Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan

advertisement
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
Akreditasi IDI - 3 SKP
TANDA DAN GEJALA STROKE
Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat akut (De
Freitas et al., 2009) (Tabel 3).
Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan
Ismail Setyopranoto
Tabel 3. Tanda dan gejala stroke (De Freitas et al., 2009)
Kepala Unit Stroke RSUP Dr Sardjito/ Bagian Ilmu Penyakit Saraf,
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Tanda dan Gejala
PENDAHULUAN
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal
maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal
dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena
trauma maupun infeksi (WHO MONICA, 1986).
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi
tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau
perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan
oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang
menyebabkan turunnya suplai oksigen dan
glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi
(Hacke, 2003). Munculnya tanda dan gejala
fokal atau global pada stroke disebabkan oleh
penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat
berupa trombus, embolus, atau tromboembolus,
menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada
salah satu daerah percabangan pembuluh
darah di otak tersebut. Stroke hemoragik
dapat berupa perdarahan intraserebral atau
perdarahan subrakhnoid (Bruno et al., 2000).
EPIDEMIOLOGI STROKE
Pada 1053 kasus stroke di 5 rumah sakit di Yogyakarta angka kematian tercatat sebesar 28.3%;
sedangkan pada 780 kasus stroke iskemik adalah
20,4%, lebih banyak pada laki-laki. Mortalitas
pasien stroke di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta menduduki peringkat ketiga setelah penyakit jantung
koroner dan kanker, 51,58% akibat stroke hemoragik, 47,37% akibat stroke iskemik, dan 1,05%
akibat perdarahan subaraknoid (Lamsudin, 1998).
Penelitian prospektif tahun 1996/1997 mendapatkan 2.065 pasien stroke dari 28 rumah
sakit di Indonesia (Misbach, 2000). Survei
Departemen Kesehatan RI pada 987.205
subjek dari 258.366 rumah tangga di 33
propinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45
tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi
stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66%
di Nangroe Aceh Darussalam dan terendah
0,38% di Papua (RISKESDAS, 2007).
Di Unit Stroke RSUP Dr Sardjito, sejak berdirinya
pada tahun 2004, terlihat peningkatan jumlah
kasus terutama stroke iskemik akut (Tabel 1).
(Laporan Tahunan Unit Stroke, 2009).
C DK 1 8 5 / Vo l. 38 no. 4/M ei -Juni 2011
Tabel 1. Data pasien stroke di Unit Stroke RSUP Dr Sardjito, 2004 - 2009.
Hemidefisit motorik,
Hemidefisit sensorik,
Jenis patologi stroke
No
Tahun
Iskemik
%
Perdarahan
%
Jumlah
Penurunan kesadaran,
Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus
(XII) yang bersifat sentral,
1
2004
229
78,97
61
21,03
290
2
2005
291
78,44
80
21,56
371
3
2006
307
72,38
117
27,59
424
Buta separuh lapangan pandang (hemianopsia),
Defisit batang otak.
4
2007
305
74,93
102
25,07
407
5
2008
358
70,61
149
29,39
507
6
2009
355
70,00
152
30,00
507
PATOLOGI STROKE
Infark
Stroke infarct terjadi akibat kurangnya aliran
darah ke otak. Aliran darah ke otak normalnya
adalah 58 mL/100 gram jaringan otak per
menit; jika turun hingga 18 mL/100 gram
jaringan otak per menit, aktivitas listrik neuron
akan terhenti meskipun struktur sel masih baik,
sehingga gejala klinis masih reversibel. Jika
aliran darah ke otak turun sampai <10 mL/100
gram jaringan otak per menit, akan terjadi rangkaian perubahan biokimiawi sel dan membran
yang ireversibel membentuk daerah infark.
Perdarahan Intraserebral
Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral. Hipertensi, khususnya yang tidak
terkontrol, merupakan penyebab utama.
Penyebab lain adalah pecahnya aneurisma,
malformasi arterivena, angioma kavernosa,
alkoholisme, diskrasia darah, terapi antikoagulan, dan angiopati amiloid.
Perdarahan Subaraknoid
Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan arteri-arteri
besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena atau tumor.
FAKTOR RISIKO STROKE
Beban akibat stroke mencapai 40 miliar dollar
setahun, selain untuk pengobatan dan perawatan, juga akibat hilangnya pekerjaan serta
turunnya kualitas hidup (Currie et al., 1997).
Kerugian ini akan berkurang jika pengendalian
faktor risiko dilaksanakan dengan ketat (Cohen,
2000). (Tabel 2 ).
Tabel 2. Faktor Risiko Stroke
Bisa dikendalikan
Hipertensi
Penyakit Jantung
Fibrilasi atrium
Endokarditis
Potensial bisa dikendalikan
Diabetes Melitus
Hiperhomosisteinemia
Hipertrofi ventrikel kiri
Tidak bisa dikendalikan
Umur
Jenis kelamin
Herediter
Ras dan etnis
Geografi
Stenosis mitralis
Infark jantung
Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi intelektual
(demensia),
PENATALAKSANAAN ( PERDOSSI, 2007 ):
STADIUM HIPERAKUT
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan
resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada
stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan
cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan
dekstrosa atau salin dalam H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap
dan jumlah trombosit, protrombin time/INR,
APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah.
Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah
memberikan dukungan mental kepada pasien
serta memberikan penjelasan pada keluarganya
agar tetap tenang.
STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktorfaktor etiologik maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan
psikologis serta telaah sosial untuk membantu
pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada
keluarga pasien perlu, menyangkut dampak
stroke terhadap pasien dan keluarga serta
tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala
dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur
setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil.
Merokok
Anemia sel sabit
Transient Ischemic Attack (TIA)
Stenosis karotis asimtomatik
247
248
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.
Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung
kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten).
kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6
jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl
3%) atau furosemid.
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik,
kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian
nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya
baik; jika didapatkan gangguan menelan atau
kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang
nasogastrik.
Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian
antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan,
atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA
(recombinant tissue Plasminogen Activator).
Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu
sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi
sampai batas gula darah sewaktu 150 mg%
dengan insulin drip intravena kontinu selama
2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah
< 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai
kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi
dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan,
kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg,
diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit),
atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan
tekanan darah maksimal adalah 20%, dan
obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤
90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl
0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL
selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau
sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90
mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per
hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per
oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul
setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan
peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat,
diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/
Stroke Hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU
jika volume hematoma >30 mL, perdarahan
intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk.
Tekanan darah harus diturunkan sampai
tekanan darah premorbid atau 15-20% bila
tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120
mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung,
tekanan darah harus segera diturunkan dengan
labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit)
sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit)
maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg
per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial
meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi
kepala dan dada di satu bidang, pemberian
manitol (lihat penanganan stroke iskemik),
dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada
stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan
antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran
napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati
dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada
pasien yang kondisinya kian memburuk dengan
perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau
serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan
tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
C D K 1 8 5 / V o l . 3 8 n o . 4 / Me i- J u n i 2 0 1 1
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
Akreditasi IDI - 3 SKP
TANDA DAN GEJALA STROKE
Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat akut (De
Freitas et al., 2009) (Tabel 3).
Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan
Ismail Setyopranoto
Tabel 3. Tanda dan gejala stroke (De Freitas et al., 2009)
Kepala Unit Stroke RSUP Dr Sardjito/ Bagian Ilmu Penyakit Saraf,
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Tanda dan Gejala
PENDAHULUAN
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal
maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal
dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena
trauma maupun infeksi (WHO MONICA, 1986).
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi
tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau
perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan
oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang
menyebabkan turunnya suplai oksigen dan
glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi
(Hacke, 2003). Munculnya tanda dan gejala
fokal atau global pada stroke disebabkan oleh
penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat
berupa trombus, embolus, atau tromboembolus,
menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada
salah satu daerah percabangan pembuluh
darah di otak tersebut. Stroke hemoragik
dapat berupa perdarahan intraserebral atau
perdarahan subrakhnoid (Bruno et al., 2000).
EPIDEMIOLOGI STROKE
Pada 1053 kasus stroke di 5 rumah sakit di Yogyakarta angka kematian tercatat sebesar 28.3%;
sedangkan pada 780 kasus stroke iskemik adalah
20,4%, lebih banyak pada laki-laki. Mortalitas
pasien stroke di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta menduduki peringkat ketiga setelah penyakit jantung
koroner dan kanker, 51,58% akibat stroke hemoragik, 47,37% akibat stroke iskemik, dan 1,05%
akibat perdarahan subaraknoid (Lamsudin, 1998).
Penelitian prospektif tahun 1996/1997 mendapatkan 2.065 pasien stroke dari 28 rumah
sakit di Indonesia (Misbach, 2000). Survei
Departemen Kesehatan RI pada 987.205
subjek dari 258.366 rumah tangga di 33
propinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45
tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi
stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66%
di Nangroe Aceh Darussalam dan terendah
0,38% di Papua (RISKESDAS, 2007).
Di Unit Stroke RSUP Dr Sardjito, sejak berdirinya
pada tahun 2004, terlihat peningkatan jumlah
kasus terutama stroke iskemik akut (Tabel 1).
(Laporan Tahunan Unit Stroke, 2009).
C DK 1 8 5 / Vo l. 38 no. 4/M ei -Juni 2011
Tabel 1. Data pasien stroke di Unit Stroke RSUP Dr Sardjito, 2004 - 2009.
Hemidefisit motorik,
Hemidefisit sensorik,
Jenis patologi stroke
No
Tahun
Iskemik
%
Perdarahan
%
Jumlah
Penurunan kesadaran,
Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus
(XII) yang bersifat sentral,
1
2004
229
78,97
61
21,03
290
2
2005
291
78,44
80
21,56
371
3
2006
307
72,38
117
27,59
424
Buta separuh lapangan pandang (hemianopsia),
Defisit batang otak.
4
2007
305
74,93
102
25,07
407
5
2008
358
70,61
149
29,39
507
6
2009
355
70,00
152
30,00
507
PATOLOGI STROKE
Infark
Stroke infark terjadi akibat kurangnya aliran
darah ke otak. Aliran darah ke otak normalnya
adalah 58 mL/100 gram jaringan otak per
menit; jika turun hingga 18 mL/100 gram
jaringan otak per menit, aktivitas listrik neuron
akan terhenti meskipun struktur sel masih baik,
sehingga gejala klinis masih reversibel. Jika
aliran darah ke otak turun sampai <10 mL/100
gram jaringan otak per menit, akan terjadi rangkaian perubahan biokimiawi sel dan membran
yang ireversibel membentuk daerah infark.
Perdarahan Intraserebral
Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral. Hipertensi, khususnya yang tidak
terkontrol, merupakan penyebab utama.
Penyebab lain adalah pecahnya aneurisma,
malformasi arterivena, angioma kavernosa,
alkoholisme, diskrasia darah, terapi antikoagulan, dan angiopati amiloid.
Perdarahan Subaraknoid
Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan arteri-arteri
besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena atau tumor.
FAKTOR RISIKO STROKE
Beban akibat stroke mencapai 40 miliar dollar
setahun, selain untuk pengobatan dan perawatan, juga akibat hilangnya pekerjaan serta
turunnya kualitas hidup (Currie et al., 1997).
Kerugian ini akan berkurang jika pengendalian
faktor risiko dilaksanakan dengan ketat (Cohen,
2000). (Tabel 2 ).
Tabel 2. Faktor Risiko Stroke
Bisa dikendalikan
Hipertensi
Penyakit Jantung
Fibrilasi atrium
Endokarditis
Potensial bisa dikendalikan
Diabetes Melitus
Hiperhomosisteinemia
Hipertrofi ventrikel kiri
Tidak bisa dikendalikan
Umur
Jenis kelamin
Herediter
Ras dan etnis
Geografi
Stenosis mitralis
Infark jantung
Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi intelektual
(demensia),
PENATALAKSANAAN ( PERDOSSI, 2007 ):
STADIUM HIPERAKUT
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan
resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada
stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan
cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan
dekstrosa atau salin dalam H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap
dan jumlah trombosit, protrombin time/INR,
APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah.
Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah
memberikan dukungan mental kepada pasien
serta memberikan penjelasan pada keluarganya
agar tetap tenang.
STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktorfaktor etiologik maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan
psikologis serta telaah sosial untuk membantu
pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada
keluarga pasien perlu, menyangkut dampak
stroke terhadap pasien dan keluarga serta
tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala
dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur
setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil.
Merokok
Anemia sel sabit
Transient Ischemic Attack (TIA)
Stenosis karotis asimtomatik
247
248
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.
Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung
kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten).
kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6
jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl
3%) atau furosemid.
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik,
kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian
nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya
baik; jika didapatkan gangguan menelan atau
kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang
nasogastrik.
Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian
antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan,
atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA
(recombinant tissue Plasminogen Activator).
Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu
sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi
sampai batas gula darah sewaktu 150 mg%
dengan insulin drip intravena kontinu selama
2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah
< 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai
kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi
dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan,
kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg,
diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit),
atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan
tekanan darah maksimal adalah 20%, dan
obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤
90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl
0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL
selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau
sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90
mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per
hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per
oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul
setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan
peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat,
diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/
Stroke Hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU
jika volume hematoma >30 mL, perdarahan
intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk.
Tekanan darah harus diturunkan sampai
tekanan darah premorbid atau 15-20% bila
tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120
mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung,
tekanan darah harus segera diturunkan dengan
labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit)
sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit)
maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg
per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial
meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi
kepala dan dada di satu bidang, pemberian
manitol (lihat penanganan stroke iskemik),
dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada
stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan
antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran
napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati
dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada
pasien yang kondisinya kian memburuk dengan
perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau
serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan
tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
C D K 1 8 5 / V o l . 3 8 n o . 4 / Me i- J u n i 2 0 1 1
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan
bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).
STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif,
tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan
bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif
pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan
kemandirian pasien, mengerti, memahami dan
melaksanakan program preventif primer dan
sekunder.
Terapi fase subakut:
- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut
sebelumnya,
- Penatalaksanaan komplikasi,
- Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien),
yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif,
dan terapi okupasi,
- Prevensi sekunder
- Edukasi keluarga dan Discharge Planning
SIMPULAN
Tujuan penatalaksanaan komprehensif pada
kasus stroke akut adalah: (1) meminimalkan
jumlah sel yang rusak melalui perbaikan jaringan
penumbra dan mencegah perdarahan lebih
lanjut pada perdarahan intraserebral, (2) men-
cegah secara dini komplikasi neurologik maupun medik, dan (3) mempercepat perbaikan
fungsi neurologis secara keseluruhan. Jika
secara keseluruhan dapat berhasil baik, prognosis pasien diharapkan akan lebih baik.
Pengenalan tanda dan gejala dini stroke dan
upaya rujukan ke rumah sakit harus segera
dilakukan karena keberhasilan terapi stroke
sangat ditentukan oleh kecepatan tindakan
pada stadium akut; makin lama upaya rujukan
ke rumah sakit atau makin panjang saat antara
serangan dengan pemberian terapi, makin
buruk prognosisnya.
DEFTAR PUSTAKA
1. Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY. The subacute stroke patient: hours 6 to 72 after stroke onset. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. McGraw-Hill. 2000. pp. 53-87.
2. Cohen SN. The subacute stroke patient: Preventing recurrent stroke. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. Mc Graw Hill. 2000. pp. 89-109.
3. Currie CJ, Morgan CL, Gill L, Stott NCH, Peters A. Epidemiology and costs of acute hospital care for cerebrovascular disease in diabetic and non diabetic populations. Stroke
1997;28: 1142-6.
4. De Freitas GR, Christoph DDH, Bogousslavsky J. Topographic classification of ischemic stroke, in Fisher M. (ed). Handbook of Clinical Neurology, Vol. 93 (3rd series). Elsevier BV, 2009.
5. Hacke W, Kaste M, Bogousslavsky J, Brainin M, Chamorro A, Lees K et al.. Ischemic Stroke Prophylaxis and Treatment - European Stroke Initiative Recommendations 2003.
6. Lamsudin R. Stroke profile in Yogyakarta: morbidity, mortality, and risk factor of stroke. In: Lamsudin R, Wibowo S, Nuradyo D, Sutarni S. (eds). Recent Management of Stroke.
BKM 1998; Suppl XIV: 53-69.
7. Misbach J. Clinical pattern of hospitalized strokes in 28 hospitals in Indonesia. Med J Indonesia 2000; 9: 29-34.
8. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), 2007
9. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007.
10. Toole JF. Cerebrovascular Disorder. 4th ed. Raven Press. New York. 1990.
11. WHO. MONICA. Manual Version 1: 1. 1986.
250
w w w. k a l b e . c o . i d
C D K 1 8 5 / V o l . 3 8 n o . 4 / Me i- J u n i 2 0 1 1
Download