BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGGANDAAN KARYA CIPTA LAGU 2.1. Pengertian HKI Dan Karya Cipta Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai ragam budaya yang berpotensi untuk dikembangkan agar mampu menghasilkan karya seni dan sastra yang bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bermanfaat untuk orang lain. Pengembangan kreativitas manusia ini sudah selayaknya diberikan perlindungan oleh pemerintah agar orang yang menciptakan karya tersebut merasa dihargai atas hasil karya ciptaannya sehingga memacu untuk berkreativitas yang lebih berkwalitas lagi. Menurut Suyud Margono, secara substansif pengertian HKI dapat dideskripsikan sebagai “Hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia”. Penggambaran ini pada dasarnya memberikan kejelasan bahwa HKI menjadikan karya – karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia sebagai inti dan obyek pengaturannya.47 Istilah HKI menurut Suyud Margono terdiri dari 3 (tiga) kata kunci yaitu hak, kekayaan dan intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli maupun dijual. Kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur dan sebagainya. HKI merupakan hak – hak (wewenang/kekuasaan) untuk berbuat sesuatu atas kekayaan intelektual tersebut, yang diatur oleh norma – norma atau hukum – hukum yang berlaku.48 47 Suyud Margono, 2009, Hukum Anti Monopoli, Sinar Grafika, Jakarta, selanjutnya disebut Suyud Margono I, hal 171 48 Ibid, hal 38 37 38 Adami yang Chazawi menyatakan mengutip bahwa manusia pendapat normal Rachmadi memiliki daya Usman pikir, kemampuan intelektual atau kemampuan otak, meskipun kemampuan intelektual tersebut tidak sama. Disamping dibawa sejak lahir dan sudah berbeda – beda, kemampuan intelektual manusia tersebut juga dapat dibentuk dan ditingkatkan berdasarkan pendidikan dan latihan. Kemampuan intelektual manusia di bidang tertentu diarahkan pada suatu kegiatan intelektual untuk menghasilkan dan memperoleh sesuatu yang disebut karya atau temuan (invensi). Karya – karya intelektual semacam itu terdapat di berbagai bidang, misalnya ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sastra.49 Menurut Adami Chazawi, titik tolak nilai yang dilindungi oleh HKI adalah proses berpikir penciptanya atau inventornya maka hak kebendaan yang melekat pada proses intelektual tersebut termasuk benda yang tidak berwujud. Hak tersebut berupa hak untuk mempertahankan karangan miliknya dan hak untuk memanfaatkan atau menggunakan karangan tersebut, misalnya untuk mendapatkan penghargaan secara ekonomis.50 Konsep HKI merupakan konsep universal yang sudah dikenal di berbagai negara yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan menghasilkan suatu karya cipta yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat umum. HKI bertujuan untuk melindungi pengembangan pengetahuan dari tindakan perampasan oleh pihak – pihak yang tidak berhak. Pengembangan pengetahuan ini bertujuan untuk pemeliharaan kebudayaan agar bermanfaat bagi semua pihak yang terkait 49 Adami Chazawi, 2007, Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), Bayumedia Publishing, Malang, hal 2 50 Ibid, hal 3 39 Muhamad Firmansyah menyatakan bahwa hak kekayaan intelektual yang disingkat HKI atau akronim HAKI, adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk intellectual property rights (IPR) yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomi hasil suatu kreativitas intelektual. Obyek yang diatur dalam HKI adalah karya – karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.51 Muhamad Firmansyah berpendapat secara garis besar HKI dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu Hak Cipta (copy right) dan hak kekayaan industri (industrial property right) yang mencakup paten (patent), desain industri (industrial design), merek (trademark), penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition), desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit), dan rahasia dagang (trade secret)52 Hak Kekayaan Intelektual merupakan bagian hukum harta benda (hukum kekayaan). HKI bersifat abstrak dibandingkan dengan hak atas benda bergerak pada umumnya seperti hak kepemilikan atas tanah, kendaraan, property lainnya yang dapat dilihat dan berwujud. OK. Saidin mengungkapkan HKI adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja ratio. Hasil dari pekerjaan ratio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa benda immaterial, benda tidak berwujud misalnya karya cipta lagu.53 Dalam Bahasa Belanda hak kebendaan ini disebut “zakelijk recht”. Pendapat Sri Soedewi seperti dikutip oleh OK. Saidin memberikan rumusan tentang hak kebendaan yakni “ hak mutlak atas suatu benda dimana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga”. Hak mutlak atau hak absolut dapat dipertentangkan atau dihadapkan dengan hak relatif.54 51 52 53 54 Muhamad Firmansyah, 2008, Tata Cara Mengurus HAKI, Visimedia, Jakarta, hal 7 Ibid, OK.Saidin, 2004, Op. Cit, hal 9 Ibid, hal 49 40 1. 4. 5. Ada beberapa ciri pokok yang membedakan hak kebendaan dengan hak relatif atau hak perorangan, yaitu : Merupakan hak mutlak, dapat dipertahankan terhadap siapapun juga; 2. Mempunyai hak mengikuti, artinya hak itu terus mengikuti bendanya dimanapun juga(dalam tangan siapapun juga) benda itu berada; 3. Sistem yang dianut dalam hak kebendaan,terhadap yang lebih dahulu terjadi mempunyai kedudukan dan tingkat yang lebih tinggi daripada yang terjadi kemudian; Mempunyai sifat droit de preference (hak yang didahulukan); Adanya gugat kebendaan; 6. Kemungkinan untuk dapat memindahkan hak kebendaan itu dapat secara penuh dilakukan.55 Adanya termasuk perkembangan perkembangan dalam dalam berbagai bidang bidang perdagangan kehidupan dan industri perlu didukung oleh peningkatan perlindungan terhadap hasil karya cipta seseorang dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat umum. Peningkatan perlindungan ini salah satunya dapat dilakukan dengan membentuk agar si produk pelanggar hukum dapat dalam bidang dikenakan karya sanksi yang cipta yang tegas jelas sehingga tidak merugikan hak – hak dari si pencipta atau dari pemilik hak yang bersangkutan. Menurut Adrian Sutedi, hak atas kekayaan intelektual awalnya mencakup dua konsep besar, yakni Hak Cipta dan Hak Paten. Istilah intelektual dalam HKI berarti Hak Cipta melindungi hasil kecerdasan, pikiran, dan ungkapan atau renungan manusia yang menjelma dalam bentuk buku, lagu, atau film. Sementara Hak Paten mencakup temuan dan teknologi, kerja yang dikerahkan untuk membuat barang baru, mulai dari traktor, obat – obatan sampai alat pembuka kaleng yang menggunakan listrik. Asumsinya Hak Cipta berkenaan dengan uang, karena untuk merancang, membuat, memperbanyak, dan memasarkan sebuah karya cipta diperlukan uang. Para pemegang Hak Cipta mengharapkan uang yang ditanamnya kembali.56 55 56 Ibid, Adrian Sutedi, 2009, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, hal 29 41 Namun ada pula perspektif berbeda dari Ronald Bettig yang mengatakan seperti dikutip oleh Adrian Sutedi bahwa konsep HKI baru mulai dibicarakan setelah ditemukannya mesin cetak dan merebaknya kapitalisme dalam dunia tulis menulis. Sebelumnya pengetahuan menjadi milik umum dan orang tidak tahu siapa yang pertama mengungkapkannya. Artinya konsep Hak Cipta melekat dengan kekuasaan modal dan dalam konteks penerbitan misalnya, menjadi jelas bahwa yang lebih berkepentingan akan hak itu adalah penerbit yang mengeruk keuntungan daripada pengarang yang mencipta.57 Achmad Zen Umar Purba berpendapat, hak kekayaan intelektual baru ada secara hukum jika telah ada pengayoman, penaungan, atau perlindungan hukum dari negara atau otoritas publik terhadap suatu karya intelektual. Melalui mekanisme pengurusan dokumentasi diberikan hak kepada pemohon hak kekayaan intelektual, termasuk investor, pendesain serta pemilik merek. Disini terdapat 3 (tiga) unsur utama, yaitu : hak eksklusif, negara dan jangka waktu tertentu.58 Pada hakekatnya hak kekayaan intelektual (HKI) merupakan refleksi dari pengembangan diri manusia di dalam berkreasi untuk bisa menghasilkan berbagai karya cipta yang bermanfaat untuk meningkatkan penghasilannya sehingga kesejahteraan masyarakat akan lebih berkwalitas. Karya cipta ini bisa berasal dari pengetahuan tradisional maupun dari alih teknologi, misalnya dengan bantuan komputer. OK. Saidin menyatakan kecerdasan intelektual masyarakat dalam suatu bangsa sangat ditentukan oleh seberapa jauh penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh individu – individu dalam suatu negara. Kreativitas manusia untuk melahirkan karya – karya intelektualitas yang bermutu seperti hasil penelitian, karya sastra yang bernilai tinggi serta 57 Ibid, Achmad Zen Umar Purba, 2005, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, PT. Alumni, Bandung, hal 13 58 42 apresiasi budaya yang memiliki kualitas seni yang tinggi tidak lahir begitu saja. Kelahirannya memerlukan banyak energi dan memerlukan biaya besar. Kesemua itu menunjukkan betapa rumit dan beratnya beban yang dipikul oleh segenap pihak – pihak terkait untuk kelahiran sebuah karya cipta. Sehingga pantas hak yang terbit karenanya dirumuskan sebagai “property rights” yang bersifat eksklusif dan diberi penghargaan yang setinggi – tingginya, dalam wujud perlindungan hukum.59 Menurut Dicky R. Munaf seperti dikutip oleh Budi Agus Riswandi menyatakan bahwa HKI merupakan hak yang berasal dari karya, karsa, cipta manusia karena lahir dari kemampuan intelektualitas manusia dan merupakan hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia juga mempunyai nilai ekonomi. Esensi yang terpenting dari setiap bagian HKI adalah adanya suatu ciptaan tertentu. Bentuk nyata dari ciptaan tersebut bisa di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra.60 Perlindungan hukum yang diberikan terhadap karya cipta dimaksudkan untuk merangsang kreativitas dari pencipta agar selalu menciptakan suatu karya yang bermanfaat dan dapat dikomersiilkan. Selama karya cipta ini belum dieksploitasi atau belum terjadi interaksi yang bersifat mengikat antara pencipta dengan pengguna maka karya tersebut belum dapat menghasilkan nilai ekonomi yang maksimal. Oleh karena itu sangat diperlukan pemahaman yang benar tentang bagaimana cara memperlakukan karya cipta agar tetap terjaga dan terlindungi. 59 OK.Saidin, 2004, Op. Cit, hal 59 Budi Agus Riswandi, 2009, Hak Cipta Di Internet (Aspek Hukum Dan Permasalahannya Di Indonesia), FH UII Press, Yogyakarta, selanjutnya disebut Budi Agus Riswandi I, hal 3 60 43 Karya cipta yang terbentuk seyogyanya dilindungi dari tindakan oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab agar dalam penggunaan karya cipta tersebut tidak merugikan pihak – pihak yang berhak mendapatkan manfaat atas hasil karya ciptaannya. Keberadaan Undang – Undang Hak Cipta bertujuan untuk melindungi hak – hak bagi mereka yang telah menghasilkan karya – karya yang berasal dari pengungkapan (ekspresi) yang dikembangkan dengan kemampuan intelektualitasnya. Husain Audah berpendapat bahwa istilah copyright yang dapat diartikan sebagai hak penggandaan/perbanyakan, bermula dari pemikiran usaha perlindungan terhadap karya cipta sastra/tulis. Copyright atau hak penggandaan dan pengumunan biasa disebut juga dengan istilah Hak Cipta. Hal yang menyebabkan disepakatinya sebuah perlindungan terhadap karya yang digolongkan dalam ruang lingkup Hak Cipta, sebenarnya berawal dari terciptanya alat – alat pengganda atau pengkopian. Sebelum alat – alat ini ada, orang tidak meributkan masalah Hak Cipta karena semua karya yang dibuat selalu ditampilkan dan dibawakan secara eksklusif atau setidaknya karya tersebut tidak disebar atau tidak dieksploitasi secara besar – besaran.61 Amir Pamuntjak menyatakan bahwa istilah Hak Cipta biasanya dihubungkan dengan keseluruhan hasil karya dalam bidang kesenian dan kebudayaan. Hak Cipta menjadi sangat penting karena sudah banyak ciptaan yang dihasilkan tidak dilindungi oleh hukum, maka dengan adanya Hak Cipta dan sudah diatur dalam undang – undang si pencipta terlindungi hak – haknya sebagai seorang pencipta.62 Pendapat Simorangkir dikutip oleh Eddy Damian mengungkapkan bahwa dalam sejarah perkembangan istilah Hak Cipta pada awalnya dikenal dengan istilah hak pengarang sesuai dengan terjemahan harafiah bahasa Belanda Auteursrecht. Pada Kongres Kebudayaan Indonesia kedua, Oktober 1951 di Bandung, penggunaan istilah hak pengarang dipersoalkan 61 Husain Audah, 2004, Hak Cipta Dan Karya Cipta Musik, PT. Pustaka Litera Antar Nusa, Bogor, hal 3 62 Amir Pamuntjak dkk, 1994, Sistem Paten (Pedoman Praktik dan Alih Teknologi), Djambatan, Jakarta, hal 4 44 karena dipandang menyempitkan pengertian Hak Cipta. Pencipta dan Ciptaan merupakan dua hal yang masing – masing mempunyai konsep sendiri dan keduanya berkenaan dengan Hak Cipta. Istilah Hak Cipta pertama kali diusulkan oleh Moh. Syah. 63 Jika dikaitkan dengan Hak Cipta dapat dikatakan bahwa Hak Cipta itu merupakan hak kebendaan, hal ini sesuai dengan pengertian Hak Cipta yang menunjukkan bahwa Hak Cipta itu hanya dapat dimiliki oleh si Pencipta atau si penerima hak. Disamping mempunyai sifat mutlak juga ada sifat droit de preference. Menurut Richard Burton Simatupang bahwa Hak Cipta adalah hak khusus yang oleh pemerintah diberikan kepada seseorang yang telah menciptakan sesuatu berdasarkan pemikiran atau keahliannya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.64 Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, pengertian karya adalah ciptaan (karangan); buatan; (hasil) perbuatan; pekerjaan; dan kerja. Pengertian cipta adalah kesanggupan pikiran untuk mengadakan sesuatu yang baru; angan – angan yang kreatif. Jadi pengertian karya cipta adalah suatu ciptaan yang dihasilkan dengan pikiran untuk mengadakan sesuatu yang baru. Karya cipta ini salah satunya dalam bentuk karya cipta lagu. Husain Audah mengungkapkan karya cipta lagu merupakan karya yang hadir dan dapat dirasakan sebagai kebutuhan yang bersifat immaterial atau non fisik. Keahlian mencipta lagu bagi seorang pencipta, bukan saja kelebihan atau anugerah yang diberikan Tuhan yang dimanfaatkan hanya untuk sekedar penyaluran ungkapan kandungan cita rasanya saja, 63 Eddy Damian, 2003, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung, PT. Alumni, Bandung, selanjutnya disebut Eddy Damian II, hal 112 64 Richard Burton Simatupang, 1995, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta, hal 86 45 tetapi mempunyai nilai moral dan ekonomi sehingga hasil ciptaannya dapat menjadi sumber penghidupannya.65 Lagu merupakan sebuah karya cipta manusia yang penciptanya berhak untuk mendapatkan manfaat atas hasil ciptaannya. Hak – hak pencipta ataupun pemegang Hak Cipta atas lagu tersebut dilindungi oleh hukum apabila terdapat pihak – pihak yang menggandakan atau memperbanyak karya cipta lagu tersebut tanpa seijin pemilik hak yang bersangkutan. Dalam Ensiklopedi Indonesia seperti dikutip oleh Untung Minardi menyatakan bahwa lagu diartikan sebagai suatu kesatuan musik yang terdiri atas susunan berbagai nada yang berurutan. Tiap lagu ditentukan oleh panjang pendek dan tinggi rendahnya nada – nada tersebut. Sedangkan pengertian musik merupakan salah satu cabang dari seni suara. Musik adalah menyusun suara/ bunyi yang tak hanya dibatasi sebagai menyusun suara/ bunyi yang indah semata.66 Sebuah dapat karya memberikan cipta akan kenikmatan bernilai dan tinggi manfaat bila ekonomi kehadirannya yang besar. Pemanfaatan sebuah karya cipta yang bernilai tinggi sudah sepantasnya diimbangi dengan sebuah perlakuan yang sesuai, baik berupa penghargaan terhadap hak moral maupun hak ekonomi dengan kompensasi yang sesuai. Eddy Damian mengutip pendapat Bambang Kesowo menyatakan Pencipta mempunyai hak – hak moral dan hak – hak ekonomi. Hak moral tetap berada pada pencipta, tidak dapat dialihkan kepada 65 Husain Audah, 2004, Op. Cit, hal 17 Untung Minardi, 2007, “Pembajakan Karya Cipta Atas Lagu Atau Musik Dalam Bentuk Video Compact Disc (VCD) Dihubungkan Dengan UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta,” Tesis, Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung, hal 35 66 46 pihak lain. Namun jika Pencipta tidak akan mengeskploitasinya sendiri, Pencipta dapat mengalihkannya kepada pihak lain yang kemudian menjadi pemegang hak. Pengalihan hak eksploitasi/hak ekonomi suatu ciptaan biasanya dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama yang dituangkan dalam suatu perjanjian. Ada dua cara pengalihan hak ekonomi dari pencipta kepada pemegang hak cipta yaitu dengan cara memberikan izin atau lisensi dan dengan assignment yang dapat di Indonesiakan dengan istilah penyerahan.67 Insan Budi Maulana mengungkapkan Hak moral ada 4 (empat) yaitu : 1. Hak untuk mengungkapkan atau tidak mengungkapkan ciptaannya atau penciptanya; 2. Hak untuk menarik atau mencabut izin penayangan ciptaannya walaupun telah diungkapkan; 3. Hak untuk tetap dicantumkan nama penciptanya walaupun ciptaannya itu telah dialihkan pada pihak lain; 4. Hak integritas yang merupakan kewenangan pencipta untuk member atau menolak perubahan atas ciptaannya.68 Semakin berkembangnya konsep HKI di Indonesia akan membawa perubahan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Masyarakat sekarang sudah semakin sadar akan pentingnya perlindungan terhadap hasil karya ciptaannya. Dengan adanya perlindungan hukum berkaitan dengan karya cipta diharapkan akan menumbuhkan persaingan usaha sehat tanpa merugikan hak – hak orang lain. Hukum Hak Cipta bertujuan untuk melindungi karya intelektual dan seni dalam bentuk ekspresi. Ekspresi ini biasanya bisa dalam bentuk lirik lagu, puisi, artikel, buku dan lain sebagainya. Perlindungan hukum dalam hal ini untuk menghindari tindakan penjiplakan oleh orang lain yang tidak berhak. 67 Eddy Damian II, 2003, Loc. Cit. Insan Budi Maulana, 1996, Tanya Jawab Paten, Merek, Dan Hak Cipta, Citra Aditya Bakti, Bandung, selanjutnya disebut Insan Budi Maulana II, hal 145 68 47 Undang – Undang Hak Cipta berlaku terhadap hal – hal berikut : 1. Semua ciptaan warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia. 2. Semua ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang diumumkan untuk pertama kali di Indonesia. 3. Semua ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut : - Negaranya mempunyai perjanjian bilateral mengenai perlindungan hak cipta dengan Negara Indonesia. - Negaranya dan Negara Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai perlindungan hak cipta. Pendaftaran Hak Cipta bukanlah untuk memperoleh perlindungan Hak Cipta, artinya seorang pencipta yang tidak mendaftarkan Hak Cipta juga mendapatkan perlindungan, asalkan ia benar – benar sebagai pencipta suatu ciptaan tertentu. Pendaftaran bukanlah jaminan mutlak bahwa pendaftar sebagai pencipta yang dilindungi hukum. Undang – Undang Hak Cipta melindungi pencipta terlepas ia mendaftarkan ciptaannya atau tidak. Walaupun Hak Cipta tidak memerlukan pendaftaran dan bersifat otomatis, namun dianjurkan kepada pencipta maupun pemegang Hak Cipta untuk mendaftarkan ciptaannya, karena surat pendaftaran ciptaan tersebut 48 merupakan alat bukti yang kuat bila suatu hari terjadi sengketa di Pengadilan. Pendaftaran dapat dilakukan sendiri oleh pencipta atau melalui kuasanya yaitu Konsultan Hak Kekayaan Intelektual dan terdaftar pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Pendaftaran ciptaan diselenggarakan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia c.q. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan dicantumkan dalam daftar umum ciptaan yang dapat dilihat oleh setiap orang seperti tertuang dalam ayat (2) Pasal 35 UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Mengenai prosedur dan cara pendaftaran tersebut diatur tersendiri yang pembuatannya diserahkan pada Direktorat Jenderal HKI. Hak khusus yang diberikan kepada Pencipta sifatnya tidak mutlak karena terdapat pembatasan – pembatasan atau pengecualian – pengecualian. Pembatasan Hak Cipta perlu dilakukan karena secara kwantitatif sulit untuk menentukan pelanggaran Hak Cipta, sehingga penentuan pelanggaran Hak Cipta biasanya didasarkan pada ukuran kwalitatif. Pemakaian Ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial, termasuk untuk kegiatan sosial. Penggunaan Ciptaan ini misalnya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan dari pencipta. 49 Yang tidak dapat didaftarkan sebagai ciptaan adalah : a. Ciptaan diluar bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra; b. Ciptaan yang tidak orisinil; c. Ciptaan yang tidak diwujudkan dalam suatu bentuk yang nyata; d. Ciptaaan yang sudah merupakan milik umum. Pasal 13 UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta menentukan Tidak ada Hak Cipta atas : a. Hasil rapat terbuka lembaga – lembaga negara; b. Peraturan perundang – undangan; c. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah; d. Putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau e. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan – badan sejenis lainnya. Meuwissen mengutip pendapat Locke menyatakan bahwa hak atas property sebagai suatu hak alamiah yang sudah dimiliki setiap orang dalam keadaan alamiah (status naturalis), karena setiap orang mempunyai hak atas hasil – hasil dari karyanya. Karya (kerja) adalah landasan dari hak milik itu. Terkait padanya pikiran terarah pada keharusan dengan cara ini dapat memenuhi kebutuhan – kebutuhan manusia, ini dapat dimengerti, sebab kebebasan alamiah adalah kebebasan bertindak, pilihan dari alternatif – alternatif diarahkan untuk mempertahankan kebebasan manusia. Pemilikan pribadi ini cocok dengan gambaran masyarakat dengan persaingan bebas dan hubungan – hubungan kapitalistik awal.69 69 Ibid, hal 97 50 Dalam TRIPs disebutkan bahwa Hak Cipta merupakan hak privat (….that intellectual property rights are private rights), artinya Hak Cipta merupakan hak yang berhubungan atau dimiliki oleh privat (individu/perorangan). Yang dilindungi dalam Hak Cipta adalah haknya (hak atas ciptaan) bukan benda yang merupakan perwujudan dari hak tersebut, karenanya membeli sebuah buku tidak sama dengan membeli Hak Cipta atas buku tersebut.70 Berkaitan dengan kepemilikan terhadap suatu benda, termasuk dalam hal ini Hak Cipta, memiliki sisi hukum yamg lebih pasti dan jelas. Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa kepemilikan menunjukkan hubungan antara seseorang dengan obyek yang menjadi sasaran pemilikan itu. Ciri – ciri kepemilikan tersebut antara lain yaitu : 1. Pemilik berhak untuk memiliki bendanya, ia mungkin tidak memegang atau menguasai benda itu, mungkin direbut, dicuri atau disewakan pada orang lain, namun hak atas benda tetap ada pada pemilik hak semula; 2. Pemilik biasanya berhak untuk menggunakan dan menikmati benda yang dimilikinya yang pada dasarnya merupakan kemerdekaan bagi pemilik untuk berbuat terhadap bendanya; 3. Pemilik berhak untuk menghabiskan, merusak atau mengalihkan bendanya, termasuk dalam hal ini Hak Cipta.71 Rooseno Harjowidigdo mengungkapkan bahwa Hak Cipta menurut Asas Droit de Suit, adalah hak yang tidak bisa dicabut dan diberikan oleh Undang – Undang kepada Pencipta atau ahli warisnya atau instansi lain yang dijamin oleh undang – undang, setelah meninggalnya Pencipta, ahli waris diberikan hak untuk menuntut bagian hasil dari penjualan ulang dari copy asli ciptaan dalam jangka waktu perlindungan Hak Cipta, hal ini dapat pula diperluas terhadap penjualan umum atau naskah asli, dan Pencipta berhak pula mengontrol ciptaannya berdasarkan asas Droit Moral dan juga berhak melarang orang lain mengubah ciptaannya kedalam bentuk apapun yang dapat berakibat buruk pada reputasi seninya.72 Seseorang bebas mengajukan permohonan atau mendaftarkan hasil karya ciptanya karena merupakan hak privat. Hak eksklusif yang diberikan negara kepada pelaku HKI dimaksudkan untuk memberikan penghargaan atas 70 Soedjono Dirdjosisworo, 2005, Antisipasi Terhadap Bisnis Curang, CV. Utomo, Bandung, selanjutnya disebut Soedjono Dirdjosisworo I, hal 119 71 Satjipto Rahardjo, 1996, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, selanjutnya disebut Satjipto Rahardjo II, hal 65 72 Rooseno Harjowidigdo, 2005, Perjanjian Lisensi Hak Cipta Musik Dalam Pembuatan Rekaman, Perum Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta, hal 7 51 hasil karyanya agar orang lain termotivasi untuk menghasilkan karya cipta yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Stainforth Ricketson menyatakan Traditionally, the term “intellectual property” was used to refer to the rights conferred by the grant of a copyright in literary, artistic and musical works.73 Jika diterjemahkan pernyataan tersebut bermakna : secara tradisional, “kekayaan intelektual” digunakan untuk menunjuk pada hak – hak diberikan oleh pengakuan dari suatu Hak Cipta pada sastra, artistik dan pekerjaan – pekerjaan musikal. Menurut Hanafi seperti dikutip oleh Insan Budi Maulana menyatakan bahwa secara hakiki Hak Cipta termasuk hak milik immaterial karena menyangkut ide, gagasan pemikiran, maupun imajinasi dari seseorang yang dituangkan dalam bentuk karya cipta seperti buku ilmiah, karangan sastra maupun karya seni. 74 Dalam penjelasan UU No 19 Tahun 2002 (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4220) Tentang Hak Cipta menentukan bahwa Hak cipta terdiri atas hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Pada 73 prinsipnya Hak Cipta diperoleh bukan karena pendaftaran, Stainforth Ricketson, 1991, The Law Of Intellectual Property, The Law Book Company Limited, Sidney, hal 3 74 Insan Budi Maulana dkk, 2000, “Tindak Pidana Hak Cipta Dan Problematika Penegakan Hukumnya” dalam Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual 1, Pusat Studi Hukum UII, Yogyakarta, selanjutnya disebut Insan Budi Maulana I, hal 189 52 tetapi dalam hal terjadi sengketa di pengadilan mengenai ciptaan yang terdaftar dan yang tidak terdaftar. Pasal 1 angka 6 UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta menentukan Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan termasuk bahan – bahan mengalihwujudkan yang secara sama ataupun permanen tidak atau sama, temporer. Pasal 1 angka 9 menentukan Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya. Berkaitan dengan sifat – sifat Hak Cipta diatur dalam UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta yaitu : 1. Pasal 3 ayat (1) menentukan Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak. Ayat (2) menentukan Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena : a. Pewarisan; b. Hibah; c. Wasiat; d. Perjanjian tertulis; atau 53 e. Sebab – sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang – undangan. 2. Pasal 6 menentukan Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai Pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing – masing atas bagian Ciptaannya itu. 3. Pasal 7 menentukan Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah orang yang merancang Ciptaan itu. 4. Pasal 8 ayat (1) menentukan Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan atas nama dinasnya Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai keluar hubungan dinas. 5. Pasal 8 ayat (3) menentukan Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak. 54 Mengkaji masalah karya cipta akan berkaitan dengan HAM, karena perlindungan terhadap karya cipta seseorang termasuk bagian dari perlindungan HAM khususnya HAM di bidang ekonomi, sosial dan budaya. Kesadaran umat manusia untuk memajukan usaha perlindungan terhadap HAM mengalami perkembangan sehingga dikenal adanya penggolongan terhadap HAM yang dikelompokkan menurut bidang – bidang yang dianggap memiliki kesamaan. Penggolongan ini dikenal dengan sebutan generasi HAM. Max Boli Sabon berpendapat ada 3 (tiga) generasi HAM yaitu : HAM Generasi I yaitu hak – hak sipil dan politik, HAM Generasi II yaitu hak – hak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang didalamnya mencakup salah satunya hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya cipta (Hak Cipta), dan HAM Generasi III yaitu mencakup hak – hak atas pembangunan.75 Bazar Harahap menyatakan bahwa HAM adalah hak seorang manusia yang sangat asasi yang tidak bisa diintervensi oleh manusia diluar dirinya sendiri atau oleh kelompok ataupun lembaga manapun untuk meniadakannya. HAM pada hakekatnya telah ada sejak seorang manusia masih berada dalam kandungan sampai ia meninggal dunia. HAM berlaku universal untuk semua orang dan di semua negara namun dalam praktek penegakan dan perlindungan HAM disuatu negara berbeda dengan negara lain.76 Perlindungan HAM menjadi sangat penting dalam masa sekarang, karena dalam kehidupan manusia yang serba kompleks ini terjadi interaksi dalam berbagai bidang. Dengan adanya interaksi ini akan menimbulkan tindakan yang salah satunya dapat berdampak merugikan kepentingan orang lain apabila tidak dibatasi oleh aturan. Pembatasan ini dimaksudkan 75 Max Boli Sabon, 2008, Op. Cit, hal 36 Bazar Harahap dan Nawangsih Sutardi, 2007, Hak Asasi Manusia Dan Hukumnya, Jakarta, hal 6 76 55 untuk mencegah dilakukannya pelanggaran HAM oleh orang lain yang tidak bertanggung jawab. Romli Atmasasmita mengemukakan salah satu konsekuensi penting dari pengakuan hak – hak dasar oleh Pemerintah RI dan seluruh rakyat Indonesia adalah diwujudkannya dalam bentuk peraturan perundang – undangan karena merupakan rambu- rambu untuk terciptanya kepastian hukum, perlindungan hukum, dan keadilan hukum. Esensi pembentukan hukum dan perundang – undangan adalah pengaturan perilaku anggota masyarakat dan aparatur penegak hukum dalam upaya peningkatan HAM.77 Dalam upaya meningkatkan perlindungan terhadap HAM diperlukan ikut campur pemerintah agar pemenuhan HAM tersebut mempunyai kepastian hukum. Tanggung jawab pemerintah memegang peranan penting karena melalui aparaturnya dapat dibentuk suatu produk peraturan yang mengandung sanksi karena keberlakuannnya dapat dipaksakan. Walaupun setiap orang mempunyai hak sejak dalam kandungan, namun tetap memerlukan pengaturan yang jelas dan tegas dari pemerintah agar tidak terjadi tindakan yang melawan hukum. Hal ini sesuai dengan Teori HAM khususnya Teori Hukum Positif yang mengedepankan perlunya pengaturan perlindungan HAM dalam suatu aturan tertulis agar mempunyai kekuatan hukum. Hak milik intelektual atau IPR termasuk dalam HAM yang dilindungi oleh negara. Setiap HAM wajib dijamin oleh pemerintah suatu negara dalam bentuk peraturan perundangan untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap HAM tersebut ataupun untuk mengatasi setiap pelanggaran HAM yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Amir Pamuntjak mengungkapkan jika hak milik intelektual seseorang dilindungi dengan perundangan, maka hak ini masuk dalam kelompok 77 Romli Atmasasmita, 2001, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum, Mandar Maju, Bandung, hal 132 56 Statutory Right seperti hak paten, hak merek dagang, Hak Cipta dan sebagainya. Untuk merumuskan cara pelaksanaan statutory hak milik intelektual disusun surat persetujuan (kontrak) lisensi antara pemilik hak tersebut (licensor) dan penerima hak (licensee). Jika hak – hak milik intelektual tidak ditentukan dalam suatu perundangan, hak – hak ini masuk dalam golongan Non Statutory Rights seperti : know – how, franchise, distributorship (keagenan) dan sebagainya.78 Dalam UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM mengatur adanya pembatasan dan larangan yang dimaksudkan untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap HAM serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa. LG. Saraswati menyatakan konsep HAM memiliki beberapa makna yaitu : hak yang selalu berupa tuntutan, hak yang memang merupakan tuntutan yang sah (tuntutan yang memiliki dasar pembenaran akan sesuatu atau melawan seseorang atau institusi); dan tuntutan yang memiliki kekuatan hukum (disertai tindakan atau sanksi yang memadai untuk pemenuhan secara efektif hak tersebut). Jadi hak merupakan tuntutan atau harapan yang memiliki dasar pembenaran.79 Jika dikaji pendapat dari LG. Saraswati mempunyai makna bahwa setiap orang mempunyai hak yang wajib dilindungi oleh pemerintah, namun untuk mendapat jaminan kepastian hukum maka hak – hak tersebut perlu dimuat dalam peraturan perundang – undangan. Pendapat Thomas seperti dikutip oleh Meuwissen menyatakan bahwa hukum kodrat tidak memberikan hukum yang langsung dapat diterapkan, tetapi memuat asas – asas yang harus dijabarkan dalam tata hukum positif. Asas – asas ini menjadi dasar diciptakan suatu aturan umum yang didalamnya mengandung penghormatan terhadap kepribadian tiap orang untuk memperoleh wujudnya. Perundang – undangan umum itu adalah suatu asas 78 Amir Pamuntjak dkk, 1994,Op. Cit, hal 1 LG.Saraswati dkk, 2006, Hak Asasi Manusia (Teori, Hukum,Kasus), Filsafat UI Press, Jakarta, hal 77 79 57 dasar dari tatanan hukum, karena didalamnya memuat pengaturan diri sendiri dari tiap orang agar memperoleh apa yang menjadi haknya.80 Pengaturan diri sendiri terhadap orang lain merupakan upaya untuk mencegah agar kebebasan yang dimiliki manusia tidak digunakan sebebas – bebasnya tanpa batas namun tetap harus ada aturannya agar kebebasan tersebut tidak disalahgunakan. Kebebasan untuk menciptakan suatu karya cipta merupakan hak setiap orang dalam upaya untuk mengembangkan kreativitas yang ada dalam dirinya agar bisa bermanfaat. Karya cipta ini merupakan hasil dari ciptaan manusia yang bisa juga dinikmati oleh orang lain namun tetap harus memperhatikan aturan yang ada agar tidak merugikan hak – hak dari pemilik hak cipta tersebut. 2.2. Kewenangan Ditjen HKI Dalam Pengaturan Karya Cipta Lagu Budi Agus Riswandi menyatakan lingkup Hak Cipta meliputi pada hasil – hasil karya intelektual dalam bentuk karya seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Hak Cipta diperoleh secara otomatis tatkala karya tersebut telah diwujudkan secara nyata. Namun demikian, untuk kebutuhan pembuktian Hak Cipta dimungkinkan untuk didaftarkan ke Direktorat Jenderal HKI.81 Budi Agus Riswandi mengungkapkan sejalan dengan keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian multilateral GATT/WTO, yang didalamnya juga tercantum TRIPs Agreement maka konsekuensi yuridis yang harus dilakukan adalah Indonesia harus melakukan pembaharuan terhadap UU No 7 Tahun 1987, kemudian lahirlah UU No 12 Tahun 1997 Tentang Hak Cipta. Dalam kenyataannya upaya pembaharuan ini masih terus bergulir dengan diperbaharuinya ketentuan UU No 12 Tahun 1997 menjadi UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Undang – undang ini merupakan produk paling akhir yang kini diberlakukan dan menjadi dasar hukum bagi pengaturan Hak Cipta di Indonesia.82 80 Meuwissen diterjemahkan oleh Arief Sidharta, 2007, Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, Dan Filsafat Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, hal 84 81 Budi Agus Riswandi I, 2009, Op. Cit, hal 7 82 Ibid, hal 35 58 Achmad Zen Umar Purba seperti dikutip oleh Djamal menyatakan istilah Hak Kekayaan Intelektual adalah istilah yang digunakan masa kini, yang pada periode sebelumnya antara Tahun 1945 - 1959 hanya dikenal dengan istilah hak paten, hak merek, hak desain dan hak pengarang (kini disebut Hak Cipta) yang ditangani oleh Kantor Milik Perindustrian. Kemudian dengan lahirnya Keppress Nomor 144/1998 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1998 Tentang Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Depatemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 142 Tahun 1998, di dalam pasal disebutkan bahwa Departemen Kehakiman terdiri dari : 1. Menteri Kehakiman; 2. Sekretariat Jenderal; 3. Inspektorat Jenderal; 4. Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang – undangan; 5. Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Inteletual;…dst.83 Pada Tahun 1986 Presiden Republik Indonesia membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI dengan Keputusan Nomor 34 Tahun 1986, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Tim Keppres 34. Tim ini mempunyai tugas utama mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang – undangan di bidang HKI dan sosialisasi HKI di kalangan instansi – instansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.84 Perubahan nama kantor yang menangani HKI pada Tahun 1989 dikeluarkan Keppres Nomor 32 yang menetapkan pembentukan Direktur Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (Ditjen. HCPM) guna mengambil alih fungsi dan tugas dari Direktorat Paten dan Hak Cipta di bawah Departemen 83 Djamal, 2009, Hukum Acara Hak Kekayaan Intelektual Di Indonesia, Pustaka Reka Cipta, Bandung,selanjutnya disebut Djamal I, hal 2 84 Ibid, hal 5 59 Kehakiman. Kemudian berdasarkan Keppres Nomor 144 Tahun 1998 Direktur Jenderal hak Cipta, Paten dan Merek (Ditjen. HCPM) diubah menjadi Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (Ditjen HAKI). Kini bernama Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.85 Kewenangan Ditjen HKI dalam pengaturan karya cipta lagu sangat berperan penting agar aturan yang terbentuk kedepannya mampu mengatasi setiap persoalan hukum yang terjadi khususnya yang berkaitan dengan penggandaan karya cipta lagu secara tidak sah tanpa seijin pihak – pihak yang berhak. Zen Umar menyatakan, untuk menunjukkan lingkup pekerjaan yang dipercayakan kepada Ditjen Hak Kekayaan Intelektual maka akan dikemukakan unit – unit kerja yang berada didalamnya yakni: Sekretariat Ditjen; Direktorat Hak Cipta; Desain Industri; Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang; Direktorat Paten; Direktorat Merek;; Direktorat Kerjasama dan Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual; dan Direktorat Teknologi Informasi.86 Penjabaran tugas pada beberapa direktorat itu sejalan dengan Direktorat Jenderal, yaitu : a. Mengelola sistem hak kekayaan intelektual dengan memberikan perlindungan, penghargaan dan pengakuan kreativitas; b. Mempromosikan teknologi, investasi yang berbasis pengetahuan dan pertumbuhan ekonomi; dan c. Merangsang pertumbuhan karya dan budaya yang inovatif.87 misi cara atas ilmu Hak kekayaan intelektual mencakup hampir segenap segi kehidupan manusia. Oleh sebab itu, pelaksanaan sistem hak kekayaan intelektual dilakukan secara koordinatif dengan berbagai instansi/pihak terkait. Adanya misi tersebut diatas berupaya untuk mengembangkan sistem hak kekayaan intelektual yang efektif sehingga tujuan dari pembangunan nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud melalui 85 86 87 Ibid, hal 6 Achmad Zen Umar Purba, 2005, Op. Cit, hal 164 Ibid, hal 165 60 pengembangan karya intelektual yang diharapkan dapat bersaing secara sehat dalam dunia bisnis Internasional. Ditjen HKI diberikan wewenang oleh negara untuk melakukan koordinasi dan bertindak dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan terhadap karya intelektual, karena semakin tinggi tingkat kesadaran masyarakat untuk menghargai hasil karya orang lain, otomatis akan semakin sedikit pelanggaran yang dilakukan. Achmad Zen Umar Purba menyatakan dalam rangka peningkatan kesadaran masyarakat terdapat dua target yang berbeda. Pertama, mereka yang sudah berkarya guna memanfaatkan hak kekayaan intelektual. Kedua, mereka yang berpotensi untuk itu agar meningkatkan karya – karya intelektual untuk kemudian memanfaatkan hak kekayaan intelektual sebagai sistem perlindungan. Untuk target pertama dilakukan oleh Ditjen HKI sebagai administrasi hak kekayaan intelektual bekerjasama dengan pihak – pihak lain, sedang yang kedua harus dilakukan oleh institusi terkait sesuai bidangnya dengan konsultasi pada Ditjen HKI.88 Sistem hak kekayaan intelektual bersifat luas karena melibatkan beberapa instansi terkait yang diharapkan dapat meningkatkan perlindungan HAM khususnya hak untuk mengembangkan diri dan memperoleh manfaat atas hasil kreativitas pengembangan dirinya. Ditjen HKI mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang HKI. Dalam menjalankan tugasnya, Ditjen HKI mempunyai fungsi : 1. Perumusan kebijakan di bidang HKI; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang HKI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku; 3. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan peraturan di bidang HKI; 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi; 5. Pelaksanaan urusan administrasi di lingkungan Ditjen HKI.89 88 Ibid, hal 185 Direktorat Jenderal HKI, Departemen Hukum Dan HAM RI, 2007, Penegakan Hukum di bidang HKI, Jakarta, selanjutnya disebut Ditjen HKI II, hal 19 89 61 Kewenangan Ditjen HKI dalam meningkatkan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual tidak hanya dapat terwujud dengan upaya seperti diuraikan diatas, namun juga diperlukan peningkatan perlindungan hukum yang dapat mengurangi pelanggaran HAM dalam bidang kekayaan intelektual. Salah satu upaya yang bisa dilakukan yaitu dengan pembentukan peraturan di bidang karya intelektual yang diharapkan mampu lebih mengakomodasi segala kepentingan pihak – pihak yang terkait didalamnya. Terkait dengan pengaturan di bidang karya intelektual khususnya pengaturan karya cipta lagu tidak secara spesifik diatur dalam UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Padahal di zaman yang serba canggih ini memungkinkan banyak terjadi pelanggaran Hak Cipta misalnya penggandaan karya cipta lagu secara tidak sah. Seharusnya Ditjen HKI lebih selektif dalam mengatasi setiap persoalan yang terjadi agar pelaku penggandaan karya cipta lagu yang bertindak melanggar hukum dapat dikenakan sanksi tegas. Sarana yang bisa digunakan untuk menggandakan karya cipta lagu agar tidak dikategorikan melanggar hukum juga belum diatur dalam UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Hal inilah yang menyebabkan sering terjadi penggandaan karya cipta lagu yang tidak sah sehingga dapat merugikan pencipta ataupun pemegang Hak Cipta. Penyempurnaan peraturan di bidang Hak Cipta mengalami beberapa perubahan untuk lebih memberikan perlindungan hukum kepada pihak – pihak yang berhak memperoleh penghargaan atas hasil ciptaannya. 62 UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta berusaha menyesuaikan substansi aturannya dengan standar yang telah ditentukan dalam TRIPs. Awalnya perlindungan Hak Cipta karena adanya Konvensi Berne, yaitu Berne Convention for the Protection Of Literary and Artistic Works, adalah Konvensi multilateral terpenting dalam Hak Cipta. Konvensi Berne berpegang pada (3) tiga prinsip dasar yaitu : 1. Perlakuan Nasional (National Treatment); 2. Perlindungan otomatis (Automatic Protection); 3. Kebebasan Perlindungan (Independent Protection).90 Selain pengaturan dalam Konvensi Berne, Hak Cipta juga diatur dalam TRIPs, adalah suatu perjanjian multilateral terpenting berkaitan dengan HKI. Agreement ini mulai berlaku 1 Januari 1995 dan Indonesia telah meratifikasinya dan berkewajiban melaksanakan perjanjian ini. Indonesia meratifikasi TRIPs melalui UU No 7 Tahun 1994 sebagai konsekwensi keikutsertaannya dan Indonesia berkewajiban mengharmonisasikan sistem hukum HKI nya sesuai dengan standar – satndar yang ditetrapkan TRIPs, yang pada intinya menetapkan : 1. Mengurangi penyimpangan dan hambatan – hambatan dalam perdagangan internasional; 2. Promosi lebih efektif tentang perlindungan HKI; 3. Mempromosikan atau mendorong inovasi teknologi; 90 Sanusi Bintang, 1998, Op. Cit, hal 67 63 4. Menyediakan keseimbangan antara hak dan kewajiban antara produsen dengan pemakai.91 Yoan Nursari Simanjuntak menyatakan bahwa tidak berbeda halnya dengan institusi – institusi sosial yang lain, maka fungsi dan peran Ditjen HKI selaku lembaga yang menangani pengurusan kekayaan intelektual tidak dapat ditetapkan atau ditentukan menurut kehendak sendiri, melainkan ditentukan oleh realitas dan tuntutan kebutuhan masyarakatnya. Artinya, dalam upaya menjalankan tugas dan fungsinya, Ditjen HKI dan perpanjangan tangannya pada tiap Kanwil Kehakiman Propinsi selalu berhadapan dan dibatasi oleh expected reactions yang datangnya dari masyarakat pengguna. Sebuah lembaga hukum tidak dapat bekerja atau beroperasi menurut kebutuhannya sendiri, melainkan turut didisiplinkan dan ditata oleh harapan – harapan serta kebutuhan – kebutuhan masyarakat yang dilayani.92 2.3. Akibat Hukum Penggandaan Karya Cipta Lagu Makin cepat terjadi perubahan dalam kehidupan masyarakat maka akan semakin cepat pula berkembang tuntutan dari masyarakat untuk membuat suatu peraturan yang diharapkan mampu mengatasi setiap persoalan yang timbul akibat perubahan tersebut. Salah satu perubahan yang terjadi dalam masyarakat Indonesia yaitu munculnya permasalahan yang berkaitan dengan penggandaan karya cipta lagu yang dilakukan oleh orang – orang yang tidak bertanggung jawab. Penggandaan karya cipta lagu tanpa persetujuan dari pencipta atau pemegang Hak Cipta merupakan tindakan yang dianggap melanggar hukum. Penggandaan karya cipta lagu tanpa seijin pemiliknya merupakan tindakan yang merugikan hak – hak dari pencipta ataupun pemegang Hak Cipta. Seseorang yang menggandakan atau memperbanyak hasil karya 91 Ibid, Yoan Nursari Simanjuntak, 2006, Hak Desain Industri (Sebuah Realitas Hukum Dan Sosial), Srikandi, Surabaya. 92 64 atau ciptaan orang lain secara tidak sah dianggap telah melakukan tindakan pelanggaran HAM khususnya hak untuk memperoleh manfaat dari hasil ciptaannya. Penggandaan karya cipta lagu atas ijin pencipta ataupun atas ijin pemilih hak yang bersangkutan maka dikategorikan sebagai penggandaan atau perbanyakan yang legal atau sah, sedangkan penggandaan karya cipta lagu tanpa ijin pemilik hak yang bersangkutan maka dikategorikan sebagai penggandaan yang tidak sah atau illegal. Memperbanyak lagu melalui HP dengan fasilitas MP3 merupakan hal yang umum dilakukan dikalangan masyarakat, namun apabila dikaji dari segi hukum merupakan suatu pelanggaran. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 12 ayat (1) UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta yang menentukan Dalam undang – undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: a. Buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis orang lain; b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu; c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks; e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim; f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, 65 seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; g. Arsitektur; h. Peta; i. Seni batik; j. Fotografi; k. Sinematografi; l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. Mengkaji dari ketentuan tersebut diatas, maka dapat dilihat bahwa lagu merupakan salah satu hasil karya cipta yang dilindungi oleh pemerintah. Dalam penerapan ketentuan ini tentu diperlukan dukungan dari berbagai pihak agar penerapan hukumnya lebih efektif. Dari pihak pemerintah harus lebih tegas dalam menerapkan sanksi bila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan ini, dari pihak masyarakat juga seyogyanya mempunyai kesadaran untuk tidak melakukan tindakan yang tergolong tindakan melawan hukum, begitu juga pemegang Hak Cipta harus lebih waspada agar hasil ciptaannya tidak diperbanyak dengan cara melawan hukum. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemegang Hak Cipta adalah mendaftarkan hasil ciptaannya kepada instansi terkait. Ada beberapa ciptaan yang dilindungi dan dijamin oleh hukum dalam pelaksanaannya untuk menghindari terjadinya tindakan pelanggaran HAM oleh orang yang tidak berhak. Beberapa pelanggaran yang tidak dianggap 66 sebagai pelanggaran Hak Cipta diatur dalam Pasal 15 UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta yang menentukan Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta : a. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta; b. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan; c. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan : (1). Ceramah yang semata – mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau (2). Pertunjukkan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta; d. Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tuna netra, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial; e. Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau 67 pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata – mata untuk keperluan aktivitasnya; f. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti ciptaan bangunan; g. Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata – mata untuk digunakan sendiri. Muhamad Djumhana berpendapat doktrin – doktrin yang berkembang dalam perlindungan Hak Cipta diantaranya yaitu Doktrin Publisitas; Making Available Right dan Merchandising Right; Doktrin Penggunaan Yang Pantas; Doktrin Kerja Atas Dasar Sewa; Perlindungan (Hak) Karakter; Pengetahuan Tradisional dalam Lingkup Keterkaitan Hak Cipta; Cakupan – Cakupan Baru Dalam Perlindungan Hak Cipta; Software Free, Copyleft, Open Source.93 Wyasa Putra dkk berpendapat secara umum masyarakat negara – negara berkembang sangat potensial menjadi pelanggar Hak Cipta. Pendukungnya antara lain, adalah : faktor ekonomi, seperti ketidakmampuannya membeli produk barang asli, kemajuan teknologi, misalnya mudahnya menggandakan buku – buku dengan mesin photo copy, serta kuatnya konsep kepemilikan secara komunal dalam masyarakat, adanya anggapan bahwa hasil karya cipta adalah untuk kepentingan banyak orang dan bukan hanya untuk kepentingan individu semata. Sementara itu negara – negara maju yang masyarakatnya sudah banyak menghasilkan karya intelektual, serta didukung dengan kesadaran hukum yang tinggi dibidang hukum HKI, merasa sangat dirugikan atas kasus – kasus pelanggaran karya intelektual, termasuk didalamnya pelanggaran Hak Cipta.94 Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai pelanggaran Hak Cipta apabila perbuatan tersebut melanggar hak khusus dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, yaitu : 93 Muhamad Djumhana I, 2006, Op. Cit, hal 37 Ida Bagus Wyasa Putra dkk, 2003, Hukum Bisnis Pariwisata, PT. Refika Aditama, Bandung, hal 120 94 68 a. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan. b. Dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mendengarkan, atau menjual kepada umum ciptaan hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait. c. Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer. d. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, serta ketertiban umum setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta. e. Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak atau mengumumkan potret seseorang atau tanpa izin ahli warisnya. f. Dengan sengaja dan tanpa hak merubah suatu ciptaan walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain tanpa persetujuan Pencipta atau tanpa persetujuan ahli warisnya bila pencipta sudah meninggal dunia. g. Dengan sengaja dan tanpa hak merubah atau meniadakan informasi manajemen hak Pencipta. h. Dengan sengaja dan tanpa izin Pencipta, merusak, meniadakan, atau membuat tidak berfungsi sarana kontrol teknologi sebagai pengaman Hak Cipta. 69 i. Dengan sengaja melanggar peraturan perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan oleh instansi berwenang terhadap ciptaan yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi, khususnya di bidang cakram optic (optical disc). Penggandaan karya cipta lagu ini secara tidak sah selain melalui kaset, CD, VCD bahkan sudah mulai dilakukan melalui MP3 yang dapat mentransfer lagu atau musik melalui Hand Phone (HP). Hal ini dapat mengakibatkan kerugian bagi pemilik Hak Cipta karena mereka tidak dapat menikmati nilai ekonomis dari karya ciptanya karena penggandaan karya cipta lagu tersebut dilakukan tanpa seijin pemilik hak yang sah. Seiring perkembangan teknologi, perbanyakan karya cipta lagu dapat dilakukan melalui media HP dengan fasilitas MP3. Lagu dapat di transfers dari HP yang satu ke HP yang lainnya. Terkait dengan tindakan penggandaan karya cipta lagu yang dilakukan tanpa seijin pemilik Hak Cipta atau tanpa seijin pencipta akan dikenakan sanksi seperti yang diatur dalam Pasal 72 ayat (1) UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta yang menentukan Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing – masing paling singkat 1(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Dalam Hak Cipta berlaku delik biasa yang berbeda dengan kelompok HKI lainnya seperti Merek, Paten, Desain Industri dan lain – lain yang menggunakan delik aduan. Jadi setiap pelanggaran Hak Cipta akan langsung ditindak oleh pihak Kepolisian tanpa rekomendasi dari pemegang Hak Cipta. Ancaman pidana dalam pelanggaran Hak Cipta tetap menekankan pada aspek hukuman badan, disamping meningkatkan 70 jumlah pidana denda yang berbeda dari bidang – bidang hak kekayaan intelektual lainnya. - Menurut Achmad Zen Umar Purba, alasan dipertahankannya status delik biasa pada Hak Cipta disebabkan beberapa karakter khusus Hak Cipta, antara lain : Hak Cipta lahir bukan karena pendaftaran; Karya cipta yang dilindungi, apalagi berkat perkembangan teknologi mutakhir, sangat rentan untuk dibajak; Keinginan para pelaku di bidang karya cipta agar terhadap Hak Cipta dihukum seberat – beratnya. 95 Undang - Undang Hak Cipta menempatkan tindak pidana Hak Cipta sebagai delik biasa yang dimaksudkan untuk menjamin perlindungan yang lebih baik dari sebelumnya, dimana sebelumnya tindak pidana Hak Cipta dikategorikan sebagai delik aduan. Perubahan sifat delik ini adalah merupakan kesepakatan masyarakat yang menyebabkan suatu pelanggaran bisa diperkarakan ke Pengadilan secara cepat dan tidak perlu menunggu pengaduan terlebih dahulu dari pemegang Hak Cipta. Perkembangan masyarakat yang begitu pesat diakibatkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menimbulkan proses perubahan kehidupan, keadaan ini memerlukan pengaturan agar perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia dapat dikendalikan secara teratur. Pembentukan suatu produk hukum harus mampu mengimbangi kepentingan masyarakat yang semakin kompleks. Muhammad Siddiq mengungkapkan kecenderungan produksi peraturan yang makin lama makin kompleks inilah yang mendorong munculnya gejala “hiperregulasi”. Gejala ini sudah muncul mulai akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Sebagai respons terhadap kekecewaan umum terhadap fenomena kapitalisme klasik dan liberalisme yang didasarkan atas paham individualisme yang ekstrim, umat manusia dengan antusiasnya 95 Achmad Zen Umar Purba, 2005, Op. Cit, hal 135 71 mengembangkan aliran pemikiran sosialisme yang menjadi landasan berkembangnya gagasan mengenai welfare state atau negara kesejahteraan.96 Muhammad Siddiq juga berpendapat dalam paham welfare state, berbagai persoalan – persolan sosial dan ekonomi yang dimasa sebelumnya dianggap sebagai wilayah pasar bebas yang tidak boleh diintervensi oleh kekuasaan negara, maka atas pengaruh sosialisme itu diharuskan menjadi perhatian penting yang harus diurus juga oleh negara dengan penuh tanggung jawab. Untuk mengatasi segala kerumitan yang timbul dalam dinamika masyarakat, maka mau tidak mau masyarakat dipaksa untuk membuat segala macam aturan yang memang dibutuhkan. Makin kompleks skala dan dimensi perubahan itu terjadi, makin meningkat pula kebutuhan akan norma pengatur dan pengendali itu berkembang.97 Henc van Maarseven dan Ger van der Tang mengungkapkan : the energy which many states have expended on amending or renewing their constitutions in recent decades requires an explanation. That explanation is to be found in the functions which constitutions fulfil. Constitutions can be used by numerous political systems and cater to a multitude of political needs. Constitutions can therefore be termed “multivalent” political instruments, and as such they naturally arouse curiosity as to the specific contributions which they make to given political systems. This curiosity can usually be satisfied in the case of a particular constitution since the national literature on the subject often contains an abundance of conjectures and suppositions about the functions of the constitution.98 Jika diterjemahkan pernyataan tersebut bermakna : energi yang telah dikeluarkan oleh banyak negara bagian untuk memperbaiki atau memperbaharui konstitusi/ perundang – undangan mereka akhir – akhir ini memerlukan suatu penjelasan. Penjelasan itu akan ditemukan pada fungsi – fungsi yang dipenuhi konstitusi. Konstitusi dapat digunakan oleh banyak sistem politik dan melayani berbagai keperluan politik. Konstitusi karenanya dapat disebut sebagai alat politik “multivalent” (banyak fungsi), dan juga konstitusi tersebut secara alami meningkatkan keingintahuan tentang 96 Muhammad Siddiq, 2009, Perkembangan Pemikiran Teori Ilmu Hukum, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal 117 97 Ibid, hal 118 98 Henc van Maarseven dan Ger van der Tang, 1978, Written Constitutions ( A Computerized Comparative Study), Oceana Publications, INC, New York, hal 273 72 kontribusi spesifik konstitusi yang mereka buat untuk sistem politik tertentu. Keingintahuan ini biasanya dapat dipuaskan dalam hal konstitusi tertentu karena pustaka nasional untuk topik tertentu seringkali mengandung sangat banyak spekulasi dan anggapan tentang fungsi konstitusi. Menurut Soediman Kartohadiprodjo seperti dikutip oleh Arief Sidharta menyatakan pandangan hidup orang Barat yang disebut individualisme adalah pandangan yang ditumbuhkan pada zaman Renaissance yang kemudian memperoleh pengolahan dan perumusan kefilsafatan. Pandangan ini bertitik tolak dari keyakinan bahwa manusia itu diciptakan bebas dan sama, yang satu lepas dari yang lain, masing – masing dengan kekuasaan penuh. Sedangkan bangsa Indonesia menganut pandangan hidup yang titik tolaknya berbeda dari itu. Bangsa Indonesia berpandangan bahwa manusia itu diciptakan dalam kebersamaan dengan sesamanya; individu dan kesatuan pergaulan hidupnya (masyarakat) merupakan suatu kedwitunggalan.99 Setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh masyarakat dalam suatu negara yang menganut konsep negara hukum pasti ada konsekuensi hukumnya, karena hukum memegang kedudukan tertinggi dalam negara tersebut. Termasuk juga apabila terjadi penggandaan karya cipta lagu secara tidak sah pasti akan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku dalam negara yang bersangkutan. Penerapan konsep negara hukum antara negara yang satu dengan negara yang lain tentunya berbeda tergantung sistem hukum yang dianut oleh negara tersebut, namun tujuannya sama 99 Bernard Arief Sidharta,2000, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, hal 173 73 yaitu untuk mewujudkan kedamaian dalam kehidupan manusia dengan mengedepankan perlindungan terhadap HAM masyarakat di negara tersebut. Mukthie Fadjar mengungkapkan dari latar belakang sejarah kelahirannya, konsep rechtsstaat atau rule of law sangat dipengaruhi oleh paham liberalisme dan individualisme yang merupakan falsafah yang dianut oleh kebanyakan negara – negara Barat. Namun demikian, cita – cita (idea) yang terkandung didalamnya sama yaitu menginginkan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia. Idea – idea itu bersifat universal yang merupakan milik umat manusia kapan dan dimanapun berada.100 Satjipto Rahardjo menyatakan esensi rechtsstaat terletak pada pemisahan antara struktur politik negara dari penataan hukum. Fungsi hukum yakni untuk menjamin kemerdekaan dan kepastian. Pemfungsian hukum yang demikian itu merupakan hasil karya dari golongan borjuis yang kemudian melahirkan negara hukum liberal. Di Inggris keadaannya berbeda, rule of law tidak dipisahkan dari struktur politik. Doktrin rule of law di Inggris tidak terpisah dari supremasi parlemen. Supremasi parlemen merupakan inti dari sistem konstitusi di negara itu. Parlemen memiliki kekuasaan demikian besar dan dapat melakukan apa saja, termasuk pada saat mewujudkan rule of law.101 100 Mukthie Fadjar, 2005, Op. Cit, hal 21 Satjipto Rahardjo, 2009, Lapisan – Lapisan Dalam Studi Ilmu Hukum, Bayumedia Publishing, Malang, selanjutnya disebut Satjipto RahardjoI, hal 65 101