Public Disclosure Authorized 40712 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Bencana Alam di Yogyakarta dan Jawa Tengah Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Pertemuan ke 15 Grup Konsultatif untuk Indonesia Jakarta, 14 Juni 2006 Cetakan Kedua Laporan bersama BAPPENAS, Pemerintahan Provinsi dan Daerah D.I. Yogyakarta, Pemerintahan Provinsi dan Daerah Jawa Tengah, dan Mitra international, Juli 2006 MAGELANG (KOTA) BOYOLALI MAGELANG PURWOREJO SLEMAN KLATEN SUKOHARJO YOGYAKARTA (KOTA) KULON PROGO BANTUL WONOGIRI GUNUNG KIDUL Pertemuan ke-15 Grup Konsultatif untuk Indonesia Jakarta, 14 Juni 2006 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Bencana Alam di Yogyakarta dan Jawa Tengah Laporan bersama BAPPENAS, Pemerintahan Provinsi dan Daerah D.I.Yogyakarta, Pemerintahan Provinsi dan Daerah Jawa Tengah, dan Mitra International, Juli 2006 i PENDAHULUAN Pada tanggal 27 Mei 2006, gempa bumi mengguncang Yogyakarta dan Jawa Tengah. Yogyakarta adalah pusat kesenian dan kebudayaan tradisional Jawa, candi-candi kuno seperti Borobudur dan Prambanan, dan merupakan rumah bagi satu keluarga kerajaan yang garis keturunannya berasal dari era Mataram pada abad ke 16. Yogyakarta juga merupakan daerah pusat pendidikan tinggi di Indonesia. Gempa yang terjadi di awal pagi hari itu menewaskan 5.700 jiwa, mencederai lebih dari 40.000 sampai 60.000 orang, dan menghancurkan ratusan ribu rumah dan mata pencaharian mereka. Seakan-akan kehancuran yang disebabkan oleh gempa bumi ini belum cukup, bencana pun masih belum selesai. Meningkatnya kegiatan vulkanis Gunung Merapi, yang mulai terjadi pada bulan Maret 2006, terus menghasilkan aliran lava, gas-gas beracun, dan awan debu, dan memaksa dilakukannya evakuasi atas puluhan ribu orang. Laporan ini menyajikan penilaian awal terhadap kerusakan dan kerugian yang disebabkan oleh gempa bumi tersebut. Penilaian ini menggunakan metode standar internasional untuk mengukur besarnya bencana, dan memanfaatkan beberapa pakar terbaik dunia. Laporan ini memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang dampak dari bencana ini lepada Pemerintah dan masyarakat internacional, serta dapat menjadi dasar untuk merancang program rekonstruksi dan pemulihan. Laporan ini dipersiapkan di bawah pimpinan BAPPENAS, didukung oleh satu tim kuat yang terdiri dari para spesialis Indonesia dan spesialis internasional. Analisis ini menemukan bahwa dampak dari gempa bumi ini jauh lebih parah daripada yang diperkirakan semula. Walaupun kebanyakan infrastruktur utama tetap utuh, kerusakan dan kerugian yang terjadi pada rumahrumah dan bangunan lain yang dibangun tanpa penguatan yang benar (perusahaan-perusahaan kecil, sekolah, klinik, dll) cukup mencengangkan. Dengan kerusakan dan kerugian akibat gempa bumi yang diperkirakan mencapai Rp 29,1 triliun (US$3.1 billion), bencana ini mengakibatkan kerugian yang lebih besar daripada dampak tsunami di Sri Lanka pada tahun 2004, dan sama skalanya dengan gempa bumi Gujarat pada tahun 2001 dan gempa bumi yang baru-baru ini terjadi di Pakistan. Bencana yang terjadi belakangan ini memberikan peringatan yang sangat jelas betapa tingginya tingkat risiko bencana alam yang dihadapi Indonesia. Jelas dari penilaian ini bahwa teknik pembangunan yang buruk dan bahan bangunan yang tidak berkualitas merupakan penyebab utama tewasnya sejumlah besar orang dan tingginya tingkat kerusakan yang terjadi. Rehabilitasi, rekonstruksi dan rencana-rencana pembangunan untuk masa depan perlu memperhatikan hal ini dan kemudian mengintegrasikan langkah-langkah proaktif dan langkah-langkah pencegahan ke dalam program rehabilitasi dan rekonstruksi dan dalam strategi pembangunan secara lebih luas. Sayangnya, di Indonesia, tidak ada yang dapat mengelak bahwa akan terjadi “yang berikut”, dan mungkin akan datang lebih cepat daripada yang disangka. Seperti yang terjadi di Aceh dan Nias, bencana yang menimpa Yogyakarta dan Jawa Tengah juga memberikan contoh lain sehubungan dengan keuletan masyarakat Indonesia untuk melanjutkan dan membangun kembali kehidupan mereka. Sekarang, sementara operasi pertolongan darurat telah berjalan dengan baik, Pemerintah telah mengumumkan rencananya untuk segera memulai program rekonstruksi, di mana sumber daya akan disediakan secara langsung bagi masyarakat yang terkena dampak, yang akan menggerakkan proses ini. Program ini pantas mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat nasional dan internasional. Laporan ini bertujuan untuk membantu memberikan informasi mengenai proses tersebut. H. Paskah Suzetta Menteri Negara Badan Perencanaan Pembangunan Nasional / Ketua BAPPENAS Andrew Steer Country Director, Bank Dunia di Indonesia Edgar A. Cua Country Director, Asian Development Bank di Indonesia atas nama kontribusi para mitra internasional ii Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian PENGHARGAAN Laporan ini dipersiapkan oleh satu tim gabungan Pemerintah Indonesia yang dikoordinasi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Tengah (BAPEDA) dan masyarakat internasional, termasuk Bank Dunia, ADB, GTZ, JBIC, JICA, ILO, UNDP, IFRC, Asia Foundation, dan UN Habitat, dengan partisipasi dan kontribusi yang signifikan oleh banyak lembaga pemerintah dan donor lainnya. Tim BAPPENAS dipimpin oleh Luky Eko Wuryanto dan Suprayoga Hadi, dan termasuk juga para koordinator sektor berikut ini: Nural Wajah (perumahan dan infrastruktur), Choesni (kegiatan produktif), Taufik Hanafi (sektor sosial), Togu Pardede (lintas-sektor), dan Sumedi (analisis dampak). Kontribusi yang signifikan juga diberikan oleh Agus Prabowo, Arifin Rudiyanto, Arum Atmawikarta, Basah Hernowo, Deddy Koespramudyo, Donny Azdan, Gumilang Hardjakusuma, Ikhwanuddin Mawardi, Sidqy Suyitno, Subandi, Syahrial Loetan, Taufik Hanafi, Tubagus Achmad Choesni, Umiyatun Hayati Triastuti, Wahyuningsih Darajati, dan Yohandarwati. Tim BAPPENAS didukung oleh bantuan-bantuan teknis dari direktorat BAPPENAS, khususnya Amil Alhumami, Anom Parikesit, Benny Azwir, Destri H., Edy Darmono, Eka Chandra Buana, Erik Armundito, Hayu Parasati, Hermani Wahab, Inti Wikanestri, Jadhie Aradajat, Jayadi, Dading Gunadi, Khairul, Subarja, Kuswiyanto, May Hendarmini, Nurul Wajah Mujahid, Petrus Sumarsono, Pungkas B. Ali, Rachmi Utami, Rahmi Utamisari, Rohmad Supriyadi, Rohmad, Rudi Hartono Pakpahan, Rudi Pakpahan, Setio Utomo, Somantha Prakosa, Sumedi Andono Mulyo, Suryansyah Bachta, Suryansyah Bachta, Sutiman, Taufiq Hidayat Putro, Togu Pardede, Vivi Andriani, Yukie, dan Yunus Gustanto. Dari BAPPEDA Provinsi, pemberian dukungan dipimpin oleh Bayudono, Anung Hermantoro, Edi Siswanto, Tavip dan Budi Setyana. Tim masyarakat internasional dipimpin oleh Wolfgang Fengler bekerja sama dengan Stefan Nachuk (Bank Dunia) dan Almud Weitz (ADB). Tim inti ini mencakup para koordinator sektor berikut ini: Bambang Suharnoko (Bank Dunia) untuk analisis data, Roberto Jovel dan Margaret Arnold (Bank Dunia) untuk metodologi, Thakoor Persaud (Bank Dunia) dan Rehan Kausar (ADB) untuk perumahan, Sarosh Khan (Universitas Colorado) dan David Hawes (Ausaid-TAMF) untuk infrastruktur, Ramesh Subramanium (ADB) dan Guenther Kohl (GTZ) untuk sektor produktif, Lisa Kulp (ADB) untuk sektor-sektor sosial, Sanny Ramos Jegillos dan Toshihiro Nakamura (UNDP) untuk lintas-sektoral, serta Menno Pradhan dan Javier Arze Del Granado (Bank Dunia) untuk analisis dampak dan ekonomi. Tim inti ini juga mencakup Amanah Abdulkadir, Farsidah Lubis, Farzana Ahmed, Hari Purnomo, Indah Setyawati, James Darmawan Tunggono, Rehan Kausar, Robert Valkovic, Sutarum Wiryono (ADB), Aurélien Kruse (Asia Foundation), Bridgitte Podborny, Herriet Ellwein (GTZ), Cynthia Burton (IFRC), Diah Widarti, Kee Beom Kim, Peter Rademaker (ILO), Agus Setiawan, Isamu Gunji, Ken Yamamoto, Kimihiro Maeta, Nobutaka Komai, Shigeru Yamamura, Takaji Wakabayashi, Yuji Ide (JBIC), Aoki Toshimichi, Iwai Nobuo, Kanda Yumi, Nagami Kozo, Ueda Daisuke (JICA), Bruno Dercon (UN Habitat), Hugh Evans, Tim Walsh (UNDP), Reiko Niimi (UN), Andre Bald, Ahmad Zaki Fahmi, Bastian Zaini, Chairani Triasdewi, Cut Dian Rahmi, Doddy Prima, Elif Yavuz, Kutlu Kazanci, Ilham Abla, Indra Irnawan, Ioana Kruse, Jed Friedman, Joe Leitmann, Megawati Sulistyo, P.S. Srinivas, Paramita Dewi, Peter Milne, Peter Heywood, Piet Buys, Puti Marzoeki, Risyana Sukarma, Susiana Iskandar, Vivi Alatas, Vincent da Cruz, Yoko Doi dan Yulia Herawati (Bank Dunia). Kelompok multi-lembaga yang lebih besar memberi kontribusi yang berharga berupa input dan arahan untuk laporan ini, dan tim inti mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaannya. Kelompok ini mencakup para kolega dari organisasi-organisasi berikut ini: iii ADB: Andi Swastika, Ayun Sundari, Deddy Herdiansjah, Endang Pipin Tachyan, Kemal Taruc, Romzy Alkaterie, Sahat Richard Hutapea, Shodan Purba, Siti Hasanah AusAID: Philipp Power, Robin Davies Pusat Studi Kebijakan Ekonomi dan Publik Pusat Studi Penduduk dan Kebijakan GTZ: Effendi Syarif, Heinz-Josef Heile IMF: Steven Schwartz PLN: Muljo Adji UN Habitat: Muamar Vebry, Raphael Anindito UNDP: Dora Cheok, Ewa Wojkowska, Irene Widjaya, Robin Willison UNESCO: Alisher Umarov, Arya Gunawan, Himachuli Curung, Jan Steffen UNICEF: David Hipgrave, Douglas Booth, Eric Bentzen USAID: Richard Hough Bank Dunia: Hongjoo Hahm, George Soraya, Indira Dharmapatni, Jehan Arulpragasam, Mesra Eza, Michael S. Kubzansky, Prabha Chandran, Joel Hellman, Migara Jayawerdana, Sentot Satria, Sylvia Njotomihardjo and Steven Charles Burgess Pusat Media Yogyakarta: Amiarsi Harwani, Nursatwiko Tim ini juga mendapat manfaat dari wawasan sejumlah staf dari berbagai kementerian lini lainnya: Kamaruzzaman (Biroren Departemen Kesehatan), Bambang P. (Departemen Pemuda dan Olahraga), Makbullah Ruri (Departemen Dalam Negeri), Ari Sumarsono (Departemen Pendidikan Nasional), J. Lubis, Rido M. Ichwan (Departemen Pekerjaan Umum), Bambang Sugianto, Titon Asung KW (Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum), Baskoro Indrarto, Sugeng Sentosa (DJCK, Departemen Pekerjaan Umum), A. Soewarno, Sugiarto (Biroren DDN), Hartono, Restu, Yola D. (Departemen Sosial), Noviensi Makalam, Purbakala Jateng (Departemen Pariwisata dan Budaya), Bachrul Chairi (Departemen Perdagangan), Pribudiarti (Departemen Pemberdayaan Kaum Perempuan), Gandung Sijianto (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), Budi (Bappeda Jawa Tengah), Poernomo, S. Suhral (Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah), Muslim, Ngestiono (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah), Bambang R., Faiq AN (Badan Urusan Pemukiman dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah), Abu K., Asmuni, Bambang, Husni, N. Sumandi, Tri Pura W. (Bappeda D.I. Yogyakarta), Birowo (Bappeda Kabupaten Gunung Kidul), Adum Widodo, Danto, Elin (Bappeda Kabupaten Kulon Progo), Kunto, Rusliyanto (Bappeda Kabupaten Sleman), Achmad Kasujani, Asikin CH, Bambang Dwi (Dinas Pertanian Provinsi D.I. Yogyakarta), Bambang (Dinas Pendidikan Provinsi D.I. Yogyakarta), Syahbenal, Tauhid (Dinas Industri, Perdagangan dan Koperasi Provinsi D.I. Yogyakarta), S. Munawaroh (Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta), Parjiya (Kantor Wilayah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Provinsi D.I Yogyakarta), Khairuddin, Widyana (Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gunung Kidul), Eko Suryo, Hono Cahyono (Dinas Provinsi Urusan Pemukiman dan Infrastruktur Daerah Jawa Tengah), Isna, Y. Sudanasuni (Dinas Urusan Sosial Provinsi D.I. Yogyakarta), Setyanto (Dinas Provinsi Urusan Pemukiman dan Infrastruktur Daerah Kabupaten Sleman), Djoko Handoyo, Suyanto, Yuni (Kabupaten Sleman), Djunaedi, Koesman, Oni W. and Rosihan. Foto-foto yang digunakan dalam publikasi ini diambil oleh Tim Penilai Gabungan kecuali dinyatakan lain. Tim ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada para pemberi kontribusi ini. Semua pertanyaan tindak-lanjut, atau permintaan untuk informasi tambahan dapat dialamatkan kepada Suprayoga Hadi ([email protected]) atau Wolfgang Fengler ([email protected]). iv Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian DAFTAR ISI Pendahuluan ..................................................................................................................................................... i Penghargaan..................................................................................................................................................... ii Daftar Isi ......................................................................................................................................................... iv Ringkasan Eksekutif ...................................................................................................................................... ix Bagian I. Terjadinya Bencana....................................................................................................... 1 Gempa Bumi Tanggal 27 Mei 2006 ............................................................................................................. 2 Korban Jiwa ..................................................................................................................................................... 3 Tanggapan ........................................................................................................................................................ 4 Tingginya Risiko Bencana di Indonesia....................................................................................................... 6 Latar Belakang Sosial dan Ekonomi ............................................................................................................ 7 Bagian. II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian ............................................................ 13 Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian.................................................................................................................... 14 Perumahan .......................................................................................................................................................... 17 Infrastruktur........................................................................................................................................................ 22 Air dan Sanitasi.............................................................................................................................................. 23 Energi.............................................................................................................................................................. 26 Transportasi dan Perhubungan................................................................................................................... 28 Sektor Sosial........................................................................................................................................................ 34 Pendidikan...................................................................................................................................................... 35 Kesehatan dan Keluarga Berencana........................................................................................................... 37 Fasilitas untuk Orang Miskin dan Rentan................................................................................................. 40 Agama dan Kebudayaan .............................................................................................................................. 43 Sektor-Sektor Produktif .................................................................................................................................... 47 Pertanian, Irigasi dan Struktur Sungai........................................................................................................ 49 Perusahaan dan Industri .............................................................................................................................. 52 Perdagangan................................................................................................................................................... 57 Pariwisata........................................................................................................................................................ 60 Langkah Selanjutnya ..................................................................................................................................... 62 Lintas Sektor ....................................................................................................................................................... 63 Lingkungan Hidup........................................................................................................................................ 64 Administrasi Publik ...................................................................................................................................... 68 Sektor Keuangan........................................................................................................................................... 70 Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial ......................................................................... 77 Dampak Terhadap Kinerja Perekonomian............................................................................................... 78 Dampak Terhadap Lapangan Kerja........................................................................................................... 80 Dampak Terhadap Sistem Keuangan ........................................................................................................ 83 Dampak Terhadap Mata Pencaharian ....................................................................................................... 83 Kerawanan dan Mitigasi Bencana............................................................................................................... 85 v Daftar Tabel Tabel 1: Perbandingan Bencana-Bencana Internasional................................................................................ x Tabel 2: Korban Jiwa dan Jumlah Luka-luka Gempa Bumi Yogyakarta-Jawa Tengah ............................ 3 Tabel 3: Ikhtisar Kependudukan Provinsi dan Kabupaten........................................................................... 8 Tabel 4. PDB dan PDB per Kapita ................................................................................................................. 9 Tabel 5: Struktur Ekonomi Yogyakarta tahun 2004....................................................................................... 9 Tabel 6: Komposisi Pendapatan Kabupaten di Provinsi Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah ....... 10 Tabel 7: Indikator Kemiskinan di Yogyakarta dan Jawa Tengah .............................................................. 11 Tabel 8: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian ................................................................................................... 14 Tabel 9: Distribusi Geografis Efek Bencana ................................................................................................. 16 Tabel 10: Keseluruhan Kerusakan Fisik ........................................................................................................ 20 Tabel 11: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Bidang Perumahan .......................................................... 21 Tabel 12: Aceh versus Yogyakarta/Jawa Tengah – Jumlah Perumahan, Kerusakan, dan Biaya ......... 21 Tabel 13: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Infrastruktur .......................................................................... 22 Tabel 14: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian pada sektor Air dan Sanitasi................................................ 24 Tabel 15: Kerusakan dan Kerugian Jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten......................................... 30 Tabel 16: Kerusakan dan Kerugian di Sektor Sosial ................................................................................... 35 Tabel 17: Kerusakan dan Kerugian di Sektor Pendidikan .......................................................................... 36 Tabel 18: Tabel Kerusakan dan Kerugian di Sektor Kesehatan ................................................................ 39 Tabel 19: Kerusakan dan Kerugian Fasilitas Orang Miskin dan Lemah .................................................. 42 Tabel 20: Kerusakan dan Kerugian terhadap Aset Keagamaan ................................................................ 44 Tabel 21: Kerusakan Situs Kebudayaan di Daerah yang Terkena dampak ............................................. 45 Tabel 22: Kerusakan dan Kerugian di Sektor Profuktif .............................................................................. 48 Tabel 23: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Irigasi ..................................................................... 51 Tabel 24: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Struktur Sungai......................................................................51 Tabel 25: Dampak Bencana Gempa Bumi terhadap UKM di Yogyakarta dan Jawa Tengah ............... 52 Tabel 26: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Lintas Sektor ......................................................................... 63 Tabel 27: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Administrasi Publik............................................. 68 Tabel 28: Kerusakan dan Kerugian Sektor Keuangan di Yogyakarta-Jawa Tengah ............................... 72 Tabel 29: LKNB di Provinsi DIY, Operasi dan Kerugian.......................................................................... 73 Tabel 30: Proyeksi 2006 dan 2007 GRDP nominal kawasan terkena dampak bencana ....................... 79 Tabel 31: Dampak potensial ekonomi terhadap kawasan terkena dampak per sektor produksi .......... 79 Tabel 32: Kerugian Ekonomi per Kabupaten TA 2006 & 2007 ............................................................... 80 Tabel 33: Lapangan kerja pra-gempa bumi dan perkiraan hilangnya pekerjaan menurut sektor .......... 82 Tabel 34: Perkiraan hilanganya lapangan kerja menurut gender ................................................................ 82 Tabel 35: Komposisi Pendapatan untuk Kabupaten-Kabupaten Terkena Dampak ............................. 83 Tabel 36: Distribusi indikator pilihan lintas rumah tangga menurut parahnya kerusakan ..................... 84 Tabel 37: Perkiraan dampak terhadap kemiskinan menurut kabupaten ................................................... 85 Daftar Peta Peta 1: Distribusi Kerusakan secara Geografis ............................................................................................. xii Peta 2: Distribusi Kerugian akibat Gempa Bumi Secara Geografis............................................................. 4 Peta 3: Pembagian Geografis Jumlah Total Kerusakan dan Kerugian di Bidang Perumahan ............. 18 vi Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Daftar Gambar Gambar 1: Ikhtisar Mengenai Kerusakan dan Kerugian ............................................................................... x Gambar 2: Komposisi Kerusakan dan Kerugian: 91 persen swasta........................................................... xi Gambar 3: Lokasi Rawan Bencana di Indonesia: Risiko Kematian............................................................. 6 Gambar 4: Lokasi Rawan Bencana di Indonesai: PDB ................................................................................. 7 Gambar 5: Jaringan Jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten ....................................................................... 29 Gambar 6: Kerusakan dan Kerugian Perusahaan ......................................................................................... 55 Daftar Kotak Kotak 1: Mengukur Kerusakan dan Kerugian – Metodologi ECLAC...................................................... 15 vii DAFTAR ISTILAH ADB AusAID BAKORNAS BAPEDALDA BAPPEDA BAPPENAS BI BP3 BPD BPM BPR BPS BTN CGI CSO DAU DfID Dinas DPK EC ECLAC EU FAO FIRM FY GDP GIS GOI GRDP GTZ HDI JBIC JICA KAI MoNE MoRA MPW NBFI NGO NPL P3B PDAM PLN Polindes POSKO PUSKESMAS Rp Asian Development Bank Australian Agency for International Development Badan Koordinasi Nasional Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bank Indonesia Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Bank Pembangunan Daerah Badan Pembangunan Masyarakat Bank Pembangunan Rural Badan Pusat Statistik Bank Tabungan Negara Consultative Group for Indonesia Civil Society Organization Dana Alokasi Umum UK Department for International Development Provincial or District Government Office Dinas Kebersihan dan Pertamanan European Commission Economic Commission for Latin America and the Caribbean European Union Food and Agriculture Organization Financial Intermediation and Resource Mobilization Financial Year Gross Domestic Product Geographic Information System Government of Indonesia Gross Regional Domestic Product German Cooperation Agency (Gesellschaft fuer Technische Zusammenarbeit) Human Development Index Japan Bank for International Cooperation Japan International Cooperation Agency PT Kereta Api Indonesia Ministry of National Education/Departemen Pendidikan Nasional Ministry of Religious Affairs/Departemen Agama Ministry of Public Works/Departemen Pekerjaan Umum Non-Bank Financial Institution Non-Governmental Organization/Lembaga Swadaya Masyarakat Non-Performing Loan Penyaluran dan Pusat Pengatur Bantuan Perusahaan Daerah Air Minum Perusahaan Listrik Negara Pondok Bersalin Desa Pos Koordinasi Pusat Kesehatan Masyarakat Indonesian Rupiah viii Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian SATKORLAK SD SME TELKOM TNI UN UNDP UNICEF UNIDO WHO WWF Satuan Koordinasi Pelaksana Sekolah Dasar Small & Medium Enterprises State-Owned Telecommunications Company Tentara Nasional Indonesia United Nations/Perserikatan Bangsa-Bangsa United Nations Development Programme United Nations Children’s Fund United Nations Industrial Development Organization World Health Organization World Wildlife Fund ix RINGKASAN EKSEKUTIF Pada tanggal 27 Mei, gempa bumi mengguncang bagian tengah wilayah Indonesia, dekat kota sejarah, Yogyakarta. Berpusat di Samudera Hindia pada jarak sekitar 33 kilometer di selatan kabupaten Bantul, gempa ini mencapai kekuatan 5,9 pada Skala Richter dan berlangsung selama 52 detik. Karena gempa berasal dari kedalaman yang relatif dangkal yaitu 33 kilometer di bawah tanah, guncangan di permukaan lebih dahsyat daripada gempa yang terjadi pada lapisan yang lebih dalam dengan kekuatan gempa yang sama, maka terjadi kehancuran besar, khususnya di kabupaten Bantul di Provinsi Yogyakarta dan Klaten di Provinsi Jawa Tengah. Gempa bumi ini adalah bencana besar ketiga yang menimpa Indonesia dalam 18 bulan terakhir. Pada bulan Desember 2004, gempa bumi yang dahsyat diikuti dengan gelombang tsunami menghancurkan sebagian besar Aceh dan pulau Nias di Sumatera Utara, dan pada bulan Maret 2005, gempa bumi kembali mengguncang pulau Nias. Dengan lebih dari 18.000 kepulauan Indonesia yang berada di sepanjang “cincin api” Pasifik yang berisi banyak gunung berapi aktif dan patahan tektonik, bencana yang belakangan terjadi ini merupakan peringatan akan besarnya risiko alam yang dihadapi negara ini. Kerusakan dan Kerugian Walaupun jumlah korban memang lebih sedikit daripada bencana yang sebanding, kerusakan dan kerugian yang diderita menempatkan gempa bumi ini dalam kategori bencana alam yang menimbulkan paling banyak kerugian di negara-negara berkembang selama sepuluh tahun terakhir. Suatu analisis komprehensif oleh sebuah tim yang terdiri dari Pemerintah Indonesia dan para pakar internasional memperkirakan jumlah kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh gempa bumi tersebut mencapai Rp 29,1 triliun, atau US$ 3,1 milyar. Total kerusakan dan kerugian yang diakibatkan jauh lebih tinggi daripada yang diakibatkan tsunami di Sri Lanka, India dan Thailand dan berada pada skala yang serupa dengan gempa bumi di Gujarat (2001) dan di Pakistan (2005) (lihat Tabel 1). Kerusakan yang terjadi sangat terpusat pada perumahan dan bangunan-bangunan sektor swasta. Rumah-rumah pribadi terkena dampak paling parah, bernilai lebih dari setengah dari total kerusakan dan kerugian (Rp 15,3 triliun). Bangunan-bangunan sektor swasta dan aset-aset produktif juga rusak parah (diperkirakan mencapai Rp 9 triliun) dan diperkirakan akan kehilangan pendapatan yang signifikan di masa depan. Ini tentunya berdampak sangat serius pada usaha kecil dan menengah, karena wilayah tersebut merupakan pusat industri kerajinan tangan skala kecil yang sedang sangat berkembang di Indonesia. Kerusakan pada sektor sosial, khususnya sektor kesehatan dan pendidikan, diperkirakan mencapai Rp 4 triliun. Sektor-sektor lainnya, khususnya infrastruktur, menderita kerusakan dan kerugian yang relatif lebih kecil (lihat gambar 1), jauh di bawah tingkat kerusakan infrastruktur yang diakibatkan oleh tsunami di Aceh dan Nias. x Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tabel 1: Perbandingan Bencana-Bencana Internasional Negara Bencana Tanggal Jumlah Korban Tewas Turki Indonesia (Aceh) Honduras Gempa Bumi Tsunami Topan Mitch 17 Agustus 1999 26 Desember 2004 25 Oktober–8 November 1998 27 Mei 2006 Kerusakan & kerugian (juta US$) 17.127 165.708 14.600 8.500 4.450 3.800 Kerusakan & kerugian (juta US$ , harga konstan 2006) 10.281 4.747 4.698 Indonesia Gempa Bumi 5.716 3.134 3.134 (Yogya-Jawa Tengah) India (Gujarat) Gempa Bumi 26 Januari 2001 20.005 2.600 2.958 Pakistan Gempa Bumi 8 Oktober 2005 73.338 2.851 2.942 Thailand Tsunami 26 Desember 2004 8.345 2.198 2.345 Sri Lanka Tsunami 26 Desember 2004 35.399 1.454 1.551 India Tsunami 26 Desember 2004 16.389 1.224 1.306 Sumber: Pusat Kesiapan Bencana Asia (Asia Disaster Preparedness Center), Thailand; ECLAC, EM-DAT, Bank Dunia Gambar 1: Ikhtisar Mengenai Kerusakan dan Kerugian 18000 16000 14000 12000 Rp Billion 10000 8000 6000 4000 2000 0 Perumahan Sektor Produktif Sektor Sosial Kerusakan Infrastruktur Lintas Sektor Kerugian Sumber: Perkiraan oleh Tim Penilai Gabungan Fakta dan masalah sektor utama: Kerusakan dan kerugian yang terjadi pada perumahan melampaui 50% dari total. Diperkirakan 154.000 rumah hancur total dan 260.000 rumah rusak parah. Jumlah rumah yang harus dibangun ulang dan diperbaiki lebih banyak daripada di xi Aceh dan di Nias dengan jumlah biaya sekitar 15% lebih tinggi daripada perkiraan kerusakan dan kerugian yang diakibatkan tsunami. Lebih dari 650.000 orang bekerja di sektor-sektor yang terkena dampak gempa bumi, dengan hampir 90% kerusakan terpusat pada usaha kecil dan menengah. 30.000 usaha terkena dampak langsung maupun melalui rantai suplai dan gangguan lainnya dalam perantaraan. Kemungkinan besar tingkat pengangguran akan melonjak naik. Pemulihan mata pencaharian tentu merupakan prioritas utama. Sektor sosial juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Sektor kesehatan dan pendidikan sama-sama rusak parah dengan jumlah kerusakan dan kerugian yang berjumlah lebih dari Rp 1,5 triliun. Fasilitas kesehatan di sektor swasta (yang pada umumnya tidak diasuransikan) menderita lebih banyak daripada sektor publik. Sebagian besar infrastruktur pedesaan dan perkotaan tetap utuh dan hanya mengalami kerusakan kecil. Kerusakan dan kerugian di sektor transportasi dan komunikasi, energi dan air bersih serta sanitasi diperkirakan berjumlah Rp 551 milyar. Pada tingkat kerusakan seperti ini, diharapkan agar infrastruktur dapat dipulihkan ke kondisinya sebelum bencana dengan cukup cepat melalui lembaga-lembaga Pemerintah yang ada. Kerusakan dan kerugian paling besar terjadi di sektor swasta (lihat gambar 2). Ini adalah akibat kerusakan yang sangat terpusat pada perumahan swasta dan usaha kecil. Ini membuat gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah unik jika dibandingkan dengan bencana-bencana lain dan membawa implikasi penting terhadap strategi pembangunan kembali dan kompensasi. Gambar 2: Komposisi Kerusakan dan Kerugian: 91% swasta 9% 91% Private Public Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Dampak bencana sangat terkonsentrasi d kabupaten Bantul di Provinsi Yogyakarta dan Klaten di Jawa Tengah. Bantul dan Klaten bersama-sama menderita lebih dari 70% dari seluruh kerusakan dan kerugian. Di antara kawasan-kawasan utama lainnya yang mengalami kerusakan termasuk Kota Yogyakarta dan tiga kabupaten pedesaan lainnya di provinsi Yogyakarta (lihat peta 1). Klaten mengalami kerusakan keseluruhan yang paling xii Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian parah, khususnya dalam hal perumahan; Bantul menderita kerusakan dan kerugian yang parah pada sektor produktif maupun kerusakan perumahan . Peta 1: Distribusi Kerusakan Secara Geografis JAWA TENGAH Sleman 3,203 Klaten 10,303 Yogyakarta 1,626 Kulon Progo 1,361 Bantul 10,271 Gunung Kidul 2,149 Damage and Losses (Adjusted Total, Rp Billion) Above 10,000 3,000 to 10,000 2,000 to 3,000 1,000 to 2,000 Below 1,000 JAWA TIMUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Sumber: Perkiraan Tim Penilaian Gabungan Mengapa kerusakan dan kerugian begitu parah? Gempa bumi ini menghantam Jawa, salah satu kawasan paling padat penduduknya di dunia. Enam kabupaten yang paling menderita dampak gempa bumi ini berpenduduk sekitar 4,5 juta. Kabupaten Bantul dan Klaten - dengan rata-rata kepadatan penduduk di atas 1.600 – termasuk di antara sepuluh besar kabupaten yang sangat padat penduduknya di Indonesia. Kedangkalan pusat gempa turut menyebabkan meluasnya kerusakan struktural. Gempa bumi yang serupa tingkat kekuatannya tetapi lebih dalam di bawah permukaan tanah akan mengakibatkan jauh lebih sedikit guncangan di permukaan dan karena itu lebih sedikit kerusakan pada bangunan. Skala bencana alam ini diperparah oleh kegagalan manusia mendirikan bangunan tahan gempa. Kerusakan berskala-besar terhadap bangunan-bangunan berkaitan dengan kurangnya kepatuhan kepada standar bangunan yang aman dan metode konstruksi dasar tahan gempa. Sebagian besar rumah-rumah pribadi menggunakan bahan bangunan bermutu rendah dan tidak memiliki kerangka bangunan yang esensial serta tiang-tiang penopang sehingga mudah runtuh akibat guncangan. Rakyat miskin adalah kelompok yang paling tidak mampu untuk membangun rumah yang aman dan banyak dari rumah mereka mengalami xiii kerusakan. Banyak bangunan publik juga runtuh karena buruknya standar bangunan, khususnya sekolah, dan banyak di antaranya dibangun pada tahun 1970-an dan tahun 1980 dengan dana hibah khusus (INPRES) dari pemerintah. Terlihat dengan jelas bahwa standar bangunan tidak diterapkan dengan baik. Mengingat banyaknya industri berbasis rumah tangga, kerugian ekonomis yang disebabkan oleh rusak atau hancurnya rumah luar biasa besar. Banyak pembuat perabot, keramik dan kerajinan tangan melihat mata pencaharian mereka hancur bersama dengan rumah mereka. Hancurnya aset-aset pribadi yang tidak diasuransikan secara substansial menambah kerugian yang diperkirakan. Mengingat kerusakan berskala-besar, patut disyukuri bahwa korban jiwa tidak lebih banyak. Fakta bahwa gempa bumi menghantam pada hari Sabtu pagi sekitar jam 6, pada waktu sebagian besar orang sudah terbangun dan sibuk dengan pekerjaan rutin pagi hari di luar rumah, membatasi korban jiwa yang telah cukup besar. Andai kata gempa bumi terjadi selama jam sekolah atau jam kerja, jumlah korban jiwa pasti akan lebih besar lagi. Akan tetapi, jumlah yang terluka diperkirakan di antara 40.000 sampai 50.000 orang karena banyak rumah dengan konstruksi di bawah standar runtuh menimpa penghuninya. Dampak Kemiskinan – yang telah melampaui rata-rata nasional di kawasan ini - akan diperparah oleh gempa bumi ini. Hampir 880.000 orang miskin tinggal di kawasankawasan yang terkena dampak. Diperkirakan bahwa 66.000 orang lagi mungkin akan jatuh ke dalam kemiskinan dan 130.000 mungkin kehilangan pekerjaan mereka sebagai akibat gempa bumi tersebut. Dampak terhadap hilangnya pekerjaan khususnya parah di bidang jasa maupun manufaktur berskala kecil. Perkiraan awal mengisyaratkan bahwa produk domestik bruto daerah ini bisa jatuh 5%, dengan penyusutan ekonomi 18% di kabupaten-kabupaten yang paling menderita dampaknya. Perumahan dan pelayanan transisi akan terkonsentrasi terutama pada lokasi-lokasi rumah yang sudah ada. Suatu survei kilat memperlihatkan bahwa 74% dari keluargakeluarga yang rumahnya hancur total tinggal di dalam tenda-tenda di atas tanah sendiri. Dalam keadaan seperti ini, sangat mendesak untuk memastikan adanya pemulihan cepat untuk kebutuhan dasar berupa air dan sanitasi di kawasan-kawasan yang terkena dampak. Beberapa desa melaporkan bahwa mutu dan rasa air telah merosot meskipun persediaan air bersih masih utuh. Kaum perempuan dewasa dan anak perempuan terus mengeluhkan kebutuhan akan pakaian dalam, pembalut, alat pembersih dan peralatan masak. Trauma psikologis akibat bencana ini seharusnya tidak diremehkan. Laporan-laporan kualitatif menunjukkan bahwa tingkat trauma memang tinggi di kawasan-kawasan yang terkena dampak parah. Stres secara signifikan diperparah oleh ancaman letusan di Gunung Merapi. Meskipun masyarakat cepat bergerak untuk memastikan adaya pemondokan darurat yang memadai, mungkin perlu beberapa waktu sebelum keluarga-keluarga tersebut siap untuk terlibat dalam kegiatan perencanaan. xiv Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Masalah-masalah Utama untuk Langkah Selanjutnya Walaupun kerusakan dan kerugian sangat besar, sifat kerusakan sangat berbeda dengan yang terjadi di Aceh dan Nias. Dengan sebagian besar infrastruktur berskalabesar masih utuh dan kerugian yang dialami pemerintah daerah di lapangan hanya pada tingkat sedang, tantangan rekonstruksi tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan Aceh dan Nias. Suatu rencana induk yang mencakup semua aspek rekonstruksi secara terpadu tidak dibutuhkan. Penetapan urutan rekonstruksi juga bukan tantangan yang terlalu besar. Sektorsektor yang menderita kerusakan dan kerugian yang relatif kecil dapat dengan mudah ditangani melalui lembaga-lembaga pusat dan setempat yang sudah ada yang didanai oleh anggaran nasional dan daerah. Satu keputusan yang paling menentukan untuk dibuat adalah bagaimana caranya memastikan bahwa rumah-rumah yang baru dibangun dan diperbaiki mematuhi standar-standar bangunan yang benar untuk memastikan bahwa kerugian-kerugian demikian tidak pernah terulang lagi. Banyak dari rumah-rumah pribadi dan bangunanbangunan publik tidak akan bertahan menghadapi gempa bumi yang bahkan ukurannya lebih kecil. Skala kerusakan ini dapat dicegah di masa depan. Tetapi ini akan membutuhkan program rekonstruksi perumahan berskala-besar yang memfasilitasi rumah-rumah baru tahan gempa. Pengalaman di Aceh menunjukkan bahwa ini dapat diwujudkan. Sangat terkonsentrasinya dampak bencana ini dan dengan terbatasnya kerusakan infrastruktur, serta kuatnya masyarakat setempat dan pemerintah daerah menunjukkan bahwa hal itu dapat dilakukan lebih cepat daripada di Aceh dan Nias. Pelajaran yang diperoleh dari Aceh dan Nias menegaskan menggunakan pendekatan berbasis masyarakat untuk rekonstruksi. Masyarakat sangat peduli dengan rumah mereka. Mereka mempunyai preferensi yang kuat dan terkadang sangat berbeda. Dan mereka harus dilibatkan secara erat dengan pilihan yang mempengaruhi aset mereka yang paling berharga. Masyarakat yang terlibat dalam pembangunan kembali rumah mereka juga bertanggung jawab dalam membangun kembali hidup mereka – sebuah bagian penting dalam proses pemulihan. Kepedulian dan kepentingan pribadi yang besar dalam membangun kembali rumah mereka juga merupakan alat ampuh yang bisa digunakan untuk memantau secara efektif aliran dana dalam rangka mencegah korupsi dan praktek kotor. Demi alasan ini, pendekatan berbasis masyarakat secara konsisten telah menunjukkan keunggulan yang penting dan harus menjadi model untuk kemajuan di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kecepatan merupakan hal kritis dalam perencanaan dan pelaksanaan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi. Para pemilik rumah sedang, telah, atau akan segera, mulai membangun kembali mereka rumah, dan bila rumah-rumah ini dibangun menurut standar yang sama seperti rumah mereka sebelumnya, keadaannya sekali lagi akan rentan terhadap bencana di masa depan. Demikian pula, banyak dari UKM yang terkena dampak akan membutuhkan bantuan jangka pendek untuk kembali berdiri di atas kaki sendiri. Pinjaman cepat dan/atau jenis bantuan keuangan lain untuk membantu mereka mendirikan kembali bangunan, perlengkapan, dan melengkapi lagi persediaan-persediaan barang akan memungkinkan mereka untuk dengan cepat mulai menciptakan penghasilan sekali lagi. Mengingat besarnya ukuran dana yang dibutuhkan serta bagian yang akan mengalir berupa hibah untuk keluarga-keluarga, kerangka pemantauan dan evaluasi yang xv kuat sangat dibutuhkan. Rekonstruksi berskala-besar sering menderita akibat kurangnya informasi yang tepat waktu mengenai kemajuan dan evaluasi program yang sudah ada. Penilaian ini menyediakan sejumlah besar data awal sebagai acuan untuk memantau kemajuan rekonstruksi. Tragedi ini, yang datang tidak lama setelah tsunami, menegaskan kembali perlunya kesiapan bencana dan manajemen resiko yang komprehensif. Gempa Yogyakarta tidak bisa dianalisa sebagai satu kejadian yang terpisah. Bahkan, nilai dampaknya harus dimasukkan dalam perhitungan dari dampak yang dialami oleh Indonesia di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai hasil dari Gempa bumi dan Tsunami Lautan Hindia 26 Desember 2004. Dampak gabungan dari kedua bencana ini merupakan hal signifikan untuk memaksa Pemerintah Indonesia secara serius melakukan praktek pengelolaan dampak bencana, dengan rujukan khusus kepada skema pengalihan resiko finansial, apabila pemerintah ingin mengurangi dampak bencana serupa di masa depan. xvi Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Bagian I. Terjadinya Bencana corbis/epa Bagian I. Terjadinya Bencana 1 2 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian GEMPA BUMI TANGGAL 27 MEI 2006 Sumber: Japan Bank for International Cooperation (JBIC) Gempa bumi mengguncang pulau Jawa pada tanggal 27 Mei 2006 pukul 05:53 waktu setempat, dan berkekuatan 5,9 skala Richter.1 Pusat dari gempa itu terletak di Samudera Hindia sekitar 33 kilometer sebelah selatan kabupatan Bantul, Provinsi Yogyakarta. Guncangannya berlangsung selama 52 detik. Lebih dari 750 gempa susulan telah dilaporkan, dengan intensitas terkuatnya mencapai 5,2 skala Richter. Gempa bumi itu terjadi pada kedalaman rendah di lempeng Sunda di atas zona lempeng Australia. Gerakan tektonik di Jawa didominasi oleh gerakan lempeng Australia ke arah timur laut di bawah lempeng Sunda dengan kecepatan relatif sekitar 6 cm/tahun.2 Gempa bumi itu berdampak langsung terhadap Provinsi Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah. Di Yogyakarta, peristiwa itu berdampak terhadap kelima kabupatennya 1 Badan Metereologi dan Geofisika Indonesia. The United States Geological Survey mengatakan 6,3 skala Richter. 2 United States Geological Survey, http://earthquake.usgs.gov/eqcenter/recenteqsww/Quakes/usneb6.php#summary Bagian I. Terjadinya Bencana Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman dan Kota Yogyakarta. Di sebelah Barat dan Utara Yogyakarta, enam kabupaten Jawa Tengah terkena dampak – Boyolali, Klaten, Magelang, Purworejo, Sukoharjo dan Wonogiri. Dua kabupaten yang paling parah terkena bencana itu adalah Bantul di Provinsi Yogyakarta dan Klaten di Provinsi Jawa Tengah. KORBAN JIWA Gempa bumi itu menewaskan lebih dari 5.700 orang, melukai puluhan ribu orang dan membuat ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal. Karena terjadi pada dini hari, gempa bumi itu membuat banyak orang terperangkap di dalam rumah. Berdasarkan informasi terbaru yang diterima, gempa bumi itu telah mengakibatkan lebih dari 5.700 korban jiwa. Penderita luka-luka diperkirakan berkisar antara 37.000 dan 50,000 orang dan ratusan ribu orang lainnya kehilangan tempat tinggal (lihat tabel 2). Tabel 2: Korban Jiwa dan Jumlah Luka-luka Gempa Bumi Yogyakarta-Jawa Tengah Provinsi dan Kabupaten Yogyakarta Bantul Sleman Kota Yogyakarta Kulon Progo Gunung Kidul Jawa Tengah Klaten Magelang Boyolali Sukoharjo Wonogiri Purworejo Total Sumber: Yogyakarta Media Center, 7 Juni 2006 Korban Jiwa 4.659 4.121 240 195 22 81 1.057 1.041 10 4 1 1 5.716 Korban Luka-luka 19.401 12.026 3.792 318 2.179 1.086 18.526 18.127 24 300 67 4 4 37.927 Letusan Gunung Merapi yang terjadi terus-menerus berlokasi tidak jauh dari situ memperparah kesulitan pengiriman bantuan kemanusiaan dan pemulihan. Empat belas hari sebelum gempa bumi itu terjadi, Pusat Penanggulangan Bahaya Vulkanologi dan Geologi dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menaikkan status siaga Merapi ke tingkat 4, yang berarti bahwa letusan besar segera terjadi. Sejak gempa bumi itu, letusanletusan kecil telah menghasilkan badai awan panas dan benda vulkanis, seraya kubah lava di puncaknya kian membesar. Pada tanggal 8 Juni, aliran lava pijar mencapai jarak 4 km ke arah Krasak dan Sungai Boyong dan mencapai jarak maksimum 4,5 km dari hulu Sungai Gendol. Aktivitas Merapi tetap pada tingkat 4 dikarenakan risiko adanya aliran lava pijar, dan puluhan ribu orang telah dievakuasi. Meskipun peristiwa gempa bumi kedalaman rendah di dekat 3 4 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian gunung berapi adalah hal yang wajar, data yang ada belum bisa menjelaskan apakah ada kaitan langsung antara gempa bumi itu dan letusan terus-menerus Gunung Merapi.3 Peta 2: Distribusi Kerugian Akibat Gempa Bumi Secara Geografis JAWA TENGAH Boyolali Kota Magelang Magelang Sukoharjo Purworejo Wonogiri Casualties JAWA TIMUR (No of person; Source: Media Center) Above 400 200 to 400 50 to 200 10 to 50 Below 10 No casualties DAERAH ISTIMEW A YOGYAKARTA Sumber: Berdasarkan angka yang diperoleh tanggal 7 Juni 2006 TANGGAPAN Tanggapan Pemerintah Pemerintah Indonesia menanggapi bencana itu dalam waktu beberapa jam kemudian dan telah mengalokasikan Rp 5 triliun bantuan kemanusiaan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tiba di Yogyakarta beberapa jam setelah bencana itu dan memindahkan kantornya ke sana dari tanggal 27 hingga 31 Mei untuk memonitor sendiri upaya pengiriman bantuan kemanusiaan. Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (BAKORNAS), yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, telah melaksanakan koordinasi awal pengiriman bantuan dan upaya penyelamatan. Tanggapan itu dilakukan 3 United States Geological Survey, http://earthquake.usgs.gov/eqcenter/eqinthenews/2006/usneb6/#summary. Bagian I. Terjadinya Bencana melalui kerja sama erat dengan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Departemen Sosial, militer, pemerintah daerah, dan berbagai lembaga PBB. Pemerintah Indonesia pada awalnya mengalokasikan Rp 1,0 triliun dari APBN untuk kegiatan pengiriman bantuan dan rekonstruksi. Dari jumlah itu, Rp 75,0 triliun disalurkan kepada BAKORNAS untuk bantuan kemanusiaan. Tim pengiriman bantuan, tim medis, dan unitunit militer dari pelosok negeri telah dikerahkan ke daerah bencana. Jumlah anggaran yang telah disediakan meningkat menjadi Rp 5,0 triliun. Pemerintah Kabupaten membagikan dana kompensasi bencana dan barang kebutuhan yang disediakan Pemerintah. Di antara yang dibagikan adalah 10 kilogram nasi per orang per bulan, Rp 3.000 per orang per hari, hibah satu-kali sebesar Rp 100.000 per orang untuk pakaian, dan Rp 100.000 per rumah tangga untuk perkakas dapur. Selain itu, Pemerintah mengumumkan bahwa lebih dari 820.000 orang yang rumahnya rusak parah akan diberi biaya hidup penuh selama tiga bulan, dan yang rumahnya menderita rusak ringan akan diberi tunjangan satu bulan. Keluarga-keluarga juga menerima Rp 2,0 juta per anggota keluarga yang meninggal, dan Wakil Presiden mengumumkan bahwa Rp 30,0 juta akan diberikan untuk tiap rumah yang hancur, dan Rp 10,0 juta untuk rumah yang rusak. Biaya rumah sakit untuk orang yang luka-luka akibat gempa bumi ditanggung oleh Pemerintah di fasilitas-fasilitas umum. Tanggapan Internasional Masyarakat internasional bertindak dengan cepat mengingat banyak organisasi internasional masih ada di Aceh. Banyak organisasi juga telah mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan letusan Gunung Merapi beberapa pekan sebelum gempa bumi terjadi. Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, berbagai organisasi PBB, dan paling sedikit 35 LSM internasional telah mengumpulkan bantuan berupa kebutuhan pokok, selain personil medis dan penanggulangan bencana. PBB telah mendirikan pusat koordinasi utama di Yogyakarta dan kantor penghubung di Klaten. Tim Evaluasi dan Koordinasi Bencana PBB dikirim pada tanggal 30 Mei 2006 untuk mendukung berbagai operasi di Bantul dan Yogyakarta. 5 6 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian TINGGINYA RISIKO BENCANA DI INDONESIA Indonesia adalah salah satu negeri paling rawan bencana di dunia. Karena berlokasi di penghubung tiga lempeng tektonik, Indonesia sangat rentan terhadap aktivitas seismik. Dengan hampir 200 gunung berapinya, dimana lebih dari 70 di antaranya digolongkan ”sangat aktif”, negeri ini memiliki jumlah tertinggi gunung berapi aktif di dunia. Selain itu, Indonesia sering mengalami tanah longsor, banjir, dan gempa bumi. Resiko terbesar adalah banjir apabila ditimbang secara proporsional terhadap PDB dan angka kematian. Kebakaran hutan juga merupakan resiko yang harus diperhatikan, sebagaimana diperlihatkan oleh kebakaran hutan tahun 1998 yang terjadi selama peristiwa El Niño. Gambar 3 dan 4 memperlihatkan distribusi geografis dari resiko enam bencana utama (angin topan, kekeringan, gempa bumi, banjir, tanah longsor, dan gunung berapi) di Indonesia. Tingkat kerawanan terhadap bencana-bencana ini di estimasi dari angka kematian yang disebabkan oleh bencana tertentu dan tingkat kerugian ekonomi untuk wilayah yang dicakup oleh Bank Dunia dan tingkatan kekayaan negara, yang dihitung dari data kerugian historis selama 20 tahun. Gambar-gambar tersebut memperlihatkan bahwa untuk Indonesia – Pulau Jawa, yang berada pada decile teratas untuk resiko angka kematian untuk semau jenis bencana – menghadapi resiko terbesar dalam hal korban jiwa dari bencana alam, sementara Pulau Sumatera dan Jawa menghadapi resiko terbesar dalam hal kerugian ekonomi yang disebabkan oleh bencana alam. Gambar 3: Lokasi Rawan Bencana di Indonesia: Risiko Kematian Bagian I. Terjadinya Bencana Gambar 4: Lokasi Rawan Bencana di Indonesai: PDB Sumber: M. Dilley et al., Bank Dunia dan Columbia University, 2005 LATAR BELAKANG SOSIAL DAN EKONOMI Gempa bumi tanggal 27 Mei melanda 11 kabupaten, yang ditinggali oleh lebih dari 8,3 juta orang. Enam kabupaten yang sangat terkena dampak, termasuk lima kabupaten di Provinsi Yogyakarta (Bantul, Sleman, Gunung Kidul, Yogyakarta, Kulon Progo) dan Klaten di Jawa Tengah. Dengan 4,5 juta penduduk, keenam kabupaten tersebut memiliki populasi yang padat. Kebanyakan orang yang tinggal di daerah yang terkena dampak memang miskin, tetapi tidak terlalu parah. Dengan pengecualian Kota Yogyakarta dan Kabupaten Slemen, tingkat pendapatan tahunan mereka mencapai sekitar Rp 5 juta atau setengah dari rata-rata nasional. Angka kemiskinan di semua daerah yang terkena dampak lainnya juga berada di atas rata-rata nasional tetapi dalam taraf yang lebih rendah. Kombinasi antara pendapatan rendah dan angka kemiskinan menengah menghasilkan distribusi pendapatan yang setara. Sebagian besar orang di daerah yang terkena dampak juga memiliki karakteristik dan keadaan hidup yang serupa. Geografi dan Populasi Kawasan yang terkena dampak gempa bumi secara geografis kecil tetapi padat penduduk. Populasi totalnya mencapai sekitar 4,5 juta (2% dari populasi nasional) yang terkonsentrasi di sebuah daerah seluas 0,2% persen wilayah nasional. Bantul dan Klaten, kabupaten yang paling parah terkena dampak gempa bumi, memiliki karakteristik serupa dalam hal populasi dan kepadatan. Kedua kabupaten memiliki jumlah penduduk sekitar satu juta dan kepadatan penduduknya berada dalam tingkat sepuluh besar di Indonesia (kita-kira 1.600 penduduk per km2). Yogyakarta dan Jawa Tengah masing-masing berada dalam urutan kedua dan keempat di Indonesia (tabel 3), 7 8 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian sedangkan kepadatan di Kota Yogyakarta berada di urutan ketiga dibanding semua kota kabupaten (kira-kira 12.000 penduduk per km2). Tabel 3: Ringkasan Informasi Kependudukan Provinsi dan Kabupaten Provinsi dan Kabupaten Jumlah % di % di Luas km2: Rata-rata Kepadatan per Penduduk Provinsi Indonesia kabupaten nasional km2 (urutan 1=tertinggi)* (1000) 4.564 Provinsi Yogyakarta 3.280,2 100 1,5 3.133 1.047 (2)** Bantul 823,4 25 0,4 508 1.620 (9) Sleman 955,2 29 0,5 575 1.662 (8) Gunung Kidul 695,7 21 0,3 1.431 486 (82) Kota Yogyakarta 419,2 13 0,2 33 12,897 (3) Kulon Progo 386,8 12 0,2 586 660 (63) Provinsi Jawa Tengah 32.900 100 15,5 32.800 1.003 (4)** Klaten 1.139.2 3 0,5 656 1.736 (6) Magelang 1.158.1 0,4 0,1 1085,74 1077 (24) Boyolali 941,7 2,89 0,5 1015,1 927 (33) Sukoharjo 838,3 2,58 0,4 466,66 1796 (4) Wonogiri 1.010,6 3,11 0,5 1793,4 563 (74) Purworejo 712,1 2,19 0,3 1034,49 688 (56) Indonesia 212.000 100 100 1.981,122 107 Sumber: Data BPS dan Informasi Kemiskinan (2004), komputasi oleh tim Evaluasi Bersama, * Urutan dari 86 kota kabupaten untuk Kota Yogyakarta dan 348 untuk desa kabupaten. ** Urutan di antara 30 provinsi Kerangka Ekonomi dan Fiskal Pendapatan per kapita di enam kabupaten yang paling terkena dampak adalah Rp 6,1 juta, atau sekitar 60% dari rata-rata nasional (Rp 10,5 juta). PDRB nominal untuk Provinsi Yogyakarta adalah Rp 21,8 triliun (kira-kira US$ 2,3 miliar) pada 2004, mencapai 1% dari PDBN (Tabel 4). Di Jawa Tengah, PDRB adalah Rp 193.4 triliun (kira-kira US$ 20,5 miliar), mencapai 8,8% PDB Nasional. PDRB per kapita di Provinsi Yogyakarta adalah sekitar Rp 6,7 juta sedangkan di Jawa Tengah Rp 5,9 juta. Gambar A4 dalam lampiran teknis mengilustrasikan kecenderungan dan ukuran relatif PDRB per kabupaten untuk periode 2000 hingga 2004. Di Yogyakarta, jasa dan perdagangan menghasilkan 39% dari PDRB daerah pada tahun 2004, sedangkan pertanian mencapai 16,6% (Tabel 5). Tetapi, terdapat perbedaan besar dalam konsentrasi produksi di antara kabupaten dalam satu provinsi. Kota Yogyakarta, suatu pusat perkotaan berpenduduk padat, nyaris tidak memiliki produksi pertanian (0.5%) sementara jasa, perdagangan, restoran dan hotel, serta perhubungan mencapai 64% PDRB. Di lain pihak, produk pertanian menghasilkan PDRB besar di kabupaten Gunung Kidul (36%), Kulon Progo (25%), dan Bantul (23%)4. 4 Lihat Tabel A.1 dalam lampiran teknis untuk distribusi nominal per sektor, Tabel A.2 untuk setiap ukuran relatif sektor, dan Gambar A.1 untuk distribusi gabungan sektor-sektor PDBD. Bagian I. Terjadinya Bencana Tabel 4. PDRB dan PDRB per Kapita (Rp 2004) PDRB nominal 1/ Miliar Rp % di % di Provinsi Indonesia 21.849 100 1,0 4.171 19 0,2 3.378 15 0,1 1.836 8 0,1 6.640 30 0,3 5.876 27 0,3 193.438 100 8,8 5.125 3 0,2 4.148 2 0,2 4.247 2 0,2 4.420 2 0,2 3.166 2 0,1 2,951 2 0,1 169.381 87 7,8 PDRB per kapita 1/ Juta Rp % di % di Provinsi Indonesia 6,7 100 65 5,1 76 49 4,9 73 47 4,9 73 47 7,0 104 67 14,8 221 141 5,9 76 43 4,5 76 43 3,5 59 33 4,5 76 43 5,3 90 50 3,1 53 30 4,1 69 39 5,6 106 53 Provinsi Yogyakarta Bantul Gunung Kidul Kulon Progo Sleman Kota Yogyakarta Provinsi Jawa Tengah Klaten Magelang Boyolali Sukoharjo Wonogiri Purworejo Semua kabupaten lain di Jawa Tengah Indonesia 2.273,142 100 100,0 10,5 270 100 Sumber: Data PDBD yang dilaporkan oleh BPS, dikomputasi oleh Tim Penilaian Gabungan 1/ di Provinsi Jawa Tengah Tabel 5: Struktur Ekonomi Yogyakarta tahun 2004 Yogyakarta Indonesia Miliar Rp % dari PDRB Miliar Rp % dari PDB Pertanian 3.637 16,6 331.553 14.6 Pertambangan dan Penggalian 183 0,8 196.112 8,6 Manufaktur 3.219 14,7 639.655 28,1 Listrik, Gas, & Air 268 1,2 22.067 1,0 Konstruksi 1.744 8,0 143.052 6,3 Perdagangan, Restoran, & Hotel 4.171 19,1 369.361 16,2 Transportasi & Perhubungan 2.137 9,8 142.292 6,3 Jasa Keuangan 2.199 10,1 194.429 8,6 Jasa 4.290 19,6 234.620 10,3 PDB (tanpa Minyak & Gas) 21.849 100,0 2.072.052 91,2 Total PDB 21.849 100,0 2.273.142 100,0 Sumber: Data PDRB yang dilaporkan BPS, dikomputasi oleh Tim Penilaian Gabungan Kawasan yang terkena dampak menghasilkan pendapatan yang sangat kecil, dan seperti kabupaten miskin lainnya di Indonesia, sangat bergantung pada Dana Alokasi Umum (DAU) dari Pemerintah pusat.5 Di Bantul dan Klaten, sumber pendapatan asli daerah hanya menghasilkan 6% dari total pendapatan. Pendapatan dari dana bagi hasil bukan pajak (dari sumber daya alam) pada umumnya sangat kecil di semua kabupaten (kurang dari 0,1% dari seluruh pendapatan) dan pendapatan dari dana bagi hasil 5 Misalnya, DAU meliputi 93% dari seluruh pendapatan kabupaten Gunung Kidul (tabel 6). 9 10 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian pajak hanya menghasilkan kurang dari 4% dari seluruh pendapatan di kebanyakan kabupaten yang terkena dampak (kecuali Kota Yogyakarta dan Sleman). Tabel 6: Komposisi Pendapatan Kabupaten dan Kota yang Terkena Bencana di Provinsi Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah, Realisasi APBD Tahun 2004 (Rp Miliar) Pendapatan Asli Daerah Provinsi Yogyakarta Kulon Progo 20 Gunung Kidul 20 Sleman 60 Bantul 31 Kota Yogyakarta 80 Provinsi Jawa Tengah Klaten 27 Magelang 44 Boyolali 37 Sukoharjo 22 Wonogiri 25 Purworejo 26 Total (11 kabupaten 391 terkena dampak) Sumber: Data Departemen Keuangan, Tengah % Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) % Bagi Hasil Pajak % Dana Alokasi Umum DAU) % Total 5.3 4.2 10 5.9 18 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 12 15 37 19 38 3.3 3.1 6.3 3.7 8.7 344 433 485 471 317 91 93 83 90 73 377 467 583 521 435 3.9 7.7 6.8 4.6 4.5 7.7 -- 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.7 5.7 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 -- 24 21 18 24 19 20 246 3.5 3.7 3.3 5.0 3.3 3.7 -- 635 503 492 421 523 432 5,057 93 89 90 90 92 89 -- 687 568 548 467 568 479 5,701 hasil perhitungan Tim Penilaian Gabungan 1/ D.I Yogyakarta 2/ di Provinsi Jawa Kemiskinan Sebanyak 880.000 orang miskin tinggal di daerah yang terkena dampak gempa bumi. Dua dari lima kabupaten di Yogyakarta (33% dari populasi provinsi) sangat miskin dibandingkan kabupaten lainnya di Indonesia.6 Kabupaten Klaten, Gunung Kidul dan Kulon Progo adalah kabupaten termiskin dengan tingkat kemiskinan sekitar 25% (berada di kelompok ke-3 kabupaten termiskin di Indonesia jika seluruh kabupaten dan kota dibagi menjadi 10 kelompok berdasarkan tingkat kemiskinan) tetapi persentase kemiskinan lebih rendah di Kabupaten Bantul, Sleman, dan Kota Yogyakarta. Di tingkat provinsi, persentasi kemiskinan di Yogyakarta sekitar 19%, berada di urutan kelima dari sepuluh provinsi termiskin di Indonesia. Tetapi, persentase kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah sedikit lebih tinggi daripada di Yogyakarta. 6 Tabel 7 melaporkan persentase populasi miskin di tiap kabupaten di Yogyakarta dan sepuluh kabupaten termiskin di Indonesia. 11 Bagian I. Terjadinya Bencana Tabel 7: Indikator Kemiskinan di Yogyakarta dan Jawa Tengah (2004) Penduduk Penduduk Miskin (1000) % Kemiskinan (1000) Provinsi Yogyakarta 3,224 616 19.1 Bantul 819 152 18.5 Gunung Kidul 687 173 25.2 Kulon Progo 376 95 25.1 Sleman 945 147 15.5 Kota Yogyakarta 396 50 12.7 Provinsi Jawa Tengah 32,543 6,844 21.0 Klaten 1,132 264 23.3 Magelang 132 186 16.0 Boyolali 942 172 18.4 Sukoharjo 838 118 14.3 Wonogiri 1,011 246 24.4 Purworejo 712 167 23.5 Provinsi Lain di Jawa 120,000 20,200 16.8 Indonesia 209,000 35,900 17.2 Sumber: Hasil perhitungan Tim Gabungan berdasarkan SUSENAS 2004. Kelompok Decile (1 Termiskin) 5 5 3 3 6 7 4 3 9 9 8 9 8 --- 12 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian corbis/Mast Irham Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 13 14 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Jumlah total kerusakan dan kerugian akibat gempa bumi diperkirakan mencapai Rp 29,1 triliun (US$ 3,1 miliar). Jumlah total kerusahan diperkirakan mencapai Rp 22,75 triliun (78% dari jumlah total) dan jumlah total kerugian ekonomi mencapai Rp 6,40 triliun (22%). Angka kerusakan mewakili jumlah pembiayaan, termasuk sumbangan oleh korban, yang akan dibutuhkan untuk rekonstruksi. Angka kerugian mewakili pengurangan kegiatan ekonomi dan pendapatan pribadi dan keluarga yang akan timbul dalam bulan-bulan berikut akibat bencana gempa bumi (Lihat tabel 8). Tabel 8: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian (Rp Miliar) Efek Bencana Kerusakan Kerugikan Perumahan 13.915 1.382 Infrastruktur 397 154 Transportasi dan Perhubungan 90 0 Energi 225 150 Air dan Kebersihan 82 4 Sektor Sosial 3.906 77 Pendidikan 1683 56 Kesehatan dan Perlindungan Sosial 1569 21 Budaya dan Agama 654 0 Sektor Produktif 4.348 4.676 Pertanian 66 640 Perdagangan 184 120 Industri 4063 3899 Pariwisata 36 18 Lintas Sektor 185 110 Pemerintah 137 0 Perbankan dan Keuangan 48 0 Lingkungan 0 110 Jumlah Total 22.751 6.398 Jumlah Total, juta US$ 2.446 688 Sumber: Perkiraan oleh Tim Penilaian Gabungan Total 15.296 551 90 375 86 3.982 1739 1590 654 9.025 705 303 7962 54 295 137 48 110 29.149 3.134 Kepemilikan Swasta Pemerintah 15.296 0 76 476 0 90 0 375 76 10 2.112 1.870 584 1154 1030 560 498 156 8.854 170 700 5 138 165 7962 0 54 0 48 247 0 137 48 0 0 110 26.386 2.763 2.837 297 Dampak bencana di tiap sektor tidak sama, karena kerusakan dan kerugian infrastruktur sangat sedikit. Sebaliknya, efek bencana terkonsentrasi di sektor perumahan, sosial, dan produktif. Kerusakan dan kerugian di sektor perumahan mencapai Rp 15,3 triliun Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian (52% dari jumlah total). Sektor produktif mengalami kerugian sebanyak Rp 9 triliun (31%), dan sektor sosial, terutama pendidikan dan kesehatan, mengalami kerusakan sebanyak Rp 4 triliun (14%). Bencana tersebut menghasilkan dampak sosial yang besar karena gempa bumi tersebut berdampak terhadap kondisi kehidupan dan pendapatan para pekerja usaha kecil dan menengah. Rumah tangga dan perusahaan swasta paling terkena dampak bencana. Jumlah total kerusakan dan kerugian sektor swasta diperkirakan mencapai Rp 26.4 triliun (90% dari jumlah total), sedangkan kerusakan dan kerugian sektor pemerintah Rp 2.8 triliun (10%). Tetapi, sumbangan sumber daya pemerintah terhadap rekonstruksi akan sangat besar, karena tidak banyak rumah tangga atau usaha kecil yang memiliki asuransi. Kotak 1: Mengukur Kerusakan dan Kerugian – Metodologi ECLAC Untuk mengukur kerusakan dan kerugian, tim gabungan yang terdiri dari BAPPENAS, pemerintah provinsi dan kabupaten, serta mitra internasional menggunakan metodologi yang dikembangkan oleh Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika Latin dan Karibia (ECLAC). Metodologi ECLAC pertama kali dikembangkan pada awal tahun 1970-an dan telah dimodifikasi dan ditingkatkan melalui aplikasi selama lebih dari tiga dekade dalam konteks pasca-bencana di seluas dunia. Metodologi ini menghasilkan perkiraan pendahuluan terhadap dampak atas aset fisik yang harus diperbaiki dan diganti, serta terhadap aliran-aliran yang tidak akan diproduksi sampai asset diperbaiki dan dibangun. Perkiraan itu menganalisis tiga aspek utama: Kerusakan (dampak langsung) memaksudkan dampak atas aset, saham, properti, yang dinilai dengan harga unit penggantian (bukan rekonstruksi) yang disepakati. Perkiraan itu harus memperhitungkan tingkat kerusakan (apakah aset masih bisa dipulihkan/diperbaiki, atau sudah sama sekali hancur). Kerugian (dampak tidak langsung) memaksudkan aliran-aliran yang akan terkena dampak, seperti pendapatan yang berkurang, pengeluaran yang bertambah, dll selama periode waktu hingga aset dipulihkan. Semua itu akan dijumlah berdasarkan nilai sekarang. Penentuan periode waktu sangat penting. Jika pemulihan berlangsung lebih lama daripada yang diharapkan, seperti dalam kasus Aceh, kerugian bisa meningkat secara signifikan. Efek ekonomi (kadang-kadang disebut dampak sekunder) mencakup dampak fiskal, dampak pertumbuhan PDB, dll. Analisis ini juga bisa diterapkan pada tingkat sub-nasional. Kerusakan terkonsentrasi di beberapa kabupaten; Klaten di Jawa Tengah dan Bantul di Provinsi Yogyakarta adalah yang paling terkena dampak. Kedua kabupaten itu mengalami kerusakan dan kerugian masing-masing lebih dari Rp 10 triliun (sekitar 70% dari jumlah total). Kabupaten-kabupaten lain menderita kerusakan dan kerugian pada skala yang jauh lebih rendah (Lihat tabel 9). Tetapi, kekuatan sebenarnya dari bencana tersebut bisa 15 16 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian ditentukan dengan membandingkan jumlah kerusakan dan kerugian dengan ukuran ekonominya, yang merupakan ukuran internasional kekuatan bencana. Bantul adalah kabupaten paling terkena dampak yang menderita 246% total kerusakan dan kerugian dibandingkan dengan produk domestik brutonya. Klaten memiliki perbandingan 201%. Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunung Kidul juga memiliki rasio yang relatif tinggi, antara 50% dan 75%. Tabel 9: Distribusi Geografis Efek Bencana Provinsi dan Kabupaten/Kota Penduduk (1000) Yogyakarta Province 3,224 Bantul 819 Yogyakarta City 396 Kulon Progo 376 Gunung Kidul 687 Sleman 945 Central Java Province 32,542 Klaten (incl. other 1,131 affected districts) Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Produk Domestik Bruto, Miliar Rp 21,849 4,171 5,876 1,836 3,378 6,640 193,438 5,125 Dampak Total, Milliar Rp 18,742 10,335 1,639 1,372 2,167 3,229 10,387 10,387 Besar Dampak Bencana, % 86 246 28 74 64 48 201 201 Dampak Per Kapita, Juta Rp 5.8 12.6 4.1 3.6 3.2 3.4 9.2 9.2 Rata-rata kerusakan dan kerugian per kapita juga tidak seimbang. Bantul adalah kabupaten yang paling terkena dampak dengan efek per kapita mencapai Rp 12,3 juta. Dampak terhadap Klaten juga besar, mencapai Rp 6,5 juta. Kabupaten-kabupaten lain yang terkena dampak parah memiliki kisaran angka yang sama, dengan efek per kapitanya Rp 3-4 juta (lihat tabel 9). Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Perumahan Ikhtisar Membangun kembali dan merehabilitasi rumah-rumah akan menjadi hal yang terpenting dalam upaya rekonstruksi Yogyakarta-Jawa Tengah. Kerusakan dan kerugian di sektor perumahan mencapai Rp 15,3 triliun, atau lebih daripada setengah jumlah total. Diperkirakan, 157.000 rumah hancur dan 202.000 lainnya rusak. Antara 600.000 samapai satu juta orang telah kehilangan tempat tinggal. Skala kehancuran perumahan lebih besar daripada di Aceh, terutama karena padatnya populasi di daerah yang terkena dampak gempa bumi dan standar konstruksi bangunan rumah yang berkualitas rendah. Sejumlah 4.1 juta kubik meter gabungan puing menumpuk di semua lokasi rumah yang runtuh itu. Tetapi, pembangunan kembali seharusnya akan lebih mudah dan cepat daripada di Aceh karena sebagian besar infrastruktur masih berdiri kokoh. Pembuangan puing dan penyediaan tenda penampungan korban adalah tantangan yang harus segera diatasi dalam pekan-pekan mendatang. Kondisi Sebelum Bencana Sebelum bencana, Provinsi Yogyakarta dan keenam kabupaten yang terkena dampak di Jawa Tengah memiliki jumlah total rumah pribadi 2,1 juta, lebih daripada dua kali lipatnya jumlah total perumahan di Aceh. Jumlah perumahan di keenam kabupaten yang paling terkena dampak adalah 984.000. Kabupaten Klaten memiliki jumlah rumah terbesar (280.500); Sleman di urutan kedua (197.000); dan Bantul ketiga (182.000). Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Sektor perumahan menderita kerusakan dan kerugian terparah dibanding semua sektor lain akibat gempa bumi tanggal 27 Mei. Kebanyakan kerusakan terjadi di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Klaten (lihat gambar 1). Kebanyakan rumah yang terkena dampak berumur antara 15 sampai 25 tahun. Kurang dari tiga persennya adalah rumah dengan rancangan tradisional. Hampir 7,4% dari jumlah total perumahan hancur sama sekali (sekitar 157.000 unit) dan 9,5% (sekitar 202.000 unit) menderita kerusakan. Angka tersebut meningkat menjadi 15,6% dan 20,2% masing-masing di keenam kabupaten yang paling terkena dampak. Bantul di Province Yogyakarta dan Klaten di Provinsi Jawa Tengah adalah kabupaten yang paling parah dilanda bencana. Kabupaten Bantul dan Kabupaten Klaten (peta 3) berisi 72% dari jumlah total rumah hancur, dan 95% koban jiwa dan luka 17 18 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian berat terjadi di kedua kabupaten tersebut. Gunung Kidul, Sleman, dan Yogyakarta cukup parah terkena dampak, sedangkan daerah-daerah yang jauh dari situ seperti Magelang, Purworejo, dan Wonogiri hanya menderita sedikit kerusakan rumah. Klaten memiliki jumlah rumah hancur terbesar (66.000) diikuti oleh Bantul (47.000). Peta 3: Pembagian Geografis Jumlah Total Kerusakan dan Kerugian di Bidang Perumahan (Rp Miliar) Sumber: Tim Penilaian Gabungan berdasarkan kerusakan dan kerugian rumah Rumah-rumah kami roboh karena kami kekurangan uang untuk membangun rumah yang layak. Siapa yang tahu akan terjadi gempa bumi seperti ini.” (Seorang penduduk lansia di Bantul) Rumah-rumah yang terbuat dari kayu atau bambu ketimbang bata/beton lebih tahan terhadap guncangan gempa bumi. Meski rumah bambu tradisional terlihat bisa lebih tahan gempa, tidaklah demikian halnya apabila rumah tersebut memiliki genteng yang berat dan dibangun di atas tanah liat serta tidak memiliki struktur penopang atap yang cukup. Pada umumnya, orang-orang bisa membuat tempat tinggal sementara di lokasi rumah mereka yang hancur dengan menggunakan tenda, terpal, dan bahan-bahan yang bisa diselamatkan. Sebuah survei singkat mendapati bahwa 74% dari keluarga yang rumahnya hancur sama sekali tinggal di dalam sebuah tenda di Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian depan rumah mereka. Hal itu memungkinkan masyarakat untuk berkumpul bersama ketimbang tercerai berai dalam lokasi-lokasi tempat tinggal sementara. Hal itu juga memungkinkan para penduduk melindungi harta benda mereka dalam lingkungan sendiri. Dalam banyak kasus, penduduk telah mulai menyelamatkan barang-barang berharga serta bahan bangunan, yang bisa digunakan kembali untuk membangun rumah mereka. Terpal juga digunakan untuk melindungi harga benda dari angin dan hujan. Karena kekurangan terpal, beberapa organisasi telah mendapati bahwa empat atau lima keluarga tinggal di bawah satu terpal. Penyebab utama kerusakan adalah kurangnya struktur anti-gempa di banyak rumah. Sebuah evaluasi singkat terhadap perumahan yang terkena dampak harus dilaksanakan dengan segera melalui masukan dari para insinyur seismik, guna menemukan sumber-sumber utama masalah (aturan bangunan yang tidak memadai, sitting yang tidak layak, atau pemantauan dan penegakan standar). Selain itu, sangat penting untuk menyebarluaskan informasi dasar tentang bangunan yang aman secepat mungkin, karena orang-orang akan segera membangun rumah mereka dan menghadapi risiko membangun rumah yang sama lemahnya. Perkiraan kerusakan perumahan dimulai tidak lama setelah gempa bumi melalui Departemen Pekerjaan Umum, dan dikoordinasikan dengan BAPPENAS dan organisasi nasional dan daerah. Prosesnya bersifat dari bawah ke atas (bottom-up): penduduk menyediakan informasi tentang tingkat kerusakan kepada kepala desa, yang kemudian ditinjau oleh Satkorlak dan berbagai kementerian yang terkait. Tim untuk laporan ini mengadakan sejumlah kunjungan lapangan untuk memverifikasi data. Angka yang ditampilkan dalam laporan itu menggunakan data yang disediakan oleh Yogyakarta Earthquake Media Center sejak tanggal 6 Juni 2006, dengan penyesuaian 10% untuk mencerminkan temuan-temuan dari kunjungan lapangan. 19 20 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tabel 10: Keseluruhan Kerusakan Fisik (Unit Perumahan)7 Hancur Total Provinsi Yogyakarta 88.249 Bantul 46.753 Sleman 14.801 Gunung Kidul 15.071 Kota Yogyakarta 4.831 Kulon Progo 6.793 Provinsi Jawa Tengah 68.414 Klaten 65.849 Sukoharjo 1.185 Magelang 499 Purworejo 144 Boyolali 715 Wonogiri 23 Jumlah Total 156.662 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan ”Saya maunya membangun kembali rumah yang lebih baik, tetapi tidak bisa. Kami membiaya sendiri rumah kami dan tidak memiliki tabungan. Untuk membangun kembali dengan lebih baik jelas kita tidak bisa meski risikonya memang ada. Apakah Anda mau memberi saya uang sekarang sehingga saya bisa membangun kembali rumah yang lebih baik seperti yang Anda bilang?” (Seorang kepala desa di Klaten) Rusak 98.342 33.137 34.231 17.967 3.591 9.417 103.689 100.817 488 729 760 825 70 202.031 Total 186.591 79.889 49.031 33.038 8.422 16.210 172.103 166.666 1.673 1.228 904 1.540 93 358.693 Pribadi 186.591 79.889 49.031 33.038 8.422 16.210 172,103 166.666 1.673 1.228 904 1.540 93 358.693 Pemerintah 0 0 0 Rumah yang hancur di empat kabupaten pedesaan; Bantul, Klaten, Sleman, dan Gunung Kidul; mencapai lebih dari 91% jumlah total rumah yang hancur. Rumah yang hancur di Provinsi Yogyakarta dan Kabupaten Klaten mencapai 98% dari jumlah total rumah yang hancur dan hampir semua kerusakan dicatat di sana (gambar 1). Data penting yang dirinci menurut jenis kelamin, kepala keluarga, usia, ukuran rumah tangga, kelompok rentan, tingkat pendapatan, atau kepemilikan tanah belum tersedia. Tetapi, data sedang dikumpulkan dan pasti akan memberi informasi untuk strategi dan proyek rekonstruksi dan pemulihan. Skala kehancuran perumahan lebih tinggi daripada yang disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami bulan Desember 2004 di Aceh (gambar 2). Kerusakan dan kerugian di bidang perumahan (Rp 15,3 triliun) merupakan persentase terbesar dari jumlah totalnya. Angka itu lebih tinggi daripada jumlah total kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh bencana di Aceh (Rp 13,4 triliun – tabel 3). Meskipun daerah yang terkena dampak lebih kecil daripada yang dilanda oleh tsunami di Aceh, skala kerusakannya lebih besar. Hal itu terutama karena Yogyakarta dan Jawa Tengah merupakan beberapa di antara daerah yang memiliki angka kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia, sehingga ada banyak orang yang menjadi korban. Kabupaten Bantul dan Klaten memiliki lebih daripada 1.600 orang per km persegi, lebih dari 50% di atas rata-rata Jawa. Sebagai perbandingan, Aceh memiliki kepadatan penduduk yang sangat rendah, yaitu 72 orang per km persegi. 7 Tim Evaluasi Gabungan menyesuaikan kategori awal: 70% dari rumah yang ”rusak parah” digolongkan ulang menjadi hancur. Ke-30% sisanya digolongkan ulang menjadi hanya ”rusak”. Lihat tabel lampiran untuk perincian semua asumsi, penyesuaian, dan sumber data. 21 Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Tabel 11: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Bidang Perumahan (Miliar Rp) Provinsi Yogyakarta Bantul Sleman Gunung Kidul Kota Yogyakarta Kulon Progo Provinsi Jawa Tengah Klaten Sukoharjo Magelang Purworejo Boyolali Wonogiri Jumlah Total Sektor Perumahan % Total Kerusakan dan Kerugian Semua Sektor Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Kerusakan 7.420,7 3.419,3 1.723,5 1.299,0 357,8 621,1 6.493,9 6.277,9 77,2 46,6 28,3 60,9 3,1 13.914,6 61 Kerugian 732,9 332,6 175,0 128,6 34,9 61,8 648,7 627,4 7,4 4,6 3,0 6,0 0,3 1.381,6 22 Total 8.153,5 3.751,9 1.898,4 1.427,6 392,7 682,9 7.142,7 6.905,3 84,6 51,3 31,2 66,9 3,4 15.296,2 53 Pribadi 8.153,5 3.751.9 1.898,4 1.427,6 392,7 682,9 7.142,7 6.905,3 84,6 51,3 31,2 66,9 3,4 15.296,2 58 Pemerintah 0,0 0,0 0,0 0 Tabel 12: Aceh versus Yogyakarta/Jawa Tengah – Jumlah Perumahan, Kerusakan, dan Biaya Kategori Aceh Yogyakarta –Jawa Tengah (11 kabupaten) Perumahan sebelum Bencana Rumah Hancur % Hancur Rumah Rusak % Rusak Total Rusak & Kerugian Rata-rata Biaya Rekonstruksi Rumah Baru Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan 832.208 127.325 15,3% 151,653 18,2% Rp 13,4 triliun Rp 1,4 ~ 1,6 juta/m² 2.117.375* 156.662 7,4 % 202,031 9,5 % Rp 15.3 triliun Rp 1.0 ~ 1.2 juta/m² Yogyakarta –Jawa Tengah (6 kabupaten paling terkena dampak) 984.058 154.098 15,7% 199,160 20,2% Rp 15,1 triliun Rp 1,0 ~ 1,2 juta/m² Rekomendasi Awal Identifikasi bangunan berbahaya yang berisiko roboh guna menghindari korban jiwa dan cedera lebih banyak. Banyak orang masih mencari perteduhan sementara di bangunan demikian dan tidak mengetahui bahayanya. Libatkan komunitas yang terkena dampak dalam program rekonstruksi. Korban harus digugah untuk membayar lebih banyak demi kualitas guna menghindari banyaknya korban jiwa di masa depan. Standar perumahan dan kompensasi sejauh mungkin harus sama rata di seluruh lapisan masyarakat guna menghindari ketegangan di antara kabupaten-kabupaten dan desa-desa. Fasilitasi persediaan bahan bangunan yang cukup melalui rantai pengadaan sangat penting agar korban bisa memperoleh rumah baru dalam batas waktu yang sesingkat mungkin guna membangun kembali mata pencaharian mereka. 22 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Infrastruktur Dampak gempa bumi terhadap infrastruktur pemerintah dan swasta relatif terbatas, dengan nilai kerusakan dan kerugian diperkirakan masing-masing sebesar Rp 397 miliar dan Rp 153,8 miliar. Sektor yang paling parah terkena dampak adalah energi, dengan nilai kerusakan transmisi listrik dan fasilitas distribusi diperkirakan mencapai sejumlah total Rp 225 miliar dan kerugian mencapai Rp 150 miliar akibat kerusakan fisik. Dalam sektor transportasi, terdapat kerusakan jalan yang tersebar di berbagai tempat tetapi tidak berat, serta kerusakan di bandara Yogyakarta, dan kerusakan jalur kereta api utama dan infrastruktur yang terkait dengannya. Jumlah total kerusakan diperkirakan mencapai Rp 90.2 miliar. Kebanyakan kerusakan jalan (80%) terjadi di jalan provinsi dan kabupaten dan dua pertiga kerusakan terjadi di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Jumlah total kerusakan dan kerugian di sektor persediaan air dan sanitasi diperkirakan mencapai Rp 85.6 miliar, terutama karena rusaknya sumur-sumur dangkal, sumber utama air bagi 70-95% desa di Provinsi Yogyakarta maupun Provinsi Jawa Tengah. Jasa pos dan telekomunikasi menderita sangat sedikit kerusakan, terutama kerusakan pada base station telepon seluler dan nirkabel dan beberapa bangunan. Jumlah total kerusakan diperkirakan tidak melebihi Rp 7 miliar. Tabel 13: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Infrastruktur Sektor / Sub-Sektor Efek (Miliar Rp) Kerusakan Kerugian Air & Sanitasi 81,9 3,7 PDAM 5,0 3,7 Pasokan Air Pedesaan 75,5 0 Sanitasi Perkotaan 1,4 0 Energi 225,0 150,0 Substasiun transmisi 135,0 150,0 Jaringan Distribusi 90,0 0 Transportasi dan Perhubungan 90,6 0,2 Jalan 45,0 0 Kereta Api 19,9 0 Penerbangan Sipil 18,7 0,2 Pos dan Telekomunikasi 7,0 0 Total 397,5 153,8 % dari total kerusakan dan kerugian 1,7 2,4 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Total 85,6 8,7 75,5 1,4 375,0 285,0 90,0 90,8 45,0 19,9 18,9 7,0 551,4 1,9 Kepemilikan Pemerintah Swasta 10,1 75,5 8,7 0,0 0.0 75,5 1,4 0,0 375,0 0,0 285,0 0,0 90,0 0,0 90,8 0,0 45,0 0,0 19,9 0,0 18,9 0,0 7,0 0,0 475,9 75,5 Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian AIR DAN SANITASI Ikhtisar Jumlah total kerusakan dan kerugian di sektor pasokan air dan sanitasi diperkirakan mencapai Rp 85,6 miliar, agak lebih sedikit dibandingkan dengan sektor lainnya. Kebanyakan kerusakan tampaknya terjadi pada fasilitas pasokan air ketimbang fasilitas sanitasi. Tidak ada jaringan pasokan air pipa yang mengalami kerusakan parah. Di daerahdaerah terkena bencana yang kebanyakan tidak memiliki air pipa, pembersihan puing secara segera dan biaya perbaikan sumur dapat mencapai Rp 75,5 miliar. Pada tahap ini, informasi tentang infrastruktur sanitasi bawah tanah masih terbatas. Kondisi Sebelum Bencana Pasokan air perkotaan di daerah yang dilanda gempa bumi disediakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan, kecuali di daerah Yogyakarta dan sekitarnya, pelayanan sanitasi disediakan oleh pemerintah daerah melalui dinas pertamanan dan kebersihan (DPK). Di daerah Yogyakarta dan sekitarnya, yang terdiri dari kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman, saluran limbah dikelola dan dioperasikan secara bersama-sama oleh pemerintah provinsi dan pemerintah daerah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman. Sebagaimana pada umumnya di Indonesia, jangkuan PDAM terbatas, sehingga sebagian besar rumah tangga perkotaan dan hampir semua rumah tangga pedesaan mengandalkan upaya sendiri melalui pengambilan air bawah tanah dangkal, tadah hujan, atau penggunaan air permukaan dari sungai dan mata air. 85-95% desa di Kabupaten Bantul di Provinsi Yogyakarta dan Kabupaten Klaten menggunakan sumur sebagai sumber air8. Sumur dan toilet di dalam rumah merupakan hal biasa, dan pembuangan kotoran manusia ke sungai sudah merupakan praktek yang umum di daerah pedesaan. Sebelum gempa bumi, hanya sekitar 35 persen penduduk Kota Yogyakarta (termasuk sebagian Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman) yang mendapatkan persediaan air pipa dari PDAM Yogyakarta. PDAM Yogyakarta mengandalkan sumber air bawah tanah (sumur dangkal dan dalam), sungai, dan mata air, dengan total kapasitas 583 liter/detik (l/s). Daerah yang dilayani dibagi menjadi empat zona, dengan 34.560 sambungan rumah tangga dan 31,2% pasokan air yang hilang sebelum bencana. Kota Yogyakarta adalah satu-satunya daerah perkotaan terkena bencana yang memiliki sistem pembuangan terbatas (30% cakupan), dengan fasilitas pengolahan limbah yang kurang dimanfaatkan (40%) di Sewon. Fasilitas toilet individu dan sanitasi/tangki penampung kotoran manusia di satu lokasi merupakan hal yang umum di seluruh kota. Sehubungan pengelolaan limbah padat, daerah Yogyakarta dan sekitarnya mengoperasikan sebuah lokasi pembuangan sampah daerah di Piyungan. Pengambilan sampah, pembersihan kota, dan penyapuan jalan dilaksanakan oleh masing-masing pemerintah kabupaten. 8 Data PODES 2005 yang dikumpulkan oleh BPS 23 24 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Di Kabupaten Bantul, pasokan air terdiri dari 12 unit, satu untuk kota Bantul dan 11 untuk saluran-saluran daerah kecamatan di wilayah tersebut. Hanya sekitar 10% dari seluruh penduduk kabupaten yang dilayani oleh PDAM Bantul, 82% lainnya mengandalkan sumur dangkal (93%), mata air (5%), pompa tangan (1%), tadah hujan (0,4%), dan cara-cara lain. Jumlah total kapasitas produksi adalah 235 l/s, dan air yang tidak terhitung/hilang dilaporkan mencapai 22%. Sistem sanitasi tidak ada, dan hanya sekitar 13% dari produksi sampah harian yang diambil oleh petugas pengambilan sampah kabupaten. Di Kabupaten Klaten, jangkauan persediaan air sebelum gempa bumi mencapai 56% untuk kota dan 14% untuk kabupaten secara keseluruhan. PDAM menjangkau kota Klaten, dan enam sistem pasokan air kecamatan tersebar di seluruh kabupaten; empat di antaranya bergantung pada sumur dalam dan dua di antaranya mata air. Saluran pipa melayani 22.537 sambungan rumah, yang di antaranya sekitar 13.000 berada di daerah kota Klaten. Sumur-sumur galian umum digunakan sebagai sumber air rumah tangga. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Secara keseluruhan, kerusakan dan kerugian pada persediaan air dan sanitasi relatif kecil dan bersifat sementara. Kerusakan fasilitas penyediaan air dan sanitasi diikhtisarkan pada Tabel 14. 90% dari kerusakan pasokan air berada di daerah pedesaan. Tabel 14: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian pada sektor Air dan Sanitasi Air dan Sanitasi Pasokan air Pasokan Air PDAM Unit Produksi (sumur, pompa) Jaringan dan Sambungan Pipa Truk Air Pendapatan yang Hilang Biaya Operasional Tambahan Pasokan Air di Pedesaan Sumur Galian yang Perlu Dibersihkan Sumur Galian yang Perlu Direhabilitasi Sanitasi Fasilitas Pengolahan Air Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Total 85,6 84,2 8,7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 75,5 0,0 0,0 1,4 0,0 Efek (Milyar Rp) Kerusakan Kerugian 81,9 3,7 80,5 3,7 5,0 3.7 1,8 0.0 3,2 0,0 0,0 0.0 0,0 2,5 0,0 1,2 75,5 0,0 33,5 0,0 41,9 0,0 1,4 0,0 1,4 0,0 Kepemilikan Swasta Pemerintah 75,5 10,1 75,5 8,7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 75,5 0,0 33,5 0,0 0,0 0,0 0,0 1,4 0,0 0,0 Pasokan air pipa di daerah perkotaan terganggu selama beberapa hari terutama karena matinya aliran listrik, karena 90% air bersumber dari sumur dalam yang di pompa. Di Yogyakarta, tidak satu pun dari bangunan, pompa, dan sumur PDAM rusak berat akibat gempa bumi, dan perbaikan secara cepat telah dilakukan guna menjaga pasokan air. Tetapi, jaringan distribusi air rusak akibat semakin banyaknya kebocoran fisik di kota, terutama di kecamatan-kecamatan yang paling terkena dampak, yakni Umbulharjo, Mergangsan, Kota Gede dan Mantri Jero. Perbaikan sementara lebih dari 200 titik kebocoran sedang dilakukan. Tidak ada laporan tentang kerusakan jaringan limbah. Meski telah dilaporkan ada kerusakan kecil di fasilitas pengolahan limbah, fasilitas itu masih beroperasi. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Kerusakan kecil juga ditemukan di lokasi penampungan sampah daerah di Piyungan, yang melayani daerah Yogyakarta dan sekitarnya, berupa kebocoran pada kolam penyaringan yang bisa mencemari sungai di dekatnya. Di Bantul, dua dari 12 sumur dalam dilaporkan rusak, dan dua jembatan pipa transmisi telah roboh. Di Klaten, hanya sekitar 50 sambungan rumah tangga yang terganggu. Kedua kabupatan itu pada umumnya berisi wilayah semi-perkotaan dan pedesaan, yang hanya mempunyai sedikit sambungan pipa, sehingga hanya terdapat sedikit kerusakan pada sambungan tersebut. Sebaliknya, karena sumur dan toilet sangat umum, kerusakan per individu banyak terjadi. Tetapi, tampaknya, bahkan di tempat-tempat yang tingkat kehancuran rumahnya tinggi, struktur sumur-sumur itu tetap kuat, meski sudah terisi dengan puing. Maka, biaya pembersihan yang dilakukan dengan segera bisa jadi tinggi, tetapi biaya penggantian dan rekonstruksi rendah. Untuk sementara, rumah tangga yang berada di daerah yang terkena dampak parah telah menggunakan fasilitas air dan sanitasi umum yang disediakan para tetangga, yang telah dibersihkan dari puing, dan PDAM sedang menyalurkan air melalui truk dan penampungan air umum di tenda-tenda evakuasi. Informasi tentang kerusakan tangki penampung tinja belum tersedia dan mungkin akan berdampak pada mutu air apabila tangki-tangki itu dibangun dekat sumur. Tetapi, penting untuk dicatat bahwa kebocoran tangki penampung tinja ke sumur-sumur didekatnya sudah menjadi masalah umum bahkan sebelum adanya gempa bumi. Semua PDAM di kabupatan-kabupaten yang terkena dampak kemungkinan besar akan mengalami peningkatan biaya operasional dan pemeliharaan akibat pekerjaan perbaikan yang harus segera dilakukan. Di Bantul, pekerjaan perbaikan dan rehabilitasi terhalang oleh berkurangnya kapasitas staf, karena sekitar 80% rumah staf PDAM roboh atau rusak berat. 25 26 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian ENERGI Ikhtisar Gempa bumi mengakibatkan kerusakan yang signifikan pada substasiun tegangan ekstra tinggi di Pedan (Kabupaten Klaten), kerusakan kecil pada sebelas substasiun tegangan tinggi, dan kerusakan di berbagai jaringan dan sambungan rumah tangga tegangan menengah dan tinggi. Pasokan listrik daerah perkotaan Yogyakarta terputus secara singkat, dan perkembangan bagus telah dibuat sejak saat itu dalam mengembalikan sambungan listrik kepada para pelanggan di daerah pedesaan yang bangunannya masih bisa digunakan. Tidak ada laporan mengenai kerusakan instalasi minyak dan gas. Ada beberapa laporan tentang kerusakan tempat-tempat pengisian bensin pinggir jalan. Jumlah total kerusakan dan kerugian diperkirakan mencapai masing-masing Rp 325 miliar dan Rp 150 miliar. Keadaan Sebelum Bencana Pasokan listrik untuk umum di Jawa dan di tempat-tempat lainnya dikelola oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Daerah yang terkena gempa biasanya memperoleh aliran listrik melalui jaringan 500KV dari pusat pembangkit listrik tenaga batubara Paiton, Jawa Timur, dan PLN tidak memiliki kapasitas pembangkit yang signifikan di daerah yang terkena bencana. 9 Pusat Pengendalian dan Pengaturan Beban (P3B) PLN Jawa-Bali mengelola jaringan transmisi 500KV dan jaringan transmisi regional 150KV. Unit usaha Distribusi Jawa Tengah mengelola jaringan distribusi dan penjualan listrik ke pelanggan listrik tegangan menengah dan tinggi di semua daerah yang terkena dampak. Substasiun Pedan yang baru saja dibangun, merupakan segmen sangat penting pada jaringan 500 KV Jawa-Bali, terletak di jalur 500KV selatan yang, jika selesai, akan menghubungkan Paiton via Kediri, Pedan, dan Tasikmalaya ke Depok (Jakarta). Juga terdapat saluran 500KV dari Pedan ke Unggaran (Semarang) melalui jalur 500KV utara. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Substasiun Pedan menderita kerusakan pada pemutus arus 500 KV (3 pasang), saklar pemutus 500KV (5 pasang), trafo 500KV/150KV (2 pasang) dan sebuah penangkal listrik 500KV. Hal itu melumpuhkan sambungan 500KV Pedan-Kediri-Paiton maupun Pedan-Ungaran, sehingga listrik harus disalurkan melalui jaringan 150KV dari pusat pembangkit minyak bakar di dekat Semarang (Tambak Lorok) dan dari Jawa Barat. Bangunan substasiun juga menderita sedikit keretakan tetapi perlengkapan kendali di dalamnya selamat dari kerusakan. Selain itu, sebelas substasiun 150KV di Provinsi 9 PLN memiliki sebuah unit pembangkit listrik tenaga air kecil berukuran 260kW di daerah itu. Tidak dilaporkan adanya kerusakan pada fasilitas itu. Sejumlah perusahaan memiliki ’pembangkit’ sendiri yang menyediakan listrik untuk keperluan utama atau cadangan. Menurut laporan, ada sekitar 140 unit di Provinsi Jawa Tengah/Provinsi Yogyakarta dengan total kapasitas terpasang sekitar 87MW. Unit-unit itu merupakan bagian dari sektor produktif. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Yogyakarta menderita kerusakan kecil pada bangunan dan perlengkapannya.10 Tidak ada menara transmisi yang rusak. Jumlah total biaya untuk perbaikan diperkirakan mencapai Rp 135 miliar11 oleh PLN. Aliran 500 KV Pedan-Unggaran diberi tenaga kembali pada tanggal 31 Mei, memungkinkan listrik dari Tambok Lorok disalurkan pada tegangan 500KV. Aliran 500KV Pedan-Kediri diberi tenaga kembali pada tanggal 6 Juni, sehingga bisa mengalirkan listrik dari pembangkit listrik tenaga batubara Paiton.12 Pekerjaan sisanya di Pedan dan di 11 stasiun 150KV direncanakan akan selesai pada tanggal 30 Juni. Unit usaha Jawa Tengah melaporkan kerusakan pada lebih dari 140.000 sambungan pelanggan (seluruhnya sekitar 6,7 juta), dan pada kurang lebih 880km jalur distribusi tegangan menengah (30KV dan 20KV) dan 820km jalur distribusi tegangan rendah. Hanya segmen-segmen pendek dari jaringan tersebut yang menderita kerusakan parah. Pada awalnya, sekitar 1.800 trafo distribusi tidak berfungsi dan sekarang diperkirakan bahwa sekitar 180 rusak. PLN merencanakan untuk memfungsikan seluruh jaringan pada akhir Juni, meskipun konektivitas akhir akan bergantung pada kecepatan rekonstruksi rumah-rumah yang rusak. Jumlah total biaya perbaikan jaringan distribusi dan bangunan diperkirakan oleh PLN mencapai Rp 90 miliar. Biaya pembangkitan listrik PLN naik dengan tinggi karena PLN harus memasok listrik ke daerah dari stasiun-stasiun berbahan bakar minyak dan bukannya berbahan bakar batubara selama periode 27 Mei sampai 6 Juni. Konsumsi BBM diperkirakan meningkat hingga 3.000 kiloliter per hari, sehingga biaya pembangkitan listrik harian meningkat menjadi Rp 15 milyar.13 Jumlah total kerugian selama 10 hari tidak beroperasinya aliran Pedan-Kediri diperkirakan oleh PLN mencapai Rp 150 miliar. Unit distribusi Jawa Tengah telah melaporkan bahwa mereka mengantisipasi berkurangnya penjualan listrik selama enam bulan ke depan.14 Kerugian ini tidak dihitung karena: (a) sebagian besar pelanggan yang terkena dampak mendapatkan tarif R1 yang disubsidi tinggi, yang nilainya hanya sedikit di atas biaya pasokan jangka pendek yang dapat dihindari dan (b) sebagian besar pelanggan rumah kecil menggunakan listrik selama periode puncak malam hari (antara pukul 17.00 dan 22.00) ketika PLN sedang kesulitan untuk memenuhi permintaan.15 10 Bantul, Wirobrajan, Medari, Godean, Gejayan, Kentungan, Semanu, Solo Baru, Wates, Purwoajo, dan Klaten. 11 Informasi terbaru diperoleh dari PLN setelah tabel yang dirujuk di naskah ini selesai dibuat. Kerusakan di Pedan sekarang diperkirakan mencapai Rp 92 miliar. Perkiraan oleh PLN tidak diverifikasi secara independen sebelum perlengkapan diperbaiki. 12 Jadwal ini bisa terealisasi karena P3B bisa ’meminjam’ perlengkapan untuk Pedan dari substasiun Grati, yang sekarang sedang dibangun. 13 Angka harus divalidasi oleh data aliran beban dan biaya energi. 14 PLN sedang mempertimbangkan apakah pelanggan yang bangunannya rusak total akan ditagih untuk penggunaan listrik mereka untuk bulan Mei. 15 PLN sedang berupaya menekan kebutuhan periode puncak dengan mengenakan tarif periode puncak yang tinggi untuk pelanggan industri besar dan bisnis (satu-satunya dengan pengukuran meter berdasarkan waktu). Pada akhir tahun 2005, PLN juga memperkenalkan kebjakan disinsentif sementara (Dayamax) untuk pelanggan 27 28 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian TRANSPORTASI DAN PERHUBUNGAN Ikhtisar Gempa bumi mengakibatkan kerusakan yang relatif kecil pada jaringan jalan umum, infrastruktur kereta api, bandara Yogyakarta, dan instalasi telepon serta kantor pos. Tidak ada pelabuhan laut atau sungai di daerah yang terkena dampak. JALAN Kondisi Sebelum Bencana Jaringan jalan digolongkan berdasarkan tanggung jawab administratif menjadi penghubung nasional, provinsi, kabupaten, dan kota. Penggolongan ini secara umum mencerminkan fungsi jalan. Di pusat, tanggung jawab terhadap infrastruktur jalan dipegang oleh Departemen Pekerjaan Umum (Dep-PU) dan ditangani oleh Direktorat Jenderal Jalan Raya. Dep-PU bertanggung jawab secara langsung untuk pembangunan dan perawatan jaringan nasional dan untuk menetapkan kebijakan dan standar untuk mengelola jaringan subnasional. Dinas pekerjaan umum provinsi dan Kabupaten/Kota bertanggung jawab untuk pembangunan dan perawatan jaringan mereka masing-masing. Jaringan nasional di Provinsi Yogyakarta memiliki panjang total sejauh 169km (2004) dan terdiri dari jalan lingkar Yogyakarta ditambah empat penghubung radial. Panjang jaringan provinsi, distrik, dan kota adalah 690km (2006), 3.834km (2000), dan 210km (2000), masing-masing. Selain itu, ada 2.000km jalan desa. Data serupa untuk Klaten belum tersedia. bisnis dan industri guna semakin menekan konsumsi periode puncak. Meskipun demikian, PLN selama ini telah beberapa kali terpaksa melepaskan beban. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Gambar 5: Jaringan Jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten Sumber: Tim Penilai Gabungan Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Terdapat kerusakan yang luas namun ringan pada jalan dan jembatan di daerahdaerah yang dilanda gempa bumi. Jumlah total biaya kerusakan diperkirakan mencapai Rp 45 miliar berdasarkan data kerusakan jalan dari dinas pekerjaan umum provinsi. Semua jalan penghubung penting sekarang bisa digunakan dan sejauh ini tidak ada dampak signifikan terhadap kecepatan lalu lintas. Maka, kerugian yang signifikan diperkirakan tidak ada. Kerusakan jalan mencakup retakan melintang dan memanjang. Ruas-ruas jalan telah mengalami penurunan kecil dan deformasi aspal terutama karena hancurnya dinding penahan. Kerusakan jembatan mencakup keretakan memanjang pada lempeng-lempeng dek dan lepasnya sendi-sendi ekspansi. Juga ada penurunan pada jalan jembatan. Perkiraan biaya kerusakan jalan dan jembatan ditampilkan di Tabel 15. Kerusakan jembatan mencapai 60% dari jumlah total biaya, jalan nasional 16% dari jumlah total biaya, sementara jalan provinsi dan kabupaten 84%. Dua per tiga kerusakan jaringan subnasional terjadi di Bantul dan Sleman. 29 30 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tabel 15: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Jalan16 Kerusakan dan Kerugian (Miliar Rp) Jalan Jembatan Nasional 2,6 4,8 Provinsi 9,8 7,8 Kabupaten/Kota 6,2 13,8 Total 18,7 26,3 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Total 7,4 17,6 20 45 KERETA API Kondisi Sebelum Bencana Infrastruktur Jalan Kereta Api dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan dikelola oleh Direktorat Jenderal Kereta Api di Departemen Perhubungan. Jalan kereta api dioperasikan dan pelihara oleh perusahaan kereta api milik negara, PT Kereta Api Indonesia (KAI), yang mengoperasikan pengangkutan penumpang dan pengangkutan barang. Kereta api lintas Jawa umumnya melayani penumpang dan jalur utama selatan menjalankan lalu lintas jarak jauh antara Jakarta dan Surabaya, serta pelayanan lokal ke bagian timur dan barat Yogyakarta. Yogyakarta adalah salah satu stasiun penumpang yang sangat penting dan juga merupakan bengkel bagi lokomotif diesel satu-satunya di Indonesia. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Jalur utama sebelah selatan mengalami kerusakan kecil pada rel, bangunan stasiun, tanda-tanda dan telekomunikasi, serta bangunan di antara Delanggu (sebelah timur Yogyakarta) dan Wates (sebelah barat).17 Kerusakan kecil juga terjadi pada bangunan stasiun lain di Yogyakarta dan sekitarnya, termasuk bengkel lokomotif, bangunan operasi, dan beberapa penginapan dan asrama. Jumlah total kerusakan diperkirakan mencapai sekitar Rp 20 miliar. Tidak terdapat dampak yang signifikan pada operasi kereta api jarak jauh dan pelayanan berlangsung kurang lebih normal selama beberapa jam kemudian; kerugian signifikan tidak tampak. Perkiraan awal biaya kerusakan telah dibuat oleh Daerah Operasi IV (DAOP VI) KAI dengan berkonsultasi pada Departemen Perhubungan. Penguatan bantalan rel dan pelurusan kembali rel di jalur sepanjang 800m diperkirakan memakan biaya sekitar Rp 11,2 miliar. Kerusakan peralatan sinyal dan instalasi lainnya dan sebuah jembatan yang sedikit rusak diperkirakan memakan biaya Rp 2,8 miliar. Perbaikan atau penggantian 12 bangunan stasiun yang rusak dan bangunan lainnya serta pagar diperkirakan memakan biaya hingga sekitar Rp 5,9 miliar. 16 Angka terbaru disedikan oleh dinas pekerjaan umum provinsi setelah tabel ini selesai dibuat. Jumlah total kerusakan dan kerugian jalan naik mencapai Rp 68.7 miliar. Tetapi, tidak ada perincian pendukung dalam data tersebut. 17 Jalur kereta api dari Yogyakarta ke Bantul ditutup. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Pelayanan berlangsung hampir normal selain dari adanya pembatasan kecepatan sementara yang dikenakan pada ruas-ruas jalur yang pendek. Perbaikan rel diharapkan akan selesai dalam waktu beberapa minggu, sehingga pembatasan kecepatan tidak akan diperlukan lagi. PENERBANGAN SIPIL Keadaan Sebelum Bencana Bandara Adi Sucipto di Yogyakarta dimiliki dan dikelola oleh perusahaan negara PT Angkasa Pura I (AP-I) dan dilayani oleh Garuda serta beberapa perusahaan lain. Perusahaan-perusahaan penerbangan itu mengoperasikan jalur-jalur langsung ke kota-kota besar lainnya di Indonesia, termasuk Jakarta, Surabaya, Denpasar, Bandung, Banjarmasin, Balikpapan dan Makassar, dan ke Singapura. Panjang landasannya, 2.200 meter, sehingga 737 dan pesawat sejenis bisa dioperasikan. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Bandara Adi Sucipto menderita keretakan landas pacu dan sebuah ruas bangunan terminal domestik satu lantai runtuh. Beberapa kerusakan kecil juga terjadi. Bandara tersebut efektif ditutup selama dua hari, dan penerbangan dialihkan ke bandara Solo. Perbaikan darurat terhadap keretakan landas pacu diselesaikan dengan cepat dan Adi Sucipto sekali lagi menangani semua pelayanan yang dijadwalkan secara normal dan tanpa pembatasan beban dalam waktu dua hari kemudian. 31 32 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Gempa bumi mengakibatkan keretakan melintang pada landas pacu di tiga lokasi dan keretakan memanjang di satu lokasi. Keretakan terjadi selebar 3cm dan umumnya sedalam 5cm. Instalasi listrik dan alat bantu penglihatan pada umumnya tidak terkena dampak tetapi terdapat kerusakan kecil pada menara kendali, dan bangunan dan jalan operasional. Dengan dilakukannya penambalan, operasi landas pacu bisa dipulihkan dengan cepat tetapi pekerjaan perbaikan bandara yang memakan waktu lebih lama, termasuk pengaspalan landas pacu, perbaikan bangunan, jalan, dan perlengkapan operasional diperkirakan memakan biaya Rp 13,8 miliar. Lobi keberangkatan domestik, yang luasnya mencapai 1.200m2 dan dibangun pada tahun 1984, runtuh dan membutuhkan penggantian total.18 Tempat check-in domestik dan daerah lobi mengalami keretakan, dan Sistem Data Informasi Penerbangan rusak. Jumlah total biaya rekonstruksi dan perbaikan diperkirakan mencapai Rp 5,4 miliar. Perkiraan hilangnya pendapatan dari ongkos pelayanan penumpang, parkir, dan penanganan barang mencapai Rp 150 juta selama penutupan dilakukan. Biaya-biaya itu mungkin sudah lebih dari tertutupi dengan meningkatnya pendapatan di Solo, dan meningkatnya volume penumpang dan barang secara signifikan akibat gempa bumi. POS DAN TELEKOMUNIKASI Kerusakan instalasi pos dan telekomunikasi tidak banyak terjadi dan pelayanan telepon beroperasi kembali hampir secara normal di sebagian besar daerah hanya dalam waktu beberapa jam kemudian. Menurut laporan, kerusakan fisik pada fasilitas telekomunikasi sangat sedikit. Pelayanan surat dioperasikan oleh perusahaan negara PT Pos, yang melaporkan kerusakan kepada kantor pos wilayah Yogyakarta dan kantor sortir pusat, dan ke sejumlah kantor cabang dan subcabang serta perumahan staf. Menurut laporan PT Pos, sejumlah Rp 7 miliar telah disediakan untuk perbaikan. Rekomendasi Awal Kerusakan pada infrastruktur relatif rendah. Bagian yang paling terkena dampak adalah sektor energi. Tetapi, banyak dari kerusakan perlengkapan sudah diperbaiki dalam waktu kurang lebih sepuluh hari. Secara keseluruhan, tampaknya pelayanan air dan sanitasi, penerbangan, dan telekomunikasi hanya terkena dampak sementara. Sebagian besar kerusakan jalan terjadi pada jalan provinsi dan kabupaten. Perkiraan kerusakan ini sebagian besar didasarkan atas inspeksi visual. Suatu perkiraan saksama terhadap kemungkinan kerusakan bawah tanah pada pipa, saluran limbah, dan tangki pembuangan tinja; kualitas air, keutuhan struktur jembatan, dan rel kereta api 18 Penumpang yang akan berangkat sekarang menunggu di ruangan lain, tanpa menimbulkan banyak ketidaknyamanan. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian harus dilakukan. Mengingat kemungkinan terjadinya gempa susulan, hal ini bisa jadi sangat penting demi keamanan operasional. Untuk ke depan, rekomendasi awal mencakup: Memobilisasi pendekatan padat karya untuk membersihkan dan merehabilitasi sumur dan toilet; Memastikan bahwa air bawah tanah dan infrastruktur sanitasi diikutkan dalam mempersiapkan lokasi, dengan jarak yang cukup jauh dari tangki penampung tinja guna mencegah pencemaran lebih jauh; PLN harus siap memperluas sambungan ke rumah-rumah. Memulai program skala provinsi untuk meningkatkan akses ke pasokan air yang bermutu dan pelayanan sanitasi. Hal itu mencakup program ekspansi PDAM tahunan, serta sistem-sistem berbasis masyarakat. Merehabilitasi jalan dan jembatan kabupaten dengan cepat guna menghindari kerusakan lebih lanjut selama musim hujan. 33 34 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Sektor Sosial Sebelum gempa bumi, Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Yogyakarta berada di urutan ketiga tertinggi di Indonesia, dengan Jawa Tengah mendekati angka ratarata di Indonesia. Status kesehatan Yogyakarta merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia, disusul oleh Jawa Tengah. Tempat-tempat yang dilanda gempa bumi juga merupakan pusat-pusat penting pendidikan, karena memiliki banyak universitas, sekolah dasar dan menengah, dan memiliki tingkat pendaftaran yang sangat tinggi. Daerah tersebut merupakan pusat seni utama Jawa dan memiliki sejumlah lokasi yang sangat penting secara spiritual dan budaya. Sebagian besar pelayanan sosial disediakan oleh sektor swasta. Sektor swasta memainkan peran yang dominan dalam menyediakan pelayanan kesehatan dan memainkan peran yang besar dalam pendidikan. Sebagian besar fasilitas kesejahteraan sosial dimiliki oleh yayasan-yayasan swasta dan sebagian besar aset budaya adalah tempat ibadat, yang juga berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat dan dibiayai, dikelola, dan dioperasikan oleh masyarakat. Gempa bumi mengakibatkan kerusakan dan kerugian di sektor sosial dengan jumlah total mencapai Rp 4,0 triliun. Gempa bumi mengakibatkan kerugian besar di bidang pelayanan sosial di Provinsi Yogyakarta dan Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Beberapa gambaran kunci efek gempa bumi terhadap sektor sosial adalah: Lebih dari Rp 3,2 miliar (82%) kerusakan terjadi di bidang kesehatan dan pendidikan. Lebih dari setengah (53%) kerusakan dan kerugian di bidang pelayanan sosial terjadi pada sektor swasta. Perbandingan antara kerusakan dan kerugian yang diantisipasi sebanyak masingmasing 98% dan 2%. Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta adalah yang paling parah terkena dampak. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Tabel 16: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Sosial (miliar Rp) Sektor Sosial Pendidikan Kesehatan dan Keluarga Berencana Fasilitas untuk Orang Miskin dan Rentan Agama dan Kebudayaan19 Jumlah % dari jumlah Kerusakan dan Kerugian Seluruh Sektor Sumber: Perkiraan Tim Gabungan Kerusakan 1,683 1,525 44 654 3,906 17 Efek Kerugian 0,56 0,21 0,1 0,0 0,77 1,2 Total 1,739 1,546 44 654 3,982 14 Pemilik Swasta Pemerintah 585 1.154 996 550 34 10 498 156 2.113 1.870 PENDIDIKAN Ikhtisar Jumlah kerusakan dan kerugian di bidang pendidikan kedua provinsi, Yogyakarta dan Jawa Tengah, diperkirakan mencapai Rp 1,74 triliun. Jumlah kerusakan di Provinsi Yogyakarta diperkirakan mencapai Rp 1,3 triliun untuk bangunan dan Rp 58,8 miliar untuk peralatan pendidikan. Jumlah bangunan dan fasilitas yang rusak sekitar Rp 320 miliar di Jawa Tengah, yang 60%-nya terjadi di Kabupaten Klaten. Perkiraan kerugian mencakup biaya fasilitas sekolah sementara, perekrutan dan pelatihan guru baru, pembayaran guru sementara untuk menggantikan guru yang luka-luka, biaya pembersihan, dan biaya konseling. Jumlah kerugian di Yogyakarta dan Jawa Tengah diperkirakan mencapai sekitar Rp 55,8 miliar. Kondisi Sebelum Bencana Provinsi Yogyakarta adalah pusat penting pendidikan di Indonesia, yang memiliki banyak sekali universitas, sekolah menengah, dan sekolah dasar. Prestasi pendidikan di Yogyakarta berada di atas rata-rata nasional, sedangkan di Jawa Tengah angkanya mendekati rata-rata.20 Pada tahun 2004, angka partisipasi sekolah bersih mendekati angka rata-rata nasional, yaitu 93%, dengan tingkat partisipasi yang sama antara anak lelaki dan perempuan. Angka transisi ke sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas lebih tinggi di Yogyakarta ketimbang di Jawa Tengah, dengan tingkat partisipasi anak perempuan lebih tinggi.21 Angka transisi yang tinggi ini menyebabkan angka partisipasi bersih di Yogyakarta untuk pendidikan tersier mencapai 43,6%, jauh di atas Jawa Tengah, 6.9%, dan tingkat nasional, 8,6%.22 Akses fisik ke sekolah-sekolah di Yogyakarta merupakan fakor 19 Kerusakan dan kerugian di bidang pariwisata dimasukkan ke dalam Sektor Produktif. Angka ini mencakup sekolah negeri dan swasta, sekolah kejuruan, dan sekolah yang disupervisi oleh Departeman Pendidikan Nasional dan Departemen Agama. 21 Angka partisipasi bersih di Sekolah Menengah Pertama di Yogyakarta 77,7, Jawa Tengah 67,8, dan Indonesia 65,2. 22 7.8 anak perempuan dan 6,1 anak lelaki. Di Jawa Tengah, partisipasi dalam pendidian tertiari dilakukan lebih banyak orang anak laki-laki. 20 35 36 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian penting untuk meraih angka partisipasi yang tinggi. Pada tahun 2005, 70% dari semua desa di Yogyakarta memiliki sekolah menengah pertama, dibandingkan dengan di Jawa Tengah dan di seluruh negeri yang hanya mencapai 30%. Sektor swasta memainkan peran yang besar dalam memberikan pelayanan pendidikan. Sektor swasta mencakup 22% dari semua fasilitas pendidikan dasar, 51% dari semua sekolah menengah pertama, dan 60% dari semua fasilitas sekolah menengah atas di kedua provinsi itu. Karena fasilitasnya cenderung lebih luas, pemerintah memberikan layanan pendidikan kepada lebih banyak siswa daripada sektor swasta. Pada saat yang sama, dan berbeda dengan pengalaman di negeri-negeri lain, fasilitas pendidikan swasta cenderung menarik lebih banyak orang miskin yang anaknya tidak berhasil dalam ujian masuk ke sekolah negeri atau yang tidak bisa membayar biaya seragam dan buku yang diharuskan di sekolah negeri. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Kerusakan. Gempa bumi telah mengakibatkan dampak yang besar pada sektor pendidikan. Di Yogyakarta, sekitar 2.155 fasilitas pendidikan rusak atau hancur. Kabupaten Bantul, Yogyakarta, adakah kabupaten yang paling parah terkena dampak, dengan 949, atau lebih dari 90% bangunan pendidikan rusak atau hancur. Di Jawa Tengah, 752 bangunan rusak atau hancur. Kabupaten Klaten mengalami tingkat kerusakan tertinggi di provinsi tersebut, dengan 64 bangunan hancur dan 257 bangunan rusak parah, yang mencapai sekitar 38% dari semua bangunan di kabupaten. Pada saat penilaian, 36 guru telah dilaporkan tewas, dan dua kali lipatnya terluka. Mutu bangunan sekolah merupakan aspek utama yang menyebabkan tingkat kehancuran yang tinggi. Banyak bangunan sektor sosial, terutama sekolah dasar di pedesaan, dibangun pada tahun 1970-an dengan dana INPRES. Setelah adanya perbaikan dalam angka kematian bayi dan anak, sekolah-sekolah harus dibangun dengan cepat guna menampung sejumlah besar anak yang siap memasuki sekolah dasar. Karena penegakan peraturan pembangunan rendah, memaksimalkan penggunaan dana untuk jumlah anak sekolah yang kian meningkat diprioritaskan di atas kepatuhan terhadap standar bangunan anti-gempa dan standar keamanan lainnya. Kerugian. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, perhitungan mencakup perkiraan biaya penggunaan lokasi sekolah sementara, biaya merekrut dan melatih guru baru, dan pembayaran guru sementara, dan biaya membersihkan puing di lokasi-lokasi yang terkena gempa. Hal-hal tersebut dianggap kerugian yang akan terjadi dalam jangka menengah, sampai sistem pendidikan normal kembali. Tabel 17: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Pendidikan (miliar Rp) Efek Kerusakan Bangunan Peralatan Jawa Tengah 317 3,0 Yogyakarta 1.304 59 Jumlah 1.621 62 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Sub-total 320 1.363 1.683 Pemilik Kerugian 12 44 56 Total 332 1.406 1.739 Pemerintah 245 910 1.154 Swasta 88 496 585 Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Isu-Isu Kunci Tindakan cepat harus dilakukan guna menghindari kerusakan yang lebih besar, yang kemudian akan meningkatkan kerugian, dan juga guna memastikan keamanan siswa. Observasi lapangan mengindikasikan bahwa beberapa sekolah, meskipun tampaknya aman, telah mengalami kerusakan parah yang tidak terlihat yang bisa berbahaya bagi anakanak sekolah. Karena banyak dari sekolah itu sudah berumur 35 tahun dan tidak memenuhi standar keamanan terhadap gempa bumi, rekonstruksi menyeluruh harus diprioritaskan di atas perbaikan dan rehabilitasi. Mengingat besarnya kerugian, rekonstruksi harus dilakukan dalam fase-fase sedemikian rupa sehingga semua siswa mendapat akses ke fasilitas sekolah secara bersamaan. Rekomendasi Awal Penilaian teknis terhadap bangunan sekolah yang masih ada harus segera dilakukan untuk menentukan fasilitas mana yang aman digunakan. Sementera itu, sekolah-sekolah sementara harus dibuat bagi sekolah yang hancur dan yang rusak sampai semuanya bisa dibuktikan aman untuk digunakan. Pendekatan kemasyarakatan harus dilakukan untuk merekonstruksi fasilitas pendidikan berdasarkan program pembangunan sekolah berbasis-masyarakat dari Depdiknas yang pembangunannya dilakukan oleh masyarakat. Tetapi, kepatuhan pada standar tahan gempa dan standar keamanan lainnya harus dipantau dan ditegakkan secara ketat. Pembangunan kembali merupakan kesempatan untuk mendistribusikan kembali sekolah-sekolah. Perubahan demografis dan mengecilnya ukuran keluarga mengubah pola demografis dan, dengan demikian, sejumlah besar sekolah tidak memiliki banyak siswa. Demikian pula, distribusi guru tidak seimbang, karena beberapa sekolah memiliki rasio guru-murid yang lebih tinggi daripada standarnya. Pola-pola demikian harus dipertimbangkan pada waktu menentukan pembangunan kembali sekolah tertentu, dan perekrutan guru pengganti. KESEHATAN DAN KELUARGA BERENCANA Ikhtisar Jumlah kerusakan dan kerugian di sektor kesehatan dan keluarga di Provinsi Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah bersifat signifikan. Jumlah kerusakan diperkirakan mencapai sekitar Rp 1,5 triliun, sementara jumlah kerugian diperkirakan mencapai sekitar Rp 21 miliar. Praktek dokter dan rumah sakit adalah yang paling terkena dampak, dengan kerusakan dan kerugian mencapai hampir Rp 1 triliun, atau 65% dari kerusakan dan kerugian. 37 38 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Kondisi Sebelum Bencana Sebelum bencana, status kesehatan Provinsi Yogyakarta berada di antara yang terbaik di Indonesia, diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah, terutama di kabupatenkabupaten yang dekat dengan Yogyakarta. Indeks Pembangunan Manusia (HDI) untuk Yogyakarta berada di urutan ketiga tertinggi di Indonesia, sedangkan HDI untuk Jawa Tengah mendekati rata-rata nasional. Status kesehatan Yogyakarta dan Jawa Tengah mencerminkan angka-angka HDI tersebut. Pada tahun 2002, angka harapan hidup rata-rata telah mencapai 73,0 tahun di Yogyakarta, dibandingkan dengan 68,9 tahun di Jawa Tengah dan 67,8 di Indonesia secara keseluruhan. Pada tahun 2004, angka kematian bayi di Yogyakarta adalah 23,3 per seribu kelahiran hidup, jauh di bawah Jawa Tengah, 34,1, dan rata-rata nasional, 35. Malnutrisi masih menjadi masalah yang berkelanjutan. Pada tahun 2004, 16,9% anak di bawah usia lima tahun di Yogyakarata dan 29,0% di Jawa Tengah kekurangan berat badan, dibandingkan dengan rata-rata nasional, 29,0%. Rasio pendudukpusat-kesehatan sekitar 25.000 di Yogyakarta pada tahun 2002, dibandingkan dengan 36.000 di Jawa Tengah dan 39.000 di Indonesia.23 Tingginya rasio tersebut di Yogyakarta menghasilkan indikasi-indikasi bermutu tinggi lainnya. Misalnya, pada tahun 2004, 84,7% kelahiran dibantu oleh personil medis modern dibandingkan dengan 66,3% di Jawa Tengah dan 64,3% di Indonesia. Provinsi Yogyakarata dan Beberapa Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang mengelilinginya telah lama dikenal sebagai tempat pendidikan bermutu tinggi dan inovasi pelayanan kesehatan. Jenis-jenis pelayanan kesehatan yang penting didominasi oleh sektor swasta, yang menyediakan dua pertiga pelayanan rawat jalan dan sebagian besar perawatan di rumah sakit. Pada saat yang sama, pemerintah daerah membantu pembentukan sektor pemerintah yang kuat yang, dalam beberapa tahun belakangan ini, telah memperkuat perannya dalam menyediakan pelayanan umum dan mengatasi kegagalan pasar. Misalnya, bentuk-bentuk asuransi kesehatan yang baru sedang diujicoba, langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas personil kesehatan dan pelayanan kesehatan sedang dijalankan, dan pemantauan terhadap penyakit telah diperkuat ketika kinerja di Indonesia secara umum sedang menurun. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Kerusakan. Perkiraan kerusakan di sektor kesehatan akibat gempa bumi diikhtisarkan di dalam tabel di bawah ini. Gempa bumi mengakibatkan kerusakan dan kehancuran 17 rumah sakit swasta di Kota Yogyakarta. Satu rumah sakit pemerintah di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, mengalami sedikit kerusakan. Di Provinsi Yogyakarta, 41 klinik swasta dilaporkan rusak atau hancur dan 1.631 praktek dokter swasta terkena dampak24. Dari jumlah total 117 Puskesmas di Provinsi Yogyakarta, 45 hancur, 22 rusak parah dan 16 rusak ringan. Di Jawa Tengah, dua pusat kesehatan di Klaten hancur, tujuh rusak berat dan tujuh rusak ringan; di Kabupaten Magelang dan Boyolali, puskesmaspuskesmas mengalami rusak berat dan ringan. Kabupaten Klaten melaporkan kerugian berupa satu puskesmas keliling. Dari 324 Puskesmas Pembantu (Pustu) in Yogyakarta, 73 23 24 35 Puskesmas di Klaten,134 Puskesmas di Yogyakarta. Diperkirakan sebagai proporsi kerusakan terhadap jumlah rumah. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian hancur, 35 rusak berat, dan 42 rusak ringan. Di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, delapan Pustu hancur, 25 rusak berat, dan 19 rusak ringan; di Kabupaten Sukoharjo, empat Pustu hancur dan satu rusak ringan. Tiga Polindes hancur di Yogyakarta. Kerusakan unit pelayanan kesehatan utama untuk umum (puskesmas, pustu, polindes, dan asrama personil kesehatan) paling parah terdapat di Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Sleman, Klaten, dan Sukoharjo. Di sana ditemukan unit-unit yang rusak berat atau hancur. Kantor-kantor keluarga berencana di Yogyakarta juga mengalami kerusakan tetapi hal itu tidak dicatat dalam laporan ini. Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo dan Gunung Kidul rusak dan harus direkonstruksi. Pusat pelatihan kesehatan provinsi rusak ringan dan membutuhkan sedikit renovasi. Terdapat konsentrasi tinggi praktek dokter pribadi dan apotek di Provinsi Yogyakarta dan juga di Kabupaten Purworejo, Magelang, Boyolali, Klaten, dan Sukoharjo di Jawa Tengah. Karena praktek-praktek dokter dan apotek-apotek umumnya berada di perumahan, kerusakan dinilai proporsional dengan angka kerusakan perumahan, sehingga memberikan angka perkiraan rusak maupun hancur. Tabel 18: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Kesehatan (Miliar Rp) Kabupaten Provinsi D.I. Yogyakarta Sleman Bantul Gunung Kidul Yogykarta Kulon Progo Provinsi Jawa Tengah Klaten Kabupaten lain Jumlah Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Kerusakan 1408,059 198,237 418,380 169,115 604,400 17,927 101,969 15,291 86,678 1510,028 Kerugian 14,636 1,487 4,449 1,147 7,420 0,133 6,004 0,403 5,601 20,640 Jumlah 1422,695 199,724 422,829 170,262 611,820 18,060 107,973 15,694 92,279 1530,668 Kerugian. Perkiraan kerugian mencakup biaya kegiatan kesehatan spesifik untuk menanggapi bencana. Hal itu mencakup: kampanye kesehatan umum dan upaya penanganan trauma (belum dihitung); kebutuhan modal manusia (merekrut dan melatih dokter dan staf kesehatan permanen dan sementara) untuk menanggapi bencana; pembersihan fasilitas; dan peningkatan biaya perawatan kesehatan untuk menanggapi bencana. Jumlah kerugian diperkirakan mencapai Rp 21.1 miliar dan diikhtisarkan, beserta perkiraan kerusakan, dalam tabel berikut. Isu-isu Kunci Jelas, bahwa bencana seperti ini berdampak cepat dan signifikan terhadap kesehatan penduduk, khususnya di daerah yang paling terkena dampak. Perhatian awal dipusatkan pada luka-luka akibat gempa bumi, pencegahan wabah penyakit, dan penyediaan pelayanan kesehatan dasar. Masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar yang bisa terjadi adalah perawatan cedera tulang belakang dan tulang lainnya, khususnya yang diderita lansia. 39 40 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Penyembuhannya akan memakan waktu lama atau mungkin tidak akan pernah tercapai, sehingga mereka akan cacat permanen dan tidak bisa beranjak dari tempat tidur, sehingga menambah beban anggota keluarga lainnya. Bantuan kemanusiaan disediakan oleh pemerintah dan organisasi bantuan kemanusiaan berupa rumah sakit lapangan, obat-obatan, dan staf perawat. Bantuan kemanusiaan di sektor kesehatan dikoordinasi oleh pusat dan provinsi. Tetapi, mengingat banyaknya cedera tulang yang terjadi, dibutuhkan banyak ahli bedah tulang. Upaya bantuan kemanusiaan juga dipusatkan pada langkah-langkah untuk mencegah wabah penyakit dan mendeteksinya. Suatu sistem pemantauan penyakit dasar di daerah Yogyakarta dan sekitarnya telah diterapkan, melengkapi upaya pemerintah provinsi untuk memperkuat kinerja pemantauan penyakit. Hingga hari ini, tidak dilaporkan adanya wabah penyakit yang signifikan. Jumlah air minum yang cukup dan bersih juga harus segera disediakan. Sejumlah organisasi sedang mengupayakan hal ini dan perkembangan bagus telah dihasilkan dalam banyak bidang. Tetapi, sanitasi dan pembuangan limbah masin menjadi masalah utama. Jumlah staf yang memadai untuk menyediakan pelayanan kesehatan dasar juga penting dalam tahap pemulihan ini. Untunglah, tidak banyak personil kesehatan yang menjadi korban bencana, sehingga pemulihan pelayanan secara keseluruhan bisa dilakukan dengan cepat untuk menanggapi bencana. Tanggapan tersebut dilakukan secara bersamasama oleh para penyedia pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta, ditambah dengan staf dari organisasi-organisasi bantuan kemanusiaan. Rekomendasi Awal Pendanaan di bidang kesehatan akan dibutuhkan untuk menghadapi kebutuhan perawatan kesehatan jangka menengah dan panjang yang ditimbulkan oleh adanya bencana. Fasilitas-fasilitas perawatan jangka-panjang dibutuhkan untuk mengurus orang-orang yang cacat akibat cedera tulang belakang dan tulang lainnya, khususnya kaum lansia, kerena keluarga mereka tidak siap untuk melakukan perawatan jangka-panjang demikian. Rumah-rumah yang direkonstruksi harus mengikuti standar kesehatan dan mempertimbangkan hal-hal seperti ventilasi yang cukup, selain standar keamanan minimum. FASILITAS UNTUK ORANG MISKIN DAN RENTAN Ikhtisar Jumlah kerusakan dan kerugian untuk fasilitas-fasilitas ini diperkirakan sekitar Rp 43,6 miliar. Jumlah ini mencakup sejumlah total 79 fasilitas yang melayani 3.428 klien, yang 67 di antaranya ada di Provinsi Yogyakarta dan 12 di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Kerusakan fasilitas di Kota Yogyakarta dan daerah sekitarnya mencapai Rp 35.4 miliar, atau lebih dari 81% dari jumlah total kerusakan dan kerugian. Kondisi Sebelum Bencana Dinas sosial Provinsi dan Kabupaten menyediakan fasilitas kesejahteraan sosial dan mengawasi fasilitas-fasilitas swasta. Fasilitas swasta mencakup panti asuhan, panti wreda, pusat rehabilitasi penderita cacat mental dan fisik, dan fasilitas lain untuk menangani pecandu narkoba, pelacur, dan kaum papa. Sebagian besar fasilitas dimiliki yayasan swasta. Pada waktu penghitungan, ada 303 yayasan pemerintah dan swasta yang terdaftar di Provinsi Yogyakarta dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dengan kapasitas rata-rata 45 orang. Fasilitas tersebut mencakup 153 panti asuhan, 64 panti wreda—62 di Yogyakarta—dan 54 pusat rehabilitasi penyandang cacat.25 Juga terdapat dua pusat pelatihan pemerintah provinsi di Yogyakarta. Fasilitas-fasilitas yang dikelola Pemerintah banyak terdapat di sekitar kota Yogyakarta, sementara fasilitas-fasilitas swasta bertebaran di kabupaten-kabupaten sekitarnya.26 Fasilitas perlindungan sosial hanya menyediakan sedikit pelayanan sosial, sedangkan keluarga tetap menjadi sumber dukungan utama bagi kaum lemah seperti kaum lansia, penyandang cacat, kaum papa, dan anak-anak. Tetapi, kapasitas tersebut menghadapi kesulitan yang kian berat berupa berkurangnya kesuburan, migrasi, dan meningkatnya usia kehidupan. Ukuran rata-rata rumah tangga relatif kecil, sekitar 3,0 di Kota Yogyakarta dan 3,6 di Provinsi Yogyakarta dan Klaten, sedikit lebih tinggi daripada rata-rata nasional, 3,9. Banyak orang juga hidup sendirian: proporsi rumah yang ditinggali satu orang 19,7% di provinsi Yogyakarta, jauh lebih tinggi daripada 6.3% di Jawa Tengah dan angka rata-rata di Indonesia, 5,5%. Sensus penduduk tahun 200327 memperlihatkan bahwa di Provinsi Yogyakarta, 9,6% wanita dan 7,6% pria berusia di atas 65 tahun, lebih tinggi daripada ratarata nasional, dan 34% dari semua kepala rumah tangga wanita adalah janda. Karena sedikitnya jumlah anggota keluarga untuk mengurus anak-anak, orang sakit, dan penyandang cacat dan karena banyak wanita lansia hidup sendirian, di Provinsi Yogyakarta dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pelayanan sosial semakin dibutuhkan untuk melengkapi keluarga sebagai jaring pengaman sosial. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Kerusakan dan kerugian diperkirakan sekitar Rp 43,6 miliar untuk 79 fasilitas yang melayani 3.428 klien. Perkiraan didasarkan atas informasi pemerintah daerah yang diverifikasi, jika memungkinkan, dengan kunjungan lapangan dan telepon. 25 Sisanya mencakup 18 pusat rehabilitasi kaum papa, tiga pusat rehabilitasi narkoba, dan satu pusat rehabilitasi PSK. 26 Sekolah-sekolah seperti pesantren sering kali berfungsi sebagai panti asuhan untuk anak miskin. Tetapi, sekolah seperti ini dicakup di dalam perkiraan untuk fasilitas pendidikan. 27 Sensus penduduk terbaru yang dilakukan secara simultan dengan pendaftaran pemilih pada tahun 2003. 41 42 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tabel 19: Kerusakan dan Kerugian Fasilitas Orang Miskin dan Rentan (Milyar Rp) Efek Kerusakan Kerugian Provinsi Yogyakarta 35,4 0,1 Kabupaten Klaten 8,1 0,04 Jumlah 43,5 0,14 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Jumlah 35,5 8,1 43,6 Pemilik Swasta Pemerintah 26,1 9,4 7,4 0,7 33,5 10,1 Kerusakan. Fasilitas-fasilitas yang rusak ringan tetap berfungsi. Pengaturan alternatif yang tidak aman telah dibuat bagi para klien terhadap fasilitas-fasilitas yang rusak parah atau hancur. Pada fasilitas-fasilitas yang rusak parah, klien tinggal di bagian-bagian yang masih utuh atau, bagi klien yang fasilitasnya hancur, tinggal di tenda-tenda di halaman bangunan. Hal itu merupakan pengaturan yang berbahaya bagi fasilitas-fasilitas untuk melayani penyandang cacat mental atau fisik. Dua pusat pelatihan pekerja sosial di Kota Yogyakarta, sumber utama pelatihan bagi perawat kelompok rentan, membutuhkan renovasi besarbesaran. Kerugian. Perkiraan kerugian mencakup biaya pembersihan dan penyediaan penampungan sementara bagi fasilitas-fasilitas yang hancur atau rusak parah. Isu-Isu Kunci Karakteristik istimewa yang dimiliki oleh fasilitas-fasilitas perlindungan sosial di daerah-daerah yang terkena dampak adalah bahwa sebagian besar fasilitas dimiliki oleh yayasan swasta. Hal itu berarti bahwa masyarakat dan individu memainkan peranan besar dalam menyediakan perlindungan sosial bagi kaum miskin dan lemah. Yayasan-yayasan swasta tersebut bergantung pada dukungan para individu dan masyarakat agar bisa menjalankan fasilitas mereka dan menyediakan kebutuhan dasar kliennya. Dalam situasi yang normal, dukungan demikian mungkin tidak sulit didapat. Tetapi, dalam situasi bencana yang berdampak terhadap hampir semua orang di masyarakat, dukungan demikian bisa jadi sukar diperoleh. Dalam situasi seperti ini, para klien dari fasilitas-fasilitas itu bisa jadi terancam tidak memperoleh perawatan dasar. Kemungkinan besar, hal itu merupakan kesulitan besar yang akan dihadapi oleh fasilitas-fasilitas yang menyediakan pelayanan dan pernaungan bagi penyandang cacat mental dan fisik, dan kaum lansia. Mengingat besarnya jumlah korban bencana, kemungkinan besar jumlah klien pada fasilitas demikian akan meningkat. Oleh karena itu, pada saat fasilitas-fasilitas itu mendapat tekanan keuangan yang sangat berat, mereka dituntut untuk menyediakan pelayanan yang lebih besar daripada sebelum terjadinya gempa bumi. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Rekomendasi Awal Penting agar pemerintah menyediakan bantuan tepat waktu agar rehabilitasi dan rekonstruksi fasilitas yang rusak berat atau hancur bisa segera dilaksanakan. Sebelum situasi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar kembali normal, bantuan juga dibutuhkan untuk menyediakan kebutuhan dasar klien. Mekanisme pembiayaan dibutuhkan untuk merehabilitasi dan membangun kembali fasilitas swasta karena fasilitas swasta mencakup 80% fasilitas yang ada. Pemerintah daerah dan dinas yang terkait harus mengantisipasi bahwa akan ada peningkatan permintaan terhadap fasilitas-fasilitas demikian untuk melayani orang miskin dan lemah. Antisipasi demikian akan menghindari menumpuknya klien di fasilitas-fasilitas demikian dan akan mengurangi tekanan yang dialami oleh fasilitas-fasilitas demikian yang sudah dilemahkan oleh bencana. AGAMA DAN KEBUDAYAAN Ikhtisar Total kerusakan bangunan dan properti keagamaan di Provinsi Yogyakarta dan Jawa Tengah diperkirakan mencapai Rp 514 miliar, umumnya bangunan swasta. Lebih dari 1.300 masyarakat di kedua provinsi tidak lagi memiliki tempat ibadat. Sementara itu, kerusakan bangunan dan monumen kebudayaan diperkirakan mencapai Rp 140 miliar. Kerugian pada umumnya berbentuk hilangnya pendapatan dari pariwisata. Karena itu, hal tersebut dimasukkan ke dalam sektor produktif. Kondisi Sebelum Bencana Partisipasi dalam kehidupan beragama cukup tinggi di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Sebagian besar penduduk di kedua provinsi beragama Islam, diikuti oleh sejumlah relatif kecil penganut Kristen, Buddha, dan Hindu. Departemen Agama bertanggung jawab menangani perkawinan Islam dan pendaftaran melalui kantor tingkat kecamatan. Selain sekolah Islam negeri yang berada di bawah pengawasan Departemen Agama, Departemen ini juga mendaftarkan dan mengawasi pusat-pusat pendidikan agama Islam seperti Pondok Pesantren. Ada banyak fasilitas keagamaan tingkat desa, rata-rata 75 rumah tangga, atau 300 orang, per fasilitas religius. Selain itu, ada organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya, seperti lembaga pemakaman, yang beberapa di antaranya juga mengelola fasilitas peribadatan. Di daerah yang terkena dampak gempa bumi terdapat Candi Prambanan, suatu situs Warisan Budaya Dunia dari abad ke-9, dan sejumlah situs warisan nasional, yang mencerminkan sejarah Indonesia sebagai pusat peradaban maupun warisan kerajaan Jawa. Terdapat 11 kompleks candi Hindu-Buddha, satu istana besar dan satu istana kecil, dua pekuburan kerajaan, dan 16 museum. Situs-situs itu merupakan lokasi utama wisata internasional dan domestik, menghasilkan kesempatan kerja yang tinggi bagi Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kedua provinsi merupakan pusat utama pendidikan seni dan budaya. Selain itu, lokasi istana dan pemakaman masih memainkan peran spiritual dalam kehidupan banyak orang Jawa. 43 44 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tempat-tempat ibadah memiliki banyak fungsi, seperti pusat kegiatan masyarakat dan pemerintahan desa, selain berperan sebagai tempat kegiatan agama dan pendidikan. Tempat-tempat ibadah menyediakan saluran penyebarluasan berita masyarakat dan inforamasi pembangunan serta pemerintah. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Sekitar 20% fasilitas keagamaan di Provinsi Yogyakarta dan 10% di Provinsi Jawa Tengah rusak atau hancur. Perkiraan ini berfokus pada nilai penggantian dari asset yang hancur. Kerusakan dilaporkan oleh Kantor provinsi Departemen Agama. Di Provinsi Yogyakarta, 2.201 fasilitas rusak atau hancur, yang berarti sekitar 20% dari semua fasilitas keagamaan di provinsi itu. Di kabupaten-kabupaten yang dilanda gempa bumi di Jawa Tengah, 827 fasilitas rusak atau hancur, yang berarti kurang dari 10% dari jumlah keseluruhan. Tidak ada informasi tentang staf, atau tentang kehilangan staf, dan tidak dilaksanakan perkiraan kerugian. Tabel 20: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian terhadap Aset Keagamaan (miliar Rp) Masjid dan Musala Kantor Urusan Agama (KUA) Gereja/Kapel, Katolik maupun Protestan Pura (Kuil Hindu) Vihara (Kuil Buddha) Kantor Departemen Agama Propinsi Rumah Dinas Asrama Haji Jumlah Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Kerusakan 479,1 5,0 17,1 0,9 1,0 9,1 1,8 0,03 514,0 Efek Kerugian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 479,1 5,0 17,1 0,9 1,0 9,1 1,8 0,03 514,0 Pemilik Swasta Pemerintah 479,1 0 0 5,0 17,1 0 0,9 0 1,0 0 0 9,1 0 1,8 0 0,03 498,1 15,9 Kerusakan. Gempa bumi mengakibatkan 1.345 masyarakat atau sekitar 100.000 keluarga kehilangan tempat beribadat. Sejumlah 1.683 tempat ibadat lainnya membutuhkan sedikit renovasi. Fasilitas keagamaan dibiayai, dikelola, dan dioperasikan oleh masyarakat. Nilai kerusakan bisa diperkirakan setidaknya dengan jumlah hari yang dibutuhkan untuk rekonstruksi. Nilai Kerusakan diperkirakan bernilai sekitar Rp 498 miliar untuk Yogyakarta maupun Jawa Tengah. Hal itu sama dengan sekitar 16.600 tahun bekerja berdasarkan upah minimum.28 Mengingat berkurangnya kapasitas keuangan masyarakat yang terkena dampak gempa bumi, mengumpulkan dana untuk pembangunan kembali tanpa dukungan dari luar akan memakan waktu lama. Sehubungan situs arkeologis dan historis, Direktorat Arkeologi, dari Departemen Pendidikan Nasional, telah mengadakan penilaian cepat. Nilai keuangan dari 28 Berdasarkan upah minimum tahun 2005, yaitu Rp 400.000 per bulan di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian kerusakan dihitung kasar dan perkiraan yang lebih tepat akan tersedia setelah perkiraan yang lebih terperinci dilakukan. Lampiran teknis berisi ikhtisar informasi untuk setiap situs. Kerugian. Kerugian terutama berkaitan dengan pendapatan dari pariwisata dan telah dimasukkan secara terpisah ke sektor produktif. Isu-isu Kunci Rekonstruksi tempat-tempat ibadah akan menghadapi kesulitan jika tidak ada pendanaan eksternal. Sejumlah besar tempat ibadah rusak dan biaya pembangunan awalnya berasal dari beberapa generasi. Perlindungan terhadap situs arkeologis dan historis yang rusak harus dilakukan. Kerusakan demikian bisa terjadi akibat cuaca maupun aktivitas manusia. Perlindungan, konservasi, dan pengelolaan situs harus segera dilakukan. Penutupan situs untuk pekerjaan pemulihan akan mengakibatkan dampak ekonomi yang berat terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar situs. Suatu program khusus harus dibuat untuk melindungi masyarakat sekitar dari dampak buruk dan untuk memaksimalkan partisipasi mereka dalam pemulihan dan perlindungan situs. Tabel 21: Kerusakan Situs Kebudayaan di Daerah yang Terkena dampak (miliar Rp) Situs Subtotal Provinsi Jawa Tengah Prambanan Candi Plaosan Lor Candi Plaosan Kidul Candi Sewu Candi Sojiwan Candi Lumbung Kompleks Makam Sunan Bayat Kompleks Masjid Golo Kantor Direktorat Arkeologi Provinsi Subtotal Provinsi Yogyakarta Keraton Yogyakarta Taman Sari dan Panggung Krapyak Makam Imogiri Pusat Kerajinan Perak Kota Gede Jumlah Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Efek Kerusakan 89,6 78,1 1,9 0,4 2,0 5,0 0,2 0,1 0,2 1,8 50,1 0,1 12,6 31,1 6,3 139,7 45 46 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Rekomendasi Awal Bantuan harus diberikan kepada masyarakat untuk membangun kembali tempat ibadah dan memulihkan identitas masyarakat. Meskipun hal itu tidak harus secara sepenuhnya dibiayai oleh pihak luar, biaya awal tetap dibutuhkan. Untuk situs arkeologis dan historis, perkiraan kerusakan secara terperinci oleh pakarnya sangatlah penting guna menentukan apakah ada kerusakan struktur, memperkirakan biaya rekonstruksi, dan mengidentifikasi langkahlangkah awal untuk menstabilkan situs dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Terutama, situs harus segera diamankan dari pencurian. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Sektor-Sektor Produktif Gempa bumi berdampak parah terhadap sektor-sektor produktif dalam perekonomian. Kerusakan dan kerugian pada sektor produktif kira-kira sebanyak 30% dari jumlah seluruh kerugian karena bencana ini. Banyak perusahaan, kebanyakan usaha kecil dan menengah, toko, pedagang, dan mata pencahariannya hancur. Mengingat kerusakan yang luas terhadap perumahan, kerugian berupa aset pribadi yang tidak diasuransikan kemungkinan besar menjadi tantangan terbesar kedua untuk membangun kembali daerah-daerah yang terkena dampak bencana.29 Struktur irigasi, sistem pertanian, dan sektor perikanan juga terpengaruh, meskipun dampak langsung pada pertanian tampak terbatas pada tahap ini. Tabel 22 meringkaskan kerusakan dan kerugian yang dialami oleh sektor produktif secara keseluruhan, dengan jumlah yang sangat mengejutkan sebanyak Rp9,025 triliun.30 Kerusakan langsung pada prasarana dan aset produktif menurut perkiraan kasar adalah sekitar setengah dampak keseluruhan. Sebagian besar kerusakan ini berasal dari dampak signifikan gempa bumi ini atas usaha-usaha kecil dan menengah (UKM), yang telah berfungsi sebagai tulang punggung perekonomian di daerah-daerah yang terkena dampak bencana. Prinsip Kunci: Faktor yang perlu diperhatikan dalam sektor-sektor produktif adalah ukuran relatif kerusakan dan perkiraan kerugian di masa depan, jika kerusakan tidak ditangani dalam kurun waktu yang masuk akal. Di sinilah letak pesan pentingnya: rehabilitasi dan rekonstruksi segera prasarana yang rusak akan memulihkan air untuk pertanian dan menghindarkan banjir di kemudian hari; dan pemberian likuiditas kepada UKM yang terkena gempa akan mengurangi (aliran) tidak langsung kerugian karena bencana, dengan membantu melanjutkan kegiatan perekonomian dengan segera. 29 Akibatnya, sektor finansial juga akan cukup terkena dampaknya. Masalah ini akan diulas di bagian lintas sektor pada laporan ini. 30 Telah diupayakan agar tidak terjadi penghitungan ganda dengan tidak menyertakan beberapa kategori di sini. 47 48 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tabel 22: Kerusakan dan Kerugian di Sektor Produktif Sektor Perusahaan Perusahaan Besar Usaha Kecil dan Menengah31 Sub-total Perusahaan Perdagangan Pasar Tradisional dan Prasarana terkait Pasar Modern (supermarket/mal) Sub-total Perdagangan Pariwisata Pertanian Prasarana Irigasi & Fasilitas Penyimpanan Kerugian Produksi Kerugian Ternak Mesin, Alat, dan Peralatan Pertanian Bangunan Pemerintah (fasilitas tambahan pertanian) Sub-total Pertanian Perikanan Dermaga Perikanan Kolam Ikan, Kerusakan Persediaan Ikan Aset Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat Sub-total Perikanan Total pada Sektor Produktif % dari Total Kerusakan dan Kerugian Kerusakan Kerugian (miliar Rp) 183,7 3879,2 4.062,9 70,0 3829,0 3.899,0 253,7 7.708,2 7.961,9 165,0 18,7 183,7 36,2 79,8 39,8 119,6 17,9 244,8 58,5 303,3 54,1 44,0 2,7 0,1 4,0 50,8 0,1 13,2 1,4 14,7 4.348,3 19.1 Segmen-segmen yang terkena dampak pada sektor-sektor produktif saat ini mempekerjakan 650.000 orang. Oleh karena itu, pengangguran kemungkinan besar akan meningkat secara signifikan. Kesempatan kerja harus segera disediakan bagi yang menjadi tuna wisma dan yang mata pencahariannya terpengaruh. Prinsip-prinsip yang dapat diikuti dalam rehabilitasi dan rekonstruksi mencakup: Memanfaatkan hubungan masyarakat yang erat di Yogya dan Jateng untuk membangun kembali perumahan dan bangunan lain, guna menyediakan kesempatan kerja. Membangkitkan UKM – khususnya yang bergerak di bidang manufaktur, kepariwisataan, dan industri sekunder lain – melalui program-program yang menyediakan dukungan likuiditas. Kebanyakan UKM tidak bekerberatan untuk mengadakan kontrak pinjaman, daripada menunggu bantuan hibah. Membangun kembali sektor perdaganan dan sektor jasa di daerah-daerah bencana. 638,4 0,1 638,5 1,4 1,4 4.676,4 73.1 Total 44,0 638,4 2,8 0,1 4,0 689,3 0,1 14,6 1,4 16,1 9.024,7 31.0 “Rumah saya adalah ruang pamer usaha saya. Saya tadinya menjual keramik senilai sekitar Rp 10 juta per bulan di pasar setempat dan mengirim kontainer-kontainer sebesar sekitar Rp 30 juta ke AS dan Eropa. Sekarang rumah saya hancur sama sekali, persediaan barang saya hancur; saya punya pesanan yang belum saya penuhi, dan pembeli saya bisa beralih ke Vietnam dan Kamboja. Musim pembelian kami adalah April sampai Oktober. Jika saya tidak kembali berusaha sepenuhnya pada bulan September, saya kehilangan satu tahun – itulah trauma saya yang sesungguhnya yang akan saya hadapi. Saya sudah menjadi nasabah bank yang baik selama bertahun-tahun. Saya ingin bank menjadwal ulang utang saya – jadi saya bisa bernapas lega selama 6 bulan. Saya juga ingin mendapat pinjaman baru sebesar Rp 5 juta hanya supaya usaha saya bisa saya mulai lagi. Begitu usaha saya jalan lagi, saya bisa menghidupi diri saya dan keluarga. Saya tidak perlu bantuan amal, saya hanya perlu likuiditas – segera.” Pak. Timbul Rahardjo, pemilik toko keramik, Kasongan, Bantul 31 Kerugian bangunan yang dialami 22.700 unit usaha mikro dan kecil yang terdiri dari industri rumahan (sekitar Rp 765 miliar) kemungkinan juga menjadi bagian dari kerusakan sektor perumahan Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian PERTANIAN, IRIGASI DAN STRUKTUR SUNGAI Ikhtisar dan Kondisi Sebelum Bencana Bagian ini mengetengahkan data mengenai kontribusi relatif berbagai sektor terhadap produk domestik bruto regional (PDRB) keseluruhan di kabupatenkabupaten yang terkena dampak (lihat juga analisis ekonomi). Klaten memiliki basis produksi yang besar dengan proporsi 23% terhadap PDRB dan 27% kontribusi dari perdagangan dan sector terkait. Perekonomian Bantul didukung oleh pertanian, jasa, dan perdagangan secara berimbang. Sektor perdagangan dan sektor jasa sangat penting di Kodya Yogyakarta, yang merupakan pusat budaya dan pariwisata. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Kerugian hasil panen dan potensi kerugian produksi di masa mendatang mendominasi kerusakan dan kerugian di sektor ini. Secara khusus, biaya yang terjadi (opportunity cost) karena tidak memperbaiki prasarana irigasi yang terkena dampak bencana dan karena tertundanya kegiatan bercocok tanam persentasenya hampir 90% total dampak pada sektor ini. Provinsi Yogyakarta: Dari 58.000 hektar tanah yang digunakan untuk bercocok tanam, sekitar 590 ha tampaknya mengalami dampak sedang, dan 18.200 dari 48.000 gudang dan fasilitas penyimpanan telah rusak. Beberapa bangunan umum juga telah rusak (4 dari 44 rusak berat, 16 rusak sedang). 49 50 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Daerah Klaten, Jawa Tengah: Sebelum bencana, sekitar 5.670 ha tanah digunakan untuk sawah, dan sekitar 360 ha di antaranya tampaknya mengalami dampak sedang. Untuk fasilitas pergudangan dan penyimpanan, 14.873 unit berdiri sebelum gempa bumi, dan 9.911 unit di antaranya diperkirakan rusak.32 Skema Irigasi: Ada kira-kira 476 skema irigasi meliputi area total 63.800 ha di Yogyakarta, dan 409 skema irigasi meliputi area total 29.190 ha di daerah Klaten, provinsi Jawa Tengah. Empat belas skema irigasi yang meliputi daerah seluas 36.124 ha di Yogyakarta, dan 3.154 ha di Klaten telah terkena dampak bencana. Sebelum gempa bumi, skema-skema irigasi di Yogyakarta itu menghasilkan sekitar 393.800 ton gabah/tahun (senilai Rp 474 miliar berdasarkan harga petani) dan sekitar 153.700 ton palawija (jagung, kacang tanah, singkong, dll.) per tahun (diperkirakan senilai Rp134 miliar). Dan di daerah Klaten, 36.300 ton beras per tahun (Rp43 miliar) serta 12.200 ton palawija (Rp7 miliar). Berdasarkan penilaian awal oleh Departemen Pekerjaan Umum, struktur-struktur irigasi di Kabupaten Klaten, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Sleman, dan Kotamadya Yogyakarta telah mengalami kerusakan parah. Di provinsi DIY, sekitar 65% daerah yang digarap, atau 23.000 ha, bergantung pada irigasi dan telah terkena dampak (kerugian sekitar Rp27 miliar), dan 82%, atau 1180 ha, di Klaten (kerugian diperkirakan Rp1,4 miliar). Lampiran teknis untuk sektor-sektor produktif menyajikan perincian lebih jauh. Dengan asumsi curah hujan tetap tetapi tanpa rehabilitasi dalam tahun pertama, panen akan anjlok sebesar kira-kira 347.630 ton, senilai dengan Rp 387 miliar pada harga produsen yang merupakan 10.5% sektor pertanian di provinsi Yogyakarta. Di Klaten, panenan akan anjlok sebanyak kira-kira 16.285 ton, senilai dengan Rp 18 miliar, yaitu 2% PDRB sektor pertanian di kabupaten ini. 32 Angka ini juga mencakup fasilitas dan bangunan irigasi. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Tabel 23: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Irigasi Kabupaten/ Kodya Penilaian Dampak (Miliar Rp) (1) (2) Koefisien (3) Rugi Padi Palawija Total ((1)+(3)) Rusak Rusak % Total Rugi (Rp) Rugi (Rp) Bantul 37,7 9,2 5-50 28,5 22,0 6,5 Sleman 257,9 11,3 20-70 246,6 192,0 54,6 111,3 6,5 90 111,3 87,7 23,6 Kulon Progo 0,7 0,3 20 0,4 0,3 0,1 Yogyakarta 19,8 1,4 10-90 18,4 16,2 2,2 Klaten Jumlah Total 427,4 28,7 406,8 319,8 87,0 * Koefisien Kerusakan: luasnya daerah yang terkena dampak karena kerusakan pada bangunan-bangunan utama. **Kerugian Produksi: kerugian dihitung berdasarkan daerah yang terkena dampak, pola tanam, intensitas penanaman, dan hasil (ton/ha) ***Nilai kerugian: Nilai moneter kerugian adalah jumlah kerugian produksi kali harga produsen untuk setiap jenis tanaman ****Kerugian Palawija: Harga petani untuk Palawijya adalah rata-rata harga jagung, kacang tanah, dan singkong ***** Pola tanam, intensitas, dan hasil diambil dari JICA (2004) ******Harga produsen untuk setiap jenis tanaman di DI Yogyakarta dan Kabupaten Klaten diambil dari BPS (2004) Pengendali Banjir dan Struktur Sungai: Ada tiga jaringan sungai utama yang terdiri dari banyak anak sungai - Progo, Oyo, dan Solo Atas – yang mengalir melalui provinsi DIY dan Kabupaten Klaten. Karena air di jaringan sistem sungai utama ini sebagian besar berasal dari G. Merapi, endapan dari G. Merapi kemungkinan besar mempengaruhi aliran sungai-sungai ini dan tanpa struktur sungai yang berfungsi dengan baik, bisa terjadi kerusakan akibat banjir selama musim penghujan. Dilaporkan ada sejumlah kerusakan fisik struktur sungai – seperti retakan dan runtuhnya tanggul dan dinding tepian – karena gempa bumi di Bantul, Kulon Progo, Kodya Yogyakarta, Sleman, dan Klaten. Kerusakan yang dilaporkan sehubungan dengan struktur sungai sekitar Rp 19,1 miliar. Walaupun diperlukan penelitian yang lebih terperinci dan diperlukan prioritisasi pekerjaan rehabilitasi untuk mencegah kemungkinan kerusakan karena banjir, sebanyak 7.795 orang, 2.100 rumah, dan 3.720 ha lahan pertanian (senilai dengan kerugian Rp 22 miliar) dapat terkena dampak banjir jika tidak ada rehabilitasi yang layak dalam kurun waktu 6-12 bulan. Tabel 24: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Struktur Sungai Kabupaten/ Kodya Nilai Dampak (Miliar Rp) (3) Total Populasi Rumah Lahan Kerugian (Jumlah) (Jumlah) pertanian yang (Rp) terkena (Rp) Bantul 26 7,7 18,3 3.397 953 18,3 Sleman 1,0 0,5 0,5 67 16 0,5 7,3 3,8 3,5 848 229 3,5 Kulon Progo 1,5 1,5 NA 3.208 820 NA Yogyakarta 5,6 5,6 NA NA NA NA Klaten Jumlah Total 63,7 19,1 22,3 7.520 2.018 22,3 * Kerugian populasi dan rumah: angka-angka yang dilaporkan oleh DINAS DI Yogyakarta **Kerugian produksi: kerugian lahan pertanian adalah kerugian produksi beras pada harga produsen selama musim hujan. Total ((1)+(3)) (1) Kerusakan 51 52 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Isu-isu Kunci untuk Irigasi dan Struktur Sungai Prioritaskan dan segera mulai pekerjaan rehabilitasi untuk mencegah kemungkinan banjir maupun kerugian panenan. Implementasikan pekerjaan rehabilitasi yang padat karya dan libatkan keluarga petani untuk menyediakan dukungan mata pencaharian sementara pendapatan dari hasil pertanian menurun. Pastikan adanya pengendalian mutu yang cukup, dan fokuskan pada ketahanan terhadap gempa pada pembangunan kembali struktur yang rusak. Upaya yang Cepat bisa Mengurangi Kerugian Produksi yang Signifikan di Kemudian Hari Kerugian produksi di masa mendatang sekitar 10 kali besarnya nilai kerusakan fisik akibat bencana. Jadi, dengan investasi sekitar Rp 4050 miliar untuk memperbaiki prasarana irigasi dan struktur sungai yang rusak, dampak bencana pada perekonomian di sektor irigasi dan pertanian dapat dikurangi secara signifikan. PERUSAHAAN DAN INDUSTRI Ikhtisar Jawa Tengah dan Yogyakarta selama ini adalah pusat-pusat penghasil meubel, keramik, kerajinan, dan lain-lain. Kawasan yang terkena dampak bencana memiliki sampai 100.000 UKM. Gempa bumi telah berdampak langsung pada ribuan perusahaan ini maupun pada jaringan pemasok dan gangguan lain pada jaringan perantara. Diperkirakan sekitar 30.000 UKM langsung terkena dampak. Tabel 4 menyajikan besarnya dampak tersebut. Sekitar 650.000 pekerja akan terkena dampak dengan satu atau lain cara, sementara sekitar 2,5 juta orang yang bergantung pada usaha tersebut akan terkena dampak secara tidak langsung karena hilangnya penghasilan sementara atau permanen. Tabel 25: Dampak Bencana Gempa Bumi terhadap UKM di Yogyakarta dan Jawa Tengah Nama Kabupaten yang Kena Bencana Jumlah UKM (pra-bencana) Unit yang Terkena Total Formal Informal Bantul 21.306 9.588 Klaten 25.000 4.500 Kodya Yogya 8.619 776 Sleman 18.558 1.113 Gunung Kidul 21.659 650 Kulon Progo 22.418 673 Total 117.560 17.299 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan 5.040 3.360 1.680 1.120 560 560 12.320 14.628 7.860 2.456 2.233 1.210 1.233 29.619 Pekerja di UKM Formal Informal 335.570 157.500 27.150 38.972 22.742 23.539 605.472 20.160 13.440 6.720 4.480 2.240 2.240 49.280 Yang Terkait dengan UKM Formal 1.342.278 630.000 108.599 155.887 90.968 94.156 2.421.888 Total Yang Terkena 1.362.438 643.440 115.319 160.367 93.208 96.396 2.471.168 Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Industri-industri mengalami kerugian besar. Banyak pemilik usaha, kira-kira 17.300 perusahaan formal dan 12.320 perusahaan yang lebih kecil, informal, dan berbasis rumah tangga, telah terkena dampak. Dalam kebanyakan kasus, usaha-usaha ini tampak hancur total. Diperkirakan perusahaan-perusahaan ini menyediakan lapangan kerja untuk paling sedikit 600.000 orang. Menurut perhitungan kasar, hampir 2,5 juta orang yang mereka hidupi kemungkinan besar terkena dampak secara tidak langsung oleh karena tidak adanya aliran pendapatan untuk sementara atau permanen. Temuan Kunci Penilaian total kerusakan dan kerugian untuk sektor industri dan usaha adalah sebesar Rp7.9 triliun, atau 88% kerusakan yang dialami oleh sektor-sektor produktif. Pemulihan dukungan finansial yang cepat dapat mengurangi kerugian penghasilan yang diantisipasi – saat ini diperkirakan Rp3,9 triliun atau sedikit di atas nilai kerusakan yang sama dengan kerusakan aset tetap dan persediaan. Jika kebanyakan usaha tidak pulih kegiatan operasionalnya sebelum bulan September, potensi kerugian penghasilan dapat meningkat karena banyak UKM akan kehilangan kesempatan untuk musim pembelian berikutnya. Tiga industri besar telah terkena dampak: keramik dan kerajinan tangan; perabotan; dan kulit. Bantul, yang hampir tiga perempat perusahaannya terkena dampak (14.600 dari 21.300 unit pra-bencana), dan Klaten, yang sekitar 30% usahanya rusak (7.900 dari perkiraan 25.000 unit), adalah yang paling parah terkena dampak. Selain itu, sekitar 85 pasar tradisional tampaknya rusak, 48 di antaranya terdapat di Klaten. Dukungan segera dapat mengurangi kerugian. Kebanyakan pengusaha yang diwawancarai berpendapat bahwa mereka bisa mudah memulihkan rumah dan mata pencaharian mereka, segera setelah usaha mereka mendapat dukungan. Sementara semua UKM secara umum terkena dampak, usaha-usaha skala menengah-lah yang perlu waktu paling lama untuk memulai lagi operasi mereka (paling sedikit 6 bulan pada beberapa kasus) karena hilangnya gudang, mesin, persediaan bernilai tinggi (mis: perabot, keramik), pinjaman besar di bank, dan biaya yang harus terus dibayarkan (gaji pegawai). Selain itu, hanya beberapa perusahaan yang tampaknya diasuransikan. Perusahaan yang mengalami kerusakan menengah masih beroperasi dengan 30-60% kapasitas mereka. Perusahaan-perusahaan kecil dan mikro, yang berbasis rumahan, berharap bisa pulih dalam 3 bulan jika mereka bisa memperoleh bantuan keuangan. Hal ini dimungkinkan karena mereka masih mempunyai pesanan yang harus dipenuhi dan bahan baku yang relatif mudah untuk diperoleh. 53 54 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Dukungan keuangan langsung akan mencakup (i) penjadwalan ulang utang di bank, (ii) pinjaman baru untuk modal kerja dan (iii) tempat sementara untuk bekerja. Dua hal pertama itu dapat dilakukan melalui peraturan-peraturan BI - dan inisiatif dari bank lokal yang beroperasi dengan Pemerintah atau bantuan donor, jika perlu. Gempa bumi tidak berdampak besar pada jumlah dan ketersediaan tenaga kerja, dan selain kerusakan pada jalan-jalan penghubung ke sub-desa di kabupaten Bantul, tidak dilaporkan adanya kerusakan parah lainnya pada jalan, sehingga diharapkan pengiriman barang berjalan normal. Karena banyak pekerja dan orang yang bergantung pada penghasilan mereka, ada potensi yang signifikan untuk memanfaatkan tenaga kerja sementara yang tercipta karena bencana segera dengan menggunakan mereka selama proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Hal ini akan membuat mereka yang terkena dampak segera memiliki uang tunai di tangan dan membantu kebangkitan perekonomian. Kondisi Sebelum Bencana Usaha kecil dan menengah dominan di daerah bencana (dengan nilai output produksi total sebesar Rp 5 triliun). Persentase UKM adalah 97% dari 117.000 unit usaha, 65% dari 650.000 pekerja, dan 40% dari keseluruhan nilai output. Sektor-sektor utama adalah: perabotan meubel 25%, kerajinan 25%, dan tekstil 20%. Sekitar 25% output industri diekspor – nilai ekspor gabungan (dari semua perusahaan di sektor-sektor ini) adalah 144 juta dolar AS pada tahun 2005 (pertumbuhan diatas 17% tahun 2004). Di Bantul terdapat lebih dari 21.000 unit usaha, di Gunung Kidul 21.700 unit, Kulon Progo 22.400 unit, Kodya Yogya 8.600 unit, dan Klaten – sekitar 25.000 unit. Sebagian besar usaha kecil mempunyai akses ke bank (terdapat lebih dari 120.000 peminjam di daerah bencana), saluran ekspor langsung dan banyak perusahaan mikro sebagai industri pendukung. Hanya terdapat 71 produsen dan perusahaan logistik besar. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Pengamatan Cepat dari Lapangan: Survei terhadap UKM Sebuah tim dari Universitas Gajah Mada melakukan survei yang cepat di Bantul, Klaten, kota Yogyakarta, dan Sleman pada tanggal 4-6 Juni 2006. Meliputi lebih dari 70 perusahaan, survei itu berfokus pada: dampak langsung bencana pada usaha, termasuk kerusakan bangunan dan persediaan; kapasitas operasional saat ini; antisipasi kerugian output dan penghasilan; waktu yang diperkirakan untuk bisa berdiri lagi; dampak pribadi terhadap karyawan dan keluarga mereka; dampak atas pelanggan dan pemasok; kesulitan logistik; dan dampaknya pada catatan di lembaga keuangan. Survei itu telah memberikan gambaran sekilas tentang akibat bencana terhadap manusia dan juga sisi fisiknya. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Seluruh perkiraan kerusakan berjumlah lebih dari Rp 4 triliun. Bahkan tanpa kerusakan potensial yang diderita oleh tiga perusahaan besar (PT ASA, PT Budi Makmur, dan PT Sari Husada), kerusakan cukup besar, sampai senilai Rp 3,8 triliun (Gambar 1 dan lampiran teknis). Kerusakan-kerusakan tersebut terutama pada properti tidak bergerak (gedung, dan pada beberapa kasus, aset yang rusak seperti peralatan), dan persediaan barang. Kerugian yang diantisipasi di masa depan adalah sekitar Rp 3,9 triliun. Kerugian pendapatan diperkirakan atas dasar estimasi penurunan pendapatan, hilangnya kesempatan memperoleh penghasilan dan pengeluaran yang meningkat untuk mempertahankan pekerja selama periode non-operasional (untuk perusahan menengah dan perusahaan besar) dll. Selama periode sampai aset kembali pulih. Asumsi periode pemulihan 3-6 bulan digunakan untuk sebagian besar perusahaan yang terkena dampak. Gambar 6: Kerusakan dan Kerugian Perusahaan Billions of Rupiah 5000 4000 3000 2000 1000 0 Medium Enterprises Small Units Damage (Building and Inventory) Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Micro Units Total Losses (Salaries/Future Earnings) 55 56 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Isu-Isu Kunci Dalam jangka pendek: (i) pemberian fasilitas likuiditas sementara dan (ii) hilangnya rumah (yang juga menjadi tempat usaha) harus segera diperhatikan agar perusahaan-perusahaan dapat beroperasi kembali. Usaha-usaha perlu menjadwal ulang utang yang ada dan mendapatkan akses ke dana pinjaman segar yang cepat dan terbatas. Tetapi, bank mengklaim bahwa mereka tidak dapat memberikan pinjaman baru tanpa penyelesaian pinjaman sebelumnya. Karena kebanyakan industri beroperasi di rumah-rumah penduduk, persoalan tentang tempat kerja adalah bagian dari program rehabilitasi perumahan secara keseluruhan. Guna menghindari kerugian di masa depan karena para pembeli beralih ke produsen lain, pesanan-pesanan yang sudah masuk hendaknya diupayakan untuk dipenuhi tepat waktu. Sudah jelas perlunya tindakan intervensi yang segera: dampak psikologis akan semakin buruk jika penduduk menganggur dan masa depan mereka tidak jelas. Perusahaanperusahaan yang lebih besar melaporkan bahwa bahkan pekerja mereka yang kehilangan rumah dan keluarga memilih untuk masuk kerja. Dalam jangka menengah, peran sektor asuransi yang lemah dalam menyediakan penyelesaian risiko dan mekanisme pengalihan risiko untuk perusahaan-perusahaan perlu diperhatikan. Sementara banyak UKM di daerah ini memiliki akses dan pengetahuan terhadap produk-produk keuangan pada masa sebelum bencana, hanya sebagian kecil saja yang dicakup asuransi. Kebanyakan di antara mereka yang sudah dicakup, tidak memiliki penggantian karena bencana alam, karena perusahaan-perusahaan asuransi enggan menyediakan penggantian sejak tsunami tahun 2004 di Aceh. Rekomendasi Awal Pemulihan mata pencaharian penting untuk tahap rekonstruksi – dan akses ke likuiditas dan penyediaan tempat kerja merupakan alat mencapainya bagi mayoritas perusahaan yang terkena bencana. Manfaatkan tenaga kerja sementara, dan penggunaan nilai lokal “nrimo”( menerima dan terus maju); dan “gotong royong” – akan mempercepat proses rekonstruksi. Langkah Kunci mencakup: Pemberian akses keuangan Pemerintah, Bank Indonesia dan bank-bank komersial perlu segera membuat pedoman untuk memulai restrukturisasi pinjaman untuk debitor mereka yang terkena bencana dan memberikan pinjaman baru kepada mereka (dengan persyaratan khusus mengenai waktu bebas pengembalian dan tingkat bunga). Bank-bank mengatakan bahwa para debitor di daerah-daerah ini memiliki riwayat kredit yang baik dengan tingkat NPL 3%. Sambil menunggu pembangunan kembali rumah, tempat penampungan semi permanen dapat dibuat untuk setiap ‘sentra industri’ untuk memberi para pengusaha kesempatan untuk memenuhi pesanan ekspor. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian PERDAGANGAN Ikhtisar Kerusakan yang dialami pasar publik dan fasilitasnya serta pasar modern diperkirakan sekitar Rp 168 miliar. Kerugian diperkirakan Rp 100 miliar, sehingga seluruh kerusakan dan kerugian sebesar Rp 269 miliar.33 Selain itu, sektor-sektor jasa – termasuk restoran dan jasa non-permerintah – kemungkinan besar telah menderita kerusakan dan kerugian sebesar Rp 218 miliar.34 Jadi, keseluruhan kerusakan dan kerugian diperkirakan sebesar 2% PDRB agregat di enam kabupaten yang mengalami dampak terparah. Bantul dan Yogyakarta mengalami dampak terparah, sementara Klaten dan Gunung Kidul mengalami kerusakan dan kerugian yang besar. Yogyakarta, karena ketergantungannya pada restoran dan jasa yang terkait dengan pariwisata, akan menghadapi tantangan kecuali dukungan rehabilitasi yang cukup telah dikerahakan. Perdagangan di Bantul dan Klaten terkena pukulan terparah. Banyak pasar tradisional rusak atau hancur. Fasilitas-fasilitas yang lebih baru seperti pusat perbelanjaan, mal, dan supermarket kerugiannya tidak separah pasar tradisional. Harga-harga banyak komoditas sempat melambung, dalam beberapa kasus sampai sepuluh kali lipat, tetapi sekarang sudah turun lagi. Kondisi Sebelum Bencana Pada tahun-tahun belakangan ini, sektor perdagangan dan restoran sedikit naik perannya dalam perekonomian di enam kabupaten yang terkena bencana. Sektor ini sekarang persentasenya 20% dari produk regional gabungan, sementara sektor jasa nonpemerintah tetap sekitar 4%. Peran perdagangan bervariasi dari 7% di Yogyakarta sampai 20% di Kulon Progo, sementara restoran dari hanya 2% di Kulon Progo sampai 15% di Yogyakarta. Sektor jasa hanya sebesar 2% produk regional di Gunung-kidul, tetapi sampai setinggi 6% di Yogyakarta. Secara keseluruhan, peran relatif sektor perdagangan dan restoran jika digabung beragam dari 7% di Magelang sampai 24% di Klaten dan Yogyakarta. Jumlah pasar tradisional berkurang 18% antara tahun 2003 dan tahun 2005, karena persaingan dengan pasar modern dan waralaba.35 Jumlah pasar modern (pusat perbelanjaan dan pasar swalayan) telah bertumbuh sepertiga kalinya selama periode yang 33 Angka yang telah direvisi yang diperoleh tim, setelah data kerusakan dan kerugian dikompilasi, menunjukkan bahwa kerusakan bisa lebih besar yaitu sebesar Rp 222 miliar dan kerugian sebesar Rp 146 miliar. 34 Karena kerusakan di sektor jasa ini kemungkinan besar juga telah tercakup dalam data perusahaan kecil, mereka tidak disertakan di bawah sektor “Perdagangan” untuk tujuan penilaian secara keseluruhan. 35 Di pasar tradisional, transaksi dicatat secara manual atau tidak dicatat sama sekali, para pembeli adalah orang perorangan atau pedagang kecil, produk yang mereka jual kebanyakan adalah kebutuhan sehari-hari dan pakaian, dan bangunan mereka dikelola dan dimiliki oleh pemerintah daerah. Pengembangan usaha dan dukungan lain untuk pasar tradisional disediakan oleh Dinas perindustrian, perdagangan, dan koperasi (Dinasperindagkop)-di bawah Departemen Perdagangan tetapi para pedagang di pasar tradisional dan pasar modern serta waralaba melaporkan transaksi mereka ke kantor pajak – di bawah Departemen Keuangan. 57 58 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian sama. Selain itu, beberapa pasar tradisional telah direnovasi. Di provinsi DIY, beberapa pasar tradisional berupa bangunan semi-permanen/permanen atau terdapat di tempat terbuka. Pasar lapak di 400 desa di provinsi Jawa Tengah dan provinsi DIY buka dua atau tiga hari dalam sepekan. Usaha lain yang baru dan berkembang cepat adalah waralaba pasar swalayan kecil (minimarket). Pada tahun 2005, terdapat 28.075 pedagang berizin, kebanyakan di antaranya pedagang kecil. Secara keseluruhan, lebih dari 300.000 orang atau 10% penduduk di daerah yang terkena dampak bencana terlibat langsung dengan sektor perdagangan di provinsi DIY, belum termasuk orang yang menyediakan jasa transportasi pulang pergi ke pasar, para kuli, dan orang-orang lain yang pekerjaan dan usahanya terkait dengan beroperasinya pasar. Banyak pekerja di kota Yogyakarta tinggal di Bantul dan daerah-daerah lain yang terkena dampak bencana. Pedagang kecil di pasar tradisional juga adalah eksportir. Data ekspor/impor yang dibagi menurut golongan pedagang tidak tersedia, tetapi total ekspor dan impor dari provinsi DIY pada tahun 2005 menunjukkan tren yang meningkat. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Pasar Tradisional Gabungan kerusakan dan kerugian yang dialami pasar-pasar tradisional di Provinsi DIY dan Kabupaten Klaten diperkirakan sejumlah Rp 245 miliar.36 Kerusakan dan kerugian tertinggi di Bantul dan Klaten, diikuti kota Yogyakarta dan kabupaten Gunung Kidul. Banyak pasar yang sama sekali tidak terkena dampak, seperti Pasar Bantul – pasar tradisional terbesar di Bantul. Sedangkan bagian-bagian pasar Niten, pasar Imogiri, pasar Plered, dan pasar Piyungan, yang juga berlokasi di Bantul hancur sama sekali. Sekitar 10 pasar lain di Klaten dan satu pasar di Yogyakarta juga rusak parah. Di pasar yang ditutup atau rusak parah, banyak pedagang memindahkan usaha mereka ke tempat-tempat perdagangan sementara di emperan bangunan-bangunan atau di lokasi di dekatnya yang masih kosong. Sekitar 2.820 pedagang di Klaten dan sekitar 16.300 pedagang lain di Yogyakarta dilaporkan pindah sementara. Secara keseluruhan, dari penutupan sementara banyak pasar tradisional di Yogyakarta dan Klaten, pendapatan total yang hilang kemungkinan besar sekitar Rp 80 miliar lebih, termasuk pajak yang hilang. Beberapa pasar ditutup sampai ada inspeksi lebih lanjut atau sampai dibangun kembali, sementara yang lainnya beroperasi kembali beberapa hari kemudian. Di banyak lokasi, nilai transaksi harian merosot – misalnya di Beringharjo, pasar terbesar di Yogyakarta, transaksi turun dari Rp 1,2 miliar prabencana menjadi Rp 0,8 miliar setelah bencana. Di beberapa pasar lainnya, kerusakannya tidak signifikan tetapi properti atau keluarga karyawan mereka terkena dampak sehingga mereka tidak bisa bekerja untuk sementara. Para pedagang di pasar-pasar tradisional tidak mengasuransikan aset mereka dan 36 Seperti dikemukakan di paragraf pertama di bagian perdagangan dan jasa, data yang direvisi pada tahap penyelesaian laporan ini menunjukkan angka kerusakan dan kerugian yang lebih besar sampai Rp 370 miliar. Angka yang direvisi akan terlihat di penilaian kerusakan dan kerugian tahap berikutnya. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian tidak menggunakan gudang sehingga aset mereka sebagian besar tidak bisa dipulihkan ketika bangunan rusak. Ada kerugian-kerugian lain, selain pendapatan yang hilang. Ketika beberapa pasar berhenti beroperasi dan produksi maupun pengiriman beberapa komoditas terhambat selama beberapa hari, terjadilah kekurangan kebutuhan sehari-hari dan harga-harga melambung dan hal ini berpotensi mengurangi daya beli orang yang memiliki penghasilan tetap – ini kerugian yang tidak dapat secara akurat dicatat dalam penilaian. Pasar Modern Total kerusakan dan kerugian pasar modern diperkirakan kurang dari 30% jika dibandingkan dengan pasar tradisional. Hal ini sebagian besar adalah karena bangunanbangunan mereka lebih besar dan tidak rawan kerusakan karena gempa bumi. Berdasarkan informasi terbatas yang tersedia, tampaknya Bantul yang paling besar kerugiannya, disusul oleh Yogyakarta dan Klaten. Kerugian usaha karena struktur yang rusak paling sedikit diimbangi oleh penjualan kepada orang-orang yang biasanya berbelanja di pasar tradisional, maupun penjualan ke pihak yang memberikan bantuan kemanusiaan. Berapa banyak perdagangan dan tenaga kerja yang diserap dari pasar tradisional oleh pasar yang lebih modern adalah suatu fenomena yang perlu diteliti. Dalam waktu dekat, ada kemungkinan hilangnya pasar luar negeri karena sebagian ekspor tidak dapat dikirimkan sesuai dengan jadwal dan ada kebutuhan akan tambahan pengeluaran oleh para pengusaha untuk mendapatkan karyawan baru sebagai ganti karyawan mereka yang sudah tidak ada lagi. Restoran Sementara restoran-restoran di bangunan yang rusak mengalami kerusakan dan kerugian yang signifikan, banyak restoran lain yang kemungkinan besar mendapat manfaat dari kegiatan yang meningkat. Meskipun data tidak tersedia, perkiraan kerusakan dan kerugian berdasarkan bukti kasar adalah sekitar Rp150 miliar.37 Potensi kerugian terhadap perekonomian secara keseluruhan kemungkinan besar diimbangi oleh para konsumen yang memilih untuk makan di restoran terbuka atau warung. Jasa Non-Pemerintah Kerusakan dan kerugian pada sub-segmen ini kemungkin besar tidak banyak. Meskipun tidak ada data yang andal hingga saat ini, perkiraannya adalah Rp 60 miliar. Kebanyakan jasa berlokasi di kotamadya Yogyakarta dan kabupaten Sleman, tetapi dampak gempa bumi tampaknya lebih besar di Yogyakarta. Isu-Isu Kunci dan Rekomendasi Awal Dengan hilangnya pekerjaan, peran sektor informal dalam ketenagakerjaan akan meningkat. Orang yang terkena dampak gempa akan mengambil kesempatan apapun yang tersedia, ada kemungkinan sektor formal akan menyusut segera setelah bencana. 37 Seperti dikemukakan sebelumnya, ini tidak tercakup dalam perkiraan sektor perdagangan dan jasa keseluruhan, karena kemungkinan besar akan tercakup dalam data persudahaan. 59 60 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Meskipun dampaknya terhadap orang lebih sulit untuk diperkirakan, banyak yang bekerja di sektor-sektor ini menderita kesulitan. Karena para pedagang wiraswasta di pasar tradisional jarang mengasuransikan barang dagangan mereka ataupun menggunakan gudang, banyak yang telah kehilangan aset karena bangunan runtuh. Yang lain-lain tidak bisa melanjutkan usaha karena kehilangan, kerusakan, atau trauma dalam keluarga mereka sendiri atau terhadap rumah mereka. Menurunnya pariwisata yang pasti terjadi tentu akan merugikan restoran dan banyak perusahaan lain di sektor jasa yang memberikan pelayanan makanan bagi para wisatawan. Para karyawan di tempat-tempat ini dan tempat-tempat yang rusak atau ditutup paling sedikit kehilangan gaji selama beberapa waktu atau bahkan kehilangan pekerjaan mereka. Prioritas pertama adalah membantu orang yang kehilangan pekerjaan, penghasilan, atau aset di sektor-sektor ini. Perlu upaya untuk mengorganisasi program-program padat karya untuk membersihkan, memperbaiki, dan membangun kembali fasilitas-fasilitas umum. Dana hendaknya dialokasikan untuk memberikan paket kompensasi bagi pihak-pihak yang usahanya mengalami kerusakan tempat usaha dan peralatan atau kehilangan penghasilan dari perdagangan. LSM-LSM dan organisasi-organisasi lain yang ahli dalam kredit mikro hendaknya dikerahkan untuk memberikan bantuan bagi yang membutuhkan, bisa melalui pinjaman kelompok. Selain itu, dana hendaknya dikerahkan untuk memperbaiki dan membangun kembali pasar tradisional. Sementara ini, pemerintah daerah hendaknya mengalokasikan tempat untuk pasar sementara, menunda pembukaan kembali atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang rusak. Tempat sementara ini bisa berupa taman atau alun-alun atau lahan umum yang tidak digunakan, tetapi lokasi-lokasi ini hendaknya dekat dengan pasar yang digantikannya, dan mudah dijangkau oleh calon pelanggan. PARIWISATA Ikhtisar Perkiraan awal menunjukkan kerugian sebesar Rp 36 miliar dan hilangnya penghasilan sebesar kira-kira Rp 18 miliar. Tempat-tempat wisata yang terkena dampak gempa bumi berlokasi di kodya Yogyakarta, kabupaten Sleman, dan kabupaten Bantul (provinsi DIY) serta Klaten (Jawa Tengah). Tempat wisata di kabupaten lain seperti Boyolali atau Sukoharjo (Jateng) tidak terkena dampak. Walaupun ada kerusakan di sejumlah tempat wisata, para pengelola tempat itu yang diwawancarai optimis bahwa pariwisata tidak akan terkena dampak secara signifikan Kondisi Sebelum Bencana Sebagai pusat budaya Jawa, provinsi Yogyakarta adalah tempat wisata yang penting di Indonesia. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (yang merupakan inti penting kepariwisataan) adalah penyumbang terbesar untuk PDRB, yang diperkirakan menyumbang sedikit diatas 20% pada tahun 2005. Di kabupaten Klaten kepariwisataan juga dianggap sebagai faktor yang sangat penting bagi promosi kabupaten itu tetapi sumbangannya Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian terhadap perekonomian daerah tidak terlalu besar. Candi Prambanan yang bersejarah (di kabupaten Sleman) dan Kraton adalah tempat tujuan wisata terpenting di provinsi DIY. Candi Prambanan menarik hampir 1 juta wisatawan pada tahun 2005, dan Kraton menarik sekitar 400.000 wisatawan. Di Yogyakarta ada 34 hotel dan 1.106 losmen. Di Klaten terdapat 42 hotel dan losmen. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Fasilitas 9 tempat wisata di Yogyakarta rusak. Tempat tujuan wisata yang paling terkena dampak gempa bumi adalah Kawasan Prambanan dan Makam Raja-Raja di Imogiri, kabupaten Bantul. Di Prambanan, kompleks candi maupun fasilitas-fasilitas di sekitarnya seperti teater Ramayana, pusat informasi dan kantor pengelola PT TWC, sebuah perusahaan milik negara, terkena dampaknya. PT TWC memperkirakan keseluruhan kerusakan fasilitas Prambanan adalah Rp 2,835 Milyar , dan kerugian karena menurunnya pengunjung, Rp 1,151 Milyar per bulan pada tahun 2006. Makam Imogiri runtuh semuanya, dan fasilitas-fasilitas seperti lapangan parkir, toilet juga hancur. Kerusakan fasilitas-fasilitas ini diperkirakan Rp 400 juta. Kerusakan di Klaten ditemukan di pintu masuk dan loket candi serta makam. Jumlahnya relatif kecil, Rp 390 juta/unit. Akomodasi Saat ini 6 di antara 34 hotel bermutu tinggi (716 kamar) ditutup. Tahap rekonstruksi akan berlangsung selama 3 bulan (Novotel, 202 kamar) hingga 12 bulan (Sheraton, 241 kamar). Hotel-hotel lain seperti Ina Garuda atau Melia Purosani tetap buka, tetapi beberapa kamarnya harus direkonstruksi.38 Di Klaten 16 dari 42 hotel/akomodasi rusak, kebanyakan di antaranya di daerah Prambanan. Fasilitas Kantor Kantor Dinas Pariwisata di Kabupaten Bantul rusak ringan. Saat ini kantor itu digunakan untuk keperluan darurat. Kantor Dinas Pariwisata di Kodya Yogyakarta juga mengalami kerusakan sedang, tetapi tetap beroperasi. Dari 4 kantor pariwisata Yogyakarta hanya satu kantor yang terdapat di Bandara yang rusak sedikit. Yang rusak parah adalah Balai Kota dan Taman Budaya. Di Klaten hanya Dinas Pariwisata di kota Klaten yang tidak rusak, tiga badan lainnya (satu di antaranya bersifat nasional: BP3) rusak. Kerugian lembagalembaga umum ini tidak dapat dihitung, karena mereka pun tidak memiliki penghasilan. 38 Kerusakan hotel-hotel berbintang diperhitungkan menurut rata-rata biaya rekonstruksi/kamar untuk berbagai kategori hotel berbintang. Kerugiannya dihitung berdasarkan kamar yang sekarang tersedia, tarif kamar rata-rata – berdasarkan tingkat hunian 52%. Tingkat hunian tidak dibuat lebih rendah daripada situasi sebelum bencana. Pada saat ini hotel penuh dengan pekerja pemberi bantuan dll. Kemudian akan ada tahap rekonstruksi yang juga menjanjikan adanya lebih banyak orang yang menginap. Diperkirakan bahwa jumlah wisatawan domestik tidak akan menurun, karena akan ada kegiatan-kegiatan rutin (Ramadhan, Hari Raya, musim Haji, Natal, dll .). 61 62 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian LANGKAH SELANJUTNYA Dengan banyaknya kerugian manusia, sosial, dan fisik, sektor-sektor produktif di beberapa sentra ekonomi yang paling hidup di Indonesia telah terkena dampak gempa bumi. Karena banyaknya industri rumahan, ratusan ribu rumah tangga kehilangan tempat tinggal mereka dan sumber penghasilan mereka. Proses rehabilitasi dan rekonstruksi seharusnya bisa membantu penduduk yang terkena dampak untuk segera membangun kembali kehidupan mereka. Prinsip-Prinsip Kunci untuk Memulihkan Mata Pencaharian yang Hilang melalui Kebangkitan Sektor Produktif • Menanam modal untuk memperbaiki kerusakan fisik – hal ini tidak hanya akan segera menghasilkan uang tunai bagi orang-orang yang terkena dampak untuk bertahan hidup, tetapi juga mengurangi secara signifikan kerugian penghasilan yang diantisipasi di masa depan. Dengan sekitar setengah dari total dampak berbentuk kerugian yang diantisipasi di masa depan, opportunity cost karena tidak cepat tanggap sangat tinggi. • Gunakan partisipasi masyarakat seluas mungkin Kerahkan dukungan finansial dalam dosis kecil untuk memulihkan kegiatan ekonomi – bertentangan dengan pandangan umum, sejumlah orang yang terkena bencana ingin sekali mendapat kredit dari bank dan lembaga lain. Pada waktu yang sama, kebijakan publik memegang peran yang penting untuk melakukan apa pun yang pemerintah dapat tawarkan dalam bentuk dukungan . Belajar dari kerawanan terhadap bencana dan persiapkan rencana jika ada bencana berikutnya. Khususnya, lihatlah apa yang bisa ditawarkan pasar untuk melindungi perusahaan dari bencana yang tidak terduga di masa depan. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Lintas Sektor Analisis lintas sektor meliputi subsektor pemerintahan/administrasi publik, lingkungan hidup, dan perbankan serta keuangan. Perkiraan kerusakan dan kerugian sudah mencakup bangunan dan peralatan pemerintah, maupun bangunan serta peralatan lembaga perbankan dan keuangan. Di sektor lingkungan, kerugian terjadi pada: a) manajemen limbah; b) rekonstruksi; c) prasarana lingkungan, dan d) efeknya pada ekosistem dan pelayananan lingkungan. Bila digabungkan, kerusakan dan kerugian ketiga sektor ini hanya sekitar 1% dari seluruh kerusakan dan kerugian akibat bencana. Tidak ada satu pun dari sektor-sektor ini yang terkena dampak gempa secara signifikan. Sebagian besar pelayanan pemerintah dan perbankan dapat pulih dengan cepat. Ekosistem alami atau manajemen lingkungan pemerintah daerah tidak terkena dampak yang parah. Tabel 26: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Lintas Sektor Pemerintah Keuangan Lingkungan Kerusakan/Kerugian Lintas Sektoral % Total Kerusakan dan Kerugian Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Dampak Bencana (Miliar Rp) Kerusakan Kerugian Total 137,0 0 137,4 48,0 0 48,0 109,6 0 109,6 185,0 109,6 294,6 0.8 1.7 1.0 Kepemilikan Swasta Negeri 0 137,4 48,0 0 0 109,6 48,0 246,6 0.2 9 Walaupun tidak ada efek yang luas terhadap sruktur fisik, kerugian di kemudian hari bisa signifikan jika tidak ada tindakan yang segera diambil, khususnya di sektor perbankan dan keuangan. Sementara kerusakan saat ini pada sektor tersebut relatif ringan, potensi kerugian di masa depan bisa mencapai Rp 2 triliun, karena diperkirakan sampai 58.000 peminjam saat ini mungkin tidak dapat mengembalikan pinjaman mereka. Untuk meminimalisasi kerugian di masa depan, pemulihan sektor keuangan harus didukung dan pinjaman harus bisa dikembalikan sesegera mungkin. Kebijakankebijakan memprioritaskan penyelesaian nyata terhadap masalah-masalah ini sangatlah dibutuhkan, melalui restrukturisasi pinjaman yang belum dibayar, skema jaminan kredit yang memungkinkan UKM peminjam yang potensial untuk mengakses pinjaman tanpa jaminan, 63 64 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian dan skema peminjaman yang potensial dan tepat sasaran. Semua tindakan ini memungkinkan pemulihan perekonomian yang lebih cepat. Pada sektor lingkungan hidup, langkah-langkah kunci yang diambil sekarang dapat mengurangi kemungkinan kerugian di masa depan. Khususnya, perlu dilakukan penilaian yang cermat terhadap rencana pembuangan puing, manajemen limbah berbahaya, dan mengembangkan rencana kerja, serta merancang dan menetapkan standar bangunan tahan gempa untuk bangunan baru berlantai satu serta menyesuaikan kembali bangunan yang rusak. LINGKUNGAN HIDUP Ikhtisar Dampak gempa terhadap lingkungan secara garis besar bisa dibagi dalam empat bidang: a) manajemen limbah; b) dampak rekonstruksi; c) prasarana lingkungan; dan d) efek terhadap ekosisten/pelayanan lingkungan. Tidak ada kerusakan yang signifikan pada ekosistem alami (hutan, terumbu karang, pohon bakau, dll.), demikian juga dengan kapasitas manajemen lingkungan pemerintah daerah.. Kondisi Sebelum Bencana Manajemen limbah terbatas. Di provinsi DIY, pengumpulan sampah hanya dilakukan di perkotaan dan pasar. Sebagian besar sampah yang dikumpulkan di daerah bencana dibawa ke tempat pembuangan sampah di Sitimulyo dekat Piyungan, kabupaten Bantul. Satu tempat pembuangan yang tidak diawasi di dekat Godean, kabupaten Sleman, digunakan untuk limbah nonkimiawi seperti puing bangunan. Di kabupaten Klaten, provinsi Jawa Tengah, sampah dikumpulkan dari kota Klaten dan pasar-pasar besar dan kemudian diangkut ke satu di antara dua tempat pembuangan terbuka yang kecil (sekitar 1 hektar). Di pedesaan kedua provinsi ini, tidak ada pengumpulan atau pembuangan sampah yang dikelola pemerintah. Penduduk desa umumnya membakar, mengubur dan/atau membuang sampah ke sungai yang dekat dengan komunitas mereka. Diperlukan adanya data tambahan mengenai sistem pembuangan sampah industri dan medis di daerah yang terkena dampak gempa. Penerapan Manajamen bahaya buruk. Walaupun sudah ada semacam pembagian zona lingkungan, pembangunan rumah tetap diizinkan di sepanjang jalur patahan gempa dan daerah lain yang berisiko tinggi seperti di lereng Gunung Merapi. Lemahnya penerapan standar pembuatan rumah mengakibatkan rendahnya mutu pembangunan rumah. Bahaya lain adalah retaknya Bendungan Sermo (seluas 157 hektar dengan kapasitas untuk menahan 25 juta m3 air) dan reaktor penelitian nuklir di daerah bencana. Lingkungan yang terpenting adalah sumber daya air. Di daerah bencana tidak ada hutan, pesisir yang rawan atau ekosistem lain yang bernilai signifikan. Taman Nasional Gunung Merapi adalah kawasan lindung terdekat dengan daerah bencana. Pelayanan Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian lingkungan yang terpenting di daerah bencana adalah sumber daya air. Banyak simpanan air pada lapisan kars terletak di selatan Yogyakarta dan di sebagian besar daerah Gunung Kidul. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Bencana menyebabkan kerusakan aset lingkungan dan kerugian pelayanan lingkungan. Dalam hal ini, diperkirakan tidak ada kerusakan aset; namun, kerugiannya diuraikan di bawah ini. Komponen terpenting dalam kerugian yang terkait dengan lingkungan adalah pengelolaan puing. Menurut perkiraan kasar, antara 30-60% puing dari setiap rumah dapat langsung digunakan kembali untuk rekonstruksi. Walaupun banyak penduduk desa melaporkan bahwa mereka akan memanfaatkan puing-puing, volume sampah yang perlu dibuang ke luar desa bisa mencapai 2,25 juta m3. Pemerintah tidak mengantisipasi akan adanya masalah untuk menemukan tempat pembuangan atau dampak seriusnya terhadap daya tampung tempat pembuangan kota. Biaya pembuangan puing menurut perkiraan kasar adalah Rp 110 miliar untuk satu tahun. Pemerintah berasumsi bahwa biaya tenaga kerja, yang terkait dengan pembersihan puing dari lingkungan setiap rumah, bisa diambil dari bantuan Rp 30 juta yang akan diberikan kepada setiap keluarga untuk rekonstruksi. Menurut perkiraan, lima pekerja (Rp 20.000/hari) dapat membersihkan rumah yang runtuh dalam waktu dua minggu (Rp 1.200.000 per rumah) atau Rp 230 miliar jika semua rumah yang hancur dan rusak parah dibersihkan dengan cara tersebut. Dirobohkannya bangunan-bangunan pemerintah yang rusak akan menyebabkan kerugian lain yang perlu diperhitungkan setelah penilaian struktural dirampungkan. Ada beberapa ancaman yang bisa timbul dari limbah berbahaya di lokasi industri dan medis. Laporan media menunjukkan bahwa 23 fasilitas industri mengalami kerusakan yang berkisar antara 25 hingga 100%. Dilaporkan bahwa dampaknya meliputi polusi yang terlokalisasi dari kerusakan tiga pabrik tekstil, kebocoran sisa penyamakan kulit di Klaten (dilaporkan oleh UNIDO) dan kebocoran minyak dari drum-drum penyimpanan di PT Samitex Sewan (dilaporkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup). Satu-satunya kerusakan pada lokasi pembuangan limbah adalah retakan di kolam penanganan air limbah di tempat pembuangan sampah Sitimulyo (terletak dekat Piyungan di Bantul) yang dapat mencemarkan sungai di dekatnya. Adanya lebih dari 36.000 prosedur medis tambahan yang dilakukan untuk merawat korban yang cedera, sampah medis yang terkumpul sangat banyak; masih belum jelas apakah sampah ini sudah dibuang dengan benar. Dampak kumulatif masalahmasalah ini dapat mencakup efek kesehatan manusia (dengan biaya medis dan biaya produktivitas yang terkait) dan kerusakan ekosistem. Dampak lingkungan karena kebutuhan akan bahan bahan bangunan untuk rekonstruksi adalah kerugian lingkungan yang utama. Pembangunan kembali dan perbaikan rumah dan bangunan lainnya dalam skala yang besar membutuhkan banyak sumber daya alami, misalnya kayu, bambu, lempung, dan pasir. Pengambilan lebih banyak sumber-sumber daya ini untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat dapat memiliki dampak negatif pada lingkungan hidup. 65 66 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Kerugian besar yang kedua adalah menurunnya fungsi pelayanan lingkungan hidup, khususnya air tanah. Badan Pengelola Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) di Yogyakarta melaporkan peningkatan gejolak air tanah di sumur-sumur tertentu dan sistem pipa air ledeng. Struktur air tanah juga tampaknya terkena dampak gempa bumi dan gempagempa susulan; hal ini terlihat dari adanya laporan bahwa sejumlah sumur mengering. Hal ini khususnya bisa terjadi di daerah-daerah kars dan gua, dimana perubahan aliran air bawah tanah bisa mempengaruhi sumur dan sumber air. Kerugian besar yang ketiga adalah biaya tambahan untuk penilaian lingkungan yang dibutuhkan oleh proses rekonstruksi. Rekonstruksi akan memberikan tambahan permintaan akan kapasitas kelembagaan daerah dalam bidang manajemen lingkungan. Biaya administratif yang lebih besar akan timbul untuk menilai dampak lingkungan karena adanya investasi baru, penegakan standar-standar lingkungan hidup dan pengawasan tindakantindakan perbaikan. Yang terakhir, kerugian lain adalah rawan tanah longsor yang disebabkan oleh gempa bumi. Kementerian Lingkungan Hidup melaporkan paling sedikit ada enam tempat baru yang rawan, yang mengalami beberapa kali tanah longsor setelah gempa utama. Tanah longsor ini dapat dan telah menyebabkan kerusakan yang semakin parah pada jalan, rumah, dan prasarana karena gerakan tanah, banjir, dan tumbukan bebatuan. Tidak adanya kerugian terhadap manajemen sampah dan pembuangan puing telah diantisipasi, kecuali volume sampah yang harus dibuang meningkatkan kebutuhan akan perlunya tambahan kapasitas pembuangan sampah atau lahan yang digunakan untuk tempat pembuangan puing adalah lahan produktif. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Masalah Utama Masalah-masalah utama yang terkait dengan manajemen puing dan sampah antara lain ialah: a) diteruskannya pelayanan pengangkutan sampah di Bantul, yang terhenti karena gempa bumi; b) dampak potensial terhadap sanitasi di desa-desa karena bertambahnya permintaan akan pembuangan sampah setelah mendapatkan bantuan; c) keamanan penduduk desa dan pekerja-pekerja yang terlibat dalam pekerjaan pembongkaran; d) dampak potensial terhadap lingkungan karena pembuangan puing di tempat pembuangan sampah darurat yang tidak layak; dan e) risiko-risiko yang bisa terjadi karena limbah yang berbahaya (misalnya: semakin banyaknya volume limbah medis dari fasilitas-fasilitas perawatan yang sudah ada maupun yang baru dan dari industri-industri yang memiliki sarana pengolahan limbah yang rusak). Untuk rekonstruksi, masalah yang tercakup: a) memaksimumkan pemulihan sumber daya untuk membangun kembali guna menurunkan biaya dan menurunkan dampak terhadap lingkungan; b) memastikan bahwa standar bangunan yang tahan bencana dikembangkan dan ditegakkan sebagai bagian dari upaya rekonstruksi; dan c) menerapkan prinsip-prinsip perancangan yang ramah lingkungan selama rekonstruksi (misalnya: untuk perencanaan ruang, konstruksi bangunan, penyediaan energi, air, dan sanitasi). Rekomendasi Awal Rekomendasi awal untuk dimensi lingkungan dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi mencakup: Penilaian yang lebih mendalam terhadap daerah-daerah kunci yang terkena dampak terbesar. Untuk puing, ini mencakup: memperbarui perkiraan puing yang harus dibuang, evaluasi lingkungan terhadap puing di tempat-tempat pembuangan di setiap kecamatan, perlu dipercepatnya perencanaan fasilitas baru dan penilaian opsi untuk daur ulang/pemrosesan puing gempa bumi lebih lanjut dan menerapkan programprogram untuk meminimumkan sampah yang harus dibuang. Melakukan penilaian terhadap manajemen limbah berbahaya dan mengembangkan rencana kerja untuk manajemen limbah secara lebih umum. Mengembangkan dan menerapkan pedoman-pedoman pembangunan kembali yang “hijau” demi proses rekonstruksi yang meminimalisasi dampak lingkungan minimal dan penggunaan sumber daya alami yang langka. Pedoman-pedoman ini dikembangkan oleh WWF untuk proses pemulihan di Aceh dan Nias. Merancang dan menegakkan standar bangunan tahan gempa untuk tempat tinggal baru berlantai satu serta untuk memperbaiki struktur-struktur yang rusak. Mempertimbangkan mekanisme untuk fasilitasi penggunaan bahan-bahan bangunan yang terbarukan, seperti konsep yang diajukan oleh GTZ di Aceh untuk menyediakan fasilitas yang mendistribusikan bahan-bahan bangunan yang ramah lingkungan beserta peralatan, sarana transportasi dan bantuan teknis mengenai konstruksi tahan gempa. Menilai dampak gempa bumi terhadap pelayanan lingkungan hidup, khususnya sistem air tanah. 67 68 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Mengembangkan dan mengimplementasikan rencana menghadapi bencana bagi kawasan yang berisiko. dan sistem kesiapan ADMINISTRASI PUBLIK Ikhtisar Total kerusakan dan kerugian terhadap struktur kepemerintahan dan administrasi publik di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah diperkirakan mencapai Rp 137,0 miliar. Angka ini berdasarkan atas pengamatan awal di 10 kabupaten dan mencerminkan perkiraan kerusakan dan kerugian pada bangunan, peralatan, personel, dan arsip masyarakat. Tantangan yang langsung dihadapi adalah cara untuk memulihkan fungsi-fungsi dasar administrasi publik, memperkuat kapasitas pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kecamatan) untuk menangani erupsi gunung berapi yang bisa terjadi dan untuk mengorganisasi bantuan kemanusiaan dan kegiatan rekonstruksi. Kondisi Sebelum Bencana Struktur-struktur administrasi publik di Yogyakarta dan Jawa Tengah relatif baik. Masalah-masalah utamanya antara lain ialah tantangan-tantangan nasional seperti korupsi, kurangnya kapasitas kelembagaan, pemberian pelayanan publik yang tidak efisien, kurangnya sumber daya finansial, dan hubungan yang tidak jelas antara unit administratif regional dan unit administratif pusat. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Setelah bencana pada tanggal 27 Mei 2006, total kerusakan terhadap bangunan diperkirakan berjumlah Rp 128,7 miliar, nilai kerusakan di kabupaten Klaten adalah 60% nilai kerusakan total tersebut. Nilai penggantian peralatan yang hilang diperkirakan mencapai Rp 6,4 miliar. Kerusakan tambahan, berjumlah Rp 1,9 miliar, mencakup biaya penggantian arsip masyarakat yang rusak dan biaya yang terkait dengan kematian atau cederanya personel. Tabel 27: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Administrasi Publik Bangunan Peralatan Personel Arsip Masyarakat Total Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Dampak, Miliar Rp Total Kerusakan Kerugian 128,7 128,7 6,4 6,4 0,1 0,1 1,7 1,7 137,0 0,0 137,0 Kepemilikan, Miliar Rp Swasta Negeri 128,7 6,4 0,1 1,7 0,0 137,0 Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Prasarana yang rusak dan keterlibatan langsung staf dalam upaya bantuan kemanusiaan mempengaruhi berjalannya administrasi publik di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Akan tetapi, hukum dan ketertiban dapat dipulihkan dengan cepat. Kehadiran polisi terlihat di lapangan dan hirarki komando pulih secara bertahap. Pelayanan penyidikan, penuntutan dan pengadilan dihentikan untuk sementara hingga jangka waktu yang bervariasi, tergantung pada tingkat kerusakan prasarana tersebut. Kelompok masyarakat terum menderita dari buruknya akses ke pejabat kabupaten dan kecamatan (untuk melakukan penilaian kebutuhan dan kerusakan atau memperoleh informasi tentang status intervensi pemerintah untuk pemulihan dan rehabilitasi). LSM-LSM dan kelompok-kelompok amal menyediakan bantuan kemanusiaan dan informasi dasar. Pelayanan utama pemerintah seperti penyediaan air, saluran air, dan listrik tetap berfungsi meski ada masalah-masalah di pusat daerah bencana. Rekomendasi Awal Berdasarkan penilaian awal dan parsial ini, rekomendasi yang dapat diberikan: Memulihkan fungsi-fungsi ketertiban dan keamanan masyarakat kembali ke kondisi pra-gempa. merampungkan penghitungan yang cermat mengenai kerusakan dan perkiraan biaya “saat itu”. Merancang rencana darurat yang efektif untuk menghadapi kemungkinan letusan gunung berapi (hindari kekeliruan seperti di Aceh dan setelah gempa bumi). Melanjutkan fungsi-fungsi inti kepemerintahan di bangunan-bangunan yang bisa digunakan. Mengorganisasi pengumpulan dokumen-dokumen penting pemerintah yang masih belum tersimpan dengan baik. Memastikan bahwa skema pemberian kompensasi oleh pemerintah dipahami dengan baik. Membuat mekanisme yang transparan untuk mengelola dana yang terkait dengan bantuan kemanusiaan. Mengkoordinasi upaya bantuan kemanusiaan dari donor-donor besar dan fasilitasi pengalokasian dana-dana tersebut di berbagai jenjang kepemerintahan. 69 70 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian SEKTOR KEUANGAN Ikhtisar Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Yogyakarta dan Jawa Tengah telah terkena dampak yang parah tetapi bencana ini kemungkinan besar tidak berdampak signifikan terhadap sektor perbankan di tingkat nasional. Hampir setengah pinjaman BPD Yogyakarta – atau sekitar Rp465 miliar – bisa tidak tertagih dan rasio kecukupan modal (CAR) BPD bisa berkurang hingga minus 115%. Enam puluh dari 65 BPR provinsi DIY telah melaporkan kerugian dari pinjaman dan memerlukan dukungan likuiditas, yang habis untuk pembayaran kembali pinjaman dan upaya para deposan menarik dana mereka. Pasar kredit berperan penting dalam proses rehabilitasi dan restrukturisasi. Bankbank hendaknya mengulurkan dukungan untuk membangkitkan kembali kegiatan ekonomi di daerah bencana. Bank Indonesia (BI), pemerintah, dan bank-bank harus berupaya memenuhi kebutuhan yang timbul tanpa harus menghapus regulasi dan operasi perbankan yang tepat. Kerusakan yang diderita oleh Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB) akan mempengaruhi kebangkitan perusahaan tetapi kecil peran absolutnya. Peranan LKNB di daerah bencana kecil. Aset gabungan modal ventura, pegadaian, dan koperasi adalah Rp2,3 triliun, atau sekitar 16% aset sistem keuangan regional. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Kondisi Sebelum Bencana Aset total sektor perbankan di Yogyakarta pada akhir bulan Maret 2006 mencapai Rp 13,6 triliun, atau sekitar 1% total aset sistem perbankan nasional. Di Provinsi DIY, 25 bank komersial, termasuk 20 bank swasta telah menyelenggarakan operasi perbankan melalui 41 cabang dan 100 cabang pembantu. Selain itu, 65 BPR memiliki peran penting di beberapa kabupaten yang terkena dampak bencana dengan memberikan dukungan kredit mikro. Pada akhir bulan Maret 2006, data BI menunjukkan bahwa pinjaman bank komersial dan bank desa yang beroperasi di provinsi DIY Yogyakarta masing-masing adalah Rp5,9 triliun dan Rp0,8 triliun, atau 1% total pinjaman sektor perbankan Indonesia. Dari jumlah ini, pinjaman mikro, kecil, dan menengah (masing-masing kurang dari Rp 500 juta) adalah sebanyak Rp5,2 triliun atau 80%, menunjukkan kemungkinan adanya jumlah rekening pinjaman yang banyak. Daerah yang terkena dampak terparah adalah Bantul, dengan pinjaman Rp0,6 triliun, sekitar 8,6% dari kredit sistem perbankan di daerah Yogyakarta. Di kabupaten Klaten (Jawa Tengah), jumlah pinjaman adalah Rp800 miliar, yang disalurkan melalui 22 bank komersial. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Total kerusakan dan kerugian yang diderita oleh bank-bank dan LKNB diperkirakan sebesar Rp1.998 miliar.39 39 Untuk menghindari pencatatan ganda, jumlah total kerugian sektor perbankan dan keuangan tidak akan disertakan dalam jumlah total kerugian daerah bencana. 71 72 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tabel 28: Kerusakan dan Kerugian Sektor Keuangan di Yogyakarta-Jawa Tengah (dalam Miliar Rp) Perbankan Prasarana (bangunan, dll.) Kerugian Pinjaman LKNB Prasarana (bangunan, dll.) Kerugian Pinjaman/Aset Sektor Asuransi Kerugian Dampak Total Kerusakan Kerugian Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Provinsi Yogyakarta 1.250 37 1.213 196 6 190 147 1.593 Total Klaten 316 10 306 41 3 38 1.566 47 1.519 237 9 228 48 405 195 1.998 48 1.958 Dalam waktu tiga hari setelah bencana, kegiatan perbankan telah kembali normal. Sebuah cabang Bank BTN (bank perumahan rakyat yang dimiliki negara) kembali beroperasi setelah satu minggu, dan beberapa bank melaporkan sebagian kecil ATMnya masih belum berfungsi karena padamnya listrik. Bencana ini akan menurunkan kesanggupan para debitor untuk mengembalikan utang, dan karena itu akan berdampak buruk pada tingkat non-performing loans (NPL) bank. BI memperkirakan kerugian potensial bisa mencapai Rp 1,2 triliun atau 18% total pinjaman di Yogyakarta dan Rp 300 miliar atau 30% pinjaman di Klaten karena 58.500 peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman Perkiraan kerugian potensial pinjaman mereka. NPL di Yogyakarta akan meningkat bisa memburuk jika sektor riil daerah dari 2% menjadi 6%. Namun, karena jumlah bencana tidak pulih dan jika lembaga pinjaman ini tergolong kecil dalam portfolio keuangan terus mendapat kesulitan pinjaman nasional, dampak bencana ini untuk mendapat pembayaran pinjaman terhadap kinerja sektor perbankan secara dari perusahaan yang terkenan bencana keseluruhan dan bank-bank nasional dan debitor lain. Satu faktor yang diperkirakan minimal. Selain itu, bank-bank penting adalah tanggapan perusahaan yang terkena dampak tampaknya telah asuransi terhadap klaim asuransi membuat pengaturan dalam neraca mereka sejumlah kecil perusahaan: kebanyakan untuk mengantisipasi kerugian pinjaman. penjamin kemungkinan besar akan menggolongkan gempa bumi sebagai Beberapa bank lokal akan menderita, force majeure dan mungkin akan khususnya bank yang dimiliki daerah dan beroperasi di daerah seperti BPD dan BPR. menolak mengganti kerugian. Kerugian potensial terbesar akan dipikul oleh BPD, yang menurut estimasi menunjukkan akan ada Rp 464 miliar NPL baru. Bank BRI telah memperkirakan jumlah potensial kerugian pinjaman adalah sebesar Rp 175 miliar. Di antara bank-bank komersial swasta, Bank Bukopin melaporkan kerugian potensial yang terbesar, sekitar Rp127 miliar. Selain itu, 60 di antara 65 BPR telah melaporkan peningkatan gabungan dalam NPL sebesar Rp133 miliar, atau 16% portfolio pinjaman total mereka. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Prasarana perbankan mengalami kerusakan yang terbatas. Informasi mengenai nasabah tidak hilang.40 Beberapa kantor cabang, ATM, alat telekomunikasi, dan peralatan lain telah rusak, tetapi kebanyakan bank telah memulihkan prasarana penting mereka. Beberapa bank melaporkan kerusakan fasilitas mereka, termasuk: Bank BRI 3 cabang di Yogyakarta, 2 cabang di Klaten, dan 30 unit pembiayaan mikro BRI di seluruh daerah itu), Bank Mandiri (4 dari 73 ATM), BPR (7 rusak total dan 53 rusak ringan hingga sedang), dan Bank BPD Yogyakarta (9 cabang pembantu dan beberapa kantor kas hancur). Tabel 29: LKNB di Provinsi DIY, Operasi dan Kerugian LKNB di Yogyakarta Modal Ventura: Sarana Jogya Ventura (Swasta) Pegadaian a. 16 cabang Perum Pegadaian di Yogyakarta # kena dampak 55 debitor 559 debitor dan 5 kantor b. 6 cabang Perum Pegadaian di Klaten 393 debitor dan 4 kantor 1.968 Koperasi Primer yang mapan dengan 580.486 anggota yang terdaftar 58.700 anggota dan 100 kantor 1.785 unit keuangan mikro yang N.A. terdaftar di Yogyakarta, yang terdiri dari: a. 75 LDKP; b. 42 BMT; c. 1.630 BKD; d. 38 persatuan kredir Perusahaan Leasing & Pembiayaan: 1. Astra Credit Company (Mobil) 1.099 2. FIF (Sepeda Motor) 3. Kredit Plus (pembiayaan pribadi) Ikhtisar Rp10,3 miliar kerugian pinjaman Rp2,38 miliar kerugian pinjaman dan kerusakan bangunan senilai Rp550 miliar Rp2 miliar kerugian pinjaman dan kerusakan gedung senilai Rp1,2 miliar Rp14 miliar kerugian dana dan kantor yang rusak senilai Rp 4,3 miliar Diperkirakan 10% PDBR keuangan di Yogyakarta atau sekitar Rp 160 miliar Tidak seperti daerah yang terkena Tsunami. Rp592 juta Volume Bisnis Pra-Bencana Rp255 miliar % kerugian 5 Rp650 miliar 0,3 Rp65 miliar 3 Rp710 miliar 7 N.A. Rp189 miliar 0,04 dari 3.429 klien 1.769 Rp412 juta Rp129 miliar 0,3 dari 21.182 klien 112 Rp312 juta Rp3,2 miliar 10 dari 1.496 klien Rp190 miliar kerugian & Rp6 miliar nilai kerusakan gedung dan fasilitas. Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan 40 Potensi Kerugian 73 74 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Seluruh kerusakan prasarana dan fasilitas perbankan dapat mencapai Rp 37 miliar. Estimasi awal dari bank-bank yang terkena dampak (BPD, Bank Mandiri dan Bank BRI) menunjukkan bahwa nilai total kerusakan fisik dapat mencapai Rp15 miliar. BPD melaporkan Rp5 miliar, Bank Mandiri Rp2 miliar, dan Bank BRI 7,5 miliar. Sepuluh cabang bank komersial lainnya telah melaporkan adanya kerusakan. Perkiraan dampak gabungan terhadap sektor perbankan adalah sekitar Rp 1.566 miliar. Estimasi awal kerusakan dan kerugian di Sektor Keuangan Non-Bank adalah sejumlah Rp 190 miliar.41 Ini khususnya terdiri dari kerugian pinjaman mikro 1.785 lembaga keuangan mikro yang terdaftar di Yogyakarta. LKNB lainnya telah melaporkan potensi kerugian sebesar Rp50 miliar yang terdiri dari Rp45 miliar nilai kerugian usaha (pinjaman) dan Rp6 miliar nilai kerusakan kantor dan fasilitas bangunan. Kerugian asuransi bisa bertambah menjadi sekitar Rp 195 miliar, tetapi bertambah seiring dengan semakin banyak klaim yang diketahui. Berdasarkan estimasi awal yang tersedia, jumlah paparan asuransi non-asuransi jiwa di daerah bencana diperkirakan Rp 4,2 triliun. Dari jumlah tersebut, 25% dijamin lagi oleh P.T. Maipark, dan diperkirakan bahwa 10% tercatat di pembukuan perusahaan asuransi itu, dan sisanya dijamin lagi di luar negeri. Diperkirakan, PT. Mairpark menderita kerugian sekitar 10%. Rekomendasi Awal Langkah Selanjutnya, Penyaluran Keuangan dan Pengerahan Sumber Saya (Financial Intermediation and Resource Mobilization/FIRM) penting untuk rehabilitasi dan rekonstruksi. Kegagalan atau penundaan disisi sistem finansial sebagai penyalur yang efektif yang dapat berperan untuk kebangkitan ekonomi bisa meningkatkan kerugian secara signifikan. Pada waktu yang sama, pasar kredit hendaknya tidak terdistorsi, yang disebabkan oleh kurangnya semangat untuk mengejar NPL atau dengan memicu moral hazard sebelum waktunya. Pemerintah bisa mempertimbangkan berbagai skema yang berkisar dari sekadar menjadi penengah sampai menyediakan program pinjaman baru dengan unsur-unsur subsidi demi menjaga agar biaya penyaluran keuangan tetap rendah. Rekomendasi yang spesifik meliputi: 41 Mendukung pemulihan sektor riil dan penyelesaian masalah NPL: NPL potensial hendaknya diperlakukan sebagai masalah komersial, dan perlu dicari solusi yang realistis untuk menghindari moral hazard, tanpa memperparah kendala yang dihadapi sektor swasta. Menerapkan kebijakan dan regulasi yang akomodatif: Regulasi mengenai NPL bisa diperlunak, agar pinjaman-pinjaman bisa direstrukturisasi dan memungkinkan para peminjam dan bank-bank bernapas lega dalam proses pemulihan. Dukungan tidak langsung melalui penggantian jaminan: Penggantian jaminan atau skema jaminan kredit bisa meringankan kendala pasar kredit yang dihadapi oleh Walaupun datanya terbatas dan tidak konsisten. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian UKM yang tidak dapat menyediakan jaminan, dan pada waktu yang sama, memungkinkan bank berfungsi dengan cara yang bijak. Memperkuat lembaga keuangan non-bank: Lembaga modal ventura lokal, perusahaan leasing, dan lembaga keuangan mikro lainnya perlu diperkuat dan didukung agar mereka bisa memenuhi kesenjangan pendanaan. 75 76 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial corbis/Mast Irham Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial 77 78 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Bab ini membahas dampak gempa bumi yang luas terhadap mata pencaharian masyarakat di sekitar daerah Yogyakarta. Bab ini menganalisis dampak gempa bumi terhadap perekonomian daerah, keuangan pemerintah daerah, dan lapangan kerja, demikian juga akibatnya bagi kemiskinan dan kehidupan masyarakat yang terkena dampak langsung gempa bumi. DAMPAK TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN Dari sudut pandang nasional, kerugian kegiatan ekonomi di daerah terkena dampak mungkin hanya memiliki efek yang kecil. Sebelum gempa bumi ke-11 kabupaten/kota yang terkena dampak menyumbangkan sekitar 2.2% kepada PDB nasional dan, dari semuanya lima mengalami kerusakan dan kerugian yang rendah. Dua kabupaten yang terkena dampak paling parah adalah kabupaten Bantul dan Klaten, menyumbang sekitar 0.4% dari PDB nasional. Dampak utama terhadap perekonomian nasional kemungkinan berasal dari biaya upaya rekonstruksi dan implikasinya terhadap keuangan Pemerintah pusat. Perkiraan kerugian nilai tambah di daerah terkena dampak sebesar 5.6% dari keseluruhan PDRB mereka. Dengan angka pertumbuhan yang diramalkan sebesar 5.5%, pertumbuhan perekonomian netto di daerah terkena dampak diharapkan turun sekitar 1.3% pada tahun 2006 dan 4.2% pada tahun 2007 (perubahan relatif dengan proyeksi PDRB sebelum gempa sebesar -4.2% untuk tahun 2006 dan -1.3% untuk tahun 2007). Berdasarkan perkiraan laporan kerugian ekonomi, PDRB yang diperkirakan untuk tahun fiskal 2006 di daerah tersebut (Rp 51 triliun) diperkirakan turun menjadi Rp 2.1 triliun. Hal ini tidak signifikan pada tingkat nasional (penurunan yang diperkirakan adalah 0.1% dari PDB). Seandainya pemulihan berjalan normal maka diperkirakan 75% kerugian total nilai tambah akan berdampak pada tahun 2006 (kira-kira 4% dari PDRB) sementara sisa 25% akan diserap pada tahun 2007 (kira-kira 1% dari PDRB)42 (Tabel 30). Kinerja sektor produktif yang terkena dampak paling parah meliputi industri manufaktur, energi, air dan sanitasi, serta jasa. Diperkirakan masing-masing turun 20%, 5%, dan 2% (tabel 31). Sektor-sektor lain berjalan lebih baik dengan perkiraan penurunan kurang dari satu persen untuk dua tahun ke depan. Perekonomian kabupaten Bantul diperkirakan terkena dampak gempa bumi yang paling parah diikuti oleh Klaten dan Kulon Progo. (PDRB diperkirakan turun masingmasing 23%, 9% dan 7% pada tahun 2006 dibandingkan dengan proyeksi sebelum gempa 42 Estimasi kerugian nilai tambah berdasarkan estimasi kerugian ekonomi (seperti dilaporkan oleh masingmasing sektor terpisah) disusun berdasarkan faktor nilai tambah sektor khusus yang dihitung dari sebuah matriks input-output (data terakhir tahun 2000). Kerugian ekonomi dalam sektor jasa dimasukkan dengan memasukkan bagian sektor ini di PDRB daerah yamg terkena dampak ke dalam perkiraan kerugian sektor perumahan. 79 Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial bumi).43 Penurunan PDRB di seluruh Yogyakarta tahun 2006 diperkirakan sekitar 6.7%, sedangkan dampak di Jawa Tengah hanya 0.24% (Tabel 32). Tabel 30: Proyeksi 2006 dan 2007 GRDP Nominal Kawasan Terkena Dampak Pra and Pasca Bencana menurut Sektor (Miliar Rp) 2006 2007 Proyeksi Proyeksi PDRB * PDRB dikurangi kerugian Pertanian 12,556 12,369 13,246 13,184 Konstruksi 3,242 3,242 3,420 3,420 Listrik, Gas & Persediaan Air 608 575 642 631 Jasa Keuangan 3,636 3,636 3,836 3,836 Manufaktur & Jasa 8,520 6,826 8,989 8,424 Jasa-jasa 8,197 8,038 8,648 8,595 Perdagangan, Restoran & Hotel 10,199 10,125 10,760 10,735 Transportasi & Komunikasi 3,729 3,729 3,934 3,934 Total 51,200 49,055 54,016 53,301 Sumber: Komputasi yang didasarkan atas perkiraan Kerusakan dan Kerugian oleh Tim Penilai Gabungan. * Proyeksi GRDP untuk tahun 2006 dan 2007 didasarkan atas perkiraan-perkiraan pertumbuhan nasional sebesar 5,5 persen. Proyeksi PDRB * Proyeksi PDRB dikurangi kerugian Tabel 31: Dampak Potensial Ekonomi terhadap Kawasan Terkena Dampak per Sektor Produksi (Miliar Rp) Sektor-sektor yang terkena dampak Bagian Sektor atas Seluruh % PDRB 15.8 1.5 26.3 9.3 17.7 6.2 Kerugian Ekonomi Perkiraan Koefisien Penurunan Kerugian InputPersen TA dalam Output 2006 Nilai Tambah Pertanian 640 2489 0.39 -1.5 Listrik, Gas & Persediaan Air 154 44 0.28 -5.4 Manufaktur 3,899 2,258 0.58 -19.9 Jasa-jasa 298 212 0.71 -1.9 Perdagangan, Restoran & Hotel 138 98 0.71 -0.7 Transportasi & Komunikasi 0.2 0.1 0.55 0.00 Total 5,128.3 2,861.80 --4.2 Sumber: Komputasi yang didasarkan atas perkiraan Kerusakan dan Kerugian oleh Tim Penilai Gabungan. Penurunan Persen TA 2007 -0.5 -1.7 -6.3 -0.61 -0.23 0.00 -1.3 43 Pertumbuhan ekonomi netto relatif pada tahun 2005 di Bantul, Klaten and Kulon Progo, dengan asumsi angka pertumbuhan sebesar 5.5% ( masing-masing-17.7%, -3.5%, -1.5% ). Lihat Tabel tambahan untuk rincian mengenai metodologi yang digunakan untuk menghitung penyebaran kerugian di seluruh kabupaten. 80 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tabel 32: Kerugian Ekonomi per Kabupaten TA 2006 & 2007 (Miliar Rp) Kerugian Ekonomi PDRB yang (2006 & Diproyeksikan 2007) 2006 2007 Proyeksi % PDRB Proyeksi PDRB Perubahan yang PDRB dikurangi Diproyek dikurangi kerugian sikan kerugian Bantul 1,439 4,652 3,572 -23.2 4,912 4,552 Gunung Kidul 97 3,766 3,693 -1.9 3,977 3,953 Kulon Progo 179 2,047 1,913 -6.5 2,162 2,117 Sleman 340 7,404 7,149 -3.4 7,819 7,733 Yogyakarta 122 6,552 6,461 -1.4 6,919 6,889 Provinsi Yogyakarta 1,908 24,363 22,730 -6.7 25,727 25,183 Klaten 684 5,715 5,202 -9.0 6,035 5,864 Provinsi Jawa Tengah 599 215,710 215,197 -0.24 227,789 227,405 Sumber: Komputasi yang didasarkan atas perkiraan Kerusakan dan Kerugian oleh Tim Penilai Gabungan % Perubahan Penurunan kinerja perekonomian sebagian akan ditutupi dengan meningkatnya kegiatan sektor konstruksi selama masa rekonstruksi. Namun terlalu awal untuk memperkirakan angka tingkat rekonstruksi, karena tergantung pada ketersediaan keuangan dan kapasitas terpasang dari sektor konstruksi. Bagaimanapun juga pertumbuhan sektor konstruksi tidak akan cukup untuk menutupi penurunan produksi secara keseluruhan dalam waktu singkat. DAMPAK TERHADAP LAPANGAN KERJA Perkiraan awal menunjukkan bahwa berkurangnya kegiatan ekonomi akan menyebabkan hilangnya sekitar 130.000 lapangan kerja. Hal ini mewakili sekitar 4% dari total angkatan kerja sebelum gempa bumi di daerah yang terkena gempa. Sebagai akibatnya, -7.3 -0.6 -2.1 -1.1 -0.4 -2.1 -2.8 -0.17 Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial angka pengangguran diperkirakan meningkat dari 7% menjadi sekitar 11% (Tabel 33).44 Sektor jasa terkena dampak paling parah dan menyebabkan sebagian besar pekerjanya kehilangan lapangan kerja (55%). Sektor jasa meliputi pekerja di bidang perdagangan, baik wiraswasta atau mewakili usaha kecil dan menengah. Hampir 70.000 orang kehilangan sumber pendapatan utama mereka. Sektor pertanian yang menyerap lebih dari 45% tenaga kerja akan kehilangan sekitar 1,1% (17.000 pekerjaan) sebagai akibat gempa bumi. Kerusakan sawah dan tanaman pertanian relatif sedikit. Sejumlah 730.000 orang bekerja di berbagai industri ( terdiri dari konstruksi, pabrik, utilitas dan pertambangan) di daerah yang terkena dampak. Di kabupaten Bantul sendiri hampir 30% pekerja yang bekerja di perusahaan memiliki ijin menempati sektor kerajinan tangan dan sektor terkait. Karena mayoritas perusahaan tersebut merupakan usaha kecil dan juga berfungsi sebagai rumah, maka kerugian di sub sektor ini diperkirakan merupakan bagian besar dari kerugian yang disebabkan oleh hilangnya lapangan kerja disektor manufaktur. Kehilangan lapangan kerja telah berdampak pada perempuan dan laki-laki secara merata. Sejumlah 47% dari pekerjaan yang hilang sebelumnya dipegang oleh kaum perempuan.45 Meskipun demikian, dampak negatif dari bencana terhadap perempuan juga termasuk peningkatan siginifikan dalam kegiatan di rumah yang tidak dibayar. Keadaan lapangan kerja di masa yang akan datang tergantung pada evolusi upaya rekonstruksi. Dalam jangka pendek, angka partisipasi wanita dewasa diperkirakan meningkat karena banyak perempuan akan melakukan jenis pekerjaan apapun untuk bertahan hidup. Program Kerja-untuk-Dana Tunai (Cash-for-Work) adalah satu cara yang berguna untuk menciptakan pekerjaan sementara dengan cepat, menyediakan dana tunai kepada masyarakat, dan merangsang perekonomian lokal. Pembangunan kembali prasarana dasar dan situs-situs peninggalan budaya melalui program Kerja-untuk-Uang melalui keterlibatan intensif buruh adalah salah satu pilihan. Perhatian tertentu harus diberikan pada pembangunan kembali pasar-pasar dan prasarana pendukung pasar sebagai bagian penting yang dibutuhkan masyarakat untuk memperoleh mata pencaharian dari perdagangan dan jasa. Kontraktor lokal dengan pengetahuan yang baik mengenai buruh lokal harus dilibatkan karena peranannya yang penting dalam kegiatan rekonstruksi. Rehabilitasi yang cepat pada prasarana yang digunakan oleh sektor pertanian akan dijamin karena sektor tersebut mempekerjakan bagian terbesar penduduk di yang daerah terkena dampak. Dengan bertambahnya konstruksi perumahan maka tenaga kerja di sektor konstruksi akan meningkat dan dengan demikian kebutuhan tindakan kompensasi jangka pendek akan berkurang. Kehilangan lapangan kerja diperkirakan dengan menilai share lapangan kerja pada masing-masing kategori pertanian, industri dan jasa di daerah terkena dampak dengan menggunakan data dari Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Provinsi D.I. Yogyakarta dan BPS. Data dasar kemudian dikalikan dengan share dari daerah terkena dampak dan angka kerusakan sektor lapangan kerja yang disusun berdasarkan laporan dari lembaga pemerintah, pegawai di lapangan dan media. Share dari daerah terkena dampak bervasiasi dari yang rendah 0.1% Magelang sampai yang tinggi 70% Bantul. Angka kehilangan lapanagan kerja 5%, 20%, 25% digunakan masingmasing untuk pertanian, pabrik dan jasa. 45 Tabel ini dihitung dengan memasukkan data angkatan kerja gender tertentu dan menganggap bahwa pekerjaan yang hilang dalam sektor-sektor tersebut tidak berkaitan dengan gender 44 81 82 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tabel 33: Lapangan Kerja Pra-gempa bumi dan Perkiraan Hilangnya Pekerjaan menurut Sektor Total Tenaga Kerja / Perkiraan Total # Hilangnya Pekerjaan Provinsi Yogyakarta 1,648,624 % perkiraan hilangnya pekerjaan 60,698 Yogyakarta 233,662 4,721 Sleman 387,624 34,043 Bantul 414,794 5,956 Kulon Progo 288,623 12,082 Gunung Kidul 323,921 3,897 Provinsi Jawa Tengah 2,043,515 % perkiraan hilangnya pekerjaan 67,764 Purowejo 345,720 47 Magelang 631,918 81 Boyolali 495,790 332 Klaten 570,087 67,305 Total 3,692,139 % perkiraan hilangnya pekerjaan 128,462 Sumber: Data Sakornas dan Kalkulasi oleh ILO, Jakarta Total Lapangan Kerja / Perkiraan Persen Pekerjaan Yang Hilang Lost Total Lapangan Pertanian Industri Jasa Kerja 1,504,342 706,172 326,442 471,727 4.0% 1.8% 5.4% 6.4% 201,998 3,410 52,228 146,360 2.3% 0.5% 2.0% 2.5% 346,186 171,368 72,813 102,005 9.8% 3.5% 14.0% 17.5% 376,740 143,668 117,878 115,194 1.6% 0.5% 2.0% 2.5% 272,591 212,478 29,779 30,334 4.4% 2.5% 10.0% 12.5% 306,826 175,248 53,744 77,834 1.3% 0.5% 2.0% 2.5% 1,919,877 849,167 404,087 666,623 3.5% 0.6% 5.8% 5.9% 335,226 171,744 57,616 105,866 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 593,522 318,114 80,818 194,590 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 464,810 223,570 100,004 141,236 0.1% 0.0% 0.1% 0.1% 526,319 135,739 165,649 224,931 12.8% 3.5% 14.0% 17.5% 3,424,219 1,555,339 730,529 1,138,350 3.8% 1.1% 5.6% 6.1% Tabel 34: Perkiraan Hilanganya Lapangan Kerja menurut Gender Provinsi dan Kabupaten Perkiraan Hilangnya Perkiraan Hilangnya Perempuan sebagai Pekerjaan Laki-laki Pekerjaan Perempuan Persentase dari Total (%) Provinsi Yogyakarta 33,346 27,352 45.1 Yogyakarta 2,554 2,166 45.9 Sleman 19,244 14,799 43.5 Bantul 3,114 2,842 47.7 Kulon Progo 6,181 5,900 48.8 Gunung Kidul 2,252 1,645 42.2 Provinsi Jawa Tengah 34,512 33,252 49.1 Purowejo 25 22 46.3 Magelang 43 38 47.0 Boyolali 181 152 45.6 Klaten 34,264 33,041 49.1 Total 67,858 60,604 47.2 Sumber: Komputasi yang didasarkan atas perkiraan Kerusakan dan Kerugian oleh Tim Penilai Gabungan Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial DAMPAK TERHADAP SISTEM KEUANGAN Dari segi keuangan, kawasan-kawasan terkena dampak tergolong miskin dan sangat tergantung pada Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat; oleh karena itu penurunan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) diperkirakan tidak berdampak signifikan.46 Di kabupaten-kabupaten yang terkena dampak paling parah yaitu kabupaten Bantul dan Klaten, PAD hanya 6% dan 4% persen dari total masing-masing pendapatan mereka. Bagi hasil diluar pajak (dari sumber daya alam) merupakan bagian yang paling diabaikan di semua kabupaen (kurang dari 0.1% dari total pendapatan), sementara bagi hasil pajak menunjukkan 4% dari total pendapatan di sebagian besar daerah yang terkena dampak (dengan pengecualian Yogyakarta dan Sleman). Jika pendapatan turun sebanding dengan PDRB maka kabupaten-kabupaten yang terkena dampak akan mengalami penurunan pendapatan sekitar Rp 16 triliun pada tahun 2006 dan Rp 4 triliun pada tahun 2007. Table 35: Perkiraan Kerugian Pendapatan Publik Untuk Kabupaten/Kota Yang Terkena Bencana di Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah (Miliar Rp) Kabupaten/Kota 2006 Proyeksi Simulasi PAD dan penurunan Bagi Hasil pendapatan Pajak Kulon Progo 35 -2.3 Gunung Kidul 38 -0.7 Sleman 107 -3.7 Bantul 55 -12.8 Yogyakarta 130 -1.8 Klaten 28 -2.5 Total (6 districts) 393 -24 Sumber: data Depkeu, komputasi Tim Penilai Gabungan % Perubahan -6.5 -1.9 -3.4 -23 -1.4 9.0 -6.1 Proyeksi PAD dan Bagi Hasil Pajak 37 40 112 58 136 30 413 2007 Simulasi penurunan pendapatan % Perubahan -0.7 -0.2 -1.2 -4.0 -0.6 -0.8 -7.5 -2.1 -0.6 -1.1 -7.3 -0.4 2.8 -1.8 DAMPAK TERHADAP MATA PENCAHARIAN Laporan kualitatif menunjukkan bahwa tingkat trauma tinggi di daerah yang terkena dampak parah. Anak-anak menunjukkan reaksi stres yang kuat; masalah dengan tidur, perasaan takut, gampang menangis, dan menderita demam. Orang dewasa mengeluh sakit kepala dan perut, flu, dan pilek biasa. Stres meningkat karena aktivitas gunung Merapi. Sementara kelompok masyarakat tertentu melakukan pembersihan yang teratur terhadap puing-puing, dll, di tempat lain banyak orang takut untuk mulai memperbaiki rumah mereka atau pergi bekerja, khususnya di lahan pertanian. Walaupun semua yang terlibat di daerah 46 Untuk ilustrasi, transfer Dana Alokasi Umum (DAU) sebanyak 93 persen dari total pendapatan G. Kidul (tabel 4). 83 84 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian terkena dampak setuju akan perlunya rencana rekonstruksi berbasis masyarakat, namun dibutuhkan beberapa waktu sebelum penduduk siap terlibat dalam kegiatan perencanaan. Walaupun angka kerusakan perumahan tinggi namun masyarakat cenderung untuk tinggal di dekat rumah mereka. Survei kilat menemukan bahwa 74% keluarga yang rumahnya hancur total, tinggal di tenda di depan rumah mereka. Dalam keadaan seperti ini, menjamin pemulihan air dan sanitasi sederhana dengan cepat di daerah terkena dampak adalah kebutuhan yang mutlak. Beberapa desa melaporkan bahwa kualitas air telah menurun meskipun persediaan air masih utuh. Kebutuhan perempuan dewasa dan anak-anak perempuan akan pakaian dalam, pembalut, dan peralatan memasak terus meningkat. Fasilitas dasar untuk menjamin privasi merupakan perhatian khusus bagi kaum perempuan terutama bagi yang sedang menstruasi. Beberapa LSM telah menunjukkan kepedulian mereka terhadap risiko pelecehan anak-anak yang tidak diawasi. Contohnya seorang anak laki-laki menunjukkan ”rasa bangga mampu mengumpulkan Rp 100.000 hanya di sepanjang jalan” , sebuah situasi yang rawan baginya. Terbukti bahwa gempa bumi telah menghantam kaum miskin lebih keras. Di sebuah survei kilat 42% keluarga yang dipimpin oleh seseorang yang hanya berpendidikan sekolah dasar melaporkan rumah yang hancur. Untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi sekitar 31%. Akan tetapi tidak ada hubungan antara penerimaan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan kerusakan rumah. Banyak orang miskin hidup di rumah bambu atau kayu daripada di rumah beton, yang lebih tahan terhadap gerakan gempa bumi. Sementara itu 40% dari rumah-rumah dengan dinding beton dilaporkan hancur total dan hanya 16% rumah dari bambu dan kayu dilaporkan rusak. Gempa bumi diperkirakan telah memiskinkan 67.000 keluarga dan meningkatkan angka kemiskinan sebesar 1,6% di daerah terkena dampak. Untuk menilai dampak terhadap kemiskinan maka digunakan data dasar kemiskinan dan data kerusakan perumahan dan kehidupan di tingkat kecamatan Tabel 36: Distribusi Indikator Pilihan lintas Rumah Tangga menurut Parahnya Kerusakan Tdk Ada Kerusakan (%) Sedikit Rusak (%) BLT Diterima Transfer Tunai Diterima (439 rumah tangga) 5.2 Transfer Tunai Tidak Diterima (1125 rumah tangga) 8.1 Pendidikan Kepala Rumah Tangga Sekolah Dasar atau kurang (814 rumah tangga) 6 SMP (284 rumah tangga) 9.9 SMA atau lebih (542 rumah tangga) 9.6 Total 7.8 Sumber: Tabulasi dari survei yang diadakan oleh UGM pada tanggal 6 Juni 2006 Rusak Berat (%) Hancur (%) Jumlah (%) 32.4 28.3 26.2 28.4 36.2 34.7 100 100 28.3 26.4 28.4 28.6 23.0 30.3 31.6 26.7 42.6 32.8 30.7 36.5 100 100 100 100 Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial Tabel 37: Perkiraan Dampak terhadap Kemiskinan menurut Kabupaten Provinsi Kabupaten Simulasi kenaikan jumlah rumah tangga miskin Yogyakarta Kulon Progo 3,050 Yogyakarta Yogyakarta 3,890 Yogyakarta Gunung Kidul 6,706 Yogyakarta Sleman 14,462 Yogyakarta Bantul 24,020 Jawa Tengah Klaten 14,664 Total 66,792 Sumber: Komputasi oleh Tim Penilai Gabungan Simulasi kenaikan titik persen dalam persentase orang miskin (%) 1.00 1.40 1.20 1.60 3.30 1.90 1.60 KERAWANAN DAN MITIGASI BENCANA Diperlukan adanya intervensi awal yang berfokus pada dukungan mata pencaharian dan rekonstruksi perumahan dalam rangka mengurangi peningkatan kemiskinan dan kerawanan terhadap bencana. Banyak rumah tangga miskin yang telah kehilangan sumber pendapatan utama ketika usaha mereka, yang sering memanfaatkan rumah mereka sendiri, hancur. Tidak hanya tingkat kerawanan jangka pendek yang meningkat, tapi juga sangat tidak mungkin bagi mereka untuk membangun kembali perumahan yang aman tanpa dukungan serius. Survei awal tentang masyarakat yang dilakukan oleh LSM menunjukkan bahwa anggota masyarakat tidak mampu membeli bahan bangunan berkualitas atau tidak memiliki keahlian profesional untuk membangun perumahan yang tahan gempa. Mendorong mulainya rekonstruksi perumahan, yang dikombinasikan dengan program penyediaan dana tunai bagi rumah tangga yang terkena dampak bencana (melalui program Kerja-untuk-Dana Tunai /Cash-for-Work, atau pemberian dana tunai/cash transfers), dapat memberi rumah tangga kemampuan berjuang untuk hidup, sehingga dapat berfokus untuk membangun kembali mata pencaharian mereka. 85 86 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian 87 corbis/Mast Irham Lampiran ANNEX: DATA DAN METODOLOGI1 Perumahan Data: • • • • Data yang digunakan untuk semua tabel disediakan oleh Yogyakarta media centre per 6 Juni 2006 pukul 18.00. Data ini dikurangi 10% berdasarkan pemantauan kunjungan lapangan, diskusi dengan pegawai di lapangan dan pihak-pihak penerima bantuan Data sensus terakhir termasuk data perumahan merupakan hasil Survei Podes tahun 2003. Semua data yang berkaitan dengan ukuran, harga rumah dan yang lainnya berdasarkan wawancara di lapangan dan diskusi dengan pemerintah daerah dan pejabat provinsi. Jumlah keluarga dan rumah di Sukaharjo dan Wonogiri diperkirakan hanya dengan memakai data kependudukan karena tidak ada data yang tersedia dari Podes-2003. Asumsi: • • • • • • • 1 Rata-rata ukuran rumah sekitar 9 x 6 m (54 meter persegi (m2)) memiliki 3 sampai 4 ruangan, 1 ruang keluarga, 1 toilet dan 1 dapur. Tipe rumah berlantai tanah atau atap seng/bambu, batu bata, 8-9 mm balok baja, lantai semen, toilet sederhana dengan jamban. Biaya pembangunan berdasarkan biaya konstruksi di Indonesia saat ini, biaya tersebut dihitung sekitar Rp 1,2 juta/m2, kurang 15% untuk bahan daur ulang. Peralatan rumah tangga terdiri dari TV, alat memasak nasi, tape recorder, blender, alat setrika dan kulkas kecil. Unit yang rusak total, 60% diperkirakan hilang karena gempa bumi; untuk unit yang rusak sebagian, 35% diangggap hilang. Biaya mebel terdiri dari kamar tidur sederhana dengan tempat tidur, lemari pakaian dan meja kecil ditambah sofa ruang keluarga, meja dan lemari. Semuanya diperkirakan sebesar Rp 4.320.000 dengan pembagian kerugian seperti tertera diatas. Kerugian pakaian dan dan persediaan bahan makanan diperkirakan Rp 333.000 dengan pembagian kerugian seperti tertera di atas. Bahan dan buruh untuk pemasangan tempat tinggal sementara ditambah penyelamatan bahan diperkirakan sebesar Rp 225.000. Biaya rehabilitasi/perbaikan diperkirakan 50% dari biaya pembangunan kembali atau Rp 500.000 m2. Kurs Tukar 1 US$ = Rp 9.300.- Hancur Total [2] 26,045 27,270 11,323 4,719 1,948 3,485 46 15 276 179 9 75,315 Stok Rumah 2003 [1] 181,991 280,513 158,570 196,965 78,079 87,940 214,463 261,044 219,537 260,391 177,882 2,117,375 [3] 29,582 55,112 5,355 14,403 4,119 4,726 1,627 11 626 456 193 116,211 Rusak Parah [4] 24,262 84,283 16,360 29,910 2,355 7,999 67 637 592 702 167,168 [5] 46,753 65,849 15,071 14,801 4,831 6,793 1,185 23 715 499 144 156,662 Dampak Fisik Rusak Hancur Ringan Total Disesuaikan [6] 33,137 100,817 17,967 34,231 3,591 9,417 488 70 825 729 760 202,031 Rusak Disesuaikan [7] 25.69 23.47 9.50 7.51 6.19 7.72 0.55 0.01 0.33 0.19 0.08 7.40% % Stok Rumah yang Hancur [8] 18.21 35.94 11.33 17.38 4.60 10.71 0.23 0.03 0.38 0.28 0.43 9.54% % Stok Rumah yang Rusak (Juta Rp) [9] 2,524,639 3,555,829 813,856 799,232 260,880 366,818 63,987 1,234 38,598 26,920 7,766 8,459,758 Biaya Pembangunan Kembali untuk Unitunit yang Hancur Total Penilaian Dampak Kerugian Biaya Kerugian pada Pembangunan pada UnitKembali Unitunit untuk Unitunit yang unit yang yang Hancur Rusak Rusak Total (Juta Rp) (Juta Rp) (Juta Rp) [10] [11] [12] 243,140 894,694 100,526 342,450 2,722,057 305,844 78,380 485,101 54,505 76,971 924,224 103,844 25,124 96,959 10,894 35,327 254,258 28,568 6,162 13,180 1,481 119 1,886 212 3,717 22,278 2,503 2,593 19,685 2,212 748 20,514 2,305 814,731 5,454,837 612,893 Catatan [1] Sumber: Data Sensus Nasional (Podes 2003) [2] [3] [4] Laporan Pusat Media Yogyakarta, 7 Juni 2006 [5] Asumsi 70% dari unit-unit yang rusak parah perlu diruntuhkan dan kemudian dibangun kembali [6] Asumsi 30% dari unit-unit yang rusak parah dapat direhabilitasi dan/atau diperbaiki. [7] Adalah rasio antara kolom [5] dan [1]. [8] Adalah rasio antara [6] dan [1]. [9] Asumsi rata-rata ukuran rumah adalah 54 m2. dan biaya pembangunan kembali mencapai sekitar Rp 54 juta/rumah. [10] Asumsi 60 % dari aset yang ada sebelum gempa (alat-alat rumah tangga, peralatan dapur, pakaian, perabotan, dan bahan makanan) dan biaya pernaungan sementara, hilang. [11] Asumsi rata-rata ukuran rumah adalah 54 m2 dan biaya perbaikannya mencapai sekitar Rp 27 juta/rumah. [12] Asumsi 35 % dari aset yang ada sebelum gempa (alat-alat rumah tangga, peralatan dapur, pakaian, perabotan, dan bahan makanan) dan biaya pernaungan sementara, hilang Bantul Klaten Gn. Kidul Sleman Yogya Kulon Progo Sukoharjo Wonogiri Boyolali Magelang Purworejo Total Kabupaten Tabel A.1: Ringkasan Kerusakan dan Kerugian Perumahan (Juta Rp) [13] 3,762,999 6,926,180 1,431,841 1,904,271 393,858 684,971 84,810 3,451 67,097 51,409 31,333 15,342,220 Keseluruhan Total Kerusakan & Kerugian Prasarana TRANSPORTASI DAN TELEKOMUNIKASI Jalan, Rel Kereta Api, Penerbangan and Telekomunikasi Data Perkiraan kerusakan jalan (nasional, provinsi dan kabupaten) di provinsi Yogyakarta dilakukan oleh Kimpraswil DI Yogya dan disetujui saat rapat di kantor Bappeda provinsi Yogyakarta pada hari Selasa malam, 6 Juni 2006. Informasi pembiayaan yang terperinci dan foto-foto pendukung yang lengkap juga disediakan. Perkiraan kerusakan jalan di Jawa Tengah dilaksanakan oleh Kimpraswil Jawa Tengah dan diberikan kepada Bappeda Provinsi Yogyakarta pada hari Rabu tanggal 7 Juni. Kumpulan data ini digunakan untuk mempersiapkan tabel utama dan tabel pendukung dari laporan ini. Untuk rel kereta api, perkiraan biaya kerusakan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kereta Api dan Wilayah Operasi VI PT KAI pada tanggal 6 dan 7 Juni, 2006. Untuk sektor penerbangan data disediakan oleh PT Angkasa Pura I / Direktorat Jenderal Penerbangan Sipil pada tanggal 7 Juni. Untuk telekomunikasi, provisi awal sejumlah Rp 7 triliun dibuat oleh tim penilai berdasarkan sebuah laporan tentang kerusakan pos dan telekomunikasi yang dilaksanakan oleh Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi di mana tidak berisi perkiraan biaya. Asumsi Perkiraan biaya dilakukan berdasarkan inspeksi lokasi kerusakan secara terpisah dan biaya unit standar yang digunakan oleh badan-badan kementerian pekerjaan umum Tabel A.2: Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Jalan Raya Item JALAN Total 44.975 Jalan di Provinsi Yogyakarta Jalan Nasional Jalan Provinsi Jalan Kabupaten Jembatan Nasional Jembatan Provinsi Jembatan Kabupaten Jalan di Jawa Tengah Jalan Nasional Jalan Provinsi Jalan Kabupaten Jembatan Nasional Jembatan Provinsi Jembatan Kabupaten 37.033 2.609 9.824 2.201 4.773 5.056 12.569 7.942 0 0 4.025 0 2.717 0 Penilaian Dampak Kerusakan Langsung (Miliar Rp) Rehabilitasi Rekonstruksi Kerugian 37.3 7.645 Dapat diabaikan 29.388 2.609 9.824 2.201 4.773 5.056 4.924 7.942 0 0 4.025 0 2.717 1.2 7.645 0 0 0 0 0 7.645 0 0 0 0 0 0 0 Table A.3. Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Rel Kereta Api Item Jalur Bagian Srowot-Branbanan Bagian Maguwo-Lempuyangan Bagian Wates-Sentolo Listrik (Listrik, Tanda, Telekomunikasi) Stasiun Srowoto-Branbanan Sipil (Jembatan) Bangunan Stasiun (12 stasiun) Bangunan Lainnya Fasilitas Pendukung (Pagar Beton) Total Total Penilaian (Juta Rp) Kerusakan & Kerugian Kerusakan Kerugian 4,795 398 5,970 4,795 398 5,970 0 0 0 750 2,100 750 2,100 0 0 1,175 3,682 1,064 19,934 1,175 3,682 1,064 19,934 0 0 0 0 Table A.4. Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Penerbangan Item Total Infrastruktur Bandara Fasilitas Sisi Udara Perataan Landasan Perbaikan Retakan pada Landasan Jalan/Jembatan Operasi Peralatan NAV/COM/AFL Fasilitas Sisi Darat Terminal Keberangkatan Menara Kendali Pemeriksaan Bangunan Fasilitas Lainnya Kerugian dalam Pendapatan Bandara Biaya Pelayanan Penumpang (PSC) Biaya Parkir Penumpang Biaya Penanganan Muatan Total Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan 0 Penilaian (Rp. Juta) Kerusakan & Kerugian Kerusakan 0 Kerugian 0 12,000 300 250 360 12,000 300 250 360 0 0 0 0 5,440 40 100 285 5,440 40 100 285 0 0 0 0 85 1 65 18,926 0 0 0 18,775 85 1 65 151 ENERGI Data Data perkiraan kerusakan disampaikan oleh PLN pada Rapat Koordinasi tanggal 2 Juni 2006. Ada laporan sejumlah kerusakan pada 6 sisi jalan pompa bensin yang tidak dikonfirmasikan. Tidak terdapat rincian lebih lanjut. Pusat Pengaturan dan Pendistribusian Beban (P3B) PLN memberikan perkiraan biaya yang terperinci untuk perbaikan sub stasiun pada tanggal 9 Juni 2006. Laporan terperinci mengenai jaringan distribusi dan perkiraan biaya perbaikan kerusakan gedung konsumen juga diterima dari Kantor Pusat PLN. Tidak ada perkiraan terbaru dari kerugian yang disebabkan oleh biaya pembangkit listrik yang meningkat. Kepala P3B telah memberikan biaya energi terbaru untuk pembangkit tenaga batubara dan tenaga diesel masing-masing Rp 200 dan Rp 1800/KWH tetapi perkiraan penjualan MWH belum diperoleh. Perkiraan kerugian cabang transmisi yang telah direvisi harus dibuat berdasarkan informasi aliran muatan normal dan “bencana” serta biaya energi unit indikatif untuk pembangkit tenaga batu bara dan tenaga turbin. AIR DAN SANITASI Data Informasi dikumpulkan dari Kementerian Pekerjaan Umum (MPW), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Asosiasi Perusahaan Penyedia Air Minum Indonesia (PERPAMSI), Bank Pembangunan Daerah, Bank Dunia, UNICEF dan donor lain serta lembaga-lembaga bantuan yang mendukung upaya pertolongan. Tersedia informasi yang sangat terbatas mengenai persediaan air desa khususnya kerusakan-kerusakan fisik dan dampak dari bencana gempa. Tim penilai melakukan kunjungan lapangan untuk memeriksa kerusakan di daerah tertentu. Asumsi Kerusakan PDAM: Data pada aset yang ada (kapasitas unit produksi, tangki air, jaringan pipa dan penghubung) tidak lengkap. Kerusakan gedung-gedung kantor dicakup oleh sektor lain (perumahan). Biaya-biaya unit berdasarkan standar MPW dilengkapi oleh asumsi yang dibuat oleh tim penilaian. Kerugian PDAM: Penghitungan kemungkinan kerugian untuk PDAM berdasarkan informasi yang sangat awal dan data yang tidak lengkap. Diperkirakan bahwa 20% dari pendapatan akan hilang untuk enam bulan pertama, pendapatan akan kembali ke tingkat sebelum bencana setelah 12 bulan. Hal yang sama berlaku untuk biaya pelaksanaan tambahan yang diakibatkan dari tambahan biaya bahan bakar dan bahan kimia serta upah lembur pegawai. Biaya tambahan untuk tangki pelayanan air keliling yang dijalankan oleh lembaga–lembaga bantuan dan tentara tidak dimasukkan sehubungan dengan kurangnya data. Persediaan Air Daerah: Biaya untuk sanitasi di lapangan (tangki kotoran, lubang kakus) di daerah perkotaan dan pedesaan telah dihitung secara terpisah di bawah analisis Sektor Perumahan. Biayabiaya unit berdasarkan asumsi yang dibuat oleh tim penilai. Persediaan air individu diperkirakan sebagian dari sumur gali dangkal. Data Podes digunakan untuk memperkirakan persentasi desa yang memakai sumur. Survei lapangan awal dilaksanakan oleh tim penilai menyatakan bahwa 80% dari sumur-sumur tersebut berisi puing-puing dan perlu pembersihan dan 20% mengalami kerusakan ringan. Biaya perbaikan sumur-sumur yang rusak diperkirakan 50% dari biaya total sebuah sumur. Untuk memperkirakan biaya pembersihan 4 hari kerja buruh sejumlah 10% dari biaya total sumur yang diperkirakan di dalam analisis tersebut. Jumlah total sumur yang terkena dampak diperkirakan berdasarkan jumlah rumah yang hancur sebagaimana dinilai oleh tim penilai perumahan. Sanitasi Kota: Informasi mengenai kerusakan sanitasi kota dan pengelolaan sampah padat sangat jarang. Penilaian kerusakan sanitasi kota di Yogyakarta terbatas pada informasi tambahan yang diperoleh dari lembaga-lembaga pemerintah seperti Sekretariat Gabungan Kartamantul dan Dinas Pekerjaan Umum. Sarana sanitasi masyarakat (MCK) tidak dimasukkan karena kurangnya data. Kerusakan gedung-gedung kantor dicakup oleh sektor lain (perumahan). Biaya untuk sanitasi di lapangan (tangki kotoran, lubang kakus) di daerah kota dan desa akan dicakup oleh bidang perumahan. Biaya-biaya unit berdasarkan asumsi yang dibuat oleh tim penilai air dan sanitasi. Tabel A.5: Kerusakan pada Persediaan Air PDAM Kabupaten/ Kota Kapasitas produksi, L/s Sebelum Tingkat kerusakan (%) Setelah 0 0 0 Biaya unit per L/s 75 0 0 0 296.5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 296.5 0 75 75 75 75 75 Provinsi Jawa Tengah Purworejo Magelang Boyolali Klaten Kota Magelang Provinsi Yogyakarta Hanya yang terkena dampak Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Kota Yogyakarta 1,674 1,877 1,099 1,005 130 235 446 281 583 0 40 0 0 0 130 141 446 281 583 19 19 19 19 19 Truk tangki air Jaringan Pipa, km termasuk sambungan Biaya Sebelum Tingkat Setelah Biaya Biaya Sebelum Tingkat Setelah Biaya Biaya kerusakan kerusakan per kerusakan kerusakan per kerusakan (%) unit (%) km 0 0 0 0 0 0 1,786 16 0 1,786 0 0 0 2 3 4 2 5 16 0% 0% 0% 0% 0% 2 3 4 2 5 200 200 200 200 200 0 840 0 0 0 0 0 0 40 0 0 800 812 0% 30% 0% 0% 2% 0 28 0 0 784 3,220 115 115 115 115 115 0 1,380 0 0 1,840 Catatan: Biaya produksi per unit didasarkan atas rata-rata biaya investasi sumur di PDAM Tabel A.6: Kerugian pada Persediaan Air PDAM Item Pendapatan yang hilang Biaya operasional tambahan TOTAL Asumsi: Item Air yang diproduksi Air non-pendapatan Air yang diproduksi Air yang dijual Tarif rata-rata Biaya operasional tambahan Pendapatan yang hilang dalam 0-6 bulan Pendapatan yang hilang dalam 6-12 bulan Biaya operasional tambahan untuk 0-6 bulan Biaya operasional tambahan untuk 6-12 bulan 0-6 bulan (Juta Rp) 1,640 820 2,460 6-12 bulan (Juta Rp) 820 410 1,230 unit l/s % cm / bulan cm / bulan Rp / cm Rp / cm % % % % Total (Juta Rp) 2,460 1,230 3,690 1,099 40% 2,847,312 1,708,387 800 400 20% 10% 20% 10% Tabel A.7: Penilaian Kerusakan pada Persediaan Air Pedesaan Item Sumur galian yang harus dibersihkan Sumur galian yang harus direhabilitasi TOTAL Asumsi: Item Sumur galian Biaya kerus akan Total Total (unit) 139,778 34,945 174,723 Sumur Baru (Juta Rp) 2.4 Biaya per unit Pembersihan Sumur (% baru) 10% *Asumsi kerusakan sedang hingga total 50% * Asumsi 4 hari-orang untuk membersihkan = 240k rp jadi 10% dari biaya total Biaya Kerusakan (Juta Rp) 33,547 41,933 75,480 Rehabilitasi Sumur (% baru) 50% 0 3,166 0 0 1,840 Asumsi *Diasumsikan bahwa jumlah sumur galian yang terkena dampak setara dengan jumlah total rumah yang hancur total Jumlah rumah yang rusak (dari tabel di bawah) Total Provinsi Jawa Tengah Kabupaten Purworejo Kabupaten Magelang Kabupaten Boyolali Kabupaten Klaten Kota Magelang Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Wonogiri Total Provinsi Yogyakarta Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Bantul Kabupaten Gunung Kidul Kabupaten Sleman Kota Yogyakarta TOTAL Jumlah sumur galian (dari table di bawah) 79,682 180 229 413 77,561 1,281 18 95,041 6,845 57,281 9,269 16,998 4,648 174,723 Jumlah sumur galian berisi puing (perlu pembersihan) 63,746 144 183 330 62,049 1,025 15 76,033 5,476 45,825 7,415 13,599 3,718 139,778 Jumlah sumur yang perlu direhabilitasi 15,936 36 46 83 15,512 256 4 19,008 1,369 11,456 1,854 3,400 930 34,945 Data mengenai rumah-rumah yang rusak (dari Sektor Perumahan) Hancur Total Disesuaikan Rusak Disesuaikan 46,753 14,801 4,831 6,793 15,071 68,414 65,849 499 715 1,185 23 144 68,414 29,582 14,403 4,119 4,726 5,355 58,026 55,112 456 626 1,627 11 193 58,026 Provinsi Yogyakarta Bantul Sleman Yogyakarta Kulon Progo Gn. Kidul Provinsi Jawa Tengah Klaten Magelang Boyolali Sukoharjo Wonogiri Purworejo Total Catatan:*data dari Podes 2005. Total tertimbang 60,508 21,498 6,747 8,990 17,561 95,012 91,476 711 623 1,942 28 233 95,012 Jumlah desa 438 75 86 45 88 144 1,532 401 370 267 494 1,532 Jumlah desa yang memiliki sumur * 313 71 68 31 67 76 1,017 340 119 177 381 1,017 % penduduk yang menggunakan sumur 71% 95% 79% 69% 76% 53% 66% 85% 32% 66% 66% 66% 77% 66% Jumlah sumur yang ada 95,041 57,281 16,998 4,648 6,845 9,269 79,682 77,561 229 413 1,281 18 180 79,682 Tabel A.8: Penilaian Kerusakan Sanitasi Perkotaan Provinsi Yogyakarta Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Sebelum Tingkat Setelah Biaya Biaya kerusakan per kerusakan (%) unit 1 0.97 1,422 Tidak ada 1 Tidak ada Tidak ada Tidak ada 3 1 47,413 0 1,422 0 0 0 Saluran dan sambungan selokan Truk Vakum Sebelum Tingkat Setelah Biaya Biaya Sebelum Tingkat Setelah Biaya (m) kerusakan (m) per m kerusakan kerusakan per (%) (%) unit 130,537 130,537 0 0 0 250 none 10,092 none 6,750 113,695 0 10,092 896 0 0 6,750 97,185 113,695 147,139 0 - Tidak ada 2 Tidak ada Tidak ada 12 0 0 0 0 0 Catatan: Penilaian kerusakan sanitasi perkotaan berdasarkan informasi berikut: Tersedianya rencana penyaluran kotoran di Yogyakarta, sebagian dari Kab. Bantul dan sebagian dari Kab Sleman. Tersedianya rencana komunal (CBS) di Yogyakarta Tidak tersedianya IPLT (instalasi pengolahan endapan lumpur) di manapun di luar kota Yogyakarta Tidak ada informasi mengenai tingkat kerusakan saluran selokan di Yogyakarta Sumber: Bantuan manjemen prasarana kota Yogyakarta dan kantor Kimpraswil provinsi 2 250 12 250 Biaya kerusakan 0 Total Biaya kerusakan 1,422 0 0 0 0 0 0 1,422 0 0 0 Sektor Sosial PENDIDIKAN Asumsi: TK/RA/Diniyah: 4 ruang kelas @ 48m2 + 1 ruang pelayanan@ 48m2 SD/MI: rata-rata 25 siswa/kelas, jumlah ruang kelas/sekolah = 6,26 1 ruang kelas = 56m2; ditambah 3 ruang pelayanan SMP/MTs : 30 siswa/kelas, jumlah ruang kelas/sekolah = 10,7 1 ruang kelas = 63m2; ditambah ruang pelayanan & laboratorium SMA/MA/SMK : 35 siswa/kelas; jumlah ruang kelas/sekolah = 10.3126984 1 kelas = 72m2 SLB : 150 - 200 m2 Pendidikan Tinggi : informasi dari wawancara, perkiraan kasar Kantor Cabang Dinas = 200 m2/unit (info dari Dinas Kab & Prov) Biaya unit untuk membangun kembali = Rp 1.800.000/m2; Faktor Beratnya Kerusakan = 1,0; Parah = 0,65; Minor = 0,2. Berdasarkan informasi dari Tim Enjiniring Bank Dunia (Pak Anto + Pak Atmaji) Lab komputer: 20 unit per sekolah untuk SMP/MT; dan 30 unit untuk SMA/MA/SMK SMP/MT 160000 Rp/sekolah SMA/MA 240000 Rp/sekolah PT 240000 Mebel = sekolah yang hancur 50% mebel rusak; 1 pasang meja & kursi per sekolah: TK/RA 6000 SD/MI 18750 Rp/sekolah SMP/MT 45000 Rp/sekolah SMA/MA 61250 Rp/sekolah SLB 8750 PT 50000 Tenda sementara atau sewa ruangan= Rp 15.000.000/100 m2, (or Rp 1.500.000/m2) diperkirakan 50% dari ruangan gedung Biaya-biaya gaji dan pelatihan guru/pegawai baru = Rp 5.000.000/orang untuk menggantikan pegawai yang meninggal. Biaya membayar guru sementara untuk menggantikan yang terluka parah = Rp 1.500.000/orang/bulan; selama 3 bulan Kerusakan peralatan pendidikan (audio, peralatan laboratorium, peralatan mengajar, dll.) diperkirakan: TK/RA 3000 SD/MI 5000 SMP/MT 15000 Rp/sekolah SMA/MA 25000 Rp/sekolah SLB 10000 PT 30000 Rp/sekolah Kerusakan buku teks dan bahan pengajaran TK/RA SD/MI 5000 Rp/sekolah SMP/MT 10000 Rp/sekolah SMA/MA 15000 Rp/sekolah SLB 5000 PT 20000 Biaya konseling siswa Untuk memperkirakan sektor swasta dan umum, digunakan data jumlah ruang kelas sebelum terjadi gempa Umum (%) Swasta (%) TK 1,5 98,5 SD 82 18 SMP 67 33 SMA 54 46 SMK 38 62 SLB 80 20 Tabel A.9: Kerusakan Sektor Pendidikan berdasarkan Jenis dan Tingkatan Sekolah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Bangunan yang Rusak Provinsi Yogyakarta Bangunan yang Rusak Jenis sekolah TK SLB SD SMP SMA SMK RA MI MTs MA PT Lembaga PAUD PKBM + TBM Lembaga Kursus Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Gedung Diklat SKB Kantor Cabang Dinas TK SLB SD/MI SMP/MTs SMA SMK RA MI MTs MA PT Lembaga PAUD PKBM + TBM Lembaga Kursus Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Gedung Diklat SKB Kantor Cabang Dinas TOTAL di Yogyakarta dan Jawa Tengah Hancur 79 2 56 2 4 1 2 3 1 2 4 2 777 96 1 511 95 37 25 1 10 1 856 Sumber Data: 1. Gugus Tugas Sekretariat MONE (Posko Sekretariat Pusat Satgas Depdiknas) 2. Kantor Pendidikan Provinsi Jawa Tengah 3. Kantor Pendidikan Provinsi Yogyakarta Jumlah bangunan yang rusak Rusak Parah Rusak Ringan 382 291 10 16 1 295 213 28 21 5 6 7 2 7 7 1 2 6 8 1 2 13 1 3 3 1 7 7 779 599 145 72 13 4 389 362 71 39 19 18 34 29 5 2 1 13 40 44 17 10 27 14 1 3 5 1 1,161 890 Total 752 28 1 564 51 15 9 15 3 8 12 15 2 5 7 1 16 2,155 313 18 1,262 205 74 88 7 1 54 71 11 41 1 3 6 2,907 KESEHATAN Penilaian kerusakan berdasarkan perbandingan data ”Sebelum” dan “Sesudah”. Data ‘Sebelum’ jumlah sarana kesehatan dari BPS, Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan 2004 dan Profil Kesehatan 2005 Provinsi Yogyakarta. Data ‘Sesudah’ untuk rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan puskesmas pembantu dikumpulkan oleh tim dari Kementerian Kesehatan (Balitbangdes) Jawa Tengah dan Provinsi Yogyakarta dan Dinas Kesehatan Wilayah yang terkait, Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Survei dilakukan antara 29 Mei dan 7 Juni 2006. Tim mengunjungi semua 6 kabupaten di Yogyakarta dan 5 kabupaten di Jawa Tengah yang terkena gempa. Di masing-masing kabupaten mereka mengumpulkan informasi mengenai variabel-variabel berikut ini di tingkat kabupaten yang terkait dan tingkat provinsi. dari pegawai kesehatan dan informan lainnya Rumah sakit – umum dan swasta, umum dan spesialis. Pusat Kesehatan Masyarakat(Puskesmas) Puskesmas pembantu (Pustu) Polindes Rumah Bersalin Kendaraan Praktek dokter swasta dan gabungan Praktek Bidan Dinas Kesehatan Kabupaten Tempat tinggal; pegawai kesehatan di Puskesmas/Pustu Gudang obat Laboratorium kesehatan Lembaga Pelatihan Lembaga Politeknik Kesehatan Asumsi: Kerugian diperkirakan sebagai biaya marjinal program-program dan kegiatan yang biasanya akan terjadi seandainya tidak terjadi gempa bumi. Program nyata yang dimasukkan berdasarkan laporan kegiatan kesehatan masyarakat yang ada saat ini di provinsi tersebut. Biaya unit baik untuk kerusakan maupun kerugian diperkirakan dengan menggunakan informasi dari Departemen Kesehatan dan pengalaman di poyek-proyek dan sektor pekerjaan. Asumsi yang mendasari perkiraan-perkiraan yang beraneka ragam dicatat di tabel-tabel yang relevan dan dibuat kembali di bawah ini: • • • Dianggap semua klinik kesehatan sementara yang beroperasi dijamin oleh para donor Dianggap semua rumah sakit spesialis swasta umum dan swasta sebagai rumah sakit swasta dengan 100 tempat tidur Ini berarti bahwa jumlah sarana yang terkena dampak = jumlah total sarana * persentase daerah yang terkena dampak gempa bumi, dari bagian yang diperkirakan rusak ini, rusak berat dan rusak ringan setara dengan kerusakan pada stok perumahan modern (44% hancur, 28% rusak sedang, 28% rusak ringan) • • • • • • • • • • • • • Dianggap bahwa biaya rekonstruksi ringan adalah 12% dari total rekonstruksi; biaya rekonstruksi besar 55% dari total rekonstruksi. Biaya kesehatan masyarakat diperkirakan di samping pembelanjaan untuk pengamatan, pengawasan vector, kampanye imunisasi dan gizi, serta program-program lainnya. Belum dihitung. Tidak ada laporan kerusakan praktek-praktek swasta. Biaya poliklinik dinilai sama seperti biaya Pustu. Biaya kerusakan untuk praktek swasta merupakan biaya dasar rata-rata untuk dokter, perawat dan praktek bidan, belum dihitung. Nilai tukar Rp/$ = 9300Rp/$1, berlaku per awal Juni 2006. Dianggap 10% dari obat yang dibeli oleh Kementerian Kesehatan diimpor, anggap 80% dari biaya persediaan yang diganti untuk obat-obatan.. Dianggap bahwa 50% dari peralatan diimpor. Memperbaharui perkiraan biaya asli Jan 2005 sampai dengan Mei 2006 dengan menggunakan deflator BPS. Biaya obat dan peralatan masih perlu diperbaharui dikarenakan adanya inflasi. Perumahan Pegawai Kesehatan dianggap sama seperti biaya Pustu. Biaya UPT dianggap sama dengan biaya Puskesmas. Kampanye kesehatan masyarakat dan mitigasi trauma tidak dihitung. 71 98 Klaten Jawa Tengah 0 79,289,050,436 9,911,131,305 0 9,911,131,305 39,644,525,218 138,755,838,263 Rumah Sakit Umum 11,003,678,325 7,162,772,276 35,566,869,230 2,963,905,769 27,169,136,218 19,265,387,500 92,128,070,993 Klinik kesehatan Umum 3,822,846,714 1,289,663,323 6,403,845,465 533,653,789 4,891,826,397 3,468,749,627 16,587,738,601 Sub-klinik Kesehatan Umum 345,250,844 12,993,624,951 64,520,068,724 5,376,672,394 49,286,163,609 34,948,370,559 167,124,900,238 Publik dan Admin. Lainlain Item Total Rumah Sakit Umum Klinik Kesehatan Umum Sub-klinik Kesehatan Umum Publik dan Admin. Lain-lain Rumah Sakit Swasta Fasilitas Swasta Lainnya Program Kesehatan Umum Penggantian Personil Pembersihan Fasilitas Perawatan Kesehatan Tambahan 119,519,796 114,873,282,784 68,873,608,740 2,064,798,156 17,757,264,143 23,014,945,301 226,583,899,125 Fasilitas swasta Lainnya Kerusakan 15,291,295,678 604,399,519,962 418,379,751,514 17,927,384,415 169,115,368,710 198,236,561,577 1,408,058,586,177 Kerusakan 1,408,058,586,177 138,755,838,263 92,128,070,993 16,587,738,601 167,124,900,238 766,878,138,957 226,583,899,125 0 388,791,126,192 233,104,228,049 6,988,354,307 60,099,847,039 77,894,583,371 766,878,138,957 Rumah Sakit Swasta Tabel A.11: Ringkasan Kerusakan dan Kerugian di Provinsi Yogyakarta 0 2 29 144 12 110 78 373 Lainnya Meter Persegi Fasilitas (M2) Kerusakan Umum di sektor swasta Rumah Sakit Kota Yogyakarta 11405 8 Bantul 6838 1 Kulon Progo 205 0 Gunung Kidul 1763 1 Sleman 2285 4 Yogyakarta 22496 14 Tabel A.10: Kerusakan dan Kerugian Sektor Kesehatan 0 0 0 0 0 0 0 Program Kesehatan Umum 80,903,760 1,284,118,957 769,908,411 23,081,489 198,500,808 257,274,162 2,532,883,827 Pembersihan Fasilitas 0 2,439,472,207 2,532,883,827 9,664,094,641 Kerugian 14,636,450,674 321,634,748 1,236,761,225 741,514,534 22,230,254 191,180,188 247,786,006 2,439,472,207 Penggantian Personil 0 4,899,493,216 2,937,547,971 88,066,296 757,370,148 981,617,010 9,664,094,641 Perawatan Kesehatan Tambahan 402,538,508 7,420,373,397 4,448,970,915 133,378,040 1,147,051,144 1,486,677,178 14,636,450,674 Kerugian Table A.12: Ringkasan Kerusakan dan Kerugian di Provinsi Jawa Tengah Item Total Rumah Sakit Umum Klinik Kesehatan Umum Sub-klinik Kesehatan Umum Publik dan Admin. Lain-lain Rumah Sakit Swasta Fasilitas Swasta Lainnya Program Sesehatan Umum Penggantian Personil Pembersihan Fasilitas Perawatan Kesehatan Tambahan Kerusakan 117,260,530,753 95,691,306,523 15,188,175,716 5,276,605,324 476,543,418 0 627,899,772 Kerugian 6,406,845,005 0 1,689,714,944 425,029,613 4,292,100,448 Pembagian Kerusakan antara Sarana Sektor Umum dan Swasta: Untuk Provinsi Yogyakarta : (i) Kerusakan sarana sektor swasta sama dengan persentase M2 yang rusak per kabupaten untuk sarana swasta dan (ii) kerusakan sarana sektor umum sama dengan jumlah sarana rumah sakit dan non rumah sakit yang rusak per kabupaten dan semua hal lainnya. Untuk Kabupaten Klaten: Kerusakan sarana Klaten adalah bagian dari sarana rumah sakit dan non rumah sakit yang rusak per kabupaten dan semua hal yang lain. PERLINDUNGAN SOSIAL Asumsi: Tiga sarana umum yang terkena dampak di kota Yogyakarta adalah pusat pelatihan pekerja sosial dan kantor koordinasi. Biaya kerusakan dihitung dari biaya rekonstruksi perumahan/gedung per m2 ditambah biaya peralatan pendukung di dalamnya. Dianggap biaya penggantian sarana sama dengan biaya rekonstruksi sebuah rumah dengan biaya unit sebesar Rp 1,6 juta/m2. Ini merupakan perkiraan kasar yang diberikan oleh seorang kontraktor yang bekerja di kantor dinas sosial provinsi Yogyakarta bersama dengan pegawai kantor dinas. Dianggap bahwa biaya untuk kerusakan parah sebesar 65% dan kerusakan ringan sebesar 20% dari biaya rekonstruksi sebuah rumah dengan peralatan pendukungnya. Dianggap bahwa biaya pembersihan sebesar Rp. 5.000/m2 untuk gedung yang hancur. Dianggap bahwa biaya pembersihan sebesar 20% dan untuk kerusakan parah sebesar 65% dari biaya pembersihan sebuah gedung yang hancur. Kerusakan Taman Makam Pahlawan(TMP) dilaporkan oleh kantor dinas sosial Klaten namun belum dihitung dan tidak dimasukkan ke dalam penilaian kerusakan. Tabel A.13: Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Perlindungan Sosial per Kabupaten (Juta Rp) Kerusakan Provinsi Yogyakarta Kota Yogyakarta Kabupaten Gunung Kidul Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Bantul Kabupaten Sleman Fasilitas pelatihan pekerja sosial Provinsi Jawa Tengah Kabupaten Klaten Jumlah total Kerugian Total 35,418.33 9,365.55 5,020.98 2,580.99 4,419.15 11,602.95 2,428.71 85.07 7.68 2.87 1.36 64.51 8.65 8,084.07 43,502 4.27 89.34 35,503 9,373 5,024 2,582 4,484 11,612 2,429 8,088 43,592 Total Swasta 26,131 7,142 3,768 2,582 3,139 9,500 - Total Publik 9,373 2,232 1,256 0 1,345 2,111 2,429 Swasta Publik 51 16 6 4 7 18 16 5 2 0 3 4 2 7,414 33,545 674 10,047 11 62 1 17 BUDAYA DAN AGAMA Tabel A.14: Penilaian Kerusakan Tempat-Tempat Ibadah Jumlah Tempat Ibadah (Sebelum Gempa Bumi) Nama Kabupaten/Kota Kabupaten Klaten Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Bantul Kabupaten Gunung Kidul Kabupaten Sleman Kota Yogyakarta Total Masjid 2,396 957 1,457 1,635 1,801 393 8,639 Tempat Sembahyang (Surau/Langgar) 1,827 956 1,566 701 1,328 284 6,662 Gereja Protestan Gereja Katolik 132 38 32 97 65 42 406 Pura (Hindu) 52 53 23 34 55 12 229 Wihara (Buddha) 56 0 4 10 5 0 75 Total 7 5 0 4 3 10 29 4,470 2,009 3,082 2,481 3,257 741 16,040 Penilaian kerusakan ini didasarkan atas laporan kerusakan yang terjadi pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di kabupatenkabupaten tersebut pada tanggal 6 Juni 2006: 21:30 Jumlah awal SLTP dari Podes 2005 Ini mencakup sekolah negeri dan swasta di bawah Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama Proporsi kerusakan fasilitas Kabupaten Klaten Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Bantul Kabupaten Gunung Kidul Sleman District Kota Yogyakarta Asumsi mengenai biaya rehabilitasi: Hancur Rusak Parah 0.72% 0.00% 85.19% 3.33% 0.00% 3.57% Masjid Asumsi ukuran fasilitas (M2) 200 Asumsi biaya/M2 menurut jenis kerusakan - Hancur 1,000,000 - Rusak parah 600,000 - Rusak ringan 300,000 14.49% 4.92% 14.81% 18.33% 13.11% 10.71% Tempat Sembahyang (Surau/Langgar) 100 Gereja Protestan 200 800,000 400,000 200,000 1,000,000 600,000 300,000 Gereja Katolik Rusak Ringan 1.45% 6.56% 0.00% 19.17% 0.00% 1.79% 200 Pura (Candi Hindu) 200 Wihara (Candi Buddha) 200 1,000,000 600,000 300,000 1,000,000 600,000 300,000 1,000,000 600,000 300,000 Jumlah fasilitas yang ada dikalikan dengan proporsi fasilitas yang rusak, dengan ukuran yang diasumsikan, dan dengan biaya rekonstruksi Tabel A.15: Penilaian Kerusakan Tempat-Tempat Ibadah di Provinsi Yogyakarta (Juta Rp) Masjid Data Sebelum Bencana (Jumlah Bangunan) Kerusakan Ringan Kerusakan Parah Hancur Total Gereja Protestan 6243 Tempat Sembahyang (Surau/Langgar) 4835 274 22980 100920 262000 385900 4040 24480 109360 137880 1320 4680 6400 12400 Gereja Katolik 177 Pura (Candi Hindu) 19 Wihara (Candi Buddha) 22 600 2400 4200 7200 120 480 600 1200 60 240 0 300 Total 11570 29120 133200 382560 556450 Tabel A.16: Penilaian Kerusakan Tempat-Tempat Ibadah di Provinsi Jawa Tengah (Juta Rp) Masjid Data Sebelum Bencana (Jumlah Bangunan) Kerusakan Ringan Kerusakan Parah Hancur Total Gereja Protestan 2396 Tempat Sembahyang (Surau/Langgar) 1827 132 2100 41640 3400 47140 520 10600 1040 12160 120 2280 200 2600 Gereja Katolik 52 Pura (Candi Hindu) 56 Wihara (Candi Buddha) 7 60 960 0 1020 60 960 0 1020 0 120 0 120 Total 4470 2860 56560 4640 52490 Sektor Produktif PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN Gambaran terperinci dari asumsi dapat ditemukan di teks utama. PERDAGANGAN Tabel A.17: Kontribusi untuk PDRB, Provinsi Yogyakarta , 2000-2003 Kabupaten Bantul Perdagangan, Hotel dan Restoran Perdagangan dan Restoran Perdagangan Hotel Restoran Yogyakarta Perdagangan, Hotel dan Restoran Perdagangan dan Restoran Perdagangan Hotel Restoran 2000 % 2001 % 2002 % 2003 % 385,772 380,267 182,145 5,505 198,122 17.1 16.8 8.1 0.2 8.8 427,972 421,772 202,189 6,200 219,583 17.1 16.8 8.1 0.3 8.8 475,791 469,396 224,937 6,395 244,459 17.1 16.9 8.1 0.2 8.8 533,481 526,327 252,153 7,154 274,174 17.3 17.1 8.2 0.2 8.9 796,074 687,083 196,085 108,991 490,998 23.8 20.5 5.9 3.3 14.7 912,551 789,272 228,206 123,279 561,066 23.9 20.7 6.0 3.2 14.7 1,050,965 905,713 260,966 145,252 644,747 24.0 20.7 6.0 3.3 14.7 1,194,180 1,027,035 301,008 167,145 726,027 24.4 21.0 6.2 3.4 14.6 Tabel A.18: Kontribusi untuk PDRB, Provinsi Jawa Tengah, 2000-2003 Kabupaten Klaten Perdagangan, Hotel dan Restoran Perdagangan dan Restoran Perdagangan Hotel Restoran 2000 % 2001 % 2002 772,019 768,451 538,219 3,568 230,231 26.2 26.1 18.3 0.1 7.8 878,585 873,697 622,175 4,887 251,521 26.2 26.1 18.6 0.2 7.5 % 1,009,835 1,003,172 731,348 6,662 271,823 25.9 25.8 18.8 0.2 6.9 2003 % 1,100,308 1,093,171 800,338 7,137 292,832 25.7 25.5 18.7 0.2 6.8 Tabel A.19: Pasar di Yogyakarta dan Wilayah Bagian Provinsi Jawa Tengah, 2005 Kabupaten Desa-desa yang Memiliki Toko Desa Desa-desa yang Memiliki Bangunan-bangunan Permanen dan Semi Permanen Desa 42 65 97 10 24 41 35 63 35 65 80 84 8 42 40 73 57 25 Magelang Boyolali Klaten Kota Magelang Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta Sumber: PODES 2005 Pasar-pasar yang Tidak Memiliki Bangunan yang Permanen Unit 39 30 46 7 13 7 31 9 15 Supermarket Unit Restoran Unit 10 24 44 6 12 71 18 143 62 95 116 373 31 40 23 119 509 331 Tabel A.20: Jumlah Pasar Modern dan Tradisional di Provinsi Yogyakarta, 2003 – 2005 Kebupaten Bantul Sleman Kulon Progo Gunung Kidul Yogyakarta Total Tradisional 44 51 34 37 31 197 2003 Modern Waralaba 6 47 4 7 36 100 26 26 Tradisional 47 36 36 36 37 192 2004 Modern 12 57 10 9 57 145 Waralaba 26 26 Tradisional 30 36 36 28 31 161 2005 Modern 12 53 10 8 50 133 Waralaba 26 26 Sumber: Dinas Deperindagkop, Yogyakarta, 2006 Tabel A.21: Pedagang Berijin (SIUP) di Provinsi Yogyakarta, 2002-2005 Klasifikasi Besar Menengah Kecil Total 2002 184 418 23,397 23,999 2003 230 521 24,631 25,382 2004 350 614 25,633 26,597 2005 369 737 26,969 28,075 Sumber: Dinas Deperindagkop, Yogyakarta, 2006 Tabel A.22: Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Pasar A. Pasar Tradisional NO. LOKASI YOGYAKARTA I Kabupaten Bantul 1. Pasar Niten * 2. Pasar Imogiri * 3. Pasar Plered * 4. Pasar Piungan * II Kabupaten Sleman Kec. Godean Kec. Prambanan Kec. Tegal Sari Kec. Tempel Kec. Gamping Kec. Condongcatur III Kota Yogyakarta 1. Pasar Bringharjo * 2. Pasar Kranggal 3. Pasar Giwangan 4. Pasar Sentul 5. Pasar Gading 6. Pasar Prawirotaman 7. Pasar Ciptomulyo 8. Pasar Karangkajen 9. Pasar Serangan 10. Pasar Patuk 11. Pasar Kotagede Perdagangan yang Hilang (disesuaikan) 29,400 8,400 8,400 4,200 8,400 7,320 1,600 800 1,000 480 100 400 400 600 900 840 100 100 10,500 6,000 1,000 600 500 100 350 100 150 800 100 300 Kerusakan pada Bangunan dan Aset Lainnya 76,577 12,171 21,906 22,500 20,000 906 5 17 36 13 102 184 102 26 183 179 9 50 52,235 47,944 150 231 225 1,026 90 334 1,094 463 9 82 Total 105,977 20,571 30,306 26,700 28,400 8,226 1,605 817 1,036 493 202 584 502 626 1,083 1,019 109 150 62,735 53,944 1,150 831 725 1,126 440 434 1,244 1,263 109 382 IV 12. Pasar Tunjungsari 13. Pasar Demangan Kabupaten Gunung Kidul Kec. Wonosari Kec. Nglipar Kec. Ngawen Kec. Saptosari Kec. Panggang Kec. Purwosari Kec. Playen Kec. Gedangsari Kec. Paliyan V 400 100 11,259 9,250 63 356 184 29 348 131 110 281 104 203 200 30 1,869 311 311 311 311 311 311 557 30 19,657 17,702 11 17 557 557 49 50 46 134 33 223 278 450 500 200 50 50 50 50 100 957 130 30,916 26,952 74 373 741 586 397 181 156 415 137 426 478 480 2,369 511 361 361 361 361 411 Kabupaten Kulon Progo 1. Pasar Dekso ** 2. Pasar Brosot ** 3. Pasar Kranggan ** 4. Pasar Sewugalur ** 5. Pasar Kasihan ** 6. Pasar Kenteng ** Provinsi Jawa Tengah VI Kabupaten Klaten 19,488 15,153 34,641 1. Pasar Taji * 1,188 2,534 3,722 2. Pasar Prambanan * 2,400 1,229 3,629 3. Pasar Wedi * 2,100 5,932 8,032 4. Pasar Gempol * 2,100 1,280 3,380 5. Pasar Gantiwarno * 2,550 390 2,940 6. Pasar Panggil * 2,100 1,121 3,221 7. Pasar Masaran * 1,050 779 1,829 8. Pasar Temuwangi * 2,100 612 2,712 9. Pasar Sidoharo * 2,100 979 3,079 10. Pasar Minggiran * 1,800 297 2,097 Total 79,836 165,028 244,864 Catatan/Asumsi: Kerugian perdagangan dihitung berdasarkan data volume penjualan per hari dari Departemen Perdagangan dan Dinas Perdagangan dan Industri Provinsi dan Data Koperasi. *Untuk gedung-gedung pasar yang 100% hancur maka kerugian perdagangan dihitung selama 30 hari sampai pasar-pasar tersebut buka kembali. ** Kerugian perdagangan dihitung selama satu hari (pasar mingguan), kerugian perdagangan di pasar-pasar lain dihitung selama 4 hari. Kerusakan gedung berdasarkan data aktual dari Departemen Perdagangan B. Pasar Modern (Harga Konstan – Juta Rp) LOKASI Kabupaten Bantul Kabupaten Sleman Kota Yogyakarta Perdagangan yang Hilang (Disesuaikan) 10,000 10,000 150 Tidak tersedia Tidak tersedia Tidak tersedia Kerusakan pada Bangunan dan Aset Lainnya 0 0 1,000 (perkiraan) 1,000 (perkiraan) 150 0 20 20 800 0 0 540 3,530 Total (Disesuaikan) 11,000 11,000 300 20 800 800 Kabupaten Gunung Kidul Tidak tersedia Kabupaten Kulon Progo Tidak tersedia Kabupaten Klaten 215 755 Total 20,365 24,675 Catatan NA = Tidak tersedia informasi *) - Barang persediaan tidak rusak, sebagian disumbangkan kepada korban. - Tutup menunggu pemeriksaan bangunan - akhir-akhir ini buka (3-4 bulan). **) tidak ada interupsi Sumber : Departemen Perdagangan dan kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi serta Data Koperasi INDUSTRI DAN PERUSAHAAN Tabel A.23: Usaha Kecil dan Menengah yang Terkena Dampak Gempa Bumi Jumlah Awal Bantul Klaten Yogyakarta Sleman Gunung Kidul Kulon Progo Total Unit Kerugian di Sektor Formal 21,306 9,588 4,500 8,619 776 18,558 1,113 21,659 650 22,418 673 92,560 17,299 (Yogyakarta Saja) Kerugian Sektor Informal Total Unit Kerugian Pekerja di Sektor Formal Anggota di Sektor Informal Tanggungan di Sektor Formal 5,040 3,360 1,680 1,120 560 560 12,320 14,628 7,860 2,456 2,233 1,210 1,233 29,619 335,570 157,500 27,150 38,972 22,742 23,539 605,472 20,160 13,440 6,720 4,480 2,240 2,240 49,280 1,342,278 630,000 108,599 155,887 90,968 94,156 2,421,888 Jumlah yang Terkena Dampak 1,362,438 643,440 115,319 160,367 93,208 96,396 2,471,168 Data: data awal dari survei Bank Indonesia dengan Universitas Gajah Mada PSE-KP, 2003 perkiraan angka pertumbuhan 2% per tahun, menjadi 6% dari 2003 sampai data awal tahun 2006. Di dalam survei ini tidak terdapat data awal untuk Klaten, data dikutip dari pakar ekonomi UGM Sri Adiningsih. Struktur perekonomian utama: 25% mebel, 25% kerajinan tangan, 20% tekstil, 30% lainnya merupakan tanggungan dan korban mengacu pada anggota keluarga, diperkirakan keluarga yang terdiri dari 4 orang. Asumsi: Kabupaten Bantul Kabuptaen Klaten Kota Yogyakarta Kabupaten Sleman Kabupaten Gunung Kidul Kabupaten Kulon Progo Sektor formal 50% pada industri yang terkena dampak, 90% hancur Lihat di atas 30% pada industri yang terkena dampak, 30% hancur 30% pada industri yang terkena dampak, 20% hancur 30% pada industri yang terkena dampak, 10% hancur 30% pada industri yang terkena dampak, 10% hancur Sektor Informal • Data dasar 79.000 (untuk Yogyakarta) berasal dari survei terakhir tahun 2001 sebagaimana diinformasikan oleh APIKRI--asosiasi kecil kerajinan tangan • Data termasuk petani dengan porsi 50%, sehingga dianggap 40.000 adalah usaha kecil • Tidak ada informasi mengenai penyebaran secara geografis, dianggap penyebaran yang proporsional masing-masing 8000, tidak ada informasi mengenai Klaten, dianggap sama saja • Dianggap 70% industri yang terkena dampak merupakan sebagian besar wirausaha yang bertindak sebagai pendukung industri dengan tingkat kerusakan yang sama seperti di sektor formal di setiap daerah • Menyesuaikan dengan informasi sektor perbankan, asumsi unit kerugian seharusnya sesuai (atau bahkan sedikit lebih rendah) di mana bank memperkirakan kemungkinan NPL dari 37.482 debitur dan BPR memperkirakan 21.008 debitur. • Jumlah Total Debitur penunggak di Yogyakarta sendiri sejumlah 58,490. beberapa debitur mungkin memilki sejumlah hutang dari bank-bank lain. Pekerja • Rata-rata pekerja di sektor formal • 50% memiliki 50 pekerja • 50% memiliki 20 pekerja • Batas antara 5 sampai 500 • Sebuah perusahaan mungkin hanya mempunyai 20 pekerja permanen namun bisa mencapai 140 pekerja sementara • Usaha informal mempunyai 4 anggota • Perbandingan: 60% usaha kecil, 40% usaha menengah, usaha kecil sama dengan sektor informal Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Industri dan Perusahaan Kabupaten Bantul Kabupaten Klaten Kota Yogyakarta Kabupaten Sleman Kabupaten Gunung Kidul Kabupaten Kulon Progo Total Menengah 3,835 1,800 310 445 260 269 6,920 Kecil 5,753 2,700 465 668 390 404 10,380 Mikro 5,040 3,360 1,680 1,120 560 560 12,320 Asumsi per kerugian unit Usaha menengah Bangunan 200,000,000 Inventaris 100,000,000 gaji yang terus dibayar (6 bulan) 3,000,000 Pendapatan per bulan 50,000,000 Berdasarkan data yang didapatkan dari survey Kecil 100,000,000 50,000,000 Tidak dapat membayar 20,000,000 Rata-rata kerugian total Usaha menengah Bangunan 1,383,936,000,000 Inventaris 691,968,000,000 gaji yang terus dibayar (biaya 6 bulan) 1,037,952,000,000 potensi kerugian penghasilan 2,075,904,000,000 (6 bulan untuk usaha menengah dan 3 bulan untuk usaha mikro dan usaha kecil) Jumlah Perkiraan Kerugian 5,189,760,000,000 Rata-rata kerugian total = unit kerugian X kerugian per unit Mikro 20,000,000 Tidak ada – kebanyakan sub kontrak Tidak dapat membayar 2,500,000 Kecil 1,037,952,000,000 518,976,000,000 Tidak tersedia 622,771,200,000 Mikro 246,400,000,000 2,179,699,200,000 338,800,000,000 Tidak tersedia 92,400,000,000 Kerugian yang dilaporkan dari perusahaan besar: hanya 3 perusahaan yang melaporkan kerusakan ke Dinas yaitu Sari Husada (makanan), PT. ASA (kulit) and PT. Budi Makmur (kulit) PT ASA 5.700.000.000 PT Budi Makmur 3.000.000.000 PT Sari Husada pada saat jumpa pers melaporkan kerusakan di 2 pabriknya dan kerugian inventaris sebesar Rp 175 Milyar, ditambah perkiraan Rp 70 Milyar kerugian pendapatan Perusahaan tutup dan diharapkan memulai produksi kembali dalam waktu 2 sampai 3 bulan. Penilaian kerusakan dan kerugian total untuk usaha mikro, kecil dan besar adalah 7.961.959.200.000 PARIWISATA Tabel A.24: Ikhtisar Penilaian Kerusakan dan Kerugian sub sektor Pariwisata di wilayah Yogyakarta ITEM Jumlah Sebelum Bencana 1. Fasilitas Bangunan Aset Karyawan Pengunjung 2. Hotel Bangunan Aset Karyawan Pengunjung 3. Motel/ Hoster/ Losmen/ Wisma Bangunan Aset Karyawan Pengunjung 4. Kantor Bangunan Aset Karyawan Pengunjung PENILAIAN KERUSAKAN (Juta Rp) TINGKAT KERUSAKAN RUSAK PARAH RUSAK SEDANG RUSAK RINGAN Jumlah Biaya / Unit Jumlah Biaya / Unit Jumlah Biaya / Unit 31 2 4 450 4 11 603 3 9 400 Jumlah yang Tidak Rusak 22 34 5 21.494 13 9,697 3 120 13 275 800,000 1,106 50 70 180 50 66 20 810 12 12 2 350 3 285 2 105 5 PENILAIAN KERUGIAN Penghasilan/ Penghasilan/ Asumsi Bulan Bulan Sebelum Setelah Bencana Bencana 1,744 1,322 372 268 tingkat unian 52% 415 256 tingkat unian 50% 220 Tabel A.25: Ringkasan Penilaian Kerusakan dan Kerugian sub sektor Pariwisata di wilayah Klaten/Jateng ITEM Jumlah sebelum bencana 1. Fasilitas Bangunan Aset Karyawan Pengunjung 14 PENILAIAN KERUSAKAN (Juta Rp) TINGKAT KERUSAKAN RUSAK PARAH RUSAK SEDANG RUSAK RINGAN Jumlah Biaya/ Unit Jumlah Biaya/Unit Jumlah Biaya/ Unit 1 100 2 4 132 10 Jumlah yang Tidak Rusak 9 PENILAIAN KERUGIAN (Juta Rp) Penghasilan Penghasilan Asumsi /Bulan /Bulan Sebelum Setelah Sencana Bencana 350 350 Penghasilan dan kerugian dihitung secara kasar berdasarkan penghasilan kabupaten (pajak, biaya-biaya, dsb.) 9 800,000 550,000 Jumlah pengunjung diperkirakan menurun sebanyak kl. 30% untuk tahun depan 2. Hotel Bangunan Aset Karyawan Pengunjung 3. Motel/ Hostel/ Losmen/ Wisma Bangunan Aset Karyawan Pengunjung 4. Kantor Bangunan Aset Karyawan Pengunjung 42 10 270 6 120 32 42 275 4 4 750 550 Diasumsikan bahwa tingkat penghunian menurun 30% KOMENTAR >Fasilitas Prambanan di kabupaten Klaten mencapai 1.070 juta rupiah. >Kerugian Prambanan pada daftar Yogya; Catatan: kerusakan pada daerah Paling Parah adalah sebuah gerbang rusak (maka nilainya lebih kecil daripada Kerusakan Sedng) Semua akomodasi di kabupaten Klaten merupakan hotel tak berbintang Panti pijat termasuk dalam kategori ini 220 1 500 2 100 1 Kerugian dalam natura (tidak ada penghasilan karena hanya informasi) karena lembaga ini menyediakan informasi Lintas Sektor TATA PEMERINTAHAN DAN PEMERINTAHAN Asumsi: Kerusakan gedung: Gedung tanpa rancangan yang tepat (kerusakan total) 80-100% Gedung yang dirancang dan dibangun dengan buruk (rusak sedang dan parah) 30-80% Gedung dengan rancangan yang kuat (sedikit rusak namun dapat diperbaiki) 0-30% Bila tersedia laporan, perkiraan dasar permukaan dibuat berdasarkan rata-rata dan sebaliknya bila tidak ada laporan akan diperkirakan berdasarkan wilayah yang sama dengan skala intensitas yang sama. Biaya unit resmi dari pemerintah per meter persegi sekitar Rp. 1,0 juta untuk gedung yang rusak ringan dan Rp. 1,0 juta untuk gedung yang rusak berat sampai yang rusak total. Peralatan dan Mebel: Perkiraan berdasarkan jumlah pegawai: Rp. 3.0 juta per pegawai negeri pada tingkat kerusakan 30%. Ini termasuk kerusakan komputer, kendaraan, mebel (lemari, meja dan kursi). Pegawai: Jumlah pegawai korban gempa diperkirakan dalam sebuah rasio dari populasi umum (yakni: jumlah yang tewas, hilang, terluka dalam perbandingan dengan jumlah penduduk secara umum) Biaya berdasarkan (3 bulan) gaji (Rp. 2.0 juta), perekrutan dan pelatihan dan “masa tidak aktif” selama masa pertolongan krisis Dokumen: Biaya yang diperkirakan sebesar Rp. 50.000 per dokumen dengan 5 dokumen yang berbeda per rumah tangga. Diperkirakan 10% dari total dokumen rusak. Unsur tak terduga ditambahkan sebesar angka 10% . Tabel A.26: Ringkasan Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Pemerintahan Pemerintahan Umum Provinsi Yogyakarta Yogyakarta Bantul Kulon Progo Gunung Kidul Sleman Provinsi Jawa Tengah Klaten Boyolali Magelang Wonogiri Total Kehakiman Parlemen Pilar Kepolisian Subtotal Total - - 800,000,000 600,000,000 1,400,000,000 Tak Terduga 10% 140,000,000 31,112,245,380 1,861,722,457 362,752,242 4,209,565,011 440,425,605 - 471,397,657 - 157,132,552 232,715,307 310,930,493 169,512,685 377,507,661 150,000,000 1,080,024,410 1,948,602,839 250,817,265 966,222,304 425,325,298 25,000,000 32,820,800,000 4,043,040,603 924,500,000 5,345,300,000 1,243,258,564 175,000,000 3,282,080,000 404,304,060 92,450,000 534,530,000 124,325,856 17,500,000 36,102,880,000 4,447,344,663 1,016,950,000 5,879,830,000 1,367,584,421 192,500,000 68,055,161,544 665,563,995 6,293,750,000 113,001,186,234 471,397,657 153,277,391 313,206,586 395,877,743 3,060,160,419 1,889,399,305 352,879,420 446,022,257 7,984,293,098 70,097,838,240 1,331,650,000 841,900,000 6,293,750,000 124,517,037,407 7,009,783,824 133,165,000 84,190,000 629,375,000 12,451,703,741 77,107,622,064 1,464,815,000 926,090,000 6,923,125,000 136,968,741,148 1,540,000,000 Bangunan Pemerintahan Umum Provinsi Yogyakarta Yogyakarta Bantul Kulon Progo Gunung Kidul Sleman Provinsi Jawa Tengah Klaten Boyolali Magelang Wonogiri Total Kehakiman Pillar Kepolisian Parlemen Subtotal Total Tak Terduga 10% - - 800,000,000 600,000,000 1,400,000,000 140,000,000 1,540,000,000 29,700,000,000 1,200,000,000 175,000,000 3,725,000,000 175,000,000 450,000,000 150,000,000 150,000,000 150,000,000 150,000,000 150,000,000 150,000,000 1,031,000,000 1,256,000,000 121,000,000 855,000,000 169,000,000 25,000,000 31,331,000,000 2,606,000,000 446,000,000 4,730,000,000 494,000,000 175,000,000 3,133,100,000 260,600,000 44,600,000 473,000,000 49,400,000 17,500,000 34,464,100,000 2,866,600,000 490,600,000 5,203,000,000 543,400,000 192,500,000 1,849,000,000 169,000,000 169,000,000 450,000,000 150,000,000 150,000,000 150,000,000 2,150,000,000 6,244,000,000 68,599,000,000 637,750,000 319,000,000 6,293,750,000 117,031,500,000 6,859,900,000 63,775,000 31,900,000 629,375,000 11,703,150,000 75,458,900,000 701,525,000 350,900,000 6,923,125,000 128,734,650,000 Kehakiman Parlemen Pilar Kepolisian - 66,600,000,000 318,750,000 - - 6,293,750,000 108,187,500,000 - Perlengkapan Pemerintahan Umum Provinsi Yogyakarta Yogyakarta Bantul Kulon Progo Gunung Kidul Sleman Provinsi Jawa Tengah Klaten Boyolali Magelang Wonogiri Subtotal Total Tak Terduga 10% - - - - - - - 1,400,870,065 319,109,747 185,397,982 479,839,852 256,654,858 21,225,304 - 7,075,101 39,888,718 158,912,556 19,322,410 219,989,879 - 48,629,530 334,001,535 128,189,462 110,137,738 247,855,263 - 1,477,800,000 693,000,000 472,500,000 609,300,000 724,500,000 - 147,780,000 69,300,000 47,250,000 60,930,000 72,450,000 - 1,625,580,000 762,300,000 519,750,000 670,230,000 796,950,000 - - 1,300,821 163,206,586 245,877,743 - 16,034,783 183,879,420 277,022,257 - 594,900,000 693,900,000 522,900,000 - 59,490,000 69,390,000 52,290,000 - 654,390,000 763,290,000 575,190,000 - 577,564,396 346,813,995 - - Personil Pemerintahan Umum Provinsi Yogyakarta Yogyakarta Bantul Kulon Progo Gunung Kidul Sleman Provinsi Jawa Tengah Klaten Boyolali Magelang Wonogiri Kehakiman Pilar Kepolisian Parlemen Subtotal Total Tak Terduga 10% - - - - - - - 11,375,315 26,965,742 2,354,260 4,725,159 172,353 - 57,451 3,370,718 2,017,937 190,275 394,880 28,224,143 1,627,803 12,000,000 58,560,603 6,000,000 6,000,000 1,200,000 5,856,060 600,000 600,000 13,200,000 64,416,663 6,600,000 6,600,000 8,770,746 - 24,758,564 2,475,856 27,234,421 8,470,035 - - - - 411,199 - 15,255,740 - 1,525,574 - 16,781,314 - - - 7,517,783 - 14,811,182 - - 33,359 - - - 1,084,567 Dokumen Pemerintahan Umum Provinsi Yogyakarta Yogyakarta Bantul Kulon Progo Gunung Kidul Sleman Provinsi Jawa Tengah Klaten Boyolali Magelang Wonogiri Kehakiman Pilar Kepolisian Parlemen Subtotal Total Tak Terduga 10% - - - - - - - 315,646,969 - - - 39,455,871 - 330,377,160 - 685,480,000 - 68,548,000 - 754,028,000 - - 1,943,212 - 23,953,322 - 888,682,500 - 88,868,250 - 977,550,750 - 862,785,966 - - - PERBANKAN DAN KEUANGAN Tabel A.27: Potret Sektor Perbankan Yogyakarta, Sebelum Bencana, Akhir Maret 2006 Jumlah Bank yang menjalankan bisnis di Yogyakarta Bank Komersial: - Bank Pemerintah - Bank Swasta (termasuk asing & Usaha Patungan) - Bank Daerah (BPD) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Jumlah Kantor/Cabang Bank Bank Komersial: - Bank Pemerintah (tidak termasuk unit BRI) - Bank Swasta (termasuk asing & Usaha Patungan) - Bank Daerah (BPD) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Jumlah Aset Bank Jumlah Deposito Bank Jumlah Pinjaman Bank (Komersial dan BPR) 1. Pinjaman Bank Komersial - Pinjaman Modal Kerja - Pinjaman Investasi - Pinjaman Konsumsi NPL (%) 2. Pinjaman Bank Perkreditan Rakyat (BPR) NPL (%) Provinsi Yogyakarta 25 4 20 1 65 Provinsi Yogyakarta 41 11 24 6 65 13,611 12,385 6,780 5,951 2,320 842 2,789 4.11% 829 8.96 Indonesia 131 5 100 26 1,906 Indonesia % 19 100 20 1,755 3,925 709 1,906 1,465,300 1,146,230 687,528 674,698 340,887 129,399 204,411 9.40% 12,830 0.6 0.6 0.8 3.4 0.9 1.1 1.0 0.9 0.7 0.7 1.4 3 6.5 Sumber: Bank Indonesia Semua dinilai dalam Miliar Rp kecuali dinyatakan lain Tabel A.28: Kredit Perbankan Komersial per Sektor dan Kabupaten di Yogyakarta (Miliar Rp) Sebelum Bencana Akhir Maret 2006 Distribusi Sektoral PDRB dan Kredit Sektor Bank Pertanian Pertambangan Pabrik (industri) Utilitas (Listrik, Gas dan Air) Konstruksi Perdagangan, Restoran, dan Hotel Transportasi dan pergudangan Keuangan dan Jasa-jasa Lainnya – Termasuk Pinjaman Konsumen Total Total (%) Sumber: Bank Indonesia Provinsi Yogyakarta % % dalam dalam PDRB Kredit Bank 18.7 3.0 0.7 0.4 14.5 9.8 0.9 0.0 8.3 3.1 20.8 23.7 9.9 1.5 26.3 10.5 48.0 5,952 100.0 100.0 Kabupaten-kabupaten di Yogyakarta (Kredit Bank Komersial) Bantul Gunung Kulon Sleman Kota Kidul Progo Yogyakarta 65 14 1 104 1 36 190 411 6.9 10 1 3 1 102 1 10 168 296 5.0 19 2 2 56 12 2 179 272 4.6 32 19 63 117 210 1 62 380 884 14.9 68 1 489 2 64 957 67 507 1,934 4,089 68.7 Tabel A.29: Kredit Perbankan per Kabupaten di Yogyakarta (Miliar Rp) Sebelum Bencana Akhir Maret 2006 Provinsi Yogyakarta A. Kredit menurut Jenis Bank dan Penggunaannya 1. Bank Komersial - Pinjaman Modal Kerja - Pinjaman Investasi - Pinjaman Konsumsi 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) B. Bagian Kredit yang disediakan oleh BPR 1. Bank Komersial 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) C. NPL Kredit menurut Daerah 1. Bank Komersial 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sumber: Bank Indonesia 100 39 14 47 Provinsi Yogyakarta 6,780 5,951 2,320 842 2,789 829 Kabupaten-Kabupaten di Yogyakarta Bantul Gunung Kulon Sleman Yogyakarta Kidul Progo 586 325 369 1,354 4,146 410 295 273 884 4,089 183 95 83 394 1,563 48 33 29 127 606 179 167 161 363 1,920 176 30 96 470 57 88 12 70 30 91 9 74 26 65 35 99 1 4.11 8.69 2.26 17.95 1.61 3.42 2.94 7.25 2.47 6.60 4.91 6.48 Tabel A.30: Dampak Gempa bumi--Perkiraan Potensial Kerugian Pinjaman (Juta Rp) Provinsi Yogyakarta # Bank Bank Komersial: - Bank Pemerintah - Bank Swasta (termasuk asing & Usaha Patungan) - Bank Daerah (BPD) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kerugian Terbesar: BPD: - Bank BPD Yogyakarta BANK MILIK NEGARA: - Bank BRI - Bank BTN - Bank Mandiri - Bank BNI (termasuk Syariah) Total Bank Pemerintah: BANK SWASTA: - Bank Bukopin - Bank Danamon Indonesia - Bank Muamalat Indonesia - Bank BCA - Bank Permata - Bank Lippo - Bank BBI - Bank Syariah Mandiri - Bank Ekonomi Raharja - Bank Bumiputera - Bank NISP - Bank ANK - Bank Century - Bank Mega - Bank Haga - Bank CNB - Bank Niaga, BII, BTPN, Panin Total Bank Swasta: TOTAL BANK KOMERSIAL: TOTAL 65 BPR: TOTAL PINJAMAN RAGU-RAGU PERBANKAN: Sumber: Bank Indonesia, kantor Yogyakarta 25 4 20 1 65 # Debitur yang Terkena Dampak 7,792 1,365 28,325 21,008 # Debitur yang Terkena Dampak Kerugian Pinjaman 1,213,238 310,580 304,278 464,675 133,705 Kerugian Pinjaman Daerah 28,325 464,675 Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah 4,791 1,001 1,504 496 7,792 174,818 49,271 48,600 37,891 310,580 Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta 78 856 70 20 137 47 16 35 6 10 13 37 6 7 2 25 Tidak dilaporkan 1,365 37,482 21,008 58,490 127,389 51,277 32,699 23,344 21,684 18,574 6,242 5,800 5,575 5,203 1,750 1,581 1,045 1,020 1,000 95 Tidak dilaporkan 304,278 1,079,533 133,705 1,213,238 Provinsi Jawa Tengah--hanya Kabupaten Klaten Nama # Peminjam Pinjaman Belum Dilunaskan Bank BRI 18,402 291,063 Bank BPD JAWA TENGAH 10,348 194,481 Bank DANAMON INDONESIA 1,035 73,986 Bank BNI 2,741 72,209 Bank NIAGA 313 65,251 Bank MANDIRI 492 28,669 Bank BTN 697 12,580 Bank MEGA 1,232 10,517 Bank BII 56 9,854 Bank NISP 131 7,375 Bank BUANA INDONESIA 56 7,313 Bank BUKOPIN 79 6,421 Bank BCA 19 5,783 LIPPOBANK 43 5,065 Bank PANIN 45 4,773 Bank Haga 17 4,608 Bank PERMATA 10 3,220 Bank Bumi Arta 17 1,836 Bank WINDU KENTJANA 2 260 CENTRATAMA NASIONAL 10 242 Bank HARDA INTERNASIONAL 22 136 Bank MAYAPADA 4 32 TOTAL 35,771 805,674 Sumber: Bank Indonesia Solo Bagian (%) 36.1 24.1 9.2 9.0 8.1 3.6 1.6 1.3 1.2 0.9 0.9 0.8 0.7 0.6 0.6 0.6 0.4 0.2 0.03 0.03 0.02 0.004 # Potensi Kerugian Pinjaman 145,532 97,241 14,797 14,442 13,050 5,734 2,516 2,103 1,971 1,475 1,463 1,284 1,157 1,013 955 922 644 367 306,664 LINGKUNGAN HIDUP Tabel A.31: Perkiraan Puing-puing Gedung Berdasarkan Jumlah Rumah yang Rusak, Yogyakarta dan Jawa Tengah LOKASI Kerusakan Infrastruktur Perumahan Volume Limbah (m3) Hancur Jawa Tengah Bantul Sleman Yogyakarta Kulon Progo Gunung Kidul Yogyakarta Klaten Magelang Boyolali Sukoharjo Wonogiri Purworejo Total 47,519 26,045 4,719 1,948 3,485 11,323 27,796 27,270 179 276 46 15 9 75,315 Rusak Parah 58,185 29,582 14,403 4,119 4,726 5,355 58,026 55,112 456 626 1,627 11 193 116,211 Rusak Ringan 80,887 24,262 29,910 2,355 7,999 16,360 86,281 84,283 592 637 67 702 167,168 Volume Limbah (m3) @ 10m3/rumah Perumahan (50m2 Bertembok Satu Tingkat) 20 15 5 Rusak Rusak Hancur Parah Ringan 950,382 872,775 404,433 520,902 443,732 121,311 94,374 216,041 149,549 38,952 61,790 11,777 69,696 70,889 39,996 226,458 80,325 81,801 555,912 870,386 431,406 545,400 826,686 421,416 3,582 6,845 2,961 5,526 9,396 3,186 918 24,408 306 162 333 180 2,889 3,510 1,506,294 1,743,161 835,839 Volume Limbah Total (m3) Total (m3) 2,227,590 1,085,945 459,963 112,518 180,581 388,584 1,857,704 1,793,502 13,388 18,108 25,326 801 6,579 4,085,294 Asumsi: Pergerakan truk @ 4m3/rit: 561,728 @ 50% diasumsikan sebagai bahan urukan di lokasi: 280,864 200*6 truk/hari 120 Provinsi Yogyakarta & 80 Jawa Tengah: 234.05 @20000000/truk/bulan & 1/2 63000000/front loader/bulan = 51500000* @9200: US$ 11,910,814 Buruh 5*20000*12 1,200,000 Biaya buruh untuk yang hancur & rusak parah: Rp. 229,830,480,000 Daur Ulang @ 45% Rp. 109,579,487,109 1,225,175 597,269 252,980 61,885 99,319 213,721 1,021,737 986,426 7,363 9,959 13,929 441 3,618 2,246,911 1,244 85 88 147 106 588 588 55 4 4 7 5 26 5 7 0 27 61 0 Bagian Kerugian Pertanian % (3) 11 18 68 151 0 11 Nilai Tambah Kerugian Pertanian (4) 238 599 1,261 85 157 298 106 599 Gabungan Kerugian Nilai Tambah (2) + (4) 1,908 684 1,439 97 179 340 122 684 Taksiran Keseluruhan Kerugian Nilai Tambah* 2,177 513 1,079 73 134 255 91 513 1,633 Nilai Tambah tahun 2006 171 360 24 45 85 30 385 544 Nilai Tambah tahun 2007 5,125 4,171 3,378 1,836 6,640 5,876 193,438 21,848 PDRB 2004 5,715 4,652 3,766 2,047 7,404 6,552 215,710 24,363 Proyeksi PDRB 5,202 3,572 3,693 1,913 7,149 6,461 215,197 22,730 2006 Proyeksi PDRB yang direvisi -9.0 -23.2 -1.9 -6.5 -3.4 -1.4 -0.24 -6.7 Antisipasi Penurunan PDRB % 6,035 4,912 3,977 2,162 7,819 6,919 227,789 25,727 Proyeksi PDRB 5,864 4,552 3,953 2,117 7,733 6,889 227,405 25,183 2007 Proyeksi PDRB yang direvisi Metodologi: Penilaian khusus daerah atas kerugian pabrik dan sektor pertanian, laporan 90% kerugian total terdapat di seluruh daerah terkena dampak. Sisa 10% dari total kerugian tersebar di seluruh kabupaten berdasarkan masing-masing jumlah kerugian dalam dua sektor ini. Nilai tambah dihitung berdasarkan faktor pemasukan dan pengeluaran sektor tertentu yang dilaporkan di bagian dampak ekonomi. Provinsi Yogyakarta Bantul Gunung Kidul Kulon Progo Sleman Yogyakarta Provinsi Jawa Tengah Klaten Nilai Tambah Kerugian UKM (2) 1,670 Bagian Kerugian UKM % (1) Tabel A.32: Penyebaran Kerugian di daerah terkena dampak DAMPAK SOSIAL DAN EKONOMI -2.8 -7.3 -0.6 -2.1 -1.1 -0.4 -0.17 -2.1 Antisipasi Penurunan PDRB % Provinsi Yogyakarta Bantul Gunung Kidul Kulon Progo Sleman Yogyakarta Provinsi Jawa Tengah Klaten Magelang Boyolali Sukoharjo Wonogiri Purworejo Indonesia 3,637.00 967.38 1,212.58 463.37 1,029.82 29.79 38,490.00 1,161.53 1,342.22 1,496.60 968.63 1,605.51 1,342.22 347,600.00 Pertanian 1,744.00 350.27 247.58 88.79 630.36 376.54 10,900.00 423.88 209.24 100.48 203.97 107.28 209.24 116,000.00 Konstruksi 268.10 49.82 23.27 14.98 75.89 103.67 2,362.00 67.49 30.64 39.85 80.18 29.81 30.64 31,970.00 Listrik, Gas, Persediaan Air 2,199.00 277.58 156.96 111.06 730.98 903.57 7,141.00 241.40 114.11 268.07 160.19 136.81 114.11 190,500.00 Jasa Keuangan 3,219.00 854.04 412.80 285.76 1,075.61 678.29 63,140.00 1,012.46 769.42 751.05 1,381.92 142.52 769.42 578,900.00 Manufaktur 182.50 46.01 80.44 16.44 28.11 0.49 1,855.00 28.32 93.05 31.68 43.64 21.92 93.05 206,800.00 Pertambangan, Penggalian 4,290.00 610.76 549.62 375.38 1,307.56 1,404.94 19,650.00 734.68 688.29 313.62 408.32 395.74 688.29 205,200.00 Jasa-jasa Tabel A.33: Struktur Ekonomi per Kabupaten dan Provinsi Tahun Fiskal 2004 (dalam Milyar Rp) Indikator Ekonomi Terpilih Perdagangan, Restoran, Hotel 4,171.00 738.74 475.99 297.98 1,391.73 1,337.47 38,940.00 1,305.25 676.03 1,128.22 927.84 401.63 676.03 390,300.00 2,137.00 276.79 218.29 182.08 369.46 1,041.13 10,960.00 149.90 225.26 117.69 245.20 324.63 225.26 135,600.00 Transportasi, Komunikasi 21,847.60 4,171.38 3,377.53 1,835.82 6,639.51 5,875.89 193,438.00 5,124.91 4,148.25 4,247.27 4,419.90 3,165.87 4,148.25 2,202,870.00 Total Provinsi Yogyakarta Bantul Gn. Kidul Kulon Progo Sleman Yogyakarta Provinsi Jawa Tengah Klaten Magelang Boyolali Sukoharjo Wonogiri Purworejo Indonesia 100 26.6 33.3 12.7 28.3 0.8 100 3.0 3.5 3.9 2.5 4.2 2.6 26.6 16.6 23.2 35.9 25.2 15.5 0.5 19.9 22.7 32.4 35.2 21.9 50.7 33.6 15.8 8.3 5.0 2.4 4.6 3.4 5.8 5.3 8.4 7.3 4.8 9.5 6.4 5.6 8.0 3.9 1.9 0.9 1.9 1.0 1.6 20.1 20.1 14.2 5.1 36.1 21.6 100 100 % kolom % baris % baris % kolom Total Konstruksi Total Pertanian 1.3 0.7 0.9 1.8 0.9 1.0 1.5 1.2 0.7 0.8 1.1 1.8 1.2 1.2 % baris 2.9 1.3 1.7 3.4 1.3 1.3 18.6 18.6 8.7 5.6 28.3 38.7 100 100 % kolom Total Listrik, Gas & Persediaan Air 4.7 2.8 6.3 3.6 4.3 5.5 8.6 6.7 4.6 6.0 11.0 15.4 3.7 10.1 % baris 3.4 1.6 3.8 2.2 1.9 2.3 12.6 12.6 7.1 5.1 33.2 41.1 100 100 % kolom Total Jasa Keuangan 19.8 18.5 17.7 31.3 4.5 9.6 26.3 20.5 12.2 15.6 16.2 11.5 32.6 14.7 % baris 1.6 1.2 1.2 2.2 0.2 0.4 26.5 26.5 12.8 8.9 33.4 21.1 100 100.0 % kolom 0.6 2.2 0.7 1.0 0.7 2.4 9.4 1.1 2.4 0.9 0.4 0.0 1.0 0.8 % baris 1.5 5.0 1.7 2.4 1.2 3.8 25.2 25.2 44.1 9.0 15.4 0.3 100 100 % kolom Total Total Manufaktur Pertambangan dan Penggalian 14.3 16.6 7.4 9.2 12.5 19.3 9.3 14.6 16.3 20.4 19.7 23.9 10.2 19.6 3.7 3.5 1.6 2.1 2.0 2.9 14.2 14.2 12.8 8.8 30.5 32.7 100 100 % kolom Jasa-jasa % baris Table A.34: Struktur Ekonomi per Kabupaten dan Provinsi, Tahun Fiskal 2004 (persentase) 25.5 16.3 26.6 21.0 12.7 16.0 17.7 17.7 14.1 16.2 21.0 22.8 20.1 19.1 % baris 3.4 1.7 2.9 2.4 1.0 1.2 17.7 17.7 11.4 7.1 33.4 32.1 100 100 % kolom 2.9 5.4 2.8 5.5 10.3 6.7 6.2 6.6 6.5 9.9 5.6 17.7 5.7 9.8 % baris 1.4 2.1 1.1 2.2 3.0 1.8 13.0 10.2 8.5 17.3 48.7 100 100 % kolom Total Total Perdagangan, Transportasi Restoran & dan Komunikasi Hotel 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 % baris 2.6 2.1 2.2 2.3 1.6 1.5 19.1 15.5 8.4 30.4 26.9 100 100 % kolom Total Gambar A.1 Sebaran Sektor Ekonomi per Kabupaten dan Provinsi, TA 2004 100% 80% 60% Total Transportasi dan Komunikasi Total Perdagangan, Hotel dan Restoran Jasa-jasa 40% Total Pertambangan dan Penggalian Total Manufaktur 20% Total Jasa Keuangan do ne si a In K la te Pr n ov .Y og ya ka Pr rt ov a .J aw a Te ng ah K ab . Yo gy ak ar ta ot a K K ab . Sl em an pr og o on g ab . K K ab . G K ul un u K ab . B ng ki d ul an tu l 0% Total Listrik, Gas and Penyediaan Air Total Konstruksi Total Pertanian Tabel A.35: PDRB Riil dan pertumbuhan PDRB (dalam triliun Rp pada harga tetap tahun 2000 dan persentase) PDRB Provinsi Yogyakarta Bantul Gunung Kidul Kulon Progo Sleman Yogyakarta Provinsi Jawa Tengah Klaten Indonesia 2000 2001 2002 2003 2004 117.4 127.8 140.5 152.4 165.4 2.58 2.68 2.80 2.93 3.08 2.29 2.37 2.44 2.53 2.61 1.19 1.23 1.28 1.34 1.40 3.99 4.17 4.37 4.60 4.84 3.51 3.65 3.81 3.99 4.20 114.7 118.8 123.0 129.2 135.8 3.14 3.27 3.39 3.56 3.74 1,359 1,407 1,470 1,536 1,607 Tingkat Pertumbuhan Riil Tahunan 00/01 01/02 02/03 03/04 4.3 4.5 4.6 5.1 3.74 4.46 4.69 5.04 3.38 3.26 3.36 3.43 3.66 4.12 4.19 4.52 4.67 4.86 5.08 5.25 3.95 4.49 4.76 5.05 3.6 3.5 5.0 5.1 4.14 3.91 4.91 4.95 3.5 4.5 4.5 4.6