PEBJANJIAN �INTERNASIONAL ; 2 · BAGIAN 2 No. K l;,e.s No. · ·· _ . ...... ........ Tgl. Ha diah/ Beli ·-- . ·---. ._ Dari - -- . --··. ··. - -'-·-- --.! ... . . - - -·------· -----·--- '. . .. ·' ; , . BAGIAN 2 341 .()4 \'A-R h. \4\\os.:-� \1 11 · OC" F--(�6- ft\ . ..2.0\lo I Wayan Parthiana, SH, MH. I" :ll.S 0. a:- �: .' I - .-. I D i �\\ 1: w:t� (b.�tffa� . ' _J \...-----·- - H... . lo 'Jul\i_ �. fu�!\0a/\ _ PENERBIT MANDAR MAJU I 2005 I BANDUNG Ba Hl 011 ke dH Pe te1 un da te1 pe pe ba .: •I da ANGGOTA IKAPI NO. 043/JBA/92 Ke M1 Hak cipta dilindungi undang-undang pada : Pengarang Hak Perierbitan pada : Penerbit Mandar Maju. Cetakan I : 2005 No. Code Penerbitan: 05 - IH - 169 Tidak diperkenankan memperbanyak penerbitan ini dalam bentuk stensil, foto copy atau cara lain tanpa izin tertulis Penerbit Mandar Maju. . ,., ISBN 979 - 538 - 264 - 0 mi KATA PEN GANTAR Buku dengan judul HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL . Bagian HUKUM Kedua ini adalah merupakan kelanjutan dari buku PERJANJIAN INTERNASIONAL Bagian Pertama. Oleh karena itu bab-bab dan halamannya juga merupakan kelanjutan dari buku tersebut. Demikian pula apa yang telah dikemukakan dalam Kata Pengantar dari Buku Bagian Pertama, juga berlaku untuk Bagian Kedua ini. Terbitnya buku bagian pertama tersebut, di luar dugaan ternyata mendapat sambutan positif dari para pembaca pada umumnya, dan para kolega pada khususnya. Hal ini terbukti dari kritik maupun koreksi yang disampaikan baik secara tertulis maupun pengembangan lisan yang pengetahuan amat kita bermanfaat bersama serta bagi demi penyempurnaan atas edisi yang akan datang. Semoga buku bagian kedua ini juga mendapat sambutan yang sama. Atas daripada sambutan banyak Kepada Saudara tersebut, terima tidak kasih ada yang Punomo Sadriman, kata lain selain dapat disampaikan. SH dari Penerbit CV Mandar Maju atas kesediaannya menerbitkan buku ini, saya mengucapkan banyak terima kasih. Bandung, April 2005 I Wayan Parthiana v --- Kata Pengantar ...... . . . . . . . . . . . . . .. ..... . . .... . . . . . ............. Oaftar lsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . v ·" VII BAB V I PENGHORMATAN DAN PELAKSANAAN ATAS PERJANJIAN INTERNAS IONAL Vl.1. Pendahuluan Vl.2. Ruang :....................................... . . . . . . . Lingkup Teritorial Berlakunya suatu Perjanjian lnternasional .......... ........ .... .......... . Vl.3. Pengutamaan Hukum Nasional . . lntern asional atas . ............... ................ ......... Kembali Kewajiban . . . lnternasional yang ...... ataupun yang telah Diberikan kepada Pihak Ketiga Vl.6. Perjanjian 265 Perjanjian Vl.4. Perjanjian lnternasional dan Pihak Ketiga Vl.5. Penarikan 261 279 Hak ... .. 284 Pihak 291 . Mengikat 275 Ketiga Melalui Hukum Kebiasaan lnternasional V I . 7. Penerapan Sementara suatu Perjanjian lnter- nasional ...... ...... ... . ..... ....... ... .... .... ... .. ... ... .. . Vl. 8 . Suatu · Perjanjian lnternasional Tidak Surut (non-retroactivity of a treaty V I . 9. Pasal 1 03 dengan Piagam Tidak PBB dalam Berlaku . . .. . Berlaku . . . . �....... 297 hubungannya Surutnya Suatu Per- janjian lnternasional .................. .................. . 294 301 vii BAB VII v PENAFSIRAN ATAS PERJANJIAN INTERNASIONAL VII. 1. Pendahuluan ........................................... . . . Vll.2. Mengapa suatu Peraturan Hukum Perlu 306 Di- tafsirkan? ...... : ... . .. . ....................... . . . . . . . . ..... v 308 Vll.3. Pelbagai Metode Penafsirari ......................... . 311 Vll.4. Prinsip Keefektifan dalam Penafsiran ............ . 317 Vll.5. Penafsiran atas Perjanjian lnternasional . . . . . ... . . 319 v BAB VIII AMANDEMEN DAN MODIFIKASI ATAS PERJANJIAN IN;fERNASIONAL VIII. 1 . Pendahuluan ......................................... .. 328 Vlll.2. Amandemen atas Perjanjian lnternasional .. . 330 Vlll.3. Amandemen atas Perjanjian lnternasional menurut Konvensi Wina 1969 ............... . . .. 331 Vlll.3.1. Amandemen atas Perjanjian lnternasional Bilateral . . . ........... ........... 332 I) I) I) Vlll.3.2. Amandemen atas Perjanjian lnternasional Multilateral.. ....... ... . . ....... Vlll.4. Hasil Amendeman .. . .. .. ... . ... ... .... ... .. . .. .. .. . Vlll.5. 346 Modifikasi atas Ketentuan suatu Perjanjian lnternasional .......................................... VIII. 7. 344 Pensyaratan atas Ketentuan Perjanjian lnternasional Hasil Amandemen . . .................. ... Vlll.6. 332 Bentuk Hukum dari Perjanjian lnternasional Amandemen atas Perjanjian 347 lnternasional )( yang Membebani Kewajiban dan/atau Memberikan Hak kepada Negara Ketiga ............ . Vlll.8. lnternasional melalui Praktek-Praktek yang Pelaksanaan Perjanjian .... : .. . . ... . . ................... .... . ...... . .. viii 351 Amandemen atau Modifikasi atas Perjanjian Terjadi Sesudah atau Selama )( 354 VIII. 9. Amandemen nasional atas dalam suatu Perjanjian Hubungannya Peristiwa Penggantian Negara 306 308 311 lnter­ dengan (Succession of States) . . . . . . . ...... . . .... . . . . . .... . ....... . . ... . . ... V I I I . 10. Amandemen yang atas Diprakarsai Perjanjian oleh lnternasional Organisasi Inter- nasional ....... . . ....... . . ..... . . . . . . . . .... . .. . . . . . . . ... . 317 Vlll.11. Amandemen 319 yang atas Merupakan Perjanjian 357 361 lnternasional Piagam suatu Organisasi lnternasional .. ... ... ..... . ..... .... .. ...... ... ... ..... . 364 BAB IX HUBUNGAN ANTARA PERJANJIAN INTERNAS IONAL 328 330 331 332 332 344 346 347 YANG DULUAN DAN BELAKANGAN IX. 1. Pendahuluan ................ ............ ... ................ IX.2. Beberapa Model Hubungan antara Perjanjian lnternasional yang Duluan dan Belakangan ... . . . IX.3. Pengaturan tentang Perjanjian 369 373 lnternasional yang Duluan dan Belakangan dalam Konvensi Wina 1969 ................................................ 382 BAB X PENUNDAAN ATAS PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN INTERNASIONAL X.1. Pendahuluan .. . . . . . .......... ... . . . ....................... . 393 X.2. Penundaan atas pelaksanaan suatu Perjanjian 351 lnternasional pada Umumnya ........ . . . . . . .......... 395 X.2.1. Kapankah suatu perjanjian internasional dapat ditunda pelaksanaannya? ........... 396 l54 ix X.2.2. Penundaan atas pelaksanaan suatu XI. perjanjian lnternasional atas dasar kesepakatan semua, sebagian atau beberapa pihak tertentu saja ............................ . 396 X.2.3. Penundaan atas seluruh, sebagian, atau hanya atas beberapa ketentuan tertentu dari suatu perjanjian lnternasional ....... X.2.4. Alasan penundaan atas 398 . pelaksanaan suatu perjanjian lnternasional ............ 399 . . X.3. Pengaturannya dalam Konvensi Wina 1969 .... . 400 X.4. Prosedur tentang Penundaan atas Pelaksanaan suatu Perjanjian lnternasional ...................... . . X.5. Akibat Hukum dari Penundaan atas 413 Pelak- sanaan suatu Perjanjian lnternasional .... ......... 415 BAB X I KETIDAKABSAHAN SUATU PERJANJIAN INTERNASIONAL Xl.1. Pendahuluan ............................................... 418 Xl.2. Ketidakabsahan suatu Perjanjian lnternasional menurut Konvensi Wina 1969 ....................... 421 XI. XI. Xl.3. Kesinambungan atas Kewajiban yang Berdasar­ kan atas Umum Hukum Kebiasaan lnternasional . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 423 Xl.4. Ketidak-absahan atas Seluruh atau Sebagian dari Ketentuan Perjanjian lnternasional ........... Xl.4.1.Atas keseluruhan dari . perjanjian ......................................... . Xl.4.2. Atas sebagian atau atas XII 425 XII 426 XII ketentuan­ ketentuannya yang tertentu saja .......... x 425 ketentuan X I.5. Alasan-alasan untuk Menyatakan suatu Perjanjian lnternasional Tidak Sah ...................... Xl.5.1.Alasan 396 berdasarkan hukum atau per­ aturan perundang-undangan nasional ... Xl.5.2.Kesalahan (error) atas fakta Xl.5.3.Kecurangan (fraud) dari negara 400 413 . 436 mitra berundingnya ................................... 399 430 atau situasinya ........................................ 398 430 . 440 Xl.5.4.Kecurangan (corruption) dari wakil suatu negara ............................................. 441 XI.5.5. Paksaan (coercion) yang dilakukan oleh wakil dari suatu negara .................... Xl.5.6.Ancaman 415 oleh atau suatu 442 . penggunaan kekerasan negara yang merupakan pelanggaran atas prinsip-prinsip hukum internasional yang terdapat dalam Piagam PBB ..................................... . XI. 5. 7. Perjanjian internasional yang tangan dengan jus cogens ................. 418 421 443 berten. 444 Xl.6. Prosedur Pengajuan Pernyataan Tidak Sahnya suatu Perjanjian lnternasional ........................ XI.7. Akibat Hukum dari Tidak Sahnya suatu 446 Per- janjian lnternasional ..................................... 448 BAB X I I 423 PENGAKHIRAN ATAS EKSISTENSI SUATU PERJANJIAN INTERNASIONAL 425 Xll.1. Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 425 Xll.2. Alasan untuk Mengakhiri Eksistensi suatu Per-. 426 Xll.3. Berakhirnya janjian lnternasional ................................... . Tidak suatu Mengakhiri Perjanjian 456 457 lnternasional Kewajiban yang Berdasar- kan atas Hukum lnternasional Umum ............ 458 xi Xll.4. Pengakhiran atas Eksistensi suatu Perjanjian lnternasional Menurut Konvensi Win a 1969 . . . 460 Xll.4.1. Dibuat perjanjian internasional baru .. 463 Xll.4.2. Pelanggaran oleh salah satu pihak .... 464 Xll.4.3. Ketidakmungkinan untuk melaksanakannya . ......... ......... .... .................. 466 Xll.4.4. Terjadinya perubahan keadaan yang fundamental (fundamental change of circumstances) .............................. 468 VI. Xll.4.5. Putusnya hubungan diplomatik dan/ atau konsuler ............................... . 473 Xll.4.6. Bertentangan dengan jus cogens ...... 478 Xll.4. 7. Pecahnya perang antara para pihak .. 480 Xll.4.8. Penarikan diri negara-negara pesertanya 482 Xll.5. Prosedur untuk Mengakhiri Eksistensi suatu Perjanjian lnternasional ............................... 482 Xll.6. Konsekuensi Hukum dari Berakhirnya Eksistensi suatu Perjanjian lnternasional ....................... 485 Republik Nomor: 2826/HK/1960 Agustus 1960 kepada Nomor 37 Tahun Hubungan Luar Negeri Nomor 24 Perjanjian xii . ditc tel< nae 2000 lnternasional 548 Indonesia (LNRI tentang Nomor 185 Tahun 2000 TLNRI Nomor 4012) . Daftar Pustaka ....... dij< ( LNRI Nomor Republik Tahun ten lair tentang 156 Tahun 1999 TLNRI Nomor 3882) . Lampiran 4. Undang-Undang 544 Indonesia 1999 dar bai Ketua Dewan Republik pel ata ter: 22 Perwakilan Rakyat Gotong Royong ...... Lampiran 3. Undang-Undang 488 Indonesia Tanggal ser me International Organizations or between Presiden ses ant Law of Treaties between States and International Organizations ................. dih jan Lampiran 1. The 1986 Vienna Convention on the Lampiran 2. Surat SyE dit< 580 607 ' Ko that rlile Kon, Pact pera rule, khu� BAB VI 460 463 PENGHORMATAN DAN PELA KSANAAN 464 ATAS PERJANJIAN INTERNASIONAL 466 468 473 478 480 482 482 485 VI. 1. Pendahuluan Suatu perjanjian internasional syarat untuk mulai berlaku yang sudah memenuhi (enter into force) sebagaimana ditentukan di dalam perjanjian itu sendiri, selanjutnya harus dihormati dan dilaksanakan oleh para pihak yang terikat, sesuai dengan isi dan jiwa serta semangat dari perjanjian itu sendiri demi tercapainya maksud dan tujuannya. Dalam pelaksanaannya, kemungkinan bisa lancar sebab tidak ada atau amat sedikit menghadapi masalah, sehingga maksud dan tujuannya dengan mudah tercapai. Akan tetapi, tidak jarang timbul masalah yang mengarah pada terjadinya sengketa antara para pihak. Oleh karena itu, demi menghindari atau mencegah timbulnya sengketa, maka seyogyanya dipahami 488 tentang asas-asas dari hukum perjanjian internasional, untuk dijadikan sebagai landasan dalam pelaksanaannya. Asas-asas tersebut antara lain adalah asas free consent, asas itikad baik 544 (good faith), asas pacta sunt servanda, seperti ditegaskan dalam butir 3 Preambul Konvensi yang ketiganya telah diakui secara universal'. Di samping itu ada juga asas lain yang tidak kalah pentingnya yakni asas pacta tertiis nee nocent nee prosunt, asas non-retroactive, dan jus cogens. 548 1 Konsiderans ketiga dari Konvensi Wina 1969 menyatakan sebagai berikut: Noting that the principles of free consent and of good faith and the pacta sunt servanda rule are universally Konvensi Wina 580 607 pacta sunt recognized. Dernikian juga dalam konsiderans ketiga dari 1986 penegasan yang sama dapat dijumpai. Berkenaan dengan servanda, dapat peraturan hukurn (rule)? dipersoa!kan apakah sebagai asas hukum ataukah Konsiderans dari kedua Konvensi menyebutnya sebagai rule, sedangkan para sarjana kebanyakan memandangnya sebagai asas hukum, khususnya asas dari hukum perikatan, terrnasuk hukum perjanjian internasionaL 261 Asas free . consent merundingkan sudah muncul dan menyepakati perjanjian. Keseluruhan kebebasan para pihak ketika para serta meratifikasi proses ini menyatakan harus apa pihak yak naskah kar dilandasi yang oleh merupakan kehendaknya. Suatu perjanjian internasional yang disepakati oleh para pihak yang tidak didasarkan atas asas free consent, misalnya karena adanya tekanan ataupun paksaan dari pihak lainnya, akan dapat menimbulkan akibat hukum, seperti batalnya (void) ataupun tidak sahnya perjanjian tersebut. Asas itikad baik (good faith) boleh dikatakan menjadi jiwa dan darahnya sebuah perjanjian internasional. Asas ini sudah harus diperhatikan mulai dari saat paling awalnya, yakni dari pendekatan informal dan dilanjutkan dengan langkah formal berupa perundingan, penerimaan, pengotentikan, pengikatan diri, pemberlakuan, pelaksanaannya, sampai dengan yang paling akhir, yakni berakhirnya suatu perjanjian internasional dengan segala masalah-masalah hukum yang ditinggalkan­ nya. Dalam pelaksanaan suatu perjanjian internasional, sejauhmana para pihak atau salah satu pih·ak menunjukkan itikad baiknya, akan diuji dan dapat diketahui dari praktek atau perilaku nyata negara atau negara-negara yang bersangkutan. Asas pacta sunt servanda menekankan pada kewajiban para pihak untuk menaati isi perjanjian. Pasal 26 Konvensi secara eksplisit menegaskan asas pacta sunt servanda ini dengan rumusan sebagai berikut: "Every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith". Asas ini tentulah berkaitan erat dengan asas itikad baik sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 26 ini, sebab sejauh mana para pihak akan menaati isi perjanjian .akan terlihat dalam praktek pelaksanaannya yang tentu saja harus didasarkan bersangkutan. servanda 262 ini atas Disini itikad baik tampak berhubungan erat dari bahwa dengan para asas asas diji• se� tid< jad tUjl kar lair ses ser ma dib tid; USC ser par ber set set var har par lair ma jik< dit tre St; pihak yang hu pacta sunt SUi itikad baik, SUI ihak yakni, kewajiban para pihak untuk menaati dan melaksana­ ;kah kan ketentuan perjanjian (asas facta sunt servanda) haruslah oleh ikan ikati free ;aan .um, 1jian jiwa idah dari rmal atan 1ang onal kan­ >nal, :kan ktek 1ang iban ensi i ini e is I by >gan I 26 1jian saja •ang ;unt >aik, dijiwai oleh asas itikad baik (good faith). Keduanya, tampak seperti tidak terpisahkan. Pelaksanaan suatu perjanjian yang tidak dijiwai dengan itikad baik dari para pihak, sangat boleh jadi tidak. akan mengantarkan mereka ke arah maksud dan tujuan yang hendak dicapai oleh perjanjian itu . Secara lebih konkrit, kedua asas ini seyogyanya diwujud­ kan dalam praktek pelaksanaan perjanjian tersebut, antara lain: Para pihak harus melaksanakan ketentuan perjanjian sesuai dengan isi, jiwa, maksud, dan tujuan perjanjian itu sendiri; menghormati hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari masing-masing pihak maupun pihak ketiga yang mungkin diberikan hak 'dan/atau dibebani kewajiban (kalau ada); dan, tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat menghambat usaha-usaha mencapai maksud dan tujuan perjanjian itu sendiri, baik sebelum perjanjian itu mulai berlaku atau ketika para pihak masih dalam proses penantian akan mulai berlakunya perjanjian (sebelum perjanjian itu mulai berlaku sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 Konvensi) maupun setelah mulai berlakunya. Selanjutnya, asas pacta tertiis nee nocent nee prosunt yang mengandung makna, bahwa suatu perjanjian intemasional hanya memberikan hak dan membebani kewajiban terhadap para pihak yang terikat pada perjanjian itu, atau dengan kata lain, suatu perjanjian internasional tidak memberikan hak maupun membebani kewajiban kepada pihak ketiga, kecuali jika pihak ketiga itu menyetuju1nya. Asas m1 dapat ditemukan dalam Pasal 34 Konvensi yang menyatakan: "A treaty does not create either obligations or rights for a third State without its consent". Asas non-retroactive menyatakan bahwa suatu kaidah hukum pada umumnya tidak berlaku surut. Dalam hal ini suatu perjanjian internasionalpun pada dasarnya tidak berlaku surut. Hal ini secara nyata ditegaskan dalam Pasal 28 yang 263 berbunyi sebagai appears from berikut: Unless the treaty or a different intention is otherwise established, its un be provision do not bind a party in relation to any act or fact which took place or any situation which ceased to exist VI. before the date of the entry into force of the treaty with respect to that party". Dari rumusan ini, tampak bahwa asas tidak belaku absolut. surut Tegasnya, (non-retroactive) suatu ini perjanjian tidaklah internasional bersifat masih dimungkinkan untuk diberlakukan surut jika maksud yang sebaliknya tampak atau tersimpulkan dari perjanjian itu sendiri, atau secara tegas dinyatakan demikian. Di samping itu, asas-asas hukum umum dan asas-asas hukum internasional pada umumnya juga harus diperhatikan baik dalam pembuatan, lebih-lebih lagi dalam rangka penghormatan dan pelaksanaan suatu perjanjian internasional, sebab perjanjian internasional itu sendiri adalah merupakan bagian dari hukum internasional dan juga sebagai bagian dari hukum pada umumnya. Sejauh mana asas-asas ini diperhati­ kan dan dihormati oleh negara-negara dalam pembuatan ataupun pelaksanaan suatu perjanjian internasional haruslah diuji dalam prakteknya, meskipun tidaklah selalu mudah SU< int diL tat da ya1 un da m< wi SUi wi wi wi di untuk memastikannya. Dalam sistem masyarakat dan hukum be internasional yang co-ordinatif yang tidak mengenal badan wi supra-nasional, pe memang tidak mudah untuk menentukan apakah tindakan suatu negara dalam hubungannya dengan Se penghormatan dan pelaksanaan suatu perjanjian internasional be sudah sesuai .dengan isi dan jiwa serta maksud dan tujuan su. dari suatu perjanjian internasional itu ataukah tidak. Biasanya putusan-putusan badan penyelesaian sengketa memegang peranan penting dalam menentukan apakah perilaku atau tindakan negara-negara tersebut mencerminkan isi dan jiwa . serta maksud dan tujuan dari suatu perjanjian internasional. wi, Pa. ad hu Akan tetapi itupun jika suatu sengketa hukum antara para pihak itu diajukan ke hadapan badan penyelesaian sengketa ' N rner nya 264 :ion its 'act xist vith untuk diperiksa dan diputuskan sesuai dengan hukum yang berlaku. Vl.2. Ruang Lingkup Teritorial Berlakunya suatu Perjanjian lnternasional sas ifat isih ang itu sas kan gka nal, kan dari 1ati· 1tan ;!ah dah �um dan Suatu negara yang sudah meratifikasi dan terikat pada suatu perjanjian internasional, lebih-lebih jika perjanjian internasional itu sudah mulai berlaku bahkan juga s_udah dilaksanakan pada aras atau tataran internasional, pada tataran nasional atau domestik, perjanjian itu akan masuk ke dalam dan menjadi bagian dari hukum nasional negara-negara yang sudah meratifikasinya atau rnenyatakan persetujuannya untuk terikat sesuai dengan prosedur yang ditentukan di dalam hukum atau peraturan perundang-undangan nasionalnya masing-masing. Selanjutnya juga harus. diterapkan ·di dalam wilayah negara itu sendiri. Persoalannya sekarang, apakah suatu perjanjian internasional tersebut wilayah negara, atau hanya pada berlaku di seluruh sebagian saja, atau di wilayah tertentu saja, ataukah jika suatu negara memiliki wilayah seberang lautan (overseas territory) juga diberlakukan di wilayah seberang lautannya? Bahkan pada masa masih berlangsungnya kolonialisme, wilayah jajahan, negara-negara yang memiliki kadang-kadang memberlakukan suatu kan Perjanjian yang sudah diratifik<Jsinya di wilayah jajahannya2• gan Secara )nal ber.kenaan dengan ruang lingkup teritorial dari berlakunya uan suatu perjanjian internasional. singkat dapat dikatakan, bahwa masalah ini nya Apakah yang dimaksudkan dengan istilah teritorial atau ang wi/ayah dan meliputi apa sajakah wilayah negara tersebut? 1tau Pada dasarnya yang dimaksudkan dengan wilayah negara iwa adalah sebagaimana lazimnya pengertian wilayah menurut nal. hukum .internasional yang secara lengkap meliputi wilayah iara �eta 2 Negeri Belanda ketika masih menjajah Indonesia (dahulu: Hindia Be!anda) juga n1en1berlakukan beberapa perjanjian-perjanjian internasional yang sudah diratifikasi­ nya di vvilayah Hindia Belanda. 265