BAB IV PEMBAHASAN A. Penguasaan Negara di Bidang Energi Sumber daya energi sebagai kekayaan alam yang merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia1. Selain itu, sumber daya energi merupakan sumber daya alam yang strategis dan sangat penting bagi hajat hidup rakyat banyak terutama dalam peningkatan kegiatan ekonomi, kesempatan kerja, dan ketahanan nasional maka sumber daya energi harus dikuasai negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 UUD RI 1945. Kekayaan alam tersebut untuk mendapatkannya diantaranya harus melalui mekanisme penambangan di dalam perut bumi Indonesia. Maka dari itu peran negara menjadi amat penting sebagai refleksi dari perwakilan individu di dalam masyarakat dengan kewenangan tertinggi berdasarkan teori perjanjian sosial. Negara oleh Konstitusi diberikan mandat sekaligus kewajiban untuk mengatur, mengelola, dan mendistribusikan kekayaan sumber-sumber energi tersebut kepada tiap-tiap individu masyarakat dan harus memprioritaskan atau menekankan kebutuhan dalam negeri sebagai kebutuhan pokok dari rakyat dari pada kebutuhan bisnis semata. UUD RI 1945 sebelum amandemen pada Penjelasan Pasal 33, dijelaskan bahwa dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi segala orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak 1 Lihat Penjelasan UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi. 1 ditindasnya2. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh di tangan orang-seorang3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat4. Oleh karena sumber energi beberapa harus ditambang dan dikeluarkan dari dalam perut bumi seperti migas, batubara, dan uranium, maka mengacu pada Pasal 33 UUD RI 1945 amandemen I-IV bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat maka sumber energi tersebut harus dikuasai oleh negara. Di dalam Pasal UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria, pada Pasal 1 ayat (1) disebutkan, “Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Pada ayat (2) disebutkan bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Pasal 1 ayat (3) mengatakan, “hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termasuk dalam ayat (2) Pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi. Mudjiono5 berpendapat bahwa dari pasal tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwa karunia Tuhan ini tidak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia sebagai bangsa yang menerima karunia tersebut. Hubungan bangsa Indonesia dengan bumi, air, dan kekayaan alam yang ada di dalamnya mempunyai sifat kodrat dan karena itu bersifat abadi. Kemudian dalam hubungan antara manusia Indonesia dengan tanah itu mempunyai sifat privat dan kolektif dan orang Indonesialah yang mempunyai hubungan terkuat dengan tanah di Indonesia, dengan tetap memberi kesempatan pada orang asing untuk mempunyai hubungan dengan tanah di Indonesia, asal 2 Penjelasan Pasal 33 UUD RI 1945 sebelum amandemen I-IV. Penjelasan Pasal 33 UUD RI 1945 sebelum amandemen I-IV. 4 Penjelasan Pasal 33 UUD RI 1945 sebelum amandemen I-IV. 5 Mudjiono, Politik dan Hukum Agraria, Liberty, Yogyakarta, 1997, hlm. 7-8. 3 2 hubungan itu tidak merugikan bangsa Indonesia dengan berpedoman pada Sila Persatuan Indonesia6. Setiap orang Indonesia mempunyai hak dan kesempatan sama untuk mempunyai hubungan dengan tanah dengan berpedoman pada sila ke-4 dan ke-5 Pancasila yang tertuang pada Pasal 9 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang isinya7: “Tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Setiap orang Indonesia mempunyai hak dan kesempatan sama untuk menikmati hasil bumi Indonesia. Mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah, adalah sesuai dengan pedoman yang diambil dari sila ke-4. Sedang mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri dan keluarganya, adalah sesuai dengan pedoman yang diambil dari sila ke-58. NKRI merupakan negara yang oleh Tuhan Yang Maha Esa diberikan kekayaan SDA yang melimpah yang ditunjang dari letak geografis, iklim dan keanekaragaman SDA hayati dan non hayati. Maka dari itu sudah menjadi suatu kewajiban bagi Negara untuk menjaga, melestarikan, mendistribusikan dan mengolah SDA yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa secara amanah. Berikut dipaparkan hasil pemikiran dan kajian Peneliti mengenai konsepsi penguasaan negara di bidang energi. Globalisasi9 di bidang energi membawa perubahan yang signifikan bagi Indonesia, yang menimbulkan benturan di level ekonomi, politik dan ilmu 6 Hanya orang Indonesia yang dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan tanah yang dapat dibaca pada Pasal 9 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria. Ketentuan tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 21 ayat (1) bahwa hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hak milik. Ibid, hlm. 8. 7 Ibid. 8 Ibid, hlm. 9. 9 Menurut Bartelson, sebagian besar pakar sosiologi mendefinisikan globalisasi dengan 3 konsep yang berbeda: 1. Globalization as transference between the already defined items that may be in term of politics, culture or economics; 3 pengetahuan dan teknologi, yang tercermin dalam hal pembentukan harga energi, peran negara dalam hal ini pemerintah yang membuat pilihan bekerja sama dengan swasta terkait ilmu pengetahuan dan teknologi, SDM, dan aspek yang lain seperti devisa - pajak, keharusan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri, operasional dan laba BUMN bagi pemasukan negara. Kaitannya dengan persaingan usaha, monopoli di bidang energi sangat diperlukan manakala menyangkut penguasaan hajat hidup orang banyak sebagaimana terkandung dalam Pasal 33 UUD RI 1945 dan lebih tinggi lagi adalah mandat amanat Pembukaan Konstitusi alinea 4 yang menjadi tujuan negara untuk memakmurkan rakyat. Secara etimologi, kata monopoli berasal dari kata Yunani ‘monos’ yang berarti sendiri dan ‘polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi pengertian monopoli sebagai suatu kondisi di mana hanya satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu. Manakala monopoli tidak terjadi pada penawaran (supply), tetapi pada permintaan (demand), orang biasa menggunakan istilah “monopoly of demand” atau yang lebih populer, monopsoni10. Black Law’s Dictionary11 mendefinisikan monopoli sebagai: 1. 2. Control or advantages obtained by one supplier or producer over the commercial market within a given region. The market condition existing when only one economic entity produces a particular product or provides a particular services. 2. 3. Globalization as transformation on system level; Globalization as transcendence which affects the basic conditions of existence. IMF mendefinisikan globalisasi sebagai: “globalization of the world economy is the integration of economies throughout the world through financial flows, the exchange of technology and information, trade and the movement of people.” Periksa Muhammad Akram, et all, “Globalization’s Impacts on Pakistan’s Economy and Telecom Sector of Pakistan.” International Journal of Business and Social Science, Vol. 3. No. 1. January 2012, p. 283-284. Dikemukakan oleh Global Policy Forum yang dikutip oleh Farhad Nezhad dan Mohammad Reza, terkait dengan isu globalisasi diantaranya: human resources management, global staffing, global training, global law, global strategy, global economy, and global policy makers not local ones. Periksa Farhad Nezhad dan Mohammad Reza, “Effects of Globalization on Policy, Economics and Financial Affairs”, Economics and Finance Review, Vol. 1 (3), May, 2011, p. 52-53. 10 Periksa Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, Cetakan ke-2, Bogor, Ghalia Indonesia, 2004, hlm. 18-19. 11 Periksa Bryan A. Gardner, Black Law’s Dictionary, Ninth Edition ..., Op.,Cit, hlm. 1098. 4 Mengutip pendapat Arie Siswanto12, monopoli menjadi: Pertama, monopoli bisa dibedakan menjadi private monopoly (monopoli swasta) dan public monopoly (monopoli publik). Pembedaan ini didasarkan pada kriteria siapa yang memegang atau memiliki kekuasaan monopoli. Dikatakan ada monopoli publik, jika monopoli itu dipunyai oleh badan publik (public body), seperti negara, negara bagian, pemerintah daerah, dan sebagainya. Sebaliknya, monopoli swasta adalah monopoli yang dipegang oleh pihak nonpublik, seperti perusahaan swasta, koperasi, dan perorangan. Kedua, dari sisi keadaan yang menyebabkan, monopoli bisa dibagi menjadi natural monopoly dan social monopoly. Natural monopoly adalah monopoli yang disebabkan oleh faktor-faktor alami yang eksklusif. Jika di suatu daerah terdapat bahan tambang langka yang tidak dijumpai di daaerah lain, pengelola sumber daya di wilayah itu akan memiliki natural monopoly. Sebaliknya, social monopoly merupakan monopoli yang tercipta dari tindakan manusia atau kelompok sosial. Monopoli terhadap hak cipta yang diberikan oleh negara kepada seorang pencipta, misalnya, merupakan contoh dari monopoli sosial. Ketiga, monopoli legal dan monopoli ilegal. Monopoli legal adalah monopoli yang tidak dilarang oleh hukum di suatu negara. Sebaliknya, monopoli dikatakan ilegal kalau dilarang oleh hukum. Monopoli legal atau legal monopoli menurut Black Law’s Dictionary13 adalah the exclusive right granted by government to business tp provide utility services that are, in turn, regulated by the government. Lebih lanjut Hermansyah14 berpendapat bahwa pada hakikatnya keberadaan hukum persaingan usaha adalah mengupayakan secara optimal terciptanya persaingan usaha yang sehat (fair competition) dan efektif pada suatu pasar tertentu, yang mendorong agar pelaku usaha melakukan efisiensi agar mampu bersaing dengan para 12 Ibid, hlm. 22. Bandingkan dengan pendapat Suyud Margono di mana pengertian monopoli juga mencakup struktur pasar di mana terdapat beberapa pelaku, namun karena peranannya yang begitu dominan, maka dari segi praktis, pemusatan kekuatan pasar sesungguhnya ada di satu pelaku saja. Periksa Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. 13 Bryan A. Gardner, Op., Cit, hlm. 1098. 14 Periksa Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 13. 5 pesaingnya. Hal ini ditambah dengan hakikat negara adalah keluar dari segala bentuk diskriminasi yang mungkin timbul. Keadilan bagi seluruh warganya harusnya menjadi kepastian yang wajib dipenuhi oleh negara tanpa alasan apa pun. Manakala negara dengan sistematis membiarkan terjadinya ketidakadilan, maka sebenarnya negara tersebut telah lalai dan zalim terhadap rakyatnya15. 1. Hakikat Negara Hukum: Kebutuhan Energi Sebagai Hak Asasi Warga Negara Keberadaan peraturan perundang-undangan, khususnya di bidang energi pada hakikatnya merupakan pembatasan terhadap kekuasaan negara. Sebagaimana pendapat Mukthie Fadjar16: “Keberadaan peraturan perundang-undangan sebagai pembatasan kekuasaan negara terhadap perseorangan merupakan salah satu prinsip negara hukum. Menurut International Commission of Jurist, prinsip utama dalam negara hukum ialah : (1) negara harus tunduk kepada hukum; (2) pemerintah harus menghormati hak-hak individu di bawah rule of law; (3) hakim-hakim harus dibimbing oleh rule of the law, melindungi dan menjalankan tanpa takut, tanpa memihak, dan menentng setiap campur tangan pemerintah atau partai-partai terhadap kebebasannya sebagai hakim”. Untuk mencukupi kebutuhan energi bagi warga negara, Candra Irawan17 mengatakan bahwa negara tidak boleh berdiam diri, negara harus aktif dan bertanggung jawab untuk menciptakan kemajuan perekonomian dan memastikan secara faktual bahwa keadilan terwujudkan sistem perekonomian nasional. Negara tidak boleh menuntut warga negara untuk selalu berkontribusi dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat, negara-lah yang harus bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945 Alinea keempat dan UUD 1945 khususnya Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, Pasal 33-34. 15 Newsletter KHN, Vol. 9, No. 6, September 2009. Komisi Hukum Nasional RI, hlm. 4. Periksa Mukthie Fadjar, Tipe Negara Hukum, Bayu Media, Malang, 2004, hlm. 41. 17 Periksa Candra Irawan, Dasar-Dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2013, hlm. 10-11. 16 6 Berdasarkan hal tersebut, Indonesia dapat digolongkan sebagai penganut negara kesejahteraan, misalnya dilihat dari tujuan Negara Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan keadilan sosial dan adanya keterlibatan negara dan pemerintah dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya warga negaranya. Secara jelas hal tersebut diatur dalam UUD 1945, antara lain pada Pasal 27, Pasal 28, Pasal 28A-28J, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 3418. Hilman Hadikusuma19 berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah paham kemanusiaan yang menganggap bahwa sejak manusia lahir di muka bumi dan hidup bermasyarakat telah memiliki dan membawa hak-hak asasinya. Hak-hak asasi itu bersifat universal (meliputi seluruh alam dunia) tanpa membedakan manusia menurut kebangsaan, ras, agama ataupun jenis kelamin, oleh karenanya setiap manusia harus mendapat kesempatan yang sama untuk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya. Pendapat tersebut kiranya kurang tepat jika dibandingkan dengan kondisi sekarang ini, bahwa paham hak asasi manusia sudah mengglobal dan dalam konteks hak asasi manusia, setiap orang dilekati oleh hak tersebut dan menjadi kewajiban negara untuk mewujudkan dan melindunginya. Sumber Daya Alam adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Diantara begitu banyak ciptaan Tuhan Yang Maha Esa ini manusia dengan segala keterbatasannya hanya sedikit diberi pengetahuan karena sesungguhnya Tuhan Yang Maha Esa-lah Yang Maha Kuasa dan Maha Berkehendak. Hal ini adalah mutlak bagi mereka umat beragama yang mengakui akan eksistensi Tuhan Yang Maha Esa. Menurut pandangan Peneliti, banyak Surat dan ayat yang membahas mengenai penciptaan langit dan bumi (SDA secara umum), antara lain: a. 18 19 QS. Al A’raaf, 7:54 Ibid, hlm. 34. Periksa Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1992, hlm. 57. 7 Artinya: “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutup malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” b. QS. Al Israa’, 17:99 Artinya: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwasanya Allah yang menciptakan langit dan bumi adalah kuasa (pula) menciptakan yang serupa dengan mereka, dan telah menetapkan waktu yang tertentu bagi mereka yang tidak ada keraguan padanya? Maka orang-orang zalim itu tidak menghendaki kecuali kekafiran.” c. QS. Yaasiin, 36: 79-81 Artinya: Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk. Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu. Dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.” d. QS. Fushshilat, 41: 9-12 Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam.” Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makananmakanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban bagi orang-orang yang bertanya). Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: ”Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. e. QS. Ath Thalaaq, 65: 12 Artinya: “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui 8 bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” f. QS. At Taghaabun, 64: 1-3 Artinya: “Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi; hanya Allah-lah yang mempunyai semua kerajaan dan semua pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia-lah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan di antara kamu ada yang mukmin. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Dia menciptakan langit dan bumi dengan haq. Ia membentuk rupamu dan dibaguskannya rupamu itu dan hanya kepada Allah-lah kembali(mu). g. QS. Al Hasyr, 59: 23 Artinya: “Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepadaNya apa yang di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. h. QS. Al Hadiid 57, 4-5 Artinya: “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan. i. QS. Al Waaqi’ah, 56: 57-74 Artinya: “Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak membenarkan? Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya? Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali tidak akan dapat dikalahkan, untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu (dalam dunia) dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui. Dan sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran (untuk penciptaan yang kedua)? Maka terangkanlah kepadaku tentang yang Kamu tanam. Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya? 9 Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia hancur dan kering, maka jadilah kamu heran dan tercengang. (Sambil berkata): “Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian”, bahkan kami menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa. Maka terangkanlah kepadaku air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur? Maka terangkanlah kepada-Ku tentang api yang kamu nyalakan (dengan menggosok-gosokkan kayu). Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya? Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Maha Besar.” Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa dengan dikaruniai akal pikiran. Hal inilah yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk yang lain. Maka dari itu manusia disuruh untuk mempergunakan akal dan pikirannya dengan sebaik-baiknya dan menjaga keharmonisan dengan ciptaan Tuhan yang Maha Esa yang lain. Manusia juga tidak boleh sombong dan menyadari bahwasanya Tuhan Yang Maha Esa menciptakan segala sesuatu tidak dengan percuma dan kepada-Nya lah semua akan kembali, dan manusia akan dimintai pertanggung jawaban perbuatannya selama di dunia. Kemudian manusia disuruh untuk mempergunakan akal dan pikirannya untuk membaca tanda-tanda kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga ada manusia yang beriman dan ada yang tidak mau mematuhi. Sebagaimana tertuang di dalam ayat-ayat berikut ini: a. QS. Al Mu’minuun, 23: 112-115 Artinya: Allah bertanya: “Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?” Mereka menjawab: “Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.” Allah berfirman: “Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui.” Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? 10 b. QS. Al Insaan, 76: 2-3 Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari tetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang luruh; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” c. QS. Nuh, 71: 13-20 Artinya: “Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita? Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari Kiamat) dengan sebenar-benarnya. Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu.” d. QS. Al Mulk, 67:15 Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” e. QS. Al Mulk, 67: 23 Artinya: Katakanlah: “Dia-lah yang menciptakan kamu dan mejadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.” Di dalam Penjelasan UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, pengelolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan penguasahannya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, rasional, optimal, dan terpadu guna memberikan nilai tambah bagi perekonomian bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyediaan, pemanfaatan, dan penguasahaan energi yang dilakukan secara terus menerus guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pelaksanaannya harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup20. 20 Periksa Penjelasan UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi. 11 2. Hak dan Kewajiban Negara yang Diamanahkan oleh Konstitusi untuk Menguasai, Mengelola, Mengolah dan Mendistribusikan Energi untuk Sebesar-besar Kemakmuran Rakyat Apabila melihat sejarah bangsa Indonesia, konteks penguasaan negara khususnya di bidang energi telah tercermin dalam Penjelasan UUD RI 1945 sebelum Amandemen I-IV. Di dalam Penjelasan, dikatakan bahwa pokokpokok yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar diantaranya21: 1. 2. 3. 4. “Negara” begitu bunyinya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Dalam “Pembukaan” itu diterima aliran pengertian Negara Persatuan. Negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi Negara mengatasi segalam paham golongan, mengatasi segalam paham perseorangan. Negara, menurut pengertian “pembukaan” itu menghendaki persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar Negara yang tidak boleh dilupakan. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Pokok yang ketiga yang terkandung dalam “pembukaan“ ialah Negara yang berkedaulatan Rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh karena itu sistim Negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasar kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia. Pokok pikiran yang keempat, yang terkandung dalam “pembukaan” ialah Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu UndangUndang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan Pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara, untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Di dalam Penjelasan Pasal 33 UUD RI 1945 sebelum Amandemen I-IV pada alinea II disebutkan bahwa Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi segala orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus 21 Periksa Pembukaan UUD RI 1945 sebelum Amandemen I-IV. 12 dikuasai oleh negara. Kalau tidak tampuk produksi jatuh ke tangan orangseorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya. Selanjutnya dijelaskan bahwa hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh di tangan orang-seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat22. Anton Poniman, dkk23 mengatakan bahwa salah satu cara untuk melakukan perubahan mendasar menuju cita-cita proklamasi yaitu dengan mengambil alih cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dari swasta baik asing maupun domestik karena cabang produksi demikian berdasarkan Pasal 33 UUD RI 1945 harus dikuasai negara dan dikelola oleh BUMN. Pada Pasal 33 ayat (1) UUD RI 1945 yang berbunyi, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan”. Pengertian kata “disusun” bermakna bahwa perekonomian tidak boleh diserahkan kepada mekanisme pasar. Napas dan orientasi sistem ekonomi yang telah disepakati bangsa Indonesia dalam UUD RI 1945 tentu adalah napas ekonomi kerakyatan dan semangat anti penindasan manusia atas manusia. Ekonomi rakyat menurut Mubyarto24 adalah landasan ekonomi nasional yang harus dilindungi dan dikembangkan menuju ketahanan ekonomi nasional yang andal dan tangguh. Sebelum kemerdekaan pun, Soekarno menunjukkan betapa sistem kapitalisme-liberalisme telah benar-benar menyengsarakan rakyat Indonesia sehingga harus dibenci dan diusir dari Indonesia. “Isme” yang tepat untuk melawan kapitalisme menurut Soekarno adalah Marhaenisme yaitu Marxisme yang diterapkan di Indonesia, yang mengajarkan cara-cara perjuangan dan asas untuk mengusir kapitalisme dan imperalisme. 22 Periksa Penjelasan UUD RI 1945 sebelum Amandemen I-IV. Anton Poniman, Op., Cit, hlm. 31. 24 Periksa Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, Cetakan ke-3, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta, 2010, hlm. 19-20. 23 13 Lebih lanjut dikatakan25 bahwa Pemerintah dalam arah pembangunan ekonomi nasional tentu tidak bisa melepaskan 2 (dua) komponen penting dalam ekonomi nasional, yaitu BUMN dan koperasi, yang selaras dengan prinsip gorong royong untuk memakmurkan rakyat. UUD RI 1945 sebelum26 dan sesudah amandemen I-IV menjadi “akar” dalam mengatur, mengolah, mengembangkan, dan melestarikan kekayaan SDA NKRI. Penting ditekankan bahwa negara sebagai entitas tertinggi mempunyai kewenangan kepemilikan atas segala sumber daya alam yang ada diwilayahnya, terutama yang menguasai hajat hidup orang banyak27. Hal ini dikarenakan tugas dan kewajiban yang dipikul oleh negara untuk mendayagunakan aset atau sumber daya yang dimiliki (sumber daya alam maupun sumber daya manusia, dalam hal ini sumber daya alam) untuk segala kebutuhan menyejahterakan rakyat. Berbeda dengan individu baik orang perorangan dan badan hukum dimana tanggung jawab dan kemampuannya terbatas. Tujuan yang dimiliki oleh individu sebagai entitas bisnis yang mencari keuntungan semata, terkadang mengabaikan keberlanjutan dari pengelolaan sumber daya alam dan merusak lingkungan28. Maka dari itu, 25 Ibid, hlm. 415. Deni Bram mengatakan bahwa sebelum perubahan UUD RI 1945, Pasal 33 ayat (3) merupakan satu-satunya ketentuan konstitusional yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan dan SDA. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menentukan bahwa kekuasaan negara atas dasar Pasal 33 ayat (3) UUD RI 1945 meliputi kewenangan yang diberikan kepada Pemerintah untuk mengatur peruntukkan, penggunaan, persediaan, pemeliharaan, dan hubungan hukum antar subyek hukum dan perbuatan-perbuatan hukum dengan SDA. Ketentuan di atas selama ini menjadi dasar legitimasi pemerintah dalam penyelenggaraan pembandunan dan pemanfaatan SDA di Indonesia. Periksa Deni Bram, Op.,Cit, hlm. 1-2. 27 Negara mempunyai wewenang demikian karena untuk mengurusi wilayah publik dan wilayah privat dibutuhkan legitimasi yang kuat oleh publik. Dapat dikatakan pula bahwa ada suatu ruang atau domain dalam kehidupan yang bukan privat atau murni milik individual, tetapi milik bersama atau milik umum. Publik itu sendiri berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama. Periksa Wayne Parsons, Public Policy: Pengantar Teori & Praktik Analisis Kebijakan, Cetakan ke-3, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 3, Terjemahan dari Wayne Parsons, Public Policy: An Introduction to the Theory and Practice of Policy Analysis, Edward Elgar Publishing, Ltd, 2001, Penerjemah Tri Wibowo Budi Santoso. 28 Hanya sedikit orang di dunia sekarang ini akan menyarankan bahwa sumber daya alam haruslah dipakai untuk memperoleh keuntungan jangka pendek dengan begitu entengnya mengesampingkan dampak lingkungan jangka panjangnya; dan hanya sedikit orang yang menyarankan bahwa tingkat perlindungan lingkungan haruslah sedemikian tingginya sehingga 26 14 negara mengupayakan keselarasan tujuan negara dengan tujuan akhir manusia, yaitu kebahagiaan-kesejahteraan yang sempurna. A. Gunawan Setiardja29 berpendapat bahwa manusia itu mempunyai tujuan akhir obyektif dan subyektif. Tujuan akhir obyektif adalah sama untuk semua orang yaitu Tuhan sebagai pencipta, sedangkan tujuan akhir subyektif adalah kesempurnaan diri manusia sebagai manusia. Drijarkara30 juga mengatakan bahwa manusia selalu menuju ke kesempurnaan . Menurut kodratnya, setiap realitas itu menuju kesempurnaan yang merupakan cerminan dari kesempurnaan Tuhan. Ni’matul Huda31 berpendapat bahwa negara adalah tempat paguyuban masyarakat dalam hal ini paguyuban rakyat yang mengorganisasikan diri, membentuk kesatuan yang bulat, dan mewakili sebuah cita (een idee vertegen woordigt). Perbedaan-perbedaan cita antar kelompok dalam paguyuban ini tidak dihapuskan melainkan dijembatani. Cita yang ada pada paguyuban inilah yang kemudian mengorganisasikan diri ke dalam negara menjadi cita negara. Sebuah cita paguyuban masyarakat bangsa (volks gemeenschapsidee) menjadi cita negara (staatsidee)32. melarang pemakaian yang benar dari sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan masa kini. Anonim, Pengantar Hukum Ekonomi ..., Op., Cit, hlm. 57. 29 Periksa A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral, Kanisius, Yogyakarta, 1990, hlm. 92 sebagaimana dikutip dalam Abdul Ghofur Anshori dan Sobirin Malian (ed), Membangun Hukum Indonesia: Kumpulan Pidato Guru Besar Ilmu Hukum dan Filsafat, Kreasi Total Media, Yogyakarta, 2008, hlm. 76. 30 Periksa Drijarkara, Pertjikan Filsafat, Pembangunan, Djakarta, 1966, hlm. 20-21 dalam Abdul Ghofur Anshori dan Sobirin Malian, Ibid. 31 Periksa Ni’matul Huda, UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 61. 32 Aschaper merinci cita negara menjadi delapan macam, yaitu: 1. Negara kekuasaan (machtstaat) dengan tokoh utamanya Niccolo Machiavelli; 2. Negara berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dengan tokoh utamanya John Locke; 3. Negara kerakyatan (volksstaat) dengan tokoh utamanya Jean Jacques Rousseau; 4. Negara kelas (klassestaat) dengan tokoh utamanya Karl Marx; 5. Negara liberal (liberale staat) dengan tokoh utamanya John Stuart Mill; 6. Negara totaliter kanan (totalitaire staat van rechts) dengan tokoh utamanya Hitler dan Musollini; 7. Negara totaliter kiri (totalitaire staat van links) dengan tokoh utamanya Marx, Engels, dan Lenin; dan 8. Negara kemakmuran (welvaarsstaat) dengan tokoh utamanya para pemimpin negara yang bangkit dari Perang Dunia II. 15 Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tujuan negara yang termaktub dalam pembukaan UUD RI 1945 alinea ke-4 yaitu: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Tujuan negara RI dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; 2. Memajukan kesejahteraan umum; 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan 4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Ketentuan Pasal 33 UUD RI dimana asas kekeluargaan dan prinsip perekonomian nasional dimaksudkan sebagai rambu-rambu yang sangat penting dalam upaya mewujudkan demokrasi ekonomi di Indonesia. Hal tersebut dipandang sangat penting agar seluruh sumber daya ekonomi nasional digunakan sebaik-baiknya sesuai dengan paham demokrasi ekonomi sehingga mendatangkan manfaat optimal bagi seluruh warga negara dan penduduk Indonesia33. Negara RI adalah negara yang berdasarkan hukum. Maka dari itu penguasaan negara di bidang apapun harus berdasarkan atas hukum. Di kalangan pakar ilmu hukum dari masa ke masa senantiasa terdapat perbedaan kajian Periksa Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara, Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap Konstitusi Indonesia, Kerjasama Pusat Studi Hukum FH UII dengan Gama Media, Yogyakarta, 1999 dalam Ni’matul Huda, UUD 1945 dan Gagasan ..., Op., Cit, hlm. 59-60. 33 Periksa Anonim, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan MPR RI: Edisi Revisi, Cetakan ke-12, Sekretariat Jenderal MPR RI, Jakarta, 2013, hlm 197. 16 mendalam mengenai “apa hukum itu”. Pada Zaman Yunani Kuno hingga Zaman Modern34 sekarang ini, pandangan terhadap apa hukum itu senantiasa berubah. Pada zaman modern ini, hukum dilihat sebagai ciptaan manusia, karena yang menentukan hukum adalah manusia sendiri yang menentukan aturan dalam kehidupannya35. Dalam pandangan hukum perdagangan internasional, negara merupakan subyek hukum terpenting dan merupakan subyek hukum sempurna. Huala Adolf36 berpendapat bahwa peran negara dalam perdagangan internasional antara lain: 1. Ia satu-satunya subyek hukum yang memiliki kedaulatan. 2. Negara juga berperan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembentukan organisasi-organisasi (perdagangan) internasional di dunia. 3. Negara bersama-sama negara yang lain mengadakan perjanjian internasional guna mengatur transaksi perdagangan diantara mereka. 4. Negara berperan sebagai subyek hukum dalam posisinya sebagai pedagang, dimana dalam posisinya negara adalah salah satu pelaku utama dalam perdagangan internasional. Konsep37 penguasaan negara sampai pada saat ini dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain: 1. Penguasaan negara atas tanah; 34 1. 2. Perbedaan hukum klasik dan hukum modern menurut Otje Salman antara lain: Hukum klasik, sifatnya konservatif, ada pengaruh agama, masyarakatnya (pekerjaannya) agraris, perkembangan masyarakatnya relatif lamban, tidak perlu pembaharuan, statis. Hukum modern, nasional (manusia) perlu pembaruan, adanya pengaruh teknologi, (industri), dinamis. Sedangkan peran hukum di negara maju dengan negara yang sedang berkembang antara lain: 1. Hukum di negara maju dapat berperan sebagai alat pembaruan masyarakat (Amerika Serikat). 2. Hukum di negara yang sedang berkembang dapat berperan sebagai sarana perubahan masyarakat (Indonesia, dan lain-lain). Periksa Otje Salman, Filsafat Hukum: Perkembangan & Dinamika Masalah, Cetakan ke-2, Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 101. 35 Periksa Zainuddin Ali, Op., Cit, hlm. 25. 36 Periksa Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, Cetakan ke-5, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm. 59. 37 Konsep berasal dari bahasa latin, yakni dari kata kerja “concipere” yang berarti: mencakup, mengandung, menyedot, menangkap. Kata bendanya adalah “conceptus” yang secara harfiah berarti: tangkapan. Jadi, perkataan “konsep berarti: hasil tangkapan intelek atau budi manusia. Sinonimnya adalah perkataan “idea” (ide). Periksa B. Arief Sidharta, Op.,Cit, hlm 21. 17 2. Penguasaan negara atas sumber daya air; 3. Penguasaan negara atas wilayah udara; 4. Penguasaan negara atas barang tambang; dan 5. Penguasaan negara di bidang energi. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1. Penguasaan negara atas tanah Pengalaman sejarah bangsa Indonesia dari sejak bernama Nusantara sampai sekarang di bidang agraria bahwa keadilan berupa pemerolehan hak atas tanah untuk rakyat belum dapat tercapai. Berbagai upaya38 telah dicapai sehingga menurut Firman Muntaqo39, founding fathers berkeyakinan dan bersepakat, bahwa untuk dapat mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur, maka negara/pemerintah harus: a. konsisten menempatkan agraria sebagai asset milik bangsa, dan bukan komoditas perdagangan; b. negara sebagai organisasi kekuasaan diberi wewenang untuk pada tingkatan tertinggi menguasai agraria (namun tidak memiliki) dan harus mengatur penggunaan dan pemanfaatan agraria untuk mencapai sebesarbesarnya kemakmuran rakyat; 38 Upaya bangsa Indonesia untuk melaksanakan land reform misalnya, tidak terlepas dari pengalaman sejarah pada zaman kolonial, dimana penderitaan rakyat lebih banyak disebabkan oleh politik agraria pemerintah kolonial (terutama kolonial Belanda) yang memanfaatkan agraria, terutama tanah untuk kepentingan ekonomi penjajah semata.Atas dasar pengalaman sejarah, founding fathers berkesimpulan bahwa terputusnya akses rakyat terhadap tanah sebagai akibat pernyataan domein oleh negara (domein verklaring) yang tertuang dalam Pasal 1 Agrarische Besluit yang menempatkan negara sebagai pemilik tanah (staatsdomein) dan sekaligus sebagai komoditas perdagangan merupakan penyebab dari kesengsaraan rakyat bumi putra yang amat sangat melukai, menggugah dan mengusik rasa kemanusiaan yang sangat mendalam. Lebih lanjut dikatakan bahwa pemilikan dan penguasaan tanah oleh negara pada zaman kolonial demi semata-mata untuk kepentingan ekonomi pemerintah dan pengusaha yang didasarkan pada paham individualisme, liberalisme, dan matrealism, atas dasar politik kapitalis yang menempatkan agraria (termasuk tanah), tenaga kerja, dan teknologi sebagai komoditas perdagangan, serta memberikan kebebasan penuh kepada individu untuk mengakumulasi modal, maupun melakukan investasi telah mengakibatkan terjadinya eksploitasi manusia atas manusia yang menyengsarakan rakyat Indonesia. Periksa Firman Muntaqo, Menyikapi Era Globalisasi di Bidang Agraria (Globalization Era Outlooking on Agrarian Sector), Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Jilid 40 Nomor 4, Oktober 2011, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 462. 39 Ibid. 18 c. mengimplementasikan prinsip tanah adalah untuk menggarapnya (land to tiller), sehingga negara harus selalu memfasilitasi akses petani terhadap tanah; d. menjadikan agrarian reform (termasuk didalamnya land reform) sebagai strategi pembangunan dan bukan sebagai masalah yang bersifat teknis, terutama harus melaksanakan program land redistribution; e. menempatkan hukum adat tanah sebagai sumber hukum dalam pembentukan hukum tanah nasional; dan f. melakukan berbagai program yang mendukung pelaksanaan land reform, misalnya, pengadaan saprodi, bantuan kredit, bimbingan teknik pengolahan tanah dan pertanian, pembentukan koperasi, memfasilitasi akses pemasaran hasil produksi, kesemuanya dalam rangka membangun kemandirian petani, serta g. menciptakan berbagai aturan hukm dan kebijaksanaan yang memungkinkan petani untuk dapat mengikuti perkembangan zaman di bidang agraria, menurut keperluannya dalam soal-soal agraria. Firman Muntaqo40 berpendapat bahwa penguasaan tanah atau pemilikan tanah oleh badan-badan usaha, baik perusahaan negara ataupun swasta yang demikian luas cenderung tanpa batas yang menyebabkan ternegasinya akses petani terhadap tanah sehingga perlu dipertanyakan dasar filosofisnya. Secara ideal seharusnya badan usaha cukup diberi peran di bidang usaha perdagangan komoditas hasil pertanian/perkebunan, tanpa perlu diberi hak atas tanah dalam melaksanakan usahanya. Arie Sukanti dkk41 mengatakan bahwa pengalaman sejarah telah membuktikan bahwa sekalipun 350 tahun lebih Indonesia dijajah oleh Belanda, hubungan antara bangsa Indonesia dengan tanahnya tidak pernah terputus dan tidak pernah diserahkan kepada siapapun. Hal ini juga tidak 40 Ibid. Periksa Arie Sukanti, dkk, Hukum Pertanahan di Belanda dan Indonesia, Pustaka Larasan, Denpasar bekerjasama dengan Universitas Indonesia, Universitas Leiden dan Universitas Gronigen, 2012, hlm. 157. 41 19 pernah diserahkan kepada Negara, karena Negara hanyalah merupakan organisasi kekuasaan seluruh bangsa atau wadah dari bangsa Indonesia untuk melaksanakan apa yang menjadi kehendak bangsa Indonesia itu sendiri. Jadi, negara hanya mempunyai hak menguasai dan bukan memiliki tanah. Kemudian dikatakan bahwa hak menguasai dari negara ini adalah tugas kewenangan yang dilimpahkan oleh bangsa Indonesia kepada Negara untuk: a. mengatur penguasaan dan penggunaan tanah melalui peraturan perundang-undangan; b. merencanakan peruntukkan dari penggunaan tanah; c. memelihara. 2. Penguasaan negara atas sumber daya air 3. Penguasaan negara atas wilayah udara; Penguasaan atas wilayah negara pada hakikatnya merupakan amanat Pembukaan UUD RI 1945 alinea IV yang isinya adalah untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Di samping itu merupakan penjabaran dari Pasal 33 UUD RI 1945 ayat (3) yang mengatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Apabila ditafsirkan secara meluas, bumi dan bagian di atas bumi dan di atas perairan Indonesia merupkan kekayaan alam Indonesia yang wajib dilindungi dan dijaga oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Wilayah udara saat ini memegang peranan penting di bidang transportasi atau lalu lintas penerbangan baik menggunakan pesawat cepat dengan berbagai kapasitas, ataupun yang lambat seperti helikopter. Penguasaan negara atas wilayah negara menjadi mutlak mengingat kepentingan nasional yang harus dilindungi karena semua pesawat harus memperoleh izin melintas di atas wilayah NKRI. 20 Menurut Yasidi Hambali42, Pemerintah sebagai organ negara mengemban kepentingan negara yang esensial, seperti masalah kedaulatan negara di udara, keamanan dan penegakan hukum di udara, keselamatan penerbangan, pemanfaatan dirgantara bagi kesejahteraan rakyat, perlindungan industri kedirgantaraan nasional dan masyarakat pemakai jasa penerbangan dan sebagainya. 4. Penguasaan negara atas barang tambang; dan 5. Penguasaan negara di bidang energi. Menurut Anton Poniman, dkk43 bahwa Pasal 33 UUD RI 1945 yang merupakan buah pikir para pendiri negara yang menginginkan bangsa ini berjalan di atas rel kesejahteraan bersama yang berasas kekeluargaan dengan tujuan: Masyarakat adil dan makmur. NKRI beserta seluruh perangkatnya dibentuk untuk menjalankan amanat itu demi tercapainya tujuan nasional. Sementara perusahaan swasta /asing yang sedari awal didirikan dengan maksud mencari profit sebesarbesarnya tidaklah dapat dipercaya untuk mengelola sumber-sumber ekonomi strategis negara demi kemakmuran rakyat. Lebih lanjut dikatakan bahwa negara harus segera mengambil alih berbagai sumber daya alam yang menjadi sumber energi dan modal ketahanan nasional. Perluasan akses dan kontrol pada masyarakat adalah suatu bentuk positif keberpihakan kepada rakyat. Hal ini untuk pemulihan kedaulatan rakyat atas sumber daya alam yang telah tergerus sekian lama. Hal ini dapat diwujudkan dengan terlebih dahulu mencabut undang-undang yang bertentangan dengan UUD RI 1945 sebagai upaya harmonisasi44. Menurut Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani45, dalam Pasal 33 UUD RI 1945, secara implisit, UUD RI 1945 mengakui adanya bentuk monopoli berupa penguasaan sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak. Ini terealisasi dari penguasaan yang dilakukan oleh badan usaha milik negara atas 42 Periksa Yasidi Hambali, Hukum dan Politik Kedirgantaraan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1994, hlm. 5. 43 Anton Poniman, dkk, Op., Cit, hlm. 117. 44 Ibid. 45 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op., Cit. 21 bidang tertentu. Misalnya PT. PLN (Persero) menguasai listrik, PT. Pertamina (Persero) memonopoli minyak dan gas bumi, PT Kereta Api menguasai perkeretaapian, dan sebagainya. Selanjutnya dikatakan monopoly by law. UUD RI 1945 membenarkan adanya monopoli ini. Negara diberikan monopoli yakni untuk menguasai bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Maka dari itu, sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak seperli perlistrikan, air minum, kereta api, dan sektor-sektor lain yang karena sifatnya yang memberi pelayanan untuk masyarakat dilegitimasi untuk dimonopoli dan tidak diharamkan46. Ketahanan energi bagi Indonesia ibarat darah dalam tubuh manusia. Fungsi darah sebagai motor penggerak berbagai macam nutrisi yang dibutuhkan oleh berbagai macam unit terkecil seperti sel, hingga ke tahap jaringan dan organorgan tubuh yang secara sistematis dan kontinyu bekerja setiap waktu. Maka dari itu, negara Indonesia sebagai negara kesejahteraan, berarti terdapat tanggung jawab negara untuk mengembangkan kebijakan47 negara di berbagai bidang kesejahteraan serta meningkatkan kualitas pelayanan umum (public services) yang baik melalui penyediaan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh masyarakat48. Perubahan substansi hukum yang mengatur mengenai energi melalui intervensi lembaga keuangan asing pada dasarnya untuk kepentingan ekonomi semata. Sebagaimana dikemukakan oleh Petrus C.K.L Bello49, bahwa perubahan kebijakan ekonomi baru yang liberal yang diadopsi oleh Pemerintah Indonesia, bukan sesuatu yang sepenuhnya dikehendaki pemerintah, tetapi merupakan tuntutan dari IMF yang telah memberi pinjaman kepada Indonesia, dimana Indonesiaharus menjalankan “structural adjusment programme”, sebuah program 46 Ibid, hlm. 5. Kebijakan atau policy - public policy is whatever governments choose to do or not to do. Government do many things. They regulate conflict within society; they organize society to carry on conflict with other societies; they distribute a great variety of symbolic rewards and material services to members of the society; and they extract money from society, most often in the from of taxes. The public policies may regulate behaviour, organize bureaucracies, distribute benefits or extract taxes - or all these things at once. Periksa Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, Thirteenth Edition, Pearson Education, United States, 2011, hlm. 1. 48 Sekretariat Jenderal MPR RI, Op., Cit, hlm 199. 49 Periksa Petrus C.K.L Bello, Ideologi Hukum: Refleksi Filsafat Atas Ideologi di Balik Hukum, Insan Media, Bogor, 2013, hlm. 137. 47 22 yang ditimpakan pada negara penghutang untuk menjalankan tiga hal: liberalisasi perdagangan, privatisasi, dan deregulasi. Apabila dilihat, sejak dimulainya paradigma “structural adjustment programme” di tahun 1980-an, maka Indonesia telah melakukan berbagai liberalisasi sektoral. Ibnu Taimiyah50 mengatakan bahwa kemaslahatan manusia, baik di dunia maupun di akhirat, tidak akan terwujud kecuali dengan cara bersatu dan bekerja sama, yaitu gotong royong dan saling tolong menolong: gotong royong mewujudkan maslahat dan tolong menolong menghadapi kesusahan. Pepatah mengatakan, “manusia pada dasarnya berwatak madaniy (membangun)”, sehingga jika mereka berkumpul, pastilah mereka mengembangkan kegiatan-kegiatan yang perlu dikerjakan untuk mewujudkan kemaslahatan dan tindakan-tindakan untuk mengatasi masalah. Karena pada hakikatnya, menurut Syaiful Bakhri51, prinsip kesejahteraan dalam nomokrasi Islam bertujuan mewujudkan keadilan sosial dan keadilan ekonomi bagi seluruh anggota masyarakat atau rakyat. Tugas itu dibebankan kepada penyelenggara dan masyarakat. Pengertian keadilan sosial dalam nomokrasi Islam bukan hanya sekadar pemenuhan kebutuhan materiil atau kebendaan saja, akan tetapi mencakup pula pemenuhan kebutuhan spiritual dari seluruh rakyat. Negara berkewajiban memperhatikan mereka yang kurang atau tidak mampu. Di kalangan masyarakat Jawa, menurut Soetomo52 terdapat pandangan atau falsafah tata tentrem kerta raharja. Pandangan ini apabila dicermati mengandung unsur atau komponen, ketertiban-keamanan, keadilan, ketentraman dan kemakmuran. Kehidupan yang tertata mengandung makna yang luas bukan hanya terciptanya ketertiban dan keamanan melainkan juga keadilan dalam berbagai 50 Periksa Ibnu Taimiyah, Tugas Negara Menurut Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hlm. 3. Terjemahan dari Ibnu Taimiyah, Public Duties in Islam, The Institution of the Hisba, The Islamic Foundation, London, 1985. Penerjemah Arif Maftuhin Dzofir. 51 Periksa Syaiful Bakhri, Ilmu Negara dalam Konteks Negara Hukum Modern, Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Total Media, Jakarta, 2010, hlm. 88-89. 52 Periksa Soetomo, Kesejahteraan dan Upaya Mewujudkannya dalam Perspektif Masyarakat Lokal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2014, hlm. 47. 23 dimensinya. Konsep tentrem menggambarkan dimensi sosiologis dan psikologis dalam kehidupan bermasyarakat. Konsep kerta menggambarkan aktivitas dan dinamika yang didukung oleh adanya etos, iklim yang kondusif dan terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri. Kesemuanya menghasilkan raharja yang mencerminkan kemakmuran. Maka dari itu, sebagaimana dikatakan oleh Soetomo, kondisi sejahtera yang diidamkan bukan hanya gambaran kehudupan yang terpenuhi kebutuhan fisik, material, melainkan juga spiritual, bukan hanya pemenuhan kebutuhan jasmaniah melainkan rohaniah. Lebih lanjut dikatakan bahwa apabila deskripsi tersebut dianggap sebagai cerminan dari masyarakat ideal dalam konstruksi masyarakat Jawa, maka unsur-unsur itulah yang terkandung dalam masyarakat yang diimpikan53. Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat yang sejahtera sebagai masyarakat ideal atau good society, bukanlah realitas yang sudah terwujud, melainkan kondisi idaman yang dikonstruksikan54. B. Perbandingan Pengaturan Energi di Beberapa Negara di Dunia 1. Jerman Negara Jerman yang dikenal dengan chauvinisme dan kemampuan SDM yang tinggi terutama di bidang teknologi membuat negara Jerman menjadi negara yang tangguh pula secara ekonomi ketika terjadi krisis yang menerpa Eropa dan Amerika sejak 2008 lalu. Dalam sebuah pernyataan Kanselir Jerman, Angela Merkel55 mengenai globalisasi, beliau mengatakan, “In this respect should not be forgotten, that the greatest consequence of globalization is that there aren’t any purely national solutions to global challenges(2) and that the reason why [todays] judges and lawyers should divert to the principles and decisions of foreign and international law is globalization. 53 Ibid. Ibid, hlm. 198. 55 Angela Merkel, German Firts Chandellor, Time Magazine, 11 January, 2010 dalam J. Paul Lumio, Henrik S. Spang-Hanssen, George D. Wilson, Legal Research Methods in Modern World: A Course Book, Third Edition, DJ ØF Publishing, Copenhagen, 2011, p. 1. 54 24 Bertolak dari sistem ekonomi Jerman, berdasarkan buku karangan Heinz Lampert yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang artinya “Ekonomi Pasar Sosial: Tatanan Ekonomi dan Sosial Republik Federasi Jerman”, di mana Kwik Kian Gie dalam kata pengantar mengatakan sebagai berikut56: “Kita sedang mencari rumusan-rumusan yang kongkrit dan operasional dari sebuah sistem ekonomi yang didasarkan atas Pancasila dan UUD 1945. Keadaannya masih bersimpang siur ... Setelah mempelajari buku ini, rasanya tidak salah mengatakan bahwa sistem ekonomi di Jerman adalah ekonomi yang juga didasarkan atas mekanisme pasar yang dibuat bercirikan dan berwatak sosial melalui pengendalian hukum dan aturan-aturan mainnya.” Berdasarkan paparan tersebut tampak bahwa peran penegakan hukum di Jerman memegang peranan penting dalam mendukung jalannya sistem ekonomi yang tangguh di Jerman. Mubyarto kemudian berpendapat bahwa Undang-Undang Dasar yang disusun tidak mengizinkan suatu ekonomi pasar yang tidak terkendali secara sosial maupun segala jenis ekonomi yang berada di bawah pengarahan pemerintah (etatisme). Adapun tujuan yang hendak dicapai sistem ekonomi pasar sosial ada 3 (tiga) yaitu57: (1) Melaksanakan kesejahteraan ekonomi setinggi mungkin dengan: (a) menciptakan tatanan kompetisi; (b) melembagakan kebijakan pertumbuhan; (c) melindungi kondisi full employment; dan (d) menjamin kebebasan perdagangan luar negeri. (2) Melindungi efisiensi ekonomi dan keadilan sosial dari (setiap) tatanan moneter: (a) pelembagaan Bank Sentral yang independen; (b) stabilitas anggaran nasional; (c) keseimbangan antara neraca pembayaran dan perdagangan luar negeri. (3) Menjamin keamanan sosial, keadilan sosial, dan kemajuan sosial: (a) memaksimumkan produk nasional; (b) meminimumkan ketidakadilan sosial; (c) memperbaiki distribusi pendapatan nasional dan kekayaan melalui dana pensiun, kompensasi, subsidi perumahan, dan subsidi umum. 56 57 Mubyarto, Op.,Cit, hlm. 88. Ibid, hlm. 90. 25 2. Jepang Jepang minim sumber daya energi, tetapi memiliki kemampuan SDM yang luar biasa dan teknologi yang tinggi58. Sumber energi nuklir merupakan elemen penting dalam pendukung kebutuhan energi Jepang, selain gas dan minyak bumi. Komposisi pembangkit listrik di Jepang menurut bahan bakarnya ialah gas alam sebanyak 30%, nuklir 27%, Energi terbarukan 11%, minyak bumi 7% dan batubara sebanyak 25% (sebelum gempa bumi dan tsunami melanda Jepang beberpa tahun lalu)59. Di Jepang terdapat suatu institusi bernama Japan Nuclear Regulation Authorithy sebagai badan pengatur perizinan beroperasinya reaktor nuklir. Peran pemimpin Jepang dalam upaya penguasaan negara dan pemenuhan energi terhadap rakyatnya sangat vital. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe sangat ingin menghidupkan kembali PLTN untuk mengurangi ketergantungan negara itu pada impor bahan fosil yang mahal. Dihentikannya PLTN selama dua tahun terakhir akibat bencana alam gempa dan tsunami telah mendorong kenaikan harga listrik dan meningkatnya defisit perdagangan negara itu. Kepala Japan Nuclear Regulation Authorithy, Shunichi Tanaka mengatakan bahwa bencana seperti Fukushima tidak akan terjadi di bawah aturan baru. Ia mengatakan tidak ada yang namanya keamanan absolut, dalam arti kebocoran radiasi bisa saja terjadi. Akan tetapi ia mengatakan bahwa apa pun krisis yang terjadi di masa depan akan dicegah sebelum mencapai skala yang mendekati bencana sebesar di Fukushima60. 58 Being a country of sparse national resources, Japan had to relay on entre preneurial ingenuity and the promotion of inventive efforts through intellectual property rights. Turning to intellectual property rights to achieve its goals of “fukoku kyôhei” (a rich country and a strong army) and “shokusan kôgyô” (increase industrial productivity) was by no means a fore gone conclusion for the Meiji state. Periksa Morikawa, Zaibatsu - The Rise and Fall of Family Enterprise Groups in Japan, University of Tokyo Press, Tokyo, 1992, p. 1-55 dalam Christoper Heath and Kung-Chung Liu (ed), Op., Cit, hlm. 99. 59 Periksa Koran Tempo, Reaktor Nuklir Jepang Menyala Lagi, 12 Agustus 2015. 60 Ibid. 26 3. China Legislasi di bidang teknologi di China menyebabkan kemajuan teknologi yang pesat, khususnya di bidang energi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Christopher Heath dan Kung-Chung Liu61 bahwa, ”Legislation on and practice of technology transfer in the People’s Republic of China (“PRC”) is currently still determined by distinction between domestic and international technology transfer. Originally, technology transfer between two PRC parties had been governed by the Technology Contract Act (1), now replaced by the Contract Act (2) which in a separate chapter on “technology contracts” covers technology development contracts, technology transfer contracts, technical consultancy and technical service contracts. Under the Contract Act, the term “technology transfer contracts” includes contracts for the transfer of patent rights, patent applications, technological secrets and the licensing of patents (3) (1) Effective as of 1 November 1987, ceased to be effective on 1 October 1999 (2) Effective as of 1 October 1999 (3) Sec. 342 Contract Act 4. Malaysia Pengalaman historis Malaysia dalam membangun dan mengembangkan BUMN-nya pada awal perkembangannya banyak mencontoh Indonesia, terutama sejak rezim kepemimpinan Presiden Soekarto di Indonesia. Salah satu mekanisme manajemen yang mereka adopsi adalah milik buah karya Tanri Abeng, Pakar Manajemen yang juga Mantan Menteri BUMN era Presiden Habibie dan “Manajer Satu Miliar” atau Orang Indonesia yang berhasil masuk di jajaran pimpinan perusahaan multinasional dan perusahaan nasional, diantaranya menjadi CEO PT Multi Bintang, Union Carbide Indonesia, PT Bakrie & Brothers Tbk, Komisaris PT Telkom, dan lain-lain. Ia memberikan curahan pikiran dan ide-idenya dalam buku Indonesia Inc. Buku 61 Christoper Heath and Kung-Chung Liu (ed), Op., Cit, hlm. 99. 27 itu dipakai di Malaysia dan Khazanah, salah satu BUMN terbesar waktu itu banyak mengadopsi dari buku tersebut, sedangkan Indonesia sendiri tidak mencontohnya (buku Indonesia Inc). Beliau juga banyak berbicara dengan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad Abdullah Badawi waktu itu tentang manajemen BUMN di Malaysia di mana mereka (Mahathir Muhammad dan Abdullah Badawi) sudah mempunyai konsepsi how to do it62. 5. Brasil Berdasarkan Regulation of the Petroleum Industry, Law No. 9478 pada 6 Agustus 1997 dibentuk The National Agency of Petroleum, Natural Gas and Biofules (ANP) dimana merupakan entitas integral dari the Indirect Federal Administration. ANP merupakan badan pengatur ekstor industri khusus minyak, gas alam dan produk derivatnya dan biofuel dimana badan ini berafiliasi dengan Kementerian Pertambangan dan Energi63. Di bidang energi terbarukan, Brasil sukses mengembangkan ethanol yang didukung dengan situasi politik, transportasi dan buruh yang murah serta kontrol harga yang ketat dari pemerintah64. Brazil menargetkan pada tahun 2020 memiliki pembangkit hydro berkapasitas 121,6 GW, angin 11,5 GW dan biomass 9,2 GW. Adapun kapasitas energi terbarukan Brasil total sejumlah 109,6 GW. Brasil memiliki beberapa regulasi yang mengatur bidang energi antara lain: a. Electricity Act; b. Renewable Energy Law 2005. 62 Periksa Majalah Eksekutif, No. 309 Mei 2005, hlm. 17-23. Periksa OGP: Regulators use of standards, Report No. 426 Maret 2010, International Association of Oil & Gas Producers, diakses dari laman http://www.ogp.org.uk/pubs/426.pdf, pada 23 Juni 2014 jam 19.00 WIB. 64 Periksa tulisan Nancy I. Potter, How Brazil Achieved Energy Independence and the Lessons the United States should Learn from Barzil’s Experience. Diakses dari laman https://law.wustl.edu/WUGSLR/Issues/Volume7_2/Potter.pdf, pada 23 Juni 2014 jam 18.10 WIB. 63 28 6. Refleksi untuk Indonesia Dihidupkannya kembali reaktor nuklir di Jepang menurut Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Djarot Sulistio Wisnubroto, menjadi momentum yang bagus bagi Indonesia untuk mempertimbangkan pembangunan PLTN. Keputusan pembangunan PLTN ada di tangan Presiden sebagai kepala negara. Ia mengatakan lebih lanjut bahwa sudah sejak 30 (tiga puluh) tahun lebih pemerintah Indonesia melakukan studi kelayakan untuk menggunakan nuklir sebagai salah satu sumber energi listrik. Kemudian pengadaan energi nuklir membutuhkan investasi yang sangat besar, adanya jaminan tidak disalahgunakan oleh kepala negara, dan ada kekhawatiran secara psikologis bila terjadi kecelakaan di mana nuklir selalu menjadi isu sensitif. Indonesia telah mengoperasikan reaktor nuklir kelas labolatorium di Bandung sejak 1965, dua reaktor serupa ada juga di Serpong dan Yogyakarta dan sejauh ini tidak ada masalah dengan dua reaktor tersebut65. Penguasaan negara di bidan genergi pada hakikatnya adalah suatu keharusan karena sumber-sumber energi adalah kebutuhan vital hajat hidup orang banyak, di mana menurut pendapat John Gilissen† dan Frits Gorlé66, penguasaan barang-barang memainkan peranan penting pada hubungan dan perimbangan kekuasaan yang mengendalikan pergaulan hidup, merupakan pembagian kekuasaan ekonomi, yang pada hakikatnya adalah akibat struktur pemilikan barang-barang yang menguasai masyarakat, suatu faktor politik penting yang mempunyai pengaruh atas perkembangan hukum. Dengan perantaraan hukum kelompok-kelompok dalam masyarakat yang menikmati posisi ekonomi yang memadai akan berdaya upaya untuk mempertahankan situasi tersebut, dan di dalam makna ini hukum bisa memainkan peranan yang menindas dan menggencet. Namun, hukum dapat pula mempunyai kekuatan menghilangkan perwalian jika kelompok-kelompok masyarakat yang kurang 65 Periksa Koran Tempo, Reaktor Nuklir Jepang Menyala Lagi, 12 Agustus 2015. Periksa John Gilissen† dan Frits Gorlé, Sejarah Hukum: Suatu Pengantar, Refika Aditama, Bandung, 2005, hlm. 97. Diterjemahkan dari Historische Inleiding tot het Recht, Kluwer Rechtswetenschappen, Anwerpent, Belgium, 1991. Penyadur: Freddy Tengker. 66 29 bernasib baik di dalam situasi ekonomi tersebut melalui kekuatan politik dapat memanfaatkannya untuk memperbaiki keterpurukan mereka. C. Model Kebijakan Penguasaan Negara di Bidang Energi dalam Konsep Negara Kesejahteraan Menurut Athiqah67, kebijakan bidang energi bukan semata-mata hanya wilayah kerja pemerintah, melainkan juga melibatkan pemangku kepentingan lain yang berasal dari non-pemerintah. Kebijakan bidang energi ini terkait dengan kelembagaan bidang energi yang terbagi ke dalam 2 (dua) komunitas. Pertama, komunitas industri energi, yang terdiri atas PT. Pertamina (Persero), PT. Bukit Asam, PT. Perusahaan Gas Negara (Persero), Perusahaan Listrik Nasional, dan swasta. Kedua, komunitas penelitian yang terdiri atas universitas (riset dasar), lembaga riset (riset terapan), BPPT (pengkajian teknologi), dan Balitbang ESDM (pengembangan). Kedua komunitas tersebut terhubung satu sama lain. Kemudian kebijakan energi nasional memiliki 3 (tiga) tujuan utama. Pertama, menjamin pasokan energi melalui upaya eksploitasi dan optimalisasi produksi energi nasional yang terus ditingkatkan serta pelaksanaan konservasi. Kedua, melakukan pengaturan harga energi untuk mencapai nilai ekonomi. Ketiga, meningkatkan kesadaran masyarakatuntuk melakukan diversifikasi dan konservasi energi68. 1. Konstitusionalisasi Produk Hukum Bidang Energi yang Berpotensi Menjauhkan Negara dari Kewajiban Mensejahterakan Rakyat Konstitusionalisasi berasal dari kata dasar konstitusi dan mendapat imbuhan “-isasi”. Konstitusi sebagaimana telah dijelaskan pada BAB II pada sub bahasan Teori Negara Hukum, bahwasanya konstitusi juga merupakan UUD yang dalam konteks karya tulis ini adalah UUD RI 1945. Imbuhan “isasi” menyatakan bahwa adanya usaha atau proses untuk melakukan sesuatu dengan tujaun tertentu. Konstitusionalisasi bermakna proses atau melakukan 67 Periksa Athiqah Nur Alami, Politik Luar Negeri Indonesia dan Isu Keamanan Energi, LIPI Press, Jakarta, 2014. hlm. 57-58. 68 Ibid. 30 sesuatu terhadap aturan yang tidak sesuai atau menyimpang dengan Konstitusi sebagai dasar ketentuan yang mengatur tersebut. Produk hukum (khususnya undang-undang) bidang energi yang dibentuk tidak semua mengakomodasi kepentingan rakyat. Bukti dari hal ini adalah adanya judicial review undang-undang di bidang energi yang beberapa pasalnya dibatalkan dan dikoreksi oleh MK. Judicial review adalah suatu pranata dalam ilmu hukum yang memberikan kewenangan kepada badan pengadilan umum, atau badan pengadilan khusus, ataupun lembaga khusus untuk melakukan peninjauan ulang, dengan jalan menerapkan atau menafsirkan ketentuan dan semangat konstitusi, sehingga hasil dari peninjauan ulang tersebut dapat menguatkan atau menyatakan batal atau membatalkan, atau menambah atau, mengurangi terhadap suatu tindakan berbuat atau tidak berbuat dari aparat pemerintah (eksekutif) atau dari pihak-pihak lainnya (termasuk parlemen)69. Konstitusionalisasi dimaksudkan untuk menyelaraskan suatu produk hukum atau kebijakan yang muncul agar sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam Konstitusi. Hal ini berdasarkan Teori Tarikan Atas Tarikan Bawah Adi Sulistiyono bahwasanya globalisasi hukum yang terjadi telah dengan kuat menarik (Ke Atas) kepentingan global (investor, konglomerat, lembaga keuangan internasional) sehingga membuat kepentingan mereka lebih diakomodasi dari pada kepentingan rakyat atau kepentingan nasional Indonesia sebagaimana tertuang dalam Konstitusi. Hal ini karena globalisasi merupakan perluasan kegiatan ekonomi melintasi batas-batas politik nasional dan regional dalam bentuk peningkatan gerakan barang dan jasa termasuk buruh (tenaga kerja), modal, teknologi, dan informasi melalui perdagangan70. Peraturan perundang-undangan di bidang energi di Indonesia di atur dalam beberapa undang-undang, antara lain: a. UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi b. UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi 69 Periksa Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), Cetakan ke-2, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 81. 70 Periksa Mubyarto, Op.,Cit, hlm. 41. 31 c. UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan d. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara e. UU No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi f. UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran Paradigma ketahanan energi mencerminkan adanya korelasi yang kuat antar sektor energi yaitu minyak dan gas bumi, listrik, mineral dan batubara, panas bumi, nuklir, dan energi terbarukan lainnya. Hal-hal yang dianggap lemah dari aspek substansi hukum bidang energi antara lain: a. UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi Materi pokok yang diatur dalam undang-undang ini antara lain: a. b. c. d. e. f. g. h. pengaturan energi yang terdiri dari penguasaan dan pengaturan sumber daya energi; cadangan penyangga energi guna menjamin ketahanan energi nasional; keadaan krisis dan darurat energi serta harga energi; kewenangan Pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengaturan di bidang energi; kebijakan energi nasional, rencana umum energi nasional, dan pembentukan dewan energi nasional; hak dan peran masyarakat dalam pengelolaan energi; pembinaan dan pengawasan kegiatan pengelolaan di bidang energi; penelitian dan pengembangan. Kelemahan dari UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi antara lain: 1) Pasal 33 “Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.” Analisis: 1) Klausula pada Pasal 33 yang menyatakan bahwa peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan mengandung kewajiban bahwa Pemerintah harus menaati ketentuan ini sebagai batas waktu untuk membentuk suatu 32 Peraturan Pemerintah atau peraturan pelaksana lainnya. Akan tetapi UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi yang diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Agustus 2007 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746 sampai sekarang tidak mempunyai Peraturan Pelaksana sebagaimana disebutkan pada Pasal 33 tersebut. Secara yuridis, dengan tidak adanya Peraturan Pelaksana berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang ini membuat tidak adanya kepastian hukum dan secara substantif menjadi kelemahan dari Undang-Undang ini. UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi baru mempunyai Peraturan Pelaksana pada tahun 2009 melalui Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi yang menjadi Peraturan Pelaksana dari Pasal 25 ayat (5) dimana perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Konservasi Energi. Peraturan Pemerintah ini diundangkan pada tanggal 16 November 2009 pada Lembaran Negara Republik Indonesia 171; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5083. 2) Tidak adanya ketentuan Sanksi Administratif dan Ketentuan Pidana. b. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Hari Selasa tanggal 21 Desember 2004, Mahkamah Konstitusi men-judicial review UU No. 20 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 002/PUU-I/2003. Pasal 12 ayat (3) sepanjang kata-kata “diberi wewenang”, Pasal 22 ayat (1) sepanjang kata “paling banyak”, Pasal 28 ayat (2)71 dan ayat (3)72 71 Isi Pasal 28 ayat (2), Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diserahkan pada mekanisme usaha yang sehat dan wajar. 72 Isi Pasal 28 ayat (3), Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu. 33 dinyatakan bertentangan dengan UUD RI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Pada hari Selasa tanggal 13 November 2012, Mahkamah Konstitusi mengumumkan putusan judicial review UU Migas melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/PUU-X/2012. Mahkamah Konstitusi “mengoreksi” Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan pasal 63 dinyatakan bertentangan dengan UUD RI 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kemudian Mahkamah Konstitusi “mengoreksi” seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan fungsi serta tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh Pemerintah atau kementerian terkait sampai ada UU baru yang mengatur hal tersebut. c. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) Putusan Mahkamah Konstitusi No. 10/PUU-X/2012 yang diucapkan pada sidang terbuka untuk umum tanggal 22 November 2012, dimana Frase “setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 9 ayat (2), Pasal 14 ayat (1), dan Pasal 17 UU Minerba bertentangan dengan UUD RI 1945, sepanjang tidak dimaknai “setelah ditentukan oleh pemerintah daerah”. d. UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan Pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 001-021-022/PUUI/2003 yang diucapkan pada sidang terbuka untuk umum pada tanggal 15 Desember 2004, menyatakan UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan bertentangan dengan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 34 2. Penguatan Entitas Negara Secara Yuridis Pada Aparatur Pemerintahan Dari segi tujuannya, kaidah hukum atau norma hukum itu tertuju kepada cita kedamaian hidup antar pribadi (het recht wil de vrede). Karena itu, sering dikatakan bahwa penegak hukum itu bekerja “to preserve peace”73. Dalam kedamaian atau keadaan damai, selalu terdapat “orde en rust”. “Orde” menyangkut ketertiban dan keamanan, sedangkan “rush” berkenaan dengan ketentraman dan ketenangan. “Orde” terkait dengan dimensi lahiriah, sedangkan “rust” menyangkut dimensi “batiniah”. Keadaan damai yang menjadi tujuan akhir norma hukum terletak pada keseimbangan antara “rust” dan “orde” itu, yaitu antara dimensi lahiriah dan batiniah yang menghasilkan keseimbangan antara ketertiban dan ketentraman, antara keamanan dan ketenangan. Tujuan kedamaian hidup bersama tersebut biasanya dikaitkan pula dengan perumusan tugas kaidah hukum, yaitu mewujudkan kepastian, keadilan, dan kebergunaan. Artinya, setiap norma hukum itu haruslah menghasilkan keseimbangan antra nilai kepastian (certainty, zekerheid), keadilan (equity, billijkheid, evenredigheid), dan kebergunaan (utility). Ada pula sarjana yang hanya menyebut pentingnya tugas dwi tunggal kaidah hukum, yaitu kepastian hukum (rechtszekerheid) dan keadilan hukum (rechtsbillijkheid)74. Pada Penjelasan UUD RI 1945 sebelum Amandemen I-IV, telah dikatakan bahwa jangan sampai kita membikin undang-undang yang lekas usang (verouderd). Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidup negara, semangat para pemimpin pemerintahan. Meskipun dibikin Undang-Undang Dasar yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan, apabila semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, Undang-Undang Dasar tadi tentu tidak ada artinya dalam praktek. Sebaliknya meskipun Undang-Undang Dasar tidak sempurna, 73 Periksa Garner Bryan A (ed), Black Law Dictionary, West Group, ST. Paul, Minn, 1968 dalam Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Cetakan ke-2, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 3. 74 Ibid. 35 akan tetapi jikalau semangat para penyelenggara pemerintahan baik, UndangUndang Dasar itu tentu tidak akan menrintangi jalannya Negara. Jadi yang paling penting ialah semangat. Maka semangat itu hidup, atau dengan lain perkataan dinamis. Berhubung dengan itu, hanya aturan-aturan pokok saja yang perlu untuk menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu harus diserahkan kepada undang-undang75. Jimly Asshiddiqie76 mengatakan bahwa lingkungan negara-negara yang susunannya berbentuk negara kesatuan (unity state, eenheidsstaat), konstitusi atau undang-undang dasar hanya dikenal di tingkat pusat saja. Sedangkan di daerah-daerah bagian, atau di provinsi-provinsi atau di prefecture, tidak ada konstitusi yang tersendiri. Namun demikian, dalam literatur, seperti dalam pandangan Wolhoff, di daerah-daerah di lingkungan negara-negara kesatuan, juga terdapat konstitusi yang tersendiri pula. Menurutnya, secara teoritis, yang berfungsi sebagai konstitusi untuk daerah-daerah bagian dalam negara kesatuan itu adalah Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang terdapat di negara-negara kesatuan itu masing-masing. Karena itu, sudah semestinya, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah di negara-negara yang susunannya berbentuk negara kesatuan disusun sedemikian rupa sehigga berfungsi sebagai pedoman yang bersifat konstitutif seperti undang-undang dasar bagi daerah-daerah provinsi atau prefecture itu masing-masing. Maka dari itu, dalam perspektif model kebijakan penguasaan negara bidang energi dalam konsep negara kesejahteraan, pada salah satu subsistemnya harus memberdayakan elemen Pemerintahan baik di level Pusat hingga Daerah dalam koridor hierarkhi peraturan perundang-undangan sehingga tujuan negara yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD RI 1945 alinea IV dan Pasal 33 dapat terealisasi secara merata, dari ujung pangkal atas melalui Pemerintah Pusat hingga teknis di paling ujung atau notabene di Daerah melalui otoritas77 yang mereka miliki. 75 Periksa Penjelasan UUD RI 1945 sebelum amandemen I-IV. Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang ..., Op., Cit, hlm. 63. 77 Philippe Nonet dan Philip Selznick mengatakan bahwa Governing power is repressive when it gives short shrift to the interest of the governed, that is, when it is disposed to disregard 76 36 3. Analisis Yuridis Penguatan Entitas Bisnis Negara dan Daerah Entitas Bisnis Negara diwakili oleh BUMN dan BUMD yang menguasai hajat hidup orang banyak di bidang energi. Hal ini dimaksudkan karena kebutuhan akan energi adalah kebutuhan bagi masyarakat luas maka dari itu pengolahan, pengelolaan, pendistribusian, dan penguasaan dari negara dapat dimandatkan kepada BUMN dan BUMD. Monopoli menjadi pilihan yang sangat tepat bagi BUMN dan BUMD agar secara teknis mampu mewujudkan Pasal 33 UUD RI 1945. Monopoli yang diperbolehkan melalui peraturan perundang-undangan adalah78: a. hak atas kekayaan intelektual, yaitu di mana negara memberikan hak monopoli kepada pelaku usaha untuk memproduksi atau memasarkan hasil dari suatu inovasinya tersebut; b. hak usaha ekslusif, yaitu hak yang diberikan oleh pemerintah kepada pelaku usaha tertentu yang tidak didapatkan oleh pelaku usaha yang lain, misalnya agen tunggal, importir tunggal, pembeli tunggal, dan lain sebagainya. Susanti Adi Nugroho79 mengemukakan bahwa dimasukannya monopoli ke dalam kategori salah satu kegiatan yang dilarang oleh undang-undang persaingan usaha, bukan berarti bahwa sama sekali kegiatan monopoli tidak dapat dilakukan di Indonesia, karena monopoli yang diperoleh melalui peraturan perundang-undangan, seperti monopoli yang berkiatan dengan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara masih diperbolehkan, asalkan diatur dengan undang-undang dan those interest or deny their legitimacy. Periksa Philippe Nonet dan Philip Selznick, Law and Society in Transition: Toward Responsive Law, Harper & Row Publishers Inc, New York, 1978, p. 29. 78 Periksa Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori dan Praktik Serta Penerapan Hukumnya, Cetakan ke-2, Kencana, Jakarta, 2014, hlm. 232. 79 Ibid. 37 diselenggarakan oleh BUMN atau badan/lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah, masih dapat ditoleransi oleh UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Maksud dan tujuan didirikannya BUMN berdasarkan Pasal 2 UndangUndang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN adalah untuk: 1. 2. 3. 4. 5. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya; mengejar keuntungan; menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai pemenuhan hajat hidup orang banyak; menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi; turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat. Tujuan semula politik ekonomi dari pendirian BUMN adalah80: a. Sebagai wadah bisnis aset asing yang dinasionalisasi. b. Membangun industri yang diperlukan masyarakat namun masyarakat atau swasta tidak mampu memasukinya, baik karena alasan investasi yang sangat besar maupun risiko usaha yang sangat besar. c. Membangun industri yang sangat strategis yang berkenaan dengan keamanan dan stabilitas negara. Menurut Susanti Adi Nugroho81, fakta yang terjadi ternyata monopoli yang dimiliki oleh BUMN lebih banyak dikuasai pihak asing melalui privatisasi. Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa Monopoli dan/atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara 80 81 Ibid, hlm. 817-818. Ibid. hlm. 818. 38 (BUMN) dan/atau badan atau lembaga yang dibentuk atau dasar dikecualikannya BUMN atau lembaga lain yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah. Lebih lanjut dikatakan bahwa82 pengecualian terhadap monopoli oleh BUMN atau lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 51 sering dipersoalkan sehubungan dengan aspek keadilan suatu aturan hukum. Seharusnya BUMN yang tidak perlu dikecualikan dari ketentuan dalam Pasal 51 adalah BUMN yang sebagian sahamnya telah dimiliki oleh investor asing, atau semua BUMN yang tidak memenuhi kriteria sehat sekali dan sehat, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan RI No. 826/KMK.013/1992 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 740/KMK.00/1989 tanggal 28 Juni 1989 tentang Peningkatan Efisiensi dan Produktivitas BUMN. Susanti Adi Nugroho83 berpendapat bahwa pengecualian bagi BUMN seyogyanya dilakukan secara bersyarat, dengan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi BUMN sebelum memegang hak monopoli, seperti harus profesional dan transparan. Ada dua kriteria yuridis yang harus dipenuhi BUMN atau lembaga lainnya untuk mendapatkan hak monopoli tersebut, yaitu84: a. Barang dan/atau jasa yang dihasilkan harus menguasai hajat hidup orang banyak dan masuk dalam cabang-cabang produksi yang penting bagi negara. b. Keharusannya hal tersebut dalam bentuk undang-undang. Di samping itu, Stephen R. Munzer85 juga pernah mengemukakan mengenai model korporasi yang sosialis yang menurut hemat Peneliti ada baiknya juga diterapkan di BUMN-BUMD Indonesia. Ia mengatakan: 82 Ibid. Ibid. 84 Ibid. Uraian lebih lanjut mengenai pembahasan Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Periksa Susanti Adi Nugroho, Op., Cit, hlm. 818-829 85 Periksa Stephen R. Munzer, A Theory of Property, Cambridge University Press, New York, 1990, p. 377. 83 39 “Standards for socialist corporations. The same analysis applies to standards of corporate behavior under socialism. The objection is that corporate standards pose a problem only in a private-property economy. There a tension exist between the interest of private corporations (and their shareholders) and the public interest. But in a socialist economy no such tension exists. There corporations operate in the interest of all.” Berdasarkan Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor KEP17/MBU/2010 tanggal 9 April 2012 tentang Rencana Strategis Kementerian BUMN Periode 2010-2014, BUMN Sektor Usaha Energi terdiri dari 4 (empat) perusahaan yaitu PT. Energy Management Indonesia (PT. EMI), PT. Perusahaan Gas Negara (PT. PGN) PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) dan PT. Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) di mana kinerja keuangan BUMN sektor energi sebagai berikut86: Tabel 6. Kinerja Keuangan BUMN Sektor Usaha Energi Tahun 2005-2010 (Rp Milyar) Uraian Total Aset Total Ekuitas Total Penjualan Total Laba (Rugi) Bersih 2005 236,274 146,018 84,992 (3,589) 2006 266,162 147,724 114,920 451,79 2007 297,932 145,169 126,997 (3,752) 2008 322,403 138,102 184,234 (9,964) 2009 370,492 158,640 172,214 19,309 2010 410,412 169,831 130,681 18,335 Berdasarkan Tabel 6 tersebut tampak bahwa kinerja keempat BUMN mengalami kerugian 3,589 miliar pada tahun 2005, pada tahun 2007 mengalami kerugian sejumlah 3,752 miliar dan pada 2008 sejumlah 9,964 miliar. 4. Penguatan Bisnis oleh Masyarakat: Pemberdayaan Koperasi secara Yuridis Koperasi dipilih sebagai entitas bisnis masyarakat yang berasal dari anggota masyarakat, yang berusaha memajukan koperasi dari anggota masyarakat dan hasil yang dicapai nantinya adalah untuk anggota masyarakat. 86 Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor KEP-17/MBU/2010 tanggal 9 April 2012 tentang Rencana Strategis Kementerian BUMN Periode 2010-2014, hlm. 16. 40 Koperasi merupakan entitas bisnis yang istimewa mengingat Pada Penjelasan UUD RI 1945 sebelum Amandemen I-IV, koperasi disebut di dalamnya. Dalam Penjelasan Pasal 33 UUD RI 1945 sebelum Amandemen I-IV, disebutkan: “Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.” Dalam GBHN 1993 disebutkan bahwa koperasi adalah wadah kegiatan ekonomi rakyat. Dan jika didasari bahwa ekonomi rakyat adalah landasan dan sekaligus sumber ketahanan ekonomi nasional, maka bertemulah pengertian asas kekeluargaan dalam UUD RI 1945 dengan pengalaman perekonomian Indonesia sejak kemerdekaan, bahwa ekonomi rakyat hanya dapat bertahan dan berkembang melalui pengorganisasian usaha bersama berlandaskan asas kekeluargaan. Dalam organisasi koperasi terkandung jiwa dan semangat demokrasi ekonomi, dengan kemakmuran masyarakat lebih diutamakan ketimbang kemakmuran orang seorang. Koperasi adalah organisasi ekonomi rakyat yang maju melalui usaha-usaha bekerjasama, bukan dengan cara bersaing saling mematikan87. 5. Membangun Paradigma Budaya Hukum Hemat Energi dan Menumbuhkan Budaya Meneliti dalam Upaya Mewujudkan Penguasaan Negara Secara Yuridis Normatif Budaya hukum mencerminkan ketaatan masyarakat secara suka rela terhadap hukum, atau perilaku masyarakat yang secara kontinyu menganggap 87 Mubyarto, Op., Cit, hlm. 224. 41 mindset atau pandangan hidup maupun cara pandang yang mereka percaya yang diterapkan pada perilaku sehari-hari dianggap sebagai hukum. Perilaku yang dilakukan oleh masyarakat terutama ketika mengkonsumsi energi, kemudian pengelolaan dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjaga ketersediaan energi bagi masyarakat dan pengusaha di bidang energi, sikap pengusaha di bidang energi dalam berinvestasi, mengolah dan mengelola energi serta para peneliti yang berusaha mengembangkan penelitian di bidang energi. Ada permasalahan baru manakala ketika pemerintah melakukan kebijakan kenaikan harga energi (misalkan premium, solar, atau pertamax, maupun gas) akan diikuti dengan naiknya harga bahan pokok dan harga-harga lain seperti transportasi, biaya bahan bangunan, dan lain-lain. Di sini, peran media massa turut berperan dalam memainkan peran sebagai sarana penyebaran informasi hukum dan berperan mewujudkan apa yang disebut sebagai social engineering sebagaimana disampaikan oleh Steven Vago88, “Since public opinion is an important precursor of change, the mass media can set the stage by making undesirable conditions visible to a sizeable segment of the public with unparalleled in rapidity. Through the exposure of perceived injustices, the mass media play a crucial role in the information of public opinion.” Kemudian permasalahan setiap terjadi kenaikan harga BBM ikut pula menaikkan jumlah warga miskin karena akan menurunkan daya beli bagi masyarakat menengah ke bawah. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh mantan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan bahwa beliau mengakui kenaikan harga BBM akan meningkatkan jumlah warga miskin sekitar 2-3 juta orang89. 6. Penyediaan dan Penguatan Sarana dan Prasarana 88 89 Periksa Steven Vago, Law and Society, Prentice - Hall, Inc, New Jersey, 1981, p. 150. Periksa Koran Tempo, BBM Naik, 3,5 Juta Orang Jatuh Miskin, 8 Maret 2012. 42 Dalam konteks ilmu pengetahuan dan teknologi, akal menjadi satusatunya media untuk menentukan kebenaran dan kebajikan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain, akal-lah yang sebenarnya media untuk menentukan sekaligus mengontrol dunia lewat pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi90. Salah satu masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada saat ini adalah masalah ketergantungan teknologi dari luar negeri sebagai akibat dari kurang berkembangnya teknologi hasil inovasi dalam negeri yang siap untuk diterapkan dalam mendukung industri. Penyebabnya antara lain adalah rendahnya daya saing industri dalam negeri yang mengakibatkan ketergantungan terhadap teknologi dan bahan dari luar91. Lebih lanjut dikatakan bahwa teknologi hasil penelitian dan pengembangan (litbang) dalam negeri belum dapat dipercaya dan diandalkan. Di pihak lain, lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) merasa bahwa industri tidak memberi kesempatan untuk mencoba hasil litbang dalam negeri. Industri dalam negeri lebih suka membeli dari luar meskipun harus membayar royalti dan licensing fee-nya92. Bisnis hasil litbang atau disebut dengan komersialisasi bisnis hasil litbang mengandung maksud sebagai pemanfaatan hasil litbang untuk diterapkan dalam kegiatan industri sehingga bernilai guna bagi masyarakat serta memberikan keuntungan ekonomi bagi pemegang hak dan masyarakat. Pemanfaatan hasil litbang sebagaimana dimaksud tidak saja terbatas pada pemanfaatan oleh pemilik hak saja, tetapi juga dapat dilakukan oleh pihak lain terutama badan usaha dengan memperhatikan dan menghormati hak-hak kepemilikan kekayaan intelektual yang dimiliki sebagaimana diatur dalam undang-undang93. Periksa Nurul Rosidin dan Dadit Herdikiagung, “Peningkatan Peran Pesantren dan Perguruan Tinggi Agama Islam Dalam Pengembangan Iptek,” dalam Dadit Herdikiagung dan Sobirin Malian (ed), Op.,Cit, hlm. 15. 91 Periksa Ni’matul Huda, dkk, “Pengembangan Legislasi Pendukung Bisnis Hasil Penelitian dan Pengembangan”, dalam Dadit Herdikiagung dan Sobirin Malian (ed), Op., Cit, hlm. 81. 92 Ibid. 93 Ibid, hlm. 87. 90 43 Di dalam kebijakan penguasaan negara di bidang energi dalam konsep negara kesejahteraan, salah satu elemen penting dalam subsistem hukum energi tersebut adalah sarana prasarana energi. Elemen yang beraneka ragam dan kompleks yang menyusun suatu rangkaian energi hingga dapat dipakai oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari peran hukum dari hulu dalam hal pengadaan listrik, dan sarana prasarana dari tahap hulu (tanah atau wilayah, pusat-pusat pembangkitan, bahan bakar dan sumber daya terkait meliputi SDA dan SDM, dan lain-lain), tahap distribusi hingga tahap hilir. Menurut Djiteng Marsudi94, pembangkitan energi listrik sebagian besar dilakukan dengan cara memutar generator sinkron sehingga didapat tengan tegangan bolak-balik tiga fasa. Energi mekanik yang diperlukan untuk memutar generator sinkrondidapat dari mesin penggerak generator atau biasa disebut penggerak mula (prime mover) dan yang banyak digunakan dalam praktik yaitu mesin diesel, turbin uap, turbin air, dan turbin gas yang mendapat energi dari proses pembakaran bahan bakar (mesin-mesin thermal) dan air terjun (turbin air). Sesungguhnya mesin penggerak generator melakukan konversi energi primer menjadi energi mekanik penggerak generator. Proses konversi energi primer menjadi energi mekanik menimbulkan produk sampingan berupa limbah dan kebisingan yang perlu dikendalikan agar tidak menimbulkan masalah lingkungan. Hal ini dari segi ekonomi teknik, komponen biaya penyediaan tenaga listrik yang terbesar adalah biaya pembangkitan, khususnya biaya bahan bakar. Oleh karena itu, berbagai teknik untuk menekan biaya bahan bakar terus berkembang, baik dari segi unit pembangkit secara individu maupun dari segi operasi sistem tenaga listrik secara terpadu95. Kemudian dalam praktik, jenis-jenis pust listrik tersebut antara lain96: 94 Djiteng Marsudi, Pembangkitan Energi Listrik, Erlangga, Jakarta, 2011, hlm. 1. Ibid. 96 Ibid. hlm. 2. 95 44 a. Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA), yang menggunakan tenaga air sebagai sumber energi primer; b. Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD), yang menggunakan bahan bakar minyak atau bahan bakar gas sebagai sumber energi primer; c. Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU), yang menggunakan bahan bakar batu bara, minyak, atau gas sebagai sumber energi primer; d. Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG), yang menggunakan bahan bakar gas atau minyak sebagai sumber energi primer; e. Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), yang merupakan kombinasi PLTU dengan PLTG. Gas buang dari PLTG dimanfaatkanuntuk menghasilkan uap dalam ketel uap penghasil uap untuk menggerakkan turbin uap; f. Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), merupakan PLTU yang tidak memiliki ketel uap karena uap penggerak turbin uap didapat dari dalam bumi; g. Pusat Listrik Tenaga Nuklir, merupakan PLTU yang menggunakan uranium sebagai bahan bakar yang menjadi sumber energi primernya. Penyediaan sarana dan prasarana di bidang energi sampai saat ini sangat ddukung oleh kekuatan investasi asing. akan tetapi, dalam praktek, menurut Oentoeng Soeropati97, hukum investasi mengandung beberapa kelemahan atau kontroversi sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Pertama kontroversi tentang kebijakan proteksi (protection policy) dengan kebijakan liberalisasi (liberalization policy) Kedua kontroversi tentang kepentingan negara tempat berinvestasi (host country) dengan negara asal investor (home country) Ketiga kontroversi tentang kepentingan negara tuan rumah (host country) dengan perusahaan multinasional (multi national coorporate) Keempat kontroversi tentang pemegang saham mayoritas (majority shareholders) dengan pemegang saham minoritas (minority shareholders) 97 Periksa Oentoeng Soeropati, Hukum Investasi Asing, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, 1999. 45 5. Kelima kontroversi tentang keinginan pemberi teknologi (technology provider) dengan kebutuhan penerima teknologi (technology recipient) Maka dari itu, Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman98 mengemukakan beberapa faktor yang dipertimbangkan sebelum melakukan kegiatan penanaman modal, antara lain: 1. b. c. d. e. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 7. Masalah risiko penanam modal (country risk) stabilitas politik dan keamanan aspek kebijaksanaan ekonomi aspek neraca pembyaran dan utang luar negeri Masalah jalur birokrasi Masalah transparansi dan kepastian hukum Masalah alih teknologi Masalah jaminan investasi Masalah ketenagakerjaan Masalah infrastruktur Masalah keberadaan Sumber Daya Alam Masalah akses pasar Masalah insentif perpajakan Masalah mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif Politik Hukum Presiden yang Responsif, Strong Leadership dan a Vision Menurut Aziz Syamsuddin99, Visi Pembangunan Hukum Nasional adalah terwujudnya negara hukum yang adil dan demokratis melalui pembangunan sistem hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan rakyat dan bangsa di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila dan UUD RI. 98 Periksa Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal. Cetakan ke-2, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 6-12. 99 Periksa Aziz Syamsuddin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm. 1. 46 Visi tersebut kemudian diimplementasikan dalam Misi Pembangunan Hukum Nasional dengan100: 1. 2. 3. 4. Mewujudkan materi hukum di segala bidang dalam rangka penggantian terhadap peraturan perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat yang mengandung kepastian, keadilan, dan kebenaran, dengan memerhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat; Mewujudkan budaya hukum dan masyarakat yang sadar hukum; Mewujudkan aparatur hukum yang berkualitas, profesional, bermoral, dan berintegritas tinggi; serta Mewujudkan lembaga hukum yang kuat, terintegrasi, dan berwibawa. Paradigma pembangunan hukum energi dewasa ini berbeda dengan masa lalu. Paradigma lama memandang bahwa pembangunan sumber energi bersifat eksploitatif yang ditujukan untuk revenue dan ekspor. Sementara itu, paradigma baru melihat pembangunan sumber energi ditujukan untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan beberapa tujuan utama. Pertama, pembangunan energi diarahkan untuk mewujudkan ketahanan energi nasional, yaitu: a. energi tersedia, mudah diperoleh, harga terjangkau, dan bersih; b. tata kelola energi yang mampu bertahan dan lentur terhadap gejolak energi dunia. Kedua, pembangunan sumber energi diarahkan untuk pertumbuhan ekonomi dengan mengembangkan resource based industry (industri berbasis sumber daya alam), yaitu: a. industri manufaktur (industri sekunder) yang meningkatkan nilai tambah mineral dan energi; b. industri barang dan jasa (industri tersier) yang menopang resource-based industry (industri pertambangan) dan manufaktur101. 1. Era Presiden Soekarno 100 Ibid. Periksa Kementerian ESDM, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025, Jakarta, ESDM, 2005, hlm. 43 dalam Athiqah Nur Alami, Op., Cit, hlm. 54. 101 47 Di dalam banyak literatur102, dikatakan bahwa Soekarno menganut 3 (tiga) ideologi besar103 yakni nasionalisme, agama104, dan komunisme (nasakom) yang dijadikan Soekarno sebagai prinsip atau pegangan utuh dalam kehidupannya. Ini yang menjadikan hampir setiap kebijakan atau produk hukum yang dihasilkan bernuansa ideologi tersebut. Tulisan Soekarno mengenai “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme” di Indonesia Moeda (IM) yang diterbitkan oleh Comite Persatuan Indonesia (CPI). Soekarno memandang bahwa nasionalisme sebagai napas. Tanpa nasionalisme tidak mungkin ada perjuangan dan pengorbanan yang signifikan untuk keberlanjutan hidup berbangsa dan bernegara. Nasionalisme yang diusung oleh Soekarno mengusung spirit kebangsaan105, penuh martabat, dan tidak merendahkan bangsa lain. Akibat perang mempertahankan kedaulatan NKRI dan mempertahankan Irian Barat serta kebutuhan lain yang muncul ketika itu, Presiden Soekarno mengeluarkan Keppres No 163 Tahun 1953 tanggal 3 Oktober 1953 di mana di dalam Konsiderans disebutkan: “bahwa perusahaan-perusahaan listrik dan gas adalah cabang-cabang produksi yang penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka Pemerintah memandang telah tiba waktunya untuk melaksanakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan tersebut dengan memulai perusahaan-perusahaan listrik yang mempunyai modal partikelir 100%.” Isi dari Keppres tersebut adalah menetapkan: 102 Literatur yang dimaksud diantaranya karangan Andi Setiadi, Soekarno Bapak Bangsa, PALAPA, Yogyakarta, 2013; Safari ANS, Harta Amanah Soekarno: The Green Hilton Memorial Agreement, PT. Ufuk Timur Publishing House, Jakarta, 2014. 103 Periksa Andi Setiadi, Soekarno Bapak Bangsa, PALAPA, Yogyakarta, 2013, hlm. 63. 104 Ideologi agama yang dianut oleh Soekarno adalah ideologi Islam, dan ideologi komunisme (nasakom) adalah Marxisme. Soekarno menyandingkan paham kedua-duanya dengan mencoba melakukan penentangan terhadap kapitalisme yang jelas-jelas mengakibatkan terjadinya kelas-kelas sosial yang destruktif. Kapitalisme di mata Soekarno adalah sebentuk ideologi yang cukup berbahaya, karena akibat yang ditimbulkannya tidak lain adalah penindasan terhadap rakyat miskin. Karena itu dengan ideologi sosialisme-marxismenya ia tidak ragu mengklaim bahwa kapitalisme, sejatinya adalah bentuk kejahatan yang terselubung, penindasan berkedok kesejahteraan dan keadilan. Kenapa demikian? Karena kapitalismelah yang berperan menjadikan seseorang individualistis dan komsumtivistik. Ibid, hlm. 64. 105 Spirit kebangsaan yang diusung berliau misalkan terdapat pada kata beliau yang berbunyi, “Tuhan menciptakan bangsa untuk maju melawan kebohongan elit atas, hanya bangsanya sendiri yang mampu mengubah nasib negerinya sendiri”. Safari ANS, Op., Cit, hlm. 32. 48 Pertama, menasionalisasi semua perusahaan listrik di seluruh Indonesia. Kedua, mengingat keadaan keuangan negara pada waktu sekarang, memulai pelaksanaan nasionalisasi termaksud dengan memiliki terlebih dahulu perusahaan-perusahaan yang mempunyai modal partikelir 100% dengan cara mengambil kembali hak (naasting) dari perusahaanperusahaan tersebut menurut ketentuan yang tercantum pada surat-surat izin konsesi. Ketiga, keputusan ini mulai berlaku pada hari ditetapkan dan berlaku surut sampai dengan tanggal 23 Desember 1952. Di era Presiden Soekarno lahir UU No. 58 Tahun 1958 dinyatakan bahwa setelah bangsa Indonesia merdeka dan menjadi negara yang berdaulat penuh, sudah waktunya untuk mengeluarkan ketegasan terhadap perusahaanperusahaan milik Belanda yang berada di wilayah RI, berupa nasionalisasi untuk dijadikan milik negara. Hal ini dimaksudkan untuk memberi manfaat sebesar-besarnya pada masyarakat Indonesia dan juga untuk memperkokoh keamanan dan pertahanan negara106. Kemudian pada tanggal 27 Desember 1958 disahkan UU No. 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda yang Berada di Dalam Wilayah Republik Indonesia yang diundangkan pada tanggal 31 Desember 1958. Pertimbangan diundangkannya Undang-Undang ini sebagaimana tertuang di dalam Konsiderans adalah sebagai berikut: a. bahwa tindakan yang telah diambil oleh Pemerintah terhadap perusahaan milik Belanda yang berada di dalam wilayah Republik Indonesia dalam rangka perjuangan pembebasan Irian Barat adalah seusai dengan kebijaksanaan pembatalan K.M.B; b. bahwa dalam taraf perjuangan pada masa ini dalam rangka pembatalan K.M.B dan perjuangan pembebasan Irian Barat tersebut di atas sudah tiba waktunya untuk mengeluarkan ketegasan terhadap perusahaan- perusahaan milik Belanda yang berada di dalam wilayah Republik Indonesia berupa nasionalisasi dari perusahaan-perusahaan milik Belanda untuk dijadikan milik Negara; 106 Periksa Supriadi, Hukum Agraria, Cetakan ke-5, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 27. 49 c. bahwa dengan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda tersebut dimaksudkan untuk memberi kemantaatan sebesarbesarnya pada masyarakat Indonesia dan pula untuk memperkokoh keamanan dan pertahanan Negara; Adapun Isi dari UU tersebut antara lain: a. Pada Pasal 1, Perusahaan-Perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah Republik Indonesia yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik yang penuh dan bebas Negara Republik Indonesia. Di dalam Penjelasan Pasal 1 dijelaskan bahwa Bersamaan dengan berlakunya Undang-Undang ini oleh Peraturan Pemerintah akan ditunjuk obyek mana yang dikenakan nasionalisasi. Dasar penunjukan adalah kepentingan Negara menurut kebijaksanaan Pemerintah, dalam melakukan penunjukan tersebut Pemerintah senantiasa berpedoman, pada perlindungan hak c.q. kepentingan dari pihak ketiga yang bersangkutan dengan perusahaan yang dikenakan nasionalisasi. Di luar pencabutan hak milik ini tetap berlaku penguasaan c.q. pengawasan selama dianggap perlu dalam keadaan bahaya ex Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1958 (Lembaran Negara 39/1958). b. Pasal 2 ayat (1), “Kepada pemilik-pemilik perusahaan-perusahaan tersebut dalam Pasal 1 di atas diberi ganti-kerugian yang besarnya ditetapkan oleh sebuah Panitia yang anggota-anggotanya ditunjuk oleh Pemerintah. Ayat (2) mengatakan bahwa, “Atas keputusan Panitia pada ayat (1) di atas maka baik pemilik perusahaan maupun Pemerintah dapat meminta pemeriksaan banding kepada Mahkamah Agung yang akan memberi keputusan terakhir menurut acara pemeriksaan banding di hadapannya antara pemilik perusahaan dan Negara Republik Indonesia sebagai pihak yang bersangkutan”. Ayat (3) mengatakan bahwa pembayaran ganti-kerugian seperti dimaksud di atas selanjutnya akan diatur dalam undang-undang tersendiri. 50 Penjelasan Pasal 2 mengatakan, “Ayat (1), (2), dan (3), Pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan agar ditentukan jumlah ganti kerugian dengan acara (procedure) yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”. Cara pembayaran jumlah ganti kerugian yang telah ditentukan diatur dengan undang-undang. c. Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa Ketentuan-Ketentuan tersebut dalam Onteigeningsordonnantie 1920 (Stb. 1920 No. 574) untuk nasionalisasi tidak berlaku. Pada ayat (2) menyatakan bahwa Ketentuan-ketentuan pokok tentang pelaksanaan serta kibat-akibat lebih lanjut dari pada pernyataan seperti termaksud dalam Pasal 1 di atas, akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penjelasan Pasal 3 onteigeningsordonnantie mengatakan bahwa 1920 berlaku tidak “Peraturan dalam dalam penjelasan nasionalisasi menurut undang-undang ini. Maka untuk menghindarkan salah paham dinyatakan dengan tegas dalam ayat (1). Peraturan Pemerintah yang akan mengandung ketentuan-ketentuan pokok tentang pelaksanaan serta akibat selanjutnya adalah yang akan mengatur pokokpokok tentang kedudukan modal bukan Belanda / pegawai perusahaan bekas milik Belanda dan lain-lain. d. Pasal 4 ayat (1) berisikan, Peraturan Pemerintah seperti termaksud dalam Pasal 3 ayat (2) di atas dapat mengancam hukuman penjara selamalamanya empat tahun dan/atau hukuman denda setinggi-tingginya satu juta rupiah atas pelanggaran aturan-aturannya. Ayat (2) menyatakan bahwa segala tindak pidana seperti termaksud dalam ayat (1) Pasal ini adalah kejahatan. Ayat (3) menyatakan bahwa mereka yang disangka atau didakwa melakukan kejahatan seperti termaksud dalam ayat (1) di atas, dapat ditahan menurut cara yang dilakukan terhadap tersangkatersangka atau terdakwa-terdakwa yang melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau lebih. Ayat 4 berisikan bahwa semua peraturan tentang hukum acara pidana 51 mengenai penahanan sementara dilakukan terhadap mereka yang dimaksudkan dalam ayat (3) di atas. Penjelasan Pasal 4 mengemukakan bahwa Sementara ketentuan yang bersifat penting dalam Peraturan Pemerintah pelaksanaan UndangUndang ini akan dapat terjamin kekuatan hukumnya dengan mempergunakan sanksi pidana; sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 98 Undang-Undang Dasar Sementara maka ditetapkan batas-batas untuk ancaman itu. e. Pasal 5 berisikan, “Setiap perjanjian atau perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah seperti termaksud dalam Pasal 3 ayat (2) di atas adalah batal karena hukum. Pada Penjelasan Pasal 5 disebutkan, Disamping sanksi pidana perlu pula diadakan sanksi perdata yang bersifat batalnya karena hukum dari setiap perbuatan perdata c.q. perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah pelaksana undang-undang ini. f. Pasal 6 berisikan, Undang-undang ini dapat disebut “Undang-Undang Nasionalisasi Perusahaan Belanda”. g. Pasal 7 berisikan, Undang-Undang ini mulai berlaku sampai pada hari diundangkan dan mempunyai daya surut sampai tanggal 3 Desember 1957. Memori Penjelasan Mengenai Usul Undang-Undang tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda yang Berada di Dalam Wilayah Republik Indonesia, pada Penjelasan Umum, dikatakan: “Pemerintah Indonesia sebagai Pemerintah yang berdaulat yang bertanggung-jawab atas rakyatnya senantiasa berusaha mempercepat pelaksanaan dasar-dasar ekonomi nasional dalam rangka pelaksanaan pembatalan K.M.B. Pemerintah berpendapat, bahwa tindakan-tindakan yang telah diambil terhadap perusahaan-perusahaan Belanda c.q. pengambilan alih adalah sesuai dengan kebijaksanaan pembatalan K.M.B. dan sesuai dengan kebijaksanaan pokok dalam lapangan perekonomian sebagai dirumuskan pada Munap, menuju ke-ekonomi nasional yang sesuai dengan kepribadian dan jiwa bangsa Indonesia dan sesuai dengan 52 politik bebas dilapangan perekonomian yang nondiskriminatip terhadap negara-negara sahabat dan demikian tidak memberikan tempat untuk kedudukan yang menentukan kepada salah satu negara. Dalam phase perjuangan selanjutnya untuk merealisasikan citacita tersebut di atas, maka Pemerintah berpendapat sekarang sudah sampai masanya untuk mengambil kebijaksanaan lebih lanjut dalam lapangan perekonomian terhadap perusahaan-perusahaan milik Belanda. Tanggung-jawab Pemerintah yang seberat ini perlu disalurkan ke arah keuntungan Pemerintah dalam rangka pembangunan ekonomi nasional, hingga dengan demikian dapat memberi manfaat sebesarbesarnya bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Dengan demikian menasionalisasikan perusahaan milik Belanda itu mengandung maksud untuk lebih memperkokoh potensi nasional kita, maupun untuk melikuidasikan kekuasaan ekonomi kolonial, dalam hal ini ekonomi kolonial Belanda. Yang dinasionalisasikan adalah pada dasarnya segala perusahaan milik Belanda yang berada di dalam wilayah Republik Indonesia, baik ia merupakan pusatnya maupun cabangnya. Selanjutnya akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah perusahaan mana diantara perusahaan yang dikenakan nasionalisasi itu, dapat dijadikan perusahaan nasional campuran (joint enterprises) dan perusahaan partikelir nasional. Tanggal 3 Desember 1957 diambil selaku patokan oleh Pemerintah, sebagai tanggal untuk memberi pertanggung-jawab atas tindakan nasionalisasi.” 2. Era Presiden Soeharto Era kepemimpinan Presiden Soeharto diwarnai dengan penggunaan kekuasaan yang cenderung absolut dan totaliter. Perusahaan-perusahaan atau konglomerat-konglomerat mulai bermunculan pasca dibukanya regulasi penanaman modal asing, khususnya di bidang pertambangan. Chalid Muhammad mengemukakan kebijakan pertambangan sebagai berikut107: Kesalahan utama kebijakan dan orientasi pertambangan di Indonesia bermula dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing - yang diikuti penandatanganan kontrak karya (KK) generasi I antara Pemerintah Indonesia dengan Freeport McMoran. Disusul dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.” 107 Salim HS, Op., Cit, hlm. 58. 53 Pengusaha-pengusaha yang muncul di era Orde Baru pada umumnya berasal dari kalangan yang mempunyai hubungan dengan jenderal-jenderal militer karena yang paling menentukan bagi keberhasilan dalam dunia bisnis adalah patronase politik108. Sejak saat itu, Indonesia memilih politik hukum pertambangan yang berorientasi pada kekuatan modal besar dan eksploitatif. Dampak susulannya adalah keluarnya berbagai regulasi pemerintah yang berpihak pada kepentingan modal. Dari kebijakan-kebijakannya sendiri, akhirnya pemerintah terjebak dalam posisi lebih rendah dibanding posisi modal yang disayanginya. Akibatnya pemerintah tidak bisa bertindak tegas terhadap perusahaan pertambangan yang seharusnya patut untuk ditindak109. Era Menteri Pertambangan dan Mineral dijabat oleh Ibnu Sutowo110, sebenarnya Indonesia sudah akan mau mandiri mengerjakan wilayah pertambangannya dengan SDM pada masa itu. Hal ini tampak dalam komitmennya sebagai berikut: “Kami bangga pada kemampuan kami dan kemampuan melatih orang kami sendiri, dan kami berpendapat bahwa sekarang, pada hampir setiap wilayah, kami mempunyai orang yang kedudukannya setingkat dengan mereka yang terbaik di industri yang sama. Bila hal semacam ini dikemukakan, orang cenderung untuk bertanya: Bila anda mempunyai kemampuan seperti itu kenapa bekerja sama dengan kontraktor asing, dan kenapa tidak dikerjakan sendiri?” 3. Era Presiden Habibie 4. Era Presiden Abdurahman Wahid 5. Era Presiden Megawati 6. Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 108 Periksa Khudzaifah Dimyati, Studi tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia 1945-1990, Cetakan ke-5, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hlm. 145. 109 Ibid. 110 Periksa Anderson G. Bartlett III, Pertamina: Perusahaan Minyak Nasional, Inti Idayu Press, Jakarta, 1986, hlm. 11. Terjemahan dari Pertamina: Indonesian National Oil. American Ltd, Jakarta, Singapore: Tulsa, 1972. Penerjemah: Mara Karna. 54 Visi dan Misi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil Pemilu 2004 adalah111: 1) Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai; 2) Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis; dan 3) Meningkatkan kesejahteraan rakyat. Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 yang dirumuskan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, ketahanan ekonomi nasional diwujudkan melalui 3 (tiga) pilar, yaitu keamanan energi nasional, ketahanan pangan, dan ketahanan finansial. Selanjutnya ketahanan energi dirumuskan ke dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagai dasar pengelolaan tiap-tiap jenis energi. KEN diperlukan untuk mengatasi kerentanan energi yang akan berdampak langsung terhadap ketahanan nasional sehingga isu-isu yang terkait dengan energi selalu mendapat perhatian utama dari negara112. Ketahanan energi nasional berkaitan erat dengan pembangunan industri energi yang memiliki 3 (tiga) sifat utama. Pertama, industri energi bersifat padat risiko karena komoditas yang akan dieksploitasi terletak jauh di perut bumi sehingga sering terjadi salah kalkulasi atas jumlah, kualitas, porsi cadangan yang berdampak pada timbulnya kerugian. Kedua, industri energi bersifat padat teknologi karena posisi cadangan energi ini umumnya terletak di daerah yang sulit terjangkau seperti di laut dalam. Ketiga, industri energi 111 Dalam Putusan MK No.026/PUU-III/2005 tanggal 22 Maret 2006, yang men-judicial review UU No. 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006, dimana penyusunan APBN TA 2006 diarahkan untuk mengatasi masalahmasalah mendasar yang menjadi prioritas pembangunan, yaitu: 1. penanggulangan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan; 2. peningkatan kesempatan kerja; 3. revitalisasi pertanian dan perdesaan; 4. peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan; 5. penegakan hukum, pemberantasan korupsi, dan reformasi birokrasi; 6. penguatan kemampuan pertahanan, pemantapan keamanan dan ketertiban serta penyelesaian konflik; serta 7. rehabilitasi dan rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Nias, Sumatera Utara. 112 Athiqah, Op., Cit, hlm. 55. 55 bersifat padat modal karena konsekuensi dari risiko dan aplikasi teknologi tinggi yang digunakannya113. 7. Era Presiden Joko Widodo Konstelasi politik yang terjadi pada awal kepemimpinan Presiden Joko Widodo dari awal pencalonannya sampai terpilih, menjabat dan memimpin RI banyak mendapat sorotan. Hal untuk menampik keraguan akan hal ini, oleh Ahmad Syafii Maarif menegaskan bahwa Joko Widodo dipilih oleh rakyat, bukan partai114. Pernyataan Jokowi adalah petugas partai, oleh Zully Qodir115 dalam tulisanya berjudul Marwah116 Politik Presiden dapat dikatakan sebagai pernyataan kepanikan sebuah parpol yang dilanda badai karena terjadi tarikan kepentingan politik dan ekonomi yang demikian hebat sehingga mengeluarkan pernyataan yang sifatnya hendak mendelegitimasi kepercayaan rakyat atas seseorang yang telah dipilihnya. Terkait dengan kebijakan bidang energi di era Presiden Joko Widodo adalah pembangunan proyek pembangkit 35 Ribu MW di mana rasio elektrifikasi sekitar 84% dengan prediksi pencapaian elektrifikasi di tahun 2025 sekitar 97%. Direktur PT. PLN (Persero) Sofyan Basir mengatakan bahwa target 35.000 MW tidak utuh karena di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono PT. PLN (Persero) masih menyisakan target 7.000 MW sehingga total menjadi 42.000 MW. Proyek tersebut akan didukung 402 unit pembangkit dan 46 ribu km transmisi dengan biaya total mencapai US$ 53 miliar. Kemudian beliau mengatakan bahwa proyek pembangunan transmisi 113 Periksa Farida Zed, Kebijakan Energi Nasional dalam Menghadapi Krisis Energi Global, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2009, hlm. 50. Ibid. hlm. 55-56. 114 Periksa Zuly Qodir, Marwah Politik Presiden, Kompas, 2 Maret 2015, hlm. 7. 115 Ibid. 116 Marwah berasal dari kata muruah yang berarti kehormatan diri, harga diri, nama baik. Periksa http://harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=12526:menegakkanmarwah-pers&catid=13:haluan-kita&Itemid=81, diakses pada 15 Maret 2015 jam 12.24 WIB. Marwah dalam tulisan disini pada intinya mempersoalkan dan menegaskan legitimasi serta upaya untuk memperbaiki citra Presiden selaku Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara agar tetap terjaga wibawanya, has strong leadership and a vision, tidak tersandera politik balas budi dan kepentingan partai maka dari itu sebagai pemimpin ia harus mementingkan kepentingan rakyat yang memilihnya, bukan partai atau para pengusungnya. 56 sepanjang 46 ribu km membutuhkan 82.084 tiang transmisi, di mana satu tiang membutuhkan satu izin IMB (Izin Mendirikan Bangunan), amdal, dan izin lingkungan, tanpa Perpres, diperkirakan proyek tersebut akan pada tahun 2300. PT. PLN (Persero) juga mempunyai beban proyek pembangunan 1.375 gardu induk berkapasitas 108 Mega Volt Ampere (MVA) dengan pembiayaan total minimal US$ 72 miliar selama lima tahun ke depan. Proyek ini berada di luar biaya rutin operasional sekitar Rp. 340 triliun per tahun sehingga PT. PLN (Persero) mempunyai biaya lima tahun ke depan sebesar Rp. 2.800 triliun117. Dalam proyek tersebut, dilakukan mekanisme tender internasional secara terbuka di mana China menjadi pemenang tender dengan memberikan harga US$ 4,2 sen per kWh, sementara Jepang US$ 5,4 kWh. Apabila diambil 1.000 MW, maka PT. PLN (Persero) bisa menghemat sekitar Rp 40 triliun dari pada harga yang ditawarkan Jepang. Presiden Joko Widodo ingin proyek tersebut selesai pada 2019 di mana pengusaha Jepang tidak ada yang sanggup menyelesaikan di bawah 42 bulan, berbeda dengan China yang berani menawarkan 38 bulan pengerjaan 8. Menumbuhkan Jiwa Nasionalisme Anggota Legislatif untuk Berkontribusi Memperkuat Penguasaan Negara Secara Yuridis. Satjipto Rahardjo118 mengatakan bahwa sejak beberapa dekade terakhir, Indonesia semakin memasuki dan menjadi bagian proses globalisasi, khususnya dalam proses restrukturisasi ekonomi global. Indonesia semakin menerima peranannya dalam proses tersebut. Sebagai konsekuensinya, Indonesia harus melakukan penataan ke dalam agar tidak menghambat proses reformasi global tersebut. Tetapi, proses tersebut tidak berjalan lancar dan dilihat dari kepentingan kapitalisme dunia, masih kurang memuaskan. Indonesia masih dianggap setengah hati dalam melakukan pembaruan hukumnya. Hal tersebut 117 Periksa Koran Tempo, Tanpa Perpres, Proyek Pembangkit 35 Ribu MW Sulit Rampung, 18 Januari 2016. 118 Satjipto Rahardjo, Pendidikan Hukum ..., Op., Cit, hlm. 114. 57 disebabkan oleh nasionalisme Indonesia dan nasionalisme ekonomi negeri ini. Indonesia dianggap tidak mau tunduk begitu saja kepada tekanan-tekanan pembaruan119. Apabila kita kembali kepada cita-cita pembangunan hukum yang sejak semula dijadikan panduan dalam membangun hukum nasional, seperti LPHN pada tahun 50-an, yang kemudian diteruskan oleh BPHN, maka kita akan selalu berkiblat kepada UUD. Pada dasarnya, cita-cita UUD adalah membangun suatu masyarakat Indonesia baru yang tidak sepenuhnya sejalan dengan keinginan dan kepentingan kapitalisme dunia, seperti prinsip kekeluargaan dan menolak dominasi kepentingan perorangan di atas kepentingan rakyat banyak. Hal tersebut menyebabkan hambatan di Indonesia datang dari nasionalisme dan nasionalisasi ekonomi120. Apabila setia kepada cita-cita dan cetak biru masyarakat oleh UUD, maka kita justru akan berkembang ke arah yang tidak sepenuhnya sama dengan cita-cita kapitalisme global121. Kalau kita melakukan pembaruan dalam bidang ekonomi, maka tujuannya adalah untuk “sebesar-besar kemakmuran rakyat”, bukan untuk mengembangkan kepentingan kapitalisme. Untuk mengembangkan ekonomi Indonesia ditujukan melindungi dan membesarkan kepentingan kapitalisme. Oleh karena itu, mungkin dalam beberapa hal, kepentingan Indonesia sejalan dengan yang dikehendaki oleh kapitalisme, seperti memperbarui hukum ekonomi, tetapi selebihnya arah pembaruan tersebut berbeda122. Legislator atau anggota legislatif sebagai badan pembentuk undangundang, baik di level nasional maupun daerah, hendaknya paham bahwa 119 Ibid. Ibid. 121 Kapitalisme sebenarnya tidak selalu buruk, lihat pendapat Lester C. Thurow yang mengatakan bahwa For the first time in human history, anything can be made any where and sold everywhere. In capitalistic economies that means making each component and performing each activity at the place on the globe where it can be most cheaply done and selling the resulting products or services wherever prices and profits are highest. Minimizing costs and maximizing revenues is what profit maximization, the heart of capitalism, is all about. Sentimental attachment to some geographic part of the world is not part of the system. Periksa Lester C. Thurow, The Future of Capitalism: How Today’s Economic Forces Shape Tomorrow’s World, William Morrow and Company, Inc, New York, 1993, p. 115. 122 Satjipto Rahardjo, Pendidikan Hukum ..., Op., Cit, hlm. 114. 120 58 tanpa nasionalisme tinggi dari mereka untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, maka tidak akan mungkin suatu produk hukum yang mereka hasilkan akan berpihak kepada masyarakat. Hal ini sebagaimana disampaikan David L. Faigman123: “When it comes to learning about science or any technical subject, legislators are not so much interested in wrestling with the details as in giving various constituencies an opportunity to be heard. Legislators love to hold hearings that seemingly promisemuch educative value. Experts regularly testify before legislators in much the same way they do before judges making admissibility decisions. In fact, legislative hearings are more luxurious than this, sometimes resembling a classroom more than a hearing room. Peneliti memandang nasionalisme anggota legislatif merupakan salah satu elemen penting dari model yang Peneliti ajukan apalagi jika mereka dapat memandang dan memainkan peran serta fungsinya dengan otoritas yang dimiliki untuk senantiasa berpihak pada kepentingan rakyat Indonesia dan kepentingan negara. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Lawrence M. Friedman124, “Life was, in short, a drama of infinite uncertainty, and his was so well known that people accepted it as the principal fact of human existence. The uncertainty of life must have had a profound effect on legal culture. People expected misfortune, and they expected “injustice” - not necessarily human in justice, but the injustice of an unjust world, a world so arranged as to strike out in capricious and unfairways, or at any event, mysterious, unfathomable ways.” 123 Periksa David L. Faigman, Legal Alchemy: The Use and Misuse of Science in The Law, W.H Freeman and Company, New York, 1999, p. 125. 124 Periksa Lawrence M. Friedman, Legal Culture and The Welfare State dalam Gunther Teubner (ed), Dilemmas of Law in The Welfare State, Walter de Guyter & Co, Berlin, 1985, p. 22. 59 9. Pendidikan Hukum yang Memahamkan Peserta Didik akan Pentingnya Sumber Daya Energi sebagai Sumber Daya Strategis Jangka Panjang Pendidikan hukum merupakan hal yang mendasar karena esensinya adalah mengajarkan individu supaya sadar mematuhi hukum agar tercapai apa yang menjadi tujuan dari hukum. Satjipto Rahardjo125 mengatakan di Indonesia, pemikiran tentang hukum dari segi nilai dasar kepastian hukum masih banyak menyita perhatian kita. Hal ini dapatdilihat pada susunan kurikulum fakultas-fakultas hukum yang untuk bagian terbesar diarahkan kepada penempaan keahlian untuk memahami dan memakaikan peraturanperaturan yang berlaku. Maka sistem hukum akan lebih dilihat sebagai susunan peraturan yang logis tertutup. Bahkan menurut Mochtar, sebagaimana dikutip oleh Satjipto Rahardjo126, selama ini fakultas-fakultas hukum hanya memberikan keahlian tukang pada para alumninya, yaitu untuk dapat menerapkan hukum dalam rangka tertib-hukum yang ada. Mereka tidak dipersiapkan untuk berbuat kreatif di dalam masyarakat yang sedang mengalami perubahan ini. Keadaan ini harus dirubah sehingga para sarjana hukum dapat turut serta secara aktif dalam menangani problema-problema pembangunan. “It must produce people who are able to create through legal means the society considered as desirable”. Charles Himawan127 menambahkan bahwa para calon ahli hukum tidak dididik untuk menghapal peraturan-peraturan, karena peraturan-peraturan itu terlalu banyak jumlahnya dan selalu berubah. Mereka dididik pertama, untuk mengadakan riset hukum atau mencari di mana hukum yang dikehendaki itu terdapat dan dapat dipelajari; dan kedua, untuk memahami bahwa hukum adalah alat untuk mengendalikan dan mengembangkan masyarakat. Untuk mencapai maksud kedua ini, mereka dididik untuk berpikir dengan menganalisis masalah hukum yang timbul dalam masyarakat. 125 Periksa Satjipto Rahardjo, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Perkembangan Ilmu Hukum, Cetakan ke-2, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hlm. 31. 126 Ibid, hlm. 61-62. 127 Charles Himawan, Op.,Cit, hlm 199. 60 Berdasarkan paparan tersebut, model kebijakan penguasaan negara di bidang energi sebagai berikut: Gambar Model Penguasaan Negara di Bidang Energi Pembukaan UUD RI 1945 alinea 4 Pasal 33 UUD RI 1945 Teori Sistem Hukum 1. Substansi hukum 2. Struktur hukum 3. Budaya hukum 4. Sarana Prasarana 5. Politik hukum Penguasa 6. Nasionalisme anggota legislatif 7. Pendidikan hukum 1. 2. 1. Potensi Energi Indonesia 2. Kebutuhan energi bagi seluruh rakyat Makna Penguasaan Negara: Negara harus menguasai, mengelola, mengolah dan mendistribusikan sumber daya energi untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Negara berfungsi sebagai: a. penyelenggara dan penjamin pemerataan sumber daya energi bagi seluruh masyarakat; b. negara sebagai pengatur, pengawas dan pembina masyarakat dalam menggunakan sumber daya energi; c. negara sebagai entitas yang mendayagunakan potensi yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan akan belanja negara dari pemanfaatan sumber daya energi; d. negara sebagai pengadil ketika terjadi perselisihan di bidang energi; e. penjaga dan pengemban amanat konstitusi bahwa sumber-sumber energi dipergunakan hanya untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat semata secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Teori Economic Analysist of Law Richard Posner Teori Tarikan ke bawahtarikan ke atas Adi Sulistiyono Teori Negara Kesejahteraan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 61 Model Penguasaan Negara di Bidang Energi yang Ideal yang meliputi: Konstitusionalisasi produk hukum bidang energi yang berpotensi menjauhkan negara dari kewajiban negara mensejahterakan rakyat. Penguatan entitas negara melalui Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten, Desa atau nama lainnya, entitas bisnis negara BUMN, BUMD dan Koperasi yang diberikan mandat untuk mengelola, menjaga dan menguasai hajat hidup orang banyak. Membangun paradigma budaya hemat energi dan menumbuhkan budaya meneliti di kalangan Perguruan Tinggi dengan disertai reward dan tindaklanjut penelitian dalam kerangka mewujudkan ketahanan energi nasional. Menyediakan dan menguatkan sarana dan prasarana yang mampu mendorong BUMN, Perguruan Tinggi, Swasta, Koperasi agar berdaya saing dan berhasil guna. Mengembangkan konsep pendidikan hukum berbasis Ing Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani oleh Penguasa yang mempunyai strong leadership dan a vision bahwa ia ditugasi oleh Konstitusi untuk mensejahterakan rakyat atas pemenuhan di bidang energi dengan cara apapun secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Menumbuhkan jiwa nasionalisme dikalangan anggota legislatif sebagai wakil rakyat yang mengemban tugas mensejahterakan rakyat dengan ikut menjaga ketahanan energi, minimal di daerah pemilihan mereka. Pendidikan hukum ditujukan untuk memahamkan peserta didik, khususnya di kalangan perguruan tinggi hukum akan pentingnya sumber daya energi sebagai sumber daya strategik jangka panjang yang harus dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Makna penguasaan negara di bidang energi secara yuridis normatif adalah bahwa: a. Negara harus menguasai, mengelola, mengolah dan mendistribusikan sumber daya energi untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. b. Negara berfungsi sebagai: 1) penyelenggara dan penjamin pemerataan sumber daya energi bagi seluruh masyarakat; 2) negara sebagai pengatur, pengawas dan pembina masyarakat dalam menggunakan sumber daya energi; 3) negara sebagai entitas yang mendayagunakan potensi yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan akan belanja negara dari pemanfaatan sumber daya energi; 4) negara sebagai pengadil ketika terjadi perselisihan di bidang energi; 5) penjaga dan pengemban amanat konstitusi bahwa sumber-sumber energi dipergunakan hanya untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat semata secara berkesinambungan dan berkelanjutan. 2. Model penguasaan negara di bidang energi dalam konsep negara kesejahteraan adalah: a. Konstitusionalisasi produk hukum bidang energi yang berpotensi menjauhkan negara dari kewajiban negara mensejahterakan rakyat. b. Penguatan entitas negara melalui Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten, Desa atau nama lainnya, entitas bisnis negara BUMN, BUMD dan Koperasi yang diberikan mandat untuk mengelola, menjaga dan menguasai hajat hidup orang banyak. c. Membangun paradigma budaya hemat energi dan menumbuhkan budaya meneliti di kalangan Perguruan Tinggi dengan disertai reward dan 62 tindaklanjut penelitian dalam kerangka mewujudkan ketahanan energi nasional. d. Menyediakan dan menguatkan sarana dan prasarana yang mampu mendorong BUMN, Perguruan Tinggi, Swasta, Koperasi agar berdaya saing dan berhasil guna. e. Mengembangkan konsep pendidikan hukum berbasis Ing Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani oleh Penguasa yang mempunyai strong leadership dan a vision bahwa ia ditugasi oleh Konstitusi untuk mensejahterakan rakyat atas pemenuhan di bidang energi dengan cara apapun secara berkesinambungan dan berkelanjutan. f. Menumbuhkan jiwa nasionalisme dikalangan anggota legislatif sebagai wakil rakyat yang mengemban tugas mensejahterakan rakyat dengan ikut menjaga ketahanan energi, minimal di daerah pemilihan mereka. g. Pendidikan hukum ditujukan untuk memahamkan peserta didik, khususnya di kalangan perguruan tinggi hukum akan pentingnya sumber daya energi sebagai sumber daya strategik jangka panjang yang harus dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. B. Implikasi 1. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka implikasi pertama dengan adanya negara harus menguasai, mengelola, mengolah dan mendistribusikan sumber daya energi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat bahwa hal ini merupakan mandat dari konstitusi khususnya pada Pasal 33 UUD RI 1945 yang merupakan kewajiban sekaligus hak yang dimiliki oleh negara untuk menguasai, mengelola, mengolah, dan mendistribusikan sumber daya energi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2. Negara kesejahteraan merupakan das sollen yang hendak dicapai maka dari itu segenap sistem hukum yang terdiri dari substansi hukum harus merujuk pada konstitusi, struktur hukum harus melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana diarahkan oleh norma-norma yang terkandung dalam konstitusi, 63 budaya hukum masyarakat, nasionalisme anggota legislatif diarahkan kepada jiwa nasionalisme yang pro pada hemat energi demi pembangunan berkelanjutan dan sarana prasarana yang mendukung serta politik hukum penguasa yang a vision dan strong leadership yang mampu berpihak kepada rakyat dan amanah kepada konstitusi. C. Rekomendasi 1. Kepada setiap warga negara Indonesia dan kelompok masyarakat sebagai subyek dan prioritas pembangunan agar turut mengawal setiap produk hukum yang berkaitan dengan energi dan melakukan judicial review apabila bertentangan dengan konstitusi. 2. Kepada Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah agar melakukan sosialisasi produk hukum di bidang energi dan meng-upload setiap produk hukum di bidang energi yang menguasai hajat hidup rakyat banyak agar diketahui oleh masyarakat secara luas. Kemudian secara masif menindak tegas pelanggaran pasokan energi di daerah yang mengganggu ketersediaan kebutuhan energi di masyarakat. 3. Bagi masyarakat agar membangun budaya hukum sadar dan hemat energi di kalangan masyarakat untuk tidak boros menggunakan energi agar pasokan energi senantiasa terjaga. 4. Menyediakan dan menguatkan sarana dan prasarana yang mampu mendorong BUMN, Perguruan Tinggi, Swasta, Koperasi agar berdaya saing dan berhasil guna. 5. Bagi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tingi agar mengembangkan konsep pendidikan hukum berbasis Ing Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani oleh Penguasa yang mempunyai strong leadership dan a vision bahwa ia ditugasi oleh Konstitusi untuk mensejahterakan rakyat atas pemenuhan di bidang energi dengan cara apapun secara berkesinambungan dan berkelanjutan. 6. Kepada para anggota legislatif agar menumbuhkan jiwa nasionalisme dikalangan anggota legislatif sebagai wakil rakyat yang mengemban tugas 64 mensejahterakan rakyat dengan ikut menjaga ketahanan energi, minimal di daerah pemilihan mereka. 7. Pendidikan hukum ditujukan untuk memahamkan peserta didik, khususnya di kalangan perguruan tinggi hukum akan pentingnya sumber daya energi sebagai sumber daya strategik jangka panjang yang harus dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 65 DAFTAR PUSTAKA Literatur : A Prasetyantoko. 2010. Ponzi Ekonomi: Prospek Indonesia di Tengah Instabilitas Global. Jakarta: Kompas. Abdul Ghofur Anshori dan Sobirin Malian (ed). 2008. Membangun Hukum Indonesia: Kumpulan Pidato Guru Besar Ilmu Hukum dan Filsafat. Yogyakarta: Kreasi Total Media. Abdul Halim dan Icuk Rangga Bawono (ed). 2011. Pengelolaan Keuangan Negara-Daerah: Hukum, Kerugian Negara, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Abdul Kadir. 2010. Energi: Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik dan Potensi Ekonomi, Edisi ke-3. Cetakan ke-1. Jakarta: UI Press. Abdul Latif dan Hasbi Ali. 2011. Politik Hukum. Cetakan ke-2, Jakarta: Sinar Grafika. Abdul Manan. 2009. Aspek-Aspek Pengubah Hukum. Cetakan ke-3. Jakarta: Kencana. Ade Maman Suherman. 2005. Aspek Hukum dalam Ekonomi Global (Edisi Revisi). Bogor: Ghalia Indonesia. Adi Fahrudin. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: Refika Aditama.. Adi Sulistiyono. 2005. Kekuasaan Negara Hukum dan Paradigma Moral. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji. 2009. Hukum Ekonomi Sebagai Panglima, Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka. Adji Samekto. 2008. Justice Not For All: Kritik Terhadap Hukum Modern dalam Perspektif Studi Hukum Kritis. Yogyakarta: Genta Press. Adriani Nurdin. 2012. Kepailitan BUMN Persero Berdasarkan Asas Kepastian Hukum. Bandung: Alumni. Ahmad Jamli. 1997. Keuangan Internasional. Cetakan ke-4. Yogyakarta: BPFEYogyakarta. Ahmad Noor S dan Gita Widya LS. 2010. Memantau Kebijakan Pemerintah: Buku Panduan untuk Organisasi Masyarakat Sipil di Indonesia dan Timor Leste. Jakarta: Lembaga Studi Pers dan Pembangunan. 66 Ahmad Suhelmi. 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. 2002. Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli. Cetakan ke-3. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Alant Hunt. 1993. Explorations in Law and Society: Toward A Constitutive Theory of Law. New York: Routledge. Alvini Pranoto, dkk. 2009. Sains & Teknologi: Berbagai Ide Untuk Menjawab Tantangan dan Kebutuhan oleh Ristek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Aminuddin Ilmar. 2012. Hak Menguasai Negara dalam Privatisasi BUMN. Jakarta: Kencana, Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman. 2011. Hukum Investasi dan Pasar Modal. Cetakan ke-2. Jakarta: Sinar Grafika. Andi Setiadi. 2013. Soekarno Bapak Bangsa. Yogyakarta: PALAPA. Anderson G. Bartlett III. 1986. Pertamina: Perusahaan Minyak Nasional. Jakarta: Inti Idayu Press. Terjemahan dari Pertamina: Indonesian National Oil. 1972. American Ltd. Jakarta, Singapore: Tulsa. Penerjemah: Mara Karna. Anonim. 2013. Buku Pedoman Pembimbingan Tesis & Pedoman Penulisan Usulan Penelitian & Tesis, Program Studi Magister (S-2) Ilmu Hukum. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. ________. 2013. Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan MPR RI: Edisi Revisi. Cetakan ke-12. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI. ________. 2002. Pengantar Hukum Ekonomi (Edisi Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris): Seri Dasar Hukum Ekonomi I ELIPS II. Cetakan ke-2. Kerjasama Pemerintah Indonesia dan US Agency for International Development (USAID). Anton Poniman, dkk. 2013. Indonesia Negara Merdeka yang Terjajah. Jakarta: Founding Fathers House. Antony Allott. 1980. The Limits of Law. London: Butter Worths & Co (Publishers). Ltd. Arie Siswanto. 2004. Hukum Persaingan Usaha. Cetakan ke-2. Bogor: Ghalia Indonesia. Arie Sukanti, dkk. 2012. Hukum Pertanahan di Belanda dan Indonesia. Denpasar: Pustaka Larasan, Denpasar bekerjasama dengan Universitas Indonesia, Universitas Leiden dan Universitas Gronigen. 67 Arif Zulkifli. 2014. Pengelolaan Tambang Berkelanjutan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Arief Sidharta. 2012. Pengantar Logika: Sebuah Langkah Pertama Pengenalan Medan Telaah. Cetakan ke-4. Bandung: Refika Aditama. Athiqah Nur Alami. 2014. Politik Luar Negeri Indonesia dan Isu Keamanan Energi. Jakarta: LIPI Press. Aziz Syamsuddin. 2013. Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang. Jakarta: Sinar Grafika. Bagir Manan. 2003. Teori dan Politik Konstitusi. Yogyakarta: FH UII Press. Baihaki Hakim. 2009. The Lone Ranger: Lekak Liku Transformasi Pertamina. Jakarta: Hasta Pustaka Bambang Sunggono. 1994. Hukum dan Kebijaksanaan Publik. Jakarta: Sinar Grafika. Bayu Dwi Anggono. 2014. Perkembangan Pembentukan Undang-Undang di Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press. Bernard L Tanya, Yoan N Simanjuntak, Maskus Y Hage. 2010. Teori Hukum (Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi). Yogyakarta: Genta Publishing. ________. 2013. Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi. Cetakan ke-4. Yogyakarta: Genta Publishing. Boediono. 2010. Ekonomi Indonesia Mau Ke Mana?: Kumpulan Esai Ekonomi. Cetakan ke-3. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). Bonnie Setiawan. 2012. Rantai Kapitalisme Global, Reorganisasi Fundamental Rantai Pasokan Negara. Yogyakarta: Resistbook. Bryan A. Garner (ed). 1999. Black’s Law Dictionary. Seventh Edition. St. Paul Minn: West Group. ________. 2009. Black’s Law Dictionary. Ninth Edition. Thomson Reuters West Publishing Co. Budi Winarno. 2009. Pertarungan Negara vs Pasar. Yogyakarta: MedPress. Candra Irawan. 2013. Dasar-Dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia. Bandung: Mandar Maju. Charles Himawan. 2006. Hukum Sebagai Panglima. Cetakan ke-2. Jakarta: Kompas. 68 Christina E. Mediastika. 2013. Hemat Energi dan Lestari Lingkungan Melalui Bangunan. Yogyakarta: ANDI. Christoper Heath and Kung-Chung Liu (ed). 2002. Legal Rules of Technology Transfer in Asia. London: Kluwer Law International. Dadit Herdikiagung dan Sobirin Malian (Ed). 2009. Pengembangan Legislasi Iptek: Seri II. Yogyakarta: Total Media. Dahlan Thaib, Jazim Hamidi dan Ni’matul Huda. 2012. Teori dan Hukum Konstitusi. Cetakan ke-10. Jakarta: RajaGrafindo Persada. David L. Faigman. 1999. Legal Alchemy: The Use and Misuse of Science in The Law. New York: W H Freeman and Company. David Kairupan. 2013. Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia. Jakarta: Kencana. Dian Wirengjurit. 2002. Kawasan Damai dan Bebas Senjata Nuklir: Pengertian, Sejarah dan Perkembangannya. Bandung: Alumni. Djiteng Marsudi. 2011. Pembangkitan Energi Listrik. Jakarta: Erlangga. Deddy Ismatullah dan Asep A Sahid Gatara. 2007. Ilmu Negara dalam Multi Prespektif: Kekuasaan, Masyarakat, Hukum, dan Agama. Cetakan ke-2. Bandung: Pustaka Setia. Deni Bram. 2014. Politik Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup. Malang: Setara Press. Elli Ruslina. 2013. Dasar Perekonomian Indonesia dalam Penyimpangan Mandat Konstitusi UUD Negara Tahun 1945. Yogyakarta: Total Media. Endin AJ. Soefihara. 2002. Rekonstruksi Masa Depan Indonesia (Perspektif Politik dan Ekonomi). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Eri Hiswara. 2014. Hukum Ketenaganukliran: Tinjauan dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta: Graha Ilmu. Esmeralda Contessa, Duddy Priyatna, dan Haris Munandar. 2009. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Erlangga. Fajar Sugianto. 2013. Economic Analysis of Law: Seri Analisis Ke-ekonomian tentang Hukum. Jakarta: Kencana. Francis Fukuyama. 1999. The Great Disruption: Human Nature and The Reconstitution of Social Order. New York: The Free Press. 69 Franz L. Neumann. 1986. The Rule of Law: Political Theory and The Legal System in Modern Society. Heidelberg: Berg Publishers Ltd. Gatot Supramono. 2012. Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara. Jakarta: Rineka Cipta. Gunarto Suhardi. 2002. Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi. Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta. Gunther Teubner (ed). 1985. Dilemmas of Law in The Welfare State. Berlin: Walter de Guyter & Co. H.L.A. Hart. 2013. Konsep Hukum. Cetakan ke-5. Bandung: Nusa Media. Terjemahan dari H.L.A. Hart. 1997. The Concept of Law. New York: Clarendon Press. Penerjemah M. Khozim. Hanan Nugroho. 2011. A Mosaic of Indonesian Energy Policy. Bogor: IPB Press. ________. 2012. Energi dalam Perencanan Pembangunan. Bogor: IPB Press. Hans Kelsen. 2009. Pengantar Teori Hukum. Bandung: Nusa Media. Diterjemahkan dari Hans Kelsen. 1996. Introduction to The Problems of Legal Theory. Oxford: Claderon Press. Penerjemah Siwi Purwandari. ________. 2012. Pengantar Teori Hukum. Cetakan ke-5. Bandung: Nusa Media. Terjemahan dari Hans Kelsen. 1996. Introduction to the Problems of Legal Theory. Oxford: Clarendon Press. Penerjemah Siwi Purwandari. Hasriadi Ary dan Nurhady Sirimorok. 2013. Desa Butuh Energi Alternatif Sekarang!. Yogyakarta: Insist Press. Hermansyah. 2008. Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta: Kencana. Hilman Hadikusuma. 1992. Bahasa Hukum Indonesia. Bandung: Alumni. Huala Adolf. 2013. Hukum Perdagangan Internasional. Cetakan ke-5. Jakarta: Rajawali Pers. Husein Umar. 2000. Business: An Introduction. Jakarta: Gramedia Pustaka. Ian Bremmer. tanpa tahun. The End of The Free Market: Who Wins the War Between States and Corporations? Diterjemahkan dari Ian Bremmer. 2011. Akhir Pasar Bebas: Siapa Pemenang dalam Perang antara Negara dan Swasta? Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Penerjemah Alex Tri Kantjono Widodo. Ibnu Taimiyah, Tugas Negara Menurut Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hlm. 3. Terjemahan dari Ibnu Taimiyah, Public Duties in Islam, The 70 Institution of the Hisba, The Islamic Foundation, London, 1985. Penerjemah Arif Maftuhin Dzofir. Ida Susanti dan Bayu Seto (ed). 2003. Aspek Hukum dari Perdagangan Bebas: Menelaah Kesiapan Hukum Indonesia dalam Melaksanakan Perdagangan Bebas. Bandung: Citra Aditya Bakti. Ignatius Wibowo. 2010. Negara dan Bandit Demokrasi. Jakarta: Kompas. Ismantoro Dwi Yuwono. 2014. Mafia Migas vs Pertamina. Yogyakarta: Galang Pustaka. Ivan A. Hadar. 2004. Utang, Kemiskinan, dan Globalisasi: Pencarian Solusi Alternatif. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama. J.S. Badudu. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. J. Paul Lumio, Henrik S. Spang-Hanssen, George D. Wilson. 2011. Legal Research Methods in Modern World: A Course Book, Third Edition. Copenhagen: DJ ØF Publishing. James E. Anderson. Public Policymaking: An Introduction. Seventh Edition. 2011. Wadsworth. Cengage Learning. Jimly Asshiddiqie. 2010. Konstitusi Ekonomi. Kompas: Kompas. ________. 2010. Perihal Undang-Undang. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. ________. 2011. Perihal Undang-Undang. Cetakan ke-2. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Johannes Ibrahim. 2013. Hukum Organisasi Perusahaan Pola Kemitraan dan Badan Hukum. Cetakan ke-2. Bandung: Refika Aditama. Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu. 2007. Hukum Bisnis dalam Persepsi Manusia Modern. Bandung: Refika Aditama. Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publishing. John Gilissen† dan Frits Gorlé. 2005. Sejarah Hukum: Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama. Diterjemahkan dari John Gilissen† dan Frits Gorlé . 1991. Historische Inleiding tot het Recht. Anwerpent, Belgium: Kluwer Rechtswetenschappen. Penyadur: Freddy Tengker. John Hofmeister. 2011. Mengapa Perusahaan Minyak Dibenci?. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Diterjemahkan dari John Hofmeister. tanpa tahun. Why We Hate The Oil Companies. Penerjemah Satrio Wahono. Jimly Asshiddiqie. 2010. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Kompas. 71 ________. 2011. Perihal Undang-Undang. Cetakan ke-2. Jakarta: RajaGrafindo Persada. PT. Juhaya S. Praja. 2011. Teori Hukum dan Aplikasinya. Bandung: CV Pustaka Setia. Kenichi Ohmae. tanpa tahun. The End of The Nation State: The Rise of Regional Economies. New York: The Free Press. Khudzaifah Dimyati. 2010. Studi tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia 1945-1990. Cetakan ke-5. Yogyakarta: Genta Publishing. Kwik Kian Gie. 2009. Kebijakan Politik dan Hilangnya Nalar. Jakarta: Kompas. Lawrence M. Friedman. 1975. The Legal System: A Social Science Perspective. New York: Russell Sage Foundation. ________. 2011. Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial, Cetakan ke-4. Bandung: Nusa Media. Terjemahan dari Lawrence M. Friedman. 1975. The Legal System: A Social Science Perspective. New York: Russel Sage Foundation. Penerjemah: M. Khozim. Lester C. Thurow. 1993. The Future of Capitalism: How Today’s Economic Forces Shape Tomorrow’s World. New York: William Morrow and Company, Inc. Lili Rasjidi dan Wyasa Putra. 2003. Hukum sebagai Suatu Sistem. Bandung: Mandar Maju. Lilih Prilian A. P. 2009. 30 Tokoh Penemu Indonesia. Yogyakarta: NARASI. M. Faishal Aminuddin, dkk. 2009. Globalisasi dan Neoloberalisme: Pengaruh dan Dampaknya Bagi Demokratisasi Indonesia. Yogyakarta: Logung Pustaka,. M Kholid Syeirazi. 2009. Di Bawah Bendera Asing: Liberalisasi Industri Migas di Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. Mahfud MD. 2010. Perdebatan Hukum Tata Negara: Pasca Amandemen Konstitusi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. ________. 2012. Politik Hukum di Indonesia. Cetakan ke-5. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mathew Horsman and Andrew Marshall. 1995. After The Nations - State: Citizens, Tribalism and The New World Disorder. London: Harper Collins Publishers. 72 Michael Bogdan. 2010. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum. Bandung: Nusa Media. Terjemahan dari Michael Bogdan, Comparative Law, Kluwer and Taxation Publishers, 1994. Mubyarto. 2010. Membangun Sistem Ekonomi. Cetakan ke-3. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Muchayat. 2010. Badan Usaha Milik Negara: Retorika, Dinamika dan Realita (Menuju BUMN yang Berdaya Saing). Gagas Bisnis. Muchsan. 2007. Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia. Yogyakarta: Liberty. Mudjiono. 1997. Politik dan Hukum Agraria. Yogyakarta: Liberty. Mudrajad Kuncoro, dkk. 2009. Transformasi Pertamina: Dilema Antara Orientasi Bisnis & Pelayanan Publik. Yogyakarta: Galangpress. Muhammad Awan. 2010. Noda Hitam Hukum Indonesia. Yogyakarta: Navila Idea. Muhammad Junaidi. 2013. Korporasi dan Pembangunan Berkelanjutan. Bandung: Alfabeta. Mukthie Fadjar. 2004. Tipe Negara Hukum. Malang: Bayu Media. Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Munir Fuady. 2011. Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat). Cetakan ke-2. Jakarta: PT. Refika Aditama. Mustafa Lutfi dan Luthfi J. Kurniawan. 2012. Perihal Negara, Hukum dan Kebijakan Publik: Perspektif Politik Kesejahteraan, Kearifan Lokal, yang Pro Civil Society dan Gender. Malang: Setara Press. Nandang Sudrajat. 2013. Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Yustisia. Nanik Trihastuti. 2013. Hukum Kontrak Karya: Pola Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Indonesia. Malang: Setara Press. Ni’matul Huda. 2008. UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Nicholas Mercuro dan Steven G, Medema. 1997. Economics and The Law: From Posner to Post - Modernism. New Jersey: Princeton University Press.. 73 Nukthoh Arfawie K. 2005. Telaah Kritis Teori Negara Hukum: Konstitusi dan Demokrasi dalam Kerangka Pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Berdasarkan UUD 1945. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Oentoeng Soeropati. 1999. Hukum Investasi Asing. Salatiga: Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana. Otje Salman. 2010. Filsafat Hukum: Perkembangan & Dinamika Masalah. Cetakan ke-2. Bandung: Refika Aditama. Otje Salman dan Anton F. Susanto. 2004. Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali). Bandung: Refika Aditama., 2004, Pat Thane. 1996. Foundations of the Welfare State. Second Edition. London: Pearson Education Limited. Paul Scholten. 2003. Struktur Ilmu Hukum. Bandung: Alumni. Judul Asli: De Structuur der Rechtswetenschap, Ceramah pada Pertemuan Koninklijke Nederlansche Akaddemie van Wetenschappen Afdeeling Letterkunde, 17 Maret 1942. Penerjemah: Arief Sidharta. Peter Mahmud. 2010. Penelitian Hukum. Cetakan ke-6. Jakarta: Kencana. Peter de Cruz. 2012. Perbandingan Sistem Hukum Civil Law, Common Law, dan Socialist Law. Cetakan ke-3. Bandung: Nusa Media. Terjemahan dari Peter de Cruz. 1999. Comparative Law in Changing World. London-Sydney: Cavendish Publishing Limited. Penerjemah: Narulita Yusron. Peter van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi. 2010. Pengantar Hukum WTO (World Trade Organization). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Petrus C.K.L Bello. 2013. Ideologi Hukum: Refleksi Filsafat Atas Ideologi di Balik Hukum. Bogor: Insan Media. Philippe Nonet dan Philip Selznick. 1978. Law and Society in Transition: Toward Responsive Law. New York: Harper & Row Publishers Inc. Philippe Nonet dan Philip Selznick. 2011. Hukum Responsif. Bandung: Nusa Media. Diterjemahkan dari Philippe Nonet dan Philip Selznick. 1978. Law and Society in Transition: Toward Responsive Law. Harper & Row. Penerjemah Raisul Muttaqien. Rhenald Kasali. 2016. Reinventing. Jakarta: Mizan. Revrisond Baswir. 2003. Di Bawah Ancaman IMF. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ________. 2006. Mafia Berkeley dan Krisis Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 74 ________. 2010. Manifesto Ekonomi Kerakyatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Richard A. Posner. 1990. The Problems of Jurisprudence. Cambridge: Harvard University Press. Richard Burton Simatupang. 1996. Aspek Hukum dalam Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta Richard M. Ketchum. 2004. Pengantar Demokrasi. Yogyakarta: Niagara. Ridwan Khairandy. 2013. Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia. Yogyakarta: FH UII Press. Romli Atmasasmita. 2010. Globalisasi dan Kejahatan Bisnis. Jakarta: Kencana. Rutger van Santen, Djan Khoe dan Bram Vermeer. 2011. 2030: Teknologi yang Akan Mengubah Dunia 2030. Surakarta: Metagraf. Diterjemahkan dariRutger van Santen, Djan Khoe dan Bram Vermeer. 2010. Technology That Will Change The World. Oxford University Press. Penerjemah Rahmani Astuti. Sabartua Tampubolon. 2013. Politik Hukum Iptek di Indonesia. Yogyakarta: Kepel Press. Safari ANS. 2014. Harta Amanah Soekarno: The Green Hilton Memorial Agreement. Jakarta: PT. Ufuk Timur Publishing House. Syaiful Bakhri. 2010. Ilmu Negara dalam Konteks Negara Hukum Modern Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Total Media. Salim HS. 2012. Hukum Pertambangan di Indonesia. Cetakan ke-6. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Salim dan Budi Sutrisno. 2012. Hukum Investasi di Indonesia. Cetakan ke-3. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Satjipto Rahardjo. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti. ________. 2009. Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya. Cetakan ke-2. Yogyakarta: Genta Publishing. ________. 2010. Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Perkembangan Ilmu Hukum. Cetakan ke-2. Yogyakarta: Genta Publishing. Satjipto Rahardjo. 2009. Pendidikan Hukum sebagai Pendidikan Manusia: Kaitannya Dengan Profesi Hukum dan Pembangunan Hukum Nasional. Yogyakarta: Genta Publishing. 75 Sentosa Sembiring. 2010. Hukum Investasi: Pembahasan Dilengkapi dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Bandung: Nuansa Aulia. Serian Wijatno dan Ariawan Gunadi. 2014. Perdagangan Bebas dalam Perspektif Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: Grasindo. Setiono. 2010. Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum. Surakarta: Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Slamet Djokolelono. 2013. Berburu Uranium di Belantara Kalimantan. Bandung: Alfabeta. Soetomo. 2014. Kesejahteraan dan Upaya Mewujudkannya dalam Perspektif Masyarakat Lokal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Cetakan ke-3. Jakarta: UI Press. Soerjono Soekanto. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Cetakan ke-11. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2012. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Cetakan ke-14. Jakarta: Rajawali Press. Soetandyo Wignyosoebroto. 2013. Hukum: Konsep dan Metode. Malang: Setara Press. Solly Lubis. 2000. Politik dan Hukum di Era Reformasi. Bandung: Mandar Maju. ________. 2002. Sistem Nasional. Bandung: Mandar Maju. Sri Redjeki Hartono. 2007. Hukum Ekonomi Indonesia. Cetakan ke-2. Malang: Bayumedia Publishing. ________. 2000. Kapita Selekta Hukum Perusahaan. Bandung: Mandar Maju. Stephen R. Munzer. 1990. A Theory of Property. New York: Cambridge University Press. Steven Vago. 1981. Law and Society. New Jersey: Prentice - Hall. Sulastomo. 2008. Kapita Selekta The Indonesia Dream. Jakarta: Kompas, Jakarta. Supranto. 2015. Teknologi Tenaga Surya. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. Supriadi. 2012. Hukum Agraria. Cetakan ke-5. Jakarta: Sinar Grafika. 76 Suryo Purwono dan Bardi Murachman. 2012. Proses Pengolahan Minyak Bumi. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Susanti Adi Nugroho. 2014. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori dan Praktik Serta Penerapan Hukumnya. Cetakan ke-2. Jakarta: Kencana. Sutarno. 2013. Sumber Daya Energi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Suteki. 2013. Hukum dan Alih Teknologi: Sebuah Pergulatan Sosiologis. Yogyakarta: Thafa Media. Syaiful Bakhri. 2010. Ilmu Negara dalam Konteks Negara Hukum Modern. Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Total Media. Syamsul Hadi, dkk. 2012. Kudeta Putih: Reformasi dan Pelembagaan Kepentingan Asing dalam Ekonomi Indonesia. Jakarta: Yayasan Indonesia Berdikari dan AEPI Jakarta (Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia - Jakarta). Tanri Abeng. 2012. Managing The Nation With Tanri Abeng: 26 Narasumber Anak Bangsa. Jakarta: Gramedia. Taufiq Effendi. 2013. Reformasi Birokrasi dan Iklim Investasi. Jakarta: Konstitusi Press. Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah. 2012. Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum: Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Terry Carney. 1991. Law at the Margins: Towards Social Participation? South Melbourne: Oxford University Press. Thomas R. Dye. 2011. Understanding Public Policy. Thirteenth Edition. United States: Pearson Education. Tim Penulis. 2013. Membangun Negara Hukum yang Bermartabat. Malang: Setara Press. Tim Penyusun. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. Tirta N. Mursitama dan Maisa Yudono. 2010. Strategi Tiga Naga: Ekonomi Politik Industri Minyak Cina di Indonesia. Jakarta: Kepik Ungu kerjasama dengan CEACoS (Center for East Asian Cooperation Studies) Departemen Hubungan Internasional FISIP UI. Todung Mulya Lubis dan Richard M. Buxbaum (ed). 1986. Peranan Hukum dalam Perekonomian di Negara Berkembang. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 77 Tom L. Beauchamp dan Norman E. Bowie (ed). 1997. Ethical Theory and Business. New Jersey: Prentice-Hall Inc. W. Shepherd and D.W Shepherd. 1998. Energy Studies. London: Imperial College Press. Wayne Parsons. 2008. Public Policy: Pengantar Teori & Praktik Analisis Kebijakan. Cetakan ke-3. Jakarta: Kencana. Terjemahan dari Wayne Parsons. 2001. Public Policy: An Introduction to the Theory and Practice of Policy Analysis. Edward Elgar Publishing, Ltd. Penerjemah Tri Wibowo Budi Santoso. Y Sri Susilo. 2013. Subsidi Bahan Bakar Minyak Bumi dan Perekonomian Indonesia. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Yasidi Hambali. 1994. Hukum dan Politik Kedirgantaraan. Jakarta: Pradnya Paramita. Zain Maulana. 2010. Jerat Globalisasi Neoliberal: Ancaman Bagi Negara Dunia Ketiga. Yogyakarta: RIAK. Zainuddin Ali. 2011. Filsafat Hukum. Cetakan ke-5. Jakarta: Sinar Grafika. Jurnal Nasional dan Internasional: Aleksander Peczenik, A Theory of Legal Doctrine, Ratio Juris, Vol. 14 No. 1 March 2001. E Dana Neacsu, CLS Stands for Critical Legal Studies, If Anyone Remembers, Journal of Law and Policy, 2000. Elinur, DS Priyarsono, Mangara Tambunan dan Muhammad Firdaus, Perkembangan Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia. Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 2 Nomor 1 Desember 2010. Farhad Nezhad dan Mohammad Reza, “Effects of Globalization on Policy, Economics and Financial Affairs”, Economics and Finance Review, Vol. 1 (3), May, 2011. Firman Muntaqo, Menyikapi Era Globalisasi di Bidang Agraria (Globalization Era Outlooking on Agrarian Sector), Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Jilid 40 Nomor 4, Oktober 2011, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang. 78 Haris Retno Susmiyati, “Tinjauan Terhadap Permasalahan dalam Pengusahaan Pertambangan Batu Bara di Indonesia Jurnal”, Risalah Hukum, Edisi 2, Desember 2005. I Gusti Ayu KRH, “Kedaulatan Sumber Daya Alam di Indonesia sebagai Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila”, Jurnal Hukum Yustisia, Edisi 88 JanuariApril 2014, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Ignancy Sachs, Searching for New Development Strategies Challenges of Social Summit, “Economic and Political Weekly”, Volume XXX, 1995. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik (JKAP), Volume 9, Nomor 2 (November 2005) Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Muhammad Akram, et all, “Globalization’s Impacts on Pakistan’s Economy and Telecom Sector of Pakistan.” International Journal of Business and Social Science, Vol. 3. No. 1. January 2012 Winahyu Erwiningsih, “Pelaksanaan Pengaturan Hak Menguasai Negara atas Tanah Menurut UUD 1945,” Jurnal Hukum No Edisi Khusus Vol. 16 Oktober 2009. Produk Hukum: Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen I-IV. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketatapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/200I tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1954 tentang Keanggotaan Republik Indonesia dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) dan Bank 79 Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (International Bank for Reconstruction and Development). Undang-Undang Republik Nomor 25 Tahun 1957 tentang Persetujuan Negara Republik Indonesia terhadap Anggaran Dasar dari Badan Tenaga Atom Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 66). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1966 tentang Penarikan Diri RI dari Keanggotaan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) dan Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (International Bank for Reconstruction and Development) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 10; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2798). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1966 tentang Keanggotaan Kembali Republik Indonesia dalam Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) dan Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (International Bank for Reconstruction and Development) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 36) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1967 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1966 tentang Keanggotaam Kembali Republik Indonesia dalam Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) dan Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (International Bank for Reconstruction and Development) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 2; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2819) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1971 Nomor 76; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2971). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor116; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564). 80 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3676). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 167; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 206). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4219). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724). 81 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068). 82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengesahan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (Comprehensive NuclearTest-BAN Treaty) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor1; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5269). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 228; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5361) sebagaimana diubah dengan UndangUndang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 108; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5426). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 130; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5432). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 217; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5585). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 83 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 81; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4216). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 69). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 128; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5047). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436) sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 59; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4996). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 132; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4777). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perizinan Pelaksanaan Kegiatan Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang Berisiko Tinggi dan Berbahaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 113; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5039). 84 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 171; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5083) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111) sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 263; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5597). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 85; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5142). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 28; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5281) sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 75; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5530). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2012 tentang Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 73; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5297). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2012 tentang Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 141; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5326). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 152; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5445). 85 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 8; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5496). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5609). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 60; Tambhan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 99; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5696). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang Dewan Riset Nasional. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Persiden Nomor 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2005 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. 86 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pembentukan Dewan Energi Nasional dan Tata Cara Penyaringan Calon Anggota Dewan Energi Nasional. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2008 tentang Pengesahan Memorandum of Understanding on The ASEAN Power Grid (Memorandum Saling Pengertian Mengenai Jaringan Transmisi Tenaga Listrik ASEAN). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengesahan Amendment to The Convention on The Physical Protection of Nuclear Material (Perubahan Konvensi Proteksi Fisik Bahan Nuklir). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pengesahan ASEAN Trade in Goods Agreement (Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Tarif Tenaga listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2012 tentang Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. 87 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pengesahan ASEAN Petroleum Security Agreement (Persetujuan Ketahanan Minyak dan Gas Bumi ASEAN). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Energi Nasional. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014 tentang Pengesahan Statute of The International Renewable Energy Agency (Statuta Badan Energi Terbarukan Internasional). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2014 tentang Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 163 Tahun 1953 tanggal 3 Oktober 1953. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1980 tanggal 20 Februari 1980 tentang Badan Tenaga Atom Nasional. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1980 tanggal 30 April 1980 tentang Penyesuaian Harga-Harga Jual Bahan Bakar Minyak Bumi. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 1980 tanggal 4 Agustus 1980 tentang Badan Koordinasi Energi Nasional sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1980 tanggal 29 Desember 1980 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1980 tentang Badan Koordinasi Energi Nasional. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1981 tanggal 1 Juni 1981. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1986 tanggal 9 Juli 1986 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Bumi. 88 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1986 tanggal 30 Agustus 1986 tentang Pengesahan Agreement on ASEAN Energy Cooperation. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 1986 tanggal 24 September 1986 tentang Pengesahan Convention on the Physical Protection of Nuclear Material. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1989 tanggal 4 Agustus 1989 tentang Kerjasama Pertamina dengan Badan Usaha Swasta dalam Usaha Pemurnian dan Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 tanggal 24 Mei 1990 tentang Harga Jual Eceran dalam Negeri Bahan Bakar Minyak Bumi. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 1993 tanggal 8 Nopember 1993 tentang Pengesahan An Amendment of Article VI of the Statute of the International Atomic Energy Agency. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 1993 tanggal 1 September 1993 tentang Pengesahan Convention on Early Notification of a Nuclear Accident. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1996 tanggal 25 September 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 tanggal 31 Juli 1997 tentang Pembangunan dan Pengusahaan Kilang Minyak dan Gas Bumi oleh Badan Usaha Swasta. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1998 tanggal 21 Januari 1998 tentang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1998 tanggal 21 Januari 1998 tentang Tim Ahli Pada Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1998 tanggal 10 Februari 1998 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1998 tanggal 21 Januari 1998 tentang Tim Ahli Pada Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1998 tanggal 4 Mei 1998 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1998 tanggal 8 Mei 1998 tentang Badan Pengawas Tenaga Nuklir. 89 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 1998 tanggal 15 Mei 1998 tentang Peninjauan Kembali Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 180 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1998 tanggal 15 Mei 1998 tentang Peninjauan Kembali Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 197 Tahun 1998 tanggal 7 Desember 1998 tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 180 Tahun 1998 tanggal 1 Oktober 1998 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1998 tentang Peninjauan Kembali Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 tanggal 7 Januari 1999 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1980 tentang Badan Koordinasi Energi Nasional sebagaimana Telah Dua Kali Diubah Terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1984. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1999 tanggal 26 Januari 1999 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2000 tanggal tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1980 tentang Badan Koordinasi Energi Nasional sebagaimana telah Tiga Kali Diubah Terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 1999. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2000 tanggal 31 Mei 2000 tentang Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkit Tenaga Listrik. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 135 Tahun 2000 tanggal 25 September 2000 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 2000 tanggal 7 Desember 2000 tentang Pokok-Pokok Organisasi Pertamina. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2001 tanggal 21 Februari 2001 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin, Penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak serta Perusakan Instalasi Ketenagalistrikan dan Pencurian Aliran Listrik. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2001 tanggal 29 Maret 2001 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2001 tanggal 15 Juni 2001 tentang Harga Jual Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. 90 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2001 tanggal 4 Oktober 2001 tentang Pengesahan Convention on Nuclear Safety (Konvensi tentang Keselamatan Nuklir). Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2002 tanggal 16 Januari 2002 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2002 tanggal 30 April 2002 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2002 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2002 tanggal 30 Desember 2002 tentang Pembentukan Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 86 Tahun 2002 tentang Pembentukan Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2002 tanggal 31 Desember 2002 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2004 tanggal 18 Mei 2004 tentang Pembubaran Tim Koordinasi Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin, Penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak Serta Perusakan Instalasi Ketenagalistrikan dan Pencurian Aliran Listrik. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2004 tanggal 5 Agustus 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tanggal 24 Juli 2006 tentang Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 tanggal 27 September 2008 tentang Hari Jadi Pertambangan dan Energi. Keputusan Presiden Republik Indonesia Selaku Ketua Dewan Energi Nasional Nomor 11 Tahun 2009 tanggal 22 April 2009 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penanggulangan Masalah Pertambangan Tanpa Izin. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penanggulangan Masalah Penyalahgunaan Pada Penyediaan dan Pelayanan Bahan Bakar Minyak. 91 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 tentang Penerapan dan Pengembangan Teknologi Tepat Guna. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi Menjelang dan Sesudah Berakhirnya Program Kerjasama dengan International Monetary Fund. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pemantauan, Pengawasan dan Pengendalian Dampak Kenaikan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak di dalam Negeri. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan pemanfaatan Batubara yang Dicairkan sebagai Bahan Bakar Lain. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2008 tentang Penghematan Energi dan Air. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai untuk Rumah Tangga Sasaran. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi Association of Southeast Asian Nations (ASEAN Economic Community - AEC). Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penghematan Energi dan Air. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan dan Pengawasan Terkait Kegiatan Usaha Pertambangan Batubara. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Peningkatan Produksi Minyak Bumi Nasional. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013 tentang Percepatan Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Pengolahan dan Pemurnian di dalam Negeri. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 tentang Sosialisasi Kebijakan Penyesuaian Subsidi Bahan Bakar Minyak. 92 Putusan : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2004 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003 tanggal 21 Desember 2004 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan Perkara Nomor 008/PUU-III/2005 tanggal 19 Juli 2005 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Putusan MK Nomor 026/PUU-III/2005 tanggal 22 Maret 2006, yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21-22/PUU-V/2007 tanggal 25 Maret 2008 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penananam Modal. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 tanggal 13 November 2012 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 tanggal 18 Februari 2012 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-VIII/2010 tanggal 4 Juni 2012 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-X/2012 tanggal 22 November 2012 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 32/PUU-VIII/2010 tanggal 4 Juni 2012 yang menguji yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 93 Skripsi, Tesis, Disertasi: Agung Budi Prasetiyo, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, 2013 yang berjudul “Kebijakan Pemerintah Kabupaten Banyumas Dalam Pelestarian Fungsi Lingkungan Pemanfaatan Sumber Energi Minyak Bumi (Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pasal 3 ayat (2) huruf d Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional). Dewi Aryani, Skenario Kebijakan Energi Indonesia Hingga Tahun 2035, Disertasi, Universitas Indonesia, Program Doktor Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Depok, 2012. Eka Astiti Kumalasari, “Peranan Perusahaan Migas Asing Terhadap Ketersediaan Energi Indonesia”,Skripsi. Jurusan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, 2013. Laurent Steveny, The European Energy Security, Master Thesis, Masaryk University Faculty of Social Science M.A in European Politics, 2007. Hamilton Ikechukwu Egboh, Clean Energy in Norway: A Case Study for Nigerian Electricity Development, University of Norland Bodo Graduate School of Business, 2011., Master Thesis in Energy Management. Pranawaningtyas, “Proyeksi dan Optimalisasi Pemanfaatan Energi Terbarukan, Tesis, Program Pascasarjana Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009. Rahim Rahimov, Thesis, The European Union’s Eastern Partnership and Energy Security Issues, Department of International Relations of Hult International Business School in London, United Kingdom, 2010. Makalah Seminar, Pidato Pengukuhan, Materi Kuliah: Abadi Poernomo, “Prospek Geotermal untuk Mendukung Ketahanan Energi”. Disampaikan dalam Skenario Kebijakan Energi Nasional Sampai dengan Tahun 2050 di Solo, 18 Juni 2014. Adi Sulistiyono. Materi Kuliah Politik Hukum, Program Pascasarjana Program Magister Ilmu Hukum (S-2) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, disampaikan pada perkuliahan tanggal 30 Nopember 2013. ________. Materi Kuliah Teori Hukum. Disampaikan pada perkuliahan Program Pascasarjana Program Magister (S-2) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta 2013. ________. Prospek Pembaharuan Hukum yang Mendukung Iklim Usaha yang Kondusif. Disampaikan dalam Acara Seminar Pengkajian Hukum Nasional (SPHN) 2014 dengan tema “Prospek Pembaruan Hukum Pemerintahan 94 Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla Periode Tahun 2014-2019”, diselenggarakan oleh Komisi Hukum Nasional tanggal 2-3 Desember 2014 di Hotel Bidakara, Auditorium Binakarna, Jakarta. Adi Sulistiyono, Membingkai Perlindungan Hukum Terhadap Ekonomi Kreatif. Disampaikan dalam Seminar Nasional dengan Tema “Perlindungan Hukum Terhadap Ekonomi Kreatif dalam Menyongsong ASEAN Economic Community 2015” yang diselenggarakan oleh Kelompok Studi dan Penelitian (KSP) “Principium” Periode 2014/2015 pada hari Sabtu, 29 November 2014 di Auditorium Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Adi Sulistiyono, dkk. 2012. Hukum Ekonomi dan Transplantasi Hukum (Analisis Politik Hukum terhadap Legislasi di Bidang Perekonomian di Indonesia). Hibah Penelitian Guru Besar, Didanai DIPA BLU UNS. Anton Rahmadi, Menuju Ketahanan Energi Indonesia di Masa Depan, Makalah disajikan pada Dialog Visi Negara Kesejahteraan 2045, Kerjasama DPP Partai Golongan Karya dan Universitas Mulawarman, Samarinda 6 Juli 2013. Maritje Hutapea, “Kebijakan Konservasi Energi dan Efisiensi Energi,” Disampaikan pada Seminar Nasional Efisiensi Energi Berkelanjutan di Universitas Sebelas Maret Surakarta, 24 April 2014. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, disampaikan dalam Kuliah Umum Metodologi Penelitian Hukum pada 11 September 2013 di Ruang Sidang 1 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Moh. Mohtar Mas’oed, Tantangan Internasional dan Keterbatasan Nasional: Analisis Ekonomi-Politik tentang Globalisasi Neoliberal, Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, 2002. Yos Johan Utama, Membangun Peradilan Tata Usaha Negara yang Berwibawa, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Tahun 2008. Surat Kabar, Majalah, Buletin: Jawa Pos, Pengoplos Kelas Kakap Terbongkar, 12 April 2014. Kompas, Bisnis Andalkan Genset: Kalimantan Timur Kekurangan Daya Listrik, 16 Desember 2013. Kompas, Elektrifikasi Meningkat: Impor Listrik Tambah Pasokan, 20 November 2013. 95 Kompas, Elektrifikasi Maluku: 246 Desa Belum Berlistrik, 19 April 2013. Kompas, Indonesia Impor Listrik: Sebagian Listrik Kalimantan dan Sumatera Dipasok Malaysia, 11 November 2013. Kompas, Jayapura Krisis Listrik, PLN Tambah 7 Pembangkit, 19 Juni 2014. Kompas, Kampung Pengemis di Tepi Ladang Minyak, 24 Oktober 2011. Kompas, Kesempatan bagi Dimetil Eter, 15 November 2013. Kompas, Langkah Radikal, 16 Oktober 2013. Kompas, Lengan Kapang Urai Biomassa, 29 Januari 2014. Kompas, LIPI Rintis Biokilang Generasi Kedua, 22 Januari 2014. Kompas, Listrik Padam 12 Jam Timbulkan Kekacauan,13 Maret 2014. Kompas, Manusia Mandiri Gagal Dihasilkan: Pemimpin Mendatang Diminta Fokus Bangun SDM, 6 Mei 2014. Kompas, Marwah Politik Presiden, 2 Maret 2015. Kompas, Menghitung Hari Menuju MEA, 12 Oktober 2015. Kompas, Mineral Mentah: Mengakhiri Era VOC, 5 Februari 2014. Kompas, Nuklir Jadi Pilihan Terakhir, 29 Januari 2014. Koran Tempo, Pembangunan Pembangkit Listrik di Bawah Target, 26 November 2013. Kompas, PT PLN Mendapat Pinjaman Rp 2,6 Triliun, 23 Januari 2014. Kompas, RI Jadi Importir Gas Pasca 2030, 16 Oktober 2013. Kompas, SDA dan Kutukan Ekonomi, 6 Mei 2014. Kompas, Sistem Pengendalian BBM Kembali Ditunda, 18 Oktober 2013. Kompas, Solar Tidak Tertangani, 18 April 2013. Kompas, Tak Terhubung Riset Industri: Terkendala Dana dan Perantara, 19 Juni 2014. Kompas, UU Migas Merah Putih, 17 Juni 2015. Koran Sindo, Persiapan Teknologi Mobil Listrik, 12 Desember 2013. Koran Tempo, 30 Mei 2013. 96 Koran Tempo, BBM Naik, 3,5 Juta Orang Jatuh Miskin, 8 Maret 2012. Koran Tempo, Reaktor Nuklir Jepang Menyala Lagi, 12 Agustus 2015. Koran Tempo, Tanpa Perpres, Proyek Pembangkit 35 Ribu MW Sulit Rampung, 18 Januari 2016. Majalah Eksekutif, No. 309 Mei 2005. Majalah Tempo, 4326/25-31 Agustus 2014. Media Indonesia, Energi Nuklir Terus Tuai Pro Kontra, 11 Maret 2014. Media Indonesia, Konsorsium Petrobras Kuasai Ladang Minyak Libra, 23 Oktober 2013. Newsletter KHN, Vol. 9, No. 6, September 2009. Komisi Hukum Nasional RI. Internet: Ahmad Zairin Ismail, Energy Efficiency and Energy Management Initiatives in Malaysia, Malaysian Green Technology Corporation, 4th October 2012 diakses dari laman http://home.jeita.or.jp/greenitpc/activity/symposium/120803/pdf/sympo_2012_s02_3.pdf, pada 23 Juni 2014 jam 15.39 WIB. Andrew Yeoh Siong Hu, Export Control of The Nuclear Related Items, Atomic Energy Licensing Board, Ministry of Science, Technology and Innovation (MOSTI) Malaysia dari laman www.simulconf.com/outreach/2011/malaysia/2-1_Mr. _Yeoh.pdf, diakses 21 Juni 2014, jam 16.00 WIB. Anonim. OGP: Regulators use of standards, Report No. 426 Maret 2010, International Association of Oil & Gas Producers, diakses dari laman http://www.ogp.org.uk/pubs/426.pdf, pada 23 Juni 2014 jam 19.00 WIB. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, sumber : http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_suby ek=12&notab=1 diakses pada 1 Juni 2013, jam 10.30 WIB. Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia 2010, diakses dari www.esdm.go.id/statistik/handbook.html, diakses 1 Juli 2014 jam 16.00 WIB. http://arahmadi.net/tulisan/ketahanan-energi-2013.pdf, diakses 24 Juni 2014, jam 15.08 WIB. 97 http://brage.bibsys.no/hibo/retrieve/2108/Egboh_H.pdf, diakses pada 3 Februari 2014, jam 13.04 WIB. http://dictionary.reference.com/browse/regulate, diakses 16 Juni 2014, jam 05.00 WIB. http://en.wikipedia.org/wiki/Regulation, diakses 16 Juni 2014 jam 05.00 WIB. http://harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=12526 :menegakkan-marwah-pers&catid=13:haluan-kita&Itemid=81, diakses pada 15 Maret 2015 jam 12.24 WIB. http://is.muni.cz/th/206219/fss_m/Master_Thesis_European_Energy_Security.pdf ?lang=en, diakses 24 Juni 2014, jam 14.58 WIB. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/122057-T%2025905Proyeksi%20dan%20optimasi-HA.pdf, diakses pada 3 Februari 2014 jam 12.33 WIB. http://otda.kemendagri.go.id/images/file/new_data/daftar%20jumlah%20prov.pdf, diakses 31 Mei 2014 jam 18.15 WIB. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/6190/Skripsi%20Eka%2 0Astiti%20Kumalasari.pdf?sequence=1, diakses pada 4 Januari 2014, jam 10.37 WIB. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15356/1/huk-2005-%20(4).pdf pada 31 Juni 2014, jam 15.38 WIB. http://siteresources.worldbank.org/EXTESC/Resources/ApproachPaper_Bahasa.p df, diakses pada 3 Februari 2014 jam 12.56 WIB. http://statistik.ptkpt.net/_a.php?_a=penduduk_usia&info1=3, pada 14 April 2014 jam 15.41 WIB. http://www.atlanticcommunity.org/app/webroot/files/articlepdf/EasternPartnershi p.pdf, diakses pada 24 Juni 2014, jam 15.08 WIB. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=12 &notab=1 diakses pada 1 Juni 2013, jam 10.30 WIB. http://www.telukbone.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=3557 pada 2 Juni 2014 jam 14.00 WIB. http://www.thefreedictionary.com/regulation, diakses 16 Juni 2014 jam 05.00 WIB. http://www.timlo.net/baca/70228/bbm-belum-naik-harga-premium-di-papua-rp100-ribuliter/, diakses pada 2 Juni 2014 jam 14.00 WIB. 98 Linda Mc Cann, Japan’s Energy Security Challenges: The World is Watching, Department of Defence, October 2012. Diakses dari laman http://www.defence.gov.au/adc/docs/Publications2012/08_SAP%20Linda% 20McCann%20-%20Japan.pdf diakses pada 23 Juni 2014 jam 15.40 WIB. Malaysia Nuclear Power Corporation, Nuclear Power Pre-Project Activities in Malaysia, diakses dari www.werc.or.jp/werc_english/achievement/13pdf/Session3/3 Malaysia.pdf, diakses 21 Juni 2014 jam 16.00 WIB. Makalah Pendekatan Strategi Energi (Jaringan Pembangunan Berkelanjutan). 2009. Pada Translation No. WB10JUN03. Grup Bank Dunia, dari laman http://siteresources.worldbank.org/EXTESC/Resources/ApproachPaper_Ba hasa.pdf, diakses pada 3 Februari 2014 jam 12.56 WIB. Nancy I. Potter, How Brazil Achieved Energy Independence and the Lessons the United States should Learn from Barzil’s Experience. Diakses dari laman https://law.wustl.edu/WUGSLR/Issues/Volume7_2/Potter.pdf, pada 23 Juni 2014 jam 18.10 WIB. Nicolas Oetzel, Renewable Energy Sources Act (EEG) Key Features, Development and Perspectives, Federal Ministry for the Environment, Nature Conservation and Nuclear Safety, Berlin, 18 November 2010. www.feed-in-cooperation.org/.../8th-IFIC-WS_O... pada10 Juli 2014 jam 17.20 WIB. Philip Andrews-Speed, The Institutions of Energy Governance in China, 2010. Diakses dari www.ifri.org/.../noteandrewsspeedenergychina_1...., pada 24 Juni 2014, jam 17.00 WIB. OGP: Regulators use of standards, Report No. 426 Maret 2010, International Association of Oil & Gas Producers, diakses dari laman http://www.ogp.org.uk/pubs/426.pdf, pada 23 Juni 2014 jam 19.00 WIB. Wei Nee Chen, Renewable Energy Status in Malaysia, 4 December 2012 (Sustainable Energy Development Authority Malaysia), diakses http://www.mida.gov.my/env3/uploads/events/Sabah04122012/SEDA.pdf, pada 23 Juni 2014 jam 15.40 WIB. www.feed-in-cooperation.org/...7/.../Oetzel.pdf pada 10 Juli 2014 jam 17.25 WIB. www.opec.org/opec_web/en/about_us/25.htm, diakses 3 Juni 2014, jam 17.06 WIB. Xin Qiu dan Honglin Li, Energy Regulation and Legislation in China, Environmental Law Institute, Washington, 2012. Diakses dari http://www.epa.gov/ogc/china/Qiu.pdf, pada 30 Mei 2014 jam 09.22 WIB. 99