bab ii kajian pustaka

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1.
Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
a.
Pengertian Model Problem Based Learning (PBL)
Pengertian problem based learning (PBL) dipandang dari beberapa
sudut pandang masing-masing tokoh, sehingga pengertian problem based
learning (PBL) beraneka ragam.
Definisi problem based learning dinyatakan oleh Harrison
dalam Mangun Wardoyo Sigit, (2013:72)
“problem based learning is a curriculum development and
instructional method that places the student in an active role as
a problem solver confronted with ill-structured, real-life
problem”. Dalam problem based learning adalah pengembangan
kurikulum pembelajaran dimana siswa ditempatkan dalam yang
memiliki peranan aktif dalam menyelesaikan setiap
permasalahan yang mereka hadapi. Artinya bahwa metode
problem based learning menurut adanya peran aktif siswa agar
dapat mencapai pada penyelesaian masalah yang diharapkan
sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Menurut Bound dan Feletti dalam Mangun Wardoyo Sigit (2013:72)
Problem Based Learning merupakan pendekatan dimana dalam
proses pembelajaran dengan berdasarkan pada kurikulumnya,
siswa dihadapkan kepada permasalahan sebagai langkah untuk
memberikan rangsangan agar terjadi kegiatan belajar.
Sedangkan menurut Bound dan Feletti 1997 dalam Rusman
(2012:230) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah
13
14
(problem based learning) adalah inovasi yang paling signifikan
dalam pendidikan.
Serta
menurut
Margetson
dalam
Rusman
(2012:
230)
mengemukakan bahwa
Kurikulum pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning) membantu untuk meningkatkan perkembangan
keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola pikir yang
terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif. Kurikulum
pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi
kerja kelompok dan keterampilan interpersonal dengan lebih
baik dibanding pendekatan yang lain
Menurut Hung et al dalam Mangun Wardoyo Sigit, (2013:73)
Problem based learning adalah metode pembelajaran yang
menuntut siswa untuk menemukan solusi dari suatu
permasalahan yang dihadapi dengan memahami kebutuhankebutuhan mendasar sebagai bekal menyelesaikan masalah yang
ada.
Boud dan Felleti dalam Mangun Wardoyo Sigit (2013:77)
memaparkan siklus dalam problem based learning adalah sebagai
berikut :
1) Siswa diberikan sebuah permasalahan dan membuat sebuah
kelompok untuk bersama-sama mencari solusi dari
permasalahan tersebut.
2) Siswa membuat pertanyaan yang disebut learning isu yang
menggambarkan aspek masalah yang tidak mereka ketahui.
Isu inilah yang menjadi fokus pembelajaran mereka.
3) Siswa mendiskusikan sumber apa saja yang digunakan untuk
meneliti learning issue dan dimana mereka bisa
menemukannya.
4) Pada saat siswa berkumpul kembali, mereka mengeksplor
learning issue terdahulu, mengumpulkan pengetahuan baru
mereka dalam konteks permasalahan yang ada. Siswa
merangkum pengetahuan mereka dan menghubungkan
dengan konsep baru dengan konsep lama mereka.
15
Menurut Sitiatava Rizema Putra (2013:66)
PBL termasuk salah satu metode dalam proses pembelajaran
yang sangat populer. PBL juga bisa didefinisikan sebagai
lingkungan belajar yang didalamnya menggunakan masalah
untuk belajar, sebelum mempelajari sesuatu, siswa diharuskan
mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata
maupun telaah kasus. PBL dapat juga didefinisikan sebagai
sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip
bahwa masalah bisa dijadikan sebagai titik awal untuk
mendapatkan ataupun mengintegrasikan ilmu baru. Dengan
demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar
siswa mampu mempelajari sesuatu yang dapat menyokong
keilmuan.
Menurut Arends dalam Sitiatava Rizema Putra (2013:66)
Model PBL adalah model pembelajaran dengan pendekatan
pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga ia bisa
menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan
keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa,
serta meningkatkan kepercayaan diri.
Sedangkan menurut Barrow dalam Miftahul Huda (2013:271)
Mendefinisikan pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning/PBL) sebagai “pembelajaran yang diperoleh melalui
proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah.
Masalah tersebut dipertemukan pertama-tama dalam proses
pembelajaran”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan dalam
penggunaan model pembelajaran PBL adalah menekankan keaktifan
siswa. Dalam model ini, siswa dituntut aktif dalam memecahkan
suatu masalah. Inti model PBL itu adalah masalah (problem). Model
tersebut bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai
sesuatu yang harus dipelajari oleh siswa untuk melatih dan
meningkatkan keterampilan berpikir kritis sekaligus pemecahan
masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting.
16
Dalam implementasi
pembelajaran menggunakan metode
problem based learning, hal yang mendasar adalah bahwa siswa
dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang harus dapat
diselesaikan secara kongkret agar mereka belajar bagaimana cara
menyelesaikan suatu permasalahan (problem solving). Oleh Karena
itu, dalam problem based learning seorang guru harus mampu
memberikan gambaran permasalahan yang harus diselesaikan siswa
secara jelas agar apa yang menjadi tujuan pembelajaran dapat
tercapai secara optimal.
b. Gambaran Umum Problem Based Learning (PBL).
Dalam model pembelajaran problem based learning, sering
digunakan akronim PBL, belajar dan pembelajaran diorientasikan
kepada pemecahan berbagai masalah terutama yang terkait dengan
aplikasi materi pelajaran di dalam kehidupan nyata. Selama siswa
melakukan kegiatan memecahkan masalah, guru berperan sebagai
tutor yang akan membantu mereka mendefinisikan apa yang mereka
tidak tahu dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memahami dan
atau memecahkan masalah. (newbledan Cannon,111) dalam
Abdorrakhman Ginting (2010 : 210).
Menurut Tan dalam Rusman (2012:229)
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
merupakan inovasi dalam PBM kemampuan berfikir siswa
betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok
atau tim yang sistematis, sehingga dapat memberdayakan,
mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara berkesinambungan.
17
Pada kenyataannya, tidak semua guru memahami konsep PBM
tersebut, baik disebabkan oleh kurangnya keinginan dan motivasi
untuk meningkatkan kualitas keilmuan maupun karena kurangnya
dukungan sistem untuk meningkatkan kualitas keilmuan tenaga
pendidik.
Jadi dapat disimpulkan gambaran umum problem based learning
yaitu mengaplikasikan materi pelajaran di dalam kehidupan nyata.
Selama siswa melakukan kegiatan memecahkan masalah, guru
berperan sebagai tutor yang akan membantu mereka mendefinisikan
apa yang mereka tidak tahu dan apa yang mereka perlu ketahui untuk
memahami dan atau memecahkan masalah.
c. Konsep dan Karakteristik Problem Based Learning
Pendekatan PBM berkaitan dengan penggunaan inteligensi dari
dalam diri individu yang berada dalam sebuah kelompok orang, atau
lingkungan untuk memecahkan masalah yang bermakna, relevan,
dan kontekstual. Hasil pendidikan yang diharapkan meliputi pola
kompetensi dan inteligensi. Pendidikan bukan hanya menyiapkan
masa depan, tetapi juga bagaimana menciptakan masa depan.
Pendidikan harus membantu perkembangan terciptanya individu
yang kritis dengan tingkat kreativitas yang sangat tinggi dan tingkat
keterampilan berpikir yang lebih tinggi pula. Guru juga harus dapat
member keterampilan yang dapat digunakan di tempat kerja. Guru
akan gagal apabila mereka menggunakan proses pembelajaran yang
18
tidak mempengaruhi pembelajaran sepanjang hayat (life long
education).
Strategi dalam PBL adalah memberikana masalah dan tugas
yang akan dihadapi dalam dunia kerja kepada siswa sekaligus
usahanya dalam memecahkan masalah tsebut. PBL bertujuan
mengembangkan dan menerapkan kecakapan yang penting, yakni
pemecahan masalah, belajar sendiri,kerja sama tim, dan pemerolehan
yang luas atas pengetahuan.
PBL berfokus pada penyajian suatu permasalahan (nyata
stimulus) terhadap siswa, kemudian ia diminta mencari pemecahan
masalah melalui serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan
teori, konsep, serta prinsip yang dipelajarinya dari berbagai bidang
ilmu.
Sitiatava Rizema Putra (2013:69-70). Pada dasarnya, PBL
memiliki banyak variasi, diantaranya ialah sebagai berikut :
a. Permasalahan sebagai pemandu; masalah menjadi acuan
konkret yang harus menjadi perhatian siswa. Bacaan
diberikan sejalan dengan masalah. Dan, masalah menjadi
kerangka berpikir siswa dalam mengerjakan tugas.
b. Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi; masalah
disajikan setelah tugas-tugas dan penjelasan diberikan.
Tujuannya ialah memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menerapkan pengetahuannya guna memecahkan masalah.
c. Permasalahan sebagai contoh; masalah dijadikan sebagai
contoh dan bagian dari bahan belajar. masalahpun digunakan
untuk menggambar teori serta konsep atau prinsip, yang
dibahas antara siswa dan guru.
d. Permasalahan sebagai fasilitas proses belajar; masalah
dijadikan sebagai alat untuk melatih siswa, yang dibahas
antara siswa dan guru.
19
Permasalahan
merangsang
sebagai
siswa
untuk
stimulus
belajar;
mengembangkan
masalah
bisa
keterampilan
mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan dengan
masalah dan keterampilan metakognitif.
Jadi dapat disimpulkan bahwa PBL memiliki banyak variasi
yaitu permasalahan sebagai pemandu, masalah menjadi acuan
konkret yang harus menjadi perhatian siswa, permasalahan sebagai
kesatuan dan alat evaluasi masalah disajikan setelah tugas-tugas dan
penjelasan diberikan, permasalahan sebagai contoh dari bagian
bahan belajar dan permasalahan sebagai fasilitas proses belajar siswa
Adapun Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah
sebagai berikut menurut Rusman (2012:232) :
a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar;
b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada
di dunia nyata yang tidak terstruktur;
c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple
perspective);
d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh
siswa, sikap dan kompetensi yang kemudian membutuhkan
identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar;
e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;
f. Pemanfaatan
sumber
pengetahuan
yang beragam,
penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan
proses yang esensial dalam pembelajaran berbasis masalah;
g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;
h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah
inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan
penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari suatu
permasalahan;
i. Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan
integrasi dari sebuah proses belajar; dan
j. PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan
proses belajar.
Studi kasus Problem Based Learning, meliputi :
20
1) Penyajian masalah;
2) Menggerakkan inquiry;
3) Langkah-langkah PBL, yaitu analisis inisial, mengangkat
isu-isu belajar; interaksi kemandirian dan kolaborasi
pemecahan masalah, integrasi pengetahuan baru,
penyajian solusi dan evaluasi.
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran berbasis
masalah yaitu permasalahan yang diangkat adalah permasalahan
yang ada di dunia nyata, permasalahan menantang pengetahuan yang
dimiliki oleh siswa, pengembangan keterampilan inquiry dan
pemecahan masalah dan keterbukaan proses belajar dalam PBL
meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
Agar dapat lebih jelas memahami alur proses Problem Based
Learning dapat di lihat dalam bentuk bagan yang telah peneliti
gambarkan menurut Rusman (2012:233). Alur proses Problem
Based Learning dapat dilihat pada flowchart berikut ini.
21
Menentukan
Masalah
Belajar
Pengarahan Diri
Analisis Masalah
dan Isu Belajar
Belajar
Pengarahan Diri
Pertemuan dan
Laporan
Belajar
Pengarahan Diri
Penyajian Solusi
dan Refleksi
Belajar
Pengarahan Diri
Kesimpulan,
Integrasi, dan
Evaluasi
Bagan 2.1
Keberagaman Pendekatan PBL.
Pendekatan PBL mengintegrasikan dua hal, yakni kurikulum
dan proses. Kurikulum terdiri atas masalah-masalah yang telah
dirancang dan dipilih secara teliti, yang menuntut kemahiran siswa
dalam critical knowledge (berpikir kritis), problem solving
proficiency (belajar memecahkan masalah), self-directed learning
strategis (strategi belajar mandiri), dan team participation skills
(kemampuan bekerja sama dan dalam kelompok). Prosesnya meniru
pendekatan sistem yang biasa digunakan untuk memecahkan
22
masalah atau menemukan tantangan-tantangan yang dihadapi dalam
hidup dan karir.
d. Ciri-ciri Model Problem Based Learning
Adapun ciri-ciri model pembelajaran PBL menurut Ibrahim dan
Nur (2000) dalam Sitiatava Rizema Putra (2011:73-74) adalah
sebagai berikut :
1) Pengajuan pertanyaan atau masalah; PBL mengorganisasikan
pengajaran dengan masalah yang nyata dan sesuai dengan
pengalaman keseharian siswa.
2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin ilmu; masalah dan
solusi pemecahan masalah yang diusulkan tidak hanya
ditinjau dari satu disiplin ilmu tetapi dapat ditinjau dari
berbagai disiplin ilmu, misalnya ekonomi, sosiologi,
geografi, politik, dan hukum.
3) Penyelidikan autentuk; PBL mengharuskan siswa melakukan
penyelidikan terhadap masalah nyata melalui analisis
masalah, observasi, maupun eksperimen. Dalam hal ini, siswa
bisa mengumpulkan informasi dari beragam sumber
pembelajaran untuk menyelesaikan permasalahan sekaligus
mengembangkan hipotesis terhadap penyelesaian masalah
yang dikemukakan.
4) Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya; PBL
menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam bentuk
karya nyata atau artefak (poster, puisi, laporan, gambar, dan
lain-lain) guna menjelaskan atau mewakili penyelesaian
masalah yang ditemukan, kemudian memamerkan produk
tertentu.
5) Kerja sama: PBL dicirikan oleh siswa yang bekerja sama
secara berpasangan maupun dalam kelompok kecil guna
memberikan
motivasi
sekaligus
mengembangkan
keterampilan berpikir melalui tukar pendapat serta berbagai
penemuan.
Jadi dapat disimpulkan ciri model pembelajaran Problem Based
Learning menuntut siswa memecahkan masalah dalam proses
pembelajaran di kelas untuk berperan aktif dalam proses
pembelajaran dan siswa menggali pengetahuannya sendiri untuk
23
melakukan penyelidikan terhadap masalah yang nyata, siswa
menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata guna
mewakili
penyelesaian
masalah
yang
ditemukan,
sekaligus
mengembangkan keterampilan berpikir dan motivasi melalui tukar
pendapat serta berbagai penemuan.
e.
Beberapa Teori yang Melandasi Problem Based Learning
Sitiatava Rizema Putra (2013:76). Ada berbagai teori yang
melandasi model pembelajaran PBL, di antaranya ialah sebagai
berikut:
a) Teori Dewey dalam Kelas Demokratis
Sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar,
dan kelas merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah
yang nyata. Dewey juga menganjurkan agar pembelajaran di
sekolah lebih manfaat terbaik dapat dilakukan oleh siswa dalam
kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan proyek yang
menarik dan merupakan pilihan sendiri.
b) Pendapat Piagget dan Vygotsky dalam Teori Kontruktivisme
Piagget dan Vygotsky adalah tokoh pengembang konsep
kontruktivisme yang didasarkan pada teori kognitif piagget.
Pandangan kontruktivisme kognitif mengemukakan bahwa
siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses
perolehan informasi dan membangun pengetahuan sendiri. Pada
hakikatnya, pedagogi yang baik melibatkan siswa dalam situasi
yang memberi kesempatan kepadanya untuk melakukan
percobaan sendiri, mencoba memanipulasi tanda-tanda dan
simbol-simbol, bertanya dan menemukan sendiri jawabannya,
mencocokan yang dilihat pada waktu lainnya, serta
membandingkan temuannya dengan temuan anak lain.
c) Pendapat Brunner dalam Teori Pembelajaran Penemuan
Menurut Brunner, pembelajaran menekankan penalaran induktif
dan proses inkuiri. Dalam teori tersebut, dikenal adanya
scaffolding sebagai suatu proses saat seseorang siswa dibantu
oleh guru atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih
dalam menuntaskan masalah tertentu, sehingga dapat melampaui
kapasitas perkembangannya.
24
Semua pendapat tersebut mendukung model PBL, karena teori
itu menekankan bahwa dalam pembelajaran pengetahuan ini
diperoleh dengan cara mencari informasi untuk memecahkan
masalah yang berkaitan dengan materi pelajaran.
Teori belajar, kontruktivisme dan pembelajaran berbasis
masalah (problem based learning) Rusman, (2012 : 231).
Dari segi pedagogis, pembelajaran berbasis masalah didasarkan
pada teori belajar kontruktivisme (Schmidt, 1993; Savery dan Duffy,
1995; Hendry dan Murphy, 1995) dengan cirri :
1) Pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario
permasalahan dan lingkungan belajar.
2) Pergulatan dengan masalah dan proses inquiry masalah
menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi belajar.
3) Pengetahuan terjasi melalui proses kolaborasi negoisasi sosial
dan evaluasi proses kolaborasi negoisasi sosial dan evaluasi
terhadap keberadaan sebuah sudut pandang.
Pembelajaran berbasis masalah yang terdapat pada teori belajar
kontruktivisme diatas mengacu pada pemecahan yang diperoleh dari
interaksi
pada
proses
pembelajaran
di
lingkungan
belajar,
pengetahuan yang didapatkan oleh siswa terjadi melalui proses
kolaborasi sosial dan evaluasi.
f. Tujuan Problem Based Learning
Pada tujuan Problem Based Learning Menurut Rusman (2012:237)
Menentukan Tujuan Problem Based Learning. Problem Based
Learning adalah sebuah cara memanfaatkan masalah untuk
menimbulkan motivasi belajar. Suksesnya pelaksanaan PBL
sangat bergantung pada seleksi, desain, dan pengembangan
masalah.
Bagaimanapun
juga,
pertama-tama
perlu
mempelkenalkan PBL pada kurikulum atau bepikir tentang jenis
25
masalah yang digunakan. Hal penting adalah menentukan tujuan
yang ingin dicapai dalam penggunaan PBL.
Sedangkan menurut Rizema Putra Sitiatava (2013: 74)
mengatakan secara umum, tujuan pembelajaran dengan model
Problem Based Learning adalah sebagai berikut:
a. Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir,
pemecahan masalah, serta kemampuan intelektual.
b. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan
siswa dalam pengalaman nyata atau simulasi.
PBL digunakan tergantung dari tujuan yang ingin dicapai
apakah berkaitan dengan :
1) Penguasaan isi pengetahuan yang bersifat multidisipliner;
2) Penguasaan keterampilan proses dan disiplin heuristik;
3) Belajar keterampilan pemecahan masalah;
4) Belajar keterampilan kolaboratif; dan
5) Belajar kehidupan yang lebih luas.
Ketika tujuan PBL lebih luas, maka permasalahan pun menjadi
lebih kompleks dan proses PBL membutuhkan siklus yang lebih
panjang. Jenis PBL yang akan dimasukkan dalam kurikulum
tergantung pada profil dan kematangan siswa, pengalaman masa lalu
siswa, fleksibilitas kurikulum yang ada, tuntutan evaluasi, waktu,
dan sumber yang ada.
Tujuan Problem Based Learning (PBL) adalah penguasaan isi
belajar dari disiplin heuristik dan pengembangan keterampilan
pemecahan masalah. PBL juga berhubungan dengan belajar tentang
kehidupan yang lebih luas (lifewide learning), keterampilan
memaknai informasi, kolaboratif dan belajar tim, dan keterampilan
berpikir reflektif dan evaluatif.
26
Jadi dapat disimpulkan dari beberapa tujuan pembelajaran
dengan model Problem Based Learning diatas adalah siswa harus
mampu
memecahkan
masalah
yang
berhubungan
dengan
pembelajaran dan siswa dapat mengembangkan pengetahuannya
dalam memecahkan masalah.
g. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Problem
Based Learning
Sitiatava Rizema Putra (2013:78). Dalam pengelolaan PBL, ada
beberapa langkah utama yaitu sebagai berikut :
a. Mengorientasi siswa pada masalah;
b. Mengorganisasikan siswa agar belajar;
c. Memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok;
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja; serta
e. Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah.
Pengembangan Langkah-Langkah Pembelajaran Model Problem
based Learning (PBL) melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan
sendiri yang memungkinkan mereka menginterpretasikan dan
menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya
tentang fenomena itu.
Menurut Fogarty dalam Rusman (2012: 243)
PBM dimulai dengan masalah yang tidak terstruktur sesuatu
yang kacau. Dari kekacauan ini siswa menggunakan berbagai
kecerdasannya melalui diskusi dan penelitian untuk menentukan
isu nyata yang ada. Langkah–langkah yang akan dilalui oleh
siiswa dalam sebuah proses PBM adalah:
1) Menemukan masalah;
27
2) Mendefinisikan masalah;
3) Mengumpulkan fakta;
4) Pembuatan hipotesis;
5) Penelitian;
6) Repprasing masalah;
7) Menyuguhkan alternative;
8) Mengusulkan solusi.
Lingkungan belajar yang harus disiapkan dalam PBM adalah
lingkungan belajar yang terbuka, menggunakan proses demokrasi, dan
menekankan pada peran aktif siswa. Seluruh proses membantu siswa
untuk menjadi mandiri dan otonom yang percaya pada keerampilan
intelektual mereka sendiri.
Ibrahim, Nur, dan Ismail dalam Rusman (2012: 243)
mengemukakan bahwa langkah-langkah Pembelajaran Berbasis
Masalah adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase
Indikator
1
Orientasi siswa pada Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
masalah
Tingkah Laku Guru
logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa
terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.
2
Mengorganisasi siswa Membantu siswa untuk mengidentifikasi dan
untuk belajar
mengorganisasikan
tugas
belajar
yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
3
Membimbing
Mendorong
siswa
untuk
mengumpulkan
pengalaman
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen
28
individual/kelompok
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
4
Mengembangkan dan Membantu siswa dalam merencanakan dan
menyajikan
hasil menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
karya
dan membantu mereka untuk berbagagi tugas
dengan temannya.
5
Menganalisis
dan Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau
mengevaluasi
proses evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
pemecahan masalah
proses yang mereka gunakan.
Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Hal-hal yang
harus diperhatikan sebagai berikut:
Menurut Mangun Wardoyo Sigit (2013: 77)
1)
2)
3)
4)
5)
Pada awal pembelajaran dengan menggunakan metode Problem
Based Learning:
Siswa diberikan sebuah permasalahan (diberi skenario
permasalahan),
Siswa memformulasikan (membuat) permasalahan dan
menganalisis permasalahan dengan cara mengidentifikasi
berbagai fakta yang berkaitan dengan scenario tersebut. Tahap
ini membantu siswa untuk membuat atau menyusun
permasalahan.
Siswa mencari berbagai solusi atau membuat hipotesis-hipotesis
dari permasalahan tersebut.
Siswa menemukan jawaban atau menguji hipotesis yang telah
mereka buat.
Siswa membuat kesimpulan dari apa yang telah mereka lakukan.
Jadi hal-hal yang harus diperhatikan adalah masalah yang
diberikan
kepada
siswa
sesuai
skenario,
siswa
mampu
mengidentifikasi masalah tersebut, sehingga siswa dapat mencari
29
solusi dari masalah yang ditemukan dan menemukan jawaban dari
masalah tersebut.
Menurut Mangun Wardoyo Sigit (2013: 78)
Dalam implementasi pembelajaran menggunakan metode
Problem Based Learning, hal yang mendasar adalah bahwa
siswa diharapkan pada permasalahan-permasalahan yang harus
dapat diselesaikan secara kongkret agar mereka belajar
bagaimana cara menyelesaikan suatu permasalahan (problem
solving). Oleh karena itu, dalam Problem Based Learning
seorang guru harus mampu memberikan gambaran permaslahan
yang harus diselesaikan siswa secara jelas agar apa yang
menjadi tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
Jadi dapat disimpulkan langkah-langkah problem based learning
yaitu langkah pertama siswa menemukan masalah kemudian siswa
mendefinisikan masalah setelah mendefinisakannya siswa mencari
informasi dan mengumpulkan fakta, langkah selanjutnya pembuatan
hipotesis penelitian, repprasing masalah, menyuguhkan alternative
dan langkah yang terakhir siswa mengusulkan solusi untuk
memecahkan masalahnya.
h. Kelebihan dan Kekurangan Pendekata Problem Based
Learning
a. Kelebihan Pendekatan Problem Based Learning
Menurut Sitiatava Rizema Putra (2013:82). Model pembelajaran
PBL ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran ia
yang menemukan konsep tersebut.
2) Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah
dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.
30
3) Pengetahuan tertanam berdasarkan schemata yang dimiliki
oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna.
4) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena
masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan
dengan kehidupan nyata. Hal ini bisa meningkatkan
motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang
dipelajarinya.
5) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu
memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, serta
menanamkan sikap sosial yang positif dengan siswa
lainnya.
6) Mengondisikan siswa dalam belajar kelompok yang saling
berinteraksi terhadap pembelajaran dan temannya, sehingga
pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.
7) PBL diyakini pula dapat menumbuhkembangkan
kemampuan kreativitas siswa, baik secara individual
maupun kelompok, karena hampir disetiap langkah
menuntut adanya keaktifan siswa.
Jadi dapat simpulkan model Problem Based Learning (PBL)
memiliki kelebihan bahwa model problem based learning ini
menjadikan siswa lebih mandiri dalam memecahkan masalah dunia
nyata dalam pembelajaran. Siswa dapat merasakan manfaat
pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung
dikaitkan dengan kehidupan nyata. Hal ini bisa meningkatkan
motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajarinya.
b. Kekurangan Pendekatan Problem Based Learning
Selain memiliki kelebihan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) juga memiliki beberapa kekurangan.
Menurut Sitiatava Rizema Putra (2013:84). Selain berbagai
kelebihan tersebut, model PBL juga memiliki beberapa
kekurangan, yakni:
31
1) Bagi siswa yang malas, tujuan dari metode tersebut tidak
dapat tercapai;
2)
Membutuhkan banyak waktu dan dana; serta
3) Tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan metode
PBL.
Kesimpulan dari uraian diatas, model problem based learning
memiliki kekurangan yaitu bagi siswa yang memiliki rasa malas
maka tujuan dari metode problem based learning tidak dapat
tercapai. Selain itu model problem based learning tidak bisa
diterapkan dengan semua mata pelajaran.
i. Tahapan dalam penerapan problem based learning
Berikut ini diberikan contoh tahapan yang dapat diterapkan dalam
menyelenggarakan belajar dan pembelajaran dengan model PBL.
Para guru dapat mengembangkan tahapan yang berbeda sesuai
dengan permasalahan yang akan didiskusikan serta kondisi kelas.
Gintings, (2010:211)
a. Mempelajari standar isi dan standar kompetensi siswa dan
kiurikulum untuk menentukan karakteristik masalah yang sesuai
untuk digunakan sebagai bahan belajar dan pembelajaran.
b. Pelajari tingkat pengetahuan siswa untuk mempertimbangkan
kompleksitas persoalan yang akan dijadikan bahan belajar dan
pembelajaran.
32
c. Buatlah soal atau tugas yang berisi masalah yang harus dicarikan
solusinya oleh siswa atau kelompok siswa dengan merujuk
kepada hasil analisis kurikulum dan tingkat kemampuan siswa.
d. Beri pengkondisian awal kepada siswa sebelum diberi tugas
masalah untuk dicarikan solusinya. Pengkondisian ini meliputi :
1) Penjelasan tentang langkah-langkah dan pendekatan dalam
pemecahan masalah.
2) Kegiatan dan hasil yang harus mereka kerjakan berikut
kriteria keberhasilannya seperti; waktu, prosedur yang harus
ditempuh, ketersediaan data dan fakta, dan fakta, dan ruang
lingkup solusi.
e.
Kegiatan diskusi atau pelaksanaan prosedur pemecahan masalah
oleh siswa atau kelompok-kelompok siswa. Selama kegiatan ini
berlangsung, guru berperan sebagai fasilitator dan tutor
diantaranya dengan memberikan bimbingan dan motivasi kepada
siswa, mengingatkan kepada siswa tentang apa yang mereka
ketahui, mengingatkan apakah tahapan sudah benar, dan
mendorong partisipasi siswa.
f.
Menutup kegiatan dengan menyelenggarakan diskusi tentang
hasil pemacahan masalah. Jika kegiatan dilakukan berdasarkan
kelompok, selenggarakan diskusi pleno dan minta setiap
kelompok menyajikan hasil kegiatannya. Dalam kegiatan ini guru
berperan sebagai moderator dan sekaligus sebagai penilai.
33
g.
Guru melakukan penilaian terhadap hasil kegiatan siswa dan
memberikan komentar serta pengarahan untuk ditindak lanjuti
sebagai kegiatan penyayaan bagi siswa.
Miftahul Huda (2013:272). Sintak operasional PBL bisa mencakup
antara lain sebagai berikut ;
1. Pertama-tama siswa disajikan satu masalah.
2. Siswa mendiskusikan masalah dalam tutorial PBL dalam sebuah
kelompok kecil. Mereka mengklarifikasi fakta-fakta suatu kasus
kemudian mendefinisikan gagasan-gagasannya dengan berpijak
pada
pengetahuan
sebelumnya.
Kemudian,
mereka
mengidentifikasi apa yang mereka tidak ketahui. Mereka
menelaah masalah tersebut. Mereka juga mendesain suatu rencana
tindakan untuk menggarap masalah.
3. Siswa terlibat dalam studi independen untuk menyelesaikan
masalah di luar bimbingan guru. Hal ini bisa mencakup :
perpustakaan, database, website, masyarakat, dan observasi.
4. Siswa kembali pada tutorial PBL, lalu saling sharing informasi,
melalui peer teaching atau cooperative learning atau masalah
tertentu.
5. Siswa menyajikan solusi atas masalah.
6. Siswa mereview apa yang mereka pelajari selama proses
pengerjaan selama ini. Semua yang berpartisipasi dalam proses
tersebut terlibat dalam review pribadi, review berpasangan, dan
34
review berdasarkan bimbingan guru, sekaligus melakukan refleksi
atas kontribusinya terhadap proses tersebut.
Jadi dapat disimpulkan tahapan penerapan model problem based
learning yaitu pertama-tama siswa disajikan satu masalah, kemudian
siswa mendiskusikan masalah dalam tutorial PBL dalam sebuah
kelompok kecil, mereka mengklarifikasi fakta-fakta suatu kasus
kemudian
mendefinisikan
gagasan-gagasannya,
lalu
langkah
selanjutnya siswa saling sharing informasi, setelah itu siswa
menyajikan solusi atas masalah, dan tahap yang terakhir siswa
mereview apa yang mereka pelajari selama proses pengerjaan selama
ini.
j. Peran Guru dalam Problem Based Learning
Guru harus menggunakan proses pembelajaran yang akan
menggerakkan siswa menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas,
dan belajar sepanjang hayat. Lingkungan belajar yang dibangun guru
harus mendorong cara berpikir reflektif, evaluasi kritis, dan cara
berpikir yang berdayaguna. Peran guru dalam PBL berbeda dengan
peran guru di dalam kelas. Guru dalam PBL terus berpikir tentang
beberapa hal,
yaitu : 1) bagaimana dapat merancang dan
menggunakan permasalahan yang ada di dunia nyata, sehinga siswa
dapat menguasai hasil belajar ?; 2) bagaimana bisa menjadi pelatih
siswa dalam proses pemecahan masalah, pengerahan diri, dan belajar
dengan teman sebaya ?; 3) dan bagaimana siswa memandang diri
35
mereka sendiri sebagai pemecah masalah yang aktif ?. Guru dalam
PBL juga memusatkan perhatiannya pada ; 1) memfasilitasi proses
PBL; mengubah cara berpikir, mengembangkan keterampilan inquiry,
menggunakan pembelajaran kooperatif; 2) melatih siswa tentang
strategi pemecahan masalah; pemberian masalah yang mendalam,
metakognisi, berpikir kritis, dan berpikir secara sistem; dan 3) menjadi
perantara
proses
penguasaan
informasi,
mengakses
informasi;
sumber informasi
meneliti
lingkungan
yang beragam,
dan
mengadakan koneksi.
1. Menyiapkan Perangkat Berpikir Siswa
Beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk menyiapkan siswa
dalam PBL adalah : 1) membantu siswa mengubah cara berpikir; 2)
menjelaskan apakah PBL itu ? pola apa yang akan dialami oleh
siswa?; 3) member siswa ikhtisarsiklus PBL, struktur, dan batasan
waktu; 4) mengkomunikasikan tujuan, hasil, dan harapan; 5)
menyiapkan siswa untuk pembaruan dan kesulitan yang akan
menghadang; dan 6) membantu siswa merasa memiliki masalah.
2. Menekankan Belajar Kooperatif
PBL menyediakan cara untuk inquiri yang bersifat kolaboratif dan
belajar. Bray, dkk (dalam Rusman, 2012:235) menggambarkan
inquiry kolaboratif sebagai proses dimana orang melakukan
refleksi dan kegiatan secara berulang-ulang, mereka bekerja dalam
tim untuk menjawab pertanyaan penting. Dalam proses PBL, siswa
36
belajar bahwa bekerja dalam tim dan kolaborasi itu penting untuk
mengembangkan proses kognitif yang berguna untuk meneliti
lingkungan,
memahami
permasalahan,
mengambil
dan
menganalisis data yang penting, dan mengelaborasi solusi.
3. Memfasilitasi Pembelajaran Kelompok Kecil dalam Pembelajaran
Berbasis Masalah
Belajar dalam kelompok kecil lebih mudah dilakukan apabila
anggota berkisar antara 1 sampai 10 siswa atau lebih sedikit
dengan satu orang guru. Guru dapat menggunakan berbagai teknik
belajar kooperatif untuk menggabungkan kelompok-kelompok
tersebut dalam langkah-langkah yang beragam dalam siklis PBL
untuk menyatukan ide, berbagai hasil belajar, dan penyajian ide.
4. Melaksanakan Problem Based Learning
Guru mengatur lingkungan belajar untuk mendorong penyatuan
dan pelibatan siswa dalam masalah. Guru juga memainkan peran
aktif dalam memfasilitasi inquiry kolaboratif dan proses belajar
siswa.
Jadi dapat disimpulkan peran guru dalam problem based
learning adalah guru dapat menggerakkan siswa menuju kemandirian,
kehidupan yang lebih luas, dan belajar sepanjang hayat. Lingkungan
belajar yang dibangun guru harus mendorong cara berpikir reflektif,
evaluasi kritis, dan cara berpikir yang berdayaguna. Peran guru dalam
PBL berbeda dengan peran guru di dalam kelas guru harus mampu
37
menyiapkan perangkat berpikir siswa, menekankan belajar kooperatif,
memfasilitasi pembelajaran kelompok kecil dalam pembelajaran
berbasis masalah, melaksanakan Problem Based Learning. Guru juga
memainkan peran aktif dalam memfasilitasi inquiry kolaboratif dan
proses belajar siswa.
k. Pengalaman Siswa dalam Problem Based Learning
Inti dari Problem Based Learning adalah Pembelajaran Siswa.
Beberapa hal penting yang harus mendapat perhatian adalah
1) Memperkirakan kesiapan siswa, meliputi dasar pengetahuan,
kedewasaan berpikir, dan kekuatan motivasinya;
2) Mempersiapkan siswa dalam hal berpikir dan kemampuan
dalam
rangka
melakukan
pekerjaan
secara
kelompok,
membaca, mengatur waktu, dan menggali informasi;
3) Merencanakan proses dalam bentuk langkah-langkah dalam
cycle problem based learning;
4) Menyediakan sumber bimbingan yang tepat, menjamin bahwa
ada akhir yang merupakan hasil akhir.
Jadi dapat disimpulkan pengalaman siswa dalam problem based
learning adalah bagaimana siswa memecahakan masalah yang
dihadapi dengan mengaitkannya menggunakan pengalaman yang
mereka ketahui. Dalam setiap perubahan bukan saja diperlukkan
adanya kemauan untuk berubah, akan tetapi kesiapan menyongsong
perubahan yang membawa implikasi terhadap sisi lain dari
38
pendidikan itu sendiri. Pada sekolah misalnya, segala perangkat
keras dan perangkat lunak, dari staf sampai pada tingkat pimpinan
sekalipun harus memiliki kemauan, kesiapan, dan kemampuan dalam
melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan itu.
l. Inti dari Problem Based Learning
Ibrahim dan Nur dalam Rusman (2012:241) mengemukakan bahwa
Problem Based Learning merupakan salah satu pendekatan
pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir
tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada
masalah dunia nyata, termasuk didalamnya belajar bagaimana
belajar.
Moffit
(Depdiknas,
2002:12)
mengemukakan
bahwa
pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan
suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia
nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
Persamaannya
terletak
pada
pendayagunaan
kemampuan
berpikir dalam sebuah proses kognitif yang melibatkan proses
mental yang ada di dunia nyata. Dengan demikian, siswa diharapkan
memiliki pemahaman yang utuh dari sebuah materi yang
diformulasikan dalam masalah, penguasaan sikap positif, dan
keterampilan secara bertahap dan berkesinambungan. PBL menuntut
aktivitas mental siswa dalam memahami suatu konsep,prinsip, dan
keterampilan melalui situasi atau masalah yang disajikan di awal
39
pembelajaran. situasi atau masalah menjadi titik tolak pembelajaran
untuk memahami prinsip, dan mengembangkan keterampilan yang
berbeda pembelajaran pada umumnya.
Siswa memahami konsep dan prinsip dari suatu materi dimulai
dari bekerja dan belajar terhadap situasi atau masalah yang diberikan
melalui investigasi, inquiry, dan pemecahan masalah. Siswa
membangun konsep atau prinsip dengan kemampuannya sendiri
yang mengintegrasikan kterampilan dan pengetahuan yang sudah
dipahami sebelumnya.
Jadi, kesimpulannya penggunaan model Problem Based
Learning (PBL) juga bisa disebut Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM)
adalah
suatu
proses
belajar
dengan
mengeluarkan
kemampuan siswa dengan betul-betul dioptimalisasikan melalui
proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa
dapat memberdayakan, mengasah,menguji dan mengembangkan
kemampuan berfikirnya secara berkesinambungan yang berorientasi
pada masalah dunia nyata. Karena perkembangan intelektual siswa
terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan
menantang serta ketika mereka berusaha memecahkan masalah yang
dimunculkan.
40
2. Komunikasi
a. Pengertian komunikasi
Dalam proses pembelajaran akan melibatkan pertukaran
informasi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.
Dengan kata lain dalam beberapa hal pada hakekatnya dapat dilihat
sebagai proses komunikasi.
Menurut Elearn Limited dalam Daryanto (2011:3). Kata
“komunikasi” berasal dari bahasa latin, communis, yang berarti
membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua
orang atau lebih. Hal ini, yang dibagi adalah pemahaman bersama
melalui pertukaran pesan. Komunikasi sebagai kata kerja (verb)
dalam bahasa inggris, Communicate berarti untuk ;
a) Bertukar pikiran, perasaan, dan informasi;
b) Membuat tahu;
c) Membuat sama;
d) Mempunyai sebuah hubungan yang simpatik.
Sedangkan menurut Bernard berelson dan Gary A. Steiner
dalam Gintings (2010:116)
Mengemukakan komunikasi: transmisi informasi, gagasan
emosi, keterampilan, dan sebagainya dengan menggunakan
simbol-simbol, kata-kata, gambar grafik, dan sebagainya.
Tindakan atau proses tansmisi itulah yang biasanya disebut
komunikasi.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
komunikasi adalah membangun kebersamaan antara dua orang atau
41
lebih. Komunikasi juga disebut transmisi informasi, gagasan emosi,
keterampilan, dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol,
kata-kata, gambar grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses
tansmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.
b. Komunikasi dan pertumbuhannya
Daryanto,
(2011:4).
Ilmu
komunikasi,
seperti
juga
antropologi atau sosiologi, adalah disiplin ilmu deskriptif. Dalam
sejarah pertumbuhannya, ilmu komunikasi berawal sejak retorika
terlahir sebagai pengetahuan dan seni berbicara secara lisan, tatap
muka dalam konteks publik.
Untuk tujuan pembelajarannya, didefinisikan komunikasi
sebagai usaha penyampaian pesan antar manusia, karena itu, kita
nyatakan ilmu komunikasi sebagai ilmu yang mempelajari usaha
penyampaian pesan antar manusia. Syarat suatu ilmu, sebagaimana
disimpulkan pada bagian terdahulu, harus memiliki obyek kajian;
dimana obyek kajian itu harus terdiri dari satu golongan masalah
yang sama sifatnya. Poed Jawijatna, 1983; Hatta, 1987 dalam
Daryanto (2011:10). Obyek ilmu komunikasi adalah komunikasi
itu sendiri, yakni usaha penyampaian pesan antar manusia.
Jadi
dapat
disimpulkan
bahwa
komunikasi
dan
pertumbuhannya yaitu dalam sejarah pertumbuhannya, ilmu
komunikasi berawal sejak retorika terlahir sebagai pengetahuan
dan seni berbicara secara lisan, tatap muka dalam konteks publik.
42
Ilmu komunikasi adalah komunikasi itu sendiri, yakni usaha
penyampaian pesan antar manusia.
c. Tiga Kategori Definisi Komunikasi
Tahun 1976, Dance dan Larson dalam Daryanto, (2011:10)
mengumpulkan 126 definisi komunikasi yang berlainan. Saat ini,
jumlah itu telah meningkat lebih banyak lagi. Namun secara garis
besarnya Dance dan Larson mingidentifikasi tiga dimensi
temuannya itu.
a) Tingkat observasi atau derajat keabstrakannya : yang bersifat
umum, misalnya definisi yang menyatakan bahwa komunikasi
adalah proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian
lainnya dalam kehidupan. Dalam hal yang lebih khusus,
definisi komunikasi adalah alat untuk mengirimkan pesan
militer, perintah, dan sebagainya melalui telepon, telegraf,
radio, kurir dan sebagainya.
b) Tingkat kesenjangan : yang mensyaratkan kesenjangan,
misalnya definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah
situasi-situasi
yang
memungkinkan
suatu
sumber
mentransmisikan suatu pesan kepada seorang penerima dengan
disadari mempengaruhi perilaku penerima. Akan tetapi,
definisi yang mengabaikan kesenjangan misalnya dari Code
(1959), yang menyatakan komunikasi sebagai proses yang
membuat sesuatu dari yang semula dimiliki oleh seseorang
43
atau monopoli seseorang menjadi dimiliki dua orang atau
lebih.
c) Tingkat
keberhasilan
dan
diterimanya
pesan
:
yang
menekankan keberhasilan dan diterimanya pesan. Misalnya,
definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses
pertukaran informasi untuk mendapatkan saling pengertian.
Sementara itu, yang tidak menekankan keberhasilan, misalnya
definisiyang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses
transmisi komunikasi.
Dapat disimpulkan bahwa tiga kategori definisi komunikasi
dapat dilihat dari tiga tingkat yaitu tingkat observasi atau derajat
keabstrakannya yang bersifat umum, misalnya definisi yang
menyatakan
bahwa
komunikasi
adalah
proses
yang
menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam
kehidupan. Tingkat kesenjangan yang mensyaratkan kesenjangan,
misalnya definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah
situasi-situasi yang memungkinkan suatu sumber mentransmisikan
suatu pesan kepada seorang penerima. Dan Tingkat keberhasilan
dan diterimanya pesan yang menekankan keberhasilan dan
diterimanya pesan.
Daryanto, (2011 : 11). Dari definisi yang menyatakan bahwa
komunikasi adalah usaha penyampaian pesan antar manusia.
44
1) Usaha
Kata “usaha” dalam definisi menggambarkan unsur
kesengajaan, yaitu adanya motif komunikasi yang
menyebabkan seseorang dengan sengaja menyampaikan
pesannya kepada manusia lain.
2) Penyampaian pesan
Meskipun komunikasi menyangkut perilaku manusia, namun
tidak semua perilaku manusia adalah komunikasi, dalam arti ia
berkomunikasi. Komunikasi adalah perilaku manusia dalam
hal penyampaian pesan. Dengan perkataan lain, ilmu
komunikasi hanya mempelajari tentang penyampaian pesan
dan hanya tentang pesan, bukan perilaku lainnya selain
penyampaian pesan.
Jadi, ilmu komunikasi hanya mempelajari tentang perilaku
manusia dalam hal penyampaian pesan. Akan tetapi terkait dengan
unsur
definisi
komunikasi
sebelumnya,
pesan
itu
harus
disampaikan dengan sengaja, ada motif yang melatarbelakanginya.
Setiap perilaku manusia punya potensi komunikasi, namun tidak
semua perilaku manusia adalah kajian ilmu komunikasi.
Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam konteks belajar dan pembelajaran komunikasi merupakan
sarana penting bagi seorang guru dalam melaksanakan proses
belajar dan pembelajaran dimana
guru
akan membangun
pemahaman siswa mengenai materi yang diajarkannya. Melalui
komunikasi guru sebagai sumber menyampaikan informasi kepada
penerima informasi yaitu siswa, dalam proses pembelajaran yang
disampaikan
informasi
tersebut
adalah
materi
yang
akan
dipelajarinya dengan menggunakan simbol-simbol baik tulisan
maupun lisan, dan bahasa nonverbal. Sebaliknya siswa akan
45
menyampaikan berbagai pesan sebagai respon yang diberikan
kepada guru sehingga terjadi komunikasi dua arah guna
meningkatkan kemampuan keterampilan berkomunikasi untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
d. Fungsi Komunikasi
Liliweri dalam Gintings (2010:119) mengemukakan bahwa
secara umum ada empat funfsi komunikasi dalam organisasi.
1) To Tell atau menjelaskan
Komunikasi berfungsi menginformasikan atau menjelaskan
materi pelajaran termasuk informasi-informasi lain yang
diperlukan siswa dalam proses pendidikannya.
2) To Sell atau menjual gagasan
Komunikasi berfungsi menjual isi kurikulum yang meliputi
sistem nilai, gagasan, fakta, dan sikap yang diharapkan akan
diadopsi atau dimiliki oleh siswa.
3) To Learn atau belajar
Komunikasi berfungsi sebagai sarana yang diperlukan baik
oleh siswa maupun guru untuk belajar tentang: kompetensi
yang diperlukannya, tentang dirinya, tentang orang lain, dan
tentang lingkungannya.
4) To decide atau memutuskan
Fungsi ini berkaitan dengan bagaimana guru, siswa, dan
masyarakat
sekolah
lainnya
memutuskan
dan
46
mengkomunikasikan keputusannya tentang pilihan-pilihan
yang dibuatnya, pendistribusian tanggung jawab dan hak,
kebijakan, dan lain sebagainya.
Dari fungsi kounikasi di atas dapat disimpulkan bahwa
komunikasi berfungsi menginformasikan atau menjelaskan materi
pelajaran. Komunikasi berfungsi menjual isi kurikulum yang
meliputi sistem nilai, gagasan, fakta, dan sikap. Komunikasi
berfungsi sebagai sarana yang diperlukan baik oleh siswa maupun
guru untuk belajar fungsi ini berkaitan dengan bagaimana guru,
siswa, dan masyarakat sekolah lainnya dalam menyampaikan
informasi untuk mengkomunikasikan keputusannya tentang pilihan
yang dibuat.
e. Unsur-unsur Komunikasi
Adapun unsur-unsur komunikasi menurut Gintings (2010 : 122)
1) Pengirim atau komunikator
Komunikator adalah yang menginisiasi pengiriman pesan.
Dalam konteks belajar dan pembelajaran peran sebagai
komunikator ini dapat diperankan oleh guru maupun siswa
sehingga
terjadi
komunikasi
dua
arah.
Ketika
guru
menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, ia berperan
sebagai komunikator siswa berperan sebagai komunikan,
begitu juga sebaliknya.
47
Sedangkan menurut Daryanto (2011:20).
Pengirim Pesan : Komunikator. Pengirim pesan yang dimaksud
di sini adalah manusia yang mengambil inisiatif dalam
berkomunikasi. Dalam bahasan ini kita sebut komunikator.
Pesan disampaikan komunikator untuk mewujudkan motif
komunikasi. Karena itu, komunikator kita definisikan sebagai
manusia berakal budi yang berinisiatif menyampaikan pesan
untuk mewujudkan motif komunikasinya.
Dilihat dari jumlahnya, komunikator dapat terdiri dari
a) Satu orang,
b) Banyak orang dalam pengertian lebih dari satu orang, dan
c) Massa.
Apabila lebih dari satu orang, yakni banyak orang dimana
mereka relative saling kenal sehingga terdapat ikatan emosional
yang kuat dalam kelompoknya maka kumpulan banyak orang ini
kita sebut kelompok kecil. Apabila lebih dari satu orang atau
banyak orang dan relative tidak saling kenal secara pribadi
sehingga ikatan emosionalnya kurang kuat, maka kita sebut
kelompok besar atau publik.
Komunikator dapat dilihat dari jumlahnya yang dapat
dijelaskan pada bagan yang telah ada yaitu pada bagan 2.2.
48
Satu orang
Banyak orang,
Homogen, saling
kenal ikata
emosional kuat
Komunikator
Banyak
orang
Banyak orang,
Heterogen, tidak
saling kenal
emosional kuat
Banyak orang
punya tujuan sama
ada pembagian
kerja
Massa
Kelompok
kecil
Kelompok
besar
Organisasi
Banyak orang di
tempat dan waktu
sama peristiwa
Motif
ideal:
LSM,
Yayasan.
Motif
komersial:
perseroan
terbatas
Banyak orang
tersebar dalam area
geografis luas
Bagan 2.2
Komunikator dilihat dari jumlahnya. Daryanto ( 2011 : 21).
2) Penyandian atau Encoding
Yaitu proses yang dilakukan oleh komunikator untuk
mengemas maksud atau pesan yang ada dalam benak dan
49
hatinya menjadi simbol-simbol, suara, tulisan, gerakan tubuh,
dan bentuk lainnya untuk dapat dikirimkan kepada komunikan
3) Pesan atau message
Adalah maksud atau informasi yang disampaikan oleh
komunikator kepada komunikan melalui simbol-simbol. Jadi
dapat juga dikatakan bahwa pesan adalah sesuatu atau makna
yang terkandung dalam simbol-simbol. Pesan ini dapat
berbentuk verbal yaitu ucapan dan tulisan atau non-verbal
berupa gerak tubuh atau ekspresi wajah.
Sedangkan menurut Daryanto (2011:20).
Pesan pada dasarnya bersifat abstrak. Untuk membuatnya
konkret agar dapat dikirim dan diterima oleh komunikan,
manusia dengan akal budinya menciptakan sejumlah lambing
komunikasi berupa suara, mimik, gerak gerik, bahasa lisan,
dan bahasa tulisan. Apabila pesan bersifat abstrak, komunikan
tidak akan tahu apa yang ada dalam benak seseorang sampai
seseorang mewujudkannya dalam salah satu bentuk atau
kombinasi disebut juga bentuk pesan, yakni wujud konkrit dari
pesan. Hal tersebut berfungsi mewujudkan pesan yang abstrak
jadi konkret. Suara, mimic, dan gerak-gerik lazim digolongkan
dalam pesan nonverbal, sedangkan lisan dan bahasa tulisan
dikelompokkan dalam pesan verbal.
4) Saluran dan media
Saluran adalah tempat di mana pesan dalam bentuk simbolsimbol tadi dilewatkan dari komunikator ke komunikan. Bagi
manusia saluran komunikasi ini diantaranya panca-indra yang
dapat berupa pendengaran, penglihatan, penciuman, rabaan, dan
rasa.
50
5) Penyandian ulang atau decoding
Yaitu
proses
yang
dilakukan
oleh
komunikan
untuk
menginterprestasikan simbol-simbol yang diterimanya menjadi
makna. Pemahaman penerimaan terhadap pesan yang diterimanya
merupakan
hasil
komunikasi.
Pemahaman
siswa
tentang
penjelasan guru atau sebaliknya interpretasi guru terhadap
jawaban
siswa
interpretasi
tentang penjelasan
guru
terhadap
guru
jawaban
atau
siswa
sebaliknya
adalah
proses
penyandian ulang atau decoding.
6) Penerima atau komunikan
Adalah penerima pesan atau individu atau kelompok yang
menjadi sasaran komunikasi. Ketika guru memberikan penjelasan
kepada siswa, maka siswa berperan sebagai komunikan.
Sebaliknya ketika siswa menyampaikan jawaban atas pertanyaan
atau usulan kepada guru, maka gurulah yang berperan sebagai
komunikan.
7) Umpan balik atau feedback
Adalah informasi uang kembali dari komunikan ke komunikator
sebagai
respon
komunikator.
terhadap
Dari
umpan
pesan
balik
yang
ini
disampaikan
komunikator
oleh
dapat
mengetahui pemahaman dan reaksi komunikan terhadap pesan
yang dikirimnya. Dengan adanya umpan balik ini akan terbentuk
arus komunikasi dua arah.
51
Jadi dapat disimpulkan unsur-unsur komunikasi yaitu adanya
pengirim atau komunikator, penyandian atau Encoding, pesan atau
message, saluran dan media, penyandian ulang atau decoding
penerima atau komunikan dan umpan balik atau feedback. Unsurunsur tersebut sangat berperan penting dalam melaksanakan
komunikasi dan dengan adanya unsur-unsur tersebut proses
komunikasi akan berjalan dengan lancar dan sesuai tujuan
komunikasi.
f. Arah Komunikasi
Beberapa arah komunikasi menurut Gintings (2010 : 123)
1) Komunikasi Satu Arah
Arah arus informasi diantara komunikator atau guru, dengan
komunikan atau siswa, dalam komunikasi satu arah dapat
dilihat dalam Gambar 2.1.
G
S
S
S
S
Gambar 2.1
Komunikasi satu arah antara G (Guru) dengan S (Siswa)
Sumber Gintings (2010 : 123)
Seperti diilustrasikan pada Gambar 2.1, dalam belajar dan
pembelajaran yang bernuansa komunikasi satu arah, penyampaian
pesan atau informasi atau gagasan berlangsung hanya satu arah dari
52
guru ke siswa. Dalam iklim komunikasi seperti ini guru mendikte dan
siswa pasif menerima pelajaran. Siswa tidak diberikan kesempatan
untuk menyampaikan gagasan. Hasilnya akan tercipta suasana belajar
dan pembelajaran yang bernuansa “teacher centered”.
2) Komunikasi Dua Arah
Dalam belajar dan pembelajaran yang bernuansa komunikasi
dua arah, penyampaian pesan atau informasi atau gagasan
berlangsung hanya dua arah dari guru ke siswa. Dalam iklim
komunikasi seperti ini guru berdialog dengan siswa secara
aktif. Siswa diberi kesempatan untuk menyampaikankan
gagasannya. Guru berusaha mengajukan pertanyaan untuk di
jawab oleh siswa. Hasilnya akan tecipta suasana belajar dan
pembelajaran yang bernuansa “student centered” atau berpusat
kepada siswa sebagai objek belajar dan pembelajaran. Dengan
gaya komunikasi ini guru juga akan memperoleh masukan atau
gambaran tentang tingkat pemahaman siswa dalam mata
pelajaran yang dipelajari. Akan tetapi, guru tidak mendorong
terciptanya komunikasi sesame siswa.
Arah arus informasi diantara komunikator atau guru, dengan
komunikan atau siswa, dalam komunikasi dua arah adalah seperti
diperlihatkan dalam Gambar 2.2.
53
G
S
S
S
S
Gambar 2.2
Komunikasi dua arah antara Guru dan Siswa
Sumber Gintings (2010 : 124)
3) Komunikasi Multi Arah
Arah arus komunikasi yang dengan kuat direkomendasikan adalah
model komunikasi multi arah. Sebagaimana terlihat pada Gambar
2.3 dalam komunikasi multi arah komunikasi terdiri antara guru
dengan semua siswa dan diantara sesama siswa. Keuntungan yang
diperoleh melalui komunikasi dua arah juga akan dicapai melalui
penerapan model komunikasi ini. Lebih dari itu, model komunikasi
ini mengatasi kelemahan kedua model komunikasi terdahulu yaitu
dampak keterbatasan guru. Keterbatasan guru dapat diatasi oleh
terjadinya dua hubungan antara siswa dengan siswa yaitu
kolaborasi dan kooperasi. Kolaborasi adalah berbagi (sharing)
pengalaman
dan
gagasan
diantara
sesame
siswa
dengan
kemampuan yang setara untuk mencapai keberhasilan besama.
Kooperasi adalah kerjasama antara siswa yang berbeda tingkat
kemampuannya dengan mana siswa yang memiliki kemampuan
lebih baik menularkan kepada siswa yang memiliki kemampuan
54
lebih rendah. Dalam kooperasi siswa yang memiliki kemampuan
lebih justru akan lebih memantapkan pemahamannya tentang
materi yang diajarkan kepada temannya seperti pada gambar 2.3.
G
S
S
S
S
Gambar 2.3
Komunikasi multi arah antara Guru dengan Siswa dan Siswa dengan Siswa
Sumber Gintings (2010 : 125)
Dapat sisimpulkan bahwa komunikasi beberapa arah tersbut
selalu terjadi dalam proses pembelajaran seperti komunikasi satu
arah, penyampaian pesan atau informasi atau gagasan berlangsung
hanya satu arah dari guru ke siswa komunikasi seperti ini guru
mendikte dan siswa pasif menerima pelajaran. Komunikasi dua
arah dalam belajar dan pembelajaran yang bernuansa komunikasi
dua arah, penyampaian pesan atau informasi atau gagasan
berlangsung hanya dua arah dari dari guru ke siswa, komunikasi
seperti ini guru berdialog dengan siswa secara aktif. Arah
komunikasi yang terakhir yaitu arah komunikasi multi arah dalam
komunikasi multi arah komunikasi terdiri antara guru dengan
semua
siswa
dan
diantara
sesama
siswa.
Dalam
proses
55
pembelajaran siswapun berperan aktif dan tidak hanya berpusat
pada guru.
g. Jenis-jenis Komunikasi
Dalam bagian ini akan dibahas tentang berbagai jenis komunikasi
yang terkait dengan guru dalam belajar dan pembelajaran. jenisjenis komunikasi menurut Gintings (2010:125) meliputi :
1) Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang dilakukan
dengan menggunakan simbol-simbol atau kata-kata baik lisan
maupun
tulisan
menurut
Gintings
(2010:126).
Dengan
memanipulasi kata-kata manusia dapat mengkomunikasikan
berbagai pesan yang rumit sekalipun seperti undang-undang,
perhitungan matematika, sastra dan ilmu pengetahuan lainnya.
Oleh karena itu, guru harus menguasai dengan baik cara
melakukan komunikasi verbal agar tidak terjadi hambatan
sematik diantaranya ketika berkomunikasi dengan siswa dalam
belajar dan pembelajaran.
2) Komunikasi Non-Verbal
Blake dan Haroldsen dalam Gintings (2010:126) dengan
singkat mengungkapkan bahwa “komunikasi non-verbal adalah
penyampaian dari pesan yang meliputi ketidak hadiran simbolsimbol atau perwujudan suara”. Termasuk dalam komunikasi
non-verbal adalah kontak mata, ekspresi wajah, gerak tubuh,
56
kedekatan jarak, suara yang bukan kata atau parabahasa,
sentuhan, dan cara berpakaian.
3) Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi dari mulut ke
mulut yang terjadi dalam interaksi langsung atau tatap muka
antara beberapa pribadi dengan menggunakan bahasa verbal
dan non-verbal Gintings (2010:127). Keuntungan komunikasi
atar pribadi menurut Blake dan Haroldsen dalam Gintings
(2010:127) adalah dapat dimanfaatkannya semua panca indra
dan juga dapat diperolehnya dengan segera umpan balik.
Dengan demikian, dampak komunikasi termasuk kesalahan
penafsiran dapat dengan segera pula diketahui dan dikoreksi.
Sedangkan menurut Daryanto (2011:30).
Komunikasi antarpribadi dapat terjadi dalam konteks satu
komunikator dengan satu komunikan atau satu komunikator
dengan dua komunikan. Lebih dari tiga orang biasanya dianggap
komunikasi kelompok. Komunikasi antarpribadi dapat
berlangsung secara tatap muka atau menggunakan media
komunikasi antarpribadi seperti telepon.
Dalam komunikasi antarpribadi, komunikator relatif cukup
mengenal komunikan, dan sebaliknya, pesan dikirim dan diterima
secara semultan dan spontan, relatif kurang terstruktur. Demikian pula
halnya dengan umpan balik yang dapat diterima dengan segera.dalam
tataran antarpribadi, komunikasi berlangsung secara sirkuler, peran
komunikator dan komunikan terus dipertukarkan. Karena itu,
dikatakan bahwa kedudukan komunikator dan komunikan relative
57
setara. Proses ini lazim disebut dialog. Walaupun demikian, dalam
konteks tertentu dapat juga terjadi monolog, hanya satu pihak yang
mendominasi percakapan. Efek komunikasi antarpribadi paling kuat di
antara tataran komunikasi lainnya. Dalam komunikasi antarpribadi,
komunikator dapat mempengaruhi langsung tingkah laku (efek
kognitif) dari komunikannya, memanfaatkan pesan verbal dan
nonverbal, serta segera mengubah atau menyesuaikan pesannya
apabila didapat umpan balik negatif.
4) Komunikasi Intra Pribadi
Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang berlangsung
antara individu dengan dirinya sendiri Gintings (2010:127).
Dengan komunikasi intrapribadi guru dapat melakukan
introspeksi atau self evaluation tentang seberapa besar manfaat
kehadirannya dalam kehidupan dan masa depan siswa.
Komunikasi intrapribadi juga merupakan sarana bagi guru
untuk menyadari kelemahan dan kelebihannya berkenaan
dengan pelaksanaan tugas dan fungsi profesinya.
5) Komunikasi Kelompok
Menurut Alvin A. Goldberg, (2006:6) Komunikasi kelompok
adalah suatu bidang studi, penelitian dan terapan yang tidak
menitikberatkan perhatiannya pada proses kelompok secara
umum, tetapi pada tingkah laku individu dalam diskusi
kelompok tatap muka yang kecil.
58
Apabila jumlah pelaku komunikasi lebih dari tiga orang,
cenderung komunikasi dianggap komunikasi kelompok kecil
lazim disebut komunikasi kelompok saja. Akan tetapi,
komunikasi kelompok besar biasa disebut sebagai komunikasi
publik. Jumlah manusia pelaku komunikasi dalam komunikasi
kelompok, besar atau kecilnya tidak ditentukan secara
matematis, tetapi bergantung pada ikatan emosional antar
anggotanya. Dalam komunikasi kelompok, komunikator relatif
mengenal komunikan demikian juga antar komunikan. Bentuk
komunikasi kelompok kecil, misalnya pertemuan, rapat, dan
lain-lain.
Komunikasi kelompok kecil pasti melibatkan komunikasi
antarpribadi sehingga teori komunikasi antarpribadi juga
berlaku disini. Umpan balik dapat diterima dengan segera,
menentukan penyampaian pesan berikutnya. Namun, pesan
relatif lebih terstruktur dari pada komunikasi antarpribadi,
bersifat formal ataupun informal. Komunikasi kelompok sering
kita temui dalam keluarga, tetangga, teman dan kerabat, atau
kelompok diskusi. Komunikasi kelompok dapat terjadi di
dalam kelompok dan juga antar kelompok.
6) Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi dalam konteks profesi guru adalah
komunikasi yang terkait dengan kedudukan guru sebagai unsur
59
sekolah dan lebih luas lagi sebagai anggota profesi. Gintings
(2010:128).
7) Komunikasi antar budaya
Samovar dan Porter dalam Gintings (2010:129) mendefinisikan
komunikasi antar budaya sebagai berikut “ … intercultural
communication involves interaction berween people whose
cultural perceptions and symbol system are distinct enough to
alter the communication event”. Komunikasi antar budaya
tersebut komunikasi antar budaya melibatkan interaksi antar
manusia yang perbedaan persepsi dan sistem simbolnya cukup
berpengaruh terhadap peristiwa komunikasi.
Dari beberapa jenis-jenis komunikasi di atas dapat disimpulkan
bahwa komunikasi tidak hanya satu jenis saja dalam proses
komunikasi terdapat komunikasi verbal bentuk komunikasi yang
dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol atau kata-kata baik
lisan maupun tulisan. Komunikasi non-verbal penyampaian dari
pesan yang meliputi ketidak hadiran simbol-simbol atau perwujudan
suara. Komunikasi antar pribadi terjadi komunikasi dari mulut ke
mulut yang terjadi dalam interaksi langsung atau tatap muka.
Komunikasi intrapribadi proses komunikasi yang berlangsung antara
individu dengan dirinya sendiri. Komunikasi kelompok terjadi pada
proses diskusi komunikator relatif mengenal komunikan demikian
juga
antar
komunikan.
Komunikasi
antar
budaya
tersebut
60
komunikasi antar budaya melibatkan interaksi antar manusia yang
perbedaan persepsi.
3. Kerjasama
a. Pengertian Kerjasama
Pembelajaran tematik tidak menutup kemungkinan bagi siswa
untuk terampil dalam bekerjasama, saling membantu dalam
mengatasi suatu masalah untuk memahami materi pelajaran.
Menurut Kusnadi, (2003 : 46)
Kerja sama adalah dua orang atau lebih untuk melakukan
aktivitas bersama yang dilakukan secara terpadu yang
diarahkan kepada suatu target atau tujuan tertentu. Semakin
besar derajat keterpaduan maka akan semakin besar pula
derajat kerja sama. Tanpa adanya keterpaduan maka tidak akan
adanya kerja sama.
Sedangkan menurut Robert L.Clistrap dalam Roestiyah
(2008: 15) bahwa :
Kerja sama merupakan suatu kegiatan sekelompok untuk
mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu tugas secara
bersama-sama”, dalam kerjasama ini biasanya terjadi interaksi
antara anggota kelompok dan mempunyai tujuan yang sama
untuk dapat dicapai bersama-sama.
Kerjasama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran.
kemampuan untuk bekerjasama itu dipraktikan melalui aktivitas
dan kegiatan belajar di kelas. Dengan demikian, siswa perlu
didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi
dengan siswa lainnya. Siswa perlu dibantu mengatasi berbagai
hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga siswa
dapat menyampaikan ide dan mengemukakan pendapatnya sendiri.
61
Menurut Kusnadi, (2003:51).
Untuk memperoleh suatu kerjasama yang baik dan berhasil
maka diperlukan suatu persyaratan tertentu. Jika persyaratan
ini tidak dipenuhi maka suatu kerjasama yang baik dan
berhasil akan sulit untuk dicapai. Suatu kerjasama dikatakan
berjalan dengan baik, efektif dan efesien manakala target dan
tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Tingkat keberhasilan
merupakan tingkat efektifitas dan tingkat efisiensi.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kerjasama adalah suatu kegiatan sekelompok untuk mengerjakan
atau menyelesaikan sesuatu tugas secara bersama-sama, suatu
kerjasama dikatakan berjalan dengan baik, efektif dan efesien
manakala target dan tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Tingkat
keberhasilan merupakan tingkat efektifitas dan tingkat efisiensi.
Menurut Kusnadi (2003:51) Didalam membangun kerjasama
yang efektif dan efisien terdapat beberapa garis pedoman yang
harus dipatuhi, yaitu :
1. Kesadaran diri. Semua pihak yang terlibat dalam proses
kerjasama harus menyadari bahwa target dan tujuan yang
diharapkan tidak mungkin dapat dicapai seorang diri. Bantuan
orang lain mutlak diperlukan agar apa yang diharapkan
menjadi nkenyataan.
2. Memahami konsep persamaan dan perbedaan manusia. Setiap
individu yang melakukan kerja sama harus mengerti bahwa
semua individu mempunyai persamaan dan perbedaan.
62
Persamaan dan perbedaaan ini akan memberikan kontribusi
positif bagi iklim kerja sama yang harmonis.
3. Adanya tujuan dan target yang jelas. Karena kerjasama akan
diarahkan kepada pencapaian tertentu maka perumusan tujuan
dan target yang akan dicapai harus dirumuskan dan ditetapkan
secara jelas dan tegas. Ketidak jelasan tujuan dan target akan
memperlemah proses kerjasama.
4. Adanya ilmu dan teknologi yang relevan. Ilmu dan teknologi
akan sangat membantu memperlancar dan meningkatkan
kualitas kerjasama. Dengan adanya ilmu dan teknologi yang
relevan akan membuat kerjasama akan menjadi semakin
kondusif.
5. Serius, santai dan tidak tegang. Iklim kerjasama diupayakan
tidak tegang sehingga para pelaksana akan sangat senang
melaksanakan
tugasnya
masing-masing
yang
penting
pelaksanaan kerjasama akan berlangsung secara sistematik dan
tidak acak.
6. Komunikasi yang baik. Tanpa adanya komunikasi yang baik
dan efektif serta efisien maka sangat sulit menciptakan suatu
kerja sama. Ketika kerjasama berlangsung maka semua pihak
harus dalam keadaan yang tenang serta kondusif dan jika
muncul suatu masalah maka akan dibicarakan bersama untuk
diselesaikan.
63
7. Adanya perhatian. Kerjasama akan terwujud jika ada perhatian
dari berbagai pihak yang berkompeten. Tanda adanya
perhatian maka tidak akan tercipta kerjasama.
8. Adanya keterbukaan. Kerjasama memerlukan keterbukaan dari
semua pihak yang terkait. Tanpa adanya keterbukaan maka
jalannya kerjasama akan pincang (tidak seimbang) dan akan
banyak menimbulkan keluh kesah.
9. Adanya keeratan semua pihak yang terlibat dalam kerjasama.
Kesetiakawanan sangat perlu di dalam membangun iklim
kerjasama. Dengan adanya kesetiakawanan yang kuat dan erat
maka semua pihak yang terkait akan sama-sama menyadari
bahwa mereka tidak akan dapat lepas dari yang lain. Sadarkan
kepada semua pihak yang terkait bahwa mereka merupakan
satu kesatuan yang tak terpisahkan dan kebersamaan mereka
sangat kondusif terhadap pencapaian tujuan.
Jadi dalam membangun kerjasama dapat disimpulkan bahwa
kerjasama dikatakan berjalan dengan baik, efektif dan efesien
manakala target dan tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Tingkat
keberhasilan merupakan tingkat efektifitas dan tingkat efisiensi.
Didalam membangun kerjasama yang efektif dan efisien terdapat
beberapa garis pedoman yang harus dipatuhi, yaitu kesadaran diri,
memahami konsep persamaan dan perbedaan manusia, serius,
64
komunikasi yang baik, adanya keeratan semua pihak yang terlibat
dalam kerjasama.
b. Macam-macam Kerjasama
Menurut Kusnadi (2003:46) kerjasama dapat dibedakan ke
dalam berbagai klasifikasi yang relevan yaitu :
1) Kerjasama menurut hubungan dengan tujuan organisasi,
kerjasama ini terdiri dari :
a. Kerjasama fungsional.
Kerjasama fungsional adalah kerja sama yang dikerjakan
oleh berbagai fungsi yang ada di dalam organisasi atau
masyarakat. Umumnya banyak fungsi didasarkan atas
perilaku
spesialisasi
organisasi
agar
di
dalam
melaksanakan tugasnya berjalan efektif dan efesien.
b. Kerjasama menurut hubungannya dengan sifat dari pelaku
yang bekerjasama.
c. Kerjasama terbuka. Adalah kerjasama yang diketahui oleh
semua pihak yang ada di dalam organisasi atau kerjasama
yang diketahui oleh seluruh masyarakat dalam suatu
bangsa.
d. Kerjasama tertutup. Adalah kerjasama
yang hanya
diketahui oleh pihak yang terlibat saja sehingga pihak yang
ada di luar tidak tahu jika terjadi kerjasama.
65
Jadi kesimpulan macam-macam kerjasama adalah kerjasama
menurut hubungan dengan tujuan untuk melakukan diskusi yang
akan dilakukan oleh kelompok yang akan berdiskusi selain itu
kerjasama menurut hubungannya dengan sifat dari pelaku yang
bekerjasama. Dalam kerjasama terdapat kerjasama terbuka yaitu
kerjasama yang diketahui oleh semua pihak atau pada saat proses
pembelajaran kelompok besar didalam kelas dan kerjasama tertutup
yaitu kerjasama yang hanya diketahui oleh pihak yang terlibat saja.
c. Manfaat Kerjasama
Menurut Kusnadi, (2003:53) kerjasama mempunyai beberapa
manfaat sebagai berikut di bawah ini:
1. Kerjasama mendorong persaingan di dalam pencapaian tujuan
dan peningkatan produktivitas.
2. Kerjasama mendorong berbagai upaya individu agar dapat
bekerja lebih produktif, efektif dan efisien.
3. Kerjasama mendorong terciptanya hubungan yang harmonis
antar pihak terkait serta meningkatkan rasa kesetiakawanan.
4. Kerjasama
menciptakan
praktek
yang
sehat
serta
meningkatkan semangat kelompok.
5. Kerjasama mendorong ikut serta memiliki situasi dan keadaan
yang terjadi di lingkungannya sehingga secara otomatis akan
ikut menjaga dan melestarikan situasi dan kondisi yang telah
baik.
66
Jadi kesimpulannya manfaat kerjasama adalah mendorong
berbagai upaya individu agar dapat bekerjasama lebih produktif,
efektif dan efisien. Dalam kerjasama dapat mendorong terciptanya
hubungan rasa kesetiakawanan dan melestarikan situasi dan kondisi
yang lebih baik dalam proses pembelajaran.
d. Indikator-indikator kerjasama
Adapun Indikator-indikator yang menunjukkan kerjasama
tersebut, menurut Lungren dalam (Trianto, 2009:64) menyusun
keterampilan kerjasama secara terinci dalam tiga tingkatan.
Tingkatan tersebut yaitu keterampilan kerjasama tingkat awal,
kerjasama tingkat menengah dan kerjasama tingkat mahir.
a. Keterampilan kerjasama tingkat awal
1) Berada dalam tugas yaitu menjalankan tugas sesuai dengan
tanggung jawabnya.
2) Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan
teman dengan tugas tertentu dan mengambil tanggung
jawab.
3) Mendorong partisifasi, yaitu memotivasi semua anggota
kelompok untuk memberikan kontribusi.
4) Menggunakan kesepakatan, yaitu menyamakan persepsi
atau pendapat.
b. Keterampilan kerjasama tingkat menengah
67
1) Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik
dan verbal agar anggota mengetahu anda secara energi
menyerap informasi.
2) Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau
klarfikasi lebih lanjut.
3) Menafsirkan, yaitu menyamakan kembali informasi dengan
kalimat berbeda.
4) Memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban,
memastikan bahwa jawaban tersebut benar.
c. Keterampilan kerjasama tingkat Mahir
Keterampilan tingkat mahir ini antara lain: mengkolaborasi,
yitu
memperluas
konsep,
membuat
kesimpulan,
dan
menghubungka pendapat-pendapat dengan topik tertentu.
Sedangkan
Menurut
Chief,
2008
(http://indosdm.com/kamus-
kompetensi-kerjasama-team-work), diakses tanggal 12 Juli 2014 jam
09.21 WIB) meliputi hal-hal berikut:
1. Berpartisipasi setiap anggota kelompok dalam melakukan
tugas ( bertanya, merespon, menyimpulkan, mengerjakan
tugas).
2. Mendukung keputusn kelompok.
3. Masing-masing anggota kelompok mengupayakan agar
anggota kelompok lain mendapat informasi yang relevan dan
bermanfaat.
4. Menghargai hasil yang dicapai oleh kelompok.
5. Menghargai masukan dari setiap anggota kelompok.
6. Meminta ide dan pendapat dari semua anggota kelompok
untuk membantu membuat keputusan.
7. Secara terbuka memberi pujian kepada anggota yang
berkinerja baik.
68
Jadi kesimpulkan indikator kerjasama yang digunakan adalah
mengambil giliran dan berbagi tugas, berada dalam kelompok,
mendorong partisifasi, mendengarkan masukan dari kelompok ,
mengungkapkan ketidak setujuan dengan cara yang dapat diterima,
meminta ide dan pendapat dari semua anggota, mendukung keputusan
kelompok, menyelesaikan tugas dengan tepat waktu, kesimpulan
kelompok disepakati oleh seluruh anggota kelompok, memberi pujian
kepada anggota yang berkinerja baik.
B. Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan
1. Hasil penelitian Septian Apendi, Tahun 2012.
Septian
Apendi
mahasiswa
Universitas
Pendidikan
Indonesia
melakukan penelitian dengan judul skripsi “Penerapan Metode Problem
Based Learning untuk meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan
Alam pada konsep Makhluk Hidup dan Lingkungannya” (Penelitian
Tindakan Kelas di SDN 1 Lebaksiuh Kelas IV Semester II Tahun Ajaran
2011/2012 Kecamatan Kadudampit Kabupaten Sukabumi). Masalah yang
dihadapi peneliti adalah masalah guru di SD yang dalam mengajar lebih
banyak mengejar target nilai ujian akhir yang melebihi KKM, namun tidak
melihat pada masalah yang dihadapi oleh siswa, aktivitas guru lebih
dominan daripada siswa, akibatnya guru seringkali mengabaikan proses
pengalaman belajar akan menambah nilai hasil belajar siswa. Dalam
penerapan metode pembelajaran ini siswa tidak hanya menghafal
informasi melainkan memahami prinsip yang melandasi pengetahuan dan
69
dan tumbuh sikap keinginan bertanya. Dengan metode problem based
learning diharapkan dapat memberikan pengaruh yang baik bagi penulis
dan siswa dalam proses pembelajaran IPAtentang makhluk hidup
dilingkungannya. Indicator sebagai keberhasilan tindakan perbaikan yang
ditetapkan oleh peneliti secara eksplisit sehingga memudahkan verifikasi.
Skenario pembelajaran terlaksana dengan baik apabila minimal 80%
skenario pelaksanaan pembelajaran dilakukan oleh peneliti dengan baik,
dan siswa yang menjadi obyek penelitian ini dikatakan berhasil apabila
75% siswa telah memperoleh nilai 70. Berdasarkan hasil analisis pada
siklus I yaitu perolehan nilai rata-rata siswa sebelum diterapkannya
metode pembelajaran berbasis masalah mencapai 19,44% atau 11 orang
siswa yang mencapai KKM, kemudian dilanjutkan dengan siklus II.
Berdasarkan hasil analisis pada siklus II hasil belajar siswa mengalami
peningkatan dari siklus I, yang mencapai KKM sebanyak 72,34% atau 32
orang siswa. Namun hal ini belum mencapai target yang diinginkan yaitu
75% siswa mencapai KKM, dengan demikian dilanjutkan pada siklus III
pada siklus ini berdasarkan hasil analisis presentase hasil belajar dengan
materi makhluk hidup dan lingkungannya dengan menggunakan metode
pembelajaran berdasarkan masalah, sebanyak 85,63% atau 40 orang siswa
melebihi nilai KKM yang ditentukan sebesar 70, dan indicator
keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu sebesar 75%.
70
2. Hasil Penelitian, Candra Lebi Tahun 2013
Candra, Lebi. 2013. Penerapan Model Problem Based Learning untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar siswa mata pelajaran IPS di
Kelas IVB SDN Bareng 3 Kota Malang. Skripsi, Jurusan Kependidikan
Sekolah Dasar dan Prasekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Negeri Malang.
Latar belakang penelitian ini yaitu pembelajaran yang dilaksanakan
bersifat konvensional dengan ceramah dan penugasan. Pembelajaran yang
dilakukan oleh guru belum menunjukkan siswa aktif. Hasilbelajar siswa,
yang dilihat dari nilai ulangan harian siswa masih dibawah KKM sekolah
yaitu 70. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan
pembelajaran Problem Based Learning, penerapan model Problem Based
Learning untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam mata pelajaran IPS di
kelas IVB SDN Bareng 3 Kota Malang, serta penerapan Problem Based
Learning untuk meningkatakan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS
di kelas IVB SDN Bareng 3 Kota Malang. Penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif. Jenis penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas yang terdiri dari dua siklus. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini dengan teknik observasi, wawancara,
dokumentasi, dan tes. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa padas tiapa siklusnya. Pada
siklus I aktiviitas belajar siswa mencapai 74,6. Pada siklus II meningkat
menjadi 88,01. Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan dari tiap
71
siklusnya.
Hasil
belajar
pada
siklus
menunjukkan
peningkatan
dibandingkan dengan hasil pra tindakan.
Hasil belajar siswa pada pratindakan mencapai 42,9%. Pada siklus I
pertemuan 1 adalah 48,6% pada pertemuan 2 meningkat menjadi 74,3%.
Pada siklus II hasil belajar siswa mengalami peningkatan mencapai 91,4%.
Pembahasan penelitian ini, dalam penerapan Problem Based Learning
sudah sesuai dengan 5 langkah penerapan Problem Based Learning.
Penerapan Problem Based Learning dalam meningkatkan aktivitas belajar
siswa sudah memenuhi komponen-komponen penilaian aktivitas belajar
siswa dimana aktivitas belajar siswa pada siklus II sudah mencapai
ketuntasan secara klasikal yaitu ≥80%. Penerapan Problem Based
Learning dalam meningkatkan hasil belajar siswa juga mencapai
ketuntasan secara klasikal pada siklus II yaitu ≥75%. Kesimpulan
penelitian ini adalah melalui penerapan model Problem Based Learning
dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran
IPS di kelas IVB SDN Bareng 3 Kota Malang.
Disarankan penerapan Problem Based Learning bagi guru dalam
pelaksanaan pembelajaran, hendaknya lebih memperhatikan langkahlangkah model Problem Based Learning, Penerapan Problem Based
Learning dalam meningkatkan aktivitas siswa sebaiknya dalam diskusi
kelompok guru juga membimbing dalam penyelidikan, penerapan Problem
Based Learning dalam meningkatkan hasil belajar siswa sebaiknya
menggunakan materi yang lain.
72
C. Kerangka Berpikir
Penggunaan kurikulum 2013 telah menjadi kebijakan pemerintah,
penggunaan kurikulum 2013 pada sekolah-sekolah di Indonesia khususnya
sekolah dasar menuntut guru untuk lebih kreatif dalam proses pembelajaran
di dalam kelas. Fakta di lapangan guru masih belum sepenuhnya menerapkan
kurikulum tersebut pada proses pembelajaran di dalam kelas. Belum
sepenuhnya guru memahami tentang kurikulum baru tersebut menjadi
penghambat dalam penerapan pembelajaran di kelas sehingga guru kurang
maksimal dalam mengaplikasikannya.
Dalam proses pembelajaran di kelas siswa menjadi kurang aktif, oleh
karena itu dalam pembelajaran guru dituntut untuk kreatif dalam
menyampaikan pembelajaran sehingga siswa dapat berperan aktif dan dapat
meningkatkan komunikasi dan kerjasama antara siswa dengan guru tersebut.
Dalam pembelajaran untuk membuat siswa kreatif dapat meningkatkan
komunikasi dan kerjasama siswa maka gurupun dituntut kreatif pada
penelitian ini peneliti akan menerapkan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL).
Menurut Nurhadi dalam Sitiatava Rizema Putra (2013:65)
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah suatu
model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentag cara berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensial dari materi pelajaran. Sedangkan pengertian
pembelajar berbasis masalah ialah proses kegiatan pembelajaran dengan
cara menggunakan atau memunculkan masalah dunia nyata sebagai
bahan pemikiran bagi siswa dalam memecahkan masalah untuk
memperoleh pengetahuan dari suatu materi pelajaran.
73
Jadi kesimpulan penggunaan model Problem Based Learning
(PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah suatu proses
belajar sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentag cara
berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran yang
disampaikan oleh guru.
Menurut Gerald R. Miller dalam Yunita (2013:59) mengatakan
komunikasi terjadi dari suatu sumber menyampaikan suatu pesan
kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi
perilaku penerima.
Kusnadi, (2003 : 46). Kerja sama adalah dua orang atau lebih untuk
melakukan aktivitas bersama yang dilakukan secara terpadu yang
diarahkan kepada suatu target atau tujuan tertentu. Semakin besar
derajat keterpaduan maka akan semakin bear pula derajat kerja
sama. Tanpa adanya keterpaduan maka tidak akan adanya kerja
sama.
Komunikasi dan kerjasama sangat diperlukan pada proses
pembelajaran didalam kelas. Dengan adanya komunikasi yang lancar
proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, begitu pula dengan
adanya kerjasama pada saat kegiatan kerja kelompok atau diskusi maka
siswa akan mengerjakan tugasnya dengan baik dengan adanya
kerjasama tersebut antara siswa dengan siswa.
Peneliti memaparkan kerangka berpikir kedalam bentuk bagan
yang dapat dilihat pada bagan 2.3
74
Guru
Kondisi
Awal
Guru menggunakan
metode tradisional
yaitu metode
cermah dalam
menyampaikan
pembelajaran
Siswa (objek yang diteliti)
Rendahnya komunikasi dan
kerjasama siswa dalam
pembelajaran tematik
Siklus I
Penyusaian proses
pembelajaran dengan
menerapkan model Problem
Based Learning, siswa secara
berkelompok memperhatikan
pembelajaran yang diberikan.
Dengan
Tindakan
menerapkan model
Problem Based
Learning (PBL)
dapat meningkatkan
Komunikasi dan
Kerjasama. Siswa
saling bekerja sama
dan bertangung
jawab secara
mandiri, sehingga
dapat meningkatkan
keterampilan
berkomunikasi
Diduga melalui
Kondisi
Akhir
model Problem
Based Learning
(PBL) dapat
meningkatkan
Kreativitas dan
Rasa Percaya Diri
siswa kelas IV SD
Negeri Cijerah 06
Pada Sub Tema
Kebersamaan
Budaya Bangsaku
Bagan 2.3
Kerangka Berpikir
Siklus II
Mencoba kembali dengan
menerapkan model Problem
Based Learning, siswa secara
berkelompok mendiskusikan
topik permasalahan yang
diberikan guru.
Siklus III
Berdasarkan dengan
menerapkan model Problem
Based Learning, siswa secara
berkelompok memperhatikan
mendiskusikan topik
permasalahan yang diberikan
guru.
75
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan suatu jawaban sementara terhadap permasalahan
penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Suharsimi Arikunto,
2006: 71).
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian ini
secara umum adalah “jika dengan penerapan model problem based learning
(PBL) dapat meningkatkan komunikasi dan kerjasama siswa dalam
pembelajaran tematik pada sub tema kebersamaan dalam keberagaman di
kelas IV SDN Cijerah 06 Bandung”.
Secara khusus hipotesis dari penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut :
1. Jika rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun sesuai
permendikbud No. 65 Tahun 2013 dengan menggunaan model problem
based learning (PBL) maka komunikasi dan kerjasama siswa kelas IV
SDN Cijerah 06 Kota Bandung Pada Sub Tema Kebersamaan dalam
Keberagaman dapat meningkat.
2. Jika penerapan pembelajaran disusun dengan model pembelajaran
problem based learning (PBL) di kelas IV SDN Cijerah 06 Kota
Bandung Pada Sub Tema Kebersamaan dalam Keberagaman maka
komunikasi dan kerjasama siswa dapat meningkat.
3. Jika proses pembelajaran tematik Pada Sub Tema Kebersamaan dalam
Keberagaman dengan model pembelajaran problem based learning
(PBL) maka komunikasi siswa kelas IV SDN Cijerah 06 Kota Bandung
dapat meningkat.
76
4.
Jika pembelajaran tematik Pada Sub Tema Kebersamaan dalam
Keberagaman dengan model pembelajaran problem based learning
(PBL) maka kerjasama siswa kelas IV SDN Cijerah 06 Bandung dapat
meningkat.
Download