hubungan antara persepsi komunikasi interpersonal remaja dalam

advertisement
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI
KOMUNIKASI INTERPERSONAL REMAJA
DALAM KELUARGA DENGAN
KEPERCAYAAN DIRI REMAJA
Lidya Fransiska Rondonuwu
Universitas Binus, Jl. Kemanggisan Ilir III No. 45, Kemanggisan-Palmerah, Jakarta Barat 11480, 0215327630/021-5332985, [email protected]
Lidya Fransiska Rondonuwu, Greta Vidya Paramita.
ABSTRACT
Adolesence’s was a change phase from childhood to adulthood. Interpersonal communication for
adolesence’s become important, because by doing effective interpersonal communication with their
family, the development of their self confidence will increase. With good self confidence adolescent’s will
have good problem solving skill and adapted better in their social environment. This research was
conducted to find the correlation of adolesence’s perception towards interpersonal communication in
family and adolesence’s self confidence. This research use quantitative methodes, with correlational
design. Questionnaire was used to collect research data. The subject of this research are 253
adolescent’s in highschool with age range 15-18 years old. Cronbach’s alpha for interpersonal
communication measurement scale is 0,933 and 0,886 for self confidence. This research found there is a
positive correlation with high significant level between adolesence’s perception towards interpersonal
communication and adolesence’s self confidence, value of correlation (r) = 0.414, (p) 0.000 < 0.01.
Which means if the level of interpersonal communication is high then the level of self confidence is also
high.
Kata kunci: Interpersonal Communication, Self Confidence, Adolesence’s, Perception.
ABSTRAK
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Komunikasi
interpersonal bagi remaja menjadi sangat penting, karena dengan melakukan komunikasi interpersonal
yang baik dalam keluarga, diharapkan perkembangan kepercayaan diri remaja juga semakin baik dan
meningkat. Dengan adanya rasa percaya diri, remaja akan selalu berusaha dalam menyelesaikan
masalah dan akan lebih mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara persepsi komunikasi interpersonal remaja dalam keluarga dengan
kepercayaan diri remaja. Metode penelitian kuantitatif, dengan kategori penelitian korelasional. Teknik
pengambilan data yang dilakukan dengan penyebaran kuesioner. Subyek penelitian adalah 253 remaja
SMA (15-18 tahun). Reliabilitas dari kedua alat ukur yang digunakan bernilai, komunikasi interpersonal
( =0.933) dan kepercayaan diri ( =0.886). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang positif dan sangat signifikan antara komunikasi interpersonal dengan kepercayaan diri, dengan
nilai (r) = 0.414, (p) 0.000 < 0.01. Artinya jika komunikasi interpersonal tinggi maka kepercayaan diri
juga tinggi.
Kata Kunci: Komunikasi Interpersonal, Kepercayaan Diri, Remaja, Persepsi.
1
Pendahuluan
Latar Belakang
Banyak kasus yang sering terjadi pada masa remaja yang dapat merugikan diri sendiri maupun keluarga.
Masalah yang terjadi dalam lingkungan keluarga, dapat menyebabkan seorang remaja melakukan
tindakan-tindakan yang menyimpang atau negatif di lingkungan sosialnya. Berbagai macam masalah
yang terjadi dalam kehidupan masa remaja, tidak lepas dari adanya hubungan dengan keluarga mereka
sendiri. Konflik yang terjadi dalam lingkungan keluarganya, dapat mempengaruhi diri seorang remaja
yang sedang mengalami masa peralihan ini. Masalah yang terjadi dalam lingkungan keluarganya
seringkali membuat seorang remaja merasa sulit untuk menghadapinya. Masa remaja merupakan masa
transisi atau peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Masa remaja ditandai dengan adanya
perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis, kognitif, moral, dan sosial. Berkaitan
dengan hubungan sosial pada remaja, hampir seluruh waktu yang digunakan remaja adalah berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya, baik dengan orang tua, saudara, guru, teman, dan sebagainya. Salah satu
tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja yaitu memperluas hubungan interpersonal dan
berkomunikasi secara lebih dewasa dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. Dalam proses
perkembangannya, seorang remaja mempunyai kebutuhan yang kuat untuk berkomunikasi dan keinginan
untuk mempunyai banyak teman dalam lingkungan sosial dan sekolah. Remaja akan selalu berhubungan
dengan berbagai situasi sosial (Budiamin, 2011). Keluarga merupakan suatu unit / sistem terkecil dalam
masyarakat dan merupakan suatu sistem sosialisasi bagi setiap anggota didalamnya khususnya bagi
pertumbuhan dan perkembangan diri anak atau remaja, dimana anak akan mengalami pola disiplin dan
tingkah laku afektif. Agar seorang remaja dapat berbagi cerita dan masalah dengan orang tua, dibutuhkan
komunikasi yang baik dan efektif dalam sebuah keluarga. Dalam hal ini komunikasi yang dimaksud
adalah komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara
seseorang dengan seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang. Devito (2009), mendefinisikan
komunikasi interpersonal sebagai proses penyampaian berita yang dilakukan seseorang dan diterimanya
berita tersebut oleh orang lain atau kelompok kecil dari orang-orang, dengan satu akibat dan umpan balik
yang segera. Komunikasi interpersonal ini berorientasi pada perilaku, sehingga penekanannya pada proses
penyampaian informasi dari satu orang ke orang lain. Dalam hal ini komunikasi dipandang sebagai dasar
untuk mempengaruhi perubahan perilaku dan yang mempersatukan proses psikologi seperti misalnya
persepsi, pemahaman, dan motivasi di suatu pihak dengan pihak lain (Thoha dalam Budiamin, 2011).
Komunikasi interpersonal merupakan salah satu komunikasi yang paling sering dilakukan oleh semua
orang dalam hidupnya. (Muhammad dalam Budiamin, 2011). Komunikasi interpersonal merupakan hal
yang dibutuhkan dan penting dilakukan dalam keluarga. Komunikasi interpersonal yang dimaksud bukan
hanya sekedar berbicara ketika berpapasan dengan anggota keluarga di rumah, melainkan adanya
hubungan timbal balik antara anggota keluarga untuk berbagi berbagai hal dan makna dalam keluarga.
Tujuan dari komunikasi interpersonal dalam keluarga yaitu untuk mengetahui dunia luar, untuk
mengubah sikap dan perilaku (Widjaja, 2000). Selain itu untuk menciptakan hubungan yang harmonis,
serta dapat mengetahui apa yang diinginkan dan yang tidak diinginkan oleh salah satu anggota keluarga,
dan dapat mengetahui apa yang menjadi masalah atau kendala yang sedang dialami oleh setiap anggota
keluarga. Dalam kehidupan sehari-hari ditemui remaja yang gagal dalam berprestasi karena mengalami
kesulitan dalam penyesuaian sosialnya. Kesulitan penyesuaian sosial ini dalam penelitian Susanti (2008),
diduga karena kurangnya rasa percaya diri pada remaja. Kepercayaan diri seseorang akan mempengaruhi
penyesuaian dirinya dalam lingkungan sosial (Susanti, 2008). Kepercayaan diri adalah adalah percaya
pada kapasitas kemampuan diri dan terlihat sebagai kepribadian yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa
orang yang percaya diri memiliki keyakinan untuk sukses (Vandenbos, 2006). Menurut Lauster (dalam
Hervita, 2005) menyatakan bahwa kepercayaan diri ialah suatu sikap atau perasaan yakin akan
kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak cemas dalam bertindak, merasa bebas,
tidak malu dan mampu bertanggung jawab atas apa yang diperbuat. Menurut Susanti (2008:21), pada
masa remaja ini, kepercayaan diri yang mereka miliki masih labil. Ada beberapa remaja yang tampaknya
memiliki kepercayaan diri sehingga mampu untuk mengurangi masalah-masalah dalam kehidupannya
tanpa rasa cemas yang berlebihan. Namun, ada juga remaja yang merasa cemas dan kurang percaya diri.
Dalam penelitian Susanti (2008), menunjukkan bahwa jika kepercayaan diri seseorang tinggi maka
individu tidak akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosialnya. Sebaliknya jika kepercayaan diri
yang dimiliki seseorang rendah maka ia akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosialnya. Dalam
2
bergaul dengan teman sebayanya remaja seringkali dihadapkan dengan hal-hal yang membuatnya harus
mampu menyatakan pendapat pribadinya tanpa disertai emosi, marah atau sikap kasar, bahkan seorang
remaja harus bisa mencoba menetralisasi keadaan apabila terjadi suatu konflik. Suatu studi
menyimpulkan bahwa kelemahan berkomunikasi akan menghambat kepribadian seseorang (Slamet dalam
Budiamin, 2011).
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara persepsi komunikasi
interpersonal remaja dalam keluarga dengan kepercayaan diri remaja.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara persepsi komunikasi interpersonal remaja dalam
keluarga dengan kepercayaan diri remaja.
Tinjauan Pustaka
Pengertian Komunikasi Interpersonal
Menurut Muhammad (dalam Budiamin, 2011) komunikasi interpersonal didefinisikan sebagai “Proses
pertukaran informasi diantara seseorang dengan seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang”.
Komunikasi interpersonal merupakan salah satu komunikasi yang paling sering dilakukan oleh semua
orang dalam hidupnya. Adapun teori lainnya yaitu menurut Devito (2009), mendefinisikan komunikasi
interpersonal sebagai proses penyampaian berita yang dilakukan seseorang dan diterimanya berita
tersebut oleh orang lain atau kelompok kecil dari orang-orang, dengan satu akibat dan umpan balik yang
segera. Komunikasi interpersonal ini berorientasi pada perilaku, sehingga penekanannya pada proses
penyampaian informasi dari satu orang ke orang lain. Dalam hal ini komunikasi dipandang sebagai dasar
untuk mempengaruhi perubahan perilaku dan yang mempersatukan proses psikologi seperti misalnya
persepsi, pemahaman, dan motivasi di suatu pihak dengan pihak lain (Thoha dalam Budiamin, 2011).
Komunikasi interpersonal merupakan suatu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain,
artinya pertukaran pesan atau informasi yang bermakna di antara orang yang berkomunikasi dapat
terjalin. Selain itu informasi atau pesan yang diterima dapat dipahami oleh kedua pihak.
Aspek-Aspek Komunikasi Interpersonal
Dalam komunikasi interpersonal ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Menurut DeVito (dalam
Abriyoso dkk, 2012) komunikasi interpersonal yang efektif adalah sebagai berikut:
1. Keterbukaan (Opennes)
Sikap terbuka (open mindedness) memiliki pengaruh besar dalam menumbuhkan komunikasi
interpersonal yang efektif. Untuk menunjukkan kualitas keterbukaan dari komunikasi interpersonal
ini terdapat dua aspek, yakni aspek keinginan untuk terbuka bagi setiap individu yang berinteraksi
dengan orang lain, dan keinginan untuk menanggapi secara jujur semua stimuli yang datang
kepadanya. Keterbukaan juga berarti adanya kemauan untuk membuka diri pada hal-hal tertentu,
agar anak mampu mengetahui pendapat, gagasan, atau pikiran orang tua sehingga komunikasi
mudah dilakukan, serta kemauan untuk anak menanggapi secara jujur dan terus terang terhadap apa
yang disampaikannya.
2. Sikap Positif (Positiveness)
Sikap positif atau faktor percaya ini merupakan bagian yang penting. Bila seseorang
mempunyai perasaan bahwa dirinya tidak akan dirugikan, tidak akan dikhianati, maka orang itu
pasti akan lebih mudah membuka dirinya. Bagaimana orang tua dapat berperilaku positif seperti
berpikir positif terhadap dirinya sebagai orang tua maupun terhadap anaknya sendiri. Sikap positif
maksudnya adalah bagaimana orang tua dapat mempercayai anaknya untuk melakukan kegiatannya
sendiri tanpa harus selalu diawasi serta selalu berupaya untuk mencontohkan perilaku-perilaku
positif pada anak.
3. Empati (Emphaty)
3
4.
5.
Empati adalah kemampuan untuk memahami perasaan dan pikiran orang lain, kemampuan untuk
melihat dunia dari sudut pandang orang lain atau kemampuan memproyeksikan diri kepada diri
orang lain. Dengan kata lain, kemampuan menghayati perasaan orang lain atau merasakan apa yang
dirasakan orang lain, baik secara emosional maupun intelektual. Dalam hal ini sikap empati adalah
bagaimana dalam berkomunikasi seseorang dapat merasakan dan mengerti kondisi setiap anggota
dalam keluarga, serta memahami kondisi psikis dalam setiap situasi. Empati merupakan salah satu
faktor yang menumbuhkan sikap percaya pada orang lain.
Sikap Mendukung (Supportiveness)
Sikap mendukung adalah adanya sikap saling mendukung antar orang tua dan anak dalam tujuan
agar pesan keduanya dapat tersampaikan dengan baik. Dalam hal ini, maksudnya adalah dalam
berkomunikasi seseorang dapat menunjukkan sikap menyanggupi untuk mendengar perkataan setiap
anggota keluarga yang sedang berbicara. Mampu memberikan masukan dan saran yang
membangun, serta fokus dalam memperhatikan pembicaraan yang sedang terjadi.
Kesetaraan / Kesamaan (Equality)
Komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika orang-orang yang berkomunikasi di dalam suasana
kesamaan. Kesamaan tersebut diantaranya adalah kesamaan-kesamaan kepribadian ataupun
kedudukan antara pembicara dan pendengar. Komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila
suasananya setara. Artinya, harus ada sesuatu untuk saling disumbangkan antara kedua belah pihak.
Pengertian Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri secara bahasa menurut Vandenbos (2006) adalah percaya pada kapasitas kemampuan
diri dan terlihat sebagai kepribadian yang positif. Pendapat itu menunjukkan bahwa orang yang percaya
diri memiliki keyakinan untuk sukses. Sementara itu, Lauster (dalam Hervita, 2005) menyatakan bahwa
kepercayaan diri ialah suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga orang yang
bersangkutan tidak cemas dalam bertindak, merasa bebas, tidak malu dan mampu bertanggung jawab atas
apa yang diperbuat. Kepercayaan diri adalah suatu sikap yang positif, mempunyai keyakinan akan diri
sendiri, mempunyai sikap riang dan mudah menyesuaikan diri (Susanti, 2008). Selain itu, menurut tokoh
lain, kepercayaan diri adalah sesuatu yang harus mampu menyalurkan segala yang diketahui dan segala
yang dikerjakan (Barbara dalam Susanti, 2008). Jadi, kepercayaan diri adalah suatu keyakinan yang
dimiliki individu untuk mengembangkan penilaian positif terhadap diri sendiri maupun terhadap
lingkungan atau situasi yang dihadapi. selain itu, dapat menerima segala kelebihan dan kekurangan yang
dimiliki sehingga dapat mengaktualisasikan diri terhadap lingkungan yang dihadapinya, yang meliputi
percaya pada kemampuan diri sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki konsep
diri yang positif dan berani mengungkapkan pendapat.
Aspek-Aspek Kepercayaan Diri
Adapun aspek-aspek kepercayaan diri yang dikemukakan oleh Lauster (1997), adalah sebagai berikut:
1. Keyakinan akan kemampuan diri yaitu sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa dia mengerti
sungguh-sungguh akan apa yang dilakukannya.
2. Optimis yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal
tentang diri, harapan dan kemampuan.
3. Obyektif yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau segala sesuatu sesuai dengan
kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.
4. Bertanggung jawab yaitu kesediaan seseorang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi
konsekuensinya.
Rasional dan realistis yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal, sesuatu kejadian dengan
menggunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.
Persepsi
Persepsi dalam ilmu psikologi merupakan interpretasi yang mengacu pada hal-hal yang didapatkan dari
panca indera, misalnya saja membaca buku, mencium bau masakan, dan mendengarkan musik. Semua hal
yang dialami ini adalah lebih dari sekedar stimulasi sensorik. Kejadian yang dialami tersebut diproses
sesuai dengan pengetahuan seseorang tentang dunia, sesuai budaya, pengharapan. Ada beberapa pendapat
menurut para ahli mengenai pengertian persepsi, diantaranya Solso, Maclin, dan Maclin (2008) bahwa
persepsi adalah proses identifikasi yang melibatkan kognisi tingkat tinggi dalam penginterpretasian
terhadap informasi sensorik. Sejalan dengan hal tersebut Irwanto (1990), mengungkapkan bahwa persepsi
adalah suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan panca indera. Menurut
4
Walgito (2002), persepsi adalah pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima
oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas
integrated dalam diri individu. Menurut Ruch (1967), persepsi adalah suatu proses tentang petunjukpetunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk
memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu.
Berdasarkan pendapat beberapa para ahli yang peneliti jelaskan diatas, maka peneliti dapat menarik
kesimpulan yaitu dalam persepsi dibutuhkan adanya objek atau stimulus yang dapat di terima/ditangkap
oleh panca indera kemudian di lanjutkan ke otak dan mengalami suatu proses identifikasi dari apa yang
dilihat melalui panca indera dan terjadilah persepsi. Disamping itu juga persepsi merupakan
pengorganisasian dari kejadian yang dialami individu di masa lampau dan dapat memberikan penilaian
dalam situasi tertentu. Menurut Krech dan Crutchfield dalam Sarwono (1998), faktor-faktor yang
berpengaruh pada persepsi memiliki dua golongan variabel, yaitu: variabel struktural, yaitu: faktor-faktor
yang terkandung dalam rangsang fisik dan proses neurofisiologik dan variabel fungsional, yaitu: faktorfaktor yang terdapat dalam diri si pengamat seperti kebutuhan (needs), suasana hati (moods), pengalaman
masa lampau dan sifat-sifat individual lainnya. Perilaku membutuhkan bukti-bukti yang dapat diamati
untuk mengidentifikasikan aktivitas seseorang. Orang mengandalkan perilaku nonverbal untuk
menguatkan penilaiannya, namun sering kali hasilnya kurang akurat. Karena terlalu banyak perhatian
yang ditujukan pada kata-kata, ekspresi wajah, isyarat bahasa tubuh dan perubahan intonasi.
Pengertian Remaja
Remaja yang juga disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau
tumbuh untuk mencapai kematangan” (Ali dkk, 2012). Perkembangan istilah adolescence memiliki arti
yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock dalam Ali dkk, 2012).
Pandangan tersebut juga didukung oleh Piaget (dalam Ali dkk, 2012) yang mengatakan bahwa secara
psikologis, remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa.
Usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan
merasa sama atau sejajar. Dalam tahap perkembangannya, remaja juga mengalami perkembangan pesat
dalam aspek intelektual. Transformasi intelektual dari cara berpikir remaja memungkinkan mereka tidak
hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tapi juga merupakan karaktersitik
yang paling menonjol dari semua periode perkembangan (Shaw & Costanzo dalam Ali dkk, 2012). Masa
remaja berada di antara masa anak-anak dan orang dewasa, oleh karena itu tahap usia remaja ini, dikenal
dengan fase “mencari jati diri” (Ali dkk, 2012). Remaja masih belum mampu menguasai dan
memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya (Monks dkk dalam Ali dkk, 2012). Namun
pada fase remaja ini merupakan fase perkembangan yang berada pada masa yang amat potensial, dilihat
dari aspek kognitif, emosi, dan fisik. Perkembangan intelektual yang terus-menerus menyebabkan remaja
mencapai tahap berpikir operasional formal. Pada tahap ini remaja mampu berpikir secara lebih abstrak,
menguji hipotesis, dan mempertimbangkan apa saja peluang yang ada padanya daripada hanya sekedar
melihat apa adanya. Kemampuan intelektual ini yang membedakan fase remaja dari fase-fase sebelumnya
(Shaw dan Costanzo dalam Ali dkk, 2012).
Metode Penelitian
Karakteristik Subyek Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja berusia 15-18 tahun yang merupakan siswa
SMA yang berada dalam tahap usia remaja pertengahan. Peneliti memilih tahap usia ini, karena sesuai
dengan fenomena yang terjadi pada siswa-siswa SMA dimana pada tahap ini para remaja mengalami
kematangan tingkah laku, dan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan tujuan yang ingin
dicapai. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah banyaknya remaja siswa SMA usia 15-18 tahun yang
berada di daerah Jakarta Barat. Sampel yang diambil untuk penelitian ini merupakan sampel yang
mempunyai karakeristik utama sebagai berikut; remaja berusia 15-18 tahun (masa remaja pertengahan),
remaja tergolong siswa SMA kelas 10-12, remaja yang tinggal dan hidup bersama orangtua, remaja lakilaki dan perempuan.
5
Teknik Sampling
Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah nonprobability sampling, dimana bagian
dari teknik nonprobability sampling yang digunakan yaitu purposive sampling. Teknik purposive
sampling digunakan peneliti karena sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu. Dimana dalam
pemilihan sampel, dilakukan dengan memilih benar-benar orang yang sesuai dengan kriteria penelitian.
Desain Penelitian
Penelitian kuantitatif ini menggunakan kategori penelitian korelasional. Desain penelitian dengan metode
kuantitatif adalah sebuah metode yang datanya dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka. Desain ini
sangat spesifik karena dirancang untuk mengetahui objek tertentu, dibuat berdasarkan data dari hasil
pengukuran, berdasarkan variabel penelitian yang ada.
Instrumen Penelitian (Alat Ukur Penelitian)
Penelitian ini menggunakan kuesioner atau angket sebagai metode pengambilan data. Peneliti
menggunakan dua kuesioner yang dibuat oleh peneliti sendiri, dua alat ukur tersebut yaitu kuesioner
untuk persepsi komunikasi interpersonal remaja dan kuesioner untuk mengukur kepercayaan diri. Dalam
penelitian ini juga, peneliti memberikan kuesioner dengan menggunakan skala likert yang memiliki
alternatif jawaban menjadi 4 respon yaitu: STS: Sangat Tidak Setuju, TS: Tidak Setuju, S: Setuju, dan SS:
Sangat Setuju. Selain itu, terdiri juga dari pernyataan yang favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak
mendukung). Pernyataan favorable adalah pernyataan yang berisi hal-hal positif mengenai obyek sikap
atau pernyataan yang bersifat mendukung terhadap obyek sikap yang hendak diungkap. Sebaliknya
pernyataan unfavorable adalah pernyataan yang berisi hal-hal yang negatif mengenai obyek sikap atau
yang tidak mendukung terhadap obyek sikap yang hendak diungkap.
Prosedur Penelitian
Pada tahap awal membuat penelitian, peneliti melihat dan mengumpulkan fenomena yang terjadi.
Kemudian dari fenomena tersebut peneliti menemukan hal yang menarik untuk dilakukan suatu
penelitian. Hal yang menarik dari fenomena tersebut peneliti hubungkan dengan topik penelitian yang
sudah sejak awal membuat peneliti tertarik tentang hal tersebut. Setelah mendapatkan ide, peneliti
melakukan survei awal dengan metode wawancara pada beberapa siswa SMA untuk menggali hal-hal
atau fakta-fakta yang mendukung dalam masalah penelitian. Setelah itu, peneliti mulai mencari teori-teori
yang mendukung, berhubungan dan sesuai dengan topik dan variabel yang akan diteliti. Semua teori yang
digunakan, peneliti dapatkan melalui jurnal, buku, dan berbagai literatur dari internet. Selain itu juga,
peneliti membaca dari skripsi sebelumnya. Selanjutnya setelah melakukan tahapan-tahapan tersebut,
peneliti mulai merancang metode penelitian yang akan menguraikan diantaranya; mengenai populasi dan
sampel, metode pengambilan sampel, desain penelitian, instrumen penelitian dan teknik pengolahan data.
Setelah mempersiapkan semua tahapan itu, peneliti melakukan pilot study terlebih dahulu untuk menguji
alat ukur yang telah dibuat oleh peneliti dengan melihat validitas dan reliabilitas dari alat ukur tersebut
apakah sudah sesuai dengan standar yang digunakan. Peneliti mendapatkan 59 siswa untuk dijadikan
sampel, namun dari 59 siswa tersebut hanya 49 siswa yang memenuhi syarat/kriteria dan 10 siswa tidak
memenuhi syarat/kriteria yang peneliti inginkan. Bersamaan dengan dilakukannnya pilot study, peneliti
melakukan uji keterbacaan pada 59 responden tersebut. Dari hasil pilot study ada sebanyak 16 item yang
terbuang dari alat ukur persepsi komunikasi interpersonal remaja dan 20 item dari alat ukur kepercayaan
diri. Atas masukan dari expert judgement, peneliti melakukan revisi pada beberapa item yang masih bisa
untuk direvisi kembali kalimatnya sesuai dengan teori yang peneliti dapatkan dan gunakan. Setelah
mendapatkan hasil validitas dan reliabilitas yang baik dari alat ukur yang peneliti buat, maka selanjutnya
peneliti menggunakan alat ukur tersebut untuk melakukan field study. Pada saat melakukan penyebaran
kuesioner kepada para responden, langkah - langkah yang dilakukan peneliti sebagai berikut:
1. Peneliti melakukan pencarian/screening awal, SMA mana saja yang ada di Jakarta Barat yang akan
dijadikan sampel penelitian.
2. Peneliti mendapatkan data sekolah SMA Negeri dari situs (http://myjkt.com/2013/01/12/daftaralamat-dan-daftar-sma-negeri-di-jakarta/)
dan
SMA
Swasta
dari
situs
6
(http://myjkt.com/2013/01/12/daftar-alamat-dan-daftar-nama-sekolah-swasta-tingkat-sma-di-jakartabarat/).
3. Peneliti kemudian menentukan dan menetapkan sekolah mana yang akan dijadikan sampel
penelitian. Alasan peneliti memilih sekolah-sekolah tersebut, karena berada di daerah Jakarta Barat
yang merupakan daerah yang telah peneliti tentukan untuk dijadikan tempat penelitian dan juga
karena memiliki kualitas yang bagus.
4. Peneliti kemudian melakukan pengambilan sampel di sekolah-sekolah yang telah ditentukan oleh
peneliti.
5. Peneliti meminta izin terlebih dahulu kepada pihak sekolah yang bersangkutan untuk dapat
melakukan penyebaran kuesioner dan pengambilan data guna kepentingan penelitian tugas akhir
peneliti.
6. Setelah mendapatkan izin dari pihak sekolah, peneliti kemudian menyebarkan kuesioner kepada
siswa/siswi di sekolah yang peneliti datangi. Peneliti juga menjelaskan maksud dari kuesioner
tersebut sebagai bagian dari penelitian tugas akhir peneliti serta memberitahukan kepada mereka
bahwa kuesioner yang dibagikan kepada semua responden akan dijaga kerahasiaannya.
7. Ketika semua responden sudah menyetujui untuk melakukan pengisian kuesioner, peneliti mulai
membagikan kuesioner kepada setiap responden yang ada.
8. Setelah semua partisipan selesai mengisi kuesioner, peneliti mengumpulkan kembali kuesioner dan
memberikan reward berupa pulpen kepada semua responden, serta tidak lupa peneliti sampaikan
ucapan terima kasih kepada semua responden yang sudah bersedia mengisi kuesioner tersebut.
9. Setelah selesai melakukan pengambilan data, peneliti juga tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada pihak sekolah yang sudah mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah
tersebut.
10. Setelah semua data dari responden sudah terkumpul, maka peneliti melakukan perhitungan analisis
item, validitas dan reliabilitas.
Pengambilan Data
Dalam penelitian ini peneliti mengambil data sebanyak 264 reseponden dari beberapa sekolah. Dari 264
responden, ada 11 responden yang datanya tidak dapat digunakan karena tidak memenuhi syarat/kriteria
yang peneliti inginkan. Jadi, jumlah responden yang datanya sesuai dengan kriteria dan dapat digunakan
hanya sebanyak 253 responden.
Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang digunakan oleh peneliti adalah teknik pengolahan data statistik dengan
melakukan uji koefisien korelasi metode Product Moment Pearson, yang cocok bila kedua variabel yang
dikorelasikan dinyatakan dalam data rasio atau interval (Sukadji, 2000). Dalam penelitian ini juga,
peneliti melakukan pengolahan data dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Statistical Package
for Social Sciences (SPSS) versi 21.0 untuk menganalisa setiap item dan melihat bagaimana hasil dari
data yang peneliti dapatkan. Pengujian normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
one sample Kolmogorov Smirnov dengan bantuan software SPSS. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) >
0.05 maka dapat diindikasikan bahwa data yang dihasilkan berdistribusi normal. Namun, apabila nilai
Asymp. Sig. (2-tailed) < 0.05 maka dapat diindikasikan bahwa data yang diperoleh tidak berdistribusi
normal.
Evaluasi Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih terdapat beberapa kekurangan. Dari segi pencarian
referensi, peneliti mencari bermacam-macam referensi yang sesuai dengan apa yang ingin peneliti
ketahui. Referensi yang terkadang sudah didapat tapi tidak tercantum sumbernya, membuat peneliti harus
mencari lagi bahan-bahan yang lebih lengkap dan mencantumkan sumbernya. Dari segi pembuatan alat
ukur, Kendala yang peneliti alami dalam tahap ini, peneliti harus mencari lagi teori yang menyatakan
bahwa item-item yang memiliki validitas > 0.25 bisa digunakan. Dikarenakan waktu yang mendesak
maka, peneliti menggunakan item-item yang memiliki validitas > 0.25 dan menghapus item-item < 0.25
sesuai dengan teori yang peneliti gunakan. Dari segi pemilihan responden, peneliti meminta izin terlebih
dahulu kepada pihak sekolah yang sekolahnya peneliti pilih untuk dijadikan tempat penelitian. sekolah-
7
sekolah yang peneliti pilih berada di daerah Jakarta Barat baik sekolah negeri maupun swasta. Peneliti
menentukan target waktu untuk melakukan penelitian di sekolah-sekolah, karena mengingat para siswa
akan menjalani ujian akhir sekolah dan masa liburan. Untuk menghindari waktu yang bentrok dengan
ujian dan liburan mereka, peneliti meninjau terlebih dahulu waktu pelaksanaannya. Peneliti akhirnya
mendapatkan 264 responden, namun yang memenuhi kriteria penelitian hanya 253 responden yang
datanya dapat digunakan.
Hasil dan Bahasan
Uji Normalitas Data
Sebelum melakukan uji hipotesis, peneliti terlebih dahulu melakukan uji normalitas data. Metode uji
normalitas yang digunakan adalah dengan melihat dari tabel Kolmogorov-Smirnov yang dihitung dengan
bantuan software SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 21.0. Seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 1 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Persepsi Komunikasi
Interpersonal Remaja
N
Normal Parametersa,b
Most Extreme Differences
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Komunikasi
Interpersonal
253
152,01
13,420
,052
,052
-,044
,826
,502
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Test distribution is Normal.
Sumber: Olahan Peneliti dari Program SPSS versi 21.0
Nilai signifikan (p) > 0.05 menunjukkan bahwa data terdistribusi secara normal, sedangkan nilai
signifikan (p) < 0.05 menunjukkan data tidak terdistribusi secara normal. Oleh karena nilai signifikan (p)
= 0.502 > 0.05, maka dapat dikatakan penyebaran data untuk alat ukur komunikasi interpersonal adalah
normal. Untuk mendukung pernyataan diatas mengenai data terdistribusi secara normal, dilakukan uji
normalitas data dengan menggunakan teknik grafik P-P Plots seperti pada gambar dibawah ini.
8
Gambar 1 Uji Normalitas P-P Plots Komunikasi Interpersonal
Sumber: Olahan Peneliti dari Program SPSS versi 21.0
Data yang ada terdistribusi secara normal. Suatu variabel dikatakan normal jika gambar distribusi dengan
titik-titik data yang menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti
garis diagonal. Sama halnya dengan variabel komunikasi interpersonal, pada variabel kepercayaan diri
dilakukan juga uji normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Dibawah ini adalah gambaran
hasil uji Kolmogorov-Smirnov alat ukur kepercayaan diri.
Tabel 2 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Kepercayaan Diri
N
Normal Parametersa,b
Most Extreme
Differences
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kepercayaan
Diri
253
93,17
8,258
,050
,050
-,024
,788
,564
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Test distribution is Normal.
Sumber: Olahan Peneliti dari Program SPSS versi 21.0
Nilai signifikan (p) > 0.05 menunjukkan bahwa data terdistribusi secara normal, sedangkan nilai
signifikan (p) < 0.05 menunjukkan data tidak terdistribusi secara normal. Oleh karena nilai signifikan (p)
= 0.564 > 0.05, maka dapat dikatakan penyebaran data untuk alat ukur kepercayaan diri adalah normal.
Untuk mendukung pernyataan diatas mengenai data terdistribusi secara normal, dilakukan uji normalitas
data dengan menggunakan teknik grafik P-P Plots dibawah ini.
9
Gambar 4.2 Uji Normalitas P-P Plots Kepercayaan Diri
Sumber: Olahan Peneliti dari Program SPSS versi 21.0
Sama halnya seperti variabel komunikasi interpersonal, pada variabel kepercayaan diri ini terlihat bahwa
sebaran data yang ada tidak menjauh dari garis diagonal. Hal ini mengartikan bahwa data tersebut
terdistribusi secara normal. Setelah dilakukan uji normalitas data, peneliti kemudian melakukan uji
hipotesis. Untuk mengetahui hipotesis diterima atau ditolak, dilakukan uji hipotesis korelasional. Uji
korelasional ini menggunakan uji analisis Pearson karena data yang ada adalah data interval, dengan
menggunakan bantuan software Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 21.0. Dibawah ini
terdapat hipotesis penelitian yang akan diuji:
H0:
Tidak ada hubungan antara persepsi komunikasi interpersonal remaja dalam keluarga dengan
kepercayaan diri remaja.
H1:
Ada hubungan antara persepsi komunikasi interpersonal remaja dalam keluarga dengan
kepercayaan diri remaja.
Dibawah ini terdapat tabel klasifikasi nilai korelasi yang digunakan untuk melihat kuat tidaknya
hubungan dari kedua variabel penelitian dan untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai
kekuatan hubungan antara dua variabel tersebut:
Tabel 3 Tabel Interpretasi r
Koefisien
Tingkat Hubungan
0.00 – 0.19
Sangat Rendah
0.20 – 0.39
Rendah
0.40 – 0.59
Sedang
0.60 – 0.79
Tinggi
0.80 – 1.00
Sangat Tinggi
Sumber: Nisfiannoor (2009)
Berikut ini merupakan hasil dari uji korelasi Pearson dari data yang telah diolah oleh peneliti:
10
Tabel 4 Hasil Uji Korelasi Product Moment Pearson
Komunikasi
Interpersonal
Correlations
Pearson Correlation
1
Komunikasi Interpersonal
Sig. (2-tailed)
N
253
Pearson Correlation
,414**
Kepercayaan Diri
Sig. (2-tailed)
,000
N
253
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber: Olahan Peneliti dari Program SPSS versi 21.0
Kepercayaan
Diri
,414**
,000
253
1
253
Berdasarkan tabel 3 apabila nilai koefisien korelasi (r) < 0.40, maka hubungan antara variabel dikatakan
rendah dan apabila nilai koefisien korelasi (r) > 0.60 maka hubungan antara variabel dikatakan tinggi.
Sedangkan apabila berada diantara 0.40 hingga 0.59, maka koefisien korelasi sedang. Berdasarkan hasil
analisis korelasi diatas yang dilakukan oleh peneliti, diketahui nilai koefisien korelasi Pearson antara
variabel komunikasi interpersonal dengan variabel kepercayaan diri yaitu (r) = 0.414. Hal tersebut
menunjukkan ada hubungan antara persepsi komunikasi interpersonal remaja dalam keluarga dengan
kepercayaan diri remaja. Namun tingkat hubungannya adalah sedang karena koefisien korelasi hanya
bernilai (r) = 0.414 > 0.40. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa, jika komunikasi interpersonal tinggi
maka kepercayaan dirinya juga tinggi. Sebaliknya, jika komunikasi interpersonal rendah maka
kepercayaan dirinya juga rendah. Hal ini menunjukkan bahwa, jika persepsi komunikasi interpersonal
remaja meningkat/naik berdasarkan dari aspek-aspek yang ada dalam komunikasi interpersonal maka
kepercayaan dirinya juga akan meningkat/naik.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai “hubungan antara
persepsi komunikasi interpersonal remaja dalam keluarga dengan kepercayaan diri remaja” memiliki
hubungan positif. Hipotesis yang diterima dalam penelitian ini, yaitu hipotesis (H1) dengan bunyi “ada
hubungan antara persepsi komunikasi interpersonal remaja dalam keluarga dengan kepercayaan diri
remaja”. Hubungan yang terjadi antara dua variabel dalam tingkat hubungan yang sedang, karena hanya
bernilai 0.414. Oleh karena itu penelitian ini menunjukkan bahwa jika persepsi komunikasi interpersonal
remaja tinggi maka kepercayaan dirinya juga tinggi. Sebaliknya jika persepsi komunikasi interpersonal
rendah maka kepercayaan diri juga rendah.
Saran
Dalam penelitian ini, peneliti memberikan saran untuk penelitian selanjutnya, baik secara metodologis
maupun secara praktis. Saran metodologis yang peneliti berikan sebagai bahan pertimbangan untuk
penelitian selanjutnya, yaitu:
1. Menggunakan bahan-bahan atau referensi dalam penelitian sebaik mungkin.
2. Mengecek dan merevisi kembali content dari alat ukur yang ada, sehingga alat ukur yang digunakan
merupakan alat ukur yang bagus dan siap untuk digunakan dalam pengambilan data selanjutnya.
3. Menambah dan memperbanyak kriteria atau data kontrol untuk dapat menggali lebih banyak lagi
sesuatu yang ingin diketahui hasilnya.
4. Mencari tahu lebih awal waktu kegiatan dari responden yang akan digunakan dalam penelitian, agar
responden yang kita inginkan bisa didapat.
11
5.
Mempersiapkan lebih matang lagi segala keperluan yang akan digunakan dalam penelitian, agar
tidak ada yang terlewat atau kurang untuk membuat penelitian menjadi lebih baik lagi.
Dari hasil penelitian, saran praktis yang dapat peneliti berikan yaitu:
1. Bagi orang tua, dalam melakukan kegiatan bersama anak-anak tidak hanya melakukan kegiatan yang
sekedarnya saja. Namun, lakukan kegiatan yang berkualitas dan bermanfaat bagi semua anggota
keluarga seperti, melakukan komunikasi secara interpersonal dengan berbicara secara terbuka kepada
anak agar anak dapat melakukan hal yang sama juga. Selain itu menunjukkan sikap positif, dimana
orang tua dapat mempercayai anaknya dalam melakukan sesuatu, menunjukkan rasa empati dimana
mampu memahami dan merasakan kondisi yang sedang dialami anak. Sikap mendukung juga
diperlukan untuk menunjukkan kemampuan dalam mendengarkan apa yang disampaikan oleh anak
dan mampu memberikan saran yang yang membangun agar informasi yang disampaikan bisa
dipahami maksud dan tujuannya. Serta adanya kesetaraan dalam berkomunikasi seperti, jangan
membatasi apa yang ingin diungkapkan oleh anak.
2. Bagi para siswa yang merupakan remaja pertengahan, komunikasikan apapun yang menjadi masalah
dalam diri sehingga orang tua bisa mengetahui keadaan dan kondisi yang ada. Dengan
mengkomunikasikan secara interpersonal yaitu secara terbuka dengan orang tua hal-hal yang harus
disampaikan, dapat menjalin keakraban yang lebih dekat dengan orang tua dan membuat pemikiran
menjadi lebih baik, lebih positif serta lebih terbuka terhadap suatu masalah yang dihadapi.
3. Bagi pihak sekolah, yaitu para guru agar dapat membantu siswa-siswa yang mengalami kesulitan
dalam menjalani hubungan atau interaksi sosial. Memberikan konseling bagi mereka yang
membutuhkan bimbingan untuk meningkatkan aktivitas yang lebih baik lagi, serta lebih memberikan
perhatian dan motivasi kepada para siswa yang terlihat tidak percaya diri dalam berbagai kegiatan di
sekolah.
Referensi
Abriyoso, O. J., Karimah, E. K., & Pramono, B. (2012). Hubungan efektivitas komunikasi antarpribadi
dalam keluarga dengan motivasi belajar anak di sekolah. eJournal Mahasiswa Universitas Padjajaran,
1(1), 1-15.
Ali, M., & Asrori, M. (2012). Psikologi Remaja (edisi ke-8). Jakarta: Bumi Aksara.
Budiamin, A. (2011). Peranan bimbingan dan konseling terhadap komunikasi interpersonal siswa di
sekolah.
UPI
Bandung.
Diambil
pada
tanggal
7
Januari
2013,
dari:
http://ilmucerdaspendidikan.wordpress.com/2011/03/12/85/
DeVito, J. A. (2009). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional Books.
Hervita, W. (2005). Pengaruh pelatihan pengenalan diri terhadap kepercayaan diri mahasiswa. Skripsi
(Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.
Irwanto. (1990). Psikologi Umum. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Lauster, P. (2002). Tes Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara
Ruch, F. L. (1967). Psychology and Life (7th ed). Atlanta: Forressman and Company.
Sarwono, S.W. (1998). Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: CV Rajawali.
Solso, R. L., Maclin, O. H., and Maclin, M. K. (2008). Psikologi Kognitif (8th ed). Jakarta: Erlangga.
Susanti, F. R. (2008). Hubungan antara kepercayaan diri dengan penyesuaian sosial siswa kelas VIII smp
santa maria fatima. Jurnal Psiko-Edukasi, 6(1), 21-33.
Vandenbos, G. R. (2006). APA Dictionary of Psychology. Washington DC: American Psychological
Association.
Walgito, B. (2002). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset.
Widjaja. (2000). Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: Rineka Cipta.
Riwayat Penulis
Lidya Fransiska Rondonuwu lahir di kota Manado pada 20 Maret 1990. Penulis menamatkan
pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Psikologi pada 2013.
12
Download