Jurnal Biosains Vol. 2 No. 2. Agustus 2016 ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) ISOLASI DAN KARAKTERISASI PARSIAL BAKTERI PELARUT FOSFAT DARI GUANO GUA KAMPRET DAN UJI KEMAMPUANNYA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN Steven Taniwan, Dwi Suryanto, Isnaini Nurwahyuni Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Jln. Bioteknologi No. 1, Kampus USU, Medan 20155 [email protected] Abstrak Bakteri pelarut fosfat merupakan bakteri yang mampu melarutkan fosfat yang tidak tersedia menjadi tersedia sehingga dapat diserap oleh tanaman. Studi tentang isolasi dan karakterisasi parsial bakteri pelarut fosfat dari guano gua kampret dan uji kemampuannya dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman telah dilakukan. Dua isolat bakteri pelarut fosfat berhasil diisolasi dan keduanya berasal dari kelompok bakteri Gram positif, yaitu ST02 dan ST03. Isolat bakteri diuji pada benih tanaman cabai merah selama 30 hari. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman tertinggi diperoleh dari perlakuan bakteri ST03 sebesar 5,96 cm. Rata-rata pertambahan jumlah daun terbanyak diperoleh dari perlakuan kontrol pupuk (TSP) sekitar 24 helai dan diikuti oleh kontrol guano sekitar 6 helai. Rata-rata berat basah tanaman tertinggi diperoleh dari perlakuan bakteri ST03 sebesar 4,71 gram. Rata-rata berat kering tertinggi juga diperoleh dari perlakuan bakteri ST03 sebesar 0,72 gram. Kata kunci: bakteri pelarut fosfat, cabai, guano, gua kampret Pendahuluan Fosfor (P) merupakan salah satu unsur hara makro yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, namun kandungannya di dalam tanaman lebih rendah dibandingkan nitrogen (N), kalium (K), dan kalsium (Ca). Fosfor yang diserap tanaman tidak direduksi, melainkan berada di dalam senyawasenyawa organik dan anorganik dalam bentuk teroksidasi (Salisbury dan Ross, 1995). Fosfor mempunyai peranan dasar dalam reaksi enzim yang tergantung pada fosforilasi. Fosfor merupakan bagian yang penting dari inti sel, yang diperlukan dalam pembagian sel dan perkembangan jaringan meristem pada titik tumbuh tanaman. Tanaman yang kekurangan fosfor mengakibatkan sistem perakaran menjadi kerdil. Demikian juga, tanaman yang kekurangan fosfor mengakibatkan daun dan pembentukan cabang serta buah berkurang, warna daun menjadi hijau keabuabuan kusam, dan timbul pigmen merah pada bagian dasar daun. (Winangun, 2005). Tanaman menyerap fosfor dari tanah dalam bentuk ion fosfat, terutama dalam bentuk H2PO4- dan HPO42- yang terdapat dalam larutan tanah (Havlin et al. 1999).Ketersediaan fosfat di dalam tanah pada umumnya terbatas. Pada tanah asam (pH < 5), sebagian besar fosfat difiksasi oleh Fe dan Al menjadi Fe-fosfat dan Al-fosfat. Pada tanah dengan pH yang tinggi (pH > 7), fosfat akan terikat menjadi Ca-fosfat (Cunningham dan Kuiack, 1992).Adanya pengikatan-pengikatan fosfat tersebut menyebabkan pupuk fosfat yang diberikan tidak efisien, sehingga perlu diberikan dalam takaran tinggi. Pemberian pupuk fosfat ke dalam tanah diketahui hanya 1030% yang dapat diserap oleh tanaman, sedangkan sisanya 70-90% akan terjerap diantara koloid tanah dan tinggal sebagai residu dalam tanah (Buckman dan Brady, 1956; Jones, 1982). Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan kelompok bakteri tanah yang memiliki kemampuan melarutkan P yang terfiksasi dalam tanah dan mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia sehingga dapat diserap tanaman. Pelarutan ini dapat disebabkan oleh adanya sekresi asam organik bakteri tersebut seperti asam formiat, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, tartarat, ketobutirat, suksinat, dan sitrat (Subba-Rao, 1982). BPF merupakan bakteri yang bersifat non patogenik dan termasuk dalam kategori bakteri pemacu pertumbuhan tanaman. Bakteri tersebut mampu menghasilkan vitamin dan fitohormon yang dapat memperbaiki pertumbuhan akar tanaman dan meningkatkan serapan hara (Widawati et al. 2010).Mikroorganisme pelarut fosfat diketahui terdiri atas bakteri (Taha et al. 1969), fungi (Khan & Bhatnagar, 1997) dan sedikit aktinomiset (Rao et al. 1982; Chen et al. 2002). Beberapa genus bakteri pelarut fosfat yang telah diketahui antara lain Bacillus, Pseudomonas, Mycobacterium, Micrococcus, Flavobacterium, Escherichia, Brevibacterium spp., Serratia spp., Alcaligenes spp., Achromobacter spp., 82 Jurnal Biosains Vol. 2 No. 2. Agustus 2016 ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) dan Thiobacillus sp. (Motsara, 1995; Gunarto dan Nurhayati, 1994). Salah satu sumber bakteri pelarut fosfat diperkirakan dapat berasal dari guano. Guano merupakan bahan yang berasal dari timbunan kotoran kelelawar atau burung laut yang mengandung fosfat tinggi dan dijadikan sebagai cadangan batuan fosfat alam di kawasan karst (Screiner et al. 1938; Taylor, 1953; Kotabe, 1987; Kasno, 2009). Berdasarkan asalnya, guano dibagi menjadi dua jenis yaitu guano burung laut (sea-bird guano), dan guano kelelawar (bat guano). Sea-bird guano adalah guano yang berasal dari kotoran burung laut, sedangkan bat guano adalah guano yang berasal dari kotoran kelelawar (Kotabe, 1987). Aplikasi BPF diketahui mampu meningkatkan produksi tanaman. Ahmad dan Jha (1982) menginokulasikan B. megaterium dan B. circulans pada tanaman kedelai. Kedua bakteri tersebut dapat meningkatkan produksi kedelai berturut-turut sebanyak 7 dan 10% jika digunakan pupuk TSP, serta meningkatkan 34 dan 18% jika digunakan batuan fosfat. Pada tanaman tebu, penggunaan bakteri pelarut P (P. putida dan P. fluorescens) dapat meningkatkan bobot kering tanaman sebesar 5-40% dan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P asal TSP sebanyak 60-135% (Premono, 1994). Penelitian Setiawati (1998) pada tanaman tembakau, aplikasi bakteri pelarut P dapat meningkatkan serapan P dan bobot kering tanaman. Hidayati dan Wijaya (2009) menginokulasikan bakteri pelarut fosfat untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman karet. Hasil penelitian menunjukkan inokulasi bakteri pelarut fosfat yang dikombinasikan dengan dosis pupuk dapat meningkatkan berat kering tanaman karet. Pal (1998) melaporkan bahwa bakteri pelarut P (Bacillus sp.) pada tanah yang dipupuk dengan batuan fosfat dapat meningkatkan jumlah dan bobot kering bintil akar serta hasil biji pada beberapa tanaman. Penelitian lain tentang bakteri pelarut fosfat diantaranya oleh Kasmita (2010) yang melakukan isolasi bakteri pelarut fosfat dari beberapa sampel tanah di Bogor dan Nusa Tenggara yang memperoleh 29 jenis isolat dengan indeks pelarutan tertinggi yaitu 1,78 dan 1,80. Ruwandani (2014) juga mengisolasi bakteri pelarut fosfat asal guano di gua anjani, Jawa Tengah dan memperoleh 48 isolat dengan indeks pelarutan tertinggi yaitu 1,41. Di Sumatera Utara penelitian tentang BPF masih sangat sedikit, dan belum ada laporan penelitian BPF yang berasal dari guano kelelawar. Dalam penelitian ini dilakukan isolasi dan uji kemampuan BPF dari guano kelelawar dalam meningkatkan performa tanaman. Bahan dan Metode Pengambilan Sampel Sampel guano dari Gua Kampret, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara diambil secara acak dengan metode Purposive Random Sampling di 3 titik dengan menggunakan sekop steril.Sampel guano dimasukkan ke dalam plastik steril. Derajat keasaman guano diukur di laboratorium. Isolasi Bakteri Pelarut Fosfat Sebanyak 10 gram guano dari setiap sampel guano dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer yang berisi 90 mL medium Pikovskaya (Rao et al. 1982; Gaur, 1981) cair pH 6.8, digoyang dengan menggunakan shaker pada kecepatan 120 rpm selama 7-10 hari pada suhu ambien, kemudian dibuat serial pengenceran sampai 10-4. Sebanyak 50 μL dari pengenceran 10-3 dan 10-4 diteteskan di atas permukaan medium Pikovskaya padat secara steril, kemudian disebar merata menggunakan batang penyebar. Kultur diinkubasi selama 2-3 hari pada suhu ambien. Adanya pertumbuhan bakteri pelarut fosfat (BPF) ditandai dengan zona berwarna terang jernih atau zona bening di sekeliling koloni. Kolonikoloni bakteri yang menghasilkan zona bening selanjutnya dimurnikan dengan metode cawan gores dan disimpan di dalam medium agar-miring Pikovskaya. Karakterisasi Morfologi dan Biokimia Bakteri Pelarut Fosfat Bakteri pelarut fosfat (BPF) hasil isolasi kemudian dikarakterisasi secara morfologi dengan melakukan pengamatan terhadap koloni bakteri meliputi bentuk, tepian, elevasi, dan warna koloni, lalu dilakukan pewarnaan Gram, dan selanjunya diuji biokimia metabolisme bakteri. Uji biokimia dilakukan meliputi uji hidrolisa pati, uji gelatin, uji TSIA, uji SCA, SIM, dan uji katalase. Pengujian Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Melarutkan Fosfat Pengujian kemampuan BPF dalam melarutkan fosfat dilakukan dengan memasukkan20 μL larutan fisiologis 0.85% ke dalam tabung Eppendorf. Sebanyak 1 ose kultur isolat BPF yang telah ditumbuhkan pada medium Pikovskaya padat, dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf yang telah berisi larutan fisiologis dengan menggunakan tusuk gigi, lalu dihomogenkan. Sebanyak 10 μLsuspensi bakteri diambil menggunakan mikropipet kemudian diteteskan di atas medium Pikovskaya padat secara aseptis, dan diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan selama 7 hari inkubasi dengan mengamati bentuk, tepian, elevasi, dan 83 Jurnal Biosains Vol. 2 No. 2. Agustus 2016 ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) warna. Kemampuan isolate mearutkan fosfat selama 24 jam. Setelah ditimbang, kecambah ditunjukkan dengan zona bening di sekitar koloni. kemudian kembali dikeringkan dengan oven dan ditimbang hingga diperoleh berat kering yang Uji Aplikasi BPF Pada Benih Tanaman Cabai konstan. Merah Sebanyak 20 mL suspensi biakan BPF Hasil Dan Pembahasan (OD600≈0,5) dicampurkan dengan 1 kg tanah dan Derajat Keasaman Sampel Guano kompos steril. Sebanyak 10 benih tanaman ditanam Sampel guano yang diperoleh memiliki pH di dalam polibag yang berisi 500 gram tanah. 5,8; 6,3; dan 6,5. pH asam tersebut dapat disebabkan Kontrol negatif (kontrol (-)) adalah benih tanaman karena bakteri pelarut fosfat menghasilkan asamyang tidak diberi bakteri pelarut fosfat. Kontrol asam organik yang kemudian dikeluarkan ke positif (kontrol (+)) adalah benih tanaman yang substrat guano untuk melarutkan fosfat yang diberi pupuk TSP, dan guano. Perlakuan yaitu benih terkandung di dalamnya. Menurut Subba-Rao tanaman ditambahkan dengan bakteri pelarut fosfat. (1994), banyak bakteri dan jamur yang merupakan Perlakuan benih ditambah dengan BPF juga pelarut potensial dari fosfat yang terikat. Bakteri dilakukan untuk melihat apakah BPF tersebut pelarut fosfat diketahui mereduksi pH substrat bersifat patogen bagi tanaman. 30 hari setelah dengan mensekresi sejumlah asam organik seperti tanam diamati benih tanaman yang mati, tinggi asam format, asetat, propionat, laktonat, glikolat, tanaman, jumlah daun, berat basah, dan berat fumarat, dan suksinat. Meningkatnya asam-asam kering, serta jumlah BPF pada tanah diukur sebelum organik tersebut biasanya diikuti pula dengan dan sesudah perlakuan. Pengukuran tinggi tanaman penurunan pH (Subba-Rao, 1982). Penelitian oleh dilakukan dengan batas terbawah bagian batang Kasmita (2010) menunjukkan bahwa bakteri pelarut yang tepat pada permukaan tanah, sedangkan batas fosfat mampu menurunkan pH media cair hingga 4,6 teratas dihitung hingga ujung daun yang diluruskan pada hari ke-6. ke atas sejajar batang (Sitompul & Guritno, 1995). Pengukuran berat basah dilakukan dengan Karakteristik Isolat Bakteri dari Guano menimbang tanaman dari masing-masing perlakuan Lima isolat bakteri berhasil diisolasi dari dengan neraca digital. Pengukuran berat kering guano menggunakan media Pikovskaya padat. Isolat dilakukan dengan cara menimbang berat kecambah bakteri memiliki karakteristik morfologi koloni, sel, yang telah dikeringkan dengan oven pada suhu 75oC dan Gram seperti terlihat pada Tabel 1 berikut Isolat Bakteri ST01 ST02 ST03 ST04 ST05 Tabel 1. Karakteristik Morfologi dan Sifat Gram Bakteri Isolat dariGuano Morfologi Koloni Morfologi Sel Bentuk Tepi Elevasi Warna Bentuk Penataan Putih Irregular Lobate Flat Basil Strepto Kemerahan Circular Entire Flat Krem Basil Strepto Circular Entire Flat Putih Basil Diplo Rhizoid Lobate Flat Krem Basil Diplo Irregular Undulate Flat Putih Basil Diplo Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa isolat bakteri dari guano menunjukkan bentuk, tepi dan warna koloni yang berbeda-beda. Berdasarkan morfologi sel, semua isolat memiliki bentuk sel basil (batang) dengan 2 isolat memiliki penataan streptobasil, dan 3 isolat memiliki penataan diplobasil. Dari hasil pewarnaan Gram, diketahui bahwa 3 isolat bersifat Gram negatif, dan hanya isolat ST02 dan ST03 yang bersifat Gram positif. Penelitian sebelumnya oleh Kasmita (2010) memperoleh 29 isolat bakteri perlarut fosfat dari beberapa sampel tanah di Bogor, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Gram + + - Timur (NTT) dengan 28 diantaranya merupakan kelompok bakteri Gram negatif, dan hanya 1 yang merupakan kelompok bakteri Gram positif. Bakteri hasil isolasi dikarakterisasi biokimia. Karakterisasi sifat biokimia yang dilakukan meliputi uji hidrolisis pati, uji hidrolisis gelatin, uji sitrat, uji hidrogen sulfida dan fermentasi gula, uji motilitas, dan uji katalase. Hasil pengujian menunjukkan isolat bakteri memiliki karakteristik biokimia yang berbedadan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. 84 Jurnal Biosains Vol. 2 No. 2. Agustus 2016 ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) Tabel 2. Karakteristik Biokimia Bakteri Isolat Guano Uji Biokimia Isolat Hidrolisis Hidrolisis Hidrogen Bakteri Sitrat Motilitas Pati Gelatin Sulfida ST01 + + + + ST02 + + ST03 ST04 + + + ST05 + + + + Keterangan : (+) = uji positif ; (-) = uji negatif Dari hasil pengujian karakterisasi biokimia yang dilakukan, kelima isolat bakteri menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Perbedaan karakteristik biokimia dari masing-masing isolat menunjukkan bahwa isolat bakteri tersebut berbeda. Uji katalase terhadap kelima isolat bakteri menunjukkan bahwa 4 isolat terlihat mampu menghasilkan enzim katalase, ditandai dengan terbentuknya gelembung setelah ditetesi dengan H2O2 3%, sedangkan isolat ST03 tidak membentuk gelembung udara di sekitar koloni. Hal ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian oleh Marista et al. (2013) dan Silitonga et al. (2013) yang memperoleh bakteri pelarut fosfat dengan karakteristik uji katalase positif untuk semua isolat. Menurut Lay (1994), identifikasi mikroorganisme merupakan salah satu hal yang sangat penting. Identifikasi bakteri dapat didasarkan No 1 2 3 4 5 Katalase + + + + pada morfologi, sifat biakan, dan sifat biokimia bakteri. Ciri-ciri lain seperti sifat pewarnaan, pola pertumbuhan koloni, reaksi pertumbuhan pada karbohidrat dan penggunaan asam amino sangat membantu dalam identifikasi mikroba. Selain itu, hasil pengujian ini dapat digunakan untuk spesifikasi mikroorganisme dan untuk membuktikan bahwa isolat tersebut berbeda. Kemampuan Pelarutan Fosfat Secara Kualitatif Kemampuan isolat dalam melarutkan fosfat ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekitar koloni (Gambar 1). Hasil uji kemapuan isolat dalam melarutkan fosfat dinyatakan sebagai positif jika terlihat zona bening di sekitar koloni, dan negatif jika isolat tidak menunjukkan zona bening di sekitar koloni (Tabel 3). Tabel 3.Kemampuan Melarutkan Fosfat isolat Kode Isolat Kemampuan Melarutkan Fosfat ST01 Tidak terlihat zona bening ST02 Terlihat zona bening ST03 Terlihat zona bening ST04 Tidak terlihat zona bening ST05 Tidak terlihat zona bening Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa hanya isolat bakteri ST02 dan ST03 yang mampu melarutkan fosfat anorganik yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni bakteri. Kemampuan bakteri dalam melarutkan fosfat anorganik dapat disebabkan oleh adanya aktivitas enzim fosfatase. Enzim fosfatase yang dihasilkan tersebut kemudian digunakan untuk melarutkan trikalsium fosfat yang terkandung di dalam media, sehingga terbentuk zona bening di sekitar koloni bakteri. Gambar 1. Pembentukan Zona Bening di Sekitar Koloni Bakteri Pada Media Pikovskaya Padat Setelah Diinkubasi Selama 7 hari Pada Suhu Ambien 85 Jurnal Biosains Vol. 2 No. 2. Agustus 2016 ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) Uji Aplikasi Bakteri Pelarut Fosfat pada Benih Tanaman Cabai Merah Pengujian bakteri pelarut fosfat pada benih tanaman cabai merah menunjukkan hasil yang bervariasi (Gambar 2). Hasil pengamatan yang dilakukan setelah 30 hari menunjukkan bahwa benih tanaman cabai yang diberi perlakuan bakteri ST02 memiliki rata-rata pertambahan tinggi sebesar 5,33 cm, sedangkan tanaman yang diberi perlakuan bakteri ST03 memiliki rata-rata pertambahan tinggi sebesar 5,96 cm. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri pelarut fosfat mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman bila dibandingkan dengan tanaman pada perlakuan kontrol negatif dan perlakuan kontrol positif guano. Perlakuan dengan penambahan pupuk kimia TSP diketahui memberikan hasil rata-rata pertambahan tinggi yang paling besar yaitu 7,08 cm (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan bakteri pelarut fosfat dalam menyediakan unsur P bebas masih tergolong kurang bila dibandingkan dengan pupuk kimia TSP. Gambar 2. Perbedaan benih tanaman cabai setelah 30 hari dengan perlakuan (a) Kontrol negatif (b) Kontrol positif pupuk TSP (c) Kontrol positif guano (d) Bakteri ST02 (e) Bakteri ST03 Gambar 3. Grafik rata-rata pertambahan tinggi tanaman pada setiap perlakuan Hasil penelitian oleh Silitonga et al. (2013) tanah di sekitar perakaran tanaman kedelai yang melakukan aplikasi bakteri pelarut fosfat dari memperoleh peningkatan tinggi tanaman kedelai 86 Jurnal Biosains Vol. 2 No. 2. Agustus 2016 ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) hingga 3,8 cm setelah 70 hari bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan bakteri pelarut fosfat dalam penelitian ini cukup tinggi karena pengamatan benih tanaman cabai dilakukan setelah 30 hari. Grafik rata-rata pertambahan jumlah daun dapat dilihat pada Gambar 4. Rata-rata pertambahan jumlah daun tertinggi pada perlakuan bakteri adalah ST03, yaitu sebesar 5,03, akan tetapi hasil ini masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol pupuk, yaitu sebesar 24,33. Perlakuan ST02 dan ST03 mempunyai nilai rata-rata pertambahan jumlah daun yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol negatif. Bila diperhatikan lebih lanjut, perlakuan ST03 memiliki berat kering daun yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan bakteri ST03 memiliki hasil yang lebih bagus daripada perlakuan lainnya, karena meskipun memiliki pertambahan jumlah daun yang tergolong rendah, daun yang dihasilkan cenderung lebih besar dan luas sehingga memiliki berat yang lebih tinggi. Ukuran daun yang lebih besar dan luas akan menghasilkan kecepatan tumbuh yang cenderung lebih tinggi pula. Menurut Fitter dan Hay (1992), jumlah luas daun menjadi penentu utama kecepatan pertumbuhan. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian dimana daun-daun yang mempunyai luas yang lebih besar akan mempunyai pertumbuhan yang lebih besar pula (Marjenah, 2001). Gambar 4. Grafik rata-rata pertambahan jumlah daun pada setiap perlakuan Grafik rata-rata berat basah benih tanaman cabai setelah diberi perlakuan selama 30 hari dapat dilihat pada Gambar 5. Berat basah tertinggi yang diperoleh yaitu dari perlakuan bakteri ST03 sebesar 4,71 gram. Berat basah tanaman dengan perlakuan ST03 mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada tanaman dengan penambahan pupuk kimia TSP. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Silitonga et al. (2013) yang melaporkan bahwa bakteri pelarut fosfat mampu meningkatkan berat basah tanaman hingga 0,95 gram bila dibandingkan dengan kontrol. 87 Jurnal Biosains Vol. 2 No. 2. Agustus 2016 ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) Gambar 5. Grafik rata-rata berat basah tanaman pada setiap perlakuan Grafik rata-rata berat kering untuk setiap perlakuan fosfat mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil berat kering secara umum sehingga diperoleh berat kering yang dengan nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan lebih tinggi. ST03. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri pelarut Gambar 6. Grafik rata-rata berat kering setiap perlakuan Kepadatan sel bakteri pelarut fosfat sebelum dan Pikovskaya padat. Hasil pengukuran jumlah bakteri sesudah aplikasi dihitung dengan menggunakan sebelum dan sesudah aplikasi dapat dilihat pada metode Standard Plate Count (SPC) pada media Tabel 5 berikut. Tabel 5. Hasil Perhitungan Jumlah Bakteri Sebelum dan Sesudah Aplikasi Jumlah Sel Bakteri Sebelum Jumlah Sel Bakteri Setelah Kode Isolat Diaplikasikan (CFU/ml) Diaplikasikan (CFU/ml) ST02 1 x107 2 x107 7 ST03 2 x10 6 x107 Dari Tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa yaitu 1 x107dan 2 x107CFU/mL, sedangkan jumlah jumlah bakteri ST02 dan ST03 sebelum aplikasi sel bakteri setelah diaplikasikan selama 30 hari 88 Jurnal Biosains Vol. 2 No. 2. Agustus 2016 ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) berturut-turut sejumlah 2 x107 dan 6 x107CFU/mL. Penelitian Tanaman Pangan Bogor, 29-30 Pertambahan jumlah sel bakteri pelarut fosfat Maret 1994. sebelum dan sesudah perlakuan ini dapat dikatakan Havlin, J. L., J. D. Beaton, S. L. Tisdale, and W. L. cukup rendah bila dibandingkan dengan penelitian Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers. oleh Marista et al. (2013) yang memperoleh jumlah An Introduction to Nutrient Management. bakteri pelarut fosfat hingga 7,9 x108CFU/mL. 6th edition. Prentice Hall : New Jersey. Hidayati, U. dan T. Wijaya. 2009. Pemanfaatan Kesimpulan Bakteri Pelarut Fosfat Untuk Meningkatkan Dari hasil penelitian diperoleh dua isolat Pertumbuhan Tanaman Karet. Jurnal bakteri pelarut fosfat dari guano gua kampret Hasil Penelitian Karet. 27(1): 42-50. pengujian pada benih tanaman cabai menunjukkan Illmer, P., Barbato, A., and Schinner, F. 1995. bahwa bakteri ST03 lebih mampu meningkatkan Solubilization of Hardly-Soluble AlPO4 with pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan ST02. P-solubilizing Microorganisms. Soil Biol. Biochem. 27:265-270 Daftar Pustaka Jones, U. S. 1982. Fertilizers and Soil Fertility. 2nd Ahmad, N., K.K. Jha. 1982. Effect of Phosphate edition. Reston Publication. Reston, Virginia. Solubilizer on Dry Matter Yield of and Kasmita, R. 2010. Isolasi, Karakterisasi, dan Phosphorus Uptake by Soybean. J. Indian Identifikasi Molekuler Bakteri Pelarut Fosfat Soc. Soil Sci. 30: 105-106. (BPF) dari Beberapa Sampel Tanah di Alexander, M. 1978. Introduction to Soil Bogor, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Microbiology. 2nd Edition. Willey Eastern Nusa Tenggara Timur (NTT). [Skripsi]. Limited. New Delhi. Institut Pertanian Bogor. Buckman, H. O. and N. C. Brady. 1956. The Nature Kasno, A. Sri Rochayati, dan Bambang Hendro and Properties of Soils. 5thedition. Prasetyo. 2009. Deposit, Penyebarandan Macmillan : New York. Karakteristik Fosfat Alam. Bogor : Balai Cattelan, A.J., P.G. Hartel, and J.J. Fuhrmann. 1999. Penelitian Tanah Press. Screening for Plant Growth-promoting Khan, J. A. and R. M. Bhatnagar. 1997. Studies on Rhizobacteria to Promote Early Soybean Solubilization of Insoluble Phosphates by Growth. Soil Sci. Soc. Am. J. 63(1).670-1.680. Microorganisms. Solubilization of Indian Chen, X., J. J. Tang, Z. G. Fang, and S. Hu. 2002. Phosphate Rocks by Aspergillus niger and Phosphate-Solubilizing Microbes in Penicillium sp. Fertilization Technology. Rhizosphere Soils of 19 Weeds in 14:329-333. Southeastern China. Journal of Zhejiang Kloepper, J.W. 1993. Plant Growth Promoting University Science 3: 355-361. Rhizobacteria as BiologicalControl Agents. Cunningham, J. E. and C. Kuiack. 1992. Production of Soil Microbial Ecology, Applications in Citric and Oxalic Acids and Solubilization of Agricultural and Environmental Calcium Phosphate by Penicillium bilaii. Management. Marcel Dekker, Inc. New York. Applied Environmental Microbiology 58: p. 255-274. 1451-1458. Kloepper, J.W., W. Mahaffee, J.A. Mcinroy, and P.A. Fitter, A.H., dan Hay, R.K.K. 1992. Fisiologi Backman. 1991. Comparative Analysis of Lingkungan Tanaman. UGM Press. Isolation Methods for Recovering Root Yogyakarta. Colonizing Bacteria from Roots. Plant Gaur, A.C. 1981. Phosphomicroorganism and Varians Growth-Promoting Rhizobacteria – Progress Transformation in Compost Technology. and Prospects. p. 252-255.The Second FAO Project Field Document 13: 106-111. International Workshop on PGPR. Geretsen, F. C. 1948. The Influence of Microorganism Interlaken, Switzerland, October 14-19, on the Phosphorus Uptake by The Plant. 1990. Plant Soil 1:51-81. Kotabe, H. 1987. Present Situation and Future of Glick, B.R. 1995. The Enhancement of Plant Growth Phosphate Resources. Gypsum and Lime. by Free-living Bacteria.Can. J. Microbiol. 4: 210: 307-316 109-117. Kundu, B. S. and A. C. Gaur. 1980. Establishment of Gunarto, L. dan L. Nurhayati. 1994. Karakterisasi dan Nitrogen Fixing and Phosphate Solubilizing Identifikasi Bakteri Pelarut Fosfat Pada Bacteria in Rhizosphere and Their Effect on Tanah-Tanah di Indonesia. Makalah Yield and Nutrient Uptake of Wheat Crop. Disampaikan Pada Seminar Tahunan 1994 Plant Soil 57: 223-230. Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Balai Lamer, M. 1957. The World Fertilizer Economy. Stanford University Press : Stanford. 89 Jurnal Biosains Vol. 2 No. 2. Agustus 2016 ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Lifshitz, R., J.W. Kloepper, M. Kozlowski, C. Simonson, J. Carlson, E.M.Tipping, and I. Zaleska. 1987. Growth Promotion of Canola(rapeseed) Seedlings by a Strain of Pseudomonas putida UnderGnotobiotic Conditions. Can. J. Microbiol. 33: 390-395. Marista, E., Khotimah, S., Linda, R. 2013. Bakteri Pelarut Fosfat Hasil Isolasi dari Tiga Jenis Tanah Rizosfer Tanaman Pisang Nipah (Musa paradisiaca var. nipah) di Kota Singkawang. JurnalProtobiont. 2(2): 93-101. Marjenah. 2001. Pengaruh Perbedaan Naungan di Persemaian Terhadap Pertumbuhan dan Respon Morfologi Dua Jenis Semai Meranti. Jurnal Ilmiah Kehutanan “Rimba Kalimantan”. 6(2): 9-20. Motsara, M. R., P. Bhattacharyya dan B. Srivastava. 1995. Biofertilizer Technology, Marketing, and Usage : A Sourcebook-cum-Glossary. Fertilizer Development and Consulation Organization. Pal, S. S. 1998. Interaction of an Acid Tolerant Strain of Phosphate Solubilizing Bacteria with a Few Acid Tolerant Crops. Plant Soil. 198: 169-177. Ponmurugan, P. dan C. Gopi. 2006. In Vitro Production of Growth Regulators and Phosphate Activity by Phosphate Solubilizing Bacteria. African Journal of Biotechnology. 5(4) : 348. Premono, E. M. 1994. Jasad Renik Pelarut Fosfat, Pengaruhnya Terhadap P Tanah dan Efisiensi Pemupukan P Tanaman Tebu. [Disertasi]. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Rao, A.V., B. Venkateswarin, and P. Kami. 1982. Isolation of Phosphate Dissolving Soil Actinomycetes. Curr. Sci. 51: 1117-1118. Ruwandani, M. N. 2014. Isolasi, Karakterisasi, dan Identifikasi Bakteri Pelarut Fosfat Dari Guano di Gua Anjani, Jawa Tengah. [Skripsi]. Universitas Negeri Yogyakarta. Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB Press : Bandung. Schreiner, O., A. R. Merz, and B. E. Brown. 1938. Fertilizer Materials. In Soils and Men. United States Government Printing Office : Washington DC. Setiawati, T. C. 1998. Efektifitas Mikroba Pelarut P Dalam Meningkatkan Ketersediaan P dan Pertumbuhan Tembakau Besuki Na-Oogst (Nicotiana tabacum L.). [Tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Silitonga, D.M., Priyani, N., dan Nurwahyuni, I. 2013. Isolasi dan Uji Potensi Isolat Bakteri Pelarut Fosfat dan Bakteri Penghasil Hormon IAA (Indole Acetic Acid) Terhadap Pertumbuhan Kedelai (Glycine max L.) Pada Tanah Kuning. Jurnal Saintia Biologi. 1(2): 35-41. Sitompul, S.M., dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Smith, J. H., F.E. Allison and D. A. Soulides. 1961. Evaluation of Phospobacterin as Soil Inoculant. Soil Sci. Soc. Proc. 25: 109-111. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Subba-Rao, N.S. 1982. Advanced of Agricultural Microbiology. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi. Subba-Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Taha, S. M., S. A. Z. Mahmoud, A. H. El-Damaty, and A. M. Abd. El-Hafez. 1969. Activity of Phosphate Dissolving Bacteria in Egyptian Soils. Plant Soil. 31(1): 149-160. Taylor, G. V. 1953. Nitrogen Production Facilities in Relation to Present and Future Demand. Academic Press Inc : New York. Tenuta, M. 2006. Plant Growth Promoting Rhizobacteria: Prospect for Increasing Nutrient Acquisition and Disease Control.72-77. Thakura, D., Talukdar, N.C., Goswami, C., Hazarika, Boro, R.C., 2004. Characterization and Screening of Bacteria from Rhizosphere of Rice Grown in Acidic Soils of Assam. Current Science. 86: 978-985. Tisdale, S. L. and W. L. Nelson. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. The Macmillan Company : New York. Widawati, Suliasih, dan A. Muharam. 2010. Pengaruh Kompos yang Diperkaya Bakteri Penambat Nitrogen dan Pelarut Fosfat Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kapri dan Aktivitas Enzim Fosfatase dalam Tanah. Jurnal J. Hort. 20(3): 207-215. Winangun, Y. W. 2005. Membangun Karakter Petani Organik Sukses Dalam Era Globalisasi. Penerbit Kanisius : Yogyakarta. 90