Makalah Untuk Jurnal Fisika Unhalu _Sept 2005_

advertisement
Jurnal Aplikasi Fisika (JAF), Vol. 1, No. 1, September 2005
Analisa Pola Anisotropy Magnetic Susceptibility (AMS) Batuan Beku
Dari Daerah Ngrayun, Ponorogo-Jawa Timur
L.O. Ngkoimani
Jurusan Fisika, Universitas Haluhelo,
e_mail : [email protected]
Abstract
We have measured and analysis the anisotropy of magnetic susceptibility (AMS) of oriented
igneous rocks sample taken form Ngrayun area of Ponorogo East Java Province. The sample
was taken from three locations with sample’s ID LNG1, LNG2, and LNG3. Than, 54
specimens were made in form mini core sample with 2.54 cm in diameter and 2.2 to 2.3 cm in
length. The AMS measurement using a Bartington MS2B Susceptibility Meter with eight
measurements direction. The results of study indicate that three of samples are igneous rocks
intrusion or melted rocks in vertically direction. The susceptibilities ellipsoidal dominated by
prolate rather than oblate except the LNG3 sample which mixture of prolate and oblate
shape. All of samples have low percent of anisotropy degree (<5%) suggesting that three of
samples are reliable enough for paleomagnetic study in Ngrayun area.
Keywords: AMS, susceptibility ellipsoid, igneous rocks, Ngrayun
Abstrak
Telah dilakukan pengukuran dan analisa pola anisotropy suseptibilitas magnetik (AMS)
sampel batuan beku terorientasi yang diambil dari daerah Ngrayun Kabupaten Ponorogo
Provinsi Jawa Timur. Sampel yang diambil dari tiga lokasi dalam bentuk bongkahan (hand
sample) masing-masing diberi kode LNG1, LNG2, dan LNG3, selanjutnya dibuat menjadi 54
specimen berbentuk silinder dengan diameter 2.54 cm dan panjang 2.2 – 2.3 cm. Pengukuran
AMS dilakukan sebanyak delapan arah pengukuran menggunakan MS2B Bartington
Suspetibility Meter. Hasil analisa AMS menunjukkan bahwa batuan beku yang dianalisa
merupakan batuan beku tipe terobosan atau lelehan yang berarah vertikal. Elipsoida
suseptibilitas didominasi oleh bentuk prolate dengan persen derajat anistropi yang rendah
(<5%) sehingga cukup baik dijadikan sebagai sampel untuk studi paleomagnetik di daerah
Ngrayun, Ponorogo.
Kata Kunci: AMS, elipsoida suseptibilitas, batuan beku, Ngrayun.
1. Pendahuluan
Metode Anisotropi Suseptiblitas Magnetik medan rendah (Anisotropy of
Magnetic low- field Suseptibilitas, AMS) merupakan metode yang cukup baik untuk
menganalisa pembentukan mineral magnetik (magnetic fabric) pada batuan beku dan
metamorf (Gregoire, dkk, 1995). Analisa ini penting karena dapat mengetahui
1
mineralogi mineral magnetik dan suseptibilitas magnetik intrinsik dari mineral
magnetik pembawa remanen (Boradaile et al., 1987).
Berdasarkan perinsip magnetisasi pada bahan atau batuan sebagaimana
diungkapkan oleh persamaan (1), Kij merupakan tensor rank-2 yang diturunkan dari
penjumlahan tensor-tensor individual dari bulir-bulir magnetik kij. Kij berkaitan
dengan sifat intrinsik AMS dan orientasi (bentuk dan kisi kristal) dari mineral
magnetik pembawa sifat magnetik. Dalam pendekatan geologis, pola AMS akan
terkait dengan pola pembentukan mineral magnetik saat suatu batuan terbentuk. Pola
AMS batuan beku antara lava flow dan intrusi atau dyke akan sangat berbeda. Pada
lava flow, umumnya memiliki bentuk elipsoida suseptibilitas yang lonjong dan sumbu
maksimum cenderung sejajar bidang horisontal. Sedangkan pada batuan beku intrusi
atau dyke, sumbu maksimum suseptibilitas cenderung vertikal.
M = Kij H
dengan
 k11
Kij = k 21
k 31
(1)
k12
k 22
k32
k13 
k 23 
k 33 
Pemecahan tensor suseptibilitas diatas menghasilkan tiga sumbu utama
suseptibilitas yaitu suseptibilitas maksimum (K 1 ), suseptibilitas intermediet (K 2 ), dan
suseptibilitas minimum (K 3 ). Beberapa parameter AMS yang berkaitan bentuk
elipsoida suseptibilitas magnetik batuan adalah derajat anisotropi (P = K1 /K3 ), lienasi
magnetik (L= K1 /K2 ), dan foliasi magnetik (F = K2 /K3 ). Untuk lebih memudahkan
interpretasi terhadap derajat anisotropi, biasanya digunakan persen derajat anisotropi
yang didefenisikan sebagai P% = (P – 1) x 100%. Faktor bentuk (T)
merepresentasikan bentuk elipsoida suseptibilitas dan berhubungan dengan lineasi dan
foliasi magnetik melalui ungkapan T = (ln F – ln L)/(ln F + ln L). Sementara
suseptibilitas magnetik total (bulk susceptibility) didefenisikan sebagai rata-rata dari
suseptibilitas maksimum, minimum dan intermediet.
Untuk memudahkan interpretasi terhadap bentuk elipsoida suseptibilitas
terutama dalam aplikasi geologis, maka biasanya distribusi anisotropi maksimum,
minimum, dan intermediet ditampilkan dalam bentuk plot stereonet. Untuk keperluan
2
plot stereonet, maka nilai inklinasi dan deklinasi masing- masing suseptibilitas
maksimum, minimum dan intermedit dihitung.
Pada makalah ini akan diperlihatkan pola AMS batuan beku yang diambil dari
daerah Ngrayun, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur. Batuan beku yang
tersingkap di Jawa bagian Timur termasuk di daerah penelitian yang oleh para ahli
geologi diyakini merupakan formasi andesit tua (old andesite), akhir-akhir ini terus
menjadi topik diskusi yang menarik. Terlebih setelah ditemukannya tiga situs batuan
beku yang berumur diatas Eosen – Kapur Akhir di sekitar daerah Yogyakarta
(Ngkoimani, 2004). Jika temuan ini dapat dapat didukung oleh data-data geologi yang
lain, akan memberikan implikasi terhadap model geodinamika Jawa yang telah
dipahami sebelumnya (Hall, 2002).
Kajian paleomagnetik untuk keperluan rekonstruksi tektonik Jawa telah mulai
dilakukan sejak tahun 2001. Studi AMS biasanya dijadikan sebagai langkah awal
untuk menguji apakah suatu sampel batuan cukup baik atau tidak. Sampel batuan
yang terlalu anisotropik ( P<10%) dianggap kurang baik untuk sampel paleomagnetik
(Butler, 1992). Analisa pola AMS ini, di samping akan memberikan gambaran awal
apakah batuan beku dari daerah Ngrayun dapat dijadikan sebagai sampel
paleomagnetik, juga dapat diaplikasikan untuk menjelaskan suatu singkapan batuan
yang dianalisa apakah merupakan aliran (lava flow) atau terrobosan (intrusi, dyke,
atau sill).
2. Metode
Tiga sampel batuan berbentuk bongkahan (hand sample) terorientasi yang
masing- masing LNG1, LNG2, dan LNG3 terletak pada posisi 08°05′05.2″ S dan
111°27′03.8″ E. Untuk keperluan pengukuran, sampel dibuat menjadi 59 sampel
berbentuk silinder mini berdiameter 2.54 cm dan panjang 2.2 – 2.3 cm.
Pengukuran AMS (anisotropy of magnetic susceptibility) menggunakan MS2
Bartington Susceptibility Meter dengan sensor MS2B buatan Bartington Instruments
Ltd., Oxford, United Kingdom. Peralatan ini menggunakan medan rendah 80 A/m dan
frekuensi 465 Hz. AMS diukur dalam delapan arah pengukuran (Ngkoimani, dkk,
2003), dan perhitungan tensor suseptibilitas mengikuti (Tarling, dan Hrouda, 1993)
menggunakan program Matlab 6.
3
3. Hasil dan Pembahasan
Batuan
beku
yang
dianalisa
memiliki suseptibilitas
magnetik
total
(suseptibilitas volume) berkisar dalam orde 2 – 3 x 10-2 dalam SI atau jika dikonversi
dalam suseptibilitas masa sekitar ~ 10-5 m3 kg-1 . Nilai suseptibilitas ini menunjukkan
bahwa sampel batuan beku yang dianalisa merupakan kelompok batuan intermediet
(Dearing, 1999). Karena ketiga kelompok sampel LNG1, LNG2, dan LNG3 berasal
dari satuan batuan yang sama, tidak menunjukan perbedaan nilai suseptibilitas
diantara ketiganya.
#LNG1
1.04
#LNG2
F=L
prolate
prolate
1.03
1.06
Lineasi
Lineasi
F=L
1.08
oblate
1.02
1.01
1.04
oblate
1.02
1
1
1
1.01
1.02
1.03
1.04
1
1.02
1.04
Foliasi
Foliasi
(a)
(b)
1.06
1.08
#LNG3
F=L
1.05
prolate
Lineasi
1.04
1.03
oblate
1.02
1.01
1
1
1.01
1.02
1.03
1.04
1.05
Foliasi
(c)
Gambar 1. Grafik hubungan antara foliasi (F) dan lineasi (L) dari ketiga kelompok
sampel, (a) LNG1, (b) LNG2, dan (c) LNG3.
4
Dari Gambar (1), sampel LNG1 dan LNG2 terlihat dengan jelas bahwa elipsoida
suseptibilitas cenderung prolate atau lebih lonjong. Sedangkan pada sampel LNG3
ada specimen yang memberikan elipsoida oblate dan ada pula memberikan pola
prolate, sehingga masih perlu dikaji lagi mengapa hal ini bisa terjadi.
#LNG2
#LNG1
E
Maksimum
Minimum
E
Intermediate
Maksimum
(a)
Minimum
Intermediate
(b)
#LNG3
E
Maksimum
Minimum
Intermediate
(c)
Gambar 2. Plot stereonet dari ketiga kelompok sampel, E adalah arah Timur
geografis, (a) LNG1, (b) LNG2, dan (c) LNG3. Kotak berisi merupakan suseptibilitas
maksimum, kotak kosong adalah suseptibilitas intermediet, dan segitiga berisi
merupakan suseptibilitas minimum. Ketiga sampel memberikan pola yang mirip
dimana suseptibilitas maksimum berada disekitar pusat lingkaran stereonet
5
Plot stereonet dari ketiga kelompok sampel seperti pada Gambar 2,
menunjukkan bahwa sumbu maksimum suseptibilitas cenderung berada disekitar
pusat lingkaran stereonet sedangkan sumbu minimum dan intermediet cenderung
berada disekeliling pinggir lingkaran stereonet. Hasil ini memberikan gambaran
bahwa sampel batuan beku yang dianalisa merupakan kelompok batuan terobosan
(intrusi, dyke, atau sill) Jika batuan tersebut merupakan kelompok batuan lelehan,
maka mekanisme lelehannya terjadi melalui rekahan yang berarah vertikal.
Rata-rata persen derajat anisotrpi dari ketiga kelompok sampel LNG1, LNG2,
dan LNG3 berturut-turut adalah 3.4 %, 4.1 %, dan 3.6 %. Nilai ini memberikan
gambaran bahwa sampel batuan beku yang dianalisa memiliki derajat anisotropi yang
rendah. Sampel batuan dengan persen derajat anisotropi < 5%, sangat baik untuk
sampel paleomagnetik karena batuan seperti ini dapat merekam medan magnetik bumi
dengan akurasi yang tinggi (Butler, 1992, Tauxe, 2002). Oleh karena sampel batuan
beku yang dianalisa ini, sangat baik untuk sampel paleomagnetik di daerah Ngrayun
Ponorogo, Jawa Timur.
3. Kesimpulan
Batuan beku dari Ngrayun Kabupaten Ponorogo merupakan tipe batuan
terobosan (intrusi, dyke, atau sill) atau jenis lelehan lava yang mengarah secara
vertikal. Batuan yang dianalisa umumnya berbentuk prolate dengan persen derjat
anistropi yang rendah (< 5%). Berdasarkan hasil ini, maka batuan beku dari Ngrayun
Kabupaten Ponorogo ini, cukup baik untuk sampel dalam kajian paleomagnetik di
daerah tersebut.
Ucapan Terimakasih
Penelitian ini mendapat dukungan dana dari Kementrian Riset dan Teknologi
melalui RUT IX. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Mohammad Aziz atas
bantuannya dalam pengambilan sampel di lapangan. Terima kasih juga disampaikan
kepada Wa Ode Siti Rahmi dan Taty Hasrawaty atas tahapan penyiapan sampel dan
pengukuran di Laboratorium dan kesediaanya mengambil bagian dari penelitian ini
sebagai bahan tugas akhir (Skripsi) mereka pada Jurusan Fisika Universitas Haluoleo.
6
Daftar Pustaka
1. Borradaile, G., Mothersill, J., Tarling, D., Alford, C., Source of Magnetic
Susceptibility in a slate, Earth and Planetary Science Letters, 76, p. 336, 1986
2. Butler, R. F., Paleomagnetism Magnetic Domains to Geologic Terranes,
Blackwell Scientific Publishing, 1992.
3. Dearing, J, , Enviromental Magnetic Susceptibility, Using the Bartington MS2
System, British Library Cataloguing in Publication data, 1999.
4. Gregoire, V., Blanquat, M., S., Nedelec, A., dan Bouchez, J.,L., Anisotropy of
Magnetic Susceptibility of Magnetically Oriented Rock Powders, Geophysical
Research Letter, 22, 1995, p. 2765.
5. Hall, R., 2002, Journal of Asian Earth Sciences, 20, 2002, p. 353.
6. Ngkoimani, L., S. Bijaksana, and The Houw Liong, The Suitability of Andesitic
Rocks from Yogyakarta for Paleomagnetic Study, Proceedings of the 29th Annual
Scientific Meeting of HAGI, Yogyakarta, 2004, p. 426.
7. Tauxe, L., Paleomagnetic principles and practice, Kluwer Academic Publisher,
1998.
8. Tarling, H.H., Hrouda, F., The Magnetic Anisotropy of Rocks, Champman & Hall,
1993.
7
Download