Official PDF , 146 pages

advertisement
Public Disclosure Authorized
40712
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Bencana Alam di Yogyakarta dan Jawa Tengah
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
Pertemuan ke 15
Grup Konsultatif untuk Indonesia
Jakarta, 14 Juni 2006
Cetakan Kedua
Laporan bersama BAPPENAS, Pemerintahan Provinsi dan Daerah D.I. Yogyakarta,
Pemerintahan Provinsi dan Daerah Jawa Tengah, dan Mitra international, Juli 2006
MAGELANG (KOTA)
BOYOLALI
MAGELANG
PURWOREJO
SLEMAN
KLATEN
SUKOHARJO
YOGYAKARTA (KOTA)
KULON PROGO
BANTUL
WONOGIRI
GUNUNG KIDUL
Pertemuan ke-15
Grup Konsultatif untuk Indonesia
Jakarta, 14 Juni 2006
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Bencana Alam di Yogyakarta dan Jawa Tengah
Laporan bersama BAPPENAS, Pemerintahan Provinsi dan Daerah
D.I.Yogyakarta, Pemerintahan Provinsi dan Daerah Jawa Tengah,
dan Mitra International, Juli 2006
i
PENDAHULUAN
Pada tanggal 27 Mei 2006, gempa bumi mengguncang Yogyakarta dan Jawa Tengah. Yogyakarta adalah pusat
kesenian dan kebudayaan tradisional Jawa, candi-candi kuno seperti Borobudur dan Prambanan, dan
merupakan rumah bagi satu keluarga kerajaan yang garis keturunannya berasal dari era Mataram pada abad ke
16. Yogyakarta juga merupakan daerah pusat pendidikan tinggi di Indonesia.
Gempa yang terjadi di awal pagi hari itu menewaskan 5.700 jiwa, mencederai lebih dari 40.000 sampai 60.000
orang, dan menghancurkan ratusan ribu rumah dan mata pencaharian mereka. Seakan-akan kehancuran yang
disebabkan oleh gempa bumi ini belum cukup, bencana pun masih belum selesai. Meningkatnya kegiatan
vulkanis Gunung Merapi, yang mulai terjadi pada bulan Maret 2006, terus menghasilkan aliran lava, gas-gas
beracun, dan awan debu, dan memaksa dilakukannya evakuasi atas puluhan ribu orang.
Laporan ini menyajikan penilaian awal terhadap kerusakan dan kerugian yang disebabkan oleh gempa bumi
tersebut. Penilaian ini menggunakan metode standar internasional untuk mengukur besarnya bencana, dan
memanfaatkan beberapa pakar terbaik dunia. Laporan ini memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang
dampak dari bencana ini lepada Pemerintah dan masyarakat internacional, serta dapat menjadi dasar untuk
merancang program rekonstruksi dan pemulihan. Laporan ini dipersiapkan di bawah pimpinan BAPPENAS,
didukung oleh satu tim kuat yang terdiri dari para spesialis Indonesia dan spesialis internasional.
Analisis ini menemukan bahwa dampak dari gempa bumi ini jauh lebih parah daripada yang diperkirakan
semula. Walaupun kebanyakan infrastruktur utama tetap utuh, kerusakan dan kerugian yang terjadi pada rumahrumah dan bangunan lain yang dibangun tanpa penguatan yang benar (perusahaan-perusahaan kecil, sekolah,
klinik, dll) cukup mencengangkan. Dengan kerusakan dan kerugian akibat gempa bumi yang diperkirakan
mencapai Rp 29,1 triliun (US$3.1 billion), bencana ini mengakibatkan kerugian yang lebih besar daripada
dampak tsunami di Sri Lanka pada tahun 2004, dan sama skalanya dengan gempa bumi Gujarat pada tahun
2001 dan gempa bumi yang baru-baru ini terjadi di Pakistan.
Bencana yang terjadi belakangan ini memberikan peringatan yang sangat jelas betapa tingginya tingkat risiko
bencana alam yang dihadapi Indonesia. Jelas dari penilaian ini bahwa teknik pembangunan yang buruk dan
bahan bangunan yang tidak berkualitas merupakan penyebab utama tewasnya sejumlah besar orang dan
tingginya tingkat kerusakan yang terjadi. Rehabilitasi, rekonstruksi dan rencana-rencana pembangunan untuk
masa depan perlu memperhatikan hal ini dan kemudian mengintegrasikan langkah-langkah proaktif dan
langkah-langkah pencegahan ke dalam program rehabilitasi dan rekonstruksi dan dalam strategi pembangunan
secara lebih luas. Sayangnya, di Indonesia, tidak ada yang dapat mengelak bahwa akan terjadi “yang berikut”,
dan mungkin akan datang lebih cepat daripada yang disangka.
Seperti yang terjadi di Aceh dan Nias, bencana yang menimpa Yogyakarta dan Jawa Tengah juga memberikan
contoh lain sehubungan dengan keuletan masyarakat Indonesia untuk melanjutkan dan membangun kembali
kehidupan mereka. Sekarang, sementara operasi pertolongan darurat telah berjalan dengan baik, Pemerintah
telah mengumumkan rencananya untuk segera memulai program rekonstruksi, di mana sumber daya akan
disediakan secara langsung bagi masyarakat yang terkena dampak, yang akan menggerakkan proses ini. Program
ini pantas mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat nasional dan internasional. Laporan ini bertujuan
untuk membantu memberikan informasi mengenai proses tersebut.
H. Paskah Suzetta
Menteri Negara Badan
Perencanaan Pembangunan
Nasional / Ketua BAPPENAS
Andrew Steer
Country Director, Bank Dunia di
Indonesia
Edgar A. Cua
Country Director,
Asian Development Bank di
Indonesia
atas nama kontribusi para mitra internasional
ii
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
PENGHARGAAN
Laporan ini dipersiapkan oleh satu tim gabungan Pemerintah Indonesia yang dikoordinasi oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) bekerja sama dengan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Jawa Tengah (BAPEDA) dan masyarakat internasional, termasuk Bank Dunia,
ADB, GTZ, JBIC, JICA, ILO, UNDP, IFRC, Asia Foundation, dan UN Habitat, dengan partisipasi
dan kontribusi yang signifikan oleh banyak lembaga pemerintah dan donor lainnya.
Tim BAPPENAS dipimpin oleh Luky Eko Wuryanto dan Suprayoga Hadi, dan termasuk juga para
koordinator sektor berikut ini: Nural Wajah (perumahan dan infrastruktur), Choesni (kegiatan
produktif), Taufik Hanafi (sektor sosial), Togu Pardede (lintas-sektor), dan Sumedi (analisis dampak).
Kontribusi yang signifikan juga diberikan oleh Agus Prabowo, Arifin Rudiyanto, Arum Atmawikarta,
Basah Hernowo, Deddy Koespramudyo, Donny Azdan, Gumilang Hardjakusuma, Ikhwanuddin
Mawardi, Sidqy Suyitno, Subandi, Syahrial Loetan, Taufik Hanafi, Tubagus Achmad Choesni,
Umiyatun Hayati Triastuti, Wahyuningsih Darajati, dan Yohandarwati. Tim BAPPENAS didukung
oleh bantuan-bantuan teknis dari direktorat BAPPENAS, khususnya Amil Alhumami, Anom
Parikesit, Benny Azwir, Destri H., Edy Darmono, Eka Chandra Buana, Erik Armundito, Hayu
Parasati, Hermani Wahab, Inti Wikanestri, Jadhie Aradajat, Jayadi, Dading Gunadi, Khairul, Subarja,
Kuswiyanto, May Hendarmini, Nurul Wajah Mujahid, Petrus Sumarsono, Pungkas B. Ali, Rachmi
Utami, Rahmi Utamisari, Rohmad Supriyadi, Rohmad, Rudi Hartono Pakpahan, Rudi Pakpahan,
Setio Utomo, Somantha Prakosa, Sumedi Andono Mulyo, Suryansyah Bachta, Suryansyah Bachta,
Sutiman, Taufiq Hidayat Putro, Togu Pardede, Vivi Andriani, Yukie, dan Yunus Gustanto. Dari
BAPPEDA Provinsi, pemberian dukungan dipimpin oleh Bayudono, Anung Hermantoro, Edi
Siswanto, Tavip dan Budi Setyana.
Tim masyarakat internasional dipimpin oleh Wolfgang Fengler bekerja sama dengan Stefan Nachuk
(Bank Dunia) dan Almud Weitz (ADB). Tim inti ini mencakup para koordinator sektor berikut ini:
Bambang Suharnoko (Bank Dunia) untuk analisis data, Roberto Jovel dan Margaret Arnold (Bank
Dunia) untuk metodologi, Thakoor Persaud (Bank Dunia) dan Rehan Kausar (ADB) untuk
perumahan, Sarosh Khan (Universitas Colorado) dan David Hawes (Ausaid-TAMF) untuk
infrastruktur, Ramesh Subramanium (ADB) dan Guenther Kohl (GTZ) untuk sektor produktif, Lisa
Kulp (ADB) untuk sektor-sektor sosial, Sanny Ramos Jegillos dan Toshihiro Nakamura (UNDP)
untuk lintas-sektoral, serta Menno Pradhan dan Javier Arze Del Granado (Bank Dunia) untuk analisis
dampak dan ekonomi. Tim inti ini juga mencakup Amanah Abdulkadir, Farsidah Lubis, Farzana
Ahmed, Hari Purnomo, Indah Setyawati, James Darmawan Tunggono, Rehan Kausar, Robert
Valkovic, Sutarum Wiryono (ADB), Aurélien Kruse (Asia Foundation), Bridgitte Podborny, Herriet
Ellwein (GTZ), Cynthia Burton (IFRC), Diah Widarti, Kee Beom Kim, Peter Rademaker (ILO),
Agus Setiawan, Isamu Gunji, Ken Yamamoto, Kimihiro Maeta, Nobutaka Komai, Shigeru
Yamamura, Takaji Wakabayashi, Yuji Ide (JBIC), Aoki Toshimichi, Iwai Nobuo, Kanda Yumi,
Nagami Kozo, Ueda Daisuke (JICA), Bruno Dercon (UN Habitat), Hugh Evans, Tim Walsh
(UNDP), Reiko Niimi (UN), Andre Bald, Ahmad Zaki Fahmi, Bastian Zaini, Chairani Triasdewi, Cut
Dian Rahmi, Doddy Prima, Elif Yavuz, Kutlu Kazanci, Ilham Abla, Indra Irnawan, Ioana Kruse, Jed
Friedman, Joe Leitmann, Megawati Sulistyo, P.S. Srinivas, Paramita Dewi, Peter Milne, Peter
Heywood, Piet Buys, Puti Marzoeki, Risyana Sukarma, Susiana Iskandar, Vivi Alatas, Vincent da
Cruz, Yoko Doi dan Yulia Herawati (Bank Dunia).
Kelompok multi-lembaga yang lebih besar memberi kontribusi yang berharga berupa input dan
arahan untuk laporan ini, dan tim inti mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaannya.
Kelompok ini mencakup para kolega dari organisasi-organisasi berikut ini:
iii
ADB: Andi Swastika, Ayun Sundari, Deddy Herdiansjah, Endang Pipin Tachyan, Kemal Taruc,
Romzy Alkaterie, Sahat Richard Hutapea, Shodan Purba, Siti Hasanah
AusAID: Philipp Power, Robin Davies
Pusat Studi Kebijakan Ekonomi dan Publik
Pusat Studi Penduduk dan Kebijakan
GTZ: Effendi Syarif, Heinz-Josef Heile
IMF: Steven Schwartz
PLN: Muljo Adji
UN Habitat: Muamar Vebry, Raphael Anindito
UNDP: Dora Cheok, Ewa Wojkowska, Irene Widjaya, Robin Willison
UNESCO: Alisher Umarov, Arya Gunawan, Himachuli Curung, Jan Steffen
UNICEF: David Hipgrave, Douglas Booth, Eric Bentzen
USAID: Richard Hough
Bank Dunia: Hongjoo Hahm, George Soraya, Indira Dharmapatni, Jehan Arulpragasam, Mesra Eza,
Michael S. Kubzansky, Prabha Chandran, Joel Hellman, Migara Jayawerdana, Sentot Satria, Sylvia
Njotomihardjo and Steven Charles Burgess
Pusat Media Yogyakarta: Amiarsi Harwani, Nursatwiko
Tim ini juga mendapat manfaat dari wawasan sejumlah staf dari berbagai kementerian lini lainnya:
Kamaruzzaman (Biroren Departemen Kesehatan), Bambang P. (Departemen Pemuda dan Olahraga),
Makbullah Ruri (Departemen Dalam Negeri), Ari Sumarsono (Departemen Pendidikan Nasional), J.
Lubis, Rido M. Ichwan (Departemen Pekerjaan Umum), Bambang Sugianto, Titon Asung KW
(Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum), Baskoro Indrarto, Sugeng Sentosa (DJCK,
Departemen Pekerjaan Umum), A. Soewarno, Sugiarto (Biroren DDN), Hartono, Restu, Yola D.
(Departemen Sosial), Noviensi Makalam, Purbakala Jateng (Departemen Pariwisata dan Budaya),
Bachrul Chairi (Departemen Perdagangan), Pribudiarti (Departemen Pemberdayaan Kaum
Perempuan), Gandung Sijianto (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), Budi (Bappeda
Jawa Tengah), Poernomo, S. Suhral (Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah), Muslim, Ngestiono
(Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah), Bambang R., Faiq AN (Badan Urusan Pemukiman dan
Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah), Abu K., Asmuni, Bambang, Husni, N. Sumandi, Tri Pura W.
(Bappeda D.I. Yogyakarta), Birowo (Bappeda Kabupaten Gunung Kidul), Adum Widodo, Danto,
Elin (Bappeda Kabupaten Kulon Progo), Kunto, Rusliyanto (Bappeda Kabupaten Sleman), Achmad
Kasujani, Asikin CH, Bambang Dwi (Dinas Pertanian Provinsi D.I. Yogyakarta), Bambang (Dinas
Pendidikan Provinsi D.I. Yogyakarta), Syahbenal, Tauhid (Dinas Industri, Perdagangan dan Koperasi
Provinsi D.I. Yogyakarta), S. Munawaroh (Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta), Parjiya
(Kantor Wilayah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Provinsi D.I Yogyakarta),
Khairuddin, Widyana (Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gunung Kidul), Eko Suryo, Hono
Cahyono (Dinas Provinsi Urusan Pemukiman dan Infrastruktur Daerah Jawa Tengah), Isna, Y.
Sudanasuni (Dinas Urusan Sosial Provinsi D.I. Yogyakarta), Setyanto (Dinas Provinsi Urusan
Pemukiman dan Infrastruktur Daerah Kabupaten Sleman), Djoko Handoyo, Suyanto, Yuni
(Kabupaten Sleman), Djunaedi, Koesman, Oni W. and Rosihan.
Foto-foto yang digunakan dalam publikasi ini diambil oleh Tim Penilai Gabungan kecuali dinyatakan
lain.
Tim ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada para pemberi
kontribusi ini. Semua pertanyaan tindak-lanjut, atau permintaan untuk informasi tambahan dapat
dialamatkan kepada Suprayoga Hadi ([email protected]) atau Wolfgang Fengler
([email protected]).
iv
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
DAFTAR ISI
Pendahuluan ..................................................................................................................................................... i
Penghargaan..................................................................................................................................................... ii
Daftar Isi ......................................................................................................................................................... iv
Ringkasan Eksekutif ...................................................................................................................................... ix
Bagian I. Terjadinya Bencana....................................................................................................... 1
Gempa Bumi Tanggal 27 Mei 2006 ............................................................................................................. 2
Korban Jiwa ..................................................................................................................................................... 3
Tanggapan ........................................................................................................................................................ 4
Tingginya Risiko Bencana di Indonesia....................................................................................................... 6
Latar Belakang Sosial dan Ekonomi ............................................................................................................ 7
Bagian. II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian ............................................................ 13
Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian.................................................................................................................... 14
Perumahan .......................................................................................................................................................... 17
Infrastruktur........................................................................................................................................................ 22
Air dan Sanitasi.............................................................................................................................................. 23
Energi.............................................................................................................................................................. 26
Transportasi dan Perhubungan................................................................................................................... 28
Sektor Sosial........................................................................................................................................................ 34
Pendidikan...................................................................................................................................................... 35
Kesehatan dan Keluarga Berencana........................................................................................................... 37
Fasilitas untuk Orang Miskin dan Rentan................................................................................................. 40
Agama dan Kebudayaan .............................................................................................................................. 43
Sektor-Sektor Produktif .................................................................................................................................... 47
Pertanian, Irigasi dan Struktur Sungai........................................................................................................ 49
Perusahaan dan Industri .............................................................................................................................. 52
Perdagangan................................................................................................................................................... 57
Pariwisata........................................................................................................................................................ 60
Langkah Selanjutnya ..................................................................................................................................... 62
Lintas Sektor ....................................................................................................................................................... 63
Lingkungan Hidup........................................................................................................................................ 64
Administrasi Publik ...................................................................................................................................... 68
Sektor Keuangan........................................................................................................................................... 70
Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial ......................................................................... 77
Dampak Terhadap Kinerja Perekonomian............................................................................................... 78
Dampak Terhadap Lapangan Kerja........................................................................................................... 80
Dampak Terhadap Sistem Keuangan ........................................................................................................ 83
Dampak Terhadap Mata Pencaharian ....................................................................................................... 83
Kerawanan dan Mitigasi Bencana............................................................................................................... 85
v
Daftar Tabel
Tabel 1: Perbandingan Bencana-Bencana Internasional................................................................................ x
Tabel 2: Korban Jiwa dan Jumlah Luka-luka Gempa Bumi Yogyakarta-Jawa Tengah ............................ 3
Tabel 3: Ikhtisar Kependudukan Provinsi dan Kabupaten........................................................................... 8
Tabel 4. PDB dan PDB per Kapita ................................................................................................................. 9
Tabel 5: Struktur Ekonomi Yogyakarta tahun 2004....................................................................................... 9
Tabel 6: Komposisi Pendapatan Kabupaten di Provinsi Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah ....... 10
Tabel 7: Indikator Kemiskinan di Yogyakarta dan Jawa Tengah .............................................................. 11
Tabel 8: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian ................................................................................................... 14
Tabel 9: Distribusi Geografis Efek Bencana ................................................................................................. 16
Tabel 10: Keseluruhan Kerusakan Fisik ........................................................................................................ 20
Tabel 11: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Bidang Perumahan .......................................................... 21
Tabel 12: Aceh versus Yogyakarta/Jawa Tengah – Jumlah Perumahan, Kerusakan, dan Biaya ......... 21
Tabel 13: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Infrastruktur .......................................................................... 22
Tabel 14: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian pada sektor Air dan Sanitasi................................................ 24
Tabel 15: Kerusakan dan Kerugian Jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten......................................... 30
Tabel 16: Kerusakan dan Kerugian di Sektor Sosial ................................................................................... 35
Tabel 17: Kerusakan dan Kerugian di Sektor Pendidikan .......................................................................... 36
Tabel 18: Tabel Kerusakan dan Kerugian di Sektor Kesehatan ................................................................ 39
Tabel 19: Kerusakan dan Kerugian Fasilitas Orang Miskin dan Lemah .................................................. 42
Tabel 20: Kerusakan dan Kerugian terhadap Aset Keagamaan ................................................................ 44
Tabel 21: Kerusakan Situs Kebudayaan di Daerah yang Terkena dampak ............................................. 45
Tabel 22: Kerusakan dan Kerugian di Sektor Profuktif .............................................................................. 48
Tabel 23: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Irigasi ..................................................................... 51
Tabel 24: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Struktur Sungai......................................................................51
Tabel 25: Dampak Bencana Gempa Bumi terhadap UKM di Yogyakarta dan Jawa Tengah ............... 52
Tabel 26: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Lintas Sektor ......................................................................... 63
Tabel 27: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Administrasi Publik............................................. 68
Tabel 28: Kerusakan dan Kerugian Sektor Keuangan di Yogyakarta-Jawa Tengah ............................... 72
Tabel 29: LKNB di Provinsi DIY, Operasi dan Kerugian.......................................................................... 73
Tabel 30: Proyeksi 2006 dan 2007 GRDP nominal kawasan terkena dampak bencana ....................... 79
Tabel 31: Dampak potensial ekonomi terhadap kawasan terkena dampak per sektor produksi .......... 79
Tabel 32: Kerugian Ekonomi per Kabupaten TA 2006 & 2007 ............................................................... 80
Tabel 33: Lapangan kerja pra-gempa bumi dan perkiraan hilangnya pekerjaan menurut sektor .......... 82
Tabel 34: Perkiraan hilanganya lapangan kerja menurut gender ................................................................ 82
Tabel 35: Komposisi Pendapatan untuk Kabupaten-Kabupaten Terkena Dampak ............................. 83
Tabel 36: Distribusi indikator pilihan lintas rumah tangga menurut parahnya kerusakan ..................... 84
Tabel 37: Perkiraan dampak terhadap kemiskinan menurut kabupaten ................................................... 85
Daftar Peta
Peta 1: Distribusi Kerusakan secara Geografis ............................................................................................. xii
Peta 2: Distribusi Kerugian akibat Gempa Bumi Secara Geografis............................................................. 4
Peta 3: Pembagian Geografis Jumlah Total Kerusakan dan Kerugian di Bidang Perumahan ............. 18
vi
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Daftar Gambar
Gambar 1: Ikhtisar Mengenai Kerusakan dan Kerugian ............................................................................... x
Gambar 2: Komposisi Kerusakan dan Kerugian: 91 persen swasta........................................................... xi
Gambar 3: Lokasi Rawan Bencana di Indonesia: Risiko Kematian............................................................. 6
Gambar 4: Lokasi Rawan Bencana di Indonesai: PDB ................................................................................. 7
Gambar 5: Jaringan Jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten ....................................................................... 29
Gambar 6: Kerusakan dan Kerugian Perusahaan ......................................................................................... 55
Daftar Kotak
Kotak 1: Mengukur Kerusakan dan Kerugian – Metodologi ECLAC...................................................... 15
vii
DAFTAR ISTILAH
ADB
AusAID
BAKORNAS
BAPEDALDA
BAPPEDA
BAPPENAS
BI
BP3
BPD
BPM
BPR
BPS
BTN
CGI
CSO
DAU
DfID
Dinas
DPK
EC
ECLAC
EU
FAO
FIRM
FY
GDP
GIS
GOI
GRDP
GTZ
HDI
JBIC
JICA
KAI
MoNE
MoRA
MPW
NBFI
NGO
NPL
P3B
PDAM
PLN
Polindes
POSKO
PUSKESMAS
Rp
Asian Development Bank
Australian Agency for International Development
Badan Koordinasi Nasional
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Bank Indonesia
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
Bank Pembangunan Daerah
Badan Pembangunan Masyarakat
Bank Pembangunan Rural
Badan Pusat Statistik
Bank Tabungan Negara
Consultative Group for Indonesia
Civil Society Organization
Dana Alokasi Umum
UK Department for International Development
Provincial or District Government Office
Dinas Kebersihan dan Pertamanan
European Commission
Economic Commission for Latin America and the Caribbean
European Union
Food and Agriculture Organization
Financial Intermediation and Resource Mobilization
Financial Year
Gross Domestic Product
Geographic Information System
Government of Indonesia
Gross Regional Domestic Product
German Cooperation Agency (Gesellschaft fuer Technische Zusammenarbeit)
Human Development Index
Japan Bank for International Cooperation
Japan International Cooperation Agency
PT Kereta Api Indonesia
Ministry of National Education/Departemen Pendidikan Nasional
Ministry of Religious Affairs/Departemen Agama
Ministry of Public Works/Departemen Pekerjaan Umum
Non-Bank Financial Institution
Non-Governmental Organization/Lembaga Swadaya Masyarakat
Non-Performing Loan
Penyaluran dan Pusat Pengatur Bantuan
Perusahaan Daerah Air Minum
Perusahaan Listrik Negara
Pondok Bersalin Desa
Pos Koordinasi
Pusat Kesehatan Masyarakat
Indonesian Rupiah
viii
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
SATKORLAK
SD
SME
TELKOM
TNI
UN
UNDP
UNICEF
UNIDO
WHO
WWF
Satuan Koordinasi Pelaksana
Sekolah Dasar
Small & Medium Enterprises
State-Owned Telecommunications Company
Tentara Nasional Indonesia
United Nations/Perserikatan Bangsa-Bangsa
United Nations Development Programme
United Nations Children’s Fund
United Nations Industrial Development Organization
World Health Organization
World Wildlife Fund
ix
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pada tanggal 27 Mei, gempa bumi mengguncang bagian tengah wilayah Indonesia,
dekat kota sejarah, Yogyakarta. Berpusat di Samudera Hindia pada jarak sekitar 33
kilometer di selatan kabupaten Bantul, gempa ini mencapai kekuatan 5,9 pada Skala Richter
dan berlangsung selama 52 detik. Karena gempa berasal dari kedalaman yang relatif dangkal
yaitu 33 kilometer di bawah tanah, guncangan di permukaan lebih dahsyat daripada gempa
yang terjadi pada lapisan yang lebih dalam dengan kekuatan gempa yang sama, maka terjadi
kehancuran besar, khususnya di kabupaten Bantul di Provinsi Yogyakarta dan Klaten di
Provinsi Jawa Tengah.
Gempa bumi ini adalah bencana besar ketiga yang menimpa Indonesia dalam 18
bulan terakhir. Pada bulan Desember 2004, gempa bumi yang dahsyat diikuti dengan
gelombang tsunami menghancurkan sebagian besar Aceh dan pulau Nias di Sumatera Utara,
dan pada bulan Maret 2005, gempa bumi kembali mengguncang pulau Nias. Dengan lebih
dari 18.000 kepulauan Indonesia yang berada di sepanjang “cincin api” Pasifik yang berisi
banyak gunung berapi aktif dan patahan tektonik, bencana yang belakangan terjadi ini
merupakan peringatan akan besarnya risiko alam yang dihadapi negara ini.
Kerusakan dan Kerugian
Walaupun jumlah korban memang lebih sedikit daripada bencana yang sebanding,
kerusakan dan kerugian yang diderita menempatkan gempa bumi ini dalam kategori
bencana alam yang menimbulkan paling banyak kerugian di negara-negara
berkembang selama sepuluh tahun terakhir. Suatu analisis komprehensif oleh sebuah
tim yang terdiri dari Pemerintah Indonesia dan para pakar internasional memperkirakan
jumlah kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh gempa bumi tersebut mencapai Rp
29,1 triliun, atau US$ 3,1 milyar. Total kerusakan dan kerugian yang diakibatkan jauh lebih
tinggi daripada yang diakibatkan tsunami di Sri Lanka, India dan Thailand dan berada pada
skala yang serupa dengan gempa bumi di Gujarat (2001) dan di Pakistan (2005) (lihat Tabel
1).
Kerusakan yang terjadi sangat terpusat pada perumahan dan bangunan-bangunan
sektor swasta. Rumah-rumah pribadi terkena dampak paling parah, bernilai lebih dari
setengah dari total kerusakan dan kerugian (Rp 15,3 triliun). Bangunan-bangunan sektor
swasta dan aset-aset produktif juga rusak parah (diperkirakan mencapai Rp 9 triliun) dan
diperkirakan akan kehilangan pendapatan yang signifikan di masa depan. Ini tentunya
berdampak sangat serius pada usaha kecil dan menengah, karena wilayah tersebut merupakan
pusat industri kerajinan tangan skala kecil yang sedang sangat berkembang di Indonesia.
Kerusakan pada sektor sosial, khususnya sektor kesehatan dan pendidikan, diperkirakan
mencapai Rp 4 triliun. Sektor-sektor lainnya, khususnya infrastruktur, menderita kerusakan
dan kerugian yang relatif lebih kecil (lihat gambar 1), jauh di bawah tingkat kerusakan
infrastruktur yang diakibatkan oleh tsunami di Aceh dan Nias.
x
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Tabel 1: Perbandingan Bencana-Bencana Internasional
Negara
Bencana
Tanggal
Jumlah
Korban
Tewas
Turki
Indonesia (Aceh)
Honduras
Gempa Bumi
Tsunami
Topan Mitch
17 Agustus 1999
26 Desember 2004
25 Oktober–8
November 1998
27 Mei 2006
Kerusakan &
kerugian
(juta US$)
17.127
165.708
14.600
8.500
4.450
3.800
Kerusakan &
kerugian (juta
US$ , harga
konstan 2006)
10.281
4.747
4.698
Indonesia
Gempa Bumi
5.716
3.134
3.134
(Yogya-Jawa
Tengah)
India (Gujarat)
Gempa Bumi
26 Januari 2001
20.005
2.600
2.958
Pakistan
Gempa Bumi
8 Oktober 2005
73.338
2.851
2.942
Thailand
Tsunami
26 Desember 2004
8.345
2.198
2.345
Sri Lanka
Tsunami
26 Desember 2004
35.399
1.454
1.551
India
Tsunami
26 Desember 2004
16.389
1.224
1.306
Sumber: Pusat Kesiapan Bencana Asia (Asia Disaster Preparedness Center), Thailand; ECLAC, EM-DAT, Bank Dunia
Gambar 1: Ikhtisar Mengenai Kerusakan dan Kerugian
18000
16000
14000
12000
Rp Billion
10000
8000
6000
4000
2000
0
Perumahan
Sektor Produktif
Sektor Sosial
Kerusakan
Infrastruktur
Lintas Sektor
Kerugian
Sumber: Perkiraan oleh Tim Penilai Gabungan
Fakta dan masalah sektor utama:
ƒ
Kerusakan dan kerugian yang terjadi pada perumahan melampaui 50% dari
total. Diperkirakan 154.000 rumah hancur total dan 260.000 rumah rusak parah.
Jumlah rumah yang harus dibangun ulang dan diperbaiki lebih banyak daripada di
xi
ƒ
ƒ
ƒ
Aceh dan di Nias dengan jumlah biaya sekitar 15% lebih tinggi daripada perkiraan
kerusakan dan kerugian yang diakibatkan tsunami.
Lebih dari 650.000 orang bekerja di sektor-sektor yang terkena dampak
gempa bumi, dengan hampir 90% kerusakan terpusat pada usaha kecil dan
menengah. 30.000 usaha terkena dampak langsung maupun melalui rantai suplai dan
gangguan lainnya dalam perantaraan. Kemungkinan besar tingkat pengangguran akan
melonjak naik. Pemulihan mata pencaharian tentu merupakan prioritas utama.
Sektor sosial juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Sektor kesehatan
dan pendidikan sama-sama rusak parah dengan jumlah kerusakan dan kerugian yang
berjumlah lebih dari Rp 1,5 triliun. Fasilitas kesehatan di sektor swasta (yang pada
umumnya tidak diasuransikan) menderita lebih banyak daripada sektor publik.
Sebagian besar infrastruktur pedesaan dan perkotaan tetap utuh dan hanya
mengalami kerusakan kecil. Kerusakan dan kerugian di sektor transportasi dan
komunikasi, energi dan air bersih serta sanitasi diperkirakan berjumlah Rp 551 milyar.
Pada tingkat kerusakan seperti ini, diharapkan agar infrastruktur dapat dipulihkan ke
kondisinya sebelum bencana dengan cukup cepat melalui lembaga-lembaga
Pemerintah yang ada.
Kerusakan dan kerugian paling besar terjadi di sektor swasta (lihat gambar 2). Ini
adalah akibat kerusakan yang sangat terpusat pada perumahan swasta dan usaha kecil. Ini
membuat gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah unik jika dibandingkan dengan
bencana-bencana lain dan membawa implikasi penting terhadap strategi pembangunan
kembali dan kompensasi.
Gambar 2: Komposisi Kerusakan dan Kerugian: 91% swasta
9%
91%
Private
Public
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Dampak bencana sangat terkonsentrasi d kabupaten Bantul di Provinsi Yogyakarta
dan Klaten di Jawa Tengah. Bantul dan Klaten bersama-sama menderita lebih dari 70%
dari seluruh kerusakan dan kerugian. Di antara kawasan-kawasan utama lainnya yang
mengalami kerusakan termasuk Kota Yogyakarta dan tiga kabupaten pedesaan lainnya di
provinsi Yogyakarta (lihat peta 1). Klaten mengalami kerusakan keseluruhan yang paling
xii
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
parah, khususnya dalam hal perumahan; Bantul menderita kerusakan dan kerugian yang
parah pada sektor produktif maupun kerusakan perumahan .
Peta 1: Distribusi Kerusakan Secara Geografis
JAWA TENGAH
Sleman
3,203
Klaten
10,303
Yogyakarta
1,626
Kulon Progo
1,361
Bantul
10,271
Gunung Kidul
2,149
Damage and Losses
(Adjusted Total, Rp Billion)
Above 10,000
3,000 to 10,000
2,000 to 3,000
1,000 to 2,000
Below 1,000
JAWA TIMUR
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Sumber: Perkiraan Tim Penilaian Gabungan
Mengapa kerusakan dan kerugian begitu parah?
Gempa bumi ini menghantam Jawa, salah satu kawasan paling padat penduduknya
di dunia. Enam kabupaten yang paling menderita dampak gempa bumi ini berpenduduk
sekitar 4,5 juta. Kabupaten Bantul dan Klaten - dengan rata-rata kepadatan penduduk di atas
1.600 – termasuk di antara sepuluh besar kabupaten yang sangat padat penduduknya di
Indonesia.
Kedangkalan pusat gempa turut menyebabkan meluasnya kerusakan struktural.
Gempa bumi yang serupa tingkat kekuatannya tetapi lebih dalam di bawah permukaan tanah
akan mengakibatkan jauh lebih sedikit guncangan di permukaan dan karena itu lebih sedikit
kerusakan pada bangunan.
Skala bencana alam ini diperparah oleh kegagalan manusia mendirikan bangunan
tahan gempa. Kerusakan berskala-besar terhadap bangunan-bangunan berkaitan dengan
kurangnya kepatuhan kepada standar bangunan yang aman dan metode konstruksi dasar
tahan gempa. Sebagian besar rumah-rumah pribadi menggunakan bahan bangunan bermutu
rendah dan tidak memiliki kerangka bangunan yang esensial serta tiang-tiang penopang
sehingga mudah runtuh akibat guncangan. Rakyat miskin adalah kelompok yang paling tidak
mampu untuk membangun rumah yang aman dan banyak dari rumah mereka mengalami
xiii
kerusakan. Banyak bangunan publik juga runtuh karena buruknya standar bangunan,
khususnya sekolah, dan banyak di antaranya dibangun pada tahun 1970-an dan tahun 1980
dengan dana hibah khusus (INPRES) dari pemerintah. Terlihat dengan jelas bahwa standar
bangunan tidak diterapkan dengan baik.
Mengingat banyaknya industri berbasis rumah tangga, kerugian ekonomis yang
disebabkan oleh rusak atau hancurnya rumah luar biasa besar. Banyak pembuat
perabot, keramik dan kerajinan tangan melihat mata pencaharian mereka hancur bersama
dengan rumah mereka. Hancurnya aset-aset pribadi yang tidak diasuransikan secara
substansial menambah kerugian yang diperkirakan.
Mengingat kerusakan berskala-besar, patut disyukuri bahwa korban jiwa tidak lebih
banyak. Fakta bahwa gempa bumi menghantam pada hari Sabtu pagi sekitar jam 6, pada
waktu sebagian besar orang sudah terbangun dan sibuk dengan pekerjaan rutin pagi hari di
luar rumah, membatasi korban jiwa yang telah cukup besar. Andai kata gempa bumi terjadi
selama jam sekolah atau jam kerja, jumlah korban jiwa pasti akan lebih besar lagi. Akan
tetapi, jumlah yang terluka diperkirakan di antara 40.000 sampai 50.000 orang karena banyak
rumah dengan konstruksi di bawah standar runtuh menimpa penghuninya.
Dampak
Kemiskinan – yang telah melampaui rata-rata nasional di kawasan ini - akan
diperparah oleh gempa bumi ini. Hampir 880.000 orang miskin tinggal di kawasankawasan yang terkena dampak. Diperkirakan bahwa 66.000 orang lagi mungkin akan jatuh ke
dalam kemiskinan dan 130.000 mungkin kehilangan pekerjaan mereka sebagai akibat gempa
bumi tersebut. Dampak terhadap hilangnya pekerjaan khususnya parah di bidang jasa
maupun manufaktur berskala kecil. Perkiraan awal mengisyaratkan bahwa produk domestik
bruto daerah ini bisa jatuh 5%, dengan penyusutan ekonomi 18% di kabupaten-kabupaten
yang paling menderita dampaknya.
Perumahan dan pelayanan transisi akan terkonsentrasi terutama pada lokasi-lokasi
rumah yang sudah ada. Suatu survei kilat memperlihatkan bahwa 74% dari keluargakeluarga yang rumahnya hancur total tinggal di dalam tenda-tenda di atas tanah sendiri.
Dalam keadaan seperti ini, sangat mendesak untuk memastikan adanya pemulihan cepat
untuk kebutuhan dasar berupa air dan sanitasi di kawasan-kawasan yang terkena dampak.
Beberapa desa melaporkan bahwa mutu dan rasa air telah merosot meskipun persediaan air
bersih masih utuh. Kaum perempuan dewasa dan anak perempuan terus mengeluhkan
kebutuhan akan pakaian dalam, pembalut, alat pembersih dan peralatan masak.
Trauma psikologis akibat bencana ini seharusnya tidak diremehkan. Laporan-laporan
kualitatif menunjukkan bahwa tingkat trauma memang tinggi di kawasan-kawasan yang
terkena dampak parah. Stres secara signifikan diperparah oleh ancaman letusan di Gunung
Merapi. Meskipun masyarakat cepat bergerak untuk memastikan adaya pemondokan darurat
yang memadai, mungkin perlu beberapa waktu sebelum keluarga-keluarga tersebut siap
untuk terlibat dalam kegiatan perencanaan.
xiv
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Masalah-masalah Utama untuk Langkah Selanjutnya
Walaupun kerusakan dan kerugian sangat besar, sifat kerusakan sangat berbeda
dengan yang terjadi di Aceh dan Nias. Dengan sebagian besar infrastruktur berskalabesar masih utuh dan kerugian yang dialami pemerintah daerah di lapangan hanya pada
tingkat sedang, tantangan rekonstruksi tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan Aceh dan
Nias. Suatu rencana induk yang mencakup semua aspek rekonstruksi secara terpadu tidak
dibutuhkan. Penetapan urutan rekonstruksi juga bukan tantangan yang terlalu besar. Sektorsektor yang menderita kerusakan dan kerugian yang relatif kecil dapat dengan mudah
ditangani melalui lembaga-lembaga pusat dan setempat yang sudah ada yang didanai oleh
anggaran nasional dan daerah.
Satu keputusan yang paling menentukan untuk dibuat adalah bagaimana caranya
memastikan bahwa rumah-rumah yang baru dibangun dan diperbaiki mematuhi
standar-standar bangunan yang benar untuk memastikan bahwa kerugian-kerugian
demikian tidak pernah terulang lagi. Banyak dari rumah-rumah pribadi dan bangunanbangunan publik tidak akan bertahan menghadapi gempa bumi yang bahkan ukurannya lebih
kecil. Skala kerusakan ini dapat dicegah di masa depan. Tetapi ini akan membutuhkan
program rekonstruksi perumahan berskala-besar yang memfasilitasi rumah-rumah baru tahan
gempa. Pengalaman di Aceh menunjukkan bahwa ini dapat diwujudkan. Sangat
terkonsentrasinya dampak bencana ini dan dengan terbatasnya kerusakan infrastruktur, serta
kuatnya masyarakat setempat dan pemerintah daerah menunjukkan bahwa hal itu dapat
dilakukan lebih cepat daripada di Aceh dan Nias.
Pelajaran yang diperoleh dari Aceh dan Nias menegaskan menggunakan
pendekatan berbasis masyarakat untuk rekonstruksi. Masyarakat sangat peduli dengan
rumah mereka. Mereka mempunyai preferensi yang kuat dan terkadang sangat berbeda.
Dan mereka harus dilibatkan secara erat dengan pilihan yang mempengaruhi aset mereka
yang paling berharga. Masyarakat yang terlibat dalam pembangunan kembali rumah mereka
juga bertanggung jawab dalam membangun kembali hidup mereka – sebuah bagian penting
dalam proses pemulihan. Kepedulian dan kepentingan pribadi yang besar dalam
membangun kembali rumah mereka juga merupakan alat ampuh yang bisa digunakan untuk
memantau secara efektif aliran dana dalam rangka mencegah korupsi dan praktek kotor.
Demi alasan ini, pendekatan berbasis masyarakat secara konsisten telah menunjukkan
keunggulan yang penting dan harus menjadi model untuk kemajuan di Yogyakarta dan Jawa
Tengah.
Kecepatan merupakan hal kritis dalam perencanaan dan pelaksanaan rencana
rehabilitasi dan rekonstruksi. Para pemilik rumah sedang, telah, atau akan segera, mulai
membangun kembali mereka rumah, dan bila rumah-rumah ini dibangun menurut standar
yang sama seperti rumah mereka sebelumnya, keadaannya sekali lagi akan rentan terhadap
bencana di masa depan. Demikian pula, banyak dari UKM yang terkena dampak akan
membutuhkan bantuan jangka pendek untuk kembali berdiri di atas kaki sendiri. Pinjaman
cepat dan/atau jenis bantuan keuangan lain untuk membantu mereka mendirikan kembali
bangunan, perlengkapan, dan melengkapi lagi persediaan-persediaan barang akan
memungkinkan mereka untuk dengan cepat mulai menciptakan penghasilan sekali lagi.
Mengingat besarnya ukuran dana yang dibutuhkan serta bagian yang akan mengalir
berupa hibah untuk keluarga-keluarga, kerangka pemantauan dan evaluasi yang
xv
kuat sangat dibutuhkan. Rekonstruksi berskala-besar sering menderita akibat kurangnya
informasi yang tepat waktu mengenai kemajuan dan evaluasi program yang sudah ada.
Penilaian ini menyediakan sejumlah besar data awal sebagai acuan untuk memantau
kemajuan rekonstruksi.
Tragedi ini, yang datang tidak lama setelah tsunami, menegaskan kembali perlunya
kesiapan bencana dan manajemen resiko yang komprehensif. Gempa Yogyakarta
tidak bisa dianalisa sebagai satu kejadian yang terpisah. Bahkan, nilai dampaknya harus
dimasukkan dalam perhitungan dari dampak yang dialami oleh Indonesia di Propinsi
Nanggroe Aceh Darussalam sebagai hasil dari Gempa bumi dan Tsunami Lautan Hindia 26
Desember 2004. Dampak gabungan dari kedua bencana ini merupakan hal signifikan untuk
memaksa Pemerintah Indonesia secara serius melakukan praktek pengelolaan dampak
bencana, dengan rujukan khusus kepada skema pengalihan resiko finansial, apabila
pemerintah ingin mengurangi dampak bencana serupa di masa depan.
xvi
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Bagian I. Terjadinya Bencana
corbis/epa
Bagian I.
Terjadinya Bencana
1
2
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
GEMPA BUMI TANGGAL 27 MEI 2006
Sumber: Japan Bank for International Cooperation (JBIC)
Gempa bumi mengguncang pulau Jawa pada tanggal 27 Mei 2006 pukul 05:53 waktu
setempat, dan berkekuatan 5,9 skala Richter.1 Pusat dari gempa itu terletak di Samudera
Hindia sekitar 33 kilometer sebelah selatan kabupatan Bantul, Provinsi Yogyakarta.
Guncangannya berlangsung selama 52 detik. Lebih dari 750 gempa susulan telah dilaporkan,
dengan intensitas terkuatnya mencapai 5,2 skala Richter. Gempa bumi itu terjadi pada
kedalaman rendah di lempeng Sunda di atas zona lempeng Australia. Gerakan tektonik di
Jawa didominasi oleh gerakan lempeng Australia ke arah timur laut di bawah lempeng Sunda
dengan kecepatan relatif sekitar 6 cm/tahun.2
Gempa bumi itu berdampak langsung terhadap Provinsi Yogyakarta dan Provinsi
Jawa Tengah. Di Yogyakarta, peristiwa itu berdampak terhadap kelima kabupatennya 1
Badan Metereologi dan Geofisika Indonesia. The United States Geological Survey mengatakan 6,3 skala
Richter.
2
United States Geological Survey,
http://earthquake.usgs.gov/eqcenter/recenteqsww/Quakes/usneb6.php#summary
Bagian I. Terjadinya Bencana
Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman dan Kota Yogyakarta. Di sebelah Barat dan
Utara Yogyakarta, enam kabupaten Jawa Tengah terkena dampak – Boyolali, Klaten,
Magelang, Purworejo, Sukoharjo dan Wonogiri. Dua kabupaten yang paling parah terkena
bencana itu adalah Bantul di Provinsi Yogyakarta dan Klaten di Provinsi Jawa Tengah.
KORBAN JIWA
Gempa bumi itu menewaskan lebih dari 5.700 orang, melukai puluhan ribu orang
dan membuat ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal. Karena terjadi pada dini
hari, gempa bumi itu membuat banyak orang terperangkap di dalam rumah. Berdasarkan
informasi terbaru yang diterima, gempa bumi itu telah mengakibatkan lebih dari 5.700
korban jiwa. Penderita luka-luka diperkirakan berkisar antara 37.000 dan 50,000 orang dan
ratusan ribu orang lainnya kehilangan tempat tinggal (lihat tabel 2).
Tabel 2: Korban Jiwa dan Jumlah Luka-luka Gempa Bumi Yogyakarta-Jawa Tengah
Provinsi dan Kabupaten
Yogyakarta
Bantul
Sleman
Kota Yogyakarta
Kulon Progo
Gunung Kidul
Jawa Tengah
Klaten
Magelang
Boyolali
Sukoharjo
Wonogiri
Purworejo
Total
Sumber: Yogyakarta Media Center, 7 Juni 2006
Korban Jiwa
4.659
4.121
240
195
22
81
1.057
1.041
10
4
1
1
5.716
Korban Luka-luka
19.401
12.026
3.792
318
2.179
1.086
18.526
18.127
24
300
67
4
4
37.927
Letusan Gunung Merapi yang terjadi terus-menerus berlokasi tidak jauh dari situ
memperparah kesulitan pengiriman bantuan kemanusiaan dan pemulihan. Empat
belas hari sebelum gempa bumi itu terjadi, Pusat Penanggulangan Bahaya Vulkanologi dan
Geologi dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menaikkan status siaga Merapi
ke tingkat 4, yang berarti bahwa letusan besar segera terjadi. Sejak gempa bumi itu, letusanletusan kecil telah menghasilkan badai awan panas dan benda vulkanis, seraya kubah lava di
puncaknya kian membesar. Pada tanggal 8 Juni, aliran lava pijar mencapai jarak 4 km ke arah
Krasak dan Sungai Boyong dan mencapai jarak maksimum 4,5 km dari hulu Sungai Gendol.
Aktivitas Merapi tetap pada tingkat 4 dikarenakan risiko adanya aliran lava pijar, dan puluhan
ribu orang telah dievakuasi. Meskipun peristiwa gempa bumi kedalaman rendah di dekat
3
4
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
gunung berapi adalah hal yang wajar, data yang ada belum bisa menjelaskan apakah ada
kaitan langsung antara gempa bumi itu dan letusan terus-menerus Gunung Merapi.3
Peta 2: Distribusi Kerugian Akibat Gempa Bumi Secara Geografis
JAWA TENGAH
Boyolali
Kota Magelang
Magelang
Sukoharjo
Purworejo
Wonogiri
Casualties
JAWA TIMUR
(No of person; Source: Media Center)
Above 400
200 to 400
50 to 200
10 to 50
Below 10
No casualties
DAERAH ISTIMEW A YOGYAKARTA
Sumber: Berdasarkan angka yang diperoleh tanggal 7 Juni 2006
TANGGAPAN
Tanggapan Pemerintah
Pemerintah Indonesia menanggapi bencana itu dalam waktu beberapa jam
kemudian dan telah mengalokasikan Rp 5 triliun bantuan kemanusiaan. Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono tiba di Yogyakarta beberapa jam setelah bencana itu dan
memindahkan kantornya ke sana dari tanggal 27 hingga 31 Mei untuk memonitor sendiri
upaya pengiriman bantuan kemanusiaan. Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana (BAKORNAS), yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, telah melaksanakan
koordinasi awal pengiriman bantuan dan upaya penyelamatan. Tanggapan itu dilakukan
3
United States Geological Survey,
http://earthquake.usgs.gov/eqcenter/eqinthenews/2006/usneb6/#summary.
Bagian I. Terjadinya Bencana
melalui kerja sama erat dengan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat,
Departemen Sosial, militer, pemerintah daerah, dan berbagai lembaga PBB. Pemerintah
Indonesia pada awalnya mengalokasikan Rp 1,0 triliun dari APBN untuk kegiatan
pengiriman bantuan dan rekonstruksi. Dari jumlah itu, Rp 75,0 triliun disalurkan kepada
BAKORNAS untuk bantuan kemanusiaan. Tim pengiriman bantuan, tim medis, dan unitunit militer dari pelosok negeri telah dikerahkan ke daerah bencana. Jumlah anggaran yang
telah disediakan meningkat menjadi Rp 5,0 triliun.
Pemerintah Kabupaten membagikan dana kompensasi bencana dan barang
kebutuhan yang disediakan Pemerintah. Di antara yang dibagikan adalah 10 kilogram
nasi per orang per bulan, Rp 3.000 per orang per hari, hibah satu-kali sebesar Rp 100.000
per orang untuk pakaian, dan Rp 100.000 per rumah tangga untuk perkakas dapur. Selain itu,
Pemerintah mengumumkan bahwa lebih dari 820.000 orang yang rumahnya rusak parah akan
diberi biaya hidup penuh selama tiga bulan, dan yang rumahnya menderita rusak ringan akan
diberi tunjangan satu bulan. Keluarga-keluarga juga menerima Rp 2,0 juta per anggota
keluarga yang meninggal, dan Wakil Presiden mengumumkan bahwa Rp 30,0 juta akan
diberikan untuk tiap rumah yang hancur, dan Rp 10,0 juta untuk rumah yang rusak. Biaya
rumah sakit untuk orang yang luka-luka akibat gempa bumi ditanggung oleh Pemerintah di
fasilitas-fasilitas umum.
Tanggapan Internasional
Masyarakat internasional bertindak dengan cepat mengingat banyak organisasi
internasional masih ada di Aceh. Banyak organisasi juga telah mempersiapkan diri untuk
menghadapi kemungkinan letusan Gunung Merapi beberapa pekan sebelum gempa bumi
terjadi. Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, berbagai organisasi
PBB, dan paling sedikit 35 LSM internasional telah mengumpulkan bantuan berupa
kebutuhan pokok, selain personil medis dan penanggulangan bencana. PBB telah mendirikan
pusat koordinasi utama di Yogyakarta dan kantor penghubung di Klaten. Tim Evaluasi dan
Koordinasi Bencana PBB dikirim pada tanggal 30 Mei 2006 untuk mendukung berbagai
operasi di Bantul dan Yogyakarta.
5
6
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
TINGGINYA RISIKO BENCANA DI INDONESIA
Indonesia adalah salah satu negeri paling rawan bencana di dunia. Karena berlokasi
di penghubung tiga lempeng tektonik, Indonesia sangat rentan terhadap aktivitas
seismik. Dengan hampir 200 gunung berapinya, dimana lebih dari 70 di antaranya
digolongkan ”sangat aktif”, negeri ini memiliki jumlah tertinggi gunung berapi aktif di dunia.
Selain itu, Indonesia sering mengalami tanah longsor, banjir, dan gempa bumi. Resiko
terbesar adalah banjir apabila ditimbang secara proporsional terhadap PDB dan angka
kematian. Kebakaran hutan juga merupakan resiko yang harus diperhatikan, sebagaimana
diperlihatkan oleh kebakaran hutan tahun 1998 yang terjadi selama peristiwa El Niño.
Gambar 3 dan 4 memperlihatkan distribusi geografis dari resiko enam bencana utama (angin
topan, kekeringan, gempa bumi, banjir, tanah longsor, dan gunung berapi) di Indonesia.
Tingkat kerawanan terhadap bencana-bencana ini di estimasi dari angka kematian yang
disebabkan oleh bencana tertentu dan tingkat kerugian ekonomi untuk wilayah yang dicakup
oleh Bank Dunia dan tingkatan kekayaan negara, yang dihitung dari data kerugian historis
selama 20 tahun. Gambar-gambar tersebut memperlihatkan bahwa untuk Indonesia – Pulau
Jawa, yang berada pada decile teratas untuk resiko angka kematian untuk semau jenis bencana
– menghadapi resiko terbesar dalam hal korban jiwa dari bencana alam, sementara Pulau
Sumatera dan Jawa menghadapi resiko terbesar dalam hal kerugian ekonomi yang
disebabkan oleh bencana alam.
Gambar 3: Lokasi Rawan Bencana di Indonesia: Risiko Kematian
Bagian I. Terjadinya Bencana
Gambar 4: Lokasi Rawan Bencana di Indonesai: PDB
Sumber: M. Dilley et al., Bank Dunia dan Columbia University, 2005
LATAR BELAKANG SOSIAL DAN EKONOMI
Gempa bumi tanggal 27 Mei melanda 11 kabupaten, yang ditinggali oleh lebih dari
8,3 juta orang. Enam kabupaten yang sangat terkena dampak, termasuk lima kabupaten di
Provinsi Yogyakarta (Bantul, Sleman, Gunung Kidul, Yogyakarta, Kulon Progo) dan Klaten
di Jawa Tengah. Dengan 4,5 juta penduduk, keenam kabupaten tersebut memiliki populasi
yang padat.
Kebanyakan orang yang tinggal di daerah yang terkena dampak memang miskin,
tetapi tidak terlalu parah. Dengan pengecualian Kota Yogyakarta dan Kabupaten Slemen,
tingkat pendapatan tahunan mereka mencapai sekitar Rp 5 juta atau setengah dari rata-rata
nasional. Angka kemiskinan di semua daerah yang terkena dampak lainnya juga berada di
atas rata-rata nasional tetapi dalam taraf yang lebih rendah. Kombinasi antara pendapatan
rendah dan angka kemiskinan menengah menghasilkan distribusi pendapatan yang setara.
Sebagian besar orang di daerah yang terkena dampak juga memiliki karakteristik dan keadaan
hidup yang serupa.
Geografi dan Populasi
Kawasan yang terkena dampak gempa bumi secara geografis kecil tetapi padat
penduduk. Populasi totalnya mencapai sekitar 4,5 juta (2% dari populasi nasional) yang
terkonsentrasi di sebuah daerah seluas 0,2% persen wilayah nasional.
Bantul dan Klaten, kabupaten yang paling parah terkena dampak gempa bumi,
memiliki karakteristik serupa dalam hal populasi dan kepadatan. Kedua kabupaten
memiliki jumlah penduduk sekitar satu juta dan kepadatan penduduknya berada dalam
tingkat sepuluh besar di Indonesia (kita-kira 1.600 penduduk per km2). Yogyakarta dan Jawa
Tengah masing-masing berada dalam urutan kedua dan keempat di Indonesia (tabel 3),
7
8
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
sedangkan kepadatan di Kota Yogyakarta berada di urutan ketiga dibanding semua kota
kabupaten (kira-kira 12.000 penduduk per km2).
Tabel 3: Ringkasan Informasi Kependudukan Provinsi dan Kabupaten
Provinsi dan
Kabupaten
Jumlah
% di
% di
Luas km2: Rata-rata Kepadatan per
Penduduk
Provinsi
Indonesia kabupaten nasional
km2 (urutan
1=tertinggi)*
(1000)
4.564
Provinsi Yogyakarta
3.280,2
100
1,5
3.133
1.047 (2)**
Bantul
823,4
25
0,4
508
1.620 (9)
Sleman
955,2
29
0,5
575
1.662 (8)
Gunung Kidul
695,7
21
0,3
1.431
486 (82)
Kota Yogyakarta
419,2
13
0,2
33
12,897 (3)
Kulon Progo
386,8
12
0,2
586
660 (63)
Provinsi Jawa Tengah
32.900
100
15,5
32.800
1.003 (4)**
Klaten
1.139.2
3
0,5
656
1.736 (6)
Magelang
1.158.1
0,4
0,1
1085,74
1077 (24)
Boyolali
941,7
2,89
0,5
1015,1
927 (33)
Sukoharjo
838,3
2,58
0,4
466,66
1796 (4)
Wonogiri
1.010,6
3,11
0,5
1793,4
563 (74)
Purworejo
712,1
2,19
0,3
1034,49
688 (56)
Indonesia
212.000
100
100
1.981,122
107
Sumber: Data BPS dan Informasi Kemiskinan (2004), komputasi oleh tim Evaluasi Bersama, * Urutan dari 86 kota
kabupaten untuk Kota Yogyakarta dan 348 untuk desa kabupaten. ** Urutan di antara 30 provinsi
Kerangka Ekonomi dan Fiskal
Pendapatan per kapita di enam kabupaten yang paling terkena dampak adalah Rp
6,1 juta, atau sekitar 60% dari rata-rata nasional (Rp 10,5 juta). PDRB nominal untuk
Provinsi Yogyakarta adalah Rp 21,8 triliun (kira-kira US$ 2,3 miliar) pada 2004, mencapai 1%
dari PDBN (Tabel 4). Di Jawa Tengah, PDRB adalah Rp 193.4 triliun (kira-kira US$ 20,5
miliar), mencapai 8,8% PDB Nasional. PDRB per kapita di Provinsi Yogyakarta adalah
sekitar Rp 6,7 juta sedangkan di Jawa Tengah Rp 5,9 juta. Gambar A4 dalam lampiran teknis
mengilustrasikan kecenderungan dan ukuran relatif PDRB per kabupaten untuk periode
2000 hingga 2004.
Di Yogyakarta, jasa dan perdagangan menghasilkan 39% dari PDRB daerah pada
tahun 2004, sedangkan pertanian mencapai 16,6% (Tabel 5). Tetapi, terdapat perbedaan
besar dalam konsentrasi produksi di antara kabupaten dalam satu provinsi. Kota Yogyakarta,
suatu pusat perkotaan berpenduduk padat, nyaris tidak memiliki produksi pertanian (0.5%)
sementara jasa, perdagangan, restoran dan hotel, serta perhubungan mencapai 64% PDRB.
Di lain pihak, produk pertanian menghasilkan PDRB besar di kabupaten Gunung Kidul
(36%), Kulon Progo (25%), dan Bantul (23%)4.
4
Lihat Tabel A.1 dalam lampiran teknis untuk distribusi nominal per sektor, Tabel A.2 untuk setiap ukuran
relatif sektor, dan Gambar A.1 untuk distribusi gabungan sektor-sektor PDBD.
Bagian I. Terjadinya Bencana
Tabel 4. PDRB dan PDRB per Kapita (Rp 2004)
PDRB nominal 1/
Miliar Rp
% di
% di
Provinsi Indonesia
21.849
100
1,0
4.171
19
0,2
3.378
15
0,1
1.836
8
0,1
6.640
30
0,3
5.876
27
0,3
193.438
100
8,8
5.125
3
0,2
4.148
2
0,2
4.247
2
0,2
4.420
2
0,2
3.166
2
0,1
2,951
2
0,1
169.381
87
7,8
PDRB per kapita 1/
Juta Rp
% di
% di
Provinsi Indonesia
6,7
100
65
5,1
76
49
4,9
73
47
4,9
73
47
7,0
104
67
14,8
221
141
5,9
76
43
4,5
76
43
3,5
59
33
4,5
76
43
5,3
90
50
3,1
53
30
4,1
69
39
5,6
106
53
Provinsi Yogyakarta
Bantul
Gunung Kidul
Kulon Progo
Sleman
Kota Yogyakarta
Provinsi Jawa Tengah
Klaten
Magelang
Boyolali
Sukoharjo
Wonogiri
Purworejo
Semua kabupaten lain di
Jawa Tengah
Indonesia
2.273,142
100
100,0
10,5
270
100
Sumber: Data PDBD yang dilaporkan oleh BPS, dikomputasi oleh Tim Penilaian Gabungan 1/ di Provinsi Jawa Tengah
Tabel 5: Struktur Ekonomi Yogyakarta tahun 2004
Yogyakarta
Indonesia
Miliar Rp % dari PDRB
Miliar Rp
% dari PDB
Pertanian
3.637
16,6
331.553
14.6
Pertambangan dan Penggalian
183
0,8
196.112
8,6
Manufaktur
3.219
14,7
639.655
28,1
Listrik, Gas, & Air
268
1,2
22.067
1,0
Konstruksi
1.744
8,0
143.052
6,3
Perdagangan, Restoran, & Hotel
4.171
19,1
369.361
16,2
Transportasi & Perhubungan
2.137
9,8
142.292
6,3
Jasa Keuangan
2.199
10,1
194.429
8,6
Jasa
4.290
19,6
234.620
10,3
PDB (tanpa Minyak & Gas)
21.849
100,0
2.072.052
91,2
Total PDB
21.849
100,0
2.273.142
100,0
Sumber: Data PDRB yang dilaporkan BPS, dikomputasi oleh Tim Penilaian Gabungan
Kawasan yang terkena dampak menghasilkan pendapatan yang sangat kecil, dan
seperti kabupaten miskin lainnya di Indonesia, sangat bergantung pada Dana
Alokasi Umum (DAU) dari Pemerintah pusat.5 Di Bantul dan Klaten, sumber
pendapatan asli daerah hanya menghasilkan 6% dari total pendapatan. Pendapatan dari dana
bagi hasil bukan pajak (dari sumber daya alam) pada umumnya sangat kecil di semua
kabupaten (kurang dari 0,1% dari seluruh pendapatan) dan pendapatan dari dana bagi hasil
5
Misalnya, DAU meliputi 93% dari seluruh pendapatan kabupaten Gunung Kidul (tabel 6).
9
10
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
pajak hanya menghasilkan kurang dari 4% dari seluruh pendapatan di kebanyakan kabupaten
yang terkena dampak (kecuali Kota Yogyakarta dan Sleman).
Tabel 6: Komposisi Pendapatan Kabupaten dan Kota yang Terkena Bencana di Provinsi
Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah, Realisasi APBD Tahun 2004 (Rp Miliar)
Pendapatan
Asli
Daerah
Provinsi Yogyakarta
Kulon Progo
20
Gunung Kidul
20
Sleman
60
Bantul
31
Kota Yogyakarta
80
Provinsi Jawa Tengah
Klaten
27
Magelang
44
Boyolali
37
Sukoharjo
22
Wonogiri
25
Purworejo
26
Total (11 kabupaten
391
terkena dampak)
Sumber: Data Departemen Keuangan,
Tengah
%
Bagi Hasil Bukan
Pajak (Sumber
Daya Alam)
%
Bagi
Hasil
Pajak
%
Dana Alokasi
Umum DAU)
%
Total
5.3
4.2
10
5.9
18
0.4
0.4
0.4
0.4
0.4
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
12
15
37
19
38
3.3
3.1
6.3
3.7
8.7
344
433
485
471
317
91
93
83
90
73
377
467
583
521
435
3.9
7.7
6.8
4.6
4.5
7.7
--
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.7
5.7
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
--
24
21
18
24
19
20
246
3.5
3.7
3.3
5.0
3.3
3.7
--
635
503
492
421
523
432
5,057
93
89
90
90
92
89
--
687
568
548
467
568
479
5,701
hasil perhitungan Tim Penilaian Gabungan 1/ D.I Yogyakarta 2/ di Provinsi Jawa
Kemiskinan
Sebanyak 880.000 orang miskin tinggal di daerah yang terkena dampak gempa bumi.
Dua dari lima kabupaten di Yogyakarta (33% dari populasi provinsi) sangat miskin
dibandingkan kabupaten lainnya di Indonesia.6 Kabupaten Klaten, Gunung Kidul dan
Kulon Progo adalah kabupaten termiskin dengan tingkat kemiskinan sekitar 25% (berada di
kelompok ke-3 kabupaten termiskin di Indonesia jika seluruh kabupaten dan kota dibagi
menjadi 10 kelompok berdasarkan tingkat kemiskinan) tetapi persentase kemiskinan lebih
rendah di Kabupaten Bantul, Sleman, dan Kota Yogyakarta. Di tingkat provinsi, persentasi
kemiskinan di Yogyakarta sekitar 19%, berada di urutan kelima dari sepuluh provinsi
termiskin di Indonesia. Tetapi, persentase kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah sedikit lebih
tinggi daripada di Yogyakarta.
6
Tabel 7 melaporkan persentase populasi miskin di tiap kabupaten di Yogyakarta dan sepuluh kabupaten
termiskin di Indonesia.
11
Bagian I. Terjadinya Bencana
Tabel 7: Indikator Kemiskinan di Yogyakarta dan Jawa Tengah (2004)
Penduduk Penduduk Miskin (1000) % Kemiskinan
(1000)
Provinsi Yogyakarta
3,224
616
19.1
Bantul
819
152
18.5
Gunung Kidul
687
173
25.2
Kulon Progo
376
95
25.1
Sleman
945
147
15.5
Kota Yogyakarta
396
50
12.7
Provinsi Jawa Tengah
32,543
6,844
21.0
Klaten
1,132
264
23.3
Magelang
132
186
16.0
Boyolali
942
172
18.4
Sukoharjo
838
118
14.3
Wonogiri
1,011
246
24.4
Purworejo
712
167
23.5
Provinsi Lain di Jawa
120,000
20,200
16.8
Indonesia
209,000
35,900
17.2
Sumber: Hasil perhitungan Tim Gabungan berdasarkan SUSENAS 2004.
Kelompok Decile
(1 Termiskin)
5
5
3
3
6
7
4
3
9
9
8
9
8
---
12
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
corbis/Mast Irham
Bagian II.
Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
13
14
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian
Jumlah total kerusakan dan kerugian akibat gempa bumi diperkirakan mencapai Rp
29,1 triliun (US$ 3,1 miliar). Jumlah total kerusahan diperkirakan mencapai Rp 22,75 triliun
(78% dari jumlah total) dan jumlah total kerugian ekonomi mencapai Rp 6,40 triliun (22%).
Angka kerusakan mewakili jumlah pembiayaan, termasuk sumbangan oleh korban, yang akan
dibutuhkan untuk rekonstruksi. Angka kerugian mewakili pengurangan kegiatan ekonomi
dan pendapatan pribadi dan keluarga yang akan timbul dalam bulan-bulan berikut akibat
bencana gempa bumi (Lihat tabel 8).
Tabel 8: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian (Rp Miliar)
Efek Bencana
Kerusakan Kerugikan
Perumahan
13.915
1.382
Infrastruktur
397
154
Transportasi dan Perhubungan
90
0
Energi
225
150
Air dan Kebersihan
82
4
Sektor Sosial
3.906
77
Pendidikan
1683
56
Kesehatan dan Perlindungan Sosial
1569
21
Budaya dan Agama
654
0
Sektor Produktif
4.348
4.676
Pertanian
66
640
Perdagangan
184
120
Industri
4063
3899
Pariwisata
36
18
Lintas Sektor
185
110
Pemerintah
137
0
Perbankan dan Keuangan
48
0
Lingkungan
0
110
Jumlah Total
22.751
6.398
Jumlah Total, juta US$
2.446
688
Sumber: Perkiraan oleh Tim Penilaian Gabungan
Total
15.296
551
90
375
86
3.982
1739
1590
654
9.025
705
303
7962
54
295
137
48
110
29.149
3.134
Kepemilikan
Swasta Pemerintah
15.296
0
76
476
0
90
0
375
76
10
2.112
1.870
584
1154
1030
560
498
156
8.854
170
700
5
138
165
7962
0
54
0
48
247
0
137
48
0
0
110
26.386
2.763
2.837
297
Dampak bencana di tiap sektor tidak sama, karena kerusakan dan kerugian
infrastruktur sangat sedikit. Sebaliknya, efek bencana terkonsentrasi di sektor perumahan,
sosial, dan produktif. Kerusakan dan kerugian di sektor perumahan mencapai Rp 15,3 triliun
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
(52% dari jumlah total). Sektor produktif mengalami kerugian sebanyak Rp 9 triliun (31%),
dan sektor sosial, terutama pendidikan dan kesehatan, mengalami kerusakan sebanyak Rp 4
triliun (14%). Bencana tersebut menghasilkan dampak sosial yang besar karena gempa bumi
tersebut berdampak terhadap kondisi kehidupan dan pendapatan para pekerja usaha kecil
dan menengah.
Rumah tangga dan perusahaan swasta paling terkena dampak bencana. Jumlah total
kerusakan dan kerugian sektor swasta diperkirakan mencapai Rp 26.4 triliun (90% dari
jumlah total), sedangkan kerusakan dan kerugian sektor pemerintah Rp 2.8 triliun (10%).
Tetapi, sumbangan sumber daya pemerintah terhadap rekonstruksi akan sangat besar, karena
tidak banyak rumah tangga atau usaha kecil yang memiliki asuransi.
Kotak 1: Mengukur Kerusakan dan Kerugian – Metodologi ECLAC
Untuk mengukur kerusakan dan kerugian, tim gabungan yang terdiri dari BAPPENAS,
pemerintah provinsi dan kabupaten, serta mitra internasional menggunakan metodologi
yang dikembangkan oleh Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika Latin dan Karibia
(ECLAC). Metodologi ECLAC pertama kali dikembangkan pada awal tahun 1970-an
dan telah dimodifikasi dan ditingkatkan melalui aplikasi selama lebih dari tiga dekade
dalam konteks pasca-bencana di seluas dunia.
Metodologi ini menghasilkan perkiraan pendahuluan terhadap dampak atas aset fisik
yang harus diperbaiki dan diganti, serta terhadap aliran-aliran yang tidak akan diproduksi
sampai asset diperbaiki dan dibangun.
Perkiraan itu menganalisis tiga aspek utama:
ƒ
ƒ
ƒ
Kerusakan (dampak langsung) memaksudkan dampak atas aset, saham, properti,
yang dinilai dengan harga unit penggantian (bukan rekonstruksi) yang disepakati.
Perkiraan itu harus memperhitungkan tingkat kerusakan (apakah aset masih bisa
dipulihkan/diperbaiki, atau sudah sama sekali hancur).
Kerugian (dampak tidak langsung) memaksudkan aliran-aliran yang akan terkena
dampak, seperti pendapatan yang berkurang, pengeluaran yang bertambah, dll
selama periode waktu hingga aset dipulihkan. Semua itu akan dijumlah
berdasarkan nilai sekarang. Penentuan periode waktu sangat penting. Jika
pemulihan berlangsung lebih lama daripada yang diharapkan, seperti dalam kasus
Aceh, kerugian bisa meningkat secara signifikan.
Efek ekonomi (kadang-kadang disebut dampak sekunder) mencakup dampak
fiskal, dampak pertumbuhan PDB, dll. Analisis ini juga bisa diterapkan pada
tingkat sub-nasional.
Kerusakan terkonsentrasi di beberapa kabupaten; Klaten di Jawa Tengah dan Bantul
di Provinsi Yogyakarta adalah yang paling terkena dampak. Kedua kabupaten itu
mengalami kerusakan dan kerugian masing-masing lebih dari Rp 10 triliun (sekitar 70% dari
jumlah total). Kabupaten-kabupaten lain menderita kerusakan dan kerugian pada skala yang
jauh lebih rendah (Lihat tabel 9). Tetapi, kekuatan sebenarnya dari bencana tersebut bisa
15
16
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
ditentukan dengan membandingkan jumlah kerusakan dan kerugian dengan ukuran
ekonominya, yang merupakan ukuran internasional kekuatan bencana. Bantul adalah
kabupaten paling terkena dampak yang menderita 246% total kerusakan dan kerugian
dibandingkan dengan produk domestik brutonya. Klaten memiliki perbandingan 201%.
Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunung Kidul juga memiliki rasio yang relatif
tinggi, antara 50% dan 75%.
Tabel 9: Distribusi Geografis Efek Bencana
Provinsi dan
Kabupaten/Kota
Penduduk
(1000)
Yogyakarta Province
3,224
Bantul
819
Yogyakarta City
396
Kulon Progo
376
Gunung Kidul
687
Sleman
945
Central Java Province
32,542
Klaten (incl. other
1,131
affected districts)
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Produk
Domestik
Bruto, Miliar Rp
21,849
4,171
5,876
1,836
3,378
6,640
193,438
5,125
Dampak
Total,
Milliar Rp
18,742
10,335
1,639
1,372
2,167
3,229
10,387
10,387
Besar
Dampak
Bencana, %
86
246
28
74
64
48
201
201
Dampak Per
Kapita,
Juta Rp
5.8
12.6
4.1
3.6
3.2
3.4
9.2
9.2
Rata-rata kerusakan dan kerugian per kapita juga tidak seimbang. Bantul adalah
kabupaten yang paling terkena dampak dengan efek per kapita mencapai Rp 12,3 juta.
Dampak terhadap Klaten juga besar, mencapai Rp 6,5 juta. Kabupaten-kabupaten lain yang
terkena dampak parah memiliki kisaran angka yang sama, dengan efek per kapitanya Rp 3-4
juta (lihat tabel 9).
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Perumahan
Ikhtisar
Membangun kembali dan merehabilitasi rumah-rumah akan menjadi hal yang
terpenting dalam upaya rekonstruksi Yogyakarta-Jawa Tengah. Kerusakan dan
kerugian di sektor perumahan mencapai Rp 15,3 triliun, atau lebih daripada setengah jumlah
total. Diperkirakan, 157.000 rumah hancur dan 202.000 lainnya rusak. Antara 600.000
samapai satu juta orang telah kehilangan tempat tinggal. Skala kehancuran perumahan lebih
besar daripada di Aceh, terutama karena padatnya populasi di daerah yang terkena dampak
gempa bumi dan standar konstruksi bangunan rumah yang berkualitas rendah. Sejumlah 4.1
juta kubik meter gabungan puing menumpuk di semua lokasi rumah yang runtuh itu. Tetapi,
pembangunan kembali seharusnya akan lebih mudah dan cepat daripada di Aceh karena
sebagian besar infrastruktur masih berdiri kokoh. Pembuangan puing dan penyediaan tenda
penampungan korban adalah tantangan yang harus segera diatasi dalam pekan-pekan
mendatang.
Kondisi Sebelum Bencana
Sebelum bencana, Provinsi Yogyakarta dan keenam kabupaten yang terkena
dampak di Jawa Tengah memiliki jumlah total rumah pribadi 2,1 juta, lebih daripada
dua kali lipatnya jumlah total perumahan di Aceh. Jumlah perumahan di keenam
kabupaten yang paling terkena dampak adalah 984.000. Kabupaten Klaten memiliki jumlah
rumah terbesar (280.500); Sleman di urutan kedua (197.000); dan Bantul ketiga (182.000).
Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Sektor perumahan menderita kerusakan dan kerugian terparah dibanding semua
sektor lain akibat gempa bumi tanggal 27 Mei. Kebanyakan kerusakan terjadi di
Kabupaten Bantul dan Kabupaten Klaten (lihat gambar 1). Kebanyakan rumah yang terkena
dampak berumur antara 15 sampai 25 tahun. Kurang dari tiga persennya adalah rumah
dengan rancangan tradisional. Hampir 7,4% dari jumlah total perumahan hancur sama sekali
(sekitar 157.000 unit) dan 9,5% (sekitar 202.000 unit) menderita kerusakan. Angka tersebut
meningkat menjadi 15,6% dan 20,2% masing-masing di keenam kabupaten yang paling
terkena dampak.
Bantul di Province Yogyakarta dan Klaten di Provinsi Jawa Tengah adalah
kabupaten yang paling parah dilanda bencana. Kabupaten Bantul dan Kabupaten
Klaten (peta 3) berisi 72% dari jumlah total rumah hancur, dan 95% koban jiwa dan luka
17
18
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
berat terjadi di kedua kabupaten tersebut. Gunung Kidul, Sleman, dan Yogyakarta cukup
parah terkena dampak, sedangkan daerah-daerah yang jauh dari situ seperti Magelang,
Purworejo, dan Wonogiri hanya menderita sedikit kerusakan rumah. Klaten memiliki jumlah
rumah hancur terbesar (66.000) diikuti oleh Bantul (47.000).
Peta 3: Pembagian Geografis Jumlah Total Kerusakan dan Kerugian di Bidang Perumahan
(Rp Miliar)
Sumber: Tim Penilaian Gabungan berdasarkan kerusakan dan kerugian rumah
Rumah-rumah kami roboh
karena kami kekurangan uang
untuk membangun rumah yang
layak. Siapa yang tahu akan
terjadi gempa bumi seperti ini.”
(Seorang penduduk lansia
di Bantul)
Rumah-rumah yang terbuat dari kayu atau bambu
ketimbang bata/beton lebih tahan terhadap
guncangan gempa bumi. Meski rumah bambu tradisional
terlihat bisa lebih tahan gempa, tidaklah demikian halnya
apabila rumah tersebut memiliki genteng yang berat dan
dibangun di atas tanah liat serta tidak memiliki struktur
penopang atap yang cukup.
Pada umumnya, orang-orang bisa membuat tempat
tinggal sementara di lokasi rumah mereka yang hancur dengan menggunakan tenda,
terpal, dan bahan-bahan yang bisa diselamatkan. Sebuah survei singkat mendapati
bahwa 74% dari keluarga yang rumahnya hancur sama sekali tinggal di dalam sebuah tenda di
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
depan rumah mereka. Hal itu memungkinkan masyarakat untuk berkumpul bersama
ketimbang tercerai berai dalam lokasi-lokasi tempat tinggal sementara. Hal itu juga
memungkinkan para penduduk melindungi harta benda mereka dalam lingkungan sendiri.
Dalam banyak kasus, penduduk telah mulai menyelamatkan barang-barang berharga serta
bahan bangunan, yang bisa digunakan kembali untuk membangun rumah mereka. Terpal
juga digunakan untuk melindungi harga benda dari angin dan hujan. Karena kekurangan
terpal, beberapa organisasi telah mendapati bahwa empat atau lima keluarga tinggal di bawah
satu terpal.
Penyebab utama kerusakan adalah kurangnya struktur anti-gempa di banyak rumah.
Sebuah evaluasi singkat terhadap perumahan yang terkena dampak harus dilaksanakan
dengan segera melalui masukan dari para insinyur seismik, guna menemukan sumber-sumber
utama masalah (aturan bangunan yang tidak memadai, sitting yang tidak layak, atau
pemantauan dan penegakan standar). Selain itu, sangat penting untuk menyebarluaskan
informasi dasar tentang bangunan yang aman secepat mungkin, karena orang-orang akan
segera membangun rumah mereka dan menghadapi risiko membangun rumah yang sama
lemahnya.
Perkiraan kerusakan perumahan dimulai tidak lama setelah gempa bumi melalui
Departemen Pekerjaan Umum, dan dikoordinasikan dengan BAPPENAS dan
organisasi nasional dan daerah. Prosesnya bersifat dari bawah ke atas (bottom-up):
penduduk menyediakan informasi tentang tingkat kerusakan kepada kepala desa, yang
kemudian ditinjau oleh Satkorlak dan berbagai kementerian yang terkait. Tim untuk laporan
ini mengadakan sejumlah kunjungan lapangan untuk memverifikasi data. Angka yang
ditampilkan dalam laporan itu menggunakan data yang disediakan oleh Yogyakarta
Earthquake Media Center sejak tanggal 6 Juni 2006, dengan penyesuaian 10% untuk
mencerminkan temuan-temuan dari kunjungan lapangan.
19
20
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Tabel 10: Keseluruhan Kerusakan Fisik (Unit Perumahan)7
Hancur Total
Provinsi Yogyakarta
88.249
Bantul
46.753
Sleman
14.801
Gunung Kidul
15.071
Kota Yogyakarta
4.831
Kulon Progo
6.793
Provinsi Jawa Tengah
68.414
Klaten
65.849
Sukoharjo
1.185
Magelang
499
Purworejo
144
Boyolali
715
Wonogiri
23
Jumlah Total
156.662
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
”Saya maunya membangun kembali
rumah yang lebih baik, tetapi tidak
bisa. Kami membiaya sendiri rumah
kami dan tidak memiliki tabungan.
Untuk membangun kembali dengan
lebih baik jelas kita tidak bisa
meski risikonya memang ada.
Apakah Anda mau memberi saya
uang sekarang sehingga saya bisa
membangun kembali rumah yang
lebih baik seperti yang Anda
bilang?” (Seorang kepala desa di
Klaten)
Rusak
98.342
33.137
34.231
17.967
3.591
9.417
103.689
100.817
488
729
760
825
70
202.031
Total
186.591
79.889
49.031
33.038
8.422
16.210
172.103
166.666
1.673
1.228
904
1.540
93
358.693
Pribadi
186.591
79.889
49.031
33.038
8.422
16.210
172,103
166.666
1.673
1.228
904
1.540
93
358.693
Pemerintah
0
0
0
Rumah yang hancur di empat kabupaten pedesaan;
Bantul, Klaten, Sleman, dan Gunung Kidul;
mencapai lebih dari 91% jumlah total rumah yang
hancur. Rumah yang hancur di Provinsi Yogyakarta dan
Kabupaten Klaten mencapai 98% dari jumlah total
rumah yang hancur dan hampir semua kerusakan dicatat
di sana (gambar 1). Data penting yang dirinci menurut
jenis kelamin, kepala keluarga, usia, ukuran rumah
tangga, kelompok rentan, tingkat pendapatan, atau
kepemilikan tanah belum tersedia. Tetapi, data sedang
dikumpulkan dan pasti akan memberi informasi untuk
strategi dan proyek rekonstruksi dan pemulihan.
Skala kehancuran perumahan lebih tinggi daripada
yang disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami
bulan Desember 2004 di Aceh (gambar 2). Kerusakan dan kerugian di bidang perumahan
(Rp 15,3 triliun) merupakan persentase terbesar dari jumlah totalnya. Angka itu lebih tinggi
daripada jumlah total kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh bencana di Aceh (Rp
13,4 triliun – tabel 3). Meskipun daerah yang terkena dampak lebih kecil daripada yang
dilanda oleh tsunami di Aceh, skala kerusakannya lebih besar. Hal itu terutama karena
Yogyakarta dan Jawa Tengah merupakan beberapa di antara daerah yang memiliki angka
kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia, sehingga ada banyak orang yang menjadi korban.
Kabupaten Bantul dan Klaten memiliki lebih daripada 1.600 orang per km persegi, lebih dari
50% di atas rata-rata Jawa. Sebagai perbandingan, Aceh memiliki kepadatan penduduk yang
sangat rendah, yaitu 72 orang per km persegi.
7 Tim Evaluasi Gabungan menyesuaikan kategori awal: 70% dari rumah yang ”rusak parah” digolongkan ulang
menjadi hancur. Ke-30% sisanya digolongkan ulang menjadi hanya ”rusak”. Lihat tabel lampiran untuk
perincian semua asumsi, penyesuaian, dan sumber data.
21
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Tabel 11: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Bidang Perumahan (Miliar Rp)
Provinsi Yogyakarta
Bantul
Sleman
Gunung Kidul
Kota Yogyakarta
Kulon Progo
Provinsi Jawa Tengah
Klaten
Sukoharjo
Magelang
Purworejo
Boyolali
Wonogiri
Jumlah Total Sektor Perumahan
% Total Kerusakan dan Kerugian Semua Sektor
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Kerusakan
7.420,7
3.419,3
1.723,5
1.299,0
357,8
621,1
6.493,9
6.277,9
77,2
46,6
28,3
60,9
3,1
13.914,6
61
Kerugian
732,9
332,6
175,0
128,6
34,9
61,8
648,7
627,4
7,4
4,6
3,0
6,0
0,3
1.381,6
22
Total
8.153,5
3.751,9
1.898,4
1.427,6
392,7
682,9
7.142,7
6.905,3
84,6
51,3
31,2
66,9
3,4
15.296,2
53
Pribadi
8.153,5
3.751.9
1.898,4
1.427,6
392,7
682,9
7.142,7
6.905,3
84,6
51,3
31,2
66,9
3,4
15.296,2
58
Pemerintah
0,0
0,0
0,0
0
Tabel 12: Aceh versus Yogyakarta/Jawa Tengah – Jumlah Perumahan, Kerusakan, dan
Biaya
Kategori
Aceh
Yogyakarta –Jawa
Tengah (11
kabupaten)
Perumahan sebelum Bencana
Rumah Hancur
% Hancur
Rumah Rusak
% Rusak
Total Rusak & Kerugian
Rata-rata Biaya Rekonstruksi Rumah Baru
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
832.208
127.325
15,3%
151,653
18,2%
Rp 13,4 triliun
Rp 1,4 ~ 1,6 juta/m²
2.117.375*
156.662
7,4 %
202,031
9,5 %
Rp 15.3 triliun
Rp 1.0 ~ 1.2 juta/m²
Yogyakarta –Jawa
Tengah (6
kabupaten paling
terkena dampak)
984.058
154.098
15,7%
199,160
20,2%
Rp 15,1 triliun
Rp 1,0 ~ 1,2 juta/m²
Rekomendasi Awal
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Identifikasi bangunan berbahaya yang berisiko roboh guna menghindari korban jiwa
dan cedera lebih banyak. Banyak orang masih mencari perteduhan sementara di
bangunan demikian dan tidak mengetahui bahayanya.
Libatkan komunitas yang terkena dampak dalam program rekonstruksi. Korban
harus digugah untuk membayar lebih banyak demi kualitas guna menghindari
banyaknya korban jiwa di masa depan.
Standar perumahan dan kompensasi sejauh mungkin harus sama rata di seluruh
lapisan masyarakat guna menghindari ketegangan di antara kabupaten-kabupaten dan
desa-desa.
Fasilitasi persediaan bahan bangunan yang cukup melalui rantai pengadaan sangat
penting agar korban bisa memperoleh rumah baru dalam batas waktu yang sesingkat
mungkin guna membangun kembali mata pencaharian mereka.
22
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Infrastruktur
Dampak gempa bumi terhadap infrastruktur pemerintah dan swasta relatif terbatas,
dengan nilai kerusakan dan kerugian diperkirakan masing-masing sebesar Rp 397
miliar dan Rp 153,8 miliar. Sektor yang paling parah terkena dampak adalah energi, dengan
nilai kerusakan transmisi listrik dan fasilitas distribusi diperkirakan mencapai sejumlah total
Rp 225 miliar dan kerugian mencapai Rp 150 miliar akibat kerusakan fisik.
Dalam sektor transportasi, terdapat kerusakan jalan yang tersebar di berbagai
tempat tetapi tidak berat, serta kerusakan di bandara Yogyakarta, dan kerusakan jalur
kereta api utama dan infrastruktur yang terkait dengannya. Jumlah total kerusakan
diperkirakan mencapai Rp 90.2 miliar. Kebanyakan kerusakan jalan (80%) terjadi di jalan
provinsi dan kabupaten dan dua pertiga kerusakan terjadi di Kabupaten Sleman dan
Kabupaten Bantul.
Jumlah total kerusakan dan kerugian di sektor persediaan air dan sanitasi
diperkirakan mencapai Rp 85.6 miliar, terutama karena rusaknya sumur-sumur dangkal,
sumber utama air bagi 70-95% desa di Provinsi Yogyakarta maupun Provinsi Jawa Tengah.
Jasa pos dan telekomunikasi menderita sangat sedikit kerusakan, terutama kerusakan
pada base station telepon seluler dan nirkabel dan beberapa bangunan.
Jumlah total
kerusakan diperkirakan tidak melebihi Rp 7 miliar.
Tabel 13: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Infrastruktur
Sektor / Sub-Sektor
Efek (Miliar Rp)
Kerusakan
Kerugian
Air & Sanitasi
81,9
3,7
PDAM
5,0
3,7
Pasokan Air Pedesaan
75,5
0
Sanitasi Perkotaan
1,4
0
Energi
225,0
150,0
Substasiun transmisi
135,0
150,0
Jaringan Distribusi
90,0
0
Transportasi dan Perhubungan
90,6
0,2
Jalan
45,0
0
Kereta Api
19,9
0
Penerbangan Sipil
18,7
0,2
Pos dan Telekomunikasi
7,0
0
Total
397,5
153,8
% dari total kerusakan dan kerugian
1,7
2,4
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Total
85,6
8,7
75,5
1,4
375,0
285,0
90,0
90,8
45,0
19,9
18,9
7,0
551,4
1,9
Kepemilikan
Pemerintah
Swasta
10,1
75,5
8,7
0,0
0.0
75,5
1,4
0,0
375,0
0,0
285,0
0,0
90,0
0,0
90,8
0,0
45,0
0,0
19,9
0,0
18,9
0,0
7,0
0,0
475,9
75,5
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
AIR DAN SANITASI
Ikhtisar
Jumlah total kerusakan dan kerugian di sektor pasokan air dan sanitasi diperkirakan
mencapai Rp 85,6 miliar, agak lebih sedikit dibandingkan dengan sektor lainnya.
Kebanyakan kerusakan tampaknya terjadi pada fasilitas pasokan air ketimbang fasilitas
sanitasi. Tidak ada jaringan pasokan air pipa yang mengalami kerusakan parah. Di daerahdaerah terkena bencana yang kebanyakan tidak memiliki air pipa, pembersihan puing secara
segera dan biaya perbaikan sumur dapat mencapai Rp 75,5 miliar. Pada tahap ini, informasi
tentang infrastruktur sanitasi bawah tanah masih terbatas.
Kondisi Sebelum Bencana
Pasokan air perkotaan di daerah yang dilanda gempa bumi disediakan oleh
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan, kecuali di daerah Yogyakarta dan
sekitarnya, pelayanan sanitasi disediakan oleh pemerintah daerah melalui dinas
pertamanan dan kebersihan (DPK). Di daerah Yogyakarta dan sekitarnya, yang terdiri
dari kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman, saluran limbah
dikelola dan dioperasikan secara bersama-sama oleh pemerintah provinsi dan pemerintah
daerah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman. Sebagaimana pada
umumnya di Indonesia, jangkuan PDAM terbatas, sehingga sebagian besar rumah tangga
perkotaan dan hampir semua rumah tangga pedesaan mengandalkan upaya sendiri melalui
pengambilan air bawah tanah dangkal, tadah hujan, atau penggunaan air permukaan dari
sungai dan mata air. 85-95% desa di Kabupaten Bantul di Provinsi Yogyakarta dan
Kabupaten Klaten menggunakan sumur sebagai sumber air8. Sumur dan toilet di dalam
rumah merupakan hal biasa, dan pembuangan kotoran manusia ke sungai sudah merupakan
praktek yang umum di daerah pedesaan.
Sebelum gempa bumi, hanya sekitar 35 persen penduduk Kota Yogyakarta
(termasuk sebagian Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman) yang mendapatkan
persediaan air pipa dari PDAM Yogyakarta. PDAM Yogyakarta mengandalkan sumber
air bawah tanah (sumur dangkal dan dalam), sungai, dan mata air, dengan total kapasitas 583
liter/detik (l/s). Daerah yang dilayani dibagi menjadi empat zona, dengan 34.560 sambungan
rumah tangga dan 31,2% pasokan air yang hilang sebelum bencana. Kota Yogyakarta adalah
satu-satunya daerah perkotaan terkena bencana yang memiliki sistem pembuangan terbatas
(30% cakupan), dengan fasilitas pengolahan limbah yang kurang dimanfaatkan (40%) di
Sewon. Fasilitas toilet individu dan sanitasi/tangki penampung kotoran manusia di satu
lokasi merupakan hal yang umum di seluruh kota. Sehubungan pengelolaan limbah padat,
daerah Yogyakarta dan sekitarnya mengoperasikan sebuah lokasi pembuangan sampah
daerah di Piyungan. Pengambilan sampah, pembersihan kota, dan penyapuan jalan
dilaksanakan oleh masing-masing pemerintah kabupaten.
8
Data PODES 2005 yang dikumpulkan oleh BPS
23
24
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Di Kabupaten Bantul, pasokan air terdiri dari 12 unit, satu untuk kota Bantul dan 11
untuk saluran-saluran daerah kecamatan di wilayah tersebut. Hanya sekitar 10% dari
seluruh penduduk kabupaten yang dilayani oleh PDAM Bantul, 82% lainnya mengandalkan
sumur dangkal (93%), mata air (5%), pompa tangan (1%), tadah hujan (0,4%), dan cara-cara
lain. Jumlah total kapasitas produksi adalah 235 l/s, dan air yang tidak terhitung/hilang
dilaporkan mencapai 22%. Sistem sanitasi tidak ada, dan hanya sekitar 13% dari produksi
sampah harian yang diambil oleh petugas pengambilan sampah kabupaten.
Di Kabupaten Klaten, jangkauan persediaan air sebelum gempa bumi mencapai 56%
untuk kota dan 14% untuk kabupaten secara keseluruhan. PDAM menjangkau kota
Klaten, dan enam sistem pasokan air kecamatan tersebar di seluruh kabupaten; empat di
antaranya bergantung pada sumur dalam dan dua di antaranya mata air. Saluran pipa
melayani 22.537 sambungan rumah, yang di antaranya sekitar 13.000 berada di daerah kota
Klaten. Sumur-sumur galian umum digunakan sebagai sumber air rumah tangga.
Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Secara keseluruhan, kerusakan dan kerugian pada persediaan air dan sanitasi relatif
kecil dan bersifat sementara. Kerusakan fasilitas penyediaan air dan sanitasi diikhtisarkan
pada Tabel 14. 90% dari kerusakan pasokan air berada di daerah pedesaan.
Tabel 14: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian pada sektor Air dan Sanitasi
Air dan Sanitasi
Pasokan air
Pasokan Air PDAM
Unit Produksi (sumur, pompa)
Jaringan dan Sambungan Pipa
Truk Air
Pendapatan yang Hilang
Biaya Operasional Tambahan
Pasokan Air di Pedesaan
Sumur Galian yang Perlu Dibersihkan
Sumur Galian yang Perlu Direhabilitasi
Sanitasi
Fasilitas Pengolahan Air
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Total
85,6
84,2
8,7
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
75,5
0,0
0,0
1,4
0,0
Efek (Milyar Rp)
Kerusakan Kerugian
81,9
3,7
80,5
3,7
5,0
3.7
1,8
0.0
3,2
0,0
0,0
0.0
0,0
2,5
0,0
1,2
75,5
0,0
33,5
0,0
41,9
0,0
1,4
0,0
1,4
0,0
Kepemilikan
Swasta Pemerintah
75,5
10,1
75,5
8,7
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
75,5
0,0
33,5
0,0
0,0
0,0
0,0
1,4
0,0
0,0
Pasokan air pipa di daerah perkotaan terganggu selama beberapa hari terutama
karena matinya aliran listrik, karena 90% air bersumber dari sumur dalam yang di
pompa. Di Yogyakarta, tidak satu pun dari bangunan, pompa, dan sumur PDAM rusak
berat akibat gempa bumi, dan perbaikan secara cepat telah dilakukan guna menjaga pasokan
air. Tetapi, jaringan distribusi air rusak akibat semakin banyaknya kebocoran fisik di kota,
terutama di kecamatan-kecamatan yang paling terkena dampak, yakni Umbulharjo,
Mergangsan, Kota Gede dan Mantri Jero. Perbaikan sementara lebih dari 200 titik kebocoran
sedang dilakukan. Tidak ada laporan tentang kerusakan jaringan limbah. Meski telah
dilaporkan ada kerusakan kecil di fasilitas pengolahan limbah, fasilitas itu masih beroperasi.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Kerusakan kecil juga ditemukan di lokasi penampungan sampah daerah di Piyungan, yang
melayani daerah Yogyakarta dan sekitarnya, berupa kebocoran pada kolam penyaringan yang
bisa mencemari sungai di dekatnya.
Di Bantul, dua dari 12 sumur dalam dilaporkan rusak, dan dua jembatan pipa
transmisi telah roboh. Di Klaten, hanya sekitar 50 sambungan rumah tangga yang
terganggu. Kedua kabupatan itu pada umumnya berisi wilayah semi-perkotaan dan pedesaan,
yang hanya mempunyai sedikit sambungan pipa, sehingga hanya terdapat sedikit kerusakan
pada sambungan tersebut. Sebaliknya, karena sumur dan toilet sangat umum, kerusakan per
individu banyak terjadi. Tetapi, tampaknya, bahkan di tempat-tempat yang tingkat
kehancuran rumahnya tinggi, struktur sumur-sumur itu tetap kuat, meski sudah terisi dengan
puing. Maka, biaya pembersihan yang dilakukan dengan segera bisa jadi tinggi, tetapi biaya
penggantian dan rekonstruksi rendah. Untuk sementara, rumah tangga yang berada di daerah
yang terkena dampak parah telah menggunakan fasilitas air dan sanitasi umum yang
disediakan para tetangga, yang telah dibersihkan dari puing, dan PDAM sedang menyalurkan
air melalui truk dan penampungan air umum di tenda-tenda evakuasi.
Informasi tentang kerusakan tangki penampung tinja belum tersedia dan mungkin
akan berdampak pada mutu air apabila tangki-tangki itu dibangun dekat sumur. Tetapi,
penting untuk dicatat bahwa kebocoran tangki penampung tinja ke sumur-sumur didekatnya
sudah menjadi masalah umum bahkan sebelum adanya gempa bumi.
Semua PDAM di kabupatan-kabupaten yang terkena dampak kemungkinan besar
akan mengalami peningkatan biaya operasional dan pemeliharaan akibat pekerjaan
perbaikan yang harus segera dilakukan. Di Bantul, pekerjaan perbaikan dan rehabilitasi
terhalang oleh berkurangnya kapasitas staf, karena sekitar 80% rumah staf PDAM roboh
atau rusak berat.
25
26
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
ENERGI
Ikhtisar
Gempa bumi mengakibatkan kerusakan yang signifikan pada substasiun tegangan
ekstra tinggi di Pedan (Kabupaten Klaten), kerusakan kecil pada sebelas substasiun
tegangan tinggi, dan kerusakan di berbagai jaringan dan sambungan rumah tangga
tegangan menengah dan tinggi. Pasokan listrik daerah perkotaan Yogyakarta terputus
secara singkat, dan perkembangan bagus telah dibuat sejak saat itu dalam mengembalikan
sambungan listrik kepada para pelanggan di daerah pedesaan yang bangunannya masih bisa
digunakan. Tidak ada laporan mengenai kerusakan instalasi minyak dan gas. Ada beberapa
laporan tentang kerusakan tempat-tempat pengisian bensin pinggir jalan. Jumlah total
kerusakan dan kerugian diperkirakan mencapai masing-masing Rp 325 miliar dan Rp 150
miliar.
Keadaan Sebelum Bencana
Pasokan listrik untuk umum di Jawa dan di tempat-tempat lainnya dikelola oleh
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Daerah yang terkena gempa biasanya
memperoleh aliran listrik melalui jaringan 500KV dari pusat pembangkit listrik tenaga
batubara Paiton, Jawa Timur, dan PLN tidak memiliki kapasitas pembangkit yang signifikan
di daerah yang terkena bencana. 9 Pusat Pengendalian dan Pengaturan Beban (P3B) PLN
Jawa-Bali mengelola jaringan transmisi 500KV dan jaringan transmisi regional 150KV. Unit
usaha Distribusi Jawa Tengah mengelola jaringan distribusi dan penjualan listrik ke
pelanggan listrik tegangan menengah dan tinggi di semua daerah yang terkena dampak.
Substasiun Pedan yang baru saja dibangun, merupakan segmen sangat penting pada
jaringan 500 KV Jawa-Bali, terletak di jalur 500KV selatan yang, jika selesai, akan
menghubungkan Paiton via Kediri, Pedan, dan Tasikmalaya ke Depok (Jakarta). Juga
terdapat saluran 500KV dari Pedan ke Unggaran (Semarang) melalui jalur 500KV utara.
Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Substasiun Pedan menderita kerusakan pada pemutus arus 500 KV (3 pasang), saklar
pemutus 500KV (5 pasang), trafo 500KV/150KV (2 pasang) dan sebuah penangkal
listrik 500KV. Hal itu melumpuhkan sambungan 500KV Pedan-Kediri-Paiton maupun
Pedan-Ungaran, sehingga listrik harus disalurkan melalui jaringan 150KV dari pusat
pembangkit minyak bakar di dekat Semarang (Tambak Lorok) dan dari Jawa Barat.
Bangunan substasiun juga menderita sedikit keretakan tetapi perlengkapan kendali di
dalamnya selamat dari kerusakan. Selain itu, sebelas substasiun 150KV di Provinsi
9
PLN memiliki sebuah unit pembangkit listrik tenaga air kecil berukuran 260kW di daerah itu. Tidak
dilaporkan adanya kerusakan pada fasilitas itu. Sejumlah perusahaan memiliki ’pembangkit’ sendiri yang
menyediakan listrik untuk keperluan utama atau cadangan. Menurut laporan, ada sekitar 140 unit di Provinsi
Jawa Tengah/Provinsi Yogyakarta dengan total kapasitas terpasang sekitar 87MW. Unit-unit itu merupakan
bagian dari sektor produktif.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Yogyakarta menderita kerusakan kecil pada bangunan dan perlengkapannya.10 Tidak ada
menara transmisi yang rusak. Jumlah total biaya untuk perbaikan diperkirakan mencapai Rp
135 miliar11 oleh PLN.
Aliran 500 KV Pedan-Unggaran diberi tenaga kembali pada tanggal 31 Mei,
memungkinkan listrik dari Tambok Lorok disalurkan pada tegangan 500KV. Aliran
500KV Pedan-Kediri diberi tenaga kembali pada tanggal 6 Juni, sehingga bisa mengalirkan
listrik dari pembangkit listrik tenaga batubara Paiton.12 Pekerjaan sisanya di Pedan dan di 11
stasiun 150KV direncanakan akan selesai pada tanggal 30 Juni.
Unit usaha Jawa Tengah melaporkan kerusakan pada lebih dari 140.000 sambungan
pelanggan (seluruhnya sekitar 6,7 juta), dan pada kurang lebih 880km jalur distribusi
tegangan menengah (30KV dan 20KV) dan 820km jalur distribusi tegangan rendah.
Hanya segmen-segmen pendek dari jaringan tersebut yang menderita kerusakan parah. Pada
awalnya, sekitar 1.800 trafo distribusi tidak berfungsi dan sekarang diperkirakan bahwa
sekitar 180 rusak. PLN merencanakan untuk memfungsikan seluruh jaringan pada akhir Juni,
meskipun konektivitas akhir akan bergantung pada kecepatan rekonstruksi rumah-rumah
yang rusak. Jumlah total biaya perbaikan jaringan distribusi dan bangunan diperkirakan oleh
PLN mencapai Rp 90 miliar.
Biaya pembangkitan listrik PLN naik dengan tinggi karena PLN harus memasok
listrik ke daerah dari stasiun-stasiun berbahan bakar minyak dan bukannya
berbahan bakar batubara selama periode 27 Mei sampai 6 Juni. Konsumsi BBM
diperkirakan meningkat hingga 3.000 kiloliter per hari, sehingga biaya pembangkitan listrik
harian meningkat menjadi Rp 15 milyar.13 Jumlah total kerugian selama 10 hari tidak
beroperasinya aliran Pedan-Kediri diperkirakan oleh PLN mencapai Rp 150 miliar.
Unit distribusi Jawa Tengah telah melaporkan bahwa mereka mengantisipasi
berkurangnya penjualan listrik selama enam bulan ke depan.14 Kerugian ini tidak
dihitung karena: (a) sebagian besar pelanggan yang terkena dampak mendapatkan tarif R1
yang disubsidi tinggi, yang nilainya hanya sedikit di atas biaya pasokan jangka pendek yang
dapat dihindari dan (b) sebagian besar pelanggan rumah kecil menggunakan listrik selama
periode puncak malam hari (antara pukul 17.00 dan 22.00) ketika PLN sedang kesulitan
untuk memenuhi permintaan.15
10
Bantul, Wirobrajan, Medari, Godean, Gejayan, Kentungan, Semanu, Solo Baru, Wates, Purwoajo, dan
Klaten.
11
Informasi terbaru diperoleh dari PLN setelah tabel yang dirujuk di naskah ini selesai dibuat. Kerusakan di
Pedan sekarang diperkirakan mencapai Rp 92 miliar. Perkiraan oleh PLN tidak diverifikasi secara independen
sebelum perlengkapan diperbaiki.
12
Jadwal ini bisa terealisasi karena P3B bisa ’meminjam’ perlengkapan untuk Pedan dari substasiun Grati, yang
sekarang sedang dibangun.
13
Angka harus divalidasi oleh data aliran beban dan biaya energi.
14
PLN sedang mempertimbangkan apakah pelanggan yang bangunannya rusak total akan ditagih untuk
penggunaan listrik mereka untuk bulan Mei.
15
PLN sedang berupaya menekan kebutuhan periode puncak dengan mengenakan tarif periode puncak yang
tinggi untuk pelanggan industri besar dan bisnis (satu-satunya dengan pengukuran meter berdasarkan waktu).
Pada akhir tahun 2005, PLN juga memperkenalkan kebjakan disinsentif sementara (Dayamax) untuk pelanggan
27
28
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
TRANSPORTASI DAN PERHUBUNGAN
Ikhtisar
Gempa bumi mengakibatkan kerusakan yang relatif kecil pada jaringan jalan umum,
infrastruktur kereta api, bandara Yogyakarta, dan instalasi telepon serta kantor pos.
Tidak ada pelabuhan laut atau sungai di daerah yang terkena dampak.
JALAN
Kondisi Sebelum Bencana
Jaringan jalan digolongkan berdasarkan tanggung jawab administratif menjadi
penghubung nasional, provinsi, kabupaten, dan kota. Penggolongan ini secara umum
mencerminkan fungsi jalan. Di pusat, tanggung jawab terhadap infrastruktur jalan dipegang
oleh Departemen Pekerjaan Umum (Dep-PU) dan ditangani oleh Direktorat Jenderal Jalan
Raya. Dep-PU bertanggung jawab secara langsung untuk pembangunan dan perawatan
jaringan nasional dan untuk menetapkan kebijakan dan standar untuk mengelola jaringan
subnasional. Dinas pekerjaan umum provinsi dan Kabupaten/Kota bertanggung jawab
untuk pembangunan dan perawatan jaringan mereka masing-masing.
Jaringan nasional di Provinsi Yogyakarta memiliki panjang total sejauh 169km (2004)
dan terdiri dari jalan lingkar Yogyakarta ditambah empat penghubung radial.
Panjang jaringan provinsi, distrik, dan kota adalah 690km (2006), 3.834km (2000), dan
210km (2000), masing-masing. Selain itu, ada 2.000km jalan desa. Data serupa untuk Klaten
belum tersedia.
bisnis dan industri guna semakin menekan konsumsi periode puncak. Meskipun demikian, PLN selama ini
telah beberapa kali terpaksa melepaskan beban.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Gambar 5: Jaringan Jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten
Sumber: Tim Penilai Gabungan
Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Terdapat kerusakan yang luas namun ringan pada jalan dan jembatan di daerahdaerah yang dilanda gempa bumi. Jumlah total biaya kerusakan diperkirakan mencapai
Rp 45 miliar berdasarkan data kerusakan jalan dari dinas pekerjaan umum provinsi. Semua
jalan penghubung penting sekarang bisa digunakan dan sejauh ini tidak ada dampak
signifikan terhadap kecepatan lalu lintas. Maka, kerugian yang signifikan diperkirakan tidak
ada.
Kerusakan jalan mencakup retakan melintang dan memanjang. Ruas-ruas jalan telah
mengalami penurunan kecil dan deformasi aspal terutama karena hancurnya dinding
penahan. Kerusakan jembatan mencakup keretakan memanjang pada lempeng-lempeng dek
dan lepasnya sendi-sendi ekspansi. Juga ada penurunan pada jalan jembatan.
Perkiraan biaya kerusakan jalan dan jembatan ditampilkan di Tabel 15. Kerusakan
jembatan mencapai 60% dari jumlah total biaya, jalan nasional 16% dari jumlah total biaya,
sementara jalan provinsi dan kabupaten 84%. Dua per tiga kerusakan jaringan subnasional
terjadi di Bantul dan Sleman.
29
30
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Tabel 15: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Jalan16
Kerusakan dan Kerugian (Miliar Rp)
Jalan
Jembatan
Nasional
2,6
4,8
Provinsi
9,8
7,8
Kabupaten/Kota
6,2
13,8
Total
18,7
26,3
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Total
7,4
17,6
20
45
KERETA API
Kondisi Sebelum Bencana
Infrastruktur Jalan Kereta Api dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan dikelola oleh
Direktorat Jenderal Kereta Api di Departemen Perhubungan. Jalan kereta api
dioperasikan dan pelihara oleh perusahaan kereta api milik negara, PT Kereta Api Indonesia
(KAI), yang mengoperasikan pengangkutan penumpang dan pengangkutan barang. Kereta
api lintas Jawa umumnya melayani penumpang dan jalur utama selatan menjalankan lalu
lintas jarak jauh antara Jakarta dan Surabaya, serta pelayanan lokal ke bagian timur dan barat
Yogyakarta. Yogyakarta adalah salah satu stasiun penumpang yang sangat penting dan juga
merupakan bengkel bagi lokomotif diesel satu-satunya di Indonesia.
Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Jalur utama sebelah selatan mengalami kerusakan kecil pada rel, bangunan stasiun,
tanda-tanda dan telekomunikasi, serta bangunan di antara Delanggu (sebelah timur
Yogyakarta) dan Wates (sebelah barat).17 Kerusakan kecil juga terjadi pada bangunan
stasiun lain di Yogyakarta dan sekitarnya, termasuk bengkel lokomotif, bangunan operasi,
dan beberapa penginapan dan asrama. Jumlah total kerusakan diperkirakan mencapai sekitar
Rp 20 miliar. Tidak terdapat dampak yang signifikan pada operasi kereta api jarak jauh dan
pelayanan berlangsung kurang lebih normal selama beberapa jam kemudian; kerugian
signifikan tidak tampak.
Perkiraan awal biaya kerusakan telah dibuat oleh Daerah Operasi IV (DAOP VI)
KAI dengan berkonsultasi pada Departemen Perhubungan. Penguatan bantalan rel
dan pelurusan kembali rel di jalur sepanjang 800m diperkirakan memakan biaya sekitar
Rp 11,2 miliar. Kerusakan peralatan sinyal dan instalasi lainnya dan sebuah jembatan yang
sedikit rusak diperkirakan memakan biaya Rp 2,8 miliar. Perbaikan atau penggantian 12
bangunan stasiun yang rusak dan bangunan lainnya serta pagar diperkirakan memakan biaya
hingga sekitar Rp 5,9 miliar.
16
Angka terbaru disedikan oleh dinas pekerjaan umum provinsi setelah tabel ini selesai dibuat. Jumlah total
kerusakan dan kerugian jalan naik mencapai Rp 68.7 miliar. Tetapi, tidak ada perincian pendukung dalam data
tersebut.
17
Jalur kereta api dari Yogyakarta ke Bantul ditutup.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Pelayanan berlangsung hampir normal selain dari adanya pembatasan kecepatan
sementara yang dikenakan pada ruas-ruas jalur yang pendek. Perbaikan rel diharapkan
akan selesai dalam waktu beberapa minggu, sehingga pembatasan kecepatan tidak akan
diperlukan lagi.
PENERBANGAN SIPIL
Keadaan Sebelum Bencana
Bandara Adi Sucipto di Yogyakarta dimiliki dan dikelola oleh perusahaan negara PT
Angkasa Pura I (AP-I) dan dilayani oleh Garuda serta beberapa perusahaan lain.
Perusahaan-perusahaan penerbangan itu mengoperasikan jalur-jalur langsung ke kota-kota
besar lainnya di Indonesia, termasuk Jakarta, Surabaya, Denpasar, Bandung, Banjarmasin,
Balikpapan dan Makassar, dan ke Singapura. Panjang landasannya, 2.200 meter, sehingga
737 dan pesawat sejenis bisa dioperasikan.
Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Bandara Adi Sucipto menderita keretakan landas pacu dan sebuah ruas bangunan
terminal domestik satu lantai runtuh. Beberapa kerusakan kecil juga terjadi. Bandara
tersebut efektif ditutup selama dua hari, dan penerbangan dialihkan ke bandara Solo.
Perbaikan darurat terhadap keretakan landas pacu diselesaikan dengan cepat dan Adi Sucipto
sekali lagi menangani semua pelayanan yang dijadwalkan secara normal dan tanpa
pembatasan beban dalam waktu dua hari kemudian.
31
32
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Gempa bumi mengakibatkan keretakan melintang pada landas pacu di tiga lokasi
dan keretakan memanjang di satu lokasi. Keretakan terjadi selebar 3cm dan umumnya
sedalam 5cm. Instalasi listrik dan alat bantu penglihatan pada umumnya tidak terkena
dampak tetapi terdapat kerusakan kecil pada menara kendali, dan bangunan dan jalan
operasional. Dengan dilakukannya penambalan, operasi landas pacu bisa dipulihkan dengan
cepat tetapi pekerjaan perbaikan bandara yang memakan waktu lebih lama, termasuk
pengaspalan landas pacu, perbaikan bangunan, jalan, dan perlengkapan operasional
diperkirakan memakan biaya Rp 13,8 miliar.
Lobi keberangkatan domestik, yang luasnya mencapai 1.200m2 dan dibangun pada
tahun 1984, runtuh dan membutuhkan penggantian total.18 Tempat check-in domestik
dan daerah lobi mengalami keretakan, dan Sistem Data Informasi Penerbangan rusak.
Jumlah total biaya rekonstruksi dan perbaikan diperkirakan mencapai Rp 5,4 miliar.
Perkiraan hilangnya pendapatan dari ongkos pelayanan penumpang, parkir, dan
penanganan barang mencapai Rp 150 juta selama penutupan dilakukan. Biaya-biaya
itu mungkin sudah lebih dari tertutupi dengan meningkatnya pendapatan di Solo, dan
meningkatnya volume penumpang dan barang secara signifikan akibat gempa bumi.
POS DAN TELEKOMUNIKASI
Kerusakan instalasi pos dan telekomunikasi tidak banyak terjadi dan pelayanan
telepon beroperasi kembali hampir secara normal di sebagian besar daerah hanya dalam
waktu beberapa jam kemudian.
Menurut laporan, kerusakan fisik pada fasilitas telekomunikasi sangat sedikit.
Pelayanan surat dioperasikan oleh perusahaan negara PT Pos, yang melaporkan kerusakan
kepada kantor pos wilayah Yogyakarta dan kantor sortir pusat, dan ke sejumlah kantor
cabang dan subcabang serta perumahan staf. Menurut laporan PT Pos, sejumlah Rp 7 miliar
telah disediakan untuk perbaikan.
Rekomendasi Awal
Kerusakan pada infrastruktur relatif rendah. Bagian yang paling terkena dampak
adalah sektor energi. Tetapi, banyak dari kerusakan perlengkapan sudah diperbaiki dalam
waktu kurang lebih sepuluh hari. Secara keseluruhan, tampaknya pelayanan air dan sanitasi,
penerbangan, dan telekomunikasi hanya terkena dampak sementara. Sebagian besar
kerusakan jalan terjadi pada jalan provinsi dan kabupaten.
Perkiraan kerusakan ini sebagian besar didasarkan atas inspeksi visual. Suatu
perkiraan saksama terhadap kemungkinan kerusakan bawah tanah pada pipa, saluran limbah,
dan tangki pembuangan tinja; kualitas air, keutuhan struktur jembatan, dan rel kereta api
18
Penumpang yang akan berangkat sekarang menunggu di ruangan lain, tanpa menimbulkan banyak
ketidaknyamanan.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
harus dilakukan. Mengingat kemungkinan terjadinya gempa susulan, hal ini bisa jadi sangat
penting demi keamanan operasional.
Untuk ke depan, rekomendasi awal mencakup:
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Memobilisasi pendekatan padat karya untuk membersihkan dan merehabilitasi sumur
dan toilet;
Memastikan bahwa air bawah tanah dan infrastruktur sanitasi diikutkan dalam
mempersiapkan lokasi, dengan jarak yang cukup jauh dari tangki penampung tinja
guna mencegah pencemaran lebih jauh; PLN harus siap memperluas sambungan ke
rumah-rumah.
Memulai program skala provinsi untuk meningkatkan akses ke pasokan air yang
bermutu dan pelayanan sanitasi. Hal itu mencakup program ekspansi PDAM
tahunan, serta sistem-sistem berbasis masyarakat.
Merehabilitasi jalan dan jembatan kabupaten dengan cepat guna menghindari
kerusakan lebih lanjut selama musim hujan.
33
34
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Sektor Sosial
Sebelum gempa bumi, Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Yogyakarta berada
di urutan ketiga tertinggi di Indonesia, dengan Jawa Tengah mendekati angka ratarata di Indonesia. Status kesehatan Yogyakarta merupakan salah satu yang terbaik di
Indonesia, disusul oleh Jawa Tengah.
Tempat-tempat yang dilanda gempa bumi juga
merupakan pusat-pusat penting pendidikan, karena memiliki banyak universitas, sekolah
dasar dan menengah, dan memiliki tingkat pendaftaran yang sangat tinggi. Daerah tersebut
merupakan pusat seni utama Jawa dan memiliki sejumlah lokasi yang sangat penting secara
spiritual dan budaya.
Sebagian besar pelayanan sosial disediakan oleh sektor swasta. Sektor swasta
memainkan peran yang dominan dalam menyediakan pelayanan kesehatan dan memainkan
peran yang besar dalam pendidikan. Sebagian besar fasilitas kesejahteraan sosial dimiliki oleh
yayasan-yayasan swasta dan sebagian besar aset budaya adalah tempat ibadat, yang juga
berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat dan dibiayai, dikelola, dan dioperasikan oleh
masyarakat.
Gempa bumi mengakibatkan kerusakan dan kerugian di sektor sosial dengan jumlah
total mencapai Rp 4,0 triliun. Gempa bumi mengakibatkan kerugian besar di bidang
pelayanan sosial di Provinsi Yogyakarta dan Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.
Beberapa gambaran kunci efek gempa bumi terhadap sektor sosial adalah:
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Lebih dari Rp 3,2 miliar (82%) kerusakan terjadi di bidang kesehatan dan pendidikan.
Lebih dari setengah (53%) kerusakan dan kerugian di bidang pelayanan sosial terjadi
pada sektor swasta.
Perbandingan antara kerusakan dan kerugian yang diantisipasi sebanyak masingmasing 98% dan 2%.
Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta adalah yang paling parah terkena dampak.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Tabel 16: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Sosial (miliar Rp)
Sektor Sosial
Pendidikan
Kesehatan dan Keluarga Berencana
Fasilitas untuk Orang Miskin dan Rentan
Agama dan Kebudayaan19
Jumlah
% dari jumlah Kerusakan dan Kerugian
Seluruh Sektor
Sumber: Perkiraan Tim Gabungan
Kerusakan
1,683
1,525
44
654
3,906
17
Efek
Kerugian
0,56
0,21
0,1
0,0
0,77
1,2
Total
1,739
1,546
44
654
3,982
14
Pemilik
Swasta
Pemerintah
585
1.154
996
550
34
10
498
156
2.113
1.870
PENDIDIKAN
Ikhtisar
Jumlah kerusakan dan kerugian di bidang pendidikan kedua provinsi, Yogyakarta
dan Jawa Tengah, diperkirakan mencapai Rp 1,74 triliun. Jumlah kerusakan di Provinsi
Yogyakarta diperkirakan mencapai Rp 1,3 triliun untuk bangunan dan Rp 58,8 miliar untuk
peralatan pendidikan. Jumlah bangunan dan fasilitas yang rusak sekitar Rp 320 miliar di Jawa
Tengah, yang 60%-nya terjadi di Kabupaten Klaten. Perkiraan kerugian mencakup biaya
fasilitas sekolah sementara, perekrutan dan pelatihan guru baru, pembayaran guru sementara
untuk menggantikan guru yang luka-luka, biaya pembersihan, dan biaya konseling. Jumlah
kerugian di Yogyakarta dan Jawa Tengah diperkirakan mencapai sekitar Rp 55,8 miliar.
Kondisi Sebelum Bencana
Provinsi Yogyakarta adalah pusat penting pendidikan di Indonesia, yang memiliki
banyak sekali universitas, sekolah menengah, dan sekolah dasar. Prestasi pendidikan
di Yogyakarta berada di atas rata-rata nasional, sedangkan di Jawa Tengah angkanya
mendekati rata-rata.20 Pada tahun 2004, angka partisipasi sekolah bersih mendekati angka
rata-rata nasional, yaitu 93%, dengan tingkat partisipasi yang sama antara anak lelaki dan
perempuan. Angka transisi ke sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas lebih
tinggi di Yogyakarta ketimbang di Jawa Tengah, dengan tingkat partisipasi anak perempuan
lebih tinggi.21 Angka transisi yang tinggi ini menyebabkan angka partisipasi bersih di
Yogyakarta untuk pendidikan tersier mencapai 43,6%, jauh di atas Jawa Tengah, 6.9%, dan
tingkat nasional, 8,6%.22 Akses fisik ke sekolah-sekolah di Yogyakarta merupakan fakor
19
Kerusakan dan kerugian di bidang pariwisata dimasukkan ke dalam Sektor Produktif.
Angka ini mencakup sekolah negeri dan swasta, sekolah kejuruan, dan sekolah yang disupervisi oleh
Departeman Pendidikan Nasional dan Departemen Agama.
21
Angka partisipasi bersih di Sekolah Menengah Pertama di Yogyakarta 77,7, Jawa Tengah 67,8, dan Indonesia
65,2.
22
7.8 anak perempuan dan 6,1 anak lelaki. Di Jawa Tengah, partisipasi dalam pendidian tertiari dilakukan lebih
banyak orang anak laki-laki.
20
35
36
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
penting untuk meraih angka partisipasi yang tinggi. Pada tahun 2005, 70% dari semua desa di
Yogyakarta memiliki sekolah menengah pertama, dibandingkan dengan di Jawa Tengah dan
di seluruh negeri yang hanya mencapai 30%.
Sektor swasta memainkan peran yang besar dalam memberikan pelayanan
pendidikan. Sektor swasta mencakup 22% dari semua fasilitas pendidikan dasar, 51% dari
semua sekolah menengah pertama, dan 60% dari semua fasilitas sekolah menengah atas di
kedua provinsi itu. Karena fasilitasnya cenderung lebih luas, pemerintah memberikan layanan
pendidikan kepada lebih banyak siswa daripada sektor swasta. Pada saat yang sama, dan
berbeda dengan pengalaman di negeri-negeri lain, fasilitas pendidikan swasta cenderung
menarik lebih banyak orang miskin yang anaknya tidak berhasil dalam ujian masuk ke
sekolah negeri atau yang tidak bisa membayar biaya seragam dan buku yang diharuskan di
sekolah negeri.
Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Kerusakan. Gempa bumi telah mengakibatkan dampak yang besar pada sektor
pendidikan. Di Yogyakarta, sekitar 2.155 fasilitas pendidikan rusak atau hancur. Kabupaten
Bantul, Yogyakarta, adakah kabupaten yang paling parah terkena dampak, dengan 949, atau
lebih dari 90% bangunan pendidikan rusak atau hancur. Di Jawa Tengah, 752 bangunan
rusak atau hancur. Kabupaten Klaten mengalami tingkat kerusakan tertinggi di provinsi
tersebut, dengan 64 bangunan hancur dan 257 bangunan rusak parah, yang mencapai sekitar
38% dari semua bangunan di kabupaten. Pada saat penilaian, 36 guru telah dilaporkan tewas,
dan dua kali lipatnya terluka.
Mutu bangunan sekolah merupakan aspek utama yang menyebabkan tingkat
kehancuran yang tinggi. Banyak bangunan sektor sosial, terutama sekolah dasar di
pedesaan, dibangun pada tahun 1970-an dengan dana INPRES. Setelah adanya perbaikan
dalam angka kematian bayi dan anak, sekolah-sekolah harus dibangun dengan cepat guna
menampung sejumlah besar anak yang siap memasuki sekolah dasar. Karena penegakan
peraturan pembangunan rendah, memaksimalkan penggunaan dana untuk jumlah anak
sekolah yang kian meningkat diprioritaskan di atas kepatuhan terhadap standar bangunan
anti-gempa dan standar keamanan lainnya.
Kerugian. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, perhitungan mencakup
perkiraan biaya penggunaan lokasi sekolah sementara, biaya merekrut dan melatih
guru baru, dan pembayaran guru sementara, dan biaya membersihkan puing di
lokasi-lokasi yang terkena gempa. Hal-hal tersebut dianggap kerugian yang akan terjadi
dalam jangka menengah, sampai sistem pendidikan normal kembali.
Tabel 17: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Pendidikan (miliar Rp)
Efek
Kerusakan
Bangunan
Peralatan
Jawa Tengah
317
3,0
Yogyakarta
1.304
59
Jumlah
1.621
62
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Sub-total
320
1.363
1.683
Pemilik
Kerugian
12
44
56
Total
332
1.406
1.739
Pemerintah
245
910
1.154
Swasta
88
496
585
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Isu-Isu Kunci
Tindakan cepat harus dilakukan guna menghindari kerusakan yang lebih besar,
yang kemudian akan meningkatkan kerugian, dan juga guna memastikan keamanan
siswa. Observasi lapangan mengindikasikan bahwa beberapa sekolah, meskipun tampaknya
aman, telah mengalami kerusakan parah yang tidak terlihat yang bisa berbahaya bagi anakanak sekolah. Karena banyak dari sekolah itu sudah berumur 35 tahun dan tidak memenuhi
standar keamanan terhadap gempa bumi, rekonstruksi menyeluruh harus diprioritaskan di
atas perbaikan dan rehabilitasi.
Mengingat besarnya kerugian, rekonstruksi harus dilakukan dalam fase-fase
sedemikian rupa sehingga semua siswa mendapat akses ke fasilitas sekolah secara bersamaan.
Rekomendasi Awal
ƒ
ƒ
ƒ
Penilaian teknis terhadap bangunan sekolah yang masih ada harus segera
dilakukan untuk menentukan fasilitas mana yang aman digunakan. Sementera
itu, sekolah-sekolah sementara harus dibuat bagi sekolah yang hancur dan yang rusak
sampai semuanya bisa dibuktikan aman untuk digunakan.
Pendekatan kemasyarakatan harus dilakukan untuk merekonstruksi fasilitas
pendidikan berdasarkan program pembangunan sekolah berbasis-masyarakat
dari Depdiknas yang pembangunannya dilakukan oleh masyarakat. Tetapi,
kepatuhan pada standar tahan gempa dan standar keamanan lainnya harus dipantau
dan ditegakkan secara ketat.
Pembangunan kembali merupakan kesempatan untuk mendistribusikan
kembali sekolah-sekolah. Perubahan demografis dan mengecilnya ukuran keluarga
mengubah pola demografis dan, dengan demikian, sejumlah besar sekolah tidak
memiliki banyak siswa. Demikian pula, distribusi guru tidak seimbang, karena
beberapa sekolah memiliki rasio guru-murid yang lebih tinggi daripada standarnya.
Pola-pola demikian harus dipertimbangkan pada waktu menentukan pembangunan
kembali sekolah tertentu, dan perekrutan guru pengganti.
KESEHATAN DAN KELUARGA BERENCANA
Ikhtisar
Jumlah kerusakan dan kerugian di sektor kesehatan dan keluarga di Provinsi
Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah bersifat signifikan. Jumlah kerusakan
diperkirakan mencapai sekitar Rp 1,5 triliun, sementara jumlah kerugian diperkirakan
mencapai sekitar Rp 21 miliar. Praktek dokter dan rumah sakit adalah yang paling terkena
dampak, dengan kerusakan dan kerugian mencapai hampir Rp 1 triliun, atau 65% dari
kerusakan dan kerugian.
37
38
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Kondisi Sebelum Bencana
Sebelum bencana, status kesehatan Provinsi Yogyakarta berada di antara yang
terbaik di Indonesia, diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah, terutama di kabupatenkabupaten yang dekat dengan Yogyakarta. Indeks Pembangunan Manusia (HDI) untuk
Yogyakarta berada di urutan ketiga tertinggi di Indonesia, sedangkan HDI untuk Jawa
Tengah mendekati rata-rata nasional. Status kesehatan Yogyakarta dan Jawa Tengah
mencerminkan angka-angka HDI tersebut. Pada tahun 2002, angka harapan hidup rata-rata
telah mencapai 73,0 tahun di Yogyakarta, dibandingkan dengan 68,9 tahun di Jawa Tengah
dan 67,8 di Indonesia secara keseluruhan. Pada tahun 2004, angka kematian bayi di
Yogyakarta adalah 23,3 per seribu kelahiran hidup, jauh di bawah Jawa Tengah, 34,1, dan
rata-rata nasional, 35. Malnutrisi masih menjadi masalah yang berkelanjutan. Pada tahun
2004, 16,9% anak di bawah usia lima tahun di Yogyakarata dan 29,0% di Jawa Tengah
kekurangan berat badan, dibandingkan dengan rata-rata nasional, 29,0%. Rasio pendudukpusat-kesehatan sekitar 25.000 di Yogyakarta pada tahun 2002, dibandingkan dengan 36.000
di Jawa Tengah dan 39.000 di Indonesia.23 Tingginya rasio tersebut di Yogyakarta
menghasilkan indikasi-indikasi bermutu tinggi lainnya. Misalnya, pada tahun 2004, 84,7%
kelahiran dibantu oleh personil medis modern dibandingkan dengan 66,3% di Jawa Tengah
dan 64,3% di Indonesia.
Provinsi Yogyakarata dan Beberapa Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang
mengelilinginya telah lama dikenal sebagai tempat pendidikan bermutu tinggi dan
inovasi pelayanan kesehatan. Jenis-jenis pelayanan kesehatan yang penting didominasi
oleh sektor swasta, yang menyediakan dua pertiga pelayanan rawat jalan dan sebagian besar
perawatan di rumah sakit. Pada saat yang sama, pemerintah daerah membantu pembentukan
sektor pemerintah yang kuat yang, dalam beberapa tahun belakangan ini, telah memperkuat
perannya dalam menyediakan pelayanan umum dan mengatasi kegagalan pasar. Misalnya,
bentuk-bentuk asuransi kesehatan yang baru sedang diujicoba, langkah-langkah untuk
meningkatkan kualitas personil kesehatan dan pelayanan kesehatan sedang dijalankan, dan
pemantauan terhadap penyakit telah diperkuat ketika kinerja di Indonesia secara umum
sedang menurun.
Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Kerusakan. Perkiraan kerusakan di sektor kesehatan akibat gempa bumi
diikhtisarkan di dalam tabel di bawah ini. Gempa bumi mengakibatkan kerusakan dan
kehancuran 17 rumah sakit swasta di Kota Yogyakarta. Satu rumah sakit pemerintah di
Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, mengalami sedikit kerusakan. Di Provinsi Yogyakarta, 41
klinik swasta dilaporkan rusak atau hancur dan 1.631 praktek dokter swasta terkena
dampak24. Dari jumlah total 117 Puskesmas di Provinsi Yogyakarta, 45 hancur, 22 rusak
parah dan 16 rusak ringan. Di Jawa Tengah, dua pusat kesehatan di Klaten hancur, tujuh
rusak berat dan tujuh rusak ringan; di Kabupaten Magelang dan Boyolali, puskesmaspuskesmas mengalami rusak berat dan ringan. Kabupaten Klaten melaporkan kerugian
berupa satu puskesmas keliling. Dari 324 Puskesmas Pembantu (Pustu) in Yogyakarta, 73
23
24
35 Puskesmas di Klaten,134 Puskesmas di Yogyakarta.
Diperkirakan sebagai proporsi kerusakan terhadap jumlah rumah.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
hancur, 35 rusak berat, dan 42 rusak ringan. Di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, delapan
Pustu hancur, 25 rusak berat, dan 19 rusak ringan; di Kabupaten Sukoharjo, empat Pustu
hancur dan satu rusak ringan. Tiga Polindes hancur di Yogyakarta. Kerusakan unit pelayanan
kesehatan utama untuk umum (puskesmas, pustu, polindes, dan asrama personil kesehatan)
paling parah terdapat di Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Sleman, Klaten, dan Sukoharjo.
Di sana ditemukan unit-unit yang rusak berat atau hancur. Kantor-kantor keluarga berencana
di Yogyakarta juga mengalami kerusakan tetapi hal itu tidak dicatat dalam laporan ini.
Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo dan Gunung Kidul rusak dan harus
direkonstruksi. Pusat pelatihan kesehatan provinsi rusak ringan dan membutuhkan sedikit
renovasi. Terdapat konsentrasi tinggi praktek dokter pribadi dan apotek di Provinsi
Yogyakarta dan juga di Kabupaten Purworejo, Magelang, Boyolali, Klaten, dan Sukoharjo di
Jawa Tengah. Karena praktek-praktek dokter dan apotek-apotek umumnya berada di
perumahan, kerusakan dinilai proporsional dengan angka kerusakan perumahan, sehingga
memberikan angka perkiraan rusak maupun hancur.
Tabel 18: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Kesehatan (Miliar Rp)
Kabupaten
Provinsi D.I. Yogyakarta
Sleman
Bantul
Gunung Kidul
Yogykarta
Kulon Progo
Provinsi Jawa Tengah
Klaten
Kabupaten lain
Jumlah
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Kerusakan
1408,059
198,237
418,380
169,115
604,400
17,927
101,969
15,291
86,678
1510,028
Kerugian
14,636
1,487
4,449
1,147
7,420
0,133
6,004
0,403
5,601
20,640
Jumlah
1422,695
199,724
422,829
170,262
611,820
18,060
107,973
15,694
92,279
1530,668
Kerugian. Perkiraan kerugian mencakup biaya kegiatan kesehatan spesifik untuk
menanggapi bencana. Hal itu mencakup: kampanye kesehatan umum dan upaya
penanganan trauma (belum dihitung); kebutuhan modal manusia (merekrut dan melatih
dokter dan staf kesehatan permanen dan sementara) untuk menanggapi bencana;
pembersihan fasilitas; dan peningkatan biaya perawatan kesehatan untuk menanggapi
bencana. Jumlah kerugian diperkirakan mencapai Rp 21.1 miliar dan diikhtisarkan, beserta
perkiraan kerusakan, dalam tabel berikut.
Isu-isu Kunci
Jelas, bahwa bencana seperti ini berdampak cepat dan signifikan terhadap kesehatan
penduduk, khususnya di daerah yang paling terkena dampak. Perhatian awal
dipusatkan pada luka-luka akibat gempa bumi, pencegahan wabah penyakit, dan penyediaan
pelayanan kesehatan dasar.
Masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar yang bisa terjadi adalah perawatan
cedera tulang belakang dan tulang lainnya, khususnya yang diderita lansia.
39
40
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Penyembuhannya akan memakan waktu lama atau mungkin tidak akan pernah tercapai,
sehingga mereka akan cacat permanen dan tidak bisa beranjak dari tempat tidur, sehingga
menambah beban anggota keluarga lainnya.
Bantuan kemanusiaan disediakan oleh pemerintah dan organisasi bantuan
kemanusiaan berupa rumah sakit lapangan, obat-obatan, dan staf perawat. Bantuan
kemanusiaan di sektor kesehatan dikoordinasi oleh pusat dan provinsi. Tetapi, mengingat
banyaknya cedera tulang yang terjadi, dibutuhkan banyak ahli bedah tulang.
Upaya bantuan kemanusiaan juga dipusatkan pada langkah-langkah untuk
mencegah wabah penyakit dan mendeteksinya. Suatu sistem pemantauan penyakit dasar
di daerah Yogyakarta dan sekitarnya telah diterapkan, melengkapi upaya pemerintah provinsi
untuk memperkuat kinerja pemantauan penyakit. Hingga hari ini, tidak dilaporkan adanya
wabah penyakit yang signifikan.
Jumlah air minum yang cukup dan bersih juga harus segera disediakan. Sejumlah
organisasi sedang mengupayakan hal ini dan perkembangan bagus telah dihasilkan dalam
banyak bidang. Tetapi, sanitasi dan pembuangan limbah masin menjadi masalah utama.
Jumlah staf yang memadai untuk menyediakan pelayanan kesehatan dasar juga
penting dalam tahap pemulihan ini. Untunglah, tidak banyak personil kesehatan yang
menjadi korban bencana, sehingga pemulihan pelayanan secara keseluruhan bisa dilakukan
dengan cepat untuk menanggapi bencana. Tanggapan tersebut dilakukan secara bersamasama oleh para penyedia pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta, ditambah dengan staf
dari organisasi-organisasi bantuan kemanusiaan.
Rekomendasi Awal
ƒ
ƒ
ƒ
Pendanaan di bidang kesehatan akan dibutuhkan untuk menghadapi kebutuhan
perawatan kesehatan jangka menengah dan panjang yang ditimbulkan oleh adanya
bencana.
Fasilitas-fasilitas perawatan jangka-panjang dibutuhkan untuk mengurus orang-orang
yang cacat akibat cedera tulang belakang dan tulang lainnya, khususnya kaum lansia,
kerena keluarga mereka tidak siap untuk melakukan perawatan jangka-panjang
demikian.
Rumah-rumah yang direkonstruksi harus mengikuti standar kesehatan dan
mempertimbangkan hal-hal seperti ventilasi yang cukup, selain standar keamanan
minimum.
FASILITAS UNTUK ORANG MISKIN DAN RENTAN
Ikhtisar
Jumlah kerusakan dan kerugian untuk fasilitas-fasilitas ini diperkirakan sekitar Rp
43,6 miliar. Jumlah ini mencakup sejumlah total 79 fasilitas yang melayani 3.428 klien, yang
67 di antaranya ada di Provinsi Yogyakarta dan 12 di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Kerusakan fasilitas di Kota Yogyakarta dan daerah sekitarnya mencapai Rp 35.4 miliar, atau
lebih dari 81% dari jumlah total kerusakan dan kerugian.
Kondisi Sebelum Bencana
Dinas sosial Provinsi dan Kabupaten menyediakan fasilitas kesejahteraan sosial dan
mengawasi fasilitas-fasilitas swasta. Fasilitas swasta mencakup panti asuhan, panti wreda,
pusat rehabilitasi penderita cacat mental dan fisik, dan fasilitas lain untuk menangani pecandu
narkoba, pelacur, dan kaum papa. Sebagian besar fasilitas dimiliki yayasan swasta. Pada waktu
penghitungan, ada 303 yayasan pemerintah dan swasta yang terdaftar di Provinsi Yogyakarta
dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dengan kapasitas rata-rata 45 orang. Fasilitas tersebut
mencakup 153 panti asuhan, 64 panti wreda—62 di Yogyakarta—dan 54 pusat rehabilitasi
penyandang cacat.25 Juga terdapat dua pusat pelatihan pemerintah provinsi di Yogyakarta.
Fasilitas-fasilitas yang dikelola Pemerintah banyak terdapat di sekitar kota Yogyakarta,
sementara fasilitas-fasilitas swasta bertebaran di kabupaten-kabupaten sekitarnya.26
Fasilitas perlindungan sosial hanya menyediakan sedikit pelayanan sosial, sedangkan
keluarga tetap menjadi sumber dukungan utama bagi kaum lemah seperti kaum lansia,
penyandang cacat, kaum papa, dan anak-anak. Tetapi, kapasitas tersebut menghadapi
kesulitan yang kian berat berupa berkurangnya kesuburan, migrasi, dan meningkatnya usia
kehidupan. Ukuran rata-rata rumah tangga relatif kecil, sekitar 3,0 di Kota Yogyakarta dan
3,6 di Provinsi Yogyakarta dan Klaten, sedikit lebih tinggi daripada rata-rata nasional, 3,9.
Banyak orang juga hidup sendirian: proporsi rumah yang ditinggali satu orang 19,7% di
provinsi Yogyakarta, jauh lebih tinggi daripada 6.3% di Jawa Tengah dan angka rata-rata di
Indonesia, 5,5%. Sensus penduduk tahun 200327 memperlihatkan bahwa di Provinsi
Yogyakarta, 9,6% wanita dan 7,6% pria berusia di atas 65 tahun, lebih tinggi daripada ratarata nasional, dan 34% dari semua kepala rumah tangga wanita adalah janda. Karena
sedikitnya jumlah anggota keluarga untuk mengurus anak-anak, orang sakit, dan penyandang
cacat dan karena banyak wanita lansia hidup sendirian, di Provinsi Yogyakarta dan
Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pelayanan sosial semakin dibutuhkan untuk melengkapi
keluarga sebagai jaring pengaman sosial.
Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Kerusakan dan kerugian diperkirakan sekitar Rp 43,6 miliar untuk 79 fasilitas yang
melayani 3.428 klien. Perkiraan didasarkan atas informasi pemerintah daerah yang
diverifikasi, jika memungkinkan, dengan kunjungan lapangan dan telepon.
25
Sisanya mencakup 18 pusat rehabilitasi kaum papa, tiga pusat rehabilitasi narkoba, dan satu pusat rehabilitasi
PSK.
26
Sekolah-sekolah seperti pesantren sering kali berfungsi sebagai panti asuhan untuk anak miskin. Tetapi,
sekolah seperti ini dicakup di dalam perkiraan untuk fasilitas pendidikan.
27
Sensus penduduk terbaru yang dilakukan secara simultan dengan pendaftaran pemilih pada tahun 2003.
41
42
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Tabel 19: Kerusakan dan Kerugian Fasilitas Orang Miskin dan Rentan (Milyar Rp)
Efek
Kerusakan Kerugian
Provinsi Yogyakarta
35,4
0,1
Kabupaten Klaten
8,1
0,04
Jumlah
43,5
0,14
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Jumlah
35,5
8,1
43,6
Pemilik
Swasta
Pemerintah
26,1
9,4
7,4
0,7
33,5
10,1
Kerusakan. Fasilitas-fasilitas yang rusak ringan tetap berfungsi. Pengaturan alternatif
yang tidak aman telah dibuat bagi para klien terhadap fasilitas-fasilitas yang rusak parah atau
hancur. Pada fasilitas-fasilitas yang rusak parah, klien tinggal di bagian-bagian yang masih
utuh atau, bagi klien yang fasilitasnya hancur, tinggal di tenda-tenda di halaman bangunan.
Hal itu merupakan pengaturan yang berbahaya bagi fasilitas-fasilitas untuk melayani
penyandang cacat mental atau fisik. Dua pusat pelatihan pekerja sosial di Kota Yogyakarta,
sumber utama pelatihan bagi perawat kelompok rentan, membutuhkan renovasi besarbesaran.
Kerugian. Perkiraan kerugian mencakup biaya pembersihan dan penyediaan penampungan
sementara bagi fasilitas-fasilitas yang hancur atau rusak parah.
Isu-Isu Kunci
Karakteristik istimewa yang dimiliki oleh fasilitas-fasilitas perlindungan sosial di
daerah-daerah yang terkena dampak adalah bahwa sebagian besar fasilitas dimiliki
oleh yayasan swasta. Hal itu berarti bahwa masyarakat dan individu memainkan peranan
besar dalam menyediakan perlindungan sosial bagi kaum miskin dan lemah. Yayasan-yayasan
swasta tersebut bergantung pada dukungan para individu dan masyarakat agar bisa
menjalankan fasilitas mereka dan menyediakan kebutuhan dasar kliennya. Dalam situasi yang
normal, dukungan demikian mungkin tidak sulit didapat. Tetapi, dalam situasi bencana yang
berdampak terhadap hampir semua orang di masyarakat, dukungan demikian bisa jadi sukar
diperoleh. Dalam situasi seperti ini, para klien dari fasilitas-fasilitas itu bisa jadi terancam
tidak memperoleh perawatan dasar. Kemungkinan besar, hal itu merupakan kesulitan besar
yang akan dihadapi oleh fasilitas-fasilitas yang menyediakan pelayanan dan pernaungan bagi
penyandang cacat mental dan fisik, dan kaum lansia.
Mengingat besarnya jumlah korban bencana, kemungkinan besar jumlah klien pada
fasilitas demikian akan meningkat. Oleh karena itu, pada saat fasilitas-fasilitas itu
mendapat tekanan keuangan yang sangat berat, mereka dituntut untuk menyediakan
pelayanan yang lebih besar daripada sebelum terjadinya gempa bumi.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Rekomendasi Awal
ƒ
ƒ
ƒ
Penting agar pemerintah menyediakan bantuan tepat waktu agar rehabilitasi
dan rekonstruksi fasilitas yang rusak berat atau hancur bisa segera
dilaksanakan. Sebelum situasi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar kembali
normal, bantuan juga dibutuhkan untuk menyediakan kebutuhan dasar klien.
Mekanisme pembiayaan dibutuhkan untuk merehabilitasi dan membangun
kembali fasilitas swasta karena fasilitas swasta mencakup 80% fasilitas yang
ada.
Pemerintah daerah dan dinas yang terkait harus mengantisipasi bahwa akan
ada peningkatan permintaan terhadap fasilitas-fasilitas demikian untuk
melayani orang miskin dan lemah. Antisipasi demikian akan menghindari
menumpuknya klien di fasilitas-fasilitas demikian dan akan mengurangi tekanan yang
dialami oleh fasilitas-fasilitas demikian yang sudah dilemahkan oleh bencana.
AGAMA DAN KEBUDAYAAN
Ikhtisar
Total kerusakan bangunan dan properti keagamaan di Provinsi Yogyakarta dan Jawa
Tengah diperkirakan mencapai Rp 514 miliar, umumnya bangunan swasta. Lebih dari
1.300 masyarakat di kedua provinsi tidak lagi memiliki tempat ibadat. Sementara itu,
kerusakan bangunan dan monumen kebudayaan diperkirakan mencapai Rp 140 miliar.
Kerugian pada umumnya berbentuk hilangnya pendapatan dari pariwisata. Karena itu, hal
tersebut dimasukkan ke dalam sektor produktif.
Kondisi Sebelum Bencana
Partisipasi dalam kehidupan beragama cukup tinggi di Yogyakarta dan Jawa
Tengah. Sebagian besar penduduk di kedua provinsi beragama Islam, diikuti oleh sejumlah
relatif kecil penganut Kristen, Buddha, dan Hindu. Departemen Agama bertanggung jawab
menangani perkawinan Islam dan pendaftaran melalui kantor tingkat kecamatan. Selain
sekolah Islam negeri yang berada di bawah pengawasan Departemen Agama, Departemen ini
juga mendaftarkan dan mengawasi pusat-pusat pendidikan agama Islam seperti Pondok
Pesantren. Ada banyak fasilitas keagamaan tingkat desa, rata-rata 75 rumah tangga, atau 300
orang, per fasilitas religius. Selain itu, ada organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya,
seperti lembaga pemakaman, yang beberapa di antaranya juga mengelola fasilitas peribadatan.
Di daerah yang terkena dampak gempa bumi terdapat Candi Prambanan, suatu situs
Warisan Budaya Dunia dari abad ke-9, dan sejumlah situs warisan nasional, yang
mencerminkan sejarah Indonesia sebagai pusat peradaban maupun warisan kerajaan
Jawa. Terdapat 11 kompleks candi Hindu-Buddha, satu istana besar dan satu istana kecil,
dua pekuburan kerajaan, dan 16 museum. Situs-situs itu merupakan lokasi utama wisata
internasional dan domestik, menghasilkan kesempatan kerja yang tinggi bagi Yogyakarta dan
Jawa Tengah. Kedua provinsi merupakan pusat utama pendidikan seni dan budaya. Selain
itu, lokasi istana dan pemakaman masih memainkan peran spiritual dalam kehidupan banyak
orang Jawa.
43
44
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Tempat-tempat ibadah memiliki banyak fungsi, seperti pusat kegiatan masyarakat
dan pemerintahan desa, selain berperan sebagai tempat kegiatan agama dan
pendidikan. Tempat-tempat ibadah menyediakan saluran penyebarluasan berita masyarakat
dan inforamasi pembangunan serta pemerintah.
Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Sekitar 20% fasilitas keagamaan di Provinsi Yogyakarta dan 10% di Provinsi Jawa
Tengah rusak atau hancur. Perkiraan ini berfokus pada nilai penggantian dari asset yang
hancur. Kerusakan dilaporkan oleh Kantor provinsi Departemen Agama. Di Provinsi
Yogyakarta, 2.201 fasilitas rusak atau hancur, yang berarti sekitar 20% dari semua fasilitas
keagamaan di provinsi itu. Di kabupaten-kabupaten yang dilanda gempa bumi di Jawa
Tengah, 827 fasilitas rusak atau hancur, yang berarti kurang dari 10% dari jumlah
keseluruhan. Tidak ada informasi tentang staf, atau tentang kehilangan staf, dan tidak
dilaksanakan perkiraan kerugian.
Tabel 20: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian terhadap Aset Keagamaan (miliar Rp)
Masjid dan Musala
Kantor Urusan Agama (KUA)
Gereja/Kapel, Katolik maupun Protestan
Pura (Kuil Hindu)
Vihara (Kuil Buddha)
Kantor Departemen Agama Propinsi
Rumah Dinas
Asrama Haji
Jumlah
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Kerusakan
479,1
5,0
17,1
0,9
1,0
9,1
1,8
0,03
514,0
Efek
Kerugian
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Jumlah
479,1
5,0
17,1
0,9
1,0
9,1
1,8
0,03
514,0
Pemilik
Swasta Pemerintah
479,1
0
0
5,0
17,1
0
0,9
0
1,0
0
0
9,1
0
1,8
0
0,03
498,1
15,9
Kerusakan. Gempa bumi mengakibatkan 1.345 masyarakat atau sekitar 100.000
keluarga kehilangan tempat beribadat. Sejumlah 1.683 tempat ibadat lainnya
membutuhkan sedikit renovasi. Fasilitas keagamaan dibiayai, dikelola, dan dioperasikan oleh
masyarakat. Nilai kerusakan bisa diperkirakan setidaknya dengan jumlah hari yang
dibutuhkan untuk rekonstruksi. Nilai Kerusakan diperkirakan bernilai sekitar Rp 498 miliar
untuk Yogyakarta maupun Jawa Tengah. Hal itu sama dengan sekitar 16.600 tahun bekerja
berdasarkan upah minimum.28 Mengingat berkurangnya kapasitas keuangan masyarakat yang
terkena dampak gempa bumi, mengumpulkan dana untuk pembangunan kembali tanpa
dukungan dari luar akan memakan waktu lama.
Sehubungan situs arkeologis dan historis, Direktorat Arkeologi, dari Departemen
Pendidikan Nasional, telah mengadakan penilaian cepat. Nilai keuangan dari
28
Berdasarkan upah minimum tahun 2005, yaitu Rp 400.000 per bulan di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
kerusakan dihitung kasar dan perkiraan yang lebih tepat akan tersedia setelah perkiraan yang
lebih terperinci dilakukan. Lampiran teknis berisi ikhtisar informasi untuk setiap situs.
Kerugian. Kerugian terutama berkaitan dengan pendapatan dari pariwisata dan telah
dimasukkan secara terpisah ke sektor produktif.
Isu-isu Kunci
Rekonstruksi tempat-tempat ibadah akan menghadapi kesulitan jika tidak ada
pendanaan eksternal. Sejumlah besar tempat ibadah rusak dan biaya pembangunan
awalnya berasal dari beberapa generasi.
Perlindungan terhadap situs arkeologis dan historis yang rusak harus dilakukan.
Kerusakan demikian bisa terjadi akibat cuaca maupun aktivitas manusia. Perlindungan,
konservasi, dan pengelolaan situs harus segera dilakukan.
Penutupan situs untuk pekerjaan pemulihan akan mengakibatkan dampak ekonomi
yang berat terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar situs. Suatu program khusus
harus dibuat untuk melindungi masyarakat sekitar dari dampak buruk dan untuk
memaksimalkan partisipasi mereka dalam pemulihan dan perlindungan situs.
Tabel 21: Kerusakan Situs Kebudayaan di Daerah yang Terkena dampak (miliar Rp)
Situs
Subtotal Provinsi Jawa Tengah
Prambanan
Candi Plaosan Lor
Candi Plaosan Kidul
Candi Sewu
Candi Sojiwan
Candi Lumbung
Kompleks Makam Sunan Bayat
Kompleks Masjid Golo
Kantor Direktorat Arkeologi Provinsi
Subtotal Provinsi Yogyakarta
Keraton Yogyakarta
Taman Sari dan Panggung Krapyak
Makam Imogiri
Pusat Kerajinan Perak Kota Gede
Jumlah
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Efek
Kerusakan
89,6
78,1
1,9
0,4
2,0
5,0
0,2
0,1
0,2
1,8
50,1
0,1
12,6
31,1
6,3
139,7
45
46
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Rekomendasi Awal
ƒ
ƒ
Bantuan harus diberikan kepada masyarakat untuk membangun kembali
tempat ibadah dan memulihkan identitas masyarakat. Meskipun hal itu tidak
harus secara sepenuhnya dibiayai oleh pihak luar, biaya awal tetap dibutuhkan.
Untuk situs arkeologis dan historis, perkiraan kerusakan secara terperinci
oleh pakarnya sangatlah penting guna menentukan apakah ada kerusakan
struktur, memperkirakan biaya rekonstruksi, dan mengidentifikasi langkahlangkah awal untuk menstabilkan situs dan mencegah kerusakan lebih lanjut.
Terutama, situs harus segera diamankan dari pencurian.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Sektor-Sektor Produktif
Gempa bumi berdampak parah terhadap sektor-sektor produktif dalam
perekonomian. Kerusakan dan kerugian pada sektor produktif kira-kira sebanyak 30% dari
jumlah seluruh kerugian karena bencana ini. Banyak perusahaan, kebanyakan usaha kecil dan
menengah, toko, pedagang, dan mata pencahariannya hancur. Mengingat kerusakan yang luas
terhadap perumahan, kerugian berupa aset pribadi yang tidak diasuransikan kemungkinan
besar menjadi tantangan terbesar kedua untuk membangun kembali daerah-daerah yang
terkena dampak bencana.29 Struktur irigasi, sistem pertanian, dan sektor perikanan juga
terpengaruh, meskipun dampak langsung pada pertanian tampak terbatas pada tahap ini.
Tabel 22 meringkaskan kerusakan dan kerugian yang dialami oleh sektor produktif secara
keseluruhan, dengan jumlah yang sangat mengejutkan sebanyak Rp9,025 triliun.30 Kerusakan
langsung pada prasarana dan aset produktif menurut perkiraan kasar adalah sekitar setengah
dampak keseluruhan. Sebagian besar kerusakan ini berasal dari dampak signifikan gempa
bumi ini atas usaha-usaha kecil dan menengah (UKM), yang telah berfungsi sebagai tulang
punggung perekonomian di daerah-daerah yang terkena dampak bencana.
Prinsip Kunci: Faktor yang perlu diperhatikan dalam sektor-sektor produktif adalah
ukuran relatif kerusakan dan perkiraan kerugian di masa depan, jika kerusakan tidak
ditangani dalam kurun waktu yang masuk akal. Di sinilah letak pesan pentingnya:
rehabilitasi dan rekonstruksi segera prasarana yang rusak akan memulihkan air untuk
pertanian dan menghindarkan banjir di kemudian hari; dan pemberian likuiditas kepada
UKM yang terkena gempa akan mengurangi (aliran) tidak langsung kerugian karena
bencana, dengan membantu melanjutkan kegiatan perekonomian dengan segera.
29
Akibatnya, sektor finansial juga akan cukup terkena dampaknya. Masalah ini akan diulas di bagian lintas
sektor pada laporan ini.
30
Telah diupayakan agar tidak terjadi penghitungan ganda dengan tidak menyertakan beberapa kategori di sini.
47
48
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Tabel 22: Kerusakan dan Kerugian di Sektor Produktif
Sektor
Perusahaan
Perusahaan Besar
Usaha Kecil dan Menengah31
Sub-total Perusahaan
Perdagangan
Pasar Tradisional dan Prasarana terkait
Pasar Modern (supermarket/mal)
Sub-total Perdagangan
Pariwisata
Pertanian
Prasarana Irigasi & Fasilitas Penyimpanan
Kerugian Produksi
Kerugian Ternak
Mesin, Alat, dan Peralatan Pertanian
Bangunan Pemerintah (fasilitas tambahan pertanian)
Sub-total Pertanian
Perikanan
Dermaga Perikanan
Kolam Ikan, Kerusakan Persediaan Ikan
Aset Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat
Sub-total Perikanan
Total pada Sektor Produktif
% dari Total Kerusakan dan Kerugian
Kerusakan
Kerugian
(miliar Rp)
183,7
3879,2
4.062,9
70,0
3829,0
3.899,0
253,7
7.708,2
7.961,9
165,0
18,7
183,7
36,2
79,8
39,8
119,6
17,9
244,8
58,5
303,3
54,1
44,0
2,7
0,1
4,0
50,8
0,1
13,2
1,4
14,7
4.348,3
19.1
Segmen-segmen yang terkena dampak pada sektor-sektor
produktif saat ini mempekerjakan 650.000 orang. Oleh
karena itu, pengangguran kemungkinan besar akan meningkat
secara signifikan. Kesempatan kerja harus segera disediakan bagi
yang menjadi tuna wisma dan yang mata pencahariannya
terpengaruh. Prinsip-prinsip yang dapat diikuti dalam rehabilitasi
dan rekonstruksi mencakup:
ƒ
ƒ
ƒ
Memanfaatkan hubungan masyarakat yang erat di Yogya
dan Jateng untuk membangun kembali perumahan dan
bangunan lain, guna menyediakan kesempatan kerja.
Membangkitkan UKM – khususnya yang bergerak di
bidang manufaktur, kepariwisataan, dan industri
sekunder lain – melalui program-program yang
menyediakan dukungan likuiditas. Kebanyakan UKM
tidak bekerberatan untuk mengadakan kontrak
pinjaman, daripada menunggu bantuan hibah.
Membangun kembali sektor perdaganan dan sektor jasa
di daerah-daerah bencana.
638,4
0,1
638,5
1,4
1,4
4.676,4
73.1
Total
44,0
638,4
2,8
0,1
4,0
689,3
0,1
14,6
1,4
16,1
9.024,7
31.0
“Rumah saya adalah ruang pamer usaha saya.
Saya tadinya menjual keramik senilai sekitar Rp
10 juta per bulan di pasar setempat dan mengirim
kontainer-kontainer sebesar sekitar Rp 30 juta ke
AS dan Eropa. Sekarang rumah saya hancur
sama sekali, persediaan barang saya hancur; saya
punya pesanan yang belum saya penuhi, dan
pembeli saya bisa beralih ke Vietnam dan
Kamboja. Musim pembelian kami adalah April
sampai Oktober. Jika saya tidak kembali
berusaha sepenuhnya pada bulan September, saya
kehilangan satu tahun – itulah trauma saya yang
sesungguhnya yang akan saya hadapi. Saya sudah
menjadi nasabah bank yang baik selama
bertahun-tahun. Saya ingin bank menjadwal
ulang utang saya – jadi saya bisa bernapas lega
selama 6 bulan. Saya juga ingin mendapat
pinjaman baru sebesar Rp 5 juta hanya supaya
usaha saya bisa saya mulai lagi. Begitu usaha saya
jalan lagi, saya bisa menghidupi diri saya dan
keluarga. Saya tidak perlu bantuan amal, saya
hanya perlu likuiditas – segera.” Pak. Timbul
Rahardjo,
pemilik
toko
keramik,
Kasongan, Bantul
31
Kerugian bangunan yang dialami 22.700 unit usaha mikro dan kecil yang terdiri dari industri rumahan (sekitar
Rp 765 miliar) kemungkinan juga menjadi bagian dari kerusakan sektor perumahan
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
PERTANIAN, IRIGASI DAN STRUKTUR SUNGAI
Ikhtisar dan Kondisi Sebelum Bencana
Bagian ini mengetengahkan data mengenai kontribusi relatif berbagai sektor
terhadap produk domestik bruto regional (PDRB) keseluruhan di kabupatenkabupaten yang terkena dampak (lihat juga analisis ekonomi). Klaten memiliki basis
produksi yang besar dengan proporsi 23% terhadap PDRB dan 27% kontribusi dari
perdagangan dan sector terkait. Perekonomian Bantul didukung oleh pertanian, jasa, dan
perdagangan secara berimbang. Sektor perdagangan dan sektor jasa sangat penting di Kodya
Yogyakarta, yang merupakan pusat budaya dan pariwisata.
Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Kerugian hasil panen dan potensi kerugian produksi di masa mendatang
mendominasi kerusakan dan kerugian di sektor ini. Secara khusus, biaya yang terjadi
(opportunity cost) karena tidak memperbaiki prasarana irigasi yang terkena dampak bencana dan
karena tertundanya kegiatan bercocok tanam persentasenya hampir 90% total dampak pada
sektor ini.
Provinsi Yogyakarta: Dari 58.000 hektar tanah yang digunakan untuk bercocok
tanam, sekitar 590 ha tampaknya mengalami dampak sedang, dan 18.200 dari 48.000
gudang dan fasilitas penyimpanan telah rusak. Beberapa bangunan umum juga telah
rusak (4 dari 44 rusak berat, 16 rusak sedang).
49
50
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Daerah Klaten, Jawa Tengah: Sebelum bencana, sekitar 5.670 ha tanah digunakan
untuk sawah, dan sekitar 360 ha di antaranya tampaknya mengalami dampak
sedang. Untuk fasilitas pergudangan dan penyimpanan, 14.873 unit berdiri sebelum gempa
bumi, dan 9.911 unit di antaranya diperkirakan rusak.32
Skema Irigasi: Ada kira-kira 476 skema irigasi meliputi area total 63.800 ha di
Yogyakarta, dan 409 skema irigasi meliputi area total 29.190 ha di daerah Klaten,
provinsi Jawa Tengah. Empat belas skema irigasi yang meliputi daerah seluas 36.124 ha di
Yogyakarta, dan 3.154 ha di Klaten telah terkena dampak bencana. Sebelum gempa bumi,
skema-skema irigasi di Yogyakarta itu menghasilkan sekitar 393.800 ton gabah/tahun (senilai
Rp 474 miliar berdasarkan harga petani) dan sekitar 153.700 ton palawija (jagung, kacang
tanah, singkong, dll.) per tahun (diperkirakan senilai Rp134 miliar). Dan di daerah Klaten,
36.300 ton beras per tahun (Rp43 miliar) serta 12.200 ton palawija (Rp7 miliar).
Berdasarkan penilaian awal oleh Departemen Pekerjaan Umum, struktur-struktur
irigasi di Kabupaten Klaten, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten
Sleman, dan Kotamadya Yogyakarta telah mengalami kerusakan parah. Di provinsi
DIY, sekitar 65% daerah yang digarap, atau 23.000 ha, bergantung pada irigasi dan telah
terkena dampak (kerugian sekitar Rp27 miliar), dan 82%, atau 1180 ha, di Klaten (kerugian
diperkirakan Rp1,4 miliar). Lampiran teknis untuk sektor-sektor produktif menyajikan
perincian lebih jauh.
Dengan asumsi curah hujan tetap tetapi tanpa rehabilitasi dalam tahun pertama,
panen akan anjlok sebesar kira-kira 347.630 ton, senilai dengan Rp 387 miliar pada
harga produsen yang merupakan 10.5% sektor pertanian di provinsi Yogyakarta. Di
Klaten, panenan akan anjlok sebanyak kira-kira 16.285 ton, senilai dengan Rp 18 miliar, yaitu
2% PDRB sektor pertanian di kabupaten ini.
32
Angka ini juga mencakup fasilitas dan bangunan irigasi.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Tabel 23: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Irigasi
Kabupaten/
Kodya
Penilaian Dampak (Miliar Rp)
(1)
(2) Koefisien
(3) Rugi
Padi
Palawija
Total
((1)+(3))
Rusak
Rusak %
Total
Rugi (Rp) Rugi (Rp)
Bantul
37,7
9,2
5-50
28,5
22,0
6,5
Sleman
257,9
11,3
20-70
246,6
192,0
54,6
111,3
6,5
90
111,3
87,7
23,6
Kulon Progo
0,7
0,3
20
0,4
0,3
0,1
Yogyakarta
19,8
1,4
10-90
18,4
16,2
2,2
Klaten
Jumlah Total
427,4
28,7
406,8
319,8
87,0
* Koefisien Kerusakan: luasnya daerah yang terkena dampak karena kerusakan pada bangunan-bangunan utama.
**Kerugian Produksi: kerugian dihitung berdasarkan daerah yang terkena dampak, pola tanam, intensitas penanaman, dan
hasil (ton/ha)
***Nilai kerugian: Nilai moneter kerugian adalah jumlah kerugian produksi kali harga produsen untuk setiap jenis tanaman
****Kerugian Palawija: Harga petani untuk Palawijya adalah rata-rata harga jagung, kacang tanah, dan singkong
***** Pola tanam, intensitas, dan hasil diambil dari JICA (2004)
******Harga produsen untuk setiap jenis tanaman di DI Yogyakarta dan Kabupaten Klaten diambil dari BPS (2004)
Pengendali Banjir dan Struktur Sungai: Ada tiga jaringan sungai utama yang terdiri dari
banyak anak sungai - Progo, Oyo, dan Solo Atas – yang mengalir melalui provinsi DIY dan
Kabupaten Klaten. Karena air di jaringan sistem sungai utama ini sebagian besar berasal dari
G. Merapi, endapan dari G. Merapi kemungkinan besar mempengaruhi aliran sungai-sungai
ini dan tanpa struktur sungai yang berfungsi dengan baik, bisa terjadi kerusakan akibat banjir
selama musim penghujan.
Dilaporkan ada sejumlah kerusakan fisik struktur sungai – seperti retakan dan
runtuhnya tanggul dan dinding tepian – karena gempa bumi di Bantul, Kulon Progo,
Kodya Yogyakarta, Sleman, dan Klaten. Kerusakan yang dilaporkan sehubungan dengan
struktur sungai sekitar Rp 19,1 miliar. Walaupun diperlukan penelitian yang lebih terperinci
dan diperlukan prioritisasi pekerjaan rehabilitasi untuk mencegah kemungkinan kerusakan
karena banjir, sebanyak 7.795 orang, 2.100 rumah, dan 3.720 ha lahan pertanian (senilai
dengan kerugian Rp 22 miliar) dapat terkena dampak banjir jika tidak ada rehabilitasi yang
layak dalam kurun waktu 6-12 bulan.
Tabel 24: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Struktur Sungai
Kabupaten/
Kodya
Nilai Dampak (Miliar Rp)
(3) Total
Populasi
Rumah
Lahan
Kerugian
(Jumlah)
(Jumlah) pertanian yang
(Rp)
terkena (Rp)
Bantul
26
7,7
18,3
3.397
953
18,3
Sleman
1,0
0,5
0,5
67
16
0,5
7,3
3,8
3,5
848
229
3,5
Kulon Progo
1,5
1,5
NA
3.208
820
NA
Yogyakarta
5,6
5,6
NA
NA
NA
NA
Klaten
Jumlah Total
63,7
19,1
22,3
7.520
2.018
22,3
* Kerugian populasi dan rumah: angka-angka yang dilaporkan oleh DINAS DI Yogyakarta
**Kerugian produksi: kerugian lahan pertanian adalah kerugian produksi beras pada harga produsen selama musim hujan.
Total
((1)+(3))
(1)
Kerusakan
51
52
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Isu-isu Kunci untuk Irigasi dan Struktur Sungai
ƒ
ƒ
ƒ
Prioritaskan dan segera mulai pekerjaan rehabilitasi
untuk mencegah kemungkinan banjir
maupun kerugian panenan.
Implementasikan pekerjaan rehabilitasi yang padat
karya dan libatkan keluarga petani untuk
menyediakan dukungan mata pencaharian
sementara pendapatan dari hasil pertanian
menurun.
Pastikan adanya pengendalian mutu yang
cukup, dan fokuskan pada ketahanan
terhadap gempa pada pembangunan kembali
struktur yang rusak.
Upaya
yang
Cepat
bisa
Mengurangi Kerugian Produksi
yang Signifikan di Kemudian
Hari
Kerugian
produksi
di
masa
mendatang sekitar 10 kali besarnya
nilai kerusakan fisik akibat bencana.
Jadi, dengan investasi sekitar Rp 4050 miliar untuk memperbaiki
prasarana irigasi dan struktur sungai
yang rusak, dampak bencana pada
perekonomian di sektor irigasi dan
pertanian dapat dikurangi secara
signifikan.
PERUSAHAAN DAN INDUSTRI
Ikhtisar
Jawa Tengah dan Yogyakarta selama ini adalah pusat-pusat penghasil meubel,
keramik, kerajinan, dan lain-lain. Kawasan yang terkena dampak bencana memiliki
sampai 100.000 UKM. Gempa bumi telah berdampak langsung pada ribuan perusahaan ini
maupun pada jaringan pemasok dan gangguan lain pada jaringan perantara. Diperkirakan
sekitar 30.000 UKM langsung terkena dampak. Tabel 4 menyajikan besarnya dampak
tersebut. Sekitar 650.000 pekerja akan terkena dampak dengan satu atau lain cara, sementara
sekitar 2,5 juta orang yang bergantung pada usaha tersebut akan terkena dampak secara tidak
langsung karena hilangnya penghasilan sementara atau permanen.
Tabel 25: Dampak Bencana Gempa Bumi terhadap UKM di Yogyakarta dan Jawa Tengah
Nama
Kabupaten
yang Kena
Bencana
Jumlah
UKM
(pra-bencana)
Unit yang Terkena
Total
Formal Informal
Bantul
21.306
9.588
Klaten
25.000
4.500
Kodya Yogya
8.619
776
Sleman
18.558
1.113
Gunung Kidul
21.659
650
Kulon Progo
22.418
673
Total
117.560
17.299
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
5.040
3.360
1.680
1.120
560
560
12.320
14.628
7.860
2.456
2.233
1.210
1.233
29.619
Pekerja di UKM
Formal
Informal
335.570
157.500
27.150
38.972
22.742
23.539
605.472
20.160
13.440
6.720
4.480
2.240
2.240
49.280
Yang
Terkait
dengan
UKM
Formal
1.342.278
630.000
108.599
155.887
90.968
94.156
2.421.888
Total
Yang
Terkena
1.362.438
643.440
115.319
160.367
93.208
96.396
2.471.168
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Industri-industri mengalami kerugian besar. Banyak pemilik usaha, kira-kira 17.300
perusahaan formal dan 12.320 perusahaan yang lebih kecil, informal, dan berbasis rumah
tangga, telah terkena dampak. Dalam kebanyakan kasus, usaha-usaha ini tampak hancur total.
Diperkirakan perusahaan-perusahaan ini menyediakan lapangan kerja untuk paling sedikit
600.000 orang. Menurut perhitungan kasar, hampir 2,5 juta orang yang mereka hidupi
kemungkinan besar terkena dampak secara tidak langsung oleh karena tidak adanya aliran
pendapatan untuk sementara atau
permanen.
Temuan Kunci
ƒ
ƒ
Penilaian total kerusakan dan
kerugian untuk sektor industri dan
usaha adalah sebesar Rp7.9 triliun,
atau 88% kerusakan yang dialami
oleh sektor-sektor produktif.
Pemulihan dukungan finansial yang
cepat dapat mengurangi kerugian
penghasilan yang diantisipasi – saat
ini diperkirakan Rp3,9 triliun atau
sedikit di atas nilai kerusakan yang
sama dengan kerusakan aset tetap
dan persediaan. Jika kebanyakan
usaha
tidak
pulih
kegiatan
operasionalnya
sebelum
bulan
September,
potensi
kerugian
penghasilan dapat meningkat karena
banyak UKM akan kehilangan
kesempatan untuk musim pembelian
berikutnya.
Tiga industri besar telah terkena
dampak: keramik dan kerajinan
tangan; perabotan; dan kulit. Bantul,
yang hampir tiga perempat perusahaannya
terkena dampak (14.600 dari 21.300 unit
pra-bencana), dan Klaten, yang sekitar
30% usahanya rusak (7.900 dari perkiraan
25.000 unit), adalah yang paling parah
terkena dampak. Selain itu, sekitar 85
pasar tradisional tampaknya rusak, 48 di
antaranya terdapat di Klaten.
Dukungan segera dapat mengurangi
kerugian. Kebanyakan pengusaha yang
diwawancarai berpendapat bahwa mereka
bisa mudah memulihkan rumah dan mata
pencaharian mereka, segera setelah usaha
mereka mendapat dukungan. Sementara
semua UKM secara umum terkena
dampak, usaha-usaha skala menengah-lah
yang perlu waktu paling lama untuk
memulai lagi operasi mereka (paling sedikit 6 bulan pada beberapa kasus) karena hilangnya
gudang, mesin, persediaan bernilai tinggi (mis: perabot, keramik), pinjaman besar di bank,
dan biaya yang harus terus dibayarkan (gaji pegawai). Selain itu, hanya beberapa perusahaan
yang tampaknya diasuransikan. Perusahaan yang mengalami kerusakan menengah masih
beroperasi dengan 30-60% kapasitas mereka. Perusahaan-perusahaan kecil dan mikro, yang
berbasis rumahan, berharap bisa pulih dalam 3 bulan jika mereka bisa memperoleh bantuan
keuangan. Hal ini dimungkinkan karena mereka masih mempunyai pesanan yang harus
dipenuhi dan bahan baku yang relatif mudah untuk diperoleh.
53
54
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Dukungan keuangan langsung akan mencakup (i) penjadwalan ulang utang di bank,
(ii) pinjaman baru untuk modal kerja dan (iii) tempat sementara untuk bekerja. Dua
hal pertama itu dapat dilakukan melalui peraturan-peraturan BI - dan inisiatif dari bank lokal
yang beroperasi dengan Pemerintah atau bantuan donor, jika perlu.
Gempa bumi tidak berdampak besar pada jumlah dan ketersediaan tenaga kerja, dan
selain kerusakan pada jalan-jalan penghubung ke sub-desa di kabupaten Bantul,
tidak dilaporkan adanya kerusakan parah lainnya pada jalan, sehingga diharapkan
pengiriman barang berjalan normal. Karena banyak pekerja dan orang yang bergantung
pada penghasilan mereka, ada potensi yang signifikan untuk memanfaatkan tenaga kerja
sementara yang tercipta karena bencana segera dengan menggunakan mereka selama proses
rehabilitasi dan rekonstruksi. Hal ini akan membuat mereka yang terkena dampak segera
memiliki uang tunai di tangan dan membantu kebangkitan perekonomian.
Kondisi Sebelum Bencana
Usaha kecil dan menengah dominan di daerah bencana (dengan nilai output produksi
total sebesar Rp 5 triliun). Persentase UKM adalah 97% dari 117.000 unit usaha, 65% dari
650.000 pekerja, dan 40% dari keseluruhan nilai output. Sektor-sektor utama adalah:
perabotan meubel 25%, kerajinan 25%, dan tekstil 20%. Sekitar 25% output industri
diekspor – nilai ekspor gabungan (dari semua perusahaan di sektor-sektor ini) adalah 144 juta
dolar AS pada tahun 2005 (pertumbuhan diatas 17% tahun 2004). Di Bantul terdapat lebih
dari 21.000 unit usaha, di Gunung Kidul 21.700 unit, Kulon Progo 22.400 unit, Kodya
Yogya 8.600 unit, dan Klaten – sekitar 25.000 unit. Sebagian besar usaha kecil mempunyai
akses ke bank (terdapat lebih dari 120.000 peminjam di daerah bencana), saluran ekspor
langsung dan banyak perusahaan mikro sebagai industri pendukung. Hanya terdapat 71
produsen dan perusahaan logistik besar.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Pengamatan Cepat dari Lapangan: Survei terhadap UKM
Sebuah tim dari Universitas Gajah Mada melakukan survei yang cepat di Bantul, Klaten, kota
Yogyakarta, dan Sleman pada tanggal 4-6 Juni 2006. Meliputi lebih dari 70 perusahaan, survei itu
berfokus pada: dampak langsung bencana pada usaha, termasuk kerusakan bangunan dan
persediaan; kapasitas operasional saat ini; antisipasi kerugian output dan penghasilan; waktu yang
diperkirakan untuk bisa berdiri lagi; dampak pribadi terhadap karyawan dan keluarga mereka;
dampak atas pelanggan dan pemasok; kesulitan logistik; dan dampaknya pada catatan di lembaga
keuangan. Survei itu telah memberikan gambaran sekilas tentang akibat bencana terhadap
manusia dan juga sisi fisiknya.
Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Seluruh perkiraan kerusakan berjumlah lebih dari Rp 4 triliun. Bahkan tanpa kerusakan
potensial yang diderita oleh tiga perusahaan besar (PT ASA, PT Budi Makmur, dan PT Sari
Husada), kerusakan cukup besar, sampai senilai Rp 3,8 triliun (Gambar 1 dan lampiran
teknis). Kerusakan-kerusakan tersebut terutama pada properti tidak bergerak (gedung, dan
pada beberapa kasus, aset yang rusak seperti peralatan), dan persediaan barang.
Kerugian yang diantisipasi di masa depan adalah sekitar Rp 3,9 triliun. Kerugian
pendapatan diperkirakan atas dasar estimasi penurunan pendapatan, hilangnya kesempatan
memperoleh penghasilan dan pengeluaran yang meningkat untuk mempertahankan pekerja
selama periode non-operasional (untuk perusahan menengah dan perusahaan besar) dll.
Selama periode sampai aset kembali pulih. Asumsi periode pemulihan 3-6 bulan digunakan
untuk sebagian besar perusahaan yang terkena dampak.
Gambar 6: Kerusakan dan Kerugian Perusahaan
Billions of Rupiah
5000
4000
3000
2000
1000
0
Medium
Enterprises
Small Units
Damage (Building and Inventory)
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Micro Units
Total
Losses (Salaries/Future Earnings)
55
56
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Isu-Isu Kunci
Dalam jangka pendek: (i) pemberian fasilitas likuiditas sementara dan (ii) hilangnya
rumah (yang juga menjadi tempat usaha) harus segera diperhatikan agar
perusahaan-perusahaan dapat beroperasi kembali. Usaha-usaha perlu menjadwal ulang
utang yang ada dan mendapatkan akses ke dana pinjaman segar yang cepat dan terbatas.
Tetapi, bank mengklaim bahwa mereka tidak dapat memberikan pinjaman baru tanpa
penyelesaian pinjaman sebelumnya. Karena kebanyakan industri beroperasi di rumah-rumah
penduduk, persoalan tentang tempat kerja adalah bagian dari program rehabilitasi perumahan
secara keseluruhan. Guna menghindari kerugian di masa depan karena para pembeli beralih
ke produsen lain, pesanan-pesanan yang sudah masuk hendaknya diupayakan untuk dipenuhi
tepat waktu. Sudah jelas perlunya tindakan intervensi yang segera: dampak psikologis akan
semakin buruk jika penduduk menganggur dan masa depan mereka tidak jelas. Perusahaanperusahaan yang lebih besar melaporkan bahwa bahkan pekerja mereka yang kehilangan
rumah dan keluarga memilih untuk masuk kerja.
Dalam jangka menengah, peran sektor asuransi yang lemah dalam menyediakan
penyelesaian risiko dan mekanisme pengalihan risiko untuk perusahaan-perusahaan
perlu diperhatikan. Sementara banyak UKM di daerah ini memiliki akses dan pengetahuan
terhadap produk-produk keuangan pada masa sebelum bencana, hanya sebagian kecil saja
yang dicakup asuransi. Kebanyakan di antara mereka yang sudah dicakup, tidak memiliki
penggantian karena bencana alam, karena perusahaan-perusahaan asuransi enggan
menyediakan penggantian sejak tsunami tahun 2004 di Aceh.
Rekomendasi Awal
ƒ Pemulihan mata pencaharian penting untuk tahap rekonstruksi – dan akses ke
likuiditas dan penyediaan tempat kerja merupakan alat mencapainya bagi mayoritas
perusahaan yang terkena bencana.
ƒ Manfaatkan tenaga kerja sementara, dan penggunaan nilai lokal “nrimo”( menerima
dan terus maju); dan “gotong royong” – akan mempercepat proses rekonstruksi.
Langkah Kunci mencakup:
ƒ Pemberian akses keuangan
ƒ Pemerintah, Bank Indonesia dan bank-bank komersial perlu segera membuat
pedoman untuk memulai restrukturisasi pinjaman untuk debitor mereka yang terkena
bencana dan memberikan pinjaman baru kepada mereka (dengan persyaratan khusus
mengenai waktu bebas pengembalian dan tingkat bunga). Bank-bank mengatakan
bahwa para debitor di daerah-daerah ini memiliki riwayat kredit yang baik dengan
tingkat NPL 3%.
ƒ Sambil menunggu pembangunan kembali rumah, tempat penampungan semi
permanen dapat dibuat untuk setiap ‘sentra industri’ untuk memberi para pengusaha
kesempatan untuk memenuhi pesanan ekspor.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
PERDAGANGAN
Ikhtisar
Kerusakan yang dialami pasar publik dan fasilitasnya serta pasar modern
diperkirakan sekitar Rp 168 miliar. Kerugian diperkirakan Rp 100 miliar, sehingga seluruh
kerusakan dan kerugian sebesar Rp 269 miliar.33 Selain itu, sektor-sektor jasa – termasuk
restoran dan jasa non-permerintah – kemungkinan besar telah menderita kerusakan dan
kerugian sebesar Rp 218 miliar.34 Jadi, keseluruhan kerusakan dan kerugian diperkirakan
sebesar 2% PDRB agregat di enam kabupaten yang mengalami dampak terparah.
Bantul dan Yogyakarta mengalami dampak terparah, sementara Klaten dan Gunung
Kidul mengalami kerusakan dan kerugian yang besar. Yogyakarta, karena
ketergantungannya pada restoran dan jasa yang terkait dengan pariwisata, akan menghadapi
tantangan kecuali dukungan rehabilitasi yang cukup telah dikerahakan. Perdagangan di
Bantul dan Klaten terkena pukulan terparah. Banyak pasar tradisional rusak atau hancur.
Fasilitas-fasilitas yang lebih baru seperti pusat perbelanjaan, mal, dan supermarket
kerugiannya tidak separah pasar tradisional. Harga-harga banyak komoditas sempat
melambung, dalam beberapa kasus sampai sepuluh kali lipat, tetapi sekarang sudah turun
lagi.
Kondisi Sebelum Bencana
Pada tahun-tahun belakangan ini, sektor perdagangan dan restoran sedikit naik
perannya dalam perekonomian di enam kabupaten yang terkena bencana. Sektor ini
sekarang persentasenya 20% dari produk regional gabungan, sementara sektor jasa nonpemerintah tetap sekitar 4%. Peran perdagangan bervariasi dari 7% di Yogyakarta sampai
20% di Kulon Progo, sementara restoran dari hanya 2% di Kulon Progo sampai 15% di
Yogyakarta. Sektor jasa hanya sebesar 2% produk regional di Gunung-kidul, tetapi sampai
setinggi 6% di Yogyakarta. Secara keseluruhan, peran relatif sektor perdagangan dan restoran
jika digabung beragam dari 7% di Magelang sampai 24% di Klaten dan Yogyakarta.
Jumlah pasar tradisional berkurang 18% antara tahun 2003 dan tahun 2005, karena
persaingan dengan pasar modern dan waralaba.35 Jumlah pasar modern (pusat
perbelanjaan dan pasar swalayan) telah bertumbuh sepertiga kalinya selama periode yang
33
Angka yang telah direvisi yang diperoleh tim, setelah data kerusakan dan kerugian dikompilasi, menunjukkan
bahwa kerusakan bisa lebih besar yaitu sebesar Rp 222 miliar dan kerugian sebesar Rp 146 miliar.
34
Karena kerusakan di sektor jasa ini kemungkinan besar juga telah tercakup dalam data perusahaan kecil,
mereka tidak disertakan di bawah sektor “Perdagangan” untuk tujuan penilaian secara keseluruhan.
35
Di pasar tradisional, transaksi dicatat secara manual atau tidak dicatat sama sekali, para pembeli adalah orang
perorangan atau pedagang kecil, produk yang mereka jual kebanyakan adalah kebutuhan sehari-hari dan
pakaian, dan bangunan mereka dikelola dan dimiliki oleh pemerintah daerah. Pengembangan usaha dan
dukungan lain untuk pasar tradisional disediakan oleh Dinas perindustrian, perdagangan, dan koperasi
(Dinasperindagkop)-di bawah Departemen Perdagangan tetapi para pedagang di pasar tradisional dan pasar
modern serta waralaba melaporkan transaksi mereka ke kantor pajak – di bawah Departemen Keuangan.
57
58
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
sama. Selain itu, beberapa pasar tradisional telah direnovasi. Di provinsi DIY, beberapa pasar
tradisional berupa bangunan semi-permanen/permanen atau terdapat di tempat terbuka.
Pasar lapak di 400 desa di provinsi Jawa Tengah dan provinsi DIY buka dua atau tiga hari
dalam sepekan. Usaha lain yang baru dan berkembang cepat adalah waralaba pasar swalayan
kecil (minimarket). Pada tahun 2005, terdapat 28.075 pedagang berizin, kebanyakan di
antaranya pedagang kecil. Secara keseluruhan, lebih dari 300.000 orang atau 10% penduduk
di daerah yang terkena dampak bencana terlibat langsung dengan sektor perdagangan di
provinsi DIY, belum termasuk orang yang menyediakan jasa transportasi pulang pergi ke
pasar, para kuli, dan orang-orang lain yang pekerjaan dan usahanya terkait dengan
beroperasinya pasar. Banyak pekerja di kota Yogyakarta tinggal di Bantul dan daerah-daerah
lain yang terkena dampak bencana.
Pedagang kecil di pasar tradisional juga adalah eksportir. Data ekspor/impor yang
dibagi menurut golongan pedagang tidak tersedia, tetapi total ekspor dan impor dari provinsi
DIY pada tahun 2005 menunjukkan tren yang meningkat.
Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Pasar Tradisional
Gabungan kerusakan dan kerugian yang dialami pasar-pasar tradisional di Provinsi
DIY dan Kabupaten Klaten diperkirakan sejumlah Rp 245 miliar.36 Kerusakan dan
kerugian tertinggi di Bantul dan Klaten, diikuti kota Yogyakarta dan kabupaten Gunung
Kidul. Banyak pasar yang sama sekali tidak terkena dampak, seperti Pasar Bantul – pasar
tradisional terbesar di Bantul. Sedangkan bagian-bagian pasar Niten, pasar Imogiri, pasar
Plered, dan pasar Piyungan, yang juga berlokasi di Bantul hancur sama sekali. Sekitar 10
pasar lain di Klaten dan satu pasar di Yogyakarta juga rusak parah. Di pasar yang ditutup atau
rusak parah, banyak pedagang memindahkan usaha mereka ke tempat-tempat perdagangan
sementara di emperan bangunan-bangunan atau di lokasi di dekatnya yang masih kosong.
Sekitar 2.820 pedagang di Klaten dan sekitar 16.300 pedagang lain di Yogyakarta dilaporkan
pindah sementara. Secara keseluruhan, dari penutupan sementara banyak pasar tradisional di
Yogyakarta dan Klaten, pendapatan total yang hilang kemungkinan besar sekitar Rp 80 miliar
lebih, termasuk pajak yang hilang.
Beberapa pasar ditutup sampai ada inspeksi lebih lanjut atau sampai dibangun
kembali, sementara yang lainnya beroperasi kembali beberapa hari kemudian. Di
banyak lokasi, nilai transaksi harian merosot – misalnya di Beringharjo, pasar terbesar di
Yogyakarta, transaksi turun dari Rp 1,2 miliar prabencana menjadi Rp 0,8 miliar setelah
bencana. Di beberapa pasar lainnya, kerusakannya tidak signifikan tetapi properti atau
keluarga karyawan mereka terkena dampak sehingga mereka tidak bisa bekerja untuk
sementara. Para pedagang di pasar-pasar tradisional tidak mengasuransikan aset mereka dan
36
Seperti dikemukakan di paragraf pertama di bagian perdagangan dan jasa, data yang direvisi pada tahap
penyelesaian laporan ini menunjukkan angka kerusakan dan kerugian yang lebih besar sampai Rp 370 miliar.
Angka yang direvisi akan terlihat di penilaian kerusakan dan kerugian tahap berikutnya.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
tidak menggunakan gudang sehingga aset mereka sebagian besar tidak bisa dipulihkan ketika
bangunan rusak.
Ada kerugian-kerugian lain, selain pendapatan yang hilang. Ketika beberapa pasar
berhenti beroperasi dan produksi maupun pengiriman beberapa komoditas terhambat selama
beberapa hari, terjadilah kekurangan kebutuhan sehari-hari dan harga-harga melambung dan
hal ini berpotensi mengurangi daya beli orang yang memiliki penghasilan tetap – ini kerugian
yang tidak dapat secara akurat dicatat dalam penilaian.
Pasar Modern
Total kerusakan dan kerugian pasar modern diperkirakan kurang dari 30% jika
dibandingkan dengan pasar tradisional. Hal ini sebagian besar adalah karena bangunanbangunan mereka lebih besar dan tidak rawan kerusakan karena gempa bumi. Berdasarkan
informasi terbatas yang tersedia, tampaknya Bantul yang paling besar kerugiannya, disusul
oleh Yogyakarta dan Klaten. Kerugian usaha karena struktur yang rusak paling sedikit
diimbangi oleh penjualan kepada orang-orang yang biasanya berbelanja di pasar tradisional,
maupun penjualan ke pihak yang memberikan bantuan kemanusiaan. Berapa banyak
perdagangan dan tenaga kerja yang diserap dari pasar tradisional oleh pasar yang lebih
modern adalah suatu fenomena yang perlu diteliti. Dalam waktu dekat, ada kemungkinan
hilangnya pasar luar negeri karena sebagian ekspor tidak dapat dikirimkan sesuai dengan
jadwal dan ada kebutuhan akan tambahan pengeluaran oleh para pengusaha untuk
mendapatkan karyawan baru sebagai ganti karyawan mereka yang sudah tidak ada lagi.
Restoran
Sementara restoran-restoran di bangunan yang rusak mengalami kerusakan dan
kerugian yang signifikan, banyak restoran lain yang kemungkinan besar mendapat
manfaat dari kegiatan yang meningkat. Meskipun data tidak tersedia, perkiraan
kerusakan dan kerugian berdasarkan bukti kasar adalah sekitar Rp150 miliar.37 Potensi
kerugian terhadap perekonomian secara keseluruhan kemungkinan besar diimbangi oleh para
konsumen yang memilih untuk makan di restoran terbuka atau warung.
Jasa Non-Pemerintah
Kerusakan dan kerugian pada sub-segmen ini kemungkin besar tidak banyak.
Meskipun tidak ada data yang andal hingga saat ini, perkiraannya adalah Rp 60 miliar.
Kebanyakan jasa berlokasi di kotamadya Yogyakarta dan kabupaten Sleman, tetapi dampak
gempa bumi tampaknya lebih besar di Yogyakarta.
Isu-Isu Kunci dan Rekomendasi Awal
Dengan hilangnya pekerjaan, peran sektor informal dalam ketenagakerjaan akan
meningkat. Orang yang terkena dampak gempa akan mengambil kesempatan apapun yang
tersedia, ada kemungkinan sektor formal akan menyusut segera setelah bencana.
37
Seperti dikemukakan sebelumnya, ini tidak tercakup dalam perkiraan sektor perdagangan dan jasa
keseluruhan, karena kemungkinan besar akan tercakup dalam data persudahaan.
59
60
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Meskipun dampaknya terhadap orang lebih sulit untuk diperkirakan, banyak yang
bekerja di sektor-sektor ini menderita kesulitan. Karena para pedagang wiraswasta di
pasar tradisional jarang mengasuransikan barang dagangan mereka ataupun menggunakan
gudang, banyak yang telah kehilangan aset karena bangunan runtuh. Yang lain-lain tidak bisa
melanjutkan usaha karena kehilangan, kerusakan, atau trauma dalam keluarga mereka sendiri
atau terhadap rumah mereka. Menurunnya pariwisata yang pasti terjadi tentu akan
merugikan restoran dan banyak perusahaan lain di sektor jasa yang memberikan pelayanan
makanan bagi para wisatawan. Para karyawan di tempat-tempat ini dan tempat-tempat yang
rusak atau ditutup paling sedikit kehilangan gaji selama beberapa waktu atau bahkan
kehilangan pekerjaan mereka.
Prioritas pertama adalah membantu orang yang kehilangan pekerjaan, penghasilan,
atau aset di sektor-sektor ini. Perlu upaya untuk mengorganisasi program-program padat
karya untuk membersihkan, memperbaiki, dan membangun kembali fasilitas-fasilitas umum.
Dana hendaknya dialokasikan untuk memberikan paket kompensasi bagi pihak-pihak yang
usahanya mengalami kerusakan tempat usaha dan peralatan atau kehilangan penghasilan
dari perdagangan. LSM-LSM dan organisasi-organisasi lain yang ahli dalam kredit mikro
hendaknya dikerahkan untuk memberikan bantuan bagi yang membutuhkan, bisa melalui
pinjaman kelompok.
Selain itu, dana hendaknya dikerahkan untuk memperbaiki dan membangun
kembali pasar tradisional. Sementara ini, pemerintah daerah hendaknya mengalokasikan
tempat untuk pasar sementara, menunda pembukaan kembali atau membangun kembali
fasilitas-fasilitas yang rusak. Tempat sementara ini bisa berupa taman atau alun-alun atau
lahan umum yang tidak digunakan, tetapi lokasi-lokasi ini hendaknya dekat dengan pasar
yang digantikannya, dan mudah dijangkau oleh calon pelanggan.
PARIWISATA
Ikhtisar
Perkiraan awal menunjukkan kerugian sebesar Rp 36 miliar dan hilangnya
penghasilan sebesar kira-kira Rp 18 miliar. Tempat-tempat wisata yang terkena dampak
gempa bumi berlokasi di kodya Yogyakarta, kabupaten Sleman, dan kabupaten Bantul
(provinsi DIY) serta Klaten (Jawa Tengah). Tempat wisata di kabupaten lain seperti Boyolali
atau Sukoharjo (Jateng) tidak terkena dampak. Walaupun ada kerusakan di sejumlah tempat
wisata, para pengelola tempat itu yang diwawancarai optimis bahwa pariwisata tidak akan
terkena dampak secara signifikan
Kondisi Sebelum Bencana
Sebagai pusat budaya Jawa, provinsi Yogyakarta adalah tempat wisata yang penting
di Indonesia. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (yang merupakan inti penting
kepariwisataan) adalah penyumbang terbesar untuk PDRB, yang diperkirakan menyumbang
sedikit diatas 20% pada tahun 2005. Di kabupaten Klaten kepariwisataan juga dianggap
sebagai faktor yang sangat penting bagi promosi kabupaten itu tetapi sumbangannya
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
terhadap perekonomian daerah tidak terlalu besar. Candi Prambanan yang bersejarah (di
kabupaten Sleman) dan Kraton adalah tempat tujuan wisata terpenting di provinsi DIY.
Candi Prambanan menarik hampir 1 juta wisatawan pada tahun 2005, dan Kraton menarik
sekitar 400.000 wisatawan. Di Yogyakarta ada 34 hotel dan 1.106 losmen. Di Klaten terdapat
42 hotel dan losmen.
Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Fasilitas 9 tempat wisata di Yogyakarta rusak. Tempat tujuan wisata yang paling terkena
dampak gempa bumi adalah Kawasan Prambanan dan Makam Raja-Raja di Imogiri,
kabupaten Bantul. Di Prambanan, kompleks candi maupun fasilitas-fasilitas di sekitarnya
seperti teater Ramayana, pusat informasi dan kantor pengelola PT TWC, sebuah perusahaan
milik negara, terkena dampaknya. PT TWC memperkirakan keseluruhan kerusakan fasilitas
Prambanan adalah Rp 2,835 Milyar , dan kerugian karena menurunnya pengunjung, Rp 1,151
Milyar per bulan pada tahun 2006. Makam Imogiri runtuh semuanya, dan fasilitas-fasilitas
seperti lapangan parkir, toilet juga hancur. Kerusakan fasilitas-fasilitas ini diperkirakan Rp
400 juta. Kerusakan di Klaten ditemukan di pintu masuk dan loket candi serta makam.
Jumlahnya relatif kecil, Rp 390 juta/unit.
Akomodasi
Saat ini 6 di antara 34 hotel bermutu tinggi (716 kamar) ditutup. Tahap rekonstruksi
akan berlangsung selama 3 bulan (Novotel, 202 kamar) hingga 12 bulan (Sheraton, 241
kamar). Hotel-hotel lain seperti Ina Garuda atau Melia Purosani tetap buka, tetapi beberapa
kamarnya harus direkonstruksi.38 Di Klaten 16 dari 42 hotel/akomodasi rusak, kebanyakan
di antaranya di daerah Prambanan.
Fasilitas Kantor
Kantor Dinas Pariwisata di Kabupaten Bantul rusak ringan. Saat ini kantor itu
digunakan untuk keperluan darurat. Kantor Dinas Pariwisata di Kodya Yogyakarta juga
mengalami kerusakan sedang, tetapi tetap beroperasi. Dari 4 kantor pariwisata Yogyakarta
hanya satu kantor yang terdapat di Bandara yang rusak sedikit. Yang rusak parah adalah Balai
Kota dan Taman Budaya. Di Klaten hanya Dinas Pariwisata di kota Klaten yang tidak rusak,
tiga badan lainnya (satu di antaranya bersifat nasional: BP3) rusak. Kerugian lembagalembaga umum ini tidak dapat dihitung, karena mereka pun tidak memiliki penghasilan.
38
Kerusakan hotel-hotel berbintang diperhitungkan menurut rata-rata biaya rekonstruksi/kamar untuk berbagai
kategori hotel berbintang. Kerugiannya dihitung berdasarkan kamar yang sekarang tersedia, tarif kamar rata-rata
– berdasarkan tingkat hunian 52%. Tingkat hunian tidak dibuat lebih rendah daripada situasi sebelum bencana.
Pada saat ini hotel penuh dengan pekerja pemberi bantuan dll. Kemudian akan ada tahap rekonstruksi yang juga
menjanjikan adanya lebih banyak orang yang menginap. Diperkirakan bahwa jumlah wisatawan domestik tidak
akan menurun, karena akan ada kegiatan-kegiatan rutin (Ramadhan, Hari Raya, musim Haji, Natal, dll .).
61
62
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
LANGKAH SELANJUTNYA
Dengan banyaknya kerugian manusia, sosial, dan fisik, sektor-sektor produktif di
beberapa sentra ekonomi yang paling hidup di Indonesia telah terkena dampak
gempa bumi. Karena banyaknya industri rumahan, ratusan ribu rumah tangga kehilangan
tempat tinggal mereka dan sumber penghasilan mereka. Proses rehabilitasi dan rekonstruksi
seharusnya bisa membantu penduduk yang terkena dampak untuk segera membangun
kembali kehidupan mereka.
Prinsip-Prinsip Kunci untuk Memulihkan Mata Pencaharian yang Hilang melalui
Kebangkitan Sektor Produktif
•
Menanam modal untuk memperbaiki kerusakan fisik – hal ini tidak hanya akan segera
menghasilkan uang tunai bagi orang-orang yang terkena dampak untuk bertahan hidup,
tetapi juga mengurangi secara signifikan kerugian penghasilan yang diantisipasi di masa
depan. Dengan sekitar setengah dari total dampak berbentuk kerugian yang diantisipasi di
masa depan, opportunity cost karena tidak cepat tanggap sangat tinggi.
•
Gunakan partisipasi masyarakat seluas mungkin
ƒ
Kerahkan dukungan finansial dalam dosis kecil untuk memulihkan kegiatan ekonomi –
bertentangan dengan pandangan umum, sejumlah orang yang terkena bencana ingin sekali
mendapat kredit dari bank dan lembaga lain. Pada waktu yang sama, kebijakan publik
memegang peran yang penting untuk melakukan apa pun yang pemerintah dapat tawarkan
dalam bentuk dukungan .
Belajar dari kerawanan terhadap bencana dan persiapkan rencana jika ada bencana
berikutnya. Khususnya, lihatlah apa yang bisa ditawarkan pasar untuk melindungi
perusahaan dari bencana yang tidak terduga di masa depan.
ƒ
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Lintas Sektor
Analisis lintas sektor meliputi subsektor pemerintahan/administrasi publik,
lingkungan hidup, dan perbankan serta keuangan. Perkiraan kerusakan dan kerugian
sudah mencakup bangunan dan peralatan pemerintah, maupun bangunan serta peralatan
lembaga perbankan dan keuangan. Di sektor lingkungan, kerugian terjadi pada: a)
manajemen limbah; b) rekonstruksi; c) prasarana lingkungan, dan d) efeknya pada ekosistem
dan pelayananan lingkungan.
Bila digabungkan, kerusakan dan kerugian ketiga sektor ini hanya sekitar 1% dari
seluruh kerusakan dan kerugian akibat bencana. Tidak ada satu pun dari sektor-sektor
ini yang terkena dampak gempa secara signifikan. Sebagian besar pelayanan pemerintah dan
perbankan dapat pulih dengan cepat. Ekosistem alami atau manajemen lingkungan
pemerintah daerah tidak terkena dampak yang parah.
Tabel 26: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Lintas Sektor
Pemerintah
Keuangan
Lingkungan
Kerusakan/Kerugian Lintas Sektoral
% Total Kerusakan dan Kerugian
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Dampak Bencana (Miliar Rp)
Kerusakan Kerugian
Total
137,0
0
137,4
48,0
0
48,0
109,6
0
109,6
185,0
109,6
294,6
0.8
1.7
1.0
Kepemilikan
Swasta
Negeri
0
137,4
48,0
0
0
109,6
48,0
246,6
0.2
9
Walaupun tidak ada efek yang luas terhadap sruktur fisik, kerugian di kemudian hari
bisa signifikan jika tidak ada tindakan yang segera diambil, khususnya di sektor
perbankan dan keuangan. Sementara kerusakan saat ini pada sektor tersebut relatif
ringan, potensi kerugian di masa depan bisa mencapai Rp 2 triliun, karena diperkirakan
sampai 58.000 peminjam saat ini mungkin tidak dapat mengembalikan pinjaman mereka.
Untuk meminimalisasi kerugian di masa depan, pemulihan sektor keuangan harus
didukung dan pinjaman harus bisa dikembalikan sesegera mungkin. Kebijakankebijakan memprioritaskan penyelesaian nyata terhadap masalah-masalah ini sangatlah
dibutuhkan, melalui restrukturisasi pinjaman yang belum dibayar, skema jaminan kredit yang
memungkinkan UKM peminjam yang potensial untuk mengakses pinjaman tanpa jaminan,
63
64
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
dan skema peminjaman yang potensial dan tepat sasaran. Semua tindakan ini memungkinkan
pemulihan perekonomian yang lebih cepat.
Pada sektor lingkungan hidup, langkah-langkah kunci yang diambil sekarang dapat
mengurangi kemungkinan kerugian di masa depan. Khususnya, perlu dilakukan
penilaian yang cermat terhadap rencana pembuangan puing, manajemen limbah berbahaya,
dan mengembangkan rencana kerja, serta merancang dan menetapkan standar bangunan
tahan gempa untuk bangunan baru berlantai satu serta menyesuaikan kembali bangunan
yang rusak.
LINGKUNGAN HIDUP
Ikhtisar
Dampak gempa terhadap lingkungan secara garis besar bisa dibagi dalam empat
bidang: a) manajemen limbah; b) dampak rekonstruksi; c) prasarana lingkungan; dan d) efek
terhadap ekosisten/pelayanan lingkungan. Tidak ada kerusakan yang signifikan pada
ekosistem alami (hutan, terumbu karang, pohon bakau, dll.), demikian juga dengan kapasitas
manajemen lingkungan pemerintah daerah..
Kondisi Sebelum Bencana
Manajemen limbah terbatas. Di provinsi DIY, pengumpulan sampah hanya dilakukan di
perkotaan dan pasar. Sebagian besar sampah yang dikumpulkan di daerah bencana dibawa ke
tempat pembuangan sampah di Sitimulyo dekat Piyungan, kabupaten Bantul. Satu tempat
pembuangan yang tidak diawasi di dekat Godean, kabupaten Sleman, digunakan untuk
limbah nonkimiawi seperti puing bangunan. Di kabupaten Klaten, provinsi Jawa Tengah,
sampah dikumpulkan dari kota Klaten dan pasar-pasar besar dan kemudian diangkut ke satu
di antara dua tempat pembuangan terbuka yang kecil (sekitar 1 hektar). Di pedesaan kedua
provinsi ini, tidak ada pengumpulan atau pembuangan sampah yang dikelola pemerintah.
Penduduk desa umumnya membakar, mengubur dan/atau membuang sampah ke sungai
yang dekat dengan komunitas mereka. Diperlukan adanya data tambahan mengenai sistem
pembuangan sampah industri dan medis di daerah yang terkena dampak gempa.
Penerapan Manajamen bahaya buruk. Walaupun sudah ada semacam pembagian zona
lingkungan, pembangunan rumah tetap diizinkan di sepanjang jalur patahan gempa dan
daerah lain yang berisiko tinggi seperti di lereng Gunung Merapi. Lemahnya penerapan
standar pembuatan rumah mengakibatkan rendahnya mutu pembangunan rumah. Bahaya
lain adalah retaknya Bendungan Sermo (seluas 157 hektar dengan kapasitas untuk menahan
25 juta m3 air) dan reaktor penelitian nuklir di daerah bencana.
Lingkungan yang terpenting adalah sumber daya air. Di daerah bencana tidak ada
hutan, pesisir yang rawan atau ekosistem lain yang bernilai signifikan. Taman Nasional
Gunung Merapi adalah kawasan lindung terdekat dengan daerah bencana. Pelayanan
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
lingkungan yang terpenting di daerah bencana adalah sumber daya air. Banyak simpanan air
pada lapisan kars terletak di selatan Yogyakarta dan di sebagian besar daerah Gunung Kidul.
Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Bencana menyebabkan kerusakan aset lingkungan dan kerugian pelayanan
lingkungan. Dalam hal ini, diperkirakan tidak ada kerusakan aset; namun, kerugiannya
diuraikan di bawah ini.
Komponen terpenting dalam kerugian yang terkait dengan lingkungan adalah
pengelolaan puing. Menurut perkiraan kasar, antara 30-60% puing dari setiap rumah dapat
langsung digunakan kembali untuk rekonstruksi. Walaupun banyak penduduk desa
melaporkan bahwa mereka akan memanfaatkan puing-puing, volume sampah yang perlu
dibuang ke luar desa bisa mencapai 2,25 juta m3. Pemerintah tidak mengantisipasi akan
adanya masalah untuk menemukan tempat pembuangan atau dampak seriusnya terhadap
daya tampung tempat pembuangan kota.
Biaya pembuangan puing menurut perkiraan kasar adalah Rp 110 miliar untuk satu
tahun. Pemerintah berasumsi bahwa biaya tenaga kerja, yang terkait dengan pembersihan
puing dari lingkungan setiap rumah, bisa diambil dari bantuan Rp 30 juta yang akan diberikan
kepada setiap keluarga untuk rekonstruksi. Menurut perkiraan, lima pekerja (Rp 20.000/hari)
dapat membersihkan rumah yang runtuh dalam waktu dua minggu (Rp 1.200.000 per
rumah) atau Rp 230 miliar jika semua rumah yang hancur dan rusak parah dibersihkan
dengan cara tersebut. Dirobohkannya bangunan-bangunan pemerintah yang rusak akan
menyebabkan kerugian lain yang perlu diperhitungkan setelah penilaian struktural
dirampungkan.
Ada beberapa ancaman yang bisa timbul dari limbah berbahaya di lokasi industri
dan medis. Laporan media menunjukkan bahwa 23 fasilitas industri mengalami kerusakan
yang berkisar antara 25 hingga 100%. Dilaporkan bahwa dampaknya meliputi polusi yang
terlokalisasi dari kerusakan tiga pabrik tekstil, kebocoran sisa penyamakan kulit di Klaten
(dilaporkan oleh UNIDO) dan kebocoran minyak dari drum-drum penyimpanan di PT
Samitex Sewan (dilaporkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup). Satu-satunya kerusakan
pada lokasi pembuangan limbah adalah retakan di kolam penanganan air limbah di tempat
pembuangan sampah Sitimulyo (terletak dekat Piyungan di Bantul) yang dapat mencemarkan
sungai di dekatnya. Adanya lebih dari 36.000 prosedur medis tambahan yang dilakukan
untuk merawat korban yang cedera, sampah medis yang terkumpul sangat banyak; masih
belum jelas apakah sampah ini sudah dibuang dengan benar. Dampak kumulatif masalahmasalah ini dapat mencakup efek kesehatan manusia (dengan biaya medis dan biaya
produktivitas yang terkait) dan kerusakan ekosistem.
Dampak lingkungan karena kebutuhan akan bahan bahan bangunan untuk
rekonstruksi adalah kerugian lingkungan yang utama. Pembangunan kembali dan
perbaikan rumah dan bangunan lainnya dalam skala yang besar membutuhkan banyak
sumber daya alami, misalnya kayu, bambu, lempung, dan pasir. Pengambilan lebih banyak
sumber-sumber daya ini untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat dapat memiliki
dampak negatif pada lingkungan hidup.
65
66
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Kerugian besar yang kedua adalah menurunnya fungsi pelayanan lingkungan hidup,
khususnya air tanah. Badan Pengelola Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) di
Yogyakarta melaporkan peningkatan gejolak air tanah di sumur-sumur tertentu dan sistem
pipa air ledeng. Struktur air tanah juga tampaknya terkena dampak gempa bumi dan gempagempa susulan; hal ini terlihat dari adanya laporan bahwa sejumlah sumur mengering. Hal ini
khususnya bisa terjadi di daerah-daerah kars dan gua, dimana perubahan aliran air bawah
tanah bisa mempengaruhi sumur dan sumber air.
Kerugian besar yang ketiga adalah biaya tambahan untuk penilaian lingkungan yang
dibutuhkan oleh proses rekonstruksi. Rekonstruksi akan memberikan tambahan
permintaan akan kapasitas kelembagaan daerah dalam bidang manajemen lingkungan. Biaya
administratif yang lebih besar akan timbul untuk menilai dampak lingkungan karena adanya
investasi baru, penegakan standar-standar lingkungan hidup dan pengawasan tindakantindakan perbaikan.
Yang terakhir, kerugian lain adalah rawan tanah longsor yang disebabkan oleh
gempa bumi. Kementerian Lingkungan Hidup melaporkan paling sedikit ada enam tempat
baru yang rawan, yang mengalami beberapa kali tanah longsor setelah gempa utama. Tanah
longsor ini dapat dan telah menyebabkan kerusakan yang semakin parah pada jalan, rumah,
dan prasarana karena gerakan tanah, banjir, dan tumbukan bebatuan.
Tidak adanya kerugian terhadap manajemen sampah dan pembuangan puing telah
diantisipasi, kecuali volume sampah yang harus dibuang meningkatkan kebutuhan akan
perlunya tambahan kapasitas pembuangan sampah atau lahan yang digunakan untuk tempat
pembuangan puing adalah lahan produktif.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Masalah Utama
Masalah-masalah utama yang terkait dengan manajemen puing dan sampah antara lain
ialah: a) diteruskannya pelayanan pengangkutan sampah di Bantul, yang terhenti karena
gempa bumi; b) dampak potensial terhadap sanitasi di desa-desa karena bertambahnya
permintaan akan pembuangan sampah setelah mendapatkan bantuan; c) keamanan
penduduk desa dan pekerja-pekerja yang terlibat dalam pekerjaan pembongkaran; d) dampak
potensial terhadap lingkungan karena pembuangan puing di tempat pembuangan sampah
darurat yang tidak layak; dan e) risiko-risiko yang bisa terjadi karena limbah yang berbahaya
(misalnya: semakin banyaknya volume limbah medis dari fasilitas-fasilitas perawatan yang
sudah ada maupun yang baru dan dari industri-industri yang memiliki sarana pengolahan
limbah yang rusak). Untuk rekonstruksi, masalah yang tercakup: a) memaksimumkan
pemulihan sumber daya untuk membangun kembali guna menurunkan biaya dan
menurunkan dampak terhadap lingkungan; b) memastikan bahwa standar bangunan yang
tahan bencana dikembangkan dan ditegakkan sebagai bagian dari upaya rekonstruksi; dan c)
menerapkan prinsip-prinsip perancangan yang ramah lingkungan selama rekonstruksi
(misalnya: untuk perencanaan ruang, konstruksi bangunan, penyediaan energi, air, dan
sanitasi).
Rekomendasi Awal
Rekomendasi awal untuk dimensi lingkungan dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi
mencakup:
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Penilaian yang lebih mendalam terhadap daerah-daerah kunci yang terkena dampak
terbesar. Untuk puing, ini mencakup: memperbarui perkiraan puing yang harus
dibuang, evaluasi lingkungan terhadap puing di tempat-tempat pembuangan di setiap
kecamatan, perlu dipercepatnya perencanaan fasilitas baru dan penilaian opsi untuk
daur ulang/pemrosesan puing gempa bumi lebih lanjut dan menerapkan programprogram untuk meminimumkan sampah yang harus dibuang.
Melakukan penilaian terhadap manajemen limbah berbahaya dan mengembangkan
rencana kerja untuk manajemen limbah secara lebih umum.
Mengembangkan dan menerapkan pedoman-pedoman pembangunan kembali yang
“hijau” demi proses rekonstruksi yang meminimalisasi dampak lingkungan minimal
dan penggunaan sumber daya alami yang langka.
Pedoman-pedoman ini
dikembangkan oleh WWF untuk proses pemulihan di Aceh dan Nias.
Merancang dan menegakkan standar bangunan tahan gempa untuk tempat tinggal
baru berlantai satu serta untuk memperbaiki struktur-struktur yang rusak.
Mempertimbangkan mekanisme untuk fasilitasi penggunaan bahan-bahan bangunan
yang terbarukan, seperti konsep yang diajukan oleh GTZ di Aceh untuk
menyediakan fasilitas yang mendistribusikan bahan-bahan bangunan yang ramah
lingkungan beserta peralatan, sarana transportasi dan bantuan teknis mengenai
konstruksi tahan gempa.
Menilai dampak gempa bumi terhadap pelayanan lingkungan hidup, khususnya
sistem air tanah.
67
68
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
ƒ
Mengembangkan dan mengimplementasikan rencana
menghadapi bencana bagi kawasan yang berisiko.
dan
sistem
kesiapan
ADMINISTRASI PUBLIK
Ikhtisar
Total kerusakan dan kerugian terhadap struktur kepemerintahan dan administrasi
publik di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah diperkirakan mencapai Rp 137,0
miliar. Angka ini berdasarkan atas pengamatan awal di 10 kabupaten dan mencerminkan
perkiraan kerusakan dan kerugian pada bangunan, peralatan, personel, dan arsip masyarakat.
Tantangan yang langsung dihadapi adalah cara untuk memulihkan fungsi-fungsi dasar
administrasi publik, memperkuat kapasitas pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan
kecamatan) untuk menangani erupsi gunung berapi yang bisa terjadi dan untuk
mengorganisasi bantuan kemanusiaan dan kegiatan rekonstruksi.
Kondisi Sebelum Bencana
Struktur-struktur administrasi publik di Yogyakarta dan Jawa Tengah relatif baik.
Masalah-masalah utamanya antara lain ialah tantangan-tantangan nasional seperti korupsi,
kurangnya kapasitas kelembagaan, pemberian pelayanan publik yang tidak efisien, kurangnya
sumber daya finansial, dan hubungan yang tidak jelas antara unit administratif regional dan
unit administratif pusat.
Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Setelah bencana pada tanggal 27 Mei 2006, total kerusakan terhadap bangunan
diperkirakan berjumlah Rp 128,7 miliar, nilai kerusakan di kabupaten Klaten adalah
60% nilai kerusakan total tersebut. Nilai penggantian peralatan yang hilang diperkirakan
mencapai Rp 6,4 miliar. Kerusakan tambahan, berjumlah Rp 1,9 miliar, mencakup biaya
penggantian arsip masyarakat yang rusak dan biaya yang terkait dengan kematian atau
cederanya personel.
Tabel 27: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Administrasi Publik
Bangunan
Peralatan
Personel
Arsip Masyarakat
Total
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Dampak, Miliar Rp
Total
Kerusakan Kerugian
128,7
128,7
6,4
6,4
0,1
0,1
1,7
1,7
137,0
0,0
137,0
Kepemilikan, Miliar Rp
Swasta
Negeri
128,7
6,4
0,1
1,7
0,0
137,0
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Prasarana yang rusak dan keterlibatan langsung staf dalam upaya bantuan
kemanusiaan mempengaruhi berjalannya administrasi publik di Yogyakarta dan
Jawa Tengah. Akan tetapi, hukum dan ketertiban dapat dipulihkan dengan cepat.
Kehadiran polisi terlihat di lapangan dan hirarki komando pulih secara bertahap. Pelayanan
penyidikan, penuntutan dan pengadilan dihentikan untuk sementara hingga jangka waktu
yang bervariasi, tergantung pada tingkat kerusakan prasarana tersebut.
Kelompok masyarakat terum menderita dari buruknya akses ke pejabat kabupaten
dan kecamatan (untuk melakukan penilaian kebutuhan dan kerusakan atau memperoleh
informasi tentang status intervensi pemerintah untuk pemulihan dan rehabilitasi). LSM-LSM
dan kelompok-kelompok amal menyediakan bantuan kemanusiaan dan informasi dasar.
Pelayanan utama pemerintah seperti penyediaan air, saluran air, dan listrik tetap berfungsi
meski ada masalah-masalah di pusat daerah bencana.
Rekomendasi Awal
Berdasarkan penilaian awal dan parsial ini, rekomendasi yang dapat diberikan:
ƒ Memulihkan fungsi-fungsi ketertiban dan keamanan masyarakat kembali ke kondisi
pra-gempa.
ƒ merampungkan penghitungan yang cermat mengenai kerusakan dan perkiraan biaya
“saat itu”.
ƒ Merancang rencana darurat yang efektif untuk menghadapi kemungkinan letusan
gunung berapi (hindari kekeliruan seperti di Aceh dan setelah gempa bumi).
ƒ Melanjutkan fungsi-fungsi inti kepemerintahan di bangunan-bangunan yang bisa
digunakan.
ƒ Mengorganisasi pengumpulan dokumen-dokumen penting pemerintah yang masih
belum tersimpan dengan baik.
ƒ Memastikan bahwa skema pemberian kompensasi oleh pemerintah dipahami dengan
baik.
ƒ Membuat mekanisme yang transparan untuk mengelola dana yang terkait dengan
bantuan kemanusiaan.
ƒ Mengkoordinasi upaya bantuan kemanusiaan dari donor-donor besar dan fasilitasi
pengalokasian dana-dana tersebut di berbagai jenjang kepemerintahan.
69
70
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
SEKTOR KEUANGAN
Ikhtisar
Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di
Yogyakarta dan Jawa Tengah telah terkena dampak yang parah tetapi bencana ini
kemungkinan besar tidak berdampak signifikan terhadap sektor perbankan di
tingkat nasional. Hampir setengah pinjaman BPD Yogyakarta – atau sekitar Rp465 miliar –
bisa tidak tertagih dan rasio kecukupan modal (CAR) BPD bisa berkurang hingga minus
115%. Enam puluh dari 65 BPR provinsi DIY telah melaporkan kerugian dari pinjaman dan
memerlukan dukungan likuiditas, yang habis untuk pembayaran kembali pinjaman dan upaya
para deposan menarik dana mereka.
Pasar kredit berperan penting dalam proses rehabilitasi dan restrukturisasi. Bankbank hendaknya mengulurkan dukungan untuk membangkitkan kembali kegiatan ekonomi di
daerah bencana. Bank Indonesia (BI), pemerintah, dan bank-bank harus berupaya memenuhi
kebutuhan yang timbul tanpa harus menghapus regulasi dan operasi perbankan yang tepat.
Kerusakan yang diderita oleh Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB) akan
mempengaruhi kebangkitan perusahaan tetapi kecil peran absolutnya. Peranan
LKNB di daerah bencana kecil. Aset gabungan modal ventura, pegadaian, dan koperasi
adalah Rp2,3 triliun, atau sekitar 16% aset sistem keuangan regional.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Kondisi Sebelum Bencana
Aset total sektor perbankan di Yogyakarta pada akhir bulan Maret 2006 mencapai Rp
13,6 triliun, atau sekitar 1% total aset sistem perbankan nasional. Di Provinsi DIY, 25
bank komersial, termasuk 20 bank swasta telah menyelenggarakan operasi perbankan melalui
41 cabang dan 100 cabang pembantu. Selain itu, 65 BPR memiliki peran penting di beberapa
kabupaten yang terkena dampak bencana dengan memberikan dukungan kredit mikro. Pada
akhir bulan Maret 2006, data BI menunjukkan bahwa pinjaman bank komersial dan bank
desa yang beroperasi di provinsi DIY Yogyakarta masing-masing adalah Rp5,9 triliun dan
Rp0,8 triliun, atau 1% total pinjaman sektor perbankan Indonesia. Dari jumlah ini, pinjaman
mikro, kecil, dan menengah (masing-masing kurang dari Rp 500 juta) adalah sebanyak Rp5,2
triliun atau 80%, menunjukkan kemungkinan adanya jumlah rekening pinjaman yang banyak.
Daerah yang terkena dampak terparah adalah Bantul, dengan pinjaman Rp0,6 triliun, sekitar
8,6% dari kredit sistem perbankan di daerah Yogyakarta. Di kabupaten Klaten (Jawa
Tengah), jumlah pinjaman adalah Rp800 miliar, yang disalurkan melalui 22 bank komersial.
Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Total kerusakan dan kerugian yang diderita oleh bank-bank dan LKNB diperkirakan sebesar
Rp1.998 miliar.39
39
Untuk menghindari pencatatan ganda, jumlah total kerugian sektor perbankan dan keuangan tidak akan
disertakan dalam jumlah total kerugian daerah bencana.
71
72
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Tabel 28: Kerusakan dan Kerugian Sektor Keuangan di Yogyakarta-Jawa Tengah (dalam
Miliar Rp)
Perbankan
Prasarana (bangunan, dll.)
Kerugian Pinjaman
LKNB
Prasarana (bangunan, dll.)
Kerugian Pinjaman/Aset
Sektor Asuransi
Kerugian
Dampak Total
Kerusakan
Kerugian
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Provinsi
Yogyakarta
1.250
37
1.213
196
6
190
147
1.593
Total
Klaten
316
10
306
41
3
38
1.566
47
1.519
237
9
228
48
405
195
1.998
48
1.958
Dalam waktu tiga hari setelah bencana, kegiatan perbankan telah kembali normal.
Sebuah cabang Bank BTN (bank perumahan rakyat yang dimiliki negara) kembali beroperasi
setelah satu minggu, dan beberapa bank melaporkan sebagian kecil ATMnya masih belum
berfungsi karena padamnya listrik.
Bencana ini akan menurunkan kesanggupan para debitor untuk mengembalikan
utang, dan karena itu akan berdampak buruk pada tingkat non-performing loans
(NPL) bank. BI memperkirakan kerugian potensial bisa mencapai Rp 1,2 triliun atau 18%
total pinjaman di Yogyakarta dan Rp 300 miliar atau 30% pinjaman di Klaten karena 58.500
peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman
Perkiraan kerugian potensial pinjaman mereka. NPL di Yogyakarta akan meningkat
bisa memburuk jika sektor riil daerah dari 2% menjadi 6%. Namun, karena jumlah
bencana tidak pulih dan jika lembaga pinjaman ini tergolong kecil dalam portfolio
keuangan terus mendapat kesulitan pinjaman nasional, dampak bencana ini
untuk mendapat pembayaran pinjaman terhadap kinerja sektor perbankan secara
dari perusahaan yang terkenan bencana keseluruhan
dan
bank-bank
nasional
dan debitor lain. Satu faktor yang diperkirakan minimal. Selain itu, bank-bank
penting adalah tanggapan perusahaan yang terkena dampak tampaknya telah
asuransi terhadap klaim asuransi membuat pengaturan dalam neraca mereka
sejumlah kecil perusahaan: kebanyakan untuk mengantisipasi kerugian pinjaman.
penjamin kemungkinan besar akan
menggolongkan gempa bumi sebagai Beberapa bank lokal akan menderita,
force majeure dan mungkin akan khususnya bank yang dimiliki daerah dan
beroperasi di daerah seperti BPD dan BPR.
menolak mengganti kerugian.
Kerugian potensial terbesar akan dipikul oleh
BPD, yang menurut estimasi menunjukkan akan ada Rp 464 miliar NPL baru. Bank BRI
telah memperkirakan jumlah potensial kerugian pinjaman adalah sebesar Rp 175 miliar. Di
antara bank-bank komersial swasta, Bank Bukopin melaporkan kerugian potensial yang
terbesar, sekitar Rp127 miliar. Selain itu, 60 di antara 65 BPR telah melaporkan peningkatan
gabungan dalam NPL sebesar Rp133 miliar, atau 16% portfolio pinjaman total mereka.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Prasarana perbankan mengalami kerusakan yang terbatas. Informasi mengenai
nasabah tidak hilang.40 Beberapa kantor cabang, ATM, alat telekomunikasi, dan peralatan lain
telah rusak, tetapi kebanyakan bank telah memulihkan prasarana penting mereka. Beberapa
bank melaporkan kerusakan fasilitas mereka, termasuk: Bank BRI 3 cabang di Yogyakarta, 2
cabang di Klaten, dan 30 unit pembiayaan mikro BRI di seluruh daerah itu), Bank Mandiri (4
dari 73 ATM), BPR (7 rusak total dan 53 rusak ringan hingga sedang), dan Bank BPD
Yogyakarta (9 cabang pembantu dan beberapa kantor kas hancur).
Tabel 29: LKNB di Provinsi DIY, Operasi dan Kerugian
LKNB di Yogyakarta
Modal Ventura: Sarana Jogya
Ventura (Swasta)
Pegadaian
a. 16 cabang Perum Pegadaian di
Yogyakarta
# kena
dampak
55 debitor
559 debitor
dan 5 kantor
b. 6 cabang Perum Pegadaian di
Klaten
393 debitor
dan 4 kantor
1.968 Koperasi Primer yang mapan
dengan 580.486 anggota yang
terdaftar
58.700
anggota dan
100 kantor
1.785 unit keuangan mikro yang
N.A.
terdaftar di Yogyakarta, yang terdiri
dari:
a. 75 LDKP;
b. 42 BMT;
c. 1.630 BKD;
d. 38 persatuan kredir
Perusahaan Leasing & Pembiayaan:
1. Astra Credit Company (Mobil)
1.099
2. FIF (Sepeda Motor)
3. Kredit Plus (pembiayaan pribadi)
Ikhtisar
Rp10,3 miliar kerugian
pinjaman
Rp2,38 miliar kerugian
pinjaman dan
kerusakan bangunan
senilai Rp550 miliar
Rp2 miliar kerugian
pinjaman dan
kerusakan gedung
senilai Rp1,2 miliar
Rp14 miliar kerugian
dana dan kantor yang
rusak senilai Rp 4,3
miliar
Diperkirakan 10%
PDBR keuangan di
Yogyakarta atau
sekitar Rp 160 miliar
Tidak seperti daerah yang terkena Tsunami.
Rp592 juta
Volume Bisnis
Pra-Bencana
Rp255 miliar
%
kerugian
5
Rp650 miliar
0,3
Rp65 miliar
3
Rp710 miliar
7
N.A.
Rp189 miliar
0,04
dari 3.429 klien
1.769
Rp412 juta
Rp129 miliar
0,3
dari 21.182
klien
112
Rp312 juta
Rp3,2 miliar
10
dari 1.496 klien
Rp190 miliar kerugian & Rp6 miliar nilai kerusakan gedung dan
fasilitas.
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
40
Potensi Kerugian
73
74
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Seluruh kerusakan prasarana dan fasilitas
perbankan dapat mencapai Rp 37 miliar. Estimasi
awal dari bank-bank yang terkena dampak (BPD, Bank
Mandiri dan Bank BRI) menunjukkan bahwa nilai total
kerusakan fisik dapat mencapai Rp15 miliar. BPD melaporkan Rp5 miliar, Bank Mandiri Rp2
miliar, dan Bank BRI 7,5 miliar. Sepuluh cabang bank komersial lainnya telah melaporkan
adanya kerusakan.
Perkiraan dampak gabungan
terhadap sektor perbankan
adalah sekitar Rp 1.566 miliar.
Estimasi awal kerusakan dan kerugian di Sektor Keuangan Non-Bank adalah
sejumlah Rp 190 miliar.41 Ini khususnya terdiri dari kerugian pinjaman mikro 1.785
lembaga keuangan mikro yang terdaftar di Yogyakarta. LKNB lainnya telah melaporkan
potensi kerugian sebesar Rp50 miliar yang terdiri dari Rp45 miliar nilai kerugian usaha
(pinjaman) dan Rp6 miliar nilai kerusakan kantor dan fasilitas bangunan.
Kerugian asuransi bisa bertambah menjadi sekitar Rp 195 miliar, tetapi bertambah
seiring dengan semakin banyak klaim yang diketahui. Berdasarkan estimasi awal yang
tersedia, jumlah paparan asuransi non-asuransi jiwa di daerah bencana diperkirakan Rp 4,2
triliun. Dari jumlah tersebut, 25% dijamin lagi oleh P.T. Maipark, dan diperkirakan bahwa
10% tercatat di pembukuan perusahaan asuransi itu, dan sisanya dijamin lagi di luar negeri.
Diperkirakan, PT. Mairpark menderita kerugian sekitar 10%.
Rekomendasi Awal
Langkah Selanjutnya, Penyaluran Keuangan dan Pengerahan Sumber Saya
(Financial Intermediation and Resource Mobilization/FIRM) penting untuk
rehabilitasi dan rekonstruksi. Kegagalan atau penundaan disisi sistem finansial sebagai
penyalur yang efektif yang dapat berperan untuk kebangkitan ekonomi bisa meningkatkan
kerugian secara signifikan. Pada waktu yang sama, pasar kredit hendaknya tidak terdistorsi,
yang disebabkan oleh kurangnya semangat untuk mengejar NPL atau dengan memicu moral
hazard sebelum waktunya. Pemerintah bisa mempertimbangkan berbagai skema yang
berkisar dari sekadar menjadi penengah sampai menyediakan program pinjaman baru
dengan unsur-unsur subsidi demi menjaga agar biaya penyaluran keuangan tetap rendah.
Rekomendasi yang spesifik meliputi:
ƒ
ƒ
ƒ
41
Mendukung pemulihan sektor riil dan penyelesaian masalah NPL: NPL
potensial hendaknya diperlakukan sebagai masalah komersial, dan perlu dicari solusi
yang realistis untuk menghindari moral hazard, tanpa memperparah kendala yang
dihadapi sektor swasta.
Menerapkan kebijakan dan regulasi yang akomodatif: Regulasi mengenai NPL
bisa diperlunak, agar pinjaman-pinjaman bisa direstrukturisasi dan memungkinkan
para peminjam dan bank-bank bernapas lega dalam proses pemulihan.
Dukungan tidak langsung melalui penggantian jaminan: Penggantian jaminan
atau skema jaminan kredit bisa meringankan kendala pasar kredit yang dihadapi oleh
Walaupun datanya terbatas dan tidak konsisten.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
ƒ
UKM yang tidak dapat menyediakan jaminan, dan pada waktu yang sama,
memungkinkan bank berfungsi dengan cara yang bijak.
Memperkuat lembaga keuangan non-bank: Lembaga modal ventura lokal,
perusahaan leasing, dan lembaga keuangan mikro lainnya perlu diperkuat dan
didukung agar mereka bisa memenuhi kesenjangan pendanaan.
75
76
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial
corbis/Mast Irham
Bagian III.
Dampak Ekonomi dan Sosial
77
78
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Bab ini membahas dampak gempa bumi yang luas terhadap mata pencaharian
masyarakat di sekitar daerah Yogyakarta. Bab ini menganalisis dampak gempa bumi
terhadap perekonomian daerah, keuangan pemerintah daerah, dan lapangan kerja, demikian
juga akibatnya bagi kemiskinan dan kehidupan masyarakat yang terkena dampak langsung
gempa bumi.
DAMPAK TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN
Dari sudut pandang nasional, kerugian kegiatan ekonomi di daerah terkena dampak
mungkin hanya memiliki efek yang kecil. Sebelum gempa bumi ke-11 kabupaten/kota
yang terkena dampak menyumbangkan sekitar 2.2% kepada PDB nasional dan, dari
semuanya lima mengalami kerusakan dan kerugian yang rendah. Dua kabupaten yang terkena
dampak paling parah adalah kabupaten Bantul dan Klaten, menyumbang sekitar 0.4% dari
PDB nasional. Dampak utama terhadap perekonomian nasional kemungkinan berasal dari
biaya upaya rekonstruksi dan implikasinya terhadap keuangan Pemerintah pusat.
Perkiraan kerugian nilai tambah di daerah terkena dampak sebesar 5.6% dari
keseluruhan PDRB mereka. Dengan angka pertumbuhan yang diramalkan sebesar 5.5%,
pertumbuhan perekonomian netto di daerah terkena dampak diharapkan turun sekitar 1.3%
pada tahun 2006 dan 4.2% pada tahun 2007 (perubahan relatif dengan proyeksi PDRB
sebelum gempa sebesar -4.2% untuk tahun 2006 dan -1.3% untuk tahun 2007). Berdasarkan
perkiraan laporan kerugian ekonomi, PDRB yang diperkirakan untuk tahun fiskal 2006 di
daerah tersebut (Rp 51 triliun) diperkirakan turun menjadi Rp 2.1 triliun. Hal ini tidak
signifikan pada tingkat nasional (penurunan yang diperkirakan adalah 0.1% dari PDB).
Seandainya pemulihan berjalan normal maka diperkirakan 75% kerugian total nilai tambah
akan berdampak pada tahun 2006 (kira-kira 4% dari PDRB) sementara sisa 25% akan diserap
pada tahun 2007 (kira-kira 1% dari PDRB)42 (Tabel 30).
Kinerja sektor produktif yang terkena dampak paling parah meliputi industri
manufaktur, energi, air dan sanitasi, serta jasa. Diperkirakan masing-masing turun 20%,
5%, dan 2% (tabel 31). Sektor-sektor lain berjalan lebih baik dengan perkiraan penurunan
kurang dari satu persen untuk dua tahun ke depan.
Perekonomian kabupaten Bantul diperkirakan terkena dampak gempa bumi yang
paling parah diikuti oleh Klaten dan Kulon Progo. (PDRB diperkirakan turun masingmasing 23%, 9% dan 7% pada tahun 2006 dibandingkan dengan proyeksi sebelum gempa
42
Estimasi kerugian nilai tambah berdasarkan estimasi kerugian ekonomi (seperti dilaporkan oleh masingmasing sektor terpisah) disusun berdasarkan faktor nilai tambah sektor khusus yang dihitung dari sebuah
matriks input-output (data terakhir tahun 2000). Kerugian ekonomi dalam sektor jasa dimasukkan dengan
memasukkan bagian sektor ini di PDRB daerah yamg terkena dampak ke dalam perkiraan kerugian sektor
perumahan.
79
Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial
bumi).43 Penurunan PDRB di seluruh Yogyakarta tahun 2006 diperkirakan sekitar 6.7%,
sedangkan dampak di Jawa Tengah hanya 0.24% (Tabel 32).
Tabel 30: Proyeksi 2006 dan 2007 GRDP Nominal Kawasan Terkena Dampak Pra and Pasca
Bencana menurut Sektor (Miliar Rp)
2006
2007
Proyeksi
Proyeksi
PDRB *
PDRB
dikurangi
kerugian
Pertanian
12,556
12,369
13,246
13,184
Konstruksi
3,242
3,242
3,420
3,420
Listrik, Gas & Persediaan Air
608
575
642
631
Jasa Keuangan
3,636
3,636
3,836
3,836
Manufaktur & Jasa
8,520
6,826
8,989
8,424
Jasa-jasa
8,197
8,038
8,648
8,595
Perdagangan, Restoran & Hotel
10,199
10,125
10,760
10,735
Transportasi & Komunikasi
3,729
3,729
3,934
3,934
Total
51,200
49,055
54,016
53,301
Sumber: Komputasi yang didasarkan atas perkiraan Kerusakan dan Kerugian oleh Tim Penilai Gabungan.
* Proyeksi GRDP untuk tahun 2006 dan 2007 didasarkan atas perkiraan-perkiraan pertumbuhan nasional sebesar 5,5
persen.
Proyeksi PDRB *
Proyeksi PDRB
dikurangi kerugian
Tabel 31: Dampak Potensial Ekonomi terhadap Kawasan Terkena Dampak per Sektor
Produksi (Miliar Rp)
Sektor-sektor yang terkena
dampak
Bagian
Sektor
atas
Seluruh
% PDRB
15.8
1.5
26.3
9.3
17.7
6.2
Kerugian
Ekonomi
Perkiraan Koefisien Penurunan
Kerugian
InputPersen TA
dalam
Output
2006
Nilai
Tambah
Pertanian
640
2489
0.39
-1.5
Listrik, Gas & Persediaan Air
154
44
0.28
-5.4
Manufaktur
3,899
2,258
0.58
-19.9
Jasa-jasa
298
212
0.71
-1.9
Perdagangan, Restoran & Hotel
138
98
0.71
-0.7
Transportasi & Komunikasi
0.2
0.1
0.55
0.00
Total
5,128.3
2,861.80
--4.2
Sumber: Komputasi yang didasarkan atas perkiraan Kerusakan dan Kerugian oleh Tim Penilai Gabungan.
Penurunan
Persen TA
2007
-0.5
-1.7
-6.3
-0.61
-0.23
0.00
-1.3
43 Pertumbuhan ekonomi netto relatif pada tahun 2005 di Bantul, Klaten and Kulon Progo, dengan asumsi
angka pertumbuhan sebesar 5.5% ( masing-masing-17.7%, -3.5%, -1.5% ). Lihat Tabel tambahan untuk rincian
mengenai metodologi yang digunakan untuk menghitung penyebaran kerugian di seluruh kabupaten.
80
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Tabel 32: Kerugian Ekonomi per Kabupaten TA 2006 & 2007 (Miliar Rp)
Kerugian
Ekonomi PDRB yang
(2006 & Diproyeksikan
2007)
2006
2007
Proyeksi
%
PDRB
Proyeksi
PDRB
Perubahan
yang
PDRB
dikurangi
Diproyek dikurangi
kerugian
sikan
kerugian
Bantul
1,439
4,652
3,572
-23.2
4,912
4,552
Gunung Kidul
97
3,766
3,693
-1.9
3,977
3,953
Kulon Progo
179
2,047
1,913
-6.5
2,162
2,117
Sleman
340
7,404
7,149
-3.4
7,819
7,733
Yogyakarta
122
6,552
6,461
-1.4
6,919
6,889
Provinsi Yogyakarta
1,908
24,363
22,730
-6.7
25,727
25,183
Klaten
684
5,715
5,202
-9.0
6,035
5,864
Provinsi Jawa Tengah
599
215,710
215,197
-0.24
227,789
227,405
Sumber: Komputasi yang didasarkan atas perkiraan Kerusakan dan Kerugian oleh Tim Penilai Gabungan
%
Perubahan
Penurunan kinerja perekonomian sebagian akan ditutupi dengan meningkatnya
kegiatan sektor konstruksi selama masa rekonstruksi. Namun terlalu awal untuk
memperkirakan angka tingkat rekonstruksi, karena tergantung pada ketersediaan keuangan
dan kapasitas terpasang dari sektor konstruksi. Bagaimanapun juga pertumbuhan sektor
konstruksi tidak akan cukup untuk menutupi penurunan produksi secara keseluruhan dalam
waktu singkat.
DAMPAK TERHADAP LAPANGAN KERJA
Perkiraan awal menunjukkan bahwa berkurangnya kegiatan ekonomi akan
menyebabkan hilangnya sekitar 130.000 lapangan kerja. Hal ini mewakili sekitar 4% dari
total angkatan kerja sebelum gempa bumi di daerah yang terkena gempa. Sebagai akibatnya,
-7.3
-0.6
-2.1
-1.1
-0.4
-2.1
-2.8
-0.17
Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial
angka pengangguran diperkirakan meningkat dari 7% menjadi sekitar 11% (Tabel 33).44
Sektor jasa terkena dampak paling parah dan menyebabkan sebagian besar pekerjanya
kehilangan lapangan kerja (55%). Sektor jasa meliputi pekerja di bidang perdagangan, baik
wiraswasta atau mewakili usaha kecil dan menengah. Hampir 70.000 orang kehilangan
sumber pendapatan utama mereka. Sektor pertanian yang menyerap lebih dari 45% tenaga
kerja akan kehilangan sekitar 1,1% (17.000 pekerjaan) sebagai akibat gempa bumi. Kerusakan
sawah dan tanaman pertanian relatif sedikit. Sejumlah 730.000 orang bekerja di berbagai
industri ( terdiri dari konstruksi, pabrik, utilitas dan pertambangan) di daerah yang terkena
dampak. Di kabupaten Bantul sendiri hampir 30% pekerja yang bekerja di perusahaan
memiliki ijin menempati sektor kerajinan tangan dan sektor terkait. Karena mayoritas
perusahaan tersebut merupakan usaha kecil dan juga berfungsi sebagai rumah, maka kerugian
di sub sektor ini diperkirakan merupakan bagian besar dari kerugian yang disebabkan oleh
hilangnya lapangan kerja disektor manufaktur.
Kehilangan lapangan kerja telah berdampak pada perempuan dan laki-laki secara
merata. Sejumlah 47% dari pekerjaan yang hilang sebelumnya dipegang oleh kaum
perempuan.45 Meskipun demikian, dampak negatif dari bencana terhadap perempuan juga
termasuk peningkatan siginifikan dalam kegiatan di rumah yang tidak dibayar.
Keadaan lapangan kerja di masa yang akan datang tergantung pada evolusi upaya
rekonstruksi. Dalam jangka pendek, angka partisipasi wanita dewasa diperkirakan
meningkat karena banyak perempuan akan melakukan jenis pekerjaan apapun untuk
bertahan hidup. Program Kerja-untuk-Dana Tunai (Cash-for-Work) adalah satu cara yang
berguna untuk menciptakan pekerjaan sementara dengan cepat, menyediakan dana tunai
kepada masyarakat, dan merangsang perekonomian lokal. Pembangunan kembali prasarana
dasar dan situs-situs peninggalan budaya melalui program Kerja-untuk-Uang melalui
keterlibatan intensif buruh adalah salah satu pilihan. Perhatian tertentu harus diberikan pada
pembangunan kembali pasar-pasar dan prasarana pendukung pasar sebagai bagian penting
yang dibutuhkan masyarakat untuk memperoleh mata pencaharian dari perdagangan dan
jasa. Kontraktor lokal dengan pengetahuan yang baik mengenai buruh lokal harus dilibatkan
karena peranannya yang penting dalam kegiatan rekonstruksi. Rehabilitasi yang cepat pada
prasarana yang digunakan oleh sektor pertanian akan dijamin karena sektor tersebut
mempekerjakan bagian terbesar penduduk di yang daerah terkena dampak. Dengan
bertambahnya konstruksi perumahan maka tenaga kerja di sektor konstruksi akan meningkat
dan dengan demikian kebutuhan tindakan kompensasi jangka pendek akan berkurang.
Kehilangan lapangan kerja diperkirakan dengan menilai share lapangan kerja pada masing-masing kategori
pertanian, industri dan jasa di daerah terkena dampak dengan menggunakan data dari Dinas Tenaga Kerja
Transmigrasi Provinsi D.I. Yogyakarta dan BPS. Data dasar kemudian dikalikan dengan share dari daerah
terkena dampak dan angka kerusakan sektor lapangan kerja yang disusun berdasarkan laporan dari lembaga
pemerintah, pegawai di lapangan dan media. Share dari daerah terkena dampak bervasiasi dari yang rendah 0.1%
Magelang sampai yang tinggi 70% Bantul. Angka kehilangan lapanagan kerja 5%, 20%, 25% digunakan masingmasing untuk pertanian, pabrik dan jasa.
45
Tabel ini dihitung dengan memasukkan data angkatan kerja gender tertentu dan menganggap bahwa
pekerjaan yang hilang dalam sektor-sektor tersebut tidak berkaitan dengan gender
44
81
82
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Tabel 33: Lapangan Kerja Pra-gempa bumi dan Perkiraan Hilangnya Pekerjaan menurut
Sektor
Total Tenaga
Kerja / Perkiraan
Total # Hilangnya
Pekerjaan
Provinsi Yogyakarta
1,648,624
% perkiraan hilangnya pekerjaan
60,698
Yogyakarta
233,662
4,721
Sleman
387,624
34,043
Bantul
414,794
5,956
Kulon Progo
288,623
12,082
Gunung Kidul
323,921
3,897
Provinsi Jawa Tengah
2,043,515
% perkiraan hilangnya pekerjaan
67,764
Purowejo
345,720
47
Magelang
631,918
81
Boyolali
495,790
332
Klaten
570,087
67,305
Total
3,692,139
% perkiraan hilangnya pekerjaan
128,462
Sumber: Data Sakornas dan Kalkulasi oleh ILO, Jakarta
Total Lapangan Kerja /
Perkiraan Persen Pekerjaan Yang Hilang Lost
Total Lapangan
Pertanian
Industri
Jasa
Kerja
1,504,342
706,172
326,442
471,727
4.0%
1.8%
5.4%
6.4%
201,998
3,410
52,228
146,360
2.3%
0.5%
2.0%
2.5%
346,186
171,368
72,813
102,005
9.8%
3.5%
14.0%
17.5%
376,740
143,668
117,878
115,194
1.6%
0.5%
2.0%
2.5%
272,591
212,478
29,779
30,334
4.4%
2.5%
10.0%
12.5%
306,826
175,248
53,744
77,834
1.3%
0.5%
2.0%
2.5%
1,919,877
849,167
404,087
666,623
3.5%
0.6%
5.8%
5.9%
335,226
171,744
57,616
105,866
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
593,522
318,114
80,818
194,590
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
464,810
223,570
100,004
141,236
0.1%
0.0%
0.1%
0.1%
526,319
135,739
165,649
224,931
12.8%
3.5%
14.0%
17.5%
3,424,219
1,555,339
730,529 1,138,350
3.8%
1.1%
5.6%
6.1%
Tabel 34: Perkiraan Hilanganya Lapangan Kerja menurut Gender
Provinsi dan Kabupaten
Perkiraan Hilangnya
Perkiraan Hilangnya
Perempuan sebagai
Pekerjaan Laki-laki
Pekerjaan Perempuan Persentase dari Total (%)
Provinsi Yogyakarta
33,346
27,352
45.1
Yogyakarta
2,554
2,166
45.9
Sleman
19,244
14,799
43.5
Bantul
3,114
2,842
47.7
Kulon Progo
6,181
5,900
48.8
Gunung Kidul
2,252
1,645
42.2
Provinsi Jawa Tengah
34,512
33,252
49.1
Purowejo
25
22
46.3
Magelang
43
38
47.0
Boyolali
181
152
45.6
Klaten
34,264
33,041
49.1
Total
67,858
60,604
47.2
Sumber: Komputasi yang didasarkan atas perkiraan Kerusakan dan Kerugian oleh Tim Penilai Gabungan
Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial
DAMPAK TERHADAP SISTEM KEUANGAN
Dari segi keuangan, kawasan-kawasan terkena dampak tergolong miskin dan sangat
tergantung pada Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat; oleh karena itu
penurunan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) diperkirakan tidak berdampak
signifikan.46 Di kabupaten-kabupaten yang terkena dampak paling parah yaitu kabupaten
Bantul dan Klaten, PAD hanya 6% dan 4% persen dari total masing-masing pendapatan
mereka. Bagi hasil diluar pajak (dari sumber daya alam) merupakan bagian yang paling
diabaikan di semua kabupaen (kurang dari 0.1% dari total pendapatan), sementara bagi hasil
pajak menunjukkan 4% dari total pendapatan di sebagian besar daerah yang terkena dampak
(dengan pengecualian Yogyakarta dan Sleman). Jika pendapatan turun sebanding dengan
PDRB maka kabupaten-kabupaten yang terkena dampak akan mengalami penurunan
pendapatan sekitar Rp 16 triliun pada tahun 2006 dan Rp 4 triliun pada tahun 2007.
Table 35: Perkiraan Kerugian Pendapatan Publik Untuk Kabupaten/Kota Yang Terkena
Bencana di Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah (Miliar Rp)
Kabupaten/Kota
2006
Proyeksi
Simulasi
PAD dan
penurunan
Bagi Hasil pendapatan
Pajak
Kulon Progo
35
-2.3
Gunung Kidul
38
-0.7
Sleman
107
-3.7
Bantul
55
-12.8
Yogyakarta
130
-1.8
Klaten
28
-2.5
Total (6 districts)
393
-24
Sumber: data Depkeu, komputasi Tim Penilai Gabungan
%
Perubahan
-6.5
-1.9
-3.4
-23
-1.4
9.0
-6.1
Proyeksi
PAD dan
Bagi Hasil
Pajak
37
40
112
58
136
30
413
2007
Simulasi
penurunan
pendapatan
%
Perubahan
-0.7
-0.2
-1.2
-4.0
-0.6
-0.8
-7.5
-2.1
-0.6
-1.1
-7.3
-0.4
2.8
-1.8
DAMPAK TERHADAP MATA PENCAHARIAN
Laporan kualitatif menunjukkan bahwa tingkat trauma tinggi di daerah yang terkena
dampak parah. Anak-anak menunjukkan reaksi stres yang kuat; masalah dengan tidur,
perasaan takut, gampang menangis, dan menderita demam. Orang dewasa mengeluh sakit
kepala dan perut, flu, dan pilek biasa. Stres meningkat karena aktivitas gunung Merapi.
Sementara kelompok masyarakat tertentu melakukan pembersihan yang teratur terhadap
puing-puing, dll, di tempat lain banyak orang takut untuk mulai memperbaiki rumah mereka
atau pergi bekerja, khususnya di lahan pertanian. Walaupun semua yang terlibat di daerah
46
Untuk ilustrasi, transfer Dana Alokasi Umum (DAU) sebanyak 93 persen dari total pendapatan G. Kidul
(tabel 4).
83
84
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
terkena dampak setuju akan perlunya rencana rekonstruksi berbasis masyarakat, namun
dibutuhkan beberapa waktu sebelum penduduk siap terlibat dalam kegiatan perencanaan.
Walaupun angka kerusakan perumahan tinggi namun masyarakat cenderung untuk
tinggal di dekat rumah mereka. Survei kilat menemukan bahwa 74% keluarga yang
rumahnya hancur total, tinggal di tenda di depan rumah mereka. Dalam keadaan seperti ini,
menjamin pemulihan air dan sanitasi sederhana dengan cepat di daerah terkena dampak
adalah kebutuhan yang mutlak. Beberapa desa melaporkan bahwa kualitas air telah menurun
meskipun persediaan air masih utuh. Kebutuhan perempuan dewasa dan anak-anak
perempuan akan pakaian dalam, pembalut, dan peralatan memasak terus meningkat. Fasilitas
dasar untuk menjamin privasi merupakan perhatian khusus bagi kaum perempuan terutama
bagi yang sedang menstruasi. Beberapa LSM telah menunjukkan kepedulian mereka terhadap
risiko pelecehan anak-anak yang tidak diawasi. Contohnya seorang anak laki-laki
menunjukkan ”rasa bangga mampu mengumpulkan Rp 100.000 hanya di sepanjang jalan” ,
sebuah situasi yang rawan baginya.
Terbukti bahwa gempa bumi telah menghantam kaum miskin lebih keras. Di sebuah
survei kilat 42% keluarga yang dipimpin oleh seseorang yang hanya berpendidikan sekolah
dasar melaporkan rumah yang hancur. Untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi sekitar
31%. Akan tetapi tidak ada hubungan antara penerimaan Bantuan Langsung Tunai (BLT)
dan kerusakan rumah. Banyak orang miskin hidup di rumah bambu atau kayu daripada di
rumah beton, yang lebih tahan terhadap gerakan gempa bumi. Sementara itu 40% dari
rumah-rumah dengan dinding beton dilaporkan hancur total dan hanya 16% rumah dari
bambu dan kayu dilaporkan rusak.
Gempa bumi diperkirakan telah memiskinkan 67.000 keluarga dan meningkatkan
angka kemiskinan sebesar 1,6% di daerah terkena dampak. Untuk menilai dampak
terhadap kemiskinan maka digunakan data dasar kemiskinan dan data kerusakan perumahan
dan kehidupan di tingkat kecamatan
Tabel 36: Distribusi Indikator Pilihan lintas Rumah Tangga menurut Parahnya Kerusakan
Tdk Ada
Kerusakan
(%)
Sedikit
Rusak
(%)
BLT Diterima
Transfer Tunai Diterima (439 rumah tangga)
5.2
Transfer Tunai Tidak Diterima (1125 rumah tangga)
8.1
Pendidikan Kepala Rumah Tangga
Sekolah Dasar atau kurang (814 rumah tangga)
6
SMP (284 rumah tangga)
9.9
SMA atau lebih (542 rumah tangga)
9.6
Total
7.8
Sumber: Tabulasi dari survei yang diadakan oleh UGM pada tanggal 6 Juni 2006
Rusak
Berat
(%)
Hancur
(%)
Jumlah
(%)
32.4
28.3
26.2
28.4
36.2
34.7
100
100
28.3
26.4
28.4
28.6
23.0
30.3
31.6
26.7
42.6
32.8
30.7
36.5
100
100
100
100
Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial
Tabel 37: Perkiraan Dampak terhadap Kemiskinan menurut Kabupaten
Provinsi
Kabupaten
Simulasi kenaikan jumlah
rumah tangga miskin
Yogyakarta
Kulon Progo
3,050
Yogyakarta
Yogyakarta
3,890
Yogyakarta
Gunung Kidul
6,706
Yogyakarta
Sleman
14,462
Yogyakarta
Bantul
24,020
Jawa Tengah
Klaten
14,664
Total
66,792
Sumber: Komputasi oleh Tim Penilai Gabungan
Simulasi kenaikan titik persen
dalam persentase orang miskin (%)
1.00
1.40
1.20
1.60
3.30
1.90
1.60
KERAWANAN DAN MITIGASI BENCANA
Diperlukan adanya intervensi awal yang berfokus pada dukungan mata pencaharian
dan rekonstruksi perumahan dalam rangka mengurangi peningkatan kemiskinan
dan kerawanan terhadap bencana. Banyak rumah tangga miskin yang telah kehilangan
sumber pendapatan utama ketika usaha mereka, yang sering memanfaatkan rumah mereka
sendiri, hancur. Tidak hanya tingkat kerawanan jangka pendek yang meningkat, tapi juga
sangat tidak mungkin bagi mereka untuk membangun kembali perumahan yang aman tanpa
dukungan serius. Survei awal tentang masyarakat yang dilakukan oleh LSM menunjukkan
bahwa anggota masyarakat tidak mampu membeli bahan bangunan berkualitas atau tidak
memiliki keahlian profesional untuk membangun perumahan yang tahan gempa. Mendorong
mulainya rekonstruksi perumahan, yang dikombinasikan dengan program penyediaan dana
tunai bagi rumah tangga yang terkena dampak bencana (melalui program Kerja-untuk-Dana
Tunai /Cash-for-Work, atau pemberian dana tunai/cash transfers), dapat memberi rumah tangga
kemampuan berjuang untuk hidup, sehingga dapat berfokus untuk membangun kembali
mata pencaharian mereka.
85
86
Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
87
corbis/Mast Irham
Lampiran
ANNEX: DATA DAN METODOLOGI1
Perumahan
Data:
•
•
•
•
Data yang digunakan untuk semua tabel disediakan oleh Yogyakarta media centre per 6 Juni
2006 pukul 18.00. Data ini dikurangi 10% berdasarkan pemantauan kunjungan lapangan,
diskusi dengan pegawai di lapangan dan pihak-pihak penerima bantuan
Data sensus terakhir termasuk data perumahan merupakan hasil Survei Podes tahun 2003.
Semua data yang berkaitan dengan ukuran, harga rumah dan yang lainnya berdasarkan
wawancara di lapangan dan diskusi dengan pemerintah daerah dan pejabat provinsi.
Jumlah keluarga dan rumah di Sukaharjo dan Wonogiri diperkirakan hanya dengan memakai
data kependudukan karena tidak ada data yang tersedia dari Podes-2003.
Asumsi:
•
•
•
•
•
•
•
1
Rata-rata ukuran rumah sekitar 9 x 6 m (54 meter persegi (m2)) memiliki 3 sampai 4 ruangan,
1 ruang keluarga, 1 toilet dan 1 dapur. Tipe rumah berlantai tanah atau atap seng/bambu,
batu bata, 8-9 mm balok baja, lantai semen, toilet sederhana dengan jamban.
Biaya pembangunan berdasarkan biaya konstruksi di Indonesia saat ini, biaya tersebut
dihitung sekitar Rp 1,2 juta/m2, kurang 15% untuk bahan daur ulang.
Peralatan rumah tangga terdiri dari TV, alat memasak nasi, tape recorder, blender, alat setrika
dan kulkas kecil. Unit yang rusak total, 60% diperkirakan hilang karena gempa bumi; untuk
unit yang rusak sebagian, 35% diangggap hilang.
Biaya mebel terdiri dari kamar tidur sederhana dengan tempat tidur, lemari pakaian dan meja
kecil ditambah sofa ruang keluarga, meja dan lemari. Semuanya diperkirakan sebesar Rp
4.320.000 dengan pembagian kerugian seperti tertera diatas.
Kerugian pakaian dan dan persediaan bahan makanan diperkirakan Rp 333.000 dengan
pembagian kerugian seperti tertera di atas.
Bahan dan buruh untuk pemasangan tempat tinggal sementara ditambah penyelamatan
bahan diperkirakan sebesar Rp 225.000.
Biaya rehabilitasi/perbaikan diperkirakan 50% dari biaya pembangunan kembali atau Rp
500.000 m2.
Kurs Tukar 1 US$ = Rp 9.300.-
Hancur
Total
[2]
26,045
27,270
11,323
4,719
1,948
3,485
46
15
276
179
9
75,315
Stok
Rumah
2003
[1]
181,991
280,513
158,570
196,965
78,079
87,940
214,463
261,044
219,537
260,391
177,882
2,117,375
[3]
29,582
55,112
5,355
14,403
4,119
4,726
1,627
11
626
456
193
116,211
Rusak
Parah
[4]
24,262
84,283
16,360
29,910
2,355
7,999
67
637
592
702
167,168
[5]
46,753
65,849
15,071
14,801
4,831
6,793
1,185
23
715
499
144
156,662
Dampak Fisik
Rusak
Hancur
Ringan
Total
Disesuaikan
[6]
33,137
100,817
17,967
34,231
3,591
9,417
488
70
825
729
760
202,031
Rusak
Disesuaikan
[7]
25.69
23.47
9.50
7.51
6.19
7.72
0.55
0.01
0.33
0.19
0.08
7.40%
% Stok
Rumah
yang
Hancur
[8]
18.21
35.94
11.33
17.38
4.60
10.71
0.23
0.03
0.38
0.28
0.43
9.54%
% Stok
Rumah
yang
Rusak
(Juta Rp)
[9]
2,524,639
3,555,829
813,856
799,232
260,880
366,818
63,987
1,234
38,598
26,920
7,766
8,459,758
Biaya
Pembangunan
Kembali
untuk Unitunit yang
Hancur Total
Penilaian Dampak
Kerugian
Biaya
Kerugian
pada
Pembangunan
pada
UnitKembali
Unitunit
untuk Unitunit
yang
unit yang
yang
Hancur
Rusak
Rusak
Total
(Juta Rp)
(Juta Rp)
(Juta Rp)
[10]
[11]
[12]
243,140
894,694
100,526
342,450
2,722,057
305,844
78,380
485,101
54,505
76,971
924,224
103,844
25,124
96,959
10,894
35,327
254,258
28,568
6,162
13,180
1,481
119
1,886
212
3,717
22,278
2,503
2,593
19,685
2,212
748
20,514
2,305
814,731
5,454,837
612,893
Catatan
[1] Sumber: Data Sensus Nasional (Podes 2003)
[2] [3] [4] Laporan Pusat Media Yogyakarta, 7 Juni 2006
[5] Asumsi 70% dari unit-unit yang rusak parah perlu diruntuhkan dan kemudian dibangun kembali
[6] Asumsi 30% dari unit-unit yang rusak parah dapat direhabilitasi dan/atau diperbaiki.
[7] Adalah rasio antara kolom [5] dan [1].
[8] Adalah rasio antara [6] dan [1].
[9] Asumsi rata-rata ukuran rumah adalah 54 m2. dan biaya pembangunan kembali mencapai sekitar Rp 54 juta/rumah.
[10] Asumsi 60 % dari aset yang ada sebelum gempa (alat-alat rumah tangga, peralatan dapur, pakaian, perabotan, dan bahan makanan) dan biaya pernaungan sementara, hilang.
[11] Asumsi rata-rata ukuran rumah adalah 54 m2 dan biaya perbaikannya mencapai sekitar Rp 27 juta/rumah.
[12] Asumsi 35 % dari aset yang ada sebelum gempa (alat-alat rumah tangga, peralatan dapur, pakaian, perabotan, dan bahan makanan) dan biaya pernaungan sementara, hilang
Bantul
Klaten
Gn. Kidul
Sleman
Yogya
Kulon Progo
Sukoharjo
Wonogiri
Boyolali
Magelang
Purworejo
Total
Kabupaten
Tabel A.1: Ringkasan Kerusakan dan Kerugian Perumahan
(Juta Rp)
[13]
3,762,999
6,926,180
1,431,841
1,904,271
393,858
684,971
84,810
3,451
67,097
51,409
31,333
15,342,220
Keseluruhan
Total
Kerusakan
& Kerugian
Prasarana
TRANSPORTASI DAN TELEKOMUNIKASI
Jalan, Rel Kereta Api, Penerbangan and Telekomunikasi
Data
Perkiraan kerusakan jalan (nasional, provinsi dan kabupaten) di provinsi Yogyakarta dilakukan oleh
Kimpraswil DI Yogya dan disetujui saat rapat di kantor Bappeda provinsi Yogyakarta pada hari
Selasa malam, 6 Juni 2006. Informasi pembiayaan yang terperinci dan foto-foto pendukung yang
lengkap juga disediakan. Perkiraan kerusakan jalan di Jawa Tengah dilaksanakan oleh Kimpraswil
Jawa Tengah dan diberikan kepada Bappeda Provinsi Yogyakarta pada hari Rabu tanggal 7 Juni.
Kumpulan data ini digunakan untuk mempersiapkan tabel utama dan tabel pendukung dari laporan
ini.
Untuk rel kereta api, perkiraan biaya kerusakan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kereta Api
dan Wilayah Operasi VI PT KAI pada tanggal 6 dan 7 Juni, 2006.
Untuk sektor penerbangan data disediakan oleh PT Angkasa Pura I / Direktorat Jenderal
Penerbangan Sipil pada tanggal 7 Juni.
Untuk telekomunikasi, provisi awal sejumlah Rp 7 triliun dibuat oleh tim penilai berdasarkan sebuah
laporan tentang kerusakan pos dan telekomunikasi yang dilaksanakan oleh Kementerian Komunikasi
dan Teknologi Informasi di mana tidak berisi perkiraan biaya.
Asumsi
Perkiraan biaya dilakukan berdasarkan inspeksi lokasi kerusakan secara terpisah dan biaya unit
standar yang digunakan oleh badan-badan kementerian pekerjaan umum
Tabel A.2: Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Jalan Raya
Item
JALAN
Total
44.975
Jalan di Provinsi Yogyakarta
Jalan Nasional
Jalan Provinsi
Jalan Kabupaten
Jembatan Nasional
Jembatan Provinsi
Jembatan Kabupaten
Jalan di Jawa Tengah
Jalan Nasional
Jalan Provinsi
Jalan Kabupaten
Jembatan Nasional
Jembatan Provinsi
Jembatan Kabupaten
37.033
2.609
9.824
2.201
4.773
5.056
12.569
7.942
0
0
4.025
0
2.717
0
Penilaian Dampak
Kerusakan Langsung (Miliar Rp)
Rehabilitasi
Rekonstruksi
Kerugian
37.3
7.645
Dapat diabaikan
29.388
2.609
9.824
2.201
4.773
5.056
4.924
7.942
0
0
4.025
0
2.717
1.2
7.645
0
0
0
0
0
7.645
0
0
0
0
0
0
0
Table A.3. Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Rel Kereta Api
Item
Jalur
Bagian Srowot-Branbanan
Bagian Maguwo-Lempuyangan
Bagian Wates-Sentolo
Listrik (Listrik, Tanda, Telekomunikasi)
Stasiun Srowoto-Branbanan
Sipil (Jembatan)
Bangunan
Stasiun (12 stasiun)
Bangunan Lainnya
Fasilitas Pendukung (Pagar Beton)
Total
Total
Penilaian (Juta Rp)
Kerusakan & Kerugian
Kerusakan
Kerugian
4,795
398
5,970
4,795
398
5,970
0
0
0
750
2,100
750
2,100
0
0
1,175
3,682
1,064
19,934
1,175
3,682
1,064
19,934
0
0
0
0
Table A.4. Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Penerbangan
Item
Total
Infrastruktur Bandara
Fasilitas Sisi Udara
Perataan Landasan
Perbaikan Retakan pada Landasan
Jalan/Jembatan Operasi
Peralatan NAV/COM/AFL
Fasilitas Sisi Darat
Terminal Keberangkatan
Menara Kendali
Pemeriksaan Bangunan
Fasilitas Lainnya
Kerugian dalam Pendapatan Bandara
Biaya Pelayanan Penumpang (PSC)
Biaya Parkir Penumpang
Biaya Penanganan Muatan
Total
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
0
Penilaian (Rp. Juta)
Kerusakan & Kerugian
Kerusakan
0
Kerugian
0
12,000
300
250
360
12,000
300
250
360
0
0
0
0
5,440
40
100
285
5,440
40
100
285
0
0
0
0
85
1
65
18,926
0
0
0
18,775
85
1
65
151
ENERGI
Data
Data perkiraan kerusakan disampaikan oleh PLN pada Rapat Koordinasi tanggal 2 Juni 2006. Ada
laporan sejumlah kerusakan pada 6 sisi jalan pompa bensin yang tidak dikonfirmasikan. Tidak
terdapat rincian lebih lanjut.
Pusat Pengaturan dan Pendistribusian Beban (P3B) PLN memberikan perkiraan biaya yang
terperinci untuk perbaikan sub stasiun pada tanggal 9 Juni 2006. Laporan terperinci mengenai
jaringan distribusi dan perkiraan biaya perbaikan kerusakan gedung konsumen juga diterima dari
Kantor Pusat PLN. Tidak ada perkiraan terbaru dari kerugian yang disebabkan oleh biaya
pembangkit listrik yang meningkat. Kepala P3B telah memberikan biaya energi terbaru untuk
pembangkit tenaga batubara dan tenaga diesel masing-masing Rp 200 dan Rp 1800/KWH tetapi
perkiraan penjualan MWH belum diperoleh.
Perkiraan kerugian cabang transmisi yang telah direvisi harus dibuat berdasarkan informasi aliran
muatan normal dan “bencana” serta biaya energi unit indikatif untuk pembangkit tenaga batu bara
dan tenaga turbin.
AIR DAN SANITASI
Data
Informasi dikumpulkan dari Kementerian Pekerjaan Umum (MPW), Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM), Asosiasi Perusahaan Penyedia Air Minum Indonesia (PERPAMSI), Bank Pembangunan
Daerah, Bank Dunia, UNICEF dan donor lain serta lembaga-lembaga bantuan yang mendukung
upaya pertolongan. Tersedia informasi yang sangat terbatas mengenai persediaan air desa khususnya
kerusakan-kerusakan fisik dan dampak dari bencana gempa. Tim penilai melakukan kunjungan
lapangan untuk memeriksa kerusakan di daerah tertentu.
Asumsi
Kerusakan PDAM: Data pada aset yang ada (kapasitas unit produksi, tangki air, jaringan pipa dan
penghubung) tidak lengkap. Kerusakan gedung-gedung kantor dicakup oleh sektor lain (perumahan).
Biaya-biaya unit berdasarkan standar MPW dilengkapi oleh asumsi yang dibuat oleh tim penilaian.
Kerugian PDAM: Penghitungan kemungkinan kerugian untuk PDAM berdasarkan informasi yang
sangat awal dan data yang tidak lengkap. Diperkirakan bahwa 20% dari pendapatan akan hilang
untuk enam bulan pertama, pendapatan akan kembali ke tingkat sebelum bencana setelah 12 bulan.
Hal yang sama berlaku untuk biaya pelaksanaan tambahan yang diakibatkan dari tambahan biaya
bahan bakar dan bahan kimia serta upah lembur pegawai. Biaya tambahan untuk tangki pelayanan air
keliling yang dijalankan oleh lembaga–lembaga bantuan dan tentara tidak dimasukkan sehubungan
dengan kurangnya data.
Persediaan Air Daerah: Biaya untuk sanitasi di lapangan (tangki kotoran, lubang kakus) di daerah
perkotaan dan pedesaan telah dihitung secara terpisah di bawah analisis Sektor Perumahan. Biayabiaya unit berdasarkan asumsi yang dibuat oleh tim penilai.
Persediaan air individu diperkirakan sebagian dari sumur gali dangkal. Data Podes digunakan untuk
memperkirakan persentasi desa yang memakai sumur. Survei lapangan awal dilaksanakan oleh tim
penilai menyatakan bahwa 80% dari sumur-sumur tersebut berisi puing-puing dan perlu
pembersihan dan 20% mengalami kerusakan ringan. Biaya perbaikan sumur-sumur yang rusak
diperkirakan 50% dari biaya total sebuah sumur. Untuk memperkirakan biaya pembersihan 4 hari
kerja buruh sejumlah 10% dari biaya total sumur yang diperkirakan di dalam analisis tersebut. Jumlah
total sumur yang terkena dampak diperkirakan berdasarkan jumlah rumah yang hancur sebagaimana
dinilai oleh tim penilai perumahan.
Sanitasi Kota: Informasi mengenai kerusakan sanitasi kota dan pengelolaan sampah padat sangat
jarang. Penilaian kerusakan sanitasi kota di Yogyakarta terbatas pada informasi tambahan yang
diperoleh dari lembaga-lembaga pemerintah seperti Sekretariat Gabungan Kartamantul dan Dinas
Pekerjaan Umum. Sarana sanitasi masyarakat (MCK) tidak dimasukkan karena kurangnya data.
Kerusakan gedung-gedung kantor dicakup oleh sektor lain (perumahan). Biaya untuk sanitasi di
lapangan (tangki kotoran, lubang kakus) di daerah kota dan desa akan dicakup oleh bidang
perumahan. Biaya-biaya unit berdasarkan asumsi yang dibuat oleh tim penilai air dan sanitasi.
Tabel A.5: Kerusakan pada Persediaan Air PDAM
Kabupaten/
Kota
Kapasitas produksi, L/s
Sebelum
Tingkat
kerusakan
(%)
Setelah
0
0
0
Biaya
unit
per
L/s
75
0
0
0
296.5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
296.5
0
75
75
75
75
75
Provinsi Jawa
Tengah
Purworejo
Magelang
Boyolali
Klaten
Kota
Magelang
Provinsi
Yogyakarta
Hanya yang
terkena
dampak
Kulon Progo
Bantul
Gunung Kidul
Sleman
Kota
Yogyakarta
1,674
1,877
1,099
1,005
130
235
446
281
583
0
40
0
0
0
130
141
446
281
583
19
19
19
19
19
Truk tangki air
Jaringan Pipa, km termasuk
sambungan
Biaya
Sebelum Tingkat Setelah Biaya Biaya
Sebelum Tingkat Setelah Biaya Biaya
kerusakan
kerusakan
per kerusakan
kerusakan
per kerusakan
(%)
unit
(%)
km
0
0
0
0
0
0
1,786
16
0
1,786
0
0
0
2
3
4
2
5
16
0%
0%
0%
0%
0%
2
3
4
2
5
200
200
200
200
200
0
840
0
0
0
0
0
0
40
0
0
800
812
0%
30%
0%
0%
2%
0
28
0
0
784
3,220
115
115
115
115
115
0
1,380
0
0
1,840
Catatan: Biaya produksi per unit didasarkan atas rata-rata biaya investasi sumur di PDAM
Tabel A.6: Kerugian pada Persediaan Air PDAM
Item
Pendapatan yang hilang
Biaya operasional tambahan
TOTAL
Asumsi:
Item
Air yang diproduksi
Air non-pendapatan
Air yang diproduksi
Air yang dijual
Tarif rata-rata
Biaya operasional tambahan
Pendapatan yang hilang dalam 0-6 bulan
Pendapatan yang hilang dalam 6-12 bulan
Biaya operasional tambahan untuk 0-6 bulan
Biaya operasional tambahan untuk 6-12 bulan
0-6 bulan
(Juta Rp)
1,640
820
2,460
6-12 bulan
(Juta Rp)
820
410
1,230
unit
l/s
%
cm / bulan
cm / bulan
Rp / cm
Rp / cm
%
%
%
%
Total
(Juta Rp)
2,460
1,230
3,690
1,099
40%
2,847,312
1,708,387
800
400
20%
10%
20%
10%
Tabel A.7: Penilaian Kerusakan pada Persediaan Air Pedesaan
Item
Sumur galian yang harus dibersihkan
Sumur galian yang harus direhabilitasi
TOTAL
Asumsi:
Item
Sumur galian
Biaya
kerus
akan
Total
Total (unit)
139,778
34,945
174,723
Sumur Baru
(Juta Rp)
2.4
Biaya per unit
Pembersihan Sumur
(% baru)
10%
*Asumsi kerusakan sedang hingga total 50%
* Asumsi 4 hari-orang untuk membersihkan = 240k rp jadi 10% dari biaya total
Biaya Kerusakan (Juta Rp)
33,547
41,933
75,480
Rehabilitasi Sumur
(% baru)
50%
0
3,166
0
0
1,840
Asumsi
*Diasumsikan bahwa jumlah sumur galian yang terkena dampak setara dengan jumlah total rumah yang hancur total
Jumlah rumah
yang rusak
(dari tabel di
bawah)
Total Provinsi Jawa Tengah
Kabupaten Purworejo
Kabupaten Magelang
Kabupaten Boyolali
Kabupaten Klaten
Kota Magelang
Kabupaten Sukoharjo
Kabupaten Wonogiri
Total Provinsi Yogyakarta
Kabupaten Kulon Progo
Kabupaten Bantul
Kabupaten Gunung Kidul
Kabupaten Sleman
Kota Yogyakarta
TOTAL
Jumlah sumur
galian
(dari table di
bawah)
79,682
180
229
413
77,561
1,281
18
95,041
6,845
57,281
9,269
16,998
4,648
174,723
Jumlah sumur galian
berisi puing
(perlu pembersihan)
63,746
144
183
330
62,049
1,025
15
76,033
5,476
45,825
7,415
13,599
3,718
139,778
Jumlah sumur yang
perlu direhabilitasi
15,936
36
46
83
15,512
256
4
19,008
1,369
11,456
1,854
3,400
930
34,945
Data mengenai rumah-rumah yang rusak (dari Sektor Perumahan)
Hancur Total
Disesuaikan
Rusak
Disesuaikan
46,753
14,801
4,831
6,793
15,071
68,414
65,849
499
715
1,185
23
144
68,414
29,582
14,403
4,119
4,726
5,355
58,026
55,112
456
626
1,627
11
193
58,026
Provinsi Yogyakarta
Bantul
Sleman
Yogyakarta
Kulon Progo
Gn. Kidul
Provinsi Jawa Tengah
Klaten
Magelang
Boyolali
Sukoharjo
Wonogiri
Purworejo
Total
Catatan:*data dari Podes 2005.
Total
tertimbang
60,508
21,498
6,747
8,990
17,561
95,012
91,476
711
623
1,942
28
233
95,012
Jumlah
desa
438
75
86
45
88
144
1,532
401
370
267
494
1,532
Jumlah
desa yang
memiliki
sumur *
313
71
68
31
67
76
1,017
340
119
177
381
1,017
% penduduk
yang
menggunakan
sumur
71%
95%
79%
69%
76%
53%
66%
85%
32%
66%
66%
66%
77%
66%
Jumlah
sumur
yang ada
95,041
57,281
16,998
4,648
6,845
9,269
79,682
77,561
229
413
1,281
18
180
79,682
Tabel A.8: Penilaian Kerusakan Sanitasi Perkotaan
Provinsi
Yogyakarta
Kulon Progo
Bantul
Gunung Kidul
Sleman
Yogyakarta
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Sebelum
Tingkat
Setelah
Biaya
Biaya
kerusakan
per
kerusakan
(%)
unit
1
0.97
1,422
Tidak ada
1
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
3
1
47,413
0
1,422
0
0
0
Saluran dan sambungan selokan
Truk Vakum
Sebelum Tingkat
Setelah Biaya
Biaya
Sebelum Tingkat Setelah Biaya
(m)
kerusakan
(m)
per m kerusakan
kerusakan
per
(%)
(%)
unit
130,537
130,537
0
0
0
250
none
10,092
none
6,750
113,695
0
10,092
896
0
0
6,750
97,185
113,695 147,139
0
-
Tidak ada
2
Tidak ada
Tidak ada
12
0
0
0
0
0
Catatan:
Penilaian kerusakan sanitasi perkotaan berdasarkan informasi berikut:
Tersedianya rencana penyaluran kotoran di Yogyakarta, sebagian dari Kab. Bantul dan sebagian dari Kab Sleman.
Tersedianya rencana komunal (CBS) di Yogyakarta
Tidak tersedianya IPLT (instalasi pengolahan endapan lumpur) di manapun di luar kota Yogyakarta
Tidak ada informasi mengenai tingkat kerusakan saluran selokan di Yogyakarta
Sumber: Bantuan manjemen prasarana kota Yogyakarta dan kantor Kimpraswil provinsi
2
250
12
250
Biaya
kerusakan
0
Total
Biaya
kerusakan
1,422
0
0
0
0
0
0
1,422
0
0
0
Sektor Sosial
PENDIDIKAN
Asumsi:
TK/RA/Diniyah:
4 ruang kelas @ 48m2 + 1 ruang pelayanan@ 48m2
SD/MI:
rata-rata 25 siswa/kelas, jumlah ruang kelas/sekolah = 6,26
1 ruang kelas = 56m2; ditambah 3 ruang pelayanan
SMP/MTs :
30 siswa/kelas, jumlah ruang kelas/sekolah = 10,7
1 ruang kelas = 63m2; ditambah ruang pelayanan & laboratorium
SMA/MA/SMK :
35 siswa/kelas; jumlah ruang kelas/sekolah = 10.3126984
1 kelas = 72m2
SLB :
150 - 200 m2
Pendidikan Tinggi : informasi dari wawancara, perkiraan kasar
Kantor Cabang Dinas = 200 m2/unit (info dari Dinas Kab & Prov)
Biaya unit untuk membangun kembali = Rp 1.800.000/m2; Faktor Beratnya Kerusakan = 1,0; Parah
= 0,65; Minor = 0,2. Berdasarkan informasi dari Tim Enjiniring Bank Dunia (Pak Anto + Pak
Atmaji)
Lab komputer: 20 unit per sekolah untuk SMP/MT; dan 30 unit untuk SMA/MA/SMK
SMP/MT
160000 Rp/sekolah
SMA/MA
240000 Rp/sekolah
PT
240000
Mebel = sekolah yang hancur 50% mebel rusak; 1 pasang meja & kursi per sekolah:
TK/RA
6000
SD/MI
18750 Rp/sekolah
SMP/MT
45000 Rp/sekolah
SMA/MA
61250 Rp/sekolah
SLB
8750
PT
50000
Tenda sementara atau sewa ruangan= Rp 15.000.000/100 m2, (or Rp 1.500.000/m2) diperkirakan
50% dari ruangan gedung
Biaya-biaya gaji dan pelatihan guru/pegawai baru = Rp 5.000.000/orang untuk menggantikan
pegawai yang meninggal.
Biaya membayar guru sementara untuk menggantikan yang terluka parah = Rp
1.500.000/orang/bulan; selama 3 bulan
Kerusakan peralatan pendidikan (audio, peralatan laboratorium, peralatan mengajar, dll.)
diperkirakan:
TK/RA
3000
SD/MI
5000
SMP/MT
15000 Rp/sekolah
SMA/MA
25000 Rp/sekolah
SLB
10000
PT
30000
Rp/sekolah
Kerusakan buku teks dan bahan pengajaran
TK/RA
SD/MI
5000
Rp/sekolah
SMP/MT
10000 Rp/sekolah
SMA/MA
15000 Rp/sekolah
SLB
5000
PT
20000
Biaya konseling siswa
Untuk memperkirakan sektor swasta dan umum, digunakan data jumlah ruang kelas sebelum terjadi
gempa
Umum (%)
Swasta (%)
TK
1,5
98,5
SD
82
18
SMP
67
33
SMA
54
46
SMK 38
62
SLB
80
20
Tabel A.9: Kerusakan Sektor Pendidikan berdasarkan Jenis dan Tingkatan Sekolah
Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Tengah
Bangunan yang Rusak
Provinsi Yogyakarta
Bangunan yang Rusak
Jenis sekolah
TK
SLB
SD
SMP
SMA
SMK
RA
MI
MTs
MA
PT
Lembaga PAUD
PKBM + TBM
Lembaga Kursus
Madrasah Diniyah
Pondok Pesantren
Gedung Diklat
SKB
Kantor Cabang Dinas
TK
SLB
SD/MI
SMP/MTs
SMA
SMK
RA
MI
MTs
MA
PT
Lembaga PAUD
PKBM + TBM
Lembaga Kursus
Madrasah Diniyah
Pondok Pesantren
Gedung Diklat
SKB
Kantor Cabang Dinas
TOTAL di Yogyakarta dan Jawa Tengah
Hancur
79
2
56
2
4
1
2
3
1
2
4
2
777
96
1
511
95
37
25
1
10
1
856
Sumber Data:
1. Gugus Tugas Sekretariat MONE (Posko Sekretariat Pusat Satgas Depdiknas)
2. Kantor Pendidikan Provinsi Jawa Tengah
3. Kantor Pendidikan Provinsi Yogyakarta
Jumlah bangunan yang rusak
Rusak Parah
Rusak Ringan
382
291
10
16
1
295
213
28
21
5
6
7
2
7
7
1
2
6
8
1
2
13
1
3
3
1
7
7
779
599
145
72
13
4
389
362
71
39
19
18
34
29
5
2
1
13
40
44
17
10
27
14
1
3
5
1
1,161
890
Total
752
28
1
564
51
15
9
15
3
8
12
15
2
5
7
1
16
2,155
313
18
1,262
205
74
88
7
1
54
71
11
41
1
3
6
2,907
KESEHATAN
Penilaian kerusakan berdasarkan perbandingan data ”Sebelum” dan “Sesudah”. Data ‘Sebelum’
jumlah sarana kesehatan dari BPS, Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan 2004 dan Profil
Kesehatan 2005 Provinsi Yogyakarta.
Data ‘Sesudah’ untuk rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan puskesmas
pembantu dikumpulkan oleh tim dari Kementerian Kesehatan (Balitbangdes) Jawa Tengah dan
Provinsi Yogyakarta dan Dinas Kesehatan Wilayah yang terkait, Bank Dunia dan Bank
Pembangunan Asia. Survei dilakukan antara 29 Mei dan 7 Juni 2006. Tim mengunjungi semua 6
kabupaten di Yogyakarta dan 5 kabupaten di Jawa Tengah yang terkena gempa. Di masing-masing
kabupaten mereka mengumpulkan informasi mengenai variabel-variabel berikut ini di tingkat
kabupaten yang terkait dan tingkat provinsi. dari pegawai kesehatan dan informan lainnya
Rumah sakit – umum dan swasta, umum dan spesialis.
Pusat Kesehatan Masyarakat(Puskesmas)
Puskesmas pembantu (Pustu)
Polindes
Rumah Bersalin
Kendaraan
Praktek dokter swasta dan gabungan
Praktek Bidan
Dinas Kesehatan Kabupaten
Tempat tinggal; pegawai kesehatan di Puskesmas/Pustu
Gudang obat
Laboratorium kesehatan
Lembaga Pelatihan
Lembaga Politeknik Kesehatan
Asumsi:
Kerugian diperkirakan sebagai biaya marjinal program-program dan kegiatan yang biasanya akan
terjadi seandainya tidak terjadi gempa bumi. Program nyata yang dimasukkan berdasarkan laporan
kegiatan kesehatan masyarakat yang ada saat ini di provinsi tersebut.
Biaya unit baik untuk kerusakan maupun kerugian diperkirakan dengan menggunakan informasi dari
Departemen Kesehatan dan pengalaman di poyek-proyek dan sektor pekerjaan. Asumsi yang
mendasari perkiraan-perkiraan yang beraneka ragam dicatat di tabel-tabel yang relevan dan dibuat
kembali di bawah ini:
•
•
•
Dianggap semua klinik kesehatan sementara yang beroperasi dijamin oleh para donor
Dianggap semua rumah sakit spesialis swasta umum dan swasta sebagai rumah sakit swasta
dengan 100 tempat tidur
Ini berarti bahwa jumlah sarana yang terkena dampak = jumlah total sarana * persentase
daerah yang terkena dampak gempa bumi, dari bagian yang diperkirakan rusak ini, rusak
berat dan rusak ringan setara dengan kerusakan pada stok perumahan modern (44% hancur,
28% rusak sedang, 28% rusak ringan)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Dianggap bahwa biaya rekonstruksi ringan adalah 12% dari total rekonstruksi; biaya
rekonstruksi besar 55% dari total rekonstruksi.
Biaya kesehatan masyarakat diperkirakan di samping pembelanjaan untuk pengamatan,
pengawasan vector, kampanye imunisasi dan gizi, serta program-program lainnya. Belum
dihitung.
Tidak ada laporan kerusakan praktek-praktek swasta.
Biaya poliklinik dinilai sama seperti biaya Pustu.
Biaya kerusakan untuk praktek swasta merupakan biaya dasar rata-rata untuk dokter,
perawat dan praktek bidan, belum dihitung.
Nilai tukar Rp/$ = 9300Rp/$1, berlaku per awal Juni 2006.
Dianggap 10% dari obat yang dibeli oleh Kementerian Kesehatan diimpor, anggap 80% dari
biaya persediaan yang diganti untuk obat-obatan..
Dianggap bahwa 50% dari peralatan diimpor.
Memperbaharui perkiraan biaya asli Jan 2005 sampai dengan Mei 2006 dengan menggunakan
deflator BPS.
Biaya obat dan peralatan masih perlu diperbaharui dikarenakan adanya inflasi.
Perumahan Pegawai Kesehatan dianggap sama seperti biaya Pustu.
Biaya UPT dianggap sama dengan biaya Puskesmas.
Kampanye kesehatan masyarakat dan mitigasi trauma tidak dihitung.
71
98
Klaten
Jawa Tengah
0
79,289,050,436
9,911,131,305
0
9,911,131,305
39,644,525,218
138,755,838,263
Rumah Sakit
Umum
11,003,678,325
7,162,772,276
35,566,869,230
2,963,905,769
27,169,136,218
19,265,387,500
92,128,070,993
Klinik kesehatan
Umum
3,822,846,714
1,289,663,323
6,403,845,465
533,653,789
4,891,826,397
3,468,749,627
16,587,738,601
Sub-klinik
Kesehatan
Umum
345,250,844
12,993,624,951
64,520,068,724
5,376,672,394
49,286,163,609
34,948,370,559
167,124,900,238
Publik dan
Admin. Lainlain
Item
Total
Rumah Sakit Umum
Klinik Kesehatan Umum
Sub-klinik Kesehatan Umum
Publik dan Admin. Lain-lain
Rumah Sakit Swasta
Fasilitas Swasta Lainnya
Program Kesehatan Umum
Penggantian Personil
Pembersihan Fasilitas
Perawatan Kesehatan Tambahan
119,519,796
114,873,282,784
68,873,608,740
2,064,798,156
17,757,264,143
23,014,945,301
226,583,899,125
Fasilitas swasta
Lainnya
Kerusakan
15,291,295,678
604,399,519,962
418,379,751,514
17,927,384,415
169,115,368,710
198,236,561,577
1,408,058,586,177
Kerusakan
1,408,058,586,177
138,755,838,263
92,128,070,993
16,587,738,601
167,124,900,238
766,878,138,957
226,583,899,125
0
388,791,126,192
233,104,228,049
6,988,354,307
60,099,847,039
77,894,583,371
766,878,138,957
Rumah Sakit
Swasta
Tabel A.11: Ringkasan Kerusakan dan Kerugian di Provinsi Yogyakarta
0
2
29
144
12
110
78
373
Lainnya
Meter Persegi Fasilitas
(M2) Kerusakan Umum
di sektor swasta
Rumah
Sakit
Kota Yogyakarta
11405
8
Bantul
6838
1
Kulon Progo
205
0
Gunung Kidul
1763
1
Sleman
2285
4
Yogyakarta
22496
14
Tabel A.10: Kerusakan dan Kerugian Sektor Kesehatan
0
0
0
0
0
0
0
Program
Kesehatan
Umum
80,903,760
1,284,118,957
769,908,411
23,081,489
198,500,808
257,274,162
2,532,883,827
Pembersihan
Fasilitas
0
2,439,472,207
2,532,883,827
9,664,094,641
Kerugian
14,636,450,674
321,634,748
1,236,761,225
741,514,534
22,230,254
191,180,188
247,786,006
2,439,472,207
Penggantian
Personil
0
4,899,493,216
2,937,547,971
88,066,296
757,370,148
981,617,010
9,664,094,641
Perawatan
Kesehatan
Tambahan
402,538,508
7,420,373,397
4,448,970,915
133,378,040
1,147,051,144
1,486,677,178
14,636,450,674
Kerugian
Table A.12: Ringkasan Kerusakan dan Kerugian di Provinsi Jawa Tengah
Item
Total
Rumah Sakit Umum
Klinik Kesehatan Umum
Sub-klinik Kesehatan Umum
Publik dan Admin. Lain-lain
Rumah Sakit Swasta
Fasilitas Swasta Lainnya
Program Sesehatan Umum
Penggantian Personil
Pembersihan Fasilitas
Perawatan Kesehatan Tambahan
Kerusakan
117,260,530,753
95,691,306,523
15,188,175,716
5,276,605,324
476,543,418
0
627,899,772
Kerugian
6,406,845,005
0
1,689,714,944
425,029,613
4,292,100,448
Pembagian Kerusakan antara Sarana Sektor Umum dan Swasta:
Untuk Provinsi Yogyakarta :
(i) Kerusakan sarana sektor swasta sama dengan persentase M2 yang rusak per kabupaten untuk
sarana swasta dan (ii) kerusakan sarana sektor umum sama dengan jumlah sarana rumah sakit dan
non rumah sakit yang rusak per kabupaten dan semua hal lainnya.
Untuk Kabupaten Klaten:
Kerusakan sarana Klaten adalah bagian dari sarana rumah sakit dan non rumah sakit yang rusak per
kabupaten dan semua hal yang lain.
PERLINDUNGAN SOSIAL
Asumsi:
Tiga sarana umum yang terkena dampak di kota Yogyakarta adalah pusat pelatihan pekerja sosial dan
kantor koordinasi.
Biaya kerusakan dihitung dari biaya rekonstruksi perumahan/gedung per m2 ditambah biaya
peralatan pendukung di dalamnya.
Dianggap biaya penggantian sarana sama dengan biaya rekonstruksi sebuah rumah dengan biaya
unit sebesar Rp 1,6 juta/m2.
Ini merupakan perkiraan kasar yang diberikan oleh seorang kontraktor yang bekerja di kantor dinas
sosial provinsi Yogyakarta bersama dengan pegawai kantor dinas.
Dianggap bahwa biaya untuk kerusakan parah sebesar 65% dan kerusakan ringan sebesar 20% dari
biaya rekonstruksi sebuah rumah dengan peralatan pendukungnya.
Dianggap bahwa biaya pembersihan sebesar Rp. 5.000/m2 untuk gedung yang hancur.
Dianggap bahwa biaya pembersihan sebesar 20% dan untuk kerusakan parah sebesar 65% dari
biaya pembersihan sebuah gedung yang hancur.
Kerusakan Taman Makam Pahlawan(TMP) dilaporkan oleh kantor dinas sosial Klaten namun belum
dihitung dan tidak dimasukkan ke dalam penilaian kerusakan.
Tabel A.13: Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Perlindungan Sosial per Kabupaten (Juta Rp)
Kerusakan
Provinsi Yogyakarta
Kota Yogyakarta
Kabupaten Gunung Kidul
Kabupaten Kulon Progo
Kabupaten Bantul
Kabupaten Sleman
Fasilitas pelatihan pekerja sosial
Provinsi Jawa Tengah
Kabupaten Klaten
Jumlah total
Kerugian
Total
35,418.33
9,365.55
5,020.98
2,580.99
4,419.15
11,602.95
2,428.71
85.07
7.68
2.87
1.36
64.51
8.65
8,084.07
43,502
4.27
89.34
35,503
9,373
5,024
2,582
4,484
11,612
2,429
8,088
43,592
Total
Swasta
26,131
7,142
3,768
2,582
3,139
9,500
-
Total
Publik
9,373
2,232
1,256
0
1,345
2,111
2,429
Swasta
Publik
51
16
6
4
7
18
16
5
2
0
3
4
2
7,414
33,545
674
10,047
11
62
1
17
BUDAYA DAN AGAMA
Tabel A.14: Penilaian Kerusakan Tempat-Tempat Ibadah
Jumlah Tempat Ibadah (Sebelum Gempa Bumi)
Nama Kabupaten/Kota
Kabupaten Klaten
Kabupaten Kulon Progo
Kabupaten Bantul
Kabupaten Gunung Kidul
Kabupaten Sleman
Kota Yogyakarta
Total
Masjid
2,396
957
1,457
1,635
1,801
393
8,639
Tempat
Sembahyang
(Surau/Langgar)
1,827
956
1,566
701
1,328
284
6,662
Gereja
Protestan
Gereja
Katolik
132
38
32
97
65
42
406
Pura
(Hindu)
52
53
23
34
55
12
229
Wihara
(Buddha)
56
0
4
10
5
0
75
Total
7
5
0
4
3
10
29
4,470
2,009
3,082
2,481
3,257
741
16,040
Penilaian kerusakan ini didasarkan atas laporan kerusakan yang terjadi pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di kabupatenkabupaten tersebut pada tanggal 6 Juni 2006: 21:30
Jumlah awal SLTP dari Podes 2005
Ini mencakup sekolah negeri dan swasta di bawah Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama
Proporsi kerusakan fasilitas
Kabupaten Klaten
Kabupaten Kulon Progo
Kabupaten Bantul
Kabupaten Gunung Kidul
Sleman District
Kota Yogyakarta
Asumsi mengenai biaya rehabilitasi:
Hancur
Rusak Parah
0.72%
0.00%
85.19%
3.33%
0.00%
3.57%
Masjid
Asumsi ukuran fasilitas (M2)
200
Asumsi biaya/M2 menurut jenis kerusakan
- Hancur
1,000,000
- Rusak parah
600,000
- Rusak ringan
300,000
14.49%
4.92%
14.81%
18.33%
13.11%
10.71%
Tempat
Sembahyang
(Surau/Langgar)
100
Gereja
Protestan
200
800,000
400,000
200,000
1,000,000
600,000
300,000
Gereja
Katolik
Rusak Ringan
1.45%
6.56%
0.00%
19.17%
0.00%
1.79%
200
Pura
(Candi
Hindu)
200
Wihara
(Candi
Buddha)
200
1,000,000
600,000
300,000
1,000,000
600,000
300,000
1,000,000
600,000
300,000
Jumlah fasilitas yang ada dikalikan dengan proporsi fasilitas yang rusak, dengan ukuran yang diasumsikan, dan dengan biaya rekonstruksi
Tabel A.15: Penilaian Kerusakan Tempat-Tempat Ibadah di Provinsi Yogyakarta (Juta Rp)
Masjid
Data Sebelum
Bencana (Jumlah
Bangunan)
Kerusakan Ringan
Kerusakan Parah
Hancur
Total
Gereja
Protestan
6243
Tempat
Sembahyang
(Surau/Langgar)
4835
274
22980
100920
262000
385900
4040
24480
109360
137880
1320
4680
6400
12400
Gereja
Katolik
177
Pura
(Candi
Hindu)
19
Wihara
(Candi
Buddha)
22
600
2400
4200
7200
120
480
600
1200
60
240
0
300
Total
11570
29120
133200
382560
556450
Tabel A.16: Penilaian Kerusakan Tempat-Tempat Ibadah di Provinsi Jawa Tengah (Juta Rp)
Masjid
Data Sebelum
Bencana (Jumlah
Bangunan)
Kerusakan Ringan
Kerusakan Parah
Hancur
Total
Gereja
Protestan
2396
Tempat
Sembahyang
(Surau/Langgar)
1827
132
2100
41640
3400
47140
520
10600
1040
12160
120
2280
200
2600
Gereja
Katolik
52
Pura
(Candi
Hindu)
56
Wihara
(Candi
Buddha)
7
60
960
0
1020
60
960
0
1020
0
120
0
120
Total
4470
2860
56560
4640
52490
Sektor Produktif
PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN
Gambaran terperinci dari asumsi dapat ditemukan di teks utama.
PERDAGANGAN
Tabel A.17: Kontribusi untuk PDRB, Provinsi Yogyakarta , 2000-2003
Kabupaten
Bantul
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Perdagangan dan Restoran
Perdagangan
Hotel
Restoran
Yogyakarta
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Perdagangan dan Restoran
Perdagangan
Hotel
Restoran
2000
%
2001
%
2002
%
2003
%
385,772
380,267
182,145
5,505
198,122
17.1
16.8
8.1
0.2
8.8
427,972
421,772
202,189
6,200
219,583
17.1
16.8
8.1
0.3
8.8
475,791
469,396
224,937
6,395
244,459
17.1
16.9
8.1
0.2
8.8
533,481
526,327
252,153
7,154
274,174
17.3
17.1
8.2
0.2
8.9
796,074
687,083
196,085
108,991
490,998
23.8
20.5
5.9
3.3
14.7
912,551
789,272
228,206
123,279
561,066
23.9
20.7
6.0
3.2
14.7
1,050,965
905,713
260,966
145,252
644,747
24.0
20.7
6.0
3.3
14.7
1,194,180
1,027,035
301,008
167,145
726,027
24.4
21.0
6.2
3.4
14.6
Tabel A.18: Kontribusi untuk PDRB, Provinsi Jawa Tengah, 2000-2003
Kabupaten
Klaten
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Perdagangan dan Restoran
Perdagangan
Hotel
Restoran
2000
%
2001
%
2002
772,019
768,451
538,219
3,568
230,231
26.2
26.1
18.3
0.1
7.8
878,585
873,697
622,175
4,887
251,521
26.2
26.1
18.6
0.2
7.5
%
1,009,835
1,003,172
731,348
6,662
271,823
25.9
25.8
18.8
0.2
6.9
2003
%
1,100,308
1,093,171
800,338
7,137
292,832
25.7
25.5
18.7
0.2
6.8
Tabel A.19: Pasar di Yogyakarta dan Wilayah Bagian Provinsi Jawa Tengah, 2005
Kabupaten
Desa-desa
yang Memiliki
Toko
Desa
Desa-desa yang Memiliki
Bangunan-bangunan
Permanen dan Semi Permanen
Desa
42
65
97
10
24
41
35
63
35
65
80
84
8
42
40
73
57
25
Magelang
Boyolali
Klaten
Kota Magelang
Kulon Progo
Bantul
Gunung Kidul
Sleman
Yogyakarta
Sumber: PODES 2005
Pasar-pasar yang Tidak
Memiliki Bangunan
yang Permanen
Unit
39
30
46
7
13
7
31
9
15
Supermarket
Unit
Restoran
Unit
10
24
44
6
12
71
18
143
62
95
116
373
31
40
23
119
509
331
Tabel A.20: Jumlah Pasar Modern dan Tradisional di Provinsi Yogyakarta, 2003 – 2005
Kebupaten
Bantul
Sleman
Kulon Progo
Gunung Kidul
Yogyakarta
Total
Tradisional
44
51
34
37
31
197
2003
Modern
Waralaba
6
47
4
7
36
100
26
26
Tradisional
47
36
36
36
37
192
2004
Modern
12
57
10
9
57
145
Waralaba
26
26
Tradisional
30
36
36
28
31
161
2005
Modern
12
53
10
8
50
133
Waralaba
26
26
Sumber: Dinas Deperindagkop, Yogyakarta, 2006
Tabel A.21: Pedagang Berijin (SIUP) di Provinsi Yogyakarta, 2002-2005
Klasifikasi
Besar
Menengah
Kecil
Total
2002
184
418
23,397
23,999
2003
230
521
24,631
25,382
2004
350
614
25,633
26,597
2005
369
737
26,969
28,075
Sumber: Dinas Deperindagkop, Yogyakarta, 2006
Tabel A.22: Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Pasar
A. Pasar Tradisional
NO.
LOKASI
YOGYAKARTA
I
Kabupaten Bantul
1. Pasar Niten *
2. Pasar Imogiri *
3. Pasar Plered *
4. Pasar Piungan *
II
Kabupaten Sleman
Kec. Godean
Kec. Prambanan
Kec. Tegal Sari
Kec. Tempel
Kec. Gamping
Kec. Condongcatur
III
Kota Yogyakarta
1. Pasar Bringharjo *
2. Pasar Kranggal
3. Pasar Giwangan
4. Pasar Sentul
5. Pasar Gading
6. Pasar Prawirotaman
7. Pasar Ciptomulyo
8. Pasar Karangkajen
9. Pasar Serangan
10. Pasar Patuk
11. Pasar Kotagede
Perdagangan yang Hilang (disesuaikan)
29,400
8,400
8,400
4,200
8,400
7,320
1,600
800
1,000
480
100
400
400
600
900
840
100
100
10,500
6,000
1,000
600
500
100
350
100
150
800
100
300
Kerusakan pada Bangunan dan Aset Lainnya
76,577
12,171
21,906
22,500
20,000
906
5
17
36
13
102
184
102
26
183
179
9
50
52,235
47,944
150
231
225
1,026
90
334
1,094
463
9
82
Total
105,977
20,571
30,306
26,700
28,400
8,226
1,605
817
1,036
493
202
584
502
626
1,083
1,019
109
150
62,735
53,944
1,150
831
725
1,126
440
434
1,244
1,263
109
382
IV
12. Pasar Tunjungsari
13. Pasar Demangan
Kabupaten Gunung Kidul
Kec. Wonosari
Kec. Nglipar
Kec. Ngawen
Kec. Saptosari
Kec. Panggang
Kec. Purwosari
Kec. Playen
Kec. Gedangsari
Kec. Paliyan
V
400
100
11,259
9,250
63
356
184
29
348
131
110
281
104
203
200
30
1,869
311
311
311
311
311
311
557
30
19,657
17,702
11
17
557
557
49
50
46
134
33
223
278
450
500
200
50
50
50
50
100
957
130
30,916
26,952
74
373
741
586
397
181
156
415
137
426
478
480
2,369
511
361
361
361
361
411
Kabupaten Kulon Progo
1. Pasar Dekso **
2. Pasar Brosot **
3. Pasar Kranggan **
4. Pasar Sewugalur **
5. Pasar Kasihan **
6. Pasar Kenteng **
Provinsi Jawa Tengah
VI
Kabupaten Klaten
19,488
15,153
34,641
1. Pasar Taji *
1,188
2,534
3,722
2. Pasar Prambanan *
2,400
1,229
3,629
3. Pasar Wedi *
2,100
5,932
8,032
4. Pasar Gempol *
2,100
1,280
3,380
5. Pasar Gantiwarno *
2,550
390
2,940
6. Pasar Panggil *
2,100
1,121
3,221
7. Pasar Masaran *
1,050
779
1,829
8. Pasar Temuwangi *
2,100
612
2,712
9. Pasar Sidoharo *
2,100
979
3,079
10. Pasar Minggiran *
1,800
297
2,097
Total
79,836
165,028
244,864
Catatan/Asumsi:
Kerugian perdagangan dihitung berdasarkan data volume penjualan per hari dari Departemen Perdagangan dan Dinas Perdagangan dan
Industri Provinsi dan Data Koperasi.
*Untuk gedung-gedung pasar yang 100% hancur maka kerugian perdagangan dihitung selama 30 hari sampai pasar-pasar tersebut buka
kembali.
** Kerugian perdagangan dihitung selama satu hari (pasar mingguan), kerugian perdagangan di pasar-pasar lain dihitung selama 4 hari.
Kerusakan gedung berdasarkan data aktual dari Departemen Perdagangan
B. Pasar Modern (Harga Konstan – Juta Rp)
LOKASI
Kabupaten Bantul
Kabupaten Sleman
Kota Yogyakarta
Perdagangan yang Hilang
(Disesuaikan)
10,000
10,000
150
Tidak tersedia
Tidak tersedia
Tidak tersedia
Kerusakan pada Bangunan dan
Aset Lainnya
0
0
1,000
(perkiraan)
1,000
(perkiraan)
150
0
20
20
800
0
0
540
3,530
Total (Disesuaikan)
11,000
11,000
300
20
800
800
Kabupaten Gunung Kidul
Tidak tersedia
Kabupaten Kulon Progo
Tidak tersedia
Kabupaten Klaten
215
755
Total
20,365
24,675
Catatan
NA = Tidak tersedia informasi
*) - Barang persediaan tidak rusak, sebagian disumbangkan kepada korban.
- Tutup menunggu pemeriksaan bangunan
- akhir-akhir ini buka (3-4 bulan).
**) tidak ada interupsi
Sumber : Departemen Perdagangan dan kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi serta Data Koperasi
INDUSTRI DAN PERUSAHAAN
Tabel A.23: Usaha Kecil dan Menengah yang Terkena Dampak Gempa Bumi
Jumlah
Awal
Bantul
Klaten
Yogyakarta
Sleman
Gunung Kidul
Kulon Progo
Total
Unit
Kerugian
di Sektor
Formal
21,306
9,588
4,500
8,619
776
18,558
1,113
21,659
650
22,418
673
92,560
17,299
(Yogyakarta Saja)
Kerugian
Sektor
Informal
Total
Unit
Kerugian
Pekerja di
Sektor
Formal
Anggota di
Sektor
Informal
Tanggungan
di Sektor
Formal
5,040
3,360
1,680
1,120
560
560
12,320
14,628
7,860
2,456
2,233
1,210
1,233
29,619
335,570
157,500
27,150
38,972
22,742
23,539
605,472
20,160
13,440
6,720
4,480
2,240
2,240
49,280
1,342,278
630,000
108,599
155,887
90,968
94,156
2,421,888
Jumlah
yang
Terkena
Dampak
1,362,438
643,440
115,319
160,367
93,208
96,396
2,471,168
Data: data awal dari survei Bank Indonesia dengan Universitas Gajah Mada PSE-KP, 2003 perkiraan angka pertumbuhan 2% per
tahun, menjadi 6% dari 2003 sampai data awal tahun 2006.
Di dalam survei ini tidak terdapat data awal untuk Klaten, data dikutip dari pakar ekonomi UGM Sri Adiningsih.
Struktur perekonomian utama: 25% mebel, 25% kerajinan tangan, 20% tekstil, 30% lainnya merupakan tanggungan dan korban
mengacu pada anggota keluarga, diperkirakan keluarga yang terdiri dari 4 orang.
Asumsi:
Kabupaten Bantul
Kabuptaen Klaten
Kota Yogyakarta
Kabupaten Sleman
Kabupaten Gunung Kidul
Kabupaten Kulon Progo
Sektor formal
50% pada industri yang terkena dampak, 90% hancur
Lihat di atas
30% pada industri yang terkena dampak, 30% hancur
30% pada industri yang terkena dampak, 20% hancur
30% pada industri yang terkena dampak, 10% hancur
30% pada industri yang terkena dampak, 10% hancur
Sektor Informal
• Data dasar 79.000 (untuk Yogyakarta) berasal dari survei terakhir tahun 2001 sebagaimana
diinformasikan oleh APIKRI--asosiasi kecil kerajinan tangan
• Data termasuk petani dengan porsi 50%, sehingga dianggap 40.000 adalah usaha kecil
• Tidak ada informasi mengenai penyebaran secara geografis, dianggap penyebaran yang
proporsional masing-masing 8000, tidak ada informasi mengenai Klaten, dianggap sama saja
• Dianggap 70% industri yang terkena dampak merupakan sebagian besar wirausaha yang
bertindak sebagai pendukung industri dengan tingkat kerusakan yang sama seperti di sektor
formal di setiap daerah
• Menyesuaikan dengan informasi sektor perbankan, asumsi unit kerugian seharusnya sesuai
(atau bahkan sedikit lebih rendah) di mana bank memperkirakan kemungkinan NPL dari
37.482 debitur dan BPR memperkirakan 21.008 debitur.
• Jumlah Total Debitur penunggak di Yogyakarta sendiri sejumlah 58,490. beberapa debitur
mungkin memilki sejumlah hutang dari bank-bank lain.
Pekerja
• Rata-rata pekerja di sektor formal
• 50% memiliki 50 pekerja
• 50% memiliki 20 pekerja
• Batas antara 5 sampai 500
• Sebuah perusahaan mungkin hanya mempunyai 20 pekerja permanen namun bisa mencapai
140 pekerja sementara
• Usaha informal mempunyai 4 anggota
• Perbandingan: 60% usaha kecil, 40% usaha menengah, usaha kecil sama dengan sektor
informal
Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Industri dan Perusahaan
Kabupaten Bantul
Kabupaten Klaten
Kota Yogyakarta
Kabupaten Sleman
Kabupaten Gunung Kidul
Kabupaten Kulon Progo
Total
Menengah
3,835
1,800
310
445
260
269
6,920
Kecil
5,753
2,700
465
668
390
404
10,380
Mikro
5,040
3,360
1,680
1,120
560
560
12,320
Asumsi per kerugian unit
Usaha menengah
Bangunan
200,000,000
Inventaris
100,000,000
gaji yang terus dibayar (6 bulan)
3,000,000
Pendapatan per bulan
50,000,000
Berdasarkan data yang didapatkan dari survey
Kecil
100,000,000
50,000,000
Tidak dapat membayar
20,000,000
Rata-rata kerugian total
Usaha menengah
Bangunan
1,383,936,000,000
Inventaris
691,968,000,000
gaji yang terus dibayar (biaya 6 bulan)
1,037,952,000,000
potensi kerugian penghasilan
2,075,904,000,000
(6 bulan untuk usaha menengah dan 3 bulan untuk usaha mikro dan usaha kecil)
Jumlah Perkiraan Kerugian
5,189,760,000,000
Rata-rata kerugian total = unit kerugian X kerugian per unit
Mikro
20,000,000
Tidak ada – kebanyakan sub kontrak
Tidak dapat membayar
2,500,000
Kecil
1,037,952,000,000
518,976,000,000
Tidak tersedia
622,771,200,000
Mikro
246,400,000,000
2,179,699,200,000
338,800,000,000
Tidak tersedia
92,400,000,000
Kerugian yang dilaporkan dari perusahaan besar: hanya 3 perusahaan yang melaporkan kerusakan ke Dinas yaitu Sari Husada
(makanan), PT. ASA (kulit) and PT. Budi Makmur (kulit)
PT ASA
5.700.000.000
PT Budi Makmur
3.000.000.000
PT Sari Husada pada saat jumpa pers melaporkan kerusakan di 2 pabriknya dan kerugian inventaris sebesar Rp 175 Milyar, ditambah
perkiraan Rp 70 Milyar kerugian pendapatan
Perusahaan tutup dan diharapkan memulai produksi kembali dalam waktu 2 sampai 3 bulan.
Penilaian kerusakan dan kerugian total untuk usaha mikro, kecil dan besar adalah 7.961.959.200.000
PARIWISATA
Tabel A.24: Ikhtisar Penilaian Kerusakan dan Kerugian sub sektor Pariwisata di wilayah Yogyakarta
ITEM
Jumlah
Sebelum
Bencana
1. Fasilitas
Bangunan
Aset
Karyawan
Pengunjung
2. Hotel
Bangunan
Aset
Karyawan
Pengunjung
3. Motel/
Hoster/
Losmen/
Wisma
Bangunan
Aset
Karyawan
Pengunjung
4. Kantor
Bangunan
Aset
Karyawan
Pengunjung
PENILAIAN KERUSAKAN (Juta Rp)
TINGKAT KERUSAKAN
RUSAK PARAH
RUSAK SEDANG
RUSAK RINGAN
Jumlah
Biaya / Unit
Jumlah
Biaya / Unit
Jumlah
Biaya / Unit
31
2
4
450
4
11
603
3
9
400
Jumlah
yang
Tidak
Rusak
22
34
5
21.494
13
9,697
3
120
13
275
800,000
1,106
50
70
180
50
66
20
810
12
12
2
350
3
285
2
105
5
PENILAIAN KERUGIAN
Penghasilan/
Penghasilan/
Asumsi
Bulan
Bulan
Sebelum
Setelah
Bencana
Bencana
1,744
1,322
372
268
tingkat unian 52%
415
256
tingkat unian 50%
220
Tabel A.25: Ringkasan Penilaian Kerusakan dan Kerugian sub sektor Pariwisata di wilayah
Klaten/Jateng
ITEM
Jumlah
sebelum
bencana
1. Fasilitas
Bangunan
Aset
Karyawan
Pengunjung
14
PENILAIAN KERUSAKAN (Juta Rp)
TINGKAT KERUSAKAN
RUSAK PARAH
RUSAK SEDANG
RUSAK RINGAN
Jumlah
Biaya/ Unit
Jumlah
Biaya/Unit Jumlah Biaya/ Unit
1
100
2
4
132
10
Jumlah
yang
Tidak
Rusak
9
PENILAIAN KERUGIAN (Juta Rp)
Penghasilan
Penghasilan
Asumsi
/Bulan
/Bulan
Sebelum
Setelah
Sencana
Bencana
350
350
Penghasilan
dan kerugian
dihitung
secara kasar
berdasarkan
penghasilan
kabupaten
(pajak,
biaya-biaya,
dsb.)
9
800,000
550,000
Jumlah
pengunjung
diperkirakan
menurun
sebanyak kl.
30% untuk
tahun depan
2. Hotel
Bangunan
Aset
Karyawan
Pengunjung
3. Motel/
Hostel/
Losmen/
Wisma
Bangunan
Aset
Karyawan
Pengunjung
4. Kantor
Bangunan
Aset
Karyawan
Pengunjung
42
10
270
6
120
32
42
275
4
4
750
550
Diasumsikan
bahwa
tingkat
penghunian
menurun
30%
KOMENTAR
>Fasilitas
Prambanan di
kabupaten
Klaten
mencapai
1.070 juta
rupiah.
>Kerugian
Prambanan
pada daftar
Yogya;
Catatan:
kerusakan pada
daerah Paling
Parah adalah
sebuah
gerbang rusak
(maka nilainya
lebih kecil
daripada
Kerusakan
Sedng)
Semua
akomodasi di
kabupaten
Klaten
merupakan
hotel tak
berbintang
Panti pijat
termasuk
dalam kategori
ini
220
1
500
2
100
1
Kerugian
dalam natura
(tidak ada
penghasilan
karena hanya
informasi)
karena lembaga
ini
menyediakan
informasi
Lintas Sektor
TATA PEMERINTAHAN DAN PEMERINTAHAN
Asumsi:
Kerusakan gedung:
Gedung tanpa rancangan yang tepat (kerusakan total) 80-100%
Gedung yang dirancang dan dibangun dengan buruk (rusak sedang dan parah) 30-80%
Gedung dengan rancangan yang kuat (sedikit rusak namun dapat diperbaiki) 0-30%
Bila tersedia laporan, perkiraan dasar permukaan dibuat berdasarkan rata-rata dan sebaliknya bila
tidak ada laporan akan diperkirakan berdasarkan wilayah yang sama dengan skala intensitas yang
sama.
Biaya unit resmi dari pemerintah per meter persegi sekitar Rp. 1,0 juta untuk gedung yang rusak
ringan dan Rp. 1,0 juta untuk gedung yang rusak berat sampai yang rusak total.
Peralatan dan Mebel:
Perkiraan berdasarkan jumlah pegawai: Rp. 3.0 juta per pegawai negeri pada tingkat kerusakan 30%.
Ini termasuk kerusakan komputer, kendaraan, mebel (lemari, meja dan kursi).
Pegawai:
Jumlah pegawai korban gempa diperkirakan dalam sebuah rasio dari populasi umum (yakni: jumlah
yang tewas, hilang, terluka dalam perbandingan dengan jumlah penduduk secara umum)
Biaya berdasarkan (3 bulan) gaji (Rp. 2.0 juta), perekrutan dan pelatihan dan “masa tidak aktif”
selama masa pertolongan krisis
Dokumen:
Biaya yang diperkirakan sebesar Rp. 50.000 per dokumen dengan 5 dokumen yang berbeda per
rumah tangga. Diperkirakan 10% dari total dokumen rusak.
Unsur tak terduga ditambahkan sebesar angka 10% .
Tabel A.26: Ringkasan Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Pemerintahan
Pemerintahan
Umum
Provinsi
Yogyakarta
Yogyakarta
Bantul
Kulon Progo
Gunung Kidul
Sleman
Provinsi Jawa
Tengah
Klaten
Boyolali
Magelang
Wonogiri
Total
Kehakiman
Parlemen
Pilar
Kepolisian
Subtotal
Total
-
-
800,000,000
600,000,000
1,400,000,000
Tak Terduga
10%
140,000,000
31,112,245,380
1,861,722,457
362,752,242
4,209,565,011
440,425,605
-
471,397,657
-
157,132,552
232,715,307
310,930,493
169,512,685
377,507,661
150,000,000
1,080,024,410
1,948,602,839
250,817,265
966,222,304
425,325,298
25,000,000
32,820,800,000
4,043,040,603
924,500,000
5,345,300,000
1,243,258,564
175,000,000
3,282,080,000
404,304,060
92,450,000
534,530,000
124,325,856
17,500,000
36,102,880,000
4,447,344,663
1,016,950,000
5,879,830,000
1,367,584,421
192,500,000
68,055,161,544
665,563,995
6,293,750,000
113,001,186,234
471,397,657
153,277,391
313,206,586
395,877,743
3,060,160,419
1,889,399,305
352,879,420
446,022,257
7,984,293,098
70,097,838,240
1,331,650,000
841,900,000
6,293,750,000
124,517,037,407
7,009,783,824
133,165,000
84,190,000
629,375,000
12,451,703,741
77,107,622,064
1,464,815,000
926,090,000
6,923,125,000
136,968,741,148
1,540,000,000
Bangunan
Pemerintahan
Umum
Provinsi
Yogyakarta
Yogyakarta
Bantul
Kulon Progo
Gunung Kidul
Sleman
Provinsi Jawa
Tengah
Klaten
Boyolali
Magelang
Wonogiri
Total
Kehakiman
Pillar
Kepolisian
Parlemen
Subtotal
Total
Tak Terduga
10%
-
-
800,000,000
600,000,000
1,400,000,000
140,000,000
1,540,000,000
29,700,000,000
1,200,000,000
175,000,000
3,725,000,000
175,000,000
450,000,000
150,000,000
150,000,000
150,000,000
150,000,000
150,000,000
150,000,000
1,031,000,000
1,256,000,000
121,000,000
855,000,000
169,000,000
25,000,000
31,331,000,000
2,606,000,000
446,000,000
4,730,000,000
494,000,000
175,000,000
3,133,100,000
260,600,000
44,600,000
473,000,000
49,400,000
17,500,000
34,464,100,000
2,866,600,000
490,600,000
5,203,000,000
543,400,000
192,500,000
1,849,000,000
169,000,000
169,000,000
450,000,000
150,000,000
150,000,000
150,000,000
2,150,000,000
6,244,000,000
68,599,000,000
637,750,000
319,000,000
6,293,750,000
117,031,500,000
6,859,900,000
63,775,000
31,900,000
629,375,000
11,703,150,000
75,458,900,000
701,525,000
350,900,000
6,923,125,000
128,734,650,000
Kehakiman
Parlemen
Pilar
Kepolisian
-
66,600,000,000
318,750,000
-
-
6,293,750,000
108,187,500,000
-
Perlengkapan
Pemerintahan
Umum
Provinsi
Yogyakarta
Yogyakarta
Bantul
Kulon Progo
Gunung Kidul
Sleman
Provinsi Jawa
Tengah
Klaten
Boyolali
Magelang
Wonogiri
Subtotal
Total
Tak Terduga
10%
-
-
-
-
-
-
-
1,400,870,065
319,109,747
185,397,982
479,839,852
256,654,858
21,225,304
-
7,075,101
39,888,718
158,912,556
19,322,410
219,989,879
-
48,629,530
334,001,535
128,189,462
110,137,738
247,855,263
-
1,477,800,000
693,000,000
472,500,000
609,300,000
724,500,000
-
147,780,000
69,300,000
47,250,000
60,930,000
72,450,000
-
1,625,580,000
762,300,000
519,750,000
670,230,000
796,950,000
-
-
1,300,821
163,206,586
245,877,743
-
16,034,783
183,879,420
277,022,257
-
594,900,000
693,900,000
522,900,000
-
59,490,000
69,390,000
52,290,000
-
654,390,000
763,290,000
575,190,000
-
577,564,396
346,813,995
-
-
Personil
Pemerintahan
Umum
Provinsi
Yogyakarta
Yogyakarta
Bantul
Kulon Progo
Gunung Kidul
Sleman
Provinsi Jawa
Tengah
Klaten
Boyolali
Magelang
Wonogiri
Kehakiman
Pilar
Kepolisian
Parlemen
Subtotal
Total
Tak Terduga
10%
-
-
-
-
-
-
-
11,375,315
26,965,742
2,354,260
4,725,159
172,353
-
57,451
3,370,718
2,017,937
190,275
394,880
28,224,143
1,627,803
12,000,000
58,560,603
6,000,000
6,000,000
1,200,000
5,856,060
600,000
600,000
13,200,000
64,416,663
6,600,000
6,600,000
8,770,746
-
24,758,564
2,475,856
27,234,421
8,470,035
-
-
-
-
411,199
-
15,255,740
-
1,525,574
-
16,781,314
-
-
-
7,517,783
-
14,811,182
-
-
33,359
-
-
-
1,084,567
Dokumen
Pemerintahan
Umum
Provinsi
Yogyakarta
Yogyakarta
Bantul
Kulon Progo
Gunung Kidul
Sleman
Provinsi Jawa
Tengah
Klaten
Boyolali
Magelang
Wonogiri
Kehakiman
Pilar
Kepolisian
Parlemen
Subtotal
Total
Tak Terduga
10%
-
-
-
-
-
-
-
315,646,969
-
-
-
39,455,871
-
330,377,160
-
685,480,000
-
68,548,000
-
754,028,000
-
-
1,943,212
-
23,953,322
-
888,682,500
-
88,868,250
-
977,550,750
-
862,785,966
-
-
-
PERBANKAN DAN KEUANGAN
Tabel A.27: Potret Sektor Perbankan Yogyakarta, Sebelum Bencana, Akhir Maret 2006
Jumlah Bank yang menjalankan bisnis di Yogyakarta
Bank Komersial:
- Bank Pemerintah
- Bank Swasta (termasuk asing & Usaha Patungan)
- Bank Daerah (BPD)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Jumlah Kantor/Cabang Bank
Bank Komersial:
- Bank Pemerintah (tidak termasuk unit BRI)
- Bank Swasta (termasuk asing & Usaha Patungan)
- Bank Daerah (BPD)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Jumlah Aset Bank
Jumlah Deposito Bank
Jumlah Pinjaman Bank (Komersial dan BPR)
1. Pinjaman Bank Komersial
- Pinjaman Modal Kerja
- Pinjaman Investasi
- Pinjaman Konsumsi
NPL (%)
2. Pinjaman Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
NPL (%)
Provinsi Yogyakarta
25
4
20
1
65
Provinsi Yogyakarta
41
11
24
6
65
13,611
12,385
6,780
5,951
2,320
842
2,789
4.11%
829
8.96
Indonesia
131
5
100
26
1,906
Indonesia
%
19
100
20
1,755
3,925
709
1,906
1,465,300
1,146,230
687,528
674,698
340,887
129,399
204,411
9.40%
12,830
0.6
0.6
0.8
3.4
0.9
1.1
1.0
0.9
0.7
0.7
1.4
3
6.5
Sumber: Bank Indonesia
Semua dinilai dalam Miliar Rp kecuali dinyatakan lain
Tabel A.28: Kredit Perbankan Komersial per Sektor dan Kabupaten di Yogyakarta (Miliar Rp)
Sebelum Bencana Akhir Maret 2006
Distribusi Sektoral PDRB dan Kredit
Sektor Bank
Pertanian
Pertambangan
Pabrik (industri)
Utilitas (Listrik, Gas dan Air)
Konstruksi
Perdagangan, Restoran, dan Hotel
Transportasi dan pergudangan
Keuangan dan Jasa-jasa
Lainnya – Termasuk Pinjaman Konsumen
Total
Total (%)
Sumber: Bank Indonesia
Provinsi
Yogyakarta
%
%
dalam dalam
PDRB Kredit
Bank
18.7
3.0
0.7
0.4
14.5
9.8
0.9
0.0
8.3
3.1
20.8
23.7
9.9
1.5
26.3
10.5
48.0
5,952
100.0
100.0
Kabupaten-kabupaten di Yogyakarta (Kredit Bank
Komersial)
Bantul Gunung Kulon
Sleman
Kota
Kidul
Progo
Yogyakarta
65
14
1
104
1
36
190
411
6.9
10
1
3
1
102
1
10
168
296
5.0
19
2
2
56
12
2
179
272
4.6
32
19
63
117
210
1
62
380
884
14.9
68
1
489
2
64
957
67
507
1,934
4,089
68.7
Tabel A.29: Kredit Perbankan per Kabupaten di Yogyakarta (Miliar Rp) Sebelum Bencana Akhir Maret
2006
Provinsi
Yogyakarta
A. Kredit menurut Jenis Bank dan Penggunaannya
1. Bank Komersial
- Pinjaman Modal Kerja
- Pinjaman Investasi
- Pinjaman Konsumsi
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
B. Bagian Kredit yang disediakan oleh BPR
1. Bank Komersial
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
C. NPL Kredit menurut Daerah
1. Bank Komersial
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Sumber: Bank Indonesia
100
39
14
47
Provinsi
Yogyakarta
6,780
5,951
2,320
842
2,789
829
Kabupaten-Kabupaten di Yogyakarta
Bantul Gunung Kulon Sleman Yogyakarta
Kidul
Progo
586
325
369
1,354
4,146
410
295
273
884
4,089
183
95
83
394
1,563
48
33
29
127
606
179
167
161
363
1,920
176
30
96
470
57
88
12
70
30
91
9
74
26
65
35
99
1
4.11
8.69
2.26
17.95
1.61
3.42
2.94
7.25
2.47
6.60
4.91
6.48
Tabel A.30: Dampak Gempa bumi--Perkiraan Potensial Kerugian Pinjaman (Juta Rp)
Provinsi Yogyakarta
# Bank
Bank Komersial:
- Bank Pemerintah
- Bank Swasta (termasuk asing & Usaha Patungan)
- Bank Daerah (BPD)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Kerugian Terbesar:
BPD:
- Bank BPD Yogyakarta
BANK MILIK NEGARA:
- Bank BRI
- Bank BTN
- Bank Mandiri
- Bank BNI (termasuk Syariah)
Total Bank Pemerintah:
BANK SWASTA:
- Bank Bukopin
- Bank Danamon Indonesia
- Bank Muamalat Indonesia
- Bank BCA
- Bank Permata
- Bank Lippo
- Bank BBI
- Bank Syariah Mandiri
- Bank Ekonomi Raharja
- Bank Bumiputera
- Bank NISP
- Bank ANK
- Bank Century
- Bank Mega
- Bank Haga
- Bank CNB
- Bank Niaga, BII, BTPN, Panin
Total Bank Swasta:
TOTAL BANK KOMERSIAL:
TOTAL 65 BPR:
TOTAL PINJAMAN RAGU-RAGU PERBANKAN:
Sumber: Bank Indonesia, kantor Yogyakarta
25
4
20
1
65
# Debitur yang
Terkena Dampak
7,792
1,365
28,325
21,008
# Debitur yang
Terkena Dampak
Kerugian
Pinjaman
1,213,238
310,580
304,278
464,675
133,705
Kerugian
Pinjaman
Daerah
28,325
464,675
Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah
4,791
1,001
1,504
496
7,792
174,818
49,271
48,600
37,891
310,580
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
78
856
70
20
137
47
16
35
6
10
13
37
6
7
2
25
Tidak dilaporkan
1,365
37,482
21,008
58,490
127,389
51,277
32,699
23,344
21,684
18,574
6,242
5,800
5,575
5,203
1,750
1,581
1,045
1,020
1,000
95
Tidak dilaporkan
304,278
1,079,533
133,705
1,213,238
Provinsi Jawa Tengah--hanya Kabupaten Klaten
Nama
# Peminjam Pinjaman Belum
Dilunaskan
Bank BRI
18,402
291,063
Bank BPD JAWA TENGAH
10,348
194,481
Bank DANAMON INDONESIA
1,035
73,986
Bank BNI
2,741
72,209
Bank NIAGA
313
65,251
Bank MANDIRI
492
28,669
Bank BTN
697
12,580
Bank MEGA
1,232
10,517
Bank BII
56
9,854
Bank NISP
131
7,375
Bank BUANA INDONESIA
56
7,313
Bank BUKOPIN
79
6,421
Bank BCA
19
5,783
LIPPOBANK
43
5,065
Bank PANIN
45
4,773
Bank Haga
17
4,608
Bank PERMATA
10
3,220
Bank Bumi Arta
17
1,836
Bank WINDU KENTJANA
2
260
CENTRATAMA NASIONAL
10
242
Bank HARDA INTERNASIONAL
22
136
Bank MAYAPADA
4
32
TOTAL
35,771
805,674
Sumber: Bank Indonesia Solo
Bagian
(%)
36.1
24.1
9.2
9.0
8.1
3.6
1.6
1.3
1.2
0.9
0.9
0.8
0.7
0.6
0.6
0.6
0.4
0.2
0.03
0.03
0.02
0.004
# Potensi Kerugian
Pinjaman
145,532
97,241
14,797
14,442
13,050
5,734
2,516
2,103
1,971
1,475
1,463
1,284
1,157
1,013
955
922
644
367
306,664
LINGKUNGAN HIDUP
Tabel A.31: Perkiraan Puing-puing Gedung Berdasarkan Jumlah Rumah yang Rusak, Yogyakarta
dan Jawa Tengah
LOKASI
Kerusakan Infrastruktur
Perumahan
Volume
Limbah (m3)
Hancur
Jawa Tengah
Bantul
Sleman
Yogyakarta
Kulon Progo
Gunung Kidul
Yogyakarta
Klaten
Magelang
Boyolali
Sukoharjo
Wonogiri
Purworejo
Total
47,519
26,045
4,719
1,948
3,485
11,323
27,796
27,270
179
276
46
15
9
75,315
Rusak
Parah
58,185
29,582
14,403
4,119
4,726
5,355
58,026
55,112
456
626
1,627
11
193
116,211
Rusak
Ringan
80,887
24,262
29,910
2,355
7,999
16,360
86,281
84,283
592
637
67
702
167,168
Volume Limbah (m3) @
10m3/rumah
Perumahan (50m2 Bertembok
Satu Tingkat)
20
15
5
Rusak
Rusak
Hancur
Parah
Ringan
950,382
872,775
404,433
520,902
443,732
121,311
94,374
216,041
149,549
38,952
61,790
11,777
69,696
70,889
39,996
226,458
80,325
81,801
555,912
870,386
431,406
545,400
826,686
421,416
3,582
6,845
2,961
5,526
9,396
3,186
918
24,408
306
162
333
180
2,889
3,510
1,506,294
1,743,161
835,839
Volume
Limbah
Total
(m3)
Total (m3)
2,227,590
1,085,945
459,963
112,518
180,581
388,584
1,857,704
1,793,502
13,388
18,108
25,326
801
6,579
4,085,294
Asumsi:
Pergerakan truk @ 4m3/rit: 561,728
@ 50% diasumsikan sebagai bahan urukan di lokasi: 280,864
200*6 truk/hari 120 Provinsi Yogyakarta & 80 Jawa Tengah: 234.05
@20000000/truk/bulan & 1/2 63000000/front loader/bulan = 51500000*
@9200: US$ 11,910,814
Buruh 5*20000*12 1,200,000
Biaya buruh untuk yang hancur & rusak parah: Rp. 229,830,480,000
Daur Ulang
@ 45%
Rp. 109,579,487,109
1,225,175
597,269
252,980
61,885
99,319
213,721
1,021,737
986,426
7,363
9,959
13,929
441
3,618
2,246,911
1,244
85
88
147
106
588
588
55
4
4
7
5
26
5
7
0
27
61
0
Bagian
Kerugian
Pertanian
%
(3)
11
18
68
151
0
11
Nilai
Tambah
Kerugian
Pertanian
(4)
238
599
1,261
85
157
298
106
599
Gabungan
Kerugian
Nilai
Tambah
(2) + (4)
1,908
684
1,439
97
179
340
122
684
Taksiran
Keseluruhan
Kerugian
Nilai
Tambah*
2,177
513
1,079
73
134
255
91
513
1,633
Nilai
Tambah
tahun
2006
171
360
24
45
85
30
385
544
Nilai
Tambah
tahun
2007
5,125
4,171
3,378
1,836
6,640
5,876
193,438
21,848
PDRB
2004
5,715
4,652
3,766
2,047
7,404
6,552
215,710
24,363
Proyeksi
PDRB
5,202
3,572
3,693
1,913
7,149
6,461
215,197
22,730
2006
Proyeksi
PDRB
yang
direvisi
-9.0
-23.2
-1.9
-6.5
-3.4
-1.4
-0.24
-6.7
Antisipasi
Penurunan
PDRB
%
6,035
4,912
3,977
2,162
7,819
6,919
227,789
25,727
Proyeksi
PDRB
5,864
4,552
3,953
2,117
7,733
6,889
227,405
25,183
2007
Proyeksi
PDRB
yang
direvisi
Metodologi: Penilaian khusus daerah atas kerugian pabrik dan sektor pertanian, laporan 90% kerugian total terdapat di seluruh daerah
terkena dampak. Sisa 10% dari total kerugian tersebar di seluruh kabupaten berdasarkan masing-masing jumlah kerugian dalam dua sektor
ini. Nilai tambah dihitung berdasarkan faktor pemasukan dan pengeluaran sektor tertentu yang dilaporkan di bagian dampak ekonomi.
Provinsi
Yogyakarta
Bantul
Gunung Kidul
Kulon Progo
Sleman
Yogyakarta
Provinsi Jawa
Tengah
Klaten
Nilai
Tambah
Kerugian
UKM
(2)
1,670
Bagian
Kerugian
UKM %
(1)
Tabel A.32: Penyebaran Kerugian di daerah terkena dampak
DAMPAK SOSIAL DAN EKONOMI
-2.8
-7.3
-0.6
-2.1
-1.1
-0.4
-0.17
-2.1
Antisipasi
Penurunan
PDRB
%
Provinsi Yogyakarta
Bantul
Gunung Kidul
Kulon Progo
Sleman
Yogyakarta
Provinsi Jawa Tengah
Klaten
Magelang
Boyolali
Sukoharjo
Wonogiri
Purworejo
Indonesia
3,637.00
967.38
1,212.58
463.37
1,029.82
29.79
38,490.00
1,161.53
1,342.22
1,496.60
968.63
1,605.51
1,342.22
347,600.00
Pertanian
1,744.00
350.27
247.58
88.79
630.36
376.54
10,900.00
423.88
209.24
100.48
203.97
107.28
209.24
116,000.00
Konstruksi
268.10
49.82
23.27
14.98
75.89
103.67
2,362.00
67.49
30.64
39.85
80.18
29.81
30.64
31,970.00
Listrik, Gas,
Persediaan Air
2,199.00
277.58
156.96
111.06
730.98
903.57
7,141.00
241.40
114.11
268.07
160.19
136.81
114.11
190,500.00
Jasa
Keuangan
3,219.00
854.04
412.80
285.76
1,075.61
678.29
63,140.00
1,012.46
769.42
751.05
1,381.92
142.52
769.42
578,900.00
Manufaktur
182.50
46.01
80.44
16.44
28.11
0.49
1,855.00
28.32
93.05
31.68
43.64
21.92
93.05
206,800.00
Pertambangan,
Penggalian
4,290.00
610.76
549.62
375.38
1,307.56
1,404.94
19,650.00
734.68
688.29
313.62
408.32
395.74
688.29
205,200.00
Jasa-jasa
Tabel A.33: Struktur Ekonomi per Kabupaten dan Provinsi Tahun Fiskal 2004 (dalam Milyar Rp)
Indikator Ekonomi Terpilih
Perdagangan,
Restoran,
Hotel
4,171.00
738.74
475.99
297.98
1,391.73
1,337.47
38,940.00
1,305.25
676.03
1,128.22
927.84
401.63
676.03
390,300.00
2,137.00
276.79
218.29
182.08
369.46
1,041.13
10,960.00
149.90
225.26
117.69
245.20
324.63
225.26
135,600.00
Transportasi,
Komunikasi
21,847.60
4,171.38
3,377.53
1,835.82
6,639.51
5,875.89
193,438.00
5,124.91
4,148.25
4,247.27
4,419.90
3,165.87
4,148.25
2,202,870.00
Total
Provinsi
Yogyakarta
Bantul
Gn. Kidul
Kulon Progo
Sleman
Yogyakarta
Provinsi Jawa
Tengah
Klaten
Magelang
Boyolali
Sukoharjo
Wonogiri
Purworejo
Indonesia
100
26.6
33.3
12.7
28.3
0.8
100
3.0
3.5
3.9
2.5
4.2
2.6
26.6
16.6
23.2
35.9
25.2
15.5
0.5
19.9
22.7
32.4
35.2
21.9
50.7
33.6
15.8
8.3
5.0
2.4
4.6
3.4
5.8
5.3
8.4
7.3
4.8
9.5
6.4
5.6
8.0
3.9
1.9
0.9
1.9
1.0
1.6
20.1
20.1
14.2
5.1
36.1
21.6
100
100
%
kolom
%
baris
%
baris
%
kolom
Total
Konstruksi
Total
Pertanian
1.3
0.7
0.9
1.8
0.9
1.0
1.5
1.2
0.7
0.8
1.1
1.8
1.2
1.2
%
baris
2.9
1.3
1.7
3.4
1.3
1.3
18.6
18.6
8.7
5.6
28.3
38.7
100
100
%
kolom
Total
Listrik, Gas
&
Persediaan
Air
4.7
2.8
6.3
3.6
4.3
5.5
8.6
6.7
4.6
6.0
11.0
15.4
3.7
10.1
%
baris
3.4
1.6
3.8
2.2
1.9
2.3
12.6
12.6
7.1
5.1
33.2
41.1
100
100
%
kolom
Total Jasa
Keuangan
19.8
18.5
17.7
31.3
4.5
9.6
26.3
20.5
12.2
15.6
16.2
11.5
32.6
14.7
%
baris
1.6
1.2
1.2
2.2
0.2
0.4
26.5
26.5
12.8
8.9
33.4
21.1
100
100.0
%
kolom
0.6
2.2
0.7
1.0
0.7
2.4
9.4
1.1
2.4
0.9
0.4
0.0
1.0
0.8
%
baris
1.5
5.0
1.7
2.4
1.2
3.8
25.2
25.2
44.1
9.0
15.4
0.3
100
100
%
kolom
Total
Total
Manufaktur Pertambangan
dan
Penggalian
14.3
16.6
7.4
9.2
12.5
19.3
9.3
14.6
16.3
20.4
19.7
23.9
10.2
19.6
3.7
3.5
1.6
2.1
2.0
2.9
14.2
14.2
12.8
8.8
30.5
32.7
100
100
%
kolom
Jasa-jasa
%
baris
Table A.34: Struktur Ekonomi per Kabupaten dan Provinsi, Tahun Fiskal 2004 (persentase)
25.5
16.3
26.6
21.0
12.7
16.0
17.7
17.7
14.1
16.2
21.0
22.8
20.1
19.1
%
baris
3.4
1.7
2.9
2.4
1.0
1.2
17.7
17.7
11.4
7.1
33.4
32.1
100
100
%
kolom
2.9
5.4
2.8
5.5
10.3
6.7
6.2
6.6
6.5
9.9
5.6
17.7
5.7
9.8
%
baris
1.4
2.1
1.1
2.2
3.0
1.8
13.0
10.2
8.5
17.3
48.7
100
100
%
kolom
Total
Total
Perdagangan, Transportasi
Restoran & dan Komunikasi
Hotel
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
%
baris
2.6
2.1
2.2
2.3
1.6
1.5
19.1
15.5
8.4
30.4
26.9
100
100
%
kolom
Total
Gambar A.1 Sebaran Sektor Ekonomi per Kabupaten dan Provinsi, TA 2004
100%
80%
60%
Total Transportasi dan
Komunikasi
Total Perdagangan,
Hotel dan Restoran
Jasa-jasa
40%
Total Pertambangan
dan Penggalian
Total Manufaktur
20%
Total Jasa Keuangan
do
ne
si
a
In
K
la
te
Pr
n
ov
.Y
og
ya
ka
Pr
rt
ov
a
.J
aw
a
Te
ng
ah
K
ab
.
Yo
gy
ak
ar
ta
ot
a
K
K
ab
.
Sl
em
an
pr
og
o
on
g
ab
.
K
K
ab
.
G
K
ul
un
u
K
ab
.
B
ng
ki
d
ul
an
tu
l
0%
Total Listrik, Gas and
Penyediaan Air
Total Konstruksi
Total Pertanian
Tabel A.35: PDRB Riil dan pertumbuhan PDRB (dalam triliun Rp pada harga tetap tahun 2000 dan
persentase)
PDRB
Provinsi Yogyakarta
Bantul
Gunung Kidul
Kulon Progo
Sleman
Yogyakarta
Provinsi Jawa Tengah
Klaten
Indonesia
2000 2001
2002 2003 2004
117.4 127.8 140.5 152.4 165.4
2.58
2.68
2.80
2.93
3.08
2.29
2.37
2.44
2.53
2.61
1.19
1.23
1.28
1.34
1.40
3.99
4.17
4.37
4.60
4.84
3.51
3.65
3.81
3.99
4.20
114.7 118.8 123.0 129.2 135.8
3.14
3.27
3.39
3.56
3.74
1,359 1,407 1,470 1,536 1,607
Tingkat Pertumbuhan Riil
Tahunan
00/01 01/02 02/03 03/04
4.3
4.5
4.6
5.1
3.74
4.46
4.69
5.04
3.38
3.26
3.36
3.43
3.66
4.12
4.19
4.52
4.67
4.86
5.08
5.25
3.95
4.49
4.76
5.05
3.6
3.5
5.0
5.1
4.14
3.91
4.91
4.95
3.5
4.5
4.5
4.6
Download