Dalam hak cipta berlaku Delik Biasa yang berbeda

advertisement
BAB II
TINJAUAN UMUM
TENTANG PENGGANDAAN KARYA CIPTA LAGU
2.1. Pengertian HKI Dan Karya Cipta
Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai ragam budaya
yang berpotensi untuk dikembangkan agar mampu menghasilkan karya seni
dan sastra yang bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bermanfaat
untuk orang lain. Pengembangan kreativitas manusia ini sudah selayaknya
diberikan perlindungan oleh pemerintah agar orang yang menciptakan karya
tersebut merasa dihargai atas hasil karya ciptaannya sehingga memacu
untuk berkreativitas yang lebih berkwalitas lagi.
Menurut Suyud Margono, secara substansif pengertian HKI
dapat dideskripsikan sebagai “Hak atas kekayaan yang timbul atau lahir
karena kemampuan intelektual manusia”. Penggambaran ini pada dasarnya
memberikan kejelasan bahwa HKI menjadikan karya – karya yang timbul
atau lahir karena kemampuan intelektual manusia sebagai inti
dan obyek pengaturannya.47
Istilah HKI menurut Suyud Margono terdiri dari 3 (tiga) kata kunci
yaitu hak, kekayaan dan intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi
yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli maupun dijual. Kekayaan intelektual
merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir
teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur
dan sebagainya. HKI merupakan hak – hak (wewenang/kekuasaan)
untuk berbuat sesuatu atas kekayaan intelektual tersebut, yang diatur
oleh norma – norma atau hukum – hukum yang berlaku.48
47
Suyud Margono, 2009, Hukum Anti Monopoli, Sinar Grafika, Jakarta, selanjutnya disebut
Suyud Margono I, hal 171
48
Ibid, hal 38
37
38
Adami
yang
Chazawi
menyatakan
mengutip
bahwa
manusia
pendapat
normal
Rachmadi
memiliki
daya
Usman
pikir,
kemampuan intelektual atau kemampuan otak, meskipun kemampuan
intelektual tersebut tidak sama. Disamping dibawa sejak lahir dan
sudah berbeda – beda, kemampuan intelektual manusia tersebut juga dapat
dibentuk
dan
ditingkatkan
berdasarkan
pendidikan
dan
latihan.
Kemampuan intelektual manusia di bidang tertentu diarahkan pada suatu
kegiatan intelektual untuk menghasilkan dan memperoleh sesuatu yang
disebut karya atau temuan (invensi). Karya – karya intelektual semacam itu
terdapat di berbagai bidang, misalnya ilmu pengetahuan, teknologi, seni
dan sastra.49
Menurut Adami Chazawi, titik tolak nilai yang dilindungi oleh HKI
adalah proses berpikir penciptanya atau inventornya maka hak kebendaan
yang melekat pada proses intelektual tersebut termasuk benda
yang tidak berwujud. Hak tersebut berupa hak untuk mempertahankan
karangan miliknya dan hak untuk memanfaatkan atau menggunakan karangan
tersebut, misalnya untuk mendapatkan penghargaan secara ekonomis.50
Konsep HKI merupakan konsep universal yang sudah dikenal
di berbagai negara yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat dengan menghasilkan suatu karya cipta yang bisa dimanfaatkan
oleh masyarakat umum. HKI bertujuan untuk melindungi pengembangan
pengetahuan dari tindakan perampasan oleh pihak – pihak yang tidak berhak.
Pengembangan pengetahuan ini bertujuan untuk pemeliharaan kebudayaan
agar bermanfaat bagi semua pihak yang terkait
49
Adami Chazawi, 2007, Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), Bayumedia
Publishing, Malang, hal 2
50
Ibid, hal 3
39
Muhamad Firmansyah menyatakan bahwa hak kekayaan intelektual
yang disingkat HKI atau akronim HAKI, adalah padanan kata yang biasa
digunakan untuk intellectual property rights (IPR) yakni hak yang timbul
bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses
yang berguna untuk manusia. Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati
secara ekonomi hasil suatu kreativitas intelektual. Obyek yang diatur dalam
HKI adalah karya – karya yang timbul atau lahir karena kemampuan
intelektual manusia.51
Muhamad Firmansyah berpendapat secara garis besar HKI dibagi
menjadi 2 (dua) bagian yaitu Hak Cipta (copy right) dan hak kekayaan industri
(industrial property right) yang mencakup paten (patent), desain industri
(industrial design), merek (trademark), penanggulangan praktik persaingan
curang (repression of unfair competition), desain tata letak sirkuit terpadu
(layout design of integrated circuit), dan rahasia dagang (trade secret)52
Hak Kekayaan Intelektual merupakan bagian hukum harta benda
(hukum kekayaan). HKI bersifat abstrak dibandingkan dengan hak atas benda
bergerak pada umumnya seperti hak kepemilikan atas tanah, kendaraan,
property lainnya yang dapat dilihat dan berwujud.
OK. Saidin mengungkapkan HKI adalah hak kebendaan,
hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja ratio.
Hasil dari pekerjaan ratio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa
benda immaterial, benda tidak berwujud misalnya karya cipta lagu.53
Dalam Bahasa Belanda hak kebendaan ini disebut “zakelijk recht”.
Pendapat Sri Soedewi seperti dikutip oleh OK. Saidin memberikan rumusan
tentang hak kebendaan yakni “ hak mutlak atas suatu benda dimana hak itu
memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan
terhadap siapapun juga”. Hak mutlak atau hak absolut dapat dipertentangkan
atau dihadapkan dengan hak relatif.54
51
52
53
54
Muhamad Firmansyah, 2008, Tata Cara Mengurus HAKI, Visimedia, Jakarta, hal 7
Ibid,
OK.Saidin, 2004, Op. Cit, hal 9
Ibid, hal 49
40
1.
4.
5.
Ada beberapa ciri pokok yang membedakan hak kebendaan dengan
hak relatif atau hak perorangan, yaitu :
Merupakan hak mutlak, dapat dipertahankan terhadap siapapun juga;
2. Mempunyai hak mengikuti, artinya hak itu terus mengikuti
bendanya dimanapun juga(dalam tangan siapapun juga) benda itu
berada;
3. Sistem yang dianut dalam hak kebendaan,terhadap yang lebih
dahulu terjadi mempunyai kedudukan dan tingkat yang lebih tinggi
daripada yang terjadi kemudian;
Mempunyai sifat droit de preference (hak yang didahulukan);
Adanya gugat kebendaan;
6. Kemungkinan untuk dapat memindahkan hak kebendaan itu dapat
secara penuh dilakukan.55
Adanya
termasuk
perkembangan
perkembangan
dalam
dalam
berbagai
bidang
bidang
perdagangan
kehidupan
dan
industri
perlu didukung oleh peningkatan perlindungan terhadap hasil karya cipta
seseorang dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat umum.
Peningkatan perlindungan ini salah satunya dapat dilakukan dengan
membentuk
agar
si
produk
pelanggar
hukum
dapat
dalam
bidang
dikenakan
karya
sanksi
yang
cipta
yang
tegas
jelas
sehingga
tidak merugikan hak – hak dari si pencipta atau dari pemilik hak
yang bersangkutan.
Menurut Adrian Sutedi, hak atas kekayaan intelektual awalnya
mencakup dua konsep besar, yakni Hak Cipta dan Hak Paten.
Istilah intelektual dalam HKI berarti Hak Cipta melindungi hasil kecerdasan,
pikiran, dan ungkapan atau renungan manusia yang menjelma dalam bentuk
buku, lagu, atau film. Sementara Hak Paten mencakup temuan dan teknologi,
kerja yang dikerahkan untuk membuat barang baru, mulai dari traktor,
obat – obatan sampai alat pembuka kaleng yang menggunakan listrik.
Asumsinya Hak Cipta berkenaan dengan uang, karena untuk merancang,
membuat, memperbanyak, dan memasarkan sebuah karya cipta diperlukan
uang. Para pemegang Hak Cipta mengharapkan uang yang ditanamnya
kembali.56
55
56
Ibid,
Adrian Sutedi, 2009, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, hal 29
41
Namun
ada
pula
perspektif
berbeda
dari
Ronald
Bettig
yang mengatakan seperti dikutip oleh Adrian Sutedi bahwa konsep HKI
baru mulai dibicarakan setelah ditemukannya mesin cetak dan merebaknya
kapitalisme dalam dunia tulis menulis. Sebelumnya pengetahuan menjadi
milik umum dan orang tidak tahu siapa yang pertama mengungkapkannya.
Artinya konsep Hak Cipta melekat dengan kekuasaan modal dan dalam
konteks penerbitan misalnya, menjadi jelas bahwa yang lebih berkepentingan
akan hak itu adalah penerbit yang mengeruk keuntungan daripada pengarang
yang mencipta.57
Achmad Zen Umar Purba berpendapat, hak kekayaan intelektual
baru ada secara hukum jika telah ada pengayoman, penaungan, atau
perlindungan hukum dari negara atau otoritas publik terhadap suatu karya
intelektual. Melalui mekanisme pengurusan dokumentasi diberikan hak
kepada pemohon hak kekayaan intelektual, termasuk investor, pendesain serta
pemilik merek. Disini terdapat 3 (tiga) unsur utama, yaitu : hak eksklusif,
negara dan jangka waktu tertentu.58
Pada hakekatnya hak kekayaan intelektual (HKI) merupakan refleksi
dari pengembangan diri manusia di dalam berkreasi untuk bisa menghasilkan
berbagai karya cipta yang bermanfaat untuk meningkatkan penghasilannya
sehingga kesejahteraan masyarakat akan lebih berkwalitas. Karya cipta ini
bisa berasal dari pengetahuan tradisional maupun dari alih teknologi,
misalnya dengan bantuan komputer.
OK. Saidin menyatakan kecerdasan intelektual masyarakat
dalam suatu bangsa sangat ditentukan oleh seberapa jauh penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi oleh individu – individu dalam suatu negara.
Kreativitas manusia untuk melahirkan karya – karya intelektualitas yang
bermutu seperti hasil penelitian, karya sastra yang bernilai tinggi serta
57
Ibid,
Achmad Zen Umar Purba, 2005, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, PT. Alumni,
Bandung, hal 13
58
42
apresiasi budaya yang memiliki kualitas seni yang tinggi tidak lahir
begitu saja. Kelahirannya memerlukan banyak energi dan memerlukan biaya
besar. Kesemua itu menunjukkan betapa rumit dan beratnya beban yang
dipikul oleh segenap pihak – pihak terkait untuk kelahiran sebuah karya cipta.
Sehingga pantas hak yang terbit karenanya dirumuskan sebagai “property
rights” yang bersifat eksklusif dan diberi penghargaan yang setinggi –
tingginya, dalam wujud perlindungan hukum.59
Menurut Dicky R. Munaf seperti dikutip oleh Budi Agus Riswandi
menyatakan bahwa HKI merupakan hak yang berasal dari karya, karsa,
cipta manusia karena lahir dari kemampuan intelektualitas manusia dan
merupakan hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang
diekspresikan
kepada
khalayak
umum
dalam
berbagai
bentuknya,
yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia
juga mempunyai nilai ekonomi. Esensi yang terpenting dari setiap bagian HKI
adalah adanya suatu ciptaan tertentu. Bentuk nyata dari ciptaan tersebut
bisa di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra.60
Perlindungan hukum yang diberikan terhadap karya cipta dimaksudkan
untuk merangsang kreativitas dari pencipta agar selalu menciptakan
suatu karya yang bermanfaat dan dapat dikomersiilkan. Selama karya cipta
ini belum dieksploitasi atau belum terjadi interaksi yang bersifat mengikat
antara pencipta dengan pengguna maka karya tersebut belum dapat
menghasilkan nilai ekonomi yang maksimal. Oleh karena itu sangat
diperlukan pemahaman yang benar tentang bagaimana cara memperlakukan
karya cipta agar tetap terjaga dan terlindungi.
59
OK.Saidin, 2004, Op. Cit, hal 59
Budi Agus Riswandi, 2009, Hak Cipta Di Internet (Aspek Hukum Dan Permasalahannya
Di Indonesia), FH UII Press, Yogyakarta, selanjutnya disebut Budi Agus Riswandi I, hal 3
60
43
Karya cipta yang terbentuk seyogyanya dilindungi dari tindakan
oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab agar dalam penggunaan
karya cipta tersebut tidak merugikan pihak – pihak yang berhak mendapatkan
manfaat atas hasil karya ciptaannya. Keberadaan Undang – Undang Hak Cipta
bertujuan untuk melindungi hak – hak bagi mereka yang telah menghasilkan
karya – karya yang berasal dari pengungkapan (ekspresi) yang dikembangkan
dengan kemampuan intelektualitasnya.
Husain Audah berpendapat bahwa istilah copyright yang dapat
diartikan sebagai hak penggandaan/perbanyakan, bermula dari pemikiran
usaha
perlindungan
terhadap
karya
cipta
sastra/tulis.
Copyright atau hak penggandaan dan pengumunan biasa disebut juga dengan
istilah Hak Cipta. Hal yang menyebabkan disepakatinya sebuah perlindungan
terhadap karya yang digolongkan dalam ruang lingkup Hak Cipta,
sebenarnya berawal dari terciptanya alat – alat pengganda atau pengkopian.
Sebelum alat – alat ini ada, orang tidak meributkan masalah Hak Cipta
karena semua karya yang dibuat selalu ditampilkan dan dibawakan
secara eksklusif atau setidaknya karya tersebut tidak disebar atau
tidak dieksploitasi secara besar – besaran.61
Amir Pamuntjak menyatakan bahwa istilah Hak Cipta biasanya
dihubungkan dengan keseluruhan hasil karya dalam bidang kesenian
dan kebudayaan. Hak Cipta menjadi sangat penting karena sudah banyak
ciptaan yang dihasilkan tidak dilindungi oleh hukum, maka dengan adanya
Hak Cipta dan sudah diatur dalam undang – undang si pencipta terlindungi
hak – haknya sebagai seorang pencipta.62
Pendapat Simorangkir dikutip oleh Eddy Damian mengungkapkan
bahwa dalam sejarah perkembangan istilah Hak Cipta pada awalnya dikenal
dengan
istilah
hak
pengarang
sesuai
dengan
terjemahan
harafiah
bahasa Belanda Auteursrecht. Pada Kongres Kebudayaan Indonesia kedua,
Oktober 1951 di Bandung, penggunaan istilah hak pengarang dipersoalkan
61
Husain Audah, 2004, Hak Cipta Dan Karya Cipta Musik, PT. Pustaka Litera Antar Nusa,
Bogor, hal 3
62
Amir Pamuntjak dkk, 1994, Sistem Paten (Pedoman Praktik dan Alih Teknologi),
Djambatan, Jakarta, hal 4
44
karena dipandang menyempitkan pengertian Hak Cipta. Pencipta dan
Ciptaan merupakan dua hal yang masing – masing mempunyai konsep sendiri
dan keduanya berkenaan dengan Hak Cipta. Istilah Hak Cipta pertama kali
diusulkan oleh Moh. Syah. 63
Jika dikaitkan dengan Hak Cipta dapat dikatakan bahwa Hak Cipta
itu merupakan hak kebendaan, hal ini sesuai dengan pengertian Hak Cipta
yang menunjukkan bahwa Hak Cipta itu hanya dapat dimiliki oleh si Pencipta
atau si penerima hak. Disamping mempunyai sifat mutlak juga ada sifat
droit de preference.
Menurut Richard Burton Simatupang bahwa Hak Cipta adalah
hak khusus yang oleh pemerintah diberikan kepada seseorang yang telah
menciptakan sesuatu berdasarkan pemikiran atau keahliannya dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni dan sastra.64
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, pengertian karya adalah
ciptaan (karangan); buatan; (hasil) perbuatan; pekerjaan; dan kerja.
Pengertian cipta adalah kesanggupan pikiran untuk mengadakan sesuatu yang
baru; angan – angan yang kreatif. Jadi pengertian karya cipta adalah suatu
ciptaan yang dihasilkan dengan pikiran untuk mengadakan sesuatu yang baru.
Karya cipta ini salah satunya dalam bentuk karya cipta lagu.
Husain Audah mengungkapkan karya cipta lagu merupakan karya
yang hadir dan dapat dirasakan sebagai kebutuhan yang bersifat immaterial
atau non fisik. Keahlian mencipta lagu bagi seorang pencipta, bukan saja
kelebihan atau anugerah yang diberikan Tuhan yang dimanfaatkan hanya
untuk sekedar penyaluran ungkapan kandungan cita rasanya saja,
63
Eddy Damian, 2003, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung, PT. Alumni,
Bandung, selanjutnya disebut Eddy Damian II, hal 112
64
Richard Burton Simatupang, 1995, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta,
hal 86
45
tetapi mempunyai nilai moral dan ekonomi sehingga hasil ciptaannya dapat
menjadi sumber penghidupannya.65
Lagu merupakan sebuah karya cipta manusia yang penciptanya berhak
untuk mendapatkan manfaat atas hasil ciptaannya. Hak – hak pencipta ataupun
pemegang Hak Cipta atas lagu tersebut dilindungi oleh hukum apabila
terdapat pihak – pihak yang menggandakan atau memperbanyak karya cipta
lagu tersebut tanpa seijin pemilik hak yang bersangkutan.
Dalam Ensiklopedi Indonesia seperti dikutip oleh Untung Minardi
menyatakan bahwa lagu diartikan sebagai suatu kesatuan musik yang terdiri
atas susunan berbagai nada yang berurutan. Tiap lagu ditentukan oleh panjang
pendek dan tinggi rendahnya nada – nada tersebut. Sedangkan pengertian
musik merupakan salah satu cabang dari seni suara. Musik adalah menyusun
suara/ bunyi yang tak hanya dibatasi sebagai menyusun suara/ bunyi yang
indah semata.66
Sebuah
dapat
karya
memberikan
cipta
akan
kenikmatan
bernilai
dan
tinggi
manfaat
bila
ekonomi
kehadirannya
yang
besar.
Pemanfaatan sebuah karya cipta yang bernilai tinggi sudah sepantasnya
diimbangi dengan sebuah perlakuan yang sesuai, baik berupa penghargaan
terhadap hak moral maupun hak ekonomi dengan kompensasi yang sesuai.
Eddy Damian mengutip pendapat Bambang Kesowo menyatakan
Pencipta mempunyai hak – hak moral dan hak – hak ekonomi.
Hak moral tetap berada pada pencipta, tidak dapat dialihkan kepada
65
Husain Audah, 2004, Op. Cit, hal 17
Untung Minardi, 2007, “Pembajakan Karya Cipta Atas Lagu Atau Musik Dalam Bentuk
Video Compact Disc (VCD) Dihubungkan Dengan UU No 19 Tahun 2002 Tentang
Hak Cipta,” Tesis, Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung, hal 35
66
46
pihak lain. Namun jika Pencipta tidak akan mengeskploitasinya sendiri,
Pencipta dapat mengalihkannya kepada pihak lain yang kemudian menjadi
pemegang hak. Pengalihan hak eksploitasi/hak ekonomi suatu ciptaan
biasanya dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama yang dituangkan dalam
suatu perjanjian. Ada dua cara pengalihan hak ekonomi dari pencipta kepada
pemegang hak cipta yaitu dengan cara memberikan izin atau lisensi dan
dengan assignment yang dapat di Indonesiakan dengan istilah penyerahan.67
Insan Budi Maulana mengungkapkan Hak moral ada 4 (empat) yaitu :
1. Hak untuk mengungkapkan atau tidak mengungkapkan ciptaannya
atau penciptanya;
2. Hak untuk menarik atau mencabut izin penayangan ciptaannya
walaupun telah diungkapkan;
3. Hak untuk tetap dicantumkan nama penciptanya walaupun
ciptaannya itu telah dialihkan pada pihak lain;
4. Hak integritas yang merupakan kewenangan pencipta untuk
member atau menolak perubahan atas ciptaannya.68
Semakin berkembangnya konsep HKI di Indonesia akan membawa
perubahan
dalam
berbagai
bidang
kehidupan
masyarakat.
Masyarakat sekarang sudah semakin sadar akan pentingnya perlindungan
terhadap hasil karya ciptaannya. Dengan adanya perlindungan hukum
berkaitan dengan karya cipta diharapkan akan menumbuhkan persaingan
usaha sehat tanpa merugikan hak – hak orang lain. Hukum Hak Cipta
bertujuan untuk melindungi karya intelektual dan seni dalam bentuk ekspresi.
Ekspresi ini biasanya bisa dalam bentuk lirik lagu, puisi, artikel, buku
dan lain sebagainya. Perlindungan hukum dalam hal ini untuk menghindari
tindakan penjiplakan oleh orang lain yang tidak berhak.
67
Eddy Damian II, 2003, Loc. Cit.
Insan Budi Maulana, 1996, Tanya Jawab Paten, Merek, Dan Hak Cipta, Citra Aditya
Bakti, Bandung, selanjutnya disebut Insan Budi Maulana II, hal 145
68
47
Undang – Undang Hak Cipta berlaku terhadap hal – hal berikut :
1. Semua ciptaan warga negara, penduduk, dan badan hukum
Indonesia.
2. Semua ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk
Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang diumumkan
untuk pertama kali di Indonesia.
3. Semua ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk
Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia, dengan ketentuan
sebagai berikut :
-
Negaranya mempunyai perjanjian bilateral mengenai
perlindungan hak cipta dengan Negara Indonesia.
-
Negaranya dan Negara Indonesia merupakan pihak atau
peserta dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai
perlindungan hak cipta.
Pendaftaran Hak Cipta bukanlah untuk memperoleh perlindungan
Hak Cipta, artinya seorang pencipta yang tidak mendaftarkan Hak Cipta juga
mendapatkan perlindungan, asalkan ia benar – benar sebagai pencipta suatu
ciptaan tertentu. Pendaftaran bukanlah jaminan mutlak bahwa pendaftar
sebagai pencipta yang dilindungi hukum. Undang – Undang Hak Cipta
melindungi pencipta terlepas ia mendaftarkan ciptaannya atau tidak.
Walaupun Hak Cipta tidak memerlukan pendaftaran dan bersifat
otomatis, namun dianjurkan kepada pencipta maupun pemegang Hak Cipta
untuk mendaftarkan ciptaannya, karena surat pendaftaran ciptaan tersebut
48
merupakan alat bukti yang kuat bila suatu hari terjadi sengketa di Pengadilan.
Pendaftaran dapat dilakukan sendiri oleh pencipta atau melalui kuasanya
yaitu Konsultan Hak Kekayaan Intelektual dan terdaftar pada Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Pendaftaran ciptaan diselenggarakan oleh Departemen Hukum
dan Hak Asasi Manusia c.q. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
dan
dicantumkan
dalam
daftar
umum
ciptaan
yang
dapat
dilihat
oleh setiap orang seperti tertuang dalam ayat (2) Pasal 35 UU No 19
Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Mengenai prosedur dan cara pendaftaran
tersebut diatur tersendiri yang pembuatannya diserahkan pada Direktorat
Jenderal HKI.
Hak khusus yang diberikan kepada Pencipta sifatnya tidak mutlak
karena terdapat pembatasan – pembatasan atau pengecualian – pengecualian.
Pembatasan Hak Cipta perlu dilakukan karena secara kwantitatif sulit untuk
menentukan pelanggaran Hak Cipta, sehingga penentuan pelanggaran
Hak Cipta biasanya didasarkan pada ukuran kwalitatif. Pemakaian Ciptaan
tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau
dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang
bersifat nonkomersial, termasuk untuk kegiatan sosial. Penggunaan Ciptaan
ini misalnya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
dengan tidak merugikan kepentingan dari pencipta.
49
Yang tidak dapat didaftarkan sebagai ciptaan adalah :
a. Ciptaan diluar bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra;
b. Ciptaan yang tidak orisinil;
c.
Ciptaan yang tidak diwujudkan dalam suatu bentuk yang nyata;
d.
Ciptaaan yang sudah merupakan milik umum.
Pasal 13 UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta menentukan
Tidak ada Hak Cipta atas :
a.
Hasil rapat terbuka lembaga – lembaga negara;
b.
Peraturan perundang – undangan;
c.
Pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
d.
Putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
e. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan – badan sejenis
lainnya.
Meuwissen mengutip pendapat Locke menyatakan bahwa hak atas
property sebagai suatu hak alamiah yang sudah dimiliki setiap orang dalam
keadaan alamiah (status naturalis), karena setiap orang mempunyai hak atas
hasil – hasil dari karyanya. Karya (kerja) adalah landasan dari hak milik itu.
Terkait
padanya
pikiran
terarah
pada
keharusan
dengan
cara
ini
dapat memenuhi kebutuhan – kebutuhan manusia, ini dapat dimengerti,
sebab kebebasan alamiah adalah kebebasan bertindak, pilihan dari
alternatif – alternatif diarahkan untuk mempertahankan kebebasan manusia.
Pemilikan pribadi ini cocok dengan gambaran masyarakat dengan persaingan
bebas dan hubungan – hubungan kapitalistik awal.69
69
Ibid, hal 97
50
Dalam TRIPs disebutkan bahwa Hak Cipta merupakan hak privat
(….that intellectual property rights are private rights), artinya Hak Cipta
merupakan hak yang berhubungan atau dimiliki oleh privat
(individu/perorangan). Yang dilindungi dalam Hak Cipta adalah haknya
(hak atas ciptaan) bukan benda yang merupakan perwujudan dari hak tersebut,
karenanya membeli sebuah buku tidak sama dengan membeli Hak Cipta atas
buku tersebut.70
Berkaitan dengan kepemilikan terhadap suatu benda, termasuk dalam
hal ini Hak Cipta, memiliki sisi hukum yamg lebih pasti dan jelas.
Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa kepemilikan menunjukkan hubungan
antara seseorang dengan obyek yang menjadi sasaran pemilikan itu.
Ciri – ciri kepemilikan tersebut antara lain yaitu :
1. Pemilik berhak untuk memiliki bendanya, ia mungkin tidak
memegang atau menguasai benda itu, mungkin direbut, dicuri atau
disewakan pada orang lain, namun hak atas benda tetap ada pada
pemilik hak semula;
2. Pemilik biasanya berhak untuk menggunakan dan menikmati
benda yang dimilikinya yang pada dasarnya merupakan
kemerdekaan bagi pemilik untuk berbuat terhadap bendanya;
3. Pemilik berhak untuk menghabiskan, merusak atau mengalihkan
bendanya, termasuk dalam hal ini Hak Cipta.71
Rooseno Harjowidigdo mengungkapkan bahwa Hak Cipta menurut
Asas Droit de Suit, adalah hak yang tidak bisa dicabut dan diberikan
oleh Undang – Undang kepada Pencipta atau ahli warisnya atau instansi lain
yang dijamin oleh undang – undang, setelah meninggalnya Pencipta,
ahli waris diberikan hak untuk menuntut bagian hasil dari penjualan ulang dari
copy asli ciptaan dalam jangka waktu perlindungan Hak Cipta, hal ini dapat
pula diperluas terhadap penjualan umum atau naskah asli, dan Pencipta berhak
pula mengontrol ciptaannya berdasarkan asas Droit Moral dan juga berhak
melarang orang lain mengubah ciptaannya kedalam bentuk apapun yang dapat
berakibat buruk pada reputasi seninya.72
Seseorang bebas mengajukan permohonan atau mendaftarkan hasil
karya ciptanya karena merupakan hak privat. Hak eksklusif yang diberikan
negara kepada pelaku HKI dimaksudkan untuk memberikan penghargaan atas
70
Soedjono Dirdjosisworo, 2005, Antisipasi Terhadap Bisnis Curang, CV. Utomo, Bandung,
selanjutnya disebut Soedjono Dirdjosisworo I, hal 119
71
Satjipto Rahardjo, 1996, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, selanjutnya disebut
Satjipto Rahardjo II, hal 65
72
Rooseno Harjowidigdo, 2005, Perjanjian Lisensi Hak Cipta Musik Dalam Pembuatan
Rekaman, Perum Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta, hal 7
51
hasil karyanya agar orang lain termotivasi untuk menghasilkan karya cipta
yang lebih baik lagi dari sebelumnya.
Stainforth Ricketson menyatakan Traditionally, the term “intellectual
property” was used to refer to the rights conferred by the grant of a copyright
in literary, artistic and musical works.73
Jika diterjemahkan pernyataan tersebut bermakna : secara tradisional,
“kekayaan intelektual” digunakan untuk menunjuk pada hak – hak diberikan
oleh pengakuan dari suatu Hak Cipta pada sastra, artistik dan pekerjaan –
pekerjaan musikal.
Menurut Hanafi seperti dikutip oleh Insan Budi Maulana menyatakan
bahwa secara hakiki Hak Cipta termasuk hak milik immaterial karena
menyangkut ide, gagasan pemikiran, maupun imajinasi dari seseorang yang
dituangkan dalam bentuk karya cipta seperti buku ilmiah, karangan sastra
maupun karya seni. 74
Dalam penjelasan UU No 19 Tahun 2002 (Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4220) Tentang Hak Cipta menentukan
bahwa
Hak
cipta
terdiri
atas
hak
ekonomi
dan
hak
moral.
Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan
serta produk hak terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada
diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus
tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.
Pada
73
prinsipnya
Hak
Cipta
diperoleh
bukan
karena
pendaftaran,
Stainforth Ricketson, 1991, The Law Of Intellectual Property, The Law Book Company
Limited, Sidney, hal 3
74
Insan Budi Maulana dkk, 2000, “Tindak Pidana Hak Cipta Dan Problematika Penegakan
Hukumnya” dalam Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual 1, Pusat Studi Hukum UII,
Yogyakarta, selanjutnya disebut Insan Budi Maulana I, hal 189
52
tetapi dalam hal terjadi sengketa di pengadilan mengenai ciptaan yang
terdaftar dan yang tidak terdaftar.
Pasal 1 angka 6 UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
menentukan Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan,
baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan
menggunakan
termasuk
bahan
–
bahan
mengalihwujudkan
yang
secara
sama
ataupun
permanen
tidak
atau
sama,
temporer.
Pasal 1 angka 9 menentukan Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan
Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau
menyiarkan
pertunjukannya;
bagi
Produser
Rekaman
Suara
untuk
memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman
bunyinya; dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau
menyiarkan karya siarannya.
Berkaitan dengan sifat – sifat Hak Cipta diatur dalam UU No 19
Tahun 2002 Tentang Hak Cipta yaitu :
1. Pasal 3 ayat (1) menentukan Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak.
Ayat (2) menentukan Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan,
baik seluruhnya maupun sebagian karena :
a. Pewarisan;
b. Hibah;
c. Wasiat;
d. Perjanjian tertulis; atau
53
e. Sebab – sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang –
undangan.
2. Pasal 6 menentukan Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian
tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap
sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi
penyelesaian seluruh Ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang
tersebut,
yang
dianggap
sebagai Pencipta
adalah
orang
yang
menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing – masing
atas bagian Ciptaannya itu.
3. Pasal 7 menentukan Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang
diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan
pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah orang yang
merancang Ciptaan itu.
4. Pasal 8 ayat (1) menentukan Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan
dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, pemegang
Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan atas nama dinasnya Ciptaan itu
dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak
mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas
sampai keluar hubungan dinas.
5. Pasal 8 ayat (3) menentukan Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan
kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu
dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila
diperjanjikan lain antara kedua pihak.
54
Mengkaji masalah karya cipta akan berkaitan dengan HAM,
karena perlindungan terhadap karya cipta seseorang termasuk bagian
dari perlindungan HAM khususnya HAM di bidang ekonomi, sosial
dan budaya. Kesadaran umat manusia untuk memajukan usaha perlindungan
terhadap
HAM
mengalami
perkembangan
sehingga
dikenal
adanya
penggolongan terhadap HAM yang dikelompokkan menurut bidang – bidang
yang dianggap memiliki kesamaan. Penggolongan ini dikenal dengan sebutan
generasi HAM.
Max Boli Sabon berpendapat ada 3 (tiga) generasi HAM yaitu :
HAM Generasi I yaitu hak – hak sipil dan politik, HAM Generasi II yaitu
hak – hak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang didalamnya mencakup
salah satunya hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya cipta
(Hak Cipta), dan HAM Generasi III yaitu mencakup hak – hak atas
pembangunan.75
Bazar Harahap menyatakan bahwa HAM adalah hak seorang manusia
yang sangat asasi yang tidak bisa diintervensi oleh manusia diluar dirinya
sendiri atau oleh kelompok ataupun lembaga manapun untuk meniadakannya.
HAM pada hakekatnya telah ada sejak seorang manusia masih berada dalam
kandungan sampai ia meninggal dunia. HAM berlaku universal untuk semua
orang dan di semua negara namun dalam praktek penegakan dan perlindungan
HAM disuatu negara berbeda dengan negara lain.76
Perlindungan HAM menjadi sangat penting dalam masa sekarang,
karena dalam kehidupan manusia yang serba kompleks ini terjadi interaksi
dalam berbagai bidang. Dengan adanya interaksi ini akan menimbulkan
tindakan yang salah satunya dapat berdampak merugikan kepentingan
orang lain apabila tidak dibatasi oleh aturan. Pembatasan ini dimaksudkan
75
Max Boli Sabon, 2008, Op. Cit, hal 36
Bazar Harahap dan Nawangsih Sutardi, 2007, Hak Asasi Manusia Dan Hukumnya, Jakarta,
hal 6
76
55
untuk mencegah dilakukannya pelanggaran HAM oleh orang lain yang
tidak bertanggung jawab.
Romli Atmasasmita mengemukakan salah satu konsekuensi penting
dari pengakuan hak – hak dasar oleh Pemerintah RI dan seluruh rakyat
Indonesia adalah diwujudkannya dalam bentuk peraturan perundang –
undangan karena merupakan rambu- rambu untuk terciptanya kepastian
hukum, perlindungan hukum, dan keadilan hukum. Esensi pembentukan
hukum dan perundang – undangan adalah pengaturan perilaku anggota
masyarakat dan aparatur penegak hukum dalam upaya peningkatan HAM.77
Dalam
upaya
meningkatkan
perlindungan
terhadap
HAM
diperlukan ikut campur pemerintah agar pemenuhan HAM tersebut
mempunyai kepastian hukum. Tanggung jawab pemerintah memegang
peranan penting karena melalui aparaturnya dapat dibentuk suatu produk
peraturan yang mengandung sanksi karena keberlakuannnya dapat dipaksakan.
Walaupun setiap orang mempunyai hak sejak dalam kandungan, namun tetap
memerlukan pengaturan yang jelas dan tegas dari pemerintah agar tidak terjadi
tindakan yang melawan hukum. Hal ini sesuai dengan Teori HAM khususnya
Teori Hukum Positif yang mengedepankan perlunya pengaturan perlindungan
HAM dalam suatu aturan tertulis agar mempunyai kekuatan hukum.
Hak milik intelektual atau IPR termasuk dalam HAM yang dilindungi
oleh negara. Setiap HAM wajib dijamin oleh pemerintah suatu negara dalam
bentuk peraturan perundangan untuk mencegah terjadinya pelanggaran
terhadap HAM tersebut ataupun untuk mengatasi setiap pelanggaran HAM
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Amir Pamuntjak mengungkapkan jika hak milik intelektual seseorang
dilindungi dengan perundangan, maka hak ini masuk dalam kelompok
77
Romli Atmasasmita, 2001, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum,
Mandar Maju, Bandung, hal 132
56
Statutory Right seperti hak paten, hak merek dagang, Hak Cipta
dan sebagainya. Untuk merumuskan cara pelaksanaan statutory hak milik
intelektual disusun surat persetujuan (kontrak) lisensi antara pemilik hak
tersebut (licensor) dan penerima hak (licensee). Jika hak – hak milik
intelektual tidak ditentukan dalam suatu perundangan, hak – hak ini masuk
dalam golongan Non Statutory Rights seperti : know – how, franchise,
distributorship (keagenan) dan sebagainya.78
Dalam UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM mengatur adanya
pembatasan dan larangan yang dimaksudkan untuk menjamin pengakuan dan
penghormatan terhadap HAM serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan,
ketertiban umum, dan kepentingan bangsa.
LG. Saraswati menyatakan konsep HAM memiliki beberapa makna
yaitu : hak yang selalu berupa tuntutan, hak yang memang merupakan tuntutan
yang sah (tuntutan yang memiliki dasar pembenaran akan sesuatu atau
melawan seseorang atau institusi); dan tuntutan yang memiliki kekuatan
hukum (disertai tindakan atau sanksi yang memadai untuk pemenuhan secara
efektif hak tersebut). Jadi hak merupakan tuntutan atau harapan yang memiliki
dasar pembenaran.79
Jika dikaji pendapat dari LG. Saraswati mempunyai makna bahwa
setiap orang mempunyai hak yang wajib dilindungi oleh pemerintah,
namun untuk mendapat jaminan kepastian hukum maka hak – hak tersebut
perlu dimuat dalam peraturan perundang – undangan.
Pendapat Thomas seperti dikutip oleh Meuwissen menyatakan bahwa
hukum kodrat tidak memberikan hukum yang langsung dapat diterapkan,
tetapi memuat asas – asas yang harus dijabarkan dalam tata hukum positif.
Asas – asas ini menjadi dasar diciptakan suatu aturan umum yang didalamnya
mengandung
penghormatan
terhadap
kepribadian
tiap
orang
untuk
memperoleh wujudnya. Perundang – undangan umum itu adalah suatu asas
78
Amir Pamuntjak dkk, 1994,Op. Cit, hal 1
LG.Saraswati dkk, 2006, Hak Asasi Manusia (Teori, Hukum,Kasus), Filsafat UI Press,
Jakarta, hal 77
79
57
dasar dari tatanan hukum, karena didalamnya memuat pengaturan diri sendiri
dari tiap orang agar memperoleh apa yang menjadi haknya.80
Pengaturan diri sendiri terhadap orang lain merupakan upaya untuk
mencegah agar kebebasan yang dimiliki manusia tidak digunakan sebebas –
bebasnya tanpa batas namun tetap harus ada aturannya agar kebebasan
tersebut tidak disalahgunakan. Kebebasan untuk menciptakan suatu karya
cipta merupakan hak setiap orang dalam upaya untuk mengembangkan
kreativitas yang ada dalam dirinya agar bisa bermanfaat. Karya cipta ini
merupakan hasil dari ciptaan manusia yang bisa juga dinikmati oleh orang lain
namun tetap harus memperhatikan aturan yang ada agar tidak merugikan
hak – hak dari pemilik hak cipta tersebut.
2.2. Kewenangan Ditjen HKI Dalam Pengaturan Karya Cipta Lagu
Budi Agus Riswandi menyatakan lingkup Hak Cipta meliputi
pada hasil – hasil karya intelektual dalam bentuk karya seni, sastra dan
ilmu pengetahuan. Hak Cipta diperoleh secara otomatis tatkala karya tersebut
telah diwujudkan secara nyata. Namun demikian, untuk kebutuhan
pembuktian Hak Cipta dimungkinkan untuk didaftarkan ke Direktorat
Jenderal HKI.81
Budi Agus Riswandi mengungkapkan sejalan dengan keikutsertaan
Indonesia dalam perjanjian multilateral GATT/WTO, yang didalamnya juga
tercantum TRIPs Agreement maka konsekuensi yuridis yang harus dilakukan
adalah Indonesia harus melakukan pembaharuan terhadap UU No 7
Tahun 1987, kemudian lahirlah UU No 12 Tahun 1997 Tentang Hak Cipta.
Dalam kenyataannya upaya pembaharuan ini masih terus bergulir dengan
diperbaharuinya ketentuan UU No 12 Tahun 1997 menjadi UU No 19
Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Undang – undang ini merupakan produk
paling akhir yang kini diberlakukan dan menjadi dasar hukum bagi pengaturan
Hak Cipta di Indonesia.82
80
Meuwissen diterjemahkan oleh Arief Sidharta, 2007, Pengembanan Hukum,
Ilmu Hukum, Teori Hukum, Dan Filsafat Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, hal 84
81
Budi Agus Riswandi I, 2009, Op. Cit, hal 7
82
Ibid, hal 35
58
Achmad Zen Umar Purba seperti dikutip oleh Djamal menyatakan
istilah Hak Kekayaan Intelektual adalah istilah yang digunakan masa kini,
yang pada periode sebelumnya antara Tahun 1945 - 1959 hanya dikenal
dengan istilah hak paten, hak merek, hak desain dan hak pengarang
(kini disebut Hak Cipta) yang ditangani oleh Kantor Milik Perindustrian.
Kemudian dengan lahirnya Keppress Nomor 144/1998 Tentang Perubahan
Atas Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1998 Tentang Kedudukan, Tugas,
Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Depatemen sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 142 Tahun 1998,
di dalam pasal disebutkan bahwa Departemen Kehakiman terdiri dari :
1. Menteri Kehakiman;
2. Sekretariat Jenderal;
3. Inspektorat Jenderal;
4. Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang – undangan;
5. Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Inteletual;…dst.83
Pada Tahun 1986 Presiden Republik Indonesia membentuk sebuah
tim khusus di bidang HKI dengan Keputusan Nomor 34 Tahun 1986,
yang kemudian lebih dikenal dengan nama Tim Keppres 34. Tim ini
mempunyai tugas utama mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang
HKI, perancangan peraturan perundang – undangan di bidang HKI dan
sosialisasi HKI di kalangan instansi – instansi pemerintah terkait,
aparat penegak hukum dan masyarakat luas.84
Perubahan nama kantor yang menangani HKI pada Tahun 1989
dikeluarkan Keppres Nomor 32 yang menetapkan pembentukan Direktur
Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (Ditjen. HCPM) guna mengambil alih
fungsi dan tugas dari Direktorat Paten dan Hak Cipta di bawah Departemen
83
Djamal, 2009, Hukum Acara Hak Kekayaan Intelektual Di Indonesia, Pustaka Reka Cipta,
Bandung,selanjutnya disebut Djamal I, hal 2
84
Ibid, hal 5
59
Kehakiman. Kemudian berdasarkan Keppres Nomor 144 Tahun 1998 Direktur
Jenderal hak Cipta, Paten dan Merek (Ditjen. HCPM) diubah menjadi
Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (Ditjen HAKI).
Kini bernama Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.85
Kewenangan Ditjen HKI dalam pengaturan karya cipta lagu sangat
berperan penting agar aturan yang terbentuk kedepannya mampu mengatasi
setiap persoalan hukum yang terjadi khususnya yang berkaitan dengan
penggandaan karya cipta lagu secara tidak sah tanpa seijin pihak – pihak
yang berhak.
Zen Umar menyatakan, untuk menunjukkan lingkup pekerjaan yang
dipercayakan kepada Ditjen Hak Kekayaan Intelektual maka akan
dikemukakan unit – unit kerja yang berada didalamnya yakni:
Sekretariat Ditjen; Direktorat Hak Cipta; Desain Industri; Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang; Direktorat Paten; Direktorat Merek;;
Direktorat Kerjasama dan Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual; dan
Direktorat Teknologi Informasi.86
Penjabaran tugas pada beberapa direktorat itu sejalan dengan
Direktorat Jenderal, yaitu :
a. Mengelola sistem hak kekayaan intelektual dengan
memberikan perlindungan, penghargaan dan pengakuan
kreativitas;
b. Mempromosikan teknologi, investasi yang berbasis
pengetahuan dan pertumbuhan ekonomi; dan
c. Merangsang pertumbuhan karya dan budaya yang inovatif.87
misi
cara
atas
ilmu
Hak kekayaan intelektual mencakup hampir segenap segi kehidupan
manusia. Oleh sebab itu, pelaksanaan sistem hak kekayaan intelektual
dilakukan
secara
koordinatif
dengan
berbagai
instansi/pihak
terkait.
Adanya misi tersebut diatas berupaya untuk mengembangkan sistem
hak kekayaan intelektual yang efektif sehingga tujuan dari pembangunan
nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud melalui
85
86
87
Ibid, hal 6
Achmad Zen Umar Purba, 2005, Op. Cit, hal 164
Ibid, hal 165
60
pengembangan karya intelektual yang diharapkan dapat bersaing secara sehat
dalam dunia bisnis Internasional. Ditjen HKI diberikan wewenang oleh negara
untuk melakukan koordinasi dan bertindak dalam upaya meningkatkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan terhadap karya
intelektual, karena semakin tinggi tingkat kesadaran masyarakat untuk
menghargai hasil karya orang lain, otomatis akan semakin sedikit pelanggaran
yang dilakukan.
Achmad Zen Umar Purba menyatakan dalam rangka peningkatan
kesadaran masyarakat terdapat dua target yang berbeda. Pertama, mereka yang
sudah berkarya guna memanfaatkan hak kekayaan intelektual.
Kedua, mereka yang berpotensi untuk itu agar meningkatkan karya – karya
intelektual untuk kemudian memanfaatkan hak kekayaan intelektual sebagai
sistem perlindungan. Untuk target pertama dilakukan oleh Ditjen HKI sebagai
administrasi hak kekayaan intelektual bekerjasama dengan pihak – pihak lain,
sedang yang kedua harus dilakukan oleh institusi terkait sesuai bidangnya
dengan konsultasi pada Ditjen HKI.88
Sistem hak kekayaan intelektual bersifat luas karena melibatkan
beberapa instansi terkait yang diharapkan dapat meningkatkan perlindungan
HAM khususnya hak untuk mengembangkan diri dan memperoleh manfaat
atas hasil kreativitas pengembangan dirinya.
Ditjen HKI mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan
kebijakan dan standarisasi teknis di bidang HKI. Dalam menjalankan
tugasnya, Ditjen HKI mempunyai fungsi :
1. Perumusan kebijakan di bidang HKI;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang HKI sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang – undangan yang berlaku;
3. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan peraturan
di bidang HKI;
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi;
5. Pelaksanaan urusan administrasi di lingkungan Ditjen HKI.89
88
Ibid, hal 185
Direktorat Jenderal HKI, Departemen Hukum Dan HAM RI, 2007, Penegakan Hukum
di bidang HKI, Jakarta, selanjutnya disebut Ditjen HKI II, hal 19
89
61
Kewenangan Ditjen HKI dalam meningkatkan perlindungan terhadap
hak kekayaan intelektual tidak hanya dapat terwujud dengan upaya
seperti diuraikan diatas, namun juga diperlukan peningkatan perlindungan
hukum yang dapat mengurangi pelanggaran HAM dalam bidang kekayaan
intelektual. Salah satu upaya yang bisa dilakukan yaitu dengan pembentukan
peraturan di bidang karya intelektual yang diharapkan mampu lebih
mengakomodasi segala kepentingan pihak – pihak yang terkait didalamnya.
Terkait dengan pengaturan di bidang karya intelektual khususnya
pengaturan
karya
cipta
lagu
tidak
secara
spesifik
diatur
dalam
UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Padahal di zaman yang serba
canggih ini memungkinkan banyak terjadi pelanggaran Hak Cipta misalnya
penggandaan karya cipta lagu secara tidak sah. Seharusnya Ditjen HKI lebih
selektif dalam mengatasi setiap persoalan yang terjadi agar pelaku
penggandaan karya cipta lagu yang bertindak melanggar hukum dapat
dikenakan sanksi tegas. Sarana yang bisa digunakan untuk menggandakan
karya cipta lagu agar tidak dikategorikan melanggar hukum juga belum diatur
dalam UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Hal inilah yang
menyebabkan sering terjadi penggandaan karya cipta lagu yang tidak sah
sehingga dapat merugikan pencipta ataupun pemegang Hak Cipta.
Penyempurnaan peraturan di bidang Hak Cipta mengalami beberapa
perubahan untuk lebih memberikan perlindungan hukum kepada pihak – pihak
yang
berhak
memperoleh
penghargaan
atas
hasil
ciptaannya.
62
UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta berusaha menyesuaikan substansi
aturannya dengan standar yang telah ditentukan dalam TRIPs.
Awalnya perlindungan Hak Cipta karena adanya Konvensi Berne,
yaitu Berne Convention for the Protection Of Literary and Artistic Works,
adalah Konvensi multilateral terpenting dalam Hak Cipta. Konvensi Berne
berpegang pada (3) tiga prinsip dasar yaitu :
1.
Perlakuan Nasional (National Treatment);
2.
Perlindungan otomatis (Automatic Protection);
3.
Kebebasan Perlindungan (Independent Protection).90
Selain pengaturan dalam Konvensi Berne, Hak Cipta juga diatur
dalam TRIPs, adalah suatu perjanjian multilateral terpenting berkaitan dengan
HKI. Agreement ini mulai berlaku 1 Januari 1995 dan Indonesia telah
meratifikasinya dan berkewajiban melaksanakan perjanjian ini. Indonesia
meratifikasi TRIPs melalui UU No 7 Tahun 1994 sebagai konsekwensi
keikutsertaannya dan Indonesia berkewajiban mengharmonisasikan sistem
hukum HKI nya sesuai dengan standar – satndar yang ditetrapkan TRIPs,
yang pada intinya menetapkan :
1. Mengurangi penyimpangan dan hambatan – hambatan dalam
perdagangan internasional;
2. Promosi lebih efektif tentang perlindungan HKI;
3. Mempromosikan atau mendorong inovasi teknologi;
90
Sanusi Bintang, 1998, Op. Cit, hal 67
63
4. Menyediakan keseimbangan antara hak dan kewajiban antara
produsen dengan pemakai.91
Yoan Nursari Simanjuntak menyatakan bahwa tidak berbeda halnya
dengan institusi – institusi sosial yang lain, maka fungsi dan peran Ditjen
HKI selaku lembaga yang menangani pengurusan kekayaan intelektual tidak
dapat ditetapkan atau ditentukan menurut kehendak sendiri, melainkan
ditentukan oleh realitas dan tuntutan kebutuhan masyarakatnya. Artinya,
dalam upaya menjalankan tugas dan fungsinya, Ditjen HKI dan perpanjangan
tangannya pada tiap Kanwil Kehakiman Propinsi selalu berhadapan dan
dibatasi oleh expected reactions yang datangnya dari masyarakat pengguna.
Sebuah lembaga hukum tidak dapat bekerja atau beroperasi menurut
kebutuhannya sendiri, melainkan turut didisiplinkan dan ditata oleh harapan –
harapan serta kebutuhan – kebutuhan masyarakat yang dilayani.92
2.3. Akibat Hukum Penggandaan Karya Cipta Lagu
Makin cepat terjadi perubahan dalam kehidupan masyarakat
maka akan semakin cepat pula berkembang tuntutan dari masyarakat
untuk membuat suatu peraturan yang diharapkan mampu mengatasi
setiap persoalan yang timbul akibat perubahan tersebut. Salah satu perubahan
yang terjadi dalam masyarakat Indonesia yaitu munculnya permasalahan
yang berkaitan dengan penggandaan karya cipta lagu yang dilakukan
oleh orang – orang yang tidak bertanggung jawab. Penggandaan karya cipta
lagu tanpa persetujuan dari pencipta atau pemegang Hak Cipta merupakan
tindakan yang dianggap melanggar hukum.
Penggandaan karya cipta lagu tanpa seijin pemiliknya merupakan
tindakan yang merugikan hak – hak dari pencipta ataupun pemegang
Hak Cipta. Seseorang yang menggandakan atau memperbanyak hasil karya
91
Ibid,
Yoan Nursari Simanjuntak, 2006, Hak Desain Industri (Sebuah Realitas Hukum
Dan Sosial), Srikandi, Surabaya.
92
64
atau ciptaan orang lain secara tidak sah dianggap telah melakukan tindakan
pelanggaran HAM khususnya hak untuk memperoleh manfaat dari
hasil ciptaannya. Penggandaan karya cipta lagu atas ijin pencipta ataupun atas
ijin pemilih hak yang bersangkutan maka dikategorikan sebagai penggandaan
atau perbanyakan yang legal atau sah, sedangkan penggandaan karya cipta
lagu tanpa ijin pemilik hak yang bersangkutan maka dikategorikan sebagai
penggandaan yang tidak sah atau illegal.
Memperbanyak lagu melalui HP dengan fasilitas MP3 merupakan
hal yang umum dilakukan dikalangan masyarakat, namun apabila dikaji
dari segi hukum merupakan suatu pelanggaran. Hal ini ditegaskan dalam
Pasal 12 ayat (1) UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta yang menentukan
Dalam undang – undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a. Buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya
tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis orang lain;
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan
pantomim;
f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir,
65
seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g. Arsitektur;
h. Peta;
i. Seni batik;
j. Fotografi;
k. Sinematografi;
l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya
lain dari hasil pengalihwujudan.
Mengkaji dari ketentuan tersebut diatas, maka dapat dilihat
bahwa lagu merupakan salah satu hasil karya cipta yang dilindungi
oleh pemerintah. Dalam penerapan ketentuan ini tentu diperlukan dukungan
dari
berbagai
pihak
agar
penerapan
hukumnya
lebih
efektif.
Dari pihak pemerintah harus lebih tegas dalam menerapkan sanksi bila terjadi
pelanggaran terhadap ketentuan ini, dari pihak masyarakat juga seyogyanya
mempunyai kesadaran untuk tidak melakukan tindakan yang tergolong
tindakan melawan hukum, begitu juga pemegang Hak Cipta harus lebih
waspada agar hasil ciptaannya tidak diperbanyak dengan cara melawan
hukum. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemegang Hak Cipta
adalah mendaftarkan hasil ciptaannya kepada instansi terkait.
Ada beberapa ciptaan yang dilindungi dan dijamin oleh hukum dalam
pelaksanaannya untuk menghindari terjadinya tindakan pelanggaran HAM
oleh orang yang tidak berhak. Beberapa pelanggaran yang tidak dianggap
66
sebagai pelanggaran Hak Cipta diatur dalam Pasal 15 UU No 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta yang menentukan Dengan syarat bahwa sumbernya
harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran
Hak Cipta :
a. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari pencipta;
b. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian,
guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;
c. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian,
guna keperluan :
(1). Ceramah yang semata – mata untuk tujuan pendidikan dan
ilmu pengetahuan; atau
(2). Pertunjukkan atau pementasan yang tidak dipungut
bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan
yang wajar dari Pencipta;
d. Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra dalam huruf braille guna keperluan para tuna netra,
kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial;
e. Perbanyakan
suatu
ciptaan
selain
program
komputer,
secara terbatas dengan cara atau alat apapun atau proses yang
serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau
67
pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata –
mata untuk keperluan aktivitasnya;
f. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan
teknis atas karya arsitektur, seperti ciptaan bangunan;
g. Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik
Program Komputer yang dilakukan semata – mata untuk
digunakan sendiri.
Muhamad Djumhana berpendapat doktrin – doktrin yang berkembang
dalam perlindungan Hak Cipta diantaranya yaitu Doktrin Publisitas;
Making Available Right dan Merchandising Right; Doktrin Penggunaan Yang
Pantas; Doktrin Kerja Atas Dasar Sewa; Perlindungan (Hak) Karakter;
Pengetahuan Tradisional dalam Lingkup Keterkaitan Hak Cipta;
Cakupan – Cakupan Baru Dalam Perlindungan Hak Cipta; Software Free,
Copyleft, Open Source.93
Wyasa Putra dkk berpendapat secara umum masyarakat
negara – negara berkembang sangat potensial menjadi pelanggar
Hak Cipta. Pendukungnya antara lain, adalah : faktor ekonomi,
seperti ketidakmampuannya membeli produk barang asli, kemajuan teknologi,
misalnya mudahnya menggandakan buku – buku dengan mesin photo copy,
serta kuatnya konsep kepemilikan secara komunal dalam masyarakat,
adanya anggapan bahwa hasil karya cipta adalah untuk kepentingan banyak
orang dan bukan hanya untuk kepentingan individu semata. Sementara itu
negara – negara maju yang masyarakatnya sudah banyak menghasilkan karya
intelektual, serta didukung dengan kesadaran hukum yang tinggi dibidang
hukum HKI, merasa sangat dirugikan atas kasus – kasus pelanggaran karya
intelektual, termasuk didalamnya pelanggaran Hak Cipta.94
Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai pelanggaran Hak Cipta
apabila perbuatan tersebut melanggar hak khusus dari Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta, yaitu :
93
Muhamad Djumhana I, 2006, Op. Cit, hal 37
Ida Bagus Wyasa Putra dkk, 2003, Hukum Bisnis Pariwisata, PT. Refika Aditama,
Bandung, hal 120
94
68
a. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak
suatu ciptaan.
b. Dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mendengarkan, atau
menjual kepada umum ciptaan hasil pelanggaran Hak Cipta atau
Hak Terkait.
c. Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk
kepentingan komersial suatu Program Komputer.
d. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan setiap ciptaan yang
bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang agama,
pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, serta ketertiban
umum setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta.
e. Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak atau mengumumkan
potret seseorang atau tanpa izin ahli warisnya.
f. Dengan sengaja dan tanpa hak merubah suatu ciptaan walaupun
Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain tanpa persetujuan
Pencipta atau tanpa persetujuan ahli warisnya bila pencipta sudah
meninggal dunia.
g. Dengan sengaja dan tanpa hak merubah atau meniadakan informasi
manajemen hak Pencipta.
h. Dengan sengaja dan tanpa izin Pencipta, merusak, meniadakan,
atau membuat tidak berfungsi sarana kontrol teknologi sebagai
pengaman Hak Cipta.
69
i. Dengan sengaja melanggar peraturan perizinan dan persyaratan
produksi yang ditetapkan oleh instansi berwenang terhadap ciptaan
yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi, khususnya
di bidang cakram optic (optical disc).
Penggandaan karya cipta lagu ini secara tidak sah selain melalui kaset,
CD, VCD bahkan sudah mulai dilakukan melalui MP3 yang dapat mentransfer
lagu atau musik melalui Hand Phone (HP). Hal ini dapat mengakibatkan
kerugian bagi pemilik Hak Cipta karena mereka tidak dapat menikmati nilai
ekonomis dari karya ciptanya karena penggandaan karya cipta lagu tersebut
dilakukan tanpa seijin pemilik hak yang sah. Seiring perkembangan teknologi,
perbanyakan karya cipta lagu dapat dilakukan melalui media HP dengan
fasilitas MP3. Lagu dapat di transfers dari HP yang satu ke HP yang lainnya.
Terkait dengan tindakan penggandaan karya cipta lagu yang dilakukan
tanpa seijin pemilik Hak Cipta atau tanpa seijin pencipta akan dikenakan
sanksi seperti yang diatur dalam Pasal 72 ayat (1) UU No 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta yang menentukan Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa
hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau
Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing –
masing paling singkat 1(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7(tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Dalam Hak Cipta berlaku delik biasa yang berbeda dengan kelompok
HKI lainnya seperti Merek, Paten, Desain Industri dan lain – lain
yang menggunakan delik aduan. Jadi setiap pelanggaran Hak Cipta
akan
langsung
ditindak
oleh
pihak
Kepolisian
tanpa
rekomendasi
dari pemegang Hak Cipta. Ancaman pidana dalam pelanggaran Hak Cipta
tetap menekankan pada aspek hukuman badan, disamping meningkatkan
70
jumlah pidana denda yang berbeda dari bidang – bidang hak kekayaan
intelektual lainnya.
-
Menurut Achmad Zen Umar Purba, alasan dipertahankannya status
delik biasa pada Hak Cipta disebabkan beberapa karakter khusus Hak Cipta,
antara lain :
Hak Cipta lahir bukan karena pendaftaran;
Karya cipta yang dilindungi, apalagi berkat perkembangan
teknologi mutakhir, sangat rentan untuk dibajak;
Keinginan para pelaku di bidang karya cipta agar terhadap
Hak Cipta dihukum seberat – beratnya. 95
Undang - Undang Hak Cipta menempatkan tindak pidana Hak Cipta
sebagai delik biasa yang dimaksudkan untuk menjamin perlindungan yang
lebih baik dari sebelumnya, dimana sebelumnya tindak pidana Hak Cipta
dikategorikan sebagai delik aduan. Perubahan sifat delik ini adalah merupakan
kesepakatan
masyarakat
yang
menyebabkan
suatu
pelanggaran
bisa
diperkarakan ke Pengadilan secara cepat dan tidak perlu menunggu pengaduan
terlebih dahulu dari pemegang Hak Cipta.
Perkembangan masyarakat yang begitu pesat diakibatkan oleh
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menimbulkan proses
perubahan kehidupan, keadaan ini memerlukan pengaturan agar perubahan
yang terjadi dalam kehidupan manusia dapat dikendalikan secara teratur.
Pembentukan suatu produk hukum harus mampu mengimbangi kepentingan
masyarakat yang semakin kompleks.
Muhammad Siddiq mengungkapkan kecenderungan produksi
peraturan yang makin lama makin kompleks inilah yang mendorong
munculnya gejala “hiperregulasi”. Gejala ini sudah muncul mulai akhir abad
ke-19 dan awal abad ke-20. Sebagai respons terhadap kekecewaan umum
terhadap fenomena kapitalisme klasik dan liberalisme yang didasarkan atas
paham individualisme yang ekstrim, umat manusia dengan antusiasnya
95
Achmad Zen Umar Purba, 2005, Op. Cit, hal 135
71
mengembangkan aliran pemikiran sosialisme yang menjadi landasan
berkembangnya gagasan mengenai welfare state atau negara kesejahteraan.96
Muhammad Siddiq juga berpendapat dalam paham welfare state,
berbagai persoalan – persolan sosial dan ekonomi yang dimasa sebelumnya
dianggap sebagai wilayah pasar bebas yang tidak boleh diintervensi
oleh kekuasaan negara, maka atas pengaruh sosialisme itu diharuskan
menjadi perhatian penting yang harus diurus juga oleh negara dengan penuh
tanggung jawab. Untuk mengatasi segala kerumitan yang timbul dalam
dinamika masyarakat, maka mau tidak mau masyarakat dipaksa untuk
membuat segala macam aturan yang memang dibutuhkan. Makin kompleks
skala dan dimensi perubahan itu terjadi, makin meningkat pula kebutuhan
akan norma pengatur dan pengendali itu berkembang.97
Henc van Maarseven dan Ger van der Tang mengungkapkan :
the energy which many states have expended on amending or renewing their
constitutions in recent decades requires an explanation. That explanation is to
be found in the functions which constitutions fulfil. Constitutions can be used
by numerous political systems and cater to a multitude of political needs.
Constitutions can therefore be termed “multivalent” political instruments,
and as such they naturally arouse curiosity as to the specific contributions
which they make to given political systems. This curiosity can usually be
satisfied in the case of a particular constitution since the national literature
on the subject often contains an abundance of conjectures and suppositions
about the functions of the constitution.98
Jika diterjemahkan pernyataan tersebut bermakna : energi yang telah
dikeluarkan
oleh
banyak
negara
bagian
untuk
memperbaiki
atau
memperbaharui konstitusi/ perundang – undangan mereka akhir – akhir ini
memerlukan suatu penjelasan. Penjelasan itu akan ditemukan pada fungsi –
fungsi yang dipenuhi konstitusi. Konstitusi dapat digunakan oleh banyak
sistem politik dan melayani berbagai keperluan politik. Konstitusi karenanya
dapat disebut sebagai alat politik “multivalent” (banyak fungsi), dan juga
konstitusi tersebut secara alami meningkatkan keingintahuan tentang
96
Muhammad Siddiq, 2009, Perkembangan Pemikiran Teori Ilmu Hukum, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta, hal 117
97
Ibid, hal 118
98
Henc van Maarseven dan Ger van der Tang, 1978, Written Constitutions ( A Computerized
Comparative Study), Oceana Publications, INC, New York, hal 273
72
kontribusi spesifik konstitusi yang mereka buat untuk sistem politik tertentu.
Keingintahuan ini biasanya dapat dipuaskan dalam hal konstitusi tertentu
karena pustaka nasional untuk topik tertentu seringkali mengandung
sangat banyak spekulasi dan anggapan tentang fungsi konstitusi.
Menurut Soediman Kartohadiprodjo seperti dikutip oleh Arief Sidharta
menyatakan pandangan hidup orang Barat yang disebut individualisme adalah
pandangan yang ditumbuhkan pada zaman Renaissance yang kemudian
memperoleh pengolahan dan perumusan kefilsafatan. Pandangan ini bertitik
tolak dari keyakinan bahwa manusia itu diciptakan bebas dan sama,
yang satu lepas dari yang lain, masing – masing dengan kekuasaan penuh.
Sedangkan bangsa Indonesia menganut pandangan hidup yang titik tolaknya
berbeda dari itu. Bangsa Indonesia berpandangan bahwa manusia itu
diciptakan dalam kebersamaan dengan sesamanya; individu dan kesatuan
pergaulan hidupnya (masyarakat) merupakan suatu kedwitunggalan.99
Setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh masyarakat dalam suatu
negara yang menganut konsep negara hukum pasti ada konsekuensi
hukumnya,
karena
hukum
memegang
kedudukan
tertinggi
dalam
negara tersebut. Termasuk juga apabila terjadi penggandaan karya cipta lagu
secara tidak sah pasti akan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku
dalam negara yang bersangkutan. Penerapan konsep negara hukum antara
negara yang satu dengan negara yang lain tentunya berbeda tergantung
sistem hukum yang dianut oleh negara tersebut, namun tujuannya sama
99
Bernard Arief Sidharta,2000, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju,
Bandung, hal 173
73
yaitu untuk mewujudkan kedamaian dalam kehidupan manusia dengan
mengedepankan perlindungan terhadap HAM masyarakat di negara tersebut.
Mukthie Fadjar mengungkapkan dari latar belakang sejarah
kelahirannya, konsep rechtsstaat atau rule of law sangat dipengaruhi oleh
paham liberalisme dan individualisme yang merupakan falsafah yang dianut
oleh kebanyakan negara – negara Barat. Namun demikian, cita – cita (idea)
yang terkandung didalamnya sama yaitu menginginkan perlindungan terhadap
hak – hak asasi manusia. Idea – idea itu bersifat universal yang merupakan
milik umat manusia kapan dan dimanapun berada.100
Satjipto Rahardjo menyatakan esensi rechtsstaat terletak pada
pemisahan antara struktur politik negara dari penataan hukum. Fungsi hukum
yakni untuk menjamin kemerdekaan dan kepastian. Pemfungsian hukum yang
demikian itu merupakan hasil karya dari golongan borjuis yang kemudian
melahirkan negara hukum liberal. Di Inggris keadaannya berbeda, rule of law
tidak dipisahkan dari struktur politik. Doktrin rule of law di Inggris tidak
terpisah dari supremasi parlemen. Supremasi parlemen merupakan inti dari
sistem konstitusi di negara itu. Parlemen memiliki kekuasaan demikian besar
dan dapat melakukan apa saja, termasuk pada saat mewujudkan rule of law.101
100
Mukthie Fadjar, 2005, Op. Cit, hal 21
Satjipto Rahardjo, 2009, Lapisan – Lapisan Dalam Studi Ilmu Hukum, Bayumedia
Publishing, Malang, selanjutnya disebut Satjipto RahardjoI, hal 65
101
Download