EFEK KONSUMSI MINUMAN BUBUK KAKAO BEBAS LEMAK TERHADAP SIFAT ANTIOKSIDATIV DAN PROLIFERATIV LIMFOSIT MANUSIA ERNIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 Surat Pernyataan Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Efek Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Bebas Lemak Terhadap Sifat Antioksidativ dan Proliferativ Limfosit Manusia adalah karya saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tesis dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2007 Erniati NRP F251040271 ABSTRAK Erniati. Efek Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Bebas lemak Terhadap Sifat Antioksidativ dan Proliferativ Limfosit Manusia. Dibimbing oleh FRANSISKA R. ZAKARIA dan BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO. Banyak penelitian secara in vitro dan in vivo telah membuktikan efek kakao untuk kesehatan. Kakao kaya akan sumber antioksidan senyawa flavonoid seperti katekin, epikatekin dan prosianidin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak hasil samping produksi lemak kakao terhadap sifat antioksidativ dan aktivitas proliferasi limfosit manusia. Responden wanita yang sehat dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok kakao (n = 9) yang mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak yang dicampur dengan susu skim dan gula. Sedangkan kelompok kontrol (n = 9) mengkonsumsi minuman yang sama tetapi tanpa kakao. Semua responden menandatangani surat perjanjian (“inform consent”) dan menjalani pemeriksaan kesehatan oleh dokter yang berwenang sebelum dan sesudah intervensi. Pengambilan darah dilakukan untuk analisa sifat antioksidativ dan aktivitas proliferasi sel T dan sel B. Sifat antioksidativ yang diteliti terdiri dari nilai malonaldehida (MDA), aktivitas antiradikal bebas dengan metode DPPH, kadar glutation dan ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan secara nyata (p < 0,05) dari kadar glutation dan aktivitas antiradikal bebas serta penurunan secara nyata (p < 0,05) pada nilai MDA sel limfosit kelompok kakao sesudah intervensi selama 25 hari. Pada pengujian ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi, kemampuan proliferasi (nilai IS) sel limfosit kelompok kakao meningkat secara nyata (p < 0,05) terhadap formalin dan erithrosin setelah intervensi. Sedangkan ketahanan terhadap oksidasi oleh hidrogen peroksida juga meningkat walaupun secara statitistik tidak berbeda nyata (p > 0,05). Sementara itu aktivitas proliferasi sel T dan sel B kelompok kakao juga cenderung meningkat setelah konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak walaupun secara statistik tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol (p > 0,096 untuk sel T dan p > 0,056 untuk sel B). Secara keseluruhan dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bubuk kakao bebas lemak hasil samping produksi lemak kakao dari perkebunan Indonesia mempunyai sifat antioksidativ yang tinggi, dapat melindungi sel limfosit terhadap oksidasi dan bersifat sebagai imunomodulator sehingga baik dikonsumsi sebagai pangan yang memberi manfaat untuk kesehatan. ABSTRACT Erniati. The Effect of Fat Free Cocoa Powder Driks Consumption on Antioxidative Activity and Lymphocyte Proliferative of Humans Subject. Di bimbing oleh FRANSISKA R. ZAKARIA, and BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO. Many researches have shown the potential effects of cocoa for health both in vivo and in vitro. Cocoa can be a rich source of flavonoid antioxidants such as catechin, epicatechin and procyanidin. The aim of this research was to evaluate the effect of Indonesian fat free cocoa powder drink consumption on antioxidative properties and proliferation activities of human lymphocyte. Healthy woman subjects were divided into cocoa group (n = 9) and control group (n = 9). Cocoa powder drinks containing skim milk and sugar was given to the cocoa groups. The control group received only water containing skim milk and sugar. Both cocoa and control group received physical medical check up at the beginning and at the end of the intervention. Their peripheral blood were withdrawn to analyze antioxidant properties and proliferation activities of B and T cells. Antioxidant properties consisted of antiradical by DPPH method, malonaldehyde (MDA), glutathione and oxidation defense. The data of cocoa group showed that there were a significant increased in antiradical and glutathione level and decreased of MDA cell (p < 0,05) compared to the control group after consumption of the cocoa powder drink. Cocoa consumption increased lymphocyte resistant to formaline and erythrosine oxidation significantly. The cocoa drink consumption appeared to increase lymphocyte proliferation at although not statiscally significant ( p > 0,056). The result of this research revealed that Indonesian fat free cocoa powder has a potential antioxidant activity which manifest good health functionality. © Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya EFEK KONSUMSI MINUMAN BUBUK KAKAO BEBAS LEMAK TERHADAP SIFAT ANTIOKSIDATIV DAN PROLIFERATIV LIMFOSIT MANUSIA ERNIATI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Ilmu Pangan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 Judul Penelitian : Efek Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Bebas Lemak Terhadap Sifat Antioksidativ dan Proliferativ Limfosit Manusia Nama Mahasiswa : Erniati NRP : F251040271 Disetujui Komisi Pembimbing Prof.Dr.Ir. Fransiska R.Zakaria, M.Sc Dr.Drh.Bambang Pontjo Priosoeryanto,MS Ketua Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof.Dr.Ir.Betty Sri Laksmi Jenie, MS Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 24 Januari 2007 Tanggal Lulus : KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan. Thesis ini dibuat sebagai salah satu syarat mahasiswa program pascasarjana program S2 untuk meraih gelar Master pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Thesis yang ditulis ini merupakan laporan hasil penelitian yang dibiayai oleh dana Riset Unggulan Terpadu XII (RUT) tahap II tahun 2006 yang diketuai oleh Dr. Ir. Misnawi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember) dan anggotanya Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih atas dana yang diberikan. Dalam penelitian ini penulis mencoba meneliti dengan topik Efek Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Bebas Lemak Terhadap Sifat Antioksidativ dan Proliferativ Limfosit Manusia. Dalam melakukan penelitian dan penulisan tesis ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih yang sangat tulus ingin penulis haturkan kepada Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc yang telah meluangkan waktu dalam memberikan motivasi, nasehat, bimbingan dan saran bagi penyusunan tesis dan penyelesaian studi penulis dan juga telah memberikan dana untuk penelitian ini. Kepada Bapak Dr. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS penulis mengucapkan banyak terimakasih atas bimbingan, saran, perhatian dan memberikan izin kepada penulis menggunakan fasilitas Laboratorium Kultur Jaringan Bagian Patologi FKH selama penelitian. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc yang telah bersedia menjadi dosen penguji pada ujian tesis dan memberikan banyak masukan dan saran untuk penulisan tesis yang lebih baik. Rasa terimakasih yang besar penulis sampaikan pada semua responden yang dengan ikhlas menjadi responden dan rela mengikuti intervensi sampai penelitian selesai. Penulis juga ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada semua laboran di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan laboratorium PAU, laboratorium Kultur Jaringan Bagian Patologi FKH, Laboratorium Terpadu FKH IPB, Laboratorium Helmintologi atas kerjasama dan bantuan selama penelitian berlangsung. Kepada semua dosen Program Studi Ilmu Pangan yang telah membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis, pada staf dan karyawan di IPN penulis mengucapkan banyak terimakasih. Kepada ayahanda (almarhum) yang tidak sempat menyaksikan selesainya pendidikan pascasarjana penulis dan ibunda tercinta, penulis mengucapkan banyak terimakasih atas doa dan dukungan yang luar biasa selama penulis menyelesaikan studi. Kepada kakak dan adik tercinta yang telah memberikan dukungan dan semangat, kepada keponakanku yang telah memberikan keceriaan selama ini penulis mengucapkan banyak terimakasih. Terimakasih juga penulis sampaikan pada calon suami yang telah memberikan banyak motivasi diakhir masa studi penulis. Ucapan terimakasih penulis juga ucapkan pada Femi, Reni dan semua rekan-rekan Ilmu Pangan yang telah memberikan bantuan dan telah memberikan ilmu dan diskusi serta kebersamaan selama kuliah dan penelitian berlangsung. Pada tim penelitian kakao dan Ina yang telah banyak membantu di laboratorium penulis juga ingin mengucapkan terimakasih. Pada teman kost di UGM dan I3, juga bibik dan teteh serta kost K5, terimakasih atas kebersamaan , suka duka dan dukungan selama di Bogor. Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada pengelola Beasiswa BPPS atas dana beasiswa yang diberikan dan juga kepada Dekan Fakultas Pertanian dan Pihak Universitas Malikussaleh atas kesempatan dan bantuan selama kuliah pascasarjana. Akhirnya penulis ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik selama kuliah maupun penelitian. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda atas semua bantuannya. Tak lupa penulis memohon maaf bila ada kesalahan baik yang disengaja maupun tidak dan juga saran untuk perbaikan tulisan ini. Dan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan dan pihakpihak lain yang terkait. Bogor, Januari 2007 Penulis RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Mei 1977 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Ayahanda Yahya (Almarhum) dan Ibunda Hendon. Pendidikan dasar sampai menengah atas diselesaikan di Kabupaten Aceh Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam. Pada Tahun 2000 penulis memperoleh gelar sarjana sains dari Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh dari tahun 2002 sampai dengan sekarang. Pada tahun 2004, penulis mendapat beasiswa dari BPPS Dikti untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Pangan. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ........................................................................................ x DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiii DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xiv PENDAHULUAN......................................................................................... Latar Belakang .................................................................................. Hipotesa ............................................................................................. Tujuan Penelitian................................................................................ Manfaat Penelitian.............................................................................. 1 1 3 3 3 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. Taksonomi Kakao .............................................................................. Komposisi Kimia Kakao..................................................................... Pengolahan dan Produk Olahan Kakao ............................................... Manfaat Kakao Untuk Kesehatan........................................................ Stres Oksidatif, Radikal Bebas dan Kerusakan Sel .............................. Antioksidan ........................................................................................ Glutation dan Respon Imun ............................................................... Limfosit dalam Sistem Imun............................................................... Bahan Pangan yang Berpotensi Sebagai Imunomodulator................... 4 4 5 7 9 10 12 13 14 16 METODELOGI ........................................................................................... Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. Bahan dan Alat ................................................................................... Diagram Alir Penelitian ...................................................................... Metode Penelitian............................................................................... Analisa Statistik ................................................................................. 18 18 18 19 21 28 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 1. Keadaan Umum Responden ........................................................... 2. Sifat Antioksidativ Sel Limfosit ..................................................... 3. Proliferasi Sel Limfosit T dan Sel Limfosit B ................................. 29 29 32 50 SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... Simpulan ........................................................................................... Saran ................................................................................................. 57 57 57 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 59 LAMPIRAN ................................................................................................. 66 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Komposisi kimia bubuk kakao per 100 gram ............................................. 5 2. Kandungan total polifenol produk kakao .................................................... 8 3. Radikal bebas dan ROS yang terdapat dalam tubuh organisme 11 4. Data antropometri responden sebelum dan sesudah intervensi .................... 30 5. Makanan siang dan makanan jajanan serta frekuensi konsumsi................... 31 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Struktur kimia senyawa flavonoid ............................................................ 5 2. Struktur kimia polifenol yang umum terdapat dalam produk kakao ........... 6 3. Diagram alir penelitian ............................................................................. 20 4. Pengambilan darah dari responden oleh asisten transfusi darah................. 23 5. Isolasi limfosit berdasarkan perbedaan densitas larutan ficoll-histopaque . 25 6. Kadar MDA kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi. ................ 33 7. Kadar MDA kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi. .............. 34 8. Kadar glutation sel limfosit kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi. ................................................................................... 37 9. Kadar glutation sel limfosit kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi. ............................................................................. 38 10. Aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi. ............................................................................. 41 11. Aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi. ............................................................................. 41 12. Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kakao terhadap (H2O2) yang menujukkan ketahanan sel terhadap oksidasi.................................. 43 13. Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kontrol terhadap (H2O2) yang menujukkan ketahanan sel terhadap oksidasi.................................. 44 14. Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kakao terhadap formalin yang menujukkan ketahanan sel terhadap oksidasi.................................. 47 15. Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kontrol terhadap formalin yang menujukkan ketahanan sel terhadap oksidasi.................................. 47 16. Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kakao terhadap erithrosin yang menujukkan ketahanan sel terhadap oksidasi.................................. 48 17. Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kontrol terhadap erithrosin yang menujukkan ketahanan sel terhadap oksidasi.................................. 48 18. Nilai IS (%) sel T kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi .. ...... 51 19. Nilai IS (%) sel T kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi .. .... 52 20. Nilai IS (%) sel B kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi .. ...... 54 21. Nilai IS (%) sel B kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi .. .... 54 22. Teori kemungkinan proses biokimia aktivasi sel B oleh senyawa flavonoid dalam bubuk kakao .................................................................. 56 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Kuisioner kesehatan fisik, pola makan dan kebiasaaan konsumsi makanan jajanan...................................................................................... 66 2. Menu makan pagi dan makan malam responden yang disiapkan oleh peneliti selama intervensi berlangsung...................................................... 73 3. Informed concent (pernyataan kesediaan) menjadi responden penelitian... 74 4. Hasil analisa data dengan uji (t-test) ........................................................ 75 5. Rekapitulasi nilai rata-rata hasil penelitian................................................ 80 6. Kurva standar penentuan konsentrasi MDA sel limfosit ............................ 81 7. Kurva standar penentuan konsentrasi glutation sel limfosit ....................... 82 DAFTAR SINGKATAN ALTJ = Asam lemak tak jenuh BHA = Butylated hydroxyanisole BHT = Butylated hydroxytoluene BMI = Body Mass Index CD4 = Cluster of Differentiation-4 Con A = Concanavalin A DAG = Diasilgliserol DNA = Deoxyribonucleic acid DPPH = 2,2-Diphenil-1-pictihidrazil DTNB = 5,5’-Ditio-bis-2-nitrobenzoat GSH = Glutation tereduksi HDL = High density lipoprotein IL-4 = Interleukin-4 IPCS = International Programme on Chemical Safety IP3 = Inositol trifosfat LDL = Low density lipoprotein LGL = Large granular lymphocytes LPS = Lipopolisakarida MDA = Malonaldehyde MHC = Mayor histocompatibility ocmplex MTT = 3-(4,5-Dimethylthiazole-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromida Nilai IS = Nilai Indeks Stimulasi PHA = Fitohemoglutinin PIP2 = Fosfatidil inositol bifosfat PWM = Pokweed RNA = Ribonucleic acid ROS = Reactive oxygen spesies Sel NK= Sel natural killer TBA = Thiobarbituric acid TCR = T cell reseptor PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini pangan telah mulai diandalkan sebagai pemelihara kesehatan dan menjaga kebugaran tubuh. Bahkan bila memungkinkan, pangan harus dapat menyembuhkan atau menghilangkan efek negatif dari penyakit tertentu. Dari sinilah lahir konsep pangan fungsional (functional foods), yang akhir-akhir ini sangat populer di kalangan masyarakat dunia. Salah satu pangan yang mulai diteliti mempunyai efek dapat meningkatkan kesehatan adalah produk kakao (coklat). Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang besar di Indonesia. Indonesia adalah produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Ivory Coast dan Ghana dengan produksi tahunan mencapai 435 ribu ton. Luas areal penanaman kakao telah mencapai lebih dari 770 ribu hektar yang tersebar di seluruh propinsi, kecuali DKI Jakarta. Sampai saat ini, perdagangan komoditas kakao Indonesia masih sangat bergantung pada pasar ekspor dalam bentuk biji yaitu sekitar 83%. Di sisi lain, kakao Indonesia khususnya yang dihasilkan oleh rakyat, di pasaran internasional dihargai paling rendah, karena didominasi oleh biji-biji tanpa fermentasi. Biji-biji tersebut pada proses pengolahan hanya dijadikan sebagai sumber lemak, sedangkan bubuknya hanya digunakan sebagai bahan pencampur dengan porsi yang sangat kecil. Pembuatan bubuk kakao bebas lemak sebagai sumber flavonoid dari biji kakao non fermentasi merupakan usaha yang sedang dirintis di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember. Bubuk kakao bebas lemak tersebut merupakan hasil samping produksi lemak kakao. Biji kakao dinyatakan sebagai bahan yang kaya dengan flavonoid diantaranya adalah senyawa polifenol yang erat kaitannya sebagai zat yang mempunyai kapasitas antioksidan bagi tubuh. Polifenol dalam kakao diantaranya adalah katekin, epikatekin, prosianidin dan antosianidin. Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa kakao mengandung total fenol dan kapasitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan anggur maupun teh. Antioksidan yang terdapat dalam coklat atau produk makanan dari coklat ini dapat menetralisir reaktivitas dari “reactive oxygen spesies” (ROS). ROS merupakan senyawa reaktif yang dapat bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh yang merupakan penyusun membran serta RNA dan DNA sel yang dapat menyebabkan sel rusak atau mati. Kerusakan yang dialami oleh sel dapat berakibat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Sejumlah penelitian secara in vitro maupun in vivo telah mempelajari efek biologis kakao terutama produk olahan kakao dari biji kakao yang difermentasi terhadap kesehatan. Dalam suatu penelitian disebutkan bahwa konsumsi produk coklat yang kaya akan flavonoid memberikan peningkatan kapasitas antioksidan dalam darah setelah dua jam mengkonsumsi coklat. Dalam penelitian lain disebutkan konsumsi kakao yang kaya akan flavanol dapat mempengaruhi kesehatan vaskuler dengan meningkatkan fungsi pembuluh darah. Produk yang disuplementasi dengan flavanol kakao yang difermentasi juga telah diteliti mempuyai efek dapat menurunkan low density lipoprotein (LDL) oxidative pada manusia. Kecenderungan eritrosit sel darah manusia untuk hemolisis akibat radikal bebas telah diteliti dapat dikurangi secara signifikan setelah mengkonsumsi minuman yang mengandung flavanol kakao. Namun sampai saat ini masih sangat sedikit dilakukan penelitian tentang manfaat bubuk dari biji kakao non fermentasi terutama bubuk yang bebas lemak terhadap kesehatan. Berdasarkan penelitian Misnawi et al. (2002a) yang dilakukan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember, bubuk kakao bebas lemak dari biji kakao non fermentasi yang berasal dari perkebunan Indonesia mengandung senyawa polifenol sebanyak 5-18%. Penelitian secara in vitro oleh Zairisman (2006), bubuk kakao bebas lemak yang sama mempunyai kapasitas sebagai antioksidan dan mempunyai potensi sifat imunomodulator pada sel limfosit manusia secara in vitro. Demikian juga berdasarkan penelitian Olivia (2006), ekstrak bubuk kakao bebas lemak dengan pelarut air secara in vitro dapat melindungi sel limfosit dari berbagai oksidator. Penelitian in vitro tersebut juga membuktikan bahwa bubuk kakao bebas lemak tidak bersifat toksik terhadap sel limfosit, dengan demikian kemungkinan tidak akan bersifat toksit terhadap sel lain dalam tubuh organisme. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian secara in vivo dengan manusia sebagai respondennya. Sehingga dapat diketahui bagaimana minuman coklat dari bubuk kakao bebas lemak dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan memperbaiki kesehatan manusia. Hipotesa Hipotesa penelitian ini adalah bahwa mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak yang merupakan hasil samping produksi lemak kakao dari perkebunan Indonesia dapat meningkatkan aktivitas antioksidan, proliferasi limfosit dan ketahanan terhadap oksidasi pada sel limfosit manusia. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui efek konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap kadar MDA sel limfosit. 2. Untuk mengetahui kadar glutation sel limfosit setelah mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak. 3. Untuk menguji kemampuan bubuk kakao bebas lemak dalam meningkatkan aktivitas antiradikal bebas sel limfosit manusia. 4. Untuk menguji ketahanan sel limfosit terhadap oksidator setelah mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak. 5. Untuk mengetahui kemampuan bubuk kakao bebas lemak dalam meningkatkan aktivitas proliferasi sel T dan sel B. Manfaat Penelitian 1. Membuktikan secara ilmiah mengenai khasiat bubuk kakao bebas lemak terhadap kesehatan , sehingga dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang khasiat bubuk kakao bebas lemak sebagai sumber antioksidan alami yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh manusia. 2. Memberikan informasi pada masyarakat bahwa coklat tidak lagi merupakan makanan yang harus dihindari, tetapi mengkonsumsi minuman coklat terutama minuman bubuk coklat bebas lemak merupakan kebiasaan yang baik untuk memperbaiki kesehatan. 3. Dapat memberikan basis informasi untuk mempromosikan penjualan kakao produksi perkebunan Indonesia di perdagangan kakao dunia. TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kakao Kakao merupakan salah satu komoditas tanaman perkebunan yang telah lama dikembangkan didunia dan juga di Indonesia. Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik didaerah hutan tropis dibawah naungan pohon-pohon tinggi pada curah hujan dan kelembaban yang tinggi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2004). Menurut Tjitrosupomo (1988) sistematika tanaman kakao adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Sub kelas : Dialypetalae Bangsa : Malvales Suku : Sterculiaceae Marga : Theobroma Jenis : Theobroma cacao L Terdapat bermacam-macam jenis kakao. Yang paling banyak dikembangkan di Indonesia adalah dari jenis kakao mulia atau kakao edel (fine / flavour cocoa ) berasal dari varietas criollo dengan buah berwarna merah dan kakao lindak (bulk cocoa) berasal dari varietas forestero dan trinitario dengan warna buah hijau. Kakao lindak merupakan kakao kualitas kedua dan mendominasi perkebunan kakao Indonesia (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2004). Komposisi Kimia Kakao Bagian tanaman kakao yang mempunyai nilai ekonomis dan digunakan sebagai bahan pangan adalah biji. Biji kakao mengandung berbagai macam komponen kimia, zat gizi dan senyawa bioaktif di dalamnya. Komposisi kimia ini akan bervariasi setelah mengalami proses pengolahan menjadi produk. Komposisi kimia bubuk kakao berbeda dengan mentega kakao dan chocolate liquor (pasta coklat). Begitu juga dengan varietas dan proses pengolahan menyebabkan komposisi kimia kakao menjadi berbeda (Cheney 1999). Berikut ini disajikan komposisi kimia dari bubuk kakao. Tabel 1 Komposisi kimia bubuk kakao per 100 gram Nutrient Kalori (Kcal) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) Protein (g) Potassium (mg) Sodium (mg) Calcium (mg) Besi (mg) Seng (mg) Tembaga (mg) Mangan (mg) Air (g) Kadar abu Komposisi 228,49 13,50 53,35 27,90 19,59 1495,50 8,99 169,45 13,86 7,93 4,61 4,73 2,58 6,33 Sumber : Cheney (1999). Komponen senyawa bioaktif utama dalam biji kakao adalah senyawa polifenol. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata pada biji kakao mengandung senyawa polifenol yang dapat berfungsi sebagai antioksidan (Sanbongi et al. 1998). Lee et al. (2003) mengemukakan bahwa kandungan polifenol total dalam kakao, dalam hal ini bubuk kakao lebih tinggi dibandingkan dalam anggur maupun teh, baik teh hitam maupun teh hijau. Kelompok senyawa polifenol yang banyak terdapat pada kakao adalah flavonoid yaitu senyawa yang mengandung 15 atom karbon yang terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan oleh rantai karbon dengan struktur dasar sebagai berikut : 3' 2' 7 8 O A C 5 4 4' B 5' 6' 6 Gambar 1 Struktur kimia senyawa flavonoid Struktur kimia flavonoid yang bisa disubstitusi oleh gugus hidroksil (OH) pada posisi 3'-, 4'- dan 5' cincin B dan juga substitusi gugus OH pada ikatan rangkap C2 dan C3 pada cincin C menjadikan senyawa ini mempunyai aktivitas antioksidan yaitu sebagai antioksidan primer maupun sebagai pengkhelat ion logam (Rajalakshmi & Narasimhan 1996) Wollgast dan Anklam (2000) mengemukakan bahwa flavonoid yang umum terdapat pada biji kakao dan produk olahan kakao dan mempunyai efek terhadap kesehatan adalah flavanol yang terdiri dari catechin dan epicatechin dan juga berbentuk senyawa oligomer yang dikenal sebagai procyanidins. Struktur kimia senyawa flavonoid yang umum terdapat dalam kakao dan produk olahan kakao adalah sebagai berikut : R1=H, R2=OH = (+)-catekin R1=OH, R2=H = (-)-epikatekin Prosianidin Gambar 2 Struktur kimia senyawa polifenol yang umum terdapat dalam produk kakao Kandungan senyawa polifenol dalam biji kakao atau produk olahannya sangat tergantung pada proses fermentasi biji kakao sebelum tahap pengeringan. Misnawi dan Selamat (2003) mengemukakan bahwa kandungan dan komposisi polifenol dalam biji kakao berubah secara nyata selama proses fermentasi. Sementara itu, hasil penelitian yang lain mendapatkan bahwa keberadaan polifenol pada konsentrasi yang tinggi dalam kakao memberi pengaruh negatif terhadap citarasa berupa rasa sepat dan pahit yang berlebihan serta menghambat pembentukan komponen-komponen aroma selama penyangraian (Misnawi et al. 2004a,b). Pengolahan dan Produk Olahan Kakao Produk coklat dihasilkan melalui tahapan dan proses pengolahan biji kakao. Secara umum biji kakao diolah menjadi bahan pangan yang dapat di konsumsi melalui tahap-tahap : 1. Fermentasi, dilakukan setelah buah dipanen . Lama fermentasi biasanya 4-6 hari, bijinya kemudian dikeringkan. 2. Proses pengolahan biji kakao yang sudah kering menjadi bahan pangan yang bisa dikonsumsi. Tahapan umumnya meliputi : penghalusan (refining), penyempurnaan citarasa (conching) dan pengkristalisasi (tempering) (Bixler & Morgan 1999). Kualitas dari produk olahan kakao yang dihasilkan sangat tergantung kepada kualitas biji kakao dan proses pengolahan. Salah satu faktor yang sangat menentukan adalah proses fermentasi biji kakao sebelum diolah. Cita rasa coklat yang yang baik dapat diperoleh bila kakao tersebut difermentasi dengan baik. Berdasarkan Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan (2004) kakao Indonesia khususnya yang dihasilkan oleh rakyat, di pasaran internasional dihargai paling rendah, karena didominasi oleh biji-biji tanpa fermentasi. Namun demikian proses fermentasi itu sendiri menyebabkan kandungan senyawa kimia dalam biji kakao menjadi berubah, terutama senyawa flavonoid yang dapat memberikan efek positif untuk kesehatan. Berdasarkan penelitian Misnawi dan Selamat (2003) kandungan polifenol dalam biji kakao menurun sampai 50% selama proses fermentasi. Bubuk kakao bebas lemak dari biji kakao non fermentasi sebagai sumber flavonoid merupakan usaha yang sedang dirintis di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember. Bubuk kakao bebas lemak tersebut merupakan hasil samping produksi lemak kakao. Bubuk kakao bebas lemak adalah produk kakao yang berbentuk bubuk yang diperoleh dari pasta kakao setelah dihilangkan lemaknya. Bubuk kakao bebas lemak dibuat melalui proses sebagai berikut : biji kakao basah dicuci bersih dan dioven pada suhu 50oC sampai kadar air 7,5%. Selanjutnya kulit ari dipisahkan, keping biji yang diperoleh dihaluskan dengan blender (penghancur biji). Pasta kakao yang diperoleh kemudian dipisahkan lemaknya (defatting) dalam soxhlet apparatus menggunakan pelarut petroleum benzen (titik didih 40-60oC). Bubuk kakao yang diperoleh kemudian dihaluskan sampai kehalusan < 40 mesh dan kemudian disimpan dalam kemasan yang kedap udara ( Misnawi 2005). Berdasarkan penelitian Misnawi et al. (2003) dikemukakan bahwa dalam bubuk kakao bebas lemak dari biji kakao non fermentasi terdapat 120-180 g/kg polifenol. Bubuk kakao bebas lemak dari varietas bulk masak berdasarkan penelitian Zairisman (2006) mengandung total fenol sebesar 35,5 ppm tiap 0,8 mg/ml ekstrak kakao dalam pelarut air. Kandungan polifenol kakao juga sangat tergantung pada proses pengolahan dan produk akhir. Hasil penelitian Misnawi et al. (2002b) juga mendapatkan bahwa aktifitas antioksidan polifenol biji kakao masih tetap tinggi walaupun telah dipanaskan sampai suhu 140°C selama 45 menit. Menurut Wollgast dan Anklam (2000), kandungan polifenol total dalam produk kakao berbeda-beda. Berikut disajikan kandungan polifenol total dalam cocoa powder, dark chocolate dan milk chocolate dengan metode analisis Folin-Ciocalteau yaitu menggunakan standar asam gallat dan ekstraksi dengan pelarut metanol. Tabel 2 Kandungan total polifenol produk kakao Produk kakao Cocoa powder Dark chocolate Milk chocolate Jumlah (mg / g) polifenol total 20 8,4 5 Sumber : Wollgast dan Anklam (2000) Terdapat berbagai macam produk olahan dari biji kakao yaitu chocolate liquor (pasta kakao), cocoa powder (bubuk coklat), cocoa butter (mentega kakao) dan dark chocolate. Dark chocolate mengandung 15% chocolate liquor, dan 60 % cocoa butter, gula dan aditif. Sedangkan cocoa powder (bubuk coklat) dibuat dengan menghilangkan cocoa butter dari chocolate liquor (Vinson et al. 1999). Produk olahan dari kakao ini digunakan untuk berbagai jenis olahan makanan, industri farmasi dan industri kosmetik. Bubuk kakao banyak digunakan sebagai bahan pembuat roti, es krim, permen dan juga untuk minuman. Cocoa butter banyak digunakan untuk industri makanan, kosmetik dan farmasi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 2004). Manfaat Kakao Untuk Kesehatan Banyak penelitian telah dilakukan tentang efek kakao untuk memperbaiki kesehatan. Wollgast dan Anklam (2000) mengemukakan bahwa polifenol biji kakao memiliki aktifitas antioksidan yang sangat baik dan bermanfaat bagi tubuh, sehingga polifenol kakao terus mendapat perhatian para pakar gizi dan pengobatan sehubungan dengan kandungan senyawa polifenol yang bersifat sebagai antioksidan. Othman et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan senyawa fenolik dalam biji kakao dari Malaysia, Ghana, Ivory Coast dan Sulawesi (Indonesia) memiliki kapasitas antioksidan yang tinggi. Penelitian secara in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa polifenol biji kakao memiliki kapasitas antioksidan yang mampu menekan hidrogen peroksida dan anion superoksida, melindungi lemak dari kerusakan oksidasi, bertindak sebagai antimikrobia, antimutagenik, menghambat pertumbuhan tumor dan kanker, dan mengurangi penyakit-penyakit karena oksidasi low density lipoprotein (LDL) (Kattenberg 2000; Sanbongi et al. 1998; Wan et al. 2001). Dalam penelitian lain setelah 4 minggu mengkonsumsi bubuk kakao kaya flavanol, responden mengalami penurunan LDL, peningkatan HDL (high density lipoprotein) dan peningkatan kapasitas antioksidan total dalam plasma darah. Hasil penelitian ini berkorelasi positif bagi kesehatan jantung dan merupakan strategi diet penting dalam mendukung kesehatan jantung (Wan et al. 2001). Amin et al. (2004) mengemukakan bahwa konsumsi cairan ekstrak kakao yang kaya akan antioksidan dapat menurunkan aktivitas enzim petanda tumor dari tikus selama hepatokarsinogenesis yaitu pembentukan tumor di organ hati. Mathur et al.(2002) menyatakan bahwa polifenol dalam produk kakao mempunyai kapasitas antioksidan dan aktivitas anti-inflamantori yang mempunyai kemampuan untuk mencegah penyakit kardiovaskuler oleh stress oksidativ. Fisher et al. (2003) menyebutkan bahwa mengkonsumsi kakao yang kaya akan flavanol berpengaruh pada aliran darah perifer. Dengan demikian flavanol kakao kemungkinan mempunyai peranan sebagai faktor diet yang penting untuk menjaga kesehatan kardiovaskuler. Platelet sel darah yang merupakan komponen utama pembekuan darah akan berkurang membeku ataupun membentuk gumpalan beberapa jam setelah konsumsi coklat kaya flavanol (Holt et al. 2002). Hasil ini menyimpulkan bahwa flavanol kakao sangat berperan sebagai modulator respon platelet, dan merupakan faktor diet yang penting sebagai pencegah terjadinya pembekuan darah. Zhu et al. (2005) menyatakan bahwa kecenderungan erithrosit sel darah manusia untuk hemolisis akibat radikal bebas dapat dikurangi secara signifikan setelah mengkonsumsi minuman yang mengandung flavanol kakao. Sanbongi et al. (1998) telah mempelajari efek antioksidan dari coklat terhadap sistem imun manusia. Secara in vitro antioksidan dari coklat dapat menghambat produksi hidrogen peroksida dan anion superoksida limfosit dan makrofag. Untuk meningkatkan sistem imun tubuh cairan fraksi kakao dapat memodulasi sintesis sitokin antiinflamasi interleukin-4 (IL-4). Fraksi monomer prosianidin dapat meningkatkan sekresi sel yang dirangsang PHA (fitohemoglutinin) (Mao et al. 2000). Olivia (2006) menyatakan bahwa ekstrak bubuk kakao bebas lemak dari dari biji kakao non fermentasi dalam pelarut air mampu memberikan efek perlindungan terhadap sel limfosit manusia secara in vitro. Pada penelitian ini dikemukakan bahwa cairan ekstrak bubuk kakao tersebut mampu melindungi sel limfosit terhadap hidrogen peroksida yang dapat merusak sel dan anion superoksida yang dapat menginduksi bermacam kematian sel termasuk nekrosis maupun apoptosis. Cairan ekstrak bubuk kakao ini juga dapat melindungi sel limfosit dari kerusakan oleh formalin dan logam berat Hg. Stress Oksidatif , Radikal Bebas Dan Kerusakan Sel Stres oksidatif adalah gangguan keseimbangan antara jumlah prooksidan dan oksidan, dimana jumlah prooksidan lebih tinggi dari oksidan sehingga tubuh terpapar radikal bebas. Keadaan stress oksidatif akibat radikal bebas menyebabkan kerusakan jaringan atau kematian sel. Radikal bebas dikemukakan berperan dalam pathogenesis berbagai macam penyakit. Kondisi stress oksidatif dalam tubuh dapat terjadi karena pertahanan antioksidan tubuh tidak efektif atau meningkatnya pembentukan radikal bebas. Adanya peningkatan stress oksidatif menyebabkan rusaknya komponen sel seperti asam lemak tak jenuh ganda pada membran sel, protein, enzim serta kerusakan DNA (Deoxyribonucleic Acid) (Kehrer 1993; Langseth 2000; Halliwell et al. 1992). Radikal bebas atau sering disebut juga senyawa oksigen reaktif (reactive oxygen species) (ROS) adalah adalah spesi kimia yang memiliki elektron yang tidak berpasangan di kulit terluar sehingga sangat reaktif. Reaksi antara radikal bebas dengan molekul kimia dalam sel dapat menyebabkan berbagai jenis reaksi kimia. Dan jika terjadi di dalam tubuh organisme akan menimbulkan berbagai macam kerusakan sel yang menimbulkan berbagai penyakit (Langseth 2000). Beberapa radikal bebas dan ROS yang terdapat dalam tubuh organisme adalah sebagai berikut : Tabel 3 Radikal bebas dan ROS yang terdapat dalam tubuh organisme Jenis Senyawa Radikal Bebas • Radikal hidroksil • Radikal superoksida • Radikal oksida nitrit • Radikal lipid peroksil Non Radikal • Hidrogen peroksida • Singlet oksigen • Asam hipoklorit • Ozone Rumus Molekul OH• O2• NO• LOO• H2O2 O2 HOCl O3 Sumber : Langseth, (2000). Radikal bebas dapat berasal dari sumber endogenus maupun sumber eksogenus. Sumber endogenus berasal dari reaksi reduksi dan oksidasi normal sel dalam mitokondria, peroksisom, detoksifikasi senyawa xenobiotik, metabolisme obat-obatan dan fagositasi. Sedangkan sumber eksogenus berasal dari lingkungan diluar tubuh yaitu asap rokok, radiasi, inflamasi, latihan oleh raga berlebihan, diet tinggi ALTJ (asam lemak tak jenuh) dan karsinogenik (Langseth 2000). Stress oksidatif karena radikal bebas dapat juga terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi makanan yang tercemar seperti mengandung pengawet yang berlebihan, mengandung zat pewarna atau bahan tambahan pangan lainnya bila melebihi batas aman yang diizinkan. Toksisitas dari zat-zat pencemar ini meliputi pembentukan senyawa radikal yang dapat merusak sel melalui oksidasi asam lemak (Zakaria 1996a). Pengukuran radikal bebas secara langsung masih sulit untuk dilakukan. Pengukuran lipid peroksidasi sering digunakan sebagai teknik untuk mengevaluasi kondisi stress oksidatif karena radikal bebas. MDA merupakan produk akhir oksidasi lipid membran. Pengukuran MDA sel yang merupakan produk dari oksidasi lipid sering digunakan untuk mengukur radikal bebas. Status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti oleh penurunan kadar MDA (Zakaria et al. 2003). Salah satu metode yang digunakan adalah reaksi dengan 2-thiobarbituric acid (TBA) (Kasogi et al. 1989). Antioksidan Antioksidan dapat didefinisikan sebagai suatu senyawa yang dapat menghambat atau memperlambat terjadinya oksidasi (Hall & Cuppett SL 1997). Menurut Winarno (1997) terdapat dua macam antioksidan, yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Suatu molekul dapat disebut sebagai antioksidan primer apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada radikal lipid dan jika radikal yang terbentuk kemudian lebih stabil daripada radikal lipidnya atau diubah menjadi produk lain yang lebih stabil. Zat – zat yang termasuk golongan ini dapat berasal dari alam seperti tokoferol, polifenol, lesitin, fosfatida, dan asam askorbat serta antioksidan buatan seperti BHA (butylated hydroxyanisole) dan BHT (butylated hydroxytoluene). Sedangkan antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja prooksidan sehingga dapat digolongkan sebagai sinergi. Beberapa asam organik tertentu dapat mengikat logam – logam, misalnya satu molekul asam sitrat akan mengikat prooksidan Fe seperti sering dilakukan pada minyak kacang kedelai. Menurut Fang et al. (2002), dalam tubuh manusia secara alami mempunyai senyawa antioksidan yang dapat menghambat pembentukan dan aktivitas radikal bebas seperti enzim superoksida dismutase, katalase dan glutation peroksida, senyawa pengkelat ion logam prooksidan transferin, seruloplasmin, albumin, laktoferin, feritin, dan hemopeksin serta senyawa yang memutuskan reaksi berantai radikal bebas seperti tokoferol, asam askorbat, fenol, dan karotenoid. Banyak metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas antiradikal bebas oleh zat antioksidan. Mello et al. (2004) mengemukakan bahwa uji aktivitas antiradikal bebas dengan menggunakan senyawa DPPH (2,2-diphenil1-pictihidrazil) merupakan uji secara kolorimetri (berdasarkan warna). Warna yang terbentuk berasal dari hasil reaksi antara radikal bebas DPPH dengan antioksidan. Reaksi yang terjadi adalah DPPH* + AH DPPH-H + A*. DPPH* dalam bentuk radikal memberikan absorpsi yang maksimum pada panjang gelombang 517 nm. Setelah direduksi oleh antioksidan, maka absorpsinya akan menghilang dan bentuk non-radikal yang berwarna kuning pucat akan terbentuk. Glutation dan Respon Imun Glutation (L-γ-glutamil-L-sistenilglisin) merupakan senyawa thiol non protein yang banyak terdapat dalam jaringan tubuh. Senyawa peptida ini banyak terdapat dalam cairan fisologis seperti plasma atau cairan empedu, dan juga pada sel-sel lain di dalam tubuh. Glutation berfungsi sebagai penangkal senyawa radikal dalam sitoplasma dan dalam metabolisme zat xenobiotik elektrofil tahap II. Glutation dapat berfungsi sebagai antioksidan yang akan melindungi sel-sel tubuh dari radikal bebas. Sekitar 98 % glutation total berada dalam bentuk glutation tereduksi (GSH) (Bergmeyer 1990). Glutation sangat erat hubungannya dengan fungsi imunitas tubuh. Proliferasi, pertumbuhan dan differensiasi sel-sel imun sangat tergantung pada keberadaan GSH. Sel limfosit B dan sel Limfosit T memerlukan jumlah GSH yang cukup untuk berdiferensiasi. Jumlah GSH sel limfosit yang rendah akan signifikan dengan rendahnya jumlah CD4 (Cluster of Differentiation) yang merupakan petanda molekul subset Th. GSH intraseluler juga diperlukan oleh sel limfosit T untuk berpoliferasi sebagai respon terhadap stimulasi mitogen, untuk mengaktivasi sel T sitotoksit (Tc) dan beberapa fungsi spesifik sel T diantaranya metabolisme interleukin-2 yang sangat penting sebagai respon terhadap mitogen. Sehingga tingginya kadar glutation dalam sel mengindikasikan semakin meningkatnya sistem antioksidan tubuh dan membaiknya status imun individu (Fidelus & Tsan 1987). Limfosit Dalam Sistem Imun Koolman dan Rohm (2001) mengemukakan bahwa unsur-unsur padat darah terdiri dari eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan trombosit (keping-keping darah). Limfosit termasuk kedalam salah satu jenis leukosit (sel darah putih) yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam mekanisme sistem imunitas tubuh. Limfosit akan memberikan respon terhadap suatu substansi benda asing (antigen) yang masuk ke dalam tubuh melalui sistem imunitas seluler maupun imunitas humoral. Limfosit terdiri dari limfosit T dan limfosit B serta subset limfosit yang terutama berperan dalam respon imun seluler. Sel-sel imun tersebar diseluruh tubuh dan ditemukan di dalam limfa, timus, darah, saluran nafas, saluran pencernaan dan saluran kemih. Kemampuan mengenal benda asing oleh limfosit disebabkan oleh adanya reseptor pada permukaan sel. Reseptor sel T (TCR) dapat mengenal peptida antigen yang terikat dengan molekul MHC (Mayor Histocompatibility Complex). TCR terdiri dari heterodimer yang mengikat antigen/MHC dan kompleks polipeptida yang disebut kompleks CD3 (Cluster of Differentiation) yaitu petanda permukaan pada limfosit T yang diperlukan untuk aktivasi sel T selanjutnya. Fungsi yang umum dari sel T adalah membantu sel B dalam produksi antibodi, mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus, mengaktifkan makrofag dalam fagositosis serta mengontrol ambang dan kualitas sistem imun (Baratawijaya 2002). Immunitas humoral berasal dari aktivitas sel limfosit B. Sel limfosit B tidak mengalami pendewasaan di timus seperti sel T melainkan di dalam sumsum tulang (bone). Sel B membawa antibodi pada permukaan selnya dan juga dapat mengeluarkan antibodi ke dalam plasma. Antibodi ini mempunyai kemampuan untuk mengikat antigen yang spesifik. Pengikatan antigen pada antibodi membantu pertahanan ekstraseluler terhadap virus dan bakteri yang menyerang (Koolman & Rohm 2001). Sel B perawan yang terangsang oleh antigen, dengan bantuan sel Th akan mengalami proses perkembangan melalui dua jalur, yaitu berdiferensiasi menjadi sel plasma yang membentuk immunoglobulin dan satu lagi membelah dan berfungsi sebagai sel memori. Bila sel B memori terstimulasi dengan antigen yang sama, maka akan mengalami proliferasi lebih cepat membentuk sel plasma untuk membentuk antibodi spesifik (Roitt & Delves 2001). Sebagian sel limfosit tidak mengandung petanda seperti yang ditemukan pada sel B atau sel T, oleh karena itu disebut sel nol. Sel tersebut berupa Large Granular Lymphocytes (LGL). Sel ini sering disebut dengan sel NK (Natural Killer) (Baratawijaya 2002). Sel yang terinfeksi virus dapat dibunuh oleh limfosit dengan aktivitas sel NK melalui perforin / granzim yang akan menyebabkan kematian sel yang terpogram (apoptosis). (Roitt & Delves 2001). Proliferasi merupakan proses perbanyakan sel melalui pembelahan sel sebagai respon terhadap adanya antigen dan mitogen. Pada proses proliferasi ini dihasilkan sel-sel efektor aktif yang berperan dalam sistem imun. Proliferasi merupakan fungsi dasar biologis limfosit (Rose et al. 1994). Respon proliferasi secara in vitro dapat menggambarkan fungsi limfosit dan status imun individu. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan limfosit untuk berproliferasi menunjukkan secara tidak langsung kemampuan respon imunologik atau tingkat kekebalan.Sel limfosit merupakan jenis sel yang sangat sensitif, sehingga pengujian komponen uji secara in vitro sekaligus merupakan eksplorasi pengujian langsung apakah komponen bahan uji yang diberikan bersifat sitotoksik atau tidak (Zakaria et al. 1996). Limfosit dapat dikembangbiakkan diluar tubuh hewan atau manusia, yang dinamakan dengan kultur sel. Untuk dapat mengkultur sel limfosit secara in vitro diperlukan lingkungan dan makanan yang menyerupai kondisi in vivo. Media pertumbuhan yang diperlukan harus mengandung asam amino, vitamin, mineral, garam organik dan serum. Keadaan lingkungan yang harus diperhatikan adalah pH optimum kultur 7,8, suhu inkubasi 37oC, kadar CO2 5% dan kelembaban relatif sebesar 95%. Untuk mencegah terjadinya kontaminan oleh mikroorganisme, dalam media kultur sering ditambahkan antibiotik. Peranan serum dalam media kultur sangat penting yaitu sebagai nutrien untuk pertumbuhan sel. Serum memberikan hormon-hormon penting, faktor penempel sel pada matriks tempat sel tumbuh, protein, lipid serta mineral-mineral yang diperlukan oleh sel untuk tumbuh dan berkembang (Fresney 1992). Serum yang sering digunakan dalam medium pertumbuhan sel adalah serum janin sapi (FBS), kuda dan juga serum AB manusia. Prokop O dan Unlenbruck (1969) mengemukakan bahwa dalam serum darah manusia mengandung antibodi yang dapat mengaglutinasi (menggumpal) jika bereaksi dengan antigen tertentu. Darah golongan A mengandung antigen A dan antibodi terhadap B dalam serumnya, sehingga serum darah dari golongan A akan menggumpal bila direaksikan dengan sel darah yang mengandung antigen B. Sementara itu golongan darah AB memiliki antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga serum dari golongan darah AB tidak akan menggumpal bila direaksikan dengan sel darah atau limfosit yang mengandung antigen A maupun B, atau limfosit yang diisolasi dari darah golongan A, golongan B maupun golongan AB itu sendiri. Karena sifat inilah maka serum darah dari golongan AB banyak digunakan untuk kultur sel yang menggunakan sel limfosit manusia. Penambahan LPS dalam media kultur limfosit berfungsi sebagai mitogen yang dapat menstimulasi proliferasi sel limfosit ( Zakaria et al. 1996). Beberapa mitogen yang dapat digunakan sebagai stimulan proliferasi antara lain Concanavalin A (Con A), fitohemoglutinin (PHA), lipopolisakarida (LPS) bakteri dan pokweed (PWM). Con A dan PHA dapat mengaktifkan sel T, PWM dapat mengaktifkan sel B dan sel T. Sedangkan lipopolisakarida bakteri dapat mengaktifkan sel B (Bellanti 1993). Bahan Pangan Yang Berpotensi Sebagai Imunomodulator. Penelitian untuk menguji potensi bahan pangan tertentu yang dapat bersifat sebagai imunomodulator yaitu senyawa yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan aktivitas proliferasi limfosit telah banyak dilakukan. Zakaria et al. (2003) melaporkan bahwa ekstrak jahe dapat meningkatkan proliferasi limfosit manusia dan sel limfosit tikus secara in vitro. Dalam artikel yang sama juga disebutkan konsumsi sari jahe selama 30 hari dapat meningkatkan aktivitas proliferasi limfosit manusia. Pandoyo (2000) mengemukakan bahwa ekstrak tanaman cincau hijau pada konsentrasi tertentu dapat meningkatkan proliferasi limfosit manusia secara in vitro. Demikian juga hasil penelitian Zakaria et al. (2000) melaporkan bahwa konsumsi sayur dan buah yang mengandung vitamin C dan vitamin E dapat meningkatkan proliferasi limfosit. Bahan pangan lain yang juga telah diteliti dapat meningkatkan aktivitas proliferasi sel limfosit adalah ekstrak cincau hijau yang sering dikonsumsi sebagai minuman (Pandoyo 2000), jamu (Yuana 1998), dan ekstrak buah merah (Meiriana 2006). Senyawa kitooligomer yang diproduksi dari kitosan limbah kulit udang juga telah diteliti dapat meningkatkan aktivitas proliferasi limfosit sehingga dapat bersifat sebagai imunomodulator (Wahyuni 2006). Zairisman SZ (2006) melaporkan bahwa ekstrak bubuk kakao bebas lemak dalam pelarut air dapat meningkatkan aktivitas proliferasi sel limfosit manusia yang dikultur secara in vitro. METODELOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Pangan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Laboratorium Kimia PAU Pangan dan Gizi IPB, Laboratorium Kultur Jaringan Bagian Patologi dan Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Laboratorium Klinik Caritas Bogor, Klinik Farfa Darmaga serta 3 rumah indekost mahasiswa di komplek perumahan IPB II Sindang Barang. Waktu yang diperlukan dari pembuatan proposal sampai pembuatan laporan adalah selama 8 bulan yaitu dari bulan April sampai bulan November tahun 2006. Bahan dan Alat Bahan Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah bubuk biji kakao bebas lemak yang diperoleh dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember. Bubuk yang digunakan merupakan bubuk biji kakao varietas bulk masak non fermentasi yang memiliki total fenol dan daya proliferasi limfosit yang tinggi berdasarkan uji in vitro (Zairisman 2006). Bahan lain yang digunakan adalah gula pasir, air panas dan susu bubuk skim. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah larutan histopaque (1077) (ficoll-hypaque) dari Sigma, media RPMI-1640, glutamin , concanavalin A (Con A) (CO 412 dari Sigma), lipopolisakarida (LPS) (Sigma), antibiotik penisilinstreptomisin, MTT (3-(4,5-dimethylthiazole-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromida) dari Sigma, pewarna trifan biru, NaHCO3, asam klorida, larutan standar malonaldialdehida (MDA) dari 1,1,3,3-tetraetoksipropana (Sigma), Phosphate Buffer Saline (PBS) , asam trikloro asetat, aquabides, alkohol 90%, asam tiobarbiturat, pelarut air bebas ion (Kimia Farma), larutan isopropanol, KH2PO4, asam fosfat, 2,2-difenil-1-pictihidrazil (DPPH), metanol pro analisis, standar glutation (G-6529) (Merck), 5,5’-ditio-bis-2-nitrobenzoat (DTNB) yang lebih dikenal dengan pereaksi Ellman, Na2HPO4, asam sulfosalisilat, EDTA-Na2H2.2H2O, hidrogen peroksida (H2O2), formalin dan pewarna merah makanan (eritrosin). Sedangkan serum yang digunakan untuk media pertumbuhan adalah serum darah golongan AB yang diambil dari seorang donor yang sehat. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sentrifuge (JOUAN, tipe CR 412), laminar air flow (Holten Laminar air tipe HV 2472), incubator Jouan tipe IG 150) (CO2 5%, 37oC), mikroskop, hemasitometer (Superior), mikroplate reader (BIO-RAD, Benchmark), spektrofotometer (Shimadzu), mikropipet (Finnepipette), inverted microscope tipe 1x70 dari Olimpus, water bath, freezer dan autoclave serta peralatan gelas yang sering digunakan untuk analisa di laboratorium Sedangkan peralatan sekali pakai yang digunakan adalah syringe 50 ml (Terumo), syringe 3 ml, tabung sentrifuge steril 15 dan 50 ml sekali pakai (Corning), lempeng mikro 96 sumur (Corning), membran filter 0,22 µm (Corning), repeater (Eppendorf), dispenser tip (Marsh), tabung vacutainer ukuran 9 ml dengan koagulan, tabung vacutainer non koagulan, needles vacutainer (Becton dickinson) dan cover gelas. Diagram Alir Penelitian Alur penelitian yang telah dilakukan digambarkan secara skema dalam diagram alir berikut : Minuman bubuk kakao bebas lemak dari varietas bulk masak Dikonsumsi oleh responden Diambil darah Isolasi sel limfosit Uji Sifat Antioksidativ Analisa Antiradikal Bebas dengan Metode DPPH Analisa Nilai MDA Oksidator H2O2 Uji Proliferasi Analisa Ketahanan Terhadap Oksidasi Oksidator formalin Analisa Kadar Glutation Oksidator erithrosin Nilai Indeks Stimulasi (IS) Gambar 3 Diagram alir penelitian Nilai Indeks Stimulasi (IS) Metode Penelitian 1. Pembuatan Minuman Bubuk Kakao Minuman bubuk kakao (coklat) yang siap dikonsumsi dibuat dengan melarutkan 4 gram bubuk kakao bebas lemak dalam 100 ml air hangat, ditambahkan 2 gram gula dan 2 gram susu bubuk skim. Minuman bubuk kakao diminum oleh responden dalam keadaan hangat. 2. Persiapan Responden Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah mahasiswa Institut Pertanian Bogor sebanyak 18 orang yang berusia 22 – 27 tahun dan bertempat tinggal di perumahan dosen komplek IPB II Sindang Barang. Semua responden yang dipilih berjenis kelamin perempuan. Responden dibagi dalam 2 kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 9 orang. Kelompok pertama merupakan kelompok kakao yang mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak. Sedangkan kelompok kedua mengkonsumsi minuman yang terdiri dari 2 gram susu bubuk skim yang ditambah 2 gram gula dalam 100 ml air hangat. Kelompok kedua ini dinamakan dengan kelompok kontrol. Responden yang dipilih adalah mahasiswa yang dinyatakan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan oleh dokter di Klinik Farfa Darmaga. Begitu juga setelah menjalani intervensi, responden diperiksa kesehatan kembali oleh dokter yang sama dengan sebelum intervensi (format pemeriksaan terlampir di lampiran 1 point C dan D). 3. Pelaksanaan Intervensi Intervensi dilaksanakan selama 25 hari di rumah indekost mahasiswa di komplek perumahan IPB II Sindang Barang. Pelaksanaan intervensi dilakukan setiap hari pada jam 07.00 – 08.00 WIB. Minuman bubuk kakao dan susu disiapkan setiap hari oleh peneliti yang sekaligus mengawasi responden mengkonsumsi minuman bubuk kakao dan susu. Selama intervensi berlangsung semua responden disediakan sarapan pagi dan juga makan malam dengan menu yang seragam. Menu sarapan pagi dan makan malam yang disediakan oleh peneliti untuk responden terdapat pada lampiran 2. Seminggu sekali selama pelaksanaan intervensi dilakukan diskusi yang melibatkan seluruh responden mengenai penelitian dan kesehatan umum. Sebelum pelaksanaan intervensi juga dilakukan penandatanganan surat perjanjian (“inform consent”) ( lampiran 3) dan wawancara terhadap responden dengan format kuisioner standar (lampiran 5 butir B, E, F dan G). Kuisioner tersebut berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus di isi oleh responden mengenai status sosial ekonomi, pengetahuan tentang pangan, pola konsumsi dan kebiasaan membeli makanan jajanan. 4. Pengukuran Status Gizi (Nurrahman 1998) Pengukuran status gizi responden dilakukan secara antropometri yang meliputi tinggi badan (TB) dan berat badan (BB) sebelum dan sesudah intervensi. Penggolongan status gizi menurut ”Body Mass Index” (BMI) dengan satuan Kg/m2, yaitu: BMI = BB / TB2 Dimana : BMI < 17,0 , kekurangan berat badan tingkat berat BMI 17,0 – 18,4, kekurangan berat badan tingkat ringan BMI 18,5 – 25 , normal BMI 25,1 – 27, kelebihan berat badan tingkat ringan BMI > 27,0, kelebihan berat badan tingkat berat 5. Pengambilan Darah Pengambilan darah dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah intervensi. Pengambilan darah dilakukan di Klinik Farfa Darmaga pada jam 07.00- 08.00 pagi oleh seorang asisten tranfusi darah (Gambar 4). Darah diambil secara aseptis sebanyak 35 ml dengan menggunakan jarum Precisionglide TM steril sekali pakai dan tabung vacutainer steril sekali pakai. Darah dalam tabung vacutainer dibawa ke Laboratorium Kultur Jaringan Bagian Patologi FKH IPB untuk segera dianalisa. Gambar 4 Pengambilan darah dari responden oleh asisten transfusi darah 6. Isolasi Limfosit (Wahyuni 2006) Sebelum dilakukan isolasi sel limfosit, terlebih dahulu dilakukan persiapan media kultur. Media untuk kultur dan pemeliharaan sel menggunakan RPMI-1640 bubuk 1 sachet sebanyak 16,2 gram dan dilarutkan dalam air deionisasi sampai volume 1 (satu) liter. Kemudian ditambahkan NaHCO3 2 gram dan antibiotik penisilin-streptomisin 1 % (10 ml), kemudian dilakukan sterilisasi dingin dengan membran steril berukuran 0,22 µm. Jika digunakan dalam media pertumbuhan, komposisi medium ditambahkan 10% serum darah manusia golongan AB. Serum darah AB diperoleh dari seorang donor darah yang bergolongan darah AB. Pengambilan darah dilakukan oleh seorang asisten tranfusi darah dengan menggunakan jarum Precisionglide TM steril sekali pakai. Kemudian darah ditempatkan dalam tabung vacutainer non koagulan. Darah tersebut selanjutnya disentrifus pada kecepatan 4000 rpm selama 30 menit. Serum dipisahkan dari endapan sel-sel darah dengan menggunakan syringe steril. Serum tersebut kemudian dipanaskan dalam waterbath selama 30 menit pada suhu 56oC, kemudian disterilisasi dengan membran steril berukuran 0,22 µm. Limfosit manusia diisolasi dari darah ferifer dengan sentrifugasi berdasarkan perbedaan densitas larutan ficoll-hypaque (Gambar 5). Pertama dilakukan pemisahan komponen seluler dengan sentrifugasi sampel darah pada 1500 rpm selama 5 menit dengan menggunakan sentrifus rotor swing. Bagian darah yang lebih berat (sel darah merah) berada dibagian bawah, sedangkan plasma darah terpisah dibagian atas. Lapisan buffycoat yang berisi sel limfosit diambil lalu ditambahkan medium basal. Tahap pemisahan selanjutnya suspensi limfosit dalam medium basal dilewatkan pada larutan ficoll-hypaque secara perlahan sehingga terbentuk dua lapisan yang tidak bercampur. Kemudian tabung disentrifus lagi 30 menit pada 2500 rpm. Sel limfosit, monosit berada sebagai lapisan diatas permukaan ficoll. Sedangkan granulasit dan sel darah merah terpisah didasar tabung sentrifus. Lapisan atas yang berisi sel limfosit, monosit dan platelet dicuci dengan media basal 2 (dua) kali dan disentrifus pada 1500 rpm selama 10 menit, sehingga limfosit (dalam presipitat) terpisah dari platelet, monosit dan ficoll (dalam supernatan). Pelet sel yang diperoleh langsung ditambah medium RPMI-1640 dan dihomogenkan, kemudian dilakukan perhitungan jumlah sel dengan menggunakan pewarna trifan biru dengan perbandingan 1 : 1 (10 µl suspensi sel ditambah dengan 10 µl pewarna trifan biru). Setelah didiamkan selama 1 menit jumlah sel yang hidup dan mati dihitung dengan menggunakan hemasitometer pada perbesaran mikroskop sebesar 100 kali. Perhitungan jumlah sel dengan menggunakan pewarna trifan biru dimaksudkan untuk menentukan viabilitas sel yang akan diuji, yaitu sebelum dilakukan pengujian sel harus dalam kondisi hidup sebesar 95%. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah sel menggunakan hemasitometer, maka dapat ditetapkan jumlah sel dalam setiap ml suspensi sebagai berikut : N = V/4 x F x 104 sel/ml N = Jumlah sel/ml V/4 = Rata-rata jumlah sel terhitung dari empat bidang pandang F = Faktor pengenceran 104 = 1 ml perkapasitas hemasitometer, yaitu 104 ml ( Zakaria et al. 2000; Wahyuni 2006). Suspensi sel limfosit yang diperoleh ini digunakan untuk uji respon proliferasi limfosit dengan metode MTT dan uji sifat antioksidativ sel limfosit yang meliputi analisa malonaldehida, analisa aktivitas antiradikal bebas dengan metode DPPH, analisa kadar glutation dan analisa ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi. Untuk uji respon proliferasi dan uji ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi, sel limfosit ditambahkan serum darah AB 10%. Untuk analisa antiradikal bebas dan analisa kadar glutation sejumlah tertentu sel limfosit harus dilisis terlebih dahulu dengan air bebas ion dan disimpan dalam freezer pada suhu -30 oC sampai digunakan untuk pengukuran. Endapan sel limfosit Cincin Limfosit a c b Gambar 5 Isolasi limfosit berdasarkan perbedaan densitas larutan ficollhistopaque (a) Bufficoat yang dilewatkan ficoll, (b) Pemisahan dengan ficoll yang menghasilkan cincin limfosit dan (c) Endapan sel limfosit hasil pemisahan 7. Uji Sifat Antioksidativ Sel Limfosit a. Analisa Malonaldialdehid (MDA) Sel Limfosit (Modifikasi Metode Winarsi 2002; Hong et al. 2000) Mula-mula dibuat berbagai larutan standar MDA dari 1,1,3,3- tetraetoksipropana dengan pelarut air bebas ion dengan konsentrasi 1,25 , 1,5, 1,75, 2, 2,5 pmol/ µl. Pereaksi TBA dibuat dengan melarutkan 1,728 gram TBA (asam tiobarbiturat ) dalam 100 ml buffer phosphat pH 3. Sebanyak 100 µl suspensi sel limfosit atau standar dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, kemudian ditambahkan 75 µl TCA 20% (dalam 0,6 mol/L HCl). Setelah itu didinginkan dalam es selama 20 menit. Campuran tersebut disentrifus pada 5000 rpm selama 20 menit. Seratus µl supernatan yang diperoleh ditambahkan 20 µl pereaksi TBA dan selanjutnya campuran tersebut dididihkan selama 30 menit. Setelah didinginkan dengan air kran campuran tersebut dimasukkan kedalam lempeng sumur mikro 96 sumur dan diukur absorbansinya dengan menggunakan mikroplate reader pada panjang gelombang 540 nm. Kurva standar dibuat dengan memplot nilai absorbansi dengan konsentrasi standar. Konsentrasi MDA sel limfosit dapat dihitung berdasarkan kurva standar. b. Analisa Kadar Glutation Sel Limfosit (Modifikasi Metode Bergemeyer 1990 dan Tejasari 2000) Mula-mula dipersiapkan larutan standar glutation (L-glutamyl-L- cysteinlycine)(GSH) dengan konsentrasi 2, 1, 0,1, 0,05, 0,001 mmol/L. Pereaksi DTNB atau pereaksi Ellman dibuat dengan melarutkan 23,8 mg DTNB dalam 10 ml larutan 1. Komposisi larutan 1 terdiri dari 3,99 gram Na2HPO4 direaksikan dengan 0.43 gram NaH2PO4.H2O dan 0,53 gram EDTA-Na2H2.2H2O kemudian ditambahkan air sampai volume 250 ml, PH 7,5. Sebanyak 0.5 ml suspensi sel limfosit yang telah dilisis ditambahkan 0.25 ml asam sulfosalisilat 50% dan disentrifus pada 2500 rpm selama 15 menit. Sebanyak 100 µl supernatan yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam lempeng sumur mikro 96 sumur, lalu ditambahkan 150 µl PBS dan 50 µl pereaksi Ellman yaitu 5,5’-ditio-bis-2-nitrobenzoat (DTNB). Kadar glutation dapat dibaca dengan mengukur absorbansi menggunakan microplate reader pada panjang gelombang λ= 415 nm. Kemudian diukur juga pengukuran absorbansi standar glutation pada berbagai konsentrasi. Konsentrasi glutation tereduksi (GSH) limfosit dihitung berdasarkan kurva standar. c. Analisa Aktivitas Antiradikal Bebas Sel Limfosit dengan Metode DPPH (Modifikasi Turkmen et al. 2005) Suspensi sel limfosit yang memiliki jumlah sel 1,1 x 106 sel / ml terlebih dahulu dilisis dalam air deionisasi dan disimpan pada suhu -30oC. Sebanyak 1 ml suspensi sel limfosit yang telah dilisis diambil dan ditambahkan metanol proanalisis 1 ml serta DPPH 0,2 mM sebanyak 1 ml dan dikocok. Kemudian disimpan dalam ruang gelap (tanpa cahaya) selama 60 menit. Sampel diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Sebagai kontrol digunakan campuran larutan DPPH dan metanol. Absorbansi dari tiap-tiap sampel di dapat dan aktivitas antiradikal bebas sel limfosit dapat dihitung : Aktivitas Antiradikal Bebas (%) = Absorbansi Kontrol − Absorbansi Sampel x100% Absorbansi Kontrol d. Analisa Ketahanan Sel Limfosit Terhadap Oksidasi (Modifikasi Metode Silva et al , 2005) Untuk menguji ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi, maka digunakan parameter aktivitas proliferasi berdasarkan nilai indeks stimulasi (IS). Oksidator yang digunakan terdiri dari tiga jenis oksidator yaitu hidrogen peroksida (H2O2), pewarna merah makanan erithrosin dan formalin. Suspensi sel limfosit dalam medium pertumbuhan yang mengandung serum darah AB 10% dari masing-masing responden dimasukkan kedalam lempeng sumur mikro sebanyak 80 µl. Kemudian ditambahkan oksidator H2O2, pewarna erithrosin dan formalin masing-masing sebanyak 20 µl. Untuk H2O2 konsentrasi yang digunakan adalah 0,18 µM, pewarna erithrosin yang digunakan mempunyai konsentrasi 197 µM dan untuk formalin digunakan konsentrasi 6,6 µM. Sebagai kontrol hanya ditambahkan media RPMI saja. Dilakukan pengulangan sebanyak tiga sumur. Semua kultur diinkubasi pada inkubator dengan kondisi 5 % CO2, 37oC, dan RH 90% selama 2 jam. Setelah masa inkubasi berakhir dilakukan pengujian dengan metode MTT seperti pada uji proliferasi. Kemudian dihitung ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi berdasarkan aktivitas proliferasi yang dinyatakan sebagai nilai indeks stimulasi (IS) yaitu : stimulasi (IS) yaitu : IS = Absorbansi dengan penambahan oksidator IS = x 100% Absorbansi kontrol 8. Uji Respon Proliferatif Limfosit dengan Metode MTT (Wahyuni 2006; Nurrahman 1998) Suspensi sel limfosit ( 1,1 x 106 sel/ml) dari masing-masing responden dalam medium pertumbuhan yang mengandung serum AB 10%, dimasukkan ke dalam lempeng mikro 96 sumur masing-masing sebanyak 80 µl tiap sumur. Tiga sumur ditambahkan mitogen Con A, tiga sumur ditambahkan mitogen LPS dan kontrol negatif hanya ditambahkan media RPMI saja, sehingga volume akhir masing-masing sumur menjadi 100 µl. Semua kultur diinkubasi pada inkubator dengan kondisi 5 % CO2, 37oC, dan RH 90% selama 3 x 24 jam. Empat jam sebelum masa inkubasi berakhir ditambahkan 10 µl larutan pereaksi garam tetrazolium (MTT) 5 mg/ml pada tiap sumur, selanjutnya diinkubasi lagi. Setelah inkubasi berakhir dilakukan pelarutan dengan larutan HCl dalam isopropanol pada tiap sumur sebanyak 100 µl. Kemudian dilakukan pembacaan dengan alat microplate reader pada panjang gelombang 570 nm. Aktivitas proliferasi dinyatakan sebagai nilai indeks stimulasi (IS) yaitu : IS = Absorbansi mitogen x 100% Absorbansi kontrol Analisa Statistik Data yang diperoleh dilakukan analisa statistik menggunakan uji t (t-test) perbandingan dua sampel untuk melihat adanya pengaruh nyata konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak sebelum dan sesudah intervensi antara kelompok perlakukan dan kelompok kontrol terhadap : a. Nilai rata-rata MDA sel limfosit b. Nilai rata-rata kadar glutation sel limfosit c. Nilai rata-rata aktivitas antiradikal bebas sel limfosit d. Ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi tiga jenis oksidator yaitu H2O2, formalin dan erithrosin berdasarkan nilai IS e. Nilai rata-rata respon proliferasi limfosit yaitu nilai IS Analisis data dilakukan dengan menggunakan program aplikasi statistik Minitab 14 for windows release. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keadaaan Umum Responden Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah mahasiswa tingkat sarjana dan juga mahasiswa pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang berjenis kelamin perempuan. Dasar pemikiran pemilihan responden ini adalah subjek yang memiliki aktivitas yang hampir sama. Semua responden merupakan mahasiswa yang bertempat tinggal di satu kawasan sehingga kegiatan dan menu makanan mereka hampir sama. Dengan demikian diharapkan responden tersebut mempunyai kebiasaan makan dan keadaan gizi yang tidak jauh berbeda. Sebelum menjalani intervensi konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak, semua responden baik itu kelompok kakao maupun kelompok kontrol harus menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu di Klinik Farfa Darmaga (format pemeriksaan terdapat di lampiran 1 point C dan D). Hal ini dimaksudkan agar responden yang terlibat adalah responden yang sehat dan tidak menderita penyakit yang serius. Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan meliputi pemeriksaan kesehatan fisik, denyut nadi, laju pernafasan, tekanan darah dan suhu tubuh serta wawancara terhadap riwayat kesehatan. Pemeriksaan kesehatan juga dilakukan setelah responden menjalani intervensi oleh dokter yang sama. Hasil pemeriksaan kesehatan dinyatakan bahwa semua responden berada dalam keadaan sehat dan tidak menderita penyakit yang serius. Begitu juga setelah mereka menjalani intervensi, kesehatan mereka tetap baik. Pada saat dilakukan pemeriksaan kesehatan, dilakukan juga pengukuran antropometri responden yang meliputi tinggi badan (TB) dan berat badan (BB). Hasil pengukuran antropometri responden sebelum dan sesudah intervensi dapat dilihat pada tabel 4. Ditinjau dari nilai “Body Mass Index” (BMI), hampir semua responden memiliki status gizi yang normal. Hanya ada 2 orang responden yang tergolong gemuk atau kelebihan berat badan tingkat ringan yaitu responden kode P4 dan P5 baik itu sebelum intervensi maupun sesudah intervensi dan satu orang yang tergolong kurus (responden kode K3) yaitu kekurangan berat badan tingkat ringan sebelum dan setelah intervensi. Tabel 4 Data antropometri responden sebelum dan sesudah intervensi Responden P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Hari 0 Perlakuan Berat Tinggi BMI Badan Badan (Kg/m2) (Kg) (m) 50 1.55 20.8 53 1.63 19.9 56 1.58 22.4 67.5 1.62 25.7 70 1.61 27.0 47 1.58 18.8 62 1.625 23.5 51 1.59 20.2 53 1.64 19.7 46 1.56 18.9 54 1.51 23.7 43 1.55 17.9 41 1.45 19.5 50 1.53 21.4 43 1.49 19.4 54 1.555 22.3 49 1.56 20.1 45 1.45 21.4 Setelah 25 hari Perlakuan Berat Tinggi BMI Badan Badan (Kg/m2) (Kg) (m) 51 1.55 21.2 54 1.63 20.3 56 1.68 19.8 68 1.62 25.9 71.5 1.62 27.2 48 1.58 19.2 62 1.625 23.5 51 1.59 20.2 53.5 1.64 19.9 47 1.56 19.3 55 1.51 24.1 43.5 1.55 18.1 41.5 1.45 19.7 52.5 1.53 22.4 44 1.49 19.8 54 1.555 22.3 49.5 1.56 20.3 44 1.46 20.6 Setelah menjalani intervensi, sebagian besar dari responden mengalami kenaikan berat badan dengan persentase yang sangat kecil yaitu sekitar 1,23 %. Dimana berat badan rata-rata sebelum intervensi sekitar 51,92 kg dan sesudah intervensi menjadi 52,56 kg. Kenaikan berat badan ini diduga karena selama intervensi berlangsung semua responden selalu mengkonsumsi gula bersamaan dengan mereka minum coklat + susu untuk kelompok kakao dan minum susu untuk kelompok kontrol. Disamping itu selama intervensi berlangsung kebiasaan makan responden jadi berubah, dimana sebelum menjadi responden mereka adalah mahasiswa indekost yang mempunyai kebiasaan makan yang tidak teratur dalam hal ini responden tidak teratur makan pagi dan makan malam. Namun selama menjalani intervensi responden selalu teratur makan pagi dan makan malam dengan menu yang disediakan oleh peneliti. Menu makananan yang disediakan umumnya terdiri dari nasi sebagai sumber karbohidrat, lauk sumber protein dan lemak, sayur dan juga kadang-kadang ditambah buah sebagai sumber vitamin dan mineral. Heerden (2006) mengemukakan bahwa konsumsi coklat atau bubuk coklat bukanlah penyebab utama obesitas. Jadi disini kenaikan berat badan responden setelah intervensi pada penelitian ini, tidak bisa diklaim karena pengaruh konsumsi coklat, tetapi bisa juga karena faktor yang lain. Selain itu bubuk kakao yang dikonsumsi kelompok kakao pada penelitian ini adalah bubuk kakao bebas lemak sehingga kemungkinan untuk terjadi kenaikan berat badan karena konsumsi bubuk kakao adalah kecil. Murphy et al. (2003) menyebutkan bahwa konsumsi flavanol kakao dan oligomer prosianidin selama 28 hari oleh 32 responden tidak terjadi perubahan berat badan secara nyata antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Selama intervensi berlangsung menu makan pagi dan makan malam responden disediakan oleh peneliti (lampiran 2). Hal ini diharapkan agar terdapat keseragaman asupan gizi responden selama penelitian berlangsung. Sehingga bias karena perbedaan asupan gizi diantara responden dapat diperkecil. Dan juga diharapkan selama intervensi berlangsung responden terpenuhi asupan gizi yang seimbang. Menu sarapan pagi dan makan malam yang disediakan adalah menu yang umum dikonsumsi oleh mahasiswa. Jenis makanan tersebut mudah diperoleh di warung yang berada di kampus ataupun disekitar tempat tinggal mahasiswa. Hanya menu makan siang dan makanan ringan yang mereka konsumsi sendiri antara makan pagi dan makan malam yang berbeda. Tabel 5 menggambarkan makan siang dan makanan jajanan yang dikonsumsi dan frekuensinya perorang dalam seminggu selain yang disediakan oleh peneliti. Data pada tabel 5 diperoleh berdasarkan hasil pengisian kuisioner pada lampiran 5 point F dan G. Tabel 5 Makan siang dan makanan jajanan serta frekuensi konsumsi Jenis Makanan Jeruk manis Tempe goreng Kerupuk Nasi, ayam goreng Nasi, telur ayam goreng/rebus Pisang Mie instan Pepaya Mie bakso Roti Pisang goreng Es krim Frekuensi (kali / minggu / orang) 0,91 0,79 0,73 0,68 0,52 0,41 0,30 0,27 0,27 0,27 0,27 0,26 Jenis-jenis makanan yang terdapat pada tabel 5 merupakan makanan yang mempunyai frekuensi lebih besar dari 0,25 kali perminggu per orang. Dari tabel dapat dilihat bahwa selain mengkonsumsi makanan pokok berupa nasi di siang hari, responden juga mengkonsumsi buah dan juga makanan ringan seperti pisang goreng, tempe goreng, roti dan juga es krim. Umumnya makanan jajanan ini diperoleh dari warung yang ada disekitar tempat tinggal atau sekitar kampus. Selama intervensi berlangsung, responden dilarang mengkonsumsi beberapa jenis makanan dan minuman diantaranya: semua jenis makanan yang terbuat dari bahan coklat, minuman kopi, teh dan minuman bersoda tinggi. Makanan dari coklat, minuman teh atau kopi dilarang konsumsi karena jenis makanan ini mengandung senyawa polifenol yang sama dengan minuman coklat bebas lemak yang diuji. Dengan demikian diharapkan bias yang terjadi karena pengaruh jenis antioksidan dari selain bahan uji dapat diperkecil. Pengambilan darah dan analisis terhadap limfosit responden dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah intervensi. Pengambilan darah dilakukan pada jam 07.00 – 08.00 WIB. Hal ini agar keadaan kesehatan responden masih prima karena belum melakukan aktivitas yang lain. Pada saat pengambilan darah tahap kedua (sesudah intervensi) responden yang berkode K5 tidak bisa diambil darahnya karena tidak bisa hadir sehingga data responden berkode K5 (kelompok kontrol) sesudah intervensi tidak bisa dianalisis. Namun demikian hilangnya data K5 sesudah intervensi tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap data penelitian secara keseluruhan. 2. Sifat Antioksidativ Sel Limfosit a. Malonaldehida (MDA) Sel Limfosit Keberadaan radikal bebas dalam tubuh dapat berasal dari luar tubuh ataupun terbentuk secara alami didalam tubuh. Pembentukan senyawa radikal bebas dapat merusak sel melalui oksidasi asam lemak jenuh dan protein sel. Asam lemak memegang peranan yang sangat penting terhadap integritas dan fungsi sel. Asam lemak ini sangat sensitif terhadap reaksi oksidasi (Zakaria et al. 2003). Salah satu parameter yang digunakan untuk menganalisa kadar radikal bebas tubuh adalah penentuan kadar malonaldehida (MDA) sel. MDA merupakan produk oksidasi asam lemak tidak jenuh oleh senyawa radikal (Conti et al. 1991). Analisa kadar MDA sel dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk mengevaluasi sejauh mana terjadi kerusakan sel karena reaksi radikal bebas. Semakin tinggi kadar MDA maka mengindikasikan semakin tinggi lipid peroksida dalam tubuh yang akan merusak sel (Zakaria et al. 2003). Metode kimia yang digunakan untuk mengukur kadar MDA pada penelitian ini adalah metode uji TBA (tiobarbituric acid). Metode ini didasarkan pada reaksi antara MDA dengan asam tiobarbiturat dalam suasana asam membentuk komplek MDA-TBA yang berwarna merah muda, intensitas warnanya dapat diukur dengan spektrofotometer, pada panjang gelombang 535 nm (Hong et al. 2000). Dalam penelitian ini untuk menghemat sampel limfosit pada pengukuran kadar MDA, maka metode Hong et al. dimodifikasi, dimana pengukurannya menggunakan lempeng mikro 96 sumur dan pembacaan absorbansi intensitas warna komplek MDA-TBA dengan menggunakan mikroplate reader pada panjang gelombang 540 nm. Hasil penelitian pengukuran kadar rata-rata MDA sel limfosit kelompok kakao sebelum intervensi adalah sebesar 2,98 µmol/l, sedangkan kelompok kontrol sebesar 3,01 µmol/l. Setelah menjalani intervensi kadar rata-rata MDA kelompok kakao menjadi 1,299 µmol/l, sedangkan kelompok kontrol menjadi 2,069 µmol/l. Gambar 6 dan gambar 7 merupakan hasil pengukuran kadar MDA kelompok kakao dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi. Kadar MDA (mikromol/liter) 8 7 6 5 Sebelum 4 Sesudah 3 2 1 0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 Responden Gambar 6 Kadar MDA sel limfosit intervensi kelompok kakao sebelum dan sesudah Kadar MDA (mikromol/Liter) 6 5 Sebelum 4 Sesudah 3 2 1 0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Responden Gambar 7 Kadar MDA sel limfosit kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa kelompok kakao mengalami penurunan kadar MDA sel limfosit dimana selisih penurunannya sebesar 1,681 µmol/l sesudah menjalani intervensi. Begitu juga dengan kelompok kontrol juga mengalami penurunan kadar MDA walaupun nilai penurunannya lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kakao. Selisih penurunan kadar MDA kelompok kontrol setelah menjalani intervensi sebesar 0.941 µmol/l. Berdasarkan analisa statistik menggunakan uji t terjadi penurunan kadar MDA sel limfosit kelompok kakao secara nyata (p < 0,05) setelah intervensi konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari. Sedangkan kelompok kontrol penurunan kadar MDA tidak berbeda nyata (p > 0,05) antara sebelum dan sesudah intervensi.. Penurunan kadar MDA sel limfosit kelompok kakao yang berbeda nyata dengan kelompok kontrol diduga karena efek konsumsi bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari. Seperti diketahui ekstrak bubuk kakao bebas lemak dalam pelarut air berdasarkan penelitian Zairisman (2006) mengandung senyawa polifenol yang tinggi. Dalam penelitian lain di sebutkan bahwa kandungan polifenol total dalam bubuk kakao lebih tinggi dibandingkan anggur maupun teh, baik teh hitam maupun teh hijau (Lee et al. 2003). Sanbongi et al. (1998) menyatakan bahwa senyawa polifenol memiliki kapasitas antioksidan. Dalam hal ini senyawa polifenol kakao yaitu dari golongan senyawa flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan primer. Kochhar and Rossell (1990) mengemukakan bahwa senyawa polifenol dapat berfungsi sebagai antioksidan primer karena mampu menghentikan reaksi berantai radikal bebas yang terjadi di dalam sel. Polifenol dalam bubuk kakao akan bereaksi langsung dengan senyawa peroksida radikal yang terdapat pada membran atau di dalam sel. Dengan demikian dapat menurunkan kadar MDA yang merupakan produk oksidasi asam lemak karena radikal bebas. Penurunan kadar MDA ini juga didukung dengan pengukuran aktivitas antiradikal bebas sel limfosit yang meningkat pada kelompok kakao setelah mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak. Namun demikian tidak boleh disimpulkan bahwa penurunan kadar MDA kelompok kakao setelah intervensi hanya disebabkan oleh konsumsi bubuk kakao bebas lemak semata, namun juga dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini karena kelompok kontrol yang tidak mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak juga terjadi penurunan kadar MDA (secara statistik dengan uji t tidak berbeda nyata) setelah menjalani intervensi selama 25 hari. Penurunan kadar MDA kelompok kakao dan kelompok kontrol setelah menjalani intervensi diduga juga karena perubahan pola makan responden. Selama intervensi berlangsung setiap makan pagi dan makan malam responden selalu mengkonsumsi sayur dan kadang-kadang disediakan juga buah, dimana sebelum intervensi konsumsi sayur tidak teratur dilakukan oleh responden. Zakaria (1996 b) mengemukakan bahwa sayuran dan buah-buahan kaya dengan vitamin E dan vitamin C dapat berfungsi sebagai antioksidan bagi tubuh. Selain itu selama intervensi berlangsung, responden mengurangi mengkonsumsi makanan jajanan karena kebutuhan makan pagi dan makan malam telah disediakan oleh peneliti. Menurut Fardiaz D dan Fardiaz S (1993), dalam makanan jajanan mengandung bahan-bahan pencemar seperti mikroorganisme, pestisida, logam berat, zat pewarna, zat pemanis dan zat pengawet. Zakaria dan Abidin (1996) menyatakan bahwa konsumsi makanan jajanan yang tercemar bahan kimia berpotensi menaikkan pembentukan senyawa radikal dalam tubuh konsumen. Dalam hal ini juga berkorelasi dengan kenaikan kadar malonaldehida (MDA) sel. Kumendong (1996) juga mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kadar MDA dengan konsumsi makanan jajanan yang tercemar. Meskipun kelompok kontrol juga mengalami penurunan kadar MDA sel limfosit seperti halnya kelompok kakao, namun demikian penurunan kadar MDA sel limfosit kelompok kakao lebih tinggi dibandingkan kontrol. Hasil analisa data dengan statistik menggunakan uji t menghasilkan penurunan kadar MDA sel limfosit yang berbeda nyata antara kelompok kakao dengan kelompok kontrol sesudah intervensi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari oleh kelompok kakao dapat menurunkan kadar MDA sel limfosit. Penurunan kadar MDA sel oleh senyawa bioaktif dalam bahan pangan lain telah diteliti. Zakaria et al. (2003) melaporkan bahwa komponen bioaktif dalam jahe telah diteliti dapat menurunkan kadar MDA sel limfosit baik secara in vitro maupun secara in vivo dengan menggunakan responden manusia. Dalam penelitian lain juga telah diteliti bahwa konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang tinggi kandungan vitamin C dan vitamin E dapat menurunkan MDA sel pada populasi buruh industri di Bogor (Wijaya 1997). b. Kadar Glutation Sel Limfosit Glutation merupakan senyawa thiol non protein intraseluler yang banyak terdapat di sitosol sel hati. Senyawa ini merupakan salah satu antioksidan intraseluler yang penting karena berperan dalam berbagai fungsi seluler seperti detoksifikasi senyawa xenobiotik eksogenus dan endogenus, aktivasi enzim seluler, proteksi sel dari radikal bebas serta pemeliharaan fungsi imun (Meydani et al. 1995 ; Meister & Anderson 1983). Sel limfosit merupakan sel yang sangat erat hubungannya dengan status imun individu. Pengukuran kadar glutation sel limfosit juga dapat mengindikasi sejauh mana status antioksidan tubuh dan juga pemeliharaan fungsi imun tubuh dari radikal bebas. Dalam penelitian ini penentuan kadar glutation sel limfosit ditentukan dengan menggunakan metode pengukuran langsung sulfidril dalam sel yang bebas protein dengan menggunakan Pereaksi Ellman (5,5’-ditio-bis-2-nitrobenzoat) atau DTNB. Prinsip dari metode ini adalah berdasarkan pengukuran intensitas warna kuning asam thio-dinitrobenzoat yang dilepas karena reduksi DTNB oleh glutation sel limfosit. Semakin tinggi kadar glutation sel limfosit, maka intensitas absorbansi warna yang diserap juga semakin tinggi. Kadar glutation sel limfosit kelompok kakao sebelum intervensi berkisar antara 24 µmol/l sampai dengan 62 µmol/l sedangkan kelompok kontrol sebelum intervensi berkisar antara 11 µmol/l sampai dengan 66 µmol/l. Setelah intervensi kadar glutation kelompok kakao menjadi 39 µmol/l sampai dengan 94 µmol/l dan kelompok kontrol berkisar menjadi 14 µmol/L sampai dengan 65 µmol/l. Sementara itu nilai rata-rata kadar glutation sel limfosit kelompok kakao sebelum intervensi yaitu 48,2 µmol/l. Setelah intervensi konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari kadar glutation sel limfosit kelompok kakao meningkat dengan nyata (p < 0,05) menjadi 66,7 µmol/l. Sedangkan kelompok kontrol sebelum intervensi sebesar 34,7 µmol/l dan sesudah intervensi menjadi 37,8 µmol/L. Analisa statistik dengan uji t tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap kadar glutation sel limfosit kelompok kontrol (p > 0,05) sesudah intervensi. Gambar 8 dan gambar 9 adalah pengukuran kadar glutation sel limfosit kelompok kakao dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi dari masing-masing responden. 100 Kadar Glutation (µmol/L) 90 Sebelum 80 Sesudah 70 60 50 40 30 20 10 0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 Responden Gambar 8 Kadar glutation sel limfosit kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi 70 Kadar Glutation (µmol/L) Sebelum 60 Sesudah 50 40 30 20 10 0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Responden Gambar 9 Kadar glutation sel limfosit kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi Peningkatan kadar glutation sel limfosit kelompok kakao secara nyata setelah intervensi konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari diduga karena efek antioksidativ dari senyawa flavonoid pada bubuk kakao. Glutation merupakan salah satu antioksidan intraseluler. Peningkatan kadar glutation juga dapat mengindikasikan membaiknya status antioksidan tubuh. Namun demikian peningkatan kadar glutation sel limfosit kelompok kakao tidak hanya disebabkan oleh pengaruh kandungan antioksidan flavonoid yang terdapat pada bubuk kakao yang dikonsumsi saja, tetapi juga dapat disebabkan oleh membaiknya asupan zat gizi responden selama intervensi berlangsung. Hal ini dapat teramati pada kelompok kontrol dimana kadar glutation sel limfosit juga mengalami sedikit peningkatan walaupun secara statistik (uji t) tidak berbeda nyata dengan sebelum intervensi. Glutation dalam bentuk tereduksi (GSH) merupakan subtrat yang penting untuk enzim-enzim antioksidan seperti glutation peroksidase dan glutation Stranferase dalam menguraikan berbagai macam peroksida seperti hidrogen peroksida atau lipid peroksida (Stone 1999). Dengan demikian bila kadar glutation sel tubuh tinggi, maka berbagai produk peroksida dapat ditangani. Salah satu produk peroksidasi lipid yaitu MDA. Dengan demikian tingginya kadar glutation sel limfosit kelompok kakao berkorelasi dengan menurunnya nilai MDA sel limfosit kelompok tersebut. Glutation juga memegang peranan penting dalam hubungannya dengan proliferasi limfosit. Dayong et al. (1994) mengemukakan bahwa suplementasi glutation secara in vitro dapat memicu proliferasi sel limfosit dengan menstimulasi produksi interleukin-2 (IL-2). Dengan demikian kadar glutation juga berhubungan dengan status imun individu. Peningkatan kadar glutation sel limfosit karena konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak oleh kelompok kakao diduga karena senyawa polifenol yang terkandung dalam bubuk kakao dapat menggantikan sebagian dari fungsi glutation sel limfosit. Komponen polifenol kakao mungkin saja dapat bekerja secara sinergis bersama glutation dalam menetralisir radikal bebas, sehingga kadar glutation sel limfosit tidak menurun. Seperti diketahui glutation merupakan sistem antioksidan primer di dalam sel. Senyawa polifenol kakao bersifat sebagai antioksidan primer sehingga dapat menangkal senyawa radikal yang diproduksi oleh sel ataupun yang berasal dari luar tubuh. Dengan demikian glutation yang disintesis oleh sel kadarnya dapat dipertahankan. Mekanisme lain peningkatan kadar glutation sel limfosit kelompok kakao setelah mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak diduga bahwa senyawa flavonoid dalam bubuk kakao dapat menstimulir ekspresi genetika dalam hubungannya dengan sintesis glutation. Glutation disintesis secara kontinyu dalam sel melalui reaksi gamma-glutamil oleh enzim γ-glutamylcysteine synthetase dan enzim GSH synthase yang melibatkan beberapa deret asam amino (Yan & Meister 1990). Myhrstad et al.(2002) mengemukakan bahwa ekstrak bawang yang kaya dengan senyawa flavonoid dapat menstimulir enzim γ-glutamylcysteine synthetase melalui antioksidan respon elemen (AREs) yang merupakan promotor enzim sintesis glutation di dalam sel. Dalam penelitian lain dengan menggunakan tikus percobaan diperoleh bahwa senyawa flavonoid dari buah berry dapat memodulasi ekspresi gen γ-glutamylcysteine synthetase dalam sintesis glutation (Moskaug et al. 2005). Dengan demikian diduga kemungkinan senyawa flavonoid dalam bubuk kakao juga dapat menstimulir sintesis glutation seperti pada penelitian sebelumnya. Selain kakao, peningkatan kadar glutation juga oleh senyawa tertentu dalam bahan pangan lain juga telah diteliti. Zakaria et al. (2003) melaporkan bahwa ekstrak jahe dapat meningkatkan kadar glutation sel limfosit manusia yang dikultur secara in vitro. Myhrstad et al.(2002) mengemukakan bahwa ekstrak bawang yang kaya dengan senyawa flavonoid dapat meningkatkan kadar glutation dengan menstimulir enzim sintesis glutation. c. Aktivitas Antiradikal Bebas Sel Limfosit Radikal bebas secara kontinyu dapat dibentuk dalam tubuh manusia dan efeknya dapat dinetralisir oleh antioksidan yang diproduksi oleh tubuh dalam jumlah yang berimbang. Papas (1999) mendefinisikan antioksidan sebagai senyawa yang dapat melindungi sistem biologis tubuh melawan efek-efek yang potensial dari proses atau reaksi yang dapat menyebabkan oksidasi berlebihan. Dalam penelitian ini ingin dilihat sejauh mana pengaruh konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap aktivitas antiradikal bebas sel limfosit. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan pengukuran aktivitas antiradikal bebas dengan metode DPPH. Prinsip dari metode ini adalah reaksi antara radikal bebas DPPH dengan antioksidan tubuh yang dapat diukur dari perubahan warna ungu DPPH menjadi warna kuning (Mello et al. 2004). Semakin tinggi aktivitas antiradikal bebas sel limfosit, maka absorbansi warna yang terukur dengan spektrofotometer juga semakin tinggi. Hasil penelitian diperoleh aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok kakao sebelum intervensi berkisar antara 11,62 % sampai dengan 43,90 %, sedangkan kelompok kontrol berkisar antara 18,84 % sampai dengan 35,29 %. Setelah intervensi berlangsung aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok kakao berkisar antara 26,62 % sampai dengan 50,68 % sedangkan kelompok kontrol menjadi 17,5 % - 34,55 %. Aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok kakao dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi selama 25 hari terdapat pada gambar 10 dan gambar 11 berikut ini : Sebelum Aktivitas Antiradikal Bebas (%) 60 Sesudah 50 40 30 20 10 0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 Responden Gambar 10 Aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi Aktivitas Antiradikal Bebas (%) 40 35 Sebelum 30 Sesudah 25 20 15 10 5 0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Responden Gambar 11 Aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi Peningkatan aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok kakao yang yang berbeda dengan kelompok kontrol setelah mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari disebabkan bubuk kakao yang dikonsumsi ini adalah bubuk kakao yang mempunyai kandungan polifenol yang tinggi. Berdasarkan penelitian Zairisman (2006) ekstrak bubuk kakao jenis bulk masak dari Balai Penelitian Kakao dan Kopi di Jember mengandung senyawa polifenol yang tinggi. Wollgast dan Anklam (2000) mengemukakan bahwa polifenol biji kakao memiliki aktifitas antioksidan yang sangat baik dalam menangkal radikal bebas sehingga bermanfaat bagi tubuh. Dalam penelitian lain dikemukakan bahwa kandungan polifenol total dalam bubuk kakao lebih tinggi dibandingkan anggur maupun teh, baik teh hitam maupun teh hijau ( Lee et al. 2003). Peningkatan aktivitas antiradikal bebas sel limfosit oleh polifenol kakao diduga karena senyawa polifenol yang terkandung dalam minuman bubuk kakao bebas lemak dapat masuk kedalam sirkulasi darah. Rein et al (2000) mengemukakan bahwa konsumsi coklat yang kaya akan flavanol akan memberikan peningkatan kapasitas antioksidan darah dalam waktu 2 jam setelah mengkonsumsi coklat. Sel limfosit adalah bagian dari sel darah, maka senyawa polifenol juga terdapat terdapat dalam sel limfosit. Mekanisme peningkatan aktivitas antiradikal bebas sel limfosit diduga bisa melalui aktivitas antioksidan primer dimana senyawa polifenol dalam bubuk kakao yang terdapat pada sel limfosit akan bereaksi secara langsung dengan senyawa radikal bebas didalam sel. Dalam penelitian ini polifenol kakao yang terdapat pada sel limfosit akan bereaksi secara langsung dengan senyawa radikal DPPH yang dapat terukur berdasarkan perubahan warna DPPH yang terjadi. d. Ketahanan Sel Limfosit Terhadap Oksidasi Kerusakan sel tubuh akibat radikal bebas dapat terbentuk dari sumber endogenus seperti reaksi biokimia dalam tubuh maupun berasal dari luar tubuh seperti dari makanan ataupun udara (Supari, 1996). Reaksi biokimia di dalam tubuh seperi reaksi oksidasi pada proses transpor elektron dapat menghasilkan berbagai macam radikal bebas seperti senyawa peroksida ataupun senyawa hidroksil. Zakaria (1996a) mengemukakan bahwa zat aditif pada makanan seperti pengawet, pemanis, penyedap atau pewarna pada konsentrasi tertentu bisa menjadi zat pencemar yang dapat membentuk senyawa radikal sehingga akan merusak sel melalui asam lemak tak jenuh, protein dan DNA. Senyawa radikal didalam sel dapat mempunyai efek merusak bila keseimbangan antara oksidan dan antioksidan terganggu. Keseimbangan ini dapat tercapai bila mengkonsumsi pangan yang seimbang sehingga enzim-enzim antioksidan yang berperan dalam proses menetralisir radikal bebas dapat bekerja sempurna. Beberapa senyawa aktif dari bahan pangan seperti senyawa flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan yang dapat menangkal efek dari radikal bebas (Scalbert et al. 2005). Dalam penelitian ini ingin dilihat sejauh mana sel limfosit dapat terlindungi dari pengaruh oksidasi oleh oksidator setelah konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak. Oksidator yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari hidrogen peroksida, formalin dan pewarna merah makanan eritrosin. Pengaruh yang dilihat adalah sejauh mana konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak dapat meningkatkan ketahanan sel limfosit untuk berproliferasi setelah dipapar oleh oksidator yang diuji sehingga mengalami kondisi stress oksidatif. Parameter yang diamati adalah berdasarkan nilai indeks stimulasi proliferasi (nilai IS) yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai IS yang diperoleh, maka sel limfosit tersebut semakin tahan terhadap oksidasi. Hasil penelitian ketahanan sel limfosit kelompok kakao dan kelompok kontrol berproliferasi yang dinyatakan dengan nilai IS terhadap hidrogen peroksida (H2O2) dari masing-masing responden sebelum dan sesudah intervensi dapat dilihat pada gambar 12 dan gambar 13. 120 Nilai IS (%) Terhadap H2O2 Sebelum Sesudah 100 80 60 40 20 0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 Responden Gambar 12 Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kakao terhadap H2O2 yang menunjukkan ketahanan sel terhadap oksidasi Nilai IS (%) Terhadap H2O2 100 Sebelum 90 Sesudah 80 70 60 50 40 30 20 10 0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Responden Gambar 13 Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kontrol terhadap H2O2 yang menunjukkan ketahanan sel terhadap oksidasi Nilai IS yang menunjukkan sel limfosit terhadap oksidasi oleh H2O2 kelompok kakao dan kelompok kontrol sebelum intervensi berturut-turut berkisar antara 53,73 % – 80,11 % dan 41,4 % – 85,11 %. Sedangkan setelah intervensi selama 25 hari ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi oleh H2O2 kelompok kakao menjadi 48,6 % sampai dengan 99,36 % dan kelompok kontrol berkisar antara 46,17 % sampai dengan 88,71 %. Rata-rata nilai IS sel limfosit kelompok kakao terhadap H2O2 sebelum intervensi yaitu 67,11 %, sesudah intervensi meningkat menjadi 76,9 %. Sedangkan kelompok kontrol rata-rata nilai IS sel limfosit terhadap H2O2 sebelum intervensi 65,3 % dan sesudah intervensi menjadi 65,7 %. Hasil penelitian ini mengindikasikan terjadinya peningkatan ketahanan sel limfosit terhadap hidrogen peroksida pada kelompok kakao setelah mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari dibandingkan kelompok kontrol, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Selisih peningkatan nilai IS kelompok kakao bahkan sampai 9 kali kelompok kontrol. Tidak terjadinya peningkatan ketahanan sel limfosit yang berbeda nyata antara kelompok kakao dan kelompok kontrol setelah intervensi diduga karena konsentrasi H2O2 yang digunakan bisa jadi tidak efektif mematikan sel. Walaupun berdasarkan Olivia (2006) pada konsentrasi H2O2 0,18 µM dapat menghambat proliferasi sel limfosit yang dikultur dan proses penghambatan proliferasi tersebut dapat dilindungi dengan pemberian ektrak bubuk kakao bebas lemak 16 mg/ml kedalam kultur secara in vitro. Akan tetapi fenomena reaksi pada sel yang dikultur tidak akan selalu sama dengan metabolisme yang terjadi di dalam sel tubuh. Zakaria et al. (2003) menyatakan bahwa tidak selamanya fenomena pada in vitro akan selalu sama dengan in vivo. Dengan demikian bisa saja konsentrasi efektif yang digunakan pada uji in vitro akan tidak efektif pada uji in vivo atau pada metabolisme dalam tubuh manusia. Meningkatnya ketahanan sel limfosit kelompok kakao terhadap oksidasi oleh hidrogen peroksida diduga karena semakin membaiknya sistem kapasitas antioksidan tubuh maupun sistem enzim antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas setelah intervensi konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak. Hal ini didukung oleh data aktivitas antiradikal bebas sel limfosit kelompok kakao yang meningkat setelah konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak. Begitu juga kadar glutation sel limfosit yang merupakan subtrat bagi enzim glutation peroksidase dalam menangani radikal bebas meningkat secara nyata setelah konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak. Seperti telah diketahui bahwa hidrogen peroksida terbentuk pada berbagai macam organel sel sebagai hasil dari metabolisme oksigen di dalam sel. Hidrogen peroksida dapat terbentuk pada mitokondria ataupun di sitosol (Chan et al. 1977). Pada konsentrasi diatas 100 µM di dalam media kultur H2O2 menyebabkan luka dan kematian pada sel yang dikultur (Halliwel and Gutteridge 1992). Olivia (2006) pada konsentrasi H2O2 0,18 µM dapat menghambat proliferasi sel limfosit yang dikultur dibandingkan kelompok kontrol dan proses penghambatan proliferasi tersebut dapat dilindungi dengan pemberian ektrak bubuk kakao bebas lemak 16 mg/ml kedalam kultur secara in vitro dan efek perlindungan terhadap oksidator oleh ekstrak bubuk kakao mencapai diatas 1000 %. Hidrogen peroksida bersifat toksit dan dapat menyebabkan kematian sel karena dapat masuk ke dalam membran dan menghasilkan radikal hidroksil yang sangat reaktif dengan adanya ion logam melalui reaksi Fenton. Radikal hidroksil yang terbentuk mampu merusak DNA sel (Halliwel and Gutteridge 1992). Perlindungan senyawa flavonoid pada bubuk kakao bebas lemak terhadap stress oksidatif yang disebabkan oleh hidrogen peroksida diduga dengan peningkatan status antioksidan sel tubuh, salah satunya adalah peningkatan sistem enzim antioksidan. Enzim glutation peroksidase dapat menguraikan H2O2 menjadi H2O dengan mengoksidasi glutation (GSH) menjagi GSSG. H2O2 + 2 GSH GSSG + NADPH + H GSSG + 2 H2O + 2 GSH + NADP+ Dengan demikian jika status antioksidan tubuh baik tidak perlu khawatir dengan kerusakan akibat radikal hidrogen peroksida, karena dalam tubuh sendiri terdapat sistem antioksidan dan sistem enzim yang dapat menangkal radikal hidrogen peroksida. Peningkatan ketahanan sel limfosit kelompok kakao terhadap oksidasi oleh hidrogen peroksida bukan semata karena efek antioksidan dari konsumsi minuman bubuk kakao saja. Perbaikan status gizi responden selama intervensi berlangsung juga akan meningkatkan sistem antioksidan dan status imun individu. Sementara itu nilai IS yang menunjukkan ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi formalin kelompok kakao sebesar 41,4 % sampai dengan 62,02 % dan kelompok kontrol sekitar 33,05 % sampai dengan 70,35 %. Setelah intervensi selama 25 hari ketahanan sel limfosit kelompok kakao terhadap formalin meningkat menjadi 55,06 % - 106,03 %. Sedangkan kelompok kontrol menjadi 50,19 % – 99,76 %. Nilai IS rata-rata sel limfosit kelompok kakao terhadap oksidasi oleh formalin sebesar 55,37 %. Setelah intervensi konsumsi bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari nilai IS meningkat dengan nyata (p < 0,05 ) menjadi 77,2 % dibandingkan kelompok kontrol. Sedangkan nilai IS sel limfosit kelompok kontrol terhadap formalin hanya meningkat dari 55,6 % menjadi 70,6 %. Nilai IS yang menunjukkan ketahanan sel limfosit kelompok kakao terhadap oksidasi oleh pewarna merah makanan erithrosin sebelum intervensi berkisar antara 47,47 % sampai dengan 75,62 %, sedangkan kelompok kontrol berkisar antara 52,84 % sampai dengan 73,34 %. Setelah intervensi selama 25 hari nilai IS sel limfosit terhadap oksidasi oleh pewarna erithrosin pada kelompok kakao menjadi 51,25 % sampai dengan 115,93 % dan kelompok kontrol berkisar antara 59,53 % sampai dengan 94,68 %. Nilai IS terhadap formalin pada kelompok kakao dan kelompok kontrol dari masing-masing responden dapat dilihat pada gambar 14 dan gambar 15 berikut ini: Nilai IS (%) Terhadap Formalin 120 Sebelum Sesudah 100 80 60 40 20 0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 Responden Gambar 14 Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kakao terhadap formalin yang menunjukkan ketahanan sel terhadap oksidasi Nilai IS (%)Terhadap Formalin 120 Sebelum 100 Sesudah 80 60 40 20 0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Responden Gambar 15 Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kontrol terhadap formalin yang menunjukkan ketahanan sel terhadap oksidasi Nilai IS rata-rata sel limfosit terhadap oksidasi oleh pewarna makanan erithrosin kelompok kakao sebesar 62,36 %. Setelah intervensi meningkat secara nyata (dengan uji T , p < 0,05 ) menjadi 81,3 %. Sementara itu nilai IS rata-rata sel limfosit kelompok kontrol terhadap oksidasi oleh pewarna makanan erithrosin sebelum intervensi sebesar 65,23 % sedangkan setelah intervensi juga meningkat menjadi 71,4 %. Namun peningkatan nilai IS kelompok kontrol nilainya lebih kecil dibandingkan kelompok kakao dan secara statistik juga tidak berbeda nyata (p > 0,05) sebelum dan sesudah intervensi. Nilai IS yang menunjukkan ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi oleh pewarna merah makanan erithrosin masing-masing responden terdapat pada gambar 16 dan gambar 17. Nilai IS (%) Terhadap Erithrosin 140 120 Sebelum Sesudah 100 80 60 40 20 0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 Responden Nilai IS (%) Terhadap Erithrosin Gambar 16 Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kakao terhadap pewarna erithrosin yang menunjukkan ketahanan sel terhadap oksidasi 100 Sebelum 90 Sesudah 80 70 60 50 40 30 20 10 0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Responden Gambar 17 Nilai IS (%) sel limfosit kelompok kontrol terhadap pewarna erithrosin yang menunjukkan ketahanan sel terhadap oksidasi Dari ketiga jenis oksidator yang digunakan ternyata formalin mengakibatkan ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi menjadi sangat rendah dibandingkan hidrogen peroksida (H2O2) dan pewarna makanan erithrosin. Dalam hal ini formalin dapat menyebabkan kerusakan pada sel yang lebih kuat dibandingkan hidrogen peroksida maupun pewarna makanan erithrosin. Kandungan formaldehid dalam formalin kemungkinan dapat merusak sel melalui reaksinya dengan molekul biologis yaitu dengan protein dan asam nukleat. Dalam IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang batas aman formalin di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter. Peningkatan ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi oleh formalin dan pewarna erithrosin kelompok kakao setelah intervensi minuman bubuk kakao selama 25 hari diduga karena senyawa aktif flavonoid yang terkandung dalam bubuk kakao bebas lemak mampu meningkatkan sifat antioksidativ sel, terutama mengaktifkan enzim-enzim antioksidan yang dapat berkerja bila ada senyawa asing masuk ke dalam tubuh. Formalin yang mengandung senyawa formaldehid bila masuk kedalam tubuh melalui sistem pencernaan, maka sistem enzim antioksidan yang berperan sebagai enzim detoksifikasi senyawa xenobiotik akan mendegradasi formalin tersebut. Demikian juga dengan pewarna merah makanan erithrosin yang merupakan zat aditif pada makanan, jika masuk kedalam tubuh oleh sistem enzim akan dikenal sebagai senyawa xenobiotik yang akan didegradasi oleh sistem enzim antioksidan untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh. Konsumsi bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari oleh kelompok kakao diduga dapat meningkatkan status antioksidan dan status imun sel. Sehingga bila terpapar oleh berbagai macam oksidator, maka akan bisa ditangani oleh antioksidan tersebut sehingga tidak akan terbentuk senyawa radikal yang dapat merusak sel atau metabolisme tubuh secara keseluruhan. Namun demikian tidak boleh disimpulkan bahwa peningkatan ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi oleh zat formalin dan pewarna erithrosin kelompok kakao setelah intervensi hanya disebabkan oleh konsumsi bubuk kakao bebas lemak, namun juga dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini dapat teramati pada kelompok kontrol yang tidak mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak juga terjadi peningkatan ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi oleh formalin dan pewarna eritrosin setelah menjalani intervensi selama 25 hari. Kecukupan asupan zat gizi responden selama intervensi 25 hari juga ikut mempengaruhi peningkatan sistem antioksidan dan imunitas tubuh sehingga meningkatkan ketahanan sel terhadap oksidasi. 3. Proliferasi Sel Limfosit T dan Sel Limfosit B Proliferasi merupakan proses perbanyakan sel melalui pembelahan sel sebagai respon terhadap antigen. Pada proses proliferasi tersebut dihasilkan sel-sel efektor yang aktif yang berperan pada respon spesifik atau non spesifik untuk menghadapi mikroorganisme patogen dan zat asing lainnya. Proliferasi merupakan fungsi dasar biologis limfosit dan respon proliferativ ini secara in vitro dapat menggambarkan fungsi limfosit (Rose et al. 1994). Aktivitas proliferasi sel limfosit, baik itu sel limfosit T maupun sel limfosit B dapat diukur melalui indeks stimulasi (nilai IS) (Zakaria et al. 2003). Pada penelitian ini indeks stimulasi proliferasi limfosit (nilai IS) dihitung dengan metode pewarnaan MTT((3-(4,5-dimethylthiazole-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromida). Metode ini didasarkan pada konversi garam MTT menjadi senyawa formazam yang berwarna ungu. Perubahan ini disebabkan oleh aktivitas enzim suksinat dehidrogenase pada mitokondria sel yang hidup. Jumlah senyawa formazam yang terbentuk sebanding dengan jumlah sel limfosit yang hidup, dan pengukuran intensitas warna (nilai absorbansi) formazam yang terbentuk dapat diukur dengan metode spektrofotomer pada λ 570 nm ( Hansen & Brunner 2002). Semakin tinggi nilai absorbansi yang terukur, maka semakin tinggi jumlah sel limfosit yang dapat bertahan hidup dalam kultur. Dalam penelitian ini, kultur sel menggunakan lempeng mikro 96 sumur dan pembacaan absorbansi pengukuran intensitas warna menggunakan mikroplate reader. a. Proliferasi Sel Limfosit T (Sel T) Sel T (limfosit T) merupakan bagian dari sel limfosit yang sebagian besar terdapat dalam sirkulasi darah yaitu sebanyak 65 – 85%. Limfosit T mampu memberikan respon stimulasi terhadap mitogen fitohemaglutinin (PHA) dan concanavalin A (Con A) (Kresno 1996). Dalam penelitian ini mitogen yang digunakan untuk menstimulasi respon sel T adalah mitogen Con A. Kemampuan proliferasi limfosit yang distimulir dengan Con A menunjukkan status imunitas seluler. Persen proliferasi sel limfosit yang dinyatakan dengan nilai indeks stimulasi (nilai IS) sel T kelompok kakao sebelum intervensi berkisar antara 86,72 % sampai dengan 141,74 %. Sedangkan kelompok kontrol berkisar antara 85,92 sampai dengan 113,74 %. Setelah intervensi konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari, nilai IS limfosit T kelompok kakao meningkat menjadi 102,8 % sampai dengan 143,88 %, sedangkan kelompok kontrol juga meningkat 91,63 % sampai dengan 112,39 %. Berdasarkan hasil tersebut dapat diperhatikan bahwa terjadinya peningkatan nilai IS sel T kelompok kakao dan kelompok kontrol setelah menjalani intervensi. Nilai IS rata-rata sel T kelompok kakao sebelum intervensi sebesar 105,4 %, namun setelah intervensi rata-rata nilai IS limfosit T meningkat menjadi 120,4 %. Sedangkan kelompok kontrol nilai IS rata-rata limfosit T sebelum intervensi sebesar 100,6 % dan sesudah intervensi hanya meningkat sedikit yaitu menjadi 101,36 %. Hasil penelitian nilai IS limfosit T kelompok kakao dan kelompok kontrol dari masing-masing responden sebelum dan sesudah menjalani intervensi selama 25 hari dapat dilihat pada gambar 18 dan gambar 19. 160 Sebelum 140 Sesudah % Proliferasi 120 100 80 60 40 20 0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 Responden Gambar 18 Nilai IS (%) sel T kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi Sebelum 120 Sesudah % Proliferasi 100 80 60 40 20 0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Responden Gambar 19 Nilai IS (%) sel T kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi Hasil penelitian mengindikasikan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari oleh kelompok kakao dapat meningkatkan aktivitas proliferasi sel limfosit (meningkatnya nilai IS) walaupun secara statistik dengan uji t tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol. Selisih nilai rata-rata peningkatan % proliferasi (nilai IS) limfosit T kelompok kakao sesudah intervensi nilainya14 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Peningkatan nilai IS sel limfosit T kelompok kakao setelah intervensi diduga karena bubuk kakao bebas lemak yang dikonsumsi oleh kelompok kakao ini bisa bersifat sebagai imunomodulator. Zakaria (1996b) menyatakan bahwa suatu senyawa bersifat sebagai imonomodulator jika senyawa tersebut mampu menstimulasi respon proliferasi sel limfosit jika suatu sel terpapar dengan antigen tertentu. Berdasarkan penelitian Zairisman (2006), disebutkan bahwa bubuk kakao bebas lemak sebagai produk sub standar dari hasil pengolahan biji kakao memiliki fungsi kesehatan karena berpotensi sebagai imunomodulator dilihat kemampuannya dalam memicu proliferasi sel limfosit secara in vitro. Peran dari komponen flavonoid bubuk kakao bebas lemak sebagai imonomodulator dalam menstimulasi proliferasi sel limfosit T diduga dengan menstimulasi produksi sitokin, terutama IL-1, IL-2 dan IL-4. Mao et al. (2000) mengemukakan bahwa prosianidin dari kakao dalam bentuk oligomer yang telah dimurnikan mampu mengakibatkan ekspresi mRNA dan sekresi sitokin (IL-1, IL2 dan IL-4). Produksi IL-4 mengakibatkan peningkatan respon oleh sel T efektor. Kresno (1996) menyatakan interleukin-1 (IL-1) berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi sel limfosit. IL-1 berperan dalam merangsang ekspresi berbagai reseptor antigen pada permukaan sel sehingga secara tidak langsung meningkatkan respon imun spesifik. Selain itu IL-1 dapat merangsang produksi IL-2, gamma interferon dan faktor kemotaktik. IL-2 berperan menginduksi proliferasi sel T, sel B dan sel NK, serta mengaktivasi makrofag. Peningkatan aktivitas proliferasi limfosit T (nilai IS) juga sangat tergantung kepada kadar glutation sel. Sel limfosit T dan sel limfosit B membutuhkan jumlah glutation (GSH) yang cukup untuk dapat berproliferasi (Fidelus and Tsan 1987). Pada penelitian ini kelompok kakao yang mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari kadar glutation sel limfosit meningkat dengan nyata dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dengan data ini dapat diduga bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari dapat meningkatkan aktivitas proliferasi sel limfosit T. Meningkatnya aktivitas proliferasi sel limfosit T kelompok kakao maupun kelompok kontrol mengindikasikan meningkatnya sistem imun sel tubuh. Meningkatnya aktivitas proliferasi sel T menunjukkan semakin membaiknya keadaan imunitas seluler individu tersebut. (Zakaria et al. 1996). b. Proliferasi Sel Limfosit B (Sel B) Penentuan proliferasi sel limfosit B pada penelitian ini menggunakan mitogen lipopolisakarida (LPS). Kemampuan proliferasi limfosit yang distimulir dengan LPS menunjukkan imunitas humoral dan imunitas seluler ( Friedman et al. 1992). Menurut Bellanti (1993) limfosit B atau sel B mampu memberikan respon terhadap stimulasi oleh mitogen lipopolisakarida (LPS) dan pokweed (PW). Hasil penelitian penentuan % aktivitas proliferasi yang dinyatakan dengan indeks stimulasi (nilai IS) limfosit B kelompok kakao dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi komsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari dapat dilihat pada gambar 20 dan gambar 21. Nilai IS sel B kelompok kakao sebelum intervensi berkisar antara 91,73 % sampai dengan 141,35 %. Sedangkan kelompok kontrol berkisar antara 89 % sampai dengan 143,85 %. Setelah intervensi konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari nilai IS limfosit B kelompok kakao meningkat menjadi 102,96 % sampai dengan 146,12 %, sedangkan kelompok kontrol menjadi 94,08 % sampai dengan 159,47 %. 160 Sebelum 140 Sesudah % Proliferasi 120 100 80 60 40 20 0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 Responden Gambar 20 Nilai IS sel B kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi % P roliferasi 180 160 Sebelum 140 Sesudah 120 100 80 60 40 20 0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Responden Gambar 21 Nilai IS sel B kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi Nilai IS rata-rata sel B kelompok kakao sebelum intervensi adalah sebesar 105,4 %, sedangkan sesudah intervensi meningkat menjadi 118,2 %. Sedangkan nilai IS rata-rata sel B sebelum intervensi adalah 110,4% dan sesudah intervensi sedikit mengalami peningkatan menjadi 111,6 %. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat dijelaskan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari oleh kelompok kakao dapat meningkatkan aktivitas proliferasi sel B yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Selisih peningkatan aktivitas proliferasi kelompok kakao bahkan 12 kali lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Terjadinya peningkatan aktivitas proliferasi sel limfosit B kelompok kakao dan kelompok kontrol setelah intervensi diduga bukan hanya pengaruh konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak saja, akan tetapi juga dari pengaruh faktor lain seperti zat gizi dari makanan. Selama intervensi berlangsung semua responden baik itu kelompok kakao maupun kelompok kontrol teratur mengkonsumsi sayur setiap harinya dan kadang-kadang juga disediakan buah oleh peneliti untuk dikonsumsi. Zakaria et al. (2000) menyatakan bahwa buruh yang mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan selama 30 hari mengalami peningkatan pada aktivitas proliferasi sel B. Proliferasi sel limfosit B dapat menggambarkan respon imun humoral (Zakaria et al. 2000). Mekanisme peningkatan respon proliferasi sel B pada kelompok kakao setelah konsumsi minuman bubuk kakao diduga karena senyawa polifenol dalam bubuk kakao memiliki kemampuan untuk berikatan dengan protein reseptor membran limfosit sehingga mengaktifkan sistem enzim membran yang berperan dalam proses proliferasi sel limfosit. Senyawa polifenol dalam bubuk kakao dapat membentuk komplek dengan protein reseptor permukaan sel B. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya aktivasi protein G yang kemudian mengaktifkan enzim fosfolipase C. Fosfolipase memecah fosfatidil inositol bifosfat (PIP2) menjadi diasilgliserol (DAG) dan inositol trifosfat (IP3), dua molekul yang berperan dalam penandaan membran sel. IP3 berdifusi dari membran plasma ke sitosol dan berikatan dengan protein reseptor pada permukaan sitoplasmik Calsium-sequestering Compartment. Pengikatan ini menyebabkan peningkatan konsentrasi Ca2+ sitosol. Diasilgliserol dan peningkatan ion Ca2+ mengaktivasi enzim protein kinase C. Protein kinase C yang teraktivasi memfosforilasi atau memindahkan gugus fosfat ke residu serin atau treonin spesifik pada protein membran sehingga mengaktivasi pertukaran Na+-H+ dan berakibat pada peningkatan pH. Peningkatan pH tersebut memberi tanda pada sel untuk melakukan proliferasi. Aktivasi enzim protein kinase C akan menstimulasi produksi interleukin-2 (IL-2) yang mengaktivasi sel B untuk berproliferasi ( Albert et al. Dalam Tejasari 2000). Gambar 22 menunjukkan teori kemungkinan proses biokimia aktivasi sel B oleh senyawa flavonoid dalam bubuk kakao. Senyawa polifenol dalam bubuk kakao Senyawa Senyawaflavonoid polifenoldalam dalambubuk bubukkakao kakao PIP2 IP3 + DAG 2+ Ca2+ Protein Kinase C PIP2 = Fosfatidilinositol bifosfat DAG = Diasilgliserol IP3 = Inositoltrifosfat IL2 = Interleukin-2 IL-2 Sintesa RNA Sintesa Protein Flavonoid Bubuk Kakao Sel B B Sel Sel B Gambar 22 Teori kemungkinan proses biokimia aktivasi sel B oleh senyawa flavonoid dalam bubuk kakao (dimodifikasi dari Tejasari 2000) SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak setiap hari selama 25 hari berpengaruh nyata dalam meningkatkan kemampuan antioksidativ sel limfosit manusia, meliputi meningkatnya aktivitas antiradikal bebas yang ditentukan dengan metode DPPH, meningkatnya kadar glutation dan menurunnya nilai MDA. Konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak juga meningkatkan ketahanan sel limfosit untuk berproliferasi terhadap oksidasi oleh formalin dan eritrosin secara nyata. Ketahanan sel limfosit terhadap oksidasi oleh hidrogen peroksida juga meningkat nilainya pada kelompok kakao dibandingkan kelompok kontrol walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak yang merupakan hasil samping produksi lemak kakao berpotensi meningkatkan sifat antioksidativ sel limfosit sehingga dapat melindungi sel limfosit dari stress oksidatif. Konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak juga dapat meningkatkan aktivitas proliferasi sel limfosit B dan sel limfosit T pada kelompok kakao dibandingkan kelompok kontrol, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Berdasarkan hal ini dapat diindikasikan bahwa mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak yang merupakan hasil samping produksi lemak kakao dari perkebunan kakao Indonesia dapat meningkatkan sistem imun tubuh atau bersifat sebagai imunomodulator. Dengan meningkatnya sifat antioksidativ dan sistem imunitas tubuh, maka dapat dikatakan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak dapat berkontribusi meningkatkan kesehatan manusia. Saran Hasil penelitian ini dapat membuktikan bahwa bubuk kakao dari perkebunan Indonesia berpotensi untuk meningkatkan sifat antioksidativ sel dan memperbaiki sistem imun tubuh, maka perlu di informasikan kepada masyarakat bahwa mengkonsumsi minuman bubuk kakao terutama yang bebas lemak adalah baik untuk kesehatan. Dari penelitian ini juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh bubuk kakao bebas lemak terhadap produksi CD3 dan CD4 serta produksi limfokin sehingga benar-benar dapat dibuktikan bahwa bubuk kakao bebas lemak memang berperan dalam proliferasi limfosit dalam meningkatkan sistem imun. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian bagaimana mekanisme bubuk kakao bebas lemak dapat menstimulasi ekspresi genetika dalam hubungannya dengan sintesis glutation. DAFTAR PUSTAKA Amin I, Koh BK, Asmah R. 2004. Effect of kakao liquor ekstrac on tumor marker enzymes during chemical hepatocarcinogenesis in rat. J.Med Food 7 (1) : 7-12. Baratawidjaja KG. 2002. Imunologi Dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bellanti JA. 1993. Imunologi III. Terjemahan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Bergmeyer HU. 1990. Methods of Enzymatic Analysis. Germany: VCH Verlagsgesellschaft Mbh. Bixler RG and Morgan JN. 1999. Cacao bean and chocolate processing. Di dalam: Knight I, Editor. Chocolate and Cocoa, Health and Nutrition. USA : Blackwell Science Ltd. Hal 43 – 60. Chan B, Boveris A, Oshino N. 1977. Peroxide generation in mitochondria and utilization by catalase. Di dalam Thurman RG et al., Editor. Alcohol and Aldeyide metabolizing System. New York : Academic Press INC. Hal 261273. Cheney SL .1999. Analysis and nutrient database. Di dalam : Knight I, Editor. Chocolate and Cocoa, Health and Nutrition. USA : Blackwell Science Ltd. Hal 63 – 75. Conti M, Moramd PC, Levillain P, Lemmonier A. 1991. Improve fluorometric determinant of malonaldehyde. Am. J. Clin. Nutr 53: 314-321. Dayong WU et al. 1994. In vitro glutathione supplementation enhances interleukin-2 production and mitogenic response of peripheral blood mononuclear cells from young and old subjects. J. Nutr 124: 655-663. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2004. Statistik perkebunan Indonesia (kakao). Jakarta. Dreosti IE. 2000. Antioxidant polyphenols in tea, cocoa and wine. J.Nutr 16 (7/8): 692-694. Engler MB, Engler MM, Chen CY, Malloy MJ, Browne A, Chiu EY, Kwak HK, Milbury P, Paul SM, Blumberg J and Mietus ML. 2004. Flavonoid-rich dark chocolate improves endothelial function & increases plasma epicatechin concentration in healthy adults. J. Am. Collage of Nutr 23 (3) : 197 – 204. Fang YZ, Yang S, Wu G. 2002. Free radicals, antioxidants, and nutrition. Nutrion 18: 872 – 879. Fardiaz D dan Fardiaz S. 1993. Keamanan makanan jajanan. Penyuluham Keamanan Makanan Jajanan Pada Konsumen. Proyek Makanan Jajanan IPB. Bogor. 16 – 17 Februari. Fidelus RK and Tsan MF. 1987. Glutation and lymphocyte activation: a function of aging and auto-immune disease. Immunology 61: 503-508. Fisher ND, Hugest M, Gerhard-Herman M, Hollenberg NK. 2003. Flavanol-rich cocoa induces nitric oxide dependent vasodilation in healthy humans. J of Hypertension 21 : 2281-2286. Freshney IR. 1992. Culture of Animal Cell. New York: John Willey and Sons Cp. Halliwell B, Gutteridge JMC, Cros CE. 1992. Free radicals, antioxidants and human diasese: Where are we now? J Lab Clin Med 119 (6): 598 – 620. Hall CA and Cuppett SL. 1997. Structur-activities of natural antioxidants. Di dalam: Aruoma OI and Cuppett SL, Editor. Antioxidant Methodology. USA : AOCS Press. Hal 141-169. Hammerstone JF, Lazarus SA, Schmitz HH. Procyanidin conten and variation in some commoly consumed foods. J Nutr 130 : 2086S – 2092S. Hansen CH and Brunner N. 2002. MTT cell proliferation assay. Di dalam: Yulio EC (editor). Cell Biology. Second Edition. USA: Academic Press. Heerden V. 2006. Chocolate update for Easter. http:/www.health24.com/ dietnfood/Weight_Centre/ 15-51-736, 21867. asp (27 April 2006). Holt RR, Schramm DD, Keen CL, Lazarus SA, Schitz HH. 2002. Chocolate consumtion and platelet function. J. Am Med Association 287: 2212 – 2213. Hong YL, Yeh SL, Chang CY, Hu ML. 2000. Total plasma malonaldehyde levels in 16 Taiwanese College Students determined by various thiobarbituric acid test and improved high performance liquid chromatography based method. Clinical Biochem 33 : 619-625. Kasogi H, Kojima T, Kikugawa K. 1989. Thiobarbituric acid-reactive substances from peroxidized lipids. Lipids 24 : 873-881. Kattenberg HR. 2000. Nutritional functions of cocoa and chocolate. The Manufacturing Confectioner. Hal 33 – 37. Kehrer JP. 1993. Free radicals as mediatory of tissue injury and diasese. Critical Review in Toxicology 23 (1): 21-48. Kochhar SP and Rossel JB. 1990. Detection, estimation and evaluation of antioxidant in food system. Di dalam: Hudson BJF (ed). Food Antoxidant. London : Elsevier Applied Science . Hlm 19-64. Koolman J and Rohm KH. 2001. Biokimia : Atlas Berwarna dan Teks. Alih Bahasa Sadikin M. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kresno SB. 1996. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi II. Jakarta : FKUI. Kumendong E. 1996. Kadar malonaldehida dan zat gizi antioksidan pada populasi dewasa rentan pencemaran makanan. Skripsi. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Jardine NJ .1999. Phytochemicals and phenolics. Di dalam : Knight I, Editor. Chocolate and Cocoa, Health and Nutrition. USA : Blackwell Science Ltd. Hal 119 – 142. Langseth, L 2000. Antioxidants and their effect on health. Di dalam : Schmidl MK, Labuza TP, Editor. Essentials of Functional Foods. USA: Aspen Publisher Inc. Maryland. Hlm 303 – 317. Lee KW, Kim YJ, Lee HJ, Lee CY. 2003. Cocoa has more phenolic phytochemical and a hinger antioxidant capacity than teas and red wine. J. Agric. Food. Chem 51: 7292 – 7295. Mao TK, Powel JJ, De Water JV, Keen CL, Schmitz, Gerswin, ME. 2000. Effect of cocoa procyanidin on the secretion of interleukin-4 in peripheral blood mononuclear cells. J.Food Med 2 (3) : 107 – 114. Mathur S, Devaraj S, Grundy SM, Jialal I. 2002. Cocoa product decrease low density lipoprotein oxidative susceptibility but do not affect biomarkers of inflammation in human. J.Nutr 132 : 3663- 3667. Meiriana Y. 2006. Pengaruh ekstrak buah merah (Pandanus conoidens L) terhadap aktivitas proliferasi sel limfosit manusia secara in vitro. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Meister A and Anderson ME. 1983. Glutation. Annu. Rev. Biochem 52: 711 -760. Mello LD, Alves AA, Macedo DV, Kubota LT. 2005. Peroxidase-based biosensor as a tool for fast evaluation of antioxidant capacity of tea. Food Chemistry 92: 515 – 519. Myhrstad MC, Carlsen H, Nordstrom O, Blomhoff R, Moskaug JO. 2002. Flavonoids increase the intracellular glutathione level by transactivation of the γ-glutamylcysteine synthetase catalytical sub unit promoter. Free Radic Biol Med 32 : 386 – 393. Meydani SN, Dayang SS, Michelle SS, Michael GH. 1995. Antioxidant and response in aged person: Overview of Present Evidence. Am. J. Clin. Nutr 195 : 1462S – 1476S. Misnawi, Selamat J, Jamilah B, Nazamid S. 2002a. Activation of remaining key enzymes in dried under-fermented cocoa beans and Its Effect on Aroma Precursors Formation. J Food Chem 78 : 407-417. Misnawi, Selamat J, Jamilah B, Nazamid S. 2002b. Effects of incubation and polyphenol oxidase enrichment of unfermented and partly fermented dried cocoa beans on color, fermentation index and (–)-epicatechin content. J of Food Scie and Technol 38: 1–11. Misnawi and Selamat J. 2003. Effect of cocoa bean polyphenols on sensory properties and their changes during fermentation. J.Pelita Perkebunan 19 (2) : 90 – 103. Misnawi, Selamat J, Jamilah B, Nazamid S. 2004a. Effects of polyphenol on pyrazines formation during cocoa liquor roasting. Food Chem 85: 73-80. Misnawi, Selamat J, Jamilah B, Nazamid S. 2004b. Sensory properties of cocoa liquor as affected by polyphenol concentration and roasting duration. J Food Quality and Preference 15: 403-409. Misnawi. 2005. Pemanfaatan biji kakao sebagai sumber antioksidan alami. Laporan Penelitian RUT tahap I Tahun 2005. Jember. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Moskaug J, Carlsen H, Myhrstad MCW, Blomhoff. 2005. Poliphenols and glutathione synthesis regulation. Am J Clin Nutr 81 : 277S-83S. Murphy K et al. 2003. Dietary flavanols and procyanidin oligomers from cocoa (Theobroma cacao) inhibit platelet function. Am J Clin Nutr 77: 14661473. Nurrahman. 1998. Pengaruh konsumsi sari jahe terhadap perlindungan limfosit dari stres oksidatif pada mahasiswa pondok pesantren ulil al-baab di Bogor. Thesis. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Othman A, Ismail A, Ghani NA, Adenan I. 2006. Antioxidant capacity and phenolic content of cocoa beans. Food Chem 3: 1-8. Olivia F. 2006. Efek perlindungan ekstrak bubuk kakao bebas lemak terhadap sel darah manusia secara in vitro. Thesis. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Belum dipublikasikan. Pandoyo AS. 2000. Pengaruh aktivitas ekstrak tanaman cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers) terhadap proliferasi sel limfosit manusia secara in vitro. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Papas AM. 1999. Determinant of antioxidant in humans. Di dalam : Papas AM , Editor. Antioxidant Status, Diet, Nutrition and Healt. USA : CRC Press. Hal 21 – 33. Prokop O and Unlenbruck G. 1969. Human Blood and Serum Groups. London, Maclaren and Son. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Panduan Lengkap Budi Daya Kakao. Jember: Agromedia Pustaka. Rajalaksmi and Narasimhan. 1996. Sources and methods of evaluation. Di dalam: Madhavi DL, Deshpande SS, Salunkhe DK. Editor. Food antioxidant. New York : Marcel Dekker Inc Hal 65 – 81. Rein D, Lotito S, Holt RR, Keen CL, Schmitz HH , Fraga GG. 2000. Epicatechin in human plasma : in vivo determination and effect of chocolate consumption on plasma antioxidant capacity. Am Jurnal of Clinical Nutrition 72 (1) : 30 – 35. Roitt IM and Delves PJ. 2001. Essential Immunology. London: Blackwell Science. Rose NR, De Macario EC, Fahey JL, Friedman H, Penn GM. 1994. Manual of Clinical Laboratory Immunology. Washington, DC, American Society for Microbiology. Ramiro, Franch E, Castellote A, Lacueva CA, Pulido I, Maria, Castell, Margarida. 2005. Efect of theobroma cacao flavonoids on immune activation of a lymphoid cell line. J.Am of Clin.Nutr 93 (6) : 859 – 866. Sanbongi C, Osakabe N, Natsume M, Takizawa T, Gomi S, Osawa T. 1998. Antioxidative polyphenols isolated from Theobroma cacao. J. Agric Food Chem 46: 452–457. Scalbert A, Johnson TI and Saltmarsh M. 2005. Polyphenol : antioxidant and beyond. Am J Clin Nutr 81 (Suppl): 215S – 229S. Schmidl MK, Labuza TP. 2000. Essentials of Functional Foods. USA: Aspen Publisher Inc. Maryland. Silva-Pereira LC, Cardoso PC, Leite DS, Bahia MO, Bastos WR, Smith M Burbano RR. 2005. Cytotoxicity and genotoxicity of low doses of mercury chloride and methylmercury chloride on human lymphocytes in vitro. Braz Jurnal of Med and Biol Research 38: 901-907. Stone WL 1999. Oxidative stress and antioxidant in prematur infants. Di dalam : Papas AM, Editor. Antioxidant Status, Diet, Nutrition and. USA : CRC Press. Hal 277 – 291. Supari F. 1996. Radikal bebas dan patofisiologis beberapa penyakit. Di dalam : Zakaria FR et al., Editor. Proseding Seminar Senyawa Radikal dan Sistem Pangan : Reaksi Biomolekuler, Dampak Terhadap Kesehatan dan Penangkalan. Jakarta : Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi IPB dengan Kedutaan Perancis. Tejasari. 2000. Efek proteksi komponen bioaktif oleoresin rimpang jahe (Zingiber officinale Roscoe) terhadap fungsi limfosit secara in vitro. Disertasi. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Tjitrosoepomo G. 1988. Taksonomi Tumbuhan (Spermathopyta). Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Turkmen N, Ferda S, Velioglu YS. 2005. The effect of cooking methods on total phenolics and antioxidant activity of selected green vegetables. Food Chemistry 93: 713 – 718. Vinson JA, Proch J, Zubik L. 1999. Phenol antioxidant quantity and quality in food: cocoa, dark chocolate and milk chocolate. J. Agric and FChem 47 (12): 4821-4824. Wahyuni S. 2006. Kajian senyawa-senyawa kitooligomer hasil reaksi enzimatik terhadap aktivitas proliferasi sel limfosit dan sel kanker. Desertasi. Program Studi Ilmu Pangan Program Pascasarjana IPB, Bogor. Wan Y, Vinson JA, Etherton TD, Proch J, Lazarus SA, Kris-Etherton PM. 2001. Effect of cocoa powder and dark chocolate on LDL oxidative susceptibility and prostaglandin concentrations in human. Am J Clin Nutr 74 : 596 – 602. Wijaya A. 1997. Keseterdiaan hayati vitamin C dan E dari sayuran dan buahbuahan serta fungsinya sebagai penurun malonaldehida plasma pada populasi buruh industri di Bogor. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Winarsi H. 2003. Respon imunitas dan hormonal wanita premenopause terhadap minuman susu fungsional yang disuplementasi dengan isoflavon kedelai dan difortifikasi dengan seng. Desertasi. Program Studi Ilmu Pangan Program Pascasarjana IPB, Bogor. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wollgast J and Anklam E. 2000. Polyphenols in chocolate: is there a contribution to human health? J Food Resc International 33: 449–459. Yan N and Meister A. 1990. Amino acid sequence of rat kidney γglutamylcysteine synthetase. J.Biol Chem 265 (3): 1588-1593. Yuana. 1998. Pengaruh ekstrak jamu terhadap proliferasi sel limfosit manusia dan beberapa alur sel kanker secara in vitro. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Zairisman SZ. 2006. Potensi imunomodulator bubuk kakao bebas lemak sebagai produk sub standar secara in vitro pada sel limfosit manusia. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Zakaria FR. 1996a. Senyawa radikal dalam dan oleh bahan pangan . Di dalam Prosiding Seminar Senyawa Radikal Bebas dan Sistem Pangan : Reaksi Biomolekuler, Dampak Terhadap Kesehatan dan Penangkalan. Kerjasama PAU IPB dengan Kedutaan Besar Perancis. Zakaria FR, Dewanti R dan Yasni S (ed). Jakarta. Zakaria FR. 1996b. Peranan zat gizi dalam sistem kekebalan tubuh. Bul Teknol dan Industri Pangan 7 (3): 75 – 81. Zakaria FR dan Abidin Z. 1996. Kadar malonaldehida dan zat gizi antioksidan plasma pada populasi remaja rentan pencemaran makanan. Bul. Teknol dan Industri Pangan 7(3): 56 – 64. Zakaria FR, Darsana L, Wijaya H. 1996. Immunity enhancement and cell protection activity of ginger bud and fresh on mouse spleen lymphocyte. Symposium Non Nutritive Health Factors for Future Food. Corean Society of Food Science and Technology, September 28 – 30: 1996. Zakaria FR, Irawan B, Pramudya SM, Sanjaya. 2000. Intervensi sayur dan buah pembawa vitamin C dan vitamin E meningkatkan sistem imun populasi buruh pabrik di Bogor. Bul Teknol dan Industri Pangan 11: 21-27. Zakaria FR, Nurrahman, Prangdimurti E, Tejasari. 2003. Antioxidant and immunoenhancement activities of ginger (Zingiber officinale Roscoe) extracts and compounds in vitro and in vivo mouse and human system. Nutraceuticals and Food. 8 (1): 96-104. Zhu QY, Schramm DD, Gross HB, Holt RR, Kim SH, Yamaguchi T, Kwik-Uribe CL, Keen CL. 2005. Influence of cocoa flavanols and procyanidins on free radical-induced human erythrocyte hemolysis. Clin and Develop Immunol 12 (1): 27 – 34. LAMPIRAN Lampiran 1 KUISIONER KESEHATAN FISIK, POLA MAKAN DAN KEBIASAAN KONSUMSI MAKANAN JAJANAN A. Identitas Responden 1. Nama 2. Jenis Kelamin 3. Tempat/Tanggal Lahir 4. Alamat : : : : B. Keadaan sosial ekonomi keluarga 1.Pendapatan a. Orang tua : Rp.......................... / bulan b. Beasiswa : Rp.......................... / bulan c. Lain-lain : Rp.......................... / bulan Total : Rp.......................... / bulan 2. Pengeluaran a. Makanan Utama b. Jajanan c. Non makanan Total : Rp.......................... / bulan : Rp.......................... / bulan : Rp.......................... / bulan : Rp.......................... / bulan C. Antropometri 1. Berat badan : ............................... Kg 2. Tinggi badan : ............................... Cm 3. Lingkaran lengan atas : …………………... Cm 4. Skinfoid Tickness : …………………… Mm D. Pemeriksan klinis 1. Keadaan umum a. Pulse rate : ………………kali b. Respiratory rate : ………………kali c. Blood pressure : ………………mmhg d. Temperatur : ………………Celcius 2. Mata a. Normal b. Anemic conjunctiva c. Icteric sclera d. Conjuctivitis e. Lain-lain : ………………….. 9. Ches exam a. Normal b. Ronchi c. Wheezing d. Slime / Mucus e. Lain-lain : ............................ 3. Telinga a. Normal b. Otitis c. Ear discharge d.Lain-lain : ………………… 10. Heart exam a. Normal b. Murmur c. Gallop d. Congonital e. Lain-lain : ………………… 4. Mulut a. Normal b. Angular stomatitis c. Cheilosisi d. Tonsilitis e. Pharingitis f. Gums swollen or bleeding g. Lain-lain : ………………… 11. Kulit a. Normal b. Pellagrous c. Edema d. Ulcers e. Hemorrhagia f. Infections (allergic, fungal, bacterial, scabies) g. Lain-lain : ………………… 5. Gigi a. Normal b.Carries teeth c. Lain-lain : ………………… 12. Abdominal exam a. Normal b. Sign off acute abdomen c. abdominal mass d. Hepatomegaly : Grade …… e. Splenomegaly : Grade …… 6. Leher a. Normal b. Swolen thyroid gland c. Abnormal tissue d. Lain-lain : ………………… 7. Kuku a. Normal b. Pallor of bed c. Lain-lain : ………………… 8. CNS a. Normal b. Anasthesia c. Abnormal gait d. Pathology reflexes e. Lain-lain : ………………… f. Ascites g. Flank pain h. Kidney mass i. Lain-lain :………………….. 13. Skeleton a. Normal b. Deformity c. Bony swellings d. Sign of rickets e. Lain-lain : …………………… 14. Other a. ………………………............ b. ……………………………… 15. Conclusion a. ……………………………… b. ……………………………… c. ………………………………. E. Riwayat Kesehatan 1. Pernah sakit 1 tahun terakhir a. Pernah b. Tidak 1. Saat ini menderita sakit a. Ya b. Tidak 2. Kalau pernah a.Jenis Penyakit : .................... b.Kapan : .................... c. Berapa lam : .................... 2. Kalau ya, jenis penyakit ................................................ 3. Pengobatan yang dilakukan a.Dokter praktek b.Rumah sakit / Puskesmas c.Mantri kesehatan d.Obat-obatan bebas e.Lain-lain : ...................................... : 3. Pengobatan yang dilakukan a. Dokter praktek b. Rumah sakit / Puskesmas c. Mantri kesehatan d. Obat-obatan bebas e. Lain-lain : ................................... F. Kebiasaan Makan 1. Frekuensi makan dalam sehari a. sekali b. Dua kali c. Tiga kali d. Empat kali 3. Bila ya atau kadang-kadang, jenisnya a. Makanan lengkap : .................... b.Makanan kecil : ................... c. Minuman : .................... d.Lain-lain : .................... 2. Kebiasaan sarapan pagi a. Ya, setiap hari 4. Kebiasaan makanan selingan a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Tidak pernah 5. Jelaskan mengenai kebiasaan makan anda Waktu makan Jenis makanan Asal makanan Dibuat sendiri Dibeli Diberi Pagi Tengah hari Siang Sore Malam G. Kebiasaan Konsumsi Makanan Jajanan 1. Apakah anda biasa mengkonsumsi 6. Bagaimana pendapat anda mengenai makanan jajanan tempat jualan makanan yang dekat a. Ya dengan tempat sampah / kotor ? b. Tidak a. Tidak baik b. Baik c. Sama saja 2. Apabila ya, sebutkan frekuensinya a. Lebih dari sekali sehari d. Tidak tahu b. 5 – 7 kali seminggu Apakah anda membelinya ? c. 3 – 4 kali seminggu a. tetap membeli d. 1 – 2 kali seminggu b. Sering e. 1 – 2 minggu sekali c. Kadang-kadang d. Tidak pernah pendapat anda 3. Bagaimana mengenai jenis makanan jajanan 7. Bagaimana pendapat anda mengenai peralatan makan dan minum yang yang baik ? (bisa lebih dari satu) tidak bersih ? a. Mengenyangkan a. Tidak baik b. Bergizi c. Harganya mahal b. Baik d. Rasanya enak c. Sama saja e. Penampilan menarik d. Tidak tahu f. Bersih dan aman Apakah anda membelinya ? g. Lain- lain : ............................... a. tetap membeli b. Sering c. Kadang-kadang 4. Bagaimana pendapat anda mengenai makanan jajanan dan d. Tidak pernah minuman yang dijual dipinggir 8. Bagaimana pendapat anda mengenai jalan, terminal, dsb ? air pencuci peralatan makan/ minum a. Tidak baik b. Baik yang dipakai berkali-kali ? c. Sama saja a. Tidak baik d. Tidak tahu b. Baik Apakah anda membelinya ? c. Sama saja d. Tidak tahu a. tetap membeli b. Sering Apakah anda membelinya ? c. Kadang-kadang a. Tetap membeli d. Tidak pernah b. Sering pendapat anda 5. Bagaimana c. Kadang-kadang mengenai makanan jajanan dan d. Tidak pernah minuman yang disajikan tidak tertutup 9. Bagaimana pendapat anda mengenai a. Tidak baik lap pengering / lap tangan yang sama b. Baik sehingga kotor ? c. Sama saja a. Tidak baik d. Tidak tahu b. Baik Apakah anda membelinya ? c. Sama saja d. Tidak tahu a. tetap membeli b. Sering Apakah anda membelinya ? c. Kadang-kadang a. Tetap membeli c. Kadang-kadang d. Tidak pernah d. Tidak pernah b. Sering pendapat anda 11. Bagaimana pendapat anda 10. Bagaimana mengenai makanan jajanan yang mengenai makanan / minuman yang dibungkus kertas koran /sejenisnya? memakai zat pewarna ? a. Tidak baik a. a. Tidak baik b. Baik b. Baik c. Sama saja c. Sama saja d. Tidak tahu d. Tidak tahu Apakah anda membelinya ? a. Tetap membeli b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 12. Jenis-jenis makanan jajanan yang biasa dibeli Jenis dan Nama Makanan / Minuman Makanan lengkap Nasi goreng telur Nasi rames Nasi uduk Frekuensi Tempat beli Jenis bungkus Jumlah Harga Nasi soto ayam/daging Indomie rebus Mie ayam Mie bakso Bubur ayam Bihun goreng Siomay Lontong sayur Kupat tahu Gado-gado Toge goreng Pecel Lauk Pauk Daging sapi goreng Sate ayam / kambing Ayam goreng Opor ayam Ati / ampela ayam Ikan kembung goreng Ikan bakar Ayam bakar Telur ayam rebus Telur ayam goreng Cumi goreng Makanan kecil Snacks Roti manis Donat Biskuit Kue pia Kue mangkok Kue nagasari Kue putu Buras Ketan urap Bubur kacang ijo Pisang goreng Pisang molen Risoles Ubi goreng Tempe goreng Tahu goreng Bakwan / Kroket Batagor Comro Singkong goreng Perkedel kentang Pilus Kue tambang Kacang atom Rempeyek kacang Kerupuk Rujak Coklat manis batang Agar-agar Buah-buahan Jeruk manis Salak Pisang Mangga Apel Pear Duku Minuman Es teler Es krim Es sirup Es mambo Soft drink Es cendol Juice alpukat Juice jeruk Es doger Teh manis Teh botol / kotak Sari buah kotak Kopi Bajigur Sekoteng Bir / minuman keras Lain-lain : ...................................... ...................................... ...................................... ..................................... ...................................... ...................................... ..................................... ...................................... Rokok Jamu gendong Jamu kemasan Catatan 1. Frekuensi a. Sekali sehari b.5-7 kali seminggu c. 3-4 kali seminggu d.1-2 kali seminggu e. 2 minggu sekali f. Jarang g.Tidak pernah 2. Tempat pembelian a. Toko besar / restoran b.Pasar tradisional c. Toko kecil/kantin d.Kios / warung e. Pedagang menetap f. Pedagang keliling g.Lain-lain ................... 3. Jenis pembungkus a. Polietilen b.Ketas lapis plastik c. Daun pisang d.Kertas bekas e. Kertas koran f. Alat makan / minum 13. Dasar pertimbangan yang digunakan dalam memilih jenis makanan jajanan tersebut (bis lebih dari satu) a. Mengenyangkan b. Bergizi c. Harganya murah e. Rasanya enak f. Penampilan menarik g. Bersih dan aman h. Kebiasaan i. Lain-lain : ................................................. Lampiran 2 MENU MAKAN PAGI DAN MAKAN MALAM RESPONDEN YANG DISIAPKAN OLEH PENELITI SELAMA INTERVENSI BERLANGSUNG Hari Ke- Makan Pagi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Nasi soto ayam Nasi, ikan sambal ,sayur Nasi dadar telur , sayur Nasi soto ayam, mangga Nasi, tempe sambal ,sayur Nasi, telur dadar, sayur, melon Nasi, sambal udang ,sayur Nasi, kan teri sambal, sayur Nasi, ikan goring, sayur Nasi, orek tempe, sayur, pepaya Nasi, opor ayam, sayur Nasi, telur sambal, sayur Nasi goreng telur Nasi, ayam sambal, sayur Gado-gado, tempe Nasi, pepes ikan teri, sayur Nasi uduk, telur Nasi, ayam semur, sayur Nasi, telur sambal, sayur Nasi goreng telur, pepaya Nasi, tongkol sambal, sayur Nasi, tahu tempe sambal, sayur Lontong sayur, jeruk Nasi, ayam sambal Nasi, hati,ampela, sayur Makan Pagi Nasi , dendeng sapi ,sayur Nasi, ayam bakar ,lalap,pepaya Tumis jamur,semangka Nasi, rendang daging , sayur Nasi, ayam geprek ,sayur Nasi, sambal tongkol, sayur Capcai, pepaya Nasi,ikan mas bakar, lalapan Nasi, sup daging, jeruk Nasi, rendang daging, sayur Tumis jamur, pepaya Lontong, sate ayam, semangka Nasi, ayam geprek, sayur Nasi, pepes ikan mas, lalapan Nasi, sup daging, semangka Nasi, cumi gulai Lontong sate padang, melon Nasi, ikan bakar, lalapan Nasi uduk pecel ayam Puyunghai, jeruk Nasi uduk pecel ayam, melon Nasi rendang daging, sayur Tumis jamur, pepaya Nasi, ikan baker, lalapan Nasi, dendeng daging, pepaya Lampiran 3 INFORMED CONCETN PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama Jenis Kelamin Tempat/Tanggal Lahir Pekerjaan Alamat : : : : : Menyatakan dalam keadaan sehat dan bersedia secara sukarela menjadi responden pada penelitian efek konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak untuk kesehatan dan bersedia mematuhi aturan yang diberitahukan. Ketentuan yang harus dipenuhi oleh responden adalah sebagai berikut: a. Bersedia minum minuman bubuk kakao bebas lemak yang terdiri dari 4 gram bubuk kakao, satu sendok gula dan satu sendok susu bubuk setiap pagi hari selama 25 hari untuk kelompok perlakuan dan minuman yang terdiri dari susu bubuk + gula untuk kelompok kontrol. b. Bersedia diperiksa kesehatan dan diambil darahnya selama dua kali yaitu sebelum dan setelah pelaksanaan intervensi oleh petugas kesehatan yang berwenang pada 29/30 bulan Agustus dan 22/23 September tahun 2006 c. Bersedia makan menu makanan yang disediakan oleh peneliti saat sarapan pagi dan makan malam setiap hari selama satu bulan dan ikut diskusi tentang kebiasaan makan dan kesehatan selama intervansi berlangsung. Sebagai rasa terimakasih peneliti kepada responden, maka peneliti akan memberikan : a. Menyediakan makan pagi dan makan malam secara gratis selama satu bulan kepada responden b. Konsumsi setelah pengambilan darah pada hari ke-0 dan ke- 25 Semua penjelasan diatas sudah saya pahami dan mengerti sehingga saya mengerti tujuan minum minuman bubuk kakao bebas lemak untuk meningkatkan kesehatan. Dengan demikian ada kesepahaman antara responden dan peneliti tentang penelitian ini. Demikian surat pernyataan ini saya buat, semoga dapat dipergunakan seperlunya. Bogor, Responden Peneliti ( Erniati ) 2006 ( ...................................) Lampiran 4. HASIL ANALISA DATA DENGAN UJI T (t-test) ————— 11/11/2006 9:43:38 ———————————————————— Welcome to Minitab, press F1 for help. Retrieving project from file: 'E:\TESIS\DATA-D~1\OLAH DATA.MPJ' Two-Sample T-Test and CI: MDA Kakao; Treatmen Two-sample T for MDA Perlakuan Treatmen Sebelum Sesudah N 9 9 Mean 2,98 1,299 StDev 2,21 0,328 SE Mean 0,74 0,11 Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: 1,68467 95% CI for difference: (0,10637; 3,26297) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2,26 Both use Pooled StDev = 1,5794 P-Value =0,038 DF=16 Two-Sample T-Test and CI: MDA Kontrol; Treatmen Two-sample T for MDA Kontrol Treatmen Sebelum Sesudah N 9 8 Mean 3,01 2,069 StDev 1,53 0,707 SE Mean 0,51 0,25 Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: 0,939889 95% CI for difference: (-0,321427; 2,201205) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1,59 Both use Pooled StDev = 1,2178 P-Value=0,133 DF=15 Two-Sample T-Test and CI: DPPH Kakao; Treatmen Two-sample T for DPPH Perlakuan Treatmen Sebelum Sesudah N 9 9 Mean 31,0 40,19 StDev 11,2 7,42 SE Mean 3,7 2,5 Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: -9,15889 95% CI for difference: (-18,65008; 0,33230) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -2,05 Both use Pooled StDev = 9,4975 P-Value=0,048 DF=16 Two-Sample T-Test and CI: DPPH Kontrol; Treatmen Two-sample T for DPPH Kontrol Treatmen Sebelum Sesudah N 9 8 Mean 25,77 26,79 StDev 6,90 6,12 SE Mean 2,3 2,2 Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: -1,02000 95% CI for difference: (-7,79779; 5,75779) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,32 Both use Pooled StDev = 6,5442 P-Value=0,753 DF=15 Two-Sample T-Test and CI: Glutation Kakao; Treatmen Two-sample T for Glutation Perlakuan Treatmen Sebelum Sesudah N 9 9 Mean 48,2 66,7 StDev 10,5 15,9 SE Mean 3,5 5,3 Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: -18,4444 95% CI for difference: (-31,9205; -4,9684) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -2,90 Both use Pooled StDev = 13,4851 P-Value=0,010 DF=16 Two-Sample T-Test and CI: Glutation Kontrol; Treatmen Two-sample T for Glutation Kontrol Treatmen Sebelum Sesudah N 9 8 Mean 34,7 37,8 StDev 20,7 19,2 SE Mean 6,9 6,8 Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: -3,08333 95% CI for difference: (-23,82749; 17,66082) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,32 Both use Pooled StDev = 20,0291 P-Value=0,756 DF=15 Two-Sample T-Test and CI: IS H2O2 Kakao; Treatmen Two-sample T for IS H2O2 Perlakuan Treatmen Sebelum Sesudah N 9 9 Mean 67,11 76,9 StDev 8,73 17,4 SE Mean 2,9 5,8 Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: -9,82000 95% CI for difference: (-23,59799; 3,95799) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1,51 Both use Pooled StDev = 13,7872 P-Value=0,150 DF=16 Two-Sample T-Test and CI: IS H2O2 Kontrol; Treatmen Two-sample T for IS H2O2 Kontrol Treatmen Sebelum Sesudah N 9 8 Mean 65,3 65,7 StDev 14,4 15,4 SE Mean 4,8 5,4 Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: -0,439306 95% CI for difference: (-15,820203; 14,941592) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,06 Both use Pooled StDev = 14,8508 P-Value=0,952 DF=15 Two-Sample T-Test and CI: IS Formlin Kakao; Treatmen Two-sample T for IS Formlin Perlk Treatmen Sebelum Sesudah N 9 9 Mean 55,37 77,2 StDev 7,20 16,6 SE Mean 2,4 5,5 Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: -21,8078 95% CI for difference: (-34,6148; -9,0008) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -3,61 Both use Pooled StDev = 12,8155 P-Value=0,002 DF=16 Two-Sample T-Test and CI: IS Formlin Kontrol; Treatmen Two-sample T for IS Formlin Kontrol Treatmen Sebelum Sesudah N 9 8 Mean 55,6 70,6 StDev 16,6 15,9 SE Mean 5,5 5,6 Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: -15,0282 95% CI for difference: (-31,8871; 1,8307) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1,90 Both use Pooled StDev = 16,2779 P-Value=0,077 DF=15 Two-Sample T-Test and CI: IS Eritrosin Kakao; Treatmen Two-sample T for IS Eritrosin Perlk Treatmen Sebelum Sesudah N 9 9 Mean 62,36 81,3 StDev 9,16 20,8 SE Mean 3,1 6,9 Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: -18,9556 95% CI for difference: (-35,0072; -2,9039) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -2,50 Both use Pooled StDev = 16,0624 P-Value=0,024 DF=16 Two-Sample T-Test and CI: IS Eritrosin Kontrol; Treatmen Two-sample T for IS Eritrosin Kontrol Treatmen Sebelum Sesudah N 9 8 Mean 65,23 71,4 StDev 6,44 13,4 SE Mean 2,1 4,7 Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: -6,18903 95% CI for difference: (-16,84085; 4,46279) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1,24 Both use Pooled StDev = 10,2847 P-Value=0,235 DF=15 Two-Sample T-Test and CI: IS T Kakao; Treatmen Two-sample T for IS T Perlakuan Treatmen Sebelum Sesudah N 9 9 Mean 105,4 120,4 StDev 15,8 16,3 SE Mean 5,3 5,4 Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: -14,9767 95% CI for difference: (-30,9794; 1,0261) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1,98 Both use Pooled StDev = 16,0134 P-Value=0,056 DF=16 Two-Sample T-Test and CI: IS T Kontrol; Treatmen Two-sample T for IS T Kontrol Treatmen Sebelum Sesudah N 9 8 Mean 100,6 101,36 StDev 10,9 6,44 SE Mean 3,6 2,3 Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: -0,720139 95% CI for difference: (-10,151419; 8,711142) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,16 Both use Pooled StDev = 9,1062 P-Value=0,873 DF=15 Two-Sample T-Test and CI: IS B Kakao; Treatmen Two-sample T for IS B Perlakuan Treatmen Sebelum Sesudah N 9 9 Mean 105,4 118,2 StDev 15,4 17,4 SE Mean 5,1 5,8 Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: -12,7711 95% CI for difference: (-29,2132; 3,6710) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1,65 Both use Pooled StDev = 16,4531 P-Value=0,056 DF=16 Two-Sample T-Test and CI: IS B Kontrol; Treatmen Two-sample T for IS B Kontrol Treatmen Sebelum Sesudah N 9 8 Mean 111,0 111,6 StDev 21,8 20,9 SE Mean 7,3 7,4 Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: -0,607778 95% CI for difference: (-22,770773; 21,555217) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,06 Both use Pooled StDev = 21,3991 P-Value=0,954 DF=15 Lampiran 5 KURVA STANDAR UNTUK PENENTUAN KONSENTRASI MDA SEL LIMFOSIT Absorbansi Kurva Standar Pengukuran MDA I Sebelum Intervensi 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 y = 0,0005x - 0,0529 R2 = 0,918 0 100 200 Konsentrasi (pm ol/100µl) 300 Kurva Standar Pengukuran MDA 2 Sebelum Intervensi Absorbansi 0,1 y = 0,0003x + 0,004 R2 = 0,9671 0,08 0,06 0,04 0,02 0 0 100 200 300 Konsentrasi (pm ol/100µL) Kurva Standar Pengukuran MDA 1 Sesudah Intervensi Absorbansi 0,2 0,15 y = 0,001x - 0,0947 R2 = 0,9597 0,1 0,05 0 0 50 100 150 200 250 300 Konsentrasi (pm ol/100µL) Absorbansi Kurva Standar Pengukuran MDA 2 Sesudah Intervensi 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 y = 0,0006x - 0,0415 R2 = 0,9333 0 50 100 150 200 Konsentrasi (pm ol/100µL) 250 300 Lampiran 6 KURVA STANDAR PENENTUAN KONSENTRASI GLUTATION SEL LIMFOSIT Kurva Standar Penentuan Konsentrasi Glutation Sebelum Intervensi 4 y = 1,6596x + 0,1887 R2 = 0,9932 3,5 Absorbansi 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0 0,5 1 1,5 2 2,5 Konsentrasi (m m ol/L) Absorbansi Kurva Standar Penentuan Konsentrasi Glutation Sesudah Intervensi 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 y = 1,7047x + 0,2213 R2 = 0,9854 0 0,5 1 1,5 Konsentrasi (m mol/L) 2 2,5