Document

advertisement
>
5@
Sbjbj22
"dXXK2222222F
4F~ZZZZZZZZw~y~y~y~y~y~y~$•RD~2oZZoo~22ZZ~-~-~-~o]2Z2Zw~-~ow~-~-~;~22;~ZN
P•GvKx;~w~~0~;~D~"D;~FF2222;~D2O~(Z
fv-~,gZZZ~~FF$#~
FF
Borobudur
(diambil dari : jawaplace)
Berdasarkan atas tulisan yang terdapat pada kaki tertutup dari Candi
Borobudur yang berbentuk huruf Jawa kuno yang berasal dari huruf pallawa,
maka dapat diperkirakan tahun berdirinya Candi tersebut, yaitu pada tahun
850 Masehi, pada waktu pulau Jawa dikuasai oleh keluarga raja-raja
Sailendra antara tahun 832-900. Jadi umurnya sudah lebih dari 1.000
tahun.Candi itu terdiri dari 2 juta bongkah batu, sebagian merupakan
dinding-dinding berupa relief yang mengisahkan ajaran Mahayana. Candi
tersebut berukuran sisi-sisinya 123 meter, sedang tingginya termasuk
puncak stupa yang sudah tidak ada karena disambar petir 42 m. Yang ada
sekarang tingginya 31,5 m. Pada hakekatnya Borobudur itu berbentuk stupa,
yaitu bangunan suci agama Buddha yang dalam bentuk aslinya merupakan
kubah (separoh bola) yang berdiri atas alas dasar dan diberi payung di
atasnya.
Candi itu mempunyai 9 tingkat, yaitu : 6 tingkat di bawah,: "tiap sisinya
agak menonjol berliku-liku, sehingga memberi kesan bersudut banyak. 3
tingkat diatasnya:'' berbentuk lingkaran. Dan yang paling atas yang
disebut sebagai tingkat ke-10 adalah stupa besar ukuran diametrnya 9,90
m, tinggi 7 m.
Borobudur tidak memiliki ruang-ruang yang dulunya dipakai sebagai tempat
memuja seperti candi-candi lainnya. Yang ada ialah lorong-lorong panjang
yang merupakan jalan sempit, kedua tepinya dibatasi oleh dinding candi,
mengelilingi candi tingkat demi tingkat.
Dari satu tingkat lainnya di empat penjuru terdapat pintu gerbang masuk
ke tingkat lainnya melalui tangga. Di lorong-lorong inilah para umat
Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke
arah kanan. Upacara itu disebut pradaksima
Sejarawan Belanda Dr. J.G. Casparis dalam desertasinya untuk mendapat
gelar doctor pada tahun. 1950 mengemukakan, bahwa Borobudur yang
bertingkat 10 menggambarkan secara jelas terlihat filsafat agama Buddha
Mahayana yang disebut Dasabodhisatwabhumi.
Filsafat itu mengajarkan, bahwa setiap orang yang ingin mencapai tingkat
kedudukan sebagai Buddha harus melampaui 10 tingkatan Bodhisatwa. Apabila
telah melampaui 10 tingkat itu, maka manusia akan mencapai kesempurnaan
dan menjadi seorang Buddha.
Perlu diketahui, bahwa menurut ajaran Buddha Mahaya, diamping Buddha
Gautama yang kita kenal dalam sejarah, ada pula tokoh-tokoh Buddha lainlainnya, masing-masing menurut jamannya, baik di jaman lampau maupun di
jaman yang akan datang. Buddha di masa datang kini masih berada di dalam
sorga dan masih bertingkat Bodhisatwa adalah calon Buddha di masa datang.
Dr. J. G. Casparis berpendapat, bahwa sebenarnya Borobudur merupakan
tempat pemujaan nenek moyang raja-raja Sailendra, agar nenek moyang
mencapai ke-Buddhaan.
Sepuluh tingkat Borobudur itu juga melambangkan, bahwa nenek moyang raja
Sailendra yang mendirikan Borobudur itu berjumlah 10 orang. Berdasarkan
prasasti Karangtengah bertahun 824 M dan prasati Kahulunan bertahun 824
M. Dr. J.G. Casparis berpendapat bahwa pendiri Borobudur adalah raja
Sailendra bernama Samaratungga, kira-kira disekitar tahun 824. Bangunan
raksasa itu kiranya baru dapat diselesaikan oleh puterinya yaitu Ratu
Pramodawardhani.
Dalam hal tersebut para ahli belum terdapat kata sepakat.
Tingkatan Tingkatan Borobudur
Pada tahun 1929 Prof. Dr. W.F. Stutterheim telah mengemukakan teorinya,
bahwa Candi Borobudur itu hakekatnya merupakan tiruan dari alam semsta
yang menurut ajaran Buddha terdiri atas 3 bagian besar, yaitu: (1).
Kamadhatu; (2). Rupadhatu; dan (3). Arupadhatu.
Bagian kaki melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh
kama atau nafsu (keinginan) yang rendah, yaitu dunia manusia biasa
seperti dunia kita ini.
Rupadhatu, yaitu dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari ikatan
nafsu, tetapi maish terikat oleh rupa dan bentuk, yaitu dunianya orang
suci dan merupakan alam antara yang memisahkan alam bawah (kamadhatu)
dengan alam atas (arupadhatu).
Arupadhatu, yaitu alam atas atau nirwana, tempat para Buddha bersemayam,
dimana kebebasan mutlak telah tercapai, bebas dari keinginan dan bebas
dari ikatan bentuk dan rupa. Karena itu bagian Arupadhatu itu digambarkan
polos, tidak ber-relief.
Patung-patung Dhayani Buddha
Pada bagian Rupadhatu patung Dhayani Buddha digambarkan terbuka,
ditempatka di lubang dinding seperti di jendela terbuka. Tetapi dibagian
Arupadhatu patung-patung itu ditempatkan di dalam stupa yang ditutup
berlubang-lubang seperti didalam kurungan. Dari luar masih tampak patungpatung itu samar-samar.
Cara penempatan patung seperti tersebut rupanya dimaksudkan oelh
penciptanya untuk melukiskan wujud samar-samar antara ada dan tiada
sebagai suatu peralihan makna antra Rupadhatu dan Arupadhatu.
Arupa yang artinya tidak berupa atau tidak berwujud sepenuhnya baru
tercapai pada puncak dan pusat candi itu yaitu stupa terbesar dan
tertinggi yang digambarkan polos (tanpa lubang-lubang), sehingga patung
didalamnya sama sekali tidak tampak.
Stupa-stupa kurungan patung-patung di bagian Arupadhatu yang bawah
bergaris miring, sedang lubang-lubang seperti yang diatasnya bergaris
tegak.
Menurut almarhum Prof. Dr. Sucipta Wirjosaputro lubang-lubang seperti
tersebut merupakan lambang tentang proses tingkat-tingkat lenyapnya sisa
nafsu yang terakhir.
Lubang-lubang yang bergaris miring (lebih rendah dari lainnya)
menggambarkan, bahwa di tingkat itu masih ada sisa-sisa dari nafsu,
sedang pada tingkat di atasnya yang bergaris tegak menggambarkan nafsu
itu telah terkikis habis, dan hati pun telah lurus.
Reliefnya panjang 3 km; arcanya 505 buah .Relief pada dinding-dinding
candi Borobudur itu menurut Drs. Moehkardi dalam intisari jumlahnya ada
1460 adegan, sedang relief yang dekoratief (hiasan) ada 1212 buah.
Panjang relief itu kalau disambung-sambung seluruhnya dapat mencapai
2.900 m, jadi hampir 3 km.
Jumlah arcanya ada 505 buah, terdiri dari : -Tingkat ke-1 Rupadhatu
ditempat arca-arca Manushi Budha sebanyak 92 buah; -Tiga tingkat
selebihnya masing-masing mempunyai 92 buah arca Dhyani Buddha; -Tingkat
di atasnya mempunyai 64 arca Dhyani Buddha.
Selanjutnya di tingkat Arupadhatu terdapat pula arca-arca Dhyani Buddha
yang dikurung dalam stupa, masing-masing tingkat sebanyak : 32, 24 dan 16
jumlah 72 buah.
Akhirnya di stupa induk paling atas, dahulunya terdapat pula sebuah
patung Sang Adhi Buddha, yaitu Buddha tertinggi dalam agama Buddha
Mahaya. Maka julah seluruhnya adalah 3 x 92 buah jumlah 432 + 64 + 1 =
505 buah.
Permainan angka yang mengagumkan.
Drs. Moehkardi mengemukakan adanya permainan angka dalam Candi Borobudur
yang amat mengagumkan, sebagai berikut :
Jumlah stupa di tingkat Arupadhatu (stupa puncak tidak di hitung) adalah:
32, 24, 26 yang memiliki perbandingan yang teratur, yaitu 4:3:2, dan
semuanya habis dibagi 8.
Ukuran tinggi stupa di tiga tingkat tsb. Adalah: 1,9m; 1,8m; masingmasing bebeda 10 cm. Begitu juga diameter dari stupa-stupa tersebut,
mempunyai ukuran tepat sama pula dengan tingginya : 1,9m; 1,8m; 1,7m.
Beberapa bilangan di borobudur, bila dijumlahkan angka-angkanya akan
berakhir menjadi angka 1 kembali. Diduga bahwa itu memang dibuat demikian
yang dapat ditafsirkan : angka 1 melambangkan ke-Esaan Sang Adhi Buddha.
Perhatikan bukti-buktinya dibawah ini :
Jumlah tingkatan Borobudur adalah 10, angka-angka dalam 10 bila
dijumlahkan hasilnya : 1 + 0 = 1. Jumlah stupa di Arupadhatu yang
didalamnya ada patung-patungnya ada : 32 + 24 + 16 + 1 = 73, angka 73
bila dijumlahkan hasilnya: 10 dan seperti diatas 1 + 0 = 10.
Jumlah patung-patung di Borobudur seluruhnya ada 505 buah. Bila angkaangka didalamnya dijumlahkan, hasilnya 5 + 0 + 5 = 10 dan juga seperti
diatas 1 + 0 = 1.
Sang Adhi Buddha dalam agama Buddha Mahaya tidak saja dianggap sebagai
Buddha tertinggi, tetapi juga dianggap sebagai Asal dari segala Asal, dan
juga asal dari keenam Dhyani Buddha, karenanya ia disebut sebagai Yang
Maha Esa.
Demikianlah keindahan Borobudur sebagai yang terlihat dan yang terasakan,
mengandung filsafat tinggi seperti yang tersimpan dalam sanubari bangsa
Timur, khususnya bangsa kita.
Penemuan Borubudur
Tidak pernah terlintas oleh Pemerintah Hindia Belanda bahwa suatu ketika
Nusantara ini akan dikuasai oleh Inggris. Gubernur Jenderal yang
mengurusi masalah tanah jajahan di Timur, Lord Minto harus mendelegasikan
kekuasaan di Nusantara ini kepada Letnan Gubernur Jendral Sir Thomas
Stamford Raffles. Raffles mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap
budaya timur, sehingga ketika pada tahun 1814 mendapat laporan tentang
ditemukannya reruntuhan yang diperkirakan candi, segera mengutus perwira
zeni HC Cornelius untuk ke Bumi Segoro. Itulah awal diketemukannya
Borobudur yang terpendam entah sejak kapan dan apa penyebabnya. Misteri
yang sampai kini belum terungkap.
Sayang, tahun 1815 Inggris harus angkat kaki dan mengembalikan tanah
jajahan kepada Belanda. Bagi Belanda, peninggalan sejarah juga tidak
kurang menariknya. Pada 1834 Residen Kedu bernama Hartman yang baru dua
tahun menduduki jabatan mengusahakan pembersihan Borobudur. Stupa yang
ternyata puncak candi diketahui sudah menganga sejak ditangani Cornelius
20 tahun sebelumnya..
Selama kurun waktu 20 tahun itu tidak ada yang bertanggung jawab terhadap
kawasan penemuan. Pada tahun 1842 Hartman melakukan penelitian pada stupa
induk. Dalam budaya agama Buddha, stupa didirikan untuk menyimpan relik
Buddha atau relik para siswa Buddha yang telah mencapai kesucian. Dalam
bahasa agama, relik disebut saririka dhatu, diambil dari sisa jasmani
yang berupa kristal selesai dilaksanakan kremasi. Bila belum mencapai
kesucian, sisa jasmani tidak berbentuk kristal dan tidak diambil. Bila
berupa kristal akan diambil dan ditempatkan di dalam stupa. Diyakini
bahwa relik ini mempunyai getaran suci yang mengarahkan pada perbuatan
baik. Pada setiap upacara Waisak, relik ini juga dibawa dalam prosesi
dari Mendut ke Borobudur untuk ditempatkan pada altar utama di Pelataran
Barat. Relik yang seharusnya berada di dalam stupa induk Borobudur hingga
kini tidak diketahui siapa yang mengambil dan di mana disimpan.
Demikianlah, Borobudur yang ditemukan pada tahun 1814 mulai ditangani di
bawah perintah Hartman antara lain dengan mendatangkan fotografer, pada
tahun 1845 bernama Schaefer, namun hasilnya tidak memuaskan. Itulah
sebabnya pada tahun 1849 diambil keputusan untuk menggambar saja bangunan
Borobudur. Tugas mana dipercayakan pada FC Wilsen yang berhasilkan
menyelesaikan 476 gambar dalam waktu 4 tahun. Ada seorang lagi yang
ditugaskan untuk membuat uraian tentang Borobudur yang masih berupa dugaduga, yaitu Brumund. Hasil Wilson maupun Brumund diserahkan oleh
Pemerintah Hindia Belanda kepada Leemans pada 1853 yang baru berhasil
menyelesaikannya pada 1873 . Selama penggarapan gambar yang duga-duga
itu, oleh Hartman Borobudur dijadikan tempat rekreasi. Pada puncaknya
didirikan bangunan untuk melihat keindahan alam sambil minum teh.
Pembersihan batu-batuan terus berlangsung, ditempel-tempel asal jadi
menurut dugaan asal-asalan saja.
Anugerah untuk Raja
Borobudur dibersihkan dari hari ke hari, hingga makin menarik. Sungguh
fantastis bagi para penguasa Belanda menikmati pemandangan indah di atas
bangunan kuno yang sedemikian besar.
Pada tahun 1896, Raja Thai, Chulalongkorn datang ke Hindia Belanda.
Sebagai penganut agama Buddha tentu tidak akan melewatkan untuk
menyaksikan bangunan stupa yang didengung-dengungkan oleh para pejabat
pemerintah kolonial. Entah bagaimana ceriteranya, Pemerintah Belanda
menawarkan Raja untuk membawa bagian dari batu-batuan Borobudur. Menurut
catatan tidak kurang dari 8 gerobak melalui Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang. Diantara yang diangkut ke Negara Gajah Putih tersebut ada 30
lempeng relief dinding candi, 5 buah patung Buddha, 2 patung singa dan 1
pancuran makara.
Bilamana kita berada di istana Raja Bhumibol Adulyagej kita dapat
saksikan batu-batuan Borobudur yang terawat baik hingga kini. Sebagai
negara yang sebagian besar menganut Buddha, rakyat menyampaikan hormat
dihadapan patung Buddha asal Borobudur sebagai lambang kebesaran
Gurunya.
Jadi, jauh sebelum batu-batuan Borobudur ditempatkan sebagaimana
mestinya, bagian dari batu-batuan yang berada dalam istana dynasti Cakri
telah diperlakukan dengan baik, karena keluarga raja di sana mengerti
simbol-simbol yang terkandung dalam bagian kecil peninggalan agama yang
dianutnya.
Pemugaran
Pada tahun 1882 ada usul untuk membongkar seluruh batu-batuan Borobudur
untuk ditempatkan dalam suatu museum. Usul ini tidak disetujui, bahkan
mendorong usaha untuk membangun kembali reruntuhan hingga berbentuk
candi. Dorongan lain untuk lebih membuka tabir misteri dalah
diketemukannya satu lantai lagi dibawah lantai pertama candi oleh Vzerman
pada 1885.
Pada tahun 1900 dibentuklah Panitia Khusus perencanaan pemugaran Candi
Borobudur. Setelah bekerja dua tahun, maka Panitia menyimpulkan bahwa
tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pemugaran yaitu:
Pertama
: segera diusahakan penaggulangan bahaya runtuh yang sudah
mendesak dengan cara memperkokoh sudut-sudut bangunan, menegakkan kembali
dinding-dinding yang miring pada tingkat pertama, memperbaiki gapura-
gapura, relung serta stupa, termasuk stupa induk.
Kedua
: mengekalkan keadaan yang sudah diperbaiki dengan cara
mengadakan pengawasan yang ketat dan tepat, menyempurnakan saluran air
dengan jalan memperbaiki lantai-lantai serta lorong-lorong.
Ketiga
: menampilkan candi dalam keadaan bersih dan utuh dengan
jalan menyingkirkan semua batu-batuan yang lepas untuk dipasang kembali
serta menyingkirkan semua bangunan tambahan.
Pada tahun 1905 keluarlah Keputusan Pemerintah Kerajaan Belanda yang
menyetujui usul Panitia dengan penyediaan dana sebesar 48.800 gulden
untuk menunjuk Insinyur zeni T.van Erp.
Pemugaran dimulai pada Agustus 1907 yang berhasil diselesaikan pada tahun
1911. Dengan demikian, Borobudur dapat dinikmati keindahannya secara
utuh.
Setelah proklamasi kemerdekaan, pada tahun 1948 Pemerintah RI yang masih
dalam penataan negara memperhatikan kerusakan Borobudur yang sudah
diketahui sejak 1929 dengan mendatangkan dua orang ahli purbakala dari
India. Sayang usaha ini tidak ada kelanjutannya. Pada tahun 1955
pemerintah RI mengajukan permintaan bantuan kepada Unesco untuk
menyelamatkan berbagai candi di Jawa, tidak terkecuali Borobudur . Usaha
lebih mantap baru dimulai pada tahun 1960 yang terhenti karena
pemberontakan G.30.S/PKI ketika bangsa dan negara mengkonsentrasikan diri
menyelematkan masa depan yang hampir saja dikoyak komunis.
Pemugaran candi secara serius baru terlaksana pada masa Orde Baru,
melalui SK Presiden RI No.217 tahun 1968 tanggal 4 Juli 1968 dibentuk
Panitia Nasional yang bertugas mengumpulkan dana dan melaksanakan
pemugaran. Tahun berikutnya Presiden membubarkan Panitia tersebut dan
membebankan tugas pemugaran kepada Menteri Perhubungan.
Tahun 1973 diresmikan permulaan pemugaran yang selesai pada tanggal 23
Februari 1983. Usaha penyelamatan ini adalah yang paling mantap dalam
sejarah perawatan Borobudur .
Tiga Serangkai
Kapan Borobudur didirikan secara pasti belum ditemukan datanya. Dari
Prasasti Karangtengah bertahun 824 M maupun Prasasti Sri Kahulungan
bertahun 842 menyebutkan bahwa ada tiga buah candi yang didirikan untuk
mengagungkan kebesaran Buddha, yaitu Mendut, Pawon dan Borobudur.
Bangunan yang dimaksud adalah Candi Mendut yang didirikan oleh
Pramudyawardani, Candi Pawon yang didirikan oleh oleh Indra dan Borobudur
yang didirikan oleh raja kondang dynasti Syailendra bernama Smaratungga.
Enatah yang mana lebih dahulu didirikan, yang jelas ketiganya mempunyai
makna tersendiri dan mempunyai keterikatan yang satu dengan yang lainnya.
Dari relief yang ada, Candi Mendhut didirikan untuk memperingati khotbah
pertama Sang Buddha. Pada dinding itu jelas ditawarkan alternatif yang
boleh dipilih oleh pengikut Sang Buddha, yaitu hidup meninggalkan
keduniawian sebagai bhikkhu (pertapa) atau hidup dalam keduniawian demi
kesejahteraan sesama menampilkan kemakmuran bagi bangsa dan negara.
Buddha mengajarkan pemilihan termaksud dengan konsekwensi yang pasti dan
jelas. Untuk mengetahui lebih mendalam tentang kehidupan hingga
tercapainya Nibbana (Nirvana), maka di Borobudur dijelaskan secara rinci,
dari kehidupan penuh nafsu, melalui kelahiran demi kelahiran baik dalam
alam binatang, alam dewa atau pun alam manusia hingga akhirnya tidak ada
kelahiran lagi yang dinamakan Nibbana itu.
Tetapi untuk mengetahui lebih mendalam akan makna yang tercantum pada
dinding Borobudur, batin kita hendaknya dimatangkan dulu di Candi Pawon.
Demikianlah makna perjalan ziarah agama Buddha menuju Borobudur.
Dari Mendhut, menyinggahi Pawon menuju Borobudur, bukannya sebaliknya
dari yang termegah menuju awal mencari dharma. Ini juga dapat digambarkan
kehidupan kita, mula-mula mencari pegangan hidup, memilih diantara
alternatif yang tersedia kemudian melalui pendadaran yang penuh sepi dan
keprihatinan untuk mencapai kejayaan. Ketiganya terletak pada satu garis
lurus dari timur menuju barat.
Relief Borobudur
Bilamana kita ingin membaca semua relief yang ada pada dinding Candi
Borobudur, kita harus mulai dari Gapura Timur. Pada lantai pertama,
segera membelok ke kiri berjalan searah jarum jam yang disebut
pradaksina. Sebagai relief pertama dilukiskan ketika Sang Bodhisatta
(Bodhisatva) berada di sorga Tusita, dihantar oleh dewa ketika akan lahir
sebagai manusia. Barulah pada dinding ke 13 dilukiskan ketika Permaisuri
Maya bermimpi seekor gajah masuk ke dalam rahimnya sebagai pertanda akan
melahirkan putra mahkota pada usia lanjut.
Mengelilingi dinding pertama hingga pada ujung Gapura Timur lagi
dilukiskan ketika Sang Buddha membabarkan dhamma (dharma) untuk pertama
kali dihadapan lima orang pertapa di Taman Isipatana. Kisah kehidupan ini
disebut Lilitavistatara.
Membaca relief lantai kedua sampai dengan lantai keempat secara
pradaksina dapat disaksikan penggambaran ketiga Sang Bodhisatta tumimbal
lahir sebelum kelahirannya yang teakhir sebagai manusia Siddhattha
(Siddhartha). Himpunan cerita ini ada yang melukiskan ketika hidup
sebagai kelinci, gajah, manusia bahkan dewa. Cerita ini diambil dari
kitab kelima dari Sutta Pitaka, bagian dari Khudaka Nikaya yang disebut
Jataka. Cerita dari Jataka ini sangat disukai oleh anak-anak beragama
Buddha, dan menjadikannya berkeyakinan akan adanya tumimbal lahir sebelum
tercapainya Nibbana.
Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Kalau empat
lantai sebelumnya berbentuk bujursangkar, tiga lantai tanpa relief yang
disebut Arupa-Datu berbentuk lingkaran. Bagian kesembilan adalah stupa
induk.
Masih ada lagi satu lantai basement (bawah tanah) yang hanya dibuka
sedikit, disebut Kama-Datu, menggambarkan memenuhan nafsu. Empat lantai
berrelief oleh ahli sejarah disebut Rupa-Datu. Itulah sebabnya Borobudur
disebut juga bangunan suci sepuluh tingkat. Bagi penggemar sejarah,
Borobudur tidak mungkin disaksikan sekali, dua kali bahkan sepuluh kali.
Ditelusuri seribu kalipun Borobudur tidak habis-habisnya bercerita.
Pancaran Borobudur menembus batas waktu yang mengarungi abad demi abad
memancarkan misi yang mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
Borobudur bagaikan mutiara yang memancarkan sinar keagungannya sepanjang
masa.
Dari : jawaplace
()a$d$''I3^388CCCJJSSh470h4706h470h4705hKh470h470h4705B* phh#
&'()
~•
$
a$gd470$a$gd470Sz{ $a$gd470 r!s!!!
"
"""##`$a$b$c$d$$$%%5&6&''''''*$a$gd470**++//H3I3^3_344T6U6o7p78888::::;;<
<^=$a$gd470^=_=>>>>
A
ASBTBCCCCC&D'DEEyHzHJIKIJJJJLL$a$gd470LMM4P5PQQSSSS$a$gd470
1h/ =!"#$%@@@
NormalCJ_HaJmH
sH
tH
DA@D
Default Paragraph FontRi@R
Table Normal4
l4a
(k@(No ListKd
&'()
~
•
z{rs
`abcd56""##''H+I+^+_+,,T.U.o/p/000022223344^5_56666 9
9S:T:;;;;;&<'<==y@z@JAKABBBBDDEE4H5HIIKKKK0(0p00p0000p00p00p0p0p00p0p0p00
p0p0p0p0p0p0p00p0p0p0p0p0p0p0p0p00p0p0p0p0p0p0p0p0p0p0p0p0p00p0p00p00p0p0
0p0p00p0p0p0p00p0p0p000p0p0p0p0p000p0p0p00p0p0p0p0p0p0p0p0p0p0p0p0p0p0p00
p0p000p0p0p0p0p0p0p0000p0p0p0p0p0p0p000p0p0p0p0p0p0p00p0p0p00p0p0p0p0p0p0
p0p0p0p0p0p0p0p0HK
pDOS* *^=LS+-./01S,%R,EdY#S,EH T,EDa U,EDS V,E4r W,E` X,E>!Y,Et Z,Et
[,Ets \,EL#],E4 ^,E#_,Et `,E]#a,E<Q#b,Ec,Ea d,E` e,E\ f,E|g,E[#h,E|
i,ED'j,Eg#k,E#l,Elm,Ed=!n,Eo,E4dp,Eq,E<g#r,Es,E|•%t,ETI u,EZ v,ET 6P
#
.3"#&K'(-)-)k)_+]-.B/0s638:<@?ArABEEI3JJIKK
!"#$
?Y
,
2<#"#&T'(0)0)t)h+f-.K/0|6<8:<@HA{ABEEI<JJRKK
!"#$8*urn:schemas-microsoft-com:office:smarttagsCity9%*urn:schemasmicrosoft-com:office:smarttagsplace
%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
%)459:AGOPT\deijopy• !%&./34<GPQWX]gklstyz• )*6BHIRS[\bchnstyz}~
'(1279@LSTX^cdghnouvxy
)-67@RV\cdklsz
'*+01>?FLUV[\bdijqrz{•
#%'(56<=ABFNZ[delmu{
".056?EOS`aghmnvw•#$-1:;EGNOTU^bijmost{|
X
•
)
1
2
=
?
D
E
O
P
Y
Z
c
d
j
k
s
t
y
z
Y
`
a
i
!
k
$
o
*
p
5
r
B
s
I
x
K
y
"
#
,
0
1
:
>
C
E
P
Q
Y
Z
f
g
o
v
y
z
%
&
-
.
1
2
9
:
>
?
D
E
Q
R
V
W
`
a
f
g
k
l
{
•
"
$
)
*
/
0
9
:
=
>
H
I
R
T
Z
\
`
a
e
f
l
r
y
z
()-.2378=?HOUW\]bcjkpqxy~• )+/06=GIMNSV_agimnru•
!"(),-139:=>DEOPST_`eglmp{
#$./<=@ALMOPUV[ahiyz
)*/0;=CDGHKLQSZ[`ajkpqvw
#)45:<ABORZ[ablmqrxy~• "#+6=>JKXY`aijst{|
#$)*-.78<=BDJKOPWXZ[bhpqvw $*349:BCLMPV\^dq{}
$+1:;CDMNUV[\dhlost{|
%./5BJKPQVXefmnv
&(,-23=>DLPQWkos|}
"#-/45;<ABDEKMSemnz#'(34<>GHNOTUY_efo
!,/47CDLRVdno}~
/03MRVZ[fgotwx•!"(;?GLZ`afgkltu|
()23<=DJRSV\egqrz{
! & ' - . 7 8 ; < @ A I J N O V X ` a i o x y
!!!"!+!1!7!8!=!>!F!G!M!N!S!U!]!^!d!e!i!j!o!u!}!~!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
!!!!""
"
"""#")"2"3"8"9">"?"D"E"H"I"L"M"X"Z"a"g"m"n"r"s"x"y"""""""""""""""""""""""
""""""""### #####
#"#&#,#3#4#8#9#@#N#R#S#V#W#\#]#f#g#n#o#{#|###########################$$
$
$$$$$$$#$$$'$$8$9$>$?$G$H$O$P$X$Z$^$_$d$r${$|$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$%
%
%%%%%#%$%*%2%7%8%?%@%H%I%N%P%W%X%\%]%a%b%i%o%u%v%}%~%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
%%%%%%%%%%%%%%&&
&
&&&&&"&#&%&&&+&,&1&3&;&<&A&B&G&H&K&L&U&V&]&^&b&h&s&t&x&y&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&'''''''''$'.'/'5'6'8'9'>'?'D'E'J'K'T'U'['\'`'a'f'g'
p'q'v'|'''''''''''''''''''''''''''''''( ((((('()((.(3(9(@(K(P(Q(Y(Z(_(`(i(k(q(r(z({(•((((((((((((((((((((((((((((((
))))))#)&)+))0)1)8)9)=)C)M)N)S)T)[)\)b)c)j)k)t)z)•)))))))))))))))))))))))))))))))*
*
***#*$*(*0*6*7*B*D*J*P*Y*Z*]*_*c*l*u*v*•*********************************
+
+
+++!+"+&+'+.+/+5+6+A+B+F+I+Q+R+W+_+h+i+t+u+y+z+~+•+++++++++++++++++++++++
+++++++++++++,
,
,,,,,,1,>,?,E,F,H,I,O,P,W,Y,`,a,i,y,~,•,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,-----&-'-1-7-<-=-D-E-K-L-P-Q-\-]-f-h-o-p-w-x-}-~------------------------------.
.......%.0.6.7.<[email protected].].^.b.c.i.j.l.m.s.y.................
............../ /////#/$//./4/=/A/B/K/L/S/T/[/\/e/f/m/p/t/v/z/{//////////////////////////////0
0
00000
0!0)0/010206070?0@0M0S0]0^0c0d0j0k0p0q0|000000000000000000000000000001111
11111&1(1.1/18191>1?1D1E1N1O1V1W1a1b1h1i1r1s1x1z1111111111111111111111111
111111111112
2
222!2"2)2*20212<2=2F2G2L2M2V2X2_2`2g2h2k2l2q2s2w2x2•222222222222222222222
222222233
333333$3%3)3*35363A3B3J3L3V3W3^3_3n3{3•3333333333333333333333333334
44444444'4(42484=4>4A4B4G4I4W4X4_4d4j4k4p4q4|4}44444444444444444444444444
4445555555
5(5)505156575D5E5J5K5S5T5\5_5c5d5i5o5x5y5555555555555555555555555556666
6
66666#6$6(6)606;6C6D6P6Q6U6V6[6b6h6i6q6s6|6}66666666666666666666666666667
777777(7.73747=7>7C7I7O7P7\7]7`7a7f7g7k7l7u7v7z77777777777777777777777777
777777
8
8888888
8"8'8(82838<8?8D8E8J8K8Q8R8V8W8^8_8c8d8i8t8|8}888888888888888888888888888
899
99999 9!9'9(9,997989<9=9A9B9F9G9K9M9T9X9`9k9p9v9}9999999999999999999999999999::
::::::&:':,::6:7:=:>:E:F:Q:T:Y:_:i:j:s:t:}:::::::::::::::::::::::::::;;;;;;;";#;,;;3;4;9;:;?;@;I;J;Q;X;`;a;m;n;v;};;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;<<
<<<<<<<$<'</<5<=<><D<E<J<K<Q<W<`<a<e<f<u<w<|<}<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<
<<<<<<<<<= =
===== =&=========================>>
>
>>>!>">)>*>.>/>7>E>J>K>P>Q>]>^>i>j>q>r>y>{>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>z@@JAPAWA
YAdAeAjAkAqArA{A}AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAABB
B
BBBBB(B.B6B7B?B@BGBHBRBBBBBBBBBBCCCCCCC#C$C)C*C3C5C9C:C?C@CECFCJCKCQCRCWC
YC]C^CdCeClCnCtCuC}C~CCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCDDD
D
DDDDD!D"D&D'D+D,D2D3D7D8D=D>DEDFDMDODVDWD[D\DcDdDfDjDtDuD{D|DDDDDDDDE
EEEEEE E$E%E*E+E1E2E7EEEFF
FFFFFFF#F$F+F,F2F3F=F>FCFDFNFOF[F\FbFhFrF5H:H;HAHBHHHIHOHPHWHXHbHcH
hHiHqHsHxHyH~H•HHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHIIII
IIIIIII
I$I%I)I+I1I<IAIBIGINISITIZI[IbIdIkIlIuIwIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
JJJ
JJJJJJ
J)J*J1J3J<J=JBJCJJJKJUJVJ\J^JaJgJmJnJuJ|JJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJKKKK
KKKK)K*K3K4K9K?KCKDKGKIKRKSK[K\KcKiKtKuKzK{KKKKKKKKKKK
!"$%F|
D
E
|
•
.223x
nx(psfq!.053u< @ X !I"L"Z"""""#####Y$Z$$$$v%}%%%%&3&&&'''k(((,))))*/*7*J****G+_+++,,X,a,p,,g-h--U..5/A/0
11y1112W2%3)344556a6b667738>89R:::::;R;'<<<===8><>>9?@@
AIAABBBBXCYCC3D7DDD[EnEEEEFF.G/GGGH5HrHsHHHI%I1IIIIJJ{J|JJJHKIKKKKK
3333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333
333333333333333333333333333333333333333333333333
);;KKbeA470K#*@DK@@UnknownGz Times New Roman5Symbol3&
z Arial"1 hK
b@&K
b@&!24dKK3H)?•••••••* BorobudurbebeOh+'0d
,
8DLT\
Borobudur orobeoeoeoNormalubem2mMicrosoft Word 10.0@^@@JqrK
b@.+,0
hp
mezzanien&KA
Borobudur
Title
!"#$%&'()*+,./012456789:;<=>?@ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ[\]^_`abcdefghijklmnopqrstvwx
yz{|~•Root Entry
FPIv1Table3DWordDocument"dSummaryInformation(uDocumentSummaryInform
ation8}CompObjj
FMicrosoft Word Document
MSWordDocWord.Document.89q
Download