1-6 Nuclear NonProliferation Treaty (NPT) yang dimana Negara tersebut menyatakan keikut
sertaanya kedalam perjanjian, Melalui ratifikasi oleh negara penandatangan
traktat,dan penyimpanan bukti ratifikasi atau kesepakatan. Dibuat dan
mengikatnya perjanjian bagi Negara-negara peserta yang ikut menandatangani
serta meratifikasinya, hal ini sesuai dengan adagium Pacta Sunt Servanda yang
berarti negara-negara harus melaksanakan dengan itikad baik segala kewajiban
mereka yang ada didalam perjanjian.
Dibolehkannya sebuah negara untuk mundur dari perjanjian diatur dalam
Artikel X Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) dimana jika terjadi hal-hal
penting, yang berhubungan dengan subjek perjanjian, telah mengacaukan
kepentingan utama negara tersebut, memberikan pemberitahuan tiga bulan
sebelumnya dan negara tersebut harus memberikan alasannya keluar dari
perjanjian mengatakan jika salah satu negara anggotanya berperang, maka
perjanjian ini tidak lagi berlaku. Artinya negara tersebut dapat keluar tanpa
pemberitahuan. Argumen ini dibutuhkan untuk mendukung kesepakatan senjata
nuklir, namun sebenarnya bertolakbelakang dengan Perjanjian Non-Proliferasi ini.
107
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) dalam proses pembentukan dan
penerapannya menekankan kepada prinsip Pacta Tertiis Nee Nocent Nee Prosunt
yang berarti bahwa perjanjian tidak dapat menimbulkan hak-hak dan kewajibankewajiban pada negara ketiga. Hal ini dapat dilihat dengan tidak di keluarkanya
sanksi terhadap tiga negara yang tidak menjadi anggota dan tidak ikut menanda
tangani Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) tersebut. Sebagai prinsip umum,
Pacta Tertiis Nee Nocent Nee Prosunt ini diatur dalam Pasal 34 Konvenasi Wina
1969 tentang perjanjian internasional yang dimana suatu perjanjian internasional
tidak dapat menciptakan hak maupun kewajibannya kepada negara ketiga tanpa
ada kesepakatan atau persetujuan negara tersebut. Namun, terdapat pengecualian
dari Pasal 34 Konvensi Wina 1969 yang dimana perjanjian-perjanjian multilateral
dan bilateral yang memuat hukum kebiasaan internasional akan berlaku juga bagi
negara-negara yang bukan peserta, tetapi posisi yang sebenarnya adalah bahwa
negara-negara yang bukan peserta tidak diikat oleh perjanjian melainkan oleh
hukum kebiasaan walaupun formulasi akhir dari hukum tersebut dalam perjanjian
serta perjanjian-perjanjian multilateral yang meciptakan peraturan hukum
internasional yang baru dapat mengikat negara-negara yang bukan peserta dengan
cara yang sama dengan semua peraturan hukum internasional atau de facto dapat
ditetapkan oleh mereka dalam instrumen-instrumen baku.
Adanya pengecualian terhadap Pasal 34 Konvensi Wina 1969 tentang
perjanjian internasional dapat dilihat dalam dua cara yaitu adanya Asas doktrin
yang mengecualikan prinsip “pacta tertiis” sehingga negara ketiga dapat
menikmati hak dan dibebani kewajiban atas dasar suatu perjanjian dan adanya
108
hubungan antara perjanjian internasional dengan hukum kebiasaan internasional
yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara ketiga.
C. Penerapan Sanksi Terhadap Pelanggaran Pengembangan Tenaga Nuklir
Untuk Tujuan Damai
Disahkanya Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) sebagai suatu
instrumen yuridis bagi International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk
melaksanakan peran dan fungsinya didalam melakukan pengawasan terhadap
pengembangan penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai tidak dapat di
terapkan secara maksimal. Dengan di keluarkanya sanksi oleh Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) bagi negara anggota International Atomic
Energy Agency (IAEA) terkait pelanggaran pengembangan nuklir untuk tujuan
damai mengambarkan bahwa perjanjian atau Nuclear Non-Proliferation Treaty
(NPT) tersebut tidak berjalan secara maksimal.
Sebagaimana diatur dalam Statuta IAEA Artikel XVI terkait peran dari
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangasa (DK PBB) yang memiliki
hubungan dengan peran International Atomic Energy Agency (IAEA) yang mana
kedudukannya tersebut berada di atas International Atomic Energy Agency
(IAEA) memiliki fungsi sebagai badan pertimbangan terhadap laporan badan
resolusi tentang tindakan yang akan diambil oleh International Atomic Energy
Agency (IAEA) menyangkut masalah penyelesaian sengketa dan pemberian sanksi
terhadap setiap pelanggaran di bidang nuklir. Selain fungsi di atas, Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) juga memiliki peran untuk
109
membangun hubungan politik antar negara di dalam kerangka organisasi jika
keterkaitan dengan masalah perdamaian dan keamanan dunia. Sedangkan di lihat
dari fungsi administrasinya, Dewan Keamanan Perseriktatan Bangsa-Bangsa (DK
PBB) dengan pelanggaran pengembangan tenaga nuklir berperan menerima
penyampaian laporan pertanggung jawaban dan mengembalikan laporan
pertanggung jawaban beserta rekomendasi-rekomendasinya terhadap setiap
masalah sebagaimana yang telah di tetapkan dalam Statuta IAEA.
Pelanggaran terhadap pengembangan energi nuklir membuat masyarakat
internasional menjadi lebih waspada terhadap peredaran senjata nuklir. Resolusi
yang berisikan antara lain menegaskan bahwa negara yang dianggap telah
melanggar Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) harus menunda menggunakan
atau penerimaan atas pengembangan reaktor nuklir yang diperlukan oleh gubernur
jenderal dewan pengurus International Atomic Energy Agency (IAEA)
sebagaimana di cantumkan dalam resolusi yang mana secara esensial untuk
membangun kepercayaan didalam maksud damai secara ekslusive karena
program nuklir.
Penjatuhan resolusi kepada negara iran merupakan suatu tindakan hukum
berupa pendekatan Softlaw. Pendekatan Softlaw sedikit banyak memperkuat
persepsi suatu perkembangan hukum internasional kearah keaneka ragaman yang
bertambah besar dalam sumber hukum yang menuntut pandangan yang lebih jauh
akan sangat jauh dalam intensitasnya. Resolusi pertama yang di jatuhkan adalah
Resolusi 1696 yang kemudian lebih lengkapnya dimasukan kedalam resolusi
berikutnya yaitu Resolusi 1737 pada tahun 2006. Selang beberapa tahun
110
penjatuhan resolusi tersebut dikarenakan tidak adanya kerjasama yang baik antara
International Atomic Energy Agency (IAEA) dengan negara Iran yang di duga
melakukan pelanggaran terhadap pengembanagan energi nuklir untuk tujuan
damai, maka menyusul kemudian dikeluarkannya dua Resolusi yaitu Resolusi
1747 pada tahun 2007 dan Resolusi 1929 pada tahun 2010.
Penjatuhan resolusi tersebut merupakan sebagai doktrin sumber hukum
internasional yang dimana menyiratkan pendektan Softlaw, Softlaw mencoba
menggambarkan implikasi-implikasi hukum dari instrumen-instrumen yang secara
hukum tidak mengikat, terutama juga mengenai hubungannya dengan peraturanperaturan hukum yang mapan (full fledged legal rules). Hubungan dengan
peraturan yang mapan merujuk kepada doktrin sumber hukum Hardlaw dimana
berupa perjanjian internasional atau Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT).
Komitmen dari Negara iran dalam menindak lanjuti keluarnya resolusi
oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yaitu antara lain
terkait komitmennya untuk menangani semua keprihatinan yang beredar dari
masyarakat internasional melalui kerjasama penuh dengan International Atomic
Energy Agency (IAEA), di lakukan diverifikasi oleh International Atomic Energy
Agency (IAEA), seperti yang diminta oleh Dewan Gubernur International Atomic
Energy Agency (IAEA) dan Dewan Keamanan, dan berkomitmen untuk
melanjutkan negosiasi serta melanjutkan pelaksanaan Protokol Tambahan.
Tindakan yang dilakukan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA)
merupakan tindakan terhadap penerapan konsep safeguard yang sebagaimana
tercantum di dalam Statuta IAEA Artikel III.A.5, Artikel XI tentang Agency
111
Project, Dan Artikel XII tentang Safeguard, sementara itu pengaturan mengenai
sanksi terhadap pelanggaran penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai tidak
diatur di dalam Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) itu sendiri, Perjanjian
hanya mengatur Negara pemilik teknologi nuklir yang terikat oleh perjanjian
untuk bernegosiasi atas langkah-langkah yang berkaitan dengan penghentian
senjata nuklir dan pelucutan senjata dengan itikad baik.
Langkah-langkah terkait dikeluarkanya resolusi membentuk empat model
pengawasan yang dimana International Atomic Energy Agency (IAEA) dalam
melaksanakan di patuhinya resolusi yang telah di keluarkan oleh dewan keamanan
bertujuan agar negara yang telah di jatuhkan sanksi tersebut di awasi dalam
melakukan pengembangan teknologi nuklirnya secara khusus, serta dapat
menjalankan pengembangan teknologi untuk tujuan damai. Keempat model
pengawasan sangat perlu karena sulit bagi negara yang sudah punya senjata
nuklir untuk melucuti senjatanya sendiri, atau mengawasi pengembangan
teknologinya sehingga hanya mengarah pada pemakaian energi nuklir semata.
Masalah ini bukan soal isu teknologinya, tapi pada kemauan politik dan persepsi
negosiasi dan itikad baik negara Iran dan International Atomic Energy Agency
(IAEA) terhadap ancaman dan keamanan negara. Negara Iran sadar perlu jaminan
keamanan, sewaktu-waktu senjata itu diperlukan. Karena itu, perlu bahwa negaranegara pemilik senjata itu perlu mengkonkretkan langkah untuk membebaskan
dunia dari senjata nuklir.
Tidak diaturnya sanksi dalam Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT)
membuat peran International Atomic Energy Agency (IAEA) menjadi lebih sulit,
112
hal ini dikarenakan International Atomic Energy Agency (IAEA) sendiri pada
dasarnya tidak mengeluarkan sanksi, namun hanya menjalankan fungsi
pengawasan terhadap negara yang di duga telah melanggar Nuclear NonProliferation Treaty (NPT). Dalam hal pemberian sanksi International Atomic
Energy Agency (IAEA) membawanya ke dewan keamanan perserikatan bangsabangsa sebagai organisasi internasional yang berada di atas International Atomic
Energy Agency (IAEA) itu sendiri sebagaimana diatur dalam Statuta IAEA
Artikel XVII untuk menggunakan cara negosiasi terhadap negara yang diduga
telah melanggar Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) sebagai instrumen
internasional tidak di jalankan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA)
sehingga resolusi atau sanksi yang di berikan terhadap negara iran tersebut dapat
bersifat sepihak, karena dewan keamanan hanya menentukan suara, sedangkan
fungsi pemeriksaan, pengawasan dan penentuan terhadap adanya penggunaan
energi nuklir di lakukan sepenuhnya oleh International Atomic Energy Agency
(IAEA).
Resolusi sebagai suatu langkah tegas dalam melakukan pengawasan
terhadap pengembangan energi nuklir untuk tujuan damai merupakan suatu
landasan dan acuan terhadap pelanggaran yang telah di lakukan oleh negara
anggota, namun resolusi tersebut hanya lebih bersifat teknis, sedangkan hal-hal
yang menyangkut mengenai subtansi dari Nuclear Non-Proliferation Treaty
(NPT) tidak semuanya di laksanakan secara tegas dan mengikat. Pada
kenyataannya, hampir semua negara Non-Nuclear Weapon States (NNWS) yang
tidak berapiliasi dengan negara Nuclear Weapon States (NWS) terus bersiasat
113
agar nuklir masing-masing Non-Nuclear Weapon States (NNWS) dapat
berkembang.
Ketidak tegasan ini dapat membuat negara-negara
baik itu Nuclear
Weapon States (NWS) maupun Non-Nuclear Weapon States (NNWS) dalam
menghadapi masalah nuklir dapat menghadapi kebuntuan, sehingga kebijakan
“brinkmanship’ dapat diambil secara sepihak. Kebijakan ini merupakan kebijakan
dimana praktik politik luar negeri yang akan terus maju sepanjang masih
memungkinkan walaupun harus menentang bahaya sampai pada saatnya harus
berhenti. Kebijakan ini merupakan bentuk ke tidak tegasan baik dari Nuclear NonProliferation Treaty (NPT) sebagai produk hukum International Atomic Energy
Agency (IAEA) serta tidak di patuhinya setiap resolusi yang di keluarkan oleh DK
PBB.
Ketidak patuhan negara yang telah di jatuhkan sanksi oleh Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) menjadi suatu titik balik bagi
peran dan fungsi International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai organisasi
internasional untuk bisa lebih mengoptimalkan pengawasannya di bidang
pengembangan tenaga nuklir untuk tujuan damai, sehingga dapat tercipta “Atom
For Peace” sebagai tujuan awal dibentuknya organisasi tersebut, serta yang lebih
penting adalah dunia dapat terhindarkan dari bencana perang nuklir.
114
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
A. Simpulan
1. Sebagai organisasi internasional, International Atomic Energy Agency
(IAEA) berperan dalam mencari cara mempercepat dan memperbesar
kontribusi pengembangan energi nuklir untuk tujuan damai, serta
melakukan pengawasan dan pengontrolan pengembangan energi nuklir
sehingga tidak di gunakan untuk tujuan militer. Peran tersebut sesuai
dengan Statuta IAEA Pasal II, melakukan verifikasi terhadap negara yang
melakukan pelanggaran pengembangan energi nuklir sesuai dengan fungsi
International Atomic Energy Agency (IAEA) yang terdapat dalam Statuta
IAEA Pasal III, serta membuat penetapan safeguard atau standar
keselamatan terhadap negara yang akan melakukan pengembangan energi
nuklir untuk tujuan damai sebagai mana diatur pula dalam Nuclear NonProliferation Treaty (NPT) Artikel III Ayat 1-3.
2. Menurut Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) Artikel III Ayat 1-3,
International Atomic Energy Agency (IAEA) memainkan peranan yang
sangat penting dalam melakukan pengawasan terhadap pengembangan
energi nuklir untuk tujuan damai. International Atomic Energy Agency
115
(IAEA) memiliki
kewenangan
terhadap
negara
yang melakukan
pengembangan energi nuklir yang tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, Kewenangan International Atomic Energy Agency (IAEA) dalam
perjanjian tersebut hanyalah bersifat fungsional administratif, bukan
bersifat fungsional jurisdiksi.
3.
Resolusi yang dikeluarkan yaitu Resolusi 1696 dan kemudian dimasukan
kedalam Resolusi 1737, menyusul dengan dikeluarkannya dua Resolusi
lain yaitu Resolusi 1747 dan Resolusi 1929 terkait penghentian
pengembangan tenaga nuklir oleh Dewan Keamanan Perserikatan BangsaBangsa (DK PBB), Resolusi tersebut dikeluarkan sebagai suatu langkah
tegas yang dilakukan dan merupakan suatu kewenangan yang bersifat
jurisdiksi, namun Resolusi tersebut hanya lebih bersifat teknis, sedangkan
hal-hal yang menyangkut mengenai pemberian sangsi atau Resolusi dalam
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) sendiri tidak di atur secara tegas.
B. Saran
1. Sebagaimana diatur di dalam Statuta IAEA Pasal II tentang fungsi dari
International Atomic Energy Agency (IAEA), untuk lebih mengoptimalkan
perannya tersebut maka perlu adanya pengawasan yang secara intensif atas
standar keselamatan serta kerjasama dari negara yang memiliki instalasi
nuklir agar dalam melakukan pengembangan energi nuklir terbuka kepada
masyarakat internasional, khususnya kepada International Atomic Energy
Agency (IAEA) sebagai lembaga yang berwenang atas program
pengembangan tenaga nuklir untuk tujuan damai sehingga tidak terjadi
116
kecurigaan yang akan berdampak kepada penjatuhan sangsi atau Resolusi
serta terciptanya keamanan dan ketertiban dunia.
2. Perlunya pengaturan sangsi di dalam Nuclear Non-Proliferation Treaty
(NPT) sehingga dapat memiliki efek tegas di dalam perjanjian tersebut
sebagai suatu instrumen hukum internasional dan termasuk cara-cara
dalam
menyelesaikan
sengketa
atas
dugaan
adanya
pelanggaran
pengembangan energi nuklir untuk tujuan damai.
3. Dalam penerapan sangsi terhadap pelanggaran pengembangan tenaga
nuklir untuk tujuan damai diperlukan kerjasama dari berbagai pihak, yang
mana dalam hal ini International Atomic Energy Agency (IAEA) dan
negara-negara anggotanya, serta dilakukannya verifikasi dan pengawasan
secara intensif sehingga penerapan sangsi dapat menjadi suatu landasan
bagi negara yang mencoba mengembangkan teknologi nuklirnya untuk
tujuan damai agar tidak melanggar Nuclear Non-Proliferation Treaty
(NPT).
117
DAFTAR PUSTAKA
REFERENSI BUKU
Adel El-Gorary, Ahmadinnejad: The Nuclear Savior of Tehran, Pustaka Iman,
Jakarta. Tahun 2008.
Bertrand Russell, Akal Sehat Dan Ancaman Nuklir, Ikon Terlitera, Yogyakarta.
Tahun 2002.
Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, Alumni, Bandung, Cetakan Ke-II. Tahun
2005.
Carlton Stoiber…[et al.], Handbook On Nuclear Law, IAEA Publishing, Vienna.
Tahun 2009
___________________, Handbook On Nuclear Law: Implementing Legislation,
IAEA Publishing. Tahun 2010.
David Fischer, History Of The International Atomic Energy Agency The First
Forty Years, IAEA, Vienna, The Agency. Tahun 1997.
D.W Bowett Q.C.LL.D, Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta.
Tahun 1995.
Damos Dumoli Agusman, Hukum Perjanjian International: Kajian Teori dan
Praktek Indonesia, PT. Rafika Aditama, Bandung. Tahun 2009.
G.J.H Van Hoof, Pemikiran Kembali Sumber Hukum Internasional, Alumni,
Bandung. Tahun 2000.
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Rimdi Press, Bandung. Tahun 1995.
Ian Brownlie, Principle of Public International Law, Oxford University Prees,
United States. Tahun 2008.
Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, P.T Sinar Grafika, Jakarta. Tahun 2009.
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, Aksara Persada, Jakarta. Tahun
1989.
John O`brien, International Law, Cavendish Publishing Limited, London. Tahun
2002.
Mochtar Kusumaatmaadja, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung.
Tahun 2003.
Muhamad Awan, Rahasia Nuklir Israel, Navila Idea, Yogyakarta. Tahun 2010.
Rony Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, PT.Ghalia
Indonesia, Jakarta. Tahun 1998.
Sefriani, Hukum Internasional: Sebuah Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta. Tahun 2010.
Setyo Widagdo, Masalah-Masalah Hukum Internasional Publik, Bayumedia
Publisher, Malang. Tahun 2008.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, PT.RajaGrasindo Persada. Tahun 1983.
Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Universitas Atmajaya Yogyakarta,
Yogyakarta. Tahun 2010.
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta. Tahun 1990.
__________________, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, Alumni,
Bandung. Tahun 1997.
___________________, Hukum Perjanjian Internasional, PT. Tatanusa, Jakarta.
Tahun 2008.
Teuku May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, PT. Eresco,
Bandung. Tahun 1993.
________________, Hukum Internasional 1, PT. Rafika Aditama, Bandung.
Tahun 2006.
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Hukum Internasional: Bunga Rampai, Alumni,
Bandung. Tahun 2003.
Peraturan-Peraturan
Vienna Convention On The Law Of Treaties 1969
Statute International Atomic Energy Agency (STATUTA IAEA)
Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT)
Security Council Resolution 1696 (Tahun 2006)
Security Council Resolution 1737 (Tahun 2006)
Security Council Resolution 1747 (Tahun 2007)
Security Council Resolution 1929 (tahun 2010)
Sumber Lainnya
Ari Nursanty, Masalah Nuklir Tak Kunjung Berakhir, Pikiran Rakyat, 29
Desember 2009.
IAEA Bulletin, The International Legal Framework for Nuclear Security, IAEA
International Law Series No. 4, Vienna, Austria, January 2011.
IAEA, Amendment To The Convention On The Physical Protection Of Nuclear
Material, IAEA International Law Series No. 2, Vienna,
Austria, 2006.
IAEA, Joint Convention On The Safety of Spent Fuel Management and on the
Safety of Radioactive Waste Management, IAEA International
Law Series No.1, Vienna, Austria. 2006
IAEA, Nuclear Safety Review for the Year 2009, IAEA Bulletin, Vienna, Austria,
July 2010
Javad Zarif, Sanksi Atas Iran: Zero-Sum Game, Bulletin SY`IAR, Edisi Muharam
1428H, 23 Desember 2007.
Lina Nursanty, Uji Coba Senjata Nuklir, Pikiran Rakyat,19 Oktober 2009
Peter Kaiser..(Editor), Keys To Security, IAEA Bulletin, Division of Public
Information IAEA, Vienna, Austria. 2010
Resolusi DK PBB 1747: OKI Memahami Sikap Indonesia Soal Iran, Kompas, 5
April 2007.
Rumadi, Iran Pasca Resolusi DK PBB, Kompas, 30 April 2007.
Tariq Rauf and Zoryana Vovchok, A Secure Nuclear Future: Several Mechanisms
Are Under Consideration to Guarantee Assurances of Supply of
Nuclear Fuel to States, IAEA Bulletin, Vol 51-1, Austria,
September 2009.
Tomihiro Taniguchi, A Global Challenge: Nuclear Activities Are Increasingly
Multinational, No Longer Confined To The Borders Of One
Country., IAEA Bulletin, Vol 50-2, Austria, May 2009.
Vilmos Cserveny, Road to Disarmament, Vol 51-1, IAEA Bulletin, Austria,
September 2009
Sumber Internet
Adita Bella Lastania, Definisi Organisasi Internasional Menurut Clive Archer,
http://www.google.com/14 November 2010;
http://bataviase.co.id/detailberita, 22 November 2010;
http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi, 09 Desember 2010
http://en.wikipedia.org/wiki/Nuclear_Non-Proliferation_Treaty,
06
desember
2010;
http://indonesian.irib.ir/:strategi-iran-lucuti-senjata-nuklir-dunia-nuklir,
22Novemver 2010;
http://petikdua.wordpress.com/2009/11/11/definisi-dan-analisis-definisiorganisasi-kerjasama-internasional;
http://wbw-wbw.blogspot.com/2010/08/negara-negara-pengguna-nuklir-didunia.html;
http://www.iaea.org/statute-IAEA/pdf;
http://www.world-nuclear.org/info.html.12 januari 2011.
Download