STUDI PENGAMANAN DAN PEMELIHARAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) CIKIDANG, KABUPATEN CIAMIS Donny Orlando W.1), Andojo Wurjanto2), Nita Yuanita3) 1) Program Studi Magister Pengelolaan Sumber Daya Air - Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No.10 Bandung 40132, e-mail :[email protected] 2) Kelompok Keahlian Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No.10 Bandung 40132, e-mail : [email protected] 3) Kelompok Keahlian Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No.10 Bandung 40132, e-mail : [email protected] Abstrak Salah satu aplikasi konsep Pengendalian Daya Rusak Air pada Rekayasa Pantai adalah konstruksi Pemecah Gelombang. Keberadaan Pemecah Gelombang di suatu pelabuhan adalah sesuai dengan Undang – Undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan yang mensyaratkan adanya “fasilitas keamanan pelayaran”. Pada kasus Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cikidang, Kabupaten Ciamis, struktur Pemecah Gelombang diperkirakan belum dapat memenuhi fungsinya, sehingga menyebabkan masuknya sedimen ke dalam Kolam Pelabuhan. Lokasi studi diapit dua buah sungai di sisi barat dan timurnya, yang juga diperkirakan menyumbang sejumlah sedimen ke dalam Kolam Pelabuhan. Analisis mengenai performa Pemecah Gelombang pada Pelabuhan Perikanan pernah dilakukan oleh Purnama, B. (2010) yang meneliti Tinggi Gelombang di PPI Jayanti dan Yudi (2011) yang meneliti Tinggi Gelombang dan laju sedimentasi di PPI Cisolok. Studi ini fokus pada performa Pemecah Gelombang dalam menahan masuknya sedimen dan pelacakan asal sedimen. Asal sedimen dihipotesakan berasal dari kedua sungai di sisi barat dan timur lokasi studi, terbawa oleh arus pasang surut. Skenario pemodelan adalah kondisi eksisting yaitu kondisi apa adanya saat ini dan kondisi desain. Kondisi desain yaitu kondisi dimana breakwater telah selesai dikerjakan dan kolam pelabuhan ada pada kedalaman desain (-4.00 m MSL). Gelombang laut bangkitan angin tidak diperhitungkan pada studi ini. Pemodelan menunjukkan bahwa pemecah gelombang yang ada belum dapat menahan masuknya sedimen dan kedua sungai yang mengapit lokasi studi memang menyumbang sejumlah sedimen. Alat untuk analisis adalah perangkat lunak MIKE21 modul Hidrodinamika dan modul Mud Transport. Kata Kunci: Pengendalian Daya Rusak Air, UU No. 45/2009 tentang Perikanan, Breakwater, MIKE21, Modul Hidrodinamika, Modul Mud Transport. Abstract One application of the concept of Damage Control of Water Resources in Coastal Engineering is the Breakwater construction. The presence of Breakwater in a harbor is in accordance with the Act number 45 of 2009 on Fisheries that requires”security feature shipping". In the case of Fish Landing Base (PPI) Cikidang, Ciamis District, and the structure of Breakwater cannot be expected to fulfill its function, thereby causing an influx of sediment into the Port. Study sites flanked by two rivers in the west and east, which is also expected to contribute some sediment into the Port. Analysis of wave-breaking performance at the Fishing Port has been done by Purnama, B. (2010) who examined the Waves Height in PPI Jayanti and Yudi (2011) that examines the Wave Height and the sedimentation rate in the PPI Cisolok. This study focused on the Breakwater performance in reducing the influx of sediments and tracking of its origin. The origin of sediments is hypothesized from the two rivers in the west and east of the location of the study, carried away by tidal currents. Modeling scenarios are the existing condition that is what the current conditions and design conditions. Design conditions are conditions where the breakwater has been completed and the port is in the design depth (-4.00 m MSL). Wind – generated waves are not taken into account in this study. Modeling indicates that the existing breakwater has not been able to prevent the entry of sediment and the two rivers that flank the location of the study was contributed some sediment. The tool for the analysis is software MIKE21 hydrodynamic module and Mud Transport module. Keywords: Controlling Water Destructive Potential, Act No. 45/2009 on Fisheries, Breakwater, MIKE21, Hydrodynamic Module, Mud Transport Module. Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 1 1. Pendahuluan Undang – Undang Sumber Daya Air nomor 7 tahun 2004 memiliki 3 (tiga) pilar, yaitu: Pengendalian Daya Rusak Air, Pendayagunaan Air, dan Konservasi. Pilar pengendalian daya rusak air ialah upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air. Dalam subjek Rekayasa Pantai, ia diterapkan dalam kasus Pengamanan Pantai, yang mana suatu bagian dari pantai diamankan dari daya rusak air berupa aksi dari gelombang laut. Artinya, komponen pencegahan dan penanggulangan kerusakan akibat daya rusak air adalah hal yang utama; dilaksanakan dengan cara keras (struktural/rekayasa sipil) yaitu pembangunan struktur fisik dan cara lunak yaitu penetapan peraturan perundangan, penataan ruang. Bagian dari pantai tersebut dapat berupa pemukiman atau objek seperti pelabuhan. Dalam hal pelabuhan, ia, secara inheren, harus dapat melindungi dirinya sendiri dari aksi gelombang laut. Perlindungan diri dari aksi gelombang laut dilaksanakan secara fisik berupa pembangunan pemecah gelombang (breakwater) dan secara lunak berupa pertimbangan akan ketersediaan lahan, tata ruang daerah setempat, kondisi geografis, dan daya dukung daerah. Salah satu jenis pelabuhan adalah Pelabuhan Perikanan. Definisi dari Pelabuhan Perikanan diberikan oleh Undang – Undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan, yaitu tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas – batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Terlihat bahwa terdapat irisan antara Undang – Undang Sumber Daya Air dan Undang – Undang Perikanan yaitu pada konsep pengendalian daya rusak air. Pengertian “batas – batas tertentu di perairan” dan “fasilitas keselamatan pelayaran” diwujudkan dalam bentuk struktur pemecah gelombang (breakwater). Sedangkan breakwater sendiri adalah salah satu bentuk solusi keras dari upaya pengendalian daya rusak air. Lokasi studi berada di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cikidang, Kabupaten Ciamis (Gambar 1). Masalah sedimentasi terus terjadi sejak pembangunannya dimulai tahun 2003. Diduga, sedimentasi terjadi karena struktur breakwater belum dapat melaksanakan fungsinya dan adanya imbuhan sediment dari 2 (dua) buah sungai yang mengapit lokasi studi. 2. Identifikasi dan Perumusan Masalah Pembangunan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cikidang dilakukan secara bertahap dimulai pada tahun 2003 dan masih berlangsung hingga saat studi ini disusun. Hambatan ada pada pembangunan struktur laut (breakwater) yang belum selesai. Pada tahun 2011 dilakukan konstruksi breakwater dan diharapkan dengan selesainya konstruksi tersebut PPI Cikidang dapat mulai dioperasikan. Mengingat letak PPI Cikidang berada di Pantai Selatan Jawa Barat, yang langsung berhadapan dengan laut lepas (Samudra Indonesia), dalam pengoperasiannya perlu diketahui laju sedimentasi di kolam pelabuhan guna menjamin keamanan dan kenyamanan kapal yang berlabuh dan guna mengestimasi kebutuhan pemeliharaan berupa pengerukan kolam pelabuhan. 3. Maksud dan Tujuan Maksud dari penulisan ini adalah studi pengamanan dan pemeliharaan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cikidang, Kabupaten Ciamis setelah konstruksi tahun 2011. Tujuan dari kajian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui asal sedimen di Kolam Pelabuhan PPI Cikidang; b. Menentukan laju sedimentasi di PPI Cikidang sehingga dapat diestimasi kebutuhan Operasional Pemeliharaan pelabuhan (pengerukan). 4. Hipotesis Hipotesis dari studi ini adalah sedimentasi di PPI Cikidang disebabkan oleh masuknya sedimen dari kedua sungai yang mengapit lokasi studi, yaitu Sungai Cikidang di sebelah barat dan Sungai Ciputrapinggan di sebelah timur; juga oleh konfigurasi pemecah gelombang yang belum dapat memelaksanakan fungsinya. Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 2 4,47 km Gambar 1 Letak lokasi studi (Bakosurtanal, Google Earth, dengan modifikasi, 2003, 2006, 2011) 5. Tinjauan Pustaka Studi – studi yang relevan dengan Pelabuhan Perikanan dan/atau Sedimentasi di muara di wilayah Provinsi Jawa Barat, antara lain adalah sebagai berikut: a. Dadang Karmen, 2005, melakukan studi pengembangan dinamika muara di Bojong Salawe, Kabupaten Ciamis, dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Reff/Diff dan Genesis untuk menganalisis tinggi gelombang dan sedimentasi; b. Nita Yuanita, 2007, melakukan studi pengembangan Delta Cimanuk menggunakan perangkat lunak MIKE21 modul Hidrodinamika dan Mud Transport untuk memodelkan pengembangan delta muara sungai Cimanuk; c. Hayatuddin Tuasikal, 2008, melakukan studi erosi dan sedimentasi di Pantai Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya menggunakan perangkat lunak Genesis untuk mengidentifikasi titik – titik rawan erosi di lokasi studi dan membuat usulan penanganannya; d. Fauzi Budi Prasetyo, 2010, melakukan pemodelan numerik transportasi sedimen akibat pengaruh gelombang dan sedimentasi sungai di Cirebon menggunakan perangkat lunak MIKE21 modul Hidrodinamika, Spectral Wave, dan Mud Transport; e. Bayu Purnama, 2010, melakukan studi mengenai perilaku lingkungan laut di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Jayanti, Kabupaten Cianjur menggunakan perangkat lunak SMS modul RMA2 untuk mengkuantifikasi Tinggi Gelombang di sekitar PPI Jayanti dan menilai kelayakan desain dari PPI tersebut; f. Yudi, 2011, melakukan studi mengenai sedimentasi di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cisolok, Kabupaten Sukabumi menggunakan perangkat lunak SMS Modul CMS untuk memodelkan pola sedimentasi akibat gelombang dan menilai kelayakan kondisi eksisting dari PPI Cisolok; Studi ini akan melacak asal sedimen di PPI Cikidang dan mengkuantifikasi sedimentasi yang terjadi di sana. Faktor yang diperhitungkan adalah arus akibat pasang surut tanpa memperhatikan pengaruh gelombang bangkitan angin (wind generated wave). 6. Landasan Teori MIKE21 adalah suatu perangkat lunak rekayasa profesional yang berisi sistem permodelan yang komprehensif untuk program komputer untuk aliran permukaan bebas dua dimensi (2D free – surface flow). MIKE21 dapat diterapkan untuk simulasi hidrolika dan fenomena yang terkait di sungai, danau, estuari, teluk, pantai, dan laut. Program ini dikembangkan oleh Danish Hydrological Institute (DHI) Water & Environment. Teori yang diuraikan pada bagian ini dikutip dari panduan perangkat lunak tersebut. Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 3 MIKE21 terdiri dari bebarapa modul diantaranya, yang akan digunakan dalam studi ini, adalah sebagai berikut: 6.1. MIKE21 Hydrodynamic Module MIKE21 Hydrodynamic Module (HD Module) adalah model matematika untuk menghitung perilaku hidrodinamika air terhadap berbagai macam fungsi gaya, misalnya kondisi angin tertentu dan muka air yang sudah ditentukan di open model boundary. HD Module mensimulasi perbedaan muka air dan arus dalam menghadapi berbagai fungsi gaya di danau, estuari, dan pantai. Efek yang dapat disimulasi oleh modul ini adalah: - Bottom Shear Stress - Wind shear stress - Barometric pressure gradients - Coriolis force - Momentum dispersion - Sources and sinks - Evaporation - Flooding and drying - Wave radiation stress HD Module mensimulasi aliran dua dimensi tidak langgeng dalam fluida satu lapisan (secara vertikal homogen). Persamaan pengatur untuk modul hidrodinamika ini adalah sebagai berikut: ........................................................................................................................... (1) Ω 0 ................................................................................................................................ (2) Ω 0 .............................................................................................................................. (3) Dimana: h(x,y,t) = Kedalaman air (=-d,m) d(x,y,t) = Kedalaman air pada berbagai waktu (m) (x,y,t) = Elevasi permukaan (m) p,q(x,y,t) = Flux density dalam arah x dan y (m3/s/m) = (uh,vh); (u,v) = depth averaged velocity dalam arah x dan y C(x,y) = Tahanan Chezy (m1/2/s) g = Percepatan gravitasi (m/s2) f(V) = Faktor gesekan angin V, Vx, Vy (x,y,t) = Kecepatan angin dalam arah x dan y (m/s) (x,y) = Parameter Coriolis (s-1) pa (x,y,t) = Tekanan atmosfer (kg/m/s2) w = Berat Jenis air (kg/m3) Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 4 x,y = Koordinat ruang (m) T = Waktu (s) xx, xy, yy = Komponen effective shear stress 6.2. MIKE21 Mud Transport Module MIKE21 Mud Transport (MIKE21 MT) Module menggambarkan erosi, transportasi, dan deposisi lumpur atau campuran lumpur/pasir dibawah aksi arus dan gelombang. MIKE21 MT dapat diterapkan untuk material berupa lumpur saja atau campuran lumpur/pasir. Proses – proses berikut ini juga dapat dimasukkan ke dalam simulasi: - Gaya oleh gelombang - Sliding - Salt flocculation - Deskripsi detail dari proses pengendapan - Deskripsi berlapis dari dasar laut (layered description of the bed) - Perkembangan morfologi dasar laut (morphological update of the bed). Dalam MT Module, kecepatan mengendap beragam, sesuai dengan salinitas, jika dimasukkan, dan konsentrasi dimasukkan dalam perhitungan flocculation di dalam kolom air. Gelombang, contohnya seperti yang dihitung oleh MIKE21 NSW, dapat dimasukkan. Lebih jauh lagi, gangguan pengendapan dan konsolidasi di dalam fluid mud dan underconsolidated bed termasuk dalam model. Termasuk di dalamnya erosi dasar, baik yang non – uniform (misalnya erosi dari dasar yang lunak dan sebagian terkonsolidasi) atau yang uniform (misalnya erosi dasar yang padat dan terkonsolidasi). Dasar digambarkan berlapis dan berkarakteristik tertentu yang diwakili dengan parameter rapat massa (density) dan kekuatan geser (shear strength). Mud Transport Module dapat diterapkan pada studi permasalahan rekayasa seperti: - Transportasi Sedimen untuk material kohesif halus atau campuran lumpur/pasir di area estuari dan pantai dimana aspek lingkungan terlibat dan mungkin terjadi degradasi kualitas air; - Sedimentasi di pelabuhan, alur pelayaran, kanal, sungai, dan reservoir; - Pengerukan. Proses fisik dimodelkan dengan pendekatan “dasar berlapis banyak” (multi bed – layer approach), seperti yang digambarkan pada gambar 2.12. model dapat menggambarkan fenomena fisik pada pergerakan sedimen kohesif seperti flocculation, settling, deposisi, konsolidasi, re – suspensi oleh arus dan gelombang, likuifaksi oleh gelombang, dan sliding. Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 5 Gambar 2 Model lapis banyak (multi – layer model) dan proses fisiknya.(DHI, 2007) Dasar sedimen pada MT Module terdiri dari satu atau lebih bed – layer. Karakteristik masing – masing bed – layer lebih ditentukan oleh massa sedimen yang berada dalam layer yang ditentukan dan oleh dry density dan properti erosi layer daripada oleh fisik layer yang akan memiliki properti fisik yang tipikal dalam waktu yang berbeda disebabkan proses konsolidasi dan lainnya. Proses konsolidasi digambarkan sebagai suatu perpindahan massa sedimen dari satu bed – layer ke bed – layer lainnya. Bed – layer tersusun sebagai layer yang terlemah (seperti fluid – mud atau sedimen yang baru terdeposisi) berada di layer yang paling atas dan layer di bawahnya memiliki dry – density dan strength yang makin meningkat. Transportasi Sedimen adalah gerakan sedimen yang disebabkan oleh gelombang dan arus. Formulasi Transportasi Sedimen dibangun dari persamaan adveksi – dispersi sebagai berikut: ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ................................................... (4) Dimana: ̅ = Konsentrasi massa rata – rata kedalaman (kg/m3) u,v = Kecepatan aliran rata – rata kedalaman (m/s) Dx, Dy = Koefisien dispersi (m2/s) h = Kedalaman (m) S = Akresi/erosi (kg/m3/s) QL = Debit sumber aliran per unit area horisontal (m3/s/m2) CL = Konsentrasi sumber aliran (kg/m3) Tegangan Geser Dasar yang dipengaruhi oleh arus dan gelombang dihitung dengan menggunakan formula: 1⁄2 2 cos ....................................................................................... (5) Dimana: c = Tegangan Geser Dasar (N/m2) = Berat Jenis Air (kg/m3) Ub = Kecepatan orbit gelombang rata – rata horisontal di dasar (m/s) U = Kecepatan arus di bagian atas boundary layer air (m/s) = Sudut antara arah arus rata – rata dengan arah propagasi Modul MT menerapkan model stokastik untuk interaksi aliran dan sedimen. Pendekatan ini pertama kali dikembangkan oleh Krone (1962). Menurut Krone, Deposisi dihitung menggunakan formula: .................................................................................................................................. (6) Dimana: SD = deposisi ws = Settling velocity (m/s) cb = Konsentrasi dekat dasar (kg/m3) Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 6 pd = Probabilitas deposisi , 1 .......................................................................................... (2.58) b = Tegangan Geser Dasar (N/m2) cd = Tegangan Geser Dasar Kritis untuk deposisi (N/m2) Erosi dapat digambarkan dalam dua cara tergantung apakah dasarnya rapat dan terkonsolidasi atau lunak dan sebagian terkonsolidasi, Mehta et al (1989). Dasar yang rapat dan terkonsolidasi: 1 , .......................................................................................................... (7) Dimana: E = Erodibilitas dasar (kg/m2/s) ce = Tegangan Geser Dasar Kritis untuk erosi (N/m2) b = Tegangan Geser Dasar (N/m2) n = Kekuatan erosi Dasar yang lunak dan sebagian terkonsolidasi: 1 , ........................................................................................... (8) Dimana: Koefisien (m/N½) = 6.3. Akurasi dari Simulasi Model Akurasi dari simulasi model ialah suatu ukuran dari kesalahan simulasi, yaitu perbedaan/selisih dari besaran hasil simulasi dengan besaran yang benar – benar terjadi. Akurasi sebaiknya di “assessed” dengan membandingkan besaran hasil simulasi dengan besaran hasil observasi (Gambar 3). 6.3.1. Mean Square Error dan Root Mean Square Error Jika simpangan dari nilai simulasi ke – i dengan nilai observasi adalah ( – xi), kita definisikan bahwa simulasi terbaik adalah yang meminimalkan jumlah kuadrat dari simpangan antaran nilai mewakili jumlah kuadrat simulasi ( ) dengan nilai observasi (xi). Besaran ∑ simpangan antara nilai simulasi dengan nilai observasi, dan disebut Jumlah Kuadrat Kesalahan (Sum of Squares for error, SSE). Rata – rata Kuadrat Kesalahan (Mean Square Error, MSE) didapat dengan membagi SSE dengan jumlah data, N. Lalu Rata – rata Kuadrat Kesalahan (Mean Square Error, MSE) dan Akar Rata – Rata Kuadrat Kesalahan (Root Mean Square Error, RMSE) didefinisikan sebagai berikut: MSE ∑ RMSE √MSE ............................................................................................................................ (10) RMSE x ∑ ................................................................................................................. (9) x .......................................................................................................... (11) Dimana: MSE = Rata – rata kuadrat kesalahan RMSE = Akar dari rata – rata kuadrat kesalahan Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 7 = Nilai simulasi ke – i xi = Nilai observasi ke – i N = Jumlah data 6.3.2. Persentase Kesalahan Kesalahan (error) dalam bentuk persentase didefinisikan sebagai berikut: Error ∑ ∗ 100% ................................................................................................ (12) Dimana: Error Range = Kesalahan (%) = Besaran hasil simulasi = Besaran hasil observasi = Rentang besaran hasil observasi, yaitu selisih antara nilai terbesar dengan nilai terkecil N = Jumlah data Range Besaran Error ini menyatakan kesalahan sebagai seberapa bagian dari rentang data yang tersedia. Secara intuitif dapat dipastikan suatu model adalah baik bila kesalahannya mendekati nol persen. Gambar 3 Illustrasi dari formulasi akurasi pemodelan 7. a. b. c. d. e. Gambaran Umum Lokasi Studi Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cikidang berlokasi di Desa Babakan, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat; Sebelum dialihkan ke Cikidang, Pemda Kab. Ciamis mengembangkan PPI di Bojongsalawe, Kec. Parigi. Lokasi itu berada ± 20 km arah barat dari PPI Cikidang; Posisi geografis PPI Cikidang berada di 7o 40’ 56,3” LS 108o 40’ 18,8” BT; Lokasi dapat ditempuh dengan kendaraan umum/pribadi dari Bandung menuju Pangandaran selama kurang lebih 5 jam; PPI Cikidang berdiri di atas tanah seluas 6 Ha berdasarkan SK Bupati Ciamis nomor 593/kpts.23-huk/2002 tanggal 28 Januari 2002; Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 8 f. PPI Cikidang diapit 2 (dua) sungai, yaitu Sungai Ciputrapinggan di sebelah timur dan Sungai Cikidang di sebelah barat; g. Layout PPI Cikidang saat ini adalah seperti diillustrasikan oleh Gambar 2; h. Gambar 5 – 9 menunjukkan kondisi lapangan di PPI Cikidang. PPI Cikidang belum dapat dioperasikan sesuai peruntukannya karena pembangunan breakwater yang belum selesai. Selama masa konstruksi tersebut, telah terjadi penumpukan sedimen di kolam pelabuhan seperti ditunjukkan oleh Gambar 5 s.d. Gambar 9. Usaha perbaikan kondisi tersebut belum pernah dilakukan secara sistematis. Pengerukan kolam pelabuhan, yang pernah dilakukan tahun 2006, lebih untuk membersihkan lokasi dari reruntukan sisa tsunami daripada untuk membuat PPI menjadi layak operasi. 8. Kerangka Alur Pikir Kerangka Alur Pikir adalah sesuai urutan sebagai berikut, yaitu: Perumusan Masalah, Analisis dan Pembahasan, dan Kesimpulan & Saran, seperti diuraikan pada bagan alir (Gambar 10). sebagai alat untuk melakukan Analisis dan Pembahasan akan digunakan perangkat lunak MIKE21 modul Hidrodinamika dan Mud Transport. 9. Metoda Studi Metodologi studi yang digunakan adalah melakukan urutan langkah kerja sebagai berikut: kompilasi data, penyusunan data sesuai format yang akan digunakan, pemodelan dengan perangkat lunak MIKE21, dan penarikan kesimpulan serta pemberian saran berdasarkan hasil pemodelan. Kebutuhan data adalah sebagaimana ditampilkan pada Tabel 1. Tahapan pemodelan berturut – turut adalah konfigurasi model, kalibrasi model, simulasi, dan pasca simulasi yaitu pengolahan data hasil simulasi agar dapat diinterpretasikan. Ilustrasi tahapan pemodelan ditampilkan pada Gambar 9. Gambar 4 Layout PPI Cikidang tahun 2012 (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, 2012) Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 9 Gambar 5 Kondisi Breakwater PPI Cikidang sisi Barat, arah ke hulu S. Cikidang (analisis, 2011) Kolam Pelabuhan Muara Sungai Cikidang Gambar 6 Kondisi Breakwater PPI Cikidang sisi Barat, arah ke laut (analisis, 2011) Kolam Pelabuhan Gambar 7 Kondisi PPI Cikidang, terlihat sedimen yang melimpas dari pantai masuk ke kolam pelabuhan (analisis, 2011) Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 10 Breakwater sisi timur Breakwater sisi barat Kantor PPI Cikidang Kolam Pelabuhan Gambar 8 Kondisi kolam pelabuhan PPI Cikidang (analisis, 2011) - Gambar 9 Kondisi muara S. Cikidang, sisi timur PPI Cikidang (analisis, 2011) Breakwater PPI - Peta Laut; Menggunakan tools Cikidang yang - Peta Topografi – Penarikan kesimpulan Batimetri; perangkat lunak tidak berfungsi; dan pemberian saran Sedimentasi di - Desain MIKE21 modul Breakwater; kolam berdasarkan hasil - Data Angin Hidrodinamika + Mud pelabuhan; pemodelan (kecepatan & Mengetahui asal Transport arah); sedimen; Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 11 - Mengetahui laju sedimentasi guna mengestimasi kebutuhan Operasional Pemeliharaan (Pengerukan) - Data Pasang Surut (elevasi muka air) dari Dishidros & NAO Tide; Data konsentrasi sedimen; Data properti sedimen (d50); Debit S. Cikidang & Ciputrapinggan - Hasil model: - Elevasi muka air; Arus; Konsentrasi sedimen; Ketebalan sedimen; Perubahan batimetri; Shear stress. PERUMUSAN INVENTARISASI ANALISIS DAN KESIMPULAN MASALAH DATA PEMBAHASAN DAN SARAN Gambar 10 diagram kerangka alur pikir studi (analisis, 2011) Tabel 1 Daftar Kebutuhan Data No. Jenis Data Kegunaan Sumber Keterangan 1 Peta Laut Input Model Dishidros TNI – AL Sekunder 2 Peta Topografi – Bathimetri Input Model Balai Pantai PU Sekunder 3 Desain Breakwater Input Model Konsultan, 2012 Sekunder 4 Data Angin (Kecepatan, Arah) Input Model Sta. Cilacap (1988 – 2006) Sekunder 5 Pasang Surut (Elevasi Muka Air) Input model, kalibrasi Dishidros (Maret 2009), Naotide (Maret 2009, 2011) Sekunder 6 Konsentrasi Sedimen (TSS) Input Model Survei (2011) Primer 7 Debit S. Cikidang, S. Ciputrapinggan Input Model Studi literatur Sekunder 8 Sedimen (d50) Input model Survei (2011) Primer Dari data yang dibutuhkan sebagaimana diuraikan pada Tabel 1, semua data tersedia lengkap. Data yang kurang adalah Konsentrasi Sedimen dan Debit di Sungai Cikidang yang hanya tersedia dari pengukuran sesaat. Idealnya data tersebut tersedia dalam bentuk deret berkala (time series). Dari pengukuran didapat bahwa konsentrasi sedimen di S. Cikidang dan S. Ciputrapinggan adalah sebesar 1 ppm; Sedimen (d50) adalah sebesar 0,185 mm; dan Debit sesaat S. Cikidang adalah 2 m3/s. Tabel 2 menampilkan angin dominan setiap bulannya di lokasi studi. Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 12 INPUT - PROSES Batimetri Pasang Surut (Elevasi Muka Air) Angin (Arah dan Kecepatan) - - MIKE21 MODUL HIDRODINAMIKA (kalibrasi dan simulasi skala global) INPUT - OUTPUT Elevasi Muka Air; Arus (Arah dan Kecepatan). PROSES Batimetri; Pasang Surut (Elevasi Muka Air) hasil simulasi modul Hidrodinamika; Angin (Arah dan Kecepatan); Debit; Konsentrasi Sedimen (TSS); D50. OUTPUT - MIKE21 MODUL HIDRODINAMIKA + MUD TRANSPORT (simulasi skala detail) Konsentrasi sedimen; Ketebalan sedimen; Perubahan Batimetri; Bed Shear Stress. Gambar 11 diagram penggunaan perangkat lunak MIKE21 Tabel 2 Angin Dominan di Lokasi Studi Bulan Kecepatan (knot) Jurusan Arah (Derajat) Januari 5 Barat 270 Februari 5 Barat 270 Maret 5 Barat 270 April 5 Tenggara 135 Mei 10 Tenggara 135 Juni 10 Tenggara 135 Juli 10 Tenggara 135 Agustus 10 Tenggara 135 September 10 Tenggara 135 Oktober 10 Tenggara 135 November 5 Tenggara 135 Desember 5 Barat 270 10. Analisis dan Pembahasan 10.1. Konfigurasi Model Domain Model adalah sebuah wilayah berbentuk bujur sangkar seluas 1 derajat persegi (108o30’ BT – 109o30’ BT & 7o 30’LS – 8o 30’LS). Peta dasar yang digunakan adalah Peta Laut dari Dishidros TNI – AL , lembar nomor 69. Domain model terpilih dibagi menjadi 2 (dua) zone: zone I yaitu wilayah domain keseluruhan dan zone II adalah wilayah rinci yang menjadi topik studi, berada di dalam zone I. Pembagian wilayah diilustrasikan pada gambar 12. Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 13 Zone II, Modul HD+MT, Simulasi HD+MT. Zone I, Modul HD, Kalibrasi, Simulasi HD. Gambar 12 Zonasi model Kegunaan pembagian wilayah menjadi 2 (dua) zone adalah sebagai berikut: Zone I adalah untuk melakukan kalibrasi dan simulasi model Hidrodinamika menggunakan MIKE21 modul HD. Keluaran dari simulasi pada zone I ini menjadi masukan pada model di zone II, yang menggunakan MIKE21 modul HD dan MT. Domain terpilih kemudian digitisasi menjadi sekumpulan koordinat Kartesian. Datum koordinat yang dipakai dapat berupa UTM (Universal Transverse Mercator) atau Geografis Derajat Bujur dan Lintang (Geographic/Longitude – Latitude). MIKE21 memfasilitasi transformasi antar datum. Proses digitasi peta sampai menjadi computational mesh untuk Zone I dan Zone II digambarkan pada Gambar 13 – 15. Syarat Batas pada MIKE21 modul Hidrodinamika adalah elevasi muka air. Elevasi muka air tersebut dibangkitkan oleh perangkat lunak Naotide dan ditampilkan pada Gambar 16. Modul Mud Transport menggunakan konsentrasi sedimen di laut terbuka sebagai syarat batasnya. 11100 M Gambar 13 Digitisasi Peta Dasar Zone I (kiri) dan hasil digitisasi Peta Dasar Zone I (kanan) Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 14 11100 M Gambar 14 Computational Mesh Zone I (kiri) dan digitisasi Peta Dasar Zone II (kanan) 222 M 222 M Gambar 15 Hasil digitisasi Peta Dasar Zone II (kiri) dan Computational Mesh Zone II (kanan) Grafik Elevasi Muka Air di BC‐1 (Naotide) 1.2 Elevasi Muka Air terhadap MSL (meter) 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 ‐0.2 ‐0.4 ‐0.6 ‐0.8 ‐1 ‐1.2 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 Tanggal (Maret 2009) Gambar 16 Grafik Elevasi Muka Air sebagai Syarat Batas di Zone I (analisis, 2012) MIKE21 menggunakan beberapa parameter untuk menyesuaikan model terhadap kondisi sebenarnya. Adapun parameter tersebut, sesuai modul yang digunakan, adalah: Eddy Viscosity dan Bed Resistance pada modul Hidrodinamika, Critical Shear Stress for Deposition, Critical Shear Stress for Erosion, dan Bed Roughness pada modul Mud Transport. Pemilihan nilai parameter dilakukan secara coba – coba sehingga besaran hasil simulasi mendekati atau sama dengan besaran Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 15 hasil observasi. Parameter Eddy Viscosity menggambarkan karakteristik medium di lingkungan model yaitu, dalam kasus ini, adalah air laut, bernilai antara 0,25 – 1,0. Parameter Bed Resistance menggambarkan karakteristik “wadah” lingkungan model yaitu dasar laut, digunakan Bilangan Chezy yang bernilai antara 30 – 50 m1/2/s. Kedua parameter tersebut menggambarkan lingkungan model secara global. Parameter Critical Shear Stress for Deposition, Critical Shear Stress for Erosion, dan Bed Roughness menggambarkan kecenderungan sedimen untuk terdeposisi atau tererosi. Ketiga parameter ini khusus untuk lingkungan yang dipelajari (spesifik). 10.2. Kalibrasi Model pada Zone I Proses kalibrasi adalah membandingkan besaran hasil simulasi dengan besaran hasil Observasi kemudian menyesuaikan parameter – parameter simulasi sehingga akhirnya didapat besaran hasil simulasi sama atau mendekati besaran hasil Observasi. Pada studi ini, proses kalibrasi dilakukan pada Zone I dengan besaran yang dikalibrasi adalah pasang surut (elevasi muka air). Pasang Surut hasil simulasi dibandingkan dengan Pasang Surut yang dikeluarkan oleh Instansi yang berwenang dalam hal ini adalah Dishidros TNI – AL. Arus hasil simulasi dibandingkan dengan arus hasil Observasi dari Balai Pantai Kementerian Pekerjaan Umum. Parameter yang disesuaikan adalah Bed Resistance berupa Bilangan Chezy, dengan kisaran nilai antara 30 – 50 m1/2/s. Waktu pemodelan adalah pada bulan Maret 2009 (satu bulan). Proses kalibrasi dianggap berhasil bila didapat parameter yang memberikan nilai kesalahan (error) terkecil antara besaran hasil simulasi dengan hasil Observasi, ditampilkan pada tabel 3. Kuantifikasi dari kesalahan dapat berupa persentase atau akar dari rata – rata kuadrat kesalahan (Root Mean Square of Error/RMSE). Ilustrasi dari kalibrasi pasang surut terpilih ditampilkan pada Gambar 17. Bilangan Chezy sebesar 32 m1/2/s dipilih sebagai parameter terkalibrasi untuk besaran elevasi muka air karena memberikan nilai kesalahan terkecil (persentase dan RMSE). Tabel 3 Rekapitulasi Kalibrasi Model (analisis, 2012) Bilangan Chezy (m1/2/s) Error (%) RMSE 32 6,7980 0,1606 36 6,8054 0,1610 40 6,8128 0,1613 Gambar 17 Perbandingan elevasi Muka Air hasil simulasi dengan observasi (analisis, 2012) Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 16 10.3. Simulasi Hidrodinamika pada Zone I Setelah mendapatkan parameter terkalibrasi, dilakukan simulasi modul hidrodinamika pada Zone I. Simulasi dilakukan untuk mendapatkan data masukan untuk Zone II berupa besaran elevasi muka air, diilustrasikan pada gambar 18. Gambar 18 Simulasi Hidrodinamika pada Zone I (analisis, 2012) 10.4. Kalibrasi Model pada Zone II Pada simulasi modul Hidrodinamika + Mud Transport, dilakukan kalibrasi untuk medapatkan parameter modul Mud Transport. Parameter tersebut adalah Tegangan Geser Dasar (Bed Shear Stress). Kalibrasi dilakukan dengan mengambil sampel besaran Bed Shear Stress di sejumlah titik Observasi, lalu dilakukan pembuatan histogram untuk melihat properti statistiknya (gambar 19). Dari histogram terlihat kecenderungan besaran Bed Shear Stress, terdapat 3 (tiga) kelompok besaran Bed Shear Stress, yaitu dikisaran 0,0003 N/m2, 0,0004 N/m2, dan 0,001 N/m2. Dapat disimpulkan bahwa kandidat nilai Tegangan Geser Kritis untuk Erosi ( cr,e) adalah 0,001 N/m2, dan kandidat nilai Tegangan Geser Kritis untuk Deposisi ( cr,d) adalah 0,0004 N/m2. Gambar 19 Proses Kalibrasi Model pada Zone II (analisis, 2012) Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 17 Gambar 20 Perbandingan Profil Tahun 2008 dengan Tahun 2012 (analisis, 2012) Gambar 20 menunjukkan perbandingan profil hasil pengukuran di tahun 2008 (garis biru putus – putus) dengan tahun 2012 (garis hijau solid). Terlihat terjadi sedimentasi yang ditunjukkan oleh berkurangnya kedalaman air. Kondisi ini menjadi panduan dalam menetapkan nilai parameter kalibrasi di Zone II. Tegangan Geser Kritis untuk Erosi ( cr,e) adalah kondisi dimana bila terjadi tegangan geser yang lebih besar dari nilai kritis maka akan terjadi erosi. Tegangan Geser Kritis untuk Deposisi ( cr,d) adalah kondisi dimana bila terjadi tegangan geser yang lebih kecil dari nilai kritis maka akan terjadi sedimentasi. Bila Tegangan Geser yang terjadi berada di antara dua nilai tersebut, maka sedimen akan tetap melayang (tersuspensi). Maka untuk Tegangan Geser Kritis untuk Erosi ( cr,e) dipilih nilai yang besar (0,001 N/m2) agar nilai erosi tidak terlalu besar dan Tegangan Geser Kritis untuk Deposisi ( cr,d) agar lebih mudah terjadi sedimentasi. 10.5. Simulasi Hidrodinamika dan Mud Transport pada Zone II, Kondisi Eksisting Simulasi Hidrodinamika dan Mud Transport pada Zone II, Kondisi Eksisting menghasilkan keluaran berupa besaran Perubahan Batimetri, Konsentrasi Sedimen, Tebal Lapisan Sedimen, dan Bed Shear Stress. Yang dimaksud dengan Kondisi Eksisting adalah dimana simulasi berdasarkan kondisi apa adanya di lapangan. Besaran – besaran tersebut adalah jawaban dari permasalahan pada studi ini. Gambar 21 memperlihatkan kondisi batimetri diawal dan akhir simulasi; terdapat perubahan batimetri di lokasi studi; terjadi perubahan batimetri dimana adanya penumpukan sedimen di Kolam Pelabuhan , di tepi pantai, dan di suatu tempat di laut. Simulasi menunjukkan kecenderungan penumpukan sedimen sebesar 0,5 meter/tahun.di Kolam Pelabuhan dan sekitar Breakwater sampai pada suatu tempat di laut sejauh kira – kira 300 m dari garis pantai. Asal sedimen juga ditunjukkan berasal dari kedua sungai yang mengapit lokasi studi. Sedimen yang berasal dari sungai terbawa arus, masuk dan mengendap di Kolam Pelabuhan dan di sekitar Breakwater. Mengingat model ini hanya memasukkan faktor arus akibat pasang surut, diperlihatkan kecenderungan arus yang mengarah ke pantai (arus tegak lurus pantai/across – shore current). Arus ini mendorong sedimen ke arah pantai dan membawanya kembali ke laut secara periodik. Visualisasi proses ini ditunjukkan oleh diagram sebar dan mawar arus pada gambar 24. Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 18 Gambar 22 memperlihatkan kontur dari Ketebalan Lapisan (Bed Thickness) yang terjadi akibat deposisi sedimen. Terlihat bahwa sedimentasi hanya terjadi di Kolam Pelabuhan dan di sekitar Breakwater. Sedimentasi terjadi secara periodik seiring arus yang datang Sejalan dengan Ketebalan Lapisan (Bed Thickness), Konsentrasi Sedimen Layang (Suspended Sediment Concentration) memperlihatkan kecenderungan yang serupa, seperti ditunjukkan gambar 23. Berbeda dengan Ketebalan Lapisan, Besarnya Konsentrasi Sedimen Layang juga dipengaruhi oleh besarnya debit dari sungai Cikidang dan Ciputrapinggan selain oleh arus. Arus bertindak sebagai pembawa sedimen. Konsentrasi Sedimen Layang di dalam Kolam Pelabuhan cenderung stabil dikisaran 0,5 ppm. Modul Mud Transport ini ditentukan oleh parameter Tegangan Geser Dasar (Bed Shear Stress). Nilai Tegangan Geser Kritis untuk Erosi artinya bila Tegangan Geser yang terjadi melebihi nilai kritis, maka akan terjadi Erosi. Nilai Tegangan Geser Kritis untuk Deposisi artinya bila Tegangan Geser yang terjadi kurang dari nilai kritis, maka akan terjadi Deposisi (pengendapan). Simulasi menunjukkan bahwa di bagian terjauh dari Kolam Pelabuhan cenderung terjadi deposisi, dan juga di bagian mulut Kolam Pelabuhan (Gambar 25). PPI Cikidang Muara S. Ciputrapinggan PPI Cikidang Muara S. Ciputrapinggan Muara S. Cikidang Muara S. Cikidang Sedimentasi Sedimentasi Gambar 21 Perbandingan kondisi batimeteri diawal simulasi (kiri) dan diakhir simulasi (kanan) (analisis, 2012) PPI Cikidang Muara S. Ciputrapinggan Muara S. Cikidang Sedimentasi cenderung terjadi di sekitar muara sungai & Breakwater Gambar 22 Kondisi Ketebalan Dasar (Bed Thickness) (analisis, 2012) PPI Cikidang Muara S. Ciputrapinggan Muara S. Cikidang Sedimentasi cenderung terjadi di sekitar muara sungai & Breakwater Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 19 Gambar 23 Kondisi Konsentrasi Sedimen Layang (analisis, 2012) Gambar 24 Kondisi Arus Pasang Surut di Lokasi Studi (analisis, 2012) Gambar 25 Bed Shear Stress di Lokasi Studi (analisis, 2012) 10.6. Simulasi Hidrodinamika dan Mud Transport pada Zone II, Kondisi Eksisting Simulasi Hidrodinamika dan Mud Transport pada Zone II, Kondisi Desain menghasilkan keluaran berupa besaran Perubahan Batimetri, Konsentrasi Sedimen, Tebal Lapisan Sedimen, dan Bed Shear Stress. Yang dimaksud dengan Kondisi Desain adalah dimana simulasi berdasarkan kondisi Kolam Pelabuhan telah dikeruk menjadi kedalaman desain -4.00 meter MSL. Besaran – besaran tersebut adalah jawaban dari permasalahan pada studi ini. Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 20 Gambar 26 memperlihatkan kondisi batimetri diawal dan akhir simulasi; terdapat perubahan batimetri di lokasi studi; terjadi perubahan batimetri dimana adanya penumpukan sedimen di Kolam Pelabuhan , di tepi pantai, dan di suatu tempat di laut. Simulasi menunjukkan kecenderungan penumpukan sedimen sebesar 0,5 meter/tahun.di Kolam Pelabuhan dan sekitar Breakwater sampai pada suatu tempat di laut sejauh kira – kira 300 m dari garis pantai. Asal sedimen juga ditunjukkan berasal dari kedua sungai yang mengapit lokasi studi. Sedimen yang berasal dari sungai terbawa arus, masuk dan mengendap di Kolam Pelabuhan dan di sekitar Breakwater. Mengingat model ini hanya memasukkan faktor arus akibat pasang surut, diperlihatkan kecenderungan arus yang mengarah ke pantai (arus tegak lurus pantai/across – shore current). Arus ini mendorong sedimen ke arah pantai dan membawanya kembali ke laut secara periodik. Visualisasi proses ini ditunjukkan oleh diagram sebar dan mawar arus pada gambar 24. Gambar 27 memperlihatkan kontur dari Ketebalan Lapisan (Bed Thickness) yang terjadi akibat deposisi sedimen. Terlihat bahwa sedimentasi hanya terjadi di Kolam Pelabuhan dan di sekitar Breakwater. Di seluruh titik tinjau Ketebalan Lapisan cenderung bertambah secara bertahap. Ini karena kondisi desain dimana Kolam Pelabuhan telah dikeruk sehingga sedimen yang terbawa arus akan mudah masuk. Juga terlihat interval dimana penambahan Ketebalan Lapisan cenderung sedikit, ini dipengaruhi oleh Debit dari sungai yang besarnya berkurang pada interval tersebut. Sejalan dengan Ketebalan Lapisan (Bed Thickness), Konsentrasi Sedimen Layang (Suspended Sediment Concentration) memperlihatkan kecenderungan yang serupa, seperti ditunjukkan gambar 28. Serupa dengan Ketebalan Lapisan, Besarnya Konsentrasi Sedimen Layang juga dipengaruhi oleh besarnya debit dari sungai Cikidang dan Ciputrapinggan selain oleh arus. Arus bertindak sebagai pembawa sedimen. Konsentrasi Sedimen Layang di dalam Kolam Pelabuhan cenderung bertambah secara bertahap. Modul Mud Transport ini ditentukan oleh parameter Tegangan Geser Dasar (Bed Shear Stress). Nilai Tegangan Geser Kritis untuk Erosi artinya bila Tegangan Geser yang terjadi melebihi nilai kritis, maka akan terjadi Erosi. Nilai Tegangan Geser Kritis untuk Deposisi artinya bila Tegangan Geser yang terjadi kurang dari nilai kritis, maka akan terjadi Deposisi (pengendapan). Simulasi menunjukkan bahwa di bagian terjauh dari Kolam Pelabuhan cenderung terjadi deposisi, dan juga di bagian mulut Kolam Pelabuhan (Gambar 29). Sedimentasi Sedimentasi Gambar 26 Perbandingan kondisi batimeteri diawal simulasi (kiri) dan diakhir simulasi (kanan) untuk kondisi desain (analisis, 2012) Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 21 Sedimentasi cenderung terjadi di sekitar muara sungai & Breakwater Gambar 27 Kondisi Ketebalan Dasar (Bed Thickness) (analisis, 2012) Sedimentasi cenderung terjadi di sekitar muara sungai & Breakwater Gambar 28 Kondisi Konsentrasi Sedimen Layang (analisis, 2012) Gambar 29 Bed Shear Stress di Lokasi Studi (analisis, 2012) Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 22 10.7. Komparasi Hasil Simulasi dengan Hasil Observasi Setelah simulasi selesai, dilakukan komparasi antara hasil simulasi dengan hasil observasi. Komparasi dilakukan dengan menilik volume sedimentasi hasil pengukuran di lapangan dengan volume sedimentasi hasil simulasi. Volume sedimentasi hasil pengukuran ditinjau dari perubahan batimetri perairan di lokasi studi; untuk hasil simulasi dapat dilihat langsung dari keluaran simulasi. Selain itu juga diperhatikan imbuhan sedimen dari kedua sungai di sisi barat dan timur lokasi studi. Gambar 30 memperlihatkan peta lokasi studi dari dua masa pengukuran, yaitu pengukuran tahun 2008 dan 2012. Bagian yang saling bertindihan (overlay) ditandai dengan kotak berwarna; di sana dapat diperkirakan jumlah sedimen yang terendapkan selama interval waktu tersebut (2008 – 2012). Imbuhan sedimen dari Sungai Cikidang dan Sungai Ciputrapinggan dapat diestimasi dari debit selama setahun dan konsentrasi sedimen layang yang teramati. Pengukuran 2012 Pengukuran 2008 Gambar 30 Peta lokasi studi hasil pengukuran tahun 2008 dan 2012 (analisis, 2012) Tabel 4 menunjukkan bahwa dari hasil observasi didapat jumlah volume sedimen yang terendapkan selama setahun adalah 110.612,5 m3; simulasi menghasilkan volume sedimen sebesar 2.840 m3; Sungai Cikidang dan Ciputrapinggan memasukkan sedimen masing – masing sebesar 23,8 m3 dan 42,3 m3. Tabel 4 Volume Sedimen di Lokasi Studi (analisis, 2012) No. 1 2 3 4 Uraian Observasi Simulasi S. Cikidang S. Ciputrapinggan Volume Sedimen (m3/tahun) 110.612,5 2.840 23,8 42,3 Volume sedimen hasil simulasi hanya sebesar 2,567% dari hasil observasi, S. Cikidang sebesar 0,022%, dan S. Ciputrapinggan sebesar 0.038%. Simulasi modul hidrodinamika dan mud transport pada kondisi eksisting menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penumpukan sedimen di kolam pelabuhan sebesar 0,5 m per tahun dan di sekitar breakwater sebesar 1,5 m per tahun (Gambar 21 - 25). Simulasi modul hidrodinamika dan mud transport pada kondisi desain menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penumpukan sedimen di kolam pelabuhan sebesar 0,5 m per tahun dan di sekitar breakwater sebesar 1,5 m per tahun (Gambar 26 – 29). Sedimentasi hanya terjadi di sekitar kolam pelabuhan dan di sekitar breakwater (Gambar 5.31 – 5.32), ditunjukkan oleh pola penebalan dasar (penambahan bed thickness), pola sebaran konsentrasi sedimen layang, dan pola tegangan geser dasar. Konsentrasi sedimen layang, berasal dari Sedimen yang masuk dari sumber (source) berupa sungai, terlihat mengikuti debit sungai. Dimana debit membesar, kepekatan sedimen layang juga membesar dan sebaliknya. Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 23 11. Kesimpulan dan Saran 11.1. Kesimpulan Atas pemodelan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: a. Model numerik dari masalah sedimentasi di pelabuhan adalah alat yang ampuh untuk membantu perencanaan dan manajemen operasi pelabuhan. PPI Cikidang dipilih menjadi contoh kasus karena lokasinya dekat dengan tempat wisata dan pembangunannya yang melibatkan seluruh tingkat pemerintahan; b. Prosedur komputasi untuk mensimulasikan fenomena sedimentasi di PPI Cikidang disusun menggunakan perangkat lunak MIKE21; dipilih karena kemampuannya memodelkan simulasi Hidrodinamika dan Morfologi Pantai dengan skala luas sampai detail; c. Syarat Batas modul hidrodinamika di bagian laut lepas pada model domain global adalah elevasi muka air yang dibangkitkan oleh perangkat lunak NAO Tide; d. Syarat Batas modul hidrodinamika pada model domain detail (pemodelan di lokasi studi) menggunakaan elevasi muka air hasil simulasi modul hidrodinamika pada domain global; e. Syarat Batas modul mud transport pada model domain detail (pemodelan di lokasi studi) menggunakaan konsentrasi sedimen layang (TSS – Total Suspended Sediment); f. Catatan waktu berkala (time series) dari konsentrasi sedimen, dan debit di kedua sungai di lokasi studi (S. Cikidang dan S. Ciputrapinggan) tidak tersedia. Maka dilakukan pengukuran langsung untuk mendapatkan data sesaat untuk variabel konsentrasi sedimen di S. Cikidang. Data Debit S. Ciputrapinggan didapat dari studi terdahulu oleh Nuryono (2009); g. Karena ketidaktersediaan data pengamatan yang menerus di lokasi studi, digunakan data dengan perioda yang berbeda – beda untuk tahap kalibrasi dan simulasi. h. Kalibrasi dilakukan terhadap modul hidrodinamika pada domain global, dengan cara membandingkan elevasi muka air hasil simulasi dengan elevasi muka air acuan dari Dishidros TNI – AL. Simulasi menunjukkan bahwa penggunaan parameter Bilangan Chezy sebesar 32 m1/2/s menghasilkan kesalahan terkecil sebesar 6%. i. Simulasi domain detail menggunakan modul hidrodinamika dan mud transport dilakukan dengan dua skenario: kondisi eksisting (kondisi seperti apa adanya saat ini) dan kondisi desain (kondisi ketika kolam pelabuhan telah dikeruk menjadi -4,00 m MSL, merepresentasikan kondisi operasional). j. Pola arus di lokasi studi menunjukkan arus didominasi arah Barat Laut – Tenggara, dengan kecepatan maksimum 0,07 m/s. k. Pola arus, seperti yang diutarakan pada point m, mengarah langsung ke lokasi studi; l. Struktur pemecah gelombang yang ada saat ini tidak mampu menahan masuknya sedimen karena susunannya adalah sejajar dengan arah datang arus; m. Volume sedimen yang terdeposisi di lokasi tinjau (Gambar 5.94) adalah sebesar 2.840 m3 per tahun (Tabel 5.10); Dari hasil observasi didapatkan: a. Volume sedimen terdeposisi di lokasi tinjau (Gambar 5.94) adalah sebesar 110.612,5 m3 per tahun (Tabel 5.10); b. Sungai Cikidang memberi sedimen sebesar 23,8 m3 per tahun (Tabel 5.10); c. Sungai Ciputrapinggan memberi sedimen sebesar 42,3 m3 per tahun (Tabel 5.10); Atas permasalahan yang telah dirumuskan, dapat disimpulkan bahwa: a. Asal sedimentasi di lokasi studi tidak semata – mata dari Sungai Cikidang dan Sungai Ciputrapinggan; b. Model yang disusun tidak dapat menjawab dengan pasti asal dari sedimentasi yang terjadi; c. Simulasi pada kedua skenario menunjukkan terjadi pendangkalan di kolam pelabuhan dengan laju sebesar 0,5 meter per tahun; d. Simulasi pada kondisi desain menunjukkan terjadi penumpukan sedimen di kolam pelabuhan dengan laju sebesar 48.889 m3 per tahun; Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 24 e. Simulasi menunjukkan bahwa operasi pengerukan diperlukan sekali setiap 5 (lima) tahun. Diperkirakan, dalam waktu 5 (lima) tahun, kedalaman operasi kolam pelabuhan akan berkurang menjadi lebih kecil dari kedalaman minimum suatu Pangkalan Pendaratan Ikan (2,00 m MSL); f. Daerah yang terpengaruh oleh sedimen adalah di Kolam Pelabuhan, di sekitar Pemecah Gelombang, dan ke arah laut sejauh radius 300 meter dari garis pantai. 11.2. Saran Atas kondisi yang telah diuraikan pada bagian kesimpulan, diajukan saran – saran sebagai berikut: a. Selain operasi rutin pengerukan, untuk mengatasi sedimentasi di kolam pelabuhan, Breakwater perlu dimodifikasi sehingga dapat mengurangi masuknya sedimen ke dalam Kolam Pelabuhan; b. Karena terdapat keterbatasan data hidrologi (data Debit, Sedimen) di kedua sungai yang mengapit PPI Cikidang, maka perlu adanya monitoring di sana oleh Operator Pelabuhan Perikanan dan/atau instansi lain yang relevan; c. Perlu dilakukan studi akan pengaruh gelombang terhadap performa pemecah gelombang, dan pengaruh gelombang terhadap sedimentasi karena studi ini hanya membahas sedimentasi akibat arus pasang surut; d. Perlu dilakukan studi sejenis, tinjauan terhadap studi yang pernah dilakukan sebelumnya, atau studi seperti pada poin c atas seluruh Pelabuhan Perikanan yang berada di Provinsi Jawa Barat. e. Perlu dilakukan studi sejenis, sebagaimana diutarakan pada point c dan d, menggunakan beberapa variasi modul pada perangkat lunak MIKE21; terutama yang memasukkan faktor gelombang laut kedalam model. Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 25 REFERENSI US Army Corps of Engineer, 2002, “Coastal Engineering Manual Volume II”, Washington DC. Bakosurtanal, 2003, “Peta Provinsi Jawa Barat”, Bakosurtanal Karmen, Dadang, 2005, “Studi Pengembangan Dinamika Muara Bojong Salawe, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat”, Tesis Magister Pengelolaan Sumber Daya Air, ITB Yuanita, Nita, 2007, “Development of Cimanuk River Delta, Indonesia”, Dissertation, Water Engineering and Management, Asian Institute of Technology DHI Software, 2007, “MIKE21 Flow Model FM, Hydrodynamic Module, User Guide”, DHI Water and Environment DHI Software, 2007, “MIKE21 Flow Model FM, Mud Transport Module, User Guide”, DHI Water and Environment Tuasikal, Hayatuddin, 2008, “Studi Erosi dan Sedimentasi serta Sistem Penanggulanggannya pada Pantai Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat”, Tesis Magister Pengelolaan Sumber Daya Air, ITB Nuryono, Budi, 2009, “Simulasi Alokasi Air dengan Debit Sintetis, Studi Kasus Sungai Ciputrapinggan di Kabupaten Ciamis”, Tesis Magister Pengelolaan Sumber Daya Air, ITB Dishidros TNI – AL, 2009, “Buku Tabel Pasang Surut Kepulauan Indonesia”, Dishidros TNI – AL Prasetio, Fauzi Budi, 2010, “Simulasi Numerik Transportasi Sedimen di Pantai Cirebon Akibat Pengaruh Gelombang dan Sedimentasi dari Sungai”, Tesis Magister Kelautan, ITB Purnama, Bayu, 2010, “Kajian Perilaku Hidrodinamika di dalam Kolam Labuh PPI Jayanti Dengan Keberadaan Palung, Kabupaten Cianjur”, Tesis Magister Pengelolaan Sumber Daya Air, ITB Yudi, 2011, “Studi Sedimentsi di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat”, Tesis Magister Pengelolaan Sumber Daya Air, ITB Google Earth, 2012, “Peta Wilayah Pangandaran, 2006” Studi Pengamanan & Pemeliharaan PPI Cikidang, Kab. Ciamis Hlm. 26