efek konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap

advertisement
EFEK KONSUMSI MINUMAN BUBUK KAKAO
BEBAS LEMAK TERHADAP SIFAT
ANTIOKSIDATIV DAN PROLIFERATIV
LIMFOSIT MANUSIA
ERNIATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Surat Pernyataan
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Efek Konsumsi Minuman Bubuk
Kakao Bebas Lemak Terhadap Sifat Antioksidativ dan Proliferativ Limfosit
Manusia adalah karya saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam tesis dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2007
Erniati
NRP F251040271
ABSTRAK
Erniati. Efek Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Bebas lemak Terhadap Sifat
Antioksidativ dan Proliferativ Limfosit Manusia. Dibimbing oleh FRANSISKA
R. ZAKARIA dan BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO.
Banyak penelitian secara in vitro dan in vivo telah membuktikan efek
kakao untuk kesehatan. Kakao kaya akan sumber antioksidan senyawa flavonoid
seperti katekin, epikatekin dan prosianidin. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efek konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak hasil samping
produksi lemak kakao terhadap sifat antioksidativ dan aktivitas proliferasi limfosit
manusia.
Responden wanita yang sehat dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok
kakao (n = 9) yang mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak yang
dicampur dengan susu skim dan gula. Sedangkan kelompok kontrol (n = 9)
mengkonsumsi minuman yang sama tetapi tanpa kakao. Semua responden
menandatangani surat perjanjian (“inform consent”) dan menjalani pemeriksaan
kesehatan oleh dokter yang berwenang sebelum dan sesudah intervensi.
Pengambilan darah dilakukan untuk analisa sifat antioksidativ dan aktivitas
proliferasi sel T dan sel B. Sifat antioksidativ yang diteliti terdiri dari nilai
malonaldehida (MDA), aktivitas antiradikal bebas dengan metode DPPH, kadar
glutation dan ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi.
Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan secara nyata (p <
0,05) dari kadar glutation dan aktivitas antiradikal bebas serta penurunan secara
nyata (p < 0,05) pada nilai MDA sel limfosit kelompok kakao sesudah intervensi
selama 25 hari. Pada pengujian ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi,
kemampuan proliferasi (nilai IS) sel limfosit kelompok kakao meningkat secara
nyata (p < 0,05) terhadap formalin dan erithrosin setelah intervensi. Sedangkan
ketahanan terhadap oksidasi oleh hidrogen peroksida juga meningkat walaupun
secara statitistik tidak berbeda nyata (p > 0,05). Sementara itu aktivitas proliferasi
sel T dan sel B kelompok kakao juga cenderung meningkat setelah konsumsi
minuman bubuk kakao bebas lemak walaupun secara statistik tidak berbeda nyata
dengan kelompok kontrol (p > 0,096 untuk sel T dan p > 0,056 untuk sel B).
Secara keseluruhan dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
bubuk kakao bebas lemak hasil samping produksi lemak kakao dari perkebunan
Indonesia mempunyai sifat antioksidativ yang tinggi, dapat melindungi sel
limfosit terhadap oksidasi dan bersifat sebagai imunomodulator sehingga baik
dikonsumsi sebagai pangan yang memberi manfaat untuk kesehatan.
ABSTRACT
Erniati. The Effect of Fat Free Cocoa Powder Driks Consumption on
Antioxidative Activity and Lymphocyte Proliferative of Humans Subject. Di
bimbing oleh FRANSISKA R. ZAKARIA, and BAMBANG PONTJO
PRIOSOERYANTO.
Many researches have shown the potential effects of cocoa for health both
in vivo and in vitro. Cocoa can be a rich source of flavonoid antioxidants such as
catechin, epicatechin and procyanidin. The aim of this research was to evaluate
the effect of Indonesian fat free cocoa powder drink consumption on antioxidative
properties and proliferation activities of human lymphocyte.
Healthy woman subjects were divided into cocoa group (n = 9) and control
group (n = 9). Cocoa powder drinks containing skim milk and sugar was given to
the cocoa groups. The control group received only water containing skim milk
and sugar. Both cocoa and control group received physical medical check up at
the beginning and at the end of the intervention. Their peripheral blood were
withdrawn to analyze antioxidant properties and proliferation activities of B and T
cells. Antioxidant properties consisted of antiradical by DPPH method,
malonaldehyde (MDA), glutathione and oxidation defense. The data of cocoa
group showed that there were a significant increased in antiradical and
glutathione level and decreased of MDA cell (p < 0,05) compared to the control
group after consumption of the cocoa powder drink. Cocoa consumption
increased lymphocyte resistant to formaline and erythrosine oxidation
significantly. The cocoa drink consumption appeared to increase lymphocyte
proliferation at although not statiscally significant ( p > 0,056). The result of this
research revealed that Indonesian fat free cocoa powder has a potential antioxidant
activity which manifest good health functionality.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
EFEK KONSUMSI MINUMAN BUBUK KAKAO
BEBAS LEMAK TERHADAP SIFAT
ANTIOKSIDATIV DAN PROLIFERATIV
LIMFOSIT MANUSIA
ERNIATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Judul Penelitian
: Efek Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Bebas Lemak
Terhadap Sifat Antioksidativ dan Proliferativ Limfosit
Manusia
Nama Mahasiswa
: Erniati
NRP
: F251040271
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir. Fransiska R.Zakaria, M.Sc Dr.Drh.Bambang Pontjo Priosoeryanto,MS
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof.Dr.Ir.Betty Sri Laksmi Jenie, MS Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 24 Januari 2007
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.
Thesis ini dibuat sebagai salah satu syarat mahasiswa program pascasarjana
program S2 untuk meraih gelar Master pada Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Thesis yang ditulis ini merupakan laporan hasil penelitian yang dibiayai
oleh dana Riset Unggulan Terpadu XII (RUT) tahap II tahun 2006 yang diketuai
oleh Dr. Ir. Misnawi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember) dan
anggotanya Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih atas dana yang diberikan. Dalam penelitian ini penulis
mencoba meneliti dengan topik Efek Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Bebas
Lemak Terhadap Sifat Antioksidativ dan Proliferativ Limfosit Manusia.
Dalam melakukan penelitian dan penulisan tesis ini penulis banyak
mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih
yang sangat tulus ingin penulis haturkan kepada Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria,
M.Sc yang telah meluangkan waktu dalam memberikan motivasi, nasehat,
bimbingan dan saran bagi penyusunan tesis dan penyelesaian studi penulis dan
juga telah memberikan dana untuk penelitian ini. Kepada Bapak Dr. Drh.
Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS penulis mengucapkan banyak terimakasih atas
bimbingan, saran, perhatian dan memberikan izin kepada penulis menggunakan
fasilitas Laboratorium Kultur Jaringan Bagian Patologi FKH selama penelitian.
Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar,
MSc yang telah bersedia menjadi dosen penguji pada ujian tesis dan memberikan
banyak masukan dan saran untuk penulisan tesis yang lebih baik.
Rasa terimakasih yang besar penulis sampaikan pada semua responden
yang dengan ikhlas menjadi responden dan rela mengikuti intervensi sampai
penelitian selesai.
Penulis juga ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada semua laboran
di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan laboratorium PAU, laboratorium
Kultur Jaringan Bagian Patologi FKH, Laboratorium Terpadu FKH IPB,
Laboratorium Helmintologi atas kerjasama dan bantuan selama penelitian
berlangsung. Kepada semua dosen Program Studi Ilmu Pangan yang telah
membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis, pada staf dan karyawan di
IPN penulis mengucapkan banyak terimakasih.
Kepada ayahanda (almarhum) yang tidak sempat menyaksikan selesainya
pendidikan pascasarjana penulis dan ibunda tercinta, penulis mengucapkan
banyak terimakasih atas doa dan dukungan yang luar biasa selama penulis
menyelesaikan studi. Kepada kakak dan adik tercinta yang telah memberikan
dukungan dan semangat, kepada keponakanku yang telah memberikan keceriaan
selama ini penulis mengucapkan banyak terimakasih. Terimakasih juga penulis
sampaikan pada calon suami yang telah memberikan banyak motivasi diakhir
masa studi penulis.
Ucapan terimakasih penulis juga ucapkan pada Femi, Reni dan semua
rekan-rekan Ilmu Pangan yang telah memberikan bantuan dan telah memberikan
ilmu dan diskusi serta kebersamaan selama kuliah dan penelitian berlangsung.
Pada tim penelitian kakao dan Ina yang telah banyak membantu di laboratorium
penulis juga ingin mengucapkan terimakasih. Pada teman kost di UGM dan I3,
juga bibik dan teteh serta kost K5, terimakasih atas kebersamaan , suka duka dan
dukungan selama di Bogor.
Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada pengelola Beasiswa
BPPS atas dana beasiswa yang diberikan dan juga kepada Dekan Fakultas
Pertanian dan Pihak Universitas Malikussaleh atas kesempatan dan bantuan
selama kuliah pascasarjana.
Akhirnya penulis ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan
kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik selama kuliah maupun
penelitian. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda atas
semua bantuannya. Tak lupa penulis memohon maaf bila ada kesalahan baik
yang disengaja maupun tidak dan juga saran untuk perbaikan tulisan ini. Dan
semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan dan pihakpihak lain yang terkait.
Bogor, Januari 2007
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Mei 1977 sebagai anak ketiga dari empat
bersaudara pasangan Ayahanda Yahya (Almarhum) dan Ibunda Hendon.
Pendidikan dasar sampai menengah atas diselesaikan di Kabupaten Aceh
Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam. Pada Tahun 2000 penulis memperoleh gelar
sarjana sains dari Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana penulis bekerja sebagai staf
pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh dari tahun 2002
sampai dengan sekarang. Pada tahun 2004, penulis mendapat beasiswa dari BPPS
Dikti untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor pada Program Studi Ilmu Pangan.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiii
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xiv
PENDAHULUAN.........................................................................................
Latar Belakang ..................................................................................
Hipotesa .............................................................................................
Tujuan Penelitian................................................................................
Manfaat Penelitian..............................................................................
1
1
3
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
Taksonomi Kakao ..............................................................................
Komposisi Kimia Kakao.....................................................................
Pengolahan dan Produk Olahan Kakao ...............................................
Manfaat Kakao Untuk Kesehatan........................................................
Stres Oksidatif, Radikal Bebas dan Kerusakan Sel ..............................
Antioksidan ........................................................................................
Glutation dan Respon Imun ...............................................................
Limfosit dalam Sistem Imun...............................................................
Bahan Pangan yang Berpotensi Sebagai Imunomodulator...................
4
4
5
7
9
10
12
13
14
16
METODELOGI ...........................................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................
Bahan dan Alat ...................................................................................
Diagram Alir Penelitian ......................................................................
Metode Penelitian...............................................................................
Analisa Statistik .................................................................................
18
18
18
19
21
28
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................
1. Keadaan Umum Responden ...........................................................
2. Sifat Antioksidativ Sel Limfosit .....................................................
3. Proliferasi Sel Limfosit T dan Sel Limfosit B .................................
29
29
32
50
SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................
Simpulan ...........................................................................................
Saran .................................................................................................
57
57
57
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
59
LAMPIRAN .................................................................................................
66
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Komposisi kimia bubuk kakao per 100 gram .............................................
5
2. Kandungan total polifenol produk kakao ....................................................
8
3. Radikal bebas dan ROS yang terdapat dalam tubuh organisme
11
4. Data antropometri responden sebelum dan sesudah intervensi ....................
30
5. Makanan siang dan makanan jajanan serta frekuensi konsumsi...................
31
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Struktur kimia senyawa flavonoid ............................................................
5
2. Struktur kimia polifenol yang umum terdapat dalam produk kakao ...........
6
3. Diagram alir penelitian .............................................................................
20
4. Pengambilan darah dari responden oleh asisten transfusi darah.................
23
5. Isolasi limfosit berdasarkan perbedaan densitas larutan ficoll-histopaque .
25
6. Kadar MDA kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi. ................
33
7. Kadar MDA kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi. ..............
34
8. Kadar glutation sel limfosit kelompok kakao sebelum dan
sesudah intervensi. ...................................................................................
37
9. Kadar glutation sel limfosit kelompok kontrol sebelum
dan sesudah intervensi. .............................................................................
38
10. Aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok kakao sebelum
dan sesudah intervensi. .............................................................................
41
11. Aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok kontrol sebelum
dan sesudah intervensi. .............................................................................
41
12. Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kakao terhadap (H2O2)
yang menujukkan ketahanan sel terhadap oksidasi..................................
43
13. Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kontrol terhadap (H2O2)
yang menujukkan ketahanan sel terhadap oksidasi..................................
44
14. Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kakao terhadap formalin
yang menujukkan ketahanan sel terhadap oksidasi..................................
47
15. Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kontrol terhadap formalin
yang menujukkan ketahanan sel terhadap oksidasi..................................
47
16. Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kakao terhadap erithrosin
yang menujukkan ketahanan sel terhadap oksidasi..................................
48
17. Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kontrol terhadap erithrosin
yang menujukkan ketahanan sel terhadap oksidasi..................................
48
18. Nilai IS (%) sel T kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi .. ......
51
19. Nilai IS (%) sel T kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi .. ....
52
20. Nilai IS (%) sel B kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi .. ......
54
21. Nilai IS (%) sel B kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi .. ....
54
22. Teori kemungkinan proses biokimia aktivasi sel B oleh senyawa
flavonoid dalam bubuk kakao ..................................................................
56
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Kuisioner kesehatan fisik, pola makan dan kebiasaaan konsumsi
makanan jajanan......................................................................................
66
2. Menu makan pagi dan makan malam responden yang disiapkan oleh
peneliti selama intervensi berlangsung......................................................
73
3. Informed concent (pernyataan kesediaan) menjadi responden penelitian...
74
4. Hasil analisa data dengan uji (t-test) ........................................................
75
5. Rekapitulasi nilai rata-rata hasil penelitian................................................
80
6. Kurva standar penentuan konsentrasi MDA sel limfosit ............................
81
7. Kurva standar penentuan konsentrasi glutation sel limfosit .......................
82
DAFTAR SINGKATAN
ALTJ = Asam lemak tak jenuh
BHA
= Butylated hydroxyanisole
BHT
= Butylated hydroxytoluene
BMI
= Body Mass Index
CD4
= Cluster of Differentiation-4
Con A = Concanavalin A
DAG = Diasilgliserol
DNA = Deoxyribonucleic acid
DPPH = 2,2-Diphenil-1-pictihidrazil
DTNB = 5,5’-Ditio-bis-2-nitrobenzoat
GSH
= Glutation tereduksi
HDL = High density lipoprotein
IL-4
= Interleukin-4
IPCS = International Programme on Chemical Safety
IP3
= Inositol trifosfat
LDL
= Low density lipoprotein
LGL
= Large granular lymphocytes
LPS
= Lipopolisakarida
MDA = Malonaldehyde
MHC = Mayor histocompatibility ocmplex
MTT = 3-(4,5-Dimethylthiazole-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromida
Nilai IS = Nilai Indeks Stimulasi
PHA
= Fitohemoglutinin
PIP2
= Fosfatidil inositol bifosfat
PWM = Pokweed
RNA = Ribonucleic acid
ROS
= Reactive oxygen spesies
Sel NK= Sel natural killer
TBA
= Thiobarbituric acid
TCR
= T cell reseptor
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini pangan telah mulai diandalkan sebagai pemelihara kesehatan dan
menjaga kebugaran tubuh. Bahkan bila memungkinkan, pangan harus dapat
menyembuhkan atau menghilangkan efek negatif dari penyakit tertentu. Dari
sinilah lahir konsep pangan fungsional (functional foods), yang akhir-akhir ini
sangat populer di kalangan masyarakat dunia.
Salah satu pangan yang mulai diteliti mempunyai efek dapat
meningkatkan kesehatan adalah produk kakao (coklat). Kakao merupakan salah
satu komoditas perkebunan yang besar di Indonesia. Indonesia adalah produsen
kakao terbesar ketiga di dunia setelah Ivory Coast dan Ghana dengan produksi
tahunan mencapai 435 ribu ton. Luas areal penanaman kakao telah mencapai lebih
dari 770 ribu hektar yang tersebar di seluruh propinsi, kecuali DKI Jakarta.
Sampai saat ini, perdagangan komoditas kakao Indonesia masih sangat
bergantung pada pasar ekspor dalam bentuk biji yaitu sekitar 83%. Di sisi lain,
kakao Indonesia khususnya yang dihasilkan oleh rakyat, di pasaran internasional
dihargai paling rendah, karena didominasi oleh biji-biji tanpa fermentasi. Biji-biji
tersebut pada proses pengolahan hanya dijadikan sebagai sumber lemak,
sedangkan bubuknya hanya digunakan sebagai bahan pencampur dengan porsi
yang sangat kecil. Pembuatan bubuk kakao bebas lemak sebagai sumber flavonoid
dari biji kakao non fermentasi merupakan usaha yang sedang dirintis di Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember. Bubuk kakao bebas lemak
tersebut merupakan hasil samping produksi lemak kakao.
Biji kakao dinyatakan sebagai bahan yang kaya dengan flavonoid
diantaranya adalah senyawa polifenol yang erat kaitannya sebagai zat yang
mempunyai kapasitas antioksidan bagi tubuh. Polifenol dalam kakao diantaranya
adalah katekin, epikatekin, prosianidin dan antosianidin. Dalam sebuah penelitian
disebutkan bahwa kakao mengandung total fenol dan kapasitas antioksidan yang
lebih tinggi dibandingkan anggur maupun teh. Antioksidan yang terdapat dalam
coklat atau produk makanan dari coklat ini dapat menetralisir reaktivitas dari
“reactive oxygen spesies” (ROS). ROS merupakan senyawa reaktif yang dapat
bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh yang merupakan penyusun membran
serta RNA dan DNA sel yang dapat menyebabkan sel rusak atau mati. Kerusakan
yang dialami oleh sel dapat berakibat menurunkan sistem kekebalan tubuh.
Sejumlah penelitian secara in vitro maupun in vivo telah mempelajari efek
biologis kakao terutama produk olahan kakao dari biji kakao yang difermentasi
terhadap kesehatan. Dalam suatu penelitian disebutkan bahwa konsumsi produk
coklat yang kaya akan flavonoid memberikan peningkatan kapasitas antioksidan
dalam darah setelah dua jam mengkonsumsi coklat. Dalam penelitian lain
disebutkan konsumsi kakao yang kaya akan flavanol dapat mempengaruhi
kesehatan vaskuler dengan meningkatkan fungsi pembuluh darah. Produk yang
disuplementasi dengan flavanol kakao yang difermentasi juga telah diteliti
mempuyai efek dapat menurunkan low density lipoprotein (LDL) oxidative pada
manusia. Kecenderungan eritrosit sel darah manusia untuk hemolisis akibat
radikal
bebas
telah
diteliti
dapat
dikurangi
secara
signifikan
setelah
mengkonsumsi minuman yang mengandung flavanol kakao. Namun sampai saat
ini masih sangat sedikit dilakukan penelitian tentang manfaat bubuk dari biji
kakao non fermentasi terutama bubuk yang bebas lemak terhadap kesehatan.
Berdasarkan penelitian Misnawi et al. (2002a) yang dilakukan di Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember, bubuk kakao bebas lemak dari
biji kakao non fermentasi yang berasal dari perkebunan Indonesia mengandung
senyawa polifenol sebanyak 5-18%. Penelitian secara in vitro oleh Zairisman
(2006), bubuk kakao bebas lemak yang sama mempunyai kapasitas sebagai
antioksidan dan mempunyai potensi sifat imunomodulator pada sel limfosit
manusia secara in vitro. Demikian juga berdasarkan penelitian Olivia (2006),
ekstrak bubuk kakao bebas lemak dengan pelarut air secara in vitro dapat
melindungi sel limfosit dari berbagai oksidator. Penelitian in vitro tersebut juga
membuktikan bahwa bubuk kakao bebas lemak tidak bersifat toksik terhadap sel
limfosit, dengan demikian kemungkinan tidak akan bersifat toksit terhadap sel
lain dalam tubuh organisme. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian secara in
vivo dengan manusia sebagai respondennya. Sehingga dapat diketahui bagaimana
minuman coklat dari bubuk kakao bebas lemak dapat meningkatkan sistem
kekebalan tubuh dan memperbaiki kesehatan manusia.
Hipotesa
Hipotesa penelitian ini adalah bahwa mengkonsumsi minuman bubuk
kakao bebas lemak yang merupakan hasil samping produksi lemak kakao dari
perkebunan Indonesia dapat meningkatkan aktivitas antioksidan, proliferasi
limfosit dan ketahanan terhadap oksidasi pada sel limfosit manusia.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui efek konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak
terhadap kadar MDA sel limfosit.
2. Untuk mengetahui
kadar glutation sel limfosit setelah mengkonsumsi
minuman bubuk kakao bebas lemak.
3. Untuk menguji kemampuan bubuk kakao bebas lemak dalam meningkatkan
aktivitas antiradikal bebas sel limfosit manusia.
4. Untuk
menguji
ketahanan
sel
limfosit
terhadap
oksidator
setelah
mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak.
5. Untuk
mengetahui
kemampuan
bubuk
kakao
bebas
lemak
dalam
meningkatkan aktivitas proliferasi sel T dan sel B.
Manfaat Penelitian
1. Membuktikan secara ilmiah mengenai khasiat bubuk kakao bebas lemak
terhadap kesehatan , sehingga dapat memberikan informasi kepada masyarakat
tentang khasiat bubuk kakao bebas lemak sebagai sumber antioksidan alami
yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh manusia.
2. Memberikan informasi pada masyarakat bahwa coklat tidak lagi merupakan
makanan yang harus dihindari, tetapi mengkonsumsi minuman coklat
terutama minuman bubuk coklat bebas lemak merupakan kebiasaan yang baik
untuk memperbaiki kesehatan.
3. Dapat memberikan basis informasi untuk mempromosikan penjualan kakao
produksi perkebunan Indonesia di perdagangan kakao dunia.
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Kakao
Kakao merupakan salah satu komoditas tanaman perkebunan yang telah
lama dikembangkan didunia dan juga di Indonesia. Tanaman kakao dapat tumbuh
dengan baik didaerah hutan tropis dibawah naungan pohon-pohon tinggi pada
curah hujan dan kelembaban yang tinggi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao,
2004). Menurut Tjitrosupomo (1988) sistematika tanaman kakao adalah sebagai
berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Sub kelas
: Dialypetalae
Bangsa
: Malvales
Suku
: Sterculiaceae
Marga
: Theobroma
Jenis
: Theobroma cacao L
Terdapat
bermacam-macam
jenis
kakao.
Yang
paling
banyak
dikembangkan di Indonesia adalah dari jenis kakao mulia atau kakao edel (fine /
flavour cocoa ) berasal dari varietas criollo dengan buah berwarna merah dan
kakao lindak (bulk cocoa) berasal dari varietas forestero dan trinitario dengan
warna buah hijau. Kakao lindak merupakan kakao kualitas kedua dan
mendominasi perkebunan kakao Indonesia (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao,
2004).
Komposisi Kimia Kakao
Bagian tanaman kakao yang mempunyai nilai ekonomis dan digunakan
sebagai bahan pangan adalah biji. Biji kakao mengandung berbagai macam
komponen kimia, zat gizi dan senyawa bioaktif di dalamnya. Komposisi kimia ini
akan bervariasi setelah mengalami proses pengolahan menjadi produk. Komposisi
kimia bubuk kakao berbeda dengan mentega kakao dan chocolate liquor (pasta
coklat). Begitu juga dengan varietas dan proses pengolahan menyebabkan
komposisi kimia kakao menjadi berbeda (Cheney 1999). Berikut ini disajikan
komposisi kimia dari bubuk kakao.
Tabel 1 Komposisi kimia bubuk kakao per 100 gram
Nutrient
Kalori (Kcal)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Serat (g)
Protein (g)
Potassium (mg)
Sodium (mg)
Calcium (mg)
Besi (mg)
Seng (mg)
Tembaga (mg)
Mangan (mg)
Air (g)
Kadar abu
Komposisi
228,49
13,50
53,35
27,90
19,59
1495,50
8,99
169,45
13,86
7,93
4,61
4,73
2,58
6,33
Sumber : Cheney (1999).
Komponen senyawa bioaktif utama dalam biji kakao adalah senyawa
polifenol. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata pada biji kakao
mengandung senyawa polifenol yang dapat berfungsi sebagai antioksidan
(Sanbongi et al. 1998). Lee et al. (2003) mengemukakan bahwa kandungan
polifenol total dalam kakao, dalam hal ini bubuk kakao lebih tinggi dibandingkan
dalam anggur maupun teh, baik teh hitam maupun teh hijau.
Kelompok senyawa polifenol yang banyak terdapat pada kakao adalah
flavonoid yaitu senyawa yang mengandung 15 atom karbon yang terdiri dari dua
cincin benzena yang dihubungkan oleh rantai karbon dengan struktur dasar
sebagai berikut :
3'
2'
7
8
O
A
C
5
4
4'
B
5'
6'
6
Gambar 1 Struktur kimia senyawa flavonoid
Struktur kimia flavonoid yang bisa disubstitusi oleh gugus hidroksil (OH)
pada posisi 3'-, 4'- dan 5' cincin B dan juga substitusi gugus OH pada ikatan
rangkap C2 dan C3 pada cincin C menjadikan senyawa ini mempunyai aktivitas
antioksidan yaitu sebagai antioksidan primer maupun sebagai pengkhelat ion
logam (Rajalakshmi & Narasimhan 1996)
Wollgast dan Anklam (2000) mengemukakan bahwa flavonoid yang
umum terdapat pada biji kakao dan produk olahan kakao dan mempunyai efek
terhadap kesehatan adalah flavanol yang terdiri dari catechin dan epicatechin dan
juga berbentuk senyawa oligomer yang dikenal sebagai procyanidins. Struktur
kimia senyawa flavonoid yang umum terdapat dalam kakao dan produk olahan
kakao adalah sebagai berikut :
R1=H, R2=OH = (+)-catekin
R1=OH, R2=H = (-)-epikatekin
Prosianidin
Gambar 2 Struktur kimia senyawa polifenol yang umum terdapat dalam produk
kakao
Kandungan senyawa polifenol dalam biji kakao atau produk olahannya
sangat tergantung pada proses fermentasi biji kakao sebelum tahap pengeringan.
Misnawi dan Selamat (2003) mengemukakan bahwa kandungan dan komposisi
polifenol dalam biji kakao berubah secara nyata selama proses fermentasi.
Sementara itu, hasil penelitian yang lain mendapatkan bahwa keberadaan
polifenol pada konsentrasi yang tinggi dalam kakao memberi pengaruh negatif
terhadap citarasa berupa rasa sepat dan pahit yang berlebihan serta menghambat
pembentukan komponen-komponen aroma selama penyangraian (Misnawi et al.
2004a,b).
Pengolahan dan Produk Olahan Kakao
Produk coklat dihasilkan melalui tahapan dan proses pengolahan biji
kakao. Secara umum biji kakao diolah menjadi bahan pangan yang dapat di
konsumsi melalui tahap-tahap :
1. Fermentasi, dilakukan setelah buah dipanen . Lama fermentasi biasanya 4-6
hari, bijinya kemudian dikeringkan.
2. Proses pengolahan biji kakao yang sudah kering menjadi bahan pangan yang
bisa dikonsumsi. Tahapan umumnya meliputi : penghalusan (refining),
penyempurnaan citarasa (conching) dan pengkristalisasi (tempering) (Bixler &
Morgan 1999).
Kualitas dari produk olahan kakao yang dihasilkan sangat tergantung
kepada kualitas biji kakao dan proses pengolahan. Salah satu faktor yang sangat
menentukan adalah proses fermentasi biji kakao sebelum diolah. Cita rasa coklat
yang yang baik dapat diperoleh bila kakao tersebut difermentasi dengan baik.
Berdasarkan Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan (2004) kakao
Indonesia khususnya yang dihasilkan oleh rakyat, di pasaran internasional
dihargai paling rendah, karena didominasi oleh biji-biji tanpa fermentasi.
Namun demikian proses fermentasi itu sendiri menyebabkan kandungan
senyawa kimia dalam biji kakao menjadi berubah, terutama senyawa flavonoid
yang dapat memberikan efek positif untuk kesehatan. Berdasarkan penelitian
Misnawi dan Selamat (2003) kandungan polifenol dalam biji kakao menurun
sampai 50% selama proses fermentasi.
Bubuk kakao bebas lemak dari biji kakao non fermentasi sebagai sumber
flavonoid merupakan usaha yang sedang dirintis di Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia di Jember. Bubuk kakao bebas lemak tersebut merupakan hasil
samping produksi lemak kakao. Bubuk kakao bebas lemak adalah produk kakao
yang berbentuk bubuk yang diperoleh dari pasta kakao setelah dihilangkan
lemaknya. Bubuk kakao bebas lemak dibuat melalui proses sebagai berikut : biji
kakao basah dicuci bersih dan dioven pada suhu 50oC sampai kadar air 7,5%.
Selanjutnya kulit ari dipisahkan, keping biji yang diperoleh dihaluskan dengan
blender (penghancur biji). Pasta kakao yang diperoleh kemudian dipisahkan
lemaknya (defatting) dalam soxhlet apparatus menggunakan pelarut petroleum
benzen (titik didih 40-60oC). Bubuk kakao yang diperoleh kemudian dihaluskan
sampai kehalusan < 40 mesh dan kemudian disimpan dalam kemasan yang kedap
udara ( Misnawi 2005). Berdasarkan penelitian Misnawi et al. (2003)
dikemukakan bahwa dalam bubuk kakao bebas lemak dari biji kakao non
fermentasi terdapat 120-180 g/kg polifenol. Bubuk kakao bebas lemak dari
varietas bulk masak berdasarkan penelitian Zairisman (2006) mengandung total
fenol sebesar 35,5 ppm tiap 0,8 mg/ml ekstrak kakao dalam pelarut air.
Kandungan polifenol kakao juga sangat tergantung pada proses
pengolahan dan produk akhir. Hasil penelitian Misnawi et al. (2002b) juga
mendapatkan bahwa aktifitas antioksidan polifenol biji kakao masih tetap tinggi
walaupun telah dipanaskan sampai suhu 140°C selama 45 menit. Menurut
Wollgast dan Anklam (2000), kandungan polifenol total dalam produk kakao
berbeda-beda. Berikut disajikan kandungan polifenol total dalam cocoa powder,
dark chocolate dan milk chocolate dengan metode analisis Folin-Ciocalteau yaitu
menggunakan standar asam gallat dan ekstraksi dengan pelarut metanol.
Tabel 2 Kandungan total polifenol produk kakao
Produk kakao
Cocoa powder
Dark chocolate
Milk chocolate
Jumlah (mg / g) polifenol total
20
8,4
5
Sumber : Wollgast dan Anklam (2000)
Terdapat berbagai macam produk olahan dari biji kakao yaitu chocolate
liquor (pasta kakao), cocoa powder (bubuk coklat), cocoa butter (mentega kakao)
dan dark chocolate. Dark chocolate mengandung 15% chocolate liquor, dan 60 %
cocoa butter, gula dan aditif. Sedangkan cocoa powder (bubuk coklat) dibuat
dengan menghilangkan cocoa butter dari chocolate liquor (Vinson et al. 1999).
Produk olahan dari kakao ini digunakan untuk berbagai jenis olahan
makanan, industri farmasi dan industri kosmetik. Bubuk kakao banyak digunakan
sebagai bahan pembuat roti, es krim, permen dan juga untuk minuman. Cocoa
butter banyak digunakan untuk industri makanan, kosmetik dan farmasi (Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao 2004).
Manfaat Kakao Untuk Kesehatan
Banyak penelitian telah dilakukan tentang efek kakao untuk memperbaiki
kesehatan. Wollgast dan Anklam (2000) mengemukakan bahwa polifenol biji
kakao memiliki aktifitas antioksidan yang sangat baik dan bermanfaat bagi tubuh,
sehingga polifenol kakao terus mendapat perhatian para pakar gizi dan
pengobatan sehubungan dengan kandungan senyawa polifenol yang bersifat
sebagai antioksidan. Othman et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan senyawa
fenolik dalam biji kakao dari Malaysia, Ghana, Ivory Coast dan Sulawesi
(Indonesia) memiliki kapasitas antioksidan yang tinggi.
Penelitian secara in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa polifenol biji
kakao memiliki kapasitas antioksidan yang mampu menekan hidrogen peroksida
dan anion superoksida, melindungi lemak dari kerusakan oksidasi, bertindak
sebagai antimikrobia, antimutagenik, menghambat pertumbuhan tumor dan
kanker, dan mengurangi penyakit-penyakit karena oksidasi low density
lipoprotein (LDL) (Kattenberg 2000; Sanbongi et al. 1998; Wan et al. 2001).
Dalam penelitian lain setelah 4 minggu mengkonsumsi bubuk kakao kaya
flavanol, responden mengalami penurunan LDL, peningkatan HDL (high density
lipoprotein) dan peningkatan kapasitas antioksidan total dalam plasma darah.
Hasil penelitian ini berkorelasi positif bagi kesehatan jantung dan merupakan
strategi diet penting dalam mendukung kesehatan jantung (Wan et al. 2001).
Amin et al. (2004) mengemukakan bahwa konsumsi cairan ekstrak kakao
yang kaya akan antioksidan dapat menurunkan aktivitas enzim petanda tumor dari
tikus selama hepatokarsinogenesis yaitu pembentukan tumor di organ hati. Mathur
et al.(2002) menyatakan bahwa polifenol dalam produk kakao mempunyai
kapasitas
antioksidan
dan
aktivitas
anti-inflamantori
yang
mempunyai
kemampuan untuk mencegah penyakit kardiovaskuler oleh stress oksidativ. Fisher
et al. (2003) menyebutkan bahwa mengkonsumsi kakao yang kaya akan flavanol
berpengaruh pada aliran darah perifer. Dengan demikian flavanol kakao
kemungkinan mempunyai peranan sebagai faktor diet yang penting untuk
menjaga kesehatan kardiovaskuler. Platelet sel darah yang merupakan komponen
utama pembekuan darah akan berkurang membeku ataupun membentuk gumpalan
beberapa jam setelah konsumsi coklat kaya flavanol (Holt et al. 2002). Hasil ini
menyimpulkan bahwa flavanol kakao sangat berperan sebagai modulator respon
platelet, dan merupakan faktor diet yang penting sebagai pencegah terjadinya
pembekuan darah.
Zhu et al. (2005) menyatakan bahwa kecenderungan erithrosit sel darah
manusia untuk hemolisis akibat radikal bebas dapat dikurangi secara signifikan
setelah mengkonsumsi minuman yang mengandung flavanol kakao.
Sanbongi et al. (1998) telah mempelajari efek antioksidan dari coklat
terhadap sistem imun manusia. Secara in vitro antioksidan dari coklat dapat
menghambat produksi hidrogen peroksida dan anion superoksida limfosit dan
makrofag. Untuk meningkatkan sistem imun tubuh cairan fraksi kakao dapat
memodulasi sintesis sitokin antiinflamasi interleukin-4 (IL-4). Fraksi monomer
prosianidin
dapat
meningkatkan
sekresi
sel
yang
dirangsang
PHA
(fitohemoglutinin) (Mao et al. 2000).
Olivia (2006) menyatakan bahwa ekstrak bubuk kakao bebas lemak dari
dari biji kakao non fermentasi dalam pelarut air mampu memberikan efek
perlindungan terhadap sel limfosit manusia secara in vitro. Pada penelitian ini
dikemukakan bahwa cairan ekstrak bubuk kakao tersebut mampu melindungi sel
limfosit terhadap hidrogen peroksida yang dapat merusak sel dan anion
superoksida yang dapat menginduksi bermacam kematian sel termasuk nekrosis
maupun apoptosis. Cairan ekstrak bubuk kakao ini juga dapat melindungi sel
limfosit dari kerusakan oleh formalin dan logam berat Hg.
Stress Oksidatif , Radikal Bebas Dan Kerusakan Sel
Stres oksidatif adalah gangguan keseimbangan antara jumlah prooksidan
dan oksidan, dimana jumlah prooksidan lebih tinggi dari oksidan sehingga tubuh
terpapar radikal bebas. Keadaan stress oksidatif akibat radikal bebas
menyebabkan kerusakan jaringan atau kematian sel. Radikal bebas dikemukakan
berperan dalam pathogenesis berbagai macam penyakit. Kondisi stress oksidatif
dalam tubuh dapat terjadi karena pertahanan antioksidan tubuh tidak efektif atau
meningkatnya pembentukan radikal bebas. Adanya peningkatan stress oksidatif
menyebabkan rusaknya komponen sel seperti asam lemak tak jenuh ganda pada
membran sel, protein, enzim serta kerusakan DNA (Deoxyribonucleic Acid)
(Kehrer 1993; Langseth 2000; Halliwell et al. 1992).
Radikal bebas atau sering disebut juga senyawa oksigen reaktif (reactive
oxygen species) (ROS) adalah adalah spesi kimia yang memiliki elektron yang
tidak berpasangan di kulit terluar sehingga sangat reaktif. Reaksi antara radikal
bebas dengan molekul kimia dalam sel dapat menyebabkan berbagai jenis reaksi
kimia. Dan jika terjadi di dalam tubuh organisme akan menimbulkan berbagai
macam kerusakan sel yang menimbulkan berbagai penyakit (Langseth 2000).
Beberapa radikal bebas dan ROS yang terdapat dalam tubuh organisme
adalah sebagai berikut :
Tabel 3 Radikal bebas dan ROS yang terdapat dalam tubuh organisme
Jenis Senyawa
Radikal Bebas
• Radikal hidroksil
• Radikal superoksida
• Radikal oksida nitrit
• Radikal lipid peroksil
Non Radikal
• Hidrogen peroksida
• Singlet oksigen
• Asam hipoklorit
• Ozone
Rumus Molekul
OH•
O2• NO•
LOO•
H2O2
O2
HOCl
O3
Sumber : Langseth, (2000).
Radikal bebas dapat berasal dari sumber endogenus maupun sumber
eksogenus. Sumber endogenus berasal dari reaksi reduksi dan oksidasi normal sel
dalam mitokondria, peroksisom, detoksifikasi senyawa xenobiotik, metabolisme
obat-obatan dan fagositasi. Sedangkan sumber eksogenus berasal dari lingkungan
diluar tubuh yaitu asap rokok, radiasi, inflamasi, latihan oleh raga berlebihan, diet
tinggi ALTJ (asam lemak tak jenuh) dan karsinogenik (Langseth 2000).
Stress oksidatif karena radikal bebas dapat juga terjadi pada seseorang
yang mengkonsumsi makanan yang tercemar seperti mengandung pengawet yang
berlebihan, mengandung zat pewarna atau bahan tambahan pangan lainnya bila
melebihi batas aman yang diizinkan. Toksisitas dari zat-zat pencemar ini meliputi
pembentukan senyawa radikal yang dapat merusak sel melalui oksidasi asam
lemak (Zakaria 1996a).
Pengukuran radikal bebas secara langsung masih sulit untuk dilakukan.
Pengukuran lipid peroksidasi sering digunakan sebagai teknik untuk mengevaluasi
kondisi stress oksidatif karena radikal bebas. MDA merupakan produk akhir
oksidasi lipid membran. Pengukuran MDA sel yang merupakan produk dari
oksidasi lipid sering digunakan untuk mengukur radikal bebas. Status antioksidan
yang tinggi biasanya diikuti oleh penurunan kadar MDA (Zakaria et al. 2003).
Salah satu metode yang digunakan adalah reaksi dengan 2-thiobarbituric acid
(TBA) (Kasogi et al. 1989).
Antioksidan
Antioksidan dapat didefinisikan sebagai suatu senyawa yang dapat
menghambat atau memperlambat terjadinya oksidasi (Hall & Cuppett SL 1997).
Menurut Winarno (1997) terdapat dua macam antioksidan, yaitu antioksidan
primer dan antioksidan sekunder. Suatu molekul dapat disebut sebagai antioksidan
primer apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada radikal lipid
dan jika radikal yang terbentuk kemudian lebih stabil daripada radikal lipidnya
atau diubah menjadi produk lain yang lebih stabil. Zat – zat yang termasuk
golongan ini dapat berasal dari alam seperti tokoferol, polifenol, lesitin, fosfatida,
dan
asam
askorbat
serta
antioksidan
buatan
seperti
BHA
(butylated
hydroxyanisole) dan BHT (butylated hydroxytoluene). Sedangkan antioksidan
sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja prooksidan sehingga dapat
digolongkan sebagai sinergi. Beberapa asam organik tertentu dapat mengikat
logam – logam, misalnya satu molekul asam sitrat akan mengikat prooksidan Fe
seperti sering dilakukan pada minyak kacang kedelai.
Menurut Fang et al. (2002), dalam tubuh manusia secara alami
mempunyai senyawa antioksidan yang dapat menghambat pembentukan dan
aktivitas radikal bebas seperti enzim superoksida dismutase, katalase dan glutation
peroksida, senyawa pengkelat ion logam prooksidan transferin, seruloplasmin,
albumin, laktoferin, feritin, dan hemopeksin serta senyawa yang memutuskan
reaksi berantai radikal bebas seperti tokoferol, asam askorbat, fenol, dan
karotenoid. Banyak metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas
antiradikal bebas oleh zat antioksidan. Mello et al. (2004) mengemukakan bahwa
uji aktivitas antiradikal bebas dengan menggunakan senyawa DPPH (2,2-diphenil1-pictihidrazil) merupakan uji secara kolorimetri (berdasarkan warna). Warna
yang terbentuk berasal dari hasil reaksi antara radikal bebas DPPH dengan
antioksidan. Reaksi yang terjadi adalah DPPH* + AH DPPH-H + A*. DPPH*
dalam bentuk radikal memberikan absorpsi yang maksimum pada panjang
gelombang 517 nm. Setelah direduksi oleh antioksidan, maka absorpsinya akan
menghilang dan bentuk non-radikal yang berwarna kuning pucat akan terbentuk.
Glutation dan Respon Imun
Glutation (L-γ-glutamil-L-sistenilglisin) merupakan senyawa thiol non
protein yang banyak terdapat dalam jaringan tubuh. Senyawa peptida ini banyak
terdapat dalam cairan fisologis seperti plasma atau cairan empedu, dan juga pada
sel-sel lain di dalam tubuh. Glutation berfungsi sebagai penangkal senyawa
radikal dalam sitoplasma dan dalam metabolisme zat xenobiotik elektrofil tahap
II. Glutation dapat berfungsi sebagai antioksidan yang akan melindungi sel-sel
tubuh dari radikal bebas. Sekitar 98 % glutation total berada dalam bentuk
glutation tereduksi (GSH) (Bergmeyer 1990).
Glutation sangat erat hubungannya dengan fungsi imunitas tubuh.
Proliferasi, pertumbuhan dan differensiasi sel-sel imun sangat tergantung pada
keberadaan GSH. Sel limfosit B dan sel Limfosit T memerlukan jumlah GSH
yang cukup untuk berdiferensiasi. Jumlah GSH sel limfosit yang rendah akan
signifikan dengan rendahnya jumlah CD4 (Cluster of Differentiation) yang
merupakan petanda molekul subset Th. GSH intraseluler juga diperlukan oleh sel
limfosit T untuk berpoliferasi sebagai respon terhadap stimulasi mitogen, untuk
mengaktivasi sel T sitotoksit (Tc) dan beberapa fungsi spesifik sel T diantaranya
metabolisme interleukin-2 yang sangat penting sebagai respon terhadap mitogen.
Sehingga tingginya kadar glutation dalam sel mengindikasikan semakin
meningkatnya sistem antioksidan tubuh dan membaiknya status imun individu
(Fidelus & Tsan 1987).
Limfosit Dalam Sistem Imun
Koolman dan Rohm (2001) mengemukakan bahwa unsur-unsur padat
darah terdiri dari eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan
trombosit (keping-keping darah). Limfosit termasuk kedalam salah satu jenis
leukosit (sel darah putih) yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam
mekanisme sistem imunitas tubuh. Limfosit akan memberikan respon terhadap
suatu substansi benda asing (antigen) yang masuk ke dalam tubuh melalui sistem
imunitas seluler maupun imunitas humoral.
Limfosit terdiri dari limfosit T dan limfosit B serta subset limfosit yang
terutama berperan dalam respon imun seluler. Sel-sel imun tersebar diseluruh
tubuh dan ditemukan di dalam limfa, timus, darah, saluran nafas, saluran
pencernaan dan saluran kemih. Kemampuan mengenal benda asing oleh limfosit
disebabkan oleh adanya reseptor pada permukaan sel. Reseptor sel T (TCR) dapat
mengenal peptida antigen yang terikat dengan molekul MHC (Mayor
Histocompatibility Complex). TCR terdiri dari heterodimer yang mengikat
antigen/MHC dan kompleks polipeptida yang disebut kompleks CD3 (Cluster of
Differentiation) yaitu petanda permukaan pada limfosit T yang diperlukan untuk
aktivasi sel T selanjutnya. Fungsi yang umum dari sel T adalah membantu sel B
dalam produksi antibodi, mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus,
mengaktifkan makrofag dalam fagositosis serta mengontrol ambang dan kualitas
sistem imun (Baratawijaya 2002).
Immunitas humoral berasal dari aktivitas sel limfosit B. Sel limfosit B
tidak mengalami pendewasaan di timus seperti sel T melainkan di dalam sumsum
tulang (bone). Sel B membawa antibodi pada permukaan selnya dan juga dapat
mengeluarkan antibodi ke dalam plasma. Antibodi ini mempunyai kemampuan
untuk mengikat antigen yang spesifik. Pengikatan antigen pada antibodi
membantu pertahanan ekstraseluler terhadap virus dan bakteri yang menyerang
(Koolman & Rohm 2001). Sel B perawan yang terangsang oleh antigen, dengan
bantuan sel Th akan mengalami proses perkembangan melalui dua jalur, yaitu
berdiferensiasi menjadi sel plasma yang membentuk immunoglobulin dan satu
lagi membelah dan berfungsi sebagai sel memori. Bila sel B memori terstimulasi
dengan antigen yang sama, maka akan mengalami proliferasi lebih cepat
membentuk sel plasma untuk membentuk antibodi spesifik (Roitt & Delves 2001).
Sebagian sel limfosit tidak mengandung petanda seperti yang ditemukan
pada sel B atau sel T, oleh karena itu disebut sel nol. Sel tersebut berupa Large
Granular Lymphocytes (LGL). Sel ini sering disebut dengan sel NK (Natural
Killer) (Baratawijaya 2002). Sel yang terinfeksi virus dapat dibunuh oleh limfosit
dengan aktivitas sel NK melalui perforin / granzim yang akan menyebabkan
kematian sel yang terpogram (apoptosis). (Roitt & Delves 2001).
Proliferasi merupakan proses perbanyakan sel melalui pembelahan sel
sebagai respon terhadap adanya antigen dan mitogen. Pada proses proliferasi ini
dihasilkan sel-sel efektor aktif yang berperan dalam sistem imun. Proliferasi
merupakan fungsi dasar biologis limfosit (Rose et al. 1994). Respon proliferasi
secara in vitro dapat menggambarkan fungsi limfosit dan status imun individu.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan limfosit untuk berproliferasi
menunjukkan secara tidak langsung kemampuan respon imunologik atau tingkat
kekebalan.Sel limfosit merupakan jenis sel yang sangat sensitif, sehingga
pengujian komponen uji secara in vitro sekaligus merupakan eksplorasi pengujian
langsung apakah komponen bahan uji yang diberikan bersifat sitotoksik atau tidak
(Zakaria et al. 1996).
Limfosit dapat dikembangbiakkan diluar tubuh hewan atau manusia, yang
dinamakan dengan kultur sel. Untuk dapat mengkultur sel limfosit secara in vitro
diperlukan lingkungan dan makanan yang menyerupai kondisi in vivo. Media
pertumbuhan yang diperlukan harus mengandung asam amino, vitamin, mineral,
garam organik dan serum. Keadaan lingkungan yang harus diperhatikan adalah
pH optimum kultur 7,8, suhu inkubasi 37oC, kadar CO2 5% dan kelembaban
relatif
sebesar
95%.
Untuk
mencegah
terjadinya
kontaminan
oleh
mikroorganisme, dalam media kultur sering ditambahkan antibiotik. Peranan
serum dalam media kultur sangat penting yaitu sebagai nutrien untuk
pertumbuhan sel. Serum memberikan hormon-hormon penting, faktor penempel
sel pada matriks tempat sel tumbuh, protein, lipid serta mineral-mineral yang
diperlukan oleh sel untuk tumbuh dan berkembang (Fresney 1992). Serum yang
sering digunakan dalam medium pertumbuhan sel adalah serum janin sapi (FBS),
kuda dan juga serum AB manusia. Prokop O dan Unlenbruck (1969)
mengemukakan bahwa dalam serum darah manusia mengandung antibodi yang
dapat mengaglutinasi (menggumpal) jika bereaksi dengan antigen tertentu. Darah
golongan A mengandung antigen A dan antibodi terhadap B dalam serumnya,
sehingga serum darah dari golongan A akan menggumpal bila direaksikan dengan
sel darah yang mengandung antigen B. Sementara itu golongan darah AB
memiliki antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A
maupun B. Sehingga serum dari golongan darah AB tidak akan menggumpal bila
direaksikan dengan sel darah atau limfosit yang mengandung antigen A maupun
B, atau limfosit yang diisolasi dari darah golongan A, golongan B maupun
golongan AB itu sendiri. Karena sifat inilah maka serum darah dari golongan AB
banyak digunakan untuk kultur sel yang menggunakan sel limfosit manusia.
Penambahan LPS dalam media kultur limfosit berfungsi sebagai mitogen
yang dapat menstimulasi proliferasi sel limfosit ( Zakaria et al. 1996). Beberapa
mitogen yang dapat digunakan sebagai stimulan proliferasi antara lain
Concanavalin A (Con A), fitohemoglutinin (PHA), lipopolisakarida (LPS) bakteri
dan pokweed (PWM). Con A dan PHA dapat mengaktifkan sel T, PWM dapat
mengaktifkan sel B dan sel T. Sedangkan lipopolisakarida bakteri dapat
mengaktifkan sel B (Bellanti 1993).
Bahan Pangan Yang Berpotensi Sebagai Imunomodulator.
Penelitian untuk menguji potensi bahan pangan tertentu yang dapat
bersifat sebagai imunomodulator yaitu senyawa yang memiliki kemampuan untuk
meningkatkan aktivitas proliferasi limfosit telah banyak dilakukan. Zakaria et al.
(2003) melaporkan bahwa ekstrak jahe dapat meningkatkan proliferasi limfosit
manusia dan sel limfosit tikus secara in vitro. Dalam artikel yang sama juga
disebutkan konsumsi sari jahe selama 30 hari dapat meningkatkan aktivitas
proliferasi limfosit manusia. Pandoyo (2000) mengemukakan bahwa ekstrak
tanaman cincau hijau pada konsentrasi tertentu dapat meningkatkan proliferasi
limfosit manusia secara in vitro. Demikian juga hasil penelitian Zakaria et al.
(2000) melaporkan bahwa konsumsi sayur dan buah yang mengandung vitamin C
dan vitamin E dapat meningkatkan proliferasi limfosit.
Bahan pangan lain yang juga telah diteliti dapat meningkatkan aktivitas
proliferasi sel limfosit adalah ekstrak cincau hijau yang sering dikonsumsi sebagai
minuman (Pandoyo 2000), jamu (Yuana
1998), dan ekstrak buah merah
(Meiriana 2006). Senyawa kitooligomer yang diproduksi dari kitosan limbah kulit
udang juga telah diteliti dapat meningkatkan aktivitas proliferasi limfosit sehingga
dapat bersifat sebagai imunomodulator (Wahyuni 2006). Zairisman SZ (2006)
melaporkan bahwa ekstrak bubuk kakao bebas lemak dalam pelarut air dapat
meningkatkan aktivitas proliferasi sel limfosit manusia yang dikultur secara in
vitro.
METODELOGI
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Pangan dan
Laboratorium
Mikrobiologi
Departemen
Ilmu
dan
Teknologi
Pangan,
Laboratorium Kimia PAU Pangan dan Gizi IPB, Laboratorium Kultur Jaringan
Bagian Patologi dan Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan IPB,
Laboratorium Klinik Caritas Bogor, Klinik Farfa Darmaga serta 3 rumah indekost
mahasiswa di komplek perumahan IPB II Sindang Barang.
Waktu yang diperlukan dari pembuatan proposal sampai pembuatan
laporan adalah selama 8 bulan yaitu dari bulan April sampai bulan November
tahun 2006.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah bubuk biji kakao
bebas lemak yang diperoleh dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di
Jember. Bubuk yang digunakan merupakan bubuk biji kakao varietas bulk masak
non fermentasi yang memiliki total fenol dan daya proliferasi limfosit yang tinggi
berdasarkan uji in vitro (Zairisman 2006). Bahan lain yang digunakan adalah gula
pasir, air panas dan susu bubuk skim.
Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah larutan histopaque (1077)
(ficoll-hypaque) dari Sigma, media RPMI-1640, glutamin , concanavalin A (Con
A) (CO 412 dari Sigma), lipopolisakarida (LPS) (Sigma), antibiotik penisilinstreptomisin,
MTT
(3-(4,5-dimethylthiazole-2-yl)-2,5-diphenyl
tetrazolium
bromida) dari Sigma, pewarna trifan biru, NaHCO3, asam klorida, larutan standar
malonaldialdehida (MDA) dari 1,1,3,3-tetraetoksipropana (Sigma), Phosphate
Buffer Saline (PBS) ,
asam trikloro asetat, aquabides, alkohol 90%, asam
tiobarbiturat, pelarut air bebas ion (Kimia Farma), larutan isopropanol, KH2PO4,
asam fosfat, 2,2-difenil-1-pictihidrazil (DPPH), metanol pro analisis, standar
glutation (G-6529) (Merck), 5,5’-ditio-bis-2-nitrobenzoat (DTNB) yang lebih
dikenal dengan pereaksi Ellman, Na2HPO4, asam sulfosalisilat, EDTA-Na2H2.2H2O,
hidrogen peroksida (H2O2), formalin dan pewarna merah makanan
(eritrosin).
Sedangkan serum yang digunakan untuk media pertumbuhan adalah serum
darah golongan AB yang diambil dari seorang donor yang sehat.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sentrifuge
(JOUAN, tipe CR 412), laminar air flow (Holten Laminar air tipe HV 2472),
incubator Jouan tipe IG 150) (CO2 5%, 37oC), mikroskop, hemasitometer
(Superior),
mikroplate
reader
(BIO-RAD,
Benchmark),
spektrofotometer
(Shimadzu), mikropipet (Finnepipette), inverted microscope tipe 1x70 dari
Olimpus, water bath, freezer
dan autoclave serta peralatan gelas yang sering
digunakan untuk analisa di laboratorium
Sedangkan peralatan sekali pakai yang digunakan adalah syringe 50 ml
(Terumo), syringe 3 ml, tabung sentrifuge steril 15 dan 50 ml sekali pakai
(Corning), lempeng mikro 96 sumur (Corning), membran filter 0,22 µm
(Corning), repeater (Eppendorf), dispenser tip (Marsh), tabung vacutainer ukuran
9 ml dengan koagulan, tabung vacutainer non koagulan, needles vacutainer
(Becton dickinson) dan cover gelas.
Diagram Alir Penelitian
Alur penelitian yang telah dilakukan digambarkan secara skema dalam
diagram alir berikut :
Minuman bubuk kakao bebas lemak dari
varietas bulk masak
Dikonsumsi oleh
responden
Diambil darah
Isolasi sel limfosit
Uji Sifat Antioksidativ
Analisa Antiradikal
Bebas dengan
Metode DPPH
Analisa
Nilai MDA
Oksidator
H2O2
Uji Proliferasi
Analisa
Ketahanan
Terhadap
Oksidasi
Oksidator
formalin
Analisa
Kadar
Glutation
Oksidator
erithrosin
Nilai Indeks
Stimulasi (IS)
Gambar 3 Diagram alir penelitian
Nilai Indeks
Stimulasi (IS)
Metode Penelitian
1. Pembuatan Minuman Bubuk Kakao
Minuman bubuk kakao (coklat) yang siap dikonsumsi dibuat dengan
melarutkan 4 gram bubuk kakao bebas lemak dalam 100 ml air hangat,
ditambahkan 2 gram gula dan 2 gram susu bubuk skim. Minuman bubuk kakao
diminum oleh responden dalam keadaan hangat.
2. Persiapan Responden
Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah mahasiswa Institut
Pertanian Bogor sebanyak 18 orang yang berusia 22 – 27 tahun dan bertempat
tinggal di perumahan dosen komplek IPB II Sindang Barang. Semua responden
yang dipilih berjenis kelamin perempuan. Responden dibagi dalam 2 kelompok,
masing-masing kelompok
berjumlah 9 orang. Kelompok pertama merupakan
kelompok kakao yang mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak.
Sedangkan kelompok kedua mengkonsumsi minuman yang terdiri dari 2 gram
susu bubuk skim yang ditambah 2 gram gula dalam 100 ml air hangat. Kelompok
kedua ini dinamakan dengan kelompok kontrol.
Responden yang dipilih adalah mahasiswa yang dinyatakan sehat
berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan oleh dokter di Klinik Farfa Darmaga.
Begitu juga setelah menjalani intervensi, responden diperiksa kesehatan kembali
oleh dokter yang sama dengan sebelum intervensi (format pemeriksaan terlampir
di lampiran 1 point C dan D).
3. Pelaksanaan Intervensi
Intervensi dilaksanakan selama 25 hari di rumah indekost mahasiswa di
komplek perumahan IPB II Sindang Barang. Pelaksanaan intervensi dilakukan
setiap hari pada jam 07.00 – 08.00 WIB. Minuman bubuk kakao dan susu
disiapkan setiap hari oleh peneliti yang sekaligus mengawasi responden
mengkonsumsi minuman bubuk kakao dan susu. Selama intervensi berlangsung
semua responden disediakan sarapan pagi dan juga makan malam dengan menu
yang seragam. Menu sarapan pagi dan makan malam yang disediakan oleh
peneliti untuk responden terdapat pada lampiran 2. Seminggu sekali selama
pelaksanaan intervensi dilakukan diskusi yang melibatkan seluruh responden
mengenai penelitian dan kesehatan umum.
Sebelum pelaksanaan intervensi juga dilakukan penandatanganan surat
perjanjian (“inform consent”) ( lampiran 3) dan wawancara terhadap responden
dengan format kuisioner standar (lampiran 5 butir B, E, F dan G). Kuisioner
tersebut berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus di isi oleh responden mengenai
status sosial ekonomi, pengetahuan tentang pangan, pola konsumsi dan kebiasaan
membeli makanan jajanan.
4. Pengukuran Status Gizi (Nurrahman 1998)
Pengukuran status gizi responden dilakukan secara antropometri yang
meliputi tinggi badan (TB) dan berat badan (BB) sebelum dan sesudah intervensi.
Penggolongan status gizi menurut ”Body Mass Index” (BMI) dengan satuan
Kg/m2, yaitu: BMI = BB / TB2
Dimana : BMI < 17,0 , kekurangan berat badan tingkat berat
BMI 17,0 – 18,4, kekurangan berat badan tingkat ringan
BMI 18,5 – 25 , normal
BMI 25,1 – 27, kelebihan berat badan tingkat ringan
BMI > 27,0, kelebihan berat badan tingkat berat
5. Pengambilan Darah
Pengambilan darah dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah
intervensi. Pengambilan darah dilakukan di Klinik Farfa Darmaga pada jam
07.00- 08.00 pagi oleh seorang asisten tranfusi darah (Gambar 4). Darah diambil
secara aseptis sebanyak 35 ml dengan menggunakan jarum Precisionglide
TM
steril sekali pakai dan tabung vacutainer steril sekali pakai. Darah dalam tabung
vacutainer dibawa ke Laboratorium Kultur Jaringan Bagian Patologi FKH IPB
untuk segera dianalisa.
Gambar 4 Pengambilan darah dari responden oleh asisten transfusi darah
6. Isolasi Limfosit (Wahyuni 2006)
Sebelum dilakukan isolasi sel limfosit, terlebih dahulu dilakukan
persiapan media kultur. Media untuk kultur dan pemeliharaan sel menggunakan
RPMI-1640 bubuk 1 sachet sebanyak 16,2 gram dan dilarutkan dalam air
deionisasi sampai volume 1 (satu) liter. Kemudian ditambahkan NaHCO3 2 gram
dan antibiotik penisilin-streptomisin 1 % (10 ml), kemudian dilakukan sterilisasi
dingin dengan membran steril berukuran 0,22 µm. Jika digunakan dalam media
pertumbuhan, komposisi medium ditambahkan 10% serum darah manusia
golongan AB.
Serum darah AB diperoleh dari seorang donor darah yang bergolongan
darah AB. Pengambilan darah dilakukan oleh seorang asisten tranfusi darah
dengan menggunakan jarum Precisionglide
TM
steril sekali pakai. Kemudian
darah ditempatkan dalam tabung vacutainer non koagulan. Darah tersebut
selanjutnya disentrifus pada kecepatan 4000 rpm selama 30 menit. Serum
dipisahkan dari endapan sel-sel darah dengan menggunakan syringe steril. Serum
tersebut kemudian dipanaskan dalam waterbath selama 30 menit pada suhu 56oC,
kemudian disterilisasi dengan membran steril berukuran 0,22 µm.
Limfosit manusia diisolasi dari darah ferifer dengan sentrifugasi
berdasarkan perbedaan densitas larutan ficoll-hypaque (Gambar 5). Pertama
dilakukan pemisahan komponen seluler dengan sentrifugasi sampel darah pada
1500 rpm selama 5 menit dengan menggunakan sentrifus rotor swing. Bagian
darah yang lebih berat (sel darah merah) berada dibagian bawah, sedangkan
plasma darah terpisah dibagian atas. Lapisan buffycoat yang berisi sel limfosit
diambil lalu ditambahkan medium basal. Tahap pemisahan selanjutnya suspensi
limfosit dalam medium basal dilewatkan pada larutan ficoll-hypaque secara
perlahan sehingga terbentuk dua lapisan yang tidak bercampur. Kemudian tabung
disentrifus lagi 30 menit pada 2500 rpm. Sel limfosit, monosit berada sebagai
lapisan diatas permukaan ficoll. Sedangkan granulasit dan sel darah merah
terpisah didasar tabung sentrifus. Lapisan atas yang berisi sel limfosit, monosit
dan platelet dicuci dengan media basal 2 (dua) kali dan disentrifus pada 1500 rpm
selama 10 menit, sehingga limfosit (dalam presipitat) terpisah dari platelet,
monosit dan ficoll (dalam supernatan). Pelet sel yang diperoleh langsung
ditambah medium RPMI-1640 dan dihomogenkan, kemudian dilakukan
perhitungan jumlah sel dengan menggunakan pewarna trifan biru dengan
perbandingan 1 : 1 (10 µl suspensi sel ditambah dengan 10 µl pewarna trifan biru).
Setelah didiamkan selama 1 menit jumlah sel yang hidup dan mati dihitung
dengan menggunakan hemasitometer pada perbesaran mikroskop sebesar 100
kali. Perhitungan jumlah sel dengan menggunakan pewarna trifan biru
dimaksudkan untuk menentukan viabilitas sel yang akan diuji, yaitu sebelum
dilakukan pengujian sel harus dalam kondisi hidup sebesar 95%. Berdasarkan
hasil perhitungan jumlah sel menggunakan hemasitometer, maka dapat ditetapkan
jumlah sel dalam setiap ml suspensi sebagai berikut :
N = V/4 x F x 104 sel/ml
N = Jumlah sel/ml
V/4 = Rata-rata jumlah sel terhitung dari empat bidang pandang
F = Faktor pengenceran
104 = 1 ml perkapasitas hemasitometer, yaitu 104 ml
( Zakaria et al. 2000; Wahyuni 2006).
Suspensi sel limfosit yang diperoleh ini digunakan untuk uji respon
proliferasi limfosit dengan metode MTT dan uji sifat antioksidativ sel limfosit
yang meliputi analisa malonaldehida, analisa aktivitas antiradikal bebas dengan
metode DPPH, analisa kadar glutation dan analisa ketahanan sel limfosit terhadap
oksidasi. Untuk uji respon proliferasi dan uji ketahanan sel limfosit terhadap
oksidasi, sel limfosit ditambahkan serum darah AB 10%. Untuk analisa antiradikal
bebas dan analisa kadar glutation sejumlah tertentu sel limfosit harus dilisis
terlebih dahulu dengan air bebas ion dan disimpan dalam freezer pada suhu -30 oC
sampai digunakan untuk pengukuran.
Endapan sel
limfosit
Cincin
Limfosit
a
c
b
Gambar 5 Isolasi limfosit berdasarkan perbedaan densitas larutan ficollhistopaque (a) Bufficoat yang dilewatkan ficoll, (b) Pemisahan
dengan ficoll yang menghasilkan cincin limfosit dan (c) Endapan sel
limfosit hasil pemisahan
7. Uji Sifat Antioksidativ Sel Limfosit
a. Analisa Malonaldialdehid (MDA) Sel Limfosit (Modifikasi Metode Winarsi
2002; Hong et al. 2000)
Mula-mula
dibuat
berbagai
larutan
standar
MDA
dari
1,1,3,3-
tetraetoksipropana dengan pelarut air bebas ion dengan konsentrasi 1,25 , 1,5, 1,75,
2, 2,5 pmol/ µl. Pereaksi TBA dibuat dengan melarutkan 1,728 gram TBA (asam
tiobarbiturat ) dalam 100 ml buffer phosphat pH 3.
Sebanyak 100 µl suspensi sel limfosit atau standar dimasukkan ke dalam
tabung sentrifus, kemudian ditambahkan 75 µl TCA 20% (dalam 0,6 mol/L HCl).
Setelah itu didinginkan dalam es selama 20 menit. Campuran tersebut disentrifus
pada 5000
rpm selama 20 menit. Seratus
µl supernatan yang diperoleh
ditambahkan 20 µl pereaksi TBA dan selanjutnya campuran tersebut dididihkan
selama 30 menit. Setelah didinginkan dengan air kran campuran tersebut
dimasukkan kedalam lempeng sumur mikro 96 sumur dan diukur absorbansinya
dengan menggunakan mikroplate reader pada panjang gelombang 540 nm. Kurva
standar dibuat dengan memplot nilai absorbansi dengan konsentrasi standar.
Konsentrasi MDA sel limfosit dapat dihitung berdasarkan kurva standar.
b. Analisa Kadar Glutation Sel Limfosit (Modifikasi Metode Bergemeyer
1990 dan Tejasari 2000)
Mula-mula
dipersiapkan
larutan
standar
glutation
(L-glutamyl-L-
cysteinlycine)(GSH) dengan konsentrasi 2, 1, 0,1, 0,05, 0,001 mmol/L. Pereaksi
DTNB atau pereaksi Ellman dibuat dengan melarutkan 23,8 mg DTNB dalam 10
ml larutan 1. Komposisi larutan 1 terdiri dari 3,99 gram Na2HPO4 direaksikan
dengan 0.43 gram NaH2PO4.H2O dan 0,53 gram EDTA-Na2H2.2H2O kemudian
ditambahkan air sampai volume 250 ml, PH 7,5.
Sebanyak 0.5 ml suspensi sel limfosit yang telah dilisis ditambahkan 0.25
ml asam sulfosalisilat 50% dan disentrifus pada 2500 rpm selama 15 menit.
Sebanyak 100 µl supernatan yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam
lempeng sumur mikro 96 sumur, lalu ditambahkan 150 µl PBS dan 50 µl pereaksi
Ellman yaitu 5,5’-ditio-bis-2-nitrobenzoat (DTNB). Kadar glutation dapat dibaca
dengan mengukur absorbansi menggunakan microplate reader pada panjang
gelombang λ= 415 nm. Kemudian diukur juga pengukuran absorbansi standar
glutation pada berbagai konsentrasi. Konsentrasi glutation tereduksi (GSH)
limfosit dihitung berdasarkan kurva standar.
c. Analisa Aktivitas Antiradikal Bebas Sel Limfosit dengan Metode DPPH
(Modifikasi Turkmen et al. 2005)
Suspensi sel limfosit yang memiliki jumlah sel 1,1 x 106 sel / ml terlebih
dahulu dilisis dalam air deionisasi dan disimpan pada suhu -30oC. Sebanyak 1 ml
suspensi sel limfosit yang telah dilisis diambil dan ditambahkan metanol proanalisis 1 ml serta DPPH 0,2 mM sebanyak 1 ml dan dikocok. Kemudian
disimpan dalam ruang gelap (tanpa cahaya) selama 60 menit. Sampel diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Sebagai kontrol
digunakan campuran larutan DPPH dan metanol. Absorbansi dari tiap-tiap sampel
di dapat dan aktivitas antiradikal bebas sel limfosit dapat dihitung :
Aktivitas Antiradikal Bebas (%) =
Absorbansi Kontrol − Absorbansi Sampel
x100%
Absorbansi Kontrol
d. Analisa Ketahanan Sel Limfosit Terhadap Oksidasi (Modifikasi Metode
Silva et al , 2005)
Untuk menguji ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi, maka digunakan
parameter aktivitas proliferasi berdasarkan nilai indeks stimulasi (IS). Oksidator
yang digunakan terdiri dari tiga jenis oksidator yaitu hidrogen peroksida (H2O2),
pewarna merah makanan erithrosin dan formalin.
Suspensi sel limfosit dalam medium pertumbuhan yang mengandung serum
darah AB 10% dari masing-masing responden dimasukkan kedalam lempeng
sumur mikro sebanyak 80 µl. Kemudian ditambahkan oksidator H2O2, pewarna
erithrosin dan formalin masing-masing sebanyak 20 µl. Untuk H2O2 konsentrasi
yang digunakan adalah 0,18 µM, pewarna erithrosin yang digunakan mempunyai
konsentrasi 197 µM dan untuk formalin digunakan konsentrasi 6,6 µM. Sebagai
kontrol hanya ditambahkan media RPMI saja. Dilakukan pengulangan sebanyak
tiga sumur. Semua kultur diinkubasi pada inkubator dengan kondisi 5 % CO2,
37oC, dan RH 90% selama 2 jam.
Setelah masa inkubasi berakhir dilakukan pengujian dengan metode MTT
seperti pada uji proliferasi. Kemudian dihitung ketahanan sel limfosit terhadap
oksidasi berdasarkan aktivitas proliferasi yang dinyatakan sebagai nilai indeks
stimulasi (IS) yaitu :
stimulasi (IS) yaitu :
IS = Absorbansi dengan penambahan oksidator
IS =
x 100%
Absorbansi kontrol
8. Uji Respon Proliferatif Limfosit dengan Metode MTT (Wahyuni 2006;
Nurrahman 1998)
Suspensi sel limfosit ( 1,1 x 106 sel/ml) dari masing-masing responden
dalam medium pertumbuhan yang mengandung serum AB 10%, dimasukkan ke
dalam lempeng mikro 96 sumur masing-masing sebanyak 80 µl tiap sumur. Tiga
sumur ditambahkan mitogen Con A, tiga sumur ditambahkan mitogen LPS dan
kontrol negatif hanya ditambahkan media RPMI saja, sehingga volume akhir
masing-masing sumur menjadi 100 µl. Semua kultur diinkubasi pada inkubator
dengan kondisi 5 % CO2, 37oC, dan RH 90% selama 3 x 24 jam.
Empat jam sebelum masa inkubasi berakhir ditambahkan 10 µl larutan
pereaksi garam tetrazolium (MTT) 5 mg/ml pada tiap sumur, selanjutnya
diinkubasi lagi. Setelah inkubasi berakhir dilakukan pelarutan dengan larutan HCl
dalam isopropanol pada tiap sumur sebanyak 100 µl. Kemudian dilakukan
pembacaan dengan alat microplate reader pada panjang gelombang 570 nm.
Aktivitas proliferasi dinyatakan sebagai nilai indeks stimulasi (IS) yaitu :
IS =
Absorbansi mitogen
x 100%
Absorbansi kontrol
Analisa Statistik
Data yang diperoleh dilakukan analisa statistik menggunakan uji t (t-test)
perbandingan dua sampel untuk melihat adanya pengaruh nyata konsumsi
minuman bubuk kakao bebas lemak
sebelum dan sesudah intervensi antara
kelompok perlakukan dan kelompok kontrol terhadap :
a. Nilai rata-rata MDA sel limfosit
b. Nilai rata-rata kadar glutation sel limfosit
c. Nilai rata-rata aktivitas antiradikal bebas sel limfosit
d. Ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi tiga jenis oksidator yaitu H2O2,
formalin dan erithrosin berdasarkan nilai IS
e. Nilai rata-rata respon proliferasi limfosit yaitu nilai IS
Analisis data dilakukan dengan menggunakan program aplikasi statistik
Minitab 14 for windows release.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Keadaaan Umum Responden
Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah mahasiswa tingkat
sarjana dan juga mahasiswa pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang berjenis
kelamin perempuan. Dasar pemikiran pemilihan responden ini adalah subjek yang
memiliki aktivitas yang hampir sama. Semua responden merupakan mahasiswa
yang bertempat tinggal di satu kawasan sehingga kegiatan dan menu makanan
mereka hampir sama. Dengan demikian diharapkan
responden tersebut
mempunyai kebiasaan makan dan keadaan gizi yang tidak jauh berbeda.
Sebelum menjalani intervensi konsumsi minuman bubuk kakao bebas
lemak, semua responden baik itu kelompok kakao maupun kelompok kontrol
harus menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu di Klinik Farfa Darmaga
(format pemeriksaan terdapat di lampiran 1 point C dan D). Hal ini dimaksudkan
agar responden yang terlibat adalah responden yang sehat dan tidak menderita
penyakit yang serius. Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan meliputi
pemeriksaan kesehatan fisik, denyut nadi, laju pernafasan, tekanan darah dan suhu
tubuh serta wawancara terhadap riwayat kesehatan. Pemeriksaan kesehatan juga
dilakukan setelah responden menjalani intervensi oleh dokter yang sama. Hasil
pemeriksaan kesehatan dinyatakan bahwa semua responden berada dalam keadaan
sehat dan tidak menderita penyakit yang serius. Begitu juga setelah mereka
menjalani intervensi, kesehatan mereka tetap baik.
Pada saat dilakukan pemeriksaan kesehatan, dilakukan juga pengukuran
antropometri responden yang meliputi tinggi badan (TB) dan berat badan (BB).
Hasil pengukuran antropometri responden sebelum dan sesudah intervensi dapat
dilihat pada tabel 4. Ditinjau dari nilai “Body Mass Index” (BMI), hampir semua
responden memiliki status gizi yang normal. Hanya ada 2 orang responden yang
tergolong gemuk atau kelebihan berat badan tingkat ringan yaitu responden kode
P4 dan P5 baik itu sebelum intervensi maupun sesudah intervensi dan satu orang
yang tergolong kurus (responden kode K3) yaitu kekurangan berat badan tingkat
ringan sebelum dan setelah intervensi.
Tabel 4 Data antropometri responden sebelum dan sesudah intervensi
Responden
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
K9
Hari 0 Perlakuan
Berat
Tinggi
BMI
Badan
Badan
(Kg/m2)
(Kg)
(m)
50
1.55
20.8
53
1.63
19.9
56
1.58
22.4
67.5
1.62
25.7
70
1.61
27.0
47
1.58
18.8
62
1.625
23.5
51
1.59
20.2
53
1.64
19.7
46
1.56
18.9
54
1.51
23.7
43
1.55
17.9
41
1.45
19.5
50
1.53
21.4
43
1.49
19.4
54
1.555
22.3
49
1.56
20.1
45
1.45
21.4
Setelah 25 hari Perlakuan
Berat
Tinggi
BMI
Badan Badan
(Kg/m2)
(Kg)
(m)
51
1.55
21.2
54
1.63
20.3
56
1.68
19.8
68
1.62
25.9
71.5
1.62
27.2
48
1.58
19.2
62
1.625
23.5
51
1.59
20.2
53.5
1.64
19.9
47
1.56
19.3
55
1.51
24.1
43.5
1.55
18.1
41.5
1.45
19.7
52.5
1.53
22.4
44
1.49
19.8
54
1.555
22.3
49.5
1.56
20.3
44
1.46
20.6
Setelah menjalani intervensi, sebagian besar dari responden mengalami
kenaikan berat badan dengan persentase yang sangat kecil yaitu sekitar 1,23 %.
Dimana berat badan rata-rata sebelum intervensi sekitar 51,92 kg dan sesudah
intervensi menjadi 52,56 kg. Kenaikan berat badan ini diduga karena selama
intervensi berlangsung semua responden selalu mengkonsumsi gula bersamaan
dengan mereka minum coklat + susu untuk kelompok kakao dan minum susu
untuk kelompok kontrol. Disamping itu selama intervensi berlangsung kebiasaan
makan responden jadi berubah, dimana sebelum menjadi responden mereka
adalah mahasiswa indekost yang mempunyai kebiasaan makan yang tidak teratur
dalam hal ini responden tidak teratur makan pagi dan makan malam. Namun
selama menjalani intervensi responden selalu teratur makan pagi dan makan
malam dengan menu yang disediakan oleh peneliti. Menu makananan yang
disediakan umumnya terdiri dari nasi sebagai sumber karbohidrat, lauk sumber
protein dan lemak, sayur dan juga kadang-kadang ditambah buah sebagai sumber
vitamin dan mineral. Heerden (2006) mengemukakan bahwa konsumsi coklat atau
bubuk coklat bukanlah penyebab utama obesitas. Jadi disini kenaikan berat badan
responden setelah intervensi pada penelitian ini, tidak bisa diklaim karena
pengaruh konsumsi coklat, tetapi bisa juga karena faktor yang lain. Selain itu
bubuk kakao yang dikonsumsi kelompok kakao pada penelitian ini adalah bubuk
kakao bebas lemak sehingga kemungkinan untuk terjadi kenaikan berat badan
karena konsumsi bubuk kakao adalah kecil. Murphy et al. (2003) menyebutkan
bahwa konsumsi flavanol kakao dan oligomer prosianidin selama 28 hari oleh 32
responden tidak terjadi perubahan berat badan secara nyata antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol.
Selama intervensi berlangsung menu makan pagi dan makan malam
responden disediakan oleh peneliti (lampiran 2). Hal ini diharapkan agar terdapat
keseragaman asupan gizi responden selama penelitian berlangsung. Sehingga bias
karena perbedaan asupan gizi diantara responden dapat diperkecil. Dan juga
diharapkan selama intervensi berlangsung responden terpenuhi asupan gizi yang
seimbang. Menu sarapan pagi dan makan malam yang disediakan adalah menu
yang umum dikonsumsi oleh mahasiswa. Jenis makanan tersebut mudah diperoleh
di warung yang berada di kampus ataupun disekitar tempat tinggal mahasiswa.
Hanya menu makan siang dan makanan ringan yang mereka konsumsi sendiri
antara makan pagi dan makan malam yang berbeda. Tabel 5 menggambarkan
makan siang dan makanan jajanan yang dikonsumsi dan frekuensinya perorang
dalam seminggu selain yang disediakan oleh peneliti. Data pada tabel 5 diperoleh
berdasarkan hasil pengisian kuisioner pada lampiran 5 point F dan G.
Tabel 5 Makan siang dan makanan jajanan serta frekuensi konsumsi
Jenis Makanan
Jeruk manis
Tempe goreng
Kerupuk
Nasi, ayam goreng
Nasi, telur ayam goreng/rebus
Pisang
Mie instan
Pepaya
Mie bakso
Roti
Pisang goreng
Es krim
Frekuensi (kali / minggu / orang)
0,91
0,79
0,73
0,68
0,52
0,41
0,30
0,27
0,27
0,27
0,27
0,26
Jenis-jenis makanan yang terdapat pada tabel 5 merupakan makanan yang
mempunyai frekuensi lebih besar dari 0,25 kali perminggu per orang. Dari tabel
dapat dilihat bahwa selain mengkonsumsi makanan pokok berupa nasi di siang
hari, responden juga mengkonsumsi buah dan juga makanan ringan seperti pisang
goreng, tempe goreng, roti dan juga es krim. Umumnya makanan jajanan ini
diperoleh dari warung yang ada disekitar tempat tinggal atau sekitar kampus.
Selama intervensi berlangsung, responden dilarang mengkonsumsi
beberapa jenis makanan dan minuman diantaranya: semua jenis makanan yang
terbuat dari bahan coklat, minuman kopi, teh dan minuman bersoda tinggi.
Makanan dari coklat, minuman teh atau kopi dilarang konsumsi karena jenis
makanan ini mengandung senyawa polifenol yang sama dengan minuman coklat
bebas lemak yang diuji. Dengan demikian diharapkan bias yang terjadi karena
pengaruh jenis antioksidan dari selain bahan uji dapat diperkecil.
Pengambilan darah dan analisis terhadap limfosit responden dilakukan dua
kali yaitu sebelum dan sesudah intervensi. Pengambilan darah dilakukan pada jam
07.00 – 08.00 WIB. Hal ini agar keadaan kesehatan responden masih prima
karena belum melakukan aktivitas yang lain. Pada saat pengambilan darah tahap
kedua (sesudah intervensi) responden yang berkode K5 tidak bisa diambil
darahnya karena tidak bisa hadir sehingga data responden berkode K5 (kelompok
kontrol) sesudah intervensi tidak bisa dianalisis. Namun demikian hilangnya data
K5 sesudah intervensi tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap data
penelitian secara keseluruhan.
2. Sifat Antioksidativ Sel Limfosit
a. Malonaldehida (MDA) Sel Limfosit
Keberadaan radikal bebas dalam tubuh dapat berasal dari luar tubuh
ataupun terbentuk secara alami didalam tubuh. Pembentukan senyawa radikal
bebas dapat merusak sel melalui oksidasi asam lemak jenuh dan protein sel. Asam
lemak memegang peranan yang sangat penting terhadap integritas dan fungsi sel.
Asam lemak ini sangat sensitif terhadap reaksi oksidasi (Zakaria et al. 2003).
Salah satu parameter yang digunakan untuk menganalisa kadar radikal bebas
tubuh adalah penentuan kadar malonaldehida (MDA) sel. MDA merupakan
produk oksidasi asam lemak tidak jenuh oleh senyawa radikal (Conti et al. 1991).
Analisa kadar MDA sel dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk
mengevaluasi sejauh mana terjadi kerusakan sel karena reaksi radikal bebas.
Semakin tinggi kadar MDA maka mengindikasikan semakin tinggi lipid peroksida
dalam tubuh yang akan merusak sel (Zakaria et al. 2003).
Metode kimia yang digunakan untuk mengukur kadar MDA pada
penelitian ini adalah metode uji TBA (tiobarbituric acid). Metode ini didasarkan
pada reaksi antara MDA dengan asam tiobarbiturat dalam suasana asam
membentuk komplek MDA-TBA yang berwarna merah muda, intensitas
warnanya dapat diukur dengan spektrofotometer, pada panjang gelombang 535
nm (Hong et al. 2000). Dalam penelitian ini untuk menghemat sampel limfosit
pada pengukuran kadar MDA, maka metode Hong et al. dimodifikasi, dimana
pengukurannya menggunakan lempeng mikro 96 sumur dan pembacaan
absorbansi intensitas warna komplek MDA-TBA dengan menggunakan
mikroplate reader pada panjang gelombang 540 nm.
Hasil penelitian pengukuran kadar rata-rata MDA sel limfosit kelompok
kakao sebelum intervensi adalah sebesar 2,98 µmol/l, sedangkan kelompok
kontrol sebesar 3,01 µmol/l. Setelah menjalani intervensi kadar rata-rata MDA
kelompok kakao menjadi 1,299 µmol/l, sedangkan kelompok kontrol menjadi
2,069 µmol/l. Gambar 6 dan gambar 7 merupakan hasil pengukuran kadar MDA
kelompok kakao dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi.
Kadar MDA (mikromol/liter)
8
7
6
5
Sebelum
4
Sesudah
3
2
1
0
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
Responden
Gambar 6 Kadar MDA sel limfosit
intervensi
kelompok kakao sebelum dan sesudah
Kadar MDA (mikromol/Liter)
6
5
Sebelum
4
Sesudah
3
2
1
0
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
K9
Responden
Gambar 7
Kadar MDA sel limfosit kelompok kontrol sebelum dan sesudah
intervensi
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa kelompok kakao
mengalami penurunan kadar MDA sel limfosit dimana selisih penurunannya
sebesar 1,681 µmol/l sesudah menjalani intervensi. Begitu juga dengan kelompok
kontrol juga mengalami penurunan kadar MDA walaupun nilai penurunannya
lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kakao. Selisih penurunan kadar MDA
kelompok kontrol setelah menjalani intervensi sebesar 0.941 µmol/l.
Berdasarkan analisa statistik menggunakan uji t terjadi penurunan kadar
MDA sel limfosit kelompok kakao secara nyata (p < 0,05) setelah intervensi
konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari. Sedangkan
kelompok kontrol penurunan kadar MDA tidak berbeda nyata (p > 0,05) antara
sebelum dan sesudah intervensi..
Penurunan kadar MDA sel limfosit kelompok kakao yang berbeda nyata
dengan kelompok kontrol diduga karena efek konsumsi bubuk kakao bebas lemak
selama 25 hari. Seperti diketahui ekstrak bubuk kakao bebas lemak dalam pelarut
air berdasarkan penelitian Zairisman (2006) mengandung senyawa polifenol yang
tinggi. Dalam penelitian lain di sebutkan bahwa kandungan polifenol total dalam
bubuk kakao lebih tinggi dibandingkan anggur maupun teh, baik teh hitam
maupun teh hijau (Lee et al. 2003). Sanbongi et al. (1998) menyatakan bahwa
senyawa polifenol memiliki kapasitas antioksidan. Dalam hal ini senyawa
polifenol kakao yaitu dari golongan senyawa flavonoid dapat berfungsi sebagai
antioksidan primer. Kochhar and Rossell (1990) mengemukakan bahwa senyawa
polifenol
dapat
berfungsi
sebagai
antioksidan
primer
karena
mampu
menghentikan reaksi berantai radikal bebas yang terjadi di dalam sel. Polifenol
dalam bubuk kakao akan bereaksi langsung dengan senyawa peroksida radikal
yang terdapat pada membran atau di dalam sel. Dengan demikian dapat
menurunkan kadar MDA yang merupakan produk oksidasi asam lemak karena
radikal bebas. Penurunan kadar MDA ini juga didukung dengan pengukuran
aktivitas antiradikal bebas sel limfosit yang meningkat pada kelompok kakao
setelah mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak.
Namun demikian tidak boleh disimpulkan bahwa penurunan kadar MDA
kelompok kakao setelah intervensi hanya disebabkan oleh konsumsi bubuk kakao
bebas lemak semata, namun juga dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini karena
kelompok kontrol yang tidak mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak
juga terjadi penurunan kadar MDA (secara statistik dengan uji t tidak berbeda
nyata) setelah menjalani intervensi selama 25 hari.
Penurunan kadar MDA kelompok kakao dan kelompok kontrol setelah
menjalani intervensi diduga juga karena perubahan pola makan responden.
Selama intervensi berlangsung setiap makan pagi dan makan malam responden
selalu mengkonsumsi sayur dan kadang-kadang disediakan juga buah, dimana
sebelum intervensi konsumsi sayur tidak teratur dilakukan oleh responden.
Zakaria (1996 b) mengemukakan bahwa sayuran dan buah-buahan kaya dengan
vitamin E dan vitamin C dapat berfungsi sebagai antioksidan bagi tubuh. Selain
itu selama intervensi berlangsung, responden mengurangi mengkonsumsi
makanan jajanan karena kebutuhan makan pagi dan makan malam telah
disediakan oleh peneliti. Menurut Fardiaz D dan Fardiaz S (1993), dalam
makanan jajanan mengandung bahan-bahan pencemar seperti mikroorganisme,
pestisida, logam berat, zat pewarna, zat pemanis dan zat pengawet. Zakaria dan
Abidin (1996) menyatakan bahwa konsumsi makanan jajanan yang tercemar
bahan kimia berpotensi menaikkan pembentukan senyawa radikal dalam tubuh
konsumen. Dalam hal ini juga berkorelasi dengan kenaikan kadar malonaldehida
(MDA) sel. Kumendong (1996) juga mengemukakan bahwa terdapat hubungan
yang positif antara kadar MDA dengan konsumsi makanan jajanan yang tercemar.
Meskipun kelompok kontrol juga mengalami penurunan kadar MDA sel
limfosit seperti halnya kelompok kakao, namun demikian penurunan kadar MDA
sel limfosit kelompok kakao lebih tinggi dibandingkan kontrol. Hasil analisa data
dengan statistik menggunakan uji t menghasilkan penurunan kadar MDA sel
limfosit yang berbeda nyata antara kelompok kakao dengan kelompok kontrol
sesudah intervensi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsumsi minuman
bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari oleh kelompok kakao dapat menurunkan
kadar MDA sel limfosit.
Penurunan kadar MDA sel oleh senyawa bioaktif dalam bahan pangan lain
telah diteliti. Zakaria et al. (2003) melaporkan bahwa komponen bioaktif dalam
jahe telah diteliti dapat menurunkan kadar MDA sel limfosit baik secara in vitro
maupun secara in vivo dengan menggunakan responden manusia. Dalam
penelitian lain juga telah diteliti bahwa konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran
yang tinggi kandungan vitamin C dan vitamin E dapat menurunkan MDA sel pada
populasi buruh industri di Bogor (Wijaya 1997).
b. Kadar Glutation Sel Limfosit
Glutation merupakan senyawa thiol non protein intraseluler yang banyak
terdapat di sitosol sel hati. Senyawa ini merupakan salah satu antioksidan
intraseluler yang penting karena berperan dalam berbagai fungsi seluler seperti
detoksifikasi senyawa xenobiotik eksogenus dan endogenus, aktivasi enzim
seluler, proteksi sel dari radikal bebas serta pemeliharaan fungsi imun (Meydani et
al. 1995 ; Meister & Anderson 1983).
Sel limfosit merupakan sel yang sangat erat hubungannya dengan status
imun individu. Pengukuran kadar glutation sel limfosit juga dapat mengindikasi
sejauh mana status antioksidan tubuh dan juga pemeliharaan fungsi imun tubuh
dari radikal bebas.
Dalam penelitian ini penentuan kadar glutation sel limfosit ditentukan
dengan menggunakan metode pengukuran langsung sulfidril dalam sel yang bebas
protein dengan menggunakan Pereaksi Ellman (5,5’-ditio-bis-2-nitrobenzoat) atau
DTNB. Prinsip dari metode ini adalah berdasarkan pengukuran intensitas warna
kuning asam thio-dinitrobenzoat yang dilepas karena reduksi DTNB oleh
glutation sel limfosit. Semakin tinggi kadar glutation sel limfosit, maka intensitas
absorbansi warna yang diserap juga semakin tinggi.
Kadar glutation sel limfosit kelompok kakao sebelum intervensi berkisar
antara 24 µmol/l sampai dengan 62 µmol/l sedangkan kelompok kontrol sebelum
intervensi berkisar antara 11 µmol/l sampai dengan 66 µmol/l. Setelah intervensi
kadar glutation kelompok kakao menjadi 39 µmol/l sampai dengan 94 µmol/l dan
kelompok kontrol berkisar menjadi 14 µmol/L sampai dengan 65 µmol/l.
Sementara itu nilai rata-rata kadar glutation sel limfosit kelompok kakao sebelum
intervensi yaitu 48,2 µmol/l. Setelah intervensi konsumsi minuman bubuk kakao
bebas lemak selama 25 hari kadar glutation sel limfosit kelompok kakao
meningkat dengan nyata (p < 0,05) menjadi 66,7 µmol/l. Sedangkan kelompok
kontrol sebelum intervensi sebesar 34,7 µmol/l dan sesudah intervensi menjadi
37,8 µmol/L. Analisa statistik dengan uji t tidak terdapat perbedaan yang nyata
terhadap kadar glutation sel limfosit kelompok kontrol (p > 0,05) sesudah
intervensi.
Gambar 8 dan gambar 9 adalah pengukuran kadar glutation sel limfosit
kelompok kakao dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi dari
masing-masing responden.
100
Kadar Glutation (µmol/L)
90
Sebelum
80
Sesudah
70
60
50
40
30
20
10
0
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
Responden
Gambar 8 Kadar glutation sel limfosit kelompok kakao sebelum dan sesudah
intervensi
70
Kadar Glutation (µmol/L)
Sebelum
60
Sesudah
50
40
30
20
10
0
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
K9
Responden
Gambar 9
Kadar glutation sel limfosit kelompok kontrol sebelum dan sesudah
intervensi
Peningkatan kadar glutation sel limfosit kelompok kakao secara nyata
setelah intervensi konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari
diduga karena efek antioksidativ dari senyawa flavonoid pada bubuk kakao.
Glutation merupakan salah satu antioksidan intraseluler. Peningkatan kadar
glutation juga dapat mengindikasikan membaiknya status antioksidan tubuh.
Namun demikian peningkatan kadar glutation sel limfosit kelompok kakao tidak
hanya disebabkan oleh pengaruh kandungan antioksidan flavonoid yang terdapat
pada bubuk kakao yang dikonsumsi saja, tetapi juga dapat disebabkan oleh
membaiknya asupan zat gizi responden selama intervensi berlangsung. Hal ini
dapat teramati pada kelompok kontrol dimana kadar glutation sel limfosit juga
mengalami sedikit peningkatan walaupun secara statistik (uji t) tidak berbeda
nyata dengan sebelum intervensi.
Glutation dalam bentuk tereduksi (GSH) merupakan subtrat yang penting
untuk enzim-enzim antioksidan seperti glutation peroksidase dan glutation Stranferase dalam menguraikan berbagai macam peroksida seperti hidrogen
peroksida atau lipid peroksida (Stone 1999). Dengan demikian bila kadar
glutation sel tubuh tinggi, maka berbagai produk peroksida dapat ditangani. Salah
satu produk peroksidasi lipid yaitu MDA. Dengan demikian tingginya kadar
glutation sel limfosit kelompok kakao berkorelasi dengan menurunnya nilai MDA
sel limfosit kelompok tersebut.
Glutation juga memegang peranan penting dalam hubungannya dengan
proliferasi limfosit. Dayong et al. (1994) mengemukakan bahwa suplementasi
glutation secara in vitro dapat memicu proliferasi sel limfosit dengan
menstimulasi produksi interleukin-2 (IL-2). Dengan demikian kadar glutation juga
berhubungan dengan status imun individu.
Peningkatan kadar glutation sel limfosit karena konsumsi minuman bubuk
kakao bebas lemak oleh kelompok kakao diduga karena senyawa polifenol yang
terkandung dalam bubuk kakao dapat menggantikan sebagian dari fungsi glutation
sel limfosit. Komponen polifenol kakao mungkin saja dapat bekerja secara
sinergis bersama glutation dalam menetralisir radikal bebas, sehingga kadar
glutation sel limfosit tidak menurun. Seperti diketahui glutation merupakan sistem
antioksidan primer di dalam sel. Senyawa polifenol kakao bersifat sebagai
antioksidan primer sehingga dapat menangkal senyawa radikal yang diproduksi
oleh sel ataupun yang berasal dari luar tubuh. Dengan demikian glutation yang
disintesis oleh sel kadarnya dapat dipertahankan.
Mekanisme lain peningkatan kadar glutation sel limfosit kelompok kakao
setelah mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak diduga bahwa
senyawa flavonoid dalam bubuk kakao dapat menstimulir ekspresi genetika dalam
hubungannya dengan sintesis glutation. Glutation disintesis secara kontinyu dalam
sel melalui reaksi gamma-glutamil oleh enzim γ-glutamylcysteine synthetase dan
enzim GSH synthase yang melibatkan beberapa deret asam amino (Yan & Meister
1990). Myhrstad et al.(2002) mengemukakan bahwa ekstrak bawang yang kaya
dengan senyawa flavonoid dapat menstimulir enzim γ-glutamylcysteine synthetase
melalui antioksidan respon elemen (AREs) yang merupakan promotor enzim
sintesis glutation di dalam sel. Dalam penelitian lain dengan menggunakan tikus
percobaan diperoleh bahwa senyawa flavonoid dari buah berry dapat memodulasi
ekspresi gen γ-glutamylcysteine synthetase dalam sintesis glutation (Moskaug et
al. 2005). Dengan demikian diduga kemungkinan senyawa flavonoid dalam
bubuk kakao juga dapat menstimulir sintesis glutation seperti pada penelitian
sebelumnya.
Selain kakao, peningkatan kadar glutation juga oleh senyawa tertentu
dalam bahan pangan lain juga telah diteliti. Zakaria et al. (2003) melaporkan
bahwa ekstrak jahe dapat meningkatkan kadar glutation sel limfosit manusia yang
dikultur secara in vitro. Myhrstad et al.(2002) mengemukakan bahwa ekstrak
bawang yang kaya dengan senyawa flavonoid dapat meningkatkan kadar glutation
dengan menstimulir enzim sintesis glutation.
c. Aktivitas Antiradikal Bebas Sel Limfosit
Radikal bebas secara kontinyu dapat dibentuk dalam tubuh manusia dan
efeknya dapat dinetralisir oleh antioksidan yang diproduksi oleh tubuh dalam
jumlah yang berimbang. Papas (1999) mendefinisikan antioksidan sebagai
senyawa yang dapat melindungi sistem biologis tubuh melawan efek-efek yang
potensial dari proses atau reaksi yang dapat menyebabkan oksidasi berlebihan.
Dalam penelitian ini ingin dilihat sejauh mana pengaruh konsumsi
minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap aktivitas antiradikal bebas sel
limfosit. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan pengukuran
aktivitas antiradikal bebas dengan metode DPPH. Prinsip dari metode ini adalah
reaksi antara radikal bebas DPPH dengan antioksidan tubuh yang dapat diukur
dari perubahan warna ungu DPPH menjadi warna kuning (Mello et al. 2004).
Semakin tinggi aktivitas antiradikal bebas sel limfosit, maka absorbansi warna
yang terukur dengan spektrofotometer juga semakin tinggi.
Hasil penelitian diperoleh aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok
kakao sebelum intervensi berkisar antara 11,62 % sampai dengan 43,90 %,
sedangkan kelompok kontrol berkisar antara 18,84 % sampai dengan 35,29 %.
Setelah intervensi berlangsung aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok
kakao berkisar antara 26,62 % sampai dengan 50,68 % sedangkan kelompok
kontrol menjadi 17,5 % - 34,55 %.
Aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok kakao dan kelompok
kontrol sebelum dan sesudah intervensi selama 25 hari terdapat pada gambar 10
dan gambar 11 berikut ini :
Sebelum
Aktivitas Antiradikal Bebas (%)
60
Sesudah
50
40
30
20
10
0
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
Responden
Gambar 10 Aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok kakao sebelum dan
sesudah intervensi
Aktivitas Antiradikal Bebas (%)
40
35
Sebelum
30
Sesudah
25
20
15
10
5
0
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
K9
Responden
Gambar 11 Aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok kontrol sebelum
dan sesudah intervensi
Peningkatan aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok kakao yang
yang berbeda dengan kelompok kontrol setelah mengkonsumsi minuman bubuk
kakao bebas lemak selama 25 hari disebabkan bubuk kakao yang dikonsumsi ini
adalah bubuk kakao yang mempunyai kandungan polifenol yang tinggi.
Berdasarkan penelitian Zairisman (2006) ekstrak bubuk kakao jenis bulk masak
dari Balai Penelitian Kakao dan Kopi di Jember mengandung senyawa polifenol
yang tinggi. Wollgast dan Anklam (2000) mengemukakan bahwa polifenol biji
kakao memiliki aktifitas antioksidan yang sangat baik dalam menangkal radikal
bebas sehingga bermanfaat bagi tubuh. Dalam penelitian lain dikemukakan bahwa
kandungan polifenol total dalam bubuk kakao lebih tinggi dibandingkan anggur
maupun teh, baik teh hitam maupun teh hijau ( Lee et al. 2003).
Peningkatan aktivitas antiradikal bebas sel limfosit oleh polifenol kakao
diduga karena senyawa polifenol yang terkandung dalam minuman bubuk kakao
bebas lemak dapat masuk kedalam sirkulasi darah. Rein et al (2000)
mengemukakan bahwa konsumsi coklat yang kaya akan flavanol akan
memberikan peningkatan kapasitas antioksidan darah dalam waktu 2 jam setelah
mengkonsumsi coklat. Sel limfosit adalah bagian dari sel darah, maka senyawa
polifenol juga terdapat terdapat dalam sel limfosit. Mekanisme peningkatan
aktivitas antiradikal bebas sel limfosit diduga bisa melalui aktivitas antioksidan
primer dimana senyawa polifenol dalam bubuk kakao yang terdapat pada sel
limfosit akan bereaksi secara langsung dengan senyawa radikal bebas didalam sel.
Dalam penelitian ini polifenol kakao yang terdapat pada sel limfosit akan bereaksi
secara langsung dengan senyawa radikal DPPH yang dapat terukur berdasarkan
perubahan warna DPPH yang terjadi.
d. Ketahanan Sel Limfosit Terhadap Oksidasi
Kerusakan sel tubuh akibat radikal bebas dapat terbentuk dari sumber
endogenus seperti reaksi biokimia dalam tubuh maupun berasal dari luar tubuh
seperti dari makanan ataupun udara (Supari, 1996). Reaksi biokimia di dalam
tubuh seperi reaksi oksidasi pada proses transpor elektron dapat menghasilkan
berbagai macam radikal bebas seperti senyawa peroksida ataupun senyawa
hidroksil. Zakaria (1996a) mengemukakan bahwa zat aditif pada makanan seperti
pengawet, pemanis, penyedap atau pewarna pada konsentrasi tertentu bisa
menjadi zat pencemar yang dapat membentuk senyawa radikal sehingga akan
merusak sel melalui asam lemak tak jenuh, protein dan DNA.
Senyawa radikal didalam sel dapat mempunyai efek merusak bila
keseimbangan antara oksidan dan antioksidan terganggu. Keseimbangan ini dapat
tercapai bila mengkonsumsi pangan yang seimbang sehingga enzim-enzim
antioksidan yang berperan dalam proses menetralisir radikal bebas dapat bekerja
sempurna. Beberapa senyawa aktif dari bahan pangan seperti senyawa flavonoid
dapat berfungsi sebagai antioksidan yang dapat menangkal efek dari radikal bebas
(Scalbert et al. 2005).
Dalam penelitian ini ingin dilihat sejauh mana sel limfosit dapat
terlindungi dari pengaruh oksidasi oleh oksidator setelah konsumsi minuman
bubuk kakao bebas lemak. Oksidator yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari hidrogen peroksida, formalin dan pewarna merah makanan eritrosin.
Pengaruh yang dilihat adalah sejauh mana konsumsi minuman bubuk kakao bebas
lemak dapat meningkatkan ketahanan sel limfosit untuk berproliferasi setelah
dipapar oleh oksidator yang diuji sehingga mengalami kondisi stress oksidatif.
Parameter yang diamati adalah berdasarkan nilai indeks stimulasi proliferasi (nilai
IS) yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai IS yang diperoleh, maka sel limfosit
tersebut semakin tahan terhadap oksidasi.
Hasil penelitian ketahanan sel limfosit kelompok kakao dan kelompok
kontrol berproliferasi yang dinyatakan dengan nilai IS terhadap hidrogen
peroksida (H2O2) dari masing-masing responden sebelum dan sesudah intervensi
dapat dilihat pada gambar 12 dan gambar 13.
120
Nilai IS (%) Terhadap H2O2
Sebelum
Sesudah
100
80
60
40
20
0
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
Responden
Gambar 12 Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kakao terhadap H2O2 yang
menunjukkan ketahanan sel terhadap oksidasi
Nilai IS (%) Terhadap H2O2
100
Sebelum
90
Sesudah
80
70
60
50
40
30
20
10
0
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
K9
Responden
Gambar 13 Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kontrol terhadap H2O2 yang
menunjukkan ketahanan sel terhadap oksidasi
Nilai IS yang menunjukkan sel limfosit terhadap oksidasi oleh H2O2
kelompok kakao dan kelompok kontrol sebelum intervensi berturut-turut berkisar
antara 53,73 % – 80,11 % dan 41,4 % – 85,11 %. Sedangkan setelah intervensi
selama 25 hari ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi oleh H2O2 kelompok
kakao menjadi 48,6 % sampai dengan 99,36 % dan kelompok kontrol berkisar
antara 46,17 % sampai dengan 88,71 %.
Rata-rata nilai IS sel limfosit kelompok kakao terhadap H2O2 sebelum
intervensi yaitu 67,11 %, sesudah intervensi meningkat menjadi 76,9 %.
Sedangkan kelompok kontrol rata-rata nilai IS sel limfosit terhadap H2O2 sebelum
intervensi 65,3 % dan sesudah intervensi menjadi 65,7 %. Hasil penelitian ini
mengindikasikan terjadinya peningkatan ketahanan sel limfosit terhadap hidrogen
peroksida pada kelompok kakao setelah mengkonsumsi minuman bubuk kakao
bebas lemak selama 25 hari dibandingkan kelompok kontrol, walaupun secara
statistik tidak berbeda nyata. Selisih peningkatan nilai IS kelompok kakao bahkan
sampai 9 kali kelompok kontrol.
Tidak terjadinya peningkatan ketahanan sel limfosit yang berbeda nyata
antara kelompok kakao dan kelompok kontrol setelah intervensi diduga karena
konsentrasi H2O2
yang digunakan bisa jadi tidak efektif mematikan sel.
Walaupun berdasarkan Olivia (2006) pada konsentrasi H2O2 0,18 µM dapat
menghambat proliferasi sel limfosit yang dikultur dan proses penghambatan
proliferasi tersebut dapat dilindungi dengan pemberian ektrak bubuk kakao bebas
lemak 16 mg/ml kedalam kultur secara in vitro. Akan tetapi fenomena reaksi pada
sel yang dikultur tidak akan selalu sama dengan metabolisme yang terjadi di
dalam sel tubuh. Zakaria et al. (2003) menyatakan bahwa tidak selamanya
fenomena pada in vitro akan selalu sama dengan in vivo. Dengan demikian bisa
saja konsentrasi efektif yang digunakan pada uji in vitro akan tidak efektif pada
uji in vivo atau pada metabolisme dalam tubuh manusia.
Meningkatnya ketahanan sel limfosit kelompok kakao terhadap oksidasi
oleh hidrogen peroksida diduga karena semakin membaiknya sistem kapasitas
antioksidan tubuh maupun sistem enzim antioksidan yang dapat menangkal
radikal bebas setelah intervensi konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak.
Hal ini didukung oleh data aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok kakao
yang meningkat setelah konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak. Begitu
juga kadar glutation sel limfosit yang merupakan subtrat bagi enzim glutation
peroksidase dalam menangani radikal bebas meningkat secara nyata setelah
konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak.
Seperti telah diketahui bahwa hidrogen peroksida terbentuk pada berbagai
macam organel sel sebagai hasil dari metabolisme oksigen di dalam sel. Hidrogen
peroksida dapat terbentuk pada mitokondria ataupun di sitosol (Chan et al. 1977).
Pada konsentrasi diatas 100 µM di dalam media kultur H2O2 menyebabkan luka
dan kematian pada sel yang dikultur (Halliwel and Gutteridge 1992). Olivia
(2006) pada konsentrasi H2O2 0,18 µM dapat menghambat proliferasi sel limfosit
yang dikultur dibandingkan kelompok kontrol dan proses penghambatan
proliferasi tersebut dapat dilindungi dengan pemberian ektrak bubuk kakao bebas
lemak 16 mg/ml kedalam kultur secara in vitro dan efek perlindungan terhadap
oksidator oleh ekstrak bubuk kakao mencapai diatas 1000 %.
Hidrogen peroksida bersifat toksit dan dapat menyebabkan kematian sel
karena dapat masuk ke dalam membran dan menghasilkan radikal hidroksil yang
sangat reaktif dengan adanya ion logam melalui reaksi Fenton. Radikal hidroksil
yang terbentuk mampu merusak DNA sel (Halliwel and Gutteridge 1992).
Perlindungan senyawa flavonoid pada bubuk kakao bebas lemak terhadap
stress oksidatif yang disebabkan oleh hidrogen peroksida diduga dengan
peningkatan status antioksidan sel tubuh, salah satunya adalah peningkatan sistem
enzim antioksidan. Enzim glutation peroksidase dapat menguraikan H2O2 menjadi
H2O dengan mengoksidasi glutation (GSH) menjagi GSSG.
H2O2 + 2 GSH
GSSG + NADPH + H
GSSG + 2 H2O
+
2 GSH + NADP+
Dengan demikian jika status antioksidan tubuh baik tidak perlu khawatir
dengan kerusakan akibat radikal hidrogen peroksida, karena dalam tubuh sendiri
terdapat sistem antioksidan dan sistem enzim yang dapat menangkal radikal
hidrogen peroksida.
Peningkatan ketahanan sel limfosit kelompok kakao terhadap oksidasi oleh
hidrogen peroksida bukan semata karena efek antioksidan dari konsumsi
minuman bubuk kakao saja. Perbaikan status gizi responden selama intervensi
berlangsung juga akan meningkatkan sistem antioksidan dan status imun individu.
Sementara itu nilai IS yang menunjukkan ketahanan sel limfosit terhadap
oksidasi formalin kelompok kakao sebesar 41,4 % sampai dengan 62,02 % dan
kelompok kontrol sekitar 33,05 % sampai dengan 70,35 %. Setelah intervensi
selama 25 hari ketahanan sel limfosit kelompok kakao terhadap formalin
meningkat menjadi 55,06 % - 106,03 %. Sedangkan kelompok kontrol menjadi
50,19 % – 99,76 %.
Nilai IS rata-rata sel limfosit kelompok kakao terhadap oksidasi oleh
formalin sebesar 55,37 %. Setelah intervensi konsumsi bubuk kakao bebas lemak
selama 25 hari nilai IS meningkat dengan nyata (p < 0,05 ) menjadi 77,2 %
dibandingkan kelompok kontrol. Sedangkan nilai IS sel limfosit kelompok kontrol
terhadap formalin hanya meningkat dari 55,6 % menjadi 70,6 %.
Nilai IS yang menunjukkan ketahanan sel limfosit kelompok kakao
terhadap oksidasi oleh pewarna merah makanan erithrosin sebelum intervensi
berkisar antara 47,47 % sampai dengan 75,62 %, sedangkan kelompok kontrol
berkisar antara 52,84 % sampai dengan 73,34 %. Setelah intervensi selama 25 hari
nilai IS sel limfosit terhadap oksidasi oleh pewarna erithrosin pada kelompok
kakao menjadi 51,25 % sampai dengan 115,93 % dan kelompok kontrol berkisar
antara 59,53 % sampai dengan 94,68 %.
Nilai IS terhadap formalin pada kelompok kakao dan kelompok kontrol
dari masing-masing responden dapat dilihat pada gambar 14 dan gambar 15
berikut ini:
Nilai IS (%) Terhadap Formalin
120
Sebelum
Sesudah
100
80
60
40
20
0
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
Responden
Gambar 14 Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kakao terhadap formalin yang
menunjukkan ketahanan sel terhadap oksidasi
Nilai IS (%)Terhadap Formalin
120
Sebelum
100
Sesudah
80
60
40
20
0
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
K9
Responden
Gambar 15 Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kontrol terhadap formalin yang
menunjukkan ketahanan sel terhadap oksidasi
Nilai IS rata-rata sel limfosit terhadap oksidasi oleh pewarna makanan
erithrosin kelompok kakao sebesar 62,36 %. Setelah intervensi meningkat secara
nyata (dengan uji T , p < 0,05 ) menjadi 81,3 %. Sementara itu nilai IS rata-rata
sel limfosit kelompok kontrol terhadap oksidasi oleh pewarna makanan erithrosin
sebelum intervensi sebesar 65,23 % sedangkan setelah intervensi juga meningkat
menjadi 71,4 %. Namun peningkatan nilai IS kelompok kontrol nilainya lebih
kecil dibandingkan kelompok kakao dan secara statistik juga tidak berbeda nyata
(p > 0,05) sebelum dan sesudah intervensi.
Nilai IS yang menunjukkan ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi oleh
pewarna merah makanan erithrosin masing-masing responden terdapat pada
gambar 16 dan gambar 17.
Nilai IS (%) Terhadap Erithrosin
140
120
Sebelum
Sesudah
100
80
60
40
20
0
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
Responden
Nilai IS (%) Terhadap Erithrosin
Gambar 16 Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kakao terhadap pewarna erithrosin
yang menunjukkan ketahanan sel terhadap oksidasi
100
Sebelum
90
Sesudah
80
70
60
50
40
30
20
10
0
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
K9
Responden
Gambar 17 Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kontrol terhadap pewarna
erithrosin yang menunjukkan ketahanan sel terhadap oksidasi
Dari
ketiga
jenis
oksidator
yang
digunakan
ternyata
formalin
mengakibatkan ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi menjadi sangat rendah
dibandingkan hidrogen peroksida (H2O2) dan pewarna makanan erithrosin. Dalam
hal ini formalin dapat menyebabkan kerusakan pada sel yang lebih kuat
dibandingkan
hidrogen
peroksida
maupun
pewarna
makanan
erithrosin.
Kandungan formaldehid dalam formalin kemungkinan dapat merusak sel melalui
reaksinya dengan molekul biologis yaitu dengan protein dan asam nukleat. Dalam
IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang batas
aman formalin di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter.
Peningkatan ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi oleh formalin dan
pewarna erithrosin kelompok kakao setelah intervensi minuman bubuk kakao
selama 25 hari diduga karena senyawa aktif flavonoid yang terkandung dalam
bubuk kakao bebas lemak mampu meningkatkan sifat antioksidativ sel, terutama
mengaktifkan enzim-enzim antioksidan yang dapat berkerja bila ada senyawa
asing masuk ke dalam tubuh. Formalin yang mengandung senyawa formaldehid
bila masuk kedalam tubuh melalui sistem pencernaan, maka sistem enzim
antioksidan yang berperan sebagai enzim detoksifikasi senyawa xenobiotik akan
mendegradasi formalin tersebut.
Demikian juga dengan pewarna merah makanan erithrosin yang
merupakan zat aditif pada makanan, jika masuk kedalam tubuh oleh sistem enzim
akan dikenal sebagai senyawa xenobiotik yang akan didegradasi oleh sistem
enzim antioksidan untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh.
Konsumsi bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari oleh kelompok kakao
diduga dapat meningkatkan status antioksidan dan status imun sel. Sehingga bila
terpapar oleh berbagai macam oksidator, maka akan bisa ditangani oleh
antioksidan tersebut sehingga tidak akan terbentuk senyawa radikal yang dapat
merusak sel atau metabolisme tubuh secara keseluruhan.
Namun demikian tidak boleh disimpulkan bahwa peningkatan ketahanan
sel limfosit terhadap oksidasi oleh zat formalin dan pewarna erithrosin kelompok
kakao setelah intervensi hanya disebabkan oleh konsumsi bubuk kakao bebas
lemak, namun juga dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini dapat teramati pada
kelompok kontrol yang tidak mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak
juga terjadi peningkatan ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi oleh formalin
dan pewarna eritrosin setelah menjalani intervensi selama 25 hari. Kecukupan
asupan zat gizi responden selama intervensi 25 hari juga ikut mempengaruhi
peningkatan sistem antioksidan dan imunitas tubuh sehingga meningkatkan
ketahanan sel terhadap oksidasi.
3. Proliferasi Sel Limfosit T dan Sel Limfosit B
Proliferasi merupakan proses perbanyakan sel melalui pembelahan sel
sebagai respon terhadap antigen. Pada proses proliferasi tersebut dihasilkan sel-sel
efektor yang aktif yang berperan pada respon spesifik atau non spesifik untuk
menghadapi mikroorganisme patogen dan zat asing lainnya. Proliferasi
merupakan fungsi dasar biologis limfosit dan respon proliferativ ini secara in vitro
dapat menggambarkan fungsi limfosit (Rose et al. 1994). Aktivitas proliferasi sel
limfosit, baik itu sel limfosit T maupun sel limfosit B dapat diukur melalui indeks
stimulasi (nilai IS) (Zakaria et al. 2003).
Pada penelitian ini indeks stimulasi proliferasi limfosit (nilai IS) dihitung
dengan metode pewarnaan MTT((3-(4,5-dimethylthiazole-2-yl)-2,5-diphenyl
tetrazolium bromida). Metode ini didasarkan pada konversi garam MTT menjadi
senyawa formazam yang berwarna ungu. Perubahan ini disebabkan oleh aktivitas
enzim suksinat dehidrogenase pada mitokondria sel yang hidup. Jumlah senyawa
formazam yang terbentuk sebanding dengan jumlah sel limfosit yang hidup, dan
pengukuran intensitas warna (nilai absorbansi) formazam yang terbentuk dapat
diukur dengan metode spektrofotomer pada λ 570 nm ( Hansen & Brunner 2002).
Semakin tinggi nilai absorbansi yang terukur, maka semakin tinggi jumlah sel
limfosit yang dapat bertahan hidup dalam kultur. Dalam penelitian ini, kultur sel
menggunakan lempeng mikro 96 sumur dan pembacaan absorbansi pengukuran
intensitas warna menggunakan mikroplate reader.
a. Proliferasi Sel Limfosit T (Sel T)
Sel T (limfosit T) merupakan bagian dari sel limfosit yang sebagian besar
terdapat dalam sirkulasi darah yaitu sebanyak 65 – 85%. Limfosit T mampu
memberikan respon stimulasi terhadap mitogen fitohemaglutinin (PHA) dan
concanavalin A (Con A) (Kresno 1996). Dalam penelitian ini mitogen yang
digunakan untuk menstimulasi respon sel T adalah mitogen Con A. Kemampuan
proliferasi limfosit yang distimulir dengan Con A menunjukkan status imunitas
seluler.
Persen proliferasi sel limfosit yang dinyatakan dengan nilai indeks
stimulasi (nilai IS) sel T kelompok kakao sebelum intervensi berkisar antara 86,72
% sampai dengan 141,74 %. Sedangkan kelompok kontrol berkisar antara 85,92
sampai dengan 113,74 %. Setelah intervensi konsumsi minuman bubuk kakao
bebas lemak selama 25 hari, nilai IS limfosit T kelompok kakao meningkat
menjadi 102,8 % sampai dengan 143,88 %, sedangkan kelompok kontrol juga
meningkat 91,63 % sampai dengan 112,39 %.
Berdasarkan
hasil
tersebut
dapat
diperhatikan
bahwa
terjadinya
peningkatan nilai IS sel T kelompok kakao dan kelompok kontrol setelah
menjalani intervensi. Nilai IS rata-rata sel T kelompok kakao sebelum intervensi
sebesar 105,4 %, namun setelah intervensi rata-rata nilai IS limfosit T meningkat
menjadi 120,4 %. Sedangkan kelompok kontrol nilai IS rata-rata limfosit T
sebelum intervensi sebesar 100,6 % dan sesudah intervensi hanya meningkat
sedikit yaitu menjadi 101,36 %.
Hasil penelitian nilai IS limfosit T kelompok kakao dan kelompok kontrol
dari masing-masing responden sebelum dan sesudah menjalani intervensi selama
25 hari dapat dilihat pada gambar 18 dan gambar 19.
160
Sebelum
140
Sesudah
% Proliferasi
120
100
80
60
40
20
0
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
Responden
Gambar 18 Nilai IS (%) sel T kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi
Sebelum
120
Sesudah
% Proliferasi
100
80
60
40
20
0
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
K9
Responden
Gambar 19 Nilai IS (%) sel T kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao
bebas lemak selama 25 hari oleh kelompok kakao dapat meningkatkan aktivitas
proliferasi sel limfosit (meningkatnya nilai IS) walaupun secara statistik dengan
uji t tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol. Selisih nilai rata-rata
peningkatan % proliferasi (nilai IS) limfosit T kelompok kakao sesudah intervensi
nilainya14 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Peningkatan nilai IS sel limfosit T kelompok kakao setelah intervensi
diduga karena bubuk kakao bebas lemak yang dikonsumsi oleh kelompok kakao
ini bisa bersifat sebagai imunomodulator. Zakaria (1996b) menyatakan bahwa
suatu senyawa bersifat sebagai imonomodulator jika senyawa tersebut mampu
menstimulasi respon proliferasi sel limfosit jika suatu sel terpapar dengan antigen
tertentu. Berdasarkan penelitian Zairisman (2006), disebutkan bahwa bubuk kakao
bebas lemak sebagai produk sub standar dari hasil pengolahan biji kakao memiliki
fungsi
kesehatan
karena
berpotensi
sebagai
imunomodulator
dilihat
kemampuannya dalam memicu proliferasi sel limfosit secara in vitro.
Peran dari komponen flavonoid bubuk kakao bebas lemak sebagai
imonomodulator dalam menstimulasi proliferasi sel limfosit T diduga dengan
menstimulasi produksi sitokin, terutama IL-1, IL-2 dan IL-4. Mao et al. (2000)
mengemukakan bahwa prosianidin dari kakao dalam bentuk oligomer yang telah
dimurnikan mampu mengakibatkan ekspresi mRNA dan sekresi sitokin (IL-1, IL2 dan IL-4). Produksi IL-4 mengakibatkan peningkatan respon oleh sel T efektor.
Kresno (1996) menyatakan interleukin-1 (IL-1) berfungsi untuk meningkatkan
pertumbuhan
dan diferensiasi sel limfosit. IL-1 berperan dalam merangsang
ekspresi berbagai reseptor antigen pada permukaan sel sehingga secara tidak
langsung meningkatkan respon imun spesifik. Selain itu IL-1 dapat merangsang
produksi IL-2, gamma interferon dan faktor kemotaktik. IL-2 berperan
menginduksi proliferasi sel T, sel B dan sel NK, serta mengaktivasi makrofag.
Peningkatan aktivitas proliferasi limfosit T (nilai IS) juga sangat
tergantung kepada kadar glutation sel. Sel limfosit T dan sel limfosit B
membutuhkan jumlah glutation (GSH) yang cukup untuk dapat berproliferasi
(Fidelus and Tsan 1987). Pada penelitian ini kelompok kakao yang
mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari kadar glutation
sel limfosit meningkat dengan nyata dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Dengan data ini dapat diduga bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas
lemak selama 25 hari dapat meningkatkan aktivitas proliferasi sel limfosit T.
Meningkatnya aktivitas proliferasi sel limfosit T kelompok kakao maupun
kelompok kontrol mengindikasikan meningkatnya sistem imun sel tubuh.
Meningkatnya aktivitas proliferasi sel T menunjukkan semakin membaiknya
keadaan imunitas seluler individu tersebut. (Zakaria et al. 1996).
b. Proliferasi Sel Limfosit B (Sel B)
Penentuan proliferasi sel limfosit B pada penelitian ini menggunakan
mitogen lipopolisakarida (LPS). Kemampuan proliferasi limfosit yang distimulir
dengan LPS menunjukkan imunitas humoral dan imunitas seluler ( Friedman et al.
1992). Menurut Bellanti (1993) limfosit B atau sel B mampu memberikan respon
terhadap stimulasi oleh mitogen lipopolisakarida (LPS) dan pokweed (PW).
Hasil penelitian penentuan % aktivitas proliferasi yang dinyatakan dengan
indeks stimulasi (nilai IS) limfosit B kelompok kakao dan kelompok kontrol
sebelum dan sesudah intervensi komsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak
selama 25 hari dapat dilihat pada gambar 20 dan gambar 21.
Nilai IS sel B kelompok kakao sebelum intervensi berkisar antara 91,73 %
sampai dengan 141,35 %. Sedangkan kelompok kontrol berkisar antara 89 %
sampai dengan 143,85 %. Setelah intervensi konsumsi minuman bubuk kakao
bebas lemak selama 25 hari nilai IS limfosit B kelompok kakao meningkat
menjadi 102,96 % sampai dengan 146,12 %, sedangkan kelompok kontrol
menjadi 94,08 % sampai dengan 159,47 %.
160
Sebelum
140
Sesudah
% Proliferasi
120
100
80
60
40
20
0
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
Responden
Gambar 20 Nilai IS sel B kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi
% P roliferasi
180
160
Sebelum
140
Sesudah
120
100
80
60
40
20
0
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
K9
Responden
Gambar 21 Nilai IS sel B kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi
Nilai IS rata-rata sel B kelompok kakao sebelum intervensi adalah sebesar
105,4 %, sedangkan sesudah intervensi meningkat menjadi 118,2 %. Sedangkan
nilai IS rata-rata sel B sebelum intervensi adalah 110,4% dan sesudah intervensi
sedikit mengalami peningkatan menjadi 111,6 %. Berdasarkan hasil penelitian ini,
maka dapat dijelaskan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak
selama 25 hari oleh kelompok kakao dapat meningkatkan aktivitas proliferasi sel
B yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol walaupun secara statistik
tidak berbeda nyata. Selisih peningkatan aktivitas proliferasi kelompok kakao
bahkan 12 kali lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.
Terjadinya peningkatan aktivitas proliferasi sel limfosit B kelompok kakao
dan kelompok kontrol setelah intervensi diduga bukan hanya pengaruh konsumsi
minuman bubuk kakao bebas lemak saja, akan tetapi juga dari pengaruh faktor
lain seperti zat gizi dari makanan. Selama intervensi berlangsung semua
responden baik itu kelompok kakao maupun kelompok kontrol teratur
mengkonsumsi sayur setiap harinya dan kadang-kadang juga disediakan buah oleh
peneliti untuk dikonsumsi. Zakaria et al. (2000) menyatakan bahwa buruh yang
mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan selama 30 hari mengalami peningkatan
pada aktivitas proliferasi sel B.
Proliferasi sel limfosit B dapat menggambarkan respon imun humoral
(Zakaria et al. 2000). Mekanisme peningkatan respon proliferasi sel B pada
kelompok kakao setelah konsumsi minuman bubuk kakao diduga karena senyawa
polifenol dalam bubuk kakao memiliki kemampuan untuk berikatan dengan
protein reseptor membran limfosit sehingga mengaktifkan sistem enzim membran
yang berperan dalam proses proliferasi sel limfosit.
Senyawa polifenol dalam bubuk kakao dapat membentuk komplek dengan
protein reseptor permukaan sel B. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya aktivasi
protein G yang kemudian mengaktifkan enzim fosfolipase C. Fosfolipase
memecah fosfatidil inositol bifosfat (PIP2) menjadi diasilgliserol (DAG) dan
inositol trifosfat (IP3), dua molekul yang berperan dalam penandaan membran sel.
IP3 berdifusi dari membran plasma ke sitosol dan berikatan dengan protein
reseptor pada permukaan sitoplasmik Calsium-sequestering Compartment.
Pengikatan ini menyebabkan peningkatan konsentrasi Ca2+ sitosol. Diasilgliserol
dan peningkatan ion Ca2+ mengaktivasi enzim protein kinase C. Protein kinase C
yang teraktivasi memfosforilasi atau memindahkan gugus fosfat ke residu serin
atau treonin spesifik pada protein membran sehingga mengaktivasi pertukaran
Na+-H+ dan berakibat pada peningkatan pH. Peningkatan pH tersebut memberi
tanda pada sel untuk melakukan proliferasi. Aktivasi enzim protein kinase C akan
menstimulasi produksi interleukin-2 (IL-2) yang mengaktivasi sel B untuk
berproliferasi ( Albert et al. Dalam Tejasari 2000). Gambar 22 menunjukkan teori
kemungkinan proses biokimia aktivasi sel B oleh senyawa flavonoid dalam bubuk
kakao.
Senyawa polifenol dalam bubuk kakao
Senyawa
Senyawaflavonoid
polifenoldalam
dalambubuk
bubukkakao
kakao
PIP2
IP3 + DAG
2+
Ca2+
Protein Kinase C
PIP2 = Fosfatidilinositol bifosfat
DAG = Diasilgliserol
IP3 = Inositoltrifosfat
IL2 = Interleukin-2
IL-2
Sintesa RNA
Sintesa Protein
Flavonoid Bubuk Kakao
Sel B
B
Sel
Sel B
Gambar 22 Teori kemungkinan proses biokimia aktivasi sel B oleh senyawa
flavonoid dalam bubuk kakao (dimodifikasi dari Tejasari 2000)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak setiap hari selama 25 hari
berpengaruh nyata dalam meningkatkan kemampuan antioksidativ sel limfosit
manusia, meliputi meningkatnya aktivitas antiradikal bebas yang ditentukan
dengan metode DPPH,
meningkatnya kadar glutation dan menurunnya nilai
MDA. Konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak juga meningkatkan
ketahanan sel limfosit untuk berproliferasi terhadap oksidasi oleh formalin dan
eritrosin secara nyata. Ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi oleh hidrogen
peroksida juga meningkat nilainya pada kelompok kakao dibandingkan kelompok
kontrol walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak yang
merupakan hasil samping produksi lemak kakao berpotensi meningkatkan sifat
antioksidativ sel limfosit sehingga dapat melindungi sel limfosit dari stress
oksidatif.
Konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak juga dapat meningkatkan
aktivitas proliferasi sel limfosit B dan sel limfosit T pada kelompok kakao
dibandingkan kelompok kontrol, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata.
Berdasarkan hal ini dapat diindikasikan bahwa mengkonsumsi minuman bubuk
kakao bebas lemak yang merupakan hasil samping produksi lemak kakao dari
perkebunan kakao Indonesia dapat meningkatkan sistem imun tubuh atau bersifat
sebagai imunomodulator.
Dengan meningkatnya sifat antioksidativ dan sistem imunitas tubuh, maka
dapat dikatakan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak dapat
berkontribusi meningkatkan kesehatan manusia.
Saran
Hasil penelitian ini dapat membuktikan bahwa bubuk kakao dari
perkebunan Indonesia berpotensi untuk meningkatkan sifat antioksidativ sel dan
memperbaiki sistem imun tubuh, maka perlu di informasikan kepada masyarakat
bahwa mengkonsumsi minuman bubuk kakao terutama yang bebas lemak adalah
baik untuk kesehatan.
Dari penelitian ini juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui pengaruh bubuk kakao bebas lemak terhadap produksi CD3 dan CD4
serta produksi limfokin sehingga benar-benar dapat dibuktikan bahwa bubuk
kakao bebas lemak memang berperan dalam proliferasi limfosit dalam
meningkatkan sistem imun.
Selain itu juga perlu dilakukan penelitian bagaimana mekanisme bubuk
kakao bebas lemak dapat menstimulasi ekspresi genetika dalam hubungannya
dengan sintesis glutation.
DAFTAR PUSTAKA
Amin I, Koh BK, Asmah R. 2004. Effect of kakao liquor ekstrac on tumor marker
enzymes during chemical hepatocarcinogenesis in rat. J.Med Food 7 (1) :
7-12.
Baratawidjaja KG. 2002. Imunologi Dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Bellanti JA. 1993. Imunologi III. Terjemahan. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Bergmeyer HU. 1990. Methods of Enzymatic Analysis. Germany: VCH
Verlagsgesellschaft Mbh.
Bixler RG and Morgan JN. 1999. Cacao bean and chocolate processing. Di dalam:
Knight I, Editor. Chocolate and Cocoa, Health and Nutrition. USA :
Blackwell Science Ltd. Hal 43 – 60.
Chan B, Boveris A, Oshino N. 1977. Peroxide generation in mitochondria and
utilization by catalase. Di dalam Thurman RG et al., Editor. Alcohol and
Aldeyide metabolizing System. New York : Academic Press INC. Hal 261273.
Cheney SL .1999. Analysis and nutrient database. Di dalam : Knight I, Editor.
Chocolate and Cocoa, Health and Nutrition. USA : Blackwell Science
Ltd. Hal 63 – 75.
Conti M, Moramd PC, Levillain P, Lemmonier A. 1991. Improve fluorometric
determinant of malonaldehyde. Am. J. Clin. Nutr 53: 314-321.
Dayong WU et al. 1994. In vitro glutathione supplementation enhances
interleukin-2 production and mitogenic response of peripheral blood
mononuclear cells from young and old subjects. J. Nutr 124: 655-663.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2004. Statistik perkebunan
Indonesia (kakao). Jakarta.
Dreosti IE. 2000. Antioxidant polyphenols in tea, cocoa and wine. J.Nutr 16 (7/8):
692-694.
Engler MB, Engler MM, Chen CY, Malloy MJ, Browne A, Chiu EY, Kwak HK,
Milbury P, Paul SM, Blumberg J and Mietus ML. 2004. Flavonoid-rich
dark chocolate improves endothelial function & increases plasma
epicatechin concentration in healthy adults. J. Am. Collage of Nutr 23 (3) :
197 – 204.
Fang YZ, Yang S, Wu G. 2002. Free radicals, antioxidants, and nutrition. Nutrion
18: 872 – 879.
Fardiaz D dan Fardiaz S. 1993. Keamanan makanan jajanan. Penyuluham
Keamanan Makanan Jajanan Pada Konsumen. Proyek Makanan Jajanan
IPB. Bogor. 16 – 17 Februari.
Fidelus RK and Tsan MF. 1987. Glutation and lymphocyte activation: a function
of aging and auto-immune disease. Immunology 61: 503-508.
Fisher ND, Hugest M, Gerhard-Herman M, Hollenberg NK. 2003. Flavanol-rich
cocoa induces nitric oxide dependent vasodilation in healthy humans. J of
Hypertension 21 : 2281-2286.
Freshney IR. 1992. Culture of Animal Cell. New York: John Willey and Sons Cp.
Halliwell B, Gutteridge JMC, Cros CE. 1992. Free radicals, antioxidants and
human diasese: Where are we now? J Lab Clin Med 119 (6): 598 – 620.
Hall CA and Cuppett SL. 1997. Structur-activities of natural antioxidants. Di
dalam: Aruoma OI and Cuppett SL, Editor. Antioxidant Methodology.
USA : AOCS Press. Hal 141-169.
Hammerstone JF, Lazarus SA, Schmitz HH. Procyanidin conten and variation in
some commoly consumed foods. J Nutr 130 : 2086S – 2092S.
Hansen CH and Brunner N. 2002. MTT cell proliferation assay. Di dalam: Yulio
EC (editor). Cell Biology. Second Edition. USA: Academic Press.
Heerden V. 2006. Chocolate update for Easter. http:/www.health24.com/
dietnfood/Weight_Centre/ 15-51-736, 21867. asp (27 April 2006).
Holt RR, Schramm DD, Keen CL, Lazarus SA, Schitz HH. 2002. Chocolate
consumtion and platelet function. J. Am Med Association 287: 2212 –
2213.
Hong YL, Yeh SL, Chang CY, Hu ML. 2000. Total plasma malonaldehyde levels
in 16 Taiwanese College Students determined by various thiobarbituric
acid test and improved high performance liquid chromatography based
method. Clinical Biochem 33 : 619-625.
Kasogi H, Kojima T, Kikugawa K. 1989. Thiobarbituric acid-reactive substances
from peroxidized lipids. Lipids 24 : 873-881.
Kattenberg HR. 2000. Nutritional functions of cocoa and chocolate. The
Manufacturing Confectioner. Hal 33 – 37.
Kehrer JP. 1993. Free radicals as mediatory of tissue injury and diasese. Critical
Review in Toxicology 23 (1): 21-48.
Kochhar SP and Rossel JB. 1990. Detection, estimation and evaluation of
antioxidant in food system. Di dalam: Hudson BJF (ed). Food Antoxidant.
London : Elsevier Applied Science . Hlm 19-64.
Koolman J and Rohm KH. 2001. Biokimia : Atlas Berwarna dan Teks. Alih
Bahasa Sadikin M. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kresno SB. 1996. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi II.
Jakarta : FKUI.
Kumendong E. 1996. Kadar malonaldehida dan zat gizi antioksidan pada populasi
dewasa rentan pencemaran makanan. Skripsi. Bogor : Fakultas Teknologi
Pertanian IPB.
Jardine NJ .1999. Phytochemicals and phenolics. Di dalam : Knight I, Editor.
Chocolate and Cocoa, Health and Nutrition. USA : Blackwell Science
Ltd. Hal 119 – 142.
Langseth, L 2000. Antioxidants and their effect on health. Di dalam : Schmidl
MK, Labuza TP, Editor. Essentials of Functional Foods. USA: Aspen
Publisher Inc. Maryland. Hlm 303 – 317.
Lee KW, Kim YJ, Lee HJ, Lee CY. 2003. Cocoa has more phenolic phytochemical
and a hinger antioxidant capacity than teas and red wine. J. Agric. Food.
Chem 51: 7292 – 7295.
Mao TK, Powel JJ, De Water JV, Keen CL, Schmitz, Gerswin, ME. 2000. Effect
of cocoa procyanidin on the secretion of interleukin-4 in peripheral blood
mononuclear cells. J.Food Med 2 (3) : 107 – 114.
Mathur S, Devaraj S, Grundy SM, Jialal I. 2002. Cocoa product decrease low
density lipoprotein oxidative susceptibility but do not affect biomarkers of
inflammation in human. J.Nutr 132 : 3663- 3667.
Meiriana Y. 2006. Pengaruh ekstrak buah merah (Pandanus conoidens L) terhadap
aktivitas proliferasi sel limfosit manusia secara in vitro. Skripsi. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Meister A and Anderson ME. 1983. Glutation. Annu. Rev. Biochem 52: 711 -760.
Mello LD, Alves AA, Macedo DV, Kubota LT. 2005. Peroxidase-based biosensor
as a tool for fast evaluation of antioxidant capacity of tea. Food Chemistry
92: 515 – 519.
Myhrstad MC, Carlsen H, Nordstrom O, Blomhoff R, Moskaug JO. 2002.
Flavonoids increase the intracellular glutathione level by transactivation of
the γ-glutamylcysteine synthetase catalytical sub unit promoter. Free Radic
Biol Med 32 : 386 – 393.
Meydani SN, Dayang SS, Michelle SS, Michael GH. 1995. Antioxidant and
response in aged person: Overview of Present Evidence. Am. J. Clin. Nutr
195 : 1462S – 1476S.
Misnawi, Selamat J, Jamilah B, Nazamid S. 2002a. Activation of remaining key
enzymes in dried under-fermented cocoa beans and Its Effect on Aroma
Precursors Formation. J Food Chem 78 : 407-417.
Misnawi, Selamat J, Jamilah B, Nazamid S. 2002b. Effects of incubation and
polyphenol oxidase enrichment of unfermented and partly fermented dried
cocoa beans on color, fermentation index and (–)-epicatechin content. J of
Food Scie and Technol 38: 1–11.
Misnawi and Selamat J. 2003. Effect of cocoa bean polyphenols on sensory
properties and their changes during fermentation. J.Pelita Perkebunan 19
(2) : 90 – 103.
Misnawi, Selamat J, Jamilah B, Nazamid S. 2004a. Effects of polyphenol on
pyrazines formation during cocoa liquor roasting. Food Chem 85: 73-80.
Misnawi, Selamat J, Jamilah B, Nazamid S. 2004b. Sensory properties of cocoa
liquor as affected by polyphenol concentration and roasting duration. J
Food Quality and Preference 15: 403-409.
Misnawi. 2005. Pemanfaatan biji kakao sebagai sumber antioksidan alami.
Laporan Penelitian RUT tahap I Tahun 2005. Jember. Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia.
Moskaug J, Carlsen H, Myhrstad MCW, Blomhoff. 2005. Poliphenols and
glutathione synthesis regulation. Am J Clin Nutr 81 : 277S-83S.
Murphy K et al. 2003. Dietary flavanols and procyanidin oligomers from cocoa
(Theobroma cacao) inhibit platelet function. Am J Clin Nutr 77: 14661473.
Nurrahman. 1998. Pengaruh konsumsi sari jahe terhadap perlindungan limfosit
dari stres oksidatif pada mahasiswa pondok pesantren ulil al-baab di Bogor.
Thesis. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.
Othman A, Ismail A, Ghani NA, Adenan I. 2006. Antioxidant capacity and
phenolic content of cocoa beans. Food Chem 3: 1-8.
Olivia F. 2006. Efek perlindungan ekstrak bubuk kakao bebas lemak terhadap sel
darah manusia secara in vitro. Thesis. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.
Belum dipublikasikan.
Pandoyo AS. 2000. Pengaruh aktivitas ekstrak tanaman cincau hijau (Cyclea
barbata L. Miers) terhadap proliferasi sel limfosit manusia secara in vitro.
Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Papas AM. 1999. Determinant of antioxidant in humans. Di dalam : Papas AM ,
Editor. Antioxidant Status, Diet, Nutrition and Healt. USA : CRC Press.
Hal 21 – 33.
Prokop O and Unlenbruck G. 1969. Human Blood and Serum Groups. London,
Maclaren and Son.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Panduan Lengkap Budi Daya
Kakao. Jember: Agromedia Pustaka.
Rajalaksmi and Narasimhan. 1996. Sources and methods of evaluation. Di dalam:
Madhavi DL, Deshpande SS, Salunkhe DK. Editor. Food antioxidant.
New York : Marcel Dekker Inc Hal 65 – 81.
Rein D, Lotito S, Holt RR, Keen CL, Schmitz HH , Fraga GG. 2000. Epicatechin
in human plasma : in vivo determination and effect of chocolate
consumption on plasma antioxidant capacity. Am Jurnal of Clinical
Nutrition 72 (1) : 30 – 35.
Roitt IM and Delves PJ. 2001. Essential Immunology. London: Blackwell
Science.
Rose NR, De Macario EC, Fahey JL, Friedman H, Penn GM. 1994. Manual of
Clinical Laboratory Immunology. Washington, DC, American Society for
Microbiology.
Ramiro, Franch E, Castellote A, Lacueva CA, Pulido I, Maria, Castell, Margarida.
2005. Efect of theobroma cacao flavonoids on immune activation of a
lymphoid cell line. J.Am of Clin.Nutr 93 (6) : 859 – 866.
Sanbongi C, Osakabe N, Natsume M, Takizawa T, Gomi S, Osawa T. 1998.
Antioxidative polyphenols isolated from Theobroma cacao. J. Agric Food
Chem 46: 452–457.
Scalbert A, Johnson TI and Saltmarsh M. 2005. Polyphenol : antioxidant and
beyond. Am J Clin Nutr 81 (Suppl): 215S – 229S.
Schmidl MK, Labuza TP. 2000. Essentials of Functional Foods. USA: Aspen
Publisher Inc. Maryland.
Silva-Pereira LC, Cardoso PC, Leite DS, Bahia MO, Bastos WR, Smith M
Burbano RR. 2005. Cytotoxicity and genotoxicity of low doses of mercury
chloride and methylmercury chloride on human lymphocytes in vitro. Braz
Jurnal of Med and Biol Research 38: 901-907.
Stone WL 1999. Oxidative stress and antioxidant in prematur infants. Di dalam :
Papas AM, Editor. Antioxidant Status, Diet, Nutrition and. USA : CRC
Press. Hal 277 – 291.
Supari F. 1996. Radikal bebas dan patofisiologis beberapa penyakit. Di dalam :
Zakaria FR et al., Editor. Proseding Seminar Senyawa Radikal dan Sistem
Pangan : Reaksi Biomolekuler, Dampak Terhadap Kesehatan dan
Penangkalan. Jakarta : Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi IPB
dengan Kedutaan Perancis.
Tejasari. 2000. Efek proteksi komponen bioaktif oleoresin rimpang jahe (Zingiber
officinale Roscoe) terhadap fungsi limfosit secara in vitro. Disertasi.
Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.
Tjitrosoepomo G. 1988. Taksonomi Tumbuhan (Spermathopyta). Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Turkmen N, Ferda S, Velioglu YS. 2005. The effect of cooking methods on total
phenolics and antioxidant activity of selected green vegetables. Food
Chemistry 93: 713 – 718.
Vinson JA, Proch J, Zubik L. 1999. Phenol antioxidant quantity and quality in
food: cocoa, dark chocolate and milk chocolate. J. Agric and FChem 47
(12): 4821-4824.
Wahyuni S. 2006. Kajian senyawa-senyawa kitooligomer hasil reaksi enzimatik
terhadap aktivitas proliferasi sel limfosit dan sel kanker. Desertasi.
Program Studi Ilmu Pangan Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Wan Y, Vinson JA, Etherton TD, Proch J, Lazarus SA, Kris-Etherton PM. 2001.
Effect of cocoa powder and dark chocolate on LDL oxidative
susceptibility and prostaglandin concentrations in human. Am J Clin Nutr
74 : 596 – 602.
Wijaya A. 1997. Keseterdiaan hayati vitamin C dan E dari sayuran dan buahbuahan serta fungsinya sebagai penurun malonaldehida plasma pada
populasi buruh industri di Bogor. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan
Gizi IPB, Bogor.
Winarsi H. 2003. Respon imunitas dan hormonal wanita premenopause terhadap
minuman susu fungsional yang disuplementasi dengan isoflavon kedelai
dan difortifikasi dengan seng. Desertasi. Program Studi Ilmu Pangan
Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Wollgast J and Anklam E. 2000. Polyphenols in chocolate: is there a contribution
to human health? J Food Resc International 33: 449–459.
Yan N and Meister A. 1990. Amino acid sequence of rat kidney γglutamylcysteine synthetase. J.Biol Chem 265 (3): 1588-1593.
Yuana. 1998. Pengaruh ekstrak jamu terhadap proliferasi sel limfosit manusia dan
beberapa alur sel kanker secara in vitro. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan
dan Gizi IPB, Bogor.
Zairisman SZ. 2006. Potensi imunomodulator bubuk kakao bebas lemak sebagai
produk sub standar secara in vitro pada sel limfosit manusia. Skripsi.
Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Zakaria FR. 1996a. Senyawa radikal dalam dan oleh bahan pangan . Di dalam
Prosiding Seminar Senyawa Radikal Bebas dan Sistem Pangan : Reaksi
Biomolekuler, Dampak Terhadap Kesehatan dan Penangkalan. Kerjasama
PAU IPB dengan Kedutaan Besar Perancis. Zakaria FR, Dewanti R dan
Yasni S (ed). Jakarta.
Zakaria FR. 1996b. Peranan zat gizi dalam sistem kekebalan tubuh. Bul Teknol
dan Industri Pangan 7 (3): 75 – 81.
Zakaria FR dan Abidin Z. 1996. Kadar malonaldehida dan zat gizi antioksidan
plasma pada populasi remaja rentan pencemaran makanan. Bul. Teknol
dan Industri Pangan 7(3): 56 – 64.
Zakaria FR, Darsana L, Wijaya H. 1996. Immunity enhancement and cell
protection activity of ginger bud and fresh on mouse spleen lymphocyte.
Symposium Non Nutritive Health Factors for Future Food. Corean Society
of Food Science and Technology, September 28 – 30: 1996.
Zakaria FR, Irawan B, Pramudya SM, Sanjaya. 2000. Intervensi sayur dan buah
pembawa vitamin C dan vitamin E meningkatkan sistem imun populasi
buruh pabrik di Bogor. Bul Teknol dan Industri Pangan 11: 21-27.
Zakaria FR, Nurrahman, Prangdimurti E, Tejasari. 2003. Antioxidant and
immunoenhancement activities of ginger (Zingiber officinale Roscoe)
extracts and compounds in vitro and in vivo mouse and human system.
Nutraceuticals and Food. 8 (1): 96-104.
Zhu QY, Schramm DD, Gross HB, Holt RR, Kim SH, Yamaguchi T, Kwik-Uribe
CL, Keen CL. 2005. Influence of cocoa flavanols and procyanidins on free
radical-induced human erythrocyte hemolysis. Clin and Develop Immunol
12 (1): 27 – 34.
LAMPIRAN
Lampiran 1
KUISIONER KESEHATAN FISIK, POLA MAKAN DAN KEBIASAAN
KONSUMSI MAKANAN JAJANAN
A. Identitas Responden
1. Nama
2. Jenis Kelamin
3. Tempat/Tanggal Lahir
4. Alamat
:
:
:
:
B. Keadaan sosial ekonomi keluarga
1.Pendapatan
a. Orang tua
: Rp.......................... / bulan
b. Beasiswa
: Rp.......................... / bulan
c. Lain-lain
: Rp.......................... / bulan
Total : Rp.......................... / bulan
2. Pengeluaran
a. Makanan Utama
b. Jajanan
c. Non makanan
Total
: Rp.......................... / bulan
: Rp.......................... / bulan
: Rp.......................... / bulan
: Rp.......................... / bulan
C. Antropometri
1. Berat badan
: ............................... Kg
2. Tinggi badan
: ............................... Cm
3. Lingkaran lengan atas
: …………………... Cm
4. Skinfoid Tickness
: …………………… Mm
D. Pemeriksan klinis
1. Keadaan umum
a. Pulse rate
: ………………kali
b. Respiratory rate
: ………………kali
c. Blood pressure
: ………………mmhg
d. Temperatur
: ………………Celcius
2. Mata
a. Normal
b. Anemic conjunctiva
c. Icteric sclera
d. Conjuctivitis
e. Lain-lain : …………………..
9. Ches exam
a. Normal
b. Ronchi
c. Wheezing
d. Slime / Mucus
e. Lain-lain : ............................
3. Telinga
a. Normal
b. Otitis
c. Ear discharge
d.Lain-lain : …………………
10. Heart exam
a. Normal
b. Murmur
c. Gallop
d. Congonital
e. Lain-lain : …………………
4. Mulut
a. Normal
b. Angular stomatitis
c. Cheilosisi
d. Tonsilitis
e. Pharingitis
f. Gums swollen or bleeding
g. Lain-lain : …………………
11. Kulit
a. Normal
b. Pellagrous
c. Edema
d. Ulcers
e. Hemorrhagia
f. Infections (allergic, fungal,
bacterial, scabies)
g. Lain-lain : …………………
5. Gigi
a. Normal
b.Carries teeth
c. Lain-lain : …………………
12. Abdominal exam
a. Normal
b. Sign off acute abdomen
c. abdominal mass
d. Hepatomegaly : Grade ……
e. Splenomegaly : Grade ……
6. Leher
a. Normal
b. Swolen thyroid gland
c. Abnormal tissue
d. Lain-lain : …………………
7. Kuku
a. Normal
b. Pallor of bed
c. Lain-lain : …………………
8. CNS
a. Normal
b. Anasthesia
c. Abnormal gait
d. Pathology reflexes
e. Lain-lain : …………………
f. Ascites
g. Flank pain
h. Kidney mass
i. Lain-lain :…………………..
13. Skeleton
a. Normal
b. Deformity
c. Bony swellings
d. Sign of rickets
e. Lain-lain : ……………………
14. Other
a. ………………………............
b. ………………………………
15. Conclusion
a. ………………………………
b. ………………………………
c. ……………………………….
E. Riwayat Kesehatan
1. Pernah sakit 1 tahun terakhir
a. Pernah
b. Tidak
1. Saat ini menderita sakit
a. Ya
b. Tidak
2. Kalau pernah
a.Jenis Penyakit : ....................
b.Kapan
: ....................
c. Berapa lam : ....................
2. Kalau ya, jenis penyakit
................................................
3. Pengobatan yang dilakukan
a.Dokter praktek
b.Rumah sakit / Puskesmas
c.Mantri kesehatan
d.Obat-obatan bebas
e.Lain-lain : ......................................
:
3. Pengobatan yang dilakukan
a. Dokter praktek
b. Rumah sakit / Puskesmas
c. Mantri kesehatan
d. Obat-obatan bebas
e. Lain-lain : ...................................
F. Kebiasaan Makan
1. Frekuensi makan dalam sehari
a. sekali
b. Dua kali
c. Tiga kali
d. Empat kali
3. Bila ya atau kadang-kadang, jenisnya
a. Makanan lengkap : ....................
b.Makanan kecil : ...................
c. Minuman
: ....................
d.Lain-lain
: ....................
2. Kebiasaan sarapan pagi
a. Ya, setiap hari
4. Kebiasaan makanan selingan
a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
5. Jelaskan mengenai kebiasaan makan anda
Waktu
makan
Jenis
makanan
Asal makanan
Dibuat
sendiri
Dibeli
Diberi
Pagi
Tengah hari
Siang
Sore
Malam
G. Kebiasaan Konsumsi Makanan Jajanan
1. Apakah anda biasa mengkonsumsi 6. Bagaimana pendapat anda mengenai
makanan jajanan
tempat jualan makanan yang dekat
a. Ya
dengan tempat sampah / kotor ?
b. Tidak
a. Tidak baik
b. Baik
c. Sama saja
2. Apabila ya, sebutkan frekuensinya
a. Lebih dari sekali sehari
d. Tidak tahu
b. 5 – 7 kali seminggu
Apakah anda membelinya ?
c. 3 – 4 kali seminggu
a. tetap membeli
d. 1 – 2 kali seminggu
b. Sering
e. 1 – 2 minggu sekali
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
pendapat
anda
3. Bagaimana
mengenai jenis makanan jajanan 7. Bagaimana pendapat anda mengenai
peralatan makan dan minum yang
yang baik ? (bisa lebih dari satu)
tidak bersih ?
a. Mengenyangkan
a. Tidak baik
b. Bergizi
c. Harganya mahal
b. Baik
d. Rasanya enak
c. Sama saja
e. Penampilan menarik
d. Tidak tahu
f. Bersih dan aman
Apakah anda membelinya ?
g. Lain- lain : ...............................
a. tetap membeli
b. Sering
c. Kadang-kadang
4. Bagaimana
pendapat
anda
mengenai makanan jajanan dan
d. Tidak pernah
minuman yang dijual dipinggir
8. Bagaimana pendapat anda mengenai
jalan, terminal, dsb ?
air pencuci peralatan makan/ minum
a. Tidak baik
b. Baik
yang dipakai berkali-kali ?
c. Sama saja
a. Tidak baik
d. Tidak tahu
b. Baik
Apakah anda membelinya ?
c. Sama saja
d. Tidak tahu
a. tetap membeli
b. Sering
Apakah anda membelinya ?
c. Kadang-kadang
a. Tetap membeli
d. Tidak pernah
b. Sering
pendapat
anda
5. Bagaimana
c. Kadang-kadang
mengenai makanan jajanan dan
d. Tidak pernah
minuman yang disajikan tidak
tertutup
9. Bagaimana pendapat anda mengenai
a. Tidak baik
lap pengering / lap tangan yang sama
b. Baik
sehingga kotor ?
c. Sama saja
a. Tidak baik
d. Tidak tahu
b. Baik
Apakah anda membelinya ?
c. Sama saja
d. Tidak tahu
a. tetap membeli
b. Sering
Apakah anda membelinya ?
c. Kadang-kadang
a. Tetap membeli c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
d. Tidak pernah
b. Sering
pendapat
anda 11. Bagaimana
pendapat
anda
10. Bagaimana
mengenai makanan jajanan yang
mengenai makanan / minuman yang
dibungkus kertas koran /sejenisnya?
memakai zat pewarna ?
a. Tidak baik
a. a. Tidak baik
b. Baik
b. Baik
c. Sama saja
c. Sama saja
d. Tidak tahu
d. Tidak tahu
Apakah anda membelinya ?
a. Tetap membeli
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
12. Jenis-jenis makanan jajanan yang biasa dibeli
Jenis dan Nama
Makanan / Minuman
Makanan lengkap
Nasi goreng telur
Nasi rames
Nasi uduk
Frekuensi
Tempat
beli
Jenis
bungkus
Jumlah
Harga
Nasi
soto
ayam/daging
Indomie rebus
Mie ayam
Mie bakso
Bubur ayam
Bihun goreng
Siomay
Lontong sayur
Kupat tahu
Gado-gado
Toge goreng
Pecel
Lauk Pauk
Daging sapi goreng
Sate ayam / kambing
Ayam goreng
Opor ayam
Ati / ampela ayam
Ikan kembung goreng
Ikan bakar
Ayam bakar
Telur ayam rebus
Telur ayam goreng
Cumi goreng
Makanan
kecil
Snacks
Roti manis
Donat
Biskuit
Kue pia
Kue mangkok
Kue nagasari
Kue putu
Buras
Ketan urap
Bubur kacang ijo
Pisang goreng
Pisang molen
Risoles
Ubi goreng
Tempe goreng
Tahu goreng
Bakwan
/
Kroket
Batagor
Comro
Singkong goreng
Perkedel kentang
Pilus
Kue tambang
Kacang atom
Rempeyek kacang
Kerupuk
Rujak
Coklat manis batang
Agar-agar
Buah-buahan
Jeruk manis
Salak
Pisang
Mangga
Apel
Pear
Duku
Minuman
Es teler
Es krim
Es sirup
Es mambo
Soft drink
Es cendol
Juice alpukat
Juice jeruk
Es doger
Teh manis
Teh botol / kotak
Sari buah kotak
Kopi
Bajigur
Sekoteng
Bir / minuman keras
Lain-lain :
......................................
......................................
......................................
.....................................
......................................
......................................
.....................................
......................................
Rokok
Jamu gendong
Jamu kemasan
Catatan
1. Frekuensi
a. Sekali sehari
b.5-7 kali seminggu
c. 3-4 kali seminggu
d.1-2 kali seminggu
e. 2 minggu sekali
f. Jarang
g.Tidak pernah
2. Tempat pembelian
a. Toko besar / restoran
b.Pasar tradisional
c. Toko kecil/kantin
d.Kios / warung
e. Pedagang menetap
f. Pedagang keliling
g.Lain-lain ...................
3. Jenis pembungkus
a. Polietilen
b.Ketas lapis plastik
c. Daun pisang
d.Kertas bekas
e. Kertas koran
f. Alat makan / minum
13. Dasar pertimbangan yang digunakan dalam memilih jenis makanan jajanan
tersebut (bis lebih dari satu)
a. Mengenyangkan
b. Bergizi
c. Harganya murah
e. Rasanya enak
f. Penampilan menarik
g. Bersih dan aman
h. Kebiasaan
i. Lain-lain : .................................................
Lampiran 2
MENU MAKAN PAGI DAN MAKAN MALAM RESPONDEN YANG
DISIAPKAN OLEH PENELITI SELAMA INTERVENSI BERLANGSUNG
Hari Ke-
Makan Pagi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Nasi soto ayam
Nasi, ikan sambal ,sayur
Nasi dadar telur , sayur
Nasi soto ayam, mangga
Nasi, tempe sambal ,sayur
Nasi, telur dadar, sayur, melon
Nasi, sambal udang ,sayur
Nasi, kan teri sambal, sayur
Nasi, ikan goring, sayur
Nasi, orek tempe, sayur, pepaya
Nasi, opor ayam, sayur
Nasi, telur sambal, sayur
Nasi goreng telur
Nasi, ayam sambal, sayur
Gado-gado, tempe
Nasi, pepes ikan teri, sayur
Nasi uduk, telur
Nasi, ayam semur, sayur
Nasi, telur sambal, sayur
Nasi goreng telur, pepaya
Nasi, tongkol sambal, sayur
Nasi, tahu tempe sambal, sayur
Lontong sayur, jeruk
Nasi, ayam sambal
Nasi, hati,ampela, sayur
Makan Pagi
Nasi , dendeng sapi ,sayur
Nasi, ayam bakar ,lalap,pepaya
Tumis jamur,semangka
Nasi, rendang daging , sayur
Nasi, ayam geprek ,sayur
Nasi, sambal tongkol, sayur
Capcai, pepaya
Nasi,ikan mas bakar, lalapan
Nasi, sup daging, jeruk
Nasi, rendang daging, sayur
Tumis jamur, pepaya
Lontong, sate ayam, semangka
Nasi, ayam geprek, sayur
Nasi, pepes ikan mas, lalapan
Nasi, sup daging, semangka
Nasi, cumi gulai
Lontong sate padang, melon
Nasi, ikan bakar, lalapan
Nasi uduk pecel ayam
Puyunghai, jeruk
Nasi uduk pecel ayam, melon
Nasi rendang daging, sayur
Tumis jamur, pepaya
Nasi, ikan baker, lalapan
Nasi, dendeng daging, pepaya
Lampiran 3
INFORMED CONCETN
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama
Jenis Kelamin
Tempat/Tanggal Lahir
Pekerjaan
Alamat
:
:
:
:
:
Menyatakan dalam keadaan sehat dan bersedia secara sukarela menjadi responden
pada penelitian efek konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak untuk kesehatan dan
bersedia mematuhi aturan yang diberitahukan. Ketentuan yang harus dipenuhi oleh
responden adalah sebagai berikut:
a. Bersedia minum minuman bubuk kakao bebas lemak yang terdiri dari 4 gram bubuk
kakao, satu sendok gula dan satu sendok susu bubuk setiap pagi hari selama 25 hari
untuk kelompok perlakuan dan minuman yang terdiri dari susu bubuk + gula untuk
kelompok kontrol.
b. Bersedia diperiksa kesehatan dan diambil darahnya selama dua kali yaitu sebelum dan
setelah pelaksanaan intervensi oleh petugas kesehatan yang berwenang pada 29/30
bulan Agustus dan 22/23 September tahun 2006
c. Bersedia makan menu makanan yang disediakan oleh peneliti saat sarapan pagi dan
makan malam setiap hari selama satu bulan dan ikut diskusi tentang kebiasaan makan
dan kesehatan selama intervansi berlangsung.
Sebagai rasa terimakasih peneliti kepada responden, maka peneliti akan
memberikan :
a. Menyediakan makan pagi dan makan malam secara gratis selama satu bulan kepada
responden
b. Konsumsi setelah pengambilan darah pada hari ke-0 dan ke- 25
Semua penjelasan diatas sudah saya pahami dan mengerti sehingga saya mengerti
tujuan minum minuman bubuk kakao bebas lemak untuk meningkatkan kesehatan.
Dengan demikian ada kesepahaman antara responden dan peneliti tentang penelitian ini.
Demikian surat pernyataan ini saya buat, semoga dapat dipergunakan seperlunya.
Bogor,
Responden
Peneliti
( Erniati
)
2006
( ...................................)
Lampiran 4.
HASIL ANALISA DATA DENGAN UJI T (t-test)
————— 11/11/2006 9:43:38 ————————————————————
Welcome to Minitab, press F1 for help.
Retrieving project from file: 'E:\TESIS\DATA-D~1\OLAH DATA.MPJ'
Two-Sample T-Test and CI: MDA Kakao; Treatmen
Two-sample T for MDA Perlakuan
Treatmen
Sebelum
Sesudah
N
9
9
Mean
2,98
1,299
StDev
2,21
0,328
SE Mean
0,74
0,11
Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah)
Estimate for difference: 1,68467
95% CI for difference: (0,10637; 3,26297)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2,26
Both use Pooled StDev = 1,5794
P-Value =0,038 DF=16
Two-Sample T-Test and CI: MDA Kontrol; Treatmen
Two-sample T for MDA Kontrol
Treatmen
Sebelum
Sesudah
N
9
8
Mean
3,01
2,069
StDev
1,53
0,707
SE Mean
0,51
0,25
Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah)
Estimate for difference: 0,939889
95% CI for difference: (-0,321427; 2,201205)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1,59
Both use Pooled StDev = 1,2178
P-Value=0,133
DF=15
Two-Sample T-Test and CI: DPPH Kakao; Treatmen
Two-sample T for DPPH Perlakuan
Treatmen
Sebelum
Sesudah
N
9
9
Mean
31,0
40,19
StDev
11,2
7,42
SE Mean
3,7
2,5
Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah)
Estimate for difference: -9,15889
95% CI for difference: (-18,65008; 0,33230)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -2,05
Both use Pooled StDev = 9,4975
P-Value=0,048 DF=16
Two-Sample T-Test and CI: DPPH Kontrol; Treatmen
Two-sample T for DPPH Kontrol
Treatmen
Sebelum
Sesudah
N
9
8
Mean
25,77
26,79
StDev
6,90
6,12
SE Mean
2,3
2,2
Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah)
Estimate for difference: -1,02000
95% CI for difference: (-7,79779; 5,75779)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,32
Both use Pooled StDev = 6,5442
P-Value=0,753 DF=15
Two-Sample T-Test and CI: Glutation Kakao; Treatmen
Two-sample T for Glutation Perlakuan
Treatmen
Sebelum
Sesudah
N
9
9
Mean
48,2
66,7
StDev
10,5
15,9
SE Mean
3,5
5,3
Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah)
Estimate for difference: -18,4444
95% CI for difference: (-31,9205; -4,9684)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -2,90
Both use Pooled StDev = 13,4851
P-Value=0,010 DF=16
Two-Sample T-Test and CI: Glutation Kontrol; Treatmen
Two-sample T for Glutation Kontrol
Treatmen
Sebelum
Sesudah
N
9
8
Mean
34,7
37,8
StDev
20,7
19,2
SE Mean
6,9
6,8
Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah)
Estimate for difference: -3,08333
95% CI for difference: (-23,82749; 17,66082)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,32
Both use Pooled StDev = 20,0291
P-Value=0,756 DF=15
Two-Sample T-Test and CI: IS H2O2 Kakao; Treatmen
Two-sample T for IS H2O2 Perlakuan
Treatmen
Sebelum
Sesudah
N
9
9
Mean
67,11
76,9
StDev
8,73
17,4
SE Mean
2,9
5,8
Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah)
Estimate for difference: -9,82000
95% CI for difference: (-23,59799; 3,95799)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1,51
Both use Pooled StDev = 13,7872
P-Value=0,150 DF=16
Two-Sample T-Test and CI: IS H2O2 Kontrol; Treatmen
Two-sample T for IS H2O2 Kontrol
Treatmen
Sebelum
Sesudah
N
9
8
Mean
65,3
65,7
StDev
14,4
15,4
SE Mean
4,8
5,4
Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah)
Estimate for difference: -0,439306
95% CI for difference: (-15,820203; 14,941592)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,06
Both use Pooled StDev = 14,8508
P-Value=0,952 DF=15
Two-Sample T-Test and CI: IS Formlin Kakao; Treatmen
Two-sample T for IS Formlin Perlk
Treatmen
Sebelum
Sesudah
N
9
9
Mean
55,37
77,2
StDev
7,20
16,6
SE Mean
2,4
5,5
Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah)
Estimate for difference: -21,8078
95% CI for difference: (-34,6148; -9,0008)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -3,61
Both use Pooled StDev = 12,8155
P-Value=0,002 DF=16
Two-Sample T-Test and CI: IS Formlin Kontrol; Treatmen
Two-sample T for IS Formlin Kontrol
Treatmen
Sebelum
Sesudah
N
9
8
Mean
55,6
70,6
StDev
16,6
15,9
SE Mean
5,5
5,6
Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah)
Estimate for difference: -15,0282
95% CI for difference: (-31,8871; 1,8307)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1,90
Both use Pooled StDev = 16,2779
P-Value=0,077 DF=15
Two-Sample T-Test and CI: IS Eritrosin Kakao; Treatmen
Two-sample T for IS Eritrosin Perlk
Treatmen
Sebelum
Sesudah
N
9
9
Mean
62,36
81,3
StDev
9,16
20,8
SE Mean
3,1
6,9
Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah)
Estimate for difference: -18,9556
95% CI for difference: (-35,0072; -2,9039)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -2,50
Both use Pooled StDev = 16,0624
P-Value=0,024 DF=16
Two-Sample T-Test and CI: IS Eritrosin Kontrol; Treatmen
Two-sample T for IS Eritrosin Kontrol
Treatmen
Sebelum
Sesudah
N
9
8
Mean
65,23
71,4
StDev
6,44
13,4
SE Mean
2,1
4,7
Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah)
Estimate for difference: -6,18903
95% CI for difference: (-16,84085; 4,46279)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1,24
Both use Pooled StDev = 10,2847
P-Value=0,235 DF=15
Two-Sample T-Test and CI: IS T Kakao; Treatmen
Two-sample T for IS T Perlakuan
Treatmen
Sebelum
Sesudah
N
9
9
Mean
105,4
120,4
StDev
15,8
16,3
SE Mean
5,3
5,4
Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah)
Estimate for difference: -14,9767
95% CI for difference: (-30,9794; 1,0261)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1,98
Both use Pooled StDev = 16,0134
P-Value=0,056 DF=16
Two-Sample T-Test and CI: IS T Kontrol; Treatmen
Two-sample T for IS T Kontrol
Treatmen
Sebelum
Sesudah
N
9
8
Mean
100,6
101,36
StDev
10,9
6,44
SE Mean
3,6
2,3
Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah)
Estimate for difference: -0,720139
95% CI for difference: (-10,151419; 8,711142)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,16
Both use Pooled StDev = 9,1062
P-Value=0,873 DF=15
Two-Sample T-Test and CI: IS B Kakao; Treatmen
Two-sample T for IS B Perlakuan
Treatmen
Sebelum
Sesudah
N
9
9
Mean
105,4
118,2
StDev
15,4
17,4
SE Mean
5,1
5,8
Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah)
Estimate for difference: -12,7711
95% CI for difference: (-29,2132; 3,6710)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1,65
Both use Pooled StDev = 16,4531
P-Value=0,056 DF=16
Two-Sample T-Test and CI: IS B Kontrol; Treatmen
Two-sample T for IS B Kontrol
Treatmen
Sebelum
Sesudah
N
9
8
Mean
111,0
111,6
StDev
21,8
20,9
SE Mean
7,3
7,4
Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah)
Estimate for difference: -0,607778
95% CI for difference: (-22,770773; 21,555217)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,06
Both use Pooled StDev = 21,3991
P-Value=0,954 DF=15
Lampiran 5
KURVA STANDAR UNTUK PENENTUAN
KONSENTRASI MDA SEL LIMFOSIT
Absorbansi
Kurva Standar Pengukuran MDA I
Sebelum Intervensi
0,1
0,08
0,06
0,04
0,02
0
y = 0,0005x - 0,0529
R2 = 0,918
0
100
200
Konsentrasi (pm ol/100µl)
300
Kurva Standar Pengukuran MDA 2
Sebelum Intervensi
Absorbansi
0,1
y = 0,0003x + 0,004
R2 = 0,9671
0,08
0,06
0,04
0,02
0
0
100
200
300
Konsentrasi (pm ol/100µL)
Kurva Standar Pengukuran MDA 1
Sesudah Intervensi
Absorbansi
0,2
0,15
y = 0,001x - 0,0947
R2 = 0,9597
0,1
0,05
0
0
50
100
150
200
250
300
Konsentrasi (pm ol/100µL)
Absorbansi
Kurva Standar Pengukuran MDA 2
Sesudah Intervensi
0,12
0,1
0,08
0,06
0,04
0,02
0
y = 0,0006x - 0,0415
R2 = 0,9333
0
50
100
150
200
Konsentrasi (pm ol/100µL)
250
300
Lampiran 6
KURVA STANDAR PENENTUAN KONSENTRASI
GLUTATION SEL LIMFOSIT
Kurva Standar Penentuan Konsentrasi Glutation
Sebelum Intervensi
4
y = 1,6596x + 0,1887
R2 = 0,9932
3,5
Absorbansi
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
0
0,5
1
1,5
2
2,5
Konsentrasi (m m ol/L)
Absorbansi
Kurva Standar Penentuan Konsentrasi Glutation
Sesudah Intervensi
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
y = 1,7047x + 0,2213
R2 = 0,9854
0
0,5
1
1,5
Konsentrasi (m mol/L)
2
2,5
Download