International Labour Organization Pekerjaan Layak: Katalisator untuk Agenda Perubahan Pekerjaan Layak: Katalisator untuk Agenda Perubahan 2 1.Pendahuluan Tema Segmen Integrasi ECOSOC tahun 2015 adalah “mencapai pembangunan yang berkelanjutan melalui penciptaan lapangan pakerjaan dan pekerjaan layak bagi semua”. Masyarakat internasional akan membahas bagaimana memfokuskan penciptaan lapangan pekerjaan layak dapat dijadikan katalisator untuk mempromosikan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dari pembangunan yang berkelanjutan. Mengatasi ketiga dimensi pembangunan yang berkelanjutan ini secara bersamaan adalah penting. Sebagaimana yang telah diakui bersama, masyarakat dunia sudah tidak lagi memfokuskan perhatian mereka secara khusus pada pertumbuhan ekonomi dewasa ini dan menangani masalah lingkungan di kemudian hari. Selama beberapa dekade terakhir ini, kemajuan telah dicapai dalam upaya mengurangi kemiskinan dunia dan menciptakan golongan masyarakat menengah yang cukup besar. Namun proses transisi ekonomi, dan peningkatan standar kehidupan di negara-negara berkembang masih merupakan tugas besar yang terus berlangsung. Kemajuan ekonomi di negara-negara ini harus terus dipertahankan sambil menerapkan kebijakan-kebijakan ambisius untuk mengurangi perubahan iklim dan membangun masyarakat, perusahaan dan angkatan kerja yang lebih kuat. Di samping itu, selama beberapa dekade terakhir ini juga menunjukkan bahwa kita tidak dapat berasumsi bahwa manfaat pertumbuhan ekonomi akan mengalir ke semua lapisan masyarakat. Ketidaksetaraan penghasilan terus melebar ke sebagian besar negara dan upaya untuk mengubah tren ini membutuhkan komitmen yang lebih kuat terhadap persoalan upah mnimum, perlindungan sosial dan perundingan bersama. Diskriminasi, eksploitasi dan ketidakadilan tetap tidak dapat diterima di lingkungan masyarkat dan tempat kerja kita. Kita butuh masa depan yang dibangun atas dasar hak-hak manusia, peraturan perundangan-undangan dan standar perburuhan internasional. Makalah pendukung ini meneliti reformasi yang dibutuhkan untuk mengubah lintasan pembangunan global menjadi lintasan yang lebih berkelanjutan. Secara khusus, makalah ini difokuskan pada bagaimana pembangunan di dunia pekerjaan dapat membantu mempelopori agenda perubahan ini dan bagaimana ketenagakerjaan dan pekerjaan layak dipengaruhi oleh pola pembangunan yang lebih berkelanjutan. Kita mulai dengan meneliti tren luas dan tantangan di ketiga komponen pembangunan yang berkelanjutan ini. Lalu diikuti dengan diskusi tentang langkah ke depan, dan secara khusus, bagaimana promosi pekerjaan layak dapat memfasilitasi pencapaian target ekonomi, lingkungan dan sosial kita. 3 Pekerjaan Layak: Katalisator untuk Agenda Perubahan 2. Aspek ekonomi dari pembangunan yang berkelanjutan 2.1 Pembangunan baru menimbulkan tantangan baru Sekarang kita sudah memasuki tahun ketujuh setelah krisis keuangan global namun perekonomian dunia masih tetap rentan. Pada kenyataannya, perkiraan terbaru tentang pertumbuhan ekonomi dunia telah mengalami penurunan dan ada kekhawatiran serius bahwa kita sedang menghadapi masa pertumbuhan ekonomi dunia yang kurang baik secara berkepanjangan. Jika demikian halnya, ini akan mengakibatkan deteriorasi pasar tenaga kerja. Pada bulan November 2014, para pemimpin G20 mencapai kesimpulan berikut: “Peningkatan pertumbuhan global untuk menghasilkan standar kehidupan dan pekerjaan bermutu yang lebih baik bagi masyarakat di seluruh dunia adalah prioritas utama kami…..Perekonomin dunia terhambat oleh penurunan permintaan, sedangkan mengatasi hambatan suplai adalah kunci untuk mendorong pertumbuhan potensi. Resiko masih tetap ada, termasuk di pasar keuangan dan konsekuensi dari ketegangan geopolitik.”1 ILO telah memberi peringatan tentang jebakan pertumbuhan lambat selama beberapa tahun belakangan ini dan sejak pertengahan tahun 2014, resikonya adalah banyak negara maju yang mengalami stagnasi sekuler. Baru-baru ini, IMF sekali lagi merevisi perkiraan mereka tentang pertumbuhan ekonomi dunia untuk tahun 2014 dan 2015 dan Managing Director IMF telah memperingatkan tentang adanya pertumbuhan baru yang berjalan lambat atau “new mediocre”.2 Walaupun tren terbaru menunjukkan bahwa perekonomian dan pasar tenaga kerja Amerika Serikat mengalami penguatan atau rebounding, Namun Eropa masih tetap merupakan persoalan besar yang mengkhawatirkan. Belum ada pemulihan besar di zona Eropa dimana permintaan riil pada pertengahan tahun 2014 masih 5 % di bawah angka yang tercatat pada kwartal pertama tahun 2008. Diperkirakan masih akan terjadi deteriorasi lebih lanjut. ECB telah memangkas perkiraan ekonominya terkait pertumbuhan di zona Eropa pada tahun 2015 menjadi hanya 1,1 %, atau turun dari 1,7% enam bulan sebelumnya. ECB memotong perkiraan mereka untuk tahun 2015 sementara tingkat pertumbuhan PDB di Perancis dan Jerman dipotong kurang lebih separoh. Pertumbuhan juga berjalan lambat di beberapa negara maju yang lain, seperti Jepang dan Inggris Raya. Sedangkan perkiraan tingkat pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang lebih bervariasi. PBB memperkirakan negara-negara yang sedang berkembang secara keseluruhan akan tetap memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup kuat yaitu sekitar 5 % pada tahun tahun 2015 dan 2016. Sementara tingkat pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang kurang berkembang diperkirakan akan meningkat dan mencapai angka hampir 6 % tahun ini dan tahun berikutnya.3 Meskipun demikian, ada beberapa resiko penurunan yang terkait dengan perkiraan-perkiraan ini, termasuk peningkatan dan penurunan tajam di beberapa negara berkembangan yang utama ini. Faktor resiko ini meningkat pada akhir tahun 2014. Tingkat pertumbuhan ekonomi kini berjalan sangat lambat di China yaitu dari dua digit antara tahun 1980 sampai 2009. Penurunan ini dapat dilihat dari kapasitas yang berlebihan atau overcapacity dalam industri-industri utama, sehingga meningkatkan hutang dan penurunan tajam di bidang pasar properti. Perlambatan ekonomi lebih terlihat di beberapa negara berkembang lain yang sangat tergantung pada ekspor komoditas. 1 2 3 4 Komunike Pemimpin G20, 15-16 November 2014. IMF, Prospek Ekonomi Dunia, Oktober 2014. PBB, “World economic situations and prospects 2015”, Desember 2014. Sebagai contoh, di Brazil dan Rusia, output riil pada dasarnya diperkirakan stagnan pada tahun 2014. Sedangkan tingkat pertumbuhan di berbagai negara yang lebih besar juga mengalami pelambatan secara pesat. Sebagai contoh, Afrika Selatan baru-baru ini memangkas perkiraan pertumbuhannya tahun 2014 hampir separoh sedangkan perkiraan tingkat pertumbuhan ekonomi di Chile dipangkas hampir 5 % setahun lalu hingga menjadi 1,5 % pada kwartal ketiga tahun 2014. Di negara-negara ini dan negara berkembang yang lain, penurunan harga minyak, bijih besi, tembaga, kapuk, batubara dunia serta berbagai produk pertanian berdampak besar pada pendapatan ekspor dan investasi swasta. Sebagai contoh, harga minyak dunia turun lebih dari 40 % pada semester kedua tahun 2014 sedangkan harga besi dan bijih besi turun lebih dari 50 % selama tahun 2014. Tren harga-harga komoditas di masa mendatang sulit diprediksi tapi beberapa lembaga ekonomi terpercaya memperkirakan akan terjadi penuruhan lebih jauh terhadap harga komoditas global untuk jangka pendek dan menengah. Menurut teori, penurunan harga-harga komoditas pada akhirnya akan membantu meningkatkan konsumsi dan pertumbuhan di negara-negara yang perlu mengimpor produk-produk ini. Hal ini mencakup negara-negara yang sangat besar dan berpengaruh seperti India, China, Turki dan Jepang. Penurunan harga-harga komoditas juga perlu dicerminkan melalui tingkat inflasi yang lebih rendah sehingga dapat mendorong para pembuat kebijakan untuk menerapkan kebijakan moneter dan fiskal yang lebih ekspansif. Namun sejauh ini, ada keterbatasan bukti bahwa faktor-faktor yang secara potensial positif ini dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi atau pekerjaan yang lebih cepat. Ini mungkin karena berakhirnya era kenaikan harga komoditas secara spektakuler atau “commodity supercycle” bukan merupakan satu-satunya faktor yang menghambat pertumbuhan di negaranegara berkembang. Ketidakpastian ekonomi pada awalnya dipicu oleh kembalinya kebijakan moneter yang lebih ortodoks di Amerika Serikat dan implikasinya terhadap likuiditas dunia. Faktorfaktor geopolitis di Eropa Timur dan Timur Tengah menambah ketidakpastian dan ketergantungan besar terhadap investasi. Di samping itu di beberapa negara-negara berkembang, beberapa mata uang terdepresias tajam pada akhir tahun 2014. Ini akan berdampak merugikan terhadap pelunasan hutang dalam mata uang dolar baik di sektor publik maupun swasta, sehingga berdampak negatif terhadap keuntungan dan investasi. Oleh karena itu, beberapa lembaga ekonomi utama di dunia terpaksa merevisi kembali anjuran dan kebijakan mereka. Sebagai contoh, European Central Bank (ECB) mengumumkan keinginannya untuk mengikuti jejak bank-bank sentral utama yang lain dan menerapkan kebijakan moneter dengan cara yang tidak ortodoks agar dapat membantu mengurangi ancaman deflasi. Bank of Japan, yang mempelopori pendekatan ini di kalangan negara-negara maju, baru-baru ini memperluas pembelian obligasinya, sehingga memungkinkan dana pensiun pemerintah di Jepang untuk memperluas investasinya di bidang ekuitas secara dramatis. Ini menunjukkan adanya upaya baru untuk memperluas permintaan dan mencapai tingkat inflasi yang rendah di Jepang. Banyak pengamat berpendapat bahwa langkah ini perlu diikuti dengan tindakan-tindakan yang lebih agresif untuk meningkatkan permintaan rata-rata. Langkah ini dapat berupa peningkatan pengeluaran pemerintah di negaranegara yang tidak menghadapi masalah hutang publik yang kronis dan meningkatkan penghasilan mereka yang berpenghasilan rendah karena mereka lebih banyak membelanjakan uang dan bukan menabung. Sementara itu, staf Dana Moneter Internasional (IMF) baru-baru ini bergabung dengan staf lain untuk menghimbau adanya peningkatan pengeluran untuk infrastruktur yang didanai publik di banyak negara maju dan negara berkembang. Komisi Eropa juga mendukung langkah ini dan mengumumkan tindakan baru untuk meningkatkan investasi publik dan investasi swasta di bidang infrastruktur. Apakah peningkatan investasi yang direncanakan di Eropa ini sudah memadai masih diperdebatkan. OECD baru-baru ini juga mendesak adanya kebijakan fiskal yang lebih fleksibel agar dapat memfasilitasi investasi di bidang infrastruktur. 5 Pekerjaan Layak: Katalisator untuk Agenda Perubahan Mereka yang mendukung perluasan infrastruktur publik manyatakan bahwa banyak pemerintah yang saat ini mampu meminjam dana jangka panjang dengan tingkat suku bunga yang sangat rendah dan perluasan infrastruktur akan membantu meningkatkan potensi pertumbuhan ekonomi untuk jangka panjang. Oleh karena itu, investasi publik memiliki potensi untuk mengurangi dan bukan menambah hutang publik jangka panjang. Di samping itu, peningkatan investasi publik akan mendorong pertumbuhan pekerjaan dan belanja konsumen untuk jangka pendek di saat kita menghadapi masalah pengangguran dan kemungkinan deflasi. Fakta bahwa staf IMF, yang biasanya bersikap hari-hati terkait kebijakan fiskal yang ekspansif, menyatakan dukungan mereka untuk peningkatan investasi di bidang infrastruktur dapat membantu menciptakan momentum ke arah ini. Suara berpengaruh lainnya, yang biasa dianggap konservatif dalam hal fiskal, menghimbau adanya perubahan peraturan yang mengatur fiskal nasional agar dapat memfasilitasi investasi jangka panjang di bidang infrastruktur. 2.2Tren jangka panjang lebih positif Kemunduran yang dialami baru-baru ini di negara-negara berkembang adalah kebalikan dari trentren sebelumnya. Negara-negara berkembang dan banyak negara yang sedang berkembang adalah motor penggerak utama dari pertumbuhan dunia selama beberapa dekade terakhir. Penelitian terbaru ILO menyorot proses transformasi produktif yang sedang berlangsung di negara-negara yang sedang berkembang selama beberapa dekade terakhir dan kemajuan menuju konvergensi ekonomi.4 Selama 32 tahun yaitu dari tahun 1980 sampai 2011, pendapatan rata-rata per kapita di negara-negara yang sedang berkembang meningkat sebesar 3,3 % per tahun. Sebagai perbandingan, tingkat pertumbuhan negara-negara maju hanya sebesar 1,8 % pada periode yang sama. Ada perbedaan besar di antara negara-negara yang sedang berkembang terkait tingkat pertumbuhan mereka dari waktu ke waktu dan antar kelompok negara yang memiliki tingkat pendapatan berbeda. Tabel 1 memperlihatkan tingkat pertumbuhan PDB per kapita per tahun pada era tahun 1980an, 1990an dan 2000an di negara maju dan negara berkembang plus tiga sub bagian negara berkembang. Kemunduran tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan di negara-negara maju dari waktu ke waktu adalah besar: turun dari 2,6 % tahun 1980an menjadi 0,8 % tahun 2000an. Tren sebaliknya terjadi di negara-negara yang kurang berkembang, negara berpenghasilan menengah ke bawah dan negaranegara berkembang. Perlu dicatat secara khusus adanya tingkat pertumbuhan yang relatif cepat dicapai oleh keseluruhan tiga kategori negara-negara berkembang pada tahun 2000an. Table 1. GDP per capita annual growth rate, periode average (per cent per annum) 1980-89 6 2000-11 Advanced economies 2.6 1.8 0.8 Developing countries 1.6 3.2 5.0 LDCs1 -0.1 0.33.6 LMIs 2.4 2.64.5 EEs3 1.7 3.75.5 2 4 1990-99 Non-extractive reliant LDCs LMIs1.8 2.5 4.7 EEs1.9 3.45.5 ILO, Laporan tentang Dunia Pekerjaan, 2014. 0 1.5 3.1 1980-89 1990-99 -0.4 -1.3 2000-11 Extractive reliant LDCs 3.1 LMIs1.1 1.5 3.8 EEs-0.2 1.7 2.3 1 Data missing for: Afganistan, Cambodia, Djibouti, Eritrea, Guinea-Bissau, Liberia, Mauritania, Myanmar, Sao Tome and Principle, South Sudan, Timor-Leste, Tuvalu, Yemen 2 Data missing for: Armedia, Georgia, Iraq, Kosovo (as defined in United Nation Security Council Resolution No. 1244 of 1999) Kyrgystan, Marshall Islands, Micronesia Federal States, Moldova, Syrian Arabic Republic, Tajikistan, Ukraine, Uzbekistan, Zimbabwe. 3 Data missing for: Azerbaijan, Belarus, Bosnia and Herzegovina, Gabon, Kazakhstan, Latvia, Lithuania, Montenegro, Namibia, Russian Federation, Serbia, The former Yugoslav, Republic of Macedonia, Turkmenistan. Source: ILO Research Department calculation based on World Bank, World Development Indicators 2013. Di samping itu, seperti yang terlihat dalam Tabel 2, dampak krisis ekonomi global terhadap tingkat pertumbuhan rata-rata di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah dan negara-negara berkembang berjalan stagnan selama lima tahun pertama setelah krisis ekonomi global, sedangkan negara-negara maju dan sebagian negara-negara yang kurang berkembang menghadapi masalah terkait kemunduran global. Penelitian yang dilakukan ILO menegaskan bahwa perluasan sektor manufaktur adalah salah satu faktor penting di balik tingkat pertumbuhan ekonomi yang cepat di banyak negara berkembang dan negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah selama dua dekade terakhir. Oleh karena itu, kemajuan menuju konvergensi ekonomi tidak saja merupakan hasil dari ledakan komoditas, di negara-negara yang kurang berkembang, namun perluasan sektor ekstraktif adalah motor penggerak utama pertumbuhan pada era tahun 2000an. Table 2. GDP per capita annual growth rate, before and after the economic crisis (per cent per annum) 2000-07 2008-12 Advanced economies 1.5 -0.1 Developing countries 4.9 4.4 LDCs1 3.42.2 LMIs2 4.54.4 EEs 5.44.9 3 1 Data missing for: Afganistan, Cambodia, Djibouti, Eritrea, Guinea-Bissau, Liberia, Mauritania, Myanmar, Sao Tome and Principle, South Sudan, Timor-Leste, Tuvalu, Yemen 2 Data missing for: Armedia, Georgia, Iraq, Kosovo (as defined in United Nation Security Council Resolution No. 1244 of 1999) Kyrgystan, Marshall Islands, Micronesia Federal States, Moldova, Syrian Arabic Republic, Tajikistan, Ukraine, Uzbekistan, Zimbabwe. 3 Data missing for: Azerbaijan, Belarus, Bosnia and Herzegovina, Gabon, Kazakhstan, Latvia, Lithuania, Montenegro, Namibia, Russian Federation, Serbia, The former Yugoslav, Republic of Macedonia, Turkmenistan. Source: ILO Research Department calculation based on World Bank, World Development Indicators 2013. Meskipun demikian, seperti yang disebutkan di atas, kini ada kekhawatiran yang mendasar tentang prospek ekonomi di beberapa negara besar dan berkembang. Apabila kemunduran ini berjalan terus dan bahkan meluas, maka terbatasnya kemajuan menuju pembangunan yang berkelanjutan di bidang ekonomi dan sosial selama beberapa dekade terakhir ini akan dipertanyakan. 7 Pekerjaan Layak: Katalisator untuk Agenda Perubahan 2.3 Tren pasar tenaga kerja untuk jangka panjang bervariasi Tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup kuat di banyak negara berkembang dan negara yang sedang berkembang menghasilkan pertumbuhan pasar tenaga kerja yang positif selama beberapa dekade terakhir. Meskipun demikian, tantangan besar masih tetap ada. Secara global, kini ada lebih dari 200 juta penduduk yang menganggur dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat selama beberapa tahun mendatang. Selama 5 tahun mendatang, ILO memperkirakan ada tambahan 213 juta orang yang bergabung dalam pasar tenaga kerja dunia, dan sekitar 200 juta di antara tinggal di negara-negara yang sedang berkembang. Oleh karena itu, ILO memperkirakan adanya kenaikan jumlah pengangguran secara global pada beberapa tahun mendatang. Seperti biasa, remaja menghadapi masalah di pasar tenaga kerja. Dewasa ini, sekitar 75 juta remaja (usia 15 sampai 24 tahun) menganggur. Tapi fakta menyatakan bahwa rasio pengangguran di kalangan remaja-dewasa telah mencapai puncak historisnya dan ini menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi remaja pencari kerja belum pernah sebesar ini. Tingkat pengangguran di kalangan remaja sangat tinggi di Timur Tengah dan Afrika Utara, serta sebagian Amerika Latin, Karibia dan Eropa Selatan. Meskipun demikian, secara umum, jumlah pekerjaan dan pengangguran digunakan secara terbatas untuk menilai tren pasar tenaga kerja di negara-negara yang sedang berkembang. Dalam situasi dimana hanya ada sedikit perlindungan sosial atau transfer tunai yang lain, masyarakat harus terlibat dalam kegiatan ekonomi agar dapat bertahan hidup. Konsekuensinya, di negara-negara yang sedang berkembang, jumlah pekerjaan rata-rata cenderung menunjukkan tren partisipasi angkatan kerja secara demografis, dan bukan permintaan ekonomi. Namun, jenis pekerjaan yang dilakukan serta penghasilan dan kondisi kerja yang terkait dengan kegiatan ekonomi tersebut adalah masalah utama dalam menilai kinerja pekerjaan di negara-negara yang sedang berkembang. Jumlah pekerjaan berupah dan bergaji (atau dependent employment) yang menjadi norma di negara-negara maju, adalah sekitar 80 % sampai 90 % dari semua jenis pekerjaan. Situasi ini sangat berbeda bila dibandingkan negara-negara dengan tingkat pembangunan ekonomi yang lebih rendah, dimana perekonomian informal dan kegiatan pertanian memainkan peran yang jauh lebih besar. Meskipun demikian, proses transformasi ekonomi secara gradual selama beberapa dekade terakhir memberi dampak positif terhadap komposisi pekerjaan di banyak negara berkembang. Tabel 3 memperlihatkan perubahan berbagai jenis pekerjaan antara tahun 1991 sampai 2013 di beberapa negara dengan tingkat pembangunan yang berbeda. Tampak nyata bahwa ada peningkatan yang signifikan terkait pangsa pekerja berupah dan bergaji dalam jumlah pekerjaan di negara-negara yang kurang berkembang, negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah dan negara-negara berkembang. Sementara di negara-negara berkembang, pekerja berupah dan bergaji mewakili hampir 60 % dari semua pekerjaan. 8 Table 3. Share of employment by status Shares of status in total employment (%) - total 1991 Wage and sakaried workers Employers Ownaccount workers 2013* Contributing family workers Vulnerable employment Wage and sakaried workers Employers Ownaccount workers Contributing family workers Vulnerable employment AEs82.33.910.83.113.9 86.33.69.0 1.0 10.0 DCs32.72.435.629.3 64.9 42.62.040.514.955.4 LDCs 13.01.045.041.0 86.0 18.01.253.227.680.8 LMIs 26.42.548.622.5 71.1 31.72.150.515.766.2 EEs41.02.725.031.4 56.3 58.22.229.010.639.6 Note p = projection Source: ILO, Trends Econometric Models, October 2013. Tabel 3 juga memperlihatkan tren jangka panjang terkait pekerjaan rentan di beberapa negara yang memiliki tingkat pembangunan berbeda.5 Pada tahapan tertentu, pekerjaan rentan adalah sisi lain dari pekerjaan berupah dan bergaji, karena pekerja yang tidak memperoleh pekerjaan berupah biasanya menjadi wiraswasta atau pekerja keluarga tanpa upah. Dalam situasi ini, biasanya pekerja terjebak dalam pekerjaan yang memiliki tingkat produktivitas rendah, upah yang buruk sehingga mereka tidak mampu membiayai kesehatan dan pendidikan anak-anak mereka. Hal ini menghambat kemampuan generasi berikutnya untuk memperbaiki perekonomian mereka. ILO memperkirakan ada sekitar 55 % dari semua pekerja di negara-negara yang sedang berkembang terlibat dalam pekerjaan rentan pada tahun 2013. Angka ini turun dari sekitar 65 % yang tercatat tahun 1991 dan pada tingkatan yang lebih besar, mencerminkan perluasan sektor manufaktur dan ekstraktif tersebut di atas. Meskipun demikian, pangsa pekerjaan rentan masih besar dan bervariasi dari 80 % lebih di negara-negara yang kurang berkembang sampai sekitar 40 % di negara-negara berkembang. UNCTAD baru-baru ini menyorot ketidakmampuan negara-negara yang kurang berkembang untuk menerjemahkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang kuat “menjadi perubahan struktural ekonomi dan peningkatan mutu pekerjaan”.6 Di saat pekerja beralih dari pekerjaan rentan ke pekerjaan berupah, penghasilan dan pola konsumsi mereka akan berubah. Namun perubahan ini tidak boleh mengganggu lingkungan. Terutama di negara-negara yang kurang berkembang, sebagian besar pekerja rentan terlibat dalam perekonomian berbasis lahan yang ada hubungannya dengan emisi karbon yang tinggi. Akibatnya, peralihan masyarakat miskin ke produksi bernilai tinggi dan pekerjaan dengan upah yang lebih baik tidak harus menimbulkan peningkatan emisi rumah kaca. Masih ada tantangan besar dalam mempromosikan pekerjaan layak. Pekerjaan layak menyediakan upah untuk menutup kebutuhan pokok, termasuk biaya kesehatan dan pendidikan. Pekerjaan layak juga mencakup perlindungan sosial dan hak-hak fundamental pekerja. Semua pekerjaan berupah dan bergaji tidak dapat disamakan dengan pekerjaan layak, oleh karena itu, upaya untuk beralih dari pekerjaan rentan menjadi pekerjaan berupah merupakan langkah yang tepat. 5 6 Dalam hal Tujuan Pembangunan Milenium, ILO mengusulkan dan memantau beberapa indikator mutu pekerjaan. Dua di antaranya adalah pangsa pekerja miskin dan pangsa pekerja yang melakukan pekerjaan rentan. Pekerja miskin menyediakan jumlah proporsi pekerja yang hidup di bawah garis kemiskinan US $ 1.25. Pekerjaan rentan menyediakan jumlah penduduk yang bekerja yang dianggap beresiko lebih tinggi untuk memperoleh upah yang kecil dan tidak dapat diandalkan. Dua kategori pekerjaan masuk dalam definisi pekerjaan rentan: kontribusi anggota keluarga dan wiraswasta. UNCTAD, Laporan tentang Negara-negara yang Kurang Berkembang, 2014. 9 Pekerjaan Layak: Katalisator untuk Agenda Perubahan Kemajuan ini perlu dipercepat. Namun beberapa peristiwa baru-baru ini menunjukkan bahwa model pembangunan dan motor penggerak pertumbuhan mungkin perlu diubah. Tren penurunan beberapa harga komoditas mungkin lebih dari sekedar bersifat sementara, apalagi jika janji untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memperluas sumber energi yang dapat diperbaharui benar-benar ditepati. Ini berarti bahwa negara-negara yang sedang berkembang perlu tergantung pada industri ekstraktif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan. Upaya ini akan menimbulkan ketergantungan yang lebih besar pada perluasan pekerjaan di sektor manufaktur serta peningkatan produktivitas dan produksi bernilai tambah di beberapa sektor pertanian dan perekonomian informal. Upaya ini punya dampak besar terhadap kebijakan-kebijakan di bidang-bidang tersebut dan ini berbeda dengan perdagangan internasional, investasi asing langsung, alih teknologi dan pembiayaan pembangunan. 10 3. Aspek lingkungan dari pembangunan yang berkelanjutan 3.1 Besarnya masalah lingkungan Kita menghadapi masalah lingkungan yang kompleks dan mendesak. Peningkatan pemanfaatan sumber daya alam dan polusi menambah kelangkaan air bersih dan lahan subur serta mempercepat hilangnya biodiversitas dan perubahan iklim hingga ke tingkat yang tidak dapat dikelola. Di samping situasi lingkungan tidak berkelanjutan, biaya ekonomi dan sosial juga sangat tinggi.7 Jika tidak ada peningkatan efisiensi, pemakaian uang dan daur ulang, maka volume limbah dunia akan terus meningkat tajam, sehingga menambah polusi tanah, air dan udara. Bank Dunia memperkirakan bahwa dunia akan menghasilkan 2,2 milyar ton limbah pada tahun 2025, yaitu hampir dua kali lipat jumlah yang dihasilkan sekarang.8 Ketersediaan air bersih sudah jarang di berbagai belahan dunia dan OECD memprediksi akan ada tambahan 2,3 milyar penduduk yang hidup di daerah-daerah yang kekurangan air bersih pada tahun 2050.9 Kekurangan air akan menghambat pertumbuhan berbagai kegiatan ekonomi dan akan memperburuk kerawanan pangan. Kekayaan spesies tanaman dan binatang menyediakan basis untuk memproduksi pangan dan bahan mentah untuk berbagai jenis komoditas dan produk. Ratusan juta penduduk tergantung pada hasil hutan, laut dan pantai sebagai mata pencaharian mereka. Namun, sekitar 30 % dari semua spesies mamalia, burung dan binatang amfibi terancam punah abad ini. Salah satu ancaman global yang paling serius, dan memperburuk masalah lingkungan lain seperti kelangkaan air bersih dan hilangnya biodiversitas, adalah perubahan iklim. Perubahan iklim sebagian besar diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir akibat pembakaran bahan bakar fosil, dan biomassa, peternakan, irigasi sawah dan pemakaian pupuk nitrogen. Panel Antar Pemerintah PBB untuk Perubahan Iklim (IPCC) baru-baru ini mengeluarkan peringatan paling keras selama ini terkait perubahan iklim, dengan menyatakan bahwa: “Emisi gas rumah kaca secara terus-menerus akan mengakibatkan pemanasan global dan perubahan semua komponen sistem iklim, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya dampak yang buruk, luas dan tetap terhadap penduduk dan ekosistem”. Laporan IPCC menegaskan bahwa jika tren yang ada sekarang terkait emisi karbon terus berlangsung, maka ia memiliki dampak ekonomi dan sosial yang besar: “Tidak adanya kemajuan dalam mengurangi kemiskinan, akan sangat memperburuk kelangkaan pangan dan masalah kekurangan air, krisis pengungsi, serta banjir di kotakota dan pulau besar, dan hal ini menyebabkan punahnya tanaman dan binatang”. Para pemimpin dunia diberi kesempatan selama dua belas bulan mendatang untuk menunjukkan bahwa mereka telah memahami kerasnya peringatan ini dan mencapai konsensus politik terkait tindakan nyata dan sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelamatkan bumi ini.10 Pada faktanya, beberapa negosiasi telah memperoleh kemajuan terkait target pengurangan emisi karbon, pangsa 7 8 9 10 ILO, “Sustainable Development, Decent Jobs and Green Jobs”, 2013. Bank Dunia, “What a waste: a global review of solid waste management”, 2012. OECD, “Environmental outlook to 2050: the consequences of inaction”, 2012. Kesempatan ini dimulai dengan Konferensi PBB tentang Pengurangan Resiko Bencana (WCDRR) bulan Maret 2015. Konferensi Internasional tentang Pembiayaan Pembangunan di Addis Ababa bulan Juli 2015 juga penting. Karena rapat persiapan untuk pertemuan puncak tentang perubahan iklim global yang dijadwalkan diselenggarakan di Paris pada akhir tahun 2015. 11 Pekerjaan Layak: Katalisator untuk Agenda Perubahan energi yang diperoleh dari sumber daya yang dapat diperbaharui dan peningkatan efisiensi energi, serta mekanisme pembagian beban secara adil dari langkah penyesuaian ini. Sebagai contoh, sebelum negosiasi awal tentang perubahan diadakan di kota Lima bulan Desember 2014, para pemimpin Uni Eropa baru-baru ini mengumumkan kesepakatan mereka tentang sikap bersama terhadap negosiasi Paris. Mereka sepakat untuk menetapkan target pengurangan emisi karbon di Uni Eropa minimal 40 % dari tingkat emisi yang tercatat tahun 1990 pada tahun 2030 nanti. Mereka juga menyetujui target yang tidak mengikat sebesar 27 % untuk pangsa energi yang dapat diperbaharui dari total pemakaian energi dan untuk meningkatkan efisiensi energi pada tingkatan yang sama. Setelah itu, Amerika Serikat dan China bersama-sama mengumumkan target nasional baru. China, yang merupakan penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia, sepakat untuk mengakhiri emisinya pada tahun 2030 dan memastikan bahwa 20% dari energinya diperoleh dari sumber daya yang tidak menghasilkan gas rumah kaca pada tahun yang sama. Amerika Serikat berjanji untuk memotong emisinya sebesar 26% sampai 28% dari angka yang tercatat tahun 2005 pada tahun 2025 nanti. Komitmen Amerika Serikat diperkirakan akan mempercepat penurunan emisi karbon dua kali lipat dari apa yang ada sekarang. Pengumuman terbaru ini kemungkinan akan meningkatkan tekanan kepada pemerintah lain yang selama ini enggan untuk menetapkan target yang ambisius atau membuat kebijakan tentang mitigasi perubahan iklim. 3.2 Mengatasi perubahan iklim dan kaitannya dengan tren ekonomi yang ada sekarang Dalam negosiasi global tentang perubahan iklim, beberapa diskusi sulit difokuskan pada bagaimana membiayai investasi untuk mitigasi perubahan iklim dan adaptasinya. Perkiraan biaya yang dibutuhkan sumber energi yang dapat diperbaharui atau langkah efisiensi energi sangat variatif. Tapi tidak ada yang dapat membantah fakta bahwa dibutuhkan investasi yang besar dan ini mungkin berarti mengalihkan sumber daya dari pemakaian lain. Di samping itu, disepakati secara luas bahwa investasi sekarang untuk mitigasi akan mengurangi beban keuangan dan sosial di kemudian hari dan yang terpenting, investasi ini akan mengurangi resiko bencana iklim. Ada juga konsensus tentang perlunya tindakan universal terkait perubahan iklim; walaupun tindakannya tidak harus sama oleh semua negara. Ada juga kesepakatan bahwa hal ini membutuhkan solidaritas internasional untuk membantu negara-negara berkembang menutup biaya migitasi mereka. The United Nations Green Climate Fund adalah salah satu media penting untuk memastikan bantuan keuangan untuk membiayai mitigasi di negara-negara yang sedang berkembang. Pada saat laporan ini ditulis, janji untuk Fund ini adalah sekitar sepuluh milyar dolar, atau masih jauh dari target seratus milyar dolar. Bagian 2 menganjurkan adanya konsensus bersama antar lembaga ekonomi utama tentang pentingnya meningkatkan investasi publik, terutama untuk pembangunan infrastruktur fisik. Ada beberapa pilihan baik bila ditemukan ruang fiskal untuk meningkatkan belanja publik. Tapi investasi tambahan untuk sumber energi yang dapat diperbaharui perlu diprioritaskan. Selama beberapa tahun belakangan ini, beberapa negara-negara maju dan negara berkembang, seperti China dan Brazil, telah menanamkan investasi besar untuk teknologi energi yang dapat diperbaharui. Sebagai contoh, pada tahun 2013 saja, China menggandakan kapasitas energi mataharinya dan memperluas pemakaian energi angin sebesar 40 %. Negara-negara lain perlu segera mengikuti langkah ini. Bagi banyak negara yang sedang berkembang, hal ini hanya dapat dilakukan bila ada tambahan bantuan keuangan dan alih teknologi. Perlu dipastikan bahwa penurunan harga minyak dan komoditas lain baru-baru ini tidak akan mengurangi insentif untuk kegiatan penelitian, pembangunan dan pelaksanaan sumber energi yang dapat diperbaharui. 12 Peningkatan energi secara efisien misalnya melalui sistem transportasi publik yang lebih baik, desain gedung-gedung baru yang lebih baik dan memperbaiki bangunan-bangunan lama perlu juga diprioritaskan dalam opsi investasi publik yang baru. Kita juga perlu memastikan bahwa infrastruktur fisik yang kita bangun dan teknologi yang kita gunakan mendukung pola konsumsi yang rendah karbon. Menurut laporan terbaru IPCC, kurang dari 400 milyar US dolar per tahun saat ini digunakan secara global untuk mengurangi emisi karbon. Dan hanya sebagian kecil pendapatan yang diinvestasikan untuk membiayai kegiatan ekstraksi dan pencarian bahan bakar fosil yang baru. Bahkan jika kita berhasil mengurangi, dan menghapus, emisi rumah kaca di masa mendatang sesuai konsensus masyarakat ilmiah, namun dikarenakan revolusi industri, kita masih harus beradaptasi dengan dunia yang lebih hangat dengan bencana alam yang mungkin terjadi. Bencana ini mencakup banjir, kemarau, gelombang panas, siklon, kebakaran hutan dan tanah longsor. Ada kesempatan besar untuk memperluas pekerjaan, terutama di negara-negara yang kurang berkembang, di saat masyarakat kita beradaptasi dengan situasi yang buruk ini. Sebagai contoh, investasi di bidang pelestarian tahan dan air, rehabilitasi tanah, hutan rakyat yang berkelanjutan, penanggulangan kebakaran yang lebih baik dan perbaikan akses desa yang seluruhnya menciptakan lapangan pekerjaan. Bentuk-bentuk infrastruktur lain yang dibutuhkan agar masyarakat dapat menghadapi bencana alam antara lain adalah pembangunan dinding penahan, petak sawah bersusun (terracing) di pedesaan, sistem drainase dan sistem saluran pembuangan yang lebih baik di daerah rawan banjir serta infrastruktur yang dibutuhkan untuk menampung air di daerah-daerah yang mengalami kemarau. Di samping itu, ada juga peluang untuk memperkuat infrastruktur penting yang ada seperti jalan, jembatan, pelabuhan dan bangunan umum agar mereka punya kesempatan yang lebih baik untuk bertahan hidup di daerah-daerah yang dilanda gempa bumi atau bencana alam lain. Biaya kemanusiaan, ekonomi dan sosial yang terkait dengan bencana alam membuat investasi ini penting untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan. Setidaknya beberapa infrastruktur yang disebutkan di atas dapat dibangun menggunakan tehnik padat karya yang lebih ramah lingkungan dan hemat biaya ketimbang tehnik-tehnik yang butuh modal besar. ILO punya pengalaman selama lebih dari 40 tahun dalam hal membangun dan mempromosikan tehnik-tehnik ini. Pada faktanya, seiring dengan peningkatan investasi publik dan swasta untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, ia juga berpotensi untuk menghasilkan perluasan pekerjaan hijau bermutu secara signifikan. Hal ini dapat mengimbangi kekurangan di sektor-sektor yang perlu dibatasi agar dapat mengurangi emisi secara signifikan. 3.3Perubahan iklim dan pasar tenaga kerja Memperkirakan dampak ekonomi dari mitigasi perubahan iklim sangat kompleks dan tergantung pada beberapa asumsi penting. Meskipun demikian, laporan terbaru IPCC memperkirakan bahwa untuk menerapkan kebijakan yang efisien dalam menjaga kehangatan dunia sesuai target yang telah disepakati para ilmuwan dan kepala pemerintahan dunia yaitu (2 derajat C untuk temperatur pra-industri rata-rata) dibutuhkan pengurangan konsumsi dunia antara 1% sampai 4 % pada tahun 2030 dan antara 3% sampai 11 % pada tahun 2100. Dalam hal ini, setidaknya ada seorang ekonomi terpercaya yang menyatakan bahwa biaya ekonomi ini lebih kecil dari kerugian yang ditanggung negara-negara maju akibat krisis keuangan global yang lalu.11 11 Martin Wolf, “An unethical bet in the climate casino”, Financial Times, 12 November, 2014. 13 Pekerjaan Layak: Katalisator untuk Agenda Perubahan Meskipun demikian, dampak baru terhadap pekerjaan masih dianggap positif bahkan jika pengurangan emisi yang dibutuhkan punya dampak negatif yang sangat kecil terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini sebagian dikarenakan sektor-sektor ekonomi yang perlu dikurangi agar dapat mengurangi emisi adalah sektor yang butuh modal besar tapi punya pengaruh kecil terhadap pekerjaan dan PDB. Di sisi lain, banyak bidang yang perlu diperluas untuk mengurangi perubahan iklim dan memugkinkan masyarakat kita untuk menyesuaikan diri dengan bumi yang lebih hangat adalah sektor padat karya. Kajian terbaru ILO tentang 24 penelitian empiris yang meneliti dampak kebijakan lingkungan terhadap pekerjaan terkait perubahan iklim menunjukkan bahwa dampaknya terhadap total pekerjaan berkisar antara 0,5% sampai 2%.12 Dampak yang positif terhadap pekerjaan juga tergantung pada pelaksanaan berbagai kebijakan sosial dan pekerjaan yang dibutuhkan untuk melaksanakan reformasi lingkungan. Sebagai contoh, dalam penelitian di atas, dampak positif terhadap pekerjaan sebagian dikarenakan oleh pemakaian penghasilan publik dari pajak karbon atau sistem perdagangan emisi untuk mengurangi pajak pekerjaan.13 Saat mengubah beberapa pajak, perhatian perlu diberikan pada dampaknya terhadap distribusi penghasilan. Pajak energi cenderung bersifat regresif karena keluarga miskin membelanjakan sebagian besar penghasilan mereka untuk bahan bakar dan listrik. Itulah sebabnya mengapa pemerintah di banyak negara berkembang biasanya mensubsidi pemakaian energi walaupun diakui bahwa upaya ini tidak sepenuhnya ditargetkan untuk masyarakat miskin. Dikarenakan harga minyak turun lebih dari 40 % pada semester kedua tahun 2014, dan harga bahan bakar fosil yang lain juga sudah turun, maka beberapa pemerintah memutuskan inilah waktu yang tepat untuk mengurangi atau menghapus subsidi terhadap bahan bakar fosil. India adalah salah satu negara yang baru-baru ini bergerak ke arah ini. Pemotongan subsidi mungkin dibutuhkan untuk pembangunan yang berkelanjutan apabila subsidi dapat mengimbangi insentif untuk memperluas pemakaian bahan bakar fosil saat harga-harga turun, dan jika penghematan uang dari pemotongan subsidi diinvestasikan kembali untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Namun beberapa langkah pelengkap juga dibutuhkan untuk melindungi standar kehidupan masyarakat miskin. Secara khusus, biaya bahan bakar yang lebih tinggi bagi masyarakat miskin dapat diimbangi dengan kenaikan upah minimum dan memastikan penerapannya di sektor informal dan melalui dukungan yang lebih besar untuk perundingan bersama. Sedangkan untuk jangka panjang, dampak mitigasi iklim terhadap pekerjaan mungkin positif namun transisi ke basis pekerjaan yang rendah karbon mungkin tidak lancar dan biayanya tidak tersebar secara adil. Pekerja di beberapa sektor termasuk: pasokan listrik berbahan bakar fosil, transportasi, kehutanan dan beberapa bagian pertanian, pertambangan dan beberapa industri manufaktur yang menyerap banyak sumber daya menanggung beban penyesuaian selama masa transisi ini. Jika pekerja bertindak sesuai dengan investor dan manajemen industri ini maka ini merupakan dukungan politis yang kuat untuk kebijakan tentang mitigasi perubahan iklim. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya kebijakan yang menyediakan pekerjaan layak bagi semua orang agar transformasi ekonomi dapat diterima secara politis dan sosial menuju perekonomian yang ramah lingkungan atau green economy. Hal ini harus dimulai dengan dialog sosial bersama terkait analisa terperinci tentang peralihan yang dibutuhkan dalam struktur ekonomi dan ketenagakerjaan. Walaupun mitigasi iklim mungkin mengakibatkan hilangnya beberapa pekerjaan dengan upah yang relatif besar di sektor-sektor tertentu namun ia juga membuka kesempatan untuk menciptakan lapangan kerja baru di industri yang menghasilkan energi yang dapat diperbaharui, peningkatan efisiensi pemakaian energi serta kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk menyesuaikan masyarakat kita dengan pola cuaca yang lebih ekstrim. ILO telah membantu beberapa negara dalam menyusun 12 13 14 ILO, “Sustainable Development, Decent Jobs and green jobs”, 2013. ILO, “World of Work: The global jobs crisis and beyond”, 2009. analisa tentang peluang untuk memperluas pekerjaan yang ramah lingkungan atau “green jobs” dan beberapa jenis kebijakan dan insentif, termasuk pengurangan pajak, subsidi dan reformasi UU yang dibutuhkan untuk mewujudkan peluang kerja ini. Setelah peluang kerja diidentifikasi, dibutuhkan adanya komitmen kuat atas sumber daya untuk meningkatkan keterampilan, mobilitas pekerja dan penyesuaian. Di sebagian besar negara, kebijakan pasar tenaga kerja yang aktif memperoleh sumber daya yang tidak memadai walaupun tingkat pengangguran dan setengah pengangguran tinggi. Permintaan untuk menghemat fiskal dan tekanan untuk mengurangi pajak berarti anggaran untuk mempertahankan, membantu pencarian kerja, skema pekerjaan publik dan kebijakan terkait adalah dibatasi. Mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan tantangan besar untuk kebijakan tentang pasar tenaga kerja dan oleh karena itu kebijakan fiskal dan prioritas perlu ditinjau kembali. Bahkan kebijakan terbaik sekalipun terkait pasar tenaga kerja, masa pengangguran sebagian pekerja tidak dapat dihindari selama transisi ke perekonomian yang rendah karbon. Jadi sistem kesejahteraan sosial yang baik, yang mencakup bantuan untuk pengangguran, dibutuhkan untuk memfasilitasi pencarian kerja dan mengamankan penghasilan mereka. Negara maju dan negara berpenghasilan menengah mampu menanggung skema tunjangan untuk pengangguran sehingga dapat membantu mobilitas pekerja dan mengamankan penghasilan mereka yang terkena dampak negatif dari perubahan struktural yang dibutuhkan untuk mitigasi iklim yang ambisius. Di negara-negara yang kurang berkembang, ruang fiskal harus ditemukan untuk landasan perlindungan sosial nasional yang menyediakan bantuan mendasar. Mitigasi perubahan iklim juga membutuhkan upaya besar untuk menghentikan deforestasi dan degradasi hutan. Secara sederhana, pohon menyerap karbon namun bila hutan hancur, karbon akan keluar ke udara. Brazil, Republik Demokratik Kongo, Indonesia dan Kepulauan Solomon adalah negara-negara yang memiliki hutan hujan terbesar di dunia. Beberapa faktor yang mendorong deforestasi antara lain adalah pembangunan ekonomi, ketergantungan pada sumber daya alam, permintaan besar akan kayu dan produk terkait serta kegiatan yang dilakukan perusahaan-perusahaan pertambangan. Namun faktor-faktor lain seperti korupsi, tata pemerintahan yang buruk dan status kepemilikan tanah yang tidak jelas juga berpengaruh. Bagi penduduk di daerah pedesaan terpencil di negara maju dan negara berkembang, keluarga yang tergantung pada hasil hutan, hak-hak atas tanah adalah faktor penting yang menentukan standar kehidupan mereka. Secara umum, tingkat pertumbuhan ekonomi yang kuat selama beberapa dekade terakhir belum dapat memberi jaminan yang lebih baik bagi mereka yang memperoleh mata pencaharian dari perekonomian berbasis lahan. Sebaliknya, di beberapa Negara, hak atas tanah bagi penduduk miskin di desa semakin terancam oleh pemangku kepentingan yang punya modal besar dan ingin mengeksploitasi ekstraksi bahan bakar fosil atau komoditas lain yang ada di daerah tersebut. Memastikan masyarakat setempat mempertahankan hak-hak atas tanah mereka serta memberi mereka sarana untuk menciptakan mata pencaharian yang berkelanjutan akan menghambat deforestasi dan memberi kontribusi penting bagi upaya mitigasi perubahan iklim. Penduduk lebih mampu menghadapi dampak perubahan iklim yang tidak dapat dihindari jika mereka punya akses ke pekerjaan layak. Penduduk yang punya pekerjaan dengan penghasilan memadai akan hidup lebih sehat dan tinggal di rumah yang lebih baik, jauh dari daerah rawan banjir atau bencana alam lain. Masyarakat miskin kemungkinan besar tidak punya asuransi atau tabungan yang dibutuhkan untuk membangun kembali kegiatan ekonomi dan mata pencaharian mereka paska bencana. Oleh karena itu, memastikan semua pekerja punya upah dan landasan perlindungan sosial harus dijadikan bagian penting dari upaya untuk memperkuat daya tahan mereka terhadap dampak perubahan iklim. 15 Pekerjaan Layak: Katalisator untuk Agenda Perubahan 4. Aspek sosial dari pembangunan yang berkelanjutan Sekretaris Jenderal PBB baru-baru ini menyatakan: “Dunia hari ini adalah dunia yang bermasalah; dunia yang bergejolak dan mengalami turbulensi, tanpa kekurangan gejolak politik yang menyakitkan.”14 Ketidakstabilan global mungkin sebagian disebabkan oleh ketegangan geopolitis yang kritis di beberapa kawasan dan krisis kesehatan global. Mulai bulan Desember 2014, lebih dari 16.000 kasus Ebola dilaporkan di Afrika Barat. Wabah ini berdampak besar terhadap kegiatan ekonomi dan sosial di wilayah Afrika yang lebih luas karena penurunan jumlah wisatawan dan hilangnya aliran modal keluar negeri. Namun tingginya ketegangan sosial di berbagai belahan dunia ini diakibatkan oleh tingginya angka pengangguran atau setengah pengangguran. Sebagian besar penduduk dunia masih belum memiliki perlindungan sosial. Ketidaksetaraan penghasilan dan kekayaan terus melebar di banyak negara. Semua tren ini memperburuk eksklusi sosial dan ini tercermin dari tingginya sentimen terhadap pekerja migran dan bentuk-bentuk diskriminasi lain terhadap kelompok minoritas. Hal ini bahkan terjadi di negara-negara dimana tingkat penghasilan rata-rata mereka sudah meningkat signifikan selama beberapa dekade terakhir dan angka kemiskinan sudah turun. 4.1 Kemajuan dalam upaya mengurangi kemiskinan tapi ketidaksetaraan penghasilan masih meluas Selama beberapa dekade terakhir, kemajuan yang signifikan dicapai dalam mengurangi angka kemiskinan absolut. Meskipun demikian, masih ada 839 juta pekerja di negara-negara yang sedang berkembang (atau 27% dari pekerjaan global) yang tidak mampu memperoleh penghasilan yang cukup untuk mengangkat diri mereka dan keluarganya di atas garis kemiskinan US 2 dolar per hari. Di samping itu, kecepatan kita dalam mengurangi angka kemiskinan ekstrim menurun selama beberapa tahun terakhir, dan jika perekonomian dunia terus mengalami pelambatan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang, maka ini akan menghambat kemajuan kita dalam menghapus kemiskinan absolut. Sehingga kemajuan yang dicapai sebelumnya menjadi hilang. Saat ini, ada bahaya dimana degradasi lingkungan dapat menghapus hasil yang kita peroleh dari kerja keras pembangunan dan pengurangan kemiskinan pada beberapa dekade sebelumnya. Laporan terbaru IPCC menyatakan: “Selama abad ke 21, dampak perubahan iklim diperkirakan akan memperlambat tingkat pertumbuhan ekonomi, dan membuat upaya pengurangan kemiskinan menjadi lebih sulit, serta menghambat ketahanan pangan, dan memperpanjang atau bahkan menciptakan jebakan kemiskinan baru.” Walaupun sudah ada konvergensi antara tingkat penghasilan rata-rata di negara kaya dan miskin selama beberapa dekade terakhir, namun ketidaksetaraan penghasilan dan kekayaan di banyak negara terus melebar. Bagi pekerja biasa dan masyarakat miskin, persepsi tentang keadilan dan 14 16 PBB, “The Road to Dignity by 2030: Ending Poverty, Transforming All Lives and Protecting the Planet”, Laporan Sintesa Sekretaris Jenderal terkait Agenda paska tahun 2015. kohesi sosial biasanya lebih didasari pada perbandingan secara lokal dan bukan secara global. Sehingga perbedaan penghasilan dan kekayaan yang semakin luas di beberapa negara dapat memicu ketegangan sosial yang memiliki dampak politis yang besar. Ada berbagai cara untuk menilai ketidaksetaraan penghasilan dan kekayaan di suatu negara. Penelitian terbaru ILO menilai perbedaan upah dan gaji antara mereka yang termasuk dalam 10% teratas dari distribusi penghasilan dengan 10% terbawah dari spektrum ini.15 Selama satu dekade terakhir, yaitu sebelum terjadi krisis ekonomi global, perbedaan melebar di sebagian besar negara maju. Tren ini dicatat secara baik. Namun dikarenakan keterbatasan data, perhatian kecil diberikan pada tren ini di negara-negara berkembang dan negara yang sedang berkembang. Pada faktanya, perbedaan upah antara mereka yang termasuk dalam 10 % teratas dan terbawah dari distribusi upah adalah jauh lebih besar di negara berpenghasilan menengah dan negara-negara yang kurang berkembang ketimbang negara-negara maju. Sebagai contoh, di Indonesia, mereka yang berada di atas distribusi upah memiliki upah dan gaji yang hampir 16 kali lipat dari mereka yang berada di 10 % terbawah. Tapi ada beberapa kawasan dan negara yang mencatat kemajuan dalam mengurangi ketidaksetaraan penghasilan. Sebagai contoh, ada beberapa negara di Amerika Latin (termasuk Brazil, Meksiko dan Venezuela) yang bertolak belakang dari tren global yang ada dan berhasil mengurangi perbedaan upah ini selama dua dekade terakhir. Banyak pengamat menyatakan bahwa hal ini dikarenakan peningkatan lembagalembaga pasar tenaga kerja termasuk peningkatan sistem pengawasan tenaga kerja dan landasan perlindungan sosial.16 Tren perbedaan upah tidak memberi gambaran lengkap. Pertama, ledakan penghasilan di bagian atas terbatas pada kalangan elit saja dan dengan meneliti 10 % teratas dari distribusi upah, kita tidak dapat mengetahui lonjakan upah dan gaji pada 1% teratas. Kedua, upah dan gaji yang dibayarkan kepada mereka yang di bagian atas distribusi upah biasanya hanya merupakan komponen kecil dari kekayaan mereka secara keseluruhan. Di beberapa Negara, dengan semua tingkatan pembangunan ekonomi, penghasilan dan kekayaan mereka yang sangat kaya juga tergantung pada uang sewa, pembayaran dividen dan sumber penghasilan lain yang diperoleh dari aset keluarga. Perkembangan dalam komponen non upah dari total penghasilan inilah yang mendorong penghasilan dan kekayaan mereka selama beberapa dekade terakhir. Sementara pekerja biasa di luar kalangan elit dan eksekutif tidak punya hak yang sama. Hal ini tampak nyata di sebagian besar penduduk yang tinggal di negara yang sedang berkembang yang bertahan hidup melalui kegiatan ekonomi informal atau menerima pekerjaan harian tanpa upah di sektor pertanian. Sedangkan di negara-negara berpenghasilan menengah dan negara yang kurang berkembang, perbedaan penghasilan antara masyarakat desa dan kota biasanya sangat ekstrim. Masyarakat miskin di desa dan daerah terpencil punya kesempatan kecil untuk memperoleh pekerjaan berupah sehingga akibatnya mereka hanya punya sedikit pilihan selain mengeksploitasi sumber daya alam agar dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Hal ini biasanya menghambat kelangsungan mata pencaharian dan lahan mereka untuk jangka menengah dan panjang. Selama beberapa dekade terakhir, pengendalian upah belum terbatas pada negara-negara maju yang telah menghadapi krisis ekonomi atau pertumbuhan lambat. ILO melaporkan bahwa tingkat pertumbuhan upah riil rata-rata sangat terbatas di sebagian besar kawasan di dunia ini selama lima tahun terakhir, walaupun pada faktanya, negara berkembang dan negara yang sedang berkembang adalah motor penggerak utama pertumbuhan global selama periode ini.17 Salah satu faktor penting di balik tingkat upah yang stagnan bagi mereka yang termasuk dalam separoh bawah distribusi 15 16 17 ILO, Global Wage Report 2013/14 and 2014/15. (akan datang). Janine Berg, “Laws or Luck? Understanding rising formality in Brazil in the 2000s”, ILO. ILO (2012) Global Wage Report 2012/2013, Geneva, pp. iv-v. 17 Pekerjaan Layak: Katalisator untuk Agenda Perubahan upah ini adalah peningkatan pesat pekerjaan kontrak, pekerjaan melalui agensi dan bentuk-bentuk pekerjaan rentan yang lain.18 Hasilnya adalah perluasan yang signifikan bagi pekerjaan berupah kecil secara global. 4.2 Penurunan pangsa upah Salah satu cara untuk melihat persoalan ini adalah dengan mengkaji tren yang para ahli ekonomi sebut ‘distribusi penghasilan secara fungsional’. Intinya adalah total penghasilan suatu negara perlu diuraikan menjadi komponen yang terkait dengan permodalan dalam bentuk laba, dan komponen yang terkait dengan segala bentuk pekerjaan dalam bentuk upah dan tunjangan. Komponen kedua ini mencakup upah dan bonus eksekutif tingkat atas yang cenderung meningkatkan total pangsa upah. Penurunan pangsa upah belum terbatas pada negara-negara maju. Data komprehensif tentang semua negara maju dan negara berkembang tidak tersedia tapi penelitian ILO memperlihatkan penurunan pangsa upah di berbagai negara berkembang yang utama (China, Afrika Selatan dan Meksiko) serta tren serupa di berbagai negara berkembang yang lebih kecil. Di China, misalnya, upah riil meningkat sangat cepat selama satu dekade terakhir tapi tidak secepat peningkatan produktivitas atau pertumbuhan PDB. Secara keseluruhan, ILO menegaskan bahwa tren penurunan pangsa upah biasa terjadi di sebagian besar negara berkembang dan negara yang sedang berkembang. Pada faktanya, sejak tahun 1990 pangsa upah turun selama tiga kwartal di 69 negara dimana data ini tersedia. Secara rata-rata, Asia memperlihatkan penurunan pangsa upah sebesar 20 persen sejak tahun 1994 sedangkan Afrika turun sebesar 15 persen sejak tahun 1990. Di kedua kawasan ini, penurunan paling tajam terjadi tahun 2000an. Di Afrika Utara, pangsa upah turun sebesar 30 persen sejak tahun 2000.19 Tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif kuat, penurunan angka kemiskinan dan perluasan pekerjaan berupah di negara berkembang memiliki ramifikasi sosial yang penting. Sebagai contoh, sejak tahun 2000, ILO menyediakan perkiraan tentang kemajuan global yang terkait dengan pengurangan perburuhan anak. Selama tahun 2000 sampai 2012, jumlah pekerja anak turun sekitar sepertiga; yaitu dari 246 juta menjadi 168 juta anak. Kemajuan dalam mengurangi jumlah anak perempuan yang bekerja tampak nyata, dimana pengurangan sekitar 40 % tercatat selama periode 12 tahun. Walaupun ada kemajuan ini, namun kemajuan dalam menghapus perburuhan anak masih sangat dibutuhkan. 4.3 Beberapa kemajuan dicapai dalam hal perlindungan sosial tapi masih ada kesenjangan besar Perlindungan sosial adalah instrumen penting dalam mengurangi dan mencegah kemiskinan dan eksklusi sosial, termasuk ketidaksetaraan penghasilan, dan memastikan akses ke layanan kesehatan. Pada faktanya, kebijakan tentang perlindungan sosial adalah salah satu mekanisme penting yang dapat membantu mendistribusikan manfaat pertumbuhan ekonomi secara lebih luas; sehingga berpotensi menyediakan hasil yang jauh lebih cepat dari dampak “trickle-down” kebijakan ekonomi.20 Kini diakui secara luas bahwa perlindungan sosial membantu ketahanan pangan dan mengurangi angka kelaparan, mendukung kesehatan dan pendidikan secara postiif, memungkinkan penduduk 18 19 20 18 ILO, Laporan untuk rapat ahli tentang bentuk-bentuk pekerjaan yang tidak standar, akan datang. ILO (2011) Laporan tentang Dunia Pekerjaan 2011 – Making markets work for jobs, Geneva, p. 56. ILO, Laporan tentang Perlindungan Sosial Dunia 2014/15. menerima resiko yang lebih bersifat ekonomi, memfasilitasi pencarian kerja melalui pencocokan keterampilan individu, menstabilkan angka konsumsi rata-rata serta membantu melestarikan aset lingkungan dan sumber daya masyarakat miskin. Beberapa negara berkembang dan negara berpenghasilan menengah juga telah memperoleh kemajuan besar dalam menyediakan perlindungan sosial untuk penduduk mereka. China, misalnya, telah berhasil menyediakan hampir semua tunjangan pensiun dan Brazil juga telah memperluas cakupan perlindungan sosialnya secara signifikan.21 Meskipun demikian hanya 27 % penduduk dunia yang menikmati sistem jaminan sosial yang komprehensif.22 Secara global, 39 persen penduduk masih belum punya tunjangan kesehatan, dan lebih dari 90 persen penduduk di negara-negara berpenghasilan rendah. Hanya 34 persen angkatan kerja dunia yang dicakup dengan tunjangan kecelakaan kerja melalui asuransi sosial wajib, hanya 40 persen pekerja perempuan yang dicakup oleh skema tunjangan tunai wajib, dan 48 persen pensiunan yang belum menerima dana pensiun.23 Pengeluaran untuk perlindungan sosial masih belum memadai di sebagian besar negara berkembang. Sebagai contoh, secara rata-rata di tingkat global, pemerintah mengalokasikan 0,4 % PDB untuk tunjangan anak dan keluarga, berkisar dari 2,2 % di Eropa Barat sampai 0,2 % di Afrika, Asia dan Pasifik. Selama beberapa tahun terakhir, perhatian besar diberikan untuk membangun landasan perlindungan sosial sebagai bagian dari sistem perlindungan sosial yang komprehensif. Namun di sebagian besar perdebatan tingkat dunia dan komitmen politis belum dapat disesuaikan dengan sumber daya keuangan yang ada untuk pelaksanaannya. Dikarenakan perlindungan sosial dapat membantu mengurangi kemiskinan, eksklusi dan ketidaksetaraan, meningkatkan permintaan ratarata, mendukung pekerjaan yang produktif, meningkatkan stabilitas politik dan kohesi sosial, maka kemajuan cepat menuju landasan perlindungan sosial global sangat diperlukan. 4.4Kepatuhan terhadap standar perburuhan masih belum memadai Kohesi sosial juga terancam oleh diskriminasi terhadap perempuan, penyandang disabilitas, penduduk asli dan berbagai kelompok minoritas lain. Tren diskriminasi di tempat kerja sulit dihitung. Meskipun demikian, ada banyak bukti anekdot yang menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang cepat selama beberapa dekade terakhir belum menghasilkan penurunan angka diskriminasi di tempat kerja secara substansial. Pada saat pertumbuhan ekonomi berjalan lambat dan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan layak berkurang, diskriminasi di tempat kerja dan pelanggaran atas hak-hak fundamental pekerja mungkin akan meningkat. Kurangnya pekerjaan layak, semakin banyaknya masalah lingkungan yang terkait dengan perubahan iklim dan tingginya resiko bencana alam memaksa pekerja untuk mencari pekerjaan di luar negeri. Dalam hal ini, pekerja migran menghadapi tingginya resiko eksploitasi sehingga menghambat pelaksanaan standar perburuhan. Semua penduduk butuh perlakuan yang adil dan kesempatan yang sama di dunia pekerjaan. 21 22 23 ILO, Laporan tentang Perlindungan Sosial Dunia 2014/15. ILO, Laporan tentang Perlindungan Sosial Dunia 2014/15. ILO, Laporan tentang Perlindungan Sosial Dunia 2014/15. 19 Pekerjaan Layak: Katalisator untuk Agenda Perubahan 5. Langkah selanjutnya: Pekerjaan layak sebagai katalisator pembangunan yang berkelanjutan Didasari perspektif yang optimis, mungkin untuk sementara ini kita dapat menyatakan bahwa, di tingkat global, kita telah mencapai beberapa kemajuan di sektor ekonomi dan sosial dari pembangunan yang berkelanjutan selama beberapa dekade terakhir. Walaupun tren yang ada sangat variatif dari satu negara ke negara lain, namun kemajuan yang dicapai terkonsentrasi pada beberapa negara berkembang yang besar dan beberapa negara yang sedang berkembang, sementara kemajuan yang dicapai negara berkembang masih belum memadai. Secara khusus, kemajuan yang dicapai masih terbatas atau tidak terlihat di beberapa bidang sosial termasuk semakin meluasnya ketidaksetaraan penghasilan, hak-hak fundamental di tempat kerja, perlindungan terhadap pekerja migran dan penyediaan landasan perlindungan sosial nasional. Di samping itu, ada beberapa indikasi sementara yang menyatakan bahwa terbatasnya kemajuan yang tercatat dalam komponen ekonomi dan sosial dari pembangunan yang berkelanjutan mungkin tidak akan berlangsung lama. Saat ini, kita sedang mengalami kemunduran dalam hal tingkat pertumbuhan ekonomi di beberapa negara berkembang yang besar. Beberapa pemerintah mengakui bahwa model pembangunan ekonomi yang diterapkan di beberapa bagian dunia selama beberapa dekade terakhir adalah tidak seimbang. Tergantung besar pada investasi dan perluasan kapasitas industri di beberapa negara berkembang yang utama mendorong peningkatan harga-harga komoditas dan memicu pertumbuhan cepat di negara-negara yang sedang berkembang dan negara berkembang yang mengandalkan energi, mineral dan ekspor produk pertanian. Model pembangunan ini juga kurang mempertimbangkan aset lingkungan dan faktor perubahan iklim yang setidaknya kini sudah diakui beberapa pemerintah. Pola pembangunan yang tidak seimbang ini kini direvisi dan implikasinya terhadap sebagian besar negara berkembang mulai terungkap. Kita dapat menyimpulkan bahwa tingkat kecepatan pertumbuhan ekonomi sekarang, pengurangan kemiskinan dan perluasan pekerjaan berupah hanya akan dipertahankan, atau dipercepat, apabila negara berkembang dapat mendiversifikasi ekonomi mereka dan menemukan motor penggerak pertumbuhan yang lain. Di samping itu, di tingkat global, sangat sulit bagi kita untuk mengidentifikasi kemajuan signifikan terhadap aspek lingkungan dari pembangunan yang berkelanjutan selama beberapa dekade terakhir. Walaupun beberapa wacana baru pada perubahan iklim membesarkan hati kita, namun bukti ilmiah yang sudah diverifikasi terkait iklim dan lingkungan kita terus memburuk dan ini mengkhawatirkan kita. Hal ini masih terjadi di beberapa negara tertentu walaupun mungkin sudah ada beberapa kemajuan yang telah mereka capai. 5.1 Agenda perubahan dan pekerjaan layak Konsekuensinya, pembangunan yang berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan model pembangunan yang transformatif yang mempercepat kemajuan sektor ekonomi dan sosial serta memperbaiki degradasi lingkungan yang terjadi selama beberapa dekade terakhir. Upaya untuk memperbaiki lingkungan ini membutuhkan upaya kita bersama untuk bersama-sama memastikan mitigasi perubahan iklim secara maksimal. Ada konsensus di kalangan ilmuwan bahwa ini membutuhkan adanya pengurangan emisi karbon manusia sebesar 50 % dari angka sekarang pada tahun 2050 nanti dan setelah itu, dikurangi lagi hingga ke angka nol. Diperkirakan bahwa upaya ini berarti kita perlu meninggalkan sekitar 75 % cadangan bahan bakar fosil yang sudah diidentifikasi untuk tetap di dalam bumi. 20 Menciptakan pekerjaan layak bagi semua orang adalah tujuan utama dari kebijakan dan kebijakan ini dapat memfasilitasi pencapaian keseluruhan tiga komponen pembangunan yang berkelanjutan. Sebagai contoh, meningkatkan jumlah pekerjaan layak mewajibkan kita untuk mempercepat proses transformasi ekonomi yang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang dan negara-negara berkembang selama beberapa dekade terakhir. Perluasan pekerjaan berupah dan bergaji secara terus-menerus di negara-negara yang sedang berkembang dan negara berkembang diperlukan, tapi belum memadai, untuk mencapai tujuan ini. Di negara-negara yang sedang berkembang, upaya ini membutuhkan perluasan sektor manufaktur secara terus menerus dan perluasan substansial terhadap sektor jasa modern, yang diikuti dengan peningkatan upah, perbaikan kondisi kerja dan perlindungan sosial. ILO siap membantu pemerintah dan mitra sosial dalam meningkatkan mutu pekerjaan melalui Better Work Program dan bantuan teknis terkait kebijakant entang upah minimum, pengawasan tenaga kerja dan perlindungan sosial. Namun perluasan sektor manufaktur dan sektor jasa modern membutuhkan koherensi kebijakan di berbagai bidang. Pada faktanya perluasan pekerjaan berupah dan promosi pekerjaan layak punya dampak besar terhadap kebijakan makroekonomi, perdagangan internasional, kebijakan industri dan insentif yang digunakan untuk menarik investasi asing langsung. Serangkaian kebijakan yang dibutuhkan untuk berbagai bidang ini tergantung masing-masing negara, namun kebijakan ekonomi perlu dapat meningkatkan produktivitas dan mendukung upaya menuju peningkatan produksi bernilai tambah. Tantangan ini banyak dihadapi terutama oleh negara-negara yang kurang berkembang. UNCTAD baru-baru ini menegaskan apa yang mereka sebut sebagai “paradoks LDC”: kegagalan sebagian besar negara-negara yang kurang berkembang untuk memenuhi sebagian besar target Tujuan Pembangunan Milenium (MDG), walaupun mereka telah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2000.24 Sebagai respon, UNCTAD menghimbau adanya penekanan yang lebih besar atas upaya untuk menciptakan pekerjaan yang produktif dan remuneratif agar dapat menterjemahkan potensi yang produktif menjadi penghasilan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pendapatan publik untuk layanan publik yang penting. Di samping itu, produksi dan pola konsumsi di masa mendatang perlu disesuaikan agar tidak menyerap terlalu banyak sumber daya dan jauh lebih tergantung pada sumber energi yang dapat diperbaharui. Beberapa industri dan perusahaan yang mungkin terkena dampak negatif dari penerapan model pertumbuhan ekonomi yang lebih seimbang adalah sektor-sektor yang sama yang perlu dibatasi di saat kita bergerak menuju produk dan pola konsumsi yang lebih berkelanjutan. Di negara-negara maju, dan beberapa negara-negara berkembang yang besar, industri bertanggung jawab atas sebagian besar emisi gas rumah kaca termasuk: pasokan energi berbasis bahan bakar fosil, dan produk besi dan baja, kegiatan transportasi, pertambangan dan produk kimia. Pada faktanya, laporan sintesa terbaru IPCC menyatakan bahwa untuk dapat membatasi pemanasan global hingga ke 2 derajat C: “pangsa listrik berkarbon rendah yang dipasok perlu ditingkatkan dari sekitar 30% saat ini menjadi lebih dari 80% pada tahun 2050 dan 90% tahun 2100, sedangkan pembangkit listrik berbahan bakar fosil perlu dihapus sepenuhnya pada tahun 2100.” Untungnya, industri-industri berkarbon tinggi dan menyerap banyak sumber daya ini memberi kontribusi langsung yang relatif kecil terhadap jumlah pekerjaan dikarenakan kontribusi besar mereka untuk output ekonomi dan emisi karbon. Pada faktanya, di antara negara-negara OECD, ada tujuh industri yang paling banyak mengeluarkan polusi dan bertanggung jawab atas lebih dari 80 % total emisi tapi hanya menyerap sekitar 10 % angkatan kerja. Gambar 1 menyediakan perkiraan perubahan yang mungkin dilakukan pada industri dan komposisi pekerjaan di negara-negara OECD untuk menjawab kebijakan tentang mitigasi perubahan iklim yang ambisius. 24 UNCTAD, Laporan tentang Negara-negara yang Kurang Berkembang, 2014, “Development with Structural Transformation - A Post 2015 Agenda”. 21 Pekerjaan Layak: Katalisator untuk Agenda Perubahan Ini tidak berarti bahwa semua industri atau perusahaan yang saat ini menghasilkan emisi karbon yang tinggi harus menghentikan kegiatan produksi mereka. Namun dalam berbagai hal, kita dapat mengubah proses produksi mereka agar dapat secara signifikan mengurangi tingkat emisi mereka. “Penghijauan” perusahaan-perusahaan yang ada perlu menjadi prioritas utama. Hal ini mungkin tidak dapat dilakukan di industri-industri lain. Dalam hal apapun, transisi yang lancar membutuhkan perencanaan terperinci dan investasi besar untuk mengadakan pelatihan ulang, kebijakan aktif tentang pasar tenaga kerja dan jaminan sosial. Sekali lagi, fokus terhadap pekerjaan layak akan membantu memastikan bahwa mobilitas pekerja dan keamanan pekerjaan diprioritaskan dan sumber daya keuangan disediakan untuk mendanai program-program di bidang ini secara memadai. Industri-industri yang paling banyak terkena dampak kebijakan mitigasi perubahan iklim yang ambisius tidak selalu sama di semua negara. Jadi beberapa negara akan menanggung beban yang lebih besar untuk merelokasi pekerja dari industri-industri yang menghasilkan karbon tinggi dan menyerap banyak sumber daya ketimbang negara lain. Pajak untuk emisi karbon adalah salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan agar dapat mendanai kebijakan danprogram mobilitas pekerja yang dibutuhkan. Pajak untuk emisi karbos dan pajak lain yang disebut eko-pajak juga dapat digunakan untuk mengurangi ketergantung pada pajak penghasilan. Mengurangi biaya tenaga kerja dengan cara ini akan dapat mendorong ketenagakerjaan dan membantu mengimbangi hilangnya pekerjaan di sektor-sektor yang menghasilkan karbon besar atau menyerap banyak sumber daya. Di beberapa negara yang sedang berkembang, transisi pasar tenaga kerja transisi menuju perekonomian yang rendah karbon mungkin lebih sulit dari negara-negara maju karena struktur ekonomi dan basis pekerjaannya sangat sempit. Pada faktanya, di beberapa negara yang sedang berkembang, peluang penting untuk meningkatkan penghasilan per kapita selama beberapa dekade terakhir mengalami ekstraksi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak, gas, batubara dan mineral. Tidak diragukan bahwa investasi swasta di sektor ekstraktif dan penghasilan ekspor dari industri-industri ini memberi kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi di banyak negara yang kurang berkembang. Tapi bahkan di negara-negara berkembang, industri ekstraktif biasanya menciptakan peluang kerja yang terbatas, biasanya dengan keterampilan yang sangat khusus. Pada faktanya, banyak pekerjaan terbaik di industri-industri ini biasanya diisi oleh pekerja migran terampil dari negara-negara maju. 22 Secara keseluruha, dampak langsung dari industri pertambangan dan industri ekstraktif lain terhadap ketenagakerjaan dan pekerjaan layak tidak begitu besar dari apa yang diharapkan. Di sisi lain, dampak tak langsung terhadap pekerjaan masih bisa besar jika sumber daya yang tidak dapat diperbaharui dapat dikelola secara seksama dimana sebagian besar pendapatan yang diperoleh dari industriindustri ekstraktif diinvestasikan kembali ke bidang permodalan manusia dan fisik di pasar domestik. Sayangnya, hal ini jarang terjadi. Dari sisi positif, mitigasi dan penyesuaian terhadap perubahan iklim memberi peluang besar untuk memperluas ketenagakerjaan di sektor-sektor yang cenderung menyediakan pekerjaan layak. Negara-negara yang sedang berkembang dan negara-negara berkembang punya peluang untuk menggunakan teknologi mutakhir untuk meningkatkan efisiensi energi dan sumber energi yang dapat diperbaharui. Sektor pembangunan, yang menyerap 110 juta pekerja konstruksi di seluruh dunia, akan menjadi sektor utama untuk meningkatkan pertumbuhan pekerjaan. Pekerjaan di sektorsektor lain seperti pengelolaan limbah dan daur ulang juga punya potensi besar untuk diperluas agar dapat menjawab kebijakan lingkungan yang berkelanjutan. 5.2 Implikasi terhadap sektor-sektor informal dan desa Seperti yang disebutkan di atas, mempertahankan kemajuan menuju konvergensi ekonomi di negara-negara yang sedang berkembang dan negara-negara maju membutuhkan upaya besar untuk mempromosikan tingkat pertumbuhan ekonomi secara luas dan diversifikasi ekonomi di negaranegara yang sedang berkembang dan negara-negara berkembang. Upaya ini harus mencakup peningkatan (upgrade) bagian-bagian dari perekonomian informal dan desa. Sektor-sektor ini menyediakan banyak lapangan pekerjaan di negara berkembang dan dapat dibuat lebih produktif dan dengan upah yang lebih baik tanpa menimbulkan akibat yang negatif terhadap lingkungan. Upaya ini membutuhkan kombinasi investasi publik yang efisien di bidang infrastruktur yang diperlukan usaha kecil serta mendorong inisiatif swasta melalui skema pinjaman yang terjangkau. Di samping itu, peraturan yang transparan juga diperlukan dan ketentuan perpajakan dimana keptusan dilaksanakan tanpa diskriminasi atau korupsi. Kondisi-kondisi ini diperlukan untuk mempromosikan kepercayaan dunia usaha dan investasi swasta. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sekretaris Jenderal PBB barubaru ini “sektor swasta yang aktif, dikelola dengan baik, bertanggung jawab dan dapat memperoleh keuntungan adalah penting bagi dunia pekerjaan, upah, pertumbuhan dan pendapatan bagi program-program publik.”25 Bagi negara-negara yang sedang berkembang, kebijakan di bidang industri dan perdagangan yang mendukung diversifikasi ekonomi dan produksi bernilai tambah dengan cara yang ramah lingkungan adalah juga penting. Sedangkan bagi negara-negara yang kurang berkembang, UNCTAD baru-baru ini menghimbau adalah perhatian pada pemasangan listrik di desa, dengan memanfaatkan teknologi energi skala kecil yang dapat diperbaharui dan investasi padat karya di bidang infrastruktur.26 Pertanian biasanya merupakan sumber pekerjaan terbesar di negara-negara yang sedang berkembang, terutama di negara-negara yang kurang berkembang. Pada faktanya, pertanian menyediakan pekerjaan bagi lebih dari satu milyar penduduk di dunia. Jika ada pendekatan terhadap sektor ini dari perspektif pekerjaan layak, maka implikasi nyata dari kebijakan adalah mempromosikan produkproduk bernilai tambah dan tingkat produktivitas yang lebih tinggi, karena ini adalah cara terbaik untuk meningkatkan mutu pekerjaan. Green Revolution di Asia menunjukkan bahwa transformasi 25 26 PBB, “The road to dignity by 2030: ending poverty, transforming all lives and protecting the planet”, Laporan Sintesa Sekretaris Jenderal tentang Agenda pasca tahun 2015. UNCTAD, op cit. 23 Pekerjaan Layak: Katalisator untuk Agenda Perubahan produktif dapat menjadi motor penggerak peningkatan produktivitas pertanian serta peningkatan pendapatan mereka yang bekerja di sektor ini. Pada faktanya, Laporan Pembangunan Dunia tahun 2008 menyimpulkan bahwa peningkatan produktivitas dan penghasilan petani kecil adalah cara yang paling efektif untuk mengurangi kemiskinan. Upaya ini dapat melibatkan diversifikasi menjadi produk-produk hortikultura seperti buah-buahan, sayuran, bunga potong, hewan ternak dan produk ikan. Peningkatan permintaan akan bahan bakar bio (biofuel) juga menyediakan peluang untuk meningkatkan produktivitas dan penghasilan di sektor pertanian. Namun pertanian adalah salah satu penghasil gas rumah kaca terbesar. Ia juga merupakan pengguna terbesar, dan polutan yang besar, terhadap air dan faktor penyebab utama terjadinya degradasi tanah dan hilangnya biodiversitas. ILO berpendapat bahwa fokus pada pekerjaan layak di sektor pertanian berarti melaksanakan reformasi sambil meningkatkan produktivitas dan mengurangi dampak negatif sektor ini terhadap lingkungan hidup. Upaya ini berarti menanamkan investasi besar di bidang permodalan manusia (petani) memberi pelatihan kepada mereka tentang metoda pertanian yang memiliki dampak lingkungan yang kecil. Ini sangat penting bagi petani skala kecil di negara-negara yang sedang berkembang. Upaya ini mencakup pemakaian dan pengelolaan pestisida dan bahanbahan kimia berbahaya lain secara bertanggungjawab yang dapat memiliki implikasi positif terhadap lingkungan dan kesehatan dan keselamatan kerja.27 Di beberapa negara berkembang dan sedang berkembang, peningkatan produktivitas pertanian skala kecil harus dilakukan seiring dengan upaya besar untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Deforestasi bertanggung jawab atas lebih kurang 17 % emisi gas rumah kaca secara global. Tapi angka ini jauh lebih tinggi di beberapa negara. Sebagai contoh, di Indonesia, 80 % total emisi terkait dengan pemanfaatan lahan, perubahan pemanfaatan lahan dan hutan. Sejak tahun 2009, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi antara 26 % sampai 41 % pada tahun 2020. Dikarenakan hutan di Indonesia adalah tempat tinggal sekitar 70 juta penduduk, maka komitmen ini berarti transformasi besar-besaran dalam hal identitas, gaya hidup dan mata pencaharian penduduk Indonesia. Sebagai bagian dari proses ini, Indonesia telah menciptakan satu jenis baru perdagangan karbon untuk mendukung pemulihan ekosistem yang menguntungkan. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk memperoleh perijinan untuk memulihkan daerah-daerah yang terdegradasi dan menjual kredit karbon ke pasaran. ILO berpendapat, dan membantu menunjukkan bahwa elemen-elemen agenda pekerjaan layak dapat memfasilitasi reformasi ini. Hal ini mencakup: promosi dialog sosial di tingkat lokal untuk memperoleh bantuan perubahan; berinvestasi di bidang pelatihan ulang dan pengembangan keterampilan; menciptakan sumber penghasilan lain melalui investasi padat karya di bidang aset lingkungan dan akses desa; penyediaan keuangan mikro dan asuransi mikro; serta memastikan adanya landasan perlindungan social yang memadai.28 5.3 Mengurangi ketidaksetaraan penghasilan dan defisit pekerjaan layak Apabila kebijakan publik dikembangkan dalam kerangka kerja pekerjaan layak, maka penekanan yang lebih besar perlu diberikan pada upaya untuk memastikan manfaat pertumbuhan ekonomi didistribusikan secara adil antar negara dan di dalam negara. Membalikkan tren global terkait ketidaksetaraan penghasilan, dan mengurangi kemiskinan, merupakan prioritas utama. Hal ini membutuhkan adanya pelaksanaan janji yang telah dibuat di berbagai forum internasinoal selama beberapa tahun belakangan ini untuk memastikan adanya landasan perlindungan sosial dan kemajuan 27 28 24 ILO, Sustainable Development, Decent Jobs and green jobs, 2013. ILO, “Introducing Decent Jobs to the REDD+ green economy: Policy and programming options for Indonesia”, akan datang. menuju upah yang layak. Upah yang lain membutuhkan tindakan segera untuk memperkenalkan, atau memperluas, sistem perundingan bersama yang memberi perlindungan bagi sebagian besar pekerja. Industri dan sistem perundingan bersama lebih terpusat cenderung menyediakan cakupan yang lebih tinggi dan terkait dengan tingkat ketidaksetaraan penghasilan yang lebih rendah.29 Meskipun demikian di sebagian besar negara-negara maju, cakupan perundingan bersama sudah berkurang dan di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang, perundingan bersama biasanya terbatas pada segmen pekerja berupah di sektor publik. Dalam situasi ini, upah mnimum nasional yang menyediakan landasan “upah layak” sangat dibutuhkan. Memastikan bahwa upah mnimum dilaksanakan di semua segmen ekonomi dan diperbaharui secara teratur agar dapat mencerminkan perubahan-perubahan dalam hal biaya hidup dan peningkatan produktivitas nasional adalah diperlukan. Distribusi penghasilan yang mengkombinasikan efisiensi dan keadilan ekonomi, dan sesuai dengan kohesi sosial, biasanya butuh dukungan dari lembaga-lembaga pasar tenaga kerja yang lain. Hal ini dapat mencakup sistem pengawasan tenaga kerja yang baik dan pengadilan hubungan industri agar dapat memastikan UU ketenagakerjaan dan komitmen terhadap statndar perburuhan dapat sepenuhnya dipatuhi. Keseluruhan tiga aspek pembangunan yang berkelanjutan membutuhkan kebijakan yang tepat terkait pendidikan, pelatihan dan keterampilan, peningkatan investasi dalam kebijakan aktif lainnya terkait pasar tenaga kerja dan kebijakan tentang perlindungan sosial yang efektif. Pertumbuhan ekonomi di beberapa negara terhambat oleh minimnya investasi di bidang pendidikan dan kekurangan keterampilan serta minimnya perhatian terhadap investasi di bidang pengembangan penduduk dan manusia. Kohesi sosial akan dipromosikan jika pekerja punya kesempatan sepanjang masa kerja mereka untuk meningkatkan keterampilan mereka dan mutu pekerjaan mereka, jika mereka punya akses yang efektif ke layanan kesehatan, dan jika mereka dilindungi bila terjadi kecelakaan kerja, disabilitas, persalinan, pengangguran dan hari tua. Dan promosi kelangsungan lingkungan membutuhkan adanya pengembangan keterampilan baru dan perluasan berbagai jenis pekerjaan yang dulu pernah diabaikan di masa lalu. Perhatian terhadap pekerjaan layak dapat menjadi katalisator yang mendorong ketiga komponen pembangunan yang berkelanjutan. Kita punya teknologi dan pengetahuan tentang kebijakan yang dibutuhkan untuk membuat transisi ke dunia yang lebih ramah lingkungan, dan aman secara sosial dan ekonomi. Namun pemakaian teknologi dan pelaksanaan kebijakan ini tidaklah mudah. Ada beberapa kepentingan besar yang akan hilang dari proses ini dan mereka yang punya kekuasaan politik dan sumber daya keuangan mungkin akan menghambat kemajuannya. Itulah sebabnya koalisa yang melibatkan pemerintah, masyarakat bisnis, serikat pekerja, koperasi, akademisi, masyarakat madani dan organisasi internasional dan regional terkait dapat membantu menciptakan kemauan politik untuk menghadapi mereka yang menentang upaya ini. Segmen Integrasi ECOSOC tahun 2015 adalah kesempatan bagi kelompok ini untuk berbagi pandang dengan pemerintah serta membantu membangun koalisi yang konstruksi bagi pembangunan yang berkelanjutan. 25 Pekerjaan Layak: Katalisator untuk Agenda Perubahan 6. Materi diskusi Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Segmen Integrasi tahun 2015 akan difokuskan pada bidangbidang prioritas berikut ini: w Apa saja pilihan kebijakan jangka pendek yang potensial dan hasil jangka panjang yang diperoleh dari pendekatan terpadu untuk mempromosikan pekerjaan penuh dan pekerjaan layak bagi semua orang? w Bagaimana koherensi kebijakan di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan dapat dicapai dalam mempromosikan pekerjaan penuh dan pekerjaan layak bagi semua orang? w Bagaimana kebijakan tenaga kerja dapat membantu mengurangi ketidaksetaraan ekonomi dan sosial? w Mengapa masalah pengangguran di kalangan remaja merupakan persoalan besar di banyak negara tanpa memandang tingkat pertumbuhan mereka? w Apakah pembangunan sektor pertanian dapat membantu menghasilkan pekerjaan untuk remaja di negara-negara Afrika? w Tindakan apa yang dibutuhkan untuk menghubungkan pengusaha dengan rantai suplai global? w Peran apa yang dimainkan Pemerintah, PBB, konstituen tripartit ILO dan masyarakat madani dalam memastikan hak-hak di tempat kerja? w Bagaimana dengan masa depan pekerjaan? Bagaimana negara mempersiapkan sistem pendidikan mereka untuk merespon perubahan ini? Apa saja investasi yang dibutuhkan? w Jenis pekerjaan apa yang dibutuhkan untuk memberi solusi terhadap masalah perubahan iklim? Apa saja kebijakan yang dibutuhkan dan bagaimana keseimbangan antara pilar lingkungan, ekonomi dan sosial dapat dimitigasi? w Apa saja investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan potensi pekerjaan terbesar sambil memelihara kelangsungan lingkungan hidup? w Apa saja jenis kerangka kelembagaan dan pengaturan tata pengelolaan yang dibutuhkan untuk keberhasilan integrasi dimensi-dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan dari pembangunan yang berkelanjutan agar dapat memfasilitasi pekerjaan layak? w Langkah-langkah khusus apa yang dibutuhkan sistem ECOSOC untuk membantu negara-negara dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi mereka secara berkelanjutan sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan layak? 29 Susan Hayter (ed) “The role of collective agreement in the world economy”, ILO 2011. 26