BAB II DESKRIPSI ANAK HASIL IN

advertisement
BAB II
DESKRIPSI ANAK HASIL IN-VITRO FERTILIZATION MELALUI
RAHIM ORANG LAIN DAN KEMAHRAMAN
A. Deskripsi Anak Hasil In-Vitro FertilizationMelalui Rahim Orang Lain
1. Pengertian In-Vitro FertilizationMelalui Rahim Orang Lain
Secara bahasa, in-vitro merupakan bahasa latin yang berarti
gelas atau tabung gelas, sedangkan fertilization, merupakan bahasa
inggris yang berarti pembuahan.
1
Sedangkan menurut istilah, in-vitro
fertilization merupakan proses pembuahan sel telur wanita oleh
spermatozoa pria yang terjadi di luar tubuh, 2yang dilakukan didalam
sebuah tabung gelas, sedangkan cara alami pembuahan (fertilitasi)
terjadi di dalam tubuh wanita (in vivo).
In-Vitro Fertilization merupakan istilah yang terdiri dari dua
unsur kata, yaitu “bayi” dan “tabung”. Kata bayi menurut susunan
1
Pengertian Bayi Tabunghttp://bayi-tabung.com/definisi-bayi-tabung/
Wiryawan Permadi; Tono Djuwantono;dkk, Hanya Tujuh Hari Memahami Fertilisasi In-Vitro,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2008), h. 2.
2
20
kata-kata bahasa Indonesia adalah anak, atau anak kecil yang baru
lahir. Serta kata tabung artinya setuas bamboo, atau tempat menaruh
sesuatu.3Bayi tabung merupakan terjemahan dari tube baby, yaitu
tabung yang dibuat sebagai tempat pembuahan sperma dan
ovum.Tabung yang digunakan untuk melakukan pembuahan dibuat
sedemikian rupa dengan teknologi dan pertimbangan medis yang
begitu cermat, agar serupa dengan keadaan saluran telur dan rahim
wanita tempat sperma dan ovum biasanya diproses.
In-Vitro Fertilization merupakan metode dalam reproduksi
yang dilakukan dengan cara by pas pada tuba falopi wanita. Langkah
ini dilakukan dengan cara memberikan hiperstimulasi ovarium untuk
mendapatkan beberapa sel telur atau folikil yang siap dibuahi. Sel-sel
telur ini kemudian diambil dalam proses pembedahan. Proses
pembuahan dilakukan dengan cara menaruh sel telur dalam tabung dan
mencampurnya dengan sperma dari pasangan suami istri. Sel telur
yang telah dibuahi akan mengalami serangkaian proses pembelahan sel
sampai menjadi embrio dan kemudian embrio ditanam dalam uterus
wanita dengan tujuan agar terjadi kehamilan. 4
Proses in-vitro fertilization yang melalui rahim orang lain,
merupakan salah satu bentuk proses bayi tabung, yang mana
spermadan ovum yang digunakan berasal dari pasangan suami istri,
akan tetapi hasil pembuahan yang berupa zygot yang berkembang jadi
embrio kemudian ditanam pada rahim orang lain.
3
Ahsin w. al- hafidz, Fiqih Kesehatan, (Jakarta: amzah, 2007), h. 147.
Alexandra Indrayanti, Etika dan Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2008),
h. 77.
4
21
Bentuk bayi tabung yang demikian ini, dalam bahasa inggris
dikenal dengan istilah „surrogate mother‟, yaitu menggunakan rahim
wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah
disewakan dengan benih lelaki (sperma) dan janin itu dikandung oleh
wanita tersebut sehingga dilahirkan. Proses ini juga merupakan bayi
tabungyakni pembuahan yang dilakukan di luar rahim, akan tetapi
dalam proses in-vitro fertilization ini, embrio ditanam dalam rahim
wanita lain yang dikenal dengan sebutan surrogate mother.
Secara harfiah, surrogate motherdisamakan dengan “ibu
pengganti”, yaitu seorang wanita yang mengikatkan dirinya melalui
suatu ikatan dengan pasangan suami istri untuk mengandung dan
melahirkan anak dari pasangan suami istri tersebut, hasil pembuahan
yang ditanam dalam tubuhnya serta menyerahkan bayi tersebut kepada
pasangan suami istri setelah bayi tersebut lahir. 5
2. Sejarah In-Vitro Fertilization Melalui Rahim Orang Lain
Kasus in-vitro fertilization melalui rahim orang lain (surrogate
morher) mulai marak sejak ditemukannya cara fertilisasi di luar rahim
yang dikenal dengan nama In-Vitro Ferltization, yang mana
merupakan suatu cara atau metode terjadinya pembuahan sel telur dan
sel sperma di dalam tabung petri yang dilakukan oleh tenaga medis.
6
Metode seperti ini, disebut juga sebagai pembuahan di luar rahim
yang pertama kali berhasil dipraktekkan pada tahun 1970 (awal
mulanya dikenal dengan proses bayi tabung), setelah ditemukannya
5
Desriza Ratman, Bolehkah Sewa Rahim Di Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia,2012), h. 35-36.
Desriza Ratman, Bolehkah Sewa Rahim Di Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia,2012), h. 36.
6
22
cara untuk mengawetkan sperma. Pada mulanya, proses ini bertujuan
untuk membantu pasangan suami istri yang
tidak bisa memiliki
keturunan, dikarenakan adanya kelainan pada sang istri yakni kelaian
yang terdapat pada kedua tuba falopii, tidak terdapatnya rongga sama
sekali, baik akibat cacat bawaan maupun akibat perlengketan karena
infeksi (sementara indung telur/ovarium sang istri masih normal dan
rutin menghasilkan sel telur tiap bulannya) sehingga sel telur tidak bisa
sampai ke rahim.
Perkembangan terhadap kemampuan penyimpanan sperma dan
zygote (hasil pembuahan), dapat dimanfaatkan dan dipakai setiap saat
sesuai dengan kemampuannya, yang salah satunya adalah surrogate
mother. Pada awalnya surrogate mother banyak terdapat pada negaranegara yang sistem hukumnya memperbolehkan terjadinya donasi sel
gamet, yaitu sel sperma dan sel ovum. Akan tetapi, seiring berjalannya
waktu hal ini sudah dilakukan di beberapa negara.
Awalnya, surrogate mother terjadi karena sang istri tidak dapat
mengandung karena beberapa faktor, sehingga peran istri dialihkan
kepada rahim orang lain untuk mengandung dan melahirkan, baik
dengan imbalan materi maupun sukarela. Akan tetapi, tujuan ini
mengalami pergeseran makna dan substansi dari substansi awal
sebagai alternatif kelainan medis (karena cacat bawaan atau karena
penyakit) yang ada ke arah sosial dan eksploitas nilai sebuah rahim,
yang mana pada pihak penyewa bukan lagi karena medis, tetapi beralih
ke alasan kosmetika dan estetika (yang tidak mau tubuhnya cacat dan
23
jelek akibat melahirkan serta “malas” untuk mengandung dan
melahirkan). Akan tetapi, bagi orang yang dipergunakan rahimnya,
menjadikannya sebagai alat untuk mencari nafkah (terutama bagi
masyarakat yang status ekonominya rendah, seperti negara-negara
India, Bangladesh dan Cina), dalam hal ini, Pemerintah juga
berpartisipasi dengan menyiapkan sebuah pusat untuk model sewa
rahim termasuk juga dengan pengurusan visa khusus dan visa medis. 7
Adanya perkembangan teknologi tentang in-vitro fertilization
melalui rahim orang lain yang awalnya dipraktekkan di negara Cina,
India dan Bangladesh, namun sekarang praktek in-vitro fertilization
melalui rahim orang lain tersebut telah dipraktekkan di beberapa
negara termasuk Indonesia. Adanya praktek in-vitro fertilization
melalui rahim orang lain di Indonesia memang belum tersebar luas,
akan tetapi sudah ada pasangan suami istri yang menggunakan rahim
orang lain untuk mengandung dan melahirkan anak mereka.
3. Tujuan In-Vitro Fertilization Melalui Rahim Orang Lain
Awal ditemukannya proses pengawetan sperma dan sejak
ditemukannya solusi untuk memiliki keturunan bagi pasangan suami
istri yang kesulitan untuk memiliki keturunan, yakni dengan bayi
tabung. Sejak adanya bayi tabung, maka muncullah penemuan baru
yakni bayi tabung yang ditanam dalam rahim orang lain atau yang
dikenal dengan surrogate mother. Tujuan awal dari sewa rahim
7
Desriza Ratman, Bolehkah Sewa Rahim Di Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia,2012), h. 38.
24
sebenarnya adalah untuk membantu pasangan suami istri yang tidak
dapat memiliki keturunan karena adanya beberapa faktor, misalnya
yakni kecacatan, lemah kandungan dan tidak adanya rahim karena
suatu penyakit tertentu.8
Akan tetapi, semakin berkembangnya masalah ekonomi
masyarakat, tujuan dari in-vitrofertilization melalui rahim orang lain
yang mulanya untuk membantu pasangan suami istri yang tidak
memiliki keturunan, sekarang beralih sebagai sarana untuk mencari
nafkah sertauntuk masalah kecantikan seorang wanita yang tidak mau
mengandung
dan
melahirkan
dengan
alasan
kawatir
akan
menimbulkan dampak yang negatif setelah melahirkan, yang akhirnya
menggunakan rahim wanita lain untuk mengandung dan melahirkan
anaknya.
4. Macam-Macam In-Vitro FertilizationMelalui Rahim Orang Lain9
a. Benih isteri (ovum) disenyawakan dengan benih suami(sperma),
kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Kaedah ini
digunakan dalam keadaan isteri memiliki benih yang baik, tetapi
rahimnya dibuang kerena pembedahan , kecacatan akibat penyakit
yang kronik atau sebab-sebab yang lain.
b. Benih isteri (ovum) disenyawakan dengan benih suami(sperma),
akan tetapi benih yang telah disenyawakan dibekukan dan
dimasukkan ke dalam rahim ibu pasca kematian pasangan suami
istri.
8
Desriza Ratman, Bolehkah Sewa Rahim Di Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia,2012), h. 37-38.
Desriza Ratman, Bolehkah Sewa Rahim Di Indonesia,. h. 41.
9
25
c. Ovum istri disenyawakan dengan sperma laki-laki lain (bukan
suaminya) dan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan
ini apabila suami mandul dan isteri ada halangan atau kecacatan
pada rahimnya tetapi benih isteri dalam keadaan baik.
d. Sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain, kemudian
dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini berlaku
apabila isteri ditimpa penyakit pada ovari dan rahimnyatidak
mampu memikul tugas kehamilan, atau isteri telah mencapai tahap
monopause.
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi In-Vitro Fertilization Melalui
Rahim Orang Lain
1. Faktor Istri
a) Istri dari pasangan suami istri tersebut menderita penyakit yang
mebahayakan jiwa dan anaknya jika ia mengandung, misalnya
seorang wanita tersebut menderita penyakit kardiovaskuler
(tekanan darah tinggi, jantung).
b) Wanita tersebut rahimnya telah diangkat karena ada tumor atau
kelainan lainnya, meskipun kandung telur masih memproduksi
sel telur secara normal, akan tetapi tidak mungkin untuk hamil.10
c) Adanya zat antibodi yang dihasilkan oleh vagina, yang
mematikan sperma. Dalam hal ini, sperma tidak akan membuahi
sel telur, karena sperma tersebut mati sebelum memasuki rahim
untuk membuahi sel telur.
10
Kartono Muhammad, Teknologi Kedokteran Dan Tantangannya Terhadap Bioetika, (Jakarta :
PT Gramedia Utama, 1990), h. 81.
26
d) Adanya peradangan selaput lendir rahim yang menyebabkan
tidak bertemunya sperma dan sel telur daalm rahim
e) Istri yang lebih mementingkan karier serta karena faktor
kosmestika, sehingga tidak mau mengandung dan melahirkan,
akan tetapi menginginkan anak dari ovumnya.
f) Istri yang tidak dapat memproduksi sel telur sendiri atau
kegagalan ovulasi dimana indung telur tidak menghasilkan sel
telur yang disebabkan oleh adanya gangguan mekanisme
hormone reproduksi atau kalenjer teroid, stress atau olahraga
yang terlalu berat. 11
g) Kegagalan implantasi embrio rahim, adanya suatu penyakit yang
menghalangi terjadinya implantasi sel telur yang telah dibuahi di
dinding rahim.
2. Faktor Suami
a. Kegagalan menghasilkan sperma yang berkualitas, penelitian di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa terjadinya penurunan
kurang lebih 50 % pada kualitas sperma pria pada tahun 1990.
Adapun penyebab terjadinya sperma yang buruk yaitu: cacat
bawaan sejak lahir, kegagalan testis untuk turun ke kantung
buah pelir sebelum pubertas, kondisi panas di sekitar testis,
faktor vitalitas umum yang tidak baik dan stres emosional. 12
11
12
Vita Health, Infertil, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 30.
Vita Health, Infertil, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 37-40.
27
b. Sumbatan pada saluran vas deferens yaitu bahwa sperma
terhalang pengirimannya dari testis ke seminal vesikel untuk
diolah lebih lanjut menjadi cairan semen, sehingga semen yang
dihasilkan tidak mengandung sperma sama sekali atau dalam
jumlah yang tidak cukup.
c. Disfungsi ereksi, merupakan keadaan dimana penis tidak bisa
mencapai ereksi yang cukup keras ketika melakukan hubungan
seksual, baik sendiri maupun bersama pasangan dalam jangka
waktu 1 bulan berturut-turut.
d. Kelainan hiphotalamus13
e. Kelainan kromosom, merupakan salah satu penyebab
f. Ejakulasi pada pria. Kelainan kromosom misalnya xxy (kelainan
jenis kelamin), sedangkan normalnya kromosom pada laki-laki
xy.
g. Sangat terbatasnya jumlah spermatozoa yang mampu membuahi
sel telur.14
6. Dampak In-Vitro FertilizationMelalui Rahim Orang Lain
Setiap progam yang dikembangkan di era globalisasi, selalu
memiliki dampak yang negatif maupun positif, seperti halnya dengan
kecanggihan teknologi dalam bidang reproduksi yang membantu
pasangan suami istri untuk memiliki anak yaitu progam in-vitro
fertilization melalui rahim orang lain. Ada beberapa dampak negatif
13
M. Sjarief Darmasetiawan, Indra N. C. Anwar, Tono Djuwantono,dkk, Fertilisasi In-Vitro
Dalam Praktek Klinik, (Jakarta : Puspa Swara, 2006), h. 39-40.
14
Wiryawan Permadi, Tono Djuwantono,dkk, Hanya Tujuh Hari Memahami Fertilisasi In-Vitro,.h.
4.
28
dan positif dalam in-vitro fertilization melalui rahim orang lain
diantaranya adalah:
a. Dampak negatif
1. Kurang mendapatkan kasih sayang (secara emosional) dari ibu
yang mengandung dan melahirkan karena merasa bukan
anaknya.
2. Kurang mendapatkan perawatan / perhatian kesehatan, pada
saat orang tua biologis tidak/terlambat memberikan jaminan
yang dijanjikan.
3. Kehilangan
rasa
kasih
sayang
dari
orang
tua
yang
mengandungnya secara emosional, mental dan fisik.
4. Kehilangan haknya untuk mendapatkan ASI.
5. In-vitro fertilization melalui rahim orang lain lahir tanpa melalui
proses kasih sayang yang alami, karena lewat ibu titipan.
b. Dampak positif
1)
Mewujudkan keinginan pasangan suami istri yang tidak dapat
memiliki anak dengan normal agar dapat memiliki anak.
2) Menolong suami istri yang tidak bisa memiliki keturunan.
3) Mengurangi kegelisahan pasangan suami istri yang tidak bisa
memiliki anak.
4) Solusi bagi orang yang tidak memiliki buah hati.
6. Proses In-Vitro FertilizationMelalui Rahim Orang Lain
29
Sebelum diadakannya proses in-vitro fertilization, maka
tahap awal yang dilakukan yakni seleksi pasien dan persiapan yang
mencangkup tentang : 15
1) Amamnesa
lengkap,
sebelum
masuk
dalam
progam
in-
vitrofertilization, perlu diadakannya pemeriksaan oleh ahli
ginekologi mengenai keadaan kesehatan pasien secara keseluruhan.
2) Pemeriksaan ginekologi, yakni pemeriksaan terhadap keadaan
vagina, serviks, uterus, arah uterus, keadaan adneksa dan kelainankelainan lain yang pada genetalia interna.
3) USG, pemeriksaan ini dilakukan pada hari ke 3-5 dari siklus haid
sebelum progam untuk menilai besar, bentuk dan arah atau posisi
uterus dan kelainan pada uterus.
4) Pemeriksaan hormonal, pemeriksaan ini dilakukan pada hari 3-5
dari siklus haid dengan tujuan untuk mengetahui fungsi ovarium.
5) Analisa sperma
6) Pemeriksaan serogolis terhadap pasien yang mengikuti progam invitro fertilization.
7) Pemeriksaan laparoskopi
8) Konseling
Adapun proses selanjutnya yakni sebagai berikut :
1) Tahap stimulasi atau perangsangan produksi sel telur matang,
16
yaitu dengan memberikan obat pemicu ovulasi yang diberikan
15
M. Sjarief Darmasetiawan, Indra N. C. Anwar, Tono Djuwantono,dkk, Fertilisasi In-Vitro
Dalam Praktek Klinik, (Jakarta : Puspa Swara, 2006), h. 191-194.
30
kepada si istri yang berfungsi untuk merangsang indung telur untuk
mengeluarkan sel telur. Obat ini dapat berupa obat makan atau obat
suntik yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru
diberhentikan setelah sel-sel telurnya matang.17Pematangan sel-sel
telur yaitu dengan cara pemeriksaan darah istri dan pemeriksaan
ultrasonografi setiap hari.
2) Setelah sel-sel telur matang, maka langkah selanjutnya yaitu
pengambilan sel-sel telur dengan cara penusukan jarum melalui
vagina dengan menggunakan alat yang disebut transvaginal
transculer
ultra
sound
dengan
tuntunan
ultrasonografi.
Pengambilan sel telur dilakukan pada saat wanita tersebut akan
mengeluarkan sel telur, yaitu pada saat masa subur. Sel-sel telur
yang telah diambil dari vagina istri, kemudian di taruh dalam
sebuah tabung kimia untuk diawetkan yang mana sel telur tersebut
disimpan dalam laboratorium yang diberi suhu menyamai panas
badan seorang wanita.18
3) Pengambilan sperma suami melalui masturbasi. Sperma yang telah
diambil kemudian diproses sehingga akan didapat sperma yang
baik yang akan digunakan untuk membuahi sel-sel telur dalam
tabung petri. Sel-sel telur dan sperma yang sudah ditemukan
kemudian
dibiakkan
dalam
16
lemari
pengeram.
Pemantauan
Wiryawan Permadi; Tono Djuwantono;dkk, Hanya Tujuh Hari Memahami Fertilisasi In-Vitro,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2008), h. 28.
17
Muhammad daruddin, Reproduksi Bayi Tabung Ditinjau dari Hukum Kedokteran Hukum
Perdata, Hukum Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 1997), h. 28.
31
dilakukan selama 18-20 jam kemudian pada keesokan harinya
diharapkan sudah terjadi pembelahan sel.19
4) Jika sudah terjadi fertilasi sebuah sel telur dan sel sperma, maka
terciptalah hasil pembuahan yang akan membelah menjadi
beberapa sel, yang disebut embrio. Dalam kurun waktu 2-3 hari,
embrio yang memiliki kualitas baik akan dipindahkan atau
ditransplantasikan ke dalam rongga rahim wanita yang yang akan
ditanami embrio (wanita yang akan mengandung dan melahirkan).
Sebelum embrio tersebut ditandur dalam rahim perempuan lain,
rahim perempuan tersebut dikasih hormon agar permukaan
rahimnya siap menerima sel pembuahan tanpa ada gangguan. 20
Dalam ilmu kedokteran fertilitas, terdapat beberapa patokan
usia ibu yang patokan berapakah jumlah embrio yang akan
ditanam, dengan berpatokan usia ibu sebagai berikut :
a. Usia ibu kurang dari 30 tahun, maka jumlah embrio yang
ditanamkan 2.
b.Usia ibu 30-40 tahun, maka jumlah embrio yang ditanamkan 3.
c. Usia ibu 40 tahun, maka jumlah embrio yang ditanamkan 4.
Andaikan jumlah embrio yang berhasil dihasilkan, lebih
dari jumlah embrio yang ditanamkan, maka sisa embrio akan
19
Kartono Muhammad, Teknologi Kedokteran dan Tantangannya Terhadap Bioetika, (Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama, 1990), h. 81.
20
Salim HS, Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 1993), h. 22.
32
disimpan untuk menjaga kemungkinan ditanamkan di kemudian
hari. 21
5) Setelah transplantasi embrio, maka hanya menunggu terjadinya
kehamilan. Jika 14 hari setelah transplantasi embrio tidak terjadi
menstruasi,
maka
dilakukan
pemeriksaan
air
seni
untuk
menentukan adanya kehamilan. Setelah satu minggu kemudian,
perlu
dilakukan
ultrasonografi
untuk
mengetahui
adanya
kehamilan.
Apabila semua tahapan sudah dilakukan oleh wanita yang
akan mengandung dan melahirkan dan terjadi kehamilan, maka hanya
menuggu waktu 9 bulan 10 hari. Dan pada saat kehamilan tersebut,
seorang ibu pengganti dilarang untuk bekerja keras, makan dan minum
yang mengandung alkohol serta tidak boleh melakukan hubungan
senggama dengan suami selama 15 hari sejak embrio ditanam dalam
rahim wanita tersebut.
Masa kehamilan ibu pengganti tersebut, dipantau oleh
dokter dan bidan untuk melihat perkembangan janin dengan
menggunakan alat yang dinamakan ultra sound, sehingga letak dan
gerak janin tersebut dapat dipantau dengan jelas melalui layar alat
canggih sampai janin tersebut lahir.
Seorang ibu pengganti yang baru melahirkan anak yang
dikandungnya, harus segera menyerahkan bayi tersebut kepada
pasangan suami istri yang memiliki sperma dan ovum.
21
Wiryawan Permadi; Tono Djuwantono;dkk, Hanya Tujuh Hari Memahami Fertilisasi In-Vitro,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2008), h. 36.
33
Adapun perkembangan janin dalam rahim ibu pengganti
yakni sama seperti pembuahan anak dalam rahim ibu kandungnya.
Perkembangan anak yang ada dalam rahim ibu pengganti, juga akan
memperoleh makanan dari ibu yang mengandungnya melalui
placenta.Adapun plasenta merupakan alat yang sangat penting bagi
janin karena merupakan alat pertukaran zat antara ibu dan anak dan
sebaliknya.Baik tidaknya janin tergantung pada faal placenta.22
Placenta merupakan alat yang sangat penting bagi
pertumbuhan janin, karena placenta bekerja sebagai usus mengambil
makanan, sebagai paru-paru mengelurakan CO2 dan mengambil O2,
sebagai ginjal zat-zat racun yang biasanya dikeluarkan oleh ginjal
seperti ureum dikeluarkan oleh placenta yang akhirnya bekerja
seebagai kelenjar buntu yang mengeluarkan hormon-hormon penting
untuk kelanjutan kehamilan.
Adapun beberapa fungsi lain placenta yaitu sebagai tempat
pertukaran zat. Makanan bagi janin diambil dengan penghancuran dan
absorpi dari deciduas yang kemudian dari darah ibu.Zat-zat yang
dibutuhkan oleh janin seperti zat hydrat arang, zat lemak, zat protein,
vitamin dan mineral diambil dari darah ibu yang kemudian masuk
daalm darah anak. Sebaliknya zat sampah seperti CO2 dan uerum
dibuang ke dalam darah ibu.
Proses penanaman hasil pembuahan ovum dan sperma ke
dalam rahim perempuan lain, tidak ada lagi percampuran zat
22
Bagian Obsteri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung,Obsteri
dan Fisiologi, (Bandung, 1983 ), h. 109.
34
perempuan yang mengandung dan melahirkan tersebut, hal ini karena
adanya pewarisan gen antara pemilik ovum dan sperma. Pada saat
pembuahan, bayi menerima 46 kromosom yang terdapat sebagai 23
pasangan. Masing-masing pasangan mengandung satu salinan gen
pemilik ovum dan salinan yang bersesuaian
dari pemilik sperma.
Kombinasi dari gen inilah yang mempengaruhi penampilan bayi. Gen
mempengaruhi warna rambut dan mata, bentuk dan ukuran hidung
serta ciri-ciri lainnya. Jadi, meskipun pembuhan ovum dan sperma
dilakukan diluar tubuh kemudian ditanam dalam rahim perempuan
lain, hal ini tidak mempengaruhi DNA anak tersebut., karena yang
mempengaruhi DNA anak tersebut adalah gen pemilik ovum dan
sperma. 23
8. Status Anak Hasil In-Vitro Fertilization Melalui Rahim Orang lain
In-Vitro Fertilization melalui rahim orang lain merupakan
salah satu kecanggihan teknologi reproduksi yang memberikan solusi
bagi pasangan suami istri yang tidak mampu untuk memiliki
keturunan. In-vitro fertilization melalui rahim orang lain merupakan
pembuahan sperma dan ovum yang terjadi di luar rahim, yang
kemudian ditanam dalam rahim orang lain. Dalam dunia kedokteran,
status anak hasil in-vitro fertilization melalui rahim orang lain tidak
memiliki hubungan apa-apa dengan ibu yang mengndung dan
melahirkan, dan hanya memiliki hubungan dengan pemilik sperm adan
ovum.
23
Campbell Stuart, Kehamilan Hari Demi Hari, (Jakarta : Esensi Erlangga Group, 2005), h. 20.
35
Putusnya hubungan anak hasil in-vitro fertilization melalui
rahim orang lain dengan ibu yang mengandung dan melahirkan yakni
bahwa dalam proses In-Vitro Fertilization melalui rahim orang lain
tidak ada percampuran zat dari perempuan lain terhadap hasil
pembuahan yang ditanam dalam rahimnya. Dalam proses in-vitro
fertilization melalui rahim orang lain, seorang ibu yang mengandung
dan melahirkan hanya berfungsi sebagai tempat tumbuh kembangnya
embrio supaya dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan dan
fungsi ibu pengganti hanyalah memberi asupan makanan kepada janin
yang ada dalam kandungannya melalui plasenta serta member aliran
darah. Anak hasil in-vitro fertilization melalui rahim orang lain, jika
diuji melalui tes DNA maka hasil tes DNA tersebut akan positif
terhadap pemilik ovum dan sperma, dan tidak memiliki hubungan
dengan ibu pengganti, hal ini disebabkan karena dalam proses
pembuahan adanya pewarisan gen pemilik ovum dan sperma. Gen
mempengaruhi warna rambut dan mata, bentuk dan ukuran hidung
serta ciri-ciri lainnya. Jadi, meskipun pembuahan ovum dan sperma
dilakukan diluar tubuh kemudian ditanam dalam rahim perempuan
lain, hal ini tidak mempengaruhi DNA anak tersebut, karena yang
mempengaruhi DNA anak tersebut adalah Gen pemilik ovum dan
sperma.
Jadi, dalam proses in-vitro fertilization melalui rahim orang
lain menunjukkan bahwa status anak hasil in-vitro fertilization melalui
rahim orang lain yaitu bahwa anak tersebut memiliki hubungan dengan
36
pemilik ovum dan sperma dan yang menjadi ibu dari anak tersebut
yaitu pemilik ovum, bukan orang yang mengandung dan melahirkan,
karena dalam dunia yang serba canggih sekarang, tes DNA merupakan
salah satu tes yang akurat .
B. Kemahraman
1)
Kemahraman
Al-Quran telah menyebutkan adanya wanita-wanita yang
haram dinikahi, sebagaimana termaktub dalam surat An-Nisa’ ayat
22-24:
             
        
      
      
        
         
       

           
37
           
         
        
             
24
  
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini
oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau.
Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan
seburuk-buruk jalan (yang ditempuh) diharamkan atas kamu
(mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudarasaudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang
perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu
yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu
isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu
dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur
dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa
kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak
kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan)
dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada
masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. 24. dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang
bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah
menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan
Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteriisteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka
isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka,
berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai
suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu
yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar
itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.25
24
QS. An-Nisa’ (4) : 22, 23, 24
Departemen Agama RI Al-Quran dan Terjemahnya, terj. Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an,
(Jakarta Timur : CV Darus Sunnah, 2002), h. 82.
25
38
2)
Pembagian Mahrâm
Menurut ayat-ayat di atas, bahwa wanita-wanita yang haram
dinikahi dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a) Kemahraman Muabbad, bahwa seorang laki-laki tidak boleh
menikahinya selamanya.
1. Wanita haram dinikahi sebab nashâb
Menurut para fuqaha, wanita-wanita yang haram
dinikahi sebab nashab ada tujuh, yang mana ketujuh wanita
tersebut telah disebutkan dalam al-Quran, yakni ibu, anak
perempuan, saudara perempuan, saudara perempuan ayah,
saudara perempuan ibu, anak perempuan saudara perempuan
dan perempuan saudara perempuan.
26
Ibu yang diharamkan
untuk dinikahi yaitu semua perempuan yang memiliki
hubungan darah melalui laki-laki dengannya, yakni antara
seorang laki-laki dengannya, baik dari pihak ibu maupun pihak
ayah.27Anak-anak perempuan yang haram juga untuk dinikahi
yakni anak-anak perempuan ke bawah, haram bagi seorang
ayah menikahi putrinya sendiri, putri dari anak putrinya dan
putri dari anak laki-lakinya serta semua orang yang memiliki
nashab dengannya.28
Adapun hikmah kemaharaman dari segi nashab
yakni
mengangungkan
26
kerabat
serta
memelihara
dari
Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Semarang : CV Asy-Syifa’, 2007 ), h. 415.
Abu Malik Kamal ibn Asy-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah Jilid 3, (Jakarta : Pustaka
Azzami, 2007), h. 15.
28
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Keluarga, (Jakarta :
Amzah,2009), h. 137.
27
39
kebodohan. Jika pernikahan yang memiliki hubungan nashab
diperbolehkan, maka akan menimbulkan pemutusan rahim
karena akan menimbulkan gesekan-gesekan yang kasar antara
keduanya.
2. Kemahraman Sebab Ikatan Perkawinan
Kemahraman menikahi seorang wanita yang ditinjau dari
segi adanya ikatan pernikahan ada 4yakni :
Pertama, istri ayah (wanita yang dinikahi ayah atau ibu
tiri), para ulama telah sepakat bahwa wanita yang telah
melakukan akad nikah dengan ayahnya, maka wanita tersebut
haram untuk dinikahi, baik sudah dicampuri ataupun belum.
Kedua, orang tua istri (mertua), menurut jumhur ulama, bahwa
menikahi orang tua istri hukumnya haram, baik istri sudah
dicampuri ataupun belum.
Ketiga, anak perempuan istri, pengharaman menikahi
anak perempuan istri atau anak bawaan isri, berdasarkan pada
firman Allah surat an-Nisa’ ayat 23, bahwa seorang laki-laki
diharamkan menikahi anak perempuan istri, dengan syarat istri
tersebut sudah dicampuri, dan jika istri tersebut belim
dicampuri, maka diperbolehkan.
Adapun yang termasuk dalam hal ini yaitu anak-anak
perempuan dari anak-anak perempuan dari istrinya dan anakanak perempuan dari anak laki-laki istri.29
29
Abu Malik Kamal ibn Asy-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah Jilid 3, (Jakarta : Pustaka
Azzami, 2007), h. 119.
40
Keempat,
istri-istri
anak
kandung,
seorang
ayah
diharamkan menikahi wanita-wanita yang sudah dinikahi anak
kandungnya.Kemahraman istri anak terhadap bapak tidak
disyaratkan anak sudah harus mencampuri istri, tetapi karena
adanya akad nikah, maka seorang bapak diharamkan menikahi
istri anaknya.
Hikmah diharamkannya seorang ayah menikahi istri
anaknya yaitu memelihara hubungan antara individu keluarga
serta
mencegah
segala
sesuatu
yang
terjadi
yang
mengakibatkan pemutusan rahim.
3. Kemahraman Sebab Sepersusuan (ar-radhâ‟)
Kemahraman
sebab
sepersusuan
merupakan
kemahraman yang abadi dan para perempuan yang diharamkan
sebab sepersusuan sama dengan para perempuan yang
diharamkan sebab hubungan nashâb.
30
Sebelum pembahasan
yang lebih lanjut tentang kemahraman sebab sepersusuan,
terlebih dahulu penulis akan menjelaskan secara singkat
tentang sepersusuan.
Secara etimologi, ar-radhâ’ adalah nama isapan susu
dari payudara secara mutlaq, baik pada manusia maupun pada
hewan. Sedangkan secara terminologi syara’, persusuan
merupakan suatu nama untuk mendapatkan susu dari seorang
wanita yang sampai dalam perut anak kecil atau kepalanya.
30
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu jilid 9, (Jakarta ; Gema Insani, 2011),., h. 132.
41
Adapun pembatasan susu yang dimaksud masuk dalam
sepersusuan yakni mengeluarkan sesuatu yang diisap dari
payudara berupa darah dan nanah.
Kemahraman sebab sepersusuan didasarkan pada firman
Allah SWT dalam surat an-Nisa’ ayat 23:
31     
“Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara perempuan
sepersusuan”.32
Faktor diharamkannya sebab sepersusuan sama seperti
yang diharamkan sebab nashab. Berpijak dari ini, wanitawanita yang diharamkan sebab sepersusuan yaitu ibu yang
menyusui dan nenek; anak-anak perempuan dari ibu yang
menyusui, baik yang lahir sebelum maupun sesudah dia
menyusu,
karena
sepersusuan;
mereka
saudara
adalah
perempuan
saudara
dari
perempuan
ibu
yang
menyusuinya;anak perempuan dari anak perempuan yang
menyusuinya, anak perempuan dari anak perempuan ibu yang
menyusuinya, ibu suami dari ibu yang menyusuinya, saudara
perempuan suami dari ibu yang menyusuinya, anak perempuan
dari anak laki-laki ibu yang menyusuinya; anak perempuan dari
suami ibu yang menyusuinya; istri lain dari suami ibu yang
31
QS. An-Nisa’(4) : 23
Departemen Agama RI Al-Quran dan Terjemahnya, terj. Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an,
(Jakarta Timur : CV Darus Sunnah, 2002), h. 82.
32
42
meenyusuinya; istri dari anak yang menyusui haram bagi suami
ibu yang menyusui, karena dia adalah istri dari anaknya.33
Adapun syarat-syarat pengharaman sebab sepersusuan
yakni sebagai berikut :
1. Kadar Jumlah Susuan yang Menjadikan Mahram
Jumlah susuan yang menjadikan kemahraman, para
ulama berbeda pendapat mengenai jumlah susuan yang
menjadi acuan berlakunya hukum kemahraman. Pendapat
para ulama ini dibagi menjadi empat pendapat, yakni
sebagai berikut :
Pendapat pertama, menurut pendapat mayoritas ulama
madzhab Abu Hanifah, Malik
dan
Ahmad, bahwa
diharamkan satu susuan atau lebih. Pendapat ini mengacu
bahwa tidak ada nash al-Quran maupun hadits yang
menjelaskan batas minimal susuan, oleh sebab itu dalam hal
ini mayoritas ulama menetapkan bahwa untuk batas minimal
kemahraman sebab sepersusuan yakni satu kali susuan.
Pendapat kedua ini menurut pendapat Ahmad,
pendapat Zhâhiriyyah kecuali Ibnu Hazm, Ishaq, abu
Ubaid,Abu Tsaur dan Ibnu Mundzir bahwa minimal
sepersusuan yakni satu kali susuan yakni 3 kali .
Pendapat ketiga, merupakan pendapat madzhab
Syafi’i, pendapat yang paling popular dari Ahmad, dan Ibnu
33
Abu Malik Kamal ibn As-Sayyid, Shahih Fiqh Sunnah Jilid 3, (Jakarta : Pustaka Azzami, 2007),
h. 121.
43
Hazm, menyatakan bahwa yang menyebabkan kemahraman
adalah lima kali susuan atau lebih.34
Pendapat
keempat
menyatakan
bahwa
yang
menyebabkan kemahraman adalah sepuluh kali susuan.
Adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama,
disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan al-Qur’an
dan hadits-hadits yang mencantumkan adanya pembatasan
kadar yang menyebabkan kemahraman. Adapun firman
Allah yakni surat an-Nisa’ ayat 23 :
35
  
“Dan ibu-ibumu yang menyusukan kamu”.36
Arti dan makna ayat di atas, tidak menyebutkan
adanya batasan kadar susuan kemahraman. Akan tetapi,
dalam
hadits-hadits
tentang
sepersusuan,
terdapat
perbedaan makna dan pertentangan mengenai pembatasan
kadar kmahraman, ada hadist yang menyatakan bahwa
adanya batasan kadar kemharaman akan tetapi ada juga
hadits yang tidak menjelaskan adanya batasan kadar
kemahraman.
34
Abu Malik Kamal ibn Asy-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah Jilid 3, (Jakarta : Pustaka
Azzami, 2007), h. 125.
35
QS. An-Nisa’(4) : 23
36
Departemen Agama RI Al-Quran dan Terjemahnya, terj. Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an,
(Jakarta Timur : CV Darus Sunnah, 2002), h. 82.
44
Bagi para fuqaha yang lebih mengacu kepada ayat alQuran dari pada hadits, berpendapat bahwa satu atau dua
kali sedotan sudah diharamkan. Sedangkan bagi fuqaha
yang mendudukkan hadist sebagai tafsiran bagi ayat alQur’an,
berpendapat
bahwa
kadar
susuan
yang
menyebabkan kemahraman yaitu minimal tiga kali sedotan
sudah diharamkan.
2. Usia Menyusu
Pendapat para ulama mengenai batas umur anak
yang menyusu sehingga menimbulkan kemahraman. Ada
tiga pendapat mengenai permasalahan ini, yaitu sebagai
berikut :
Pendapat Pertama :
Para fuqaha telah sepakat bahwa menyusu pada usia
dua tahun mengharamkan. Pendapat ini dikemukakan oleh
jumhur ulama, diantara Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam
Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, Abu Yusuf. Muhammad dan AlAuza’i. Pendapat ini berlandaskan pada firman Allah dalam
surat al-Baqarah ayat 233:
37
“Para
       
ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama
dua tahun penuh”.38
37
QS. Al-Baqarah(2) : 233
45
Pendapat Kedua :
Pendapat kedua dikemukakan oleh Abu Hanifah,
yang menyatakan bahwa batas umur anak yang menyusu
yang masuk dalam kriteria kemahraman yakni terjadi dalam
tiga puluh bulan pertama dari usia anak yang menyusu.39
Abu Hanifah beragumentasi dalam firman Allah surat AlAhqaaf ayat 15 :
       
          
         
        
          
40
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya
dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah
payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah
tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan
umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku,
tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah
Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan
supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau
ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi
38
Departemen Agama RI Al-Quran dan Terjemahnya, terj. Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an,
(Jakarta Timur : CV Darus Sunnah, 2002), h. 38.
39
Abu Malik Kamal ibn Asy-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah Jilid 3, (Jakarta : Pustaka
Azzami, 2007), h. 130.
40
QS. Al-Ahqaaf (46) : 15
46
kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat
kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orangorang yang berserah diri".41
Pendapat Ketiga :
Persusuan orang dewasa diharamkan sebagaimana
halnya persusuan anak kecil.Pendapat ini dikemukakan oleh
kalangan
madzhab
Azh-Zhahiri.Pendapat
ini
juga
dikemukakan oleh Atha’, Al-Laits dan Aisyah.
Beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh
para ulama, menurut Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim
bahwa pendapat yang paling shâhih yakni pendapat jumhur
ulama yang menyatakan bahwa persusuan yang dianggap
sah adalah yang terjadi dalam dua tahun dari usia anak yang
menyusui.
3. Memasukkan Air Susu Tanpa Melalui penyusuan
Menurut jumhur ulama bahwa memasukkan air
susu
tanpa
melalui
penyusuan
juga
menyebabkan
kemahraman, karena bagi fuqaha yang lebih memperhatikan
tentang masuknya air susu dengan cara yang bagaimana pun
juga, maka masuknya air susu yang tidak melalui penyusuan
tetap menyebabkan kemahraman.
Sedangkan
berpendapat
bahwa
Ibnu
hal
Hazm,
tersebut
Atha’
tidak
dan
Daud
menyebabkan
kemahraman. Tidak dinamakan penyusuan, kecuali mulut si
41
Departemen Agama RI Al-Quran dan Terjemahnya, terj. Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an,
(Jakarta Timur : CV Darus Sunnah, 2002), h. 505.
47
anak yang menyusui menetek dan menghisap susu secara
langsung dari putting ibu yang menyusuinya.42Bagi para
fuqaha yang lebih memperhatikan cara masuknya air susu
melalui penyusuan, maka masuknya air susu yang tidak
melalui penyusuan tidak menyebabkan kemahraman.
4. Air Susu Campuran
Mengenai syarat air susu yang menyebabkan
kemahraman itu bercampur atau tidak, disini para fuqaha
juga berbeda pendapat, Ibnu Qasi, Abu Hanifah dan para
pengikutnya berpendapat bahwa air susu yang dicampur
dengan barang lain maka hal ini tidak menyebabkan
kemahraman.
Sedangkan pendapat Imam Syafi’i, Ibnu habib,
Ibnu Mutharrif dan Ibnu Majasyun dari kalangan Imam
Maliki berpendapat bahwa air susu yang dicampur dengan
yang lainnya menyebabkan kemahraman.
Adapun perkara yang membedakan hukum susuan
dengan hukum nashab, dalam hal ini Madzhab Hanafi
mengecualikan dua kondisi pengharaman akibat nashab,
yang mana kondisi ini tidak diharamkan dari segi hubungan
susuan. Kondisi tersebut yakni :43
42
Abu Malik Kamal ibn Asy-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah Jilid 3, (Jakarta : Pustaka
Azzami, 2007), h. 132.
43
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu jilid 9,., h. 133.
48
1. Ibu saudara laki-laki atau saudara perempuan sesusuan
boleh dinikahi, tidak boleh menikahi ibu saudara laki-laki
atau saudara perempuan sebapak berdasarkan hubungan
nashab. Misalnya yaitu, seorang perempuan menyusui
seorang anak, dan perempuan tersebut memiliki anak
laki-laki, maka anak laki-laki ini boleh menikahi ibu anak
yang disusui oleh ibunya ini atau bapak anak ini yang
merupakan saudara sesusuan.
2. Saudara perempuan anak laki-laki atau atau anak
perempaun
sesusuan,
maka
seorang
bapak
boleh
menikahinya. Dalam hubungan nashab, tidak boleh
baginya menikahi saudara perempuan anak laki-lakinya
atau anak perempuannya. Misalnya yaitu, seorang
perempuan
menyusui
seorang
anak,
maka
suami
perempuan ini boleh menikahi saudara perempuan anak
yang disusui oleh istrinya.
b) Kemahraman Muaqqat, sebagai berikut :
1. Saudara perempuan istri
Para ulama telah sepakat bahwa seorang laki-laki
tidak boleh menggabung dua perempuan bersaudara
dalam sebuah ikatan perkawinan dalam waktu yang
sama, akan tetapi jika istrinya sudah meninggal atau
49
telah menceraikannya, maka dia boleh mengawini
saudara perempuan istrinya. 44
2. Bibi istri dari pihak ayah dan ibu
Para ulama bersepakat bahwa seorang laki-laki tidak
boleh menghimpun dalam satu perkawinan antara
seorang wanita dengan bibinya dari pihak ayah atau
bibinya dari pihak ibu. Hal ini berlandaskan pada hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah
SAW bersabda:
“ Tidak boleh seorang seorang wanita digabung (dalam
perkawinan) dengan bibinya dari pihak ayah dan antara
seorang wanita dengan bibinya dari pihak ibu”(HR.
Bukhori dan Muslim).
3. Wanita bersuami dan Wanita dalam masa iddah
Para
ulama
telah
sepakat
bahwa
menikahi
perempuan yang masih bersuami dan yang masih dalam
masa iddah tidak diperbolehkan, baik iddah haid, iddah
hamil ataupun iddah talak.Baik talak raj’i ataupun talak
bain sugra maupun kubra.45
Larangan
menikahi
perempuan
yang
masih
bersuami dikarenakan hal ini akan menyakiti orang
muslim lain, sedangkan dilarangnya menikahi wanita
44
Abu Malik Kamal ibn Asy-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah Jilid 3, (Jakarta : Pustaka
Azzami, 2007), h. 133.
45
Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid,., h. 446.
50
yang
amsih
daalm
masa
iddah
karena
untuk
membebaskan rahim wanita yang baru ditalak suaminya
ataupun ditinggal mati suaminya.46Akan tetapi, larangan
ini hanyalah bersifat sementara.
4. Wanita pezina sampai dia bertobat
Wanita pezina diharamkan untuk dinikahi sampai
dia bertobat dan membersihkan rahimnya dengan sekali
haid. Sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nuur
ayat 3 :
         
         
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan
perempuan yang berzina, atau perempuan yang
musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini
melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki
musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oranorang yang mukmin”.47
5. Wanita yang ditalak tiga
Wanita yang ditalak tiga,tidak boleh dinikahi
kembali suaminya kecuali telah dinikahi oleh laki-laki
lain yang sah menurut syara’ dan telah bercampur,
kemudian pisah karena meninggal dunia atau ditalak dan
telah habis masa iddahnya. Sebagaiman firman Allah
surat al-Baqarah ayat 230:
46
47
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas,., h. 164.
QS. An-Nuur (24): 3
51
          
          
         
48

“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak
yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal
baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain.
kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya,
Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami
pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya
kepada kaum yang (mau) mengetahui”.49
Adapun
mendorong
hikmah
suami
keharamannya
agar
tidak
yaitu
untuk
tergesa-gesa
untuk
menjatuhkan talak, dan diharamkannya wanita ini untuk
dinikahi dalam kurun waktu yang sementara waktu yaitu
supaya wanita tersebut lebih berhat –hati dalam berumah
tangga serta mampu memperbaharui kehidupan rumah
tangga yang lebih baik.
6. Wanita musrik hinggga masuk Islam
Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 221 :
       
       
48
QS. Al-Baqarah (2) : 230
Departemen Agama RI Al-Quran dan Terjemahnya, terj. Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an,
(Jakarta Timur : CV Darus Sunnah, 2002), h. 37.
49
52
       
        
       
50    
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik,
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak
yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan
orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia
menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang
Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintahperintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran.51
Kedua ayat tersebut, telah menjelaskan bahwa
adanya larangan mengawini wanita musrik sampai ia
beriman.
50
QS. Al-Baqarah (2) : 221
Departemen Agama RI Al-Quran dan Terjemahnya, terj. Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an,
(Jakarta Timur : CV Darus Sunnah, 2002), h. 36.
51
53
Download