buku ajar struktur dan perkembangan tumbuhan

advertisement
BUKU AJAR
STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN II
OLEH:
DR. ANDI ILHAM LATUNRA, M.Si
DR. ELIS TAMBARU, M.Si
DRS. H. MUHTADIN ASNADY SALAM, M.Si
DR. EDDYMAN WALIMAN FERIAL, S.Si., M.Si
Dibiayai oleh Dana BOPTN Universitas Hasanuddin
Sesuai Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan
Nomor No. 1042/UN4.12/PP.13/2014
Tanggal12 Mei 2014
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
SEPTEMBER 2014
HALAMAN PENGESAHAN
PENULISAN BUKU AJAR
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Mata Kuliah
Nama Lengkap
NIP/NIDN
Pangkat/Golongan
Jurusan
Fakultas
Alamat email
: Struktur dan Perkembangan Tumbuhan II
: Dr. Andi Ilham Latunra, M.Si
: 196702071991031001/0007026706
: Lektor Kepala/IVb
: Biologi
: Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
: [email protected]
Makassar, 25 September 2014
Ketua Tim
Penulis Buku Ajar
(Dr. Andi Ilham Latunra, M.Si)
NIP 196702071991031001
Mengetahui :
Dekan Fakultas MIPA UNHAS
Reviewer Buku Ajar
(Prof. Dr. Hanapi Usman, MS)
NIP 195702281987031001
(Dr. Rosana Agus, M.Si)
NIP 196509051991032003
ii
KATA PENGANTAR
Modul buku ajar ini tersusun atas biaya Dana BOPTN
Universitas
Hasanuddin
sesuai
dengan
Surat
Pelaksanaan
Pekerjaan Nomor: No. 1042/UN4.12/PP.13/2014 Tanggal
12 Mei 2014. Walaupun penelusuran menggunakan internet
sudah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh mahasiswa, penulis
merasa bahwa setiap perkuliahan seyogyanya memiliki buku
pegangan
yang
berbahasa
Indonesia.
Pengalaman
mengajar
menunjukkan bahwa adanya buku pegangan yang disediakan oleh
dosen
sangat
membantu
mahasiswa
dalam
pemahaman
perkuliahan. Biologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
sesuatu yang hidup serta masalah-masalah yang menyangkut
hidupnya. Biologi bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang
mengkaji semua makhluk hidup tidak hanya tumbuhan dan
hewan yang hidup di muka bumi ini, akan tetapi tumbuhan dan
hewan yang hidup di masa lampau. Biologi menjadi subjek mata
kuliah dalam perguruan tinggi di seluruh dunia. Buku ini dibagi
menjadi beberapa bab, pada bagian pendahuluan dijelaskan profil
lulusan program studi Biologi serta kompetensi lulusan setelah
memperoleh kuliah yang dapat diaplikasikan dalam penelitian,
lapangan maupun dalam dunia kerja. Bab dua menjelaskan
pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan yang meliputi
iii
fase pertumbuhan, jenis pertumbuhan, titik tumbuh dan faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan. Bab tiga menjelaskan
embriogenesis briophyta meliputi generasi gametofit dan sporofit
serta siklus hidupnya. Pada bab empat dibahas embriogenesis
pteridophyta.
Bab
lima
menjelaskan
embriogenesis
pada
gymnospermae dan bab lima menjelaskan embriogenesis pada
angiospermae.
Sebagai manusia biasa tentu saja buku yang yang ditulis
oleh penulis ini masih banyak kekurangan, dan harapan penulis
kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan demi
perbaikan buku ini. Mudah-mudahan buku ini bisa memberi
manfaat dan pemahaman bagi mahasiswa yang mengambil mata
kuliah Struktur dan Perkembangan Tumbuhan II.
Makassar, 25 September 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ····························································
i
HALAMAN PENGESAHAN···················································
ii
KATA PENGANTAR ····························································
iii
DAFTAR ISI········································································
v
BAB I. PENDAHULUAN ·····················································
1
I.1 Profil Lulusan Program Studi ························
1
I.2 Kompetensi Lulusan ······································
1
I.3 Analisis Kebutuhan ········································
4
I.4 Garis Besar Rancangan Pembelajaran ···········
5
BAB II. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
TUMBUHAN ···························································
10
II.1 Sasaran Pembelajaran ···································
10
II.2 Strategi Pembelajaran ···································
10
II.3 Materi ····························································
10
II.4 Tugas untuk Mahasiswa ·······························
73
II.5 Soal ································································
73
II.6 Bahan Bacaan ···············································
74
BAB III. EMBRIOGENESIS BRYOPHYTA ····························
77
III.1 Sasaran Pembelajaran ·································
77
III.2 Strategi Pembelajaran ··································
77
III.3 Materi ··························································
77
III.4 Tugas untuk Mahasiswa ······························
89
III.5 Soal ·······························································
89
III.6 Bahan Bacaan ··············································
89
BAB IV. EMBRIOGENESIS PTERIDOPHYTA ······················
90
IV.1 Sasaran Pembelajaran ··································
90
v
IV.2 Strategi Pembelajaran ··································
90
IV.3 Materi ···························································
90
IV.4 Tugas untuk Mahasiswa ······························
100
IV.5 Soal
····························································
100
IV.6 Bahan Bacaan ··············································
100
BAB V. EMBRIOGENESIS GYMNOSPERMAE ····················
101
V.1 Sasaran Pembelajaran ···································
101
V.2 Strategi Pembelajaran ····································
101
V.3 Materi ····························································
101
V.4 Tugas untuk Mahasiswa ································
111
V.5 Soal ·································································
111
V.6 Bahan Bacaan ················································
112
BAB VI. EMBRIOGENESIS ANGIOSPERMAE ······················
113
VI.1 Sasaran Pembelajaran ··································
113
VI.2 Strategi Pembelajaran ··································
113
VI.3 Materi ···························································
113
VI.4 Tugas untuk Mahasiswa ······························
129
VI.5 Soal ·······························································
129
VI.6 Bahan Bacaan ··············································
129
PENUTUP ···········································································
130
DAFTAR PUSTAKA·····························································
130
vi
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Profil lulusan Program Studi
Membina dan menghasilkan lulusan yang cerdas, terampil,
berwawasan luas, dan berbudaya, sehingga bisa bersaing dan
mampu
menghadapi persaingan
secara global (Hasil rumusan
lokakarya kurikulum 2010).
I.2. Kompetensi lulusan:
sumber: hasil rumusan lokakarya kurikulum 2010
a. Kompetensi Utama (U)
1. Mampu dalam pemahaman tentang pengetahuan dasar
biologi dan ilmu pengetahuan alam.
2. Mampu menerapkan perinsip-perinsip dasar biologi dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati yang
berkelanjutan serta dalam mempertahankan keragaman
hayati flora dan fauna.
3. Mampu
menguasai,
pengetahuan
dasar
mengembangkan
biologi
yang
dan
menerapkan
dimilikinya
secara
profesional dalam kegiatan produktif dan pelayanan kepada
masyarakat/industri.
1
4. Mampu mengoperasikan peralatan laboratorium biologi dan
bioteknologi atau yang relevan dan menjadi periset handal
sesuai dengan bidang keahliannya
5. Mampu
menguasai,
pengetahuan
profesional
dasar
dalam
mengembangkan
biologi
kegiatan
yang
dan
menerapkan
dimilikinya
produktif
serta
secara
pelayanan
kepada masyarakat, industri dan kesehatan
6. Mampu
mendayagunakan
potensi
biota
laut
dan
sumberdaya alam laut lainnya pada berbagai bidang untuk
kesejahteraan masyarakat.
b. Kompetensi Pendukung (P)
1. Mampu
bersaing
profesional, serta
dan
unggul
sebagai
ilmuwan
yang
bersifat terbuka dan tanggap terhadap
kemajuan ipteks secara global.
2. Mampu membuat tulisan karya ilmiah; penguasaan bahasa
Inggeris;
serta
penguasaan
software
dan
hardware
komputer.
3. Mampu
mendayagunakan
potensi
mahluk
hidup
dan
sumberdaya alam lainnya pada berbagai bidang untuk
kesejahteraan masyarakat.
2
c. Kompetensi Lainnya (L)
1. Mampu
mengamalkan
nilai
moral,
bersikap,
dan
berperilaku dalam berkarya dibidang keahliannya maupun
dalam bermasyarakat.
2. Mampu mengembangkan diri dan pemikiran berdasarkan
wawasan dan budaya bahari.
3
I.3. ANALISIS KEBUTUHAN
Dapat Mengaplikasikan Metode Penelitian Secara Langsung di Lapangan dan Menyusun
Laporan Penelitian
Dapat Menyusun Proposal Penelitian
Dapat Menyusun Jadwal, Persiapan Administrasi dan Organisasi Penelitian dan Membuat
Rincian Anggaran Penelitian
Dapat Menjelaskan dan Menentukan Alat Analisis Data yang Digunakan dalam Penelitian
Dapat Menjelaskan dan Menganalisis Proses Pengolahan Data
Dapat Menjelaskan dan Membuat Metode Pengumpulan Data Penelitian
Dapat Menjelaskan Peranan Sampel dan Menentukan Ukuran Sampel dan Teknik
Penarikan Sampel
Dapat Menjelaskan Klasifikasi dan Sumber Data, Populasi dan Sampel serta Menentukan
Instrument Pengumpulan Data Penelitian yang Digunakan
Dapat Menjelaskan tentang Identifikasi, Klasifikasi dan Pemberian Definisi
Variabel-Variabel Penelitian
Dapat Menjelaskan Landasan Teori dan Kerangka Konsep, serta Merumuskan Hipotesis
Dapat Menentukan Topik, Perumusan Masalah dan Judul Penelitian
Dapat Menjelaskan Tentang Pengertian, Jenis dan Tujuan Penelitian Struktur dan
Perkembangan Tumbuhan II
Entry behavio
Mengetahui Struktur dan Perkembangan Tumbuhan II
4
I.4. GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJARAN
Nama Matakuliah
Kode Matakuliah
Semester
Kompetensi Utama
Kompetensi Pendukung
Kompetensi lainnya
Sasaran Pembelajaran
M
I
II
III
:
:
:
:
STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN II
237H4103
Gasal
Mampu menerapkan prinsip–prinsip dasar biologi dalam mengontrol arah pertumbuhan dan
perkembangan serta perbandingan pola pertumbuhandari setiap kelas tanaman
: Kemampuan bersaing, unggul dan mandiri sebagai ilmuwan yang profesional baik secara nasional
dan global
Kemampuan bekerjasama, baik sebagai pimpinan maupun anggota dari sebuah tim kerja
: Kemampuan untuk terlibat dalam kehidupan sosial bermasyarakat
: Kemampuanmemahami, menjelaskan dan menerapkan konsep-konsep dasar biologi tumbuhan, dalam
menunjang pemanfaatan dan pelestarian plasma nutfah hayati
Kompetensi akhir sesi
pembelajaran
Mahasiswa mengerti sistem
kuliah yang akan diterapkan
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, tahapan,
kinetika serta pola dari
pertumbuhan dan
perkembangan
Mahasiswa mampu
Materi Pembelajaran
Kontrak Kuliah
Pertumbuhan dan Perkembangan
 Pengertian Pertumbuhan dan
Perkembangan
 Pola pertumbuhan
 Tahapan pertumbuhan
Dan perkembangan
Kontrol Eksternal
5
Strategi
Pembelajaran
Cooprerative
Learning Breaking
 Cooperative Learning
 Diskusi
Kriteria Penilaian
Bobot
Nilai
---------------------
---------
 Kejelasan & ketepatan
7%
uraian)
 Komunikatif &Kreativitas
 Respon & Empati
 Motivasi
 Kerjasama
 Cooperative Learning
 Kejelasan & ketepatan
8%
menjelaskan kontrol eksternal
yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan
IV
V
VI
VII
 Fotoperiodisme
 Gerak pertumbuhan
 Diskusi
 Komunikatif &Kreativitas
 Respon & Empati
 Motivasi
 Kerjasama
Mahasiswa mampu menjelaskan Kontrol Internal
kontrol internal
yangmengarahkan pertumbuhan  Zat Pengatur tumbuh
 Mekanisme Kerja Hormon
dan perkembangan
 Cooperative Learning
 Presentasi
 Diskusi
Mahasiswa mampu menjelaskan
pengaruh Auksin dalam
pertumbuhan
 Cooperative Learning
 Presentasi
 Diskusi
Mahasiswa mampu menguraikan
pengaruh Sitokinin dalam
pertumbuhan
Mahasiswa mampu menjelaskan
uraian
Auksin
 Sejarah penemuan Auksin
 Biosintesis Auksin
 Transpor Auksin
 Efek dan mekanisme Auksin
terhadap pertumbuhan
Sitokinin
 Sejarah penemuan Sitokinin
 Biosintesis Sitokinin
 Pengaruh Sitokinin pada Organ
 Pengaruh dan mekanisme Sitokinin pada
biji
Giberelin
6
 Kejelasan & ketepatan
8%
uraian
 Komunikatif &Kreativitas
 Respon & Empati
 Motivasi
 Kerjasama
 Kejelasan & ketepatan
9%
uraian
 Komunikatif &Kreativitas
 Respon & Empati
 Motivasi
 Kerjasama
 Cooperative Learning
 Presentasi
 Diskusi
 Cooperative Learning
 Presentasi
 Kejelasan & ketepatan
9%
uraian
 Komunikatif &Kreativitas
 Respon & Empati
 Motivasi
 Kerjasama
 Kejelasan & ketepatan
uraian
9%
peranan Giberelin dalam proses
tumbuh
VIII
IX
X
XI
Mahasiswa mampu menjelaskan dan menguraikan
peranan Asam Absisat dalam
proses tumbuh
 Sejarah penemuan Giberelin
 Biosintesis Giberelin
 Pengaruh dan mekanisme Giberelin
terhadap pertumbuhan
 Diskusi
UJIAN TENGAH SEMESTER
 Cooperative Learning
Asam Abisat
 Presentasi
 Sejarah penemuan Asam Absisat
 Diskusi
 BiosintesisAsam Absisat
 Mekanisme aksi asam Absisat
 Komunikatif &Kreativitas
 Respon & Empati
 Motivasi
 Kerja sama
 Kejelasan & ketepatan
 Komunikatif &Kreativitas
 Respon & Empati
 Motivasi
 Kerjasama
Mahasiswa mampu menjelaskan dan menguraikan
peranan Etilen dalam proses
tumbuh
Etilen
 Sejarah penemuan Etilen
 Biosintesis Etilen
 Mekanisme Etilen pada proses
pemasakan buah
 Cooperative Learning
 Presentasi
 Diskusi
 Kejelasan & ketepatan
Mahasiswa mampu menjelaskan dan menguraikan pola
perkembangan embrio
Bryophyta
Perkembangan Embrio Bryophyta
 Generasi Gametofit
 Pembuahan
 Generasi Sporofit
 Cooperative Learning
 Presentasi
 Diskusi
 Kejelasan & ketepatan
7
9%
uraian
8%
uraian
 Komunikatif &Kreativitas
 Respon & Empati
 Motivasi
 Kerjasama
uraian
 Komunikatif &Kreativitas
 Respon & Empati
 Motivasi
 Kerjasama
7%
XII
XIII
XIV
XV
XVI
XVII
XVII
I
Mahasiswa mampu menjelaskan dan menguraikan pola
perkembangan embrio
pteridophyta
Mahasiswa mampu menjelaskan dan menguraikan pola
perkembanganembrio
Gymnospermae
Mahasiswa mampu menjelaskan dan menguraikan pola
perkembangan embrio
Angiospermae
Perkembangan Embrio Pteridophyta
 Generasi sporangia
 Generasi Gametofit
 Anteridium
 Arkegonium
 Pergiliran Keturunan
Perkembangan Embrio
Gymnospermae
 Ovulum dan Gametofit betina
 Mikrospora dan Gametofit jantan
 Polinasi dan Pembuahan
 Cooperative Learning
 Presentasi
 Diskusi
 Cooperative Learning
 Presentas
 Diskusi
 Cooperative Learning
 Presentasi
 Diskusi
Perkembangan Embrio
Angiospermae
 Mikrosporogenesis
 Mikrogametogenesis
 Megasporogenesis
 Megagametogenesis
 Pembuahan
NILAI UJIAN AKHIR
REMEDIAL
NILAI FINAL
8
 Kejelasan & ketepatan
9%
uraian
 Komunikatif &Kreativitas
 Respon & Empati
 Motivasi
 Kerjasama
 Kejelasan & ketepatan
9%
uraian
 Komunikatif &Kreativitas
 Respon & Empati
 Motivasi
 Kerjasama
 Kejelasan & ketepatan
uraian
 Komunikatif &Kreativitas
 Respon & Empati
 Motivasi
 Kerjasama
8%
Nama Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Penanggung Jawab
Tim anggota
Semester
Tempat Pertemuan
: Struktur dan Perkembangan Tumbuhan II
: 237H4103
: Dr. Andi Ilham Latunra, M. Si.
: Dr. Elis Tambaru, M.Si
Drs. H. Muhtadin Asnady Salam, M. Si
Dr. Eddyman Waliman Ferial, S.Si., M.Si
: Gasal
: Ruang Kuliah Biologi LBD. 209
9
BAB II
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN
II. 1 Sasaran Pembelajaran :
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa mampu
menjelaskan
pengertian,
tahapan,
kinetika
serta
pola
dari
pertumbuhan dan perkembangan.
II. 2 Strategi Pembelajaran :
1. Kuliah tatap muka
2. Tugas individu maupun kelompok
3. Diskusi
II. 3 Materi
Tumbuh dan berkembang merupakan salah satu ciri
makhluk hidup. Pertumbuhan dan perkembangan berjalan seiring.
Pertumbuhan adalah proses kenaikan volume yang bersifat
irreversible
(tidak
dapat
balik)
karena
adanya
penambahan
substansi termasuk didalamnya adalah perubahan bentuk yang
menyertai penambahan volume tersebut. Kenaikan volume terjadi
karena adanya penambahan jumlah sel, sebagai aktivitas titik
tumbuh dan pembesaran dari tiap-tiap sel. Pertumbuhan dapat
diukur dan dinyatakan secara kuantitatif.
Perkembangan merupakan proses menuju kedewasan pada
makhluk hidup. Proses ini bersifat kualitatif artinya tidak dapat
10
dinyatakan dalam ukuran jumlah, panjang/tinggi maupun berat.
Suatu
makhluk
hidup
dikatakan
dewasa
apabila
alat
perkembangbiakannya telah berfungsi. Pada tumbuhan bila telah
berbunga dan pada hewan bila kelenjar gonade (kelamin) telah
menghasilkan
sel
gonade.
Pada
organisme
uniseluler,
pertumbuhan merupakan proses bertambahnya volume atau
massa sel sedangkan pada organisme multiseluler merupakan
proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel.
A. Fase Pertumbuhan
Organisme multiseluler tubuhnya dibangun oleh banyak sel.
Pertumbuhan pada organisme tersebut merupakan proses yang
kompleks, diawali dengan peleburan sel telur dengan sperma
membentuk
beberapa
zigot.
fase.
Zigot
tumbuh
Fase-fase
dan
berkembang
pertumbuhan
pada
melalui
organisme
multiseluler adalah :
a) Fase pembelahan sel
Pada fase ini zigot membelah diri berulang-ulang secara
mitosis membentuk sel-sel baru sehingga jumlah sel menjadi
banyak.
b) Fase pembesaran ukuran sel
Ukuran sel yang mengalami pembelahan berubah menjadi
panjang atau besar dan tidak dapat kembali lagi. Perubahan
sel pada organisme multiseluler terjadi karena pertumbuhan
11
yang disebabkan oleh masuknya air dan substansi zat ke
dalam sel dan akibat sintesis protoplasma.
c) Fase diferensiasi sel dan spesialisasi sel
Pada fase ini sel-sel yang berukuran sama mengelompok
sesuai dengan ukuran dan bentuknya membentuk jaringan
tertentu.
Besarnya pertumbuhan dapat diukur dan dinyatakan secara
kuantitatif. Untuk melakukan pengukuran perubahan panjang
atau tinggi dapat dilakukan dengan alat ukur, misalnya penggaris,
meteran, jangka sorong atau dengan auksanometer.
Pengukuran
pertumbuhan
akan
menghasilkan
grafik
berbentuk huruf-S. Kurva ini dinamakan grafik sigmoid (Gambar
1). Berdasarkan grafik ini, pertumbuhan dapat dibagi menjadi
empat fase yaitu fase awal, fase log, fase stasioner, dan fase
kematian.
a) Pada fase awal pertumbuhan terjadi sangat lamban.
b) Fase log, terjadi pertumbuhan cepat sekali hingga mencapai
maksimum.
Dalam
fase
log
ini
terjadi
peristiwa
pertumbuhan yang cepat diikuti penurunan kecepatan
pertumbuhan.
c) Fase stasioner, pertumbuhan menjadi lambat.
d) Fase kematian
12
Gambar 1. Kurva pertumbuhan
B. Jenis Pertumbuhan pada Tumbuhan
Tumbuhan bertambah panjang dan besar disebabkan oleh dua
hal berikut ini :
1. Pertambahan jumlah sel sebagai hasil pembelahan mitosis
pada titik tumbuh, baik titik tumbuh primer maupun
sekunder.
2. Pertambahan
komponen-komponen
seluler
dan
adanya
diferensiasi sel.
Pertumbuhan
pada
tumbuhan
terjadi
terutama
pada
meristem (titik tumbuh) yang selalu melakukan pembelahan sel
secara mitosis. Pola pertumbuhan bergantung pada letak meristem
(Gambar 2).
13
Gambar 2. Letak meristem utama (Campbell et al. 2011)
Pertumbuhan pada tumbuhan dibedakan menjadi pertumbuhan
primer dan pertumbuhan sekunder.
a. Pertumbuhan Primer
Pertumbuhan primer terjadi sebagai hasil pembelahan
sel-sel jaringan meristem primer. Pertumbuhan ini terjadi
pada sel-sel embrional pada embrio, ujung akar, dan ujung
batang. Jaringan yang masih aktif membelah ini disebut
jaringan meristem/jaringan embrional. Di dalam biji terdapat
cadangan
makanan
yang
diperlukan
embrio
untuk
berkecambah. Embrio (Gambar 3) memiliki 3 bagian penting
berikut :
14
1. Tunas embrionik yang merupakan calon batang
dan daun (kuncup).
2. Akar embrionik yang merupakan calon akar.
3. Kotiledon yang berisi cadangan makanan.
A
B
Gambar 3. Embrio A. Angiospermae; B. Gymnospermae
(Solomon et al. 2011)
Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan dimulai
dengan perkecambahan biji. Kemudian kecambah berkembang
menjadi tumbuhan kecil yang sempurna, yang kemudian tumbuh
membesar. Setelah mencapai masa tertentu, tumbuhan akan
menghasilkan biji.
15
Berdasarkan lama hidupnya, tumbuhan dibagi menjadi tiga
yaitu :
1. Tumbuhan semusim (annual adalah tumbuhan yang
masa hidupnya kurang dari setahun.
2. Tumbuhan dwi tahunan (biennial) adalah tumbuhan yang
mulai tumbuh sampai menghasilkan biji memerlukan
waktu 2 tahun.
3. Tumbuhan menahun (perennial) adalah tumbuhan yang
umurnya dapat mencapai ratusan tahun.
Perkecambahan
biji
bergantung
pada
imbibisi
yaitu
penyerapan air akibat potensial air yang rendah pada biji yang
kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan
memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan
metabolik
pada
embrio
yang
melanjutkan pertumbuhan.
16
menyebabkan
biji
tersebut
Gambar 4. Perkecambahan pada biji barley (Solomon et al. 2011)
Setelah biji mengimbibisi air, embrio membebaskan hormon
yang disebut giberelin (GA) sebagai sinyal kepada aleuron, yaitu
lapisan tipis pada bagian luar endosperm (Gambar 4). Aleuron
merespon dengan cara mensintesis dan mensekresikan enzim
pencernaan yang menghidrolisis makanan yang tersimpan dalam
endosperm dan menghasilkan molekul kecil yang larut dalam air.
Salah satu contohnya adalah α-amilase, suatu enzim yang
menghidrolisis pati. Gula dan zat-zat makanan lain yang diserap
dari
endosperm
oleh
skutelum
(kotiledon)
dikonsumsi
dan
dihabiskan selama pertumbuhan embrio menjadi sebuah bibit
atau
benih.
Organ
pertama
yang
17
muncul
dari
biji
yang
berkecambah adalah radikula, yaitu akar embrionik. Berikutnya,
ujung tunas menembus permukaan tanah (Gambar 5a). Bagian
yang tumbuh ke atas disebut epikotil (calon batang dan daun) dan
yang tumbuh ke bawah disebut hipokotil (calon akar). Dirangsang
oleh cahaya, hipokotil akan tumbuh lurus, mengangkat kotiledon
dan epikotil. Dengan demikian, ujung tunas dan kotiledon tertarik
ke atas permukaan tanah. Epikotil menyebarkan helai daun
pertamanya,
yang
mengembang
menjadi
hijau
dan
mulai
melakukan fotosintesis. Kotiledon akan layu dan rontok dari biji
karena cadangan makanannya telah dihabiskan oleh embrio yang
berkecambah.
Berdasarkan
keadaan
kotiledon
saat
berkecambah,
pola
perkecambahan dibedakan menjadi dua macam :
1. Perkecambahan epigeal, yaitu perkecambahan dengan kotiledon
terangkat ke atas tanah.
2. Perkecambahan
hipogeal,
yaitu
kotiledon tetap di dalam tanah.
18
perkecambahan
dengan
Gambar 5. Perkecambahan biji. (a) Buncis; (b). Kacang
polong (Solomon et al. 2011)
Kacang polong, meskipun berada dalam famili yang sama
dengan buncis, memiliki gaya perkecambahan yang berbeda
(Gambar 5b). Suatu kait terbentuk pada epikotil bukan pada
19
hipokotil, dan ujung tunasnya terangkat dari tanah akibat
pemanjangan epikotil dan pelurusan kait. Kotiledon kacang polong
berbeda dengan kotiledon buncis yang tetap berada di bawah
tanah.
Jagung dan rumput-rumputan lainnya adalah monokotil
menggunakan metode yang berbeda untuk menembus tanah
ketika berkecambah (Gambar 6). Koleoptil yaitu lapisan yang
membungkus dan melindungi tunas embrionik mendesak naik ke
atas melalui tanah. Ujung tunasnya kemudian tumbuh lurus ke
atas melalui saluran yang disediakan oleh koleoptil.
Gambar 6. Perkecambahan biji pada jagung
(Campbell et al. 2003)
20
Perkecambahan hanya terjadi bila syarat-syarat yang
dibutuhkan terpenuhi yaitu air, suhu, udara dan cahaya yang
cukup. Jika syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi maka biji
akan tetap berada dalam keadaan dorman.
b. Pertumbuhan Sekunder
Pada tumbuhan dikotil, selain terdapat meristem primer
di ujung akar dan ujung batang, terdapat juga meristem
sekunder yang meningkatkan diameter dan panjang tumbuhan.
Dua meristem lateral yang berfungsi dalam pertumbuhan
sekunder yaitu kambium pembuluh (vascular cambium) yang
menghasilkan xilem sekunder dan floem, serta cambium gabus
(cork cambium) yang menghasilkan suatu penutup keras dan
tebal yang menggantikan epidermis pada batang dan akar
(Gambar 7 dan 8).
21
Gambar 7. Pertumbuhan primer dan sekunder pada batang berkayu
(Campbell et al. 2011)
Gambar 8. Penampang
melintang batang Tilia
22
berumur 3 tahun (Campbell et al. 2011)
C. Titik Tumbuh
Pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman terjadi
pada titik tumbuh akar dan batang.
a. Titik tumbuh akar
Daerah meristem terdapat di ujung akar. Meristem
apikal merupakan pusat pembentukan meristem primer.
Daerah ini ditandai dengan sel-sel yang aktif membelah.
Pertumbuhan primer akan mendorong akar menembus
tanah. Ujung akar ditutupi oleh tudung akar (root cap)
(Gambar 9) yang secara fisik melindungi meristem yang
rapuh pada saat akar memanjang menembus tanah yang
abrasif.
Tudung
akar
juga
mensekresikan
lender
polisakarida yang melumasi tanah di sekitar ujung akar
yang
sedang
tumbuh.
Pertumbuhan
panjang
akar
terkonsentrasi di dekat ujung akar, dimana terletak tiga
zona
sel
dengan
tahapan
pertumbuhan
primer
yang
berurutan. Dari ujung akar ke arah atas terdapat zona
pembelahan sel, zona pemanjangan, dan zona diferensiasi
(zona pematangan sel) (Gambar 9).
Zona pembelahan sel (zone of cell division) meliputi
meristem apikal menghasilkan sel-sel meristem primer dan
juga mengganti sel-sel tudung akar yang akan mengelupas.
Tepat di atas meristem apikal, hasil dari pembelahan selnya
23
membentuk meristem primer yaitu protoderm, prokambium
(procambium), dan meristem dasar (ground meristem) yang
akan menghasilkan sistem jaringan utama pada akar yaitu
jaringan dermal, jaringan pembuluh dan jaringan dasar.
Zona pembelahan sel bergabung ke zona pemanjangan
(zone of elongation). Pada zona ini sel-sel memanjang lebih
dari sepuluh kali panjang semula. Sel-sel akar mulai
mengalami spesialisasi struktur dan fungsinya pada zona
pematangan (zone of differentiation).
Gambar 9. Titik tumbuh akar
(Campbell et al. 2011)
24
b. Titik tumbuh batang
Daerah pertumbuhan batang terletak di ujung batang.
Pada ujung batang terdapat kuncup yang tersusun sel-sel
yang aktif membelah. Meristem apikal dari suatu tunas
adalah suatu massa sel berbentuk kubah yang membelah
pada ujung tunas terminal (Gambar 10). Daun yang tumbuh
di sisi meristem apikal disebut primordial. Seperti pada akar,
meristem apikal tunas akan menjadi meristem primer yaitu
protoderm, prokambium dan mersitem dasar yang akan
berdiferensiasi menjadi tiga sistem jaringan.
Gambar 10. Titik tumbuh batang (Campbell et al. 2011)
25
D. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan
Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang
kompleks antara faktor lingkungan (eksternal) dan faktor dalam
(internal).
1. Faktor eksternal
a. Air dan makanan (unsur hara)
Air merupakan senyawa yang sangat penting dan
sangat dibutuhkan bagi tumbuhan. Tanpa air, tumbuhan
tidak akan tumbuh. Fungsi air antara lain sebagai media
reaksi enzimatis, berperan dalam fotosintesis, menjaga
turgiditas sel dan kelembapan. Tanpa air, reaksi kimia
dalam
sel
tidak
dapat
berlangsung
sehingga
mengakibatkan kematian tumbuhan. Kandungan air
dalam tanah mempengaruhi kelarutan unsur hara dan
menjaga suhu tanah.
Makanan adalah sumber energi dan sumber materi
untuk mensintesis berbagai komponen sel. Nutrisi yang
dibutuhkan tumbuhan bukan hanya karbondioksida dan
air,
tetapi
juga
elemen-elemen
makanan
lainnya.
Karbondioksida diabsorbsi oleh daun, sedangkan air dan
mineral diserap oleh akar.
Tumbuhan memerlukan
unsur-unsur dalam jumlah besar (unsur makro) berupa
karbon (C), oksigen (O2), hidrogen (H), nitrogen (N), sulfur
26
(S), fosfor (P), kalsium (Ca), kalium (K) dan magnesium
(Mg). Selain itu, terdapat unsur-unsur yang diperlukan
tumbuhan dalam jumlah sedikit (unsur mikro) yaitu besi
(Fe), klor (Cl), tembaga (Cu), seng (Zn), molibdenum (Mo),
boron (B), dan mangan (Mn). Kekurangan unsur-unsur
tersebut menyebabkan tanaman mengalami defisiensi.
Defisiensi
menyebabkan
menurunnya
kecepatan
pertumbuhan dan bila berkelanjutan akan menyebabkan
kematian.
Misalnya
merupakan
kekurangan
unsur
magnesium
yang
klorofil
akan
pembentuk
mengakibatkan daun menguning atau klorosis.
b. Suhu
Suhu mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi
tumbuhan. Perubahan suhu mempengaruhi kemampuan
fotosintesis, translokasi, respirasi dan transpirasi. Jika
suhu terlalu rendah atau tinggi, pertumbuhan akan
menjadi
lambat
umumnya,
atau
tumbuhan
terhenti
sama
membutuhkan
sekali.
suhu
Pada
tertentu
untuk tumbuh dan berkembang dengan baik yang
disebut suhu optimum. Suhu paling rendah yang masih
memungkinkan tumbuhan untuk tumbuh disebut suhu
minimum. Sedangkan suhu paling tinggi yang masih
memungkinkan tumbuhan untuk tumbuh disebut suhu
27
maksimum. Keberadaan suhu ini berkaitan dengan kerja
enzim. Jika suhu terlalu rendah atau tinggi maka enzim
akan rusak.
c. Kelembapan
Pengaruh kelembapan udara berbeda-beda terhadap
berbagai
tumbuhan.
Kondisi
lembap
menyebabkan
banyak air yang diserap tumbuhan dan lebih sedkit yang
diuapkan.
Kondisi
tersebut
mendukung
aktivitas
pemanjangan sel-sel. Sel-sel lebih cepat mencapai ukuran
maksimum dan bertambah besar.
d. Cahaya
Cahaya jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan. Cahaya merupakan sumber
energi
untuk
fotosintesis.
Banyaknya
cahaya
yang
dibutuhkan tidak selalu sama pada setiap tumbuhan.
Daun dan batang tumbuhan yang tumbuh di tempat
gelap akan kelihatan kuning pucat yang disebut etiolasi.
Tumbuhan yang kekurangan cahaya menyebabkan
batang tumbuh lebih panjang dan kurus, serta daun
tumbuh
tidak
normal.
Selain
itu,
cahaya
juga
merangsang pembungaan pada tumbuhan tertentu. Ada
tumbuhan yang dapat berbunga pada hari pendek (lama
penyinaran matahari lebih pendek daripada waktu
28
gelapnya). Adapula tumbuhan yang berbunga pda hari
panjang (lama penyinaran lebih panjang daripada waktu
gelapnya).
Hal
tersebut
ada
hubungannya
dengan
aktivitas fitokrom dalam tumbuhan.
2. Faktor internal
a. Genetik
Ukuran dan bentuk tumbuhan banyak dipengaruhi
oleh faktor genetik. Di dalam gen terkandung faktorfaktor sifat keturunan yang dapat diturunkan pada
keturunannya. Selain itu, gen juga berfungsi untuk
mengontrol reaksi kimia dalam sel, misalnya sintesis
protein. Pembentukan protein yang merupakan bagian
dasar penyusun tubuh tumbuhan dikendalikan oleh gen
secara langsung. Dengan kata lain, gen dapat mengatur
pola pertumbuhan melalui sifat yang diturunkan dan
sintesis-sintesis yang dikendalikannya.
b. Hormon
Hormon adalah senyawa organik yang dihasilkan
dalam jumlah kecil yang memiliki peran dalam regulasi
pertumbuhan. Hormon dapat memacu pertumbuhan,
tetapi ada pula yang dapat menghambat pertumbuhan.
Efek hormon terhadap tumbuhan tergantung pada lokasi
dan konsentrasi hormon lain dalam jaringan tertentu.
29
Hormon tumbuhan dapat saling berinteraksi satu sama
lain dan memiliki efek tumpang tindih. Hormon juga
bekerja karena adanya rangsangan dari lingkungan.
Hormon tumbuhan yang telah dikenal antara lain auksin,
sitokinin, giberelin, asam absisat dan etilen (Gambar 11).
Hormon baru yang ditemukan antara lain brassinolid,
asam salisilat, dan asam jasmonat.
Gambar 11. Jenis-jenis hormon tumbuhan dan pengaruhnya pada tumbuhan
(Kieffer et al. 2010)
30
Mekanisme kerja hormon pada tingkat seluler
Adanya
hormon
akan
berikatan
pada
protein
reseptor membran plasma. Terbentuk kompleks antara
hormon sebagai signal dengan resptor yang mengaktifkan
enzim fosfolipase C (PLC) (Gambar 12). PLC kemudian
menghidrolisis salah salah satu fosfolipid pada membran
yang disebut fosfoinositida yang merupakan fosfolipid
yang mengandung inositol. PLC kemudian menghidrolisis
fosfolipid membran lain yaitu fosfatidilinositol 4,5 bifosfat
(PIP2) dan mnghasilkan inositol-1,4,5-trifosfat (IP3) dan
diasilgliserol
(DAG).
IP3
bergerak
ke
vakuola
dan
melepaskan Ca2+. DAG mengaktifkan enzim membran
yaitu protein kinase C (PKC). Enzim ini menggunakan
ATP untuk memfosforilasi beberapa enzim yang mengatur
berbagai tahap metabolisme. Naiknya kadar Ca2+ dalam
sitosol akibat IP3 juga mengaktifkan beberapa enzim
tertentu, termasuk protein kinase. Ketika konsentrasi
Ca2+
mulai
meningkat
dalam
sel,
Ca2+
bergabung
membentuk kompleks dengan Ca-kalmodulin. Kompleks
ini akan mengaktifkan sejumlah enzim tertentu antara
lain NAD+ kinase (enzim yang menggunakan ATP untuk
memfosforilasi NAD+ menjadi NADP+) dan ATPase dari
membran plasma yang memindahkan kelebihan Ca2+ ke
31
luar sel. Akhirnya menyebabkan perubahan aktivitas
enzim, proses metabolik dan aktifitas fisiologis dan
morfologis pada tanaman.
Gambar 12. Mekanisme transduksi hormon pada membran plasma
(Salisbury and Ross, 1995)
Macam-macam hormon pada tumbuhan :
1)
Auksin
Gambar 13. Rumus struktur auksin
(Kieffer et al. 2010)
32
Sejarah penemuan auksin
Pada
tahun
1880,
Charles
dan
Francis
Darwin
mempelajari pembengkokan koleoptil, yaitu lapisan yang
melindungi
daun
perkecambahan
monokotil
ke
arah
(tunas
sumber
embrionik)
cahaya.
selama
Kemudian
memotong ujung (koleoptil) dan tidak ada pembengkokan.
Hal yang sama juga didapatkan
ketika ujung (koleoptil)
ditutupi dengan kertas juga tidak terjadi pembengkokan.
Kemudian dihipotesiskan bahwa terdapat senyawa pada
ujung (koleoptil) tersebut yang bertanggungjawab terhadap
pembengkokan. Respon ini kemudian disebut phototropisme
(Gambar 14).
Pada
tahun
1913,
Boysen-Jensen
menggunakan
potongan mika yang disisipkan dibawah ujung pada sisi
yang berlawanan terhadap cahaya dan hasilnya tidak ada
pembengkokan. Potongan mika disisipkan pada sisi yang
sama dengan cahaya dan hasilnya pembengkokan terjadi.
Kesimpulannya diperlukan transpor sinyal sepanjang sisi
yang berlawanan dengan cahaya (Gambar 14).
33
-
Gambar 14. Beberapa penemuan auksin
(Kieffer et al. 2010)
34
Fritz Went (1920), mempelajari ujung tanaman dan
kemudian menemukan senyawa yang dinamakan auksin.
Saat itu istilah auksin pertama kali digunakan. Pada tahun
1930,
auksin
dipurifikasi
yang
dapat
merangsang
pertumbuhan tanaman. Auksin yang banyak ditemukan
pada tumbuhan adalah indole-3-acetic acid (IAA).
Biosintesis auksin
Efek auksin bergantung pada sintesis, transpor,
tanggapan, sinyal dan respon gen target (Gambar 15).
Sebagian besar fungsi-fungsi ini dikontrol oleh banyak gen
dengan sel –sel yang spesifik.
Gambar 15. Jalur signal auksin
(Kieffer et al. 2010)
Auksin adalah indol acetic acid (IAA) yang disintesis
dari indole atau tryptophan. IAA diproduksi dari triptofan
(Trp) melalui beberapa jalur dan satu jalur tanpa melalui Trp
(Panah hitam) (Gambar 16).
35
Gambar 16. Jalur biosintesis auksin
(Quittenden et al. 2009)
Transpor auksin
Auksin disintesis pada shoot apical meristem, daun
muda, biji dan buah. Auksin selalu bergerak ke sel
parenkim batang ke arah bawah menuju akar melalui
transpor polar (transpor bermuatan). Auksin bermuatan
negatif menggunakan pompa proton suatu proses yang
membutuhkan ATP (Gambar 17).
36
Agar transpor auksin dapat terlaksana, beberapa
kondisi yang harus dipenuhi :
-
Difusi molekul polar melewati membran plasma.
-
Molekul carrier (pembawa) untuk auksin berada hanya
pada bagian basal dari sel.
-
Harus ada pompa proton untuk membawa H+ dari sel
dan mengubah gradien pH.
-
Ionisasi asam lemah (Indole asetic acid , IAA atau auksin
(A)) adalah asam lemah : A- + H+ = AH.
Auksin memasuki sel melalui transpor pasif atau melalui
kotranspor. IAA dipisahkan dalam sitosol dan transpor
protein khusus pada bagian basal sel yang dibutuhkan
untuk membawa auksin melalui membran plasma ke arah
atas sel yang berdekatan. Transport auksin berakhir pada
jaringan
akar,
namun
bergerak
pembuluh tapis.
37
melalui
floem
dan
Gambar 17. Mekanisme transpor polar auksin
(Campbell et al. 2011)
38
Keterangan gambar:
1. Saat auksin menemui lingkungan yang asam dari dinding sel,
molekulnya akan mengikat ion hidrogen (H+) sehingga menjadi
bermuatan netral.
2. Sebagai suatu molekul netral yang berukuran relatif kecil, auksin
melintas melalui membran plasma.
3. Pada bagian sebelah dalam sel pH lingkungan 7 menyebabkan
auksin terionisasi menjadi auksin bermuatan negatif dan ion H+.
pada waktu yang singkat ini hormon berada dalam sel karena
membran plasma lebih permeable terhadap ion daripada terhadap
molekul yang netral dengan ukuran yang sama.
4. Pemompaan proton yang dikendalikan ATP, mengatur perbedaan
pH antara sebelah dalam sel dengan sebelah luar sel.
5. Auksin dapat keluar dari sel hanya pada bagian basal sel, tempat
protein carrier spesifik berada dalam membran (protein pembawa
auksin). Pemompaan proton berperan terhadap aliran auksin,
dengan cara membuat suatu potensial membran yang membantu
transportasi anion auksin ke luar sel.
Auksin dan aktifitas gen
Gen-gen yang mengontrol aktifitas auksin secara
normal
ditekan
(di-offkan).
reseptor
yang
mengaktifkan
Auksin
berikatan
ubiquitin
yang
dengan
berikatan
dengan auxin-repressor complex dan membawa kompleks
tersebut ke proteasom untuk degradasi. Setelah repressor
didegradasi, maka transkripsi gen aktif sehingga terjadi
aktifitas (Gambar 18).
39
Gambar 18. Mekanisme kerja auksin pada tingkat seluler
(Robert and Friml, 2009)
Fungsi auksin
-
Memacu pemanjangan dan pembesaran sel
Dalam pemanjangan sel, auksin menginisiasi ekspresi
gen pompa proton, yang menghasilkan aktifasi pompa
proton
pada
membran
plasma.
Pompa
proton
meningkatkan konsentrasi ion H+ dalam dinding sel yang
memacu
pemanjangan,
meningkatkan
protein
yang
mengganggu ikatan hidrogen dan memutus ikatan
selulosa. Hal ini menyebabkan pemanjangan dinding sel
ketika sel-sel mengambil lebih banyak air (Gambar 19).
40
Gambar 19. Peran auksin dalam pemanjangan sel
(Braun, 2008)
-
Auksin, terlibat dalam respon tropis.
o Phototropisme, auksin bermigrasi jauh dari cahaya
yang menyebabkan pemanjangan sel-sel pada sisi
teduh tanaman (Gambar 20).
o Gravitropisme,
auksin
gravitasi.
41
bermigrasi
menuju
Gambar 20. Photropisme menyebakan pemanjangan
merata (Braun, 2008)
-
sel yang tidak
Auksin merangsang produksi pertumbuhan sekunder
melalui stimulasi sel-sel kambium untuk membelah dan
xilem sekunder berdiferensiasi. Perbaikan jaringan yang
mengalami pelukaan diinisiasi oleh auksin ketika bagian
ikatan pembuluh mengalami kerusakan (Gambar 21).
42
Gambar 21. Regenerasi xilem pada pelukaan jaringan
(Kieffer et al. 2010)
-
Dominansi apikal, auksin diproduksi pada tunas apikal
cenderung
menghambat
aktivasi
tunas
yang
lebih
rendah pada batang. Hal ini dikenal sebagai dominansi
apikal.
Auksin
memacu
sintesis
strigolactone,
zat
pengatur tumbuh yang menekan pertumbuhan tunas
lateral (Gambar 22).
43
Gambar 22. Peran auksin dalam dominansi apical
(Dharmasiri et al. 2005)
-
Auksin juga memacu perkembangan akar lateral dan
akar adventif (Gambar 23).
Gambar 23. Peran auksin pada akar (Kieffer et al. 2010)
44
Sebagai tambahan, auksin juga :
-
Memacu produksi hormon lain terutama etilen ketika
auksin mengalami perubahan konsentrasi
-
Memacu inisiasi pembungaan
-
Penurunan konsentrai auksin menyebabkan gugurnya
daun karena adanya sintesis etilen
-
Perkembangan buah membutuhkan produksi auksin.
Auksin juga memacu partenokarpi (buah tanpa biji).
Partenokarpi juga diinduksi oleh asam absisat (Gambar
24).
Gambar 24. Peran auksin pada perkembangan buah
(Braun, 2008)
Auksin
bersifat
toksik
pada
konsentrasi
yang
tinggi.
Konsentrasi ini mempengaruhi sebagian besar tumbuhan dikotil
tetapi tidak pada monokotil. Monokotil dapat menurunkan sintesis
auksin dengan sangat cepat.
45
2)
Sitokinin
Gambar 25. Rumus struktur sitokinin
(Kieffer et al. 2010)
Sejarah penemuan
Sitokinin
ditemukan
dalam
penelitian
identifikasi
senyawa yang meningkatkan pertumbuhan sel tanaman.
Terobosan
nyata
dalam
penemuan
sitokinin
adalah
penelitian di bidang kultur jaringan. Pada tahun 1950, Folke
Skoog dan kelompok risetnya mengidentifikasi sitokinin
sintetik yaitu kinetin. Folke Skoog dkk dari University of
Wisconsin
menumbuhkan
potongan
jaringan
empulur
tanaman tembakau secara in vitro pada media dengan
elemen makro dan mikro, vitamin dan sukrosa (Gambar 26).
Hasilnya jaringan tidak dapat tumbuh dan ketika auksin
ditambahkan ke dalam media maka sel memanjang tetapi
tidak membelah.
46
Gambar 26.Sitokinin dan auksin mengontrol organogenesis pada kultur jaringan
(Haberer dan Kieber, 2002)
Skoog
dan
kelompoknya
menunjukkan
bahwa
sitokinin memacu pertumbuhan tunas dalam kultur. Mereka
juga menunjukkan bahwa sitokinin dan auksin memiliki
aksi yang antagonis (Gambar 27). Rasio diantara hormon
bersifat kritis dalam pengaruhnya.
47
Gambar 27. Sitokinin dan auksin berperan secara antagonis
(Haberer dan Kieber, 2002)
Biosintesis sitokinin
Sitokinin
ditemukan
di
hampir
semua
tanaman
tingkat tinggi. Sitokinin ditemukan pada jaringan yang aktif
membelah pada biji, buah, daun dan ujung akar, dan pada
bagian
jaringan
yang
mengalami
pelukaan.
Studi
menunjukkan bahwa ujung akar adalah lokasi produksi
sitokinin paling banyak.
48
Gen tmr mengkode isopentenyl-transferase, suatu
enzim kunci dalam sintesis sitokinin. Gen IPT pada bakteri
menggunakan AMP sebagai substrat sedangkan gen IPT
pada tanaman menggunakan ADP atau ATP. Trans-zeatin
dan
isopentenyl-adenine
adalah
sitokinin
banyak aktif (Gambar 28).
49 biosintesis sitokinin
Gambar 28. Jalur
(Miyaki, 2006)
yang
paling
Transpor sitokinin
Sitokinin sangat jarang ditranslokasikan. Pada daun
yang ditetesi benzyl adenine yang dilabel dengan
14C,
senyawa tersebut tidak ditranslokasikan tetapi tetap berada
pada tempat semula. Transpor terjadi secara akropetal yaitu
dari akar (tempat produksi utama) ke pucuk melalui xilem
secara pasif melalui jalur transpirasi, sehingga cairan xilem
mengandung sitokinin dalam konsentrasi tinggi. Bentuk
utama sitokinin yang ditranspor adalah zeatin riboside.
Setelah sampai di daun diubah menjadi basa bebas atau
glukosida.
Sitokinin dan aktifitas gen
Sitokinin adalah molekul signal bagi reseptor (AKH)
yang
mengaktifkan
jalur
transduksi
protein
kinase
kemudian memfosforilasi faktor transkripsi yang berikatan
pada daerah promoter yang terdiri dari lebih 20 gen yang
bertanggungjawab terhadap respon sitokinin (Gambar 29).
50
Gambar 29. Mekanisme kerja sitokinin pada tingkat seluler
(Miyaki, 2006)
Fungsi sitokinin
-
Sitokinin dapat memacu perkecambahan pada biji dalam
keadaan tidak ada cahaya.
-
Efek sitokinin sering dipelajari dalam kultur jaringan.
Biasanya sitokinin bekerja sama dengan auksin yang
memacu pemanjangan dan pembesaran sel. Ketika
auksin ditambahkan pada medium kultur, sel-sel tanpa
sitokinin membesar, tetapi pembelahan tidak terjadi.
Ketika kinetin dan IAA ditambahkan ke medium kultur,
sel membelah sangat cepat (Gambar 30). Rasio sitokinin
dan auksin mengontrol diferensiasi jaringan dalam
kultur jaringan.
51
Gambar 30. Kombinasi auksin dan sitokinin dalam kultur jaringan
(Haberer dan Kieber, 2002)
52
-
Sitokinin menghambat penuaan daun (Gambar 31).
Gambar 31. Tanaman diberi perlakuan sitokinin (Left)
(Smart et al. 1991)
53
-
Sitokinin memacu perkembangan kloroplas
Gambar 32. Kecambah yang tumbuh dalam gelap dan tanpa sitokinin,
plastida berkembang sebagai etioplas (Left); Perlakuan sitokinin
menginduksi pembentukan tilakoid (Right) (Werner et al. 2001)
3)
Giberelin
Gambar 33. Rumus struktur giberelin
(Kieffer et al. 2010)
Ewiti
Kurosawa
mendapat
penghargaan
karena
penemuan giberelin ketika ia menentukan bahwa jamur
bertanggungjawab terhadap pertumbuhan abnormal dari
54
bibit padi. Jamur tersebut mensekresikan senyawa kimia
yang menyebabkan tanaman padi tumbuh memanjang
secara abnormal dan akhirnya rebah (Gambar 34). Jamur
tersebut
adalah
Giberella
fujikuroi,
yang
kemudian
diabadikan sebagai nama hormon.
Gambar 34. Pertumbuhan padi; Normal (left); abnormal (right)
(Inada dan Shimmen, 2000)
Biosintesis giberelin
Sintesis giberelin melalui 3 tahap dalam sel yang
berbeda yaitu pada proplastida geranylgeranyl diphosphate
(GGPP) diubah menjadi copalyl diphosphate (CPP) dengan
bantuan enzim ent-Copalyl diphosphate. Ent-kaurene diubah
menjadi GA12 dalam endomembran. Selanjutnya GA12 dan
GA53 diubah menjadi GA4 dan GA1 dalam sitoplasma.
55
Gambar 35. Jalur biosintesis giberelin (Hedden dan Proebsting, 1999)
Aktifitas gen giberelin
Seperti halnya auksin, giberelin memacu transkripsi
melalui aktivasi molekul reseptor yang berikatan pertama
kali
dengan
molekul
repressor
dan
ditandai
dengan
ubiquitin, yang akan mengarahkan molekul repressor ke
proteasom untuk degradasi (Gambar 36).
56
Gambar 36. Mekanisme kerja giberelin pada tingkat seluler
(Ueguchi-Tanaka et al. 2007)
Banyak biji mengandung berbagai hormon giberelin
yang berbeda. Lebih dari 100 giberelin (asam organik
disintesis dari asam mevalonic) telah diketahui. Giberelin
diproduksi pada akar dan daun muda, tetapi konsentrasi
tertinggi ditemukan dalam biji.
Fungsi giberelin
-
Giberelin bekerja sama dengan auksin untuk memacu
pemanjangan
dan
pembelahan
jaringan
batang.
Giberelin menentukan arah mikrotubul pada profase
yang menentukan pemanjangan selulosa (Gambar 37).
57
Gambar 37. Mikrotubul pada hipokotil (titik merah adalah kloroplas)
(Ueguchi-Tanaka et al. 2007)
-
Giberelin
memegang
peranan
penting
dalam
mematahkan dormansi setelah imbibisi air oleh kulit biji.
Giberelin
adalah
sinyal
perkecambahan.
Giberelin
merangsang sintesis enzim yang mengubah cadangan
makanan (pati) menjadi gula yang dibutuhkan untuk
respirasi
sel
selama
perkecambahan.
Giberelin
disekresikan oleh embrio pada awal perkecambahan
(imbibisi air) yang biasanya mengaktifkan set gen yang
ditemukan pada lapisan aleuron biji (Gambar 38).
58
Gambar 38. Mobilisasi nutrien oleh giberelin (Varbanova et al. 2007)
-
Giberelin, seperti halnya dengan auksin dapat memacu
partenokarpi pada banyak tanaman, yang memiliki
aplikasi
komersial
meskipun
penggunaan
paling
signifikan dalam industri anggur yang menghasilkan
buah anggur yang lebih besar dengan daerah internodus
yang lebih panjang (Gambar 39).
59
Gambar 39. Buah anggur hasil partenokarpi (Ueguchi-Tanaka et al. 2007)
4)
Asam absisat (Abcisic acid, ABA)
Gambar 40. Rumus struktur asam absisat
(Kieffer et al. 2010)
60
Biosintesis ABA
Asam
absisat
menghambat
(ABA)
aktifitas
adalah
hormon
pertumbuhan
yang
pada
berfungsi
saat
kondisi
lingkungan mengalami stress. ABA disintesis dalam plastid dan
sitoplasma yang diturunkan dari senyawa zeaxanthin yang
merupakan salah satu pigemen tanaman. Zeaxanthin berlimpah
dalam jaringan hijau tetapi jumlahnya terbatas pada akar.
Zeaxanthin epoxidase (ZEP) mengubah zeaxanthin menjadi
violaxanthin.
All-trans-violaxanthin
epoxycarotenoids.
memecah
NCED
membentuk
(9-cis-epoxycarotenoid
9-cis-epoxycarotenoids
menghasilkan
9-cis-
dioxygenase)
xanthoxin.
Proses ini berlangsung dalam plastida. Peningkatan NCED
berkorelasi
dengan
peningkatan
sintesis
ABA.
Perubahan
xanthoxin menghasilkan ABA membutuhkan dua enzim yaitu
ABA2 (alcohol dehydrogenase) dan AAO3 (abscisic aldehyde
oxidase) yang berlangsung dalam sitosol.
61
Gambar 41. Jalur biosintesis ABA (Park dan Cutler, 2009)
Transpor ABA
ABA merupakan asam lemah dan dapat berupa molekul
bermuatan dan tidak bermuatan. Sebagai asam lemah, ABA
bermuatan anion (ABA-) dalam sitoplasma yang memiliki pH 7.
Pada dinding sel yang lebih asam dengan pH 5,5, ABA
62
merupakan molekul kation (ABAH). Hal ini meningkatkan
pergerakan ABA ke dalam sel tetapi tidak keluar dari sel. Gen
AtBCG25 terekspresi dalam vena daun dan mengkode transpor
ABA (Gambar 42 dan 43).
Gambar 42. Transpor ABA dalam sel
(Kuromori et al. 2010)
63
Ganbar 43. Gen-gen yang berperan dalam transpor meningkatkan pergerakan ABA
melintasi membran sel (Kuromori et al. 2010)
ABA dan aktifitas gen
Pada saat ABA tidak terdapat dalam sel, aktivitas protein
kinase SnRK2 dihambat oleh PP2C phosphatase. SnRK2 adalah
protein kinase yang memacu respon ABA. PYR1 dan PP2C
membentuk kompleks yang menginaktifkan PP2C. Hal ini akan
mengaktifkan SnRK2. Target phosphorylation adalah SnRK2, ion
channel dan faktor transkripsi. Sehingga terjadi respon ABA
(Gambar 44).
64
Gambar 44. Mekanisme kerja ABA pada tingkat seluler
(Schroeder dan Nambara, 2006)
Fungsi ABA
-
ABA memacu aktifitas dormansi biji.
-
Rendahnya
kadar
ABA
dalam
biji
yang
matang
menyebabkan perkecambahan dini. Biji mangrove secara
alami
memiliki
kadar
ABA
yang
rendah
dan
berkecambah ketika masih melekat pada tunas. Mutasi
tertentu mempengaruhi sintesis ABA yang menyebabkan
biji berkecambah sebelum waktunya (Gambar 45 dan
46).
65
Gambar 45. Perkecambahan mangrove
(Nambara dan Marion-Pol, 2003)
Gambar 46. Perkecambahan dini pada tanaman jagung
(Nambara dan Marion-Pol, 2003)
66
5)
Etilen
Gambar 47. Rumus struktur etilen
(Kieffer et al. 2010)
Sejarah etilen
Pada tahun 1901, etilen berhasil diidentifikasi sebagai
senyawa
tanaman.
yang
mampu
Dimitry
pertumbuhan
bibit
mempengaruhi
Neljubow
kacang
meneliti
terhadap
pertumbuhan
penyebab
gas
etilen
pola
yang
dihasilkan dari pembakaran lampu gas yang ditumbuhkan
dalam kondisi gelap.
Pada tahun 1934, R. Gane melakukan purifikasi etilen
dari buah apel yang masak. Hal ini menunjukkan bahwa
etilen tersebut merupakan hormon endogen yang dihasilkan
dari buah apel yang masak.
Biosintesis etilen
Etilen merupakan molekul hidrokarbon berupa gas
yang berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh pada tanaman.
Pada tumbuhan, sintesis dari methionin berdifusi secara
67
cepat ke dalam sel-sel tanaman yang berdekatan dan aktif
dalam konsentrasi < 1 µL/L. Etilen mudah teroksidasi
menjadi etilen oksida, sedangkan etilen oksida dapat
teroksidasi menjadi CO2 melalui pembentukan asam oksalat.
Etilen oksida dapat mengalami hidrolisis menjadi etilen
glikol (Gambar 48).
68
Gambar 48. Jalur biosintesis etilen
(Lorenzo et al. 2003)
Etilen dihasilkan pada berbagai organ, meskipun efeknya
paling banyak dipelajari pada buah. Etilen disintesis dari asam
amino metionin. Konsentrasi auksin yang tinggi mengaktifkan
enzim
pada
tonoplas
(membran
vakuola)
untuk
mengubah
1-aminocyclopropane-1-carboxylic acid menjadi etilen. Tahap ini
juga dipicu oleh adanya zat beracun seperti polusi udara. Etilen
juga diproduksi pada jaringan yang mengalami pelukaaan.
ABA dan aktifitas gen
Etilen
mengaktifkan
sekuens
protein
yang
memacu
transkripsi. Pada kondisi tidak ada etilen, reseptor membran (A)
berada pada membran retikulum endoplasma (RE) memfosforilasi
protein
kinase
(B)
dalam
retikulum
endoplasma
sel
yang
menghambat kerja protein RE. Jika ada etilen, protein membran
RE
(A)
tidak
akan
memfosforilasi
protein
RE
(B),
yang
menyebabkan fosforilasi protein membran RE (C). Tahap fosforilasi
ini mengaktifkan protein (D) yang bergerak ke dalam nukleus dan
mengaktifkan faktor transkripsi. Etilen adalah molekul signal
dalam jalur tranduksi yang mengaktifkan sejumlah pertumbuhan
jaringan dan perkembangan tanaman termasuk pematangan
buah, gugurnya daun dan penuaan (Gambar 49).
69
Gambar 49. Mekanisme kerja etilen pada tingkat seluler
(Binder et al. 2004)
Fungsi etilen
-
Etilen memacu pematangan buah melalui reaksi kimia
yang mendegradasi pektin pada lamella bagian tengah,
pelunakan buah dan mengubah pati atau menjadi gula.
Peran etilen dalam pemasakan buah memiliki dampak
dalam bidang pertanian. Penggunaan teknologi gen
70
menyebabkan tanaman tomat dapat memiliki umur
simpan sampai 100 hari (Gambar 50).
Gambar 50. Peran etilen dalam pemasakan buah
(Azad et al. 2008)
-
Etilen memacu produksi bunga betina pada beberapa
anggota Cucurbitaceae, sedangkan giberelin dalam kadar
yang tinggi memacu produksi bunga jantan.
-
Etilen
juga
bertanggungjawab
terhadap
lengkungan
hipokotil yang umumnya terjadi pada perkecambahan
dikotil (Gambar 51).
71
Perlakuan etilen pada kecambah menimbulkan
“triple response” :
* hipokotil pendek
* hipokotil menebal
* hipokotil membengkok seperti kait
Gambar 51. Triple respon akibat perlakuan etilen pada perkecambahan
(Hattori et al. 2009)
-
Etilen berperan langsung terhadap gugurnya daun dan
buah,
meskipun
sintesis
etilen
terkait
dengan
penurunan produksi auksin pada daun (Gambar 52).
72
Beberapa hal yang memacu
produksi etilen :
1. Penuaan
2. Hambatan transpor auksin
dari daun
3. Sintesis enzim yang
mendegradasi dinding sel
yaitu selulase
4. Sekresi enzim selulase ke
dalam dinding sel yang
menyebabkan degradasi
dinding sel
Gambar 52. Tahap terjadinya pengguguran daun
(Azad et al. 2008)
II. 4 Tugas untuk Mahasiswa
Mahasiswa
pertumbuhan
dan
diharuskan
membuat
perkembangan
pada
makalah
tentang
tumbuhan
dengan
membaca dari sumber-sumber buku literatur, materi bahan ajar
atau penelusuran melalui internet. Makalah tersebut dibuatkan
powerpoint kemudian dipresentasikan di kelas, dilakukan Tanya
jawab antara kelompok peserta mata kuliah dan hasil presentasi
dibuatkan rangkuman atau kesimpulan.
II.5 Soal :
1. Jelaskan pengertian pertumbuhan dan perkembangan pada
tumbuhan!
73
2. Jelaskan fase dan jenis pertumbuhan pada tumbuhan!
3. Jelaskan titik tumbuh dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan!
4. Jelaskan peranan hormon pada tumbuhan!
5. Bagaimana mekanisme kerja hormon pada tingkat selular!
II. 9 Bahan Bacaan
Azad, A.K., Ishikawa, T., Ishikawa, T., Sawa, Y., and Shibata, H.
(2008).
Intracellular
energy
depletion
triggers
programmed cell death during petal senescence in tulip.
J. Exp. Bot. 59: 2085-2095.
Binder, B.M., O’Malley, R.C., Wang, W., Moore, J.M., Parks, B.M.,
Spalding, E.P., and Bleecker, A.B. (2004). Arabidopsis
seedling growth response and recovery to ethylene. A
kinetic analysis. Plant Physiol. 136: 2913–2920.
Braun, N., et al. (2008). Conditional repression of AUXIN
BINDING PROTEIN1 reveals that it coordinates cell
division and cell expansion during postembryonic shoot
development in Arabidopsis and tobacco. Plant Cell 20:
2746-2762.
Campbell, N.A., J.B. Reece and L.G. Mitchell, 2003. Biologi, Edisi
Kelima, Jilid 2. Penerbit Erlangga.
Campbell, N.A., J.B. Reece and L.G. Mitchell, 2011. Biology, Fifth
Edition,Pearson Education, San Francisco, America.
Dharmasiri, N., Dharmasiri, S., and Estelle, M. (2005) The F-box
protein TIR1 is an auxin receptor. Nature 435: 441-445.
Gonzalez-Guzman, M., et al. (2002). The short-chain alcohol
dehydrogenase ABA2 catalyzes the conversion of
santhoxin to abscisic aldehyde. Plant Cell 14: 1833-1846.
Haberer, G. and Kieber, J.J. (2002) Cytokinins. New insights into
a classic phytohormone. Plant Physiol. 128: 354-362.
Hattori, Y., et al. (2009). The ethylene response factors
SNORKEL1 and SNORKEL2 allow rice to adapt to deep
water. Nature 460: 1026-1030
Hedden, P., Proebsting, W.M. (1999) Genetic analysis of
gibberellin biosynthesis. Plant Physiol. 119: 365-370.
Helliwell, C.A., Chandler, P.M., Poole, A., Dennis, E.S., and
Peacock, W.J. (2001). The CYP88A cytochrome P450, ent-
74
kaurenoic acid oxidase, catalyzes three steps of the
gibberellin biosynthesis pathway. Proc. Natl. Acad. Sci.
USA 98: 2065-2070.
Inada, S. and Shimmen, T. (2000). Regulation of elongation
growth by gibberellin in root segments of Lemna minor.
Plant Cell Physiol 41: 932-929.
Kieffer, M., Neve, J., and Kepinski, S. (2010). Defining auxin
response contexts in plant development. Curr. Opin. Plant
Biol.13: 12-20.
Kuromori, T., Miyaji, T., Yabuuchi, H., Shimizu, H., Sugimoto, E.,
Kamiya, A., Moriyama, Y., and Shinozaki, K. (2010) ABC
transporter AtABCG25 is involved in abscisic acid
transport and responses. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 107:
2361-2366.
Lorenzo, O., Piqueras, R., Sanchez-Serrano, J.J., and Solano, R.
(2003). ETHYLENE RESPONSE FACTOR1 integrates
signals from ethylene and jasmonate pathways in plant
defense. Plant Cell 15: 165-178.
Ma, Y., Szostkiewicz, I., Korte, A., Moes, D.l., Yang, Y.,
Christmann, A., and Grill, E. (2009). Regulators of PP2C
phosphatase activity function as abscisic acid sensors.
Science 324: 1064-1068.
Medford, J.I., et al. (1989) Alterations of endogenous cytokinins
in plants using a chimeric isopentenyl transferase gene.
Plant Cell1: 403-413.
Miyawaki, K., et al. (2006). Roles of Arabidopsis ATP/ADP
isopentenyltransferases
and
tRNA
isopentenyltransferases in cytokinin biosynthesis. Proc.
Natl. Acad. Sci. USA 103: 16598-16603.
Muday, G.K., and DeLong, A. (2001). Polar auxin transport:
Controlling where and how much. Trends Plant Sci. 6:
535–542.
Nambara, E.,
and Marion-Pol, A. (2003) ABA action and
interactions in seeds. Trends Plant Sci. 8: 213-217.
Park, S.-Y., et al., and Cutler, S.R. (2009). Abscisic acid inhibits
type 2C protein phosphatases via the PYR/PYL family of
START proteins. Science 324: 1068-1071.
Quittenden, L.J., Davies, N.W., Smith, J.A., Molesworth, P.P.,
Tivendale, N.D., and Ross, J.J. (2009). Auxin biosynthesis
in pea: Characterization of the tryptamine pathway. Plant
Physiol. 151: 1130-1138.
Robert, H.S., and Friml, J. (2009) Auxin and other signals on the
move in plants. Nat. Chem. Biol. 5: 325-332.
75
Salisbury, F.B and C.W Ross., 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3.
ITB, Bandung.
Schroeder, J.I., and Nambara, E. (2006). A quick release
mechanism for abscisic acid. Cell 126: 1023-1025.
Solomon, E.P., L.R. Berg., D.W. Martin, 2011. Biology, Fifth
Edition, International Edition, Nelson Education, Canada.
Smart, C.M., Scofield, S.R., Bevan, M.W., and Dyer, T.A. (1991).
Delayed leaf senescence in tobacco plants transformed
with tmr, a gene for cytokinin production in
Agrobacterium. Plant Cell 3: 647-656.
Ueguchi-Tanaka, M., et al. (2007) Molecular interactions of a
soluble gibberellin receptor, GID1, with a rice DELLA
protein, SLR1, and gibberellin. Plant Cell 19: 2140-2155.
Ulmasov, T., Hagen, G., and Guilfoyle, T. (1997). ARF1, a
transcription factor that binds to auxin response
elements. Science 276: 1865 – 1868.
Varbanova, M., et al. (2007). Methylation of gibberellins by
Arabidopsis GAMT1 and GAMT2. Plant Cell 19: 32-45.
Werner, T., Motyka, V., Strnad, M., and Schmülling, T. (2001).
Regulation of plant growth by cytokinin. Proc. Natl. Acad.
Sci. USA 98: 10487-10492.
76
BAB III
EMBRIOGENESIS BRYOPHYTA
III. 1 Sasaran Pembelajaran :
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa mampu
menjelaskan dan menguraikan pola perkembangan embrio pada
Bryophyta.
III. 2 Strategi Pembelajaran :
1. Kuliah tatap muka
2. Tugas individu maupun kelompok
3. Diskusi
III. 3 Materi
Tanaman merupakan organisme eukariotik multiseluler
yang mempunyai dinding sel selulosa, klorofil a dan b dalam
plastid, dan memiliki pati sebagai cadangan makanan. Tumbuhan
terdiri dari 4 kelompok utama yaitu bryophyta, pteridophyta,
gymnospermae,
dan
angiospermae
(Gambar
53).
memiliki 10 phylum yang masih tersisa (Gambar 54).
77
Tumbuhan
Gambar 53. Evolusi Tumbuhan
(Solomon et al. 2011)
78
Gambar 54. Sepuluh phylum tumbuhan yang masih tersisa
(Solomon et al. 2011)
Siklus
hidup
seluruh
tumbuhan
menunjukkan
suatu
pergiliran generasi. Satu diantara kedua generasi itu adalah
gametofit, yaitu suatu individu multiseluler dengan sel-sel haploid.
Generasi yang lain adalah sporofit, yaitu suatu organisme
multiseluler
dengan
sel-sel
diploid
(Gambar
55).
Gametofit
menghasilkan gamet haploid yang menyatu membentuk zigot.
79
Zigot berkembang menjadi sporofit diploid. Pembelahan meiosis
pada sporofit selanjutnya menghasilkan spora haploid yang
membelah
secara
mitosis
menghasilkan
generasi
gametofit
berikutnya.
Gambar 55. Dasar siklus hidup tumbuhan
(Solomon et al. 2011)
Dalam siklus hidup semua tumbuhan yang hidup saat ini,
sporofit dan gametofit adalah heteromorfik artinya sporofit dan
gametofit berbeda dalam hal morfologi atau bentuknya. Generasi
gametofit dan sporofit berbeda pada beberapa kelompok tumbuhan
(Gambar 56).
80
Gambar 56. Hubungan gametofit-sporofit pada beberapa kelompok tumbuhan
(Solomon et al. 2011)
81
A. Generasi gametofit
Pada lumut dan kerabat dekatnya, gametofit atau generasi
haploid adalah tumbuhan yang lebih besar, lebih rumit dan
merupakan tahapan yang umumnya dapat kita lihat langsung.
Akan tetapi pada semua kelompok tumbuhan lainnya termasuk
tumbuhan paku, pinus, tumbuhan berbunga, generasi diploid
atau sporofit adalah tahapan dominan dan dapat diamati. Seperti
yang disajikan pada gambar 56.
Gamet pada Bryophyta berkembang di dalam gametangia.
Gametangium jantan dikenal sebagai anteridium menghasilkan
sperma.
Setiap
gametangium
betina
atau
arkegonium
menghasilkan satu telur (ovum). Sel telur tersebut dibuahi dalam
arkegonium dan zigot berkembang menjadi suatu embrio.
Gametofit haploid merupakan generasi dominan pada lumut
dan briofita lainnya. Sporofita umumnya lebih kecil dan hidupnya
lebih pendek dan bergantung pada gametofit untuk memperoleh
air dan zat hara. Sporofit diploid menghasilkan spora haploid
melalui pembelahan meiosis dalam suatu struktur yang disebut
sporangium.
Spora
yang
sangat
kecil
terlindungi
oleh
sporopollenin yang menyebar dan berkembang menjadi gametofit
baru (Gambar 61).
Ketika lumut tersebar ke habitat yang menguntungkan
seperti tanah
yang
lembab atau pada kulit pohon,
82
maka
kemungkinan
tumbuh
lumut
menjadi
akan
mengalami
gametofit.
perkecambahan
Perkecambahan
spora
dan
lumut
menghasilkan karakteristik yang khas yaitu massa yang berwarna
hijau, bercabang, dan filamen dengan selapis sel yang disebut
protonema (plural : protonemata).
Protonema
memiliki
area
permukaan
luas
yang
meningkatkan penyerapan air dan mineral. Pada kondisi yang
menguntungkan, protonema menghasilkan satu atau lebih tunas.
Masing-masing tunas akan membentuk gamet dan menghasilkan
struktur yang disebut gametofor. Protonema bersama dengan satu
atau lebih gametofor akan membentuk tubuh gametofit lumut.
Gametofit lumut umumnya membentuk karpet yang menyelubungi
permukaan tanah. Gametofit memiliki rizoid yang panjang, berupa
sel tubuler tunggal (pada lumut hati dan lumut tanduk). Tidak
seperti akar pada tumbuhan vascular, rizoid tidak tersusun dari
jaringan.
Rizoid
juga
tidak
memiliki
peran
utama
dalam
penyerapan air dan mineral.
Banyak
spesies
lumut
meningkatkan
jumlahnya
pada
daerah setempat melalui berbagai metode reproduksi aseksual.
Sebagai contoh, beberapa lumut melakukan reproduksi aseksual
melalui pembentukan tubuh induk, plantlet kecil (seperti yang
terlihat pada gambar 57), yang melepaskan diri induk dan tumbuh
83
menjadi tanaman baru yang secara genetik identik dengan
induknya.
Gambar 57. Plantlet lumut
(Campbell et al. 2011)
Briofita memiliki tiga divisi yaitu lumut daun (moss), lumut
hati (liverwort) dan lumut tanduk (hornwort).
Lumut Hati
-
Gambar 58. Sporofit Marchantia
(Campbell et al. 2011)
84
Sporofit kecil
Seta (tangkai)
pendek
Kapsul berbentuk
oval atau bulat
Lumut Tanduk
-
Sporofit mampu tumbuh dengan
ketinggian diatas 5 cm
Tidak memiliki seta dan hanya
terdiri sporangium
Sporangium mengeluarkan spora
mulai dari ujung tanduk
Gametofit biasanya memiliki
diameter 1-2 cm, kebanyakan
tumbuh secara horizontal dan
beberapa sporofit menempel.
Gambar 59. Spesies lumut hati Anthoceros
(Campbell et al. 2011)
Lumut Daun
Gametofit lumut dengan kisaran ketinggian kurang dari 1
mm sampai 2 m, kebanyakan spesies memiliki ketinggian kurang
dari 15 cm. Sporofit lumut daun biasanya memanjang dan dapat
terlihat oleh mata telanjang dengan ketinggian berkisar 20 cm.
pada waktu masih muda berwarna hijau dan bersifat fotosintetik
dan berwarna coklat kemerahan ketika siap melepaskan spora.
85
Gambar 60. Polytrichum commune
(Campbell et al. 2011)
B. Generasi sporofit
Meskipun
sporofit
lumut
biasanya
hijau
dan
bersifat
fotosintetik pasa saat muda, tetapi tidak mampu hidup sendiri.
Mereka tetap menempel pada gametofit induknya untuk menyerap
gula, asam amino, mineral dan air.
Lumut memiliki sporofit yang sangat kecil dari semua
kelompok tumbuhan, sporofit berukuran besar hanya pada
tumbuhan vaskular. Sporofit lumut biasanya terdiri dari kaki, seta
dan sporangium (Gambar 61). Kaki tertanam dalam arkegonium
dan menyerap nutrien dari gametofit. Seta (plural : setae) atau
batang (stalk) yang menyalurkan material
ke sporangium yang
juga disebut kapsul berperan dalam menghasilkan spora melalui
meiosis. Satu kapsul dapat menghasilkan 50 juta spora.
86
Kebanyakan lumut, seta menjadi panjang, meningkatkan
penyebaran spora melalui kapsul. Biasanya bagian atas kapsul
memiliki cincin yang saling terpaut dan memiliki struktur seperti
gigi yang disebut peristom (Gambar 61). Struktur gigi ini membuka
pada waktu kondisi mengalami kekeringan dan menutup kembali
pada saat kondisi lembab.
Sporofit lumut daun dan lumut tanduk biasanya lebih besar
dan jauh lebih kompleks dibanding lumut hati. Sporofit lumut
daun dan lumut tanduk juga memiliki pori yang terspesialisasi
yang disebut stomata (tunggal : stoma) yang juga ditemukan pada
semua tumbuhan vaskular. Pori ini mendukung proses fotosintesis
melalui pertukaran CO2 dan O2 dari luar dan dari dalam sporofit.
Stomata juga merupakan jalan utama bagi penguapan air dari
sporofit. Pada kondisi panas dan kering, stomata menutup dan
meminimalisi kehilangan air.
87
1. Spora berkembang
menjadi protonema
2. Protonema menghasilkan tunas
yang membelah melalui mitosis
dan tumbuh menjadi gametofor
3. Sel sperma harus
berenang menuju sel
telur
7. Meiosis terjadi dan spora haploid
berkembang dalam kapsul. Jika
kapsul masak, spora akan dilepas
5. Sporofit tumbuh menjadi seta yang
muncul dari arkegonium
4. Zigot berkembang
menjadi embrio sporofit
6. Sporofit bergantung pada gametofit untuk
memperoleh nutrisi
88
Gambar 61. Siklus hidup tumbuhan lumut (Campbell et al. 2011)
III. 4 Tugas untuk Mahasiswa
Mahasiswa
diharuskan
membuat
makalah
tentang
embriogenesis pada tumbuhan Bryophyta dengan membaca dari
sumber-sumber
penelusuran
buku
melalui
literatur,
internet.
materi
Makalah
bahan
tersebut
ajar
atau
dibuatkan
powerpoint kemudian dipresentasikan di kelas, dilakukan Tanya
jawab antara kelompok peserta mata kuliah dan hasil presentasi
dibuatkan rangkuman atau kesimpulan.
III. 5 Soal
1. Jelaskan generasi gametofit pada tumbuhan Bryophyta!
2. Jelaskan generasi sporofit pada tumbuhan Bryophyta!
3. Jelaskan siklus hidup Bryophyta!
4. Jelaskan jenis-jenis Bryophyta dan generasi yang dominan
dalam siklus hidupnya!
III. 6 Bahan Bacaan
Campbell, N.A., J.B. Reece and L.G. Mitchell, 2003. Biologi, Edisi
Kelima, Jilid 2. Penerbit Erlangga.
Campbell, N.A., J.B. Reece and L.G. Mitchell, 2011. Biology, Fifth
Edition,Pearson Education, San Francisco, America.
Solomon, E.P., L.R. Berg., D.W. Martin, 2011. Biology, Fifth
Edition, International Edition, Nelson Education, Canada.
89
BAB IV
EMBRIOGENESIS PTERIDOPHYTA
IV. 1 Sasaran Pembelajaran
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa mampu
menjelaskan pola perkembangan embrio pada Pteridophyta.
IV. 2 Strategi Pembelajaran :
1. Kuliah tatap muka
2. Tugas individu maupun kelompok
3. Diskusi
IV. 3 Materi
Lebih
dari
11.000
spesies
tumbuhan
paku
(Phylum
Pteridophyta) adalah teresterial, meskipun beberapa memiliki
adaptsi pada lingkungan berair. Sporofit paku terdiri dari batang
yang menjalar di bawah tanah (rhizome) yang membawa daun dan
memiliki akar sesungguhnya.
A. Sporofit merupakan generasi dominan
Pada tumbuhan vaskular, generasi sporofit (diploid) lebih
besar dan lebih kompleks dalam pergiliran generasi (Gambar 69).
Pada tumbuhan paku, misalnya tumbuhan berdaun adalah
sporofit.
Tumbuhan vaskular memiliki 2 jaringan vaskular yaitu
xilem dan floem. Xilem lebih banyak mengalirkan air dan mineral.
90
Xilem pada tumbuhan vaskular terdiri dari tracheid, sel berbentuk
tabung yang membawa air dan mineral dari akar yang mengalami
lignifikasi. Jaringan floem adalah sel yang tersusun dalam sel
berbentuk tabung yang mendistribusikan gula, asam amino, dan
produk organik lain.
B. Sporofil dan spora
Salah
satu
tonggak
dalam
evolusi
tumbuhan
adalah
munculnya sporofil, modifikasi daun yang membawa sporangia.
Sporofil sangat bervariasi dalam struktur. Sebagai contoh, sporofil
paku
menghasilkan
kelompok
sporangia
yang
disebut
sori (tunggal sorus), biasanya pada sisi bawah sporofil (Gambar
62). Dalam sporangia, sel sporogen (sel induk spora) mengalami
meiosis untuk membentuk spora haploid. Sporangia terbuka dan
melepaskan spora yang akan berkecambah dan tumbuh melalui
mitosis menjadi gametofit.
Gametofit yang matang tidak memiliki kemiripan dengan
sporofit yang berukuran kecil, hijau, struktur berbentuk hati yang
tumbuh mendatar pada tanah. Dinamakan protalus (jamak :
prothalli), gametofit paku tidak memiliki jaringan vaskular.
Protalus biasanya menghasilkan arkegonia dan anteridia pada sisi
bawahnya. Setiap arkegonium memiliki satu sel telur, sedangkan
sejumlah sel sperma dihasilkan pada setiap anteridium.
91
A
B
C
D
E
Gambar 62. Tumbuhan paku; A. Daun pakis; B. Daun muda; C. Sori;
D. Sporangia; E. Prothallus (Solomon et al. 2011)
Pada Lycophyta dan Gymnospermae, kelompok sporofil
membentuk
struktur
seperti
kerucut
yang
disebut
strobili (tunggal : strobilus).
Kebanyakan
tumbuhan
vaskular
tanpa
biji
adalah
homospora. Tumbuhan tersebut memiliki satu macam sporangium
yang menghasilkan satu macam spora, yang biasanya berkembang
menjadi gametofit biseksual seperti pada kebanyakan tumbuhan
92
paku. Sebaliknya, spesies heterospora memiliki dua tipe sporangia
dan
menghasilkan
dua
macam
spora.
Megasporangia
pada
megasporofil menghasilkan megaspora yang berkembang menjadi
gametofit betina. Mikrosporangia pada mikrosporofil menghasilkan
mikrospora yang relatif lebih kecil yang berkembang menjadi
gametofit jantan. Semua tumbuhan biji dan beberapa tumbuhan
vaskular tanpa biji adalah heterospora (Gambar 63). Berikut
adalah diagram yang membandingkan organisme homospora dan
heterospora :
Gambar 63. Perbandingan Homospora dan Heterospora
(Campbell et al. 2011)
93
Tumbuhan paku memiliki dua phylum yaitu Lycophyta dan
Pterophyta. Lycophyta termasuk club moss (lumut gada) atau
pinus tanah. Sedangkan Pterophyta terdiri dari pakis, paku ekor
kuda, dan kerabatnya (Gambar 64).
Gambar 64. Evolusi tumbuhan vascular
(Solomon et al. 2011)
94
Phylum Lycophyta
Spesies Lycophyta adalah tumbuhan tropis yang tumbuh
pada
pohon
sebagai
epifit
(tumbuhan
yang
menggunakan
tumbuhan lain sebagai substrat, akan tetapi bukan parasit)
(Gambar 65). Likofita adalah sporofit yang merupakan generasi
haploid.
Sporangia
terletak
pada
sporofil
yaitu
daun
yang
dikhususkan untuk reproduksi. Setelah dilepaskan, spora tersebut
berkembang menjadi gametofit yang tidak mudah dilihat dan
hidup di bawah tanah selama sepuluh tahun bahkan bisa lebih
lama lagi. Tumbuhan haploid tersebut tidak berfotosintesis dan
mengambil
makanan
melalui
simbiosis
fungi.
Pada
spesies
homospora, setiap gametofit membentuk arkegonia dengan sel
telur dan anteridia yang menghasilkan sel sperma. Setelah sperma
membuahi sel telur, zigot diploid membentuk suatu sporofit baru.
Likofita yang heterospora ada juga yang membentuk gametofit
jantan dan betina yang terpisah.
95
Gambar 65. Beberapa tumbuhan dalam Phylum Lycophyta
(Campbell et al. 2011)
Pakis (Phylum Pterophyta)
Sporofit
biasanya
merupakan
batang
horizontal
yang
memiliki daun. Kebanyakan spesies adalah homospora. Gametofit
pada beberapa spesies layu dan mati setelah sporofit muda lepas.
Beberapa spesies menghasilkan lebih dari satu triliun spora
selama hidupnya.
96
Gambar 66. Pakis
(Campbell et al. 2011)
Paku ekor kuda (Phylum Pterophyta)
Paku ekor kuda merupakan homospora dengan strobilus
menghasilkan spora dan menjadi gametofit biseksual.
Gambar 67. Paku
97 ekor kuda
(Campbell et al. 2011)
Paku purba (Phylum Pterophyta)
Seperti fosil tumbuhan vascular primitive, sporofit dari paku
ekor kuda memiliki percabangan dikotom pada batang tetai tidak
memiliki akar. Paku ekor kuda adalah homospora, dengan spora
menghasilkan gametofit biseksual yang tumbuh di bawah tanah
dan
hanya
memiliki
panjang
beberapa
Gambar 68. Paku purba
(Campbell et al. 2011)
98
sentimeter
saja.
Setiap spora
memiliki
potensial untuk
berkecambah
menjadi protalus
(gametofit paku)
Gamet terbentuk
melalui mitosis
Sel sporogen dalam
sporangium mengalami
meiosis membentuk spora
Sorus
mengandung
sporangi
Sel sperma
berenang ke dalam
arkegonium dan
terjadi fertilisasi
dengan sel telur
yang merupakan
awal generasi
sporofit paku
Sporofit paku
berkembang
membentuk
struktur
reproduktif
pada daun
99
Gambar69.
69.Siklus
Siklushidup
hiduptumbuhan
paku (Solomon
Gambar
paku et al. 2011)
IV. 4 Tugas untuk Mahasiswa
Mahasiswa
diharuskan
membuat
makalah
tentang
embriogenesis pada tumbuhan Pteridophyta dengan membaca dari
sumber-sumber
penelusuran
buku
melalui
literatur,
internet.
materi
Makalah
bahan
tersebut
ajar
atau
dibuatkan
powerpoint kemudian dipresentasikan di kelas, dilakukan Tanya
jawab antara kelompok peserta mata kuliah dan hasil presentasi
dibuatkan rangkuman atau kesimpulan.
IV. 5 Soal
1. Jelaskan generasi sporofit dan generasi gametofit pada
Pteridophyta!
2. Jelaskan siklus hidup Pteridophyta!
3. Jelaskan
jenis-jenis
Pteridophyta
dan
generasi
yang
dominan dalam siklus hidupnya!
4. Jelaskan perbedaan antara organisme homospora dan
heterospora!
IV. 6 Bahan Bacaan
Campbell, N.A., J.B. Reece and L.G. Mitchell, 2003. Biologi, Edisi
Kelima, Jilid 2. Penerbit Erlangga.
Campbell, N.A., J.B. Reece and L.G. Mitchell, 2011. Biology, Fifth
Edition,Pearson Education, San Francisco, America.
Solomon, E.P., L.R. Berg., D.W. Martin, 2011. Biology, Fifth
Edition, International Edition, Nelson Education, Canada.
100
BAB V
EMBRIOGENESIS GYMNOSPERMAE
V. 1 Sasaran Pembelajaran
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa mampu
menjelaskan
dan
menguraikan
pola
perkembangan
embrio
Gymnospermae.
V. 2 Strategi Pembelajaran :
1. Kuliah tatap muka
2. Tugas individu maupun kelompok
3. Diskusi
V. 3 Materi
Subdivisi
Gymnospermae
bersifat
heterospor
artinya
mempunyai dua macam spora, yaitu mikrospora dan megaspore
(Gambar 71). Kedua macam spora mempunyai perbedaan ukuran
yang
tidak
begitu
mencolok
dan
menghasilkan
gametofit.
Mikrospora atau polen menghasilkan gametofit jantan sedangkan
megaspora yang tunggal menghasilkan gametofit betina dan pada
gametofit ini terbentuk arkegonia. Kedua macam spora dihasilkan
di dalam sporangia yang terdapat pada sporofil yang tersusun
spiral pada aksis strobili.
Sporofit menghasilkan mikrosporofil dengan mikrosporangia
disebut mikrosporangiat atau strobilus jantan (staminate cones),
101
sedangkan
yang
menghasilkan
megasporofil
dengan
ovulum
(bersama megasporangia) disebut mikrosporangiat atau strobili
betina (pistillate cones) (Gambar 70).
Gambar 70. Strobilus jantan dan betina pada Pinus contorta
(Campbell et al. 2011)
Kedua macam strobili mungkin dihasilkan pada satu pohon
(Pinus)
atau
pada
Mikrosporangium
pohon
yang
mengandung
berlainan
banyak
(Cycas,
Ginkgo).
mikrospora
sedang
megasporangium hanya mengandung satu megaspora. Mikrospora
dan megaspora bersifat haploid, dan berkembang sebagai hasil
pembelahan meiosis sel induk spora. Gametofit bersifat endosporik
yaitu berkembang di dalam spora (sebelum dinding spora pecah).
Ukuran dan letak strobili pada tanaman bervariasi.
102
Butir polen ditransfer ke dalam
strobilus betina dengan bantuan
angin
Mikrosporosit dalam
strobilus jantan
mengalami meiosis
membentuk mikrospora
yang masing-masing
berkembang menjadi butir
polen
Megasporosit dalam
strobilus betina
mengalami meiosis untuk
membentuk megaspora
Tabung polen
mengangkut sel
sperma, satu
diantaranya
melakukan
fertilisasi
dengan sel telur
Embrio dalam biji
berkembang dari zigot
Pohon pinus merupakan sporofit
yang memiliki strobilus jantan
& betina dalam 1 pohon
103
Gambar 71. Siklus hidup tumbuhan pinus (Solomon et al. 2011)
A. Ovulum dan gametofit betina
Ovulum
telanjang,
dihasilkan
pada
megasporofil
yang
biasanya tersusun spiral pada aksis sentral. Ovulum terdiri
dari massa sel yang parenkimatis yang disebut nuselus atau
megasporangium. Nuselus ini melindungi sel induk megaspora
yang diploid. Dengan adanya pembelahan meiosis maka sel
induk megaspora yang tunggal membentuk tetrad linier terdiri
dari 4 sel megaspora yang haploid. Inti megaspora yang paling
bawah yang berfungsi sedang 3 lainnya mengalami degenerasi.
Gambar 72. Perkembangan ovulum dan mikrospora
(Solomon et al. 2011)
104
Pada Gymnospermae hanya terdapat 1 integumen yang terdiri
dari 3 lapisan sel yaitu :
1. Sarkotesta : lapisan luar yang merupakan lapisan berdaging.
2. Sklerotesta : lapisan tengah yang terdiri dari sel-sel batu (sel
berdinding tebal).
3. Sarkotesta dalam : susunannya sama seperti lapisan terluar.
Integumen membentuk suatu struktur yang merupakan
lubang kecil-kecil disebut mikropil. Bagian apikal dari nuselus
mengalami degenerasi membentuk ruang serbuk sari yang
berfungsi
untuk
istirahat
gametofit
endosporik
sebelum
melanjutkan pertumbuhannya.
Inti megaspora yang berfungsi mengadakan pembelahan
berkali-kali sehingga terbentuk periode inti bebas pada
gametofit betina. Pembentukan dinding dimulai dari bagian
tepi, ke arah dalam dan disebut secara sentripetal.
Di bawah mikropil, pada ovulum berkembang 2 atau lebih
arkegonia. Arkegonia mempunyai leher yang pendek atau
panjang dan jumlah selnya bervariasi. Pada Cycas, Zania dan
Ginkgo leher terdiri atas 2 sel, Taxus 4 sel, Biota 8 sel. Pada
Ephedra sel leher terdiri dari 8 deret, masing-masing deret
terdiri dari 4 sel. Pada Gnetum tidak dijumpai arkegonium, dan
beberapa inti bebas yang terletak di bawah mikropil berfungsi
sebagai sel telur. Ovulum Gnetum, Welwitshia dan Ephedra
105
ovulum mempunyai 2 integumen. Pada Gnetum terdapat 8-15
sel induk megaspora dan semua sel mengadakan pembelahan
meiosis
tanpa
pembentukan
dinding.
Pada
Welwitschia
megagametofit tetrasporik mengalami selularisasi sebelum
pembuahan, dan tidak menghasilkan arkegonia.
Gambar 73. Diagram proses dan perkembangan biji pada Gymnospermae
(Srivostava et al. 1977).
A. Penampang bujur ovulum menunjukkan tetrad megaspore linier
B. Gametofit betina dalam stadium inti bebas; awal fase pertumbuhan tabung polen
dalam nuselus
C. Gametofit betina telah mengalami pembentukan dinding dengan 2 arkegonia; tabung
polen telah mencapai bagian ujung arkegonium
D. Biji yang masak terdiri dari kulit biji, sisa-sisa nuselus, jaringan gametofit dan tipe
embrio endoskopik
106
B. Mikrospora dan gametofit jantan
Mikrospora atau butir polen adalah haploid, bentuk,
ukuran, serta ornamentasi dindingnya bervariasi. Gametofit
jantan endosporik pertumbuhannya sebagian di dalam
mikrosporangium dan sebagian di dalam ruang serbuk sari
pada ovulum. Pada golongan Cycadophyta mikrogametofit
mempunyai sel protalus jantan yang akan menghasilkan sel
steril yang besar atau sel tangkai yang diikuti oleh sel tubuh
(sel spermatogen) dan suatu inti buluh. Sel-sel tersebut
tersusun linier. Sel tubuh membelah menjadi 2 sel gamet
yang
berflagela
banyak.
Pada
Mycrocycas
sel
tangkai
membelah menjadi 10 atau 11 sel tubuh (sel spermatogen),
dan
semuanya
membelah
menghasilkan
20
atau
22
spermatozoid.
Ginkgo biloba ada 2 sel protalus jantan, satu sel tangkai,
satu sel tubuh dan 1 inti buluh. Sel generatif membelah
menjadi sel tangkai dan sel tubuh.
Pinaceae
inti
mikrospora
membelah
2
kali
secara
periklinal menghasilkan 2 sel protalus jantan dan sel
anteridial.
Sel
anteridial
membelah
secara
periklinal
membentuk sel generatif dan sel buluh. Butir polen
sekarang mengandung 4 sel, ini merupakan awal gametofit
yang endosporik, dan pada stadium 4 sel ini butir polen
107
dilepaskan
dari
sporangium.
membelah
membentuk
sel
Sel
generatif
tangkai
sel
kemudian
tubuh
(sel
spermatogen). Setelah polinasi maka polen tersebut segera
meneruskan
perkembangannya
atau
baru
1
bulan
kemudian. Sel buluh memanjang, atau kadang-kadang
bercabang.
C. Polinasi dan Pembuahan
Polinasi pada Gymnospermae dilakukan oleh angin, dan
mengantarkan gametofit yang endosporik pada mikropil. Polen
pada kebanyakan Gymnospermae melekat pada tetes polinasi
yang dikeluarkan oleh ujung mikropil. Polen disorong ke dalam
ovulum oleh tetes polinasi yang telah mengering. Pada
Coniferae dan Gymnospermae yang lain polen yang endosporik
langsung
mengadakan
kontak
dengan
nuselus.
Sperma
kemudian berenang menuju ke leher arkegonium dan salah
satu
dari
membentuk
sperma
zigot
mengadakan
yang
diploid
fusi
dengan
(Gambar
sel
74).
telur
Pada
Gymnospermae tabung polen berfungsi sebagai pembawa
sperma.
108
(a) Bakal biji
(b) Bakal biji yang dibuahi
Gambar 74. Dari bakal biji ke biji (Campbell et al. 2011)
109
(d) Biji
Gambar 75. Perkembangan gametofit jantan pada Pinus laricio
(Srivostava et al. 1977).
A. Tetrad mikrospora muda terselubung dalam dinding mikrosporosit; sayap
mulai berkembang
B. Stadium profase pembelahan pertma inti mikrospora
C. Pembelahan sel protalial pertama
D. Sel protalial kedua telah terbentuk
E. Inti mikrospora (pemula anteridial) telah membelah menghasilkan sel buluh
dan sel generative; gametofit jantan dalam stadium 4 sel pada saat dilepas
dari mikrosporangium
F. Tabung polen pada saat menembus nuselus setelah terjadi polinasi sel
generatif membela menghasilkan sel steril dan sel spermatogen
110
Fase awal perkembangan embrio ditandai dengan adanya
periode inti bebas, kecuali pada Gnetum, Welwitschia dan
Sequoia
sempervirens.
Setelah
periode
bebas
terbentuk
dinding-dinding sekat dan embrio menjadi seluler, kemudian
mengalami
diferensiasi.
Embrio
bersifat
endoskopik.
Poliembrioni merupakan keadaan yang umum terjadi pada
Gymnospermae.
Pada
Coniferophyta
terjadi
poliembrioni
belahan (cleavage polyembryoni).
V. 4 Tugas untuk Mahasiswa
Mahasiswa
diharuskan
membuat
makalah
tentang
embriogenesis pada tumbuhan Gymnospermae dengan membaca
dari sumber-sumber buku literatur, materi bahan ajar atau
penelusuran
melalui
internet.
Makalah
tersebut
dibuatkan
powerpoint kemudian dipresentasikan di kelas, dilakukan Tanya
jawab antara kelompok peserta mata kuliah dan hasil presentasi
dibuatkan rangkuman atau kesimpulan.
V. 5 Soal
1. Jelaskan perkembangan gametofit betina pada tumbuhan
Gymnospermae!
2. Jelaskan perkembangan gametofit jantan pada tumbuhan
Gymnospermae!
3. Jelaskan
mekanisme
polinasi
Gymnospermae!
4. Jelaskan siklus hidup Gymnospermae!
111
dan
pembuahan
V. 6 Bahan Bacaan
Campbell, N.A., J.B. Reece and L.G. Mitchell, 2003. Biologi, Edisi
Kelima, Jilid 2. Penerbit Erlangga.
Campbell, N.A., J.B. Reece and L.G. Mitchell, 2011. Biology, Fifth
Edition,Pearson Education, San Francisco, America.
Solomon, E.P., L.R. Berg., D.W. Martin, 2011. Biology, Fifth
Edition, International Edition, Nelson Education, Canada.
Srivostava, K.C., B.S. Dattatreya and A.B. Raizada., 1977. Botany
(Bryophyta,
Pteridophyta,
Gymnospermae
and
Palaeobotany), VIKAS Publishing House PVT, LTD, New
Delhi.
112
BAB VI
EMBRIOGENESIS ANGIOSPERMAE
VI. 1 Sasaran Pembelajaran
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa mampu
menjelaskan
dan
menguraikan
pola
perkembangan
embrio
Angiospermae.
VI. 2 Strategi Pembelajaran :
1. Kuliah tatap muka
2. Tugas individu maupun kelompok
3. Diskusi
VI. 3 Materi
Alat reproduksi pada subdivisio Angiospermae terdiri atas
alat reproduksi jantan yaitu serbuk sari yang nantinya akan
menghasilkan gamet-gamet jantan. Sedangkan sel telur yang
merupakan gamet betina, terdapat di dalam bakal biji.
A. Sporogenesis dan gametogenesis
1. Mikrosporogenesis dan mikrogametogenesis
a) Mikrosporogenesis
Benang sari terdiri dari
kepala sari (antera) dan
tangkai sari (filamen). Kepala sari merupakan organ yang
sangat penting karena di dalamnya terdapat mikrosporangia.
Di
dalam
mikrosporangia
113
berlangsung
proses
mikrosporogenesis,
gametofit
merupakan
tempat
jantan (butir polen). Umumnya
perkembangan
suatu
antera
terdiri dari 2 ruang sari (teka), dan masing-masing ruang
sari mula-mula memiliki 2 ruang kecil (lokuli). Setiap lokuli
berisi mikrospora disebut sporangium, sehingga terdapat 4
sporangium dalam satu kepala sari.
Pada
waktu
lokulomentum
kepala sari
(yaitu
masih muda
di bawah epidermis)
di dalam
tersusun dari
jaringan parenkimatis yang homogen. Pada tempat tertentu
pada lokulomentum terdapat suatu jaringan meristematik
yang disebut jaringan arkesporium. Jaringan arkesporium
ini
merupakan
bentuk serta
jaringan
hipodermal
yang
mempunyai
ukuran yang berbeda dengan sel-sel
ada disekitarnya.
jelas, jaringan
yang
Sel-sel tersebut mempunyai inti yang
arkesporium ini kemudian mengadakan
pembelahan secara periklinal, menghasilkan sel-sel bagian
dalam (sel sporogen primer) dan sel-sel bagian luar (set
parietal primer). Sel parietal primer membelah periklinal
dan
antiklinal
membentuk
2-5
lapis
dinding
yang
konsentris. Sel sporogen primer berfungsi sebagai sel induk
spora mengadakan pembelahan meiosis menghasilkan butir
polen (serbuk sari). Pada perkembangan selanjutnya sel
114
parietal sekunder
membelah secara periklinal membentuk
lapisan tengah, bagian luar dan dalam serta tapetum.
Sel-sel
induk
mikrospora
--
sebelum
menjadi
mikrospora, maka sel-sel ini akan mengalami pembelahan
meiosis,
sehingga
mikrospora
yang
dihasilkan
bersifat
haploid. Pembelahan meiosis terdiri dari 2 pembelahan
berturut-turut yaitu meiosis I den meiosis II. Pembelahan
miosis I menghasilkan 2 sel, dan pada pembelahan ini
terjadi reduksi jumlah kromosom yaitu dari 2 n kromosom
menjadi n kromosom,
untuk masing-masing
dihasilkan, yaitu butir polen (Gambar 76).
115
sel yang
Gambar 76.
I. Asal dan perkembangan mikrosporangia dari Vinca rosea
II. Diagram perkembangan sel induk spora; pembentukan tetrad
(Fosket, 1994)
A. Meiosis I; B, E. Meiosis II; C, F. Pembentukan dinding kalosa
antara mikrospora; D, G. Tetrad terselubung dinding kalosa pada
awal terbentuknya dinding polen
116
b) Mikrogametogenesis
Mikrospora merupakan awal perkembangan generasi
gametofit jantan. Mikrospora yang dewasa (masak) setelah
lepas dari tetrad dikenal dengan nama polen (serbuk sari).
Selama
gametogenesis
inti
serbuk
sari
membelah
menghasilkan inti vegetatif dan inti generatif, yang tidak
sama besar. Sel vegetatif lebih besar dari sel generatif. Inti
sel generatif membelah secara mitosis menghasilkan 2 sel
sperma. Sel generatif letaknya berdekatan dengan dinding
sel. Sitoplasma sel generatif dan sel vegetatif dipisahkan oleh
2 membran plasma. Dinding sel generatif segera dibentuk di
antara 2 membran sel dan berhubungan dengan intin.
Bahkan dinding intin pada beberapa jenis terdiri dari kalose.
Setelah pembelahan mitosis sel vegetatif melanjutkan
pertumbuhan,
organel
sel
bertambah
jumlah
dan
ukurannya, vakuola makin lama menghilang. Sel generatif
bentuknya speris, setelah lepas dari dinding sel. Bentuk ini
selalu
berubah
selama
perkembangan
butir
polen.
Bentuknya panjang, dan bentuk demikian ini memudahkan
perpindahan inti tersebut ke dalam tabung polen.
Sperma dibentuk mungkin sewaktu butir polen masih
di dalam antera, atau setelah dilepas dari dalam antera.
Apabila butir polen dibentuk sewaktu masih di dalam
117
antera, maka butir polen dilepaskan pada stadium 3 sel, dan
apabila sperma terbentuk setelah keluar dari antera, maka
pada waktu dilepas butir polen berada dalam keadaan 2 sel.
Sel
generatif
embrio
kemudian
baru
mengadakan
pembelahan setelah tabung polen menembus stigma atau
setelah mencapai kantong embrio (kantung lembaga).
2. Megasporogenesis dan Megagametogenesis
a) Megasporogenesis
Beberapa
tumbuhan
Angiospermae
mempunyai
megasporofil (daun buah) yang berkembang ke dalam suatu
pistilum. Pistilum biasanya mengalami diferensiasi menjadi
3 bagian, yaitu :
1. Bagian
basal yang menggelembung disebut ovarium
(bakal buah).
2. Bagian yang memanjang disebut stilus (tangkai putik).
3. Bagian ujung stilus yang disebut stigma (kepala putik).
Di dalam ovarium terdapat 1, 2 atau lebih bakal biji.
Tiap bakal biji terdiri dari nuselus, integumen, khalasa, dan
funikulus.
Nuselus
dilindungi
oleh
satu
atau
dua
integumen. Pada waktu biji dewasa, integumen menyusun
kulit biji.
118
Bakal biji yang dewasa digolongkan ke dalam 5 tipe
tergantung
aksis
bakal
biji
tersebut,
apakah
tegak,
melengkung terhadap mikropil dan funikulus.
Gambar 77. Perkembangan gametofit jantan (Fosket et al. 1994)
A. Serbuk sari yang baru terbentuk dengan 1 inti
B. Serbuk sari membesar, inti ada dibagian tepid an di bagian tengah
terbentuk vakuola
C. Inti serbuk sari mengadakan pembelahan
D. Stadium 2 inti pada serbuk sari. Inti vegetative lebih besar
ukurannya dan terletak dibagian tengah. Inti generative letaknya
dekat dengan dinding sel.
E. Inti generative mulai kehilangan kontak dengan dinding sel dan
bentuknya berubah menjadi bulat
F. Inti generative terdapat bebas pada sitoplasma
G–H. inti sel generative mulai mengadakan pembelahan dan dari hasil
pembelahan terbentuk 2 sel sperma
I-J. inti sel generative membelah di dalam buluh serbuk sari
119
Bakal biji tersebut adalah :
1. Orthotropus
: mikropil menghadap
ke atas terletak segaris
dengan hilus.
2. Anatropus
:
mikropil
dan
hilus
letaknya
sangat
4. Hemianatropus : apabila nuselus dan integumen
terletak
berdekatan.
3. Kampilotropus : bakal biji berbentuk kurve.
kurang lebih di sudut funikulus.
5. Amfitropus
: bakal biji berbentuk seperti sepatu kuda
Pada awal perkembangannya pada plasenta terdapat
pemula yang disebut
arkesporium.
Sel ini kemudian
membelah menghasilkan sel parietal di sebelah luar, dan sel
sporogen
di
sebelah
dalam.
Sel
sporogen
berfungsi sebagai sel induk megaspora,
membelah
secara
megaspora di bagian
meiosis
menghasilkan
ini
kemudian
yang kemudian
tetrad
linier
atas mengalami regenerasi, dan satu
merupakan megaspora yang berfungsi.
Pada
tipe normal,
sel megaspora yang berfungsi
dalam kantung embrio (gametofit betina) membelah
mitosis 3 kali berturut-turut, menghasilkan 8 sel.
120
di
secara
b) Megagametogenesis
Organisasi kantong embrio yang dewasa terdiri atas 7
sel, yaitu sel sentral yang besar dengan 2 inti kutub, di
bagian mikropil 2 sel sinergid dan satu sel telur serta di
bagian khalaza 3 sel antipoda.
Perkembangan
kantong
embrio
dimulai
dengan
memanjangnya inti megaspora yang berfungsi.
Tergantung pada berapa jumlah inti megaspora yang
berperan dalam pembentukannya,
gametofit betina (kantung
embrio)
mungkin
bertipe
monosporik,
bisporik
atau
tetrasporik. Masing-masing kelompok tersebut mempunyai
lebih dari satu tipe.
C. Penyerbukan (Polinasi)
Sebelum pembuahan berlangsung, serbuk sari yang berasal
dari kepala sari masak harus dipindahkan ke kepala putik yang
sudah reseptif. Jika proses penyerbukan ini tidak terjadi, bakal biji
akan mati dan bunga gagal membentuk biji.
Penyerbukan adalah jatuhnya serbuk sari ke kepala putik
untuk tumbuhan biji tertutup, atau jatuhnya serbuk sari langsung
pada bakal biji untuk tumbuhan biji terbuka. Sedang pembuahan
adalah terjadinya persatuan atau peleburan inti sel dengan inti sel
sperma di dalam kantung lembaga.
121
Gambar 78. Tipe-tipe ovulum pada Angiospermae
(Fosket, 1994)
A. Ortotropus
B. Anatropus
C. Kampilotropus
D. Heminatropus
E. Amfitropus
D. Pembuahan
Pada Angiospermae gametofit betina terletak jauh di sebelah
dalam ruang ovarium, dan jauh dari stigma. Pada Angiospermae
butir polen tertimbun pada stigma. Sel-sel stigma mengeluarkan
cairan yang seperti lendir disebut eksudat. Lendir ini mungkin
berkumpul
pada
bagian
kutikula,
dan
apabila
kutikula
pecah/rusak lendir keluar pada permukaan epidermis stigma. Selsel epidermis stigmanya menonjol ke arah luar disebut papila.
Pada umumnya hanya ada satu tabung polen (buluh) yang
-
tumbuh pada butir polen, dan ini disebut monosifonous. Pada
beberapa jenis dijumpai banyak tabung polen (polisifonous),
misalnya Malvaceae, Cucurbitaceae dan Campanulaceae. Pada
Altheca rosea dijumpai sepuluh tabung polen, pada Malva neglecta
dijumpai 14 tabung polen. Stigma memegang peranan penting
122
dalam perkecambahan polen. Butir polen mungkin berkecambah
sewaktu masih di dalam antera.
Setelah tabung polen tumbuh, tabung polen tersebut
kemudian melalui sel-sel papila stigma, dan menembus jaringan
stilus.
Tergantung
ada
tidaknya
jaringan
transmisi
dan
perkembangannya, stilus dibagi menjadi 3 tipe yaitu :
1. Terbuka : saluran stilus lebar, dan epidermis dalam
berfungsi
sebagai
jaringan
nutritif
dan
membantu
perkembangan tabung polen. Misalnya jenis Papaveraceae,
Aristolochiaceae, Ericaceae dan beberapa monokotil.
2. Setengah tertutup : saluran stilus dikelilingi oleh jaringan
penghubung yang rudimenter, terdiri atas 2 atau 3 lapis sel
yang bersifat glanduler.
3. Tertutup : stilus tidak mempunyai saluran, tetapi terdapat
suatu struktur seperti benang yang padat, yang kaya
protoplas. Jaringan ini dilalui oleh tabung polen menuju ke
ovarium. Misalnya : Datura dan Gossypium
123
Gambar 79. Megasporogenesis dan perkembangan kandung lembaga
(megagametofit) tipe normal (Polygonum) pada Angiospermae
(Fosket, 1994)
Tabung polen sampai pada bagian atas ovarium, mendekati
ovulum
dan
akhirnya
masuk
ke
dalam
gametofit
betina.
Berdasarkan cara masuknya tabung polen ke dalam ovulum ada 3
macam pembuahan yaitu:
124
a) Porogami : tabung polen masuk melalui mikropil.
b) Khalasogami : buluh masuk melalui khalaza. Misalnya
Casuarina.
c) Mesogami : buluh masuk melalui funikulus atau integumen.
Misalnya pada Cucurbitaceae.
Pada proses pembuahan ini, mungkin dijumpai alat-alat
tambahan yang ikut membantu masuknya tabung polen ke dalam
ovulum. Alat tersebut adalah obturator yaitu suatu jaringan yang
sel-selnya
seperti
pembengkakan
dari
rambut,
inti
funikulus
jelas,
misalnya
dan
pada
merupakan
Acanthaceae,
Anacardiaceae, Labiateae, dan Magnoliaceae.
Setelah tabung polen sampai di dalam kantung embrio,
buluh melepaskan isinya. Satu gamet jantan mengadakan fusi
dengan sel telur (singami) yang lain mengadakan fusi dengan inti
kutub (triple fusion). Karena adanya 2 macam fusi gamet-gamet
tersebut maka disebut pembuahan ganda (double fertilization). Ini
merupakan kejadian yang umum pada Angiospermae. Mungkin
juga tabung polen yang membawa sel-sel gamet yang masuk ke
dalam kantung embrio tidak hanya satu tetapi banyak, sehingga
bagian-bagian lain dari kantung embrio akan dibuahi. Keadaan
dimana di dalam kantung embrio terdapat banyak gamet jantan
(sperma), disebut polispermi. Sedang keadaan dimana fusi yang
terjadi bukan hanya sel telur dan inti kutub, tetapi juga bagian-
125
bagian kantung embrio yang lain disebut fusi multiple (multiple
fusion).
Walaupun pembuahan ganda merupakan hal yang umum
terjadi pada Angiospermae dapat pula terjadi pembuahan tunggal
yaitu adanya singami tanpa fusi tripel atau sebaliknya terjadi fusi
tripel tanpa singami. Misalnya pada Epiphera virginiana. Pada jenis
yang lain, misalnya Ramondia nathallae dan R. serbica singami
terjadi secara teratur, tetapi fusi tripel sangat jarang dijumpai.
Hasil peleburan (fusi) sel gamet jantan dengan sel telur
adalah zigot, dan sel gamet jantan dengan kedua inti kutub adalah
endosperm. Endosperm pada umumnya berkembang lebih dahulu
daripada zigot karena fungsi endosperm memberi makan embrio
yang sedang berkembang.
E. Embriogenesis
Telur yang telah dibuahi disebut zigot, dan ini merupakan
sel
tunggal
Angiospermae
yang
bersifat
adalah
diploid.
endoskopik,
Polaritas
yaitu
embrio
berlawanan
pada
dengan
mikropil. Pembelahan zigot yang pertama kali pada kebanyakan
Angiospermae
adalah
dengan
dinding
melintang,
sehingga
menghasilkan proembrio 2 sel. Dari proembrio 2 sel ini :
a) Sel bagian atas disebut sel terminal (sel apikal),
merupakan sel yang jauh dari mikropil.
126
b) Sel bagian bawah disebut sel bawah, merupakan sel
yang letaknya dekat dengan mikropil.
Pembelahan
zigot
dengan
dinding
tegak
lurus
(suku
Loranthaceae) atau miring (Triticum sp.) adalah jarang. Variasi pola
perkembangan embrio pada awal embriogeni merupakan hal
umum pada tumbuhan monokotil dan dikotil. Dari stadium 2 sel
sampai stadium pembentukan organ biasanya disebut proembrio.
Perkembangan awal proembrio pada monokotil dan dikotil
adalah sama sampai pada stadium oktan (8 sel).
Suspensor
merupakan
bagian
embrio
yang
letaknya
berdekatan dengan ujung radikula. Perkembangan suspensor
mencapai maksimum pada saat embrio mencapai stadium bulat
(globuler). Pada biji yang masak sisa-sisa suspensor masih dapat
dilihat. Suspensor menunjukkan variasi bentuk, ukuran serta sel
yang menyusunnya. Variasi ini biasanya berhubungan dengan
fungsi nutritif bagi embrio. Pada tumbuhan yang tidak mempunyai
endosperm, suspensor bersifat haustorium. Dikatakan pula selain
memberi makan, suspensor merupakan akar embrionik yang
bersifat sementara.
127
Tabung polen tumbuh melalui
jaringan sel betina untuk
menyimpan 2 sel sperma dalam
kantung embrio
Masing-masing mikrospora
berkembang menjadi butir polen
Mikrosporosit dalam
kepala sari
mengalami meiosis
untuk membentuk
mikrospora haploid
Satu megaspore
berkembang dalam
kantung embrio
(Gametofit betina)
Megasporosit mengalami
meiosis untuk membentuk
megaspore haploid
Fertilisasi ganda terjadi
menghasilkan zigot
diploid dan endosperm
triploid
Sporofit angiospermae
menghasilkan bunga untuk
reproduksi
128
80. hidup
Siklustumbuhan
hidup tumbuhan
Angisopermae
GambarGambar
80. Siklus
Angiospermae
(Solomon et al. 2011)
VI. 4 Tugas untuk Mahasiswa
Mahasiswa
diharuskan
membuat
makalah
tentang
embriogenesis pada tumbuhan Angiosospermae dengan membaca
dari sumber-sumber buku literatur, materi bahan ajar atau
penelusuran
melalui
internet.
Makalah
tersebut
dibuatkan
powerpoint kemudian dipresentasikan di kelas, dilakukan tanya
jawab antara kelompok peserta mata kuliah dan hasil presentasi
dibuatkan rangkuman atau kesimpulan.
VI. 5 Soal
1. Jelaskan proses sporogenesis dan gametogenesis pada
Angiospermae!
2. Jelaskan
mekanisme
polinasi
(penyerbukan)
dan
pembuahan ganda Angisopermae!
3. Jelaskan proses embriogenesis pada Angiospermae!
4. Jelaskan siklus hidup tumbuhan Angiospermae!
VI. 6 Bahan bacaan
Campbell, N.A., J.B. Reece and L.G. Mitchell, 2003. Biologi, Edisi
Kelima, Jilid 2. Penerbit Erlangga.
Campbell, N.A., J.B. Reece and L.G. Mitchell, 2011. Biology, Fifth
Edition,Pearson Education, San Francisco, America.
Fosket, D.E., 1994. Plant Growth and Development a Molecular
Approach. Departement of Developmental and Cell Biology,
School of Biological Science. University of California,
Academic Press a Division of Horcourt Brace and Company.
Solomon, E.P., L.R. Berg., D.W. Martin, 2011. Biology, Fifth
Edition, International Edition, Nelson Education, Canada.
129
BAB VII
PENUTUP
Mata kuliah Struktur dan Perkembangan Tumbuhan II
adalah mata kuliah yang menunjang pemahaman mahasiswa
tentang proses tumbuh dan berkembang pada tumbuhan. Mata
kuliah
ini
menbahas
faktor
eksternal
dan
internal
yang
memengaruhi struktur dan perkembangan tumbuhan. Mengetahui
proses
pertumbuhan
awal
dari
Bryophyta,
Pteridophyta,
Gymnospermae, dan Angiopspermae.
Pertumbuhan
dan
perkembangan
berjalan
secara
bersamaan. Pertumbuhan adalah proses kenaikan volume yang
bersifat irreversible (tidak dapat balik) karena adanya penambahan
substansi termasuk didalamnya adalah perubahan bentuk yang
menyertai
penambahan
volume
tersebut.
Perkembangan
merupakan proses menuju kedewasan pada makhluk hidup.
Proses ini bersifat kualitatif artinya tidak dapat dinyatakan dalam
ukuran jumlah, panjang/tinggi maupun berat. Faktor eksternal
akan memastikan pertumbuhan berjalan maksimal, sedang faktor
internal akan mengatur pertumbuhan mengikuti pola genetis yang
diwariskan dari tetuanya. Pada Bryophyta dan kerabat dekatnya,
gametofit atau generasi haploid adalah tumbuhan yang lebih
besar, lebih rumit dan merupakan tahapan yang umumnya dapat
130
kita
lihat
langsung.
Pteridophyta
adalah
tumbuhan
yang
umumnya hidupnya teresterial, meskipun beberapa memiliki
adaptasi pada lingkungan berair. Sporofit paku terdiri dari batang
yang menjalar di bawah tanah (rhizome) yang membawa daun dan
memiliki akar sesungguhnya. Pada tumbuhan vaskular, generasi
sporofit (diploid) lebih besar dan lebih kompleks dalam pergiliran
generasi. Subdivisi Gymnospermae bersifat heterospor artinya
mempunyai dua macam spora, yaitu mikrospora dan megaspora.
Kedua macam spora mempunyai perbedaan ukuran yang tidak
begitu mencolok dan menghasilkan gametofit. Alat reproduksi
pada Subdivisio Angiospermae terdiri atas alat reproduksi jantan
yaitu serbuk sari yang nantinya akan menghasilkan gamet-gamet
jantan. Sedangkan sel telur yang merupakan gamet betina,
terdapat di dalam bakal biji.
Manfaat
mata
kuliah
Struktur
dan
Perkembangan
Tumbuhan II ini memberikan pemahaman mahasiswa tentang
proses tumbuh dan berkembang, perkembangan struktur organ,
daur hidup
dan embriogenesis dari tumbuhan. Oleh sebab itu,
mata kuliah ini disajikan untuk membantu peserta didik agar
mampu
memahami
konsep
struktur
dan
Perkembangan
Tumbuhan II, untuk dapat diterapkan dalam menata pengelolaan
tanaman untuk kesejahteraan manusia.
131
DAFTAR PUSTAKA
Azad, A.K., Ishikawa, T., Ishikawa, T., Sawa, Y., and Shibata, H.
(2008).
Intracellular
energy
depletion
triggers
programmed cell death during petal senescence in tulip.
J. Exp. Bot. 59: 2085-2095.
Binder, B.M., O’Malley, R.C., Wang, W., Moore, J.M., Parks, B.M.,
Spalding, E.P., and Bleecker, A.B. (2004). Arabidopsis
seedling growth response and recovery to ethylene. A
kinetic analysis. Plant Physiol. 136: 2913–2920.
Braun, N., et al. (2008). Conditional repression of AUXIN
BINDING PROTEIN1 reveals that it coordinates cell
division and cell expansion during postembryonic shoot
development in Arabidopsis and tobacco. Plant Cell 20:
2746-2762.
Campbell, N.A., J.B. Reece and L.G. Mitchell, 2003. Biologi, Edisi
Kelima, Jilid 2. Penerbit Erlangga.
Campbell, N.A., J.B. Reece and L.G. Mitchell, 2011. Biology, Fifth
Edition,Pearson Education, San Francisco, America.
Dharmasiri, N., Dharmasiri, S., and Estelle, M. (2005) The F-box
protein TIR1 is an auxin receptor. Nature 435: 441-445.
Fosket, D.E., 1994. Plant Growth and Development a Molecular
Approach. Departement of Developmental and Cell Biology,
School of Biological Science. University of California,
Academic Press a Division of Horcourt Brace and Company.
Gonzalez-Guzman, M., et al. (2002). The short-chain alcohol
dehydrogenase ABA2 catalyzes the conversion of
santhoxin to abscisic aldehyde. Plant Cell 14: 1833-1846.
Haberer, G. and Kieber, J.J. (2002) Cytokinins. New insights into
a classic phytohormone. Plant Physiol. 128: 354-362.
Hattori, Y., et al. (2009). The ethylene response factors
SNORKEL1 and SNORKEL2 allow rice to adapt to deep
water. Nature 460: 1026-1030
Hedden, P., Proebsting, W.M. (1999) Genetic analysis of
gibberellin biosynthesis. Plant Physiol. 119: 365-370.
Helliwell, C.A., Chandler, P.M., Poole, A., Dennis, E.S., and
Peacock, W.J. (2001). The CYP88A cytochrome P450, entkaurenoic acid oxidase, catalyzes three steps of the
gibberellin biosynthesis pathway. Proc. Natl. Acad. Sci.
USA 98: 2065-2070.
132
Inada, S. and Shimmen, T. (2000). Regulation of elongation
growth by gibberellin in root segments of Lemna minor.
Plant Cell Physiol 41: 932-929.
Kieffer, M., Neve, J., and Kepinski, S. (2010). Defining auxin
response contexts in plant development. Curr. Opin. Plant
Biol.13: 12-20.
Kuromori, T., Miyaji, T., Yabuuchi, H., Shimizu, H., Sugimoto, E.,
Kamiya, A., Moriyama, Y., and Shinozaki, K. (2010) ABC
transporter AtABCG25 is involved in abscisic acid
transport and responses. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 107:
2361-2366.
Lorenzo, O., Piqueras, R., Sanchez-Serrano, J.J., and Solano, R.
(2003). ETHYLENE RESPONSE FACTOR1 integrates
signals from ethylene and jasmonate pathways in plant
defense. Plant Cell 15: 165-178.
Ma, Y., Szostkiewicz, I., Korte, A., Moes, D.l., Yang, Y.,
Christmann, A., and Grill, E. (2009). Regulators of PP2C
phosphatase activity function as abscisic acid sensors.
Science 324: 1064-1068.
Medford, J.I., et al. (1989) Alterations of endogenous cytokinins
in plants using a chimeric isopentenyl transferase gene.
Plant Cell1: 403-413.
Miyawaki, K., et al. (2006). Roles of Arabidopsis ATP/ADP
isopentenyltransferases
and
tRNA
isopentenyltransferases in cytokinin biosynthesis. Proc.
Natl. Acad. Sci. USA 103: 16598-16603.
Muday, G.K., and DeLong, A. (2001). Polar auxin transport:
Controlling where and how much. Trends Plant Sci. 6:
535–542.
Nambara, E.,
and Marion-Pol, A. (2003) ABA action and
interactions in seeds. Trends Plant Sci. 8: 213-217.
Park, S.-Y., et al., and Cutler, S.R. (2009). Abscisic acid inhibits
type 2C protein phosphatases via the PYR/PYL family of
START proteins. Science 324: 1068-1071.
Quittenden, L.J., Davies, N.W., Smith, J.A., Molesworth, P.P.,
Tivendale, N.D., and Ross, J.J. (2009). Auxin biosynthesis
in pea: Characterization of the tryptamine pathway. Plant
Physiol. 151: 1130-1138.
Robert, H.S., and Friml, J. (2009) Auxin and other signals on the
move in plants. Nat. Chem. Biol. 5: 325-332.
Salisbury, F.B and C.W Ross., 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3.
ITB, Bandung.
Schroeder, J.I., and Nambara, E. (2006). A quick release
mechanism for abscisic acid. Cell 126: 1023-1025.
133
Solomon, E.P., L.R. Berg., D.W. Martin, 2011. Biology, Fifth
Edition, International Edition, Nelson Education, Canada.
Smart, C.M., Scofield, S.R., Bevan, M.W., and Dyer, T.A. (1991).
Delayed leaf senescence in tobacco plants transformed
with tmr, a gene for cytokinin production in
Agrobacterium. Plant Cell 3: 647-656.
Srivostava, K.C., B.S. Dattatreya and A.B. Raizada., 1977. Botany
(Bryophyta,
Pteridophyta,
Gymnospermae
and
Palaeobotany), VIKAS Publishing House PVT, LTD, New
Delhi.
Ueguchi-Tanaka, M., et al. (2007) Molecular interactions of a
soluble gibberellin receptor, GID1, with a rice DELLA
protein, SLR1, and gibberellin. Plant Cell 19: 2140-2155.
Ulmasov, T., Hagen, G., and Guilfoyle, T. (1997). ARF1, a
transcription factor that binds to auxin response
elements. Science 276: 1865 – 1868.
Varbanova, M., et al. (2007). Methylation of gibberellins by
Arabidopsis GAMT1 and GAMT2. Plant Cell 19: 32-45.
Werner, T., Motyka, V., Strnad, M., and Schmülling, T. (2001).
Regulation of plant growth by cytokinin. Proc. Natl. Acad.
Sci. USA 98: 10487-10492.
134
Download