MENULIS RESENSI “Psikologi Pendidikan” Oleh : Nama: Ika Noormaningtyas Nim : 292011146 Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2011 Psikologi Pendidikan Judul buku : Psikologi Pendidikan Pengarang : Drs. M. Ngalim Purwanto, MP Penerbit : PT Remaja Rosdakarya (Bandung) Tahun terbit : 1997 ISBN : 979-514-036-1 Tebal buku : xiii + 169 hal Dalam dunia pendidikan sering kita jumpai istilah psikologi. Psikologi sangat penting dipelajari karena berkenaan dengan jiwa atau pribadi seseorang. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa dan bagaimana psikologi serta kaitannya dengan psikologi pendidikan, Drs. M. Ngalim Purwanto menulis buku yang berjudul Psikologi Pendidikan. Buku ini sangat diminati dan dicari para pembaca buku, terbukti dengan telah mencapai lima kali cetakan. Penulis Psikologi pendidikan ini, Drs. M. Ngalim Purwanto, lahir di Gombong pada tahun 1927. Ia telah terjun ke dalam dunia pendidikan sejak tahun 1949, mulai dari guru SD. Karirnya dalam bidang pendidikan meningkat terus. Beberapa tahun kemudian ia diangkat menjadi Kepala SD, kemudian menjadi guru SGB, guru SGA, Kepala SGA/SPG, dan sejak tahun 1971 sampai sekarang adalah dosen tetap IKIP Jakarta, di samping membantu mengajar di beberapa perguruan tinggi swasta. Gelar kesarjanaannya diperolehnya pada FKIP-Unpad, Bandung, pada tahun 1964. Beliau menjelaskan tentang apakah psikologi itu? Apa gunanya kita mempelajari psikologi? Bagaimana pengaruh pembawaan dan pengaruh lingkungan terhadap perkembangan manusia? Mengapa intelijensi seseorang berbeda dengan intelejensi orang lain? Faktor-faktor apa yang mempengaruhinya? Masalah-masalah di atas hanya sebagian kecil saja dari masalah-masalah yang dibahas dalam buku ini. Di dalam pembahasan itu dikemukakan juga pendapat-pendapat berbagi aliran psikologi serta hasil-hasil beberapa penyelidikan. Apakah psikologi itu? Psikologi adalah ilmu yang ingin mempelajari manusia. Manusia sebagai suatu kesatuan yang bulat antara jasmani dan rohani. R. S. Woodworth memberi batasan tentang psikologi sebagai berikut: “psycology can be defined as the science of the activities of the individual.” Apa yang hendak diselidiki oleh psikologi adalah segala sesuatu yang dapat memberikan jawaban tentang apa sebenarnya manusia itu, mengapa ia berbuat/berlaku demikian, apa yang mendorongnya berbuat demikian, apa maksud dan tujuannya ia berbuat demikian. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Yang dimaksud tingkah laku di sini adalah segala kegiatan/tindakan/perbuatan manusia yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, yang disadari maupun yang tidak disadarinya. Karena sifat manusia yang kompleks dan unik, maka obyek psikologi biasanya dibedakan menjadi 2 macam, yakni obyek material atau obyek yang dipandang secara keseluruhannya. Yang dimaksud di sini adalah manusia. Satu lagi yakni obyek formal, obyek formal dari psikologi adalah berbeda-beda menurut perubahan zaman dan pandangan para ahli masing-masing. Pada zaman Yunani sampai dengan abad pertengahan misalnya, yang menjadi obyek formalnya adalah hakekat jiwa. Kemudian pada masa Descartes obyek psikologi adalah gejala-gejala kesadaran. Pada aliran behaviorisme yang timbul di Amerika pada permulaan abad ke-20 ini yang menjadi obyek formal ialah tingkah laku manusia yang tampak (lahiriah). Sedangkan pada aliran psikologi yang dipelopori oleh Freud, obyeknya adalah gejala-gejala ketidaksadaran manusia. Jika dilihat dari bermacam-macamnya apa yang menjadi obyek formal dari psikologi, manusia benar-benar merupakan suatu yang kompleks sifatnya dan unik. Itulah sebabnya maka jika ditinjau dari perkembangannya dari semula sampai sekarang psikologi telah berkembang sedemikian pesatnya, sehingga kini kita mengenal bermacam-macam psikologi. Antara lain psikologi metafisika (yang menyelidiki hakekat jiwa) dan psikologi empiri (yang menyelidiki gejala-gejala kejiwaan dan tingkah laku manusia dengan menggunakan pengamatan). Psikologi empiri sendiri terbagi atas psikologi umum (yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia pada umumnya) dan psikologi khusus (yang menyelidiki gejala-gejala kejiwaan manusia menurut aspekaspek tertentu sesuai dengan pandangan serta tujuannya). Hubungan antara psikologi dengan ilmu-ilmu yang lain, terutama antropologi, sosiologi, dan fisiologi. Psikologi dan antropologi keduanya menyangkut daerah dan masalah-masalah tertentu yang bersamaan, keduanya saling isi-mengisi (suplementer). Perbedaan yang prinsipil hanyalah terletak pada apa yang menjadi tekanannya. Psikologi menekankan pada individu, sedangkan antropologi menekankan pada kelompok. Sosiologi adalah juga suatu ilmu yang secara langsung berhubungan dengan tingkah laku. Seperti halnya antropologi ia berhubungan dengan masalah manusia dalam kelompok. Psikologi dan sosiologi inipun mempunyai banyak persamaan. Perbedaannya psikologi menekankan pada person induvidu, mengapa individu bertingkah laku seperti yang dia lakukan, sedangkan sosiologi menekankan pada sifat-sifat dan tingkah laku kelompok. Yang dipelajari sosiologi terutama adalah hubungan sosial manusia. Fisiologi ialah ilmu yang mempelajari fungsi-fungsi berbagai organ yang ada dalam tubuh manusia, juga mempelajari bagaimana organ-organ dan sistem-sistem peredaran itu berinteraksi satu sama lain. Apa yang diselidiki/dipelajari oleh psikologi ialah mengenai persona individu itu sendiri. Individu sebagai kesatuan antar jasmani dan rohani. Meskipun psikologi menyelidiki fungsi-fungsi jasmani, selalu dalam hubungan dengan fungsi-fungsi/kegiatan-kegiatan rohani individu. Perbedaan antara ilmu-ilmu yang berhubungan di atas bukanlah perbedaan yang sangat tegas melainkan hanyalah perbedaan dalam tekanan masing-masing. Tidak mungkin untuk menarik garis yang tegas yang membedakan antropologi dari sosiologi, atau untuk memisahkan dengan tajam sosiologi dan psikologi, atau psikologi dari fisiologi. Ketiganya saling berhubungan, bantu membantu, dan saling isi mengisi. Juga dengan ilmu-ilmu yang lain lagi, seperti ilmu ekonomi, ilmu hukum, pendidikan, dan sebagainya. Crow & Crow secara eksplisit mengemukakan psikologi pendidikan sebagai ilmu terapan berusaha untuk menerangkan masalah belajar menurut prinsip-prinsip dan faktafakta mengenai tingkah laku manusia yang telah ditentukan secara ilmiah. Ruang lingkup pendidikan antara lain ialah sampai sejauh mana faktor-faktor pembawaan dan lingkungan berpengaruh terhadap belajar, sifat-sifat dari proses belajar, hubungan antara tingkat kematangan dengan kesiapan belajar (learning readiness), signifikansi pendidikan terhadap perbedaan-perbedaan individual dalam kecepatan dan keterbatasan belajar, perubahan-perubahan jiwa (inner changes) yang terjadi selama dalam belajar, hubungan antara prosedur-prosedur mengajar dengan hasil belajar, teknik-teknik yang sangat efektif bagi penilaian kemajuan dalam belajar, pengaruh/akibat relatif dari pendidikan formal dibandingkan dengan pengalamanpengalaman belajar yang insidental dan informal terhadap suatu individu, nilai/manfaat sikap ilmiah terhadap pendidikan bagi personil sekolah, serta akibat/pengaruh psikologis (pcychological impact) yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi sosiologis terhadap sikap para siswa. Soal pembawaan dan lingkungan merupakan suatu soal yang sangat penting dalam psikologi dan sangat erat hubungannya dengan mendidik. Lalu perkembangan manusia itu bergantung kepada pembawaan ataukah kepada lingkungan? Sebenarnya pertanyaan tersebut bukan persoalan yang perlu dicari jawabnya. Semua yang berkembang dalam diri suatu individu ditentukan oleh pembawaan dan juga oleh lingkungannya. Seorang anak dapat berkata-kata, kemudian dilatih/diajar berkata-kata (lingkungan). Jika salah satu dari kedua faktor itu tidak ada, tidaklah mungkin kepandaian berkata-katanya dapat berkembang. Faktor pembawaan juga berpengaruh pada intelijensi seseorang. Intelijensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Intelijensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan. Pendidikan dan lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada intelijensi seseorang. Daya pikir anak-anak yang telah mendapat didikan dari sekolah, menunjukkan sifat-sifat yang lebih baik daripada anak yang tidak bersekolah. Setiap individu memiliki intelijensi yang berbeda-beda dikarenakan adanya faktorfaktor antara lain; pembawaan, kematangan, pembentukan, minat dan pembawaan yang khas, dan kebebasan. Semua faktor tersebut bersangkut paut satu sama lain. Untuk menentukan intelijensi atau tidaknya seorang anak, kita tidak dapat hanya berpedoman kepada salah satu faktor tersebut. Intelijensi adalah faktor total. Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan intelijensi seseorang. Dapatkah intelijensi atau kecerdasan itu diukur? Bagaimana kita dapat menentukan cerdas tidaknya seseorang? Salah satu cara ialah dengan menggunakan tes yang disebut: Tes Intelijensi. Orang yang berjasa menemukan tes intelijensi pertama kali ialah seorang dokter bangsa Prancis, Alfred Binet dan pembantunya Simon. Sehingga tesnya terkenal dengan nama Tes Binet-Simon. Tes Binet-Simon terdiri dari sekumpulan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompok-kelompokkan menurut umur (untuk anak-anak umur 3-15 tahun). Pertanyaan-pertanyaan itu sengaja dibuat mengenai segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan pelajaran di sekolah. Seperti; mengulang kalimat-kalimat yang pendek atau panjang, mengulang deretan angka-angka, memperbandingkan berat timbangan, menceritakan isi gambar-gambar, menyebutkan nama bermacam-macam warna, menyebut harga mata uang, dan sebagainya. Dengan tes semacam inilah usia kecerdasan seseorang diukur/ditentukan. Dari hasil tes itu ternyata tidak tentu bahwa usia kecerdasan itu sama dengan usia sebenarnya (usia kalender). Sehingga dengan demikian kita dapat melihat adanya perbedaanperbedaan IQ (Inteligentie Quotient) pada tiap-tiap orang/anak. Memang intelijensi/kecerdasan seseorang memainkan peranan yang penting dalam kehidupannya. Akan tetapi, kehidupan itu sangat kompleks. Intelijensi bukan satusatunya faktor yang menentukan sukses tidaknya kehidupan seseorang. Banyak lagi faktor yang lain. Faktor kesehatan dan ada tidaknya kesempatan, tidak dapat kita abaikan. Juga watak (pribadi) seseorang sangat berpengaruh dan turut menentukan. Ada pula seorang yang sebenarnya memiliki intelijensi yang sedang saja, dapat lebih maju dan mendapat kehidupan yang layak berkat ketekunan dan keuletannya dan tidak banyak faktor-faktor yang mengganggu atau yang merintanginya. Akan tetapi, intelijensi yang rendah menghambat pula usaha seseorang untuk maju dan berkembang, meskipun orang itu ulet dan bertekun dalam usahanya. Kecerdasan/intelijensi seseorang memberi kemungkinan bergerak dan berkembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Sampai di mana kemungkinan tadi dapat direalisasikan, tergantung pula kepada kehendak dan pribadi serta kesempatan yang ada. Jelaslah sekarang bahwa tidak terdapat korelasi yang tetap antara tingkatan intelijensi dengan tingkatan kehidupan seseorang. Dari hasil penyelidikan yang dilakukan ahli antropologi dan psikologi, juga masih disangsikan adanya korelasi tetap antara bentuk/berat otak dengan intelijensi, antara bentuk tubuh dengan dasar kejahatan dan antara intelijensi dengan kemiskinan. Psikologi Pendidikan ini bukan sekedar bahasan teoritis, tetapi didukung oleh pengalaman praktek selama 35 tahun dan terhadap berbagai tingkat usia anak didik. Oleh karena itu, buku ini sangat bermanfaat tidak saja untuk para guru, tetapi juga untuk para pendidik umumnya, termasuk para ibu dan bapak yang mempunyai minat terhadap pengembangan pendidik putra-putrinya. Dalam pembahasan dijelaskan melalui ilustrasi sederhana yang membantu mendeskripsikan uraian. Selain itu juga diberikan contoh-contoh dari materi-materi yang dibahas. Di samping untuk para mahasiswa sebagai calon pendidik, buku inipun dapat pula dibaca oleh para guru bahkan para orang tua yang ingin menambah pengetahuannya demi perbaikan pelaksanaan tugasnya sebagai pendidik anak. Namun, dalam pembahasan buku ini menggunakan bahasa-bahasa yang rumit dan sulit dimengerti bagi sebagian kalangan. Penjabarannya terlalu berbelit-belit. Selain itu, dari segi teknis banyak kata-kata yang salah ketik dan ada beberapa halaman yang terbalik penempatannya. Hal tersebut sangat disayangkan terjadi pada buku yang sudah sampai pada cetakan kelima.