View/Open - UNPAR Institutional Repository

advertisement
PEBJANJIAN
�INTERNASIONAL
;
2
·
BAGIAN 2
No.
K l;,e.s
No.
· ··
_
.
...... ........ Tgl.
Ha diah/ Beli
·--
.
·---.
._ Dari
- -- . --··. ··. - -'-·-- --.!
...
. .
- - -·------·
-----·---
'.
.
..
·'
;
,
.
BAGIAN 2
341 .()4
\'A-R
h.
\4\\os.:-�
\1
11
·
OC"
F--(�6- ft\
. ..2.0\lo
I Wayan Parthiana, SH, MH.
I"
:ll.S
0.
a:-
�:
.'
I
- .-.
I
D
i �\\ 1: w:t� (b.�tffa� .
'
_J
\...-----·- - H...
.
lo 'Jul\i_ �.
fu�!\0a/\
_
PENERBIT MANDAR MAJU I 2005 I BANDUNG
Ba
Hl
011
ke
dH
Pe
te1
un
da
te1
pe
pe
ba
.: •I
da
ANGGOTA IKAPI
NO. 043/JBA/92
Ke
M1
Hak cipta dilindungi undang-undang pada : Pengarang
Hak Perierbitan pada : Penerbit Mandar Maju.
Cetakan I : 2005
No. Code Penerbitan: 05 - IH
-
169
Tidak diperkenankan memperbanyak penerbitan ini
dalam bentuk stensil, foto copy atau cara lain
tanpa izin tertulis Penerbit Mandar Maju.
.
,.,
ISBN
979 - 538 - 264 - 0
mi
KATA PEN GANTAR
Buku dengan judul HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL .
Bagian
HUKUM
Kedua
ini adalah merupakan kelanjutan dari buku
PERJANJIAN
INTERNASIONAL
Bagian
Pertama.
Oleh karena itu bab-bab dan halamannya juga merupakan
kelanjutan dari buku tersebut. Demikian pula apa yang telah
dikemukakan
dalam
Kata
Pengantar
dari
Buku
Bagian
Pertama, juga berlaku untuk Bagian Kedua ini.
Terbitnya buku bagian pertama tersebut, di luar dugaan
ternyata mendapat sambutan positif dari para pembaca pada
umumnya, dan para kolega pada khususnya. Hal ini terbukti
dari kritik maupun koreksi yang disampaikan baik secara
tertulis
maupun
pengembangan
lisan
yang
pengetahuan
amat
kita
bermanfaat
bersama
serta
bagi
demi
penyempurnaan atas edisi yang akan datang. Semoga buku
bagian kedua ini juga mendapat sambutan yang sama.
Atas
daripada
sambutan
banyak
Kepada Saudara
tersebut,
terima
tidak
kasih
ada
yang
Punomo Sadriman,
kata
lain
selain
dapat
disampaikan.
SH dari
Penerbit CV
Mandar Maju atas kesediaannya menerbitkan buku ini, saya
mengucapkan banyak terima kasih.
Bandung, April 2005
I Wayan Parthiana
v
---
Kata Pengantar ...... . . . . . . . . . . . . . .. ..... . . .... . . . . . .............
Oaftar lsi
.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
v
·"
VII
BAB V I
PENGHORMATAN DAN PELAKSANAAN
ATAS PERJANJIAN INTERNAS IONAL
Vl.1. Pendahuluan
Vl.2. Ruang
:.......................................
. . . . . . .
Lingkup
Teritorial
Berlakunya
suatu
Perjanjian lnternasional .......... ........ .... ..........
.
Vl.3. Pengutamaan
Hukum Nasional
. .
lntern asional
atas
.
............... ................ .........
Kembali
Kewajiban
. . .
lnternasional yang
......
ataupun
yang telah Diberikan kepada Pihak Ketiga
Vl.6. Perjanjian
265
Perjanjian
Vl.4. Perjanjian lnternasional dan Pihak Ketiga
Vl.5. Penarikan
261
279
Hak
... ..
284
Pihak
291
.
Mengikat
275
Ketiga Melalui Hukum Kebiasaan lnternasional
V I . 7. Penerapan
Sementara suatu
Perjanjian
lnter-
nasional ...... ...... ... . ..... ....... ... .... .... ... .. ... ... ..
.
Vl. 8 . Suatu
·
Perjanjian
lnternasional
Tidak
Surut (non-retroactivity of a treaty
V I . 9. Pasal
1 03
dengan
Piagam
Tidak
PBB dalam
Berlaku
. .
..
.
Berlaku
.
. .
. �.......
297
hubungannya
Surutnya
Suatu
Per-
janjian lnternasional .................. ..................
.
294
301
vii
BAB VII
v
PENAFSIRAN ATAS PERJANJIAN INTERNASIONAL
VII. 1. Pendahuluan ........................................... . . .
Vll.2. Mengapa
suatu
Peraturan
Hukum
Perlu
306
Di-
tafsirkan? ...... : ... . .. . ....................... . . . . . . . . .....
v
308
Vll.3. Pelbagai Metode Penafsirari ......................... .
311
Vll.4. Prinsip Keefektifan dalam Penafsiran ............ .
317
Vll.5. Penafsiran atas Perjanjian lnternasional . . . . . ... . .
319
v
BAB VIII
AMANDEMEN DAN MODIFIKASI ATAS
PERJANJIAN IN;fERNASIONAL
VIII. 1 .
Pendahuluan ......................................... ..
328
Vlll.2.
Amandemen atas Perjanjian lnternasional .. .
330
Vlll.3.
Amandemen
atas
Perjanjian
lnternasional
menurut Konvensi Wina 1969 ............... . . ..
331
Vlll.3.1. Amandemen atas Perjanjian lnternasional Bilateral . . . ........... ...........
332
I)
I)
I)
Vlll.3.2. Amandemen atas Perjanjian lnternasional Multilateral.. ....... ... . . .......
Vlll.4.
Hasil Amendeman .. . .. .. ... . ... ... .... ... .. . .. .. .. .
Vlll.5.
346
Modifikasi atas Ketentuan suatu Perjanjian
lnternasional ..........................................
VIII. 7.
344
Pensyaratan atas Ketentuan Perjanjian lnternasional Hasil Amandemen . . .................. ...
Vlll.6.
332
Bentuk Hukum dari Perjanjian lnternasional
Amandemen
atas
Perjanjian
347
lnternasional
)(
yang Membebani Kewajiban dan/atau Memberikan Hak kepada Negara Ketiga ............ .
Vlll.8.
lnternasional
melalui
Praktek-Praktek
yang
Pelaksanaan
Perjanjian .... : .. . . ... . . ................... .... . ...... . ..
viii
351
Amandemen atau Modifikasi atas Perjanjian
Terjadi Sesudah atau Selama
)(
354
VIII. 9.
Amandemen
nasional
atas
dalam
suatu
Perjanjian
Hubungannya
Peristiwa Penggantian Negara
306
308
311
lnter­
dengan
(Succession
of States) . . . . . . . ...... . . .... . . . . . .... . ....... . . ... . . ...
V I I I . 10. Amandemen
yang
atas
Diprakarsai
Perjanjian
oleh
lnternasional
Organisasi
Inter-
nasional ....... . . ....... . . ..... . . . . . . . . .... . .. . . . . . . . ... .
317
Vlll.11. Amandemen
319
yang
atas
Merupakan
Perjanjian
357
361
lnternasional
Piagam suatu Organisasi
lnternasional .. ... ... ..... . ..... .... .. ...... ... ... ..... .
364
BAB IX
HUBUNGAN ANTARA PERJANJIAN
INTERNAS IONAL
328
330
331
332
332
344
346
347
YANG DULUAN DAN BELAKANGAN
IX. 1. Pendahuluan ................ ............ ... ................
IX.2. Beberapa
Model
Hubungan
antara
Perjanjian
lnternasional yang Duluan dan Belakangan ... . . .
IX.3. Pengaturan
tentang
Perjanjian
369
373
lnternasional
yang Duluan dan Belakangan dalam Konvensi
Wina 1969 ................................................
382
BAB X
PENUNDAAN ATAS PELAKSANAAN SUATU
PERJANJIAN INTERNASIONAL
X.1. Pendahuluan .. . . . . . .......... ... . . . ....................... .
393
X.2. Penundaan atas pelaksanaan suatu Perjanjian
351
lnternasional pada Umumnya ........ . . . . . . ..........
395
X.2.1. Kapankah suatu perjanjian internasional
dapat ditunda pelaksanaannya? ...........
396
l54
ix
X.2.2. Penundaan
atas
pelaksanaan
suatu
XI.
perjanjian lnternasional atas dasar kesepakatan semua, sebagian atau beberapa
pihak tertentu saja ............................
.
396
X.2.3. Penundaan atas seluruh, sebagian, atau
hanya atas beberapa ketentuan tertentu
dari suatu perjanjian lnternasional .......
X.2.4. Alasan
penundaan
atas
398
.
pelaksanaan
suatu perjanjian lnternasional ............
399
. .
X.3. Pengaturannya dalam Konvensi Wina 1969 ....
.
400
X.4. Prosedur tentang Penundaan atas Pelaksanaan
suatu Perjanjian lnternasional ...................... .
.
X.5.
Akibat
Hukum
dari
Penundaan
atas
413
Pelak-
sanaan suatu Perjanjian lnternasional .... .........
415
BAB X I
KETIDAKABSAHAN SUATU PERJANJIAN
INTERNASIONAL
Xl.1. Pendahuluan ...............................................
418
Xl.2. Ketidakabsahan suatu Perjanjian lnternasional
menurut Konvensi Wina 1969 .......................
421
XI.
XI.
Xl.3. Kesinambungan atas Kewajiban yang Berdasar­
kan
atas
Umum
Hukum
Kebiasaan
lnternasional
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
423
Xl.4. Ketidak-absahan atas Seluruh atau Sebagian
dari Ketentuan Perjanjian lnternasional ...........
Xl.4.1.Atas
keseluruhan
dari
.
perjanjian ......................................... .
Xl.4.2. Atas
sebagian
atau
atas
XII
425
XII
426
XII
ketentuan­
ketentuannya yang tertentu saja ..........
x
425
ketentuan
X I.5. Alasan-alasan untuk Menyatakan suatu Perjanjian lnternasional Tidak Sah ......................
Xl.5.1.Alasan
396
berdasarkan
hukum
atau
per­
aturan perundang-undangan nasional ...
Xl.5.2.Kesalahan
(error)
atas
fakta
Xl.5.3.Kecurangan
(fraud)
dari
negara
400
413
.
436
mitra
berundingnya ...................................
399
430
atau
situasinya ........................................
398
430
.
440
Xl.5.4.Kecurangan (corruption) dari wakil suatu
negara .............................................
441
XI.5.5. Paksaan (coercion) yang dilakukan oleh
wakil dari suatu negara ....................
Xl.5.6.Ancaman
415
oleh
atau
suatu
442
.
penggunaan kekerasan
negara
yang
merupakan
pelanggaran atas prinsip-prinsip hukum
internasional
yang
terdapat
dalam
Piagam PBB ..................................... .
XI. 5. 7. Perjanjian
internasional
yang
tangan dengan jus cogens .................
418
421
443
berten.
444
Xl.6. Prosedur Pengajuan Pernyataan Tidak Sahnya
suatu Perjanjian lnternasional ........................
XI.7. Akibat Hukum dari Tidak Sahnya suatu
446
Per-
janjian lnternasional .....................................
448
BAB X I I
423
PENGAKHIRAN ATAS EKSISTENSI SUATU
PERJANJIAN INTERNASIONAL
425
Xll.1. Pendahuluan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
425
Xll.2. Alasan untuk Mengakhiri Eksistensi suatu Per-.
426
Xll.3. Berakhirnya
janjian lnternasional ................................... .
Tidak
suatu
Mengakhiri
Perjanjian
456
457
lnternasional
Kewajiban yang Berdasar-
kan atas Hukum lnternasional Umum ............
458
xi
Xll.4. Pengakhiran atas Eksistensi suatu Perjanjian
lnternasional Menurut Konvensi Win a 1969 . . .
460
Xll.4.1. Dibuat perjanjian internasional baru ..
463
Xll.4.2. Pelanggaran oleh salah satu pihak ....
464
Xll.4.3. Ketidakmungkinan untuk melaksanakannya . ......... ......... .... ..................
466
Xll.4.4. Terjadinya perubahan keadaan yang
fundamental (fundamental change of
circumstances) ..............................
468
VI.
Xll.4.5. Putusnya hubungan diplomatik dan/
atau konsuler ............................... .
473
Xll.4.6. Bertentangan dengan jus cogens ......
478
Xll.4. 7. Pecahnya perang antara para pihak ..
480
Xll.4.8. Penarikan diri negara-negara pesertanya
482
Xll.5. Prosedur untuk
Mengakhiri Eksistensi suatu
Perjanjian lnternasional ...............................
482
Xll.6. Konsekuensi Hukum dari Berakhirnya Eksistensi
suatu Perjanjian lnternasional .......................
485
Republik
Nomor:
2826/HK/1960
Agustus
1960 kepada
Nomor
37
Tahun
Hubungan Luar Negeri
Nomor
24
Perjanjian
xii
.
ditc
tel<
nae
2000
lnternasional
548
Indonesia
(LNRI
tentang
Nomor
185 Tahun 2000 TLNRI Nomor 4012) .
Daftar Pustaka .......
dij<
( LNRI Nomor
Republik
Tahun
ten
lair
tentang
156 Tahun 1999 TLNRI Nomor 3882) .
Lampiran 4. Undang-Undang
544
Indonesia
1999
dar
bai
Ketua Dewan
Republik
pel
ata
ter:
22
Perwakilan Rakyat Gotong Royong ......
Lampiran 3. Undang-Undang
488
Indonesia
Tanggal
ser
me
International Organizations or between
Presiden
ses
ant
Law of Treaties between States and
International Organizations .................
dih
jan
Lampiran 1. The 1986 Vienna Convention on the
Lampiran 2. Surat
SyE
dit<
580
607
' Ko
that
rlile
Kon,
Pact
pera
rule,
khu�
BAB VI
460
463
PENGHORMATAN DAN PELA KSANAAN
464
ATAS PERJANJIAN INTERNASIONAL
466
468
473
478
480
482
482
485
VI. 1. Pendahuluan
Suatu
perjanjian
internasional
syarat untuk mulai berlaku
yang
sudah
memenuhi
(enter into force) sebagaimana
ditentukan di dalam perjanjian itu sendiri, selanjutnya harus
dihormati dan dilaksanakan oleh para pihak yang terikat,
sesuai dengan isi dan jiwa serta semangat dari perjanjian itu
sendiri
demi
tercapainya
maksud
dan
tujuannya.
Dalam
pelaksanaannya, kemungkinan bisa lancar sebab tidak ada
atau amat sedikit menghadapi masalah, sehingga maksud
dan tujuannya dengan mudah tercapai. Akan tetapi, tidak
jarang timbul masalah yang mengarah pada terjadinya sengketa
antara para pihak. Oleh karena itu, demi menghindari atau
mencegah timbulnya sengketa, maka seyogyanya dipahami
488
tentang asas-asas dari hukum perjanjian internasional, untuk
dijadikan sebagai landasan dalam pelaksanaannya. Asas-asas
tersebut antara lain adalah asas free consent, asas itikad
baik
544
(good
faith),
asas
pacta
sunt
servanda,
seperti
ditegaskan dalam butir 3 Preambul Konvensi yang ketiganya
telah diakui secara universal'. Di samping itu ada juga asas
lain yang tidak kalah pentingnya yakni asas pacta tertiis nee
nocent nee prosunt, asas non-retroactive, dan jus cogens.
548
1
Konsiderans ketiga dari Konvensi Wina 1969 menyatakan sebagai berikut: Noting
that the principles of free consent and of good faith and the pacta sunt servanda
rule
are
universally
Konvensi Wina
580
607
pacta sunt
recognized.
Dernikian
juga
dalam
konsiderans
ketiga
dari
1986 penegasan yang sama dapat dijumpai. Berkenaan dengan
servanda,
dapat
peraturan hukurn (rule)?
dipersoa!kan apakah
sebagai
asas hukum ataukah
Konsiderans dari kedua Konvensi menyebutnya sebagai
rule, sedangkan para sarjana kebanyakan memandangnya sebagai asas hukum,
khususnya asas dari hukum perikatan, terrnasuk hukum perjanjian internasionaL
261
Asas
free . consent
merundingkan
sudah
muncul
dan menyepakati
perjanjian.
Keseluruhan
kebebasan
para
pihak
ketika
para
serta meratifikasi
proses
ini
menyatakan
harus
apa
pihak
yak
naskah
kar
dilandasi
yang
oleh
merupakan
kehendaknya. Suatu perjanjian internasional yang disepakati
oleh
para
pihak
yang
tidak
didasarkan
atas
asas
free
consent, misalnya karena adanya tekanan ataupun paksaan
dari pihak lainnya, akan dapat menimbulkan akibat hukum,
seperti
batalnya
(void)
ataupun
tidak
sahnya
perjanjian
tersebut.
Asas itikad baik (good faith) boleh dikatakan menjadi jiwa
dan darahnya sebuah perjanjian internasional. Asas ini sudah
harus diperhatikan mulai dari saat paling awalnya, yakni dari
pendekatan informal dan dilanjutkan dengan langkah formal
berupa perundingan, penerimaan, pengotentikan, pengikatan
diri, pemberlakuan, pelaksanaannya, sampai dengan yang
paling akhir, yakni berakhirnya suatu perjanjian internasional
dengan segala masalah-masalah hukum yang ditinggalkan­
nya.
Dalam
pelaksanaan
suatu
perjanjian
internasional,
sejauhmana para pihak atau salah satu pih·ak menunjukkan
itikad baiknya, akan diuji dan dapat diketahui dari praktek
atau
perilaku
nyata
negara
atau
negara-negara
yang
bersangkutan.
Asas pacta sunt servanda menekankan pada kewajiban
para pihak untuk menaati isi perjanjian. Pasal 26 Konvensi
secara eksplisit menegaskan asas pacta sunt servanda ini
dengan rumusan sebagai berikut:
"Every treaty in force is
binding upon the parties to it and must be performed by
them in good faith". Asas ini tentulah berkaitan erat dengan
asas itikad baik sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 26
ini, sebab sejauh mana para pihak akan menaati isi perjanjian
.akan terlihat dalam praktek pelaksanaannya yang tentu saja
harus
didasarkan
bersangkutan.
servanda
262
ini
atas
Disini
itikad
baik
tampak
berhubungan
erat
dari
bahwa
dengan
para
asas
asas
diji•
se�
tid<
jad
tUjl
kar
lair
ses
ser
ma
dib
tid;
USC
ser
par
ber
set
set
var
har
par
lair
ma
jik<
dit
tre
St;
pihak
yang
hu
pacta
sunt
SUi
itikad
baik,
SUI
ihak
yakni, kewajiban para pihak untuk menaati dan melaksana­
;kah
kan ketentuan perjanjian (asas facta sunt servanda) haruslah
oleh
ikan
ikati
free
;aan
.um,
1jian
jiwa
idah
dari
rmal
atan
1ang
onal
kan­
>nal,
:kan
ktek
1ang
iban
ensi
i ini
e is
I by
>gan
I 26
1jian
saja
•ang
;unt
>aik,
dijiwai oleh asas itikad baik (good faith). Keduanya, tampak
seperti tidak terpisahkan. Pelaksanaan suatu perjanjian yang
tidak dijiwai dengan itikad baik dari para pihak, sangat boleh
jadi tidak. akan mengantarkan mereka ke arah maksud dan
tujuan yang hendak dicapai oleh perjanjian itu .
Secara lebih konkrit, kedua asas ini seyogyanya diwujud­
kan dalam praktek pelaksanaan perjanjian tersebut, antara
lain:
Para pihak
harus melaksanakan ketentuan perjanjian
sesuai dengan isi, jiwa, maksud, dan tujuan perjanjian itu
sendiri; menghormati hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari
masing-masing pihak maupun pihak ketiga yang mungkin
diberikan hak 'dan/atau dibebani kewajiban (kalau ada); dan,
tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat menghambat
usaha-usaha
mencapai
maksud
dan
tujuan
perjanjian
itu
sendiri, baik sebelum perjanjian itu mulai berlaku atau ketika
para
pihak
masih
dalam
proses
penantian
akan
mulai
berlakunya perjanjian (sebelum perjanjian itu mulai berlaku
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 Konvensi) maupun
setelah mulai berlakunya.
Selanjutnya, asas pacta tertiis nee nocent nee prosunt
yang mengandung makna, bahwa suatu perjanjian intemasional
hanya memberikan hak dan membebani kewajiban terhadap
para pihak yang terikat pada perjanjian itu, atau dengan kata
lain,
suatu
perjanjian
internasional
tidak memberikan hak
maupun membebani kewajiban kepada pihak ketiga, kecuali
jika
pihak
ketiga
itu
menyetuju1nya.
Asas
m1
dapat
ditemukan dalam Pasal 34 Konvensi yang menyatakan: "A
treaty does not create either obligations or rights for a third
State without its consent".
Asas non-retroactive menyatakan bahwa suatu kaidah
hukum pada umumnya tidak berlaku surut. Dalam hal ini
suatu perjanjian internasionalpun pada dasarnya tidak berlaku
surut. Hal ini secara nyata ditegaskan dalam Pasal 28 yang
263
berbunyi
sebagai
appears from
berikut:
Unless
the treaty or
a
different
intention
is otherwise established,
its
un
be
provision do not bind a party in relation to any act or fact
which took place or any situation which ceased to exist
VI.
before the date of the entry into force of the treaty with
respect to that party". Dari rumusan ini, tampak bahwa asas
tidak
belaku
absolut.
surut
Tegasnya,
(non-retroactive)
suatu
ini
perjanjian
tidaklah
internasional
bersifat
masih
dimungkinkan untuk diberlakukan surut jika maksud yang
sebaliknya
tampak
atau
tersimpulkan
dari
perjanjian
itu
sendiri, atau secara tegas dinyatakan demikian.
Di samping itu, asas-asas hukum umum dan asas-asas
hukum internasional pada umumnya juga harus diperhatikan
baik
dalam
pembuatan,
lebih-lebih
lagi
dalam
rangka
penghormatan dan pelaksanaan suatu perjanjian internasional,
sebab perjanjian internasional itu sendiri adalah merupakan
bagian dari hukum internasional dan juga sebagai bagian dari
hukum pada umumnya. Sejauh mana asas-asas ini diperhati­
kan dan dihormati
oleh negara-negara dalam
pembuatan
ataupun pelaksanaan suatu perjanjian internasional haruslah
diuji
dalam
prakteknya,
meskipun
tidaklah
selalu
mudah
SU<
int
diL
tat
da
ya1
un
da
m<
wi
SUi
wi
wi
wi
di
untuk memastikannya. Dalam sistem masyarakat dan hukum
be
internasional yang co-ordinatif yang tidak mengenal badan
wi
supra-nasional,
pe
memang
tidak
mudah
untuk
menentukan
apakah tindakan suatu negara dalam hubungannya dengan
Se
penghormatan dan pelaksanaan suatu perjanjian internasional
be
sudah sesuai .dengan isi dan jiwa serta maksud dan tujuan
su.
dari suatu perjanjian internasional itu ataukah tidak. Biasanya
putusan-putusan badan penyelesaian sengketa memegang
peranan penting dalam menentukan apakah perilaku atau
tindakan negara-negara tersebut mencerminkan isi dan jiwa
. serta maksud dan tujuan dari suatu perjanjian internasional.
wi,
Pa.
ad
hu
Akan tetapi itupun jika suatu sengketa hukum antara para
pihak itu diajukan ke hadapan badan penyelesaian sengketa
' N
rner
nya
264
:ion
its
'act
xist
vith
untuk diperiksa dan diputuskan sesuai dengan hukum yang
berlaku.
Vl.2. Ruang Lingkup Teritorial Berlakunya suatu Perjanjian
lnternasional
sas
ifat
isih
ang
itu
sas
kan
gka
nal,
kan
dari
1ati·
1tan
;!ah
dah
�um
dan
Suatu negara yang sudah meratifikasi dan terikat pada
suatu
perjanjian
internasional,
lebih-lebih
jika
perjanjian
internasional itu sudah mulai berlaku bahkan juga s_udah
dilaksanakan pada aras atau tataran
internasional,
pada
tataran nasional atau domestik, perjanjian itu akan masuk ke
dalam dan menjadi bagian dari hukum nasional negara-negara
yang sudah meratifikasinya atau rnenyatakan persetujuannya
untuk terikat sesuai dengan prosedur yang ditentukan di
dalam hukum atau peraturan perundang-undangan nasionalnya
masing-masing. Selanjutnya juga harus. diterapkan ·di dalam
wilayah negara itu sendiri. Persoalannya sekarang, apakah
suatu
perjanjian internasional tersebut
wilayah negara,
atau hanya pada
berlaku
di seluruh
sebagian saja,
atau di
wilayah tertentu saja, ataukah jika suatu negara memiliki
wilayah seberang lautan (overseas territory) juga diberlakukan
di wilayah seberang lautannya? Bahkan pada masa masih
berlangsungnya kolonialisme,
wilayah
jajahan,
negara-negara yang memiliki
kadang-kadang
memberlakukan
suatu
kan
Perjanjian yang sudah diratifik<Jsinya di wilayah jajahannya2•
gan
Secara
)nal
ber.kenaan dengan ruang lingkup teritorial dari berlakunya
uan
suatu perjanjian internasional.
singkat
dapat
dikatakan,
bahwa
masalah
ini
nya
Apakah yang dimaksudkan dengan istilah teritorial atau
ang
wi/ayah dan meliputi apa sajakah wilayah negara tersebut?
1tau
Pada dasarnya yang dimaksudkan dengan wilayah negara
iwa
adalah sebagaimana lazimnya pengertian wilayah menurut
nal.
hukum .internasional yang secara lengkap meliputi wilayah
iara
�eta
2
Negeri Belanda ketika masih menjajah Indonesia (dahulu: Hindia Be!anda) juga
n1en1berlakukan beberapa perjanjian-perjanjian internasional yang sudah diratifikasi­
nya di vvilayah Hindia Belanda.
265
Download