BAB IV PEMBAHASAN A. Penguasaan Negara di Bidang Energi

advertisement
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Penguasaan Negara di Bidang Energi
Sumber daya energi sebagai kekayaan alam yang merupakan anugerah
Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia1. Selain itu, sumber
daya energi merupakan sumber daya alam yang strategis dan sangat penting bagi
hajat hidup rakyat banyak terutama dalam peningkatan kegiatan ekonomi,
kesempatan kerja, dan ketahanan nasional maka sumber daya energi harus
dikuasai negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 UUD RI 1945.
Kekayaan alam tersebut untuk mendapatkannya diantaranya harus melalui
mekanisme penambangan di dalam perut bumi Indonesia. Maka dari itu peran
negara menjadi amat penting sebagai refleksi dari perwakilan individu di dalam
masyarakat dengan kewenangan tertinggi berdasarkan teori perjanjian sosial.
Negara oleh Konstitusi diberikan mandat sekaligus kewajiban untuk mengatur,
mengelola, dan mendistribusikan kekayaan sumber-sumber energi tersebut kepada
tiap-tiap individu masyarakat dan harus memprioritaskan atau menekankan
kebutuhan dalam negeri sebagai kebutuhan pokok dari rakyat dari pada kebutuhan
bisnis semata.
UUD RI 1945 sebelum amandemen pada Penjelasan Pasal 33, dijelaskan
bahwa dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di
bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran
masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi segala
orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk
produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak
1
Lihat Penjelasan UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi.
1
ditindasnya2. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak
boleh di tangan orang-seorang3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat4. Oleh
karena sumber energi beberapa harus ditambang dan dikeluarkan dari dalam perut
bumi seperti migas, batubara, dan uranium, maka mengacu pada Pasal 33 UUD RI
1945 amandemen I-IV bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat maka sumber energi tersebut harus dikuasai oleh negara.
Di dalam Pasal UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria, pada Pasal 1 ayat (1) disebutkan, “Seluruh wilayah Indonesia
adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai
bangsa Indonesia. Pada ayat (2) disebutkan bahwa seluruh bumi, air dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalam wilayah
Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan
ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Pasal 1 ayat
(3) mengatakan, “hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang
angkasa termasuk dalam ayat (2) Pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
Mudjiono5 berpendapat bahwa dari pasal tersebut dapatlah ditarik kesimpulan
bahwa karunia Tuhan ini tidak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia sebagai
bangsa yang menerima karunia tersebut. Hubungan bangsa Indonesia dengan
bumi, air, dan kekayaan alam yang ada di dalamnya mempunyai sifat kodrat dan
karena itu bersifat abadi.
Kemudian dalam hubungan antara manusia Indonesia dengan tanah itu
mempunyai sifat privat dan kolektif dan orang Indonesialah yang mempunyai
hubungan terkuat dengan tanah di Indonesia, dengan tetap memberi kesempatan
pada orang asing untuk mempunyai hubungan dengan tanah di Indonesia, asal
2
Penjelasan Pasal 33 UUD RI 1945 sebelum amandemen I-IV.
Penjelasan Pasal 33 UUD RI 1945 sebelum amandemen I-IV.
4
Penjelasan Pasal 33 UUD RI 1945 sebelum amandemen I-IV.
5
Mudjiono, Politik dan Hukum Agraria, Liberty, Yogyakarta, 1997, hlm. 7-8.
3
2
hubungan itu tidak merugikan bangsa Indonesia dengan berpedoman pada Sila
Persatuan Indonesia6.
Setiap orang Indonesia mempunyai hak dan kesempatan sama untuk
mempunyai hubungan dengan tanah dengan berpedoman pada sila ke-4 dan ke-5
Pancasila yang tertuang pada Pasal 9 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang isinya7:
“Tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah
serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun
keluarganya.
Setiap orang Indonesia mempunyai hak dan kesempatan sama untuk
menikmati hasil bumi Indonesia. Mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh suatu hak atas tanah, adalah sesuai dengan pedoman yang diambil
dari sila ke-4. Sedang mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat
manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri dan keluarganya, adalah sesuai dengan
pedoman yang diambil dari sila ke-58.
NKRI merupakan negara yang oleh Tuhan Yang Maha Esa diberikan
kekayaan SDA yang melimpah yang ditunjang dari letak geografis, iklim dan
keanekaragaman SDA hayati dan non hayati. Maka dari itu sudah menjadi suatu
kewajiban bagi Negara untuk menjaga, melestarikan, mendistribusikan dan
mengolah SDA yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa secara amanah.
Berikut dipaparkan hasil pemikiran dan kajian Peneliti mengenai konsepsi
penguasaan negara di bidang energi.
Globalisasi9 di bidang energi membawa perubahan yang signifikan bagi
Indonesia, yang menimbulkan benturan di level ekonomi, politik dan ilmu
6
Hanya orang Indonesia yang dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan tanah
yang dapat dibaca pada Pasal 9 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria. Ketentuan tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 21 ayat (1) bahwa hanya warga
negara Indonesia dapat mempunyai hak milik. Ibid, hlm. 8.
7
Ibid.
8
Ibid, hlm. 9.
9
Menurut Bartelson, sebagian besar pakar sosiologi mendefinisikan globalisasi dengan 3
konsep yang berbeda:
1. Globalization as transference between the already defined items that may be in term of
politics, culture or economics;
3
pengetahuan dan teknologi, yang tercermin dalam hal pembentukan harga energi,
peran negara dalam hal ini pemerintah yang membuat pilihan bekerja sama
dengan swasta terkait ilmu pengetahuan dan teknologi, SDM, dan aspek yang lain
seperti devisa - pajak, keharusan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri,
operasional dan laba BUMN bagi pemasukan negara.
Kaitannya dengan persaingan usaha, monopoli di bidang energi sangat
diperlukan manakala menyangkut penguasaan hajat hidup orang banyak
sebagaimana terkandung dalam Pasal 33 UUD RI 1945 dan lebih tinggi lagi
adalah mandat amanat Pembukaan Konstitusi alinea 4 yang menjadi tujuan negara
untuk memakmurkan rakyat.
Secara etimologi, kata monopoli berasal dari kata Yunani ‘monos’ yang
berarti sendiri dan ‘polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara
sederhana orang lantas memberi pengertian monopoli sebagai suatu kondisi di
mana hanya satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa
tertentu. Manakala monopoli tidak terjadi pada penawaran (supply), tetapi pada
permintaan (demand), orang biasa menggunakan istilah “monopoly of demand”
atau yang lebih populer, monopsoni10.
Black Law’s Dictionary11 mendefinisikan monopoli sebagai:
1.
2.
Control or advantages obtained by one supplier or producer over the
commercial market within a given region.
The market condition existing when only one economic entity produces
a particular product or provides a particular services.
2.
3.
Globalization as transformation on system level;
Globalization as transcendence which affects the basic conditions of existence.
IMF mendefinisikan globalisasi sebagai: “globalization of the world economy is the
integration of economies throughout the world through financial flows, the exchange of
technology and information, trade and the movement of people.” Periksa Muhammad Akram, et
all, “Globalization’s Impacts on Pakistan’s Economy and Telecom Sector of Pakistan.”
International Journal of Business and Social Science, Vol. 3. No. 1. January 2012, p. 283-284.
Dikemukakan oleh Global Policy Forum yang dikutip oleh Farhad Nezhad dan Mohammad Reza,
terkait dengan isu globalisasi diantaranya: human resources management, global staffing, global
training, global law, global strategy, global economy, and global policy makers not local ones.
Periksa Farhad Nezhad dan Mohammad Reza, “Effects of Globalization on Policy, Economics and
Financial Affairs”, Economics and Finance Review, Vol. 1 (3), May, 2011, p. 52-53.
10
Periksa Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, Cetakan ke-2, Bogor, Ghalia
Indonesia, 2004, hlm. 18-19.
11
Periksa Bryan A. Gardner, Black Law’s Dictionary, Ninth Edition ..., Op.,Cit, hlm. 1098.
4
Mengutip pendapat Arie Siswanto12, monopoli menjadi: Pertama, monopoli
bisa dibedakan menjadi private monopoly (monopoli swasta) dan public monopoly
(monopoli publik). Pembedaan ini didasarkan pada kriteria siapa yang memegang
atau memiliki kekuasaan monopoli. Dikatakan ada monopoli publik, jika
monopoli itu dipunyai oleh badan publik (public body), seperti negara, negara
bagian, pemerintah daerah, dan sebagainya. Sebaliknya, monopoli swasta adalah
monopoli yang dipegang oleh pihak nonpublik, seperti perusahaan swasta,
koperasi, dan perorangan.
Kedua, dari sisi keadaan yang menyebabkan, monopoli bisa dibagi menjadi
natural monopoly dan social monopoly. Natural monopoly adalah monopoli yang
disebabkan oleh faktor-faktor alami yang eksklusif. Jika di suatu daerah terdapat
bahan tambang langka yang tidak dijumpai di daaerah lain, pengelola sumber
daya di wilayah itu akan memiliki natural monopoly. Sebaliknya, social monopoly
merupakan monopoli yang tercipta dari tindakan manusia atau kelompok sosial.
Monopoli terhadap hak cipta yang diberikan oleh negara kepada seorang pencipta,
misalnya, merupakan contoh dari monopoli sosial.
Ketiga, monopoli legal dan monopoli ilegal. Monopoli legal adalah
monopoli yang tidak dilarang oleh hukum di suatu negara. Sebaliknya, monopoli
dikatakan ilegal kalau dilarang oleh hukum.
Monopoli legal atau legal monopoli menurut Black Law’s Dictionary13
adalah the exclusive right granted by government to business tp provide utility
services that are, in turn, regulated by the government. Lebih lanjut
Hermansyah14 berpendapat bahwa pada hakikatnya keberadaan hukum persaingan
usaha adalah mengupayakan secara optimal terciptanya persaingan usaha yang
sehat (fair competition) dan efektif pada suatu pasar tertentu, yang mendorong
agar pelaku usaha melakukan efisiensi agar mampu bersaing dengan para
12
Ibid, hlm. 22. Bandingkan dengan pendapat Suyud Margono di mana pengertian
monopoli juga mencakup struktur pasar di mana terdapat beberapa pelaku, namun karena
peranannya yang begitu dominan, maka dari segi praktis, pemusatan kekuatan pasar sesungguhnya
ada di satu pelaku saja. Periksa Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, Sinar Grafika, Jakarta,
2009.
13
Bryan A. Gardner, Op., Cit, hlm. 1098.
14
Periksa Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Kencana,
Jakarta, 2008, hlm. 13.
5
pesaingnya. Hal ini ditambah dengan hakikat negara adalah keluar dari segala
bentuk diskriminasi yang mungkin timbul. Keadilan bagi seluruh warganya
harusnya menjadi kepastian yang wajib dipenuhi oleh negara tanpa alasan apa
pun. Manakala negara dengan sistematis membiarkan terjadinya ketidakadilan,
maka sebenarnya negara tersebut telah lalai dan zalim terhadap rakyatnya15.
1.
Hakikat Negara Hukum: Kebutuhan Energi Sebagai Hak Asasi Warga
Negara
Keberadaan peraturan perundang-undangan, khususnya di bidang
energi pada hakikatnya merupakan pembatasan terhadap kekuasaan negara.
Sebagaimana pendapat Mukthie Fadjar16:
“Keberadaan peraturan perundang-undangan sebagai pembatasan
kekuasaan negara terhadap perseorangan merupakan salah satu prinsip
negara hukum. Menurut International Commission of Jurist, prinsip
utama dalam negara hukum ialah : (1) negara harus tunduk kepada
hukum; (2) pemerintah harus menghormati hak-hak individu di bawah
rule of law; (3) hakim-hakim harus dibimbing oleh rule of the law,
melindungi dan menjalankan tanpa takut, tanpa memihak, dan
menentng setiap campur tangan pemerintah atau partai-partai terhadap
kebebasannya sebagai hakim”.
Untuk mencukupi kebutuhan energi bagi warga negara, Candra
Irawan17 mengatakan bahwa negara tidak boleh berdiam diri, negara harus
aktif dan bertanggung jawab untuk menciptakan kemajuan perekonomian dan
memastikan secara faktual bahwa keadilan terwujudkan sistem perekonomian
nasional. Negara tidak boleh menuntut warga negara untuk selalu
berkontribusi dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat, negara-lah yang harus
bertanggung
jawab
mewujudkan
kesejahteraan
rakyat
sebagaimana
diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945 Alinea keempat dan UUD 1945
khususnya Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan
Sosial, Pasal 33-34.
15
Newsletter KHN, Vol. 9, No. 6, September 2009. Komisi Hukum Nasional RI, hlm. 4.
Periksa Mukthie Fadjar, Tipe Negara Hukum, Bayu Media, Malang, 2004, hlm. 41.
17
Periksa Candra Irawan, Dasar-Dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia, Mandar
Maju, Bandung, 2013, hlm. 10-11.
16
6
Berdasarkan hal tersebut, Indonesia dapat digolongkan sebagai
penganut negara kesejahteraan, misalnya dilihat dari tujuan Negara Indonesia
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
keadilan sosial dan adanya keterlibatan negara dan pemerintah dalam bidang
ekonomi, sosial, dan budaya warga negaranya. Secara jelas hal tersebut diatur
dalam UUD 1945, antara lain pada Pasal 27, Pasal 28, Pasal 28A-28J, Pasal
31, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 3418.
Hilman Hadikusuma19 berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah
paham kemanusiaan yang menganggap bahwa sejak manusia lahir di muka
bumi dan hidup bermasyarakat telah memiliki dan membawa hak-hak
asasinya. Hak-hak asasi itu bersifat universal (meliputi seluruh alam dunia)
tanpa membedakan manusia menurut kebangsaan, ras, agama ataupun jenis
kelamin, oleh karenanya setiap manusia harus mendapat kesempatan yang
sama untuk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya. Pendapat
tersebut kiranya kurang tepat jika dibandingkan dengan kondisi sekarang ini,
bahwa paham hak asasi manusia sudah mengglobal dan dalam konteks hak
asasi manusia, setiap orang dilekati oleh hak tersebut dan menjadi kewajiban
negara untuk mewujudkan dan melindunginya.
Sumber Daya Alam adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Diantara
begitu banyak ciptaan Tuhan Yang Maha Esa ini manusia dengan segala
keterbatasannya hanya sedikit diberi pengetahuan karena sesungguhnya
Tuhan Yang Maha Esa-lah Yang Maha Kuasa dan Maha Berkehendak. Hal
ini adalah mutlak bagi mereka umat beragama yang mengakui akan eksistensi
Tuhan Yang Maha Esa. Menurut pandangan Peneliti, banyak Surat dan ayat
yang membahas mengenai penciptaan langit dan bumi (SDA secara umum),
antara lain:
a.
18
19
QS. Al A’raaf, 7:54
Ibid, hlm. 34.
Periksa Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1992, hlm.
57.
7
Artinya: “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di
atas ‘Arsy. Dia menutup malam kepada siang yang mengikutinya dengan
cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang
(masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.”
b.
QS. Al Israa’, 17:99
Artinya: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwasanya Allah
yang menciptakan langit dan bumi adalah kuasa (pula) menciptakan yang
serupa dengan mereka, dan telah menetapkan waktu yang tertentu bagi
mereka yang tidak ada keraguan padanya? Maka orang-orang zalim itu
tidak menghendaki kecuali kekafiran.”
c.
QS. Yaasiin, 36: 79-81
Artinya: Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang
menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang
segala makhluk.
Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka
tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu.
Dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa
menciptakan yang serupa dengan itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah
Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.”
d.
QS. Fushshilat, 41: 9-12
Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang
menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam.”
Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya.
Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makananmakanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai
jawaban bagi orang-orang yang bertanya).
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih
merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi:
”Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau
terpaksa.” Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”.
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan
pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan
sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui.
e.
QS. Ath Thalaaq, 65: 12
Artinya: “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula
bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui
8
bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya
Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.”
f.
QS. At Taghaabun, 64: 1-3
Artinya: “Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi; hanya Allah-lah yang mempunyai semua kerajaan dan
semua pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dia-lah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan
di antara kamu ada yang mukmin. Dan Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan.
Dia menciptakan langit dan bumi dengan haq. Ia membentuk rupamu dan
dibaguskannya rupamu itu dan hanya kepada Allah-lah kembali(mu).
g.
QS. Al Hasyr, 59: 23
Artinya: “Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang
Membentuk Rupa, Yang mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepadaNya apa yang di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.
h.
QS. Al Hadiid 57, 4-5
Artinya: “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa.
Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia mengetahui apa yang
masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang
turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu
di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah
dikembalikan segala urusan.
i.
QS. Al Waaqi’ah, 56: 57-74
Artinya: “Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak
membenarkan?
Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan.
Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya?
Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali
tidak akan dapat dikalahkan,
untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu
(dalam dunia) dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan
yang tidak kamu ketahui.
Dan sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama,
maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran (untuk penciptaan
yang kedua)?
Maka terangkanlah kepadaku tentang yang Kamu tanam.
Kamukah
yang
menumbuhkannya
atau
Kamikah
yang
menumbuhkannya?
9
Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia hancur dan kering,
maka jadilah kamu heran dan tercengang.
(Sambil berkata): “Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian”,
bahkan kami menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa.
Maka terangkanlah kepadaku air yang kamu minum.
Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya?
Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka
mengapakah kamu tidak bersyukur?
Maka terangkanlah kepada-Ku tentang api yang kamu nyalakan (dengan
menggosok-gosokkan kayu).
Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?
Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi
musafir di padang pasir.
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Maha
Besar.”
Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa dengan dikaruniai akal
pikiran. Hal inilah yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk yang
lain. Maka dari itu manusia disuruh untuk mempergunakan akal dan
pikirannya dengan sebaik-baiknya dan menjaga keharmonisan dengan ciptaan
Tuhan yang Maha Esa yang lain. Manusia juga tidak boleh sombong dan
menyadari bahwasanya Tuhan Yang Maha Esa menciptakan segala sesuatu
tidak dengan percuma dan kepada-Nya lah semua akan kembali, dan manusia
akan dimintai pertanggung jawaban perbuatannya selama di dunia. Kemudian
manusia disuruh untuk mempergunakan akal dan pikirannya untuk membaca
tanda-tanda kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga ada manusia yang
beriman dan ada yang tidak mau mematuhi. Sebagaimana tertuang di dalam
ayat-ayat berikut ini:
a.
QS. Al Mu’minuun, 23: 112-115
Artinya: Allah bertanya: “Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di
bumi?”
Mereka menjawab: “Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari,
maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.”
Allah berfirman: “Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja,
kalau kamu sesungguhnya mengetahui.”
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan
kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan
kepada Kami?
10
b.
QS. Al Insaan, 76: 2-3
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari tetes
mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah
dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang luruh; ada yang
bersyukur dan ada pula yang kafir.”
c.
QS. Nuh, 71: 13-20
Artinya: “Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?
Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa
tingkatan kejadian.
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh
langit bertingkat-tingkat?
Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan
matahari sebagai pelita?
Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya,
kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan
kamu (daripadanya pada hari Kiamat) dengan sebenar-benarnya.
Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan,
supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu.”
d.
QS. Al Mulk, 67:15
Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya.
Dan hanya kepada-Nya lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”
e.
QS. Al Mulk, 67: 23
Artinya: Katakanlah: “Dia-lah yang menciptakan kamu dan mejadikan
bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati. (Tetapi) amat sedikit kamu
bersyukur.”
Di dalam Penjelasan UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi,
pengelolaan
energi
yang
meliputi
penyediaan,
pemanfaatan,
dan
penguasahannya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan,
rasional, optimal, dan terpadu guna memberikan nilai tambah bagi
perekonomian bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyediaan,
pemanfaatan, dan penguasahaan energi yang dilakukan secara terus menerus
guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pelaksanaannya harus selaras,
serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup20.
20
Periksa Penjelasan UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi.
11
2.
Hak dan Kewajiban Negara yang Diamanahkan oleh Konstitusi untuk
Menguasai, Mengelola, Mengolah dan Mendistribusikan Energi untuk
Sebesar-besar Kemakmuran Rakyat
Apabila melihat sejarah bangsa Indonesia, konteks penguasaan negara
khususnya di bidang energi telah tercermin dalam Penjelasan UUD RI 1945
sebelum Amandemen I-IV. Di dalam Penjelasan, dikatakan bahwa pokokpokok
yang
terkandung
dalam
Pembukaan
Undang-Undang
Dasar
diantaranya21:
1.
2.
3.
4.
“Negara” begitu bunyinya melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Dalam “Pembukaan” itu diterima aliran pengertian Negara
Persatuan. Negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa
seluruhnya. Jadi Negara mengatasi segalam paham golongan,
mengatasi segalam paham perseorangan. Negara, menurut
pengertian “pembukaan” itu menghendaki persatuan meliputi
segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar Negara
yang tidak boleh dilupakan.
Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Pokok yang ketiga yang terkandung dalam “pembukaan“ ialah
Negara yang berkedaulatan Rakyat, berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan perwakilan. Oleh karena itu sistim Negara yang
terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasar kedaulatan
rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan. Memang
aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.
Pokok pikiran yang keempat, yang terkandung dalam “pembukaan”
ialah Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu UndangUndang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan Pemerintah
dan lain-lain penyelenggara negara, untuk memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral
rakyat yang luhur.
Di dalam Penjelasan Pasal 33 UUD RI 1945 sebelum Amandemen I-IV
pada alinea II disebutkan bahwa Perekonomian berdasar atas demokrasi
ekonomi, kemakmuran bagi segala orang. Sebab itu cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus
21
Periksa Pembukaan UUD RI 1945 sebelum Amandemen I-IV.
12
dikuasai oleh negara. Kalau tidak tampuk produksi jatuh ke tangan orangseorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya.
Selanjutnya dijelaskan bahwa hanya perusahaan yang tidak menguasai
hajat hidup orang banyak boleh di tangan orang-seorang. Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok
kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat22.
Anton Poniman, dkk23 mengatakan bahwa salah satu cara untuk
melakukan perubahan mendasar menuju cita-cita proklamasi yaitu dengan
mengambil alih cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak
dari swasta baik asing maupun domestik karena cabang produksi demikian
berdasarkan Pasal 33 UUD RI 1945 harus dikuasai negara dan dikelola oleh
BUMN. Pada Pasal 33 ayat (1) UUD RI 1945 yang berbunyi, “Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan”. Pengertian
kata “disusun” bermakna bahwa perekonomian tidak boleh diserahkan kepada
mekanisme pasar. Napas dan orientasi sistem ekonomi yang telah disepakati
bangsa Indonesia dalam UUD RI 1945 tentu adalah napas ekonomi
kerakyatan dan semangat anti penindasan manusia atas manusia. Ekonomi
rakyat menurut Mubyarto24 adalah landasan ekonomi nasional yang harus
dilindungi dan dikembangkan menuju ketahanan ekonomi nasional yang
andal dan tangguh. Sebelum kemerdekaan pun, Soekarno menunjukkan
betapa sistem kapitalisme-liberalisme telah benar-benar menyengsarakan
rakyat Indonesia sehingga harus dibenci dan diusir dari Indonesia. “Isme”
yang
tepat
untuk
melawan
kapitalisme
menurut
Soekarno
adalah
Marhaenisme yaitu Marxisme yang diterapkan di Indonesia, yang
mengajarkan cara-cara perjuangan dan asas untuk mengusir kapitalisme dan
imperalisme.
22
Periksa Penjelasan UUD RI 1945 sebelum Amandemen I-IV.
Anton Poniman, Op., Cit, hlm. 31.
24
Periksa Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, Cetakan ke-3, BPFE-Yogyakarta,
Yogyakarta, 2010, hlm. 19-20.
23
13
Lebih lanjut dikatakan25 bahwa Pemerintah dalam arah pembangunan
ekonomi nasional tentu tidak bisa melepaskan 2 (dua) komponen penting
dalam ekonomi nasional, yaitu BUMN dan koperasi, yang selaras dengan
prinsip gorong royong untuk memakmurkan rakyat.
UUD RI 1945 sebelum26 dan sesudah amandemen I-IV menjadi “akar”
dalam mengatur, mengolah, mengembangkan, dan melestarikan kekayaan
SDA NKRI.
Penting ditekankan bahwa negara sebagai entitas tertinggi mempunyai
kewenangan kepemilikan atas segala sumber daya alam yang ada
diwilayahnya, terutama yang menguasai hajat hidup orang banyak27. Hal ini
dikarenakan tugas dan kewajiban yang dipikul oleh negara untuk
mendayagunakan aset atau sumber daya yang dimiliki (sumber daya alam
maupun sumber daya manusia, dalam hal ini sumber daya alam) untuk segala
kebutuhan menyejahterakan rakyat. Berbeda dengan individu baik orang
perorangan dan badan hukum dimana tanggung jawab dan kemampuannya
terbatas. Tujuan yang dimiliki oleh individu sebagai entitas bisnis yang
mencari keuntungan semata, terkadang mengabaikan keberlanjutan dari
pengelolaan sumber daya alam dan merusak lingkungan28. Maka dari itu,
25
Ibid, hlm. 415.
Deni Bram mengatakan bahwa sebelum perubahan UUD RI 1945, Pasal 33 ayat (3)
merupakan satu-satunya ketentuan konstitusional yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan
dan SDA. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menentukan
bahwa kekuasaan negara atas dasar Pasal 33 ayat (3) UUD RI 1945 meliputi kewenangan yang
diberikan kepada Pemerintah untuk mengatur peruntukkan, penggunaan, persediaan,
pemeliharaan, dan hubungan hukum antar subyek hukum dan perbuatan-perbuatan hukum dengan
SDA. Ketentuan di atas selama ini menjadi dasar legitimasi pemerintah dalam penyelenggaraan
pembandunan dan pemanfaatan SDA di Indonesia. Periksa Deni Bram, Op.,Cit, hlm. 1-2.
27
Negara mempunyai wewenang demikian karena untuk mengurusi wilayah publik dan
wilayah privat dibutuhkan legitimasi yang kuat oleh publik. Dapat dikatakan pula bahwa ada suatu
ruang atau domain dalam kehidupan yang bukan privat atau murni milik individual, tetapi milik
bersama atau milik umum. Publik itu sendiri berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk
diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama.
Periksa Wayne Parsons, Public Policy: Pengantar Teori & Praktik Analisis Kebijakan, Cetakan
ke-3, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 3, Terjemahan dari Wayne Parsons, Public Policy: An
Introduction to the Theory and Practice of Policy Analysis, Edward Elgar Publishing, Ltd, 2001,
Penerjemah Tri Wibowo Budi Santoso.
28
Hanya sedikit orang di dunia sekarang ini akan menyarankan bahwa sumber daya alam
haruslah dipakai untuk memperoleh keuntungan jangka pendek dengan begitu entengnya
mengesampingkan dampak lingkungan jangka panjangnya; dan hanya sedikit orang yang
menyarankan bahwa tingkat perlindungan lingkungan haruslah sedemikian tingginya sehingga
26
14
negara mengupayakan keselarasan tujuan negara dengan tujuan akhir
manusia, yaitu kebahagiaan-kesejahteraan yang sempurna. A. Gunawan
Setiardja29 berpendapat bahwa manusia itu mempunyai tujuan akhir obyektif
dan subyektif. Tujuan akhir obyektif adalah sama untuk semua orang yaitu
Tuhan
sebagai pencipta, sedangkan tujuan akhir subyektif adalah
kesempurnaan diri manusia sebagai manusia. Drijarkara30 juga mengatakan
bahwa manusia selalu menuju ke kesempurnaan . Menurut kodratnya, setiap
realitas itu menuju kesempurnaan yang merupakan cerminan dari
kesempurnaan Tuhan.
Ni’matul Huda31 berpendapat bahwa negara adalah tempat paguyuban
masyarakat dalam hal ini paguyuban rakyat yang mengorganisasikan diri,
membentuk kesatuan yang bulat, dan mewakili sebuah cita (een idee vertegen
woordigt). Perbedaan-perbedaan cita antar kelompok dalam paguyuban ini tidak
dihapuskan melainkan dijembatani. Cita yang ada pada paguyuban inilah yang
kemudian mengorganisasikan diri ke dalam negara menjadi cita negara. Sebuah
cita paguyuban masyarakat bangsa (volks gemeenschapsidee) menjadi cita negara
(staatsidee)32.
melarang pemakaian yang benar dari sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan masa kini.
Anonim, Pengantar Hukum Ekonomi ..., Op., Cit, hlm. 57.
29
Periksa A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral, Kanisius, Yogyakarta,
1990, hlm. 92 sebagaimana dikutip dalam Abdul Ghofur Anshori dan Sobirin Malian (ed),
Membangun Hukum Indonesia: Kumpulan Pidato Guru Besar Ilmu Hukum dan Filsafat, Kreasi
Total Media, Yogyakarta, 2008, hlm. 76.
30
Periksa Drijarkara, Pertjikan Filsafat, Pembangunan, Djakarta, 1966, hlm. 20-21 dalam
Abdul Ghofur Anshori dan Sobirin Malian, Ibid.
31
Periksa Ni’matul Huda, UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang, RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2008, hlm. 61.
32
Aschaper merinci cita negara menjadi delapan macam, yaitu:
1. Negara kekuasaan (machtstaat) dengan tokoh utamanya Niccolo Machiavelli;
2. Negara berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dengan tokoh utamanya John Locke;
3. Negara kerakyatan (volksstaat) dengan tokoh utamanya Jean Jacques Rousseau;
4. Negara kelas (klassestaat) dengan tokoh utamanya Karl Marx;
5. Negara liberal (liberale staat) dengan tokoh utamanya John Stuart Mill;
6. Negara totaliter kanan (totalitaire staat van rechts) dengan tokoh utamanya Hitler dan
Musollini;
7. Negara totaliter kiri (totalitaire staat van links) dengan tokoh utamanya Marx, Engels, dan
Lenin; dan
8. Negara kemakmuran (welvaarsstaat) dengan tokoh utamanya para pemimpin negara yang
bangkit dari Perang Dunia II.
15
Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tujuan negara yang
termaktub dalam pembukaan UUD RI 1945 alinea ke-4 yaitu:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Tujuan negara RI dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2.
Memajukan kesejahteraan umum;
3.
Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
4.
Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Ketentuan Pasal 33 UUD RI dimana asas kekeluargaan dan prinsip
perekonomian nasional dimaksudkan sebagai rambu-rambu yang sangat penting
dalam upaya mewujudkan demokrasi ekonomi di Indonesia. Hal tersebut
dipandang sangat penting agar seluruh sumber daya ekonomi nasional digunakan
sebaik-baiknya sesuai dengan paham demokrasi ekonomi sehingga mendatangkan
manfaat optimal bagi seluruh warga negara dan penduduk Indonesia33.
Negara RI adalah negara yang berdasarkan hukum. Maka dari itu
penguasaan negara di bidang apapun harus berdasarkan atas hukum. Di kalangan
pakar ilmu hukum dari masa ke masa senantiasa terdapat perbedaan kajian
Periksa Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara, Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap
Konstitusi Indonesia, Kerjasama Pusat Studi Hukum FH UII dengan Gama Media, Yogyakarta,
1999 dalam Ni’matul Huda, UUD 1945 dan Gagasan ..., Op., Cit, hlm. 59-60.
33
Periksa Anonim, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan MPR RI: Edisi Revisi, Cetakan ke-12, Sekretariat Jenderal
MPR RI, Jakarta, 2013, hlm 197.
16
mendalam mengenai “apa hukum itu”. Pada Zaman Yunani Kuno hingga Zaman
Modern34 sekarang ini, pandangan terhadap apa hukum itu senantiasa berubah.
Pada zaman modern ini, hukum dilihat sebagai ciptaan manusia, karena yang
menentukan hukum adalah manusia sendiri yang menentukan aturan dalam
kehidupannya35.
Dalam pandangan hukum perdagangan internasional, negara merupakan
subyek hukum terpenting dan merupakan subyek hukum sempurna. Huala Adolf36
berpendapat bahwa peran negara dalam perdagangan internasional antara lain:
1.
Ia satu-satunya subyek hukum yang memiliki kedaulatan.
2.
Negara juga berperan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
pembentukan organisasi-organisasi (perdagangan) internasional di dunia.
3.
Negara bersama-sama negara yang lain mengadakan perjanjian internasional
guna mengatur transaksi perdagangan diantara mereka.
4.
Negara berperan sebagai subyek hukum dalam posisinya sebagai pedagang,
dimana dalam posisinya negara adalah salah satu pelaku utama dalam
perdagangan internasional.
Konsep37 penguasaan negara sampai pada saat ini dapat dilihat dari
beberapa hal, antara lain:
1.
Penguasaan negara atas tanah;
34
1.
2.
Perbedaan hukum klasik dan hukum modern menurut Otje Salman antara lain:
Hukum klasik, sifatnya konservatif, ada pengaruh agama, masyarakatnya (pekerjaannya)
agraris, perkembangan masyarakatnya relatif lamban, tidak perlu pembaharuan, statis.
Hukum modern, nasional (manusia) perlu pembaruan, adanya pengaruh teknologi, (industri),
dinamis.
Sedangkan peran hukum di negara maju dengan negara yang sedang berkembang antara
lain:
1. Hukum di negara maju dapat berperan sebagai alat pembaruan masyarakat (Amerika Serikat).
2. Hukum di negara yang sedang berkembang dapat berperan sebagai sarana perubahan
masyarakat (Indonesia, dan lain-lain). Periksa Otje Salman, Filsafat Hukum: Perkembangan
& Dinamika Masalah, Cetakan ke-2, Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 101.
35
Periksa Zainuddin Ali, Op., Cit, hlm. 25.
36
Periksa Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, Cetakan ke-5, Rajawali Pers,
Jakarta, 2013, hlm. 59.
37
Konsep berasal dari bahasa latin, yakni dari kata kerja “concipere” yang berarti:
mencakup, mengandung, menyedot, menangkap. Kata bendanya adalah “conceptus” yang secara
harfiah berarti: tangkapan. Jadi, perkataan “konsep berarti: hasil tangkapan intelek atau budi
manusia. Sinonimnya adalah perkataan “idea” (ide). Periksa B. Arief Sidharta, Op.,Cit, hlm 21.
17
2.
Penguasaan negara atas sumber daya air;
3.
Penguasaan negara atas wilayah udara;
4.
Penguasaan negara atas barang tambang; dan
5.
Penguasaan negara di bidang energi.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1.
Penguasaan negara atas tanah
Pengalaman sejarah bangsa Indonesia dari sejak bernama Nusantara
sampai sekarang di bidang agraria bahwa keadilan berupa pemerolehan hak
atas tanah untuk rakyat belum dapat tercapai. Berbagai upaya38 telah dicapai
sehingga menurut Firman Muntaqo39, founding fathers berkeyakinan dan
bersepakat, bahwa untuk dapat mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur,
maka negara/pemerintah harus:
a.
konsisten menempatkan agraria sebagai asset milik bangsa, dan bukan
komoditas perdagangan;
b.
negara sebagai organisasi kekuasaan diberi wewenang untuk pada
tingkatan tertinggi menguasai agraria (namun tidak memiliki) dan harus
mengatur penggunaan dan pemanfaatan agraria untuk mencapai sebesarbesarnya kemakmuran rakyat;
38
Upaya bangsa Indonesia untuk melaksanakan land reform misalnya, tidak terlepas dari
pengalaman sejarah pada zaman kolonial, dimana penderitaan rakyat lebih banyak disebabkan oleh
politik agraria pemerintah kolonial (terutama kolonial Belanda) yang memanfaatkan agraria,
terutama tanah untuk kepentingan ekonomi penjajah semata.Atas dasar pengalaman sejarah,
founding fathers berkesimpulan bahwa terputusnya akses rakyat terhadap tanah sebagai akibat
pernyataan domein oleh negara (domein verklaring) yang tertuang dalam Pasal 1 Agrarische
Besluit yang menempatkan negara sebagai pemilik tanah (staatsdomein) dan sekaligus sebagai
komoditas perdagangan merupakan penyebab dari kesengsaraan rakyat bumi putra yang amat
sangat melukai, menggugah dan mengusik rasa kemanusiaan yang sangat mendalam.
Lebih lanjut dikatakan bahwa pemilikan dan penguasaan tanah oleh negara pada zaman
kolonial demi semata-mata untuk kepentingan ekonomi pemerintah dan pengusaha yang
didasarkan pada paham individualisme, liberalisme, dan matrealism, atas dasar politik kapitalis
yang menempatkan agraria (termasuk tanah), tenaga kerja, dan teknologi sebagai komoditas
perdagangan, serta memberikan kebebasan penuh kepada individu untuk mengakumulasi modal,
maupun melakukan investasi telah mengakibatkan terjadinya eksploitasi manusia atas manusia
yang menyengsarakan rakyat Indonesia. Periksa Firman Muntaqo, Menyikapi Era Globalisasi di
Bidang Agraria (Globalization Era Outlooking on Agrarian Sector), Jurnal Masalah-Masalah
Hukum, Jilid 40 Nomor 4, Oktober 2011, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang,
hlm. 462.
39
Ibid.
18
c.
mengimplementasikan prinsip tanah adalah untuk menggarapnya (land to
tiller), sehingga negara harus selalu memfasilitasi akses petani terhadap
tanah;
d.
menjadikan agrarian reform (termasuk didalamnya land reform) sebagai
strategi pembangunan dan bukan sebagai masalah yang bersifat teknis,
terutama harus melaksanakan program land redistribution;
e.
menempatkan hukum adat tanah sebagai sumber hukum dalam
pembentukan hukum tanah nasional; dan
f.
melakukan berbagai program yang mendukung pelaksanaan land reform,
misalnya, pengadaan saprodi, bantuan kredit, bimbingan teknik
pengolahan tanah dan pertanian, pembentukan koperasi, memfasilitasi
akses pemasaran hasil produksi, kesemuanya dalam rangka membangun
kemandirian petani, serta
g.
menciptakan
berbagai
aturan
hukm
dan
kebijaksanaan
yang
memungkinkan petani untuk dapat mengikuti perkembangan zaman di
bidang agraria, menurut keperluannya dalam soal-soal agraria.
Firman Muntaqo40 berpendapat bahwa penguasaan tanah atau pemilikan
tanah oleh badan-badan usaha, baik perusahaan negara ataupun swasta yang
demikian luas cenderung tanpa batas yang menyebabkan ternegasinya akses
petani terhadap tanah sehingga perlu dipertanyakan dasar filosofisnya. Secara
ideal seharusnya badan usaha cukup diberi peran di bidang usaha
perdagangan komoditas hasil pertanian/perkebunan, tanpa perlu diberi hak
atas tanah dalam melaksanakan usahanya.
Arie Sukanti dkk41 mengatakan bahwa pengalaman sejarah telah
membuktikan bahwa sekalipun 350 tahun lebih Indonesia dijajah oleh
Belanda, hubungan antara bangsa Indonesia dengan tanahnya tidak pernah
terputus dan tidak pernah diserahkan kepada siapapun. Hal ini juga tidak
40
Ibid.
Periksa Arie Sukanti, dkk, Hukum Pertanahan di Belanda dan Indonesia, Pustaka
Larasan, Denpasar bekerjasama dengan Universitas Indonesia, Universitas Leiden dan Universitas
Gronigen, 2012, hlm. 157.
41
19
pernah diserahkan kepada Negara, karena Negara hanyalah merupakan
organisasi kekuasaan seluruh bangsa atau wadah dari bangsa Indonesia untuk
melaksanakan apa yang menjadi kehendak bangsa Indonesia itu sendiri. Jadi,
negara hanya mempunyai hak menguasai dan bukan memiliki tanah.
Kemudian dikatakan bahwa hak menguasai dari negara ini adalah tugas
kewenangan yang dilimpahkan oleh bangsa Indonesia kepada Negara untuk:
a.
mengatur penguasaan dan penggunaan tanah melalui peraturan
perundang-undangan;
b.
merencanakan peruntukkan dari penggunaan tanah;
c.
memelihara.
2.
Penguasaan negara atas sumber daya air
3.
Penguasaan negara atas wilayah udara;
Penguasaan atas wilayah negara pada hakikatnya merupakan amanat
Pembukaan UUD RI 1945 alinea IV yang isinya adalah untuk membentuk
suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Di samping itu merupakan
penjabaran dari Pasal 33 UUD RI 1945 ayat (3) yang mengatakan bahwa
bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Apabila
ditafsirkan secara meluas, bumi dan bagian di atas bumi dan di atas perairan
Indonesia merupkan kekayaan alam Indonesia yang wajib dilindungi dan
dijaga oleh negara untuk kemakmuran rakyat.
Wilayah udara saat ini memegang peranan penting di bidang
transportasi atau lalu lintas penerbangan baik menggunakan pesawat cepat
dengan berbagai kapasitas, ataupun yang lambat seperti helikopter.
Penguasaan negara atas wilayah negara menjadi mutlak mengingat
kepentingan nasional yang harus dilindungi karena semua pesawat harus
memperoleh izin melintas di atas wilayah NKRI.
20
Menurut Yasidi
Hambali42, Pemerintah sebagai
organ
negara
mengemban kepentingan negara yang esensial, seperti masalah kedaulatan
negara di udara, keamanan dan penegakan hukum di udara, keselamatan
penerbangan, pemanfaatan dirgantara bagi kesejahteraan rakyat, perlindungan
industri kedirgantaraan nasional dan masyarakat pemakai jasa penerbangan
dan sebagainya.
4.
Penguasaan negara atas barang tambang; dan
5.
Penguasaan negara di bidang energi.
Menurut Anton Poniman, dkk43 bahwa Pasal 33 UUD RI 1945 yang
merupakan buah pikir para pendiri negara yang menginginkan bangsa ini berjalan
di atas rel kesejahteraan bersama yang berasas kekeluargaan dengan tujuan:
Masyarakat adil dan makmur. NKRI beserta seluruh perangkatnya dibentuk untuk
menjalankan amanat itu demi tercapainya tujuan nasional. Sementara perusahaan
swasta /asing yang sedari awal didirikan dengan maksud mencari profit sebesarbesarnya tidaklah dapat dipercaya untuk mengelola sumber-sumber ekonomi
strategis negara demi kemakmuran rakyat. Lebih lanjut dikatakan bahwa negara
harus segera mengambil alih berbagai sumber daya alam yang menjadi sumber
energi dan modal ketahanan nasional. Perluasan akses dan kontrol pada
masyarakat adalah suatu bentuk positif keberpihakan kepada rakyat. Hal ini untuk
pemulihan kedaulatan rakyat atas sumber daya alam yang telah tergerus sekian
lama. Hal ini dapat diwujudkan dengan terlebih dahulu mencabut undang-undang
yang bertentangan dengan UUD RI 1945 sebagai upaya harmonisasi44.
Menurut Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani45, dalam Pasal 33 UUD RI
1945, secara implisit, UUD RI 1945 mengakui adanya bentuk monopoli berupa
penguasaan sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak. Ini
terealisasi dari penguasaan yang dilakukan oleh badan usaha milik negara atas
42
Periksa Yasidi Hambali, Hukum dan Politik Kedirgantaraan, Pradnya Paramita, Jakarta,
1994, hlm. 5.
43
Anton Poniman, dkk, Op., Cit, hlm. 117.
44
Ibid.
45
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op., Cit.
21
bidang tertentu. Misalnya PT. PLN (Persero) menguasai listrik, PT. Pertamina
(Persero) memonopoli minyak dan gas bumi, PT Kereta Api menguasai
perkeretaapian, dan sebagainya. Selanjutnya dikatakan monopoly by law. UUD RI
1945 membenarkan adanya monopoli ini. Negara diberikan monopoli yakni untuk
menguasai bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta
cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Maka dari itu,
sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak seperli perlistrikan, air minum,
kereta api, dan sektor-sektor lain yang karena sifatnya yang memberi pelayanan
untuk masyarakat dilegitimasi untuk dimonopoli dan tidak diharamkan46.
Ketahanan energi bagi Indonesia ibarat darah dalam tubuh manusia. Fungsi
darah sebagai motor penggerak berbagai macam nutrisi yang dibutuhkan oleh
berbagai macam unit terkecil seperti sel, hingga ke tahap jaringan dan organorgan tubuh yang secara sistematis dan kontinyu bekerja setiap waktu. Maka dari
itu, negara Indonesia sebagai negara kesejahteraan, berarti terdapat tanggung
jawab negara untuk mengembangkan kebijakan47 negara di berbagai bidang
kesejahteraan serta meningkatkan kualitas pelayanan umum (public services) yang
baik melalui penyediaan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh masyarakat48.
Perubahan substansi hukum yang mengatur mengenai energi melalui intervensi
lembaga keuangan asing pada dasarnya untuk kepentingan ekonomi semata.
Sebagaimana dikemukakan oleh Petrus C.K.L Bello49, bahwa perubahan
kebijakan ekonomi baru yang liberal yang diadopsi oleh Pemerintah Indonesia,
bukan sesuatu yang sepenuhnya dikehendaki pemerintah, tetapi merupakan
tuntutan dari IMF yang telah memberi pinjaman kepada Indonesia, dimana
Indonesiaharus menjalankan “structural adjusment programme”, sebuah program
46
Ibid, hlm. 5.
Kebijakan atau policy - public policy is whatever governments choose to do or not to do.
Government do many things. They regulate conflict within society; they organize society to carry
on conflict with other societies; they distribute a great variety of symbolic rewards and material
services to members of the society; and they extract money from society, most often in the from of
taxes. The public policies may regulate behaviour, organize bureaucracies, distribute benefits or
extract taxes - or all these things at once. Periksa Thomas R. Dye, Understanding Public Policy,
Thirteenth Edition, Pearson Education, United States, 2011, hlm. 1.
48
Sekretariat Jenderal MPR RI, Op., Cit, hlm 199.
49
Periksa Petrus C.K.L Bello, Ideologi Hukum: Refleksi Filsafat Atas Ideologi di Balik
Hukum, Insan Media, Bogor, 2013, hlm. 137.
47
22
yang ditimpakan pada negara penghutang untuk menjalankan tiga hal: liberalisasi
perdagangan, privatisasi, dan deregulasi. Apabila dilihat, sejak dimulainya
paradigma “structural adjustment programme” di tahun 1980-an, maka Indonesia
telah melakukan berbagai liberalisasi sektoral.
Ibnu Taimiyah50 mengatakan bahwa kemaslahatan manusia, baik di dunia
maupun di akhirat, tidak akan terwujud kecuali dengan cara bersatu dan bekerja
sama, yaitu gotong royong dan saling tolong menolong: gotong royong
mewujudkan maslahat dan tolong menolong menghadapi kesusahan. Pepatah
mengatakan, “manusia pada dasarnya berwatak madaniy (membangun)”, sehingga
jika mereka berkumpul, pastilah mereka mengembangkan kegiatan-kegiatan yang
perlu dikerjakan untuk mewujudkan kemaslahatan dan tindakan-tindakan untuk
mengatasi masalah.
Karena pada hakikatnya, menurut Syaiful Bakhri51, prinsip kesejahteraan
dalam nomokrasi Islam bertujuan mewujudkan keadilan sosial dan keadilan
ekonomi bagi seluruh anggota masyarakat atau rakyat. Tugas itu dibebankan
kepada penyelenggara dan masyarakat. Pengertian keadilan sosial dalam
nomokrasi Islam bukan hanya sekadar pemenuhan kebutuhan materiil atau
kebendaan saja, akan tetapi mencakup pula pemenuhan kebutuhan spiritual dari
seluruh rakyat. Negara berkewajiban memperhatikan mereka yang kurang atau
tidak mampu.
Di kalangan masyarakat Jawa, menurut Soetomo52 terdapat pandangan atau
falsafah tata tentrem kerta raharja. Pandangan ini apabila dicermati mengandung
unsur
atau
komponen,
ketertiban-keamanan,
keadilan,
ketentraman
dan
kemakmuran. Kehidupan yang tertata mengandung makna yang luas bukan hanya
terciptanya ketertiban dan keamanan melainkan juga keadilan dalam berbagai
50
Periksa Ibnu Taimiyah, Tugas Negara Menurut Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2004, hlm. 3. Terjemahan dari Ibnu Taimiyah, Public Duties in Islam, The Institution of the Hisba,
The Islamic Foundation, London, 1985. Penerjemah Arif Maftuhin Dzofir.
51
Periksa Syaiful Bakhri, Ilmu Negara dalam Konteks Negara Hukum Modern, Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta
dan Total Media, Jakarta, 2010, hlm. 88-89.
52
Periksa Soetomo, Kesejahteraan dan Upaya Mewujudkannya dalam Perspektif
Masyarakat Lokal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2014, hlm. 47.
23
dimensinya. Konsep tentrem menggambarkan dimensi sosiologis dan psikologis
dalam kehidupan bermasyarakat. Konsep kerta menggambarkan aktivitas dan
dinamika yang didukung oleh adanya etos, iklim yang kondusif dan terpenuhinya
kebutuhan
aktualisasi
diri.
Kesemuanya
menghasilkan
raharja
yang
mencerminkan kemakmuran. Maka dari itu, sebagaimana dikatakan oleh
Soetomo, kondisi sejahtera yang diidamkan bukan hanya gambaran kehudupan
yang terpenuhi kebutuhan fisik, material, melainkan juga spiritual, bukan hanya
pemenuhan kebutuhan jasmaniah melainkan rohaniah. Lebih lanjut dikatakan
bahwa apabila deskripsi tersebut dianggap sebagai cerminan dari masyarakat ideal
dalam konstruksi masyarakat Jawa, maka unsur-unsur itulah yang terkandung
dalam masyarakat yang diimpikan53. Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat
yang sejahtera sebagai masyarakat ideal atau good society, bukanlah realitas yang
sudah terwujud, melainkan kondisi idaman yang dikonstruksikan54.
B. Perbandingan Pengaturan Energi di Beberapa Negara di Dunia
1.
Jerman
Negara Jerman yang dikenal dengan chauvinisme dan kemampuan
SDM yang tinggi terutama di bidang teknologi membuat negara Jerman
menjadi negara yang tangguh pula secara ekonomi ketika terjadi krisis yang
menerpa Eropa dan Amerika sejak 2008 lalu. Dalam sebuah pernyataan
Kanselir Jerman, Angela Merkel55 mengenai globalisasi, beliau mengatakan,
“In this respect should not be forgotten, that the greatest consequence of
globalization is that there aren’t any purely national solutions to global
challenges(2) and that the reason why [todays] judges and lawyers should
divert to the principles and decisions of foreign and international law is
globalization.
53
Ibid.
Ibid, hlm. 198.
55
Angela Merkel, German Firts Chandellor, Time Magazine, 11 January, 2010 dalam J.
Paul Lumio, Henrik S. Spang-Hanssen, George D. Wilson, Legal Research Methods in Modern
World: A Course Book, Third Edition, DJ ØF Publishing, Copenhagen, 2011, p. 1.
54
24
Bertolak dari sistem ekonomi Jerman, berdasarkan buku karangan
Heinz Lampert yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang artinya
“Ekonomi Pasar Sosial: Tatanan Ekonomi dan Sosial Republik Federasi
Jerman”, di mana Kwik Kian Gie dalam kata pengantar mengatakan sebagai
berikut56:
“Kita sedang mencari rumusan-rumusan yang kongkrit dan operasional
dari sebuah sistem ekonomi yang didasarkan atas Pancasila dan UUD
1945. Keadaannya masih bersimpang siur ... Setelah mempelajari buku
ini, rasanya tidak salah mengatakan bahwa sistem ekonomi di Jerman
adalah ekonomi yang juga didasarkan atas mekanisme pasar yang
dibuat bercirikan dan berwatak sosial melalui pengendalian hukum dan
aturan-aturan mainnya.”
Berdasarkan paparan tersebut tampak bahwa peran penegakan hukum di
Jerman memegang peranan penting dalam mendukung jalannya sistem
ekonomi yang tangguh di Jerman. Mubyarto kemudian berpendapat bahwa
Undang-Undang Dasar yang disusun tidak mengizinkan suatu ekonomi pasar
yang tidak terkendali secara sosial maupun segala jenis ekonomi yang berada
di bawah pengarahan pemerintah (etatisme). Adapun tujuan yang hendak
dicapai sistem ekonomi pasar sosial ada 3 (tiga) yaitu57:
(1) Melaksanakan kesejahteraan ekonomi setinggi mungkin dengan:
(a) menciptakan tatanan kompetisi; (b) melembagakan kebijakan
pertumbuhan; (c) melindungi kondisi full employment; dan (d)
menjamin kebebasan perdagangan luar negeri.
(2) Melindungi efisiensi ekonomi dan keadilan sosial dari (setiap)
tatanan moneter: (a) pelembagaan Bank Sentral yang independen;
(b) stabilitas anggaran nasional; (c) keseimbangan antara neraca
pembayaran dan perdagangan luar negeri.
(3) Menjamin keamanan sosial, keadilan sosial, dan kemajuan sosial:
(a) memaksimumkan produk nasional; (b) meminimumkan
ketidakadilan sosial; (c) memperbaiki distribusi pendapatan
nasional dan kekayaan melalui dana pensiun, kompensasi, subsidi
perumahan, dan subsidi umum.
56
57
Mubyarto, Op.,Cit, hlm. 88.
Ibid, hlm. 90.
25
2.
Jepang
Jepang minim sumber daya energi, tetapi memiliki kemampuan SDM
yang luar biasa dan teknologi yang tinggi58. Sumber energi nuklir merupakan
elemen penting dalam pendukung kebutuhan energi Jepang, selain gas dan
minyak bumi. Komposisi pembangkit listrik di Jepang menurut bahan
bakarnya ialah gas alam sebanyak 30%, nuklir 27%, Energi terbarukan 11%,
minyak bumi 7% dan batubara sebanyak 25% (sebelum gempa bumi dan
tsunami melanda Jepang beberpa tahun lalu)59. Di Jepang terdapat suatu
institusi bernama Japan Nuclear Regulation Authorithy sebagai badan
pengatur perizinan beroperasinya reaktor nuklir.
Peran pemimpin Jepang dalam upaya penguasaan negara dan
pemenuhan energi terhadap rakyatnya sangat vital. Perdana Menteri Jepang
Shinzo Abe sangat ingin menghidupkan kembali PLTN untuk mengurangi
ketergantungan negara itu pada impor bahan fosil yang mahal. Dihentikannya
PLTN selama dua tahun terakhir akibat bencana alam gempa dan tsunami
telah mendorong
kenaikan harga listrik
dan meningkatnya
defisit
perdagangan negara itu.
Kepala Japan Nuclear Regulation Authorithy, Shunichi Tanaka
mengatakan bahwa bencana seperti Fukushima tidak akan terjadi di bawah
aturan baru. Ia mengatakan tidak ada yang namanya keamanan absolut, dalam
arti kebocoran radiasi bisa saja terjadi. Akan tetapi ia mengatakan bahwa apa
pun krisis yang terjadi di masa depan akan dicegah sebelum mencapai skala
yang mendekati bencana sebesar di Fukushima60.
58
Being a country of sparse national resources, Japan had to relay on entre preneurial
ingenuity and the promotion of inventive efforts through intellectual property rights. Turning to
intellectual property rights to achieve its goals of “fukoku kyôhei” (a rich country and a strong
army) and “shokusan kôgyô” (increase industrial productivity) was by no means a fore gone
conclusion for the Meiji state. Periksa Morikawa, Zaibatsu - The Rise and Fall of Family
Enterprise Groups in Japan, University of Tokyo Press, Tokyo, 1992, p. 1-55 dalam Christoper
Heath and Kung-Chung Liu (ed), Op., Cit, hlm. 99.
59
Periksa Koran Tempo, Reaktor Nuklir Jepang Menyala Lagi, 12 Agustus 2015.
60
Ibid.
26
3.
China
Legislasi di bidang teknologi di China menyebabkan kemajuan
teknologi yang pesat, khususnya di bidang energi. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Christopher Heath dan Kung-Chung Liu61 bahwa,
”Legislation on and practice of technology transfer in the People’s Republic
of China (“PRC”) is currently still determined by distinction between
domestic and international technology transfer. Originally, technology
transfer between two PRC parties had been governed by the Technology
Contract Act (1), now replaced by the Contract Act (2) which in a separate
chapter on “technology contracts” covers technology development contracts,
technology transfer contracts, technical consultancy and technical service
contracts. Under the Contract Act, the term “technology transfer contracts”
includes contracts for the transfer of patent rights, patent applications,
technological secrets and the licensing of patents (3)
(1) Effective as of 1 November 1987, ceased to be effective on 1 October
1999
(2) Effective as of 1 October 1999
(3) Sec. 342 Contract Act
4.
Malaysia
Pengalaman historis Malaysia dalam membangun dan mengembangkan
BUMN-nya pada awal perkembangannya banyak mencontoh Indonesia,
terutama sejak rezim kepemimpinan Presiden Soekarto di Indonesia. Salah
satu mekanisme manajemen yang mereka adopsi adalah milik buah karya
Tanri Abeng, Pakar Manajemen yang juga Mantan Menteri BUMN era
Presiden Habibie dan “Manajer Satu Miliar” atau Orang Indonesia yang
berhasil masuk di jajaran pimpinan perusahaan multinasional dan perusahaan
nasional, diantaranya menjadi CEO PT Multi Bintang, Union Carbide
Indonesia, PT Bakrie & Brothers Tbk, Komisaris PT Telkom, dan lain-lain. Ia
memberikan curahan pikiran dan ide-idenya dalam buku Indonesia Inc. Buku
61
Christoper Heath and Kung-Chung Liu (ed), Op., Cit, hlm. 99.
27
itu dipakai di Malaysia dan Khazanah, salah satu BUMN terbesar waktu itu
banyak mengadopsi dari buku tersebut, sedangkan Indonesia sendiri tidak
mencontohnya (buku Indonesia Inc). Beliau juga banyak berbicara dengan
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad Abdullah Badawi waktu itu
tentang manajemen BUMN di Malaysia di mana mereka (Mahathir
Muhammad dan Abdullah Badawi) sudah mempunyai konsepsi how to do
it62.
5.
Brasil
Berdasarkan Regulation of the Petroleum Industry, Law No. 9478 pada
6 Agustus 1997 dibentuk The National Agency of Petroleum, Natural Gas
and Biofules (ANP) dimana merupakan entitas integral dari the Indirect
Federal Administration. ANP merupakan badan pengatur ekstor industri
khusus minyak, gas alam dan produk derivatnya dan biofuel dimana badan ini
berafiliasi dengan Kementerian Pertambangan dan Energi63. Di bidang energi
terbarukan, Brasil sukses mengembangkan ethanol yang didukung dengan
situasi politik, transportasi dan buruh yang murah serta kontrol harga yang
ketat dari pemerintah64.
Brazil menargetkan pada tahun 2020 memiliki pembangkit hydro
berkapasitas 121,6 GW, angin 11,5 GW dan biomass 9,2 GW. Adapun
kapasitas energi terbarukan Brasil total sejumlah 109,6 GW. Brasil memiliki
beberapa regulasi yang mengatur bidang energi antara lain:
a.
Electricity Act;
b.
Renewable Energy Law 2005.
62
Periksa Majalah Eksekutif, No. 309 Mei 2005, hlm. 17-23.
Periksa OGP: Regulators use of standards, Report No. 426 Maret 2010, International
Association of Oil & Gas Producers, diakses dari laman http://www.ogp.org.uk/pubs/426.pdf, pada
23 Juni 2014 jam 19.00 WIB.
64
Periksa tulisan Nancy I. Potter, How Brazil Achieved Energy Independence and the
Lessons the United States should Learn from Barzil’s Experience. Diakses dari laman
https://law.wustl.edu/WUGSLR/Issues/Volume7_2/Potter.pdf, pada 23 Juni 2014 jam 18.10 WIB.
63
28
6.
Refleksi untuk Indonesia
Dihidupkannya kembali reaktor nuklir di Jepang menurut Kepala Badan
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Djarot Sulistio Wisnubroto, menjadi
momentum
yang
bagus
bagi
Indonesia
untuk
mempertimbangkan
pembangunan PLTN. Keputusan pembangunan PLTN ada di tangan Presiden
sebagai kepala negara. Ia mengatakan lebih lanjut bahwa sudah sejak 30 (tiga
puluh) tahun lebih pemerintah Indonesia melakukan studi kelayakan untuk
menggunakan nuklir sebagai salah satu sumber energi listrik. Kemudian
pengadaan energi nuklir membutuhkan investasi yang sangat besar, adanya
jaminan tidak disalahgunakan oleh kepala negara, dan ada kekhawatiran
secara psikologis bila terjadi kecelakaan di mana nuklir selalu menjadi isu
sensitif. Indonesia telah mengoperasikan reaktor nuklir kelas labolatorium di
Bandung sejak 1965, dua reaktor serupa ada juga di Serpong dan Yogyakarta
dan sejauh ini tidak ada masalah dengan dua reaktor tersebut65.
Penguasaan negara di bidan genergi pada hakikatnya adalah suatu
keharusan karena sumber-sumber energi adalah kebutuhan vital hajat hidup
orang banyak, di mana menurut pendapat John Gilissen† dan Frits Gorlé66,
penguasaan barang-barang memainkan peranan penting pada hubungan dan
perimbangan kekuasaan yang mengendalikan pergaulan hidup, merupakan
pembagian kekuasaan ekonomi, yang pada hakikatnya adalah akibat struktur
pemilikan barang-barang yang menguasai masyarakat, suatu faktor politik
penting yang mempunyai pengaruh atas perkembangan hukum. Dengan
perantaraan hukum kelompok-kelompok dalam masyarakat yang menikmati
posisi ekonomi yang memadai akan berdaya upaya untuk mempertahankan
situasi tersebut, dan di dalam makna ini hukum bisa memainkan peranan yang
menindas dan menggencet. Namun, hukum dapat pula mempunyai kekuatan
menghilangkan perwalian jika kelompok-kelompok masyarakat yang kurang
65
Periksa Koran Tempo, Reaktor Nuklir Jepang Menyala Lagi, 12 Agustus 2015.
Periksa John Gilissen† dan Frits Gorlé, Sejarah Hukum: Suatu Pengantar, Refika
Aditama, Bandung, 2005, hlm. 97. Diterjemahkan dari Historische Inleiding tot het Recht, Kluwer
Rechtswetenschappen, Anwerpent, Belgium, 1991. Penyadur: Freddy Tengker.
66
29
bernasib baik di dalam situasi ekonomi tersebut melalui kekuatan politik
dapat memanfaatkannya untuk memperbaiki keterpurukan mereka.
C. Model Kebijakan Penguasaan Negara di Bidang Energi dalam Konsep
Negara Kesejahteraan
Menurut Athiqah67, kebijakan bidang energi bukan semata-mata hanya
wilayah kerja pemerintah, melainkan juga melibatkan pemangku kepentingan lain
yang berasal dari non-pemerintah. Kebijakan bidang energi ini terkait dengan
kelembagaan bidang energi yang terbagi ke dalam 2 (dua) komunitas. Pertama,
komunitas industri energi, yang terdiri atas PT. Pertamina (Persero), PT. Bukit
Asam, PT. Perusahaan Gas Negara (Persero), Perusahaan Listrik Nasional, dan
swasta. Kedua, komunitas penelitian yang terdiri atas universitas (riset dasar),
lembaga riset (riset terapan), BPPT (pengkajian teknologi), dan Balitbang ESDM
(pengembangan). Kedua komunitas tersebut terhubung satu sama lain. Kemudian
kebijakan energi nasional memiliki 3 (tiga) tujuan utama. Pertama, menjamin
pasokan energi melalui upaya eksploitasi dan optimalisasi produksi energi
nasional yang terus ditingkatkan serta pelaksanaan konservasi. Kedua, melakukan
pengaturan harga energi untuk mencapai nilai ekonomi. Ketiga, meningkatkan
kesadaran masyarakatuntuk melakukan diversifikasi dan konservasi energi68.
1.
Konstitusionalisasi Produk Hukum Bidang Energi yang Berpotensi
Menjauhkan Negara dari Kewajiban Mensejahterakan Rakyat
Konstitusionalisasi berasal dari kata dasar konstitusi dan mendapat
imbuhan “-isasi”. Konstitusi sebagaimana telah dijelaskan pada BAB II pada
sub bahasan Teori Negara Hukum, bahwasanya konstitusi juga merupakan
UUD yang dalam konteks karya tulis ini adalah UUD RI 1945. Imbuhan “isasi” menyatakan bahwa adanya usaha atau proses untuk melakukan sesuatu
dengan tujaun tertentu. Konstitusionalisasi bermakna proses atau melakukan
67
Periksa Athiqah Nur Alami, Politik Luar Negeri Indonesia dan Isu Keamanan Energi,
LIPI Press, Jakarta, 2014. hlm. 57-58.
68
Ibid.
30
sesuatu terhadap aturan yang tidak sesuai atau menyimpang dengan
Konstitusi sebagai dasar ketentuan yang mengatur tersebut.
Produk hukum (khususnya undang-undang) bidang energi yang
dibentuk tidak semua mengakomodasi kepentingan rakyat. Bukti dari hal ini
adalah adanya judicial review undang-undang di bidang energi yang beberapa
pasalnya dibatalkan dan dikoreksi oleh MK.
Judicial review adalah suatu pranata dalam ilmu hukum yang
memberikan kewenangan kepada badan pengadilan umum, atau badan
pengadilan khusus, ataupun lembaga khusus untuk melakukan peninjauan
ulang, dengan jalan menerapkan atau menafsirkan ketentuan dan semangat
konstitusi, sehingga hasil dari peninjauan ulang tersebut dapat menguatkan
atau menyatakan batal atau membatalkan, atau menambah atau, mengurangi
terhadap suatu tindakan berbuat atau tidak berbuat dari aparat pemerintah
(eksekutif) atau dari pihak-pihak lainnya (termasuk parlemen)69.
Konstitusionalisasi dimaksudkan untuk menyelaraskan suatu produk
hukum atau kebijakan yang muncul agar sesuai dengan norma-norma yang
ada di dalam Konstitusi. Hal ini berdasarkan Teori Tarikan Atas Tarikan
Bawah Adi Sulistiyono bahwasanya globalisasi hukum yang terjadi telah
dengan kuat menarik (Ke Atas) kepentingan global (investor, konglomerat,
lembaga keuangan internasional) sehingga membuat kepentingan mereka
lebih diakomodasi dari pada kepentingan rakyat atau kepentingan nasional
Indonesia sebagaimana tertuang dalam Konstitusi. Hal ini karena globalisasi
merupakan perluasan kegiatan ekonomi melintasi batas-batas politik nasional
dan regional dalam bentuk peningkatan gerakan barang dan jasa termasuk
buruh (tenaga kerja), modal, teknologi, dan informasi melalui perdagangan70.
Peraturan perundang-undangan di bidang energi di Indonesia di atur
dalam beberapa undang-undang, antara lain:
a.
UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi
b.
UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
69
Periksa Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), Cetakan ke-2, Refika
Aditama, Bandung, 2011, hlm. 81.
70
Periksa Mubyarto, Op.,Cit, hlm. 41.
31
c.
UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
d.
UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
e.
UU No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
f.
UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran
Paradigma ketahanan energi mencerminkan adanya korelasi yang kuat
antar sektor energi yaitu minyak dan gas bumi, listrik, mineral dan batubara,
panas bumi, nuklir, dan energi terbarukan lainnya. Hal-hal yang dianggap
lemah dari aspek substansi hukum bidang energi antara lain:
a.
UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi
Materi pokok yang diatur dalam undang-undang ini antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
pengaturan energi yang terdiri dari penguasaan dan pengaturan
sumber daya energi;
cadangan penyangga energi guna menjamin ketahanan energi
nasional;
keadaan krisis dan darurat energi serta harga energi;
kewenangan Pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengaturan di
bidang energi;
kebijakan energi nasional, rencana umum energi nasional, dan
pembentukan dewan energi nasional;
hak dan peran masyarakat dalam pengelolaan energi;
pembinaan dan pengawasan kegiatan pengelolaan di bidang energi;
penelitian dan pengembangan.
Kelemahan dari UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi antara lain:
1) Pasal 33
“Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan
paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan.”
Analisis:
1) Klausula pada Pasal 33 yang menyatakan bahwa peraturan
pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling
lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan
mengandung kewajiban bahwa Pemerintah harus menaati
ketentuan ini sebagai batas waktu untuk membentuk suatu
32
Peraturan Pemerintah atau peraturan pelaksana lainnya. Akan
tetapi UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi yang diundangkan
di Jakarta pada tanggal 10 Agustus 2007 dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746 sampai
sekarang tidak mempunyai Peraturan Pelaksana sebagaimana
disebutkan pada Pasal 33 tersebut.
Secara
yuridis, dengan tidak adanya Peraturan Pelaksana
berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang ini membuat tidak adanya
kepastian hukum dan secara substantif menjadi kelemahan dari
Undang-Undang ini. UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi baru
mempunyai Peraturan Pelaksana pada tahun 2009 melalui
Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi
Energi yang menjadi Peraturan Pelaksana dari Pasal 25 ayat (5)
dimana perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Konservasi
Energi. Peraturan Pemerintah ini diundangkan pada tanggal 16
November 2009 pada Lembaran Negara Republik Indonesia 171;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5083.
2) Tidak adanya ketentuan Sanksi Administratif dan Ketentuan
Pidana.
b.
UU No. 20 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Hari Selasa tanggal 21 Desember 2004, Mahkamah Konstitusi
men-judicial review UU No. 20 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 002/PUU-I/2003.
Pasal 12 ayat (3) sepanjang kata-kata “diberi wewenang”, Pasal 22 ayat
(1) sepanjang kata “paling banyak”, Pasal 28 ayat (2)71 dan ayat (3)72
71
Isi Pasal 28 ayat (2), Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diserahkan pada
mekanisme usaha yang sehat dan wajar.
72
Isi Pasal 28 ayat (3), Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) tidak mengurangi tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu.
33
dinyatakan bertentangan dengan UUD RI 1945 dan tidak memiliki
kekuatan hukum mengikat.
Pada hari Selasa tanggal 13 November 2012, Mahkamah
Konstitusi mengumumkan putusan judicial review UU Migas melalui
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/PUU-X/2012. Mahkamah
Konstitusi “mengoreksi” Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41
ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal
61, dan pasal 63 dinyatakan bertentangan dengan UUD RI 1945
sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kemudian
Mahkamah Konstitusi “mengoreksi” seluruh hal yang berkait dengan
Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat dan fungsi serta tugas Badan Pelaksana
Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh Pemerintah atau kementerian
terkait sampai ada UU baru yang mengatur hal tersebut.
c.
UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
(UU Minerba)
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 10/PUU-X/2012 yang
diucapkan pada sidang terbuka untuk umum tanggal 22 November
2012, dimana Frase “setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 9 ayat (2), Pasal 14 ayat (1), dan
Pasal 17 UU Minerba bertentangan dengan UUD RI 1945, sepanjang
tidak dimaknai “setelah ditentukan oleh pemerintah daerah”.
d.
UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan
Pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 001-021-022/PUUI/2003 yang diucapkan pada sidang terbuka untuk umum pada tanggal
15 Desember 2004, menyatakan UU No. 20 Tahun 2002 tentang
Ketenagalistrikan bertentangan dengan UUD RI 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
34
2.
Penguatan Entitas Negara Secara Yuridis Pada Aparatur Pemerintahan
Dari segi tujuannya, kaidah hukum atau norma hukum itu tertuju
kepada cita kedamaian hidup antar pribadi (het recht wil de vrede). Karena
itu, sering dikatakan bahwa penegak hukum itu bekerja “to preserve peace”73.
Dalam kedamaian atau keadaan damai, selalu terdapat “orde en rust”. “Orde”
menyangkut ketertiban dan keamanan, sedangkan “rush” berkenaan dengan
ketentraman dan ketenangan. “Orde” terkait dengan dimensi lahiriah,
sedangkan “rust” menyangkut dimensi “batiniah”. Keadaan damai yang
menjadi tujuan akhir norma hukum terletak pada keseimbangan antara “rust”
dan “orde” itu, yaitu antara dimensi lahiriah dan batiniah yang menghasilkan
keseimbangan antara ketertiban dan ketentraman, antara keamanan dan
ketenangan.
Tujuan kedamaian hidup bersama tersebut biasanya dikaitkan pula
dengan perumusan tugas kaidah hukum, yaitu mewujudkan kepastian,
keadilan, dan kebergunaan. Artinya, setiap norma hukum itu haruslah
menghasilkan keseimbangan antra nilai kepastian (certainty, zekerheid),
keadilan (equity, billijkheid, evenredigheid), dan kebergunaan (utility). Ada
pula sarjana yang hanya menyebut pentingnya tugas dwi tunggal kaidah
hukum, yaitu kepastian hukum (rechtszekerheid) dan keadilan hukum
(rechtsbillijkheid)74.
Pada Penjelasan UUD RI 1945 sebelum Amandemen I-IV, telah
dikatakan bahwa jangan sampai kita membikin undang-undang yang lekas
usang (verouderd). Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam
hidup negara, semangat para pemimpin pemerintahan. Meskipun dibikin
Undang-Undang Dasar yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan,
apabila semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan
itu bersifat perseorangan, Undang-Undang Dasar tadi tentu tidak ada artinya
dalam praktek. Sebaliknya meskipun Undang-Undang Dasar tidak sempurna,
73
Periksa Garner Bryan A (ed), Black Law Dictionary, West Group, ST. Paul, Minn, 1968
dalam Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Cetakan ke-2, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2011, hlm. 3.
74
Ibid.
35
akan tetapi jikalau semangat para penyelenggara pemerintahan baik, UndangUndang Dasar itu tentu tidak akan menrintangi jalannya Negara. Jadi yang
paling penting ialah semangat. Maka semangat itu hidup, atau dengan lain
perkataan dinamis. Berhubung dengan itu, hanya aturan-aturan pokok saja
yang perlu untuk menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu harus diserahkan
kepada undang-undang75.
Jimly Asshiddiqie76 mengatakan bahwa lingkungan negara-negara yang
susunannya berbentuk negara kesatuan (unity state, eenheidsstaat), konstitusi
atau undang-undang dasar hanya dikenal di tingkat pusat saja. Sedangkan di
daerah-daerah bagian, atau di provinsi-provinsi atau di prefecture, tidak ada
konstitusi yang tersendiri. Namun demikian, dalam literatur, seperti dalam
pandangan Wolhoff, di daerah-daerah di lingkungan negara-negara kesatuan,
juga terdapat konstitusi yang tersendiri pula. Menurutnya, secara teoritis,
yang berfungsi sebagai konstitusi untuk daerah-daerah bagian dalam negara
kesatuan itu adalah Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang
terdapat di negara-negara kesatuan itu masing-masing. Karena itu, sudah
semestinya, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah di negara-negara
yang susunannya berbentuk negara kesatuan disusun sedemikian rupa sehigga
berfungsi sebagai pedoman yang bersifat konstitutif seperti undang-undang
dasar bagi daerah-daerah provinsi atau prefecture itu masing-masing.
Maka dari itu, dalam perspektif model kebijakan penguasaan negara
bidang energi dalam konsep negara kesejahteraan, pada salah satu
subsistemnya harus memberdayakan elemen Pemerintahan baik di level Pusat
hingga Daerah dalam koridor hierarkhi peraturan perundang-undangan
sehingga tujuan negara yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD RI 1945
alinea IV dan Pasal 33 dapat terealisasi secara merata, dari ujung pangkal atas
melalui Pemerintah Pusat hingga teknis di paling ujung atau notabene di
Daerah melalui otoritas77 yang mereka miliki.
75
Periksa Penjelasan UUD RI 1945 sebelum amandemen I-IV.
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang ..., Op., Cit, hlm. 63.
77
Philippe Nonet dan Philip Selznick mengatakan bahwa Governing power is repressive
when it gives short shrift to the interest of the governed, that is, when it is disposed to disregard
76
36
3.
Analisis Yuridis Penguatan Entitas Bisnis Negara dan Daerah
Entitas Bisnis Negara diwakili oleh BUMN dan BUMD yang
menguasai hajat hidup orang banyak di bidang energi. Hal ini dimaksudkan
karena kebutuhan akan energi adalah kebutuhan bagi masyarakat luas maka
dari itu pengolahan, pengelolaan, pendistribusian, dan penguasaan dari negara
dapat dimandatkan kepada BUMN dan BUMD. Monopoli menjadi pilihan
yang sangat tepat bagi BUMN dan BUMD agar secara teknis mampu
mewujudkan Pasal 33 UUD RI 1945.
Monopoli yang diperbolehkan melalui peraturan perundang-undangan
adalah78:
a.
hak atas kekayaan intelektual, yaitu di mana negara memberikan hak
monopoli kepada pelaku usaha untuk memproduksi atau memasarkan
hasil dari suatu inovasinya tersebut;
b.
hak usaha ekslusif, yaitu hak yang diberikan oleh pemerintah kepada
pelaku usaha tertentu yang tidak didapatkan oleh pelaku usaha yang lain,
misalnya agen tunggal, importir tunggal, pembeli tunggal, dan lain
sebagainya.
Susanti Adi Nugroho79 mengemukakan bahwa dimasukannya monopoli
ke dalam kategori salah satu kegiatan yang dilarang oleh undang-undang
persaingan usaha, bukan berarti bahwa sama sekali kegiatan monopoli tidak
dapat dilakukan di Indonesia, karena monopoli yang diperoleh melalui
peraturan perundang-undangan, seperti monopoli yang berkiatan dengan
produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat
hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
masih
diperbolehkan,
asalkan
diatur
dengan
undang-undang
dan
those interest or deny their legitimacy. Periksa Philippe Nonet dan Philip Selznick, Law and
Society in Transition: Toward Responsive Law, Harper & Row Publishers Inc, New York, 1978, p.
29.
78
Periksa Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori dan
Praktik Serta Penerapan Hukumnya, Cetakan ke-2, Kencana, Jakarta, 2014, hlm. 232.
79
Ibid.
37
diselenggarakan oleh BUMN atau badan/lembaga yang dibentuk atau
ditunjuk oleh pemerintah, masih dapat ditoleransi oleh UU No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Maksud dan tujuan didirikannya BUMN berdasarkan Pasal 2 UndangUndang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN adalah untuk:
1.
2.
3.
4.
5.
memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional
pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;
mengejar keuntungan;
menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai pemenuhan hajat hidup
orang banyak;
menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan
oleh sektor swasta dan koperasi;
turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha
golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.
Tujuan semula politik ekonomi dari pendirian BUMN adalah80:
a.
Sebagai wadah bisnis aset asing yang dinasionalisasi.
b.
Membangun industri yang diperlukan masyarakat namun masyarakat
atau swasta tidak mampu memasukinya, baik karena alasan investasi
yang sangat besar maupun risiko usaha yang sangat besar.
c.
Membangun industri yang sangat strategis yang berkenaan dengan
keamanan dan stabilitas negara.
Menurut Susanti Adi Nugroho81, fakta yang terjadi ternyata monopoli
yang dimiliki oleh BUMN lebih banyak dikuasai pihak asing melalui
privatisasi. Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa Monopoli
dan/atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan/atau
pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak
serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan
undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara
80
81
Ibid, hlm. 817-818.
Ibid. hlm. 818.
38
(BUMN) dan/atau badan atau lembaga yang dibentuk atau dasar
dikecualikannya BUMN atau lembaga lain yang dibentuk atau ditunjuk oleh
pemerintah.
Lebih lanjut dikatakan bahwa82 pengecualian terhadap monopoli oleh
BUMN atau lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah sebagaimana diatur
dalam Pasal 51 sering dipersoalkan sehubungan dengan aspek keadilan suatu
aturan hukum. Seharusnya BUMN yang tidak perlu dikecualikan dari
ketentuan dalam Pasal 51 adalah BUMN yang sebagian sahamnya telah
dimiliki oleh investor asing, atau semua BUMN yang tidak memenuhi kriteria
sehat sekali dan sehat, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Keputusan
Menteri Keuangan RI No. 826/KMK.013/1992 tentang Perubahan Keputusan
Menteri Keuangan RI No. 740/KMK.00/1989 tanggal 28 Juni 1989 tentang
Peningkatan Efisiensi dan Produktivitas BUMN.
Susanti Adi Nugroho83 berpendapat bahwa pengecualian bagi BUMN
seyogyanya dilakukan secara bersyarat, dengan kriteria-kriteria yang harus
dipenuhi BUMN sebelum memegang hak monopoli, seperti harus profesional
dan transparan. Ada dua kriteria yuridis yang harus dipenuhi BUMN atau
lembaga lainnya untuk mendapatkan hak monopoli tersebut, yaitu84:
a.
Barang dan/atau jasa yang dihasilkan harus menguasai hajat hidup orang
banyak dan masuk dalam cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara.
b.
Keharusannya hal tersebut dalam bentuk undang-undang.
Di samping itu, Stephen R. Munzer85 juga pernah mengemukakan
mengenai model korporasi yang sosialis yang menurut hemat Peneliti ada
baiknya juga diterapkan di BUMN-BUMD Indonesia. Ia mengatakan:
82
Ibid.
Ibid.
84
Ibid. Uraian lebih lanjut mengenai pembahasan Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Periksa Susanti Adi Nugroho, Op.,
Cit, hlm. 818-829
85
Periksa Stephen R. Munzer, A Theory of Property, Cambridge University Press, New
York, 1990, p. 377.
83
39
“Standards for socialist corporations. The same analysis applies to
standards of corporate behavior under socialism. The objection is that
corporate standards pose a problem only in a private-property
economy. There a tension exist between the interest of private
corporations (and their shareholders) and the public interest. But in a
socialist economy no such tension exists. There corporations operate in
the interest of all.”
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor KEP17/MBU/2010 tanggal 9 April 2012 tentang Rencana Strategis Kementerian
BUMN Periode 2010-2014, BUMN Sektor Usaha Energi terdiri dari 4
(empat) perusahaan yaitu PT. Energy Management Indonesia (PT. EMI), PT.
Perusahaan Gas Negara (PT. PGN) PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN)
dan PT. Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) di mana kinerja keuangan
BUMN sektor energi sebagai berikut86:
Tabel 6. Kinerja Keuangan BUMN Sektor Usaha Energi Tahun
2005-2010 (Rp Milyar)
Uraian
Total Aset
Total Ekuitas
Total Penjualan
Total Laba (Rugi)
Bersih
2005
236,274
146,018
84,992
(3,589)
2006
266,162
147,724
114,920
451,79
2007
297,932
145,169
126,997
(3,752)
2008
322,403
138,102
184,234
(9,964)
2009
370,492
158,640
172,214
19,309
2010
410,412
169,831
130,681
18,335
Berdasarkan Tabel 6 tersebut tampak bahwa kinerja keempat BUMN
mengalami kerugian 3,589 miliar pada tahun 2005, pada tahun 2007
mengalami kerugian sejumlah 3,752 miliar dan pada 2008 sejumlah 9,964
miliar.
4.
Penguatan Bisnis oleh Masyarakat: Pemberdayaan Koperasi secara
Yuridis
Koperasi dipilih sebagai entitas bisnis masyarakat yang berasal dari
anggota masyarakat, yang berusaha memajukan koperasi dari anggota
masyarakat dan hasil yang dicapai nantinya adalah untuk anggota masyarakat.
86
Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor KEP-17/MBU/2010 tanggal 9 April 2012
tentang Rencana Strategis Kementerian BUMN Periode 2010-2014, hlm. 16.
40
Koperasi merupakan entitas bisnis yang istimewa mengingat Pada Penjelasan
UUD RI 1945 sebelum Amandemen I-IV, koperasi disebut di dalamnya.
Dalam Penjelasan Pasal 33 UUD RI 1945 sebelum Amandemen I-IV,
disebutkan:
“Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi
dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan
anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang
diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah
koperasi.”
Dalam GBHN 1993 disebutkan bahwa koperasi adalah wadah kegiatan
ekonomi rakyat. Dan jika didasari bahwa ekonomi rakyat adalah landasan dan
sekaligus sumber ketahanan ekonomi nasional, maka bertemulah pengertian
asas kekeluargaan dalam UUD RI 1945 dengan pengalaman perekonomian
Indonesia sejak kemerdekaan, bahwa ekonomi rakyat hanya dapat bertahan
dan berkembang melalui pengorganisasian usaha bersama berlandaskan asas
kekeluargaan. Dalam organisasi koperasi terkandung jiwa dan semangat
demokrasi ekonomi, dengan kemakmuran masyarakat lebih diutamakan
ketimbang kemakmuran orang seorang. Koperasi adalah organisasi ekonomi
rakyat yang maju melalui usaha-usaha bekerjasama, bukan dengan cara
bersaing saling mematikan87.
5.
Membangun
Paradigma
Budaya
Hukum
Hemat
Energi
dan
Menumbuhkan Budaya Meneliti dalam Upaya Mewujudkan Penguasaan
Negara Secara Yuridis Normatif
Budaya hukum mencerminkan ketaatan masyarakat secara suka rela
terhadap hukum, atau perilaku masyarakat yang secara kontinyu menganggap
87
Mubyarto, Op., Cit, hlm. 224.
41
mindset atau pandangan hidup maupun cara pandang yang mereka percaya
yang diterapkan pada perilaku sehari-hari dianggap sebagai hukum. Perilaku
yang dilakukan oleh masyarakat terutama ketika mengkonsumsi energi,
kemudian pengelolaan dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam
menjaga ketersediaan energi bagi masyarakat dan pengusaha di bidang
energi, sikap pengusaha di bidang energi dalam berinvestasi, mengolah dan
mengelola energi serta para peneliti yang berusaha mengembangkan
penelitian di bidang energi.
Ada permasalahan baru manakala ketika pemerintah melakukan
kebijakan kenaikan harga energi (misalkan premium, solar, atau pertamax,
maupun gas) akan diikuti dengan naiknya harga bahan pokok dan harga-harga
lain seperti transportasi, biaya bahan bangunan, dan lain-lain. Di sini, peran
media massa turut berperan dalam memainkan peran sebagai sarana
penyebaran informasi hukum dan berperan mewujudkan apa yang disebut
sebagai social engineering sebagaimana disampaikan oleh Steven Vago88,
“Since public opinion is an important precursor of change, the mass media
can set the stage by making undesirable conditions visible to a sizeable
segment of the public with unparalleled in rapidity. Through the exposure of
perceived injustices, the mass media play a crucial role in the information of
public opinion.”
Kemudian permasalahan setiap terjadi kenaikan harga BBM ikut pula
menaikkan jumlah warga miskin karena akan menurunkan daya beli bagi
masyarakat menengah ke bawah. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh
mantan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono
mengatakan
bahwa
beliau
mengakui
kenaikan
harga
BBM
akan
meningkatkan jumlah warga miskin sekitar 2-3 juta orang89.
6.
Penyediaan dan Penguatan Sarana dan Prasarana
88
89
Periksa Steven Vago, Law and Society, Prentice - Hall, Inc, New Jersey, 1981, p. 150.
Periksa Koran Tempo, BBM Naik, 3,5 Juta Orang Jatuh Miskin, 8 Maret 2012.
42
Dalam konteks ilmu pengetahuan dan teknologi, akal menjadi satusatunya media untuk menentukan kebenaran dan kebajikan ilmu pengetahuan
dan teknologi bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain, akal-lah yang
sebenarnya media untuk menentukan sekaligus mengontrol dunia lewat
pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi90.
Salah satu masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada saat ini
adalah masalah ketergantungan teknologi dari luar negeri sebagai akibat dari
kurang berkembangnya teknologi hasil inovasi dalam negeri yang siap untuk
diterapkan dalam mendukung industri. Penyebabnya antara lain adalah
rendahnya
daya
saing
industri
dalam
negeri
yang
mengakibatkan
ketergantungan terhadap teknologi dan bahan dari luar91. Lebih lanjut
dikatakan bahwa teknologi hasil penelitian dan pengembangan (litbang)
dalam negeri belum dapat dipercaya dan diandalkan. Di pihak lain, lembaga
penelitian dan pengembangan (litbang) merasa bahwa industri tidak memberi
kesempatan untuk mencoba hasil litbang dalam negeri. Industri dalam negeri
lebih suka membeli dari luar meskipun harus membayar royalti dan licensing
fee-nya92. Bisnis hasil litbang atau disebut dengan komersialisasi bisnis hasil
litbang mengandung maksud sebagai pemanfaatan hasil litbang untuk
diterapkan dalam kegiatan industri sehingga bernilai guna bagi masyarakat
serta memberikan keuntungan ekonomi bagi pemegang hak dan masyarakat.
Pemanfaatan hasil litbang sebagaimana dimaksud tidak saja terbatas pada
pemanfaatan oleh pemilik hak saja, tetapi juga dapat dilakukan oleh pihak
lain terutama badan usaha dengan memperhatikan dan menghormati hak-hak
kepemilikan kekayaan intelektual yang dimiliki sebagaimana diatur dalam
undang-undang93.
Periksa Nurul Rosidin dan Dadit Herdikiagung, “Peningkatan Peran Pesantren dan
Perguruan Tinggi Agama Islam Dalam Pengembangan Iptek,” dalam Dadit Herdikiagung dan
Sobirin Malian (ed), Op.,Cit, hlm. 15.
91
Periksa Ni’matul Huda, dkk, “Pengembangan Legislasi Pendukung Bisnis Hasil
Penelitian dan Pengembangan”, dalam Dadit Herdikiagung dan Sobirin Malian (ed), Op., Cit, hlm.
81.
92
Ibid.
93
Ibid, hlm. 87.
90
43
Di dalam kebijakan penguasaan negara di bidang energi dalam konsep
negara kesejahteraan, salah satu elemen penting dalam subsistem hukum
energi tersebut adalah sarana prasarana energi. Elemen yang beraneka ragam
dan kompleks yang menyusun suatu rangkaian energi hingga dapat dipakai
oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari peran hukum
dari hulu dalam hal pengadaan listrik, dan sarana prasarana dari tahap hulu
(tanah atau wilayah, pusat-pusat pembangkitan, bahan bakar dan sumber daya
terkait meliputi SDA dan SDM, dan lain-lain), tahap distribusi hingga tahap
hilir.
Menurut Djiteng Marsudi94, pembangkitan energi listrik sebagian besar
dilakukan dengan cara memutar generator sinkron sehingga didapat tengan
tegangan bolak-balik tiga fasa. Energi mekanik yang diperlukan untuk
memutar generator sinkrondidapat dari mesin penggerak generator atau biasa
disebut penggerak mula (prime mover) dan yang banyak digunakan dalam
praktik yaitu mesin diesel, turbin uap, turbin air, dan turbin gas yang
mendapat energi dari proses pembakaran bahan bakar (mesin-mesin thermal)
dan air terjun (turbin air).
Sesungguhnya mesin penggerak generator melakukan konversi energi
primer menjadi energi mekanik penggerak generator. Proses konversi energi
primer menjadi energi mekanik menimbulkan produk sampingan berupa
limbah dan kebisingan yang perlu dikendalikan agar tidak menimbulkan
masalah lingkungan. Hal ini dari segi ekonomi teknik, komponen biaya
penyediaan tenaga listrik yang terbesar adalah biaya pembangkitan,
khususnya biaya bahan bakar. Oleh karena itu, berbagai teknik untuk
menekan biaya bahan bakar terus berkembang, baik dari segi unit pembangkit
secara individu maupun dari segi operasi sistem tenaga listrik secara
terpadu95. Kemudian dalam praktik, jenis-jenis pust listrik tersebut antara
lain96:
94
Djiteng Marsudi, Pembangkitan Energi Listrik, Erlangga, Jakarta, 2011, hlm. 1.
Ibid.
96
Ibid. hlm. 2.
95
44
a.
Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA), yang menggunakan tenaga air sebagai
sumber energi primer;
b.
Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD), yang menggunakan bahan bakar
minyak atau bahan bakar gas sebagai sumber energi primer;
c.
Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU), yang menggunakan bahan bakar batu
bara, minyak, atau gas sebagai sumber energi primer;
d.
Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG), yang menggunakan bahan bakar gas
atau minyak sebagai sumber energi primer;
e.
Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), yang merupakan kombinasi
PLTU dengan PLTG. Gas buang dari PLTG dimanfaatkanuntuk
menghasilkan uap dalam ketel uap penghasil uap untuk menggerakkan
turbin uap;
f.
Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), merupakan PLTU yang tidak
memiliki ketel uap karena uap penggerak turbin uap didapat dari dalam
bumi;
g.
Pusat Listrik Tenaga Nuklir, merupakan PLTU yang menggunakan
uranium sebagai bahan bakar yang menjadi sumber energi primernya.
Penyediaan sarana dan prasarana di bidang energi sampai saat ini sangat
ddukung oleh kekuatan investasi asing. akan tetapi, dalam praktek, menurut
Oentoeng Soeropati97, hukum investasi mengandung beberapa kelemahan
atau kontroversi sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Pertama kontroversi tentang kebijakan proteksi (protection policy)
dengan kebijakan liberalisasi (liberalization policy)
Kedua kontroversi tentang kepentingan negara tempat berinvestasi
(host country) dengan negara asal investor (home country)
Ketiga kontroversi tentang kepentingan negara tuan rumah (host
country) dengan perusahaan multinasional (multi national
coorporate)
Keempat kontroversi tentang pemegang saham mayoritas (majority
shareholders) dengan pemegang saham minoritas (minority
shareholders)
97
Periksa Oentoeng Soeropati, Hukum Investasi Asing, Fakultas Hukum Universitas
Kristen Satya Wacana, Salatiga, 1999.
45
5.
Kelima kontroversi tentang keinginan pemberi teknologi
(technology provider) dengan kebutuhan penerima teknologi
(technology recipient)
Maka dari itu, Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman98 mengemukakan
beberapa faktor yang dipertimbangkan sebelum melakukan kegiatan
penanaman modal, antara lain:
1.
b.
c.
d.
e.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
7.
Masalah risiko penanam modal (country risk)
stabilitas politik dan keamanan
aspek kebijaksanaan
ekonomi
aspek neraca pembyaran dan utang luar negeri
Masalah jalur birokrasi
Masalah transparansi dan kepastian hukum
Masalah alih teknologi
Masalah jaminan investasi
Masalah ketenagakerjaan
Masalah infrastruktur
Masalah keberadaan Sumber Daya Alam
Masalah akses pasar
Masalah insentif perpajakan
Masalah mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif
Politik Hukum Presiden yang Responsif, Strong Leadership dan a Vision
Menurut Aziz Syamsuddin99, Visi Pembangunan Hukum Nasional
adalah terwujudnya negara hukum yang adil dan demokratis melalui
pembangunan sistem hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan
rakyat dan bangsa di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia
untuk melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila dan UUD RI.
98
Periksa Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal.
Cetakan ke-2, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 6-12.
99
Periksa Aziz Syamsuddin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, Sinar
Grafika, Jakarta, 2013, hlm. 1.
46
Visi tersebut kemudian diimplementasikan dalam Misi Pembangunan
Hukum Nasional dengan100:
1.
2.
3.
4.
Mewujudkan materi hukum di segala bidang dalam rangka penggantian
terhadap peraturan perundang-undangan warisan kolonial dan hukum
nasional yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat yang
mengandung kepastian, keadilan, dan kebenaran, dengan memerhatikan
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat;
Mewujudkan budaya hukum dan masyarakat yang sadar hukum;
Mewujudkan aparatur hukum yang berkualitas, profesional, bermoral,
dan berintegritas tinggi; serta
Mewujudkan lembaga hukum yang kuat, terintegrasi, dan berwibawa.
Paradigma pembangunan hukum energi dewasa ini berbeda dengan
masa lalu. Paradigma lama memandang bahwa pembangunan sumber energi
bersifat eksploitatif yang ditujukan untuk revenue dan ekspor. Sementara itu,
paradigma baru melihat pembangunan sumber energi ditujukan untuk
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan beberapa tujuan utama. Pertama,
pembangunan energi diarahkan untuk mewujudkan ketahanan energi
nasional, yaitu: a. energi tersedia, mudah diperoleh, harga terjangkau, dan
bersih; b. tata kelola energi yang mampu bertahan dan lentur terhadap gejolak
energi dunia. Kedua, pembangunan sumber energi diarahkan untuk
pertumbuhan ekonomi dengan mengembangkan resource based industry
(industri berbasis sumber daya alam), yaitu: a. industri manufaktur (industri
sekunder) yang meningkatkan nilai tambah mineral dan energi; b. industri
barang dan jasa (industri tersier) yang menopang resource-based industry
(industri pertambangan) dan manufaktur101.
1.
Era Presiden Soekarno
100
Ibid.
Periksa Kementerian ESDM, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025,
Jakarta, ESDM, 2005, hlm. 43 dalam Athiqah Nur Alami, Op., Cit, hlm. 54.
101
47
Di dalam banyak literatur102, dikatakan bahwa Soekarno menganut 3
(tiga) ideologi besar103 yakni nasionalisme, agama104, dan komunisme
(nasakom) yang dijadikan Soekarno sebagai prinsip atau pegangan utuh
dalam kehidupannya. Ini yang menjadikan hampir setiap kebijakan atau
produk hukum yang dihasilkan bernuansa ideologi tersebut. Tulisan Soekarno
mengenai “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme” di Indonesia Moeda
(IM) yang diterbitkan oleh Comite Persatuan Indonesia (CPI). Soekarno
memandang bahwa nasionalisme sebagai napas. Tanpa nasionalisme tidak
mungkin
ada
perjuangan
dan
pengorbanan
yang
signifikan
untuk
keberlanjutan hidup berbangsa dan bernegara. Nasionalisme yang diusung
oleh Soekarno mengusung spirit kebangsaan105, penuh martabat, dan tidak
merendahkan bangsa lain.
Akibat perang mempertahankan kedaulatan NKRI dan mempertahankan
Irian Barat serta kebutuhan lain yang muncul ketika itu, Presiden Soekarno
mengeluarkan Keppres No 163 Tahun 1953 tanggal 3 Oktober 1953 di mana
di dalam Konsiderans disebutkan:
“bahwa perusahaan-perusahaan listrik dan gas adalah cabang-cabang
produksi yang penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak,
maka Pemerintah memandang telah tiba waktunya untuk melaksanakan
nasionalisasi perusahaan-perusahaan tersebut dengan memulai
perusahaan-perusahaan listrik yang mempunyai modal partikelir
100%.”
Isi dari Keppres tersebut adalah menetapkan:
102
Literatur yang dimaksud diantaranya karangan Andi Setiadi, Soekarno Bapak Bangsa,
PALAPA, Yogyakarta, 2013; Safari ANS, Harta Amanah Soekarno: The Green Hilton Memorial
Agreement, PT. Ufuk Timur Publishing House, Jakarta, 2014.
103
Periksa Andi Setiadi, Soekarno Bapak Bangsa, PALAPA, Yogyakarta, 2013, hlm. 63.
104
Ideologi agama yang dianut oleh Soekarno adalah ideologi Islam, dan ideologi
komunisme (nasakom) adalah Marxisme. Soekarno menyandingkan paham kedua-duanya dengan
mencoba melakukan penentangan terhadap kapitalisme yang jelas-jelas mengakibatkan terjadinya
kelas-kelas sosial yang destruktif. Kapitalisme di mata Soekarno adalah sebentuk ideologi yang
cukup berbahaya, karena akibat yang ditimbulkannya tidak lain adalah penindasan terhadap rakyat
miskin. Karena itu dengan ideologi sosialisme-marxismenya ia tidak ragu mengklaim bahwa
kapitalisme, sejatinya adalah bentuk kejahatan yang terselubung, penindasan berkedok
kesejahteraan dan keadilan. Kenapa demikian? Karena kapitalismelah yang berperan menjadikan
seseorang individualistis dan komsumtivistik. Ibid, hlm. 64.
105
Spirit kebangsaan yang diusung berliau misalkan terdapat pada kata beliau yang
berbunyi, “Tuhan menciptakan bangsa untuk maju melawan kebohongan elit atas, hanya
bangsanya sendiri yang mampu mengubah nasib negerinya sendiri”. Safari ANS, Op., Cit, hlm. 32.
48
Pertama, menasionalisasi semua perusahaan listrik di seluruh Indonesia.
Kedua, mengingat keadaan keuangan negara pada waktu sekarang,
memulai pelaksanaan nasionalisasi termaksud dengan memiliki terlebih
dahulu perusahaan-perusahaan yang mempunyai modal partikelir 100%
dengan cara mengambil kembali hak (naasting) dari perusahaanperusahaan tersebut menurut ketentuan yang tercantum pada surat-surat
izin konsesi.
Ketiga, keputusan ini mulai berlaku pada hari ditetapkan dan berlaku
surut sampai dengan tanggal 23 Desember 1952.
Di era Presiden Soekarno lahir UU No. 58 Tahun 1958 dinyatakan
bahwa setelah bangsa Indonesia merdeka dan menjadi negara yang berdaulat
penuh, sudah waktunya untuk mengeluarkan ketegasan terhadap perusahaanperusahaan milik Belanda yang berada di wilayah RI, berupa nasionalisasi
untuk dijadikan milik negara. Hal ini dimaksudkan untuk memberi manfaat
sebesar-besarnya pada masyarakat Indonesia dan juga untuk memperkokoh
keamanan dan pertahanan negara106.
Kemudian pada tanggal 27 Desember 1958 disahkan UU No. 86 Tahun
1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda yang
Berada di Dalam Wilayah Republik Indonesia yang diundangkan pada
tanggal 31 Desember 1958. Pertimbangan diundangkannya Undang-Undang
ini sebagaimana tertuang di dalam Konsiderans adalah sebagai berikut:
a.
bahwa tindakan yang telah diambil oleh Pemerintah terhadap perusahaan
milik Belanda yang berada di dalam wilayah Republik Indonesia dalam
rangka perjuangan pembebasan Irian Barat adalah seusai dengan
kebijaksanaan pembatalan K.M.B;
b.
bahwa dalam taraf perjuangan pada masa ini dalam rangka pembatalan
K.M.B dan perjuangan pembebasan Irian Barat tersebut di atas sudah tiba
waktunya
untuk
mengeluarkan
ketegasan
terhadap
perusahaan-
perusahaan milik Belanda yang berada di dalam wilayah Republik
Indonesia berupa nasionalisasi dari perusahaan-perusahaan milik Belanda
untuk dijadikan milik Negara;
106
Periksa Supriadi, Hukum Agraria, Cetakan ke-5, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 27.
49
c.
bahwa dengan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda
tersebut dimaksudkan untuk memberi kemantaatan sebesarbesarnya pada
masyarakat Indonesia dan pula untuk memperkokoh keamanan dan
pertahanan Negara;
Adapun Isi dari UU tersebut antara lain:
a.
Pada Pasal 1, Perusahaan-Perusahaan milik Belanda yang berada di
wilayah Republik Indonesia yang akan ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik yang
penuh dan bebas Negara Republik Indonesia. Di dalam Penjelasan Pasal
1 dijelaskan bahwa Bersamaan dengan berlakunya Undang-Undang ini
oleh Peraturan Pemerintah akan ditunjuk obyek mana yang dikenakan
nasionalisasi. Dasar penunjukan adalah kepentingan Negara menurut
kebijaksanaan Pemerintah, dalam melakukan penunjukan tersebut
Pemerintah senantiasa berpedoman, pada perlindungan hak c.q.
kepentingan dari pihak ketiga yang bersangkutan dengan perusahaan
yang dikenakan nasionalisasi. Di luar pencabutan hak milik ini tetap
berlaku penguasaan c.q. pengawasan selama dianggap perlu dalam
keadaan bahaya ex Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1958 (Lembaran
Negara 39/1958).
b.
Pasal 2 ayat (1), “Kepada pemilik-pemilik perusahaan-perusahaan
tersebut dalam Pasal 1 di atas diberi ganti-kerugian yang besarnya
ditetapkan oleh sebuah Panitia yang anggota-anggotanya ditunjuk oleh
Pemerintah. Ayat (2) mengatakan bahwa, “Atas keputusan Panitia pada
ayat (1) di atas maka baik pemilik perusahaan maupun Pemerintah dapat
meminta pemeriksaan banding kepada Mahkamah Agung yang akan
memberi keputusan terakhir menurut acara pemeriksaan banding di
hadapannya antara pemilik perusahaan dan Negara Republik Indonesia
sebagai pihak yang bersangkutan”. Ayat (3) mengatakan bahwa
pembayaran ganti-kerugian seperti dimaksud di atas selanjutnya akan
diatur dalam undang-undang tersendiri.
50
Penjelasan Pasal 2 mengatakan, “Ayat (1), (2), dan (3), Pihak-pihak yang
berkepentingan dapat mengajukan permohonan agar ditentukan jumlah
ganti kerugian dengan acara (procedure) yang akan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah”. Cara pembayaran jumlah ganti kerugian yang
telah ditentukan diatur dengan undang-undang.
c.
Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa Ketentuan-Ketentuan tersebut dalam
Onteigeningsordonnantie 1920 (Stb. 1920 No. 574) untuk nasionalisasi
tidak berlaku. Pada ayat (2) menyatakan bahwa Ketentuan-ketentuan
pokok tentang pelaksanaan serta kibat-akibat lebih lanjut dari pada
pernyataan seperti termaksud dalam Pasal 1 di atas, akan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Penjelasan
Pasal
3
onteigeningsordonnantie
mengatakan
bahwa
1920
berlaku
tidak
“Peraturan
dalam
dalam
penjelasan
nasionalisasi menurut undang-undang ini. Maka untuk menghindarkan
salah paham dinyatakan dengan tegas dalam ayat (1). Peraturan
Pemerintah yang akan mengandung ketentuan-ketentuan pokok tentang
pelaksanaan serta akibat selanjutnya adalah yang akan mengatur pokokpokok tentang kedudukan modal bukan Belanda / pegawai perusahaan
bekas milik Belanda dan lain-lain.
d.
Pasal 4 ayat (1) berisikan, Peraturan Pemerintah seperti termaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) di atas dapat mengancam hukuman penjara selamalamanya empat tahun dan/atau hukuman denda setinggi-tingginya satu
juta rupiah atas pelanggaran aturan-aturannya. Ayat (2) menyatakan
bahwa segala tindak pidana seperti termaksud dalam ayat (1) Pasal ini
adalah kejahatan. Ayat (3) menyatakan bahwa mereka yang disangka
atau didakwa melakukan kejahatan seperti termaksud dalam ayat (1) di
atas, dapat ditahan menurut cara yang dilakukan terhadap tersangkatersangka atau terdakwa-terdakwa yang melakukan kejahatan yang
diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau lebih.
Ayat 4 berisikan bahwa semua peraturan tentang hukum acara pidana
51
mengenai penahanan sementara dilakukan terhadap mereka yang
dimaksudkan dalam ayat (3) di atas.
Penjelasan Pasal 4 mengemukakan bahwa Sementara ketentuan yang
bersifat penting dalam Peraturan Pemerintah pelaksanaan UndangUndang
ini
akan
dapat
terjamin
kekuatan
hukumnya
dengan
mempergunakan sanksi pidana; sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 98
Undang-Undang Dasar Sementara maka ditetapkan batas-batas untuk
ancaman itu.
e.
Pasal 5 berisikan, “Setiap perjanjian atau perbuatan-perbuatan yang
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
seperti termaksud dalam Pasal 3 ayat (2) di atas adalah batal karena
hukum. Pada Penjelasan Pasal 5 disebutkan, Disamping sanksi pidana
perlu pula diadakan sanksi perdata yang bersifat batalnya karena hukum
dari setiap perbuatan perdata c.q. perjanjian yang bertentangan dengan
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah pelaksana undang-undang ini.
f.
Pasal 6 berisikan, Undang-undang ini dapat disebut “Undang-Undang
Nasionalisasi Perusahaan Belanda”.
g.
Pasal 7 berisikan, Undang-Undang ini mulai berlaku sampai pada hari
diundangkan dan mempunyai daya surut sampai tanggal 3 Desember
1957.
Memori
Penjelasan
Mengenai
Usul
Undang-Undang
tentang
Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda yang Berada di Dalam
Wilayah Republik Indonesia, pada Penjelasan Umum, dikatakan:
“Pemerintah Indonesia sebagai Pemerintah yang berdaulat yang
bertanggung-jawab atas rakyatnya senantiasa berusaha mempercepat
pelaksanaan dasar-dasar ekonomi nasional dalam rangka pelaksanaan
pembatalan K.M.B.
Pemerintah berpendapat, bahwa tindakan-tindakan yang telah
diambil terhadap perusahaan-perusahaan Belanda c.q. pengambilan alih
adalah sesuai dengan kebijaksanaan pembatalan K.M.B. dan sesuai
dengan kebijaksanaan pokok dalam lapangan perekonomian sebagai
dirumuskan pada Munap, menuju ke-ekonomi nasional yang sesuai
dengan kepribadian dan jiwa bangsa Indonesia dan sesuai dengan
52
politik bebas dilapangan perekonomian yang nondiskriminatip terhadap
negara-negara sahabat dan demikian tidak memberikan tempat untuk
kedudukan yang menentukan kepada salah satu negara.
Dalam phase perjuangan selanjutnya untuk merealisasikan citacita tersebut di atas, maka Pemerintah berpendapat sekarang sudah
sampai masanya untuk mengambil kebijaksanaan lebih lanjut dalam
lapangan perekonomian terhadap perusahaan-perusahaan milik
Belanda.
Tanggung-jawab Pemerintah yang seberat ini perlu disalurkan ke
arah keuntungan Pemerintah dalam rangka pembangunan ekonomi
nasional, hingga dengan demikian dapat memberi manfaat sebesarbesarnya bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Dengan demikian
menasionalisasikan perusahaan milik Belanda itu mengandung maksud
untuk lebih memperkokoh potensi nasional kita, maupun untuk
melikuidasikan kekuasaan ekonomi kolonial, dalam hal ini ekonomi
kolonial Belanda.
Yang dinasionalisasikan adalah pada dasarnya segala perusahaan
milik Belanda yang berada di dalam wilayah Republik Indonesia, baik
ia merupakan pusatnya maupun cabangnya.
Selanjutnya akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah
perusahaan mana diantara perusahaan yang dikenakan nasionalisasi itu,
dapat dijadikan perusahaan nasional campuran (joint enterprises) dan
perusahaan partikelir nasional.
Tanggal 3 Desember 1957 diambil selaku patokan oleh
Pemerintah, sebagai tanggal untuk memberi pertanggung-jawab atas
tindakan nasionalisasi.”
2.
Era Presiden Soeharto
Era kepemimpinan Presiden Soeharto diwarnai dengan penggunaan
kekuasaan yang cenderung absolut dan totaliter. Perusahaan-perusahaan atau
konglomerat-konglomerat mulai bermunculan pasca dibukanya regulasi
penanaman modal asing, khususnya di bidang pertambangan.
Chalid Muhammad mengemukakan kebijakan pertambangan sebagai
berikut107:
Kesalahan utama kebijakan dan orientasi pertambangan di Indonesia
bermula dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing - yang diikuti penandatanganan kontrak karya
(KK) generasi I antara Pemerintah Indonesia dengan Freeport
McMoran. Disusul dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.”
107
Salim HS, Op., Cit, hlm. 58.
53
Pengusaha-pengusaha yang muncul di era Orde Baru pada umumnya
berasal dari kalangan yang mempunyai hubungan dengan jenderal-jenderal
militer karena yang paling menentukan bagi keberhasilan dalam dunia bisnis
adalah patronase politik108.
Sejak saat itu, Indonesia memilih politik hukum pertambangan yang
berorientasi pada kekuatan modal besar dan eksploitatif. Dampak susulannya
adalah keluarnya berbagai regulasi pemerintah yang berpihak pada
kepentingan
modal.
Dari
kebijakan-kebijakannya
sendiri,
akhirnya
pemerintah terjebak dalam posisi lebih rendah dibanding posisi modal yang
disayanginya. Akibatnya pemerintah tidak bisa bertindak tegas terhadap
perusahaan pertambangan yang seharusnya patut untuk ditindak109.
Era Menteri Pertambangan dan Mineral dijabat oleh Ibnu Sutowo110,
sebenarnya Indonesia sudah akan mau mandiri mengerjakan wilayah
pertambangannya dengan SDM pada masa itu. Hal ini tampak dalam
komitmennya sebagai berikut:
“Kami bangga pada kemampuan kami dan kemampuan melatih orang
kami sendiri, dan kami berpendapat bahwa sekarang, pada hampir
setiap wilayah, kami mempunyai orang yang kedudukannya setingkat
dengan mereka yang terbaik di industri yang sama. Bila hal semacam
ini dikemukakan, orang cenderung untuk bertanya: Bila anda
mempunyai kemampuan seperti itu kenapa bekerja sama dengan
kontraktor asing, dan kenapa tidak dikerjakan sendiri?”
3.
Era Presiden Habibie
4.
Era Presiden Abdurahman Wahid
5.
Era Presiden Megawati
6.
Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
108
Periksa Khudzaifah Dimyati, Studi tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di
Indonesia 1945-1990, Cetakan ke-5, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hlm. 145.
109
Ibid.
110
Periksa Anderson G. Bartlett III, Pertamina: Perusahaan Minyak Nasional, Inti Idayu
Press, Jakarta, 1986, hlm. 11. Terjemahan dari Pertamina: Indonesian National Oil. American
Ltd, Jakarta, Singapore: Tulsa, 1972. Penerjemah: Mara Karna.
54
Visi dan Misi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Wakil
Presiden Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil
Pemilu 2004 adalah111:
1) Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai;
2) Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis; dan
3) Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 yang dirumuskan
pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, ketahanan ekonomi
nasional diwujudkan melalui 3 (tiga) pilar, yaitu keamanan energi nasional,
ketahanan pangan, dan ketahanan finansial. Selanjutnya ketahanan energi
dirumuskan ke dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagai dasar
pengelolaan tiap-tiap jenis energi. KEN diperlukan untuk mengatasi
kerentanan energi yang akan berdampak langsung terhadap ketahanan
nasional sehingga isu-isu yang terkait dengan energi selalu mendapat
perhatian utama dari negara112.
Ketahanan energi nasional berkaitan erat dengan pembangunan industri
energi yang memiliki 3 (tiga) sifat utama. Pertama, industri energi bersifat
padat risiko karena komoditas yang akan dieksploitasi terletak jauh di perut
bumi sehingga sering terjadi salah kalkulasi atas jumlah, kualitas, porsi
cadangan yang berdampak pada timbulnya kerugian. Kedua, industri energi
bersifat padat teknologi karena posisi cadangan energi ini umumnya terletak
di daerah yang sulit terjangkau seperti di laut dalam. Ketiga, industri energi
111
Dalam Putusan MK No.026/PUU-III/2005 tanggal 22 Maret 2006, yang men-judicial
review UU No. 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2006, dimana penyusunan APBN TA 2006 diarahkan untuk mengatasi masalahmasalah mendasar yang menjadi prioritas pembangunan, yaitu:
1. penanggulangan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan;
2. peningkatan kesempatan kerja;
3. revitalisasi pertanian dan perdesaan;
4. peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan;
5. penegakan hukum, pemberantasan korupsi, dan reformasi birokrasi;
6. penguatan kemampuan pertahanan, pemantapan keamanan dan ketertiban serta penyelesaian
konflik; serta
7. rehabilitasi dan rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Nias, Sumatera Utara.
112
Athiqah, Op., Cit, hlm. 55.
55
bersifat padat modal karena konsekuensi dari risiko dan aplikasi teknologi
tinggi yang digunakannya113.
7.
Era Presiden Joko Widodo
Konstelasi politik yang terjadi pada awal kepemimpinan Presiden Joko
Widodo dari awal pencalonannya sampai terpilih, menjabat dan memimpin
RI banyak mendapat sorotan. Hal untuk menampik keraguan akan hal ini,
oleh Ahmad Syafii Maarif menegaskan bahwa Joko Widodo dipilih oleh
rakyat, bukan partai114. Pernyataan Jokowi adalah petugas partai, oleh Zully
Qodir115 dalam tulisanya berjudul Marwah116 Politik Presiden dapat dikatakan
sebagai pernyataan kepanikan sebuah parpol yang dilanda badai karena
terjadi tarikan kepentingan politik dan ekonomi yang demikian hebat
sehingga mengeluarkan pernyataan yang sifatnya hendak mendelegitimasi
kepercayaan rakyat atas seseorang yang telah dipilihnya.
Terkait dengan kebijakan bidang energi di era Presiden Joko Widodo
adalah pembangunan proyek pembangkit 35 Ribu MW di mana rasio
elektrifikasi sekitar 84% dengan prediksi pencapaian elektrifikasi di tahun
2025 sekitar 97%. Direktur PT. PLN (Persero) Sofyan Basir mengatakan
bahwa target 35.000 MW tidak utuh karena di era Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono PT. PLN (Persero) masih menyisakan target 7.000 MW sehingga
total menjadi 42.000 MW. Proyek tersebut akan didukung 402 unit
pembangkit dan 46 ribu km transmisi dengan biaya total mencapai US$ 53
miliar. Kemudian beliau mengatakan bahwa proyek pembangunan transmisi
113
Periksa Farida Zed, Kebijakan Energi Nasional dalam Menghadapi Krisis Energi
Global, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2009, hlm. 50. Ibid. hlm. 55-56.
114
Periksa Zuly Qodir, Marwah Politik Presiden, Kompas, 2 Maret 2015, hlm. 7.
115
Ibid.
116
Marwah berasal dari kata muruah yang berarti kehormatan diri, harga diri, nama baik.
Periksa
http://harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=12526:menegakkanmarwah-pers&catid=13:haluan-kita&Itemid=81, diakses pada 15 Maret 2015 jam 12.24 WIB.
Marwah dalam tulisan disini pada intinya mempersoalkan dan menegaskan legitimasi serta upaya
untuk memperbaiki citra Presiden selaku Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara agar tetap
terjaga wibawanya, has strong leadership and a vision, tidak tersandera politik balas budi dan
kepentingan partai maka dari itu sebagai pemimpin ia harus mementingkan kepentingan rakyat
yang memilihnya, bukan partai atau para pengusungnya.
56
sepanjang 46 ribu km membutuhkan 82.084 tiang transmisi, di mana satu
tiang membutuhkan satu izin IMB (Izin Mendirikan Bangunan), amdal, dan
izin lingkungan, tanpa Perpres, diperkirakan proyek tersebut akan pada tahun
2300. PT. PLN (Persero) juga mempunyai beban proyek pembangunan 1.375
gardu induk berkapasitas 108 Mega Volt Ampere (MVA) dengan pembiayaan
total minimal US$ 72 miliar selama lima tahun ke depan. Proyek ini berada
di luar biaya rutin operasional sekitar Rp. 340 triliun per tahun sehingga PT.
PLN (Persero) mempunyai biaya lima tahun ke depan sebesar Rp. 2.800
triliun117.
Dalam proyek tersebut, dilakukan mekanisme tender internasional
secara terbuka di mana China menjadi pemenang tender dengan memberikan
harga US$ 4,2 sen per kWh, sementara Jepang US$ 5,4 kWh. Apabila
diambil 1.000 MW, maka PT. PLN (Persero) bisa menghemat sekitar Rp 40
triliun dari pada harga yang ditawarkan Jepang.
Presiden Joko Widodo ingin proyek tersebut selesai pada 2019 di mana
pengusaha Jepang tidak ada yang sanggup menyelesaikan di bawah 42 bulan,
berbeda dengan China yang berani menawarkan 38 bulan pengerjaan
8.
Menumbuhkan
Jiwa
Nasionalisme
Anggota
Legislatif
untuk
Berkontribusi Memperkuat Penguasaan Negara Secara Yuridis.
Satjipto Rahardjo118 mengatakan bahwa sejak beberapa dekade terakhir,
Indonesia semakin memasuki dan menjadi bagian proses globalisasi,
khususnya dalam proses restrukturisasi ekonomi global. Indonesia semakin
menerima peranannya dalam proses tersebut. Sebagai konsekuensinya,
Indonesia harus melakukan penataan ke dalam agar tidak
menghambat
proses reformasi global tersebut.
Tetapi, proses tersebut tidak berjalan lancar dan dilihat dari kepentingan
kapitalisme dunia, masih kurang memuaskan. Indonesia masih dianggap
setengah hati dalam melakukan pembaruan hukumnya. Hal tersebut
117
Periksa Koran Tempo, Tanpa Perpres, Proyek Pembangkit 35 Ribu MW Sulit Rampung,
18 Januari 2016.
118
Satjipto Rahardjo, Pendidikan Hukum ..., Op., Cit, hlm. 114.
57
disebabkan oleh nasionalisme Indonesia dan nasionalisme ekonomi negeri
ini. Indonesia dianggap tidak mau tunduk begitu saja kepada tekanan-tekanan
pembaruan119.
Apabila kita kembali kepada cita-cita pembangunan hukum yang sejak
semula dijadikan panduan dalam membangun hukum nasional, seperti LPHN
pada tahun 50-an, yang kemudian diteruskan oleh BPHN, maka kita akan
selalu berkiblat kepada UUD. Pada dasarnya, cita-cita UUD adalah
membangun suatu masyarakat Indonesia baru yang tidak sepenuhnya sejalan
dengan keinginan dan kepentingan kapitalisme dunia, seperti prinsip
kekeluargaan dan menolak dominasi kepentingan perorangan di atas
kepentingan rakyat banyak. Hal tersebut menyebabkan hambatan di Indonesia
datang dari nasionalisme dan nasionalisasi ekonomi120.
Apabila setia kepada cita-cita dan cetak biru masyarakat oleh UUD,
maka kita justru akan berkembang ke arah yang tidak sepenuhnya sama
dengan cita-cita kapitalisme global121. Kalau kita melakukan pembaruan
dalam bidang ekonomi, maka tujuannya adalah untuk “sebesar-besar
kemakmuran rakyat”, bukan untuk mengembangkan kepentingan kapitalisme.
Untuk mengembangkan ekonomi Indonesia ditujukan melindungi dan
membesarkan kepentingan kapitalisme. Oleh karena itu, mungkin dalam
beberapa hal, kepentingan Indonesia sejalan dengan yang dikehendaki oleh
kapitalisme, seperti memperbarui hukum ekonomi, tetapi selebihnya arah
pembaruan tersebut berbeda122.
Legislator atau anggota legislatif sebagai badan pembentuk undangundang, baik di level nasional maupun daerah, hendaknya paham bahwa
119
Ibid.
Ibid.
121
Kapitalisme sebenarnya tidak selalu buruk, lihat pendapat Lester C. Thurow yang
mengatakan bahwa For the first time in human history, anything can be made any where and sold
everywhere. In capitalistic economies that means making each component and performing each
activity at the place on the globe where it can be most cheaply done and selling the resulting
products or services wherever prices and profits are highest. Minimizing costs and maximizing
revenues is what profit maximization, the heart of capitalism, is all about. Sentimental attachment
to some geographic part of the world is not part of the system. Periksa Lester C. Thurow, The
Future of Capitalism: How Today’s Economic Forces Shape Tomorrow’s World, William Morrow
and Company, Inc, New York, 1993, p. 115.
122
Satjipto Rahardjo, Pendidikan Hukum ..., Op., Cit, hlm. 114.
120
58
tanpa nasionalisme tinggi dari mereka untuk memperjuangkan kepentingan
rakyat, maka tidak akan mungkin suatu produk hukum yang mereka hasilkan
akan berpihak kepada masyarakat. Hal ini sebagaimana disampaikan David L.
Faigman123:
“When it comes to learning about science or any technical subject,
legislators are not so much interested in wrestling with the details as in
giving various constituencies an opportunity to be heard. Legislators
love to hold hearings that seemingly promisemuch educative value.
Experts regularly testify before legislators in much the same way they
do before judges making admissibility decisions. In fact, legislative
hearings are more luxurious than this, sometimes resembling a
classroom more than a hearing room.
Peneliti memandang nasionalisme anggota legislatif merupakan salah
satu elemen penting dari model yang Peneliti ajukan apalagi jika mereka
dapat memandang dan memainkan peran serta fungsinya dengan otoritas yang
dimiliki untuk senantiasa berpihak pada kepentingan rakyat Indonesia dan
kepentingan negara. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Lawrence M.
Friedman124, “Life was, in short, a drama of infinite uncertainty, and his was
so well known that people accepted it as the principal fact of human
existence. The uncertainty of life must have had a profound effect on legal
culture. People expected misfortune, and they expected “injustice” - not
necessarily human in justice, but the injustice of an unjust world, a world so
arranged as to strike out in capricious and unfairways, or at any event,
mysterious, unfathomable ways.”
123
Periksa David L. Faigman, Legal Alchemy: The Use and Misuse of Science in The Law,
W.H Freeman and Company, New York, 1999, p. 125.
124
Periksa Lawrence M. Friedman, Legal Culture and The Welfare State dalam Gunther
Teubner (ed), Dilemmas of Law in The Welfare State, Walter de Guyter & Co, Berlin, 1985, p. 22.
59
9.
Pendidikan Hukum yang Memahamkan Peserta Didik akan Pentingnya
Sumber Daya Energi sebagai Sumber Daya Strategis Jangka Panjang
Pendidikan hukum merupakan hal yang mendasar karena esensinya
adalah mengajarkan individu supaya sadar mematuhi hukum agar tercapai apa
yang menjadi tujuan dari hukum. Satjipto Rahardjo125 mengatakan di
Indonesia, pemikiran tentang hukum dari segi nilai dasar kepastian hukum
masih banyak menyita perhatian kita. Hal ini dapatdilihat pada susunan
kurikulum fakultas-fakultas hukum yang untuk bagian terbesar diarahkan
kepada penempaan keahlian untuk memahami dan memakaikan peraturanperaturan yang berlaku. Maka sistem hukum akan lebih dilihat sebagai
susunan peraturan
yang logis
tertutup. Bahkan menurut Mochtar,
sebagaimana dikutip oleh Satjipto Rahardjo126, selama ini fakultas-fakultas
hukum hanya memberikan keahlian tukang pada para alumninya, yaitu untuk
dapat menerapkan hukum dalam rangka tertib-hukum yang ada. Mereka tidak
dipersiapkan untuk berbuat kreatif di dalam masyarakat yang sedang
mengalami perubahan ini. Keadaan ini harus dirubah sehingga para sarjana
hukum dapat turut serta secara aktif dalam menangani problema-problema
pembangunan. “It must produce people who are able to create through legal
means
the
society
considered
as
desirable”.
Charles
Himawan127
menambahkan bahwa para calon ahli hukum tidak dididik untuk menghapal
peraturan-peraturan, karena peraturan-peraturan itu terlalu banyak jumlahnya
dan selalu berubah. Mereka dididik pertama, untuk mengadakan riset hukum
atau mencari di mana hukum yang dikehendaki itu terdapat dan dapat
dipelajari; dan kedua, untuk memahami bahwa hukum adalah alat untuk
mengendalikan dan mengembangkan masyarakat. Untuk mencapai maksud
kedua ini, mereka dididik untuk berpikir dengan menganalisis masalah
hukum yang timbul dalam masyarakat.
125
Periksa Satjipto Rahardjo, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Perkembangan Ilmu
Hukum, Cetakan ke-2, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hlm. 31.
126
Ibid, hlm. 61-62.
127
Charles Himawan, Op.,Cit, hlm 199.
60
Berdasarkan paparan tersebut, model kebijakan penguasaan negara di
bidang energi sebagai berikut:
Gambar Model Penguasaan Negara di Bidang Energi
Pembukaan UUD RI 1945 alinea 4
Pasal 33 UUD RI 1945
Teori Sistem Hukum
1. Substansi hukum
2. Struktur hukum
3. Budaya hukum
4. Sarana Prasarana
5. Politik
hukum
Penguasa
6. Nasionalisme anggota
legislatif
7. Pendidikan hukum
1.
2.
1.
Potensi Energi
Indonesia
2. Kebutuhan energi
bagi seluruh rakyat
Makna Penguasaan Negara:
Negara harus menguasai, mengelola,
mengolah dan mendistribusikan
sumber daya energi untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat.
Negara berfungsi sebagai:
a. penyelenggara dan penjamin
pemerataan sumber daya energi
bagi seluruh masyarakat;
b. negara
sebagai
pengatur,
pengawas
dan
pembina
masyarakat dalam menggunakan
sumber daya energi;
c. negara sebagai entitas yang
mendayagunakan potensi yang
dimiliki
untuk
memenuhi
kebutuhan akan belanja negara
dari pemanfaatan sumber daya
energi;
d. negara sebagai pengadil ketika
terjadi perselisihan di bidang
energi;
e. penjaga dan pengemban amanat
konstitusi bahwa sumber-sumber
energi dipergunakan hanya
untuk kepentingan kesejahteraan
masyarakat
semata
secara
berkesinambungan
dan
berkelanjutan.
Teori Economic
Analysist of Law
Richard Posner
Teori Tarikan ke bawahtarikan ke atas
Adi Sulistiyono
Teori Negara
Kesejahteraan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
61
Model Penguasaan Negara di Bidang Energi yang Ideal
yang meliputi:
Konstitusionalisasi produk hukum bidang energi yang
berpotensi menjauhkan negara dari kewajiban negara
mensejahterakan rakyat.
Penguatan entitas negara melalui Pemerintah Pusat,
Pemerintah
Daerah
Provinsi,
Pemerintah
Daerah
Kota/Kabupaten, Desa atau nama lainnya, entitas bisnis
negara BUMN, BUMD dan Koperasi yang diberikan mandat
untuk mengelola, menjaga dan menguasai hajat hidup orang
banyak.
Membangun paradigma budaya hemat energi dan
menumbuhkan budaya meneliti di kalangan Perguruan
Tinggi dengan disertai reward dan tindaklanjut penelitian
dalam kerangka mewujudkan ketahanan energi nasional.
Menyediakan dan menguatkan sarana dan prasarana yang
mampu mendorong BUMN, Perguruan Tinggi, Swasta,
Koperasi agar berdaya saing dan berhasil guna.
Mengembangkan konsep pendidikan hukum berbasis Ing
Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wuri
Handayani oleh Penguasa yang mempunyai strong
leadership dan a vision bahwa ia ditugasi oleh Konstitusi
untuk mensejahterakan rakyat atas pemenuhan di bidang
energi dengan cara apapun secara berkesinambungan dan
berkelanjutan.
Menumbuhkan jiwa nasionalisme dikalangan anggota
legislatif sebagai wakil rakyat yang mengemban tugas
mensejahterakan rakyat dengan ikut menjaga ketahanan
energi, minimal di daerah pemilihan mereka.
Pendidikan hukum ditujukan untuk memahamkan peserta
didik, khususnya di kalangan perguruan tinggi hukum akan
pentingnya sumber daya energi sebagai sumber daya
strategik jangka panjang yang harus dikuasai oleh negara
dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1.
Makna penguasaan negara di bidang energi secara yuridis normatif adalah
bahwa:
a.
Negara harus menguasai, mengelola, mengolah dan mendistribusikan
sumber daya energi untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
b.
Negara berfungsi sebagai:
1) penyelenggara dan penjamin pemerataan sumber daya energi bagi
seluruh masyarakat;
2) negara sebagai pengatur, pengawas dan pembina masyarakat dalam
menggunakan sumber daya energi;
3) negara sebagai entitas yang mendayagunakan potensi yang dimiliki
untuk memenuhi kebutuhan akan belanja negara dari pemanfaatan
sumber daya energi;
4) negara sebagai pengadil ketika terjadi perselisihan di bidang energi;
5) penjaga dan pengemban amanat konstitusi bahwa sumber-sumber
energi dipergunakan hanya untuk kepentingan kesejahteraan
masyarakat semata secara berkesinambungan dan berkelanjutan.
2.
Model penguasaan negara di bidang energi dalam konsep negara
kesejahteraan adalah:
a. Konstitusionalisasi produk hukum bidang energi yang berpotensi
menjauhkan negara dari kewajiban negara mensejahterakan rakyat.
b.
Penguatan entitas negara melalui Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah
Provinsi, Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten, Desa atau nama lainnya,
entitas bisnis negara BUMN, BUMD dan Koperasi yang diberikan
mandat untuk mengelola, menjaga dan menguasai hajat hidup orang
banyak.
c.
Membangun paradigma budaya hemat energi dan menumbuhkan budaya
meneliti di kalangan Perguruan Tinggi dengan disertai reward dan
62
tindaklanjut penelitian dalam kerangka mewujudkan ketahanan energi
nasional.
d.
Menyediakan dan menguatkan sarana dan prasarana yang mampu
mendorong BUMN, Perguruan Tinggi, Swasta, Koperasi agar berdaya
saing dan berhasil guna.
e.
Mengembangkan konsep pendidikan hukum berbasis Ing Sung Tuladha,
Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani oleh Penguasa yang
mempunyai strong leadership dan a vision bahwa ia ditugasi oleh
Konstitusi untuk mensejahterakan rakyat atas pemenuhan di bidang
energi dengan cara apapun secara berkesinambungan dan berkelanjutan.
f.
Menumbuhkan jiwa nasionalisme dikalangan anggota legislatif sebagai
wakil rakyat yang mengemban tugas mensejahterakan rakyat dengan ikut
menjaga ketahanan energi, minimal di daerah pemilihan mereka.
g.
Pendidikan hukum ditujukan untuk memahamkan peserta didik,
khususnya di kalangan perguruan tinggi hukum akan pentingnya sumber
daya energi sebagai sumber daya strategik jangka panjang yang harus
dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
B. Implikasi
1.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka implikasi pertama dengan
adanya negara harus menguasai, mengelola, mengolah dan mendistribusikan
sumber daya energi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat bahwa hal ini
merupakan mandat dari konstitusi khususnya pada Pasal 33 UUD RI 1945
yang merupakan kewajiban sekaligus hak yang dimiliki oleh negara untuk
menguasai, mengelola, mengolah, dan mendistribusikan sumber daya energi
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.
Negara kesejahteraan merupakan das sollen yang hendak dicapai maka dari
itu segenap sistem hukum yang terdiri dari substansi hukum harus merujuk
pada konstitusi, struktur hukum harus melaksanakan tugas dan kewajiban
sebagaimana diarahkan oleh norma-norma yang terkandung dalam konstitusi,
63
budaya hukum masyarakat, nasionalisme anggota legislatif diarahkan kepada
jiwa nasionalisme yang pro pada hemat energi demi pembangunan
berkelanjutan dan sarana prasarana yang mendukung serta politik hukum
penguasa yang a vision dan strong leadership yang mampu berpihak kepada
rakyat dan amanah kepada konstitusi.
C. Rekomendasi
1.
Kepada setiap warga negara Indonesia dan kelompok masyarakat sebagai
subyek dan prioritas pembangunan agar turut mengawal setiap produk hukum
yang berkaitan dengan energi dan melakukan judicial review apabila
bertentangan dengan konstitusi.
2.
Kepada Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah agar melakukan sosialisasi
produk hukum di bidang energi dan meng-upload setiap produk hukum di
bidang energi yang menguasai hajat hidup rakyat banyak agar diketahui oleh
masyarakat secara luas. Kemudian secara masif menindak tegas pelanggaran
pasokan energi di daerah yang mengganggu ketersediaan kebutuhan energi di
masyarakat.
3.
Bagi masyarakat agar membangun budaya hukum sadar dan hemat energi di
kalangan masyarakat untuk tidak boros menggunakan energi agar pasokan
energi senantiasa terjaga.
4.
Menyediakan dan menguatkan sarana dan prasarana yang mampu mendorong
BUMN, Perguruan Tinggi, Swasta, Koperasi agar berdaya saing dan berhasil
guna.
5.
Bagi
Kementerian
Riset
Teknologi
dan
Pendidikan
Tingi
agar
mengembangkan konsep pendidikan hukum berbasis Ing Sung Tuladha, Ing
Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani oleh Penguasa yang
mempunyai strong leadership dan a vision bahwa ia ditugasi oleh Konstitusi
untuk mensejahterakan rakyat atas pemenuhan di bidang energi dengan cara
apapun secara berkesinambungan dan berkelanjutan.
6.
Kepada para anggota legislatif agar menumbuhkan jiwa nasionalisme
dikalangan anggota legislatif sebagai wakil rakyat yang mengemban tugas
64
mensejahterakan rakyat dengan ikut menjaga ketahanan energi, minimal di
daerah pemilihan mereka.
7.
Pendidikan hukum ditujukan untuk memahamkan peserta didik, khususnya di
kalangan perguruan tinggi hukum akan pentingnya sumber daya energi
sebagai sumber daya strategik jangka panjang yang harus dikuasai oleh
negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
65
DAFTAR PUSTAKA
Literatur :
A Prasetyantoko. 2010. Ponzi Ekonomi: Prospek Indonesia di Tengah Instabilitas
Global. Jakarta: Kompas.
Abdul Ghofur Anshori dan Sobirin Malian (ed). 2008. Membangun Hukum
Indonesia: Kumpulan Pidato Guru Besar Ilmu Hukum dan Filsafat.
Yogyakarta: Kreasi Total Media.
Abdul Halim dan Icuk Rangga Bawono (ed). 2011. Pengelolaan Keuangan
Negara-Daerah: Hukum, Kerugian Negara, dan Badan Pemeriksa
Keuangan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen YKPN.
Abdul Kadir. 2010. Energi: Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik dan Potensi
Ekonomi, Edisi ke-3. Cetakan ke-1. Jakarta: UI Press.
Abdul Latif dan Hasbi Ali. 2011. Politik Hukum. Cetakan ke-2, Jakarta: Sinar
Grafika.
Abdul Manan. 2009. Aspek-Aspek Pengubah Hukum. Cetakan ke-3. Jakarta:
Kencana.
Ade Maman Suherman. 2005. Aspek Hukum dalam Ekonomi Global (Edisi
Revisi). Bogor: Ghalia Indonesia.
Adi Fahrudin. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: Refika Aditama..
Adi Sulistiyono. 2005. Kekuasaan Negara Hukum dan Paradigma Moral.
Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji. 2009. Hukum Ekonomi Sebagai
Panglima, Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Adji Samekto. 2008. Justice Not For All: Kritik Terhadap Hukum Modern dalam
Perspektif Studi Hukum Kritis. Yogyakarta: Genta Press.
Adriani Nurdin. 2012. Kepailitan BUMN Persero Berdasarkan Asas Kepastian
Hukum. Bandung: Alumni.
Ahmad Jamli. 1997. Keuangan Internasional. Cetakan ke-4. Yogyakarta: BPFEYogyakarta.
Ahmad Noor S dan Gita Widya LS. 2010. Memantau Kebijakan Pemerintah:
Buku Panduan untuk Organisasi Masyarakat Sipil di Indonesia dan Timor
Leste. Jakarta: Lembaga Studi Pers dan Pembangunan.
66
Ahmad Suhelmi. 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. 2002. Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli.
Cetakan ke-3. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Alant Hunt. 1993. Explorations in Law and Society: Toward A Constitutive
Theory of Law. New York: Routledge.
Alvini Pranoto, dkk. 2009. Sains & Teknologi: Berbagai Ide Untuk Menjawab
Tantangan dan Kebutuhan oleh Ristek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Aminuddin Ilmar. 2012. Hak Menguasai Negara dalam Privatisasi BUMN.
Jakarta: Kencana,
Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman. 2011. Hukum Investasi dan Pasar Modal.
Cetakan ke-2. Jakarta: Sinar Grafika.
Andi Setiadi. 2013. Soekarno Bapak Bangsa. Yogyakarta: PALAPA.
Anderson G. Bartlett III. 1986. Pertamina: Perusahaan Minyak Nasional. Jakarta:
Inti Idayu Press. Terjemahan dari Pertamina: Indonesian National Oil.
1972. American Ltd. Jakarta, Singapore: Tulsa. Penerjemah: Mara Karna.
Anonim. 2013. Buku Pedoman Pembimbingan Tesis & Pedoman Penulisan
Usulan Penelitian & Tesis, Program Studi Magister (S-2) Ilmu Hukum.
Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
________. 2013. Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan MPR RI: Edisi Revisi.
Cetakan ke-12. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.
________. 2002. Pengantar Hukum Ekonomi (Edisi Bahasa Indonesia dan
Bahasa Inggris): Seri Dasar Hukum Ekonomi I ELIPS II. Cetakan ke-2.
Kerjasama Pemerintah Indonesia dan US Agency for International
Development (USAID).
Anton Poniman, dkk. 2013. Indonesia Negara Merdeka yang Terjajah. Jakarta:
Founding Fathers House.
Antony Allott. 1980. The Limits of Law. London: Butter Worths & Co
(Publishers). Ltd.
Arie Siswanto. 2004. Hukum Persaingan Usaha. Cetakan ke-2. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Arie Sukanti, dkk. 2012. Hukum Pertanahan di Belanda dan Indonesia. Denpasar:
Pustaka Larasan, Denpasar bekerjasama dengan Universitas Indonesia,
Universitas Leiden dan Universitas Gronigen.
67
Arif Zulkifli. 2014. Pengelolaan Tambang Berkelanjutan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Arief Sidharta. 2012. Pengantar Logika: Sebuah Langkah Pertama Pengenalan
Medan Telaah. Cetakan ke-4. Bandung: Refika Aditama.
Athiqah Nur Alami. 2014. Politik Luar Negeri Indonesia dan Isu Keamanan
Energi. Jakarta: LIPI Press.
Aziz Syamsuddin. 2013. Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang.
Jakarta: Sinar Grafika.
Bagir Manan. 2003. Teori dan Politik Konstitusi. Yogyakarta: FH UII Press.
Baihaki Hakim. 2009. The Lone Ranger: Lekak Liku Transformasi Pertamina.
Jakarta: Hasta Pustaka
Bambang Sunggono. 1994. Hukum dan Kebijaksanaan Publik. Jakarta: Sinar
Grafika.
Bayu Dwi Anggono. 2014. Perkembangan Pembentukan Undang-Undang di
Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press.
Bernard L Tanya, Yoan N Simanjuntak, Maskus Y Hage. 2010. Teori Hukum
(Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi). Yogyakarta: Genta
Publishing.
________. 2013. Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi. Cetakan ke-4. Yogyakarta: Genta Publishing.
Boediono. 2010. Ekonomi Indonesia Mau Ke Mana?: Kumpulan Esai Ekonomi.
Cetakan ke-3. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).
Bonnie Setiawan. 2012. Rantai Kapitalisme Global, Reorganisasi Fundamental
Rantai Pasokan Negara. Yogyakarta: Resistbook.
Bryan A. Garner (ed). 1999. Black’s Law Dictionary. Seventh Edition. St. Paul
Minn: West Group.
________. 2009. Black’s Law Dictionary. Ninth Edition. Thomson Reuters West
Publishing Co.
Budi Winarno. 2009. Pertarungan Negara vs Pasar. Yogyakarta: MedPress.
Candra Irawan. 2013. Dasar-Dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia.
Bandung: Mandar Maju.
Charles Himawan. 2006. Hukum Sebagai Panglima. Cetakan ke-2. Jakarta:
Kompas.
68
Christina E. Mediastika. 2013. Hemat Energi dan Lestari Lingkungan Melalui
Bangunan. Yogyakarta: ANDI.
Christoper Heath and Kung-Chung Liu (ed). 2002. Legal Rules of Technology
Transfer in Asia. London: Kluwer Law International.
Dadit Herdikiagung dan Sobirin Malian (Ed). 2009. Pengembangan Legislasi
Iptek: Seri II. Yogyakarta: Total Media.
Dahlan Thaib, Jazim Hamidi dan Ni’matul Huda. 2012. Teori dan Hukum
Konstitusi. Cetakan ke-10. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
David L. Faigman. 1999. Legal Alchemy: The Use and Misuse of Science in The
Law. New York: W H Freeman and Company.
David Kairupan. 2013. Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia.
Jakarta: Kencana.
Dian Wirengjurit. 2002. Kawasan Damai dan Bebas Senjata Nuklir: Pengertian,
Sejarah dan Perkembangannya. Bandung: Alumni.
Djiteng Marsudi. 2011. Pembangkitan Energi Listrik. Jakarta: Erlangga.
Deddy Ismatullah dan Asep A Sahid Gatara. 2007. Ilmu Negara dalam Multi
Prespektif: Kekuasaan, Masyarakat, Hukum, dan Agama. Cetakan ke-2.
Bandung: Pustaka Setia.
Deni Bram. 2014. Politik Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup. Malang: Setara
Press.
Elli Ruslina. 2013. Dasar Perekonomian Indonesia dalam Penyimpangan Mandat
Konstitusi UUD Negara Tahun 1945. Yogyakarta: Total Media.
Endin AJ. Soefihara. 2002. Rekonstruksi Masa Depan Indonesia (Perspektif
Politik dan Ekonomi). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Eri Hiswara. 2014. Hukum Ketenaganukliran: Tinjauan dari Aspek Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Esmeralda Contessa, Duddy Priyatna, dan Haris Munandar. 2009. Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan
Lingkungan. Jakarta: Erlangga.
Fajar Sugianto. 2013. Economic Analysis of Law: Seri Analisis Ke-ekonomian
tentang Hukum. Jakarta: Kencana.
Francis Fukuyama. 1999. The Great Disruption: Human Nature and The
Reconstitution of Social Order. New York: The Free Press.
69
Franz L. Neumann. 1986. The Rule of Law: Political Theory and The Legal
System in Modern Society. Heidelberg: Berg Publishers Ltd.
Gatot Supramono. 2012. Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara. Jakarta:
Rineka Cipta.
Gunarto Suhardi. 2002. Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi.
Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta.
Gunther Teubner (ed). 1985. Dilemmas of Law in The Welfare State. Berlin:
Walter de Guyter & Co.
H.L.A. Hart. 2013. Konsep Hukum. Cetakan ke-5. Bandung: Nusa Media.
Terjemahan dari H.L.A. Hart. 1997. The Concept of Law. New York:
Clarendon Press. Penerjemah M. Khozim.
Hanan Nugroho. 2011. A Mosaic of Indonesian Energy Policy. Bogor: IPB Press.
________. 2012. Energi dalam Perencanan Pembangunan. Bogor: IPB Press.
Hans Kelsen. 2009. Pengantar Teori Hukum. Bandung: Nusa Media.
Diterjemahkan dari Hans Kelsen. 1996. Introduction to The Problems of
Legal Theory. Oxford: Claderon Press. Penerjemah Siwi Purwandari.
________. 2012. Pengantar Teori Hukum. Cetakan ke-5. Bandung: Nusa Media.
Terjemahan dari Hans Kelsen. 1996. Introduction to the Problems of Legal
Theory. Oxford: Clarendon Press. Penerjemah Siwi Purwandari.
Hasriadi Ary dan Nurhady Sirimorok. 2013. Desa Butuh Energi Alternatif
Sekarang!. Yogyakarta: Insist Press.
Hermansyah. 2008. Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia.
Jakarta: Kencana.
Hilman Hadikusuma. 1992. Bahasa Hukum Indonesia. Bandung: Alumni.
Huala Adolf. 2013. Hukum Perdagangan Internasional. Cetakan ke-5. Jakarta:
Rajawali Pers.
Husein Umar. 2000. Business: An Introduction. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Ian Bremmer. tanpa tahun. The End of The Free Market: Who Wins the War
Between States and Corporations? Diterjemahkan dari Ian Bremmer. 2011.
Akhir Pasar Bebas: Siapa Pemenang dalam Perang antara Negara dan
Swasta? Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Penerjemah Alex Tri Kantjono
Widodo.
Ibnu Taimiyah, Tugas Negara Menurut Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004,
hlm. 3. Terjemahan dari Ibnu Taimiyah, Public Duties in Islam, The
70
Institution of the Hisba, The Islamic Foundation, London, 1985. Penerjemah
Arif Maftuhin Dzofir.
Ida Susanti dan Bayu Seto (ed). 2003. Aspek Hukum dari Perdagangan Bebas:
Menelaah Kesiapan Hukum Indonesia dalam Melaksanakan Perdagangan
Bebas. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Ignatius Wibowo. 2010. Negara dan Bandit Demokrasi. Jakarta: Kompas.
Ismantoro Dwi Yuwono. 2014. Mafia Migas vs Pertamina. Yogyakarta: Galang
Pustaka.
Ivan A. Hadar. 2004. Utang, Kemiskinan, dan Globalisasi: Pencarian Solusi
Alternatif. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.
J.S. Badudu. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
J. Paul Lumio, Henrik S. Spang-Hanssen, George D. Wilson. 2011. Legal
Research Methods in Modern World: A Course Book, Third Edition.
Copenhagen: DJ ØF Publishing.
James E. Anderson. Public Policymaking: An Introduction. Seventh Edition.
2011. Wadsworth. Cengage Learning.
Jimly Asshiddiqie. 2010. Konstitusi Ekonomi. Kompas: Kompas.
________. 2010. Perihal Undang-Undang. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
________. 2011. Perihal Undang-Undang. Cetakan ke-2. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Johannes Ibrahim. 2013. Hukum Organisasi Perusahaan Pola Kemitraan dan
Badan Hukum. Cetakan ke-2. Bandung: Refika Aditama.
Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu. 2007. Hukum Bisnis dalam Persepsi
Manusia Modern. Bandung: Refika Aditama.
Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang:
Bayumedia Publishing.
John Gilissen† dan Frits Gorlé. 2005. Sejarah Hukum: Suatu Pengantar. Bandung:
Refika Aditama. Diterjemahkan dari John Gilissen† dan Frits Gorlé . 1991.
Historische Inleiding tot het Recht. Anwerpent, Belgium: Kluwer
Rechtswetenschappen. Penyadur: Freddy Tengker.
John Hofmeister. 2011. Mengapa Perusahaan Minyak Dibenci?. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama. Diterjemahkan dari John Hofmeister. tanpa
tahun. Why We Hate The Oil Companies. Penerjemah Satrio Wahono.
Jimly Asshiddiqie. 2010. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Kompas.
71
________. 2011. Perihal Undang-Undang. Cetakan ke-2. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
PT.
Juhaya S. Praja. 2011. Teori Hukum dan Aplikasinya. Bandung: CV Pustaka Setia.
Kenichi Ohmae. tanpa tahun. The End of The Nation State: The Rise of Regional
Economies. New York: The Free Press.
Khudzaifah Dimyati. 2010. Studi tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di
Indonesia 1945-1990. Cetakan ke-5. Yogyakarta: Genta Publishing.
Kwik Kian Gie. 2009. Kebijakan Politik dan Hilangnya Nalar. Jakarta: Kompas.
Lawrence M. Friedman. 1975. The Legal System: A Social Science Perspective.
New York: Russell Sage Foundation.
________. 2011. Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial, Cetakan ke-4. Bandung:
Nusa Media. Terjemahan dari Lawrence M. Friedman. 1975. The Legal
System: A Social Science Perspective. New York: Russel Sage Foundation.
Penerjemah: M. Khozim.
Lester C. Thurow. 1993. The Future of Capitalism: How Today’s Economic
Forces Shape Tomorrow’s World. New York: William Morrow and
Company, Inc.
Lili Rasjidi dan Wyasa Putra. 2003. Hukum sebagai Suatu Sistem. Bandung:
Mandar Maju.
Lilih Prilian A. P. 2009. 30 Tokoh Penemu Indonesia. Yogyakarta: NARASI.
M. Faishal Aminuddin, dkk. 2009. Globalisasi dan Neoloberalisme: Pengaruh
dan Dampaknya Bagi Demokratisasi Indonesia. Yogyakarta: Logung
Pustaka,.
M Kholid Syeirazi. 2009. Di Bawah Bendera Asing: Liberalisasi Industri Migas
di Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
Mahfud MD. 2010. Perdebatan Hukum Tata Negara: Pasca Amandemen
Konstitusi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
________. 2012. Politik Hukum di Indonesia. Cetakan ke-5. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Mathew Horsman and Andrew Marshall. 1995. After The Nations - State:
Citizens, Tribalism and The New World Disorder. London: Harper Collins
Publishers.
72
Michael Bogdan. 2010. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum. Bandung: Nusa
Media. Terjemahan dari Michael Bogdan, Comparative Law, Kluwer and
Taxation Publishers, 1994.
Mubyarto. 2010. Membangun Sistem Ekonomi. Cetakan ke-3. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta.
Muchayat. 2010. Badan Usaha Milik Negara: Retorika, Dinamika dan Realita
(Menuju BUMN yang Berdaya Saing). Gagas Bisnis.
Muchsan. 2007. Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
Mudjiono. 1997. Politik dan Hukum Agraria. Yogyakarta: Liberty.
Mudrajad Kuncoro, dkk. 2009. Transformasi Pertamina: Dilema Antara
Orientasi Bisnis & Pelayanan Publik. Yogyakarta: Galangpress.
Muhammad Awan. 2010. Noda Hitam Hukum Indonesia. Yogyakarta: Navila
Idea.
Muhammad Junaidi. 2013. Korporasi dan Pembangunan Berkelanjutan.
Bandung: Alfabeta.
Mukthie Fadjar. 2004. Tipe Negara Hukum. Malang: Bayu Media.
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Munir Fuady. 2011. Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat). Cetakan ke-2.
Jakarta: PT. Refika Aditama.
Mustafa Lutfi dan Luthfi J. Kurniawan. 2012. Perihal Negara, Hukum dan
Kebijakan Publik: Perspektif Politik Kesejahteraan, Kearifan Lokal, yang
Pro Civil Society dan Gender. Malang: Setara Press.
Nandang Sudrajat. 2013. Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Nanik Trihastuti. 2013. Hukum Kontrak Karya: Pola Kerjasama Pengusahaan
Pertambangan Indonesia. Malang: Setara Press.
Ni’matul Huda. 2008. UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Nicholas Mercuro dan Steven G, Medema. 1997. Economics and The Law: From
Posner to Post - Modernism. New Jersey: Princeton University Press..
73
Nukthoh Arfawie K. 2005. Telaah Kritis Teori Negara Hukum: Konstitusi dan
Demokrasi dalam Kerangka Pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi
Daerah Berdasarkan UUD 1945. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Oentoeng Soeropati. 1999. Hukum Investasi Asing. Salatiga: Fakultas Hukum
Universitas Kristen Satya Wacana.
Otje Salman. 2010. Filsafat Hukum: Perkembangan & Dinamika Masalah.
Cetakan ke-2. Bandung: Refika Aditama.
Otje Salman dan Anton F. Susanto. 2004. Teori Hukum (Mengingat,
Mengumpulkan, dan Membuka Kembali). Bandung: Refika Aditama., 2004,
Pat Thane. 1996. Foundations of the Welfare State. Second Edition. London:
Pearson Education Limited.
Paul Scholten. 2003. Struktur Ilmu Hukum. Bandung: Alumni. Judul Asli: De
Structuur der Rechtswetenschap, Ceramah pada Pertemuan Koninklijke
Nederlansche Akaddemie van Wetenschappen Afdeeling Letterkunde, 17
Maret 1942. Penerjemah: Arief Sidharta.
Peter Mahmud. 2010. Penelitian Hukum. Cetakan ke-6. Jakarta: Kencana.
Peter de Cruz. 2012. Perbandingan Sistem Hukum Civil Law, Common Law, dan
Socialist Law. Cetakan ke-3. Bandung: Nusa Media. Terjemahan dari Peter
de Cruz. 1999. Comparative Law in Changing World. London-Sydney:
Cavendish Publishing Limited. Penerjemah: Narulita Yusron.
Peter van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi. 2010.
Pengantar Hukum WTO (World Trade Organization). Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Petrus C.K.L Bello. 2013. Ideologi Hukum: Refleksi Filsafat Atas Ideologi di
Balik Hukum. Bogor: Insan Media.
Philippe Nonet dan Philip Selznick. 1978. Law and Society in Transition: Toward
Responsive Law. New York: Harper & Row Publishers Inc.
Philippe Nonet dan Philip Selznick. 2011. Hukum Responsif. Bandung: Nusa
Media. Diterjemahkan dari Philippe Nonet dan Philip Selznick. 1978. Law
and Society in Transition: Toward Responsive Law. Harper & Row.
Penerjemah Raisul Muttaqien.
Rhenald Kasali. 2016. Reinventing. Jakarta: Mizan.
Revrisond Baswir. 2003. Di Bawah Ancaman IMF. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
________. 2006. Mafia Berkeley dan Krisis Ekonomi Indonesia. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
74
________. 2010. Manifesto Ekonomi Kerakyatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Richard A. Posner. 1990. The Problems of Jurisprudence. Cambridge: Harvard
University Press.
Richard Burton Simatupang. 1996. Aspek Hukum dalam Bisnis. Jakarta: Rineka
Cipta
Richard M. Ketchum. 2004. Pengantar Demokrasi. Yogyakarta: Niagara.
Ridwan Khairandy. 2013. Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia. Yogyakarta:
FH UII Press.
Romli Atmasasmita. 2010. Globalisasi dan Kejahatan Bisnis. Jakarta: Kencana.
Rutger van Santen, Djan Khoe dan Bram Vermeer. 2011. 2030: Teknologi yang
Akan Mengubah Dunia 2030. Surakarta: Metagraf. Diterjemahkan
dariRutger van Santen, Djan Khoe dan Bram Vermeer. 2010. Technology
That Will Change The World. Oxford University Press. Penerjemah
Rahmani Astuti.
Sabartua Tampubolon. 2013. Politik Hukum Iptek di Indonesia. Yogyakarta:
Kepel Press.
Safari ANS. 2014. Harta Amanah Soekarno: The Green Hilton Memorial
Agreement. Jakarta: PT. Ufuk Timur Publishing House.
Syaiful Bakhri. 2010. Ilmu Negara dalam Konteks Negara Hukum Modern
Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Total Media.
Salim HS. 2012. Hukum Pertambangan di Indonesia. Cetakan ke-6. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Salim dan Budi Sutrisno. 2012. Hukum Investasi di Indonesia. Cetakan ke-3.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Satjipto Rahardjo. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
________. 2009. Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya. Cetakan ke-2.
Yogyakarta: Genta Publishing.
________. 2010. Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Perkembangan Ilmu
Hukum. Cetakan ke-2. Yogyakarta: Genta Publishing.
Satjipto Rahardjo. 2009. Pendidikan Hukum sebagai Pendidikan Manusia:
Kaitannya Dengan Profesi Hukum dan Pembangunan Hukum Nasional.
Yogyakarta: Genta Publishing.
75
Sentosa Sembiring. 2010. Hukum Investasi: Pembahasan Dilengkapi dengan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Bandung: Nuansa Aulia.
Serian Wijatno dan Ariawan Gunadi. 2014. Perdagangan Bebas dalam Perspektif
Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: Grasindo.
Setiono. 2010. Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum. Surakarta:
Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Slamet Djokolelono. 2013. Berburu Uranium di Belantara Kalimantan. Bandung:
Alfabeta.
Soetomo. 2014. Kesejahteraan dan Upaya Mewujudkannya dalam Perspektif
Masyarakat Lokal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Cetakan ke-3. Jakarta: UI
Press.
Soerjono Soekanto. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Cetakan ke-11. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2012. Penelitian Hukum Normatif: Suatu
Tinjauan Singkat. Cetakan ke-14. Jakarta: Rajawali Press.
Soetandyo Wignyosoebroto. 2013. Hukum: Konsep dan Metode. Malang: Setara
Press.
Solly Lubis. 2000. Politik dan Hukum di Era Reformasi. Bandung: Mandar Maju.
________. 2002. Sistem Nasional. Bandung: Mandar Maju.
Sri Redjeki Hartono. 2007. Hukum Ekonomi Indonesia. Cetakan ke-2. Malang:
Bayumedia Publishing.
________. 2000. Kapita Selekta Hukum Perusahaan. Bandung: Mandar Maju.
Stephen R. Munzer. 1990. A Theory of Property. New York: Cambridge
University Press.
Steven Vago. 1981. Law and Society. New Jersey: Prentice - Hall.
Sulastomo. 2008. Kapita Selekta The Indonesia Dream. Jakarta: Kompas, Jakarta.
Supranto. 2015. Teknologi Tenaga Surya. Yogyakarta: Global Pustaka Utama.
Supriadi. 2012. Hukum Agraria. Cetakan ke-5. Jakarta: Sinar Grafika.
76
Suryo Purwono dan Bardi Murachman. 2012. Proses Pengolahan Minyak Bumi.
Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
Susanti Adi Nugroho. 2014. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori
dan Praktik Serta Penerapan Hukumnya. Cetakan ke-2. Jakarta: Kencana.
Sutarno. 2013. Sumber Daya Energi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suteki. 2013. Hukum dan Alih Teknologi: Sebuah Pergulatan Sosiologis.
Yogyakarta: Thafa Media.
Syaiful Bakhri. 2010. Ilmu Negara dalam Konteks Negara Hukum Modern.
Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Total Media.
Syamsul Hadi, dkk. 2012. Kudeta Putih: Reformasi dan Pelembagaan
Kepentingan Asing dalam Ekonomi Indonesia. Jakarta: Yayasan Indonesia
Berdikari dan AEPI Jakarta (Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia - Jakarta).
Tanri Abeng. 2012. Managing The Nation With Tanri Abeng: 26 Narasumber
Anak Bangsa. Jakarta: Gramedia.
Taufiq Effendi. 2013. Reformasi Birokrasi dan Iklim Investasi. Jakarta: Konstitusi
Press.
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah. 2012. Filsafat, Teori dan Ilmu
Hukum: Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Terry Carney. 1991. Law at the Margins: Towards Social Participation? South
Melbourne: Oxford University Press.
Thomas R. Dye. 2011. Understanding Public Policy. Thirteenth Edition. United
States: Pearson Education.
Tim Penulis. 2013. Membangun Negara Hukum yang Bermartabat. Malang:
Setara Press.
Tim Penyusun. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Tirta N. Mursitama dan Maisa Yudono. 2010. Strategi Tiga Naga: Ekonomi
Politik Industri Minyak Cina di Indonesia. Jakarta: Kepik Ungu kerjasama
dengan CEACoS (Center for East Asian Cooperation Studies) Departemen
Hubungan Internasional FISIP UI.
Todung Mulya Lubis dan Richard M. Buxbaum (ed). 1986. Peranan Hukum
dalam Perekonomian di Negara Berkembang. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
77
Tom L. Beauchamp dan Norman E. Bowie (ed). 1997. Ethical Theory and
Business. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
W. Shepherd and D.W Shepherd. 1998. Energy Studies. London: Imperial College
Press.
Wayne Parsons. 2008. Public Policy: Pengantar Teori & Praktik Analisis
Kebijakan. Cetakan ke-3. Jakarta: Kencana. Terjemahan dari Wayne
Parsons. 2001. Public Policy: An Introduction to the Theory and Practice of
Policy Analysis. Edward Elgar Publishing, Ltd. Penerjemah Tri Wibowo
Budi Santoso.
Y Sri Susilo. 2013. Subsidi Bahan Bakar Minyak Bumi dan Perekonomian
Indonesia. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Yasidi Hambali. 1994. Hukum dan Politik Kedirgantaraan. Jakarta: Pradnya
Paramita.
Zain Maulana. 2010. Jerat Globalisasi Neoliberal: Ancaman Bagi Negara Dunia
Ketiga. Yogyakarta: RIAK.
Zainuddin Ali. 2011. Filsafat Hukum. Cetakan ke-5. Jakarta: Sinar Grafika.
Jurnal Nasional dan Internasional:
Aleksander Peczenik, A Theory of Legal Doctrine, Ratio Juris, Vol. 14 No. 1
March 2001.
E Dana Neacsu, CLS Stands for Critical Legal Studies, If Anyone Remembers,
Journal of Law and Policy, 2000.
Elinur, DS Priyarsono, Mangara Tambunan dan Muhammad Firdaus,
Perkembangan Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian
Indonesia. Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 2
Nomor 1 Desember 2010.
Farhad Nezhad dan Mohammad Reza, “Effects of Globalization on Policy,
Economics and Financial Affairs”, Economics and Finance Review, Vol. 1
(3), May, 2011.
Firman Muntaqo, Menyikapi Era Globalisasi di Bidang Agraria (Globalization
Era Outlooking on Agrarian Sector), Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Jilid
40 Nomor 4, Oktober 2011, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro,
Semarang.
78
Haris Retno Susmiyati, “Tinjauan Terhadap Permasalahan dalam Pengusahaan
Pertambangan Batu Bara di Indonesia Jurnal”, Risalah Hukum, Edisi 2,
Desember 2005.
I Gusti Ayu KRH, “Kedaulatan Sumber Daya Alam di Indonesia sebagai
Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila”, Jurnal Hukum Yustisia, Edisi 88 JanuariApril 2014, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Ignancy Sachs, Searching for New Development Strategies Challenges of Social
Summit, “Economic and Political Weekly”, Volume XXX, 1995.
Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik (JKAP), Volume 9, Nomor 2
(November 2005) Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada.
Muhammad Akram, et all, “Globalization’s Impacts on Pakistan’s Economy and
Telecom Sector of Pakistan.” International Journal of Business and Social
Science, Vol. 3. No. 1. January 2012
Winahyu Erwiningsih, “Pelaksanaan Pengaturan Hak Menguasai Negara atas
Tanah Menurut UUD 1945,” Jurnal Hukum No Edisi Khusus Vol. 16
Oktober 2009.
Produk Hukum:
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
Amandemen I-IV.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum
Ketatapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai
dengan Tahun 2002.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
VI/MPR/200I tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya
Alam.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1954 tentang Keanggotaan Republik Indonesia
dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) dan Bank
79
Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (International Bank for
Reconstruction and Development).
Undang-Undang Republik Nomor 25 Tahun 1957 tentang Persetujuan Negara
Republik Indonesia terhadap Anggaran Dasar dari Badan Tenaga Atom
Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor
66).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1960 Nomor 104; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2043).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1966 tentang Penarikan Diri
RI dari Keanggotaan Dana Moneter Internasional (International Monetary
Fund) dan Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan
(International Bank for Reconstruction and Development) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 10; Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2798).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1966 tentang Keanggotaan
Kembali Republik Indonesia dalam Dana Moneter Internasional
(International Monetary Fund) dan Bank Internasional untuk Rekonstruksi
dan Pembangunan (International Bank for Reconstruction and
Development) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor
36) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1967
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1966 tentang
Keanggotaam Kembali Republik Indonesia dalam Dana Moneter
Internasional (International Monetary Fund) dan Bank Internasional untuk
Rekonstruksi dan Pembangunan (International Bank for Reconstruction and
Development) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor
2; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2819)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1971 Nomor 76; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2971).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor116; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1994 Nomor 57; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3564).
80
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 23; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3676).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33; Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3817).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 167; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 206).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan
Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem
Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4219).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
70; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33; Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4700).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724).
81
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 84; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4739) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batu Bara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 4; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 12; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 133; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5052).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 139; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5058).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 149; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5068).
82
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 82; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5234).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengesahan
Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (Comprehensive NuclearTest-BAN Treaty) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor1; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5269).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 228; Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5361) sebagaimana diubah dengan UndangUndang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 108; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5426).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Kerusakan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 130; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5432).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 217; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5585).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
83
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 81; Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4216).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2003 tentang
Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 69).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2004 tentang
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 123; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4316) sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2004
tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 128; Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5047).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2004 tentang
Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 124; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4436) sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 59; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4996).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2007 tentang
Kegiatan Usaha Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 132; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4777).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 48; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4833).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Perizinan Pelaksanaan Kegiatan Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang Berisiko Tinggi dan Berbahaya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 113; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5039).
84
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang
Konservasi Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 171; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5083)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah
Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
28; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111) sebagaimana diubah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang
Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 263; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5597).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2010 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 85; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5142).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang
Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 28; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5281) sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 75; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5530).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2012 tentang Jual Beli
Tenaga Listrik Lintas Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 73; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5297).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2012 tentang Usaha
Jasa Penunjang Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 141; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5326).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Limbah Radioaktif (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 152; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5445).
85
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perizinan
Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 8; Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5496).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 tentang
Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 300; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5609).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 tentang
Ketahanan Pangan dan Gizi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 60; Tambhan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5680).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang
Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 99; Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5696).
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang Dewan
Riset Nasional.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2005 tentang Harga Jual
Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite
Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual
Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri sebagaimana diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan
Persiden Nomor 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar
Minyak dalam Negeri.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2005 tentang Penyediaan
dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu sebagaimana
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2006 tentang Tim
Koordinasi Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik
sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2010
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2006 tentang
Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria
dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang
Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
86
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar
Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman
Modal.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Dewan Energi Nasional dan Tata Cara Penyaringan Calon
Anggota Dewan Energi Nasional.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2008 tentang
Pengesahan Memorandum of Understanding on The ASEAN Power Grid
(Memorandum Saling Pengertian Mengenai Jaringan Transmisi Tenaga
Listrik ASEAN).
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 tentang
Pengesahan Amendment to The Convention on The Physical Protection of
Nuclear Material (Perubahan Konvensi Proteksi Fisik Bahan Nuklir).
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pengesahan
ASEAN Trade in Goods Agreement (Persetujuan Perdagangan Barang
ASEAN).
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Tarif
Tenaga listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT
Perusahaan Listrik Negara.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual
Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru
Pengembangan Sistem Logistik Nasional.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2012 tentang
Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk
Transportasi Jalan.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2012 tentang
Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan
Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi.
87
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pengesahan
ASEAN Petroleum Security Agreement (Persetujuan Ketahanan Minyak dan
Gas Bumi ASEAN).
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 tentang Badan
Tenaga Nuklir Nasional.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Umum Energi Nasional.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014 tentang
Pengesahan Statute of The International Renewable Energy Agency (Statuta
Badan Energi Terbarukan Internasional).
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Percepatan
Penyediaan Infrastruktur Prioritas.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2014 tentang Majelis
Pertimbangan Tenaga Nuklir.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 191 Tahun 2014 tentang
Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 163 Tahun 1953 tanggal 3
Oktober 1953.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1980 tanggal 20
Februari 1980 tentang Badan Tenaga Atom Nasional.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1980 tanggal 30 April
1980 tentang Penyesuaian Harga-Harga Jual Bahan Bakar Minyak Bumi.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 1980 tanggal 4 Agustus
1980 tentang Badan Koordinasi Energi Nasional sebagaimana diubah
dengan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1980 tanggal 29 Desember
1980 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1980 tentang
Badan Koordinasi Energi Nasional.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1981 tanggal 1 Juni
1981.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1986 tanggal 9 Juli
1986 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Bumi.
88
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1986 tanggal 30
Agustus 1986 tentang Pengesahan Agreement on ASEAN Energy
Cooperation.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 1986 tanggal 24
September 1986 tentang Pengesahan Convention on the Physical Protection
of Nuclear Material.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1989 tanggal 4 Agustus
1989 tentang Kerjasama Pertamina dengan Badan Usaha Swasta dalam
Usaha Pemurnian dan Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 tanggal 24 Mei
1990 tentang Harga Jual Eceran dalam Negeri Bahan Bakar Minyak Bumi.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 1993 tanggal 8
Nopember 1993 tentang Pengesahan An Amendment of Article VI of the
Statute of the International Atomic Energy Agency.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 1993 tanggal 1
September 1993 tentang Pengesahan Convention on Early Notification of a
Nuclear Accident.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1996 tanggal 25
September 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 tanggal 31 Juli
1997 tentang Pembangunan dan Pengusahaan Kilang Minyak dan Gas Bumi
oleh Badan Usaha Swasta.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1998 tanggal 21 Januari
1998 tentang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1998 tanggal 21 Januari
1998 tentang Tim Ahli Pada Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan
Keuangan sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 29 Tahun 1998 tanggal 10 Februari 1998 tentang
Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1998 tanggal
21 Januari 1998 tentang Tim Ahli Pada Dewan Pemantapan Ketahanan
Ekonomi dan Keuangan.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1998 tanggal 4 Mei
1998 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1998 tanggal 8 Mei
1998 tentang Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
89
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 1998 tanggal 15 Mei
1998 tentang Peninjauan Kembali Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak
dalam Negeri sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 180 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Keputusan
Presiden Nomor 78 Tahun 1998 tanggal 15 Mei 1998 tentang Peninjauan
Kembali Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 197 Tahun 1998 tanggal 7
Desember 1998 tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 180 Tahun 1998 tanggal 1
Oktober 1998 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun
1998 tentang Peninjauan Kembali Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak
dalam Negeri.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 tanggal 7 Januari
1999 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1980
tentang Badan Koordinasi Energi Nasional sebagaimana Telah Dua Kali
Diubah Terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1984.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1999 tanggal 26 Januari
1999 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2000 tanggal tentang
Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1980 tentang Badan
Koordinasi Energi Nasional sebagaimana telah Tiga Kali Diubah Terakhir
dengan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 1999.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2000 tanggal 31 Mei
2000 tentang Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkit
Tenaga Listrik.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 135 Tahun 2000 tanggal 25
September 2000 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam
Negeri.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 2000 tanggal 7
Desember 2000 tentang Pokok-Pokok Organisasi Pertamina.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2001 tanggal 21
Februari 2001 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Pertambangan
Tanpa Izin, Penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak serta Perusakan Instalasi
Ketenagalistrikan dan Pencurian Aliran Listrik.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2001 tanggal 29 Maret
2001 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2001 tanggal 15 Juni
2001 tentang Harga Jual Bahan Bakar Minyak dalam Negeri.
90
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2001 tanggal 4
Oktober 2001 tentang Pengesahan Convention on Nuclear Safety (Konvensi
tentang Keselamatan Nuklir).
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2002 tanggal 16 Januari
2002 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2002 tanggal 30 April
2002 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2002 tentang
Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2002 tanggal 30
Desember 2002 tentang Pembentukan Badan Pengatur Penyediaan dan
Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan
Gas Bumi Melalui Pipa sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 45 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor
86 Tahun 2002 tentang Pembentukan Badan Pengatur Penyediaan dan
Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan
Gas Bumi Melalui Pipa.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2002 tanggal 31
Desember 2002 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam
Negeri.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2004 tanggal 18 Mei
2004 tentang Pembubaran Tim Koordinasi Penanggulangan Pertambangan
Tanpa Izin, Penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak Serta Perusakan Instalasi
Ketenagalistrikan dan Pencurian Aliran Listrik.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2004 tanggal 5 Agustus
2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tanggal 24 Juli
2006 tentang Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk
Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 tanggal 27
September 2008 tentang Hari Jadi Pertambangan dan Energi.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Selaku Ketua Dewan Energi Nasional
Nomor 11 Tahun 2009 tanggal 22 April 2009 tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2000 tentang Koordinasi
Penanggulangan Masalah Pertambangan Tanpa Izin.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2000 tentang Koordinasi
Penanggulangan Masalah Penyalahgunaan Pada Penyediaan dan Pelayanan
Bahan Bakar Minyak.
91
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 tentang Penerapan
dan Pengembangan Teknologi Tepat Guna.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2003 tentang Paket
Kebijakan Ekonomi Menjelang dan Sesudah Berakhirnya Program
Kerjasama dengan International Monetary Fund.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pemantauan,
Pengawasan dan Pengendalian Dampak Kenaikan Harga Jual Eceran Bahan
Bakar Minyak di dalam Negeri.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang
Penghematan Energi.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan
dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2006 tentang Penyediaan
dan pemanfaatan Batubara yang Dicairkan sebagai Bahan Bakar Lain.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket
Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi.
Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2008 tentang Penghematan Energi dan Air.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan
Program Bantuan Langsung Tunai untuk Rumah Tangga Sasaran.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan
Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi Association of Southeast Asian
Nations (ASEAN Economic Community - AEC).
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Penghematan Energi dan Air.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
dan Pengawasan Terkait Kegiatan Usaha Pertambangan Batubara.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Peningkatan
Produksi Minyak Bumi Nasional.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013 tentang Percepatan
Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Pengolahan dan Pemurnian di
dalam Negeri.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 tentang Sosialisasi
Kebijakan Penyesuaian Subsidi Bahan Bakar Minyak.
92
Putusan :
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 tanggal 15
Desember 2004 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003 tanggal 21 Desember
2004 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan
Perkara Nomor 008/PUU-III/2005 tanggal 19 Juli 2005 yang menguji
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air.
Putusan MK Nomor 026/PUU-III/2005 tanggal 22 Maret 2006, yang menguji
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2005 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21-22/PUU-V/2007 tanggal 25 Maret 2008
yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penananam Modal.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 tanggal 13 November
2012 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 tanggal 18 Februari 2012
yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004
tentang Sumber Daya Air.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-VIII/2010 tanggal 4 Juni 2012
yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-X/2012 tanggal 22 November
2012 yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 32/PUU-VIII/2010 tanggal 4 Juni 2012
yang menguji yang menguji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
93
Skripsi, Tesis, Disertasi:
Agung Budi Prasetiyo, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman,
2013 yang berjudul “Kebijakan Pemerintah Kabupaten Banyumas Dalam
Pelestarian Fungsi Lingkungan Pemanfaatan Sumber Energi Minyak Bumi
(Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pasal 3 ayat (2) huruf d Peraturan Presiden
Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional).
Dewi Aryani, Skenario Kebijakan Energi Indonesia Hingga Tahun 2035,
Disertasi, Universitas Indonesia, Program Doktor Ilmu Administrasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Depok, 2012.
Eka Astiti Kumalasari, “Peranan Perusahaan Migas Asing Terhadap Ketersediaan
Energi Indonesia”,Skripsi. Jurusan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Hasanuddin, 2013.
Laurent Steveny, The European Energy Security, Master Thesis, Masaryk
University Faculty of Social Science M.A in European Politics, 2007.
Hamilton Ikechukwu Egboh, Clean Energy in Norway: A Case Study for Nigerian
Electricity Development, University of Norland Bodo Graduate School of
Business, 2011., Master Thesis in Energy Management.
Pranawaningtyas, “Proyeksi dan Optimalisasi Pemanfaatan Energi Terbarukan,
Tesis, Program Pascasarjana Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas
Indonesia, 2009.
Rahim Rahimov, Thesis, The European Union’s Eastern Partnership and Energy
Security Issues, Department of International Relations of Hult International
Business School in London, United Kingdom, 2010.
Makalah Seminar, Pidato Pengukuhan, Materi Kuliah:
Abadi Poernomo, “Prospek Geotermal untuk Mendukung Ketahanan Energi”.
Disampaikan dalam Skenario Kebijakan Energi Nasional Sampai dengan
Tahun 2050 di Solo, 18 Juni 2014.
Adi Sulistiyono. Materi Kuliah Politik Hukum, Program Pascasarjana Program
Magister Ilmu Hukum (S-2) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta, disampaikan pada perkuliahan tanggal 30 Nopember 2013.
________. Materi Kuliah Teori Hukum. Disampaikan pada perkuliahan Program
Pascasarjana Program Magister (S-2) Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta 2013.
________. Prospek Pembaharuan Hukum yang Mendukung Iklim Usaha yang
Kondusif. Disampaikan dalam Acara Seminar Pengkajian Hukum Nasional
(SPHN) 2014 dengan tema “Prospek Pembaruan Hukum Pemerintahan
94
Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla Periode Tahun 2014-2019”,
diselenggarakan oleh Komisi Hukum Nasional tanggal 2-3 Desember 2014
di Hotel Bidakara, Auditorium Binakarna, Jakarta.
Adi Sulistiyono, Membingkai Perlindungan Hukum Terhadap Ekonomi Kreatif.
Disampaikan dalam Seminar Nasional dengan Tema “Perlindungan Hukum
Terhadap Ekonomi Kreatif dalam Menyongsong ASEAN Economic
Community 2015” yang diselenggarakan oleh Kelompok Studi dan
Penelitian (KSP) “Principium” Periode 2014/2015 pada hari Sabtu, 29
November 2014 di Auditorium Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Adi Sulistiyono, dkk. 2012. Hukum Ekonomi dan Transplantasi Hukum (Analisis
Politik Hukum terhadap Legislasi di Bidang Perekonomian di Indonesia).
Hibah Penelitian Guru Besar, Didanai DIPA BLU UNS.
Anton Rahmadi, Menuju Ketahanan Energi Indonesia di Masa Depan, Makalah
disajikan pada Dialog Visi Negara Kesejahteraan 2045, Kerjasama DPP
Partai Golongan Karya dan Universitas Mulawarman, Samarinda 6 Juli
2013.
Maritje Hutapea, “Kebijakan Konservasi Energi dan Efisiensi Energi,”
Disampaikan pada Seminar Nasional Efisiensi Energi Berkelanjutan di
Universitas Sebelas Maret Surakarta, 24 April 2014.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, disampaikan dalam Kuliah Umum
Metodologi Penelitian Hukum pada 11 September 2013 di Ruang Sidang 1
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Moh. Mohtar Mas’oed, Tantangan Internasional dan Keterbatasan Nasional:
Analisis Ekonomi-Politik tentang Globalisasi Neoliberal, Pidato
Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada, 2002.
Yos Johan Utama, Membangun Peradilan Tata Usaha Negara yang Berwibawa,
Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro Tahun 2008.
Surat Kabar, Majalah, Buletin:
Jawa Pos, Pengoplos Kelas Kakap Terbongkar, 12 April 2014.
Kompas, Bisnis Andalkan Genset: Kalimantan Timur Kekurangan Daya Listrik,
16 Desember 2013.
Kompas, Elektrifikasi Meningkat: Impor Listrik Tambah Pasokan, 20 November
2013.
95
Kompas, Elektrifikasi Maluku: 246 Desa Belum Berlistrik, 19 April 2013.
Kompas, Indonesia Impor Listrik: Sebagian Listrik Kalimantan dan Sumatera
Dipasok Malaysia, 11 November 2013.
Kompas, Jayapura Krisis Listrik, PLN Tambah 7 Pembangkit, 19 Juni 2014.
Kompas, Kampung Pengemis di Tepi Ladang Minyak, 24 Oktober 2011.
Kompas, Kesempatan bagi Dimetil Eter, 15 November 2013.
Kompas, Langkah Radikal, 16 Oktober 2013.
Kompas, Lengan Kapang Urai Biomassa, 29 Januari 2014.
Kompas, LIPI Rintis Biokilang Generasi Kedua, 22 Januari 2014.
Kompas, Listrik Padam 12 Jam Timbulkan Kekacauan,13 Maret 2014.
Kompas, Manusia Mandiri Gagal Dihasilkan: Pemimpin Mendatang Diminta
Fokus Bangun SDM, 6 Mei 2014.
Kompas, Marwah Politik Presiden, 2 Maret 2015.
Kompas, Menghitung Hari Menuju MEA, 12 Oktober 2015.
Kompas, Mineral Mentah: Mengakhiri Era VOC, 5 Februari 2014.
Kompas, Nuklir Jadi Pilihan Terakhir, 29 Januari 2014.
Koran Tempo, Pembangunan Pembangkit Listrik di Bawah Target, 26 November
2013.
Kompas, PT PLN Mendapat Pinjaman Rp 2,6 Triliun, 23 Januari 2014.
Kompas, RI Jadi Importir Gas Pasca 2030, 16 Oktober 2013.
Kompas, SDA dan Kutukan Ekonomi, 6 Mei 2014.
Kompas, Sistem Pengendalian BBM Kembali Ditunda, 18 Oktober 2013.
Kompas, Solar Tidak Tertangani, 18 April 2013.
Kompas, Tak Terhubung Riset Industri: Terkendala Dana dan Perantara, 19 Juni
2014.
Kompas, UU Migas Merah Putih, 17 Juni 2015.
Koran Sindo, Persiapan Teknologi Mobil Listrik, 12 Desember 2013.
Koran Tempo, 30 Mei 2013.
96
Koran Tempo, BBM Naik, 3,5 Juta Orang Jatuh Miskin, 8 Maret 2012.
Koran Tempo, Reaktor Nuklir Jepang Menyala Lagi, 12 Agustus 2015.
Koran Tempo, Tanpa Perpres, Proyek Pembangkit 35 Ribu MW Sulit Rampung,
18 Januari 2016.
Majalah Eksekutif, No. 309 Mei 2005.
Majalah Tempo, 4326/25-31 Agustus 2014.
Media Indonesia, Energi Nuklir Terus Tuai Pro Kontra, 11 Maret 2014.
Media Indonesia, Konsorsium Petrobras Kuasai Ladang Minyak Libra, 23
Oktober 2013.
Newsletter KHN, Vol. 9, No. 6, September 2009. Komisi Hukum Nasional RI.
Internet:
Ahmad Zairin Ismail, Energy Efficiency and Energy Management Initiatives in
Malaysia, Malaysian Green Technology Corporation, 4th October 2012
diakses
dari
laman
http://home.jeita.or.jp/greenitpc/activity/symposium/120803/pdf/sympo_2012_s02_3.pdf, pada 23 Juni
2014 jam 15.39 WIB.
Andrew Yeoh Siong Hu, Export Control of The Nuclear Related Items, Atomic
Energy Licensing Board, Ministry of Science, Technology and Innovation
(MOSTI)
Malaysia
dari
laman
www.simulconf.com/outreach/2011/malaysia/2-1_Mr. _Yeoh.pdf, diakses 21 Juni
2014, jam 16.00 WIB.
Anonim. OGP: Regulators use of standards, Report No. 426 Maret 2010,
International Association of Oil & Gas Producers, diakses dari laman
http://www.ogp.org.uk/pubs/426.pdf, pada 23 Juni 2014 jam 19.00 WIB.
Badan
Pusat
Statistik
Republik
Indonesia,
sumber
:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_suby
ek=12&notab=1 diakses pada 1 Juni 2013, jam 10.30 WIB.
Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia 2010, diakses dari
www.esdm.go.id/statistik/handbook.html, diakses 1 Juli 2014 jam 16.00
WIB.
http://arahmadi.net/tulisan/ketahanan-energi-2013.pdf, diakses 24 Juni 2014, jam
15.08 WIB.
97
http://brage.bibsys.no/hibo/retrieve/2108/Egboh_H.pdf, diakses pada 3 Februari
2014, jam 13.04 WIB.
http://dictionary.reference.com/browse/regulate, diakses 16 Juni 2014, jam 05.00
WIB.
http://en.wikipedia.org/wiki/Regulation, diakses 16 Juni 2014 jam 05.00 WIB.
http://harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=12526
:menegakkan-marwah-pers&catid=13:haluan-kita&Itemid=81, diakses pada
15 Maret 2015 jam 12.24 WIB.
http://is.muni.cz/th/206219/fss_m/Master_Thesis_European_Energy_Security.pdf
?lang=en, diakses 24 Juni 2014, jam 14.58 WIB.
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/122057-T%2025905Proyeksi%20dan%20optimasi-HA.pdf, diakses pada 3 Februari 2014 jam
12.33 WIB.
http://otda.kemendagri.go.id/images/file/new_data/daftar%20jumlah%20prov.pdf,
diakses 31 Mei 2014 jam 18.15 WIB.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/6190/Skripsi%20Eka%2
0Astiti%20Kumalasari.pdf?sequence=1, diakses pada 4 Januari 2014, jam
10.37 WIB.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15356/1/huk-2005-%20(4).pdf
pada 31 Juni 2014, jam 15.38 WIB.
http://siteresources.worldbank.org/EXTESC/Resources/ApproachPaper_Bahasa.p
df, diakses pada 3 Februari 2014 jam 12.56 WIB.
http://statistik.ptkpt.net/_a.php?_a=penduduk_usia&info1=3, pada 14 April 2014
jam 15.41 WIB.
http://www.atlanticcommunity.org/app/webroot/files/articlepdf/EasternPartnershi
p.pdf, diakses pada 24 Juni 2014, jam 15.08 WIB.
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=12
&notab=1 diakses pada 1 Juni 2013, jam 10.30 WIB.
http://www.telukbone.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=3557
pada 2 Juni 2014 jam 14.00 WIB.
http://www.thefreedictionary.com/regulation, diakses 16 Juni 2014 jam 05.00
WIB.
http://www.timlo.net/baca/70228/bbm-belum-naik-harga-premium-di-papua-rp100-ribuliter/, diakses pada 2 Juni 2014 jam 14.00 WIB.
98
Linda Mc Cann, Japan’s Energy Security Challenges: The World is Watching,
Department of Defence, October 2012. Diakses dari laman
http://www.defence.gov.au/adc/docs/Publications2012/08_SAP%20Linda%
20McCann%20-%20Japan.pdf diakses pada 23 Juni 2014 jam 15.40 WIB.
Malaysia Nuclear Power Corporation, Nuclear Power Pre-Project Activities in
Malaysia, diakses dari www.werc.or.jp/werc_english/achievement/13pdf/Session3/3 Malaysia.pdf, diakses 21 Juni 2014 jam 16.00 WIB.
Makalah Pendekatan Strategi Energi (Jaringan Pembangunan Berkelanjutan).
2009. Pada Translation No. WB10JUN03. Grup Bank Dunia, dari laman
http://siteresources.worldbank.org/EXTESC/Resources/ApproachPaper_Ba
hasa.pdf, diakses pada 3 Februari 2014 jam 12.56 WIB.
Nancy I. Potter, How Brazil Achieved Energy Independence and the Lessons the
United States should Learn from Barzil’s Experience. Diakses dari laman
https://law.wustl.edu/WUGSLR/Issues/Volume7_2/Potter.pdf, pada 23 Juni
2014 jam 18.10 WIB.
Nicolas Oetzel, Renewable Energy Sources Act (EEG) Key Features,
Development and Perspectives, Federal Ministry for the Environment,
Nature Conservation and Nuclear Safety, Berlin, 18 November 2010.
www.feed-in-cooperation.org/.../8th-IFIC-WS_O... pada10 Juli 2014 jam
17.20 WIB.
Philip Andrews-Speed, The Institutions of Energy Governance in China, 2010.
Diakses dari www.ifri.org/.../noteandrewsspeedenergychina_1...., pada 24
Juni 2014, jam 17.00 WIB.
OGP: Regulators use of standards, Report No. 426 Maret 2010, International
Association of Oil & Gas Producers, diakses dari laman
http://www.ogp.org.uk/pubs/426.pdf, pada 23 Juni 2014 jam 19.00 WIB.
Wei Nee Chen, Renewable Energy Status in Malaysia, 4 December 2012
(Sustainable Energy Development Authority Malaysia), diakses
http://www.mida.gov.my/env3/uploads/events/Sabah04122012/SEDA.pdf,
pada 23 Juni 2014 jam 15.40 WIB.
www.feed-in-cooperation.org/...7/.../Oetzel.pdf pada 10 Juli 2014 jam 17.25 WIB.
www.opec.org/opec_web/en/about_us/25.htm, diakses 3 Juni 2014, jam 17.06
WIB.
Xin Qiu dan Honglin Li, Energy Regulation and Legislation in China,
Environmental Law Institute, Washington, 2012. Diakses dari
http://www.epa.gov/ogc/china/Qiu.pdf, pada 30 Mei 2014 jam 09.22 WIB.
99
Download