Analisa Obligasi Untuk Membiayai Pembangunan Daerah (Municipal Bond) Kasus Pemda Propinsi Jawa Barat Bachrul Elmi ANALISA OBLIGASI UNTUK MEMBIAYAI PEMBANGUNAN DAERAH (MUNICIPAL BOND) KASUS PEMDA PROPINSI JAWA BARAT. Oleh: Bachrul Elmi1 Abstraksi Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan sejalan dengan prinsip-prinsip kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah dimana kepada daerah diberikan kewenangan dan deskresi yang luas dalam mengatur dan mengurus daerahnya masing-masing seperti halnya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat. Dari hasil penelitian bidang keuangan daerah, menunjukkan bahwa daerah Propinsi Jawa Barat memiliki penerimaan APBD yang cukup tinggi yaitu mencapai jumlah diatas Rp3 triliun dalam dua tahun anggaran yang terakhir.Dari jumlah total penerimaan tersebut sebesar 77,86% berasal dari penerimaan daerah sendiri.Artinya penerimaan yang bersumber dari dana perimbanbangan keuangan adalah 22,14% sehingga ketergantungan keuangan dari pemerintah pusat relatif lebih kecil jumlahnya. Akan tetapi apabila dihadapkan dengan kebutuhan dana untuk investasi, yang mencapai jumlah Rp20,15 triliun maka kapasitas fiskal yang dimiliki Pemda Propinsi Jawa Barat tersebut masih sedemikian terbatas. Sehingga masih diperlukan alternatif sumber-sumber pendanaa yang lain. Dari hasil penelitian diperoleh temuan antara lain selama periode tahun 2001 – 2004 total penerimaan daerah mengalami kenaikan rata-rata sebesar 31,87% dan kontribusi kenaikan pendapatan asli daerah rata-rata mencapai 63,03% pertahun.2 Sebagai alternative solution untuk membiayai proyek-proyek pembangunannya, pemerintah Propinsi ini mencoba mendapatkan sumber pendanaan melalui penerbitan obligasi daerah. Karena itu dari hasil studi tersebut tulisan ini mencoba menguraikan dan menganalisa penerbitan obligasi daerah sebagai salah satu alternatif sumber pendanaan pembangunan proyek di daerah I. Pendahuluan Fenomena pelaksanaan otonomi daerah tahun 2004 pada umumnya dapat berlangsung sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 yaitu tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Kondisi tersebut di atas antara lain tampak jelas dari tuntutan dari masyarakat daerah terhadap sistem pemerintahan yang lebih demokratis dimana civil society turut berperan dalam menyusun rencana dan pelaksanaan pembangunan daerahnya masing-masing. Sementara itu dari sisi keuangan, pemerintah pusat selama tiga tahun pelaksanaan otonomi daerah telah mengalokasikan dana untuk daerah (desentralisasi fiskal) dalam bentuk Dana Perimbangan selama periode 2001 – 2004 masing-masing Peneliti Madya pada Pusat Pengkajian Ekonomi dan Keuangan, Bapekki, Departemen Keuangan. 2 Sumber: BKPD Prop. Jawa Barat, 2004. 1 Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus 41 November 2005 Analisa Obligasi Untuk Membiayai Pembangunan Daerah (Municipal Bond) Kasus Pemda Propinsi Jawa Barat Bachrul Elmi sebesar (dalam trilliun) Rp81.054,4; Rp98.527,7; Rp119.313,9 dan Rp119.042,3 yang terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus serta Dana Otsus dan Penyeimbang. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan keuangan dan pembangunan daerah sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat lokal. Kebijakan transfer fiskal kepada daerah melalui APBN telah diupayakan semakin meningkat jumlahnya setiap tahun anggaran, namun pada sisi lain pemerintah pusat tidak bisa lepas dari kondisi kemampuan keuangan negara serta memperkecil kesenjangan fiskal antardaerah. Dalam perspektif Negara Kesatuan RI kondisi ekonomi makro yang sustainable senantiasa harus dipertahankan karena apabila terjadi penurunan akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan perekonomian daerah, yang pada giliran berikutnya akan menghambat pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri. 1.1 Latar Belakang Di beberapa negara seperti di Amerika Serikat, Jepang, dan Malaysia, obligasi yang diterbitkan oleh Pemda telah dikenal sebagai alternatif sumber pembiayaan pembangunan. Di Indonesia sendiri, obligasi daerah sesungguhnya bukanlah suatu hal yang baru.3 Sebelum kemerdekaan masyarakat Indonesia sudah mengenal istilah obligasi daerah (Municipal Bond). Awal dekade 1900-an di banyak kota di Indonesia, antara lain di Bandung, Batavia (Jakarta), Buitenzorg (Bogor) dan Surabaya sudah dikeluarkan obligasi daerah dengan jangka waktu (tenor) antara 15 s/d 40 tahun. Sebagai contoh, tahun 1921 Pemda Surabaya menerbitkan obligasi sebesar 5.000.000 dengan masa amortisasi untuk jangka waktu 40 tahun, dengan tingkat bunga 7,5%. Obligasi ini umumnya digunakan untuk membiayai kegiatan di daerah perkotaan, seperti penyediaan fasilitas air bersih, pembebasan tanah, pembangunan kantor dan perumahan. Pada masa itu obligasi yang diterbitkan tidak mendapat jaminan dari pemerintah pusat di Belanda. Obligasi tersebut diterbitkan di Belanda dan didaftarkan pada bursa di Amsterdam dan Batavia (Jakarta). Pasar obligasi daerah di Indonesia mengalami masa jaya sampai tahun 1940, yaitu sebelum Belanda dikalahkan Jerman dalam Perang Dunia II. Dewasa ini, Pemerintah sudah menjalankan kebijaksanaan mendorong Pemda dan BUMD untuk dapat memanfaatkan dana dari pasar modal untuk menutupi kebutuhan sumber pembiayaan pembangunan di daerahnya. Untuk itu, sampai dengan tahun 1993, telah dilaksnakan penerbitan obligasi oleh 8 (delapan) Bank Pembangunan Daerah (BPD), yaitu BPD Aceh, BPD Sumatera Utara, BPD Sumatera Barat, BPD DKI Jakarta, BPD Jawa Barat, BPD Jawa Tengah, BPD Jawa Timur, dan BPD Sulawesi Utara. Total dana yang dapat ditarik dari pasar modal adalah sebesar Rp. Heru Subiyantoro, PhD, Obligsi Daerah sebagai Terobosan Pembiayaan Pembangunan Daerah. 3 Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus 42 November 2005 Analisa Obligasi Untuk Membiayai Pembangunan Daerah (Municipal Bond) Kasus Pemda Propinsi Jawa Barat Bachrul Elmi 495,0 Milliar. Dari uraian diatas bagi pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi sebagai salah satu instrumen pembiayan pembangunan akan memberikan solusi serta manfaat bagi masyarakat, investor dan pelaku pasar modal. Pada masa otonomi daerah sekarang ini, pemerintah pusat telah memberikan dorongan kepada Pemda dan BUMD untuk memanfaatkan sumber pendanaan dari masyarakat melalui pasar modal. Sebagai contoh sampai dengan tahun 1993 terdapat 8 Bank Pembangunan Daerah yang menerbitkan obligasi dan berhasil menarik dana sebesar Rp495,0 miliar. Berdasarkan kenyataan tersebut diatas, maka bagi pemerintah daerah, penerbitan obligasi daerah sebagai salah satu alternatif sumber pendanaan untuk membiayai pembangunan akan memberikan solusi dan bermanfaat bagi masyarakat, investor dan pelaku pasar modal (market friendly). 1.2 Permasalahan Selama pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah (tahun 20012004) pada umumnya kapasitas fiscal pemerintah daerah telah mengalami kenaikan relatif cukup tinggi jumlahnya bila dibandingkan dengan kondisi sebalum pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Sebagai contoh belanja rutin Pemda Jawa Barat tahun anggaran 1999/2000 sebesar Rp3.005.384,86 naik menjadi Rp8.505.090,48 pada tahun 2002, terdapat kenaikan 282,9% dan belanja pembangunan dari Rp1.187.280 juta naik menjadi Rp3.475.538 juta, mengalami kenaikan 292,7 %. Bersamaan dengan kenaikan kapasitas fiscal daerah tersebut diatas,tuntutan publik terhadap pasilitas pelayanan yang lebih baik juga meningkat,sehingga dana pembangunan yang dialokasikan oleh Pemda dalam APBD baru sekitar 24,0% dari kebutuhan total dana investasi yang diperlukan untuk pembangunan daerah setiap tahunnya. Pada kenyataannya selama pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah tahun 2001-2004 kenaikan penerimaan APBD lebih banyak digunakan untuk membayar belanja pegawai dan biaya operasional pemerintahan daerah. Artinya walaupun ada peningkatan penerimaan daerah, kenaikan tersebut hanya mampu menyediakan sekitar 24% dari total kebutuhan dana investasi pertahunnya. Dalam hal pemda memilih alternatif menerbitkan obligasi sebagai upaya untuk mendapatkan dana pembangunan maka harus menempuh beberapa prosedur dan mekanisme yang cukup rumit, memerlukan waktu dan biaya yang mahal serta tidak tertutup kemungkinan terjadi default dalam menjamin pembayaran bunga dan pokok pinjaman obligasi. Karena itulah dalam mengadakan pilihan proyek yang akan dibiayai dari dana obligasi harus ada kepastian return on investment yang akan dihasilkan, sehingga pengembalian utang tidak perlu membebani APBD. 1.3 Tujuan Penulisan Selama pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah tahun 2001 – 2004, Propinsi Jawa Barat memiliki kapasitas fiskal yang cukup tinggi, hal ini dapat Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus 43 November 2005 Analisa Obligasi Untuk Membiayai Pembangunan Daerah (Municipal Bond) Kasus Pemda Propinsi Jawa Barat Bachrul Elmi diketahui dari kemampuan PAD melebihi dua per tiga dari total penerimaan APBD tahun 2003 dan 2004. Artinya tingkat ketergantungan alokasi dana dari pemerintah pusat relatif sedikit. Namun dihadapkan pada kebutuhan akan dana pembangunan infrastruktur seperti air bersih, jalan raya, jembatan, rumah sakit, gedung sekolah dan sarana ekonomi produktif lainnya. Oleh karena dana APBD belum mencukupi, maka perlu dicarikan alternatif sumber dana lainnya diluar APBD. Berkaitan dengan hal pendanaan tersebut, tulisan ini bertujuan: 1. Memberikan input kepada pemda yang bersangkutan, bahwa sumber pendanaan dari penerbitan obligasi layak untuk dipertimbangkan atau dimanfaatkan, 2. Memberikan peluang kepada pemda untuk mulai mandiri sehingga pada waktu yang akan datang pemda tidak hanya menggantungkan sumber dana dari pemerintah pusat (APBN). 1.4 Metodologi Penelitian Dalam kajian ini digunakan purposive sampling yaitu suatu teknik penentuan sample dengan cara memilih secara langsung suatu daerah atau wilayah yang akan diteliti dengan tujuan untuk mengetahui atau mempelajari karakteristik tertentu, yaitu tentang keuangan daerah Propinsi Jawa Barat. Sementara itu data keuangan daerah Propinsi Jawa Barat diperoleh melalui wawancara dengan pejabat daerah yang terkait yaitu BPKD, BAPEDA dan dinas-dinas serta pihak BUMD. II. Pendekatan Teori 2.1 Pengertian Obligasi Obligasi adalah sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah daerah atau suatu badan hukum sebagai bukti bahwa pemerintah atau badan hukum tersebut telah melakukan pinjaman/utang kepada pemegang sertifikat yang telah diterbitkannya, dimana pinjaman tersebut akan dibayar kembali sesuai dengan jangka waktu dan persyaratan yang telah sama-sama disetujui. Secara umum obligasi yang diterbitkan oleh lembaga pemerintah atau badan hukum, baik oleh badan hukum pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memiliki ciri-ciri dan karakteristik yang sama, namun terdiri dari berbagai jenis antara lain obligasi umum (General Obligation), obligasi pendapatan (Revenue Bond), double barrel bond (Hybrid Obligation).4 4 Marzuki Usman, 1997, Obligasi Sebagai Alternatif Pembiayaan Daerah, Seminar Paper. Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus 44 November 2005 Analisa Obligasi Untuk Membiayai Pembangunan Daerah (Municipal Bond) Kasus Pemda Propinsi Jawa Barat Bachrul Elmi 2.2 Jenis Obligasi a. Obligasi Umum (General Obligation – GO Bond) Surat utang jangka panjang yang pembayarannya kembali dijamin oleh pemerintah melalui pajak yang dikumpulkannya. Oleh karena itu pemasarannya lebih mudah karena adanya sumber dana yang pasti untuk pembayaran kembali. Biasanya obligasi umum digunakan untuk investasi dibidang prasarana pelayanan masyarakat seperti prasarana kesehatan, sanitasi, dan sarana pendidikan. Karena dijamin dengan penerimaan dari pajak, maka tentu saja untuk penerbitannya memerlukan persetujuan dari para pembayar pajak daerah melalui Dewan Perwakilan rakyat (DPR). b. Obligasi Pendapatan (Revenue Bond) Obligasi jenis ini dikeluarkan dalam rangka membiayai proyek-proyek yang menghasilkan pendapatan. Pembayaran kembali obligasi ini dijamin dari hasil proyek yang dibiayai dengan dana obligasi tersebut atau dijamin dengan pendapatan tertentu dari suatu proyek, dan bukan oleh kemampuan mengumpulkan pajak si penerbit obligasi. Umumnya dana dari hasil obligasi ini digunakan untuk investasi jalan tol, pengelolaan limbah dan sampah, dan investasi untuk air bersih. Obligasi ini dapat diterbitkan tanpa persetujuan dari pembayar pajak (DPR). c. Obligasi Double-Barrel (Hybrid Obligation) atau Double Barreled Bond Jenis obligasi ini merupakan kombinasi antara obligasi umum (GO Bond) dengan Revenue Bond. Pada dasarnya obligasi ini didukung atau dijamin oleh pendapatan dari proyek yang dibiayai dengan dana hasil penerbitan obligasi tersebut. Namun bila proyek tersebut gagal, maka pembayaran obligasi tersebut dibayar dari hasil pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah. Jenis obligasi ini dianggap sebagai obligasi dengan resiko yang relatif rendah dibanding dengan jenis obligasi yang lainnya. Oleh karena itu, tingkat bunganya juga lebih rendah sesuai dengan tingkat resikonya. 2.3 Obligasi Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan Pembangunan Daerah Obligasi daerah ini lebih dikenal sebagai “municipal bond” (obligasi pemerintah perkotaan), yang pada hakekatnya adalah surat berharga pinjaman jangka panjang yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah (Pemda) dan atau badan usaha milik daerah, dimana pemegang surat berharga tersebut berhak atas pembayaran kembali utang pokok dan bunganya sesuai dengan jangka waktu dan persyaratan yang telah disepakati. Obligasi daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah biasanya berbentuk GO Bond, sedangkan obligasi yang dikeluarkan oleh badan usaha milik daerah adalah berbentuk Revenue Bond dan dapat juga berbentuk Double Barrel Bond. Namun di Indonesia para emiten (calon penerbit obligasi) cenderung untuk memilih Revenue Bond daripada Double Barrel Bond dan GO Bond, hal ini disebabkan Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus 45 November 2005 Analisa Obligasi Untuk Membiayai Pembangunan Daerah (Municipal Bond) Kasus Pemda Propinsi Jawa Barat Bachrul Elmi dalam penerbitan obligasi umum atau GO Bond dan Double Barrel Bond calon penerbit dihadapkan pada berbagai masalah antara lain: (i) terbatasnya kemampuan keuangan daerah yang bersumber dari pajak daerah untuk dapat digunakan sebagai jaminan pembayaran kembali obligasi; (ii) persetujuan dari para pembayar pajak melalui DPRD pada umumnya memerlukan waktu yang cukup lama; (iii) sistim administrasi dan akuntansi pemerintah daerah belum sesuai dengan standard internasional. 2.4 Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Penerbitan Obligasi Daerah Pada dasarnya cara penerbitan obligasi, baik yang dilakukan oleh instansi pusat maupun daerah tidaklah berbeda, begitu pula pihak-pihak atau lembaga yang berperan. Pihak-pihak yang berperan dalam penerbitan obligasi adalah sebagai berikut: 1. Penanam Modal (Investor) Di negara maju, penanam modal atau pembeli obligasi umumnya adalah masyarakat atau perseorangan. Di Indonesia kondisi ini belum mengarah ke sana. Saat ini masih relatif sulit untuk mengharapkan perseorangan secara langsung membeli obligasi. Di Indonesia umumnya obligasi dibeli oleh lembaga-lembaga semacam dana pensiun atau perusahaan asuransi yang memiliki “supply of fund” yang sangat besar. 2. Penjamin Pelaksana Emisi (Underwriter) Perusahaan penjamin pelaksanaan emisi obligai berfungsi selain sebagai pelaksana penjualan obligasi, bila perlu membeli seluruh atau sebagian obligasi yang diterbitkan apabila penjaminan pelaksanaan emisi mempeunyai persyaratan “full commitment”. Dewasa ini sudah terdapat sejumlah besar perusahaan penjamin pelaksana emisi khususnya di DKI Jakarta yang telah melakukan sejumlah transaksi penjaminan penerbitan obligasi dan saham. 3. Lembaga Penilai (Rating Agency) Lembaga ini berfungsi sebagai penilai kemampuan membayar kembali baik calon penerbit obligasi, maupun lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan penerbitan obligasi tersebut. Pada saat ini di Indonesia terdapat satu-satunya lembaga penilai yaitu PT. Pefindo (PT. Pemeringkat Efek Indonesia). Bila diperlukan, lembaga penilai dari luar negeri juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan suatu penilian. 4. Wali Amanat (Trustee)/Paying Agent Wali amanat adalah badan/lembaga yang diberi kepercayaan untuk mewakili kepentingan para pemegang obligasi, yang juga sering berfungsi sebagai agen Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus 46 November 2005 Analisa Obligasi Untuk Membiayai Pembangunan Daerah (Municipal Bond) Kasus Pemda Propinsi Jawa Barat Bachrul Elmi pembayaran. Biasanya yang bertindak sebagai wali amanat dalam penerbitan obligasi adalah bank, dalam hal ini beberapa bank sudah melakukannya, sebagai contoh dapat disebutkan BDN, BTN dan beberapa bank swasta. 5. Penasehat Hukum Obligasi (Bond Counsel) Dalam pelaksanaan penerbitan obligasi, penasehat hukum obligasi diperlukan baik untuk kepentingan penerbit atau emiten dalam hubungannya dengan pihak-pihak terkait, seperti dengan penjamin pelaksana emisi, maupun pihak penanam modal. Penasehat hukum obligasi berfungsi sebagai penasehat hukum, pelindung hukum, dan penengah jika kemudian timbul permasalahan hukum. Seperti halnya perusahaan penjamin pelaksana emisi, di Indonesia dewasa ini sudah banyak berdiri perusahaan penasehat hukum obligasi yang beroperasi. Khususnya untuk di Jakarta, beberpa diantaranya menggunakan tenaga profesional dari luar negeri. 6. Penjamin Obligasi (Guarantor) Adalah pihak yang bersedia membayarkan kewajiban penerbit obligasi jika penerbit obligasi lalai atau tidak mampu melaksanakan kewajibannya. Penjamin emisi juga berfungsi sebagai “credit enhancer”, yaitu untuk menurunkan biaya bunga obligasi. Dalam penerbitan obligasi, terutama apabila hasil “rating” (pemeringkatan) dari “Rating Agency” kurang menguntungkan yang disebabkan “performance” keuangan si calon emiten kurang baik, maka jaminan suatu bank yang mempunyai “rating” bagus sangat diperlukan. 7. Penasehat Keuangan (Financial Consultant) Jika diperlukan, BUMD atau Pemda yang akan menerbitkan obligasi atau saham dapat meminta nasehat keuangan kepada lembaga yang khusus bekerja untuk itu. Lembaga ini sudah cukup banyak berdiri di DKI Jakarta. 8. Pembina (Supervisor/overseas) Pembina dan pengawas pasar modal adalah Bapepam (Badan Pembina dan Pengawas Pasar Modal). Sesuai fungsinya sebagai pembina dan pengawas pasar modal. Bapepam telah semakin maju dalam upaya melindungi penanam modal dan menjaga ketertiban pihak-pihak yang menjadi pemain di pasar modal. 9. Bursa Di Indonesia, bursa atau pasar modal baru terdapat di Jakarta (Bursa Efek Jakarta-BEJ) dan Surabaya (Bursa Efek Surabaya-BES). Penjualan obligasi melalui bursa dikenal dengan istilah “public offering” atau penawaran secara terbuka kepada umum. Namun, penjualan saham/obligasi dapat juga dilakukan di luar bursa, dikenal dengan istilah “private placement”. Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus 47 November 2005 Analisa Obligasi Untuk Membiayai Pembangunan Daerah (Municipal Bond) Kasus Pemda Propinsi Jawa Barat Bachrul Elmi 2.5 Prospek dan Kendala Obligasi Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan Daerah 2.5.1 Prospek Obligasi Daerah di Masa Datang Dengan terbatasnya sumber dana konvensional yang bisa diandalkan Pemda atau BUMD dalam membiayai pembangunan prasarana dan sarana, serta investasi lainnya. Sementara itu, alternatif sumber dana lainnya disamping sulit dan mahal juga semakin langka, maka sesungguhnya obligasi daerah dapat menjadi alternatif sumber pembiayaan jangka panjang yang menarik. Dengan didukung kondisi pasar modal yang sekarang semakin berkembang, kondisi perekonomian yang relatif baik dan stabil, pendapatan perkapita masyarakat yang juga semakin meningkat, serta tersedianya dana jangka panjang dalam jumlah yang besar dan potensinya belum termanfaatkan sepenuhnya seperti dana pensiun dan dana asuransi, maka obligasi dapat menjadi salah satu sarana bagi pihak yang membutuhkan dana jangka panjang. Sedang bagi investor akan memberikan pilihan sarana untuk menanamkan modalnya, yang pada gilirannya akan memberi dampak positif terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan. 2.5.2 Kendala-kendala dalam Penerbitan Obligasi Daerah Namun demikian, walaupun obligasi dapat menjadi alternatif pembiyaan dan mempunyai prospek, penerbitan atau emisi obligasi juga tetap dihadapkan pada berbagai kendala. Misalnya dalam melakukan pilihan untuk menanamkan modalnya, investor akan mempertimbangkan jenis investasi yang mana yang kelak akan memberikan keuntungan yang lebih besar baginya, di mana salah satu yang menjadi pertimbangan mereka dalam hal ini adalah tingkat bunga. Tingkat bunga yang dikenakan pada obligasi daerah biasanya sama dengan tingkat bunga yang berlaku di pasar modal atau pasar uang. Tingkat bunga yang dikenakan atas obligasi sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain (i) tingkat inflasi saat obligasi diterbitkan, (ii) kondisi manajemen dan keuangan penerbit obligasi, (iii) kondisi perekonomian dimana BUMD yang bersangkutan beroperasi, (iv) pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan obligasi, serta (v) obligasi merupakan investasi jangka panjang sehingga biasanya investor sangat hati-hati. Selain itu untuk menerbitkan obligasinya, Pemda atau BUMD harus memenuhi persyaratan-persyaratan antara lain : (i) status hukum sesuai peraturan perundangan yang berlaku, (ii) mempunyai anggota dewan direksi, badan pengawas, pegawai yang diangkat sesuai peraturan perundangan yang berlaku, (iii) kinerja keuangan yang sehat, (iv) studi kelayakan tentang usaha yang akan menjadi objek pembiayaan dana obligasi yang dibuat oleh konsultan yang ahli dibidangnya dan disepakati kedua pihak, (v) memiliki bukti pemilikan kekayaan perusahaan secara sah. Sepanjang perusahaan mampu mengelola dana yang diperoleh atau menginvestasikannya dengan baik dan memberi hasil yang melebihi biaya (rate of return on investment yang tinggi), arus kas lancar, maka penggunaan dana dari hasil penerbitan obligasi merupakan pilihan yang baik. Di samping itu bila penerbitan Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus 48 November 2005 Analisa Obligasi Untuk Membiayai Pembangunan Daerah (Municipal Bond) Kasus Pemda Propinsi Jawa Barat Bachrul Elmi obligasi mengikuti peraturan yang ditetapkan pemerintah, khususnya Bapepam, penerbitan obligasi relatif tidak terlalu sulit. 2.5.3 Alasan Penerbitan Obligasi Daerah Penerbitan obligasi akan mampu memberikan solusi multi dimensi dengan membawa filosofi “win-win-win” antara Pemerintah, warga masyarakat. Investor, dan para pelaku Pasar Modal, dimana banyak pihak akan memetik manfaat. Peluang usaha, dan keuntungan antara lain sebagai berikut: 1. Emiten (Pemda) dapat menghimpun dana guna memberdayakan diri untuk memicu dan memacu pembangunan di daerahnya. Perbaikan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui penciptaan lapangan kerja dan kesempatan kerja yang timbul dari pengadaan jaringan ekonomi multiplier effect. 2. Instrumen baru memberikan pilihan investasi bagi masyarakat investor, selain memperoleh manfaat langsung dari berbagai infrastuktur yang dibangun dengan dana obligasi juga masih mendapatkan imbal hasil (yield) dan mungkin juga insentif lain. 3. Bagi lembaga dan profesi penunjang dan pelaku Pasar Modal dapat melihat lahan baru yang memberikan kontribusi masing – masing profesi. 4. Pemerintah Daerah dengan potensi yang dimiliki dapat memilih proyek apa atau infrastruktur mana yang mendesak dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat, untuk selanjutnya mengkaji dan mempertimbangkan jenis atau tipe obligasi mana yang paling sesuai untuk diterbitkan dalam rangka penghimpunan dana pembiayaan sebagaimana diuraikan di bawah ini, juga menciptakan efek pengganda (multiplier effect) berupa timbulnya jaringan kegiatan ekonomi yang menunjang proyek pokok yang kesemuanya itu menciptakan banyak lapangan kerja bagi masyarakat. Dengan demikian dicapai kondisi “win-win-win” bagi banyak pihak. Obligasi Daerah, Municipal Bond atau popular disebut Munies di Negara maju dianggap sebagai sekuritas yang sangat aman sehingga disebut “the safest of all senior securities”. Hal ini dapat dimengerti mengingat bahwa Pemerintah Daerah sebagai Emiten maupun penjamin merupakan institusi permanent yang tidak pernah mengalami kebangkrutan. Menurut informasi sangat jarang obligasi daerah mengalami default dalam memenuhi kebutuhannya. Daya tarik lain dari Oblighasi Daerah adalah pemberian fasilitas bebas pajak (tax-exempted) yang sesuai dengan sifat penghimpunan dana yang merupakan bentuk gotong royong masyarakat untuk mengadakan infrastuktur dan utilitas publik yang memberikan manfaat banyak sehingga di bebaskan dari pajak pendapatan atas bunga obligasi. Dalam rangka pemasaran, daya tarik lain Obligasi Daerah dapat diberikan berupa insentif, bonus, partisipasi laba/pendapatan operasional utilitas dan boleh jadi hadiah-hadiah. Berbagai daya tarik tersrbut merupakan aksesoris atau pemanis Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus 49 November 2005 Analisa Obligasi Untuk Membiayai Pembangunan Daerah (Municipal Bond) Kasus Pemda Propinsi Jawa Barat Bachrul Elmi (sweetener) agar menciptakan demand pasar obligasi yang lebih kuat, misalnya obligasi berhadiah rumah atau bebas jalan tol seumur hidup atau selama masa obligasi berlaku. Dimata investor jenis efek ini merupakan instrument investasi yang sangat disukai dan menjadi sekuritas favorit masyarakat, sehingga timbul ungkapan bahwa munies adalah “the richmen’s darling”. Dalam portofolio reksadana, dana pension, yayasan-yayasan, serta orang-orang kaya yang mendambakan keamanan dan ketenangan dalam hidupnya maka si Munies biasanya tidak pernah absen dan selalu ada dalam basket investasi mereka. Obligasi daerah dengan tingkat bunga lebih rendah dari tingkat bunga umum masih dapat lebih menarik apabila dilekati dengan pemanis (sweetener) misal berupa: - Waran - Option - Right for subscribtion - Hadiah - Lain – lain a. Waran Waran adalah hak untuk membeli (memesan) saham suatu perusahaan dengan harga tertentu pada saat atau selama periode yang telah di tentukan. Apabila infrastruktur yang dibangun dengan dana obligasi akan dioperasikan dengan menghasilkan keuntungan dan untuk itu dibentuk sebuah badan usaha PT, maka pemegang obligasi dapat menggunakan waran yang dimiliki untuk memesan saham dengan harga nominal atau di bawah harga pasar saham PT tersebut. Selisih antara harga pelaksanaan (exercise price) dibanding harga pasar saham tersebut di pasar (Bursa Efek) akan merupakan extra income disamping bunga obligasi yang dimilikinya, atau waran dapat dijual ke pasar. b. Option Mirip dengan waran, pemiliknya dapat menggunakan option untuk membeli saham perusahaan lain yang dimiliki Pemda (BUMD), walaupun perusahaan ini berbeda/tidak ada kaitannya dengan sarana yang dibangun dengan dana obligasi pada mana option tersebut melekat. c. Right For Subscription Right ini merupakan hak bagi pemegangnya untuk memesan unit sarana yang di bangun dengan dana obligasi, dimana unit sarana tersebut memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari harga pesanan perdana. Misal: Dana obligasi di gunakan untuk membangun sebuah pasar atau shopping mall, maka pemegang right memperoleh hak lebih dulu untuk membeli atau menyewa los atau unit ruangan pasar tersebut. Seperti halnya waran dan option, right ini dapat digunakan sendiri oleh pemiliknya atau di jual ke pasar sehingga memberi penghasilan extra. Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus 50 November 2005 Analisa Obligasi Untuk Membiayai Pembangunan Daerah (Municipal Bond) Kasus Pemda Propinsi Jawa Barat Bachrul Elmi 2.5.4 Risiko Obligasi Daerah Sebagaimana diungkapkan di atas bahwa obligasi daerah hampir tidak mengandung resiko sehingga dikategorikan sebagai “The safest of all senior securities”. Namun perlu disadari bahwa hal tersebut tidak berarti sama sekali bebas resiko. Bagaimanapun Pemda tidak tertutup kemungkinan gagal memenuhi kewajibannya (default) dalam menjamin pembayaran pokok pinjaman dan bunga obligasi. Di Amerika Serikat pernah terjadi Pemda gagal dan dituntut para pemegang obligasi, namun kasus ini sangat jarang terjadi. 2.6 Keuntungan Obligasi 2.6.1 Keuntungan dan Kerugian bagi PDAM dalam Menggunakan Obligasi Pendapatan Sumber pembiayaan hutang utama bagi PDAM adalah program pinjaman subsidi yang dikelola oleh pemerintah pusat dan, sekarang, obligasi pendapatan. Tingkat suku bunga untuk pinjaman SLA (10,5%) dan pinjaman RPD (11,5%) secara substansial di bawah suku bunga pasar yang harus di bayar bagi obligasi pendapatan (16%-18%). Jika PDAM tidak mempunyai masalah untuk mendapatkan dana subsidi, tentunya terserah pada PDAM untuk menggunakan sumber pembiayaan itu. Namun demikian, dengan banyaknya proyek-proyek PDAM yang kesulitan untuk mendapatkan dana subsidi tersebut, pelaksanaan proyek jadi tidak tentu dan tertunda dengan konsekuensi prosedur administrasi yang tidak sedikit, PDAM harus mempertimbangkan masak-masak penggunaan obligasi dibandingkan dengan program pinjaman subsidi, kasus demi kasus. 2.6.2 Obligasi pendapatan mempunyai beberapa keuntungan potensial sebagai berikut: a. Pembuatan dan Pengawasan keputusan oleh daerah Perencanaan, persetujuan, dan pelaksanaan pembiayaan pada dasarnya di lakukan antara Manajemen PDAM dengan Kepala Daerah Tingkat II, tanpa melibatkan pemerintah atasan, b. Penggunaan standar-standar rancang lokal Standar-standar rancang proyek dan pelaksanaannya di dasarkan pada standar lokal Indonesia, c. Proses Persetujuan yang lebih pendek Sementara proses pinjaman SLA dan RPD bias membutuhkan waktu 2 – 3 tahun (bergantung pada prioritas proyek, waktu, dan ketersediaan dana), menerbitkan obligasi pendapatan hanya memerlukan waktu 6 bulan sejak penyelesaian studi kelayakan dan keputusan untuk memulai penerbitan, d. Penyerapan dana yang tepat waktu Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus 51 November 2005 Analisa Obligasi Untuk Membiayai Pembangunan Daerah (Municipal Bond) Kasus Pemda Propinsi Jawa Barat Bachrul Elmi Bukan hanya proses persetujuan obligasi pendapatan lebih pendek, tetapi karena obligasi di kelola langsung oleh penerbit, penyerapan dana proyek dapat di lakukan tepat waktu, e. Tidak ada keterbatasan dana Apabila Pasar Obligasi Pendapatan di luncurkan sesuai rencana, akan tersedia dana yang melimpah sesuai dengan nilai kredit PDAM dengan proyek – proyek yang layak. Hal ini sangat bertentangan dengan dana program pinjaman subsidi yang sangat terbatas. Kami percaya, bahwa keterbatasan bukan merupakan keterbatasan dana jangka panjang di pasar, tetapi merupakan nilai kredit PDAM untuk menyiapkan proyek-proyek untuk investasi. 2.7 Proses Penerbitan Obligasi Daerah 1. Rencana Perusahaan/Rencana Peningkatan Modal 2. Studi Kelayakan 3. Keputusan Untuk Menerbitkan Obligasi 4. Membentuk Tim Kerja Profesional - Penanggung Asuransi - Penasihat Hukum - Auditor - Kuasa - Penjamin (Bila Diperlukan) 5. Pemeriksaan (Audit) 6. Penyiapan Prospektus/Dokumen Lain 7. Penentuan Peringkat oleh Pefindo 8. Pendaftaran ke Bapepam 9. Penjualan dan Pendaftaran Obligasi Waktu Semenjak Keputusan (1,0 Bulan) (0,5 Bulan) (1,5 Bulan) (0,5 Bulan) ___________ (6,0 Bulan) MEKANISME OBLIGASI DAERAH INITIATOR PENGAJUAN BAPPEDA DINASDINAS BUMD GUBERNUR BUPATI/ WALIKOTA BAPEPAM PERSETUJUAN DPRD MENKEU PASAR MODAL Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus 52 November 2005 Analisa Obligasi Untuk Membiayai Pembangunan Daerah (Municipal Bond) Kasus Pemda Propinsi Jawa Barat Bachrul Elmi III. Analisa Finansial Pembiayaan Obligasi Menurut Currea P, 1979, pemerintah daerah penting menyiapkan local capital improvement program untuk jangka panjang, yaitu suatu strategi pembentukan capital investment jangka panjang selama kurun waktu lima tahunan. Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa penting sekali bagi pemerintah daerah menyusun rencana strategis yang merupakan suatu statement mengenai tujuan pembangunan daerah dalam arti fisik yang juga memberikan gambaran dan analisis tentang faktor-faktor yang mungkin akan mempengaruhi perubahan dalam masyarakat serta pertumbuhan ekonomi daerah. Dasar kebutuhan yang dalam rencana strategis itu nantinya menjadi kretaria umum dalam menentukan prioritas pada program capital improvement (CIP) yang sangat diperlukan untuk membiayai investasi daerah. Persentase kenaikan pembiayaan pembangunan daerah periode tahun 1999 – 2002 dapat dilihat dari komposisi belanja daerah berikut ini: Tabel 1 Pembiayaan Pembangunan Daerah (dalam triliun Rp) Belanja 1999 2002 Aparatur 10,9 13,8 Kesehatan 6,2 6,5 Pendidikan 10,6 11,6 Lainnya 72,3 68,2 Sumber: Ditjen. Perimbangan Keuangan Pusat Daerah-Dep.Keu. Dari data tersebut di atas terlihat bahwa belanja pembangunan pada ketiga sektor, yaitu Aparatur, Kesehatan, dan Pendidikan mengalami kenaikan yang relatif sedikit, antara lain karena alokasi dana APBD umumnya sebagian besar untuk membayar gaji pegawai, belanja barang, dan pemeliharaan. Artinya dana pembangunan yang mampu disediakan oleh pemerintah daerah dalam APBD setiap tahun anggaran masih sangat terbatas kecuali untuk beberapa daerah seperti Propinsi DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Papua dan NAD. Menyikapi batas kemampuan baik APBN maupun APBD dalam menyediakan dana pembangunan daerah, maka daerah perlu mencari dan memanfaatkan sumber dana pinjaman yang berasal dari masyarakat dan swasta lokal atau pinjaman yang berasal dari daerah yang lebih mampu. Peluang untuk mendapatkan dana tersebut sudah memiliki landasan hukum sebagaimana tercantum dalam UU No. 17 tahun 2003, PP No. 23 tahun 2003, PP No. 107 tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah. Keputusan Menteri Keuangan No. 357/KMK.07/2003 dan KMK No. 538/KMK.07/2003 tentang Subsidiary Loan yang dijadikan hibah kepada daerah dan pinjaman dalam bentuk obligasi daerah. Era pelaksanaan otonomi saat ini adalah saatnya bagi pemerintah dan masyarakat daerah untuk lebih kreatif dan mulai mandiri dalam mengurus dan membangun rumah tangga daerahnya. Artinya secara operasional pemda harus Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus 53 November 2005 Analisa Obligasi Untuk Membiayai Pembangunan Daerah (Municipal Bond) Kasus Pemda Propinsi Jawa Barat Bachrul Elmi mampu melaksanakan tugas-tugas berdasarkan prinsip-prinsip good government governance dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam membangun daerahnya. Manfaat obligasi sebagai salah satu sumber pendanaan investasi telah telah dijelaskan pada bagian awal tulisan ini. Langkah selanjutnya yang penting adalah menentukan pilihan proyek mana yang akan menjadi prioritas pendanaan dari obligasi daerah. Menurut data ABPD dan kebutuhan dana investasi Pemda Jawa Barat tahun anggaran 2000-2004 adalah seperti berikut ini: Tabel 2 APBD dan Kebutuhan Investasi T.A 2000 – 2004 T.A APBD ^% Kbt.I nvest. % C. Obligasi 2000 1.270.270,8 11.616.245 10,9 952,65 2001 2.268.255,0 78,5 12.804.738 17,7 1.701,15 2002 2.251.753,1 (0.73) 14.341.308 11,7 188,75 2003 3.090.593,3 37,2 16.062.265 14,4 1.688,77 2004 3.473.904,0 12,4 17.989.754 14,4 2.317,87 Sumber: BAPEDA Prop. Jawa Barat Dari angka pada tabel tersebut diatas menunjukkan adanya kenaikan jumlah APBD setiap tahun anggaran sehingga dalam lima tahun tekhir terjadi kenaikan rata – rata sebesar 32,0%, akan tetapi dibandingkan dengan kenaikan kebutuhan dana untuk investasi, kenaikan jumlah penerimaan APBD tersebut masih jauh dari mencukupi. Sementara itu pemerintah pusat masih membatasi kewenangan pemerintah daerah untuk melakukan pinjaman (obligasi) sebagaimana ketentuan dalam UU No.33/2004 pasal 54,56 dan 57. Dengan demikian maka peluang atau kapasitas Pemda Jawa Barat untuk menerbitkan surat obligasi dibatasi tidak melebihi 75 persen dari jumlah penerimaan umum dalam APBD tahun anggaran sebelumnya. Pertimbangan pemerintah pusat membatasi utang pemerintah daerah tersebut antara lain karena terjadi default utang pemerintah daerah pada masa orde baru seperti untuk proyek-proyek air bersih, dan kebersihan kota yang dilakukan oleh pemerintah propinsi. Dalam teori penentuan nilai obligasi antara dikenal Capital Asset Pricing Model yang menyatakan bahwa harga suatu jenis obligasi yang diterbitkan oleh suatu lembaga baik corporate atau instansi pemerintahan ditentukan berdasar tingkat (interest rate) dan jangka waktu obligasi (duration) yang ditentukan oleh issuer. Kemudian dalam penghitungan bunga obligasi dikenal terminologi yang seringkali digunakan di pasar sekuritas seperti: - Spote rates, yaitu suatu tingkat bunga obligasi yang mempunyai satu arus kas atau dikenal sebagai zero coupon bond. - Future rates adalah nilai obligasi yang akan dibayar pada tingkat bunga tertentu dengan jangka waktu yang akan datang. - Current Yield yaitu tingkat bunga yang dibayar dibagi dengan harga obligasi, misalnya bunga pertahun dibayar Rp100 dan harga obligasi Rp1000 berarti Current yield-nya 10,0%. Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus 54 November 2005 Analisa Obligasi Untuk Membiayai Pembangunan Daerah (Municipal Bond) Kasus Pemda Propinsi Jawa Barat Bachrul Elmi Yield to maturity, adalah tingkat bunga yang akan diterima oleh investor sampai dengan waktu jatuh tempo. Tingkat bunga tersebut sama dengan internal rate of return (IRR). Kemudian untuk menghitung nilai zero coupon bond digunakan formula sebagai berikut: P= F dimana: P = present value -------F = future value ( 1 + i )n i = interest rate n = masa obligasi. karena itu untuk obligasi yang mempunyai nilai nominal sebesar Rp1000.0000,dengan interest rate 10%, yang akan dilunasi selama 5 tahun, maka nilainya sekarang adalah: P = ....... ? F = 1000.000 i = 10% n=5 maka: P = 1000.000 x 1 ---------(1,10)5 = 1000.000 x 0.620.921 = 620.921 - Selanjutnya Jika obligasi dengan nominal per lembar senilai Rp1000.000 dengan interest track 10% per tahun, maka future amount yang harus dibayar pada tahun ke lima. Akan diperhitungkan sebagai berikut: n = 5 tahun f = p(1+1)n i = 10% p = 1000.000 maka f = 1000.000 (1.10) = 1000.000 (1.610.050) = 1.610.05 Cash flow obligasi dengan zero coupon Tahun 1 2 3 4 5 Harga 620.921 811.622 711.780 613.319 519.369 1 1.000 0 0 0 0 2 3 4 0 1.000 0 0 0 0 0 1.000 0 0 0 0 0 1.000 0 Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus 55 5 Spotrate 0 0 0 0 1.000 November 2005 i=10% i=11% i=12% i=13% i=14% Analisa Obligasi Untuk Membiayai Pembangunan Daerah (Municipal Bond) Kasus Pemda Propinsi Jawa Barat Bachrul Elmi Nilai nominal obligasi akan dilunasi sebesar Rp1000.000 pada setiap akhir tahun anggaran, sedangkan jumlah harga yang dibayar investor (pembeli obligasi). Spot rates untuk tahun keitga misalnya dapat diketahui dengan cara 711.780 = 1.000.000/(1+i)n 711.780 (1+i)3 = 1.000.000 i = 12 Menghitung Harga Obligasi: Harga setiap instrumen keuangan (obligasi, saham, commercial paper dan SBI) pada dasarnya adalah sama yaitu dengan cara menghitung nilai sekarang dari aliran kas yang diharapkan akan diterima dari dana yang diinvestasikan pada instrumen keuangan tersebut. Oleh karena itu untuk menentukan misalnya harga obligasi diperlukan data dan informasi: 1. Perkiraan aliran kas dari dana yang diharapkan akan diterima pada masa yang akan datang, 2. Estimasi yield (tingkat pengembalian) minimal yang harus dihasilkan atau yang dipersyaratkan. Yield minimal adalah yield dari suatu instrumen keuangan dengan tingkat resiko yang sama IV. Penutup 4.1 Simpulan Pelaksanaan otonomi daerah 2001-2004 memberikan indikasi bagi berbagai pihak baik pemda maupun masyarakat daerah bahwa mengurus dan membangun daerah secara mandiri memerlukan kesamaan persepsi agar apa yang menjadi visi masyarakat dan pemda dapat mencapai sasaran tepat waktu dan biaya yang cukup. Hal ini berarti bahwa semua pihak harus berpikir kedepan agar kehidupan masyarakat banyak menjadi lebih baik karena mereka sudah bosan hidup dalam kemiskinan. Mengenai sumber dana pembangunan daerah terdapat beberapa alternatif selain dari pemerintah pusat juga dari masyarakat daerah itu sendiri. Mereka itu perlu dimotivasi supaya turut serta dalam proses pembangunan daerahnya. Uraian yang dikemukakan dalam tulisan ini bertujuan memberikan motivasi dan masukan kepada Pemda, bahwa peluang mencari dan mendapatkan sumber dana untuk membiayai pembangunan di daerah, masih cukup tersedia. Penerbitan obligasi daerah sebagai salah satu sumber dana pembangunan mesti direncanakan atau dipersiapkan secara hati hati, karena masyarakat “trust” terhadap pemerintah. Artinya penerbitan obligasi daerah oleh Pemda, adalah: - Business trust, - Pemda sendiri yang akan menentukan prioritas prasarana yang akan dibangun dengan dana dari obligasi yang diterbitkan, dalam hal ini mungkin sector pertanian dan transportasi. Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus 56 November 2005 Analisa Obligasi Untuk Membiayai Pembangunan Daerah (Municipal Bond) Kasus Pemda Propinsi Jawa Barat Bachrul Elmi Beberapa issue kebijakan dalam pengembangan obligasi daerah antara lain: a. Risiko obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah memiliki resiko yang lebih rendah dibandingkan dengan obligasi yang diterbitkan oleh corporate. Karena pemerintah kemungkinan kecil akan bangkrut. Pada waktu yang lalu karena manajemen utang daerah. Belum dilakukan secara baik maka terjadi default, untuk masa-masa yang akan bisa diperbaiki, b. Moral hazard bisa saja terjadi apabila pejabat birokrasi dearah tidak melakukan perubahan behaviour, akan sepanjang good governance dapat diwujudkan disertai tindakan penegakan hukum secara tegas maka akan memperkecil perilaku birokrat melakukan korupsi. 4.2 Saran Obligasi daerah sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan ekonomi daerah, disarankan untuk membangun proyek-proyek yang secara finansial menguntungkan, seperti pembangunan pasar, terminal barang dan perusahaan air bersih. Jenis perusahaan ini akan meningkatkan pendapatan daerah, tetapi sangat ditentukan oleh kapasitas manajemen perusahaan dan pemerintah daerah yang bersangkutan. V. Daftar Pustaka ______________, Nota keuangan dan RAPBN, tahun 2004. ______________, UU No. 33 tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. ______________, UU No. 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Elmi, Bachrul, 2002, Hutang Sebagai Salah Satu Sumber Pembiayaan Pembangunan Daerah, Makalah Kajian Ekonomi Keuangan. Hadiyanto Andin, Hutahean, Parluhutan, dkk, 2002, Bunga Rampai ”Kebijakan Fiskal”, BAF, Depkeu, Jakarta. Husnan, Suad, 1994, Dasar-Dasar Teori Portofolio, AMP, YPKN, Yogyakarta. Subiyantoro, Heru, 2004, Obligasi Daerah sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Makalah Seminar di Pemda Jawa Barat, Bandung. Usman, Marzuki, 1997, Obligasi Sebagai Alternatif Pembiayaan Daerah, Seminar Paper. Usman, Marzuki, Singgih Riphat dan Syahrir Ika, 1997, Pengetahuan Dasar Pasar Modal, IBI, Jakarta. Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus 57 November 2005